Ceritasilat Novel Online

Bukan Cinta Satu Hati 2

Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan Bagian 2


" Eh, selamat ya Bilqis." Ujar Lusi, mau ngomong apa lagi? Barusan bilang naksir mas Rizal sekarang apa.
" Apa?" Tanyaku to the poin.
" Seneng deh lihat kamu pakai hijab,? apalagi sebentar lagi mau dilamar pengusaha sukses." Bener kan apa kataku, ada saja anak ini, mending pulang sana
deh Lusi. " Dilamar?" Ujarku, dengan dahi berkerut-kerut.
" Iya, Septian bilang bulan depan mau ngelamar kamu, ih selamat ya, sahabatku yang cantik ini mau nikah." Lusi sontak memelukku, benar-benar bawa mala
petaka nih anak, gak tahu apa dia sudah merusak semuanya, tapi bukan salah dia juga sih, memang sampai saat ini aku masih resmi berlebel kekasih Septian,
Lebel? Kaos distro kalik.1
??????????????????????????????????????????????????????????? ****
Adzan sholat Ashar berkumandang nyaring memanggil para umat muslim untuk segera menunaikan ibadah sholat ashar, aku berangkat ke masjid sendirian, dari
tadi gak tau tuh Lusi kemana,udah gak ada dikamar, ya terpaksa deh jalan ke masjid sendirian.
" Bilqis." Panggil seorang laki-laki yang begitu kukenal suaranya.
" Mas Rizal" seraya menoleh kearahnya, mas Rizal hari ini terlihat lebih segar.? Alhamdulilah berarti dia benar-benar sembuh. Mas Rizal mempercepat langkahnya,
berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan langkah kakiku.
" Assalamualaikum bilqis" Ujarnya memberi salam.
" Waalaikum salam." Jawabku sembari mengembangkan senyum simpul.
" Terima kasih sudah merawatku ketika dirumah sakit." Ujarnya dengan senyum tulus menyempurnakan paras tampan ang dimilikinya, astaga! Bikin aku meleleh.
" Sama-sama Mas." Sahutku singkat.
Sekarang ada yang nemenin aku ke masjid, apalagi orangnya mas Rizal, seneng deh. Kulihat dua sosok orang yang kukenal berjalan menghampiri kami, Lusi dan
septian. Septian menghampiriku, berusaha memelukku dan kutepis sempurna, septian langsung memelototkan mata menatapkutajam. Sorry Tian, dulu memang setiap tian
memelukku aku selalu membalasnya dengan mesra, sekarang maaf saja ya.
" Kamu berubah banget Bilqis." Ujar Septian sinis.
" Kamu itu, kita kan mau sholat, Bilqis mungkin punya wudhu." Ujar Lusi, menjawab semua pertanyaan Tian.
" Mari kita ke masjid sama-sama." Ujar Mas Rizal, mengajak kami semua segera ke masjid.
" Emm.. mas Rizal, aku dengar dari pak Kyai, disini ada kumpulan qori? ya?" Tanya Lusi dengan semangat, hum mau apa ini anak, berusaha menarik hati mas
Rizal. " Iya, neng Lusi bisa Qori?" Tanya mas Rizal dengan wajah kagum. Mas Rizal Bilqis cemburu.
" Bisa anteri saya keketuanya gak mas?" Dasa Lusi, pinter kamu ya? Pulang aja sana gih, bikin panas aja!
" Boleh, mari." Ujar Mas Rizal, Ih! Mas Rizal, mau-maunya sih, gak-gak boleh, mereka gak boleh pergi berdua, makin deket dong nanti mereka.
" Mas Rizal." Teriaku ketika mas Rizal dan Lusi mulai berjalan menjauh, sontak membuat mereka berdua menoleh kearahku dengan penuh pertanyaan. Bingung
dah mau ngomong apa, ayo bilqis berpikir-berpikir. " ???????????????????????????????????????????????????????? Bukannya kita mau ke masjid." Nah, Cuma kalimat
itu yang terlintas dipikiranku, kelihatan aneh gak sih?.
"Kita nanti bisa ketemu disana kan qis." Jawab Lusi, membuat hatiku runtuh seketika, kalah sudah, aku hanya terdiam melihat mereka benar-benar pergi menjauh.
Kenapa ya aku gak rela banget mas Rizal deket sama cewek lain, padahal hubunganku sama mas Rizal juga gak jelas, apalagi kan aku sudah punya Septian.
Dengan pergulatan pemikiran yang begitu dasyat, aku melangkah tanpa nyawa menuju masjid, Septian yang melihat tatapanku kosong, melemparkan pandangan curiga,
terserah mau curiga juga silahkan.
**** Industri kreatif "Bagaimana Mas?" Tanyaku ketika tiba di outlet promosi donat ketela kami.
" Alhamdullilah responya luar biasa." Ujar mas Rizal dengan raut wajah bahagia.
Hari ini hari kedua kami mengikuti pameran industri kreatif Jogjakarta 2015, respon masyarakat cukup mencengangkan, banyak distributor tertarik menjalin kerjasama dengan kami.
Benar kan apa kataku, dengan ikut pameran ini, donat ketela lebih dikenal dan diakui, ya iyalah suatu ide kreatif diimbangi dengan rasa yang enak dan packanging yang menarik pasti menjadi daya tarik dan nilai jual tersendiri.
Mas Rizal dan Mila sibuk melayani para pembeli dan menjawab pertanyaan dari pengunjung. Sedangkan aku dan beberapa santri ponpes, sibuk membagikan brosur-brosur pada para pengunjung yang kebetulan lewat didepan outlet kami.
" Bilqis." Panggil sebuah suara membuatku menoleh.
" Iya mas Rizal?" ujarku saat mengenali pemilik suara itu.
" Stok donat ketela sudah habis, ikut aku ambil persediaan lagi ke pondok mau?" Tanya mas Rizal, dengan suara beratnya yang khas.
" Boleh." Aku menyerahkan sisah brosur pada Lina, santri ponpes, dan beranjak ke tempat dudukku menyambar tas kain dari sana.
Aku dan mas Rizal berjalan beriringan menuju tempat parkir, pameran baru dibuka dua jam lalu tapi stok donat ketela yang kami bawa sudah tatas habis tak tersisah.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, mas rizal terlihat lelah hari ini, kantung mata menghitam, berkali-kali menguap, membuatku khawatir.
Pesanan donat ketela bejibun banyaknya, memaksa mas Rizal untuk lembur, terkadang mas Rizal sendirilah yang mengantarkan ke distributor jika pesanan tak kunjung diambil.
Pandanganku tak lepas dari wajah lelah mas Rizal, biarlah aku kepergok sedang menikmati paras rupawannya, bagiku mau sedang mengantuk ataupun sedang dalam keadaan segar mas Rizal tetap mempesona.
Tak ada pembicaraan berarti, mungkin mas Rizal ingin memusatkan perhatianya pada jalan raya didepannya.
Perjalanan dari balai kota ke ponpes kurang lebih menghabiskan waktu satu jam, aku membantu mas Rizal memasukkan kota-kotak donat kedalam mobil, setelah kurasa semua donat sudah dipindahkan kedalam mobil, aku menyusul mas Rizal kedalam tempat produksi, tadi aku memaksanya beristirahat sebentar.
Kulangkahkan kakiku masuk dan mendapati kenyataan yang membuatku tertegun, Mas Rizal tergolek lemah tak berdaya disamping meja packing, wajahnya begitu pucat. Kudekati tubuhnya, menyentuh keningnya dengan telapak tanganku, panas dan panasnya cukup menyengat, Mas Rizal sakit, dia demam tinggi.
Kularikan kakiku meninggalkannya dan meminta bantuan pada siapapun yang kebetulan lewat.
*** Selang infus menancap di pergelangan tanganya, wajahnya masih pucat, tapi sudah terlihat lebih tenang, panasnya juga mulai turun. Diagnosa dokter sementara, mas Rizal hanya kelelahan dan pola makannya tidak teratur, jadi dianjurkan untuk dirawat secara itensif dirumah sakit.
Beberapa jam lalu, abi dan Mila datang kesini, tapi kusuruh pulang karena pekerjaan dipondok sangat banyak dan tidak memungkinkan untuk ditinggalkan terlalu lama, jadi aku menawarkan diri untuk merawat dan menjaga mas Rizal dirumah sakit.
Kunaikkan selimut ditubuh mas Rizal yang sedikit turun, Cepat sembuh ya mas, Bilqis khawatir banget, Mas Rizal harus segera bangun, gak ada yang bikin aku deg-degan lagi, gak ada yang bikin aku salah tingkah lagi.
Kusentuh keningnya, Alhamdulilah udah gak terlalu panas.
Aku berniat pergi kekamar mandi ketika suara gumaman meluncur dari mulut mas Rizal, gumaman yang berhasil mengurungkan niatku pergi dari ruangan ini. " Bilqis.." Gumam mas Rizal pelan tapi sangat jelas, dia memanggil namaku, kenapa bisa namaku yang disebutnya?
Aku duduk disebelahnya, mencoba menenangkan.
" Bilqis Is... t.r.iku." Gumamnya lagi, ha! Apa tadi? Istriku? Kok bisa dia manggil aku istrinya, aku gak salah dengar nih?
Ah mungkin karena mas Rizal sedang sakit, jadi ucapanya ngelantur. Tapi ingetin aku buat tanya sama dia masalah ini.
"Kruyuk!" aish! Nih perut sudah minta diisi, benar saja dari tadi pagi aku belum makan apa-apa, padahal sekarang sudah pukul tujuh malam. Sepertinya mas Rizal juga sudah bisa ditinggal, kekamar mandi dulu baru ke kantin rumah sakit.
Aku pergi meninggalkan kamar, kali ini berhasil, mas Rizal tak bergumam lagi, jadi aku bisa dengan tenang meninggalkannya sebentar.
Kenyang, akhirnya nih perut berhenti demo, tadi sebelum dikasi makan, demonya melebihi demo kenaikan bahan bakar minyak. Makan malamku hari ini very very enak, coba tebak?
Ayam panggang? Lebih enak dari itu, makam malamku hari ini adalah iga bakar, mie instant rasa iga bakar, mewah kan! gak apalah yang terpenting bisa menghilangkan rasa laparku.
105 nomer ruang inap mas Rizal, kutarik kenop pintu dan membawa tubuhku masuk kedalamnya. Senyum lemah menyambut kedatanganku, ternyata mas Rizal sudah bangun. Aku mendekat kearahnya, melempar senyum yang sama dan duduk disampingnya.
" Assalamualaikum mas?" Sapaku, sembari mengambil bubur ayam di atas nakas.
" Waalaikum salam, terima kasih, aku merepotkanmu." Ujar mas Rizal dengan raut wajah sedih.
" Satu sama, kita satu sama sekarang, kemarin-kemarin aku juga sempat membuatmu repot, sekarang kamu yang membuatku repot, impas kan." Jawabku sembari menyendok bubur dan membawanya kedepan mulut mas Rizal. " Makanlah mas, kamu belum makan sama sekali." Pintaku padanya, dijawab dengan anggukan kepala lemah.
Mas Rizal membuka mulutnya lebar, memberi izin padaku untuk menyuapinya. Dia makan dengan lahap, membuatku tertawa pelan melihatnya. Mungkin mas Rizal benar-benar lapar, tapi aku cukup senang, dengan begini proses pemulihan kesehatan mas Rizal akan lebih cepat.
Aku terus menyuapinya tanpa suara, sesuatu yang paling kuharapkan selama ini bisa menjadi kenyataan, aku bisa sedekat ini dengannya. Seharusnya aku bahagia, tapi kenapa rasa bersalah yang teramat dalam menggelayuti hatiku, hingga membuat mataku berkaca-kaca dan ingin menitihkan air mata, kamu kenapa, Bilqis? Tanyaku lebih pada diri sendiri, tahan-tahan! Jangan sampai tuh air mata tumpah.
Ha! Kok aneh sih, perasaan ini muncul lagi, perasaan dimana aku pernah bertemu dengan mas Rizal sebelumnya. Apa benar aku pernah mengenal mas Rizal, kalaupun iya? kenapa aku tak mengingatnya sama sekali.
Suara dering telepon mengagetkanku, aku meletakan mangkok bubur di atas nakas, memang sudah habis, mas Rizal menghabiskanya hingga tak tersisah,eh sisah sendok sama mangkok, gak mungkin kan sendok sama mangkoknya ikut dimakan juga, memangnya mas Rizal debus?
Aku keluar dari kamar,mengangkat gadget yang terus saja berdering gak karuan. " Assalamualaikum."
" Waalaikum salam sayang." Astaga! Septian, aku hampir lupa sama septian, duh!
Bilqis, bakal berabe, kamu gak inget apa sudah punya pacar, sekarang gimana? Aku sudah punya septian, tapi aku suka sama mas Rizal, dan rasa ingin memiliki mas Rizal lebih besar, apa yang harus aku lakukan?
" Se-p-tian?" Ujarku terbatah-batah.
" Tega kamu ninggalin aku tanpa pamit, harusnya kamu yang nemenin aku pembukaan perusahaan. bukanya Lusi, Papa Mama nanyain kamu, calon istri macam apa kamu itu?" Sahut Septian dengan nada suara sedikit meninggi.
" Maaf,semuanya serba mendadak." Aku berpikir keras, alasan apa yang akan kugunakan sekarang?
" Setidaknya hubungi aku bisa kan?"
" Anu.. sinyalnya darurat terus disini." Jawabku jujur, memang darurat sinyalnya. Sampai-sampai aku beli kartu operator lain, Untung gadgetku dual sim card.
Tapi kenapa hanya orang tuaku terus ya yang aku hubungi? aku benar-benar lupa menghubungi septian atau Lusi.
" Terserahlah, memang kamu sengaja menjauhiku qis." Sentak septian seraya mematikan sambungan telepon.
Aku terdiam, merenungi ucapan septian, Laki-laki itu pasti marah dan kecewa, bagaimana gak kecewa? aku disini bermain hati menduakannya.
*** Masalah Hari ini mas Rizal keluar dari rumah sakit, syukurlah kesehatan mas Rizal cepat membaik, hanya dirawat dua hari, mas Rizal sudah diperbolehkan pulang,
tapi mas Rizal tetap harus banyak istirahat dirumah, agar kondisinya benar-benar pulih.
Mila memapah mas Rizal keluar kamar, sedangkan aku membawa tas berisi pakaian ganti, kami segera menuju lobby rumah sakit menemui ?pak Parmin yang menunggu
didalam mobil. Selama diperjalanan mas Rizal terlelap tidur, mungkin ngantuk atau gak capek, yang penting mas Rizal sudah sehat dan bisa berkumpul lagi dengan kami.
Setelah sampai dipondok aku gak langsung balik ke kamar, mampir dulu ketempat abah, sengkem dulu bro, mas Rizal sama Mila juga tujuan langakahnya sama
kayak aku. Pintu kayu ruangan abah terbuka, ada tamu? biasanya kalau pintu ruangan ini terbuka pasti ada tamu didalam. Aku mengetuk pintu, mengucapkan
salam, mendapati tiga orang memandang ke arahku. OH god! Sinyal bahaya diotakku langsung berbunyi memberi peringatan, perang dunia ketiga. Kok ya bisa
Lusi sama septian datang kesini, bukannya gak ada yang tahu aku disini.kecuali bunda sama ayah.
Septian menghampiriku seraya memelukku dengan erat, aku tertegun, tubhku membatu, kulirik mas Rizal disebelahku, Dia terlihat marah, gerahamnya beradu,
apa yang harus kulakukan?. Septian terus saja memelukku, tak berniat sedikitpun melepasnya, walau seluruh mata yang ada diruangan itu memandangnya dengan
beragam ekspresi. Merasa yang dilakukan Septian akan memperburuk keadaan, aku mendorong tubuhnya cukup keras, membuat pelukannya terlepas. Septian memicingkam mata, menelisik
wajahku, mencari jawaban dari penolakan yang baru saja kulakukan. Aku menarik napas berat, menata perasaan dan berusaha meredakan gemuruh hatiku sendiri.
" Kok bisa sampai disini sih kalian?"? Tanyaku, dengan senyum garing.
" om Hasan yang ngasih tahu Qis." Jawab Lusi menghampiriku.
Aku memeluk sahabat baikku itu, lusi membalas pelukanku seraya membisikkan sebuah kalimat yang membuat hatiku sakit.
" Itu siapa Qis, cakep banget" aku melirik kearah mas Rizal, Lusi menanyakanya, menanyakan laki-laki disampingk ini.
Aku melepas pelukan Lusi, seraya memeperkenalkan mereka pada mas Rizal dan Mila, hah! Dari tatapannya sepertinya Lusi naksir mas Rizal, masa iya sama-sama
suka sama orang yang sama.
Setelah puas bercakap-cakap, aku kembali kekamar bersama Lusi, Lusi tidur sekamar denganku. Aku terdiam tanpa kata, pikiranku sibuk memikirkan apa yang
terjadi setelah ini, bagaimana aku harus bersikap pada mas Rizal dan septian secara bersamaan.
" Qis, mas Rizal itu cakep banget ya." Ujar Lusi dengan wajah berbinarnya, tak ada jawaban yang keluar dari mulutku, boro-boro jawab, ndengerin Lusi ngomong
saja kagak. " Qis." Panggil Lusi seraya menepuk bahuku, aku menggeragap, melihat Lusi yang sudah berdiri didepanku, bukanya tadi dia masukin baju kelemari, kok sekarang
udah ada disini. " Ngelamun saja dari tadi, sampai aku tanya gak dijawab." Gerutu Lusi sembari melipat kedua tanganya didepan dada.
" Eh ya? Tanya apaan tadi." Jawabku linglung.
" Tuh kan! berarti dari tadi gak ndengerin aku ngomong apa?" Sahut Lusi sembari duduk disampingku.
" Maaf deh."? Ujarku sembari menampilkan cengir kuda andalan.
" Mas Rizal itu cakep abis ya." Ujar Lily, berhasil membuatku tertegu. Lusi, harusnya kamu pekah dong, aku kan juga suka sama mas Rizal, sakitnya tuh disini
lho Lusi, ya walaupun aku yang salah sih sudah punya pacar main hati.
"Iya." Jawabku singkat.
"Sudah punya pacar belum ya?" Tanya Lusi lagi.
"Belum." Jawabku gak kalah singkat.
"Wah, boleh dunk aku ngedeketin."
"Ya." Ujarku lagi. Lusi menoleh kearahku, mengeryitkan dahi penuh pertanyaan.
"Kamu kenapa sih Qis?" Tanya Lusi, berhasil membuatku menoleh kearahnya juga seketika.
"Kenapa?" Ujarku balik bertanya.
"Dari tadi aku tanya jawabannya singkat-singkat, kenapa? Kamu gak rela aku naksir mas? Rizal?" Ujar Lusi, sembari mengembungkan pipi, menahan tawa. Sepertinya
Lusi ingin menggodaku. " Ih, apaan aku kan udah punya septian." Sahutku dengan senyum palsu, nih senyum benar-benar palsu, rasanya pengen teriak ke kupingnya Lusi mas Rizal itu
milikku. Dateng-dateng mau ngerebut cem-cemman orang, apaan nih cewek, Surabaya kan banyak cowok, kenapa naksirnya sama mas Rizal sih.
" Eh, selamat ya Bilqis." Ujar Lusi, mau ngomong apa lagi? Barusan bilang naksir mas Rizal sekarang apa.
" Apa?" Tanyaku to the poin.
" Seneng deh lihat kamu pakai hijab,? apalagi sebentar lagi mau dilamar pengusaha sukses." Bener kan apa kataku, ada saja anak ini, mending pulang sana
deh Lusi. " Dilamar?" Ujarku, dengan dahi berkerut-kerut.
" Iya, Septian bilang bulan depan mau ngelamar kamu, ih selamat ya, sahabatku yang cantik ini mau nikah." Lusi sontak memelukku, benar-benar bawa mala
petaka nih anak, gak tahu apa dia sudah merusak semuanya, tapi bukan salah dia juga sih, memang sampai saat ini aku masih resmi berlebel kekasih Septian,
Lebel? Kaos distro kalik.1
??????????????????????????????????????????????????????????? ****
Adzan sholat Ashar berkumandang nyaring memanggil para umat muslim untuk segera menunaikan ibadah sholat ashar, aku berangkat ke masjid sendirian, dari
tadi gak tau tuh Lusi kemana,udah gak ada dikamar, ya terpaksa deh jalan ke masjid sendirian.
" Bilqis." Panggil seorang laki-laki yang begitu kukenal suaranya.
" Mas Rizal" seraya menoleh kearahnya, mas Rizal hari ini terlihat lebih segar.? Alhamdulilah berarti dia benar-benar sembuh. Mas Rizal mempercepat langkahnya,
berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan langkah kakiku.
" Assalamualaikum bilqis" Ujarnya memberi salam.
" Waalaikum salam." Jawabku sembari mengembangkan senyum simpul.
" Terima kasih sudah merawatku ketika dirumah sakit." Ujarnya dengan senyum tulus menyempurnakan paras tampan ang dimilikinya, astaga! Bikin aku meleleh.
" Sama-sama Mas." Sahutku singkat.
Sekarang ada yang nemenin aku ke masjid, apalagi orangnya mas Rizal, seneng deh. Kulihat dua sosok orang yang kukenal berjalan menghampiri kami, Lusi dan
septian. Septian menghampiriku, berusaha memelukku dan kutepis sempurna, septian langsung memelototkan mata menatapkutajam. Sorry Tian, dulu memang setiap tian
memelukku aku selalu membalasnya dengan mesra, sekarang maaf saja ya.
" Kamu berubah banget Bilqis." Ujar Septian sinis.
" Kamu itu, kita kan mau sholat, Bilqis mungkin punya wudhu." Ujar Lusi, menjawab semua pertanyaan Tian.
" Mari kita ke masjid sama-sama." Ujar Mas Rizal, mengajak kami semua segera ke masjid.
" Emm.. mas Rizal, aku dengar dari pak Kyai, disini ada kumpulan qori? ya?" Tanya Lusi dengan semangat, hum mau apa ini anak, berusaha menarik hati mas
Rizal. " Iya, neng Lusi bisa Qori?" Tanya mas Rizal dengan wajah kagum. Mas Rizal Bilqis cemburu.
" Bisa anteri saya keketuanya gak mas?" Dasa Lusi, pinter kamu ya? Pulang aja sana gih, bikin panas aja!
" Boleh, mari." Ujar Mas Rizal, Ih! Mas Rizal, mau-maunya sih, gak-gak boleh, mereka gak boleh pergi berdua, makin deket dong nanti mereka.
" Mas Rizal." Teriaku ketika mas Rizal dan Lusi mulai berjalan menjauh, sontak membuat mereka berdua menoleh kearahku dengan penuh pertanyaan. Bingung
dah mau ngomong apa, ayo bilqis berpikir-berpikir. " ???????????????????????????????????????????????????????? Bukannya kita mau ke masjid." Nah, Cuma kalimat
itu yang terlintas dipikiranku, kelihatan aneh gak sih?.
"Kita nanti bisa ketemu disana kan qis." Jawab Lusi, membuat hatiku runtuh seketika, kalah sudah, aku hanya terdiam melihat mereka benar-benar pergi menjauh.
Kenapa ya aku gak rela banget mas Rizal deket sama cewek lain, padahal hubunganku sama mas Rizal juga gak jelas, apalagi kan aku sudah punya Septian.
Dengan pergulatan pemikiran yang begitu dasyat, aku melangkah tanpa nyawa menuju masjid, Septian yang melihat tatapanku kosong, melemparkan pandangan curiga,
terserah mau curiga juga silahkan.
**** Cincin Itu Semakin? hari, hubungan mas Rizal dengan Lusi semakin dekat. Biasanya kalau kepasar, mas Rizal selalu mengajakku tapi sekarang lebih memilih mengajak Lusi.
Biasanya kalau ada Distributor, selalu aku yang disuruh mendapingi dia, sekarang Lusi yang duduk disampingnya. Benar-benar sakit rasanya, semuda itu posisiku
terganti. Mungkin begitu ya sifat laki-laki, gak bisa liat barang bagus sedilkit, bawaanya pengen diembat. Apalagi si septian nekat banget lagi, kemarin
dia balik ke Surabaya, katanya mau melamar aku ke orang tuaku, bilangnya bulan depan tapi ini kok malah maju banget, mungkin mulai curiga sama perubahan
sifatku yang tiba-tiba ?cuek ke dia. Sudahlah ribet, yang satu belum kelar muncul lagi masalah baru.
Dari pada makin pusing lebih baik aku ajak Mila jalan-jalan, mungkin dengan shopping rasa penat dikepalaku bisa hilang, tapi Mila kemana ya? Aku gak lihat
dia sama sekali, biasanya tuh anak kan hobbynya ngukur jalan. Hahaha Mungkin ada dikamarnya, apa aku kerumahnya saja ya, ya aku kesana saja deh.
Dengan langkah lebar, aku berjalan menuju rumah Abah Rozak, muda-mudahan gak ada Mas Rizal, tak tahu kenapa aku malas bertemu dengannya. Tumben ya? Biasanya
semangat banget kalau disuruh ketemu mas Rizal, kayak orang kebakaran jenggot, tapi entah kenapa sekarang rasanya ogah ketemu, sedikit dongkol hatiku,
biarlah aku lagi ngambek sama dia.
Saat sampai dirumah Abah, klihat abah sedang duduk diteras rumah, tanya abah saja deh, siapa tahu Mila lagi gak dirumah.
" Assalamualaikum Abah." Sapaku memberi salam.
" Waalaikum salam nduk." Jawab abah seraya berdiri, aku menghampirinya dan duduk didepan abah. " Tumben kemari, ada apa toh nduk, perlu sama Rizal?" Tanya
abah setelahnya, Ih kok mas Rizal si abah.
" Mboten Bah, saya mau cari Mila, Mila ada bah?"
" Oh ada, Mila ada dikamarnya, langsung saja masuk, kamar nomer dua ya." Ujar abah memberi tahu, aku mengangguk paham seraya pergi masuk kedalam rumah.
Kata abah kamar nomer dua. Aku berhenti didepan dua kamar berpintu putih. Kamarnya yang mana? Ujarku lebih pada diri sendiri, ih si abah ngasih info gak
komplit, dirumah ini kamar nomer duanya ada dua, soalnya ini ada dua kamar berhadapan. Ah yang mana saja dah, pakai cara cap cip cup kembang kucup saja.
" Cap cip cup kembang kucup." Ujarku sembari menunjuk kedua pintu bergantian.
Ah, teryata pintu sebelah kanan, tanpa banyak mikir aku segera membuka pintu kamar itu, he! Bu author buka pintu aja pakai mikir terlalu panjang kata-katanya
( Biar banyak halamanya : author). Kudapati sebuah kamar dengan cat putih bersih, hanya ada ranjang, meja dan lemari disini, oh ya ada laptop plus gitar
juga teryata, sepertinya ini bukan kamar Mila, kamar ini lebih terkesam manly, ?masa? kamar mas Rizal? mungkin saja ini kamar mas Rizal gak mungkin juga
kan ini kamar abah, coba bayangin masa? abah main gitar, hihihihih. Kalau benar ?ini kamar mas Rizal lebih baik aku keluar saja deh, gak enak masuk kamar
mas Rizal tanpa izin. Aku hendak keluar kamar saat kulihat sebuah kotak beludru berwarna merah tergletak diatas laptop,? itu bukanya kotak yang biasa buat nyimpen cicin ya.
Cicin? Mas Rizal mau nikah? Atau mau tunangan? Atau itu cicin buat seorang wanita? Dilandasi rasa kepo yang maha dasyat, kuurungkan niatku keluar dari
kamar, aku malah masuk dan mengambil itu kotak, salah sendiri naruh kotak cicin sembarangan, untung gak diambil maling.
Aku membuka kotak itu dan mendapati sepasang cicin mas bertahta berlian ditengahnya, Cincin ini? Tiba-tiba kepalaku berdenyut kencang, sakit luar biasa
segera kurasakan, bersamaan dengan? itu sebuah kejadian berputar-putar bak video dikepalaku. Tak kuasa menahan sakit, aku menjatuhkan cincin itu dan memegangi
kepalaku dengan kedua tangan. "Ya Allah sakit banget" ?ujarku ketika tak kuasa menahannya, keringat dingin mengucur deras dari keningku, kakiku serasa
lemas hingga tak sanggup menopang tubuhku sediri. Semakin sering bayangan itu muncul semakin parah sakit yang mendera kepalaku, seberkas bayangan hitam
perlahan menelan kesadaranku, sebelum bayangan itu semakin memakanku, aku berteriak kencang dan terkulai lemas dilantai tak sadarkan diri setelahnya.
**** Kenyataan Pahit ?(Ini dimana sih, sepertinya aku gak kenal tempat ini. Lho, kenapa mas Rizal ada didepanku, Eh mau ngapain sih mas Rizal, kok semakin dekat ke mukaku,
"Ummmm" Mas Rizal mencium bibirku dengan lembut, membuatku memejamkan mata, menahan gejolak yang tiba-tiba menyeruak dari tubuhku, ciumanya begitu lihai,
hah! Seharusnya ciuman seintim ini hanya boleh dilakukan suami istri, tak hanya ciuman mas rizal juga menyentuh tiap jengak tubuhku. Yang aku tahu kegiatan
seperti ini bukan ciuman tapi Bercinta.)
" BilqisBilqis." Aku membuka mata dan mendapati Abah dan Mila didepanku. Yang tadi? Oh astaga teryata yang tadi Cuma mimpi, aku mimpi bercinta dengan
mas Rizal. Aduh bilqis, bisa-bisanya mimpi seperti itu. Tapi ku kira itu asli lho, soalnya adegan ciumannya berasa banget, berharapnya sih asli, tapi kalau
teryata Cuma mimipi ya mau giman lagi.
Sebenarnya aku kenapa? Orang-orang pada ngerubungin aku, kayak lalat ketemu buah. Oh iya sih, aku tadi pingsan, pingsan gara-gara lihat cicin itu, aku
pernah lihat cicin itu, tapi aku lupa pernah lihat dimana.Sejak aku sampai disini, aku rasa hidupku semakin penuh misteri, dan misteri itu ada sangkut
pautnya sama mas Rizal. Aku berusaha bangun, Mila yang melihatku ingin bangun, membantuku dan meletakkan bantal dikepala ranjang untuk menopang kepalaku, kepalaku sudah tidak
begitu sakit lagi, sebelumnya aku gak pernah sakit kepala separah ini. Sebaiknya aku periksa ke dokter, takut terjadi apa-apa.
" Kamu kenapa Nduk." Tanya Abah Rozak ketika aku mulai bisa ditanyai.
" Gak tau Abah, tiba-tiba kepala saya sakit banget." Jawabku dengan memijit kepalaku pelan.
" Mbak Mila khawatir, mbak gak bangun-bangun." Ujar Mila dengan raut wajah khawatir yang masih terlihat jelas. Aku memegang pergelangan tanganya seraya
menggelengkan kepala. " Aku gak apa-apa Mila." Ujarku singkat. Mila tersenyum penuh kelegaan, diraihnya gelas yang berisi air mineral diatas nakas dan
disodorkan kerahku, aku mengambilnya dan meneguknya hingga tatas.
Aku turun dari ranjang, berniat pergi kekamar mandi. Dari tadi nahan buang air kecil nih, kalau gak segera kekamar mandi, bisa ngompol disini. Kulangkahkan
kakiku perlahan, target tujuanku adalah ?kamar mandi, kamar mandi dirumah ini terletak disamping dapur. Nah itu dia kamar mandinya, dengan langkah menjinjit
karena menahan pipis, aku berjalan menuju kamar mandi.
Ketika melewati dapur, langkaku terhenti saat melihat dua anak manusia berdiri memunggungiku, itukan punggung Lusi sama mas Rizal, sedang apa mereka? Karena
tak begitu jelas terhalangi dinding pemisah anara dapur dan kamar mandi, kuputusakan untuk mengintip lebih dekat.
. Rasanya tulang-tulang dikakiku lenyap, membuat kakiku lumer bak es krim, pemandangan yang tersaji didepanku ?benar-benar tak ingin? kulihat, mas Rizal
dan Lusi sedang berciuman. Oh ya Allah, benarkah kau telah menunjukkan padaku siapa jodoh mas Rizal sebenarnya, dan cicin tadi? Apakah? cincin itu cincin
pernikahan mas Rizal dan Lusi nantinya.4
Air mata tak kuasa? turun dari pelupuk mataku, air mata ini ?mengalir begitu deras membasahi pipiku, teryata kenyaan ini yang harus kudapat. Kularikan
kakiku menjauhi mereka dan pergi kekamarku. Air mataku terus saja mengalir, aku berusaha membendungnya, tapi setiap kuingat kejadian itu, tanpa kuminta
air mata ini turun dengan sendirinya. Tanpa berpikir panjang,ku masukkan semua pakaianku kedalam koper, tekatku sudah bulat, lebih baik aku pulang ?dari
pada harus menahan sakit hati setiap harinya, asa sakit ketika melihat kedekatan mas Rizal dan Lusi.
Aku berusaha menghentikan angkot yang lewat, tapi tak satupun yang terlihat, rasanya kakiku tak kuasa berdiri terlalu lama, aku juga gak mau ada yang melihat
dan mencegah kepergianku. Aku berjalan dengan cepat berusaha menjauhi pondok, hingga kulihat sebuah angkot mendekat kearahku, segera kulangkahkan kakiku
masuk, angkot ini membawaku semakin menjauhi pondok dan hilang diujung jalan. " Terminal" Ujarku saat supir angkot menanyakan tujuanku. Karena aku gak
punya tiket pesawat kuputuskan untuk naik bus, apapun alat transportasi yang kugunakan sekarang, itu tak terlalu penting lagi, yang terpenting aku segera
meninggalkan kota? jogja dan sampai di Surabaya secepatnya
Air mata ini terus saja mengalir, aku jadi terkesan lebay, tapi entah kenapa saat melihat kejadian itu, seketika hatiku menjadi kosong, sesuatu yang sangat
berharga seakan diambil dariku secara paksa, membuatku tak rela melepasnya. Jika dipikir-pikir reaksiku ini berlebihan, baru sebulan aku menggenal mas
Rizal, tapi serasa bertahun-tahun lalu aku sudah mengenalnya, dan rasa cinta ini tumbuhnya begitu cepat, berbeda jauh saat pertama kali aku mencintai Septian,
butu berbulan-bulan untuk menyadari perasaanku terhadapnya. Lusi, aku kira dia sahabatku, mengerti aku seutuhnya, tapi nyatanya dia tak bisa memahamiku,
aku benar-benar kecewa. Tapi ini bukan sepenuhnya kesalahan Lusi, ini salah mas Rizal! laki-laki itu terata buaya darat, dia sengaja menggunakan kesempurnaan
raganya untuk mendekatiku dan Lusi kemudian membuat kami jatuh cinta,. Tapi Lusi juga salah sih, kenapa jadi perempuan mudah banget tertipu bujuk rayu
laki-laki, baru tiga hari kenal, sudah mau dicium, dibibir lagi, (Tahu dari mana dicium dibibir: Author), kelihatan kali bu Author kalau mereka lagi ciuman
bibir, ya walaupun aku lihatnya dari belakang.
Kuputuskan untuk beristirahat, sekalian mengistirahatkan otak yang mengepul-ngepul bak cerobong kereta. Bus yang membawaku melenggang dengan kencang, sekencang


Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perasaanku pada mas Rizal yang semakin memudar. Mungkin sebaiknya aku tetap mencintai Septian, karena hanya laki-laki itu yang setia terhadapku.
Setelah melalui perjalanan hampir tiga jam, akhirnya aku sampai didepan rumah, sebulan lebih aku meningalkan rumah ini, mungkin hanya rumah inilah yang
membawa kebahagaiaan untukku. Aku sangat merindukan Bunda dan Ayah, sebelumnya aku gak menghubungi mereka kalau aku mau pulang, bukan surprise juga sih,
kepulanganku juga tak kuduga sebelumnya. Kutekan bel rumah dengan perlahan, jam segini mana mungkin Bunda sudah tidur, apalagi pagar belum tergembok, Pasti
Ayah belum pulang dari Rumah sakit. Kutekan bel Rumah berkali-kali, menunggu Bunda membukakan pintu. Aku membalikkan badan memebelakangi pintu dan memandang
jalanan yang begitu sepi, benar saja sepi, rata-rata pemilik rumah di perumahan ini orang-orang sibuk. sepulang kerja mereka langsung beristirahat. Rasaya
ada sedikit kelegahan saat aku sampai dirumah. Ya, mungkin sekarang Mas Rizal dan Lusi sedang asyik berduaan, mereka pasti merayakan kepulanganku, penghalang
hubungan mereka kan hanya aku, jadi setelah aku tak lagi disana mereka bebas melakukan apapun sesuka hati. Lagi pula jika seandainya mereka mau menghubungiku,
itu juga percuma saja, dari tadi di Bus, gadgetku sengaj kumatikan.
" Siapa ya?" Suara bunda, aku segera balik badan,? menatap rindu wanita cantik yang berdiri didepanku dengan ekspresi kaget luar biasa.
" Bunda." Ujarku seraya berlari memeluknya, bunda merentagkan tangan menerimaku kedalam pelukannya. " Bilqis kangen banget sama bunda." Ujarku menambahi.
" Kenapa gak bilang kalau mau pulang?" Tanya bunda seraya merenggangkan pelukannya.
" Surprise bunda." Jawabku dengan senyum palsu.
Bunda menghalauku masuk, meninggalkanku diruang tamu dan pergi kedapur membuatkan teh hagat.
" Ini diminum dulu." Seraya menyerahkan cangkir te padaku, aku menerima cangkit itu dan meneguk isinya perlahan, lumayan sedikit menghangatkan tubuhku
yang sedari tadi kedinginan. Kulihat bunda terus saja menatapku dengan senyum lebarnya, keletakkan cangkir teh diatas meja, beranjak dari tempat dudukku
dan mendekati bunda. Aku duduk dilantai, merebahkan kepalaku dipangkuan bunda, hal seperti ini yang kubutuhkan sekarang, kehangatan seorang bunda.
" Kamu terlihat cantik sekarang Bilqis." Ujar bunda sembari membelai kepalaku yang terlapis hijab. " Apa yang terjadi nak, hingga kau tiba-tiba pulang?"
Tanya bunda lagi. Tak ada satupun pertanyaan bunda yang kujawab, yang kulakukan hanya memejamkan mata dan menikmati belaian lembut bunda.
" Bunda bersyukur akhirnya kamu mau berhijab sekarang." Ujar bunda untuk yang ketiga kalinya.
" Bunda, akhir-akhir ini kepala bilqis sering sakit tanpa sebab. Dan bilqis juga sering terbayang suatu kejadian yang tak pernah bilqis lakukan." Ujarku
menjawab semua pertanyaan bunda. Bilqis, bilqi. Tanyanya apa jawabnya apa, gak nyambung.
" Benarkah?" sahut bunda singkat. Kuangkat kepalaku dari pangkuan bunda dan menatap wajah bunda yang selalu meneduhkan. Bunda kenapa? Ekspresi bunda tiba-tiba
berubah tegang, bunda juga sepertinya melamun, terlihat dari tatapannya yang kosong. " Bunda.. Bunda kenapa?" Tanyaku membuat bunda tersentak kaget.
" Eh, tidak apa-apa sayang, mungkin kamu hanya kecapean saja, inget kan dulu juga sering pusing, kata dokter apa? Migren kan. Jadi kamu gak boleh kecapean
dan gak boleh banyak masalah." Ujar? bunda, dengan ekspresi wajah yang kembali tenang.
" Iya Bilqis inget bunda." Ucapku singkat. " Bunda Bilqis kekamar duluan ya, capek mau istirahat." Bunda menganggukan kepala seraya mencium keningku, dan
mengantarku sampai kekamar.
*** Tak Kusangka kurasakan sebuah tangan menguncang tubuhku,membangunkanku dari tidur, aduh!bilqis baru bisa tidur nih, dari tadi mewek terus, biarin bilqis tidur dong.
"Qis.. bagun qis... ayah mau bicara" ujar sebuah suara, sukses membuatku geragaban, segera kududukan tubuhku, mendapati bunda dengan wajah khawatirnya
duduk ditepi ranjang. Jadi yang ganggu tidurku bunda toh, eh! Tadi bunda bilang apa? Ayah? Mampus! apa ayah tahu aku kabur dari pondok.
"Ada apa sih bunda, bilqis capek banget" jawabku, sembari mengucek mata dengan jari telunjuk.
" sudah, yuk turun." Bunda menyibakkan selimutku, menarik tanganku, memaksaku turun dari ranjang. Kuraih hijab instan dan mengenakanya kemudian mengekor
dibelakang bunda turun kelantai satu.
"Apapun nanti yang dikatakan ayah, kamu diam saja ya Qis." Bunda berujar,membuatku mencium sesuatu yang gak.beres.
Kulihat ayah duduk dikursi ruang keluarga, sedang membaca koran. Aneh - aneh saja ayah ini, malam malam baca koran. Biasanya kalau baca koran itu dipagi
hari, mungkin ayah mau bikin kebiasaan yang beda dari pada yang lain.
Ayah melipat koran dan meletakkannya diatas meja, ketika melihatku berdiri disampingnya.
"Duduk bilqis" ujar ayah seketika membuatku bergidik ngeri, terlihat dari nada suara dan ekspresi wajahnya, aku semakin yakin ada yang gak beres.
Aku duduk disamping ayah, begitupun bunda, duduk bersamaku dalam satu sofa.
" kenapa pulang tanpa izin! Merasa paling benar sendiri, merasa paling pintar. Kamu sadar, kelakuanmu membuat orang lain khawatir!"
Aku hanya diam seribu bahasa, ayah berhak marah, semua memang salahku. Seharusnya ayah tahu, semakin lama aku disana semakin sakit hatiku, tapi ayah gak
bakal ngerti, bahkan gak mau tahu. Lagian ayah melarang keras buat pacaran, kalau tahu aku pulang karena laki-laki, bisa makin diomelin.
" bilqis!!" Teriak ayah, berhasil membuatku kaget, jantungku berdegup kencang, menahan rasa takut luar biasa. Baru kali ini aku lihat ayah semarah ini.
"Ayah, jangan keras-keras kalau ngomong" sahut bunda membelaku.
" anak ini perlu dikasih tahu bunda, kalau terus dibiarin dia bakal menyusahkan banyak orang." Ujar ayah dengan nada suara makin tinggi.
" maaf ayah, bilqis yang salah, bilqis gak betah disana." Jawabku dengan kepala tertunduk dan suara lemah.
" tadi kyai rozak telepon ayah, kamu pulang tanpa pamit. Semua orang disana bingung mencarimu, mereka sampai lapor polisi, mengira kamu diculik." Ayah
berdiri didepanku, melipat kedua tangannya didepan dada duh!sumpah aku paling gak suka masuk dalam kondisi seperti ini, siapa saja tolongin bilqis dong.
"Ting tong- ting tong" syukurlah, hah! Siapapun dia yang bertamu malam malam begini, kamu sudah jadi malaikat penolongku.
Ayah meninggalkank ruang keluarga menuju pintu depan, aku sedikit bernapas lega. Kesempatan, walaupun hanya beberapa menit, aku bisa mengatur derap jantungku
bak genderang perang ini, aku juga bisa merangkai kata-kata mencari alasan.
Ayah kembali dengan wajah datarnya, duduk disofa sembari mengambil korang yang sempat dibacanya tadi dan kini dia baca kembali.
"Rizal menunggu diluar, temui dia." Mas Rizal? Disini? Kok dia bisa tahu rumahku. Gak..aku gak mau ketemu sama dia, aku males lihat wajahnya, ngapai juga
dia datang kemari, bukannya Lusi sudah nemenin dia.2
Aku beranjak berdiri, meninggalkan ruang tamu, berniat kembali ke kamar.
" mau kemana Qis?" Ayah bertanya tanpa meninggalkan aktifitas membacanya, ayah pekah banget sih.
"mau kekamar ayah." Jawabku dengan nada sedikit takut.
"temui, Rizal diluar!!" Hah! Mau gak mau ini dah, kalau ayah sudah memerintah susah dibantah.
Kuputar haluan kakiku, kini tujuanku adalah teras depan, menemui si buaya darat gak tahu diri.
Mas Rizal duduk dikursi teras, dengan posisi kepala menatap lantai.
"Ada apa kemari?" Ujarku sinis, mas rizal menoleh kearahku, beranjak mendekatiku dan langsung memelukku. pelukan ini, pelukan yang selalu kuinginkan, pelukan
yang selalu kudambakan. Kudorong tubuhnya, membuat tubuhnya hilang keseimbangan dan hampir terjungkal.. haha rasain, gak tahu apa, tenagaku ini tenaga
kuda. " tenagamu mungkin bisa untuk mengangkat barbel 100 kg " ujar mas Rizal sembari terkekeh pelan.
" aku gak sedang bercanda Rizal, pulanglah!" Sahutku, sambari menutup pintu dan menguncinya.
Aku kembali dengan wajah geram, bisa bisanya tuh cowok tertawa diatas penderitaanku, oh kamu bodoh bilqis, tentu saja dia bahagia, dia kan sudah mendapatkan
lusi, ya walaupun dari dua target dia hanya dapat satu.
Aku tak peduli lagi ayah berteriak teriak, ketika aku melewatinya. Kenapa juga ayah semarah itu, dulu kalau ada teman laki laki yang bertamu, ayah selalu
bilang bilqis lagi tidur, padahal aku ada tuh dibelakang pintu, mendengarkan semua alasan yang dilontarkan ayah. Tapi sekarang, serasa mas rizal itu orang
yang harus kuhargai sampai sampai ayah lebih rela marah ke aku dari pada harus nyuruh pulang tuh bebegik.
Aku membuka pintu dan menutupnya dengan keras, lebih baik aku gak usah keluar kamar dulu dah, capek juga menghadapi orang rumah yang gak mengerti kondisiku.
Memang sih aku belum cerita, tapi seengaknya diberikan waktu sehari saja buat nenangin pikiran
Kujatuhkan tubuhku keranjang, menarik selimut hingga dagu, dan mencoba tidur setelahnya. Hari ini hari yang begitu berat bagiku.
**** Aku merasa ada orang yang membelai rambutku dengan lembut, sesaat kemudian rasa dingin kurasakan menyentuh bibirku, rasa dingin yang menggetarkan, menyesakkan
napasku, dia mempermainkan bibirku dengan sangat lihai, membuat gelenyar aneh merasuk memenuhi tubuhku, ciumannya sangat intim begitu sarat akan makna
kerinduan, hebusan nafas dari hidungnya menerpa pipiku meninggalkan hawa panas yang membuatku semakin bergetar. Hah! Yang benar saja, siapa yang berani
mencium bibirku? mimpi? Ini pasti cuma mimpi, aku juga kan pernah mimpi seperti ini. Tapi ini rasanya nyata, apalagi hebusan napas milik orang ini terasa
sekali dipipiku. Oh god, ini bukan mimpi, alarm bahaya segera berbunyi di otakku, memaksaku untuk bangun. aku segera membuka mata dan mendapati kenyataan
diluar dugaanku, mas Rizal mencium bibirku dengan lembut dan menggairahkan. Gila! Laki laki ini gak cuma buaya darat tapi juga mesum, seenak jidatnya mencium
wanita tanpa izin. Aku mendorong tubuh mas rizal menjauh,membuat ciumannya terlepas. Aku segara berdiri, memberi jarak dan meringsut ditepi ranjang. Sisah ciuman yang dilakukannya
masih terasa jelas, napasku juga masih memburu. Aku menarik napas dalam dan mengeluarkannya berkali kali, berusaha menenangkan kondisi tubuhku yang up
normal. Mas Rizal terus saja memandangi setiap pergerakan tubuhku, benar benar membuatku bergidik ngeri.
Ini juga bunda sama ayah kenapa memberikan akses masuk buat dia, apalagi akses masuk ke toritorial pribadiku, tanpa seizinku pula.
" kau menolak ciumanku qis." Ujar mas rizal dengan seringaiannya. Mas rizal kesambet kali ya, jadi nyeremin gini nih orang.
" aku sudah menyuruhmu pulang, kenapa kamu masih disini apalagi dikamarku?" Sahutku dengan rasa emosi dan takut bercampur jadi satu.
*** Amnesia Aku terbangun saat kudengar percakapan dua orang diluar kamar, terdengar samar memang, tapi masih bisa tertangkap indra pendengaranku yang frekuensi penangkapannya
hanya 20Hz, jangan disamain sama kelelawar lho ya... hahaha
Sepertinya itu suara bunda dan seorang laki laki, bukan ayah pastinya. Suaranya begitu berat khas kakek kakek.
" apa yang terjadi dok?" Ujar bundaku menanyakan.
" itu reaksi penolakan dari otak penderita buk, mungkin ingatan masa lalu yang muncul begitu ingin di lupakan." Ujar orang itu. Ingatan masa lalu? Ingin
dilupakan? Apa sebenarnya yang terjadi.
" apa itu sesuat............." humm hilang dah suaranya, berarti mereka makin menjauh. Ish! Gak tahu apa disini ada yang lagi nguping, pengertian dikit
kenapa? Kepo banget ini. Aku memijit kepalaku, memang tidak sesakit tadi tapi sedikit pusing. Padahal aku tidak pernah merasakan sakit kepala seperti ini, seingatku terakhir kali
sakit ini muncul, lima hari setelah kecelakaan mobil yang menimpaku satu tahu yang lalu, setelahnya gak pernah muncul lagi.
Kudengar langkah kaki mendekat kerahku, sontak membuatku menoleh ke sumber suara yang kudengar. Bunda tersenyum padaku, kemudian naik keatas ranjang duduk
disampingku yang masih rebahan diranjang.
Bunda membelai kepalaku yang ditumbuhi rambut panjang sebahu dengan penuh kasih sayang, memang benar kata orang orang, obat paling mujarab saat kita lagi
tertimpa masalah atau memiliki? beban hidup teramat berat adalah belaian tangan seorang ibu. Aku membuktikanya hari ini, benar- benar menenagkan dan juga
bisa menghilangkan pusing dikepalaku.
" bunda bilqis mau tahu semuanya, ada apa sebenarnya bunda?" Tanyaku dengan penuh rasa penasaran.
" apa kamu siap mendengarnya?" Ujar bunda menanyakan kesiapanku.
" iya bunda bilqis harus tahu semuanya." Ujarku meyakinkan.
" baiklah, tunggu sebentar. " bunda beranjak turun dari ranjangku dan berlalu pergi meninggalkan kamar. Aku bangun dari tidurku dan bersandar dikepala
ranjang, sempat kulirik? jam wekker diatas nakas. Pukul 11 malam, sudah begitu larut, suara nyanyian jangkrik menemani kesunyian malam, sebenarnya malam
ini tak berbeda dari malam malam sebelumnya, jika biasanya nyanyian jangkrik hanya kuanggap pemanis, malam ini? nyanyian jangkrik membuat suasana semakin
mencekam. Jangkrik diem dong! Tak goreng lo ya.
Suara derit pintu yang dibuka sonta membuatku mengalihkan perhatian, bunda mendekatiku dengam sebuah album foto besa ditangannya. Bunda menyodorkan album
foto itu kearahku dan kuterima dengan sedikit ragu, entah kenapa ada sedikit rasa takut ketika akan membuka album foto itu.
" bukalah" ujar bunda memintaku. Kubuka perlahan sampul halaman depan album foto itu, kini mataku bergerak liar menelisik setiap lembar foto yang tertempel
disana dengan sangat teliti.
Potret? diriku dan mas rizal sedang duduk dalam satu meja. Anak Sd pun jika disodori foto foto ini pasti tahu, bahwa ini adalah foto saat? prosesi akad
nikah. karena belum sepenuhnya percaya, kembali kubuka halaman demi halaman album foto itu, dan sebuah kenyataan sontak? menohok hatiku, semua foto didalam
album ini sama. Semua potret? menerangkan dengan jelas kondisi tubuhku yang terbalut kebaya putih mewah berdampingan dengan mas Rizal yang mengenakan setelan
jas hitam terlihat begitu tampan, lokasinya pun jelas, di ruang tamu rumahku. Jadi benar aku ini istri mas Rizal, berarti dia gak bohong, dan buku nikah
itu memang buku nikah kami.
" jika kamu mencari dimana foto resepsi pernikahanbegitu kalian, kamu gak akan menemukannya." Ujar bunda disela aktifitasku membolak balik setiap halaman
album foto pernikahanku. Bunda benar, disini tidak ada satupun foto saat resepsi pernikahan.
"kenapa?" Tanyaku, tanpa mengalihkan perhatian memandangi potret diriku didalam album foto pernikahan ini .
" karena kamu sendirilah yang memintanya, kamu dan rizal sengaja jodohkan sejak kecil. Tapi ayah sempat melupakan perjodohkan dimasa lalu antara dirinya
dan kyai rozak sahabat ayahmu. Tapi suatu hari, kyai rozak datang kesini bersama putranya rizal. Awalnya kami mengira tujuan mereka datang kemari hanya
untuk silhturahmi, tapi keesokan harinya mereka datang lagi kemari dan menanyakan tentang perjodohan itu sekaligus ingin melamarmu." Ujar bunda menjelaskan.
" terus ayah menerimanya?" Kini aku meninggalkan album foto itu, merebahkan kembali tubuhku diatas ranjang, sembari mendengarkan cerita bunda.
" walaupun ayahmu pernah memiliki perjanjian perjodohan dengannya, ayahmu tak akan semudah itu melepas aset berharga dalam hidupnya. Ayahmu selalu menekankan
bibit bebet dan bobot sangat penting bagi siapapun yang ingin melamarmu." Ujar bunda menjawab rasa penasaranku, tatapan bunda menerawang jauh, seakan menggulang
peristiwa yang sangat berat, raut wajahnya menyiratkan kesedihan.
" mas Rizal lolos?" Tanyaku penasaran.
" tentu saja, rizal lolos dari seluruh kriteria baik bibit bebet maupun bobotnya. Rizal adalah putra seorang kyai, dan diapun mewarisi akhlak dan sifat
baik ayahnya. Rizal juga lulusan oxford university jurusan bisnis, itu semua cukup menjadi alasan untuk kami menerima lamarannya." Aku sempat membelalakan
mata ketika mendengarkan cerita bunda, lulusan oxford? Jurusan bisnis? Berarti selama ini dia cuma belagak bodoh didepanku, belagak gak tahu dunia bianis
sama sekali. Harus diberi pelajaran tuh cowok, awas saja kalau sampai ketemu, aku pites pites tuh hidung mancungnya sampai pesek.
" pernikahan kalian digelar? bersamaan? dengan hari ulang tahunmu yang ke 20, awalnya kamu menolak keras pernikahan itu, tapi karena bunda membujukmu dengan
sepenuh hati, akhirnya kekerasan hatimu dapat tercairkan dan kamu mau menikah dengan rizal." Mendengar cerita bunda, membuat batinku begitu terpukul, seperti
ituka yang terjadi, tapi kenapa aku tak bisa mengingat kejadian itu sama sekali.
" apa yang terjadi denganku bunda, aku tidak mengingat kejadian itu sama sekali." sebutir air bening menetes dari pelupuk mataku, rasanya hatiku begitu
sakit tapi aku tak tahu karena apa.
" kamu ingat kecelakaan mobil yang menimpamu satu tahun yang lalu?" Tanya bunda padaku dan kujawab dengan anggukan kepala cepat. " kecelakaan malam itu
sangat parah hingga membuatmu gagar otak. Untunglah nyawamu masih tertolong, tapi setelah itu kamu mengalami koma selama satu bulan dan saat kamu terbangun,
kami harus menerima kenyataan ada sesuatu yang hilang darimu . Kamu mengalami amnesia, Kamu tak mengingat bahwa kamu telah menikah, setiap kami menyinggung
tentang pernikahanmu, kamu selalu berteriak histeris dan mengaduh merasakan sakit dikepalamu." Jadi begitu ceritanya, berarti karena kecelakaan mobil itu
aku jadi hilang ingatan. " kata dokter kamu mengalami amnesia pemanen, kecil kemungkinan untukmu bisa mengingat memori yang hilang dari otakmu itu, sayangnya
semua memori mulai dari pertunangan hingga peristiwa sebelum kecelakaan terjadi itulah peristiwa yang kamu lupakan." Berarti benar dong aku sudah menikah
dengan mas rizal, senyum bahagia sedikit terukir dari bibirku, sebenarnya tanpa perlu bersusah payah mencuri hatinya, aku sudah memilikinya.
" dokter menyarankan untuk menjauhkan segala barang atau apapun yang mengingatkanmu pada kenangan itu, dokter mengatakan, mungkin saja memori yang hilang
merupakan peristiwa buruk yang sangat tidak ingin kamu alami." Ujar bunda membuatku mengeryitkan dahi, benarkah pernikahanku dengan mas rizal adalah hal
yang paling tak ku inginkan.
" aku juga melupakan mas rizal bunda?" Sahutku ingin tahu,memangnya mas rizal sejelek apa sih dulu, sampai aku rela melupakan pernah menikah dengannya.
" sayangnya iya, kamupun melupakan rizal suamimu sendiri. Karena kami tak mau kondisimu semakin parah, kami memutuskan menjauhkan barang barang yang berkaitan
dengan pernikahanmu,? cicin pernikahan milikmu bunda serahkan ke rizal, kami tidak pernah lagi mengingatkanmu pada statusmu bahkan tentang rizal sekalipun."
Ujar bunda dengan air mata mulai mengalir membasahi pipi mulusnya. Kondisikupun tak jauh berbeda, rasanya hatiku seperti diremas remas, begitu sakit, jadi
selama setahun belakangan ini, aku berciuman dan? berpelukan dengan septian, ketika statusku masih istri sah mas Rizal. Saat dipondok juga mas rizal pernah
melihat septian memelukkujuga dengan mesra dihadapannya, ya allah bagaimana rasa sakit yang harus ditanggungnya, selama setahun lebih aku tidak mengakui
keberadaannya, bahkan mengingat namanya pun tidak. Maafin bilqis ya mas, harusnya bilqis menemanimu, merawatmu bahkan melayanimu sebagaimana mestinya suami
istri. Bukan malah melupakanmu dan membuatmu susah.
" apa mas rizal tidak berusaha menemuiku bunda". Tanyaku dengan air mata mengalir semakin deras membasahi pipi.
" hampir 2 bulan rizal berusaha terus menemuimu, terkadang bunda tak tega menyuruhnya pulang, kondisinya tak terurus, dia begitu kurus. Hingga suatu hari
kami memintanya untuk berhenti menemuimu, jika memang kalian berjodoh, maka suatu saat nanti kalian akan dipertemukan lagi. Jangan bertanya kenapa bunda
dan ayah tega melakukan itu. Jika kami membiarkan rizal menemuimu, maka kami harus rela melihatmu kesakitan dan kami tidak rela jika harus melihatmu menahan
sakit yang begitu berat." Ujar bunda mengakhiri ceritanya seraya memelukku dan membiarkan aku terisak di pelukannya.
" aku merindukannya bunda." Ujarku dengan suara terbatah- batah karena dada yang begitu sesak akibat menangis terus menerus. " terlepas dari aku mengingatnya
atau tidak, aku mulai mencintainya bunda." Ujarku, membuat bunda menjauhkan tubuhku dan memandangi wajahku penuh pertanyaan.
" apa benar yang kamu ucapkan itu?" Tanya bunda memastikan. Aku hanya menganggukan kepala memberi jawaban.
" kamu mau menemuinya?" Ya, aku ingin menemui pangeranku, aku ingin meminta maaf padanya karena telah melupakanya dan sempat menduakannya. Aku ingin memeluknya
menciuminya, tak membiarkanya pergi dariku barang sedetikpun.
" tentu saja bunda, tapi gak sekarang, aku butuh waktu untuk mencerna ini semua, bilqis ingin menenangkan diri dulu dan menyiapkan mental untuk bertemu
mas rizal lagi." Ujarku sembari membenarkan posisi tidurku.
" baiklah, sekarang beristirahatlah." Ujar bunda sembari menaikan selimut dan mencium keningku penuh sayang.
" selamat malam bunda" ujarku saat bunda akan menutup pintu. Bunda tersenyum kearahku seraya menutup pintu dengan perlahan.
Aku mencoba memejamkan mata, kenyataan yang baru saja kuketahui sedikit membuat kerja jantungku bertambah berat, kulemaskan sendi sendi yang sudah menegang,
mencoba merileks-kan tubuh dan terlelap? setelahnya.
**** Rindu Wortel, kol, kentang itulah nama nama sayuran..hehehe... lagi masak nih, lumayan sedikit menghilangkan rasa suntuk. Kali ini masaknya sop merah, makanan
kesukaan bunda. Oh ya, aku sudah bisa menerima kondisiku sekarang, ingatanku tak akan bisa pulih lagi, tapi kehidupanku harus tetap berjalan dong.
Masalah mas rizal, sampai hari inipun aku belum mau menemuinya, jahat ya aku? Tapi beneran aku belum siap, besok deh atau lusa, gak tahu deh nunggu siap
dulu. Hubunganku dengan lusi juga semakin membaik, kemarin tuh perempuan main kerumah. Menjelaskan semuanya, teryata setelah aku kabur dari pondok, mila cerita
semua ke lusi kalau aku ini istri sah mas rizal, ya walaupun katanya dia sempat patah hati saat mendengarnya, tapi mau gimana lagi. Bener banget mending
nyerah saja, mas rizal sekarang milik aku, sampai kapanpun akan jadi milikku, sudah ku hak paten.. hahaha...memang baju distro dihak paten
Terus masalah septian sudah beres semua, ayah pasang badan untuk menolak mentah mentah lamaran septian. Hehehe. Makasih ayah, lagian aku juga gak mau poliandri.
Akhirnya jadi juga masakanku, setelah hampir dua jam berkutat dengan penggorengan dan kawan kawannya, kita tampilkan sup merah dan kakap bakar ala chef
bilqis. Dijamin gak kalah deh sama masakan bunda, ini lebih nice, lebih delicious. Hmmmm.. kecium dari aromanya, bikin siapapun yang menciumnya ngeces
alias ngiler. Ayah dan bunda turun dari lantai dua berbarengan, ihh.. ayah bunda makin mesrah saja, suka nih bilqis kalau kayak gini, bikin ngiri.
Semoga saja nanti rumah tangaku bisa seawet dan seromantis rumah tangga ayah bunda.
" ada acara apa ini? Tumben meja makan tertata rapi banget gini, apalagi pakai acara lilin dihidupin lagi." Ujar ayah sembari mengangkat alisnya menggodaku.
" apaan sih ayah. Gak kok, bilqis cuma lagi belajar memasak." Ujarku sembari menyerahkan piring pada ayah dan bunda.
" belajar jadi ibu rumah tangga yang baik ya sayang." Hem. Kompakan ya, gak ayah gak bunda sama sama hobby godain anak.
" idih, bunda ikut ikutan godain bilqis." Ujarku sembari menyendokan sayur sup kedalam piring.
" iya juga gak apa sayang." Ujar bunda sembari menyendokan nasi kemulutnya.
" segera temui suamimu, kasihan juga rizal, terlalu lama nungguin kamu." Ujar ayah membuatku tertegun. Benar kata ayah, sudah seminggu setelah kejadian
itu aku gak pernah berhubungan lagi dengan mas rizal. Setiap mas riza telepon selalu kurijek. Sms, bbm, whatsup tak pernah kubalas dan hanya ku read. Usahanya
buat menghubungi aku benar benar luar biasa kekeh.
" ayah bunda, gak boleh ih ikut urasan rumah tangga orang." Ujarku sembari terkekeh pelan.
" sekarang sudah mengakui kalau sudah berumah tangga nih." Ujar bunda membuat pipiku memerah seketika.
Awas ya bunda berani menggoda bilqis, tunggu saja nanti pembalasan dariku.
" bunda kapan mau coba bikin brownis lagi." Ujarku sembari mengangkat alis menggoda ke arah bunda, bunda memelototkan mata kerahku membuatku tertawa penuh
kemenangan. " benar bunda, bunda belajar bikin brownis?" Tanya ayah berhasil membuat bunda tertunduk malu sembari menganggukan kepala membenarkan.
" tapi selalu gagal,maaf ya ayah belum berhasil membuat kue kesukaan ayah." Bunda terlihat sedih, yah aku jadi merasa bersalah deh.
" gak apa apa besok ayah bantu buat." Ujar ayah sembari membelai lembut pipi bunda.aih berasa dunia milik berdua deh kalau kayak gini, yang lainnya kontrak.
" ehem..ehem... berasa kontrak." Ejekku membuat bunda dan ayah tertawa bersamaan. Keluarga yang sangat harmonis, bikin iri semua orang yang melihatnya.
**** "masak masak sendiri makan makan sendiri cuci baju sendiri tidur pun sendiri." Hahaha.kok ya nyanyi lagu dangdut sih, kebawa sinetron ini, kalau nyuci
piring sambil nyanyi. Tapi bener memang semuanya aku lakuin sendiri, padahal aku sudah bersuami. Hah! Rasanya kangen banget sama mas rizal, sepertinya
aku juga harus cepat menemui dia, banyak yang harus kutanyakan dan dia jelaskan tentang hubungan pernikahan kami.
Apa aku telepon dia duluan ya, gak ah, gengsi dong, padahal selama ini aku yang gencar menjauhinya, masa' sekarang aku yang menghubungi duluan.
gadgedku berdering nyaring, Pucuk dicinta ulampun tiba, tanpa dikira dan dinyana mas rizal menghubungiku. Tanpa tunggu lama, segera kuangkat teleponya
dengan hati membuncah bahagia. Atur napas bilqis, jagan terlihat kamu bahagia dan sangat mengharapkan dia menghubungimu.
" assalamualaikum." Ujarku sembari menahan luapan bahagia.
" waalaikum salam, tumben mau angkat teleponku." Tanyanya, membuatku tersenyum simpul.
" lagi pengen saja." Jawabku sekenanya.
" kangen ya." Ujar mas rizal berhasil membuat pipiku merah semerah kepiting rebus.
" gak ih apaan, PD banget mas ini." Sahutku sedikit jutek.
" oh gitu, kirain kangen. Masih belum mau ketemu sama aku?" Tanya mas rizal, berhasil membuat ekspreai wajahku berubah sedih.
" hmm... lusa mungkin." Ujarku seadanya. Heheh.. sedikit mengerjai mas rizal gak masalah kan.
" kita harus bertemu qis, banyak yang ingin kutanyakan dan ceritakan, apa belum cukup.kamu membutku menunggu?" Ujar mas rizal, memang mas rizal terlalu
lama menungguku, sudah cukup aku menghindarinya, aku harus bertemu mas rizal secepatya.
" iya mas..ya udah ya.. bilqis lagi sibuk. Udah dulu.. assalamualaikum." Ujarku menutup telepon secara sepihak tanpa menunggu persetujuan mas rizal.
entah apapun yang terjadi dengan rumah tanggaku dulu, aku harus bisa membangun pondasi rumah tanggaku dari awal. Walau tak ada satu peristiwapun yang kuingat
tentang pernikahanku, aku harus bisa menjadi seorang istri yang baik untuk mas rizal.
Setelah menyelesaikan cuci piring, aku segera pergi kekamar, menata pakaian- pakaianku kedalam lemari, hari ini aku seperti pembantu rumah tangga, banyak
sekali pekerjaan yang harus kukerjakan. Bunda dari dulu gak pernah mempekerjakan pembantu rumah tangga, bunda lebih suka mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.
"Ting tong" Suara bel rumah berdenting nyaring. Siapa yang bertamu dihari libur seperti ini, ah.. menggangu waktu istirahat saja.
Segera kulangkahkan kakiku keluar kamar dan menuju puntu depan. Kubuka kenop pintu dan kudapati laki laki muda dengan baju serba hitam dan buket bunga
mawar merah ditangannya . Bunga untuk siapa? Pasti untuk bunda, ah ayah memang romantis, beda jauh dengan mas rizal yang cuek.
" apa ini rumah ibu bilqis." Ujar laki laki itu menanyakan.
" iya, saya bilqis". Sahutku memberi jawaban.
" ini ada kiriman bunga untuk anda." Ujar laki laki itu sembari menyerahkan buket bunga mawar merah kepadaku dan aku menerimanya dengan senang hati.
" mohon tanda tangam disini bu." Ujar laki laki itu menambahi, disodorkannya buku serta bulpoin kearahku, segera kububuhkan tanda tangan cantikku disana.
Aku masuk kedalam rumah, kuciumi bunga mawar merah itu berulang kali, baunya sungguh harum. Setahuku kalau disinetron saat pemeran utamanya memdapatkan
kiriman bunga pasti ada kartu ucapan didalamnya, jangan jangan ini juga ada.
Segera kucari kartu ucapan itu ditengah tenga bunga, nah benar kan seperti dugaanku! Ada kartu ucapannya. Aku mengambil kartu ucapan berbentu love itu
dan segera membaca tulisan didalamnya.
To : my wife bilqis Dulu setelah kita menikah, aku selalu mengirim bunga mawar merah untukmu, tapi selalu ketemukan buket bunga mawar merah itu didalam tong sampah.
Sekarang aku mengirim buket bunga mawar merah untukmu seperti dulu dan berharap kamu tidak akan membuangnya lagi kedalam tong sampah istriku.
From Rizal Rahendra. Mas rizal teryata orang yang romantis, bisa bisanya mengirim bunga mawar merah untukku,.mau meluluhkan hatiku. Aku tersenyum malu karena ulahnya, laki


Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

laki itu berhasil membuat pipiku memerah. Tapi benarkah dulu aku selalu membuang bunga yang diberikan mas rizal, masa' iya aku sejahat itu dulu.
kulangkahkan kakiku menuju kamar, kuletakan bunga mawar merah itu kedalam vas bunga disamping tempat tidurku,Begitu cantik.
" bip bip" suara notification bbm dismartphone ku berbunyi, kutaih gadgetku diatas nakas dan segera kubuka pesan yang masuk.
Rizal_hendra: sudah diterima?
Bilqisss: iya sudah, terima kasih.
Rizal_hendra: jangan dibuang ke tog sampah ya.
Bilqisss: haha..tentu saja tidak, memang aku dulu seperti itu.
Rizal_hendra: ya dulu. Bilqisss: ceritakan. Rizal_hendra: mau kuceritakan?
Bilqisss: ya mau...... Rizal_hendra: kalau begitu, kita harus bertemu.
Aku tidak membalas pesannya. Kuletakkan kembali gadget di atas nakas, kuraih tas jinjingku diatas ranjang dan berlalu pergi meninggalkan kamar.
Kuhentikan taxi yang kebetulan lewat didepanku, aku ingin pergi ke mall membeli gamis yang cantik untuk kukenakan bertemu dengan mas rizal, lusa aku mau
menemuinya. Tapi aku tak ingin memberi tahunya dulu, aku ingin memberi kejutan.
*** Love YOU Sudah cantik belum ya. Hehehe.. semoga saja tidak terlihat berlebihan, aku gak mau kejadian yang dulu terulang lagi,mas rizal marah karena penampilanku
yang berlebihan. Gadgetku bergetar kencang, menunjukkan seseorang sedang menghubungiku. kutinggalkan aktifitas merias wajahku dan segera kuraih gadget diatas Nakas. " mila"
tumben mila meneleponku. Kugeser panel hijau dari smarphoneku kemudian meletakannya didepan telinga.
" assalamualaikum ya dek ada apa?" Ujarku menanyakan.
" mbk mas rizal mau pergi ke eropa, katanya mas rizal bakal menetap disana, Mbak tolong cegah mas rizal." Sahut mila dengan suara gugup. Ini serius? Mas
rizal mau pindah ke eropa, ninggalin aku sendiri, apa mas rizal marah sama aku gara gara aku belum mau nemuin dia.
" sekarang mas rizal ada diman?" Tanyaku dengan perasaan takut dan sedih.
" dibandara juanda mbak, mbak cepet sini ya."
Tanpa menunggu lagi, segera kuraih tas dan berlari keluar rumah. Pak romi mana sih kok gak ada, duh dalam kondisi genting seperti ini pak romi malah gak
ada, gak bisa diandalkan nih. Naik taxi saja deh, aku memberhentikan taxi yang lewat didepan rumah. Tanpa banyak cingcong aku langsung naik kedalan taxi.
" pak bandara " ujarku pada pak supir. Ya allah mas, mas tega ninggalin aku. Aku duduk dengan tak tenang, berkali kali kulihat jam dipergelangan tanganku.
" pak bisa cepetan lagi." Ujarku dengan ekspresi wajah khawatir.
" ini sudah kenceng mbak." Sahut pak supir.
Bilqis sabar bilqis, giman bisa sabar, mas rizal mau ninggalin aku. Aku gak mau kehilangan untuk kedua kalinya.
Aku turun dari taxi dengan bergesah gesah. Aku harus kemana, oh ya keberangkatan luar negri. Segera kulangkahkan kakiku masuk kedalam bandara, belum sampai
masuk, tubuhku dicekal seseorang dari belakang, aku mencoba menoleh kebelakang, tidak hanya satu tapi dua orang sekaligus. Satu laki laki mencekal tanganku
yang satunya lagi membungkam mulutku dengan kain, mereka menarik tubuhku kedalam mobil yang berhenti tepat dibelakang kami. Siapa mereka? Apa mau mereka?
Aku ingin berteriak tapi percuma saja, tenaga mereka bukan tandinganku.
Mataku ditutup kain hitam dan tanganku diikat dengan tali, aku diculik, tapi apa tujuan mereka menculikku, apa mereka mau menjualku keluar negri, oh tidak........
aku meronta ronta minta dilepaskan, karena merasa mulutku terlalu berisik, mereka menyumpal mulutku dengan lakban, sempurna! Sekrang anggota tubuhku yang
terbebas hanya kakiku, akupun tak tahu mau dibawa kemana, hanya kegelapan yang kulihat. Aku terua saja meronta minta dilepaskan, kakiku menendang nendang
tak tentu arah. Mas rizal, aku mau ketemu mas rizal, kalau aku disini aku tidak akan bisa mencegahnya pergi, ya allah apakah aku memang tidak berjodoh
dengan mas rizal sehingga harus seperti caramu memisahkan kami.
Semakin lama tenagaku semakin habis, yang kurasakan sekarang hanya rasa letih yang luar biasa.
Mobil ini berhenti, lenganku seakan dicekal dan tubuhku dituntun turun dari mobil, setelah itu entah dibawa kemana aku gak tahu, yang kutahu aku terus
saja berjalan mengikuti mereka yang menuntunku. kali ini dia membuka penutup mulutku, ingat hanya penutup mulut, jadi mata dan tanganku masih belum bebas.
" lepasin aku!!" Ujarku berusaha memberontak, minta dilepas.
" diam!!!" Ujar salah seorang laki laki dengan suara tinggi sungguh horror nih orang.
Tubuhku serasa.didorong dan kudengar suara pintu ditutup kencang, dimana lagi ini, aku berusaha berjalan tanpa arah, ah bilqis kamu bodoh sekali. Apa yang
bisa kamu lakukan dengan mata tertutup dan tangan terikat seperti ini.
" lepaskan!!!!! Apa mau kalian, lepasin tolong lepasin aku!!!" Ujarku dengan suara bergetar dan air mata mulai menetes.
Selama beberapa menit yang kulakukan hanya berteriak teriak minta dilepaskan, sebenarnya apa yang aku lakukan sia sia saja, bukan malah dilepaskan, tenagaku
malah semakin habis. aku terduduk lemas, kurasakan pergelangan tanganku yang mulai sakit, aku kehilangan semuanya kehilangan mas rizal dan hidupku. Aku menangis tersedu sedu,
apa sebenarnya yang ingin kau ajarkan padaku ya allah. Aku terdiam, sekarang kondisiku tak penting lagi, percuma! Semuanya sudah hilang.
Disaat aku mulai putus asa, kurasakan seaeorang melepas ikatan tangankku,membuat tanganku bisa bergerak bebas. Siapa orang ini,apa salah satu dari penculik
itu? Kemudian orang itu melepas juga penutup mataku, aku mengerjapkan mata, beradaptasi dengan cahaya yang masuk kedalam mata, secara samar kulihat laki
laki berdiri didepanku dengan semyum manisnya. Perlahan semakin jelas wajah laki laki itu, wajah orang yang kukenal, kukenal? Apa ini benar, gak mimpi
kan? " mas rizal." Ujarku sembari memeluknya dan menangis tersedu sedu didadanya.
Mas rizal memelukku dengan erat, kemudian mengangkat tubuhku yang lemas dengan gaya bridal dan merebahkannya diatas ranjang. Mas rizal ikut merebahkan
tubuhnya disampingku. Hah apaan sih ini! Gak malah di bebasin malah rebahan diranjang. Mas rizal yang melihat wajah heranku kemudian tertawa dan memelukku
dengan erat. " mereka orang suruhanku sayang." Ujarnya berhasil membuat mataku melotot.
" jahat!!!" Ujarku sembari memukul dada bidang mas rizal berulang kali, mas rizal mengaduh kesakitan menerima perlakuanku, diraihnya kedua tanganku dan
dibawa kedepan bibirnya. Mas rizal mencium kedua tanganku dengan lembut, mata coklatnya terus saja memandangku, seakan tak mau sedetikpun lepas dari wajahku.
Mas rizal memintaku meletakab kepalaku didadanya, ha! Detak jantungnya terdengar jelas, membuat hatiku begitu tenang.
" maaf ya qis, aku yang meminta mereka untuk menculikmu saat dibandara, kamu gak pernah mau ku ajak bertemu, jadi cara liciklah yang aku gunakan." Ujarnya
membuatku mendogak menatap wajah tampan yang begitu kurindukan ini.
" jadi mas bohong, mas gak pergi ke eropa?" Tanyaku yang dijawab dengan gelengan kepala oleh mas rizal. " mas! Kamu membuat jantungku hampir copot." Sahutku
sembari mencubit dadanya.
"Aduh! Sakit qis." Gerutu mas rizal sembari mengusap dadanya yang kucubit tadi . Salah sendiri jahat sama aku.
" sakit mana sama tanganku." Ujarku sembari mengangkat tanganku didepan wajahnya, mas rizal meraih pergelangan tanganku dan mengusapnya pelan.
" sakit ya? Maaf ya?" Ujarnya yang kujawab anggukan kepala. Aku semakin mengeratkan pelukanku ditubuhnya, rasa tenang dan nyaman mengalir keseluruh aliran
darahku. " mas bilqis khawatir banget, bilqis gak mau kehilangan mas lagi." Ujarku pelan, aku bahagia, sangat bahagia. Air mata mulai menetes membasahi pipiku dan
pastinya baju mas rizal juga.
" maaf sayang, salah sendiri gak mau bertemu denganku." Mas rizal mengajakku bersandar dikepala ranjang, dengan posisi kepalaku masih bersandar didadanya.
" aku butuh menenangkan diri mas, kenyataan ini begitu tiba tiba, diluar dugaanku." Jawabku jujur.
" aku tahu sayang. Tapi aku sudah begitu merindukanmu." Ujar mas rizal sembari mengangkat daguku dan mencium bibirku dengan begitu bergairah, dilumatnya
bibirku tanpa ampun, ciumanya begitu lihai. Hah! Hentikan bilqis sebelum kamu kehilanga. Kesadaran. Aku melapaskan ciuman mas rizal dari bibirku dan memandang
wajahnya yang begitu tampan, matanya sudah berkabut, mas rizal?teryata dia...hihihi sudah bernapsu.
" mas aku ingin mendengarkan semua tentang rumah tangga kita dulu." Pintaku yang dijawab dengan anggukan kepala dan senyum manisnya.
" apa yang ingin kamu ketahui?" Tanya mas rizal padaku.
"Saat pertama kali kita bertemu." Jawabku dengan perasaan ingin tahu yang begitu tinggi.
" saat itu aku dan abah berkunjung kerumahmu. Saat aku kembali dari kamar mandi, Aku melihatmu sedang menonton tv diruang keluarga, awalnya aku tidak tertarik
sama sekali, karena kamu bukan tipe wanita yang aku sukai, kamu tidak berhijab dan pakaianmu begitu terbuka." Mas rizal mulai bercerita, sedangkan aku
berbaring dipelukannya, sedang memainkan jari jari tangannya yang besar.
" terus?" Sahatku meminta untuk dijelaskan lagi.
" saat pulang, bayangan wajahmu mehantuiku, mengganggu pikiranku. Malam harinya, abah bercerita kalau aku dan kamu dulu pernah dijodohkan, entah kenapa
tercetus di otakku untuk melamarmu, dan saat aku mengutarakan keinginanku untuk melamarmu, abah langsung menyetujuinya." Ujar mas rizal lagi.
" jadi besoknya mas datang lagi kerumah dan melamarku." Tanyaku balik, mas rizal mengangguk mengiyai.
" Apa yang terjadi sebelum kecelakaan mobil itu." Tanyaku lagi, bagian ini nih yang benar benar membuatku penasaran setengah mati.
" aku kira kamu menerima lamaranku, dan mau menikah denganku karena kamu juga mencintaiku, tapi kenyataanya tidak, hampir sebulan kita menikah, tidak ada
keromantisan dalam rumah tangga kita, kita selalu bertengkar, kamu tidak pernah mau mendengar ucapanku, selalu membantahku. Kita juga tidak tidur sekamar,
kita tidur dikamar yang berbeda." Ujar mas rizal.
" iyakah!?" Sahutku kaget, hingga membuatku bangun dan terduduk.
" iya, setiap hari aku berusaha membuatmu jatuh cinta padaku, tapi sia sia, semua yang kulakukan gak pernah kamu anggap, bunga yang kukirimkan untukmu
selalu ketemukan ditong sampah." Ujar mas rizal sembari memelukku dari belakang, posisiku dan mas rizal saat ini sedang duduk ditengah ranjang dengan mas
rizal memelukku dari belakang.
" apa aku dulu sejahat itu mas?" Tanyaku dengan raut wajah sedih dan air mata yang mulai mengalir lagi
" huum, puncaknya saat aku memintamu memakai hijab. Kita bertengkar hebat sampai kamu memutuskan pergi dari rumah, dan beberapa jam kemudian aku mendapat
kabar kamu kecelakaan mobil." Mas rizal bercerita dengan nada bergetar, mas rizal menitihkan air mata.
" aku selalu menunggumu dirumah sakit, tidak meningalkanmu sedetikpun. Tapi saat kamu terbangun aku tidak ada disampingmu, saat aku ingin menemuimu, bunda
dan ayah memberikan kabar yang membuat duniaku hancur seketika. Kamu hilang ingatan, dan kamu tidak mengenaliku sebagai suamimu dan tidak mengingat kita
pernah menikah." Aku membalikkan badan, menatap wajah mas rizal yang begitu sedih, sisah air mata terlihat diujung matanya. Kubelai pipinya halus kemudian
kukecup bibirnya sesaat. " maafin bilqis ya mas, dulu bilqis boleh menyakiti mas, tapi mulai detik ini bilqis bakal berusaha jadi istri yang baik." Ujarku sembari memelukknya mas rizal erat.
Mas rizal membalas pelukanku tak kalah eratnya, rasanya lega. Aku mau membangun rumah tanggaku dari awal lagi.
*** satu tahun lalu Flash back satu tahun sebelumnya.
Aku benar benar muak lihat tingkah laki laki itu, seenak jidatnya memintaku? tidur sekamar dengannya terus. Gak mau ya gak mau, aku menikah dengan dia
juga karena terpaksa, coba saja bunda gak membujukku dengan rayuan dan tangisannya, mana mau aku menikahi laki laki tua! Laki laki yang? menghancurkan
impianku, aku itu cuma mau nikah sama septian, temen kuliahku yang kece badai plus kaya banget.
Memang rizal suamiku itu juga kaya and ganteng, tapi dia sok alim, gak gaul, dingin lagi kayak es, satu lagi irit bicara. Lagian usiaku masih muda, aku
gak mau harus gendong gendong bayi diusiaku yang begitu muda, sorry saja ya, aku masih mau main main bareng temen temenku.
Kenapa nih laki laki sok sokan mau romantis, pakai kirim bunga mawar merah segala, setiap hari setelah kami menikah, tuh laki laki? bangkotan ngiriminin
buket bunga mawar merah terus.? Percuma! Gak ngaruh juga buat aku, ujung ujungnya juga sama, tong sampah! Aku selalu membuang bunga kiriman rizal ke tong
sampah. Hari ini harusnya aku ada pemotretan, tapi rizal gak pulang pulang, aku kan mau pakai mobilnya. Suami apaan istrinya minta mobil pribadi gak dikasi, katanya
pengusaha kaya? Mana, bulshit doang. Itu laki laki udah tua bangka, pelit lagi.
"Tin tin" Nah akhirnya pulang juga tuh orang, lihat saja pasti sok bersikap manis ke aku.
" assalamualaikum." Kulihat rizal masuk dengan wajah lelahnya.
" waalaikum salam" sahutku yang berdiri didepan pintu melipat kedua tangan didepan dada
Mas rizal mendekatiku, berusaha memelukku, yang langsung kutepis kasar.
laki laki itu mengamati penampilanku dari ujung kepala hingga ujung kaki, seraya menggelengkan kepala dan menarik napas berat. Aku tahu setelah ini pasti
dia marah, mengingat penampilanku yang begitu seksi dengan gaun merah panjang sebatas paha dengan atasan sedikit memperlihatkan belahan dadaku.
" mau kemana bilqis?" Tanya rizal selalu ingin tahu apa urusanku.
" pemotretan." Jawabku, dengan meraih kunci mobil dari tangannya.
" malam malam begini?" Tanya rizal lagi, aku gak peduli dia mau ngomong apa, semuanya gak penting. Aku melangkahkan kaki menuju pintu, tapi dia mencekal
lenganku membuatku berhenti.
" aku tidak mengizinkan kamu pergi." Ujar rizal, membuatku naik pitam.
" apa urusanmu!! Apa hakmu melarangku, pekerjaanku lebih penting dari pada dirimu." Ujarku sembari menatapnya geram, tak ada respon berarti yang ditunjukkannya.
Dia malah mengeluarkan sebuah hijab berwarna merah dari dalam tas kerjanya.
" kamu boleh keluar jika mengenakan hijab ini dan ganti pakaianmu dengan pakaian muslim." Sahutnya memerintah, hem! Memangnya aku takut sama dia, jangan
salah! Aku gak pernah takut.
Aku meraih hijab itu darinya, ini! Aku harus memakai ini, gak sudih. Kulemparkan lagi hijab itu ke mukanya, hum! Aku senang membuatnya marah, setelah itu
dia pasti menceraikanku. Rizal mengangkat tangannya hendak menamparku, sepertinya dia benar benar marah saat ini.
" ayo tampar, tampar!!!!" Teriakku saat tangannya berhenti tepat disamping pipiku.
" kenapa gak jadi nampar? inget ya !!!Aku gak akan mau menuruti semua kemauanmu, aku sangat membencimu! Kamu sudah menghancurkan kebahagiaan hidupku !!!!!!"
Rizal menarik tangannya berusaha menyentuh pergelangan tanganku, reflek aku segera mundur membuat jarak dengannya..ekspresi wajahnya begitu sedih dan kaget.
Hum akhirnya kamu tahu kan, aku menikah denganmu karena terpaksa.
" jangan sekali kali menyentuhku!!!!!" Ujarku sembari berlalu pergi meninggalkan rumah.
Kulajukan mobil honda city milik rizal dengan kencang, gara gara laki laki gila itu aku jadi telat datang ketempat pemotretan, Untung jalanan gak begitu
ramai. Benar benar menguras tenaga bertengkar dengannya, bisa bisanya dia memintaku memakai hijab memang dia siapa, seenaknya memerintah!? Mimpi apa aku
dilamar orang seperti itu.
"Bip bip bip" duh pasti ini lion, fotograferku. Kuraih gadgetku yang kuletakan dikursi mobil sebelahku, kuraba raba berusaha meraih gadgetku? alih alih
berhasil mengambilnya aku malah menjatuhkannya, aku membungkukan badan berusaha mengambil gadgetku yang terjatu.
"TIIIIIIINNNNNNNN"
Aku tersentak kaget saat mendegar klakson mobil berbunyi nyaring, kutegakkan lagi badanku, kudapati sebuah mobil box melaju berlawanan arah dan berhasil
menabrak mobilku dengan begitu keras.
"Aaaaaaaaaaaaa" " BBRRAKK" .
Semuanya terjadi begitu tiba tiba, yang kurasakan hanya rasa sakit yang teramat dahsyat dikepalaku, bau anyir darah tercium jelas, pandanganku mulai kabur,
samar samar kudengar suara orang berteriak teriak hingga rasa sakit menelan kesadaranku.
*** marriage "mas ini apaan sih mataku? pakai ditutup segala ." Ujarku pelan, mas rizal ini aneh, mau ngajak makan malam saja,mataku harus ditutup pakai kain segala.?
Bikin penasaran, jangan sampai aku jerawatan lho mas gara gara penasaran.
" ka ikuti saja." Ujar mas rizal sembari terus menuntunku, mas rizal melingkarkan tangannya dipinggangku, membimbingku berjalan perlahan lahan, maklum
pakai sepatu yang tingginya 10cm.
Dingin, tiba tiba udaranya berubah dingin, suara debut ombak juga terdengar jelas. Ini dipantai? Mas rizal ngajak aku kepantai?
mas rizal menghentikan langkahnya membuatku juga berhenti. Ya pastilah, orang sekarang mas rizal berperan sebagai penunjuk arah buatku.
" sayang, dibuka dulu sepatunya." Kurasakan mas rizal membantuku membuka sepatu.
" mas, jangan." Ujarku melarang mas rizal membantuku, masa' mas rizal membantu melepas sepatuku, Gak enak aku sama mas rizal, walaupun mas rizal melakukanya
dengan senang hati. sekarang aku terkesan pendek kan, ah mas rizal sepatu hak tinggi itu andalanku. Memang sih aku gak pendek pendek amat, tapi dibandingkam dengan mas rizal,
pasti jauh. Mas rizal kembali menuntunku perlahan, ihh semakin dingin saja, angginya berhembus cukup kencang, apalagi ini malam hari.
"Aww" aku berjingkat kaget ketika kakiku menyentuh air, reflek? aku memeluk mas rizal yang ada disampingmu cukup erat???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
. Bukan nolongin, eh nih laki laki disebelahku malah ketawa cekikikan.
" mas! Ini dimana sih? Dipantai ya?" Tak ada jawaban berarti, mas rizal hanya diam saja. Huh! Ya sudah deh kalau mau main rahasia rahasiaan.
Mas rizal mendudukkanku diatas kursi dan membuka penutup mataku.
Seketika mataku berbinar, ini benar benar romantis, kami berada ditepi pantai, tidak hanya kami tapi masih banyak pasangan yang lain. Didepanku tersaji
makanan dan minuman yang terata begitu cantik ditemani temaram lampu lilin.? Bintang bintang berkelap kelip dilangit menjadi cahaya penerangan satu satunya,
debur ombak seakan menjadi pengiring musik malam yang begitu menyatu.
" mas." Ujarku singkat, aku bingung harua berkata apa lagi, terlalu speechless, diluar dugaanku.? Oh ini begitu spesial dan romantis.
" suka?" Tanyanya yang aku jawab dengan anggukan kepala cepat.
Mas rizal duduk didepanku, meraih ke married dua pergelangan tanganku dan dicumnya dengan begitu mesra.
Mata kami saling beradu, tidak terbayang dalam benakku mas rizal bisa melakukan ini.
" ini" ujar mas rizal sembari menyerahkan sebuket bunga mawar merah padaku, setiap hari mas rizal selalu mengirimkan mawar merah untukku. Kucium bunga
mawar merah itu dengan perlahan, aroma yang sama, aroma yang menjadi candu bagiku, mungkin jika mas rizal tidak mengirimkan bunga mawar ini untukku, aku
akan protes dan marah padanya.
Dahiku mengeryit ketika kusadari didalam buket bunga mawar merah ini terselip satu tangkai mawar putih yang cukup besar kelopaknya. Kulirik mas rizal,
seakan menanyakan apa maksud mawar putih ini ada didalam buket bunga mawar merah. Mas rizal yang kuharapkan dapat memberikan jawaban berarti, hanya tersenyum
lebar dan tak memberikan jawaban apapun.
Mau bikin tebak tebakan ya mas, oke bilqis jabanin.
Aku mengambil satu tangka mawar putih itu dari kerumunan mawar merah, kuamati lekat lekat kelopaknya. Mataku sedikit silau saat kulihat ada benda berwarna
kuning didalam kelopaknya. Tanpa menunggu lama, langsung kuambil benda itu. Hayo coba tebak benda apa itu?..hehehe....
teryata benda itu adalah, Sebuah cicin emas dengan berlian kecil ditengahnya. Tapi tunggu? Cincin ini, cicin yang sama dengan cicin yang kulihat dikamar
mas rizal beberapa minggu yang lalu, maksudnya apa ini?
Kuanggkat cincin itu dan kutunjukkan kehadapan? mas rizal, mas rizal meraih cicin itu dari tanganku. Kemudian mengambil pergelangan tanganku dan memasangkan
cicin itu dijari manisku.
" ini cincin pernikahan kita, kamu pernah melihat cincin ini bukan?"
" iya, aku pernah lihat cincin ini dikamarmu, karena melihat cincin ini aku jadi pingsan." Jawabku menjelaskan, kutarik tanganku dari gengaman mas rizal.
Kulihat cincin itu dengan seksama, kuelus permukaannya. Tak? ada hal aneh yang terjadi, sakit kepala itu tak lagi muncul, kenapa ya? Apa karena tabir kenyataan
yang sempat disembunyikan orang orang terdekatku semakin tersingkap jelas sekarang.
Sangking asyiknya melamun, aku sampai gak sadar mas rizal sudah berjongkok disampingku bertumpu pada lututnya, memutar posisi dudukku menghadapnya.
" mas, jangan duduk dipasir, nanti kotor celananya." Ujarku dengan wajah tak suka, ih... nanti kotor, ya walaupun bukan aku juga sih yang nyuc
"Sssttt." Mas rizal meletakan jari telunjuknya didepan bibirku.
Dag dig dug, suara detak jantungku seperti genderang perang, badanku bergetar luar biasa, duh rasa grogi ini muncul lagi setiap dekat sama mas rizal.
Mas rizal meraih pergelangan tanganku, menggenamnya erat. Mata kami saling menatap, memancarkan rasa cinta milik kami berdua.
" qis.. aku harus bahagia atau sedih dengan ingatan kamu yang hilang." Ujar mas rizal, membuatku mengeryitkan dahi.
" kenapa mas?" Tanyaku memastikan.
" aku suka keadaan kita sekarang, aku bisa lebih dekat denganmu, bisa menyentuhmu." Ujar mas rizal membuatku sedih.
" mas mungkin saat ini aku terlahir sebagai bilqis yang baru, lupakan semua kenangan buruk kita dulu, aku bersyukur gak mengingat sama sekali perlakuan
burukku padamu. Tapi aku berayukur, bisa memulai lagi semuanya dari awal." Ujarku sembari mengusap rambut mas rizal yang begitu lembut.
" aku mencintaimu bilqis, will you merry me." Aku terbengong bengong mendengar ucapan mas rizal, aku dilamar. Baru kali ini aku dilamar, mungkin dulu aku
pernah dilamar tapi aku tak pernah ingat saat saat lamaran itu, tapi sekarang aku merasakannya, begitu bahagia. Aku dilamar, dilamar oleh suamiku sendiri,
dan aku akan menikah dengan orang yang sama juga.
" melamar untuk yang kedua kalinya?" Tanyaku sembari menahan deru air mata yang mulai mengalir.
" dulu aku belum pernah melamarmu seperti ini, hanya melamar langsung ke orang tuamu." Ujar mas rizal menjelaskan
" terus, maksud lamaran ini?" Tanyaku lagi.
" aku gak mau, kejadian yang dulu terulang lagi, aku harus memastikan wanita yang mendampingi hidupku juga menyerahkan hidupnya padaku." Ujar mas rizal
membuatku berjongkok dihadapannya, mensejajarkan posisi kami.
" aku mau menyerahkan hidupku untuk menemanimu mas, aku mau menikah denganmu." Ujarku sembari memeluk mas rizal.
Mas rizal menjauhkan tubuhku, menatapku lekat lekat dan mencium keningku setelahnya.
" apa kita perlu menikah lagi?" Tanya mas rizal sontak membuatku tertawa, kugelengkan kepala seakan memberi jawaban "tidak".
" kita hanya perlu menggelar resepsi pernikahan yang belum sempat terlaksana." Ujarku dengan senyum penuh kebahagiaan.
Mas rizal meraih tubuhku dan memeluknya dengan erat.
( beginilah akhir cintaku, cinta yang kukira hanya satu hati, teryata dibalik itu semua terdapat misteri yang tak pernah kuduga. Bukan cinta satu hati!
Yah, karena cinta rizal rahendra memang sudah kumiliki sebelumnya, sebelum aku menyadari cintaku terhadapnya )
END. *** Epilog Mas turunin" pintaku saat mas Rizal menggendongku dengan gaya Bridal, aku kasihan padanya, mulai siang tadi sampai beberapa jam lalu, ia tak istirahat
sedikitpun, kami tidak henti-hentinya menyalami semua tamu yang datang, apalagi kakiku ini rasanya benar-benar sakit, kaku, nyut-nyutan, dikarenakan harus
berdiri berjam-jam dengan high heels. Tadi saat turun dari mobil, mas rizal yang menggendongku sampai kamar, seperti cinderrella dan pangeran..cie elah,,,
yang ada upik abu dan si komo.
Rumah yang akan kami tempati ini sangat besar dan mewah, kata mas Rizal dulu aku sempat tinggal dirumah ini, kalau mengingat kelakuan mas Rizal di pondok
kemarin, pasti tak ada yang menyangka mas Rizal ini sebenarnya seorang pengusaha sukses. Iya, mas Rizal memiliki perusahaan yang bergerak dibidang property,
perusahaan yang cukup besar dan sukses diSurabaya. Saat aku mengalami amnesia, mas Rizal memutuskan pulang ke Jogja untuk menenangkan diri, sembari menunggu
informasi dari ayah dan Bunda mengenai aku, dan perusahaan mas Rizal untuk sementara waktu dilimpahkan pada sahabat sekaligus rekan bisnisnya Lusiano.
Mas rizal membawaku kekamar, merebahkan tubuhku diatas ranjang, entah kenapa hari ini mas Rizal terlihat tampan, sangat-sangat tampan tepatnya, kadar ketampanannya
naik berates-ratus lipat, mungkin bawaan pengantin kali ya. Mas Rizal membaringkan tubuhnya disampingku, memeluk tubuhku yang masih terbalut gaun pegantin
dengan sangat erat, sampai sampai aku sulit untuk bernapas. Harum musk menyeruak kedalam rongga hidungku, aroma khas suamiku, aroma yang selalu kucium
akhir-akhir ini. Kubalikkan badan menghadapnya, senyum sumringah menyambutku, berhasil membuatku tersipu mali.
" Kamu begitu cantik Bilqis" Ujar mas Rizal memujiku, sembari membelai lembut pipi kananku, berhasil nih orang bikin aku makin memerah karena malu. " Dulu
kamu selalu menolak tidur dikamar ini. "Tukasnya membuatku kesal.
" Jangan ingat-ingat kejadian itu kenapa mas, yang terpenting sekarang Bilqis sduah berubah, dan sangat mencintai kamu." Ujarku, dengan wajah sedih, dulu
ya dulu, kenapa masih diingat-ingat, mungkin dulu aku belum siap menikah, ya! apa yang ada diotak gadis umur 20 tahun, menikah? Kurasa masih jauh pemikiran
itu, tapi yang paling penting dan teramat penting, bilqis yang sekarang berbeda dengan bilqis yang dulu, aku yang sekarang sudah berubah, lebih baik dan
sangat sayang pada suamiku, Rizal. Mungkin jika orang lain menemukan perasaan cinta dari pandangan pertama saat mreka bertemu, berbeda halnya denganku,
perasaan cintaku muncul karena sebelumnya aku tak mengingatnya. Allah menghadirkan rasa cinta itu dengan cara yang berbeda.
Aku berniat turun dari ranjang saat mas Rizal menahan tanganku, kulihat ekspresi wajah mas Rizal, bagaikan itik yang tak mau ditinggal induknya pergi,
amat lucu dan menggemaskan.
Aku melepas pengangan tangannya dan beranjak turun dari ranjang. Kulihat mas rizal juga mengikuti turun dari ranjang dan berjalan mendekatiku. Dia brdiri
didepanku dengan cengiran kuda khasnya, khas kejahilan. Sinyal bahaya di otakkuberdering-dering, membuatku mengambil jarak dari suamiku ini.
Tiba-tiba tanpa kusadari, masRizal menggendongku, ia terkekeh pelan, ekspresi wajahnya begitu nakal, dia menganggkat alisnya naik turun, menggodaku, Seringai
jahilnya semakin terlihat menakutkan, membuatku bergidik ngeri.


Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Mas turunin ih, aku mau mandi." Ujarku sembari merontah kecil minta diturunkan.
" Aku juga mau mandi." Jawabnya membuat mataku melotot hampir copot.
" Mandi juga?" tanyaku. Benar-benar horror ini orang, mau ngapain sih mas rizal, jangan bilang mau ngelakuin itu......ah tidak! Jangan sekarang! Aku belum
siap. " Iya kita mandi bersama." Jawab mar Rizal sembari membawaku masuk kedalam kamar mandi.
" Maaasssssssssssssssss!!!." Teriakku.
**** Gelenyar aneh mengalir kesekujur tubuku, rasa aneh yang baru kurasakan, mas Rizal mnyentuh setiap jengkal tubuhku dengan begitu lembut, membuat kesedaranku
semakin hilang, terasa amat melayang. Mas Rizal menciumi setiap bagian diwajahku intens, aku bergelung didalam dekapan tubuh mas Rizal, tubuh atletis dengan
dada bidang dan perut datarnya. Hanya sehelai selimut yang menutupi tubuh telanjang kami berdua, Ac kamar begitu dingin, alih-alih kedinginan, keringat
mengucur deras dari kening kami berdua.
Mas Rizal membelai lembut pipiku.kulingkarkan tanganku dilehernya dan menariknya mendekat, mendekatkan wajahku ke wajah mas Rizal, kuciumi bibir suamiku
yang merah dan tipis ini dengan begitu lembut.
" Aku mencintaimu ms Rizal." Ujarku dengan napas begitu memburu.
" Aku juga mencintaimu istriku." Jawab mas Rizal sama, kemudian menciumi leherku dengan begitu liar.
" Mas." Desahku pelan, menerima perlakuan mas Rizal yang begitu intim.
" Kamu sudah siap sayang?" Tanya mas Rizal dengan mata berkabutnya, tak ada sepata katapun keluar dari mulutku, aku hanya menganguk memberi persetujuan.
" Ini akan sakit, tapi aku akan berusaha melakukannya dengan sehalus mungkin." Ujar mas Rizal menyakinkanku, dibarengi dengan senyum hangatnya, menenangkan
hatiku. Mas rizal memelukku, menyembunyikan raut wajah bergairahnya dileherku, diantara untaian rambut hitamku yang tergerai.
Malam ini untuk pertama kalinya aku menunaikan tugasku sebagai seorang istri, melayani suamiku dengan baik. Mungkin rumah tangga kami tidak seperti rumah
tangga pasangan suami istri lain, rumah tangga kami penuh perjuangan. Tapi karena perjuangan itulah, aku mengetahui betapa besar rasa cinta suamiku padaku.
**** Kuarasakan mas Rizal memelukku dari belakang, sikapnya yang tiba-tiba itu membuat jariku tergores pisau,dan berdarah. Mas Rizal yang melihat jari telunjukku
mengeluarkan darah , segera meraih jariku dan men-sesapnya, berusaha menghentikan darah yang keluar.
" Mas, sudahah, ini hanya luka kecil." Ujarku, tak enak ketika mas rizal melakukan itu.
" Aku yang membuatmu terluka qis." Sahut mas Rizal membuatku terharu, betapa besar cintanya padaku, disaat aku pernah menolaknya mati-matian.
" tapi itu menjijikan mas, hentikan." Ujarku, lebih seperti larangan.
" diamlah sayang." Pinta mas rizal.
Aku menatapnya yang masih mengobati tanganku dengan plester, tak kuasa menahan haru, aku berhambur kepelukannya, membuat mas rizal kaget dengan sikapku
yang sepontan. Tapi kemudian mas Rizal membalas pelukanku dengan amat erat.
" Mas... Bilqis minta maaf, bilqis sudah membuat hati mas rizal sakit selama ini ." Ujarku terisak, tak sanggup menahan bendungan air mata yang mendorong
keluar. Mas rizal melepaskan pelukanku, memandangku dengan keteduhan didalam matanya. Wajah mas rizal yang selalu kupandangi setiap hari, tak membosankan, malah
semakin menjadi candu. " berhenti untuk menangis istriku, jika pengorbanan yang kulakukan menghasilkan kebahagiaan seperti ini, aku rela untuk tersakiti berkali-kali olehmu,
asal kamu juga yang harus menjadi pengobat lukanya." Tukas mas Rizal halus. Sontak aku menutup wajahku dengan kedua tangan, dan terisak semakin kencang
disana. Mas rizal terkekeh pelan melihatku, kemudian menggiring kepalaku untuk bersandar didadanya sembari mengelus kepalaku perlahan.
" Ting Tong" suara bel, memeah keromantisan yang kami lakukan didapur. Mas rizal meninggalkanku, menuju pintu dan membukanya. Sedangkan aku kembali melanjutkan
kegiatan memasakku. " Bilqis kemarilah." Panggil mas Rizal, membuatku meninggalkan aktifitas memasakku dan menghampiri mas Rizal.
" Iya ada apa mas?" Tanyaku ketika sudah disampingnya.
" Ini kenalkan sahabatku, yang membantu mengurus perusahaan selama aku dijogja." Tukas mas Rizal, membuatku menoleh dan melihat laki-laki blasteran inggis-indonesia
didepanku, dengan perawakan tinggibesarnya.
" Ini istrimu Rizal?" Tanya laki-laki itu.
" Iya, ini istriku Bilqis." Jawab mas Rizal padanya.
" Pantas saja kamu rela jatuh bangun dibuatnya, secantik ini istrimu." Ujar Laki-laki itu dibarengi kekehannya dan juga kekehan mas Rizal.
" Ingat dia masih memiliki suami, dan tipu dayamu itu tak akan mempan pada istriku." Ujar mas Rizal, sembari mengajak tamunya masuk. " Ayo masuk."
Aku dan mas Rizal duduk dalam satu sofa, sedangkan sahabatnya itu duduk disofa tepat didepan kami.
" Oh ya Bilqis, aku Lusiano Arifian. Sahabat suamimu, suamimu banyak bercerita tentangmu." Ujarnya, membuatku menoleh kearah mas Rizal penuh tuduhan dan
mencubit pinggangnya pelan, menghasilkan aduhan dari mulut suamiku itu.
" Hahaha.. tenang saja cantik, yang suamimu ceritakan hanyalah keistimewaanmu yang berhasil membuat si alim Rizal jatuh cinta setengah mati padamu."Tukas
Lusiano membuatku tersipu malu.
"Kamu ini, membuatku malu saja. Suatu saat kamu juga akan merasakan namanya cinta lusiano." Sahut mas Rizal mengejek.
" kamu meledekku? Itu akan sulit terjadi Rizal." Celoteh Lusiano, membuat mas Rizal menyerigai.
" Hal itu pasti akan terjadi Lusiano, entah cepat atau lambat." Ujar mas Rizal membuat Lusiano terkekeh kencang.
" Hahaha... jika hal itu terjadi kamu orang pertama yang aku kuberi tahu." Tukas Lusiano berjanji.
" Aku tunggu." Sahut mas Rizal.
" Hahaha.. baiklah-baiklah. Dan niatku datang kemari ngin berpamitan padamu." Ujar Lusiano membuat mas Rizal mengerutkan dahi, penuh pertanyaan.
" Kamu mau kemana lusiano?" Tanya mas Rizal ingin tahu.
" Ke Jakarta, aku ingin membuka perusahaan baru disana, tak mungkin aku pulang ke yogyakarta dengan kondisi keluarga baruku yang membuatku tak nyaman."
Ujarnya yakin. Mas rizal manggut-manggut paham.
" Jika itu keputusanmu, aku berdoa semoga kamu sukses." Ujar mas Rizal sembari mengulurkan tanganya.
" Aminn." Sahut Lusino sembari menjabat tangan mas Rizal.
**** Inilah akhir ceritaku Bilqis Adilah Hasan, kisah hidupku yang sarat akan perjuangan dan ujian, kisah yang akan kuceritakan nantinya pada anak cucuku, bahwa di dunia nyata pun ada yang namanya Romeo dan Juliet, ( Rizal dan Bilqis).
**** Lencana Pembunuh Naga 13 Mahesa Kelud - Fitnah Berdarah Perintah Kesebelas 5

Cari Blog Ini