Ceritasilat Novel Online

Pendekar Dataran Tinggi 5

Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong Bagian 5


permintaan kami untuk saling tukar orang, kami juga takkan
menarik panjang kejadian hari ini." Laliat-touw menimbrung.
"Baik aku terus mengulur waktu guna menanti datangnya suatu
kesempatan baik." Pak Nian berkata dalam hati. Sehabis berpikir
demikian, dengan roman pura-pura bersungguh-sungguh ia
berkata: "Memang adil syarat yang kalian ajukan itu, tapi untuk
melepaskan Cangba Khan dan lainnya, itulah bukan hakku.
Semuanya harus menunggu perintah dari The Ceng Ong."
"Bagus, untuk membikin The Ceng Ong berbicara adalah soal
mudah." kata Hwie Jit sambil tertawa besar.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
9 Sehabis berkata demikian, Hwie Jit segera menyuruh Sie Pa
meletakkan tubuh The Ceng Ong, lalu perlahan-lahan menguruti
dadanya, kemudian memasukkan pula 2 butir pil kedalam mulut
Ceng Ong, tak lama kemudian si-pangeran she The itu berteriak
perlahan dan siuman dari pingsannya.
The Ceng Ong begitu membuka mata segera melihat ada ujung
pedang yang mengancam lehernya, tanpa terasa jadi menggigil dan
mengeluarkan keringat dingin.
Kie Pak Nian segera menceritakan secara ringkas bagaimana
duduknya hal yang sebenarnya dan meminta kepada The Ceng Ong
untuk memutuskan hal itu. Cerita itu sengaja diucapkan dengan
perlahan-lahan, malah kemudian sehabis bercerita, ia segera
memberi tanda dengan niatannya kepada The Ceng Ong dan
menambahkan : "Karena waktu telah mendesak, harap Ong-ya
segera dapat memberi putusan yang konkrit"
Ceng Ong yang telah mengerti isyarat pengawalnya, pura-pura
bertanya : "Bagaimana pendapatmu ?"
Ditanya demikian Pak Nian terdiam untuk beberapa saat
lamanya, kemudian baru berkata: "Saya sih hanya menurut
perintah saja!"
"Bila demikian halnya, beri aku tempo beberapa saat lamanya
untuk berpikir." kata si-pangeran she The itu.
Begitulah diantara kedua orang itu terjadi suatu percakapan,
yang sengaja untuk mengulur-ulur waktu.
Walau mereka telah saling tanya jawab sampai setengah jam
lebih, tapi masih juga belum menghasilkan suatu putusan yang
konkrit. Keadaan itu membuat para orang gagah jadi tidak sabaran,
dalam pada itu Cu Hwie Jit telah berkata : "Hai, bagaimana ? Kamu
setuju tidak dengan usul kami."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
10 "Usulmu kami terima. Kie Tong-tay, lekas suruh orang untuk
membebaskan mereka."
"Baik." Pak Nian terima perintah, kemudian berkata kepada
Goan Kong Hweeshio dan Ho Kee Kan "Tolong kalian membawa
kedua tawanan itu kemari, jangan salah!"
Setelah mengiakan, dengan sekali berkelebat, tubuh kedua orang
itu telah lenyap dari pandangan orang banyak.
"Sekarang baik kita mulai bagian selanjutnya." kata Pak Nian.
"Tak usah tergesa-gesa, setelah kita saling tukar orang, kami
pasti akan melayani kalian!" kata Cu Hwie Jit dengan tenangnya.
"Kalau saja kalian melukai Cang Kauw-cu dan Jie Ho, ditubuh
The Ceng Ong ini juga harus ditinggalkan sedikit tanda." Laliattouw menimbrung.
"Betul, betul." Ciam Giok Lan menyokong perkataan itu.
Mendengar perkataan itu The Ceng Ong menjadi sangat cemas.
sehingga akhirnya ia bengong memandang kepada orang banyak.
Tak lama kemudian terlihat Goan Kong Hweeshio dan Ho Kee
Kan telah kembali denean tangan kosong, begitu masuk mereka
lantas berteriak: "Celaka, kedua tawanan telah ditolong orang."
Perkataan itu membuat sekalian orang gagah jadi sangat
terperanjat, sedang Laliat-touw telah melompat kedepan dan sekali
jambak saja, ia telah berhasil mencengkeram Goan Kong Hoo-siang
seraya membentak: "Betulkah kata-katamu itu ?"
"Laliat-touw, engkau sebagai seorang ternama didalam kalangan
Kang-ouw, tidak seharusnya berbuat begini tidak tahu aturan !"
kata Goan Kong Hweeshio, yang kala itu sudah tidak berkutik
dengan cengkeraman Laliat-touw itu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
11 "Siapa yang mau mempercayai perkataan kalian." kata Laliattouw dengan bengisnya.
"Betul-betul telah kena ditolong." Ho Kee Kan menimbrung.
"Ditolong oleh siapa?" Bentak Laliat-touw.
"Oleh setan!" Jawab Kee Kan cepat. Sehabis berkata demikian,
secara ngawur ia lantas menceritakan sebuah cerita hantu yang
akhirnya berhasil menolong Cangba Khan.
"Didalam tempat suci ini mana bisa ada setan!" kata Laliat-touw
dengan gusarnya.
Sedang Cu Hwie Jit yang insyaf, bahwa pada saat itu mereka
telah masuk perangkap lawan, segera berteriak: "Bila disini benarbenar ada hantu, merekalah setannya. Su-tee, mari kita lekas
mundur, jangan sampai kena dikurung mereka." Sehabis berkata
demikian, dengan menggunakan tangan kanannya ia menotok
kejalan darah The Ceng Ong, yang membuat si-pangeran she The
itu jadi pingsan seketika.
Pada saat itu, mendadak di luar istana Potala, telah terdengar
derapan kuda yang banyak sekali.
Laliat-touw segera melempar tubuh Goan Kong Hweeshio, lalu
menuju ke jendela guna memandang keluar istana. Terlihatlah
olehnya bahwa diluar istana telah penuh dengan orang, yang
masing-masing menggenggam senjata. Itulah tentara Ceng yang
berjumlah lebih kurang 2000 orang.
Ternyata The Ceng Ong karena menghendaki bahwa
perundingannya dengan Siang Cieh akan pihaknya, yaitu pihak
Ceng-tiauw, maka selain mengantarkan banyak barang-barang
permata, disamping itu iapun secara diam-diam mengirim tentara
dari Gie Lim Kun dibawah pimpinan Cam Ciang (kolonel) Auw-yang
Ang. Sehingga andaikata perundingan tidak/kurang berhasil,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
12 mereka hendak menggunakan kekerasan untuk menundukkan
Siang Cieh dan sekalian membasmi Agama Merah.
Laliat-touw begitu melihat keadaan tersebut, walaupun hatinya
tabah, tapi tak urung jadi terperanjat juga, segera membentak:
"Bagus perbuatanmu orang she Kie, hatimu rupanya adalah hati
binatang!"
"Bila aku tidak menunjukkan keliehayan kami, kalian tentu tidak
mau membebaskan The Ceng Ong. Kini, bila kalian berani
mencelakai The Ceng Ong, aku akan membikin kalian mati
seluruhnya diistana ini." kata Pak Nian sambil tertawa dingin.
"Kie Pak Nian, sekarang engkau hendak bagaimana ?" bentak
Hwie Jit dengan gusarnya.
"Syarat kami mudah saja, setelah kalian melepaskan The Ceng
Ong, aku juga tidak akan menghalangi lagi kepergian kalian dari
istana ini;"
Para orang gagah tidak segera menjawab syarat yang di ajukan
oleh Pak Nian itu.
"Bagaimana, kamu setuju tidak ?" tanya Pak Nian lagi. Sehabis
berkata demikian, ia lantas melepaskan 2 batang panah keluar
istana. Berbareng dengan itu terdengar teriakan yang gemuruh dari
luar istana. Cam Ciang Auw-yang Ang telah bersiap-siap memberi
perintah untuk segera menerjang masuk.
"Aku akan menghitung sampai sepuluh, bila kalian tetap tidak
mau melepaskan The Ceng Ong, jangan salahkan aku berlaku
kejam."
Walaupun benar Cu Hwie Jit dan Laliat-touw tidak takut
terhadap ancaman itu, tapi La-sie Pa, Ciam Giok Lan, Jie Ho bertiga
masing-masing masih terbatas kepandaian mereka. Maka akhirnya
Hwie Jit berkata : "Hai orang she Kie, kali ini kami mengaku kalah.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
13 Kami akan membebaskan Ceng Ong, tapi sebelumnya kalian harus
membiarkan kami berlalu dari istana ini." Sehabis berkata
demikian, dengan tangan kiri mengempit The Ceng Ong dan tangan
kanan memegang Ceng Kong Kiam, Hwie Jit berjalan kemuka, yang
diikuti oleh Jie Ho, La-sie Pa dan Ciam Giok Lan. Sedang Laliat- touw
melindungi mereka dari sebelah belakang.
Begitu mereka berada diluar istana, Pak Nian segera berteriak :
"Kini kalian telah berada diluar istana, lekas lepaskan The Ceng
Ong."
"Hmmm, siapa lagi yang mau mempercayai perkataanmu !" ejek
Laliat-touw, kemudian berkata kepada Hwie Jit: "Cu Su-heng, mari
kita menuju kesungai Lhasa."
"Kalian tak dapat melukai The Ceng Ong, walau selembar
rambutnya sekalipun." Teriak Kie Pak Nian lagi.
"Kami sebagai ksatria, bila telah mengatakan hitam pasti hitam,
apa yang pernah kami ucapkan, pasti kami kerjakan." kata Laliattouw.
Kolonel Auw-yang Ang, Sie-vvie (bayangkari) Tan Cie Eng, ketika
melihat The Ceng Ong berada didalam kempitan seorang tua, tanpa
terasa mereka jadi agak terperanjat. Dalam pada itu Cu Hwie Jit
telah membentak : "Minggir!"
Auw-yang Ang yang tidak mengetahui sebab-musababnya segera
membentak: "Kalian hendak pergi kemana ?" Sehabis membentak
begitu, ia segera melompat turun dari kudanya dan menghampiri
Hwie Jit untuk merebut Ceng Ong. Tapi Hwie Jit telah keburu
menggerak tangannya seraya membentak : "Pergi!"
Tak ampun lagi tubuh Auw-yang Ang terpental sampai tiga
meter lebih, para pembantunya sudah segera mengurung Hwie Jit.
"Sudah bosan hidupkah kalian ?" bentak Hwie Jit.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
14 Pada saat itu Pak Nian telah berteriak mencegah mereka: "Kalian
jangan halangi mereka, ini adalah peritah dari The Ceng Ong."
Cu Hwie Jit lantas mengangkat tubuh The Ceng Ong keatas
kepalanya, para tentara begitu melihat The Ceng Ong, mereka
segera mundur dan memberi jalan kepada Hwie Jit sekalian.
Laliat-touw sekalian terus menuju ke sungai Lhasa, yang diikuti
oleh Kie Pak Nian dan lainmya. Setelah dekat dengan tepi sungai,
Cu Hwie Jit membentak: "Kalian berdiri di jarak 30 langkah dari
sungai, jangan bergerak!" Sehabis berkata demikian, ia segera
membuka tambatan perahu, yang memangnya sengaja disediakan
disitu. Lalu dengan sekali dorong saja perahu kecil itu telah berada
ditengah sungai. Pada saat itu Hwie Diit telah berkata lagi kepada
rombongan Pak Nian: "Kami adalah Hoo-han dari kalangan Kangouw, apa yang telah kami janjikan atau ucapkan, pasti akan kami
lakukan. Maka terimalah babi gendut ini !" Sehabis berkata
demikian, ia lantas melemparkan tubuh Ceng Ong yang gemuk itu.
yang terus melayang menuju ketepi. Pak Nian cepat-cepat majukan
diri untuk menyambuti tubuh Cu Kong-nya. Setelah berhasil, ketika
ia memandang lagi kearah rombongan orang gagah, pada saat itu
perahu kecil telah berlayur jauh sekali.
*** In Hoo-siang yang dikejar oleh Suhengnya, Thio Ta Yung, terus
lari menuju keluar kota Lhasa, tapi biar bagaimana ia tetap tidak
dapat melepaskan diri dari kejaran Suhengnya itu. Sebab ilmu
mengentengi tubuh mereka tidak berbeda jauh.
Setelah berlari-lari sampai 30 lie jauhnya, mendadak Thio Ta
Yung membentak: "In Hoo-siang, bila engkau tahu gelagat, lekas
ikut aku pulang ke Bu Liang San."
In Hoo-siang tidak menjawabnya, terus lari malah kini larinya
dipercepatnya. Baru setelah mereka sampai di sebuah kelenteng In
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
15 Hweeshio baru menghentikan larinya dan sambil memberi hormat
kepada Ta Yung, berkata : "Suheng, mau apa engkau terus-menerus
mengejarku ?"
Dibawah penerangan sang rembulan, Ta Yung dapat melihat
nama kelenteng itu yang terpancang diatas pintunya, yaitu "Hak
Than Sie". Begitu melihat nama kelenteng itu, Ta Yung tahu, bahwa
itulah tempat In Hoo-siang membikin suatu obat rahasia, entahobat apa.
"Perbuatanmu sungguh bagus sekali sehingga menodakan pintu
perguruan kita. Kini semua orang dari cabang kita sedang
mencarimu. Maka lebih baik sekarang engkau ikut aku pulang
kegunung." kata Thio Ta Yung dengan gusarnya.
"Apa maksud kalian mencariku !" tanya In Hoo-siang sambil
tersenyum.
"Hmmm, masih hendak berpura-pura lagi. Dimana surat wasiat
serta kelinci kumalanya Cu Tay-hiap ?" bentak Ta Yung.
"Oh karena urusan itu.." kata In Hoo-siang yang sengaja
berhenti ditengah jalan.
"Kau mau mengatakan tidak ?" teriak Ta Yung.
"Bila aku tidak mau memberitahukannya, kau mau apa !"
tantang In Hoo-siang.
Tantangan itu membuat Ta Yung jadi sangat gusar, segera
membentak: "Bila engkau benar-benar hendak berbalik muka
terhadap pintu perguruan kita, kita boleh mengambil jalan masingmasing."
"Bagus! Pedang panjangku ini pasti tidak akan mengakui kau
sebagai Suhengku!"
Demikianlah diantara kedua orang bekas saudara seperguruan
jadi bertempur didepan kelenteng Hak Than Sie.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
16 Pada suatu saat, pedang panjang Ta Yung menyapu bagian
bawah tubuh In Hoo-siang dengan menggunakan gerakan "Liu Sui
Hang In" atau "Awan berterbangan dan air mengalir".
Dengan melompat keatas, In Hoo-siang telah berhasil
mengegoskan serangan itu. Tapi Ta Yung rupanya tidak mau
mengasi hati, begitu melihat tubuh In Hweeshio masih terapung
diatas, ia sudah menyerang lagi dengan menggunakan gerakan "Peh
Louw Heng Kang" atau "Halimun putih melintasi sungai", serangan
itu ditujukan kebagian pinggang In Hweeshio.
Sambil berseru "bagus", In Hoo-siang menekuk sedikit
tubuhnya, kemudian dengan cara yang amat cepat dan aneh,
tubuhnya bergulingan ditengah udara, dengan demikian kembali
serangan Thio Ta Yung kena dipatahkan.
Ta Yung disamping mendongkolpun
kepandaian bekas Suteenya itu.
jadi mengagumi Begitu In Hoo-siang menjejakkan kakinya, Ta Yung telah
membarengi menyerang dengan pedang sambil menggunakan
serangan berantai sampai tiga kali, tapi serangan itupun dapat
dielakkan oleh padri In tersebut, dengan melompat jauh
kebelakang, kemudian membentak: "Aku karena masih
memandang engkau sebagai Suhengku, jadi sengaja mengalah
dalam tiga jurus. Maka bila engkau tahu gelagat, lekas berlalu dari
sini, aku pasti tidak akan menghalangi kepergianmu. Suruh saja
Biauw Giok Su-cie datang kemari !" Sehabis berkata demikian, In
Hweeshio tertawa berkakahan.
Ta Yung jadi sangat gusar, balas membentak: "Engkau telah


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalah dalam tiga jurus, maka aku akan persilakan engkau
menyerang 4 jurus kepadaku, didalam jurus itu aku takkan balas
menyerang. Mari !" Sehabis berkata demikian, Ta Yung
memasukkan pedangnya kedalam sarungnya. kemudian berdiri
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
17 mengawasi In Hoo-siang dengan sinar mata yang penuh
kebencian."
In Hweeshio juga tidak berlaku shejie, begitu mencabut
pedangnya, terus menyerang ketenggorokan Ta Yung. Sedang Ta
Yung tetap tidak bergerak, baru setelah serangan tersebut hampir
mengenai tubuhnya, sambil mengeluarkan tertawa mengejek. Ta
Yung melompat kepinggir, dengan demikian serangan In Hweeshio
jadi mengenai tempat kosong.
Pada saat itu terdengar In Hoo-siang telah membentak lagi:
"Jaga!", kali ini ia menyerang dengan menggunakan gerakan "Peng
Ho To Hiat" atau "Sungai es merekah", sebelum serangan itu
sampai, anginnya telah mendahului diarahkan kebagian dada Ta
Yung. Tapi serangan itupun dengan mudahnya. Ta Yung tahu, bahwa
setelah menggunakan jurus "Peng Ho To Hiat", menurut aturan In
Hoo-siang harus memakai gerakan "Liu Coan Hee San" atau "Air
terjun turun gunung". Maka Ta Yung menganggap remeh saja
gerakan yang akan datang itu. Tapi tidak sangka, bahwa In
Hweeshio menggunakan lain gerakan, hampir saja Ta Yung kena
ditusuk. Keadaan itu membuat ia jadi sangat terperanjat dan segera
membentak : "In Hweeshio, siapa yang mengajarkan ilmu ini
kepadamu ?"
"Aku tidak perlu petunjuk dari orang lain, sebab aku sendiri juga
sanggup menciptakan semacam gerakan baru, nah ciptaanku itu
telah kau lihat bukan, bagaimana pendapatmu, hebat tidak ?" In
Hoo-siang mengejek.
Setelah itu, diantara kedua orang itu terjadi lagi suatu
pertempuran dahsyat. Sedang Ta Yung telah mencabut kembali
pedangnya. Tapi kini gerakan In Hweeshio tampaknya sangat cepat
dan lincah. Sebentar-sebentar menghilang dari hadapan Ta Yung.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
18 Walaupun Ta Yung bergelar sebagai Kim Gan Tiauw, tapi ia tokh
sering tidak dapat melihat gerakan In Hweeshio yang cepat lagi
lincah itu. Keadaan itu membuat Ta Yung jadi agak gugup, baiknya
tak lama kemudian ia ingat sesuatu. "Bukankah ia kini
menggunakan Kui Fu Sin dari Kun Lun Pay?!" kata hatinya. Setelah
memperhatikan pula beberapa saat lamanya, Ta Yung dapat
memastikan bahwa ilmu yang sedang digunakan oleh In Hweeshio
untuk menghadapinya betul ilmu Kui Fu Sin. Maka pada suatu
ketika, pada waktu melihat In Hweeshio sambil melompat terus
menabaskan pedangnya ke kepalanya, cepat-cepat Ta Yung
menjengkangkan diri dan sambil bergulingan ia tabaskan
pedangnya ke kaki In Hoo-siang.
Tapi serangan Ta Yung itu dengan mudahnya dapat diegoskan
oleh lawannya, malah kemudian terlihat In Hweeshio balas
menabas kekaki Ta Yung. Biar bagaimana keras usaha Ta Yung
untuk meloloskan diri serangan itu, tapi tak urung ujung sepatunya
kena ditabasnya. Walau benar hanya ujung sepatu Ta Yung yang
menjadi korban, tapi tak urung si-orang she Thio ini jadi
mengucurkan keringat dingin. Ia cepat-cepat melompat bangun
dan berlangsung lagi suatu pertempuran seru diantara bekas Suheng dan Su-tee itu.
Sampai pada suatu ketika, mendadak In Hweeshio menarik
pulang pedangnya dan melompat keluar kelangan. Kemudian
berkata kepada Ta Yung: "Baiklah pertempuran hari ini kita akhiri
sampai disini saja, dilain waktu aku pasti akan menemanimu lagi!"
Sehabis berkata demikian, In Hweeshio segera berlalu dari situ.
Ta Yung ketika melihat In Hweeshio mendadak berlalu dari situ,
hatinya jadi curiga. Baru saja ia hendak mengejarnya, sekonyongkonyong bahunya ada yang pegang. Tanpa terasa Ta Yung jadi
berteriak heran dan segera hendak melepaskan bahunya dari
cengkeraman orang yang tak dikenal itu. Tapi biar bagaimana ia
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
19 tetap tidak berhasil melepaskan diri dari pegangan orang itu.
Mendadak kupingnya mendengar: "Serahkan saja Padri liar itu
kepadaku !" sehabis berkata demikian, orang itu melepaskan
cekalannya. Ketika Ta Yung berpaling terlihatlah olehnya, bahwa
dihadapannya kini berdiri seorang Too-su tua kurus yang
pakaiannya banyak tambalan. Wajah Too-su itu seperti orang baru
baik sakit. Dengan tidak usah kami terangkan, para pembaca
tentunya mengetahui, bahwa Too-su itu pasti adalah Ceng Cin-jin.
Ta Yung lantas menduga bahwa Too-su itu pasti adalah seorang
Cian-pwee dari kalangan Bu Lim, tapi tak tahu ia, siapa Too-jin itu
gerangan ?
Dalam pada itu Ceng Cin-jin telah berkata : "Aku sungguh
beruntung bahwa didalam beberapa hari saja bisa bertemu dengan
3 orang gagah dari Bu Liang Pay. Kau bukanlah menjadi tandingan
si-paderi liar. Aku rasa gara-gara kelinci kumala dan surat wasiat,
kalian jadi berkelahi."
Perkataan Too-jin itu membuat Ta Yung jadi sangat terperanjat.
Dalam pada itu Ceng Cin-jin sambil tersenyum, telah berkata
lagi: "Thio Ta Yung, kalian mengapa bisa mempelajari ilmu Kui Fu
Sin ?"
Pertanyaan itu membuat Ta Yung jadi lebih kaget lagi, setelah
Too-jin aneh ini mengetahui ia dari pintu perguruan mana dan
mengetahui juga namanya, maka tak disangsikan lagi bahwa ia
mengetahui jelas perihal batu kumala dan surat wasiat itu. Maka
kemudian sambil memberi hormat Ta Yung berkata: "Setelah Loocian-pwee mengetahui begitu banyak perihal kami, mau apa
bertanya lagi!"
Mendengar perkataan itu, Ceng Cin-jin jadi tertawa besar,
kemudian berkata: "Tadi caramu mengegoskan ilmu Kui Fu Sin
sangat lemah, engkau harus banyak minta petunjuk dari Goan Cin
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
20 Loo-tauw-jie." Sekonyong-konyong Too-jin itu berkata dengan
roman sungguh-sungguh: "Thio Ta Yung, lekas kau kembali ke
Lhasa, kamu dari cabang-cabang Bu Liang dan Kun Lun sedang
dipermainkan oleh Kie Pak Nian, lekas kembali !"
Sambil memberi hormat kepada Ceng Cin-jin, Ta Yung bertanya:
"Kalau boleh saya bertanya, siapakah gerangan nama Loo-cianpwee yang mulia ?"
Ceng Cin-jin tidak menghiraukan pertanyaan itu, ia sudah segera
berkata lagi: "Tolong kau perhatikan Ciam Giok Lan." Sehabis
berkata demikian, dengan sekali berkelebat saja, tubuhnya telah
sirna dari pandangan Ta Yung.
*** Adapun Cu Hwie Jit, Laliat-touw, Ciam Giok Lan, La- sie Pa dan
Jie Ho berlima setelah berhasil meloloskan diri, kapal yang mereka
tumpangi terus mengikuti arus air, dengan demikian jalannya kapal
itu jadi sangat cepat. Jie Ho sebagai seorang yang mengetahui sifat
air sungai, ia lantas mengemudikan kapal itu. Tak sampai setengah
jam, mereka segera mendarat diujung sebelah sana, jauh dari
tempat mereka meloloskan diri tadi.
"Setelah melewati rimba ini serta melintasi gunung kecil itu, kita
akan sampai dilembah, yaitu tempat tinggal kami." kata Jie Ho,
kemudian berkata kepada Hwie Jit: "Suhu, mari kita pulang dulu,
perlahan-lahan nanti kita atur siasat selanjutnya."
Ternyata rumah yang ditinggali oleh Jie Ho dua bersaudara,
adalah bekas rumah Hwie Jit, yang dulunya dibelinya dari orang tua
Jie Ho. Demikianlah, begitu mendarat, kelima orang itu cepat masuk
kedalam rimba, tapi siapa tahu, mendadak dari atas pohon
melompat 20 orang lebih, yang dikepalai oleh Kie Pak Nian.
Dibelakangnya mengikuti Goan Kong Hweeshio, Tan Cie Eng, Ho
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
21 Kee Kan, Cio Bun Tien, Ie Eng Bouw, Ang Yao Hwie dan lain-lain
bayangkari kelas satu, hanya Siem Wie Beng, Tang Eng Pang karena
terluka, jadi tak datang kesitu.
Ternyata Kie Pak Nian tak rela melepaskan Cu Hwie Jit dan
kawan-kawannya dengan begitu saja, maka ia lantas berunding
dengan The Ceng Ong. Tapi pertemuan besar di Tibet itu masih
tetap akan dilangsungkan, maka Pak Nian lantas meminta kepada
Gie Lim Kun untuk melindungi keselamatan The Ceng Ong, sedang
ia (Pak Nian) bersama-sama dengan bayangkari yang
berkepandaian tinggi, lantas mengejar rombongan Hwie Jit, guna
menangkapnya.
Begitu kedua musuh besar saling bertemu, tak perlu untuk
banyak bicara, masing-masing telah mencabut senjata dan Hwie Jit
segera menyerang Pak Nian. Pak Nian juga tidak mau
memperlihatkan kelemahannya, demikianlah diantara kedua orang
itu terjadi suatu pertempuran dahsyat. Sedang orang banyak hanya
menyakskian dari kedua samping. Laliat-touw yang melihat dipihak
lawan tidak bergerak, ia juga jadi turut menyaksikan, tapi diamdiam ia menyediakan Lian-cu.
Sebentar saja 5-60 jurus telah dilalui, pertempuran semakin
lama jadi semakin seru. Pak Nian dengan mengandalkan pedang
pusakanya yang dapat memotong besi bagaikan memotong tanah,
hendak mencari kesempatan untuk memotong pedang lawan. Tapi
Hwie Jit sebagai seorang yang akhli, ia telah mengetahui siasat Pak
Nian itu. "Aku takkan dapat diperdaya olehmu." kata hatinya
kemudian. Maka kemudian Hwie Jit memperhebat serangan,
beruntun ia menyerang sampai 10 tusukan, yang membuat Pak
Nian mau atau tidak berturut-turut harus melompat kebelakang.
Goan Kong Hweeshio dan lain-lain Sie Wie jadi sangat
terperanjat ketika melihat keadaan itu, tapi kemudian mereka
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
22 menampak bahwa walaupun benar Pak Nian kena terdesak, tapi
permainannya tidak kalut, yang membuat mereka jadi lega. Ada
seorang Sie-wie yang tidak tahu gelagat, sudah lantas masuk
kedalam gelanggang untuk membantu si-orang she Kie. Namun
baru saja ia masuk kedalam gelanggang, tiba-tiba terdengar
"peletak, ploook", kepala Sie-wie itu hancur akibat pukulan Hwie Jit.
Bersamaan dengan itu, sekonyong-konyong Pak Nian berteriak
panjang dan lantas membentangkan Tat Mo Kiam Hoat.
Hwie Jit juga tidak mau memperlihatkan kelemahannya, ia
melakukan penjagaan yang rapih dan rapat, hanya sayang ia tidak
berani membuat pedangnya bentrok dengan Hwie Hong Kiamnya
Pak Nian, sehingga akhirnya ia menghindari sebagian besar dari
serangan Pak Nian itu dengan menggunakan ilmu entengi tubuh,
tampaknya sangat memakan tenaga.
"Mengapa sudah salah menggunakan gerakan "Tan Hong Cauw
Yang" atau "Tan Hong memandang matahari terbit". "Anak-anak,
bersiaplah !" kata Laliat-touw pada suatu ketika.
La-sie Pa dan lain-lainnya segera memegang gagang pedang,
bersiap untuk menerjang.
Dalam pada itu terdengar Kie Pak Nian sambil tertawa jumawa
menyerang kebelakang Hwie Jit. Nyatanya tadi gerakan yang salah
dari Hwie Jit tidak mau disia-siakan oleh Pak Nian. Serangan Pak
Nian itu bukan saja dilakukan amat cepat pun hebat sekali.
Untuk menghindari serangan itu tidak mungkin, maka terpaksa
Hwie Jit mengangkat pedangnya guna menyanggah serangan itu
dan terdengarlah suara "Tttrrraaaannnggg". La-sie Pa sudah
hendak melompat masuk kedalam gelanggang, tapi telah dicegah
oleh Laliat-touw: "Jangan pergi!"
Setelah bentrokan itu, keadaan kembali sunyi dan nyatanya
pedang Hwie Jit sama sekali tidak patah. Tampaklah kini kedua
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
23 pedang itu saling melekat dan pemiliknya masing-masing
mengerahkan tenaga dalamnya guna menahan posisi masingmasing.
"Tak lama lagi gurumu pasti akan menang !" kata Laliat-touw
dengan girang sambil menepuk- bahu La-sie Pa.
"Rupanya Suhu menggunakan tenaga pelekat, betulkah ?" tanya
La-sie Pa.
"Betul, gurumu tadi rupanya sengaja melakukan gerak yang
salah guna memancing lawannya dan niatannya pancingannya itu
berhasil!" kata Laliat-touw sambil mengangguk-anggukan
kepalanya.
Kie Pak Nian walaupun telah masuk perangkap lawan, tapi ia
juga bukan seorang yang lemah, maka segera mengerahkan seluruh
tenaga dalam yang ada pananya untuk melepaskan pedangnya dari
lekatan pedang lawan. Tapi apa mau Hwie Jit tidak memberi
kesempatan untuk itu, karena si-orang she Cu semakin lama
semakin memperhebat tekanannya. Sehingga akhirnya dikening
Pak Nian terlihat mengucur butir-butir keringat dan napasnya
mulai tersengal-sengal. Cepat-cepat ia menggunakan matanya
memberi isyarat kepada kawannya, berbareng dengan itu Goan
Kone Hoo-siang telah menggerakkan tangannya dan tiga buah Thiat
Lian Cu telah menyerang Hwie Jit. Namun sebelum ketiga senjata
itu menemui sasaran, terdengarlah suara "ttriinnggg", "trinnnggg",
"ttring" tiga kali, bersamaan dengan itu ketiga senjata Goan Kong
Hweeshio itu telah jatuh ketanah. Sedangkan pada saat itu terlihat
Laliat-touw telah melompat ketengah-tengah kalangan dan
membentak: "Siapa lagi yang hendak menyerang orang dari
belakang ?"
La-sie Pa dan lairrnya juga sudah lantas mengikuti jejak Laliattouw, lalu dengan bahu-membahu mereka melindungi Cu Hwie Jit.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
24 Goan Kong Hoo-siang jadi
sangat marah dan mengebaskan
golok besarnya, berbareng
dengan itu para Sie-wie yang
jumlahnya lebih dari 20 orang
itu lantas mengurung Laliattouw dan kawannya ditengahtengah, tapi mereka tidak berani
melontarkan senjata gelap,
sebab mereka takut senjata
gelap mereka kesasar dan
melukai Kie Pak Nian.
Bertepatan dengan itu, dari
luar rimba terdengar ringkikan
serta derapan kuda dan hampir
bersamaan dengan itu, mereka melihat ada serombongan tentara
berkuda mengejar dua orang. Tapi mereka tak berdaya menyusul
kedua orang itu, yang ternyata adalah seorang laki-laki dan seorang
wanita, yang tak lain daripada Ho Sim Leng dan Thio Ta Yung.
Para orang gagah berusaha untuk melepaskan diri dari kepungan
Kie Pak Nian cs.
*** Ternyata setelah Kie Pak Nian pergi, The Ceng Ong lantas
kembali keistana Potala dan berunding dengan Siang Cieh. Ceng
Ong berkehendak memaksa kepada Dalai dan Pankhen didalam
pertemuan nanti mengumumkan untuk membubarkan Agama
Merah dengan menggunakan alasan bahwa Cangba Khan sebagai
pemimpin dari Agama itu telah mencegat dan merampas barang


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

antaran pemerintah Ceng yang diperuntukkan kepada negara Tibet.
Tapi Siang Cieh tidak dapat meluluskan permintaan The Ceng
Ong dan mengusulkan lebih baik mereka melihat gelagat setelah
selesai diadakan pertemuan besar, baru mereka mengatur siasat
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
25 selanjutnya untuk menyingkirkan Cangba Khan beserta Agama
Merahnya. Demikian pada keesokan harinya, sejak pagi-pagi telah berbaris
Lhama-Lhama dari Agama Kuning, panjang barisan mereka. Dan
ditambah pula dengan orang-orang yang datang ke Tibet, guna
bertemu dan meminta berkah dari Buddha hidup, dengan demikian
kota Lhasa itu penuh sesak dengan manusia.
Tak lama kemudian, dari kejauhan terlihat sebaris penunggang
kuda, mereka adalah barisan Gie Lim Kun, dibelakangnya mengikuti
lima baris Lhama besar dari Agama Kuning, yang rupanya jadi
perintis dijalan. Dibelakangnya mengikuti lagi serombongan tentara
yang membawa slogan-slogan dan sepanduk yang semuanya
memuji kebesaran sang Buddha. Setelah rombongan pertama lewat,
menyusul lagi rombongan kedua, yang didahului oleh sebaris
Lhama yang membawa lukisan-lukisan Hud-couw (sang Buddha),
Pouw-sat (Kwan Im) dan Cong-khek-pa (pendiri Agama Kuning).
Melihat itu, sekalian publik berlutut. Setelah rombongan pembawa
lukisan lewat, menyusul sebuah kereta emas yang ditarik oleh
empat kuda kuning bagus, publik yang mengira bahwa Buddha
hidup telah sampai, mereka berteriak dengan serentak: "Kongheejeliat". Tapi begitu mereka mengangkat kepala, mereka segera
melihat, bahwa orang yang duduk diatas kereta itu, bukanlah
Buddha hidup, melainkan seorang gemuk yang berpakaian
mentereng, pada saat itu ia melambaikan tangannya kepada publik
sambil tersenyum, disisi kereta itu mengikuti seorang pemuda yang
menunggang kuda. Orang gemuk itu tak lain daripada The Ceng
Ong, sedang pemuda yang menunggang kuda itu adalah puterinya,
The Hwie Cu.
Publik jadi pada menggerutu ketika melihat keadaan itu, sebab
tradisi yang mereka pupuk selama ratusan tahun, sekarang
dirombaknya dengan begitu saja, sampaipun kereta yang biasanya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
26 dipergunakan oleh Buddha hidup (Hok-hud), diduduki oleh seorang
bangsa asing. Keadaan itu membuat sebagian rakyat yang karena
tidak dapat menahan sabar, lantas menggerutu, bahkan ada yang
langsung memaki.
Setelah kereta emas itu berlalu, menyusul sebuah kereta perak,
disitu tampak duduk 2 orang anak yang berumur kira-kira 14 tahun,
mereka adalah orang yang dianggap oleh rakyat Tibet sebagai
titisan Buddha hidup yang lalu. Begitu kereta kedua Buddha hidup
ini berlalu, harulah keadaan yang agak ribut tadi menjadi tenang
kembali, tapi di hati sebagian besar rakyat timbul kebencian
terhadap kejadiati tadi.
Barisan yang terakhir ialah barisan yang dipimpin oleh Lhama
besar Siang Cieh, ditangan mereka masing-masing membawa alatalat untuk sembahyang, kitab sutii dan masih ada lagi belasan orang
Lhama yang membawa "Hap-cie-lie"
(Hap-cie-lie = Seorang Lhama tinggi, yang setelah mati dibakar,
walaupun tulang dan daging akan mendiadi abu, tapi ada sebuah
tulang yang bentuknya seperti mutiara, yang tidak menjadi abu.
benda itulah iang dipanggil "Hap-cie-lie", dan menjadi benda
pusaka bagi golongan Buddha).
Rombongan itu terus maju kedepan dengan perlahan-lahan,
akhirnya tibalah didepan Ta Tiauw Sie.
Begitu sampai didepan rumah berhala itu, The Ceng Ong, Dalai,
Pankhen telah turun dari kereta dan baru saja mereka hendak
memasuki rumah berhala itu, mendadak dari sekian banyak orang
yang datang kesitu, melompat seorang Ang Kiauw Lhama dan
berteriak: "Tunggu Hok-hud, ada sesuatu yang hendak kukatakan
kepadamu!"
Orang itu ternyatalah adalah Lhama besar dari Agama Merah,
Bu-lun-touw.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
27 "Ada apa ? Lekas katakan !" kata Dalai Lhama.
Dalam pada itu Siang Cieh yang berada dibelakang Buddha hidup
sudah lantas berteriak: "Bu-lun-touw, setelah merampas barangbarang berharga dan membunuh orang, dan kini engkau berani
melanggar aturan kita, hai penjaga, lekas tangkap orang ini!"
The Ceng Ong juga sudah segera mengibaskan pedangnya dan
bersamaan dengan itu, ada beberapa Sie-wie yang menerjang
kearah Bu-lun-touw. Sedang Bu-lun-touw sudah lantas melepaskan
senjata Cin Mo Su-nya serta berteriak : "Hai Siang Cieh, setelah
engkau berserikat dengan bangsa asing, masih berani menangkap
Cangba Khan Kiauw-cu lagi, hari ini aku akan adu jiwa denganmu!"
Sehabis berkata demikian, ia segera menyabetkan Cin Ho Su-nya ke
kepala Siang Cieh. Siang Cieh cepat-cepat melompat kesamping
guna menghindari serangan tersebut.
Ketika Bu-lun-touw hendak menyusulkan serangan yang
berikutnya, ia segera merasa bahwa dibelakangnya menyambar
angin dingin, cepat-cepat ia mendongkokan tubuhnya dan
membalikan tubuhnya serta menukar langkah, seraya mengirimkan
sebuah pukulan dan telak mengenai tubuh seorang Sie-wie, yang
membuat Sie-wie itu terpental. Sedang Cin Mo Su-nya juga telah
berhasil menghantam Sie-wie satunya lagi, sehingga membuat
bayangkari itu jadi menjerit.
Ciam Ciang Auw-yang Ang telah majukan kudanya, seraya
menusukkan tumbaknya kearah ulu hati Bu-lun-touw. Dengan
berkelit kesamping kemudian mengulurkan sedikit sangannya, Bulun-touw telah berhasil merebut tumbak lawan, yang kemudian
dengan kecepatan luar biasa disodokkan kediri si Ciam-ciang dan
tepat mengenai sasaran, saking sakitnya, hampir saja orang she
Ouw-yang itu jatuh dari kudanya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
28 Siang Cieh karena pada saat itu tidak membawa Sian- thiang,
lantas menggunakan sebilah golok dan menerjang Bu-lun-touw.
Pada saat itu Auw-yang Ang juga telah memberi perintah kepada
bawahannya untuk menangkap Bu-lun- touw.
Setelah bertempur beberapa saat lamanya, mendadak Bu-luntouw berteriak: "Hai kawan setanah air denganku, lihatlah kalian,
kini Siang Cieh telah berserikat dengan bangsa Boan, hendak
menjadikan kita sebagai budak, maka saudara-saudara, mari kita
basmi mereka demi keselamatan tanah air kita."
Perkataan itu membuat hati orang banyak jadi tergerak, mulai
diantara rombongan orang itu timbul suara gaduh, tapi Siang Cieh
sudah segera membentak : "Siapa yang berani mengagetkan Hokhud ?" Bentakan itu membuat suara gaduh tadi menjadi tenang
kembali. Bu-lun-touw yang dikerubuti oleh demikian banyak orang gagah,
maka tak heran, sebentar saja tubuhnya telah menderita luka-luka,
namun begitu ia masih tetap memberikan perlawanan yang gigih
dan tak kenal takut. Pada saat itu ia sudah meneriaki orang-orang
Tibet lagi : "Kawan-kawan yang sehaluan denganku, mari kita
bersama-sama menggempur pengkhianat dan bangsa asing ini,
coba kalian lihat, bukankah kini mereka tengah menghina Buddha
hidup kita?"
Orang banyak yang memangnya telah mendongkol tadi ketika
melihat The Ceng Ong naik diatas kereta emas yang biasanya
diperuntukkan kepada Buddha hidup dan perkataan Bu-lun-touw
itu sangat mengena dihati mereka, maka tanpa terasa, didorong
oleh rasa kebangsaan dan kebencian, mereka lantas menerjang
kearah tentara Ceng. Melihat keadaan itu, The Ceng Ong jadi sangat
gusar, ia segera memberi perintah untuk membunuh kepada siapa
yang mencoba melawan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
29 Kala itu Bu-lun-touw telah kena ditusuk lagi, sehingga tenaga
yang memang hampir habis itu jadi bertambah lemah dan
berbareng dengan itu terlihat Siang Cieh telah berhasil mendekati
Bu-lun-touw serta menyerangnya dengan goloknya, tampaknya
sebentar lagi Bu-lun-touw pasti akan tewas diujung golok Lhama
besar dari Agama Kuning ini. Tapi tidak sangka, begitu golok Siang
Cieh hampir mengenai sasaran, sekonyong-konyong terdengar
"Plaaakkk", tanpa dapat dipertahankan lagi, golok tersebut terlepas
dari tangan Siang Cieh. Bertepatan dengan itu, tiba-tiba disitu
muncul seorang nenek, yang kala itu telah berhasil memegang Bulun-touw, kemudian ia melemparkan tubuh Lhama baju merah
yang malang itu kebelakang seraya berteriak: "Ta Yung, kau
lindungi dia, aku hendak membunuh para bangsat!"
Ternyata ketika Ta Yung sampai kembali di Lhasa, pada waktu
itu kebetulan Buddha hidup mulai keluar dari istana. Diantara
sekian banyak, walau Ta Yung telah mencari kesana kemari
diantara orang banyak yang sedang berkumpul disepanjang jalan
itu, tapi dia tetap tidak berhasil menemui Cu Hwie Jit dan lainnya.
Tapi sebaliknya bertemu dengan Ho Sim Leng, neneknya ternyata
sedang mencari Cie Lie Sie, La-sie Pa dan Ciam Giok Lan. Orang
yang ditanya tak dapat diketemuinya, malah sebaliknya ia bertemu
dengan Thio Ta Yung, maka kemudian mereka lantas
menggabungkan diri dengan rombongan yang datang kesitu. Tak
lama kemudian mereka melihat akan keberanian Bu-lun-touw
melawan Siang Cieh dan tentara Ceng. Walaupun mereka tidak
kenal Bu- lun-touw, tapi mereka merasa pasti bahwa Bu-lun-touw
adalah orang bawahan dari Cangba Khan, maka segera turun
tangan menolongnya.
Pada saat itu lapangan yang berada didepan rumah berhala itu
terjadi suatu pertempuran kalut. Rakyat Tibet disatu pihak,
melawan tentara Ceng dilain pihak.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
30 Disamping itu, Ho Sim Leng yang membantu rakyat Tibet,
walaupun mempunyai kepandaian yang tinggi, tapi karena orang
yang mengerubutinya kelewat banyak, sehingga akhirnya ia jadi
terkurung ditengah-tengah.
Dilain pihak Thio Ta Yung yang tetap memegang Bu-lun-touw,
mengetahui tak berguna untuk bertempur terus disini, maka ia
lantas berteriak: "Su-cie, mari kita pergi !"
"Baik." Jawab Sim Leng cepat.
Dilain saat dua pedang dari kedua orang ini dimainkan demikian
rupa untuk membuka sebuah jalan. Walaupun disitu terdapat seribu
lebih tentara Ceng, tapi mereka tak kuasa untuk menahan kedua
orang itu.
"Tangkap mereka!" Siang Cieh memberi perintah.
"Baik, aku yang menangkapnya." kata Auw-yang Ang. Sehabis
berkata demikian, lantas mengeprak kudanya mengejar kedua
orang gagah itu, dengan diikuti oleh sekalian pembantunya,
sehingga akhirnya mereka sampai dihutan, dimana Laliat-touw, Cu
Hwie Jit dan laimnya berada.
Setelah sekalian orang itu berlalu, The Ceng Ong lantas memberi
perintah untuk menghentikan pembunuhan terhadap rakyat Tibet
itu. Dipihak tentara Ceng yang terluka kira-kira ada 500 orang.
Pangeran ini karena takut akan ada orang-orang dari pihak Kun
Lun, Bu Liang kembali lagi, meminta kepada Siang Cieh supaya
menutup saja pertemuan sampai disitu. Lalu sambil melindungi
Buddha hidup mereka kembali ke istana Potala.
(VIII) Adapun Cu Hwie Jit, ketika mendengar derapan kuda itu, hatinya
jadi tergerak dan dengan sendirinya perhatiannya jadi terpencar.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
31 Kie Pak Nian tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, terus
menarik pedangnya seraya melompat kebelakang, walaupun
akhirnya usahanya berhasil, yaitu menarik pedangnya dari lekatan
lawan, tapi tak urung lengan kanannya jadi kesemutan.
Ketika melihat keadaan itu, Hwie Jit segera berteriak, berbareng
dengan itu Laliat-touw dan lainnya segera menerjang kearah
tentara yang sedang mengejar Ho Sim Leng dan Thio Ta Yung,
mereka menggerakan pedangnya dengan hebat, maka sebentar saja
telah ada puluhan orang yang jatuh dari kudanya dan mati!
Kie Pak Nian menjadi sangat gusar ketika melihat keadaan itu, ia
segera memberi perintah kepada para Sie-wie untuk menerjang.
Dengan demikian didalam rimba terjadi suatu pertempuran yang
kalut. Para tentara yang tadinya menunggang kuda, karena keadaan
menyulitkan bagi mereka, sebab didalam rimba itu pohon-pohon
yang besar, saking tak leluasa menunggang kuda, mereka jadi pada
turun dan terus menerjang kepada para orang gagah.
Disatu pihak terlihat Thio Ta Yung melawan Kie Pak Nian dan
kenyataannya bahwa si-orang she Kie berada diatas angin, namun
begitu tak mungkin baginya untuk mengalahkan lawannya didalam
waktu singkat. Semestinya keadaan mereka, Ta Yung dan Pak Nian,
berimbang, tapi karena tadi Ta Yung disamping telah bertempur
dengan In Hoo-siang juga telah melakukan pertempuran di Lhasa,
sehingga otot-ototnya telah lemas dan tenaganya berkurang,
sampai akhirnya pedangnya telah kena dipotong oleh pedang
pusaka Pak Nian. Sedang si-orang she Kie tidak mau memberi hati,
ia sudah mengirimkan pula suatu tusukan, dahsyat serta cepat
datangnya serangan itu, sehingga nampaknya sebentar lagi Ta Yung
pasti akan menemui ajalnya dibawah pedang Pak Nian. Didalam
saat yang kritis itu, mendadak datang bintang penolong, yaitu Ho
Sim Leng, yang bagaikan seorang jenderal malaikat yang turun dari
angkasa, menghalau serangan Pak Nian itu, malah kemudian ia
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
32 balas menyerang dengan menggunakan gerakan berantai, dengan
begitu membuat Pak Nian mau atau tidak harus mundur
kebelakang, dengan begitu pula jiwa Ta Yung jadi tertolong.
"Mari kita berlalu dari sini, tak ada gunanya kita bertempur
terlebih lama. Lekas!"
Tiba-tiba La-sie Pa berteriak: "Kemana perginya Jie Ho dan Ciam
Kouw-nio ?"
Ternyata Ciam Giok Lan dan Jie Ho telah didesak oleh lebih
kurang 6 orang keluar hutan, pada saat itu keduanya telah terluka,
namun mereka masih tetap bertempur melawan musuh dengan
gigihnya. La-sie Pa, Cu Hwie Jit dan lainnya sambil bertempur terus
mundur. Tapi mendadak pihak tentara Ceng tidak lagi menyerang
mereka, hanya berkumpul jadi sekelompok. Bertepatan dengan itu,
sebagian dari mereka lantas melepaskan panah dan diarahkan
kearah rombongan orang gagah.
La-sie Pa yang khawatir akan keselamatan Ciam Giok Lan,
berjalan paling muka dan menerjang diantara hujan panah itu,
terus menuju keluar hutan. Terlihat kemudian bahwa Jie Ho telah
menggeletak di tanah, sedang Ciam Giok Lan tidak lagi terlihat
bayangannya.
La-sie Pa segera membangunkan Jie Ho, terlihat ditubuhnya
terdapat tiga buah luka dan dari iukanya itu masih mengucur darah
segar. Pada saat itu barisan pemanah yang dipimpin oleh Cio Bun Tien
telah sampai disitu dan kembali melepaskan anak panah
kerombongan orang gagah. Ta Yung menjadi sangat gusar ketika


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat keadaan itu, sambil mengebaskan ke sana kemari
menghalau hujan panah itu, menerjang Bun Tien dan diantara
mereka berdua segera terjadi suatu pertempuran dahsyat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
33 "La-sie Pa, lekas engkau mengobati Jie Ho, tunggu aku digunung
kecil disebelah depan." kata Hwie Jit kepada Sie Pa. Sehabis berkata
demikian, bersama dengan Laliat-touw, ia lantas menerjang musuh
guna membantu Ta Yung. Tapi sebelum mereka dapat maju, telah
dihadang oleh Ie Eng Bouw, kedua saudara Ang dan ditambah pula
dengan belasan bayangkari. Sehingga diantara mereka juga
membentuk satu rombongan dan berlangsung pula suatu
pertempuran seru.
Thio Ta Yung yang membentangkan Lui Cong Kiam, telah
berhasil mendesak Cio Bun Tien, tampaknya tidak lama lagi ia akan
memperoleh kemenangan. Mendadak dari kejauhan mendatangi
seorang paderi, cepat langkah paderi ini, sebentar saja telah berada
didekat pertempuran itu dan berkata :
"Tidak sangka kita bisa bertemu lagi disini, Suheng!" Paderi itu
adalah In Hweeshio.
Wajah Ta Yung jadi berubah dan membentak : "Sungguh bagus
kedatanganmu ini !" Sehabis membentak begitu, Ta Yung
membiarkan Bun Tien dan menerjang Suteenya dan diantara Suheng dan Su-tee itu terjadi lagi suatu pertempuran yang dahsyat.
Bun Tien yang rupanya tidak mau ketinggalan, lantas
menggabungkan diri dengan In Hweeshio, dengan demikian Ta
Yung jadi menghadapi 2 orang lawan, yang membuat ia perlahanlahan jadi berada dibawah angin.
Tak lama kemudian, mendadak terlihat Ho Sim Leng lari
mendatangi, belum sampai orangnya telah berteriak: "In Hweeshio,
engkau berani bertingkah didepanku ?!"
In Hoo-siang begitu melihat kedatangan Sim Leng, jadi sangat
terkejut, saking takutnya ia lantas melompat keluar kalangan dan
lari Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
34 Sim Leng tidak mengejar Hweeshio itu, hanya menyabetkan
pedangnya kesana kemari seraya meneriaki kawannya : "Lekas kita
berlalu dari sini!"
Cu Hwie Jit dan Laliat-touw lantas melompat keluar dari
gelanggang pertempuran dan berlalu dari situ.
Tiba-tiba dipinggir hutan itu muncul Kie Pak Nian, yang kala itu
memimpin sebagian dari tentara pemanah, mereka hanya berani
melepaskan anak panah saja, tapi tidak berani mengejar kawanan
orang gagah lagi, rupanya tadi mereka telah cukup mendapat
pengajaran.
Hati Sim Leng karena selalu teringat murid barunya, La-sie Pa
dan disamping itu ia juga hendak mencari Cie Lie Sie, maka nenek
ini jadi tak bermaksud untuk bertempur terlebih lama pula. Setelah
memutarkan demikian rupa, guna menghalau sekalian anak panah
yang diarahkan kepada mereka untuk melindungi Cu Hwie Jit dan
lain-lainnya berlalu dari situ, akhirnya Sim Leng menyusul mereka.
Kie Pak Nian juga segera menarik tentaranya, kembali ke Lhasa.
Keempat orang gagah itu terus lari, menuju ke bukit yang berada
dihadapan rimba itu. Tapi disitu nyatanya tak terdapat seorangpun,
sebab Jie Ho dan La-sie Pa sudah tidak terlihat lagi bayangannya.
Kejadian itu membuat keempat orang tadi menjadi sangat
terperanjat, Kim Goan Tiauw yang bermata tajam, tiba-tiba melihat
dibatang sebuah pohon kecil terukir huruf Tibet, yang bentuknya
seperti cacing itu, ia lantas meminta kepada Hwie Jit untuk
membacanya.
Surat itu ternyata memang sengaja ditulis oleh La-sie Pa dan Jie
Ho. Garis besarnya menyatakan bahwa luka Jie Ho sama sekali tidak
membahayakan. Sedangkan mengenai hilangnya Ciam Giok Lan,
ternyata telah kena dibawa kabur oleh seorang Too-su, diakhir surat
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
35 itu menyatakan, bahwa kedua pemuda itu kini tengah mengejar
Too-su itu.
Too-su yang membawa lari Giok Lan tak lain daripada Ceng Cinjin. Ternyata maksud kedatangan Ceng Cin-jin , ke Hak Than Sie
mempunyai sebuah maksud, yaitu untuk mendapatkan obat yang
diperlukan guna merampungkan pembikinan nyali burung
meraknya. Bahan obat itu disebut Ho-sou-wu. Bila seseorang
hendak merampungkan pembuatan nyali burung berang, salah satu
campuran yang diharuskan ialah Ho-sou-wu itu. Maka sengaja ia
jauh-jauh dari Beng-kah datang ke Lhasa untuk membeli bahan itu,
tapi apa mau, karena Ho-sou-wu itu adalah bahan obat yang mahal
harganya, maka dikota Lhasa hanya terdapat sedikit sekali dan kala
itu, kesemuanya telah diborong oleh seorang paderi. Ketika Ceng
Cin-jin menyelidiki, ternyata paderi yang memborong itu tak lain
daripada In Hweeshio, yang tinggal di Hak Than Sie. Maka Ceng
Cin-jin lantas pergi ketempat itu. Sesampainya disana ia melihat In
Hweeshio sedang bertengkar dengan seseorang, yang ketika
didengarnya terlebih lanjut, orang itu ternyata adalah Suhengnya In
Hweeshio. Setelah memperhatikan jalannya pertempuran yang
dilakukan kedua saudara seperguruan itu, Ceng Cin-jin melihat
bahwa kepandaian kedua orang itu tidak berbeda jauh dan segera
menampakkan diri. In Hoo-siang begitu melihat kedatangan Ceng
Cin-jin, saking takutnya lantas melarikan diri. Sedang Ceng Cin-jin
setelah menasehati kepada Ta Yung untuk lekas-lekas kembali ke
Lhasa, lantas mengejar In Hweeshio. In Hoo-siang ketika
mengetahui bahwa sukar baginya untuk melepaskan diri dari
kejaran Too-jin kurus itu, maka kemudian ia lantas berhenti berlari
dan menanyakan sebabnya Ceng Cin-jin datang kesitu. Ceng Cin-jin
segera mengatakan maksud yang sebenarnya. Mendengar
perkataan itu, mendadak timbul suatu siasat didalam pikiran In
Hoo-siang dan berkata: "Mari kita pergi keistana Potala untuk
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
36 mengambilnya !" Adapun maksud In Hoo-siang yang sebenarnya,
ialah hendak mengharap tenaga dari para Sie-wie untuk
menghadapi Ceng Cin-jin. Siapa sangka, begitu sampai diistana
Potala, The Ceng Ong sudah lantas memakinya, bahwa mengapa
pengecut, sebab belum apa-apa sudah melarikan diri, tidak setia
kawan dan sebagainya. Tapi kemudian ketika The Ceng Ong melihat
rupa Ceng Cin-jin, ia lantas mengetahui bahwa Too-jin itu adalah
seorang luar biasa, segera menanyakan maksud kedatangannya.
Ceng Cin-jin segera mengutarakan maksudnya.
"Itu mudah, aku akan memberi hadiah seratus kati Ho-sou-wu,
bila engkau mau mengerjakan sesuatu untukku." kata The Ceng
Ong sambil tertawa besar.
"Pekerjaan apa?" tanya Ceng Cin-jin.
"Tolong kau bunuh seseorang !" jawab The Ceng Ong.
"Selama hampir 30 tahun aku belum pernah membunuh orang
lagi." kata Ceng Cin-jin seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bila demikian halnya, tolong kau usir orang itu dari Tibet !" kata
The Ceng Ong lagi.
"Untuk ini mudah, tapi siapa yang harus kuusir dari Tibet?"
"Ho Sim Leng !"
Ketika mendengar perkataan terakhir itu, rupanya Ceng Cin-jin
jadi menunjukkan roman susah, tapi karena tadi ia telah
menyanggupi, tak mau ia menelan kembali kata-kata yang pernah
diucapkannya barusan. Maka akhirnya ia lantas ikut In Hoo-siang
pergi kehutan, dimana Sim Leng dan lainnya tengah bertempur
melawan musuh. Sesampainya di depan rimba itu, Ceng Cin-jin
melihat bahwa Ciam Giok Lan dan seorang pemuda sedang
bertempur melawan beberapa orang bayangkari, tampaknya tak
lama lagi Giok Lan pasti akan kena dikalahkan oleh lawannya. Maka
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
37 Ceng Cin-jin lantas menolongnya, dengan hanya menggunakan tiga
gerakan saja, Too-jin ini berhasil membunuh beberapa orang
bayangkari dan sekalian memukul mundur mereka. Begitu berhasil
menolong Giok Lan, hati Ceng Cin-jin jadi sangat gembira, sehingga
ia melupakan maksudnya yang semula, yaitu hendak mendapatkan
Ho-sou-wu. Cin-jin ini segera membawa Giok Lan berlalu dari situ,
maksudnya ialah hendak menurunkan kepandaian silatnya kepada
nona itu, guna menjadikan seorang lie-hiap atau pendekar wanita
kelas satu. In Hoo-siang ketika melihat bahwa Too-jin itu sebentar
kawan dan sebentar lagi berbalik jadi lawan, saking
mendongkolnya, ia mencaci habis-habisan, tapi untuk menghadang
atau pula melawan Cin-jin itu ia tak berani, sebab ia insyaf bahwa
dirinya bukanlah menjadi lawan Ceng Cinjin.
Dalam pada itu Ceng Cin-jin, sebelum berlalu dari situ, sambil
tersenyum mengejek berkata kepada si-paderi: "In Hoo-siang, kelak
bila engkau masih tetap belum insyaf akan kelakuanmu yang buruk
itu, niscaya nanti engkau akan mati ditangan keponakan muridmu
sendiri." Sehabis berkata demikian, sambil menarik lengan Giok
Lan, Too-jin itu berlalu dari situ dengan cepatnya.
Balik kepada rombongan Ho Sim Leng, yang tengah memaki
akan tindakan sembrono dari La-sie Pa: "Anak itu mengapa begitu
tidak tahu urusan, berani seorang diri mengejar mereka."
"Bukan La-sie Pa seorang, tapi masih ada Jie Ho." sela Laliattouw.
"Siapa Jie Ho ?" tanya Sim Leng.
"Dia adalah muridnya Cu Su-heng!" menjelaskan Laliat-touw
sambil tersenyum.
Pada saat itu Ho Sim Leng baru ingat bahwa disisi tubuhnya kini
terdapat Sutit (keponakan murid)-nya, walaupun menurut
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
38 tingkatan Hwie Jit adalah Su-titnya, tapi umur mereka tak beda
banyak. "Bibi, bagaimana pendapatmu perihal Cangba Khan?" tanya
Laliat-touw kemudian kepada Sim Leng.
Sebelum nenek Ho Keburu menjawab, telah didahului oleh Ta
Yung, yang menceritakan bagaimana mereka meribut di Lhasa dan
mengenai Bu-lun-touw, orang banyak ketika mendengar cerita itu,
tanpa terasa mereka jadi mengucurkan air mata. Ternyata Bu-luntouw karena terluka sangat hebat, akhirnya menghembuskan napas
yang terakhir. Ta Yung lantas menyerahkan jenazahnya itu kepada
seorang murid dari Agama Merah untuk dimakamkan.
"Mari kita menyerbu keistana Potala lagi." kata Laliat-touw
kemudian dengan nada marah.
"Lebih baik kita cari dulu ketiga anak itu bersama dengan Piauwmoymu." kata Sim Leng.
"Memang penting kita menolong Cangba Khan dan
membalaskan sakit hati Bu-lun-touw juga penting, tapi bila pada
diri Ciam Giok Lan dan La-sie Pa terjadi apa-apa aku tidak mau
hidup terlebih lama lagi." kata Cu Hwie Jit sambil menghela napas.
Mendadak Thio Ta Yung berkata demikian, Sim Leng jadi sangat
gusar dan berkata : "Su-tee, memang tepat dugaanmu, bila bukan
dia, siapa lagi yang mempunyai kepandaian begitu tinggi. Tapi kini
ia telah merampas Su-tit-lie, biar bagaimana aku harus bertempur
dengannya."
Walau kemudian keempat orang itu telah berunding untuk
beberapa saat lamanya, namun mereka tetap tidak dapat
mengambil suatu keputusan. Sebab kalau mereka membagi diri
menjadi dua rombongan, yaitu yang serombongan mencari La-sie
Pa dan lain-lainnya, mereka khawatir bahwa rombongan satu lagi
bakal tidak dapat menghadapi rombongan Kie Pak Nian, In HooPendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
39 siang dan lain-lain Sie-wie. Tapi sebaliknya, bila mereka tidak
mencari La-sie Pa dan lain-lainnya, Sim Leng sekalian terhadap
mereka, yang karena kurang pengalaman mereka jadi menghadapi
suatu bahaya.
Setelah berunding pula sampai beberapa saat lamanya,
mendadak Hwie Jit mendapat suatu pendapat dan segera
memberitahukannya kepada orang banyak.
"Inilah suatu rencana yang bagus." kata Laliat-touw sambil
bertepuk tangan saking gembiranya.
Tapi untuk sementara baik kita tinggalkan dulu Sim Leng
berempat dan mari kita ikuti perjalanan La-sie Pa dan Jie Ho yang
sedang mencari Ciam Giok Lan. Mereka terus mendaki gunung,
menurun lembah serta melintasi sungai, namun tetap tidak dapat
menemukan jejak Ceng Cin-jin yang membawa Ciam Giok Lan.
Keadaan demikian berlangsung sampai beberapa hari lamanya.
"Entah siapa Too-su jahanam itu?" tanya La-sie Pa pada suatu
ketika. "Begitu datang, dia telah berhasil memukul jatuh 6 orang cucu
kuku garuda dan dilain saat ia telah berhasil menangkap Ciam
Kouw-nio (dari penuturan La-sie Pa, Jie Ho mengetahui bahwa Giok
Lan adalah seorang wanita yang menyamar sebagai pria). Aku
masih sempat melihatnya, ia adalah seorang Tionghoa, yang
berpakaian secara Too-su (imam) dan lainnya lagi aku tidak jelas."
kata Jie Ho.
"Betul, aku tak terpikir sampai disitu." kata Jie Ho cepat.
"Bukankah tadi engkau mengatakan bahwa Too-su itu datang
bersama dengan In Hweeshio?" tanya La-sie Pa.
"Tak salah. Tapi kelakuan Too-su itu sangat aneh, sebentar
teman dan sebentar lagi berubah menjadi lawan. Kau pikir saja,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
40 setelah berhasil memukul mundur para cucu kuku garuda, ia terus
menangkap nona Ciam." Jie Ho menjelaskan.
"Biar bagaimana kita harus merebut kembali nona Ciam dari
tangannya." kata Sie Pa.
"Setuju, mari kita susul sampai dapat." sahut Jie Ho.
Begitulah, sambil berjalan kedua orang muda ini terus bercakapcakap sampai pada suatu ketika, mereka sampai di suatu tempat
yang bernama Ma Nieh, yaitu sebuah tempat 600 lie di Timur Laut
kota Lhasa. Kebetulan ketika La-sie Pa berdua datang kesitu, sedang
jatuh hari pasar. Tak heran bila disana sini terdapat banyak orang
yang berlalu lintas, disepanjang jalan terlihat banyak sekali para
pedagang kecil yang sedang menjajakan dagangannya. Kedua
pemuda itu terus menyelinap diantara kelompok manusia lainnya,
mendadak didepan mereka terlihat orang yang berkerumun, disitu
bagaikan tengah terjadi suatu perkelahian. Baru saja mereka
hendak maju kedepan, mendadak dibelakang mereka terdengar ada
2 orang yang membentak, yang kemudian disusul dengan
berkelebatnya 2 bayangan orang, yang maju kedepan dengan
cepatnya. Dengan melihat belakang kedua orang itu, La-sie Pa lantas
mengenalinya dan berkata kepada Jie Ho: "Lekas bersembunyi, sisetan datang!" Sehabis berkata demikian, La-sie Pa lantas
menariknya dan mencampurkan diri dengan orang banyak yang
sedang berkerumun.
"Kie Pak Nian dan In Hweeshio telah datang kemari." kata La-sie
Pa kemudian dengan suara perlahan. Mendengar perkataan itu Jie
Ho jadi sangat terperanjat dan pada saat itu La-sie Pa telah berbisik
lagi: "Mari kita mengikuti mereka, tapi jangan sampai terlihat oleh
mereka!"
Sambil menundukkan kepala kedua orang itu mendesak kedepan
dan berkata: "Tolong beri jalan, permisi!" ternyata yang dikerumuni
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
41 oleh orang banyak adalah seorang & Too-su" (imam)" tua, kumis
dan jenggotnya agak panjang dan mulai memutih, mata Too-su itu


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersinar dan tampaknya sangat bersemangat, rupanya imam itu
tidak mengerti bahasa Tibet. Kala itu ia rupanya sedang ribut
dengan beberapa orang pedagang kecil bangsa Tibet. Salah seorang
diantara pedagang itu berbicara dalam bahasa Tibet seraya
menunjuk kebawah. Diatas tanah terlihat berserakan pecahan dari
barang yang terbuat dari tanah liat.
La-sie Pa dan Jie Ho tentu saja mengerti apa yang sedang
diucapkan oleh pedagang itu, yang pada saat itu mengatakan
demikian: "Hai Too-su, rupanya engkau tidak bermata, lekas ganti!"
Sedang yang lainnya menyambungi : "Ganti saja masih belum
cukup, mari kita menghadap pembesar !"
Si-imam yang tidak mengerti perkataan para pedagang kecil itu,
memandang mereka dengan roman gusar, beberapa kali imam itu
seperti hendak memukul mereka, tapi akhirnya dibatalkannya.
"Diakah yang menawan nona Ciam ?" tanya La-sie Pa.. "Agak
mirip. Tapi imam yang lalu bertubuh kurus dan tampaknya seperti
orang sakit dan berlainan dengan imam itu,! yang kelihatannya
sangat bersemangat, baik kita menunggu perkembangan
selanjutnya."
Pada waktu itu si-imam telah ditarik-tarik oleh para pedagang
kecil bangsa Tibet itu sampai kedepan La-sie Pa.
Imam itu begitu melihat La-sie Pa, segera berkata : "Saudara, aku
tahu bahwa kau adalah Tionghoa, tolong kau menterjemahkan apa
yang dikatakan oleh mereka."
Agak terkejut juga La-sie Pa ketika mendengar permintaan itu,
tapi dasar ia seorang yang cerdik, didalam waktu singkat ia telah
mendapat suatu akal dan tepat, ia berkata dalam bahasa Tibet
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
42 seraya menggerak-gerakkan tangannya, menandakan bahwa ia juga
tidak mengerti apa yang diucapkan oleh si-imam tadi.
Melihat itu si-imam jadi tersenyum pahit dan berkata "Aku
mempunyai urusan yang amat penting di Lhasa, tidak sangka
ditengah jalan dihalangi oleh beberapa kurcaci ini, tak ada lain jalan
selain aku membubarkan mereka dengan kekerasan." Baru saja
imam itu hendak menggerakkan tal ngan dan kakinya, mendadak
terdengar diantara rombongan itu orang membentak, berbareng
dengan itu terlihat ada 2 orang yang menerjang maju, yang seorang
memainkan cambuk dan yang lainnya lagi menggunakan kepalan
guna menyingkirkan orang yang berada didepannya dan salah
seorang yang berada didepannya dan salah seorang dari mereka
telah berteriak : "Theng Too-tiang, maafkan kami yang terlambat
menyambutmu."
Saking takutnya, semua orang yang ada disitu pada bubar.
Sedang para pedagang kecil yang melihat keadaan tidak benar,
berlalu dari situ. La-sie Pa juga segera menarik tangan Jie Ho untuk
berlalu dari situ. Tapi baru saja mereka berjalan beberapa langkah,
mendadak berkelebat sebuah bayangan orang dan menghadang
didepan kedua orang muda itu, orang itu tak lain daripada Kie Pak
Nian. "Kau hendak pergi keman Siauw-cu ? Setelah engkau berani
menangkap The Ceng Ong, engkau tentunya juga mempunyai nyali
untuk bertempur denganku, bukan ?"
La-sie Pa yang mengetahui susah bagi dirinya dan Jie Ho lolos
dari situ, segera menjawab dengan suara lantang: "Kie Pak Nian,
jangan kau kira dengan mengandalkan jumlah besar kalian bisa
menghina kami !" Sehabis berkata demikian, ia segera mencabut
pedangnya. Dalam pada itu Jie Ho telah membentak: "Kie Pak Nian,
kau apakan adikku ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
43 "Telah dibunuh!" Jawab Pak Nian dengan dinginnya.
Mendengar perkataan itu. Jie Ho segera memelototkan matanya,
lalu dengan mengucapkan sepatah katapun ia lantas menusuk Pak
Nian. "Lebih baik kalian maju dengan serentak !" ejek Pak Nian seraya
mengegoskan serangan Jie Ho. Berbareng dengan itu, Pak Nian
mencabut pedangnya dan menggunakan gerakan "Heng Kang Hui
Touw" atau "Melayang melintasi sungai", balas menyerang Jie Ho.
Dengan adanya serangan tersebut, Jie Ho terpaksa harus mundur
dua tindak.
La-sie Pa tidak tinggal diam, siapa sudah segera membantu Jie
Ho mengerubuti Pak Nian.
Tat Mo Kiam Hoat-nya
disamping itu ia hendak
dimainkan demikian rupa,
serangan selalu diarahkan
mematikan.
Pak Nian ternyata liehay sekali dan
membanggakan kepandaiannya itu
selain cepat pun hebat sekali, setiap
ketempat yang membahayakan dan
Kala itu In Hweeshio, yang berdiri disamping Theng Too-su,
secara singkat ia menceritakan kejadian dikota Lhasa pada akhir ini
dan sengaja ia mengangkat-ngangkat lawan untuk membakar hati
si-Too-jin.
Theng Too-jin yang mendengar cerita itu, hanya
memperdengarkan tertawa dinginnya saja dan matanya terus
ditujukan kegelanggang pertempuran.
Diwajah Kie Pak Nian memperlihatkan kecongkakan hatinya, ia
mengira bahwa didalam 8-10 jurus akan berhasi mengalahkan atau
menawan lawannya. Tidak sangka Jie Ho yang begitu bertempur
sudah lantas membentangkan Sin Hoa Kiam Hoat dan La-sie Pa
sebentar menggunakan Sin Hoa Kiam Hoat dilain saat
menggunakan Thian Ouw Kiam Hoat dan mendadak permainannya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
44 berubah lagi dengan menggunakan Lui Cong Kiam Hoat yang dapat
dipelajarinya dari partai Bu Liang dan ditambah pula dengan
gerakan yang didapatnya dari Cangba Khan, dengan begitu
permainan pedangnya jadi aneh serta hebat!
"Siapa sebenarnya gurumu? Cu Hwie Jit ? Laliat-touw? Thio Ta
Yung?" bentak Kie Pak Nian kemudian.
"Setelah selesai bertempur aku baru memberitahukanmu!"
jawab La-sie Pa.
Jie Ho yang melihat semangat Pak Nian tidak bersatu lagi, tak
mau ia menyia-nyiakan kesempatan itu, segera menyerang dengan
menggunakan gerakan "Cay Tn Siauw Hong" atau "Awan berwarna
mengelilingi puncak", serangan itu bukan saja dilakukan sangat
cepat pun hebat sekali.
Dengan adanya serangan tersebut, Kie Pak Nian buru-buru
membela diri dengan melompat agak kebelakang, apa mau jatuhnya
didekat La-sie Pa, terang Sie Pa tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan itu, siapa sudah menabaskan pedangnya ketubuh Pak
Nian. Untuk mengegoskan diri dari serangan itu sudah tidak mungkin,
maka Pak Nian mendongko sedikit, tapi tak urung tutup kepalanya
kena terbabat sedikit. Sedang pada saat itu La-sie Pa sudah lantas
menyusulkan pula serangan berantai, yaitu menggunakan tipu-tipu
"Peh In Tiang Kauw" atau "Awan yang berbentuk anjing", serangan
ini ditujukan keulu hati Pak Nian, "Peng Sah Lok Yan" atau "Burung
belibis jatuh dipasir", gerakan pedangnya dilintangkan dan "Thiat
Gu Ken Tee" atau "Sapi besi membajak", serangan ini ditujukan
kebagian bawah dari tubuh Pak Nian.
Melihat serangan yang beruntun itu, walaupun benar ilmu silat
Pak Nian cukup tangguh, tapi tak kuasa ia menangkis ketiga
serangan tersebut dengan berbareng, maka terpaksa ia harus
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
45 melompat kebelakang guna menyelamatkan dirinya dari ancaman
pedang lawan dan mukanya jadi berubah merah padam, saking
malu dan marahnya.
Agak tergetar juga hati Theng Too-su dan In Hweeshio, terutama
sekali si-imam she Theng itu dan hati imam itu jadi berpikir:
"Kepandaian kedua anak kecil saja sudah begitu liehay, apa lagi
gurunya, yang tentunya lebih tinggi beberapa tingkat dari mereka."
Ternyata Too-jin ini adalah gurunya The Hwie Cu, yaitu Theng
Lui Cu dari Cian San Pay. Dia dulu menerima surat permintaan dari
The Ceng Ong yang memohon kepadanya supaya melindungi Ceng
Ong pergi ke Tibet. Tapi karena pada saat Too-su she Theng masih
mempunyai urusan penting yang belum dibereskan, maka berjanji
bahwa ia akan menyusul 8 hari kemudian. Menurut perhitungan
Ceng Ong, imam itu sudah akan sampai dalam beberapa hari itu,
maka ia segera menyuruh Pak Nian menyambutnya dari tempat
yang masih agak jauh, tidak sangka disitu akhirnya Pak Nian
bertemu dengan Jie Ho dan La-sie Pa.
Adapun Kie Pak Nian setelah tidak berhasil menjatuhkan kedua
"anak kemarin", disamping gusar iapun menjadi sangat malu
terhadap Theng Too-jin. Tapi akhimya ia mendapat suatu akal
untuk menjatuhkan kedua pemuda itu, lalu sambil tersenyum ia
berkata: "Sungguh suatu Kiam Hoat yang bagus, ilmu pedang yang
indah. Mari kita main beberapa jurus lagi!"
"Baik, mari." Jawab La-sie Pa dan Jie Ho dengan suara hampir
berbareng. Sehabis berkata demikian, mereka sudah hendak
menerjang Kie Pak Nian dengan pedang masing-masing.
"Tidak takutkah kalian dengan pedang pusakaku ini ?" tanya Pak
Nian sambil tetap tersenyum. Sehabis berkata demikian, dengan
tidak menunggu jawaban, ia masukkan pedangnya kedalam
sarungnya kembali. "Setelah aku melayani kalian bertempur, orangPendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
46 orang pasti akan mengatakan aku menghina Houw-pwee, maka
tidak usah dikatakan kalau aku mengalahkan kalian dengan pedang,
maka baiklah aku menyambuti serangan-serangan kamu dengan
tangan kosong saja."
La-sie Pa dan Jie Hi merasa dengan perubahan yang mendadak
ri Kie Pak Nian, kalau tadi pada wajah si-orang she-Kie menunjukan
roman benci dan gusar, tapi mengapa sekarang mendadak
wajahnya berseri-seri. Tapi kedua anak muda itu tidak sempat dan
tidak ada waktu untuk memikirkan perubahan sikap lawan mereka
itu. Dalam pada itu Ji Ho telah berkata : "Suheng, mari kita bereskan
dia !". Sehabis berkata demikian, Ji Ho menerjang sambil
membentangkan Sin Hoa Kiam Hoatnya. Sedanh La-sie Pa sambil
mengiyakan turut menerjang seraya membentangkan ilmu yang
paling diandalkan dari Thian Ouw Pay, yaitu Nu Kang Cap Peh Co.
Wajah Kie Pak Nian tetap tidak berubah, masih berseri. Tampak
kemudian tubuhnya menerobos kian kemari diantara sinar pedang,
tapi anehnya ia tidak balas menyerang.
Keadaan itu membuat Theng Lui Cu dan In Hweeshio yang
menonton disamping jadi merasa aneh dan tidak tahu maksud Kie
Pak Nian berbuat demikian.
Demikian pertempuran jang dilakukan oleh ke-3 orang itu
sebentar saja melewati tiga puluh jurus. Semakin lama Kie Pak Nian
tampaknja jadi semakin bersungguh-sungguh dan semakin lincah
gerakannya. Sebaliknja dengan La-sie Pa dan Jie Ho, hati mereka
lama kelamaan jadi bercampur cemas.
"Mengapa ilmu tangan kosong orang ini lebih liehay dari ilmu
pedangnya?" pikir Jie Ho.
Walaupun kedua anak muda itu berpikir demikian, tapi serangan
mereka tetap dilancarkan dengan hebatnya, namun mereka tak
kuasa untuk menjatuhkan Pak Nian.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
47 Kie Pak Nian bagaikan kupu-kupu yang menerobos diantara
kuntum bunga, dengan mudahnya meloloskan diri dari ancaman
sinar pedang. Keadaan demikian membuat La-sie Pa dan Jie Ho
disamping gemaspun jadi semakin cemas, mereka makin
memperhebat serangan mereka, begitulah, sebentar saja, 10 jurus
lagi telah dilalui.
Setelah bertempur pula seketika lamanya, hati Jie Ho jadi
semakin cemas, pada suatu ketika ia lantas menggunakan gerakan
"Cay In Siauw Hong" atau "Awan berwarna mengelilingi puncak",
ujung pedangnya dimainkan demikian rupa, diarahkan kebagian
atas dari tubuh Kie Pak Nian. Melihat itu, La-sie Pa segera meneriaki
kawannya: "Tahan Jie Ho !" Tapi cegahan itu sudah tidak keburu,
sebab sudah terdengar Kie Pak Nian tertawa besar, setelah ujung
pedang hampir mengenai keningnya, ia tundukkan sedikit
kepalanya, kemudian menerobos dengan menggunakan gaya Tiong
Kiong. La-sie Pa ketika melihat keadaan membahayakan kawannya,
cepat-cepat ia menusuk kebelakang Kie Pak Nian, tapi usahanya itu
tidak berhasil. Sebab hampir bersamaan waktunya dengan itu,
mendadak terdengar teriakan Jie Ho, berbareng mana pedangnya
terpental ke tengah angkasa. Pada saat itu tampak Kie Pak Nian
telah menggerakkan kakinya dan Jie Ho segera tersepak jatuh. Kie
Pak Nian tidak berhenti sampai disitu, setelah berhasil menendang
jatuh Jie Ho, ia sudah lantas mencabut pedangnya dan disabetkan
kearah pedang La-sie Pa, membikin buntung pedang La-sie Pa.
Untuk menarik pedangnya sudah tidak keburu, maka akhirnya
La-sie Pa mengambil keputusan nekat, yaitu mencontoh perbuatan
gurunya, Cu Hwie Jit, tempo hari, yaitu melekatkan pedangnya dan
mengadu tenaga dalam.
Bila ilmu pedang memang betul La-sie Pa masih dapat
menghadapi Kie Pak Nian, tapi bila kalau mengadu tenaga dalam,
Sie Pa bukanlah menjadi tandingan Pak Nian. Maka tak sampai
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
48 sepeminum teh, dikening La-sie Pa telah mengucur keringat dingin,
kuda-kudanyapun sudah agak goncang. Ketika La-sie Pa berpaling,
ia melihat bahwa pada saat itu Jie Ho diikat oleh In Hoo-siang.
Didalam keadaan kritis ini, mendadak terdengar suara perintah,
halus suara itu serta enak didengar: "Kie Tong-tay, lepaskan dia!"
Ketika La-sie Pa mengangkat kepalanya, tidak jauh dari situ
berdiri seorang gadis, yang rasanya ia pernah bertemu, malah
pernah berhadapan dengannya. Tanpa terasa ia jadi merasa kaget
dan aneh. "Kau kau kenapa bisa datang kemari ?" kata Pak Nian sambil
membelalakkan matanya.
"Aku hendak turut menyambut Suhu. Orang itu bukan menjadi
tandingan, untuk apa engkau melukainya ?" jawab nona itu sambil
tersenyum.
"Dia bukankah musuh ayahmu ?" tanya Pak Nian.
"Kalau begitu biarlah aku yang memberesinya." Nona itu berkata
lagi sambil tetap tersenyum.
Nona itu tak lain dan lak bukan daripada The Hwie Cu, puteri
The Ceng Ong.
La-sie Pa tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, ia segera
mengerahkan seluruh tenaga dalam yang masih ada padanya guna
melepaskan lekatan pedangnya dari pedang lawan, berbareng
dengan itu ia menggunakan gerakan Sie Siung Ciauw Hoan In,
melompat kebelakang.
Ketika Kie Pak Nian sadar, La-sie Pa sudah berhasil


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membebaskan diri. Sebetulnya bila Kie Pak Nian meneruskan
pedangnya menyerang La-sie Pa, si-pemuda pasti akan terluka, tapi
mendadak terlintas dalam pikirannya bahwa disitu terdapat The
Hwie Cu, maka ia batal menyerang dan ketika ia memandang La-sie
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
49 Pa, telah menghilang diantara kelompok orang yang tengah
menyaksikan pertempuran itu.
La-sie Pa yang begitu berhasil melarikan diri, bagaikan kuda
yang sedang mengamuk yang terlepas dari selanya, terus lari
menuju ke Giok-la-san. Sesampainya di gunung itu, barulah ia dapat
bernapas lega. "Entah apa sebab The Hwie Cu menolong aku, bila
tidak kebanyakan aku pasti akan menemui mala petaka. Aku adalah
musuhnya, yang telah menangkap ayahnya untuk dijadikan barang
tanggungan, tapi mengapa kini ia malah menolongku ?" pikir La-sie
Pa. Walau ia telah berpikir pulang pergi, tapi tetap tidak dapat
jawaban yang konkrit.
La-sie Pa karena takut dikejar oleh Kie Pak Nian, setelah mengaso
sebentar, ia lari lagi menuju keselatan. Dengan terjadinya
pertempuran itu, bukan saja tidak dapat mencari Ciam Giok Lan,
malah sebaliknya jadi kehilangan Jie Ho, maka didalam hati La-sie
Pa jadi sangat gundah. Kemudian ia sampai di sebuah jalan, yaitu
jalan menuju ketempat dimana Cu Hwie Jit dan lain-lainnya berjanji
akan bertemu. Tapi kemudian La-sie Pa balik berpikir, seandainya
nanti ia bertemu dengan Cu Hwie Jit, tapi pada waktu itu Kie Pak
Nian dan lain-lainnya telah pergi jauh. Kalau saja ditengah jalan
mereka sengaja menganiaya Jie Ho, itu bukan suatu hal yang remeh.
Maka akhirnya La-sie Pa mengambil keputusan nekat, yaitu
mengikuti mereka dari belakang dan menunggu suatu kesempatan
baik untuk merebut Jie Ho dari tangan mereka. Maka La-sie Pa
segera mengambil jalan semula untuk menguntit rombongan Pak
Nian dan lain-lainnya.
Dilain pihak, Kie Pak Nian, In Hoo-siang, Theng Lui Cu , terus
menuju kebarat guna pergi ke Bengkah untuk mencari Ceng Cin-jin.
Apa sebab mereka mencari Ceng Cin-jin. inilah suatu siasat dari The
Ceng Ong. Sebabnya ialah:
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
50 Pada suatu pagi, ketika The Ceng Ong baru saja terjaga dari
tidurnya, mendadak ia menampak diatas tiang penglari tertancap
sebuah golok tajam, digagang golok itu diikat sehelai kain yang
digulung. Keadaan itu membuat The Ceng Ong jadi sangat terkejut,
segera berteriak memanggil pengawalnya.
Ketika para pengawal datang dan mencabut golok itu, diatas kain
itu tertera tulisan sebagai berikut "Bila engkau berani mencelakai
Cangba Khan dan Jie Ho, hati-hati dengan jiwa anjingmu !"
Pada malam harinya, mendadak orang-orang berteriak ada
kebakaran, keadaan itu membuat istana Potala jadi geger dan kacau.
Ternyata istal kuda, yang terletak dibelakang istana telah terbakar
dan ditambah pula dengan tiupan angin, yang membuat di jago
merah jadi semakin hebat mengamuknya. Sebentar saja istal
(kandang) kuda telah terbakar habis, ada beberapa puluh ekor kuda
yang terpanggang dan baiknya ada sebagian yang masih keburu
diselamatkan dan berkat kerja keras dari orang yang berada disitu,
akhirnya kebakaran tersebut hanya diistal kuda itu.
Baru saja api tersebut berhasil dipadamkan, mendadak dibagian
depan istana terdengar bunyi kentongan. Orang banyak segera
menuju kebagian depan istana dan berbareng dengan itu terdengar
orang berteriak: "Tangkap maling, tangkap penjahat!"
Tak lama kemudian terlihat seorang berlari-lari masuk ke kamar
The Ceng Ong dan mengabarkan bahwa ada penjahat yang mencoba
untuk merampas Cangba Khan, entah berapa jumlah mereka dan
telah melukai banyak orang. Ketika Kie Pak Nian, yang sehabis
menolong kebakaran, datang ke ruang depan itu, "penjahat"-nya
telah kabur, yang nampak disitu hanyalah sejumlah tentara Ceng
dan Lhama, banyak diantaranya yang terluka dan setiap ditubuh
mereka selalu terdapat sebutir Lian Cu yang melesak kedalam
daging, dalam masuknya butiran Lian Cu itu. Melihat keadaan itu,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
51 tanpa terasa Kie Pak Nian dia di mengerutkan alis dan menginsyafi
bahwa tadi tentunya ada kawanan orang gagah yang menerjang
kedalam istana dan menimpukkan Lian cu dengan menggunakan
gerakan "Boan Thian Hoa Ie" atau "Hujan arak memenuhi angkasa".
Maka kemudian Pak Nian menyuruh setiap orang kembali keposnya
masing-masing serta menjaga di setiap tempat yang penting. Selagi
si-orang she Kie mengatur rencana, mendadak ada seorang lari
mendatangi, yang begitu sampai lantas berteriak : "Celaka, The
Ceng Ong pingsan !"
Dalam pada itu Kie Pak Nian telah memerintahkan kepada Goan
Kong Hweeshio, Tan Cie Eng dan beberapa orang Sie-wie untuk
melindungi The Ceng Ong dan selebihnya menjaga setiap tempat
penting dan memesan, andai kata mereka melihat seseorang yang
dicurigai, hendaknya memukul kentongan sebanyak tiga kali. Tapi
malam itu nyatanya tidak terjadi suatu apa. Sebaliknya dengan
orang ditugaskan menjaga, mereka jadi kecapean setengah mati,
akhirnya saking ngantuk, mereka jadi tertidur.
Tapi ada beberapa orang Lhama tinggi yang pada pagi harinya
hendak mengikuti pelajaran pagi yang dilakukan oleh Dalai dan
Pankhen, namun walaupun mereka telah menunggu sampai agak
siang, tapi yang ditunggu masih juga belum datang. Ada 2 orang
Lhama yang tak sabaran, sudah lantas masuk kedalam istana guna
mengundang kedua Buddha hidup itu untuk memberi pelajaran
pagi, tapi tidak sangka bahwa Dalai dan Pankhen Lhama tidak
terdapat diistananya. Kejadian itu membuat kedua Lhama yang
masuk itu jadi sangat terperanjat, mereka segera membunyikan
lonceng, sehingga membuat para Sie-wie, tentara Ceng. Lhama
yang baru saja tidur layap-layap, jadi terjaga kembali.
Sedang Siang Cieh sudah segera memerintahkan orangnya
untuk mencari keempat penjuru. Kejadian itu membuat Kie Pak
Nian, yang baru saja hendak mengaso, jadi membatalkan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
52 maksudnya, ia lantas memimpin Goan Kong Hweeshio dan lainlainnya guna membantu mencari Dalai dan Pankhen Lhama.
Setelah ribut-ribut kira-kira sejam lebih, akhirnya ada seorang
Lhama kecil yang berhasil menemukan kedua Buddha hidup itu.
Ternyata Dalai dan Pankhen dikurung didalam kakus, dada mereka
disilangi oleh sehelai kain yang berbunyi: "Bila kalian berani
melakukan sesuatu terhadap kami dari Agama Merah, inilah
Contohnya."
Pada hari itu The Ceng Ong, Kie Pak Nian dan Siang Cieh lantas
berunding.
"Mereka dapat datang dan pergi dari sini tanpa bekas, maka lebih
selamat kiranya kita cepat-cepat kembali kekota raja." Pangeran
The mengutarakan maksudnya.
"Betul apa yang dikatakan oleh Ong-ya, tapi.." kata Pak Nian.
"Tetapi apa?" tanya The Ceng Ong cepat.
"Menurut pendapatku, semua itu adalah siasat mereka untuk
mengacaukan pikiran kita. Mereka mengharap supaya kita cepatcepat kembali kekota raja dan ditengah jalan mereka akan
merampas persakitan, yaitu Cangba Khan, maka menurut
pikiranku, lebih aman kiranya kalau kita terus berdiam disini"
"Apa katamu ?" tanya The Ceng Ong dengan gusarnya.
"Selama Cangba Khan masih berada ditangan kita, mereka
tentunya tidak akan berani mencelakai kita. Disini kita boleh
sembunyikan pemimpin Agama Merah itu disuatu tempat rahasia,
dengan demikian mereka akan sukar untuk menolongnya.
Berlainan hal dengan di jalan, bila saya mengecil kewibawaan kita
sendiri, tapi kenyataannya, aku tak sanggup untuk menghadapi sinenek bangsat Ho Sim Leng, terkecuali kalau Theng Lui Cu atau
Ceng Cin-jin yang membantu kita."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
53 "Betul apa yang dikatakan oleh Kie Tay-jin. Nenek bangsat itu
sangat liehay dan kini ia juga dibantu dengan Cu Hwie Jit dan lainlainnya. Dengan jumlah kita seperti sekarang, kita bukanlah
menjadi tandingan mereka." Sela Siang Cieh.
The Ceng Ong adalah seorang tua yang licin, ketika mendengar
perkataan kedua kawannya, ia tidak segera menjawab, hanya
mengelus-elus dienggotnya. "Bila demikian keadaannya, baiklah.
Theng Lui Cu telah hampir sampai, lekas utus orang untuk
menyambutnya." kata Ceng Ong setelah lewat beberapa saat
lamanya. "Menurut pendapat hamba, sebaiknya hamba saja yang pergi
menyambutnya. Mengenai Ceng Cin-jin, ia adalah seorang yang
aneh, kita harus menyediakan Ho-sou-wu, dengan adanya benda
itu, kemungkinan ia mau memihak kita, mengenai pelaksanaan
untuk mengundangnya, baik kita serahkan saja kepada In
Hweeshio." kata Pak Nian.
"Habis siapa yang harus berdiam disini ?" tanya Ceng Ong
dengan terperanjat.
"Harap Ong-ya legakan saja hatimu, menurut pendapat hamba,
Ho Sim Leng dan lainnya, setelah meribut selama tiga malam
berturut-turut, kini tentunya mereka tengah menanti kabar. Maka
kita boleh berpura-pura berangkat kekota raja, guna mengelabui
mereka." Pak Nian mengemukakan siasatnya.
"Ya, kita atur demikian saja!" Ceng Ong menietujui.
"Sekarang hamba segera berangkat untuk pergi ke Hak Than Sie
guna menemui In Hweeshio." kata Pak Nian kemudian.
*** Setelah Pak Nian berhasil bertemu dengan Theng Lui Cu,
mendadak ia jadi berpikir: "Adat Ceng Cin-jin sangat aneh, kalau ia
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
54 mau datang itulah yang terbaik dan bila tidak, ya sudah. Tapi kalau
nanti ia hendak menyusahkan In Hweeshio, itulah bukan suatu hal
yang dapat dianggap remeh." Sehabis berpikir demikian, ia lantas
berunding dengan In Hweeshio, kemudian memutuskan untuk
pergi kesana bersama-sama dengan Theng Lui Cu. Sebab andai kata
nanti terjadi hal-hal yang di luar dugaan, mereka bertiga boleh
menghadapi Ceng Cin-jin seorang.
Setelah mengutarakan maksud mereka, Kie Pak Nian dan In
Hoo-siang, dengan membawa Jie Ho mereka terus menuju keutara.
Sedang The Hwie Cu karena ada urusan lain, lantas memisahkan
diri dan terus menuju ke selatan, tanpa dapat dicegah oleh ketiga
orang itu.
Adapun La-sie Pa, sesampainya dikaki gunung Giok La-san, ia
lantas bersembunyi didalam gua. Setelah ditunggu sampai setengah
malam lamanya, tapi Kie Pak Nian dan lainnya tidak mengejar
kesitu, pada saat itu La-sie Pa telah menjadi sangat cape, tapi ia tidak
berani tidur, hanya menyen derkan tubuh didinding gua sambil
melamun. Selagi pikirannya tak menentu, sekonyong-konyong Sie
Pa mendengar di kejauhan derapan kuda dan berbareng dengan itu
La-sie Pa melihat ada sebuah titik hitam yang makin lama makin
dekat ketempatnya bersembunyi. Setelah dekat, begitu mengenali
siapa orang yang datang, tanpa terasa La-sie Pa jadi mengeluarkan
teriakan tertahan. Orang itu ternyata adalah The Hwie Cu.
Teriakan tertahan dari Sie Pa rupanya dapat didengar oleh Hwie
Tiu, ia segera menghampiri asal suara itu, sesampainya didepan
gua, Hwie Cu lantas menghentikan kudanya dan melompat turun,
kemudian berteriak kedalam gua : "Siapa didalam?"
Kala itu jantung La-sie Pa memukul dengan hebatnya.
Sebetulnya ia tidak ingin menjawab pertanyaan itu, tapi mulutnya
telah menyahuti: "Aku !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
55 "Bila engkau tidak keluar, biarlah aku yang masuk." kata Hwie
Cu sambil tertawa perlahan. Sehabis berkata demikian, dengan
meraba-raba, nona The masuk kedalam gua itu. "Dimana kau?"
tanya Hwie Cu setelah ia berada di dalam gua.
La-sie Pa tidak berani menjawab, tapi mendadak tangannya telah
kena dipegang oleh sebuah tangan yang halus lagi lembut,
berbareng dengan itu terdengar The Hwie Cu berkata : "Kenapa kau
tidak bersuara ?"
Gua itu memang kecil, hanya cukup untuk 2 orang, sehingga
dengan datangnya Hwie Cu kesitu, mereka jadi harus duduk saling
berdampingan, sedang tangan Hwie Cu tetap memegang tangan Sie
Pa. Sejak dilahirkan La-sie Pa belum pernah bertemu dengan wanita
yang begitu baik dengannya, disamping itu hidungnya juga
mengendus semacam bau harum yang halus, keadaan itu membuat
jantungnya jadi memukul bertambah hebat. Sedang Hwie Cu makin
lama makin merapatkan tubuhnya. maka La-sie Pa segera merasa
ada kelembutan tubuh si-nona, keadaan itu hampir saja membuat
La-sie Pa menjadi pingsan, entah karena apa?
"Siapa namamu ?" tanya Hwie Cu sambil tertawa genit.
La-sie Pa tidak menjawab pertanyaan itu. Sedangkan pada saat
itu nona The telah berkata lagi: "Tidakkah engkau ingin mengetahui
namaku ? Bukankah kita telah pernah bertemu sampai dua kali ?"
Pertanyaan Hwie Cu itu membuat pikiran La-sie Pa jadi
melayang kemasa dia dan kawan-kawannya meribut diistana Potala
dan lain-lainnya, tapi ia tetap tidak menjawab pertanyaan si-nona.
"Apa yang sedang kau pikirkan ? Baik aku memberitahu namaku
kepadamu, aku bernama The Hwie Cu."
"Apa sebab engkau menolongi aku ?" tanya La-sie Pa mendadak.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
56 Ditanya begitu, wadiah Hwie Cu segera menjadi merah,
kemudian dengan perlahan ia menjawab : "Karena aku suka
kepadamu !"
Ketika mendengar perkataan itu, tubuh Sie Pa jadi gemetar.
perkataan nona itu mengandung suatu arti yang dalam dan luas,
sebagai seorang pemuda yang cerdik, ia segera menginsyafi akan
kedatangan nona itu. Sedang Hwie Cu lagi-lagi makin merapatkan
tubuhnya. Sedang kala itu terlintas didalam pikiran Sie Pa akan diri Cie Lie
Sie dan Ciam Giok Lan, cepat-cepat ia agak menjauhi tubuh si-nona,
tapi mendadak kepalanya jadi terbentur dengan batu gua.
"Sakitkah ?" tanya Hwie Cu sambil tersenyum ketika melihat
kelakuan si-pemuda, lalu nona ini mengulurkan tangannya,
mengelus-elus wajah si-pemuda. Sie Pa segera mencium sebuah
kelembutan tangan serta bau harum menyerang hidungnya. Namun
mendadak, terlintas lagi sesuatu didalam pikiran pemuda she La itu,
ia cepat-cepat berdiri dan sekali lagi kepalanya terbentur dengan
dinding gua itu, tapi Sie Pa tidak memperdulikan segala itu, ia sudah
lantas lari keluar gua seraya berteriak: "Dimana kau, Cie Lie Sie ?
Lekas tolong aku!"
"La-sie Pa, kenapa kau ?" tanya Hwie Cu sambil menyusul keluar
gua. "The Kouw-nio, kau pernah menolong jiwaku, budi mana takkan
kulupakan seumur hidup dan aku harus membalasnya " kata La-sie
Pa setelah lewat beberapa saat.
"Dengan apa engkau hendak membalas budiku, tapi aku tidak


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengharapkan itu semua!" jawab Hwie Cu sambil tersenyum.
"Nona The, orang bukanlah semacam tumbuhan yang tiada
berperasaan, budimu itu pasti akan kubalas, tapi .."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
57 "Anak tolol, bicaralah dengan jelas jangan sepotong-potong
seperti itu!" kata Hwie Cu lagi sambil tersenyum dengan manisnya.
"Tapi. tapi kenapa engkau bisa menyukai aku?"
"Itu masih perlu ditanyakah ? Yang nyata aku suka terhadapmu,
titik dan beres !" jawab nona The dengan berani. Sehabis berkata
demikian, setindak demi setindak Hwie Cu menghampiri Sie Pa.
Sebetulnya La-sie Pa bermaksud hendak melarikan diri, tapi
kakinya bagaikan terpaku ditanah!
Pada saat itu telah mendekati
kentongan keempat, dibawah
sinar sang rembulan, terlihatlah
kedua orang itu saling berpelukan, pada saat itu La-sie
Pa telah mabuk kepayang dan
dirinya bagaikan sudah tiada
didalam dunia ini.
Dibawah sinar sang rembulan, terlihatlah kedua orang itu saling
berpelukan, pada saat itu La-sie Pa telah mabuk kepayang dan dirinya
bagaikan sudah tiada didalam dunia ini.
The Hwie Cu berbaring
didalam pelukan si-pemuda dan
mulutnya mengguman: "Sekali
aku membuka mulut, ayahku
pasti akan menyetujui
hubungan kita ini."
La-sie Pa ketika mendengar
perkataan "ayahku", seperti seorang yang baru terjaga dari
tidurnya, segera mendorong Hwie Cu dan berkata dengan suara
keras : "Hwie Cu kita tidak dapat saling berkasih-sayang. Baik aku
beri tahu kepadamu, ayahmu adalah musuh besarku, bila pada
suatu ketika aku kena ditawan olehnya, ia pasti akan
membunuhku." Hati Hwie Cu menjadi pedih dan pilu ketika
mendengar perkataan itu, hatinya jadi memukul keras. Tapi sesaat
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
58 kemudian ia telah menenangkan dirinya, lalu berkata : "La-sie Pa,
seandainya betul ayahku tidak menyetujui hubungan kita, kita toh
boleh melarikan diri, aku akan mengikutimu sampai ke ujung langit
sekalipun, asal saja engkau menyetujuinya"
"Hwie Cu, susah mencari orang setia sepertimu. Tapi, aku tak
dapat berhubungan terus denganmu, sebab engkau adalah seorang
nona dari tingkat atas, sebaliknya aku adalah seorang gelandangan
dari kalangan Kang-ouw. Berkata sampai disitu, ia berhenti
sebentar, kemudian baru meneruskan : "Disamping itu, kini aku
sudah."
"Sudah mempunyai kekasih, maksudmu ? potong Hwie Cu
dengan cepatnya.
La-sie Pa hanya menganggukan kepalanya.
Anggukkan kepala La-sie Pa membuat Hwie Cu menjadi lesu, lalu
membalikkan tubuhnya dan menangis.
"Hwie Cu, aku sangat berterima kasih kepadamu." La-sie Pa
berkata perlahan. Sebetulnya ia hendak mengucapkan beberapa
perkataan untuk menghibur si-nona. tapi tak tahu ia apa yang harus
diucapkannya.
Sesaat kemudian Hwie Cu membalikkan tubuh dan tersenyum,
entah senyumnya itu paksaan atau bukan. "Sudahlah, siapa nama
kekasihmu itu? Dapatkah engkau memberitahukan kepadaku ?"
tanya nona The kemudian.
"Namanya Cie Lie Sie." jawab Sie Pa tanpa berpikir lagi.
Hwie Cu segera menyekah air matanya dengan ujung bajunya,
kemudian ia memaksakan diri untuk tersenyum dan berkata: "Aku
ucapkan selamat." sehabis berkata demikian ia lantas menuju
kudanya. Tapi baru saja kudanya lari beberapa tindak, mendadak
binatang itu mengangkat kaki depannya dan berhenti. Didepan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
59 kuda tersebut ternyata telah berdiri La-sie Pa. Sambil menyodorkan cambuk, Sie Pa berkata : "Nona, ini cambukmu !"
Dengan tidak mengatakan suatu apa, Hwie Cu menariknya,
saking keras tarikannya itu, mmebuat cambuk itu putus dan dilain
saat kuda yang ditunggangi oleh The Hwie Cu telah lari kedepan
dengan cepatnya dari situ, dilain saat si-nona beserta kudanya telah
lenyap dan pandangan Sie Pa.
Kini tinggalah La-sie Pa yang berdiri bengong disitu,
memandang terus kebelakang si-nona manis yang baru berlalu dari
situ, dilain saat si-nona beserta kudanya telah lenyap dari
pandangan Sie Pa.
Pada waktu itu La-sie Pa telah sangat lelah, tapi karena takut
Hwie Cu datang lagi kesitu untuk mengganggunya, ia lantas
paksakan diri untuk naik keatas gunung. Ketika La-sie Pa mendaki
sampai kepinggang gunung, ia lantas memandang kesekeliling
tempat itu guna mencari sebuah gua untuk mengaso. Sekonyongkonyong terlihat olehnya, bahwa tidak jauh dari tempat itu terdapat
sekelompok pohon berduri, dibelakang pohon berduri itu bagaikan
ada sebuah gua. Ia segera menghampiri dan mencabut pedang
panjangnya guna membabat pohon berduri tersebut. Tapi pohon
berduri itu ternyata sangat banyak, keadaan itu membuat La-sie Pa
jadi merasa aneh dan pikirnya: "Digunung Giok La San hanya
terdapat pohon tua yang telah berumur dari ratusan sampai ribuan
tahun, jarang sekali terdapat pohon berduri seperti ini, pohon ini
bagaikan sengaja ditanam oleh seseorang."
Sambil membabat pohon itu, La-sie Pa memandang ke depan,
terlihatlah olehnya, bahwa disitu ada terdapat sebuah papan batu
yang berdiri lempang. Dikedua samping batu papan itu terdapat dua
gundukan tanah yang bercampur batu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
60 "Batu yang berdiri lurus dan gundukan tanah itu membuktikan
memang adalah buatan orang, tampaknya didalam gua itu mesti
terdapat sesuatu yang aneh." Sehabis berpikir demikian, Sie Pa
mempercepat membabat pohon berduri dan akhirnya sampai juga
ia didepan batu papan itu. Ketika ia menggunakan tenaga untuk
mendorong batu tersebut, sedikitpun tidak bergeming.
Diperhatikannya batu papan itu, terlihatlah olehnya, bahwa tebal
batu itu mencapai satu depa lebih, panjangnya lebih kurang 7 depa
dan lebarnya lebih dari tiga depa, maka sudah dapat diduga, bahwa
berat batu itu sedikitnia 2-3000 kati. Maka tak heran kiranya,
biarpun La-sie Pa telah menggunakan sekuat tenaganya, ia tetap
tidak berdaya untuk membuat batu itu bergeming, apa lagi untuk
merubuhkannya.
Setelah meraba-raba dikedua pinggiran batu itu, mendadak ia
berteriak: "Aku ada akal!" Ia pergunakan tenaganya untuk
menggugurkan batu-batu yang melekat disisi batu papan tersebut.
Tapi batu yang hendak dicongkelnya sangat keras, walaunun sipemuda telah menggunakan banyak tenaga, tapi hanya berhasil
menggugurkan beberapa ratus buah batu kecil. Pada saat itu telah
terjadi sebuah lubang, ketika Sie Pa memandang kedalam, terasa
olehnya ada semacam hawa yang memuakkan menghembus keluar,
oleh karena pada saat itu sangat gelap, maka ia tidak dapat melihat
apa-apa. Cepat Sie Pa mundur beberapa belas langkah dan menghirup
udara segar. Hawa yang memuakkan itu terus saja keluar dari
dalam gua itu, melalui lubang di batu oleh La-sie Pa tadi. Sesaat
kemudian, barulah Sie Pa berani menghampiri lagi batu papan itu,
sekali lagi digunakannya tenaganya, tapi karena batu tersebut
kelewat berat, walau ia telah ber usaha bagaimana keraspun
akhirnya sia-sia saja usahanya. 'M Keadaan itu membuat La-sie Pa
agak gugup, didalam kegugupannya, mendadak ia mendapat akal
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
61 lain, segera menusukkan pedangnya kebagian kanan dari batu
papan itu dan nyatanya bahwa disitu bukanlah terdiri batu-batu
kecil, tapi tanah belaka. Kejadian itu membuat La-sie Pa jadi sangat
girang, segera mengerahkan tenaganya dan dilain saat disitu telah
terjadi sebuah liang yang cukup untuk seorang guna masuk
kedalam gua.
La-sie Pa cepat-cepat masuk kedalam dan mengeluarkan batu api
serta menyalahkan api disebuah ranting kering, dengan adanya api
tersebut, pemuda she La itu jadi dapat melihat dengan jelas keadaan
didalam gua tersebut.
Didalam gua itu ternyata kosong melompong, kecuali sebuah peti
besi yang sebagian dari peti itu tertanam ditanah. Sie Pa lantas
menduga, bahwa dulu ada orang yang tinggal di dalam gua itu,
setelah bisa memindahkan batu papan seberat lebih kurang 3000
kati, kalau bukannya dewa, pasti adalah orang luar biasa. Dan peti
besi itu, pasti adalah barang warisan dari orang luar biasa itu.
Dengan hati-hati La-sie Pa memotong kunci peti besi itu dengan
ujung pedangnya, kemudian cepat-cepat lari keluar gua. lalu
diambilnya sebuah dahan pohon yang agak kecil tapi panjang.
Dari kejauhan dicongkelnya peti itu dengan menggunakan dahan
pohon panjang tersebut sehingga terbuka. Begitu terbuka, dari peti
tersebut menghembus keluar hawa busuk yang memuakkan. La-sie
Pa cepat-cepat lari keluar gua. Tadi makanya ia berbuat demikian,
sebab ia takut kalau-kalu disekitar peti besi itu mengandung senjata
rahasia dan sebagainya, sekali-kali tidak ia sangka, bahwa bukannya
senjata rahasia yang keluar dari dalam peti itu, tapi hawa busuk
yang memuakkan keluar dari dalamnya. Sesaat kemudian La-sie Pa
baru berani masuk kedalam. Dari dalam peti itu diambilnya sebuah
barang yang dibungkus oleh kulit kambing. Hati Sie Pa jadi sangat
girang, sebab ia mengetahui bahwa benda itu pasti adalah benda
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
62 pusaka, ketika diangkatnya, terasa enteng. Waktu dibukanya,
ternyata kulit kambing itu berlapis-lapis, sampai belasan lembar
jumlahnya. "Orang luar biasa itu ternyata berpikiran panjang, kalau
saja ia tidak melapis dengan kulit kambing yang demikian banyak,
benda yang ditanam didalam tanah itu pasti akan rusak." pikir Sie
Pa. Setelah lapisan tersebut telah terbuka seluruhnya, La-sie Pa
segera melihat ada sejilid kitab yang dibuat oleh kulit kambing.
La-sie Pa segera mendekati api guna membaca hurufnya,
terlihatlah olehnya bahwa disampul kitab itu tertulis : "Kitab ilmu
pedang Thian Liok, diperuntukkan bagi yang berjodoh." Dibawah
judul itu tertera perkataan "Lay Thian Liok" beserta "Thay Tong
Hian Ceng" tahun kedua.
Ketika dibuka lembaran pertama, tertera disitu beberapa ratus
huruf kata pendahuluan.
Setelah Sie Pa membaca keseluruhannya, ia lantas menghela
napas, saking kagum dan sedihnya.
Ternyata Lay Thian Liok adalah seorang Kiam Khek kelas satu
yang menjadi pembantu utama dari Lie To Cong. Telah lama ia
mengikuti Lie To Cong untuk melakukan ekspansi bagi negaranya,
yaitu membikinkan siasat untuk menggempur Ko Cong, Uhian dan
mengalahkan Tou-kok-hwe.
(Ko Cong, Uhian adalah tempat-tempat yang terletak di Tibet,
sedang Tou-kok-hwe kini adalah propinsi Koko Nor).
Akhirnya Lie To Cong mendapat perintah dari kaisar Beng, yaitu
Lie Sie Bin, untuk mengantarkan Bun Seng Kong-cu ke Tibet.
Didalam perjalanan itu, tak ketinggalan Lay Thian Liok ikut
mengiringinya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
63 Setelah To Cong selesai menjalankan tugasnya, lantas kembali
lagi ke Tiang An. Sedang Lay Thian Liok karena suka akan tempat
yang sepi dan sifatnya selalu ingin menyendiri, ia jadi menetap
digunung Giok La-san.
Kemudian setelah Lie Sie Bin wafat, anaknya, Lie Tie
menggantikan kedudukannya dan mengganti sebutan sebagai Goan
Hian Ceng. Lie Tie terkenal sebagai kaisar tukang membunuh
menteri-menteri yang pernah berjasa. Setelah mencelakakan Lie To
Cong sampai mati, lantas memerintahkan beberapa orang gagah
untuk pergi ke Tibet guna memanggil Lay Thian Liok untuk kembali
kekota raja guna menerima kedosaannya.
Mendapat panggilan itu, Lay Thian Liok hanya bisa menghela
napas saja, seluruh kepandaian yang dimilikinya lantas dicatat
disebuah buku dan disamping itu ia juga meninggalkan perkataan:
diperuntukkan bagi yang berjodoh. Disamping kitab itu, yaitu kitab
ilmu pedang Thian Liok, masih ada sebilah pedang yang diberi nama
Kan Bok Kiam, pedang itu ditempuh selama 6 tahun lamanya baru
rampung. Setelah meninggalkan kedua benda pusaka itu, Thian
Liok lantas pergi kekota raja. tak lama kemudian iapun matilah di
bawah tangan kaisar Lie Tie.
Dengan mengikuti petunjuk dari kata pendahuluan dari kitab itu,
akhirnya La-sie Pa berhasil menemukan pedang yang digantung
disalah sebuah dinding gua itu. Ketika dicabutnya pedang dari
serangkanya, tanpa terasa La-sie Pa jadi berteriak kaget. Terlihat
pedang itu mengeluarkan cahaya yang amat terang, yang membuat
gua itu yang tadinya gelap, kini menjadi terang benderang. La-sie
Pa lantas mengetahui bahwa pedang itu pasti adalah pedang pusaka.
Ketika diperhatikannya gagang pedang tersebut, ternyata dibuat
daripada emas lemas, dipangkalnya terdapat kepala naga,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
64 pembuatannya sangat halus dan teliti. Ditengah-tengah gagang itu
tertera nama Lay Thian Liok.
"Nanti aku akan membikinkan sebuah sarung pedang yang
terbuat dari emas murni, dengan demikian baru sepadan dengan
pedangnya."
Didalam girangnya. La-sie Pa lantas mengeluarkan kitab ilmu
pedang Thian Lioknya dan dibacanya dengan teliti sekali. Didalam
kitab itu, selain terdapat pelbagai macam cara untuk menyerang,
menangkis dan sebagainya, disamping itu juga dijelaskannya
bagaimana cara menggunakan pedang dengan sangat teliti. Lain
daripada itu, disitu juga dilampirkan keistimewaan daripada ilmu
yang diciptakan oleh Lay Thian Liok. Keadaan itu membuat La-sie
Pa disamping bersyukur pun jadi merasa terima kasih kepada Thian
Liok. Cepat-cepat ia menjura sampai sembilan kali kedalam gua itu
seraya bersumpah . "Kini setelah aku, La-sie Pa mendapatkan buku
dan pedang Loo-cian-pwee, berjanji bahwa nanti, setelah aku
berhasil mempelajari isinya akan segera mengembara didalam
kalangan Kang-ouw untuk menumpas yang kuat tapi jahat dan
menolong si-lemah." Sehabis bersumpah atau lebih tepatnya
berjanji, Sie Pa lantas keluar dari dalam gua itu dan memasang


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali batu-batu yang tadinya telah digugurkannya serta
menaburkan kembali pohon2 berduri yang tadinya telah
dibabatnya. Sehingga, setelah kira-kira sejam kemudian, gua itu
telah kembali seperti semula. Barulah pada saat itu Sie Pa
meninggalkan tempat itu.
Pemuda she La ini sekali-kali tidak meninggalkan Giok La-san
itu, hanya mencari sebuah tempat yang agak lebar untuk
memperaktekkan ilmu yang dapat dipelajarinya dari kitab pelajaran
ilmu pedang Thian Liok itu. Pada mulanya ilmu itu tampaknya biasa
saja, malah agak mirip dengan Tat Mo Kiam Hoat. Tapi sebagai
seorang yang cerdik, Sie Pa lantas menduga bahwa didalam
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
65 gerakan-gerakan tersebut pasti tersembunyi suatu keistimewaan,
maka tak bosannya ia berlatih dan berlatih lagi, terus diulanginya
perbuatannya itu sampai beberapa kali.
Setelah berlatih lebih kurang 3 hari lamanya, betullah didalam
ilmu itu tampak keistimewaannya. Barulah pada saat itu Sie Pa
bernapas lega, tapi ia tetap belum puas dengan apa yang telah
diperolehnya itu, ia masih ingin mencari terus, guna lebih
memperdalam ilmunya itu. Sebetulnya pemuda yang dibesarkan di
Tibet ini hendak berdiam terlebih lama lagi digunung itu, tapi apa
mau pikirannya selalu teringat akan Ciam Giok Lan dan Cie Lie Sie.
Maka kemudian terpaksa ia turun gunung, maksudnya hendak
kembali dulu ke Lhasa guna memberitahu kepada gurunya perihal
tertangkapnya Jie Ho, setelah itu ia akan mengembara seorang diri
didalam kalangan Kang-ouw untuk mencari Cie Lie Sie, biar
bagaimana ia hendak mencari sampai ketemu baru puas hatinya.
La-sie Pa lantas pergi ke sebuah kota kecil yang letaknya tidak
berjauhan dari gunung Giok La-san. Setelah membeli seekor kuda
bagus, buru-buru Sie Pa mengeprak kudanya menuju kebarat-daya.
Setelah melakukan perjalanan selama sehari, akhirnya
sampailah ia di sebuah kota besar yang bernama Pang-touw-shia.
Jarak diantara kota itu dengan kota Lhasa hanya tinggal 6-70 lie lagi.
Pada waktu itu hari telah mendekati senja, sedang dari mulut kuda
yang ditunggangi oleh Sie Pa telah mengeluarkan busa putih dan tak
dapat bergerak lagi. La-sie Pa lantas mencari seorang kenalannya
dan menyuruhnya untuk tolong membelikan seekor kuda, guna
mempersiapkan untuk melakukan perjalanan malam. Kenalannya
segera menyanggupinya dan berlalu dari situ. Sedang Sie Pa
menunggunya disebuah warung arak.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
66 Tak lama kemudian, sekonyong-konyong masuk seseorang,
tanpa sebab ia lantas mengusir Sie Pa dengan menggunakan bahasa
Tibet: "Lekas berlalu, bila tidak, akan kuambil jiwa anjingmu!"
Ketika Sie Pa mengangkat kepalanya, terlihat dihadapannya
berdiri seorang Tibet yang beralis tebal bermata besar. "Apa sebab
engkau jadi mengusir diriku ?" tanya La-sie Pa sambil tersenyum.
"Mau apa engkau menanyakan sebabnya, selelah aku bilang
pergi, lebih baik engkau berlalu dari sini, bila tidak akan kuikat
engkau untuk kemudian diserahkan kepada Siang Cieh!" Jawab
orang itu dengan dinginnya.
La-sie Pa begitu mendengar perkataan "Siang Cieh", hatinya jadi
tergerak. "Loo-ya-cu, setelah engkau adalah orangnya Siang Cieh,
aku akan segera berlalu dari sini." kata Sie Pa sambil tetap
tersenyum.
"Rupanya engkau tahu gelagat juga!" kata orang Tibet itu.
"Mana Siang Cieh Toa Lhama ? Aku bermaksud hendak belajar
mengenal kitab suci dari dia." kata Sie Pa lagi.
Mendengar perkataan pemuda itu, orang Tibet itu menjadi
marah dan membentak: "Mau apa engkau begitu cerewet, ia hampir
sampai kemari, lekas engkau berlalu dari sini."
"Bukankah engkau juga hendak belajar menjadi murid sang
Buddha dari Siang Cieh ? Kalau demikian halnya kita adalah orang
segolongan."
"Seumur hidupku adalah paling suka membunuh orang. Maksud
Toa Lhama mengundang kami kemari ialah untuk membunuh
orang, bukannya untuk menjadi murid sang Buddha." jawab orang
itu dengan tak sabar.
"Membunuh siapa ?" tanya Sie Pa.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
67 "Mau apa engkau begitu cerewet, kalau engkau adalah seorang
bangsat, pasti akan kubunuh." Bentak orang Tibet itu.
"Aku memangnya seorang bangsat, nah kau bunuhlah!"
Perkataan La-sie Pa membuat orang Tibet itu jadi sangat marah,
segera mentiabut pedangnya. Sedang dalam itu didalam hati Sie Pa
berkata : "Kau sungguh bagus untuk dijadikan umpan pedangku."
Sedang pada saat itu, tanpa berkata orang Tibet telah menyerang
dengan goloknya sambil menggunakan gerakan "Tok Pek Hoa San"
atau "Membelah gunung Hoa dengan tangan tunggal".
Melihat serangan itu, hati Sie Pa jadi berkata lagi: "Ini adalah
kesempatan yang baik untuk menjajal gerakan yang baru dapat
kupelajari itu." Sehabis berpikir demikian, ia tetap berdiri
Wanita Iblis 2 Mengejar Matahari Karya Ardito Jeritan Pertama 2

Cari Blog Ini