Ceritasilat Novel Online

Balada Padang Pasir 4

Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 4


memandangku dengan penuh pertanyaan, sebelum aku sempat
berbicara, Huo Qubing telah dengan dingin memberi perintah,
"Buka cadarmu".
Dengan dingin Li Yan menatap Huo Qubing. Aku pun segera
memperkenalkannya pada si cabul yang angkuh ini. Begitu Huo
Qubing membuka mulut, Li Yan melirikku dengan kaget, lalu
kembali menatap Huo Qubing, pandangan matanya menyelidik.
Pada mulanya aku bermaksud untuk membantunya, namun aku
tak ingin menyia-nyiakan suasana hati Huo Qubing ini, oleh
karenanya, aku hanya berdiri di samping sambil berdiam diri saja.
Li Yan membungkuk untuk menghormat pada Huo Qubing, lalu
memandangku, ketika melihat bahwa aku sama sekali tak
bereaksi, tanpa berkata apa-apa, ia menanggalkan cadarnya.
Dengan sangat kurang ajar Huo Qubing menatapnya untuk
beberapa saat, lalu berkata, "Pergilah!" Li Yan kembali
mengenakan cadarnya, lalu pergi setelah menghormat pada Huo
Qubing. Aku bertanya, "Apakah wajahnya secantik permaisuri ketika
pertama kali bertemu dengan kaisar?"
Huo Qubing mengosok dagunya dengan pelan, "Aku tak terlalu
ingat wajah bibi semasa muda, tapi kurang lebih setara
dengannya. Tapi ini bukan hal yang terpenting, yang sulit
ditemukan adalah sikapnya yang selalu tenang, dalam keadaan
sulit, sikapnya masih tenang dan anggun, terhadap sikapku yang
kasar, ia tak cemas atau terkejut, dalam kelembutannya
tersembunyi kekuatan, ia lebih kuat darimu!" Aku mendengus
dengan sinis, tak berkata apa-apa.
Ia berkata, "Kapan kau hendak memasukannya ke istana?"
Aku menggeleng-geleng dan berkata, "Entahlah, ada sesuatu
yang belum kumengerti, kalau ia tak bisa memberiku jawaban
yang memuaskan, aku tak ingin terlibat dalam urusannya".
Huo Qubing tersenyum, "Pikirkanlah masak-masak, hati-hati
jangan sampai terbelit dalam urusannya. Wajahnya memang luar
biasa, tapi kolong langit ini luas, setelah Chen Aqiao ada
Permaisuri Wei, setelah Permaisuri Wei pun ada dia, memangnya
kau dapat menjamin bahwa saat ini di Chang'an tak ada yang
dapat menandinginya?"
Aku mengangkat bahu sambil tersenyum, "Katamu kau mencariku
untuk membicarakan sebuah masalah serius, masalah apa?"
Ia bertanya, "Apa hubunganmu dengan Perusahaan Shi?"
Aku berkata, "Sudah tak ada hubungan lagi"
Ia berkata, "Walaupun Perusahaan Shi sudah tak sebesar dahulu,
namun di Chang'an mereka masih diperhitungkan. Kau sendirian
mengelola rumah ini, hati-hati, pohon besar mengundang angin".
Aku tersenyum dan berkata, "Oleh karenanya aku segera
berlindung pada sang putri!"
Ia bertanya, "Kau ingin membesarkan usaha sampai seberapa
besar" Sebesar Perusahaan Shi di masa jayanya?"
Aku terdiam sesaat, lalu menggeleng, "Entahlah, aku akan
menjalaninya selangkah demi selangkah".
Ia tersenyum, "Meng Jiu dari Perusahaan Shi adalah orang yang
menarik, kata sang putri, semasa kecil, ibunya sangat dekat
dengan kaisar, waktu kecil Meng Jiu sering digendong kaisar,
namun sekarang ia sama sekali tak mau masuk ke istana, setiap
kali kaisar mengundangnya, ia selalu menolak, di Chang'an tak
pernah ada orang sepertinya, kalau ada kesempatan, aku ingin
menemuinya". Diam-diam aku terperanjat, aku hendak membuka mulut, namun
berubah pikiran dan menelan perkataan yang telah muncul di
bibirku, aku memandang ke luar jendela, tak menjawab.
Setelah mengantarkan Huo Qubing keluar, aku langsung
menemui Li Yan, aku merasa bahwa walaupun telah
memikirkannya dengan seksama, aku masih sulit mengambil
keputusan, lebih baik aku bicara dengan terus terang saja dengan
Li Yan. Ketika melewati kamar Fang Ru dan Qiu Xiang, aku mendengar
suara seruling. Yang dipelajari Qiu Xiang adalah konghou
, tentunya ini Fang Ru, ia bersama-sama diriku belajar
bermain seruling, namun aku masih tak dapat memainkan lagu,
sedangkan permainannya sudah mempunyai gaya tersendiri.
Ketika baru mendengarkannya untuk beberapa saat, tiba-tiba
suara serulingnya berhenti, dengan keheranan aku menggeleng,
lalu kembali berjalan ke kediaman Li Yan dan saudarasaudaranya.
Ketika baru berjalan beberapa langkah, dari kamar Li Yannian
terdengar suara qin, suaranya bergemericik seperti air di tengah
bunga, aku mendengarkannya untuk beberapa saat, lalu kembali
berjalan. Suara qin berhenti, suara seruling meninggi. Aku
berpaling dan memandang kamar Qiu Xiang, lalu memperhatikan
kamar Li Yannian, aku terus memandanginya dan mendadak
menjadi sangat gembira, sambil tersenyum aku masuk ke
halamanku sendiri. Pintu kamar separuh terbuka, dengan pelan aku menutupnya, lalu
masuk. Li Yan sedang hendak bangkit, begitu melihatku ia
kembali duduk tanpa berkata apa-apa, hanya memandangku
dengan tenang. Aku duduk di hadapannya, "Kenapa kau menatapku seperti itu"
Sepertinya kita baru saja bertemu".
Ia berkata, "Aku menunggu penjelasanmu".
"Aku membiarkannya melihatmu untuk membandingankanmu
dengan Chen Aqiao di Istana Zhangmen dan Permaisuri Wei".
Tangan Li Yan di pangkuannya sedikit gemetar, ia segera
menyembunyikannya di balik lengan bajunya, biji matanya yang
hitam legam bergerak-gerak.
"Aku sudah memberi penjelasan, sekarang giliranmu memberi
penjelasan padaku, kalau kau benar-benar ingin aku
membantumu masuk ke istana, kau harus memberitahuku, kau ini
sebenarnya siapa" Aku tak suka dibohongi orang".
Li Yan berkata, "Aku tak tahu kau bicara tentang apa".
Sambil tersenyum aku berkata, "Aku sedikit bisa membaca garis
tangan, apakah kau mau aku membaca garis tanganmu?"
Tanpa berkata apa-apa, Li Yan mengangsurkan tangannya, aku
pun mengenggam tangan kanannya, "Garis tanganmu banyak
bercabang, pikiranmu rumit dan waspada, garis-garis halus
bersilangan dengan kacau, pikiranmu sering bertolak belakang,
tiga garis utama dalam dan jelas, walaupun ada masalah kau
keras kepala. Garis kehidupanmu kabur, dua cabang bergabung
menjadi satu, salah satu dari kedua orang tuamu tentunya orang
Han......." Tiba-tiba, Li Yan ingin menarik tangannya, namun aku
mengenggamnya erat-erat dan berkata, "Kau berjalan seorang
diri, menyimpan dendam dalam hati, mendadak naik dan hendak
terbang pergi". Li Yan sekali lagi menarik tangannya dan aku
menggunakan kesempatan itu untuk melepaskannya.
Li Yan berkata, "Apa yang kulakukan sehingga kau bisa tahu
semua itu?" "Matamu amat jeli, bulu matamu panjang dan tebal, lentik alami,
kulitmu putih bersih berkilauan, gerakan tarianmu unik".
"Semua itu tak ada istimewanya, Di Chang'an orang yang
mempelajari tarian Hu sangat banyak".
"Aku tersenyum dan berkata, "Semua ini tak ada anehnya dan
dapat diabaikan. Tanah rakyat Zhongyuan subur dan makmur,
mereka tak tahu bagaimana orang yang tinggal di padang pasir
begitu menghargai warna hijau, dan bagaimana girangnya para
pengembara di gurun pasir ketika melihat kehijauan, sebatang
pohon yang rimbun dapat membuat musafir yang sekarat hidup
kembali. Semua petunjuk ini saling menguatkan, namun aku tak
dapat memastikannya, hanya menduga-duga, karena di padang
pasir ada orang yang suka menebang pohon, dan di Zhongyuan
pun tak sedikit orang yang mencintai bunga. Pada awalnya,
kecurigaanku berasal dari 'Kau berjalan seorang diri, menyimpan
dendam dalam hati, mendadak naik dan hendak terbang pergi'".
Li Yan bertanya, "Apa maksudnya?"
"Kau telah menerka tujuan Hua Yue Nong dengan cukup jitu,
mengetahui maksudku mengambil hati orang-orang berpengaruh,
maka kau menyuruh kakakmu menolak tawaran Tianxiang Fang
dan pergi ke rumah hiburanku, apa maksudmu selanjutnya"
Apakah rumah berkamar tiga ribu itu dapat membuat seorang
wanita bahagia" Aku tahu tak bisa, kau pun tahu tak bisa, orang
yang cerdas tak akan pergi ke tempat itu, aku tak punya pilihan,
kenapa kau akan punya pilihan" Li Shifu bukan orang yang, demi
mengejar kedudukan, tega mengirim adiknya ke tempat semacam
itu, tapi kenapa kau berkeras untuk melakukannya" Aku telah
memperhatikan sikapmu sehari-hari, kau bukan orang yang gila
kedudukan, kalau bukan karena kedudukan, tentunya karena
dendam, kalau tidak aku benar-benar tak dapat menjelaskan
kenapa wanita cantik sepertimu yang dapat hidup senang
berkeras ingin masuk ke tempat celaka seperti itu".
Aku menatap matanya, "Enam belas tahun, usia yang sedang
segar-segarnya, namun matamu terlalu dingin. Aku telah
bertanya pada Li Guanli tentang kehidupanmu sebelumnya,
katanya, kau adalah putri kesayangan ayahmu yang selalu
dimanja. Kakakmu pun selalu menuruti kemauanmu. Ibumu
sangat sedikit bicara dan suka berpelesir ke berbagai tempat, ia
sangat menyayangimu, namun mendidikmu dengan keras.
Walaupun kau bukan putri kandung ibumu, seharusnya kau
sangat bahagia. Dari mana datangnya dendam itu" Pertanyaanpertanyaan ini timbul dalam benakku, namun akhirnya aku tak
tahu jawabannya, maka hari ini aku terpaksa mencari tahu".
Li Yan menelengkan kepalanya seraya tersenyum, "Anggap saja
aku membalasmu. Apakah kau tahu identitasmu sendiri" Apakah
kau orang Han" Kulitmu tak seputih orang Han, di bawah sinar
matahari, kalau diperhatikan, biji matamu berwarna coklat,
sedangkan bulu matamu tak terlalu tebal dan panjang. Ciri-ciri ini
juga dapat ditemui di Zhongyuan, namun kau memiliki tiga ciri
yang hanya dimiliki orang yang tumbuh dewasa di Xiyu".
Aku mengangguk, "Ketika mengamatimu, aku berpikir bahwa
mungkin kau adalah putri seorang Han dengan seorang Hu, aku
juga teringat akan diriku sendiri, tapi aku tak perduli, aku tak tahu
siapa ayah ibuku, aku suka menjadi siapapun yang kuinginkan,
tapi kampung halamanku adalah.......adalah Xiyu, aku suka di
sana". Senyum Li Yan membeku, "Walaupun wajahku seperti orang
Han, dan tumbuh besar di Zhongyuan, tapi aku bukan orang Han,
karena ibuku tak pernah menganggap dirinya seorang Han".
Dengan tercengang aku bertanya, "Ibumu orang Han" Kalau
begitu?"kalau begitu?"" Li Guangli memberitahuku bahwa ibu
mereka mendidik Li Yan dengan keras, aku menyangka bahwa
hal itu adalah karena Li Yan bukan putri kandungnya.
Li Yan tersenyum getir, "Margaku seharusnya Shanshan".
Aku teringat akan penjelasan Jiu Ye tentang bangsa-bangsa di Xi
Yu, "Apakah ayahmu orang Loulan?"
Li Yan mengangguk sembari tersenyum, namun senyumnya amat
getir, aku pun merasa agak sedih, "Jangan tersenyum".
Namun Li Yan masih tersenyum, "Apakah kau paham tentang
negara-negara di Xiyu?"
Bagaimana bisa tak paham" Saat kecil aku telah mendengar
banyak sekali cerita tentang Xiyu. Hatiku terasa agak pedih,
sambil tersenyum getir aku mengangguk.
Di Xi Yu seluruhnya ada tiga puluh enam negara: Loulan, Wusun,
Qiuci, Yanqi, Yutian, Ruoqiang, Qiemo, Xiaowan, Ronglu, Mi,
Qulei, Pisan, Xiye, Puli, Yinai, Shache, Shule, Weitou, Wensu,
Yuli, Gumo, Wutanzi, Peilu Hou, Danhuan, Pulei, Pulei Hou, Xi
Qiemi, Dong Qiemi, Jie, Huhu, San, Cheshi Qien, Cheshi Hou,
Shiche Weidou, dan Cheshi Houcheng.
Loulan terletak di luar Gerbang Yumen, letaknya sangat strategis,
tak perduli apakah bangsa Xiongnu menyerang Dinasti Han, atau
Dinasti Han yang menyerang bangsa Xiongnu, mereka harus
melewati Loulan. Karena bangsa Loulan adalah bangsa
pengembara, adat istiadat mereka mirip dengan bangsa Xiongnu,
oleh karenanya mereka selalu bersekutu dengan Xiongnu,
wilayah mereka menjadi tempat bangsa Xiongnu menyerang
utusan atau pedagang Han. Akan tetapi, sejak kaisar yang
sekarang naik takhta, ia tak mau Dinasti Han terus bertahan
terhadap bangsa Xiongnu, tak mau menggunakan siasat heqin
untuk berdamai, dan tak mau bangsa Xiongnu menghalangi
ekspansi Dinasti Han ke barat, oleh karenanya ia mengutus duta
besar ke berbagai Negara Xiyu untuk menggalang perserikatan,
dan berusaha menundukkan mereka dengan berbagai hadiah
dan hukuman, Loulan adalah negara yang pertama mengalami
hal ini. Dahulu, A Die suka bercerita padaku tentang perbuatanperbuatan hebat putra langit Dinasti Han yang kini bertakhta, dan
A Die paling suka bercerita tentang bagaimana kaisar Han
menundukkan berbagai negara di Xiyu, setiap berbicara tentang
hal ini, mata A Die yang selalu nampak muram menjadi penuh
semangat, seakan Xiongnu cepat atau lambat akan menjadi
negara bawahan Han Agung. Akan tetapi, kalau Jiu Ye berbicara
tentang hal yang sama, selain keperkasaan Dinasti Han seperti
yang diceritakan A Die, kisahnya menjadi sama sekali lain.
Apabila utusan atau pasukan Dinasti Han pergi ke Negara-negara
di Xiyu, mereka sering harus melewati padang pasir di wilayah
Loulan yang disebut Bailongdui, padang pasir itu amat
berbahaya, di tempat itu angin sering meniup pasir hingga
berterbangan ke angkasa, pasir terbang itu bentuknya mirip
seekor naga, oleh karenanya, padang pasir itu dinamai
Bailongdui . Karena keadaan alam sangat banyak
berubah akibat badai pasir itu, para pejalan kaki sangat mudah
tersesat. Dinasti Han terus menerus memerintahkan Kerajaan
Loulan untuk menyediakan penunjuk jalan, air dan makanan,
namun utusan-utusan Han berulangkali memperlakukan para
penunjuk jalan itu dengan buruk, sehingga Kerajaan Loulan
keberatan dan tak bersedia mematuhi perintah Han Agung. Tak
nyana, dalam kemurkaannya, kaisar mengirim pembunuh untuk
dengan diam-diam membunuh raja Loulan saat itu.
Loulan yang terjepit diantara negara-negara besar, yaitu Dinasti
Han dan Xiongnu, berada dalam keadaan yang sulit, saat Han
Wudi murka, rakyat Loulan menderita, sedangkan kalau Shanyu
Xiongnu marah, rakyat Loulan pun sengsara, bahkan sampai
secara tragis harus menyerahkan dua pangeran sebagai sandera,
yang seorang dikirim ke Dinasti Han, dan yang seorang lagi
dikirim ke Xiongnu, demi keselamatan negara mereka.
Negara-negara Xiyu lain juga seperti Loulan, dengan hati-hati
berusaha tetap hidup diantara gencetan Dinasti Han dan
Xiongnu, kalau mereka melakukan satu kesalahan saja, negara
dan rakyat mereka akan binasa.
Saat Jiu Ye berbicara tentang hal-hal ini, walaupun ia mengagumi
kepandaian dan ketegasan kaisar Han dalam bertindak, namun ia
merasa lebih bersimpati pada negara-negara kecil di Xiyu yang
menderita. Sambil menatap mata Li Yan, aku bertanya, "Apa yang hendak
kau lakukan" Kau memang memiliki paras Baosi, tapi kaisar Han


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang bukan Raja You dari Zhou
". Li Yan berkata, "Aku mengerti, tapi sejak lahir aku telah
membawa dendam ibuku terhadap Dinasti Han. Karena majikan
ibu menolak perintah kurang ajar seorang duta besar Dinasti Han,
duta besar itu menyiksa majikan ibuku itu hingga tewas, dialah
ayah kandungku yang belum pernah kulihat. Ibuku baru hamil
sebulan, bentuk tubuhnya belum berubah, selain itu ia orang Han,
maka ia bersembunyi untuk menghindari maut. Selagi melarikan
diri, ia bertemu dengan ayah yang sedang berkelana di Xiyu
untuk mempelajari tarian dan lagu Xiyu, setelah ditolong ayah, ia
menikah dengannya. Ketika aku masih sangat kecil, ibu
membawaku pulang ke Xiyu untuk bersembahyang pada ayah. Di
padang pasir Bailongdui, ia menunjuk tempat-tempat dimana
ayah dicambuk dan dikubur hidup-hidup hingga mati perlahanlahan. Ibu selamanya tak bisa melupakan bagaimana ayah
dikubur orang Han di padang pasir dengan kejam, sampai tubuh
seorang tuan muda yang gagah sepertinya mengkerut menjadi
sebesar anak kecil. Ia mengambarkannya dengan begitu rinci
sehingga aku seakan melihatnya sendiri, setiap malam aku mimpi
buruk dan menangis hingga bangun, ibuku tersenyum dan
berkata bahwa itu adalah dendam ayah. Tahun demi tahun kami
pulang ke Loulan, dan setiap kali ibu tak memperbolehkanku
melupakannya". Mata Li Yan telah berlinangan air mata, namun ia masih
tersenyum, aku pun berkata, "Jangan tersenyum, jangan
tersenyum". "Ibu tak memperbolehkanku menangis, tak pernah
memperbolehkanku menangis, kata ibu air mata tak akan dapat
menyelamatkanku, maka aku harus tersenyum, terus tersenyum".
Li Yan menengadah, masih tersenyum.
Aku bertanya, "Apakah Li Shifu tahu tentang apa yang kau telah
alami?" "Saat ibu menikah dengan ayah, kakak kedua belum tahu apaapa, belum dapat mengingat, karena ibu berusaha menebus rasa
bersalahnya kepada ayah dengan perlakuannya pada kakak
kedua, walaupun kakak kedua tahu ia bukan anak kandung ibu, ia
menganggapnya ibu kandungnya sendiri. Saat itu kakak pertama
sudah dapat mengingat dan tahu bahwa aku bukan putri kandung
ayah, tapi tak tahu apa-apa tentang hal-hal lainnya. Ayah juga tak
tahu, ia tak pernah bertanya pada ibu tentang masa lampau". Li
Yan berbicara dengan pelan, matanya telah menjadi tenang dan
jernih. Aku bangkit dan berjalan mondar-mandir di ruangan itu dengan
perlahan, pikiranku bingung, apa yang harus kulakukan" Kita
semua mempunyai dendam, tapi ayah hanya ingin aku bahagia,
sedangkan ibu Li Yan hanya ingin ia membalas dendam.
Di luar kamar suara qin dan seruling masih saling bersahutan,
dengan samar-samar, kebahagiaan mengalir dalam lagu itu.
Matahari hampir terbenam, saat burung layang-layang pulang ke
sarangnya, dengan berpasang-pasangan meluncur dengan lincah
di angkasa biru, meninggalkan cicitan girang.
Aku bersandar di ambang jendela, memandang angkasa, dengan
lembut aku berkata, "Li Yan, menurutku paling baik kau lupakan
saja semua ini, ibumu adalah ibumu, ia tak dapat memaksamu
membalaskan dendamnya. Ia bukan seorang ibu yang baik, ia tak
boleh menyiksamu karena ia sendiri menderita. Kalau ayah
kandungmu adalah lelaki yang pantas dicintai seorang wanita, ia
hanya akan berharap kau bahagia, dan tak akan membuatmu
berkubang dalam dendam. Kalau kau memilih untuk membalas
dendam, maka hidupmu akan berakhir walaupun baru saja
dimulai. Karena musuhmu adalah Putra Langit Dinasti Han, kau
akan berhadapan dengan seantero Dinasti Han, untuk membalas
dendam kau harus mengorbankan seluruh hidupmu dan tak akan
dapat berbahagia". Li Yan mengumam pada dirinya sendiri, "Hidupku akan berakhir
walaupun baru dimulai". Ia terdiam untuk waktu yang lama, lalu
berkata dengan lembut namun tegas, "Terima kasih Jin Yu, tapi
aku tak melakukannya semata-mata karena dendam, tapi juga
karena aku putri Loulan dan cinta negeriku". Ia bangkit dan
berjalan ke sisiku, lalu memandang ke luar jendela,
"Pemandangannya sangat berbeda dengan Xiyu, namun sangat
indah". Aku mengangguk.
"Jin Yu, aku sangat bangga menjadi orang Loulan, saat matahari
terbenam, tak ada burung layang-layang yang terbang
berpasangan, namun ada pemandangan kawanan domba yang
pulang kandang, kita tak punya keramaian seperti di Dinasti Han,
namun kita punya api unggun dan suara nyanyian di tepi Sungai
Kongque, kita tak punya aturan kesopanan seperti bangsa Han,
namun kita punya suara tawa yang lantang dan pelukan yang
hangat......" Aku menimpalinya, "Kita tak punya barisan rumah yang berderetderet, namun kita dapat melihat langit dan bumi bertemu, kita tak
punya jalan luas dan rapi, namun kapan pun kita mau, kita dapat
meloncat ke punggung kuda dan memacunya".
"Langit dan bumi begitu luas, kami hanya ingin mengembalakan
ternak, menari dan menyanyi di tanah kami sendiri, kenapa
Dinasti Han tak dapat melepaskan Loulan, melepaskan kami?"
"Li Yan, apakah kau sudah membaca kitab Dao De Jing" Segala
sesuatu yang dilahirkan harus mati, di kolong langit ini tak ada
yang abadi, dahulu tak ada Dinasti Han, dan tak ada Loulan,
namun pada suatu hari mereka muncul, dan setelah banyak
tahun berlalu, Dinasti Han akan menghilang, persis seperti Dinasti
Shang dan Zhou". "Aku tak mampu berdebat tentang kitab denganmu, aku hanya
ingin bertanya padamu, kalau ada seorang muda yang akan
dibunuh orang, apakah kau berkata kepadanya, 'kalau kau tak
mati pada umur empat puluh tahun, kau akan mati di usia lima
puluh tahun, kalau kau tak mati pada umur lima puluh tahun, kau
akan mati pada usia enam puluh tahun, karena kau toh akan mati
juga, dan orang yang membunuhmu pun cepat atau lambat akan
mati juga, maka tak apa kalau kau sekarang mati dibunuh
olehnya, untuk apa melawan?"
"Zhuang Zi adalah seorang bijak yang sangat dihormati oleh kami
orang Han, ia pernah berkata, 'Apakah kau tahu tentang belalang
sembah yang dengan marah melambai-lambaikan lengannya di
depan kereta yang akan lewat di atasnya, tanpa tahu bahwa ia
tak dapat menghentikannya"' Ini adalah sebuah nasehat supaya
orang melupakan ambisi yang tak sesuai dengan keadaan
dirinya". "Aku sangat kagum pada belalang sembah itu, ia menghadapi
kereta besar tanpa takut sedikit pun. Loulan terletak di padang
pasir, tempat yang amat kecil, tak bisa dibandingkan dengan
Dinasti Han yang tanahnya luas dan subur, namun kalau kami
dilindas kereta, mau tak mau kami akan menjadi belalang
sembah itu, ' Aku berbalik dan memandang Li Yan, pandangan matanya
menatapku dengan tajam, dengan perlahan aku berkata, "Aku
sangat mengagumimu".
"Aku lebih membutuhkan bantuanmu".
"Sebenarnya, tak perduli aku membantumu atau tidak, kau akan
bisa masuk ke istana, sebelumnya mungkin tak ada jalan, tapi
sekarang kalau kau mengambil sedikit resiko dan muncul di
hadapan sang putri, ia tak akan menyia-nyiakan paras cantikmu".
"Kaulah yang menanggung bahaya dalam jalan masuk ke istana
melalui sang putri, masa aku orang yang tak tahu membalas
budi" Lagipula, kaulah orang yang paling dapat memasukkanku
ke istana dengan sempurna".
Aku terdiam sesaat, lalu mengambil keputusan, "Aku akan
berusaha sebisaku, namun mengenai apa yang terjadi setelah itu,
maaf, aku tak bisa berbuat apa-apa. Kau boleh melakukan
apapun yang kau inginkan, namun kalau kau ingin membunuh
kaisar, kalaupun kau berhasil, apalah artinya" Permaisuri Wei
sudah mempunyai seorang putra, Jenderal Besar Wei menguasai
pasukan yang sangat besar, bersama ketiga putranya, keluarga
Wei mempunyai empat adipati, selain itu masih ada kakak ipar
permaisuri, Gongsun He, sedangkan adik iparnya, Chen
Zhangdou, adalah seorang menteri. Seorang kaisar pergi, lalu
digantikan seorang kaisar lain, dan kau masih tetap tak bisa
mencegah ekspansi Dinasti Han ke barat. Lagipula, kalau kau
berusaha membunuh kaisar, tak perduli kau berhasil atau tidak,
saudara-saudaramu dan aku, bahkan semua saudari di rumah ini,
akan ikut dikubur denganmu".
Li Yan tersenyum manis, "Aku tak mungkin berbuat seperti itu,
aku sama sekali tak bisa ilmu silat, cara itu terlalu bodoh, dan tak
memecahkan masalah. Kenapa kau memutuskan untuk
membantuku masuk ke istana?"
Aku berpikir untuk sesaat, ketika berpikir tentang Jiu Ye, dalam
benakku samar-samar muncul sebuah ide, akhirnya, sambil
mengangkat bahu aku berkata, "Entahlah, aku ingin tahu apa
yang terjadi selanjutnya, aku tak berpihak pada siapapun, aku
dapat memilih untuk mendukung siapapun yang aku sukai".
Perkataanku mengandung maksud lain, namun sepertinya Li Yan
sudah tahu kenapa aku mendukungnya, dengan pandangan
penuh arti, ia mengenggam tanganku, untuk beberapa saat ia tak
berkata apa-apa, lalu dengan suara mantap ia berkata, "Aku tak
pernah berani mengungkapkan beban dalam hatiku pada
siapapun, ini adalah untuk pertama kalinya aku merasa begitu
lega". Aku mencibir ke arah kamar Li Yannian, lalu berkata sembari
tersenyum, "Kakakmu sedang main apa dengan Fang Ru?"
Li Yan menelengkan kepalanya dan mendengarkan permainan
qin kakaknya, lalu tersenyum penuh arti dan berkata dengan
menawan, "Semua ini salahmu, kau menyuruh kakak mengubah
lagu baru dan mengajar Fang Ru dan yang lainnya
menyanyikannya, kurasa ia sedang mengajar Fang Ru
memahami arti lagu itu secara mendalam!"
Wajahku tercengang, aku tak dapat berkata apa-apa, aku pun
berbalik dan berkata, "Ayo kembali dan makan dulu". Li Yan
mengikutiku keluar ruangan, sambil berjingkat-jingkat, ia berjalan
ke depan jendela kamar Li Yannian dan mengintip ke dalamnya,
lalu melambaikan tangannya untuk memberiku isyarat agar ikut
melihat, aku menggeleng seraya berpura-pura memetik qin
sambil tersenyum, lalu kembali mengoyang-goyangkan kepalaku
dengan wajah mabuk kepayang karena mendengar suara
seruling, lalu, sambil tersenyum, aku pun keluar dari halaman.
Ketika aku masuk ke kamar Hong Gu, gadis pelayan telah selesai
menata mangkuk dan sumpit, begitu melihatku, Hong Gu
mengomel, "Apa yang kau lakukan" Kalau kau tak datang-datang
juga, aku akan makan dulu dan meninggalkan sisa lauk
untukmu". Sambil mencuci tangan aku berkata, "Aku sedang berbicara
dengan Li Yan sehingga agak terlambat".
Hong Gu menelengkan kepalanya, seakan teringat akan sesuatu,
dari saku dadanya ia mengeluarkan sehelai sapu tangan sutra
dan memberikannya padaku, "Kebetulan aku sedang ingin
berbicara tentang dia".
Aku mengamati sapu tangan itu, seharusnya warnanya hijau
seperti bambu, tapi karena sudah dipakai bertahun-tahun,
warnanya telah luntur menjadi keputihan, kelihatannya penuh
kenangan. Sapu tangan yang dipakai seorang wanita biasanya
bersulam bunga atau rumput, namun sulaman sapu tangan ini
nampak unik, sepintas seperti sulur yang tergantung di atas
tebing, namun sebenarnya adalah huruf 'li'. Huruf itu bagai
benang sutra, anggun dan cantik, jahitannya amat teliti, namun
setajam mata pedang yang dingin.
Aku memandang Hong Gu dengan heran, ia pun menjelaskan,
"Sapu tangan ini tak sengaja dipungut Tuan Muda Ketiga Li di
halaman, ia memberikannya padaku dan bertanya, siapa
empunya sapu tangan ini" Walaupun di rumah kita masih ada
seorang nona bermarga Li lagi, namun sapu tangan yang begitu
istimewa ini tentunya milik Li Yan. Karena aku tak tahu apa
rencanamu untuknya, aku tak berani memberitahu Tuan Muda Li,
dan hanya berkata bahwa aku akan mencari tahu dahulu".
Aku mempermainkan sapu tangan itu tanpa berkata apa-apa,
beberapa saat kemudian Hong Gu kembali berkata, "Ayah Tuan
Muda Ketiga Li adalah Jenderal Li Guang, salah satu dari
sembilan menteri, pamannya Adipati Anle Li Cai lebih tinggi lagi
kedudukannya. Walaupun ia lahir di keluarga pejabat tinggi,
namun ia sama sekali tak seperti Tuan Muda Huo, sama sekali
tak sombong, kepandaiannya di bidang sastra dan militer
menonjol di antara tuan-tuan muda Chang'an. Saat ini kita sering
berperang dengan Xiyu, kemungkinan besar ia akan diangkat
menjadi adipati atau jenderal. Sebuah huruf 'li' saja sudah
membuatnya jatuh cinta, kalau ia melihat wajah Li Yan yang luar
biasa dan sikapnya yang anggun, jangan-jangan ia akan rela
menyerahkan jiwanya pada Li Yan, tak ada jalan keluar yang
lebih baik daripada menikahinya". Sambil tersenyum, Hong Gu
menggeleng, "Wanita berparas seperti Li Yan sulit dicari di dunia
ini, asalkan ia mau menggunakan wajahnya untuk menarik lelaki
itu, siapa yang dapat melawannya?"
Mula-mula aku bermaksud untuk memberikan sapu tangan itu
pada Tuan Muda Ketiga Li, namun setelah mendengar perkataan
itu, aku berubah pikiran dan menyimpannya di saku pinggangku,
"Carilah sembarang nona bermarga Li, lalu biarkan Tuan Muda Li
melihatnya, katakan saja bahwa sapu tangan itu miliknya".
Setelah selesai berbicara, aku menunduk dan mulai makan. Dari
tulisan di sapu tangan itu, Li Gan merasa bahwa pembuatnya
adalah seorang wanita yang anggun, ia tentu mempunyai
harapan yang tinggi, namun begitu melihat wanita itu ia pasti
akan kecewa, kalau ia lantas putus asa, ini adalah suatu hal yang
yang baik. Untuk sesaat, Hong Gu tertegun, melihatku hanya makan saja, ia
menggeleng sembari menghela napas, "Aku benar-benar tak
mengerti apa maksud kalian, melihat caramu memperlakukan Li
Yan, kau tentunya ingin mengangkatnya, tapi sampai sekarang
kau belum melakukan apapun. Kalau Tuan Muda Li tak masuk
hitungan, di Chang'an ini sangat sulit untuk mencari calon yang
lebih baik". Setelah Hong Gu selesai berbicara, ia mengambil sumpit dan
mulai makan, namun mendadak ia berhenti dan menatapku
dengan tajam, wajahnya penuh rasa terkejut, aku menganggukangguk dan kembali menunduk untuk makan. Dengan mulut
penuh makanan, ia tertegun untuk beberapa lama, lalu akhirnya
menghela napas dengan penuh perasaan dan berkata, "Kalian
berdua, kalian berdua......."
Setelah selesai makan, aku dan Hong Gu membicarakan urusan
bisnis rumah hiburan, lalu aku segera kembali ke kamarku.
Rembulan sudah berada di atas pucuk pohon liu, namun Xiao
Tao dan Xiao Qian belum kembali, namun saat aku sudah tak
sabar menunggu lagi, Xiao Qian mendarat di ambang jendela,
aku melambaikan tanganku dan ia pun hinggap di lenganku,
sambil tersenyum, aku membuka gulungan sutra yang terikat di
kakinya, gulungan sutra itu bertuliskan huruf-huruf yang amat


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil. 'Xiao Tao kenapa" Kenapa kau berubah menjadi gagak hitam
begini" Kalau kalian berkelahi, akulah yang menderita. Hari ini
aku memakai jubah putih dan Xiao Tao mendarat di tubuhku,
walaupun tintanya sudah separuh kering, tapi aku masih kena
cipratan tinta, hancurlah jubah putihku, aku harus bersusah payah
mencucinya. Kemarin katanya tenggorokanmu tak enak, apakah
kau sudah merebus obat sesuai dengan resep yang kuberikan"'
Aku mengambil secarik kain sutra yang telah dipotong
sebelumnya, lalu menulis di atasnya, 'Kau tak boleh
memanjakannya, sekarang dia sama sekali tak takut padaku,
dimarahi sedikit saja ia kabur. Tenggorokanku sudah jauh lebih
baik, hanya saja huanglian agak pahit, sehingga kukurangi di
rebusan kedua'. Setelah selesai menulis, aku mengikatkan
potongan kain itu di kaki Xiao Qian, lalu melemparkannya agar ia
terbang pergi. Setelah memandangi Xiao Qian menghilang di tengah kegelapan
malam, aku menunduk melihat jambangan tanah liat di
hadapanku, bunga jinyin mengambang di atas air, putih
berselang-seling dengan emas, di bawah sinar lentera nampak
amat indah, aku menuang air putih, minum beberapa teguk,
mengambil secarik kain lagi, lalu kembali menulis, "Setelah
membaca buku, aku baru tahu bahwa bunga jinyin ternyata
memiliki sebuah nama lain, yaitu Yuanyang Teng, ketika
bunganya mekar, warnanya yang mula-mula putih berubah
menjadi kuning, ketika bunganya berwarna putih seperti perak,
ketika berwarna kuning seperti emas. Emas dan perak saling
kontras satu sama lain, sangat indah, oleh karenanya mereka
dinamai bunga jinyin . Karena dalam satu batang ada
dua macam bunga, benang sari mereka menjulur ke luar dengan
berpasangan, selalu bersama, bagai jantan dan betina yang
berpasangan, dan seperti sepasang bebek mandarin yang
sedang menari, oleh karenanya mereka juga disebut Yuanyang
Teng ?"..Hari ini aku telah memutuskan akan
memasukkan Li Yan ke istana, aku hanya menuruti keinginannya
untuk meraih kesempatan, aku tak bisa menghalangi langkahnya,
lagipula ia telah berani memberitahukan identitasnya padaku, aku
tak bisa menolaknya begitu saja. Karena hal ini sudah tak bisa
diubah lagi, sebelum aku tahu identitas dan maksudmu, tak ada
jeleknya untuk membiarkannya berhutang budi padaku. Di
kemudian hari, mungkin tujuan kami akan sama, mungkin juga
tidak, hari ini aku tak berjanji padanya, dan ia juga tak
mendesakku. Sepertinya yang diinginkannya hanya bantuanku
saja, dan kalau aku sudah berjanji membantunya, ia akan
berhutang budi padaku. Sebenarnya aku tak tahu apakah yang
tindakanku ini benar atau tidak, namun perasaanku terhadap Li
Yan rumit, selain kagum juga bersimpati, dan mungkin aku juga
merasa kecewa pada diriku sendiri, seperti kata seseorang
padaku, ia benar-benar lebih kuat dariku".
Hatiku terasa pedih, aku sukar menorehkan kuas tulisku, lebih
baik aku meletakkannya saja, aku pun mengambil kotak bambu
yang telah penuh berisi berhelai-helai kain, dan setelah menulis
tanggal di secarik kain itu, aku memasukkannya ke dalam kotak
bambu. Sejak aku memutuskan untuk menuliskan pengalamanku,
tak terasa aku sudah menulisi begitu begitu banyak helai kain.
Xiao Qian hinggap di atas meja, aku cepat-cepat menaruh kotak
bambu itu di dalam lemari dan menguncinya, lalu mengurai
potongan kain yang terikat di kaki Xiao Tao, "Huanglian dua qian,
sheng zhizi dua qian setengah, sheng gancao setengah qian,
rebus dengan api kecil, minum airnya. Dosis huanglian sudah
paling kecil, tak bisa dikurangi lagi, kalau masih terasa pahit,
tambahkan sedikit madu. Xiao Tao tak mau pulang, dan janganjangan Xiao Qian juga tak mau pulang, tidurlah sedikit lebih
cepat". Jari tanganku mengelus kepala Xiao Qian, "Dasar tak punya
pendirian". Xiao Qian menelengkan kepalanya dan
memandangku, aku melambai-lambaikan tanganku, "Cari istrimu
yang cantik sana!" Xiao Qian mementang sayapnya dan berlalu.
-----------------------Aku bersujud pada Putri Pingyang yang sedang duduk dengan
tegak di bangku, sang putri pun mengangkat tangannya untuk
menyuruhku berdiri, "Kau sengaja datang untuk mohon bertemu,
ada apa?" Aku bersimpuh di sebelah kanannya dan berkata, "Hamba
hendak mohon petunjuk gongzhu tentang sesuatu". Setelah
berbicara, aku duduk diam sambil menunduk, sambil memandang
ke bawah, sang putri minum seteguk teh, lalu melambaikan
tangannya untuk menyuruh pelayan dalam ruangan itu keluar.
"Bicaralah!" "Ada seorang wanita yang parasnya jauh melebihi hamba, sangat
pandai menari, cerdas dan pandai menyanyi", seraya
membungkuk aku menjawab. Sang putri tersenyum dan berkata, "Sekarang kau mengelola
empat rumah hiburan, di rumah hiburan wanita cantik amat
banyak, wanita yang mendapatkan pujianmu tentunya bukan
wanita biasa". Aku berkata, "Dia adalah adik Li Yannian, gongzhu sudah pernah
mendengar permainan qin Li Yannian, walaupun permainan qin
wanita ini tak sebaik kakaknya, namun juga luar biasa".
Sang putri berkata, "Asalkan ia punya enam atau tujuh bagian
kepandaian Li Yannian saja, ia akan menjadi termasyur di
Chang"an". Aku menjawab, "Kurasa ia memiliki delapan bagian kepandaian
kakaknya". Sang putri mengangguk, setelah terdiam sesaat ia berkata,
"Bawa dia menemuiku".
Aku berkata sembari menempelkan sepasang tanganku di lantai
untuk bersujud pada sang putri, "Mohon gongzhu memberi
hamba sedikit waktu, hamba hendak memoles batu kumala cantik
itu, untuk memastikan bahwa ia sempurna".
Sang putri berkata, "Untuk apa kau begitu tergesa-gesa
memberitahuku?" Aku berkata, "Menurut kitab ilmu perang, "Seorang jenderal yang
menang perang memperhitungkan segalanya dengan seksama di
markasnya; jenderal pecundang tak melakukannya!" Hamba
hanya dapat mempersiapkan senjata, namun pelaksanaannya
seluruhnya berada di tangan gongzhu".
"Perkataanmu sangat terus terang, agak mirip gaya Qubing".
"Gongzhu memang bijaksana dan penuh perhatian, sehingga
hamba tak usah berbicara dengan berputar-putar, dan malahan
membuat gongzhu memandang rendah hamba".
Sang putri berpikir dengan tenang untuk beberapa saat, lalu
berkata, "Kabarnya uang yang kau gunakan untuk membeli
rumah-rumah hiburan itu setengahnya berasal dari pinjaman
gadis-gadis di rumah hiburanmu, dan kabarnya kau telah
membuat perjanjian tertulis bahwa kau akan mengembalikannya
dalam waktu setahun, dan memberikan bunga dua puluh persen,
sedangkan kalau kau mengembalikannya dalam dua tahun, kau
akan memberikan bunga lima puluh persen".
"Benar, hamba tak bisa langsung mengumpulkan uang sebanyak
itu, tapi juga tak bisa melewatkan kesempatan bisnis yang begitu
baik ini, maka mau tak mau terpaksa berbuat demikian".
Sang putri berkata, "Langkah terpaksamu ini sangat cemerlang,
usaha Luoyu Fang berkembang pesat, setelah melihatnya, gadisgadis di rumah hiburan lain akan mempertaruhkan harta mereka
padamu, kata "keuntungan" menghimpun pasir yang berserakan
menjadi satu untuk mencapai tujuan bersama, setelah ini mereka
mau tak mau akan mendukungmu, asalkan dukungan sudah
didapat, usahamu sudah separuh berhasil. Pergilah! Melihat
caramu bertindak, aku yakin kau tak akan mengecewakanku, aku
akan menunggu untuk melihat batu kumala cantikmu itu".
Di luar kamar awan gelap memenuhi angkasa, guntur
menggelegar, hujan turun dengan deras, di dalam kamar, di
bawah cahaya lilin besar, tiga orang duduk mengelilingi meja.
Dengan wajah serius aku berkata pada Li Yan, "Beberapa hari
yang lalu, aku telah menemui sang putri, mulai hari ini, dalam
waktu yang singkat, kau harus mempelajari semua yang
kuajarkan padamu sampai selesai". Li Yan mengangguk, "Aku
ingin tahu apa yang harus kupelajari".
Aku menunjuk rak buku di samping kiriku, "Ini Kitab Ilmu Perang
Sunzi, semuanya terdiri atas tujuh ribu empat ratus tujuh puluh
enam huruf, terbagi atas tiga belas bab, yaitu Menyusun
Rencana, Melaksanakan Perang, Mempersiapkan Penyerangan,
Menempatkan Pasukan, Menggunakan Kekuatan, Titik Lemah
dan Titik Kuat, Mengerakkan Pasukan, Berbagai Siasat,
Pergerakan Pasukan, Macam-Macam Medan, Sembilan Situasi,
Serangan Dengan Api, dan Mengunakan Mata-Mata, aku ingin
kau menghafalkannya luar kepala. Hari ini kita akan membaca
Menyusun Rencana. Medan perangmu berada dalam istana, kau
harus bertempur melawan kaisar, dan melawan wanita-wanita
cantik lain, ini adalah perang tanpa debu dan asap, namun
bahayanya tak kalah dari perang antar negara. Kaisar sudah
bertakhta selama enam belas tahun, tahun ini ia berusia tiga
puluh enam tahun, usia puncak seorang pria dalam segala hal,
kepandaian sastra dan militernya sama sekali tak lemah, caranya
bertindak luar biasa, kadang-kadang berdarah dingin, kadangkadang halus dan penuh cinta. Ibunya, Permaisuri Wang,
sebelum menikah dengan kaisar sebelumnya sudah melahirkan
seorang putri untuk keluarga Jin, bahkan permaisuri sendiri tak
suka membicarakannya, akan tetapi, setelah mendengar
tentangnya, kaisar secara pribadi mencari saudari lain ayahnya
itu, dan tanpa memperdulikan protes para menteri memberinya
gelar bangsawan". Dengan tenang Li Yan memperhatikan gulungan-gulungan
bambu di rak buku itu, setelah beberapa saat, ia mengangguk
dengan perlahan dan mantap, lalu berkata, "Karena kaisar adalah
musuh yang hendak kutaklukkan, dan juga satu-satunya sekutu
yang dapat kuandalkan, perang diantara kami adalah perang hati
lelaki dan wanita. Aku belum pernah punya pengalaman intim
dengan lelaki, sedangkan ia sudah mencicipi seribu wanita,
dalam perang hati ini, kalau aku kehilangan hatiku sendiri, aku
sudah akan kalah, benar bukan?"
Aku menghela napas dengan pelan, lalu menunjuk ke rak buku di
sebelah kananku, "Ini adalah Kitab Obat Kaisar Kuning, Kitab
Sunu, Sepuluh Pertanyaan, Cara Menyerasikan Yin dan Yang,
dan Tianxia Zhidao Tan".
Li Yan agak terkejut, "Sepertinya Kitab Obat Kaisar Kuning
adalah kitab pengobatan, sedangkan yang lainnya belum pernah
kudengar, apakah aku harus belajar ilmu pengobatan?"
Aku berkata, "Kecantikan berkurang seiiring berlalunya waktu,
kita tak bisa mengelak dari usia, namun kita dapat berusaha
sebisanya untuk menundanya, Kitab Obat Kaisar Kuning secara
khusus menjelaskan tentang tubuh wanita, kau dapat
menggunakannya untuk merawat dirimu sendiri, tapi yang
terpenting adalah.........", aku mendehem-dehem, sambil menatap
meja aku berkata, "Yang terpenting adalah......buku-buku lainnya
tentang.......tentang......." Hong Gu yang selama ini duduk di
samping tanpa berkata apa-apa tersenyum dan berbicara
untukku, "Tentang 'Seni Kamar Tidur' dan 'Jalan Berhubungan
Dengan Yin'". Wajahku dan wajah Li Yan menjadi merah padam, sambil
menatap hidangan di atas meja, dengan lirih Li Yan bertanya,
"Xiao Yu, apakah kau sudah membacanya?"
Dengan terbata-bata aku berkata, "Belum". Ketika berpikir
tentangnya jantungku berdebar-debar. Pada dasarnya buku
adalah benda langka, dan buku-buku seperti itu tak bisa dibeli di
sembarang tempat. Walaupun Hong Gu pernah mendengar
tentang buku-buku itu, dan ingin aku membelinya, namun ia
sebenarnya belum pernah melihatnya, dan hanya memberitahuku
bahwa buku-buku itu disimpan di perpustakaan rumah para
bangsawan Chang'an. Aku berpikir bahwa perpustakaan
terlengkap berada di istana, maka aku tak punya pilihan lain
selain mencari Huo Qubing.
.................... "Aku mohon bantuanmu untuk mencari beberapa buku", aku
berkata sembari memandang ke tikar di bawahku.
Huo Qubing sedang bersandar pada bantalan, dengan kemalasmalasan ia bertanya, "Buku apa" Jangan-jangan buku ilmu
perang?" Kepalaku menunduk semakin dalam, suaraku menjadi selirih
dengingan nyamuk, "Bukan".
Dengan bingung ia bertanya, "Hari ini kau kenapa" Kalau ada
masalah, kenapa tak bisa langsung kau katakan saja" Kenapa
mengumam-gumam saja?"
Aku menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara yang
amat lirih, "Ada........ada.......hubungannya dengan
masalah.......lelaki......lelaki dan perempuan".
Huo Qubing sekonyong-konyong duduk dengan tegak dan
memandangku dengan tercengang, kepalaku menunduk dalamdalam, mataku menatap tikar lantai, aku tak berkata apa-apa,
namun aku merasa bahwa bahkan leherku pun terasa panas
membara, wajahku tentunya merah padam.
Mendadak ia menelengkan kepalanya sambil tersenyum, sambil
menyengir ia berkata, "Itu" Apa itu" Aku tak paham kau bicara
tentang apa. Katakanlah sekali lagi dengan agak lebih jelas".
Aku segera bangkit, hendak pergi, "Lupakanlah!"
Sambil mencengkeram lengan bajuku, ia tersenyum dan
bertanya, "Untuk kau baca sendiri, atau untuk orang lain?"
Aku tak berani menoleh untuk memandangnya dan terus
memunggunginya, sambil menunduk aku berkata, "Untuk orang
lain". Sambil tertawa ia berkata, "Buku semacam itu, jangan-jangan di
istana juga hanya ada satu, aku harus mencari orang untuk
menyalinnya dahulu, beberapa hari lagi aku akan memberikannya
padamu. Kau juga ikutlah membaca, di kemudian hari akan
banyak manfaatnya, kalau ada yang tak kau mengerti, aku
dapat......." Sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, aku
telah menarik lengan bajuku keras-keras, lalu cepat-cepat pergi.
.................... Aku dan Li Yan duduk sambil menunduk, sambil tersenyum
mengejek Hong Gu berkata, "Kalian berdua jarang kelihatan
malu-malu, sehari-hari kalian selalu cerdik dan kalem, tapi
sekarang sepatah kata pun kalian tak ucapkan. Li Yan kau harus
segera mulai, masih sangat banyak yang harus kita kerjakan".
Dengan suara pelan Li Yan berkata, "Aku akan membacanya,
terima kasih atas jerih payah Hong Gu".
Hong Gu tersenyum seraya mengangguk-angguk, "Aku juga akan
pergi ke rumah bordil dengan membawa banyak uang untuk
minta beberapa wanita yang paling mahir dalam seni ini untuk
datang memberi pelajaran padamu. Sebelum pelajaran dimulai,
aku akan menyuruh orang menutupimu dengan sketsel, pertama,
supaya mereka tak tahu siapa murid mereka, dan kedua, supaya
saat mendengarkan pelajaran sendirian, kau tak terlalu jengah,
kau harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh". Dengan


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajah merah padam, Li Yan mengangguk.
Hong Gu memandang Li Yan, lalu memandangku, ia tersenyum
licik, sepertinya sangat puas melihat kejengahan kami, "Yu er,
lebih baik kau sekalian belajar bersama Li Yan! Toh cepat atau
lambat akan berguna". Aku menatap Hong Gu dengan tajam,
namun Hong Gu berkata sembari tersenyum, "Apa aku salah
bicara" Masa nanti tak ada lelaki yang kalian sukai" Kalian tak
akan?"" Hari ini Hong Gu sedang bertekad menggodaku, aku tak lagi
berani membiarkannya terus berbicara dan segera memotong
perkataannya, "Hong Gu, aku ingin bicara berdua dengan Li Yan".
Hong Gu segera berhenti menyengir, lalu bangkit dan pergi.
Aku mengambil cermin tembaga dan menaruhnya di depan Li
Yan, "Ibumu mengajarimu menari dan menyanyi, dan
mengajarimu bersikap dan bergerak dengan anggun, tapi ia lalai
mengajarimu beberapa hal. Pandangan matamu boleh
menggoda, boleh cemburu, boleh sedih dan berduka, tapi tak
boleh dingin, dan terlebih lagi tak boleh dingin seperti mata
pedang, kalau kau bahkan tak bisa menyembunyikan maksudmu
dariku, bagaimana kau bisa menyembunyikannya dari sang
baginda" Pergilah berjalan-jalan ke ladang dan lihatlah wajah
gadis-gadis desa berumur enam atau tujuh belas tahun,
perhatikan mata mereka, lalu perhatikanlah matamu sendiri. Aku
juga bukan gadis berusia enam atau tujuh belas tahun biasa dan
tak bisa membantumu dalam hal ini, kau harus mempelajarinya
sendiri dengan tekun".
Tanpa berkata apa-apa, Li Yan berpikir sejenak, "Aku pasti akan
melakukannya". Aku berkata, "Ibumu tak memperbolehkanmu menangis, tapi
sejak saat ini aku ingin kau menangis, ingin kau dapat
meneteskan air mata kapan saja, kau tak hanya harus menangis,
namun juga menangis dengan menawan, menangis dengan
cantik, bagai bunga pir terkena hujan atau bunga apel yang
dibasahi embun. Kabarnya, ketika kaisar untuk pertama kalinya
membawa Wei Zifu ke istana, karena Permaisuri Chen tak setuju,
serta dihalangi ibu A Jiao dan keluarga Putri Guantao yang
berkuasa, selama lebih dari setahun, kaisar tak menemui Wei
Zifu, setelah mereka bertemu kembali, Wei Zifu menangis mohon
kaisar membiarkannya pergi dari istana. Aku yakin bahwa kau
pasti telah mendengar cerita ini, apa yang terjadi kemudian, kita
semua sekarang tahu. Air mata dan senyum adalah senjatamu,
kau harus belajar menggunakannya".
Li Yan menarik napas panjang, lalu mengangguk-angguk.
Aku termenung sejenak untuk memikirkan apakah masih ada
yang perlu ditambahkan, "Secara garis besar begitu, hal-hal
lainnya boleh dikatakan enteng, setiap hari kalau ada waktu
luang, aku akan menceritakan cerita-cerita tentang kaisar sejak
kecil hingga dewasa yang kudengar dari orang, walaupun kau
sudah pernah mendengarnya, namun kau dapat menelitinya dan
mengabungkannya dengan ilmu perang yang sedang kau
pelajari, untuk memahami watak kaisar dengan seksama".
Setelah selesai mendengarkanku, Li Yan berdiri, dengan hati-hati
merapikan bajunya, lalu dengan khidmat berlutut untuk
menghormat padaku. Aku hendak menariknya berdiri, namun ia
mencengkeram tanganku seraya berkata, "Biarkan aku
menyelesaikan penghormatanku karena kelak kau harus berlutut
padaku, hanya dengan berbuat seperti ini aku dapat
menunjukkan rasa terima kasihku padamu". Maka aku menarik
tanganku dan dengan tanpa berkata apa-apa menerima
penghormatannya. -----------------------------Begitu buah bunga jinyin yang telah masak datang, aku
menyuruh tukang kebun menanamnya di taman kecil yang baru
saja kubuat, musim semi tahun depan ia akan bertunas. Aku ingin
mengajakmu melihatnya saat bunganya mekar, apakah kau akan
datang" Apakah aku juga harus menanamnya di Wisma Shi" Kau
memperlakukanku dengan begitu baik, setiap pertanyaanku kau
jawab dengan seksama, semua permintaanku, asalkan tak ada
kaitannya dengan Perusahaan Shi, selalu kau kabulkan. Tapi,
dimana sebenarnya tempatku di dalam hatimu" Kadang-kadang
aku merasa kau berjalan makin jauh, namun ketika aku hendak
mengangsurkan tanganku, kau tiba-tiba berbalik dan semakin
jauh meninggalkanku, kenapa"
Aku berhenti menorehkan kuas tulisku dan merenung sejenak,
benar! Kenapa" Apakah aku harus selamanya menebak-nebak isi
hatinya" Aku mengambil kotak bambu, dengan hati-hati menaruh
potongan sutra di dalamnya, lalu bangkit dan keluar dari kamar
tidur. Di dalam kamar belajar, Li Yan sedang membaca buku di bawah
cahaya lentera, setelah aku berdiri di ambang pintu untuk
beberapa lama, ia baru dengan terkejut menyadari kehadiranku
dan menengadah memandangku, "Apakah kau ingin aku
menghafalkan isi buku ini?" Aku menggeleng-geleng, lalu masuk
ke dalam dan duduk di hadapannya.
Aku berkata, "Bolehkah aku mengajakmu menemaniku bertanya
mengenai suatu hal pada Li Shifu?" Li Yan berkata, "Tentang hal
apa" Aku tahu semua urusan kakakku, tanya saja padaku, akan
lebih cepat daripada menanyainya". Aku mempermainkan lengan
bajuku sendiri, "Maksud hati seorang lelaki harus dikatakan
sendiri oleh seorang lelaki, pikiran seorang wanita belum tentu
sesuai dengan pikiran lelaki, lagipula kakakmu kebetulan
sedang?"." Aku menahan lidahku dan memandang Li Yan,
"Apakah kau akan menemaniku atau tidak?"
Li Yan tersenyum dan berkata, "Kalau bisa bermalas-malasan,
kenapa tidak?" Setelah berbicara, ia melemparkan buku dan
bangkit, sambil mengunci pintu aku berkata, "Setelah kau pergi,
aku akan membereskan benda-benda ini, tak usah repot-repot
seperti ini". Wajah Li Yan merona merah.
Tiba-tiba aku merasa sangat ingin tahu, sambil mengenggam
tangannya, aku berjalan sembari berbisik di telinganya, "Apa
sebenarnya yang kau pelajari?" Li Yan mendorongku ke
belakang, lalu melangkah dengan cepat, aku cepat-cepat
mengejarnya dan mengayun-ayunkan tangannya, "Ayo katakan!"
Li Yan berkata dengan suara pelan, "Kalau kau begitu ingin tahu,
ikutlah mendengarkan pelajaran, bukankah kau akan tahu?"
Sambil menahan tawa aku berkata, "Aku tak punya waktu untuk
melakukannya, aku hanya ingin mempelajari intinya saja, setelah
kau selesai belajar, beritahu aku".
Li Yan mengibaskan tanganku, "Kau benar-benar tak tahu malu!
Bahkan ibu-ibu pun tak berbicara tentang hal itu, hanya
memikirkannya saja, kalau sampai ketahuan, kau pasti tak laku
kawin". Aku mendehem, tak menjawab.
Setelah berjalan dengan diam beberapa saat, Li Yan menarik
tanganku, "Walaupun kau tak tahu usiamu sendiri dengan pasti,
tapi kurasa hampir sama denganku, kau jangan berlama-lama
mengurus usaha, kau juga harus merencanakan sisa hidupmu
dengan hati-hati, kau tak punya ayah ibu yang mengaturnya
untukmu, dan kau sendiri juga bersikap masa bodoh, apa kau
ingin menunggu sampai tua" Aku belum pernah melihat majikan
Perusahaan Shi, tapi kulihat kau bersikap sangat hati-hati
padanya, tentunya ia bukan orang biasa, kalau usianya cocok,
dan dia juga belum mengambil istri, kau lebih baik?""
Aku mencubit pipinya dengan lembut, "Gadis baik, kau sendiri
akan menikah sehingga tak senang melihat orang lain bebas". Li
Yan mendengus dengan dingin, "Air susu dibalas air tuba!".
Saat kami masuk ke pintu, Fang Ru baru saja hendak keluar,
begitu melihat kami berdua, ia menunduk dan berkata dengan
lirih, "Aku datang untuk minta Li Shifu mengajariku sebuah lagu".
Aku menggeleng seraya berkata, "Aku sama sekali tak bertanya,
tapi kenapa kau buru-buru mencari alasan" Sepertinya agak......."
Dalam kegelapan, Li Yan mencubit lenganku, setelah
menghormat tanpa berkata apa-apa pada Fang Ru, ia menarikku
agar aku memberi jalan pada Fang Ru, lalu mengangsurkan
tangannya untuk mempersilahkan Fang Ru pergi dahulu.
Fang Ru membungkuk padaku, lalu cepat-cepat pergi, aku
mengerenyitkan hidungku ke arah Li Yan, "Dia belum jadi kakak
iparmu! Sudahlah, dengan dukunganmu, kelak di rumah hiburan
kita akan ada seorang ibu suri".
Li Yan memelototiku, "Fang Ru dan kakakku keduanya adalah
orang yang berperasaan halus dan anggun, tak seperti kau si
berandalan ini". Dari dalam kamar Li Yannian bertanya, "Adik, apa kau sudah
pulang?" Li Yan menjawab, "Ini aku! Kakak, ada Yu Niang juga". Begitu
mendengarnya, Li Yannian segera keluar untuk menyambutku.
Li Yannian menuangkan air putih untukku, lalu dengan merendah
berkata, "Aku tak minum teh, hanya minum air, oleh karenanya
aku hanya dapat menyuguhkan air untuk tamu".
Sambil tersenyum Li Yan berkata, "Kakak, dia ingin bicara
denganmu". Dengan tenang Li Yannian memandangku, menungguku
berbicara. Aku menunduk, tanpa sadar, jari tanganku membuat
lingkaran di atas tikar. "Bagaimana tanggapan orang istana?"
Li Yannian berkata, "Karena direkomendasikan oleh Putri
Pingyang, mereka semua sangat sopan padaku".
"Kabarnya, setelah mendengarkan permainan qinmu, Yang Mulia
sangat kagum". Sambil tersenyum hambar, Li Yannian berkata, "Ia memberiku
hadiah, tapi aku tak tahu ia kagum pada permainanku atau tidak".
Aku berkata, "Apakah kau merasa repot kalau tinggal di sini dan
harus pulang pergi ke istana?"
Sebelum Li Yannian sempat menjawab, Li Yan dengan tak
sabaran telah memotong perkataannya, "Jin Yu, apa yang
sebenarnya ingin kau tanyakan" Masa kau ingin bertanya setiap
hari kakakku makan apa?"
Li Yannian melirik adiknya, lalu dengan sabar menjawab, "Untuk
pulang pergi ada kereta, mudah sekali".
Aku menuang air, minum dua teguk, menaruh cawan di atas
meja, lalu menengadah memandang Li Yannian, "Begini, ada
orang yang sangat tertutup, tapi suka musik, dan ada seorang
gadis yang ingin mengungkapkan isi hatinya padanya, tapi ia tak
tahu apa yang ada dalam pikiran lelaki itu, maka ia tak berani
berbicara secara langsung. Menurut Li Shifu, bagaimana caranya
agar gadis itu dapat mengungkapkan perasaannya, dan
bagaimana caranya agar lelaki itu mau menerimanya?"
Untuk sesaat wajah Li Yannian nampak tertegun, lalu ia
menunduk tanpa berkata apa-apa. Li Yan yang berada di sisinya,
tertawa dan mencengkeram lengan baju kakaknya, sambil
tertawa ia mengelus-elus perutnya, namun aku tak
memperdulikannya dan terus menatap Li Yannian.
"Jin Yu, kau ini lucu sekali, bagaimana dengan Ilmu Perang
Sunzimu" Teori-teorimu yang tak ada habis-habisnya" Sekarang
untuk hal sepele seperti ini saja kau harus bertanya pada orang.
Ternyata kau ini Zhao Kuo
yang hanya pandai bersiasat
di kursi malas. Aku akan mempertimbangkan lagi apakah hal-hal
yang kau ajarkan padaku itu berguna atau tidak".
Aku menatap Li Yan dan berkata dengan tenang, "Aku tak
memandang masalah ini sebagai perang, oleh karenanya mulamula aku membuka hatiku lebar-lebar, sama sekali tak membuat
benteng. Aku tak takut ia tak akan masuk, justru takut ia tak mau
masuk. Aku tak berpikir dengan tenang dan rasional, hanya
punya hati". Li Yan menghentikan tawanya, duduk tegak seraya
memandangiku untuk sesaat, lalu menunduk. Li Yannian
memandang sang adik, seakan sedang memikirkan sesuatu,
untuk beberapa saat, ruangan itu sunyi senyap.
Setelah beberapa lama, Li Yannian tersadar, lalu tersenyum
minta maaf padaku, "Aku adalah seorang pemusik dan hanya
dapat menggunakan musik untuk mengungkapkan perasaanku,
ada sebuah lagu yang sangat bagus dari masa sebelum Dinasti
Qin, kata Fang......kata orang Yu Niang sedang belajar
memainkan seruling bambu".
Sambil berbicara, Li Yannian mengambil sebuah seruling bambu,
setelah duduk, ia mulai meniupnya, aku mendengarkannya
dengan penuh perhatian. Setelah selesai memainkannya, Li
Yannian berkata, "Adik juga bisa main seruling, walaupun tak
terlalu baik, namun cukup untuk mengajar orang. Sehari-hari
kalian selalu bersama, ia bisa mengajarimu".
Sambil tersenyum aku mengangguk, permainan seruling yang
kata Li Yannian 'tak terlalu baik', bagi orang lain tentu sudah
sangat baik. Li Yan mendadak bangkit, lalu keluar tanpa berkata apa-apa, aku
memberi isyarat pada Li Shifu agar ia tak usah mengikutiku, lalu
mengejar Li Yan. Di dalam kamar lentera belum dinyalakan, kamar itu hanya
diterangi cahaya rembulan jernih yang menerobos masuk dari
jendela, Li Yan berdiri menghadap ke arah jendela itu, di bawah
sinar rembulan, punggungnya seperti rembulan putih yang
kesepian di langit, walaupun parasnya cantik seputih salju,
namun dingin sebatang kara.
Aku berdiri di ambang pintu, "Kalau kau sekarang hendak
mengurungkan niatmu, masih ada waktu, paling-paling kau akan
mengecewakan sang putri, namun aku dapat mencari cara untuk
menjelaskannya". Ia berdiri tanpa bergeming, lalu berkata dengan lembut, "Aku
sangat iri padamu, hidupmu begitu bebas, kau dapat melakukan
apapun yang kau inginkan, dan dapat mengejar kebahagiaan
yang kau dambakan". Aku memotong perkataannya, "Yang sedang kau lakukan juga
sesuatu yang kau ingin lakukan, tak ada yang memaksamu
melakukannya". Li Yan berkata "Tapi akulah yang memaksa diriku sendiri. Jin Yu,
kau sekarang tak mengerti, aku pun berharap kau selamanya tak
mengerti bagaimana rasanya memaksa diri sendiri".
Aku tak bisa menemukan kata-kata yang dapat menghiburnya,
setelah terdiam untuk beberapa saat, aku berkata, "Hari ini
tidurlah sedikit lebih cepat! Besok kau tak usah melanjutkan
pelajaran". Setelah berbicara aku berbalik, lalu dengan perlahan
berjalan kembali ke kamarku, ketika hatiku sedang sedih, Xiao
Tao yang sedang terbang berputar-putar di angkasa memburu ke
arahku dan hinggap di pundakku, kulihat bahwa di kakinya terikat
secarik kain, hatiku pun menjadi girang dan aku cepat-cepat
berlari ke kamarku. -------------------- Dengan dipapah oleh seorang gadis pelayan, sang putri berjalan
sambil berkata, "Pagi ini kau bertanya apakah di istanaku ada
hutan bambu, dan minta agar aku mempersiapkannya. Kenapa
kau ingin menggunakannya?"
Aku berkata, "Ada dua sebab, pertama, karena wanita cantik
seperti bunga, pesona mereka berbeda-beda, ada yang
kecantikannya semarak seperti bunga peoni, ada yang sederhana


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namun anggun seperti bunga seruni di musim gugur, dan ada
yang cantik polos seperti bunga apel, setiap macam bunga harus
dinikmati dengan cara yang berbeda pula, hanya dengan
demikian keindahan setiap bunga dapat dinikmati secara
maksimal. Kedua, bagi kebanyakan orang, kesan pertama adalah
yang paling membekas, kalau saat pertama melihatnya ia merasa
orang itu lemah dan mengibakan, setelah itu selamanya ia akan
kasihan padanya, kalau ia merasa orang itu secantik bidadari, ia
akan diam-diam merasa kagum. Oleh karenanya, pertemuan
pertama sangat penting, dan cuaca saat itu pun ikut membantu,
tentu saja tak dapat disia-siakan". Ketika untuk pertama kalinya
aku mendengar prinsip ini dari Hong Gu, aku dan Li Yan sangat
kagum dan baru paham kenapa banyak tuan muda tak
memperdulikan istri atau selir cantik di rumah, dan malahan
setiap hari berlama-lama di rumah hiburan atau bordil, wanitawanita yang pandai mempesona dengan tipu daya semacam itu
memang sulit diantisipasi.
Selagi berbicara, hutan bambu itu sudah terlihat. Saat mentari
terbenam, di langit sebelah barat nampak berlapis-lapis awan
merah, suasananya sangat hangat, semakin ke timur, warna
merahnya semakin pudar, di bawah langit biru yang dingin, di
tengah cahaya matahari terbenam, titik-titik jingga nampak di
tengah hutan bambu itu, namun hutan itu sendiri masih nampak
hijau dan rimbun. Li Yan membelakangi kami, bersandar pada pohon bambu,
berdiri dengan anggun. Setelah memperhatikannya dengan
seksama selama beberapa saat, dengan lirih sang putri bertanya,
"Kaukah yang menyuruhnya berbuat seperti itu?"
"Tidak, hamba hanya menyuruhnya menunggu di hutan bambu,
sama sekali tak memberinya perintah apapun, sebenarnya
hamba tak memberitahunya bahwa gongzhu akan melihatnya di
sini. Semuanya harus dipersiapkan terlebih dahulu, namun
persiapan yang terlalu berlebihan justru menurunkan mutu".
Sang putri menghela napas, "Hanya melihat dari belakang saja
sudah membuat orang penasaran, aku ingin melihat wajahnya,
tapi khawatir akan kecewa, wajahnya jangan sampai bertolak
belakang dengan postur tubuhnya, perasaan seperti ini tak akan
muncul kalau aku menemuinya di dalam ruangan".
Aku tersenyum tanpa berkata apa-apa, setelah memandanginya
beberapa saat, sang putri memberi isyarat pada gadis-gadis
pelayan untuk tetap tinggal di tempat masing-masing, sedangkan
ia sendiri berjalan dengan perlahan ke hutan bambu. Akhirnya
suara langkah kaki mengejutkan Li Yan, ia mendadak berpaling,
sambil tersenyum, ia menunjuk ke arah matahari, hendak
berbicara, namun begitu dapat melihat dengan jelas siapa yang
datang, ia cepat-cepat berlutut.
Sang putri berkata, "Bangkit dan bicaralah". Akan tetapi Li Yan
masih terus bersujud, dan setelah itu baru mundur dan berdiri.
Tubuhnya bagai pohon bambu, gaunnya menyapu tanah, ia
menggelung rambutnya yang hitam legam hanya dengan
sebatang tusuk konde badar, selain itu ia tak memakai hiasan
rambut lain. Sang putri kembali mengamati Li Yan dengan
seksama, lalu menoleh ke arahku sembari tersenyum, "Sebuah
batu kumala yang indah, dan juga sebuah heshibi
yang unik. Barusan ini aku terkagum-kagum melihat wajahnya,
sehingga tak ingin ia berlutut".
Aku memandang Li Yan, aku telah melakukan segala yang dapat
kulakukan, sejak saat ini, semua tergantung pada dirimu sendiri.
Pandangan mataku dan mata Li Yan bertemu, lalu saling
menghindar. Saat hendak pergi, di dalam kereta kuda ada dua orang,
sedangkan ketika hendak pulang, hanya ada seorang. Begitu
masuk ke halaman, Li Guangli berlari menyambutku, "Apakah
sang putri suka pada kakak?" Aku mengangguk, dan ia langsung
melambai-lambaikan tinjunya dengan kegirangan sambil
berteriak-teriak. Li Yannian sedang berdiri di bawah pohon, seakan tak bergeming
sejak mengantarkan kami pergi. Hari sudah gelap dan aku tak
bisa melihat wajahnya dengan jelas, namun begitu melihatku
mengangguk, ia langsung memukul pohon itu keras-keras.
Dengan terkejut Li Guangli berkata, "Dage!" Entah dari mana
Fang Ru muncul, ia hendak berjalan mendekat, namun lalu berdiri
dengan bimbang di tempat.
Tangan Li Yannian telah terluka, bercak-bercak darah yang amat
kecil pun muncul, aku melambaikan tanganku ke arah Fang Ru
agar ia mendekat, lalu berkata pada Li Guangli, "Kau kembalilah
dahulu". Li Guangli memandang sang kakak, lalu memanggilnya,
namun dilihatnya bahwa sang kakak hanya diam saja, maka mau
tak mau ia pun berjalan keluar dengan perlahan.
Wajah Fang Ru kemerahan, ia membantu Li Yannian menyeka
darah dari tangannya, lalu meniup serpihan-sepihan kayu yang
jatuh di atasnya, sambil memandangnya, Li Yannian berkata,
"Mungkin hal yang paling kusesali seumur hidupku adalah datang
ke Luoyu Fang". Mataku memandang ke arah Fang Ru, "Tak semuanya jelek,
bukan?" Pandangan mata Li Yannian dengan lembut menatap wajah Fang
Ru, namun ketika jatuh di wajahku, sinar matanya telah menjadi
sedingin es, "Walaupun adik berkata ia melakukannya karena
kemauannya sendiri, karena idenya sendiri, namun mau tak mau
aku merasa muak padamu, kau benar-benar membuatku kecewa,
apakah kau begitu tergila-gila pada harta dan jabatan" Sampai
rela mengorbankan hidup seorang wanita?"
Aku tersenyum hambar, "Silahkan muak dan benci padaku! Akan
tetapi Li Yan telah menapak di jalan tanpa jalan kembali, tak
perduli apakah kau mendukung atau menentangnya, kau harus
membantunya, membantunya dengan menggunakan seluruh
kemampuanmu". Li Yannian berdiri dengan tertegun, aku berbalik dan pergi
dengan langkah-langkah ringan, tiba-tiba aku tersadar kenapa air
mata Li Yan bercucuran ketika ia mengenggam tanganku, begitu
banyak hal tak dapat dijelaskannya, ia tak kuasa menjelaskannya.
Sekembalinya ke kamar, Hong Gu sedang duduk di bangku
menungguku, aku pun duduk di hadapannya, Hong Gu bertanya,
"Semuanya lancar?"
Aku mengangguk-angguk, "Kali ini Li Yan harus benar-benar
berterima kasih padamu, caramu mempertemukannya dengan
sang putri benar-benar membuat sang putri terguncang, sampai
sang putri yang sudah pernah melihat entah berapa banyak gadis
cantik kehilangan kendali, ia pasti akan berusaha sekuat tenaga
untuk mempertemukannya dengan kaisar".
Hong Gu tersenyum kenes sambil menutupi mulutnya, "Setelah
melewatkan separuh hidupku di dunia ini, yang kudengar selalu
tentang siapa yang paling cantik, namun dalam hal ini, wanita dari
keluarga baik-baik mana bisa menyaingi kita" Sekarang setelah
melihat Li Yan, entah apa yang direncanakannya agar ia dapat
bertemu dengan kaisar".
Aku duduk tanpa berkata apa-apa, lalu tiba-tiba bangkit dan
mengambil sapu tangan hijau yang diberikan Hong Gu padaku
dari dalam lemari, aku memandangi huruf 'li' yang dibelit sulursuluran itu, diam-diam aku menghela napas, lalu menaruhnya di
atas api lilin hingga terbakar. Kulihat sapu tangan dalam
genggamanku itu berubah memerah, lalu menghitam dan
akhirnya menjadi abu. Begitu sapu tangan itu dijilat api, aku
melepaskannya, sapu tangan itu pun terjatuh ke lantai sambil
terbakar api berwarna merah padam, dan segera berubah
menjadi setumpuk abu, tak dapat dikenali lagi.
-------------------Tanganku mempermainkan kartu undangan, dengan bimbang
aku bertanya, "Hong Gu, menurutmu kenapa sang putri sengaja
mengundang kita ke rumahnya untuk menghadiri pesta ulang
tahunnya?" Sambil berdandan di depan cermin, Hong Gu berkata, "Tentunya
untuk memberi kesempatan pada Li Yan, ternyata Li Yan belum
masuk istana, tapi sudah berhasil merebut hati sang putri. Di
masa muda aku sudah biasa keluar masuk rumah bangsawan,
tak nyana sekarang aku punya kesempatan untuk jadi tamu sang
putri, aku benar-benar harus berterima kasih pada Li Yan".
Aku duduk tanpa berkata apa-apa, setelah diam beberapa saat,
Hong Gu tersenyum dan berkata, "Tak usah kau pikirkan, begitu
tiba di rumah putri, bukankah kita akan tahu" Cepatlah
berdandan". Sambil tersenyum aku menggeleng, "Dandanilah dirimu sendiri,
aku akan memakai baju yang pantas dan memakai beberapa
hiasan rambut, asal sopan sudah cukup".
Hong Gu mengerutkan keningnya, namun sebelum ia sempat
berbicara, aku telah menyela, "Kali ini menurutlah padaku".
Melihat wajahku penuh tekad, tanpa dapat berbuat apa-apa Hong
Gu mengangguk. Perjamuan itu diselengarakan di tepi danau, meja-meja pun
diletakkan di tepi danau. Tempat duduk yang dihiasi dengan
mewah dan terang benderang itu tentunya adalah tempat duduk
kehormatan, saat itu kursi tersebut masih kosong, sedangkan
tempat duduk kami berada di ujung meja, setengah tersembunyi
di tengah kegelapan. Di sekeliling kami telah penuh orang yang
saling mengobrol dan tertawa, namun di tengah suara
percakapan yang riuh rendah, ternyata tak ada yang
menghiraukan kami. Setelah memandang ke sekeliling kami, walaupun masih
tersenyum, pandangan mata Hong Gu nampak agak kecewa,
sambil tersenyum puas, aku menuang teh dan meminumnya.
Setelah menunggu dan menunggu, setelah menghabiskan
secawan teh, sekonyong-konyong suasana yang riuh rendah
menjadi sunyi senyap, sebelum kami tahu apa yang terjadi, baris
demi baris orang telah berlutut, aku dan Hong Gu saling
memandang, lalu ikut berlutut.
Dua orang yang berada paling depan berjalan sambil berendeng
pundak, sebelum aku sempat melihat mereka dengan jelas, para
hadirin telah berseru dengan gegap gempita, "Semoga Yang
Mulia hidup selaksa tahun, semoga permaisuri hidup seribu
tahun". Aku segera bersujud mengikuti mereka semua.
Setelah hiruk pikuk berakhir, para hadirin duduk, Hong Gu
memandangku dengan tegang, aku pun berkata, "Tunggu dan
lihat saja". Karena berada di kegelapan, aku dapat dengan leluasa dan
tanpa takut memperhatikan setiap orang yang berada di tempat
terang, kaisar Han Agung yang begitu sering disebut-sebut oleh A
Die dan Yinzhixie sedang duduk dengan tegak di tikar. Aku
teringat bagaimana ketika bertahun-tahun yang silam aku
bertanya pada Yinzhixie, 'Apakah wajahnya lebih tampan
dibandingkan denganmu"', ia tak menjawab, sekarang, bertahuntahun kemudian, pertanyaanku itu akhirnya kujawab sendiri.
Walaupun wajahnya diantara kaum pria sudah cukup menonjol,
namun masih tak setampan wajah Yinzhixie, akan tetapi ia lebih
berwibawa dibandingkan dengan Yinzhixie. Aku berbicara tentang
Yinzhixie dahulu, entah bagaimana ia sekarang setelah menjadi
Shanyu. Hong Gu mendorongku, lalu membungkuk dan berbisik di
telingaku sambil menggodaku, "Kenapa kau terpana memandang
kaisar dengan wajah muram" Wajahnya memang luar biasa, apa
kau menyesal karena kau sendiri tidak........" Aku memelototinya
dengan kesal dan mengalihkan pandanganku, ketika melihat
Permaisuri Wei, hatiku terkesiap, ia bagai air, mulai dari alis
hingga ujung kakinya, ia seperti air, kelembutan air, kejernihan air
dan keindahan air, semua terkumpul dalam dirinya, di bawah
cahaya lentera yang temaram, ia bagai air Danau Tianchi di
bawah cahaya rembulan, luar biasa cantik. Di mana bunga yang
telah layu itu" Kecantikan seperti itu tak akan lekang oleh waktu.
Hong Gu menghela napas, "Ia adalah perempuan diantara
perempuan, tak heran dahulu ketika Ibusuri Dou menguasai
istana, kaisar menjadi tergila-gila padanya, sehingga sampai
berani menyinggung Permaisuri Chen dan putri tua demi dia".
Aku mengangguk, rasa pedih yang sulit dijelaskan memenuhi
hatiku, aku tak berani lama-lama memandangnya lagi dan
mengalihkan pandangan mataku.
Putri Pingyang dan seorang lelaki tinggi besar yang berwajah
jujur dan ramah duduk di sebelah kanan kaisar, tentunya ia
Jenderal Besar Wei, kata orang 'orang terkenal biasanya tak
sehebat reputasinya', namun Jenderal Wei persis seperti yang
kubayangkan, tubuhnya gagah perkasa, namun wataknya lembut
dan tenang. Ketika Putri Pingyang dan kaisar sedang bercakapcakap sambil tertawa, Jenderal Wei dan Permaisuri Wei
mendengarkan mereka sambil tersenyum, untuk waktu yang lama
mereka tak terdengar mengucapkan sepatah kata pun, watak
adik dan kakak itu sangat mirip.
Para kerabat kekaisaran dan pejabat tinggi berpesta dengan
meriah, mereka tak henti-hentinya mengobrol dan bercanda,
sepertinya sangat ramai, namun pandangan mata mereka tak
pernah meninggalkan sosok sang kaisar, diam-diam
memperhatikan segala gerak-geriknya, menjawab semua
pertanyaannya atau tertawa mendengar ucapannya, berlombalomba menjilat kaisar. Hanya Huo Qubing yang makan dan
minum tanpa memperdulikan apapun, kadang-kadang ia
menengadah, namun sinar matanya dingin, sama sekali tak
menghiraukan keadaan di sekelilingnya, ia tak berbicara dengan
orang lain, dan orang lain pun tak berani berbicara padanya.
Sejak perjamuan dimulai hingga sekarang ternyata hanya
seorang pemuda berusia dua puluh dua atau dua puluh tiga tahun
yang bersulang pada Huo Qubing dari jauh, seraya tersenyum,
Huo Qubing pun membalasnya bersulang.
Aku memandang lelaki itu dan bertanya, "Siapa itu?"
Dengan sikap menyayangkan Hong Gu berbisik, "Dialah Tuan
Ketiga Li, Li Gan". Wajahku sedikit berubah, ternyata ia memang seperti yang
diceritakan Hong Gu, seorang lelaki yang mahir Ilmu sastra dan
militer, karena lahir di keluarga terpandang, sikapnya luar biasa
sesuai dengan kedudukannya, gayanya anggun seperti seorang
sastrawan, namun guratan wajahnya masih seperti wajah
seorang keturunan jenderal, dengan samar-samar menunjukkan
sifat gagah berani. Sambil berbisik di telingaku, Hong Gu memperkenalkan orangorang yang duduk di atas tikar satu demi satu, ".........yang
memakai baju ungu adalah Gongsun He, kakak ipar permaisuri
dan Jenderal Wei, ia diangkat sebagai panglima pasukan kereta
kuda, leluhurnya orang Xiongnu yang lalu bersumpah setia pada
Dinasti Han........"
Entah apa yang dikatakan sang putri dan kaisar di tempat duduk
kehormatan, suara gelak tawa tiba-tiba berhenti, Hong Gu pun
berhenti berbicara, tak lama kemudian Li Yannian melangkah ke
dalam ruangan dengan perlahan, kepandaian memetik qin Li
Yannian yang luar biasa telah terdengar sampai ke jalanan
Chang'an, namun yang dapat mendengarkan permainannya
hanya beberapa orang saja, di tempat duduk yang terletak di
ujung meja ini mulai terdengar suara-suara kagum yang pelan.
Setelah menghormat pada kaisar dan permaisuri, Li Yannian
duduk di samping mereka, seorang gadis pelayan datang


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa qin, lalu menaruhnya di hadapannya. Semua orang
sadar bahwa ia hendak memainkannya dan menahan napas.
Wajah Li Yannian nampak agak acuh tak acuh, dengan
sembarangan ia menekan beberapa senar qin, namun sama
sekali tak memainkan lagu, para hadirin yang diam seribu bahasa
terkejut, Hong Gu memandangku, aku menggeleng untuk
memberi isyarat padanya untuk tak usah khawatir. Li Yannian
sepertinya menarik napas panjang, raut wajahnya menjadi serius,
lalu sepasang tangannya membelai senar qin, namun ternyata tak
memperdengarkan nada apapun, hanya suara keras yang
berulang-ulang seperti hujan lebat, bagai air terjun yang airnya
jatuh dari langit ketujuh, sehingga membuat orang sulit bernapas.
Suara qin itu bagai gelombang air, semakin lama semakin keras,
membuat hati orang yang mendengarkannya galau, namun juga
tercengkeram oleh musik itu sehingga tak bisa melarikan diri,
sehingga bahkan Huo Qubing yang biasanya acuh tak acuh pun
menengadah untuk menatap Li Yannian dan mendengarkannya
dengan seksama. Suara yang berulang-ulang itu mendadak berubah menjadi
perlahan, suara seruling terdengar diantara suara qin, suaranya
lembut, menarik perhatian orang yang sebelumnya tertekan oleh
suara qin. Angin malam bertiup sepoi-sepoi, rembulan yang bersinar terang
tergantung di angkasa, cahayanya yang terpantul di gelombang
air berkilauan. Bulan bagai air, langit dan danau menjadi satu.
Sebuah rakit berlayar ditiup angin, sambil membelakangi para
hadirin, seorang wanita meniup seruling. Di bawah sinar
rembulan yang temaram, lengan bajunya berkibar-kibar,
punggungnya yang rapuh memancarkan kekuatan angkuh yang
tak berasal dari dunia yang fana ini, dan juga memancarkan
kecantikan dan keanggunan. Tubuhnya yang lemah dan rapuh
membuat orang merasa iba, namun sikapnya yang angkuh
membuat orang tak berani sembarangan mendekat.
Hati para hadirin segera menjadi tenang, namun ketika mereka
sedang menikmati suara seruling dengan tenang, suara seruling
perlahan-lahan menjadi rendah, suara qin perlahan-lahan
meninggi, tak seperti nada-nada sebelumnya yang cepat, kali ini
melodinya lembut dan tenang, mengiringi rakit yang dengan
perlahan berlayar ke tengah danau.
Saat ini, para hadirin sudah tak menghiraukan permainan qin Li
Yannian yang jarang terdengar itu, pandangan mereka semua
hanya terpaku pada wanita di atas rakit itu. Li Yannian
menghormat ke arah kaisar dan permaisuri, para hadirin serentak
berseru memuji, di bawah sinar rembulan yang temaram, mereka
melihat bahwa wajah wanita itu cantik, namun kecantikan itu
tersembunyi di balik sehelai tirai, bagaimanapun juga mereka tak
bisa melihatnya dengan jelas, dan hal ini semakin membuat
mereka penasaran. Setelah menghormat, sambil melambaikan lengan bajunya,
dengan diiringi musik, ia melayang ke permukaan air, para hadirin
berseru terkejut, bahkan ada cawan di genggaman seorang tamu
yang jatuh dan pecah, dan ada sumpit di tangan seseorang yang
terjatuh, aku juga terkejut, tanpa berkedip, aku menatap Li Yan,
untuk sesaat aku tak mengerti bagaimana ia dapat berdiri dengan
anggun di atas air. Ia melangkah di atas air dengan langkah-langkah kecil, ia menari,
seakan sedang berjalan-jalan melihat bulan, ikat pinggang
sutranya melambai-lambai. Gaun dan lengan bajunya
bergemerisik, ia seakan seorang dewi air yang samar-samar
muncul di balik kabut, dengan ringan melayang di atas air danau,
kakinya menapaki gelombang, bergembira bersama bayangan
rembulan. Wajah semua orang nampak penuh rasa terkejut dan kagum,
mereka nampak terpesona, nada qin Li Yannian mendadak
menjadi cepat dan tinggi, Li Yan melemparkan ikat pinggang
sutra seputih rembulan di tangannya, para hadirin pun
menengadah memandangi ikat pinggang sutra itu menari-nari di
angkasa, suara qin menyesuaikan diri dengan gerakan ikat
pinggang sutra itu, sehingga membuat perasaan para hadirin naik
turun mengikuti tarian ikat pinggang itu, namun tiba-tiba, sang
sosok jelita masuk ke tengah bayangan rembulan di tengah air.
Bayangan rembulan itu pecah berkeping-keping, lalu kembali
bersatu, namun si jelita sudah tak terlihat, hanya ada riak air yang
berkilauan, suasana sunyi senyap.
Mungkin orang yang paling cepat tersadar adalah Huo Qubing,
sedangkan Jenderal Wei dan aku, serta para hadirin, masih
dengan terpesona memandangi permukaan danau. Aku berpaling
dan memandang kaisar, namun kulihat Huo Qubing dan Jenderal
Wei juga sedang memandang kaisar, Permaisuri Wei sedang
memandang permukaan danau sambil mengulum senyum,
namun ia sepertinya menitikkan air mata. Sekonyong-konyong,
aku tak ingin memperhatikan wajah kaisar lagi, aku berpaling dan
melihat bahwa Li Gan juga sedang terpesona, namun Li Yannian
terus menunduk memandangi qin, air mukanya tak dapat dilihat
dengan jelas. Hong Gu menyenggol bahuku, memberi isyarat agar aku
memperhatikan Li Gan. Wajah Li Gan nampak terpesona, ia tak
bisa menahan tubuhnya untuk tak condong ke depan.
Di tengah suasana yang sunyi senyap, kaisar mendadak berkata
pada Putri Pingyang, "Zhen
hendak memanggil wanita ini". Hong Gu langsung mengenggam tanganku, lalu tersenyum
ke arahku, aku pun mengangguk-angguk.
Tangan Li Gan bergetar pelan, arak dalam cawannya tumpah ke
jubahnya, untuk sesaat ia tertegun, rasa kecewa dan frustrasi
sekilas muncul di wajahnya, lalu ia kembali mengobrol dan
tertawa seakan tak ada apa-apa.
Seraya tersenyum Putri Pingyang membungkuk, "Yang Mulia
sebelumnya sudah bertemu dengannya, kemarin Li Yannian telah
memainkan sebuah lagu untuk Yang Mulia, yaitu "Si Jelita Yang
Dapat Meruntuhkan Negara", dialah si jelita yang dapat
meruntuhkan negara dalam lagu itu".
Han Wudi tersenyum puas, lalu dengan sedikit menertawakan diri
sendiri, ia berkata, "Bahkan wajahnya pun zhen belum melihatnya
dengan jelas, tapi zhen merasa bahwa ia memang pantas dijuluki
si jelita yang dapat meruntuhkan negara, bagaimana ia bisa
menari di atas air?"
Putri Pingyang tertawa dan berkata, "Yang Mulia silahkan tebak".
Sang kaisar kembali memandangi permukaan air danau, "Apakah
di dalam air dipasang tonggak-tonggak kayu?"
Sang putri bertepuk tangan sembari tersenyum, "Kerja kerasku
selama beberapa hari tak nyana langsung dipecahkan oleh Yang
Mulia". Para pejabat berlagak seakan baru tersadar, dengan
kagum mereka memandang sang kaisar, namun entah berapa
orang yang berpura-pura dan berapa orang yang benar-benar
terkejut. Namun Huo Qubing masih minum arak dengan perlahan,
wajahnya nampak acuh tak acuh.
Semua orang menikmati perjamuan malam itu, atau mungkin
seharusnya dikatakan bahwa kaisar sangat menikmatinya,
sehingga suasana gembira menyebar ke segala penjuru. Di
tempat yang remang-remang itu aku dan Hong Gu menunggu
sampai hampir semua orang telah pergi, lalu baru berjalan ke luar
sambil bergandengan tangan.
Wajah Hong Gu berseri-seri, namun aku sama sekali tak merasa
senang, aku paham apa yang terjadi, namun melihat peristiwa itu
berlangsung lain rasanya. Bertahun-tahun yang silam, di wisma
yang sama ini permaisuri berhasil menarik perhatian kaisar berkat
sebuah lagu, malam ini, di hadapannya seorang wanita lain
mengulangi kisah dirinya. Malam ini saat kaisar melihat Li Yan di
bawah cahaya lentera, apakah untuk sesaat ia teringat akan Wei
Zifu bertahun-tahun yang silam itu"
Waktu kecil aku paling suka ikut serta dalam perjamuan, aku
merasa suasana perjamuan sangat ramai, semua orang nampak
riang gembira, dan sang Shanyu juga suka bergurau, kadangkadang A Die tak ingin hadir, namun aku selalu berusaha ikut,
hari ini ketika hadir dalam perjamuan sang kaisar aku baru benarbenar tahu bahwa di balik kemewahan dan kedudukan
tersembunyi sesuatu yang dingin dan menyedihkan.
Sekonyong-konyong aku amat merindukan A Die, dalam suasana
hati yang muram itu, sosok Jiu Ye lah yang muncul dalam
benakku, aku sangat ingin melihat sosoknya yang hangat di
bawah cahaya lentera. Sebuah lentera, seseorang, sebuah kamar
yang penuh kehangatan dan kedamaian, "Hong Gu kau naiklah
kereta dulu! Aku ingin jalan-jalan sendirian dulu".
Hong Gu memandangiku, lalu dengan lembut berkata, "Pergilah!"
Jangan terlalu banyak berpikir, kalau bukan Li Yan akan ada
orang lain, lelaki di dunia ini tak setia, sedangkan wanita terlalu
penuh cinta, Permaisuri Wei adalah seseorang yang cerdas, ia
tahu bagaimana harus menjaga dirinya sendiri".
Cahaya rembulan memenuhi jalan yang dilapisi batu, sinar
keperakan yang lembut menyinari ujung-ujung atap yang
melengkung ke atas, sesekali terdengar suara salak anjing
memecahkan kesunyian malam yang makin senyap. Ketika aku
sedang melangkah dengan cepat di sepanjang jalan itu, sebuah
kereta kuda yang melaju dengan cepat mendadak berhenti di
depanku, Huo Qubing melompat turun dari kereta kuda itu, lalu
memandangku dan bertanya, "Kenapa kau ada di sini" Bukankah
barusan ini kau hadir di perjamuan ulang tahun sang putri?"
Aku mengangguk dengan perlahan, dengan dingin ia berkata,
"Aku benar-benar harus memberi selamat padamu". Aku mengigit
bibirku, tak berkata apa-apa, dan terus melangkah ke depan
tanpa menghiraukannya, ia melambaikan tangan memberi isyarat
pada kusir untuk menjalankan kereta, lalu mengiringiku berjalan
tanpa berbicara. Mula-mula aku ingin menyuruhnya pergi, namun
begitu melihat raut wajahnya, aku tak kuasa berkata apa-apa, dan
hanya terus berjalan dengan tenang.
Suara roda kereta perlahan-lahan menjauh, malam pun diam
seperti kami berdua, di jalan hanya terdengar suara langkah kaki
kami. Huo Qubing memandang ke depan, lalu berkata dengan suara
pelan, "Ada kejadian yang dapat diantisipasi, namun melihatnya
berlangsung di depan matamu lain rasanya". Dengan lirih aku
berkata, "Aku mengerti, kalau hatimu tak enak makilah aku!"
Ia menelengkan kepalanya untuk memandangku, lalu tersenyum
sembari menggeleng, "Kalaupun aku marah, sekarang sudah
hilang, aku jarang melihatmu diam seperti ini, lagipula hal ini
memang sudah direncanakan sebelumnya, hanya saja aku tak
menyangka Li Yan akan muncul dengan begitu mantap, meraih
kemenangan dengan sekali pukul". Dengan perlahan ia merapal,
"'Di sebelah utara ada si jelita, cantik tiada tara. Dengan sekali
melirik meruntuhkan hati orang, dua kali melirik meruntuhkan
negara. Entah mana yang akan diruntuhkan olehnya, hati atau
negara" Si jelita seperti itu sulit ditemukan!' Li Yan memang
pandai bersiasat, sebelumnya ia menyuruh Li Yannian
menggerakkan hati kaisar dengan sebuah lagu, tapi karena pesta
itu adalah pesta ulang tahun sang putri, kaisar tak dapat langsung
memanggilnya dan hanya dapat memikirkannya. Setelah itu
pasukan tiba-tiba menyergap dan mengalahkan musuh, kalau
kaisar sampai memanggilnya dahulu, ia akan kalah langkah,
walaupun cuaca dan tempatnya tepat, namun belum tentu semua
berhasil sesuai kemauan, pertunjukan malam ini benar-benar
gemilang". Sinar rembulan amat indah, menyinari seluruh jalan, namun aku
hanya dapat melihat jalan di hadapanku, aku tak dapat melihat
apa yang terdapat di ujung jalan. Pertemuan pertama Liu Che
dan Li Yan telah dilaksanakan namun hasilnya masih
tak pasti, kali ini Li Yan menang telak, namun setelah ini
bagaimana" Kami berdua berjalan dengan diam seribu bahasa, dari jalan yang
diambilnya, nampaknya Huo Qubing hendak mengantarku
kembali ke Luoyu Fang, setelah berbelok ke sebuah jalan
panjang, di depan sekonyong-konyong nampak cahaya lentera
yang terang benderang, seuntai lampion bertuliskan Tianxiang
Fang terlihat di kejauhan, beberapa orang keluar dari Tianxiang
Fang, ternyata beberapa nona terkenal dari Tianxiang Fang ikut
mengantar mereka keluar, mau tak mau aku memperhatikan
tamu-tamu yang baru keluar dari pintu itu, hatiku pun terguncang
hebat, kakiku menjadi lemas hingga hampir ambruk, Huo Qubing
cepat-cepat mengangsurkan tangan untuk menyokongku. Aku tak
berani melihat mereka dan terus memandang ke depan, tak
mungkin! Bagaimana mungkin" Bagaimana mereka bisa muncul
di jalan Dinasti Han ini"
Ia mengenakan pakaian bangsa Han, ia berdiri dengan tegak di
bawah untaian lentera merah darah, jubahnya terbuat dari satin
putih, kepalanya menggenakan kopiah berhiaskan batu jasper, di
bawah cahaya lentera penampilannya mewah dan anggun.
Karena ia orang Hu, sudut-sudut wajahnya yang tajam nampak
menonjol, tampan bagai diukir dengan pisau, hanya saja air
mukanya luar biasa dingin bagai salju abadi, hawa dinginnya
menekan orang, sehingga cahaya lentera yang seharusnya
hangat, di sekeliling dirinya menjadi dingin. Diantara kehangatan
bunga, di tengah kerumunan orang, ia seakan berdiri seorang diri
di puncak gunung bersalju, selalu sebatang kara. Ternyata
beginilah rupanya setelah menjadi Shanyu, wajahnya sama sekali
tak menunjukkan sedikitpun kelembutan, namun bertahun-tahun
yang silam ia adalah seorang tuan muda anggun yang selalu
tersenyum. Dalam sekejap mata aku tak dapat bergerak, mulutku tak dapat
berkata-kata, aku hanya memandangnya berjalan ke arahku
dengan terpana, mendadak aku bereaksi, dalam kepanikanku aku
seakan kembali ke padang pasir dan sedang melarikan diri
bersama Yu Dan, aku merasa bahwa aku harus cepat-cepat lari,
atau cepat-cepat bersembunyi. Aku segera berbalik dan
memandang ke segala penjuru, namun di kedua sisiku penuh
dengan rumah, tak ada tempat bersembunyi. Aku ingin lari,
namun Huo Qubing segera mencengkeram lenganku erat-erat
sembari bertanya, "Apa yang kau takuti?"
Ketika aku mendengar suara langkah kaki telah tiba di
belakangku, dalam keadaan panik dan ketakutan aku menyusup
ke pelukan Huo Qubing, lalu memeluknya dan menyembunyikan
wajahku di bahunya, untuk sesaat ia tertegun, lalu perlahan-lahan
memelukku seraya berbisik di telingaku, "Selama ada aku, tak
ada orang di Chang"an yang dapat mencelakaimu".
Sebuah suara tawa yang lantang, dan sebuah decakan kagum
terdengar, "Wanita-wanita di Chang"an sangat bergairah! Sangat
terus terang, tak seperti wanita-wanita kami?"wanita-wanita
Xiyu kami kalah, melihat punggungnya ia sepertinya".."
Tangan Huo Qubing bergerak, namun aku mencubit
punggungnya keras-keras, ia pun menarik kembali tangannya.
Suara seseorang menghela napas terdengar, suara lelaki itu
tertahan di tenggorokannya, lalu sebuah suara yang sangat akrab
namun sangat asing pun terdengar, "Maafkan aku gongzi,


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembantuku telah salah bicara, bukan sesuatu yang bisa
dianggap enteng, akan tetapi ia berasal dari Xiyu dan biasa
bersikap kasar". Aku tak bisa menahan diri untuk tak gemetar pelan, namun ia
justru berdiri tepat di sisiku, aku mengira bahwa aku selamanya
tak akan dapat bertemu dengannya lagi, namun tak nyana
bertahun-tahun kemudian, ternyata aku dan Yinzhixie kembali
bertemu di jalanan kota Chang"an.
Kalau aku mendadak turun tangan, apakah ia akan mati di
tanganku" Tak mungkin, di tempat semacam ini, dengan
kedudukannya sekarang, para pengiringnya tentu jago silat,
sedangkan kungfunya sendiri pun adalah yang terbaik diantara
bangsa Xiongnu. Tapi apakah aku tak bisa mengalahkan
kungfunya, atau tak bisa mengalahkan hatiku sendiri"
Huo Qubing memelukku erat-erat, seakan hendak menggunakan
kesempatan ini untuk memberitahuku bahwa ia akan selalu
berada di sisiku, dengan suara sedingin es ia berkata, "Lebih baik
kalian enyah dari hadapanku".
"Tak tahu terima kasih, kau?""
"Hmmm?" Yinzhixie mendehem dengan hambar, akan tetapi
lelaki itu masih marah, dengan sikap hormat ia berkata, "Hamba
patut mati". "Kami telah menganggu kalian berdua, kami pergi dulu". Suara
Yinzhixie hambar, sebelum selesai berkata, kakinya telah
melangkah pergi. Sebuah suara lembut terdengar, "Majikan kami telah dengan
maksud baik minta maaf pada gongzi, tapi gongzi membalasnya
dengan kasar, wajah ganteng tapi sia-sia, benar-benar
mengecewakan". Tiba-tiba Huo Qubing memutar tubuhku beberapa kali sambil
terus memelukku, beberapa paku besi terdengar jatuh ke tanah.
Huo Qubing nampak amat marah dan hendak mendorongku,
namun aku memeluknya erat-erat seraya memohon dengan
suara pelan, "Biarkan mereka pergi, tolong aku, tolong aku?"."
"Duo er, apa yang kau lakukan?" Walaupun nada suara Yinzhixie
datar, tapi aku dapat mendengar kemarahan di baliknya.
Duo er" Mudaduo, masih dengan watak yang seperti dahulu"
Ternyata ia juga ikut"
Sambil menahan tawa Mudaduo berkata, "Kungfu tuan muda ini
sama sekali tak lemah! Ternyata ia seorang pahlawan, tak heran
ia mudah tersinggung, caixia tahu telah berbuat salah, mohon
maaf gongzi". Di Chang"an sepertinya tak pernah ada orang yang setelah
menyerang Huo Qubing masih berdiri sambil berbicara, sambil
menahan amarah, Huo Qubing mendesis, "Enyahlah!"
Beberapa suara dengusan sinis tenggelam oleh kata "ayo pergi"
yang diucapkan Yinzhixie dengan hambar, setelah itu hanya
terdengar suara langkah kaki yang cepat, tak lama kemudian,
jalan itu telah kembali tenang, udara malam masih dingin namun
keringat dingin bercucuran di punggungku.
Dengan suara pelan Huo Qubing berkata, "Mereka sudah pergi".
Aku ingin berdiri, namun tubuhku lemas dan hampir ambruk, ia
cepat-cepat memelukku, kepalaku bersandar di bahunya, aku tak
bisa menolak atau bergerak. Dalam waktu yang singkat, aku
seakan telah mengalami pertempuran hidup dan mati, tubuh dan
hatiku kelelahan. Ia tetap berdiri dengan tenang, sampai aku mengangkat kepalaku
dari pelukannya, ia baru bertanya sembari tersenyum, "Habis
manis sepah dibuang?" Sambil menahan tawa aku berkata,
"Banyak terima kasih". Untuk sesaat, ia memandangiku dari atas
ke bawah, mengelus dagunya, lalu melirikku sambil tersenyum
nakal, "Aku sangat senang memberi bantuan seperti ini, si cantik
dalam pelukan membuat hatiku gembira, tapi lain kali kau tak bisa
cuma berterima kasih padaku, kau harus mengungkapkan rasa
terima kasihmu dengan lebih nyata".
Aku menunduk mencari paku besi yang barusan ini terjatuh ke
tanah, "Siapa yang berterima kasih atas pelukanmu" Aku hanya
berterima kasih karena kau tak bertanya padaku mereka itu
siapa". "Kalau kau bersedia memberitahuku, tanpa bertanya pun kau
akan memberitahuku, kalau kau ingin mengubur masa silammu,
kau akan selamanya tak pernah memberiku penjelasan, aku
hanya mengenal Jin Yu yang kukenal". Huo Qubing berjongkok
dan membantuku mencarinya.
Hatiku terkesiap, aku menengadah memandangnya, namun ia
hanya memperhatikan tempat di sekeliling kami dengan teliti, "Di
sini ada sebatang". Ia baru saja mengangsurkan tangannya,
namun aku segera berkata, "Jangan pakai tangan".
Dari saku dadaku aku mengeluarkan sehelai sapu tangan, lalu
dengan hati-hati memunggut paku besi itu, setelah
memperhatikannya, aku yakin bahwa orang itu adalah Mudaduo,
agaknya keadaannya sangat baik, beberapa tahun belakangan
ini, aku sudah bukan aku yang dahulu lagi, namun wataknya
masih sama. "Karena satu perkataan yang salah lantas ingin melukai orang,
apakah memang ada racunnya?" Dengan wajah geram Huo
Qubing memperhatikan paku besi itu.
Aku menggeleng, lalu dengan agak membujuk berkata, "Bukan
racun, ia paling suka mencari gara-gara, paku ini hanya dibubuhi
obat gatal, tapi kalau terkena, walaupun tak membahayakan, kau
akan akan kegatalan sampai seperti gila".
Keraguan nampak dalam sinar mata Huo Qubing, "Tak ada lelaki
yang begitu konyol, apa dia perempuan" Pantas saja suaranya
agak aneh". Aku mengangguk-angguk.
Saat Huo Qubing hendak minta diri setelah mengantarkanku ke
rumah, aku memandangnya dengan bimbang, peristiwa itu benarbenar sulit dijelaskan, ia menunggu sejenak, dan setelah
melihatku tak berkata apa-apa, dengan lembut berkata, "Jangan
khawatir! Sikap orang itu luar biasa, pengiringnya juga sepertinya
bukan orang biasa, mereka pasti bukan pedagang Hu biasa, tapi
aku tak akan menyuruh orang menyelidiki identitas mereka".
Dengan penuh rasa terima kasih aku menghormat padanya,
ketika aku berbalik hendak masuk ke pintu, ia menyuruhku
berhenti, lalu dengan lembut berkata, "Kalau ada masalah carilah
aku, kau tak sebatang kara di Chang"an".
Sepasang bola matanya yang hitam legam penuh kehangatan,
aku menatapnya untuk beberapa saat, hatiku yang galau
sepertinya jauh lebih tenang, aku mengangguk-angguk, ia
tersenyum lebar, "Tidurlah dengan nyenyak". Aku memandangi
punggungnya sampai ia berada di kejauhan, setelah tak bisa
melihatnya lagi, aku baru menutup pintu dan kembali ke kamarku.
Malam telah larut, namun aku tak bisa tidur, sambil memegang
cawan aku menatap lentera, memandangi lilin sedikit demi sedikit
meleleh, setiap tetesnya seakan membakar lubuk hatiku.
Kenapa Yinzhixie datang ke Chang"an" Kenalilah dirimu sendiri
dan kau akan mengenal musuhmu, maka kau akan selalu
menang dalam setiap pertempuran
" Atau apakah ia punya tujuan lain" Apakah urusan dunia ini sukar berjalan sesuai
kehendak" Ketika aku merasa telah benar-benar mengubur masa
silamku, tak nyana dalam sekejap mata aku melihatnya lagi di
bawah cahaya lentera. A Die, aku berjanji padamu untuk tak akan
mencari Yinzhixie, berusaha sekuat tenaga melupakan Xiongnu
dan pergi ke Dinasti Han, tapi kenapa ia justru muncul di jalan
Dinasti Han" Sebenarnya aku harus menyuruh orang ke Tianxiang Fang untuk
mencari tahu kemana Yinzhixie pergi, tapi aku yang selalu
bersikap waspada di Chang'an justru tak dapat melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan itu, aku hanya berusaha
sebisanya untuk tak keluar rumah, sehari-hari aku tinggal di
rumah sambil berlatih meniup seruling atau bercanda dengan
gadis-gadis rumah hiburan kami untuk melewatkan waktu,
apakah aku sengaja tak menghiraukan dan melupakannya"
Ternyata setelah begitu banyak tahun berlalu, aku masih tak
berani menghadapinya. Hatiku galau dan aku terus menerus memainkan sebuah lagu, "Di
gunung ada pohon dan di pohon ada ranting. Tahukah ia isi
hatiku?" Kekhawatiran lama ditambah dengan kekhawatiran baru,
hatiku semakin bimbang. Dari luar jendela sebuah suara berkata, "Sebenarnya aku tak
ingin menganggumu, aku hendak menunggu sampai lagumu
selesai, tapi kenapa tak selesai-selesai juga?" Sambil berbicara,
ia mengetuk pintu. Aku menaruh seruling, "Pintu tak dikunci, silahkan masuk". Huo
Qubing mendorong pintu hingga terbuka dan masuk, lalu
mengambil seruling yang tergeletak di atas meja dan
mempermainkannya. "Lagu yang barusan ini kau mainkan itu lagu
apa" Sepertinya sudah akrab di telingaku, tapi aku tak ingat lagu
apa itu". Untung saja kau tak pernah memperdulikan hal-hal semacam itu,
diam-diam aku menghembuskan napas dengan lega, lalu
merebut seruling itu dan menaruhnya di dalam kotaknya, "Kenapa
kau mencariku?" Dengan seksama ia memperhatikanku, "Untuk
memastikan bahwa kau baik-baik saja?" Aku memaksa diriku
untuk tersenyum berseri-seri, "Aku baik-baik saja". Sambil
tersenyum ia mencecarku, "Seharian bersembunyi di rumah dan
tak keluar-keluar itu baik-baik saja?" Aku menunduk memandang
meja, "Aku suka tak keluar rumah".
Tiba-tiba, ia menjulurkan kepalanya untuk melihat mataku,
setelah memandangku ia bertanya, "Kau minta beberapa buku
untuk dibaca Li Yan?" Topik pembicaraannya berubah dengan
sangat cepat, aku tertegun sejenak, lalu bereaksi, yang dimaksud
olehnya adalah buku-buku itu, aku cepat-cepat melengos dan
menjawab dengan lirih, "Ya".
Ia berbisik di telingaku, "Kau sudah membacanya belum?", napas
yang hangat menerpa telingaku sehingga separuh wajahku panas
membara, aku menjadi panik dan mengangsurkan tanganku
untuk mendorongnya pergi. Dengan bertopang dagu, ia
menatapku seraya menyengir, ditatap seperti itu olehnya, sekujur
tubuhku merinding, aku pun melompat turun dari bangku, "Aku
harus pergi mengurus sesuatu, kau cepatlah pergi".
Dengan kemalas-malasan ia bangkit, lalu menghela napas dan
berkata, "Wajah perempuan lebih cepat berubah dibandingkan
cuaca di padang pasir. Barusan ini cuaca cerah, lalu dalam
sekejap mata berubah menjadi badai pasir".
Tanpa berkata apa-apa, aku membuka pintu dan memelototinya,
memberi isyarat agar ia segera pergi, wajahnya menjadi serius,
lalu dengan ekspresi dingin, ia melewatiku, namun ketika aku
sedang hendak menutup pintu, ia berbalik dan berkata padaku
dengan hambar, "Wajahmu yang dingin seperti ini membuat
hatiku semakin gatal". Dengan geram aku memelototinya, "Bruk!",
pintu kubanting keras-keras.
Ketika aku sedang merasa sebal pada Huo Qubing, dari pintu
terdengar beberapa ketukan pelan, dengan kesal aku mengomel,
"Kenapa kau kembali lagi?" Dengan heran Hong Gu bertanya,
"Kalau tidak kembali aku harus pergi ke mana?"
Aku cepat-cepat membuka pintu seraya tersenyum, "Ada orang
yang membuatku kesal sampai aku kebingungan, barusan ini aku
tak marah padamu". Hong Gu tersenyum dan berkata,
"Melampiaskan kemarahan itu baik, sudah dua tiga hari ini kau
murung, tapi hari ini ternyata kau marah-marah, ayo ikut aku
berjalan-jalan di taman, cuaca yang begitu baik sayang kalau
disia-siakan". Mendadak aku terkejut, karena dibuat kesal oleh Huo Qubing,
aku sibuk marah-marah, sehingga rasa sedih yang sudah
menumpuk beberapa hari ini telah hilang separuhnya,
apakah?"apakah dia sengaja melakukannya"
Melihatku berdiri di ambang pintu sambil tertegun, Hong Gu
tersenyum dan menarik tanganku, lalu berjalan keluar, "Jangan
mimpi di siang bolong, pikirkanlah hal-hal yang nyata saja.
Kemarin aku mengerjakan pembukuan kita, sepertinya kita punya
uang lebih untuk membeli sebuah rumah hiburan, bagaimana
menurutmu" Aku merencanakan untuk".." sambil berjalan-jalan
di taman, aku dan Hong Gu membicarakan urusan bisnis rumah
hiburan. "Chen Gongzi, mohon jangan berbuat seperti ini, bukankah aku
berkata akan menemanimu berjalan-jalan?" Sambil merontaronta, Qiu Xiang memohon-mohon, namun lelaki yang hendak
memeluknya dengan paksa sama sekali tak menghiraukannya,
dan masih terus mengerayanginya. Aku dan Hong Gu saling
memandang, kami merasa geram, memangnya rumah hiburan
kami dianggap apa" Sekarang para bangsawan yang paling
kasar pun sudah bersikap sopan begitu tiba di Luoyu Fang, tak
nyana hari ini kami bertemu dengan orang yang tak tahu malu
seperti ini. Hong Gu tertawa dengan genit dan berkata, "Aku sedang
berjalan-jalan sesuka hati dan lantas melihat burung layanglayang berkelahi, dalam hubungan pria dan wanita kedua belah
pihak harus sama-sama mau. Kalau gongzi benar-benar suka
pada Qiu Xiang, kau harus berusaha merebut hatinya dan
membuatnya mengikuti gongzi dengan senang hati, dengan
demikian gongzi akan kelihatan romantis dan anggun".
Lelaki itu melepaskan Qiu Xiang, lalu menoleh dan tertawa,
"Perkataanmu masuk akal, tapi aku justru merasa lebih
mengasyikkan kalau ia tak mau?"" Saat pandangan mata kami
berdua bertemu, senyumnya membeku, sedangkan jantungku
seakan berhenti berdetak, ketika aku berbalik hendak pergi, ia
berseru, "Berhenti!"
Aku berpura-pura tak mendengar, dan terus berjalan dengan
cepat, namun ia melompat beberapa kali dan mengejarku, lalu
menarikku, aku menangkis tangannya dan kembali berlari dengan
cepat, di belakangku ia berseru dalam bahasa Xiongnu, "Yu Jin
Jiejie, aku mengenalimu, aku mengenalimu".." Ketika berbicara
suaranya sudah tersedu-sedan, ia jelas-jelas seorang wanita.
Langkah kakiku berhenti, namun aku masih tak berpaling, setelah
berjalan ke belakangku, ia menarik napas panjang, lalu berbisik,
"Hanya aku sendiri yang berbuat onar di sini, Shanyu tak ada di
sini". Aku berbalik dan memandangnya, kami berdua saling
memperhatikan masing-masing dengan seksama, untuk waktu
yang lama kami tak berkata apa-apa. Hong Gu melirik kami
berdua, lalu mengajak Qiu Xiang pergi dengan cepat.
"Kenapa kau masih begini" Di Chang"an kau begitu tak tahu
aturan dan malahan melecehkan seorang nona", aku bertanya
sembari tersenyum. Tiba-tiba Mudaduo memelukku sambil menangis, "Mereka semua
berkata bahwa kau sudah mati, mereka semua berkata bahwa
kau sudah mati, aku menangis setahun penuh, kenapa ketika
menjelang ajal Yu Dan bersumpah demi langit bahwa kau sudah
mati?" Aku menganggap diriku sudah cukup kuat, namun ternyata air
mataku berlinangan, aku mengigit bibirku untuk menahan air
mata agar tak jatuh bercucuran, "Yu Dan"..sebelum meninggal
kau melihatnya?"

Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil mencucurkan air mata Mudaduo mengangguk, "Mulamula Shanyu tak percaya kau sudah mati, ia tahu waktu kecil kita
bersahabat, maka ia sengaja menyuruhku mencarimu, tapi Yu
Dan memberitahuku sendiri bahwa kau benar-benar sudah mati,
dan bahwa ia mengubur mayatmu di tengah pasir hisap". Aku
mengambil sapu tangan dan memberikannya padanya, namun
untuk beberapa saat aku tak kuasa bertanya tentang apa yang
terjadi pada Yu Dan setelah ia ditangkap.
"Jiejie, apakah kau juga menjadi penari di sini" Berapa uang yang
diperlukan untuk membelimu?", kata Mudaduo seraya
menghapus air matanya. "Rumah hiburan ini milikku, aku fangzhu
rumah ini", aku memandangnya sambil tersenyum hangat.
Mudaduo memukul kepalanya sendiri, lalu tersenyum, "Aku
benar-benar bodoh, di kolong langit ini siapa yang dapat
membuat jiejie melakukan sesuatu yang tak kau kehendaki"
Kusambit dia dengan "paku gatal", biar dia mati kegatalan!"
Aku mencibir, tapi tak tertawa. Senyum Mudaduo pun segera
menghilang, setelah diam sesaat, ia berkata, "Jiejie, Shanyu tak
membunuh Yu Dan, Yu Dan meninggal karena sakit".
Aku tertawa dengan sinis, "Meninggal karena sakit, masa" Sejak
kecil Yu Dan dan aku bermain bersama, masa tubuhnya begitu
lemah" Aku pernah menipunya hingga ia tercebur ke danau es di
tengah musim dingin, aku sendiri sakit karena kedinginan, tapi dia
sendiri tak apa-apa".
Mudaduo cepat-cepat menjelaskan, "Jiejie, peristiwa itu benarbenar terjadi. Kalau Shanyu ingin membunuh Yu Dan, begitu
menangkapnya ia dapat langsung membunuhnya, tapi Shanyu
memberi perintah bahwa Yu Dan harus ditangkap hidup-hidup,
kalau tidak, masa untuk menangkap satu orang perlu waktu
berhari-hari" Kau juga tak tahu bahwa ketika Shanyu tahu bahwa
kau terluka ketika kami mengejar kalian, ia begitu marah sampai
wajahnya pucat pasi, aku tak pernah melihat Shanyu begitu
marah, ribuan prajurit yang mengejarmu semua berlutut di tanah
mohon ampun. Selain itu Shanyu juga tak pernah mau percaya
bahwa kau sudah mati, ia menanyai Yu Dan berulang-ulang
tentang bagaimana kau mati, tapi penjelasan Yu Dan sangat
masuk akal, Shanyu mencarimu di seluruh pelosok Xiyu tapi tak
bisa menemukanmu, ia mengirim pasukan ke semua gerbang
yang menuju ke Dinasti Han, tapi mereka tak bisa menemukan
orang yang mirip denganmu, maka akhirnya kami mempercayai
perkataan Yu Dan". Aku tertawa dengan sinis, "Aku tak ingin mengungkit masalah ini
lagi, kalaupun Yu Dan meninggal karena sakit, masih ada A Die
ku dan permaisuri, memangnya mereka ingin bunuh diri" Siapa
yang membuat semua peristiwa itu terjadi" Walaupun ia tak
membunuh mereka, tapi mereka mati karenanya".
Sambil berlinangan air mata, Mudaduo menggeleng-geleng,
"Jiejie, aku sama sekali tak mengerti kenapa guru ingin bunuh
diri, Shanyu terus menerus membujuk guru agar tetap tinggal
bersamanya, kalaupun guru tak bersedia, ia masih dapat minta
agar Shanyu mengizinkannya pergi, tapi kenapa ia malahan ingin
bunuh diri" Aku ingat hari itu aku sedang hendak tidur, lalu tibatiba mendengar suara teriakan dari luar, aku cepat-cepat
berpakaian dan keluar dari kemah dan mendengar orang-orang
berteriak, "Ibu suri bunuh diri". Tak lama kemudian ada orang
yang berseru sambil tersedu-sedan, "Guru bunuh diri". Karena aku
memikirkan jiejie, aku tak pergi melihat ibu suri dan langsung
berlari untuk melihat guru, kulihat Shanyu berlari menghampiriku,
rupanya Shanyu baru bangun tidur, karena tergesa-gesa ia
bahkan tak sempat memakai sepatu dan berjalan dengan kaki
telanjang di atas salju. Begitu melihat jenazah guru tubuhnya
gemetar hingga hampir ambruk, semua orang khawatir ia akan
mati dan menyuruhnya beristirahat, namun dengan wajah pucat
pasi ia berteriak menyuruh semua orang mundur, dan terus
berjaga di sisi tubuh guru sampai hari terang. Jiejie, setelah
Shanyu mengumpulkan pasukan dan mengangkat dirinya sendiri
menjadi Shanyu, aku selalu membencinya, membencinya karena
ia merebut kedudukan Yu Dan, tapi malam itu, aku melihatnya
duduk sendirian di dalam kemah, saat itu di luar salju turun
dengan lebat, kami yang duduk di dekat perapian saja
kedinginan, tapi Shanyu yang hanya memakai pakaian tipis
duduk sampai hari terang, tak bergeming, sinar matanya tak
senang, justru penuh duka dan derita. Hari itu dingin, namun
hatinya jangan-jangan lebih dingin lagi, dari luar aku dengan
sembunyi-sembunyi mengintipnya, dan tiba-tiba tak
membencinya lagi, aku merasa bahwa semua yang dilakukannya
tentu beralasan, dan aku pun menganggapnya lebih pantas
menjadi Shanyu kami dibandingkan dengan Yu Dan. Semua ini
kulihat dengan mata dan kepalaku sendiri, aku sama sekali tak
membohongi jiejie. Setelah itu, walaupun ditentang oleh para
menteri, Shanyu menguburkan guru dengan upacara kehormatan
sesuai dengan adat orang Han?""
Rasa sakit yang amat sangat berkecamuk dalam hatiku, aku
menekan dadaku keras-keras, dengan kesakitan memejamkan
mataku. Dahulu ketika mendengar kabar berpulangnya A Die di
kaki Qilian Shan, aku juga merasakan rasa sakit yang sama,
begitu sakit hingga hatiku seakan dimakan hidup-hidup. Adegan
itu pun kembali muncul dalam benakku.
Setelah Yu Dan meninggalkanku, aku tak menuruti kata A Die
untuk pergi ke Zhongyuan, dan malahan bersembunyi di tengah
kawanan serigala, aku berusaha sebisanya untuk mendekati A
Die, berkat bantuan kawanan serigala, aku berhasil menghindar
dari pencarian yang berulang-ulang itu. Aku mengira dapat
dengan diam-diam menemui A Die, bahkan dapat mengajaknya
melarikan diri, namun ketika aku hendak menemuinya, aku justru
mendapat kabar bahwa ia telah meninggal dunia.
Saat itu salju telah turun tiga hari tiga malam, salju yang
menumpuk di tanah tak sampai setinggi lututku, tapi Langit belum
selesai menurunkan salju. Langit berwarna putih, bumi pun putih,
semua diantara langit dan bumi pucat pasi. Yu Dan sudah mati,
permaisuri sudah mati, A Die sudah mati, Yinzhixie dalam hatiku
juga sudah mati. Sambil menangis tersedu-sedu aku berlari di
Api Di Bukit Menoreh 27 The Chronicles Of Narnia 2 Sang Singa Sang Penyihir Dan Lemari The Lion The Witch And The Wardrob Golok Bulan Sabit 1

Cari Blog Ini