Kota Srigala Karya Stefanus S P Bagian 5
sampai menengadah, dan berseru, "Mampus
kau, Lam Sek-hai si munafik! Selama ini kau
bangga karena merasa dipercayai siapapun, lalu
kau gunakan kepercayaan orang banyak itu
untuk memfitnah kami berempat! Sekarang
puas aku mendengar ada orang yang tidak
mempercayaimu lagi, justru calon menantumu
sendiri. Ha-ha-ha...!"
Saat itulah si gemuk teman Ma Kong itu
melangkah maju dan berbicara. Agak di luar
dugaan, bahwa kata-katanya bernada halus dan
terpelajar, jauh bedanya dengan Ma Kong yang
kasar dan meledak-ledak itu. Katanya, "Ma Losam, Yo-heng dan In Koh-nio, kesempatan ini
agaknya tidak boleh dilewatkan untuk suatu
pembicaraan yang tidak bermanfaat. Kesalahpahaman sepuluh tahun itu agaknya bisa
semakin dijernihkan, biarpun tidak sekaligus..."
Kota Serigala Jilid 9 8 "Tuan ini siapa?" tanya Yo Siau-hou sambil
menduga-duga dalam hati. Mungkinkah si
gemuk ini tokoh kedua dari Leng-san-su-ok"
Kenapa bisa bersama-sama dengan Ma Kong"
Si gemuk sebenarnya masih mau bersembunyi di balik nama samaran, tapi mulut
Ma Kong lebih cepat membuka rahasia, "Dia
bernama Bhe Koan alias Bhe Poan Liong (Bhe si
naga gemuk). Perwira kekaisaran dalam
pasukan rahasia!" Si gemuk Bhe Poan-liong melirik jengkel
kepada Ma Kong yang lancang mulut itu.
Sedangkan Ma Kong malah tertawa cengengesan, "Maaf, Cian-bu (kapten), mulutku
ini benar-benar tak terkendali. Tapi tidak apaapa kan?"
"Hem," si perwira pasukan sandi cuma
berdehem untuk menunjukkan kejengkelannya.
Untung yang mendengarnya cuma dua orang.
Namun terhadap yang dua orang itu, ia tidak
dapat bersembunyi lagi, karena Ma Kong sudah
terlanjur "mengumumkan".
Kota Serigala Jilid 9 9 "Lo-sam, kalau kau dilahirkan sebagai orang
bisu, barangkali lebih baik bagi banyak pihak,"
gerutunya. Sedang Yo Siau-hou dan In Hiang tercengang.
Bagaimana seorang buronan bisa berteman
dengan seorang perwira kekaisaran"
Melihat keheranan di wajah Yo Siau-hou,
kembali mulut Ma Kong nyerocos, "Jangan
heran. Kalau seorang perwira berjalan bersama
narapidana, ya tidak bisa tidak hanyalah
semacam pengawalan, agar narapidananya
tidak kabur..." "Narapidana" Siapa narapidana?"
Ma Kong menjawab sambil tertawa, "Ya
paman ketigamu inilah narapidananya. Selama
sepuluh tahun belakangan ini, tempat
persembunyian yang nyaman dari kejaran
orang-orang Kim-jiok-bun ternyata adalah
penjara di Kotaraja Pak-khia. Enak lho.
Tempatnya longgar, jatah makanannya lumayan, kecoaknya ramah-ramah. Nah, dalam
penjara itulah aku bersahabat dengan Bhe Cianbu ini..." sambil menunjuk Bhe Poan-liong.
Kota Serigala Jilid 9 10 "Ketika melihat Bhe Cian-bu adalah seorang
yang bisa dipercaya, akupun tidak tedeng alingaling lagi menceritakan siapa diriku dan apa
kesulitanku. Bagaimana kami dikejar-kejar oleh
Kim-jiok-bun dan pendekar-pendekar yang
bersimpati kepada Kim-jiok-bun, karena
sesuatu yang tidak kami lakukan. Nah, Bhe Cianbu bersimpati, dan berjanji kalau datang
waktunya akan membantu menyelidiki kasus
kematian Pangeran In Kui-cu. Ketika
belakangan ini di luaran ramai terdengar kabar
munculnya kembali Lo-si, lewat selebaran yang
ditempelkan dimana-mana oleh pihak Kim-jiokbun, maka akupun diajak keluar dari penjara
oleh Bhe Cian-bu, diajak menyelidiki kembali
peristiwa sepuluh tahun yang lalu. Harapanku,
Lo-toa, Lo-ji dan Lo-si akan bisa berkumpul
denganku kembali untuk bersama-sama
melawan fitnah atas diri kami. Biarpun aku
tawanan, tapi sepanjang jalan tidak mau
melarikan diri biarpun banyak kesempatan.
Kalau sampai aku lari, akan membikin susah
Kota Serigala Jilid 9 11 Bhe Cian-bu, bisa-bisa dia diturunkan
pangkatnya..." Bhe Poan-liong cuma mengangguk atau
tersenyum sedikit selama penuturan Ma Kong
itu. Keempat orang itupun kemudian duduk di
rerumputan, dan sebuah api unggun kecil mulai
dinyalakan. Empat orang itu, kalau berdasarkan
latar belakang masing-masing, seharusnya tidak
mungkin duduk bersama sedamai itu. Dua
orang dari pihak Leng-san-su-ok, satu dari Kimjiok-bun dan satu perwira kekaisaran. Tapi yang
mengikat mereka bersama ialah keinginan tahu,
apa yang sebenarnya terjadi sepuluh tahun
yang lalu atas diri Pangeran In Kui-cu.
Setelah duduk, Ma Kong tiba-tiba menepuk
pundak Yo Siau-hou keras-keras sambil
bertanya, "He, mana ayahmu" Masih
bersembunyi atau bagaimana?"
Yo Siau-hou menarik napas. Lalu dengan
singkat tapi jelas, ia ceritakan kejadian yang
menimpa ayahnya sehingga tewasnya oleh
pihak yang belum jelas. Kota Serigala Jilid 9 12 Begitu selesai penuturan Yo Siau-hou,
meledak pula kemarahan Ma Kong. "Keparat!
Pasti pihak Kim-jiok-bun pembunuhnya! Begitu
pula yang membunuh Lo-toa!"
Dan si berangasan ini sudah melotot, siap
bangkit menerkam In Hiang. Tapi geraknya
terhenti, ketika tangan Bhe Poan-liong menahan
pundak Ma Kong lalu ditekan dengan paksa
sehingga duduk kembali. "Sabar, Lo-sam..." katanya.
Yo Siau-hou dan In Hiang diam-diam kagum
melihat itu. Mereka sudah tahu betapa hebat
tenaga Ma Kong, apalagi kalau sedang marah.
Namun Bhe Poan-liong sambil duduk seenaknya
dan dengan sebelah tangan saja mampu
menghentikan gerak Ma Kong. Maka Yo Siauhou dan In Hiang sulit menaksir seberapa hebat
ilmu perwira pasukan sandi itu.
Terdengar pula bujukannya, "Tenang, Losam. Kalau kau selalu mengumbar watak
berangasanmu itu, aku terpaksa akan
membawamu kembali ke dalam sel lagi..."
Kota Serigala Jilid 9 13 Ancaman itu cukup manjur untuk menakutnakuti Ma Kong, sehingga ia tidak berani
beranjak meninggalkan tempat duduknya,
biarpun matanya masih melotot ke arah In
Hiang. In Hiang tidak menanggapinya, sebab
kalau kemarahan dibalas dengan kemarahan,
buntutnya hanya pertengkaran saja dan
pembicaraan yang penting tak dapat segera
dilangsungkan. Sementara itu, Bhe Poan-liong juga telah
berkata kepada Yo Siau-hou dan In Hiang.
Nadanya tegas, "Aku harap kalian tahu bahwa
aku tengah memikul sebuah tugas rahasia dari
Kaisar, jauh lebih penting dari urusan dendam
warisan sepuluh tahun yang lalu. Karena itu,
aku mohon, biarpun kalian sudah terlanjur
mengetahui siapa diriku, kalian tidak
membocorkannya kepada orang lain lagi.
Sebagai petugas rahasia, sebenarnya aku telah
gagal, karena telah beberapa orang di Longkoan yang tahu siapa aku."
Kata-kata dan sikap Bhe Poan-liong
demikian sungguh-sungguh, sehingga Yo SiauKota Serigala Jilid 9
14 hou dan In Hiang terpengaruh, lalu menyatakan
sanggup menjaga rahasia. Mereka lebih-lebih
lagi tidak berani tanya tugas rahasia macam apa
yang sedang dijalankan Bhe Poan-liong.
Perlahan Bhe Poan-liong menarik telapak
tangannya dari pundak Ma Kong, namun
berkata kepada Yo Siau-hou berdua, "Terima
kasih atas kesanggupan kalian. Itu berarti
bantuan besar bagi tugasku, dan berarti juga
buat keselamatan rakyat kekaisaran."
Ma Kong pun ikut mengangguk-angguk,
sadar kalau tabiat kasarnya banyak mengganggu tugas Bhe Poan-liong, tapi toh
kadang-kadang amat sulit mengendalikan diri.
Kemudian Ma Kong bertanya kepada Yo
Siau-hou, "Bukankah tadi kau bilang kalau
orang-orang Kim-jiok-bun menyerbu tempat
persembunyianmu dan ayahmu, dan kau
bertempur melawan mereka" Kau bilang pula
kalau ayahmu melarikan diri dan dikejar dua
orang murid Kim-jiok-bun, lalu kau temukan
mayat ayahmu. Nah, siapa lagi yang membunuh
Kota Serigala Jilid 9 15 ayahmu, kalau bukan murid-murid Kim-jiokbun?"
Yo Siau-hou menjawab, "Tadinya akupun
menyangka begitu, Samsiok. Tapi kemudian
kutemukan juga mayat dua murid Kim-jiok-bun
yang mengejar ayahku itu, tidak jauh dari mayat
ayahku sendiri..." Kali ini In Hiang yang kaget. Selama ini pihak
Kim-jiok-bun menganggap kedua murid itu
belum mati, tapi hanya "belum pulang". Kini
setelah mendengar penjelasan Yo Siau-hou,
jelaslah sudah nasib kedua orang itu, yang
takkan bisa pulang lagi selama-lamanya.
"Mungkinkah... antara ayahmu dan kedua
murid Kim-jiok-bun itu telah bertempur begitu
sengitnya, sampai gugur bersama?" agak raguragu In Hiang mengemukakan dugaannya.
Yo Siau-hou menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Aku periksa dengan teliti ketiga mayat
itu. Ayahku bersenjata golok, tetapi tidak ada
luka-luka bekas golok di tubuh kedua murid
Kim-jiok-bun. Begitu pula sebaliknya. Kedua
murid Kim-jiok-bun itu membawa pedang,
Kota Serigala Jilid 9 16 namun pada mayat ayahku tidak ada luka-luka
pedang sedikitpun." "Aneh. Lalu apa yang menyebabkan
kematian mereka?" "Aku berkesimpulan, tiga orang itu tidak
sempat saling bertempur, dan ketiganya mati
oleh satu orang yang sama. Leher mereka patah,
seperti dijerat oleh senjata semacam tali atau
cambuk yang agaknya dimainkan tangan yang
amat kuat..." "Keparat! Pastilah ini hasil perbuatan biadab
pengkhianat itu!" Ma Kong tiba-tiba berteriak
sambil bangkit dan menyambar tongkatnya.
Tetapi ketika Bhe Poan-liong menatapnya
dengan tajam, Ma Kong cepat-cepat duduk
kembali. Namun jelas ia menahan kemarahan
yang luar biasa, sampai giginya gemeretak dan
otot-otot pelipisnya menonjol keluar.
Sementara itu, Yo Siau-hou cepat bertanya,
"Sam-siok, kau menduga siapa pelakunya?"
"Tentulah Lo-ji (si kedua), Liu Gin yang
berjulukan Hong-au-jiat-pian (ruyung maut
mencekik leher)! Hanya dia di antara kami
Kota Serigala Jilid 9 17 berempat yang tega membunuh teman sendiri
demi mengangkangi sobekan-sobekan peta
harta karun itu secara lengkap! Itulah sebabnya,
biarpun aku sudah tahu dimana dia sekarang,
aku masih ragu-ragu menemuinya. Aku sangsi,
masihkah dia memiliki rasa setia kawan sesama
Leng-san-su-ok?" Dalam membicarakan kematian Yo Tiat,
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ternyata Yo Siau-hou malah bisa bersikap lebih
tenang dari Ma Kong. Itu karena disadari bahwa
ayahnya pun seorang penjahat, selama
hidupnya juga tidak sedikit membunuh orang
tidak bersalah. Sedangkan Ma Kong yang
menjunjung tinggi "kesetia-kawanan rimba
hijau" juga lumrah kalau marah-marah. Di
kalangan rimba hijau, membela seorang teman
tidak perlu dipersoalkan apakah teman yang
dibela itu salah atau benar.
Sementara itu, Yo Siau-hou telah mengejar
dengan pertanyaannya lagi, "Sam-siok, dimana
dia sekarang?" "Di depan hidung kita. Di kota Long-koan..."
Kota Serigala Jilid 9 18 Yo Siau-hou tambah tegang, "Dia menyamar
sebagai apa" Bernama samaran siapa, dan
bagaimana cara menemuinya?"
Namun sebelum Ma Kong menjawab, Bhe
Poan-liong tiba-tiba berkata keras, "Tunggu, Losam!"
Dan kepada Yo Siau-hou, perwira itu berkata,
"Maaf, Yo-heng. Kali ini bersangkut-paut dengan
tugasku, jadi aku harus ikut campur dengan
mencegah Sam-siokmu bicara!"
Yo Siau-hou nampak penasaran. "Jadi aku
tidak boleh mengetahui siapa orang yang patut
kucurigai sebagai pembunuh ayahku?"
"Boleh, Yo-heng. Tetapi dengan satu syarat."
"Syarat apa?" "Setelah Sam-siokmu menyebutkan nama itu,
kau tidak boleh bertindak tanpa persetujuanku.
Orang itu sedang menjadi sasaran penyelidikanku, kalau sampai ada orang lain
yang bertindak gegabah, tugasku bisa kacau!"
Yo Siau-hou menarik napas, menekan gejolak
ketidak-sabaran dalam hatinya. Namun diapun
menganggukkan kepala dan mencoba Kota Serigala Jilid 9 19 meyakinkan Bhe Poan-liong, "Aku sanggup,
Cian-bu-ya. Bukankah aku tetap berkepala
dingin" Bukan karena tidak mencintai ayahku,
tetapi karena tahu bahwa ayahkupun orang
bersalah. Aku cuma ingin menyelidiki siapa
pembunuhnya, dan soal balas dendam atau
tidak, akan ada banyak pertimbangan yang
kujunjung tinggi. Antara lain keberatan Cian-buya sendiri..."
Bhe Poan-liong tersenyum dengan sikap
percaya. Juga kagum akan pengendalian diri Yo
Siau-hou yang masih begitu muda. Dalam soal
itu, Yo Siau-hou jauh mengungguli Ma Kong si
tukang mengamuk itu. Sedangkan In Hiang tanpa sadar tertunduk.
Kata-kata Yo Siau-hou, si anak penjahat yang
dipandang rendah "golongan terhormat" itu,
rasanya lebih luhur daripada sikap Kim-jiokbun yang menomor-satukan balas dendam di
atas segala-galanya. Seolah kalau bisa
mencincang musuh akan menambah ketenaran
dan keharuman nama. Kota Serigala Jilid 9 20 Bhe Poan-liong berkata, "Terima kasih. Aku
yakin kau sanggup menjunjung tinggi janjimu!"
Dan kepada Ma Kong dia berkata, "Kau harus
belajar banyak dari anak muda ini dalam soal
mengendalikan emosi. Nah, sekarang boleh kau
jawab pertanyaannya..."
Ma Kong berusaha untuk tidak berteriak,
meskipun suaranya masih bergetar juga, "Hongau-jiat-pian Liu Gin sekarang sudah salin rupa
menjadi Hu Kong-hwe, Cong-peng Taijin di
Long-koan!" Yo Siau-hou dan In Hiang serempak
mengangkat wajah dengan terkejut. "Apa?"
suara merekapun bersamaan.
"Apakah kalian tuli" Liu Gin adalah Hu Konghwe, Hu Kong-hwe adalah Liu Gin! Sudah jelas?"
Jawaban itu rasanya tidak masuk akal. Kalau
benar demikian, bagaimana mungkin selama ini
Hu Kong-hwe dan Lam Sek-hai "hidup rukun" di
Long-koan untuk banyak tahun, padahal yang
satu adalah pihak yang dituduh dan yang
lainnya yang menuduh" Apakah Lam Sek-hai
Kota Serigala Jilid 9 21 belum tahu siapa Hu Kong-hwe sebenarnya" Yo
Siau-hou dan In Hiang jadi sama bingungnya.
Terlihat jidat Yo Siau-hou berkerut-kerut.
Lalu ia menepuk paha sambil berkata, "Kalau
begitu, pendeta pengembara itu juga dibunuh
oleh..." "Pendeta itu adalah samaran Toa-siokmu,
Lou Kim..." "Ya. Yang membunuh Toa-siok rasanya
adalah Hu Kong-hwe alias Liu Gin juga!"
"Kenapa kau menduga demikian?"
Maka Yo Siau-hou menceritakan pengalamannya yang lain, ketika malam
pertama ia tiba di Long-koan. Ketika dikejarkejar Hu Kong-hwe sampai terpaksa harus
mengubur diri di tempat pembuangan sampah,
namun lalu diam-diam mendengar janji Hu
Kong-hwe dan Lou Kim untuk bertemu esok
malamnya di Bukit Ke-hong-nia...
"... dan ketika esok malamnya aku tiba di Kehong-nia, hanya mayat Toa-siok Lou Kim yang
kutemui. Maka yang membunuh hampir pasti ya
Hu Kong-hwe itulah. Pakaian mayat Toa-siok
Kota Serigala Jilid 9 22 waktu itu juga ada tanda-tanda habis digeledah,
seperti mayat ayahku."
Kembali Ma Kong menggeram-geram marah,
namun tidak berani mengumbar kemarahannya. Ia kuatir kalau oleh Bhe Poanliong "dipulangkan" ke balik terali besi di Pakkhia...
"Orang selicin Hu Kong-hwe haruslah
dihadapi dengan akal, bukan sekedar dengan
kemarahan dan keberanian..." ujar Bhe Poanliong sambil menatap tajam-tajam ke arah Ma
Kong. "Lo-sam, sekarang sudah sadarkah kau,
bahwa cegahanku dulu telah menyelamatkan
nyawamu?" Kepala Ma Kong terangguk, dan katanya
perlahan, "Benar. Kalau saat itu kau tidak
mencegahku, tentu saat ini arwahku sudah
berkumpul dengan Lo-toa dan Lo-si. Oh,
bangsat Liu Gin... tidak kusangka kau sanggup
begitu keji kepada teman-temanmu sendiri..."
Menganggap bahwa yang sedang dibicarakan
itu tidak termasuk "rahasia dinas", Yo Siau-hou
memberanikan diri bertanya, "Ada soal apakah"
Kota Serigala Jilid 9 23 Cian-bu-ya ini pernah mencegah Sam-siok
melakukan apa?" Bhe Poan-liong menjawab, "Hari pertama
kami berdua tiba di Long-koan, dari sebuah
warung pinggiran jalan, kami melihat Hu Konghwe dan pasukannya lewat di jalan raya. Waktu
itu, Sam-siok mu ini langsung hendak
menemuinya sebagai teman lama, tapi aku
cepat berhasil menotoknya sehingga dia tetap
tak berkutik di dalam warung. Dan lewatlah
rombongan Hu Kong-hwe tanpa melihat kami..."
Yo Siau-hou dan In Hiang ikut tegang, seolaholah mereka sendiri juga ikut mengalami
peristiwa itu. Sedangkan Bhe Poan-liong
melanjutkan kisahnya, "Alasanku mencegah Losam adalah seperti ini. Di Long-koan, Lam Sekhai bercokol sebagai seorang yang berkuasa
tapi kenapa Liu Gin berani bercokol pula di
depan hidung Lam Sek-hai tanpa sembunyisembunyi" Seharusnya Lam Sek-hai tahu bahwa
Hu Kong-hwe adalah Liu Gin, kenapa dia tidak
bertindak sama sekali, bahkan rasanya Lam
Sek-hai menyembunyikan rasa takut terhadap
Kota Serigala Jilid 9 24 Hu Kong-hwe" Aku curiga dan berpikir keras.
Sampai akhirnya aku menduga, bahwa antara
Lam Sek-hai dan Hu Kong-hwe ada semacam
persekutuan atau perjanjian atau entah apa,
sehingga masing-masing saling membiarkan
yang lain untuk sama-sama menikmati hidup
enak sebagai tokoh-tokoh terhormat..."
"Entah persekutuan atau perjanjian macam
apa, sehingga Lam Sek-hai sampai tidak berani
menindak Lo-ji yang jelas-jelas bercokol di
depannya?" "Aku belum tahu pasti. Tapi ini hanya
dugaanku, sekali lagi, hanya dugaan, mungkin
Liu Gin mengetahui suatu rahasia kelemahan
Lam Sek-hai dan inilah yang digunakan untuk
mengendalikan Lam Sek-hai sehingga tidak
berkutik. Tapi sekali lagi, ini cuma hasil otakatik pikiranku sendiri lho..."
"Rahasia apakah itu?" desak Ma Kong
bernafsu. Bhe Poan-liong tertawa dan menjawab, "Lho,
kau pikir aku ini cacing dalam perut Hu KongKota Serigala Jilid 9 25 hwe atau Lam Sek-hai sehingga harus tahu isi
jeroan mereka?" "Lalu kenapa saat itu kau cegah aku
menemui Lo-ji?" "Eh, belum paham juga" Antara Hu Konghwe dan Lam Sek-hai ada hubungan yang aneh,
saling mengawasi, saling ingin menjatuhkan,
tetapi juga saling melindungi rahasia pihak lain.
Seperti timbangan yang lengan-lengannya
benar-benar lurus, benar-benar seimbang.
Sebelum salah satu pihak yakin akan bisa
mematikan pihak lainnya dengan sekali pukul,
keduanya akan tetap mempertahankan keseimbangan itu. Kalau kau tiba-tiba muncul
terang-terangan, belum tentu Hu Kong-hwe
menyukaimu. Malah bisa jadi kau dianggap akan
membuka rahasia persekutuan busuk mereka,
sehingga baik Lam Sek-hai maupun Hu Konghwe sama-sama ingin membinasakanmu.
Paham tidak?" Selagi Yo Siau-hou dan In Hiang sudah
mengangguk-angguk paham, Ma Kong yang
otaknya rada bebal masih juga bertanya, "Kalau
Kota Serigala Jilid 9 26 Lam Sek-hai mau menggorokku, masih bisa
dimengerti. Tetapi Lo-ji kan seharusnya
menyambutku sebagai teman yang akan
memperkuat pihaknya?"
"Ada dua alasan kalau dia tidak akan
membiarkanmu hidup, Lo-sam. Pertama, dia
ingini bagian peta harta karun yang ada
padamu. Kedua, dalam permainan tingkat tinggi
yang amat halus antara Hu Kong-hwe dan Lam
Sek-hai, siapapun yang mendapat teman
berangasan macam kau, bukannya akan
menguntungkan pihaknya, malahan akan sangat
merugikan pihaknya!"
Yo Siau-hou dan In Hiang sama-sama
menunduk untuk menyembunyikan senyumnya, sedangkan Ma Kong keras sekali
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal...
"Liu Lo-ji keparat, suatu saat akan kupaksa
kau mengunyah sepatuku!" gerutunya pelan.
"Ingat, Lo-sam, kau tidak boleh melakukan
tindakan apapun yang diluar persetujuanku.
Kau tidak boleh mengacaukan rencana
penyelidikanku!" Kota Serigala Jilid 9 27 "Ya... ya..." sahut Ma Kong sambil masih
garuk-garuk kepala. "Eh, Cian-bu-ya, otakmu
encer juga ya?" Bhe Poan-liong tersenyum, "Bukan otakku
yang lebih pintar dari lain-lainnya, tapi
otakmulah yang agak rendah mutunya..."
Suasana sunyi sejenak, sampai In Hiang
bersuara menyodorkan urusannya sendiri, "Bhe
Cian-bu, lalu menurut analisamu, siapakah kirakira yang membunuh ayahku?"
Sejak penjelasannya yang panjang lebar tadi
mendadak saja Bhe Poan-liong telah diangkat
menjadi "dewa maha tahu", semua pertanyaan
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disodorkan kepadanya. Sesungguhnya Bhe Poan-liong punya dugaan
kuat. Namun ia masih menimbang-nimbang,
kalau diberitahukan kepada In Hiang, apakah In
Hiang tidak akan mengamuk di Long-koan dan
mengacaukan urusannya"
Karena itulah terpaksa Bhe Poan-liong
berbohong, "Aku belum berani menduga
siapapun, Kiongcu (puteri). Aku sedang
menyelidikinya dengan cermat dan tidak berani
Kota Serigala Jilid 9 28 gegabah, siapa tahu ada sangkut-pautnya
dengan tugasku..." "Kalau Bhe Cian-bu mau memberitahu tugas
itu, barangkali aku bisa membantu sedikitsedikit..."
Namun Bhe Poan-liong menggelenggelengkan kepalanya, "Soal ini, maaf, aku tidak
bisa mengatakannya. Seharusnya, diriku yang
sebenarnyapun jangan sampai diketahui orang
lain, tapi gara-gara mulu Lo-sam ini bocor, ya
sudahlah. Sudah terlanjur. Aku mau mencoba
mempercayai Kiongcu dan saudara Yo ini, tetapi
kuharap juga kalian menghargai kepercayaanku
dan tetap menutup rahasia diriku..."
In Hiang menundukkan muka untuk
menyembunyikan kesan kecewanya. Bagaimanapun juga, latar belakangnya sebagai
puteri bangsawan yang sudah biasa perintahnya dituruti, penolakan Bhe Poan-liong
itu agak sulit diterima perasaannya.
Pikirnya, "Si semangka raksasa ini agaknya
menyembunyikan sesuatu daripadaku. Hem,
bagus. Apakah dikiranya tanpa bantuannya aku
Kota Serigala Jilid 9 29 tidak bisa menemukan pembunuh ayahku"
Tunggu saja buktinya..."
Begitulah, akhirnya yang menguasai pikiran
In Hiang cuma dendam pribadinya saja. Sedang
segala penjelasan Bhe Poan-liong soal "tugas
rahasia kekaisaran" itu hakekatnya cuma masuk
kuping kiri dan langsung ke kuping kanan
molosnya. Wataknya yang terbentuk sebagai
Jian-kim-sio-cia ("nona seribu tahil emas" "
kiasan untuk gadis-gadis keluarga terpandang)
yang tak pernah terbantah kehendaknya, kini
kambuh kembali. Ayam hutan mulai berkokok panjang kokok
terakhir kali buat sang malam. Dan sang
rembulan dengan patuh menggeser diri
kesebelah barat, memberi jalan agar Tiau-yang
Seng-kun, sang batara surya, dapat naik ke
langit untuk menjalankan tugasnya.
"Aku harus kembali ke kota..." In Hiang yang
paling dulu bangkit. "Cian-bu, aku berterima
kasih karena penjelasanmu telah banyak
membantu membuka pikiranku. Aku mohon
diri..." Kota Serigala Jilid 9 30 Dan Bhe Poan-liong masih berpesan sekali
lagi, "Aku mohon Kiongcu merahasiakan apa
yang sudah kita bicarakan di sini. Aku benarbenar mohon dengan hormat. Jangan sampai
kita bertindak memukul rumput mengejutkan
ular..." "Baik!" sahut In Hiang mantap sekali
nampaknya. Tapi dasar perempuan dalam
hatinya dia melanjutkan... "tapi aku bukan
bawahanmu dan harus tunduk kepadamu. Akan
kuselesaikan urusanku sendiri, dan aku pun
takkan peduli urusanmu..."
Ia tidak menyadari bahwa antara "urusanku"
dan "urusanmu" itu bisa jadi berkaitan erat.
Kemudian In Hiang melangkah kembali ke
Long-koan, untuk melaksanakan rencananya
sendiri yang tidak diketahui Bhe Poan-liong dan
lain-lainnya. **SF** Datangnya pagi hari di kota Long-koan,
bersamaan dengan terbitnya kegemparan di
Kota Serigala Jilid 9 31 gedung kediaman Lam Sek-hai. Yaitu ketika In
Hiang kembali seorang diri di gedung itu.
"Jadi bukan kau yang menyelamatkan
anakku?" Lam Sek-hai hampir menjerit,
sementara rambutnya masih awut-awutan dan
mulutnya masih berbau, karena baru saja
bangun tidur dengan tergesa-gesa ketika
dilapori tentang kembalinya In Hiang.
Di ruangan itu pula berkumpul Pangeran In
Kong-beng dan segenap murid-murid Kim-jiokbun
yang semalam sudah terlanjur menyanjung-nyanjung In Hiang sebagai "ksatria
wanita jaman ini, yang mengharumkan nama
Kim-jiok-bun". Kini para penyanjung itu
bungkam kebingungan. Bingung memahami
peristiwanya, bingung pula bagaimana menjawab kalau ditanya Lam Sek-hai"
Sejak pembicaraan semalam, In Hiang sudah
kehilangan rasa hormatnya terhadap calon
mertuanya. Maka menjawablah dia dengan
suaranya yang tawar dan dingin, "Semalam aku
gagal menolong Lam Kongcu. Maaf..."
Kota Serigala Jilid 9 32 Selain nada suara yang tidak ramah, ada juga
perubahan sebutan terhadap Lam Kiong-peng.
Biasanya, biarpun agak terpaksa, mau juga dia
memanggilnya "Peng-koko" agar kedengaran
sedikit mesra. Tapi kini ia menyebutnya "Lam
Kongcu", artinya ia mulai mengambil jarak lebih
jauh dengan calon suaminya itu.
Selagi dirinya sendiri bingung memikirkan
nasib anaknya yang tak keruan, tiba-tiba
menghadapi pula sikap In Hiang macam itu,
hampir saja kemarahan Lam Sek-hai meledak
tak terkendali. Tetapi timbul juga setitik rasa
cemas dalam hatinya, apa yang menyebabkan
perubahan sikap gadis itu" Jangan-jangan gadis
itu, entah dibisiki siapa, sudah tahu rahasia
terbunuhnya Pangeran In Kui-cu yang selama
ini disembunyikannya" Rasa kuatirnya lebih
besar dari amarahnya, maka akhirnya dadanya
sendiri yang rasanya hampir pecah. Marah, tapi
juga takut mengatakan apa-apa. Kuatir kalau
pembicaraan jadi merembet luas dan
rahasianya semakin kedodoran. Dan kecurigaan
kepada Hu Kong-hwe makin menghebat,
Kota Serigala Jilid 9 33 bukankah Hu Kong-hwe yang selama ini paling
keberatan dengan perkawinan Lam Kiong-peng
dan In Hiang" Namun sebelum bertemu sendiri
dengan Hu Kong-hwe, Lam Sek-hai tidak berani
gegabah memastikannya... Sementara itu, In Hiang telah melangkah
terus ke ruangan dalam, sambil berkata lagi,
"Maaf, aku lelah dan mau beristirahat..."
Sikap In Hiang yang demikian rupa kepada
Lam Sek-hai membuat In Kong-beng jadi
merasa tidak enak sendiri. Sebelum cucunya itu
menghilang ke ruangan dalam, menggeledeklah
suara bangsawan tua itu, "A-hiang, jangan
masuk dulu! Jangan kurang sopan seperti itu!"
Biasanya kalau kakeknya memerintah, In
Hiang takkan berani membantah, tapi kali ini
sudah lain. In Hiang terus berjalan sambil
menjawab, "Aku lelah sekali, Kongkong. Aku
mau istirahat dulu di belakang..."
Keruan In Kong-beng jadi kehilangan muka,
merasa gagal menunjukkan kekuasaannya
sebagai orang tua atas diri cucunya. Tiba-tiba ia
melompat bagaikan kilat ke hadapan In Hiang,
Kota Serigala Jilid 9 34 dengan wajah merah padam, ia telah menampar
pipi In Hiang sambil membentak, "Bocah kurang
adat! Siapa yang sudah mengajarimu sikap tidak
tahu tata-krama macam itu"! He?"
Dengan menampar dan membentak-bentak
cucunya di hadapan sekian banyak orang,
agaknya In Kong-beng merasa sedang
menegakkan tata-krama juga.
Mestinya Lam Sek-hai senang kalau In Hiang
dihajar kakeknya. Namun saat itu ia justru
kuatir kalau sampai In Hiang marah, janganjangan akan meneriakkan hal-hal yang
"berbahaya?" Lam Sek-hai memang kuatir kalau
In Hiang "ada yang mendalangi". Karena itu,
ketika In Kong-beng siap menampar untuk
kedua kalinya, cepat Lam Sek-hai melompat
memegangi tangan In Kong-beng.
"Jangan, Paman! Mungkin A-hiang memang
kelelahan dan harus beristirahat!" bujuk Lam
Sek-hai. Dan kepada In Hiang dia berkata
dengan amat manis, "Istirahatlah, A-hiang.
Belum diketemukannya anakku bukanlah
Kota Serigala Jilid 9 35 kesalahan siapa-siapa. Apakah kau perlu
dipanggilkan tabib?"
"Tidak," sahut In Hiang singkat dan dingin.
Dan langsung menghilang ke bagian belakang.
Dalam satu hari itu, suasana di gedung
kediaman Lam Sek-hai terasa gelisah mendugaduga, apa yang menyebabkan sikap In Hiang
seperti itu" Dimana dan bagaimana nasib
anaknya" In Kong-beng juga merasa canggung,
sebab merasa sedikit banyak menjadi penyebab
kegagalan penyergapan ke persembunyian
Kongsun Hong semalam. In Hiang juga gelisah sekali. Namun
persoalannya begitu ruwet, sehingga ia tidak
mampu menelusuri apa sebenarnya sumber
kegelisahannya. Yang dia tahu hanyalah,
kegelisahan itu perlu pelampiasan agar tidak
membuat otaknya miring. Ketika ia membuka kotak pakaiannya tanpa
maksud apa-apa, tiba-tiba terlihatlah "seragamnya yang hitam lengkap dengan kain
kedok hitam yang biasanya menutup wajahnya
apabila ia sedang "beroperasi" mencuri uang
Kota Serigala Jilid 9 36 orang-orang kaya untuk dibagikan diam-diam
kepada orang-orang miskin. Tiba-tiba ia merasa,
tindakan macam itu bukan sekedar "tindakan
sosial" tetapi juga semacam kepuasan dan
kegembiraan tersendiri. Tak ubahnya orang
memancing, berburu, merangkai bunga atau
menulis sajak. Dan baginya, mencuri dan
membagi. Ia merasa lega setiap habis
melakukannya. Disentuhnya perlahan pakaian hitam itu
dengan jari yang bergetar, dan tiba-tiba ia
bergumam sendirian, "Nanti malam, si kedok
hitam akan beraksi jauh lebih hebat dari
biasanya. Tunggulah saatnya..."
Ia tersenyum puas membayangkan kegembiraannya nanti malam. Sama sekali tidak
dipertimbangkannya cara itu tepat atau tidak.
Lebih tidak diperhatikan lagi segala pesan Bhe
Poan-liong tentang "tugas rahasia" segala.
Biarpun tidak jahat, In Hiang memang belum
bisa dimasukkan golongan yang benar-benar
mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan
orang banyak secara sadar. Ia baru bisa
Kota Serigala Jilid 9 37 dihitung sebagai pesilat muda yang lumayan
tangguh, dan segala tindakannya baru dilandasi
gejolak petualangannya. Agak berbahaya tapi
tidak jahat.
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Buru-buru ia menutup kotak pakaiannya,
ketika diluar pintu kamarnya terdengar suara
langkah kaki. Namun ternyata hanya lewat saja.
Mungkin salah seorang pelayan Lam Sek-hai,
atau salah seorang murid Kim-jiok-bun.
**SF** Matahari menghilang, malam tiba. "Orangorang baik" di siang hari, malam harinya siap
bergentayangan kembali dengan maksudnya
sendiri-sendiri. In Hiang sudah siap dengan pakaian hitam
ringkasnya, kedoknya dan pedangnya. Ia tinggal
menunggu kalau ada kesempatan lolos dari
rumah itu tanpa dilihat siapapun.
Ketika dari arah menara kota sudah
terdengar suara tambur isyarat tengah malam,
In Hiang pun menyelinap mulus meninggalkan
Kota Serigala Jilid 9 38 kamarnya dan langsung ke halaman belakang.
Sudah sepi di situ. Lampu-lampu di kamarkamar sudah dipadamkan, dan sosok tubuh In
Hiang seolah lebur dalam kegelapan.
Segesit seekor kucing, In Hiang melenting
dan mencapai atap tanpa suara. Lalu melangkah
perlahan sekali, karena sadar sedang melewati
kamar kakeknya, yang memiliki pendengaran
tajam sekali. Ketika sampai di pinggiran atap di sebelah
lain, biasanya ia tinggal melompat menyeberangi sebuah halaman sempit tempat
menjemur kayu bakar hinggap di dinding, dan
setelah melompat ke sebelah sana dinding,
maka diapun sudah akan bebas bergentayangan
diluaran sebagai "si kedok hitam budiman".
Baru saja In Hiang bersiap-siap melompat,
tiba-tiba didengarnya suara langkah ringan dan
hati-hati di halaman sempit itu pula. In Hiang
batal melompat. Ia heran, siapa masih
keluyuran di luar kamar pada saat selarut itu"
Maling" Atau pegawai yang mau pergi ke kakus"
Kota Serigala Jilid 9 39 Perlahan tanpa suara, In Hiang meratakan
dirinya di atas atap, kepalanya ditongolkan
sedikit ke pinggir atap agar bisa mengawasi
seluruh lorong belakang rumah itu. Gelap sekali.
Tapi ketajaman mata In Hiang masih mampu
menangkap gerak-gerak dalam kegelapan.
Alangkah herannya In Hiang melihat Lam
Sek-hai. Ya, hakim kota Long-koan itu berjalan
seperti maling di rumahnya sendiri, menuju ke
pintu kecil di belakang rumah yang menembus
ke sebuah lorong kecil. Pintu kecil yang
biasanya cuma pantas dilalui para pelayan, para
pemasok barang-barang keperluan rumah
tangga atau kaum tak terpandang lainnya. Kini
sang hakim terhormat toh menggunakannya.
Lam Sek-hai mengenakan jubah warna gelap,
dan mengenakan topi rumput yang ditekan
rendah-rendah agar tidak gampang dikenal
andaikata ada yang berpapasan dengannya.
Tangannya menjinjing pedang dalam sarungnya. Tanpa merasa sedang diintai, Lam Sek-hai
menyelinap keluar lewat pintu kecil, lalu
Kota Serigala Jilid 9 40 menutup kembali dengan gerak amat hati-hati
agar engselnya tidak sampai bersuara berkeriut.
Lalu melangkahlah ia ke suatu arah.
"Mau kemana dia?" In Hiang bertanya-tanya
dalam hati. Dalam satu detik, keinginan In Hiang untuk
beraksi sebagai si maling budiman pun sirna,
digantikan rasa ingin tahunya akan apa yang
akan dilakukan si calon mertua itu. Ia bertekad
menguntit. Namun karena tahu bahwa sang
calon mertua juga seorang pendekar tangguh,
dia pun tidak berani sembrono. Tidak boleh
menguntit terlalu dekat, tapi juga jangan
kejauhan sehingga bisa kehilangan jejak.
Diam-diam In Hiang membuat sepuluh
hitungan sebagai patokan. Pada hitungan ke
sepuluh, tubuhnya melesat ringan dari tepi atap
ke dinding luar, lalu melompat ke tanah. Masih
sempat dilihatnya ujung jubah Lam Sek-hai
sebelum menghilang ke sebuah belokan.
Mulailah adegan kucing-kucingan antara
calon mertua dan calon menantu. Berliku-liku
kesana kemari, menyusuri jalan besar dan kecil
Kota Serigala Jilid 9 41 yang bercabang-cabang di kota Long-koan. Dan
sejauh itu In Hiang belum diketahui, karena
kehati-hatiannya. Akhirnya dilihatnya Lam Sek-hai sampai ke
sebuah rumah yang besar dan indah, tidak jauh
letaknya dari tangsi tentara. Beberapa saat Lam
Sek-hai berdiri di depan pintu gedung besar itu
sambil menoleh kesana kemari, dan In Hiang
meringkaskan tubuh sekecil-kecilnya di balik
sebatang pohon di jalan itu.
Lam Sek-hai mengetuk pintu besar itu
dengan gelang kuningan yang tergantung di
situ. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan
sebutir kepala nongol di celah-celah pintu.
Begitu melihat yang datang adalah Lam Sek-hai,
si pelayan buru-buru mementang pintu lebarlebar, lalu menyambut dengan hormat, "Oh, Tikoan Taijin, maaf... maaf... aku tidak menyangka
yang berkunjung selarut malam ini adalah Tikoan Taijin..."
"Tuanmu ada?" tanya Lam Sek-hai.
"Ada, Taijin. Kebetulan Hu Cong-peng belum
tidur pula. Silahkan masuk..."
Kota Serigala Jilid 9 42 In Hiang yang mendengarkan dari tempat
sembunyi itupun tahulah, itu rumah Hu Konghwe, si Panglima Long-koan. Untung dia belum
pernah coba-coba menggerayangi rumah itu
untuk mengambil uangnya. Kalau benar
demikian, tentu dia sudah mendapat kesulitan
hebat dari Hu Kong-hwe alias Liu Gin, tokoh
kedua Leng-san-su-ok. Padahal In Hiang sudah
mengalami sendiri betapa hebatnya tokoh
ketiga Leng-san-su-ok, Ma Kong, kemarin
malam. Maka Liu Gin ini tentunya ya setaraf
ilmunya. Kemudian iapun mulai menduga-duga dalam
hati, "Kata si semangka raksasa Bhe Poan-liong,
Hu Cong-peng ini sebenarnya adalah Liu Gin
yang telah ganti kulit. Kini di tengah malam buta
Lam Sek-hai menemuinya di rumahnya, barang
kali akan muncul kejadian menarik, mungkin
yang amat rahasia. Ah, aku harus masuk untuk
melihat dan mendengarkan. Kalau besok
sampai kuceritakan hal ini kepada si semangka
maupun kepada Yo Siau-hou, tentu mereka akan
Kota Serigala Jilid 9 43 kagum kepadaku, dan tidak lagi memandang
rendah kepadaku..." Itulah In Hiang. Sampai pada soal-soal
berbahaya pun masih dianggapnya sebagai
perlombaan main-main saja, sambil membawabawa watak tak mau kalahnya.
"Aku harus masuk ke dalam..." tekadnya.
Sudah tentu masuknya tidak dengan cara
mengetuk pintu dan memperkenalkan diri,
namun dengan cara lain. Ia memutari dinding
luar rumah besar itu, dan ketika tiba di sudut
yang gelap, dia melompat masuk. Di depannya
kini terbentang sebuah taman yang luas, indah,
tapi amat sepi. Sampai di sini, ia jadi
kebingungan sendiri. Di mana tempatnya Hu
Kong-hwe dan Lam Sek-hai bertemu"
Selagi kebingungan itulah dia kaget sekali
ketika sebuah telapak tangan tahu-tahu
diletakkan ke pundaknya dari arah belakang. Ia
menahan diri untuk tidak menjerit, tapi dengan
gerakan kilat ia memutar tubuh, dan tangan
kanannya sudah menggenggam tangkai pedang
yang mencuat di belakang pundaknya.
Kota Serigala Jilid 9 44 "Ssst..." orang yang menyentuhnya tadi
mengisyaratkan agar diam. In Hiang mengenali
wajah Bhe Poan-liong si "semangka" yang
ternyata telah membuktikan kelebihan ilmunya
bertingkat-tingkat lebih tinggi dari In Hiang.
Manusia yang begitu gemuk, tahu-tahu ternyata
sudah ada di belakang In Hiang, tidak diketahui
oleh In Hiang kalau tidak menggamit
pundaknya... "Kau menyalahi janjimu kemarin malam,
Kiongcu..." Bhe Poan-liong langsung berbisik
dengan nada menegur. "Kemarin malam kau
sudah berjanji takkan mengganggu penyelidikan yang sudah kulakukan, dengan
cara tidak ikut campur untuk sementara.
Nyatanya malam ini Kiongcu berkeliaran
sampai ke mari..." "Aku... aku..." sesaat In Hiang tergagap. "...
bukannya bermaksud mengabaikan pesanmu,
Bhe Cian-bu. Tapi secara kebetulan aku melihat
gerak-gerik Paman Lam, lalu aku buntuti, itu
saja. Tanpa bermaksud turun tangan, atau
Kota Serigala Jilid 9 45 membuat ulah lain yang akan kau anggap
mengacau urusanmu..."
Alis tebal Bhe Poan-liong berkerut
menandakan dia masih merasa tidak puas
dibantah dengan dalih apapun. Bibirnya sudah
bergerak untuk mengatakan sesuatu, namun
tiba-tiba ia menekan pundak In Hiang sambil
berdesis, "Sembunyi. Ada orang."
Serempak mereka berdua menenggelamkan
diri dalam lautan pohon bunga yang memenuhi
taman itu. Dari ujung jalan setapak di taman,
nampak seorang lelaki berdandan sebagai
pelayan rumah berjalan membawa nampan
yang memuat sebuah poci minuman dan dua
cawan. Langkah si pelayan agak lesu, agaknya
dia masih mengantuk sekali setelah dibangunkan dengan mendadak.
Bhe Poan-liong lalu membisiki In Hiang,
"Kalau kita ikuti orang itu, kemungkinan besar
akan kita temukan tempat dimana Hu Konghwe menemui tamu-tengah-malamnya..."
"Kenapa Cian-bu seyakin itu?"
Kota Serigala Jilid 9 46 "Saat ini sudah larut malam, dan pelayan itu
membawa cawan untuk dua orang. Tentunya
dia disuruh mengambilkan minuman untuk Hu
Kong-hwe dan tamunya..."
In Hiang menggumam setuju dan mengangguk-angguk. Sementara Bhe Poanliong telah membisiki lagi, "Ayo, Kiongu. Jangan
terlambat..." Keduanya berjalan mengendap mengikuti
langkah si pelayan mengantuk. Untung rumah
itu sudah benar-benar sepi, tidak ada lagi
penghuni-penghuninya yang hilir mudik.
Pelayan yang dibuntuti itupun tak pernah
menoleh-noleh lagi, sebab untuk melebarkan
matanya saja sudah amat segan, boleh dibilang
dia berjalan sambil setengah tidur.
Ketika mendekati sebuah ruangan dimana di
jendelanya nampak bayangan dua orang duduk
berhadapan, Bhe Poan-liong mulai berhati-hati,
dan mengisyaratkan In Hiang agar hati-hati
pula. Pelayan yang membawa minuman itu
masuk ke ruangan itu setelah mengetuk pintu.
Di dalam ruangan sebenarnya tengah terdengar
Kota Serigala Jilid 9 47 pembicaraan bernada keras, tapi ketika pelayan
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang, pembicaraan berhenti untuk sementara
sampai si pelayan keluar kembali.
Saat itulah diluar dugaan In Hiang, jari-jari
tangan Bhe Poan-liong mendadak menotok In
Hiang secepat kilat. Jalan darah pelumpuh, Kikeng-hiat di pundak, dan jalan darah pembisu,
Ah-hiat di pinggang. Kontan In Hiang terkulai,
tapi Bhe Poan-liong cepat menyambar tubuhnya
agar tidak roboh. "Maaf, Kiongcu, terpaksa hal ini kulakukan
demi kelancaran tugasku..." bisik Bhe Poanliong di dekat kuping In Hiang. "Aku tetap
membiarkan nona sadar, agar bisa mendengarkan pembicaraan. Tapi aku tidak
bisa membiarkan nona bebas bergerak dan
berbicara, sebab dalam pembicaraan yang akan
kita dengarkan itu barangkali ada hal-hal yang
bisa membangkitkan emosi, dan Kiongcu takkan
kubiarkan bertindak ceroboh..."
Mata In Hiang memancarkan kejengkelan,
tapi tak bisa berkutik atau berbicara. Ia lalu
digendong Bhe Poan-liong seperti bayi raksasa,
Kota Serigala Jilid 9 48 sementara dalam hatinya mencaci-maki si
"semangka raksasa" ini.
Sambil membawa In Hiang, Bhe Poan-liong
bergerak seringan segumpal asap saja. Tanpa
suara ia menempatkan diri di bawah jendela
ruangan itu, terlindung di balik jambanganjambangan bunga yang besar-besar.
Perlahan tubuh In Hiang didudukkan dalam
posisi senyaman mungkin, lalu Bhe Poan-liong
sendiri berjongkok di bawah jendela. Ia tetap
tersenyum, tak peduli In Hiang melotot gusar
kepadanya. Terdengar langkah si pelayan yang
meninggalkan ruangan untuk kembali ke dapur.
Sedang di dalam ruangan itu, pembicaraan
antara Hu Kong-hwe dan Lam Sek-hai
dilanjutkan lagi. "Jadi sudah kau akui, bahwa saat ini anakku
ada di tanganmu?" terdengar suara Lam Sek-hai
keras. Sedangkan jawaban Hu Kong-hwe dingin tak
kenal takut, "Ya! Sebab aku benar-benar tidak
ingin kau kawinkan anakmu dengan cucu
Kota Serigala Jilid 9 49 perempuan si keledai tua tolol In Kong-beng itu.
Sebab kalau kau sampai menjadi keluarganya,
tentu keledai tua itu tak berani lagi menindak
keras kepadamu, seandainya kubeberkan
rahasiamu kepadanya. Berarti aku kehilangan
senjataku. Sebaliknya kau apabila sudah
menjadi keluarganya bisa saja kau gunakan
keledai tua itu untuk menyingkirkan aku. Entah
langsung dengan senjata, atau tidak langsung
dengan menggunakan pengaruh di Pak-khia.
Jadi, aku harus mempertahankan kedudukanku
dengan segala cara!"
Di luar jendela, sebenarnya In Hiang kasihan
juga mendengar kakeknya disebut "si keledai
tua tolol". Namun istilah itu rasanya tidak
terlalu keliru. Demi menjunjung "martabat"
yang diagung-agungkan, kakeknya tanpa sadar
sering terlalu gampang dituntun dan diperalat
orang lain. Sementara itu, terdengar suara Lam Sek-hai,
"Liu Gin, tidak percayakah kau bahwa aku akan
tetap mentaati perjanjian kita untuk tetap saling
menjaga rahasia" Atau, kalau kau tidak percaya
Kota Serigala Jilid 9 50 hal ini, setidak-tidaknya harus percaya bahwa
aku tetap membutuhkan rekan usaha seperti
kau, yang kuat dan bisa saling menguntungkan!
Jadi, biarpun aku kelak jadi berbesanan dengan
In Kong-beng, aku tak berniat sedikitpun untuk
menyingkirkanmu, percayalah. Perkawinan
anakku hanyalah untuk memanfaatkan pengaruh In Kong-beng di Pak-khia, supaya
menguntungkan aku. Dan kelak mungkin juga
menguntungkanmu!" Di luar jendela, In Hiang gusar mendengar
kata-kata Lam Sek-hai itu. Jadi tujuan
perkawinan yang diusulkan Lam Sek-hai itu
tidak tulus, tapi sekedar untuk ambisi pribadi
Lam Sek-hai yang ingin mencari "koneksi" di
pusat pemerintahan. In Hiang jadi merasa
bahwa dirinya cuma dijadikan semacam "batu
tangga" untuk diinjak, agar penginjaknya bisa
naik lebih tinggi. Sedangkan Bhe Poan-liong merasa beruntung telah lebih dulu melumpuhkan gadis
itu. Kalau tidak, barangkali In Hiang akan keluar
untuk mengamuk, padahal Bhe Poan-liong
Kota Serigala Jilid 9 51 masih ingin mendengarkan pembicaraan Hu
Kong-hwe dan Lam Sek-hai sampai tuntas.
Hu Kong-hwe terdengar menjawab dingin
dan tegar. "Lam Sek-hai, jangan bicara
kepadaku seperti membujuk anak kecil dengan
kembang gula! Aku tahu, sifatmu. Aku tahu,
begitu kau mendapat pengaruh di Pak-khia
lewat In Kong-beng, pastilah langkah
pertamamu ialah membuangku ke lubang
kubur! Selain untuk mengamankan rahasiamu
yang kupegang, juga untuk mengantongi sendiri
semua keuntungan yang selama ini kita makan
bersama..." "Liu Gin, aku tidak..."
"Diam dulu! Aku tidak percaya kau masih
membutuhkan aku sebagai rekan usahamu!
Jangan kau kira aku setolol Kongsun Hong. Dulu,
ketika kau mulai hendak membuka perdagangan gelap candu, kau ditolong oleh
Kongsun Hong untuk diperkenalkan dengan
orang-orang Inggris di bandar Kanton. Tapi
setelah kau mempunyai jaringanmu sendiri,
bagaimana nasib Kongsun Hong" Dia kau
Kota Serigala Jilid 9 52 tumpas sebagai penjahat, dan aku yakin kau
juga akan melakukannya atas diriku!"
"Jadi apa maumu, Liu Gin" Apakah akan kau
sandera terus anakku seumur hidupnya?"
Liu Gin alias Hu Kong-hwe tertawa terkekeh,
"Heh-heh, tidak sejauh itu. Aku hanya ingin
menutup kemungkinan perjodohan anakmu
dengan In Hiang. Biarlah anakmu tetap aku
rawat baik-baik sampai kelak aku yang akan
mencarikan jodohnya, bukan kau yang
mencarikan. Jodoh yang pas dengan pertimbangan-pertimbanganku sendiri. Dan
selanjutnya kita bisa tetap jadi rekan usaha
yang sama-sama menikmati keuntungan besar.
Nah, hebat tidak rencanaku ini?"
"Kau keterlaluan, Liu Gin! Kau terlalu
dihantui kecemasanmu sendiri, sampai bertindak demikian jauh dalam urusan
menentukan jodoh buat anakku sendiri!"
"Aku cuma tidak mau kehilangan kendali
atas dirimu, terang-terangan saja. Salahmu
sendiri. Selama sepuluh tahun kita sudah hidup
bersama secara baik, menikmati uang candu
Kota Serigala Jilid 9 53 bersama-sama, kenapa tiba-tiba kau punya
pokal menjalin hubungan dengan Pangeran In
Kong-beng segala" Tidak lain tentu akan
menyudutkan aku. Karena itu, wajar saja kalau
akupun melakukan langkah-langkah untuk
mengimbangi segala siasat busukmu."
"Liu Gin, kalau kau paksa aku menjadi nekad,
dan malam ini juga kubeberkan masa silammu
yang kau sembunyikan itu di hadapan si keledai
tua itu, maka umurmu takkan lebih panjang dari
esok hari!" "Kau berani" Akupun akan membeberkan
rahasiamu!" "Aku yakin, si keledai tua itu akan lebih
mempercayaiku!" "Belum tentu, Lam Sek-hai..." Hu Kong-hwe
terkekeh. Lam Sek-hai terkesiap. Kata "belum tentu"
Hu Kong-hwe itu langsung dihubungkannya
dengan sikap In Hiang yang amat berubah siang
tadi. Mungkinkah Hu Kong-hwe sudah lebih
dulu membuka rahasia kepada In Kong-beng,
Kota Serigala Jilid 9 54 namun dengan melalui diri In Hiang" pikir Lam
Sek-hai cemas. "Bangsat, apa saja yang sudah kau katakan
kepada In Hiang?" tiba-tiba saja Lam Sek-hai
membentak. "Kau sudah lebih dulu melanggar
perjanjian saling tutup mulut, ya" Keparat!"
Hu Kong-hwe juga kaget, tidak menduga
kalau tiba-tiba Lam Sek-hai jadi semarah itu
tanpa diketahui jelas sebab-sebabnya. "Aku
mengatakan apa kepada In Hiang" Lho, jangan
ngawur, sejak gadis itu ada di Long-koan,
bertemu saja aku belum pernah!"
Kemarahan Lam Sek-hai berganti keheranan
mendapat jawaban Hu Kong-hwe itu.
Dihapusnya keringat yang tiba-tiba saja
membasahi jidatnya, meskipun malam itu
hawanya dingin. Sesaat dengan susah-payah ia
berusaha mengendalikan kemarahan, kegelisahan dan ketakutan yang bercampuraduk dalam dadanya.
"Maaf..." katanya gemetar. "Jadi kau belum
membuka rahasiaku kepada siapapun" Juga
kepada In Hiang?" Kota Serigala Jilid 9 55 "Rahasiamu adalah senjataku, tentu saja aku
tidak mengobral sembarangan kalau aku sendiri
tidak benar-benar terancam. Sampai saat ini,
rahasiamu masih tersimpan rapi olehku. Kalau
tidak, buat apa aku meladenimu bicara?"
Agaknya Hu Kong-hwe sendiripun kuatir
kalau Lam Sek-hai jadi nekad, sehingga "usaha
bersama" yang selama ini berjalan lancar bisa
jadi berantakan. Hu Kong-hwe bersikap macam
itu bukan saja takut, tapi juga sayang kepada
"usaha bersama" yang selama ini dinikmatinya.
Sesaat di dalam ruangan itu hanya ada
kesunyian yang menegangkan. Sampai Lam Sekhai bertanya, "Mungkinkah ada pihak lain yang
sudah mengetahui rahasiaku, dan membisikkannya ke kuping In Hiang?"
"Seandainya ada, itu bukan tanggung
jawabku..." jawab Hu Kong-hwe. "Rahasiamu
masih kusimpan rapat, sebab aku masih
mengharapkan kembali pulihnya persekutuan
kita..." Di luar ruangan, Bhe Poan-liong dan In Hiang
memasang kuping dengan asyiknya. Namun In
Kota Serigala Jilid 9 56 Hiang sudah tidak sabar, ingin segera
mendengar rahasia kematian ayahnya. Dan
akhirnya terkabul juga harapannya, ketika
mendengar suara Hu Kong-hwe...
"... tetapi kalau kau mau mengajak hancurhancuran karena keserakahanmu, baik, akupun
tidak takut! Kau boleh bilang kepada keledai tua
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu bahwa akulah Liu Gin, tokoh kedua dari
Leng-san-su-ok. Tapi aku pun akan beritahu si
keledai tua bahwa kaulah yang membunuh In
Kui-cu. Aku percaya In Kong-beng takkan
memburuku, tapi memburumu! Usaha bersama
kita memang akan hancur, tapi kau akan
menerima akbiat yang lebih berat. Aku bisa saja
lari, menggali harta karunku, lalu hidup sebagai
jutawan di tempat yang jauh dengan mengganti
semua identitasku. Kalau perlu ya jadi
perampok lagi, karena asalku memang
perampok. Tapi bagaimana denganmu" Kau
akan jatuh, kehilangan martabat, seluruh
hartamu disita pemerintah kekaisaran. Dan kau
sendiri akan digiring ke Pak-khia untuk
Kota Serigala Jilid 9 57 dipancung, sebab telah berani membunuh
seorang bangsawan!" Hati In Hiang bergolak hebat mendengar itu.
Sedikit demi sedikit mulai pahamlah ia akan
persoalannya. Kiranya yang membunuh
ayahnya bukan salah seorang Leng-san-su-ok,
melainkan Lam Sek-hai, sahabat ayahnya
sendiri! Tapi rupanya Liu Gin tahu rahasia itu
dan digunakan untuk menekan Lam Sek-hai,
sampai terpaksa Lam Sek-hai bahkan membagi
keuntungan dengan Liu Gin itu. Mungkin lamalama Lam Sek-hai bosan diperas, lalu diapun
mencoba mengikat hubungan kekeluargaan
dengan In Kong-beng, dengan harapan, kalau
sudah jadi keluarga tentu In Kong-beng takkan
menindak dirinya, seandainya rahasia Lam Sekhai sebagai pembunuh In Kui-cu terbongkar
sekalipun. Inilah yang hendak dicegah matimatian oleh Hu Kong-hwe alias Liu Gin, yang
rupanya tidak mau kehilangan kekangannya
atas diri Lam Sek-hai... "Jangan! Jangan!" suara Lam Sek-hai mulai
terdengar ketakutan. "Aku tidak mengajakmu
Kota Serigala Jilid 9 58 hancur-hancuran macam itu! Justru kedatanganku untuk merundingkan jalan keluar
yang sama-sama baik buat kita berdua!"
Hu Kong-hwe tertawa dingin dan terus
menekan, "Kalau begitu, ya hanya ada satu jalan
tadi. Putuskan segala hubunganmu dengan
Pangeran In Kong-beng. Entah bagaimana
caranya, terserah kepadamu!"
Lama sekali ruangan itu sunyi, hanya
terdengar suara langkah hilir-mudik. Kemudian
Lam Sek-hai menjawab, "Aku harus memikirkan
dulul. Tidak bisa sembarangan aku menyakiti
hati seorang bangsawan yang berpengaruh di
pemerintahan pusat. Aku minta waktu untuk
berpikir..." Suaranya memelas sekali, sebaliknya suara
Hu Kong-hwe dingin tak kenal ampun, "Soal
segampang ini, kenapa harus bingung
mengambil keputusan" Kalau tetap bersekutu
dan menuruti aku, kau akan tetap menjadi raja
kecil di Long-koan ini, di bawah perlindungan
pasukanku. Sedang kalau kau serakah mencoba
menggapai pangkat yang lebih tinggi di PakKota Serigala Jilid 9
59 khia, apalagi melalui In Kong-beng, aku akan
menghadiahkan kehancuran hebat buatmu.
Nah, gampang kan?" "Liu Gin, aku mohon... biarlah aku berpikir..."
Akhirnya Hu Kong-hwe mau juga agak
"berbaik hati". "Mengingat hubungan baik kita
selama ini, baiklah, kuberi dua hari dua malam.
Kalau sampai batas waktunya tiba kau belum
menjawab, nah, kuanggap kau sudah siap duduk
di kursi terdakwa dalam penyelidikan soal
matinya Pangeran In Kui-cu. Saat itu aku tidak
bisa menolongmu, tapi kalau menjuruskanmu,
he-he-he, pasti bisa."
Lam Sek-hai bungkam, namun mengutuk
dalam hatinya, "Bangsat benar Liu Gin ini. Tapi
dia sedang unggul, dan aku harus mengalah
untuk membuatnya lengah. Siapa tahu dalam
dua hari ini akan muncul perkembangan baru
yang menguntungkan keadaanku..."
Sedangkan Hu Kong-hwe diam-diam juga
membatin, "Bedebah ini sekarang kelihatannya
mengalah dan wajahnya mengharukan sekali,
tapi aku harus tetap waspada, tidak boleh
Kota Serigala Jilid 9 60 lengah. Kalau ada gerak-geriknya yang
membahayakan, harus langsung kuhantam
tanpa ampun lagi..."
Kemudian Lam Sek-hai bangkit sambil
berkata, "Kalau begitu, aku pulang dulu. Dan
tolong rawat anakku baik-baik..."
Hu Kong-hwe tertawa, "Baik. Tapi
kuperingatkan sekali lagi, kalau kau berani
berbuat macam-macam di belakang punggungku, anakmu akan kukirim kepadamu
dalam peti mati. Aku tidak takut perang terbuka
denganmu, biarpun di pihakmu ada In Kongbeng, toh pihakmu yang akan lebih hancur
daripadaku..." Dengan wajah merah padam menahan
geram, Lam Sek-hai keluar dari ruangan itu,
bahkan juga dari rumah itu.
Di luar jendela, Bhe Poan-liong tahu bahwa
pembicaraan sudah selesai. Iapun pergi diamdiam sambil membawa tubuh In Hiang yang
tertotok. Seperti datangnya yang bagaikan
hantu gentayangan, begitu pula perginya.
Tubuhnya yang gemuk serta bawaannya yang
Kota Serigala Jilid 9 61 berat itu tidak menghalanginya untuk
melompati dinding halaman rumah Hu Konghwe itu.
Sesaat Hu Kong-hwe masih duduk di
ruangan itu sambil tersenyum-senyum sendirian. Seperti pecatur yang puas melihat
bidak-bidaknya berhasil mengunci sebagian
besar langkah-langkah lawan. Tapi permainan
belum selesai, masih mungkin muncul kejutankejutan baru.
Dan kejutannya muncul terlalu cepat, ketika
ia baru saja bersiap-siap meninggalkan ruangan
itu untuk kembali tidur. Ada suara langkah
mendekat pintu, dan seorang pelayan berwajah
mengantuk muncul dihadapannya.
"Taijin, ada dua tamu lagi di luar..."
"The Cam-ciang (perwira The) serta seorang
lelaki berpakaian gelandangan yang luka-luka..."
(Bersambung ke Jilid 10) Bantargebang, 01 Juni 2018, 08:51
Kota Serigala Jilid 9 62 Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 9 63 Kota Serigala Jilid 10 1 Kota Serigala Jilid 10 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid X Langsung saja Hu Kong-hwe merasa hatinya
tidak tenteram. Yang disebut The Cam-ciang
(letnan kolonel The) itu bernama The Hui,
perwira andalannya yang amat dipercaya
membantu mengelola "usaha gelap"nya
bersama Lam Sek-hai. Kedatangannya di larut
malam itu hampir mustahil membawa berita
menggembirakan... "Suruh mereka masuk..."
Si pelayan mengiakan dan keluar dari
ruangan itu, namun dalam hatinya menggerutu
hebat. Berarti harus menyiapkan minuman lagi,
lalu menunggu kedua tamu itu pergi untuk
menutup pintu, dan berarti jatah waktu
tidurnya jadi semakin berkurang.
Kota Serigala Jilid 10 2 Tak lama kemudian, di hadapan Hu Konghwe sudah tiba dua orang. The Hui dan orang
yang oleh si pelayan tadi disebut "gelandangan
luka-luka". Ia bukan lain adalah Hek-ci, orang
sewaan Hu Kong-hwe yang disuruh mengambil
Lam Kiong-peng dari tangan Kongsun Hong dan
menyembunyikannya, dan berhasil. Tapi kini
dia menghadap dengan kepala dibalut, tangan
dibalut, yang penuh bercak-bercak darah.
"Ada apa?" tanya Hu Kong-hwe.
Hek-ci menjawab setengah merintih, "Tadi
kucari Taijin di tangsi, tapi hanya kuketemukan
The Cam-ciang yang langsung mengantar aku
kemari..." "Ada apa" Katakan cepat!"
"Tempat... tempat persembunyian kami
diserbu orang-orangnya Lam Sek-hai yang
dipimpin oleh Oh Kun-peng. Kami kalah, dan
Lam Kiong-peng berhasil mereka rampas
kembali!" Hu Kong-hwe terhenyak kaget. Wajahnya
yang beberapa menit yang lalu masih gembira,
kini memucat, lalu berubah lagi menjadi merah
Kota Serigala Jilid 10 3 padam. "Goblok! Kalian tidak becus bekerja!
Hanya bersembunyi dan menjaga tawanan saja
tidak sanggup! Pasti ada di antara kalian yang
berbuat bodoh, sehingga tempat persembunyian mereka diketahui musuh!"
"Mereka berjumlah banyak. Teman-temanku
sudah melawan mati-matian, tapi tak kuasa
membendung serbuan mereka. Hanya aku
seorang diri yang lolos..."
"Kau pun lebih baik mampus sekalian!"
dalam kemarahannya, tubuh Hu Kong-hwe
melompati meja dan kursi, seperti harimau
menerkam korbannya. Sebuah pukulan yang
amat keras menimpa ubun-ubun Hek-ci yang
malang, sehingga tenaga bayaran itupun roboh
tewas dengan ubun-ubun yang retak.
Sesaat Hu Kong-hwe berdiri terengah-engah,
dengan keringat membasahi wajahnya. Tampangnya tentu tak jauh berbeda dengan
ketika Lam Sek-hai diancam olehnya tadi.
Sebaliknya, saat itu barangkali Lam Sek-hai-lah
yang sedang tersenyum-senyum di rumahnya.
Kota Serigala Jilid 10 4 The Hui gemetar beberapa langkah dari
pintu, dan berkali-kali melirik ke arah pintu,
memperhitungkan waktu berapa detik untuk
mencapai pintu itu. Namun sebelumnya, ia
bertanya, "Liu Jiko (kakak kedua Liu), kita harus
segera mengambil tindakan pencegahan..."
Dia memanggil Hu Kong-hwe dengan nama
aslinya, sebab dia juga bekas anak buah Lengsan-su-ok, yang oleh Hu Kong-hwe direkrut,
diberi pangkat dan penghasilan yang besar dan
dijadikan tangan kanannya.
Perlahan-lahan Hu Kong-hwe menjadi
tenang kembali, dan The Hui agaknya tidak
perlu kabur. Kata Hu Kong-hwe, "Jangan kecil
hati. Meskipun Lam Sek-hai telah mendapatkan
kembali anaknya yang kita sandera, tapi kita
masih bisa menguasai keadaan. Percayalah..."
Suasana sunyi sejenak, The Hui menunggu
dengan tegang. "The Hui, ada pekerjaan untukmu malam ini
juga..." "Silakan Jiko perintahkan..."
Kota Serigala Jilid 10 5 "Pergi ke semua tangsi, tanpa kecuali.
Siapkan seluruh prajurit dan umumkan bahwa
kota Long-koan ditutup mutlak dari orangorang yang masuk maupun keluar, sampai aku
cabut kembali perintah ini entah kapan.
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ancaman hukuman mati langsung untuk tiap
pelanggar perintah. Tempatkan penjagaan kuat
di sekitar rumah Lam Sek-hai. Dan selama
keadaan darurat ini, setiap prajurit hanya harus
tunduk kepada perintahku, tidak ada pejabat
lain yang boleh memberi perintah. Merekapun
diancam hukuman mati kalau melanggar!"
Sikap lesu The Hui tiba-tiba lenyap,
digantikan sikap penuh semangat. "Bagus, Jiko!
Tindakan yang tepat. Biarpun Lam Sek-hai
punya seribu mulut kalau melihat seluruh kota
sudah kita kuasai, tentu dia takkan berani
bercuit selirih apapun!"
"Sudah, jangan banyak mulut. Jalankan!"
"Baik!" Setengah berlari-lari The Hui meninggalkan
ruangan itu. Kota Serigala Jilid 10 6 Hilanglah kantuk Hu Kong-hwe. Ia mondarmandir dalam ruangan itu dan bergumam
sendiri. "Lam Sek-hai, hati-hatilah kau. Jangan
memaksa aku untuk bermain kasar, supaya
akupun tidak harus memutuskan hukuman
mati untukmu dengan tuduhan yang bisa saja
aku ada-adakan..." Namun alis Hu Kong-hwe berkerut juga
kalau ingat Pangeran In Kong-beng yang
berdiam di gedungnya Lam Sek-hai. Suatu
persoalan baru muncul. Bagaimana pun juga In
Kong-beng adalah bangsawan, kabar tentang
nasibnya tentu akan terdengar sampai ke Pakkhia...
"Hem, kalau Lam Sek-hai bisa merangkul In
Kong-beng, kenapa aku tidak bisa?" akhirnya Hu
Kong-hwe lega sendiri. **SF** Dengan membawa In Hiang, Bhe Poan-liong
sampai ke sebuah rumah yang selama ini
menjadi "pangkalan"nya. Sebuah rumah yang
terletak tepat di belakang rumah judi dan
pemadatan milik Lam Sek-hai. Selama ini,
Kota Serigala Jilid 10 7 tetangga-tetangga di sekitar situ hanya tahu
kalau Bhe Poan-liong cuma seorang "penganyam tikar miskin yang mengadu nasib
dari kota ke kota"...
Di dalam rumah, In Hiang didudukkan di atas
kursi dalam keadaan tetap tertotok. Lalu
dinyalakannya lilin, sehingga tempat itu
menjadi terang. Begitu cahaya redup memenuhi ruangan itu,
In Hiang dapat melihat Ma Kong juga ada di
ruangan itu. Namun si berangasan kali ini juga
cuma duduk seperti patung dengan mata
melotot, sehingga tahulah In Hiang bahwa si
berangasan inipun tertotok.
Bhe Poan-liong tersenyum kecut dan
berkata, "Aku tahu kalian berdua marah
kepadaku. Ma Kong marah kepada Liu Gin yang
telah membunuh Yo Tiat dan Lou Kim. In
Kiongcu marah kepada Lam Sek-hai yang telah
membunuh ayahnya dengan mengkambinghitamkan Leng-san-su-ok. Karena itu, pemarahpemarah seperti kalian lebih baik tinggal diam
di sini sampai urusanku selesai, daripada
Kota Serigala Jilid 10 8 mengamuk dan mengacau urusan. Maaf...
maaf..." Setelah berkata demikian sungkan, Bhe
Poan-liong menggelar sehelai tikar di sudut
ruangan. Beberapa saat kemudian, terdengarlah
dengkurnya yang lembut nyaman...
Tinggallah kedua "tawanan" itu duduk
dengan mendongkol, tak bisa berkutik, tak bisa
bicara. Karena merasa tak ada gunanya mendongkol
terus-terusan, akhirnya Ma Kong memejamkan
matanya, dan mencoba tidur dalam keadaan
duduk. In Hiang coba-coba meniru jejaknya,
meskipun tidurnya gelisah. Apa yang
didengarnya di rumah Hu Kong-hwe tadi telah
membuat pikirannya kacau bukan kepalang.
Pagi tiba kembali. Bhe Poan-liong menggeliat
bangun dan lega melihat kedua tawanannya
masih bersikap begitu manis, tidur pulas,
bahkan air liur Ma Kong berleleran dari
mulutnya yang terbuka dan semalam entah
sudah kemasukan berapa ekor nyamuk.
Kota Serigala Jilid 10 9 Namun Bhe Poan-liong tiba-tiba mendengar
suara ribut-ribut orang banyak berbicara di
depan rumah, juga dari halaman rumah-rumah
tetangga. Ia bangkit dan membuka pintu.
Dilihatnya beberapa orang yang dikenalnya
sebagai penghuni-penghuni gang itu tengah
berdiri bergerombol-gerombol dan berbicara
dengan muka tegang. "Apakah akan ada perang?" tanya seorang
penduduk. "Kenapa semua prajurit tiba-tiba
keluar dari tangsi dan berjaga-jaga di segala
tempat?" "Bahkan orang-orang juga dilarang keluar
masuk kota! Sekeliling kota dijaga semua
jalannya. Kata seorang prajurit, Cong-peng
Taijin sedang hendak mengamankan kota!"
"Apakah kita lalu boleh bekerja atau tidak?"
"Kabarnya tetap diperbolehkan, asal tidak
keluar kota!" "Kalau begitu, lebih baik segera kusiapkan
daganganku, agar tidak kesiangan!"
Yang berbicara itu langsung memisahkan
diri dari kerumunan. Beberapa orang yang lain
Kota Serigala Jilid 10 10 juga susul menyusul, dan kerumunan pun
akhirnya bubar. Bhe Poan-liong masuk kembali ke dalam
rumah, dan dia pun mulai berpikir. Ada kejadian
apa lagi" Kenapa Hu Kong-hwe mendadak
"unjuk kekuatan" di jalanan"
"Hem, daripada bingung-bingung duduk di
sini saja, lebih baik aku coba menyelidiki situasi
kota..." lalu ia bangkit mengambil segulung tikar
untuk dipanggul keluar rumah. Ia akan
berkeliling kota dengan menyamar sebagai
penjual tikar, seperti biasanya. Karena terlalu
terpusat perhatiannya pada situasi baru itu, ia
jadi melupakan Ma Kong dan In Hiang. Tidak
ingat bahwa setelah semalaman, totokan atas
diri mereka hampir habis dayanya. Totokan
yang normal biasanya cuma dua belas jam
setelah itu, jalan darah yang tertotok akan
mengalir bebas lagi. Setelah Bhe Poan-liong pergi, Ma Kong lebih
dulu membuka matanya dan langsung menguap
lebar sambil merentang tangan dan menggeliatkan tubuh. Tapi tiba-tiba ia tertegun
Kota Serigala Jilid 10 11 sejenak, lalu berseru gembira, "He, aku sudah
tidak tertotok lagi! Ha-ha-ha... si keparat babi
gemuk itu lupa kalau aku sedikit banyak punya
tenaga dalam untuk membuka totokannya lebih
cepat dari semestinya. Kurang ajar dia, tidak
cukup dengan melarang pakai mulut saja, tetapi
dengan totokan juga!"
Lalu ia bangkit dan berjalan di ruangan
sempit itu sambil menggerak-gerakkan tangan
untuk melemaskan otot. Ketika melihat In Hiang
juga sudah membuka mata tapi belum bisa
bergerak, Ma Kong tertawa, "Eh, bocah she In,
kenapa kau sampai disini pula" Ha-ha... aku
tahu! Tentu kau sedang beraksi menyelidiki Liu
Gin, tapi kepergok si babi gemuk yang sok
pintar mau menyelidiki sendiri tanpa campur
tangan orang lain itu, bukankah begitu" Lalu
kau ditotok karena dianggap mengganggu
rencana kentutnya bukan" Ha-ha-ha... senasib
denganku. Memang sok pintar dia. Tapi jangan
marah kepadanya, dia orangnya baik kok..."
Tentu saja In Hiang belum bisa menjawab,
namun sinar matanya telah memancarkan rasa
Kota Serigala Jilid 10 12 persahabatan. Ia merasa orang kasar macam Ma
Kong rasanya justru jauh lebih menyenangkan
dari Kakeknya atau Lam Sek-hai yang hidup
sehari-harinya penuh lagak, penuh aturan, tapi
hanya untuk menyembunyikan kebusukan saja.
Rasa simpatinya kini justru kepada orang
seperti Ma Kong atau Yo Siau-hou yang sepuluh
tahun hidup dalam kecemasan karena korban
fitnahan Lam Sek-hai. Sementara itu, Ma Kong masih menyerocos,
"Sebenarnya aku ingin membebaskanmu dari
totokan, tapi aku sama sekali belum pernah
mempelajari Tiam-hat-hoat. Jadi kau harus
menunggu saja sampai totokan itu terbuka
dengan sendirinya. Meskipun kau cucu In Kongbeng, tapi karena sudah tidak menuduhku lagi
sebagai pembunuh ayahmu, aku takkan
menganggapmu musuh lagi..."
Sesaat lagi ia masih hilir mudik lalu berkata,
"Nah, sementara ini biar aku memasak makanan
di dapur..." Lalu menghilanglah dia ke bagian belakang
rumah. Kota Serigala Jilid 10 13 "Sebenarnya aku ingin membebaskanmu dari
totokan, tapi aku sama sekali belum pernah
mempelajari Tiam-hat-hoat. Jadi kau harus
menunggu saja sampai totokan itu terbuka
dengan sendirinya. Kota Serigala Jilid 10 14 In Hiang ditinggalkan sendiri di ruangan
yang pinggir-pinggirnya penuh tumpukan tikar.
Diam-diam ia mulai menjalankan pernapasannya, mengerahkan perlahan-lahan
tenaga dalamnya untuk coba membobol Kikeng-hiat dan Ah-hiat nya yang tersumbat.
Setelah tubuhnya hangat dan berkeringat, ia
mulai merasakan usahanya berhasil sedikit
demi sedikit... **SF** Pagi itu, Lam Sek-hai merasa amat gembira
ketika anaknya sudah kembali. Anak buahnya,
di bawah pimpinan Oh Kun-peng, telah berhasil
merebut sang tuan muda dari kelompok Hek-ci.
Namun selain itu, Lam Sek-hai juga cemas.
Bagaimana kalau Hu Kong-hwe jadi nekad dan
melaksanakan ancamannya untuk "hancurhancuran" seperti yang diucapkannya malam
tadi" Inipun harus segera dipecahkan
masalahnya. Kota Serigala Jilid 10 15 Kecemasannya makin hebat ketika seorang
pegawainya tiba-tiba melapor kepadanya pagi
itu, "Taijin, rumah kita dikepung para prajurit!"
Jantung Lam Sek-hai berdesir. Buru-buru ia
melangkah ke luar rumahnya untuk menguji
benar-tidaknya laporan pegawainya.
Begitu pintu gerbang dibuka dan ia melihat
apa yang terjadi diluar, kontan meluaplah darah
Lam Sek-hai. Tepat di depan pintu rumahnya,
lima puluh serdadu bersenjata menjaga dengan
sikap seolah-olah menjaga penjara saja.
Kemudian di belokan-belokan di ujung jalan,
nampak pula para serdadu dalam jumlah
banyak bergerombol menutup mulut jalan,
melarang siapapun melewati depan rumah Lam
Sek-hai. Cepat Lam Sek-hai menutup pintu lalu
menuju ke belakang. Pintu kecil di belakang
rumahnya dibuka, dan sama saja, lorong di
belakang rumah itu sudah penuh serdadu
bersenjata. Itu artinya rumahnya sudah
terkepung rapat. Kota Serigala Jilid 10 16
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Muka Lam Sek-hai benar-benar semerah
pantat babi sekarang. "Kurang ajar prajuritprajurit itu, apa maunya mereka" Apakah aku
ini mereka anggap pesakitan, atau apa" He,
kumpulkan seluruh orang-orang kita dan
siapkan senjata!" Perintah itu diberikan kepada anak buahnya.
Tapi, anak buah yang biasanya sigap
menjalankan perintah sang Ti-koan Taijin, kini
nampak ragu-ragu dan kecut. Kalau disuruh
menghajar penduduk yang lemah dan tak
bersenjata, mereka garang. Tapi untuk melawan
prajurit sebanyak itu adalah soal lain lagi...
Sedangkan Lam Sek-hai dengan langkah
bagaikan gajah murka, berjalan ke pintu depan
kembali. Begitu ia mementang pintu depan,
menggeledeklah bentakannya. "Siapa pemimpin
kalian"!" Cam-ciang The Hui melangkah maju sambil
menyeringai, memberi hormat Lam Sek-hai dan
berkata, "Akulah pemimpin mereka, Ti-koan
Taijin..." Kota Serigala Jilid 10 17 "Kenapa para prajurit disebar keseluruh
kota, terutama di sekitar rumah ini"
Memangnya ada perang" Atau panglimamu
sengaja mau cari gara-gara dengan aku?"
The Hui menjawab sambil menyeringai,
"Cong-peng Taijin menyatakan seluruh kota
dalam keadaan tertutup, karena di dalam kota
ini ada seorang pembunuh yang bersembunyi.
Seorang pembunuh sahabatnya sendiri yang
berkedok sebagai orang terhormat!"
Darah Lam Sek-hai berdesir, sadar bahwa
tindakan Hu Kong-hwe itu ditujukan kepada
dirinya, tentu berkenaan dengan lolosnya Lam
Kiong-peng. Namun melihat bahwa Hu Konghwe baru sampai pada taraf menggertak, belum
sampai tindakan langsung, agaknya Hu Konghwe masih menyediakan setitik peluang untuk
berdamai... "Kalau begitu, biar aku bicara dengan
panglima!" Lam Sek-hai segera melangkah
keluar, namun The Hui menghadangnya dan
berkata, "Karena keadaan kota tidak aman,
Cong-peng Taijin berpesan agar Ti-koan Taijin
Kota Serigala Jilid 10 18 tetap berada di dalam rumah saja. Agar tidak
mengalami kejadian yang tidak diinginkan!"
"Minggir! Berani benar kau seperti ini
kepadaku! Apakah tidak menyadari kedudukanku di kota ini?"
Namun The Hui tidak bergeser seujung
rambut pun, "Maaf, Ti-koan Taijin, dipersilakan
masuk kembali ke dalam rumah dan jangan
coba-coba melangkah keluar selangkahpun.
Cong-peng Taijin sudah memerintahkan, hanya
dia yang harus dipatuhi, dan siapapun yang
melanggar akan dihukum mati. Tanpa kecuali!"
"Keparat!" Lam Sek-hai menggeram marah.
Namun melihat The Hui dan prajuritprajuritnya nampak kukuh dalam sikapnya,
Lam Sek-hai tak berani nekad menerjangnya.
Saat itu sungguh tidak bijaksana kalau membuat
bangkitnya kemarahan Hu Kong-hwe.
Setelah menghentakkan kaki dengan jengkel,
dia masuk kembali ke dalam rumahnya.
Dilihatnya di halaman dalam, anak buahnya
sudah siap dengan macam-macam senjata,
namun semangat mereka kelihatan lesu, tidak
Kota Serigala Jilid 10 19 menunjukkan tekad untuk membela sang
majikan seperti biasanya.
Baru saja melintasi halaman dalam dan
belum hilang kepepatan pikiran Lam Sek-hai,
tiba-tiba In Kong-beng sudah menyongsongnya
dengan wajah amat cemas, "Hiantit, sekarang
agaknya ganti cucuku yang diculik! Sampai pagi
ini dia belum kembali..."
Sahut Lam Sek-hai acuh tak acuh,
"Barangkali A-hiang hanya marah karena
pertengkaran dengan Paman kemarin. Tidak
apa-apa, jangan gelisah..."
"Tetapi kabarnya keadaan kota menjadi
gawat, sampai semua prajurit keluar dari tangsi.
Aku sungguh kuatir akan A-hiang..."
Suara bangsawan itu terdengar setengah
merintih, membuat pikiran Lam Sek-hai tambah
pepat. "Paman, percayakan kepadaku. Aku
bertanggung-jawab." Namun kemudian rintihan In Kong-beng
malah dilengkapi dengan air mata segala.
"Tetapi... sepuluh tahun yang lalu Hiantit bilang
akan menemani anakku, menjaga Kota Serigala Jilid 10 20 keselamatannya, nyatanya Hiantit hanya
mengembalikan mayat anakku. Sekarang Ahiang adalah satu-satunya keturunanku,
haruskah aku kehilangan untuk kedua kalinya"
Mestinya Hiantit..."
Lam Sek-hai menukas dengan jengkel,
"Paman, akan kucari A-hiang. Percayalah. Tapi
A-hiang adalah seorang dewasa yang punya
sepasang kaki lengkap, punya kehendak sendiri,
bisa pergi kemanapun dia mau. Apakah aku
harus terus mengikutinya seperti inang
pengasuhnya"!" Seandainya Hu Kong-hwe melihat cara Lam
Sek-hai membentak In Kong-beng itu, tentu Hu
Kong-hwe akan gembira sekali. Memang yang
diharap-harapkannya hanyalah putusnya hubungan Lam Sek-hai dengan Hu Kong-hwe.
Sedangkan si bangsawan yang biasa
dihormati di Ibukota, entah mengapa di kota
kecil Long-koan itu malah sering dibentakbentak tapi tidak berani membalas. Dengan
lemas In Kong-beng menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, nampaknya
Kota Serigala Jilid 10 21 hampir menangis. Beberapa kali ia menarik
napas, lalu tiba-tiba berkata, "Kalau hiantit
sedang sibuk, baiklah aku akan mencoba minta
bantuan Cong-peng Taijin Hu Kong-hwe.
Sebagai sahabat Hiantit, mungkin dia mau
menolong..." Keruan Lam Sek-hai kaget. Yang selama ini
selalu dicegahnya justru adalah pertemuan
langsung In Kong-beng dan Hu Kong-hwe,
karena kuatir kalau sikap In Kong-beng nanti
dipengaruhinya sehingga berbalik merugikan
Lam Sek-hai sendiri. Maka buru-buru Lam Sek-hai memberi
hormat kepada In Kong-beng sambil berkata
semanis-manisnya, "Paman, aku minta maaf
atas sikapku barusan yang terlalu kasar, sebab
pikiranku pun sedang pepat memikirkan Ahiang juga. Aku benar-benar minta maaf. Tetapi
jangan Paman sendiri yang menjumpai Hu
Cong-peng, nanti biar aku saja, pasti dia mau
membantu..." Kota Serigala Jilid 10 22 Dan legalah hati Lam Sek-hai ketika melihat
si bangsawan tua mengangguk-angguk sambil
mengeringkan air matanya.
Sekonyong-konyong seorang pelayan melangkah masuk dan melaporkan, "Cong-peng
Taijin Hu Kong-hwe datang berkunjung!"
Wajah Lam Sek-hai memucat beberapa detik.
Apakah karena Lam Kiong-peng lepas dari
tangannya, lalu Hu Kong-hwe merasa terjepit
dan siap "buka kartu" di hadapan In Kong-beng,
artinya permusuhan di bawah tanah itu akan
dikobarkan menjadi "perang terbuka?" Ketika
melihat In Kong-beng bangkit untuk menyambut keluar, buru-buru Lam Sek-hai
mencegahnya, "Paman, sebaiknya Paman
menenangkan pikiran dan beristirahat di
belakang saja! Urusan hilangnya A-hiang, biar
aku rundingkan sendiri dengan Hu Cong-peng..."
"Tidak. Aku ingin bicara sendiri dengan Hu
Cong-peng, mumpung dia datang kemari..." dan
langkahnya pun tak tercegah lagi, menuju ke
ruangan depan. Kota Serigala Jilid 10 23 Lam Sek-hai menepuk jidatnya dan meratap
dalam hati, "Inilah hari kiamatku. Oh, para
bodhisatwa yang welas asih, ampunilah aku
yang selama ini kurang beribadat dengan
sungguh-sungguh. Aku berjanji, kalau sampai
lolos dari bencana ini, akan kubangun kuil-kuil
dengan patung altar berlapis emas..."
Sambil gencar berdoa dalam hati, Lam Sekhai pun melangkah ke ruangan depan untuk
ikut menjumpai Hu Kong-hwe. Di ruangan
depan, dilihatnya Hu Kong-hwe tidak duduk,
melainkan berjalan hilir mudik dengan dua
tangan tergendong di belakang punggung.
Anehnya, wajahnya tidak tegang melainkan
berseri-seri, sehingga Lam Sek-hai malahan
tambah kuatir... Melihat si tuan rumah keluar didampingi In
Kong-beng, buru-buru Hu Kong-hwe menyongsong, "Selamat pagi, In Ongya dan tuan
Lam, mudah-mudahan prajurit-prajuritku tidak
mengejutkan kalian. Tetapi, eh, kenapa wajah
kalian begitu murung, apakah kurang sehat"
Kota Serigala Jilid 10 24 Kalau begitu, apakah kunjunganku mengganggu
kalian?" "Silahkan duduk, tuan Hu," sahut Lam Sekhai. "Ada keperluan apa?"
Hu Kong-hwe duduk dan tersenyum, katakatanya tersusun rapi, "Pertama, kuucapkan
selamat atas berhasilnya diketemukannya
kembali putera tuan Lam. Apakah dia baik-baik
saja?" "Hem, baik, baik. Terima kasih, tuan Hu,"
sahut Lam Sek-hai tak jelas, seakan sedang sakit
gigi. Diam-diam merasa waswas, jangan-jangan
kedatangan Hu Kong-hwe ini untuk "mengambil" Lam Kiong-peng secara terangterangan"
Sedangkan suara Hu Kong-hwe jernih dan
jelas. "Yah, syukurlah kalau anakmu baik-baik
saja, tuan Lam. Memang kurang ajar penjahatpenjahat sisa pengikut Kongsun Hong itu, masih
berani beraksi dalam kota. Tuan Lam tentunya
juga yakin bahwa penculik anakmu adalah sisasisa pengikut Kongsun Hong. Begitu kan?"
Kota Serigala Jilid 10 25 "Ya, aku yakin. Yakin sekali..." sahut Lam Sekhai patuh namun agak sinis. Sedang dalam
hatinya disambung, "Orang sudah mati mana
bisa membantah?" Saat itulah In Kong-beng cepat menimbrung,
"Cong-peng, cucuku perempuan juga hilang
semalam. Mungkinkah diculik pula?"
"Mungkin culiknya ada di dekat-dekat sini!"
kesempatan itu cepat digunakan Lam Sek-hai
untuk menyindir Hu Kong-hwe.
Namun muka badak Hu Kong-hwe tak
berubah sedikitpun mendengar sindiran itu.
Katanya, "Oh, begitu" Ongya jangan cemas,
keamanan kota ini adalah tanggung-jawabku,
tentu aku akan berusaha sekuat tenaga untuk
menemukan In Kiongcu. Tenang sajalah."
"Terima kasih, Hu Cong-peng."
"Tuan Lam, kedatanganku ini hanya
memberitahu, bahwa sekarang aku yang
memerintah kota ini karena keadaan darurat.
Semua kekuasaan di tanganku. Tidak boleh ada
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pejabat lain yang mengeluarkan perintahKota Serigala Jilid 10 26 perintah, kasihan, nanti penduduk jadi bingung.
Bisa dipahami, tuan Lam?"
"Paham, Paham."
"Kalau boleh tahu, apakah situasinya
memang begitu gawat, Cong-peng?" tanya In
Kong-beng. "Cukup gawat. Di kota ini ternyata ada
seorang pembunuh bersembunyi bertahuntahun. Coba pikir, gawat tidak" Demi
melindungi penduduk, terpaksa kulakukan
tindakan ini." "Oh, siapa pembunuh itu?" tanya In Kongbeng.
Hu Kong-hwe tersenyum manis kepada Lam
Sek-hai, sebaliknya wajah Lam Sek-hai tegang
dan berkeringat dingin. Doa kepada para
bodhisatwa dipanjatkan lebih hebat.
Didengarnya Hu Kong-hwe berkata, "Nama
pembunuh itu belum diketahui. Namun di
orangnya amat cerdik. Kalau dia pintar,
mungkin juga aku takkan berhasil menangkapnya..." Kota Serigala Jilid 10 27 In Kong-beng merasa heran. Para
penanggung-jawab keamanan biasanya kalau
ada apa-apa selalu bicara "agar semuanya tetap
tenang" atau "situasi sepenuhnya terkendali"
dan lain-lain kalimat yang menenteramkan.
Tapi Hu Kong-hwe kok rasanya malah seperti
menganjurkan si pembunuh "agar pintar dan
tidak tertangkap?" Hanya Lam Sek-hai yang tahu bahwa
"isyarat" itu ditujukan kepadanya. Maka diapun
menjawab secara terselubung pula, "Yah, mana
ada orang yang mau ditangkap tuan Hu, yang
terkenal sebagai pendekar mulia yang
membenci para penjahat, terutama penculik"
Pembunuh itu tentu akan bertindak bijaksana,
agar jangan sampai bentrok dengan tuan Hu..."
Hu Kong-hwe tersenyum, sedangkan In
Kong-beng mengangguk-angguk, seperti tahu
tapi sebenarnya bingung karena dialog yang
agak aneh itu. Supaya ketololannya tidak
nampak menyolok, In Kong-beng mengeluarkan
usul pula, "Tapi kalau memang berbahaya, ya
sebaiknya ditangkap saja, Cong-peng."
Kota Serigala Jilid 10 28 "Memang, kalau berbahaya ya ditangkap.
Tapi untuk sementara ini rasanya tidak gawat,
jadi aku biarkan dulu..." sahut Hu Kong-hwe
kepada In Kong-beng. Lam Sek-hai lega. Doanya dalam hati,
"Wahai, para bodhisatwa, terima kasih untuk
pertolonganmu. Oh, para yang dimuliakan, yang
maha bijaksana dan memahami penderitaan
makhluk fana, kuil-kuil di kota ini rasanya
masih cukup untuk menampung para umat. Aku
akan memugarnya dan memperbarui catnya,
dan rasanya tidak perlu membangun kuil-kuil
yang baru..." Sementara itu, Hu Kong-hwe dengan suara
puas, karena yakin bahwa Lam Sek-hai takkan
berani melanggar pesannya, lalu berkata, "Nah,
aku mohon diri dulu. Harap Pangeran dan tuan
Lam menjaga diri baik-baik. Nanti sore tuan
Lam juga aku undang ke rumahku, seperti biasa.
Untuk membicarakan bagaimana kita sebagai
pemimpin-pemimpin yang bertanggung-jawab
bisa meningkatkan pengabdian kita terhadap
rakyat. Apakah tuan Lam bisa?"
Kota Serigala Jilid 10 29 "Aku akan datang, tuan Hu..."
Meskipun Lam Sek-hai merasa bahwa
dirinya semakin keras dicengkeram kebebasannya oleh Hu Kong-hwe, tapi ia masih
merasa bersyukur karena masih dihidupi.
Untuk sementara, turuti dulu semua kemauan
Hu Kong-hwe. Kelak kalau ada kesempatan,
barulah ia akan membinasakan Hu Kong-hwe
sebelum mulutnya sempat berkaok membuka
rahasianya. Doanya dalam hati mulai menggunakan katakata yang semakin akrab, "Kiranya para
bodhisatwa mengetahui ketulusan hatiku. Kuilkuil yang ada itu masih bagus-bagus semuanya,
belum perlu dipugar, catnya juga belum
mengelupas. Mudah-mudahan lain kali saja bisa
kutunjukkan baktiku yang hina ini..."
Doanya buru-buru dihentikan ketika dari
luar rumahnya terdengar suara ribut-ribut. Hu
Kong-hwe yang baru melangkah sampai ke
halaman itupun menghentikan langkah,
tertegun... "Tangkap dia!" seru para serdadu.
Kota Serigala Jilid 10 30 "Siapapun tidak boleh keluar masuk gedung
Ti-koan Taijin, tanpa diijinkan Cong-peng Taijin
sendiri!" "Hentikan dia!"
Dan seruan seorang gadis yang marah,
"Minggir, serdadu-serdadu tolol! Jangan halangi
aku membalas kematian ayahku!"
Itu suara In Hiang. Disusul suara ribut orang
berkelahi, orang-orang mengaduh atau jatuh
bergedebukan. Rupanya In Hiang dengan
kekerasan sedang berusaha menembus rintangan para serdadu. Sementara In Kong-beng juga telah
menghambur menyeberangi halaman menuju
ke pintu gerbang, sambil bersuara, "Itu A-hiang,
cucuku!" Tahu-tahu di pintu gerbang telah muncul In
Hiang yang diburu belasan prajurit. In Hiang
berbalik, tinju dan kakinya bergerak, dua
serdadu roboh terjungkal. Namun serdaduserdadu lain yang patuh kepada pesan sang
panglima terus merangsek ke arah In Hiang.
Kota Serigala Jilid 10 31 In Kong-beng melompat ke hadapan para
serdadu sambil membentak, "Tahan! Ini cucuku!
Akulah Pangeran In Kong-beng, bangsawan
derajat ketiga yang menjadi sahabat panglima
kalian!" Tapi para serdadu tidak menggubris. "Kami
hanya menjalankan perintah Cong-peng untuk
menangkap siapapun yang menerobos penjagaan kami!" (HALAMAN 33 " 40 TIDAK ADA)
mereka marah lalu menindak kita..."
"Jangan begitu ketakutan, Kakek. Kakek
adalah bangsawan dan pendekar, bandit-bandit
itu tentu takkan berani bertindak terhadap
kakek karena kuatir beritanya sampai ke Pakkhia. Kita harus membebaskan rakyat Longkoan dari penindasan mereka..."
"Sudah kukatakan, jangan keras-keras... kau
masih menuruti omonganku atau tidak?" kata In
Kong-beng ketakutan. "Memang benar mereka
mungkin takkan membunuh kita, karena
Kota Serigala Jilid 10 32 mereka kuatir kalau jadi buronan pemerintah
pusat. Tapi ada hal lain yang harus kita
perhitungkan..." "Apa lagi yang harus diperhitungkan?"
"Kalau sampai soal ini tersebar luas, tidak
bisakah kau bayangkan betapa malunya kita
menghadapi khalayak ramai" Semua orang akan
menganggap kita tertipu, salah menilai orang,
tidak berani bertindak dan sebagainya.
Pendeknya, kalau sampai perkawinanmu
dengan Lam Kiong-peng batal, kita akan
menjadi bahan tertawaan orang sejagad!"
In Hiang kaget sampai mukanya memucat
sedetik, "Apa" Aku harus tetap menikah dengan
si hidung belang yang tidak becus apa-apa,
becusnya cuma menghamburkan harta orang
tuanya itu?" "Kalau kau mau mempertahankan nama
keluarga kita, kau harus tetap menikah
dengannya! Apa yang terjadi atas ayahmu
sepuluh tahun yang lalu, harus dihapus! Sebagai
cucuku, kau harus menuruti rencanaku ini!"
Kota Serigala Jilid 10 33 "Tidak! Aku tidak bisa membiarkan
pengkhianatan yang pernah dialami oleh ayah!
Aku tidak sudi menjadi menantu si pembunuh
keji itu! Tidak! Tidak!"
In Hiang sudah bangkit dari kursi dan
hendak berlari keluar, tetapi tangan-tangan
kakeknya lebih cepat menangkap sepasang
pundaknya, menekannya kembali ke tempat
duduk. Suara kakeknyapun bernada perintah
seperti biasanya. "Dengarkan, A-hiang! Tidakkah kau ingin berbakti kepada nama baik
keluarga kita" He?"
"Justru itulah aku harus membalaskan
kematian ayah!" "Tidak, cucuku. Pakai otakmu. Kau jangan
menoleh ke masa lalu, tetapi ke masa depan
keluarga kita! Apa untungnya kau bunuh Lam
Sek-hai, padahal dia bisa menolong kita untuk..."
"Kakek, keuntungan membunuh Lam Sek-hai
tidak sekedar untuk keluarga kita saja, tapi bagi
kebebasan ribuan penduduk Long-koan dari
jerat judi dan candu!"
Kota Serigala Jilid 10 34 "Diam dulu dan dengarkan, A-hiang. Tidak
usah berlagak jadi pahlawan pembela rakyat!
Apakah kau tidak sadar berapa besar biaya
hidup kita di Pak-khia, biaya yang harus
dikeluarkan agar kita punya penampilan yang
pantas sebagai keluarga bangsawan terhormat"
A-hiang untuk menopang penampilan itu,
tidakkah kau sadari bahwa kita sudah punya
hutang banyak kepada Pangeran Ong, Pangeran
Pek dan Pangeran Toh" Kalau mereka menagih
dan kita tak bisa membayar, seluruh kekayaan
kita akan disita, dan kita akan menjadi jembel
semuanya" Kau ingin kita semua seperti itu"
Saat ini, hanya perkawinanmu dengan Lam
Kiong-peng yang bisa menyelamatkan keluarga
kita dari kemiskinan dan kehinaan!"
Sejak ayahnya tewas, In Hiang berusaha
untuk menghormati dan mengagumi kakeknya
yang begitu mulia. Tapi saat In Kong-beng
menyerocos panjang lebar itulah berangsurangsur rasa hormat In Hiang lenyap digantikan
kecewa yang menghebat. Air matanya mengalir.
Jadi inikah tujuan kakeknya sejak dulu
Kota Serigala Jilid 10 35 mendorong-dorongnya kawin dengan Lam
Kiong-peng" Bukan kebahagiaan cucunya yang
jadi pertimbangan utama, melainkan hendak
memperalat cucunya sendiri untuk menggantol
harta orang lain! Demi martabat keluarga,
katanya. Tapi apakah tindakan kakeknya itupun
bermartabat" Tak tahan melihat air mata cucunya, In
Kong-beng membuang muka dan berjalan hilirmudik di ruangan itu.
Sementara itu, setelah rasa sesak dalam
dadanya berkurang sebagian bersamaan
dengan air matanya, In Hiang menggugat
dengan suaranya yang gemetar, "Kalau kakek
tidak mau menghukum Lam Sek-hai, berarti
kakek juga tidak menghargai martabat kakek
sendiri. Sebagai ayah dari ayahku, kakek telah
melanggar sumpah yang diucapkan di hadapan
beberapa pendekar bahwa kakek akan
menghukum pembunuh ayah. Kakek telah
menjilat ludah sendiri. Dan sebagai Ketua Kimjiok-bun yang selalu menepuk dada sebagai
pembela keadilan, kakek telah bersikap tidak
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kota Serigala Jilid 10 36 adil kalau membiarkan penduduk Long-koan
tetap menderita diperas Lam Sek-hai, hanya
agar kakek dapat membiayai rangkaian
perjamuan mewah di Pak-khia! Dengan uang
dari Lam Sek-hai, uang dari penduduk melarat,
untuk menjamu berlimpah-limpah kepada
orang-orang yang sehari-harinya saja sudah
kekenyangan!" "A-hiang, dulu waktu kuucapkan sumpah,
aku belum tahu kalau pembunuh ayahmu
ternyata bukan Leng-san-su-ok, tapi Paman
Lammu itu. Sekarang mana bisa aku membunuh
seorang tokoh terhormat" Bagaimana nanti
dengan nama baikku" Dan soal rakyat Longkoan menjadi melarat oleh judi dan candu, aku
tidak mau ikut-ikutan mengurus. Salah mereka
sendiri..." In Hiang cuma bungkam dan menangis. Sisa
rasa hormat dan bangga kepada kakeknya yang
tinggal sedikit, kini jadi semakin sedikit. Kiranya
macam inilah pribadi kakeknya yang
sebenarnya. Kota Serigala Jilid 10 37 Sedangkan In Kong-beng yang tidak peka
dalam membaca gejolak jiwa cucunya, terus saja
berkata, "Namun soal sumpah membunuh Lengsan-su-ok itu, jangan kuatir, aku punya jalan
untuk mempertahankan nama baikku agar aku
tidak sampai dicap tidak memenuhi sumpah.
Akan kubicarakan dengan Hu Cong-peng. Aku
akan menutup rahasianya sebagai Liu Gin,
sebaliknya dia harus menyediakan empat butir
kepala yang kira-kira wajahnya mirip dengan
wajah-wajah Leng-san-su-ok. Di penjara
tentunya ada. Akan kukumpulkan saksi-saksi
sumpahku dulu, kutunjukkan keempat butir
kepala itu, nah, mereka akan mengira bahwa
aku sudah menggenapi sumpahku dan
selamatlah martabat keluarga kita..."
In Hiang memprotes, "Itu tidak adil! Berarti
akan ada orang-orang tak bersalah yang harus
mati menggantikan Lam Sek-hai yang
sebenarnya bersalah! Kakek menjadi pengecut!
Tidak berani melawan Lam Sek-hai, sebaliknya
malah mengorbankan orang lain! Kakek
berusaha membentuk nama baik yang palsu,
Kota Serigala Jilid 10 38 yang lebih kakek utamakan dari keadilan dan
kemanusiaan!" Wajah In Kong-beng jadi merah padam, tak
menduga cucunya yang biasanya "jinak" itu
sekarang berani mengeluarkan kata-kata
setajam itu. "A-hiang, umurku berkali lipat dari
umurmu! Aku sudah mendapat banyak
pengalaman yang membuatku lebih tepat
menentukan pilihan, mana yang mesti
dipertahankan mana yang mesti dikorbankan!
Tujuanku adalah menyelamatkan martabat
keluarga In!" "Nama baik, kehormatan, martabat, harga
diri, apa lagi" Apa lagi Kakek"! Siapa lagi yang
kelak harus dijadikan korban untuk kebanggaan
kosong itu"!" In Kong-beng buram wajahnya. Tidak
menjawab, namun nampaknya berkukuh erat
dengan pendiriannya. In Hiang merasa semangatnya padam
melihat sikap kakeknya. Kebanggaannya selama
ini pecah berkeping-keping seperti kapal
terhantam gelombang. Dan ia terlempar dari
Kota Serigala Jilid 10 39 kapal, terombang-ambin di laut kebimbangan
tanpa tahu kemana arah hidupnya lagi...
Tiba-tiba ingatannya melayang kepada Yo
Siau-hou, anak seorang dari Leng-san-su-ok,
yang sebelum ini dituduh sebagai pembunuh
ayahnya. Tiba-tiba pula timbul kerinduan,
alangkah damai hidup di dekat anak muda yang
periang dan jujur itu. Bebas dari macam-macam
belenggu yang disebut martabat, kebanggaan,
nama baik... Kerinduan In Hiang melonjak hebat tapi
masih ditahan oleh akal sehatnya. Ia sadar,
selama kakeknya masih ada di ruangan itu, ia
takkan bisa pergi. Maka ia lalu meletakkan diri
di ranjang dan pura-pura mengeluh, "Kepalaku
pusing..." In Kong-beng merasa agak lega. Ia
melangkah ke tepi ranjang, menyelimuti tubuh
cucunya, dan berkata dengan lembut, "Bagus.
Banyaklah beristirahat supaya pikiranmu
tenang kembali. Setelah bangun tidur nanti, aku
yakin pikiranmu akan jernih kembali, dan tentu
Kota Serigala Jilid 10 40 kau akan menuruti kehendak Kakek. Sejak kecil
kau adalah anak yang manis dan penurut..."
In Hiang menahan rasa muaknya dan purapura memejamkan matanya. Didengarnya
langkah kakeknya meninggalkan ruangan itu.
Lalu dibukanya matanya untuk menyakinkan.
Kemudian ia bangun dan melompat keluar
lewat jendela, melintasi halaman belakang yang
sepi, tempat menjemur kayu bakar, lalu
melompat ke atas dinding. Tapi ia tertegun.
Lorong di belakang rumah itu terjaga oleh
serdadu-serdadunya Hu Kong-hwe yang belum
ditarik. Begitu banyak jumlah serdadu, sehingga tak mungkin melewatinya secara
kekerasan. Lorong itu sama dengan buntu.
Namun In Hiang melompat langsung dari
dinding berpijaknya, langsung ke dinding di
sebelah lorong, seperti melompati parit saja. Ia
tiba di sebuah halaman belakang rumah lain,
ada beberapa perempuan yang sedang
mencelup kain. Mereka hampir menjerit kaget
melihat kedatangan In Hiang dengan cara tidak
wajar itu, namun mereka batal menjerit ketika
Kota Serigala Jilid 10 41 mengenali In Hiang sebagai calon menantu sang
Ti-koan Taijin. In Hiang tersenyum dan berkata, "Maaf kalau
mengejutkan kalian. Aku hanya numpang
lewat..." Begitulah, karena tak mungkin melewati
jalan-jalan yang terjaga, In Hiang mengambil
jalan dari rumah ke rumah, dari halaman ke
halaman, sampai akhirnya tiba di pinggiran kota
dan langsung menuju ke hutan di dekat bukit
Ke-hong-nia. Semangat In Hiang tiba-tiba
bangkit, seperti seekor burung lepas dari
sangkar... **SF** Di pinggir hutan yang sepi, Yo Siau-hou
perlahan menggerakkan tangan dan kakinya,
dan merasa tubuhnya sudah pulih. Gerakannya
dipercepat dan diperkuat. Lalu mulailah ia
melakukan latihan seperti dulu sebelum
berpisah dengan ayahnya. Memukul dan
menendang batang-batang pohon. Berguling,
melompat berayun di pepohonan, sampai
peluhnya membanjiri seluruh permukaan
Kota Serigala Jilid 10 42 kulitnya. Ia merasa makin segar, makin
bersemangat. "Long-koan adalah medan perangku..." Yo
Siau-hou memacu semangatnya. "Dan aku tidak
mau berada di medan perang dalam keadaan
loyo..." Tengah ia berlatih dengan giat, tiba-tiba
dilihatnya In Hiang dari kejauhan. Tengah
menyeberangi dataran rumput dan menuju ke
arahnya. Yo Siau-hou menghentikan gerakannya dan
berdiri menunggu. Ia merasa agak di luar
kebiasaan In Hiang muncul di siang hari bolong
macam itu, sebab bukankah siang hari adalah
jatah waktu menjadi "anak manis?" Kenapa
berkeliaran sampai ke pinggir hutan itu"
Apakah tidak kuatir diketahui Kakeknya,
saudara-saudara seperguruannya dan Lam Sekhai"
"In Kohnio..." sapa Yo Siau-hou setelah In
Hiang dekat. Yang terjadi kemudian memang amat diluar
dugaan, jauh lebih tak terduga seandainya Yo
Kota Serigala Jilid 10 43 Siau-hou kepergok sepuluh ekor macan
sekaligus. In Hiang berlari mendekat sambil...
menangis, dan seperti terbang cepatnya tahutahu telah menyusup ke dalam pelukan Yo Siauhou, memeluk pinggang Yo Siau-hou kuat-kuat
dan meletakkan kepalanya ke pundak Yo Siauhou, tangisnya makin keras.
Yo Siau-hou tidak tahu bagaimana mestinya
menghadapi "jurus" itu. Tubuhnya seolah
lumpuh, tak kuasa menolak. Ya bagaimana
mungkin seorang lelaki normal mampu
menolak rambut harum memabukkan di bawah
hidungnya, wajah cantik berair-mata yang
membasahi pundak, dan tubuh padat tapi
lembut yang merapat erat ke tubuhnya"
"In.... In Kohnio... a... ada apa... ini?"
Jawabannya adalah tangis yang makin keras
dan pelukan yang makin erat. Tangan Yo Siauhou hampir saja balas memeluk, tapi batal,
masih merasa rendah diri. Sadar dirinya yang
digolongkan "golongan sesat" itu, sedang In
Hiang adalah cucu Ketua Kim-jiok-bun yang
kabarnya "pembela kebenaran nomor satu".
Kota Serigala Jilid 10 44 "In Kohnio, ada apa?" kali ini suara Yo Siauhou lebih tenang, meskipun agak gemetar.
"Yo-heng, mari kita tinggalkan tempat
membosankan ini sejauh-jauhnya. Kau mau
pergi membegal, merampok atau mencuri di
manapun, aku ikut! Akupun mau belajar
merampok atau membegal sekali!" kata In
Hiang di sela-sela tangisnya.
Yo Siau-hou jadi tersinggung mendengarnya.
Tiba-tiba ia mendorong tubuh In Hiang kuatkuat, sehingga pelukan itu terlepas. Suaranya
dingin, "Kau salah alamat, In Kohnio. Memang
ayahku adalah seorang penjahat, tapi aku tidak
mengikuti cara hidupnya! Pergilah, In Kohnio!"
Lalu Yo Siau-hou melangkah menjauh
dengan wajah muram. Dalam hatinya ia
memprotes pandangan umum yang menilai
seorang berdasar keturunannya. Seolah kalau
keturunan orang baik pasti selalu baik pula,
kalau keturunan garong juga pasti jadi garong...
In Hiang sadar bahwa kata-katanya telah
melukai hati Yo Siau-hou. Ia agak menyesal.
Beberapa saat ia berdiri termangu sambil
Kota Serigala Jilid 10 45 menggigit bibirnya. Namun ketika bayangan Yo
Siau-hou sudah menghilang ke dalam hutan,
perlahan dia melangkah menyusulnya.
Sejenak langkahnya memang ragu-ragu,
tertahan-tahan oleh apa yang disebut
"martabat" menurut ajaran kakeknya. Namun ia
maju terus biarpun sebentar-sebentar berhenti,
pikirnya, "Minta maaf karena telah melukai hati
orang lain, apakah juga menjatuhkan
martabat?" Seandainya kakeknya yang ditanya, tentu
kakeknya dengan gagah akan menjawab,
"Jangan minta maaf lebih dulu! Harus kita
tunjukkan bahwa kita benar!" Tetapi toh
kemarin kakeknya membungkuk-bungkuk
minta maaf kepada Lam Sek-hai dan Hu Konghwe...
Langkah In Hiang bukan main ragu-ragu,
sebaliknya malah makin mantap. Ia sudah
menemukan nilai-nilai hidupnya sendiri. Si
burung dalam sangkar sudah mulai mematahkan jeruji-jeruji sangkarnya, siap
mengarungi angkasa dengan sayapnya sendiri.
Kota Serigala Jilid 10 46 Mungkin tertatih, tapi takkan pernah sudi lagi
balik ke sangkarnya. Agak di dalam hutan, dilihatnya Yo Siau-hou
duduk di rerumputan, termenung sambil
memeluk lutut. Ia tidak menoleh biarpun
mendengar
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langkah-langkah In Hiang mendekat, bahkan bola matanya tak bergeser
seujung rambutpun. "Saudara Yo, aku minta maaf..."
"Oh, jangan, jangan minta maaf kepadaku, In
Kohnio..." suara Yo Siau-hou bernada pahit
sekali. "Kohnio adalah puteri bangsawan yang
amat dimuliakan, mana pantas minta maaf
kepada seorang gelandangan buronan macam
aku" Minta maaf itu hanya dilakukan oleh pihak
yang bersalah, padahal kaum bangsawan
seperti keluarga In itu kapankah pernah
bersalah" Kalian boleh memburu, membunuh,
menghina, menginjak orang-orang yang
segolongan denganku, tetapi kalian tidak akan
pernah bersalah. Kalian selalu benar. Semua
dalih pembenar ada di pihak kalian, pandangan
Kota Serigala Jilid 10 47 Agak di dalam hutan, dilihatnya Yo Siau-hou
duduk di rerumputan, termenung sambil
memeluk lutut Kota Serigala Jilid 10 48 umum sebagian besar masyarakat juga di pihak
kalian!" In Hiang tertunduk. Lama keduanya
membungkam, angin dan rumput pun cuma
berani berbisik tunggal nada.
"Yo-heng... aku benar-benar minta maaf. Aku
tidak bermaksud menghinamu, tapi tadi hanya
meluapkan rasa kecewaku terhadap tokohtokoh yang selama ini menepuk dada sebagai
kalangan terhormat. Aku sangat kecewa kepada
mereka. Kaum yang mereka kutuk sebagai
golongan hitam, agaknya lebih mempunyai
kebaikan, lebih kesatria, lebih terbuka gerakgerik dan sepak terjangnya. Dibanding mereka
yang memeras penduduk dengan judi dan
candu untuk keuntungan pribadi, atau yang
mengaku pendekar tapi tidak berani menindak
si penjahat karena takut kehilangan sandaran
keuangannya... "Perubahan sikapmu mengejutkan aku,
Kohnio..." "Yo-heng, tiba-tiba aku merasa lebih aman di
tengah-tengah orang seperti kau atau Ma LoKota Serigala Jilid 10
49 sam yang kasar itu dibanding di tengah-tengah
gedung megah yang dipenuhi orang-orang
macam Lam Sek-hai dan..."
In Hiang berhenti. Bagaimanapun juga,
masih belum tega menyebut kakeknya terangterangan.
"Oh, begitu" Sudah beberapa hari aku diam
di hutan ini, sehingga tidak tahu apa saja yang
sudah terjadi di Long-koan. Maukah Kohnio
menceritakannya kepadaku?"
In Hiang mulai bercerita, dan rasa simpati
dan iba Yo Siau-hou mulai tumbuh. Aneh juga,
seorang buronan melarat mengasihani seorang
gadis bangsawan yang berlimpahan harta. Tapi
Yo Siau-hou benar-benar merasa kasihan.
**SF** "Kasihan gadis itu," desis Ma Kong sambil
geleng-geleng kepala. Si berangasan ini kalau
bilang "kasihan" ya benar-benar kasihan dalam
hati. "Ya, batinnya terpukul berat ketika
mengetahui kenyataan yang sebenarnya, yang
selama ini ditutup-tutupi..." sahut Bhe PoanKota Serigala Jilid 10
50 liong yang duduk dekat tumpukan gulungan
tikar di pojok ruangan. "Itulah sebabnya aku
menotoknya. Agar dia tidak sampai melakukan
tindakan gegabah..."
"Aku agak lengah tadi. Ketika aku ke
belakang untuk menghangatkan makanan,
ternyata ia berhasil membebaskan diri dari sisa
pengaruh totokan, dan kabur. Kalau ia kembali
ke gedung kediaman Lam Sek-hai dengan
membawa kemarahannya, nyawanya dalam
bahaya." Bhe Poan-liong menarik napas, "Memang,
tapi apa yang bisa kita perbuat untuk
menolongnya" Setiap jengkal sudut kota ada di
dalam cengkeraman Hu Kong-hwe..."
"Apakah kau tidak bisa menggunakan
pengaruhmu sebagai perwira dari Pak-khia?"
"Belum saatnya. Tugasku yang harus
dirahasiakan belum memungkinkan aku muncul
terang-terangan. Sedangkan seluruh prajurit di
Long-koan, saat ini hanya tunduk kepada
perintah Hu Kong-hwe. Apa boleh buat, nasib
gadis itu terpaksa harus kita serahkan saja
Kota Serigala Jilid 10 51 kepada takdir. Akupun sedang bersiap memasuki tahap berikutnya dari rencanaku..."
"Tahap berikut yang bagaimana?"
"Mulutmu gampang bocor, jadi takkan
kuberitahu kau. Tetapi kalau tiba saat
pelaksanaannya, kau bisa membantuku agar
berbuat sedikit jasa kepada pemerintah pusat.
Dan kujamin kau bisa mendapatkan pengurangan hukuman. Sedang si bocah Yo
Siau-hou itu nampaknya lebih bisa diajak
kerjasama daripada kau..."
"Uh..." Ma Kong menggerutu sambil garukgaruk kepala.
Ketika hari mulai gelap, Bhe Poan-liong
bersiap-siap untuk keluar kota mencari Yo Siauhou. Sebelum pergi, ia berpesan kepada Ma
Kong, "Kau jangan keluar rumah, kali ini aku
tidak perlu menotokmu. Kalau sampai kau
keluar rumah dan Hu Kong-hwe melihatmu,
pasti dia akan membunuhmu demi seperempat
lembar peta yang ada padamu. Seperti dia juga
tega membunuh Yo Tiat dan Lou Kim."
Kota Serigala Jilid 10 52 "Hem, ingin rasanya kubacok tubuh Liu Gin
menjadi beberapa potong, sungguh dia manusia
busuk yang..." "Apakah aku perlu menotokmu seperti
kemarin malam?" "Oh, tidak, tidak. Jangan. Aku berjanji akan
lebih sabar, bahkan lebih sabar dari seorang
hweshio bangkotan. Aku bersumpah."
Bhe Poan-liong menahan senyumnya. "Aku
sebenarnya kurang yakin akan sumpahmu, tapi
baiklah, aku tidak akan menotokmu. Asal kau
ingat pesanku..." "Ya, ya. Sana, pergilah dengan tenang..."
Bhe Poan-liong pun kemudian menyelinap
keluar rumah. Dalam beberapa hari itu memang
hidupnya mirip kalong. Tidur siang hari, dan
keluyuran di malam hari. Sedangkan Ma Kong yang ditinggalkan itu
bertekad untuk mematuhi pesan-pesan Bhe
Poan-liong. Biarpun agak jemu, ia akan
menganyam tikar saja. Tapi tanpa disadari oleh Bhe Poan-liong dan
Ma Kong, di ujung lorong itu ternyata ada dua
Kota Serigala Jilid 10 53 orang yang mengawasi rumah itu secara diamdiam, mengintai dari kegelapan. Merekalah Hu
Kong-hwe dan The Hui, si perwira yang
sebenarnya bekas anak buah Leng-san-su-ok
juga. "Tidak salahkah pengintaianmu?" desis Hu
Kong-hwe. "Pengamatankku bukan pengamatan sekilas,
Jiko (kakak kedua), aku yakin. Biarpun sudah
sepuluh tahun tak kulihat Samko (kakak ketiga),
tapi masih kukenali dia. Aku yakin tidak salah
lihat. Rumah itu didiami bersama seorang lelaki
gemuk yang tadi nampak meninggalkan rumah
itu. Mereka menyamar sebagai penjual tikar."
"Baiklah, aku akan menjumpainya, tapi
sendiri saja. Kau siapkan saja orang-orang kita
di sekitar lorong ini dan jangan lengah."
"Baik, Jiko." Hu Kong-hwe kemudian meninggalkan
tempat sembunyinya, dengan langkah terangterangan sambil menjinjing tombaknya, dia
mendekati rumah "penjual tikar" itu, lalu
mengetuk pintunya keras-keras.
Kota Serigala Jilid 10 54 Ma Kong mengira Bhe Poan-liong datang
kembali, atau tetangga yang ada keperluan,
maka tanpa curiga diapun membuka pintu.
Namun begitu melihat siapa yang berdiri di
muka pintu, ia terperanjat. Secepat kilat ia
melompat mundur menjauhi pintu, melompati
meja di tengah ruangan, dan sedetik kemudian
sudah digenggamnya tongkat baja bergerigi
yang disandarkan di tumpukan gulungan tikar.
"Bangsat, kau kiranya!" geramnya marah.
Cahaya lilin di atas meja bergoyang oleh
angin malam yang bertiup dari luar.
Bersambung ke jilid 11 Bantargebang, 02 Juni 2018, 19:43
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 10 55 Kota Serigala Jilid 11 1 Kota Serigala Jilid 11 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XI Hu Kong-hwe melangkah masuk tanpa
disuruh, lalu berbelok menempatkan diri di
sebuah sudut. Dengan demikian, ia langsung
mengambil kedudukan tempur yang menguntungkan, agar tombaknya yang panjang
dapat menjangkau tiga sudut lainnya dengan
leluasa di ruangan yang agak sempit itu.
Namun menghadapi Ma Kong, ia masih bisa
tersenyum ramah dan menyapa bagaikan
sahabat lama, "Apa kabar, Lo-sam" Baik-baik
saja selama ini?" Ma Kong menyahut dengan sengit, "Ya, aku
masih lebih beruntung dari Lo-toa dan Lo-si
yang kau gigit mampus, anjing rakus!"
Senyum di wajah Hu Kong-hwe lenyap
karena kaget. Soal kematian Lou Kim, ia tidak
Kota Serigala Jilid 11 2 heran kalau Ma Kong sampai bisa
menyelidikinya, sebab peristiwanya terjadi di
bukit Ke-hong-nia, tepat di luar kota Long-koan.
Tapi kematian Yo Tiat yang terjadi di tempat
jauh dan terpencil itu, Ma Kong tahu dari siapa"
Jantung Hu Kong-hwe alias Liu Gin berdegup
kencang. Sepuluh tahun ia terlalu yakin akan
rapatnya rahasia dirinya, namun hari-hari
belakangan itu baru diketahuinya ternyata ada
"kebocoran" di sana-sini, dan ia tidak tahu
sudah seberapa jauh mengalirnya "bocoran" itu,
dan ke arah mana saja"
"Dari siapa kau dengar kabar tak keruan
itu"!" nada suaranya berubah jadi bengis ketika
menanyakan itu. Ma Kong tertawa mengejek, "He-he-he,
ketakutan ya, Lo-ji" Apa yang selama ini kau
kira tidak diketahui orang, beritanya bahkan
sudah terdengar sampai ke Pak-khia! Percaya
tidak" Kedudukanmu yang nyaman sebagai
Cong-peng Taijin di Long-koan ini jangan kau
kira masih aman seperti dulu. He-he-he..."
Kota Serigala Jilid 11 3 Sedikit banyak Hu Kong-hwe percaya
gertakan itu. Namun saat itu sudah bulat
tekadnya untuk merebut sisa seperempat
lembar peta yang masih dipegang Ma Kong.
Kalau petanya sudah lengkap, biarpun harus
meninggalkan kota Long-koan pun setidaktidaknya tidak pergi sebagai jembel.
Karena itu, ujung tombaknya tiba-tiba
meluncur secepat kilat ke leher Ma Kong,
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melewati atas meja. Sengaja ia jadikan meja itu
"tameng" yang menguntungkan bagi dirinya
yang bersenjata panjang, menghadapi tongkat
bergerigi yang cuma sepanjang lengan.
Sepuluh tahun Hu Kong-hwe latihan keras
meningkatkan ilmu, namun sepuluh tahun pula
Ma Kong melakukan hal yang sama, meskipun
terkurung di penjara kota Pak-khia. Maka
serangan Hu Kong-hwe segera mendapat
balasan yang tak kalah hebatnya.
Beberapa jurus kedua tokoh Leng-san-su-ok
itu saling gempur dengan hebat. Tenaga mereka
sama besarnya, gaya bertempurnya juga sudah
Kota Serigala Jilid 11 4 saling mengenal karena pernah menjadi "teman
sekerja". Namun ada juga yang berubah, ada
gerak tipu yang bertambah matang, ada pula
gerak tipu yang sama sekali baru bagi masingmasing pihak.
Mula-mula heran juga Ma Kong karena
lawannya membawa tombak, bukan cambuk
seperti sepuluh tahun yang lalu. Namun
kemudian ia ingat, Liu Gin memang bersenjata
cambuk, tapi Hu Kong-hwe tentu harus
meninggalkan cambuknya agar tidak dikenali
lagi. Begitulah kedua belah pihak kembali
bertukar beberapa serangan maut. Tombak Hu
Kong-hwe licin dan cepat seperti lidah ular.
Sedang tongkat baja Ma Kong menyapu
bergulung seperti angin topan. Kalau kena
tongkat itu, bukan saja tulang-tulang bisa
remuk, tetapi kulit dan dagingpun bisa robekrobek kena geriginya yang rapat mirip geraham
serigala. Kota Serigala Jilid 11 5 Entah berapa kali senjata kedua orang itu
berdentang keras karena benturan-benturan
hebat. Namun kemudian Ma Kong mulai merasakan
kerugian pihaknya, gara-gara meja di tengah
ruangan itu. Tombak Hu Kong-hwe lebih
panjang dari tubuh manusia, kalau dijulurkan
semaksimalnya, akan bisa menjangkau ke sudut
mana saja Ma Kong menghindar. Sebaliknya
tongkat Ma Kong yang pendek berjangkauan
terbatas. Kalau Ma Kong mau merapatkan jarak,
dia terhalang meja. Selain itu, Hu Kong-hwe dengan cerdik tidak
menempatkan diri di salah satu sisi ruangan,
melainkan di salah satu sudutnya. Dengan
keunggulan panjang senjatanya, ia berhasil
terus menekan lawannya di tiga sudut di
seberang meja. Dengan geram Ma Kong membentak
berulang-ulang sambil melancarkan macammacam gerak tipu. Berkali-kali pula mencoba
memutari atau melompati meja, agar dapat
mendekati lawan. Tapi Hu Kong-hwe selalu
Kota Serigala Jilid 11 6 memaksanya menempati sudutnya kembali
dengan patukan ujung tombaknya.
Begitulah Ma Kong kini benar-benar geram
karena meja di tengah ruangan itu "berpihak"
kepada lawannya. Pertarungan yang harusnya
seimbang, jadi tidak seimbang. Maka dengan
geram, suatu ketika Ma Kong tiba-tiba
menghantam meja dengan tongkatnya, sehingga
mencelat ke sudut ruangan, lilin di atas meja
ikut mencelat pula dan jatuh di tumpukan tikar.
Sesaat ruangan itu jadi gelap, namun deru
senjata kedua pihak tidak mengendor. Dalam
kegelapan, terdengar Ma Kong berteriak
kesakitan lalu mencaci-maki dengan sengit.
Kiranya, selagi sedetik kehilangan waktu untuk
menyingkirkan meja, ujung tombak Hu Konghwe berhasil "menitipkan" segores luka di
tubuh Ma Kong. Tapi hilangnya meja penghalang itu segera
digunakan oleh Ma Kong untuk merangsek maju
dengan beringas ke tengah arena, memperpendek jarak tanpa menghiraukan
lukanya. Jurus Siok-lui-kik-ting (petir Kota Serigala Jilid 11 7 menyambar kepala) dan tongkat bergeriginya
menyambar kepala lawan. Hu Kong-hwe tidak menangkis, melainkan
bergeser licin meninggalkan sudutnya, sambil
membuat tikaman ke leher lawan dengan tipu
Jiau-hu-mi-lou (tukang kayu bertanya jalan).
Menganggap dirinya sudah mendapatkan
jarak yang pas, Ma Kong tak mau mundur untuk
kehilangan posisi. Ia cuma miringkan tubuh
untuk menyelamatkan leher, lalu memburu
lawan, tongkatnya menyapu datar ke pinggang
dengan gerak tipu Hek-liong-boan-jiu (naga
hitam melilit pohon). Serang menyerang itu berlangsung dalam
kegelapan. Hu Kong-hwe memutar pinggang, tombaknya menegak di samping tubuh untuk
menghadang tongkat lawan. Tenaga Hu Konghwe sama kuat dengan lawannya, tetapi waktu
menangkis itu dia justru pura-pura tergeser
mundur, menyusuri sisi ruangan, dan
membelakangi tumpukan tikar yang kejatuhan
lilin tadi. Kemudian di sudut barunya itulah Hu
Kota Serigala Jilid 11 8 Kong-hwe bertahan kokoh dari terjangan Ma
Kong yang bertubi-tubi. Dengan bersemangat Ma Kong terus
menggempur, gelombang demi gelombang,
tanpa menyadari bahwa lawannya sebenarnya
telah kembali mengambil keuntungan. Ia
mengira lawannya kini betul-betul hanya
mampu menangkis dan tak mampu balas
dendam. Beberapa saat setelah lilin jatuh ke
tumpukan tikar, suasana ruangan memang
menjadi gelap. Tapi cuma sementara, sebab api
lilin pun kemudian mulai membakar tumpukan
tikar yang akhirnya berkobar bak api unggun,
menerangi seluruh ruangan.
Saat itulah Ma Kong baru sadar akan
kerugian posisinya yang menghadapi api,
sehingga matanya silau. Tubuh Hu Kong-hwe
yang dihadapinya jadi nampak hanya seperti
bayangan hitam yang kabur, sebentar
membesar dan sebentar mengecil, seirama
gerak api yang bergoyang-goyang kena angin.
Kota Serigala Jilid 11 9 Hu Kong-hwe juga mulai mengubah gaya
tempurnya, dari bertahan menjadi balas
menyerang dengan gencar. Keruan Ma Kong kelabakan. Sambil
menangkis serangan-serangan si "kakak kedua",
ia berputar-putar mencari sudut yang tidak
silau, namun Hu Kong-hwe senantiasa
menghadang dan menyudutkannya ke posisinya
yang merugikan itu. Dalam beberapa jurus, tubuh Ma Kong
kembali ketambahan beberapa luka goresan.
Sambil memainkan tombaknya secara
tangkas, Hu Kong-hwe membentak bengis, "Losam, serahkan robekan peta itu. Aku akan
mengampunimu, mengingat hubungan baik kita
di masa lalu!" "Bangsat! Biar aku dicekik arwah Lo-toa dan
Lo-si kalau sampai tunduk kepada kemauanmu,
Lo-ji!" sahut Ma Kong dengan bandelnya.
Tapi kebandelan itu tidak menolong dirinya
dari kedudukannya yang semakin parah. Tiputipu silatnya sebetulnya seimbang dengan Hu
Kong-hwe, namun otaknya kalah. Hu Kong-hwe
Kota Serigala Jilid 11 10 "Bangsat! Biar aku dicekik arwah Lo-toa dan Lo-si
kalau sampai tunduk kepada kemauanmu, Lo-ji!"
sahut Ma Kong dengan bandelnya.
Kota Serigala Jilid 11 11 mampu memperhitungkan segala keadaan di
gelanggang dan perubahannya, untuk keuntungannya. Saat Hu Kong-hwe hampir mencapai
kemenangan, tiba-tiba Ma Kong menggunakan
tangan kirinya yang bebas untuk merogoh
kantongnya, mengeluarkan seperempat lembar
peta yang menjadi haknya, diremas menjadi
gulungan dan sekuat tenaga dilempar ke tengah
api! Hu Kong-hwe kaget sekali. Apa gunanya
dapat mencincang Ma Kong, kalau sobekan peta
itu musnah" Perhatiannya jadi terpecah, cepat
seperti kilat ia lebih dulu menyambar gulungan
lembaran peta itu. Berhasil. Tapi Ma Kong telah menerjang
pintu dan kabur. Lebih dulu Hu Kong-hwe mengantongi
lembaran kulit itu, hatinya senang, karena peta
harta karun yang dulu dipecah empat itu
sekarang sudah lengkap di tangannya semua.
Namun dia pun tak mau membiarkan Ma Kong
tetap hidup. Bekas rekan itu harus dibungkam
Kota Serigala Jilid 11 12 selama-lamanya agar di kemudian hari tidak
mengganggunya lagi. Tetapi soal itu tak perlu
dilakukannya sendiri. Ketika ia keluar rumah, hanya dilihatnya
lorong di depan rumah yang gelap, Ma Kong tak
kelihatan. Tetapi Hu Kong-hwe cukup bersuit
nyaring, sebagai isyarat kepada The Hui dan
serdadu-serdadunya yang bermakna "bunuh
tanpa ampun". Setelah itu, dengan langkah berlenggangkangkung, Hu Kong-hwe kembali ke rumahnya
sendiri. Sementara itu, rumah yang selama ini
ditempati Ma Kong dan Bhe Poan-liong pun
mulai terbakar. Para tetangga bangun dengan
gempar, dan mulai sibuk memadamkan api.
Sementara itu pula, Ma Kong berlari dengan
maksud pergi ke hutan di luar kota untuk
menyusul Bhe Poan-liong. Tetapi sebelum
berhasil meninggalkan lorong, sepasukan
serdadu pemanah telah menghadangnya, dan
tanpa tanya-tanya lagi langsung menghujankan
panah ke arahnya. Kota Serigala Jilid 11 13 Keruan Ma Kong jadi sibuk memutar tongkat
untuk menghalau hujan panah. Ia hendak lari
berbalik ke arah lain, tetapi dari arah lainpun
muncul pemanah-pemanah yang langsung
beraksi, sehingga Ma Kong jadi terkurung. Di
belakang barisan pemanah sudah siap pasukan
bersenjata pedang dan tombak.
Ma Kong sadar. Ia harus bertempur matimatian.
Di tengah lorong itu, Ma Kong berputarputar seperti hewan masuk perangkap. Sambil
mencaci-maki siapapun, ia terus menangkis
anak panah yang menyerbunya tak berhentihentinya.
Ketika di sebuah dinding dilihatnya sebuah
pintu kecil tertutup, tanpa pikir panjang Ma
Kong menyerbu ke pintu itu. Tongkatnya
menghantam pintu sekuat tenaga...
Pundaknya kena panah, namun Ma Kong
langsung menyelinap ke dalam pintu kecil itu.
Para serdadu segera memburu dengan
pedang dan tombak. Kota Serigala Jilid 11 14 Tempat yang diterjang Ma Kong itu bukan
Romantika Sebilah Pedang 7 Pendekar Rajawali Sakti 209 Memburu Rajawali Burung Merak 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama