Ceritasilat Novel Online

Anna Karenina 10

Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi Bagian 10


"Lalu bagaimana kesimpulannya?" "Maafkan saya .... "
Para tuan tanah berdiri, dan Sviyazhskii pergi mengantarkan mereka, sesudah li lagi mengecek Levin yang punya kebiasaan tak menyenangkan, yakni mencoba men jenguk lebi h jauh kamar tamu otaknya.
XXVIII Malam itu Levin merasa amat bosan bersama para perempuan itu; belum pe ia merasa gundah seperti sekarang ini karena kesimpulannya sendiri, bahwa rasa tak puasnya terhadap usaha ian bukan lagi persoalan pr i ba d i , ta pi berlaku untukseluruh R u s ia. Ia pun merasagundah karena pikirannya, bahwa pembentukan sikap buruh di mana pun mereka berkerja, seperti mereka yang bekerja pada petani di tengah perjalanan itu, bukan impian belaka, melainkan persoalan yang tidak boleh tidak harus dipe . Dan ia merasa, persoalan itu bisa dipecahkan, dan memang harus dilakukan usaha untuk memecahkannya.
Sesudah mengucapkan selamat malam kepada para perempuan, dan berjanji akan datang lagi esok sepanjang hari agar bisa berkuda bersama melihat-libat jurang yang menarik di tengab butan negara, menjelang tidu r Levin singgab ke kamar kerja tuan rumab untuk mengambil bukubuku tentang persoalan buruh yang dianjurkan Sviyazbskii kepadanya. Kamar kerja Sviyazhs k ii besar sekali, dikelilingi lemari buku, dengan dua meja-yang satu meja tulis pejal di tengab kamar, yang lain bulat, dengan lembar-lembar terakhir ar dan majalab berbagai bahasa di sekitar lampu. D i dekat meja tulis terdapat lemari kabinet dengan lacilaci berlabel emas berisi bermacam-macam topik.
Sviyazbskii mengambil buku, lalu duduk di kursi goyang. "Apa yang Anda libat?" katanya kepada Levin, yang waktu itu berhenti di dekat meja bundar melibat-libat majalah.
"O ya, di situ ada karangan yang sangat menarik," kata Sviyazbskii tentang majalab yang sedang dipegang . "Ternyata," tambahnya gembira, "yang jadi biang keladi pembagian Polandia itu samasekali bukan Friedrich. Temyata .... "
Dan dengan kejemiban yang memang jadi c irinya, berceritalab ia dengan singkat tentang penemuan baru yang amat penting dan menarik itu. Kendati minat Levin waktu itu terutama tertuju pada usaba pertanian, mendengar cerita tuan rumah i a pun bertanya pada diri sendiri: "Apa yang sesunggubnya ada dalam pikiran orang ini" Dan kenapa, kenapa ia tertarik pada pembagian Polandia?" Selesai Sviyazbskii berceri ta, tanpa dikehendaki Levin bertanya: "Lalu kenapa?" Ternyata tak ada apaapanya. Yang menarik banyalah "ternyata"-nya itu. Tapi Sviyazbski i tak menjelaskan dan menganggap tak perlu menjelaskan mengapa peristiwa itu menarik dia.
"Ya, tapi saya sangat tertarik pada tuan tanah yang pemarah itu," kata Levin, sesudah menarik napas dalam-dalam. "Ia pandai, dan yang di katakan banyak benarnya."
"Ah, sudahlah! Dia kan pendukung sistem perhambaan yang mendarah dag ing, sama dengan mereka semua itu!" kata Sviyazhskii. "Di mana Anda jadi pemimpin .... "
"Ya, tapi saya pimpin mereka ke jurusan lain," kata Sviyazhskii ketawa.
"Yangjadi pikiran saya itu ini," kata n. "Dia benar bahwa urusan kita, yakni usaha pertanian rasional, tak jalan. Yang jalan cuma usaha pertanian tukang kredit, seperti dilakukan orang yang pendiam itu, atau usaha pertanian yang paling sederhana. Siapa yang bersalah dalam hal ini?"
"Dengan sendirinya kita sendiri. Tapi tak benar kalau dibilang tak jalan. Pada Vasilchikov jalan."
"Itu pabrik. .. ."
"Tapi bagaimanapun saya belum mengerti, apa yang mengherankan Anda. Rakyat berada pada taraf perkembangan material dan spiritual yang begitu rendah, jadi rupanya harus menentang segala yang asi ng bag inya. Di Eropa usaha pertanian rasional jalan karena rakyat di sana berpendidikan; jadi di negeri kita ini rakyat harus dididik-itu soalnya." "Tapi bagaimana mendidik rakyat itu?"
"Untuk mendidik rakyat diperlukan tiga hal: sekolah, sekolah, dan sekali lagi sekolah. n
"Tapi Anda sendiri bilang, rakyat berada pada taraf perkembangan materi al yang rendah. Bagaimana sekolah bisa membantu mereka?"
"Anda ini mengingatkan saya pada anekdot ten tang nasihat pada orang sakit: 'Anda cobalah obat pencahar.'-'Diberi obat pencahar: lebih parah.'-'Cobalah lintah.'-'Dicoba: lebih parah.'-'Ya kalau begitu berdoalah kepada Tuhan.'-'Dicoba: lebih parah lagi.' Demikian pula saya dan Anda ini. Saya bilang el"Nah, inilah yang tak bisa saya mengerti," kata Levin keberatan. "Dengan bagaimana sekolah bisa membantu rakyat memperbaiki keadaan materialnya" Anda bilang sekolah, pendidikan, memberikan kebutuhan-kebutuhan baru. Ini lebi h parah lagi, sebab rakyat tak
mungkin sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Dan dengan cara bagaimana pengetahuan tentang penjumlahan dan pengurangan serta katekismus itu bisa membantu memperbaik i keadaan materialnya, tak bisa saya mengerti. Sesudah hari ketiga, pada malam hari, saya bertemu dengan perempuan yang menggendong bayinya, dan saya bertanya ke mana ia pergi. la bilang: 'Ke rumah nenek tua, anak saya kena penyakit nangis, ini saya bawa untuk diobati.' Saya bertanya, bagaimana nenek itu mengobati penyakitnya" 'Anak itu didudukkan di sarang ayam pengeram, dan ia membacakan sesuatu.'"
"Nah, jadi Anda sendiri yang mengatakan itu! Supaya perempuan itu tidak mengobati penyakit nangis itu dengan mengeram, perlu ... ," kata Sviyazhskii sambil tersenyum gembira.
"Ah, t idak!" kata Levin kesal. "Pengobatan itu menurut saya sama saja dengan mengobati rakyat lewat sekolah. Rakyat miskin dan tak berpendidikan-itu kita lihat dengan jelas, sama seperti perempuan tadi, melihat penyakit nangis karena anak itu menangis. Tapi kenapa sekolah bisa membantu melawan bencana berupa kemiskinan dan kurangnya pendidikan, itu tak bisa saya m"engerti, sama halnya dengan ayam mengeram bisa membantu melawan penyakit nangis. Menurut saya, k ita perlu membantunya melawan penyebab kemiskinan itu."
"Nah, kalau begitu Anda setidak-tidaknya sejalan dengan Spencer yang begitu Anda benci; ia juga mengatakan bahwa taraf pendidikan barangkali adalah akibat kesejateraan dan kenyamanan hidup yang amat baik akibat pembersihan yang sering dilakukan, demikian menurut dia, dan bukan akibat kemampuan membaca dan menghitung .... "
"Kalau begitu saya senang sekali, atau sebaliknya sangat tak senang, karena sejalan dengan Spencer; yang sudah lama saya ketahui hanya ini: Sekolah tidak akan menolo yang akan menolong adalah sistem ekonomi yang memungkinkan rakyat jadi lebih kaya, jadi lebih banyak punya waktu senggang-dan waktu itulah akan ada sekolah.'' "Memang di seluruh Eropa sekarang sekolah diwaj ibkan.'' "Lalu bagaimana Anda sendiri, setuju tidak dengan Spencer?" tanya Levin.
Tapi di mata Sviyazhskii terkilas nada takut, dan sambil tersenyum ia mengatakan:
"Tidak, tapi penyakit nangis iitu sungguh hebat! Apa Anda sendiri pernah dengar?"
Levin sadar bahwa dengan demikian ia tak bisa menemukan
kaitan organik orang itu dengan pikirannya. Jelas sekali, baginya tak penting di mana akhir jalan pikirannya; yang dibutuhkan hanya proses pemikiran itu sendiri. Levin merasa tak senang bahwa proses pemikiran membawanya ke jalan buntu. Itu saja yang tak disukai dan dihindarinya, yakni mengalihkan percakapan pada sesuatu menyenangkan dan menggembirakan.
Semua kesan hari itu, mulai dengan kesan tentang petani di tengah perjalanan yang seakan jadi basis utama semua kesan dan gagasannya sekarang, sangat menggelisahkan Levin. Ada Sviyazhskii yang simpatik, yang menggunakan gagasan-gagasannya untuk keperluan masyarakat, tapi hidupnya sendiri dibimbing prinsip-prinsip lain yang bagi Levin tetap merupakan rahasia, dan bersama rombongan yang banyakjumlahnya ia mengendalikan pendapat umum melalui gagasan-gagasan yang asing bagi dirinya sendiri; ada tuan tanah yang sengit, yang benar sekali jalan pikirannya akibat hidup yang amat sulit, tapi bersikap tak benar, yakni bermusuhan dengan kelas terbaik di Rusia; ada ketidakpuasan terhadap aktivitas sendiri dan prospek perbaikannya yang masih samarsamar-semua itu bergabungjadi satu berupa rasa resah dalam hati yang menuntut pemecahan segera.
Tinggal sendiri d i kamar terpisah dan berbaring di atas kasur berpegas yang melenting tiap kali tangan dan kakinya bergerak, Levin lama tak bisa tertidur. Meski banyak hal penting telah dikatakan Sviyazhskii, tak satu pun yang menarik minatnya; alasan-alasan yang dikemukakan tuan tanah itulah yang menuntut pemikirannya. Tanpa disadari, Levin teringat semua kata-kata yang telah diucapkan tuan tanah itu, dan dalam kenangannya itu i a betulkan jawaban yang telah diberikan kepada dia.
"Ya, tadi mestinya kukatakan padanya: Anda mengatakan bahwa usaha pertanian kita tidak jalan karena petani membenci semua penyempurnaan dan bahkan mereka harus digerakkan dengan kekuasaan; sekiranya usaha pertanian itu berjalan samasekali tanpa penyempurnaan, Anda barangkali juga benar; tapi usaha pertanian itu sekarang jalan, dan ia jalan karena buruh bertindak sesuai dengan kebiasaan, seperti d i tempat petani di tengah perjalanan tadi. Rasa tak puas yang umum di kalangan Anda sekalian dan kita i n i membukt ikan bahwa yang bersalah kita sendiri atau pekerja. Kita sudah lama berusaha dengan cara kita sendiri, dengan cara Eropa, tanpa bertanya tentang c iri-ciri tenaga kerja di sini. Marilah kita coba mengakui bahwa tenaga
kerja kita bukan merupakani tenaga kerja yang i deal, melainkan petani Rusia dengan segala nalurinya, dan membangun usaha pertanian kita sesuai dengan pengertian itu. Sekarang Anda upamakan-demikian seharusnya tadi kukatakan padanya-usaha pertanian Anda dijalankan seperti di tempat orang tua tadi, Anda menemukan cara untuk membuat buruh berkepentingan terhadap suksesnya kerja. Anda menemukan cara penyempurnaan yang bisa mereka terima. Dan tanpa menggersangkan tanah, Anda memperoleh basil dua kali lipat, tiga kali lipat daripada sebelumnya. Bagilah itujadi dua, dan serahkan setengahnya pada tenaga kerja; bagian yang tinggal pada Anda itu akan lebih besar, dan yang tinggal pada tenaga kerja pun lebih besar pula. Tapi untuk bisa melakukan itu Anda perlu menurunkan standar usaha pertanian dan membuat buruh berkepentingan te:rhadap keberhasilan usaha pertan ian. Bagaimana itu bisa dilakukan, itu soal rincian, tapi tak disangsikan bahwa itu bisa dilakukan."
Jalan pikiran itu membuat Levin gelisah bukan main. Setengah malam ia tak tidur gara-gara memikir-mikirkan rincian untuk mewujudkan gagasan itu dalam perbuatan. Sebetulnya i a tak bermaksud meninggalkan tempat itu har i berikutnya, tapi sekarang i a putuskan untuk pulang pagi-pagi sekali. Selain itu, si ipar yang mengenakan gaun terbuka itu menimbulkan dalam dirinya perasaan yang mirip dengan perasaan malu dan sesal terhadap perbuatan buruk yang i a lakukan. Tapi yang terpenting, ia harus pergi tanpa ditunda-tunda lagi: ia harus sempat mengusulkan kepada para petani itu proyek baru sebelum gandum musim dingin disebarkan, agar gandum bisa disebarkan dengan dasar ar baru. Ia sudah memutuskan untuk merombak samasekali usaha pertaniannya yang dulu.
XXIX Pelaksanaan rencana n itu mengalami banyak kesulitan, tapi ia terns berjuang selama punya kekuatan; sekalipun yang dicapai tak seperti yang diharapkan, ia telah mencapai apa yang bisa dicapainya, tanpa menipu diri sendiri, karena ia percaya urusan pertanian membutuhkan kerja. Salah satu kesulitan utama adalah karena usaha pertanian itu sudah berjalan, sehingga tak bisa i a menghentikan semuanya dan memulai lagi dari awal, melainkan perlu memperkenalkan mesi n sambil jalan. Malam sesudah tiba di rumah, i a sampaikan kepada pengatur
rnmahtangga rencana-rencananya; pengatur rnmahtangga dengan terang-terangan menyetujui bagian kata-kata Levin yang menerangkan bahwa semua yang dilakukan sampai waktu itu omong-kosong belaka dan tak menguntungkan. Pengatur rnmahtangga mengatakan bahwa ia sudah lama mengemukakan demikian, ta pi orang tak mau mendengarnya. Mengenai usu! Levin untuk ambil bag ian sebagai pemegang saham bersama para pekerja dalam segala macam usaha pertanian, pengatur rnmahtangga memperlihatkan sikap amat lesu dan tak mengemukakan pendapat tertentu, dan seketika itu ia mulai bicara tentang perlunya besok mengangkut gandum hitam yang masih tertinggal dan membaginya jadi dua, sehingga Levin merasa soal itu belum waktunya dibicarakan.
Ketika bicara dengan para petani tentang soal itu pula, dan mengusulkan kepada mereka pembagian tanah dengan syarat-syarat yang barn, ia terbentur kesulitan pokok yang sama, bahwa mereka amat sibuk dengan pekerjaan sehari-hari sehingga tak sempat memikirkan apakah usaha itu menguntungkan atau tidak.
Ivan, pengurns ternak yang lugu, tampak menger t i benar usu! Levin, bahwa keluarga peserta bisa mengambil keuntungan dari usaha peternakan yang dijalankan. Karena itu ia bisa mengerti sepenuhnya langkah yang akan diambil. Tapi ketika Levin menyinggung soal keuntungan yang bakal diperoleh, di wajah Ivan terlihat rasa khawatir dan penyesalan bahwa i a tak mendengarkan seluruh penjelasan, dan dengan tergesa-gesa i a pun mencari alasan untuk melakukan pekerjaan yang tak bisa ditunda-tunda lagi, yakn i mencar i garu untuk mengeluarkan rnmput kering dari kandang kuda, menimba a ir, atau membersihkan kotoran hewan.
Kesulitan lain adalah kecurigaan para petani yang sukar diatasi, bahwa tujuan seorang tuan tanah bisa saja adalah merampok petani sebanyak-banyaknya. Mereka yakin seyakin-yakinnya bahwa tujuan Levin yang sebenarnya (apapun kata Levin kepada mereka) tetap saja ha! yang tak dikatakan kepada mereka. Ini setali t iga uang dengan mereka, sebab mereka pun bisa bicara banyak sekali, namun tak mengungkapkan maksud sebenarnya. Selain itu (dan Levin merasa tuan tanah yang sengit itu benar), para petani menuntut sebaga i syarat pe a yang tak bisa ditawar-tawar dalam perjan jian, bahwa mereka tak dipaksa menggunakan cara-cara p ian barn dan alat-alat barn. Mereka sependapat bahwa bajak memang bisa membajak lebih baik, dan mesin pembajak bisa bekerja lebih efektif, tapi mereka bisa saja
menemukan beribu alasan kenapa mereka tak menggunakan alat yang pertama maupun yang kedua, dan sekalipun Levin yakin bahwa ia perlu menurunkan standar usaha pertaniannya; i a merasa sayang menolak penyempurnaan yang keuntungannya demikian jelas. Tapi, biarpun menghadapi kesulitan-kesulitan tersebut, ia tetap bisa mencapai tujuannya, dan menjelang musim pekerjaan pun sudah berjalan, atau setidak-tidaknya ia merasa sudah berjalan.
Mula-mula Levin bermaksud rnenyerahkan seluruh usaha pertanian itu, seperti pernah dipikirkannya, kepada para p etan i, pekerja, dan pengatur rumahtangga dengan syarat baru yang bersifat persahabatan. Tapi kemudian ia segera yakin bahwa hal itu tak mungkin. Ia lalu memutuskan untuk membagi-bagi usaha pertanian itu. Bagian temak, taman, kebun, petak penyabitan. ladang, yang dibagi jadi beberapa bagian, harus menjadi usaha sendiri-sendiri. Ivan, pengurus ternak yang lugu, menjadi peserta usaha temak. Menurut perasaan Levin, dialah yang paling mengerti soal itu dibandingkan dengan semua yang lain, dan ia telah memilih kelompok kerja yang terutama terdiri atas para anggota keluarganya sendiri. Ladang yang jauh, yang terbengkalai selama delapan tahun, dengan bantuan tukang kayu yang pandai, si Fyodor Rezunov, diambil-alih enam keluarga petani dengan dasar-dasar umum yang barn, sedangkan petani Shurayev menyewa dua petak kebun dengan syarat-syarat itu pula. Selebihnya masih dengan cara lama, tapi ketiganya merupakan awal cara kerja yang baru, dan itu sepenuhnya menyita perhatian Levin.
Memang, di bag ian temak pekerjaan berjalan tak Iebih baik daripada sebelumnya, dan dan Ivan menolak dengan keras pemindahan sapi ke kandang yang panas dan mentega dibuat dari krim segar; ia yakin bahwa di tempat yang dingin sapi membutuhkan sedikit makanan, dan mentega yang dibuat dari krim asam Iebih hemat; ia pun menuntut gaji seperti di zaman Memang kelompok Fyodor Rezunov tak membajak dua kali sebelum menebarkan bibit seperti disyaratkan dengan alasan waktunya terlalu singkat. Memang para petani kelornpok itu menamakan tanah itu bukan tanah kelompok, melainkan tanah paroan, walaupun mereka sudah menerima syarat untuk mengubahnya sesuai dasar-dasar yang baru, dan tak hanya sekali para petani kelompok itu, bahkan Rezunov sendiri, mengatakan kepada Levin: "Kalau Tuan bisa terima uang dari tanah itu,
Tuan akan lebib tenang, dan kamijuga santai." Selain itu, semua petani, dengan berbagai alasan, menangguhkan pembuatan kandang ternak dan lumbung gandum di tanah seperti di syaratkan, dan mengulurnya sampai musim ding in.
Memang, Shurayev ingin menyewakan petak-petak kebun yang teJah disewanya kepada para petani Jain. Agaknya, dengan sengaja dan dengan cara yang benar-benar keliru, ia telah menafsirkan syarat-syarat yang mendasari penyerahan tanah itu kepadanya.
Memang, walaupunsering bicaradengan para petan i dan menjelaskan kepada mereka keuntungan-keuntungan usaha baru itu, Levin merasa bahwa para petani dalam hal ini hanya dar mendengarkan alunan suaranya; mereka tahu benar bahwa apapun yang dikatakan Levin, tak mau mereka termakan tipuannya. Levin merasakan itu terutama waktu bicara dengan petani terpandai. Rezunov, dan melihat gerak-gerik mata Rezunov yang dengan jelas menunjukkan ejekan Rezunov terhadap Levin dan keyakinan teguh Rezunov bahwa kalaupun ada orang yang akan tertipu, orang itu samasekali bukan dia, bukan Rezunov.
Waiau demikian Levin beranggapan bahwa pekerjaan itu toh jalan, dan dengan mengatur keuangan secara ketat dan berpegang teguh pada pendirian, i a hendak membuktikan kepada para petani keuntungan cara bertani seperti itu, dan pekerjaan akanjaJan sendiri di masa depan.
SoaJ-soaJ itu, seJain soal-soal usaha pertanian Jain yang masih ada dalam kendalinya, juga pekerjaan menulis buku, amat menghabiskan waktu Levin di musim panas itu, hingga hampir-hampir ia tak pernah berburu. Akhir bulan Agustus ia tahu dari pesuruh yang membawa kembali sadelnya bahwa keluarga Oblonskii sudah kembali ke Moskwa. Ia merasa, dengan tidak menjawab surat Darya Aleksandrovna secara sopan, suatu ha! yang tak bisa dikenang tanpa memerah wajahnya karena malu, berarti ia telah membakar biduk hidupnya, dan kini ia sudah tidak akan lagi pergi menemui mereka. Persis sepert i itu pula ia perlakukan Sviyazhskii, ketika ia pergi tanpa pamit. Ke tempat Sviyazhskii pun ia tidak akan pergi. Sekarang, buat dia, kedua bal itu tidak ada artinya samasekali. Soal menjalankan usaha pertanian secara baru betul-betul menyita perhatiannya sebagai hal yang tak pernah dialaminya seumur hidup.
D ibacanya kembali buku-buku yang diberikan Sviyazhskii kepadanya. Dicatatnya segaJa sesuatu yang tak ah ditemuinya, dibacanya kembali buku-buku ekonom i politi k dan buku-buku sosialis mengenai soal itu. Tapi sepert i sudah diduganya, i a tak menemukan bahan yang
kiranya berhubungan dengan persoalan yang tengah dihadapinya. Dalam buku-buku ekonomi politik, misalnya dalam tulisan Mille, yang semula dipelajarinya dengan semangat menyala-nyala dengan harapan bisa segera mendapatjawaban atas soal-soal yang tengah dihadapinya, i a temukan hukum-hukum sebag a i kesimpulan praktek pertanian d i Eropa; i a samasekali tak mengerti kenapa hukum-hukum yang tak berlaku di Rusi a itu mesti di anggap bersifat umum. Yang serupa itu dia lihat pula dalam buku-buku sosialis: kalau bukannya fantasi sangat indah yang tak bisa diwujudkan, tapi pernah menarik perhatiannya semasa masih jadi mahasiswa, maka hukum-hukum itu adalah pembetulan-pembetulan dan perombakan-perombakan atas persoalan yang pernah dihadapi Eropa dan sam tak berhubungan dengan persoalan cocok tanam di Rusia. Ekonomi politik menyatakan, hukum-hukum yang mengatur perkembangan kekayaan Eropa di masa lampau maupun sekarang adalah hukum-hukum yang bersifat umum dan tak diragukan lagi. Sedangkan ajaran sosialis menyatakan, perkembangan menurut hukum-hukum itu mengantarkan kita pada keruntuhan. Baik yang pertama maupun yang kedua tak memberikan jawaban, dan tak secuil pun memberikan isyarat mengenai apa yang harus dilakukan oleh Levin, oleh petani, dan oleh pencocok tanam Rusia denganjutaan tenaga kerja dan tanah berjuta-juta desyatin agar mereka bisa lebih produ demi kesejahteraan umum.
Sekali menangani soal itu, dengan sungguh-sungguh ia juga membaca kembali semua yang ada hubungannya dengan soal itu, dan i a pun bermaksud pergi ke luar neger i musim gugur nanti untuk mempelajari perkara itu langsung di tempatnya agar tak terjadi Iagi ha! yang sering terjadi pada dirinya dalam hal-hal lain. Biasanya, baru saja ia mulai menangkap pikiran lawan bicara dan menguraikan jalan pikiran sendiri, tiba-tiba orang sudah mengatakan kepadanya: "Lalu bagaimana dengan Kaufman, dan Jones, dan Dubois, dan Michelli" Anda belum baca mereka. Bacalah: mereka membicarakan soal itu."
Sekarang ia melihat dengan jelas bahwa Kaufman dan Michelli tak memberinya apa-apa. Ia tahu apa yang dikehendakinya. Ia melihat, Rusi a punya tanah dan buruh yang baik sekali. Dalam beberapa ha!, seperti terjadi pada petani d i tengah perjalanan itu, buruh dan tanah memberikan basil banyak, tapi sering sekali terjadi, apabila modal ditanam di situ secara Eropa, hasilnya hanya sedikit. Ini terjadi melulu karena kaum buruh hanya ingin bekerja, dan bekerja dengan cara yang khas mereka. Perlawanan yang mereka lancarkan bukan hal yang kebetulan, melainkan sudah melekat, dan ada dasarnya dalam jiwa rakyat. Menurut pendapatnya, rakyat Rusia yang berniat mendiami dan mengerjakan tanah luas tak berpenghuni, ketika tanah-tanah itu belum seluruhnya dihuni, secara sadar berpegang pada cara-cara tertentu yang diperlukan, dan cara-cara itu samasekali tak buruk, seperti biasa disangka orang. Dan Levin ingin membuktikan ha! itu secara teoretis di dalam bukunya, dan di dalam praktek pada usaha pertaniannya.
xxx Akhir bulan September telah didatangkan kayu untuk membangun kandang ternak di tanah yang diserahkan kepada koperasi, dan mentega basil ternak dijual dan keuntungannya dibagi. Di bidang pertanian, pekerjaan berjalan baik sekali, atau setidak-tidaknya begitulah yang dilihat Levin. Agar secara teoretis bisa menjelaskan seluruh persoalan, dan agar bisa menyelesaikan karangan yang-sesuai impiannyaharus menimbulkan revolusi dalam ekonomi politik serta meletakkan dasar bagi ilmu yang samasekali barn, yakni mengenai sikap rakyat terhadap tanah, hanya diperlukan pergi ke luar negeri dan mempelajari segala yang dilakukan orang di sana di bidang ini, dan menemukan bukti-bukti yang meyak inkan bahwa semua yang dilakukan orang di sana justru bukan hal yang diperlukan. Levin hanya menantikan penjualan gandum untuk memperoleh uang, lalu pergi ke luar negeri. Tapi waktu itu hujan mulai turun, sehingga orang tak bisa mengangkut gandum dan kentang yang masih tertinggal di ladang, dan menghentikan semua kegiatan, bahkan pengangkutan gandum. Sepanjang jalan terhampar lumpur yang tak bisa ditempuh; dua kincir air dihanyutkan banjir, dan udara makin lama makin buruk.
Tanggal 30 September matahari sudah nongol sejak pagi. Dengan harapan udara membaik, Levin mulai melakukan persi apan untuk berangkat. Ia perintahkan memasukkan gandum ke dalam karung, menyuruh pengatur rumahtangga menemui pedagang untuk mengambil uang, lalu ia sendiri pergi melibat usaha pertaniannya dan memberikan perintah-perintah terakhir sebelum berangkat.
Setelah menyelesaikan segala urusan dan dalam keadaan basahkuyup karena air masuk ke leher jaket kulitnya atau mulut sepatu botnya, tapi tetap dengan semangat sangat tinggi dan gembira, pulanglah Levin menjelang petang. Cuaca buruk itu makin buruk lagi menjelang petang;
butir-butir air melecut kuda yang sudab basah dan terus menggerakgerakkan telinga dan kepala karena sak it, sehinggajalannya miring; tapi Levin yang terlindung topi merasa senang sa ja; dengan riang ia menolehnoleb ke sekitar, ke arab aliran-aliran air keruh yang berlari menyusur i alur di tanah, ke arah butir-butir air yang bergantung pada tiap ranting yang gundul, ke arah butir-butir salju putib yang menjatubi papan-papan jembatan, ke arab lapisan tebal daun-daun elm yang masib mengandung air dan masib berdaging di seputar pohon yang sudah telanjang. Kendati alam sekitar tampak murung, ia merasakan dirinya amat bergairab. Percakapan-percakapan dengan para petani di kampung yang jaub itu menunjukkan bahwa mereka mulai terbiasa dengan sikapnya. Pak tua tukang kebun yang disinggahinya untuk mengeringkan badan tampak menyetujui rencana Levin, bahkan mengusulkan masuk koperasi pembelian ternak.
"Yang diperlukan adalah mengejar tujuan dengan ulet, dan setelah itu akan berbasil," pikir Levin. "Bekerja dan berkarya itu selalu demi sesuatu. Urusan ini bukan urusanku sendiri; ini adalab persoalan kemaslahatan umum. Seluruh usaba pertanian, dan terutama seluruh rakyat, barus mengalami perubahan menyeluruh. Kemelaratan harus diganti dengan kekayaan umum, kemewahan; permusuban harus diganti dengan kesepakatan dan bertemunya kepentingan. Singkat kata, revolusi tak berdarah, namun revolusi yang maha-agung, mula-mula di lingkungan kecil di uyezd sendiri, lalu di gubernia, di Rusia, d i seluruh dunia. Jalan pikiran yang adil tidak mungkin tidak akan produktif. Ya, ini adalab tujuan yang patut dicapai dengan kerja. Tentang aku sendiri, Kostya Levin yang pernah datang di bal mengenakan dasi h itam dan ditolak Shcherbatskaya, Kostya Levin yang patut dikasihani dan tak berguna, semua itu samasekali tak ada hubungannya. Alm yakin, Franklin pun dulu merasa dirinya tak berarti dan tak percaya diri, kalau ia mau mengenangkan dirinya. Itu tidak ada artinya. Dan ia pun pasti punya Agafya Mikhailovna-nya sendiri, orang yang dipercayai untuk mendengarkan rencana-rencananya."
Sambil memikir-mikirkan bal itu dalam gelap, sampailah Levin di rumah.
Pengatur rumahtangga yang tadi pergi ke rumah pedagang sudah datang membawa sebagian uang pembelian gandum. Perjanjian dengan tukang kedai sudah ditetapkan, dan di tengah perjalanan pengatur rumahtangga melihat bahwa di mana-mana gandum masih menumpuk di
ladang, sehingga milik sendiri sebanyak seratus enampuluh onggok yang belum diangkut itu tak berarti dibandingkan dengan milik orang lain.
Sehabis makan siang, seperti biasa dilakukan, duduk di kursi besar sambil memegang buku, dan sambil membaca i a terus memikirkan perjalananyangakandilakukannyasehubungandenganrencanabukunya.
dengan amat jelas terba olehnya makna seluruh p lan yang dihadapi, dan dengan sendirinya mengendap dalam pikirannya berbagai tahap yang mengungkapkan hakikat gagasan-gagasan yang dimilikinya. "Ini harus ditulis," pikirnya. "Ini harus jadi pengantar singkat yang sebelumnya tak kuanggap pen ting." Ia berdir i dan pergi ke meja tulis, dan Laska yang tadinya berbaring di dekat kakinya kini meregangkan badan dan berdiri, memandang tuannya seakan bertanya, ke mana gerangan ia hendak pergi. Tapi menuli skan hal-hal itu i a tak bisa lagi, karena waktu itu berdatangan para kepala kerja untuk menerima perintah, dan Levin keluar menemui mereka di kamar depan.
Sesudah memberikan perintah, yakni petunjuk-petunjuk kerja untuk esok harinya, Levin masuk ke kamar kerja dan duduk untuk mulai bekerja. Laska berbaring di bawah meja; Agafya Mikhail duduk di tempatnya seperti biasa sambil memegang rajutannya.
"Apa tidak bosan, Tuan," Agafya Mikhailovna kepadanya. "Coba, buat apa Tuan tinggal di rumah saja" Coba kalau mau pergi ke sumber a i r panas; enak di sana, bisa kumpul-kumpul."
"Memang aku mau ke san.a lusa, Agafya Mikhailovna. Tapi mest i diselesaikan dulu urusan di sini."
"Ah, urusan apa di sini! Apa Tuan kurang kasih hadiah sama petanipetani itu! Mereka sudah bilang: Tuan kamu itu nantinya dapat anugrah Tsar karena kebaikannya. Dan yang mengherankan: buat apa Tuan mernikirkan orang tani?"
"Alcu bukan memikirkan mereka; aku bikin itu buat diriku sendiri." Agafya Mikhailovna tahu seluruh seluk-beluk rencana pe nian Levin. Memang sering Levin menguraikan jalan pikirannya kepada dia dengan segala kerumitannya, dan tak jarang ia bertengkar dengan perempuan itu, atau menyatakan tak setuju dengan penjelasan yang ia berikan. Tapi sekarang perempuan itu lain lagi pengertiannya tentang ha! yang baru dikatakan kepadanya oleh .
"Tentang jiwa sendiri, semua orang juga tahu, mest i kita pikirkan lebih daripada yang lain, Tuan," katanya sambil menarik napas. "Coba itu Parfen Denis ich; dia buta huruf, tapi begitu dia mati ... yah, mudahmudahan Tuhan memberkahi orang seperti dia itu," katanya tentang seorang hamba yang belum lama meninggal. "D ipermandikan, d ianggap lebih daripada yang la in."
"Bukan itu yang kubicarakan," kata Levin. "Yang kukatakan, aku buat semua ini dem i keuntungan diriku sendiri. Buatku, lebih menguntungkan kalau para petani bekerja lebih bai ik."
"Tapi biar bagaimanapun Tuan buat, kalau dia memang malas, ya malas saja, sama dengan mengharap kuda bertanduk. Kalau lagi punya rasa malu ya kerja, tapi kalau nggak-apapun bakal sia-sia."
"Bolehlah, tapi kan kamu sendiri bilang, Ivan mulai lebih baik mengurus ternak."
"Soal lain yang saya bicarakan, Tuan," jawab Agafya Mikhailovna yang rupanya tak asal saja bicara, melainkan sudah dengan urutan jalan pikiran. "Tuan ini perlu kawin, itulah yang saya bicarakan!"
Peringatan Agafya Mikhailovna tentang hal itu, yang oleh Levin baru saja terpikirkan, sangat menggundahkan dan menyinggung perasaannya. Ia pun mengerutkan dahi, dan tanpa memberikanjawaban ia pun duduk lagi meneruskan pekerjaannya, mengulang lagi semua yang tadi dipikirkannya tentang makna kerja. Hanya kadang-kadang, dalam suasana hening itu, ia mendengar-dengarkan bunyi ja rajut Agafya Mikhailovna, dan karena merasa tak senang teringat hal yang justru tengah diingatnya, i a pun kembali mengerutkan dahi.
Pada pukul sembilan terdengar bunyi genta dan guncangan kereta di tengah lumpur.
"Nah, itu tamu-tamu pada datang; sekarang Tuan tidak akan bosan Iagi," kata Agafya Mikhailovna sambil berdiri dan menuju ke pintu. Tapi Levin cepat mendahuluinya. Pekerjaannya takjalan lagi sekarang, tapi i a toh merasa senang, siapapun tamw itu.
XXXI Sementara berlari menuruni tangga, Levin sudah mendengar di kamar depan suara batuk orang yang dikenalnya; tapi ia tak jelas mendengar suara itu karena bunyi langkahnya sendiri. Ia berharap dirinya salah dengar. Kemudian terlihat olehnya sosok tubuh yang tinggi, penuh tulang, dan di kenalnya. Rasanya sudah tak mungkin lagi ia menipu diri sendiri, tapi masih saja i a berharap bahwa dugaannya keliru, dan bahwa orang yang bertubuh tinggi itu, yang telah melepaskan mantel bulunya
dan terbatuk-batuk, bukan abangnya Nikolai.
Levin mencintai abangnya, tapi t inggal bersama dengan d ia, buatnya, selalu jad i si ksaan. Kini, ketika Levin terpengaruh pikiran yang baru datang padanya, terpengaruh peringatan Agafya Mikhailovna, dan dalam keadaan murung dan kalut, pertemuan yang bakal segera berlangsung dengan abangnya itu terasa olehnya sangat menekan. Bukannya akan berjumpa dengan orang yang gembi ra dan sehat, yang diharapkan bisa menghiburnya dalam keadaan gundah, ia malah berhadapan dengan abangnya yang mengerti dia sepenuhnya, yang akan mengungkapkan pikiran-pikirannya yang paling menyentuh rasa, dan akan memaksanya mengungkapkan pikiran-pikirannya sendiri sepenuhnya. Tak ingin rasanya ia melakukan hal itu.
Dengan perasaan marah terhadap diri sendiri karena memendam perasaan yang rendah seperti itu, Levin terus berlari ke kamar depan. Begitu melihat abangnya dari jarak dekat, rasa kecewa terhadap dir i sendiri langsung lenyap, berganti perasaan iba. Abangnya Nikolai sebelumnya sudah amat kurus karena sakit, dan sekarang ia tampak lebih kurus lagi, lebih mengerikan lagi. Tinggal kulit pembalut tulang.
Ia berdir i di kamar depan menjulur-julurkan lehernya yang panjang kurus dan menarik syal yang melingkarinya, dan tersenyum aneh mengibakan. Melihat senyuman yang penuh kedamaian dan kepasrahan itu Levin merasa tenggorokannya terjepit.
"N ah, ini aku datang menemuimu," kata Nikolai dengan suara dalam, dan sedetik pun tak melepaskan tatapan ke arah adiknya. "Sudah lama aku ingin ke sini, belum juga sehat. Sekarang aku merasa amat sehat," katanya sambil mengelus jenggotnya dengan kedua telapak tangan yang besar-besar kurus.
Beberapa minggu sebelumnya, Levin menulis surat kepada Nikolai, menyatakan bahwa basil penjualan sebagian kecil tanah yang tersisa belum dibagi di antara mereka, dan abangnya bisa menerima bagiannya sekarang sekitar duari bu rubel.
Nikolai mengatakan, ia datang sekarang ini untuk menerima uang tersebut, tapi yang terpenting adalah berada di sarangnya, bersinggungan dengan tanah agar seperti pahlawan-pahlawan zaman dulu i a bisa menghimpun tenaga untuk melakukan kegiatan di masa depan. Walaupun bongkoknya bertambah dan kurus badannya sangat mencolok, gerakan-gerakan yang dibuatnya sigap dan menyentak seperti bi asa. Levin mengantarnya ke dalam kamar kerja.
Si abang mengganti pakaian dengan amat kesulitan, suatu hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Ia pun menyisir rambutnya yang jarang dan lurus, dan sambil tersenyum ia naik ke atas.
Tampak i a sedang dalam suasana jiwa yang paling akrab dan gembira, seperti sering di ingat Levin di masa kecilnya. Ia bahkan menyebut nama Serg e i Ivanovich tanpa rasa benc i sedikit pun. Melihat Agafya Mikhailovna ia pun berkelakar dengannya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang para pelayan lama. Berita tentang kematian Parfen Denisich memberi pengaruh yang tak menyenangkan padanya. Di wajahnya terbayang rasa takut, tapi seketika itu ia sudah pulih kembali.
"Tapi ia memang sudah tua, !kan?" katanya, lalu beralih ke pokok pembicaraan lain. "Nah, sekarang aku akan tinggal bersama kalian sebulan, dua bulan, kemudian ke Moskwa. Bisa kusampaikan bahwa Myagkov menjanjikan tempat buatku, jadi aku akan segera bekerja. Sekarang aku jalani hidupku secara lain samasekali," sambungnya. "Kalau boleh kukabarkan, sudah kutinggalkan perempuan itu." "Maria Nikolayevna" Ah, karena apa?"
"Ah, dia perempuan buruk! Banyak li hal tak menyenangkan yang sudah d ia buat terhadapku." Tapi ia tak menceritakan macam apa hal-hal yang tak menyenangkan itu. Bagaimana mungkin i a bercerita bahwa ia mengusir Maria Nikolayevna lantaran perempuan itu membikin teh terlalu encer" Tapi yang terpenting adalah karena perempuan itu merawatnya seperti orang sakit. "Selain itu, sekarang aku memang benarbenar ingin mengubah hidupku. Seper t i semua orang lain, tentu saja aku sudah melakukan hal-hal yang bodoh, tapi kekayaan adalah masalah terakhir, dan aku tak menyesalinya. Yang penting sekarang kesehatan, dan syukurlah, kesehatanku sekarang sudah pulih."
Levin mendengarkan dan memikirkan jawabannya, tapi tak juga ia menemukan apa yang hendak dikatakannya. Rupanya Nikola i merasakan hal serupa; ia mulai bertanya kepada adiknya tentang macam-macam urusan; dan Levin memang senang bicara tentang diri sendiri, karena di situ ia bisa bicara tanpa pura-pura. Ia pun bercerita kepada abangnya tentang berbaga rencana dan tind nnya.
Abangnya mendengarkan, tapi agaknya ia tak tertarik pada soal itu. Kedua saudara itu amat akrab, hingga gerak sekecil-kecilnya dan nada bicara mereka, bagi keduanya, bisa lebih bermakna daripada katakata yang diucapkan.
Sekarang keduanya memikirkan satu ha! saja, yakni penyakit dan makin dekatnya ajal Nikolai, dan ha! itu menindas semua soal yang lain. Tapi baik si abang maupun si adi k tak berani bicara tentang ha! itu, karena apa saja yang mereka katakan tentang itu kiranya tak bakal mengungkapkan ha! yang tengah memenuh i pikiran mereka-semua akan jadi kebohongan belaka. Tak pe Levin merasa begitu gembira bahwa malam telah berakhir dan sudah tiba waktunya untuk tidur. Bel um pemah dalam menghadapi orang lain dan dalam kun jungan resmi mana pun, ia bisa bersikap demikian tak wajar dan palsu seperti sekarang ini. Dan kesadaran serta penyesalan mengena i sikapnya yang tak wajar itu makin membuatnya lebih tak wajar lagi. Ia ingin menangisi abangnya yang tercinta dan akan mati itu, sementara ia harus mendengarkan dan menyertai percakapan tentang bagaimana abangnya akan hidup.
Karena di dalam rumah itu lembab dan hanya ada satu kamar yang punya pemanas, Levin pun mempers ilakan abangnya tidur di kama , di sebelah sekatan.
Si abang berangkat tidur, clan entah tidur entah t idak, tapi sebagaimana orang sakit ia menggerut.u, terbatuk-batuk, dan kalau ia tak bisa melepaskan batuknya, ia pun menggerutukan sesuatu. Kadang-kadang, kalau sedang menarik napas dalam, i a mengatakan: "Ya Tuhan!" Dan kadang-kadang, kalau ingus hidung mencekiknya, dengan penuh kesal ia memaki: "Ah! Setan!" Levin Jama tak bisa tidur karena mendenga . Pikiran yang berkecamuk dalam benak Levin bermacam ragam, tapi akhir segala pikiran itu hanya satu: maut.
Maut, yang merupakan akhir segala sesuatu dan tak terhindarkan itu, untuk pertama kali terbayang olehnya dengan kekuatan yang tak terlukiskan. Dan maut yang kini ada di sini, dalam diri abangnya yang dengan setengah sadar mengeluh dan secara bergantian (sesuai kebiasaan) menyebut Tuhan dan setan itu, samasekali tak jauh adanya, seperti "Aku kerja, aku ingin melakukan sesuatu, lalu aku lupa bahwa semuanya berakhir, bahwa akhirnya-maut."
Ia duduk meringkuk di tempat tidur dalam gelap sambil memeluk kedua lututnya, dan sambil menahan napas karena tegang oleh pikiran
itu ia pun berpikir. Tapi semakin ia mengerahkan pikirannya, semakin jelas bahwa tak diragukan lagi memang demik ianlah adanya, bahwa ia memang lupa, dan kini ia hanya melihat satu ha! saja dalam h idup ini, bahwa maut akan menjemput dan segalanya pun berakhir. Karena itu, i a kiranya samasekali tak perlu memulai sesuatu, dan keadaan ini sungguh tak tertahankan lagi. Ya, semua i n i memang mengerikan, tapi memang demikian adanya.
"Tapi aku masih hidup. Jadi sekarang apa yang harus kulakukan, apa yang harus kulakukan?" katanya dengan putusasa. Din nnya Jilin, dan dengan hati-hati i a bangkit, menghampiri cermin dan mulai mengamati wajah dan rambutnya. Ya, di pelipisnya sudah muncul uban. Ia membuka mulut. Gigi-gigi belakang mulai rusak. Di bukanya kedua tangannya yang berotot. Ya, kekuatan memang banyak. Tapi Nikolai yang bernapas dengan sisa paru-parunya di sana itu "Kha! Kha! Ah, setan! Kenapa mondar-mandir saja dan tak tidur kamu itu?" terdengar suara abangnya menegur.
"Entahlah, tak bisa t idur aku."
"Aku sendiri enak tidur; sekarang tak berkeringat lagi. Lihat ini, coba raba kemeja ini. Tidak ada keringat, kan?"
Le vin merabanya, kemudian melintasi sekatan, mematikan Jilin, tapi lama takjuga ia bisa tidur. Baro sekarang agakjelas baginya tentang persoalan bagaimana harus hidup, dan terbayanglah persoalan baru yang tak terpecahkan-maut.
"Ya, ia sedang menanti ajal, ya, ia akan mati menjelang musim semi, ya, bagaimana menolong dia" Apa yang bisa kukatakan padanya" Apa yang kuketahui tentang ini" Aku betul-betul lupa bahwa soal ini ada."
XX XII Levin sudah lama mencatat bahwa jika terkadang orang membuat kita
kikuk dengan sikap penurut dan tunduknya yang berlebihan, sebentar lagi tak akan tertanggungkan oleh kita sifat sesungguhnya yang suka menuntut dan mencela secara berlebihan. Ia merasa, hal itu bakal terjadi juga dengan abangnya. Dan memang benar, sikap segan abangnya Nikolai tak lama bertahan. Mulai pagi berikutnya i a sudah jadi penaik darah dan berusaha mencela adiknya dengan menyinggungnya di tempat-tempat yang memang buruk.
Levin merasa dirinya bersalah dan tak bisa membetulkan. Ia merasa, sekiranya mereka berdua tak bersikap pura-pura, melainkan bicara dengan yang namanya dari hati ke hati, hanya membicarakan apa yang memang dipikirkan dan dirasakan, maka mereka hanya perlu sating memandang mata masing-masing, dan Konstantin hanya akan berkata: "Kamu akan mati, kamu akan mati, kamu akan mati!", sedangkan Nikolai hanya akan menjawab: "Aku tahu aku akan mati, dan aku takut, takut, takut!" Dan selebihnya tak ada yang mereka bicarakan lagi, sekiranya mereka bicara dari hati ke hati. Tapi berbuat demikian tidaklab mungkin. Karena itu Konstantin mencoba melakukan ha! yang selama hidup coba dilakukannya namun gaga!, tapi menurut pengamatannya banyak orang bisa melakukannya dengan amat baik, bahkan tanpa itu tak bisa mereka hidup: yakni rnencoba rnengatakan sesuatu yang tidak sedang dipikirkan, tapi ia selalu rnerasa bahwa hasilnya tak wajar, sehingga abangnya bisa rnenangkap hal itu dan jadi naik darab pula.
Harl ketiga Nikolai menyurub adiknya kembali menguraikan rencananya, lalu mulailah i a mengecam adiknya, dimula i dengan menyejajarkannya dengan komunisme secara senga ja.
"Kamu ini cuma ambil pikiran orang lain, tapi kamu membuatnya cacat; kamu bendak menerapkan sesuatu yang tak bisa diterapkan."
"Ah, aku sudah bilang bahwa keduanya samasekali tak berkaitan. Orang komunis menolak bak milik pribadi, modal, pewarisan, sedangkan aku tidak menolaknya. Bagiku, semua itu merupakan stimulan pokok (Levin merasa benci pada diri sendiri karena menggunakan kata itu, tapi sejak ia mengerjakan bukunya, tanpa disadari ia makin sering menggunakan kata-kata non-Rusia); aku curna rnau mengatur penggunaan tenaga kerja."
"Itulah, kamu sudah rnengarnbil pikiran orang, rnelucuti sernua yang jadi ke nya, lalu kamu hendak rneyakinkan orang bahwa itu sesuatu yang barn," kata Nikolai rnarah sarnbil rnenggerak-gerakkan lebernya yang terikat dasi.
"Ah, pikiranku ini samasekali tak ada bubungannya .... " "Di situ," kata Nikolai n dengan mata berkilat menyatakan kebencian, sambil tersenyum ironis. "Di s itu setidak-tidaknya ada pesona, kalau boleb aku namakan pesona geometr is-pesona ke jerniban, pesona ketidaksangsian. Barangkali juga itu utopia. Kita umpamakan saja dari masa lalu kita bisa menciptakan tabula rasa: tak ada kepemilikan pribadi, tak ada keluarga, dan kerja muncul dengan sendirinya. Tapi pada kamu, .
. k d " 1m ta a a ....
"Buat apa kamu campuradukkan itu" Alm tak pernah jad i komunis."
"Kalau aku, sudab pernab, dan aku berpendapat, itu belum waktunya; tapi memang bisa diterima akal, dan punya masa depan, seperti agama Kristen pada abad-abad pertama."
"Aku cuma beranggapan babwa tenaga kerja perlu dinilai dari sudut pandangan seorang naturali s, yang berarti harus dipelajari, diakui ciricirinya, dan .... "
"Tapi itu cuma pemborosan waktu. Tenaga kerja itu sendiri bisa menemukan macam kegiatannya sesuai taraf perkembangannya. Di mana-mana semula ada budak, kemudian ada metayers;81 pada kita pun ada sistem kerja patungan, ada pe an, ada kerja upahan-apa yang sedang kamu sebetulnya?"
Levin sekonyong-konyong meradang mendengar kata-kata itu, karena di dasar hatinya ia takut babwa apa yang dikatakan abangnya itu benar adanya, benar babwa ia ingin membuat perimbangan antara komunisme dan bentuk-bentuk lainnya, dan itu diragukan kemungkinannya.
"Aku mencari cara kerja yang produktif buat diri sendiri maupun pekerja. Aku ingin membangun ... ," jawabnya bersemangat.
"Kamu samasekali tak ingin membangun; begitu saja, seperti selalu kamu lakukan selama hidup, yakni ingin tampak orisinal, ingin menunjukkan babwa kamu tak sekadar mengeksploitasi pekerja, tapi mengeksploitasi dengan maksud tertentu."
"Ah, itu menurut pikiranmu-dan tak usah kamu ikut campur!" jawab Levin yang waktu itu merasa otot pipi k irinya melenting tak tertahankan lagi.
"Kamu itu tak pernab punya, dan sekarang pun tak punya keyakinan;
81 Metayers (Rus): Penyewa.
yang kamu butubkan cuma memuaskan rasa cinta diri." "Dan itu baik sekali; tinggalkan aku!"
"Memang mau kutinggalkan! Sudab lama mau kutinggalkan, enyab kanm pada setan! Menyesal sekali aku sudab datang ke sini!"
Bagaimanapun, sesudah itu, Levin hendak menenangkan abangnya, tapi Nikolai tak mau mendengarkan samasekali. Katanya, jauh lebib baik berpisab. Di situ Konstantin melihat, persoalan sesungguhnya adalab karena hidup abangnya mulai tak tertanggungkan lagi.
Nikolai sudab benar-benar siap pergi ketika Konstantin kembali mendatanginya, dan dengan kaku minta dimaafkan kalau ia telab mengbina abangnya.
"O, kebesaran bati, ya?" kata Nikolai, lalu tersenyum. "Kalau kamu memang ingin sekali, aku bisa berikan kepuasan padamu. Kamu benar, tapi bagaimanapun aku akan pergi."
Menjelang keberangkatannya benar barulab Nikolai mencium adiknya dan mengatakan sesuatu dengan sungguh-sunggub sambil menatap adiknya, sebingga terasa aneh:
"Bagaimanapun jangan ambil jeleknya, Kostya!" Dan suaranya menggetar.
ltulah satu-satunya perkataan yang diucapkannya dengan tulus. Levin paham bahwa yang dimaksudkan dengan kata-kata itu adalah: "Kamu libat, dan kamu tabu bahwa keadaanku buruk, dan barangkali kita tidak bakal saling bertemu lagi." Levin memang pabam bal itu, dan airmata pun menderas keluar dari matanya. lagi ia mencium abangnya, tapi ia tak bisa dan tak mampu mengucapkan sesuatu.
Harl ketiga sesudab kepergiian abangnya, Levin pergi ke luar negeri. Di keretaapi i a berjumpa dengan Sbcberbatskii, saudara sepupu Kitty, dan ia membuat Sbcberbatskii sangat terkejut dengan wajabnya yang murung.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Shcherbatskii.
"Tak ada apa-apa. Yab, di dunia ini memang sedikit saja kegembiraan."
"Sedikit" Ayo pergi bersamaku ke Paris sebagai ganti Moulouse atau yang lain. Nanti kamu bisa lihat sendiri betapa menyenangkan!" "Tidak, aku sudah berakhir. Sudah waktunya mati."
"Lelucon apa lagi ini!" kata Shcherbatskii ketawa. "Padahal aku baru siap-siap mulai!"
"Aku pun berpikir begitu belum lama ini, tapi sekarang aku tahu bahwa sebentar lagi aku akan mati."
Levin mengucapkan dengan jujur apa yang dipik irkannya waktu terakhir itu. Dalam segala hal ia hanya melihat maut atau makin mendekatnya maut. Tapi urusan yang tengah ditanganinya lebih menyibukkan dirinya. Bagaimanapun, perlu berpantang mati maut belum datang. Kegelapan menyelimuti segala yang dihadapinya, tapi justru akibat kegelapan itu ia merasa bahwa satu-satunya unsur yang membi mbingnya dalam kege1apan adalah urusannya, dan dengan kekuatannya yang terakhir ia pun berpegang dan bergayut padanya.
BAGIAN KEEMPAT Keluarga Karenin, suami-istri, terns hidup dalam satu rumah, bertemu tiap hari, tapi samasekali terasing satu dengan lainnya. Aleksei Aleksandrovich membiasakan diri tiap hari menemui istrinya agar para pembantu tak punya alasan untuk menduga-duga, tapi ia menghi ndari makan siang di rumah. Vronsk:ii tak pernah singgah di rumah Alekse i Aleksandrovich, tapi Anna menjumpainya di luar rumah, dan suaminya tahu hal itu.
Keadaan memang sangat menyiksa bagi mereka bertiga. Tak seorang pun di antara mereka sanggup hidup seperti itu sehari saja, sekiranya mereka tak berharap bahwa keadaan akan berubah, dan bahwa keadaan sekarang hanya merupakan kesulitan sementara yang akan berakhir juga nantinya. Aleksei Aleksand.rovich menunggu berakhirnya nafsu itu, seperti bera ya segala sesuatu di dunia ini. Ia menantikan saat semua itu terlupakan, dan namanya t idak akan teraibkan. Sedangkan Anna yang jadi penyebab keadaan itu, dan paling menderita lantaran keadaan itu, manahan saja keadaan tersebut, karena ia bukan hanya menanti, tapi juga yakin seyakin-yakinnya bahwa semua itu akan segera terpecahkan dan jad i jelas. Ia tak tahu apa yang bakal memecahkan keadaan itu, ta pi ia amat yakin bahwa sesuatu itu akan segera terjadi. Vronskii, yang di luar kemauannya tunduk saja kepada Anna, juga menantikan sesuatu yang ada di luar dirinya, yang pasti akan membuatjelas masalah tersebut.
Pertengahan musi m dingin ada minggu yang sangat membosankan bagi Vronskii. Ia mendapat tugas mengiringkan seorang pangeran asing yang berkunjung ke Petersburg, dan i a harus menunjukkan hal-hal yang patut dilihat di Petersburg . Vronskii memang pantas melaksanakan tugas itu; ia menguasai cara membawakan diri dengan menjunjung harga diri dan kehormatan, dan terbiasa bergaul dengan orang-orang seperti itu; itu sebabnya ia ditugaskan mengiringkan pangeran tersebut. Tapi tugas itu dirasakannya sangat berat. Pangeran itu berharap tidak melewatkan secuil pun semua yang akan ditanyakan orang kepadanya nanti sepulang ke tanahair, apakah ia sudah melihatnya di Rusia; ia sendiri juga ingin memanfaatkan sebisa mungkin segala kesenangan yang ada di Rusia. Setiap pagi mereka berkendaraan melihat-lihat pemandangan, sedangkan sore hari mereka ambil bagian dalam berbagai kesenangan nasional. Pangeran itu, di antara para pangeran, memang amat baik kesehatan jasmaninya; dengan senam dan perawatan tubuh yang sistematis ia bisa membentuk kekuatan tubuhnya sedemikian rupa, sehingga sekalipun mengumbar kesenangan secara berlebihan, tubuhnya tetap segar, seperti mentimun Belanda yang besar, hijau, dan berkilauan. Pangeran itu banyak melakukan perjalanan, dan ia melihat bahwa salah satu keuntungan utama mudahnya perhubungan zaman sekarang adalah kemungkinan untuk menikmati kesenangan-kesenangan bangsa lain. Ia pernah ke Spanyol, dan di sana sempat menyanyi di bawah jendela serta bergaul dengan seorang perempuan Spanyol yang b i s a memainkan mandolin. Di Swiss ia berhasil membunuh seekor chamoi s. Di Inggris ikut mencongklang dengan setelan merah melompati beberapa penghalang, dan dalam suatu taruhan berhasil membunuh duaratus burung pegar. Di Turki i a sempat masuk harem, di India pernah naik gajah, dan sekarang di Rusia ia ingin mencicipi segala kesenangan khas Rusia.
Bagi Vronskii, yang menjadi semacam pembawa acara utama untuk pangeran itu, sukar juga menyusun acara kesenangan Rusia yang telah diusulkan kepada pangeran tersebut oleh bermacam-macam orang. Sudah dilihatnya pacuan kuda, ro t i blin, berburu beruang, troika, orang jipsi, dan acara minum-minum dengan memecahkan gelas ala Rusia. Dan pangeran itu dengan sangat mudah bisa menghayati jiwa Rusia, ikut memukul baki berisi pecah-belah, memangku perempuan jipsi, tapi rupanya ia masih bertanya: apa lagi, apa hanya itu yang dinamakan jiwa Rusia"
Sebenarnya, dari semua kesenangan Rusia, yang paling menarik buat sang pangeran adalah aktris Prancis, seorang penar i balet, dan sampanye beretiket putih. Vronskii sudah terbiasa berhadapan dengan para pangeran, tapi entah karena akhir-akhir itu ia telah berubah, entah pula karena ia terlalu dekat dengan sang pangeran, minggu itu ia rasakan berat bukan main. Sepanjang minggu takhentinya ia memendam perasaan seperti orang yang diperbantukan kepada orang gila yang berbahaya; i a takut kepada orang gila itu, tapi bersamaan dengan itu, karena dekat dengannya, ia khawatir dengan apa yang bakal terjadi dengan otaknya sendiri. Maka Vronskii merasa perlu untuk tidak mengurangi sedikit pun sikap hormat yang jelas dan resmi terhadap pangeran itu agar tak dih ina. Cara sang pangeran berbicara dengan orang-orang yang (anehnya menurut Vronskii) terang-terangan menawarkan berbagai kesenangan Rusia itu memuakkan Vronskii. Penilaiannya mengenai perempuan Rusia yang hendak dipelajarinya berulang kali membuat wajah Vronskii merah karena marah. Alasan utama kenapa pangeran itu jadi beban berat Vronskii adalah karena dalam diri pangeran itu ia melihat dirinya sendiri. Dan apa yang dilihatnya pada cermin itu bukanlah pujian terhadap wataknya yang cinta . Pangeran itu adalah orang yang sangat bodoh, sangat percaya diri, sangat sehat, dan sangat cinta kebersihan, tak lebih daripada itu. Ia adalah seorang gentleman, itu memang benar, dan Vronskii tak bisa membantahnya. Ia demokratis dan tak muka di hadapan orang-orang yang lebih tinggi; ia bersikap bebas dan sederhana menghadapi orang yang setara, dan bersikap baik bercampur menghina terhadap orang yang lebih rendah. Vronskii sendiri juga seperti itu, dan ini dia anggap ha! yang sangat berharga; tapi dalam hubungan dengan pangeran itu, ia berkedudukan lebih rendah, dan sikap sang pangeran yang baik bercampur menghina dirinya itu sungguh membuatnya berang.
"Oh, daging sapi yang bodoh! Apa mungkin aku seperti itu juga?" pikirnya.
Bagaimanapun juga, pada hari ketujuh, ketika berpisah dengan orang itu menjelang kepergiannya ke Moskwa dan menerima tanda terimakasih darinya, i a merasa bahagia telah lepas dari perannya yang kikuk, lepas dari cermin yang tak menyenangkan itu. Ia berpisah dengan orang itu di stasiun, sepulang dari acara berburu beruang, di mana sepanjang malam kepada mereka disuguhkan pameran keberanian orang Rusia.
Sampai di rumah Vronskii menemukan surat Anna. Anna menulis: "Aku sakit dan merana. Aku tak bisa pergi, tapi tak bisa lebih lama lagi tak melihatmu. Datanglah malam hari. Pukul tujuh Aleksei Aleksandrovich pergi ke dewan, dan ia akan berada di sana sampai pukul sepuluh." Sekejap ia merasa aneh mendapat undangan untuk datang langsung ke rumah Anna, padahal suami nya menuntut untuk t idak menerimanya di rumah, tapi ia memutuskan untuk pergi ke sana.
Musim d ingin itu Vronskii naik pangkat jadi kolonel. Karena itu ia keluar dari resimen dan tinggal sendiri. Habis makan pagi ia langsung berbaring di dipan. Lima menit lamanya kenangan tentang berbagai adegan yang dilihatnya hari-hari terakhir itu berjalan dan berpautan dengan bayangan ten tang Anna dan petani yangmemainkan peran penting dalam perburuan beruang itu; dan Vronskii pun tertidur. la terbangun dalam gelap, menggigil ketakutan, lalu dengan tergesa menyalakan Jilin. "Apa itu tadi" Apa" Apa hal mengerikan yang kumimpikan tadi" Ya, ya. Petani pengepung yang tampak kecil, kotor, berjenggot kusut itu melakukan sesuatu sambil membungkuk, dan tiba-tiba ia mulai mengucapkan kata-kata aneh dafam bahasa Prancis. Ya, selebihnya tak ada apa-apa lagi dalam mimpi itu," katanya pada diri sendiri. Tapi kenapa mimpi itu begitu mengerikan" Teringat kembali olehnya dengan jelas petani itu dan kata-kata Prancis yang tak b i s a dimengerti yang keluar dari mulut petani itu, dan kengerian pun menjalari punggungnya dengan rasa dingin.
"Omong-kosong apa pula ini!w pikir Vronskii, lalu melihat arloji. Hari sudah pukul setengah sembilan. Dipanggilnya pelayan dengan bel, kemudi an buru-buru i a berpakaian dan menuju ke serambi. Ia samasekali sudah lupa mimpinya, dan kini hanya tersiksa perasaan terlambat. Sampai di serambi rumah keluarga Karenin, ia melihat arlojinya kembali, dan terlihat sudah pukul sembilan kurang sepuluh menit. Sebuah kereta tinggi tapi sempit ditarik sepasang kuda kelabu, berdiri di pintu-masuk. la mengenal kereta Anna itu. "Dia mau pergi ke tempatku," pikir Vronskii, "dan sebetulnya itu lebih baik. Tidak enak rasanya masuk ke rumah ini. Tapi masa bodoh; toh tak bisa aku bersembunyi," katanya pada diri sendiri, dan dengan gaya orang yang tidak malu terhadap siapapun, dan memang dari kecil hal itu dikuasainya, i a pun keluar dari kereta salju dan berjalan menuju ke pintu. Pintu terbuka, dan seorang penjaga memanggil kereta sambil memegang selimut. Vronskii orang yang tak terbiasa memerhatikan hal-hal kec il, tapi sekarang ini terlihat olehnya ekspresi heran di wajah penjaga pintu. Tepat di tengah-tengah pintu Vronskii hampir saja bertubrukan dengan Aleksei Aleksandrovich. Sumbu gas di wajah kurus tanpa darah di bawah topi hitam itu langsung menyala. Menyinari pula putih berkilau di batik mantel beaver-nya. Mata Karenin yang redup tak bergerak-gerak menatap wajah Vronskii. Vronskii membungkuk, dan Aleksei Aleksandrovich menggerakkan mulut sepert i mengunyah,
lalu mengangkat sebelah tangan ke topi, dan berlalu. Tanpa menoleh sedikit pun Vronskii melihat bagaimana Aleksei Aleksandrovich masuk ke kereta, menerima selimut dan keker dari jendela, dan lenyap dari pemandangan. Vronskii masuk ke kamar depan. Kedua alisnya mengerut dan matanya bersinarkan rona jahat dan angkuh.
"Posisi macam apa ini!" pikirnya. "Sekiranya dia memprotes dan membela kehormatannya, sebe1tulnya bisa saja aku beraksi menyatakan perasaanku; tapi kelemahan atau kekejian ini.... Ia dudukkan aku pada posisi seorang penipu; tak akan dan tak sudi aku diperlakukan demikian."
Sejak ia bicara terus-terang dengan Anna di kebun si Vrede dulu itu, pikiran Vronskii telah banyak berubah. Tunduk pada kelemahan Anna yang menyerahkan dir i sepenul!mya kepada dia dan hanya menantikan keputusan nasibnya kepada dia, Vronskii pun sudah lama tak lagi menilai babwa bubungan mereka akan berakbir seperti diduganya semula. Ia sudah lebib dulu menyerahkan diri sepenubnya kepada keadaan. Rencana-rencana ambisiusnya mundur ke belakang. Dengan perasaan sudah lepas dari lingkungan kerja, di mana segalanya sudah ditentukan, ia menyerahkan diri sepenuhnya pada perasaan, dan perasaan itu makin lama makin mengikatkan dirinya dengan Anna.
Sejak di kamar depan i a sudab mendengar langkah-langkah Anna menjauh. Mengertilah ia bahwa Anna telah menunggunya, mendengardengarkannya, dan sekarang i a ikembali ke kamar tamu.
"Tidak!" serunya ketika iia melihat Vronskii. Dan mendengar suaranya sendiri, airmatanya pun tumpab. "Tidak. Kalau ini terns begini, kejadiannya akanjauh Iebih cepat!"
"Apa, sayangku?"
"Apa" Aku menunggu, menyiksa diri, satu jam, dua jam .... T idak, tidak bakal aku .... tidak bisa aku bertengkar denganmu. Barangkali kamu memang tidak bisa datang. Tidak, tidak bakal aku!"
Ia letakkan kedua tangannya ke bahu Vronskii, dan lama ia menatap Vronskii dengan mata penuh cinta, dengan tatapan yang dalam, gembira, dan sekaligus menguji. Dipelaja.rinya wajah Vronskii untuk menangkap perubahan yang terjadi selama mereka tak bertemu. Seperti biasa tiap kali bertemu, Anna lalu membayangkan Vronskii dalam angan-angan (sebagai orang yang t iada banding, yang dalam kenyataan tentu saja mustahil) sepert i pendapatnya III "Kamu bertemu dengannya?" tanyanya kepada Vronskii mereka telah duduk menghadap meja di bawah lampu. "Ini hukumanmu karena datang terlambat."
"Ya, tapi bagaimana itu" Dia mesti hadir d i d , kan?" "Dia sudah ke sana dan pulan.g, lalu pergi lagi entah ke mana. Tapi itu tidak apa-apa. Jangan bicara lagi soal itu. Kamu dar i mana tadi" Masih dengan pangeran itujuga?"
Anna mengenal kehidupan Vronskii sampai sekec il-kecilnya. Vronskii ingin mengatakan bahwa dirinya tidak tidur sepanjang malam, lalu ketiduran, tapi ketika dilihatnya wajah Anna bergairah dan bahagia, ia punjadi malu. Maka ia mengatakan bahwa dirinya harus memberikan laporan tentang keberangkatan pangeran itu.
"Tapi sekarang sudah selesai" Dia sudah pergi?"
"Syukurlah, selesai. Kamu barangkali tak tahu betapa semua itu terasa tak tertanggungkan olehku. D
"Kenapa begitu" Itu kan kehidupan kalian sendiri, lelaki muda," kata Anna sambil mengerutkan dahi; diambilnya rendaan di atas meja, dan tanpa melihat Vronskii ia berusaha melepaskan hakpen dari tengah rendaan itu.
"Sudah lama kutinggalkan h idup sepert i itu," kata Vronski i yang merasa heran melihat perubahan ekspresi wajah Anna, dan berusaha menangkap maknanya. "Dan aku mengaku," katanya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang puti h rapat, "minggu ini aku seperti melihat dalam cermin hidupku sendiri, dan aku jadi kurang senang."
Anna menggenggam rendaan, tapi ia tak merenda, melainkan menatap Vronskii dengan tatapan yang aneh, berseri, tapi tak ramah.
"Pagi tadi Liza singgah kemari; mereka ini tak takut mengunjungiku biarpun ada Nyonya Pangeran Lidia Ivanovna," selanya, "dan dia bercerita tentang malam Athena yang kalian adakan itu. Sungguh menjijikkan!" "Aku cuma ingin bilang bahwa .... "
Kembali Anna men a. "Apa itu Therese yang kamu kenal "Kalian i n i memuakkan sekali, kaum lelaki ini! Kali an rupanya tak bisa membayangkan bahwa seorang perempuan tak bisa melupakan hal
seperti itu," katanya lagi, makin lama makin marah dan dengan itu ia mengungkapkan penyebab kemarahannya. "Terutama perempuan yang tak mungkin mengenal hidupmu ini. Apalah yang kuketahui" Apalah yang pernah kuketahui?" katanya lagi. "Apa lagi yang kamu sampai kan padaku. Tapi mana aku tahu bahwa kamu bicara benar atau tidak .... "
"Anna! Kamu me g ung perasaanku. Apa kamu tak percaya padaku" Bukankah sudah takan padamu bahwa aku tak punya pikiran yang tak kusampaikan padamu?"
"Ya, ya," kata Anna yang agaknya berusaha mengusir pikiranpikiran cemburu dari dirinya. "Oh, sekiranya kamu tahu, alangkah berat ini buatku. Aku percaya, ya, aku percaya padamu .... Apa yang kamu katakan tadi?"
Tapi Vronskii seketika itu sudah tak bisa mengingat apa yang hendak d ikatakannya. Meluapnya rasa cemburu yang akhir-akhir itu makin sering terjadi pada Anna membuat Vronskii merasa ngeri, tapi bagaimanapun, ia berusaha menyembunyikan perasaan itu, perasaan yang telah membuat s ikapnya dingin terhadap Anna, sekalipun ia tahu bahwa penyebab cemburu itu adalah cinta Anna kepadanya. Berapa kali ia mengatakan pada diri sendiri bahwa cinta Anna adalah kebahagiaan bag inya; nah, kini Anna mengasihinya dengan cinta yang bisa diberikan seorang perempuan yang menganggap c inta sebagai hal yang lebih tinggi daripada semua rahmat. Dan ia merasa jauh lebih daripada sekadar bahagia dibandingkan dengan ketika ia mengejar Anna dari Moskwa dulu. Waktu itu ia menganggap dirinya tak bahag ia, tapi kebahagiaan berada di depan; adapun sekarang, ia merasa bahwa kebahagiaan yang tertinggi telah berada di belakan.g. Anna samasekali tak lagi seperti pertama kali dilihatnya. Baik secara batiniah maupun badaniah, Anna telah berubah ke arah yang buruk. Tubuhnyajadi melar, dan pada waktu ia bicara tentang aktris itu, di wajahnya tampak ekspresi jahat. Melihat Anna, ia seperti melihat bunga yang dipetik dan kini layu; pada bunga itu dengan susah-payah ia mencoba melihat keindahan yang jadi alasan mengapa ia petik, dan kemudi an merusak keindahannya. Sekalipun demik ian ia merasa, sewaktu cintanya sedang kuat-kuatnya, jika ia menghendaki, bisa saja ia merenggut cinta itu dari dalam h a t i Anna, tapi sekarang, ketika ia merasa tak mencintai perempuan itu, ia tahu bahwa hubungan dengan perempuan itm tak bisa diputuskan.
"Nah, nah, jadi apa yang hendak kamu katakan padaku tentang
pangeran itu" Aku sudab terbawa lari oleh setan," tambahnya. D i antara mereka berdua, yang d imaksud dengan setan adalah cemburu. "Jadi tadi kamu mulai bicara tentang pangeran, kan" Kenapa kamu merasa berat?"
"O, tak tertanggungkan lagi!" kata Vronskii mencoba menangkap kembali alur pembicaraan yang ta di telab hilang. "Dia tak bisa mengbargai bubungan akrab. Kalau mesti disimpulkan, dia itu binatang yang diberi makan baik sekali, seperti yang dalam pameran suka mendapat medali itu, tak lebi b daripada itu," katanya kesal, hal yang justru i ngin diketabui Anna.
"Kenapa bisa begitu?" kata Anna keberatan. "Tapi banyak hal sudah dia libat, kan" Berpendidikan, ya?"
"O, itu pendidikan yang lain sekali, pendidikan mereka sendiri. Tampak sekali ia terdidik cuma untuk bisa memperoleh hak membenci pendidikan, seperti mereka membenci segalanya selain kesenangankesenangan yang bersifat kebinatangan."
"Tapi kalian semua cinta kesenangan kebinatangan itu, kan?" kata Anna, dan kembali Vronskii melihat pandangan murung di wajahnya, yang berusaha tak diperlibatkan Anna.
"Kenapa kamu i n i membela dia?" kata Vronskii tersenyum. "Aku bukan membela dia; buatku semua itu sama saja; tapi menurut pendapatku, kalau kamu sendiri tak menyenangi kesenangankesenangan itu, tentunya kamu bisa menolaknya. Sedangkan buat kamu menyenangkan sekali melibat Therese berpakaian Hawa itu .... "
"Nab, setan lagi, setan lagi!" kata Vronskii sambil mencengkam tangan yang diletakkan Anna di atas meja, lalu diciumnya.
"Ya, tapi aku tak taban! Kamu tak tabu bagaimana aku tersiksa menanti kamu! K aku tak cemburu. Aku tak cemburu; aku percaya padamu, waktu kamu ada di sini, bersamaku; tapi kalau kamu ada di tempat lain, sendiri, menempuh bidup yang tak kumengerti .... "
Ia menjauhkan diri dari Vronskii, dan akhirnya bisa melepaskan bakpen dari rendaannya, dan d. engan cepat, dengan jari telunjuk, mulailah lubang-lubang dari benang wol putib itu, yang berkilauan di bawah cahaya lampu, saling terkait, dan dengan cepat dan dengan gerak resab tangan ramping itu pun mulai keluar-masuk dalam manset berenda.
"Lalu bagaimana" D i mana tad i kamu berjumpa Aleksei Aleksandrovich?" tiba-tiba saja mendering suara Anna yang tak wajar.
"Kami tubrukan d i pintu."
"Dan dia membungkuk padamu?"
Anna menjulurkan wajahnya, dan dengan mata setengah tertutup, dengan cepat i a mengubah ekspresi wajah dan melipat tangannya, dan di wajah Anna yang cantik Vronskii tiba-tiba melihat ekspre s i wajah Alekse i Aleksandrovichsewaktu membungkukkepadanya tadi. la pun tersenyum, dan Anna tertawa riang dengan suara dada yang menyenangkan, yang merupakan salah satu daya tarik utamanya.
"Betul-betul aku tak mengerti dia," kata Vronskii. "Seandainya kamu sudah berterus-terang kepadanya d i bungalo itu dan ia memutuskan hubungan denganmu, dan seandainya dia menantangku berduel... tapi tak mengerti aku orang macam itu: bagaimana mungkin dia biarkan saja keadaan ini" Tapi dia memang terlihat mender ita."
"Dia?" kata Anna dengan nada mengejek. "Dia betul-betul merasa puas."
"Lalu buat apa kita semua menyiksa diri kalau keadaan sebetulnya bisa lebih baik?"
"Tapi d i a lain. Aku kenal betul dia, kenal kebohongan yang merasuki di rinya .... Apa bisa orang yang punya perasaan hidup seperti dia" Dia itu tak mengerti apapun, dan tak merasakan apapun. Apa bisa orang hidup mah dengan istri yang sudah melakukan kejahatan, padahal dia manus ia yang punya perasaan" Apa bisa dia bicara dengan istri" Dan menyebut istrinya dengan 'engkau'?"
Dan tanpa dikehendaki, terlbayang kembali oleh Anna wajah Alekse i Aleksandrovich. "Engkau, ma chere, engkau, Anna!"
"Dia itu bukan laki-laki, bukan manusia, tapi boneka! Tak ada orang yang tahu, tapi aku tahu. 0, seandainya aku ini dia, sudah lama kubunuh istri itu, kurobek-robek jadi potongan-potongan kecil istri macam aku ini, dan tak bakal aku mengatakan: engkau, ma chere, Anna. Dia itu bukan manusia, tapi mesin kementerian. Dia tak mengerti bahwa aku ini istrimu, bahwa dia orang asing, orang yang tak diperlukan .. . . 0, tak usah, tak usah lagi kita bicara!"
"Kamu tidak adil, sekali lagi tidak adil, Sayang," kata Vronskii berusaha menenangkan Anna. "Tapi bagaimanapun, tak perlu kita bicara tentang dia. Coba ceritakan, apa yang kamu lakukan tadi" Apa yang terjadi denganmu" Sakit apa kamu, dan apa kata dokter?"
Anna memandang Vronskii dengan gembira bercampur ejekan. Rupanya ia telah menemukan lagi segi-segi lucu dan buruk suaminya, dan tengah menunggu saat untuk mengungkapkannya. Tapi waktu itu Vronskii melanjutkan:
"Aku kira itu bukan penyakit, tapi keadaanmu. Kapan itu kiranya?" Nada mengejek lenyap d a r i wajah Anna, tapi senyuman lain menggantikan ekspresi sebelumnya, senyuman yang menandakan bahwa dirinya tahu sesuatu yang tak diketahui Vronskii, senyuman mengungkapkan kesedihan batin.
"Sebentar lagi, sebentar lagi. Kamu bilang keadaan kita penuh siksa, dan kita perlu memecahkannya. 0, seandainya kamu tahu, alangkah berat keadaan ini buatku; mau rasanya kuberikan segalanya supaya aku bisa dengan bebas dan berani mencintaimu! Tak perlu kiranya aku menyiksa diri, dan menyiksa dirimu dengan rasa cemburuku .... Sebentar lagi, ya, sebentar lagi, ta pi tidak sepert i yang kita duga."
Dan membayangkan apa yang bakal terjadi, i a tampak begitu kasihan pada diri sendiri hingga airmatan:ya merebak, dan ia tak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Ditumpangkannya tangan yang gemerlapan karena c incin dan warna putih tertimpa cahaya lampu ke atas lengan baju Vronskii.
"O, itu tak akan sepert i yang k ita duga. Sebetulnya tak ingin aku mengatakan in i, tapi kamu sudah memaksaku untuk mengatakannya. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi semua akan terpecahkan, dan ki ta semua, ya, kita semua akan jadi tenang dan tak tersiksa lagi."
"Aku tak mengerti," kata Vronskii, walaupun ia bisa memahami Anna.
"Kamu bertanya kapan" Sebentar lagi. Dan aku sendiri t idak akan mengalaminya. Jangan tukas aku!" Lalu i a pun buru-buru mengatakan, "Aku tahu, dan aku yakin. Aku akan mati, dan aku senang sekali akan mati, dan bisa membebaskan diri sendiri dan kamu."
Airmata meleleb dari matanya. Vronskii membungkuk ke tangan Anna dan mencium tangan itu sambil berusaha menyembunyikan kegelisahan yang ia tahu samasekali tak beralasan, tapi tak bisa diatasinya.
"Nab, ya, begini lebib baik," kata Anna sembil menggenggam kencang tangan Vronskii. "Cuma ini, cuma ini yang tinggal pada kita." Vronskii tersadar, lalu mengangkat kepalanya.
"Omong-kosong! Omong-kosong apa yang kamu ucapkan, yang tak ada artinya samasekali itu?"
"Ah, betul itu."
"Apanya, apanya yang betul?" "Bahwa aku akan mati. Aku bermimpi."
"Mimpi?" ulang Vronskii, dan untuk sesaat ia pun teringat petani yang dilihatnya dalam mimpi.
"Ya, mimpi," kata Anna. "Sudah lama aku bermimpi tentang kematian itu. Dalam mimpi itu aku lari ke kamar tidur karena perlu mengambil sesuatu, mengetahui sesuatu; kamu tahu sendiri apa yang kadang-kadang terjadi dalam mimpi," katanya lagi, dan dengan rasa ngeri ia pun membuka mata lebar-lebar, "dan di kamar tidur itu, di satu sudut, berdiri sesuatu."
"Ah, omong-kosong! Bagaimana bisa percaya .... "
Tapi Anna tak mau ditukas. Apa yang dikemukakannya itu amat penting bagi dirinya.
"Dan sesuatu itu menoleh, dan tampak olehku dia ternyata seorang petan i berjenggot kusut, petani yang kecil mengerikan. Aku mau lari, tapi petani itu membungkukkan badan ke sebuah karung, dan dengan tangannya mengaduk-aduk isi karung itu ... ."
Ia menunjukkan bagaimana orang itu mengaduk-aduk karung. D i wajahnya terbayang rasa ngeri. Mengenangkan mimpi sendiri, Vronskii pun merasakan kengerian yang sama dalam jiwanya.
"Orang itu bergerak-gerak dan berkata-kata dalam bahasa Prancis dengan cepat, dan, tahu tidak, ia menggetarkan bunyi 'r' -nya: 'II faut le battre le fer, le broyer, le petrir ... .'82 Dan karena takut, aku i ngin bangun, dan aku terbangun ... ta pi tern ya ta aku terbangun dalam mimpi. Dan aku mulai menanyai diri sendiri, apa itu artinya. Dan Korne i bilang padaku: 'Karena melahirkan, karena melahirkan, Anda mati, ya, karena melahirkan, Anda . . . . ' dan aku pun terbangun .... "
"Omong-kosong, omong-kosong!" kata Vronskii, namun ia sendiri merasa dalam suaranya tak ada kemantapan.
"Tapi kita tak akan bicara lagi soal itu. Bunyikan be!, nanti kumintakan teh. Tapi tunggu, aku tak akan lama .... "
Tiba-tiba Anna berhenti. Ekspresi di wajahnya seketika berubah. Kengerian dan kegelisahan tiba-tiba berubah jadi curahan perhatian penuh kelembutan, kesungguhan, dan kemuliaan. Vronskii tak bisa memahami perubahan itu. Sedangkan Anna mendengar gerak hidup yang baru dalam d irinya.
82 II faut le battre le fer, le broyer, le petrir (Pr): Besi itu mesti ditempa, ditumbuk, diremas.
Sehabis memergoki Vronski i di serambi rumahnya, Aleksei Aleksandrovich, sesuai rencana, pergi melihat opera Italia. Dia melihat pertunjukan itu sampai dua babak, dan sempat bertemu dengan semua o yang perlu dijumpainya. T iba kembali di rumah, dengan saksama i a periksa gantungan mantel; ketika dilihatnya mantel militer tak ada di sana, seperti biasa ia lalu masuk ke kamar. Tapi bertentangan dengan kebi asaannya, ia tidak lantas pergi t idur, mela inkan berjalan mondarmandir di dalam kamar kerjanya sampai pukul tiga pagi. Kemarahannya terhadap sang istri yang tak mengikuti sopan-santun dan memenuhi satu-satunya syarat yang dimintanya, yaitu tak menerima kekasih di rumah sendiri, samasekali tak memberinya ketenangan. Anna tak memenuhi tuntutannya. Maka ia barns menghukum dan melaksanakan ancamannya, yaitu menuntut per-ceraian dan mengambil anaknya. Ia tahu ada berbagai kesulitan terkait dengan perkara itu, tapi i a telah mengatakan akan melakukannya, dan sekarang ia harus melaksanakan ancamannya. Nyonya Pangeran Lidia Ivanovna memberikan i syarat kepadanya bahwa itu adalah jalan keluar terbaik dari persoalannya yang sulit; dan akhir-akbir ini praktek perceraian telah menyebabkan perkara seperti itu beroleh penyempurnaan sedemikian rupa, sehingga Aleksei Aleksandrovich melihat adanya kemungkinan mengatasi kesulitankesulitan formal yang ada. Selain itu, bukan hanya masalah ini yang dihadapinya: soal pengaturan suku-suku minoritas dan pengairan ladangladang di wilayah gubernia Zarai dalam dinasnya telah menyebabkan Aleksei Aleksandrovich merasa demikian gusar, sehingga akhir-akbir ini ia selalu marah-marah bukan main.
Sepanjang malam ia tak tidur. Keberangannya terns men ingkat, dan menjelang pagi mencapai batas akhir. Dengan tergesa ia berpakaian, dan begitu diketahuinya sang istri sudah bangun, ia pun masuk ke dalam kamarnya dan menating cangkir penuh keberangan; ia takut akan menumpahkan isi cangkir itu, dan bersamaan dengan itu ia pun khawatir akan menghabiskan tenaga yang dibutuhkannya untuk bicara terus-terang dengan sang istri.
Begitu i a masuk, Anna, yang menurut perkiraannya sudah tahu benar watak suaminya, benar-benar terpukau melihat wajah suaminya. Dahi Aleksei Aleksandrovich mengerut, dan matanya menatap muramtajam menghindari tatapan mata istrinya; mulutnya mengatup keras penub kebencian. Dalam caranya berjalan, dalam gerak-geriknya, dan dalam suaranya terasa ada kemantapan dan ketetapan, suatu bal yang tak pernah disaksikan Anna. Ia masuk ke kamar, dan tanpa mengucapkan salam kepada sang istri i a langsung menuju ke meja tulis; diambilnya kunci-kun c i dan dibukanya laci.
"Apa yang Anda butuhkan" !" seru Anna. "Surat-surat kekasih Anda," jawabnya.
"Di sini tak ada," kata Anna sambil menutup laci, tapi dari geraknya mengertilah Aleksei Aleksandrovich bahwa dugaannya benar; ditolakkannya tangan sang istri dengan kasar, lalu dengan cepat dicengkamnya tas yang diketahuinya biasa dipakai Anna untuk menyimpan kertas-kertas paling berharga. Anna hendak merebut tas itu, tapi ia menolakkannya.
"Duduk! Saya perlu bicara dengan Anda," katanya sambil memasukkan tas itu ke bawah !ket iaknya dan mengempitnya kuat-kuat dengan siku hingga bahunya terangkat.
Dengan beran bercampur takut Anna diam memandang Aleksei Aleksandrovicb.
"Saya sudah bilang tak mengizinkan Anda menerima kekasib Anda itu di rumah ini."
"Saya perlu bertemu dengannya untuk .... "
Sampai di situ ia terdiam karena tak tabu apa yang hendak dikatakannya.
"Saya tak mau tahu urusan kenapa seorang perempuan perlu bertemu dengan kekasibnya."
"Saya hendak, saya hanya .. .," kata Anna, wajahnya menyala. Sikap kasar suaminya itu membuatnya naik darah dan memberinya keberanian. "Memang mudah Anda menghina saya, bukan?" katanya.
"Orang jujur dan perempuan jujur mungkin merasa terbina, tapi menuduh pencuri sebagai pencuri cuma merupakan la constatation d'un fait. " 83
"Sifat kejarn yang baru ini belurn pernah saya saksikan dalam dir i Anda."
"J adi, kalau suarni mernberi istrinya kebebasan dan rnernberi perlindungan narna terhorrnat, hanya dengan satu rnenjaga sopansantun, itu Anda namakan keke jarnan" Apa itu keke jarnan?" "Itu lebib buruk ketimbang kekejarnan; itu kekejian, kalau Anda
83 La constatation d'un fait (Pr): Pernyataan fakta.
mau tahu!" teriak Anna dengan ledakan kebencian, dan ia pun berdiri, hendak pergi.
"Tidak!" teriak Aleksei Aleksandrovich dengan suara melengking yang sekarang naik satu tangga nada daripada biasanya. Ditangkapnya tangan sang istri kuat-kuat dengan jemarinya yang besar hingga bekasbekas merah tert inggal di tangan itu, terkena gelang yang dicengkamnya erat. Dengan paksa didudukkannya sang di tempatnya. "Kekejian" Kalau Anda mau menggunakan kata itu, yang dinamakan kekejian adalah meninggalkan suami dan anak sendiri demi kekasih, tapi tetap makan roti dari suami!"
Anna mene kepala. Ia tak mengatakan apa yang kemarin i a katakan kepada kekasihnya, bahwa Aleksei Aleksandrovich bukan suaminya, tapi suami yang tak diperlukan; ia pun tak memikirkan hal itu. Ia hanya merasakan tidak adilnya kata-kata suaminya, dan hanya mengatakan lirih:
"Anda tak bisa membayangkan bahwa keadaan saya lebih buruk daripada yang saya pahami, dan buat apa Anda mengatakan semua itu?"
"Kenapa saya mengatakan itu" Kenapa?" sambung Aleksei Aleksandrovich berang juga. "Agar Anda tahu bahwa karena Anda tak memenuh i permintaan saya untuk menjaga sopan-santun, saya akan mengambil tindakan untuk mengakhiri keadaan in i."
"Tan pa itu pun keadaan ini akan segera berakhir, ya, segera berakhir," kata Anna, dan kembali airmata menggenang i matanya, karena terpikir olehnya maut yang sudah dekat, dan kini diinginkannya.
"Dan akan berakhir lebih cepat daripada yang Anda duga bersama kekasih Anda itu! Yang Anda butuhkan adalah pemuasan nafsu hewan .... "
"Aleksei Aleksandrovich! Saya pikir Anda ini bukan saja tak kenal belas kasihan, tapi tak kenal kesopanan, memukul orang yang sudah jatuh."
"Ya, ban ya pada diri sendiri saja Anda teringat, ta pi pada penderitaan orang yang pernah jadi suami Anda, Anda tak mau tahu. Buat Anda tak ada bedanya apakah hidup suami itu hancur, apakah dia mendeli... mendeli ... mendelita."
Aleksei Aleksandrovich bicara amat cepat hingga lidahnya keseleo dan ia tak bisa mengucapkan kata itu. Akhirnya ia mengucapkan mendelita. Anna jadi merasa lucu, ta pi se itu i a merasa malu bahwa pada detik seperti itu i a bisa merasa lucu. Dan untuk p a kali, untuk sesaat
lamanya, ia merasakan apa yang dirasakan suaminya, menempatkan dir i sebagai suaminya, dan ia mulai kasihan kepada suaminya. Tapi apakah yang bisa ia katakan atau perbuat" Ditundukkannya kepala, dan ia pun diam. Aleksei Aleksandrovich juga terdiam beberapa waktu lamanya, dan kemudian mulai bicara lagi dengan suara kurang melengking dan dingin, dengan menekankan kata-kata yang dengan sengaja dipilih, meskipun kata-kata itu tak penting samasekali.
"Saya datang untuk mengatakan pada Anda ... ," katanya. Anna menoleh kepadanya. "Tidak, ini cuma perasaanku saja," pikirnya ketika teringat ekspresi wajah suaminya sewaktu mengacaukan kata mendelita itu, "tidak, tak mungkin orang dengan mata keruh macam itu, dan dengan ketenangan bercampur puas diri macam itu, bisa merasakan sesuatu!"
"Saya tak bisa mengubah apapun," bisik Anna.


Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya datang untuk mengatakan pada Anda bahwa besok saya akan pergi ke Moskwa dan tidak akan kembali lagi ke rumah ini. Dan Anda akan menerima berita tentang keputusan saya lewat pengacara, yang saya beri tugas menyelesaikan percerai an k ita. Anak saya akan pindah ke rumah saudara perempuan saya," kata Aleksei Aleksandrovich, yang dengan susah-payah mengingat-ingat apa yang tadi hendak i a katakan tentang anak.
"Anda perlukan Seryozha cuma buat menyakiti saya," ujar Anna sambil mengerenyitkan kening menatap suaminya. "Anda tak mencintainya .... Tinggalkan Seryozha!"
"Ya, saya bahkan kehilangan cinta pada anak karena itu berkaitan dengan muak saya pada Anda. Tapi bagaimanapun, dia saya ambil. Selamat tinggal!"
Ia mau pergi, tapi sekarang Anna yang mencegahnya. "Aleksei Aleksandrovich, tinggalkan Seryozha!" bisiknya sekali lagi. "Tak ada yang akan saya katakan lagi. Tinggalkan Seryozha sampai saya .... Saya sebentar lagi melahirkan, tinggalkan dia!"
Wajah Aleksei Aleksandrovich menyala; ia renggut tangannya d a r i pegangan Anna, dan keluarlah ia dari kamar tan pa kata-kata.
Ruang terima tamu pengacara Petersburg yang terkenal itu penuh orang sewaktu Aleksei Aleksandrovich masuk. Tiga perempuan: seorang sudah tua, seorang lagi masih muda, dan seorang istri pedagang, dan tiga orang tuan: yang seorang bankir Jerman dengan jari bercincin, yang lain seorang pedagang berjenggot, dan yang ketiga seorang pegawai bersifat pemarah, mengenakan seragam pegawai dan bi ntang salib di leher, agaknya sudah lama menunggu. Dua orang pembantu tengah menulis di meja dengan pena bulu angsa yang berderit-derit bunyinya. Alat-alat tulis yang jadi kegemaran Aleksei Aleksandrovich itu luarbiasa baiknya. Aleksei Aleksandrovich tak mungkin tidak memerhatikannya. Seorang dari kedua pembantu berdiri, dan sambil mengerutkan dahi bertanya marah kepada Aleksei Aleksandrovich:
"Tuan perlu apa?"
"Saya ada urusan dengan pengacara."
"Pengacara sedang sibuk," jawab pembantu dengan sikap galak sambil menunjuk dengan penanya ke arah orang-orang yang menunggu, lalu meneruskan menuli s.
"Apa tak bisa ia kasih waktu sedikit?" kata Aleksei Aleksandrovich. "Tak ada waktu kosong; ia selalu sibuk. Silakan tunggu." "Kalau bisa, saya minta tolong disampaikan kartu saya ini," kata Aleksei Aleksandrovich penuh harga diri, melihat bahwa ia perlu membukakan incognito.
Pembantu menerima kartunya, dan dengan sikap menolak isinya, i a pun masuk ke kamar.
Secara prinsip Aleksei Aleksandrovich setuju dengan pengadilan terbuka, tapi dengan beberapa alasan kedinasan tinggi ia tak sepenuhnya setuju dengan beberapa rincian pelaksanaannya. Dan i a mengecam rinc ian pelaksanaan itu sejauh i a bisa mengecam sesuatu yang telah ditetapkan lembaga tertinggi. Seluruh hidup Aleksei Aleksandrovich berlangsung di tengah-tengah kegiatan administratif. Karena itu, dalam segala hal, apabila ia tak setuju dengan sesuatu, maka keberatan itu ia lunakkan dengan menunjukkan adanya kekeliruan dan kemungkinan perbaikannya. Dalam lembaga peradilan yang baru, ia tak sependapat dengan syarat-syarat yang dikenakan terhadap kantor pengacara. Tapi sampai sekarang ia tak pernah punya persoalan dengan kantor pengacara. Karena itu, keberatannya hanya bersifat teoretis; namun sekarang keberatannya itu menjadi lebih nyata akibat kesan tak menyenangkan yang diperolehnya di kamar tamu pengacara itu.
"Sebentar lagi ia keluar," kata pembantu; dan benar, dua menit kemudian di pi ntu muncul tubuh jangkung ahli hukum tua yang barn
saja berkonsultasi dengan pengaeara, dan si pengacara sendiri.
Pengacara orang yang bertubuh keeil, pejal dan botak, dengan jenggot hitam kerangga, alis panjang erlang, dan dahi menjorok ke depan. Pakaiannya meriah seperti ealon pengantin, mulai dari dasi dan rantai arloji ganda sampai sepatu bot dari kulit paten. Wajahnya tampak pandai, sepert i wajah petani, pakaiannya dendi tapi berselera buruk.
"Silakan," kata pengacara mempersilakan Aleksei Aleksandrovieh. Dan sesudah mempersilakan Karenin berjalan dahulu dengan wajah m , ia pun menutup pintu.
"Silakan duduk," katanya sambil menunjuk kursi besar di dekat meja tulis yang penuh kertas, lalu ia sendiri duduk di kursi ketua sambil menggosokkan kedua tangannya yang keeil, yang berjemari pendek ditumbuhi rambut putih, dan menelengkan kepala ke samping. Tapi baru saja ia mulai tenang dengan posisi itu, seekor ngengat terbang di atas meja. Dengan keeepatan yang tak terduga bisa dimilikinya, pengaeara membuka tangan, menangkap ngengat itu, dan kembali pada posisi semula.
"Sebelum saya mulai membicarakan persoalan saya," kata Aleksei Aleksandrovieh, yang dengan sikap heran mengikuti gerak-gerik pengaeara dengan pandangan matanya, "saya perlu minta perhatian bahwa perkara yang hendak saya bicarakan dengan Anda ini harus dirahasiakan."
Senyuman yang hampi r tak terlihat melebarkan kumis pengacara yang menggelantung semu kerangga itu.
"Saya kiranya tak jadi peng.acara kalau tak bisa menyimpan rahasia yang dipercayakan pada saya. Tapi kalau Anda menghendaki di bawah ah " sump ....
Aleksei Aleksandrovich menatap wajahnya, dan tampak olehnya mata cerdas berwarna kelabu itu te , seakan sudah tahu segalanya.
"Apakah Anda mengenal nama saya?" sambung Aleksei Aleksandrovieh.
"Say.a ken.al Anda, dan jug.a kegiatan Anda yang bermanfaat," kembali ia menangkap seekor ngengat, "seperti halnya semua orang Rus ia," kata pengaeara sambil membungkuk.
Aleksei Aleksandrovieh menarik napas dalam-dalam, mengerahkan tekad. Sesudah membulatkan tekad, ia pun melanjutkan dengan suara melengking, tanpa takut, tanpa ragu, dengan memberikan tekanan pada sejumlah perkataan.
"Saya mengalami kemalangan," kata Aleksei Aleksandrovich memulai, "menjadi suami yang tertipu, dan saya ingin menurut hukum memutuskan hubungan dengan istri, bercerai, tapi dengan catatan agar anak lelaki saya tidak tinggal bersama ibunya."
Mata kelabu pengacara itu berusaha untuk tidak ketawa, tapi mata itu melompat gembira tak tertahankan, dan Aleksei Aleksandrovich pun melihat bahwa yang dihadapi nya kini bukan sekadar kegembiraan orang yang mendapat order mengWltungkan; yang dihadapinya adalah kemenangan dan kegirangan, rona yang mirip dengan rona alamat buruk seperti dilihatnya pada mata sang istri.
"Anda minta saya bertindak sebaga i pelaksana perceraian?" "Ya, memang demikian, tapi saya harus memperingatkan Anda bahwa saya memberanikan untuk menyalahgunakan fungsi Anda. Saya datang untuk lebih dulu berkonsultasi dengan Anda. Saya menginginkan perceraian, tapi bagi saya yang penting adalah bentuk yang memungkinkan perceraian itu. Kemungkinan besar, jika bentuk itu tak sejalan dengan tuntutan saya,. saya akan menolak langkah hukum tersebut."
"O, itu memang selalu demikian," kata pengacara, "dan ini selamanya atas kehendak Anda."
Pengacara men kan pandangan matanya sampai ke kaki Aleksei Aleksandrovich. la merasa, dengan memperlihatkan kegembiraan yang tak tertahankan itu ia bisa menyinggung perasaan kliennya. la melihat ngengat yang terbang di depan hidungnya, Jalu menggerakkan tangan, tapi ia tak menangkap ngengat itu untuk menghormati jabatan Aleksei Aleksandrovich.
"Meskipun secara garis besar saya tahu ketentuan undang-undang mengenai soal ini," sambung Aleksei Aleksandrovich, "ingin kiranya saya tahu secara umum bentuk-bentuk pelaksanaan perkara ini dalam praktek."
"Anda menghendaki," jawab pengacara tan pa mengangkat mata, dan dengan rasa puas mengikuti nada bicara kliennya, "agar saya menjelaskan pada Anda cara-cara yang bisa ditempuh untuk memenuhi kehendak Anda."
Dan ketika Alekse i Aleksandrovich menganggukkan kepala sebagai tanda setuju, i a pun melanjutkan kata-katanya, hanya terkadang selintaskilas ia menoleh ke wajah Aleksei Aleksandrovich yang bertotol-totol merah.
"Perceraian menurut undang-undang kita," katanya dengan nada sedikit tak membenarkan undang-undang kita itu, "sepert i Anda ketahui, bisa terjad i dalam hal-hal berikut .... Tunggu!" katanya kepada pembantu yang waktu itu muncul di pintu, tapi toh i a berdiri juga, mengucapkan beberapa patah kata, lalu duduk kembal i. "Dalam hal-hal berikut: kalau kedua suami-istri punya cacat jasmani, lalu pergi tanpa berita selama lima tahun lamanya," katanya sambil melipat salah satu jari yang pendek dan berbulu itu. "Kemudian a (kata ini diucapkan dengan
puas yang jelas). Rinciannya sebaga i berikut (ia terns melipat jemarinya yang gemuk itu, sekalipun perkara dan rinciannya jelas tak bisa diklasifikasikan dalam satu kelompok): cacat jasmani pihak suami atau istri, lalu zina dari pihak suami atau i stri." Karena semuajari sudah terlipat, maka dibukanya kembali jemar i itu, dan ia pun meneruskan. "Itu tinjauan teoretis, tapi menurut hemat saya, Anda telah memberikan kehormatan dengan mendatangi saya untuk mengetahui prakteknya. Karena itu, dengan berpegang jpada praktek-praktek sebelumnya, saya perlu memberitahu Anda bahwa semua peristiwa perceraian harus berdasarkan pada hal berikut: cacatjasmani tak ada, jadi apakah alasan yang k iranya bisa saya ungkapkan" Dan kepergian tanpa berita pun tak ada?"
Aleksei Aleksandrovich menundukkan kepala sebagai tanda mengiyakan.
"Jadi dengan demikian bisa disimpulkan demikian: zina dari salah satu pihak di antara suami-istri dan pernyataan bersalah dari pihak yang telah melakukan kejahatan dengan persetujuan kedua belah pihak; tanpa persetu juan seperti itu, pernyataan bersalah harus bersifat paksa. Perlu saya kemukakan, peristiwa yang terakhir ini jarang terjadi dalam praktek," kata pengacara, lalu terdiam sambil menoleh sekejap kepada Aleksei Aleksandrovich, seperti pedagang pistol yang telah menuliskan keunggulan berbagai senjata dan kini menanti pilihan si pembeli. Tapi Aleksei Aleksandrovich diam saja, karena itu pengacara melanjutkan: "Yang paling biasa dan sederhana, masuk aka!, menurut pendapat saya adalah zina dengan persetujuan kedua belah pihak. Sekiranya saya berbicara dengan orang yang kurang berpendidikan, tak bakal saya membi arkan diri saya mengatakan demikian," kata pengacara. "Tapi penurut penilaian saya, itu bisa kita mengerti."
Tapi Aleksei Aleksandrovich begitu bingung, sehingga tak langsung mengerti makna zina dengan persetujuan kedua belah pihak itu, dan
ia ungkapkan ketidakmengertiannya itu dalam tatapan matanya; pengacara pun langsung membantuny a . .
"Orang tak bisa lagi hidup bersama ... inilah faktanya. Dan keduanya setuju tentang itu, maka rincian dan soal resminya menjadi tak penting lagi. Dan dengan semua itu berarti sudah ada bukti paling sederhana dan paling benar."
Aleksei Aleksandrovich mengerti sepenuhnya sekarang. Tapi i a punya keengganan reli gius yang menghalangi diambilnya langkah seperti itu.
"Itu di luar persoalan yang ada sekarang," katanya. "Di sini hanya satu ha! yang mungkin; pernyataan bersalah secara paksa, dan itu dikuatkan dengan surat-surat yang miliki."
Mendengar penyebutan surat-surat itu, pengacara menguncupkan bibimya dan mengeluarkan bunyi kecil yang mengungkapkan rasa prihatin dan benci.
"Izinkan di sini saya rnengemukakan," katanya rnernulai. "Perkara seperti ini, seperti Anda ketahui, diputuskan oleh departemen spiritual; bapak-bapak kepala pendeta adalah pencinta besar perkara seperti ini, sampai rincian yang sekecil-kecilnya," katanya dengan senyuman menunjukkan simpati pada selera para kepala pendeta. "Tak bisa diragukan lagi, surat bisa memberikan pembuktian sebagian; tapi bukt i-bukti harus d iperoleh dengan jalan langsung, yaitu dari saksisaksi. Singkatnya, kalau Anda memberikan kehormatan pada saya dan memberikan kepercayaan, izinkanlah saya mengambil pilihan mengenai cara-eara yang harus ditempuh dalam hal ini. Barangsiapa menghendaki hasil, i a harus menggunakan cara."'
"Kalau begitu ... ," kata Aleksei Aleksandrovich memulai dan tibatiba jadi pucat, tapi waktu itu juga pengacara bangkit dari duduknya dan kembali rnenuju ke pintu menemui pembantu yang telah menyelanya.
"Katakan pada perempuan itu bahwa kami di sini tidak menangani barang loakan!" katanya, lalu kembali mengharnpiri Aleksei Aleksandrovich.
Sambil kembali ke tempatnya, tanpa kentara ia menangkap lagi seekor ngengat. "Bagus juga bakal mebelku musim panas ini!" pikirnya sambil mengerutkan dahi.
"Jadi tadi Anda berkenan mengatakan ... ," katanya.
" saya beritahukan pada Anda keputusan saya secara tertulis," kata Aleksei Aleksandrovich sambil berdiri, lalu berpegangan pada meja.
Beberapa waktu Iamanya ia berdiri saja di situ, lalu katanya: "Jadi, dari kata-kata Anda, saya bisa menyimpulkan bahwa pelaksanaan percerai an itu mungkin. Saya harapkan juga agar Anda bisa memberitahu saya apa syarat-syarat yang Anda minta.n
"Semuanya mungkin dilakukan kalau Anda memberikan pada saya kebebasan penuh untuk bertindak," kata pengacara tanpa menjawab p yaan yang diajukan kepadanya. "Kapan saya bisa menerima berita dari Anda?" tanya pengacara sarnbil menuju ke pintu, dengan mata dan sepatu kulit paten berkilat.
"Seminggu lagi . ngkan jawaban dari Anda mengenai apakah Anda bersediajadi perantara dalam perkara ini dan dengan syarat-syarat bagaimana, saya harap dengan hormat Anda memberitahukannya pada saya."
"Baik, Tuan." Sang pengacara dengan hormat membungkuk dan mempersilakan kliennya keluar pintu, dan sesudah tinggal sendir i ia pun benar-benar melepaskan kegembiraannya. Iajadi begitu girang, sehingga berlawanan dengan kebiasaannya, ia berikan konsesi kepada perempuan pedagang itu dan tak lagi menangkap ngengat. Dengan mantap kini ia putuskan bahwa menjelang musim dingin mendatang akan ia mengganti sarung meja-kursinya seperti yang dipunyai Sigonin.
Aleksei Aleksandrovich memperoleh kemenangan gilang-gemilang dalam sidang Komisi Tujuh Belas Agustus, tapi akibat kemenangan itu justru menjatuhkannya. Komisi baru yang meneliti kehidupan bangsabangsa minoritas dalam segala seginya telah dibentuk dan dikirim ke Iokasi dengan kecepatan dan ener g i Aleksei Aleksandrovich yang Iuarbiasa. Tiga bulan kemudian laporan sudah diberikan. Kehidupan bangsa-bangsa minoritas telah diteliti dari segi politik, administrasi, ekonomi, etnografi, materi, dan keagamaan. Semua pertanyaan mendapat jawaban yang tersusun baik sekali, dan itu adalah jawaban yang tak meragukan, karena jawaban-jawaban itu bukan karya pikiran manusia yang selalu bisa keliru, melainkan karya kegiatan dinas. Semua jawaban itu adalah produk data resmi, laporan para gubernur dan biskop berdasarkan laporan para kepala uyezd dan orang-orang terhormat, yang pada gilirannya berdasarkan laporan para kepala volost84 dan pendeta paroki; karena itu, semua jawaban itu tak diragukan lagi. Sebagai misal, pertanyaan tentang mengapa sering terjadi gagal panen, mengapa penduduk berpegang teguh pada kepercayaannya sendiri dan sebagainya, pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dijawab tanpa adanya kelancaran mesin dinas dan tak bisa dijawab selama berabad-abad. Semuanya berolehjawabanyangjelas dan tak diragukan. Dan pemecahan itu sesuai dengan pendapat Alekse:i Aleksandrovich. Tapi Stremov, merasa dirinya ditelanjangi m. sidang terakhir itu, sewaktu laporan komisi diterima telah menggunakan taktik yang tak diduga-duga oleh Aleksei Aleksandrovich. Dengan membawa serta beberapa anggota lain, Stremov tiba-tiba beralih ke pihakAleksei Aleksandrovich. Mereka bukan hanya bersemangat membela realisasi langkah-langkah yang diusulkan Karenin, tapijuga mengusulkan hal-hal ekstrem lain yang bernada sama. Langkah-Iangkah yang jauh berlawanan dengan pikiran dasar Aleksei Aleksandrovich itu diterima, dan waktu itulah taktik Stremov tersebut diketahui. Langkah-Iangkah yang dikembangkan ke hal-hal ekstrem itu tiba-tiba tampak jadi begitu bodoh, sehingga serentak orang-<>rang pemerintahan, pendapat umum, para perempuan pandai, dan berbagai suratkabar, rama i-ramai menyerang langkah-langkah itu, menyatakan kemarahannya terhadap langkah-langkah itu maupun biangnya yangsah, yakni Aleksei Aleksandrovich. Sementara itu Stremov menyingkirkan diri dengan pura-pura tak tahu-menahu soal rencana Karenin, dan kini i a sendiri heran dan bingung melihat apa yang telah dilakukan itu. Hal i ni menjatuhkan Aleksei Aleksandrovich. Namun Aleksei Aleksndrovich pantang menyerah, walaupun kesehatannya merosot, walaupun timbul kesulitan-kesulitan rumahtangga. Terjadilah perpecahan dalam komi si. Sejumlah anggota, dipimpin Stremov, mengakui kesalahannya bahwa mereka telah memercayai komisi basil revisi pimpinan Aleksei Aleksandrovich dan telah menyampaikan laporan itu, dan mereka mengemukakan bahwa laporan komisi itu adalah omong-kosong, sekadar kertas yang ditulisi. Aleksei Aleksandrovich, bersama sekelompok orang yang melihat bahaya sikap yang demikian revolusioner terhadap kertas kerja itu, tetap mendukung data-data yang telah digarap komisi yang telah direvisi itu. Akibatnya, d i kalangan tinggi, bahkan di tengah84 Volost (Rus): Distrik pedesaan kecil.
tengah masyarakat, semua jadi kacau. Walaupun soal itu merupakan kepentingan semua orang, tak seorang pun mengerti, benarkah orangorang dari golongan m inoritas itu menanggung kemiskinan dan kematian, ataukah berkembang baik. Kedudukan Alekse i Aleksandrovich menjadi sangat goyah akibat soal itu, dan sebag ian lagi akibat kebenc ian terhadap dia, karena ketidaksetiaan istrinya. Dan dalam keadaan seperti itulah ia mengambil keputusan penting. la mengumumkan bahwa ia ingin minta izin untuk langsung mendatangi tempat itu guna meneli t i persoalannya, dan itu membuat heran komisi. Dan ketika diperoleh, Aleksei Aleksandrovich pun berangkat ke gubernia-gubernia yangjauh itu.
Keberangkatan Aleksei Aleksandrovich itu menimbulkan banyak omongan, terutama karena dalam keberangkatan resmi itu ia mengembalikan uang jalan yang telah diserahkan kepadanya untuk ongkos duabelas ekor kuda sampai ke tempat tujuan.
"Pendapat saya, t indakan itu mulia se ," kata Betsy kepada Nyonya Pangeran Myagkaya tentang kejadian itu. "Buat apa diberikan uang untuk kuda pos, padahal semua orang tahu, di mana-mana sekarang ada jalan keretaapi?"
Tapi Nyonya Pangeran Myagkaya tak setuju dengan pendapat itu, dan pendapat Nyonya Pangeran Tverskaya itu bahkan membuatnya nai k darah.
"Enak saja Anda bicara," katanya. "Ya karena Anda punya uang jutaan entah di mana. Saya senang sekali kalau suami saya pergi inspeksi musim panas. Buat dia, itu menyenangkan sekali, dan jadi pengalaman hebat, sedangkan bagi saya, sudah pasti dengan uang itu saya bisa dapat kendaraan dan kusirnya."
Dalam perjalanan ke gubernia-gubernia yang jauh itu Aleksei Aleksandrovich singgah tiga hari di Moskwa.
Hari kedua sesudah kedatangannya, i a melakukan kunjungan kepada gubernur jendral. Di perempatan Gang Suratkabar, di mana selalu banyak kendaraan dan kereta sewaan, tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil orang, dan itu diteriakkan dengan suara keras riang, sehingga tak mungkin i a tak menoleh. D i sudut trotoar berdiri Stepan Arkadyich, yang dengan mantap dan kencang berseru kepadanya dan menuntutnya berhenti. Stepan Arkadyich mengenakan mantel pendek yang sedang mode, dengan topi pendek miring yang sedang mode pula, dan i a tersenyum dengan barisan gigi putih di antara bibirnya yang merah, tampak gembira, muda, dan berseri. Dengan sebelah tangan ia
memegangjendela kereta yang tengab berhenti di sudut, dan dari dalam kereta itu melongok kepala seorang perempuan yang mengenakan topi beledu dan dua kepala anak-anak. Ia tersenyum dan melambaikan tangan kepada iparnya itu. Perempuan itu juga tersenyum dengan senyuman mesra, dan juga melambaikan tangan ke arah Aleksei Aleksandrovich. Itulah Dolly dan anak-anaknya.
Aleksei Aleksandrovich tak ingin berjumpa dengan siapapun di Moskwa, Iebih-lebih saudara Iaki-laki istrinya. la pun mengangkat topi sedikit dan hendak terns berjalan, ta pi Stepan Arkadyich memerintahkan kusirnya supaya berhenti, lalu lari menghampiri Aleksei Aleksandrovich melintasi salju.
"Dosa ini tak mau kirim orang buat kasih tahu! Sudah lama datang" Kemarin aku singgab di Dusseau, dan di papan nama aku baca 'Karenin', tapi betul-betul tak terpikir olehku bahwa itu kamu!" kata Stepan Arkadyich sambil memasukkan kepala ke jendela kereta. "Kalau tahu, pasti aku mampir. Senang sekali aku melihatmu!" katanya sambil menggosok-gosokkan kedua kakinya untuk membuang salju. "Dosa ini tak mau kasih tahu!" ulangnya.
"Tak ada waktu samasekali, aku sibuk sekali," jawab Aleksei Aleksandrovich kering.
"Mari kita temui istriku, dia ingin benar ketemu kamu." Aleksei Aleksandrovich membuka selimut yang menutupi kakinya yang kedinginan, kemudian keluar dari kereta dan menemui Darya Aleksandr melintasi salju.
"Bagaimana ini, Aleksei Aleksandrovich, kenapa kami dilewati saja ?" kata Dolly sambil tersenyum.
"Saya si buk sekali. Senang sekali bertemu dengan Anda," katanya dengan nada yang jelas menunju.kkan babwa ia kecewa. "Bagaimana kesehatan Anda?"
"Lalu bagaimana kabar Anna sayang?"
Aleksei Aleksandrovich merintihkan sesuatu, lalu mau pergi. Tapi Stepan Arkadyich menghentikannya.
"Begini saja, kita bikin pertemuan besok. Dolly, undang dia makan siang! Kita undang juga Koznishov dan Pestsov, untuk menyuguhinya kaum cendekiawan Moskwa."
"Betul sekali, saya harap Anda b i s a datang," Dolly. "Akan kami tunggu Anda pukul lima, atau kalau Anda mau pukul enam. Jadi bagaimana kabar Anna sayang" Lama sekali .... "
"Ia sehat," rintih Aleksei Aleksandrovich sambil mengerutkan dahi. "Saya senang sekali!" dan ia pun menuju ke keretanya.
"Anda datang?" Dolly.
Aleksei Aleksandrovich mengucapkan sesuatu yang tak bisa ditangkap Dolly di tengah ributnya kendaraan yang sedang bergerak. "Besok aku singgah ke sana!" teriak Stepan Arkadyich padanya. Aleksei Aleksandrovich masuk ke dalam keretanya, lalu menenggelamkan diri di dalamnya agar tidak melihat dan dilihat.
"Eksentrik!" kata Stepan Arkadyich kepada istrinya; ia melihat arloji, lalu dibuatnya gerakan dengan t:angan di depan muka, yang berarti tanda perpisahan mesra untuk istri dan anak-anaknya, kemudian dengan tegap ia berjalan di trotoar.
"Stiva! Stiva!" seru Dolly memerah wajahnya. Stepan Arkadyich menoleh.
"Aku kan mesti beli mantel Grisha dan Tanya" Kasih uang!" "Itu tak perlu; katakan saja nanti aku yang bayar," dan ia pun menghilang, sesudah mengangguk gembira kepada seorang kenalan yanglewat.
VII Harl berikutnya adalah Minggu. Stepan Arkadyich s inggah di Teater Bolshoi untuk melihat latihan balet dan menyampaikan perhiasan dari koral yang telah dijanjikannya sebelum itu kepada Masha Chibisova, seorang penari mungil yang barn tampil kembali atas perlindungannya. D i belakang layar, dalam kegelapan siang har i di teater itu, ia sempat mencium wajah penari itu, yang cantik berseri-seri karena mendapat hadiah. Selain memberikan hadiah perhiasan koral itu, ia perlu menetapkan waktu untuk bertemu penari itu sesudah pertunjukan. D ijelaskannya kepada si penari bahwa ia tak bisa datang di awal pertunjukan, tapi ia berjanji akan datang menjelang babak terakhir dan akan membawa penari itu makan malam. Dari teater Stepan Arkadyich singgah ke Jalan Okhodnii Ryad, di situ ia memilih sendiri ikan dan asparagus untuk makan si ang, dan pada pukul duabelas ia sudah sampai di Dusseau, di mana ia beruntung sekali bisa menemui tiga orang yang menginap di hotel itu, yakni Levin yang telah menginap di situ sekembalinya dari luar negeri, lalu atasannya yang barn, yang belum lama menduduki jabatan dan sedan;g melakukan inspeksi di Moskwa, dan iparnya Karenin yang harus Iangsung dibawanya untuk makan siang.
Penunggu Jenazah 1 Pendekar Mata Keranjang 2 Bara Di Jurang Guringring Api Di Bukit Menoreh 12

Cari Blog Ini