Ceritasilat Novel Online

Sekte Teratai Putih 12

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 12


sudah bergebrak sengit dengan pengikutpengikut Nyo Jiok. Suasana malam yang sunyi di
Puncak In-hong itu sekarang menjadi riuhrendah oleh suara bentakan-bentakan orangorang yang berkelahi, benturan senjata yang
beradu, deru rantai yang diayun membelah
udara. Pertempuran jadi bertambah ramai, karena
banyak orang-orang berdatangan ke situ. Yang
menjadi pengikut Nyo Jiok segera bergabung ke
Sekte Teratai Putih 20 50 pihak Nyo Jiok, yang menjadi pengikut Mo Hwe
juga bergabung ke pihak Mo Hwe. Ada juga yang
cuma berdiri kebingungan tanpa berbuat apaapa, bingung karena orang-orang yang
berkelahi itu sama-sama ber-seragam Pek-liankau, jadi yang mana musuhnya"
Ada lagi yang ikut bertempur tanpa
mengetahui bertempur untuk pihak siapa dan
melawan siapa, sebab baru-saja datang sudah
diserang dan terpaksa harus membela diri.
Demikianlah suasana menjadi sangat kacau.
Mo Hwe segera berteriak kepada orangorang Pek-lian-kau yang masih kebingungan,
agar ikut menumpas pengikut-pengikut Nyo
Jiok. Hanya sebagian yang menuruti seruan itu,
sedang yang lain masih saja tetap kebingungan
dan bahkan ada yang memihak pengikutpengikut Nyo Jiok. Ternyata memang selama ini
Nyo Jiok sudah berhasil, mencari pengikut
cukup banyak karena giatnya menanam
pengaruh dan sekaligus menyebarkan ketidakpuasan akan kepemimpinan Mo Hwe.
Sekte Teratai Putih 20 51 Mo Hwe belum melihat munculnya Nyo Jiok,
maka ia berkesempatan memperhatikan jagoanjagoan yang bertempur dengan ciri-ciri orang
Jepang meskipun mereka memakai baju
seragam Pek-lian-kau. Mereka kelihatannya
memang jago-jago tangguh. Dilihatnya seorang
yang bersenjata pedang yang dipegangi dengan
dua tangan, melangkah kian kemari dengan
langkas sambil mengayun-ayunkan pedangnya.
Gerak pedangnya sungguh sederhana, hanya
membabat ke berbagai arah, namun kecepatan
dan kekuatan serta ketepatannya sungguh
menakjubkan. Yang lainnya lagi memainkan lembingnya.
Ujung lembing bagaikan lidah ular yang
mematuk dan menyusut kembali dengan
cepatnya. Yang menarik perhatian Mo Hwe ialah
seorang yang bersenjata rantai panjang, dengan
satu ujung rantainya adalah sabit, dan ujung
lainnya bola besi sebesar jeruk. Dengan rantai
sepanjang sekitar sepuluh meteran, ternyata
orang itu tidak saja mahir bertempur dalam
Sekte Teratai Putih 20 52 jarak jauh, melainkan juga dalam jarak dekat,
bahkan dalam jarak yang rapat sekali pun,
bahkan kadang-kadang sambit bergulingan pun
dia masih bisa berkelahi dengan tangkas.
Tertarik melihat cara bertempur orang itu,
Mo Hwe tak terasa melangkah mendekati orang
itu untuk bisa melihat lebih jelas lagi. Dengan
hiruk-pikuknya perkelahian. Orang itu memegangi tangkai sabitnya dengan tangan
kanan, tetapi masih disisakannya juntai rantai
yang cukup panjang sehingga sekali-kali sabit
itu bisa "diterbangkan", diubah dari senjata
jarak pendek menjadi senjata jarak jauh.
Sedangkan bola besi di ujung rantainya yang
lain senantiasa adalah senjata jarak jauh untuk
membandring, membelit dan menarik lawannya, lalu sabit-nyalah yang bertugas
"membereska entah jarak dekat atau jarak jauh.
Dalam pertempuran yang sedemikian riuh,
mana kawan dan lawan berseliweran tanpa
batas di seluruh arena, cara memainkan senjata
rantai itu ternyata tidak merepotkan, malah
sedemikian mahirnya. Sekte Teratai Putih 20 53 Itulah senjata yang disebut Kusariga-ma.
Akibat ulah orang bersenjata bola-rantaisabit itu, sudah dua orang Liong-tau yang
menjadi pengikut Mo Hwe menjadi korbannya.
Yang seorang retak keningnya kena sambaran
jarak jauh dari bola-besi itu, yang seorang lagi
bedah perutnya kena sabit dalam pertempuran
jarak dekat yang singkat waktunya.
Biarpun Nyo Jiok sendiri belum muncul, Mo
Hwe memutuskan untuk terjun ke gelanggang
membereskan si bola-rantai-sabit itu, sebelum
orang itu menimbulkan kerusakan yang lebih
besar buat piliuknya. Begitulah, sambil menggeram seperti seekor
serigala kelaparan, Mo Hwe melompat
menerjang orang itu langsung dengan sebuah
jurus ganas yang disebut Ngo-long-tiau-kan
(Serigala Melompat Parit). Telapak tangan kiri
dengan jari-jari ditekuk melakukan gertakan
seolah-olah hendak mencukil mata, dan tangan
kanan hendak mencengkeram ke bawah pusar.
Orang yang diserang itu pun agak terkejut,
dan memaki dalam bahasanya yang aneh.
Sekte Teratai Putih 20 54 Tetapi dengan tangkas dia melakukan langkah
berputar menjauhi Mo Hwe, bola besi di ujung
rantainya seolah membelit tubuhnya sendiri
tetapi tiba-tiba meluncur dari belakang
punggungnya untuk membandring ke jidat Mo
Hwe. "Hem, akrobat pasaran!" ejek Mo Hwe, purapura menghina padahal sebenarnya kaget juga
akan kemahiran orang itu memainkan
bandringnya. Tetapi sebagai seorang yang berpengalaman,
Mo Hwe tidak membiarkan perhatiannya
terpecah oleh gerak rantai yang rumit dan
berbelit-belit itu, melainkan hanya memusatkan
perhatiannya kepada bola besi dan sabitnya
saja. Terhadap bola besi yang meluncur ke
jidatnya itu, Mo Hwe menampar dengan telapak
tangannya sehingga bola besinya meluncur
balik ke pemiliknya sendiri. Berbarengan
dengan itu, Mo Hwe juga menubruk, memancing
pertempuran jarak dekat sambil menggeram,
"Sekarang aku ingin mencicipi kelihaian
sabitmu, sobat." Sekte Teratai Putih 20 55 Si bola-rantai sabit itu menggulingkan badan
di tanah sambil menghindari bola besinya yang
hampir-hampir "senjata makan tuan", namun
dengan mahirnya dia menembakkannya lagi
masih dalam keadaan berbaring di tanah,
rantainya hendak dilibatkan ke kaki Mo Hwe
yang tengah meluncur tidak menginjak tanah di
tengah-tengah tubrukannya.
Salah satu betis Mo Hwe terlibat rantai, Mo
Hwe merasa tubuhnya terseret ke depan. Tetapi
ia cepat-cepat memasang kuda-kuda dengan
kokoh sehingga lawan tidak bisa menariknya
lagi. Lawannya memang tidak berusaha adu
tenaga tarik-menarik rantai, melainkan melontarkan sabitnya yang meluncur deras di
ujung rantainya ke arah leher Mo Hwe. .
Mo Hwe menyiapkan sepasang telapak
tangannya untuk menjepit sabit itu, namun
ketika dilihatnya mata sabit itu berwarna ungu
lembut di bawah cahaya rembulan hampir
purnama, Mo Hwe pun mengubah niatnya,
sadar bahwa sabit itu diolesi racun. Meskipun
Sekte Teratai Putih 20 56 Pek-lian-kaii sendiri juga senang bermain-main
dongan racun, tetapi Mo Hwe merasa tidak ada
perlunya mempertaruhkan nyawanya terhadap
lawan yang tidak setimpal, la justru melakukan
gerakan yang di luar dugaan. Ia menunduk dan
menyeruduk ke perut lawannya dengan ubunubunnya!
Orang itu terkejut, ia baru saja melompat
bangkit dan belum punya banyak kesempatan
untuk mengantisipasi gerakan Mo Hwe itu.
Sabitnya cuma melayang di udara kosong di
atas punggung Mo Hwe, bandringnya juga
dalam posisi "jauh" untuk membela diri atau
membalas menyerang. Maka perutnya kena
serudukan itu, tubuhnya seakan ditekuk ke
depan karena kerasnya serudukan itu,
mulutnya menyemburkan darah seraya
sempoyongan beberapa langkah ke belakang.
Mo Hwe memekik buas. Kedua tangannya
meraih kepala lawannya untuk dihentakkan ke
bawah berbarengan dengan mengangkat
lututnya. Tulang tulang di wajah orang itu
berderak-derak ketika beradu dengan lutut Mo
Sekte Teratai Putih 20 57 Hwe, dan ketika Mo Hwe melepaskannya, maka
orang itu pun terkulai tak bernyawa.
Pengikut-pengikut Nyo Jiok menjadi gentar
melihat amukan Mo Hwe. Tetapi orang-orang
Jepang yang tenaganya disewa Nyo Jiok itu
justru menjadi gusar oleh kematian salah
seorang kawan mereka.. Salah seorang yang
bersenjata pedang, tiba-tiba berdiri tegak
sambil berkomat-kamit membaca mantera. la
melompat ke angkasa dan hilang begitu saja,
seolah-olah udara itu suatu benda cair yang bisa
diceburi begitu saja seperti orang menceburi
air. Ninja yang lain, yang bersenjata Ne-kode
(Cakar Kucing), yaitu sejenis senjata berbentuk
cakar yang punya cincin-cincin yang bisa
dimasuki jari-jari, sehingga senjata itu bisa
dipakai di kedua telapak tangan. Alat itu
biasanya dipakai oleh kaum Ninja untuk
memanjat tembok, tetapi bisa juga digunakan
untuk bertempur. Bahkan yang ahli dapat
menggunakannya untuk menjepit pedang dan
sekaligus memelintir pedangnya sehingga
Sekte Teratai Putih 20 58 patah. Ninja bersenjata Nakode ini pun agaknya
ingin membalaskan temannya yang terbunuh
oleh Mo Hwe sebelum menggunakan teknikteknik gaib Ninjitsu. Dia membaca mantera
pula, dan seperti rekannya, dia pun menghilang,
tetapi bukan ke udara melainkan masuk ke
dalam tanah. Karena riuhnya pertempuran, Mo Hwe tidak
sempat memperhatikan kedua orang itu. Ia
sedang berdiri bertolak pinggang dengan
bangga di tengah-tengah pertempuran, tanpa
ada pengikut Nyo Jiok yang mendekatinya
karena ngeri. Namun Mo Hwe terkejut ketika seorang tibatiba menubruknya dari udara. Ia tidak melihat
dari mana orang itu melompat, sepertinya tahutahu muncul dari udara begitu saja dan
langsung menyerangnya dengan pedang
dipegangi dua tangan, serangannya tegak lurus
dari atas ke bawah, ingin membelah tubuh Mo
Hwe menjadi dua. Mo Hwe sangat terkejut namun sempat
menghindar dengan menghempaskan diri ke
Sekte Teratai Putih 20 59 tanah. Ninja yang berseragam Pek-lian-kau itu
mengejarnya dengan bacokan ke dua, ke tiga
dan ke empat yang membuat Mo Hwe untuk
sementara hanya mampu bergulingan tanpa
membalas. Tetapi ketua Pek-lian-kau Utara itu pun
bukan tokoh sembarangan. Ketenarannya
sebagai Kim-mo-long (Serigala Berbulu Emas)
bukan didapatnya sekedar dengan menumpang
ketenaran Pek-!ian-kuu atau hanya berdasar
kemahirannya bermain-main dengan ilmu gaib
saja. Pada tebasan pedang yang ke sekian kalinya
dari lawannya, sambil tetap berbaring karena
belum sempat melompat bangun, Mo Hwe tibatiba berdiri menjepit batang pedang lawannya
dengan sepasang telapak tangannya lalu
disentakkan ke samping sehingga menghujam
tanah. Lawannya yang ngotot memegangi
pedangnya, jadi terhuyung ke depan. Mo Hwe


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil tetap berbaring menendang keatas ke
sambungan lutut orang itu sehingga orang itu
terpental mundur. Sekte Teratai Putih 20 60 Mo Hwe melompat bangun sambil
menggertak, "Sekarang giliranmu merasakan
pedangmu sendiri!" Lalu dengan pedang yang berhasil
direbutnya itu, Mo Hwe memburu lawannya
dengan beberapa sabetan. Lawannya berlompatan mundur dengan kewalahan, tetapi
tiba-tiba ia melompat dan seketika itu juga
tubuhnya tidak kelihatan lagi, "mencair" dengan
udara disekitarnya. Mo Hwe terkejut. Ilmu macam itu juga
dipunyai oleh Nyo Jiok, bahkan Nyo Jiok bisa
menghilang sambil membuat wujud-wujud
palsu untuk membingungkan lawan. Pikir Mo
Hwe, "Apakah Nyo Jiok sudah memberikan ilmu
itu kepada orang ini" Kalau demikian halnya,
sungguh pengkhianatannya tidak terampunkan
lagi. Bagaimana bisa dia memberikan ilmu milik
Pek-lian-kau kepada orang yang bukan anggota
Pek-lian-kau?" Demikian Mo Hwe menyangka bahwa ilmu
menghilang lawannya itu berasal dari Nyo Jiok.
Sekte Teratai Putih 20 61 Mo Hwe tidak gentar, dia tahu penangkal
ilmu macam itu. Ia pun berdiri membaca
mantera, telunjuknya menuding-nuding kiankemari, untuk membuka selubung gaib
lawannya sehingga tidak bisa menghilang lagi.
Tetapi sebelum usahanya berhasil, seorang
lawan muncul dari tanah tepat di bawah
kakinya, dengan tangan-tangannya yang
mengenakan Nekode alias cakar besi bercincin,
orang itu menyerang ke kaki dan perut Mo Hwe.
Untung Mo Hwe dapat melompat menjauh,
namun kaget juga karena dalam Pek-lian-kau
tidak ada ilmu "amblas bumi" seperti itu. Ketika
Mo Hwe membalas menyabet penyerangnya itu
dengan pedang rampasannya, penyerangnya itu
dengan cepat menghilang kembali ke dalam
tanah. Mo Jlwe penasaran. Sementara lawannya
yang lain sudah muncul kembali dari udara dan
menerjang dengan pedangnya.
Begitulah, untuk sementara Mo Hwe jadi
disibukkan dengan dua lawan yang bertempur
Sekte Teratai Putih 20 62 dalam gabungan model "gatot-kaca-antareja"
itu. Pada suatu kesempatan Mo Hwe membaca
manteranya, lalu menggoreskan huruf "Tiat"
(Besi) ke tanah. Ketika itu si "ahtareja" baru saja
nongol setengah badan di atas tanah, yaitu
bagian pinggang keatas, sedangkan bagian
pinggang ke bawahnya masih di dalam tanah.
Namun tiba-tiba dia menjerit, gerakannya
terhenti, separuh tubuh bagian bawah tiba-tiba
terjepit tanah sehingga jadilah ia setengah
terkubur setengah muncul di tanah dan tidak
dapat melanjutkan gerakannya.
Mo Hwe tertawa terbahak-bahak, lalu
menghujani orang itu dengan sabetan
pedangnya. Orang itu sanggup menangkis
beberapa kali dengan Nekodenva, tetapi ketika
Mo Hwe berputar mengambil sudut-sudut yang
sulit bagi orang itu, maka pada sabetan yang ke
sekian kalinya leher orang itu pun terpotong.
Rekannya, si "gatotkaca" menjadi amat gusar
dan menerjang dengan hebat. Tetapi ketika Mo
Hwe berhasil memunahkan pula ilmu gaibnya
Sekte Teratai Putih 20 63 sehingga orang itu tidak bisa menghilang lagi,
orang itu pun menjadi korban pedang Mo Hwe.
Pertempuran sengit antara pengikutpengikut Mo Hwe dan pengikut-pengikut Nyo
Jiok pun semakin hebat. Di keduabelah pihak
sudah jatuh korban, namun jatuhnya korban itu
tidak membuat yang lainnya jera, malahan
membuat semakin beringas karena ingin.
membalaskan kematian teman-teman mereka.
Roh kebencian semakin merajalela di tempat
itu. Bersambung jilid XXI Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 17/06/2018 12:22 PM
Sekte Teratai Putih 20 64 Sekte Teratai Putih 21 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1992 Sekte Teratai Putih 21 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXI *** S EMENTARA itu, pintu dari bangunan kayu
yang didiami Nyo Jiok itu pun sudah terbuka.
Nyo Jiok melangkah keluar diiringi beberapa
pengikut andalannya, juga orang-orang yang
tadi di pos penjagaan mengaku sebagai orangorang Pek-lian-kau tetapi dari golongan Lamcong (Sekte Selatan) itu.
Melihat berkobarnya pertempuran di tempat
itu, Nyo Jiok pun insyaf bahwa kakak
seperguruannya sekaligus ketuanya agaknya
sudah mencium rencana pengambil-alihan
kekuasaannya. Dan seperti juga Mo Hwe, Nyo
Jiok pun dikuasai pikiran yang sama, yaitu
"sekarang atau tidak sama sekali".
Karena itulah Nyo Jiok tiba-tiba berkata
kepada orang disebelahnya, "Lepaskan isyarat
Sekte Teratai Putih 21 2 untuk teman-teman kita di kaki gunung, agar
bergerak menyerang sekarang juga. Lereng
utara dan timur, sudah dibersihkan dari
perangkap-perangkap gaib."
Orang di sebelahnya itu pun mengeluarkan
sebatang kembang api roket yang langsung
disulutnya, kembang api itu pun meluncur ke
angkasa yang gelap dan meletus di atas.
Ekornya membentuk garis api di langit yang
sebentar kemudian lenyap kena angin.
Nyo Jiok lalu berkata kepada pimpinan
rombongan dari Lam-cong itu, "Saudara Ai, mari
kita ringkus Mo Hwe. Malam ini dia seperti ular
mencari gebuk." Yang disebut "Saudara Ai" itu adalah seorang
lelaki pendek-gempal dengan mata tajam dan
hidung bengkok. Namanya Ai Kong, julukannya
Jiat-ci Ai-sin (Malaikat Pendek Berbaju Maut),
dalam Pek-lian-kau Sekte Selatan, kedudukannya adalah Hu-cong-cu (wakil Congcu), jadi dia adalah orang nomor dua di Peklian-kau Selatan, hanya di bawah ketuasektenya. Sebagai tokoh berkedudukan setinggi
Sekte Teratai Putih 21 3 itu, tentu saja ia cukup tangguh, dan kali ini Nyo
Jiok terang-terangan mengajaknya mengeroyok
Mo Hwe supaya diyakinkan bahwa Mo Hwe
akan benar-benar dimampuskan malam itu
juga. Nyo Jiok dan Ai Kong pun berjalan
berdampingan mendekati Mo Hwe. Sementara
orang-orang Lam-cong langsung menceburkan
diri ke dalam pertempuran, tentu saja di pihak
pengikut-pengikut Nyo Jiok.
Mo Hwe sudah melihat kehadiran mereka,
dan sadar bahwa inilah saat penentuan itu. Dia
atau Nyo Jiok yang harus tersingkir dari
kepemimpinan Pek-lian-kau Utara. Tetapi
melihat Nyo Jiok berdua, Mo Hwe pun sadar
bahwa Nyo Jiok tidak akan segan-segan
mengeroyoknya demi memastikan kemenangannya. Mo Hwe belum tahu seberapa bobot kawan
Nyo Jiok itu, namun tentunya orang pilihan juga.
Karena itu, Mo Hwe pun menoleh ke
sekelilingnya, mencari kalau-kalau ada pengikut
tangguhnya yang bisa diajak "bermain ganda"
Sekte Teratai Putih 21 4 melawan Nyo Jiok dan pasangannya itu. Tetapi
seluruh pengikutnya sedang sibuk menghadapi
lawan-lawan mereka yang ternyata berjumlah
lebih banyak. Itu artinya, Mo Hwe seorang diri
akan berhadapan dengan dua lawan sekaligus.
Hati Mo Hwe bertambah gelisah lagi ketika
melihat kembang api roket meluncur ke
angkasa. Entah isyarat apa itu, yang terang Mo
Hwe merasa bahwa malam itu kedudukannya
sebagai ketua Pek-lian-kau Utara bakalan
terguncang hebat. Mo Hwe mengertakkan gigi, la bertekad akan
mempertahankannya mati-mati an.
Sementara itu Nyo Jiok dan Jiat-ci Ai-sin Ai
Kong sudah berdiri di depannya.
Dengan sikap amat yakin bahwa malam itu
pihaknya bakal keluar sebagai pemenang, Nyo
Jiok berkata, "Selamat malam, Kak. Ada apa
malam-malam begini Kakak datang membuat
ribut di tempatku?" "Nyo Jiok, kau sendiri tahu kesalahanmu. Aku
perintahkan hentikan pengkhianatanmu yang
akan membuat Pek-lian-kau kita berantakan!"
Sekte Teratai Putih 21 5 "Aku tidak berkhianat, Kak, aku justru
sedang mengobati Pek-lian-kau yang sakitsakitan di bawah kepemimpinanmu yang tolol.
Dan kalau aku berhasil, Pek-lian-kau akan
menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang tidak
terbendung lagi dalam mewujudkan cita-cita
menegakkan kembali dinasti Beng!"
"Mengobati" Dengan memasukkan orangorang asing ke tubuh Pek-lian-kau?" dengus Mo
Hwe sambil menuding Ai Kong.
Nyo Jiok membantah, "Pek-lian-kau itu
dulunya satu, Kak. Tidak ada yang namanya
Pak-cong (Sekte Utara) dan Lam-cong (Sekte
Selatan). Karena bersatu maka jadi kuat, itulah
sebabnya aku bercita-cita menyatukan kembali.
Dan karena kau tidak setuju, maka langkah
pertama dari rencanaku adalah menyingkirkanmu, Kak."
"Jadi itulah hasilmu pergi ke selatan"
Menyusun komplotan untuk mendongkel aku?"
Kali ini Ai Kong yang menjawab, "Jangan
penasaran, Saudara Mo. Adalah kehendak
seluruh anggota Pek-lian-kau di Utara maupun
Sekte Teratai Putih 21 6 Selatan untuk bersatu kembali. Kau saja yang
tidak sanggup membaca tanda-tanda jaman
sehingga tetap bersiteguh dalam sikapmu yang
kaku itu." "Siapa kau?" bentak Mo Hwe.
Ai Kong tertawa terkekeh-kekeh lalu
menjawab, "Nah, inilah tandanya kau memang
kurang bergaul. Masa dengan saudara sendiri
dari selatan tidak kenal" Akulah Ai Kong, Hucong-cu dari selatan."
Mo Hwe menggeram seperti serigala
kelaparan, "Hem, apa pun kedudukanmu,
kehadiranmu di tempat ini bersama orangorangmu sudah mencampuri urusan dalam
rumah-tangga Pek-lian-kau Utara kami!"
"Ah, keliru, keliru...." sahut Ai Kong sambil
menggeleng-gelengkan kepala dengan menggemaskan. "Pek-lian-kau itu satu. Kalau
Saudara-saudara di utara sakit, kami di selatan
ikut sakit juga dan wajib ikut mengobatinya."
"Dulu ketika Pek-lian-kau Utara melakukan
gerakan besar di ibu kota Pak-khia, kenapa
Sekte Teratai Putih 21 7 kalian tidak membantu" Kenapa saat itu kalian
tidak merasa sebagai saudara?"
Jawaban Ai Kong enak saja, "Ah, yang duludulu biarlah berlalu, tidak usah diingat-ingat


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Biarlah mulai sekarang utara dan selatan
bahu-membahu sebagai saudara. He-he-he..."
Alangkah gusarnya Mo Hwe, namun ia tidak
berani bertindak gegabah karena lawannya
berdua. Ia harus benar-benar mempertimbangkan segala sesuatunya.
Ketika itulah jauh di kaki gunung sayupsayup terdengar suara pertempuran. Dengan
terkejut Mo Hwe memasang kupingnya,
Nyo Jiok tertawa, "Kak, tempat ini sudah
dikepung oleh orang-orangku. Lebih baik
menyerah saja, supaya jangan jatuh korban
terlalu banyak." "Keparat, Nyo Jiok, kau tega sekali
menggunakan kekuatan-kekuatan dari luar
untuk memukul saudara-saudaramu sendiri!"
Nyo Jiok juga sudah tidak sabar, karena
menganggap kemenangan sudah tinggal
selangkah di depannya. Dia pun berkata kepada
Sekte Teratai Putih 21 8 Ai Kong, "Saudara Ai, sayang sekali Kakakku ini
agaknya susah diyakinkan dengan omongan
baik-baik. Daripada membuang banyak waktu,
mari kita bereskan sekarang saja."
"He-he-he, terserah kepadamu saja, Saudara
Nyo...." sahut Ai Kong sambil meraih ke
punggungnya untuk mengambil senjatanya
yang tergendong di punggungnya.
Mo Hwe pun tercengang melihat senjata Ai
Kong. Tadinya Mo Hwe menduga bahwa gagang
senjata yang mencuat di belakang punggung Ai
Kong itu adalah gagang sebuah tongkat besi,
karena bentuknya memang seperti itu. Tapi
setelah senjata itu tergenggam di tangan Ai
kong, terlihat jelas bahwa di ujung tongkat besi
Ai Kong itu ada ratusan kawat-kawat baja yang
dibentuk menjadi semacam sapu. Bentuk dan
ukurannya tak ubahnya seperti sapu-sapu yang
biasa dipakai di rumah-tangga-rumah tangga,
hanya bahayanya saja yang berbeda. Tangkai
sapu biasa biasanya dari bambu, kayu atau
Sekte Teratai Putih 21 9 rotan, yang ini dari besi. Ujung sapu biasa
biasanya dari ijuk, yang ini dari kawat.
Menyadari bahayanya menghadapi dua
orang ini, Mo Hwe pun langsung mengeluarkan
senjatanya. Sepasang sarung tangan keemasemasan seperti warna rambutnya, dan di ujung
jari-jari dari sarung-sarung tangan itu terdapat
cakar-cakar emas yang berkilat-kilat di bawah
cahaya rembulan. Ai Kong menyerang lebih dulu. Ia tidak
begitu mahir dengan hal-hal gaib, biarpun ia
adalah tokoh nomor dua di Pek-lian-kau
Selatan. Karena itu, ia akan lebih senang kalau
pertempuran yang bakal berlangsung itu adalah
pertempuran "biasa" saja, meskipun kalau
terpaksa pakai yang gaib-gaib, ia juga siap.
Serangan pertamanya begitu sederhana,
sapu bajanya diayun ke bawah untuk memukul
kaki Mo Hwe. Gaya jurusnya tanpa kembangan,
tanpa gerak tipu pendahuluan, tak ubahnya
menggebuk seekor tikus yang masuk ke dalam
rumah dengan sebatang sapu.
Sekte Teratai Putih 21 10 Namun Mo Hwe tidak berani gegabah, ia
tidak mau membiarkan telapak kakinya
berlubang-lubang oleh kawat-kawat baja itu. Ia
menggeser kakinya yang diincar itu, sekaligus
kakinya yang lain melayang naik dalam gerak
tendangan sabit ke arah pelipis Ai Kong yang
pendek itu. Ai Kong mengangkat sikunya untuk
melindungi kepalanya, berbarengan dengan
sapu bajanya kembali menyapu ke depan,
serangan serendah tanah dan tetap mengejar
kaki Mo Hwe. Agaknya jurus-jurusnya benarbenar diilhami gerakan orang menyapu lantai
atau menyapu halaman. Saat itulah Nyo Jiok juga menyergap maju,
membarengi serangan dari sudut yang
menguntungkan. Begitulah Mo Hwe harus menghadapi dua
orang lawan berat sekaligus.
Sementara itu, suara pertempuran yang riuh
di lereng timur dan lereng utara makin
terdengar dekat dan naik ke Puncak In-hong itu.
Itu tandanya bahwa pihak penyerang berhasil
Sekte Teratai Putih 21 11 mendesak orang-orangnya Mo Hwe yang
berada di kedua lereng itu. Entah bagaimana
dengan nasib Mao Pin si Siluman Gagak Hitam
yang ditugaskan Mo Hwe untuk mempertahankan tempat itu.
Sayup-sayup terpantul berulang kali di
lereng-lereng pegunungan, terdengar pula
suara letusan senjata api. Entah pihak mana
yang sudah menggunakan senjata, api itu.
Sementara itu, selagi pihak-pihak yang
berebutan kekuasaan itu bertempur di Puncak
In-hong, Sebun Beng dengan langkah santai
memanggul tubuh Auyang Hou keponakannya,
melewati lereng barat daya yang sedikit landai
dan nampak sepi. Sebun Beng berpikir dengan heran, "Apakah
tempat ini memang tidak dijaga" Padahal
tempat ini lerengnya paling mudah didaki untuk
sampai ke Puncak In-hong, kalau ada musuh
mestinya juga paling banyak kemungkinannya
melewati jurusan ini."
Kenyataannya Sebun Beng benar-benar tidak
melihat seorang pun penjaga. Entah kalau pihak
Sekte Teratai Putih 21 12 Ai Kong mengangkat sikunya untuk melindungi
kepalanya, berbarengan dengan sapu bajanya
kembali menyapu ke depan Sekte Teratai Putih 21 13 Pek-lian-kau memasang "penjaga-penjaga yang
tidak kelihatan" sebab kegemaran orang-orang
Pek-lian-kau memang begitu. Namun Sebun
Beng melangkah terus tanpa gentar. Tidak
peduli penjaganya kelihatan atau tidak kelihatan, Sebun Beng belajar yakin bahwa manusialah
mahluk ciptaan yang tertinggi di antara segala
ciptaan, baik ciptaan-ciptaan yang kelihatan
atau yang tidak kelihatan. Maka ketika ia
melangkah dengan bibir berkomat-kamit, ia
tidak sedang membaca mantera seperti orangorang Pek-lian-kau, melainkan sedang meyakinkan dirinya sendiri tentang apa yang pernah
dibacanya dan dipercayainya dalam kitab yang
dipijamkan Wan Lui kepadanya. Ia menggunakan lidahnya sebagai pena untuk
menuliskan isi kitab itu ke dalam jiwanya
sendiri, tak ubahnya anak-anak sekolah
melakukannya dengan buku pelajarannya
menjelang ujian. Sebun Beng pun tiba di pinggang gunung,
dan menjumpai sebuah dataran sempit di
tempat itu. Tidak ada pohon-pohon besar di
Sekte Teratai Putih 21 14 situ, yang ada hanyalah lautan ilalang setinggi
betis yang bergelombang kena angin malam,
dengan bunga-bunga ilalangnya yang kadangkadang diterbangkan angin seperti helai-helai
kapas. Juga di tempat ini Sebun Beng tidak
melihat seorang pun penjaga.
Tetapi kali ini Sebun Beng melangkah lebih hatihati, sebab nalurinya tajam merasakan sesuatu.
Dia melihat di tengah-tengah dataran berilalang
yang sempit itu ada sebuah panggung kecil,
berbentuk segi-empat, tanpa dinding, sehingga
terlihat di tengah-tengah panggung itu ada meja
sembahyangnya dengan dupa yang menyala. Di
atas atap panggung berkibar. sehelai bendera
segitiga yang bertuliskan entah apa sebab di
malam gelap itu tidak bisa dibaca.
Tanpa manusia. Sebun Beng melangkah lebih lambat, lebih
waspada, sambil mempererat pegangannya
pada tubuh Auyang Hou yang digendongnya.
Langkahnya terhenti sejenak ketika melihat ada
sebatang kayu ditancapkan di tanah, dan pada
Sekte Teratai Putih 21 15 kayu itu tertulis dua huruf, "Cui-bun" (Gerbang
Air). Sebun Beng melangkah melewati patok kayu
itu. Namun ia tiba-tiba terkejut karena merasa
pandangannya berubah. Ia merasa langit-langit
tiba-tiba menjadi lebih gelap, bulan bintang
yang semula terlihat sekarang tidak terlihat
karena tertutup kabut hitam yang tebal. Lalu di
sekitar Sebun Beng terdengar deru angin, dan
sayup-sayup terdengar juga deru gelombang air
yang besar. Sebun Beng heran, di tengah-tengah gunung
seperti itu, mana ada suara gelombang laut"
Kalau suara sungai kecil gemericik masih masuk
akal, tapi ini suara gelombang laut yang makin
lama makin dahsyat. Beberapa saat terjadi pergulatan antara
pikiran Sebun Beng dengan indera pendengarannya. Pikiran Sebun Beng mengatakan tidak mungkin dan tidak masuk
akal di tengah pegunungan itu ada suara
gelombang laut seperti itu, namun indera
Sekte Teratai Putih 21 16 pendengaran Sebun Beng "melaporkan" ke otak
tentang adanya gelombang besar dan bahkan
juga angin ribut. Bahkan kulit Sebun Beng pun
mulai merasakan tiupan angin yang semakin
lama semakin kencang. Akhirnya pikiran Sebun Beng pun
"mengalah" dan mengsyahkan kekalahan itu
dengan kata-kata dalam pikirannya, "Ya,
barangkali di dekat sini ada telaga."
Setelah pikiran menyerah, maka inderaindera yang lain pun mulai terpengaruh. Indera
penglihatan Sebun Beng tiba-tiba menatap
gelombang ujung-ujung ilalang yang terhembus
angin itu seperti gelombang air, yang makin
lama makin tinggi, bahkan Sebun Beng jadi
terkejut ketika merasa tubuhnya benar-benar
telah dijilat oleh lidah gelombang. Bahkan
kemudian kakinya merasa ditarik ke bawah,
seolah-olah yang dipijaknya tadi bukan tanah
melainkan air, dan tubuhnya mulai terasa
amblas. "Astaga!" Sebun Beng menjadi panik karena
tidak bisa berenang. Satu tangannya Sekte Teratai Putih 21 17 menggapai-gapai, sebab tangan yang satunya
lagi masih memegangi tubuh Auyang Hou.
Sebun Beng merasa lidah-lidah air mulai
mendampar mukanya, hidungnya, mulutnya,
membuatnya semakin panik dan tak mampu
berpikir lagi. Sementara indera pendengarannya semakin dibanjiri suara
gemuruhnya ombak dan angin badai.
Sebun Beng memejamkan matanya dan yang
terlintas dalam ingatannya hanyalah ingin
menyerah saja, biarlah tenggelam ke dasar air,


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tapi ia ingin "meninggal dengan tenang".
Tetapi sesuatu tiba-tiba melintas di
pikirannya. Setelah sekian lama "tenggelam"
kenapa tidak terasa hidung dan mulutnya
kemasukan air, dan ia masih bisa bernapas
dengan wajar" Apakah ia sudah berubah
menjadi ikan yang bisa bernapas dalam air"
Namun yang berlawanan, kulit mukanya masih
merasakan damparan angin dan air, telinganya
juga masih mendengar suara gemuruh
gelombang badai. Sekte Teratai Putih 21 18 Mana yang benar" Indera-inderanya seperti
bertentangan sendiri satu sama lain. Dalam
keadaan kacau itu, muncul suara lembut di
dasar hatinya, "Tenggelam atau tidak
tenggelam, tergantung dirimu sendiri."
Seperti orang hampir mati tenggelam di
sungai, sepotong jerami yang terapung saja
akan disambarnya dan digenggamnya erat-erat
sebagai pegangannya. Begitu pula Sebun Beng.
Ia nekad memejamkan matanya, tidak mau
kehilangan "pegangan" yang muncul dari dasar
hatinya itu. Suatu kekuatan mengaliri jiwanya,
tak terasa mulutnya berdesis, "Tidak. Aku tidak
tenggelam. Aku tidak tenggelam."
Aneh, gemuruh air dan angin pun reda
perlahan-lahan. Telapak kakinya kembali terasa
menginjak tanah yang keras, bukan lagi
mengijak air yang makin amblas.
Ketika ia perlahan-lahan membuka matanya,
maka yang dilihatnya kembali adalah dataran
ilalang yang daun-daunnya bergoyang lembut,
bergelombang memang tetapi gelombang
ribuan helai ilalang. Juga ada angin, tetapi angin
Sekte Teratai Putih 21 19 yang lembut mengusap kulitnya. Kalaupun
wajahnya basah, itu bukan karena terjilat lidah
gelombang besar, melainkan oleh keringatnya
sendiri. Sebun Beng mengusap keringat di wajahnya
sambil mendesah. Menyadari bahwa adegan
sedahsyat tadi ternyata terjadi hanya dalam
pikirannya. Tetapi dia pun tahu bahwa hal itu
bukan terjadi begitu saja, melainkan memang
ada kekuatan-kekuatan tertentu yang berusaha
memasuki pikirannya, kekuatan-kekuatan itu
mencari jalan masuk ke dalam pikirannya
dengan membuat suara-suara angin dan air.
Dan pengaruh itu "dibukakan pintu" ke dalam
jiwa Sebun Beng ketika Sebun Beng
mengucapkan kata-kata yang menganggap atau
mengiyakan suara-suara itu sebagai suarasuara gelombang dan angin yang sesungguhnya.
Kini ditengadahkannya mukanya, me?
ngucapkan terima kasih kepada Pencipta-nya.
Matanya lalu terpejam khidmat beberapa saat
lamanya. Sekte Teratai Putih 21 20 Malam itu sekaligus Sebun Beng belajar
menghayati sesuatu yang pernah dibicarakannya dengan Liu Yok dulu, namun
dulu Sebun Beng belum mengerti benar-benar
ucapan-ucapan Liu Yok yang sangat dalam.
Waktu itu Liu Yok mengatakan bahwa tubuh
jasmaniah seperti tanah dataran rendah yang
mengitari sebuah kota di atas gunung, dan kota
berbenteng di atas gunting itu adalah pikiran,
perasaan dan kehendak manusia. Tetapi masih
ada tempat yang lebih tinggi lagi, di tengahtengah kota ada "bukit suci" atau "tempat
tinggi" di mana berdiri sebuah kuil tempat
manusia mengerjakan hal-hal adi-kodrati,
melambangkan alam tak sadar manusia, tempat
asal manusia yang sejati. Liu Yok pernah
menjelaskan, kalau ada musuh ingin menguasai
negeri, maka yang akan diserang adalah kota di
atas gunung itu, dan dari situ akan mudah
menguasai dataran sekitarnya. Kini Sebun Beng
mengerti bahwa serangan gaib tadi memang
tertuju ke "kota gunungnya" alias pikirannya
dan Sebun Beng sadar telah melakukan
Sekte Teratai Putih 21 21 kebodohan dengan "membukakan pintu
gerbang" dengan perkataannya yang bernada
mengiyakan "laporan" indera pendengarannya
yang "melaporkan" suara gelombang dan angin
tadi. Akibatnya, hampir saja Sebun Beng
dikuasai sepenuhnya oleh pengaruh gaib yang
menyerangnya. Untung ada suara dari "bukit
suci" alias "tempat tinggi" yang membuat
pikirannya dapat dikuasainya kembali.
Perjalanan bersama Liu Yok itu ternyata bagi
Sebun Beng benar-benar membukakan banyak
selubung yang tadinya tertutup rapat. Sebun
Beng diam-diam bersyukur karenanya.
Dia pun melanjutkan langkahnya.
Tetapi langkahnya kembali terhenti, kali ini
karena melihat batang-batang ilalang di pinggir
jalan berguncang keras. Mula-mula Sebun Beng
mengira ada harimau atau serigala, tetapi
ternyata yang muncul adalah manusia.
Itulah sesosok manusia yang tinggi besar,
rambutnya panjang terurai tetapi bagian
tengahnya botak, dan di tengah-tengah ubunubunnya seperti ada tanduk kecil, matanya
Sekte Teratai Putih 21 22 merah, dan di sudut-sudut bibirnya ada taringtaring kecil. Ini benar-benar setengah manusia
setengah siluman. Pakaiannya serba hitam,
tangannya memegang senjata yang disebut
Hong-pian-jan. Toya yang di ujungnya ada
sepotong besi berbentuk bulan sabit.
Pikir Sebun Beng, "Pek-lian-kau benar-benar
gudangnya mahluk-mahluk aneh. Orang ini
barangkali adalah Cui-sin (Malaikat Air),
saudara tertua dari lima saudara yang dikenal
dengan julukan Ngo-kui-seng (Lima Bintang
Setan), yang terkenal di wilayah Kam-siok."
Sebun Beng ingat juga, ada dongeng yang
agak tidak masuk akal asal-usul keturunan lima
bersaudara dari Kam-siok ini. Kata orang, Ibu
kelima orang ini adalah pemuja yang sangat taat
dari dewa-dewa pujaannya orang Pek-lian-kau.
Sayangnya perempuan itu memperoleh seorang
suami yang tidak dapat memberikan nafkah
batin, alias tidak dapat menjalankan tugasnya
sebagai lelaki jantan. Tapi karena tekunnya
perempuan ini beribadah, agaknya "dewadewa" menjadi kasihan juga terhadapnya. Suatu
Sekte Teratai Putih 21 23 kali, suaminya tiba-tiba kerasukan, dan
berubahlah sang suami dari seorang lelaki tak
berdaya menjadi lelaki beringas. Perempuan itu
pun mengandung, lalu melahirkan seorang bayi
yang menakutkan. Kepalanya botak, di tengahtengah ubun-ubunnya ada semacam tanduk
kecil, mulutnya bertaring. Begitulah, setiap kali
suaminya kerasukan dan menggauli isteri-nya,
lahirlah bayi-bayi aneh yang beraneka ragam
bentuknya, sampai lima jumlahnya. Sudah tentu
dengan anak-anak aneh seperti itu, Sang Ibu
dan Ayah tidak berani bertempat tinggal
bersama-sama dengan manusia-manusia lain,
mereka tinggal di tempat terpencil dari
berladang. Suatu kali, kelima anak-anak itu
berada di ladang bersama ayah mereka. Siang
itu Sang Ibu agak terlambat mengirimkan
makanan, sedangkan anak-anak ini sudah lapar,
karena "anak-anak dewa" ini pun menyantap
ayah manusia mereka, mentah-mentah.
Sebun Beng tidak tahu cerita itu benar atau
tidak. Bisa jadi dikarang oleh musuh-musuh
Pek-lian-kau untuk menjelek-jelekkan Pek-lianSekte Teratai Putih 21
24 kau. Bisa jadi juga dibuat oleh orang-orang Peklian-kau sendiri untuk menggentarkan lawanlawan mereka. Tetapi mengingat Pek-lian-kau
adalah gudangnya segala macam ilmu siluman,
hal itu bukan mustahil. Sebun Beng sendiri
pernah menibaca dalam kitab pinjaman dari
menantunya kitab yang dipercayainya tentang
hubungan antara "mahluk-mahluk ilahi dengan
perempuan-perempuan manusia" sehingga
menghasilkan raksasa-raksasa di bumi.
Yang dihadapi Sebun Beng sekarang adalah
kenyataan, bahwa mahluk ganjil, orang tertua
dari Ngo-kui-seng itu berdiri di hadapannya dan
menudingnya dengan geram, "He, manusia, kau
gunakan ilmu apa sehingga dapat melewati
Barisan Airku?" Sahut Sebun Beng kalem, "Aku sendiri juga
tidak tahu. Aku hanya menjaga pikiranku agar
tetap jernih, dan pikiranku mengatakan tidak
seharusnya di tengah-tengah pegunungan kok
ada gelombang air yang besar-besar. Pikiranku
menyangkal laporan indera pendengaran dan
indera penglihatanku, cuma begitu, dan
Sekte Teratai Putih 21 25 gelombang itu memang tidak ada. Gampang
kan?" Saudara tertua dari Lima Bintang Setan yang
namanya Ok Cui-liong itu pun menggeram
jengkel sambil menghentakkan tangkai Hongpian-jan-nya ke tanah. Jawaban Sebun Beng
yang kedengarannya sederhana dan seenaknya
itu, "sekedar membebaskan pikiran dari laporan
kuping dan mata", ternyata memang kunci
kelemahan ilmu Ok Cui-liong. Ilmu itu memang
mengincar pikiran lebih dulu. Kalau pikiran
sudah berhasil didekte melalui telinga dan mata
yang disuguhi suara dan penglihatan palsu,
maka lawan akan berhasil dikuasai sepenuhnya
kemudian akan disantap beramai-ramai oleh
kelima saudara itu. Tetapi kalau pikiran
berhasil dilindungi, ilmu Ok Cui-liong ini ptm
akan berantakan. Ok Cui-liong sangat geram
karena ia belum pernah gagal, baru kali ini.
Ia melangkah mendekati Sebun Beng dengan
sikap mengancam, "Manusia, kau bisa lolos dari
Barisan Airku, tetapi takkan lolos dari senjataku
ini!" Sekte Teratai Putih 21 26 Sebun Beng melangkah mundur, namun
bukan karena takut. Hari-hari belakangan ini, ia
sedang belajar meniru cara berpikir Liu Yok
keponakannya, yang membersihkan pikirannya
dari hal-hal jelek, termasuk pikiran untuk
menggunakan kekerasan. Katanya sambil mundur, "Sobat, segala
sesuatu tentu bisa dibicarakan baik baik antara
sesama manusia. Kenapa harus menggunakan
kekerasan?" Kata-kata yang tulus itu dulu pernah berhasil
menyentuh hati Mo Hwe, Ketua Pek-lian-kau,
namun sekarang agaknya tidak menyentuh
perasaan Ok Cui-liong sedikit pun. Ok Cui-liong
tertawa seran, dan menjawab, "Persetan dengan
manusia. Manusia adalah makanan kami."
"He, sobat, memangnya dirimu sendiri bukan
manusia?" "Ha-ha-ha, baiklah kuberitahu kau, manusia
bodoh. Kami ini berasal dari ciptaan yang jauh
lebih mulia dari manusia, ribuan tahun yang
lalu. Tetapi manusia keparat telah merebut
Sekte Teratai Putih 21 27 kedudukan kami, kami bersumpah untuk
merusaknya habis-habisan!"
Sebun Beng mengerutkan alis, kurang paham
kata-kata itu. Namun betapapun mata Ok Cuiliong yang menyorot kemerahan membuat bulu
kuduknya berdiri. Demi mengingat keselamatan Auyang Hou
yang kelak harus dipertanggung-jawabkannya
kepada ibunya, Sebun Beng akhirnya
memutuskan untuk melawan, betapa pun ia
sudah bertekad untuk tidak berkelahi lagi,
bahkan tidak mau melatih ilmunya lagi.
Ia meletakkan Auyang Hou di tanah, lalu
bersiap-siap menghadapi lawan yang mengaku
"sudah ada ribuan tahun yang lalu" itu.
Ok Cui-liong tiba-tiba menyerang. Sebun
Beng mengelak dengan menunduk, tetapi
tangkai senjata lawannya berputar sangat cepat
dan menghantam pundak Sebun Beng begitu
keras sehingga Sebun Beng terkapar ke
samping. Begitulah, Sebun Beng, pendekar tangguh


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebanggaan Kota Lok-yang yang namanya
Sekte Teratai Putih 21 28 sejajar dengan nama Tong Gin-yan ketua Hweliong-pang, sekarang di luar dugaan dirobohkan
dalam dua gebrakan saja. Sebun Beng terkejut dan berkeringat dingin,
mengawasi lawannya yang melangkah mendekat. Mengatasi rasa sakit di pundaknya,
dia berusaha bangkit, dia tidak mau tetap
berbaring saja dan membiarkan lawannya
memotong tubuh, nya pelan-pelan.
Tetapi ketika itulah Sebun Beng mendengar
suara lembut dalam jiwanya sendirilah,
"Tetaplah berbaring."
Pikiran Sebun Beng jadi kacau, terpecah dua.
Tetapi suara itu rasanya adalah suara yang juga
berbisik kepadanya tadi ketika menghadapi
gelombang-gelombang palsu.
Sementara lawannya yang mengerikan itu
semakin dekat, dan Sebun Beng belum
memutuskan akan menurut bisikan lembut
dalam jiwanya itu atau tidak.
Ketika musuh lebih dekat lagi, Sebun Beng
tidak berani berlambat-lambat lagi. Dengan
menahan rasa sakit di pundaknya, dia
Sekte Teratai Putih 21 29 melompat bangkit, tidak menuruti anjuran
suara yang lembut dalam jiwanya tadi.
Baru saja Sebun Beng berdiri, senjata
lawannya telah menyapu kakinya begitu cepat,
sehingga Sebun Beng rebah kembali, bahkan
kakinya terluka karena kali ini ia kena sedikit
bagian yang tajam dari senjata Hong-pian-jan
lawannya. Begitulah, pendekar kebanggaan kota Lokyang itu dipermainkan seolah anak kecil yang
baru mulai belajar silat saja. Orang-orang Lokyang yang begitu menghormat Sebun Beng,
barangkali akan sulit mempercayai kalau
diberitahu peristiwa itu.
Kembali suara lembut dalam jiwa Sebun
beng itu bersuara lagi, "Tetaplah berbaring,
jangan melawan...." Sebun Beng tetap berbaring, namun
disebabkan bukan karena menuruti bisikan hati
itu, melainkan karena kakinya sakit, ia bahkan
masih punya pikiran akan melakukan
perlawanan sambil bergulingan di tanah.
Sekte Teratai Putih 21 30 Saat itulah tiba-tiba terdengar bentakan, "He,
mau kauapakan Pamanku?"
Ok Cui-liong menghentikan langkah dan
menoleh ke asal suara itu. Sedangkan Sebun
Beng tanpa melihat pun, karena ia terbaring di
antara ilalang-ilalang yang tingginya hampir
satu meter, hanya dengan mendengarkan
suaranya pun sudah tahu kalau yang datang itu
Liu Yok. Seandainya Sebun Beng belum punya
pengalaman-pengalaman aneh dengan Liu Yok,
pastilah ia akan cemas memikirkan Liu Yok
kalau sampai berhadapan dengan mahluk ganas
Ok Cui-Iiong itu. Tetapi entah kenapa, hati
Sebun Beng kali ini merasa tenteram. Terbukti
banyak siasat gaib Pek-lian-kau menjadi
berantakan oleh Liu Yok, padahal sering Liu Yok
sendiri tidak menyadarinya. Seperti sudah
kodratnya saja, kalau api bertemu air tentu
harus padam. Tidak perlu sang air "menyadari"
nya. Ok Cui-liong menghadapi Liu Yok kini,
sikapnya nampak agak gentar, tanpa dia ketahui
sendiri apa yang menyebabkan gentar.
Sekte Teratai Putih 21 31 Dengan susah-payah Sebun Beng berdiri, dan
ia sendiri pun heran melihat Liu Yok begitu
anggun, malahan tubuhnya samar-samar
memancarkan seperti cahaya yang lembut.
"Siapa kau?" bentak Ok Cui-liong.
"Keponakannya," sahut Liu Yok sambil
menunjuk Sebun Beng. "Jadi kau manusia juga?"
Pertanyaan ganjil, namun Liu Yok menjawab
juga, "Ya jelas manusia. Keponakan manusia
masa kucing?" "Selama kau masih disebut manusia,
terbelenggu dalam kelemahan darah daging,
jangan harap bisa melawanku. Meskipun dalam
tubuh kasar ini usiaku belum lebih dari empat
puluh tahun, tetapi sebelumnya aku sudah
mengarungi abad-abad sejarah yang ribuan
tahun jumlahnya. Aku melihat ketika bumi ini
dibentuk, aku melihat bangkitnya dan jatuhnya
raja-raja purba di seluruh permukaan bumi."
Tukas Liu Yok tajam, "Dan tentunya kau juga
melihat ketika manusia dilantik sebagai rajanya
Sekte Teratai Putih 21 32 segala mahluk" Segala mahluk, termasuk
mahluk-mahluk semacam kau?"
Suara Ok Cui-liong meninggi karena panas
hati, "Ya, aku melihat! Tetapi nenek moyangmu
yang goblok itu telah menggadaikan keturunannya kepada bumi, sehingga manusia
bukan lagi yang paling berkuasa di bumi,
melainkan kami! Kuasa dan kedudukan itu
sudah digadaikannya kepada kami demi sebutir
buah yang menggilirkan!"
Tetapi Liu Yok menjawab dengan tenang,
tanpa ikut terlarut dalam arus perasaan
lawannya. "Tetapi, kalau kau mengaku sudah
hidup ribuan tahun, tentunya kau mengalami
sendiri dan menyaksikan bagaimana kalimat itu
memasuki sejarah manusia dalam tubuh
manusiawinya dan mengorbankan diri untuk
mematahkan perjanjian gadai, demi memulihkan kedudukan manusia."
"Tutup mulutmu!" tiba-tiba Ok Cui-Hong
memekik gusar. "Jangan sebut-sebut itu lagi!"
"Di dalam hak-hak yang dia rebut bagiku lah
sekarang aku menghadapimu, mahluk Sekte Teratai Putih 21 33 durhaka!" suara Liu Yok tiba-tiba menjadi keras
juga, sehingga Sebun beng sendiri hampirhampir tidak percaya kalau itu adalah
keponakannya yang biasanya lemah lembut dan
ramah. Kata Liu Yok pula. "Untuk mengingatkan
kembali bahwa kerajaanmu sudah runtuh Kau
sudah dikalahkan.!" Dengan gusar Ok Cui-liong melontarkan
senjata Hong-pian-jannya seperti orang
melempar lembing. Sebun Beng terkesiap ketika
melihat keponakannya tidak menghindar,
menyongsong senjata itu dengan dadanya. "Ayok!" teriaknya.
Tetapi Sebun Beng melongo melihat senjata
itu menembusi tubuh Liu Yok dan terus
meluncur dan jatuh ke belakang Liu Yok, tetapi
Liu Yok sendiri tidak apa-apa. Tubuhnya seperti
asap saja, bisa ditembusi benda-benda kasar
tanpa terpengaruh. Ok Cui-liong sendiri nampaknya tidak terlalu
kaget menghadapi kenyataan itu. Tiba-tiba
kedua tangannya seperti meraih, ke langit,
seperti mengambil sesuatu dari atas lemari
Sekte Teratai Putih 21 34 yang tinggi, namun di sini yang ada di depannya
bukan lemari melainkan hanya udara kosong.
Dan ketika tangannya turun kembali, tahu-tahu
di tangannya sudah terpegang kembali sebatang
Hong-pian-jan yang baru, seperti yang sudah
dilemparkannya kepada Liu
Yok tadi. "He-he-he, manusia, cobalah sekarang hadapi
senjataku ini." Ok Cui-liong terkekeh-kekeh
mengancam sambil melangkah maju.
Kali ini Liu Yok nampak waspada melihat ke
senjata di tangan Ok Cui-liong itu. Tetapi Liu
Yok bukannya mundur, malah maju selangkah.
Dan ketika maju itulah Liu Yok pun berubah.
Tiba-tiba saja Sebun Beng melihat Liu Yok
sudah mengenakan perlengkapan perang entah
darimana datangnya, tiba-tiba saja sudah
menempel di tubuhnya. Datangnya bendabenda itu tak ubahnya dengan munculnya
senjata yang dipegangi oleh Ok Cui-liong
sekarang. Liu Yok kini mengenakan topi besi,
baju bersisik besi, dengan perisai di tangan kiri
dan pedang yang menyala di tangan kanan.
Sekte Teratai Putih 21 35 Sebun Beng yang menyaksikannya diamdiam menarik napas. Pertempuran yang bakal
disaksikannya itu bukanlah pertempuran yang
terjadi di dunia materi yang kasar, melainkan
pertempuran di dunia gaib. Sebun Beng heran
juga kepada dirinya sendiri, kenapa matajasmani-nya bisa menyaksikannya" Apakah
dirinya pun sudah menjadi "orang halus?"
Sebun Beng tidak dapat menjawabnya.
Sekarang kelihatan mata Ok Cui-liong lah yang
gentar menatap pedang yang menyala di tangan
Liu Y ok itu. Kedua orang itu kemudian bertempur hebat.
Sebun Beng yang menyaksikannya tidak dapat
mengenali gerak-gerak silat dari keduanya, tapi
mereka bertempur lebih dahsyat dari pesilatpesilat paling ulung yang pernah ditemui Sebun
Beng sekalipun. Dan Sebun Beng tidak mau
membiarkan otaknya menjadi pecah berantakan karena memikirkan kenapa Liu Yok
yang biasanya sangat lemah itu sekarang
berkelahi begitu hebat. Tandangnya seperti
singa yang hendak menerkam dan merobek-roSekte Teratai Putih 21
36 Sebun Beng yang menyaksikan diam-diam
menarik napas. Pertempuran yang disaksikannya
itu bukanlah pertempuran yang terjadi di dunia
materi yang kasar Sekte Teratai Putih 21 37 bek lawannya, kadang-kadang melompat
seperti seekor burung rajawali yang menerkam
dari udara. Ok Cui-liong juga melawan dengan hebat.
Serangannya bertubi-tubi dan bergelombang,
bukan hanya Hong-pian-jan-nya tetapi kadangkadang
mulutnya juga berdesis danmenyemburkan uap putih. Seringkali uap
hitamnya itu begitu teal menyelebungi
gelanggang, sehingga kedua orang yang
bertempur itu seolah-olah berkelahi di atas
mega-mega hitam. Sebun Beng agak mencemaskan Liu Yok,
tetapi makin lama memperhatikan pertempuran itu, makin tenanglah hatinya.
Entah kenapa, ada keyakinan kuat dalam
dirinya bahwa Liu Yok takkan kalah.
Perkelahian itu kelihatannya semakin
menghebat, sampai Sebun Beng sendiri sebagai
seorang jagoan tingkat tinggi pun pusing
melihat gerakan-gerakan mereka.
Makin lama juga makin terlihat kalau Ok Cuiliong gentar kepada pedang yang menyala di
Sekte Teratai Putih 21 38 tangan Liu Yok itu. Setiap kali pedang itu
bergerak, Ok Cui-liong berusaha menjauhinya.
Hati Sebun Beng pun melonjak dan mekar
dalam kebanggaan, ketika melihat keponakannya mulai berhasil mendesak
lawannya. Lawan yang tadi bahkan membuat
Sebun Beng sendiri jungkir-balik dengan
gampang. Ok Cui-liong bertambah-tambah gusarnya,


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namun tidak bisa mengingkari kenyataan
bahwa ia memang harus kalah.
Tiba-tiba saja Ok Cui-liong melompat
mundur, dan lenyap begitu saja. Dalam,
pemandangan Sebun Beng yang hasil melihat
dengan mata jasmaninya, Cui-liong seperti
memasuki sebuah pintu, yang tak terlihat dan
menghilang dibalik "pintu" itu.
Dan Liu Yok menyusulnya dengan berani,
sehingga menghilang pula.
Tinggal Sebun Beng sendirian, ditemani
Auyang Hou yang masih tergeletak tak sadarkan
diri di dekatnya, dan ribuan helai batang ilalang
yang bergelombang damai diguncang angin
Sekte Teratai Putih 21 39 yang lembut, seolah di tempat tidak pernah
terjadi apa-apa. Terpincang-pincang Sebun Beng mendekati
Auyang Hou, memanggul kembali tubuh itu dan
melangkah melanjutkan kakinya sudah terluka
oleh senjata Hong-pian-jan Ok Cui-iong tadi.
Tetapi bagaimana pun dia harus pulang,
maka sambil mempersiapkan mentalnya dia
pun melangkah terus. Jiwanya sudah siap,
seandainya terjadi yang l'aneh-aneh" maka
pikirannya akan dijaganya, seperti pengalamannya di "Gerbang Air" tadi.
Ternyata setelah ia melangkah sampai
belasan tindak melewati batas "Gerbang Tanah"
itu, tidak terjadi apa pun sehingga Sebun Beng
jadi heran. Tetapi ia terus melangkah waspada.
Mendadak sayup-sayup ia mendengar suara
pertempuran di kejauhan. Ketika ia mempertajam kupingnya, segera diketahuinya
kalau suara pertempuran itu asalnya dari
beberapa tempat. Ada yang dari Puncak Inhong, ada yang dari lereng sebelah utara dan
timur. Bahkan yang dari lereng utara dan timur
Sekte Teratai Putih 21 40 itu bercampuran dengan bunyi ledakan
senapan. "Apakah Wan Lui mengerahkan pasukan
untuk menggempur Pek-lian-kau?" pikir Sebun
Beng cemas. "Kalau begitu,sungguh berbahaya
posisi Nona Sun yang masih ditawan oleh
kawanan penyembah setan itu. Orang-orang
Pek-lian-kau bisa menjadi kalap dan membunuh
Nona Sun." Sudah tentu Sebun Beng tidak menyangka
kalau bentrokan itu terjadi antara orang-orang
Pek-lian-kau sendiri yang berebutan kekuasaan.
Wilayah yang seharusnya menjadi tempat
"Barisan Tanah" dapat dilewati tanpa
mengalami apa-apa oleh Sebun Beng. Toh ia
ragu-ragu juga ketika di depannya terpancang
lagi patok kayu dengan bendera hijau
bertuliskan "Barisan Kayu".
Kembali Sebun Beng tidak mengalami apaapa, dan ketika ia melewati panggung kecil yang
terlihat dari kejauhan itu, ia berhenti untuk
memperhatikannya. Sekte Teratai Putih 21 41 Itulah panggung tanpa dinding yang biasa
dibangun oleh orang-orang yang mempraktekkan ilmu gaib. Di atas lantai
panggung ada meja yang di atasnya ter-taruh
lima patung dewa berwajah seram. Didepannya
penuh barang sesajian. Di sekitar panggung ada
bendera-bendera gaib beraneka warna dengan
huruf-huruf mantera di atasnya. Yang
mengerikan Sebun Beng ialah ketika melihat
bahwa pada tiang-tiang bendera itu, masingmasing digantungi.... kepala manusia! Kepala itu
sudah menyiarkan bau bacin, bahkan ada yang
kulitnya sudah agak mengelupas.
Sebun Beng menahan rasa mualnya,
mengutuk dalam hati akan segala ilmu gaib Peklian-kau yang selalu makan korban itu.
Namun di samping rasa mual dan ngerinya,
Sebun Beng juga gusar. Ia tidak tahu siapa
orang-orang yang diambil kepalanya itu, tapi
bagaimanapun juga itu adalah perbuatan
biadab. Terdorong rasa marahnya itulah Sebun Beng
lalu meletakkan tubuh Auyang Hou. Kemudian
Sekte Teratai Putih 21 42 naik ke atas panggung itu dan mengambil lilin
dari meja sesajian itu, dan mulai membakar
panggung itu. Sambil menatap panggung yang menyala itu,
Sebun Beng bergurnarn, "Terkutuklah mahluk
dari mana pun juga, meskipun itu dewa-dewa,
yang memperlakukan manusia sebagai ciptaan
tertinggi dengan cara sebiadab ini."
Sebun Beng lalu menggendong kembali
Auyang Hou dan meneruskan langkahnya.
Kembali ia melewati "Barisan Api" dan "Barisan
Angin" yang ternyata tidak ada apa-apanya.
Bahkan penjaganya pun tidak ada. Sebun Beng
tidak sadar, bahwa tindakannya membakar
panggung itu amat membantu Liu Yok yang
sedang melawan Ngo-kui-seng (Lima Bintang
Setan) sekaligus. * * * Namun ketika Sebun Beng tiba di tempat
yang aman, yang ditemuinya adalah Liu Yok
yang sedang tidur nyenyak di dekat perapian,
berbantal sebuah batu. Sun Cu-kiok duduk
Sekte Teratai Putih 21 43 terjaga di dekatnya, dengan wajah kerapkali
menatap mesra ke arah Liu Yok.
Ketika mendengar langkah-langkah Sebun
Beng yang mendekat, Sun Cu-kiomewaspadakan
diri kk arena tempat itu tidak jauh dari kaki
Bukit In-hong. Namun ia menghembuskan
napas lega ketika melihat yang datang itu
adalah Sebun Beng sambil memanggul
seseorang. Suara langkah Sebun Beng
berkecipak ketika menyeberangi sungai yang
airnya setinggi sejengkal itu.
"Paman!" Sun Cu-kiok berdiri menyongsong.
Sebun Beng menatap Liu Yok. Liu Yok yang
dalam pakaian sederhana, bukan Liu Yok yang
tubuhnya bercahaya dan memakai pakaian
perang dan bertempur dengan gagah perkasa
melawan siluman tadi. "Sudah lama A-yok tidur?" tanya Sebun
"Sejak sore tadi" Katanya ada sesuatu yang
sangat menekan hatinya, dan pelariannya dari
tekanan perasaan itu adalah Tong hwe Tojin,
menunjukkan bahwa Liu Yok sering berada di
luar raganya ketika sedang tidur, dan
Sekte Teratai Putih 21 44 melakukan tindakan-tindakan yang hebat.
Begitu pula kali ini, agaknya, sudah menolong
Sebun Beng "lewat tidurnya". Pantas kalau
sementara orang Pek-lian-kau Utara mengatakan, Liu Yok adalah lawan yang jauh
lebih berbahaya sewaktu sedang tidur pulas
daripada kalau sedang melek. Kebalikan dari
orang lain, lebih berbahaya waktu melek
daripada tidur. Ketika melihat tubuh Auyang Hou diletakkan,
hati Sun Cu-kiok bergolak. Campuran antara
kemarahan dan kasihan. Marah karena teringat
betapa Auyang Hou pernah mengguna-gunainya
untuk membuat Sun Cu-kiok melupakan rasa
malunya terhadap Liu Yok. Suatu peristiwa yang
oleh Sun Cu-kiok dirasakan amat memukul
martabatnya. Mengingat itu, ingin rasanya Sun
Cu-kiok menumpukkan kayu-kayu yang
menyala itu ke atas tubuh Auyang Hou. Tetapi
melihat wajah Auyang Hou yang pucat, matanya
yang terpejam dan napasnya yang lambat, Sun
Cu-kiok jadi kasihan juga. Apalagi kalau
mengingat bahwa Auyang Hou adalah Adik tiri
Sekte Teratai Putih 21 45 Liu Yok, calon suaminya, dan Auyang Hou
melakukan semua itu karena pikirannya sudah
dipengaruhi Hui-heng-si (Mayat Terbang) Nyo
Jiok melalaui ilmu gaibnya.
"Aku harus belajar berbelas kasihan, seperti
Kakak Yok. Ternyata dengan berbelas kasih
bukannya mengakibatkan kelemahan diri,
malah menghasilkan kekuatan jiwa yang
dahsyat, yang bahkan Itidak bisa dimengerti
oleh jagoan-jagoan ! sekaliber Sebun Beng, Wan
Lui, Mo Hwe dan sebagainya. Bahkan orangorang Pek-lian-kau lebih takut kepada Liu Yok,
daripada kepada Sebun Beng yang merupakan
jagoan kebanggaan Propinsi Ho-lam atau Wan
Lui merupakan jenderal "spesialis" menumpas
Pek-lian-kau. Padahal Liu Yok tidak bisa silat
sejurus pun. Berpikir demikian menjadikan Sun Cu-kiok
lebih mudah memaafkan Auyang Hou. Ia lalu
bertanya kepada Sebun Beng, "Bagaimana
keadaannya, Paman?" Sebun Beng memijit-mijit Auyang Hou sambil
menjawab prihatin, "Terlalu lama tubuhnya
Sekte Teratai Putih 21 46 yang sebenarnya tidak terlatih ini dihuni
kekuatan-kekuatan dari luar dirinya, sehingga
ketika kekuatan-kekuatan itu pergi meninggalkannya, tubuhnya kembali menjadi
sangat lemah, bahkan mungkin ada kerusakankerusakan di dalam tubuhnya."
Kali ini Sun Cu-kiok benar-benar merasa iba
dari lubuk hatinya, tidak lagi sekedar berbasabasi karena sungkan kepada Sebun Beng.
Sementara Sebun Beng dengan geram
mencopoti caping dan mantel Auyang Hou
untuk dilempar ke dalam api. Kedua benda itu
segera menjadi abu. "Paman, apakah bertemu dengan Jenderal
Wan?" "Kami berjalan bersama-sama hanya sampai
di kaki puncak, setelah itu kami berpencaran.
Aku mencari Auyang Hou, dan Wan Lui akan
mencari tempat disekapnya Nona Sun Pek-lian.
Sejak itu kami belum bertemu lagi."
Wajah Sun Cu-kiok menjadi gelisah.
Sebun Beng mengerti apa yang dipikirkan
Sun Cu-kiok, lalu menghiburnya,
Sekte Teratai Putih 21 47 "Jangan gelisah, Nona, sekarang ini tengah
malam pun belum. Lagjpula Wan Lui itu punya
pengalaman berurusan dengan Pek-lian-kau."
Sebun Beng menghibur orang, namun
hatinya sendiri juga gelisah. Ia cuma berharap
Wan Lui dengan menggunakan pengalaman dan
ketangkasannya akan dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik. Kemudian dengan dibantu Sun Cu-kiok,
Sebun Beng membersihkan dari membalut luka
di kakinya akibat kena senjata Hong-pian-jan Ok
Cui-iiong tadi. Ketika itulah Liu Yok menggeliat bangun dari
tidurnya, menggosok-gosok matanya, lalu tanpa
disuruh menyambar sisa daging panggang
bakaran Sun Cu-kiok dan melahapnya.
Sebun Beng teringat pengalamannya tadi,
dan dengan belajar dari peristiwa yang dialami
dengan Tong-hwe Tojin dulu, Sebun Beng pun
berkata, "Tanpa kauceritakan, A-yok, aku dapat
menebak apa yang kau impikan."
Liu Yok hanya menoleh tanpa menjawab,
sebab mulutnya sedang mengunyah daging
Sekte Teratai Putih 21 48 bakarnya. Sun Cu-kioklah yang bertanya, "Apa


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang Paman ketahui?"
"A-yok pastilah bermimpi berkelahi dengan
seorang manusia jadi-jadian yang botak, di
tengah-tengah kepalanya ada tanduk kecilnya,
bersenjata Hong-pian-jan."
Liu Yok melempar tulang yang dagingnya
sudah habis digerogoti, dan di luar dugaan
Sebun Beng, dia menjawab, "Kali ini Paman
keliru. Aku memang berkelahi, tetapi bukan
dengan manusia. Tetapi dengan lima jenis
hewan." "Lima jenis hewan?"
"Ya. Pertama aku berkelahi dengan seekor
naga besar bertanduk satu yang muncul dari air.
Lalu dia melarikan diri dan aku kejar, tapi
datanglah kawannya, seekor kura-kura raksasa
yang muncul dari bumi. Karena mereka berdua
pun aku kalahkan, muncul lagi seekor harimau
berjidat putih dari hutan, seekor naga yang lain
tetapi munculnya bukan dari air melainkan dari
dalam api, dan hewan ke lima ialah seekor
burung besar. Sekte Teratai Putih 21 49 "Bagaimana akhirnya?"
"Syukurlah, aku diberi kekuatan untuk
menang. Aku berhasil melemparkan hewanhewan itu ke dalam sebuah lubang besar hitam
di bumi..." Pikir Sebun Beng, "Ternyata
penglihatanku dan penglihatannya berbeda. Dia
melihatnya lewat alam tak sadarnya, Sangkan
aku melalui mata jasmaniku." Segala keanehan
itu tidak lagi diperikan, mereka sudah biasa,
bahkan Cu-kiok juga mulai biasa. Malahan ini
terasa aneh kalau sehari saja berkumpul dengan
Liu Yok namun tidak terjadi hal-hal yang di luar
akal. "Nah, habis makan tidurlah lagi." perintah
Sun Cu-kiok tiba-tiba. Liu Yok tercengang, "Tidak mengantuk kok
disuruh tidur?" "Ya supaya manusia bawah sadarmu bisa
naik ke Puncak In-hong untuk membantu
Jenderal Wan membebaskan Adikku. Jenderal
Wan butuh bantuan dalam mengatasi ilmu-ilmu
gaib Pek-lian-kau. Sekte Teratai Putih 21 50 Tetapi Liu Yok menggeleng-gelengkan kepala
dan menjawab, "Tidak mungkin seorang
prajurit bisa berbuat semaunya tanpa perintah
Panglimanya." "Aku tidak bicara tentang prajurit, aku bicara
tentang kau, Kakak Yok. Tidurlah supaya
manusia bawah sadarmu yang hebat itu bisa
keluar dari tubuhmu dan membantu Jenderal
Wan menyelamatkan Adikku. Kau diperlukan di
luar ragamu untuk menghadapi silumansiluman peliharaan Pek-lian-kau yang tidak
mungkin dihadapi dengan tubuh kasar."
Namun Liu Yok tetap menggelengkan
kepalanya, "Tubuh bawah sadarku tidak aku
kuasai menurut kehendakku sendiri, melainkan
menurut kehendak-Nya. Itulah sebabnya aku
katakan diriku sebagai prajurit, yang tidak
berkuasa atas dirinya sendiri melainkan harus
patuh dibawa ke mana pun oleh Panglimanya.
Itulah sebabnya pula meskipun setiap malam
aku tidur, tetapi tidak setiap malam tubuh
bawah sadarku melakukan perbuatanperbuatan di tempat lain."
Sekte Teratai Putih 21 51 "Tetapi kenapa ada orang yang bisa
melakukan sesuka hatinya sendiri. Kapan saja
dia mau, dia tinggal bersemedi dan tubuh
halusnya keluar berjalan-jalan ke tempat lain
meninggalkan tubuh kasarnya?"
"Aku tidak mau menghakimi orang seperti
itu, tetapi aku tahu bahwa Sang Pencipta tidak
memberikan kemampuan seperti itu kepada
orang-orang yang mematuhi-Nya. Kalau
seseorang sampai melakukan sesuatu di luar
tubuh, seperti aku, itu harus dalam pimpinanNya. Kalau dilakukan sesuka hati, meskipun
bisa, itu tidak berkenan kepada-Nya. Aku
memilih untuk patuh."
Sun Cu-kiok mencoba mengerti penjelasan
Liu Yok itu, tetapi perasaannya bergolak
memikirkan keselamatan adiknya, saudara
satu-satunya. Liu Yok menggenggam telapak tangan gadis
itu dan menguatkan hatinya, "Jangan gelisah,
Adik Kiok. Yang Maha Kuasa punya seribu satu
jalan untuk menyelamatkan manusia, jalanjalan yang kadang-kadang tidak kita ketahui.
Sekte Teratai Putih 21 52 Namun pikiran Sun Cu-kiok beranjak jauh
dari cara tubuh melakukan pekerjaan di luar
tubuh kasar belum halus sehingga ia masih saja
gelisah. Perhatian Liu Yok kemudian beralih kepada
Auyang Hou. Didekatinya adiknya, wajahnya
terharu. Diraba-rabanya tubuh Auyang Hou
sambil berdesis, "Kau akan sembuh, A-hou. Kau
akan sembuh." Sementara Sebun Beng berkata, "Rasanya
aku harus menyelidiki lagi ke puncak gunung,
siapa tahu Wan Lui butuh bantuan."
Rupanya dia pun mencemaskan menantunya
itu. "Luka di kaki Paman?"
"Tidak jadi soal. Setelah dibalut, luka ini tidak
mengganggu lagi." "Perkenankan aku ikut, Paman." kata Sun Cukiok.
Lalu Sebun Beng dan Sun Cu-kiok
memandang Liu Yok setelah minta ijin. Liu Yok
pun menjawab, "Biar aku jaga A-hou di sini.
Paman dan Adik Kiok, berhati-hatilah."
Sekte Teratai Putih 21 53 Sejak Liu Yok sembuh dari kakinya lalu
saling menyatakan isi hati dengan Sun Cu-kiok,
mereka pun tidak lagi memanggil dengan "Nona
Sun" dan saudara Liu" melainkan sudah diubah
enjadi "Adik Kiok" dan "Kakak Yok".
Sebun Beng dan Sun Cu-kiok pun
meninggalkan tempat itu, kembali ke puncak Inhong yang menghitam di kejauhan.
Ketika langkah Sebun Beng dan Sun Cu-kiok
sudah tiba di kaki puncak, Sun Cu-kiok melihat
ke atas puncak sambil berkata, "Paman, lihat!"
Di pinggang gunung nampak titik-titik
cahaya seperti kunang-kunang yang beriringiringan bergerak naik. Itulah cahaya obor dalam
jumlah banyak. Sayup-sayup di malam sunyi itu
terdengar pula suara pertempuran, dan suara
bedil-sundut menggema di dinding-dinding
pegunungan. "Mungkin Jenderal Wan diam-diam mengerahkan pasukan tanpa setahu kita?"
tanya Sun Cu-kiok cemas. "Kita lihat saja ke atas, Nona.
Sekte Teratai Putih 21 54 * * * Sebun Beng tidak tahu, bahwa suara letusan
bedil-sundut itu bukannya karena Wan Lui
mengerahkan pasukan, melainkan adalah
orang-orang Pek-lian-kau Selatan alias Golongan Lam-cong yang oleh Nyo Jiok
dipinjam tenaganya untuk mendongkel kakak
seperguruannya sendiri yang menjadi ketua
Golongan Pak-cong. Bukan itu saja, Nyo Jiok
juga "dipinjami" sekelompok Ninja oleh sebuah
komplotan dari dalam istana, sebuah komplotan
yang mengaku "meskipun berada dalam istana
Kaisar Manchu namun diam-diam bersimpati
kepada perjuangan Pek-lian-kau dalam memulihkan dinasti Beng". Tentu saja
komplotan rahasia dari istana itu punya pamrih
tersendiri yang belum dikatakannya kepada
Nyo Jiok. Karena datangnya kekuatan-kekuatan dari
luar itulah maka pengikut-pengikut yang setia
membela kedudukan Mo Hwe sebagai ketua
golongan utara yang syah menjadi makin
Sekte Teratai Putih 21 55 terdesak. Pertempuran di lereng-lereng In-hong
sendiri sudah kelihatan kalau pengikutpengikut Mo Hwe makin banyak terbunuh.
Pengikut-pengikut Nyo Jiok yang bercampur
dengan orang-orang Lam-cong serta beberapa
Ninja "pinjaman" dari komplotan rahasia dalam
istana semakin menguasai seluruh gelanggang.
Belum lagi orang-orang Lam-cong yang di
bawah gunung sudah mencoba merangsak ke
atas. Mula-mula Mao Pin Si Siluman Gagak
Hitam dengan sejumlah orang-orang yang setia
kepada Mo Hwe mencoba membendung
serbuan mereka. Dengan cara biasa maupun
dengan cara gaib. Tapi biarpun "saudarasaudara dari selatan" itu tidak terlalu tekun lagi
mempelajari hal-hal gaib, malam ini mereka
punya persiapan cukup untuk menghadapi
perkara-perkara gaib dari "saudara-saudara
dari utara" mereka, sehingga rintanganrintangan gaib pengikut-pengikut Mo Hwe tidak
banyak berarti. Orang-orang Lam-cong itu tidak
bingung menghadapi bonek-boneka rumput
yang bisa ikut bertempur, mereka tahu cara
Sekte Teratai Putih 21 56 memunahkannya sebab dasar ilmunya memang
sama. Orang-orang Lam-cong juga tidak gentar
meskipun lawan-lawan mereka dapat membuat
pemandangan, pemandangan semu seolah-olah
ada banjir api atau tanah longsor, atau balikar
binatang-binatang buas yang bermuncullan dari
mana-mana, sebab di antara tokoh-tokoh Lamcong sendiri juga ada yang bisa berbuat sama.
Di pihak pengikut-pengikut Mo Hwe menjadi
kewalahan ketika "saudara-saudara dari
selatan" mereka itu mengeluarkan benda-benda
yang sama sekali tidak gaib namun susah benar
dihadapinya. Senjata senjata api, meskipun di
abad 18 itu senjata apinya masih memakai
sumbu dan setiap kali diisi hanya bisa
ditembakkan satu kali. Selama berpuluh tahun memang Pek-liankau Selatan tidak tekun mendalami ilmu-ilmu
gaib seperti rekan-rekan mereka di utara, tetapi
mereka tekun mendalami hal lain. Mereka
menjadi sindikat bawah tanah yang punya
jaringan luas penghasilan tinggi dari berbagai
sumber seperti menyelenggarakan rumah
Sekte Teratai Putih 21 57 pelacuran, rumah judi, menyediakan "tenaga
keamanan , menculik dan memeras orang kaya
dan sebagainya. Bahkan salah satu bisnis besar
mereka belakangan hari adalah berdagang
candu dengan penyelundup-penyelundup kulit
putih. Dari hasil kekayaan yang demikian, Peklian-kau Selatan berhasil memiliki puluhan ribu
pucuk senjata api yang kelak akan digunakan
untuk membangun kembali dinasti Beng. Dan
kini, sebelum "membangun dinasti Beng"
mereka lebih dulu "memberi pelajaran" kepada
"saudara-saudara dari utara" untuk membuat
utuh kembali Pek-lian-kau, tidak lagi terpecah
Utara dan Selatan. Begitulah, pertempuran di lereng timur dan
utara itu sekarang "dimeriahkan" tidak hanya
bunyi senjata-senjata tajam yang beradu,
melainkan juga bunyi bedil-sundut yang
beruntun. Pihak Lam-cong mengirim ratusan
anggota terlatihnya ke Puncak In-hong untuk
membantu Nyo Jiok, dan mereka semua dengan
Keruan pihak pengikut-pengikut Mo Hwe di
bawah pimpinan Mao Pm pat pukulan berat.
Sekte Teratai Putih 21 58 Beberapa tokoh yang berilmu gaib memang
berhasil membuat kebal kulit mereka biarpun
terhantam peluru, tetapi anak buah yang
kebanyakan bertumbangan ditembus peluru.
Sedangkan tokoh-tokoh yang kebal dan tidak


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takut peluru itu pun ternyata juga ketakutan
menghadapi ujung-ujung senjata tajam biasa
yang sudah lebih dulu dicelup darah hewanhewan berbulu hitam.
Pimpinan penyerbuan dari pihak Lam-cong
ialah seorang lelaki kekar bersenjata sepasang
tongkat besi. Kepalanya memakai ikat kepala
sutera merah yang di bagian depannya dibentuk
menjadi bunga-bungaan, untuk menunjukkan
pangkatnya yang cukup tinggi di lingkungan
Pek-iian-kau Selatan, yaitu Tau-siang-hoa
(Bunga di Atas Kepala). Namanya Bun Long-po,
tetapi orang-orang lebih mengenalnya sebagai
Bun Tiat-pang (Bun Si Tongkat Maut).
Bun Si Tongkat maut ini sudah puluhan jurus
bertempur melawan Gagak Hitam Mao Pin
tanpa ketentuan siapa yang bakal menang atau
kalah. Sepasang tongkat besi Bun Jiat-pang
Sekte Teratai Putih 21 59 berkelebatan saling menyambar dengan
sepasang pedang Moa Pin. Sebenarnya ketangkasan kedua tokoh PekIian-kau dari selatan dan utara itu seimbang.
Tapi Mao Pin harus bertempur sambil mundur
terus ke ,atas gunung, mengikuti gerak mundur
orang-orangnya yang terus-menerus berkurang
dengan cepat karena dibabat peluru orangorang Lam-cong.
Sambil mecangsek bertubi-tubi, Bun Jiatpang jago muda membujuk, "Hentikan saja
perlawananmu, Saudara Mao. Kita ini kan
seperjuangan, buat apa saling bantai" Biarpun
pihakku unggul, tetapi kami sebenarnya tidak
tega juga bertindak keras kepada saudarasaudara kami dari utara...."
Sementara mulutnya bilang "tidak tega"
maka orang-orangnya terus saja menerjang
dengan senjata api maupun senjata tajam.
Mao Pin gusar bukan kepalang mendengar
kata-kata yang berbeda jauh dari kenyataan itu,
sahutnya samb.ltems melawan, "He-he-he,
tidakkah malu menyebut dirimu sendiri sebagai
Sekte Teratai Putih 21 60 saudara seperjuangan" Sedangkan malam ini
kalian menunjukkan muka asli kalian yang
jahat, kalian tidak segan-segan meminjam
kekuatan dari luar untuk membantai orangorang yang kalian sebut saudara seperjuangan?"
"Ini kan bukan kesalahan pihak kami" Ini
gara-gara sikap keras kepala dari pimpinan si
Serigala jadi-jadian itu. Seandainya dia mau
menerima tawaran dari Lam-cong untuk
bergabung kembali, sehingga Pek-lian-kau
menjadi bersatu kembali dan kuat, tentu takkan
terjadi seperti ini. Dasar Mo Hwe yang serakah
dengan kedudukannya."
"Kalianlah yang serakah, ingin mengangkangi kami dari golongan Utara. Dan
karena kami tidak sudi mengikuti kemauan
kalian, kalian tega berbuat begini."
"Dibilang baik-baik kok malah ngamuk,
bukan salahku kalau kau malam ini jadi
bangkai." Sementara itu, keadaan anak buah Mao Pin
bertambah sulit. Selain jumlah mereka makin
sedikit, mereka juga mulai masuk tempat yang
Sekte Teratai Putih 21 61 sedikit pepohonannya sehingga makin mudahlah mereka mejadi mangsa peluru orangorang Lam-cong.
Sambil bertempur sengit menghadapi Bun
Jiat-pang, Mao Pin coba mengobarkan semangat
orang-orangnya, "Bertahan terus, jangan gentar!
Roh-roh dinasti Beng di pihak kita!"
Bun Jiat-pang tertawa, "Kami dari selatanlah
yang akan berhasil dalam perjuangan
menegakkan dinasti Beng, bukan kalian! Sejarah
akan membuktikannya, kami punya puluhan
ribu laskar terlatih dengan senjata api! Karena
itu, Saudara-saudara dari utara, menyerahlah
dan bergabunglah dengan kami! Kami bukan
orang lain! Kami tetap Pek-lian-kau seperti
kalian juga!" Tetapi pengikut-pengikut Mao Pin tetap gigih
bertahan. Sebenarnya ada juga beberapa orang
yang sudah kehilangan semangat, inginnya
menyerah saja, tetapi mereka takut kena marah
dari pimpinan-pimpinan mereka. Kalau cuma
dimarahi tidak apa-apa, yang ditakuti ialah
Sekte Teratai Putih 21 62 kalau diteluh menjadi gila seumur hidup, itulah
yang lebih ditakuti mereka melebihi kematian.
Mao Pin sekarang tidak sekedar bertempur
dengan silat saja, tapi mulai dibantu Ilmu
gaibnya, meskipun sadar bahwa Bun Jiat-pang
sebagai sesama orang Pek-lian-kau takkan
kaget. Namun Mao Pin sudah bertekad
menggunakan seluruh ilmunya.
Begitulah ia mulai membaca mantera-nya.
Bersambung jilid XXII Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 17/06/2018 15:48 PM
Sekte Teratai Putih 21 63 Sekte Teratai Putih 22 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1992 Sekte Teratai Putih 22 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXII *** B UN JIAT-PANG yang menghadapinya, mulamula tidak merasakan perubahannya,
sekarang Mao Pin masih Mao Pin yang tadi.
Namun ada yang mulai mengherankannya.
Sering tongkat Bun Jiat-pang menghantam
pedang Mao Pin dan berdentang, itu tandanya
tongkat membentur benda yang nyata. Tapi
sering juga tongkatnya seolah-olah hanya
"melewati" pedang Mao Pin dan tidak
membentur apa-apa padahal dalam pandangan
mata kelihatannya kena. Berangsur-angsur juga kelihatan tubuh Mao
Pin yang bungkuk itu semakin tinggi, tangannya
dan pedangnya bertambah panjang sampai satu
setengah kali ukuran normal. Bahkan kemudian
wajah Mao Pin nampak selebar tampah.
Sekte Teratai Putih 22 2 sering tongkat Bun Jiat-pang menghantam
pedang Mao Pin dan berdentang, itu tandanya
tongkat membentur benda yang nyata
Sekte Teratai Putih 22 3 Beberapa saat Bun Jiat-pang jadi kewalahan
karena sulit membedakan antara pedang lawan
yang asli dengan pedang yang sekedar
bayangan atau kepanjangan semunya saja.
Bun Jiat-pang lalu melompat mundur sambil
tertawa dingin, "He-he-he, memangnya cuma
kau yang bisa bikin bingung orang?"
Beberapa detik Bun Jiat-pang berkomatkamit membaca mantera, kemudian kembali
menerjang Mao Pin yang nampaknya semakin
tinggi tubuhnya dan semakin panjang
lengannya dan bahkan benda mati seperti
pedang-pedang yang dipegangnya pun ikut
bertambah besar ukurannya.
Tetapi Bun Jiat-pang juga mulai mengalami
perubahan, setidaknya-tidaknya dalam pandangan Mao Pin. Gerak sepasang tangannya
semakin lama semakin cepat, begitu cepatnya
sampai lebih dari kecepatan normal yang biasa
dilatih oleh manusia. Sampai akhirnya di bawah
redupnya cahaya rembulan yang semakin
bergeser ke barat, terlihat Bun Jiat-pang seolahSekte Teratai Putih 22 4 olah memiliki tiga pasang lengan yang
memegang tongkat besi semuanya.
Mao Pin pun berusaha mengambil jarak
sambil melambatkan tempo pertempuran,
berharap lawannya juga akan terpancing untuk
memperlambat tempo sehingga bayangan "tiga
pasang lengan" nya juga akan lenyap.
Ternyata meskipun Bun Jiat-pang memperlambat tempo, ia tetap saja kelihatan
"berlengan enam". Mao Pin mengutuk dalam
hati. Tentu saja ia tahu bahwa di antara enam
lengan itu hanya dua yang asli, yang empat
lainnya hanyalah bayang-bayang semu. Sebagaimana tubuh raksasa Mao Pin yang
"melar" dari aslinya itu juga cuma bayangan
semu. limu gaib membuat bayangan semu
seperti itu sebenarnya bisa diketahui oleh
lawan, kalau lawan cukup tenang dan
memperhatikan baik-baik lawannya. Tetapi
kalau pertempuran berlangsung dalam tempo
tinggi, di mana setiap sepersekian detik harus
direbut bagi keuntungan pihaknya, mana ada
Sekte Teratai Putih 22 5 waktu kesempatan untuk "dengan cukup tenang
memperhatikan baik-baik lawannya?"
Begitulah kedua tokoh Pek-lian-kau itu terus
saling labrak, dibantu bayangan semua pihak
masing-masing untuk membingungkan lawan.
Namun Mao Pin tetap harus sambil mundur,
mengikuti anak buahnya yang semakin kocarkacir dihajar orang-orangnya Bun Jiat-pang.
Letusan bedil terus terdengar, suaranya
memantul di lereng-lereng pegunungan, di
samping suara pedang, golok dan tombak yang
beradu. Akhirnya Mao Pin mengambil keputusan
untuk menyelamatkan sisa-sisa anak buahnya.
Dia pun berteriak parau, "Kalian mundur, cari
jalan selamat sendiri-sendiri dan kelak kita
akan berkumpul kembali untuk merebut
kemenangan!" Suara Mao Pin disambung suara Bun Jiatpang kepada anak buahnya pula, "Yang tidak
mau menyerah, bunuh! Jangan boleh melarikan
diri!" Sekte Teratai Putih 22 6 Dua perintah yang hampir bersamaan itu
membuat medan pertempuran di lereng gunung
itu kehilangan bentuk. Kumpulan orang-orang
yang bertempur itu lalu bubar berpencaran ke
segala arah, baik orang-orang Pak-cong maupun
Lam-cong. Orang-orang Pak-cong lari meninggalkan gelanggang, sendiri-sendiri maupun berpencaran, sedangkan orang-orang
Lam-cong mengejarnya dengan gigih.
Tempat di lereng gunung itu dengan cepat
menjadi sepi, tinggal tubuh-tubuh yang
bergelimpangan, yang sudah membeku diam
maupun yang masih mengerang-erang kesakitan. Tetapi Mao Pin dan Bun Jiat-pang
masih bertarung mati-matian di situ, dalam
kegelapan mencoba saling mengelabuhi dengan
bayangan semu mereka. Namun Mao Pin sudah tidak ingin ngotot
bertahan di situ, sebab ia lebih ingin melihat
apa yang terjadi di puncak gunung.
Untuk melepaskan diri dari libatan
lawannya, Mao Pin melakukan serangan gencar,
lalu tiba-tiba melompat ke udara dan dalam
Sekte Teratai Putih 22 7 sekejap berubah menjadi seekor burung gagak
besar yang terbang menjauh sambil berkaokkaok.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mao Pin dalam ujud jadi-jadiannya itu tidak
langsung menuju ke puncak, melainkan lebih
dulu berputar-putar beberapa saat di lereng
untuk sekedar mengurangi beban penasarannya
kepada orang-orang Lam-cong. Beberapa kali ia menukik dan
mematuk mata orang-orang Lam-cong yang
kebetulan agak terpencar dari kawankawannya. Beberapa orang Lam-cong menjadi
korbannya. Tetapi Bun Jiat-pang tidak membiarkan anak
buahnya dipreteli oleh Mao Pin dengan cara itu.
Ia mengeluarkan sehelai bendera segitiga
berwarna hitam dari bajunya, sambil membaca
mantera ia mengibarkannya di atas kepala.
Berjangkitlah suatu aliran angin yang kuat di
udara, menerpa Si Burung Gagak jadi-jadian
alias Mao Pin. Burung gagak jadi-jadian itu berkaok kaget,
terguncang keras oleh angin yang juga jadiSekte Teratai Putih 22
8 jadian itu dan mencoba menyeimbangkan
terbangnya dalam aliran angin itu. Tetapi angin
itu terlalu kuat, Mao Pin dalam ujudnya itu
terpontang-panting terbawa angin ke arah yang
tidak ia kehendaki. Lebih celaka lagi, ada
seorang anggota Pek-lian-kau Selatan yang
membidik dengan senapannya. Agaknya orang
ini memang seorang penembak yang ulung.
Begitu senapannya meledak, burung gagak jadijadian itu berkaok keras, terguncang, bulu-bulu
rontok dari salah satu pangkal sayapnya, dan
perlawanannya terhadap aliran angin jadijadian pun lenyap. Kini Mao Pin seperti sehelai
layang-layang putus, menurut saja dibawa oleh
angin itu ke mana perginya, entah dihempaskan
ke mana nantinya. Bun Jiat-pang menatapnya dengan puas, lalu
memasukkan kembali bendera ilmu gaibnya. Ia
lalu mengumpulkan orang-orangnya yang
masih sanggup bertempur, untuk naik ke
Puncak In-hong. Hendak membereskan Mo Hwe
sekalian, seperti perintah ketua sekte Pek-liankau Selatan. Pek-lian-kau Selatan sudah lama
Sekte Teratai Putih 22 9 berambisi menyatukan kembali Pek-lian-kau
yang terpecah itu. Di Puncak In-hong, kesulitan yang dihadapi
Kim-mo-long Mo Hwe tidak kalah besarnya
dengan kesulitan yang dihadapi Mao Pin. Orangorangnya
mengalami kesulitan besar menghadapi orang-orangnya Nyo Jiok yang
dibantu orang-orang Lam-cong ditambah lagi
dengan sekelompok jago-jago Jepang "pinjaman dari
"kelompok pecinta tanah air di dalam istana
kerajaan. Mo Hwe sendiri amat kesulitan menghadapi
lawan-lawannya. Kalau semula lawannya hanya
dua orang, yaitu Nyo Jiok dan Hu-cong-cu
(Wakil Ketua Sekte) Pek-lian-kau Selatan yang
bernama Ai Kong, dengan sapu besinya yang
merupakan lawan yang lebih kuat dari Bun Jiatpang yang dihadapi Mao Pin tadi, maka
sekarang lawan Mo Hwe ada tiga orang. Seorang
Ninja bersenjata lembing ikut mengerubutnya.
Bukan saja Yarijitsu Ilmu Lembingnya yang
gawat, Ninja ini juga pandai muncul dan
Sekte Teratai Putih 22 10 menghilang se-maunya, seolah-olah di sekitar
dirinya terdapat pintu-pintu tak terlihat yang
bisa ia masuk-keluar semaunya saja.
Waktu itu Mo Hwe juga sudah mengeluarkan
ilmu gaibnya sehingga wujudnya saat itu adalah
setengah manusia setengah serigala, sepasang
tangannya ditumbuhi bulu-bulu panjang
keemasan, jari-jarinya ditumbuhi kuku-kuku
panjang. Dengan wujudnya itu, kekuatannya seperti
berlipat ganda. Toh dia sudah mendapatkan
beberapa luka di tubuhnya, dan ia terusmenerus mendesak, la menggeram berulang
kali mengerahkan kekuatannya, tetapi ia tetap
terdesak. Akhirnya, dengan pahit hati Mo Hwe harus
mengakui dengan sisa akal sehatnya, bahwa
kalau ia masih ingin hidup lebih lama dia harus
kabur. Tidak bisa tidak. Kalau nekad bertahan,
itu artinya memang sudah bosan hidup. Mo Hwe
belum rela mati, karena itu ia mulai mencari
kesempatan untuk lari. Sekte Teratai Putih 22 11 Nyo Jiok agaknya sudah bisa membaca niat
hati Mo Hwe itu, lalu ia memperingatkan
kawan-kawannya, "Kawan-kawan, hati-hatilah.
Serigala jadi-jadian ini mulai mempersiapkan
diri untuk lari. Dia tidak boleh lari. Kalau dia lari
dia bisa saja membahayakan rencana kita yang
sudah tersusun rapi. Dia harus mampus malam
ini!" Namun Mo Hwe sudah bertekad untuk lari,
tidak sudi terbantai di tempat itu. Gerakannya
makin ganas, geramnya makin sengit, sampai
suatu ketika ia benar-benar melolong panjang
seperti serigala, dan melompat menerkam ke
arah Ai Kong dengan tangan-tangannya yang
berkuku panjang itu. Ai Kong berjongkok rendah, dan karena
tubuhnya memang sudah pendek, maka ia jadi
pendek sekali. Sapu besinya yang ujungnya
penuh kawat tajam itu menusuk ke perut Mo
Hwe. Sepersekian detik Mo Hwe harus membuat
perhitungan. Kalau dia takut terluka, maka
selamanya memang akan terkurung oleh ketiga
Sekte Teratai Putih 22 12 lawan tangguh itu, dan benar-benar mati di situ.
Untuk bisa keluar dari kepungan, haruslah
sedikit menyerempet bahaya.
Begitulah, ia tidak mengendorkan laju
lompatannya, maka perut dan pahanya tergores
kawat-kawat tajam di ujung sapu, tetapi
cakarnya juga berhasil melukai pundak Ai Kong.
Ai Kong menjerit dan berguling ke samping,
sementara Mo Hwe melayang mendatar di atas
tubuh Ai Kong dan kemudian menghilang ke
arah kegelapan di lereng itu.
Nyo Jiok gusar bukan kepalang, hampir saja
memaki Ai Kong. Untung dia masih memerlukan
Ai Kong sebagai sekutu yang akan
mengkokohkan kedudukannya. Maka ditahannya mulutnya untuk tidak memaki. Dia
cuma berkata, "Selama dia masih hidup, kita
takkan mendapat tidur nyenyak. Kejar!"
Lalu dia sendiri melesat ke depan.
Julukannya sebagai Hu-heng-si (Si Mayat
Terbang) memang diperolehnya karena
keunggulan kemampuan meringankan tubuhnya. Ai Kong dan Si Ninja yang pintar
Sekte Teratai Putih 22 13 menghilang itu pun mengejar ke arah yang
sama meskipun langkahnya tidak secepat Nyo
Jiok. Mo Hwe yang dikejar juga menyadari kalau
Nyo Jiok mampu melangkah secepat angin,
maka sambil berlari menahan luka-lukanya, Mo
Hwe tidak henti-hentinya membaca mantera,
menebar perangkap-perangkap gaib sepanjang
jalannya. Ia tahu Nyo Jiok takkan dapat
dihadang oleh perangkap-perangkap gaib itu,
tapi setidak-tidaknya dapat menahannya untuk
sementara. Langkah Mo Hwe tiba di lereng barat daya,
sebuah dataran penuh rumput ilalang tempat
Ngo-kui-seng (Lima Bintang Setan) menyusun
formasi gaib Ngo-heng Kim-se-tin (Formasi
Pasir Emas Lima Unsur). Lima bersaudara yang
konon "anak dewa" itu adalah tokoh-tokoh yang
bisa diharapkan membantu Mo Hwe.
Namun ketika Mo Hwe sudah melewati patok
kayu bertuliskan "Barisan Air" ternyata tetap
tidak dilihatnya batang hidung dari kelima
saudara itu. lebih terkejut ketika melihat NgoSekte Teratai Putih 22
14 sian-tai (Panggung Lima Dewa) di kejauhan
berkobar-kobar dengan api, meskipun saat itu
apinya sudah hampir padam karena panggungnya sendiri hampir habis. Itulah "hasil
karya" Sebun Beng tadi.
Keruan Mo Hwe terkejut. Panggung Ngosian-tai bisa dibilang "pusat operasi" formasi
Ngo-heng Kim-se-tin. Kalau panggung itu
sekarang sudah jadi arang, hampir jadi abu, itu
suatu pertanda bahwa Ngo-heng Kim-se-tin
yang dijaga Ngo-kui-seng itu sulit diharapkan.
Mo Hwe melangkah di atas ilalang mendekati
panggung untuk melihat tebih jelas lagi. Ia lihat
panggung itu memang sudah hampir musnah,
tetapi bendera-bendera gaib yang ditancapkan
sekitarnya masih utuh. Bendera-bendera yang
di ujung langkainya juga dihiasi kepala-kepala
manusia sebagai sesaji untuk lima dewa" yang
menjadi "ayah sejati' dari Ngo-kui-seng lima
bersaudara. "Ok Cui-liong! Ok Sat-ku! Ok Beng-hou! Ok
Hwe-liong! Ok Koai-niau!" Mo Hwe mengelilingi
panggung sambil memanggil-manggil lima
Sekte Teratai Putih 22 15 saudara yang menjadi anak buahnya itu. Tetapi
tidak ada jawaban. Dan di suatu tempat agak jauh dari
panggung, di tengah-tengah ilalang, Mo Hwe
menemukan lima saudara itu dan tahu kenapa
mereka tidak menjawab. Yang ditemukan Mo
Hwe hanyalah pakaian-pakaian mereka yang
terpuruk kosong, raga yang seharusnya mengisi
pakaian-pakaian itu hanyalah berujud debu
kelabu lembut. Mo Hwe menggeram. Pek-lian-kau Utara
yang dipimpinnya selama ini, malam ini benarbenar mengalami pukulan besar-besaran.
Hanya kurang semalam dari upacara
pengorbanan manusia di bulan purnama. Dia
menggeram, menengadah menatap rembulan
yang makin condong di langit barat. Ia menatap
penuh dendam ke langit, kepada para "panglima
langit" dan "tentara langit" yang sudah pernah
mengisyaratkan membantunya namun sekarang
ternyata tidak menolongnya.
Sekte Teratai Putih 22 16 Tiba-tiba di ujung dataran itu, dari arah kaki
puncak, terlihat dua sosok bayangan manusia
berjalan mendekat. Dalam kegelapan malam, lagipula jaraknya
masih jauh, Mo Hwe belum tahu siapa mereka,
namun demi amannya ia duduk bersila di
tengah-tengah ilalang lalu mulai membaca
mantera untuk memasang tirai gaib di sekitar
tubuhnya agar tidak bisa terlihat. Sudah tidak
sempat untuk lari di dataran ilalang yang begitu
terbuka, apalagi tempat itu juga sedikit banyak
diterangi oleh api yang masih menyala
membakar panggung Lima Dewa yang hampir
musnah itu. Begitulah Mo Hwe merasa aman di dalam
selubung gaibnya, sambil memperhatikan
kedua orang yang semakin dekat itu.
Anggapannya, aku bias melihat mereka tetapi
mereka tidak bisa melihat aku.
Makin lama makin jelas bahwa kedua orang
itu adalah Sebun Beng dan Wan Lui. Orangorang yang dianggap sebagai musuh-musuh
Pek-lian-kau, baik yang utara maupun yang
Sekte Teratai Putih 22 17 selatan. Mereka melangkah sambil bercakapcakap.
Kuping Mo Hwe mendengar Sebun Beng
berkata, "Nah, A-lui, di sinilah tadi aku dicegat
saudara dari Ngo-kui-seng. Ternyata manusia
jadi-jadian itu tidak dapat dihadapi secara
jasmaniah, aku dibuatnya jungkir-balik dengan
mudah. Tetapi aku ditolong Liu Yok, tapi bukan


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liu Yok jasmani melainkan Liu Yok yang halus
ketika itu. Seperti yang kau jumpai ketika Liu
Yok menolong Tong-hwe Tojin. Kau paham?"
Wan Lui mengangguk. "Paham, Ayah."
Hebat sekali Liu Yok yang bukan jasmani itu.
Dia bertempur dengan gagah perkasa sampai
Ok Cui-liong melarikan diri ke alam yang tak
terlihat itu. Liu Yok mengejarnya. Selanjutnya
pertempurannya tidak dapat kulihat dengan
mata jasmaniku." "Jadi Ayah tidak tahu kesudahan pertarungan
itu?" "Tahu." "Lho, katanya Ayah tidak melihat lagi
pertempuran itu?" Sekte Teratai Putih 22 18 "Memang aku tidak melihatnya, tetapi Liu
Yoklah yang menceritakannya kepadaku. Liu
Yok yang jasmani tentu saja."
"Bagaimana ceritanya?"
"Liu Yok mengatakan dia bertempur dengan
lima jenis hewan raksasa. Tetapi dia menang. Ia
mengusir hewan-hewan itu ke sebuah lubang
besar." "Luar biasa Liu Yok itu, dengan
kemampuannya itu dia bisa melakukan apa saja
semau hatinya, sementara tubuh kasarnya
enak-enak tidur di rumah."
"Tidak. Kata Liu Yok tidak bisa semaunya
saja. Harus menurut pimpinan Yang Maha
Kuasa." "Tetapi kabarnya ada orang yang bisa
melakukan semuanya, tapi dia memilih untuk
menjadi orang patuh kepada Penciptanya
daripada menjadi orang hebat tetapi tidak
patuh." Mo Hwe yang yakin dirinya tidak terlihat itu,
mendengarkannya dengan asyik. Sekarang ia
tahu bagaimana nasib kelima anak buahnya
Sekte Teratai Putih 22 19 yang disebut Ngo-kui-seng itu. Mereka berlima
ternyata telah "dibereskan" oleh Liu Yok "tetapi
bukan yang jasmani".
Mo Hwe benar-benar gentar sekarang. Dalam
Pek-lian-kau sendiri ada beberapa tokoh yang
bisa mengeluarkan sukma dari raganya, bahkan
dengan sesuka hatinya kapan saja mau, tidak
seperti Liu Yok. Tetapi mengalahkan kelima
saudara Ngo-kui-seng itu sungguh bukan
perkara main-main. Mereka adalah silumansiluman bertubuh jasmani yang susah dihadapi.
Nyatanya tadi Mo Hwe hanya menemukan lima
tumpuk abu halus sebagai bekas keberadaan
kelima saudara itu. Lebih kaget lagi ketika melihat Sebun Beng
berhenti melangkah dan menatapnya. Semula
Mo Hwe masih yakin tak ada yang bisa
melihatnya, namun ia hampir-hampir tak
percaya ketika mendengar Sebun Beng berkata
kepadanya, "Eh, Ketua Mo, kenapa di sini?"
Wan Lui yang belum melihat apa-apa, dengan
heran bertanya kepada mertuanya, "Ayah, kau
bicara dengan siapa?"
Sekte Teratai Putih 22 20 Mendengar pertartyaan Wan Lui kepada
mertuanya, Mo Hwe sedikit lega. Ia pun diam
saja, menganggap Sebun Beng sebenarnya
belum melihatnya, pikirnya, "Mungkin Sebun
Beng bisa merasakan kehadiranku hanya
melalui nalurinya yang tajam, naluri yang
biasanya dimiliki para pendekar. Tetapi Sebun
Beng pasti belum melihatku. Dia hanya
mengeluarkan pertanyaan untuk menguji getar
nalurinya. Kalau aku diam saja, dia takkan tahu
aku di sini." Karena pendapatnya itulah maka Mo Hwe
diam saja di tempatnya. Tak terduga Sebun Beng mengambil sebutir
batu dan melemparkannya dengan ringan. Batu
itu menembus tirai gaib buatan Mo Hwe dan
mendarat di jidat Mo Hwe. Untung tidak
disambitkan dengan bertenaga melainkan
hanya dilemparkan secara ringan saja. Tetapi
itu semakin meyakinkan Mo Hwe bahwa
persembunyian gaibnya tidak berarti lagi.
la berdiri pelan-pelan, belum bersuara.
Sekte Teratai Putih 22 21 Sebun Beng berkata, "Tidak perlu mengintai
kami seperti musuh, Ketua Mo. Sambutlah kami
sebagai teman. Kami memang datang sebagai
teman, untuk membicarakan tentang diri Nona
Sun yang kauculik." Betapa keras dan dinginnya jiwa Mo Hwe,
ada getar hangat dalam kata-kata Sebun Beng
yang tulus dan kedengaran begitu bersungguhsungguh. Sentuhan hangat yang setiap kali
menyentuh jiwanya bila dia berhadapan dengan
Sebun Beng atau Liu Yok. Ketika di Han-king,
ketika di pegunungan itu, dan sekarang di
lereng Puncak In-hong. Aneh, perasaan angat
dan bersahabat dari orang yang disebut
"musuh" Pek-lian-kau. Tapi itulah musuh yang
tidak pernah bersikap memusuhinya, sedang
malam itu Mo Hwe malahan sedang dimusuhi
orang-orang yang tadinya menamakan diri
sebagai "kawan seperjuangan".
. Mo Hwe belum "membongkar tirai gaibnya,
tetapi kehangatan yang menjalar di jiwanya
membuat tirai gaib itu buyar sendiri. Seperti
Sekte Teratai Putih 22 22 kabut malam yang tak bakalan tahan terkena
cahaya fajar yang hangat.
Karena itulah Wan Lui yang mulanya tidak
melihat Mo Hwe, kini mulai melihatnya. Pada
awalnya tubuh Mo Hwe seperti kabut yang
samar-samar, lalu sosoknya makin jelas garisgarisnya dan akhirnya kelihatanlah seluruh
sosoknya di bayangan malam.
"Hei, kiranya benar-benar kau!" geram Wan
Lui langsung akan menerjang ke depan, tetapi
langkahnya tertahan karena mertuanya
menyambar lengannya. Seorang jenderal sekali
pun akhirnya harus patuh juga kepada sang
mertua. Sementara Mo Hwe berusaha menutupi
gejolak hatinya dengan tetap bersikap dingin,
"Hebat kau, Tuan Sebun. Agaknya kau yang
dulunya berlagak suci, sekarang sudah mulai
belajar membongkar tirai gaib Artinya kau
sekarang juga sudah belajar perkara-perkara
gaib yang dulu kau pandang hina.
Sebun Beng tidak marah oleh kata-kata itu,
sahutnya, "Aku tidak melakukan apa-apa,
Sekte Teratai Putih 22 23 Saudara Mo. Aku hanya diperkenankan oleh
Sang Maha Kuasa untuk dapat melihatmu, itu
saja." Sekali lagi bagian terdalam hati Mo Hwe
tergetar oleh kejujuran dalam kata-kata Sebun
Beng itu. Tetapi Mo Hwe tetap berpura-pura
bengis. "Tidak usah banyak omong. Sebutkan
maksud kedatanganmu!"
"Sudah lama aku katakan tadi. Aku
memohonmu untuk membebaskan Nona Sun
Pek-lian, puteri bungsu Tuan Gubernur di Holam yang kalian culik itu."
"Apakah alasanmu?"
"Semata-mata demi kemanusiaan. Karena dia
manusia, aku manusia dan aku memohon
kepadamu karena kau juga manusia yang utuh,
punya hati nurani an belas kasihan. Kalau kita
merendah-an sesama manusia, apalagi menjadikannya korban di hadapan dewa-dewa
yang sebenarnya posisinya lebih rendah dari
kita, tidakkah kita manusia ini merendahkan
martabat diri kita sendiri" Martabat yang sudah
Sekte Teratai Putih 22 24 diberikan oleh Sang Pencipta sebagai rajanya
mahluk?" Beberapa waktu yang lalu, kalau Mo Hwe
mendengar ada orang berani merendahkan
dewa-dewa pujaan Pek-lian-kau, tentu ia akan
gusar sekali. Namun kali ini ia tidak gusar, ia
malah merenung dan melihat ada beberapa titik
kebenaran dalam kata-kata Sebun Beng,
meskipun ada juga beberapa hal yang belum
dimengertinya. Misalnya, kalau manusia lebih
tinggi dari dewa-dewa, kenapa ada juga
manusia yang berhasil diteluh sampai mati atau
sakit dengan kekuatan dewa-dewa"
Sudah tentu Mo Hwe merasa terlalu
bergengsi untuk "berguru" banyak hal kepada
Sebun Beng. Ia lebih suka akan menggunakan
teknik "memancing" jawaban saja.
Tetapi belum sempat rencananya itu
terlaksana, dari kejauhan nampak tiga sosok
bayangan bergerak mendekat. Salah satunya
membentak dari kejauhan, "Mo Hwe, jangan
harap bisa kabur!" Mo Hwe mengenali, itulah suara Nyo Jiok.
Sekte Teratai Putih 22 25 Yang dua orang lagi, siapa lagi kalau bukan Ai
Kong dan Si Ninja Berlembing" Sementara suara
pertempuran di atas puncak masih sayup-sayup
terdengar, tetapi agaknya sudah mereda.
Kemungkinan besar orang-orangnya Nyo Jiok
sudah ber hasil menghentikan perlawanan
orang-orangnya Mo Hwe. Mo Hwe terkejut, ingin lari namun malu juga
terhadap Sebun Beng dan Wan Lui, entah
mengapa ia jadi merasa malu di hadapan kedua
orang itu terutama Sebun Beng. Apakah tibatiba saja ia jadi ingin "kelihatan baik" sedangkan
sebelum nya ia acuh tak acuh saja terhadap
pendapat orang lain. Kemudian melintas pula
sebuah pikiran lain, bagaimana kalau ia adu
domba saja Sebun Beng dengan Nyo Jiok agar
dirinya sendiri sempat kabur" Tetapi ada
sesuatu dalam hatinya yang menahannya agar
tidak menggunakan siasat seperti itu. Sesuatu
yang menahan itu dulunya tidak terasa.
Ketika itulah Nyo Jiok bertiga sudah dekat,
dan Nyo Jiok kaget ketika dua orang yang
Sekte Teratai Putih 22 26 bersama Mo Hwe adalah Sebun Beng dan Wan
Lui yang dianggap musuh-musuh Pek-lian-kau.
Ai Kong yang belum kenal siapa Sebun Beng
dan Wan Lui, langsung saja hendak menerjang
maju dengan sapu-besinya, tetapi Nyo Jiok
mencegahnya, "Tunggu, Saudara Ai Jangan
gegabah!" "Memangnya siapa kedua orang ini?" tanya
Ai Kong. "Tuan ini adalah Tuan Sebun Beng dari Lokyang." Nyo Jiok memperkenalkan, Ai Kong
terkejut. Sementara Nyo Jiok melanjutkan, "dan
Tuan yang muda dan gagah ini adalah
menantunya, Jenderal Wan Lui dari Pak-khia."
Kembali Ai Kong terkejut. Namun buat
rekannya, Si Ninja Berlembing itu, kata-kata
Nyo Jiok tidak berarti apa-apa sebab ia memang
tidak mengerti bahasanya.
Kemudian Ai Kong berkomentar, "Sekarang
terbuktilah bahwa Mo Hwe ternyata berhubungan diam-diam dengan anjinganjingnya bangsa Manchu semacam Sebun Bung
Sekte Teratai Putih 22 27 dan Wan Lui. Hem dia makin tidak pantas
mengetuai Pek-lian-kau Utara."
Sahut Mo Hwe gusar, "Tukang sapu cebol,
jangan sembarangan buka mulut! Sebun Beng
dan Wan Lui tidak ada sang-kut-pautnyu
dengan aku! Kalian boleh mencincang aku,
tetapi jangan sangkut-pautkan dengan mereka!"
Mo Hwe jadi kaget sendiri mendengar katakatanya sendiri. Kata-kata yang bernada
melindungi Sebun Beng dan Wan Lui.
Sementara Nyo Jiok bergirang dalam hati
mendengar kata-kata Mo Hwe itu. Pikirnya,


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Serigala jadi-jadian ini cari mati dengan
menempatkan Sebun Beng serta Wan Lui di luar
gelanggang. Tadinya aku sudah kuatir kalau dia
mengguna kan siasat liciknya untuk melibatkan
Sebun Beng dan Wan Lui, padahal kedua orang
ini tidak gampang dihadapi sekalipun dengan
menggunakan ilmu gaib."
Lalu katanya kepada Sebun Beng,
"Tuan Sebun, aku mengucapkan selamat
datang atas kehadiranmu di Puncak ln-hong ini,
dan minta maaf belum bisa menyambut
Sekte Teratai Putih 22 28 kedatangan Tuan-tuan secara pantas. Sekarang
aku mohon janji Tuan-tuan sebagai pendekar
terhormat, agar tetap berdiri di luar gelanggang
selama kami menyelesaikan urusan dalam
rumah tangga kami. Yaitu menghukum Mo
Hwe!" "Apa salah Mo Hwe?"
"Itu bukan urusan Tuan. Silakan Tuan-tuan
tetap berdiri di luar persoalan ini."
Jawab Sebun Beng, "Tuan Nyo, sedikit
banyak aku kenal juga dengan Saudara Mo ini.
Kami pernah bersama-sama naik kapal sampai
ke kota dermaga Han-king, juga pernah
bersangkut-paut dalam beberapa perkara. Aku
menganjurkan kalian menyelesaikan persoalan
dengan damai saja." "Tuan Sebun, tidakkah Tuan telah me
langkahi garis dan mencampuri intern Pek-liankau kami?"
"Nyawa manusia begitu berharga bagi ku,
sehingga untuk perkara nyawa ini aku tidak
mau menghiraukan garis-garis apapun Kalau
aku hendak disebut tidak tahu aturan, lalu
Sekte Teratai Putih 22 29 kalian sebar-luaskan berita bahwa Sebun Beng
sudah jadi tukang mencampuri urusan orang
lain, aku tidak peduli. Sudah terlalu lama kalian
menginjak-injak martabat manusia demi dewadewa keparat kalian!"
Nyo Jiok dan Ai Kong kaget dan gusar
mendengar dewa-dewa Pek-lian-kau dicaci
tanpa takut "kualat".
Sementara itu Mo Hwe terharu bukan
kepalang, merasa sangat di luar dugaan bahwa
Sebun Beng mengambil sikap seperti itu. Sikap
yang sebenarnya tidak memberi keuntungan
apa-apa buat Sebun Beng, kalau tujuan Sebun
Beng masih ingin menyelamatkan Sun Pek-lian.
Kata Nyo Jiok gusar, "Sebun Beng, kau masih
inginkan keselamatan Sun Pek-lian atau tidak?"
"Tentu saja masih."
"Bagus. Sekarang aku beritahu kau. Nona Sun
itu sekarang di tanganku, akulah Ketua Peklian-kau utara yang baru, bukan lagi Mo Hwe
yang sekarang hanyalah gelandangan dan
buronan karena tidak becus memimpin Peklian-kau.
Sekte Teratai Putih 22 30 Sesaat Sebun Beng menjadi ragu-ragu
menghadapi pilihan sulit itu. Tetap membela Mo
Hwe berarti membahayakan Sun Pek-lian yang
ada di tangan Nyo Jiok, dan sekarang oleh Nyo
Jiok digunakan untuk memperkuat tekanan agar
Sebun Beng tetap di luar masalah. Bahkan Wan
Lui, Si Jenderal yang sudah membiasakan
otaknya berhitung untung-rugi sampai hal
sekecil-kecilnya, juga bingung. Namun kalau
Wan Lui diminta pendapatnya, ia akan memilih
melepaskan Mo Hwe dan mendapatkan Sun
Pek-lian. Namun Sebun Beng "berhitung" dengan cara
lain, ia tidak menuruti otaknya melainkan hati
kecilnya. Dalam percaturan kekuatan-kekuatan
di sekitar Puncak In-hong, Mo Hwe sudah tidak
punya nilai, tapi dari pandangan kemanusiaan
Sebun Beng, Mo Hwe tetap manusia dan tetap
paling tinggi harganya di atas kepentingankepentingan apa pun.
"Tuan Nyo, aku mohon Tuan melepaskan
Saudara Mo. Bukankah dia adalah kakak
Sekte Teratai Putih 22 31 seperguruanmu" Dan bukankah sekarang Tuan
Nyo sudah menjadi ketua?"
Jawaban itu di luar dugaan siapa pun, bahkan
juga Wan Lui yang diam-diam kurang setuju.
Namun Wan Lui terlalu sungkan untuk berdebat
dengan mertuanya. "Sebun Beng, kau tidak sayang nyawa Nona
Sun?" "Tentu saja aku juga mohon Ketua Nyo untuk
tidak mengganggu keselamatan Nona Sun
seujung rambut pun. Jadi aku mintakan ampun
buat Kakak seperguruan mu, sekaligus juga
mintakan belas-kasihan untuk Nona Sun."
Nyo Jiok tertawa dengan mendongkol, "Wah,
jadi kau mau memborong semua keuntungan"
Lalu pihak kami mendapat "Ketua Nyo, justru aku bertanya, pihakmu
mendapat apa dengan tetap menyandera Nona
Sun" Pihakmu dimusuhi pemerintah dan hidup
tak tentram. Sedangkan kalau pihakmu melepas
saudara Mo ini dan juga Nona Sun, kau akan
belajar saling memaafkan, dan sebagai manusia,
ini akan sangat melegakan jiwa."
Sekte Teratai Putih 22 32 Ai Kong sudah tidak sabar lagi, ia
memukulkan sapu-besinya ke tanah sambil
berteriak, "Saudara Nyo, berkhotbah apa setan
tua ini" Kalau dia ngotot mau membela Mo Hwe,
basmi saja sekalian!"
Tetapi Nyo Jiok ragu-ragu. Ai Kong gampang
saja gembar-gembor "basmi saja" karena belum
tahu ketangguhan Sebun Beng dan Wan Lui,
namun Nyo Jiok sudah pernah "mencicipi"nya
sehingga bertindak lebih berperhitungan.
Akhirnya Nyo Jiok memutuskan, "Saudara Ai,
kali ini biarlah kita sedikit mengalah. Mengingat
hubungan lamaku dengan bekas Kakak
seperguruanku ini, biar lah kali ini kita
lepaskan. Toh dia sudah tidak punya kekuatan
dan pendukung lagi, tidak berbahaya buat
rencana penyatuan Pek-lian-kau Utara dan
Selatan. Mulutnya berkata demikian, namun sebenarnya dalam hatinya amat tidak rela Nyo
Jiok diam-diam merencanakan untuk tetap
memburu dan menumpas Mo Hwe supaya
kedudukan barunya aman, tetapi kali ini
Sekte Teratai Putih 22 33 berhubung kebentur tembok" yang namanya
Sebun Beng dan Wan Lui, terpaksa langkahnya
tidak bisa terus. Sebun Beng menjura, "Ketua
Nyo, kau sungguh bijaksana. Mudah-mudahan
Yang Maha Kuasa selalu menerangi hatimu."
Nyo Tiok tertawa dingin, "Kau sudah
mendapat Mo Hwe, Tuan Sebun, tetapi aku
tidak menjamin keselamatan Nona Sun!"
"Tentu saja Ketua harus menjaminnya!"
"Siapa berani mengharuskan dewa-dewa
kami, kalau dewa-dewa itu menuntut
pengorbanan darah gadis itu di malam purnama
besok?" Sebun Beng berdiri tegak dan menengadah
ke langit, menjawab tegas, "Aku. Akulah yang
mengharuskan dewa-dewa itu tunduk kepada
kata-kataku, sebab di mulutku Sang Pencipta
Alam Semesta menaruh pedang, panah dan Api
Nya. Dengan itulah aku menuntut agar dewadewamu tidak menuntut darah Nona Sun."
Muka Ai Kong menjadi merah padam, tetapi
Nyo Jiok buru-buru menariknya untuk
mengajak pergi sambil berkata, "Tidak ada guna
Sekte Teratai Putih 22 34 Muka Ai Kong menjadi merah padam, tetapi Nyo
Jiok buru-buru menariknya untuk mengajak
pergi sambil berkata Sekte Teratai Putih 22 35 nya berurusan dengan orang gila, Saudara Ai.
Biarkan saja dia kena kutuk para dewa."
Lalu Nyo Jiok bertiga pun melangkah pergi.
Namun sebelum jauh benar, Nyo Jiok menoleh
kepada Mo Hwe sambil tertawa dingin dan
berkata, "Kau sudah bersekutu dengan
penghujat para Panglima Langit, Mo Hwe. Mulai
malam ini, jangan harap kau tidur nyenyak."
Saat itu keyakinan Mo Hwe terhadap ajaran
Pek-lian-kau sudah goyah, namun belum lenyap
sama sekali dari jiwanya. Mendengar ancaman
Nyo Jiok itu dia memucat. Ia sadar artinya
ancaman itu. Artinya, mulai saat itu akan ada
"perang teluh" antara dirinya dengan Nyo Jiok
dan komplotannya, siapa yang lengah akan
tertimpa bencana-bencana yang mengerikan.
Ketidakseimbangannya, Mo Hwe hanya sendirian sedangkan Nyo Jiok tentu akan
mengerahkan dukun-dukun ulung Pek-lian-kau
dengan jenis-jenis ilmu gaib mereka yang seribu
satu macam. Wajah Mo Hwe memucat sekejap, tergetar
jiwanya oleh rasa gentar. Namun apa boleh
Sekte Teratai Putih 22 36 buat. Ia sudah disudutkan ke posisi itu tanpa
ada pilihan lain. Toh malam itu sebenarnya ia
sudah harus mati, kalau umurnya masih
bertambah beberapa hari lagi, anggap saja
semacam "bonus".
Ia menarik napas. Ketika Nyo Jiok bertiga sudah pergi jauh, Mo
Hwe pun berkata, "Tuan Sebun, aku berterima
kasih bahwa Tuan menilai sangat tinggi
nyawaku yang sebenarnya sudah tidak ada
harganya lagi ini. Padahal Nona Sun mestinya
lebih berharga. Tetapi tetapi..."
Suara Mo Hwe menjadi serak. Ia paling benci
mempertontonkan perasaan-perasaan takut,
terharu, kasihan dan sebagainya, sebab itu
Max Havelar 5 X-files The Host Karya Chris Carter Pedang Berkarat Pena Beraksara 7

Cari Blog Ini