Ceritasilat Novel Online

Rahasia Gambar Sulam 1

Rahasia Gambar Sulam Karya Okt Bagian 1


https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 0 /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 1
RAHASIA GAMBAR SULAM
(Kisah Oey Eng si Burung Kenari)
Diterjemahkan oleh :
O.K.T
Penerbit:
PT. MEKAR JAJA,
P.O. Box 2555,
JAKARTA
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Kontributor : Awie Dermawan
Convert ke JVU-Pdf : mull /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 2
DISELAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi
para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi,
berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan
di pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih
mediakan dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih
media diklasifikasikan berdasarkan kriteria
kelangkaan, usia, maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh
dari kontribusi para donatur dalam bentuk
image/citra objek buku yang bersangkutan, yang
selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan
dikomvillasi dalam format digital sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial
dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk
digital ini.
Salam pustaka!
Te am Kolektor Ebook /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 3
RAHASIA GAMBAR SULAM
I PEMUDA DALAM TERALI BESI.
Seorang muda dengan tubuh kurus, dengan tangan memegang
susunan daun kering, bertindak masuk kedalam peseban segi
delapan. Perlahan tind.akannya. la menuju ketepi meja, diatas
mana ia letaki susunan daunnya itu. Ia berlaku hormat kepada
seorang, yang duduk menghadapi mej.a itu, orang mana
memelihara rambut yang tersisir rapi dan licin mengkilap.
"Tuan direktur, silakan membubuhkan tandatangan dan
mencapnja!" ia berkata.
"Apakah direktur muda Tuan Liok sudah datang?" tanya
direktur yang rambutnya licin mengkilap itu.
"Belum."
"Sudah sore begini dia belum datang kekantor untuk bekerj.a,
gila betul!" kata si direktur, sengit, dan tangannya mengeprak
meja. "Dan Tuan Thio, dia sudah datang atau belum?"
"Dia juga belum."
"Kembali satu kutu malas! Pegawai-pegawai rendahan toh
sudah datang semua?"
"Pegawai rendahan mana berani datang tak tepat? Semua sudah
datang. Kecuali Nona Phang Soat Tin," sahut si kurus itu.
"Tentulah dia bersama Tuan Liok itu bersgntap pagi di cafe!"
kata si direktur, kembali dia gusar. "KaIau sebentar mereka /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 4
datang, suruh mereka datang kekamar direksi! Hendak aku
memecat mereka!"
"Baik, tuan direktur," kata si pemuda kurus. "Silahkan
membubuhkan tandatangan dan mencapnya ."
Direktur itu merogo sakunya dari mana ia mengeluarkan
sebatang cabang yang pendek mirip dengan pena, dengan itu ia
mulai mencoret-coret, membubuhkan tandatangannya, diatas
setiap daun kering itu. Agaknya dia repot sekali.
Setelah selesai, si anak muda mengambil semua daun itu, untuk
dibawa keluar dari peseban. Hanya tidak lama berselang, ia
kembali dengan sesusun daun Iagi, yang ia letaki pula diatas
meja.
"Tuan direktur, tolong bubuhkan tandatangan dan mencapnya,"
"Apakah direktur muda Tuan Liok belum datang?" tanya si
direktur yang rambutnya licin mengkilap itu.
"Belum." katanya.
"Sudah sore begini dia belum ..............."
"Demikianlah dua orang itu mengulangi dan mengulanginya
sandiw,aranya ini," berkata jururawat dari rumah sakit gila Ta
Fei kepada pengunjungnya.
"Apakah mereka tidak bosan-bosannya?" tanya Ouw A, salah
seorang dari keempat pengunjung itu.
"Apabila tidak ada orang yang mengganggunya, mereka bisa
melanjuti itu terus dari pagi sampai sore."
"Kenap.a yang menjadi direktur bank itu menjadi gila?" taaja
pula Ouw A. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 5
"Dia memangnya pegawai bank, pegawai rendahan."
menerangkan si jururawat "Dia menjintai Phang Soat Tin,
kawan sekerjanya. Celaka untuknya, nona kekasihnya itu
dirampas direktur muda Liok dan di,a pun dipecat dari
pekerjaannya."
"Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Kaum buruh tidak ada hak pelindungnya. Karena hilangnya
pekerjaan dan kekasihnya direbut oraug, dia tidak kuat
menderita, asabatnya menjadi terganggu."
"Anak muda itu juga gila?"
"Penghuni-penghuni disini kecuali dokter, jururawat, koki dan
pegawai lainnya semuanya gila. Pemud.a itu penggemar judi,
rumahtangganya ludas karenanya, setelah otaknya terganggu,
dia dibawa kemari.
Lantas dia berkenalan sama si direktur bank. Dia ditanya apa
dia suka menjadi sekretaris. Dia menjatakan akur. Maka
terjadilah setiap hari mereka bersandiwara begini macam
.. Syukur gilanya mereka gila halus, tid.ak pernah mereka
mengganggu orang, dari itu kami membiarkan mereka merdeka
memain dikebun ini.
Lihat disana, itu sekumpulan prija dan wanita, mereka pun gila
seperti du.a orang ini."
"Kenapakah sekallian wanita itu?"
"Kebanjakan mereka terganggu suami mereka, yang gemar
pelesiran dengan bunga-bunga berjiwa atau memiara isteri
muda.
Siasia perlawanan mereka, saking bersusah hati, mereka
menjadi gila .." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 6
"Sungguh jahat suami mereka itu!" seru Ouw A. "Kasi tahu
aku alamatnj,a semua suami itu, nanti aku hajar mereka!"
"Itulah bukan pemecahannja!" berkata In Hong.
"Merekalah kurban aturan kuno," kata Hiang Kat. "Mereka
telah terampas kemerdekaan mereka maka menderitalah
mereka semua!"
"Maka itu kita harus menentang dan menghapus kebiasaan
kolot itu," kata pula In Hong.
"Sekarang mari kita melihat itu orang-orang gila keras,"
mengajak A Poan. Ialah yang hari ini menemani ketiga nona
itu menjenguk rumahs.akit Ta Fei ini sebab disana ada seorang
muda kurbannya Detektip To. Pemuda itu dituduh mencuri, dia
masuk dalam kurungan terali, karena otaknya lemah, dia
menjadi gila, setelah mana terpaksa Cie An memindahkan dia
dari penjara kerumah orang sakit urat syaraf ini.
Dengan perlahan mereka bertindak meiintasi tanah lapang
untuk sampai dilain bangunan, yang menjadi tempat orangorang gila keras itu, hingga mereka itu mesti terkurung tembok
tinggi dan kuat dan terali besi. Jumlah merek,a tigapuluh orang
lebih. Berisik suara mereka. Ada yang tertawa bergelak atau
kalap, ada yang menangis menggerung-gerung. Ada juga jang
berdiam bagaikan patung.
Dua pengawal, yang bertubuh kekar, duduk dikursi sambil
menghisap sigaret. Mereka berdua tenang-tenang saja.
"Jadi mereka inilah j.ang gilanya keras?" Ouw A tanya.
"Benar."
"Kelihatannya mereka tidak membahayakan ..........." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 7
"Tidak selama mereka tenang, jikalau penj.akitnya kumat,
mereka hebat bagaikan harimau."
Ketika itu seorang gila, yang usianya muda tetapi tubuhnya
tinggi dan besar, mendadak berlompat bangun, terus dia jalan
cepat sekali. Dia seperti baru ingat sesuatu yang penting dan
hendak segera mengurusnya. Mengikuti terali besi, dia jalan
bulak-balik.
"Tio Lian Beng, kau hendak pergi kemana?" tanya satu
diantara du,a pengawal.
"Aku hendak mencari setan untuk ditangkap dan dimakan!"
sahut anak muda itu. Ia terus berjalan dengan cepat sekali.
"Dialah Tio Lian Beng si pemuda muka merah yang Detektip
To tuduh sebagai penjahat hingga dia achirnya menjadi gila,??
A Poan memberitahukan ketiga nona-nona.
In Hong mengangguk. Diam-diam ia mengawasi anak muda
yang nasibnya buruk itu. Dia bertubuh tinggi, besar dan kekar.
Dia mengenakan baju pendek dan celana ,abu-abu, dan
sepatunya sepatu karet yang baru. Rambutnya hitam dan
panjang, rambut itu kusut.
Mukanya, yang merah, itulah disebabkan luka-luka yang
dipakaikan obat merah, hingga wajahnya itu tak sedap untuk
dipandang.
"Aku rasa dia berten,aga besar sekali," katanya kemudian.
"Diwaktu dia kalap, dia kuat bagaikan kerbau, hingga perlu
empat atau lima orang untuk meringkus dia. Karena seringnya
dia mengamuk, dia d.apat luka-luka dimukanya itu. Dia
menamakan dirinya Ciong Hiok si raja setan, maka dia kata dia
ingin menelan habis semua memedi didalam dunia!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 8
"Pastilah dia mengaku menjadi Ciong Hiok sebab dia mendapatk.an goncangan asabat terlalu hebat."
"Ya, mungkin."
"A Poan, bagaimana tersangkutnya dia dalam perkaranya itu?"
Ouw A tanya.
"DiaIah pegawai pada rumah obat Liang Sim. Dia melarat, ajah
dan ibunya sudah meninggal dunia, dia menumpang sama
encienya, membantu meluku disawah. Setelah dewasa, dia
ditolong sanaknya dimasuki kerj.a pada rumah obat tersebut.
Pada suatu malam, rumah obat itu kena dimasuki pencuri, uang
dilaci lenjap.
Polisi lantas diminta bantuannya. Detektip To datang bersama
aku. Menunit kasir, buat kira du.a jam dia kehilangan serenceng
anak kuncinya, yang kemudian diketemukan
dipembaringannya. Laci itu berisikan uang penjualan satu hari
itu. Kehilangan itu ketahuan selang dua jam didapatkannya
anak kunci. Semua pegawai terdiri
dari lima orang. Empat diantaranya pergi mandi sebelum uang
disimpan. Sepulangnya mereka berempat, pencurian sudah
diketahui.
Aku yang memeriksa keempat orang itu. Aku memeriksa
ketemp.at mandi. Terbukti mereka tidak sangkutpautnya.
Ditoko tinggal Lian Beng seorang. Kebetulan sekali, setengah
jam sebelum pencurian ketahuan, dia pergi keluar, katanya
tergesa-gesa. dan pulangnya setelah tengah malam. Pemilik
toko menerangkan bahwa sebelumnya berangkat, Li.an Beng
tertampak mundar-mandir didepan laci. Berdasarkan semua itu,
Detektip To lantas menuduh Li.an Beng . " /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 9
.,Kenapa maka pemilik itu melihat Lian Beng mundar-mandir
didepan laci?" Hiang Kat bertanya.
"Dia beserta isterinya tinggal dilauwteng. Sore itu habis
menjimpan uang dilaci, kasir duduk minum arak bersam.a
majikannya. Satu kali pemilik itu turun dari lauwteng, untuk
menghangatkan arak didapur, ketika ia lewat didepan, ia
melihat Lian Beng itu didepan meja. Ketika si pemilik balik
dari dapur, ia melihat Lian Beng keluar dari pintu dapur,
jalannya cepat sekali."
"Dimana kamarnya pegawai?" In Hong turut menanya.
"Dibelakang, dikolong tangga l.auwteng."
"Bukankah itu berarti, kamar sangat sempit, hingga kecuali
buat tidur, disana tak dapat orang berkutik?" In Hong tanya
pula.
"Benar."
"KaIau begitu, mundar-mandimja Lian Beng didepan meja tak
seharusnya menarik perhatian, bukankah?" kata Nona In.
"Ketika kasir pergi kelauwteng untuk minum arak, apakah Lian
Beng pernah meninggalkan toko?"
"Ya, dia pergi kejalan besar membeli rokok. Ini aku dapat
buktikan."
"Jikalau begitu, Lian Beng pergi sedikitnya emp.at atau lima
menit, bukan?"
"Sedikitnya tiga atau emnat menit."
"Selama pemilik dan kasirnya minum, dimana adanya isteri
pemilik itu serta anaknja?" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 10
"Njonya itu berjudi dirumah tetangganya dan anaknya
membaca buku dilauwteng tingkat ke-dua. Kasir berdiam
dilauwteng kira dua diam, diwaktu turun, dia terpengaruh arak.
Setibanya dia dibawah lauwteng, lantas ketahuan kehilangan
itu."


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jikalau begitu, Lian Beng dapat dicurigai, juga anaknya si
pemilik."
"Pandanganmu sama dengan pandanganku. Nona In.
Pandangannya Tuan To lain, la menganggap, sebab Lian Beng
sangat melarat. melihat uang, dia menj.adi nekad. Dia jadi
dicurigai. Sebaliknya, anak tuan rumah tidak dicurigai, sebab,
katanya, kapan dia membutuhkan uang, anak itu bisa saj.a
minta dari ajah dan ibunya. Maka itu Tuan To tidak curigai si
anak hanya mengeraskan Lian Beng. yang terns ditangkap."
"Itulah gila!" seru Ouw A, mendongkoh
"Percuma Lian Beng menjangkal, setelah dikompes, dia
mengaku. Begitulah dia dihukum enam bulan. Belum lama
mendekam didalam penjara, dia jadi gila............."
"Biarnya dia telah menj.adi gila, perlu perkaranya kita
selidiki," kata In Hong. "Perkaranya itu mesti dibikin terang."
"Ini pun sebabnya mengapa aku mengajak k.amu menjenguk
kemari, nona-nona," A Poan bilang.
Ketika itu dari dalam rumah sakit terlihat keluarnya dua orang,
satu muda, yang lain tua. yang muda mengepakan seragam
tabib.
Jang tua, usianya limapuluh lebih dan tubuhnia sedang saja,
pakaiannya perlente dan mulutnya menghisap sigaret. Ia
nampaknya angkuh sekali. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 11
"Adakah itu tabib kamu?" Ouw A tanya.
"Ya, dialah kepala rumahsakit ini merangkap dokter kepala,
Cek Kie Hok, namanya," sahut si jururawat. "Masih ada dua
tabib lagi, yang menjadi saudara-saudara kandung dari kep.ala
rumahsakit itu."
"Mereka bertiga apa yang dinamai tabib petual.angan, tidak
satu diantaranya yang mempunyai ijazah resmi," A Poan kasi
tahu.
"H.anjalah mereka luas pergaulannya .............. "
"Jang menghisap sigaret itu, yang angkuh, adakah ia tabib
juga?" Ouw A tanya.
"Bukan," menj.ahut jururawat. "Dialah Cek Tay Hok, ajah dari
Cek Kie Hok. Sebenarnya dia hartawan terbesar disini, seorang
okpa, sawahnya ribuan bauw dan rumahnj.a tak terhitung
banjaknya ............... "
"Mau .apakah dia datang kemari?" tanya Hiang Kat, yang
bersnma-sama Ouw A dan In Hong mengawasi tajam.
Hartawan demikian, yang disebut okpa itu, jalah musuh
mereka.
"Katanya dia mempunj.ai seorang bujang wanita yang cantik,
yang telah diperkosa hingga bujang itu gila," kata jururawat.
"Mungkin dia hendak mengirim bujangnya itu kemari sebab
tidak enak untuknya memelihara seorang edan didalam
rumahnya."
"Nah, nah, lihat i t u!" seru Ouw A, yang mendadak terbangun
semangatnya. "Lihat Tio Lian Beng, dia menghajar okpa itu
hingga roboh!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 12
Memang juga, Lian Beng telah menghajar roboh Tay Hok, lalu
menubruknya, untuk mencekek lehernya.
"Aku berhasil membekuk setan!" si gila berteriak-teriak. "Aku
hendak membetot otot-ototnja! Aku hendak mengeset kulitnja!
Aku hendak gegaras dagingnj.a!"
Keadaan lantas jadi kacau. Dua pengawal lantas lari kepada
Lian Beng. Tiga orang mendatangi dengan membawa tambang.
Taj Hok ditolongi. Lian Beng direjang, untuk diringkus. Dia
melawan hingga dia roboh bersama pengawainya dan
bergulingan ditanah.
Direktur Cek, kepala rumahsakit itu, dengan lekas membawa
ajahnya masuk kekamarnya.
Pergulatan masih berjalan. Lian Beng benar kuat sekali. Dia
teriep.as dari pelukan, dia berlompat bangun, lalu dia
menempur kawanan pengawal itu. Dua orang lari mengambil
mjung karet.
Jang seorang dengan diam-diam menghampirkan dari belakang
Lian Beng, untuk membokong. Dia mendap.at tahu, dia
berkelit, dia rampas rujung itu. Disaat itu dia dihajar orang
yang lain, kena kep.alanya, lantas dia roboh pingsan. Barulah
dia teringkus dan digotong kedalam.
"Apakah ada harapan orang-orang edan ini terawat hingga
sembuh?" tanya Hiang Kat.
"Di rumah sakit lain, ada harapannya, disini sangat kecil ..."
menjawab si jururawat, perlahan. I,a berlaku jujur.
"Mari kita pergi!" In Hong mengajak. "Tidak menggembirakan
untuk melihat-lihat rumahsakit gila!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 13
Ketika mereka lewat dipeseban, si direktur bank dan
pegawainj.a masih terus main membubuhkan tandatangan dan
mencap kertas daun kering ..............
Malam itu sekira jam delapan malam, semua orang gila sudah
naik atas pembaringan mereka. Lian Beng tidak terkecuali. Ia
tidak diringkus lagi sejak dua jam yang lalu. Tabib telah
memeriksanya dan ia katanya sudah tenang.
Didalam kamar Lian Beng ada empat orang gila berikut dia
Tiga j;ang lain, orang-orang gila yang gilanya keras, sudah
tidur menegeros. Cuma dia yang belum pulas, matanya
mengawasi lelangit yang putih serta lampu listrik warna
kuning. Diruang hiar. seorang pegawai meronda dengan
membek,al rujung karet.
Dalam kesunjian terdengar suara tindakan kaki, mendatangi
dari jauh, lalu pergi jauh pula.
Tiba-tiba Lian Beng berbangkit. Ia menjingkap selimutnya.
Dengan cepat ia mengenakan baju dan celananya serta juga
sepa cu yang barn wama hijau. Tanpa bersuara, ia pergi
kepintu. Setelah mendengar orang lewat, diam-diam ia
membuka pintu. Cepat luar biasa, ia susuI pegawai peronda itu,
dengan sebelah tangan ia menjamber leher, dengan tangan
yang lain ia menutup mulut orang.
Peronda itu kaget, dia mencoba meronta, tapi lekas sekali dia
rak sadarkan diri.
Mendapatkan orang sudah tidak berdaja, Lian Beng
merebahkannya dilantai, lantas ia lari kelorong, yang menjurus
keluar. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 14
Dipintu ada seorang penjaga. Penjaga itu lagi bertugas samoil
bernjanji perlahan : "Didalam bulan pertama ada musira semi
yang baru, setiap keluarga semua bergembira ........... "
Mendadak suaranya berhenti. Dia melihat orang datang tetapi
sudah kasip. Lian Beng telah menubruk dan mencekek dia
hingga dia pingsan. Ketika kemudian dia mendusin, pintu
sudah terpentang dan anak kunci ada di liang pintu besi itu. Dia
lantas lari keluar.
Ketika itu turun gerimis, rumput basah. Dia masih melihat Lian
Beng kabur kearah pintu besar. Itu artinya, dia pingsan tidak
lama.
Sembari mengejar, dia berteriak-teriak : "Tiang Kin! Tiang
Kin! Ada orang gila minggat! Jaga! Jaga dia 1"
Dibelakang dia lari memburu seorang petugas lain, juga sambil
berteriakan.
Penjaga pintu besar, yang bernama Tiang Kin itu, lagi
ngelenggut ditempat jagaannya. Dia mengenakan baju hujan
serta pet menutupi kepalanya. Dia tidur meniender disamping
pintu. Belum dia sadar betul atau dia telah dihaj.ar pingsan oleh
Lian Beng.
Waktu dia sadar, dia melihat lima kawannya balik dari luar,
semuanya tunduk dan lesuh, mereka saling menjalahkan.
"Ada apa?" dia tanya mereka.
"Ada apa? Kau bangkai hidup!" dia dijawab. "Kau menjaga
pintu besar, kenapa kau membiarkan orang gila kabur?"
Heran Tiang Kin. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 15
"Orang gila kabur? Orang gila j.ang manakah?" tanjanya.
"Orang gila kirimannya Detektip To." sahutnya sengit.
"Detektip To justeru memesan agar dia jangan dikasi buron.
Dia hajar kau sampai kau pingsan, dia merampas baju hujan
dan petmu, yang dia terus p.akai, lalu dia pakai kuncimu untuk
membuka pintu, guna kabur!"
"Begitu?" kata Tiang Kin. Baru sekarang dia kaget. "Habis apa
dia d.apat disusul?"
"Dia hilang! Dasar kau alpa!"
Tiang Kin tidak puas dipersalahkan.
"Tapi kau! Kau yang menjaga kamarnja!" katanya, juga sengit.
"Kenapa kau membiarkan dia lolos?"
"Itulah sebab................"
Cuma sebegitu jawabnya, lantas dia kehabisan alasan. Dia
memang alpa...............
**** II GAMBAR SULAM DITEMPAT TUKANG LOAK
Sebuah oto meluncur di Monte Road, tiba di ujungnya, dia
berhenti di Tafang Road. Dari dalam oto keluar seorang usia
limapuluh lebih, mulutnya menghisap sigaret. romannya
angkuli.
Dandanannya menjatakan ialah seorang hartawan. la lantas
nienuju ke sebuah toko barang antik. Baru beberapa tindak, /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 16
atau segera ia kembali, uniuk menghampirkan seorang tukang
loak, yang berhenti di tepi jalan di ujung Monte Road itu. U
ketarik sama suatu barang yang didasarkan. la bertindak
dengan perlahan.
Barang yang ia lihat itu jalah barang yang ia telah oajang di
rumahnya selama sepuluh tahun lebih, yang pada sembilan
tahun yang lalu telah lenjap bersama beberapa rupa barang
lainnya.
Siasia belaka ia mencari barangnya itu, yang bagaikan
kerbaukerbauan tanah kecemplung di dalam laut. Siapa sangka,
hari ini, secara kebetulan, ia melihatnya pada tukang loak itu.
Ia sebenarnya girang luar biasa akan tetapi ia mencoba
membikin dirinya tenang seperti tidak terjadi sesuatu.
Tiba di depan tukang barang-barang lua dan rongsokan itu, ia
lantas berpura-pura meilhat pelbagai macam barang yang
didasarkan itu, selang sekian lama barulah matanya bentrok
sama sebuah pigura, gambar dengan lis kaca. Cat air emas pada
bingkai itu sudah rusak, kacanya juga sudah rengat, bahkan
gambarnya ? gambar sulam, ? sudah luntur serta ada bagianbagiannya yang dimakan kutu sehingga gambar yang berharga
mahal itu menjadi tidak keruan.
"Berapa harganya bingkai nigura ini?" dia tanya. lagunia tawar,
aksinya sembarangan saja. Ia menjebut bingkainya, bukan
gambarnya.
"Terserah, berapa saja!" menjahut si tukang loak. Dia memang
tidak mengharap lakunya barang itu. yang sekian lama tidak
ada yang beli, tak ada yang tanya atau menawar diuga.
"Kau jualkah sebegini?" tanya pembeli itu. Ia tidak menjebut
jumlah, ia mengibarkan sehelai uang kertas. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 17
"Jual!" sahut si tukang loak. "Kenapa tidak? Nah. Tuan
ambillah!"
Pembeli itu melemparkan uangnya, ia membungkuk akan
mengambil pigura itu.
"Apakah masih ada bingkai kira-kira serupa ini?" ia tanya pula,
acuh tak acuh.
"Tidak. Coba tuan datang kira dua jam tadi, aku masih
mempunyai tiga buah yang lainnya ..........."
"Tiga buah lagi? Bagaimana macamnya?"
Mendadak, hartawan yang romannya angkuh ini, menjadi
tegang sendirinya.
"Ya. Orang telah beli itu bingkai itu ada gambar sulamnya,
gambar pemandangan alam dari tiga musim panas, rontok dan
dingin, pemandangan di pedesaan..! coba bilangi aku,
siapakah itu yang membelinya?"
"Gambar musim semi dan musim rontok dibeli oleh seorang
pemilik kedai teh, dan gambar musim panas dibeli oleh satu
buaya darat yang kesohor "
"Hai, orang mau mampus, tahang nasi!" mendadak si hartawan
mencaci. "Itulah bukannya gambar lukisan, itulah sulaman!"
Dia tidak dapat menguasai dirinya lagi, dia tidak dapat berpurapura seperti semula tadi. "Apakah kau kenal pemilik kedai teh
itu serta si buaya darat?"
"Aku tidak kenal pemilik kedai teh itu, aku Cuma tahu dialah
pemilik kedai pedesaan..!
"Mengapa kau ketahui itu?" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 18
"Karena selagi membeli dia mengatakan kepada kawannya
bahwa mungkin gambar itu cocok digantung di kedai tehnya."
"Tahukan kau dimana letaknya kedainya itu?"
"Aku. aku tidak tahu." sahut tukang loak itu yang hatinya
tereekat. Baru sekarang dia mengetahui keempat piguranya itu
mahal, hanya sudah kasip, ia terlambat. "Mungkin dianya
bukan satu ahli. Ketika dia membelinya dia mengatakan
gambarnya sudah rusak maka dia memilih dua yang
mendingan. Setengah jam berlalunya dia, lantas datang
pembeli yang lainnya.."
"Siapakah dia?"
"Dialah si buaya darat. Dia rupanya sedikit lebih mengerti, dia
beli gambar musim panas itu. ini gambar musim dingin yang
paling rusak, dia membiarkannya saja.."
"Coba berikahukan akan she dan namanya buaya darat
itu!"
Tuan yang angkuh ini sekarang menjadi sangat lesu, lenyap
keangkuhannya.
Tidak jauh dari tukang barang rongsokan ini, ada tukang loak
pakaian tua, baju dan celana jas. Disana ada seorang yang lagi
memilih seperangkat pakaian. Dialah seorang usia pertengahan
dengan tubuh kurus, kepala potongan kepala mencak dan mata
krijap tajam seperti mata tikus. Dia tertarik akan keterangannya
si tukang loak tentang keempat pigura sulaman itu hingga dia


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memasang kupingnya.
"Aku tidak tahu siapa she dan namanya menyahut si tukang
loak. "Aku melainkan tahu dia biasa dipanggil Jip Tee Liong,
si Naga Tanah." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 19
"Hmm, Jip Tee Liong! Dialah buaya darat masih hijau!" kata si
hartawan angkuh. Agaknya ia memandang tak mata. "Coba
bilangi aku, darimana kau dapatnya pigura ini?"
Dia tak menyebutnya lagi bingkai.
"Pada kira setengah bulan yang lalu aku membelinya dari
seorang pecandu usia pertengahan yang pakaiannya rubat-rabit.
Dia yang datang menjualnya kemari."
"Apakah kau kenal dia?"
"Tidak. Selama belasan hari pigura rongsokan itu menggeletak
saja, tidak ada yang tegur, tidak ada yang tawar, baru hari ini
........... "
Selagi si tukang loak berkata sampai disitu, si hartawan angkuh
sudah ngelojor pergi dengan cepat bersama pigura
rongsokannya itu...........
"Ah, mataku buta!" si tukang loak menyesalkan dirinya.
Barang berharga aku menganggapnya barang rongsokan ........."
Dia mengatakan matanya buta tetapi sebenarnya dia awas
sekali. Dengan lantas dia melihat seorang penunggang sepeda
lagi mendatangi dari arah Ta Fang Road. Bahkan dia
mengenali itulah si pemilik kedai teh, yang membeli pigura
mahalnya itu, dan dibahasi sepedanya masih terselipkan dua
buah pigura itu, yang tertindihkan beberapa bungkusan lain.
Jadi terang benar, orang itu lagi berbelanya, membeli teh dan
lainnya untuk kedainya.
"Inilah ketikaku!" pikirnya. "Aku mesti dustakan dia, aku
mesti beli kembali pigura itu, untuk kemudiannya aku menjual
mahal kepada seorang ahli! .......... " Maka tak waktu lagi, dia
lari, untuk menyusul pemilik kedai itu. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 20
"Tuan! Tuan pemilik kedai teh! Berhenti! dulu!" Dia
memanggil-manggil sambil berlari-lari mengubar. Karena dia
tidak tahu nama orang, dia menjebutnya pemilik kedai saja.
Pemilik kedai teh itu tidak mendengar, ia terus melarikan
sepedanya, maka setelah menikung, ia lenjap dari pandangan
matanya si tukang loak.
"Ah, sajang!" si tukang loak kata, menyesal. "Harta besar
lenjap tidak keruan ........... "
Dia bertindak balik dengan lesuh. Tiba-tiba dia ingat,
dagangannya tidak ada yang jagai. Lantas dia lari balik. Njata
dia terlambat. Ketika dia sampai, dia lantas mengeluh : "Oh,
Tuhan, celaka aku! ..........." Dia lantas membanting-banting
kaki. Didasarannya itu lenjaplah lain-lain barang jang" masih
"ada harganya ........... "
Si pemilik kedai sendiri, yang tak tahu orang memanggilmanggil dan mengejarnya, berjalan terus pulang, sepedanya
laju melewati jalan yang ramai, menuju keluar kota barat,
kedusun Sichiao.
Hari sudah mulai magrib ketika kedai teh Loh Tien mulai
kedatangan baniak langganannya, hingga pemiliknya, Yap A
Eng, menjadi repot melayani mereka itu. Semua langganan itu
ada petani-pelam atau kuli tani, iang menganggapnya kedai itu
sebagai tempat pelepas capai-lelah habis rnembanting tulang
memeras keringat seantero hari ...........
Dari antara begitu banjak langganan, banjak yang tidak
memperhatikan bahwa ruang kedai telah dipajang dengan dua
buah pigura, melainkan sedikit yang melihatnya dan menjadi
ketarik dua buah gambar pemandangan alam pedesaan itu. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 21
"Saudara Eng, dari mana kau memperoleh dua buah pigura
itu?" tanya seorang tani tua.
"Aku dapat beli dari tukang loak," sahut A Eng. "Aku lihat
tepat juga gambar itu dipajang disini. Aku beli itu dengan
harga enampuluh pocie teh .......... "
Pemilik ini mendusta. Sebenarnya, dia membelinya dengan
harga tigapuluh pocie.
"Harga itu tidak mahal," kata seorang langganan lain.
"Ya, aku pun memikir begitu ..........." kata A Eng.
"Eh, kamu sedang membicarakan urusan apa?" tiba-tiba
campur bicara seorang muda dengan seragam kaum buruh
warna biru, dari Iuar dia bertindak masuk. Bersama ia ada
seorang tani, yang usianya lebih tua beberapa tahun.
Segera mata niereka ini bentrok sama gambar sulam ditembok,
nampaknya mereka menjadi heran berbareng ketarik.
Keduanya lantas mengambil tempat duduk, dengan mulut
tertutup mereka terus mengawasi kedua gambar itu. Baru
kemudian mereka berdua saling memandang, lalu saling
mengangguk.
"Eh, A Kin, A Kiam, kenapa kamu?" A Eng tanya heran.
"Saudara A Eng, dari mana kau dapatkan dua gambar itu?"
tanya orang yang dipanggil A Kiam, jalah seorang she Siang,
namanya Kiam.
"Aku dapat beli itu dari tukang loak diujung Monte Road,
belinya dengan harga enampuluh pocie teh." sahut si pemilik
kedai. "Disana masih ada sepasang lagi tapi lantaran sudah
terlalu tua, aku tidak beli sekalian .......... " /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 22
"Bagaimana jikalau kau jualkan gambar ini padaku?" tanya si
Kiam itu.
"Jikalau kau suka, kau boleh ambil 1" kata tuan rumah. Dia
tidak mengenal kedua gambar itu dan telah untung separuh.
"Kakak, apakah kau membawa uang?" si Kiam tanya orang
yang satunya, jalah si Kin atau Siang Kin, kakak kandungnya.
"Ada cuma seharga satu pocie teh," menjahut sang kakak. Ia
merogo sakunya dan mengeluarkan hanya seharga delapan
pocie.
"Saudara Eng, bolehkah gambar ini aku bawa pulang dulu,
uangnya aku antarkan besok?" si Kiam tanya.
"Menyesal, tidak boleh," kata si pemilik kedai. "Aku kenal
kamu dua saudara dan kita biasa bertemu setiap hari, tetapi
jembatan jalah jembatan dan jalan besar jalah jalan besar.
Aku tidak dapat menghutangi. Jikalau kamu mau beli dua
gambar ini, kamu harus membajar kontan. Aku tidak
mengambil untung, kau tahu, aku pun tidak memotong ongkos
kendaraan. Kau lihat, bagaimana aku hargakan persahabatan
kamu."
"Tetapi besok pasti aku akan mengantarkannya," kata Si Kin
yang turut bicara.
"Bukannya aku tidak mau mengasikan, sebenarnya aku tidak
dapat memberi hutang," kata si hug berkukuli. "Nah, kau lihat
lah itu pemberitahuan ditembok!" la menunjuk ketembok dan
membaca tulisan atas seheiai kerlas merah, bunjinya
memberitahukan bahwa sanak dan sahabat pun harus membajar
kontan." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 23
Siang Kin dan Siang Kiam tidak bisa berbuat lain. Karena
mereka ingin mempunyai gambar itu, terpaksa mereka
meminjam uang kepada beberapa kenalan yang berada bersama
dikedai itu.
Mereka berhasil. Orang tahu mereka baik dan tidak bercacad!
Si Kin, petani yang jujur dan berpengalaman, dan si Kiam
pandai besi yang dibutuhkan bantuannya oleh semua petani
didesa mereka itu. Umpamakata Si Kiam berhenti bekerja,
bengkeinya pun bakal ditutup...........
Sebentar saja si pemilik kedai telah mendapatkan uang seharga
enampuluh pocie teh, dari yang mana, separuh ada
keuntungannya, maka ia menurunkan kedua gambarnya,
diserahkan kepada dua saudara Siang itu, siapa sebaliknya mau
lantas pergi pulang.
"A Kin, A Kiam," kata seorang langganan tua dari kedai teh
itu, "apakah hari ini kamu tidak mau mendengari Nona Kan
Siok Leng berceritera tentang lelakon Thay Peng Thian Kok?"
"Kami mau pulang dulu, sebentar kami kembali," menjahut si
Kin. Dua saudara ini pulang dengan gembira ? pulang kerumah
gubuk dari si Kin, yang pernahnya didekat empang Kiu-lietong.
Dengan lantas kedua pigura digantung didinding tembok tanah.
"Kakak, aku memikir buat pergi kebengkel untuk meminjam
uang pada majikanku, aku hendak meminjam sekira sebulan
gaji," kata A Kiam. "Dengan uang itu selain kila bisa
membajar hutang ini seharga enampuluh pocie, uang /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 24
selebihnya kita boleh pakai membeli dua pigura lainnya, yang
musim panas dan musim dingin itu........... "
"Tetapi, adik, dapatkah kau meminjam uang?" sang kakak
tanya. "Aku tahu Coan Kim Hoat, majikanmu itu, sangat
pandai menghitung uang dan kikir juga. Sekarang belum achir
bulan, mana dia suka memberi pinjaman? Aku lihat,
janganjangan kau nanti kena dimaki ........... Lebih baik kita
jual limapuluh kati gaba kita, uangnya cukup untuk membeli
lagi dua buah gambar yang lainnya itu."
"Baiklah kalau begitu. Kita mesti lekasan, nanti kedua gambar
itu keburu dibeli lain orang," berkata si adik.
Siang Kin akur. Maka dengan menggendol gaba, keduanya
Iantas pergi kekota. Lebih dulu mereka menjual gaba mereka.
Lalu dengan membawa uang, mereka menuju ke Monte Road.
Ketika itu sudah magrib. Si tukang loak sudah tidak ada. Ada
juga rekannya, si penjual pakaian, yang lagi bebenah. Dia ini
memberitahukan bahwa pigura yang dua telah dibeli oleh
seorang pemilik kedai, dan yang dua lagi dibeli oleh satu buaya
darat serta seorang hartawan.
"Mungkin semua pigura itu pigura berharga," tukang pakaian
itu menambalikan. "Kenapa kamu ketahui tukang loak itu
menjuai keempat pigura itu?"
"Kami mendengar kabar saja, lantas kami datang kemari,"
menjahut Siang Kiam sembarangan, yang kecele, sebab
benarbenar ada orang yang mendahului. Ia pun tidak niau
bicara banjak-banjak lagi. "Terima kasih! Kami mau pulang
sekarang, karena barang telah dibeli lain orang. Sampai
bertemu pula!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 25
Dua saudara ini berangkat pulang, tetapi lebih dulu mereka
pergi kekedai teh Loh Tien..............
Pada tahun pertama Kaisar Ham Hong dari ahala Boan, jalah
tahun 1851 Masehi, maka Ang Siu Coan telah mulai bergerak
didusun Chingtien di Kwangsi. Gerakan itu disambut rakjat
umum, yang telah merasa tertindas raja. Pada tahun itu bulan
kevsepuluh, mereka berhasil memasuki koia Yung-an dan
membangun disana pemerintahan Tai Ping Tien Kuo.
Bagaimana tentera Tai Pmg ini memukul pecah koia Nanking,
baiklah besok saja ceritanya dilanjuti ........... " demikian
ceritera ditutup oleh Nona Kang Siok Leng, si penutur ijerita
dipentas dari kedai teh Loh Tien yang sempit dan buruk
perlengkapannya. Memang setian ?ore si nona tlatang untuk
menjual ceritera disitu diantara para pengunjung orang desa.
"Nona Siok Leng, coba kau menjanjikan lagi sebuah lagu,"
meminta seorang langganan.
Beberapa langganan lain pun memintanya.
"Baiklah," kata si nona, yang selain pandai bercerita juga dapat
bemjanji sambil memetik piepee.
MUSIM SEMI (CUN)
"Suara berkokoknya ajam,
Mengikuti origin pogi pergi kemana-mana,
Hingga seluruh kompung mendengarnya.
Oh, rnusim Semi yang indah permai!
Anjing malas rebah didepan pintu,
tak man bangun,
Tawon gula terbemg kebunga-bunga,
melakukan kerjaannya,
Dan petani menjangkul sekali derni sekali, /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 26
menjingkirkan runt put liar!
Diwaktu begitu maka si tuan tanah,
tidur njenjak berselimut,
Bermimpi pun tidak dia pikirkan,
Darah dim peluhnya si petani,
Membuatnya dapat makan dan menjadi gemuk!
MUSIM PANAS (HEE)
Hart musim Panas, panasnya terik,
si tuan tanah mengucak inata, mengulet.
Dia tidur dibawah pohon, tidnr tengalthari,
Jidatnya bermandikan peluh bagaikan mutiara l
Maka memakilah dia: "Budak man mampus,
kenapa tidak lekas-lekas mengipas?"
Dia pula panas dalam hatinya, mendongkol,
Sebab si budak tak mengusir tonggeret dipohon!
Sang Surya bagaikan lagi membakar,
Membakar panas punggung si petani,
Si tuan tanah, melihatnya pun tidak I
(MUSIM RONTOK ? CIU)
Petani repot hingga tak dapat berdiri lempang,
Tuan tanah sebaliknya tertawa menjeringai,
Sebab berasnya bertumpuk bagaikan bukit.
Tapi dia membutakan mata, mengatakan sedikit,
Dia menjuruh gundalnya main cambuk,
Hingga kuli-kulinya berlutut memohon ampun,
menjerit-jerit kesakitan,
Bersengsara si petani hingga bertangis air mata darah 1
MUSIM DINGIN (TANG) /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 27
Angin Utara bertiup menderu
Lempengan salju berjatuhan
Angin meniup hingga rumah gubuk bergojangan,
Membikin dingitt bergegat tubuh si petani
Sedang pendaringannya kosong-melongpong I
Sedang si tuan tanah berbaju kulit,


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Makannya makan daging kambing,
Daging dipanggang dekat perapian!
Mana dia perduli, petaninya kedinginan dan kelaparan?"
Demikian njanjian si nona, yang artinya membuatnya orang
berpikir. Mereka itu kaum tani, maka mereka merasakan
penguraiafl si nona tentang penderitaan mereka disamping
kesenangan si tuan tanah.
"Jikalau kamu suka, pergi kamu pulang dan menjanjikannya!"
berkata si nona achirnya.
Dua saudara Siang mendengar cerita hanya penutupnya, tetapi
njanjian ini, ja artinya, membuat mereka puas dan berpikir.
Dengan lantas mereka membajar hutang mereka, hingga semua
orang senang, sebab pinjaman itu dilunaskan demikian cepat.
Tidak lama pulanglah semua langganan, kecuali dua saudara
Siang itu serta si Nona Kang. Nona ini mendapat bagian lima
persen dari seluruh pendapatan semalam itu dari kedai teh itu.
Si pemilik kedai sebenarnya tandas perhitungannya akan tetapi
Siok Leng tidak rewel, maka itu, dia tidak sampai dirugikan.
Dia memang tinggal di desa itu separuh mengabdi, untuk
menghibur kaum tani.
Di waktu pulang, Nona Kang membawa sebuah lentera minjak.
Dia mengajak dua saudara Siang bersama. Mereka berjalan
dengan perlahan. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 28
Siok Leng berusia duapuluh-empat tahun, cantik dan lincah.
Dia pun orang modem, maka dia menentang cara-cara kaum
kolot. Tidak lama semenjak dapat pekerjaan bercerita di kedai
teh itu, dia, lantas bersahabat kekal sama dua saudara Siang itu.
Dua saudara Siang datang setiap mal&m, untuk mendengar
orang bercerita^ lalu menjadi kebiasaan mereka pulang
bersama, sekalian mengantarkan. Rumah si nona didusun Liulin, belasan lie dari kedai itu, dan rumahnya pun kecil.
"Siok Leng," kata si Kin, "adakah njanjianmu berdasarkan
keempat pigura musim cun hee ciu tang itu?"
"Benar. Bukankah tiga hari yang lalu kau telah menuturkan
padaku tentang gambar pigura itu? Maka berdasarkan gambar
itu, aku menggubah kata-katanya."
"Sungguh kebetulan," kata si Kiam. "Tiga hari yang lalu itu,
aku menutur tentang keempat gambar itu, atau hari ini aku
mendapatkan dua diantaranya." Dan ia menceritakan
bagaimana catanya kedua gambar didapatkan.
"Jikalau begitu, itulah kabar girang, kamu harus diberi
selamat!" kata Siok Leng girang. "Biarlah besok pagi aku pergi
kebengkel untuk melihatnja!"
"Jangan kau pergi kebengkel. Gambar itu disimpan dimmah
kakak. Kalau mau, pergilah ke Kiu-lie-tong."
"Baiklah," bilang si nona.
Demikian mereka pulang dengan sambil berbicara.
Dua hari kemudian setelah dua saudara Siang dapat membeli
gambar, maka diwaktu lohor kira jam 16.00, kedai teh Lo Tien
kedatangan seorang penunggang sepeda usia pertengahan. Dia
mengenakan pakaian Barat, kepalanya potongan kepala /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 29
mencak, matanya tajam seperti mata tikus. dan tubuhnya kurus
dan jangkung. Setelah menjenderkan sepedanya dipinggiran
pintu, dia bertindak masuk, dia minta satu pocie teh. Dia duduk
diatas sebuah bangku panjang, yang tak enak didudukinya,
sambil berduduk, kedua matanya berjelilatan. Dia seperti lagi
mencari sesuatm Ketika itu, kecuali ini orang asing, belum ada
langganan lainnya
"Kaukah pemilik kedai ini?" orang itu bertanya.
"Ya," menjahut A Eng, mengangguk.
"Aku hendak menanjakan satu hal," berkata pula si langganan
baru. "Bukankah kau kemarin telah membeli dua buah pigura
pada tukang loak di Monte Road?" Sambil bertanya itu,
matanya mengawasi tajam, tak pernah berkesip. Inilah
kebiasaannya mengawasi orang.
"Ada apa kau menanjakan urusan itu?" A Eng tanya. Dia
heran.
Orang itu berhasil. Pastilah pemilik kedai ini si pembeli
gambar.
"Mana gambar itu?" dia tanya pula. Dia membawa aksinya.
"Jikalau kau omong terus-terang, itulah baik untukmu!" Dia
mulai mengancam.
"Bagaimana jikalau aku tidak mengasi keterangan?" A Eng
tanya. Dia heran sekali.
"Hm! Aku kasi tahu kau, akulah detektip dari kantor polisi, aku
bertugas mencari dua gambar itu! Baik kau lekas keluarkan!"
Dan dia mengancam lebih jauh.
"Oh! ........... Aku telah jual i t u ..........." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 30
Pemilik kedai ini kaget dan jeri.
"Kepada siapa kau jualnya?"
"Pada seorang desa."
"Siapa orang desa itu? Apa she dan namanya? Kau beritahu.
kau bebas!"
"Mereka!ah dua saudara Siang, si Kin dan si Kiam, tinggalnya
di Kiu-lie-tong."
"Bagus! Kau omong terus-terang, kau tidak sangkutpautnya."
kata orang itu. "Sekarang aku mau pergi mencari Siang Kin."
Jikalau kau mau selamat seterusnya, umpamakata ada lain
orang datang menanjakan hal gambar, kau bilang saja kau tidak
pernah membelinya dan tidak tahu-menahu. Mengertikah
kau?"
Habis berkata, orang itu pergi tanpa membajar uang teh!
"Aku mengertilah!" kata si pemilik kedai seraja ia mengawasi
orang menggaju sepedanya pergi. la percaja orang bukan
detektip tulen. Ia juga mau menduga, pigura itu rupanya
mempunyai lelakon...........
Tak ada sepuluh menit kemudian, langganan kedai teh mulai
muncul. Mereka duduk berkumpul, untuk sembari menghirup
teh memasang omong sambil juga menghisap huncwee atau
pipa panjang. Semua bahan omongan jalah kejadian setiap hari
didesa mereka.
Tidak lama, datang pula dua orang yang bukan langganan.
Dua-dua mereka ini berdandan pakaian Barat yang perlente.
yang satu umurnya empatpuluh lebih, tubuhnya besar dan
kekar, romannya bengis, petnya melesak menutup jidatnya. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 31
yang lain usia limapuluh lebih, tubuhnya sedang-sedang saja,
mulutnya menjepit pipa. Dia ini bersikap jumawa. Mereka
masuk kedalam kedai seraja terus duduk pada meja dekat pintu
dan terus mata mereka menyapu keseluruh ruangan.
Pemilik kedai, dengan merasa heran, aiclirik kedua tetamunya
ttu. Mereka bersikap tenang.
"Nona Kang Siok Leng itu masih muda sekali tetapi njanjinya
menarik, berceritanya pandai, sedang orangnya pun cantik
bagaikan bidadari," berkata seorang langganan umur
enampuluh lebih, "hanya aku tidak mengerti, kenapa dia suka
sekali mempertontonkan kepandaiannya didesa ini, hingga dia
seperti memendam diri?"
"Mana kau mengerti," kata satu langganan lain, yang rambut
dan kumisnya putih bagaikan perak. "Dia menaruh hati kepada
Kiam, si pandai besi, maka itu dia suka tinggal disini."
"Bukan, bukan begitu," kata seorang pemuda. vKau tidak
meQgenal nona itu. Bukankah dia pemah memberitahukan kita
bahwa dia sangat ketarik sama suasana dipedesaan yang
tenang, dengan penduduknya yang sederhana dan jujur? Dia
justeru senang sama penghidupan tenang."
"Benar, aku ingat dia pemah mengatakan demikian," kata
seorang lain lagi. "Hanya malam ini, entah dia datang atau
tidak.
Sampai begini hari dia masih belum muncul.......... "
"Biasanya dia datang setiap malam, tidak perduli angin keras
dan turun hujan. Kenapa dia tidak datang?"
"Kau tidak tahu," kata si langganan yang barusan. "Kemarin
malam di Ho-hua-wu, jaitu diucijungnya desa Sichiao, telah /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 32
terjadi suatu peristiwa mengagetkan. Katania seorang nenek
beserta cucunya umur delapan atau sembilan tahun, yang baru
pulang dari dusun Liulin, sudah diganggu memedi dengan
rnuka hijau dan bercaling besar. Ketika itu hujan rincik-rincik
dan mereka lagi berjalan cepat-cepat. Mendadak memedi muka
hijau itu muncul dan menguber. Sjukur dia dapat lari dan tak
sampai kena ?diterkam untuk digegares! .......... Tadi -malam
adalah anak lakilaki si nenek yang dijalan tersebut bertemu
sama memedi itu.
Dia tahu kemarin malamnya ibunya bertemu sama sang
memedi, dia takut bukan main. Bersama dia ada seorang
pemuda yang besar njalinya, yang tidak percaja setan. Ketika
pemuda ini melihat memedi itu, yang demikian besar dan
jangkung, yang mengenakan baju hujan dan pet dan mukanya
merah tua, dia percaja itulah bukannya setan, daripada lari
kabur, sebaliknya dia maju menghampirkan, dia berlompat
untuk membekuk si memedi. Memedi itu kuat luar biasa. Dia
tidak dapat melawan tenaga. maka dia memegangi baju orang
dengan keras, dia berteriak-teriak minta bantuan. Memedi itu
menjadi marah, ia menyerang hingga orang roboh, setelah
mana dalam nipa kabut atau asap, ia pergi menghilang.
Kejadian itu lantas tersiar luas di Ho-hua-wu. Nah, pikirlah
sekarang. Kang Siok Leng tinggal di Liulin, untuk datang
kekedai ini, dia mesti lewat dijalan besar di Ho-hua-wu itu,
jikalau dia mendapat tahu kejadian itu, mana dia berani
menempuh bahaya malam-malam datang juga keraari?"
"Aku percaja dia pasti datang," kata si anak muda, tetap.
"Jang dibilang memedi itu bukannya memedi, dia hanya
seorang gila yang buron dari rumah sakit gila."
"Kenapa kau ketahui dialah orang gila pemburon?" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 33
"Sebab dalam surat-surat kabar kemarin ada termuat beritanya.
Ada dijelaskan juga roman dan pakaiannya orang gila itu, yang
suka menjebut dirinya raja setan Ciong Hiok, si tukang gegaras
memedi."
"Tidak perduli dia setan atau bukan, Kang Siok Leng pasti
datang," berkata seorang tua, yang ubanan kumis dan
rambutnya.
"Siang Kin dan Siang Kiam biasa mengantarkan dan
melindungi dia."
"Ya, Siang Kin dan Siang Kiam itu dua anak baik didesa kita
ini, mereka rajin, sederhana dan jujur. Lihatlah kemarin, untuk
membeli gambar, mereka meminjam uang kita, belum lewat
dua jam, mereka sudah membajar pulang dengan betul..."
"Memang! Ketika tahun yang sudah rumah Siang Kin roboh
diserang angin, dia tidak mempunyai uang untuk membeli atap
dan lainnya guna membangun pula, dia meminjam uangku, dia
berjanji membajar pulang dalam tempo dua bulan, tidak
tahunya belum satu bulan, mereka telah membajar lunas."
Kedua orang baru itu agaknya tidak kerasan berdiam lamalama dikedai itu, mendadak mereka berbangkit, lantas mereka
melemparkan uang keatas meja, lantas mereka ngelojor pergi.
Sementara itu, dengan sang cuaca raakin gelap, kedai itu sudah
penuh dengan langganan lama, bahkan Nona Kang Siok Leng
benar-benar datang hingga si nona dapat memberi hiburan
seperti biasa. Mulanya ia menjanjikan beberapa lagu, terus ia
mulai dengan ceriteranya.
Selama itu terlihat Siang Kiam datang lambat, dan ia tidak
bersama Siang Kin, kakaknya. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 34
Ketika cerita telah sampai diachirnya, semua langganan kedai
lantas pergi pulang, beberapa yang pulang belakangan mengasi
tahu si nona halnya si orang gila muka merah yang suka
mengganggu orang dijalan Ho-hua-wu.
Siok Leng membilang terima kasih untuk pemberian ingat itu,
kemudian ia pulang bersama Siang Kiam. Seperti biasa,
mereka jalan perlahan-perlahan.
"Siang Kiam, kenapa kakakmu tidak datang malam ini?" tanya
si nona.
"Entahlah," sahut orang yang ditanya. "Biasanya kalau aku
pulang dari bengkel, aku pergi menjampar kakak, tetapi hari ini
kerjaan banjak, aku keluar lambat daripada biasanya, dari itu
aku langsung menuju kemari."
"Mungkinkah kakakmu sakit?"
"Tidak mungkin. Kakak sehat dan kemarin dia tidak kurang
suatu apa."
"Mungkinkah dia bertemu si edan ditengah jalan dan kena
dihajar si edan itu?"
"Tidak mungkin."
"Kalau begitu, aku ingin pergi ke Kiu-lie-tong untuk melihat
dia."
Siang Kiam setuju.
Mereka jalan terus, sampai mendekati kali kecil disamping
mana berdiri rumahnya Siang Kin yang mencil sendirian.
Segera mereka merasa heran. Disitu kedapatan bergeletakan
beberapa alat-pertaniannya Siang Kin. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 35
"Aneh ..........." kata Siang Kiam perlahan, hatinya Iantas tidak
tenteram.
Dari dalam rumah terlihat molosnya sinar lampu. Pula dari
sana terdengar suara tingtong yang tak biasanya terdengar.
Mereka maju terus, sampai dipintu, lalu Siang Kiam membuka
pintu itu. Segera ia dan Siok Leng berdiri menjublak.
Bukan Siang Kin yang terlihat disitu hanya seorang dengan
muka merah, yang mengenakan baju dan pet hujan. Dia duduk
pada meja tengah memakan buburnya Siang Kin, karena dia
dahar dengan sangat bernapsu. centongnya sering mengenai
tempulo. Itulah suara tingtong tadi.
"Mungkin dia si orang gila di Ho-hua-wu itu?" kata Siok
Leng, yang berdiri diambang pintu.
Siang Kiam mengangguk, matanya menyapu kedalam. Sedang
terlihat olehnya kakaknya, Siang Kin, rebali ditanah disamping,
sedang segala perabotan lainnya kaljau. la kaget. Ia menduga
kakaknya itu mati.


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, Siang Kiam," kata juga Siok Leng terkejut. "Dua
piguramu pun lenjap........... "
"Ya, pigura lenjap dan kakak mati.......... " sahut Siang Kiam.
"Benar, dia rebah tak berkutik..........." katanya.
Siok Leng kaget.
"Coba kau minggir," kata Siang Kiam achirnya. "Nanti aku
masuk untuk membekuk orang gila yang jahat ini!"
Sekonjong-konjong orang didalam itu berbangkit bangun,
tangannya menjamber selimut dan bantal kepala dari rumput,
kemudian dengan tangan kanan memegang sepotong bambu, /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 36
dia nerobos keluar sambil berkata njaring: "Aku Ciong Hiok!
Aku mau telan habis semua hantu jahat dikolong langit ini!"
Melihat lagak si edan, Siang Kiam bersangsi sejenak, tetapi
ketika orang lewat didekatnya, dia maju menubruk. Njata dia
menubruk kosong. Si gila itu gesit dan dapat berkelit.
Untuk ke-dua kalinya, Siang Kiam menubruk pula. Kali ini ia
berhasil. Akan tetapi si edan melawan, bahkan dia dapat
mencekek leher orang, sampai Siang Kiam tak dapat bernapas,
lalu pingsan.
Melihat penyerangnya pingsan, si edan melemparkan tubuh
orang ketanah. Ketika ia menampak si nona, didekat pintu, ia
berlompat, untuk menubruk.
Siok Leng kaget dan ketakutan, dia lari sambil berteriak-teriak.
Sajang, rumah Siang Kin mencil dan jauh dari tetangga. Dia
juga tidak kuat lari. Belum lama, dia sudah kecandak si gila!
**** III BERTEMPUR
Setelah membekuk si nona, si gila kabur diantara sawah dan
tegalan!
Nona Kang mencoba meronta, siasia belaka. Dia bagaikan
seekor burung kecil ditangan burung ulung-ulung. Dia
dikempit, dibawa lari terus.
Dalam takutnya ilu, Siok Leng ingat ia mempunyai sebatang
pedang kecil semacam barang mainan. Itulah buatannya Siang /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 37
Kiam selagi dia senggang, dia bikinkan itu untuk ianya
memotong bebuahan atau meraut potlot. Ia lantas mengasi
keluar pedangnya itu, yang panjang cuma dua dim, ia
menghunusnya dari sarungnya, lantas ia menikam. Karena ia
dikempit, ia cuma bisa menikam kempolan banan.
Si gila kaget dan kesakitan, dia melepaskan si nona dengan
dilemparkan, sambil berteriak-teriak, dia kabur lebibi cepat.
Siok Leng tidak terluka parah, dia merayap bangun dari sawah
yang berlumpur itu. Ia tidak takut lagi. sebab si gila sudah
kabur, hanya ia menyesal, pedangnya masih nancap
dikempolan orang, ia sendiri memegangi sarungnya saja. Toh
ia bersjukur yang pedang itu telah menjelamatkan jiwanya.
Dengan berjalan perlahan, ia kembali kerumah Siang Kin.
Dit'engah jalan ia berpapasan sama Siang Kiam, yang berlarilari kearahnya, rupanya untuk menyusul ia. Pemuda itu
membawa pacul.
"Siok Leng, kau tak apa-apa?" si Kiam tanya.
"Sjukur tidak," menjahut si nona, yang menuturkan
pengalamannya barusan.
"Kalau dia kabur karena terluka itu, tidak dapat kita mengejar
dia," kata Siang Kiam kemudian.
"Ya. Bagaimana dengan kau?"
"Aku cuma lercekek hingga tidak dapat jbernapas, dengan
lekas aku sadar. Aku menjangka kakak sudah mati, tidak
tahunya dia pun cuma pingsan sebab tidak dapat bernapas,
hanya dia tercekek terhajar hebat, dia pingsan lama sekali.
Sekarang pun dia masih sangat lemah, maka aku menyusul
sendiri." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 38
..Sebenamja kenapa Siang Kin?"
"Aku belum sempat menanjakannya."
"Kalau begitu, man kita lekas pulang I"
Ketika mereka tiba dirumah, Siang Kin lagi membereskan
segala apa yang dikacaukan si gila, sering-sering dia
mengusapusap batang lehernya..
"Siang Kin, bagaimana?" tanya Siok Leng, agaknya sangat
memperhatikan.
"Tidak apa-apa pula, cuma leherku masih sedikit sakit. Sigila
kuat luar biasa, hampir saja batang leherku ditekuk patah I"
"Gambar kita lenjap. Entah itu dibuang kemana oleh si gila!"
"Gambar itu tidak hilang, telah aku simpan didalam koper
bambu."
"Bagaimana kau bisa menjimpan itu?"
"Tadi habis kerja disawah, aku pulang untuk masak bubur.
Lalu aku menantikan kau, untuk bersantap, agar kita bisa pergi
bersama kekedai teh. Tiba-tiba aku kedatangan seorang usia
pertengahan yang mengenakan pakaian jas. Dia berkepala
seperti kepala mencak dan matanya tajam seperti mata tikus.
Tiba-tiba saja dia bertindak masuk .......... "
"Apakah kau kenal dia?"
"Belum pernah aku melihatnya.......... "
"Habis, apakah maunya dia?"
"Begitu dia masuk, lantas dia mengawasi gambar kita itu,
kemudian dia menjat'akan hendak membelinya. Aku menolak.
Dia mengawasi aku dengan mata melotot, selelah itu dia /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 39
berlalu dengan gusar. Aku lantas merasa tahwa ada orang yang
mengarah gambar kita itu, maka aku lantas menjimpannya.
Karena itu, aku tidak berani meninggalkan rumah. Selang
setengah jam, ada datang lagi dua orang yang pun berpakaian
jas. yang satu beroman galak, yang lainnya angkuh. Dia ini ada
tai-lalat hitam dibibirnya dan mengkisap pipa .......... "
"Mereka juga datang untuk membeli gambar?" Siok Leng turut
bicara.
"Benar. Mereka lantas merogo keluar segenggam uang kertas
dan diletaki diatas meja. Mereka mengharap dapat membeli
gambar kita itu. Aku menolak. Aku mengasi tabu bahwa
gambar itu tidak dapat dijual dengan harga seberapa juga. Aku
pun minta mereka meninggalkan rumahku." Sembari berbicara
itu, Siang Kin masih suka merabah-rabah lehernya. "Mereka
mem- bangkang untuk berlalu, bahkan mereka kata bahwa sangat tak
sump gambar itu dipajang dirumah gubuk. Mereka kata kenapa
tidak mau dijual, agar uangnya dapat dipakai membeli
makanan? Melihat orang berkepala batu, dengan tandas aku
mengatakan, tak dapat aku mengeluarkan barang itu, bahwa
untuk itu aku bersedia binasa. Aku jelaskan bahwa gambar itu
sulaman ibuku dan selama duapuluh tahun sudah lenjap, barn
sekarang didupatkan pula. Mendengar keteranganku itu, si
angkuh berubah airmukanya. Hanya sebentar, dia tertawa
kepadaku dan berkata:
"Jikalau demikian duduknya, tidak dapat kita memaksa
membeli. Aku harap kau suka memaafkan yang kami telah
membikin ribut. Sekarang kami mau pergi.? Si bengis
mengambil uangnya dari atas meja, bersama si angkuh terus
dia ngelojor pergi." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 40
Siang Kin berhenti lagi. Selang sesaat, ia berbicara pula:
"Berselang kira satu jam, kembali ada yang menolak pintu dan
masuk kedalam. Mulanya aku menjangka ada orang yang
datang pula untuk membeli gambar kita itu. Diluar dugaanku,
aku melihat si orang gila bermuka merah. Lantas dia kata
bahwa dialah raja-setan Ciong Hiok, yang hendak menelan
habis semua setan dikolong langit! Dia tanya aku, apa ada
setan yang dia dapat makan untuk menghilangkan Iaparnya.
Aku mengusir dia.
Aku tidak berdaja. Dia kuat sekali. Lantas dia melemparlemparkan segala barang. Karena sangat terpaksa, aku terjang
dia. Kecuali kuat, dia juga liehay. Aku kena dipegang dan dicekek,
hingga selanjutnya aku tidak ketahui apa juga........... "
"Aku pikir, baiklah kamu periksa gambar itu, masih ada atau
tidak," Siok Leng mengusulkan.
"Benar," kata Siang Kiam, yang lantas pergi kepojok rumah
dimana disimpan tas bambu, tetapi kesudahannya, dia terkejut.
Disitu tidak ada gambar sulam, ada juga pakaian tua.
"Apakah kau tidak salah simpan?" dia tanya kakaknya.
"Tidak," jawab Siang Kin. yang lantas menghampirkan, untuk
memeriksa sendiri. ."Ah, benar-benar lenjap i" serunya, kaget.
"Kalau begitu, terang orang telah curi kedua gambar itu,"
berkata Siok Leng.
Siang Kiam segera melihat pecahan beling si pojok lain dari
rumah gubuk itu dimana ada dapur. Ia menghampirkan. Ia
melihat sisa potongan bingkai pigura cat emas. Itulah
bingkainya gambar sulam itu, bingkai yang telah dirusak dan /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 41
dibakar. Di dalam dapur sendiri ada sisa bingkai, yang belum
terbakar menjadi abu.
"Mari lihat!" katanya, kaget. "Pigura itu bukan dicuri orang
hanya dibakar! ..........."
"Ah, si gila yang jahat!" mengeluh Siang Kin. Ia gusar sekali.
"Pastilah si gila yang membakarnja!"
**** Dua saudara Siang itu menjadi sangat masgul.
Besoknya malam, seperti biasa, kedai teh Loh Tien ramai
dengan para langganannya. Nona Kang Siok Leng pun muncul
untuk bercerita dan bernianji. Hanya matanya, yang selalu
mencari dua saudara Siang, tidak mendapatkan hasil apa-apa.
Dua saudara itu tetap tidak nampak sampai malam tiba hingga
cerita sampai diachirnya. Ia menjadi heran. Inilah tidak pernah
terjadi. Selama beberapa bulan, setiap pulang, ia diantar dua
saudara itu. la menjadi berpikir keras. Apakah sudah terjadi? /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 42
Dalam penasarannya, Siok Leng pergi kebengkel besi,
tempat kerjanya Siang Kiain, untuk menanjakan tentang
lenjapnya Siang Kiam berdua saudaranya.
Mungkinkah si orang gila datang pula mengganggu mereka?
Tapi ia tidak takut. Ia pulang seorang diri. Bahkan ia menuju
ke Kiu-lie-tong. Ketika ia sampai didepan rumah Siang Kin,
heran dan kagetnya bukan buatan. Pintu rumah dirantai, rumah
pun sepi.
Itulah tanda tuan rumahnya tidak ada dirumah.
Dengan pikiran berat, Siok Leng pulang. Besoknya pagi,
dengan hati penuh kekuatiran ia pergi pula kerumah Siang Kin.
Ia mendapat kenjataan, pintu rumah tetap terantai. Ia mencoba
mengintai kedalam. Tidak ada bajangan manusia didalam /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 43
rumah itu. Ia penasaran. Ia lantas pergi kesawah-ladangnya
Siang Kin.
Disana pun tidak ada kakak-beradik itu.
Dalam penasarannya, Siok Leng pergi kebengkel besi, tempat
kerjanya Siang Kjam. Ia justeru menemui pemilik bengkel lagi
murka, dengan duduk dikursi rotan dan menghisap rokok, dia
lagi mendamprat dua kuli magangnya.
"Aku numpang tanya, Siang Kiam ada dibengkel atau tidak?"
ia tanya sambil berdiri didepan pintu.
"Kau tanya aku? Aku justeru mau tanya kau 1" membalasi
pemilik bengkel besi itu. "Keinana perginya Siang Kiam? Hari
ini dia tidak datang bekerja! Mungkinkah dia mampus?"
Panas hati pemilik ini, sama panasnya bara yang marong
didalam perapian.
"Aku justeru datang mencari dia!" berkata si nona. "Kalau
begitu dia tidak bekerja hari ini. Kemarln jam berapakah dia
pulang?"
"Kemarin tengah-hari! Habis bersantap, aku rebah-rebahan
diatas lauwteng, lantas dia pergi tanpa perkenan, terus dia tidak
muncul sampai sekarang ini 1 Dia tidak datang, habis siapakah
yang bekerja disini?"
Siok Leng berdiam, ia ngelojor pulang. Hari itu ia menjadi
bingung sekali. Kemana perginya dua saudara Siang itu?
Apakab sudah terjadi atas diri mereka? Itulah pertanjaan yang
memusingkan kepalanya, yang membikinnya berkuatir.
Sorenya nona ini tidak gembira pergi kekedai teh. Tapi ia tahu,
orang tentu tengah menantikan ia, maka terpaksa, ia pergi juga. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 44
Tetap disana tidak ada si Kill dan si Kiam. ParaTangganan
kedai pun heran.
Dihari ke-empat, malam, Siok Leng datang kekedai dengan
mengharap-harap sangat nanti bertemu Siang Kin dan Siang
Kiam.
Hebat nona Ouw A ini. Setiap orang yang kena tinjunya tentu
terpelanting dan roboh, dan siapa kena tertendang, dia terpental dan
jatuh terguling. Ia lantas saja membikin ciut njalinya kawanan
buaya darat itu, maka tak lama, mereka itu lari tumpang-siur,
tak kecuali peminipin mereka, si Naga Tanah yang galak!
Tetap ia gagal. Seperti tiga hari yang sudah, dua saudara itu
tidak muncul. Ketika ia mau mulai berceritera, ia melihat
datangnya dua orang asing. yang satu dari usia pertengahan,
tubuhja jangkung-kurus, kepalanya seperti kepala mencak,
matanya seperti mata tikus. Dan yang lainnya, pemuda
bertubuh katedampak. tegap. Ia menduga-duga, apa si kurus
bukannya si kurus yang pergi kerumah Siang Kin ingin
membeli gambar? Kalau /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 45
benar, apa perlunya malam ini dia datang kekedai? Maka itu,
selama bercerita, ia seperli terganggu pertanjaan-pertanjaannya
tersebut.
Habis bercerita, ada langganan yang minta si nona bernjanji
pula, menjanjikan sjair gubahannya sendiri, seperti yang
pernah dinjanjikan. la menerima baik permintaan itu, maka
kemudian dengan disambut tempik-sorak, ia turun dari
panggung.
Ketika kemudian para langganan bubar, kedua orang asing itu


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih tetap bercoko!, mereka seperli tidak mau pergi dari situ.
Siok Leng menerima bagiannya dari A Eng, ketika ia mau
pergi pulang, ia dipegat si kepala mencak yang bermata tikus.
..Nona Kang Siok Leng. duduk! Kami hendak bicara dengan
kau!" katanya.
"Aku tidak kenal kamu!" kata si nona. ..Apakah yang dapat
dibicarakan?"
"Meski kau tidak kenal kami, dapat kami memperkenalkan diri,
lantas kau akan mengetahuinya!" kata pula si kepala mencak
yang bermata tikus. "Tuan ini jalah Tuan Liong. jalah Jip Tee
Liong yang kesohor! Aku sendiri Tuan Cui, Coan San Kah
yang terkenal!"
Tanpa malu-malu orang itu inenjebutkan julukan mereka.
Jip Tee Liong jalah si Naga Tan ah, dan Coan San Kah si
Tenggiling.
"Mendengar julukan kamu yang tak sedap, maka tentang
dirirnu tak sukar untuk diketahui," berkata si nona yang
mendongkol. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 46
"Sekarang aku lebih dulu hendak menanya kau, T>oan San
Kah. Bukankah kau yang beberapa hari yang lalu pergi ke Kiulietong dirumah petani Siang Kin untuk membeli dua buah
gambar sulam?"
"Nona Kang, benar dia," pemilik kedai campur bicara.
"Beberapa hari yang lalu pernah dia datang kemnri mentiari
tabu tentang kedua gambar itu. Untuk itu dia menjebut dirinya
polisi rahasia."
"Itulah benar!" menjawab Coan San Kah gagah. "Mengenai
dua gambar itu pernah aku bicara sama Siang Kin akan tetani
dia tidak mau menjualnya. Sampai disitu, urusan telah selesai!"
"Dengan pengakuanmu ini, segnla apa menjadi terang," kata
Siok Leng. "Mari kau turut aku pergi kekantor polisi!"
"Untuk an^kah?" tanya Tioan S'n Kah heran.
"Siang Kin dan Siang Kiam telah lenjap empat-lima hari,
mereka tentulah menjadi kurbanmu! ........... "
Mendengar itu, Jip Tee Liong tertawa dingin.
"Oh, Nona Kang, jangan kau menuduh orang!" kata Coan San
Kah. "Dua saudara Siang itu lenjap? Mereka tidak ada
hubungannya dengan kami 1 Tapi dapat aku memberitahukan
kau satu kabar ........... "
"Kabar apakah itu?"
"Baiklah aku omong terus-lerang. Magrib ltu aku membuat
pembicaraan dengan Siang Kin mengenai dua buah gambar iiu.
Dia menolak. Aku penasaran, maka malamnya, aku pergi pula
ke Kiu-lic-tong. Kelika aku menolak pintu, aku mendapatkan /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 47
Siang Kin rebah ditanah. Disebelah itu, aku melihat juga
seorang yang tubuhnya tinggibesar dan mukanya meiari lagi
membakar pigura ........... " Mulanya aku liendak lompat
masuk, guna mencegah, tetapi segera aku mengenali dialah si
gila yang mengaku tnenjadi Ciong Hiok tukang makan setan.
Aku batal. Kedua gambar pun sudah habis dimakan api.
Karena itu, aku lantas berjalan pulang kekota. Sekarang
ternjata Siang Kin dan Siang Kiam hilang, maka teranglah
sudah mereka berdua telah menjadi makanan si gila muka
inerah itu! Nah, apa sangkutpautnya mereka dengan aku?"
"Dusta!" kata si nona dengan segala kepastian.
"Aku telah membilangi dari hal yang benar, kau percaja atau
tidak, terserah pada kau!" kata Coan San Kah.
Siok Leng berdiam. la menjangsikan orang i'ni.
"Sekarang, Nona Kang," kata pula Coan San Kah, "kami
hendak bicarakan urusan yang mengenai dirimu sendiri .........."
"Apakah itu yang mengenai diriku?" tanya si nona kaku.
"Kami ketahui kaulah seorang seniwati jang, berbakat baik,"
berkata Coan San Kah, menjelaskan. "Kau pandai bercerita,
kau pandai bernjanji. Kau pun masih muda dan cantik bagaikan
See Sie menjelma pula. Tapi kau rnemendum dirimu di dusun
yang sunji ini, sungguh sajang ........... "
"lnilah urusanku sendiri, ada apa sangkutnya dengan kau?"
"Kau dengar aku!" kata pula Coan San Kah. "Tuan Liong ini
jalah pemilik dari sebuah gedung komedi besar dan dku jalah
direkturnya. Kau tahu, kami mempunyai niat yang besar, jalah
untuk mengundang kau, agar kau dapat berceritera dan
bernjanji digedung komedi kami. Aku berani tanggung, satu /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 48
kali saja kau naik dipentas kami, kau bakal jadf kesohor. Kau
tahu sendiri apa artinya nama kesohor dari seorang seniwati! "
Itu sama artinya dengan harta besar! Baik aku menerangkan
juga, dengan pekerjaan itu, setiap bulan kau bakal mendapat
gaji tetap, lalu setiap pertunjukan, disamping presenan para
pendengar, dari hasil pendapatan, kau dapat empat presen...... "
"Nona Kang, jangan kau pergi!" a Eng si pemilik kedai
menjelak. Dia kaget dan berkuatir. Dia tahu baik sekali
kepergiannya si nona bakal mengurangi banjak penghasilannja?
Hasilnya tiga tahun tidak dapat melawan hasil gedung komedi
satu, bulan. "Jangan pergi!"
"Minggir!" membentak Jip Tee Liong, matanya mendelik
kepada pemilik kedai itu "Bukankah para pendengar kamu
didesa, ini setan-setan miskin belaka? Mana dapat Nona Kang
terpendam disini, untuk bernjanji untuk kamu saja, setan-setan
miskin?"
Jikalau kau masih tetap banjak mulut, nanti aku gaplok
mulutmu hingga rapat!"
Yap A Eng takut, dia menulup mulut.
"Nona Kang," Jjoan San Kah meneruskan kepada si nona,
"kecuali gaji tetap dan uang Iembur, dengan kau bergaul
dengan pendengar-pendengar hartawan itu, kau pun bakal
mendapat hadiah-hadiah istimewa........... "
Diluar dugaannya Coan San Kah, bukannya Jip Tee Liong
yang memersen gaplokan pada Yap A Eng, justeru ialah yang
menerima gaplokan si nona kepada kupingnya hingga dua kali,
hingga terdengar suara yang njaring, hingga ia menujadi
bingung, tak tahu ia apa salahnya terhadap si See Sie yang baru
menitis pula ini ........... /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 49
"Eh, eh, apakah artinya ini?" tanjanya seraja tangannya
mengusap-usap pipinya.
"Kau kira aku orang niacam apa?" kata Nona Kang bengis,
saking murka. "Aku bernjanji untuk hartawan-hartawan yang
kamu sebutkan itu? Untuk aku dijadikan barang xmainan
mereka?"
"He, orang tidak tahu diri!" kata Diio Tee Liong. ..Jadinya kau
ingin sendiri menjadi tukang njanjinya segala setan miskin
dikedai teh ini? Hm! Hm! Aku mempunyai daja untuk
membikin kau tidak dapat bercerita dan bernjanji terus disini!"
"Didalam hal ini dibutuhkari persetujuan kedua pihak!" A Eng
campur bicara. "Kenapa kamu memaksa dia?"
"Aku menghendaki dia pergi, tidak dapat dia tidak pergi!"
teriak Jip Tee Liong. "Jikalau dia tidak turut kami hm! hm!
Akan aku bikin kedai ini rata dengan bumi dan menghajar dia
menjadi ........... "
"Eh, A Liong, mengapa kau menjadi begini gusar?" Coan San
Kah datang menjelak. Dia dapat bersabar pula. "Nona Kang
masih belum sadar, inilah untuk sejenak saja, maka biarlah aku
memberi penjelasan kepadanya. pasti dia nanti sangat suka
pergi ketempat bernjanji kita! Pula, siapa tak tahu nama angkar
dari kau ? Jip Tee Liong, si Naga Tanah? Jikalau kau
menginginkan orang mati, dia mati! Jikalau kau menginginkan
orang hidup, dia hidup! Mustahil mengajak seorang nona
tukang njanji saja kau tidak dapat? Jangan bergusar, A Liong,
nanti aku bicara sama Nona Kang. Jikalau si nona sudah
ketahui siapa kau, dia pasti akan minta sendiri untuk turut pergi
. " /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 50
"Tutup bacot anjingmu!" membentak Siok Leng. "Kamu kedua
buaya darat tak tahu malu, jangan kamu menggertak dan
memaksa aku! Aku tidak takut! Lekas kamu pergi!"
"Ah, Nona Kang, mengapa kau begini tidak tahu salatan?" kata
Coan San Kah si Tenggiling. Dia masih bersikap sabar tetapi
nada suaranya mengancam. ..Kau harus ketahui, jikalau kau
membuatnya gusar ini tuan Jip Tee Liong, kau bakal ........... "
"A Cui, mari kita pergi!" Jip Tee Liong memotong. "Lihat
besok, kita kasi dia tahu rasa!"
Lantas si Naga Tanah raenarik tangan kawannya, untuk diajak
ngelojor pergi.
Dengan begitu maka lewatlah satu hari yang penuh ancaman
itu. Yap A Eng, si tnkang kedai teh, tidak tenang hatinya. Ia
menguatirkan ancaman nanti dibnktikan hingga kedainya akan
ludas diubrak-abrik kawanan bnaja darat. Tengah ia terbenam
kekuatirannya itu, mendekati sore, ia mendapatkan kedainya
itu kedalangan puluhan tetumu. yang datangnya saling-susul,
masing- masing dalam rombongan dua atau liga orang. Semua
mereka itu beroman keren. hanyalah mereka itu agaknia
mengenal satu pada lain. Diantara mereka ada yang membawa
martil, golok biasa dan kapak, semuanya senjuta yang dapat
dipakai membunuh orang atau merusak kedai ...........
Dengan hati berdebaran, dengan mencoba bersikap biasa.
A Eng melayani sekalian tetamunya ilu, yang memenuhkan
semua meja dan kursinya.
Lantas seorang mengetuk-ngetuk meja dengan martilnya seraja
terus dia mengasi dengar suaranya yang berisik: "Aku hendak /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 51
mendengar orang bercerita! Aku hendak mendengar orang
bernjanji! Eh, mengapa belum ada yang bercerita dan
bernjanji?"
"Harap jangan gusar, tuan." berkata A Eng, "sekarang ini
belum tiba jamnya untuk bercerita dan bernjanji dan tukang
ceritanya juga belum datang."
"Oh, dia belum datang?"
"Betul," sahut A Eng. atau. "Plak! Plok 1" dua kali pipinya
ditempiling orang!
"Tuanmu sudab datang, kenapa si tukang njanji belum tiba?"
berkata orang yang menempiling itu. "Pergi kau seret dia
kemari, tuanmu tidak dapat menunggu lagi!"
"Ya. kita juga tidak dapat menunggu lagi!" teriak yang lainlain.
Maka ramailah suara mereka, dan berisiklah kedai teh itu.
Cuaca gelap mulai mengurung dusun itu berikut kedainya,
dengan begitu mulai muncul pula orang-orang desa yang biasa
mendengari cerita dan njanjiannya Nona Kang Siok Leng,
hanya heran mereka mendapatkan kedai sudah penuh dengan
tetamu-tetamu tidak keruan itu. Tengah mereka terheran-heran
itu, datang Kang Siok Leng, yang tiba lebih lambat daripada
biasanya.
Tidak lama maka tahulah orang-orang desa itu tentang
peristiwa kemarinnya. Mereka lantas terbagi dalam dua
rombongan:
Orang-orang tua, yang takut onar, lantas kembali dengan diamdiam. Sebaliknya anak-anak muda, panas hati mereka, /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 52
sehingga mereka mengambil ketetapan untuk menentang
orang-orang tidak keruan itu ...........
Siok Long turut ambil bagian dalam rombongan anak-anak
muda. Sebaliknya daripada jeri, dia bahkan sengaja memasuki
kedai teh, untuk pergi kepentas yang menjadi tempat
dudiiknya.
Iapun bukannya bercerita atau bernjanji, ia justeru menasihati
untuk orang banjak itu meninggaJkan Kedai!
Kawanan buaya darat itu tidak makan nasihat, bahkan mereka
lantas bertindak, untuk mulai merusak meja dan kursi serta
mulut mereka mengeluarkan pelbagai ancaman.
Sampai disitu, pemuda-pemuda dusun habis sabarnya, dengan
berani mereka menjerbu, menyerang rombongan buaya darat
itu, hingga disitu berlakulah pertempuran kalut, hingga
keadaan menjadi kacau-balau.
Satu buaya darat naik kepentas, maksudnya mau menangkap si
nona, untuk diseret pergi, tetapi nona Kang berani, dia
menjambutnya dengan hajaran kursi hingga orang busuk itu
roboh kebawah panggung.
Pertempuran terjadi didalam dan diluar kedai, karena ruangan
menjadi sempit.
Kalau kawanan buaya darat menggunai martil, kapak dan
golok, maka orang-orang desa itu bergegaman potonganpotongan bambu, palang pintu dan batang-batang potion.
Kawanan itu repot, mereka tidak bisa memukul mundur dan
tidak bisa lolos juga ...........
Sekian lama, selagi kawanan buaya darat itu hampir runtuh,
datanglah bala-bantuan untuk mereka. Coan San Kah dan Jip /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 53
Tee Liong muncul bersama belasan orangnya yang terpilih.
Bantuan ini membikin kawanan itu mendapat angin.
Tengah pertempuran kacau itu berlaku, dari kejauhan terlihat
dua orang berlari-lari mendatangi bagaikan bajangan-bajangan
hitam. Cepat mereka itu mendatangi, hingga lekas juga terlihat
tegas tubuh mereka. Kedua pihak yang lagi bertarung itu dapat
melihatnya. Merekalah dua orang nona. yang satu bertubuh
tinggi dan besar dan pakaiannya hitam seluruhnya, yang satu
lagi bertubuh kecil dan langsing, bajunya biru, celananya biru
juga.
Semua orang itu tak tahu nona-nona itu musuh atau lawan.
"Hai! Kenapa kamu berkelahi disini?" demikian seorang nona
bertanya selekasnya mereka telah tiba. Dialah si nona
berpakaian hitam. Dia bukan lain daripada Ouw A.
Tapi orang lagi bertarung seruh, tidak ada yang memberikan
jawabannya.
Ouw A bangsa tidak sabaran, dia pun gatal kalau >k,akitangannya lama berdiam saja.
"Hiang Kat, mari kita menjerbu diantara mereka!?? ia
menjerukan kawannya, si nona berpakaian biru.
"Kau jangan sembarangan!" berkata si kawan. "Kau hendak


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang pihak yang mana?"
Hiang Kat memang sabar dan berotak dingin, i,a bisa berpikir.
"Ah, benar! Siapa harus dihajar?" kata Ouw A. "Satu pihak
telur busuk, kita hajar si telur busuk! Kalau pihak yang lain
telur busuk diuga, kita haj,ar dua-duania!"
"Tahu'kah kau pihak mana telur busuk dan pihak mana yang
bukan?" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 54
"ltu aku ........... aku tidak tahu ........... "
"Jikalau begitu, jangan semhrono! Nanti aku melihat dulu..."
Lantas Hiang Kat mengavvasi. Lampu guram didalam kedai
cukup membantunya meneliti orang-orang yang lagi bertarung
itu. "Ouw A," katanya selang sejenak, "mereka itu yang memegang
bambu dan palang pintu jalah orang-orang dusun, dan mereka
yang bersenjatakan senjata tad jam dan martil mestinya
kawanan buaya darat. Pakaian mereka saj.a sudah beda! Mari
kita membantui orang-orang desa itu!"
"BaikIah!" seru Ouw A, yang terns membentak: "Kawanan
buaya darat anjing, jangan kamu kurang ad jar! Disini Ouw
A!"
Lantas dia lompat, untuk menerjang, baik dengan tinjunya
maupun dengan tendangannya.
Hebat nona ini. Setiap orang yang kena tinjunya tentu
terpelanting dan roboh, dan siapa kena tertendang, dia terpental
dan jatuh terguling. Ia lantas saja membikin ciut nj.aiinya
kawanan buaya darat itu, maka tak lama, mereka itu lari
tumpang-siur, tak kecuali pemimpin mereka, si Naga Tanah
yang galuk!
Hiang Kat menerjang kedalam kedai, membantui kawanan
petani. la pun membuat pertempuran jadi lantas menjalin rupa.
Kawanan buaya darat ketakutan, mereka serabutan lari. Coan
San Kah si Tenggiling turut sipatkuping juga. Lacur untuknya,
dia berpapasan dengan Ouw A, batang lehernya kena dicekuk,
dia tercekek hingga hampir tak dapat bernapas. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 55
"He, kepala buaya darat, apa she dan namamu?" Hiang Kat
tanya. "Kenapa kau mengepalai buaya-buaya darat itu
mengacau kedesa ini?'?
"Aku bukannya buaya darat ..... . bukan ........... " sahut si
Tenggiling, merengak-rengak. "Aku jalah direktur dari gedung
komedi Ta His ..........."
"Dialah buaya darat, namanya Coan San Kah," kata seorang
desa. "Mas:h ada kepalanya, Jip Tee Liong, dia sudah kabur!"
"Kau memak.ai nama gelaran, kalau bukan buaya darat. apa?"
tania Hiang Kat pula. "Kenapa kamu mengganggu penduduk
sini?"
"Karena .......... karena ........... " kata Coan San Kah susah,
saking takut, ..karena kita bennusuh ..........."
"Duduknya hal begini, ? kata Nona Kang menghampirkan Ouw
A dan Hiang Kat. Dan ia membeber kejahatan buaya darat itu
yang hendak memaksa padania.
"Coan San Kah, benarkah itu?" Ouw A tanya bengis.
Benar," sahut mencuci tangan, melepas tanggung-jawab.
"Baiklah kalau begitu," kata Hi.ang Kat. "Kali ini aku beri
ampun padamu! Bilang pada Jip Tee Liong, dia tidak boleh
menginjak lagi dusun ini meskipun sebelah kaki, atau aku akan
tidak memberi ampun pula!"
"Ya, ja ..........." sahut Coan San Kah.
"Tapi ingat,?? Ouw A turut mengancam. ..jikalau kamu berani
datang pula kemari, sekali saja, aku akan mengubrak-abrik
gedung Ta Hsi kamu! Mengertikah kau?"
"Mengerti ........... " /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 56
"Jikalau kamu sudah mengerti, nah, pergilah kamu!? mengusir
Ouw A, yang kakinya melayang, maka Coan San Kah
terjerunuk dua tombak, terguling ditanah berlumpur. Dia
merayap bangun, untuk lari ngiprit.
**** IV HUTANG DARAH 25 TAHUN DULU
"Nona In, bukankah dia si orang gila yang menjebut dirinya
Ciong Hiok. yang baru-baru ini aku temani kau pergi
menjenguknja?" tanya A Poan si detektip pembantu yang
terokmok selagi dia duduk dikursi malas dalam kamar
tetamunya In Hong.
"Benar," menjawab In Hong. "Hari i;u sepulangnya dari rumah
sakit gila aku lantas terkena selesma dan bam kemarin aku
pulang dari rumah sakit, maka itu belum semp.at aku
memahamkan perkara kehilangan uang dirumah obat itu."
"Oh, nona, menyesal aku tidak tahu kau terganggu
kesehatanmu, pantas kau sedikit perok. Apakah sekarang nona
sudah sembuh betul?"
"Terima kasih, sudah!"
"Apakah nona-nona ketahui, Tio Lian Beng si orang gila muka
merah itu, malamnya itu hari sudah kabur dari rumah sakit?"
"Bagus, bagus!" kata Ouw A, girang dan puas. Ia bersimpati
kepada si orang gila, yang gilanya, ia anggap, sudah terjadi
karena Detektip To berkeras menuduh dia telah mencuri. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 57
"Nona In aku sama dengan kamu, aku bersimpati kepada Tio
Lian Beng itu, A Poan menjatakan, "hanya dia tetap orang gila,
dia berbahaya untuk umum."
"Agaknj.a mustahil dia dapat minggat," kata Hiang Kat.
"Bukankah pintu terns dikunci dan penjagaan kuat bagaikan
penjara? Bagaimana dia dapat lolos?"
"Baiklah nona-nona dengar penjelasanku," berkata A Poan
yang terus menutur. ..Setelah dia minggat, Detektip To beserta
pegawai-pegawai rumah sakit lantas pergi mencari kesegala
penjuru.
Orang gila itu berbahaya dan dikuatir dia nanti menerbitkan
bencpna. Detekt.p To mendengar keterangan dari pihak rumah
obat Liang Sim Tong bahwa encienya Lian Beng itu, Tio Toa
Nio, tinggal bertani di Ho-hua-wu didusun Sichiao diluar kota
Barat, maka dia telah mengirim dua sersi berpakaian preman
untuk menangkap kesana. Hasilnya kedua sersi itu nihil.
Encienya Lian Beng bilang Lian Beng tidak pulang. Rumahnya
Toa Nio pun sempit, tidak dapat Lian Beng disembunjikan
disitu. Tapi se^si itu menduga, menurut romannya sang encie,
mungkin Lian Beng pemah
pulang, hanj.a entah kemudian dia pergi kemana. Berbareng itu
ada tersiar kabar angin bahwa diantara Kiu-lie-tong dan Hohua-wu suka muncul orang bermuka merah, yang biasa
mengganggu orang-orang yang berlalu-lintas disitu. Polisi telah
mencari tahu tetapi disana tid.ak ada kedapatan orang gila.
Kemudian, Detektip To tidak perkeras lagi usahanya mencari
orang gila itu. Diluar dugaan, kemarin malam muncullah si
orang gila bermuka merah.
Dia kedapatan dibeberapa jal,an yang sepi, dia main kejar
wanita, untuk merampas barang makanannya. Dia pun /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 58
mencekek seorang muda yang menghisap pip.a sampai orang
itu pingsan belasan menit ........... "
"Rupanya dia paling suka mengganggu orang yang menghisap
pipa," kata Ouw A. "Itu hari dirumah sakit pun dia telah
mencekek Cek Tay Hok si okp.a."
"Aku kira ia juga membenci Detektip To," Hiang Kat bilang.
"Detektip To pun menghisap pipa. Mungkin, siapa menghisap
pipa, ia sangka dialah Detektip To."
A Poan memand.ang In Hong. Nona itu duduk diam saja diatas
dipan, matanya dirapatkan.
"Nona, apakah kesehatanmu beium pulih seluruhnya dan kau
tak sudi mendengar soal rumit ini?" ia tani.a.
"Tidak, A Poan, aku justeru lagi memperhatikan segala
keteranganmu," menjawab si nona, yang membuk,a matanya
dan tertawa. "Kau bicaralah terus!"
"Dan tadi malam orang gila itu muncul justeru di Chingsin
Road yang ramai," A Poan melanjuti. "Kembali dia mencekek
seorang yang menghisap pipa, yang baru turun dari oto, setelah
orang pingsan, dia kabur. Dia sudah lenjap ketika orang polisi
yang berdekatan datang atas laporan. Kurban itu ternjata si
okpa Cek Tay Hok. Dengan begitu inilah buat ke-dua kalinya
dia menjadi kurban."
"Ap.akah Tio Lian Beng tetap mengenakan pakaian rumah
sakit serta jas hujan butut wama hijau berikut petnya yang dia
rampas dari tangan pegawai nimah sakit?" Hiang Kat tanya.
"Benar. Sekarang aku diberi waktu seminggu oleh Detektip To
untuk membekuk si gila itu," k.ata A Poan kemudian. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 59
"A Poan, tak selajaknya kaulah yang mesti menangkap orang
gila itu!" kata Ouw A, berjingkrak. "Lian Beng difitnah
Detektip To, dia penasaran, karenanya dia menj.adi gila!
Jikalau dia tidak gila, mustahil dia mengganggu keamanan?
Mestinya Detektip To sendiri yang menangkapnya!"
"Dia mengganggu keselamatan umum, selajaknya dia harus
lekas ditangkap," kata In Hong tenang.
"Tetapi aku bingnng," A Poan bilang. ..Kemana aku mesti
pergi mencari dia? Dan sebentar malam, dimana dia
munculnja?..."
Itu waktu bel pintu berbunji, Hiang Kat lantas pergi keluar.
Tak lama ia kembali bersama seorang nona yang cantik sekali,
yang dandanannya sederhan.a.
"Nona Kang Siok Leng," Hiang Kat memperkenalkan. "Ini In
Hong. Ini Detektip A Poan."
Mereka saling memberi hormat, kemudian mereka berduduk.
"Tadi malam penduduk Sichiao bertempur sama kawanan
bu.aja darat," berkata si nona, ..aku bersjukur untuk bantuan
nona-nona Ouw A dan Hiang Kat, maka itu sekarang aku
datang
untuk menghaturk.an terima kasih. Disamping itu ada satu hal
mengenai mana aku mau minta bantuan Nona In Hong."
"Suka aku membantu kau," berkata In Hong. "Coba kau
tuturkan duduknya."
Nona Kang tidak lantas berbicara, kelihatannya ia bersangsi. Ia
melirik kepada si detektip terokmok. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 60
"Nona, A Poan jalah detektip yang jujur, kau jangan kuatir, kau
bicaralah," k.ata In Hong, yang dapat menduga keragu-raguan
nona itu.
"Baiklah, nona," berkata Siok Leng, yang terus menuturkan
perkaranya dua saudara Siang serta kedu.a gambamja, sampai
lenjapnya mereka itu.
"Itu artinya, sampai sekarang ini, mereka tid.ak ada kabarceritanya dan tidak pernah pulang?" In Hong menegasi.
"Benar," Siok Leng mengangguk. "Maka aku merasa pasti
mereka benar-benar leniap dan mungkin mendapat
bencana............ "
"Bagaimana halnya keempat gambar sulam itu? Adakah itu
Kusiu Lu Hsiang Yuan atau kar.i.ania Han Hsi Meng?"
"Memang itu sulaman Ku-siu dari ibunya Siang Kin dan Siang
Kiam kedua saudara. Ibu itu bernama Wie Siang Ceng."
"Ku-siu itu sebenarnya sulaman apa?" Ouw A tanya.
"Nona K.ang," berkata In Hong, ,Oolong kau menjelaskan dulu
tentang Ku-siu itu, supaja sahabatku ini mengetahuinya dan
menjadi lebih tertarik perhatiannya."
"Orang yang pertama kali menjulam Ku-siu jalah Njonya Miu,
isteri dari Ku Huai Hai. Huai Hai ini ada putera sulung dari Ku
Ming Shih, seorang pel.ajar tingkat cinsu. Ming Shih jalah adik
dari Ming Ju, pembesar berpangkat thavsiu di Too-ciu di jaman
Ming. Ming Ju membangun rumah, yang diberi nama Ban Tiok
Kie. di Shanghai, dan adiknya membuat taman Lu Hsiang
Yuan ditimurnya rumah itu. Dan Njonya Miu tinggal di Lu
Hsiang Yuan itu. Karena itu, sulaman Njonya Miu dipanggil
Ku-siu, artinya sulaman Keluarga Ku. Itulah sulaman dengan /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 61
benang sutera yang halus dan indah sekali, yang merupakan
san-sui ? ada orangnia. ada bunganya, ada burungnya, ada
ikannya juga. Kecnali Njonya Miu itu, juga cucu-mantunya
Ming Shih, jalah Han Hsi Meng, serta bujut-perempuannya,
pandai menjulam, terutama Han Hsi Meng. Maka ilu,
tersohorlah sulaman Ku-siu itu.
Kemudian seorang bujut perempuan dari Ming Shih, karena
hidupnya melarat, hidup dari pekerjaannya menjulam itu.
Dengan begitu, gambar sulamannya jadi terjual kepada umum.
Sampai dipertengahan ahala Ching, peninggalan sulaman
Njonya Miu itu tinggal cuma beberapa helai saja."
"Nona Kang," kata Ouw A, "aku sudah mengerti tentang Kusiu
itu, maka sekarang silakan kau balik pada soal."
"Keluarga Siang itu pindah kemari pada tahun 1853, diantara
anggautanya ada yang pandai menjulam gambar, maka itu,
setelah turun-temurun, ibunya dua saudara Siang juga
mewariskan kepandaian itu. Bujut keluarga itu menukar usaha
dari perdagangan kepertanian, sejak bap.ak tua sampai ajahnya,
sampai Siang Kin sendiri, mereka hidup bercocok-tanam.
Ajahnya Siang Kin dan Siang Kiam telah meninggal siangsiang, maka itu ibu mereka, Njonya Wie, sebagai janda. mesti
hidup menderita. Mereka pun terperas keringatnya oleh tuan
tanah. Demikian Njonya Wie telah menjulam empat helai
gambar, yang diberi nama keempat musim Semi, Punas,
Rontok dan Dingin. Pada du.apuluh-lima tahun yang lalu,
kesukaran hidup keluarga Siang sampai dipuncaknya. Ketika
itu dua saudara Siang baru berumur tujuh atau delapan tahun.
Panen mereka gagal. Lantaran tidak kuat membajar cukai,
Njonya Wie kena diraqgket tuan tanah, yang d.atang menaeih
bersama kakitangannya. Justeru, didalam gubuk keluarga Siang /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 62
itu, si tuan tanah dapat melihat gambar-sulamannya Njonya
Wie. Dia ketarik hati, dia memuji, tetapi dia merampasnj.a.
Kasihan Njonya Wie, lantaran penganiajaan itu, dia jatuh sakit
dan menutup mata tak lama kemudian. Dua saudara Siang
lantas dibawa dan dirawat pamannya, jalah saudara dari ibu


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka. Sesudah mereka dewasa, mereka meninggalkan rumah
paman mereka dan kembali kedusun Sichiao itu."
Semua orang berdiam mendengar cerita itu.
"Itulah kejadian pada duapuluh lima tahun dulu," Nona Kang
meneruskan, "atau sekarang keempat gambar sulam itu
kedapatan ditempatnya tukang loak dengan telah dipasangi
bingkai berair emas. Seorang hartawan dan satu buaya darat
dapat membeli masing3 sebuah, dan dua saudara Siang dapat
dua buah yang lainnya, jalah Musim Semi dan Musim Rontok.
Kedua gambar yang belakangan ini sudah dibakar ludas oleh si
orang edan bermuka merah, bahk.an pemiliknya, dua saudara
Siang itu, turut lenjap juga"
"Siapa hartawan itu dan si buaya darat?" Ouw A tanya.
"Si hartawan itu aku percaja jalah si hartawan yang malam itu
datang kerumah Siang Kin untuk membeli gambar sulam, dan
si buaya darat jalah Jip Tee Liong atau Coan San Kali."
"Nona Kang, apakah kau melihat sendiri ketika dua saudara
Siang mendap.atkan sisa piguranya yang dibakar itu?" Hiang
Kat tanya.
"Ya, aku melihat sendiri Siang Kiam mengorek sisa dari
bingkainya itu. Karena ini aku mau percaja keterangan Coan
San Kah bahwa dia telah -melihat si orang otak miring muka
merah itu membakar pigura tersebut." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 63
"Bukankah penuturan kau ini berdasark.an penuturannya dua
saudara Siang?" Hiang Kat tanya pula.
"Ya, Siang Kin yang mengasi tahu, begitupun Siang Kiam."
"Apakah namanya si tuan tanah yang duapuluh-lima tahun dulu
itu merampas keempat pigura?" tanya Hiang Kat. "Apakah
sekarang dia masih hidup?"
In Hong sendiri berdia-m, ia hanya memahamkannya.
"Aku tidak tahu. Mungkin dua saudara itu tid.ak tahu juga.
Kalau tidak, tentulah mereka telah memberitahukannya
kepadaku."
"Aku mau percaja mereka itu mengetahuinya," kata Hiang Kat.
"Mereka toh ketahui riwajatnya."
"Pada duapuluh-lima tahun dulu itu, dua saudara Siang masih
terlalu kecil, merek.a pasti tidak tahu apa-apa," In Hong turut
bicara juga. "TentuIah baru kemudian mereka dituturkan
pamannya, hanya mereka tidak diberitahu-kan nama si tuan
tanah lantaran si paman kuatir mereka nanti menuntutbalas,
hingga bisa terbit onar. Aku percaja si tuan tanah masih hidup
dan masih meIanjuti penghidupannya yang jahat itu. Tentang
lenjapnya dua saudara itu, mungkin mereka lagi pergi minta
keterangan pamannya itu. Semua gambar kedapatan pada
tukang loak dan dua saudara Siang d;apat membeli dua buah,
mungkin inilah sebab yang membangkitkan permusuhan lama
dari mereka itu ........... "
"Nona maksudkan dua saudara Siang pergi menanjakan
namanya si tuan tanah pada pamannya, untuk mereka nanti
bertindak lebih jauh?" tanya Siok Leng.
"Benar." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 64
"Mereka sudah pergi begitu lama dan belum juga kembali,
agaknya mereka bukan pergi kerumah paman mereka."
"Habis pergi kepada paman mereka, langsung mereka pergi
mencari situan tanah," In Hong bilang.
"Sampai sekarang mereka belum kembali. Apakah itu berarti
mereka menghadapi bahaya atau mereka sudah mati? ....... "
Nona Kang jadi bergelisah sendirinya.
"ltulah mungkin," sahut In Hong. "Hanjg, aku pikir, hal itu
harus dibuktikan dulu."
"Aneh gambar sulam ilu!" A Poan turut bicara. "Si tuan tanah
merampas itu pada diiapiiluh-lima tahun dulu, kenapa sekarang
semua gambar ada pada tukang loak?"
"ltuluh sederhana. Mestinya si tuan tanah pemah kecuarian dan
gambamja itu turut lenjap. Karena gambar- sudah rusak,
lenjapnya itu mungkin sudah sepuluh t.ahun lebih-kurang dan
sekarang baru diketemukan, diketemukan ditangannya orang2
yang tidak mengenal pigura dan jadinya memandang enteng.
Nona Kang, siapa paman dua saudara itu dan dimana tinggalnya
dia?"
"Jikalau aku tidak salah ingat, tempat tinggalnya itu didusun
Yennien diluar kota Tiying," sahut Siok Leng. "Paman mereka
bernama Wie Siang Gee tapi paman ini, seorang guru desa,
telah menutupmata pada beberapa tahun yang lalu. Bibinya
masih ada. Disana pun ada dua saudara misan mereka. Apakah
nona berniat mencari keterangan p.ada keluarga Wie itu?"
"Itulah salah satu jalan buat mencari dua saudara Siang," In
Hong jawab. "Nona Kang, itu hari didepan rumah Siang Kin /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 65
kau telah ditangk.ap si orang gila, hingga kau telah tikam
kempolannya. Aku pikir, kau tentu masih ingat hal dia itu dan
dapat menjelaskannya."
"Dia bertubuh tinggi dan besar. Saking merahnya mukanya,
sampai susah dilihat mata dan .alisnya. Baju dan calananya
abu-abu gelap. Sepatunya sepatu kain hijau dengan sol karet
yang baru. Ia pun mengenakan baju hujan. dan pet hij.au.
Romannya sangat menakuti."
"Menurut Nona Kang, mungkinlah dia Tio Lian Beng, si orang
gila yang kabur dari rumah sakit." berkata A Poan. "Terang
sekali dia telah pergi kerumah kakaknj.a di Ho-hua-wu di
Sichiao dan berdiam disana dua-tiga hari, baru dia pergi
mengacau dikota.
Nona In, apa tidak bisa j.adi, dua saudara Siang itu kena
dibawa lari si gila, seperti dia membawa lari Nona Kang? Coba
Nona Kang tidak menikam dia, tentuluh ia pun sudah turut
lenjap ..............."
"Itulah kemungkinan. yang perlu jalah penjelidikan yang
seksama."
"Nona In, apakah kau pun membutuhkan keterangan halnya
keempat gambar sulam itu?" Siok Leng tanya.
"Tentang itu aku sudah ketahui," menjahut In Hong. "Gambar
Musim Semi melukiskan pemandangan musim itu, selagi
petanipetani sudah mulai bekerja berat disawah, si tuan tanah
masih tidur njenjak digedungnya yang besar dan indah. Musim
Panas melukiskan tuan tanah lagi berangin dibawah pohon
yang rindang dengan dikipasi budaknya dan ia masih belum
puas, sebaliknya petani-petani lagi bekerja sambil menjemur
diri disawah dibawah teriknya matahari. Musim Rontok /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 66
menggambarkan musim panen. Petani-petani membajar cukai
dengan sebagian besar hasilnya tetapi tuan tanah masih tidak
puas, dia memaksa meminta lebih, dia meranketi petani-petani
ilu. Dan Musim Dingin memperlihatkan kaum tani diantara
angin Utara yang hebat dan mega tebal melayang-layang,
selagi mereka kelaparan dan kedinginan, sedang tuan tanah
menghadapi arak dan daging lezad, mengenakan pakaian
indah, menghangatkan diri dimuka perapian."
Siok Leng heran.
"Ah, nona, kapannya kau melihat keempat gambar sulam ilu?"
tanjanya.
"Tidak, belum pernah aku melihat ilu."
"Kalau begitu, mengapa nona mengetahuinya dan dapat
melukiskannya tepal sekali?"
"Kau heran?" In Hong tertawa. "Hal sebenarnya sederhana
sekali. Kemarin ini Hiang Kat dan Ouw A pesiar ke Sichiao,
disana mereka mendengar orang-orang tani menjanjikan lagu
empat musim. Hiang Kat ingat njanjian itu. Sorenya dalam
perjalanan pulang, selagi lewat dikedai teh lempat kau njanji,
mereka turut menempur buaya-buaya darat. Tadi Hiang Kat
Dernjanji didepanku, sampai kau datang dan menutur segala
apa. maka aku duga, lagu itu terkarang olehmu sendiri. Kau
mengharap kaum tani menjanjikan lagurnu itu, sekarang
mereka ielah menjanjikannya."
"Oh, Nona In, kau sangat cerdas!?' Siok Leng memuji. "Baik
aku menjelaskan, bahwa diujung kiri keempat gambar itu ada
sulaman tiga hurul' Wie Siang Ceng. Benar dua gambar sudah
terbakar tetapi masih ada yang dua lagi, Musim Panas dan
Musim Dingin, ada ditangan orang jahat ........... " /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 67
"Kita nanti coba merampas pulang itu!" kata Ouw A.
Malam itu, habis bernjanji dikedai, Siok Leng pulang seorang
diri kerumahnya yang buruk di Liulin. Dengan anak kuncinya,
ia membuka pintu, setelah masuk, ia menutupnya pula,
kemudian dengan membawa lampu kecil, ia pergi kekamar
tidurnya yang terlebih sempit daripada ruang tetamunya.
"Oh, kau baru pulang?" tiba-tiba ia mendengar suara menjapa,
yang membuatnya sangat kaget. Inilah diluar dugaannya. Ia
mencoba menenangkan diri. Ketika ia menjuluhi, dibelakang
pintu ia melihat Jip Tee Liong, si buaya darat, yang
menjeringai terhadapnya.
"Kau keluar dari rumahku!" ia mengusir.
"Kau lihat, apakah ini?" kata Jip Tee Liong, jang' dari saku
celananya merogo keluar sebuah pistol kecil, terus diDakai
mengancam. "Malam ini kau tidak dapat dibantu lagi Ouw A
dan Hiang Kat! Disini tidak ada orang-orang tani itu! Tahukah
kau artinya malam ini? Jikalau aku menginginkan kau hidup,
kau hidup, jikalau aku menghendaki kau mati, tidak dapat kau
tidak mati!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 68
"Kau lihat, apakah ini?" kata Jip Tee Liong yang dari saku celananja
nicrogo keluar sebuah pistol kecil, terus dipakai mengancam.
"Malain ini kau tidak danat dibantu lagi Ouw A dan Hiang Kat!
Disini tidak ada orang2 tani itu! Tahukah kau artinya nialam ini?
Jikalau aku menginginkan kau hidup, kau bidup, jikalau aku
menghendaki kau mati, tidak dapat kau tidak mati!"
Siok Leng takut tetapi ia terus berlaku tenang. Ia berdiam saja.
"Kau turut aku!" kata Jip Tee Liong. "Jika!au kau berteriak,
atau kau tidak dengar kata, aku lantas tembak padamu!"
Si Naga Tanah mengancam sambil mengertak gigi.
Dengan terpaksa Siok Leng ikut diajak berlalu dari rumahnya,
sampai dibagian yang tersepi dari dusunnya itu. Disana sudah
menantikan sebuah oto sedan tua dengan sopir Coan San Kah,
buaya darat lainnya.! /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 69
"Aku menjambut kau dengan cara yang paling hormat!" kata
Coan San Kah, membukai pintu oto. "Silakan naik!"
Jip Tee Liong turut naik, duduk dibelakang bersama si nona,
yang ia ancam terus.
Oto dijalankan kedalam kota, dihentikan didepan sebuah
gedung besar di Chiakiang Road.
Ketika itu turun hujan gerimis. jalanan sudah basah.
"A Cui, kau kembali kegedung komedi," Jip Tee Liong kata
pada kawannya, setelah mana, ia suruh si nona masuk.
Dipintu besar, Jip Tee Liong disapa pengawai pintu kepada
siapa ia mengangguk. Terus ia mengajak si nona memasuki
sebuah karaar diatas Iauwteng. Disini Siok Leng lantas dapat
melihat pigura Musim Panas, iang bingkninya sudah ditukar
dengan yang baru. Dipojok kamar ada dua buaya darat, yang
lagi ngelepus, roman rnereka bengis.
"Tay Kiong, Jie Kiong. mari bantui aku," kata Jip Tee Liong.
"Ikat wanita ini dikursi dikaraar tidur."
Siok Leng boleh menentang tetapi tidak dapat ia melawan tiga
prija yang kuat itu. Demikian ia diikat pada kursi dan mulutnya
pun disumbat hingga ia tidak dapat berteriak.
"Tay Kiong, Jie Kiong, sekarang karnu boleh kembali
kegedung komedi!" kata Jip Tee Liong, romannya puas.
"Dapatkah kau sendirian melayani wanita bandel ini?" Tay
Kiong tanya.
"MustahJ:l aku tidak dapat mengurus seorang wanita yang
sudah diringkus?" sahut Jip Tee Liong. "Pergilah kamu!"
Kedua buaya darat itu melirik, lantas rnereka berlalu. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 70
Jip Tee Liong turut, untuk mengunci pintu. Kemudian ia
kembali kekamar tadi, yang pintunya ia kunci juga.
"Kang Siok Leng," katanya, "Kami mengundang kau bernjanji
digedung komedi kami, itu tandanya kami menghargai kau,
tetapi kau tidak tahu salatan. kau berkepala besar, kau
menolak!
Kalau aku roboh ditangan orang sebagai kau, apakah mantuku
tidak runtuh? Sekarang kau berada dalam tanganku! Apakah
kau tetap hendak membandel? Sekarang kau terserah padaku!
Sebenarnya aku hendak menghabisinya saja jiwamu tetapi aku
menyayangi parasmu yang eilok bagaikan bunga dan rembulan,
kebetulan gundikku yang ke-enam mati gantung diri, aku mail
ambil kau sebagai gantinya ........... "
Nona Kang tidak bisa membuka rniilut. maka ijuma matanya
yang mendelik.
"Oh, oh, jangan kau mendeliki aku! Aku tahu kau bandel
sek.di, tetapi kau sudali terikat, dapaikah kau tetap melawan?"
la menghampirkan, ia menowel pipi orang yang halus. "MaIam
ini kau jadi gundikku yang ke-cnam, maka besok pagi kau
bukan lagi seorang nona. malah mungkin. sepuluh bulan
kemudian, kau akan jadi ibu ........... Hahaha! Nona manis,
mari kasi aku menciummu dulu!"
Jip Tu Liong menunduki kepalanya. ntau mendadak telinganya
mendengar doling bel pintu, tiga kali panjang dan dua kali
pendek.
"Sungguh menyesalkan!" katanya. niendongkol. ..Coan San
Kah mengganggu aku! "Oh. nona manis, maafkan aku. kau
tunggulah sebentar disini. Sahabatku, si Coan San Kah. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 71
Memanggil aku. Kita disini mempunyai aturan kelenengan
rumah. Mungkin dia mempunyai urusan penting, maka aku
mesli menemui dia.
Kau sabar, aku pergi untuk segera kembali! ........... "
Dengan hati panas, Siok Leng mdihai or;mg berlalu dan pintu
kamar dikunci dari luar. Untuk sementara. hatinya legah. Tadi,
ia berkuatir bukan main. Sekarang ia memikirkan daja untuk


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meloloskan ciiri. Kalau sebentar buaya darat itu datang pula
celakalah ia ............
Dengan memandang kesekitarnya, Siok Leng melihat sebuah
meja kecil disebelah barat, diatas itu ada alat telpon serta
sebuah glinting. Itulah senjata yang dapat memutuskan
tambang tetapi ia terpisah janh juga dari meja itu.
Dilain sampingnya ada sebuah meja kecil dan kate, diatas ilu
ada tempat sigaret serta geretan apinya. Geretan itu pun bisa
dipakai menjulut putus tambangnya. Tapi geretan itu pun tidak
bisa diambil olehnya ............
Ia terikat kaki dan tangan. Apa akal? Sukur ujung kakinya
nempel dengan lantai, ia lantas mencoba. Sedikit demi sedikit,
ia menggeser kursinya. Ia mengandal pada kedua kakinya itu.
Ia bekerja dengan pikiran gelisah. Achir-achirnya. ia sampai
juga kepada meja kecil itu. Bahkan ia berhasil menjumput
geretan, untuk dinjalakan. Maka dilain saat. ia telah menjulut
putus tambangnya. Demikianlah. bebas kaki dan tangannya. Ia
segera menjingkirkan sumpalan mulutnya.
Tapi ia masih belum dapat keluar dari kamar itu. yang pintunya
dikunci. Pula, diluar, mesti ada Coan San Kah bersama Jip Tee
Liong. Mana bisa ia menjingkir dari mereka itu? Ia mengasah
otak pula. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 72
"Tidak bisa lain, mesti aku menggunai telpon." pikirnya. Ia
ingat In Hong, pertolongan siapa dapat diharap. Ia lantas pergi
kemeja lainnya.
"Ya. aku In Hone. Siaoa disana? Bicara keras sedikit! Ah, kau
tidak dapai bicara keras ........... Apa? Eh, sebenarnya siapakah
kau?" uemikian ia mendengar suara dilain ujung.
"Aku Kang Siok Leng ............ Kang Siok Leng ............" ia
beritahu. Ia menggenggam alat pendengar, suaranya pun
perlahan sekali.
"Oh, kau Kang Siok Leng? Kau dimana? Ada apa?"
"Aku berada digedung Chimei di Chiakiang Road. Aku
ditangkap penjahat dan sekarang dikurung daiam kamar
dilauwieng kedua. Dilain ruangan ada Jip Tee Liong dan Coan
San Kah.
Aku telah diikat tetapi baru saja dapat meloloskan diri. Aku
belum bisa keluar dari kamar tahananku ini. Disini pun aku
melihat gambursulum Musim Panas dari Wie Siang Ceng ...... "
"Eh, suara apa itu?"
"Suara dari kamar sebelah. Seperti kaca pecah. Pernah aku
dengar suara semacam itu ........... "
"Kami akan lantas datang ........... " kata In Hong, yang masih
mendengar :
"Buaya darat itu mengganggu aku,
Datang lebih lekas lebih baik ...........
Dung dung dung! ...........
In Hong lekas! .......
Buk buk buk! Dak dak dak! ...........
Ha ha ha!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 73
Itulah suara tumbukan dan dupakan kepada pintu serta suara
tertawa, mendengar mana in Hong mengerti bahaya yang
mengancam Siok Leng.
**** V SI ORANG GILA
Habis menjambuti Siok Leng, In Hon;? lantas membel A Poan.
Tetapi disana, yang melayani ia bicara adalah Detektip To,
saingannya ...........
"Oh, Nona In! Banjak baik!"
"Maaf, Tuan To, tak sempat aku bicara banjak pada kau!
Tolong kau lantas ajak A Poan ke Chiakiang Road, kegedung
Chimei tingkat dua. Itulah rumah Jip Tee Liong dimana tengali
terjadi satu peristiwa hebat! Kalau tiba kita tepat, kita masih
dapat mencegah! Lebih cepat lebih b a i k! Sampai bertemu
sebentar!??
Segera si Burung Kenari pergi dengan mengajak Ouw A dan
Hiang Kat. selagi mendekati sarangnya Jip Tee Liong, mereka
melihat Detektip To dan A Poan baru saja sampai. Suasana
agak kacau nampak dimuka gedung.
"Nona In, mungkin kita terlambat," berkata A Poan, yang
menjambut si nona. ..Peristiwa itu mungkin telah terjadi...... "
"Didalam pembicaraan lilpon kau tidak menjelaskan," kata
Detektip To, pipanya dimulutnya, "sebenarnya, peristiwa
apakah itu?" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 74
"Ada seorang nona ? jalah Nona Kang Siok Leng, diculik
penjahat dan dibawa kegedung ini, dan dia hendak diperkosa
........... " sahut In Hong.
"Bagaimam kau ketahui itu?" Agaknya Detektip To ragu-ragu.
"Nona itu. dalam kurungan. berhasil menilpon kepadaku. Dia
minta bantuanku."
"Nona itu dapat bicara telpon," kata si detektip, tertawa, "itu
artinya dia belum terganggu!"
"Tidak ada ketika untuk aku berbicara sama tuan ditengah jalan
ini selagi hujan gerimis," In Hong bilang. "Kita mesti lekas
memasuki gedungnya Jip Tee Liong. A Poan. niari lekas turut
aku!"
Tanpa bersangsi sedetik diua, A Poan mengikuti ketiga nona
itu. "A Poan, kau tunggu dimulut pintu, menjaga ketertiban!"
Detektip To mengasi perintah. Tapi A Poan seperti tidak
mendengar perintah itu, hingga sepnya ini menggerutu :
"Celaka betul!
Orang sebawahanku tidak mentaati titihku!"
In Hong berlari-lari. Dilorong ia melihat sejumiah orang lagi
merubungi pengawal pintu, yang lagi mengusut-usut lehernya.
Dia itu tengah ditanya pergi-pulang. "Hiang Kat, kau tanya
orang itu telah terjadi apa," kata si nona. yang bersama Ouw A
berlari terus kedalam, A Poan mengintil dibelakangnya.
Mereka lari niendaki undakan tangga batu yang licinmengkilap.
Pintu dikunci, Ouw A menekan bel, tetapi tidak ada yang
menjahuti. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 75
"Dobrak saja pintu ini!" kata si nona sembrono. mendongkol.
"Jangan," kata In Hong selagi kawannya mau mengeraki
kakinya. ..Tnilah tugas polisi! Boleh-boleh Detektip To akan
mengganggu kita."
Maka raajulah A Poan, ia menggempur dengan pundaknya.
Begitu tiba didalam, diruang tetamu terlihat seorang muda,
yang tubuhnya kate-dampak, rebah didekat dipan.
"In Hong, dialah ini Jip Tee Liong!" kata Ouw A. "Rupanya
dia sudah mampus!"
In Hong mendekati, untuk memeriksa.
"Ia bukan tiuma sudah mati, ia pun tercekek!" katanya. "Mari
kita masuk! Siok Leng dikurung didalam kamarnja!"
Diluar dugaan, kamar tidak dikunci, daun pintunya setengah
tertutup. Kamar itu rapi dan Siok Leng tidak ada didalamnya.
Ouw A bingung.
"In Hong, kemana perginya Nona Siok Leng?" tanjanya.
In Hong tidak menjawab hanya ia meneliti kamar itu. Pintu
kamar rusak kuntiinya dan alat telpon tergantung. Didekat
dipan ada bebsrapa potong tambang bekas terbakar. Dilantai
ada tapak kaki tidak kedas.
Kemudian In Hong kembali keruang tetamu, untuk meneliti
juga. Ia tidak mendapatkan barang yang ia cari. Cuma jendela
selatan. kacanya pecah.
"A Poan. semua tapak kaki disini mesti dilindungi," kata In
Hong. ..Bukankah Chungsin Road terletak didekat sini?" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 76
Begitu In Hong serta kawan-kawan tiba didalam ruangan,
diruangan tetamu terlihat seorang muda, yang tubuhnya
kate-dampak, rebah didekat dipan.
"Ya, cuma terpisah dari Chiakiang Road ini," sahut A Poan,
"dan berendeng juga."
Ketika itu, dengan tidakan yang berat, Detektip To rauncul
didalam kamar, matanya meniapu keseluruh ruangan.
"Nona In, yang mati itu Jip Tee Liong, bukankah?" katanya,
suaranya bernada mengejek. "Aku tidak mengerti kata-katamu
tadi! Sebenarnya, Jip Tee Liong yang mau mengganggu Nona
Kang Siok Leng atau Nona Siok Leng yang niat membinasakan
Jip Tee Liong?" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 77
"Pasti Jip Tee Liong yang mau mengganggu tetapi maksudnya
tidak kesampaian," sahut si nona. "Dan kematiannya Jip Tee
Liong ini tidak ada hubungannya dengan Nona Kang Siok
Leng!"
Suaranya si nona suara pasti sekali.
"Habis, siapakah yang mencekek Jip Tee Liong?"
Terang detektip ini selainnya anti pula menentang si nona.
"Dia mati dicekek seorang gila yang bermuka merah!" sahut In
Hong, dingin. "Dialah si orang gila bermuka merah yang
tubuhnya tinggi dan besar, yang mengenakan jas hujan hijau
dan pet hijau pula, yang sepatunya hijau dan bersol karet!
Bukankah pengawal dimuka pintu itu kurban cekekannya
orang gila bermuka merah itu?"
"Benar, pengawal itu dicekek si orang gila bermuka merah
yang mulanya menghajar padanya, hingga dia pingsan, tapi
sekarang dia sudah mendusin," kata detektip itu. "Nona An,
jangan kau berpura pandai dan sembarang mer.gambil
kesimpulan
"Tetapi, Nona In," kata A Poan, "ketika tadi kau lewat
dilorong, kau belum bicara sama si pengawal, kenapa kau
ketahui dia telah dicekek si orang gila bermuka merah?"
"Tidak biasanya aku lancang berkesimpulan," kata In Hong
dingin. "Taruhkata benar inilah kesimpulan lancang tetapi
dibanding sama caranya tuan detektip, aku masih mempunyai
alasanku!"
"Kau mempunyai alasan?" kata Detektip To. "A!asan apakah
itu, Mungkin Tio Lian Beng, si edan bermuka merah itu,
menghajar si pengawal pintu, tetapi perkaranya mesti tak ada /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 78
sangkutannya dengan kematiannya Jip Tee Liong. Cuma
kebetulan saja kedua peristiwa terjadi didalam satu gedung.
Kau telah menggabungkan itu, agaknya itu tidak tepat."
Ketika itu Hiang Kat kembali.
"Bagaimana. Hiang Kat?" In Hong tanya. "Apa katanya
pengawal pintu itu?"
"Kira-kira dua puluh menit yang baru lewat." menjahut Hiang
Kat, "Pengawal itu melihat seorang muka merah dengan jas
hujan hijau dan kepala tertutup pet datang kemari, bagaikan
gila dia lari naik-turun diundakan tangga dan berteriak-teriak
dialah Ciong Hiok si tukang gegares memedi. Pengawal itu
mau pergi memanggil polisi, atau mendadak dia ditubruk,
siasia dia melawan, dia kena dicekek, ketika ada datang tiga
orang polisi, orang edan itu sudah kabur entah kemana. la
disusul keiiga penjuru, ia lenjap bagaikan angin."
"Songg'.ih cepat larinya si edan itu, tiga orang polisi mengejar
dia, dia masih tidak kecandak!" kata In Hong, nada suaranya
menyesalkan si tiga orang polisi.
"Cepat atau lambat pasti aku akan berhasil membekuk si edan
itu," kata Detektip To. Ia merasa tidak enak hati. "Aku percaja
bukannya dia yang menljekek Jip Tee Liong hingga mati, dia
cuma mencekek sampai orang susah bernapas, lalu dia
melemparkannya, Juga si pengawal bukannya dicekek hingga
mati lantas. Bukankah? hanya, bagaimana dengan Nona Siok
Leng, yang kau katakan diculik Jip Tee Liong dan dlkurung
disini, untuk diperkosa! Kemana perginya dia sekarang? aku
mau menduga, habis Kang Siok Leng mencekek mati Jip Tee
Liong, dia sengaja menilpon pada kau, nona. imtui> berpurapura minta tolong, guna menutup kedosaannya, lantas dia
sendiri pergi menghilang!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 79
"Kesimpulan tuan detektip ini lucu!" kata Jn Hong. "Nona
Kang muda dan lemah, umparr.akata Jip Tee Liong tidak
melawan, tidak nanti ia mampu mencekek hingga mati!
Apakah tuan tidak jnemikir sampai disitu?"
Detektip To jengah. ia mernang membuka mulut tanpa
memikirkan alasan lagi.
"Aku ........... aku maksudkan ada orang yang membantui Nona
Kang itu ........... " katanya.
"Ya, satu orang, jalah si orang gila bermuka merah! Dia tidak
saja mencekek mati pada Jip Tee Liong," dia pun menculik
Nona Kang!" kata si nona, mengejek. Terus ia menoleh kepada
si detektip muda, untuk menanja: "A Poan, kau tahu atau tidak
Tio Lian Beng si orang gila bermuka merah itu memakai
sepatu merek apa dan nomornya Bomor berapa?"
"Aku tahu. Itulah sepatu untuk berolah-raga merek Segi Tiga
dan ukuran sebelas dim."
In Hong mengangguk.
"Apakah kau membawa mikroskop? Mari aku pinjam."
Detektip muda itu memberikan kacanya.
In Hong segera memeriksa tapak kaki didalam ruang tetamu
dan kamar tidur, terutama tapak dimang tetamu itu, dan ia
memeriksanya dari pelbagai penjuru. Terus ia memeriksa
sampai di pintu. Setelah berulang-ulang, masuk keluar dan
keluar masuk, ia pergi kelatar. Ketika ia kembali, baju wol
kuningnya basah dengan peluh. Kelakuannya. itu membuat
orang heran.
"Nona In, aku lihat kau bisa jadi gila!" kata Detektip To, yang
sebenamja menjumpahi. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 80
"A Poan, tolong panggil pengawal pintu," kdta si nona kepada
si gemuk. Ia tidak melayani detektip itu.
A Poan bekerja. maka selang tak lama, ia sudah kembali
bersama si pengawal.
"Aku ingin minta k.au menjawab beberapa pertanjaanku," kata
In Hong, sabar, kepada penjaga pintu itu. "Sebelum kau


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diserang si orang gila bermuka merah, kau pernah atau tidak
meninggal tugasmu?"
"Semenjak aku mulai berjaga-jaga, setindak juga tidak pernah
aku meninggalkan tempat jagaanku," sahut pengawal itu.
"Apakah kau melihat Jip Tee Liong datang?"
"Aku melihat dia datang bersama seorang nona muda, yang
sederhana dandanannya, dengan jalan berendeng mereka
masuk kedalam. Aku malah menjapa dia."
"Nona In, kau dengar, bukan?" kata Detektip To, menjelak.
"Bagaimana erat perhubungannya Jip Tee Liong dengan Kang
Siok Leng hingga merek.a berjalan berendeng rapat! Jadinya si
nona bukannya diculik!"
In Hong tetap tidak melayani.
"Apa kau kenal Coan San Kah?" ia menanj.a si pengawal.
Pengawal itu mengangguk.
"Kau melihat atau tidak Coan San Kah datang kemari dan
memasuki gedung?"
"Tidak. Coan San Kah membav/a cro mengantarkan Jip Tee
Liong serta si nona muda sampai didepan pintu. tanpa turun
dari kereta, dia pergi pula. Dia tidak pernah kembali. Adalah
kedua kawan Jip Tee Liong. jaitu Tay Kiong dan Jie Kiong, /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 81
tidak lama semasuknya Jip Tec Liong berdua, meick.a
meninggalkan gedung."
"Coan San Kah tidak kembali!" kata In Hong, bagaikan bicara
seorang diri. "Habis, kau melihat .atau tidak si orang gila
bermuka merah datang kemari?"
"Aku tidak melihat kecuali sampai dia membuat banjak berisik
diundakan tangga batu."
"Kau melihat atau tidak datangnya seorang lain yang
membawa bungkusan kertas atau tas yang memasuki gedung
ini?"
"Gedung ini bertingkat delapan, penghuninya banjak, banjak
orang yang membawa bungkusan kertas atau tas, dari itu aku
tidak memperhatikannya."
"Ketika kau mendapatkan si orang gila bermuka merah
membikin banjak berisik diundakan tangga, apakah kau
melihat dia memegang suatu barang atau mengempitnja?"
"Dia bertangan kosong, dia tidak. mencekal barang ap.a juga.
Habis dia menyerang aku hingga aku tak sadarkan diri, ada
yang melihat di.a berlari-lari pergi meninggalkan gedung ini."
"Kau toll tidak melihat si nona muda meninggalkan gedung,
bukan?"
"Tidak. Mungkin dia berlalu selagi aku pingsan."
"Benar!" Detoktip To menjeletuk pula. "Memang mungkin
Kang Siok Leng kabur selagi pengawal ini pingsan, atau dia
pergi dengan mengambil lain jalan. Maka, nona, meski kau
melindunginya, aky menjangka sedikitnya dialah salah seorang
yang mencelak?' Diip Tee Liong." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 82
"Tuan To, agaknya erat sekali perhubungan tuan dengan Jip
Tee Liong," kata In Hong. Baru sekarang ia melayani bicara.
.,Sebaliknya. kau menuduh seorang nona lemah yang tengah
berada dalam genggamannya seorang buaya darat."
Ket?ka itu. nanas hati Ouw A, hingga ia tak danat bersabar lagi.
..Orang tolol. sekali lagi kau mengatakan Nona Kang Siok
Leng mentielakai Jip Tee Liong, .akan aku hadiar kau!"
katanya sengit. dieridii tangannya menuding kebatang hidung
si detektip.
Detektip To lekas mundur.
"Nona Ouw A, inilah bukan urusan berkelahi!" katanya,
gelisah.
"Kamu menganggap Kang Siok Leng tidak berdaja, kamu
harus memperlihatkan buktinya."
"Mau bukti tidaklah sukar." kata In Hong. "Malam ini turun
hujan gerimis, tanah basah, ketika si orang edan datang kemari,
memasuki gedung, dia meninggalkan tapak kaki njata sekali,
dari luar terus sampai dikamar tetamu. Sepatunya pun sepatu
No. 11. Bukankah itu pun bukti bahwa si orang edan muka
merah itu, yang bertenaga besar, telah mencekek mati pada
Diip Tee Liong?"
Detektip To mengeluarkan suara perlahan, dari sakunya ia
menarik mikroskop.
"Nanti jaku lihat," katania.
"A Poan, kau temani Tuan To Tnemeriksa tapak kaki, tetapi
kau harus jaga agar tapak itu tidak lenj;ap," pesan In Hong
kepada si detektip gemuk. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 83
"Hanya, nona, tapak yang diluar gedung sukar dilindunginya,"
kata A Poan.
"Jikalau begitu, sebisanya lindungilah yang berada dalam
gedung," kata si nona. ..Disini ada kamu yang mengurus, kami
sendiri mempunyai urusan lain. Nah, sampai bertemu pula!"
Nona itu serta dua kawannya meninggalkan gedung itu, dengan
oto mereka sendiri. yang diparkir ditepi jalan, mereka pulang
ke Tsiping Road, kerumah mereka. Hiang Kat dan Ouw A
heran.
In Hong pulang dengan cepat tetapi bukan untuk kerjakan
sesuatu yang penting seperti katania tadi. Nona yang pertama
masih dapat menyabarkan diri, untuk tidak menanya apa-apa,
tidak demikian dengan yang belakangan.
"In Hong, bukankah kita mempunyai lain urusan yang
penting?" dia tanya.
"Ya. Kang Siok I.eng lenjap .bersarr.a dua saudara Siang!"
menjawab In Hong. "Kita mempunyai beberapa urusan penting
yang mesti segera dilakukan."
"Kalau begitu kenapa, sebaliknya daripada bekerja, kau
pulang?"
"Kerjaaan demikian banjak, sebelum aku bertindak, aku
hendak memikirkannya dulu secara tenang. Aku mesti
memecahkannya dimuka. Aku mau minta kau memberikan aku
waktu tigapuluh menit atau satu j.am, untuk aku beristirahat,
dapatkah?"
"Dapat! Kenapa tidak?" kata Ouw A, yang segera menarik
tangannya Hiang Kat, untuk diajak kelataran. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 84
Ketika itu hujan gerimis suauh berhenti, si Puteri Malam diatas
langit yang gelap, muncul dari tedeng-aling sang mega, hingga
nampak kegemilangannya.
Tidak tenang hati Ouw A. Ia mesti jalan mundar-mandir
dengan membungkam, ia merasa tidak keruan.
"Hiang Kat," katanya kemudian, "aku mengaku bahwa otakku
tumpul sekali dan kau cerdas, sekarang aku hendak tanya,
bagaimana pendapatmu tentang peristiwa dirumahnj.a Jip Tee
Liong itu."
"Aku pun tidak mengerti jelas, kita hanya dapat mengira-ngira
saja," sahut kawan itu.
"Nah. cobaiah kau mengutarakan semua Itu padaku!" Ouw A
mendesak. Dia tidak sabaran dan masgul.
"Bagian yang mana itu yang kau ingin ketahui?"
"Bagian Nona Kang diculik Jip l e e Liong dan dib.awa
kegedungnya si Naga Tanali itu. Katanya dia ditahan disana,
habis kemana perginya dia?"
"ln Hong bllang dia dibawa lari si orang edan, rupanya benar
dia telah dibawa lari si edan itu."
"In Hong bilang tapak kaki si edan kedapatan mulai dari
ambang pintu luar sampai dikamar tetamu, itu artinia si gila itu,
Tio Li.an Beng, sudah masuk terus kedalam gedung. Kenapa
pengawal pintu tidak dapat lihat dia? Apa mungkin dia dapat
menghilang?"
"Tentang ini, aku tidak taliu."
"Kang Siok Leng membilangi In Hong selama pembic.araan
telpon bahwa ia melihat gambar sulam Musim Panas dikamar /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 85
tetetamunya Jip Tee Liong tetapi gambar itu tidak kedapatan
didalam kamar itu?"
"Boleh jadi sek,ali gambar itu dibawa pergi si edan."
"Toh si pengawal pintu bilang ia melihat tangannya si edan itu
kosong, dia tidak membawa barang apa juga. Jadinya si edan
tidak menculik Nona Kang, dia pun tidak mengambil gambar.
Habis, bagaimana jadinya itu?"
"Oh, tentang ini pun aku tidak tahu.
"Masih ada satu hal aneh," Ouw A kata pula. "Dalam telpon
Nona Kang mengasi ta'hu In Hong bahwa Jip Tee Liong dan
Coan San Kah memasang omong dikamar tetamu. Itu berarti
Coan San Kah sudah datang kegedungnya Jip Tee Liong. Tapi
pengawal pintu mengatakan Coan San Kah tidak kembali.
Bagaimana itu?"
"Aku tidak tahu," sahut Hiang Kat, menggeleng kepala.
Kira setengah jam kedua kawan itu berbicara, lalu terlihat
munculnya In Hong.
"Hiang Kat, sekarang juga k,au pergi naik kereta api menuju
kedusun Yenping diluar kota Tiying, untuk menemui isterinya
Wie Siang Gee, jalah bibinya dua saudara Siang. Kau
tanj.akan, dua saudara itu pernah datang kesana atau tid,ak.
Sekalian kau tanya juga halnya si tuan tanah yang p.ada
duapuluh-lima taiiun dulu sudah menjiksa Wie Siang Ceng."
Hiang Kat menerima titah itu, ia segera masuk kedalam untuk
berkemas.
"Kau, Ouw A," kata In Hong pada si sembrono, "kau siapkan
sehelai tambang buat meringkus orang, kau turut aku mencari /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 86
si orang gila ? Tio Lian Beng. Inilah dua diantara keharusan
kita."
"Sebenamja aku tidak setuju menangkap orang gila itu yang
gilanya disebabkan dia penasaran," berk.ata Ouw A, "tetapi
sebab dia memberbahayakan umum dan kita. pun mesti tolong
Nona Kang, apa boleh buat. Dia memang mesti ditangkap.
Tahukah kau dimana dia bersembunji?"
"Lebih dulu kita pergi ke Hohuawu di Sichiao, kerumah. Tio
Toa-nio, kakaknya Lian Beng itu," In Hong memberitahukan.
"Kita mencari keterangan tentang si gila itu."
"Tentang si orang gila, si orang gilanya sendiri pun tidak tabu,
buat apa kau menanjakan kakaknja?"
"Siapa tahu jikalau kita dapat keterangan disana? Mari kita
pergi!"
Ouw A menurut. Baru mereka keluar dari pagar bambu, A
Poan terlihat datang sec,ara tergesa-gesa.
"Bagus, toagus!" berkata detektip terokmok itu. "Aku justeru
berkuatir kamu tidak ada dirumah! Semua peristiwa
digedungnya Jip Tee Liong membuatnya aku bingung, ingin
aku memperoleh keterangan dari kau, Nona in."
"Bersama Detektip To kau telah memeriksa tapak kaki itu,
apakah kau tidak mendapatkan sesuatu?" tanya In Hong.
"Memang tapak kaki itu tapak kakinya si gila Tio Lian Beng,
hanya yang didalam kamar kurang terang disebabkan sol
sepatunya sudah kering. Detektip To sakit kepala karena
urusan ini, dia lantas menjeralikan semua-mua kepadaku!"
"Mari kau turut kami," In Hong mengajak. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 87
Lekas juga mereka tiba didekat Ho-hua-wu. Disini A Poan dan
Ouw A diperintah menanti ditepi jalan. In Hong sendiri
menghampirkan rumah Tio Toa Nio. Itulah sebuah rumah tua
dan sudah rusak. Selang belasan menit, ia sudah kembali,
tindakannya perlahan. Mereka menggunai otonya A Poan, oto
dinas.
"Sekarang kita pergi kedusun Nan-ting diluar kota Selatan,"
kata In Hong.
"Ap,akah si edan bersembunji disana?" A Poan tanya.
"Aku menduga disana."
"Menduga? Apakah Tio Toa Nio tidak suka memberi
keterangan?"
"Aku tahu dia tidak bakal bic.ara, dari itu aku pun tidak
menanjakan."
"Habis, kenapa nona menduga si edan ada di N.an-ting?"
"Aku bicara dengannya dengan jalan memutar, maka aku
ketahui sanak satu2nya jalah encie misannya, tinggalnya di
Nanting diutara jembatan. Aku percaja si gila itu bersembunji
disana. Walau begitu. Kita bertiga, mungkin kita tidak dapat
meringkus si gila. Aku pikir, apabila perlu, biarlah aku
menggunai pistolku."
"Jangan!" Ouw A mencegah.
"Biamja dia kuat sekali, apakah artinya itu? Sebentar kamu
berdua menonton saja, lihat, aku sendiri yang membekuk di.a!"
"Nona Ouw, orang gila beda dari orang sehat," A Poan
memberi ingat. "Baiklah kau berhati-hati." /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 88
"Memang, Ouw A, jangan kau sembrono," Tn Hong turut
mengingati. "Aku pun merasa, sendirian s,aja siilit kau
membekuk dia."
"Aku tak dapat? Mengapakah?" 'Ouw A penarasan.
"Untuk membekuk seorang gila, ,ada sjaratnya," In Hong
menjelaskan. "Tidak perduli dia memegang senjata apa juga,
tidak dapat kau membikin dia celak,a, baik kulitnya maupun
rambutnya. Dia mesti ditangkap tanpa terluka. Dapatkah kau
berjanji?"
"Ah, itu benar sjarat yang sukar! Kalau dia bersenjata, tanpa
melukainya, mana bisa dia diringkus? In Hong mengapa kau
mengajukan sjarat ini?"
"Aku mempunyai alasanku. Meski begitu, kadang2 dapat
terjadi hal j.ang kebalikannya. Siapa tahu jikalau kita bisa tak
usah menggunai kekerasan?"
Sampai disitu, mereka berangkat. Ketika sudah tiba, A Poan
menghentikan otonya di gili2 selatan dari kali didesa Nanting
itu. Dari situ sudah terlihat sebuuh rumah kecil disebelah utara
jembatan, bahkan kebetulan sekali, pintu rumah itu lagi dibuka,
dari situ muncul seorang dengan tubuh tinggi dan besar, hanya
sebentar suja, tubuh itu ngelepot pula, masuk kedalam, daun
pintu segera ditutup kembali.
"Nona In, mungkin dia itu Tio Lian Beng si gila," k.ata-A
Poan, yang menjadi tegang sendirinya, hingga ia sudah lantas
menarik keluar pistolnya.


Rahasia Gambar Sulam Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan sembrono!" kata In Hong teuang. "Simpan pula
senjatamu, A Poan. Mari turut aku!" /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 89
Mereka melintasi jembatan. Segera mereka tiba didepan
rumah. In Hong menolak daun pintu, tepat ketika seorang
wanita umur empatpuluh lebih, yang duduk dimuka jendela,
berteriak ber-ulang2; "Lian Beng! Lian Beng! Kau mail pergi
kemana?"
"Kiu kena menggeprak rumput hingga ular kaget dan kabur,??
kata In Hong. "Mungkin kita bakal jadi berabe!"
"Mari kita susul dia!" A Poan mengajak.
Mereka lari mutar kebelakang. Diantara sinar si Puteri Malam
masih tertampak seorang dengan tubuh besar, dengan tangan
mencekal golok dan k.apak, kabur ditegalan.
"Tio Lian Beng! Tio Lian Beng!" In Hong memanggilmanggil.
"Kami bukan hendak menangkap kau, kami cuma mau bicara
sedikit! Jangan kau takut, jangan Tari!"
Meski adanya teriakan itu, orang itu kabur terus, bahkan
dengan terlebih keras pula.
In Hong bertiga lari mengej.ar. Orang tidak dapat dibiarkan
lolos dengan begitu saja.
Tio Lian Beng itu lari kearah sebuah kuil tua, tiba didalam
pekarangan, yang lebar, dia terc.andak. In Hong bertindak
mengambil sikap mengurung, mereka maju mendekati hingga
sejarak empatpuluh tindak.
"In Hong, dia bukan si gila bermuka merah," kata Ouw A.
"Jangan kita keliru."
"Dia telah mencuci mukanya," In Hong jawab.
"Tidak keliru," A Poan bilang. "Aku kenali betul, dialah Tio /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 90
Lian Beng."
"Lian Beng," In Hong berkata, suaranj.a sabar, "aku tahu kau
tidak bersalah tetapi kau kena orang bikin penasaran. Kau lihat,
kami tidak bersenjata! Kami memang bukan berniat
menangkap padamu. Kau letaki golok dan kapakmu, mari kita
bicara sebentar. Untukmu ini .ada kebaikannya .......... "
"Kamu semua hantu, omonganmu ocehan belaka!" Lian Beng
berseru. "Aku Ciong Hiok, aku hendak gegaras kamu semua
bangsa hantu!"
Kata-kata ini dibarengi dengan golok dan kapak diputar dan
tubuh dimajukan.
"Nona In, percuma kau bicara dengannya," berkata A Poan,
yang lantas mengeluarkan pistolnya. "Kau lihat, penjakit
gilanya kumat pul,a!"
"Aku In Hong!" In Hong perkenalkan diri. "Aku In Hong
pembela si lemah! Kau dengar atau tidak?"
"Tidak dapat aku percaja kau!" k,ata Lian Beng itu. "Si gemuk
ini yang datang bersumamu jalah polisi yang hendak menawan
aku! Aku kenal dialah sebawahannya Detektip To! Lekas kamu
pergi! Siapa menghadang, dia binasa!"
Kata-kata ini ditutup sama gerakannya merangsak kearah A
Poan.
"A Poan, jangan menembak!" In Hong berseru. "Ouw A, kau
pegat dia!"
A Poan jadi takut. Ia dilarang menembak. Maka ia memutar
tubuhnya, untuk menjingkir. Sebaliknya Ouw A, dia berlompat
maju, untuk memegat. Dia lantas disambut dengan bacokan. /
Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 91
Dia berkelit. Sebenarnya dia dapat menendang, tetapi dia taat
kepada pesan In Hong. Karena ini, dia terus dibacok berulangulang, dengan golok dan kapak, hingga dia menjadi repot.
Karena terancam bahaya, dia pun achirnya, membalik
tubuhnya, buat menjingkir.
Justeru itu, In Hong berlompat maju, untuk menggantikan.
Tio Lian Beng menjadi kalap, golok dan kapakni.a mengancam
si nona. Dia berkelahi untuk membuka jalan, untuk lari. Akan
tetapi In Hong terus merintangi.
Dilain saat, si nona berhasil merampas golok orang tetapi
kapak mengancam pundaknya ..........
A Poan dan Ouw A kaget. Mereka ini tidak menjingkir jauh,
merek,a menonton pertempuran itu, maka mereka berkuatir
bukan main.
In Hong berlaku tenang tetapi sebat. Ia tidak menangkis, ia
hanya 'berkelit. Didekat mereka ada sebuah pohon, karena ia
berkelit itu, kapak mengenakan pohon dan nancap dalam.
"Sungguh berbahaya!" kata Ouw A, menghela napas lega.
Si gila mau mencabut kapaknya. Dalam sejenak itu ia tidak
dapat melakukannya. Sebaliknya In Hong sudah bergerak,
untuk mencekal lengan yang memegang kapak itu, sedang
lengan yang lainnya, disamber dan ditarik. Maka dilain detik,
kedua lengannya telah kena ditelikung!
**** VI / Sumber : Aditya Indra jaya
Contributor: Awie Dermawan 92
SEBUAH TRUCK KECIL
Tio Lian Beng kehilangan kemerdekaan tangannya tetapi
mulutnya dipentang, maka itu ia lantas berteriak-teriak seperti
orang kalap, kedua kakinya pun berjingkrakan.
"Tio Lian Beng, j.angan kau berpura-pura gila lebih lama
pula!" berkata In Hong. "Aku tahu kau tidak gila dan gilamu
hanya bikinan belaka!"
"Apa?" tanya A Poan heran. "Di,a tidak gila?"
Belum lagi detektip ini memperoleh jawaban, kelihatan Tio
Lian Beng berlompat kearah pohon disampingnya, untuk
membenturkan kepalanya. Rupanya dia telah menjadi putus asa
dan nekad, dia berniat membunuh diri. Akan tetapi In Hong
sebat sekali, ia berlompat untuk mencegah"
"In Hong, bukankah kau bilang Tio Lian Beng tidak gila?"
Ouw A menegaskan.
Mereka lari mutar kebelakang. Diantara sinar si Puteri
Malam mas?h terfampak seorang dengan tubuh besar, dengan
Menuntut Balas 1 Dewa Arak 03 Cinta Sang Pendekar Bara Maharani 2

Cari Blog Ini