Ceritasilat Novel Online

Rahasia Mim Tersingkap 5

Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan Bagian 5


permohonan. Khadijah menjadi pengikutnya yang terlahir kembali
dengan seribu satu permohonan...
Seperti malam dan pagi, hidup dan mati, saling berganti.
Setiap takbiratul ikhram ditakdirkan dengan sebuah
rukuk dan setiap rukuk ditakdirkan dengan sebuah takbiratul
ikhram. Salat yang menggerakan pendulum kelahiran dan
kematian adalah jam hati yang takkan pernah mati. Betapa
bahagianya hamba-hamba yang mengatur jam-jam mereka
untuk Rabb mereka! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Khadijah pun mengikuti utusan Allah yang kemudian
melakukan sujud. Mereka tercipta dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Sujud mengajarkan keduanya bahwa Allah menciptakan
mereka dan kepada Allah-lah mereka kembali.
Sujud adalah tanah. Tak hanya sekadar bersentuhan dengan tanah, salam
yang disampaikan untuk Allah yang bersentuhan dengan
tanah yang lembut. Seperti dahi yang tercium oleh sang ibu, kedua orang
yang beribadah itu menyerahkan takdirnya kepada dunia.
308 Rasulullah bersujud untuk tempat terdekat kepada
Allah. Rabb yang tak lain hanya berada di dalam hati hambahamba mukmin, dan pastinya Tuhan yang layak untuk
disembah. Asmaul Husna, yang merupakan sembilan puluh
sembilan nama, yang membuka semua rahasianya.
Dia adalah Allah! Dia adalah Allah! Dengan gerakan yang diajarkan oleh malaikat, mereka
jatuh bersujud dengan mengucapkan subhaana rabbi"al
a"la!.... Jatuh seperti martir Jatuh seperti ke lembah cinta.
Seperti butiran-butiran salju yang turun di wajah bumi.
Seperti butiran tembaga-tembaga yang jatuh ke dalam
air. Mereka jatuh ke dalam sujud.
Ke dalam keberadaan Allah....
Satu Tunggal Tak ada yang menyamai Tak berpasangan Tak memerlukan apa-apa....
Tak bergantung.... Tak terlahirkan.... Tak melahirkan... Tak diperintah.... Ciptaan berasal dari-Nya...
309 _ Salat Pertama Dia mengajarkan kepada mereka dan mereka mengetahui
nama-namanya. Diucapkan dalam setiap rukuk di salat
mereka. Kalimat-kalimat itu adalah milik-Nya, ada karena Dia.
Dan kalimat-kalimat itu bergema dalam salat ke penjuru
dunia. Mereka salat. Salat menjadikan mereka sebagai seorang hamba.
Sisi kanan dengan sisi kiri berubah menjadi jalan yang
tak berujung: Assalamu"alaikum wa Rahmatullah.
Assalamu"alaikum wa Rahmatullah....
Ali menyaksikan mereka dengan takjub. Keduanya senang
ketika Ali bertanya tentang apa yang mereka lakukan. Tanpa
memandang usia, mereka menjawab pertanyaan itu dengan
membuka hati dan penuh dengan keseriuasan. Ali yang
mendengarkan dengan teliti berkata, "Iya, ya Rasulullah."
Ali siap mengucapkan kalimat syahadat, dan di kemudian
hari akan dikenal sebagai "tuannya anak muda". Dia akan
menjawab seperti ini tentang pertanyaan yang akan
ditanyakan kepadanya pada suatu hari nanti.
"Di setiap tempat yang di situ ada Rasulullah dan
Khadijah, aku pun berada di sana menjadi orang ketiga. Dia
menyaksikan wahyu dan irman secara langsung, dan aku
mencium nubuwah." 310 Aifah al-Kindi menceritakan:
"Aku datang ke Mekah di masa jahiliyah. Aku pergi
mengunjungi Abbas, putra Abdul Muthalib, untuk
memintanya menjadi pendampingku dalam perdagangan.
Ia sedang berada di samping Kakbah. Saat itu, datanglah
seorang pemuda. Pemuda itu membalikkan badan ke arah
Kakbah dan kemudian mengangkat kedua tangannya.
Beberapa saat kemudian, seorang anak kecil datang
berada di sisi pemuda itu dan melakukan hal yang sama.
Beberapa saat kemudian, datang seorang perempuan
berdiri di samping mereka dan melakukan hal yang sama.
Mereka rukuk, kemudian sujud.
"Ini adalah sesuatu yang hebat! Siapa mereka?" tanyaku.
"Ini memang sesuatu yang hebat! Pemuda yang kau
lihat itu adalah Muhammad, putra saudaraku, Abdullah.
Anak kecil itu adalah Ali, putra saudaraku Abu halib.
Perempuan yang kau lihat itu adalah istri keponakanku.
Namanya Khadijah binti Khuwaylid. Keponakanku,
Muhammad, berkata kepada kita bahwa hanya ada satu
Tuhan di langit dan bumi ini. Ia mengikuti agama Tuhan
itu dan mengajak kita mengikuti agama itu. Sejauh ini,
yang aku lihat hanya tiga orang itulah yang mengikuti
agama itu." Setelah Abbas menjelaskan seperti itu, tebersit dalam
batinku, "Seandainya orang keempat itu adalah aku.?"
Para perempuan yang tinggal di rumah mereka pun
akhirnya menjadi bagian dari orang-orang pertama yang
masuk ke dalam agama Islam.
311 _ Salat Pertama Namun, ketika kita berpikir dari sisi struktur sosial
masyarakat pagan Mekah, perintah "bangun dan peringatkan"
yang datang kepada Rasulullah terlihat seperti hal sulit
dilakukan. Dalam hal ini, Malaikat Jibril memperingatkan
Rasulullah untuk sabar dan berani dalam memberikan
ajakan. Khadijah merupakan pendukung terbesarnya.
Malaikat dan wanitalah yang menjadi pendukung terbesar
Rasulullah. Di salah satu hari, ketika Rasulullah bersama dengan
malaikat di Gua Hira, malaikat melihat sinar yang terpancar
dari jauh. Malaikat itu melihat Khadijah yang khawatir
dengan suaminya mendaki Gunung Hira sambil membawa
keranjang. "Ya Rasulullah, Khadijah datang," kata malaikat itu.
Rasulullah membalasnya dengan mengatakan bahwa
Khadijah selalu berada di sisinya.
"Ia berada di belakangmu, di balik batu itu. Ketika ia
datang menghampirimu, sampaikan salam dari Allah dan
dariku kepadanya. Allah memberikan kabar gembira sebuah
tempat di surga yang jauh dari keramaian dan kelelahan."
Meskipun mendaki di bawah terik mentari, Khadijah
tetap memberikan salam kepada suaminya dengan senyum
terpancar di wajahnya. Ia selalu mendukung secara terbuka
maupun sembunyi, saling menghormati, dan tak pernah
membiarkan suaminya sendiri tanpa perhatian.
Khadijah adalah teman perjalanan hidup suaminya.
Tak pernah melepasakan dan putus asa.
Dengan dahi penuh keringat dan matanya terkena
silau mentari, Khadijah memandang Rasulullah dengan
tersenyum. 312 "Salam bagimu, wahai Rasulullah!"
Khadijah senang memanggil suaminya seperti
itu seakan-akan merasakan bahwa gunung-gunung,
pepohonan, bebatuan, bulan, dan sang surya bersama-sama
mengucapkan salam itu, "Salam ya Rasulullah! Salam ya Rasulullah!"
"Selamat datang Khadijah. Allah dan Jibril memberikan
salam untukmu! Tiba-tiba Khadijah menjadi malu mendengar kata-kata
itu. Ia menerima salam itu dengan menganggukkan kepala
ke depan dengan rendah hati.
"Allah adalah Salam. Salam dari-Nya. Salam bagimu dan
juga temanmu Jibril dariku, ya Rasulullah!"
Rasulullah tampak gugup saat awal berdakwah karena
kaumnya bereaksi sangat keras. Rasulullah selalu bertanya
kepada dirinya, malaikat, dan istrinya dari mana dia harus
memulai dakwah ini. Akhirnya, mereka memutuskan
mengundang para kerabat untuk makan malam. Pada saat
itulah ia akan menjelaskan hakikat agama ini.
Para paman, bibi, keponakan, saudara dekat, dan putraputri mereka, kurang lebih berjumlah tujuh puluh orang,
satu per satu datang ke tempat tinggal Rasulullah. Para
pelayan pun sibuk menyiapkan beraneka kudapan. Di antara
mereka yang membantu itu terdapat Ali. Ia mengangkat baki
dan membagi makanan. Setelah selesai acara menyantap
kudapan, pemilik rumah mengucapkan salam kepada
seluruh tamu undangan. "Dengan menyebut nama Allah, silakan mulai makan,"
ucapnya. 313 _ Salat Pertama Rasulullah tampak gugup saat awal
berdakwah karena kaumnya bereaksi
sangat keras. Rasulullah selalu bertanya
kepada dirinya, malaikat, dan istrinya
dari mana dia harus memulai dakwah
ini. Akhirnya, mereka memutuskan
mengundang para kerabat untuk makan
malam. Pada saat itulah ia akan
menjelaskan hakikat agama ini.
Setelah acara makan selesai, Ali membawa baki dan
memberikan minuman yang ditunggu para tamu, yang
ternyata susu. Masyarakat Mekah yang terbiasa melihat arak
setelah makan tak menyangka bahwa yang diberikan kepada
mereka adalah susu. Hawa tak menyenangkan mulai meruap
di antara mereka. Namun, setelah Abu halib meminum
gelas yang penuh dengan susu itu, Suasana kembali menjadi
baik. Sebenarnya, para tamu sudah mendengar kabar bahwa
keponakan mereka, Muhammad, telah mengikuti agama
baru. Istrinya pun mengikutinya.
Abu Lahab yang tak menyukai jamuan susu memotong
pembicaraan yang akan dilakukan keponakannya.
"Dia berusaha memengaruhi kita. Itu semua berlaku
untuk diriku, kalian, dan juga keponakanku. Keponakanku,
314 kau harus melepaskan usaha itu. Kau tak memiliki kekuatan
untuk melakukan itu. Lupakan itu semua!"
Ucapan-ucapan kasar yang diucapkan Abu Lahab
membuat suasana pertemuan menjadi dingin. Orang yang
tak mengucapkan basmalah dan mengganggu acara yang
belum dimulai itu adalah Abu Lahab. Namun, dia adalah
paman kandung Rasulullah.
Tamu-tamu undangan pergi...
Kejadian itu sudah dituliskan untuknya. Pamannya
sudah memotong jalannya dalam percobaan pertamanya.
Namun, dia membutuhkan suara pendukung dari sang istri,
Khadijah. Agar tak membuatnya sedih, mereka masih bisa
mengundang para tamu itu dan kali ini tanpa mengundang
Abu Lahab. Hal itu akan membuka kesempatan mereka
mengajak kerabatnya ke dalam agama Islam. Mereka pun
memberikan tugas kepada Ali.
"Kamu akan mengundang para tamu kemarin, kecuali
Abu Lahab." Kecuali Abu Lahab, mereka semua datang. Mulai dari
Abu halib dan para bibi, mereka mendoakan keberhasilan
keponakan dan istri keponakannya. Walaupun tak ada
yang menjadi muslim, mereka berjanji akan mendukung
keponakannya dan istrinya
Setelah keluarganya, giliran kaum Quraisy.
Di suatu pagi, Rasulullah mendaki puncak bukit Safa dan
memanggil orang-orang di sekitarnya.
"Wahai Sabahah! Wahai Sabahah!" serunya.
Ajakan dimulai! Semuanya terkejut. Mereka berkumpul dengan cemas di
sekitar sisi Safa. 315 _ Salat Pertama Rasulullah bertanya kepada kumpulan orang-orang itu
apakah mereka percaya jika dirinya berkata bahwa di balik
gunung itu bersembunyi sekumpulan tentara musuh.
Dia bernama al-Amin sehingga semua orang pasti
percaya kepadanya. "Seperti teriakan "wahai sabaha" yang aku ucapkan dan
seperti orang yang ingin memperingtkan keluarganya,
dengarkan aku dan perhatikan ucapan-ucapakanku!"
Dia berkata dengan penuh percaya diri untuk meyakinkan
orang-orang yang berkumpul seperti banjir. Sungguh
indahnya kata-katanya, sungguh sopan bahasanya.
Jika mereka percaya dengan apa yang Rasulullah
ucapkan, ungkapan bahwa tiada Tuhan selain Allah pun
harus dipercaya. "Oleh karena itu, dengarkan aku baik-baik!
Aku memperingatkan kalian mengenai azab yang sangat
berat. Aku mengajak kalian bersyahadat bahwa tiada
Tuhan selain Allah. Jika kalian menerima ajakan ini, tempat
kalian pergi adalah surga. Jika kalian tak percaya, aku tak
bisa menyelematkan kalian dari azab yang akan menimpa
kalian.

Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wahai kaum Quraisy! Selamatkanlah diri kalian dari
neraka. Wahai Putra Ka"ab bin Luesy! Selamatkanlah diri kalian
dari api neraka! Wahai Putra Murra bin Ka"ab! Selamatkan diri kalian dari
neraka! Wahai Putra Abdul Syams! Selamatkan diri kalian dari
neraka! Wahai Putra Abdul Manaf! Selamatkan diri kalian dari
neraka! 316 Wahai Putra Abdul Muthalib!
Wahai putri Muhammad, Fatimah!
Wahai bibi Rasulullah, Saiyah! Serahkanlah diri kalian
kepada Allah. Jika kalian tak membenahi diri kalian, aku tak bisa
menyelamatkan kalian. Jika kalian menginginkan
kekayaanku, akan aku berikan. Namun, kalian salah jika di
hari kiamat nanti kita masih bersaudara. Hari itu manusia
akan datang dengan amal-amal mereka. Kalian akan
datang meminggul kebaikan-kebaikan yang telah kalian
lakukan. Dan pada hari itu aku membalikkan wajahku dari
kalian. Kalian akan memanggilku, "Ya Muhammad" untuk
memohon pertolongan. Namun, aku tak akan menjawab.
Aku akan melakukan ini (saat itu dia membalikkan wajahnya
ke arah lain). Sekali lagi kalian memanggil "Ya Muhammad",
dan sekali lagi aku akan melakukan seperti ini (sekali lagi
membalikkan wajahnya)."
Orang-orang Mekah terdiam di hadapan ajakan itu.
Bagaimana ia melakukan ajakan ini"
Baik, rendah hati, serta dengan ucapan satu satu per satu
dan fasih. Sebuah ajakan yang seakan-akan penuh dengan ketegasan
seorang raja dan penuh dengan kekuatan.
Ucapan-ucapan al-Amin bekerja untuk orang-orang di
barisan depan. Khadijah yang berada di barisan terakhir mendengarkan
dengan penuh iman, kasih sayang, semangat, dan penuh
perhatian. Orang-orang yang memanggilnya "anak yatim
Mekah" berkata di atas puncak Safa menggunakan kata-kata
yang menghancurkan gunung-gunung.
317 _ Salat Pertama Saat itu, Khadijah seakan-akan melihat Ismail bersama
dengan Hajar, ibunya. Orang yang mengajak itu adalah
utusan terakhir yang dari generasi Nabi Ismail. Bukit Safa,
yang menjadi saksi, sekali lagi menjadi tempat suci beberapa
abad kemudian. Kali ini dengan bahasa yang rendah hati, penuh ampunan,
dan ketegasan yang mampu mendiamkan para raja.
Bangga, bangga, bangga... syukur, syukur, syukur. Khadijah
meneteskan air mata ketika mendengarkan pidatonya.
Pada saat itu.... Ketika semua terdiam membeku mendengarkan ajakan
terbuka, tiba-tiba Abu Lahab berteriak.
"Kurang ajar. Kamu panggil kami hanya untuk
mendengarkan omong kosong ini?"
Kata-kata itu seperti batu besar yang dilemparkan kepada
keponakannya. Kejadian itu menjadi sesuatu hal yang mengejutkan.
Paman kandungnya sendiri memalukan keponakannya
di hadapan semua orang. Para pendengar yang
sebelumnya mendengarkan dengan hikmah dan penuh
dengan keingintahuan mulai pergi satu per satu setelah
mendengarkan ucapan Abu Lahab. Sekali lagi, Abu Lahab
menghancurkan semuanya. Khadijah melihat kejadian ini dengan pandangan sedih.
Ia adalah satu-satunya orang yang selalu berada di samping
suaminya setelah orang-orang pergi menuju jalan mereka
masing-masing. Khadijah berkata kepada suaminya agar tak
sedih dan putus asa. Ya, kali ini dirinya harus membantu
suaminya. Dan khususnya kepada para perempuan yang
menyukai mereka. Oleh karena itu, mereka mengajak para
perempuan. 318 Rupanya, orang-orang terhormat seperti Abu Jahal,
Abu Lahab, Walid bin Mughirah, Ash bin Wail, dan Utbah
bin Rabiah, juga tak suka dengan upaya yang dilakukan
Khadijah. Mereka mencegah kedatangan para ibu, saudara
perempuan, dan istrinya kepada Khadijah dan al-Amin.
Namun, mereka adalah muslim pertama yang selalu yakin
dan tegas dengan keputusan mereka, ibarat sebuah benteng
yang sabar dan kokoh. Sebaliknya, orang-orang yang dikirim untuk mengubah
keyakinan Khadijah malah kembali dalam keadaan terpengaruh. Kali ini mereka berkata, "Menjauhlah wanita
dan para putri Khadijah."
"Agama ini adalah agama Allah, para malaikat, dan
para nabi. Agama kakek moyang kita, Nabi Ibrahim. Allah
mengutusku untuk berdakwah kepada seluruh umat
manusia." Dirinya adalah satu-satunya orang yang memangil dan
berteriak dalam keramaian. Khadijah, Ali, Zaid, dan putriputrinya, kemudian Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf,
Zubair bin Awwam, Utsman bin Afan, Saad bin Waqas,
Talha bin Ubaidullah, Ammar bin Yasir, serta Bilal pun
menjadi muslim. Hal yang menarik perhatian di antara keluarganya adalah
keikutsertaan para wanita dalam perkumpulan laki-laki.
Rumah Khadijah menjadi sebuah sekolah. Rumah itu ramai
dengan para wanita yang belajar agama baru. Bibi Saiyah,
Arwa, Umaimah, dan Atikah, anak-anak perempuan sang
bibi, Sa"da binti Quraisy dan Arwa binti Quraisy, Hamna dan
Zainab, serta istri pamannya Abbas, Lubabah, mereka ibarat
sekumpulan lebah yang datang karena ajakan Khadijah.
Mereka benar-benar pekerja keras yang tangguh.
319 _ Salat Pertama Sungguh, ajakan agama baru dan tauhid telah mengganggu
keberlangsungan agama nenek moyang mereka. Apalagi,
sebagian besar dari mereka adalah kaum pagan dan para
pedagang. Mereka berpikir mengapa utusan terakhir datang
dari garis Abdul Muthalib bukan dari mereka.
Rumah Khadijah menjadi sebuah
sekolah. Rumah itu ramai dengan para
wanita yang belajar agama baru. Bibi
Safiyah, Arwa, Umaimah, dan
Atikah, anak-anak perempuan sang bibi,
Sa"da binti Quraisy dan Arwa binti
Quraisy, Hamna dan Zainab, serta
istri pamannya Abbas, Lubabah, mereka
ibarat sekumpulan lebah yang datang
karena ajakan Khadijah. Mereka
benar-benar pekerja keras yang tangguh.
Abu Jahal berkata seperti ini kepada orang-orang
dekatnya. "Kita selalu berkompetisi dengan kaum Abdul Manaf dan
Syams di berbagai hal yang menyangkut kehormatan. Mereka
menjamu makan, kita ikut menjamu. Mereka melakukan
berbagai macam tugas, kita juga melakukannya. Mereka
320 memberi dan melakukan kebaikan, kita pun memberikan
dan melakukan kebaikan. Mereka seperti orang-orang yang
berkompetisi di atas unta dan selalu bertarung dengan kita.
Sekarang, mereka berkata bahwa ada seorang nabi yang
menerima wahyu dari langit. Bagimana bisa kita menerima
semua ini" Bagaimana kita bisa memberikan perlawanan"
Kita takkan pernah bisa menerimanya. Satu hal yang bisa
kita lakukan, kita tak akan tunduk kepada generasi Abdul
Manaf. Mengapa kenabian datang kepada anak yatim Mekah"
Ketika semua kekayaan dan kebanggan berada di tangan kita,
mengapa utusan terakhir diberikan kepadanya?" ucapnya
dengan intonasi mengejek yang terasa menyakitkan bagi
Khadijah dan suaminya. 321 Seperti Lautan ejak lahir, kehidupan Khadijah seperti laut yang tidak
pernah kurang ombaknya. Tidak ada pekerjaan yang datang secara bergantian.
Setiap pekerjaan dan segala urusannya seperti sebuah
magnet yang menarik dirinya, yang membuatnya selalu saja
berada di antara banyak pekerjaan yang harus ditangani.
Kebanyakan orang menginginkan kehidupan dengan lacilaci dan gantungan-gantungan yang tersusun rapi, jauh
dari ricuh pertengkaran. Namun, kehidupannya justru jauh
dari hal tersebut, seperti koper yang susah ditutup karena
sudah sangat penuh. Kehidupan Khadijah adalah sebuah
perjalanan panjang yang sebenarnya.
Sebagai orang pertama yang mengimani agama
yang baru, sekaligus sebagai salah satu penebar dakwah
pertama, Khadijah banyak mendapat perlawanan tajam dari
lingkungan maupun bangsawan Mekah. Di sisi lain, Khadijah
juga berperan dalam masalah-masalah yang berlaku umum.
Bisa dikatakan, dirinya hampir tidak pernah luput dari
perhatian kehidupan duniawi.
Contohnya ketika ia kembali mengandung buah hati.
Seluruh ritme kehidupannya tiba-tiba menjadi seperti ratu
lebah yang tiada henti mengurusi sarangnya yang terusmenerus berdengung. Di antara runtutan urusan-urusan
itu adalah menyaksikan suaminya yang hari demi hari
senantiasa bercengkerama dengan malaikat bernama Jibril,
322 meskipun dengan emosi yang kian hari kian memuncak dan
hampir setiap waktu terjadi keributan di salah satu sudut
kota. Di satu sisi, Khadijah setia mengamati putri-putrinya
yang telah berumah tangga, sementara di sisi lain sibuk
menyiapkan pernikahan bagi putri-putrinya yang telah
bertunangan. Di sisi yang lain lagi, Khadijah mengisi harihari Fatimah kecil Sang Bunga Rumah, menyambut dan
menjamu tamu-tamu yang datang, menyampaikan ajaranajaran agama kepada mereka, mengikuti perkembangan
musim panen, perjalanan dagang, dan menghitung harta
benda, memperbaiki bagian rumah yang rusak, mengurus
taman, merawat unta-unta yang terserang penyakit,
mengusir hama-hama yang sering muncul pada karungkarung kurma, menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa
ikan yang mati di kolam pada pekan lalu adalah sebuah
takdir, memberi perhatian khusus untuk Ali dan Zubair
yang ketika itu tengah mengalami pubertas dengan segala
kekhasannya, serta hadir dalam berbagai takziyah, akikah,
dan perpisahan. Khadijah berdiri teguh di antara berbagai dera.
Kadang, setelah semua telah tidur, ia memikirkan satu
per satu keluarganya. Mengetahui bahwa semuanya sehat
dan tertidur pulas di bawah atap yang sama adalah sebuah
kebahagiaan yang tidak terkira. Dan pekerjaan yang harus
ia kerjakan seolah bintang yang bertebaran di langit, begitu
melekat kepada dirinya. Ketika ia akhirnya tertidur bersama
bintang-bintang, kadang tidak tersisa satu mimpi pun untuk
dilihat karena hidupnya sudah menyerupai mimpi: berlari"
berlari" terus berlari" dalam dirinya bersemayam seorang
gadis remaja. 323 _ Seperti Lautan Hari kelahiran Abdullah, putranya, mengukir
kegembiraan di wajah semua orang. Bahkan, belum genap
beristirahat di tempat tidur keibuannya, ia kembali beranjak
untuk memulai lagi kehidupannya, meneruskan hidup yang
bagaikan lautan berkecamuk ombak.
Tak pernah merasa terbebani.
Tak ada penyesalan. Tak pernah mengerutkan alis.
Dia, adalah laut" adalah cinta. Kata cinta yang tertulis
di dahinya membuat Khadijah selalu sigap dalam setiap
kesempatan, setiap keadaan. Lengannya terbentang luas
bagaikan samudra. Tangannya seperti tercipta dari air,
rendah hati dan penyabar. Menjinakkan batu besar yang
perkataannya kasar dengan belaian kasihnya. Adalah Kapal
Risalah yang berlayar di atasnya, adalah ikan-ikan unik
umatnya yang hidup di dalamnya.
Dia adalah lautnya Mekah.
Ketika menyusui Abdullah, ia menyimak dengan
saksama hafalan ayat-ayat pertama putri kecilnya, Fatimah.
Sementara itu, di bagian bawah rumahnya, para muslimah
awal sudah tidak sabar untuk mendengarkan nasihat perihal
agama darinya. Dari kasak-kusuk yang didengar dari para
gadis yang ditugaskan menjamu tamu itu, Khadijah tahu
bahwa keributan telah terjadi. Kabar buruk yang terdengar
dari Pasar Dzu al-Majaz itu segera melesat bagai busur ke
dadanya, bagai susu yang hendak mendidih, dan terdengar
oleh Ibunda Khadijah. Menurut kabar yang beredar, kericuhan itu terjadi ketika
suaminya yang juga sebagai Rasul Terakhir, mengajak orangorang di pasar untuk meninggalkan kegelapan dan menuju
cahaya. 324 Ketika itu, Rasulullah bersabda, "Wahai sekalian
manusia, katakanlah, sesungguhnya tiada tuhan selain
Allah agar kamu sekalian selamat!" Abu Jahal, seperti biasa,
dengan penuh olokan menolak ajakan tersebut. Bahkan,
ia sempat mengambil segenggam tanah dan kemudian
melemparkannya ke kepala suci Rasulullah.
Bagaimana mungkin hal itu terjadi" Melemparkan
tanah ke kepala seseorang, menurut adat Mekah, adalah
hinaan terburuk yang pernah dilakukan. Abu Jahal merasa
puas dengan kelakuannya itu dan berkata, "Hai sekalian
Ketika menyusui Abdullah, ia
menyimak dengan saksama hafalan ayatayat pertama putri kecilnya, Fatimah.
Sementara itu, di bagian bawah
rumahnya, para muslimah awal sudah
tidak sabar untuk mendengarkan nasihat
perihal agama darinya. manusia, orang ini ingin membelokkan kalian dari agama
terhormat nenek moyang kalian. Janganlah kalian sekali-kali


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menaatinya! Dia menginginkan kalian untuk meninggalkan
tuhan-tuhan kalian, meninggalkan Latta dan Uzza kalian.
Jangan pernah kalian mendengarnya!"
325 _ Seperti Lautan Ucapan itu seperti meredupkan pancaran cahaya
kalimatullah. Selanjutnya, kericuhan pun terjadi. Tubuh
al-Amin berbalut debu. Rambut dan jenggotnya dipenuhi
tanah. Pakaiannya pun terkoyak.
Ibunda Khadijah yang mendengar kabar tidak sedap itu
seperti terguncang. Segera saja air susu tidak keluar dari
dadanya. Putra mungilnya, Abdullah, yang berada dalam
pangkuannya bagai anak domba yang kebingungan mencaricari air susu. Tidak tega.
"Bismillah." Dadanya diperas seraya menyebut asma
Allah. Tidak keluar air susu"
Bismillah" Masih tidak keluar" "Ya Rabb, berilah pertolongan untuk rumah utusan-Mu.
Bismillah"." rintihnya.
Kali ketiga, karena begitu keras memeras, yang keluar
adalah susu bercampur darah.
"Mekah, betapa cepatnya kau berpaling dari kami,"
ucapnya dalam hati. Khadijah harus tenang. Mengemban janji yang berat tentu
akan berhadapan dengan ujian semacam ini. Harus kuat, ia
harus kuat mengingat banyak orang yang menaruh harapan
kepadanya. Abdullah segera ditidurkan ke ranjangnya. Ia
lalu memberi selamat kepada Fatimah atas hafalannya. Saat
turun ke bawah, Khadijah mencari wajah penuh senyum
yang biasa ia tunjukkan kepada para tamu muslimah
itu dari dalam dirinya. Dengan susah payah, ia akhirnya
menemukannya dan memasang wajah penuh senyum itu.
Oh" Khadijah, ibunda seluruh umat.
326 Di hari-hari sulit yang dilalui suaminya, bukan hanya
kesabaran melainkan juga guyuran kesabaran yang ia
harapkan. Bukan lagi sekadar sabar, melainkan hujan
kesabaran yang ia inginkan.
Menjelang malam, Zainab, putrinya yang menikah
dengan putra dari saudara perempuannya menghampirinya.
Ada kesedihan yang menggantung di wajah putrinya. Atau,
adakah yang membuatnya bersedih di rumahnya" Dibelai
rambut putrinya, dicium jemari yang berinai dan bercincin
itu. Menantunya adalah seorang yang mengetahui besarnya
arti nikmat, seorang pemuda yang berwibawa. Bagi
Zainab, suaminya tak pernah meninggalkan matanya di
belakang. Kalau begitu, apakah gerangan yang tidak Zainab
ceritakan kepadanya" Mengapa wajahnya pucat" Ketika
ditariknya ke belakang jilbab sutra yang menutupi kepala
putrinya, ia terkejut menemukan penuh bekas luka. Zainab
menutupinya, tak ingin ibunya tahu. Sang ibu pun berpurapura tidak melihat bekas luka itu. Ia berpura-pura melihat
kalung yang dihadiahkan kepada putrinya saat pernikahan.
Seraya ingin mengganti topik pembicaraan, sambil menelan
ludah, Khadijah bertanya, "Kau suka hadiah ini, Zainab?"
Beberapa tahun kemudian, di Perang Badar, hadiah itu
akan menjadi jaminan keselamatan bagi suaminya. Kalung
pemberian dari Ibunda Khadijah ini akan menjadi penolong
bagi suami Zainab. Zainab, seolah sudah menunggu pertanyaan itu, tidak
kuasa menahan dirinya. Ia menangis terisak. Kepala Ibunda
Khadijah mendidih dibuatnya. Ataukah putrinya tidak
nyaman berada di rumahnya sendiri" Ada apa dengan bekas
luka di tengkuknya itu"
327 _ Seperti Lautan "Para pengantin boleh menangis begini. Namun, ibunda
mereka adalah orang kepercayaan mereka. Bukan begitu,
Zainab?" tutur Khadijah.
Zainab tenggelam dalam pelukan ibundanya. Dengan
terisak, ia mulai menuturkan kisahnya.
Derita Zainab sebenarnya adalah ayahandanya.
Hari ini, saat sedang berjalan dari pasar ke pasar, ia
menemukan ayahandanya tengah berdakwah mengajak
orang-orang menuju ke Agama yang Benar. Kata-katanya
begitu sopan, begitu tulus dari lubuk hati terdalam. Ia
memberi salam ke semua orang. Satu per satu dari mereka
dijelaskan tentang keesaan Allah. Akhlaknya yang menjaga
etika moralitas yang indah, arti dari pemilik segala kebaikan,
dan pasar yang dikelilinginya demi menyampaikan pesan
bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara belaka.
Namun, telinga orang-orang itu tersumbat demi mendengar
sabdanya. Kemudian, di depan ayahandanya berdiri orangorang yang menirukannya. Mereka juga yang melemparkan
tanah ke kepalanya dan menjambak rambutnya. Kini, seluruh
tubuhnya berbalut debu. Di antara caci maki dan hinaan,
sang ayahanda masih saja gigih menyampaikan risalah ilahi,
satu per satu seperti mutiara dengan penuh kesabaran.
Makian demi makian semakin meningkat. Mereka mulai
mengancam dan meneriakkan sumpah-sumpah akan
menyiksa orang yang telah meremehkan tuhan-tuhan
mereka. Hingga mentari merangkak naik ke puncaknya,
Zainab masih mengawasi ayahnya dengan harapan kosong.
Kemudian, seiring hari kian menuju puncak panasnya,
orang-orang yang kasar lagi kurang ajar itu pun beringsut
bubar, meninggalkan Rasulullah sendirian dengan tubuh
328 berbalut debu dan tanah. Agar tidak mengundang orangorang untuk mencacinya, ia pun menutup wajahnya dengan
kain. Meskipun berada dalam balutan jubah dan syal,
Rasulullah masih mengenali putrinya yang saat itu berjalan
mendekatinya. "Kaukah itu, Zainab?"
Zainab segera menyerahkan kendi berisi air yang ada di
sampingnya kepada sang ayah. Dengan bibir yang berdarahdarah, seraya mengucap basmalah, sang ayah mulai meneguk
air dari kendi itu. Setelah mencuci wajahnya, tampak
sebagian dari air itu bercampur darah dan peluh. Ketika
membersihkan pakaiannya yang berdebu, tersenyumlah ia
kepada putrinya. Dan ketika Zainab tidak bisa menahan
dirinya untuk menangis, seperti biasa, sang ayah akan
mengelus kepala putrinya sembari berkata, "Zainab" oh
Zainab." "Wahai Putriku, jangan takut akan ayahmu. Yang
menugaskan pekerjaan ini adalah Allah. Jangan takut,
Zainabku," lanjutnya menenangkan.
Setelah berpisah dari ayahandanya, si wanita muda
itu pun segera berlari meninggalkan pasar. Ia berusaha
menghindar dari orang-orang kasar yang menyadari bahwa
itu dirinya. Ketika berlari, kakinya tersandung sesuatu
sehingga ia terjatuh. Kendi yang ia bawa pun pecah sehingga
melukai tengkuknya. Sambil terisak, Khadijah berusaha menenangkan putrinya
yang mengkhawatirkan hidup ayahnya.
"Zainabku, jangan bersedih," katanya. "Allah bersama
Ayahmu!" 329 _ Seperti Lautan Sebuah kaca seperti yang meledak dalam dirinya. Pecah,
dan serpihannya menyayat hatinya. Terluka di depan mata
anaknya sendiri, ayah mana yang sanggup menanggungnya"
Begitu pula, anak mana yang hatinya tidak tercabik-cabik
melihat ayahnya sendiri dalam kondisi seperti itu" Namun,
ia tentu saja tidak boleh mengatakan kepada anaknya.
"Zainab sayang, lihatlah. Adikmu ingin membacakan
ayat-ayat yang baru saja dia hafal kepadamu," kata Khadijah
sembari memberikan Fatimah yang dari tadi memamerkan
pita-pita kepang rambutnya kepada sang kakak ke
pangkuannya. "Bagaimana Halah, apakah ia baik-baik saja" Aku sangat
merindukannya," tanya Khadijah.
Pada saat yang bersamaan, matanya sibuk mencari
Zaid dan Ali. Ia harus segera mengirim mereka ke sisi
Rasulullah. "Saudara-saudara yang hendak menunaikan salat Magrib
di rumah kami, aku mencari Zaid dan Ali. Mereka harus
menyiapkan kamar untuk tamu laki-laki kami," kata Zainab.
Begitu namanya dipanggil, Zaid segera melongokkan
kepalanya ke pintu. "Para singaku.. " kata Khadijah,
"Lari dan susullah Rasulullah."
330 "Zainab, kau tidurkan saja Fatimah. Aku segera datang.
Bahkan, akan kupanggil juga mertuamu untuk datang. Kita
salat bersama-sama. Kami tidak akan melepasmu secepat
itu." Meskipun mereka berusaha untuk tidak membuat para
tamu wanita merasa khawatir, ternyata Khadijah mendapati
para pemuda di rumah itu menjadi waspada. Bahkan, Ali,
demi menyampaikan perihal kejadian itu kepada ayahnya,
Abu halib, segera melesat menuju rumah lamanya. Zubair
juga menarik pedang seukuran tinggi badannya seraya
berkata, "Jika mereka hendak melakukan sesuatu terhadap
Rasulullah, mereka akan menemukanku di hadapan
mereka." Ucapan pemuda kecil itu cukup membuat Khadijah
tersenyum. "Para singaku"." kata Khadijah, "Lari dan susullah
Rasulullah." 331 Yang Terdekat, Yang Terjauh
"Sungguh, Kami akan menurunkan kepadamu
perkataan yang berat."
(Q.s. Muzzammil: 5) jian macam apa ini" Orang-orang terdekatnya, yang hingga kemarin
masih bersama bahu-membahu dalam meraih kemenangan
besar dan menjaga martabat, hari ini bergerak sendirisendiri seperti tidak saling kenal. Mereka yang hingga
kemarin masih bersama-sama menikmati jamuan makan
tanpa kurang suatu apa pun, hari ini menjadi musuh. Pihakpihak yang saling berbagi suka maupun duka sejak lahir
sampai nanti mati, ada apa dengan mereka ini"
Apakah semua ini karena mereka berikrar bahwa Allah
itu satu" Apakah karena mengakui bahwa mereka adalah muslim
sehingga layak untuk mengalami runtutan siksaan semacam
ini" Sahabat lama yang memutus salam, memutus ucapan
selamat pagi. Bahkan, segera saja pintu dan jendela
dibanting dengan keras di depan wajah mereka. Atau segera
memalingkan muka ketika melihat mereka.
Dua tetangga rumah terdekat, Abu Lahab dan Ukbah bin
Abu Mu"ait, sudah sejak dulu melancarkan siksaan-siksaan
332 yang tidak terbayangkan sebelumnya. Mereka kumpulkan
duri dan semak untuk disebarkan ke jalanan yang dilalui
kaum muslim. Sampah dan segala macam benda menjijikkan
mereka buang ke depan pintu rumah-rumah kaum muslim.
Menanggapi kejadian-kejadian yang mengejutkan ini,
Khadijah dan suaminya hanya dapat berkata, "Apa ini yang
kalian sebut bertetangga?"
Tawa keras serta lemparan batu tidak jarang mereka
dapati. Kadang, Rasulullah terpaksa bersembunyi di sebelah
kiri pintu masuk "Penginapan Khuwaylid", di belakang
tempat menyimpan hewan tunggangan. Mereka begitu
keras kepala, kasar, dan kurang ajar.
Sejak Alquran turun kepada Sang Utusan Terakhir,
seolah ada sesuatu yang berbeda yang terjadi pada hati
mereka. Alquran sebenarnya adalah al-furqan (pembeda).
Ketika Rasulullah mulai berbicara, muncullah perbedaanperbedaan itu. Semua orang melihat asal mereka, permata
mereka, melalui cermin ini. Mereka yang terbuka dengan
kebaikan, ketika mendengar seruan Utusan Terakhir,
langsung berlari menuju kebaikan. Sebaliknya, mereka
yang terbuka dengan keburukan akan berlari dengan cepat
menuju kehinaan. Khadijah sendiri adalah wanita yang menjunjung tinggi
hukum berkenaan dengan kekerabatan dan kehidupan
bertetangga. Bukan hanya ia yang menjunjung tinggi
hakikat-hakikat tersebut. Menaati dua hukum tersebut
adalah salah satu dari peraturan-peraturan bermartabat
penting di Mekah. Pepatah Arab menyebutkan, "Kekerabatan maupun
kehidupan bertetangga bagaikan selubung benih di dalam
tanah." 333 _ Yang Terdekat Yang Terjadi
"Benih tanpa selubung, mungkinkah ia bertahan" Bagi
sebiji benih, untuk tumbuh menjadi tanaman berakar
diperlukan selubung untuk bersandar. Nah, selubung benih
itulah kekerabatan, itulah kehidupan bertetangga," ucap
Khadijah. Kerabat dan tetangga adalah kenangan.
Kerabat dan tetangga adalah lingkungan.
Kerabat dan tetangga adalah yang karib dan yang dekat.
Hukum yang mengatur tentang kekerabatan dan
kehidupan bertetangga bagi masyarakat Arab yang pada
masa itu hidup tanpa raja, ratu, menteri, maupun pemimpin
lainnya selama berabad-abad merupakan lembaga yang
berprofesi sebagai pengawal benteng yang membuat minyak
wangi. Lalu, apa yang berubah sekarang"
Yang berubah tentu saja berhubungan dengan apa yang
disampaikan Rasulullah, yaitu yang menghancurkan sistem
kasta, yang bersandar pada tiang keadilan, persamaan di
antara semua manusia, dan tidak diragukan lagi dari semua
ini adalah krisis transisi menuju sistem baru yang berdasar
pada pokok hukum. Ketika berbagai tanggapan itu dilontarkan, jarak
diturunkannya ayat satu dengan yang lainnya merenggang
lagi. Caci-maki dan hinaan semakin hari semakin bertambah.
Orang yang melintas di sampingnya berceletuk, "Wahai
Muhammad, adakah hari ini yang turun dari langit lalu
berbincang denganmu?"
Tak jarang pula mereka mengumpat yang ditujukan untuk
para hamba sahaya yang memeluk Islam, "Harta karun Kisra
dan kaisar apakah akan diberikan kepada mereka ini?" umpat


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka dengan tawa terbahak-bahak yang menyayat hati.
334 "Kisah masa lampau"."
"Perkataan gila"."
"Mantra-mantra sihir.?"
Semua itu adalah ungkapan-ungkapan tentang hurufhuruf Allah atau Alquran yang para pengkhianat itu sebarkan
ke sekeliling mereka. Dan ancaman pun masih datang silih berganti. Dengan
suara kencang, mereka berkata, "Barang siapa yang
mengunjungi Kakbah dan mendirikan salat, kami tahu apa
yang harus dilakukan kepada mereka."
Bahkan, suatu ketika Abu Jahal pernah bersumpah di
depan khalayak, "Jikalau mereka datang dan mendirikan
salat, akan kuinjak tengkuknya dan kuseret wajahnya di
tanah." Suatu ketika, ia pernah hendak menginjak tengkuk
Rasulullah ketika sedang sujud. Namun, belum sampai
menginjak, ia kembali pulang. Saat ditanya perihal hal ini,
ia pun menjawab, "Aku sudah akan menginjaknya. Namun,
setiap kali akan melakukannya, aku melihat dinding dari api
yang mengelilinginya."
Meskipun hidupnya selalu dipenuhi dengan ancaman,
Khadijah tak pernah sekalipun melewatkan pergi ke Kakbah
dan salat di sana bersama sang suami. Bahkan, meski
ancaman kematian datang mendera, ia dengan gigih dan
berani tidak beranjak selangkah pun dari sisi suaminya.
Di antara segala tanggapan, baik dari segi keagamaan
maupun sosial, kehilangan Abdullah kecil yang tengah mulai
belajar berjalan secara tiba-tiba tidak pelak menambah
berat kadar ujian yang harus dihadapi. Orang-orang berhati
kotor dan bermulut buaya segera mengambil kesempatan
335 _ Yang Terdekat Yang Terjadi
dari kesedihan mereka ini. Bahkan, mereka mulai menjuluki
Rasulullah dengan sebutan "pohon yang rapuh cabangnya".
Suatu hari, seorang asing bertanya kepada "As bin Wail di
Pasar Ukaz sambil menunjuk ke arah Rasulullah yang saat
itu sedang sibuk menyerukan agama-Nya.
"Siapakah gerangan orang yang berbicara dengan
perlahan-lahan itu?"
"Dia" Dia itu hanyalah seorang yang keturunannya
terputus! Tak punya keturunan," jawab "As penuh dendam,
penuh benci. Dengan hati patah dan terluka, Rasul Allah itu pun
kembali ke rumahnya. Ibunda Khadijah segera menenangkan diri. Ia mengajak
suaminya berjalan mengelilingi satu per satu ruangan yang
setiap sudutnya merupakan jejak turunnya wahyu, seraya
mengingatkan kembali akan tempat-tempat saat dirinya
pernah melihat Jibril. Dikenangkannya pula bahwa bukan
rumah lain melainkan rumah beliaulah yang Jibril datangi.
Meskipun hidupnya selalu dipenuhi
dengan ancaman, Khadijah tak pernah
sekalipun melewatkan pergi ke Kakbah
dan salat di sana bersama sang suami.
Bahkan, meski ancaman kematian datang
mendera, ia dengan gigih dan berani tidak
beranjak selangkah pun dari sisi suaminya.
336 "Engkau adalah Rasul utusan Allah Yang Maha Esa,"
katanya menguatkan hati. Khadijah berkata dengan menatap mata Rasulullah
dalam-dalam. Sembari melakukan hal yang sama, ia berkata
lagi, "Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Ucapan itu begitu menyesakkan dada keduanya. Mereka
penat dengan siksaan orang-orang sehingga keduanya pun
tersungkur dalam sujud, membuka hati mereka untuk
Allah. Rasulullah pun merintih dalam doanya.
"Ya Rabbi! Tunjukkanlah kepadaku petunjuk-Mu yang
akan memberi kekuatan bagi hatiku dan yang menghilangkan
kesedihan ini dariku!"
Di masa penuh ujian yang harus dilewatinya ini, Khadijah
adalah satu-satunya sandaran, satu-satunya hiburan
baginya" Khadijah tidak pernah barang sekejap pun ingkar dari
imannya kepada Allah dan apa pun yang dikaruniakan kepada
Rasul-Nya. Apa pun yang diwahyukan kepada Rasulullah
diterimanya. Karena itu, ia hadapi setiap ujian berat yang
dibebankan Allah kepadanya dengan penuh kesabaran.
Berbagai macam orang, yang baik maupun buruk, pernah
ditemui. Begitu berat dan sukar tugas sebagai seorang rasul
yang diemban suaminya sehingga pertolongan dan tauik
dari Allah saja yang mampu memberi kekuatan kepada para
nabi sehingga tetap gigih mengembannya risalah-Nya.
Khadijah, orang pertama yang mengimani Utusan
Terakhir, sebagai wakilnya, satu-satunya penghibur buatnya,
tidak diragukan lagi adalah yang terpilih untuk ikut berperan
337 _ Yang Terdekat Yang Terjadi
dalam terlaksananya tugas berat ini dengan selamat. Ia pun
adalah seorang yang mendapat dukungan langsung dari
Allah. Kaum musyrik Quraisy dengan penuh keyakinan terus
mengikuti perkembangan kedatangan wahyu. Jika wahyu itu
terputus keluarlah kata-kata ejekan dari mereka, "Tuhannya
pun meninggalkan Muhammad."
Khadijah, orang pertama yang
mengimani Utusan Terakhir, sebagai
wakilnya, satu-satunya penghibur buatnya,
tidak diragukan lagi adalah yang terpilih
untuk ikut berperan dalam terlaksananya
tugas berat ini dengan selamat. Ia pun
adalah seorang yang mendapat dukungan
langsung dari Allah. Hujan hinaan dan duka karena kehilangan putra
berkecamuk dalam dada mereka. Namun, kesabaran dan
ketabahan jiwa mereka yang akan disempurnakan itu tak
goyah meskipun didera berbagai macam bara api, meski
segala macam kepahitan dunia telah mereka rasakan".
338 Kisah Empat Puluh Darwis i lantai atas, Ibunda Khadijah terbaring sakit
dengan panas tinggi karena duka kehilangan putra
kecilnya. Di lantai bawah, karena paham akan hakikat
kematian, Berenis berbicara tentang hal tersebut di hadapan
para tamu wanita yang berkumpul di penginapan itu untuk
dalam rangka takziah atas wafatnya Abdullah.
"Ketika melewati Gurun Tihamah, kami menjumpai
gundukan yang tidak biasa. Ketika kepala rombongan
memberi waktu untuk beristirahat, bersama Tuanku, Tuan
Katip Tua, kami pergi mengunjungi gundukan itu. Di balik
gundukan itu berjajar empat puluh makam yang saling
berdampingan. Aku pun terkejut. Bulu kudukku berdiri.
Di gurun pasir sesunyi ini, bagaimana mungkin ada
empat puluh makam yang saling berdampingan seperti
ini" Ada misteri apa di balik semua ini". Seolah tahu apa
yang kupikirkan, Tuanku menjelaskan, "Ketika empat puluh
sahabat Allah tengah berzikir kepada Tuhannya, mereka
menyerahkan nyawa mereka di sini..."
Aku yang merasa begitu dekat dengan Allah, waktu itu
masih belum mengerti untuk apa Dia mencabut nyawa
dengan sekali napas. Padahal, dalam hal mencintai, Allah
jauh lebih cinta ketimbang hambanya. Selain memberi nyawa
dan hidup, Allah juga mengambil nyawa, mematikan hidup.
Dia Mahakuasa untuk melakukannya. Semua manusia dan
segala sesuatu sudah ada derajatnya di sisi Allah.
339 _ Kisah Empat Puluhan Darwis
Kematian seorang hamba mungkin adalah kedukaan dan
perpisahan. Namun, bagi Allah, hal itu adalah pertemuan
dengan sang hamba. Setiap yang mati akan pergi dengan
membawa perintah, yakni untuk bertemu Rabb mereka."
Sambil berbincang, para pelayan menjamu tamu takziah
itu dengan air dingin dan kudapan ringan.
Khadijah masih berada di lantai atas. Air susu hangat
mengalir dari dadanya. Panas tubuhnya masih tinggi. Ia
sedang menyelam ke alam mimpi yang dalam. Dalam
mimpinya, ia melihat Qasim dan Abdullah berlarian
bertelangjang kaki di padang rumput yang luas. Keduanya
memakai jubah berwarna hijau. Mereka begitu riang, jauh
dari keramaian dan kesusahan. Dari jauh terlihat sebuah
istana mutiara berhiaskan bunga cempaka. Lampu-lampu
dari tiap jendelanya berkilau indah bak kristal. Dari setiap
sisi padang rumput itu memancar mata air sejuk. Sang bunda
berlari dengan jagoan-jagoan kecilnya. Berlari" berlari".
INSYIRAH, retak" "Brak! Brak! Brak!"
Belum usai kunjungan para tamu takziah, malam itu
tak biasanya terdengar suara pintu digedor dengan keras,
sampai-sampai semua orang terbangun dari duduknya.
Yang datang adalah juru bicara Abu Lahab. Mereka berdiri
di ambang pintu dengan wajah hitam kelam berteriak-teriak
seraya mengumumkan batalnya pertunangan dengan putriputri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum.
Bahkan, Utaibah yang tadinya akan menjadi calon
menantu Rasulullah mendorong para juru bicara itu hingga
bisa masuk ke dalam rumah.
340 "Aku tidak menyukaimu, kau juga tidak menyukaiku.
Aku tidak akan dan tidak ingin menjadikan putrimu sebagai
istriku," teriak Utaibah mencerca Rasul Allah.
Rasulullah yang bersedih atas ucapannya kemudian
berdoa, "Ya Allah, aku serahkan Utaibah kepada-Mu."
Sebenarnya, peristiwa ini terjadi akibat tekanan dari
Ummu Jamil, istri Abu Lahab. Istri Abu Lahab ini adalah
seseorang di antara kaum musyrik dan tercatat dalam sejarah
Islam sebagai "pembawa kayu bakar". Menurut mereka,
pembatalan pertunangan itu akan membuat keluarga
Rasulullah kecewa dan kisah-kisah atas nama keagamaan
yang mereka dakwahkan terputus.
Ummu Jamil adalah saudara perempuan dari pemimpin
Bani Umayyah, Abu Sufyan. Bersama dengan istri kakaknya
yang juga berlidah tajam seperti dirinya, Hindun, mereka
bersekongkol siang-malam menyusun rencana untuk
menyiksa keluarga Khadijah. Dan inilah penemuan terbaru
mereka. Melukai, menginjak-injak, dan menghancurkan
ajaran Muhammad melalui putri-putrinya.
Lagi pula, pertunangan itu memang tidak pernah
mendapat restu dari pihak keluarga sehingga pemutusan
itu tidak terlalu membuat sedih hati. Namun, bagi "pihak
wanita", di kota yang sangat terikat dengan adat-istiadat
seperti Mekah, pemutusan pertunangan tentu mencoreng
martabat keluarga. Dan pengkhianatan yang ditujukan
ke rumah yang menjadi tempat Alquran diturunkan juga
dimaksudkan untuk tujuan yang sama.
Tidak ada yang tidak mendengar teriakan itu. Hindun bin
Abu Halah yang melihat semua lilin di rumah itu terbakar
segera menggamit pedangnya, kemudian lari menuju rumah
341 _ Kisah Empat Puluhan Darwis
ibunya. Ia tahu bahwa lagi-lagi telah terjadi sesuatu di depan
rumah wahyu. Setibanya di rumah, dengan napas tersengal-sengal,
ia mendapati ibunya tersungkur di lantai, berduka karena
baru kehilangan putranya. Melihat hal demikian, Hindun
terpukul. Belum sempat memasukkan pedang ke dalam
sarungnya, ia berlari menemui Rasulullah, berlutut di
hadapan beliau. Kepada Rasulullah yang telah dianggap
sebagai ayahnya sendiri, ia menanyakan perihal kejadian
yang menimpa saudara-saudaranya.
Belum reda duka karena kehilangan
putra tercintanya, dengan segala kekuatan
yang ada ia berusaha menghibur putriputrinya. Ia menjadi dukungan bagi
suaminya yang dijuluki sebagai "Ayah
Para Putri", dengan senantiasa menjadi
teladan tak tertandingi sepanjang sejarah
seluruh ibu. Tak ada guna putri-putrinya
berduka karena Allah telah melindungi
mereka dari keluarga yang buruk itu.
342 "Ya Rasulullah! Mengapa engkau izinkan Utbah dan
Utaibah membuat saudara-saudaraku bersedih" Jika ada
yang perlu kami lakukan, tolong katakan itu kepada kami."
Saat berkata demikian, tangan Hindun bin Abu Halah
menggenggam gagang pedangnya sekuat tenaga yang
tersisa. Tidak ada pengorbanan yang tidak dilakukan demi
saudara-saudara perempuannya. Bisa saja ia pergi ke rumah
Abu Lahab, mengobrak-abrik rumahnya atau bertarung
satu lawan satu dengan Utbah dan Utaibah. Ya, keluarga
ini sudah terlalu banyak mengalami kesulitan akibat ulah
mereka. Ia pun menunggu perintah dari Tuannya.
"Wahai putraku, Hindun bin Abu Halah, ternyata Rabbku hanya mengizinkan anak-anakku menikah dengan para
ahli surga. Musuh Allah memang tak layak untuk menikahi
anak-anakku." Sebenarnya, tekanan yang sama juga dialami kemenakan
Khadijah, Abu al-"Ash bin Rabi. Para pembesar kaum
musyrikin menjanjikan memberinya gadis Mekah manapun
yang diinginkan jika bersedia menceraikan istrinya yang
juga putri Rasulullah, Zainab. Namun, semua itu hanya siasia belaka. Abu al-"Ash tetap setia mencintai Zainab dengan
cinta yang besar, bahkan meski Zainab telah menjadi
muslimah. Dalam hal ini, Khadijah ibarat saklar utama, tiang penahan
yang diharapkan keruntuhannya melalui putri-putrinya. Ia
kembangkan lengannya menjadi sayap untuk anak-anaknya.
Ia kumpulkan anak-anaknya di rumah wahyu. Belum reda
duka karena kehilangan putra tercintanya, dengan segala
kekuatan yang ada ia berusaha menghibur putri-putrinya.
343 _ Kisah Empat Puluhan Darwis


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia menjadi dukungan bagi suaminya yang dijuluki sebagai
"Ayah Para Putri", dengan senantiasa menjadi teladan tak
tertandingi sepanjang sejarah seluruh ibu. Tak ada guna
putri-putrinya berduka karena Allah telah melindungi
mereka dari keluarga yang buruk itu.
Ketika taman mawar Rumah Wahyu ingin diporakporandakan, kekuatan kedewasaannya yang seperti sebuah
rumah yang mulia, yang dipakainya sebagai tameng demi
melindungi lingkungan sekitar keluarganya, sudah hampir
mengering. Allah seolah membagi tugas kepada Jibril dan Khadijah
sebagai kekuatan untuk menjaga taman mawar wahyu
sebelum turun surat an-Nas dan al-Falaq untuk menjaga
Rasulullah dan umatnya. Jadi, Rasulullah mendapat dukungan kekuatan dari
malaikat dan seorang wanita.
Dan" Tepat ketika mereka berkata, "Tuhannya pun
meninggalkan Muhammad?"
Dengan sokongan ayat-ayat baru yang akan membedah
hati mereka, keluarga al-Amin akan keluar dari masalah
yang datangnya bertubi-tubi ini.
Demi waktu matahari sepenggalahan naik,
dan demi malam apabila telah sunyi,
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada pula
benci kepadamu, (Ad-Dhuha) 344 Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu"
dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
yang memberatkan punggungmu"
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada
kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap. (Al-Insyirah) Ayat-ayat ini turun dari langit bak mukjizat"
Ayat-ayat ini adalah keterangan yang menjelaskan
kehidupan semua umat"
Ayat-ayat ini adalah pesan-pesan bantuan ilahi yang
mengangkat beban mereka"
345 Matahari dan Bulan Menjadi Saksi aum musyrikin kota mendatangi Rasul Allah dan
Khadijah. Mereka menyaksikan pengikut yang
semakin bertambah jumlahnya. Tak bisa dibiarkan begitu
saja, mereka kemudian memutuskan menjalankan siasat baru.
Dikumpulkanlah anggota-anggota terhormat. Dengan tekad
bulat, mereka memberi perintah untuk memperingatkan
kemenakan Abu halib itu. Bahkan, dengan lantang mereka
mengancamnya dengan kematian jika perlu.
"Wahai, Abu halib! Engkau adalah salah satu dari
para sesepuh dan pembesar kami. Engkau adalah seorang
yang mendapat kehormatan di antara kami. Kami ingin
dirimu memberi peringatan kepada kemenakanmu agar
ia menghentikan apa yang dilakukannya. Namun, kau
tidak mengindahkan permohonan kami ini. Engkau tidak
bisa menghalangi kemenakanmu. Kami bersumpah tidak
akan bisa menanggung lagi perbuatannya yang mengkritik
tuhan-tuhan kami, lalu dengan bodohnya menyalahkan dan
menghina tuhan-tuhan kami. Kesabaran kami sudah habis.
Engkau hentikan kemenakanmu dari semua ini atau kita
berperang sampai salah satu dari kita lenyap!"
Sungguh sebuah ultimatum yang dahsyat.
Paman Abu halib yang sudah menua terlihat sedih dan
berduka. Khadijah mempersilakannya duduk di bantalan
empuk dengan penuh hormat.
346 "Wahai, Paman. Demi Allah,
seandainya matahari diletakkan di
tangan kananku dan rembulan di
tangan kiriku agar aku meninggalkan
perkara ini (menyampaikan risalah),
aku tidak akan meninggalkannya
hingga Allah memenangkan dakwah
ini atau aku binasa karenanya."
"Pikirkanlah kemenakanku, aku, dan keluargaku.
Janganlah kalian membebaniku dengan beban berat yang
tak sanggup kutanggung."
Saat bayangan wajah saudaranya, Abdullah, dan
cahaya jernih ayahnya, Abdul Muthalib, tersirat di wajah
kemenakannya, lalu ketika menantunya, Khadijah,
mengingatkannya akan bidadari-bidadari surga berada
di depannya, pikiran yang baru saja hendak diluluhkan
oleh para manusia haus darah itu kini membakar otaknya.
Ia memang tak pernah membedakan kemenakan dan
putranya sendiri. Hatinya yang penuh cinta dan kasih
sayang tak pernah membedakan antara putranya, Ali, dan
kemenakannya, Muhammad walau sebesar helai rambut.
Di luar maupun di dalam diri Abu halib, keduanya
senantiasa sama. Mata air kasih sayang yang mendidih
347 _ Matahari dan Bulan Menjadi Saksi
untuk kemenakan dan keluarganya dapat terbaca jelas dari
wajahnya. Pengabdiannya untuk mereka ibarat mata air
zamzam yang memancar di tengah gurun pasir nan tandus.
Gemetar tubuhnya akan Rumah Wahyu.
Namun, di hadapannya sekarang ini bukan lagi "Anak
Yatim Mekah". Beliau adalah Rasul Allah.
Rasulullah kemudian bangun dari duduknya.
"Wahai, Paman. Demi Allah, seandainya matahari
diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan
kiriku agar aku meninggalkan perkara ini (menyampaikan
risalah), aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah
memenangkan dakwah ini atau aku binasa karenanya."
Sabda sebesar gunung".
Kalimat-kalimat sarat kekuatan ini membuat Khadijah
menangis. Keimanan kepada suaminya, sekali lagi,
makin menguat. Abu halib pun melihat kegigihan yang
ditunjukkan kemenakannya itu seperti kecemerlangan
mata. Ia akhirnya meninggalkan mereka seraya berjanji
untuk selalu berada di sisi mereka hingga ajal menjemput.
Kalimat itu, secara tiba-tiba, telah mengubah kekhawatiran
seorang ayah akan anaknya menjadi kepercayaan penuh dan
ketenangan di dalam dirinya. Ia juga telah menyandarkan
punggung kemenakannya ke sandaran yang benar. Ucapan
yang diikrarkan itu penuh dengan kesungguhan dan
kepercayaan. Khadijah memandang lelaki di sampingnya dengan
penuh kebanggaan. Tak diragukan lagi, kekuatan yang telah
membuat suaminya seteguh ini adalah imannya.
348 "Yang membuat ia berbicara demikian pastilah Allah,"
pikirnya. Yang berada di hadapannya adalah seorang rasul.
Jiwanya menunduk dengan penuh hormat di hadapan
keimanan agung yang lebih memilih Allah daripada bulan
dan matahari. Sungguh, tangan kanan dan kirinya, dengan amanahnya
sebagai Utusan Terakhir Allah, jauh lebih mulia derajatnya
dibandingkan matahari dan bulan.
Matahari dan bulan kehilangan cahaya mereka di sisi
iman dan cintanya kepada Allah.
Beliau mendapat cahaya dan kekuatannya langsung dari
Allah" 349 Kapal Pertama dari Mekah etika wajah kekerasan menunjukkan diri secara
langsung, terbuka, tanpa sekat, yang tebersit di
pikiran pertama kali adalah melarikan diri darinya. Akan
tetapi, kadang kita tidak bisa lari darinya.
Tak bisa lari darinya. Bagi Khadijah, dengan usahanya yang memegang peranan
penting ketika dihadapkan pada sebuah kekerasan, ia
memiliki kepribadian kedua, yaitu mengamati sekelilingnya
dan setiap saat selalu siap jika harus menjadi saksi. Dengan
kepribadian ini, ia akan membusungkan dadanya penuh
keberanian. Keberanian yang didengar dari ayahnya ketika
masih gadis belia dan kemudian berkembang bersama
kehidupan yang penuh dengan kaidah akhlak. Ia tetap
bertahan dengan sabar dan pantang menyerah meskipun
takut atau saat tertindas.
Apakah wanita bernama Khadijah ini mengetahui
bahwa ia pernah menjejakkan kakinya di hari-hari penuh
perlawanan terlama di dunia"
Tidak ada senjata apa pun yang ia miliki untuk
menghadapi benteng kehidupannya. Yang ada hanyalah
sebuah jalan bernama "penantian" dengan usaha yang khas
penuh kedewasaan dan kesederhanaan. Ia tidak akan diam
yang berlumut kepasifan dan kegentaran. Ia akan mengambil
sikap tegas penuh kemantapan yang mengarah pada usaha
dan perjuangan. 350 Kaki-kakinya begitu kokoh berdiri.
Tanpa merusak kuncup-kuncup harapan yang tumbuh
di bawah hujan kesabaran.
Ia akan menjaga kilau permata di dalam hatinya yang tak
tersentuh tangan siapa pun itu agar tetap bersinar. Dirinya
akan bersandar kepada Dia yang memberkati rumput teki
yang lemah namun bisa meretakkan batu marmer. Atau
ia akan melarikan diri kepada Dia yang telah menurunkan
kebagiaan dengan memberi kehidupan lagi melalui bunga
kardelen yang muncul di antara bongkahan gunung es.
Berlari ke pelukan-Nya. Berlari ke pelukan Allah.
Sekarang, ia sudah lebih memahami makna di balik harihari ketika suaminya mengasingkan diri ke gua bertahuntahun lamanya. Ia mengerti bahwa suaminya telah mendapat
pendidikan khusus selama hari-hari itu. Namun, ketika ia
mengenang kembali apa saja yang telah disaksikan dalam
hidupnya, bukan berarti dirinya tidak menyadari telah
dididik dengan pengajaran yang berbeda pula.
Besi dan madu, berdampingan satu sama lain dalam
dirinya. Adakah tersisa di dunia ini duka yang belum ia rasakan"
Kesedihan yang berlalu tanpa terlebih dahulu singgah di
sisinya" Hari-hari ketika sang suami pergi ke gua untuk
mendapatkan pendidikan atas kesendiriannya, sementara
pendidikan Khadijah selalu berlangsung di antara
keramaian. Baginya, jejak kehidupan adalah kesabaran yang membuat
dahinya berkeringat. Dalam lubuk hatinya bersemayam
sebuah cermin mengilap: sebuah penantian.
351 _ Kapal Pertama Dari Mekah
Ibarat lautan yang ombak-ombaknya tak akan tumpah
ke seluruh tepian. Seperti ketika ia mengingat kembali harihari saat akan mengangkat kapal-kapal di pundaknya.
Penantian. Dan" Kesiagaan. Seperti gunung-gunung yang tegap berdiri tanpa lelah
dan tanpa pernah kaki-kakinya bergeser sedikit pun. Seperti
ketika tiba waktunya memanaskan salju dengan sabar yang
mencair di atasnya lalu diubahnya menjadi sungai-sungai
yang kuat alirannya. Penantian" Membesar ketika menunggu, seperti bukit pasir yang
terpanggang di bawah terik mentari, bertambah banyak
ketika dipecah menjadi bagian-bagian, meluas, memanjang,
memberi, dan selalu memberi.
"Kasih tak bisa diberi sebelum ia hakiki," tulis Siti Khadijah
dalam buku kewanitaannya.
Sebagai yang pertama dan yang terbesar dalam
memberikan kasih tulus sepenuh jiwa, Khadijah menjadikan
dirinya sebagai Kubra di jalan Muhammad.
Dalam keadaan ada maupun tiada, dengan ucapan
"Biarkanlah jiwa ini kukorbankan untukmu," ia serahkan
dirinya untuk Rasul Semesta Alam. Dan ia menyerahkannya
kepada para pecintanya dengan apa pun yang ada maupun
tiada. Penduduk kota yang tidak tampak pun akan terlihat
hakikatnya, nama yang sudah dikenal. Para budak, budakbudak yang telah merdeka, fakir miskin, orang-orang yang
sakit dan mereka yang dibuang ke luar kota, kaum lemah,
352 orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum kusam,
bahkan mereka yang di tingkatan paling bawah pun tidak
mendapat tempat mulai keluar dari persembunyian lewat
ajaran-ajaran yang mereka dapatkan dari Rumah Wahyu
Khadijah serta merasakan makna dan harmoni kehidupan.
Mereka adalah orang-orang yang mampu. Orang-orang
yang dikaruniai nikmat. Mereka adalah orang-orang yang
diakui keberadaannya sebagai kekhasan harga diri manusia
karena mereka manusia. Ummu Ubais" Sumayyah" Zinnirah" Nahdiyah" Lubainah" Wanita-wanita lain, baik budak maupun yang sudah
dimerdekakan" Mereka sudah beriman"
Mereka telah menjadi teman dekat dan sahabat karib
Khadijah. Mereka jualah wanita-wanita yang dianiyaya dengan
siksaan-siksaan keras. Ada di antara wanita-wanita itu yang dicongkel matanya,
disayat-sayat kulitnya, dipukuli hingga tulang-tulangnya
retak, ada pula yang diikatkan ke lima unta yang berbeda


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga hancur tubuhnya. Mereka adalah teman-teman baik Khadijah ketika
dipenjara dalam kamar tuli nan dingin ibarat es yang beku
yang dapat dijamah dengan mudah oleh sistem sehingga
layak tercatat sebagai muslimah-muslimah pertama. Namun,
di sisi lain, mereka juga menjadi sasaran kemurkaan orang353 _ Kapal Pertama Dari Mekah
orang terpandang yang tak mau menerima ajaran baru yang
berasaskan persaudaraan dan persamaan hak.
Bukan melarikan diri, menjauhi, atau menutup mata agar
tidak melihat kekerasan yang semakin nyata, mereka justru
berusaha melakukan seperti apa yang Khadijah lakukan.
Rumah yang dulu di tamannya yang
terdapat kolam tempat para hamba sahaya
memainkan rebana sambil bersenandung
riang kini berubah menjadi kamar dengan
ranjang-ranjang yang berjajar penuh
rintih kesedihan hingga tembus ke langit.
Satu tangan Khadijah dan putrinya,
Fatimah, memegang kendi, sedang tangan
yang lain membawa bungkus bekas luka.
Ia telah membuka pelukan dan rumahnya untuk mereka.
Di hari-hari terakhir, ia kenang rumahnya seperti rumah
sakit gurun pasir tandus bagi para wanita yang patah tangan
dan kakinya atau yang dibutakan matanya.
Rumah yang dulu di tamannya yang terdapat kolam
tempat para hamba sahaya memainkan rebana sambil
bersenandung riang kini berubah menjadi kamar dengan
ranjang-ranjang yang berjajar penuh rintih kesedihan
354 hingga tembus ke langit. Satu tangan Khadijah dan putrinya,
Fatimah, memegang kendi, sedang tangan yang lain
membawa bungkus bekas luka. Mereka berkeliling di antara
wanita-wanita yang menjerit kesakitan. Ada yang menemui
tuan-tuan mereka untuk meminta kemerdekaan bagi para
budak, namun kadang mereka membeli para budak dengan
tebusan. Sebisa mungkin Khadijah merawat, mengawasi,
dan memeriksa pasien-pasiennya. Suara-suara rintihan
dari kamar-kamar dan taman itu membuatnya tak pernah
merasakan kantuk hingga pagi menjelang.
Karena wanita-wanita itu sudah menjadi saudara-saudara
mereka" Mereka tak akan menelantarkan saudara-saudara
mereka" Pada hari-hari ketika pisau bertumpu pada tulang"
Setelah bertahan dalam waktu yang cukup lama,
dibuatlah keputusan untuk berhijrah. Tidak ada lagi
jaminan bagi kaum muslimin di Mekah untuk hidup aman
dan tenteram. Apa lagi ancaman-ancaman yang semakin
meningkat jumlahnya. Ketika kaum muslimin sibuk mencari
jalan keluar, khususnya Ustman bin Afan yang berkali-kali
memohon kepada Rasulullah, beliau memberi keputusan
untuk berhijrah. Arah diputar ke Habasyah, ke negeri raja
nan adil, Raja Najasyi. Mendengar jalan yang akan ditempuh para pemuda
muslimin yang berhijrah dengan izin Rasulullah serta
mengetahui putrinya, Ruqayyah, juga akan berada di antara
mereka, Khadijah merasakan sesuatu yang sangat berat.
Selain melewati jalan panjang gurun pasir di bawah
pengawasan kaum musyrikin, masih ada jalan laut yang
355 _ Kapal Pertama Dari Mekah
juga harus mereka lalui. Apa lagi, menyadari kapal yang
akan mereka tumpangi akan menuju negeri yang tak
dikenal sebelumnya. Hanya Allah yang tahu dengan apa dan
bagaimana mereka akan disambut di sana.
Apalah artinya meninggalkan tanah air, meninggalkan
rumah, harta, dan benda" Seperti memasuki sebuah kamar
yang dikelilingi jurang hingga harus meraba-raba karena
setiap saat bisa saja terjatuh. Apalagi, isik Ruqayyah sangat
lemah. Apakah dengan kekuatannya itu ia akan sanggup
mengikuti perjalanan penuh rintangan ini" Dengan tubuh
ringkihnya itu, sanggupkah ia memikul beban berat ini"
Saat mendengar bahwa keputusan untuk berhijrah telah
disepakati, rongga dada mereka seolah terbelah menjadi
dua. Sebuah anak panah, anak panah perpisahan,seolah
menguraikan isi di dalam dada. Perjalanan perpisahan
yang belum pernah mereka alami dalam hidup ini sungguh
mengusik lubuk hati. Ternyata, masih ada alam-alam lain di
dunia ini yang belum diketahui, belum dirasakan"
"Bumi ini kepunyaan Allah dan ditundukkan untuk
hamba-hamba-Nya," ungkap suaminya.
Bayang-bayang akan bagaimana jika takdir ilahi
menghendaki putrinya dan saudara-saudara sesama muslim
yang lainnya hilang di bumi yang sama atau tidak pernah
kembali lagi bergelayut menghantui"
Seiring jantungnya berdetak kuat bagai pompa, hatinya
pun terus mengelukan asma Allah.
"Ya Allah, lindungilah kaum Muhajirin kami! Ke mana
mereka pergi, bagaimana mereka pergi" Berapa hari
mereka harus menempuh gurun, berapa hari mereka harus
menempuh laut" Seperti apa pula tunggangan yang mereka
sebut kapal itu?" 356 Kekhawatirannya yang muncul satu demi satu
membuatnya tak pernah bisa tidur.
Kapal" Kapal" Kapal" Seperti apa warnanya" Jika itu burung, tentulah ia
mempunyai sayap. Jika itu unta, tentulah memiliki punuk. Ia
dengar bahwa kapal itu memiliki layar yang jauh lebih lebar
dari telinga gajah. Tunggangan itu akan berjalan mengarungi
lautan tak bertepi layaknya gurun pasir yang luas dengan
membaca bintang-bintang untuk menentukan arah ke mana
akan pergi. Sementara itu, sejak kecil yang ia tahu adalah
bahwa manusia haruslah menapakkan kakinya ke tanah.
Baginya, laut mengalir di bawah kaki bumi.
Rasanya mirip dengan air mata.
"Berarti ada laut dalam diriku," pikirnya.
Layaknya semua ibu, di dalam dirinya adalah laut, di
luarnya gurun. Mulanya terpanggang kemudian dicuci.
Mulanya terpanggang kemudian dicuci"
Tiap kali memikirkan hijrah, seolah-olah ia sedang
membungkuk di depan keran kematian dan mengambil
wudu di bawahnya. Ibarat pergi dan tak akan kembali lagi,
kaum Muhajirin pertama itu datang mencium tangannya
dan berpamitan secara diam-diam. Khadijah merasa
dirinya harus tetap berdiri tegap dan penuh keberanian agar
tidak menggoyahkan semangat mereka. Khadijah tampak
seperti seorang pelaut yang berdiri di dek kapal dengan
senyum yang tak pernah pudar. Kepada rombongan yang
hendak berangkat hijrah itu ia ceritakan kisah Nabi Nuh
357 _ Kapal Pertama Dari Mekah
dan kapalnya. Segala macam persiapan perjalanan, seperti
bekal makanan, baju hangat, dan syal, diletakkan di bawah
tempat duduk mereka. Ditepuknya pundak mereka seraya
menyuntikkan keberanian. Tak lupa pula ia mendoakan
mereka. Namun, ketika tiba giliran putrinya, Ruqayyah, memohon
pamit, saat membelai rambutnya yang menebarkan semerbak
wangi bunga, raga yang tadinya berdiri tegap di dek kapal
itu seolah-olah hendak roboh. Ketika gelombang ombak
menghempas dengan penuh amarah ke tubuh keibuan
itu, seperti layar kapal yang terkembang lebar, dipeluknya
Ruqayyah. Menangislah mereka berdua dalam diam.
Lalu, ketika madu yang ada di dalam dirinya berubah
menjadi baju besi, Khadijah berkata menguatkan, "Kau
adalah putri Rasulullah. Jangan lupa akan itu!"
Dengan ucapan itu, tiba waktunya untuk memakai baju
perang dari besi yang sama, hanya saja kali ini berpindah ke
putrinya. Kaum Muhajirin pertama. Oh! Inilah kapal pertama yang berangkat dari Mekah.
Jalan yang pertama kali akan ditempuh kaum muslimin.
Dari rumah Rasulullah, Zubair juga akan turut serta naik
ke kapal hijrah itu. Belum lama ini ia mendapat himpitan
yang keras dari kaum musyrikin. Tubuhnya dipukuli hingga
bermandikan darah. Ia termasuk ke dalam daftar rombongan
yang akan berangkat itu: 12 laki-laki, 5 perempuan. Jumlah
mereka 17. 358 Satu yang menjadi masalah: keberangkatan mereka tidak
boleh diketahui kaum musyrikin. Jika sampai itu terjadi,
mereka akan menghalangi jalan dan menyandera kaum
muslimin. Selain itu, bagi masyarakat gurun, perjalanan laut adalah
sesuatu yang menakutkan. Kehadiran para perempuan
dan anak-anak dalam rombongan kailah itu benar-benar
membuat khawatir karib kerabat yang ditinggalkan. Setelah
menempuh jalanan berliku tanpa meninggalkan jejak,
mereka sudah hampir sampai ke Dermaga Syu"aibah.
Namun, ketika tiba giliran putrinya,
Ruqayyah, memohon pamit, saat
membelai rambutnya yang menebarkan
semerbak wangi bunga, raga yang tadinya
berdiri tegap di dek kapal itu seolah-olah
hendak roboh. Ketika gelombang ombak
menghempas dengan penuh amarah ke
tubuh keibuan itu, seperti layar kapal yang
terkembang lebar, dipeluknya Ruqayyah.
Menangislah mereka berdua dalam diam.
359 _ Kapal Pertama Dari Mekah
Mahasuci Allah, sesampainya di dermaga, mereka
menemukan dua buah kapal yang tengah bersandar di sana.
Setelah tawar-menawar hingga turun menjadi setengah
harga, naiklah mereka ke kapal itu.
Kaum musyrikin Mekah yang mengikuti mereka
dari belakang baru bisa mencapai dermaga setelah kapal
menaikkan jangkarnya. Kuda-kuda yang mereka tunggangi
untuk mencapai laut terpaksa harus kembali dengan tangan
kosong. 360 Kisah Sang Kunang-Kunang erenis" Dalam kisah yang diangkat dari suatu masa, yang
seperti bulu burung yang tipis, yang bertahun-tahun tak
pernah jelas keberadaanya, ia merasa telah tiba waktunya
untuk kembali. Habbasyah adalah negerinya. Apa lagi laut, itu
adalah jalan yang telah dipahaminya dengan baik. Ide untuk
pergi bersama para Muhajirin membuatnya bersemangat.
Hatinya diliputi kebanggaan karena berkesempatan
menyaksikan kehidupan orang-orang besar dan berperan
penting dengan mata kepalanya sendiri.
"Inilah! Telah datang masanya untuk pergi, Dujayah."
"Dan juga merupakan masa ketika orang-orang yang
telah datang sebelumnya bisa pergi kembali, Berenis."
"Sudah besar kau rupanya! Ucapanmu sudah berubah!"
"Akankah mereka menerima kita untuk ikut bersama"
Akankah mereka mengizinkan kita naik ke kapal itu?"
"Bukankah kita memang berada di kapal itu?"
"Kapal Rasulullah sangatlah luas, bukan begitu Berenis?"
"Kapal Beliau hingga nanti hari kiamat tiba akan tetap
berlabuh di dermaga menunggu penumpangnya."
"Kita akan sangat merindukan Khadijah, bukan begitu
Berenis?" "Ia adalah laut. Lautan cinta. Lautnya Mekah. Ia adalah
wanita yang mengeluarkan laut segar dari dalam gurun nan
panas. Ia akan membawa serta kita bersamanya hingga hari
kiamat kelak." 361 _ Kisah Sang Kunang-kunang
Andai ada harta benda yang mereka miliki untuk
dibawa, mereka tentu akan mengemasnya dalam bungkusan
kain atau peti kayu. Bertahun-tahun lamanya dalam kisah
sepanjang ini, dengan kebanggaan bisa tinggal, meski hanya
sementara, mereka bersiap secepat relek senyum yang
terkembang di wajah. Mereka akan segera berangkat. Meski
hanyalah sebuah bagian kecil, lebih kecil dari sebuah titik
dalam sebuah kisah, mereka akan menaiki kapal dengan
kenyataan bahwa ada dan tiadanya seolah tak berpengaruh
bagi siapa pun. Mereka ibarat khyalan di atas khayalan.
Berenis dan Dujayah bergandeng tangan dalam siluet
tipis yang berubah menjadi warna tinta seiring langkah
menuju kailah laut pertama yang hendak berangkat hijrah
ke Habbasyah. Sepanjang perjalanan, Berenis menceritakan sebuah
kisah tentang kunang-kunang. "Seorang pemimpi tua
Negeri Kunang bertahun-tahun selalu bercerita tentang
kisah sebuah lilin kepada murid-muridnya yang juga sangat
disukai mereka. Seluruh murid menganggap diri mereka
telah memahami dengan baik arti cinta yang disebut lilin
itu. Seorang murid berdiri di depan kelas, kemudian mulai
menceritakan semua pengalamannya yang berkaitan dengan
lilin. Riuh redam tepuk tangan pun membanjirinya, dan ia
pun dinobatkan sebagai juara sekolah.
Namun, apa mau dikata, si tua sang pemimpin Negeri
Kunang mengumumkan bahwa si murid berilmu itu tadi
hanya dianggap sebagai "mengetahui".
Kemudian, bertanyalah sang pemimpin, "Wahai anakanakku, adakah di antara kalian yang pernah mengamati
362 lilin dari dekat?" Karena tak ada tanggapan, seorang murid
pemberani segera maju ke depan kelas dan berjanji akan
mengamati lilin dari dekat di jendela sebuah penginapan.


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang pemimpin memberi selamat kepada sang murid.
Akhirnya, sang murid memulai perjalanan penuh aral
itu. Setelah menempuh bermacam-macam kesulitan dan
marabahaya, sampailah ia ke sebuah penginapan. Murid
itu pun akhirnya dapat memenuhi janjinya, mengamati
lilin dari dekat. Setelah puas mengamati lilin yang menyala
itu, ia memutuskan pulang. Begitu banyak hal yang ingin
diceritakannya. Mereka yang belum pernah melihat lilin
mendengarkan ceritanya sambil menahan napas. Mereka
lalu mulai memberinya selamat yang teramat tulus dari
lubuk hati. Namun, si tua pemimpin Negeri Kunang mengatakan
bahwa si murid baru sampai pada tahapan ilmu "ainul
yaqin". Ia lalu bertanya kembali, "Adakah di antara kalian yang
pernah berada di dekat lilin?" Karena tak ada tanggapan,
seorang murid pemberani segera maju ke depan kelas dan
berjanji akan berada di sisi Lilin itu. Diiringi ungkapan
selamat dari teman-temannya, ia pun memulai perjalanan
berbahaya itu. Berhari-hari dan berbulan-bulan lamanya
perjalanan penuh aral, halangan, dan cobaan ditempuhnya.
Akhirnya, ketika sampai ke penginapan yang dimaksud,
kunang-kunang kecil itu menyadari bahwa apa yang
dikatakan teman-temannya itu benar. Lilin itu benar-benar
indah. Dengan pancaran cahaya yang sempurna, lilin itu
mengundang sang kunang-kunang ke dekatnya. Matanya
yang dibutakan cinta sudah tak lagi melihat apa pun di dunia.
363 _ Kisah Sang Kunang-kunang
Kunang-kunang itu pun jatuh menabrak lilin. Ia berusaha
kembali menggapai sang lilin. Namun, yang terjadi adalah
sayap dan tubuhnya terbakar habis. Ia menemui kesialan
justru pada lilin yang dicintainya. Teman-temannya yang
mengetahui kejadian itu menangisi kepergiannya akibat
jatuh ke dalam lautan cinta itu.
Si tua pemimpin Negeri Kunang kemudian mengatakan
bahwa yang patut mendapat ungkapan selamat adalah
teman mereka yang mati itu. "Nah, teman kalian inilah yang
disebut memiliki pengetahuan "haqqul yaqin". Di antara kita
semua, dialah yang paling tahu dan benar pemahamannya
atas perkara lilin itu. Ia telah melawan serta menghancurkan
segenap hawa nafsunya untuk menemukan hakikat
kekasihnya. Sebuah puntung saat bertemu dengan abunya.
Kematian, bagi kita, adalah hari raya," kata sang pemimpin
menutup pelajarannya."
Berenis pun mengakhiri ceritanya.
Dujayah yang mendengarkan kisah itu dengan saksama
bertanya, "Kita juga telah jatuh cinta pada lilin itu. Bukankah
demikian, Berenis?" "Untuk berhasil mencapai hakikat cinta pada lilin itu,
kita harus berkorban di jalannya, Dujayah."
"Apakah di antara kita yang tahu lilin itu dengan baik
adalah Khadijah?" "Kita mencintai lilin dan mengungkapkan cinta kita
kepadanya dari jauh, sedangkan beberapa orang melihatnya
dari dekat dan menyaksikan keindahannya. Namun, ketika
sampai pada Khadijah, ia terhempas bersama cinta. Ia
korbankan dirinya sendiri demi cinta itu. Derajat cintanya
sudah sampai pada haqqul yaqin."
364 Namun, ketika sampai pada Khadijah,
ia terhempas bersama cinta. Ia korbankan
dirinya sendiri demi cinta itu. Derajat
cintanya sudah sampai pada haqqul yaqin."
Sambil melanjutkan perbincangan, mereka mempercepat
langkah agar bisa mencapai rombongan hijrah pertama yang
akan segera berangkat dari Mekah.
Berenis dan Dujayah ibarat dua kunang-kunang dalam
kisah tadi yang bergandengan tangan menempuh perjalanan
panjang menuju Jalan Cinta-Nya"
Setelah menyalami Khadijah sang Laut Mekah, mereka
pun segera menghilang dari pandangan.
Hilang dari pandangan".
365 Menggantikan Tujuh Puisi asyarakat Mekah hidup dalam kerajaan kata.
Kata-kata itu tajam ibarat pedang dan teramat
berharga bagi semuanya. Karena itu, para penyair mendapat
kehormatan tinggi di kalangan masyarakat Mekah.
Ketika pertama kali Alquran dibacakan, yang terlintas
pertama kali di kepala penduduk Mekah adalah bait-bait
puisi. Karena itu, mereka mulai menjuluki Rasulullah dengan
sebutan "gila", "penyihir", dan terakhir sebagai "penyair".
Mereka mencoba mengingkari irman ilahi yang Rasulullah
emban. Begitulah, sungguh sia-sia segala daya upaya yang mereka
lakukan. Utbah bin Rabi"ah, seseorang yang mereka utus untuk
menghasut Rasulullah agar bersedia meninggalkan jalan
rabbani, justru tersihir dengan apa yang didengarnya.
Ya, kata-kata yang Rasulullah bacakan memang mirip
puisi. Ayat-ayat yang dikumandangkan meretakkan neraca
karya seni yang mereka bangun sendiri karena terlalu berat
beban yang harus ditimbangnya. Kehilangan kata-katanya
saat dihadapkan dengan ketinggian tingkat keindahan ayatayat tersebut.
"Ya, mirip dengan puisi tingkat tinggi, tapi aku tak pernah
mendengar yang seperti ini seumur hidupku. Yang dibacakan
Muhammad jauh lebih tinggi tingkatannya daripada puisi,"
kata Utbah bin Rabi"ah.
366 Orang-orang yang hatinya tertutup dari hakikat itu
pun memutuskan berhenti mengirim utusan ke hadapan
Rasulullah. Semuanya dilingkupi kedengkian dan ambisi.
Suatu hari Rasulullah pergi mengunjungi Kakbah untuk
menunaikan salat. Melihatnya bersujud sudah cukup
memancing kemurkaan Uqbah bin Abu Mu"ith. Sambil
menghunjamkan cacian, ia berjalan mendekati Rasulullah.
Dililitkannyalah baju yang ia pakai ke leher Rasulullah dan
mulai mencekiknya. Rahmat Semesta Alam itu pun bersabar.
Rasulullah tak mengangkat sedikit pun dahinya dari posisi
sujud. Dirinya tak menghiraukan apa pun yang menimpanya.
Sahabatnya, Abu Bakar, tak tahan melihat kejadian tersebut.
Ia pun segera berlari dan meraih tangan Uqbah.
"Apa sedang kau lakukan" Apakah kau hendak membunuh
orang karena ia mengatakan bahwa ia beriman kepada
Allah?" cerca Abu Bakar.
Paman Rasulullah yang berani, Hamzah, datang
menerobos keramaian dengan busurnya yang terkenal
selalu menghadirkan ketakutan ke dalam benak setiap
orang. Abu Jahal dan kelompoknya lari tunggang langgang
dan menyadari bahwa Rasulullah tidaklah sendiri.
Kaum muslimin sudah semakin banyak.
Sudah semakin banyak pengikut Bani Hasyim ini.
Dengan membuat sebuah perjanjian, mereka menganggap
hal itu sebagai cara paling ampuh untuk mengasingkan
kaum muslimin. Mereka tulis perjanjian kotor itu.
Mereka tulis perjanjian gelap itu.
Dan mereka pun memutuskan menandatanganinya...
367 _ Menggantikan Tujuh Puisi
Sampai pada hari itu, puisi-puisi terbaik tahun tersebut
yang digantung di dinding Kakbah yang mendapat julukan
Mu"allaqatul Sab"a (Tujuh Puisi yang Dipajang) adalah
puisi-puisi dianggap yang memiliki ritme terkuat dan sajak
terindah. Puisi adalah denyut nadi para pangeran gurun
pasir dan detak jantung mereka.
Berdasarkan kesepakatan yang diambil di Dar an-Nadwah
yang telah berubah menjadi markas para pemimpin kaum
musyrikin itu, puisi-puisi yang telah diturunkan dari dinding
Kakbah hendak digantikan dengan sebuah "lembaran" lain.
Ini adalah sebuah kesepakatan boikot. Semua hubungan
dengan Bani Hasyim akan diputuskan hingga habislah ajaran
Muhammad. Tahun ketujuh risalah"
Bani Hasyim, kecuali Abu Lahab, yang berada di pihak
kaum muslim dan Rasulullah menjalani pengasingan di
dalam Mekah. Hari-hari berat telah menunggu mereka.
Pria, wanita, anak-anak, orang tua. Semuanya.
Sebuah embargo dan boikot yang akan berlangsung
tiga tahun telah menanti orang-orang yang tertinggal
di sana. Boikot yang dilakukan kaum musyrikin kepada
kaum muslimin ini merupakan cara untuk menghukum,
meruntuhkan pertahanan, dan menghasut mereka untuk
meninggalkan keyakinannya.
Sebenarnya, segala jenis rencana yang telah disusun
kaum musyrikin tak ada satu pun yang membuahkan hasil.
Ketangguhan iman umat Rasulullah terhadap berbagai
hinaan, cacian, siksaan, aniaya, dan segala jenis usaha untuk
merobohkannya sampai-sampai membuat majelis kota
Mekah terheran-heran. 368 Meskipun segala upaya telah dilakukan, tetap saja agama
Islam terus menyebar hingga ke pelosok. Para anggota
majelis akhirnya memutuskan membuat satu kelompok baru
dan mengirimkan mereka ke kediaman Abu halib. Mereka
menjanjikan Abu halib untuk memilih pemuda terbaik
manapun untuk ia angkat sebagai anaknya dengan syarat
harus bersedia melepaskan Muhammad, kemenakannya.
Abu halib yang sadar dengan tindakan yang semakin
keras itu menjadi khawatir dengan kemenakan dan
keluarganya. Gelisah. Ia melewati malam itu dengan gelisah.
"Mereka benar-benar telah merusak akal orang-orang itu.
Jangan sampai mereka berbuat sesuatu yang membahayakan,"
katanya dengan hati yang sakit sepanjang malam.
Pagi hari, saat menjenguk kemenakannya, ia tak melihat
siapa pun selain menantunya, Khadijah, dan cucunya,
Fatimah. Sekeras apa pun usaha menyembunyikan
kekhawatirannya, kegelisahannya justru semakin terlihat.
Bagaimana jika tiba-tiba mereka menghadangnya di jalan
dan berbuat hal yang buruk kepada Rasulullah" Atau,
terlambatkah ia" Abu halib kemudian mengumpulkan keluarga Bani
Hasyim. Semua lelaki yang memegang senjata dikerahkan
untuk mencari Rasulullah. Sepanjang jalan yang mereka
lalui, lontaran sumpah serapah terdengar dengan suara
keras. "Jika sampai terjadi sesuatu dengan Muhammad, biarlah
Abu Jahal dan kroni-kroninya memikirkan akibatnya!" jerit
Abu halib. Dalam kepanikan mencari al-Amin, mereka bertemu
dengan Zaid. Ia mengabarkan sesuatu yang tidak membuat
369 _ Menggantikan Tujuh Puisi
mereka takut. Meski demikian, bukan berarti Abu halib
telah lupa dengan kegigihannya kemarin saat utusan
musyrikin mendatanginya. Bersama serombongan pemuda
Bani Hasyim di belakangnya, mereka berbondong-bondong
menuju Kakbah. Ketika sampai ke dekat Rumah Allah itu, kepada Abu Jahal
yang ditemuinya di jalan ia katakan bahwa Bani Hasyim akan
menghukum semuanya jika sampai terjadi sesuatu dengan
kemenakannya. Selagi berkata demikian, para pemuda Bani
Hasyim sudah bersiap menghunuskan pedang mereka.
Sebenarnya, sebagian besar Bani Hasyim pada saat itu
belum masuk Islam. Namun, berhubung Nabi Muhammad
adalah salah seorang kerabat mereka, memberi perlindungan
pada dirinya sama saja dengan menjunjung martabat mereka
sendiri. Abu Jahal dan kawan-kawan tidak berniat menjawab
tantangan yang disaksikan seluruh Mekah itu. Mereka
segera berkumpul dan memutuskan menghukum seluruh
Bani Hasyim, tanpa membedakan apakah muslim atau
bukan. Selain Abu Lahab, semua penduduk Bani Hasyim
akan diasingkan dari tempat tinggalnya dan akan mendapat
boikot ekonomi. Apa yang mereka perdagangkan tidak
akan dibeli dan apa yang mereka kehendaki untuk dibeli
tidak akan diberikan. Salam akan diputus dan perjanjian
perkawinan pun dibatalkan. Boikot ini akan berakhir hanya
apabila Rasulullah berhenti berdakwah.
Mereka bersumpah dan menuliskan kesepakatan itu di
atas kertas. Naskah nista itu kemudian dipajang di dinding
Kakbah. 370 Masa-masa ini, yang para sejarawan sebut sebagai
"tragedi selebaran," hingga tiga tahun setelahnya menjadi
hari-hari terberat bagi penyebaran ajaran Quran.
Keadaan kaum muslim yang diasingkan ke Lembah Abu
halib tak ubahnya seperti kamp pengungsian. Ada yang
meninggalkan rumahnya lalu mengungsi ke kebun milik
saudaranya sendiri. Ada yang mendirikan tenda di celahcelah bukit. Dan ada pula yang bersembunyi di balik batubatu besar. Asap kemiskinan, kelaparan, dan kesendirian,
mengepul dari Lembah Abu halib.
Mereka kelaparan" Kehausan" Kalaupun ada yang memberi uang, tak ada yang mau
menjual apa pun kepada mereka. Bahkan, memberi salam
pun kepada mereka dilarang. Pengawasannya sangat ketat.
Mereka mengancam dengan kematian bagi siapa pun yang
mencoba mengacaukan boikot itu. Setiap rombongan
kabilah yang melewati kawasan itu akan dicecar dengan
berbagai macam pertanyaan.
Kelaparan telah mencapai tingkatan yang tidak bisa
ditoleransi. Untuk bisa bertahan hidup, mereka terpaksa
memakan apa pun yang ditemukan di tanah, seperti butiran
gandum, akar-akar tanaman, dedaunan, atau biji kurma.
Suara tangis bayi yang kelaparan membahana di langit
Mekah. Ibunda kaum muslim, Khadijah, selama hari-hari yang
sulit ini berusaha membagikan apa pun yang ia miliki untuk


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kaum muslimin. Ia memberi makan dan merentangkan
tangannya untuk mereka. Kekayaan peternakannya terkuras
habis dalam waktu tiga tahun karena boikot tersebut.
371 _ Menggantikan Tujuh Puisi
Kulit seorang wanita kaya dan
bermartabat seperti Khadijah, di harihari terakhir pemboikotan itu, memucat.
Pakaian yang menutupi tubuhnya
sudah lusuh dan terlihat rusak di sanasini. Dan ketika menemui Rasulullah
dengan keadaan seperti itu, suaminya
pun tak kuasa menahan tangis.
Hari-hari pertama pemboikotan, Rasulullah mengerahkan
semua berlian, emas, permata, perak yang menumpuk
menggunung di depannya untuk kaum muslimin. Namun,
di akhir tahun ketiga, harta yang dimiliki Khadijah al-Kubra,
yang katanya "mampu membeli seluruh Mekah", pun habis
tak bersisa. Meskipun begitu, ia tetap tidak mau menerima
makanan yang dibawakan kemenakannya, Hakim bin
Hizam, secara diam-diam untuknya.
Kulit seorang wanita kaya dan bermartabat seperti
Khadijah, di hari-hari terakhir pemboikotan itu, memucat.
Pakaian yang menutupi tubuhnya sudah lusuh dan terlihat
rusak di sana-sini. Dan ketika menemui Rasulullah dengan
keadaan seperti itu, suaminya pun tak kuasa menahan
tangis. Khadijah tahu bahwa Rasulullah menangisi keadaannya.
Namun, sang istri justru menjawabnya dengan senyuman
lebar. Dalam keadaan yang lemah dan kurus seperti itu
372 pun, sosoknya tetap saja bak lentera kasih. Saat tertawa,
matanya ikut tertawa dan Rasulullah selalu menemukan
cinta dan kebahagiaan di sana. Mata itu bagaikan surga bagi
Rasulullah, ketika tak ada manusia yang menghiraukannya.
Diusapnya mata sang suaminya dan juga jenggotnya.
"Sepupu"," katanya.
Ucapan itu telah menjadi kata kunci cintanya, segel
kasihnya, kepercayaannya, dan kesetiaannya. Ya, ucapan
"Sepupu?" Sebuah ungkapan kecil saja cukup membuat Khadijah
makin terpesona pada suaminya, tambatan hatinya. Khadijah
duduk di samping sang suami. Mereka duduk berdampingan
di depan sebuah tembok. Tak berbicara. Dalam masa-masa
seperti ini, saat mereka berkomunikasi dengan bahasa Gua
Hira, dunia seolah mengosongkan isinya, seakan tak tersisa
lagi manusia yang duduk berdampingan seperti mereka
berdua. Disandarkanlah punggungnya ke dinding. Selama dua
puluh lima tahun kehidupan rumah tangganya yang dilalui
bersama seorang lelaki yang kini duduk di sampingnya itu,
tak pernah sedetik pun ia menyesal atas semua yang terjadi
selama itu. Rasulullah mengamati gamis istrinya yang warnanya
telah pudar. Tak ada lagi pakaian tersisa di penginapan
itu. Semuanya telah habis dibagikan kepada orang-orang
yang membutuhkan. Sprei, selimut, sampai gorden telah
diinfakkan untuk mereka yang membutuhkan dan yang
sakit. Dialah Khadijah, Sang Sultan para wanita. Dirinyalah
yang membuka lebar tangan menyambut karavan-karavan
terpilih dari Syam yang datang membawa barang-barang
373 _ Menggantikan Tujuh Puisi
bernilai tinggi. Bahkan, ia pula yang menjadi pelanggan
pertama mereka. Dialah Khadijah, pemilik penginapan
yang dulunya kerap dijadikan tempat singgah kereta-kereta
yang membawa beludru dan sutra yang sangat berharga di
dunia pada masanya. Dialah Khadijah, pemilik unta yang
jumlahnya sedemikian banyak hingga Lembah Ajyad tak
kuasa lagi menampung mereka. Dan semua harta yang luar
biasa banyaknya itu habis diinfakkan untuk kaum mukminin
selama hari-hari pemboikotan berlangsung.
Khadijah adalah pakaian para
dermawan. Saat tak seorang
pun mempercayai Rasulullah, ia
percaya. Saat tak satu pun manusia
mendukungnya, ia mendermakan seluruh
harta yang dimiliki. Saat semua orang
menutup pintunya, wanita suci itu
menjadi rumah bagi Rasulullah, juga
bagi seluruh kaum muslimin.
Rasulullah kembali mengamati gamis istrinya yang
warnanya telah pudar. Gamis yang mengingatkannya
pada sebuah selendang atau muka bumi, yang seolah-olah
membungkus semua umat muslim.
374 Khadijah adalah pakaian para dermawan. Saat tak seorang
pun mempercayai Rasulullah, ia percaya. Saat tak satu pun
manusia mendukungnya, ia mendermakan seluruh harta
yang dimiliki. Saat semua orang menutup pintunya, wanita
suci itu menjadi rumah bagi Rasulullah, juga bagi seluruh
kaum muslimin. Ketika pertama kali menjumpai seorang muslim yang
hidup miskin dan kelaparan, kaum musyrikin tertawa
mengolok-oloknya. Mereka berkata, "Andai saja Muhammad
itu seorang nabi, mungkinkah Allah membiarkannya hidup
dalam kehinaan dan kesengsaraan semacam ini?"
Jawaban itu muncul lewat ayat-ayat dari suci Surat Hud
yang diturunkan pada hari-hari itu.
"Dan bersabarlah karena sesungguhnya Allah tiada
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
kebaikan." (Ayat 115) "Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia
dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka
balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan
mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah
mereka kerjakan?" (Ayat 15 dan 16) 375 Lautan Mekah oikot tak berperikemanusiaan itu akhirnya berakhir.
Ultimatum yang ditempel di dinding Kakbah
pun ditemukan sudah habis dimakan ngengat dan hanya
menyisakan lafaz "Allah".
Surat keputusan boikot memang sudah dihapus. Namun,
di waktu yang bersamaan, Khadijah bagaikan sebuah lilin
yang meleleh. Rasulullah, suami yang ia berikan semua yang dimilikinya,
bergeming di samping tempatnya berbaring. Putri kecilnya,
Fatimah, yang juga berada di sampingnya, mengusap
butiran keringat yang menetes di dahi ibunya dengan tangan
mungilnya. Ia seakan-akan sedang mengumpulkan tulisantulisan yang mengalir ke dahi sang ibu.
Khadijah jatuh sakit. Tiba-tiba saja ia jatuh ke pembaringannya. Tanpa
menunggu masa tua dan sangat tiba-tiba.
Apakah tempat tidurnya yang menenggelamkannya atau
kehidupan keras yang ia jalani" Namun, ia adalah hamba
yang rida dengan semua itu. Ikhlas dan melakukannya
karena cinta. Ia adalah manusia yang mampu menghidupkan gurun
pasir dan laut, besi dan madu sekaligus, yang mampu
mengubah api menjadi air dan air menjadi api dalam satu
waktu. 376 Ia adalah sang penjaga air kehidupan yang memancar
dari tengah gurun pasir yang tandus, pembangkit semangat
kuat besi dari manisnya madu.
Zamzam milik Hajar memberi kehidupan bagi gurun
yang tandus" Rasul milik Khadijah memberi kehidupan bagi
kemanusiaan" Besi yang tunduk pada Nabi Daud, yang bersandar pada
madu di dalam hati istrinya, adalah pedang yang ada di
genggaman Sang Utusan Terakhir.
Hajar dan Khadijah" Dua wanita ini adalah wanita-wanita yang menghadirkan
laut di tengah gurun panas. Adalah besi yang terbuat dari
madu. Apalah daya, lelah sudah raga itu"
Tak pernah puas ia memandang wajah sang pujaan
hatinya. Dari tempatnya berbaring, ditatapnya wajah itu.
Ia ingin mengenggam tangan-tangan itu dengan kekuatan
terakhir yang ia miliki. Menyentuh" Memegang" Seolah setelah badai berhari-hari lamanya, kini Khadijah
bagai mengapung di atas air laut yang tenang ibarat ombak
lemah yang ingin menggapai tepian pantai. Tangannya
berusaha meraih tangan kekasihnya.
Fatimah mendekap erat kaki ibunya, menangis tanpa
suara. Diusaplah rambut putrinya itu. Ia lalu meminta air.
Adakah waktu tersisa untuk air" Namun, ia memintanya
kepada Fatimah. Jelaslah, bahwa setelah ini Fatimahlah yang
akan membawakan air. Seperti wasiat yang turun-temurun
diberikan dari Hajar ke Khadijah, dan kini dari Khadijah ke
Fatimah. 377 _ Lautan Mekah AIR. Setelah Fatimah keluar untuk mengambil air, Khadijah
memandang suaminya. Tiba-tiba ilm kehidupannya diputar
kembali di depan matanya. Terbebas dari belenggu beban
kehidupan, sebuah perasaan ringan yang manis.
Kebahagiaan, ketenangan, dan kedamaian.
Sebuah bayangan yang menyejukkan.
Dipandangnya lelaki yang dikasihinya itu dan dengan
cinta yang dalam ia ucapkan nama-nama ini di wajahnya.
Abdullah, abdi Allah. Abid, yang mengabdi, beribadah kepada Allah.
Adil, yang adil, bijaksana, yang tak pernah meninggalkan
yang hak dan yang benar. Ahmad, yang paling dipuji, yang dicintai.
Akhsan, yang paling indah, sangat indah.
Ali, yang sangat mulia. Alim, yang berpengetahuan, yang berilmu.
Allama, yang berpengetahuan luas, yang dikaruniai ilmu
ilahi. Amil, yang beramal saleh, seorang yang berusaha dan
bertindak. Aziz, yang sangat mulia dan bermartabat.
Dan nama Bashir pun bersinar di wajah kekasihnya,
pemberi kabar gembira. Burhan, yang kesaksiannya terkuat dari kesaksian yang
kuat. Dan tentu saja Jabbar, yang memiliki kekuatan dalam
setiap keputusannya dan yang mempunyai pengaruh kuat.
Jawad, yang sangat dermawan, senang memberi, dan
senang berinfak. 378 Akram, yang paling bermartabat, berderajat, dan pemilik
kehormatan tertinggi. Al-Amin, yang paling benar dan yang paling dapat
dipercaya. Fadillah, hamba Allah yang paling murah hati, berwibawa,
berakhlak mulia, dan yang menjadi teladan.
Faruk, nama yang juga memancarkan sinar terang di
wajah sang kekasihnya itu yang berarti dapat membedakan
antara yang hak dan yang batil.
Fattah, yang menenangkan, yang menghidupkan kembali
hati yang mati, yang membuang hal-hal yang menghalangi
di jalan. Dan Galib, yang memiliki pemahaman paling baik dalam
menjunjung hak umat. Gani, yang berjiwa besar.
Dan tentunya Habib, kekasih Allah, kekasih kaum
muslimin, kekasih Khadijah, yang teramat dicintai.
Hadi, yang senang memberi hadiah, yang memberi
hadiah berupa jalan kebenaran bagi kemanusiaan.
Haizh, seorang muhaizh dan pelindung, yang bagian
bawah sayapnya menjadi tempat berlindung.
Halil, seorang sahabat sejati bagi Khadijah.
Halim, salah satu nama-nama lain beliau, yakni yang
akhlaknya menjadi wasiat bagi umatnya, teramat baik, dan
berhati lembut. Dan Khalis, yang jernih, bersih, berkilau.
Hamid, yang banyak bersyukur, memuja Tuhan-nya, yang
matanya selalu basah oleh rasa syukur yang mendalam.
Hanif, yang mendekap erat hakikat.
Kekasihnya juga adalah Qamar, rembulan, yang wajahnya
bersinar. 379 _ Lautan Mekah Qayyim, yang melihat dan mengamati, bahkan di saat
semua orang terlelap ia akan tetap bersiaga dan melindungi
orang-orang di sekitarnya.
Karim, dermawan, sangat pemurah, dan bermartabat
tinggi. Sekali lagi wajah tampan sang suami dilihatnya untuk
terakhir kali. Dari sana dibaca nama-nama yang berawalan
huruf mim. Majid, Rasulullah yang mulia dan berderajat tinggi.
Mahmud, yang banyak dipuji dan menjadi teladan.
Mansur, yang didukung kemenangan-kemenangan, yang
menemui keberhasilan. Maksum, tak bersalah, tanpa dosa.
Madani, berilmu pengetahuan, terdidik, dan beradab.
Mahdi, yang memberi hidayah bagi kemanusiaan, yang
menuntut ke jalan yang benar, sang penunjuk jalan.


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Makki, tentunya, penduduk Mekah.
Marhum, yang dibekali rahmat.
Mas"ud, yang suci, yang berada dalam puncak kebahagiaan
dan kebebasan. Matin, yang kokoh. Dirinya dan ucapannya adalah benar,
bagaikan benteng tempat berlindung.
Mu"alim, juga nama lain bagi kekasihnya, yang berarti
guru. Dan Muhammad, Muhammad, Muhammad, namanya,
salawat Allah semoga senantiasa tercurah untuknya. Di
langit dan di bumi, beliaulah yang paling sering dipuji.
Mukthada, pemimpin yang dipatuhi, yang dicari
pengikutnya. 380 Muslih, yang mendidik, memperbaiki.
Dan Mustafa, Mustafa, Mustafa namanya" yang menarik
dirinya terbebas dari beban duniawi kotornya dunia, benarbenar berada dalam kemurnian yang suci.
Muthi, juga salah satu julukannya, yang taat kepada Yang
Mahabenar. Mu"thi, yang senang memberi, berakhlak mulia.
Muzafar, yang dermawan, berderajat tinggi, mulia, suci,
lagi memiliki kehormatan tinggi.
Kekasihnya juga seorang Munir, bersinar, seakan tercipta
dari cahaya, yang mendapat pancaran cahaya sekaligus
menerangi sekitarnya. Mursal, tentunya, yang diamanahi dengan kenabian.
Murtaza", yang disukai dan terpilih.
Mustaqim, yang telah mencapai jalan yang lurus.
Mushawir, nama lain yang ditujukannya kepada manusia
yang ditatapnya dengan penuh cinta itu, yang mengusung
makna orang yang pantas dijadikan tempat mencurahkan
permasalahan umat, seorang yang pandai.
Naqi, yang benar-benar bersih.
Naqib, yang paling terhormat di antara masyarakat.
Nashih, yang memberi nasihat.
Nathiq, khotib paling sempurna yang menyampaikan
khotbahnya dengan perlahan namun jelas dan mudah
dimengerti. Dan tentulah, Nabi, utusan Allah.
Najiyullah, penjaga rahasia Allah.
Najm, bintang. Nashib, keturunan keluarga yang terpandang.
Bagi Khadijah, kekasihnya itu adalah Nazir. Beliau adalah
kebaikan, pemberian, dan kebahagian.
381 _ Lautan Mekah Nur, cahaya dan penerangan Allah memancar melalui
dahi beliau. Dan Rai", yang makin tinggi derajatnya ketika mengajak
orang-orang di sekitarnya untuk menuju kebenaran.
Ragib, yang siang dan malam selalu memohon, meminta
kepada Tuhannya untuk kebaikan umatnya.
Rahim, sungguh besar rasa rasa cintanya kepada umat
muslim, rela menahan sakit dan menderita demi umat.
Radzi, yang menerima, yang merasa cukup.
Rasul, utusan Allah. Rasyid, pandai, dewasa, pembawa umat ke jalan yang
benar. Dan Shabir, yang bersabar, tabah menghadapi cobaan,
yang kuat pertahanan dan usahanya.
Sadullah, hamba Allah nan suci
Shadiq, yang benar, yang nyata.
Safat, yang murni, tak terikat, yang dihormati.
Shahib, seorang teman, teman berbincang. Shalih, baik
lagi indah perbuatannya. Salam, damai dan tepercaya, aman dan selamat.
Syaifullah, pedang Allah, yang mampu membedakan
mana yang hak dan mana yang batil.
Sayyid, yang berwibawa. Syai", yang memberi kemudahan, pemberi syafaat.
Syakir, yang banyak bersyukur.
Dan sudah barang tentu, bagi Khadijah, suaminya adalah
juga seorang Syams, matahari baginya"
haha, juga termasuk dalam nama-nama yang ia baca,
sebuah nama dari Alquranul Karim yang ditujukannya
untuk Sang Rasul, suaminya tercinta.
382 hahir, sangat bersih, benar-benar bersih.
Taqi, pemilik takwa, yang menghidari segala sesuatu
yang haram. hayyib, halal, bersih, indah, dan menyenangkan.
Wai", pemilik kesetiaan, yang menepati janji-janjinya, tak
pernah mengingkarinya. Wa"iz, yang memberi nasihat.
Washil, berwasilah, yang menuntun umat kembali ke
jalan lurus Tuhannya. Dan tentu saja seorang Wali, teman bagi orang-orang
yang hidup sebatang kara, memiliki dan menjadi penopang
bagi mereka, menjadi sahabat yang baik.
Yasin, julukan untuk beliau yang tertulis dalam Alquran
yang bermakna manusia sejati, insan bijaksana.
Zahid, yang membalikkan punggungnya, melepaskan,
serta memalingkan wajahnya dari hal-hal duniawi. Zakir,
yang siang dan malamnya tak henti mengingat Allah, hatinya
terbakar dan tersayat-sayat mengingat Allah.
Zaki, salah satu nama yang ia suka, yang bermakna jernih,
bersih, dan pandai. Khadijah terus-menerus memberi salam kepada
suaminya dengan menyebutkan nama-nama indahnya, baik
yang ia ketahui maupun tidak. Semua nama indah itu seolah
terukir di wajahnya. Mimpi yang dilihatnya bertahuntahun yang lalu menjadi kenyataan. Semua nama indah di
dunia bersatu dengan paras wajahnya yang bersinar bak
mentari memancarkan cahaya ilahi. Sekarang, mentari yang
menyinari kamarnya sebentar lagi akan menyinari Mekah
dan juga dunia. 383 _ Lautan Mekah "Sepupu"," katanya lirih.
"Maafkanlah aku?"
"Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Terdiam! Semesta seolah terdiam bersamanya.
Lautnya Mekah akhirnya membuka tabir rahasia itu"
Awalnya Khadijah" Akhirannya Kubra" Bersatu menjadi Khadijah Kubra"
384 Empat Garis epergian sang pelindung besar, Abu halib dan
Khadijah, hanya berselang tiga hari.
Rasulullah lagi-lagi hidup sendiri, sebatang kara.
"Perkara yang mana yang harus aku tangisi?" tanyanya
kepada orang-orang di sekitarnya.
Mereka menyebut tahun itu sebagai "Sanatu"l Hazan",
tahun duka cita. Setelah itu, Rasulullah acap kali memberi perhatian
khusus kepada beberapa wanita. Jika ditanya, ia akan
menjawab, "Wanita ini adalah teman dekat Khadijah."
Beberapa tahun setelah menjalani hijrah, seperti yang
juga dijalani rasul-rasul sebelumnya, Rasulullah kembali ke
kotanya sebagai Pembebas Mekah. Dan di sana, Rasulullah
hendak mendirikan markas besar pasukan tepat di seberang
Gunung Hajun. "Khadijah, Khadijah sedang berbaring di sini"," demikian
beliau akan memberi jawaban jika ditanya sebabnya.
Kemudian, suatu hari, dengan penuh kesedihan,
Rasulullah mengoreskan empat buah garis ke tanah dengan
cabang pohon kurma. "Tahukah kalian apa arti empat garis ini?"
"Rasul Allah pastilah tahu yang sebenar-benarnya," jawab
mereka. "Empat garis ini menggambarkan empat wanita ahli
surga yang paling mulia. 385 _ Empat Garis Khadijah putri Khuwailid.
Fatimah putri Muhammad. Istri Firaun, putri Mudzahim, Asiyah.
Dan Maryam, putri Imran. Semoga Allah meridai mereka?"
(Agustus 2009, malam penuh Berkah)
386 Tentang Penulis SIBEL ERASLAN Lahir di Uskudar, Istanbul, 1967. Lulusan Fakultas Hukum
Universitas Istanbul ini giat beraktivitas dalam bidang hak
asasi manusia, pendidikan, pemberian jaminan kerja, dan
hak-hak kaum hawa. Aktif menulis dalam majalah Teklif,
Imza, Dergah, Mostar, dan Heje. Sampai sekarang tercatat
sebagai kolumnis di koran Star.
BEBERAPA KARYANYA: Fil Yazilari Balik ve Tango Can Parcasi Hz Fatimah Kadin Sultanlar Kadin Oradaydi icinde "Zuleyha"
Cennet Kadinlarinin Sultani "Siret-i Meryem"
Nil"in Melikesi 387 Sayangilah orang-orang yang Anda
cintai dengan menghadiahkan mereka
buku-buku terbitan kami. Dapatkan di toko-toko buku terdekat atau hubungi pemasaran kami
via email: salesonline@puspa-swara.com
atau (021) 8729060, 4204402
Kunjungi juga situs kami di: www.puspa-swara.com
388 Lembah Nirmala 6 San Pek Eng Tay Romantika Emansipasi Seorang Perempuan Karya Okt Darah Dan Cinta Di Kota Medang 2

Cari Blog Ini