Ceritasilat Novel Online

Max Havelar 5

Max Havelar Karya Multatuli Bagian 5


Aku bisa mengutip banyak contoh laporan yang menilai sangat tinggi kondisi sejahtera sebuah keresidenan, tetapi pada saat yang sama juga memaparkan kebohongan, terutama jika dilengkapi dengan angka-angka. Contohcontoh ini seandainya masalahnya tidak begitu serius mengingat
~364~ konsekuensi-konsekuensi akhirnya bisa menimbulkan tawa dan ejekan. Lagi pula, kenaifan dalam mempertahankan kebohongan yang paling menjijikkan itu benar-benar menakjubkan; walaupun si penulis, setelah beberapa kalimat selanjutnya, memaparkan sendiri senjata yang digunakannya untuk menyangkal kebohongan-kebohongan ini.
Kukutip sebuah contoh, yang bisa kutambahkan banyak lagi. Di antara dokumen-dokumen yang ada di hadapanku, aku menemukan laporan tahunan sebuah keresidenan. Residennya memuji perdagangan yang berkembang di sana, dan menyatakan bahwa kesejahteraan dan kegiatan tertinggi bisa dilihat di mana-mana. Sedikit lebih jauh lagi, dia membahas kurangnya sarana yang dimilikinya untuk mencegah penyelundupan. Namun, untuk mengenyahkan kesan tidak menyenangkan yang mungkin timbul ketika pemerintah membayangkan banyaknya pengelakan bea masuk, dia langsung mengimbuhkan, Tidak, tidak ada kekhawatiran soal itu. Hanya ada sedikit, atau sama sekali tidak ada barang yang diselundupkan ke dalam keresidenan saya, karena & hanya ada sedikit sekali bisnis yang dilakukan di sini, sehingga tak seorang pun berani memasukkan modalnya ke dalam perdagangan.
~365~ Aku pernah membaca sebuah laporan yang dimulai dengan kata-kata, Sepanjang tahun lalu, di Keresidenan ini, kedamaian tetap damai 97 & . Frasa-frasa semacam itu jelas membuktikan kedamaian yang sangat damai berdasarkan kelunakan pemerintah terhadap siapa pun yang tidak menyampaikan berita tidak menyenangkan atau, seperti yang dikatakan, jangan mengganggu mereka dengan laporan-laporan menyedihkan!
Di tempat yang penduduknya tidak bertambah, dikatakan sensus tahun-tahun sebelumnya tidak akurat. Di tempat yang pajaknya tidak meningkat, dikatakan keadaan ini pasti disebabkan oleh perlunya merendahkan pajak untuk mendorong pertanian, yang pada akhirnya dengan kata lain, jika penulis laporan itu sudah pensiun dari tugasnya pasti akan menghasilkan harta karun tak ternilai. Di tempat berlangsungnya kerusuhan yang tidak bisa ditutuptutupi, dikatakan bahwa itu dilakukan oleh beberapa penjahat, dan tidak perlu dikhawatirkan lagi pada masa mendatang karena pada umumnya orang merasa puas. Di tempat kemiskinan atau bencana kelaparan menciutkan jumlah penduduk, ini dikatakan sebagai akibat paceklik, kekeringan, hujan, atau sesuatu yang lain, dan TIDAK PERNAH KARENA SALAH
~366~ PEMERINTAHAN. 97 Kedamaian tetap damai ini kutipan harfiah dari frasa yang digunakan oleh banyak residen.
Catatan dari pendahulu Havelaar, yang menjelaskan perpindahan penduduk dari Distrik Parang Kujang karena kesewenangwenangan yang keterlaluan, tergeletak di hadapanku. Catatan ini tidak resmi, berisikan masalah-masalah yang harus dibicarakan oleh pejabat ini kepada Residen Banten. Namun, dengan sia-sia Havelaar mencari bukti dalam arsip bahwa pendahulunya ini telah menjelaskan dengan gamblang apa yang sesungguhnya yang dimaksudkan dalam surat dinas resmi.
Singkatnya, laporan resmi para pejabat kepada pemerintah dan juga laporan yang dibuat berdasarkan laporan resmi itu untuk dikirim ke pemerintah Belanda, sebagian besar dan pada bagian terpentingnya TIDAK BENAR. Aku tahu ini tuduhan serius, tetapi aku mempertahankannya dan merasa mampu membuktikannya. Siapa pun yang merasa marah dengan pengungkapan pendapat yang terangterangan ini, biarlah mengingat seberapa juta uang dan seberapa banyak jiwa manusia yang bisa diselamatkan
~367~ oleh Inggris, seandainya mata mereka terbuka tepat pada waktunya untuk melihat keadaan yang sebenarnya di India. Biarlah mereka mengingat betapa besar rasa terima kasih mereka kepada orang yang punya keberanian untuk menjadi penghibur Ayub 98 , sebelum terlambat untuk memperbaiki kekeliruan itu tanpa disertai pertumpahan darah.
Kukatakan bahwa aku bisa membuktikan tuduhan itu. Akan kutunjukkan, jika perlu bahwa bencana kelaparan sering terjadi di daerah-daerah yang dijadikan contoh kesejahteraan. Lagi pula, di tempat yang penduduknya dikatakan tenang dan puas, kunyatakan bahwa kemarahan mereka sering kali nyaris meledak. Aku tidak bermaksud memberikan bukti-buktinya dalam buku ini; tapi aku ya-kin, buku ini tidak akan disingkirkan sebelum pembaca memercayai keberadaan bukti-bukti itu.
Sekarang, aku akan membatasi diri pada satu contoh unik lain dari keoptimisan konyol yang sudah kusebutkan tadi, contoh yang akan dipahami oleh semua orang, tak peduli mereka mengenal atau tidak mengenal masalah Hindia.
Setiap residen mengirim laporan bulanan mengenai beras yang dimasukkan ke wilayahnya atau yang dikirim dari wilayahnya ke tempat lain. Laporan~368~ laporan ini menunjukkan seberapa banyak beras yang masuk atau keluar. Ketika membandingkan jumlah beras yang, menurut laporan-laporan itu, diangkut dari Keresidenan di Jawa ke Keresidenan lain di Jawa, akan kita lihat bahwa jumlah ini lebih banyak beberapa ribu pikul daripada jumlah beras yang, menurut laporan-laporan yang sama itu, dimasukkan ke Keresidenan di Jawa dari Keresidenan lain di Jawa 99 .
98 Pembaca harus mengingat bahwa ini ditulis setelah pemberontakan besar India pada 1857.
Sekarang, aku tidak akan membahas apa yang bisa dibayangkan mengenai kecerdasan pemerintah, yang menerima dan menerbitkan laporan-laporan semacam itu, dan hanya akan menunjukkan kecenderungan penipuan ini kepada pembaca.
Persentase upah 100 bagi orang Eropa dan para pejabat pribumi untuk produk-produk yang harus dijual di Eropa telah mengakibatkan terbengkalainya penanaman padi, sehingga di beberapa tempat terjadi bencana kelaparan yang tidak bisa dilenyapkan dari pandangan Belanda.
Sudah kukatakan bahwa perintah-perintah
~369~ kemudian diberikan untuk tidak membiarkan lagi segala sesuatunya sampai sejauh itu. Bagi banyak orang, hasil dari semua perintah ini adalah laporanlaporan yang mengacu pada jumlah beras yang keluar dan masuk, sehingga pemerintah bisa mengawasi pasang surutnya hasil bumi itu. Pengeluaran produk dari suatu keresidenan merepresentasikan kesejahteraan, pemasukan produk merepresentasikan kemiskinan.
99 A mengirim lebih banyak ke B daripada yang diterima B dari A; B mengirim lebih banyak ke C daripada yang diterima C dari B, dan seterusnya.
100 Orang Eropa dan para pejabat pribumi menerima persentase tertentu dari produk-produk yang ditanam oleh pemerintah Belanda untuk pasar Eropa. Pemerintah Belanda punya perkebunan kopi, perkebunan tebu, dan seterusnya. Orang Eropa dan para pejabat pribumi memaksa rakyat menggarap perkebunan-perkebunan itu agar persentase komisi mereka terus naik.
Ketika membandingkan dan meneliti laporanlaporan ini, tampaknya beras begitu berlimpah di mana-mana sehingga LEBIH BANYAK BERAS YANG DIKELUARKAN OLEH SEMUA KERESIDENAN DARIPADA YANG DIMASUKKAN KE SEMUA KERESIDENAN ITU.
~370~ Kuulangi bahwa tabel-tabel yang diberikan hanya mengacu pada padi yang ditanam di Pulau Jawa. Jadi, kesimpulan masalahnya adalah dalil absurd bahwa beras di Jawa lebih banyak daripada yang ada .& Inilah yang kusebut kesejahteraan!!
Sudah kukatakan bahwa keinginan untuk menyampaikan berita baik kepada pemerintah sangatlah menggelikan, seandainya konsekuensi dari semuanya ini tidak begitu menyedihkan. Perbaikan apakah yang bisa diharapkan untuk kekeliruan yang begitu besarnya, jika sebelumnya sudah ada kehendak tertentu untuk membengkokkan dan mengubah semuanya dalam laporan-laporan kepada pemerintah" Apa misalnya, yang bisa diharapkan dari penduduk yang karena memang berpembawaan lembut dan penurut belum mengajukan keluhan setelah bertahuntahun ditindas ketika mereka melihat kepergian residen satu demi satu karena cuti atau pensiun atau ditugaskan ke lain tempat tanpa pernah melakukan sesuatu pun untuk memperbaiki penderitaan yang membebani mereka" Bukankah mereka yang merunduk akan kembali melenting" Bukankah ketidakpuasan yang sudah lama ditekan itu ditekan agar bisa disangkal akhirnya akan berubah menjadi kemarahan, keputusasaan, dan kegilaan" Tidak
~371~ bisakah kau melihat jacquerie 101 di ujung semuanya ini"
Lagi pula, akan berada di manakah para pejabat itu, yang silih berganti selama bertahun-tahun tanpa pernah menyadari adanya sesuatu yang lebih tinggi daripada persetujuan pemerintah , sesuatu yang lebih tinggi daripada kepuasan gubernur jenderal " Lalu, di manakah mereka akan berada, para penulis laporan-laporan menjemukan itu, yang menutup mata pemerintah dengan kebohongan-kebohongan mereka" Akankah mereka, yang sebelumnya tidak memiliki keberanian untuk menulis secara jantan di atas kertas, memanggul senjata dan mempertahankan jajahanjajahan itu untuk Belanda" Akankah mereka mengembalikan kepada Belanda harta karun yang diperlukan untuk memadamkan revolusi, untuk mencegah revolusi" Akhirnya, akankah mereka mengembalikan nyawa ribuan orang yang gugur karena kesalahan mereka"
Lagi pula, para pejabat itu para pengawas dan residen itu bukanlah pihak yang paling bersalah. Pemerintah sendirilah yang seakan diserang oleh kebutaan yang tidak bisa dipahami mengundang, mendorong, dan menghargai pengiriman laporanlaporan yang menyenangkan, dan inilah terutama
~372~ jawaban dari pertanyaan menyangkut penindasan penduduk oleh para pejabat pribumi.
101 Pemberontakan petani penerj.
Banyak orang menganggap perlindungan terhadap para pejabat ini didasari oleh perhitungan hina, karena mereka harus memperlihatkan kemewahan dan kemegahan untuk mempertahankan pengaruh mereka terhadap penduduk, yaitu pengaruh yang diperlukan oleh pemerintah, maka mereka harus menikmati gaji yang jauh lebih tinggi daripada apa yang mereka peroleh seandainya tidak diizinkan untuk melengkapi apa yang masih mereka inginkan dengan memanfaatkan harta milik dan tenaga penduduk secara tidak sah. Bagaimanapun, pemerintah menyetujui walaupun dengan sangat enggan, penerapan peraturanperaturan yang seakan melindungi orang Jawa terhadap pemerasan dan perampasan.
Sangatlah mudah untuk menemukan alasan politik yang tidak perlu dipertanyakan, walaupun sering kali mengada-ada, mengapa bupati ini atau pejabat itu harus dipertahankan. Oleh karena itu, tersebar gagasan di seluruh Hindia bahwa pemerintah lebih suka memecat sepuluh residen daripada seorang bupati.
~373~ Alasan politik yang mengada-ada ini seandainya pun ada dasarnya pada umumnya didukung oleh laporanlaporan palsu, karena semua residen ingin membanggakan pengaruh bupati ma-sing-masing terhadap penduduk sehingga, seandainya setelah itu muncul pertanyaan mengenai kemewahan berlebihan yang diberikan kepada pejabat itu, dia bisa berlindung di balik alasan tadi.
Sekarang, aku tidak akan membicarakan kemunafikan menjijikkan dari peraturan-peraturan yang kedengaran manusiawi itu dan sumpah-sumpah yang melindungi orang Jawa terhadap tirani. Kumohon pembaca mengingat betapa Havelaar ketika mengulangi sumpah-sumpah ini, menunjukkan ekspresi yang agak menghina. Lagi pula, kini aku hanya akan menunjukkan situasi sulit dari lelaki yang menganggap dirinya terikat oleh kewajiban tanpa bergantung pada sumpah-sumpah yang diulanginya itu.
Lagi pula, kesulitan itu lebih besar lagi bagi Havelaar jika dibandingkan dengan banyak orang lainnya karena hatinya lembut dan berlawanan dengan pikirannya yang mungkin kini sudah dipahami oleh pembaca sangat tajam. Jadi, dia bukan hanya harus mengatasi ketakutannya terhadap manusia, menangani urusan kantor, atau kenaikan jabatan, melainkan juga
~374~ harus memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai suami dan ayah: dia harus menaklukkan musuh di dalam hatinya sendiri. Dia tidak bisa melihat penderitaan tanpa mengalami penderitaan itu sendiri, dan aku akan menyimpang terlalu jauh jika mengutip contoh-contoh betapa Havelaar selalu menyalahkan diri sendiri, bahkan ketika dia terluka atau terhina.
Dia sudah menceritakan kepada Duclari dan Verbrugge betapa pada masa mudanya dia suka sekali berduel dengan pedang. Ini benar, walaupun dia tidak mengimbuhkan betapa, setelah melukai musuhnya, pada umumnya dia akan menangis dan menganggap mantan musuhnya itu sebagai saudara yang dikasihinya hingga lelaki itu benar-benar pulih. Aku bisa mengatakan betapa Havelaar, di Natal, bicara ramah dengan lelaki yang dihukum kerja paksa karena telah menembaknya. Dia menyuruh lelaki itu diberi makan, dan memberinya lebih banyak kebebasan daripada orang lain. Karena menurut Havelaar, kegusaran tahanan ini diakibatkan oleh hukuman terlalu keras yang dijatuhkan kepadanya di tempat lain.
Pada umumnya kelembutan perangai Havelaar disangkal atau dianggap konyol; disangkal oleh mereka yang tidak bisa memahami mengapa seorang lelaki pintar mau repot-repot menyelamatkan lalat
~375~ yang sudah melekat erat di jaring laba-laba, disangkal oleh semua orang, kecuali Tine, yang belakangan mendengar Havelaar mencemooh hewan tolol itu dan alam tolol yang telah menciptakan hewan semacam itu.
Namun, masih ada sarana untuk menjatuhkan Havelaar dari tempat tinggi yang terpaksa diberikan kepadanya oleh kenalan-kenalannya nolens volens 102 . Ya, dia cerdik & , tapi ada kecerobohan dalam kecerdikannya. Dia pintar & , tapi tidak memanfaatkan kepintarannya dengan baik. Ya, dia baik hati, tapi & dia memamerkannya!
Aku tidak akan membela kecerdikan dan kepintaran Havelaar & , tapi bagaimana dengan hatinya" Wahai, serangga-serangga malang yang diselamatkan oleh Havelaar ketika dia sedang sendirian, akankah kalian membela hatinya dari tuduhan memamerkan diri"
102 Suka ataupun tidak penerj.
Namun, kalian terbang pergi, dan tidak memedulikan Havelaar. Mustahil kalian tidak tahu bahwa sekali waktu, dia akan memerlukan kesaksian kalian.
~376~ Apakah Havelaar memamerkan diri ketika, di Natal, dia melompat ke muara sungai menyusul seekor anjing (namanya Sappho), karena khawatir makhluk muda itu belum cukup pandai berenang untuk meloloskan diri dari ikan hiu yang begitu banyak jumlahnya di sana" Aku menganggap pameran kebaikan hati itu lebih sulit untuk dipercayai daripada kebaikan hati itu sendiri.
Aku memanggil kalian semua yang mengenal Havelaar seandainya kalian tidak membeku oleh dinginnya musim dingin, dan mati atau mengering dan layu oleh panas di sana, di bawah khatulistiwa! Aku memanggil kalian untuk bersaksi mengenai hati Havelaar, wahai kalian semua yang telah mengenalnya! Nah, yang terutama aku memanggil kalian dengan penuh keyakinan, karena kalian tidak perlu lagi mencari tempat untuk mengikatkan tali, untuk sedikit menarik Havelaar ke bawah dari tempat tingginya.
Akan tetapi, betapapun tidak tepat kelihatannya, di sini aku akan menyisipkan beberapa baris tulisan Havelaar, yang mungkin akan membuat kesaksian semacam itu berlebihan. Max pernah berada jauh dari anak dan istrinya. Dia harus meninggalkan istrinya di Hindia, dan berada di Jerman. Dengan kecepatan yang
~377~ harus kuakui, tapi tidak akan kubela seandainya dia diserang, dia menguasai bahasa negeri yang ditinggalinya selama beberapa bulan itu. Inilah barisbaris yang menggambarkan rasa cinta Havelaar terhadap keluarganya 103 :
Mein Kind, da schl"gt die neunte Stunde, h"r! Der nachtwind s"uselt, und die Luft wird k"hl, Zu k"hl f"r dich vielleicht, dein Stirnchen gl"ht: Du hast den ganzen Tag so wild gespielt Du bist wohl m"de, komm, dein Tikar harret.
Ach Mutter, lasz mich noch ein Augenblick; Es ist so sanft zu ruhen hier & und dort, Da drin auf meiner Matte schlaf ich gleich, Und weisz nicht einmal was ich tr"ume, & hier Kann ich doch gleich dir sagen was ich tr"ume, Und fragen was mein Traum bedeutet & h"r, Was war das"
s War ein Klapper der da fiel. Thut das dem Klapper weh" Ich glaube nicht, Man sagt die Frucht, der Stein hat kein Gef"hl. Doch eine Blume, f"hlt, die auch nicht" Nein Man sagt sie f"hle nicht.
Warum denn Mutter, Als gestern ich die Pukul ampat brach Hast du gesagt: es thut der Blume
~378~ weh" Mein Kind, die Pukul ampat war so sch"n,
103 Terjemahannya lihat Lampiran I.
Du zogst die zarten Bl"ttchen roh entzwei, Das that mir f"r die arme Blume leid, Wenn gleich die Blume selbst es nicht gef"hlt Ich f"hlt es f"r die Blume, weil sie sch"n war.
Doch Mutter, bist du auch sch"n" Nein mein Kind, Ich glaube nicht.
Allein du hast Gef"hl" Ja, Menschen haben s, & doch nicht alle gleich. Und kann dir etwas weh thun" Thut dir s weh, Wenn dir im Schoos so schwer mein K"pfchen ruht"
Nein, das thut mir nicht weh! Und, Mutter ich, Hab ich Gef"hl"
Gewisz, erinn re dich Wie du gestrauchelt einst, an einem Stein Dein H"ndchen hast verwundet, und geweint.
Auch weintest du als Saoedien dir erz"hlte Dasz auf den H"geln dort ein Sch"flein tief In eine Schlucht hinunter fiel und starb; Da hast du lang geweint, das war Gef"hl.
~379~ Doch Mutter, ist Gef"hl denn Schmerz" Ja oft, Doch immer nicht, & bisweilen nicht! Du weisst Wenn s Schwesterlein dir in die Haare greift, Und kr"hend dir s Gesichtchen nahe dr"ckt, Dann lachst du freudig, das ist auch Gef"hl.
Und dann mein Schwesterlein & es weint so oft, Ist das vor Schmerz & hat sie denn auch Gef"hl"
Vielleicht, mein Kind, wir wissen s aber nicht, Weil sie so klein es noch nicht sagen kann. Doch Mutter & h"re, was war das"
Ein Hirsch Der sich versp"tet im Geb"sch, und jetzt Mit Eile heimw"rts kehrt und Ruhe sucht Bei andren Hirachen die ihm lieb sind Mutter, Hat solch ein Hirach ein Schwesterlein wie ich, Und eine Mutter auch"
Ich weiss nicht, Kind. Das w"rde traurig sein wenn s nicht so w"re! Doch, Mutter sieh & was schimmert dort im Strauch, Sieh wie es h"pft und tanzt & ist das ein Funk"
s Ist eine Feuerfliege. Darf ich s fangen" Du darfst es, doch das Flieglein ist so zart, Du wirst gewisz es weh thun und sobald Du s mit den Fingern all zu roh ber"hrst,
~380~ Ist s Thierchen krank, und stirbt und gl"nzt nicht mehr.
Das w"rde Schade sein & ich fang es nicht, & Sieh da verschwand es, & nein, es kommt hierher, & Ich fang es doch nicht & wieder fliegt es fort,
Und freut sich dasz ich s nicht gefangen habe, & Da fliegt es & hoch & da oben & was ist das, Sind das auch Feuerflieglein dort"
Das sind Die Sterne. Ein , und zwei und zehn und tausend! Wieviel sind denn wohl da" Ich weiss es nicht; Der Sterne Zahl hat Niemand noch gez"hlt! Sag Mutter, z"hlt auch Er die Sterne nicht"
Nein liebes Kind, auch Er nicht. Ist das weit Dort oben wo die Sterne sind" Sehr weit. Doch haben diese Sterne auch Gef"hl" Und w"rden sie, wenn ich sie mit der Hand Ber"hrte, gleich erkranken, und den Glanz Verlieren wie das Flieglein" & Sieh noch schwebt es & Sag, w"rd es auch den Sternen weh thun"
Nein Weh thut s den Sternen nicht, & doch s ist zu weit F"r deine kleine Hand, du reichst so
~381~ hoch nicht. Kann Er die Sterne fangen mit der Hand"
Auch Er nicht, das kann Niemand. Das ist Schade, Ich g"b so gern dir einen & wenn ich grosz bin, Dann will ich so dich lieben dasz ich s kann.
Das Kind schlief ein und tr"umte von Gef"hl, Von Sternen die es faszte mit der Hand & Die Mutter schlief noch lange nicht!
Doch tr"umte Auch sie, und dacht an den der
fern war & CASSEL, Januar 1859.
Ya, dengan risiko menjemukan, aku telah menyisipkan baris-baris di atas. Aku berharap tidak kehilangan kesempatan untuk memperkenalkan lelaki yang memegang peran utama dalam ceritaku ini agar menarik perhatian pembaca. Karena setelah itu, awan hitam berkumpul di atas kepala pahlawan kita tersebut.[]
~382~ Bab 15 [DISUSUN OLEH STERN] ENDAHULU Havelaar berniat baik, tapi tampaknya agak mengkhawatirkan ketidaksukaan atasan-atasannya dia punya banyak anak dan tidak punya kekayaan sehingga lebih memilih bicara dengan Residen mengenai apa yang disebutnya sebagai kesewenangwenangan yang keterlaluan daripada menjelaskannya dengan gamblang dalam laporan resmi. Dia tahu, Residen tidak suka menerima laporan tertulis yang akan tetap berada dalam arsip, dan bisa menjadi bukti bahwa dia mengetahui kekeliruan ini atau itu tepat pada waktunya, sementara komunikasi lisan memberinya pilihan, tanpa risiko, untuk memperhatikan suatu keluhan atau tidak.
~383~ Komunikasi lisan semacam itu pada umumnya mengakibatkan percakapan dengan Bupati, yang tentu saja menyangkal semua tuduhan dan meminta bukti. Lalu, orang-orang yang berani mengajukan keluhan itu dipanggil, dan mereka bersimpuh di kaki Bupati, memohon ampun.
Tidak, kerbau itu tidak dirampas dari mereka tanpa pembayaran; mereka jelas percaya akan menerima bayaran dua kali lipat. Tidak, mereka tidak dipanggil dari ladang mereka untuk bekerja tanpa bayaran di sawah-sawah Bupati; mereka tahu sekali kalau nantinya Bupati akan membayar mahal untuk tenaga mereka. Mereka mengajukan keluhan saat dilanda kedengkian tanpa dasar mereka gila, dan memohon agar dihukum karena kekurangajaran yang keterlaluan itu & .
Lalu, Residen tahu sekali kalau dia harus memikirkan alasan pencabutan keluhan ini, tapi itu juga memberinya kesempatan yang baik untuk mempertahankan jabatan dan kehormatan Bupati, serta menghindarkannya dari tugas tidak menyenangkan, yaitu mengganggu pemerintah dengan laporan yang tidak menyenangkan. Para penuduh lancang itu dihukum cambuk, Bupati menang, dan Residen kembali ke ibu kota dengan perasaan senang karena
~384~ sekali lagi, dia telah menyelesaikan masalah dengan baik.
Namun, kini apa yang harus dilakukan oleh Asisten Residen ketika keesokan harinya datang orang-orang yang mengajukan keluhan" Atau dan ini sering terjadi ketika penuduh yang sama datang kembali dan mencabut keluhannya" Haruskah dia menyisipkan masalah ini sekali lagi dalam laporannya, membicarakannya dengan Residen untuk kedua kalinya, melihat komedi yang sama dimainkan kembali, menempuh risiko yang sama seperti sebelumnya, dan akhirnya dianggap sebagai orang yang karena tolol dan pendengki terus mengajukan keluhan, yang selalu ditolak karena tidak beralasan. Lagi pula, apa yang akan terjadi dengan hubungan yang sangat diperlukan antara pejabat Pribumi pertama dan pejabat Eropa pertama, seandainya orang yang disebut terakhir itu tampaknya terus mendengarkan keluhan palsu mengenai adiknya" Dan, yang terutama, apa yang akan terjadi dengan para penuduh malang itu, setelah mereka kembali ke desa mereka, di bawah kekuasaan kepala distrik atau kepala desa yang telah mereka tuduh sebagai alat kesewenangwenangan Bupati. Apa yang akan terjadi dengan orang-orang malang ini" Siapa pun yang bisa
~385~ lari, cepatlah kabur. Oleh karena itu, ada banyak orang Banten di wilayah-wilayah tetangga, ada begitu banyak penduduk Lebak di antara para pemberontak di Distrik Lampung. Sehingga, Havelaar bertanya kepada para pejabat dalam pidatonya: Mengapa ada begitu banyak rumah kosong di desadesa; dan mengapa banyak orang lebih menyukai keteduhan pohon di tempat lain daripada kesejukan hutanhutan Lebak"
Namun, tidak semua orang bisa lari. Orang yang mayatnya mengapung di sungai di pagi hari, setelah ma-lam sebelumnya meminta dengan diam-diam, bimbang, dan khawatir agar dipertemukan dengan Asisten Residen & dia tidak perlu kabur lagi. Mungkin tindakan mengakhiri hidup orang itu dengan langsung membunuhnya bisa dianggap sebagai kemurahan hati. Dia terhindar dari siksaan yang menunggunya sekembalinya dari desa, juga cambukan yang menjadi hukuman bagi semua orang yang sejenak mengira dirinya bukan hewan liar, juga bukan sepotong kayu atau batu yang tidak bernyawa; hukuman bagi mereka yang sejenak mengira ada keadilan di negeri mereka, dan mengira Asisten Residen punya kemauan dan kekuasaan untuk menegakkan keadilan.
~386~ Bukankah memang lebih baik mencegah orang itu untuk tidak kembali menemui Asisten Residen keesokan harinya, seperti yang telah diperingatkan kepadanya ma-lam itu, dan membenamkan keluhannya ke dalam air kuning Sungai Ciberang yang akan menghanyutkannya dengan lembut ke muara" Sungai itu sudah terbiasa menjadi pengantar hadiah persaudaraan dari hiu-hiu di pedalaman untuk hiu-hiu di lautan.
Havelaar mengetahui semua ini! Apakah pembaca memahami apa yang berkecamuk dalam pikirannya" Apalagi, mengingat bahwa tugas Havelaar adalah menegakkan keadilan, dan untuk itu dia bertanggung jawab pada KEKUASAN YANG LEBIH TINGGI daripada kekuasaan pemerintah yang jelas menetapkan keadilan ini dalam undang-undangnya, tapi tidak selalu suka melihat penerapannya. Apakah kau memahami betapa Havelaar dilanda kebimbangan, bukan mengenai apa yang harus dilakukannya, tapi mengenai cara melakukannya"
Dia telah memulai dengan lembut, dia telah bicara kepada Bupati sebagai kakak. Lagi pula, pembaca yang mengira bahwa aku, karena terpesona dengan pahlawan dalam ceritaku, berupaya menyanjung gaya berbicara Havelaar secara berlebihan bisa
~387~ mendengar betapa, setelah percakapan semacam itu, Bupati mengutus patihnya untuk menemui Havelaar, untuk berterima kasih kepadanya atas kebajikan katakatanya. Dan betapa, lama setelah itu, Patih ini, yang bicara dengan Pengawas Verbrugge setelah Havelaar tidak lagi menjadi Asisten Residen Lebak sehingga tak ada lagi orang yang menaruh harapan atau merasa ketakutan terhadapnya betapa Patih ini, ketika mengingat kata-kata Havelaar, merasa terharu dan berseru, Tidak pernah ada lelaki yang bicara seperti dia.
Akan tetapi, Havelaar hendak menyelamatkan dan memperbaiki, dan bukan menghancurkan. Dia bersimpati terhadap Bupati. Sebagai orang yang tahu betapa tertekannya tidak punya uang, terutama jika hal itu mengakibatkan penghinaan dan pelecehan, Havelaar mencari-cari alasan untuk menghindari tugas tidak menyenangkan itu. Bupati sudah tua, dan menjadi kepala sebuah keluarga yang hidup mewah di wilayah-wilayah berdekatan. Di sana, kopi banyak dihasilkan 104 dan pendapatan tambahan banyak dinikmati. Bukankah menyedihkan bagi Bupati, seandainya gaya hidupnya tertinggal begitu jauh dari gaya hidup kerabat-kerabatnya yang masih muda" Lagi pula, Bupati itu fanatik. Dia mengira di usia lanjut, dia
~388~ bisa membeli keselamatan jiwanya dengan membiayai ziarah ke Makkah dan dengan memberi sedekah kepada para penganggur yang melantunkan doa.
Para pejabat sebelum Havelaar di Lebak tidak selalu memperlihatkan contoh yang baik, dan akhirnya, banyaknya jumlah anggota keluarga di Lebak yang menjadi tanggungan Bupati telah menyulitkan Bupati untuk kembali ke jalur yang benar. Oleh karena itulah, Havelaar mencari-cari alasan untuk menunda tindakan keras, dan mengupayakan sekali lagi, dan sekali lagi, sesuatu yang bisa dilakukannya dengan lembut. Lagi pula, dia bahkan bertindak lebih jauh daripada baik hati.
104 Pemerintah Belanda punya perkebunan kopi. Jika Bupati mendorong kerja di perkebunan-perkebunan itu atau, lebih baik lagi, memaksa kaum lelaki dan perempuan untuk bekerja tanpa bayaran di perkebunan-perkebunan pemerintah, banyak kopi akan dihasilkan, dan Bupati menerima persentase tertentu untuk setiap pikulnya.
Dengan kemurahan hati yang mengingatkannya pada kesalahan-kesalahan yang membuatnya menjadi begitu miskin, Havelaar terus meminjamkan uang kepada Bupati, dan itu berdasarkan tanggung jawabnya sendiri, agar kebutuhan tidak memaksa Bupati untuk merampok. Dan, seperti yang biasanya
~389~ terjadi, Havelaar begitu lupa diri sampai membatasi keluarganya sendiri pada apa yang benar-benar diperlukan, agar dia bisa membantu Bupati dengan sedikit uang yang masih bisa disisihkan dari pendapatannya.
Seandainya masih perlu lagi membuktikan kelunakan Havelaar dalam melaksanakan tugas sulit itu, buktinya bisa ditemukan dalam pesan lisan yang diberikannya kepada Pengawas ketika Verbrugge hendak pergi beberapa hari ke Serang.
Sampaikan kepada Residen bahwa ketika mendengar kesewenang-wenangan yang berlangsung di sini, dia tidak boleh mengira aku tidak memedulikannya. Aku tidak segera membuat laporan resmi karena ingin menghindarkan Bupati yang kukasihani itu dari tindakan yang terlalu keras. Jadi, aku akan terlebih dahulu berupaya menyadarkan dia tentang tugasnya.
Havelaar sering pergi selama berhari-hari. Ketika berada di rumah, kebanyakan dia bisa ditemukan di ruangan yang disebut No. 7 di peta. Di sana, dia sibuk menulis dan menerima orang-orang yang ingin bicara dengannya. Dia memilih ruangan itu karena di sana, dia berada di dekat Tine, yang biasanya berada di ruang sebelah. Begitu mesranya hubungan mereka
~390~ sehingga Max, walaupun sedang sibuk dengan pekerjaan yang memerlukan perhatian dan tenaga, tetap ingin melihat dan mendengar Tine.
Sering kali menggelikan betapa Havelaar mengajak bicara istrinya secara mendadak mengenai apa yang muncul dalam pikirannya sehubungan dengan hal-hal yang sedang dikerjakannya, dan betapa cepat Tine, tanpa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya, menangkap apa yang dimaksud oleh Havelaar. Sering kali ketika sedang merasa tidak puas dengan pekerjaannya sendiri atau baru saja menerima berita buruk, Havelaar akan melompat dan mengatakan sesuatu yang tidak enak kepada Tine yang seharusnya tidak boleh disalahkan atas ketidakpuasannya itu. Namun, Tine suka mendengarnya karena ini bukti lain betapa Max menyamakan istrinya dengan dirinya sendiri. Lagi pula, karenanya, tidak pernah ada pertanyaan mengenai penyesalan atas perkataan yang jelas tidak enak semacam itu atau permintaan maaf dari pihak yang satunya. Bagi mereka, perbuatan ini akan tampak seperti meminta maaf kepada diri sendiri karena dengan kesalnya Havelaar telah memukul keningnya sendiri.
Tine sangat mengenal Havelaar sehingga tahu
~391~ persis kapan dia harus berada di sana untuk memberinya sedikit kelegaan, yaitu persis ketika Havelaar memerlukan nasihat darinya, walaupun dia tidak tahu persis kapan harus meninggalkan Havelaar sendirian.
Di ruangan ini, Havelaar duduk pada suatu pagi ketika Pengawas masuk dengan membawa sepucuk surat yang baru saja diterimanya.
Ini masalah yang sulit, kata Pengawas seraya berjalan masuk, sangat sulit.
Ketika kunyatakan bahwa surat ini menugaskannya untuk menjelaskan kepada Havelaar mengapa ada perubahan dalam harga kayu dan upah pekerja, pembaca akan mengira Pengawas Verbrugge cepat sekali merasa kesulitan. Oleh karena itu, cepat-cepat kuimbuhkan bahwa banyak orang akan menganggap jawaban atas pertanyaan sederhana ini sangat sulit.
Beberapa tahun yang lalu didirikan sebuah penjara di Rangkas Bitung. Kini sudah umum diketahui bahwa para pejabat di pedalaman Jawa memahami seni mendirikan bangunan yang harganya beribu-ribu dengan hanya mengeluarkan beberapa ratus. Ini membuat kemampuan dan semangat mereka untuk melayani negara terkenal. Selisih antara uang yang dikeluarkan dan nilai yang mereka peroleh dengan
~392~ uang itu DIPENUHI DENGAN KERJA PAKSA. Selama beberapa tahun ada peraturan yang melarang hal ini. Di sini, pertanyaannya bukanlah apakah peraturan ini dipatuhi atau apakah pemerintah sendiri menginginkan dipatuhinya peraturan ini dengan kecermatan yang akan memberatkan anggaran departemen pembangunan. Ini sama seperti peraturanperaturan lainnya yang kelihatan sangat berperikemanusiaan di atas kertas.
Nah, banyak bangunan harus didirikan di Rangkas Bitung, dan tentu saja, para insinyur yang diperintahkan untuk menyiapkan rencana bagi bangunan-bangunan ini harus meminta informasi mengenai tarif upah lokal dan harga bahan-bahan. Havelaar telah menugaskan Pengawas untuk menyiapkan perkiraan tepatnya, dan menyarankannya untuk memberikan harga yang sebenarnya tanpa melihat kembali apa yang terjadi sebelumnya. Verbrugge pun telah melaksanakan tugas ini. Namun, hargaharga ini tidak sama dengan semua laporan yang dibuat beberapa tahun sebelumnya. Alasan perbedaan ini ditanyakan, dan itulah yang dianggap Verbrugge sangat sulit. Havelaar yang tahu sekali apa yang tersembunyi di balik urusan yang tampak sederhana ini, menjawab bahwa dia akan menyampaikan
~393~ gagasan-gagasannya mengenai kesulitan itu secara tertulis. Dan, di antara dokumen-dokumen di hadapanku, aku menemukan salinan surat itu, yang tampaknya menjadi jawaban dari janji itu.
Seandainya pembaca mengeluhkan penundaan cerita dengan adanya surat-menyurat mengenai harga kayu yang tampaknya sama sekali bukan urusannya, aku harus meminta pembaca untuk mengamati bahwa pertanyaannya di sini adalah mengenai masalah yang benar-benar berbeda, yaitu kondisi perekonomian pemerintah Hindia. Dan surat yang kusampaikan bukan hanya kembali menjelaskan keoptimisan palsu yang sudah kubicarakan itu, melainkan juga menggambarkan kesulitan yang harus dihadapi oleh orang seperti Havelaar, yang ingin menempuh jalan lurus.
~394~ ~395~ ~396~ ~397~ ~398~ Jawaban atas surat ini adalah tuduhan terhadap
~399~ beberapa pendahulu Havelaar, dan membuktikan kebenaran Havelaar ketika mengutip contoh buruk masa lalu sebagai salah satu alasan untuk memaafkan Bupati itu.
Dengan menyampaikan surat ini, aku telah menyimpang dari urutan waktu dan langsung menjelaskan betapa sedikit bantuan yang bisa diharapkan Havelaar dari Pengawas, ketika transaksitransaksi yang jauh berbeda dan lebih penting harus disebut secara terang-terangan. Ketika Pengawas yang jelas orang baik harus mengungkapkan kebenaran dengan cara seperti ini, padahal pertanyaannya hanyalah menyangkut informasi mengenai harga kayu, batu, batu kapur, dan upah. Dan betapa Havelaar bukan hanya harus berjuang melawan kekuasaan mereka yang meraih keuntungan dari kejahatan, melainkan juga harus melawan ketakutan mereka yang tidak berani memerangi kejahatan itu, walaupun sama-sama mengutuknya.
105 Keadaan yang meringankan penerj.
Mungkin pembaca, setelah membaca surat ini, tidak akan lagi menganggap hina kepatuhan orang Jawa yang seperti budak itu, yang mencabut kembali
~400~ tuduhan mereka di hadapan pejabat seperti pengecut, betapapun beralasan tuduhan itu. Karena, jika kau memikirkan banyaknya alasan untuk merasa takut, bahkan di kalangan pejabat Eropa yang jelas bisa dianggap lebih tidak berisiko mengalami pembalasan dendam, bencana apakah yang menanti petani malang yang, di sebuah desa nun jauh dari ibu kota, berada sepenuhnya di bawah kekuasaan para penindas yang telah dituduhnya" Apakah mengejutkan jika orangorang malang ini, yang takut terhadap konsekuensi keberanian mereka, berupaya melarikan diri atau memperlunak konsekuensi itu dengan kepatuhan yang hina"
Dan, bukan hanya Pengawas Verbrugge yang melaksanakan tugasnya dengan gaya malu-malu seseorang yang melalaikan tugas. Jaksa dan pejabat pribumi yang bertugas sebagai penuntut umum di pengadilan negeri juga lebih suka memasuki rumah Havelaar pada malam hari, tanpa terlihat dan tanpa pengiring. Orang yang bertugas mencegah pencurian, yang bertugas menangkap pencuri yang mengendapendap, diam-diam menyelinap lewat pintu belakang seakan dia sendiri adalah seorang pencuri. Takut dipergoki setelah terlebih dahulu meyakinkan diri sendiri bahwa nantinya tidak akan ada orang yang bisa
~401~ mengkhianatinya dengan menyatakannya bersalah dalam melaksanakan tugas.
Apakah mengherankan jika Havelaar merasa sangat sedih, dan Tine harus lebih sering lagi memasuki ruangan untuk menghiburnya ketika melihat Havelaar duduk bertopang dagu di sana"
Akan tetapi, kesulitan terbesar Havelaar bukan hanya mengatasi keengganan mereka yang berada di dekatnya, juga bukan mengatasi kepengecutan mereka yang memerlukan bantuannya. Tidak! Walaupun sendirian, jikalau perlu, dia akan menegakkan keadilan, dengan atau tanpa bantuan orang lain. Ya, melawan semuanya, seandainya pun itu bertentangan dengan kehendak mereka yang memerlukan keadilan tadi. Karena Havelaar tahu, seberapa besar pengaruh dirinya terhadap rakyat dan apa yang akan terjadi jika orang-orang malang yang tertindas itu dipanggil untuk mengulangi keras-keras, di hadapan pengadilan, apa yang mereka bisikkan kepadanya di ma-lam yang sepi. Dia tahu betapa dia punya kekuatan untuk memengaruhi pikiran mereka, dan betapa kekuatan katakatanya akan lebih besar daripada ketakutan terhadap pembalasan dendam dari pejabat distrik atau Bupati. Kekhawatiran bahwa orang-orang yang dilindunginya akan membatalkan perkara mereka
~402~ sendiri tidaklah menghambatnya.
Berat sekali bagi Havelaar untuk menuduh Bupati tua ini, dan itulah alasan pergulatan pribadinya. Namun, di sisi lain, dia tidak boleh menyerah pada keengganan ini, karena seluruh penduduk, selain demi keadilan, juga berhak untuk dikasihani. Ketakutannya sendiri tidak menjadi bagian dari kebimbangannya. Karena, walaupun dia tahu bahwa pemerintah pada umumnya tidak bersedia menanggapi tuduhan seorang bupati, dan betapa jauh lebih mudah untuk memecat pejabat Eropa daripada menghukum seorang pejabat pribumi, Havelaar punya alasan khusus untuk percaya bahwa justru pada saat seperti inilah, prinsip-prinsip yang tidak biasa akan mendominasi dalam memutuskan masalah semacam itu.
Sesungguhnya, Havelaar akan melaksanakan tugas dengan sama gigihnya seandainya pun tidak ada pendapat seperti ini; terlebih jika dia menganggap bahaya yang mengancam dirinya sendiri dan keluarganya lebih besar daripada bahaya yang pernah dialaminya. Sudah kukatakan betapa kesulitan memikat Havelaar, betapa dia merasa haus untuk berkorban, tapi dia menganggap daya tarik pengorbanan diri sendiri itu tidak ada di sini, dan dia khawatir kalau pada akhirnya harus berjuang lebih
~403~ serius untuk melawan ketidakadilan, sehingga akan kehilangan kenikmatan dan kesatriaannya ketika memulai perjuangan ini sebagai pihak terlemah.
Ya, itulah yang dikhawatirkan Havelaar. Dia mengira di atas pemerintah ada gubernur jenderal yang akan menjadi sekutunya, dan anehnya pendapat ini menghalanginya untuk melakukan tindakan keras. Lagi pula, dia akan menghindari tindakan keras selama mungkin karena hal itu akan mencegahnya untuk menyerang ketidakadilan pada saat dia menganggap keadilan itu lebih kuat daripada biasanya.
Sudah kukatakan, dalam upayaku untuk menjelaskan sifat Havelaar bahwa dengan semua ketajaman pikiran itu, dia sangatlah polos (naif).
Aku akan berupaya menjelaskan bagaimana Havelaar memperoleh pendapat ini.
***** Hanya sedikit pembaca Eropa yang bisa membayangkan dengan tepat betapa tinggi seorang gubernur jenderal harus berdiri sebagai seorang individu, agar dia tidak berada di bawah kewibawaan jabatannya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika aku mengatakan bahwa hanya ada sedikit sekali, mungkin bahkan tidak ada, orang yang bisa memenuhi
~404~ tuntutan seberat itu. Terlepas dari kualitas isi kepala dan hati yang diperlukan, lihat sajalah tingginya jabatan tempat orang itu mendadak ditempatkan. Orang yang kemarin hanya warga negara biasa, tapi kini memiliki kekuasaan terhadap lebih dari berjutajuta rakyat; orang yang beberapa saat sebelumnya masih tersembunyi di antara kenalan-kenalannya tanpa memiliki jabatan atau kekuasaan yang lebih tinggi daripada mereka, secara mendadak diangkat ke atas kerumunan orang yang jauh lebih besar jumlahnya daripada lingkungan kecil tempatnya berada tanpa begitu dikenal. Lagi pula, kurasa tidaklah keliru jika aku menyebut ketinggian jabatannya menggentarkan. Sesungguhnya ini mengingatkan kita pada ketakutan seseorang yang mendadak melihat jurang di hadapannya, atau mengingatkan kita pada kebutaan yang menyerang ketika secara mendadak kita keluar dari kegelapan total dan memasuki cahaya terang. Menghadapi transisi semacam itu, saraf penglihatan dan otak tidak akan menang walaupun keduanya memiliki kekuatan yang luar biasa.
Jika pengangkatan sebagai gubernur jenderal saja bisa menyebabkan kerusakan moral, dan akan memengaruhi orang yang kecerdasan dan nuraninya luar biasa mengagumkan, apa yang bisa diharapkan
~405~ dari orang yang sebelum diangkat pun sudah punya banyak kesalahan" Lagi pula, jika kita mengira raja selalu mendapat banyak informasi sebelum menorehkan tanda tangan mulianya di bawah dokumen, yang menyatakan keyakinannya mengenai kesetiaan, semangat, dan kemampuan gubernur yang baru saja dilantik, bahkan kita mengira bahwa wakil raja yang baru itu memang bersemangat, setia, dan mampu, maka masih tersisa pertanyaan apakah semangat dan kemampuan orang yang terpilih sebagai gubernur berada dalam tingkatan yang cukup tinggi sehingga bisa memenuhi tuntutan tugas.
Karena pertanyaannya bukanlah apakah orang itu yang untuk pertama kalinya meninggalkan kabinet raja di Den Haag sebagai gubernur jenderal memiliki kemampuan yang diperlukan untuk kedudukan barunya. Ini mustahil. Pernyataan mengenai keyakinan terhadap kemampuannya hanya bisa diartikan sebagai keyakinan bahwa dia, dalam situasi yang sangat berbeda, pada saat tertentu, akan mengetahui seakan berdasarkan intuisi, apa yang tidak bisa dipelajarinya di Den Haag. Dengan kata lain, dia genius, seorang genius yang mendadak harus tahu dan memahami apa yang sebelumnya tidak diketahui atau dipahaminya. Kegeniusan semacam itu sangatlah
~406~ langka, bahkan di kalangan orang-orang yang dekat dengan raja sekalipun.
Karena aku sedang membahas kegeniusan, pembaca akan memahami bahwa aku ingin menghilangkan apa yang bisa dikatakan mengenai sekian banyak gubernur. Aku juga akan merasa jijik untuk menyisipkan, dalam buku ini, halaman-halaman yang bisa menimbulkan kecurigaan bahwa aku hendak memburu skandal. Oleh karena itu, aku akan menghilangkan keanehan beberapa orang tertentu, tapi kurasa bisa menceritakan secara umum penyakit yang menjangkiti Gubernur Jenderal. Tahap Pertama: PUSING, MABUK-DUPA, CONGKAK, KEPERCAYAAN DIRI BERLEBIHAN, MEREMEHKAN ORANG LAIN, terutama orangorang yang sudah lama berada di Hindia. Tahap Kedua: LELAH, TAKUT, LESU, CENDERUNG TIDUR DAN BERISTIRAHAT, KEPERCAYAAN BERLEBIHAN TERHADAP DEWAN HINDIA, RINDU RUMAH, DAN INGIN TINGGAL DI PEDESAAN BELANDA.
Di antara kedua periode ini, dan sebagai semacam transisi, atau mungkin sebagai penyebab dari transisi ini, ada DISENTRI.
Aku yakin banyak orang di Hindia akan berterima
~407~ kasih kepadaku atas diagnosis ini. Penerapannya sangat berguna karena bisa dipastikan bahwa pasien, yang tersedak serangga gara-gara terlalu berlebihan dalam periode pertama, nantinya setelah menderita disentri akan bisa menelan unta tanpa kesulitan. Atau, lebih jelasnya lagi, seorang pejabat yang menerima hadiah tanpa bermaksud memperkaya diri , misalnya setandan pisang seharga beberapa sen, dalam tahap pertama penyakitnya akan diusir dengan celaan dan hinaan. Namun, jika pejabat itu cukup sabar untuk menunggu tahap kedua, dengan sangat tenang dan tanpa mengkhawatirkan hukuman, dia bisa merampas kebun tempat pisang itu tumbuh, bersama kebun-kebun di sampingnya dan rumah-rumah di sekitarnya, serta apa yang mungkin ada di dalam semua rumah itu dan barang-barang lainnya & ad libitum 106 .
Semua orang bisa memanfaatkan pengamatan filosofis patologis ini dan merahasiakan nasihatku untuk mencegah adanya terlalu banyak persaingan .& 106 Sesukanya penerj.
***** Terkutuklah kemarahan dan kedukaan yang begitu
~408~ sering terselubung dalam compang-camping satire! Terkutuklah air mata yang, untuk dipahami, harus diiringi oleh seringai! Atau, apakah karena aku kurang berpengalaman, sehingga dengan sia-sia aku mencari kata-kata untuk menyebut dalamnya luka yang menggerogoti pemerintah Hindia kita, tanpa meminjam gaya dari Figaro atau Punch 107 "
Gaya & . Ya! Ada dokumen-dokumen di hadapanku yang mengandung gaya; gaya yang menunjukkan adanya seorang lelaki di dekat sini; lelaki yang patut ditolong! Lagi pula, apakah gunanya gaya ini bagi Havelaar yang malang" Dia tidak menerjemahkan air matanya ke dalam seringai, dia tidak mengejek, dia tidak berupaya menyentuh dengan serangkaian warna atau lelucon hambar; & apakah gunanya itu baginya"
Seandainya bisa menulis seperti dia, aku akan menulis dengan gaya yang berbeda darinya.
Gaya" & . Apakah kau mendengar bagaimana dia bicara dengan para pejabat" Apa juga gunanya itu baginya"
Seandainya bisa bicara seperti dia, aku akan bicara dengan gaya yang berbeda darinya.
Persetan dengan bahasa santun, kecermatan, keterusterangan, kejelasan, kesederhanaan, dan
~409~ perasaan; persetan dengan segala yang mengingatkanmu pada justum et tenacem 108 -nya Horace; bunyi terompet di sini dan gemuruh genderang, desing roket, pekikan dawai-dawai sumbang; di sana-sini kebenaran menyelinap seperti barang selundupan, di bawah perlindungan bunyi genderang dan terompet yang gegap gempita!
107 Tokoh-tokoh dalam novel Scaramouche oleh Rafael Sabatini penerj.
108 Adil dan teguh hati penerj.
Gaya" & Havelaar punya gaya! Jiwa-nya terlalu kaya untuk menenggelamkan pikirannya dalam katakata, Saya merasa terhormat , Yang Terhormat , dan Menyerahkan dengan hormat untuk dipertimbangkan , yang merupakan kemewahan dalam dunia kecil tempatnya bergerak. Ketika dia menulis, ada sesuatu yang mengesankanmu ketika membacanya, membuatmu memahami adanya awan yang mengiringi badai petir, dan kau tidak mendengar gemeretak badai petir di dalam kaleng seperti yang terjadi di dalam teater. Ketika dia mencetuskan api gagasannya, panas api itu dirasakan oleh semua orang kecuali pegawai tulen, Gubernur Jenderal, atau penulis laporan yang
~410~ paling menjijikkan mengenai kedamaian yang damai . Lagi pula, apakah gunanya itu bagi Havelaar" & . Jika dia ingin didengar, dan terutama dipahami, haruskah aku menulis dengan gaya yang berbeda darinya" Tapi, bagaimana"
Begitulah, pembaca! Aku mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana , dan karenanya isi bukuku menjadi beraneka ragam, menjadi kartu contoh. Tentukan pilihanmu, maka aku akan memberimu kuning, biru, atau merah sesukamu.
Havelaar sering sekali mengamati penyakit gubernur pada begitu banyak penderita, dan sering kali in anima vili 109 , karena ada penyakit residen, pengawas, dan pegawai yang serupa, yang perbandingannya dengan penyakit pertama adalah seperti campak dan cacar air; dan akhirnya, Havelaar sendiri menderita penyakit ini. Dia sering sekali mengamati penyakit ini, sehingga sangat mengenal gejala-gejalanya. Dia berkomentar bahwa Gubernur Jenderal 110 yang sekarang ini tidak begitu pusing pada saat permulaan penyakitnya jika dibandingkan dengan orang lain, dan dari sini dia menyimpulkan bahwa perkembangan selanjutnya penyakit itu juga akan menyimpang. Oleh karena itu, Havelaar takut menjadi yang terkuat jika pada akhirnya dia harus tampil
~411~ sebagai pembela hak-hak penduduk Lebak 111 .[]
109 Dalam jiwa terendah penerj. 110 Duymaer van Twist.
111 Dia MEMULAI upayanya sebagai yang terlemah, tapi akhirnya menjadi yang terkuat.
~412~ Bab 16 [DISUSUN OLEH STERN] AVELAAR menerima surat dari Bupati Cianjur yang memberitahukan bahwa dia hendak mengunjungi pamannya, Bupati Lebak. Ini berita yang sangat tidak menyenangkan baginya. Dia tahu betapa para pejabat di kabupaten-kabupaten Priangan terbiasa memamerkan kemewahan, dan betapa Bupati Cianjur tidak bisa melakukan perjalanan semacam itu tanpa diiringi ratusan orang yang semuanya harus diberi penginapan dan makanan, begitu juga kudakuda mereka. Havelaar akan dengan senang hati mencegah kunjungan ini, tapi sia-sia dia memikirkan cara untuk melakukannya tanpa menyinggung perasaan Bupati Rangkas Bitung, yang merasa bangga dan akan merasa sangat tersinggung seandainya kemiskinannya disebut sebagai alasan untuk tidak bisa dikunjungi.
~413~ Lagi pula, jika tidak bisa dihindari, kunjungan ini pasti akan memperparah penindasan rakyat.
Diragukan apakah pidato Havelaar telah meninggalkan kesan yang mendalam bagi para pejabat itu. Jelas, bukan ini kasusnya pada banyak orang. Namun, jelas sudah tersebar berita di desa-desa bahwa orang yang berkuasa di Rangkas Bitung hendak menegakkan keadilan dan, seandainya tidak berkuasa mencegah kejahatan, setidaknya kata-kata Havelaar memberi keberanian kepada para korban untuk mengeluh, betapapun bimbang dan rahasianya.
Pada malam hari mereka mengendap-endap melewati ngarai. Tine yang sedang duduk di kamarnya dikejutkan oleh suara tak terduga, dan melihat sosoksosok gelap yang berjalan menyelinap dengan langkah malu-malu di balik jendela-jendela terbuka. Lalu, dengan segera keterkejutannya hilang, karena dia tahu apa artinya ketika sosok-sosok ini berkeliaran seperti hantu di sekitar rumah dan meminta perlindungan dari Max-nya. Tine memanggil suaminya, lalu Max bangun untuk memanggil para penggugat itu.
Sebagian besar dari mereka datang dari Distrik Parang Kujang yang salah seorang pejabatnya adalah menantu laki-laki Bupati. Lagi pula, walaupun pejabat ini juga ikut ambil bagian dalam pemerasan,
~414~ bukan rahasia lagi bahwa secara umum dia merampok atas nama dan untuk kepentingan Bupati. Sangat mengharukan melihat betapa orang-orang malang ini mengandalkan keberanian Havelaar, dan bahwa keesokan harinya, Havelaar tidak akan memanggil mereka untuk mengulangi apa yang mereka ceritakan kepadanya di kamarnya karena ini akan berarti penganiayaan terhadap mereka semua, juga kematian banyak orang. Havelaar mencatat apa yang mereka katakan, setelah itu memerintahkan para penggugat itu untuk kembali ke desa mereka. Dia berjanji keadilan akan ditegakkan, asalkan mereka tidak melawan dan tidak pindah dari desa mereka seperti yang diinginkan oleh banyak orang.
Sering kali, Havelaar akan segera berada di tempat terjadinya ketidakadilan itu. Ya, dia sering kali sudah berada di sana, dan biasanya sudah menyelidiki masalah itu, sebelum si penggugat sendiri kembali ke kediamannya. Dengan cara inilah, Havelaar mengunjungi daerah luas itu, desa-desa yang berjarak seratus tiga puluh kilometer dari Rangkas Bitung, tanpa Bupati atau bahkan Pengawas Verbrugge yang menyadari ketidakhadirannya di ibu kota. Tujuannya melakukan hal itu untuk melindungi para penggugat dari bahaya balas dendam, sekaligus menghindarkan
~415~ Bupati dari rasa malu pemeriksaan terbuka, sehingga masalahnya tidak akan berakhir dengan pencabutan kembali keluhan. Havelaar masih berharap para pejabat akan berbalik dari jalan berbahaya yang telah mereka tempuh sebegitu lamanya, dan dalam hal itu dia akan puas dengan hanya menuntut ganti rugi bagi para penderita malang itu.
Namun, setiap kali berbicara dengan Bupati, jelas bagi Havelaar bahwa semua janji perbaikan itu siasia. Lagi pula, dia sangat sedih melihat kegagalan segala upayanya.
***** Kini, kita akan meninggalkan Havelaar dalam kekecewaan dan pekerjaan sulitnya selama beberapa saat, untuk menceritakan kisah seorang Jawa bernama Saidjah di Desa Badur. Nama desa dan orang Jawa ini kuambil dari catatan-catatan Havelaar. Ini kasus pemerasan dan perampokan; dan, seandainya ceritaku dianggap khayalan, kujamin aku bisa menyebutkan nama ketiga puluh dua orang di Distrik Parang Kujang saja, yang dalam waktu satu bulan dicuri kerbaunya sebanyak tiga puluh enam ekor untuk digunakan oleh Bupati. Atau, lebih tepatnya lagi, aku bisa menyebutkan nama ketiga puluh dua orang di distrik itu yang berani mengajukan keluhan dalam waktu satu
~416~ bulan dan, setelah diselidiki oleh Havelaar, ternyata keluhan mereka benar 112 .
Ada lima distrik semacam itu di Keresidenan Lebak. Nah, jika seseorang memilih untuk percaya bahwa kerbau yang dicuri jumlahnya lebih sedikit di daerah-daerah yang kebetulan tidak dipimpin oleh menantu laki-laki Bupati, sepertinya itu benar; walaupun masih ada pertanyaan apakah ketamakan para pejabat memang terkait dengan hubungan keluarga yang kuat. Pejabat Distrik Cilangkahan di Pantai Selatan, misalnya, yang tidak punya ayah mertua yang ditakuti. Ketamakannya aman karena rakyatnya yang hendak mengeluh harus berjalan sejauh enam puluh atau seratus kilometer sebelum bisa bersembunyi di dalam ngarai di dekat rumah Havelaar. Kenyataannya, banyak orang tidak berhasil mencapai rumah itu, banyak orang yang bahkan tidak pernah meninggalkan desa mereka, karena merasa takut berdasarkan pengalaman mereka sendiri, atau ketika melihat nasib para penggugat lain. Bahkan tak berlebihan jika dikatakan bahwa jumlah ternak yang dicuri di wilayah itu justru lebih sedikit daripada jumlah ternak yang diambil paksa demi memenuhi keperluan istana Bupati Lebak.
~417~ 112 Pernyataan ini diumumkan oleh penulisnya pada 1861 di Amsterdam. (Minnebrieven oleh Multatuli.)
Dan, bukan hanya kerbau; perampokan kerbau juga bukan masalah utamanya. Jika dibandingkan dengan apa yang diperlukan untuk merampas harta benda, derajat rasa malu yang lebih rendah lagi diperlukan terutama di Hindia, yang masih melegalkan kerja paksa untuk memanggil rakyat secara tidak sah demi melakukan kerja tanpa bayaran. Lebih mudah untuk membuat penduduk percaya bahwa pemerintah menginginkan tenaga tanpa berniat membayarnya, daripada merampas kerbau orang miskin begitu saja. Lagi pula, walaupun orang Jawa yang penakut itu berani menyelidiki apakah kerja paksa yang dituntut darinya sesuai dengan peraturan, dia tidak akan berhasil karena kedua hal tersebut sama sekali tidak berhubungan, sehingga dia tidak bisa menghitung apakah jumlah orang yang ditentukan tidak kelebihan sepuluh atau lima puluh kali lipatnya. Jika kesewenang-wenangan yang paling mudah dipergoki dan juga paling berbahaya dilakukan dengan keberanian semacam itu, bagaimana dengan kesewenang-wenangan yang lebih mudah dilakukan dan lebih sulit dipergoki"
~418~ Kukatakan bahwa aku akan menceritakan kisah seorang Jawa bernama Saidjah. Namun, pertama-tama aku terpaksa melakukan penyimpangan yang begitu sulit untuk dihindari ketika menjelaskan situasi yang cukup asing bagi pembaca. Pada saat yang sama, aku juga akan menjelaskan penyebab yang menyulitkan mereka yang belum pernah ke Hindia untuk menilai masalah-masalah Hindia.
Sudah berulang-ulang aku menyebut orang sebagai orang Jawa, dan betapapun alami itu tampaknya bagi pembaca Eropa, sebutan tersebut pasti kedengaran keliru di telinga siapa pun yang mengenal Jawa. Keresidenan-Keresidenan Barat, yaitu Banten, Batavia, Priangan, Karawang, dan sebagian dari Cirebon, yang semuanya disebut daerah Sunda, tidak dianggap sebagai bagian dari Jawa. Lagi pula, dengan mengecualikan orang-orang asing yang datang dari seberang lautan ke daerah itu, penduduk aslinya sangat berbeda dengan penduduk Jawa bagian tengah atau daerah yang disebut pojok timur. Bahasa, watak, adat istiadat, serta pakaian penduduk berubah begitu banyak ketika kau ke timur, sehingga perbedaan antara orang Sunda dan orang Jawa lebih besar daripada perbedaan antara orang Inggris dan orang Belanda. Perbedaan-perbedaan semacam itu sering kali
~419~ menimbulkan perselisihan dalam menilai masalah Hindia. Jika kita mengamati bahwa Pulau Jawa saja dibagi ketat menjadi dua bagian yang berbeda, dengan mengecualikan banyaknya pembagian kecil-kecil lagi dalam kedua bagian itu, kita bisa memperhitungkan seberapa besar perbedaan yang ada di antara penduduk yang tinggal lebih berjauhan satu sama lain dan dipisahkan oleh lautan.
Siapa pun yang pengetahuannya mengenai Hindia Belanda hanya terbatas pada Jawa tidak lagi bisa membentuk gagasan yang adil mengenai orang Melayu, Am-bon, Batak, Alifuru, Timor, Dayak, atau penduduk asli Makassar, seakan dia tidak pernah meninggalkan Eropa. Lagi pula, bagi seseorang yang sudah mendapat kesempatan untuk mengamati perbedaan di antara semua penduduk itu, sering kali terasa menggelikan ketika mendengar percakapanpercakapan, dan terasa menyedihkan ketika mendengar pidato-pidato, dari orang-orang yang memperoleh pengetahuan mengenai masalah Hindia di Batavia atau di Buitenzorg. Aku sering kali heran dengan keberanian dari, misalnya, seorang mantan gubernur jenderal yang di Dewan Perwakilan Rakyat berupaya memberikan bobot pada kata-katanya dengan menyatakan pengetahuan dan pengalaman lokal
~420~ semu. Aku sangat menghargai pengetahuan yang diperoleh melalui studi mendalam di perpustakaan, dan sering kali merasa takjub dengan luasnya pengetahuan mengenai masalah Hindia yang ditunjukkan oleh beberapa orang tanpa pernah menginjak tanah Hindia. Lagi pula, ketika seorang mantan gubernur jenderal memberikan bukti bahwa dirinya telah memperoleh pengetahuan semacam itu dengan cara ini, kita merasa patut menghormatinya sebagai ganjaran yang pantas atas kerja cermat dan faedahnya selama bertahun-tahun. Penghormatan untuknya ini jauh lebih besar daripada penghormatan terhadap ilmuwan yang tingkat kesulitannya lebih sedikit; karena di kejauhan, tanpa melakukan penyelidikan, lebih kecil risikonya untuk melakukan kesalahan-kesalahan akibat pandangan yang tidak memadai, seperti yang dilakukan oleh mantan gubernur jenderal itu 113 .
Sudah kukatakan bahwa aku terkejut dengan keyakinan yang diperlihatkan oleh beberapa orang dalam menangani masalah Hindia. Mereka pasti tahu bahwa katakata mereka didengar oleh orang lain, dan bukan hanya oleh mereka yang merasa sudah cukup mengenal Hindia dengan menghabiskan waktu
~421~ beberapa tahun di Buitenzorg; bahwa kata-kata ini juga dibaca oleh orang-orang yang berada di Hindia itu sendiri, yang menjadi saksi atas kekurangan pengalaman mereka dan yang, sama sepertiku, takjub melihat keberanian seseorang yang belum lama berselang masih berupaya menyembunyikan ketidakmampuannya di balik jabatan tinggi yang diberikan oleh Raja kepadanya. Tapi kemudian, mendadak bicara seakan benar-benar memiliki pengetahuan mengenai masalahmasalah yang sedang ditanganinya.
Oleh karena itu, berulang-ulang kita mendengar keluhan mengenai campur tangan seseorang yang tidak kompeten. Berulang-ulang sistem ini atau itu ditentang dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan mengingkari kemampuan orang yang merepresentasikan sistem semacam itu, sehingga mungkin tepat jika kita mempertanyakan secara pasti kualitas yang membuat seseorang mampu menilai kompetensi.
113 Ini karena biasanya gubernur jenderal tidak pernah ke Hindia sebelumnya. Gubernur jenderal ketika ditunjuk oleh raja, tidak pernah pergi ke Hindia atau berhubungan dengan segala masalah Hindia. Pada umumnya batu ujian sebuah pertanyaan
~422~ penting bukanlah masalah yang dibahas, melainkan bobot pendapat orang yang membahasnya. Lagi pula, karena orang itu sering kali dianggap lebih ahli daripada semua orang lainnya, sebagai orang yang berposisi tinggi di Hindia, maka hasil pemungutan suara biasanya diwarnai oleh kesalahan yang tampaknya melekat pada posisi penting itu. Kalau pengaruh semacam itu bisa ditimbulkan oleh seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat saja, seberapa besar kecenderungan untuk menilai secara keliru, jika pengaruh itu disertai dengan kepercayaan Raja yang menempatkan pejabat ini sebagai kepala kementerian di tanah jajahan.
Ini fenomena aneh (mungkin asalnya dari semacam kemalasan untuk tidak mau repot-repot memberikan penilaian sendiri), betapa mudahnya seseorang memercayai orang lain yang tahu cara menampilkan diri seakan lebih berpengetahuan, padahal pengetahuan ini berasal dari sumber asing. Mungkin alasannya karena harga diri mereka tidak akan begitu terluka ketika mengakui adanya dominasi semacam itu, daripada jika seseorang menggunakan sarana yang sama, kemudian muncul semacam persaingan. Sangat mudah bagi perwakilan rakyat untuk meninggalkan pendapatnya sendiri, begitu pendapat itu ditentang
~423~ oleh seseorang yang mungkin dianggap bisa memberikan penilaian yang lebih akurat daripada dirinya, asalkan keakuratan ini tidak perlu dinyatakan sebagai keunggulan pribadi.
Lagi pula, dengan mengecualikan mereka yang pernah mengisi jabatan tinggi di Hindia, benar-benar aneh melihat betapa seringnya penghargaan diberikan pada pendapat orang-orang yang sama sekali tidak punya sesuatu pun untuk membenarkan pujian yang diberikan kepada mereka, selain kenangan mengenai sebuah keresidenan di daerah itu bertahun-tahun lampau. Ini pun semakin aneh lagi, karena mereka yang meyakini sumber informasi semacam itu tidak mau memercayai begitu saja semua yang disampaikan kepada mereka, misalnya mengenai penghematan politik di Belanda, oleh seseorang yang bisa menunjukkan bahwa dia telah tinggal selama empat puluh atau lima puluh tahun di Hindia Belanda. Ada orang-orang yang telah tinggal selama lebih dari tiga puluh tahun di Hindia Belanda tanpa pernah sekali pun berhubungan dengan penduduk atau pejabat pribumi. Ini juga menyedihkan karena sering kali Dewan Hindia seluruhnya atau sebagian besarnya terdiri dari orang-orang semacam itu, dan terlebih karena bisa ditemukannya sarana untuk membuat Raja


Max Havelar Karya Multatuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

~424~ menandatangani pengangkatan seseorang yang tergolong dalam kelas ini sebagai gubernur jenderal.
Ketika kukatakan bahwa seorang gubernur jenderal yang baru saja ditunjuk bisa dikatakan secara tersirat sebagai genius, aku tidak bermaksud menyarankan pengangkatan orang-orang genius. Selain kesulitan karena jabatan penting ini lowong, ada alasan lain sehubungan dengan hal itu. Orang genius tidak akan mampu bekerja di bawah menteri daerah jajahan, dan karenanya tidak akan berguna, sama seperti orang-orang genius lain pada umumnya.
Mungkin kesalahan utama yang kusampaikan dalam bentuk diagnosis ini harus mendapat perhatian dari mereka yang dipanggil untuk dipilih menjadi gubernur yang baru. Setelah memastikan agar semua orang yang dianggap memenuhi syarat berwatak jujur dan memiliki daya tangkap memadai untuk mempelajari sedikit hal yang harus mereka ketahui, kurasa penting untuk mengharapkan agar mereka tidak berlagak congkak pada awal jabatan dan, yang terutama, tidak lamban serta apatis pada tahuntahun terakhir pemerintahan mereka. Sudah kukatakan bahwa Havelaar, dalam tugasnya yang sulit, mengira dirinya bisa mengandalkan bantuan dari Gubernur Jenderal; dan kutambahkan bahwa pendapat ini
~425~ sangatlah naif. Gubernur Jenderal sedang menantikan penggantinya & . Sebentar lagi, dia akan beristirahat di Belanda.
Kita akan lihat apa akibat kelambanan ini terhadap Havelaar, dan terhadap orang Jawa bernama Saidjah itu, yang kisah menjemukannya satu di antara banyak kisah kini hendak kusampaikan.
Ya, memang akan menjemukan ! Sama menjemukannya dengan kisah mengenai kegiatan semut, yang harus mengangkut sumbangannya untuk persediaan musim dingin melewati gundukan gunung yang menghalangi jalannya menuju gudang. Berkalikali semut itu jatuh tertelentang bersama bebannya, lalu kembali berupaya meletakkan kaki di atas batu kecil yang berada tinggi di sana, di atas batu di puncak gunung. Namun, di antara dirinya dan puncak gunung itu terdapat jurang yang kedalamannya tidak bisa dipenuhi oleh seribu semut dan jurang ini harus dilewati. Oleh karena itu, semut yang nyaris tidak punya kekuatan untuk menyeret bebannya di atas tanah datar itu beban yang berlipatlipat lebih berat daripada bobot tubuhnya sendiri dan nyaris tidak bisa mengangkat dan menyeimbangkan tubuh di atas pijakan goyah, harus mempertahankan keseimbangannya ketika mendaki dengan beban di
~426~ antara kakikaki depan. Semut itu harus mengayunkan bebannya ke samping agar jatuh pada tonjolan yang memanjang di atas batu. Semut itu terhuyung-huyung, tertatih-tatih, ketakutan, roboh, berupaya memegangi batang pohon yang akarnya setengah tercerabut, sebatang rumput yang puncaknya merunduk ke dalam jurang. Dia kehilangan pijakan yang dicarinya, pohon itu roboh, batang rumputnya menyerah terbebani, dan semut itu jatuh terjengkang ke dalam jurang bersama bebannya. Setelah itu, semut itu terdiam sejenak, dan itu cukup lama dalam kehidupan seekor semut. Hewan itu dikejutkan oleh rasa sakit akibat kejatuhannya; atau apakah dia menyerah pada kesedihan karena upaya habis-habisannya yang sia-sia" Tidak, keberaniannya tidak runtuh. Sekali lagi, semut itu menangkap bebannya, menyeret beban itu ke atas, dan sekali lagi jatuh ke dalam jurang.
Begitu menjemukan kisahku ini. Namun, aku tidak akan bicara mengenai semut, yang suka dukanya luput dari pengamatan kita karena ketumpulan organ-organ kita. Aku akan membicarakan manusia yang bergerak dengan cara yang sama seperti kita. Memang benar bahwa siapa pun yang menghindari emosi, dan dengan senang hati menghindari perasaan iba, akan mengatakan bahwa manusia-manusia itu berkulit
~427~ kuning atau cokelat dan banyak yang menyebut mereka berkulit hitam. Bagi orang-orang semacam itu, perbedaan warna sudah menjadi alas-an yang cukup untuk mengalihkan pandangan dari penderitaan mereka, atau setidaknya untuk menunduk dan memandang tanpa emosi.
Oleh karena itu, ceritaku hanya ditujukan kepada mereka yang mampu meyakini hal yang sulit bahwa di balik permukaan kulit hitam itu ada jantung yang berdenyut-denyut, dan bahwa orang yang diberkahi warna kulit putih dan peradaban yang mengikutinya yaitu kemurahan hati, pengetahuan perdagangan, agama, kebajikan, dan lain-lain bisa menggunakan sifat-sifat orang kulit putih ini dengan lebih baik daripada mereka yang kurang diberkahi dalam hal warna kulit dan kecerdasan mental.
Namun, keyakinanku pada simpatimu terhadap orang Jawa tidak sampai sebegitu jauhnya. Aku tak berkhayal kau akan sangat tersentuh ketika aku menceritakan bagaimana kerbau terakhir dirampas dari kandangnya, di siang hari bolong, di bawah perlindungan kekuasaan Belanda. Juga ketika aku menceritakan bahwa ternak yang dicuri itu dibuntuti oleh pemiliknya beserta anak-anaknya yang menangis, dan membuat pemilik kerbau itu duduk di atas anak
~428~ tangga rumah perampoknya, tanpa bisa berkata-kata, tenggelam dalam kedukaan, lalu diusir dengan kemarahan dan penghinaan, diancam dengan cambuk dan penjara & .
Nah! Aku tidak menyatakan, atau juga mengharapkan, agar kau merasa terharu dengan kisah ini dengan cara yang sama seperti yang akan kau lakukan seandainya aku menggambarkan nasib seorang petani Belanda yang sapinya dirampas. Aku tidak meminta air mata untuk air mata yang mengalir di wajah sehitam itu, juga tidak meminta kemarahan dari hati yang mulia ketika aku bicara mengenai keputusasaan penderita itu. Aku juga tidak mengharapkanmu untuk bangkit berdiri dan pergi bersama buku di tangan untuk menghadap Raja, lalu mengatakan, Lihatlah, oh Raja, apa yang terjadi di kerajaan Anda, di Kerajaan Insulinde Anda yang indah! & .
Tidak, tidak; semuanya ini tidak kuharapkan. Berlimpahnya penderitaan di negeri sendiri telah mengalahkan perasaan simpatimu terhadap apa yang terjadi di tempat jauh. Bukankah kemarin hanya ada sedikit bisnis yang berlangsung di Bursa, dan bukankah kelebihan pasokan di pasar kopi mengancam penurunan harga"
~429~ Jangan menulis omong kosong semacam itu untuk papa-mu, Stern, kataku, dan mungkin dengan sedikit berapiapi, karena aku tidak tahan terhadap kebohongan; itu selalu menjadi prinsip mutlakku. Malam itu aku menulis surat untuk Tuan Stern tua, memperingatkannya agar berhati-hati terhadap laporan palsu.
Pembaca tentu memahami penderitaan apa yang harus kualami ketika mendengarkan bab-bab terakhir itu.
Bukankah aku benar ketika mengatakan bahwa Sjaalman telah membuat mereka semua gila dengan paketnya" Akankah kau mengenali pemuda yang dididik di rumah terhormat dalam tulisan Stern ini" Lagi pula, jelas Frits juga membantunya.
Serangan konyol penyakit apakah ini, yang mengungkapkan diri dalam keinginan untuk tinggal di desa" Apakah serangan ini ditujukan kepadaku" Apakah aku tidak boleh pergi ke Driebergen begitu Frits menjadi makelar" Siapa pula yang membicarakan disentri di hadapan para ibu dan putri mereka" Bukankah merupakan prinsip mutlakku untuk selalu berdiam diri karena kurasa itu berguna dalam bisnis" Namun, harus kuakui bahwa aku sering kali mengalami penderitaan yang sangat besar ketika
~430~ mendengarkan semua omong kosong yang dibacakan oleh Stern ini. Apa maksud Stern" Apa yang harus menjadi akhir dari semua ini" Kapan kita akan mendengar sesuatu yang penting" Apa pentingnya bagiku jika Havelaar menjaga kebersihan kebunnya atau tidak, dan jika orang-orang itu masuk lewat pintu depan atau belakang"
Di Busselinck & Waterman, orang harus melewati pintu masuk kecil di dekat gudang minyak yang selalu luar biasa kotor. Lalu, kerbau-kerbau menjemukan itu. Mengapa orang-orang berkulit hitam itu menginginkan kerbau" & . Aku tidak pernah punya kerbau, tapi merasa puas. Memang ada orang-orang yang selalu mengeluh. Lagi pula, mengenai pencelaan terhadap kerja paksa, kurasa Stern belum pernah mendengar khutbah dari Domin" Wawelaar. Jika tidak, dia akan tahu betapa bergunanya kerja dalam perluasan kerajaan Tuhan. Tapi, dia memang pengikut Lutheran & .
Yang pasti, seandainya aku tahu bagaimana Stern akan menulis buku itu, buku yang begitu penting bagi semua makelar kopi dan semua orang lainnya aku akan menulisnya sendiri. Namun, dia didukung oleh keluarga Rosemeijer yang berdagang gula, dan ini membuatnya begitu berani. Kukatakan secara terus
~431~ terang, karena aku jujur dalam hal-hal semacam itu bahwa kita bisa menghilangkan kisah mengenai lelaki bernama Saidjah. Namun kemudian, mendadak Louise Rosemeijer mulai menangis. Tampaknya Stern mengatakan kepadanya bahwa ada sesuatu mengenai cinta dalam kisah itu, kemudian anakanak perempuan menjadi gila. Namun, ini tidak akan membuatku menyerah, seandainya keluarga Rosemeijer tidak mengatakan kepadaku kalau mereka ingin berkenalan dengan ayah Stern. Tentu saja, melalui ayah Stern mereka akan berkenalan dengan paman Stern yang berdagang gula. Jika terlalu condong pada akal sehat dan menentang Stern junior, aku akan tampak seakan hendak menjauhkan keluarga Rosemeijer darinya, dan itu sama sekali bukan kasusnya, karena mereka berdagang gula.
Aku tidak memahami apa maksud Stern dengan tulisannya. Selalu ada orang-orang yang merasa tidak puas, dan pantaskah jika dia yang telah menikmati begitu banyak kebaikan di Belanda; minggu ini saja, istriku memberinya teh chamomile mencela pemerintah" Apakah dia bermaksud membangkitkan ketidakpuasan publik" Apakah dia ingin menjadi gubernur jenderal" Dia cukup congkak untuk itu. Kemarin kukatakan kepadanya bahwa bahasa
~432~ Belandanya buruk sekali. Oh, itu tidak masalah, katanya, tampaknya jarang sekali mereka mengirim Gubernur yang memahami bahasa negeri tujuannya.
Apa yang harus kulakukan dengan lelaki congkak semacam itu" Dia sama sekali tidak menghargai pengalamanku. Ketika minggu ini kukatakan bahwa aku telah menjadi makelar selama tujuh belas tahun, dia menyebut Busselinck & Waterman yang telah menjadi makelar selama delapan belas tahun. Dan, katanya, pengalaman mereka satu tahun lebih banyak.
Begitulah Stern menjebakku, sebab harus kuakui karena aku menyukai kebenaran bahwa Busselinck & Waterman hanya punya sedikit pengetahuan dalam bisnis, dan mereka adalah perempuan-perempuan tua dan pencuri.
Marie juga disesatkan. Minggu ini saja dia mendapat giliran untuk membacakan Kitab Suci saat sarapan, dan kita hendak mendengarkan kisah Lot mendadak dia berhenti dan menolak untuk melanjutkan. Istriku, yang sama-sama menyukai agama sepertiku, berupaya membujuknya dengan halus agar patuh, karena tidaklah pantas bagi seorang gadis yang sopan untuk keras kepala. Semuanya sia-sia. Kemudian aku, sebagai ayah, terpaksa
~433~ memarahinya dengan keras, karena dengan kekeraskepalaannya dia telah merusak kenyamanan sarapan, dan itu selalu membawa pengaruh buruk sepanjang hari. Namun, tidak ada yang bisa membantu, dan Marie bertindak terlalu jauh dengan mengatakan bahwa dia lebih suka dihajar sampai mati daripada meneruskan pembacaannya. Aku menghukumnya dengan mengurungnya di kamar selama tiga hari dengan hanya kopi dan roti; kuharap itu bermanfaat baginya. Untuk membuat hukuman ini keras sekaligus berfungsi sebagai pelajaran moral, aku memerintahkannya untuk menyalin bab yang tidak mau dibacanya itu sebanyak sepuluh kali. Lagi pula, terutama aku memperlakukannya dengan keras karena kurasa dia telah, selama beberapa hari terakhir ini aku tidak tahu entah dari Stern atau tidak mendapat gagasan-gagasan yang bagiku tampaknya mengancam moralitas yang sangat dijunjung tinggi olehku dan istriku; antara lain, aku mendengar Marie menyanyikan lagu Prancis kurasa lagunya B"ranger. Dalam lagu itu, penulisnya mengasihani pengemis tua malang yang semasa mudanya menyanyi di teater, dan kemarin saat sarapan dia tidak mengenakan korset maksudku Marie itu benar-benar tidak terhormat. Aku juga harus mengakui bahwa Frits hanya
~434~ membawa pulang sedikit kebaikan dari persekutuan doa. Tadinya, aku sangat gembira karena dia duduk begitu tenang di dalam gereja. Dia tidak bergerak dan selalu memandang mimbar, tapi kemudian kudengar bahwa Bethsy Rosemeijer duduk di dekat sana. Aku diam saja soal itu, karena seseorang tidak boleh terlalu keras terhadap anak muda, dan keluarga Rosemeijer adalah firma terhormat. Mereka memberi putri tertuanya, yang menikah dengan Braggeman si Penjual Obat, maskawin yang lumayan, dan karenanya aku percaya ini akan menjauhkan Frits dari Pasar Wester. Dan ini sangat kusyukuri, karena aku sangat menjunjung tinggi moralitas.
Namun, aku sedih karena hal ini tidak mencegah Frits untuk mengeraskan hati seperti Firaun, walaupun Firaun kurasa tidak begitu berdosa karena tidak punya ayah untuk menunjukkan jalan yang benar secara terusmenerus. Alkitab tidak pernah membicarakan Firaun tua. Domin" Wawelaar mengeluhkan kecongkakannya maksudku Frits saat katekisasi, dan sekali lagi dia tampaknya memperoleh kecongkakan ini dari paket Sjaalman, sehingga membuat Wawelaar yang penyabar itu nyaris gila. Mengharukan betapa lelaki mulia ini, yang sering kali makan siang bersama kami, berupaya memengaruhi
~435~ perasaan Frits, dan betapa anak nakal itu selalu siap dengan pertanyaan-pertanyaan baru, sehingga menunjukkan kekerasan hatinya. Semuanya itu akibat buku terkutuk Sjaalman. Dengan air mata emosi mengaliri pipinya, pelayan setia Kitab Suci itu berupaya menggerakkan Frits agar mengalihkan pandangan dari kebijakan manusia, dan memperkenalkannya ke dalam misteri kebijakan Tuhan. Dengan kelembutan dan kesabaran, dia berdoa agar Frits tidak membuang roti kehidupan abadi sehingga jatuh ke dalam cengkeraman setan yang, bersama para anak buahnya, menghuni neraka yang disiapkan baginya untuk selama-lamanya. Oh, ujarnya kemarin maksudku Wawelaar Oh, sobat mudaku, kini buka mata dan telingamu, dengar dan lihatlah apa yang diberikan oleh Tuhan untuk kau lihat dan kau dengar dari mulutku. Perhatikanlah kesaksian orang-orang suci yang mati demi iman yang sejati. Lihatlah Stefanus, yang terkubur di bawah batubatu yang meremukkannya, lihatlah betapa dia masih memandang surga, dan betapa dia tidak berhenti menyanyikan mazmur & .
Aku lebih suka melemparkan kembali batu-batu itu, jawab Frits. Pembaca! Apa yang harus kulakukan terhadap pemuda ini"
~436~ Sejenak kemudian, Wawelaar memulai kembali; karena dia adalah pelayan yang giat dan tekun bekerja. Oh, katanya, Sobat Muda & (pembukaannya sama seperti di atas), bisakah kau tetap tidak acuh ketika memikirkan apa yang akan terjadi kepadamu ketika kau dihitung di antara domba-domba di sebelah kiri & "
Setelah itu, berandalan itu tertawa terbahak-bahak maksudku Frits dan Marie juga tertawa. Kurasa aku bahkan melihat sesuatu yang menyerupai tawa di wajah istriku. Tapi, kemudian aku membantu Wawelaar; aku menghukum Frits dengan mengambil denda dari kotak uangnya untuk diberikan kepada kelompok misionaris.
Namun, semuanya ini sangat mengharukanku. Lagi pula, bisakah seseorang merasa terhibur ketika mendengar cerita mengenai kerbau-kerbau dan orang Jawa dengan penderitaan mereka sendiri" Apa arti kerbau jika dibandingkan dengan keselamatan Frits" Apa peduliku terhadap masalah orang-orang yang berada jauh di sana itu, ketika harus merasa khawatir bahwa Frits akan merusak bisnisku dengan ketidakpercayaannya, dan bahwa dia tidak akan pernah menjadi makelar yang baik" Karena Wawelaar sendiri mengatakan bahwa Tuhan mengatur segala
~437~ sesuatu yang secara ortodoks akan menuntun pada kekayaan! Lihat sajalah, katanya, bukankah ada begitu banyak kekayaan di Belanda" Ini karena Iman. Bukankah setiap hari di Prancis terjadi pembunuhan" Itu karena ada Katolik Roma di sana. Bukankah orang Jawa miskin" Mereka kafir. Semakin banyak orang Belanda berurusan dengan orang Jawa, semakin banyak kekayaan yang akan ada di sini, dan semakin banyak kemiskinan di sana.
Aku takjub dengan pandangan Wawelaar. Karena memang benar bahwa aku, yang sangat mematuhi agama, melihat bisnisku meningkat setiap tahun; sedangkan Busselinck & Waterman, yang tidak memedulikan perintah Tuhan, akan tetap ceroboh di sepanjang hidup mereka. Juga keluarga Rosemeijer, yang berdagang gula dan punya pelayan rumah penganut Katolik Roma, belum lama ini menerima 27 persen dari harta milik seorang Yahudi yang mengalami kebangkrutan. Semakin kurenungkan, semakin jauh kemajuanku dalam menelusuri jalanjalan Tuhan yang tidak bisa dicari. Belakangan ini tampaknya diperoleh tiga puluh juta dari penjualan produk-produk yang dikirimkan oleh orang-orang kafir itu, ini tidak termasuk apa yang kudapat dari sana, dan apa yang didapat oleh orang-orang lain yang
~438~ hidup dari bisnis ini. Bukankah itu seakan Tuhan berkata, Ini terimalah tiga puluh juta sebagai ganjaran imanmu! Bukankah itu pekerjaan Tuhan, yang menyebabkan orang jahat bekerja untuk melindungi orang benar" Bukankah itu petunjuk bagi kita untuk pergi ke jalan yang benar, dan menyuruh mereka yang berada jauh di sana untuk banyak menghasilkan, juga untuk bertahan pada agama sejati di sini" Oleh karena itu, bukankah dikatakan berdoa dan bekerjalah , yaitu kita harus berdoa dan menyuruh mereka yang tidak mengenal Doa Bapa Kami untuk melakukan pekerjaan"
Oh, betapa benarnya perkataan Wawelaar ketika menyebut gandar cahaya Tuhan! Betapa ringan beban semua orang yang percaya. Aku baru beberapa tahun melewati usia empat puluh, dan bisa pensiun sesukaku untuk pergi ke Driebergen, dan melihat bagaimana akhir dari orang-orang yang meninggalkan Tuhan itu. Kemarin, aku melihat Sjaalman bersama istri dan bocah laki-laki kecilnya; mereka menyerupai hantu. Sjaalman tampak sepucat mayat; matanya menonjol dan pipinya tampak cekung. Posturnya membungkuk, walaupun dia lebih muda daripada aku. Istrinya juga berpakaian sangat buruk, dan tampaknya baru menangis lagi. Aku langsung menganggap perempuan
~439~ itu berwatak tidak pernah puas. Aku hanya perlu melihat seseorang satu kali untuk membentuk sebuah opini. Itu karena pengalamanku. Perempuan itu mengenakan mantel tipis dari sutra hitam, dan udaranya sangat dingin. Tidak tampak tanda-tanda adanya rok dalam; gaun tipisnya menggantung longgar di sekitar lutut dan pinggirannya berumbai-rumbai. Sjaalman bahkan tidak mengenakan syal dan tampak seakan saat itu musim panas. Namun, dia seakan memiliki semacam kebanggaan, karena dia memberikan sesuatu kepada perempuan ma-lang yang duduk di jembatan. Orang yang hanya punya sedikit untuk dirinya sendiri akan berdosa jika memberikan sesuatu kepada orang lain. Lagi pula, aku tidak pernah memberikan sesuatu di jalanan, itu prinsipku, karena aku selalu berkata ketika melihat orang malang semacam itu bahwa itu mungkin kesalahan mereka sendiri, dan aku tidak boleh mendorong perbuatan buruk mereka. Setiap minggu aku menyumbang dua kali: sekali untuk orang miskin dan sekali untuk gereja. Begitulah yang seharusnya.
Aku tidak tahu apakah Sjaalman melihatku, tapi aku lewat dengan cepat dan memandang ke atas, memikirkan keadilan Tuhan yang tidak akan membiarkan Sjaalman berjalan-jalan tanpa mantel
~440~ seandainya dia berperilaku lebih baik dan tidak malas, angkuh, dan penyakitan.
Mengenai bukuku, aku benar-benar harus meminta maaf kepada pembaca atas sikap tak termaafkan Stern yang menyalahgunakan kontrak kami. Harus kuakui bahwa aku merasa enggan untuk menghadiri pesta kami berikutnya dan mendengarkan kisah cinta Saidjah ini. Pembaca sudah tahu bagaimana gagasan warasku mengenai cinta. Ingat sajalah kritikku mengenai perjalanan ke Sungai Gangga. Aku mengerti jika gadis-gadis menyukai hal semacam itu, tapi aku benar-benar tidak mengerti jika lelaki yang sudah berumur mendengar omong kosong semacam itu tanpa merasa muak. Aku akan berupaya untuk sama sekali tidak mendengarkan mengenai Saidjah ini, dan berharap lelaki itu akan segera menikah, seandainya dia hendak menjadi pahlawan dalam kisah cinta.
Stern baik sekali, karena mengingatkan kita bahwa itu akan menjadi kisah yang menjemukan. Ketika kemudian dia memulai dengan sesuatu yang lain, aku akan kembali mendengarkan. Namun, ketika dia selalu menyalahkan pemerintah, itu juga sama menjemukannya bagiku seperti kisah-kisah cintanya. Dari segala sesuatunya, bisa dilihat bahwa Stern masih muda dan hanya punya sedikit pengalaman.
~441~ Untuk menilai dengan benar, seseorang harus melihat masalahnya dengan saksama.
Ketika menikah, aku pergi ke Den Haag dan mengunjungi museum bersama istriku. Di sana, aku bertemu dengan orang dari berbagai macam posisi dalam masyarakat karena aku melihat Menteri Keuangan berkunjung ke sana. Kami pun bersamasama membeli kain flanel di Veenestraat maksudku aku dan istriku dan di manamana aku tidak melihat sedikit pun bukti ketidakpuasan terhadap pemerintah. Perempuan muda di toko itu tampak sehat dan puas. Lagi pula, ketika pada 1856 beberapa orang berupaya menipu kami dengan mengatakan bahwa di Den Haag segalanya tidak seperti yang seharusnya, di pesta kuutarakan apa pendapatku mengenai ketidakpuasan, dan perkataanku dipercayai; karena semua orang tahu kalau aku bicara berdasarkan pengalaman. Ketika aku kembali dari perjalanan, kondektur kereta memainkan lagu populer riang dan dia tidak akan melakukan hal itu seandainya ada begitu banyak ketidakberesan di sana. Jadi, setelah memperhatikan semua itu, aku langsung tahu apa yang harus kupikirkan mengenai semua gerutuan pada 1848.
Di seberang rumah kami, tinggallah seorang perempuan muda yang sepupunya punya Toko di
~442~ Hindia Timur. Seandainya segala sesuatunya begitu buruk seperti yang digambarkan oleh Stern, perempuan itu pasti juga ingin tahu soal itu. Akan tetapi, tampaknya dia sangat puas karena aku tidak pernah mendengarnya mengeluh. Dia malah mengatakan bahwa di sana sepupunya itu tinggal di desa, menjadi anggota dewan gereja dan mengiriminya kotak rokok berhias bulubulu merak buatan-sendiri dari bambu. Semuanya ini memperlihatkan dengan jelas beta-pa tidak berdasar semua keluhan mengenai pemerintahan yang buruk itu. Juga jelas bagi seseorang yang mau berperilaku baik bahwa masih ada sesuatu yang bisa diperoleh di negeri itu. Lagi pula, ketika Sjaalman ini berada di sana, dia malas, angkuh, dan penyakitan. Jika tidak, dia tidak akan pulang dalam keadaan begitu miskin sehingga berjalan-jalan di sini tanpa mengenakan mantel tebal. Dan, sepupu perempuan muda yang tinggal di seberang rumah kami itu bukan satu-satunya orang yang memperoleh kekayaan di Hindia Timur.
Di klub, aku melihat begitu banyak orang yang pernah ke sana dan yang berpakaian sangat bagus. Namun, jelas seseorang harus memperhatikan bisnisnya di sana, sama seperti di sini. Di Jawa, burung dara tidak akan terbang ke mulut seseorang
~443~ dalam keadaan sudah terpanggang. Harus ada kerja, dan siapa pun yang tidak mau bekerja akan miskin, dan dengan sendirinya akan tetap miskin.[]
~444~ Bab 17 [KELANJUTAN DARI KOMPOSISI STERN] YAH Saidjah punya kerbau untuk membajak sawah. Ketika kerbau ini dirampas darinya oleh pejabat distrik di Parang Kujang, dia merasa sangat sedih dan tidak mengucapkan sepatah kata pun selama berharihari. Masa membajak sudah dekat, dan jika sawahnya tidak digarap tepat pada waktunya, dia khawatir peluang untuk menyemai benih pun akan hilang, dan akhirnya tidak akan ada padi yang bisa dipotong dan disimpan di dalam lumbung rumah.
Di sini, aku harus menjelaskan kepada pembaca yang mengenal Jawa, tapi bukan Banten bahwa di Keresidenan itu ada tanah milik pribadi yang tidak ada di tempat mana pun lainnya. Maka ayah Saidjah merasa sangat khawatir. Dia takut istrinya tidak akan punya beras, begitu juga Saidjah sendiri yang masih
~445~ kecil dan semua adik laki-laki dan perempuannya. Lagi pula, pejabat distrik akan mengadu kepada Asisten Residen seandainya ayah Saidjah terlambat membayar pajak tanah, karena ini melanggar hukum.
Setelah itu, ayah Saidjah mengambil keris yang merupakan pusaka dari ayahnya. Keris ini tidak begitu bagus, tapi sarungnya berikat perak dan ada lempeng perak di ujungnya. Dia menjual keris itu kepada seorang Cina yang tinggal di ibu kota, dan pulang dengan membawa uang dua puluh empat gulden untuk membeli kerbau lain.
Saidjah, yang saat itu berusia sekitar tujuh tahun, segera bersahabat dengan kerbau baru itu. Bukan tanpa arti jika aku mengatakan bersahabat karena benar-benar mengharukan melihat betapa kerbau itu lengket dengan bocah laki-laki kecil yang menjaga dan memberinya makan itu. Mengenai kelengketan ini akan segera kuberikan sebuah contoh. Hewan besar dan kuat itu menundukkan kepala beratnya ke kanan, ke kiri, atau ke bawah sesuai dengan arahan tekanan jari tangan anak itu yang sudah dikenal dan dipahaminya.
Persahabatan semacam itu bisa segera dibangun oleh Saidjah kecil dengan kerbau pendatang baru tersebut. Tampaknya suara menghibur anak itu seakan memberikan lebih banyak lagi kekuatan pada bahu
~446~ tebal hewan perkasa tersebut ketika menghancurkan tanah liat padat dan meninggalkan galur-galur bajakan mendalam.
Kerbau itu berbalik dengan patuh ketika mencapai ujung sawah dan tidak melewatkan satu inci tanah pun saat membajak galur baru yang sangat berdekatan dengan galur lama, seakan sawah itu adalah tanah kebun yang digaruk oleh raksasa. Di sebelah sawah ini terdapat sawah-sawah milik ayah Adinda (ayah dari anak yang kelak akan mencintai dengan Saidjah). Lagi pula, ketika semua adik laki-laki Adinda tiba di perbatasan sawah mereka pada saat yang bersamaan dengan ayah Saidjah bersama bajaknya, anak-anak itu saling berteriak gembira, dan masing-masing memuji kekuatan dan kepatuhan kerbaunya. Namun, aku yakin kerbau Saidjah-lah yang terbaik; mungkin karena majikannya lebih mengetahui cara berbicara dengan hewan itu daripada semua orang lainnya, dan kerbau sangat peka terhadap kata-kata manis.
Saidjah berusia sembilan tahun dan Adinda enam tahun ketika kerbau ini dirampas dari ayah Saidjah oleh pejabat Distrik Parang Kujang. Maka ayah Saidjah, yang sangat miskin, menjual dua pengait kelambu perak pusaka dari orangtua istrinya kepada seorang Cina dengan harga delapan belas
~447~ gulden, lalu membeli kerbau baru.
Namun, Saidjah merasa sangat sedih. Dari adikadik Adinda, dia tahu bahwa kerbaunya telah dibawa ke ibu kota, dan dia bertanya apakah ayahnya melihat hewan itu ketika berada di sana untuk menjual pangait-pengait kelambu. Ayahnya menolak menjawab pertanyaan ini. Oleh karena itu, Saidjah khawatir kerbaunya telah disembelih, sama seperti kerbaukerbau lain yang dirampas oleh pejabat distrik itu dari rakyat. Lagi pula, Saidjah banyak menangis ketika memikirkan kerbau malang ini, yang sudah begitu lama dikenalnya, dan dia tidak bisa makan selama berhari-hari, karena kerongkongannya terasa sempit ketika dia menelan. Pembaca harap ingat bahwa saat itu Saidjah masih kecil.
Kerbau baru itu mulai bersahabat dengan Saidjah, dan segera mendapatkan tempat yang sama di hati Saidjah seperti pendahulunya. Aduh! Itu terlalu cepat, karena bekas tulisan di hati kita segera terhapus untuk memberi tempat pada tulisan lain & . Bagaimanapun, kerbau baru ini tidak sekuat kerbau lama. Gandar tua itu memang terlalu besar untuk lehernya, tapi hewan malang itu patuh seperti pendahulunya yang sudah disembelih. Lagi pula, walaupun Saidjah tidak lagi bisa membanggakan kekuatan kerbaunya ketika
~448~ bertemu dengan adik-adik Adinda di perbatasan sawah, dia tetap menganggap tidak ada kerbau lain yang bisa mengalahkan kepatuhan kerbaunya. Sekalipun galur bajakannya tidak selurus sebelumnya, atau gumpalan-gumpalan tanah yang sudah dibalik belum dihancurkan, dengan senang hati Saidjah membetulkan sebisanya dengan pacul. Lagi pula, tidak ada kerbau yang punya user-user seperti kerbaunya. Penghulu sendiri mengatakan adanya keberuntungan dalam pola lingkaran bulu pada bahu kerbau itu.
Suatu saat, ketika mereka berada di sawah, Saidjah berteriak dengan sia-sia agar kerbaunya bergegas. Hewan itu tidak bergerak. Saidjah marah dengan pembangkangan yang tidak biasa ini, dan dia tidak bisa menahan kemarahan. Dia berkata a s . Siapa pun yang pernah berada di Hindia akan memahamiku, dan mereka yang tidak memahamiku akan beruntung jika aku tidak menjelaskan apa arti ungkapan kasar itu.
Namun, Saidjah tidak bermaksud buruk. Dia hanya mengucapkan kata itu karena sering mendengar orang lain mengucapkannya ketika merasa tidak puas dengan kerbau mereka. Namun, kata itu tidak berguna; kerbau Saidjah tidak bergerak satu inci pun. Hewan itu menggeleng-gelengkan kepala seakan hendak
~449~ melemparkan gandarnya, napasnya tampak keluar dari lubang hidung. Dia mendengus, gemetar, penderitaan tampak di mata birunya, dan bibir atasnya terlipat ke atas sehingga gusinya terlihat & .
Lari! Lari! teriak adik-adik Adinda, Lari, Saidjah! Ada macan!
Mereka semua melepaskan gandar kerbau masingmasing, melompat ke atas punggung lebar hewan-hewan itu, lalu berderap pergi melewati sawah-sawah, galangangalangan, lumpur, semak, hutan, dan alang-alang, melewati ladang-ladang dan jalan-jalan. Dan, ketika mereka tiba terengah-engah serta bermandikan keringat di Desa Badur, Saidjah tidak ada bersama mereka.
Ternyata, ketika Saidjah membebaskan kerbaunya dari gandar dan menaikinya seperti yang dilakukan oleh yang lainnya untuk kabur, sebuah lompatan yang tak terduga membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah. Macan itu sudah sangat dekat & .
Si kerbau, terdorong oleh kecepatannya sendiri, melompat beberapa langkah melewati tempat majikan kecilnya menanti kematian. Namun, hanya dengan kecepatan, dan bukan kehendaknya sendiri, hewan itu meninggalkan Saidjah. Begitu mengalahkan momentum lompatan, kerbau itu kembali dan menempatkan tubuh
~450~ besarnya yang disokong oleh kaki-kaki besar seperti atap di atas tubuh anak itu, lalu mengarahkan kepala bertanduknya pada macan yang melompat menerjang & untuk yang terakhir kalinya. Kerbau itu menyambut dengan kedua tanduknya dan hanya kehilangan sedikit daging yang tercabik di leher. Macan itu berbaring di sana dengan perut menganga, dan Saidjah selamat. Jelas ada keberuntungan dalam user-user kerbau itu.
Ketika kerbau ini juga dirampas dari ayah Saidjah dan disembelih & .
Sudah kubilang, pembaca, ceritaku menjemukan. Ketika kerbau ini disembelih, Saidjah baru berusia dua belas tahun, dan Adinda mengenakan kain yang dilukisnya sendiri. Dia sudah belajar mengungkapkan pikiran dalam gambar-gambar melankolis pada kain, karena melihat Saidjah sangat sedih. Dan ayah Saidjah juga merasa sedih, tapi ibunya lebih bersedih hati lagi. Karena sang ibulah yang telah menyembuhkan luka di leher hewan setia yang telah membawa pulang anaknya tanpa terluka itu, setelah sebelumnya mengira, berdasarkan berita dari adik-adik Adinda bahwa anaknya telah diterkam oleh macan. Setiap kali melihat luka ini, dia membayangkan seberapa jauh cakar-cakar macan itu,
~451~ yang telah masuk begitu dalam ke daging kasar kerbau itu, bisa menembus tubuh lembut anaknya. Dan setiap kali dia meletakkan perban baru pada luka itu, dia membelai kerbau tersebut dan bicara manis kepadanya, sehingga hewan baik dan setia itu bisa tahu betapa bersyukurnya seorang ibu. Ibu Saidjah berharap kerbau itu bisa memahaminya. Hewan itu pasti mengerti mengapa sang ibu menangis ketika dia dibawa pergi untuk disembelih dan tahu bahwa bukan ibu Saidjah yang menyuruh agar dia disembelih.
Beberapa waktu setelah itu, ayah Saidjah kabur dari desa karena takut dihukum gara-gara tidak membayar pajak tanah. Dia tidak punya barang peninggalan lain untuk dijual dan membeli kerbau baru karena orangtuanya selalu tinggal di Parang Kujang dan karenanya hanya meninggalkan sedikit warisan. Orangtua istrinya juga tinggal di distrik yang sama. Setelah kehilangan kerbau terakhir, ayah Saidjah bertahan selama beberapa tahun dengan menggunakan hewan sewaan untuk membajak. Itu pekerjaan yang sangat tidak menyenangkan, juga menyedihkan bagi seseorang yang pernah punya kerbau sendiri.
Ibu Saidjah meninggal karena duka dan saat itulah sang ayah, dalam kesedihannya, kabur dari Banten
~452~ untuk berupaya mencari kerja di Distrik Buitenzorg. Namun, dia dihukum cambuk karena meninggalkan Lebak tanpa surat jalan dan dibawa kembali oleh polisi ke Badur. Di sana, dia dipenjarakan karena dianggap gila dan ini bisa dengan mudah kupercayai dan karenanya dikhawatirkan akan mengamuk ketika sedang gelap mata. Namun, ayah Saidjah tidak lama di dalam penjara karena tidak lama berselang dia meninggal.
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan semua adik laki-laki dan perempuan Saidjah. Rumah yang mereka tinggali di Badur kosong selama beberapa waktu, dan segera roboh karena hanya dibangun dari bambu yang ditutup atap. Sedikit debu dan kotoran melapisi tempat yang telah menyaksikan banyak penderitaan itu. Ada banyak tempat semacam itu di Lebak.
Saidjah sudah berusia lima belas tahun ketika ayahnya pergi ke Buitenzorg; dan dia tidak menemani ayahnya ke sana karena punya rencana lain. Dia mendengar bahwa di Batavia ada banyak tuan yang mengendarai bendi dan akan mudah baginya untuk mendapat pekerjaan sebagai kacung-bendi. Biasanya anak muda yang dipilih untuk pekerjaan itu, agar tidak mengganggu keseimbangan kereta beroda dua tersebut dengan bobot yang terlalu berat di belakangnya.
~453~ Saidjah mendengar bahwa dirinya akan memperoleh banyak uang dengan cara itu jika berperilaku baik. Mungkin selama tiga tahun dia akan bisa menabung cukup uang untuk membeli dua kerbau. Ini prospek menarik baginya. Dengan langkah bangga seorang yang telah mendapat gagasan hebat, dia memasuki rumah Adinda setelah kepergian ayahnya, lalu menceritakan rencananya.
Bayangkan, katanya, ketika aku kembali, kita akan sudah cukup usia untuk menikah dan punya dua kerbau!
Baiklah, Saidjah, dengan senang hati aku akan menikah denganmu ketika kau kembali. Aku akan memintal dan menenun sarung serta selendang, dan akan sangat rajin sepanjang waktu.
Oh, aku memercayaimu, Adinda, tapi & bagaimana jika aku mendapatimu sudah menikah"
Saidjah, kau tahu bahwa aku tidak akan menikahi siapa pun kecuali kau. Ayahku telah berjanji dengan ayah-mu untuk menjodohkan kita.
Dan kau sendiri" Aku akan menikah denganmu, percayalah. Ketika aku kembali, aku akan memanggil dari jauh.
Siapa yang akan mendengarnya, jika kami sedang
~454~ menumbuk padi di desa"
Itu benar ..., tapi Adinda & oh, ya, ini lebih baik. Tunggulah aku di hutan jati, di bawah pohon ketapang tempat kau memberiku bunga melati.
Tapi Saidjah, bagaimana aku bisa tahu kapan harus pergi ke pohon ketapang itu"
Saidjah berpikir sejenak, lalu berkata:
Hitunglah bulan. Aku akan pergi selama tiga kali dua belas bulan & tidak termasuk bulan ini .& Lihat, Adinda, setiap kali muncul bulan baru, buatlah takik pada lesungmu. Ketika kau sudah membuat tiga kali dua belas garis, aku akan berada di bawah pohon ketapang keesokan harinya & . Kau berjanji untuk berada di sana"
Ya, Saidjah, aku akan berada di sana, di bawah pohon ketapang di dekat hutan jati ketika kau kembali.
Kemudian, Saidjah merobek secarik kain dari ikat kepala birunya yang sudah sangat lusuh dan memberikan potongan kain itu kepada Adinda untuk disimpan sebagai janji, lalu dia meninggalkan Adinda dan Badur.
Saidjah berjalan selama berhari-hari. Dia melewati Rangkas Bitung yang saat itu belum menjadi ibu kota Lebak, juga Warung Gunung tempat tinggal
~455~ Asisten Residen, dan keesokan harinya, dia melihat Pandeglang yang menghampar bagaikan kebun. Saat tiba di Serang, dia takjub melihat kemegahan dan ukuran tempat itu, juga banyaknya rumah batu beratap genting merah. Saidjah belum pernah melihat hal semacam itu. Seharian dia tetap berada di sana karena kelelahan. Namun sepanjang malam, dalam kesejukan, dia meneruskan perjalanan, dan keesokan harinya, sebelum bayang-bayang turun sampai ke bibirnya, walaupun dia mengenakan caping besar peninggalan ayahnya, dia tiba di Tangerang.
Di Tangerang, Saidjah mandi di sungai dekat penyeberangan dan beristirahat di rumah seorang kenalan ayahnya, yang lalu mengajarinya cara membuat topi jerami seperti topi-topi yang didatangkan dari Manila. Dia tinggal di sana selama satu hari untuk mempelajari hal itu karena menurutnya dia bisa memperoleh sesuatu dari situ setelahnya, seandainya tidak memperoleh keberhasilan di Batavia.
Keesokan harinya, menjelang malam ketika udaranya sejuk, Saidjah mengucapkan banyak terima kasih kepada tuan rumahnya dan melanjutkan perjalanan. Begitu hari sudah cukup gelap, ketika tak seorang pun bisa melihatnya, dia mengeluarkan daun
~456~ pembungkus melati yang diberikan oleh Adinda di bawah pohon ketapang karena merasa sedih tidak akan melihat gadis itu untuk waktu yang lama.
Hari pertama, juga hari kedua, dia belum merasa begitu kesepian karena jiwanya terpukau oleh gagasan hebat mencari cukup banyak uang untuk membeli dua ekor kerbau, padahal ayahnya tidak pernah punya lebih dari seekor. Pikirannya terlalu terpusat pada harapan melihat Adinda sehingga tidak meninggalkan ruang untuk banyak kedukaan ketika pamit pergi. Saidjah berangkat penuh harapan dan membaurkan kenangan itu dalam pikirannya, dengan harapan bisa melihat Adinda pada akhirnya di bawah pohon ketapang. Harapan ini sangat memenuhi hati Saidjah sehingga, ketika meninggalkan Badur dan melewati pohon ketapang itu, dia merasakan sesuatu yang terasa seperti kegembiraan, seakan ketiga puluh enam bulan yang memisahkan dirinya dengan saat itu sudah berlalu. Baginya seakan dia hanya perlu berbalik, seakan dia sudah kembali dari perjalanan, untuk melihat Adinda menunggunya di bawah pohon itu.
Pusaka Para Dewa 2 Pengemis Binal 24 Penyesalan Ratu Siluman Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 4

Cari Blog Ini