The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux Bagian 1
Daftar Isi Sebelum Membaca Si Hantu ... Kata Pengantar
1 Apakah Itu Si Hantu" 2 Sang Margarita Baru 3 Alasan yang Misterius 4 Boks Balkon Nomor Lima 5 Biola yang Memukau
6 Kunjungan ke Boks Balkon Nomor Lima 7 Faust dan yang Tetjadi Setelahnya 8 Kereta Kuda yang Misterius 9 Di Pesta Topeng
10 Lupakan Suara Laki-laki Itu 11 Di Atas Pintu-Pintu Jebak 12 Harpa Dewa Apollo
13 Aksi si Pencinta Pintu Jebak
14 Tingkah Laku Aneh Yang Melibatkan Peniti 15 Christine! stine!
16 Pengakuan Mencengangkan Madame Giry atas
7 9 17 31 45 56 74 97 101 121 132 146 154 165 192 208 217
Hubungan Pribadinya dengan si Hantu Opera 223 17 Kembali ke Peniti Itu 239 18 Sang Komisaris, Viscount, dan Orang Persia 248 19 Sang Viscount dan Orang Persia 256 20 Di Ruang Bawah Tanah Opera 266 21 Perubahan yang Menarik dan Menambah Pengetahuan dari si Orang Persia di Ruang Bawah Tanah Opera 288
22 Di Dalam Kamar Penyiksaan 23 Siksaan Dimulai
24 "Tong kayu! Tong kayu! Ada yang mau
beli tong kayu?" 25 Kalajengking atau Belalang: Yang Mana" 26 Akhir Kisah Cinta Si Hantu
Epilog 307 316 325 35 1 364 Sebelum Membaca Si Hantu ...
BANYAK di antara kita yang mengetahui atau paling tidak pernah mendengar judul buku ini: The Phantom of The Opera. Dan di antara sekian banyak adaptasi film atau drama panggung yang pemah dibuat atas kisah ini, saya yakin versi musikal panggung karya Andrew Lloyd Webber di tahun 1986-lah yang paling populer dan memukau begitu banyak orang sehingga berhasil menempatkan The Phantom of The Opera sebagai salah satu pertunjukan teater musikal paling legendaris sepanjang sejarah. Perpaduan lagu-lagu ciptaan Webber dan lirik yang sebagian besar ditulis oleh Charles Hart itu sukses membuai penontonnya ke dalam suatu cerita cinta romantis yang penuh petjuangan antara Christine dan Raoul untuk membebaskan diri dari Erik, "monster" keji dan tak tahu diri.
a oleh m a Webber tersebut dan mengetahui bahwa The Phantom of The Opera sebenamya berbentuk novel yang dipublikasikan pertama kali tahun 1909 sebagai cerita bersambung di surat kabar Le Gaulois. Saya at membacanya sendiri, berusaha memadankan apa yang tertulis di sana dengan apa yang diangkat oleh Webber dan sejauh mana perbedaan antara keduanya. Dan saya pun terkejut.
Novel The Phantom of The Opera karya Gaston Lerouxseorang penulis berkebangsaan Prancis-menurut saya jauh lebih kaya daripada versi musikal yang melegenda itu. Satu hal, saya mendapati novel Leroux ini memiliki elemen-elemen humor yang hadir lewat gaya bercerita si narator, suatu unsur yang sayangnya tak dimunculkan pada versi adaptasi Webber. Kemegahan dan kemewahan gedung Opera Paris juga dengan lebih mendetail dig - kan oleh Leroux. Namun di atas segalanya, perbedaan signifikan yang tak dapat saya abaikan adalah karakterkarakternya. Pengkarakteran tokoh Raoul dan si hantu (phantom) hadir dengan perbedaan mencolok antara versi novel dan milik Webber. Ada begitu banyak hal tentang si phantom dalam novel ini yang tak diikutsertakan dalam adaptasi seperti keberadaan karakter si orang Persia yang memiliki peran teramat penting nan vital di dalam cerita ini. Dan ini, menurut saya, adalah suatu lubang teramat besar.
itulah, ketika suatu hari saya mendapat tawaran untuk menetje novel ini, saya langsung menerimanya dengan senang hati dan penuh semangat. Meskipun tetap jatuh cinta pada versi musikal milik Webber, ada keinginan besar dalam diri saya untuk membagi versi asli The Phantom of The Opera ini sehingga orang dapat memiliki semacam penyeimbang, tak sekadar menerima versi populer yang ada dan menganggapnya sebagai kisah cinta pemuda tampan gagah berani dengan perempuan cantik bersuara emas yang dihalangi oleh monster buruk rupa. Saya berharap Anda mampu merasakan apa yang saya rasakan ketika membaca novel ini, dan yang lebih g, saya harap Anda akan me atinya.
Stefanny Irawan Kata Pengantar Tempat Penulis Karya Ganjil lni
Memberitahu Pembaca Bagaimana la Teryakinkan Bahwa Hantu Opera ltu Benar-Benar Pernah Ada
Opera itu benar-benar ada. la bukanlah yang selarna ini dianggap makhluk khayalan para senirnan, takhayul para manajer, atau hasil pemikiran otak-otak absurd dan labil milik para gadis muda penari balet, para ibu mereka, para penjaga boks balkon, para penjaga mantel atau penerima tamu. Ya, dia nyata dan benar-benar hidup meskipun ia memilih untuk menampilkan diri layaknya hantu sungguhan.
Waktu aku mulai membongkar-bongkar arsip National Academy of Music, aku langsung menyadari kebetulan yang mengejutkan antara fenomena yang dikaitkan dengan si "hantu" dengan tragedi paling luar biasa dan fantastis yang ah menggegerkan kalangan atas Paris. Tak lama, kusadari bahwa tragedi ini mungkin bisa dijelaskan secara masuk akal oleh fenomena itu. Kejadiannya tidak lebih dari tiga puluh tahun lalu, dan tak akan susah menemukan orang-orang paling terhormat di lobi balet sekarang ini, orang-orang yang kata-katanya dapat dipercaya, yang masih dapat mengingat dengan jelas segala kejadian misterius dan dramatis yang berkaitan dengan penculikan Christine Daae, menghilangnya Vicomte de Chagny serta kematian kakaknya, Count Philippe, yang mayatnya ditemukan di tepi danau di ruang bawah tanah Opera di bagian Rue- Scribe. Tapi sampai saat itu, tak seorang pun dari para saksi yang berpikir untuk mengaitkan figur legendaris hantu Opera dengan kisah mengerikan itu.
Kebenaran itu memasuki kepalaku setelah cukup lama, sebab aku dipusingkan oleh penyelidikan yang setiap saat bertambah rumit dengan adanya kejadian-kejadian yang sekilas terlihat seperti berkaitan dengan hal-hal gaib, dan lebih dari sekali aku nyaris menyerah dan menghentikan pencarian yang sepertinya sia-sia dan sungguh melelahkan ini. Tetapi a ya aku mendapatkan bukti bahwa semua firasatku benar dan semua jerih payahku terbayar sudah di hari aku mendapatkan kepastian bahwa si hantu Opera itu lebih dari sekadar bayangan.
Hari itu aku menghabiskan betjam-jam membaca Memoar Seorang Manajer, hasil karya yang ringan dan serampangan dari si skeptis Moncharmin, yang ketika menjabat sebagai manajer Opera sama sekali tak mengerti tentang perilaku misterius si hantu dan menganggapnya lelucon belaka saat ia menjadi korban pertama dari kegiatan keuangan aneh yang berlangsung di dalam "amplop ajaib."
Aku baru saja meninggalkan perpustakaan dengan putus asa ketika aku bertemu dengan manajer akting yang ramah dari National Academy ini. la sedang berdiri di balkon dan berbicara dengan seorang laki-laki tua ceria dan berpenampilan rapi yang kemudian diperken ny a kepadaku.
Manajer g itu tahu tentang penyelidikan yang kulakukan dan bagaimana aku telah mati-matian mencari tapi belum juga menemukan keberadaan M. Faure, hakim penyelidik yang menangani kasus Chagny yang terkenal itu. Tak ada yang tahu apa yang terjadi padanya, apakah ia masih hidup atau sudah mati, tetapi kini ia berada di sini, baru kembali dari Kanada setelah lima belas tahun di sana, dan hal pertama yang dilakukannya begitu tiba di Paris adalah mendatangi kantor sekretariat Opera untuk meminta kursi gratis. Laki-laki tua bertubuh kecil itu adalah M. Faure.
Kami berbincang lama malam itu dan ia bercerita padaku tentang keseluruhan kasus Chagny sebagaimana ia memahaminya waktu itu. la tidak punya pilihan selain menutup kasus itu dengan menganggap sang viscount telah gila dan kematian kakaknya sebagai kecelakaan karena kurangnya bukti-bukti yang menyatakan sebaliknya. Tetapi ia juga merasa bahwa telah terjadi suatu tragedi mengerikan di antara kedua bersaudara itu yang berkaitan dengan Christine Daae. l a tidak dapat memberitahuku apa yang terjadi dengan Christine maupun sang viscount. Ketika aku menyebut soal si hantu, ia hanya tertawa. Rupanya ia juga diberitahu tentang kejadian-kejadian ganjil yang sepertinya mengarah pada keberadaan suatu makhluk gaib yang tinggal di salah satu sudut paling misterius di Opera, dan ia juga tahu cerita tentang amplop itu. Tetapi ia tak melihat ada sesuatu yang penting untuk diperhatikan sehubungan dengan posisinya sebagai hakim penyidik yang menangani kasus Chagny, dan yang bisa dilakukannya hanyalah mendengarkan seorang saksi yang datang dengan sukarela dan mengaku telah sering bertemu dengan si hantu. Saksi ini tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang oleh seluruh Paris disebut dengan "si orang Persia" dan yang dikenal oleh setiap pelanggan Opera. Si hakim menganggapnya tukang mimpi.
Aku sangat tertarik dengan kisah tentang si orang Persia. Kalau bisa, aku mau mencari saksi penting yang eksentrik ini. Keberuntungan mulai berpihak kepadaku dan aku berhasil men annya di flat kecilnya di Rue de Rivoli, tempat yang selama ini ditinggalinya dan tempat ia meninggal lima bulan setelah kukunjungi. Tentu saja aku sedikit curiga pada awalnya, tapi setelah orang Persia itu bercerita kepadaku dengan kejujuran ala anak-anak ten.tang segala yang ia ketahui tentang si hantu dan menyerahkan bukti-bukti keberadaan si hantu kepadaku -termasuk surat-surat ganjil Christine Daae-untuk kupergunakan sebagaimana yang kuperlukan, aku tak lagi mampu meragukannya. Tidak, hantu itu bukan mitos belaka!
Aku sadar dan pernah diberitahu bahwa surat-surat itu mungkin saja dipalsukan seluruhnya oleh seseorang yang daya imajinasinya sudah dicekoki oleh kisah-kisah paling mengasyikkan, tapi untungnya aku menemukan beberapa tulisan lain Christine dan setelah kubandingkan keduanya, semua keraguanku lenyap. Aku juga menyelidiki masa lalu si orang Persia dan mendapati bahwa ia orang yang bisa dipercaya, tak mungkin ia mengarang cerita yang akan mencurangi hukum.
Selain itu, berikut ini adalah pendapat orang-orang yang lebih penting dariku, yang pada suatu titik pemah terlibat di dalam kasus Chagny, mereka adalah teman-teman keluarga Chagny. Aku pemah memberikan semua dokumen dan kesimpulan yang kumiliki pada mereka. Sehubungan dengan ini, aku at menyampaikan tulisan yang kudapat dari Jenderal DSIR: Saya tidak terlalu menyarankan hasil penyelidikan Anda ini dipublikasikan. Saya masih ingat dengan jelas bahwa beberapa minggu sebelum menghilangnya si penyanyi terkenal Christine Daae, dan tragedi yang membuat seluruh warga Faubourg Saint-Germain berduka, orangorang ramai membicarakan tentang si "hantu" di lobi balet, dan saya percaya hal itu berhenti menjadi bahan pembicaraan setelah peristiwa yang menggemparkan itu terjadi. Tapi bila memung -dan setelah mendengarkan Anda, saya percaya itu mungkinuntuk menjelaskan tragedi itu melalui keberadaan si hantu, maka saya mohon, Sir, ceritakan lagi tentang hantu itu kepada kami. Meskipun mulanya cerita hantu itu mungkin terkesan misterius, ia akan jauh lebih mudah dijelaskan daripada kisah muram yang dibayangkan oleh orang-orang berhati dengki itu, bag a kakak-beradik yang saling memuja sepanjang hidupnya itu saling bunuh. Percayalah, dll.
Akhimya, dengan setumpuk kertas di tangan, sekali lagi aku pergi ke tempat kediaman luas si hantu, bangunan teramat besar yang ia jadikan kerajaannya. Segala yang kulihat dan segala yang tertangkap benakku membuktikan kebenaran catatan-catatan milik si orang Persia sedetail-detailnya dan usaha kerasku terbayar dengan satu temuan yang mencengangkan. Orang-orang mengingat bahwa nanti, ketika mereka menggali bawah tanah gedung Opera itu, sebelum menguburkan piringan-piringan hitam rekaman suara sang penyanyi, para pekerja itu menemukan sesosok mayat yang telah menjadi belulang. Well. aku langsung bisa menjamin bahwa mayat itu adalah si hantu Opera. Aku meminta manajer akting itu sendiri membuktikan kebenaran perihal mayat itu, dan bagiku adalah kebodohan luar biasa bila media massa berpura-pura bahwa itu mayat korban Komune Paris.
Orang-orang malang yang dibantai di ruang bawah tanah Opera di bawah pemerintahan Komune Paris tidak dikuburkan di sisi ini. Aku bisa menunjukkan tempat tulang-belulang mereka dapat ditemukan, tak begitu jauh dari ruangan luas tempat penyimpanan bahan makanan selama masa pengepungan dulu. Aku menemukan jejak tempat ini sewaktu mencari mayat si hantu Opera, yang tentunya tak akan pernah kutemukan bila peristiwa yang kusebutkan di atas tidak terjadi.
Tetapi kita akan kembali ke mayat itu dan apa yang seharusnya dilakukan terhadapnya. Untuk sekarang ini aku harus mengakhiri pendahuluan yang teramat penting ini dengan berterima kasih kepada M. Mifroid (ko s polisi yang dipanggil menangani penyelidikan-penyelidikan awal setelah hilangnya Christine Daae), M. Remy, mantan sekretaris Opera ini, M. Mercier, mantan manajer akting, M. Gabriel, mantan pemimpin paduan suara, dan khususnya Mme. La Baronne de Castelot-Barbezac, yang pernah dikenal sebagai "Meg mungil" di kisah ini (dan yang tak merasa malu mengakuinya), bintang paling bersinar di corps de ballet kami yang terkenal, anak perempuan tertua almarhum Mme. Giry yang terhormat, yang dulunya bertugas mengurusi boks balkon pribadi si hantu. Mereka semua adalah orang-orang yang sangat membantuku, dan berkat mereka aku bisa menghadirkan kembali masa-masa penuh cinta dan kengerian itu dengan begitu terperinci bagi para pembaca.
Dan betapa tak tahu dirinya bila ketika berada di gerbang dimulainya kisah mengerikan dan nyata ini aku tak berterima kasih kepada manajemen Opera yang sekarang, yang telah dengan baik hati membantuku menemukan jawaban dari semua pertanyaanku, khususnya kepada M. Massager bersama dengan M. Gabion, sang manajer akting, dan yang paling ramah di antara semuanya, sang arsitek yang dipercaya merawat bangunan ini, yang tanpa raguragu merninjamkan catatan dan gambar Charles Garnier meskipun ia hampir yakin aku tak akan pemah mengemba n y a. Akhirnya, aku harus mengumumkan terima kasihku atas kemurahan hati teman mantan rekanku, M.J.-L. Croze, yang mengizink masuk ke perpustakaan teater rniliknya yang luar biasa dan meminjam buku-buku paling langka yang mampu dikumpulkan dan disimpannya.
GASTON LEROUX Bab1 Apakah ltu Si Hantu"
MALAM itu Monsieur Debienne dan Poligny, para manajer Opera, menggelar pesta jamuan terakhir yang menandai masa pensiun mereka. Tiba-tiba ruang ganti La Sorelli, salah seorang penari utama, diserbu enam wanita muda anggota kelompok balet yang baru saja kembali dari panggung setelah "menarikan" Polyeucte. Mereka masuk dengan wajah bingung, sebagian terdengar mengeluarkan tawa terpaksa dan yang lain memekik takut. Sorelli yang sedang i n gin sendirian agar bisa sekali lagi berlatih mengucapkan pidato yang ia siapkan bagi para manajer itu menatap marah ke keru yang begitu ribut dan gempar ini. J amm es-gadis yang memiliki ujung hidung agak lancip ke atas, mata sebiru bunga forget me not, pipi yang kemerahan bagai ma war, serta leher dan bahu yang seputih bunga lili - kemudian memberi penjelasan dengan suara gemetar: "Si Hantu!" Lalu ia mengunci pintu.
Untuk ukuran ruangan biasa, ruang ganti Sorelli telah diatur sed an rupa sehingga memiliki aura elegan. Perabotan di dalamnya terdiri atas satu cermin besar yang ramping, sofa, meja rias, serta dua lemari kecil. Di dindingnya bergantung beberapa ukiran, benda-benda peninggalan sang ibu yang pernah mencicipi zaman keemasan Opera tua di Rue le Peletier, lukisan-lukisan Vestris, Gardel, Dupont, dan Bigottini. Meski begitu, ruang ganti itu layaknya istana bagi para anggota corps de ballet yang menempati ruang ganti biasa saja, tempat mereka menghabiskan waktu bernyanyi, bertengkar, mengganggu para penata kostum dan penata rambut, serta sating mentraktir bergelas-gelas cassis, bir atau bahkan rum, sampai bel penanda giliran tampil dibunyikan.
Sorelli perempuan yang begitu percaya takhayul. la merinding ketika mendengar Jammes menyinggung soal si hantu dan menyebut gadis itu "si mungil konyol." Tetapi, karena ia yang lebih dulu percaya hantu, khususnya Hantu Opera, di antara gadis-gadis itu, ia segera bertanya lebih jauh:
"Apakah kau melihatnya?"
"Sejelas aku melihatmu sekarang!" jawab J amm es yang masih gemetaran kakinya, lalu mengempaskan diri ke kursi sambil mengerang.
Pada saat itulah Girygadis dengan wama mata sekelam buah plum, rambut sehitam tinta, dengan kulit agak gelap yang membungkus tubuh kurusnya menamb "Kalau itu si hantu, wajahnya jelek sekali!" "Oh, benar!" teriak para penari balet itu serempak. Lalu mereka semua ribut, bicara pada saat yang sama. Si hantu muncul di hadapan mereka dalam rupa seorang pria bersetelan resmi yang tiba-tiba berdiri di lorong, menghalangi jalan mereka tanpa diketahui dari mana asalnya. Seakan-akan ia langsung muncul menembus tembok.
"Huh!" kata salah satu dari gadis-gadis itu, yang tampaknya masih cukup tenang dan bisa berpikir logis. "Kalian melihat hantu itu di mana-mana!"
Dan itu memang benar. Selama beberapa bulan, tak ada hal lain yang menjadi bahan pembicaraan di Opera kecuali hantu dengan setelan resmi itu. Hantu yang berkeliaran dalam gedung ini dari tingkat paling atas hingga paling bawah, yang bagaikan bayangan dan tak pemah berbicara dengan siapa pun serta langsung menghilang begitu terlihat, tanpa ada seorang pun yang tahu bagaimana serta ke
perginya. Seperti layaknya hantu sung i a berjalan tanpa suara. Orang-orang pada awalnya hanya tertawa dan mengolok-olok hantu yang berdandan bagai orang terhormat atau seorang penggali kubur itu. Tapi legenda tentang hantu itu dengan cepat berubah menjadi sesuatu yang begitu bombastis di antara anggota corps de ballet. Gadisgadis itu mengaku pernah bertemu beberapa kali dengan si makhluk gaib. Dan mereka yang tertawa paling keras bukan berarti tidak takut terhadapnya. Ketika hantu itu tidak muncul, ia seakan mengkhianati keberadaannya atau segala hal yang dianggap sebagai perbuatannya, baik yang lucu maupun serius. Jika seseorang terjatuh atau dikerjai oleh salah satu gadis-gadis itu, atau kehilangan pemulas bedaknya, langsung saja tuduhan diarahkan kepada hantu itu, si hantu Opera.
Lagi pula, siapa yang sudah melihatnya" Kau bisa menjumpai sekian banyak laki-laki dalam setelan resmi yang bukan hantu di Opera ini. Tetapi setelan resrni yang satu ini lain daripada yang lain. Ia bukan membalut seseorang, tetapi kerangka sia. Paling tidak, itulah yang dikatakan gadis-gadis penari balet. Dan tentu saja, kepala lakilaki itu berupa tengkorak.
Apa semua ini bukan main-main" Sebenamya, ide kerangka rnanusia itu datang dari deskripsi si hantu yang diberikan oleh Joseph Buquet, kepala bagian pengganti gambar latar, yang benar-benar pernah melihat hantu itu. Ia tak sengaja berternu hantu itu di tangga kecil dekat jajaran lampu di bibir panggung yang mengarah ke "ruang bawah tanah." Ia hanya melihat si hantu selama satu detik-karena hantu itu langsung kabur-dan kepada siapa pun yang rnau mendengarkan omongannya ia bercerita seperti ini:
"Ia luar biasa kurus dan setelannya seperti ggantung pada kerangka. Matanya begitu dalam sehingga kau hampir tak dapat melihat pupilnya. Kau hanya melihat dua lubang hitam yang dalam seperti pada tengkorak orang mati. Kulitnya, yang tipis membungkus tulang-tulangnya, tidak berwarna putih, tapi kuning menjijikkan. Hidungnya begitu kecil sampai-sampai kau tak dapat melihatnya dari arah ping, dan itu angan yang sungguh mengerikan. Rarnbut yang d likinya hanyalah berupa tiga atau empat ikat yang menjuntai dari dahi dan bagian belakang telinganya."
Si kepala bagian pengganti garnbar latar ini orang yang serius, tidak suka minum, tenang, dan tak terlalu merniliki imajinasi yang bagus. Karena itu mereka menerima perkataannya dengan penuh ketertarikan dan kekaguman; dan tak lama setelahnya orang-orang lain berkata bahwa mereka juga telah bertemu dengan laki-laki bersetelan yang berkepala tengkorak. Orang-orang berpikiran logis yang mendengar cerita itu mengatakan bahwa Joseph Buquet hanyalah korban keisengan salah satu asistennya. Tetapi kemudian terjadi serangkaian kejadian yang begitu ganjil dan sulit dijelaskan sehingga bahkan mereka yang paling sinis pun mulai merasa tak tenang.
Misalnya, petugas pemadam kebakaran yang pemberani! Ia tak takut apa pun, apalagi api! Tetapi si pemadam kebakaran ini sepertinya berkeliaran lebih jauh daripada biasanya ketika ia melakukan inspeksi di ruang bawah tanah, lalu ia tiba-tiba muncul di atas panggung dengan muka pucat pasi dan gemetar ketakutan, matanya melotot nyaris copot dan bahkan pingsan di pelukan ibu si kecil J amm es. Mengapa" Karena ia melihat sesuatu bergerak mendatanginya, setinggi kepalanya, tengkorak kar tanpa badan! Dan seperti yang kukatakan sebelumnya, seorang petugas pemadam kebakaran tidaklah takut api.
Nama petugas pemadam kebakaran itu Pampin. Anggota corps de ballet langsung ketakutan setengah mati. Kalau dipikir, kepala berapi ini tidak cocok dengan penggambaran Joseph Buquet atas si hantu. Tetapi gadisgadis muda itu segera meyakinkan diri mereka sendiri bahwa si hantu memiliki beberapa kepala yang bisa dipakai bergantian sesuai keinginannya. Tentu saja, mereka langsung membayangkan diri mereka berada di bawah ancaman bahaya besar. Begitu seorang petugas pemadam kebakaran tak tanggung-tanggung sampai pingsan karena hal ini, ada banyak alasan bagi gadis-gadis pemimpin barisan, baris depan serta belakang untuk mempercepat langkah mereka setiap kali berjalan melewati sudut yang gelap atau di lorong yang r g-remang. B sehari setelah insiden petugas pemadam kebakaran itu, Sorelli sendiri yang menaruh ladam kuda di meja di depan pos penjaga pintu panggung, dan semua orang kecuali penonton wajib menyentuh ladam itu sebelum menginjakkan kakinya pada anak tangga pertama panggung. Cerita ladam kuda ini bukanlah karanganku begitu juga setiap bagian lain dari cerita ini! dan keberadaannya masih bisa dijumpai di atas meja, di lorong di luar pos penjaga pintu panggung bila kau memasuki Opera melalui lapangan yang dikenal dengan Cour de I' Ad tration.
Mari kembali ke malam yang kita bahas tadi. "Itu si hantu!" jerit si mungil Jammes.
Kesunyian yang menyiksa kini memenuhi ruang ganti. Tak ada suara kecuali napas memburu gadis-gadis itu. Akhirnya, dengan kengerian yang tampak jelas di wajahnya, J amm es bergerak ke sudut terjauh ruangan dan berbisik, "Dengar!"
Semua orang seakan mendengar sesuatu bergemeresik di balik pintu. Tidak ada bunyi langkah kaki. Seperti kain sutra tipis bergerak di sepanjang dinding. Lalu suara itu berhenti.
Sorelli mencoba terlihat lebih berani daripada gadis-gadis lain.. la menuju ke pintu dan dengan suara bergetar ia bertanya, "Siapa di sana?"
Tetapi tak ada yang menjawab. Merasa mata seisi ruangan mengarah kepadanya, ia berusaha menunjukkan keberan y a dan berkata dengan sangat lantang, "Apakah ada orang di belakang pintu ini ?"
"Oh, ya, ya! Tentu saja ada!" pekik gadis mungil bemama Meg Giry sambil secara dramatis memegangi rok tipis Sorelli. "Apa pun yang kaulakukan, jangan buka pintunya! Demi Tuhan, jangan buka pintunya!"
Namun, dengan memegang belati yang selalu dibawanya, Sorelli memutar kunci dan menarik pintu itu hingga membuka, sementara gadis-gadis penari balet itu mundur lebih jauh ke dalam ruangan dan Meg Giry berbisik, "lbu! lb I" u.
Sorelli dengan berani memandang lorong di hadapannya. Lorong itu kosong; api lampu minyak di balik penutup kacanya menebarkan cahaya merah suram ke kegelapan di sekelilingnya tanpa benar-benar berhasil mengusir kegelapan tersebut. Lalu penari itu membanting pintu sambil menghela napas dalam-dalam.
"Tidak," katanya, "tidak ada siapa-siapa di sana." "Tetap saja kami melihatnya tadi!" kata Jammes sambil melangkah takut-takut, kembali ke sisi Sorelli. "Dia pasti sedang berkeliaran entah di . Aku tidak mau kembali ke ruang ganti. Kita sebaiknya beramai-r segera turun ke ruang tunggu untuk mendengarkan 'pidato' itu, lalu naik kembali bersama-sama."
Lalu gadis kecil itu dengan penuh hormat menyentuh cincin batu karang yang dipakainya sebagai jimat penolak bala, sementara Sorelli diam-diam membuat tanda salib Santo Andreas pada cincin kayu di jari tangan sebelah kirinya menggunakan ujung ibu jari kanannya yang be u merah muda. Ia berkata kepada gadis-gadis muda balet itu, "A yo, anak-anak, jangan takut! Aku berani berkata bahwa tak seorang pun pernah rnelihat si hantu."
"Kami rnelihatnya k melihatnya baru saja!" teriak gadis-gadis itu. "Ia berkepala tengkorak dan bersetelan, seperti ketika ia muncul di hadapan Joseph Buquet!"
"Dan Gabriel juga melihatnya!" kata J es. "Kemarin! Kemarin sore-di siang bolong ... "
"Gabriel, si pemimpin paduan suara?" "Betul, kau tidak tahu?"
"Dan dia mengenakan setelan resrni di siang bolong?" "Siapa" Gabriel?"
"Tentu bukan, si hantu!"
"Tentu saja! Gabriel sendiri mengatakannya padaku. Itulah bagaimana dia mengenali si hantu. Gabriel sedang berada di kantor manajer panggung. Tiba-tiba pintu membuka dan orang Persia itu masuk. Kau tahu bukan, si Persia itu merniliki mata yang jahat..."
"Ya!" pekik gadis-gadis itu serempak, lalu mengusir nasib buruk yang mungkin dibawa si orang Persia dengan menudingkan jari telunjuk dan kelingking mereka, sementara jari tengah dan jari s mereka ditekuk dan ditahan ibu jari.
"Dan kau tahu betapa percayanya Gabriel pada takhayul," lanjut J amm es. "Meski begitu, dia selalu sopan. Ketika ia bertemu dengan si Persia, ia hanya memasukkan tangannya ke saku dan menyentuh kunci-kuncinya. Yah memang, persis di saat si Persia itu muncul di pintu, Gabriel melompat dari kursinya untuk mengunci lemari hanya demi tangannya menyentuh logam! Gara-gara itu seluruh bagian pinggir mantelnya sobek tersangkut paku.
Saat berusaha cepat-cepat meninggalkan ruangan, dahinya menabrak gantungan topi hingga benjol; lalu, karena melangkah mundur dengan tiba-tiba, lengannya Iuka tergores sekat yang ada di dekat piano; ia mencoba bersandar pada piano itu, tetapi tutup pianonya jatuh menimpa jari-jari tangannya dengan keras; ia bergegas keluar kantor seperti orang gila, tergelincir di tangga dan jatuh, melewati seluruh anak tangga tingkat pertama meluncur dengan punggungnya. Aku kebetulan lewat bersama lbu. Kami membantunya berdiri. Seluruh tubuhnya memar-memar dan wajahnya penuh darah. Kami ketakutan setengah mati, tetapi ia langsung bersyukur kepada Tuhan k ia bisa lolos dengan cukup mudah. Lalu ia memberitahu apa yang membuatnya begitu ketakutan. la tadi melihat si hantu di belakang si Persia, hantu berkepala tengkorak, persis yang digambarkan Joseph Buquet!"
J amm e s menceritakan kisah itu sedemikian cepatnya seakan dikejar oleh hantu itu sendiri, dan terengah-engah ketika ceritanya usai. Kesunyian mengikuti setelahnya, sementara Sorelli las kukunya dengan penuh gat. Lalu kesunyian itu pecah ketika si kecil Giry berkata, "Joseph Buquet lebih baik menyimpan cerita itu untuk dirinya sendiri."
"Mengapa begitu?" tanya seseorang.
"Itu pendapat lbu," jawab Meg, merendahkan suaranya dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, seakan takut ada orang lain selain mereka yang di sini yang mungkin mendengar kata-katanya barusan.
"Dan mengapa ibumu punya pendapat seperti itu?" "Sst! Ibu bilang si hantu tidak suka dibicarakan." "Mengapa ibumu bilang begitu?" "Karena ... karena ... tidak apa-apa ... "
Aksi bungkam ini membangkitkan rasa ingin tahu gadisgadis muda itu yang mengerubungi si kecil Giry, meminta dengan sangat supaya ia mau menjelaskan. Mereka berdiri bersebelah-sebelahan, mencondongkan tubuh ke depan dengan serempak karena ingin tahu sekaligus ketakutan, saling bertukar kengerian dan merasakan suatu kesenangan tertentu saat aliran darah mereka seperti berhenti dan membeku.
"Aku sudah bersumpah untuk tidak berkata apa-apa!" jerit Meg.
Tetapi mereka s mendesak dan betjanji akan merahasiakannya, sampai akhirnya Meg, yang telah menjadi tak sabar mengat semua yang diketahuinya. Ia mulai bercerita sambil terus memandang lekat ke arah pintu. "Well, karena boks balkon pribadi."
"Boks balkon pribadi apa?" "Boks balkon milik si hantu!"
"Si hantu mempunyai boks balkon" Oh, ceri ceritakan pada kami!"
"Jangan keras-keras!" ujar Meg. "Boks Balkon nomor Lima, kalian tahu kan, boks balkon di lantai utama, tepat di sebelah kiri boks balkon panggung."
"Oh, tidak mungkin!"
"Sungguh. Ibu yang bertugas mengurusinya. Tetapi kalian bersumpah tidak akan mengatakan a pa-a pa?" "Tentu saja, tentu saja."
"Well, itu boks balkon si hantu. Sudah lebih dari sebulan tidak ada yang menggunakan boks balkon itu, kecuali si hantu, dan perintah juga sudah diberikan kepada bagian penjualan tiket untuk tidak pernah menjual boks balkon itu."
"Dan hantu itu benar-benar datang ke sana?" ''Ya.''
"Berarti seseorang benar-benar datang?"
"Tentu saja tidak! Si hantu datang, tetapi tidak ada seorang pun di sana."
Para gadis belia itu saling kar pandang. Jika si hantu datang ke boks balkon itu, ia pasti terlihat, sebab ia mengenakan setelan resmi dan berkepala tengkorak. Inilah yang mereka sampaikan pada Meg, tetapi ia menjawab, "Memang begitu! Hantu itu tak tampak. Dan ia tak mengenakan setelan ataupun berkepala tengkorak! Semua omongan soal kepala tengkorak serta tengkorak berapinya itu omong kosong! Bohong besar. Kau hanya mendengarnya ketika ia berada di boks balkon itu. lbu tak pernah melihatnya, tetapi ia pernah mendengarnya. lbu tahu itu sebab ia memberi hantu itu buku acaranya."
Sorelli memotong, "Giry, Nak, kau mempermainkan kami!"
Pada saat itulah si mungil Giry mulai menangis. "Aku seharusnya mengunci mulutku ... bagaimana kalau lbu sampai tahu! Tetapi kurasa aku benar, Joseph Buquet tidak seharusnya membicarakan hal yang bukan urusannya ... itu hanya mendatangkan nasib buruk. .. begitu kata Ibu sema- 1
" am ... Terdengar suara langkah berat yang terburu-buru di lorong dan seseorang yang terengah-engah memekik, "Cecile! Cecile! Apa kau di dalam?"
"Itu suara lbu," kata Jamm e s. "Ada apa?"
Ia membuka pintu. Seorang wanita yang tampak terpandang, keturunan keluarga pengawal istana berdarah Jerman, menghambur masuk ke dalam ruang ganti dan mengempaskan tubuhnya sambil mengerang ke satu kursi kosong. Matan. y a membelalak dan wajahnya bersemu kemerahan.
"Mengerikan!" serunya. "Sungguh mengerikan!" "Apa" Ada apa?"
"Joseph Buquet-" "Ada apa dengan dia?" "Joseph Buquet meninggal!"
Ruangan langsung dipenuhi berbagai seruan dan jeritan tak percaya, serta celetukan bernada takut meminta penjelasan.
"Ya, dia ditemukan tergantung dari langit-langit lantai ketiga ruang bawah tanah!"
"Itu si hantu!" c k si mungil Giry begitu saja, seperti tak sadar apa yang dikatakannya. Tetapi ia langsung meralat kata-katanya sambil menangkupkan telapak tangannya menutupi mulut: "Tidak, tidak! Aku tidak mengatakan itu! Aku tidak mengatakan itu!"
Dan teman-teman yang mengerubunginya ikut-ikutan berbisik-bisik, "Ya ... itu pasti si hantu!"
Sorelli terlihat pucat pasi.
"Aku takkan mungkin bisa mengucapkan pidatoku," katanya.
Sambil menenggak segelas minuman keras yang kebetulan berada di atas meja, lbu Jammes berkata bahwa, menurutnya, si hantu pasti terlibat.
Sebenamya tak ada yang tahu bagaimana Joseph Buquet meninggal. Keputusan dari penyelidikan yang dilakukan menyatakan itu adalah "bunuh diri biasa." Di dalam bukunya yang berjudul Memoar Seorang Manajer, M. Moncharmin, salah satu dari dua manajer yang menggantikan Debienne dan Poligny, menggambarkan insiden itu sebagai berikut:
"Suatu kecelakaan meng merusak pesta kecil yang diadakan MM. Debienne dan Poligny untuk merayakan pensiun mereka. Aku sedang berada di kantor manajer ketika Mercier, si manajer akting, tiba-tiba menghambur masuk. Seperti kesetanan ia berkata bahwa seorang pengganti gambar latar ditemukan tergantung tak bernyawa di lantai ketiga ruang bawah tanah di bawah panggung, di antara gambar rumah peternakan dan pemandangan dari Roi de Lahore. Aku berteriak, 'Lekas kita t u ru nk a n dial'
"Ketika aku sampai setelah tergesa-gesa men i anak tangga, laki-laki itu sudah tidak lagi tergantung di sana!"
Bagi M. Moncharmin, kejadian ini biasa saja. Seorang laki-laki mati tergantung pada seutas tali; mereka pergi untuk menurunkannya; dan tali itu sudah tidak ada. Oh, M. Moncharmin menemukan penjelasan yang sangat sederhana untuk ini! Dengarkan apa yang dikatakannya:
"Kejadiannya persis setelah ukan balet; para penari utama lainnya segera bertindak untuk mencegah nasib malang menimpa mereka."
Begitulah! Bayangkan corps de ballet itu berlari tergesa menuruni tangga dan membagi-bagi tali bunuh diri itu di antara mereka dalarn waktu yang sangat singkat! Sedangkan, di lain pihak, aku memikirkan tempat persisnya mayat itu ditemukan -lantai tiga ruang bawah tanah di bawah panggung-aku membayangkan seseorang pasti telah merencanakan agar tali itu lenyap setelah menunaikan fungsinya; dan nanti kita mengetahui apakah aku benar atau salah.
Kabar mengerikan itu dengan cepat menyebar ke seluruh Opera, tempat semua orang mengenal Joseph Buquet. Ruang ganti seketika kosong, dan gadis-gadis penari balet itu berjalan di sekeliling Sorelli seperti domba-domba yang ketakutan mengelilingi penggembalanya. Mereka bergerak melintasi lorong-lorong serta tangga temararn menuju lobi secepat kaki-kaki mungil mereka bisa melangkah.
Bab 2 Sang Margarita Baru DI lantai pertama, Sorelli berpapasan dengan Comte de Chagny yang sedang menuju ke atas. Bangsawan yang biasanya sangat tenang itu tampak begitu bersemangat.
"Aku baru saja hendak menemuimu," ujarnya sambil melepas topinya. "Oh, Sorelli, ini malam yang luar biasa! Dan Christine Daae, Sungguh menakjubkan!"
"Tidak mungkin!" kata Meg Giry. "Enam bulan lalu dia bernyanyi seperti kodok! Namun, beri kami jalan, bangsaw yang ," lanjut wanita tak tahu sopan santun itu sambil berbasa-basi sekadarnya. " ingin mengetahui kabar laki-laki malang yang ditemukan tewas tergantung tali yang melilit lehernya."
Tepat pada saat itu manajer akting lewat dan berhenti ketika mendengar perkataan itu.
"Apa!" teriaknya dengan keras. "Kalian sudah mendengar kabar itu" Tolong lupakan hal itu untuk malam inidan yang paling penting, jangan sampai Debienne dan Poligny mengetahuinya; itu akan menjadi hal yang sangat tak mengenakkan untuk hari terakhir mereka di Opera."
Mereka semua pergi ke lobi yang sudah penuh sesak. Comte de Chagny benar; tidak ada jukan besar yang bisa menandingi malam ini. Semua pencipta lagu hebat zaman itu telah bergiliran mempersembahkan lagu ciptaan mereka. Faure dan Krauss yanyi; dan pada malam itu, untuk pertama kalinya, Christine Daae menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya di hadapan para penonton yang seketika terkesima dan begitu antusias terhadapnya. Gounod mempersembahkan Funeral March o f a Marionette; Reyer dengan overture indah atas karyanya yang berjudul Sigurd; Saint Saens menampilkan Danse Macabre dan Reverie Orientale; Massenet membawakan mars Hungaria yang belum pernah dipublikasikan; Guiraud dengan Ca rnav al -nya; Delibes menyuguhkan Valse Lente dari Sylvia serta Pizzicati dari Coppelia. Mademoiselle Krauss menyanyikan bagian bolero dari lagu Vespri Siciliani; dan Mademoiselle Denise Bloch membawakan lagu pesta dari Lucrezia Borgia.
Tetapi penampilan paling gemilang malam itu menjadi milik Christine Daae yang mengawalinya dengan menyanyikan beberapa bait dari Romeo and Juliet. ltulah pertama kalinya penyany i muda itu menyanyikan komposisi ciptaan Gounod yang belum pernah dimainkan di Opera ini, yang dibuat marak kembali di Opera Comique setelah untuk pertama kalinya diproduksi oleh teater tua, Theatre Lyrique, oleh Mme Carvalho. Mereka yang mendengarnya menyanyikan bagian tersebut berkata bahwa suaranya begitu merdu. Tetapi itu tidak ada apa-apanya b ila dibandingkan dengan nada-nada teramat tinggi yang berhasil dibawakannya pada adegan penjara serta trio terakhir dari Faust, yang dilakukannya karena menggantikan La Carlotta yang sedang sakit. Tak seorang pun pemah mendengar atau melihat penampilan seperti itu.
Daae menampilkan sosok Margarita yang baru malam itu, Margarita yang begitu mencengangkan, suatu kecemerlangan yang selama ini dianggap tidak mungkin. Maka seluruh penonton pun bersorak-sorai, bangkit berdiri sambil bertepuk tangan, sementara Christine menangis dan pingsan di pelukan rekan-rekannya sehingga harus digotong menuju ruang gantinya. Meski begitu, sebagian penonton setia Opera memprotes, tidak terima bahwa kemampuan yang sebegitu hebat disembunyikan dari mereka selama ini. Sampai saat itu, Christine Daae hanya berperan sebagai Siebel yang baik dan Margarita diper n oleh Carlotta yang terlalu berlebihan. Dan ketidakhadiran Carlotta yang sedemikian misterius pada pesta malam itulah yang membuat Daae mendadak memiliki kesempatan menunjukkan segenap kemampuannya dalam bagian yang sudah disiapkan bagi di va Spanyol itu! N sebenarnya, yang ingin diketahui oleh para penonton setia itu adalah alasan Deb ienne dan Poligny menunjuk Daae menggantikan Carlotta. Apa mereka tahu kemampuannya yang terpendam" Dan bila benar, mengapa mereka menyembun nya selama ini" Dan mengapa i a sendiri menyembunyikannya" Selain itu, yang agak janggal adalah ia sepertinya tidak memiliki guru vokal. Ia sering berkata bahwa ia berniat berlatih sendiri, tanpa bimbingan siapa-siapa. Semua itu menjadi suatu misteri.
Berdiri di boks balkon yang ditempatinya, Comte de Chagny engarkan semua keributan yang ada dan i kut berpartisipasi dengan bertepuk tangan keras-keras. Philippe Georges Marie Comte de Chagny baru berumur empat puluh satu tahun. Ia seorang bangsawan yang hebat dan laki-laki yang tampan, berperawakan sedikit lebih t inggi daripada rata-rata pria dengan ciri-ciri yang menarik kecuali kekeraskepalaannya dan tatapannya yang tampak sedikit dingin. la bersikap sangat sopan kepada perempuan dan sedikit angkuh kepada laki-laki yang sering kali tak rnenyukai kesuksesannya. Narnun ia rnerniliki hati yang baik. Setelah kematian Count Philibert yang memang sudah tua, Philippe menjadi pemimpin salah satu keluarga paling tua dan terhormat di Francis yang silsilahnya dapat ditelusuri hingga abad ke-14. Keluarga Chagny merniliki banyak sekali properti, dan ketika bangsawan tua yang juga seorang duda itu meninggal, bukanlah perkara rnudah bagi Philippe untuk menerima tanggung jawab mengelola properti sebesar itu. Kedua saudara perempuan serta satu saudara laki-lakinya, Raoul, tidak pemah rnengklaim hak waris mereka dan menyerahkan seluruhnya kepada pengaturan yang dibuat Philippe, melestarikan keberadaan primogenetur atau hak anak sulung. Pada hari kedua saudara perernpuannya menikah, mereka menerirna hak waris rnereka tetapi bukan sebagai warisan, rnelainkan maskawin, dan mereka berterima kasih kepada Philippe karenanya.
Corntesse de Chagny, yang bernarna de Moerogis de La Martyniere ketika belum menikah, meninggal ketika melahirkan Raoul yang terpaut dua puluh tahun dari kakak laki-lakinya itu. Ketika bangsawan tua itu rneninggal, Raoul baru berumur dua belas tahun. Philippe sangat sibuk mengurusi pendidikan adik kecilnya ini. Ia mendapatkan banyak bantuan dari kedua saudara perempuannya dan kemudian dari seorang bibi yang sudah tua, janda seorang perwi ra angkatan laut, yang tinggal di Brest dan memberi Raoul muda pengalaman melautnya. Pemuda itu belajar di kapal pela Borda dan lulus dengan gemilang, lalu melakukan perjalanan keliling dunia. Berkat campur tangan seseorang yang berpengaruh kuat, ia baru saja ditunjuk menjadi anggota ekspedisi resmi kapal Requin yang akan dikirim ke Lingkar Arktik untuk mencari korban yang selamat dari ekspedisi D' Arto1 yang telah tiga tahun tak diketahui kabar beritanya. Sementara ini ia sedang menikmati cuti panjangnya yang baru akan berakhir bulan lagi. Meski begitu, para ahli waris garis keturunan Faubourg Saint-Germain itu telah merasa kasihan kepada pemuda tampan ini atas kerja keras yang menantinya.
Sifat malu-malu aku nyaris menggunakan kata "lugu" pelaut muda ini sungguh luar biasa. Ia seakan bayi yang lepas dari buaian para perempuan itu. Tetapi, meskipun begitu disayangi oleh kedua kakak perempuan dan bibinya serta dibesarkan dalam cara-cara pendidikan yang sarat sentuhan feminin, pemuda ini tumbuh menjadi seseorang yang berperilaku sedemikian tulus serta memiliki karisma yang tak tercela. Ia baru melewati usianya yang ke-21 tapi parasnya seperti remaja delapan belas tahun. Kumisnya tipis dan halus, matanya biru, dan rona wajahnya seperti rona wajah perempuan muda.
Philippe begitu memanjakan adiknya. Ia sangat senang dan bangga mengetahui Raoul akan mempunyai karier yang cemerlang di angkatan laut, seperti halnya salah seorang leluhur mereka yang terkenal, Chagny de La Roche, yang pemah menyandang gelar laksamana. la memanfaatkan cuti pemuda itu untuk menunju Paris kepadanya, lengkap dengan segala daya tarik kemewahan dan artistik yang ada. Bangsawan itu berpikir bahwa pada usianya sekarang, tidaklah baik bagi Raoul untuk menjadi terlalu alim. Philippe sendiri mampu menyeimbangkan antara beketja dan bersenangg dengan sangat baik. Tindakannya tak bercela, membuatnya selalu bisa menjadi contoh yang bail< bagi adiknya. Philippe mengajak Raoul ke pun ia pergi. Ia bahkan memperkenalkan Raoul ke bagian lobi balet. Aku tahu Philippe dikabarkan memiliki "hubungan khusus" dengan Sorelli. Tetapi hal itu wajar saja bagi si bangsawan yang masih melajang dan mempunyai banyak waktu luang ini, terutama sejak kedua adik perempuannya telah tangga, untuk datang dan meluangkan waktu barang sejam dua jam selepas makan malam dengan dite oleh seorang penari yang meskipun tidaklah sangat pintar namun memiliki mata yang sangat indah! Selain itu, bila seseorang memang warga Paris sejati, apalagi berkedudukan sekelas Comte de Chagny, maka sudah selayaknya ia menampakkan diri di tempat-tempat tertentu. Dan pada zaman itu, lobi balet di Opera adalah salah satu dari tempat-tempat itu.
Tetapi Philippe mungkin tidak akan membawa adiknya ke bagian belakang panggung Opera jika Raoul tidak memintanya dan terus-menerus mengulangi permintaan itu dengan kekeraskepalaan yang tak kentara, yang baru akan disadari oleh kakaknya di kemudian hari.
Malam itu, setelah bertepuk tangan bagi Daae, Philippe menoleh ke arah Raoul dan mendapati adiknya agak pucat.
"Tidakkah kaulihat," kata Raoul, "perempuan itu jatuh pingsan?"
"Kau sendiri terlihat nyaris pingsan," kata bangsawan itu. "Ada apa?"
Tetapi Raoul telah menguasai dirinya kembali dan bangkit dari duduknya.
"Mari kita ke sana," katanya, "ia tak pemah bernyanyi seperti tadi."
Bangsawan itu sekilas memandang adiknya sambil tersenyum ingin tahu dan tampak cukup senang karenanya. Tak lama, mereka telah berada di dekat pintu yang mengarah ke panggung. Sejumlah penonton berjalan dengan santai melewati pintu itu. Tanpa sadar, Raoul melepas sarung tangannya dengan tidak sabar. Philippe terlalu baik hati untuk menertawakan kegusaran adiknya itu. Tetapi ia sekarang mengerti mengapa Raoul sering melamun ketika diajak bicara dan alasan dari usaha setianya untuk membelokkan setiap pembicaraan ke arah Opera.
Mereka telah mencapai panggung dan menerobos kerumunan orang yang terdiri atas sejumlah lelaki, para pengganti gambar latar, para pemimpin kelompok dan anggota paduan suara. Raoul berjalan di depan dengan jantung berdegup kencang dan wajah penuh tekad, sementara Count Philippe berusaha mengikutinya dengan penuh susah payah sambil terus tersenyum. Sampai di bagian belakang panggung, Raoul harus berhenti karena terhalang oleh barisan gadis-gadis penari balet. Beberapa kalimat menggoda keluar dari bibir gadis-gadis itu kepadanya, narnun ia sama sekali tak menanggapinya. ya ia berhasil lewat dan berjalan cepat melewati lorong temararn yang dipenuhi suara orang memanggil "Daae! Daae!" Count Philippe tak menyangka Raoul mengetahui jalan ini. Ia tak pernah mengajak Raoul menemui Christine, maka ia berkesimpulan pastilah adiknya pergi ke sana seorang diri ketika ia sedang berbincang-bincang di lobi balet dengan Sorelli yang sering memintanya menunggu sampai tiba gilirannya untuk "tampil" dan terkadang menyerahkan kepadanya kain pelindung kaki yang dipakainya dari ruang ganti demi kebersihan sepatu balet berbahan satin stoking w kulit yang dikenakannya. Sorelli punya alasan untuk melakukannya; ia sudah tak memiliki ibu lagi.
menunda kunjungan rutinnya atas Sorelli, si bangsawan mengikuti adiknya melewati Iorong yang menuju ruang ganti Daae dan mendapatinya tidak pemah sepenuh ini. Seluruh isi Opera sepertinya begitu bersemangat atas kesuksesan serta peristiwa pingsannya. Gadis itu belum juga siurnan, dan dokter teater ini baru saja tiba, tepat ketika Raoul menginjakkan kakinya di sana. Maka Christine mendapatkan pertolongan medis dari si dokter dan, ketika siuman, mendapati dirinya berada di pelukan Raoul. Si bangsawan serta banyak orang lain tetap berkerumun di sekitar ambang pintu.
"Dokter, tidakkah menurut Anda orang-orang ini sebaiknya meninggalkan ruangan?" tanya Raoul tenang. "Susah untuk bernapas di sini."
"Anda benar," kata dokter itu.
Dokter itu menyuruh semua orang pergi, kecuali Raoul
dan seorang pembantu yang menatap Raoul penuh kekaguman. Ia tak pernah melihat pemuda ini sebelumnya, tetapi ia tak berani menanyakan siapa dia; sementara dokter itu beranggapan bahwa si pemuda hanya melakukan apa yang menjadi wewenangnya. Jadilah si viscount tetap tinggal di ruangan itu sambil mengamati Christine yang perlahan siuman, sementara bahkan kedua manajer, Deb ienne dan Poligny, yang datang untuk menyampaikan rasa simpati serta ucapan selamat ikut terdepak keluar dan berdiri di lorong bersama-sama dengan orang-orang lainnya. Comte de Chagny, salah satu dari orang-orang itu, tertawa, "Oh, lihatlah rona merah di wajahnya!" Dan ia melanjutkan sambil agak berbisik, "Anak-anak muda dan tingkah mereka! Tampaknya ia memang benar-benar seorang Chagny!"
Ia berbalik hendak menuju ruang ganti Sorelli, tetapi malah bertemu dengannya di tengah jalan pasukan penari balet yang mengerumuninya dengan ketakutan, seperti yang telah kita ketahui sebelumnya.
Sementara itu, Christine Daae menghela napas dalam-dalam dan tanda-tanda siuman ini dis t oleh desahan seseorang. Maka Christine menoleh dan terkejut mendapati Raoul. Ia m dang ke arah si dokter dan tersenyum kepadanya, lalu ke arah pembantunya, kemudian kembali ke Raoul.
"Monsieur," katanya, dengan suara yang tak lebih dari bisikan, "siapakah Anda?"
"Mademoiselle," jawab pemuda itu, sambil bertumpu pada salah satu lututnya dan mendaratkan satu ciuman yang sungguh-sungguh pada tangan sang diva, "Akulah
anak laki-laki yang masuk ke laut untuk menyelamatkan syalmu."
Sekali lagi Chris t ine melihat ke arah si dokter dan pembantunya; lalu mereka bertiga mulai tertawa.
Wajah Raoul berubah menjadi sangat merah dan ia berdiri.
"Mademoiselle," ujarnya, "karena Anda tidak mampu men saya, saya ingin menyampaikan sesuatu kepada Anda secara pribadi, sesuatu yang sangat penting."
"Bagaimana jika Anda melakukannya nanti, ketika saya sudah dalam kondisi lebih baik?" Lalu suaranya bergetar. "Anda telah bersikap sangat baik kepada saya."
"Ya, Anda harus pergi," kata si dokter sambil tersenyum r . "Biarkan saya merawat mademoiselle ini."
"Saya baik-baik saja sekarang," kata Christine tiba-tiba dengan energi yang entah dari mana datangnya. la bangkit dan meletakkan tangannya menutupi mata. "Terima kasih, Dokter. Saya ingin sendiri saja. Tolong pergi, kalian semua. Tinggalkan saya. Saya merasa begitu gelisah malam ini."
Dokter itu mencoba protes, namun melihat kegelisahan yang begitu jelas pada diri gadis itu, ia berpikir bahwa mungkin solusi terbaik adalah tidak membantahnya. Maka ia pergi dan, di luar, ia berkata kepada Raoul, "Ia tidak seper t i biasanya malam ini. Biasanya ia begitu lembut."
Lalu ia mengucapkan selamat malam dan tinggallah Raoul seorang diri di sana. Daerah teater yang ini sudah sepi sekarang. Pesta perpisahan itu pasti sedang berlangsung di lobi balet. Raoul berpikir bahwa Daae mungkin akan datang ke pesta itu, maka ia menunggu dalam diam di sana, dan b n sedikit bersembunyi di daerah yang tertimpa bayang-bayang ambang pintu. Ia merasa hatinya tertusuk-tusuk dan itulah yang membuatnya ingin segera berbicara dengan Daae.
Tiba-tiba pintu ruang ganti itu terbuka dan si pembantu keluar seorang diri sambil membawa bun la menghentikan perempuan itu dan menanyakan keadaan Christine. Perempuan itu tertawa dan berkata bahwa keadaannya sudah cukup baik, tetapi Raoul tidak boleh masuk sebab ia berpesan untuk tidak diganggu. Lalu pergilah pembantu itu. Hanya satu hal mengisi pikiran Raoul yang sedang kalut: tentu saja, Daae ingin di biarkan sendirian saja untuk bisa bersama dengannya! Bukankah ia telah berkata bahwa ia hendak berbicara empat mata saja"
Sambil menahan napas pemuda itu melangkah ke arah ruang ganti, lalu bersiap mengetuk pintu sambil menempelkan telinganya di sana untuk mendengarkan jawaban Christine. Tetapi ia tiba-tiba menu an tangannya. Ia mendengar suara seorang pria di dalam ruang ganti itu, berkata dengan nada memerintah yang ganjil, "Christine, kau harus mencintaiku!"
Dan dengan suaranya yang sangat sedih serta bergetar seakan telah menangis, Chris t ine menjawab, "Baga mungkin kau berbicara seperti itu" Ketika aku bernyanyi hanya untukmu!"
Raoul bersandar di pintu untuk gkan sakit yang dirasakannya. Jantungnya yang sempat mencelos hilang kini kembali ke dadanya dan berdegup dengan sangat keras. Lorong itu seakan bergema oleh suara degupnya dan Raoul merasakan telinganya pekak. Bila jantungnya terusmenerus bersuara sekeras ini, mereka yang di dalam tentu akan dapat mendengarnya, membuka pintu, lalu akan mengusir dirinya secara memalukan. Tertangkap basah menguping di balik pintu bukan sesuatu yang pantas bagi seorang Chagny! Maka ia meremas dadanya untuk membuat jantungnya berhenti berdegup kencang.
Suara laki-laki itu kembali terdengar, "Apakah kau sangat lelah?"
"Oh, malam ini aku memberikan jiwaku kepadamu dan aku sudah mati!" jawab Christine.
"Jiwamu sesuatu yang indah, Nak," sahut suara laki-laki itu, "dan aku berterima kasih kepadamu. Tak ada seorang kaisar pun yang pe ma hadiah seindah itu. Para malaikat menitikkan air mata malam ini."
Raoul tak mendengar apa-apa lagi setelah itu. Meski begitu, ia tidak pergi dari sana. Hanya saja, seakan takut ketahuan, ia kembali bersembunyi di sudut yang temaram sambil menunggu laki-laki itu keluar. Di dalam satu masa, ia menjadi paham arti cinta dan benci. Ia tahu ia telah jatuh cinta, sekarang ia ingin tahu orang yang dibencinya. Alangkah terkejutnya ia ketika pintu itu membuka dan, dengan berbalut mantel bulu dan wajah tersembunyi di balik cadar, Christine Daae muncul sendirian. Ia menutup pintu itu, tetapi Raoul memperhatikan bahwa ia tak menguncinya. Lalu ia berjalan melewati Raoul. Tetapi Raoul bahkan tidak melihatnya beranjak pergi, sebab matanya terpaku ke arah pintu yang tidak pemah membuka lagi.
Ketika koridor itu kembali sepi, Raoul menyeberang dan membuka pintu ruang ganti itu, masuk, lalu menutupnya.
Ruangan itu begitu gelap. Lampu pijarnya telah dipadamkan.
"Ada orang di sini!" ujar Raoul dengan suara bergetar dan punggung menempel di pintu. "Untuk apa kau unyi ?"
Hanya gelap dan hening yang menjawab. Yang terdengar olehnya hanya suara napasnya sendiri. la sudah tak peduli lagi betapa tak pantas tindakannya ini.
"Kau tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku rnengizinkanya!" teriaknya. "Kalau kau tak rnenjawab, berarti kau pengecut! Tetapi aku rnenernukanrnu!"
Lalu ia rnenyalakan korek api. Cahayanya rnenerangi ruangan itu. Tidak ada siapa pun di sana! Setelah rnengunci pintu, Raoul rnenyalakan larnpu pijar yang ada. la rnasuk ke lemari pakaian, rnembuka lemari-lemari dan terus rnencari sembari merneriksa dinding dengan tangannya yang berkeringat. Nihil!
"Apa-apan ini!" ucapnya keras. "Apa aku rnulai gila?" Selarna sepuluh rnenit ia berdiri dalarn diam dengan hanya diternani bunyi rnendesis gas larnpu. Meskipun ia tergila-gila pada gadis itu, tak terbersit dalarn pikirannya untuk rnencuri bahkan sepotong pita pun dari ruangan itu hanya agar ia bisa rnenciurn aroma parfum gadis yang dicintainya. Kernudian ia keluar dengan gontai, tak sepenuhnya sadar atas apa yang dilakukannya atau ke mana ia rnelangkah. Tiba-tiba udara dingin seakan rnengentak dirinya kernbali ke kenyataan. Ia telah sarnpai di depan anak tangga, dan di belakang pemuda itu tarnpak iringiringan sekelornpok pekerja yang mernbawa sernacarn tandu yang ditutupi kain putih.
"Di manakah jalan keluar?" ia bertanya kepada salah satu pekerja itu.
"L saja ke depan, pintunya telah dibuka. Tetapi biarkan kami lewat dulu."
Sambil menunjuk ke arah tandu, ia bertanya dengan ekspresi datar, "Apa itu?"
Orang-orang itu menjawab, "ltu Joseph Buquet yang ditemukan tergantung di lantai ketiga ruang bahwa tanah, di antara perabotan dan pemandangan dari Roi de Lahore."
Pemuda itu melepas topinya dan mundur untuk memberi jalan bagi iring-iringan itu, kemudian ia pergi keluar.
Bab3 Alasan yang Misterius SEMENTARA itu, pesta perpisahan sedang berlangsung. Aku telah rnengatakan bahwa jarnuan rnakan yang rnenakjubkan ini digelar demi pensiunnya Debienne dan Poligy yang telah bertekad untuk rnundur dari bisnis ini. Sernua pesohor di rnasyarakat serta dunia seni Paris telah rnernbantu rnewujudkan suatu pertunjukan luar biasa yang begitu ideal bagi rnereka. Setelah pertunjukan usai, sernua orang itu berkurnpul di !obi balet, dan di sana Sorelli telah menunggu kedatangan kedua manajer yang hendak pensiun itu dengan segelas champagne di tangan dan pidato singkat yang siap meluncur di ujung lidah. Di belakangnya, para anggota corps de ballet, baik tua maupun muda, sibuk berbisik-bisik membahas kejadian hari ini atau sembunyi-sernbunyi saling bertukar isyarat dengan teman-temannya. Suatu kelornpok riuh di sekeliling meja jarnuan telah diatur di sepanjang lantai yang rnelandai.
Beberapa penari itu telah berganti mengenakan gaun biasa; narnun kebanyakan masih mernakai rok sutra tipis.
Semua merasa sudah sepantasnya mereka menjaga sikap di acara ini ... semuanya kecuali si mungil J amm es yang baru akan berusi a lima belas tahun -usi a yang menyenangkan! musim panas ini dan yang sepertinya telah lupa tentang si hantu dan kematian Joseph Buquet. Jammes tidak berhenti tertawa dan ribut bicara, bergerak ke sana kemari dan mengisengi orang-orang sampai Debienne dan Poligny muncul di tangga lobi dan ia dibentak agar diam oleh Sorelli yang sudah nyari s marah melihatnya.
Semua orang berkata bahwa kedua manajer itu tampak ceria seperti orang Paris merayakan kegembiraan mereka. Seseorang bukanlah warga Paris sejati jika ia tidak belajar mengenakan topeng wajah gembira untuk menutupi duka citanya dan topeng raut sedih, bosan, atau tak peduli bagi suka cita di dalam hatinya. Bila kau tahu salah satu temanmu sedang punya masalah, jangan coba menghibumya sebab ia akan bilang bahwa ia sudah tidak apa-apa. Tetapi bila ia sedang beruntung, hati-hatilah dalam mengucapkan selamat kepadanya; ia pikir hal itu biasa saja sehingga merasa kaget ketika kau menyinggungnya. Di Pari s , kehidupan adalah pesta topeng; dan dua laki-laki sekaliber Debienne dan Poligny tidak bakal mau terlihat menampakkan kesedihan mereka, betapapun tulusnya kesedihan tersebut, di lobi sanggar balet itu. Mereka sudah tersenyum dengan agak berlebihan ke arah Sorelli yang telah memulai pidatonya ketika satu ter iakan dari si mungil J amm es menghancurkan um kedua jer itu dengan begitu brutal sehingga ekspresi menderita dan cemas yang dipendam dalam-dalam langsung menyeruak ke permukaan dan terlihat jelas dalam pandangan semua orang, "Si hantu Opera!"
J amm es meneriakkan tiga kata itu dengan kengerian yang tak terkira, dan jarinya menunjuk ke tengah - an orang yang tampil penuh gaya malam itu, ke seraut wajah yang begitu pasi, merana, dan buruk rupa, dengan sepasang lubang mata yang begitu dalam dan gelap di bawah lengkung alisnya; si kepala tengkorak yang menjadi bahan pembicaraan tiba-tiba hadir di hadapan mereka. "Si hantu Opera! Si hantu Opera!"
Semua orang tertawa dan dengan bergurau menyikut orang di sebelahnya serta berusaha menawari si hantu Opera itu minum, tetapi ia telah menghilang. Ia telah menyelinap pergi dan sia-sia saja orang-orang berusaha mencarinya. Sementara itu dua laki-laki tua berusaha menenangkan si mungil Jammes, sedangkan Giry berdiri berteriak-teriak histeris seperti burung merak.
Sorelli sangat marah; ia tidak pemah menyelesaikan pidatonya karena kedua manajer itu buru-buru menciumnya, berterima kasih, dan melesat pergi secepat hantu itu lenyap. Tidak ada yang kaget melihat ini, sebab para manajer itu dijadwalkan mengikuti seremonial yang sama di lantai atas, di l o b i para penyanyi. Dan nanti, ter , mereka menerima t -teman terdekatnya di lobi utama di luar kantor manajer, tempat digelarnya makan malam sederhana untuk terakhir kalinya.
Di lobi utama inilah ka bertemu dengan para manajer baru, Armand Monch dan Firmin Richard, yang tak terlalu mereka kenal. Meski begitu, kedua manajer lama ini begitu royal menunjukkan rasa persahabatan mereka dan memperoleh ribuan pujian sebagai balasannya, sehingga para tamu yang tadinya khawatir malam ini akan menjadi malam yang melelahkan seketika terlihat lebi h ceria. Makan malam itu nyaris sarat kegembiraan dan pidato yang sangat pintar dari perwakilan pemerintah-pidato yang menggabungkan kejayaan masa lalu dengan kesuksesan yang akan datangmembuat ramah tamah yang tercipta tetap bertahan.
Kedua manajer yang akan pensiun itu telah menyerahkan kepada para penerusnya dua set kunci induk yang bisa membuka semua pintu-ribuan pintu-di gedung Opera ini. Dan kunci-kunci kecil yang selalu mampu menerbitkan rasa ingin tahu orang-orang itu sedang dipindahkan dari satu tangan ke tangan yang lain ketika perhatian sebagi a n tamu tiba-tiba teralih pada satu sosok di ujung meja, pada seraut wajah pucat yang ganjil dengan lubang mata yang seakan kosong, yang sebelumnya muncul di lobi balet tempat ia dis t dengan teriakan si mungil J amm es, "Si hantu Opera!"
Dan di sanalah si hantu, duduk dengan begitu wajarnya seperti tamu-tamu lain, hanya saja ia tidak makan atau minum. Mereka yang mula-mula memandangnya sambil tersenyum memalingkan kepala mereka karena wajah itu mampu membangkitkan pikiran-pikiran mengerikan tentang kematian di dalam benak mereka. Tak seorang pun mengulang lelucon di lobi tadi, tak ada yang berteriak, "Itu si hantu Opera!"
Hantu itu tidak berkata apa-apa dan orang-orang yang duduk di dekatnya tidak dapat mengatakan dengan pasti kapan ia datang dan duduk di sana. Tetapi semua orang setuju bahwa bila orang-orang mati sungguh bisa bergabung untuk makan bersama orang-orang yang masih hidup, tidak akan ada sosok yang lebih mengerikan selain dirinya. Teman-teman Firmin Richard dan Armand Moncharmin mengira bahwa tamu kurus langsing ini salah satu kenalan Debienne atau Poligny, sedangkan teman-teman Debienne dan Poligny yakin bahwa sosok yang serupa mayat itu termasuk salah satu anggota kelompok tamu Fi Richard dan Armand Monch .
Maka tak ada seorang pun yang bertanya, memberikan komentar tak enak atau bergurau dengan seenaknya yang mungkin saja akan menyinggung si tamu kubur. Sebagian dari mereka yang pernah mendengar kisah tentang si hantu dan deskripsi yang diberikan oleh kepala bagian pengganti gambar latarmereka tidak tahu soal kematian Joseph Buquetdiam-diam berpikir bahwa laki-laki di ujung meja itu bisa saja salah dikira hantu; tetapi menurut cerita, hantu itu tidak punya hidung, sedangkan laki-laki misterius ini punya. Tetapi dalam Memoar miliknya, Monch menyatakan bahwa hidung tamu itu tembus pandang: "panjang, kurus dan transparan" tepatnya katakata yang ia gunakan. Menurutku, keadaan itu mungkin disebabkan oleh hidung buatan yang dipakainya. Moncharmin mungkin salah menangkap kilapnya sebagai keadaan transparan. Kita semua tahu kemajuan di bidang ortopedi bisa membuat hidung palsu bagi mereka yang kehilangan hidungnya, baik secara alami atau karena hasil operasi.
Apakah si hantu benar-benar muncul tanpa diundang dan duduk di meja jamuan para manajer malam itu" Bisakah kita yakin bahwa sosok itu adalah si hantu Opera itu sendiri" Siapa yang mau mengambil risiko mencari tahu" Aku menceritakan insiden ini bukan karena aku i ngin membuat para pembaca percaya aku bahkan tidak berusaha untuk membuat mereka percaya bahwa si hantu mampu melakukan kelancangan yang itu; tetapi karena sesungguhnya hal itu tidak mungkin.
Armand Moncharmin, dalam bab sebelas Memoar miliknya, berkata:
"Bila aku memikirkan malam pertama ini, aku tak dapat memisahkan rahasia yang dibeberkan Messieurs Debienne dan Poligny kepada kami di kantor mereka dengan kehadiran suatu sosok mirip hantu yang tak dikenal seorang pun di jamuan makan itu."
Beginilah yang terjadi: Debienne dan Poligny yang duduk di daerah tengah meja jamuan tidaklah melihat lakilaki berkepala tengkorak itu. Tiba-tiba laki-laki itu bersuara.
"Gadis-gadis penari balet benar," katanya. "Kematian Buquet yang malang mungkin tidaklah sewajar yang disangka orang-orang."
Debienne dan Poligny terkejut. "Buquet meninggal?" pekik mereka.
"Ya," jawab laki-laki atau sosok hantu laki-laki itu dengan tenang. "Ia ditemukan malam ini, tergantung di lantai tiga ruang bawah tanah, di antara perabot dan pemandangan dari Roi de Lahore."
Kedua mantan manajer itu langsung berdiri dan memandang aneh ke laki-laki itu. Mereka tampak lebih gelisah daripada sikap yang seharusnya ditunjukkan seseorang saat mendengar berita bunuh diri seorang kepala bagian pengganti gambar latar. Mereka berpandangan dengan wajah yang lebih putih daripada kain penutup meja. ya Debienne m tanda kepada Ri dan Mon sementara Poligny minta izin untuk meninggalkan meja sebentar kepada para u. Lalu keempat orang itu pergi ke kantor manajer. Aku akan membiarkan Monch menyelesaikan kisah ini. Di dalam Memoar-nya, ia berkata:
Messieurs Debienne dan Poligny tampak kin gelisah dan seper t inya mereka memiliki berita yang begitu sulit untuk disampaikan kepada . Pertama-tama, i a bertanya apa kami kenal laki-laki yang duduk di ujung meja, yang mengabarkan m en genai kematian Joseph Buquet. Dan ketika kami menjawab tidak, mereka s tampak khawatir. Selanjutnya mereka mengambil set kunci induk dari tangan kami, memandanginya sejenak, lalu menyarankan agar kami diam-diam memasang kunci baru untuk berbagai ruangan, lemari, dan lemari p yang kami in ginkan tetap terkunci rapat. Mereka menga-takan ini dengan beg itu Iucunya sampai kami mulai tertawa dan bertanya apakah ada pencuri di Opera ini. Mereka menjawab bahwa ada yang lebih buruk dari itu, yaitu si hantu. Kami mulai tertawa Iagi, merasa yakin bahwa mereka hanya - kan lelucon yang akan menutup perayaan hari itu. Kemudian, sesuai permintaan mereka, kami mulai "serius" dan bertekad untuk ikut dalam pe ini. Mereka bilang takkan pemah bercerita tentang si hantu kepada kami kalau tak ada perintah
resmi dari hantu itu sendiri untuk rnemberitahu kami supaya bersikap baik kepadanya dan rnengabulkan segala perrnintaannya. Tetap i di tengah rasa lega akan meninggalkan ternpat yang rnenjadi daerah kekuasaan si hantu ini, kedua ajer itu ragu-ragu untuk rnenceritakan kisah ganjil yang tentunya tidaklah si a p diterirna pikiran skepti s k . Narnun berita kernatian Joseph Buquet rnenjadi peringatan keras bagi rnereka bahwa setiap kali rnereka tidak rnengindahkan p taan si hantu, akan ada peristiwa mengerikan yang akan ngatkan betapa rnereka tergantung pada si hantu.
"Selama cerita rnengejutkan ini disarnpaikan dengan nada yakin yang penuh kerahasiaan dan penting, aku menoleh ke Richard. Saat rnasih sekolah, Richard dikenal sering berbuat iseng dan rnempermainkan orang, dan sekarang sepertinya ia rne ati keisengan yang di kepadanya. Ia rne per ini dengan sangat , rneskipun ini sedikit keterlaluan karena rnelibatkan kematian Buquet. Richard mengangguk sedih entara para man tan er itu berbicara, dan ia - hat seperti seseorang yang rnenyesal rnenga alih Opera ini setelah rnengetahui ada hantu yang ikut terlibat di dalarnn y a. Aku tak dapat memik irkan reaksi lain selain rneniru sikap putus asanya. Waiau begitu, pada ya karni tidak kuat rnenahan tawa dan terbahak-bahak di hadapan Debienne dan Poligny. Melihat perubahan yang begitu rnendadak dari sikap sangat sedih kami rnenjadi keceriaan yang nyaris kurang ajar, rnereka rnernandangi karni seakan karni sudah gila.
"Lelucon ini sudah sedikit mernbo dan Richard bertanya dengan setengah bercanda, 'Apa yang se ya diinginkan oleh hantu kalian ini"'
"Poligny pergi ke mejanya dan kernbali dengan mernbawa
buku perjanjian. Buku perjanjian itu diawali dengan perkataan
yang m enyatakan bahwa 'manaj Opera memegang hak atas jukan National Academy of Music untuk pementasan apa pun yang berhubungan dengan drama musikal untuk pertama kalinya di Prancis' dan berakhir dengan Klausul 98 yang menyatakan bahwa hak tersebut bisa dicabut apabila manajer melanggar syarat-syarat yang dicanturnkan di dalam buku perjanjian ini. Kemudian bagian itu dilanjutkan dengan empat syarat yang ud.
"Buku yang ditunjukkan oleh Poligny ditulisi dengan tinta hitam dan sama persis dengan buku yang kami miliki, kecuali di bagian a ya: ada satu paragraf yang ditulis menggunakan tinta merah dengan tulisan tangan yang ganjil dan sepertinya dibuat dengan susah payah. Tulisan itu seakan dibuat dengan mencelupkan ujung korek api ke dalam tinta merah, dan tampak seperti tulisan anak kecil yang belum b isa menulis halus bersambung. Berikut isi paragraf itu, kata demi kata:
"5. Atau bila manajer, pada bulan apa pun, terlambat lebih dari semalam untuk membayar uang bulanan kepada hantu Opera sebesar dua puluh ribu c sebulan, dua ratus dan empat puluh ribu franc setahun."
"Dengan ragu-ragu Poligny menunjuk ke klausul terakhir yang tentu saja mengejutkan kami.
'Hanya ini" Dia tidak ingin apa-apa lagi"' tanya Richard dengan sangat tenang.
"Ada lagi," jawab Poligny.
"Lalu i a m halaman-halaman buku perjanjian itu sampai pada bag ian yang memuat klausul yang secara spesifik menyebutkan har i-hari apa saja boks-boks balkon pribadi tertentu di Opera harus dis khusus bagi presiden negara, para menteri, dan seterusnya. Di akhir klausul ini ditambahkan satu baris yang juga ditulis dengan tinta merah:
'Boks Balkon nomor Lima di lantai utama hanya diperuntukkan bagi hantu Opera di setiap pementasan.'
"W kami membaca ini, spontan bangkit dan menyalami dengan hangat kedua pendahulu kami karena telah berhasil memikirkan lelucon yang sangat memesona ini, bukti bahwa selera humor klasik orang Prancis tak pernah hilang. Richard menambahkan bahwa ia sekarang paham mengapa Debienne dan Poligny memutuskan pensiun dari manajemen National Academy of Music. Bisnis ini tentu saja mustahil dijalankan dengan adanya hantu yang seenaknya seperti itu.
'Tentu saja, dua ratus empat puluh ribu franc sama sekali bukan jumlah yang sedikit,' ujar Poligny dengan sangat serius. 'Dan pernahkah kalian pikirkan berapa besar kerugian yang
derita atas Boks Balkon nomor Lima" Kami tidak p menjual tiket untuk boks itu sekali pun; dan bukan hanya itu, kami juga terpaksa mengemb uang berlangg boks tersebut! tidak a demi hantu-hantu! Kami lebih baik pergi saja!'
"'Ya,' ulang Debienne, 'kami lebih baik pergi saja. Biarkan kami pergi.'
"Lalu ia berdiri. Richard berkata, 'Tapi, sejujumya, bagiku
terlalu pada hantu itu. Kalau aku punya hantu yang sebegitu merepotkannya, aku tidak akan ragu-ragu meminta agar i a ditangkap-'
'Caranya" Di mana"' teriak mereka bersamaan. 'Kami tak pemah melihatnya!'
'Bagaimana ketika dia datang ke boksnya"' 'Kami tidak pernah melihatnya di itu.' 'Kalau begitu jual saja.'
'Menjual boks si hantu Opera! Selarnat mencoba, Tuan- Tuan.'
"Sarnpai di situ kam i berernpat meninggalkan kantor. Richard dan aku tidal< pemah tertawa sepuas itu selama hidup kami."
Bab4 Boks Balkon Nomor Lima ARMAND MoNCHARMIN menulis Memoar yang sangat tebal selama kepengurusannya yang cukup lama, sehingga wajar saja bila kita mempertanyakan apakah ia pemah mempunyai waktu untuk benar-benar menangani urusan-urusan Opera dan bukannya sekadar menceritakan apa yang terjadi di sana. Monch tidak paham nada satu pun, tetapi ia sangat akrab dengan menteri pendidikan dan seni sampai-sampai bisa menyapa dengan nama depannya, pernah sedikit terlibat dalam dunia jurnalisme dan memiliki pendapatan pribadi yang cukup besar. Dan yang terakhir, ia orang yang m i pesona dan juga pintar; buktinya, begitu ia memutuskan untuk menjadi partner pasif di Opera ini, ia mencari manajer aktif terbaik yang ada dan ia langsung memilih Firmin Richard.
Firmin Richard adalah komposer termahsyur yang telah menciptakan sejumlah lagu terkenal dari segala jenis aliran dan menyukai hampir semua jenis musik yang ada dan semua jenis musisi. Karena itu, jelaslah kalau setiap jenis musisi wajib menyukai Firmin Richard. Satu-satunya kekurangan yang dimilikinya adalah ia suka memerintah dan sangat tidak sabaran.
Hari-hari awal di Opera dilalui oleh kedua rek itu dengan rasa senang karena kini mereka mengepalai suatu perusahaan yang begitu besar; dan mereka sudah lupa
sekali dengan cerita hantu yang ganjil dan menakjubkan itu sampai suatu insiden mengingatkan mereka bahwa lelucon itu-bila itu memang lelucon-belum berakhir. Firmin Richard sampai di kantomya pagi itu pukul sebelas. Sekretarisnya, Remy, memberinya enam surat yang belum dibukanya karena bertanda "pribadi." Salah satu surat itu langsung menarik perhatian Richard bukan saja karena amplopnya ditulisi dengan tinta merah, tetapi juga karena ia sepertinya pernah melihat tulisan itu. Tak lama ia ingat bahwa itu tulisan bertinta merah yang dengan ganjilnya menggenapi buku perjanjian. Ia mengenali tulisan model anak kecil yang tak rapi itu. Maka ia membuka surat itu dan mulai membaca:
MR. MANAJER YANG BAIK, Saya minta maaf merepotkan Anda di saat-saat ketika Anda pastinya sangatlah sibuk me i kontrak-kontrak penting, menandatangi kontrak-kontrak baru, dan hal-hal lain yang men un ju k kan betapa hebatnya selera Anda. Saya tahu apa yang telah Anda lakukan bagi Carlotta, Sorelli, si mungil Ja mme s, serta beberapa orang lain yang Anda rasa memiliki bakat serta kejeniusan yang mengagumkan.
Tentu saja kata-kata bakat dan kejeniusan itu tidak saya peruntukkan bagi La Carlotta, yang bernyanyi seperti
semprotan air dan yang tak seharusnya diperbolehkan meninggalkan Ambassadeurs dan Cafe Jacquin, atau La Sorelli, yang sukses semata-mata karena latihan, ataupun si mungil J amm es yang menari sepert i ternak di padang rumput. Dan saya juga tidak sedang memb icarakan Christine Daae yang jelas-jelas punya bakat luar biasa namun tak ah membawakan peran penting karena mereka yang iri padanya tak mau itu terjadi. Setelah mengetahui ini, Anda bebas menjalankan bisnis kecil Anda ini dengan cara-cara yang menurut Anda terbaik, bukan"
Meski begitu, saya ingin menyoroti fakta bahwa Anda belum memberikan kesempatan lain bagi Christine Daae karena saya masih mendengamya bernyanyi sebagai Siebel dan si pemeran Margarita itu melarangnya me peran lain sejak penampilan Christine yang cemerlang malam itu. Saya juga meminta Anda untuk tidak menjual boks balkon saya hari ini atau harihari berikutnya, sebab saya tidak bisa tidak menyampaikan betapa kagetnya saya ketika satu atau dua kali tiba di Opera ini dan mengetahui bahwa boks balkon saya telah d ijual di loket tiket atas perintah Anda.
Saya tidak protes k pertama, saya tidak suka ribut-ribut, dan kedua, karena saya menyangka para pendahulu Anda, Debienne dan Poligny, yang selalu begitu baik kepada saya, lupa menyampaikan kep an-kep an kecil saya kepada Anda sebelum mereka pergi. Saya saja menerima jawaban dari Tuan-Tuan itu atas surat saya yang meminta pen jelasan mereka, dan jawaban itu menyatakan bahwa Anda sudah tahu semua tentang buku perjanjian saya dan itu berarti Anda telah berbuat lancang kepada saya. Bila Anda ingin hidup tenang, Anda harus memulainya dengan tidak menjual boks balkon pribadi saya.
Percayalah kepada saya tanpa rasangka apa-apa terhadap sekian banyak pengamatan kecil ini, Mr. Ma-najer. Pelayan Anda yang Paling Rendah Hati dan Patuh, Hantu Opera
Surat itu dilengkapi dengan potongan tulisan dari surat pembaca Revue Theatrale yang berbunyi:
H.O. Tak ada alasan bagi R. dan M. Kami sudah m itahu mereka dan memberikan buku perjanjian Anda kepada mereka. Salam hangat.
F Richard baru saja membaca surat ini ketika Armand Moncharmin masuk dengan surat yang sama persis di tangannya. Mereka sating pandang, lalu terbahak-bahak.
"Mereka masih memainkan leluconnya," kata Richard, "tetapi bagiku ini sudah tidak lucu."
"Apa maksudnya semua ini?" tanya Moncharmin. "Apa mereka pikir karena mereka dulunya manajer Opera ini, maka kita akan memberikan satu boks balkon pribadi untuk mereka selamanya?"
"Aku tidak ingin dipermainkan lama-lama," kata Firmin Richard.
"Tidak berbahaya sih," kata Armand Moncharrnin setelah rnengarnati sejenak. "Apa sebenarnya yang mereka mau" Boks balkon buat pertunjukan malam ini?"
F Richard menyuruh sekretarisnya memberikan Boks Balkon nornor Lima di lantai utama kepada Debienne dan Poligny bila belum tetjual untuk malam ini. Dan memang boks balkon itu belurn terjual. Maka undangan dikirimkan ke rumah Debienne di persimpangan Rue Scribe dan Boulevard des Capucines dan Poligny yang beralamat di Rue Auber. Kedua surat Hantu Opera dikirim melalui kantor pos di Boulevard des Capucines, kata Moncharmin setelah mengamati amplop-amplopnya.
"Nah kan!" kata Richard.
Mereka mengangkat bahu dan menyayangkan bahwa dua laki-laki seusia itu masih saja bersenang-senang dengan cara yang sangat kekanakan.
The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka sebenamya bisa melakukannya dengan lebih terhormat!" kata Moncharmin. "Tidakkah kauperhatikan bagaimana mereka berbicara kepada kita soal Carlotta, Sorelli, dan si mungil Jammes?"
"Temanku yang baik, dua orang ini dibutakan oleh rasa iri! Bayangkan, mereka bahkan sampai memasang pemberitahuan di trale! Apa mereka tidak punya kegiatan lain?"
"Oh ya," kata Moncharmin, "Mereka sepertinya menaruh perhatian besar pada Christine Daae itu!"
"Seperti yang kita ketahui, berdasarkan reputasinya, sepertinya ia cukup bagus," kata Richard.
"Reputasi bisa didapat dengan mudah," jawab Moncharmin. "Bukankah aku punya reputasi tahu segalanya tentang musik" Kenyataannya aku tak bisa membedakan satu nada dengan nada yang lain."
"Jangan khawatir, kau tidak pemah punya reputasi itu," tukas Richard.
Setelah itu ia memerintahkan para seniman yang telah
dua jam mondar-mandir gelisah menanti kelanjutan nasib mereka di Opera ini masuk satu per satu ke kantornya.
Sepanjang itu dihabiskan dengan berdiskusi, bemegosiasi, menyetujui atau membatalkan kontrak-kontrak; dan kedua manajer yang kelelahan itu tidur cepat tanpa sedikit pun melongok apakah Debienne dan Poligny menikmati pertunjukan malam ini dari Boks Balkon nomor Lima.
Keesokan paginya, para manajer itu menerima kartu ucapan terima kasih dari si hantu:
MR. MANAJER YAN G B : Terima kasih. Malarn yang mernesona. Daae tarnpil rnemukau. Paduan suara menunjukkan peningkatan. Carlotta tampil baik sebagai penyanyi seadanya. Saya segera menyurati kalian mengenai 240.000 c, atau tepatnya 233.424,70 c. Debienne dan Poligny telah mengirimkan 6.575,30 franc kepada saya sebagai hak saya selama sepuluh hari tahun ini, sebab hak istimewa mereka berakhir pada malam hari kesepuluh tersebut.
Salam hangat. H.O. Selain itu, terdapat surat dari Debienne dan Poligny:
TUAN-TUAN: Kami sungguh tersentuh atas niat baik kalian terhadap kami, tetapi kalian pasti mengerti bahwa meskipun kesempatan untuk sekali lagi menikmati pertunjukan Faust bagi mantan manajer Opera seperti kam i ini rnerupakan tawaran menggiurkan, ha!
itu tak membuat kami lupa bahwa kami tidak berhak menempati Boks Balkon no-mor Lima di lantai u yang merupakan properti eksklusif milik dia yang pernah kami cer itakan kepada kalian saat k ita membahas buku pe r janj i an itu. Lihat Klausul 98, paragraf terakhir.
Terimalah, Tuan-Tuan, dst.
"Oh, dua orang itu mulai membikin aku jengkel!" teri a k Firmin Richard sambil merenggut surat itu.
Dan malam itu Boks Balkon nomor Lima dijual untuk umum.
Begitu tiba di kantor esok harinya, Richard dan Mon mendapati laporan seorang inspektur tentang insiden yang terjadi semalam di Boks Balkon nomor Lima. Aku tuliskan bagian terpenting dari laporan tersebut:
Saya terpaksa memanggil petugas kea dua kali malam ini untuk mengosongkan Boks Balkon nomor d i lantai utama, masing-masing pada bag ian awal dan tengah babak kedua. Tamu boks balkon tersebut, yang datang ketika tirai panggung diangkat pada babak kedua, menciptakan keributan berkala dengan tawa dan ucapan-ucapan konyol mereka. penjaga boks balkon akhirnya memanggil saya, terdengar banyak teriakan "Hus!" dilontarkan orang-orang di sekitar mereka dan para penonton di gedung Opera ini mulai protes. Maka saya masuk ke boks balkon itu dan mengatakan apa yang perlu saya sampaikan. Berdasarkan pengamatan saya, orang-orang itu tampak tidak waras dan mereka memberikan tanggapan-tanggapan tolol. Saya katakan bahwa bila mereka terus ribut, saya terpaksa mengosongkan boks balkon ini. Begitu saya pergi, saya mendengar tawa itu lagi yang langsung disambut oleh protes para penonton. Maka saya kembali dengan seorang petugas keamanan yang mengeluarkan mereka dari sana. Sambil tetap tertawa, ka memprotes dan berkata bahwa mereka tidak akan pergi kecuali uang d k a n. M ya tenang dan saya mengizinkan mereka masuk ke boks balkon kembali. Namun suara tawa itu langsung terdengar lagi dan kali ini saya benar-benar mengusir mereka.
"Panggil inspektur itu kemari," kata Richard kepada sekretarisnya yang telah membaca laporan itu dan menandainya dengan pensil biru.
Remy, si sekretaris, telah memperkirakan hal ini dan langsung menelepon inspektur tersebut.
"Beritahu kami apa yang terjadi," kata Richard tanpa basa-basi.
Inspektur itu mulai bercerita dengan cepat sebagaimana yang tertulis di laporan.
"Tetapi apa yang ditertawakan orang-orang itu?" tanya Moncharmin.
"Mereka pasti datang sehabis makan, Tuan, dan terlihat lebih cenderung sibuk bercanda daripada mendengarkan nyanyian yang indah. Begitu mereka masuk boks balkon itu, mereka langsung keluar dan memanggil penjaga boks balkon yang menanyai mereka apa ada yang bisa dibantu. Mereka berkata, 'Lihatlah ke dalam boks balkon, tidak ada orang di sana, bukan"' 'Tidak,' kata wanita penjaga boks balkon. 'Ketika kami masuk,' kata mereka, 'kami mendengar suara yang berkata bahwa boks balkon ini sudah ada yang menempati!"'
Moncharmin tak dapat menyembunyikan senyumnya waktu menoleh ke Richard; tetapi Richard tidak tersenyum la sudah begitu sering mempermainkan orang waktu masih muda sehingga ketika mendengarkan cerita si inspektur, ia dengan mudah mengenali tanda-tanda keisengan yang diawali dengan menghibur namun diakhiri dengan membuat marah korbannya. Melihat Mo rmin tersenyum, inspektur itu merasa ia sebaiknya turut tersenyum. Keputusan yang salah! Richard melotot kepada bawahannya tersebut yang sejak saat itu memastikan dirinya memasang tampang prihatin.
"Tetapi, ketika orang-orang berdatangan," teriak Richard, "tidak ada siapa-siapa di boks balkon itu, bukan?"
"Tak satu orang pun, Tuan, tak seorang pun! Baik di boks balkon sebelah k maupun sebelah kirinya: tak ada seorang pun, Tuan, saya bersumpah! Si penjaga boks balkon berulang kali memberitahu saya demikian, dan itu membuktikan bahwa semua itu hanya lelucon."
"Oh, kau setuju, kalau begitu?" kata Richard. "Kau setuju! Itu lelucon! Dan menurutmu ini lucu, bukan?" "Menurut saya ini lelucon yang amat buruk, Tuan." "Dan apa yang dikatakan si penjaga boks balkon?" "Oh, dia bilang bahwa itu si hantu Opera. Itu saja!" Lalu inspektur itu menyengir t yum Tetapi ia langsung sadar bahwa cengirannya juga salah, sebab begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya, Richard langsung berubah dari muram menjadi murka.
"Panggil penjaga boks balkon itu kemari!" teriaknya. "Panggil dia! Sekarang! Saat i ni juga! Dan bawa dia ke hadapanku! Dan usir semua orang itu keluar!"
Inspektur itu mencoba protes, tetapi Richard membungkamnya dengan satu perintah penuh amarah untuk diam. Lalu, ketika mulut laki-laki malang itu seper t inya terkunci rapat untuk sel ya, si manajer memerintahkannya untuk membuka mulutnya sekali lagi.
"Siapa 'hantu Opera' ini?" bentaknya.
Namun, pada tahap ini, inspektur itu sudah tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Dengan bahasa tubuhnya ia berhasil menyampaikan bahwa ia tidak tahu apa-apa soal itu, atau lebih tepatnya ia tak ingin tahu.
"Pernahkah kau melihatnya, apa kau pernah melihat si hantu Opera?"
Si inspektur menggeleng kuat-kuat untuk menyatakan bahwa ia tak pernah melihat hantu yang dimaksud. "Baiklah!" kata Richard datar.
Mata inspektur itu melotot, seakan bertanya mengapa sang manajer mengucapkan "Baiklah!" yang terdengar tak mengenakkan itu.
"Karena aku akan memecat siapa pun yang tak pemah melihatnya!" jelas si manajer. "Karena ia se ya ada di mana-mana, aku tidak percaya orang-orang tak pemah melihatnya di mana pun. Aku ingin orang-orang yang kupekerjakan bekerja dengan sungguh-sungguh!"
Setelah mengucapkan ini, Richard tak lagi menggubris si inspektur dan membicarakan berbagai urusan bisnis dengan manajer aktingnya yang masuk sementara percakapan itu terjadi. lnspektur itu berpikir ia sudah bisa pergi dan dengan pelan teramat pelan! berjalan menyamping ke arah pintu ketika Richard menghentikan langkahnya dengan berkata menggelegar, "Diam di sana!"
Remy telah memanggil si penjaga boks balkon dari Rue de Provence yang terletak dekat dengan Opera, tempat ia bekerja sebagai penjaga pintu. Ia tiba tak lama kemudian. "Siapa namamu?"
"Mame Giry. Anda cukup mengenal saya, Tuan; saya ibu si mungil Giry, atau yang lebih dikenal dengan si mungil Meg."
Kalimat itu diucapkan dengan nada yang tegas dan sungguh-sungguh sehingga Richard sempat terkesan. la memandang Mame Giry, mengamati syalnya yang telah pudar, sepatunya yang butut, gaun tafetanya yang lusuh dan topinya yang kusam. Dari sikap manajer itu jelaslah ia entah tidak kenal atau tidak ingat pernah bertemu dengan Mame Giry, atau si mungil Giry, atau bahkan "si mungil Meg!" Namun rasa bangga Mame Giry begitu hebat sehingga si penjaga boks balkon yang cukup dikenal itu beranggapan semua orang mengenalnya.
"Aku tak pernah mendengar nama itu!" ujar si manajer. "Tetapi itu tak menjadi penghalang untuk menanyaimu, Mame Giry, tentang apa yang terjadi semalam sehingga kau dan inspektur ini merasa perlu memanggil petugas k
eama nan .... "Saya memang berniat menemui Anda, Tuan, untuk membicarakan hal ini, agar Anda tidak mengal peristiwa tak mengenakkan seperti yang dialami Debienne dan Poligny. Mereka juga menolak mendengarkan saya pada awalnya."
"Aku tidak menanyaimu tentang semua itu. Aku bertanya tentang apa yang terjadi semalam."
Wajah Mame Giry memerah karena marah. Tak ada yang pernah berbicara seperti itu kepadanya. Ia bangkit seakan hendak pergi, menjinjing lipatan-lipatan gaunnya dan mengibaskan bulu-bulu di topi ku ya dengan penuh harga diri, tetapi ia lalu berubah pikiran dan duduk kembali. Lalu ia berkata dengan nada angkuh, "Saya akan menceritakan kepada Tuan apa yang terjadi. Hantu itu merasa jengkel lagi!"
Sejak saat itu, berhubung Richard sudah nyaris murka, Monch mengambil alih proses tanya-jawab itu. Tampaknya Mame Giry berpikir wajar saja bila ada suara yang berkata boks balkon itu sudah ditempati meskipun tidak ada orang di boks balkon tersebut. Ia tak dapat menjelaskan peristiwa yang sudah tak asing lagi baginya itu selain bahwa itu perbuatan si hantu. Tak seorang pun b isa melihat hantu itu di boks balkonnya, tetapi semua orang bisa mendengarnya. Ia sering mendengar hantu itu; dan kedua manajer itu b isa memercayainya sebab ia selalu berkata jujur. Mereka bisa bertanya pada M. Debienne dan M. Poligny, serta siapa pun yang mengenalnya; juga M. Isidore Saack yang kakinya dipatahkan oleh si hantu!
"Benarkah?" Monch menginterupsinya. "Apakah si hantu mematahkan kaki Isidore Saack yang malang?"
Mame Giry membelalakkan matanya penuh keterkejutan atas ketidaktahuan tersebut. Tetapi ia ingin membantu kedua orang malang itu mengetahui yang sebenarnya. Peristiwa itu terjadi pada masa kepengurusan Debienne dan Poligny, bertempat di Boks Balkon nomor Lima juga pada pementasan Faust. Mame Giry batuk dan berdeham -ia terdengar seakan bersiap menyanyikan seluruh lagu karya Gounod -lalu mulai bercerita, "Kejadiannya seperti ini, Tuan. Malam itu, M. Maniera dan istrinya yang adalah pedagang perhiasan di Rue Mogador, duduk di bagian de-" pan boks balkon, tara teman baik , M. Isidore Saack, duduk di belakang Mme Maniera. Mephistopheles sedang bemyanyi" di sini Mame Giry tiba-tiba bernyanyi "'Catarina, sementara kau bermain ketika tidur,' kemudian M. Maniera mendengar suara di telinga k ny a (istrinya ada di sebelah kiri) berkata, 'Ha, ha! Julie tidak bermain ketika tidur!' Julie memang nama panggilan istrinya. Maka M. Maniera menoleh ke kanan untuk melihat siapa yang berbicara seperti itu kepadanya. Tidak ada siapa-sia-pa! Ia menggosok telinganya dan bertanya-tanya apa ia bermimpi. Lalu Mephistopheles melanjutkan nyanyiannya .... Apakah saya membuat Anda bosan, Tuan- Tuan?"
"Tidak, tidak, teruskan."
"Anda terlalu baik, Tuan-Tuan," jawabnya sambil tersenyum. "Baiklah kalau begitu, Mephistopheles melanjutkan nyanyiannya" -sekali lagi Mame Giry tiba-tiba bernyanyi "'Orang suci, bukalah pintu gerbangmu dan berikan kebahagiaan kepada manusia yang menyembah meminta ampun.' Kemudian M. Maniera sekali lagi mendengar suara di telinga nya yang kali ini berkata, 'Ha, ha! Julie takkan keberatan memberikan cium kepada Isidore!' Lalu ia menoleh lagi, tetapi kali ini ke kiri; dan menurut Anda apa yang dilihatnya" M. Isidore telah memegang tangan istr inya dan umi tangan itu bertubi-tubi pada lubang bundar kecil sarung tangannyaseperti ini, Tuan-Tuan." - ia dengan cepat menciumi daerah tengah telapak tangannya yang tak tertutupi sarung tangan rajutnya.
"Kemudian mereka ribut berkelahi! Buk! Buk! M. Manier yang berbadan besar seperti Anda, M. Richard, dua kali meninju Isidore Saack yang lemah dan kecil, yangdengan segala hormat-seperti Anda, M. Moncharmin. Terjadi keributan besar. Orang-orang berteriak, 'Cukup! Hen t ikan mereka! la akan membunuhnya!' Lalu, a ya, M. Isidore Saack berhasil melarikan diri."
"Kalau begitu hantu itu tidak mematahkan kakinya?" tanya Monch n, merasa sedikit kesal perawakannya tidak terlalu mengesankan bagi Mame Giry.
"Hantu itu yang membuat kakinya patah, Tuan," jawab Mame Giry dengan angkuh. "Ia melakukannya di tangga besar yang dituruninya dengan terlalu cepat, Tuan, dan akan cukup lama baginya sebelum ia bisa menaiki tangga itu lagi!"
"Apakah hantu itu yang memberitahumu apa yang dikatakannya di telinga kanan Maniera ?" tanya Monch dengan nada tegang yang menurutnya benar-benar menggelikan.
"Tidak, Tuan. M. Maniera sendiri yang mengatakannya. Jadi -"
"Tetapi kau pemah berbicara dengan hantu itu, nyonya yang baik?"
"Seperti saya berbicara dengan Anda sekarang, Tuan!" jawab Mame Giry.
"Dan ketika si hantu berbicara denganmu, apa yang dikatakannya ?"
"Dia memintaku membawakan sandaran kaki!" Kali ini Richard tertawa terbahak-bahak, begitu juga Moncharmin dan Remy si sekretaris. Hanya si inspektur, yang belajar dari pengalamannya, yang berhati-hati untuk tidak tertawa. Sementara Mame Giry berusaha menunjukkan sikap mengancam.
"Daripada tertawa," teriaknya marah, "Anda sebaiknya melakukan apa yang dilakukan M. Poligny, yang berhasil mengetahuinya sendiri."
"Mengetahui apa?" tanya Moncharmin yang tak pernah merasa segeli itu sepanjang hidupnya.
"Tentu saja mengetahui soal hantu itu! Dengar ... " Ia tiba-tiba menenangkan diri, merasa ini saat yang serius dalam hidupnya, "Dengar," ulangnya. "Waktu itu mereka menampilkan La Juive. M. Poligny berpikir ia akan menonton pertunjukan itu dari boks balkon milik si hantu ... Nah, ketika Leopold berteriak, 'Mari kita pergi!' -Anda tahu kan-dan Eleazar menghentikan mereka lalu berkata, 'Ke kau akan pergi"' . .. well, M. Poligny-saya sedang memperhatikannya dari bagian belakang boks balkon sebelah yang saat itu kosongM. Poligny bangkit dan berjalan dengan kaku seperti patung, dan sebelum saya sempat bertanya kepadanya 'Ke manakah kau akan pergi"' seperti Eleazer, ia sudah menuruni tangga, tetapi tanpa mematahkan kakinya ... "
"Tetap saja, itu tidak menjelaskan kepada kami bag - na hantu Opera itu sampai memintamu membawakan sandaran kaki," kata Moncharmin berkeras.
"Sejak malam itu, tidak ada yang mencoba merebut boks balkon pribadi si hantu. Manajer memer intahkan agar boks balkon itu menjadi milik si hantu dalam setiap pertunjukan. Dan setiap kali ia datang, ia meminta saya membawakan sandaran kaki."
"Ck, ck! Hantu meminta sandaran kaki! Kalau begitu hantu kalian ini seorang perempuan?"
"Tidak, hantu ini laki-laki."
"Bagaimana kau tahu?"
"Ia merniliki suara laki-laki, oh, betapa indah suaranya itu! lnilah yang terjadi: Biasanya ia datang ke Opera pada pertengahan babak pertama. Ia mengetuk pelan pintu Boks Balkon nomor Lima t iga kali. Ketika pertama kali saya mendengar tiga kali itu dan mengetahui tidak ada orang di boks balkon itu, bisa Anda bayangkan betapa bingungnya saya! Saya membuka pintu, memasang telinga, melongok; tak ada si a pa pun! Kemudian saya mendengar suara berkata, 'Mame Jules' mendiang suami saya bernama Jules-'tolong ambilkan sandaran kaki.' Dengan segala hormat, Tuan-Tuan, itu membuat sekujur tubuh saya - ding. Tetapi suara itu melanjutkan, 'Jangan takut, Mame Jules, aku si hantu Opera!' Suaranya begitu lembut serta ramah sehingga saya sama sekali tidak merasa takut. Suara itu berasal dari kursi pojok sebelah kanan, di baris depan."
"Apakah ada orang di boks balkon sebelah kanan Boks Balkon nomor Lima?" tanya Moncharmin.
"Tidak. Boks balkon nomor Tujuh dan Tiga yang ada di sebelah kirinya juga kosong. Tirai panggung baru saja dinaikkan."
"Dan apa yang kaulakukan?"
"Well, saya membawakan sandaran kaki itu. Tentu saja itu bukan untuk dirinya, tetapi untuk pasangannya! Tetapi saya tidak pernah mendengar atau melihat perempuan itu."
"Eh" Apa" Jadi ceritanya sekarang hantu itu sudah menikah!" Mata kedua manajer itu berpindah dari Mame Giry ke si inspektur yang berdiri di belakang si penjaga boks balkon itu, yang kini melambai-lambaikan tangannya untuk menarik perhatian mereka. Ia menempelkan jari telunjuknya di dahi, memberi tanda bahwa ia pikir janda Jules Giry ini sudah gila. Gerakan pantomim kecil itu semakin memperkuat tekad Richard untuk memecat inspektur yang mempekerjakan orang gila sebagai baw nya ini. Sementara, perempuan yang jujur itu terus bercerita soal si hantu, dan tentang bagaimana murah hatinya hantu tersebut, "Di setiap pertunjukan, ia selalu memberi saya dua franc, kadang-kadang lima, dan kadang bahkan sepuluh franc jika ia sudah lama tidak datang. Hanya saja, ketika orang-orang mulai uatnya jengkel lagi, i a tidak memb ' II en saya a pa-a pa ....
"Maafkan aku, nyonya yang baik," kata Moncharmin, sementara Mame Giry mengibaskan bulu-bulu di topi kusarnn y a sebagai reaksi atas nada tak percaya yang sudah cukup sering didengarnya, "Maaf, bag a caranya hantu itu memberimu dua franc?"
"Tentu saja dengan meninggalkannya di rak kecil yang ada di boks balkon itu. Saya menemukannya bersama dengan buku acara yang selalu saya berikan kepadanya. Terkadang saya menem bunga-bunga di boks balkon itu, setangkai mawar yang pastilah terjatuh dari pakaian si perempuan... sebab kadang i a datang bersama perempuan itu; suatu hari, mereka meninggalkan sebuah kipas."
"Oh, hantu itu meninggalkan kipas" Dan apa yang kaulakukan pada kipas itu?"
"Saya mengembalikan kipas itu ke boks balkon esok malamnya."
Di sini si inspektur buka suara.
"Anda telah melanggar aturan; saya harus mendenda Anda, Mame Giry."
"Tutup mulutmu, bodoh!" gerutu Firmin Richard. "Kau mengembalikan kipas itu. Lalu?"
"Lalu mereka mengambilnya kembali, Tuan; kipas itu tidak ada lagi di sana waktu pertunjukan selesai. Dan di tempat kipas itu tadi, mereka meninggalkan sekotak permen dari Inggris yang sangat saya sukai. Itu salah satu kebaikan si hantu."
"Sudah cukup, Mame Giry. Kau boleh pergi." Setelah Mame Giry memberi hormat penuh bangga dan mohon manajer m tahu si ins bahwa mereka telah memutuskan untuk memberhentikan perempuan tua yang agak sinting itu; dan, ketika si inspektur sudah pergi, mereka menyuruh manajer akting menghitung uang pesangon si inspektur. Waktu semua orang sudah pergi, kedua manajer itu sepakat untuk ngani sendiri masalah Boks Balkon nomor Lima.
Babs Biola yang Memukau KARENA suatu kejadian yang akan kuceritakan nanti, Christine Daae tidak langsung melanjutkan penampilannya yang gemilang di Opera. Setelah pesta malam itu, ia bernyanyi sekali di pesta Duchess de Zurich, tetapi itu terakhir kalinya ia bernyanyi di acara-acara pribadi. Tanpa alasan yang jelas, ia menolak tampil di suatu konser amal yang telah ia setujui sebelumnya. Ia bersikap seakan tak lagi memiliki kuasa atas hidupnya sendiri dan ia sepertinya takut bernyanyi memukau lagi.
Christine Daae tahu, demi menyenangkan hati adiknya, Comte De Chagny telah berusaha sebaik mungkin berbicara dengan Richard tentang porsinya di Opera itu. la mengirimkan surat terima kasih kepada bangsawan itu, sekaligus memintanya untuk berhenti mempromosikan dirinya. Tak pemah diketahui alasan ia melakukan ini. Sebagian orang berpikir itu akibat harga diri yang terlalu besar, yang lain menyebut-nyebut kerendahatian yang tiada tara. Tetapi orang-orang panggung tidaklah serendah hati itu; dan kurasa tidaklah salah bila aku menerje n perilakunya sebagai reaksi dari rasa takut. Ya, aku yakin Christine Daae ketakutan dengan apa yang telah terjadi padanya. Aku memiliki surat milik Christine (salah satu dari berkas yang dimiliki si orang Persia) sekitar masamasa ini, yang menunjukkan kece yang amat sangat, "Aku tak mengenali diriku sendiri ketika yanyi," tulis gadis malang itu.
la tidak pemah muncul di mana pun, dan usaha Vicomte de Chagny untuk menemuinya sia-sia belaka. Vicomte itu menyuratinya, meminta izin untuk menemuinya tetapi tak ada balasan. Dan ketika ia sudah nyaris putus asa, suatu pagi, Christine memberikan pesan ini kepadanya:
MONSIEUR: Aku tidak lupa pada anak laki-laki yang masuk ke laut untuk mengambil syalku. Aku a harus menulis surat ini kepadamu hari ini, ketika aku pergi ke Perros demi menggenapi tugas
g. Besok hari peringatan kematian ayahku, orang yang kaukenal dan yang sangat menyukaimu. la dimakamkan di
bersama dengan biolanya, di pemakaman gereja kecil di dasar tanah melandai tempat kita sering bermain ketika kecil, di samping jalan tempat kita mengucapkan salam perpisahan terakhir kali ketika kita telah sedi k it lebih besar.
Vicomte de Chagny buru-buru memeriksa jalur kereta api, bersiap-siap secepat yang ia bisa, menulis beberapa kalimat untuk diberikan kepada kakaknya oleh si pelayan, lalu melompat ke dalam taksi yang membawanya ke Gare Montparnasse, dan tiba tepat ketika kereta pagi bergerak meninggalkan stasiun. Ia menghabiskan seharian itu dengan muram sampai i a duduk di salah satu gerbong kereta Brittany ekspress pada petang harinya. Ia membaca pesan Christine itu berulang-ulang, menghirup wangi kertasnya, mengingat-ingat saat-saat meny gkan di masa kecilnya, dan menghabiskan sisa perj di malam yang melelahkan itu dalam mimpi-mimpi acak yang diawali dan diakhiri dengan Christine Daae. Hari mulai terang ketika ia turun di Lann i on. Buru-buru i a mencari kendaraan menuju Perros-Guirec. la satu-satunya penumpang, dan setelah menanyai pengemudinya, ia mengetahui bahwa kemarin malam, seorang gadis muda yang terlihat berasal dari Paris pergi ke Perros dan bermalam di penginapan bemama Setting Sun.
Semakin mendekati tempat tujuan, semakin sering ia mengingat-ingat cerita kecil penyanyi asal Swedia ini. Sebagian besar detail cerita itu masih tak diketahui oleh orang-orang.
Pada suatu masa, di kota perdagangan kecil tak jauh dari Upsala, tinggal seorang p yang bekerja keras selama sepekan dan bemyanyi di paduan suara gereja setiap Minggu. Petani ini m seorang anak perempuan yang telah diajarinya membaca nada jauh sebelum anak itu mam - pu membaca. Ayah Daae seorang musisi yang hebat meskipun mungkin ia sendiri tak menyadarinya. Tak ada seorang pemain biola pun di segenap penjuru Skandinavia yang mampu bermain sebaik dia. Namanya terkenal luas dan ia selalu diundang untuk bermain mengiringi tarian pasangan pengantin di pesta-pesta pernikahan dan acaraacara lainnya. lstrinya meninggal ketika Christine memasuki usia enam tahun. Lalu sang ayah, yang hanya menyayangi putri dan biolanya, menjual tanahnya dan pergi ke Upsala demi ketenaran dan uang. Tetapi hanya kemis yang ia dapatkan.
Maka ia kembali ke desa, berkelana dari satu pekan raya ke pekan raya lain, rn an lagu-lagu Skandinavi a -nya, sementara putrinya yang tak pernah jauh darinya itu mendengarkan dengan penuh kegembiraan atau ikut bemyanyi seiring lagu. Suatu hari, di Pekan raya Limby, Profesor Valerius menyaksikan penampilan mereka dan membawa mereka ke Gothenburg. Ia berkeras bahwa sang ayah adalah pemain biola pertarna di dunia dan anaknya mempunyai bakat besar untuk menjadi man hebat. Maka gadis kecil itu mendapatkan seluruh pendidikan dan pelatihan yang ia butuhkan. Ia menunjukkan kemajuan pesat dan memukau semua orang dengan kecantikannya, kelembutan perilakunya, serta ketulusannya untuk membahagiakan orang lain.
Waktu Valerius dan istrinya pindah untuk menetap di Francis, rnereka membawa serta Daae dan Christine. "M amm a" Valerius memperl Christine seperti putrinya sendiri. Sementara itu, Daae mulai sakit-sakitan karena merind karnpung halarnannya. Ia tak pernah keluar rumah di Paris, melainkan hidup dalam dunia semacam mimpi bers dengan b iolanya. Setiap kali, ia bisa menghabiskan waktu berjarn-jam mengunci diri bersama putrinya di dalam kamar, bermain biola dan bernyanyi dengan sangat lirih. Kadang Mamma Valerius akan datang dan mendengarkan di balik pintu, lalu menghapus air matanya dan berjingkat kembali ke lantai bawah sambil menghela napas mengenang langit Skandinavia.
Kondisi Daae belum juga membaik sampai ketika seluruh keluarga pergi dan tinggal selama musim panas di Perros-G suatu wilayah di ujung Brittany, yang w lautnya sama dengan laut di kampung hal ny a . Sering ia memai nada-nada paling sedih dengan biolanya di pantai dan berpura-pura laut menjadi tenang demi mendengarkannya. Kemudian ia membujuk Mamma Valerius untuk mengabulkan keinginan uniknya. Pada musim peringatan ziarah orang-orang suci, festival-festival dan pesta dansa desa, ia akan pergi selama ggu, membawa biola dan putrinya seperti waktu dulu. Mereka menyuguhkan penampilan yang sangat memukau di dusun-dusun kecil, menolak tidur di penginapan, dan lebih memilih tidur bersebelahan di tumpukan jerami di lumbung-lumbung seperti ketika mereka masih miskin di Swedia. Namun bedanya adalah mereka sekarang berpakaian rapi, tidak mengedarkan tempat uang, serta menolak koin yang di kepada mereka. Orang-orang itu tidak mengerti perilaku pemain biola ini, yang berkelana bersama putri cantiknya yang bernyanyi seperti malaikat dari surga. Orang-orang itu mengikuti keduanya dari desa ke desa.
Suatu hari, seorang anak laki-laki yang sedang berjalanjalan dengan pengasuhnya membuat si pengasuh berjalan lebih jauh daripada biasanya sebab ia tak mau lepas dari gadis kecil dengan suara bening dan indah yang telah menawan hatinya. Mereka sampai di pantai suatu teluk kecil bernama Trestraou, yang sekarang, kurasa, sudah menjadi lokasi suatu kasino atau sejenisnya. Tetapi waktu itu yang ada hanya langit, laut, dan sehampar pantai indah. Hanya saja ada juga angin keras yang berembus, yang menerbangkan syal Christine ke laut. stine memekik dan berusaha menggapai syal itu, namun angin telah menerbangkannya jauh mencapai ombak. Lalu ia mendengar suara berkata, "Jangan khawa t ir, aku akan pergi dan mengambil syalmu dari laut."
Dan ia melihat seorang anak laki-laki berlari cepat tanpa memedulikan teriakan dan larangan seorang perempuan bergaun hitam. Anak laki-laki itu berlari masuk ke laut dengan pakaian lengkap, dan mengembalikan syal itu kepadanya. Syal itu sekuyup si anak laki-laki. Perempuan bergaun hitam itu marah-marah, tetapi Christine tertawa gembira dan mencium anak laki-laki itu, yang tak lain adalah Vicomte Raoul de Chagny yang tinggal di Lannion bersama bibinya.
Selama musim panas itu, hampir setiap hari mereka bertemu dan ain bersama. Berdasarkan permintaan bibinya, dan juga didukung oleh Profesor Valerius, Daae bersedia memberikan pelajaran biola kepada viscount muda itu. Begitulah ceritanya Raoul belajar mencintai hal-hal yang sama, yang telah memukau masa kecil Christine. Mereka juga sama-sama memiliki pembawaan yang tenang dan sedikit suka melamun. Mereka sangat menyukai cerita serta legenda-legenda Breton kuno; dan kegiatan yang paling mereka gemari adalah mengetuk pintu tiap-tiap rumah dan meminta cerita seperti dua pengemis, "Nyonya ... " atau "Tuan yang baik. .. apa Anda punya kisah untuk diceritakan kepada kami ?"
Dan jarang sekali mereka tak menerima apa yang mereka minta, sebab hampir setiap nenek tua Breton pernah, setidaknya sekali dalarn hidup rnereka, rnelihat para "korr i gan" atau peri kecil rnenari di tungku pernanas di bawah sinar bulan.
Tetapi kisah terbaik selalu hadir pada petang hari, dalam kesunyian yang tercipta setelah rnatahari tenggelarn di balik garis laut di kejauhan. Daae akan datang dan duduk di sarnping rnereka di tepi jalan, dan dengan suara rendah seakan khawatir rnernbuat takut hantu-hantu yang ia sayangi, ia rnencer itakan legenda-legenda neger i Utara kepada rnereka. Dan ketika ia berhenti bercerita, anak-anak itu akan rneminta diceritakan kisah lain lagi.
Kereta Berdarah 14 Wanita, Sahabat Dan Musik Karya Feyjunior122 Padang Bayang Kelabu 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama