Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong Bagian 4
Di waktu itu tampak setelah lewat enam jurus, di mana Pai Chui Ong enam kali gagal menyerang Yang Yan Sian-nie, barulah si niekouw menyadari, bahwa ilmu golok yang dipakai oleh lawannya adalah Ilmu Golok Tujuh Naga. dimana golok itu menyambar dengan hebat dan beruntun. Dia pun segera menentukan dengan ilmu apa dia bisa menghadapi Ilmu Golok Tujuh Naga lawannya itu.
Dengan diiringi bentakan yang nyaring, pedang si niekouw berputar-putar dan cepat sekali dia membalas menyerang, menangkis dan menyerbu bertubi-tubi kepada lawannya.
Pai Chui Ong kaget melihat cara bertempur si niekouw, karena dia meiihat sekarang niekouw ini sudah mempergunakan ilmu pedang yang asing baginya, dia berseru tertahan dan melompat kebelakang.
Tapi Yang Yan Sian-nie tidak mau melepaskannya begitu saja, karena dia sudah melompat dan menerjang lagi dengan kibasan pedangnya yang berantai.
Pai Chui Ong berusaha mengelakkan sambaran pedang, goloknya menyambar kepinggang si niekouw dengan jurus "Naga Mengibaskan Ekor".
Niekouw itu tertawa dingin.
"Hemmm, jurus butut seperti ini hendak di perlihatkan Kepadaku!" Kata si niekouw. "Pienie akan membuka matamu yang dangkal itu!!"
Setelah berkata begitu, Yang Yan Sian-nie memutar pedangnya, angin menderu-deru. Pai Chui Ong mengeluh.
"Aneh, dalam empat tahun setan gundul ini dapat memperoleh kemajuan yang demikian pesat....!" Berpikir Pai Chui Ong di dalam hatinya.
Waktu itu Pai Chui Ong tidak bisa berpikir terlalu lama, karena dia harus mengelakkan setiap serangan si niekouw yang berantai menyambar ke dirinya.
Malah, belakangan Pai Chui Ong terpaksa harus melompat menyingkir karena dia tidak dapat membendung lagi setiap serangan Yang Yan Siannie dengan goloknya.
Tapi Yang Yan Siannie tidak mau membiarkan Pai Chui Ong bernapas. Dia tidak mau memberikan kesempatan sedikitpun juga kepada lawannya, pedangnya telah meluncur semakin lama semakin cepat, dan setiap kali menyerang, pedang itu menyambar kearah sasaran yang mematikan.
Pai Chui Ong semakin terdesak, napasnya memburu, keringat telah banjir keluar.
Mati-matian Pai Chui Ong mengerahkan tenaganya dia berusaha memberikan perlawanan!
Dalam keadaan Pai Chui Ong terdesak hebat seperti itu, segera dia berusaha merobah cara bertempurnya. Goloknya disilangkan di dadanya, mendadak saja tangan kirinya menimpukkan balasan senjata rahasia. Senjata rahasia itu menyambar keberbagai penjuru dan mengincar bagian yang mematikan di tubuh si niekouw.
Yang Yan Siannie tidak tinggal diam. Dia memang kaget melihat menyambarnya senjata tahasia itu. Namun segera dia memutar pedangnya untuk menangkis. Sambil memutar pedangnya, dia melompat mundur.
Waktu senjata rahasia yang ditimpukkan oleh Pai Chui Ong menyambar kearah si niekouw justeru dari jalan raya terdengar orang berkata : "Sayang...sayang.....!" Kemudian tampak sinar berkelebat, terdengar suara benturan berulangkali. Dan juga telah runtuhlah senjata-senjata rahasia itu.
Rupanya ada seseorang yang melompat dan mempergunakan pedang untuk menangkis senjata rahasia tersebut, yang disampok runtuh semuanya.
Pai Chui Ong membuka matanya lebar-lebar. Dia melihat seorang laki-laki kurus jangkung berdiri disitu dengan senyuman sinis. Orang itu mungkin berusia empat puluh tahun lebih.
"Mengapa harus bertempur mati-matian mengadu jiwa? Bukankah sayang belum lagi bertemu dengan si Rase Terbang kalian sudah harus buang jiwa?" Tegur orang kurus jangkung itu.
Pai Chui Ong terkejut, dia segera menegur.
"Siapa kau, tuan?"
"Aku....aku manusia biasa! Aku she Yu dan bernama Kwan Long."
"Ooooo, kiranya Yu Kwan Long!" Berseru Pai Chui Ong, "Sudah cukup lama aku mendengar nama tuan yang ternama!"
"Hemmm, memang aku termasuk tokoh persilatan yang terkenal!" Kata orang itu. "Dan, kau sebetulnya belum sepantasnya bicara seperti itu, karena engkau tidak termasuk dalam tingkatanku!"
Setelah berkata angkuh seperti itu, tanpa memperdulikan wajah Pai Chui Ong yang berobah jadi merah padam karena gusar, dia sudah menoleh kepada Yang Yan Siannie, dia bilang : "Dan kau niekouw gundul, apakah kau dengan memiliki kepandaian seperti itu masih ingin mencari si Rase Terbang...?"
Yang Yan Siannie mengawasi tajam sekali kepada orang she Yu tersebut.
"Hemmm, tidak perlu kau tanyakan hal itu karena adalah urusanku untuk menemui atau tidak si Rase Terbang....!"
"Ooooo, jangan bicara ketus seperti itu!" Kata Yu Kwan Long. "Justeru aku ingin mendengar jawabanmu, niekouw gundul!! Kalau memang kau ingin mencari si Rase Terbang, maka aku yang akan menguji dulu kepandaianmu. Jika memadai maka kau boleh meneruskan tekadmu itu...!"
"Tapi kalau tidak memadai?"
"Sudah jelas dan pasti kau harus menggelinding pergi!" Menyahuti Yu Kwan Long, dingin dan tawar.
Yang Yan Siannie tidak bisa menahan kemarahan hatinya. Dengan diiringi bentakannya, tubuhnya melesat sangat cepat, di mana tampak pedangnya sudah meluncur menikam kepada Yu Kwan Long.
Tapi orang she Yu tenang sekali. Dia menantikan sampai pedang nieKouw itu sudah datang dekat, barulah dia mengibaskan pedangnya buat menangkis.
"Tranggg..!" Kedua pedang saling bentur. Namun luar biasa kesudahannya.
Pedang si niekouw terpental. Malah terlepas dari cekalannya. Niekouw itu pun menjerit kaget, dia melompat mundur dengan wajah pucat.
"Siannie, ternyata kepandaianmu buruk sekali, niekouw gundul!" Kata Yu Kwan Long dengan suara mengejek. "Lebih baik kau menggelinding pergi sebelum dibinasakan oleh si Rase Terbang. Bukankah sayang jika harus membuang jiwa percuma ditangan si Rase Terbang?"
Yang Yan Siannie terkejut sejenak, kemudian bisa menenangkan hatinya. Dengan diiringi bentakan penasaran, dia menerjang sambil menghantam dengan kedua tangannya.
Namun Yu Kwan Long sudah melompat menyingkir.
"Jangan memaksa aku menurunkan tangan keras!" Katanya dingin.
Namun Yang Yan Siannie termasuk seorang niekouw yang keras hati. Dia penasaran sekali. Dia anggap tadi pedangnya tadi terlepas dari cekalannya, itulah di sebabkan dia tidak berwaspada dan memandang remeh pada lawannya. Sekarang justeru dia menghantam dengan sepenuh tenaga, memakai kedua kepalan tangannya. Diiringi bentakannya, dia menerjang lagi.
Justeru waktu itu Yu Kwan Long sudah mengibaskan pedangnya, menyilaukan mata.
"Kau terlalu memaksa!" Katanya dingin.
Berbareng dengan perkataannya itu, terdengar jeritan. Tubuh Yang Yan Siannie terhuyung kebelakang. Karena lima jari tangan kirinya tertabas putus oleh pedang Yu Kwan Long.
Pai Chui Ong menyaksikan itu dengan muka pucat. Dia melihat pedang Yu Kwan Long berkelebat kelebat menyilaukan mata, sampai dia sendiri tidak bisa melihatnya dengan jelas. Dia kaget waktu mengetahui lima jari tangan dari yang Yan Siannie kena ditabas putus oleh pedang Yu Kwan Long begitu mudah. Bisa dibayangkan betapa tingginya kepandaian orang she Yu tersebut.
Saat itu tampak orang she Yu tersebut sudah berdiri bertolak pinggang, malah pedangnya dilintangkan.
"Apakah kau juga ingin merasakan tajamnya pedangku?" Tanya Yu Kwan Long sambil melirik kepada Pai Chui Ong.
Pai Chui Ong tidak menyahuti, mukanya berobah merah padam karena gusar. Namun dia masih bisa menahan diri. Dia tidak menjadi kalap. Dia memutar tubuhnya untuk pergi. Dia tahu, lawannya liehay, jika dia melawan juga, berarti dia mencari penyakit.
Sedangkan Yang Yan Siannie berdiri dengan muka pucat meringis. Dia bilang : "Aku akan ingat budi kebaikanmu ini...!" Setelah berkata begitu, dia memutar tubuhnya, berlari untuk masuk ke dalam kota.
Yu Kwan Long tertawa bergelak. Tampak nya dia puas. Dia memang tengah mencari nama. Karena itu, dia selalu akan mencari urusan dengan orang orang yang dilihatnya memiliki ilmu silat. Dan memang kenyataan yang ada, dia memiliki kepandaian yang tinggi, karena itu, belum pernah dia dipecundangi.
Di waktu itu, perlahan-lahan dia memasukkan pedangnya kedalam sarungnya, dia pun melangkah sambil tertawa terus, untuk masuk kedalam kota.
Memang di saat saat seperti itu, rupanya kota Liong-ham-kwan memiliki suasana yang terlalu panas, karena disana berkumpul orang orang rimba persilatan dari berbagai kalangan. Peristiwa Pai Chui Ong dengan Yang Yan Sian nie dan Yu Kwan Long, hanya sebagian dari peristiwa berdarah yeng terjadi disitu. Karena waktu Pai Chui Ong tiba di rumah penginapan justeru dia mendengar dari pelayan baru saja terjadi pertempuran yang seru di situ. dan telah menelan sembilan orang korban jiwa yang terbinasa dengan cara mengerikan.
"Siapa mereka yang bertempur disini?" Tanya Pai Chui Ong.
"Entahlah Toaya....aku tak tahu!" Kata si pelayan.
Pai Chui Ong menghela napas Dia masuk kedalam kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya di pembaringan.
Dia datang ke kota ini memang untuk mencari si Rase Terbang. Tujuannya adalah untuk meminta sesuatu barang dari si Rase Terbarg. kalau perlu bertempur dengan si Rase Terbang.
Tapi terpikir olehnya tentang kepandaian Yu Kwan Long, hatinya mulai goyah. Si Rase Terbang terkenal sangat liehay, jarang ada orang Kangouw yang bisa menghadapinya. Justeru menghadapi Yu Kwan Long saja dia tidak sanggup, sekarang bagaimana dia harus menghadapi si Rase Terbang? Perlahan-lahan berkurang sedikit semangat Pai Chui Ong untuk menghadapi si Rase Terbang. Namun daya tarik barang yang berada di tangan si Rase Terbang demikian kuat, membuat dia akhirnya memutuskan untuk coba-coba menemui si Rase Terbang dan nanti melihat keadaan. Jika memang tidak memungkinkan dia menghadapi si Rase Terbang barulah dia akan membatalkan niatnya buat membentur si Rase Terbang, Tapi jika memang sekiranya dia melihat ada kesempatan, maka dia akan berusaha untuk merampas barang yang diinginkannya dari tangan si Rase Terbang.....
Siapakah si Rase Terbang itu?
Si Rase Terbang baru muncul kurang lebih lima tahun belakangan ini, namanya cepat sekali terkenal, kerena kepandaiannya yang sangat tinggi. Dia pun dalam waktu hanya lima tahun sudah bisa menjagoi lima propinsi. Dengan kepandaiannya boleh dibilang tidak ada orang yang bisa menandinginya, juga memang sulit sekali buat mencari si Rase Terbang. Jarang ada orang yang bisa melihat bagaimana wajah dan keadaan si Rase Terbang.
Sekarang, justeru si Rase Terbang dikabarkan telah memperoleh mustika yang langka. Mustika yang sangat berharga sekali. Mustika yang bisa membuat seseorang menjadi liehay tanpa tanding. Karena itu, banyak jago-jago yang penasaran ingin mencari si Rase Terbang uotuk coba-coba merampas barang mustika itu dengan harapan mereka kelak bisa menjadi jago tanpa tanding jika berhasil memperoleh mustika itu. Justeru akhir-akkir ini tersiar si Rase Terbang ingin mengadakan pertemuan di kota ini dengan beberapa orang tokoh rimba persilatan, karenanya juga berduyun-duyun orang rimba persilatan berdatangan ke kota ini. Itulah sebabnya, mengapa beberapa hari belakangan ini kota tersebut ramai luar biasa. Jago jago dari berbagai pintu perguruan dan aliran telah membanjiri kota itu.....
Yu Kwan Long memasuki rumah penginapan itu. Malam sudah larut. Keadaan tidak seramai sebelumnya. Mungkin sebagian telah masuk kedalam kamar masing masing. Sedangkan yang masih berada di ruang tersebut justeru orang-orang yang tidak kebagian kamar, sehingga terpaksa mereka beristirahat di ruang makan itu. Sambil mengaso mereka pun menjaga hawa murni masing-masing, agar mereka besok bisa pulih kesegarannya. Rumah makan merangkap rumah penginapan Yang Lu Louw tersebut merupakan sebuah rumah penginapan yang paling besar di kota itu,
Malam yang kian larut, angin yang berhembus dingin membuat orang membutuhkan arak untuk menghangatkan tubuh.
Yu Kwan Long mengambil tempat duduk. Dia datang di malam larut seperti ini, sehingga dia kebagian tempat duduk, karena sebagian dari tamu sudah masuk kamar mereka untuk tidur. Dia memanggil pelayan, memesan lima kati arak dan lima kati daging. Juga beberapa bakpauw. Dia kemudian makan perlahan-lahan sambil mengawasi sekelilingnya.
"Hemmm, cukup banyak orang berdatangan mencari si Rase Terbang, keramaian yang akan terjadi besok pasti meriah sekali! Hemmmm, tapi mereka tampaknya bukan manusia-manusia dengan kepandaian yang tinggi, karena itu bukan mustahil kedatangan mereka cuma buat mengantarkan jiwa belaka....!" Berpikir begitu, Yu Kwan Long mendengus sinis beberapa kali, dia mentertawakan kebodohan dari orang orang itu, yang dilihatnya memiliki, kepandaian biasa-biasa saja. Tidak dilihatnya, orang ternama.
Angin malam semakin dingin. Dikala Yu Kwan Long tengah meneguk araknya perlahan lahan, terdengar di luar suara larinya kuda yang kemudian berhenti di depan rumah penginapan itu. Di dengar dari derap kaki kuda, rupanya yang datang bukan satu orang.
"Hweshio......rumah penginapan ini cukup pantas untuk kita!" Terdengar suara wanita.
Yu Kwan Long mengerutkan alisnya, meliriknya ke pintu rumah penginapan.
Tidak lama kemudian melangkah masuk empat orang. Terdengar suara keras, di susul dengan kata-katanya : "Ya, memang rumah penginapan ini cukup bersih!! Tapi, aku si pendeta miskin ingin menangsal perut dulu. Aku lapar sekali ,...!"
Tampak keempat orang itu adalah Hweshio berkepala botak dengan seorang niekouw, tosu dan seorang laki-laki bertubuh tinggi besar memakai baju merah.
Melihat keempat orang itu, hati Yu Kwan Long tercekat.
"Hemmrom, Sin Ciu Sie Tok juga datang rupanya.....!" Pikir Yu Kwan Long.
Si Hweshio segera menghampiri meja kosong dia duduk seenaknya. Tangannya menepuk meja. Keras sekali, sampai banyak orang Orang di ruang itu menoleh dan memandang tidak senang padanya, karena Hweshio itu cuma menimbulkan keributan belaka di malam selarut itu.
"Pelayan! Cepat kau kemari!" Panggil si Hweshio.
Tiga orang kawan si Hweshio telah mengambil tempat duduk mereka, terdengar haha-hihi tertawa mereka, ramai percakapan mereka.
Tampaknya mereka tidak memandang sebelah mata terhadap orang-orang yang berkumpul di situ.
Seorang pelayan yanp melihat tamu-tamunya ini tentu empat manusia luar biasa, tidak berani berlaku ayal. Meteka tampaknya memiliki kepandaian yang tinggi dan galak galak, karena muka mereka angker-angker. Segera pelayan itu menghampiri dengan sikap hormat dan tertawa-tawa.
"Apa yang Siewie perlukan? Kami memiliki makanan yang lezat-lezat dan arak terkenal dari Sauwciu atau Hanciu.....!" Kata pelayan itu.
"Jangan rewel, ayo sediakan apa yang lezat-lezat!" Bentak si Hweshio galak,
"Baik! Baik Taisu! Pasti lezat-lezat dan akan menyenangkan hati Taisu!" Kata pelayan itu sambil tertawa tawa, dia pun segera berlalu untuk mempersiapkan santapan keempat orang tamu yang galak-galak ini.
Si Hweshio mengawasi sekelilingnya dia menyapu semua orang dengan sinar mata yang tajam. Sampat akhirnya dia melihat Yu Kwan Long, yang tengah menunduk dalam-dalam dan memakan dagingnya.
"Iiiih, bukankah itu orang she Yu?" Berseru si pendeta berkepala botak itu.
Tiga oraog kawannya menoleh Yu Kwan Long, kemudian terdengar si niekouw bilang "Tidak salah! Memang dia!"
"Hahahahaha, kura-kura seperti dia mana bisa merindukan bulan dan hendak mendapatkan angsa?" Kata si Tosu dengan suara dingin mengejek.
Hati Yu Kwan Long jadi panas. Dia mengawasi keempat orang itu. Dia bilang : "Uruslah urusan kalian.... janganlah usil dengan urusanku!" Katanya dingin.
"Hahahaha, dia marah." Berseru laki-laki berbaju merah. "Luar biasa!! Berani sekali! Hai, Hweshio, apakah berdiam diri saja dimarahi orang?!"
Si Hweshio juga tertawa. "Kim Eng Hweshio tak pernah mambiarkan orang memarahi diri Lolap!" Menyahuti Si Hweshio. Dia tertawa, tetapi suaranya justeru menunjukkan dia marah sekali. Malah Hweshio ini, yang tidak lain dari Kim Eng Hweshio, telah bangun dari duduknya. Tiga orang kawannya itu adalah saudara angkatnya yaitu si Niekouw yang bergelar Lian Hoa Biauw Nie, si Tosu dengan gelaran Hiang Kong Tosu, lalu si Hancu, orang berbaju merah itu bernama Lie Kong Wang. Mereka berempat memang sudah saling angkat saudara, tapi anehnya, mereka justeru tidak memakai sebutan Toako, Jieko atau Samko. Justeru mereka menyebut diri mereka seadanya, dengan sebutan si Hweshio, si Tosu, si Niekouw atau si Hancu si laki-laki. Karena mereka berempat sering bertindak sewenang wenang, telengas dan juga kejam hatinya, melakukan berbagai kejahatan keempat kakak beradik angkat ini digelari Sin Ciu Sie Tok.
Yu Kwan Long pun tampaknya tidak takut berurusan dengan Sin Ciu Sie Tok. Walaupun dia tahu, tidak mudah berurusan dengan keempat orang ini. Namun dia pun tidak mau dihina mereka. Justeru baru kali ini dia bertemu muka langsung, berarti dia pun bisa menguji apakah memang benar keempat orang itu memiliki kepandaian yang tinggi? Selama ini dia cuma mengetahui, pernah mendengar dan bertemu, tapi tidak langsung bentrok.
Si Hweshio, Kim Eng Hweshio, sudah menghampiri meja Yu Kwan Long,
"Apa yang kau bilang tadi?!" Tegur Kim Eng Hweshio dingin. "Orang she Yu, coba kau ulangi lagi agar Lolap bisa mendengar jelas yang kau katakan tadi?"
Yu Kwan Long membawa sikap tenang. Dengan suara tawar dia berkata : "Kamu berempat dengan aku si orang she Yu seperti sungai dengan sumur yang tidak pernah bertemu, Mengapa kalian harus usil dengan urusanku? Uruslah urusan kalian...!"
Kim Eng Hweshio tertawa bergelak,
"Bagus! Bagus! Sungguh perbuatan seorang gagah! Kau berani sekali, orang she Yu, pantas untuk selamat!" Sambil berkata begitu, si Hweshio sudah menepuk permukaan meja, dia bukan menepuk biasa, justeru dia menepuk dengan mengerahkan lwekangnya, karena itu, dia membuat poci arak terpental ke atas. Waktu sampai diatas, akan turun lagi, poci itu ditiup oleh si Hweshio, sehingga poci itu miring, dan mengalirlah arak keluar dari mulut poci itu.
Yu Kwan Long terkejut melihat lwekang Kim Eng Hweshio yang memang mengagumkan ini. Tapi dia membawa sikap tenang, tidak di perlihatkan di wajahnya perasaan itu. Dia mengulurkan cawan di tangannya buat menerima arak yang mengucur itu. Arak masuk ke delam cawan. Namun, poci itu terus juga meluncurkan araknya, deras sekali. Sedangkan cawan itu berukuran tidak terlalu besar. Jika diisi penuh, niscaya akan luber.
Namun, Yu Kwan Long tidak menarik pulang cawannya, tetap saja dia membiarkan cawannya itu menerima arak. Yang aneh, arak itu mengisi cawan sampai penuh, mengisi terus, dan arak itu seperti tercetak, mumbul semakin tinggi melewati tepi mulut cawan, namun tidak tumpah.... sedangkan arak masih meluncur mengalir terus.
"Bagus!" Berseru Kim Eng Hweshio, yang tidak urung jadi kagum melihat lwekang Yu Kwan Long.
Sedangkan Yu Kwan Long sudah mengempos semangatnya, arak di cawannya seketika mengalir seperti air mancur, masuk ke dalam mulutnya sampat cawan itu kering. Itulah pengiriman arak yang disenjatai lwekang yang tinggi sekali, tanpa memiliki lwekang yang mahir, jangan harap bisa melakukan seperti yang diperlihatkan Yu Kwan Long.
Tenang sekali Yu Kwan Long meletakkan cawannya. Tangannya dikibaskan. Poci itu meluncur turun perlahan lahan seperti tergantung kemudian tiba di meja tanpa terbanting.
"Bagus!" Berseru Kim Eng Hweshio yang memuji pula. "Kau memang cukup berharga untuk main-main dengan Lolap!"
Yu Kwan Long melirik dingin dan mengejek.
"Keledai gundul, lebih baik kau urus dirimu sendiri! Pergilah makan, bukankah tadi kau ribut perutmu yang seperti perut babi itu sudah lapar dan menagih untuk diisi?!"
Orang-orang yang masih berada di ruang itu jadi tertarik. Mereka mengawasi, karena mereka tahu akan terjadi keramaian di ruang itu.
Kim Eng Hweshio tiba tiba mengulurkan tangan kanannya, jari telunjuknya tertekuk, setikan juga dia ingin menggaet mata Yu Kwan Long.
Yang diserang justeru memiringkan kepalanya sedikit, loloslah dia dari ancaman tangan si pendeta. Itulah gebrakan yang terjadi dalam beberapa detik saja, namun justeru merupakan pertunjukan yang jarang bisa dilakukan oleh jago-jago biasa. Malah, saking cepatnya hal itu berlangsung, banyak orang orang yang berkumpul di tempat itu yang tidak bisa menyaksikan bagaimana cara bergerak tangan Kim Eng Hweshio maupun juga bagaimana cara Yu Kwan Long mengelakan serangan tersebut.
Kim Eng Hweshio semakin penasaran. Terlebih lagi dia mendengar tertawa, si Niekouw Tosu dan Hancu, yang seakan mentertawakan dia, membuat Kim Eng Hweshio jadi gusar tidak kepalang. Dia mendengus, kemudian dia membentak : "Rasakan ini.....!" Tangan kanannya meluncur dari atas kearah batok kepala Yu Kwan LOng. Kelima jari tangannya terpentang, rupanya Kim Eng Hwesuio hendak menabok pecah kepala Yu Kwan Long.
Yu Kwan Long mendengus dingin. Dia sama sekali tidak berusaha mengelak dari tempat duduknya, malah dia pun tidak bergerak sedikitpun untuk berkelit dari telapak tangan yang mengandung maut, dia cuma mempergunakan sikut tangannya untuk menyikut tulang iga di ketiak si pendeta,
Ancaman sikut Yu Kwan Long merupakan bagian yang paling lemah di anggota tubuh manusia, kalau memang ketiak si pendeta bisa disikutnya, niscaya si pendeta akan menemui ajalnya seketika atau sedikitnya terluka parah. Karena itu, walaupun Yu Kwan Long tidak memengelakkan telapak tangan Kim Eng Hweshio namun tetap saja pendeta terpaksa harus menarik tangannya membatalsan tabokannya itu, karena dia harus menyelamatkan dirinya dari sikut tangan Yu Kwan Long.
Yu Kwan Long tertawa dingin.
"Masih mau coba?" Tanyanya dengan suara dingin.
Tentu saja si pendeta tidak mau sudah sampai di situ saja. Dengan muka merah padam dia bilang : "Bagus! Kau terimalah ini!" Dan beruntun tangannya menyambar ke arah leher dan pinggang Yu Kwan Long.
Yu Kwan Long terpaksa harus melompat dari tempat duduknya, karena dia tidak bisa berdiam diri terus, serangan Kim Eng Hweshio hebat sekali dan bisa mematikan.
Tubuhnya melesat ke atas, kedua tangannya menangkis, kakinya balas menyeraag ke-arah bagian yang mematikan.
Di waktu itu, tampak tangan Kim Eng Hweshio dengan Yu Kwan Long saling bentur. Keras benturan itu. Mereka memiliki kepandaian yang berimbang, Malah, Kim Eng Hweshio telah menyerang lagi berantai tiga kali, yang memaksa Yu Kwan Long harus melayani terus.
Si Niekouw melihat si pendeta tidak bisa merubuhkan Yu Kwan Long, telah berseru : "Payah! Sungguh memalukan! Mengapa si pendeta jadi demikian tidak punya guna? Biasanya si Hweshio hebat sekali!! Hihihi....!"
Si Hweshio mendengar ocehan si Niekouw, bukan kepalang gusar dan penasarannya. Justeru Yu Kwan Long mendengar ocehan si Niekouw, segera dia menyahuti: "Ya, memang si keledai gundul ini hendak penggebuk.....Kau lihatlah, aku akan memberi hajaran padanya."
Menutup kata-katanya itu, segera Yu Kwan Long tersebut telah menghantam beruntun lima kali, mendesak Kim Eng Hweshio. Tangannya berkelebat kesana kemari dengan cepat seperti sambaran kilat. Dia pun tidak merobah cara bertempurnya. Angin berkesiuran kuat sekali, menunjukkan orang she Yu itu sudah mengerahkan 1wekangnya.
Saat-saat seperti itu mengejutkan Kim Eng Hweshio, di dalam hatinya dia berpikir : "Tidak kusangka dia memang memiliki nama tidak kosong, kepandaiannya memang cukup tangguh!" Dia pun tidak bisa berpikir terlalu lama, dia harus menyambut serangan itu, kemudian balas menyerang,
Dalam waktu sejenak saja, mereka sudah melewati tiga puluh jurus lebih. Waktu itu si pendeta perlahan-lahan terdesak jatuh di bawah angin.
Si Niekouw, dan Hoa Biauw Nie, mengerutkan alisnya.
Sekarang Lian Hoa Biauw Nie tidak bergurau lagi, dia sudah melihatnya Kim Eng Hweshio memang jatuh di bawah angin. Maka dia pun memperhatikan sungguh-sungguh.
"Hweshio, mundurlah kau!"
Akhirnya Lian Hoa Biauw Nie berseru nyaring, sambil tubuhnya melesat ketengah gelanggang.
Waktu itu Kim Eng Hweshio merasa terdesak sekali, sampai untuk napas pun sulit. Sekarang si niekouw meminta dia mundur, walaupun dia agak malu, tidak urung, dia melompat juga untuk menyingkir.
Yu Kwan Long sebetulnya tidak mau melepaskan si pendeta, namun dia diserang hebat oleh Lian Hoa Biauw Nie, terpaksa dia melayani si Niekouw dan membiarkan si Hweshio menyingkir.
Lian Hoa Biauw Nie walaupun terhitung sebagai adik keempat, yang paling kecil, tokh kepandaiannya yang paling tinggi, dengan kecerdasannya yang melebihi dari tiga orang saudara angkatnya.
Sekarang mengetahui Yu Kwan Long liehay, dia pun menyerang penuh perhitungan.
Waktu itus setiap serangan dari Lian Hoa Biauw Nie mengincar bagian yang berbahaya dan mematikan ditubuh Yu Kwan Long, memaksa Yu Kwan Long pun harus memusatkan perhatiannya kepada Niekouw itu.
Si Hancu dan si Tosu tampaknya sudah tidak sabar. Mereka melompat, kemudian menyerang juga kepada Yu Kwan Long.
"Manusia-manusia tidak punya guna dan tidak tahu malu!" Mengejek Yu Kwan Long.
Si Tosu sambil menyerang dergan pedangnya, sudah menyahuti : "Kami justeru biasa maju berempat. Musuh kami hanya seorang atau seribu, tetap saja kami harus maju berempat......karena itu, kalau benar-benar kau memiliki kepandaian, kau hadapilah!"
Girang Kim Eng Hweshio, karena melihat tiga orang saudara angkatnya sudah maju semua. Dia pun menyerbu lagi. Sekarang Yu Kwan Long di keroyok empat. Dia menjadi terdesak. Memang kepandaiannya berada diatas sedikit dari Hweshio itu, sekarang di keroyok berempat, tentu saja cepat jatuh di bawah angin. berulangkali dia harus menyelamatkan dirinya. Dia mati-matian mengsmpos semangatnya untuk mengadakan perlawanan.
Lian Hoa Biauw Nie yang penasaran karena tadi Kim Eng Hweshio jatuh di bawah angin oleh desakan Yu Kwan Long, sekarang mendesak hebat dan gencar kepada orang she Yu itu.
Yu Kwan Long semakin terdesak, akhirnya dia berpikir : "Keparat Sin Ciu Sie Tok ini, mereka main curang! Hemmmm, kelak jika aku memiliki kesempatan tentu akan membasmi mereka! Sekarang jika aku menyingkir bukan berarti aku takut pada mereka. Bukankah singa melarikan diri dari jerat pemburu bukan berarti singa itu takut? Labih baik sekarang aku menyingkir dulu!"
Karena berpikir begitu, Yu Kwan Long berseru nyaring, tangannya bergerak sebat, di mana pedangnya di putar. Waktu lawan-lawannya membuka lowongan, melompat mundur, segera dia menerjang untuk menerobos ke pintu dan melompat keluar.
"Kau mau lari kemana, binatang hina dina?!" Teriak Kim Eng Hweshio, yang hendak mengejar.
"Tunggu dulu, Hweshio... Jangan kejar!" Mencegah si Niekouw. "Biarkan dia sipat ekornya. Bukankah tidak ada bagusnya mengejar seekor anjing yang hina?!"
Si pendeta mendengus, tapi dia menuruti permintaan si Niekouw, dia tidak mengejar.
Mereka kembali ke meja untuk bersantap lagi. Suara mereka keras sekali, sebentar-sebertar terdengar tertawa mereka, karena tampaknya mereka senang sekali. Mereka membicarakan kemenangan yang baru saja mereka peroleh dari orang she Yu itu.
Beberapa orang pelayan segera merapikan kembali meja kursi yang tadi terbalik. Mereka tidak berani menggerutu, karena takut kena tangan orang-orang galak ini.
Justeru waktu para pelayan tengah merapikan meja dan kursi, telah muncul di atas anak tangga seseorang. Dialah Pai Chui Ong. Dia mendengar suara ribut-ribut di ruang makan. Dia memang tak bisa tidur. Karena itu dia keluar untuk melihatnya. Justeru dia muncul pertempuran telah usai,
Kim Eng Hweshio melihat munculnya Pai Chui Ong, dia mendengus mogejek.
"Hai anjing buduk, mengapa harus nindik-nindik mengintip seperti itu? Keluar saja kalau memang ingin melihat, jangan seperti seekor tikus yang mau mencuri....!"
Bukan main marahnya Pai Chui Ong. Dia baru muncul sudah disemprot seperti itu oleh si Hweshio. Dia memang tidak kenal Sin Ciu Sie Tok, karena itu dia segera melompat turun. Gesit dan ringan sekali tubuhnya hinggap di lantai.
"Oooooo, rupanya kau punya kepandaian juga sedikit!" Mengejek Kim Eng Hweshio melihat Pai Chui Ong bisa melompat turun dari ketinggian seperti itu,
Pai Chui Ong tidik bicara sepatah perkataan pun juga, dia menghampiri dan tahu-tahu tangannya melayang akan menempeleng si Hweshio.
Hal ini tiba-tiba sekali dan tidak disangka oleh si pendeta. Tapi dia liehay, dia mana mau membiarkan kepalanya di tampar oleh telapak tangan Pai Chui Ong. Segera dia mengelak.
"Hemmm!" Mendengus Kim Eng Hweshio yang sudah melompat berdiri dan membalas menghantam dengan kepalan tangannya kearah leher si orang she Pai.
Pai Chui Ong mencelat mundur.
"Pendeta busuk mulut seperti kau harus di hajar agar dilain kali tahu bagaimana harus bersikap sopan.....!" Kata Pai Chui Ong yang sudah menerjang maju lagi.
"Sebutkan dulu namamu, agar Lolap tahu apakah kau cukup berharga main-main dengan Lolap atau memang merupakan kutu busuk yang tidak bisa dimainkan....dan harus dibuang ke tong sampah!!"
Mendidih darah Pai Chui Ong,
"Aku Pai Chui Ong, aku bertindak apa yang selalu kupikir, kau tidak perlu banyak bicara lagi, mari kita bertanding seribu jurus untuk melihat, siapa yang tinggi dan siapa yang akan jadi pecundang!" Sambil berkata begitu Pai Chui Ong tidak berdiam diri, karena dia sudah gencar sekali beruntun menghantam kepada Kim Eng Hweshio. Malah, beberapa jurus telah dilewatkan, dia pun menghunus goloknya, yang menabas dan membacok gencar bukan main.
Kim Eng Hweshio menyahuti mengejek: "Justeru Lolap tidak pernah mendengar nama itu.....Huuuu, sayang! Jasteru Lolap jadi tidak berselera untuk main-main dengan manusia tidak punya harga seperti kau!!" Sambil berkata begitu tiba tiba tangan Kim Eng Hweshio menyambar berulangkali kearah dada, perut dan leher Pai Chui Ong.
Pai Chui Ong kaget, Dia sekarang melihat Kim Eng Hwsihio bukan pendeta sembarangan. Kepandaiannya tinggi, tangannya liehay dan telengas.
Namun sudah terlambat. Karena tahu-tahu goloknya kena di jepit oleh ibu jari dan telunjuk si pendeta. Malah belum lagi Pai Chui Ong mengetahui sesuatu apa, goloknya sudah pindah tangan kena direbut si pendeta Dan tangan kanan si pendeta justeru masuk menehantam tepat dadanya. Pai Chui Ong terpental sambil menjerit dan tubuhnya terbanting di lantai. Memuntahkan darah segar. Untuk sejenak lamanya Pai Chui Ong tidak bisa merangkak bangun.
Kim Eng Hweshio tertawa dingin. Sedangkan si Niekouw, Tosu dan Hiocu sudah bertepuk tangan memuji si Hweshio. Kim Eng Hweshio menghampiri, telengas sekali golok itu di tikamkan ke paha kanan Pai Chui Ong. Pai Chui Ong menjerit lagi, saking kesakitan dia pingsan.
Waktu Pai Chui Ong tersadar dari pingsannya, dia melihat Kim Eng Hweshio berempat tengah makan minum dengan gembira, tertawa mereka terburai-burai.....
"Hemmm, sudah siuman, kau?" Mengejek Kim Eng Hweshio
Tanpa bilang apa apa. Pai Chui Ong berusaha merangkak bangun. Kemudian terseok-seok dia pergi keluar untuk meninggalkan rumah penginapan itu. Harapannya habis. Menghadapi keempat orang itu saja dia tidak sanggup. Dia rubuh hanya ditangan Kim Eng Hweshio. Belum lagi kalau si Niekouw, Tosu dan si Hancu, ketiga teman si Hweshio turun tangan berarti dia akan mati konyol. Dan bagaimana mungkin dia bisa bermimpi untuk memperoleh mustika dari tangan si Rase Terbang. Kandas harapannya, dia pun bermaksud meninggalkan tempat itu, karena dia sudah terluka di dalam tubuh yang hebat sekali akibat gempuran kepalan tangan Kim Eng Hweshio......Pai Chui Ong jadi hilang selera untuk sekedar menyaksikan keramaian dihari esok, Karena dia sudah tidak memiliki keinginan lagi untuk menyaksikan apa pun, sebab dia hanya memikirkan bagaimana menyembuhkan luka didalam tubuhnya, sampai untuk menanyakan gelaran si pendeta, agar kelak dia bisa mencarinya untuk balas dendam, dia tidak berani melakukannya. Sebab, kalau dia rewel, tentu dia akan disiksa dan dihajar Kim Eng Hweshio.
Itulah sebabnya, mengapa justeru Pai Chui Ong merangkak keluar meninggalkan rumah penginapan itu tanpa mengucapkan sepatah kata-pun juga. Dia pergi dengan harapannya yang kandas.
Hweshio itu bersama tiga orang temannya tertawa-tawa, mereka tidak merintangi. Kim Eng Hweshio puas dapat melukai hebat Pai Chui Ong, sedikitnya bisa menghibur hatinya yang tadi bergusar hebat pada Yu Kwan Long.
"Pelayan, kemari kau!" Panggil Kim Eng Hweshio akhirnya.
Pelayan itu tidak berayal menghampiri dengan sikap menghormat dan takut-takut dia menanyakan apakah si Hweshio ingin tambah arak dan makanan;
"Apakah orang itu menginap disini?" Tanya Kim Eng Hweshio, menunjuk kepada Pai Chui Ong yang tengah pergi menghilang di kegelapan malam diluar rumah penginapan.
Pelayan itu mengangguk. "Benar Taisu....!"
"Jadi kamarnya sekarang kosong, karena dia telah pergi, bukan!"
Pelayan itu mengangguk lagi.
"Benar tidak?!" Bentak Kim Eng Hweshio karena dia tidak mendengar jawaban pelayan itu,
"Be.....benar Taisu.....!"
"Bagus! Sekarang bersihkan kamar itu. Kami yang ingin memakai kamarnya."
"Baik.....baik Taisu......!"
Si Nikouw berempat tertawa bergelak-gelak melihat si pelayan lari tersipu-sipu akan membersihkan kamar yang tadi di pakai Pai Chui Ong.....
o o o^dewi^kz-aaa^o o o MALAM semakin larut. Angin berhembus cukup dingin menggigilkan tubuh. Tapi, malam itu di kota Liong ham-kwan justeru tidak pernah tenang, karena memang peristiwa telah terjadi. Seperti pada waktu itu, walaupun malam telah demikian larut, namun di jalan raya yang sepi, tampak berjalan perlahan-lahan seorang Hweshio yang sudah lanjut usia. Kurus dan jenggotnya yang sudah memutih terjuntai turun sampai ke dadanya.
Di samping pendeta tua itu, berjalan seorang anak lelaki berusia sembilan tahun. Wajahnya cakap, pakaiannya kotor, tapi itulah pakaian yang cukup baik.
Siapakah mereka? Tentu para pembaca sudah dapat menduganya. Benar. Mereka tidak lain dari Li Put Hweshio dengan si Mesum. mereka baru saja tiba di kota Liong-ham kwan tersebut, Justeru si Hweshio selalu memberitahukan pada si Mesum bahwa ia memiliki urusan penting di kota ini.
Melihat keadaan kota yang telah sepi, hanya tampak di rumah makan maupun di rumah penginapan yang tetap ramai, si Mesum tampak heran.
"Suhu.....tampaknya di kota ini terdapat banyak sekali orang-orang Kangouw?!" Tanya Si Mesum sambil menoleh mengawasi gurunya.
Li Put Hweshio mengangguk.
"Ya.....memang selama beberapa hari belakangan ini kota Liong-ham-kwan selalu akan ramai dikunjungi orang orang rimba pesilatan......1"
"Kenapa begitu, Suhu?"
"Karena mereka mengharapkan sesuatu!"
"Mengharapkan sesuatu?"
"Ya.. justeru mereka mengincar sesuatu!"
"Apakah yang sesuatu itu, Suhu?"
"Sebuah mustika!"
"Mustika? Mustika apa itu Suhu?!"
"Sebatang pedang mustika....!" Menjelaskan Li Put Hweshio.
"Apakah kedatangan kita kemari pun memiliki hubungan dengan mustika itu Suhu?!"
Si guru mengangguk. "Benar, Mesum......!" Menyahui Li Put Hweshio. "Justeru Lolap pun ingin merampas pedang itu....!"
"Merampas? Apakah pedang itu jadi rebutan?"
"Ya....siapa yang memiliki kepandaian tinggi, dialah yang berhak memiliki mustika itu!"
"Sekarang mustika itu berada dimana?"
"Di tangan seseorang....!"
"Liehaykah dia, Suhu?"
"Kepandaiannya sangat tinggi, itu menurut kabar yang kudengar selama ini. Lolap belum lagi membuktikannya. Jika memang nanti bertemu, mungkin kami akan mengadu kepandaian. Dan di waktu itulah Lolap baru bisa mengatakan, apakah kepandaian orang itu tinggi atau memang hanya memiliki nama kosong belaka....!"
Si Mesum mengerutkan alisnya.
"Siapakah sebenarnya orang itu, Suhu?"
"Si Rase Terbang.....!"
"Rase Terbang? Aneh sekali gelarannya?"
"Ya....dia baru-baru ini telah menguasai dan menjagoi lima propinsi! Dan itu memang sesuatu yang mengagumkan karena dengan bisa menjagoi lima propinsi berarti orang itu tidak boleh di remehkan, sedikitnya dia memiliki kepandaian yang boleh diandalkannya. Karenanya kalau memang nanti sudah bertemu, Lolap akan turun tangan tidak tanggung-tanggung...walau bagaimana mustika itu harus jatuh di tangan Lolap...!" Setelah berkata begitu, si pendeta tampak tersenyum, rupanya dia demikian yakin pasti berhasil merampas pedang mustika itu.
"Si Rase Terbang tinggal dimana Suhu?"
"Menurut kabar yang Lolap dengar dia akan datang juga di kota ini...Entah dia sudah datang atau memang belum, tapi besok dia akan berunding dengan para tokoh rimba persilatan yang sengaja diundangnya, tentu dia malam ini sudah sampai di kota ini!" ,
"Apakah Suhu akan bertindak malam ini??"
"Ya.... kalau memang kita berhasil mencari tempat kediamannya, maka malam ini juga Lolap harus bertindak!"
Mereka melangkah lagi, sambil bercakeap-cakap terus. Hari semakin larut malam, Hawa udara juga dingin sekali. Si Mesum menggigil,
"Dingin?" Tanya Li Put Hweshio melihat muridnya menggigil seperti itu.
"Sedikit, Suhu."
"Tahan dulu....kita harus menyelidikinya malam ini juga dimana tempat berdiam si Rase Terbang. Kalau besok tokoh-tokoh rimba persilatan sudah berkumpul, tentu lebih sulit buat merampas mustika itu.....!"
"Ya Suhu....!" "Bisa untuk bertahan, bukan?"
"Bisa Suhu, hanya dingin sedikit."
"Bagus. Kau memang murid yang baik. Kaulah harapanku satu-satunya yang bisa mengangkat nama besarku!"
Si Mesum diam saja. Dia melihat gurunya sudah memiliki mustika, yaitu kuda kudaan Kumala Hijau, yang merupakan mustika sangat berharga, karena mengandung rahasia tempat penyimpanan catatan It Yang Cie, ilmu yang luar biasa. Tapi gurunya tampaknya belum puas dengan apa yang telah dimilikinya, dia masih juga hendak memampas sebatang pedang mustika....
Rupanya Li Put Hweshio bisa membaca jalan pikiran muridnya, dia memperdengarkan tertawa perlahan dalam kesunyian malam memecahkan keheningan diantara mereka.
"Mesum, tentu kau menyangka Lolap seorang yang rakus dan tidak kenal puas. Perlu kau ketahui, pedang mustika itu akan besar manfaatnya kalau disatu padukan dengan ilmu It Yang Cie, berarti Lolap benar-benar bisa menjadi jago tanpa tanding lagi, jika bisa memiliki kedua macam mustika itu....!"
Waktu itu mereka tiba didepan rumah penginapan Yang-lu-louw. Li Put Hweshio mengajak muridnya berhenti sejenak. Dia melihat inilah rumah penginapan terbesar di kota itu. Juga di dalam rumah penginapan masih berkumpul banyak orang Kangouw yang teiah mengobrol.
"Mungkin si Rase Terbang menginap di rumah penginapan ini. Tampaknya rumah penginapan ini yang terbesar, tidak mungkin si Rase Terbang menginap di rumab penginapan yang kecil dan buruk! Mesum, mari kita melihat ke dalam!"
Si Mesum mengiyakan. Mereka masuk kedalam rumah penginapan. Beberapa orang pelayan tampak sudah tidur nyenyak di sudut-sudut ruangan, karena mereka letih sekali sepanjang hari melayani tamu-tamu.
Tamu-tamu yang masih berada di ruang itu menoleh dan mengawasi si pendeta dengan tatapan sekilas saja, kemudian mereka asyik dengan obrolan mereka.
Seorang pelayan yang belum tidur, yang tampaknya mengantuk sekali, memapak tamu yang muncul di larut malam ini.
"Taisu....kalian mau minum arak?!" Tanya si pelayan, sikapnya tetap hormat.
Li Put Hweshio menggeleng.
"Tidak.....sediakan saja air teh harum....!"
Pesan si pendeta. Dia memilih tempat, mengajak si Mesum duduk menantikan pesanan mereka
Tidak lama kemudian si pelayan datang;
Dia meletakkan dua poci teh
"Tunggu dulu!" Cegah Li Put Hweshio waktu melihat si pelayan hendak berlalu.
"Apakah Taisu ingin makanannya?!" Tanya si pelayan sambil menahan langkah kakinya
"Bukan. Kemari kau!" Panggil si pendeta. Dia merogoh sakunya, mengeluarkan lempengan uang, yang mungkin seberat sepuluh tail. Diletakkannya uang itu dipermukaan meja.
"Kau mau uang itu?!" Tanya Li Put Hwe sbio sambil menunjuk uang yang diletakkannya di permukaan meja tersebut.
Pelayan itu yang semula mengantuk dan matanya sipit sekali, ketika melihat uang itu, jadi membeliakkan matanya. Dia seperti disiram segayung air jadi segar bukan main.
"Taisu...mungkin Taisu bergurau!" Kata pelayan itu ragu-ragu.
Li Put Hweshio tersenyum. "Kau belum menjawab pertanyaan Lolap!" Kata Li Put Hweshio. "Apakah kau mau uang itu?!"
Pelayan itu menganggak. "Tentu saja mau Taisu."
"Uang itu akan menjadi milikmu, kalau kau mau memberikan keterangan kepadaku"
"Keterangan apa, Taisu?"
"Tentang seseorang."
"Siapa yang Taisu cari?!" Tanya si pelayan tidak sabar dan matanya berulangkali melirik uang logam itu.
Si Pendeta tersenyum. "Orang itu bergelar si Rase Terbang. Apakah di rumah penginapan ini ada orang yang kumaksudkan itu?"
Pelayan itu terbeliak matanya semakin lebar. Dia mengawasi si pendeta.
"Hari ini banyak sekali orang yang menanyakan tentang si Rase Terbang itu!" Kata si pelayan setelah melirik kiri dan kanan, untuk mengetahui apakah ada orang yang tengah mendengarkan pembicaraan mereka.
"Hemmmm, itu bukan soal yang kutanyakan. Tapi yang ingin kudengar jawabanmu ialah ada atau tidak si Rase Terbang di rumah penginapan ini?!"
Pelayan itu mengangguk. "Ada...."
"Di mana?'" "Tunggu dulu, Taisu,..si Rase Terbang galak sekali Tadi saja sembilan orang tak berhasil merubuhkanoya, malah sembilan orang itu yang sudah babak belur dihajarnya. Dia galak sekali. Kami saja tidak boleh salah bicara, sekali salah bicara, maka kami akan dihajarnya.....!"
"Di kamar mana?" Desak si pendeta tidak sabar.
Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ingat Taisu, kalau memang tidak terlalu penting, lebih baik tidak usah menemui si Rase Terbang."
Si pendeta tersenyum melihat pelayan itu menguatirkan keselamatannya. Memang sebagai pendeta tua di mata si pelayan, apa yang bisa dilakukan Li Put Hweshio
"Kau mau tidak uang itu?!" Tegurnya.
Pelayan itu mengangguk segera.
"Tentu saja mau, Taisu.....!"
"Kalau memang kau menginginkan uang itu, ayo cepat sebutkan si Rase Terbang menempati kamar yang mana!"
"Dia...dia di kamar utama sebelah Timur."
"Baik, ambillah uang itu!" Kata si pendeta.
Pelayan itu tidak buang waktu lagi segera meraih, mengambil uang tersebut dan mengucapkan terima kasih, karena dia ketubruk rejeki.
Li Put Hweshio mengawasi beberapa saat si Mesum, tampaknya ada sesuatu yang hendak dikatakannya.
Si Mesum juga mengawasi gurunya. Sampai akhirnya karena tidak sabar gurunya masih berdiam diri, akhirnya si Mesum telah bertanya : "Apakah Suhu akan bertindak sekarang?"
Si pendeta mengangguk. "Mesum, karena kau belum memiliki kepandaian apa-apa lebih baik kau berdiam di sini dulu....agar aku bisa bekerja lebih baik. Nanti setelah urusanku dengan si Rase Terbang beres, waktu itu aku akan menjemputmu kesini"
Si Mesum mengangguk. "Baik Suhu....memang lebih baik Tecu menunggu di sini saja!" Kata si Mesum..
"Ya, tapi ingat, kau tidak boleh pergi ke mana-mana".
"Ya Suhu...Suhu tidak usah kuatir."
Si pendeta bangkit perlahan-lahan dari duduknya. Dia kemudian menaiki undakan anak tangga. Dia pergi keruang di lantai dua. Di sanalah letak kamar utama di sebalah Timur.
Waktu sampai dt kamar utama di sebelah Timur. Li Put Hweshio melihat kamar itu merupakan sebuah kamar yang teratur mewah dan bagus sekali. Tentu saja setiap tamu yang hendak bermalam dengan mengambil kamar utama seperti itu harus berani membayar tinggi harga sewanya.
Perlahan-lahan Li Put Hweshio menghampiri pintu, dia mengetuknya dua kali.
Tidak terdengar jawaban. Kembali Li Put Hweshio mengetuk daun pintu lebih keras.
Tetap sunyi. Tidak terdengar jawaban dari dalam.
Li Put Hweshio mengerutkan alisnya, dia mengetuk lebih keras, malah disusuli dengan panggilannya : "Rase Terbang. Li Put Hweshio si pendeta miskin, ingin meminta pengajaran dari kau! Keluarlah...!"
Baru saja Li Put Hweshio berkata sampai disitu, justeru dan dalam terdengar tertawa yang nyaring. Menyeramkan sekali nada suara itu.
"Kukira siapa, tidak tahunya Li Put Hweshio yang terhormat dan mulia,..!" Menyusul dengan suara itu daun pintu terbuka, tampak yang membukakan pintu itu adalah seorang laki-taki bertubuh tinggi tegap, tapi mukanya tak bisa dilihat, karena dia mengenakan topeng merah yang menutupi seluruh mukanya. Hanya biji matanya saja yang terlihat menecilak-cilak dari kedua lobang topeng itu.
"Apakah Lolap tidak mengganggu?!" Tanya Li Put Hweshio kemudian sambil tersenyum.
"Tentu saja tidak. Dengan Taisu mau datang kemari, Siauwte sangat bersyukur. Silahkan masuk."
Tanpa sungkan-sungkan, tampak Li Put Hweshio melangkah masuk kamar itu.
Sebuah kamar yang besar dan mewah...
"Duduklah Taisu!" Kata orang bertopeng itu.
"Jadi, tuan yang bergelar si Rase Terbang?!" Tanya Li Put Hweshio, waktu orang bertopeng itu akan mengambil tempat duduk di kursi lainnya.
Orang bertopeng itu mengangguk.
"Tidak salah, Taisu. Itulah gelaran Siauwte yang rendah!" Kata orang bertopeog tersebut, "Tentunya kedatangan Taisu membawa suatu persoalan untuk kita rundingkan bersama?"
Li Put Hweshio mengawasi orang bertopeng itu, kemudian dia menghela napas.
"Mengapa tuan tidak mau berterang membuka topeng itu? Bukankah bicara dengan cara demikian tidak menggembirakan?" Tanya si pendeta yang belum lagi mau mengemukan persoalannya.
Orang bertopeng itu tertawa. Suara tertawanya terdengar panjang sekali.
"Sudah lima tahun Siauwte tidak pernah membuka topeng ini selain untuk makan atau minum!" Menjelaskan si Rase Terbang. "Karena itu, maafkanlah,...karena memang ini sudah nenjadi kebiasaan Siauwte, tidak dapat Siauwte membuka topeng ini buat menghormati Taisu yang mulia...harap Taisu bisa memaklumi,...!"
Li Put Hweshio mengangguk.
"Ya, ya, jika memang itu menjadi kebiasaanmu maka Lolap pun tidak bisa bilang apa-apa. Hanya saja Lolap jadi ragu akan kebesaran namamu. Jika memang sekarang untik bertemu orang saja tuan harus mengenakan topeng seperti itu!"
"Kenapa Taisu?!"
"Bukankah jika tuan memiliki kepandaian yang tinggi, tidak akan gentar menemui siapa-pun juga?"
Si Rase Terbang tidak marah. Bahkan dia tertawa terbahak-bahak. Dia bilang : "Ya, ya, memang apa yang diutarakan Taisu tidak ada alahnya. Tapi sungguh, Siauwte belum pernah menemui orang tanpa topeng ini...!"
Li Put Hweshio mendehem, kemudian dia bilang lagi : "Menurut peraturan, sebagai tamu Lolap harus menghormati tuan rumah dan tidak bisa terlalu memaksa perlayanan yang Lolap kehendaki! Tapi seharusnya sebagai tuan rumah tuan pun bisa menghormati tamu!"
"Tentu!! Tentu Taisu! Sekararg pun Siauwte berusaha melayani Taisu sebaik mungkin!! Mana berani Siauwte main gila terhadap Li Put Hweshio yang terkenal itu....!"
"Hehehehe!" Li Put Hweshio tertawa. "Apakah pujian itu dari dasar hati atau memang anda hanya ingin mengejek Lolap saja?"
"Sungguh Taisu. Siauwte sering mendengar sepak terjang Taisu jang sangat mengagumkan."
"Sungguh??" Tertawa orang bertopeng itu.
"Siauwte tidak pernah bicara main-main Taisu!"
"Bagus!! Memang cara seperti itulah yang diinginkan Lolap!! Lolap harap tuan pun tidak bicara main-main dengan Lolap, maksud kedatangan Lolap kemari justeru hendak menanyakan sesuatu kepada tuan....!!"
"Apakah itu Taisu?".
"Tentang sebuah mustika....!"
"Sebuah mustika? Mustika apa Taisu?"
"Sebilah pedang mustika!"
"Oooo, sebilah pedang, mustika?! Sungguh aneh sekali persoalan ini. Mengapa Taisu tidak menghubungi akhli pedang saja untuk menanyakan hal itu, karena sayang sekali Siauwte walaupun mengerti ilmu silat, tapi dangkal sekali pengetahuan Siauwte tentang pedang mustika...!"
"Justeru pedang mustika itu berada di tangan tuan!" Kata si pendeta sambil tersenyum. "Di tangan Siecu beradanya pedang mustika itu, maka kepada siapa Lolap harus meminta keterangan tentang hal itu?"
Orang bertopeng itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hebat rupanya keadaan di luar, di dalam kalangan Kangouw, sampai begitu cepat tersiar bahwa sku memiliki pedang mustika. Baiklah, tidak baik jika memang Siauwte menyangkal kenyataan. Memang sebenar-benarnya pada Siauwte terdapat sebilah pedang mustika. Apakah Taisu tertarik dengan pedang mustika itu?"
Si pendeta jadi heran. "Aneh sekali!! Dia merupakan jago lima propinsi, yang memiliki nama menggetarkan rimba persilan. Dialah si Rase Terbang yang sabarnya bengis, kejam dan telengas. Tapi sekarang sikapnya mengapa demikian luwes?!" Pikir si pendeta yang jadi heran.
Melihat Li Put Hweshio berdiam diri seperti tengah berpikir, Si Rase Terbang memperdengarkan tertawanya.
"Bagaimana Taisu, apakah Taisu bermaksud melihat pedang mustika itu?!" Tanya si Rase Terbang.
Li Put Hweshio mengangguk cepat.
"Benar....!" Jawabnya. "Memang Lolap ingin melihat pedang mustika itu....! Apakah Siecu bisa mengeluarkan pedang mustika itu dan memperlihatkan kepada Lolap?!"
"Bisa! Bisa!" Jawab Si Rase Terbang.
Tentu saja membuat Li Put Hweshio tambah heran saja.
"Tampaknya dia gentar dan jeri berurusan denganku!" Pikir si pendeta, "Mungkin dia sudah gentar begitu mengetahui bahwa Lolap adalah Li Put Hweshio dan ingin baik-baik menyerahkan pedang itu tanpa rewel kepada Lolap. Bagus!! Inilah memang lebih baik lagi, tanpa bersusah payah Lolap akan bisa meminta pedang itu!"
"Mana pedang mustika itu?!" Tanya Li Put Hweshio ketika melihat si Rase Terbang berdiam diri saja.
"Oooooooo, jadi Taisu ingin melihat pedang mustika itu sekarang juga?"
"Benar." "Sayang Taisu.....!"
o o o^dewi^kz-aaa^o o o Jilid 7 "APANYA yang sayang?!" Tegur Li Put Hweshio, yang tadi menduga permintaannya akan dipenuhi si Rase terbang, kini ia jadi naik darah, karena ia tahu dengan berkata begitu si Rase Terbang jelas hendak membatalkan maksudnya memperlihatkan pedang mustika itu padanya. "Apakah Siecu tidak mau mengeluarkan pedang mustika itu buat diperlihatkan kepada Lolap?!"
"Tentang memperlihatkan pedang itu, tentu saja Siauwte tidak keberatan! Seperti tadi Siauwte telah bilang, bahwa Siauwte pasti akan memberikan kesempatan pada Taisu untuk melihat pedang mustika tersebut. Akan tetapi, tentu saja melihatnya bukan sekarang."
"Bukan sekarang...lalu kapan?!" Tanya Li Put Hweshio tidak sabar.
"Sekarang bukan waktunya yang tepat!" Kata si Rase Terbang. "Dengarlah Taisu, Siauwte telah memberanikan diri mengundang, beberapa tokoh persilatan, agar mereka datang kemari, untuk ikut melihat pedang mustika itu, agar mereka bisa merundingkan pedang mustika itu dengan Siauwte. Waktunya telah Sauwte janjikan besok sore.... karena itu, kalau memang Taisu pun ingin ikut menyaksikan pedang mustika itu dan ikut merundingkannya, silahkan besok sore Taisu datang di..."
Baru saja si Rase Terbang berkata sampai di situ, Li Put Hweshio sudah tidak bisa menahan diri.
"Tidak! Aku ingin melihatnya sekarang!" Teriak si pendeta.
"Taisu..." "Lolap tidak mau tahu alasan apa yang ingin kau keluarkan! Tapi Lolap tetap hendak melihatnya sekarang ini!"
"Pedang itu tidak ada disini, Taisu!"
"Dusta!" Si Rase Terbang tertawa. "Apakah untuk urusan itu Siauwte pantas tidak berdusta terhadap seorang tokoh terhormat seperti Taisu?!" Berkata si Rase Terbang sambil tertawa tawar. Memang kata-katanya merendah, namun di dalam kata-katanya itu terkandung nada menyindir.
Muka Li Put Hweshio jadi berobah merah padam, dia terkena sindiran itu, membuatnya jadi gusar. Dengan berkata begitu si Rase Terbang seakan juga mengatakan, terhadap Li Put Hweshio dia tidak memandang sebelah mata dan ia tidak perlu berdusta.
"Bagus! Kalau memang demikian berarti kau ingin mencari urusan denganku, Li Put Hweshio yang tidak pernah dihina orang! Nab, katakan, dengan cara bagaimana Lolap, Li put Hweshio bisa melihat pedang itu?"
"Mudah saja Taisu, besok sore datanglah bersama-sama para tokoh persilatan lainnya di....!"
"Aku tidak mau! Sudah Lolap katakan, Lolap hendak melihatnya di sini! Sekarang sebutkan syaratnya agar Lolap bisa melihatnya sekarang pedang mustika itu. di sini!"
"Tidak ada syaratnya, Taisu...!" Jawab si Rase Terbang, tenang sekali.
"Tidak ada syaratnya?!"
"Benar, Taisu!"
Kembali si pendeta jadi heran. Dia mengendalikan ketenangan hatinya. Mukanya jadi lunak lagi.
"Kalau demikian, keluarkanlah pedang mustika itu agar Lolap bisa melihatnya!"
Si Rase Terbang menggeleng perlahan.
"Menyesal sekali pedang mustika itu memang tidak berada di sini, Taisu!"
"Apakah perlu Lolap memaksa baru kau mau mengeluarkan pedang mustika itu?!" Bentak si pendeta.
"Taisu...tidak perlu menempuh jalan kekerasan! Dengan cara seperti itu malah akan membuat Taisu nanti gagal melihat dan ikut merundingkan pedang mustika itu!"
"Lolap tidak mau ikut merundingkan. Lolap cuma mau melihat pedang mustika itu! Cepat keluarkan!"
Si Rase Terbang terdiam. "Hei, apakah tiba-tiba sekali kau menjadi tuli?!" Bentak Li Put Hweshio tidak sabar.
Si Rase Terbang tetap terdiam diri. Tidak seperti tadi sikapnya ramah. Hanya bola matanya saja yang mengawasi si pendeta dengan sorot yang tajam.
"Rase Terbang...kuberi waktu kau buat mengambil pedang itu. Atau kau harus merasakan tangan Lolap dulu?!"
"Baiklah!" Tiba-tiba si Rase Terbang berdiri. "Taisu terhitung sebagai tocoh tua dalam rimba persilatan! Tapi melihat cara Taisu, terpancar sikap yang agung seorang tokoh, malah terpancar kerakussn jiwa Taisu....!"
"Apa kau bilang?!" Teriak Li Put Hweshio yang juga sudah melompat berdiri.
Si Rase Terbang tenang sekali.
"Justeru Taisu memperlihatkan sikap dan jiwa Taisu yang tamak serta serakah, yang rakus sekali untuk memiliki mustika itu.... Nah, sekarang Taisu katakan, apa yang diinginkan Taisu?!" Sambil berkata begitu, si Rase Terbang memperlihatkan sikap seenaknya, tidak terlihat sedikitpun dia bersiap-siap untuk menyambuti serangan. Namun si pendeta sendiri segera mengetahui bahwa si Rase Terbang justeru telah mengerahkan dan mengempos semangatnya, bersiap-siap untuk menghadapi serangannya.
"Hemmm, kalau demikian kau ingin agar Lolap mempergunakan kekerasan...!" Kata si pendeta. "Lolap telah datang kemari untuk bicara dengan blik-baik, tapi kau ini...."
"Justeru kedatangan Taisu tidak diharapkan benar olehku!" Jawab si Rase Terbang, ketus. Dan dia malah sudah memperdengarkan suara tertawa dingin. "Jika memang Taisu tidak memiliki kata-kata lainnya yang hendak Taisu sampaikan kepadaku, silahkan keluar meninggalkan kamar ini! Siauwte sangat sibuk sekali, besok harus menghimpun para orang gagah, dan karena itu Siauwte hendak istirahat yang cukup......!"
"Binatang. kau berani mengusir aku, heh?" Sambil membentak seperti itu tangan si pendeta telah menyambar cepat sekali, disertai Iwekangnya yang hebat. Dia pun ingin sekali jambak bisa merobek kulit dada si Rase Terbang, pada kelima jari tangannya sujah dialiri oleh kekuatan Sinkang yang dahsyat.
Namun si Rase Terbang sama sekali tidak menghindar, dia tetap berdiri di tempatnya.
Li Put Hweshio jadi girang. Semula dia heran melihat keberanian lawannya yang tidak mengelakkan diri dari sambaran jambakan jari tangannya. Tapi kemudian perasaan herannya berganti jadi girang karena Li Put Hweshio segera berpikir: "Hemmm, walaupun kau meyakinkan ilmu kebal, jangan harap kau bisa memunahkan jambakan Lolap...!"
Malah sekarang si pendeta telah mengempos semangatnya, memusatkan tenaganya yang lebih besar, agar menjambak lebih kuat.
Dada si Rase Terbang di jambaknya tepat sekali. Jari-jari tangan itu hendak mencengkeram rebek dada si Rase Terbang,
Mendadak sekali Li Put Hweshio jadi kaget tidak terkira, hatinya tercekat pada kesudahannya. Karena ketika jari jari tangannya hendak meremas, dia merasakan dada si Rase Terbang sekeras baja. Jari-jari tangan si Hweehio sendiri yang sakit karena membentur dada si Rase Terbang.
Saking kagetnya si pendeta melompat tiga langkah kebelakang, matanya terpentang lebar-lebar mendelik ke arah si Rase Terbang.
Tenang luar biasa si Rase Terbang berkata: "Ayo, kalau Taisu sudah tidak mempunyai urusan lagi, akan Siauwie antarkan..!" Sambil berkata begitu, si Rase Terbang tersenyum dan menjurah memberi hormat.
Li Put Hweshio merasakan dadanya seakan hendak meletus karena kemarahannya ia menduga tentunya si Rase Terbang tadi mempergunakan semacam Sinkang yang dilatih khusus untuk menerima serangan di bagian dadanya. Lagi pula, Li Put Hweshio tadi hanya mempergunakan empat bagian dari Sinkangnya. Benar dia mengempos seluruh semangatnya, tetapi sebagai seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki pengalaman sangat luas, tentu saja ia tidak memakai semua Sinkangnya, dia hanya mempergunakan empat bagian. Hal ini untuk berjaga-jaga, kalau sampai lawannya balas menyerang, dia masih bisa menghadapinya dengan baik.
"Hemmm, tunggu hasil seranganku kali ini!" Pikir Li Put Hwsshio penasaran bakan main. Berbareng dengan pikirannya bekerja seperti itu, tubuhnya sudah melesat secepat bayangan ke dekat si Rase Terbang. Malah tangannya sudah bekerja. Dia ingin menyerang lagi kepada si Rase Terbang. Kali ini malah dia mempergunakan ilmu yang hebat sekali, yaitu "Meremas Menghancurkan Menjadi Bubuk". Itulah ilmu cengkeraman yang sangat ampuh, yang sebetulnya kalau bukan dalam keadaan terpaksa, si pendeta tidak akan mempergunakannya.
St Rase terbang tetap tenang. Namun, sama seperti tadi, dia tidak berusaha mengelak. Dia cuma mengibas dengan tangan kanannya menangkis cengkeraman Li Put Hweshio. Benturan tangan terjadi, karena tangan si Rase Terbang bergerak begitu cepat, membuat si pendeta tidak keburu membatalkan serangannya.
Bsgitu tangan mereka saling bentur, sekali lagi Li Put Hweshio terkejut. Mukanya pun jadi pucat, dia terhuyung dua langkah. Tubuhnya itu menggigil, dia merasa dadanya sesak sekali, seperti ada sebungkah batu yang menindihnya, dan dia pun seakan ingin muntah.....Seketika ia menyadari, bahwa dia terluka di dalam yang parah!
Diam-diam, Li Put Hweshio jadi kaget bercampur kagum, karena sekarang dia sudah membuktikan, betapa kekuatan Iwekang si Rase Terbang memang sangat hebat sekali! Bukankah dengan hanya mengibas dia bisa memunahkan tenaga cengkeraman Li Put Hweshio, membuat pendeta itu jadi terhuyung mundur. Sedangkan si Rase Terbang masih tetap berdiri tenang di tempatnya, tanpa bergeming.
"Silahkan Taisu, maaf Siauwte tidak bisa menemani lebih lama!" Kata Si Rase Terbang sambil menjura lagi kepada Li Put Hweshio, mempersilahkan si pendeta angkat kaki dari kamar itu.
Ciut hati Li Put Hweshio. Luar biasa sekali si Rase Terbang. Dia masih dalam keadaan sehat-sehat saja, sedangkan Li Put Hweshio sudah terluka di dalam yang parah. Keringat dingin mengucur deras dari kening si pendeta. Tanpa berkata apa-apa lagi Li Put Hweshio meninggalkan kamar itu. Si pendeta manyadari, kalau sampai si Rase Terbang mempergunakan kesempatan tersebut menyerangnya, niscaya dia tidak akan sanggup mengatasi dan menghadapinya. Bukankah Iweekang si Rase Terbang sudah dirasakannya tadi dalam satu gebrakan? Dengan hati diliputi tanda-tanya, entah siapa adanya si Rase Terbang yang menutupi mukanya dengan topeng, Li Put Hweshio meninggalkan kamar si Rase Terbang tanpa memikirkan lagi perasaan malu atau harga diri.
Si Rase Terbang mendengus tertawa dingin. Dia menghampiri pintu dan menutupnya. Menguncinya juga. Selesai mengunci pintu kamar, "Uaahhh!" mendadak sekali dia memuntahkan darah segar. Malah, si Rase Terbang cepat-cepat ke pembaringan, dia duduk bersila dan mengatur jalan pernapasannya.
Rupanya, si Rase Terbang pun mengalami akibat hebat dari benturan tangannya dengan tangan Li Put Hweshio. Di luar ia tampak sehat-sehat saja. tidak terluka dan masih bisa tersenyum wajar. Namun, sebetulnya si Rase Terbang pun sudah terluka di dalam. Cuma saja, dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya, dia sengaja memperlihatkan sikap yang wajar, menahan muntahnya, sekedar untuk mengusir Li Put Hweshio. Kenyataannya memang Li Put Hweshio, seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki nama sangat terkenal, kena digertak juga. Dengan adanya kejadian tersebut, si Rase Terbang menyadari, lwekang-nya seimbang dengan Li Put Hweshio. Jika bertanding terus, mereka akan tercelaka bersama. Kalau Li Put Hweshio tadi sampai terhuyung dua langkah, itulah disebabkan si Rase Terbang memang memiliki semacam ilmu Iwekang andalannya yang agak luar biasa...
o o o^dewi^kz-aaa^o o o LI PUT HWESHIO menahan perasaan mualnya, seakan ingin muntah. Bau amis terasa sudah menyekat lehernya. Ia melangkah turun ke ruang bawah rumah penginapan tersebut, Maksudnya ingin mengajak si Mesum meninggalkan rumah penginapan ini, guna mencari tempat beristirahat. Yang terpenting bagi Li Put Hweshio adalah mencari tempat untuk bersemedi, guna mengatur jalan pernapasannya dan menyembuhkan luka di dalamnya. Tentu saja yang di butuhkannya adalah tempat yang tenang.
Waktu sampai di ruang bawah, Li Put Hweshio tidak melihat si Mesum. Entah si Mesum pergi kemana.
Cepat-cepat Li Put Hweshio memanggil pelayan. Ia menanyakan tentang si Mesum.
Namun pelayan itu menggeleng.
"Aku.... aku tidak melihatnya!" Kata si pelayan dengan suara terheran heran juga. "Apakah tadi anak itu tidak ikut dengan Taisu?!"
Li Put Hweshio menggeleng, karena ia merasakan ingin muntah. Mungkin darah sudah berkumpul di tenggorokannya. Dia meninggalkan si pelayan yang mengawasinya heran, karena wajah si pendeta agak luar biasa.
Waktu melangkah sampai di pintu rumah makan merangkap rumah penginapan itu, Li Put Hweshio sudah tidak bisa menahan lagi darah yang berkumpul di tenggorokannya. Segera memuntahkan darah yang sudah mengental. Dua kali. Cepat-cepat Li Put Hweshio meninggalkan tempat itu.
Li Put Hweshio sebetulnya ingin mencari si Mesum, tapi keadaan tidak memungkinkan, sebab ia harus cepat cepat untuk beristirahat dan beiusaha mengobati lukanya. Terlambat lebih lama, akibatnya akan menjadi hebat sekali untuknya. Karena itu, setelah menoleh kiri dan kanan dan belum juga melihat si Mesum, si pendeta segera meninggalkan rumah penginapan itu, dia bermaksud akan mencari sebuah rumah biara untuk numpang beristirahat.
Waktu tengah mencari tempat peristirahatannya itu, si pendeta benar-benar tidak mengerti, mengapa si Rase Terbang begitu tangguh. Pagi pula, siapakah sebenarnya si Rase Terbang? Merasakan hebatnya lweekang si Rase Terbang, memang rupanya tidak berada di sebelah bawah si pendeta. Tapi mangapa dia selalu menutupi mukanya dengan topeng? Siapakah sebenarnya dia?
Benar-benar Li Put Hweshio tidak mengerti. Dan dia kalau tidak terluka di dalam, tentu akan berusaha terus mendesak si Rase Terbang untuk mengeluarkan pedang mustika itu. Dia tentu sedikit akan bertempur dengan si Rase Terbang sampai 100 jurus.
Namun di sebabkan luka di dalam tubuhnya, membuat si pendeta menyadari, kalau dia memaksakan diri, niscaya ia akan menderita yang tambah parah. Sebagai seorang yang bisa melihat selatan, tidak mau dia memaksaan diri. itulah sebabnya dia pikir untuk mencari tempat sunyi dan tenang, guna menyembuhkan luka di dalam tubuhnya. Kalau memang kesehatannya sudah pulih, barulah akan dicari lagi si Rase Terbang.
Li Put Hweshio juga berpikir, entah kemana perginya si Mesum mengapa dia tidak berada di rumah penginapan itu? Bukankah waktu ditinggalnya, si Mesum masih berada di ruang makan?
Tapi Li Put Hweshio tidak bisa berpikir terlalu banyak tentang si Mesum, yang sudah menjadi muridnya. Yang terutama sekali adalah mencari tempat untuk menyembuhkan luka di dalam tubuhnya.
o o o^dewi^kz-aaa^o o o KEMANAKAH perginya si Mesum? Mengapa ia tidak menunggui Li Put Hweshio di ruang makan dari rumah penginapan itu?
Ternyata, waktu Li Put Hweshio naik ke tingkat dua untuk menemui si Rase Terbang, si Mesum minum teh seorang diri. Bocah ini mengawasi sekelilingnya, dia juga tengah melamun memikirkan siapakah dirinya sebenarnya? Tidak habisnya dia merasa heran, mengapa ia sampai melupakan asal usulnya, namanya dan nama orang tuanya?
Tengah dia duduk melamun seperti itu, pundaknya ditepuk seseorang.
Si Mesum menoleh. Seorang Tojin (pendeta agama To) dengan tampang yang seram tengah mengawasinya. Saking kagetnya melihat Tojin bermuka jelek dan agak menyeramkan itu, si Mesum terlompat dari duduknya. Baru saja dia berdiri, Tojin itu sudah menekan pundaknya. Kuat sekali.
"Duduk!" Bentak Tojin itu perlahan.
Tekanan dari tangan Tojin tersebut sangat kuat, membuat si Mesum tidak bisa membantah 'perintah' Tojin itu. Dia duduk di kursinya.
"Totiang...kau mau apa?" Tanya si Mesum.
"Mau apa? Mau membunuhmu kalau kau tidak mau bicara jujur menjawab pertanyaanku!" Jawab Tojin itu dengan suara yang ketus.
Mengkerut hati si Mesum. Dia segera menyadari Tojin ini tentunya bukan sebangsa pendeta baik-baik.
"Tapi...tapi aku tidak kenal dengan Totiang!" Kata si Mesum.
"Jangan rewel!" Bentak Tojin itu. " Sekarang kau harus menjawab semua pertanyaanku dengan jujur. Mengerti?"
Si Mesum ragu sejenak. "Kau dengar tidak apa yang kukatakan tadi?!" Bentak Tojin itu lagi.
Si Mesum mengangguk. "Dengar...aku mendengarnya!"
"Bagus! Kau akan menjawab semua pertanyaan Pinto dengan jujur, bukan?!"
Kembali si Mesum mengangguk. Bukan main takutnya bocah ini melihat tampang si Tojin yang begitu jelek dan galak.
"Tadi kulihat kau bersama sama Li Put Hweshio! Benarkah itu?!"
"Benar...!" "Li Put Hwesio itu apamu?!"
"Guruku." "Kau muridnya?!" Si Tojin bertanya sambil memperlihatkan wajah terheran-heran, seakan juga dia tidak mempercayai apa yang di katakan si bocah.
"Ya...Li Put Hweshio adalah guruku!"
"Benar?!" "Ya." "Kau tidak dusta?!"
Si Mesum menggeleng. Si Tojin terdiam sejenak, tampaknya dia berpikir keras.
"Sudah?!" Tanya si Mesum.
"Belum!" Jawab si Tojin. "Kau murid Li Put Hweshio, tentu kau mengetahui bahwa pada diri hweshio bau itu ada sebuah mustika bukan?"
"Sebuah mustika?!"
"Ya.... Kuda-kudaan Kumala Hijau! Kau tahu bukan?!"
Si Mesum mengangguk. "Ya.... memang Suhu memiliki kuda-kudaan Kumala Hijau!"
"Bagus! Apakah barang itu selalu dibawanya dalam sakunya?!" Tanya Tojin itu lagi.
Ragu-ragu si Mesum mengangguk.
"Jawab!" Bentak Tojin itu.
"Ya.... memang kuda-kudaan Kumala Hijau itu selalu dibawanya."
"Hemmm, bagus! Sekarang kau harus ikut denganku!" Kata Tojin itu lagi.
"Ikut dengan Totiang?" Tanya si Mesum kaget.
"Ya!" Si Mesum merasa takut, dia segera bermaksud akan bangun dari duduknya, dia ingin melompat menjauhi si Tojin. Malah kedua tangannya yang kecil digerakkan dengan jurus "Ya Ma Hun Cong atau "Kuda liar Bergulingan", tapi dia kecele, sebab tahu-tahu tenaganya lenyap. Tangan si Tojin sudah mencengkeram pergelangan tangannya, punahlah seluruh tenaganya. Dia jadi tidak bisa bergerak. Malah, dia kemudian berdiam diri saja dituntun oleh si Tojin, tanpa bisa melawan.
Tojin itu ternyata memiliki kehebatan yang luar biasa. Waktu si bocah ingin melompat, tangan kanannya menyambar, dia mencekal pergelangan tangan bocah itu. Berhasil. Dia memijit jalan darah Kie-uh-hiat di pergelangan tangan si bocah, membuat si Mesum, tidak bisa bergerak dan hanya menurut saja dituntun si Tojin keluar dari rumah penginapan itu.
"Totiang mau mengajakku ke mana?!" Tanya si Mesum melihat si Tojin menuntunnya terus tanpa berkata apa-apa. Si Bocah memang sudah merasa ngeri serta takut melihat muka si Tojin buruk sekali.
Tojin itu memiliki muka yang menyeramkan, hidungnya seperti paruh burung, mulutnya monyong dengan gigi calingnya yang sungsal dan menonjol, tanpak buruk sekali. Matanya juga belo, sangat besar. Kulit mukanya kasar bukan main, penuh bekas jerawat bantet, seperti parutan kelapa. Benar benar si pendeta agama To ini menyeramkan sekali.
Mendengar pertanyaan si Mesum, si Tojin mendelik.
"Kau jangan rewel...!" Katanya. Terus juga dia menuntun si Mesum.
Si Mesum tidak berani rewel lagi. Dia berdiam diri, namun hatinya berdegup keras.
Ternyata Tojin itu mengajaknya pergi ke sebuah kuil yang tidak begitu besar. Dia tampaknya kenal dengan pengurus kuil itu, yang memang terdiri dari pendeta-pendeta penganut agama To. Mereka memberi hormat kepada si Tojin, kemudian mengantar si Tojin ke ruang dalam.
Tojin itu cuma mengangguk tawar kepada Tojin-tojin itu, menyeret si Mesum ke sebuah kamar.
"Kalian boleh keluar......berjaga-jagalah, mungkin nanti akan datang seorang tamu yang perlu kita layani dengan baik!" Kata si Tojin sambil mengibaskan tangannya.
Tojin-tojin itu mengiyakan dan mereka meninggalkan kamar tersebut.
Tojin bermuka jelek itu melepaskan cekalannya pada tangan si Mesum.
"Kau jangan ingin berpikir ingin melarikan diri, Karena itu akan mencelakai dirimu! Mengerti?!"
Si Mesum mengangguk. Diurut-urutnya pergelangan tangannya yang tadi dicekal si Tojin, karena dirasakan sakit bukan main.
"Duduk!!" Perintah Tojin itu sambil menunjuk ke sebuah kursi tidak jauh dari pembaringan.
Patuh si Mesum duduk di kursi itu.
"Siapa namamu?!" Tanya si Tojin setelah mengawasi st Mesum beberapa saat.
"Mesum...!" "Apa?!" Teriak si Tojin.
"Namaku Mesum!" Kata si Mesum, yang kaget mendengar teriakan si Tojin.
"Kau bernama Mesum?!"
"Benar!" "Plakkk!" Tahu-tahu muka si Mesum di gampar si Tojin. Dengan muka bengis, mata mendelik, dan diliputi kemarahan luar biasa si Tojin sudah membentak: "Kau ingin mempermainkan Pinto, heh?!"
Si Mesum kesakitan, meraba, mengusap-usap mukanya yang tadi di tempeleng si Tojin.
"Mana...mana berani? Aku mana berani mempermainkan Totiang?!" Kata si Mesum tergagap.
"Sebutkan namamu yang sebenarnya!" Bentak si Tojin lagi dengan suara yang bengis.
Si Mesum jadi gugup, "Aku sudah mengatakan yang sebenarnya!" Jawab si Mesum dengan suara tergetar dan takut-takut, karena dia kuatir si Tojin menempelengnya lagi.
"Siapa namamu?!" Bentak si Tojin dengan suara menggeledek.
Ciut nyali si Mesum. Bentakan si Tojin membuat dia gemetar ketakutan.
"Namaku memang Mesum.... aku sudah memberitahukan namaku yang sebenarnya!"
"Aneh!" Si Tojin membanting-banting kakinya. "Jadi, memang namamu si Mesum??"
Si Mesum mengangguk. "Gurumu yang memberikan nama seperti itu?!"
Saking gugupnya si Mesum mengangguk.
"Be...benar!" Jawabnya sekenanya saja.
"Hemmm, yang ingin kuketahui, siapa namamu yang diberikan oleh kedua orang tuamu?"
"Aku tidak tahu!"
"Tidak tahu?!" "Sungguh....aku memang tidak tahu?!"
"Hemmm, kalau begitu kau diambil sebagai murid oleh Li Put Hweshio waktu usiamu masih terlalu kecil.... Begitu, bukan!"
Karena terlalu gugup, si Mesum sudah tidak mau membantah apa-apa, dia takut ditempeleng lagi, dia cuma mengangguk.
"Mengapa Li Put Hweshio memberikan nama seperti itu kepadamu? Nama yang benar-benar tidak karuan...!" Menggumam si Tojin bermuka jelek itu dengan suara mengandung keheranan yang sangat.
Si Mesum tidak bilang apa apa, dia diam saja mengawasi si Tojin. Dia takut bukan main.
"Totiang....!" Panggil si Mesum lewat beberapa saat, setelah melihat si Tojin berdiam diri. seakan juga Tojin itu tengah berpikir keras.
"Apa?!" Tanya Tojin itu sambil menoleh dan matanya mendelik ke arah si Mesum.
Kembali hati si Mesum ciut ketakutan. Tapi dia memaksakan diri untuk berkata lagi : "Tolonglah Totiang mengantarkan aku pulang ke rumah penginapan itu....kalau nanti guruku keluar melihat aku tidak berada disitu...Suhuku tentu akan bingung dan berkuatir mencari ke sana, kemari....!"
"Biar saja pendeta bau itu kebingungan!" Jawab si Tojin seenaknya.
"Tapi Totiang...!"
"Apa lagi?!" Bsntak Tojin itu.
Kuncup hati Si Mesum. Tidak berani dia berkata kata lebih jauh, cuma menunduk.
"Eh bocah, kau dengar! Aku sengaja ingin mengundang Li Put Hweshio kemari. Aku menghendaki dan mengharapkan sekali kedatangannya kemari! Karena itu, kau jangan kuatir kehilangan gurumu!! nanti kalau dia mengetahui bahwa kau di bawa olehku, tentu dia akan mencarinya dan akhirnya pasti tiba di kuil ini...!"
Muka si Mesum jadi agak merah.
"Benarkah itu, Totiang?!"
"Tentu saja benar!" Jawab si Tojin dengan suara yang tawar. "Apakah aku perlu mendustaimu? Justeru aku memang ingin sekali membunuh pendeta bau itu!"
"Apa?!" Kaget si Mesum, dia memandang dengan muka pucat pada si Tojin. Kuncup kembali hati si Mesum.
"Benar! Aku memang ingin membunuh pendeta bau itu!" Kata Tojin tersebut. "Hemm, kalau dia bisa kubinasakan, tentu kuda-kudaan kumala Hijau bisa menjadi milikku!!"
Mendengar perkataan si Tojin yang terakhir, barulah si Mesum mengerti. Diam diam dia jadi tambah kuatir untuk keselamatan gurunya. Jadi dia ditawan karena akan dijadikan sandera. Dengan dijadikan si Mesum sebagai tanggungan, tentu Li Put Hweshio sulit bertindak dan akan dicelakai oleh si Tojin. Entah siapa Tojin bermuka jelek dan bengis ini?
Tojin itu mendadak menoleh.
"Kau tahu, siapa Pinto?!"
Si Mesum menggeleng. "Tidak tahu!" Jawabnya.
"Tidak tahu?!" Mendadak muka si Tojin jadi bengis lagi, dia mengayunkan tangannya. "Ketepok!" Muka si Mesum telah ditamparnya keras sekali.
Si Mesum kesakitan dan menjerit. dia memegangi pipinya yang pedih bukan main. Tadi Waktu ditampar, hampir saja dia jungkir balik, karena dia di gaplok dengan kuat sekali oleh Tojin itu.
"Binatang! Terkutuk! Kurang ajar! Pinto seorang ternama dalam rimba persilatan! Siapapun akan mengetahui siapa Pinto! Tapi kau bocah, seperti juga kau ingin meremehkan dan tidak memandang sebelah mata kepada Lolap...hemmmm, kalau memang demikian, kau perlu dihajar!"
Takut sekali si Mesum. Dia memang tidak mangenal dan tidak mengetahui siapa Tojin itu. Tapi Tojin ini sungauh luar biasa, dia jadi marah karena si Mesum mengakui terus terang dia tidak mengetahui siapa adanya Tojin tersebut.
"Benar-benar kau tidak tahu siapa Pinto??" Bentak si Tojin dengan suara menggeledek.
Si Mesum tambah ketakutan, ragu-ragu dia mengangguk.
"Be......benar!" Jawabnya sambil mengawasi tangan si Tojin.
Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Benar saja tangan tojin itu bergerak akan menempeleng lagi muka si bocah.
Si Mesum coba bergerak membawakan jurus yang diajarkan Li Put Hweshio. Namun tangan si Tojin meluncur begitu cepat, sehingga tidak ampun lagi mukanya kena ditempeleng sangat kuat, tubuhnya malah terpelanting bergulingan di lantai, karena kuatnya tamparan yang dilakukan si Tojin, si Mesum merasakan tubuhnya seperti dilempar;
Tojin itu berdiri dengan maka bengis.
"Katakan sekali lagi bahwa kau tidak mengetahui siapa Pinto!" Bentak si Tojin.
Si Mesum tengah merangkak bangun. Dia mana herani mengatakannya lagi.
Bukankah kalau dia mengatakan lagi bahwa dia tidak kenal si Tojin, berarti dirinya akan menerima tempelengan yang kuat dari Tojin aneh itu?
"Mengapa diam?" Bentak si Tojin dengan suara bengis sekali.
"Totiang......?!" Suara si Mesum tergetar, dia merangkak bangun. Mukanya merah sembab dan merasakan pipinya sakit bukan main.
"Apa?!" Bentak Tojin itu.
"Justetu aku ingin mengetahui gelaran Totiang yang sangat mulia....!" Kata si bocah kemudian, hati-hati sekali. Hatinya kebat-kebit, dia kuatir begitu dia berkata, maka dia ditempeleng lagi oleh Tojin itu.
Tapi kali ini si Tojin tidak menempelengnya.
"Gelaran Pinto? Jadi benar-benar kau tidak mengetahuinya siapa Pinto?!" Bentak si pendeta agama To tersebut.
Si Mesum mengangguk. "Benar Totiang..!" Jawabnya. Hatinya tetap kebat-kebit, karena dia yakin, begitu dia menjawabnya, maka segera tangan si Tojin akan menamparnya lagi.
Tapi tetap Tojin itu tidak menempelengnya lagi, malah sekarang si Tojin tampaknya terheran-heran.
"Jadi benar benar kau tidak tahu siapa Pinto? Benarkah Li Put Hweshio tidak pernah bercerita kepadamu, bahwa di dalam rimba persilatan terdapat seorang Tojin yang memiliki kepandaian sangat hebat, dan boleh di bilang nomor satu di dalam kalangan Kangouw? Benarkah si pendeta busuk itu tidak pernah bercerita kepadamu tentang diri Pinto?"
Si Mesum menggeleng. "Sungguh Totiang...Suhu tidak pernah bercerita apa-apa!" Jawab si bocah. Hatinya agak tenang, karena si Tojin tidak menempelengnya lagi.
"Bohong!!." Kaget lagi si Mesum karena si peodeta membentaknya begitu keras. Sampai si bocah terlompat ke belakang dua tindak.
Si Tojin mendengus. "Kau bohong. Tentu kau berbohong! Li Put Hweshio pasti pernah bercerita tentang diri Pinto!!"
"Sungguh Totiang...aku tidak mengetahui siapa Totiang...!" Kata si Mesum,
"Duduk!" Bentak si Tojin sambil menunjuk ke kursi yang tadi diduduki oleh si Mesum, mata si Tojin mendelik lebar-lebar, bengis sekali.
Si Mesum duduk takut takut di kursi tersebut, hatinya kebat-kebit.
"Kau sudah diajari ilmu silat?!"
Si Mesum mengangguk. "Diajari apa saja ?!"
"Ilmu...ilmu pukulan!"
"Ilmu pukulan apa?!"
"Ilmu pukulan tangan kosong!"
"Hemmm, coba kau bawakan ilmu pukulan tangan kosong!" Perintah si Tojin.
Si Mesum tidak berani membantah perintah Tojin itu. Dia berdiri dari duduknya, membawakan jurus-jurus ilmu pukulan tangan kosong yang pernah diajarkan oleh Li Put Hweshio.
Tojin itu mengawasi dengan sepasang alis mengkerut dalam-dalam.
Setelah selesai, si Mesum mengawasi Tojin itu.
"Sudah selesai?!" Tanya Tojin itu;
"Ya." Mengangguk si Mesum.
"Hemmm, ilmu bangpak dan buruk sekali!" Menggumam Tojin itu.
Tersinggung hati si Mesum.
"Tentu saja yang menjalankan jurus-jurus itu adalah aku, Totiang...kalau memang Suhuku yang membawakannya tentu akan menjadi hebat sekali!"
"Hemmm, tidak juga! Gurumu justeru hendak kubinasakan. Walaupun dia yang membawakan jurus-jurus itu, tetap saja itu merupakan ilmu yang jelek!"
Si Mesum tidak bisa membantah lebih jauh karena dia kuatir Tojin itu mendongkol dan menamparnya lagi.
Waktu itu si Tojin sudah bertanya lagi: "Apakah kau sudah diajarkan ilmu pedang?!"
"Belum...!" Jawab si Mesum.
"Belum?!" Tojin itu jadi terheran-heran.
"Ya." "Bukankah kau sudah beberapa tahun menjadi murid pendeta busuk itu?!"
Si Mesum ragu-ragu. "Jawab yang jujur!"
Kembali si Mesum jadi bimbang. Tadi dia telah mengaku sejak kecil sudah menjadi murid Li Put Hweshio.
"Ayo jawab!" "Tapi guruku tidak mengajarkan ilmu pedang...mungkin...mungkin... "
"Mungkin apa?!" Bentak si Tojin bengis.
"Mungkin aku masih terlalu kecil."
"Hemmm, begitu?!" Tanya si Tojin dengan suara dingin. "Tentu saja bukan itu sebabnya!"
Muka si Mesum berobah jadi pucat, dia menyangka si Tojin sudah mengetahuinya dustanya.
"Ini... ini...!" Kata si Mesum gugup.
"Tentu ini disebabkan kau terlalu bodoh!!" Kata si Tojin kemudian.
Lega hati si Mesum. Rupanya Tojin itu percaya bahwa ia sudah berguru pada Li Put Hweshio sejak berusia masih kecil sekali. Dia jadi terdiam saja.
"Duduklah lagi!!" Perintah si Tojin pula.
Si Mesum menuruti perintah si Tojin.
Tojin itu menepuk tangannya.
Dari luar kamar terdengar suara bertanya: "Apakah Yi Am Cinjin memerlukan sesuatu?!"
"Ya. Panggil Siauw Kouwnio!" Perintah si Tojin.
"Baik, Yi Am Cinjin!!"
"Perintahkan segera menghadap ke mari!"
"Ya, Cinjin!" Si Tojin menoleh lagi kepada si Mesum. "Hemm, nanti kau akan Pinto pertemukan dengan seseorang!" Kata Tojin itu.
Si Mesum jadi heran. "Dengan siapa, Totiang?!"
"Lihat saja nanti!" Jawab si Tojin sambil mengdengarkan tertawa dingin.
Pintu diketuk seseorang. "Masuk!" Perintah Si Tojin.
Daun pintu terbuka. Yang masuk adalah seorang gadis kecil berusia delapan tahun. Gadis kecil itu memberi hormat kepada Tojin tersebut.
"Suhu...!" Panggil gadis itu.
Si Mesum segera dapat menerka, bahwa gadis kecil itu adalah murid si Tojin.
"Siauw Kouwnio!" Kata si Tojin dengan suara yang lebih ramah dibandingkan ketika tadi dia bicara pada si Mesum. "Ada sesuatu yang menarik!"
"Apa itu, Suhu?!"
"Kau akan main-main dengan bocah itu!" Kata Tojin tersebut sambil menunjuk kepada si Mesum.
Si Mesum sendiri heran. Melihat sikap Tojin itu, tampaknya ia sangat menghormati si gadis kecil, yang diperlakukannya dengan manis. Sikap Yi Am Cinjin, bukanlah sikap seorang guru terhadap muridnya. Tapi, justeru gadis kecil itu memanggil si Tojin dengan sebutan Suhu, yaitu guru. Dan, si gadis kecil itu, selalu disebut dengan panggilan Siauw Kouwnio atau nona kecil. Bukankah ini aneh sekali.
Gadis kecil itu, telah menoleh mengawasi si Mesum.
"Pakaiannya kotor sekali, Suhu!" Kata Siauw Kouwnio kemudian dan tampaknya dia jijik.
"Ya...memang dia sangat kotor. Tapi main-main sebentar dengannya tentu tidak apa-apa, untuk tambah pengalaman!" Kata Yi Am Cinjin kemudian diiringi tertawanya.
"Apakah dia mengerti ilmu silat?!"
"Dia murid Li Put hweshio...!" Kata Yi Am Cinjin "Karena itu, harus menghadapinya bersungguh hati. Kepandaiannya memang tidak boleh diremehkan. Kau tentu mengerti Siauw Kouwnio?"
"Ya....!" Mengangguk gadis kecil itu.
Yi Am Cinjin melotot pada si Mesum.
"Mesum kemari kau!" Panggil si Tojin.
Siauw Kouwnio jadi heran.
"Suhu... kau memanggilnya dengan sebutan Mesum?!" Tanyanya,
"Ya...!" Mengangguk si Tojin. "Memang namanya Mesum!"
"Ohhh...!" Siauw Kouwnio jadi merasa lucu dan menahan tertawanya.
Si Mesum tidak berani berayal, segera menghampiri Yi Am Cinjin.
"Dengarlah Mesum, kau akan menemani Siauw Kouwnio main-main beberapa jurus!! Tapi, kau harus sungguh-sungguh mengeluarkan ilmu silat yang pernah diajarkan Li Put Hweshio! Kau tahu, Siauw Kouwnio memiliki kepandaian yang tinggi, yang tentu bisa menghajarmu! Usia Siauw Kouwnio masih kecil, sekali! Baru delapan tahun. Nah, berapa umurmu?!"
"Sembilan tahun!" Jawab si Mesum.
"Sembilan tahun? Kau lebih tua satu tahun! Karena itu, kalau kau kalah di tangan, Siauw Kouwnio, Pinto akan tertawa terpingkel-pingkel mentertawakan kebodobanmu!"
Si Mesum diam saja. Siauw Kouwnio pun tertawa.
"Apakah memang dia sungguh-sungguh memiliki kepandaian, suhu?!" Tanyanya.
"Ya...sekarang dimulai!" Perintah Yi Am Cinjin sambil mengibaskan tangannya.
Siauw Kouwnio melompat ke dekat si Mesum.
"Kau sudah siap, Mesum?!" Tanya Siauw Kouwnio sambil tersenyum, dia pun sudah memanggil dengan sebutan Mesum kepada si Mesum,
Si Mesum mengangguk. "Ya...!" Sahutnya. Di dalam hatinya si bocah berpikir: "Dia tentunya puteri seorang hartawan kaya atau pembesar kerajaan...orangnya manis...!"
Waktu dia berpikir begitu, tahu-tahu dia merasakan dadanya sakit bukan main. dia juga terjengkang rubuh. Terdengar suara tertawa Yi Am Cinjin yang meledak mengisi kamar itu, tergetar keras.
Rupanya, Siauw Kouwnio sudah melompat dan menjotos dada si Mesum. Karena tengah bengong, si Mesum tidak mengetahui betapa tangan si gadis kecil itu, telah meluncur dan cepat sekali memukul dadanya.
Walaupun kepalan tangan Siauw Kouwnio kecil mungil, tokh tenaga pukulannya cukup kuat, malah membuat si Mesum terjengkang, menderita kesakitan.
Si Mesum merangkak bangun. Sekilas dia melihat gadis itu tengah mengawasi sambil tersenyum.
"Sialan!" Pikir si Masum. "Tadi aku justeru kuatir kalau dekat-dekat dengan kau bisa memotori bajumu! Aku juga kuatir mempersakiti kau!! Tetapi kau bersungguh-sungguh memukulku! Awas, nanti kau akan menangis kupukul...!"
Sambil berpikir begitu, tampak dia sudah melompat memeluk kedua kaki si gadis,
Siauw Kouwnio tengah tertawa, melihat si Mesum menubruk dan ingin merangkul kedua kakinya, mendadak dia melesat ke tengah udara, Tentu saja, si Mesum menubruk tempat kosong. Semula dia yakin akan behasil merangkul sepasang kaki Siauw Kouwnio, namun waktu kedua tangannya hampir memeluknya, justeru dia kehilangan Siauw Kouwnio, yang lenyap begitu saja.
Malah, belum lagi si Masum mengetahui apa apa dia merasakan punggungnya sakit sekali.
Rupanya, sambil melesat ke atas, Siauw Kouwiio sudah mengerahkan tenaga pada kedua kakinya yang berukuran kecil itu. Ketika tubuhnya meluncur turun, dia menjajak punggung si Mesum.
Karuan saja si Masum terjengkang rubuh dan terjerembab dengan muka mencium lantai. Hidungnya juga sudah mengucurkan darah segar. Tojin itu tertawa lagi.
"Ayo Siauw Kouwnio, hajar lagi!" Perintahnya di antara tertawa.
"Ya, Suhu!" Jawab Siauw Kouwaio Dia juga melompat ke dekat si Mesum. Dia menendang muka si Mesum.
Tubuh si Mesum terguling guling.
Waktu itu Siauw Kouwaio tidak berhenti sampai di situ saja berulang kali dia menendang dan memukul, si Mesum jadi kesakitan bukan main.
Setelah puas, Siauw Kouwnio melompat ke samping si Tojin.
"Sudah cukup, Suhu?!" Tanyanya.
Yi Am Cinjin mengangguk. "Ya.... sudahlah!"
Si Mesum merangkak bangun.
"Kau lihat, murid Pinto yang usianya lebih kecil dari kau, bisa merubuhkan kau dengan mudah!! Kau hanya menjadi bola saja tanpa bisa balas menyerang!! Ilmu bangpak yang diajarkan Li Put Hweshio memang tidak punya guna! Hemmm, kalau nanti Li Put Hweshio datang kemari, aku pasti bisa membinasakannya!"
Gadis kecil itu membuka matanya lebar-lebar.
"Suhu, siapakah sebenarnya Li Put Hweshio?!" Tanyanya.
"Pendeta yang memiliki kuda-kudaan Kumala Hijau, seperti yang pernah kuceritakan kepadamu!"
"Ooooo, jadi hweshio itu akan datang kemari? Oooooooo, Suhu.... tentu akan ada pertunjukan menarik!"
"Ya.... nanti kalau Kuda kudaan Kumala Hijau sudah menjadi milikku, berarti di dalam rimba persilatan akulah yang terhebat. Sebagai muridku, kau tentu akan memperoleh warisan ilmu yang jauh lebih hebat!"
"Terima kasih Suhu!" Kata gadis kecil itu sambil memberi hormat.
Tojin itu tertawa. Dia menuntun tangan si gadis metiaggalkan kamar itu. Pintu kamar itu ditutup. Dikunci dari luar.
Si Mesum merangkak bangun. Dia merasa sakit pada tubuhnya. Juga menghapus darah yang mengucur keluar dari hidungnya.
Dia tahu, dirinya di kurung di dalam kamar ini. Tadi dia telah disiksa oleh tamparan-tamparan si Tojin, juga telah disiksa oleh gadis kecil yang jadi murid si Tojin.
Siapakah mereka? Apa maksud mereka ingin memancing Li Put Hweshio agar datang ke kuil ini? Apakah Li Put Hweshio akan datang menolongi si Mesum dari tangan Tojin itu?
Si Mesum sendiri tidak yakin gurunya bisa mengetahui bahwa dirinya di kurung di dalam kuil ini oleh Tojin yang bergelar Yi Am Cinjin tersebut.
"Hemmm!" Menggerutu si Mesum. "Nanti kalau ada kesempatan akan membalas sakit hatiku pada gadis setan itu!!"
Rupanya, si Mesum jadi sakit hati atas perbuatan Siauw Kouwnio, yang telah menyiksanya. Dia bertekad, kalau nanti dia punya kesempatan, dia ingin membalas sakit hatinya mempermainkan gadis kecil itu.
"Kau akan menangis terisak-isak dan meraung-raung memanggil ayah ibumu!" Pikir si Mesum kemudian.
Tapi, berpikir seperti itu, si Mesum jadi tertegun.
Ya. Siauw Kouwnio tentu memiliki ayah dan ibu. Tapi, dia sendiri si Mesum, siapakah ayah ibunya. Sekarang dia disiksa seperti itu, apakah dia akan meraung meminggil manggil ayah ibunya. Tadi dia ditempeleng pulang pergi oleh si Tojin celaka itu, apakah diapun akan menjerit-jerit meminta perlindungan ayah ibu nya? Siapa ayah ibunya?
Benar-benar si Mesum jadi sedih. Dia berduka sekali. Sampaikan asal usulnya sendiri tidak di ketahuinya. Celakanya lagi, namanya pun tidak diingatnya!! Mustahil dia tidak punya nama. Tapi, yang diketahuinya, dia adalah si Mesum, anak yang celaka, yang selalu jadi rebutan orang orang yang tidak dikenalnya, yang selalu memaksanya agar dia mau ikut dengan orang-orang yang tidak di kenalnya itu.
Li Put Hwesihio memperlakukannya dengan baik, tapi justesu sekarang dia sudah terpisah lagi dengan Hweshio yang baik hati itu. Malah, dia sudah terjatuh kedalam tangan Tojin yang bengis itu, yang selalu menempelengnya. Dan juga, si gadis kecil saja, seperti Siauw Kouwnio, sudah menyiksanya seperti itu, membuat hidungnya bocor, mengeluarkan darah segar!
Teringat semua itu, si Mesum seketika merasa dirinya sebagai anak yang malang nasibnya. Dia jadi menangis terisak,
Si Mesum tidak tahu, entah sampai kapan penderitaannya baru lenyap. Selalu saja dia di perlakukan tidak baik oleh orang orang yang menghendaki dirinya. Dia pun seperti orang yang tidak memiliki harapan untuk hidup dengan tenang. Baru saja ia memperoleh seorang garu yang baik seperti Li Put Hweshio, mereka sudah berpisah lagi.
Untuk melarikan diri dari kuil inipun tidak mudah. Jangankan si Tojin, sedangkan Siauw Kouwnio saja tidak bisa dihadapi. Pintu kamar pun di kunci dari luar. Yang membuat si Mesum jadi berkuatir, dia tidak tahu, entah apa yang ingin dilakukan si Tojin terhadap dirinya pada waktu-waktu mendatang....
o o o^dewi^kz-aaa^o o o SI MESUM terkejut karena merasa tubuhnya digoyang-goyangkan seseorang. Dia membuka matanya dan mengoceknya. Tadi, karena terlalu sedih dan menangis terlalu lama, akhirnya dia tertidur, keadaan di dalam kamar gelap sekali, ia tidak bisa melihat apa apa.
"Si...siapa?!" Tanya si Mesum, yang jadi takut, karena terpikir olehnya apakah yang menggoyang-goyangkan tubuhnya adalah Setan? Atau Dewa? Bukankah kini dia tengah berada di dalam kamar sebuah kuil?
"Sttttt!" Di dengarnya suara orang itu meminta dia jangan berisik. "Jangan ribut. Kau akan kutolong!"
Itulah suara seorang wanita.
"Oooo, terima kasih Siannie ( Dewi )....!"
"Aku bukan seorang Dewi......!"
"Bukan Dewi? Lalu....lalu bagaimana kau bisa masuk kedalam kamar ini?" Tanya Si Mesum. "Bukankah pintu kamar dikunci?!"
"Benar....tapi aku bebas keluar masuk ke kamar ini!" Menyahuti wanita itu.
Seketika tubuh si Mesum menggigil. Dia jadi takut kembali. Dia seketika teringat, apakah wanita ini hantu? Bukankah dia bukan Dewi? Perasaan takut itu membuat Si Mesum berdiam diri tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
"Tadi kau sudah pernah bertemu denganku....aku manusia biasa!" Kata wanita itu lagi.
Si Mesum mementang matanya lebar lebar dia berusaha melihat wanita itu yang berdiri tidak jauh darinya.
Samar-samar dilihatnya, wanita itu bertubuh pendek kecil. Tadi, dia memang baru terbangun dari tidur dan tidak bisa melihat dalam kegelapan. Sekarang justeru dia sudah agak lama berada di tempat gelap ini, dia mulai bisa melihat samar-samar.
"Kau....kau.....?!" Katanya dengan suara tidak lancar.
"Ya, aku Siauw Kouwnio...! Namaku Siauw Lan Ing!" Kata wanita itu lagi.
"Oooo!" Kaget bukan main si Mesum. Siauw Kouwnio yang tadi pernah menyiksanya didepan Yi Am Cinjin Tojin bermuka jelek itu?
"Jadi......jadi kau ingin menyiksa aku lagi?!" Tanya si Mesum setelah perasaan kagetnya berkurang.
"Tidak! Aku justeru ingin menolongmu!" Kata Siauw Lan Ing. Sekarang, si gadis kecil mencekal tangan si Mesum, dia menuntunnya. Si Mesum cuma mengikuti saja, membiarkan dirinya dituntun seperti itu. Dia memang tidak bisa melihat jelas dalam kegelapan yang ada. Cuma saja, hatinya berdebar keras.
Tiba-tiba sinar terang memancar dari luar waktu daun jendela kamar dibuka.
"Kau boleh melompat keluar!!" Kata Siauw Lan Ing.
Si Mesum cepat cepat melompat keluar. Tapi dia berdiri tertegun. Di depannya berdiri tegak dinding yang sangat tinggi. Bagaimana mungkin dia bisa melompati tembok yang tinggi itu?
Tengah si Mesum bengong, Siauw Lan Ing telah melompat keluar dari dalam kamar itu. Dia tidak banyak bicara. Mengempit pinggang Si Mesum. Sekali menjejakkan tubuhnya, dia sudah melompat hinggap di atas tembok. Luar biasa, walaupun usianya masih kecil, tapi ginkangnya (ilmu meringankan tubuh) cukup tinggi. Dengan melompat satu kali lagi, mereka pun sudah berada di luar tembok kuil tersebut.
Siauw Lan Ing melepaskan kempitannya, katanya : "Kau pergilah kemana kau mau!"
"Aku....aku....!" Si Mesum yang jadi bingung sendirinya.
"Kenapa? Apakah kau tidak girang telah dibebaskan!" Tanya si gadis kecil.
"Bukan begitu Kouwnio...tapi...kau,..!"
"Kenapa?" Menegasi si gadis.
"Bagaimana nanti kau mempertanggung jawabkan pada gurumu?!"
"Itu urusanku...!" Menyahuti Siauw Lan Ing" "Kau pergilah!"
"Kau baik sekali, Siauw Kouwnio!!"
"Kalau kau membuang-buang waktu dan guruku terbangun dari tidurnya, niscaya kau tidak bisa meloloskan diri lagi! Pergilah!"
"Terima kasih, Kouwnio...1" Setelah menjurah. Si Mesum berlalu sekuat tenaganya.
Karena dia tidak tahu harus pergi kemana, Si Mesum berlari ke pintu kota. Kebetulan waktu itu pintu kota sudah dibuka, karena tidak lama lagi sang fajar akan menyingsing. Tanpa membuang waktu si Mesum berlari ke luar kota.
Setelah berlari cukup jauh, akhirnya si Mesum duduk bengong dibawah sebatang pohon.
"Hemmm, apa yang kau lamunkan?!" Tiba-tiba ada yang menegurnya begitu, membuat si Mesum yang baru saja duduk, terlompat lagi. Celingukan mencari-cari mengawasi sekitar tenpat itu, tapi tidak dilihatnya seorang manusia pun juga.
Keadaan di sekitar tempat itu masih cukup gelap, walaupun tidak lama lagi sang fajar akan menyingsing. Diam-diam Si Mesum menggidik takut. Apakah yang menegurnya itu setan?
"Si...siapa?" Tanyanya.
"Aku!" "Aku siapa?" "Aku... kenapa kau tampaknya bingung seperti itu, bocah??."
Si Mesum celingukan berusaha mencari orang yang mengajaknya bicara. Tapi tetap saja tidak ditemukannya
"Di.... dimana kau?!"
"Aku di sini...di dekatmu!" Menyahuti wanita itu.
Berbareng dengan perkataan itu tampak melangkah keluar sesosok tubuh putih.
Mengkerat hati Si Mesum. Jadi, betul-betul yang mengajaknya bicara adalah hantu? Bukankah hantu selalu berjubah putih? Dia jadi mundur dan ingin melarikan diri, tapi dirasakan kakinya berat sekali.
"Jangan takut. Aku Yang Yan Siannie...." Kata wanita itu lagi. "Jangan takut pada Pienie.....!."
Si Mesum membuka matanya lebar-lebar. Ternyata memang benar sosok tubuh putih itu tidak lain seorang niekouw. Mukanya cantik sekali.
Memang benar. Niekouw itu adalah Yang Yan Siannie. Dia melangkah perlahan-lahan menghampiri Si Mesum.
"Siapa namamu?" Tanya Yang Yan Siannie. Niekouw ini mengawasi si Mesum dengan mata mendelik.
"Mesum..." "Apa?!" Heran tampaknya Yang Yan Siannie.
"Namaku Mesum!"
"Namamu Mesum?"
"Ya......!" Mengangguk Si Mesum.
"Aneh sekali namamu!"
"Memang namaku begitu.... aku tidak berbohong!"
Yang Yan Siannie tersenyum.
"Akupun tidak mengatakan bahwa kau berdusta!" Katanya, tertawa. "Lalu, mengapa pagi-pagi buta seperti ini kau berlari lari seperti itu?!"
"Aku... aku takut, Siannie!" Kata si Mesum.
"Apa yang kau takuti?!"
"Tojin itu..." "Tojin yang mana?"
"Kalau tidak salah gelarannya Yi Am Cinjin I"
"Yi Am Cinjin ?!" Muka si Niekouw berobah hebat. "Benarkah Yi Am Cinjin ?!"
Melihat sikap Niekouw itu, hati si Mesum berdebar keras.
"Kalau tidak salah memang gelarannya begitu ?!" Kata si Mesum kemudian, takut-takut.
"Hemmm, mengapa kau takut padanya?!" Yang Yan Siannie rupanya sudah bisa mengendalikan perasaannya.
"Dia ingin menawanku...!"
"Menawanmu?" "Benar Siannie......tolonglah aku, Siannie!" Kata si Mesum kemudian.
Yang Yan Siannie mengerutkan sepasang alisnya. Lama dia memperhatikan si bocah.
"Mengapa kau ingin di tawan Yi Am Cinjin?!"
"Entahlah...katanya untuk memancing guruku...agar datang ke kuilnya!"
"Siapa gurumu?!"
"Li Put Hweshio!"
"Apa?" "Suhu bergelar Li Put Hweshio,...!" Memberitahukan si Mesum satu kali lagi.
Muka si Niekouw kembali berobah, tapi sekarang dia memperlihatkan sikap sinis.
"Bagus! Tidak Pienie sangka, bahwa hari ini telah datang berkah demikian berharga! Siancai! Siancai!" Dan dia tertawa keras.
Mendengar tertawa Niekouw tersebut, hati si Mesum tergoacang lagi. Dia jadi berkuatir.
"Baiklah Mesum, kau ikut dengan Pienie!" Kata Yang Yan Siannie. Suaranya, tidak sabar seperti tadi.
"Ikut dengan Sienie?!" Tanya si Mesum ragu ragu.
Yang Yan Siannie mengiyakan.
"Bukankah tadi kau minta Pienie melindungimu?!"
"Benar, Siannie!"
"Karena itu. ikutlah dengan Pienie! Tojin bau itu pasti tidak berani mengejar kau terus dan akan membiarkan kau di tangan Pienie...!"
"ApaKah Yi Am Cinjin takut pada Sien-nie?!" Tanya si Mesum, timbul harapannya.
"Ya...!" Mengangguk Yang Yan Siannie.
"Kalau demikian, baiklah! Terima kasih Siannie!" Dan si Mesum memberi hormat.
Yang Yan Siannie membiarkan bocah itu memberi hormat kepadanya, kemudian katanya: "Nah, sekarang marilah kau ikut dengan Pienie...:.!" Setelah berkata begitu, Yang-Yan Siannie memutar tubuhnya, melangkah meninggalkan tempat itu. Si bocah mengikuti di belakangnya.
"Sekarang gurumu berada di mana?!" Tanya si Niekouw sambil melangkah perlahan-lahan.
"Entahlah Siannie...aku sendiri tidak mengetahui Suhu berada di mana! Mungkin masih di rumah penginapan itu?!" Jawab si Mesum.
"Di mana? Apa nama rumah penginapan itu?!" Tanya Yang Yan Siannie penuh perhatian, sampai dia menahan langkah kakinya, menoleh kepada si bocah yang diawasinya..
Si Mesum menyebut nama rumah penginapan itu.
Yang Yan Siannie mengangguk beberapa kali dan meneruskan langkah kakinya.
Sedangkan waktu itu si Masum sudah menceritakan, betapa ia ditinggal gurunya yang pergi ke tingkat dua rumah penginapan itu. Sampai akhirnya dia di bawa pergi oleh Yi Am Cinjin.
"Untuk urusan apakah gurumu pergi ke tingkat dua rumah penginapan itu?!"
"Menemui si Rase Terbang!"
"Apa?!" Tersentak Yang Yan Siannie. Dia pun memutar tubuhnya, memegang pundak si bocah. "Kau jangan main-main, bicara yang sebenarnya!"
Si Mesum mengangguk. "Benar Siannie, aku telah mengatakan yang sebenarnya! Suhu memang ingin mencari si Rase Terbang...!"
"Jadi si Rase Terbang berada di rumah penginapan itu?!" Tanya Yang Yan Siannie.
"Ya...!" "Untuk keperluan apakah gurumu mencari si Rase Terbang ?!" Tanya Yang Yan Siannie lagi.
Si Mesum ragu-ragu, tapi dia pikir, niekouw ini cukup baik, karena katanya ingin melindungi dia dari kejaran Yi Am Cinjm. Tentu kalau nanti Tojin itu mengetahui dia sudah melarikan diri, Tojin tersebut akan mengejar dan mencarinya. Di waktu itu, niekouw ini pasti akan melindunginya. Bukankah itu sudah merupakan budi kebaikan dari niekouw tersebut? Karena berpikir begitu, maka si Mesum merasa tidak pantas jika dia merahasiakan sesuatu dari Niekouw tersebut.
"Suhu bilang dia ingin meminta pedang mustika dari Rase Terbang....." Kata si Mesum akhirnya.
Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pedang mustika?!"
"Ya...!" Yang Yan Siannie berdiam sejenak, dia tampaknya berpikir keras;
"Apa saja yang diceritakan gurumu tentang pedang mustika itu?'" Tanya Yang Yan Siannie, wajahnya sudah berobah berseri, tampaknya dia girang sekali.
"Banyak! Menurut suhu, kalau sampai pedang mustika itu berhasil diminta dari si Rase Terbang, tentu dia akan memiliki kepandaian yang tertinggi, tidak ada lawannya...karena pedang mustika itu bisa di padukan dengan mustika milik Suhu!"
"Mustika milik gurumu?!" Tanya Yang Yan siannie, matanya bersinar tajam.
"Ya...!" "Mustika apa?!"
"Kuda-kudaan Kumala Hijau!"
"Apa?!" Terlompat si Niekouw. Tapi dia bisa mengendalikan perasaan kagetnya dengan segera. Dan wajahnya justeru memperlihatkan pancaran gembira. "Kalau demikian, gurumu memiliki Kuda-kudaan Kumala Hijau?!"
St Mesum mengangguk, "Benar...!" Katanya. "Apakah Siannie mengetahui tentang pedang mustika dan Kuda-kudaan Kumala Hijau itu? Merurut keterangan Suhu, kalau kedua benda mustika itu digabungkan, tentu akan membuat Suhu memiliki kepandaian yang tiada taranya, ia akan menjadi manusia terhebat di dalam kalangan Kangouw!"
"Benar!" Mengangguk Niekouw itu. "Memang kedua mustika itu merupakan barang-barang yang sangat berharga. Jika kedua mustika itu digabungkan, jelas akan membuat orang memiliki kepandaian sangat tangguh sekali!"
"Mengapa begitu?!" Tanya si Mesum.
"Apakah gurumu tidak menjelaskannya?!" Balik tanya Niekouw tersebut.
"Suhu bilang, ilmu It Yang Cie sangat hebat, itu bisa diperoleh dengan memiliki Kuda-kudaan Kumala Hijau. Sedangkan pedang mustika adalah sebatang pedang yang sangat tajam sekali, bisa memotong baja ataupun benda keras lainnya. Juga, masih ada rahasia lainnya menurut Suhu, yang belum dijelaskan kepadaku, karena kata Suhu, nanti jika sudah tiba waktunya aku akan diberitahukannya...!"
Yang Yan Siannie tampak jadi tegang sendirinya.
"Selain menjelaskan itu. apakah ada penjelasan lain dari gurumu?!"
"Tidak...!" Menyahuti si Mesum. "Keterangan lainnya tentang kedua mustika itu memang akan diberitahukan Suhu, kalau Suhu sudah berhasil meminta Pedang mustika dari si Rase Terbang!"
"Bagus! Terima kasih untuk keteranganmu! Mari kau ikut Pienie!" Dan si Niekouw melanjutkan langkahnya lagi.
Si Mesum mengikuti di sampingnya. Sambil berjalan dia bertanya ini dan itu. Tapi si Niekouw hanya menjawab sepatah dua patah. Dilihat dari sikapnya, Niekouw ini rupanya tengah berpikir keras sekali.
Si Mesum diajak Yang Yan Siannie ke sebuah tempat yang sepi, yaitu sebuah hutan kecil. Di situ tampak ada tiga orang lainnya.
Mereka tengah duduk menyender di batang pohon.
"Hai bangun!" Teriak Yang Yan Siannie dengan suara nyaring, rupanya niekouw ini tidak sabar, walaupun terpisah masih jauh, namun dia sudah berteriak memanggil ketiga orang itu.
Tiga orang itu, yang semuanya berpakaian sama seperti Yang Yan Siannie, adalah tiga orang niekouw berusia muda, mereka melompat berdiri.
"Subo, kau sudah kembali?!" Tanya ketiga Niekouw muda itu serentak.
Muka Yang Yan Siannie tampak berseri-seri.
"Aku menemukan jalan terbaik untuk membalas sakit hatiku!! Bocah ini pasti merupakan penolong kita!"
"Penolong kita?!" Tanya ketiga Niekouw muda itu, yang tidak lain murid-murid Yang Yan Siannie.
"Ya...dia telah menceritakan rahasia besar kepadaku!!" Kata Yang Yan Siannie.
"Rahasia apa, Subo?!" Tanya ketiga Niekouw itu tertarik sekali.
"Nanti akan kuceritakan.. Sekarang kalian harus melayani bocah itu baik-baik!" Kata Yang Yan Siannie.
"Baik Subo" Mengangguk ketiga Niekouw tersebut, Tapi mereka rupanya merasa tidak puas, itu terlihat dari sorot mata mereka ketika melirik pada si Mesum, yang mereka anggap seorang bocah berpakaian kotor dan mesum. Mengapa mereka harus memperlakukan si bocah mesum ini dengan baik dan manis? Tapi, Untuk membantah perintah guru mereka, itulah hal yang tidak berani mereka lakukan.
Si Mesum sudah maju menghampiri ketiga orang Niekouw itu, memberi hormat kepada mereka.
"Nah, sekarang kau duduklah di situ!" Kata Yang Yan Siannie kepada Si Mesum. "Kau boleh beristirahat dengan tenang. Ada kami di sini, tidak mungkin orang bisa menghina dirimu lagi!"
"Baik, Siannie! Terima kasih!" Kata si Mesum.
Si bocah duduk beristirahat, sedangkan ketiga Niekouw sudah mengeluarkan makanan kering dan air minum. Tanpa sungkan-sungkan lagi, Si Mesum melahapnya.
"Apakah kau mengetahui gurumu sudah berhasil atau belum meminta Pedang Mustika dari si Rase Terbang?!" Tanya Yang Yan Siannie ketika si Mesum sedang melahap makanan.
"Justeru aku sudah dibawa oleh Yi Am Cinjin sebelum bertemu dengan Suhu! Kalau Suhu mengetahui perbuatan Tojin itu, niscaya Suhu akan menghajarnya!" Jawab si Mesum.
"Hemmm....Sekarang kau berdiam di sini dulu bersama tiga orang muridku!! Mereka bergelar It Lie siannie. Jie Lie Siannie dan Sam Lie Siannie! Mereka akan memperlakukan kau baik sekali!"
"Ya, Siannie!" Yang Yan Siannie melompat berdiri. Menarik tangan salah seorang muridnya, yang tadi diperkenalkannya bergelar Jie Lie Siannie, membisikkan sesuatu. Murid itu mengangguk-angguk beberapa kali. Yang Yan Siannie kemudian meninggalkan tempat itu. Si Mesum tidak mengetahui, entah Yang Yan Siannie pergi kemana. Sedangkan Jie Lie Siannie sudah menghampiri lagi.
"Suhu sedang banyak urusan, mungkin malam nanti bisa kembali! Adik kecil, apakah kau ingin jalan-jalan dengan kami?!" Tanya Jie Lie Siannie,
"Jalan-jalan kemana, Siannie?"
"Kau ikut saja...nanti juga kau akan melihatnya!" Kata Jie Lie Siannie tertawa.
Begitulah ketiga Niekouw itu mengajak si Mesum meninggalkan hutan tersebut. Selama dalam perjalanan. Jie Lie Siannie sering bisik-bisik dengan dua orang saudara seperguruannya. Si Mesum tidak tahu entah apa yang mereka bisik-bisikkan itu.
Setelah melakukan perjalanan cukup jauh akhirnya mereka sampai di sebuah kampung. Di pintu kampung terdapat sebuah kuil tua yang sudah tidak terurus. Tampak temboknya banyak yang gugur. Keadaan di sekitar tempat itu sepi sekali. Matahari fajar sudah menampakkan diri.
"Kita beristirahat didalam kuil itu!" Kata Sam Lie Siannie sambil tersenyum.
Si Mesum mengangguk, membalas senyum. Niekouw itu. Di dalam hatinya, si bocah merasa bersyukur. Tidak disangkanya dia bertemu dengan niekouw-niekouw ini yang memperlakukannya demikian baik dan manis.
Kuil itu berukuran cukup besar, sayangnya tidak diurus. Di dalam, keadaan kosong. Arca-arca dari para Dewa telah malang melintang tidak keruan kedudukannya. Si Mesum merebahkan tubuhnya di lantai setelah dia membersihkan debu yang cukup tebal.
Sam Lie Siannie tersenyum mengawasi si bocah.
"Adik kecil," katanya kemudian, "Sesungguhnya, siapakah namamu?"
"Namaku? Bukankah tadi telah kuberitahukan pada Samwie Siannie?" Kata si Mesum. "Namaku Mesum!!"
"Mesum? Oooo. kau tentu tengah bergurau! Mana mungkin kau bernama seburuk itu?!"
Pipi si Mesum berobah. "Sungguh... aku memang bernama Mesum,"
"Kami tidak percaya! Kau tampan, mana mungkin mempergunakan nama seburuk itu?!"
"Tapi aku sudah memberitahukan yang sebenarnya, memang aku bernama Mesum!! Samwie Siannie bisa memanggilku dengan sebutan si Mesum!!"
Ketika Niekouw itu saling pandang, kemudian saling menggangguk.
"Kata Suhu kami, kau adalah murid Li Put Hweshio. Benarkah itu? " Tanya It Le Siannie.
"Benar!" Mengangguk si Mesum lagi, "Kalian sangat baik sekali, nanti kalau aku bertemu dengan guruku, pasti akan kuceritakan kebaikan kalian."
"Ooooo kami hanya melakukan apa yang bisa kami kerjakan! Juga memang sepantasnya walau melakukan perbuatan baik serta menolong orang yang tengah kesulitan, bukan??"
Senang hati si Mesum mendengar perkataan Jie Lie Siannie.
"Terima kasih Siannie....!"
"Tapi adik kecil..." Tampaknya Jie Lie Siannie ragu-ragu.
"Kenapa Siannie?!" Tanya si Mesum. "Apakah ada sesuatu yang ingin ditanyakan Sian lie?!"
"Ya...memang ada yang ingin kami tanyakan, tapi kami kuatir kau merasa keberatan untuk menjawabnya!" Kata si niekouw tersenyum.
"Kalau memang kuketahui persoalannya, tentu akan kuberitahukan!" Kata si Mesum.
"Benarkah?!" "Ya..." "Kami sebetulnya tengah kesulitan!" Kata si niekouw lagi. "Guru kami telah dilukai oleh seseorang. Sakit hati itu harus dibalas. Karena dari itu, kami memerlukan sekali bantuan dari orang-orang pandai! Kalau nanti kau bertemu dengan gurumu, apakah kau bersedia untuk meminta pada gurumu bantu membalaskan sakit hati guru kami?!"
"Tentu! Nanti Suhu akan kuberitahukan, betapa kalian sangat baik. Suhu tentu saja bersedia membantu kalian!"
Niekouw itu tersenyum, "Juga, kami memerlukan sedikit keterangan....apakah adik kecil mau memberitahukannya?!"
"Keterangan apa?!" Tanya Si Mesum.
Jie Lie Siannie ragu-ragu, setelah melirik kepada kedua saudara seperguruannya, barulah dia bilang : "Yang kami ingin ketahui apakah Kuda-kudaan Kumala Hijau selalu dibawa oleh gurumu dalam sakunya?!"
Si Mesum mengangguk. "Ya....Suhu memang selalu membawa-bawa Kuda-kudaan Kumala Hijau itu!!" Jawab si bocah. "Menurut keterangan Suhu Kuda-kudaan Kumala Hijau itu adalah sebuah mustika yang tak ada duanya didalam rimba persilatan"
Api Di Bukit Menoreh 21 Pedang Siluman Darah 7 Misteri Bunga Mawar Kematian Kisah Membunuh Naga 33
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama