Ceritasilat Novel Online

Mice And Men 2

Of Mice And Men Karya John Steinbeck Bagian 2


"Dan kelinci-kelinci, George."
"Sekarang tidak ada lagi tempat untuk kelinci, tetapi aku dengan mudah bisa saja membangun beberapa kandang dan kau bisa memberi makan alfalfa3 pada kelinci-kelinci-mu."
"Tentu saja aku bisa," kata Lennie. "Kau benar sekali, aku bisa."
Tangan-tangan George berhenti mengutak-atik kartu-kartunya. Suaranya terdengar jadi lebih hangat. "Dan kita bisa memiliki beberapa ekor babi. Aku bisa membangun sebuah rumah asap seperti punya kakek, dan ketika kita membunuh seekor babi, kita bisa membuat bakun asap, ham, dan sosis. Dan
ketika ikan-ikan salmon itu berloncatan di sungai, kita bisa menangkapnya seratus ekor dan mengasinkannya atau mengasapnya. Ketika buah-buah tumbuh, kita dapat mengalengkannya"dan tomat, mudah sekali dikalengkan. Setiap hari Minggu kita bisa menyembelih ayam atau kelinci. Mungkin kita punya sapi atau kambing dan krimnya sangat tebal sehingga kau harus memotongnya dengan pisau dan mengambilnya dengan sendok.
Lennie menatapnya dengan mata terbelalak, sementara Candy tua juga menatapnya. Lalu Lennie berkata dengan lembut, "Kita dapat hidup dari tanah subur."
"Tentu," sahut George. "Semua jenis sayuran ada di kebun, dan jika kita mau minum sedikit wiski, kita dapat menjual beberapa butir telur atau susu. Kita akan hidup di sana saja. Kita memang harus di sana. Tidak perlu berlari-lari keliling negeri dan ditangkap oleh seorang koki Jepang. Tidak, Pak. Kami .telah memilik rumah kami sendiri, tempat kami yang sah dan tidak tidur di rumah sewaan."
"Ceritakan tentang rumah itu, George," Lennie memohon.
"Tentu, kita akan memiliki sebuah rumah kecil dan sebuah kamar bagi kita sendiri. Sebuah tungku besi gemuk kecil, yang kita nyalakan terus ketika musim salju. Tanah kita tidak cukup sehingga kita harus bekerja terlalu keras. Mungkin enam atau tujuh jam sehari. Kita tidak perlu mengarungi gandum selama sebelas jam sehari. Dan ketika kita menyimpan hasil panen, wah, kita harus memakan hasil panen kita. Kita akan tahu apa hasil tanaman kita."
"Dan kelinci-kelinci itu," kata Lennie dengan bersemangat. "Dan aku akan mengurusnya. Ceritakan bagaimana aku melakukannya, George."
"Tentu, kau akan keluar ke padang rumput alfalfa dan kau membawa karung. Kau isi karung itu hingga penuh lalu kembali dan membawanya ke kandang-kandang kelinci." "Mereka akan mengerat dan mereka mengerat," kata Lennie, "begitulah cara mereka makan, aku melihatnya."
"Kurang lebih setiap enam minggu," George melanjutkan, "mereka melahirkan anak-anak mereka sehingga kita punya banyak kelinci untuk kita makan dan jual. Dan kita juga memelihara beberapa ekor merpati dan mereka akan beterbangan di sekitar kincir angin seperti ketika aku masih kecil." Ia melihat ke arah dinding dengan penuh perhatian melalui kepala Lennie.' "Dan semua itu milik kita sendiri, tidak ada yang bisa
mengusir kita dari sana. Jika kita tidak suka pada seseorang, kita bisa saja mengatakan, "Keluar kau," dan demi Tuhan, ia harus keluar. Dan jika seorang teman datang berkunjung, wah, kita punya ranjang tambahan, dan kita akan mengatakan, "menginaplah di sini?" dan demi Tuhan, ia mau. Kita punya seekor anjing penjaga dan sepasang kucing bergaris-garis, tetapi kau harus menjaganya supaya kucing-kucing itu tidak memakan kelinci kecil."
Lennie bernapas berat. "Kalau kau membiarkan mereka makan kelinci, aku akan putar leher terkutuk mereka. Aku akan ... aku akan pukul mereka dengan tongkat." Lennie jadi tenang, dan menggumam sendiri, mengancam kucing-kucing masa depan yang mungkin berani mengganggu kelinci-kelinci masa depannya.
George duduk terpana karena khayalannya sendiri.
Ketika Candy bicara, mereka berdua terlonjak seakan mereka tertangkap basah ketika sedang mengerjakan sesuatu yang tercela. Candy berkata, "Kau tahu di mana tempat seperti itu?"
George langsung bersikap waspada. "Mungkin saja aku tahu," katanya. "Menurutmu apa?"
"Kau tidak perlu mengatakan padaku di mana itu. Mungkin saja ada."
"Tentu," kata George. "Betul. Kau tidak akan dapat menemukannya selama seratus tahun."
Candy melanjutkan dengan bersemangat. "Berapa harga yang mereka mau untuk rumah seperti itu?"
George menatapnya dengan curiga. "Aku bisa membelinya dengan enam ratus dolar. Orang tua pemiliknya sedang bangkrut sementara istrinya harus dioperasi. Eh, apa urusannya sih" Kau tidak ada hubungannya dengan kami."
Candy berkata, "Aku tidak terlalu cekatan bekerja. Aku kehilangan tanganku di sini, di peternakan ini. Karena itu mereka memberiku pekerjaan menyapu. Dan mereka memberiku dua ratus lima puluh dolar karena aku kehilangan tangan. Dan aku punya lima puluh dolar lagi yang kusimpan di bank, sekarang. Semuanya tiga ratus dolar, dan aku akan mendapatkan lima puluh dolar lagi pada akhir bulan. Begini...": Ia membungkuk ke depan dengan bersemangat. "Mungkin aku bisa ikut denganmu, teman-teman. Aku mau menyumbang tiga ratus lima puluh dolar. Aku tidak terlalu handal, tetapi aku bisa masak dan mengurus ayam dan mencangkul taman. Bagaimana?"
George setengah memejamkan matanya. "Aku harus memikirkannya dulu. Kita tadinya selalu ingin mengerjakan semuanya sendiri."
Candy menyelanya, "Aku akan menulis surat wasiat dan menyerahkan semua bagianku pada kalian jika aku mati, karena aku tidak punya saudara atau apa pun. Kalian punya uang" Mungkin kita bisa melakukannya sekarang?"
George meludah ke lantai dengan jijik. "Kami masing-masing punya sepuluh dolar."
Lalu ia berkata dengan hati-hati, "Begini. Jika aku dan Lennie bekerja selama sebulan dan tidak mengeluarkan uang sama sekali, kami akan punya seratus dolar. Jadi semuanya empat ratus lima puluh dolar. Aku yakin, kita bisa menawar tempat itu. Kemudian kau dan Lennie dapat mulai bekerja di sana. Dan aku akan mencari pekerjaan untuk membayar sisanya. Dan kau dan Lennie bisa menjual telur dan hal-hal semacam itulah."
Mereka terdiam. Mereka saling berpandangan, tercengang. Hal itu tidak pernah benar-benar mereka percayai akan terjadi. George berkata dengan rasa takzim, "Oh Tuhan! Aku yakin, kita bisa membelinya." Matanya penuh kekaguman. "Aku yakin kita dapat membelinya," ia mengulanginya dengan lembut.
Candy duduk di tepi ranjangnya. Ia
menggaruk pergelangan tangannya yang buntung dengan panik. "Aku telah terluka selama empat tahun," katanya. "Mereka akan segera mendepakku. Begitu aku tidak dapat menyapu rumah istirahat lagi, mereka akan menempatkan aku di desa. Mungkin jika aku memberi kalian uangku, kalian akan membiarkan aku bercocok tanam walaupun aku tidak pandai. Aku akan mencuci piring dan hal-hal kecil lainnya. Tetapi, aku akan berada di tempatku sendiri, dan aku akan dibiarkan bekerja di tempatku sendiri." Ia berkata dengan sedih. "Kalian lihat apa yang mereka lakukan pada anjingku malam ini" Mereka bilang ia tidak berguna bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain. Ketika aku tidur di sini, aku kira akan ada orang yang akan menembakku. Tetapi, mereka tidak mau melakukan hal seperti itu. Aku tidak punya tempat untuk pulang, tapi juga tidak bisa mendapatkan pekerjaan lagi. Aku masih punya tiga puluh dolar lagi yang akan kuterima, sudah waktunya kalian pergi."
George berdiri. "Kita akan membelinya," katanya. "Kita akan mengatur tempat kecil itu dan kita akan tinggal di sana." Ia duduk lagi. Mereka semua duduk terdiam, semua terpana karena keindahan rencana itu. Pikiran masing-masing terpusat pada masa depan saat hal-hal indah itu akan tiba.
George berkata sambil bertanya-tanya, "Bagaimana jika ada serombongan karnaval
atau sirkus datang ke kota, atau sebuah pertandingan bola, atau apa sajalah." Candy tua mengangguk menghargai gagasan itu. "Kita hanya harus mendapatkan tanah itu," kata George. "Kita tidak akan bertanya pada orang lain apakah kita boleh atau tidak. Katakan saja, "Kita akan ke sana,' dan kita memang akan ke sana. Perah saja sapi itu dan sebarkan biji-bijian pada ayam-ayam dan pergilah ke sana."
"Dan beri rumput pada kelinci-kelinci," sela Lennie. "Aku tidak akan lupa memberi makan kelinci. Kapan kita akan melakukan itu, George?"
"Dalam sebulan ini. Betul-betul dalam satu bulan ini. Kau tahu apa yang akan kulakukan" Aku akan menulis surat pada orang tua pemilik tanah itu bahwa kita akan membeli tanahnya. Dan Candy akan mengirimkan seratus dolar padanya sebagai tanda jadi."
"Tentu aku mau," kata Candy. "Mereka punya tungku yang bagus di sana?"
"Tentu, mereka punya tungku yang bagus, untuk membakar arang atau kayu."
"Aku akan membawa anak anjingku," kata Lennie. "Demi Tuhan, aku yakin, anak anjingku akan suka di sana, demi Tuhan." Suara-suara berdatangan mendekat dari luar. George segera berkata, "Jangan katakan pada siapa-siapa tentang hal ini. Kita bertiga saja dan tidak ada yang lainnya. Mereka bisa mendepak kita sehingga kita tidak akan mendapatkan uang. Pura-puralah kita hanya akan menggotong karung gandum besok dan sepanjang hidup kita. Lalu kemudian kita tiba-tiba akan mengambil upah kita dan segera keluar dari sini."
Lennie dan Candy mengangguk, dan mereka tersenyum gembira. "Jangan katakan pada siapa pun," Lennie mengatakan itu pada dirinya sendiri.
Candy berkata, "George."
"Hah?" "Seharusnya aku menembak anjing itu sendiri, George. Seharusnya aku tidak membiarkan orang asing menembaknya."
Pintu terbuka. Slim masuk, diikuti oleh Curley dan Carlson lalu With. Tangan Slim jadi hitam karena tar dan ia sedang menyumpah-nyumpah. Curley menempel dekat pada siku Slim.
Curley berkata, "Yah, aku tidak bermaksud apa-apa, Slim. Aku hanya bertanya padamu."
Slim berkata, "Yah, kau telah terlalu sering bertanya. Karena itulah aku jadi sangat muak. Jika kau tidak dapat menjaga istrimu sendiri, apa yang kau harapkan padaku tentang hal itu" Kau bergantung padaku?"
"Aku hanya mencoba mengatakan padamu, aku tidak bermaksud apa-apa," kata Curley. "Aku hanya mengira mungkin kau melihatnya."
"Mengapa tidak kau katakan padanya untuk tinggal di rumah saja, tempat yang tepat baginya?" kata Carlson. "Kau membiarkannya berkeliaran di rumah-rumah istirahat dan tidak akan lama lagi kau akan menghadapi masalah yang tidak dapat kau atasi."
Curley memutar tubuhnya ke arah Carlson. "Kau jangan ikut campur, kecuali kau mau keluar."
Carlson tertawa. "Kau berandal terkutuk," katanya. "Kau mencoba menakut-nakuti Slim, tetapi tidak berhasil. Slim-lah yang membuatmu takut. Kau pengecut. Aku tidak peduli apakah kau juara kelas ringan di negeri ini. Kau menantangku, aku akan menendang kepalamu hingga lepas."
Candy senang terlibat dalam pertengkaran ini. "Sarung tangan penuh dengan vaselin," katanya dengan jijik. Curley mendelik padanya. Matanya bergerak dan bersinar ketika menatap Lennie; Lennie masih tersenyum karena kenangan akan peternakan masa depan mereka.
Curley melangkah mendekati Lennie seperti seekor anjing pemburu. "Apa yang kau tertawakan?"
Lennie menatapnya, tak mengerti. "Hah?"
Lalu kemarahan Curley memuncak. "Ayo, kau anak jadah besar.. Berdirilah. Tidak ada anak sundal yang menertawakan aku. Aku akan perlihatkan padamu siapa yang pengecut."
Lennie menatap tidak berdaya pada George, lalu ia berdiri dan mencoba mundur. Curley berdiri tegak dan tenang. Ia memukul Lennie dengan tangan kirinya, lalu menghantam hidungnya dengan tangan kanannya. Lennie menjerit ketakutan. Darah mengalir dari hidungnya. "George," ia menangis. "Suruh ia jangan ganggu aku. George." Ia mundur hingga menempel pada dinding, sementara Curley mengikutinya, sambil memukuli wajah Lennie. Kedua tangan Lennie masih tetap tergantung di sisi tubuhnya; ia terlalu ketakutan untuk membela diri sendiri.
George berdiri dan berteriak, "Balas, Lennie. Jangan biarkan ia memukulimu." Lennie menutupi wajahnya dengan tangan-tangannya yang besar sekali dan merengek-rengek ketakutan. Ia menangis. "Suruh ia berhenti, George." Lalu Curley menyerang perut Lennie sehingga tidak dapat bernapas.
Slim terlonjak. "Tikus kecil kotor," teriaknya. "Aku akan menghajarnya sendiri;" George mengangkat tangannya dan mencengkeram Slim. "Tunggu sebentar," ia berteriak. Ia lalu menempelkan kedua tangannya di sisi mulutnya dan berteriak, "Pukul, Lennie!"
Lennie melepaskan tangannya dari wajahnya dan mencari-cari George, sementara Curley menghantam matanya. Wajah besar itu tertutup darah. George berteriak lagi. "Kubilang, pukul, Lennie."
Tinju Curley terayun ketika Lennie menangkapnya. Menit berikutnya Curley terayun-ayun seperti ikan di jemuran, dan kepalannya menghilang dalam tangan besar Lennie. George berlari menyeberangi ruangan. "Lepaskan, Lennie. Lepaskan."
Tetapi, Lennie menatap penuh ketakutan pada lelaki kecil yang terayun-ayun di dalam tangannya. Darah mengaliri wajah Lennie, salah satu matanya sobek dan tertutup. George menamparnya lagi dan lagi, namun Lennie tetap mencengkeram kepalan Curley. Curley jadi pucat dan sekarang mengkerut, dan perlawanannya menjadi lemah. Ia berdiri menangis, kepalannya menghilang di tangan Lennie.
George berteriak terus, "Lepaskan tangannya, Lennie. Lepaskan. Slim, bantu aku sementara orang itu masih punya satu tangan lagi."
Tiba-tiba Lennie melepaskan pegangannya. Ia berjongkok gemetar menempel ke dinding. "Kau yang menyuruhku, George," katanya sedih.
Curley duduk di atas lantai, sambil menatap bingung pada tangannya yang hancur.
Slim dan Carlson membungkuk padanya. Lalu Slim berdiri tegak, melihat Lennie dengan ngeri. "Kita harus membawanya ke dokter," katanya. "Kelihatannya semua tulang tangannya remuk."
"Aku tidak bermaksud," teriak Lennie. "Aku tidak bermaksud melukainya."
Slim berkata, "Carlson, kau siapkan kereta gula. Kita akan membawanya ke Soledad dan mengobatinya." Carlson bergegas keluar. Slim berpaling pada Lennie yang menangis. "Itu bukan salahmu," katanya. "Brandal itulah yang menyerangmu. Tetapi, oh Tuhan! Ia hampir tidak punya tangan lagi." Slim bergegas pergi dan sesaat kemudian kembali membawa cangkir kaleng berisi air. Ia menempelkannya pada bibir Curley.
George berkata, "Slim, apakah kami akan diusir sekarang" Kami, butuh uang. Apakah orangtua Curley akan tetap membutuhkan kami?"
Slim tersenyum lemah. Ia berlutut di samping Curley. "Kau cukup sadar untuk menyimak ?" ia bertanya. Curley mengangguk. "Baik, kalau begitu dengarkan ini," lanjut Slim. "Kukira tanganmu terjepit mesin.
Jika kau tidak menceritakan pada seorang pun, kami juga tidak. Tetapi, jika kau menceritakannya sehingga orang-orang ini diusir, maka kami akan mengatakan pada semua orang, sehingga kau akan ditertawakan."
"Aku tidak akan mengatakan apa-apa," kata Curley. Ia tidak mau menatap Lennie. Roda kereta terdengar di luar. Slim membantu Curley berdiri. "Ayo sekarang. Carlson akan membawamu ke dokter." Ia membantu Curley berjalan ke pintu. Bunyi roda-roda berderak menjauh. Tidak lama setelah itu Slim kembali ke rumah istirahat. Ia menatap Lennie yang masih berjongkok ketakutan di dekat dinding. "Coba lihat tanganmu."
Lennie mengulurkan kedua tangannya.
"Ya ampun. Aku tidak akan membuatmu marah;" kata Slim.
George menyela, "Lennie hanya ketakutan," ia menjelaskan. "Ia tidak tahu apa yang dikerjakannya. Aku sudah katakan jangan sampai ada orang yang berkelahi dengannya. Bukan padamu. Kukira aku bercerita pada Candy."
Candy mengangguk takzim. "Ya. Kau baru saja menceritakannya," katanya. "Tadi
pagi, ketika Curley pertama kali melihat temanmu itu. Kau bilang, "Curley sebaiknya jangan main-main dengan Lennie jika ia tahu apa yang baik bagi dirinya," begitulah yang kau bilang padaku."
George berpaling pada Lennie. "Ini bukan salahmu," katanya. "Kau tidak perlu takut lagi. Kau hanya melakukan apa yang kubilang padamu. Mungkin' sebaiknya kau pergi ke kamar mandi dan membersihkan wajahmu. Kau berantakan sekali."
Lennie tersenyum dengan bibir berdarahnya. "Aku tidak mau ada masalah," katanya. Ia berjalan ke arah pintu, tetapi ketika hampir sampai, ia berpaling. "George?"
"Apa maumu?" "Aku masih tetap boleh mengurus kelinci, George?"
"Tentu. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun."
"Aku tidak bermaksud jahat, George."
"Yah, pergilah dan bersihkan wajahmu."
Crooks,. si tukang kuda negro, memiliki ranjang di ruang perlengkapan kuda; sebuah ruangan kecil yang menempel pada dinding lumbung. Pada satu sisi ruangan kecil itu ada sebuah jendela persegi dengan empat kaca, dan pada sisi lainnya, sebuah pintu papan sempit menuju ke lumbung. Ranjang Crooks berupa sebuah peti panjang yang diisi jerami dan di atasnya ditebar selembar selimut. Pada dinding dekat jendela ada pasak-pasak yang digantungi pakaian-pakaian kuda rusak yang masih dalam perbaikan, lembaran kulit baru; dan di bawah jendela' ada bangku berisi peralatan untuk pekerjaan kulit, pisau-pisau melengkung, jarum dan gulungan-gulungan benang, dan sebuah martil kecil. Pada pasak-pasak itu juga tergantung bagian-bagian pakaian kuda, bagian leher dengan rambut kuda mencuat keluar, sebuah kekang bagian leher, dan rantai jejak yang lapisan kulitnya terbuka. Crooks meletakkan peti apelnya di atas ranjang, di dalamnya diatur botol-botol obat, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk kuda-kuda. Ada berkaleng-keleng sabun untuk sadel dan sekaleng tar yang menetes-netes dengan kuasnya muncul di bibir kalengnya. Lalu berserakan di lantai sejumlah barang pribadi; karena sendirian, Crooks bisa saja membiarkan barang-barang pirbadinya berserakan, dan karena ia adalah seorang tukang kuda dan cacat kakinya, ia akan lebih lama bekerja di peternakan itu dibandingkan dengan yang lainnya. Ia juga memiliki barang-barang lebih banyak daripada yang mampu dibawanya.
Crooks mempunyai beberapa pasang sepatu, sepasang sepatu but karet, sebuah jam weker besar dan sebuah senapan berlaras tunggal. Ia punya banyak buku, juga sebuah kamus yang sobek-sobek dan sebuah kitab undang-undang California tahun 1905. Ada majalah-majalah tua dan beberapa buku porno pada rak khusus di atas ranjangnya. Sepasang kacamata berbingkai emas besar tergantung pada paku di dinding di atas ranjangnya.
Ruangan ini disapu dan sangat rapi, karena Crooks seorang lelaki yang angkuh dan suka menyendiri. Ia menjaga jarak dan ingin orang lain juga begitu. Tubuhnya terbungkuk ke depan, karena tulang punggungnya yang bengkok, dan matanya masuk sangat dalam, sehingga tampak tajam berkilauan. Wajah tirusnya berkerut dan bibirnya tipis terkatup erat berwarna lebih terang dibandingkan dengan warna kulit wajahnya.
Sabtu malam. Dari pintu yang terbuka yang menuju ke lumbung terdengar bunyi gerakan kuda-kuda, kaki-kaki yang berge-saran, gigi-gigi mengunyah jerami, denting rantai leher. Di kamar tukang kuda sebuah bola dunia kecil listrik menebarkan cahaya kuning remang-remang.
Crooks duduk di atas ranjangnya. Kemeja bagian belakangnya keluar dari celana jeansnya. Pada satu tangannya ia memegang sebotol minyak gosok dan tangan lainnya menggosoki tulang punggungnya. Sesekali ia meneteskan beberapa tetes minyak gosok itu pada telapak tangannya yang berwarna merah muda lalu tangannya terjulur ke belakang lagi untuk mengoleskannya pada punggung di bawah kemejanya. Ia melenturkan otot-otot punggungnya dan bergidik.
Dengan ribut Lennie muncul di ambang pintu yang terbuka dan berdiri sambil menatap ke dalam. Bahu lebarnya nyaris mengisi penuh ambang pintu itu. Sesaat Crooks tidak melihatnya, tetapi saat ia mengangkat matanya, ia menjadi kaku dan ia mendelik. Tangannya keluar dari balik kemejanya.
Lennie tersenyum, bermaksud memberi sinyal bahwa ia ingin berteman.
Crooks berkata dengan tajam, "Kau tidak punya hak untuk datang ke kamarku. Ini adalah kamarku. Tidak seorang pun berhak ke sini."
Lennie mendegut liurnya dan senyumnya melebar. "Aku tidak berbuat salah," katanya. "Aku hanya datang untuk melihat anak anjingku. Dan aku melihat lampumu menyala," katanya menjelaskan.
"Yah, aku punya hak untuk menggunakan lampu. Pergilah dari kamarku. Aku tidak
boleh pergi ke rumah istirahat, dan kau tidak boleh ada di kamarku."
"Mengapa kau tidak boleh ke sana?" tanya Lennie.
"Karena aku hitam. Mereka main kartu di sana, tetapi aku tidak boleh main kartu karena aku hitam. Katanya aku bau. Yah, padahal bagiku kalian semua bau."
Lennie melambai-lambaikan tangan besarnya tak berdaya. "Semua orang pergi ke kota," katanya. "Slim dan George dan semuanya. George bilang, aku harus tetap di sini dan tidak nakal. Aku melihat lampumu."
"Yah, kau mau apa?"
"Tidak ada, aku hanya melihat lampumu. Kukira aku boleh datang saja dan duduk." Crooks menatap Lennie. Lalu ia menurunkan kacamatanya, memasangnya di atas telinga merah mudanya, kemudian menatap Lennie lagi. "Aku tidak tahu apa yang kau kerjakan di lumbung," ia mengeluh. "Kau bukan penggembala. Seorang pengangkat karung tidak dibutuhkan di lumbung sama sekali. Kau bukan penggembala. Kau tidak punya urusan dengan kuda-kuda itu."
"Anak anjing," ulang Lennie. "Aku datang untuk melihat anak anjingku."
"Yah, pergi, lihatlah anak anjingmu. Jangan datang ke tempat orang yang tidak menginginkanmu."
Lennie tidak tersenyum lagi. Ia melangkahkan kakinya ke depan, memasuki kamar Crooks, lalu ingat, maka ia mundur lagi hingga ke pintu. "Aku sudah melihatnya sedikit. Slim bilang aku tidak boleh membelainya terlalu sering."
Crooks berkata, "Yah, kau selalu mengambilnya dari sarangnya. Aku heran juga induknya tidak memindahkan mereka ke tempat lain."
"Oh, dia tidak peduli. Ia membiarkan aku." Lennie telah bergerak memasuki kamar itu lagi.
Crooks mendelik, tetapi senyuman ramah Lennie mengalahkannya. "Masuklah dan duduk sebentar," kata Crooks. "Selama kau tidak mau pergi dan membiarkan aku sendiri, kau sebaiknya duduk saja." Suaranya terdengar lebih ramah. "Semua orang pergi ke kota, hah?"
"Semuanya, kecuali Candy. Ia hanya duduk di rumah istirahat meraut pensilnya dan meraut dan menggambar."
Crooks memperbaiki posisi kacamatanya. "Menggambar" Candy menggambar apa?" Lennie menjawab hampir berteriak, "Kelinci-kelinci."
"Kau gila," kata Crooks. "Kau gila seperti baji. Kelinci apa maksudmu?"
"Kelinci yang akan kami pelihara, dan akulah yang mengurusnya, memotongkan rumput, memberi mereka air, dan seperti itulah."
"Dasar gila," kata Crooks. "Aku tidak menyalahkan teman seperjalananmu tidak mengajakmu pergi."
Lennie berkata dengan tenang, "Aku tidak bohong. Kami akan melakukan itu. Akan punya rumah kecil di atas tanah yang subur." Crooks duduk dengan lebih nyaman di atas ranjangnya. "Duduklah," katanya mengundang Lennie. "Duduklah di atas tong paku."
Lennie duduk di atas tong kayu kecil berisi paku. "Kau pikir aku berbohong," kata
Lennie. "Tetapi, aku tidak bohong. Setiap kata, semua benar, kau bisa tanya George." Crooks meletakkan dagu gelapnya pada telapak tangan merah mudanya. "Kau berkelana bersama George, kan?"
"Tentu. Aku dan ia pergi ke setiap tempat bersama-sama."
Crooks melanjutkan. "Kadang-kadang ia bicara, dan kau tidak mengerti apa yang dibicarakannya. Begitu kan?" Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Lennie dengan mata tajamnya. "Begitu kan?"
"Ya ... kadang-kadang."
"Terus saja bicara, dan kau tidak mengerti apa sih yang dibicarakannya."
"Ya .... kadang-kadang. Tetapi ... tidak selalu."
Crooks membungkuk lagi melebihi tepi ranjangnya. "Aku bukan negro dari selatan," katanya. "Aku lahir di sini, di California. Orangtuaku memiliki peternakan ayam, kira-kira sepuluh are. Anak-anak kulit putih datang ke tempat kami untuk bermain, dan kadang-kadang aku bermain juga bersama mereka, dan beberapa orang di antaranya sangat ramah. Orangtuaku tidak suka itu.
Aku tidak pernah tahu mengapa ia' tidak suka. Tetapi, sekarang aku tahu." Ia ragu-ragu, lalu ketika ia berbicara lagi, suaranya lebih lembut. "Bermil-mil dari rumah kami tidak ada keluarga kulit berwarna lagi. Dan sekarang tidak ada orang kulit berwarna di peternakan ini. Hanya ada satu keluarga di Soledad." Ia tertawa. "Jika aku mengatakan sesuatu, mereka akan mengatakan, "ah itu kan hanya ucapan orang negro,?"
Lennie bertanya, "Menurutmu, berapa lama lagi anak-anak anjing itu boleh dibelai-belai?" '
Crooks tertawa lagi. "Seseorang bisa saja bicara padamu dan yakin kau tidak akan mengatakan pada orang lain. Kukira beberapa minggu lagi kau bisa membelainya. George tahu tentang itu. Bicara saja, padahal kau tidak mengerti apa-apa." Ia kemudian membungkuk ke depan lagi dengan bersemangat. "Ini hanya ucapan seorang negro. Maka tidak berarti apa-apa, begitu" Lagi-pula, kau juga tidak dapat mengingat apa pun. Aku sudah pernah melihat ini berkali-kali seseorang bicara pada orang lain sementara kata-katanya tidak membuat perbedaan apa pun jika ia tidak mendengar atau mengerti. Intinya begini, mereka bicara, atau mereka diam saja, tidak bicara. Tidak ada perbedaan, tidak ada perbedaan." Kegembiraannya meningkat hingga ia meninjukan kepalannya pada lututnya. "George dapat mengatakan sesuatu yang tidak bagus, dan itu tidak ada artinya. Itu hanya obrolan. Hanya karena ia bersama orang lain. Itu saja." Ia berhenti sejenak.
Lalu, suaranya jadi lembut dan membujuk. "Seandainya George tidak kembali lagi. Mungkin ia mabuk dan tidak kembali lagi. Apa yang akan kau lakukan?"
Lambat laun perhatian Lennie terkumpul pada apa yang dikatakan Candy. "Apa?" tanyanya.
"Aku bilang, seandainya George pergi ke kota lalu kau tidak mendengar kabarnya lagi." Crooks menekan kata-katanya dengan penuh kemenangan pribadi. "Hanya seandainya begitu," katanya mengulangi.
"Ia tidak akan melakukan itu," teriak Lennie. "George tidak akan melakukan hal .seperti itu. Aku sudah bersama George sejak lama sekali. Ia akan kembali malam ini." Tetapi, perasaan ragunya terlalu besar sebenarnya. "Kau pikir, ia akan kembali kan?" Wajah Crooks bercahaya karena puas atas siksaaan yang dilakukannya pada Lennie. "Tidak seorang pun tahu apa yang akan dilakukan seorang lelaki," katanya sambil mengamati dengan tenang. "Misalnya, ia ingin pulang, tetapi tidak bisa. Mungkin ia terbunuh atau terluka sehingga ia tidak bisa pulang."
Lennie berusaha keras untuk mengerti. "George tidak akan melakukan hal itu," ia mengulang. "George berhati-hati. Ia tidak akan terluka. Ia tidak akan pernah terluka, karena ia berhati-hati."
"Yah, seandainya ia tak kembali. Apa yang kau lakukan setelah itu?"
Wajah Lennie berkerut karena ketakutan. "Aku tidak tahu. Menurutmu bagaimana?" ia mulai menangis. "Ini tidak benar. George tidak akan terluka."
Crooks menekannya. "Kau mau kuberi tahu apa yang akan, terjadi" Mereka akan membawamu ke rumah gila. Mereka akan mengikatmu di leher seperti seekor anjing."
Tiba-tiba mata Lennie terpusat dan ia terdiam, lalu marah. Ia berdiri dan berjalan dengan gaya berbahaya menuju Crooks. "Siapa melukai George?" tanyanya.
Crooks bisa merasakan bahaya ketika bahaya mendekatinya. Ia bersiap turun dari ranjangnya untuk lari dari situ. "Aku hanya berandai-andai." Katanya. "George tidak terluka. Ia baik-baik saja. Ia akan kembali, pasti."
Lennie berdiri di depannya. "Untuk apa kau berandai-andai" Tidak ada yang boleh berandai-andai kalau George terluka."
Crooks membuka kacamatanya dan mengusap matanya dengan jemarinya. "Duduklah," katanya. "George tidak terluka."
Lennie kembali ke tong pakunya dengan menggeram. "Tidak ada yang boleh bilang ada yang melukai George," geramnya.
Crooks berkata dengan lembut, "Mungkin sekarang kau dapat mengerti. Kau punya George. Kau tahu ia akan kembali. Seandainya kau tidak punya siapa-siapa. Seandainya kau tidak bisa masuk ke rumah istirahat dan bermain di kamar karena kau berkulit hitam. Bagaimana perasaanmu" Seandainya kau harus duduk di sini dan membaca buku-buku. Buku-buku bukannya tidak bagus. Tetapi, orang membutuhkan orang lain untuk dekat dengannya." Ia mengerang. "Seseorang akan jadi gila jika tidak punya seorang pun. Tidak ada bedanya siapa orang itu, selama ia bersamamu. Begini," ia menangis, "orang itu akan merasa sangat kesepian dan menjadi sakit."
"George akan pulang," kata Lennie meyakinkan dirinya sendiri dengan suara ketakutan. "Mungkin George sudah pulang. Mungkin aku lebih baik melihatnya."
Crooks berkata, "Aku tidak bermaksud menakutimu. Ia akan pulang. Aku tadi bicara tentang diriku sendiri. Seorang lelaki yang sendirian di sini pada malam hari, mungkin membaca buku atau merenung atau yang lainnya. Kadang-kadang ia berpikir tetapi tidak ada orang yang mengatakan padanya mengapa begitu dan mengapa tidak begitu. Mungkin jika ia melihat sesuatu, ia tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Ia tidak dapat bertanya pada orang lain dan bertanya apakah ia juga berpendapat seperti itu. Ia tidak dapat mengatakan. Ia tidak punya apa-apa untuk mengukur. Aku melihat sesuatu di sana. Aku tidak mabuk. Aku tidak tahu apakah ketika itu aku tertidur. Jika seseorang bersamaku, ia akan dapat mengatakannya padaku bahwa aku tertidur ketika itu, karena itu artinya semua tidak apa-apa. Tetapi, aku tidak hanya tidak tahu." Crooks menatap ke seberang ruangan, melihat ke arah jendela.
Lennie berkata dengan sedih, "George tidak akan pergi dan meninggalkan aku. Aku tahu George tidak akan melakukan itu."
Si tukang kuda melanjutkan dengan setengah melamun, "Aku ingat ketika aku masih kecil di peternakan ayam orangtuaku. Punya' dua saudara lelaki. Mereka selalu ada di dekatku, selalu ada. Biasa tidur bersama di satu kamar, kami bertiga. Mempunyai kebun strawberi dan rumput untuk ternak. Biasa membawa ayam-ayam itu ke padang rumput pada pagi yang cerah. Abang-abangku membuka pagar dan mengawasi mereka. Ayam-ayam itu berbulu putih."
Lama kelamaan perhatian Lennie tertarik pada apa yang dikatakan Crooks. "George bilang, kami akan memiliki rumput ternak untuk kelinci-kelinci."
"Kelinci apa?" "Kami akan punya kelinci-kelinci dan punya kebun beri."
"Kau gila." "Benar, kami akan punya kelinci-kelinci. Tanya saja pada George."
"Kalian gila." Crooks mengejek. "Aku lihat ratusan orang di jalanan dan di perter-nakan-perternakan, dengan bungkusan tergantung di punggung mereka dan dengan khayalan yang sama di kepala mereka. Mereka datang, mereka berhenti bekerja dan pergi; dan setiap orang seperti itu punya khayalan tentang sebidang tanah kecil di kepala mereka. Dan tidak pernah satu pun dari mereka yang benar-benar mempunyainya. Persis seperti surga. Semua orang punya "sebidang kecil tanah". Aku membaca banyak buku di sini. Tidak seorang pun yang sampai ke surga, dan tidak seorang pun mempunyai sebidang tanah. Itu semua hanya ada dalam kepala mereka." Ia berhenti sejenak dan menatap ke arah pintu yang terbuka, kuda-kuda bergerak resah dan rantai leher mereka ber-gemerincing. Seekor kuda meringkik. "Kukira ada orang di luar," kata Crooks. "Mungkin Slim. Slim kadang-kadang datang dua atau tiga kali setiap malam. Slim benar-benar seorang pemimpin gembala. Ia menjaga kelompoknya." Dengan kesakitan ia berdiri dan bergerak ke arah pintu. "Kaukah itu Slim?"
ia berseru. Suara Candy menjawab. "Slim pergi ke kota. Hei, kau melihat Lennie?"
"Maksudmu orang besar itu?"
"Ya. Kau lihat di sekitar sini?"
"Ia ada di dalam situ," kata Crooks pendek. Ia lalu kembali ke ranjangnya dan berbaring.
Candy berdiri di ambang pintu sambil menggaruk-garuk pergelanganya yang tak bertangan dan menatap dengan silau ke dalam kamar yang terang. Ia tidak berniat untuk masuk. "Lennie, aku sudah menggambar kelinci-kelinci."
Crooks berkata dengan sebal. "Kau boleh masuk kalau mau."
Candy tampak malu. "Aku tidak tahu. Tentu saja kalau kau mau aku masuk."
"Ayolah masuk. Jika semua orang masuk, kau boleh juga masuk." Sulit bagi Crooks untuk menutupi kegembiraannya dengan berpura-pura marah.
Candy masuk, tetapi masih dengan malu-malu. "Kamar kecilmu nyaman dan menyenangkan di sini," katanya pada Crooks. "Tentu kau senang punya kamar sendiri untuk dirimu seperti ini."
"Tentu," sahut Crooks. "Dan ada setumpuk pupuk kandang di bawah jendela. Pasti menyenangkan, hebat."
Lennie menyela. "Kau bilang tentang kelinci-kelinci."
Candy bersandar pada dinding di samping perlengkapan leher kuda yang rusak sambil masih menggaruki pergelangan buntungnya. "Aku sudah di sini sejak lama," katanya. "Dan Crooks juga sudah lama di sini. Ini pertama kalinya aku ke kamarnya." Crooks berkata muram, "Orang-orang tidak terlalu suka datang ke kamar orang kulit berwarna. Tidak seorang pun di sini, kecuali Slim. Slim dan si bos."
Candy dengan cepat mengubah topik. "Slim adalah pemimpin gembala terbaik yang pernah kukenal."
Lennie membungkuk ke arah Candy. "Tentang kelinci-kelinci itu," desaknya.
Candy tersenyum. "Aku sudah membayangkan. Kita bisa mendapatkan uang dari kelinci-kelinci itu jika kita merawatnya dengan baik."
"Tetapi aku harus mengurusnya," sela Lennie. "George bilang aku harus mengurusnya. Ia janji."
Crooks dengan kasar menyela. "Kalian hanya mengolok diri kalian sendiri. Kalian sering sekali membicarakannya, tetapi sebenarnya kalian tidak akan mempunyai tanah itu. Kalian hanya akan menjadi pekerja di sini hingga mereka membawamu keluar dalam sebuah kotak. Ya ampun, aku melihat terlalu banyak orang seperti itu, Lennie akan keluar dan akan ada di jalan dalam dua atau tiga minggu. Kelihatannya semua orang punya tanah impian itu dalam kepala mereka."
Candy menggosok pipinya dengan marah. "Kau benar sekali, kami akan melakukannya. George bilang, kami akan memilikinya., Kami sudah punya uangnya sekarang."
"Ya?" tanya Crooks. "Dan di mana George sekarang" Di kota, di rumah bordil. Ke sanalah uang kalian pergi. Tuhan, aku sudah melihatnya terlalu sering. Aku sudah melihat terlalu banyak orang dengan tanah impian mereka. Mereka tidak pernah benar-benar mendapatkannya."
Candy menangis, "Tentu saja semua orang menginginkannya. Semua orang ingin punya sebidang tanah kecil, tidak banyak. Hanya sesuatu yang milik mereka sendiri. Sesuatu yang bisa ditinggali, tempat yang tidak ada seorang pun bisa mengusir mereka. Aku belum pernah memilikinya. Aku menanam gandum bagi hampir semua orang di negara ini, tetapi bukan gandumku sendiri, dan ketika aku memanennya, sama sekali bukan hasil panenku. Tetapi, kami akan memilikinya sekarang, dan jangan buat kesalahan. George tidak membawa uang itu ke kota. Uang itu masih di bank. Aku dan Lennie dan George. Kami akan punya kamar sendiri-sendiri. Kami akan punya anjing dan kelinci-kelinci dan ayam-ayam. Kami akan
punya kebun jagung hijau dan mungkin sapi dan kambing." Ia berhenti, merasa begitu gembira karena khayalannya.
Crooks bertanya, "Kau bilang, kalian punya uangnya?"
"Benar. Hampir cukup. Tidak lama lagi kami akan mendapatkannya. Dalam satu bulan. George akan mendapatkan seluruh tanah itu, juga."
Crooks mengulurkan tangannya dan memeriksa tulang punggungnya dengan tangannya. "Aku belum pernah melihat seorang pun yang berhasil," katanya. "Aku pernah melihat orang yang hampir gila karena impiannya tentang tanah itu, tetapi rumah bordil atau permainan judi blackjack selalu merampas uangnya." Ia ragu-ragu. " ... Jika mereka ... mereka perlu pekerja untuk bekerja tanpa, upah, hanya jadi budak mereka, mengapa aku datang ke sini dan membantu.. Aku tidak terlalu cacat sehingga aku tidak dapat bekerja seperti yang diinginkan anak jadah itu."
"Kalian ada yang melihat Curley?"
Mereka memutar kepala ke arah pintu. Istri Curley berdiri di ambang pintu. Wajahnya berias sangat tebal. Bibirnya agak merekah. Nafasnya terengah, seolah ia baru saja berlari.
"Curley tidak ada di sini," sahut Candy masam.
Perempuan itu masih berdiri di ambang pintu, tersenyum kecil kepada mereka, sambil membelai-belai kuku pada jari tangan yang lain dengan ibu jari dan telunjuk tangan yang satu. Sedangkan matanya berkeliaran dari satu wajah ke wajah yang lainnya. "Mereka meninggalkan orang-orang yang lemah di sini," akhirnya dia berkata. "Kalian pikir aku tidak tahu ke mana mereka pergi" Bahkan Curley" Aku tahu ke. mana semua orang pergi."
Lennie menatapnya, kagum; tetapi Candy dan Crooks mendelik dan menghindari tatapan mata perempuan itu. Candy berkata, "Jika kau tahu, mengapa kau bertanya pada kami ke mana Curley?"
Dia menatap orang-orang itu dengan senang. "Lucu," katanya.. "Jika aku menangkap salah seorang lelaki, dan ia sendirian, aku akan cocok dengannya. Tetapi, jika dua lelaki bersama-sama, kau tidak akan bicara. Tidak ada apa-apa, hanya kegilaan." Dia melepaskan jemarinya dan meletakkan tangannya pada pinggulnya. "Kalian semua hanya takut satu sama lain, itu saja. Kalian semua takut jika yang lainnya mendapatkan sesuatu yang menjadi milikmu."
Setelah jeda sebentar, Crooks berkata, "Mungkin kau sebaiknya pulang ke rumahmu sendiri sekarang. Kami tidak mau ada masalah."
"Aku tidak ingin kalian mendapat masalah. Kalian pikir aku tidak suka bicara dengan orang lain sesekali" Kalian pikir aku senang tinggal di dalam rumah itu terus?"
Candy meletakkan pergelangan buntungnya di atas lututnya dan menggosoknya perlahan dengan tangannya. Ia berkata menuduh, "Kau punya suami. Kau tidak pantas berada di antara lelaki, kau membuat masalah."
Perempuan itu marah. "Memang aku punya suami. Kalian semua melihatnya. Lelaki yang hebat, kan" Menghabiskan seluruh waktunya dengan mengatakan apa yang akan dilakukannya pada orang-orang yang dibencinya, dan ia tidak suka semua orang. Kalian pikir aku akan tinggal terus di dalam rumah
dua kali empat dan mendengarkan betapa Curley akan memukul dengan tangan kirinya dua kali dan mengakhirinya dengan sekali hantam dengan tangan kanan" "Satu-dua" katanya. Hanya satu-dua seperti biasanya, dan ia akan jatuh," Dia berhenti sejenak lalu wajahnya berubah dari sedih menjadi bersemangat. "Begini, apa yang terjadi pada tangan Curley?"
Tiba-tiba sunyi sekali. Candy mencuri pandang ke arah Lennie. Lalu, terbatuk. "Wah... Curley...tangannya terjepit mesin, Bu. Mesin itu menghancurkan tangannya."
Perempuan itu menatapnya sesaat, kemudian terbahak. "Omong kosong! Kau pikir aku percaya" Curley memulai sesuatu yang tidak bisa diselesaikannya. Terjepit mesin, omong kosong! Wah, ia tidak akan bisa lagi memberi satu-dua seperti biasa pada orang lain sejak tangannya remuk. Siapa yang meremukkannya?"
Candy mengulangi pernyataan itu dengan sedih. "Terjepit mesin."
"Baiklah," katanya dengan nada mengejek, "Baiklah, lindungi dirinya jika kalian mau. Aku tidak peduli. Kalian gelandangan,
kalian pikir kalian pintar. Kalian pikir aku ini apa" Anak kecil" Begini, ya. Aku seharusnya bisa saja pacaran dengan orang lain. Tidak hanya satu orang. Dan seorang lelaki bilang padaku, ia bisa membantuku untuk jadi bintang film." Dia terengah-engah karena marah, "Sabtu malam. Semua orang keluar melakukan sesuatu. Semua orang! Dan apa yang kulakukan" Berdiri di sini berbicara dengan sekelompok buntalan kaku, seorang negro dan seorang tolol juga domba tua yang membosankan, dan terpaksa menyukai mereka karena tidak ada yang lainnya."
Lennie mengawasinya, mulurnya setengah terbuka. Crooks mundur demi harga dirinya, sangat melindungi ras negronya. Tetapi, sebuah kesempatan datang pada si tua Candy. Tiba-tiba ia berdiri dan menghantam tong pakunya ke belakang. "Aku sudah muak," katanya dengan marah. "Kau tidak diinginkan di sini. Kami sudah bilang padamu begitu. Dan aku bilang padamu, pikiranmu salah tentang kami. Kau tidak cukup pandai sehingga tidak dapat melihat bahwa kami tidak kaku. Seandainya kau membuat kami dipecat. Seandainya kau begitu. Kau pikir
kami akan berkeliaran di jalan dan mencari pekerjaan membosankan seperti ini lagi. Kau tidak tahu, jika kami keluar dari peternakan ini, kami akan pergi ke rumah kami sendiri. Kami tidak perlu tinggal di sini. Kami punya rumah, ayam-ayam, tanaman buah-buahan, dan tempat yang seratus kali lebih indah daripada tempat ini. Dan kami punya teman-teman, itu yang kami punya. Mungkin ada saat ketika kami takut untuk dipecat, tetapi sekarang tidak lagi. Kami punya tanah kami sendiri, dan itu memang tanah kami, kami bisa pergi ke sana."
Istri Curley menertawakannya. "Omong kosong," katanya. "Aku melihat terlalu banyak orang semacam kalian. Jika kalian punya harta di dunia ini, mengapa kalian harus bekerja di peternakan ini dan merendahkan diri kalian. Aku tahu siapa kalian."
Wajah Candy jadi lebih merah dan semakin merah, tetapi sebelum perempuan itu selesai bicara, ia telah menguasai diri. Ia adalah penguasa keadaan itu. "Mungkin aku tahu," katanya sopan. "Mungkin kau sebaiknya pergi saja dari sini. Kami sama sekali tidak punya kata-kata lagi untukmu. Kami tahu
apa yang kami miliki dan kami tidak peduli apakah kau tahu atau tidak. Jadi, sebaiknya kau pulang saja, karena Curley mungkin tidak suka istrinya keluar rumah dan masuk ke lumbung bersama kami, orang-orang kaku."
Perempuan itu menatap mereka satu persatu, dan mereka semua berada dekat dengannya. Ia menatap Lannie paling lama, sehingga Lennie menurunkan matanya karena malu. Tiba-tiba istri Curley berkata, "Bagaimana wajahmu bisa luka-luka seperti itu?"
Lennie mendongak dengan perasaan bersalah. "Siapa...aku?"
"Ya. Kau." Lennie menatap Candy, minta tolong, lalu ia menatap pangkuannya lagi. "Tangannya terjepit mesin," kata Lennie.
Istri Curley tertawa. "Oke, mesin. Aku akan bicara denganmu nanti. Aku suka mesin."
Candy menyela. "Jangan ganggu orang ini. Jangan ganggu orang ini. Aku akan bilang George apa yang kau katakan. George tidak akan senang kalau kau mengganggunya."
"Siapa George?" tanya istri Curley. "Lelaki kecil yang datang bersamanya?"
Lennie tersenyum senang. "Itu dia," katanya. "Itu dia orangnya, dan ia akan mengizinkan aku mengurus kelinci-kelinci."
"Yah, jika itu yang kau mau, aku akan punya sepasang kelinciku sendiri."
Crooks berdiri dari ranjangnya dan menatap perempuan itu. "Aku sudah muak," katanya dingin. "Kau tidak punya hak datang ke sini, ke kamar lelaki kulit berwarna. Kau tidak punya hak mengacau di sini" sama sekali. Sekarang, pergi kau, cepat. Jika kau tidak pergi, aku akan meminta bos untuk tidak mengizinkanmu memasuki lumbung sama sekali."
Dia berpaling padanya dengan mengejek. "Dengarkan, Negro," katanya. "Kau tahu apa yang dapat kulakukan padamu jika kau membuka mulutmu?"
Crooks menatap putus asa padanya, dan kemudian duduk di atas rajangnya lagi dan diam.
Dia mendekatinya. "Kau tahu apa yang dapat kulakukan?"
Crooks tampak semakin kecil, apalagi ia menempelkan tubuhnya rapat-rapat pada dinding. "Ya, Bu."
"Nah, jangan berkata apa-apa, Negro. Aku bisa mengikatmu di pohon dengan begitu mudahnya sehingga tidak kelihatan lucu lagi."
Crooks jadi sangat tidak berarti.. Tidak ada kepribadian, tidak ada ego, tidak berani menunjukkan rasa apa pun, baik itu suka atau tidak suka. Ia berkata, "Ya, Bu," dan suaranya datar saja.
Untuk sesaat, perempuan itu berdiri di depannya seolah menunggunya untuk bergerak sehingga dia dapat mencambuknya lagi, tetapi Crooks duduk diam, matanya menghindari apa saja yang mungkin akan melukainya. Istri Curley akhirnya beralih pada dua orang lainnya.
Si tua Candy mengawasinya, terpaku. "Jika kau akan melakukannya, kami akan mengadukan hal itu," katanya tenang. "Kami akan adukan kalau kau yang mengancam Crooks."
"Adukan saja, kalian akan celaka," jeritnya. "Tidak ada yang akan mendengarmu,
kau tahu itu. Tidak seorang pun mendengarkanmu."
Candy mundur. "Tidak ..." ia setuju. "Tidak seorang pun mendengarkan kami." Lennie merengek. "Kuharap George ada di sini. Seandainya George ada di sini."
Candy melangkah mendekatinya. "Jangan khawatir," katanya. "Aku baru saja mendengar orang-orang itu masuk, aku yakin." Ia berpaling pada istri Curley. "Kau sebaiknya pulang sekarang," katanya tenang. "Jika kau pergi sekarang juga, kami tidak akan mengadukan pada Curley bahwa kau ada di sim."
Dia menanggapinya dengan dingin. "Aku tidak yakin kau mendengar apa pun."
"Sebaiknya tidak membuang kesempatan," katanya. "Jika kau tidak yakin, kau sebaiknya ambil jalan aman."
Istri Curley berpaling pada Lennie. "Aku senang kau menghajar Curley sedikit. Ia memang sudah waktunya mendapatkannya. Kadang-kadang aku ingin menghajarnya sendiri." Dia menyelinap keluar pintu dan menghilang di kegelapan lumbung. Ketika dia melintasi lumbung, rantai-rantai bergemerincingan, dan beberapa ekor kuda mendengus dan beberapa yang lainnya menjejak-jejakkan kaki mereka.
Crooks tampak berangsur keluar dari tempat perlindungannya. "Apa benar kau mendengar orang-orang itu pulang?" tanyanya.
"Tentu. Aku mendengar mereka."
"Wah, aku tidak mendengar apa-apa." "Pintu gerbangnya terbanting," kata Candy, dan melanjutkan, "Oh Tuhan, istri Curley bergerak tanpa suara. Kukira dia rajin berlatih."
Crooks. tidak mau mendengar tentang itu lagi. "Mungkin kalian sebaiknya pergi," katanya. "Aku tidak yakin aku masih menginginkan kalian ada di sini. Seorang lelaki kulit berwarna juga memiliki hak, walaupun kalian tidak menyukainya."
Candy berkata, "Sundal itu tidak seharusnya bicara seperti itu padamu."
"Tidak apa-apa," kata Crooks datar. "Kalian datang dan duduk, membuatku lupa. Apa yang dikatakannya benar."
Kuda-kuda mendengus di lumbung dan rantai-rantai bergemerincingan, lalu ada suara
memanggil. "Lennie. Hei, Lennie. Kau di lumbung?"
"Itu George," jerit Lennie. Lalu ia menyahut. "Di sini, George. Aku ada di sini." Segera George berdiri di ambang pintu. Ia menatap mereka dengan tidak setuju. "Apa yang kalian kerjakan di kamar Crooks" Kalian tidak seharusnya ada di sini."
Crooks mengangguk. "Aku sudah bilang pada mereka, tetapi mereka tetap saja masuk."
"Nah, mengapa tidak kau tendang saja mereka?"
"Aku tidak terlalu peduli," kata Crooks. "Lennie lelaki yang ramah."
Sekarang Candy berdiri, "Oh, George! Aku baru saja menggambar dan menggambar. Aku punya cara bagaimana kita bisa mendapatkan uang dari kelinci-kelinci itu." George mendelik. "Kukira aku sudah katakan untuk tidak mengatakan pada siapa pun tentang hal itu."
Candy kecewa. "Aku tidak menceritakan pada orang lain, hanya Crooks."
George berkata, "Wah, kalian harus keluar dari sini. Ya ampun, kelihatannya aku tidak boleh pergi semenit pun."
Candy dan Lennie berdiri dan beranjak ke arah pintu. Crooks berseru. "Candy!" "Hah?"
"Ingat yang kubilang tentang mencangkul dan mengerjakan pekerjaan aneh?"
"Ya." Sahut Candy. "Aku ingat."
"Yah, lupakan saja," kata Crooks. "Aku tidak bermaksud begitu. Hanya bercanda. Aku tidak akan pergi ke tempat seperti itu." "Baiklah, jika kau mau begitu. Selamat malam."
Ketiga orang itu keluar pintu. Ketika mereka melintasi lumbung kuda-kuda mendengus dan rantai-rantai kembali bergemerincingan.
Crooks duduk di atas ranjangnya dan menatap pintu sesaat. Kemudian ia meraih botol minyak gosoknya. Ia menarik kemejanya di bagian belakang, menuangkan sedikit minyak gosok pada telapak tangan merah mudanya, dan menjulurkan tangannya ke belakang. Ia membungkuk perlahan untuk menggosok punggungnya.
Pada sisi belakang lumbung besar itu tertumpuk jerami baru hingga tinggi dan di atasnya tergantung garpu Jackson empat jari ditopang dengan katrolnya. Jerami itu curam melandai seperti lereng gunung hingga ke sisi lain lumbung itu, dan ada bagian datar yang belum terisi hasil panen baru. Pada sisi rak-rak makanan terlihat para-para, dan di antara papan-papan terlihat kepala-kepala kuda.
Minggu sore. Kuda-kuda yang beristirahat sedang makan sisa-sisa jerami, sambil menghentak-hentakan-kaki, menggigit kayu palung, dan menggemerincingkan rantai leher mereka. Matahari sore menyelinap di antara celah dinding-dinding lumbung dan jatuh ke atas tumpukan jerami. Ada dengung lalat-lalat di udara, sehingga membuat sore itu seperti bersenandung.
Dari luar masuk bebunyian tapal kuda yang dimainkan pada tiang pancang pendek dan teriakan orang-orang yang bermain, saling memberi semangat atau mengejek. Tetapi, di dalam lumbung sunyi dan bersenandung serta malas karena hangat.
Hanya Lennie yang ada di lumbung. Ia duduk di atas jerami di sebelah peti kemas di bawah sebuah palung di ujung lumbung yang tidak dipenuhi tumpukan jerami. Lennie duduk di atas jerami sambil menatap seekor anak anjing yang mati yang tergeletak di depannya. Lennie menatapnya sejak lama, lalu mengulurkan tangan besarnya dan membelainya, membelainya dengan bersungguh-sungguh dari kepala hingga ekornya.
Kemudian Lennie berkata dengan lembut pada si anak anjing yang mati. "Mengapa kau mati" Kau tidak sekecil tikus. Aku tidak mengayunmu keras-keras." Ia menekuk kepala anak anjing itu dan melihat wajahnya, lalu berkata padanya, "Sekarang mungkin George tidak akan membiarkan aku mengurusi kelinci-kelinci itu, jika ia tahu kau terbunuh."
Ia menggali lubang kecil dan membaringkan anak anjing itu di dalamnya lalu menutupnya dengan jerami, sehingga tidak terlihat. Tetapi, ia tetap menatap gundukan yang baru dibuatnya. Ia berkata,. "Ini bukan hal buruk yang mengharuskan aku bersembunyi di semak belukar. Ya ampun! Bukan. Aku akan bilang George, aku menemukannya sudah mati."
Ia menggali kembali kuburan anak anjing itu dan memeriksanya, lalu membelainya dari telinga hingga ekornya. Ia berkata dengan sedih, "Tetapi, ia akan tahu. George selalu tahu. Ia akan bilang, "Kau melakukannya. Jangan coba-coba berbohong padaku." Dan ia akan bilang, "Karena itu, kau tak boleh mengurus kelinci!?"
Tiba-tiba ia marah. "Sialan kau," teriaknya. "Mengapa kau harus mati" Kau tidak sekecil tikus." Ia mengangkat anak anjing itu dan melemparkannya jauh-jauh dari dirinya. Ia berpaling kembali padanya. Ia berlutut sambil berbisik, "Sekarang aku tidak akan mengurus kelinci-kelinci itu. Sekarang ia tidak akan membiarkan aku mengurus kelinci-kelinci itu." Ia menggoyang-goyangkan tubuhnya ke depan dan ke belakang, sedih.
Dari luar terdengar suara denting tapal-tapal kuda beradu dengan tiang besi, yang disusul dengan sorakan kecil serempak. Suaranya terdengar sampai ke dalam lumbung, Lennie berdiri dan membawa anak anjing itu kembali lalu membaringkannya di atas jerami, kemudian duduk. Ia membelai anak anjing itu lagi. "Kau tidak cukup besar," katanya. "Mereka bilang padaku kau tidak cukup besar. Aku tidak tahu kau bisa mati begitu mudahnya." Ia menggerakkan jemarinya di telinga lunak anak anjing itu. "Mungkin George tidak peduli," katanya. "Anak anjing kecil ini tidak ada artinya bagi George."
Istri Curley muncul di sekitar ujung kandang kuda. Dia datang tanpa suara, sehingga Lennie tidak melihatnya. Dia mengenakan gaun kain katun berwarna cerah dan sepatunya berhiaskan bulu-bulu burung unta merah. Wajahnya berias dan rambut ikal seperti sosisnya tertata rapi. Dia sudah berada sangat dekat dengan Lennie sebelum Lennie mendongak dan melihatnya.
Dalam kepanikan Lennie menimbunkan jerami di atas anak anjing itu dengan jemarinya. Ia menatap sedih ke atas, menatap perempuan itu.
Dia berkata, "Apa yang kau sembunyikan di sana, anak baik?"


Of Mice And Men Karya John Steinbeck di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lennie mendelik padanya. "George bilang aku tidak boleh berurusan denganmu, bicara atau apa saja denganmu."
Perempuan itu tertawa. "George selalu memberimu perintah tentang semua hal?" Lennie menatap ke bawah, melihat jerami. "Aku tidak diizinkan mengurus kelinci-kelinci itu jika aku bicara denganmu atau apa pun."
Dia berkata dengan tenang, "George hanya takut jika Curley jadi marah. Tangan Curley sekarang dibalut, dan jika Curley sok jagoan lagi, kau bisa mematahkan tangan yang satunya. Kau tidak bisa berbohong padaku tentang tangan Curley yang terjepit mesin."
Tetapi, Lennie bertahan. "Tidak. Aku tidak akan bicara padamu atau siapa pun." Dia berlutut di atas jerami di samping Lennie. "Dengarkan," katanya. "Semua orang
sedang main tapal kuda. Ini baru jam empat. Tidak ada orang yang akan pergi dari permainan itu. Aku ingin mengobrol denganmu. Aku tidak pernah ngobrol dengan orang lain. Aku sangat kesepian."
Lennie berkata, "Aku tidak boleh berbicara denganmu atau siapa pun."
"Aku kesepian," kata perempuan itu. "Kau boleh bicara dengan orang lain, tetapi aku tidak boleh bicara dengan orang lain, selain Curley. Jika aku bicara dengan orang lain ia akan mengamuk. Bagaimana rasanya tidak boleh bicara dengan orang lain?"
Lennie berkata, "Aku tidak boleh. George takut aku akan mendapat masalah."
Istri Curley mengubah topik. "Apa yang kau tutupi di sana?"
Lennie pun kembali ketakutan. "Hanya anak anjingku," katanya sedih. "Hanya anak anjingku yang kecil." Lalu ia menyapu jerami yang ada di atasnya.
"Mengapa ia mati," jeritnya.
"Ia sangat kecil," sahut Lennie. "Aku hanya bermain dengannya...dan ia bergerak seolah ingin menggigitku...dan aku seperti mau memukulnya...dan...dan aku memukulnya. Lalu, ia mati." .
Perempuan itu menghiburnya. "Jangan khawatir. Ia hanya seekor anjing geladak. Kau bisa mendapatkan gantinya dengan mudah."
"Bukan itu," kata Lennie menjelaskan dengan sedih. George tidak akan membolehkan aku mengurus kelinci-kelinci sekarang."
"Mengapa begitu?"
"Yah, ia bilang jika aku melakukan kesalahan lagi, ia tidak akan membolehkan aku mengurus kelinci."
Dia bergerak mendekati Lennie dan berbicara dengan lembut menenangkan. "Jangan takut bicara denganku. Dengarkan orang-orang itu berteriak-teriak di luar. Mereka bertaruh empat dolar untuk permainan itu. Tidak seorang pun akan pergi dari sana sebelum permainan itu selesai."
"Jika George melihatku bicara denganmu, ia akan marah sekali," kata Lennie dengan hati-hati. "Ia bilang begitu padaku."
Wajah perempuan itu jadi marah. "Apa yang salah pada diriku?" jeritnya. "Apakah aku tidak punya hak untuk bicara dengan
siapa saja" Mereka pikir aku ini apa" Kau orang baik. Aku tidak tahu mengapa aku tidak boleh bicara denganmu. Aku tidak akan menyakitimu."
"George bilang kau akan membuat kami susah."
"Aduh, gila!" katanya. "Kesusahan apa yang bisa kubuat untuk kalian" Kelihatannya tidak ada yang peduli dengan hidupku. Begini, aku tidak biasa hidup seperti ini. Aku tidak bisa menikmatinya." Lalu, ia melanjutkan dengan muram. "Mungkin suatu hari kelak." Kemudian kata-katanya jadi tak beraturan karena semangat mencurahkan perasaan hatinya, seolah harus bergegas sebelum pendengarnya dibawa pergi. "Aku tinggal di kota Salinas," katanya. "Aku pindah ke sana sejak aku masih kecil. Yah, sebuah rombongan pertunjukan singgah, dan aku bertemu dengari beberapa orang aktor. Ia bilang, kau boleh ikut rombongan pertunjukan itu. Tetapi, ibuku tidak mengizinkan aku. Dia bilang karena umurku masih lima belas tahun. Tetapi, orang itu bilang aku bisa saja. Jika aku ikut, aku tidak akan hidup seperti ini."
Lennie membelai anak anjing itu berulang-ulang. "Kami akan punya rumah kecil dan kelinci-kelinci," kata Lennie menjelaskan.
Perempuan itu melanjutkan kisahnya dengan cepat, sebelum ia disela lagi. "Suatu ketika aku bertemu dengan seorang lelaki, dan ia adalah seorang bintang film. Kami pergi ke Riverside Dance Palace. Ia bilang ia akan mengajakku main film. Ia bilang aku berbakat. Begitu ia kembali ke Holywood, ia akan menulis surat padaku tentang hal itu." Dia menatap tajam Lennie untuk melihat apakah dia cukup membuat Lennie terkesan. "Aku tidak pernah menerima surat itu," katanya. "Aku selalu mengira ibuku telah mencuri surat itu. Yah, aku tidak akan mau tinggal di tempat yang membuatku tidak bisa ke mana-mana atau tidak berdaya, dan suratku dicuri. Aku bertanya pada ibuku apakah dia mencurinya, dia bilang, tidak. Lalu aku menikah dengan Curley. Bertemu dengannya di Riverside Dance Palace malam yang sama." Dia bertanya, "Kau mendengarkan aku?"
"Aku" Tentu."
"Yah, aku belum pernah menceritakan ini kepada orang lain. Mungkin seharusnya tidak. Aku tidak suka Curley. Ia bukan lelaki yang ramah." Dan karena dia sudah menceritakan rahasianya, dia bergerak lebih dekat pada Lennie dan duduk di sampingnya. "Aku seharusnya sudah main film dan punya baju-baju indah, semua pakaian indah seperti yang mereka kenakan. Aku mungkin sudah mengidap di hotel besar, dan aku membintangi film. Ketika mereka menulis tentang film tersebut, aku bisa datang pada mereka dan berbicara di radio, dan aku tidak perlu bayar karena aku ada di film itu. Aku punya semua baju mewah seperti yang mereka kenakan. Karena lelaki itu bilang aku berbakat." Dia menatap Lennie, dan dia menggerakkan lengan dan tangannya seolah sedang bermain dalam film besar. Jemarinya bergetar mengikuti pergelangan tangannya, dan kelingkingnya mencuat lebih ke atas dibandingkan dengan jemari lainnya, dengan anggun.
Lennie mendesah dalam. Di luar terdengar suara berdenting dari logam tapal kuda yang beradu dengan pancang, lalu disusul dengan sorakan serentak. "Ada yang berhasil memasukkan tapal kuda," kata istri Curley.
Cahaya kini mulai meredup ketika matahari mulai terbenam, dan sorot matahari naik ke dinding dan jatuh ke rak-rak makanan di atas kepala-kepala kuda.
Lennie berkata, "Mungkin kalau aku bawa anak anjing ini keluar dan membuangnya jauh, George tidak akan pernah tahu. Dan setelah itu aku akan boleh mengurus kelinci-kelinci itu tanpa masalah."
Istri Curley berkata dengan marah, "Kau pernah memikirkan hal lain selain kelinci-kelinci?"
"Kami akan memiliki tanah kecil," kata Lennie menjelaskan dengan mudah. "Kami akan memiliki rumah kecil, taman, padang rumput ternak, dan rumput itu untuk kelinci-kelinci, dan aku mengambil karung dan mengisi penuh semuanya dan kemudian aku membawanya untuk kelinci-kelinci."
Istri Curley bertanya, "Apa yang menir buatmu begitu tergila-gila pada kelinci?" Lennie harus berpikir dengan cermat sebelum dapat menyimpulkan sesuatu. Ia bergerak hati-hati mendekat pada perempuan
itu, hingga ia benar-benar dekat dengannya. "Aku suka membelai-belai sesuatu yang manis, tetapi tidak jika aku bisa mendapatkan yang lebih baik."
Istri Curley bergerak agak menjauh darinya. "Kukira kau gila," katanya.
"Tidak, aku tidak gila," kata Lennie menjelaskan dengan jujur. "George bilang aku tidak gila. Aku suka membelai hal-hal manis dengan jari-jariku, sesuatu yang lembut."
Istri Curley menjadi agak tenang. "Yah, semua orang juga begitu," katanya. "Semua orang senang begitu. Aku suka meraba kain sutra dan beledu. Kau suka meraba kain beledu?" .
Lennie tertawa senang. "Tentu saja, demi Tuhan," ia berseru senang. "Dan aku juga punya: Seorang ibu memberiku, dan ibu itu adalah bibi Clara. Dia memberikannya untukku, kira-kira sebesar ini. Kuharap aku membawa beledu itu sekarang." Wajahnya berubah murung. "Aku menghilangkannya," katanya. "Aku sudah lama tidak melihatnya." Istri Curley mentertawakannya. "Kau gila," katanya. "Tetapi, kau orang yang ramah. Kau seperti bayi besar. Tetapi, seseorang bisa mengerti apa maksudmu. Ketika aku menyisir rambutku kadang-kadang aku hanya membelainya karena rambutku sangat lembut." Untuk memperlihatkan bagaimana dia melakukannya, dia membelai ujung kepalanya dengan jemarinya. "Beberapa orang punya rambut kasar," katanya dengan perasaan puas diri. "Misalnya Curley. Aku sering menyisirinya. Supaya rambutnya menjadi lembut. Sini, rasakan di sini." Dia mengambil tangan Lennie dan meletakkannya di atas kepalanya. "Rasakan di sekitar sana, dan rasakan lembutnya."
Jemari Lennie yang besar bergerak membelai rambut istri Curley.
"Jangan acak-acak rambutku," kata perempuan itu.
Lennie berkata, "Oh! Lembut sekali," dan ia mulai membelai dengan lebih kuat. "Oh, lembut sekali."
"Hati-hati, sekarang, kau membuat rambutku berantakan." Dan perempuan itu berseru marah. "Sekarang juga, berhenti, kau akan membuat rambutku berantakan." Dia mengibaskan kepalanya ke samping, namun jemari Lennie masih mencengkeram rambutnya dan terjebak dalam rambutnya. "Lepaskan," seru istri Curley. "Lepaskan!"
Lennie jadi panik sekarang. Wajahnya berubah. Perempuan itu menjerit, sehingga tangan Lennie harus menutup mulut dan hidungnya. "Kumohon, jangan," ia mengemis. "Oh! Kumohon jangan menjerit. George akan marah sekali."
Istri Curley berontak kuat di bawah kedua tangan Lennie. Kedua kaki perempuan itu menjejak-jejak jerami dan dia meronta-ronta supaya bebas; dari bawah tangan Lennie keluar teriakan terbekap. Lennie mulai menangis ketakutan. "Oh, kumohon, jangan begitu," pintanya. "George akan bilang aku nakal. Ia tidak akan membolehkan aku mengurus kelinci-kelinci itu." Lalu, Lennie menggeser tangannya sedikit, lalu keluarlah teriakan serak perempuan itu. Akibatnya Lennie menjadi marah. "Jangan," katanya. "Aku tidak mau kau berteriak. Kau akan menyusahkan aku seperti yang dikatakan George. Sekarang, jangan lakukan itu." Namun, perempuan itu melanjutkan perjuangannya, sementara matanya bersinar liar karena ketakutan. Lennie mengguncangnya, karena ia marah pada istri Curley. "Jangan berteriak," katanya, lalu ia mengguncangnya lagi, hingga tubuh perempuan itu terayun-ayun seperti ikan. Lalu perempuan itu jadi diam, karena Lennie telah mematahkan lehernya.
Lennie melihatnya, dan dengan berhati-hati ia memindahkan tangannya dari mulut perempuan itu. Dia terbaring diam. "Aku tidak mau melukaimu," katanya, "tetapi George akan marah sekali kalau kau bete-riak." Ketika perempuan itu tidak lagi menjawab atau bergerak, Lennie membungkuk hingga dekat dengannya. Ia mengangkat lengan perempuan itu lalu menjatuhkannya. Sesaat ia tampak sangat bingung. Lalu, ia berbisik ketakutan. "Aku telah melakukan sesuatu yang nakal. Aku melakukan kenakalan lagi."
Ia mengumpulkan jerami menimbun tubuh perempuan itu sebagian.
Dari luar lumbung terdengar seruan orang-orang dan suara denting ganda dari tapal kuda yang membentur tiang besi. Untuk pertama kalinya, Lennie sadar akan keadaan di luar. Ia berjongkok di atas jerami dan mendengarkan. "Aku nakal sekali," katanya. "Aku seharusnya tidak melakukan itu, George akan sangat marah. Dan...katanya... jika aku dapat masalah, aku harus sembunyi di semak belukar hingga dia datang. Ia akan sangat marah. Aku harus sembunyi di semak belukar hingga ia datang. Itu yang dikatakannya." Lennie kembali dan melihat perempuan mati itu. Anak anjing itu juga tergeletak di dekatnya. Lennie memungutnya, "Aku akan membuangnya," katanya. "Ini sudah cukup buruk." Ia lalu menyembunyikan anak anjing itu di bahwa jaketnya, kemudian merangkak ke dinding lumbung dan muncul dari celah-celah, ke arah permainan lempar tapal kuda. Setelah itu ia merangkak di sekitar palung dan menghilang.
Lintasan cahaya matahari tinggi berada di atas dinding sekarang, dan sinarnya melembut di dalam lumbung. Istri Curley tergeletak terlentang, dan setengah tertutup jerami.
Sangat sunyi di dalam lumbung, dan di peternakan itu juga sunyi saat sore. Bahkan bunyi denting tapal kuda, dan suara-suara lelaki di tempat permainan itu kini terdengar lebih tenang. Udara di lumbung tampak hitam. Seekor merpati terbang melalui jendela lumbung yang terbuka dan berputar lalu terbang keluar lagi. Di sekitar salah satu pondok muncul seekor anjing gembala, kurus dan panjang sambil membawa hasil galiannya yang berat bergantung di moncongnya. Di dekat peti kemas tempat tidur anak-anak anjing, anjing betina itu menemukan aroma mayat istri Curley, lalu bulu-bulunya berdiri di sepanjang punggungnya. Anjing betina itu mengeluarkan bunyi merengek dan ketakutan lalu menempel pada peti kemas, kemudian meloncat di antara anak-anak anjingnya.
Istri Curley tergeletak setengah tertutup jerami kuning. Saat itu semua kejahatan, rencana, dan ketidakpuasan serta keinginannya agar diperhatikan menghilang dari wajahnya. Dia sangat cantik dan sederhana, wajahnya manis dan muda. Pemerah pipinya dan pemulas bibir merahnya masih membuatnya tampak hidup. Rambut ikalnya, yang seperti sosis-sosis kecil mungil, tersebar di atas jerami di belakang kepalanya, dan bibirnya terkuak.
Seperti yang pernah terjadi beberapa waktu yang lalu, sebuah momen ditetapkan
dan melayang-layang dan tetap begitu selama lebih dari sesaat. Lalu suara-suara itu berhenti, berhenti jauh lebih lama dari sebelumnya.
Lalu, dengan lambat waktu terbangun lagi dan bergerak maju dengan lamban. Kuda-kuda menjejak-jejakkan kaki mereka di sisi lain rak-rak makanan, dan rantai-rantai bahu mereka bergemerincingan. Di luar suara orang-orang itu terdengar lebih keras dan jelas.
Dari sekitar gubuk terakhir suara si tua Candy muncul. "Lennie," ia memanggil. "Hei Lennie! Kau di dalam" Aku telah menggambar lagi. Aku akan katakan apa yang dapat kita lakukan, Lennie." Si tua Candy muncul
di sekitar ujung kandang kuda. "Hei, Lennie!" ia memanggil lagi; kemudian berhenti, dan tubuhnya jadi kaku. Ia menggesekkan pergelangannya yang licin pada cambang putihnya. "Aku tak tahu kau di sini," katanya pada istri Curley.
Ketika perempuan itu tidak menyahut, ia melangkah lebih mendekat. "Kau tidak boleh tidur terlalu nyenyak di sini," katanya mengomel; dan ketika ia sudah berada di sampingnya, lalu..."Oh, Tuhan!" Ia kelihatan hampir tak berdaya, lalu menggosok cambangnya lagi. Kemudian melompat dan bergegas keluar lumbung.
Tetapi, lumbung itu sekarang jadi hidup. Kuda-kuda menjejak-jejakkan kaki mereka dan mendengus-dengus juga mengunyah jerami tempat tidur mereka dan menggerak-gerakkan rantai leher mereka. Sesaat kemudian Candy kembali bersama George.
George berkata, "Apa yang ingin kau tunjukkan padaku?"
Candy menunjuk pada istri Curley. George menatapnya. "Ada apa dengannya?" tanyanya. Ia melangkah mendekatinya, kemudian mengulangi kata-kata Candy tadi. "Oh, Tuhan!" Ia jatuh berlutut di samping perempuan itu. Ia meletakkan tangannya di atas jantung perempuan itu. Lalu akhirnya, ketika ia berdiri, perlahan-lahan dan kaku, wajahnya berubah menjadi sekeras dan sekaku kayu, sedangkan matanya juga bersinar keras.
"Apa sebabnya?" tanya Candy.
George menatapnya dengan dingin. "Kau tidak tahu?" tanyanya. Namun, Candy diam. "Seharusnya aku sudah tahu ini akan terjadi," katanya putus asa. "Kukira mungkin sudah terbetik di benakku, aku sudah tahu."
Candy bertanya. "Apa yang akan kita lakukan, George" Apa yang akan kita lakukan?"
George menjawab setelah lama diam. "Kukira...kita harus mengatakan pada... kawan-kawan. Kukira kita harus mengurungnya. Kita tidak boleh membiarkannya pergi begitu saja. Anak sialan itu pasti akan kelaparan." Lalu, ia berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri. "Mungkin mereka akan memenjarakannya dan itu . lebih baik baginya."
Tetapi, Candy berkata dengan bersemangat, "Kita harus membiarkannya pergi. Kau tidak mengenal Curley. Curley akan membuatnya dihukum mati. Curley akan membunuhnya."
George menatap bibir Candy. "Ya," akhirnya ia berkata. "Itu betul, Curley akan melakukan itu. Seperti juga yang lainnya." Lalu ia menatap istri Curley lagi..
Sekarang Candy mengatakan ketakutannya yang paling besar. "Kau dan aku bisa mendapatkan tempat kecil itu, kan, George"
Kau dan aku bisa pergi ke sana dan hidup senang, kan, George" Bisa kan?"
Sebelum George menjawab, Candy telah menundukkan kepalanya dan menatap ke bawah pada jerami. Ia tahu jawabannya.
George berkata lembut, "Kupikir aku sudah tahu sejak awal sekali. Kupikir aku tahu kita tidak boleh melakukannya. Ia selalu senang sekali mendengar tentang tempat kecil itu, sehingga kupikir kita bisa saja mendapatkannya."
"Jadi, semuanya gagal?" tanya Candy muram.
George tidak menjawab pertanyaannya. George berkata, "Aku akan bekerja selama sebulan lalu aku akan ambil lima puluh dolarku. Aku akan tinggal semalaman penuh di rumah makan yang menyebalkan. Atau aku akan berada di rumah main bilyar hingga semua orang pulang. Dan aku akan kembali dan bekerja sebulan lagi sehingga aku mendapat lima puluh dolar lagi."
Candy berkata, "Lennie orang yang ramah. Aku tidak pernah membayangkan ia melakukan yang seperti ini."
George masih menatap istri Curley. "Lennie tidak pernah bermaksud seperti ini," katanya. "Ia melakukan hal jelek, tetapi percayalah ia tidak pernah sengaja melakukannya." Ia meluruskan tubuhnya dan menatap Candy kembali. "Sekarang dengarkan. Kita harus mengatakan ini pada kawan-kawan lainnya. Mereka harus menangkap Lennie, kukira. Tidak ada cara lain. Mungkin mereka tidak akan menyakitinya." Katanya dengan tajam. "Aku tidak akan membiarkan mereka melukai Lennie. Sekarang dengarkan. Mereka mungkin saja mengira aku terlibat dalam hal ini. Aku akan pergi ke rumah istirahat. Lalu, tidak lama lagi, kau Jkeluar dan katakan pada mereka tentang perempuan ini. Setelah itu aku akan bersama mereka pergi ke sini. Aku akan berpura-pura belum pernah melihatnya. Kau mau lakukan itu" Supaya kawan-kawan tidak mengira aku terlibat?"
Candy berkata, "Tentu, George. Pasti aku akan lakukan itu."
"Oke, kalau begitu beri aku waktu beberapa menit. Setelah itu kau berlari masuk dan katakan seolah kau baru saja menemukannya. Aku pergi sekarang." George berputar dan pergi dengan cepat keluar lumbung.
Si tua Candy menatap George pergi. Ia lalu menatap istri Curley putus asa, kemudian kemarahan dan kesedihannya terwujud dalam kata-kata. "Kau gelandangan sialan," katanya dengan marah. "Kau telah melakukannya, kan" Pasti kau senang, kan" Semua orang tahu kau akan mengacaukan semuanya. Kau tidak baik. Kau tidak ada gunanya, sekarang, pelacur sialan." Ia terisak, dan suaranya menjadi serak. "Seharusnya aku sudah bisa membajak taman mereka dan mencuci piring mereka." Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkannya dengan bernyanyi. Lalu, ia mengulagi kata-kata kuno: "Jika saja ada sebuah sirkus atau pertandingan beseball ... kita pasti menonton... katakan saja "persetan dengan pekerjaan" dan menontonnya... Jangan pernah meminta orang untuk mengatakan itu. Dan mereka adalah seekor babi atau ayam...dan pada musim salju...tungku gemuk kecil dan datanglah hujan...dan kami hanya duduk di sana." Matanya jadi buram karena air mata lalu ia berpaling, kemudian pergi dengan lemah keluar lumbung, sambil mengusap jambang kasarnya dengan pergelangan buntungnya.
Di luar, keriuhan permainan berhenti. Ada suara-suara meninggi bertanya-tanya, lalu gemuruh kaki-kaki yang berlarian, lalu orang-orang menyerbu masuk ke lumbung. Slim, Carlson, Whit muda, Curley, dan Crooks tetap menjaga jarak perhatian. Candy menyusul di belakang, dan terakhir muncul George. George telah mengenakan jaket denimnya dan mengancingkannya, lalu topi hitamnya ditarik ke bawah melindungi matanya. Orang-orang berlarian ke kadang kuda. Mereka melihat istri Curley dalam remang-remang, lalu mereka berhenti, berdiri terpaku dan menatap.
Kemudian Slim dengan tenang, mendekatinya, lalu ia meraba pergelangan tangannya. Satu jari ramping menyentuh pipinya, kemudian tangan Slim bergerak ke bawah, ke leher yang agak terpelintir. Jarinya menjelajahi leher perempuan itu. Ketika ia berdiri, orang-orang berdesakan mendekat, lalu kesunyian berakhir.
Curley tiba-tiba sadar. "Aku tahu siapa pelakunya," serunya. "Anak sundal besar itulah. Aku tahu ia melakukannya. Jelas, semua orang berada di sana bermain lempar tapal kuda." Ia sangat marah. "Aku akan menghajarnya. Aku akan mengambil senapanku. Aku akan membunuh anak besar itu sendiri. Aku akan menembak perutnya. Ayo, kawan-kawan." Ia berlari dengan sangat marah keluar lumbung. Carlson berkata, "Aku akan ambil Luger-ku," lalu ia juga berlari keluar.
Slim berpaling ke George dengan tenang. "Kukira, jelas Lennie yang melakukan ini," katanya. "Lehernya patah. Lennie mungkin saja telah melakukannya."
George tidak menjawab, tetapi ia mengangguk lambat-lambat. Topinya turun ke bawah dari dahinya sehingga matanya terhalang.
Slim melanjutkan, "Mungkin ini seperti ketika kalian di Weed yang kau ceritakan itu."
Lagi, George mengangguk. Silm mendesah. "Yah, kukira kita harus menangkapnya. Kau pikir, ke mana ia mungkin pergi?"
Tampaknya George membutuhkan beberapa waktu untuk mencetuskan kata-katanya. "Ia...mungkin pergi ke selatan," katanya. "Kami datang dari utara, jadi mungin ia akan ke selatan."
"Kukira kita harus menangkapnya," kata Slim mengulangi.
George melangkah mendekat. "Mungkinkah kita membawanya masuk sehingga mereka tidak akan memenjarakannya" Ia gila, Slim. Ia tidak pernah sengaja melakukan ini." Slim mengangguk. "Mungkin saja," katanya. "Jika kita dapat menghindarkannya dari Curley. Tetapi, Curley akan menembaknya. Curley masih marah karena tangannya. Dan mungkin mereka akan menangkapnya dan mengikatnya lah dimasukkan ke kurungan. Itu tidak bagus, George."
"Aku tahu," kata George. "Aku tahu." Carlson datang sambil berlari. "Anak jadah itu mencuri Luger-ku," teriaknya., "Senapanku tidak ada dalam tasku." Curley mengikutinya, sambil membawa sepucuk senapan dalam tangannya yang tidak sakit. Curley sekarang sudah tenang.
"Baiklah, kawan-kawanku," katanya. "Si negro punya sepucuk senapan. Pakailah, Carlson. Begitu kau melihatnya, jangan beri kesempatan. Tembaklah perutnya. Itu akan melumpuhkannya."
Dengan bersemangat Whit berkata, "Aku tidak punya senapan."
Curley berkata, "Pergilah kau ke Soledad untuk memanggil polisi. Panggil Al Wilts, ia seorang pembantu sheriff. ..Ayo kita pergi sekarang." Ia berpaling pada George, menatapnya curiga. "Kau ikut bersama kami, bung."
"Ya," sahut George. :"Aku akan ikut. Tetapi, dengar, Curley. Anak jadah yang malang itu gila. Jangan menembaknya. Ia tidak tahu apa yang dilakukannya."
"Jangan menembaknya?" seru Curley. "Ia membawa senapan Lurger milik Carlson. Tentu saja kami akan menembaknya."
Dengan lemah George berkata, "Mungkin Carlson kehilangan senapannya."
"Aku melihatnya tadi pagi," kata Carlson. "Tidak, senapanku diambil."
Slim berdiri sambil melihat istri Curley. Ia berkata, "Curtley, mungkin kau sebaiknya tinggal di sini bersama istrimu."
Wajah Curley memerah. "Aku akan," katanya. "Aku akan menembak perut anak haram jadah besar itu sendiri, walaupun aku hanya punya satu tangan. Aku akan menembaknya."
Slim berpaling pada Candy. "Kau tinggal di sini bersamanya kalau begitu, Candy. Yang lainnya sebaiknya pergi sekarang."
Mereka beranjak pergi. George berhenti sejenak di samping Candy lalu keduanya melihat ke bawah pada perempuan yang tewas itu hingga Curley memanggil. "Kau George! Kau harus tetap bersama kami sehingga kami tidak mengira kau ada hubungannya dengan ini."
George bergerak lambat mengikuti mereka, sambil menyeret kakinya dengan berat.
Dan ketika mereka sudah pergi, Candy jongkok di atas jerami dan menatap wajah istri Curley, "Anak jadah yang malang," katanya lembut.
Suara orang-orang itu semakin tidak jelas. Lumbung menjadi lebih gelap dan di dalam kandang-kandangnya, kuda-kuda memindah-mindahkan kakinya dan menggeme-rincingkan rantai leher mereka. Si tua Candy berbaring di atas jerami dan menutup matanya dengan lengannya.
Kolam Sungai Salinas yang berwarna hijau tua sangat tenang pada sore menjelang malam. Matahari telah meninggalkan lembah untuk kemudian menanjak ke lereng pegunungan Gabilan, dan puncak-puncak bukit menjadi kemerahan diterpa sinar matahari. Tetapi, di dekat kolam di antara pepohonan sikamor yang corang-moreng, terasa keteduhan yang menyenangkan.
Seekor ular air meluncur mulus di atas permukaan kolam, memelintir kepalanya yang menyerupai periskop ke kiri, dan ke kanan; ular itu berenang di sepanjang kolam hingga ke tungkai seekor heron-yang berdiri tak bergerak di dalam bagian kolam yang dangkal. Sebuah kepala dan paruh tanpa suara menyambar ke bawah dan menyumpitnya pada kepala. Kemudian paruh itu menelan ular kecil itu sementara ekornya masih melambai-lambai panik.
Angin menderu dari jauh terdengar dan hembusan angin mengalir melintasi puncak-puncak pepohonan seperti gelombang. Dedaunan sikamor membalik sisinya ke atas, dedaunan kering berwarna coklat di atas tanah terbang beberapa kaki. Lalu angin-angin sepoi berturut membuat gelombang di atas permukaan kolam yang hijau.
Secepat datangnya, angin tiba-tiba berhenti, sehingga area terbuka itu menjadi sunyi kembali. Burung heron yang berdiri di kedangkalan kolam, tetap tidak bergerak, menunggu. Seekor ular air kecil yang lain berenang di atas permukaan kolam, sambil memutar periskopnya dari sisi yang satu ke sisi lainnya.
Tiba-tiba Lennie muncul dari semak belukar, bergerak setenang beruang merayap. Burung heron itu menepuk udara dengan sayap-sayapnya, melontarkan diri sendiri meninggalkan air dan terbang ke sungai. Ular kecil itu meluncur di antara alang-alang di tepi kolam.
Lennie mendekati tepi kolam diam-diam. Ia berlutut dan minum, hampir tidak menyentuhkan bibirnya pada air. Ketika seekor burung kecil melangkah gugup di belakangnya, Lennie menyentakkan kepalanya lalu dengan tegang mencari-cari dengan mata dan telinganya hingga akhirnya melihat seekor burung kecil, kemudian ia merendahkan kepalanya lagi dan minum.
Ketika ia selesai, ia duduk di tepi, dengan bagian sisi tubuhnya menghadap ke kolam, sehingga ia dapat melihat jalan setapak itu. Ia memeluk kedua lututnya dan menempelkan dagunya di atas lututnya.
Cahaya naik meninggalkan lembah, dan ketika sudah pergi sama sekali, puncak-puncak gunung tampak menyala karena bertambahnya kecerahan.
Lennie berkata perlahan, "Aku sama sekali tidak lupa, kau yakin itu. Sembunyi di semak belukar dan tunggu George." Ia menarik turun topinya hingga menutupi matanya. "George akan sangat marah padaku," katanya. "George akan senang sendirian dan tidak kuganggu." Ia memutar kepalanya dan menatap puncak-puncak gunung yang cemerlang. "Aku bisa pergi ke atas sana dan mencari sebuah goa," katanya. Lalu melanjutkan dengan sedih, "dan tidak pernah punya kecap, tetapi aku tidak peduli. Jika George tidak menginginkan aku" Aku akan pergi. Aku akan pergi."
Kemudian di depan kepala Lennie datang seorang perempuan tua yang kecil dan gemuk. Dia mengenakan kacamata tebal besar dan celemek besar bermotif garis-garis yang bersaku, rapi, dan bersih. Dia berdiri di depan Lennie dan bertolak pinggang. Dia mengerutkan dahinya tanda tidak senang pada Lennie.
Dan ketika perempuan itu bicara, yang terdengar adalah suara Lennie. "Aku sudah bilang padamu dan bilang lagi," kata perempuan itu. "Aku bilang, ingat George karena ia adalah orang yang ramah dan baik padamu. Tetapi, kau tidak pernah peduli. Kau melakukan hal-hal jelek."
Lalu Lennie menjawabnya, "Aku sudah berusaha, Bibi Clara, Bu. Aku coba dan coba. Aku tidak dapat menahannya."
"Kau tidak pernah memikirkan George," perempuan itu melanjutkan dalam suara Lennie. "Ia selalu berbuat baik padamu. Ketika ia mendapat sepotong kue pai, kau selalu mendapatkan separuh atau lebih dari se-paruhnya. Dan jika ada kecap, wah, ia selalu memberikannya padamu."
"Aku tahu," sahut Lennie dengan sedih. "Aku coba, Bibi Clara, Bu. Aku coba dan coba."
Perempuan itu menyelanya. "Setiap saat, ia bisa saja bersenang-senang jika tidak bersamamu. Ia bisa saja mengambil gajinya dan pergi ke rumah bordil, dan ia bisa pergi ke ruang bilyar dan main bola sodok. Tetapi, ia harus mengurusimu."
Lennie mengerang sedih. "Aku tahu, Bibi Clara, bu. Aku akan langsung pergi ke bukit dan aku akan mencari sebuah goa dan aku akan tinggal di sana supaya aku tidak mengganggu George lagi."
"Kau hanya bilang begitu," sergah bibinya dengan tajam. "Kau selalu bilang begitu, kau sangat tahu,1 anak sundal, tidak akan pernah melakukannya. Kau terus saja menguntit dan selalu menyusahkan George."
Lennie berkata, "Mungkin aku memang harus pergi saja. George tidak akan membiarkan aku mengurusi kelinci lagi sekarang."
Bibi Clara menghilang, dan dari kepala Lennie muncul seekor kelinci raksasa. Kelinci itu duduk berjongkok di depannya, sambil menggerak-gerakkan telinganya serta mengerutkan hidungnya pada Lennie. Lalu kelinci raksasa itu juga bicara dengan suara Lennie.
"Mengurusi kelinci-kelinci," kata kelinci besar itu dengan mengejek. "Kau anak jadah gila. Kau akan melupakannya dan membiarkan mereka kelaparan. Itu yang akan kau lakukan. Lalu apa pendapat George"
"Aku tidak akan lupa," sahut Lennie dengan keras.
"Kau pasti lupa," kata si kelinci. "Kau tidak pantas bahkan untuk masuk neraka sekalipun. Tuhan tahu George mengerjakan semuanya untuk mengambilmu dari comberan, tetapi tidak ada gunanya. Jika kau kira George akan membolehkanmu mengurus kelinci, kau ternyata lebih gila dari biasanya. Ia tidak akan begitu. Ia akan memukulimu dengan tongkat, itu yang akan dilakukannya."
Sekarang Lennie menjawab dengan marah, "Ia tidak akan begitu. George tidak akan melakukan yang seperti itu. Aku sudah mengenal George sejak"aku lupa kapan" dan ia tidak pernah memukuli aku dengan tongkat. Ia baik padaku. Ia tidak akan jahat." "Wah, tetapi ia sudah muak padamu lanjut si kelinci. "Ia pasti akan memukulimu lalu pergi meninggalkanmu."
"Ia tidak akan begitu," seru Lennie dengan panik. "Ia tidak akan melakukannya. Aku tahu George. AJcu dan ia mengembara bersama."
Tetapi, si kelinci mengulang-ulangnya terus dengan lembut. "Ia akan meninggalkanmu, kau anak jadah gila. Ia akan meninggalkanmu. Ia akan meninggalkanmu, kau anak jadah gila."
Lennie menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. "Tidak, aku bilang, ia tidak akan meninggalkanku," teriak Lennie. "Oh! George...George..:George!"
George datang dengan tenang dari semak belukar sementara si kelinci kembali bergegas masuk ke dalam otak Lennie.
George berkata dengan tenang, "Apa sih yang kau teriakkan?"
Lennie berlutut. "Kau tidak akan meninggalkanku, kan, George" Aku tahu kau tidak akan begitu."
George dengan kaku mendekatinya, lalu duduk di dekatnya. "Tidak."
"Aku tahu itu," sahut Lennie sambil menangis. "Kau tidak akan seperti itu."
George diam saja. Lennie berkata, "George."
"Ya?" "Aku melakukan sesuatu yang jelek." "Tidak akan mengubah apa pun," kata George, lalu terdiam lagi.
Sekarang hanya puncuk bukit tertinggi yang masih mendapatkan cahaya matahari. Bayangan di lembah berwarna biru dan lembut. Dari kejauhan terdengar suara orang-orang saling berteriak. George memutar kepalanya dan mendengarkan teriakan-teriakan itu.
Lennie berkata, "George."
"Ya?" "Kau akan meninggalkan aku, kan?"
"Meninggalkanmu?"
"Tentu, seperti yang kau selalu lakukan dulu. Seperti "jika aku tidak bersamamu, aku akan mengambil lima puluh dolarku...?"
"Oh Tuhan, Lennie! Kau tidak bisa mengingat apa pun yang terjadi, tetapi kau ingat setiap kata yang kuucapkan."
"Nah, kau akan mengatakannya, kan?" George menggelengkan kepalanya. Lalu, ia berkata dengan kaku, "jika aku sendirian, aku akan bisa hidup begitu mudahnya." Suara George datar, tidak memiliki tekanan. "Aku bisa mendapatkan pekerjaan dan tidak ada kekacauan." Ia berhenti.
"Lanjutkan," kata Lennie. "Lalu pada akhir bulan..."
"Dan pada akhir bulan aku dapat mengambil lima puluh dolarku dan pergi ke sebuah...rumah makan..." Ia berhenti lagi.
Lennie menatap George dengan bersemangat. "Ayo lanjutkan, George. Apakah kau tidak akan meninggalkanku?"
"Tidak," sahut George.
"Nah, aku dapat pergi," kata Lennie. "Aku akan pergi ke bukit dan mencari sebuah goa jika kau tidak menginginkan aku."
George menggelengkan kepalanya lagi. "Tidak," sahutnya. "Aku ingin kau tinggal bersamaku di sini."
Lennie berkata dengan rasa ingin tahu. "Katakan padaku seperti yang pernah kau katakan."
"Tentang apa?" "Tentang orang lain dan tentang kita." George berkata, "Orang-orang seperti kita tidak punya keluarga. Mereka mendapatkan uang sedikit lalu mereka habiskan. Mereka tidak punya siapa-siapa di dunia ini yang mempedulikan mereka..."
"Tetapi bukan kita" seru Lennie dengan girang. "Katakan tentang kita sekarang." George terdiam sejenak. "Tetapi, kita tidak seperti itu," katanya.
"Karena..." "Karena aku memilikimu dan..."
"Dan aku memilikimu. Kita saling memiliki, itulah, kita sangat saling mempedulikan," teriak Lennie penuh kemenangan.
Angin sepoi malam hari bertiup di atas area terbuka itu sehingga dedaunan bergeme-risik dan angin itu juga membuat gelombang di atas permukaan kolam. Lalu terdengar
teriakan-teriakan orang-orang itu lagi, kali ini semakin dekat dibandingkan yang sebelumnya.
George membuka topinya. Dengan gemetar ia berkata, "Buka topimu, Lennie. Udara terasa nyaman."
Lennie membuka topinya dengan patuh dan meletakkannya di atas tanah di depannya. Bayangan di lembah menjadi lebih biru, dan malam datang dengan cepat. Bersama angin bunyi gemerisik di semak belukar mendekati mereka.
Lennie berkata, "Katakan apa yang akan terjadi."
George telah mendengar bunyi-bunyi itu dari kejauhan. Sesaat ia tampak tegas. "Lihat ke arah sungai, Lennie, dan aku akan katakan sehingga kau bisa hampir melihatnya."
Lennie memutar kepalanya dan menatap ke seberang kolam lalu naik ke lereng bukit Gabilan yang gelap. "Kita akan mempunyai sebuah rumah kecil," George mulai. Tangannya merogoh saku di sampingnya dan mengeluarkan Luger Carlson; ia membuka kunci pengamannya, lalu tangan dan senjata itu diletakkan di atas tanah di belakang punggung
Lennie. Ia menatap bagian belakang kepala Lennie, pada bagian tulang punggung dan tengkorak bertemu.
Terdengar suara seorang lelaki berseru dari ujung sungai, dan yang lainnya menyahut
"Ayo," kata Lennie.
George mengangkat senjatanya, tangannya begetar, dan ia menjatuhkan tangannya lagi ke tanah.
"Ayo," kata Lennie. "Bagaimana seterusnya" Kita akan memiliki rumah kecil."
"Kita akan memiliki seekor sapi," kata George, "Dan mungkin kita akan mempunyai beberapa ekor ayam"dan di tanah itu kita akan punya"sebidang kecil padang rumput alfalfa..."
"Untuk kelinci-kelinci," teriak Lennie.
"Untuk kelinci-kelinci," ulang George.
"Dan aku harus mengurus kelinci-kelinci itu."
"Dan kau harus mengurus kelinci-kelinci itu.
Lennie terkekeh karena bahagia. "Dan kita hidup di atas tanah yang subur."
"Ya." Lennie memalingkan kepalanya.
"Jangan, Lennie. Lihat saja ke seberang sungai, seolah kau hampir dapat melihat tempat itu."
Lennie mematuhinya. George menatap senjata itu.
Terdengar bunyi pijakan kaki pada semak belukar sekarang! George berpaling dan menatap mereka.
"Ayo George. Kapan kita akan melakukannya?"
"Kita akan melakukannya segera."
"Aku dan kau." "Kau"dan aku. Semua orang akan jadi baik terhadapmu. Tidak akan ada masalah lagi. Tidak seorang pun yang akan melukai orang lain atau mencuri darimu,"
Lennie berkata, "Kukira kau marah padaku, George."
"Tidak," sahut George. "Tidak, Lennie, aku tidak marah. Aku tidak pernah marah dan sekarang pun tidak. Ada satu hal yang aku ingin kau tahu."
Suara-suara itu semakin dekat sekarang. George mengangkat pistolnya dan mendengarkan suara-suara itu.
Lennie memohon, "Ayo kita lakukan itu sekarang. Ayo kita ambil tempat itu sekarang." "Pasti, sekarang. Aku telah mendapatkannya. Kita telah mendapatkannya."
Lalu George mengangkat senjatanya dan menenangkan tangannya, kemudian ia mendekatkan larasnya pada kepala bagian belakang Lennie. Tangannya bergetar keras, tetapi wajahnya tetap tenang, kemudian tangannya menjadi tenang juga. Ia menarik picunya. Suara ledakan bergulung ke atas bukit, lalu menggelinding turun lagi. Lennie tersentak, kemudian ambruk perlahan ke depan, ke pasir, kemudian tergeletak tanpa mengejang.
George gemetar dan menatap senjata itu, kemudian ia melemparkannya jauh darinya, lalu mundur ke tepi sungai ke dekat tumpukan abu.
Semak belukar itu tampak penuh dengan teriakan dan dengan bunyi kaki-kaki yang berlarian. Suara Slim berteriak, "George. Di mana kau, George?"
Tetapi, George duduk kaku di tepi sungai dan menatap tangan kanannya yang telah membuang senjata itu. Kelompok itu menyerbu ke area terbuka. Curley di depan. Ia melihat Lennie tergeletak di atas pasir. "Demi Tuhan, kita menemukannya." Ia datang mendekat dan melihat ke bawah pada Lennie, lalu ia melihat kembali pada George. "Tepat di belakang kepalanya," katanya perlahan;
Slim langsung mendekati George dan duduk di sampingnya, sangat dekat. "Tidak apa-apa," kata Slim. "Seseorang kadang harus melakukannya."
Tetapi, Carlson berdiri di dekat George. "Bagaimana kau melakukannya?" tanyanya.
"Aku hanya melakukannya," sahut George dengan letih.
"Lennie membawa senjataku?"
"Ya. Ia membawa senjatamu."
"Dan kau mengambilnya dari tangannya lalu kau memegangnya lalu kau membunuhnya?"
"Ya. Begitulah." Suara George hampir menyerupai bisikan. Ia menatap dengan pasti pada tangan kanannya yang tadi telah memegang pistol itu.
Slim menyentuh siku George. "Ayo, George. Aku dan kau pergi dan akan mabuk-mabukan."
George membiarkan dirinya dibantu berdiri. "Ya, minum."
Slim berkata, "Kau harus, George. Aku bersumpah, kau memang harus melakukannya. Ayo ikut bersamaku." Ia membawa George ke jalan kecil dan menuju jalan raya.
Curley dan Carlson menatap kepergian mereka. Lalu Carlson berkata, "Sekarang, kau pikir apa yang terjadi pada kedua orang itu"
Selesai Catatan 1. Willow : Sejenis pohon yang memiliki daun kecil, mudah rontok, dan batang yang kokoh namun ringan.
2. Sikamor : Sejenis pohon yang kini sudah punah, sudah tak pernah lagi terdengar.
3. Alfalfa : rerumputan yang diselingi bunga berwarna biru jingga.
Tentang Penulis John Steinbeck Dilahirkan pada tahun 1902 di Salinas, California, John Steinbeck melalui masa remajanya di sebuah lembah perkebunan yang subur kira-kira dua puluh lima mil dari Pantai Pasifik"lembah dan pantai tersebut menjadi latar belakang untuk beberapa fiksi terbaiknya. Pada tahun 1919 ia mendaftar di fakultas sastra dan kursus mengarang di Universitas Stanford. Namun, karena tidak tekun, kuliahnya putus-sambung, pada tahun 1925 ia akhirnya meninggalkan Stanford tanpa mendapatkan gelar apa pun. Selama lima tahun berikutnya,, ia bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri sebagai seorang buruh dan wartawan di New York City, lalu menulis novel pertamanya Cup of Gold [Piala
Emas] (1929). Setelah menikah dan pindah ke Pacific Grove, ia menerbitkan dua karya fiksi tentang California: The Pastures of Heaven [Padang Rumput di Surga] (1932), dan To a God Unknown [Kepada Seorang Dewa Tak Dikenal] (1933), serta menulis cerita-cerita pendek yang kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku yang berjudul The Long Valley [Lembah nan Panjang] (1938). Setelah bukunya tentang sobat-sobat Monterey, yang berjudul Tortila Flat [Penginapan Tortila] (1935) terbit, ia jadi terkenal, berhasil, dan berkecukupan. Steinbeck tidak pernah berhenti mencoba dalam berkarya, dengan mengubah topik tulisan secara teratur. Tiga novelnya yang sangat kuat yang terbit pada akhir tahun 1930-an, berkisar tentang kelas sosial buruh di California: In Dubious Battle [Dalam Pertempuran yang Meragukan] (1936), Of Mice and Men [Tikus dan Manusia] (1937), dan buku yang dianggap banyak orang paling indah, The Grapes of Wrath [Anggur-anggur Kemurkaan] (1939). Pada awal tahun 1940-an, Steinbeck membuat film The Forgotten Village [Desa yang Terlupakan] (1941) dan juga film tentang seorang mahaEmas] (1929). Setelah menikah dan pindah ke Pacific Grove, ia menerbitkan dua karya fiksi tentang California: The Pastures of Heaven [Padang Rumput di Surga] (1932), dan To a God Unknown [Kepada Seorang Dewa Tak Dikenal] (1933), serta menulis cerita-cerita pendek yang kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku yang berjudul The Long Valley [Lembah nan Panjang] (1938). Setelah bukunya tentang sobat-sobat Monterey, yang berjudul Tortila Flat [Penginapan Tortila] (1935) terbit, ia jadi terkenal, berhasil, dan berkecukupan. Steinbeck tidak pernah berhenti mencoba dalam berkarya, dengan mengubah topik tulisan secara teratur. Tiga novelnya yang sangat kuat yang terbit pada akhir tahun 1930-an, berkisar tentang kelas sosial buruh di California: In Dubious Battle [Dalam Pertempuran yang Meragukan] (1936), Of Mice and Men [Tikus dan Manusia] (1937), dan buku yang dianggap banyak orang paling indah, The Grapes of Wrath [Anggur-anggur Kemurkaan] (1939). Pada awal tahun 1940-an, Steinbeck membuat film The Forgotten Village [Desa yang Terlupakan] (1941) dan juga film tentang seorang mahasiswa biologi kelautan, Sea of Cortez [Laut Cortez] (1941). Ia mengabdikan dirinya untuk perang dengan menulis Bombs Away (1942) dan novelet drama yang kontrovesial The Moon is Down [Bulan telah Terbenam] (1942). Cannery Row [Deretan Pabrik Pengalengan] (1945), The Wayward Bus [Bis Menyelonong] (1947), The Pearl [Mutiara] (1947). Sebuah naskah drama yang eksperimental lagi, A Russian Journal [Sebuah Buku Harian Seorang Rusia] (1948), lalu Burning Bright [Silau Membakar] (1950), dan The Log from the Sea of Cortez [Catatan dari Laut Cortez] (1961), kemudian menyusul East of Eden [Sebelah Timur Surga] (1962) yang luar biasa, sebuah hikayat yang ambisius mengenai Lembah Salinas dan sejarah keluarganya sendiri. Sepuluh tahun terakhir dalam hidupnya dilaluinya di New York City dan Pelabuhan Sag, bersama istri ketiganya, yang juga dibawanya bepergian melanglang buana. Buku-buku berikutnya, termasuk Sweet Thrusday [Hari Kamis yang Manis] (1954), The Short Reign of Pipin IV: A Fabrication [Masa Kekuasaan Pipin IV yang Singkat: Sebuah Pemalsuan] (1967), Once There Was.
a War [Ketika ada Perang] (1958), The Winter of Our Discontent [Musim Salju Ketidakpuasan Kami] (1961), Travels with Charley in Search of America [Perjalanan bersama Charley dalam Pencarian Amerika] (1962), America and Americans [Amerika dan Orang-orang Amerika] (1966), dan yang diterbitkan terakhir Journal of a Novel: The East of Eden Letters [Catatan dari sebuah Novel: Surga Sebelah Timur] Wiva Zapatal [Jayalah Zapatal] (1975). The Acts of King Arthur and His Nobel Knights [Undang-Undang Raja Arthur dan Ksatria-Ksatria Bangsawannya] (1976), dan Working Days: The Journal of Grapes of Wrath [Hari-Hari Kerja: Catatan dari Anggur-anggur Kemurkaan] (1989). Ia meninggal dunia pada tahun 1968, setelah memenangkan sebuah Penghargaan Nobel pada tahun 1962.
Ternyata Tidak Mudah 1 Roro Centil 18 Penunggang Kuda Setan Elang Terbang Di Dataran Luas 8

Cari Blog Ini