Nyonya Pangeran Lidiya lvanovna adalah sahabat suami Anna. la pusat salah satu kelompok bangsawan Petersburg. Dengan kelompok itu Anna paling erat berhubungan, karena persahabatan suaminya. "Tapi aku sudah menyurati dia, kan?"
"Tapi ia mau semuanya rinci. Pergilah ke sana, kalau kamu tak lelah, Sayang. Kereta untukmu disediakan Kondratii, dan aku sendiri akan pergi ke komite. J adi sekarang aku tidak akan makan siang sendiri lagi," sambung Aleksei Aleksandrovich, kali ini sudah tanpa nada kelakar. "Kamu barangkali tidak percaya, akujadi biasa .... "
Dan sambil menggenggam tangan istrinya berlama-lama, dengan senyuman yang lain daripada yang lain i a tuntun i strinya ke kereta.
XXXII Orang pertama yang men yam but Anna di rumah adalah anaknya. Anak itu melompat mendapatkan ibunya di tangga tanpa memedulikan teriakan pengasuhnya, dan dengan kegembiraan luarbiasa ia menjerit: "Mama, Mama!" Dan sudah sampai kepada ibunya, ia pun bergantung di Ieher sang ibu.
"Saya sudah bilang kalau itu Mama!" teriak si anak kepada pengasuhnya. "Saya tahu!"
Dan seperti suaminya, anak itu pun menimbulkan rasa yang mirip kecewa pada diriAnna. la membayangkan anak itu lebih tampan daripada kenyataannya. la harus menerima kenyataan agar bisa menyayangi anaknya itu sebagaimana mestinya. Dengan keadaan yang sekarang pun, sebetulnya anak itu manis, dengan ram but menggelombang pirang, bermata biru muda, berkaki penuh dan lurus, dan berkaos ketat. Anna hampir merasakan kenikmatan secara fisik ketika anak itu mendekat dan memeluknya mesra, dan i a pun beroleh ketenangan batin ketika menerima tatapan mata anaknya yang bersahaja, penuh kepercayaan dan mencinta, serta pertanyaan-pertanyaannya yang lugu. Anna mengeluarkan hadiah-hadiah yang diberikan anak-anak Dolly, lalu ia ceritakan kepada anaknya itu bahwa di Moskwa ada anak perempuan bernama Tanya, dan Tanya bisa membaca dan bahkan mengajar anakanak lain.
"J adi, saya lebih jelek daripada dia ?" tan ya Seryozha. "Buat Ibu, kamu yang paling baik di seluruh dunia." "ltu saya tahu," kata Seryozha tersenyum.
Bel um lagi Anna selesai me min um kopinya, orang sudah melaporkan kedatangan Nyonya Pangeran Lidiya lvanovna. Nyonya Pangeran Lidiya lvanovna adalah perempuan tinggi gemuk, wajahnya kuning tak sehat, dan matanya yang indah hitam sayu. Anna senang kepada perempuan itu, tapi sekarang, seakan untuk pertama kalinya, ia melihat nyonya itu dengan semua kekurangannya.
"Bagaimana, sahabatku, jadi kamu sang pembawa cabang zaitun itu?" tanya Nyonya Pangeran Lidiya Ivanovna begitu masuk ke ruangan.
"Ya, semua sudah berlalu, dan tak segawat yang kita duga," jawab Anna. "Hanya, belle soeur saya itu memang terlalu tegas."
Tapi Nyonya Pangeran Lidiya Ivanovna, yang tertarik segala sesuatu yang bukan urusannya itu, punya kebiasaan tak pernah mendengarkan segala sesuatu selain yang menarik m inatnya; ia menukas Anna:
"Ya, banyak kesedihan dan kejahatan d i dunia ini, dan sekarang ini aku sedang lesu."
"Ada apa memangnya?" tanya Anna berusaha menahan senyum. "Aku mulai bosan dengan perbuatan sia-sia mengunyah-ngunyah barang tiruan itu demi kebenaran, dan terkadang aku merasa betulbetul putusasa. Urusan dengan ibu-ibu (dari lembaga sosi al keagamaan yang patriotik itu) memang berjalan lancar, tapi urusan dengan tuantuan payah sekali," sambung Nyonya Pangeran Lidiya Ivanovna dengan nada mengejek terhadap kepasrahan nasib. "Mereka mengemukakan gagasan, lalu merusaknya, dan kemudian menyalahkannya dengan cara yang begitu dangkal dan sepele. Dua-ti ga orang, di antaranya suamimu, bisa mengerti betapa pentingnya pekerjaan lembaga ini, tapi yang lain meninggalkannya beg itu saja. Kemarin Pravdin menulis surat padaku ... ."
Pravdin ialah seorang Pan-Slavis terkenal yang tinggal di luar negeri, dan Nyonya Pangeran Lidiya Ivanovna pun bercerita tentang isi suratnya.
Kemudian Nyonya Pangeran bercerita lagi tentang hal-hal tak menyenangkan dan intrik terhadap usaha penyatuan gereja-gereja, lalu
dengan tergesa-gesa pergi meninggalkan rumah itu, karena hari itu ia masih harus hadir dalam sidang suatu perkumpulan dan dalam komite Slavia.
"Mestinya dari dulu seperti itu pula dia, tapi heran, kenapa aku seolah tidak melihat dia sebelum in i?" kata Anna pada diri sendiri. "Apa karena ia benar-benar kesal sekarang ini" Tapi sebetulnya lucu: tujuannya berdarma bakti, dan ia seorang Kristen, tapi kenapa ia terus-terusan marah dan selalu punya musuh, dan musuh-musuh itu atas nama Kristen dan darma bakti pula."
Sepergi Nyonya Pangeran Lidiya Ivanovna, seorang sahabat perempuan, istri direktur, datang menyampaikan semua berita kota. Pukul tiga ia pun pergi, dan berjanji alkan datang lagi menjelang makan siang. Aleksei Aleksandrovich waktu itu ada di kementerian. Setelah sendirian, menjelang makan siang itu, Anna menghabiskan waktu dengan menemani anaknya yang tengah makan (Seryozha makan siang terpisah), membenahi barang-barangnya, dan membaca serta membalas nota dan surat yang sudah menumpuk di atas meja.
Rasa malu tanpa alasan yang dirasakannya selama perjalanan, demikian juga kegelisahannya, telah lenyap samasekali. Kembali berada di lingkungan hidupnya yang biasa, sekali lagi i a merasa mantap tak ela.
Dengan rasa heran i a teringat keadaan kemarin. "Apa yang terjadi kemarin itu" Bukan apa-apa. Vronskii menyampaikan sesuatu yang bodoh, yang mudah diselesaikan, dan aku telah membalas sebagaimana mestinya. Aku tak boleh menyampaikan ha! itu kepada suami, dan memang tak perlu. Bicara tentang hal itu berarti menganggap soalnya pen ting, padahal itu urusan sepele saja." Maka i a pun teringat ketika dulu membic pengakuan cinta seorang pemuda bawahan suaminya kepada dia di Petersburg. Waktu itu Aleksei Aleksandrovich menjawab, tiap perempuan bangsawan dalam masyarakat bisa mengalami hal itu, tapi ia percaya sepenuhnya pada kebijaksanaan istrinya, dan ia tidak akan pernah mau merendahkan istrinya atau dirinya sendir i dengan rasa cemburu. "Kalau begitu, takada gunanya bicara"Yah, alhamdulillah, dan memang tak ada yang perlu dibicarakan," kata Anna pada diri sendiri.
XXXIII Aleksei Aleksandrovich kembali kementerian pukul empat, tapi seperti sering terjadi, ia tak sempat masuk menjumpai istrinya. la langsung masuk ke kamar kerja untuk menerima para tamu yang sudah menunggu, dan menandatangani beberapa kertas dibawa kepala urusan. Menjelang makan siang (selalu sekitar tiga orang yang makan siang di keluarga Karenin) datang si tua saudara sepupu Aleksei Aleksandrovich, direktur departemen, bersama istri, dan seorang pemuda yang direkomendasikan kepada Aleksei Aleksandrovich untuk diterima sebagai pegawai. Anna masuk ke kamar tamu untuk menerima mereka. Tepat pukul lima, jam perunggu Peter I belum lagi berdentang sampai lima kali, Aleksei Aleksandrovich sudah keluar mengenakan dasi putih danjas Iuar berbintang dua, karena nanti sesudah makan siang ia harus pergi. Tiap menit dalam kehidupan Aleksei Aleksandrovich sudah terisi dan terbagi-bagi. Dan agar bisa melakukan semua yang harus dilakukannya tiap hari, ia berpegang teguh pada sikap akurat yang paling tertib: "Tanpa buru-buru, dan tanpa istirahat", beg itu semboyannya. la pun masuk ke ruangan, men guk kepada semua yang hadir, kemudian duduk sambil tersenyum kepada istrinya.
"Ya, akhirnya habis juga hidupku sebagai bujangan. Kamu barangkali tak percaya, alangkah kikuknya (ia tekankan kata kikuk itu) makan sendirian."
Sambil makan siang ia bicara dengan istrinya tentang urusanurusan di Moskwa, lalu seraya tersenyum mengejek ia bertanya tentang Stepan Arkadyich; tapi percakapan itu sebagian besar bersifat umum, tentang urusan dinas dan sosi al di Petersburg. Sesudah makan, ia habiskan waktu setengah jam bersama para tamunya, dan sesudah itu, sambil tersenyum dan menjabat tangan istrinya, ia keluar rumah untuk pergi ke Dewan. Anna kali itu tidak berkunjung ke rumah Nyonya Pangeran Betsy Tverskaya, yang ketika mengetahui kedatangan Anna telah mengundangnya untuk datang petang hari itu, dan tidak pula pergi ke teater, di mana hari itu ia mendapat tempat di loge. Ia tidak pergi, terutama karena gaun yang menurut rencana akan dikenakannya ternyata belum siap. Boleh dikata, ktu bersolek setelah para tamu pergi, Anna merasa sangat kecewa. la yang sebenarnya bisa berpakaian baik dengan biaya tak begitu mahal, karena sebelum berangkat ke Moskwa i a telah menyerahkan kepada modiste tiga gaun untuk dirombak.
Ketiga gaun itu harus dirombak sedemik ian rupa supaya tak d ikenali lagi, dan ketiganya harus sudah siap tiga hari yang lalu. Ternyata dua gaun samasekali belum si ap, sedangkan yang satu lagi dirombak tidak seperti yang diminta Anna. Modiste datang memberi penjelasan, dan meyakinkan Anna bahwa rombakan demikian akan terlihat lebih baik, tapi Anna amat marah sampai-sampai i a malu mengenakan gaun itu. Untuk menenangkan diri, masuklah ia ke kamar anak, dan sepanjang petang itu ia ngendon di kamar anaknya, menidurkan sendiri anak itu, membuat tanda salib di tubuhnya, dan menyelimutinya. Ia merasa senang tidak pergi ke mana-mana dan bisa menghabiskan waktu malam itu demikian baik. Ia merasa begitu ringan dan tenang, dan begitu terang hingga ia bisa melihat betapa peristiwa di keretaapi, yang tampaknya amat penting, ternyata hanya satu dari berbagai peristiwa sepele yang biasa terjadi dalam kehidupan bangsawan, dan ia tak perlu merasa malu kepada siapapun, juga pada diri sendiri. Anna duduk di dekat perapian dengan buku roman Inggrisnya, dan menantikan suaminya. Tepat pukul setengah sepuluh terdengar bel suaminya, dan masuklah sang suami ke kamar.
"Akhirnya kamu datang!" kata Anna sambil mengulurkan tangan. Sang suami mencium tangan Anna dan duduk di dekatnya. "Boleh dikatakan, menurut penglihatanku, perjalananmu itu berhasil," kata Aleksei Aleksandrovich.
"Ya, berhasil sekali," jawab Anna, yang kemudian bercerita tentang semuanya dari awal: tentang perjalanannya bersama Nyonya Vronskaya, tentang tibanya di Moskwa, temtang peristiwa di keretaapi. Kemudi an ia kemukakan rasa kasihannya, mula-mula kepada saudara laki-lakinya, kemudian kepada Dolly.
"Alm pikir kita tak bisa memaafkan orang seperti itu, walaupun itu saudaramu sendiri," kata Aleksei Aleksandrovich kereng.
Anna tersenyum. Ia tahu bahwa suaminya mengatakan itu untuk menunjukkan bahwa hubungan kekeluargaan tak bisa mencegahnya untuk mengemukakan pendapat yangjujur. Ia kenal watak suaminya itu, dan ia senang sekali dengan watak tersebut.
"Aku senang semuanya berakhir baik, dan kamu sudah kembali," sambungnya. "Nab, apa orang di sana tentang peraturan baru yang kubawakan dalam Dewan?"
Anna tidak mendengar apapun tentang peraturan itu, dan i a pun merasa malu bahwa i a bisa dengan mudah melupakan hal yang buat suaminya demikian penting.
"Di sini sebaliknya, hal itu menimbulkan banyak pembicaraan," kata suaminya d iiringi senyuman puas.
Anna melihat bahwa Aleksei Aleksandrovich ingin menyampaikan hal yang menyenangkan dia sekitar urusan itu. Maka dengan serentetan pertanyaan ia pun mendorong suaminya ke arah itu. Sang suami pun bercerita sambil tersenyum puas tentang tepuk tangan yang diberikan kepadanya karena peraturan baru yang dibawakannya.
"Aku senang bukan main. Terbukti, akhirnya kita mulai punya pandangan yang masuk akal dan mantap mengenai soal itu."
Sesudah mengosongkan cangkir teh yang kedua dibarengi kepala susu dan roti, Aleksei Aleksandrovich segera berdiri, lalu masuk ke kamar kerjanya.
"Kamu tidak pergi ke mana-mana sore tadi" Tentu kamu merasa bosan," katanya.
"Ah, tidak!" jawab Anna, lalu berdiri di belakang suarninya dan mengantarkan dia ke kamar kerja lewat ruangan besar. "Apa yang sedang karnu baca sekarang?" tanyanya.
"Sekarang aku baca Due de Lille, Poesie des ,"40 jawabnya. "Buku yang bagus sekali."
Anna tersenyurn, seperti senyuman orang yang rnembiarkan kelemahan orang yang dicintai, dan sesudah meletakkan tangan ke bawah tangan suaminya, ia antarkan suaminya sampai ke pintu kamar kerja. Ia tahu kebiasaan suaminya untuk membaca pada rnalam hari, yang dianggapnya sebagai keharusan. Ia tahu, sekalipun punya kewajibankewajiban dinas yang menelan hampir seluruh waktunya, suaminya menganggap sudah jadi tugasnya mengikuti semua yang patut dicatat oleh kalangan cendekiawan. Iajuga tahu bahwa sesungguhnya suaminya tertarik pada buku-buku politik, filsafat, dan teologi, dan bahwa kesenian samasekali asing baginya. Maka di luar bidang itu, atau lebih baik dikatakan sebagai akibatnya, Aleksei Aleksandrovich tidak rnelewatkan satu pun soal yang telah menimbulkan pembicaraan orang di semua bidang itu, dan menganggap sudab jadi tugasnya rnernbaca sernua itu. Ia tahu, di bidang politik, filsafat, dan teologi, Aleksei Aleksandrovich adalah orang yang masih ragu dan sedang mencari. Tapi dalam persoalan kesenian dan puisi, terutama musik, yang sam tak dimengerti, ia
40 Poesie des Enters (Pr): Puisi Neraka.
punya pendapat-pendapat yang sangat kaku dan tak bisa ditawar. Ia senang bicara tentang Shakespeare, Raphael, Beethoven, tentang arti aliran-aliran baru dalam puisi dan musik, yang semuanya, menurut pengertian dia, terbagi dalam bagan-bagan yang sangat jelas.
"Nab, Tuhan bersamamu," kata Anna di pintu kamar kerja; di kamar kerja itu sudah tersedia untuk Aleksei Aleksandrovich kap lampu untuk Jilin dan karafberisi air di dekat kursi besar. "Alm akan menulis surat ke Moskwa."
Aleksei Aleksandrovich menjabat tangan Anna dan kembali menciumnya.
"Bagaimanapun, ia orang yang baik, jujur, baik ha ti, dan menonjol di bidangnya," kata Anna pada diri sendiri sesudah kembali ke kamamya, seolah mempertahankan suaminya dari seseorang yang telah melancarkan tuduhan dan mengatakan bahwa dia tak pantas dicintai. "Tapi kenapajadi begitu telinganya" Apa ia habis cukur?"
Tepat pukul duabelas, ketika Anna masih duduk menghadap meja tulis menyelesaikan surat untuk Dolly, terdengar langkah-langkah kaki bersepatu, dan Aleksei Aleksandrovich, yang sudah membasuh diri dan bersisir, mendatangi dia sambil mengepit buku.
"Sudah waktunya, sudah waktunya!" katanya sambil tersenyum penuh makna, lalu masuk ke kamar tidur.
"Dari mana ia punya hak untuk memandang suamiku seperti itu?" pikir Anna, teringat tatapan mata Vronskii terhadap Aleksei Aleksandrovich.
Setelah melepaskan pakaian, Anna pun masuk ke kamar tidur pula, tapi di wajahnya tak lagi tergambar semangat h idup yang pada waktu di Moskwa memancar dari mata senyumannya. Sebaliknya, api dalam dirinya agaknya sudah padam, atau tersembunyi jauh sekali.
XX XIV Ketika meninggalkan Petersburg, Vronskii menitipkan flatnya yang besar di Jalan Morskaya kepada sahabat dan teman yang dicintainya, Petr itskii.
Petritskii i alah seorang letnan, masih muda, tak begitu bangsawan, dan bukan hanya tidak kaya, tapi juga banyak utang; men jelang malam ia selalu mabuk, dan sering karena ulahnya yang lucu kotor ia masuk pos penjagaan, namun ia dicintai teman-teman dan atasannya.
Pukul duabelas, ketika tiba di flatnya dari stasiun, Vronskii melihat di depan pintu rumahnya kereta yang i a kenal. Sebagai jawaban atas belnya, ia dengar dari balik pintu bahak para lelaki dan gemericik suara perempuan serta teriakan Petritskii: "Kalau seorang penjahat itu, jangan kasih masuk!" Vronskii tidak me pelayan menyampaikan namanya, dan masuk diam-diam ke ruangan yang pertama. Baronessa Shchilton, sahabat Petritskii, yang mengenakan gaun atlas warna lila berkilau, berwajah kemerahan, berambut pirang, dan memenuhi ruangan dengan dialek Parisnya, waktu itu tengah duduk di depan meja bundar menjerang kopi. Petritskii yang mengenakan mantel, dan Kapten Kavaleri Kemerovskii yang berseragam lengkap duduk di dekatnya, agaknya baru pulang dari dinas.
"Bravo! Vronskii!" teriak Petritskiisambil melompat sampai mejanya berderak. "Tuan rumah sendiri yang datang! Baronessa, kopi buat dia dari teko yang baru. Sungguh tak terduga! Aku harap kamu puas dengan hiasan kabinetmu," katanya sambil menunjuk Baronessa. "Kalian sudah kenal, kan ?"
"Lebih daripada itu," kata Vronskii sambil tersenyum riang dan menjabat tangan Baronessa yang mungil. "Bagaimana tidak! Sobat lama."
"Baru pulang dari perjalanan?" tanya Baronessa. "Kalau begitu saya pergi sekarang. Ya, saya akan pergi sekarangjuga kalau mengganggu."
"Di mana Anda berada, di situ rumah Anda, Baronessa," kata Vronskii. "Hallo, Kamerovskii," tambahnya sambil menjabat dingin tangan Kamerovskii.
"Anda tak pernah bisa mengatakan hal-hal manis macam itu," kata Baronessa kepada Petritskii.
"Kenapa tidak" Habis makan nanti akan saya ucapkan kata-kata yang tak lebih buruk dar ipada itu."
"Tapihabismakansiangtakadagunanya!Nah,sebentarakusuguhkan kopi; pergilah membasuh diri dan berbenah," kata Baronessa sambil duduk kembali, dan dengan bati-hati membuka tutup teko yang baru itu. "Pierre, kasih aku kopi," katanya kepada Petritskii yang d isebutnya Pierre menurut nama keluarga Petritski i tanpa menyembunyikan lagi hubungannya dengan Petritskii. "Mau aku tambah."
"Rusak rasanya."
"Tidak, tidak rusak! Nah, dan istri Anda?" kata Baronessa tiba-tiba, menukas percakapan Vronskii demgan kawannya. "Kam i di sini sudah mengawinkan Anda. Anda bawa istri Anda?"
"Tidak, Baronessa. Saya lahir sebagai g ipsi, dan akan mati sebagai gipsi juga."
"Lebih baik lagi, lebih baik lagi. Mana tangan Anda?" Dan tanpa melepaskan Vronskii lagi, Baronessa mulai bercerita, diseling Jelucon, tentang rencana hidupnya yang terakhir, dan minta pula nasihat kepada Vronskii.
"Ia juga tak mau kasih cerai pada saya! Nah, apa yang hams saya lakukan" (Yang ia sebut dia itu adalah suaminya.) Sekarang saya mau mengadu pada pengadilan. Apa nasihat Anda" Kamerovskii, tolong lihat kopi itu-ah, meluap; kamu lihat, aku lagi ada urusan. Saya ingin ada pengadilan, karena saya ingin bagian harta saya. Anda barangkali belum tahu tuduhan bodoh itu, seakan saya tak setia padanya," katanya benci. "Justru karena itu dia mau menguasai harta milik saya."
Vronskii dengan senang hati mendengarkan repetan gembira perempuan yang lumayan juga wajahnya itu, sesekali mengatakan ya, memberi nasihat yang setengahnya kelakar, dan seket ika itu ia sebetulnya sudah kembali pada nada bicara yang biasa digunakannya bila bicara dengan perempuan jenis itu. Dalam dunianya di Petersburg ini semua orang terbagi jadi dua jenis yang saling bertentangan. Yang satu jenis yang membosankan, bodoh, dan terutama sekali lucu, yang yakin bahwa seorang suami harus hidup dengan seorang istri saja, yaitu istri yang dikawininya, dan yakin pula bahwa seorang gadis harus suci, seorang perempuan harus pemalu, seorang laki-laki harus perkasa, mampu menahan diri dan tegas, dan yakin bahwa ia harus mendidik anak, mencari kehidupan sendiri, dan membayar utang-utangnya-dan kebodohan-kebodohan lain lagi seperti itu. Itu adalah jenis orang yang sudah kuno dan lucu. Tapi ada jenis lain, yaitu orang-orang sejati, dan mereka semua termasuk dalam golongan itu. Bag i mereka ini, yang penting bersikap elegan, tampan, murah hati, berani, riang, menyerah pada nafsu tanpa merasa malu, dan b i s a menertawakan segalanya.
Hanya pada saat pertama saja Vronskii merasa takjub, setelah ia mendapat kesan-kesan dari dunia yang lain samasekali, yang diperolehnya di Moskwa; tapi seperti memasukkan kaki ke dalam sepatu lama, maka masuklah lagi i a ke dalam dunia lamanya yang riang dan menyenangkan.
Begi tulah, kopi belum disajikan sudah menc iprati semua orang dan meluap serta mendatangkan apa yang justru diperlukan, hal yang menyebabkan orang ribut dan ketawa dan menumpahi permadani yang mahal dan gaun Baronessa.
"Nah, sekarang selamat tinggal. Kalau tidak, Anda tidak akan mandimandi, dan hati nurani saya akan tercemar oleh kejahatan utama manusia baik-baik, yaitu sifatjorok. Jadi nasihat Anda, pisau di lehernya?"
"Betul sekali, dan tangan Anda. harus dekat ke bibirnya. la akan mencium tangan Anda, dan semuanya akan berakhir baik," jawab Vronskii.
"Kalau begitu, sekarang Ike teater Prancis!" dan dengan suara gaunnya yang ribut ia pun menghilang.
Kamerovskii juga bangkit; tanpa menunggu Baronessa keluar, Vronskii mengulurkan tangan kepadanya, lalu pergi ke toilet. Sementara i a membasuh badan, Petritskii bercerita yang pokok-pokok tentang keadaannya, tentang apa saja yang berubah setelah kepergian Vronskii. Uang samasekali tak ada. Ayahnya bilang, ia tidak akan memberinya uang, dan tidak akan melunasi utang-utangnya. Tukang jahit mau menjebloskan dia ke dalam penjara, dan orang lain juga mengancam akan menjebloskan dia. Komandan resimen mengumumkan, jika skandal-skandal itu tak dihent ikan, ia harus keluar. Baronessa itu membosankan sekali, seperti lobak pahit, terutama karena ia terus saja mendesak mau memberi uang; sementara itu ada perempuan lain yang akan ditunjukkannya kepada Vronskii, dan perempuan itu betul-betul mengagumkan, jelita, dengan gaya Timurnya yang kuat. "Dari jenis budak Rebecca, kalau kamu mau tahu." Dengan Berkushev kemarin i a juga bertengkar, dan i a sudah ma1J1 mengirimkan sekundan,4' tapi tentu saja tak terjadi apa-apa. Pada umumnya semuanya baik-baik saja, dan menyenangkan sekali. Dan tan pa memberi kesempatan kepada temannya untuk mendalami detail keadaannya, Petritskii mulai menyampaikan berita-berita yang menarik. Mendengar cerita-cer ita Petritskii yang sudah sangat dikenalnya, dengan suasana yang sudah dikenalnya pula tentang flatnya yang sudah berumur tiga tahun itu, Vronskii merasa senang telah kembali pada kehidupan di Petersburg yang biasa dan tak banyak urusan itu.
"Ah, tak mungk in!" serunya sambil melepaskan pedal" 2 ember pembasuh yang ia pakai membasuh lehernya yang merah sehat. "Tak mung41 Sekundan (Rus): Saksi sekaligus perantara dalam duel pistol.
42 Orang Rusia punya kebiasaan membersihkan setengah badan dengan air di ember yang diletakkan di atas suatu kerangka. Pada kerangka itu biasanya dipasang pedal yang berfungsi untuk mengeluarkan air kotornya.
kin!" serunya mendengar berita bahwa Laura telah nempel pada Mileyev dan meninggalkan Fertingov. "Dan apa laki-laki itu tetap juga bodoh dan merasa puas saja" Lalu Buzulukov bagaimana?"
"O, ada kejadian yang menyangkut Buzulukov; bagus sekali!" seru Petritskii. "Semua orang tahu, kelemahannya di bal, dan i a tak pernah melewatkan satu pun bal istana. Satu kal i i a datang ke bal besar pakai ketopong baru. Kamu sudah lihat ketopong baru" 0, bagus sekali; lebih ringan. Cuma harganya .... Tidak, dengarkan dulu."
"Ya, aku dengar," jawab Vronski i sambil menggosok tubuhnya dengan anduk berumbai.
Putri Besar lewat bersama seorang dutabesar, dan sial sekali buat Buzulukov, mereka mulai bicara tentang ketopong baru. Putri Besar ingin menunjukkan ketopong yang baru .... Dan mereka melihat kawan kita itu berdiri di sana. (Petritskii menirukan bagaimana Buzulukov berdiri dengan ketopong itu.) Putri besar minta ketopong itu, tapi tidak dikasih. Apa pula itu" Tapi orang-orang mengejap-ngejapkan mata, mengangguk-angguk, dan mengerutkan dahi ke arah dia. Ber ikan. Tapi tak diberikannya. Semua di am. Bisa kamu bayangkan sendiri .... Waktu itu, putr i itu ... siapa namanya ... sudah mau mengambil saja ketopong itu dari kepalanya ... tapi tetap tak kan!. .. Lalu Buzulukov mencopot, dan memberikannya pada Putri Besar. "Nah, ini yang baru," kata Putri Besar. Putri Besar membalik ketopong itu, dan bayangkan, dari dalam ketopong itu tiba-tiba tumpah! Buah pir, dan pennen, dua pon permen!. .. Terpaksa dia tampung semua, Kawan kita itu!"
Tubuh Vronskii terguncang-guncang karena ketawa. Lama kemudian, sudah bicara tentang hal-hal lain, masih juga ia terguncangguncang karena ketawanya yang sehat, memperlihatkan giginya yang kokoh rapat manakala teringat ketopong itu.
Sesudah mendengar semua berita itu, dibantu pelayannya, Vronskii mengenakan pakaian seragam, dan pergi untuk melapor. Sesudah melapor ia bermaksud singgah ke rumah saudara laki-lakinya, ke rumah Betsy, dan mengunjungi beberapa orang lagi untuk mulai memasuki kalangan atas, di mana ia kiranya bisa menjumpai Karenina. Seperti biasa, di Petersburg, ia meninggalkan rumah dengan maksud tidak akan kembali sebelum larut malam.
BAGIAN KEDUA Pada a k h ir musim ding in, di rumah keluarga Shcherbatski i berlangsung konsultasi guna menetapkan kondisi kesehatan Kitty, dan langkah apa yang mesti diambil untuk memulihkan kekuatannya yang merosot. Gadis itu sakit, dan dengan datangnya musim sem i kesehatannya makin memburuk. Dokter keluarga memberi dia minyak , kemudian zat besi, lalu lapis,43 tapi karena yang pertama, kedua, maupun ketiga samasekali tak membantu, dan karena dokter itu menasihatkan agar mulai musim semi dia diajak pergi ke luar negeri, diundanglah seorang dokter spesialis terkenal. Dokter terkenal itu, yang belum tua dan lakilaki amat tampan, minta dengan sangat agar bisa memeriksa si sakit. Dengan rasa puas yang khas, agaknya ia berkeras menyatakan bahwa sikap malu seorang gadis adalah sisa zaman barbar, dan tak ada yang lebih wajar bagi seorang lelaki yang belum tua untuk meraba tubuh gadis muda telanjang. Ia menganggap ha! itu wajar, karena ia melakukannya tiap hari, dan ia merasa dan berpendapat ha! itu samasekali tak ada jeleknya. Karena itu, sikap malu si gadis dianggapnya bukan hanya merupakan sisa zaman barbar, tapi juga penghinaan terhadap dirinya.
D iperlukan tunduk kepada dokter, sebab walaupun semua dokter belajar di sekolah yang sama, menggunakan buku-buku yang sama, dan mengenal ilmu yang sama, walaupun sebagian orang mengatakan bahwa dokter terkenal itu tidak baik, tapi entah kenapa d i rumah Nyonya Pangeran dan di tengah-tengah kalangan yang sudah dikenal, hanya dokter terkenal itu saja yang tahu sesuatu luarbiasa yang ada dalam diri Kitty, dan ia sendiri yang bisa menyelamatkan Kitty. Sesudah diperiksa dengan teliti, dan sesudah si s.akit yang kebingungan dan hilang akal karena malu itu diketuk di sana-sini, dokter terkenal itu pun mencuci tangannya dengan saksama, lalu berdiri di kamar tamu dan bicara dengan
43 Lapis (Rus): Batu neraka, semacam alat kedokteran untuk menyembuhkan TBC.
Pangeran. Pangeran mengerutkan. dahi sambil sesekali terbatuk-batuk mendengarkan dokter. Sebaga i orang yang sudah berumur, tidak bodoh, dan bukan orang cacat, ia tak percaya kepada para dokter, dan dalam hati ia marah menyaksikan komedi itu. Lebih-lebih karena menurut perasaan.nya, barangkali i a sendiri yang sepenuhnya sebab-musabab penyakit Kitty. "Omong-kosong," pikirnya selagi mendengar celoteh dokter spesialis terkenal itu tentang tanda-tanda penyakit putrinya. Sementara itu sang dokter dengan susah-payah menekan rasa kesal terhadap bangsawan tua itu, dan dengan susah-payah pula berusaha turun sampa i ke dasar pemahaman.nya. Ia bisa melihat bahwa si a-sia saja bicara dengan orang tua itu, dan bahwa kepala di rumah itu adalah si ibu. Dengan si ibu i a bermaksud menumpahkan mutiara pengetahuannya. Waktu itu Nyonya Pangeran masuk ke kamar tamu bersama dokter keluarga. Pangeran mengundurkan diri dan berusaha agar tidak tampak bahwa baginya semua komedi itu lucu. Nyonya Pangeran dalam keadaan bingung dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Ia merasa dirinya bersalah kepada Kitty.
"Nab, Dokter, putuskanlah nasib kami," kata Nyonya Pangeran. "Katakan semuanya pada saya. Apa ada harapan?" demikian i a bermaksud bertanya, tapi kedua bibi menggigil, dan ia tak mampu mengeluarkan p yaan itu. "Jadi bagaimana, Dokter" ... "
"Tunggulah, Nyonya Pangeram, saya akan bicara dulu dengan rekan saya, dan sesudah itu baru saya mendapat kehormatan melaporkan pada Nyonya pendapat saya."
"Apa akan kami tinggalkan Tuan-tuan sendiri?" "Bagaimana baiknya saja."
Sambil menarik napas dalam-dalam, Nyonya Pangeran pun keluar. Ketika kedua dokter sudah sendirian, dokter keluarga dengan takuttakut mulai mengemukakan pendapatnya bahwa terdapat awal proses TBC, tapi... dst. Dokter terkenal mendengarkan, dan di tengah-tengah pembicaraan dokter keluarga ia melihat arloji emasnya yang besar. "Begitu," katanya. "Tapi.. .. "
Dokter keluarga terdiam dengan s ikap hormat d i tengah-tengah pembicaraan.
"Menetapkan adanya awal proses TBC, seperti Anda tahu, kita tak bisa; sebelum munculnya lubang itu, tidak ada yang pasti. Tapi menduga, kita bisa. Dan petunjuk untuk itu ada: makan yang buruk, rangsangan atas saraf, dan lain-lain. Persoalannya adalah: walaupun punya cukup alasan untuk menduga adanya proses TBC itu, apa yang bisa dilakukan untuk memperba iki makannya?"
"Tapi Anda tahu, di sini selalu tersembunyi sebab-sebab moral dan keji waan ," sela dokter keluarga memberanikan diri sambil tersenyum tipis.
"Ya, dengan sendirinya," jawab dokter terkenal, kembali sambil melihat arlojinya. "Tapi maaf, apa jembatan Ya i sudah dipasang" Apa masih mestijalan memutar?" tanyanya. "O! Sudah dipasang. Kalau begitu saya masih bisa tinggal duapuluh menit lagi. Jadi tadi kita bicara bahwa soalnya ini: memperbaiki makan dan membetulkan sarafnya. Yang satu berhubungan dengan yang lain, dan kita perlu menangani kedua hal itu."
"Tapi perjalanan ke luar negeri itu bagaimana?" tanya dokter keluarga.
"Saya antiperjalanan ke luar negeri. Dan i zinkan saya menyatakan: jika memang ada awal proses TBC, yang tidak kita ketahui itu, perjalanan ke luar negeri tidak akan membantu. Yang d iperlukan adalah obat yang kiranya bisa memperbaiki makannya, dan bukan merusaknya."
Dokter terkenal mengutarakan rencana pengobatan dengan air Soden, agaknya dengan alasan utama bahwa air itu tidak mendatangkan akibat sampingan yang buruk.
Dokter keluarga dengan khidmat dan hormat mendengarkan penjelasan dokter spesi alis yang terkenal sampai selesai.
"Tapi saya setuju dengan perjalanan ke luar neger i untuk mengganti kebiasaan, untuk menjauhkan diri dari keadaan yang menggugah kenangan. Selain itu, si ibu menghendaki," katanya.
"O! Nah, kalau demikian, biarlah mereka pergi; cuma, tukangtukang obat Jerman itu akan merusak .... D i sini mereka harus tunduk. ... Ya, biarlah mereka pergi."
Kembali ia menoleh ke arlo jinya.
"O, sudah waktunya." Dan ia pun melangkah ke pintu. Dokter spesialis terkenal itu menjelaskan kepada Nyonya Pangeran (rasa sopan-santun mendorongnya), bahwa ia perlu melihat si sakit sekali lagi.
"Apa" Memeriksanya sekali lagi!" pekik si ibu gempar. "O, tidak, cuma untuk menjelaskan beberapa rinc ian, Nyonya Pangeran."
"Silakan." Diiringi dokter, si ibu masuk ke kamar tamu menemui Kitty. Kitty berdiri di tengah-tengah ruangan, kurus kemerahan, warna matanya lain daripada yang lain akibat rasa malu yang dideritanya. Ketika dokter masuk, wajahnya menggerabak me:rah, dan matanya basah. Penyakit dan pengobatan itu sepenuhnya merupakan ha! bodoh, bahkan mengg ! Pengobatan terhadap dirinya, bagi dia, sama dengan usaha menyusun kembali keping-kepingjambangan bunga yang telah pecah. Hatinya kini telah terpecah-belah. Buat apa mereka mengobati d i a dengan pil-pil dan puyer-puyer" Tapi ia tak boleh menyinggung perasaan ibunya, lebihlebih karena sang i b u menganggap" dirinya bersalah.
"Saya persilakan duduk, Nona Pangeran," kata dokter terkenal. Kemudian, sambil tersenyum, dokter duduk di depannya, memegang nadinya, dan kembali mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membosankan. Kitty memberikan jawaban-jawaban, tapi tiba-tiba ia berdiri dengan marah.
"Maafkan saya, Dokter, ta pi ini betul-betul t idak ada gunanya. Sudab tiga kali Anda mengajukan pertanyaan itu-itujuga."
Dokter terkenal t idak ters inggung.
"Kemarahan akibat sakit," katanya kepada Nyonya Pangeran, Kitty keluar kamar. "Tapi saya sudab selesai .... "
Lalu dokter secara ilmiah menyimpulkan keadaan Nona Pangeran kepada Nyonya Pangeran, seperti kepada seorang perempuan yang luarbiasa pandainya, dan memberikan penjelasan tentang bagaimana minum a ir yang sebetulnya tidak ada gunanya itu. Atas pertanyaan apakab perlu ke luar negeri, dokter berpikir dalam-dalam, seakan sedang memecahkan pertanyaan yang sulit. Keputusan akbir disampaikan, boleh pergi, tapi jangan percaya kepada tukang-tukang obat, dan dalam segala hal harus menghubungi dia.
Sesudah dokter pergi, terasa seolah ada sesuatu yang menggembirakan. Si ibujadi gembira ketika kembali menemui anaknya, dan Kitty pun juga pura-pura jadi gembira. Memang sekarang ia sering, bahkan hampir selalu, terpaksa berpura-pura.
"Betul, aku sehat, Maman. Tapi kalau Mama ingin pergi, mari kita pergi sama-sama," katanya, lalu berusaha menunjukkan kepada ibunya bahwa i a berminat pada perjalanan yang hendak dilakukan, dan mulai bicara tentang persiapannya untuk berangkat.
Setelah dokter pergi, datang Dolly. Dolly tahu bahwa hari ini akan diselenggarakan konsili; dan meskipun belum lama ia pulih dari melahirkan (akhir musim dingin itu ia melahirkan bayi perempuan), dan meskipun ia sendiri menyimpan banyak kepedihan dan urusan, meninggalkan bayi susuannya dan anak perempuannya yang tengah sakit, perg i juga ia untuk mencar i tahu nasib Kitty yang hari itu akan ditentukan.
"Jadi, bagaimana?" katanya sambil masuk ke kamar tamu tanpa melepaskan topi. "Kalian semua tampak gembira. Apa betul semuanya baik?"
Mereka mencoba menuturkan apa yang dikatakan dokter, tapi agaknya, meski dokter bicara sangat tertib dan lama, tak mungkin menyampaikan semua yang dia katakan. Yang menarik hanyalah keputusan untuk pergi ke luar negeri.
Tanpa dikehendakinya, Dolly menarik napas panjang. Sahabat terbaiknya, adik perempuannya, akan pergi. Sedangkan hidupnya sendiri tidak menggembirakan. Hubungannya dengan Stepan Arkadyich, sesudah dilakukan perdamaian itu, jadi bersifat merendahkan. Tambalsulam yang telah dilakukan Anna ternyata tidak kokoh, dan kesepakatan keluarga itu retak di tempat yang sama. Tak ada yang bersi fat pasti, dan Stepan Arkadyich hampir tak pernah ada di rumah, uang juga hampir tak pernah ada, dan kecurigaan akan terjadinya perselingkuhan terusmenerus menyiksa Dolly. Dolly pun sudah mengusir jauh-jauh kecurigaan itu karena takut bakal menanggung rasa cemburu. Ledakan cemburu yang pertama, yang
Sesudah dokter pergi, Pangeran Tua keluar dari kamar kerjanya. Ia menyodorkan pipinya kepada DoMy dan bicara dengan dia, kemudian katanya kepada sang :
"Bagaimana keputusannya, kalian pergi" Lalu kalian bagaimanakan akur
"Aku pikir kamu tinggal di rumah saja, Aleksander," kata istrinya. "Terserah kamulab."
"Maman, kenapa Papa tidak pergi bersama kita?" kata Kitty. "Papa akan le bib gembira, juga kita."
Pangeran Tua pun berdiri, membelai ram but Kitty. Kitty mengangkat wajahnya, berusaha tersenyum dan menatap ayahnya. Ia selalu merasa, di tengah-tengah keluarga itu, hanya ayahnya yang paling bisa memahami dirinya, walaupun beliau jarang bicara dengan dia. Sebagai anak terkec il, ia adalah kesayangan ayahnya, dan ia merasa, karena cinta sang ayah kepadanya itu, ayahnya punya perhatian yang mendalam terbadap dirinya. Maka ketika sekarang tatapan matanya bertemu dengan mata ayahnya yang berwarna biru muda dan lembut, yang dengan mantap menatap dirinya itu, ia pun merasa bahwa ayahnya mampu menembus batinnya dengan tatapan matanya itu, dan mengerti segala yang tak baik dalam dirinya. Dengan wajah memerah ia pun menyandarkan diri pada ayahnya menantikan c iuman, tapi ayahnya hanya mengusap-usap rambutnya, katanya:
"Sanggul yang bodoh! Bukannya mengusap rambut anak, malah membelai rambut perempuan mati. Nab, bagaimana, Dolinka," katanya kepada anaknya yang besar, "apa kerja kartu trufkamu itu?"
"Begitulah, Papa," jawab Dolly. la tahu bahwa yang dimaksud ayahnya adalab suaminya. "la keluar t"erus sampai hampir tak pemah saya melihatnya," dan tidak dapat tidak ia menambah dengan senyuman mengejek.
"Lalu, apa ia belum juga pergi ke desa menjual hutan itu?" "Belum, masihjuga akan."
"O, begitu!" ujar Pangeran. "Jadi aku perlu bersiap-siap tidak, ini" Baiklah," katanya kepada sang istri sambil duduk. "Sekarang coba kamu dengar, Katya," tambah Pangeran kepada anaknya yang kec il, "nanti, pada suatu hari yang i ndah, kapan-kapan, bangunlah kamu, dan katakan pada diri sendiri: aku akan betul-betul sehat dan gembira, mari jalanjalan pagi lagi bersama Papa di atas salju. A?"
Tampak apa yang d ikatakan ayahnya itu biasa saja, tapi mendengar kata-kata itu Kitty jadi kacau dan bingung, seperti penjahat yang terbongkar kejahatannya. "Ya, Ayah tahu semuanya dan mengerti semuanya, dan dengan kata-kata itu ia tujukan padaku, bahwa walaupun malu kita perlu menahan rasa malu itu." Tak mampu ia memberikan jawaban. Barn saja mulai, tibati b a ia sudah menangis dan lari keluar kamar.
"Nah, itulah leluconmu!" kata Nyonya Pangeran menyerang suaminya. "Kamu i ni selalu ... ," katanya mulai mencela.
Pangeran cukup lama juga mendengarkan celaan Nyonya Pangeran dan terns saja diam, tapi dahinya lama makin mengerut.
"Anak yang malang itu begitu mender ita, tapi kamu tak merasa bahwa buat dia, lebih sakit lagi kalau segala macam isyarat tentang sebab sakitnya kamu sebut-sebut. Ah! Sungguh salah menilai orang!" kata Nyonya Pangeran. Dari pernbaban nada bicaranya, Dolly dan Pangeran tahu bahwa yang dimaksud Nyonya Pangeran adalah Vronskii. "Aku tak tahu, kenapa tidak ada undang-undang buat menahan orang jahat dan tidak tabu rasa terimakasih macam itu."
"Ah, tak suka aku mendengar ini!" ujar Pangeran murung sambil bangkit dari kursi, seolah hendak pergi dari situ, tapi ia berhenti di tengah-tengah pintu. "Ada undang-undangnya, Bu, dan kalau kamu menyalahkan aku, akan kukatakan padamu siapa yang salah dalam semua urusan ini: kamu dan hanya kamu seorang. Undang-undang untuk melawan anak muda macam itu selalu ada, dan sekarangjuga ada! Ah, sekiranya tak pemah terjadi hal mestinya tak terjadi itu; aku orang tua, tapi mau rasanya aku menantang si dendi itu duel. Ya, dan sekarang berobatlah sana, dan kumpulkan tukang-tukang obat itu."
Pangeran agaknya masih punya banyak simpanan untuk dihamburkan, tetap begitu Nyonya Pangeran mendengar nada bicaranya, seperti biasa, dalam soal-soal serius, Nyonya Pangeran seketika itu pula menunduk dan merasa menyesal.
"Alexandre, Alexandre," bisiknya sambil mendekat kepada sang suami, dan menangis.
Begitu istrinya menangis, Pangeran terdiam. D idekatinya sang istri.
"Sudah, cukup, cukup! Memang buat kamu ini beratjuga, aku tahu. Tapi apa akal" Tapi ini bukan kecelakaan besar. Tuhan Mahapenyayang ...
kamu harus bersyukur ... , "katanya, itaktahu lagi apayang harus dikatakan, dan sekaligus membalas c iuman basah Nyonya Pangeran, yang waktu itu ia rasakan mengenai tangannya. Dan keluarlah i a dari kamar.
Tatkala Kitty baru saja keluar dari kamar dengan berurai airmata, Dolly, berkat naluri keibuannya, se itu pula mengerti bahwa urusannya sekarang sudah jadi wusan perempuan, dan ia pun siap menghadapinya. la lepaskan topi. Secara b a t i n iah ia menyingsingkan lengan baju, siap mengambil tindakan. Ketika sang ibu menyerang ayahnya, i a coba menahan ibunya sejauh dii zinkan rasa hormatnya.
Pangeran tengah meledak, ia diam saja; ia malu melihat ibunya, dan ia rasakan kemesraan sang ibu terhadap ayahnya, yang begitu cepat memulihkan kebaikan hatinya; tapi ketika ayahnya pergi, ia pun bersiap melakukan hal penting yang diperlukan waktu itu, yakni pergi menemui Kitty untuk menenangkan dia.
"Sudah lama aku ingin menanyakan ini, Maman: apa Mama tahu, Levin berniat mengajukan lamaran pada Kitty, ketika terakhir kali ia ada di sini dulu" la katakan itu pada Stiva."
"Lal " Aku k . . . " u. ta mengert11m ....
"Barangkali Kitty menolak Levin" ... Apa Kitty tidak menyampaikan ini pada Mama?"
"Tidak, Kitty samasekali tak ah bicara, baik tentang yang satu maupun yang lain; ia terlalu tinggi hati. Tapi aku tahu, semua itulah penyebabnya .... "
"Mama bisa bayangkan sendiri kalau ia menolak Levin; dan dia tak bakal menolak Levin, sekiranya tak ada yang lain itu; itu saya tahu .... Tapi kemudian yang lain itu menipunya habis-habisan."
Nyonya Pangeranjadi ngeri membayangkan betapa besar kesalahan yang telah diperbuatnya terhadap anaknya yang kecil itu, dan dengan marah ia berkata:
"Ah, aku tak mengerti apa-apa! Sekarang ini, orang mau hidup dengan pikirannya sendiri, ibunya tak diberitahu, kemudian beginilah jadinya ... ."
"Maman, aku mau menemui dia. "
"Pergilah. Apa Mama melarang?" kata ibunya.
III ka memasuki kamar kerja Kitty yang kec il, satu kamar yang apik hereat merah muda berhiaskan boneka-boneka porselin view: saxe,44 kamar yang baru, merah muda, dan gembi ra seperti halnya Kitty dua bulan sebelumnya, Dolly teringat betapa ia dan adiknya tahun lalu me i bersama kamar itu dengan penuh kegembiraan dan cinta. Jantungnya menggigil sewaktu ia melihat Kitty duduk di kursi pendek di dekat pintu dan terns saja m"enatap sudut permadani. Kitty menoleh kepada ya, tapi ekspresi wajahnya yang dingin dan agak keras samasekali tak berubah.
"Sebentar lagi aku akan pergi, dan harus tinggal di rumah terus, sedangkan kamu tak boleh datang ke sana," kata Darya Aleksandrovna sambil duduk di dekat Kitty. "Alku ingin bicara denganmu sekarang."
"Tentang apa?" tanya Kitty cepat seraya mengangkat kepala dengan sikap khawatir.
"Tentang apa kalau bukan tentang kepedihanmu?" "Aku tak punya kepedihan. n
"Sudahlah, Kitty. Apa menurutmu aku tak boleh tahu" Aku tahu semua itu. Dan percayalah, hal seperti ini samasekali tak ada a .... Kita a mengalaminya."
Kitty di am, dan wajahnya mengungkapkan sikap keras. "Tak ada gunanya kamu menderita karena dia," sambung D Aleksandrovna, langsung masuk ke persoalannya.
"Ya, karena dia mengabaikan aku," ucap Kitty dengan suara menggeletar. "Jangan katakan, aku mohon, jangan katakan!"
"Siapa yang mengatakan itu padamu" Tak ada yang bilang begitu. Aku yakin diajatuh cinta padamu, dan masih mencintai, tapi.. .. "
"Ah, yang paling mengerikan buatku adalah rasa s impati macam itu!" teriak Kitty tiba-tiba marab. Ia membalikkan diri di atas kursi itu, wajahnya memerah, dan ia gerak-gerakkan jemarinya dengan cepat; dengan tangan yang satu dan kemudian dengan yang lain i a cengkeram gesper sabuk yang dipegangnya. Dolly tahu kebiasaan saudaranya memegang-megang gesper itu kalau sudah naik darah; i a tahu, Kitty dalam kemarahannya bisa lupa diri dan mengucapkan hal-hal yang tak
44 Vieux saxe (Pr): Saxon kuno.
perlu dan tak menyenangkan. Maka i a pun ingin menenangkannya; tapi terlambat.
"Apa, apa yang hendak kamu katakan padaku," kata Kitty cepat. "Apa kamu mau bilang bahwa aku sudah jatuh c inta pada orang yang tak menghiraukan diriku, dan bahwa sekarang aku sekarat karena mencintainya" Dan itu di oleh kakakku sendiri, yang menyangka bahwa ... bahwa ... bahwa i a menaruh simpati!. .. Aku tidak menginginkan penyesalan dan kepura-puraan macam itu!"
"Kitty, kamu tidak adil."
"Buat apa kamu menyiksaku?"
"Lo, sebaliknya .... Aku lihat kamu bersedih .... "
Tapi Kitty yang tengah naik darah tak lagi mendengarkannya. "Tak ada yang kusedihkan, dan aku tak perlu dihibur. Aku orang yang sangat angkuh, jadi tak akan kubiarkan diriku mencintai orang yang tak mencintai diriku."
"Lo, aku tidak mengatakan .... Satu ha!, coba katakan yang sesungguhnya padaku," ujar Darya Aleksandrovna sambil memegang tangan adiknya, "coba katakan padaku: Apa Levin sudah mengatakan d " " pa amu ....
Penyebutan nama Levin itu agaknya membuat Kitty lepas kendali terakhir; ia melompat kursi, dan sambil membanting gesper ke lantai dan membuat gerakan cepat dengan tangannya, ia berujar:
"Apa pula urusannya dengan Levin" Tak mengerti aku, buat apa kamu menyiksa aku. Aku sudah bilang, dan sekarang kuulang i lagi, aku orang yang tinggi hati, dan t idak akan, tidak akan aku melakukan apa yang kamu Iakukan, kembali pada orang yang telah mengkhianatimu dan mencintai perempuan lain. Alku tak mengerti, ya, tak mengerti hal seperti itu! Kamu memang bisa, tapi aku tak bisa!"
Sesudah mengatakan itu ia menoleh ke arah kakaknya, dan ketika dilihatnya Dolly hanya diam saja sambil menundukkan kepala dengan rasa sedih, Kitty bukannya keluar dari kamar seperti yang dia maksudkan sebelumnya, melainkan duduk di dekat pintu sambil menutup wajah dengan saputangan, dan menundu.kk an kepala.
Kira-kira dua menit lamanya mereka hanya diam. Dolly memikirkan dirinya. Penghinaan yang selalu i a rasakan itu kini terasa sangat menyakitkan ketika diucapkan oleh ad iknya. Ia tak menyangka bakal memperoleh kekejaman seperti itu dari sang adik, dan ia pun marah kepada adiknya itu. Tapi tiha-tiba ia mendengar desir gaun, dan
bersamaan dengan itu suara sedu-sedan hebat yang ditahan, dan ada tangan memeluk lehernya dari bawah. Kitty berlutut di depannya.
"Dolinka, aku sungguh merana, sungguh merana!" bisiknya dengan nada bersalah.
Dan wajah manis yang tersaput airmata itu pun bersembunyi di ujung gaun Darya Aleksandrovna.
Seolah-olah airmata adalah pelicin yang sangat diperlukan bagi bekerjanya mesin komunikasi di antara dua saudara, maka sesudah mencucurkan airmata, kedua saudara itu bukannya bicara tentang soal yang ta di dibicarakan, mela inkan bi car a tentang soal lain, dan kini mereka bisa saling memahami. Kitty tahu, kata-kata yang telah diucapkannya tentang perselingkuhan suami dan tentang penghinaan itu betul-betul memukul ya, tapi ia pun tahu bahwa ya telah memaafkan dia. Dolly, sebaliknya, tahu semua yang hendak diketahuinya; kini iayakin betul bahwa hal yang jadi teka-teki baginya itu ternyata benar, bahwa kepedihan tak tersembuhkan yang diderita Kitty disebabkan karena
n telah mengajukan lamaran, dan Kitty menolaknya, sedangkan Vronskii telah menipunya. Karena itu k ini Kitty s iap menc intai n dan sebaliknya membenci Vronskii. Kitty samasekali tak mengucapkan ha! itu; i a hanya bicara tentang keadaan batinnya.
"Alm tak punya kepedih.an apa-apa, n katanya setelah tenang kembali, "tapi apa bisa kamu memahami di riku, bahwa bagiku sekarang ini semuanya terasa kotor, menjijikkan, kasar, terutama diriku sendiri. Kamu barangkali tak bisa membayangkan bahwa sekarang ini yang ada padaku cuma pikiran kotor tentang semuanya."
"Ah, pikiran kotor apa yang mungkin ada padamu?" tanya Dolly sambil tersenyum.
"Oh, yang paling, paling kotor dan kasar; tak bisa aku mengatakannya. Bukannya rindu, rasa bosan, tapi jauh lebih buruk daripada itu. Seakan semua yang baik dalam diriku tersembunyi, dan yang tinggal cuma yang paling kotor. Ya, bagaimana aku bisa mengatakan padamu?" sambungnya melihat ekspresi tak mengerti di mata kakaknya. "Papa barusan bilang padaku ... rasanya, beliau pikir, aku perlu kawin. Mama membawaku ke bal; aku pikir, beliau membawaku melulu agar bisa selekas mungkin mengawinkan aku dan lepas diri dariku. Aku tahu itu tak benar, tapi aku tak marnpu mengusir pikiran-pikiran itu. Yang dinamakan calon suami itu, tak tahan aku melihatnya. Alm pikir, mereka itu cuma m r diriku. Dulu, pergi ke satu tempat mengenakan gaun bal buatku betul-betuljadi kesenangan, dan aku mengagumi diriku; tapi sekarang aku merasa malu dan k ikuk. Yah, bagaimana sajalah! Dokter .... Yah .... "
Kitty terdiam; ia ingin mengatakan lebi h lanjut bahwa sejak terjadi perubahan pada dirinya itu, Stepan Arkadyich buat dia jadi terasa tak menyenangkan samasekali, dan tak bisa i a memandang orang itu tanpa gambaran yang paling kasar dan brengsek.
"Ya, ya, semua sekarang tampak olehku dalam bentuk yang paling kasar dan menjijikkan," sambungnya lagi. "Inilah penyakitku. Barangkali semua ini akan berlalu .... "
"Kamujangan p .... "
"Tak bisa lagi, cuma dengan anak-anak aku merasa senang, cuma di rumahmu."
"Sayang sekali kamu tak boleh tinggal di tempatku." "Tidak, aku akan datang. Alm pernah kena campak, dan aku akan minta pada Maman."
Kitty berkeras pada pendiriannya dan pindah ke rumah kakaknya. Dan selama berlangsungnya campak yang memang berjangkit itu, ia merawatanak-anakkakaknya. Kedua bersaudara berhasilmenyembuhkan keenam anak itu, tapi kesehatan Kitty sendir i tak membaik. Maka pada hari puasa agung keluarga Shcherbatskii pun berangkat ke luar negeri.
Lapisan teratas masyarakat Petersburg sesungguhnya merupakan satu kesatuan; mereka saling kenal, dan bahkan saling mengunjungi. Tapi dalam lapisan yang tebal itu terdapat kelompok-kelompok kecil. Anna Arkadevna Karenina punya sahabat dan berhubungan erat dengan tiga kelompok yang berbeda. Yang satu adalah kelompok dinas resmi suaminya, yang terdiri atas teman-teman sedinas dan para bawahannya, yang dengan berbagai cara dan t ingkah saling berhubungan atau saling pisah sejalan dengan keadaan masyarakat. Sekarang ini, hanya dengan susah-payah saja Anna bisa mengenang rasa hormat yang hampir bersifat pengabdian, yang semula ada padanya terhadap para tokoh itu. Sekarang ia sudah kenal semua orang itu, seperti orang saling kenal di kota kecil uyezd; i a tahu si apa yang punya kebiasaan atau kelemahan tertentu, bagaimana macamnya, dan siapa yang sepatunya kekec ilan; i a tahu apa hubungan mereka dan kaitannya dengan sang tokoh utama; i a
tahu siapa mendukung siapa, bagaimana dan pada apa ia mengandalkan diri, dan siapa bergabung dan berpisah dengan siapa dan dalam hal apa; tapi kelompok pemerintah dengan kepentingan laki-laki itu tak menarik minatnya, sekalipun ia mendapat pengaruh Nyonya Graf Lidiya Ivanovna, dan ia menghindari kelompok itu.
Kelompok lain yang dekat dengan Anna adalah kelompok di mana Aleksei Aleksandrovich telah menemukan jalur karirnya. Tokoh utama kelompok ini adalah Nyonya Graf Lidya lvanovna. Ini adalah kelompok para perempuan yang sudah tua, tidak cantik, ta pi dermawan dan saleh, serta para lelaki yang pandai, terdidik, dan gila hormat. Seorang dari orang-orang pandai yang jadi anggota kelompok ini menamakan kelompok itu "hati nurani ma t Petersburg". Aleksei Aleksandrovich sangat menghargai kelompok itu, dan Anna yang pandai bergaul dengan semua orang, pertama kali dalam hidupnya di Petersburg menemukan sahabat dalam kelompok itu. Tapi sekarang, setelah kembali dari Moskwa, ia merasa kelompok itu tak tertahankan lagi. Ia merasa, dirinya maupun mereka semua sekarang hanya bersikap pura-pura, dan ia merasa begitu bosan dan kikuk berada di tengah-tengah kelompok itu, sehingga sebisa mungkin ia mengurangi kunjungan ke rumah Nyonya Graf Lidya Ivanovna.
Akhirnya, kelompok ketiga yang dekat dengan dia adalah kelompok yang benar-benar komunitas-komunitas bal, makan-makan, dan riasan cemerlang, komunitas yangsebelah tangannya berpegangpada istana agar tak merosot jadi semikomunitas, komunitas yang menurut anggotanya sendiri tak mereka sukai, padahal selera mereka sebetulnya bukan hanya sejajar, tapi juga benar-benar sama. Hubungan Anna dengan kelompok ini berlangsung lewat Nyonya Pangeran B Tverskaya, istri saudara sepupunya yang berpenghasilan seratus duapuluh ribu rube), yang sejak awal kemunculan Anna di tengah-tengah komunitas itu merasa senang sekali dengan Anna, selalu memerhatikan dan menarik dia agar masuk ke dalam kelompoknya, seraya mene kan kelompok Nyonya Graf Lidiya Ivanovna.
"Kalau nan t i saya tua dan jadi jelek, saya juga akan begitu," kata Betsy, "tapi buat Anda, buat perempuan muda dan cantik, terlalu pagi masuk ke wisma pengemis itu."
Untuk pertama kalinya sebisa mungkin Anna menghindari komunitas Nyonya Pangeran Tverskaya, karena komunitas itu menuntut pengeluaran yang lebi h besar daripada kebutuhannya, dan dalam hati ia lebih menyukai kelompok yang pertama; tapi sesudah perjalanan ke Moskwa itu, keadaan jadi sebaliknya. Ia menghindari para sahabat akrabnya, dan bergaul dengan komunitas agung. Di situ ia bertemu dengan Vronskii dan beroleh kegembiraan yang sangat merangsang dari pertemuan-pertemuan itu. Ia paling sering bertemu dengan Vronskii di rumah Betsy, yang tadinya bemama Vronskaya dan masih saudara sepupu Vronskii. Vronskii selalu hadir di mana saja i a bisa bertemu Anna, dan kapan saja ada k patan, ia pun bicara dengan dia tentang cintanya. Anna samasekali tak memberinya kesempatan, tapi tiap kali bertemu Vronskii, dalam j iwanya menggelegak rasa senang yang pernah dialaminya dulu di gerbong kereta, ketika untuk pertama kalinya i a melihat lelaki itu. Ia sendiri merasa melihat kegembiraan yang menyala di mata lelaki itu, dan ia pun mengerutkan bibir jadi senyuman, dan ia tak sanggup memadamkan perasaan gembira itu.
Semula Anna dengan jujur merasa tak menyukai Vronskii, karena lelaki itu berani-beraninya mengejar-ngejar dia, tapi segera setelah kembali dari Moskwa dan mendatangi suatu pertemuan, di mana menurut dugaannya ia akan bertemu dengan Vronsk ii, tapi ternyata Vronskii tak hadir, dengan rasa sedih sadarlah dia dengan sesadarsadarnya bahwa ia telah menipu d i r i sendiri: penge jaran itu bukan hanya tidak menyenangkan d ia, tapi juga merupakan satu-satunya minatnya dalam hidup.
Penyanyi terkenal itu menyanyi untuk kedua kalinya, dan seluruh komunitas agung hadir di teater. Melihat saudara sepupunya di kursi barisan pertama, tanpa menantikan istirahat Jagi Vronskii segera menemui dia di bagian loge.
"Kenapa tidak datang makan siang?" kata saudara sepupunya. "Saya mengagumi ketajaman penglihatan orang yang tengah jatuh cinta," tambahnya sambil tersenyum begitu rupa, sehingga hanya Vronskii saja yang mendengarnya: "Dia talc ada. Tapi datanglah sehabis pertunjukan."
Dengan wajah bertanya-tanya Vronskii memandangnya. Saudara sepupunya menundukkan kepala. Vronskii dengan tersenyum menyatakan terimakasih kepadanya, kemudi an duduk di dekat dia.
"Aku belum lupa ejekanmu dulu itu!" sambung Nyonya Pangeran Betsy, yang merasakan kenikmatan khusus dalam mengejar keberhasilan nafsu. "Ke mana semua itu sekarang! Kamu tertangkap sekarang, sayangku."
"Aku memang ingin ditangkap," jawab Vronskii diiringi senyuman tenang simpatik. "Kalaupun aku menyesal, itu melulu karena terlalu sedikit tertangkap; itu kalau boleh aku berterus-terang. Sekarang ini aku mulai kehilangan harapan."
"Harapan apa pula yang bisa kamu punya?" kata Betsy yang merasa prihatin dengan keadaan sahabatnya itu, "entendons nous .... "45 Tapi di matanya berpercikan bunga api yang menyatakan bahwa ia dengan amat baik, sepertinya halnya Vronskii, bisa memahami harapan apa yang kiranya dipunyai Vronskii.
"Tak ada harapan samasekali," kata Vronskii sambil ketawa, memperlihatkan deretan giginya yang kokoh. "Salahku," tambahnya sambil mengambil keker dari tangan saudara sepupunya dan mulai mengamati deretan loge di hadapannya, melewati bahu saudara sepupunya yang terbuka. " Aku takutjadi bahan tertawaan."
la tahu betul bahwa di mata Betsy dan semua orang dari kalangan bangsawan, ia tak bakal mau jadi bahan tertawaan. la tahu betul, di mata orang-orang itu, pemilik gendak seorang gadis atau perempuan merdeka umumnya memang bisa jadi bahan tertawaan; tapi mereka yang meng ikatkan diri dengan seorang perempuan bersuami, yang mempertaruhkan hidupnya demi menyeret perempuan itu ke dalam perzinaan, punya sesuatu yang indah dan megah, dan tak bakal jadi bahan tertawaan; karena itu, Vronskii dengan senyuman bangga dan gembira di bibirnya yang terlindung kumis menurunkan kekernya, lalu menatap saudara sepupunya.
"Tapi kenapa kamu tidak ikut makan siang itu?" tanya saudara sepupu yang mengaguminya itu ..
"Perlu ku takan itu padamu. Waktu itu aku sedang sibuk, dan sibuk dengan apa" Aku berani bertaruh seratus lawan satu, seribu lawan satu ... kamu tidak bakal bisa menebaknya. Aku mendamaikan seorang suami dengan si penghina istrinya. Ya, ini betul!"
45 Entendons nous (Pr): Jelaslah.
"Lalu bagaimana, berhasil?" "Hampir berhasil."
"O, kamu perlu ceritakan itu padaku," kata perempuan itu sambil berdiri. "Istirahat nanti datanglah padaku."
"O, tidak bisa; aku akan pergi ke teater cis."
"Nelson punya?" tanya Betsy dengan rasa ngeri, karena i a tak bisa membedakan Nelson dengan penyanyi kor biasa.
"Apa boleh buat" Aku ada pertemuan di sana, dan semua untuk urusan mendamaikan itu."
"Juru damai adalah orang-orang yang mendapat berkah, mereka akan selamat," kata Betsy yang waktu itu teringat peristiwa macam itu, yang pemah didengamya dari seseorang. "Kalau begitu duduklah, dan ceritakan soalnya."
Dan Betsy pun duduk kembali.
"Peristiwa ini agak berlebihan, tapi amat menarik, jadi ingin sekali aku menceritakannya," kata Vronskii sambil memandang Betsy dengan mata ketawa. "Aku tidak akan menyebutkan nama-nama di sini." "Tapi aku akan menebaknya, itu lebih baik lagi."
"Dengar, ya: ada dua pemuda gembi ra tengah mengadakan perjalanan .... "
"ltu tentu perwira resimenmu, bukan?"
"Aku tidak bilang perwira, cuma dua pemuda yang habis sarapan .... "
"Diubah saja: habis minum."
"Barangkali. Mereka pergi untuk makan siang di tempat salah seorang temannya dengan hati sangat gembira. Tiba-tiba mereka melihat seorang perempuan cantik menyalip mereka dengan kereta se waan . Perempuan itu menoleh ke arah mereka, paling tidak menurut perasaan mereka, mengangguk ke arah mereka dan ketawa. Dengan sendirinya mereka mengikutinya. Mereka pacu kuda sekencangnya. Alangkah heran mereka, karena si cantik ternyata berhenti di pintu-masuk rumah yang mereka tuju. Si cantik berlari naik ke tingkat atas. Mereka hanya melihat bibirnya yang kemerahan dari balik tudung kepalanya yang pendek, dan kedua kakinya yang mungil indah."
"Kamu begitu bersemangat seolah kamu sendiri seorang dari dua orang itu."
"Tadi apa yang kamu bilang padaku" Nah, kedua pemuda itu masuk menemui kawannya. Ka wan itu mengadakan jamuan perpisahan. Di situ, benar, mereka minum-minum, dan barangkali terlalu banyak, seperti biasa terjadi dalam acara makan perpisahan. Dan sambil makan mereka bertanya siapa yang tinggal di atas itu. Tak seorang pun tahu. Hanya pesuruh tuan rumah yang ketika ditanya: apakah di atas itu tinggal nona-nona, ia menjawab bahwa di situ memang banyak sekali nonanona. Setelah makan siang kedua pemuda masuk ke kamar kerja tuan rumah dan menulis surat untuk perempuan tak dikenal itu. Mereka tulis surat yang bergairah, surat pengakuan cinta, dan mereka sendiri yang membawa surat itu ke atas agar bisa menjelaskan apa-apa yang dalam surat itu barangkali kurang bisa dipahami."
"Kenapa Anda ceritakan hal-hal menjijikkan seperti ini" Ha?" "Mereka bunyikan bel. Keluar seorang gadis, dan surat itu mereka serahkan; mereka nyatakan dengan sungguh-sungguh pada gadis itu bahwa mereka begitu jatuh cinta sampai mereka rela ma ti di depan pin tu saat itu pula. Gadis itu terheran-heran. Tiba-tiba muncul seorang tuan yang cambangnya sepert i worst46 dan wajahnya merah seperti kepiting. la katakan, di rumah itu tak ad.a orang lain kecuali istrinya, dan ia usir mereka berdua.
"Dari mana kamu tahu cambangnya seperti worst?" "Nanti dulu ceritanya. Hari itu aku pergi mendamaikan mereka." "Lalu?"
"Di sinilah yang paling menarik. Temyata mereka itu adalah pasangan bahagia penasihat tituler. Sang suami mengadu, dan aku di situ jadi juru damai, dan juru dama i yang bagaimana pula! Percayalah, Tallerand bukan apa-apa dibandingkan diriku."
"Di mana letak sulitnya?"
"Nah, dengarkan dulu .... Kami minta maaf sebagaimana mestinya: 'Kami sudah lupa diri, dan kami mohon maaf atas salah pengertian celaka ini.' Penasihat tituler yang cambangnya seperti worst mulai luruh hatinya, tapi ia juga ingin mengungkapkan perasaannya, dan begitu ia mengungkapkan pe annya, mulailah ia naik darah dan menyebut
46 Worst (Rus): Sosis. bal-hal kasar. Maka kembali di sini aku barus turun gelanggang dengan segala bakat diplomatku. 'Saya sependapat bahwa perbuatan mereka tak baik, tapi harap Anda maklumi salah pengertian ini, dan umur muda mereka; dan lagi para pemuda itu baru saja makan pagi. Anda tentu bisa memahaminya. Mereka menyesal dasar lubuk hati, dan mobon kesalahan mereka dimaatkan.' Penasihat tituler kembali melunak: 'Saya sependapat, Graf, dan saya bersedia memberi maaf, ta pi hendaknya Anda mengert i, istri saya, ya, istr i saya, seorang perempuan baik-baik, dikejarkejar, dikasari, dan dikurangajari anak-anak kecil yang kej ... .' Kamu tahu, anak kecil itu ada di sini, dan aku barus mendamaikan mereka. Kembali aku turun gelanggang dengan diplomasiku, tapi begitu sudah waktunya urusan selesai, kembali penasihat tituler naik darah, wajahnya memerah, kedua worstnya berdiri, dan kembali aku menelusuri liku-liku diplomasi .... "
"Oh, ini harus d iceritakan pa. da Anda!" kata Betsy sambil ketawa kepada seorang perempuan yang baru masuk ke ruang loge mereka. "Dia baru saja menceritakan hal lucu pada saya."
"Ya, bonne chance,"47 tambahnya sambil mengulurkan jarinya yang tidak memegang kipas dan menurunkan bagian atas gaunnya yang naik dengan gerakan bahu agar kembali ke tempatnya, sehingga ia agak telanjang s maju ke depan, ke dekat lampu panggung, diterangi lampu gas dan dil ihat semua orang.
Vronskii pergi ke teater Prancis di mana i a harus menjumpai komandan resimen yang memang tak pernah melewatkan satu pun pertunjukan teater itu; di situ Vronskii harus membicarakan dengan d i a soal upaya mendamaikan orang-orang itu, satu ha! yang sudah tiga hari itu menyibukkan dirinya dan menyenangkan hatinya. Dalam persoalan ini tersangkut Petritskii yang dia sayangi; dan yang lain, yang baru saja masuk tentara, adalah orang yang simpatik, seorang kawan yang baik sekali, Pangeran Muda Kedrov. Tapi yang lebih penting lagi, dalam perkara ini tersangkutjuga kepentingan resimen.
Kedua pemuda itu anggota eskadron Vronskii. Penasihat tituler yang namanya Venden itu datang menghadap komandan resimen, mengadukan para perwira yang telah menghina istrinya. Istrinya yang masih rnuda, dernikian cerita Venden ( i a baru kawin setengah tahun), pergi ke gereja rna ibunya. Tiba-tiba ia rnerasa tak sehat, karena
47 Bonne chance (Pr): Semoga sukses.
keadaan yang tak diketahui, dan tak mampu berdiri terus, sehingga ia pulang dengan kereta pertama yang d ijumpainya. Waktu itulah ada para ra yang mengejar dia; ia ketakutan, dan dalam keadaan lebih sakit lagi ia berlari naik tangga. Venden yang baru pulang dari kantor mendengar be! dan suara-suara orang, keluar, dan i a melihat kedua p a yang sedang mahuk membawa surat, lalu ia tolakkan. la menuntut hukuman berat bagi mereka.
"Tidak, terserah Anda," kata komandan resimen kepada Vronskii yang d ipanggilnya. "Petritskii tak bisa dibi lagi. Tak ada minggu berlalu tanpa peristiwa. Pejabat itu tidak akan berhenti sampai di sini, ia akanjalan terus."
Vronskii melihat ketidakla pe itu, dan juga melihat bahwa di sini tak mungkin terjadi duel; perlu diusahakan semua ha! untuk melunakkan penasihat tituler dan membelokkan pembicaraan. Komandan resimen memanggil Vronskii justru karena ia kenal Vronskii sebagai orang yang berhati bangsawan dan pandai, dan yang penting lagi sebagai orang yang sangat menghargai kehormatan resimen. Maka mereka pun berunding, dan memutuskan Petritskii dan Kedrov harus pergi bersama Vronskii menemui penasihat tituler itu untuk meminta maaf. Komandan resimen dan Vronskii tahu, nama Vronskii dan ajudan tsar bermonogram itu tentu sangat bisa membantu melunakkan penasihat tituler itu. Dan memang, kedua hal itu te a sebagian benar; tapi keberhasilan upaya mendamaikan masih tetap diragukan, sepert i diceritakan Vronskii.
Sampai di teater Prancis Vronskii menjauhkan diri ke ruang istirahat bersama komandan resimen, dan disituia ceritakankepada komandannya tentang keberhasilan dan kegagalannya. Sesudah memikirkan semuanya, komandan memutuskan untuk mendiamkan perkara itu tanpa tindakan Iebih lanjut, tapi kemudian, demi menyenangkan diri, ia bertanya kepada Vronskii tentang detail pertemuan Vronskii, dan d i sini komandan tak bisa menahan diri untuk t idak ketawa ketika mendengar cerita Vronskii bahwa penasihatt ituleryangsudah tenangitu tiba-tiba kembali meradang mengingat r incian perkara itu, juga ketika Vronskii yang sudah hampir menyelesaikan upaya pendamaian itu mencoba mengundurkan diri dan mendorong Petritskii ke depan.
"Cerita yang buruk, tapi lucu juga. Kan Kedrov tak mungkin duel dengan tuan itu! Pemarah juga orang itu, ya?" katanya sambil ketawa. "Dan bagaimana dengan Claire" Betul-betul ajaib!" katanya mengenai aktris Prancis yang baru. Tiap hari selalu ada aktris baru. Cuma orang Prancis yang b i s a begitu."
Tanpa menunggu sampai babak terakhir, Nyonya Pangeran Betsy pergi meninggalkan teater. Baru saja ia masuk ke kamar rias, membedaki wajahnya yang lonjong pucat, meratakannya, lalu membenahi sisirannya dan memerintahkan untuk menyediakan teh di kamar tamu, satu demi satu kereta berdatangan di rumahnya yang besar sekali di Jalan Bolshaya Morskaya itu. Para tamu mendekat ke pintu-masuk yang lebar, dan tampak oleh para pejalan kaki yang lewat seorang portir gemuk di belakang pi ntu kaca tengah membaca koran pagi dan membukakan pintu besar itu tanpa berbunyi, dan menyilakan para tamu masuk.
Orang-orang masuk hampir berbarengan: nyonya rumah, dengan sisiran dan wajah yang diperbarui, muncul dari satu pintu-masuk bersama para tamu yang muncul dari pintu lain. Mereka menuju ke kamar tamu yang luas berdinding kaca, dengan permadani lembut dan meja berlampu terang, yang berkilauan oleh nyala lilin dan taplak warna putih, samovar perak, dan perangkat minum teh porselin tembus pan dang.
Nyonya rumah duduk menghadap samovar dan melepaskan sarung tangannya. Sesudah memindah-mindahkan kursi dengan bantuan para pesuruh yang tidak mencolok, para tamu mengambil tempat masingmasing, terbag i jadi dua rombongan; satu di dekat samovar bersama nyonya rumah, dan satu lagi di ujung kamar tamu di sebelah sana, dekat istr i duta yang cantik, yang mengenakan gaun beledu h itam dan beralis tajam hitam. Percakapan di tengah-tengah kedua rombongan itu, seperti biasa pada saat-saat pertama, masih belum mantap, diselingi perjumpaan, ucapan salam, dan tawaran teh, seakan orang sedang mencari-cari soal yang hendak diperbincangkan.
"Dia aktris yang luarbiasa, tampak sekali ia sudah mempelajari Kaulbach," kata diplomat yang ada di tengah kelompok istri duta. "Anda sekalian Ii hat sendiri bagaimana dia jatuh .... "
"Ah, sudahlah, tak usah kita bicara tentang Nelson! Tentang dia tak ada ha! baru yang bisa d ibicarakan," kata seorang perempuan gemuk, cantik, berambut ikal, tanpa alis dan sanggul, dan mengenakan gaun sutra lama. Itu adalah Nyonya Pangeran Myagkaya yang terkenal ceplasceplos, kasar tegur sapanya, dan di juluki enfant terrible.48 Nyonya Pangeran Myagkaya duduk dii tengah-tengah kedua kelompok, dan sambil mendengar-dengarkan semua pembicaraan, ia ikut serta dalam pembicaraan kelompok yang satu maupun yang la in. "Barusan tiga orang mengucapkan kalimat itu juga pada saya tentang Kaulbach, seperti sudah berunding dulu. Dan herannya, kalimat itu begitu menyenangkan mereka."
Percakapan terhenti karena ucapan itu, dan kini orang perlu mem kembali pokok pembicaraan yang barn.
"Coba kamu ceritakan sesuatu yang lucu, tapi jangan yang jahat," kata istri sang duta, orang yang sangat ahli dalam percakapan ringan, yang dalam bahasa Inggris disebut small talk, kepada diplomat yang waktu itu juga tak tahu apa yang hendak dibicarakan.
"Kata orang, itu sukar sekali; cuma yang jahat yang lucu," kata sang diplomat memulai sambil tersenyum. "Tapi akan kucoba. Coba berikan temanya. Yang pokok itu tema. Kalau tema sudah ada, mudah menjalinnya. Kadang-kadang terpikir olehku, tukang-tukang omong terkenal abad yang lalu itu tentu mengalami kesulitan sekarang kalau mesti bicara cerdas. Semua yang cerdas sangat membosankan .... "
"Itu sudah lama dikatakan orang," tukas istri sang duta sambil ketawa.
Percakapan telah dimulai dengan baik, tapi karena sang diplomat orang yang terlalu baik, ia berhenti lagi. Ia perlu berpindah pada senjata andalan yang tak pernah berubah: skandal.
"Apa Anda sekalian tidak tahu bahwa Tushkevich itu mir ip Louis XV?" kata sang diplomat sambil matanya menunjuk pemuda tampan berambut yang waktu itu berdiri di dekat meja.
"O ya! Seleranya sama dengan nyonya rumah. Karena itu ia sering berada di sin i."
Percakapan itu mendapat dukungan orang banyak, karena di sini orang bicara dengan isyarat untuk ha! yang tak boleh dibicarakan di kamar tamu tersebut, yaitu mengenai hubungan antara Tushkevich dan nyonya rumah.
Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
D i dekat samovar, di dekat. nyonya ah, sesudah beberapa lama berpindah-pindah di antara tiga tema yang tak terhin lagi, yaitu tentang berita kema tan terakhir, teater, dan penilaian terhadap
48 Enfant terrible (Ing): Anak berandal.
orang terdekat, percakapan akhirnya berkisar sekitar tema terakhir: skandal.
"Apa Anda belum dengar bahwa Maltishcheva-bukan anak perempuannya, tapi ibunya-juga bikin setelan gaya
Masing-masing mengatakan sesuatu untuk mencela atau menertawakan Maltishcheva yang malan,g, dan percakapan pun berjalan gembira, seperti api unggun yang sudah menyala.
Suami Nyonya Pangeran Betsy, orang gemuk yang baik hati, kolektor ukiran yang bersemangat, ketika tahu istrinya tengah menerima tamu, masuk ke kamar tamu sebelum pergi ke klub. Tanpa bunyi, karena berjalan d i atas permadani, ia menghampiri Nyonya Pangeran Myagkaya.
"Bagaimana pendapat Anda tentang Nelson?" katanya. "Ah, Anda ini menyelinap saja. Saya sampai kaget," jawab Nyonya Pangeran Myagkaya. "Anda jangan bicara dengan saya tentang opera, Anda samasekali tak paham musik. Lebih baik saya masuk ke bidang Anda dan bicara tentang tembikar dan ukiran milik Anda. Nab, barang berharga apa lagi yang sudah Anda bell belum lama ini di pasar loak?" "Anda ingin saya menunjukkan" Tapi Anda tak tahu apa-apa, sih!" "Tunjukkan pada saya. Saya sudah belajar dari orang-orang itu, apa itu namanya ... bankir-bankir itu ... mereka punya ukir-ukiran yang indah sekali. Mereka tunjukkan pada kami."
"J adi Anda pernah mengunjungi Shchutsburg?" tan ya nyonya rumah dari dekat samovar.
"Betul, ma chere. Mereka mengundang saya dan suami makan siang, dan saya diberitahu, saus untuk makan siang itu harganya seribu rubel," kata Nyonya Pangeran Myagkaya keras, karena ia merasa semua orang perlu mendengarkannya. "Dan saus itu sangat menjijikkan, warnanya kehi jauan. Terpaksa saya mengundang mereka, dan saya bikin saus yang harganya delapanpuluh lima kopek, dan semua orang puas. Tak mampu saya bi kin saus seharga seribu rubel."
"Dia satu-satunya!" kata nyonya rumah. "Mengagumkan!" kata seseorang.
49 Oiable (Pr): Corak merah muda.
Efek yang ditimbulkan oleh pembicaraan Nyonya Pangeran Myagkaya selalu sama, dan rahasia efek itu adalah ia bicara tentang halhal sederhana yang bermakna, walaupun tidak terlalu pada tempatnya, seperti sekarang ini. Di kalangan orang-orang di mana i a hidup i n i, katakata sederhana seperti itu dianggap lelucon yang paling cerdas. Nyonya Pangeran Myagkaya sendiri tak mengerti kenapa jadi demikian akibat kata-katanya itu, tapi ia sudah tahu memang demikian akibatnya, dan i a memanfaatkannya.
Ketika Nyonya Pangeran Myagkaya bicara, semua orang mendengarkan, dan percakapan di dekat istri sang duta terhenti. Maka nyonya nunah ingin menghimpun semua yang hadir jadi satu, dan berkatalah i a kepada istri sang duta:
"Anda betul-betul tidak suka teh" Saya persilakan Anda pindah kemar i."
"Tidak, di sini enak sekali," jawab istri sang duta sambil tersenyum dan terns melanjutkan percakapan yang sudah dimulai.
Percakapan itu menyenangkan sekali. Mereka mencela keluarga Karenin, suami-istri.
"Anna berubah sekali sejak perjalanan ke Moskwa itu. Ada sesuatu yang aneh padanya," kata sahabatnya.
"Perubahan terpenting adalah i a membawa pulang bayang-bayang Aleksei Vronskii," kata istri sang duta.
"Lalu apa salahnya" Grimm punya dongeng: manusia tanpa bayangbayang sama dengan manusia yang kehilangan bayang-bayang. Dan itu hukuman terhadap dia karena telah melakukan sesuatu. Saya tak paham dalam ha! apa hukuman itu. Tapi seorang perempuan tentu merasa tak senang kalau tanpa bayang-bayang."
"Ya, tapi perempuan dengan bayang-bayang biasanya berakhir buruk," kata sahabat Anna.
"Anda ini mendoakan rupanya," kata Nyonya Pangeran Myagkaya tiba-tiba mendengar kata-kata itu. "Karenina orang yang baik sekali. Memang saya tak suka suaminya, tapi dia, saya senang sekali."
"Tapi kenapa Anda tidak menyukai suaminya" Dia begitu hebat," kata istr i sang duta. "Suam i saya bilang, orang pemerintahan macam itu jarang ada di Eropa."
"Suami saya juga bilang begitu pada saya, tapi saya tak percaya," kata Nyonya Pangeran Myagkaya. "Sekiranya sualni-suami kita tidak mengatakan demikian, barangkali kita bisa melihat sendiri dengan
baik, tapi Aleksei Aleksandrovich itu menurnt pendapat saya betul-betul bodoh. Saya katakan ini dengan bisik-bisik. ... Apa tidakjelas semuanya" Oulu, ketika saya disurnh menganggap dia pandai, saya mencari-cari, dan saya ketahui bahwa diri saya sendiri yang bodoh dan tak melihat kepandaiannya; dan begitu saya katakan: dia bodoh, tapi dengan bisi kbisik, semuanya jadi jelas, betul tidak?"
"Jahat sekali Anda hari ini!"
"Samasekali tidak. Memang tak ada jalan keluar lain. Salah seorang dari kami berdua tentunya bodoh. Dan Anda tahu, atas diri sendiri kita tak boleh mengatakan demikian."
"Tak seorang pun yang puas dengan miliknya, tapi tiap orang puas dengan otaknya," kata sang diplomat mendeklamasikan sajak Prancis.
"Nah,justrn itu," kata Nyonya Pangeran Myagkaya kepadanya burnburn. "Tapi soalnya, saya t idak akan membiarkan Anna Anda cela. Ia orang yang begitu baik, begitu simpatik. Apa yang barns dia lakukan kalau semua orang jatuh cinta padanya, dan seperti bayang-bayang mengikutinya?"
"Ah, tapi saya tak bermaksud mencela dia," kata sahabat Anna membela diri.
"Kalau tak seorang pun mengejar kita seperti bayang-bayang, bukan berarti kita punya hak mencela."
Dan sesudah memukul sahabat Anna sebagaimana mestinya, Nyonya Pangeran Myagkaya pun berdiri, dan bersama dengan istri sang duta ia menggabungkan diri ke meja di mana orang bicara tentang Raja Prnsia.
"Tentang apa Anda bergunjing di sana?"
"Tentang keluarga Karenin. Nyonya Pangeran menyebut ciri-ciri Aleksei Aleksandrovich," jawab istri sang duta yang sambil tersenyum menyatukan diri ke meja itu.
"Sayang kami tak dengar,'' kata nyonya rnmah sambil melihat ke arah pintu-masuk. "A, akhirnya lkamu datang juga!" katanya sambil tersenyum kepada Vronskii yang barn masuk.
Vronskii bukan hanya kenal semua orang itu, tapi juga berjumpa dengan mereka yang ada di sana itu tiap hari; karena itu ia masuk dengan sikap tenang, seperti waktu orang masuk lagi ke rnangan untuk menemui orang-orang yang barn saja ditingg nya.
"Saya dari mana?" jawabnya atas pertanyaan istri sang duta. "Apa boleh buat, di sini harus mengaku. Dari Buff. Barangkali sudah keseratus kalinya; meskipun demikian, saya masih mendapat kesenangan baru. Menarik ! Saya tahu ini memalukan; tapi melihat opera itu, tertidur saya; sedangkan di Buff, sampai meni t terakhir saya masih duduk dan merasa senang. Sekarang .... "
Ia menyebut nama seorang aktris Prancis, dan hendak bercerita tentang aktris itu, tapi istri sang duta menukasnya dengan nada tak suka bercampur kelakar.
"Jangan ceritakan pertunjukan mengerikan itu."
"Baiklah, tidak akan saya ceritakan, lebih-lebih semua orang sudah tahu yang mengerikan itu."
"Semua akan pergi ke sana seandainya pertunjukan itu biasa seperti opera," sahut Nyonya Pange r an Mya .
VII D i pintu-masuk terdengar langkah-langkah kaki, dan karena tahu itu Karenina, Nyonya Pangeran Betsy pun menoleh kepada Vronskii. Vronskii melihat ke arah pintu, dan wajahnya menunjukkan ekspresi baru yang aneh. Dengan gembira, penuh minat, dan sekaligus takuttakut, ia memandang orang yang baru saja masuk itu, dan pelan-pelan bangkit sedi kit. Anna masuk ke kamar tamu. Seperti biasa, ia berjalan tegak dengan langkah cepat, mantap, dan ringan, yang me nnya dengan cara berjalan perempuan bangsawan lainnya; dan tanpa mengubah arah pandangan matanya, i a tempuh jarak beberapa langkah yang memisahkan dia dengan nyonya rumah, menjabat tangannya, tersenyum, dan dengan sen yuma n itu pula ia menoleh kepada Vronskii. Vronskii membungkuk rendah dan menyorongkan kursi kepadanya.
Anna hanya membalas dengan anggukan kepala, memerah wajahnya, dan mengerutkan dahi. Sesudah menganggukkan kepala kepada para kenalan dan menjabat tangan-tangan yang diulurkan kepadanya, langsung ia mengatakan kepada nyonya rumah:
"Saya baru datang dari Nyonya Graf Lidiya; sebetulnya ingin lebih awal datang, tapi terlalu lama duduk. Beliau tengah menerima tamu, Sir John. Orang yang sangat menarik."
"0, misionaris itu, ya?"
"Ia bercerita menarik sekali tentang kehidupan orang India." Percakapan yang terhenti 'karena kedatangan orang baru itu kini berjalan kembali, seperti nyala lampu tertiup angin.
"Sir John! Ya, Sir John. Saya pernah melihatnya. Ia pandai bicara. Vlaseva betul-betul jatuh cinta padanya."
"Tapi apa betul Vlaseva muda akan kawin dengan Topov?" "Ya, orang bilang soal itu sudah diputuskan."
"Saya heran dengan orangtuanya. Orang bilang, perkawinan itu karena nafsu!"
"Karena nafsu" Pikiran Anda itu betul-betul zaman sebelum Diluvium! Siapa sekarang i n i yang bicara tentang nafsu?" kata istri sang du ta.
"Apa boleh buat" Mode lama yang bodoh itu masih belum ditinggalkan orang," kata Vronskii.
"Lebih buruk lagi akibatnya bagi orang yang berpegangan padanya. Saya kenal beberapa perkawinan bahagia yang hanya berdasarkan akal."
"Ya, tapi sebaliknya, sering kebahagiaan perkawinan berdasarkan akal berantakan seperti debu, justru karena munculnya nafsu yang semula tak diakui orang itu," kata Vronskii.
"Tapi yang kita namakan perkawinan berdasarkan aka! itu adalah kalau kedua pihak sudah mata gelap. ltu seperti campak yang harus dialami dulu."
"Kalau begitu, kita perlu menyuntikkan cinta secara imitasi, seperti menyuntikkan cacar."
"W aktu masih muda, saya pernah jatuh cinta pada seorang diaken," kata Nyonya Pangeran Myagkaya. "Tak tahu saya, apa itu ada gunanya buat saya."
"Tidak, saya pikir-ini bukan kelakar-agar mampu mengenal cinta kita mesti berbuat kekeliruan dan kemudian membetulkannya," kata Nyonya Pangeran Betsy.
"Bahkan sesudah kawin?" kata istri sang duta berkelakar. "Untuk menyesal tak ada waktu terlambat,'' kata sang diplomat mengutip pepatah Inggris.
"Justru karena itu," sahut Betsy. "Perlu berbuat kekeliruan dan kemudian membetulkannya. Bagaimana pendapat Anda tentang itu?" katanya lagi kepada Anna yang sa.mbil terus tersenyum tipis dan diam mendengarkan percakapan itu.
"Menurut pendapat saya," kata Anna sambil mempermainkan sarung tangan yang sudah dilepasnya. "Menurut pendapat saya ... kalau banyak kepala banyak pendapat, maka banyak hati banyak juga jenis
cinta .... " Vronskii waktu itu sedang menatap Anna, dan dengan jantung seolah berhenti berdetak ia menanti apa yang bakal dikatakan Anna. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah habis melewati bahaya, ketika Anna selesai mengucapkan kata-kata itu.
Ti ba-t iba Anna berkata kepadanya:
"Saya barumenerimasuratdariMoskwa. Isinya, KittyShcherbatskaya sakit keras."
"O, begitu?" kata Vronskii mengerutkan dahi. Anna menatap kereng kepadanya.
"Anda tidak tertarik?"
"Sebaliknya, tertarik sekali. Apa yang ditulis pada Anda kalau boleh saya tahu?" tanya Vronski i.
Anna bangkit dan menghampiri Betsy.
"Boleh saya minta teh?" katanya sesudah berhenti di dekat meja Betsy.
Sementara Nyonya Pangeran Betsy menuangkan teh untuknya, Vronskii menghampiri Anna.
"Apa yang ditulis pada Anda" ulangnya.
"Sering terpikir oleh saya, lelaki itu tak tahu apa yang dinamakan tidak berbudi, tapi terns bicara tentang itu," kataAnna tanpa memberikan jawaban kepada Vronski i. "Sudah lama ingin saya katakan pada Anda," tambahnya, dan sesudah berjalan beberapa langkah i a duduk di meja sudut yang ada albumnya.
"Saya tak begitu paham makna kata-kata Anda itu," kata Vronskii sambil menyerahkan cangkir kepadanya.
Anna menoleh ke arah dipan di dekatnya, dan seketika itu Vronskii pun duduk.
"Ya, saya ingin mengatakan pada Anda," kata Anna tanpa menatap Vronskii. "Perbuatan Anda itu buruk, ya, buruk, buruk sekali."
"Apa Anda kira saya tak tahu bahwa perbuatan saya itu buruk" Tapi siapa yangjadi gara-gara perbuatan saya itu?"
"Kenapa Anda mengatakan demik ian?" kata Anna sambil menoleh kereng kepada Vronskii.
"Anda sudah tahu, kenapa," jawab Vronskii berani dan riang, sambil menyambut tatapan mata Anna, dan tanpa menundukkan matanya. Bukannya Vronskii yang bingung kini, tapi Anna.
"Itu cuma membuktikan baihwa Anda ini orang yang tak punya hati," kata Anna. Tapi tatapan matanya menyatakan bahwa ia tahu Vronskii orang yang punya hati, justru karena itu i a takut pada Vronskii.
"Apa yang baru saja Anda katakan itu adalah kesalahan, bukan cinta."
"Anda masih ingat tentunya saya melarang Anda mengucapkan kata itu, kata yang menjijikkan itu," kata Anna menggigil, tapi itu pula ia merasa betapa dengan kata itu saja, yaitu melarang, ia sudah membuktikan bahwa i a mengakui hak dirinya atas Vronski i, dan ini berarti mendorong Vronskii bicara tentang cinta. "Sudah lama saya ingin katakan itu pada Anda," sambung Anna sambil menatap mata Vronskii dengan berani, dan seketika itu pula wajahnya terbakar dengan warna kemerahan. "Dan sekarang saya sengaja datang kemari karena tahu saya bisa menemui Anda di sini. Saya datang untuk mengatakan pada Anda bahwa semua ini harus berakhir. Belum pernah saya merasa malu pada seseorang, tapi sekarang Anda memaksa saya merasa bersalah karena sesuatu."
Vronskii menatap Anna, dan ia pun terpukau oleh kecantikan batin yang baru d i wajah perempuan itu.
"Apa yang Anda minta dari saya?" kata Vronskiijelas dan tegas. "Saya minta Anda pergi ke Moskwa dan minta maaf pada Kitty," kata Anna.
"Saya kira Anda tak menging inkan itu," kata Vronskii. Vronskii tahu, Anna hanya mengatakan hal yang mengharuskan dirinya sendir i bicara, bukan apa yang dikehendakinya.
"Kalau Anda mencintai saya, seperti Anda bilang," bisik Anna, "lakukanlah itu, supaya saya tenan,g."
Wajah Vronskii berubahjadi cerah.
"Apa Anda belum tahu bahwa bagi saya Anda adalah hidup saya seluruhnya; tapi saya tak kenal ketenangan, dan tak bisa memberikan ketenangan itu pada Anda. Saya hanya kenal diri sendiri, cinta ... ya. Saya tak mampu memikirkan diri Anda dan diri saya secara terpisah. Anda dan saya, buat saya, adalah satu. Dan saya tak melihat bahwa nant inya bakal ada ketenangan untuk d iri sendiri maupun untuk Anda. Saya melihat kemungkinan putusasa, kemalangan ... atau saya melihat kemungkinan bahagia dan semacamnya! ... Apa itu mustahil?" tambahnya hanya dengan bibi r, tapi Anna mendengarkannya.
Anna mengerahkanseluruh kekuatan otaknya untukmengatakan apa yang harus di n; tapi ia bukannya menjawab, malah menajamkan pandangan matanya ke arah Vronskii, pandangan yang penuh rasa cinta.
"Ini di a!" pikir Vronskii gembira. "Justru ketika aku sudah merasa putusasa, justru ketika rasanya sudah tidak ada ujung lagi-ini di a! Dia mencintaiku. Dia sudah mengakui."
"Lakukanlah ini demi saya, jangan ucapkan lagi kata-kata itu pada saya, dan kita akan jadi sahabat baik," ucap Anna dengan kata-kata, tapi pandangan matanya mengatakan hal yang samasekali berbeda.
"Kita tidak akan jadi sahabat, Anda sendiri tahu itu. Tapi kita akan jadi orang-orang yang paling bahagia atau paling tidak bahagia-itu berada di tangan Anda."
Anna ingin mengatakan sesuatu, tapi Vronskii menukasnya. "Saya hanya minta satu hal, yaitu saya minta hak untuk berharap, untuk menyiksa diri, seperti sekarang ini; tapi kalau itu pun tak boleh, suruhlah saya lenyap dari sini, dan saya akan lenyap. Anda tidak akan melihat saya lagi kalau kehadiran saya berat buat Anda." "Saya t idak berniat mengusir Anda ke mana pun."
"Hanya, janganlah mengadakan perubahan apa-apa. Bi arkan semuanya seperti apa adanya sekarang ini," kata Vronskii dengan suara gemetar. "Itu suami Anda datang."
Memang, waktu itu Alekseii Aleksandrovich masuk ke kamar tamu dengan gaya berjalannya yang tenang kaku.
Sesudah menoleh ke arah istrinya dan Vronskii, ia menghampiri nyonya rumah, dan sesudah duduk menghadap secangkir teh, mulailah ia bicara dengan suara tenang yang selalu bisa didengar dari dia, dan dengan nada kelakar seperti biasa memperolok seseorang.
"Rupanya Rambulier Anda sekalian ini, lengkap," kata Aleksei Aleksandrovich sambil menoleh kepada semua hadirin, "tokoh-tokoh anggun, dewa-dewi seni dan ilmu."
Tapi Nyonya Pangeran Betsy tidak suka nada bicaranya yang sneerings<> itu, dan sebagai nyonya rumah yang cerdas, langsung ia dorong tamunya untuk bicara serius tentang wajib militer umum. Aleksei Aleksandrovich kontan juga tertarik pada topi k itu, dan dengan sungguh-sungguh membela dekrit yang baru itu dari serangan Nyonya Pangeran Betsy.
Vronskii dan Anna terus saja duduk di dekat meja kecil.
50 Sneering (Ing): bernada menyindir.
"Ini jadinya tak sopan," bisik seorang perempuan sambil menunjuk Karenina, suaminya, dan Vronskii dengan matanya.
"Apa yang saya katakan tadi?" jawab sahabat Anna.
Bukan hanya para perempuan itu; hampi r semua yang hadir di kamar tamu, bahkan Nyonya Pangeran Myagkaya dan Betsy sendiri, beberapa kali memandang kedua orang itu, yang menjauhkan diri dari kelompok umum, seakan tingkah itu mengganggu mereka. Hanya Aleksei Aleksandrovich yang samasekali tak menengok ke sana, dan juga tak teralihkan minatnya pada percakapan yang sudah dimulai tadi.
Melihat kesan tak menyenangkan telah timbul, Nyonya Pangeran Betsy meminta orang duduk di tempatnya untuk mendengarkan Aleksei Aleksandrovich, lalu ia sendiri menghampiri Anna.
"Saya selalu mengagumi kejemihan dan ketepatan ungkapanungkapan suami Anda," katanya. Pengertian-pengertian yang paling transenden jadi mudah dimengerti kalau ia yang bicara."
"O ya!" kata Anna berseri-seri bahagia, tapi ia tak mengerti sepatah kata pun yang diucapkan Betsy kepadanya. Sesudah itu ia pindah ke meja besar dan ikut ambil bagian dalam percakapan orang banyak.
Sesudah duduk setengah jam lamanya, Aleksei Aleksandrovich menghampiri istrinya dan mengusulkan kepada dia untuk pulang bersama; tapi tanpa memandang suaminya, Anna menjawab akan tinggal untuk makan malam. Aleksei Aleksandrovich membungkuk, lalu keluar.
Orang Tartar tua gemuk, kusir Karenina yang berjaket kulit, dengan susah-payah mengekang kuda sebelah warna kelabu yang sudah kedinginan dan mendompak di depan pintu-masuk. Pesuruh berdiri, membukakan pintu. Portir berdiri. sambil memegangi pintu luar. Anna Arkadevna dengan cekatan, dengan tangannya yang mungil, melepaskan renda lengan bajunya dari sangkutan mantel bulunya, dan sambil merunduk mendengarkan dengan kagum kata-kata Vronskii yang mengantarnya.
"Anda tak pernah mengatakan sesuatu; taruhlah, saya tak pernah menuntut," kata Vronsk ii. "Tapi Anda tahu, yang saya butuhkan bukan persahabatan; yang saya bu hanya kebahagiaan dalam hidup, kata yang tidak Anda sukai ... ya, c inta . . . . "
"Cinta ... ; kata Anna mengulang dengan suara dalam, perlahan; dan tiba-tiba, ketika renda itu sudah terlepas, ia tambahkan: "Kenapa saya
tak menyukai kata itu, karena bagi saya kata itu lebih banyak maknanya, jauh lebih banyak daripada yang mungkin Anda pahami," dan ia pun menoleh kepada Vro i. "Sela " mat berpisah."
Ia mengulurkan tangan kepada Vronskii, dan dengan langkah cepat dan lentur ia lewati penjaga pintu, dan menghilang ke dalam kereta.
Pandangan mata dan sentehan tangannya itu membakar Vronskii. Diciumnya telapak tangannya sendiri yang tadi disentuh Anna, dan pulanglah i a dengan pen uh kebahag iaan, sadar bahwa malam ini i a telah Iebih dekat Iagi pada tuj uann ya dibandingkan dua bulan yang Ialu.
VIII Aleksei Aleksandrovich tak menganggap ada sesuatu yang aneh atau tak sopan melihat i strinya duduk bersama Vronskii di meja tersendiri dan bicara dengan penuh semangat entah tentang apa; tapi ia melihat, orang lain yang ada di kamar tamu kiranya menganggap hal itu aneh dan tak sopan. Karena itu ia menganggap sikap mereka tak sopan pula. Maka ia putuskan untuk menyampaikan. ha! itu kepada istrinya.
Setiba di rumah Aleksei Al " eksandrovich masuk ke kamar kerjanya seperti biasa, lalu duduk di kursi besar dan membuka buku tentang Kepausan pada halaman yang sudah dibatasi dengan pisau kertas, dan membaca sampai satujam seperti biasa dilakukan; hanya kadang-kadang ia mengusap dahinya yang tinggi dan mengibas-ngi baskan kepala seolah mengusir sesuatu. Padajam seperti biasanya, ia pun bangkit, dan masuk ke toilet untuk malam hari. Anna Arkadevna belum juga pulang. Sambil mengepit buku i a pun naik ke atas; tapi malam itu bukan p dan bayangan mengenai urusan dii nas, yang biasa ada dalam benaknya; pikirannya waktu itu penuh dengan istri dan hal tak menyenangkan yang telah terjadi dengan istrinya. Bertentangan dengan kebiasaannya, ia bukan lantas berbaring di tempat tidur, melainkan meletakkan kedua tangannya yang telah dijalinjadi satu ke punggung, lalu berjalan mondarmandir melintasi kamar-kamar. Ia tak bisa tidur karena merasa bahwa ia perlu memikirkan kembali situasi yang telah timbul.
Ketika Aleksei Aleksandrovich memutuskan perkara itu sendir i dalam hati, bahwa ia perlu berbicara kepada istrinya, ia merasa bahwa tindakan itu sangat mudah dan sederhana saja; tapi sekarang, ketika mulai menimbang-nimbang situasi yang muncul kembali, ia merasakan perkara itu sangat rumit dan sul it.
Aleksei Aleksandrovich bukannya cemburu. Rasa cemburu, menurut keyakinannya, bisa menghina i strinya, padahal terhadap istri seorang suami harus punya kepercayaan. iKenapa ia harus punya kepercayaan, yakni nan penuh bahwa istrinya yang muda itu akan selalu mencintainya, ia tidak menany nnya pada diri sendiri; tapi ia tak punya rasa t idak percaya. Karena iitu ia punya rasa percaya, dan ia pun mengatakan pada dirinya bahwa ia harus punya percaya itu. Namun sekarang, sekalipun ia punya keyakinan bahwa cemburu adalah perasaan yang memalukan dan ia perlu punya rasa percaya, dan keyakinan itu memang tak pernah rusak, ia merasa bahwa kini ia tengah berhadapan dengan sesuatu yang tak logis dan tak bisa dipahami, dan ia tak tahu apa yang mesti dilakukan. Aleksei Aleksandrovich kini berdiri berhadapan dengan hidup, berhadapan dengan kemungkinan istrinya mencintai orang lain selain dirinya, dan itu ia rasakan sangat tak masuk akal dan tak bisa dipahami, karena itu adalah hidup itu sendiri. Seluruh hidup Aleksei Aleksandrovich selamanya dihabiskan dan ditempuh dalam lingkungan dinas yang hanya berhubungan dengan cerminan hidup. Dan tiap kali bersinggungan dengan hidup itu sendiri, i a menjauhkan diri dari hidup yang nyata itu. Sekarang ia beroleh perasaan yang mirip dengan perasaan orang yang dengan tenang telah melewati jembatan di atas jurang, tapi tiba-tiba ia melihat jembatan telah di ambil, dan di bawah sana menganga jurang yang dalam. Jurang yang dalam itu adalah hidup itu sendiri, sedangkanjembatan adalah hidup tiruan yang telah dilewati Aleksei Aleksandrovich. Untuk pertama kali i a berhadapan dengan suatu kemungkinan bahwa istrinya mencintai orang l a i n, dan ia merasa ngeri menghadapinya.
Tanpa melepaskan pakaian, ia berjalan mondar-mandir dengan langkah tetap di atas lantai parket yang berbunyi keras di kamar makan yang diterangi sebuah lampu; kemudian di atas permadani kamar tamu yang gelap, di mana cahaya lampu hanya terpantul pada potret dirinya yang belum lama dibuat dan tergantung di atas dipan; kemudian melintasi kabinet istrinya, di mana menyala dua batang lilin yang menerangi potret-potret keluarga istrinya dan para sahabat istrinya, dan menerangi pula barang-barang biasa di meja tulis istrinya, yang sudah lama d ikenalnya. Melintasi kamar i strinya, ia berjalan sampai ke pintu kamar tidur dan kemudian membelok.
Pada tiap jarak yang dilaluinya, dan terutama di Jantai parket kamar makan yang terang itu, ia selalu berhenti dan mengatakan
pada diri sendiri: "Ya, ini harus diputuskan dan dihentikan, aku harus mengemukakan pandanganku sendiri tentang soal itu, dan keputusannya." Dan ia pun berbalik. "Tapi apa yang harus dikemukakan" Dan keputusan apa ?" katanya pada diri sendiri di kamar tamu, dan ia tak menemukan jawabannya. "Ya, ,sebetulnya," tanyanya pada diri sendiri sebelum membelok ke kamar kerja, "apa yang telah terjadi" Tak ada. la memang lama bicara dengan Vronskii. Lalu kenapa" Toh perempuan kalangan bangsawan bisa bicara dengan siapa saja" Dan lagi, cemburu merupakan penghinaan terhadap sendiri dan terhadap Anna," katanya dalam hati sambil masuk ke kamar kerja; tapi jalan pikiran itu, yang tadinya bagi dia berbobot, kini samasekali tak berbobot dan sepele. Dan dari pintu kamar tidur ia pun kembali berbalik ke ruangan besar; tapi begitu i a masuk kembali ke kamar tamu yang gelap, muncul suara yang mengatakan pada dirinya bahwa jalan pikirannya itu salah, dan jika orang lain melihatnya, itu berarti timbul persoalan. Maka ia pun kembali berkata pada diri sendiri di kamar makan: "Ya, ini harus diputuskan dan dihentikan, dan aku barns mengemukakan pandanganku .... " Dan kembali di kamar tamu, sebelum membelok, ia bertanya pada diri sendiri: "Bagaimana memutuskannya?" Kemudi an bertanya pada diri sendiri: bagaimana memutuskannya" Kemudian bertanya pada diri sendiri: apa yang telah terjadi" Dan ia menjawab: "Tak ada," dan kemudian teringat lagi bahwa cemburu adalah perasaan yang menghi nakan istrinya, namun di kamar tamu ia kembali yakin bahwa ada sesuatu yang telah terjadi. Pikiran Aleksei Aleksandrovich, seperti juga tubuhnya, telah membuat lingkaran bulat tanpa berhenti pada sesuatu yang barn. la merasakan ha! itu, dan ia mengusap dahinya, dan duduk di kamar kerja Anna.
Melihat meja Anna dengan bantalan penghisap tinta dari batu malakhit yang ada di atasnya dan surat yang barn mulai ditulis, pikiran Aleksei Alesandrovich tiba-tiba berubah. Ia mulai memikirkan istrinya, memikirkan apa yang dipikirkan dan dirasakan istrinya. Untuk pertama kali terbayang olehnya kehidupan pribadi istrinya, pikiran-pikirannya, harapan-harapannya. Dan pikiran bahwa i strinya bisa dan harus punya kehidupan pribadi sendiri terasa begitu rnengerikan, sehingga i a pun buru-buru rnengusi rnya. Itul ahjurang dalam yang ia ngeri rnenjenguknya. Mengubah pikiran dan perasaan dengan yang lain adalah suatu tindakan batin yang asing buat Aleksei Aleksandrovich. Dan ia rnenganggap tindakan batin sernacam itu sebagai pengelamunan yang rnerugikan dan berbahaya.
"Dan yang paling mengerikan," pikirnya, "adalahjustru sekarang ini, ketika urusanku mendekati hasil akhir (ia memikirkan proyek yangtengah berlangsung), ketika aku membutuhkan segala ketenangan dan segenap kekuatan jiwa. Sekarang aku ditimpa persoalan yang tak bermakna ini. Ta pi apa boleh buat" Alm bukan orang yang suka mengalihkan keresahan dan kecemasan, dan tak berdaya menghadapinya secara langsung."
"Alm harus memikirkannya, memutuskannya, dan melepaskannya," ujarnya dengan suara.
"Soal perasaannya, soal apa yang telah terjadi dan mungkin terjadi dalam jiwanya, itu bukan urusanku; itu urusan hati nurani, dan termasuk soal agama," katanya pada diri sendiri, dan dengan itu ia merasa lebih ringan, karena merasa telah menemukan pijakan hukum untuk menangani situasi yang timbul.
"Jadi," kata Aleksei Aleksandrovich pada diri sendiri, "soal perasaannya dan sebagainya, hakikatnya adalah soal hati nuraninya sendiri, dan di sini aku samasekali tak punya urusan, sedangkan kewajibanku jelas batasannya. Sebagai kepala keluarga, aku adalah sosok yang wajib membimbing dia, karena itu merupakan sosok yang harus bertanggungjawab untuk sebagian besar; aku harus menunjukkan bahaya yang kulihat; aku harus memberikan peringatan, dan bahkan menggunakan kekuasaan. Alm harus mengatakannya pada dia."
Dan dalam benakAlekse iAleksandrovich men jadijelasapa yang bakal dikatakannya kepada sang istri. Mem apa yang akan dikatakannya itu, i a pun menyayangkan bahwa untuk urusan rumahtangga itu, meski tak kentara, ia harus mengerahkan waktu dan daya pikirannya; sekalipun demikian, dalam benaknya dengan terang dan cermat tersusun bentuk dan urutan kata-kata yang akan diucapkannya. "Alm harus mengatakan dan menyampaikan ha! berikut ini: pertama, penjelasan tentang makna pendapat umum dan makna sopan-santun; kedua, penjelasan tentang makna perkawinan dipandang dari sudut agama; keti ga, jika diperlukan, penjelasan tentang kemalangan yang mungkin menimpa anak; keempat, penjelasan tentang kemalangan dirinya sendiri." Dan setelah menjalinkan jari dengan jari, dengan telapak tangan menghadap ke bawah, Aleksei Aleksandrovich menekan dan menarik-narik jari-jari tangan itu, dan terdengarlah suara gemeretak buku-buku jari tangannya.
n yang merupakan kebiasaan buruk itu, yakni menjalinkan tangan dan menggemeretakkan jemari, selalu membuat Aleksei Aleksandrovich tenang dan mengembalikannya pada sikap waspada, suatu ha! yang sekarang sangat diperlukannya. Dari pintu-masuk terdengar kereta datang. Aleksei Aleksandrovich berhenti di tengahtengah ruangan besar.
Langkah-langkah perempuan terdengar menaiki tangga. Aleksei Aleksandrovich yang sudah siap dengan kata-katanya berdiri sambil menekankan jemarinya yang sudah terjalin, dan menanti apakah tidak ada yang menggemeretak lagi. Ternyata ada satu buku yang masih menggeretak.
Dari bunyi langkah kaki yang ringan di tangga itu saja ia bisa merasakan istrinya sudah dekat. Tapi walaupun ia puas dengan katakata yang disusunnya tadi, ia merasa ngeri untuk penyampaiannya ....
Anna berjalan sambil menundukkan kepala dan mempermainkan kopiah dengan jemarinya. Wajahnya berkilauan oleh rona terang; tapi rona itu bukanlah rona gembira, melainkan rona yang mengingatkan orang pada kebakaran tengah malam gelap yang mengerikan. Melihat suaminya, Anna menengadah, dan seolah baru terbangun dari tidur ia pun tersenyum.
"Kamu belum tidur" Anehsekali!" kataAnna, kemudian melontarkan kopiah, dan tanpa berhenti langsung ke toilet. "Sudah waktunya, Alekse i Aleksandrovich," ujar Anna lagi dari balik pintu.
"Anna, aku harus bicara denganmu."
"Dengan aku?" kata Anna heran, lalu keluar dari pintu dan menatap suami nya. "Ada urusan apa memangnya" Ten tang apa ?" tanyanya sambil duduk. "Nab, mari kita bicara, kalau itu memang perlu. Sebetulnya lebih baik pergi tidur."
Anna hanya mengatakan apa yang sampai di ujung lidah, dan mendengar kata-katanya sendiri ia heran dengan kemampuannya berbohong. Begitu sederhana, begitu wajar kata-katanya, dan ia merasa ingin tidur! Ia merasakan dirinya berselimutkan baju zirah kebohongan yang tak tertembus. Ia merasa ada suatu kekuatan tak tampak yang membantu dan mendukungnya.
"Anna, aku harus mengingatkan kamu," kata Aleksei Aleksandrovich.
"Mengingatkan?" kata Anna. "Dalam hal apa?"
Ia menatap dengan ringan, riang, hingga barangsiapa tak mengenalnya sebagaimana sang suami mengenalnya, tak bisalah i a melihat hal tak wajar yang ada dalam suara maupun kata-katanya. Tapi bagi Aleksei Aleksandrovich yang mengenal Anna, yang tahu betapa kalau ia pergi tidur terlambat lima menit saja Anna sudah melihatnya dan mena penyebabnya, yang tahu betapa semua kegembiraan, kesenangan, dan kesedihan disampaikan belaka kepada dia oleh istrinya itu, bagi dia banyak makna bahwa sekarang ia melihat istrinya tak mau memerhatikan keadaannya dan tak mau apa-apa tentang dirinya. Ia melihat, lubuk hati istrinya, yang sebelumnya selalu terbuka buat dia, sekarang telah tertutup baginya. Bukan hanya itu; dari nada bicara istrinya ia melihat betapa Anna pun tidak bingung dengan persoalan itu, bahkan seolah langsung mengatakan kepadanya: ya, tertutup, begitulah seharusnya, dan begitulah untuk seterusnya. Sekarang ia beroleh perasaan yang mirip dengan perasaan orang yang baru pulang ke rumah dan mendapatkan rumahnya tertutup. "Tapi barangkali kunci masih bisa ditemukan," pikir Aleksei Aleksandrovich.
"Aku harus mengingatkanmu," katanya lirih, "bahwa kalau kamu kurang waspada dan ceroboh, kamu bisa menyebabkan orang bergunjing tentang dirimu. Percakapanmu yang tampaknya sangat asyik dengan Pangeran Vronskii (ia menyebut nama itu dengan mantap, dan dengan pengejaan yang tenang) itu menarik perhatian orang."
la bicara sambil menatap mata Anna yang ketawa dan kini tampak mengerikan dan tak tertembus lagi olehnya, dan bicara ia pun merasakan betapa kata-katanya tak lagi berfaedah dan terbuang percuma.
"Kamu ini selalu beg itu," jawab Anna seakan samasekali tak memahami Aleksei Aleksandrovich, dan terhadap semua yang dikatakan suaminya dengan sengaja ia hanya memahami yang terakhir. "Kadang kamu tak senang aku bosan, kadang kamu tak senang aku gembira. Harl ini aku tidak merasa bosan. Apa itu menyinggung perasaanmu?"
Aleksei Aleksandrovich menggigil, dan ia pun mulai lagi menariknarik jemari tangannya untuk digeretakkan.
"Ah, jangan digeretakkan tangan itu, tak suka aku," kata Anna. "Anna, apa yang bicara ini kamu?" kata Aleksei Aleksandrovich lirih, menahan dir i dan menghentikan gerakan tangannya.
"Apa sebetulnya yang kamu maksudkan ini?" kata Anna dengan heran yang tulus dan lucu. "Apa yang kamu inginkan dariku?"
Aleksei Aleksandrovich terdiam, mengusap dahi dan matanya dengan tangan. Ia melihat dirinya tidak menjalankan apa yang hendak dilakukannya ta di, yakni mengingatkan istrinya ten tang kesalahan di ma ta kalangan bangsawan, tapi tanpa disadarinya ia telah mengkhawatirkan hati nurani istrinya, dan kini ia berkelahi dengan semacam dinding yang hanya ada dalam angan-angannya sendiri.
"Inilah yang ingin kukatakan, Anna," sambungnya dingin dan tenang. "Dan aku minta kamu sudi mendengarkan sampai selesai. Kamu tahu, aku menganggap cemburu sebagai perasaan yang menghinakan dan merendahkan, dan tak pemah aku membiarkan diriku dikuasai perasaan itu; tapi ada sopan-santun yang dikenal orang, dan tak boleh dilanggar tanpa hukuman. Aku sendiri tak melihat, tapi kalau dinilai berdasarkan kesan yang timbul pada orang banyak, semua orang melihat bahwa kamu sudah bertingkah-laku dan membawakan diri tidak sepatutnya."
Golok Kelembutan 4 Meet The Sennas Karya Orizuka Naga Dari Selatan 4