Rahasia Hiolo Kumala 19
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long Bagian 19
Rahasia Hiolo Kumala Karya dari Gu Long
Jelas dia bermaksud mengadalkan tenaga dalamnya yang mencapai enam puluh tahun hasil latihan itu untuk menghajar musuhnya sampai babak belur, sebab menurut perkiraannya, Hoa In-liong pasti akan sanggup menerima serangan sehebat itu.
Maka ketika dilihatnya Hoi In liong sama sekali tidak menghindar ataupun berkelit, malahan disongsongnya telapak tangannya dengan keras lawan keras, tak terkiraan rasa senang dalam hatinya.
Siapa tahu dikala sepasang telapak tangan saling beradu, ia segera merasakan tenaga pukulan musuh menekan lalu menghimpit, setelah itu segera kearah lain secara mengherannkan hampir saja tubuhnya ikut terhisap ke samping.
Untunglah tenaga dalamnya cukup sempurna hawa murninya segera ditekan kebawah untuk memperkokoh pertahanannya, dengan susah payah berhasil juga dia untuk melepaskan diri dari pengaruh hisapan itu.
"Bajingan kau cukup hebat!"
Teriak tak terasa.
"Aaah.... kamu ini sok heran!"
Menggunakan kesempatan itu sebuah pukulan dengan jurus Kua siu-ci tau (perlawanan akhir dari bintang buas yang terjebak) dilancarkan kedepan serangan itu tajam bagaikan bacokan kampak yang membelah bukit, ibaratnya pula gulungan ombak yang menghantam batu karang ditepi pantai, memaksa Huan Tong mau tak mau musti mundur beberapa langkah untuk mempertahankan diri.
Dalam keadaan begini, kecuali dia hanya bisa mematahkan serangan demi serangan yang tertuju ke arahnya, boleh dibilang sejurus serangan balasan pun tak mampu dilancarkan, Le Kiu it yang turut menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan segera berpikir.
"Sepintas lalu tampaknya usia bocah itu baru tujuh delapan belas tahunan, tapi tenaga dalamnya sudah sesempurna ini, kalau tidak kugunakan kesempatan pada malam ini untuk menyingkirnya, dilain waktu sudah pasti dia akan merusak bibit bencana yang besar untuk kita semua!"
Terbayang kembali sikap mesra Bwee Su-yok berhadap Hoa In-liong, hawa napsu membunuhnya semakin berkobar, dia merasa berkewajiban untuk membunuh anak muda itu hingga memutuskan niat Bwee Su-yok yang lebih jauh, hingga dengan demikian Kiu-im-kauw jangan sampai hancur ditangan anak muda tersebut.
Baru saja dia siap sedia untuk turun tangan, tiba-tiba Hoa In-liong sudah berteriak.
"Le tiamcu, jika kau punya kegembiraan untuk ikut serta, apa salahnya kalau segera menerjunkan diri ke dalam arena?"
Sekalipun Le Kiu it itu licik dan banyak tipu muslihatnya, tapi setelah rahasia hatinya disinggung anak muda itu, tak urung sangsi juga jago tua itu dibuatnya.
Sungguh hebat pertarungan yang sedang berlangsung ditengah gelanggang, angin pukulan menderu-deru, membuat kawanan jogo Kiu-im-kauw yang berada disekeliling tempat itu samasama membubarkan diri.
Huan Tong sendiri didesak pula hingga mundur delapan sembilan langkah, sekarang ia sudah terdesak keluar dari pintu gerbang.
Pantangan paling besar bagi jago-jago yang sedang bertarung adalah pikiran yang bercabang, begitu Hoa In-liong buka suara, Huan Tong segera menunggangi kesempatan itu sebaik-baiknya.
Ilmu langkah Loan ngo heng mi tiong tua hoat yang dimilikinya memang tersohor karena hebatnya, beruntun ia maju tiga langkah, tahu tahu tubuhnya sudah lolos dari jangkauan angin pukulan Hoa In-liong, kemudian setelah mendengus, dia balas menerkam ke muka dan secara beruntun melancarkan delapan buah pukulan berantai.
Sekolah batu karang Hoa In-liong tegap ditempat semula, tangan kirinya menyerang, tangan kanan nya menangkis, tanpa mundur barang satu langkah pun dia melepaskan sebuah pukulan dengan jurus Pian tong put ki (berubah tidak menetap).
Jurus itu tangguhnya bukan kepalang, dalam kagetnya cepat Huan Tong menghindar dengan menggunakan ilmu langkah Loan ngo heng mi tiong tun hoat, nyaris tubuhnya termakan serangan.
Hoa In-liong sama sekali tidak mengejar lebih jauh, sambil terbahak-bahak katanya.
"Aaah....rupanya tongcu bagian propaganda dari Kiu-im-kauw cuma begitu begitu saja, maaf, Hoa loji tak bisa menemani lebih jauh!"
Sekali berkelebat tahu-tahu ia sudah berada ratusan kaki dari tempat kedudukan semula.
Sejak pertarungan berlangsung, dua orang itu selalu menggeserkan badan hingga akhirnya mereka berdua sama-sama berada diluar parkampungan maka tindakan Hoa ln-liong yang mengundurkan diri setelah berhasil meraih kedudukan diatas angin ini sama sekali diluar dugaan siapapun, bahkan Lei Ku it sendiripun tak sempat untuk menghalangi kepergiannya.
Kegusaran Huan Tong sungguh sukar dikedalikan, sambil mengejar dari belakang teriaknya setengah meraung.
"Bajingan cilik dari keluarga Hoa kalau punya nyali hayo jangan lari!"
"Huan tongcu!"
Tiba-tiba serentetan suara teguran yang merdu bagaikan suara keleningan berkumandang memecahkan kesunyian.
Huan Tong terkesiap dan cepat menahan tubuhnya, ketika berpaling maka dilihatnya Bwee Suyok dengan wajah marah dan memegang tongkat berkepala setengahnya berdiri tegap di depan pintu gerbang.
Dari sikap yang begitu angker, Huan Tong segera merasa bahwa keadaan kurang begitu menguntungkan, cepat dia memberi hormat seraya menyabut.
"Hamba disini!"
Diatas raut wajahnya yang cantik bak bidadari tiba-tiba dilapisan sikap yang lebih dingin dari es, kata perempuan she-Bwe itu.
"Huan tongcu, meskipun kaucu sudah melimpahkan kekuasaannya kepadaku, aku mengerti bahwa usiaku masih muda dan pengetahuanku masih cetak, ditambah lagi tenaga dalamku lemah, jauh bila di bandingkan dengan kalian semua...."
Tiba-tika ia sengaja berhenti berbicara, dengan sorot mata setajam sambil ditatapnya wajah Huan Tong tanpa berkedip, Peluh dingin mengucur keluar membasahi sekujur tubuhnya cepat-cepat Huan Tong membungkukkan badannya memberi hormat.
"Hamba tahu dosa, harap kaucu melimpahkan hukuman yang setimpal kepadaku!" Le Ku it yang melihat keadaan tersebut segera berpikir juga.
"Kalau aku menasehatinya secara terus terang, bukan amarahnya yang bisa kupadamkan malah justru ibaratnya minyak bertemu api, kemarahannya pasti makin menjadi ah, mengapa tidak begini saja...."
Sebuah akal yang terasa tetap melintas dalam benaknya, cepat ia memberi hormat kepada Bwee Su-yok seraya berkata.
"Kaucu baru saja menempati kursi pemimpin dengan hamba dan Huan Tongcu telah berani melanggar perintah, yaa, kalau tidak dijatuhi hukuman yang setimpal memang kewibawaan tak dapat di tegakkan."
Begitu ucapan tersebut diutarakan paras muka Bwe Su-yok malahan berubah lebih lembut katanya lagi.
"Aku tahu bahwa Le Tiamcu dan Hoan tongcu berbuat demikian demi kepentingan perkumpulan kami...."
Ditatapnya sekejap wajah kedua orang tajam-tajam, ketika melihat mereka berdua tertunduk ketakutan, ia merenung sebentar kemudian berkata lagi.
"Tapi kalian tak usah kuatir, aku bukan seorang manusia yang melupakan budi, kalian tak usah membayangkan yang tidak- tidak atas diriku!"
"Perkataan kaucu terlalu berlebihan!"
Cepat-cepat Le Kiu it dan Huan Tong berseru ketakutan.
"Baiklah, dosa atas pelanggaran perintah ini sementara waktu kukesampingkan lebih dahulu, kalian boleh menebusnya dengan membuat pahala dikemudian hari"
Selesai berkata, sambil mengebaskan ujung bajunya dia masuk kembali kedalam perkampungan.
Le Kiu-it dan Huan Tong cuma bisa saling berpandangan sambil tersenyum getir akhirnya mereka ke dalam perkampungan.
Dalam pada itu, Hoa In-liong telah bergeran menuju ke selatan sepeninggalnya dari perkampungan itu, sementara ia masih berlari dengan cepatnya, tiba-tiba terdengar suara teguran dari Coa Wi-wi berkumandang dari sisi telinganya.
"Jiko!"
Baru saja Hoa In-liong terhenti, hembusan angin harum sudah lewat disisinya dan tahu-tahu Coa Wi-wi sudah muncul disana.
"Waktu sudah tidak pagi"
Bisik gadis itu cepat, kemungkinan besar janji kita dengan kongkong bakal terlambat, mari sambil berjalan kita sambil berbicara!"
"Benar juga perkataan adik Wi!"
Dengan kecepatan seperti terbang mereka lanjutkan kembali perjalanannya menuju ke selatan.
Meskipun ia belum lama berada di kota Kim-leng, tapi pemuda itu mengetahui dimanakah letak Yu hoa tay.
Dengan ketat Coa Wi-wi mengikutinya dari samping, sambil berlarian disisinya, ia berkata lagi.
"Jiko, oleh karena kulihat kau lagi bergurau dengan gembiranya bersama Bwee Su- yok, maka tidak kukisiki dirimu dengan ilmu menyampaikan suara dimanakah aku berada?"
Dari suara tersebut, Hoa In-liong tidak menangkap kedengkian atau rasa cemburu dibalik nada pembicaraannya, gadis itu berbicara dengan tulus dan lembut, tanpa terasa anak muda itu berpikir.
"Begitu tulus dan halus hati adik Wi, bagaimanapun jua, sekalipun harus mati seratus kali, aku tak boleh juga melukai hatinya...."
Berpikir sampai disitu, dia lantas bertanya.
"Kau bersembunyi dimana?"
"Dalam semak belukar kurang lebih lima kaki jauhnya diluar ruangan!"
Jawab Coa Wi-wi. Kemudian setelah tertawa, ujarnya lagi.
"Meskipun Bwe Su-yok mengatakan kecantikan wajahnya kalah dari aku. Hmm.... padahal dalam hati kecilnya tentunya menganggap dia sendirilah gadis paling cantik di dunia ini!"
Ketika didengar dibalik perkataan itu terkandung juga nada membandingkan Hoa In- liong segera tertawa.
"Kenapa kau musti perdulikan dia?"
Coa Wi-wi membungkam sejenak, lalu katanya lagi.
"Jiko, bila kalian berjumpa lagi dikemudian hari, apakah kau benar-benar juga akan memandang nya sebagai musuh besarmu?"
Hoa In-liong justru sedang serius karena persoalan itu, maka ia pura-pura tertawa setelah mendengar perkatan itu.
"Aku sendiri juga tak tahu bagaimana baiknya!"
"Aku rasa, dalam hal ini kau musti cepat-cepat ambil keputusan mumpung belum kasip!"
Hoa In-liong rasa segan membicarakan persoalan itu lebih lanjut, cepat dia alihkan pembicaraan tersebut ke soal lain, katanya.
"Aku mempunyai rencanaku sendiri, tak usah kau cemaskan. Coba lihat! Didepan sana adalah bukit Ki po san, hayo cepat kita mendaki keatas bukit tersebut!"
Betapa sempurnanya ilmu meringankah tubuh yang dimiliki dua orang itu, sekalipun belum digunakan sebatas maksimal, toh kecepatannya sudah ibarat hembusan angin.
Malam sudah semakin gelap, pintu kota sudah terlanjur tutup, hanya disepanjang sungai Chinhway saja yang tampak masih sibuk dengan para pelancong, perahu dan sampan hilir mudik di sungai, suara nyanyian, bau arak menambah semarak nya suasana yang hening.
Malam itu bulan purnama, baru saja tiba di Yu hoa thay.
tampaklah Goan cing taysu duduk bersila diatas puncak.
Menyaksikan betapa agung dan wibawanya padri itu, tanpa terasa Hoa In-liong jatuhkan diri berlutut diatas tanah.
"Kedatangan boanpwe terlambat setindak, harap kongkong sudi memaafkan...."
Katanya. Coa Wi-wi juga memburu ke depan sambil berkata.
"Kongkong!"
Gadis itu langsung menubruk kedalam pelukannya. Tenaga dalam yang dimiliki Goan cing taysu sudah mencapai tingkatan yang amat sempurna, tentu saja diapun tahu akan kehadiran dua orang tersebut, sambil membuka matanya ia berkata dengan lembut.
"Liong-ji, tak usah banyak adat!"
Tiba-tiba ia tampak seperti tertegun, kembali serunya dengan suara dalam.
"Hei Liong-ji, kau sudah makan apa? Mengapa wajahmu begitu cerah dan segar, jauh berbeda seperti keadaan pagi tadi?"
Diam-diam Hoa In-liong memuji akan ketajaman mata padri itu, maka dia pun lantas menurunkan semua pengalaman yang telah dialaminya siang tadi.
Sehabis mendengar penuturan tersebut, Goan cing taysu segera memegang nadinya, pejam mata dan melakukan pemeriksaan dengan seksama.
Coa Wi-wi menunggu beberapa saat, tapi ketika dilihatnya Goan-cing taysu belum juga bersuara ia lantas mendorong bahu kongkongnya seraya berseru dengan manja.
"Kongkong, bagaimana keadaannya?"
Setajam sembilu sorot mata Goan ceng taysu setelah menghela napas, sahutnya.
"Keadaan itu sedikit banyak rada mirip dengan tingkat paling atas dari ilmu Bu khek teng heng sim hoat, sebab aliran lurus bila bersatu dengan aliran yarg terbaik, munculah suatu penggabungan tenaga murni yang maha dahsyat!"
"Horee.... kalau memang bisa begitukan bagus sekali!"
Sorak Coa Wi-wi kegirangan. Tapi Goan cing taysu kembali gelengkan kepalanya "Namun, lolap yakin bahwa gejala yang dialami Liong-ji bukan gejala dari tingkat paling atas ilmu Bu khek teng heng sim hoat aaai....!"
Bencanakah atau rejekikah, lolap tidak berani memastikan agaknya aku harus menjumpai ayahmu lebih dulu untuk membincangkan keadaan ini lebih jauh"
Sungguh kecewa Coa Wi-wi setelah mendengar perkataan itu. Hoa In-liong juga tercengang, ia berseru.
"Kongkong, jadi kau telah menjumpai ayahku?"
Goan cing taysu manggut-manggut, setelah termenung sebentar, tiba-tiba ujarnya kepada CoaWi-wi.
"Anak Wi, berjaga-jagalah disini sambil melindungi kami, aku hendak memeriksa lagi keadaan tubuh Liong ji!"
Coa Wi-wi tahu, Goan cing taysu hendak memeriksa kesehatan Hoa In-liong dengan hawa murni nya, itulah suatu perbuatan yang sangat berbahaya, sekali bertindak kurang hati- hati niscaya dua orang itu akan mengalami keadaan jalan api menuju neraka.
Cepat cepat dia mengiakan, lalu menyingkir dua kaki ke samping dan berjaga-jaga disana.
Goan cing taysu berpaling pula kearah Hoa In-liong, kemudian berkata.
"Anak Liong, duduklah bersila menghadap kesana, lalu kerahkan hawa murnimu untuk mengelilingi badan!"
Hoa In-liong menyahut lalu duduk bersila dengan membelakangi padri tua itu.
Coa Wi-wi sendiri, meskipun diberi tugas untuk mengawasi keadaan disekeliling tempat itu namun serirgkali ia menyempatkan diri untuk menengok kemari.
Dia lihat Goan cing taysu duduk dibelakang pemuda itu sambil menempelkan telapak tangannya diatas jalan darah Pek hwe hiat dan Mia bun hiat dua buah jalan darah penting ditubuh manusia.
Selang sesaat kemudian, tiba-tiba mimik wajah Hoa In-liong berubah penuh kerutan, seperti lagi menahan rasa sakit yang luar biasa, peluh bercucuran bagaikan hujan deras.
Hampir saja jantung Coa Wi-wi meloncat keluar dari rongga tubuhnya, dia tahu bagi orang yang normal maka dikala menyalurkan hawa murninya, mimik wajah orang itu akan kelihatan tenang dan mantap, itu berarti gejala yang ditunjukkan pemuda itu berarti pula sebagai tanda tanda jalan api menuju neraka.
Mendadak Goan cing taysu berbisik.
"Anak Liong, jangan kau lawan dengan tenaga murnimu!"
Lewat beberapa saat kemudian, tiba-tiba Goan cing taysu menarik kembali telapak tangannya, peluh yang membasahi tubuh Hoa In-liong juga ikut mereda, lalu sepertanak nasi lagi dia menghembuskan napas panjang sambil membuka mata.
"Bagaimana rasamu sekarang, anak Liong?"
Tegur Goan cing taysu dengan suara dalam"
Sebetulnya Hoa In-liong hendak bangkit berdiri, tapi setelah mendengar pertanyaan itu, ia tetap duduk bersila di tanah.
"Anak Liong tak mampu mengendalikan diri"
Sahutnya tenang.
"Hei, maukah kau jangan menakut-nakuti orang?"
Pinta Coa Wi-wi dengan wajah memelas,"
Tapi tak sampai jalan api menuju neraka bukan...."
Hoa In-liong berpaling kearahnya sambil mengangkat bahu, dia cuma tertawa getir, tidak menjawab.
Goan cing taysu juga merenung sebentar, tiba-tiba ia mengeluaskan sebuah botol porselen dari sakunya, kemudian botol itu diangsurkan ke hadapan anak muda itu.
Setelah Hoa In-liong menerima botol tadi, Goan cing taysu baru berkata lebih jauh.
"Telan sebutir, kemudian duduk bersemedi sambil mengatur pernapasan....!"
Hoa In-liong tidak langsung menuruti perintah orang, matanya sempat menangkap tiga huruf kecil diatas botol yang tingginya empat inci itu, tulisan itu berbunyi.
"SIAU YAU TI"
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja dia tahu kalau isi botol adalah pil Yau ti wan yang tak ternilai harganya itu.
"Kongkong, masa obat ini bisa memunahkan racun ular sakti yang mengeram dalam tubuhku?"
Tegurnya.
"Obat itu dibuat dengan campuran Kim jian liong tan kau (rumput ulat emas empedu naga) sejenis obat-obatan yang merupakan penawar dari pelbagai macam racun jahat. Aku pikir racun ular sakti pasti dapat ditawarkan pula!"
Hoa In-liong kembali berpikir.
"Yau ti wan merupakan benda mustika dari keluarga Coa, Cong gi heng saja tak mendapat bagian, masa aku yang tidak termasuk anggota keluarga Coa malah mendapat bagian? Apalagi bukan cuma aku yang terkena racun ular sakti.... Karena berpikir demikian, diapun berkata.
"Ketika Liong-ji terkena racun ular sakti, aku pernah sesumbar dengan mengatakan bahwa racun itu akau kupunahkan dengan kekuatan sendiri tanpa bantuan obat-obatan, apalagi dengan mengandalkan racun sin bui si sim {ular sakti menggigit hati) tersebut banyak sudah jago lihay daratan kita yang dikendalikan pihak Mo- kauw, aku merasa berkewajiban untuk mencarikan suatu cara yang tepat untuk menawarkan pengaruh racun itu"
"Jiko, mengapa kau musti terbuat bodoh?"
Teriak Coa Wi-wi dengan gelisahnya.
"obat mustika sudah didepan mata, masa kau hendak menampiknya dengan begitu saja? Apalagi sekalipun banyak orang, terkena racun itu, obatnya kan cuma dua butir doang?"
"Aku tahu obatnya cuma dua, tapi asal dilumerkan dengan air, sekalipun kemujarabannya akan jauh berkurang, toh racun tersebut dapat kita tawarkan!"
"Kalau begitu, simpanlah sebutir untuk dirimu sendiri"
Pinta Coa Wi-wi lagi. Dengan cepat Hoa In-liong menggeleng.
"Tak usah, aku kuatir sebutir tak cukup!"
"Tapi kau sendiri juga terkena racun jahat"
Teriak gadis itu makin gelisah.
"bila orang-orang itu masih mempunyai sedikit liang sim, mereka pasti akan riku untuk menerimanya, sebab bila mereka terima pemberian tersebut, menunjukkan pula kalau mereka tak punya liang sim, hmm! Manusia semacam ini, lebih baik kan mampus sekalian"
"Dalam cemasnya, gadis itu berbicara asal buka suara, dia lupa kalau perkataannya terlalu kasar dan tak pantas.
"Anak Wi, kau tak usah banyak bicara lagi"
Tiba-tiba Goan cing taysu menukas. Setelah termenung sebentar, dia berkata lebih jauh.
"Bukan lantaran obat itu adalah obat dewa maka kita beri nama Yau ti wan (pil nirwana) adalah karena obat itu dibuat oleh cousu dalam sebuah gua kuno dilembah bukit Siau yau ti, maka pil itu dinamakan pula Yau ti wan, dikala obat itu selesai dibuat, cousu pernah berkata begini...."
Dengan sorot mata yang tajam diamatinya sekejap kedua orang muda mudi itu.
Meskipun Hoa In-liong berdua rada heran karena secara tiba-tiba padri itu menceritakan soal yang sama sekali tak ada sangkut pautnya, tapi mereka tahu bahwa dibalik perkataan itu tentu mengandung maksud-maksud tertentu, maka dengan tenang mereka mendengarkan perkataan kakek itu lebih jauh.
Goan cing taysu menghela napas panjang, lanjutnya setelah berhenti sebentar.
"Dia orang tua berkata demikian, obat mustika dibuat untuk menolong masyarakat, dia berharap pada suatu ketika Yau ti wan bisa dipakai untuk menyelamatkan beratus-ratus orang. Aaai.... sungguh memalukan kalau dibicarakan kembali, dalam tiga ratus tahun terakhir ini, diantara delapan butir Yau ti wan yang telah terpakai, ada lima butir diantaranya dipakai demi kepentingan keluarga persilatan Kim-leng pribadi, sedang tiga butir lainnya dibsrikau kepada orang lain yang sedikit banyak masih ada hubungannya juga dengan keluarga persilatan Kim leng" Mendengar sampai disitu, baik Hoa In-liong maupun Coa Wi-wi dapat menebak maksud hati kongkongnya, bukankah dengan ucapannya itu berarti pula bahwa Goan cing taysu telah menyetujui dengan jalan pikiran Hoa In-liong....? Apa yang selalu menjadi beban pikiran Coa Wi-wi selama ini adalah keselamatan Hoa In-liong, ia sangat tak setuju dengan keputusan kongkongnya, tapi lantaran Goan cing taysu berbuat demiki an demi kepentingan orang banyak, maka dia tak berani terlalu banyak mendebat. Hoa In-liong segera bangkit sambil menyerahkan kembali botol itu ke tangan Goan cing taysu tapi dengan cepat paderi itu gelengkan kepalanya berulang kali.
"Lebih baik kau saja yang menyimpan botol itu, siapa tahu kalau dikemudian hari sangat dibutuhkan untuk menolong jiwa orang? Yaa, watak lolap memang dasarnya malas, aku merasa agak segan untuk banyak bergerak lagi...."
Hoa In-liong tidak banyak berbicara lagi, dia masukkan botol itu kedalam saku, tiba-tiba tangannya menyentuh kemala hijau batas buku yang ditemukan di rumah Tabib sosial, hatinya segera bergerak, sambil diangsurkan kehadapan sang paderi itu, ujarnya.
"Kongkong, diatas batas buku ini tercantum aneka ragam jurus ilmu pukulan yang kalut, apakah kongkong dapat memberi penjelasan?"
Coa Wi-wi ikut berseru tertahan, dia mengambil keluar juga botol porselen yang berasal dari saku Tan Beng-tat, sambil diberikan kepada paderi tua itu katanya.
"Kongkong, silahkan kau periksa juga isi botol ini!"
Goan-cing taysu sekalian menerima botol itu, mula-mula dia periksa dulu batas buku yang diatasnya terukir Kiu ci kiong cong-keng keng-cay" (catatan kitab silat yang terdapat dalam istana Kiu-ci-kiong) sekalipun huruf-hurufnya sangat lembut sebesar kepala lalat, namun dengaa dasar tenaga dalam yang dimilikinya, semua tulisan itu dapat dibaca dengan amat jelas.
Selesai membaca tulisan itu, dengan wajah agak berubah, berkatalah paderi tua itu.
"Yaa, Kiu-ci Sinkun memang tak malu disebut manusia paling berbakat dalam dunia persilatan, tak nyana dengan kecerdasan otaknya ia berhasil menciptakan serangkaian ilmu silat yang maha dahsyat semacam ini....sungguh hebat....sungguh hebat. Batas buku kemala hijau itu diangsurkan kembali ketangan Hoa In-liong, kemudian ujarnya lebih jauh.
"Sekalipun catatan ilmu silat itu semrawut dan kacau balau tak karuan, aku percaya dengan kecerdasanmu tak sulit untuk menyusun kembali semua kepandaian itu. Memang, ilmu silat yang ada disitu jauh berbeda dengan aliran ilmu silat keluargamu, tapi percayalah, sumber dari segala ilmu silai adalah satu, sampai dimanapun luasnya kepandaian silat yang ada didunia ini dasarnya selalu sama, tak sulit bagimu untuk mendalami serta memecahkannya"
Hoa In-liong mengiakan berulang kali lalu masukkan benda tersebut kedalam sakunya.
Dalam pada itu, Goan cing taysu telah mencabut penutup botolnya serta membau isi botol tersebut, mendadak paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat botol itu ditutup kembali.
"Sungguh lihay, sungguh lihay!"
Gumamnya.
"Kongkong, adakah sesuatu yang tak beres?"
Tanya Coa Wi-wi kemudian dengan gelisah. Goan cing taysu menarik napas panjang-panjang, paras mukanya pulih kembali seperti sedia kala sambil menggeleng katanya.
"Masih untung aku tak apa apa, aai....! Entah cairan apa yang tersimpan dalam botol itu, hanya membau sebentar saja kepalaku langsung pusing tujuh keliling. Darimana kalian dapatkan benda itu?"
"Waaah....masa kongkong sendiri juga hampir tak tahan?"
Teriak Coa Wi-wi terperanjat.
"untung aku tidak lancang tangan membuka tutup botol itu lebih dulu, coba kalau tidak....bisa jatuh pingsan seketika itu juga"
"Benda itu milik empek Yu!"
Hoa In-liong menerangkan.
"Aaah....! Masa Yu Siang tek si bocah itu juga menjimpan benda sejahat ini?"
Seru Goan cing taysu keheranan.
"coba kau terangkan lebih jelas lagi!"
"Biar aku yang bercerita"
Sela Coa Wi-wi cepat cepat. Maka diapun lantas mengisahkan kembali pengalamannya ketika menemukan benda itu serta sekalian mengisahkan juga pertarungan yang berkobar pada malam itu, akhirnya dia menambahkan.
"Jika dugaan anak Wi tidak salah, isi botol itu pastilah obat campuran dari Su bok thian go (kehilangan langit empat mata) serta Sam ciok pek cu (laba-laba hijau berkaki tiga) bukankah begitu?"
Dengan tenaga Goan cing taysu mendengarkan kisah itu hingga selesai, lalu sambil menyerahkan botol tadi ketangan Hoa In-liong, ia berkata pula.
"Lolap kurang begitu mengerti tentang ilmu obat-obatan, ibumu sebagai ahli waris dari Kiu tok sian ci tentu jauh lebih mengerti daripada aku, lebih baik bawalah botol ini dan serahkan kepada ibumu, biar dia yang membuatkan analisa untukmu. Yang disebutkan sebagai "ibumu"
Bukan Pek Kun-gie, ibu kandung Hoa In-liong, melainkan ibu pertamanya yakni Chin Wan hong.
"Aaaai.... entah sampai kapan aku baru pulang...."pikir Hoa In-liong diam-diam. Berpikir sampai disitu, dia terima juga botol itu sembari berkata.
"Boanpwe tidak jadi pergi kebukit Mao san untuk berlatih tenaga dalam lagi"
Goan cing taysu menghela napas panjang.
"Aaai....sebetulnya lolap hendak menggunakan manfaat dari racun ular itu untuk melatih tenaga dalammu hingga mencapai tingkatan yang paling tinggi dalam waktu tiga sampai lima tahun...."
Hoa In-liong segera berpikir.
"Semula kukira yang dimaksudkan cianpwe ini sebagai waktu singkat adalah tiga sampai lima bulan, tak tahunya begitu lama, siapa yang sabar menunggu sekian lama? Tapi kalau dipikir kembali dengan jangka waktu enam puluh tahun yang biasanya dibutuhkan orang untuk mencapai tingkatan paling tinggi, tiga lima tahun memang terhitung cukup singkat"
Tiba-tiba ia merasa Goan cing taysu tutup mulut ditengah jalan, ketika ia menengok ke depan, tampak paderi itu sedang berkerut kening, rupanya ada sesuatu persoalan yang sedang ia pikirkan. Coa Wi-wi sangat tercengang serunya tertahan.
"Kongkong...."
Cepat Hoa In-liong menarik tangan gadis itu sambil berbisik.
"Jangan ribut dulu, tentu kongkong sedang memikirkan suatu persoalan yang penting, dan persoalan itu butuh penyelesaian secepatnya"
Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya dan tidak berbicara lagi.
Setelah hening sejenak, tiba-tiba Goan cing taysu membuka sepasang matanya, setajam cahaya bintang di tengah kegelapan matanya itu, dari sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa, ini membuat sepasang muda mudi itu amat terperanjat.
"Liong-ji"
Terdengar Goan-cing taysu berkata lagi dengan serius.
"lolap mempunyai suatu akal bagus yang kemungkinan besar sangat bemnanfaat bagi usahamu memusnahkan pengaruh racun ular sakti, selain itu mungkin juga akan menambah kesempurnaan tenaga dalammu, cuma saja cara ini sangat berbahaya serta membawa resiko yang besar salah-salah akan mengakibatkan kematian yang mengerikan, entah bagaimana pendapatmu?"
Dari keseriusan dan sikap berat yang ditunjukkan Goan cing taysu, Hoa In-liong tahu bahwa persoalan itu luar biasa sekali, tapi bukankah Goan cing taysu sendiripun tidak begitu yakin dengan caranya? Sebagai pemuda yang gagah perkasa, Hoa In-liong bukan type manusia yang serakah akan sesuatu yaag kecil dengan mengorbankan ma salah besar, sebetulnya tawaran tersebut hendak ditolak.
Tapi secara tiba-tiba hatinya agak bergerak, segera pikirnya.
"Aah, tidak benar! Cianpwe ini bukan manusia sembarangan, kalau toh tujuannya adalah untuk menyempurnakan kepandaian seorang boanpwe tak mungkin dia akan mencarikan suatu cara yang semena-mena atau dengan perkataan dibalik rencananya itu tentu mengandung suatu keyakinan besar cuma saja ia tidak mengutarakan sebab kuatir akan mengacau pikiran orang belaka"
Dalam waktu singkat, pelbagai pikiran sudah berkecamuk dalam benaknya, tiba-tiba dia angkat kepala dan menyahut dengan serius.
"Boanpwe sudah mengambil keputusan...."
"Anak Liong, harapan untuk mencapai kesuksesan teramat kecil, aku harap pikirkan kembali persoalan ini semasak-masaknya"
Tukas Goan cing taysu lagi. Tiba-tiba Coa Wi-wi menjatuhkan diri kedalam pelukan Hoa In-liong, lalu bisiknya pula dengan lembut.
"Jiko, kalau toh kongkong sudah berkata demikian, lebih baik urungkan niatmu untuk menempuh mara bahaya sebesar ini"
"Adik Wi"
Hoa In-liong membelai rambutnya yang halus dengan penuh kasih sayang.
"masa kau tidak percaya dengan keputusan ini?"
Coa Wi-wi mengangguk.
"Nah, kalau percaya itu lebih baik"
Kata Hoa In-liong sambil tersenyum, kemudian kepada Goan cing taysu tambahnya.
"Kongkong, tolong bantulah anak Liong untuk menyempurnakan diriku"
Dalam hati Goan cing taysu menghela napas, pikirnya.
"Bocah ini memang betul- betul cerdas, ternyata isi hatiku berhasil ia tebak beberapa bagian"
Maka sambil manggut manggut katanya.
"Sekalipun tindakan ini sangat bahaya, tapi lolap yakin delapan puluh persen pekerjaan akan berhasil, kau tak usah kuatir sebab pikiran dan perasaan yang tawar justru merupakan saat yang paling baik untuk melakukan tindakan ini"
Hoa In-liong tertawa.
"Kongkong tak perlu cemas, anak Liong percaya masih sanggup menghadapi segala keadaan dengan perasaan yang tenang"
Goan cing taysu manggut-manggut, ia periksa sekejap keadaan disekitar sana, lalu berkata.
"Tempat ini terbuka sama sekali tidak terlindung dari pandangan orang, tidak cocok untuk melakukan rencana kita, mari kita cari sebuah gua saja"
Sebetulnya Coa Wi-wi hendak menghalangi niatnya itu, tapi ia berpikir lebih jauh.
"Yaa, bagaimanapun juga bila ia ketimpa musibah, aku juga tak pingin hidup, daripada percuma menasehati dirinya, akan lebih baik aku membungkam dalam seribu bahasa saja"
Karena berpendapat demikian, perasaannya jadi lebih lega dan santai, tanpa disadari bibit cinta yang tertanam dihati kecilnya ikut pula bertambah tebal. Mendengar perkataan itu, dia lantas berkata.
"Dulu Wi-ji sering kemari mencari batu-batu indah, aku sudah hapal dengan keadaan disekitar sini. Tak jauh dari tempat ini terdapat sebuah gua batu yang dalamnya lima enam kaki, tempatnya kering dan bersih, bisa kita pakai sebagai tempat berteduh?"
Goan cing taysu manggut-manggut.
"Sekalipun radaan kecil sedikit, tapi tak apalah, hayo kita kesitu!"
Seraya berkata ia lantas bangkit berdiri.
"Biar anak Wi membawa jalan!"
Seru gadis itu sambil turun dari puncak itu lebih dulu.
Gua yang dimaksudkan letaknya dilereng bukit bersebelahan dengan sebuah tebing yang curam, di muka gua merupakan sebuah tanah datar yang luasnya sepuluh kaki persegi, hutan bambu amat subur, meski gua itu tidak terlalu dalam, tapi cakup lebar dan datar.
Keadaan semacam ini semestinya amat cocok sekali dengan selera ketiga orang itu.
Setelah masuk ke dalam gua, Goan cing taysu memerintahkan Coa Wi-wi berjaga-jaga didepan gua, lalu menitahkan Hoa In-liong duduk bersila, sementara dia sendiri duduk dibelakang Hoa Inliong.
Coa Wi-wi berdiri diluar gua, sekalipun demikian, sepasang matanya yang jeli menatap kedua orang itu tak berkedip.
Gua itu cukup gelap, namun tidak sampai menghalangi daya penglihatannya.
Waktu itu Goan cing taysu bersila sambil menyalurkan hawa murninya, tiba-tiba secepat sambaran kilat dia lancarkan totokan untuk menotok jalan darah Kek gi, kan gi serta Pit gi sementara telapak tangannya ditempelkan diatas jalan darah Thian cu hiat.
Beberapa jalan darah itu termasuk urat-urat penting yang menghubungkan syaraf kaki, pusat dan pantat semuanya termasuk jalan darah yang teramat penting ditubuh manusia.
Coa Wi-wi bukannya tak tabu kalau Goan cing taysu sedang berusaha membantu Hoa In-liong untuk memunahkan pengaruh racun jahat, tapi terbayang kembali pen deritaan yang telah ia saksikan ketika masih ada di Yu-hoa-tay, bergidik juga hatinya sampai-sampai badan ikut gemetar keras.
"Hu-yan Kiong manusia bedebah!"
Umpatnya dalam hati, kau memang manusia terkutuk yang patut diberi hajaran. Tunggu saja tanggal mainnya suatu ketika nonamu pasti akan suruh kau merasakan betapa menderitanya bila disiksa mati tak bisa hiduppun susah"
Sementara dia masih melamun Goan cing taysu sudah menarik kembali telapak tangannya sambil mundur setengah langkah, gadis itu tahu kongkongnya kembali akan mengeluarkan ilmu simpanan Baru saja dia akan menengok lebih lanjut tiba-tiba dari luar gua berkumandang suara ujung baju tersampok angin, kalau didengar dari suara tersebut jelas ada seorang jago lihay yang sedang menuju ke arah gua dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Cepat-cepat dia berpaling, diantara cahaya rembulan tampak sesosok bayangan manusia sedang berkelebat mendekat dengan kecepatan luar biasa, da am waktu singkat jarak orang itu tinggal lima kaki saja dari depan gua.
"Berhenti!"
Bentaknya dengan suara lantang.
Tapi begitu suara bentakan meluncur keluar dari mulutnya, gadis itu merasa menyesal sekali ia menyesal karena terlalu memburu napas, belum melihat jelas arah tujuan bayangan abu-abu itu, dia sudah membentak lebih dahulu, padahal orang itu cuma numpang lewat belaka.
Dengan perbuatan, nya ini bukankah sama artinya dengan ia memberitahukan letak persembunyiannya kepada orang lain Betul juga, begitu mendengar suara bentakan itu, serentak orang tadi berhenti lalu berkelebat menuju kedepan gua, dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan sembilu dia awasi balik gua yang gelap tajam-tajam.
Setelah bayangan abu-abu itu berhenti di depan gua, Coa Wi-wi baru dapat kenali orang itu sebagai seorang To koh berusia setengah baya yang memakai jubah kependetaan warna abuabu, membawa sebuah hud tim dan berparas muka bersih.
Gadis itu tahu, gua sekecil ini tak akan mengelabuhi jagoan selihay orang itu, apalagi setelah ia bersuara.
Dalam keadaan demikian, buru-buru ia melirik sekejap ke arah Hoa In-liong, tampak Goan cing taysu masih duduk bersila ditanah, telapak tangan kanannya menempel di atas jalan darah Leng tay hiat diatas punggungnya.
Gadis itu tidak membuang wakta lagi, sekali loncat ia sudah menerobos keluar dari dalam gua.
Sejak mendengar suara bentakan yang nyaring dan merdu, To koh berbaju abu-abu itu sudah tahu kalau orang itu adalah seorang nona, tapi rupanya dia tak menduga kalau kecantikan wajahnya begitu merawan.
Dibawah cahaya rembulan, tampak Coa Wi-wi ibaratnya dewi Siang go yang baru turun dari kahyangan.
Ia berseru tertahan, lalu setelah berpikir sebentar, bisiknya didalam hati.
"Aaah.... jangan-jangan dia?!"
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka sambil menuding dengan senjata Hud timnya, dia bertanya.
"Apakab engkau she Coa?"
Sebetulnya Coa Wi-wi hendak minta maaf lalu berusaha menggiring To koh itu agar meninggalkan tempat tersebut, tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, tiba- tiba To koh berbaju abu-abu itu sudah menyebut namanya lebih dahulu, ini membuat nona tersebut jadi kaget.
"Sian-koh, dari mana kau bisa tahu?"
Serunya keheranan. Mengetahui bahwasanya apa yang diduga tak salah, To koh berbaju abu-abu itu kembali berpikir.
"Aaah....! Budak ini memang benar-benar memiliki kecantikan wajah yang luar biasa, setelah ternoda Giok-ji memang tak punya harapan lagi, apalagi dengan kehadiran dirinya, sudah terang hal itu tak mungkin terjadi....!"
Berpikir demikian, dia lantas tertawa seraya berkata.
"Hoa Yang si bocah kunyuk itu kenapa tidak ikut datang?"
Dari nada suara Coa Wi-wi sudah tahu kalau orang bermaksud jelek, timbul rasa was-was dalam hati kecilnya.
"Dia tak ada disini!"jawabnya cepat-cepat. Padahal sejak kecil gadis itu tak pernah berbohong, maka setelah ucapan tersebut diutarakan keluar, warna semu merah karena jengah dengan cepat menjalar diatas pipinya yang putih. Tokoh berbaju abu-abu itu bukan orang bodoh, dalam sekilas pandangan saja dia sudah mengerti apa gerangan yang sedang terjadi. Dengan suara dingin kembali ia menegur.
"Apakah Hoa In-liong sedang berlatih ilmu?"
Coa Wi-wi merasa terkesiap.
"Sungguh lihay To koh itu!"
Demikian batinya. Lama sekali setelah berdiri tertegun, nona itu menegur lagi.
"Siapa kau?"
To koh berbaju abu-abu itu menengadah dan tertawa terbahak-bahak dia tidak menjawab mendadak dengan senjata Hud timnya dia sapu batok kepala gadis itu.
Berbareng dengan sapuan tadi beratus-ratus bulu kudanya yang lembut membuyar hebat dan serentak mengancam jalan darah penting diseluruh tubuh Coa Wi-wi.
Kiranya To koh berbaju abu-abu itu merasa bahwa wajah Coa Wi-wi makin dilihat tampak semakin cantik ini membuat napsu membunuh yang berkorban dalam dadanya sukar dikendalikan lagi malah makin ditekan napsunya makin berkorban akhirnya dia tak tahan dan seranganpun dilancarkan.
Coa Wi-wi tidak menyangka kalau dirinya bakal diserang, kejut dan marah gadis tersebut menghadapi keadaan tersebut.
"
Hei, apa-apaan kau?"
Tegurnya dengan marah Langkahnya mundur dengan sempoyongan ibarat angin yang berhembus lewat, begitu mundur tubuhnya maju kembali kemuka sambil melancarkan sebuah pukulan, dia kuatir Tokoh berjubah abu-abu itu mendapatkan peluang yang ada untuk menerobos masuk ke dalam gua.
Meski agak terkejut dalam hatinya, To koh berjubah abu-abu itu tak sampai memperlihatkan perasaannya itu diluaran, dia tertawa dingin, tiba-tiba senjata Hud-timnya diputar dan....
"Sreeet!"
Tahu-tahu bulu kuda yang lembut itu sudah menggulung pergelangan tangan lawan, menyusul kemudian ujung baju sebelah kirinya dikebaskan kedepan, dengan membawa hawa pukulan yang cukup kuat menyergap dada Coa Wi-wi. "Hebat juga To koh ini!"
Pikir Gadis Coa dalam hatinya.
"baik waktu menyerang maupun dikala berganti jurus, semuanya dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa, tak malu kalau disebut seorang tokoh nomor satu dalam dunia persilatan, mungkinkah dia adalah anggota Hian-bengkauw?"
Dihati dia berpikir, telapak tangan kirinya sama sekali tidak menganggur, dengan suatu pukulan yang kuat ia dobrak ancaman musuh, sementara jari tangan kanannya diperkencang hingga seperti tombak untuk menyodok jalan darah Ciang tay hiat di tubuh sang To koh.
Mendongkol To koh berbaju abu-abu itu karena dirinya diserang secara bertubi- tubi tanpa diberi kesempatan untuk bertukar napas.
"Budak sialan!"
Sumpahnya dihati.
"kau tak usah sok, hati-hati dengan pembalasanku!"
Tentu saja dia tak tahu kalau Hoa In-liong ketika itu sedang bersemedi dan mencapai keadaan yang paling berbahaya, lantaran kuatir mengganggu konsentrasi kekasihnya, maka ia bertindak nekad.
Dengan suatu lompatan cepat To koh berbaju abu-abu itu mundur dua kaki ke belakang.
0000000O0000000 LEGA HATI Coa Wi-wi setelah musuhnya mundur, seperti bayangan dia menyusul kemuka dan secara beruntun melancarkan tujuh buah serangan berantai.
"Budak ingusan, kau berani kurangajar kepadaku?"
Teriak To koh berbaju abu-abu itu naik darah.
Badannya mengegos kesamping menghindarkan diri dari serangan itu, kemudian senjata Hud tim-nya direntangkan untuk menghalau gerak maju lawan, sementara gagang hud tim dipakai untuk menyodok jalan darah Ciang bun hiat.
Mereka bertempur dengan gerakan yang sama-sama cepatnya, dalam waktu singkat dua puluh gebrakan sudah lewat.
To koh berjubah abu-abu itu memang tangguh, semua jurus serangan yang dipakai merupakan jurus-jurus aneh yang sakti, diapun berusaha menghindari bentrokan-bentrokan secara kekerasan.
Setiap ada kesempatan, yang diancam adalah jalan darah jalan darah kematian yang ditubuh lawan dimana cukup tertonjok satu kali sajar kalau tidak mampus sang korban hikal terluka parah.
Coa Wi-wi kuatir pertarungan yang berlangsung akan mengganggu komentrasi Hoa In Hong, maka selama pertarungan berlangsung, ia selalu membungkam dalam seribu bahasa.
Karenanya kecuali angin pukulan yang menderu-deru, hampir boleh dibilang tak ada suara lain.
Tapi dengan demikian, maka makin bertarung mereka semakin jauh meninggalkan mulut gua, waktu itu jaraknya sudah mencapai sepuluh kaki lebih....
Lama-kelamaan Coa Wi-wi mulai hilang sabarnya, dia berpikir lagi, Tenaga dalam yang dimiliki To koh ini luar biasa hebatnya kalau pertarungan harus dilangsungkan terus dengan cara begini, entah sampai kapan habisnya, apalagi sudah terlalu jauh ketinggalan gua, tindakan ini kurang menguntungkan"
Berpikir demikian, sepasang telapak tangannya segera melancarkan serangan bersama, tangan kiri menyerang dengan jurus Jit gwat siang-tui (matahari dan rembulan saling mendorong), sementara tangan kapannya menyerang dengan jurus Tuo yau siu jit (Kotak Angin Berhembushembus), Terkesiap To koh berbaju abu-abu menghadapi ancaman sedahsyat itu, pikirnya dengan jantung berdebar.
"Hebat benar perempuan ini, belum pernah ku jumpai ilmu pukulan seaneh ini dalam dunia persilatan!"
Sepintas lalu, dua buah serangan itu tampaknya memang sederhana dan tiada sesuatu yang aneh, padahal cukup dengan berputar sambil menekan kedepan, maka dibalik hembusan angin pukulan yang amat tajam, terselip gerakan pat kay dan Tay khek yang sukar dipecahkan.
Karena tak berani menyambutnya dengan kekerasan, ia melejit kesamping lalu menyusup beberapa kaki disamping Coa Wi-wi.
Tercengang juga gadis Wi-wi karena serangan nya meleset, dia berpikir pula.
"Cepat dan jitu sekali gerakan tubuh To koh itu, aku rasa dua tingkat lebih hebat dari ilmu Gi heng huan wi (bergesar tubuh berganti tempat) malah tidak berada dibawah kepandaian Loan ngo heng sian tun hoat dari Kiu-im-kauw"
Sementara itu To koh berbaju abu-abu tadi sudah berseru kembali dengan suara dingin.
"Ilmu pukulan bagus! Tenaga dalam sempurna! Cuma sayang pinto ingin minta petunjukmu lebih jauh"
Jilid 31 BERBICARA sampai disitu, tangan kirinya menyilang ke samping, cahaya hijau lantas bergemerlapan, tahu-tahu ditangan kanannya telah bertambah dengan sebilah senjata kaitan berwarna hijau kemala.
Selama malang melintang diseluruh kolong langit, belum pernah To koh itu didesak orang hingga mundur berulang kali, tak heran kalau hawa napsu membunuhnya saat ini sudah membara dan ia telah bersiap-siap untuk beradu jiwa.
Coa Wi-wi belum pernah melihat senjata kaitan kemala milik Wan Hong giok, tapi dia tahu kalau Wan Hong giok mempunyai julukan sebagai Giok kau Nio cu (perempuan cantik kaitan kemala).
Tanpa terasa dia berpikir lagi.
"Sangat jarang jago dalam persilatan yang menggunakan senjata kaitan kemala, jangan-jangan dia mempunyai hubungan yang erat dengan enci Wan....?"
Berpikir sampai disitu, dia lantas bertanya dengan merdu.
"Apakah cianpwe mempunyai hubungan dengan enci Wan Hong giok...."
"Tak usah banyak bicara!"
Tukas To koh berbaju abu-abu.
Tiba tiba ia menyerang dengan jurus Thian kong im in (Cahaya Langit Bayangan Awan).
Cahaya hijau yang menyilaukan mata segera menyebar keseluruh langit, senjata kaitan kemalanya dengan membawa deruan angin serangan yang tajam sepera mengurung sekujur tubuh lawan.
Berbareng itu juga, senjata hud tim ditangan kirinya tidak mengganggu, dengan tajam ia serang pinggang musuh.
Serangan yang dilancarkan satu dengan senjata kaitan yang lain dengan senjata hud tim ini memang benar-benar amat hebat, tenaga yang bersifat keras serta tenaga im bersifat lunak digunakan hampir bersamaan waktunya, dan akibatnya sungguh jauh diluar dugaan.
Coa Wi-wi semakin naik darah, pikirnya.
"Kutanya engkau secara baik-baik, bukannya dijawab malahan sama sekali tak kau gubris, sudah pasti aku tak ada hubungannya dengan enci Wan!"
Sepasang alis matanya kontan berkenyit, dia bermaksud untuk memaksa Tokoh berbaju abu-abu itu mengundurkan diri dari sana, atau bilamana keadaan memaksa, terpaksa dia akan dibunuh.
Mendadak Tokoh berbaju abu-abu itu menarik kembali serangannya sambil mundur, cahaya hijau yang semula menyelimuti seluruh angkasapun seketika ikut leyap tak berbekas.
Sementara Coa Wi-wi masih tertegun cahaya hijau kembali berkilauan memancar diudara tibatiba tokoh berbaju abu-abu itu menyambitkan senjata kaitan kemalanya kedepan, diiringi cahaya kilat senjata itu meluncur ke arah mulut gua.
"Toan bok See ling, berhenti kamu!"
Hardiknya Tanpa mengindahkan musuh tangguh masih berada didepan mata, Coa Wi-wi segera berpaling, tampak seorang kakek bermuka merah berjenggot putih secara diam-diam sedang mendekati mulut gua.
Ketika senjata kaitan kemala itu menyergap punggung kakek itu, dengan perasaan apa boleh buat terpaksa kakek bermuka merah tadi berkelit ke samping.
"Traaaaang....!"
Senjata kaitan kemala itu menumbuk diatas dinding batu disisi mulut gua hingga menimbulkan percikan bunga api, lalu dengan menerbitkan suara keras jatuh ketanah.
Kejut dan marah Coa Wi-wi menyaksikan kejadian tersebut, sekalipun tenaga dalam yang dimilikinya cukup lihay, tapi pertama karena pengalamannya masih cetek dan lagi tak menyangka kalau ada orang bakal menyusup datang, kedua dia berdiri dengan membelakangi mulut gua, ditambah pula kakek itu memiliki tenaga dalam yang demikian sempurnanya hingga dapat mengelabuhi ketajaman mata dan pendengarannya.
Maka dalam keadaan gugup, ia tak sempat untuk memikirkan kenapa secara tiba tiba To koh berbaju abu-abu membantu pihaknya.
Dengan kecepatan yang luar biasa tubuhnya menerjang ke muka, lalu dengan menghimpun tenaga sebesar dua belas bagian, sebuah pukulan dahsyat dilepaskan.
Waktu itu, kakek bermuka merah sedang berusaha mempercepat gerakannya untuk masuk ke gua, betapa terperanjatnya ketika secara tiba-tiba muncul segulung tenaga tak berwujud yang menekan dadanya dengan amat dahsyat, ia tercekat.
"Budak ingusan, ternyata tenaga dalamnya benar-benar amat sempurna!"
Demikian pikirnya dihati.
Tergopoh-gopoh dia berkelit ke samping lalu murdur delapan depa kebelakang.
Sebagai jago kawakan, kakek itu memang menang pengalaman, begitu mundur, tangannya bekerja cepat.
Cahaya hijau yang gemerlapan kembali memancar diudara, tahu- tahu dia sudah meloloskan sepasang senjata pit penotok jalan darah yang terbuat dari sumpit bambu dan panjangnya dua depa, sambil putar badan dia lindungi sekujur tubuhnya dari ancaman serangan.
Tapi tindakannya itu cuma suatu perbuatan yang berlebihan, karena tak usah dilindungi pun tak bakal ada orang yang manfaatkan kesempatan tersebut untuk melukainya.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Coa Wi-wi menghadang didepan gua.
"Toan bok See liang!"
Ejek Tokoh bertnju abu-abu itu sambil tertawa dingin.
"dengan cara begitulah nama besarmu selama ini kau dapatkan?"
Sekalipun licik dan banyak pengalaman, toh panas juga pipi Toan bok See liang setelah mendengar sindiran itu, untung mukanya memang merah tadi kejengahan tersebut tak sampai terlalu kentara, tapi dia toh tersenyum juga.
"Pada hakekatnya memang tak punya nama besar, kenapa musti takut kehilangan nama?"
Dia menjawab. Lalu setelah berhenti sebentar, tegurnya kembali dengan suara dalam.
"Kau ingin bermusuhan dengan perkumpulan kami?"
Sambil mengebaskan senjata Hud timnya, pelan-pelan To koh berjubah abu-abu itu maju mendekat, sahutnya dengan hambar.
"Hmmm....! Kau tak usah menggunakan nama Hian- bengkauw untuk menakut-nakuti orang, sekalipun aku berani mencari gara-gara dengan Thamcu macam kau, lantas apa yang hendak kau lakukan?"
Toan bok See liang tertawa seram.
"Heeehh.... heeehh.... heeehhh....begitupun boleh saja, cuma aku kuatir ilmu silatmu masih tertinggal jauh"
"Cianpwe, senjata kaitan kemalamu!"
Tiba tiba Coa Wi-wi berteriak keras.
Seraya berseru gadis itu menyambar senjata kaitan kemala yang tergeletak ditanah itu lalu di sambit kearah To koh tersebut.
Coa Wi-wi yang cerdik, dengan cepat ia sudah menduga bahwa To koh berjubah abu- abu itu delapan sampai sembilan puluh persen adalah gurunya Wan Hong giok, sekalipun dia tak tahu kenapa To koh itu melancarkan serangan keji kearahnya, tapi dia tetap menganggapnya sebagai sahabat, maka senjata kaitan itu dikembalikan kepadanya.
Setelah itu dengan tergesa gesa dia melirik sekejap ke balik gua yang gelap, tampak baik Hoa Inliong maupun Goan cing taysu sama sama masih bersemedi dengan wajah yang tenang, itu berarti keributan yang berlangsung diluar gua tak sampai mengalutkan konsentrasi mereka.
Setelah perasaannya jadi lega, diapun lantas menuding Toan bok See liang serta membentaknya nyaring.
"Kamu bandot tua, mau apa bertindak sembunyi-sembunyi datang kemari? Hayo mengaku!"
Selama puluhan tahun hidup mengembara dalam dunia persilatan, belum pernah Toan bok See liang digertak orang sekeras itu, kontan saja ia naik darah.
"Budak sialan, perempuan busuk!"
Makinya dihati.
"berani benar engkau memaki diriku. Hmmm! Tunggu saja pembalasanku...."
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba dari arah samping kedengaran ada suara orang menyingkirkan rumput kering, dia lantas berpaling dan tampaklah dua orang laki laki berbaju ungu sedang muncul dari balik hutan bambu dan menghampirinya.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya, Toan bok See liang merasa mendapat akal bagus, cepat digapenya dua orang laki-laki itu.
Dua orang laki-laki berbaju ungu itu sebetulnya datang bersama Toan bok See liang, tapi ketika kakek bermuka merah itu hendak menyusup kedalam gua secara diam-diam, maka untuk menghindari ren cana tersebut mengalami kegagalan total, diperintahnya dua orang itu menunggu didalam jembatan bambu.
Tapi kini, lantaran jejak Toan bok See liang sudah ketahuan, serta-merta mereka ikut munculkan diri pula.
Ketika melihat Toan bok See liang memberi tanda, salah seorang diantara dua laki-laki itu segera mengambil keluar sebuah bom udara dari sakunya kemudian bom udara tadi dibanting ke atas batu.
Dengan senjata kaitan yang terhunus, To koh berbaju abu abu itu mencaci maki.
"Tua bangka Toan bok, kau memang manusia yang tak tahu malu, karena tak bisa menangkan orang, lantas kau minta bantuan?"
Mau dicegah sudah tak sempat lagi dan....
"Ceeeeessss....!"
Segumpal cahaya merah memancar ke angkasa, disusul kemudian...."Blang!"
Suatu ledakan dahsyat menggelegar di angkasa.
Cahaya bintang berwarna keemas-emasan seketika menyebar ke empat penjuru dan membentuk huruf Hian beng, pelan-pelan huruf tadi melayang makin menjauh sebelum akhirnya lenyap tak berbekas.
Dalam waktu singkat, dari ujung langit sebelah depan situ bermuncul cahaya emas yang jumlahnya mencapai enam sampai tujuh buah.
Menyaksikan kesemuanya itu To koh berjubah abu-abu itu merasa terperanjat, segera pikirnya.
"Aaaah....! Tak kunyana kalau kawan jago dari Hian-beng-kauw telah berkumpul semua dikota Kim-leng, mungkinkah ada sesuatu masalah besar yang hendak mereka lakukan?"
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba Coa Wi-wi berseru.
"Cianpwe, benarkah dia adalah Thiamcu dari markas besar perkumpulan Hian-beng-kauw?"
To koh berbaju abu-abu itu berpaling, ketika menyaksikan sepasang biji matanya yang jeli sedang memandang ke arahnya dengan wajah penuh kepanikan, dia lantas berpikir.
"Aaai.... dengan wajah secantik ini dan tenaga dalam sesempurna itu! sekalipun anak Giok belum ketimpa musibah, dia belum tentu bisa menandinginya....yaa, dalam segala-galanya dia memang jauh lebih hebat daripada anak Giok!"
Sekalipun To koh tersebut mempunyai watak yang tangguh, keras dan tabah, toh rasa putus asa sempat pula menerabas dalam hatinya. Sementara itu Toan bok See liang telah berseru kembali sambil tertawa seram.
"Budak ingusan, aku akan menyuruh engkau rasakan betapa lihaynya ilmu silat Toan bok loya mu!"
Coa Wi-wi mengernyitkan sepasang alis matanya, lalu berpikir.
"Entah berapa lama waktu yang dibutuhkan kongkong untuk menyembuhkan luka racun yang diderita jiko? Padahal aku sendiri juga tak tahu apa gerangan maksud tujuan To koh tersebut, lebih baik aku turun tangan saja lebih dulu, dari pada menanti sampai gembong gembong Hian-beng-kauw telah berkumpul semua, waktu itu menyesal-pun tak ada gunanya"
Karena berpendapat demikian, rasa belas kasihannya segera ditarik kembali, sambil melompat ke muka bentaknya nyaring.
"Sambutlah seranganku ini!"
Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.
"Bagus sekali seranganmu itu!"
Seru Toan bok See liang dengan dahi berkerut.
Sepasang lengannya bergerak cepat, dengan Tiam hiat pit (pena penotok jalan darah) yang berada ditangan kanan dia totok pergelangan tangan lawan Tiam hiat pil yang ada ditangan kiri dengan membentuk tujuh delapan buah bayangan, secara beruntun mengancam jalan darah penting diiga sebelah kiri musuh.
Bukan saja serangannya ganas dan dahsyat, cukup dirasakan dari desingan angin tajam yang di hasilkan dari serangan tersebut, sudah dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimilikinya betul-betul amat sempurna.
Dalam waktu singkat, dua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
"Toan bok See liang!"
Tiba-tiba To koh berbaju abu-abu itu mengejek lagi dengan suara sinis.
"mukamu memang cukup tebal, sebagai seorang cianpwe masa untuk bertarung melawan seorang nona cilik yang bertangan telanjang saja musti menggunakan sepasang sen jata Tiam hiat pit? Dimana kau taruh mukamu?"
To koh itu memang bertujuan untuk menghanyutkan konsentrasi Toan- bok See liang, buktinya ucapan tersebut semuanya dilancarkan dengan tenaga dalam yang sempurna, hingga semua kata-kata itu dapat terdengar olehnya dengan amat jelas.
Toan bok See liang bukan orang bodoh, tentu saja dia mengetahui tujuan musuhnya, kendati begitu toh saking gemasnya ia sampai menggertak gigi menahan emosi.
"Rabib busuk!"
Sumpahnya dihati "silahkan kau berkaok-kaok terus mengucapkan kata-kata yang tak genah, suatu hari....
Pada mulanya dengan mengandalkan kehebatan Tiam hiat pit nya, ia masih bisa menyerang dan bertahan dengan sempurna, tapi setelah hawa amarah mulai membakar perasaannya, permainan silatnya sedikit banyak ikut terpengaruh.
Padahal pantangan yang paling penting bagi jago persilatan yang sedang bertarung adalah konsentrasi yang sempurna, salah sedikit saja dalam setiap tindakannya akan berakibat besar bagi pertahanannya, apalagi menghadapi Coa Wi-wi yang mempunyai tenaga dalam jauh lebih sempurna daripada dirinya.
Coa Wi-wi segera tertawa dingin, badannya berputar ke samping, telapak tangannya segera berputar setengah lingkaran busur serangan itu seperti juga melambung seperti juga suatu tipuan belaka, tapi tahu-tahu sudah berada tiga depa disamping Toan bok See liang dan langsung membacok pinggang lawan.
Berdiri semua bulu kuduk di tubuh Toan bok See liang, peluh dingin hampir membasahi seluruh tubuhnya, masih untung dia adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman dalam berutusratus kali pertarungan, sekalipun terancam mara bahaya ia tak sampai gugup.
Pada detik terakhir sebelum jiwanya terancam, ia berhasil meloloskan diri dari ancaman.
Sekalipun demikian, bahu kirinya toh sempat termakan sebuah pukulan....
"Daak....!"dengan sempoyongan ia mundur tujuh langkah, cahaya hitam berkilauan dan tahutahu Tiam hiat pit yang berada ditangan kirinya sudah mencelat sejauh tiga kaki dari tempat semula, mungkin tulang bahunya terhantam sampai remuk. Kagum juga Coa Wi-wi atas kelihayan tenaga dalam lawan setelah musuhnya berbasil meloloskan diri dari serangan Ji yung bu wi (dua kegunaan tanpa tempat), jurus kelima dari ilmu Su siu hua heng-ciang. Dia tak tega untuk melancarkan serangan lebih jauh, maka sambil menarik kembali serangannya, gadis itu berkata.
"Lebih baik cepat cepatlah pulang...."
"Budak cilik dari keluarga Coa!"
Tiba-tiba To koh berbaju abu-abu itu menyela daii samping.
"untuk melenyapkan kejahatan, harus dibasmi seakar-akarnya, apa lagi yang musti disungkankan?"
Mendengar teriakan itu, Coa Wi-wi berpaling.
"Cianpwe, selama manusia masih ada kemauan untuk bertobat, kita tak boleh membunuhnya secara keji!"
Sahut gadis itu cepat.
"Baik, kalau engkau hendak berbelas kasihan biar aku yang melakukan untukmu!"
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, senjata hud timnya di sapu kemuka, menyusul kemudian badannya ikut maju dua kaki dan dia langsung menyergap dada Toan bok See liang.
"Perempuan hina!"
Teriak Toan bok See liang saking gusarnya sampai tertawa seram.
"kau manusia yang tak tahu malu, beraninya hanya menyerang orang yang sedang terluka!"
Sekalipun luka hanya terjadi pada sebuah lengan belaka namun karena tulang bahunya yang remuk, ini menyebabkan rasa sakit yang bukan kepalang dikala ia menghimpun tenaga dalamnya.
Dalam keadaan demikian, satu-satunya tindakan yarg bisa dilakukan hanyalah mengandalkan sebatang senjata Tiam hiat pit-nya untuk menyelamatkan diri.
Sambil melontarkan serangkaian serangan yang amat dahsyat, To koh berbaju abu- abu itu kembali mengejek.
"Perbuatan pinto sekarang tak lebih cuma belajar mengikuti cara yang biasa kalian pakai, tentu saja kalau dibandingkan dengan perkumpulan kalian, aku masih ketinggalan jauh sekali"
Sementara itu Coa Wi-wi sudah mundur kemulut gua, disitu dia ikut berpikir.
"To koh ini amat membenci akan segala kejahatan, sayang aku tak tahu siapa julukan kependetaannya? Benarkah dia adalah gurunya enci Wan....?"
Dalam waktu singkat Toan bok See liang sudah terjerumus dalam keadaan yang sangat berbahaya, setiap saat kemungkinan besar jiwanya bakal terancam.
Dua orang laki laki berbaju ungu yang ada di tepi gelanggang segera saling berpandangan sekejap, tiba-tiba mereka loloskan pedang lalu menerkam ke belakang punggung To koh berbaju abu-abu itu.
Berkenyit sepasang alis mata Coa Wi-wi melihat perbuatan itu, ia siap sedia turun tangan.
Tapi sesuatu tindakan dilakukan, To koh berbaju abu-abu yang berada ditengah arena pertarungan telah membentak keras.
"Bangsat, kalian pingin mampus!"
Tangan kirinya segera diayun ke muka, dua rentetan cahaya hitam secepat kilat menyambar ke depan....
Dua jeritan ngeri yang menyayatkan hati menggelegar memecahkan kesunyian, dua orang lakilaki berbaju ungu itu membuang pedang mereka lalu roboh terkapar ditanah, sesaat kemudian jiwa mereka telah melayang meninggalkan raganya.
Coa Wi-wi mengamati kedua korban itu, rupanya sebatang jarum emas berwarna kebiru-biruan yang jelas amat beracun telah menanjap diantara sepasang alis mata mereka.
Alis yang telah berkenyit kini makin meratap, Coa Wi-wi merasa bahwa orang orang Hian-bengkauw meski pantas dibunuh, tapi cara To-koh berbaju abu-abu itu melaksanakan pembunuhan itu cukup teramat keji....
Toan bok Se liang yang cilik tak sudi membuang setiap kesempatan yang tersedia dengan begitu saja, dikala To koh berbaju abu-abu itu mengayunkan tangannya untuk mejepaskan jarum emas tadi, cepat-cepat ia merubah taktik pertahanannya menjadi taktik serangan, dengan suatu sodokan maut ia tusuk jalan darah Keng bun hiat ditubuh lawan.
Berada dibawah ancaman seperti ini, sekalipun sapuan dari To koh itu mungkin akan berhasil mengejar lengan kiri Toan bok See liang, namun dia sendiri harus membayar serangan itu dengan sebuah tusukan pena.
Dalam posisi diatas angin seperti ini, sudah tentu dia tak mau membayar mahal setiap serangannya, serta-merta tubuhnya mengegos ke samping melepaskan diri dari ancaman, namun dengan tindakan itu maka sapuan Hud tim-nya juga mengerai sasaran yang kosong.
To koh berbaju abu-abu itu marah sekali, dia putar senjata kaitan kemala hijaunya seraya berseru.
"Sayang.... benar-benar amat sayang! Thamcu markas besar perkumpulan Hian-bengkauw yang gagah perkasa harus tewas di bukit Ki po san tanpa suara dan tanpa diketahui siapapun jua"
Toan bok See liang memang sedang gelisah sekali menghadapi situasi yang semakin kritis itu, dia berpikir dihati.
"Sungguh aneh, sudah sekian lama bom udara itu diledakkan, kenapa belum nampak juga seorang manusiapun yang datang kemari?"
Dia memang tak malu menjadi Thamcu markas besar perkumpuhn Hian-beng-kauw, sekalipun menghadapi mara bahaya, pikirannya sama sekali tak panik, tidak pula terlintas niat untuk melarikan diri, dengan sikap yang amat tenang ia malah berseru.
"Hmmm....! Jangan takabur dulu, tak akan segampang apa yang kau bayangkan...."
"To koh berjubah abu abu itu mendengus dingin lalu menerkam kemuka, kaitan kemala hijau dan senjata Hud tim dilancarkan secara berbareng dengan amat dahsyatnya. Toan bok See liang menyadari kesulitan yang di hadapi, dia pun mengerti lambat laun tenaganya akan makin melemah dan soal menang kalah hanya tinggal soal waktu belaka. Kendatipun demikian ia tak mau menyerah dengan begitu saja, kalau bisa mengulur waktu sedetik dia akan manfaatkan waktu sedetik itu untuk menunggu datangnya bala bantuan. Tiam hiat pit dimainkan sedemikian rupa sehingga pertahanannya boleh dibilang benar-benar amat tangguh. Dengan demikian, meskipun To koh berbaju abu-abu itu berhasil merebut kedudukan diatas angin, toh tak mungkin baginya untuk merebut kemenangan dalam dua tiga gebrakan belaka. Coa Wi-wi mengikuti sejenak jalannya pertarungan itu, ia tahu dalam seratus gebrakan kemudian, To koh berbaju abu-abu itu akan berhasil membinasakan Toan bok See liang, ia jadi teringat kembali dengan Goan cing taysu dan Hoa In-liong yang berada dalam gua, dengan langkah lebar dia lantas menerobos masuk ke dalam gua itu. Dalam gua cuma dua kaki, dan lagi tiada liku-liku atau tikungan barang satupun, maka sekalipun tak usah masuk kedalam, orang sudah dapat melihat keadaan gua itu dengan amat jelasnya. Diam-diam ia menghampiri kedua orang itu dan diamatinya paras muka mereka dengan seksama, tampak Hoa In-liong duduk bersila dengan wajah yang sangat tenang, sama sekali tidak ditemukan hal-hal yang mencurigakan, ini membuat hatinya merasa sangat girang. Waktu itu telapak tanean kanan Goan cing taysu masih menempel diatas jalan darah Leng tay hiat ditubuh Hoa In-liong, Coa Wi-wi mengernyitkan alis matanya lalu berpikir.
"Sebentar lagi, orang-orang dari Hian-beng-kauw akan berdatangan kemari, dengan andalkan sepasang telapak tangan jelas aku tak akan mampu menandingi empat tangan, sedang gua ini amat dangkal suara apapun yang terjadi disini pasti akan terdengar sampai di luar, padahal bila sedang bertempur tak mungkin aku bisa mengurusi mereka, wah, bagaimana baiknya...."
Dipikir pulang pergi ia merasa selalu bingung, bahkan makin lama semakin gelisah Tiba- tiba Goan-cing taysu membuka sepasang matanya, ditengah kegelapan sorot matanya itu ibarat kilat yang membalah angkasa, nona itu amat gembira, bibirnya sudah bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi sebelum sepatah katapun sempat diutarakan, Goan cing taysu telah mengirim suaranya dengan ilmu menyampaikan suara.
"Hong ji sedang bersemedi"
Bisiknya selembut lalat, dalam keadaan demikian tak boleh ia terganggu oleh suara berisik, lebih baik kita bercakap-cakap dengan ilmu menyampaikan suara saja"
Setelah berhenti sebentar ia bertanya lebih jauh.
"Siapa yang sedang bertarung diluar sana?"
"Ooh....yang sedang bertarung adalah seorang To koh yang tak kuketahui siapa mamanya dengan Toan bok See ling, Thamcu dari markas besar perkumpulan Hian-beng-kauw"
Jawab Coa Wi-wi dengan ilmu menyampaikan suara, menurut dugaan Wi-ji, To koh tersebut pastilah...."
Tiba-tiba ia merasa bahwa Goan cing taysu tidak mengetahui siapakah Wan Hong giok itu, maka sesudah berhenti sebentar dia menambahkan.
"Wan Hong giok adalah...."
Kembali ia merasa situasi amat mendesak dan tak mungkin membuang banyak waktu hanya untuk membicarakan persoalan yang ada gunanya, maka ia cuma menerangkan secara ringkas saja.
Waktu itu telapak tangan Goan cing taysu masih menempel diatas punggung Hoa In- liong, maka tanyanya.
"Bagaimana keadaannya, baik kan?"
Goan-cing taysu mengangguk, dengan ilmu menyampaikan suara yang sempurna dia menyahut.
"Kedahsyatan racun ular sakti yang mengeram dalam tubuhnya betul betul diluar dugaan, mungkin sampai fajar menyingsing nanti baru akan berhasil didesak ke dalam jalan darah aneh diluar syaraf"
Diam diam Coa Wi-wi menghitung didalam hati, sekarang waktu baru kentoagan ketiga, itu berarti masih ada dua jam sebelum fajar menyingsing, kenyataan itu membuat hatinya amat gelisah.
"Jalan darah aneh diluar syaraf?"
Tanyanya keheranan"
Dimana letak jalan darah aneh itu? Kongkong, kenapa tak bisa didesak keluar?"
"Jalan darah itu letaknya ada di Kiu san hiat"
Sahut Goan cing taysu,"
Alasan yang sesungguhnya sulit untuk diterangkan dengan sepatah dua patah kata belaka, pokoknya pertahaakan saja mulut gua itu baik-baik, bilamana keadaan amat mendesak aku dapat menutup ketujuh lubang indera Liong-ji agar tidak sampai mengalami gangguan dari luar"
Baru saja Coa Wi-wi ingin mengajukan pertanyaan lagi, tiba-tiba dari luar gua berkumandang suara teguran yang berat.
"Toan bok Tou thamcu, kenapa malam ini kau terkecoh? Perlu minta bantu dari kami dua bersaudara tidak?"
Tertegun Coa Wi-wi sudah mendengar perkataan itu, diam-diam pikirnya dihati.
"Aneh, siapa lagi yang datang? Tampaknya mereka bukan anggota Hian-beng-kauw, tapi kalau di dengar dari pembicaraan tersebut jelas mereka bukan sahabat kami"
Sementara dia masih melamun, Toan bok See liang sudah menyahut dengan nada dingin.
"Tua bangka Leng hou tak usah mengejek terus, sudah disepakati oleh semua pihak bahwa tiga perkumpulan besar membentuk perserikatan yang saling bantu membantu, apakah kau hendak mencari penyakit buat dirimu sendiri...."
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut jelas kedengaran napasnya tersengkal- sengkal dan perkataannya terbata-bata, ini menunjukkan kalau keadaannya sangat bahaya.
Suara berat dan kasar yang kedengaran tadi kembali bersuara, kali ini diiringi gelak tertawa ya yang menyeramkan.
"Haaaahhh.... haaahh.... haaahhh.... bagaimana pendapatanmu loji?"
"Aku rasa apa yang dikatakan tua bangka Toan bok memang ada tiga bagian yang masuk diakal"
Jawab suara lain yang serak-serak basah.
"Perserikatan tiga perkumpulan?"
Pikir Coa Wi-wi dengan perasaan tercekat, bukankah itu berarti perserikatan antara perkumpulan Hian-beng-kauw, Kiu-im-kauw serta Mo-kauw? Padahal cita-cita jiko adalah membasmi hawa sesat dari muka bumi, itu berarti dikemudian hari ia bakal menemui kesulitan yang jauh lebih.
Tapi kalau ditinjau dari keadaannya sekarang, rupanya persekutuan itu tak bisa berlangsung sebagaimana yang diharapkan...."
Karena tertarik, gadis itu pasang telinga dan memperhatikan pembicaraan tersebut lebih jauh.
Ketika itu suara pertempuran masih kedengaran jelas, itu berarti pertempuran belum mereda.
Tiba-tiba kedengaran To koh berbaju abu-abu itu berseru sambil tertawa dingin.
"Leng hou Ki, Leng hou Yu, kalian Seng sut pay sudah menganiaya murid kesayanganku, hayo beri keadilan dulu kepadaku!"
"Heeehhh.... heeehhh.... heeehhh...."
Sang lotoa Leng hou Ki tertawa seram.
"sudah dengar belum loji? Ada orang menagih hutang kepada kita"
Sang loji Leng hou Yu ikut tertawa seram.
"Dengan bekal ilmu yang cetek berani mengembara dalam dunia persilatan, hmm! sekalipun mampus juga tak perlu menyalahkan orang lain, anggap saja nasibnya yang lagi sebal. Heeehhh.... heeehhh.... heeehhh....cuma, kalau ingin menuntut keadilan juga boleh, kenapa tidak kemari saja?"
"Bagus sekali!"
Teriak To koh berjubah abu-abu itu sambil tertawa seram.
"rasain pukulanku ini...."
Tiba-tiba permainan kaitan kemala serta hud timnya diperkencang, rupanya To koh itu berniat untuk membinasakan Toan bok See liang lebih dahulu, kemudian baru membereskan dua bersaudara Leng hou.
Menyaksikan kejadian itu, Leng hou Ki tertawa terbahak-bahak.
"Haahh.... haahh.... haaahhh....loji, kalau kita tidak turun tangan lagi, niscaya Toan bok toa thamcu akan berpulang ke alam baka"
Berbareng dengan selesainya ucapan itu, terdengar ujung baju tersampok angin, menyusul kemudian desingan angin pukulan yang amat dahsyat menggelegar di angkasa.
Terkesiap Coa Wi-wi setelah mengetahui bahwa dua bersaudara Leng hou akan turun tangan bersama, sebab dari suara pembicaraan Leng hou Ki tadi, ia dapat meraba bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang itu teramat sempurna, dengan seorang lawan seorang saja To koh berjubah abu-abu itu belum tentu menang, apalagi jika kedua orang itu turun tangan bersama....
"Wahai manusia she Leng hou"
Kedengaran Tokoh berjubah abu-abu itu membentak marah,"
Sebetulnya kalian masih punya muka tidak"
Leng hou Yu tertawa terbahak bahak. "Haahhh.... haahhh.... haahhh....siapa yang tidak tahu kalau kami dua bersaudara selalu turun tangan bersama, baik untuk menghadapi seorang musuh ataukah harus menghadapi berlaksalaksa orang prajurit"
Kegusaran yang berkoban didalam dada To koh berjubah abu-abu itu sungguh luar biasa, tapi ia tak berkutik, maka teriaknya dengan suara lantang.
"Budak dari keluarga Coa, kau sudah mampu mungkin?"
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Buru-buru Coa Wi-wi melirik sekejap ke dalam gua, ia liat Goan cing taysu susah memejamkan matanya lagi, maka diapun menerobos keluar dari dalam gua.
Waktu itu si To koh berjubah abu-abu berada dalam posisi yang berbahaya sekali dibawah kerubutan dua orang kakek jangkung yang mengenakan juba warnah kuning dengan ikat pinggang perak berukirkan naga, sedangkan Toan bok See liang sudah mundur ke tepi hutan sambil mengatur napasnya yang tersengkal-sengkal.
"Manusia-manusia yang tak tabu malu!"
Bentak nona itu dengan marah.
Bagaikan burung walet yang terbang keluar dari sarangnya, berbareng dengan dilancarkannya sebuah pukulan, ia menerjang tubuh Long hou Ki.
Bagi jago lihay yang sedang bertarung, panca indera mereka biasanya diletakan di empat arah delapan penjuru, sejak semula dua bersaudara Leng hou sudah mengetahui kalau ada seorang nona yang cantiknya bagaikan bidadari sedang menerobos ke luar dari gua.
Sekalipun kecantikan nona itu membuat mereka kagum, namun ilmu meringankan tubuhnya lebih lebih membuat hatinya tercekat, buru-buru Leng hou Ki melepaskan juga sebuah pukulan untuk menangkis tibanya ancaman itu.
"Blaaarg...."ketika dua buah telapak tangan saling bertemu, suatu ledakan keras menggelegar di udara. Tubuh Coa Wi-wi hanya tersendat sedikit, sebaliknya Leng hou Ki terdesak mundur selangkah, ini menyebabkan rasa terkejutnya makin menjadi. Ditatapnya anak gadis itu tajam-tajam, lalu secara tiba-tiba dia membentak.
"Lo- ji!"
Secara beruntun Leng hou Yu melepaskan dua buah pukulan yang mendesak mundur To koh berjubah abu-abu itu, lalu sambil berpaling dia bertanya.
"Ada apa?"
Tokoh berjubah abu-abu itu adalah seorang perempuan berwatak angkuh, sikap masa bodoh yang diperlihatkan musuhnya diartikan sebagai suatu penghinaan baginya, tentu saja ia tak dapat menawan diri, dalam hati ia menyumpah.
"Setan tua, sialan kamu! Rupanya kau pingin mampus"
Tiba tiba senjata kaitan kemalanya mengeluarkan jurus Jian bong it mo (sisa warna mekar terhapus musnah), suatu jurus ampuh dari ilmu Pek shia kou hoat (ilmu kaitan awan hijau).
Cahaya hijau gemerlapan menyilaukan mata, tahu-tahu dia sudah mengancam depan dada Leng hou Yu.
Bersamaan waktunya, senjata Hud tim yang berada ditangan kanannya diputar ke bawah lalu menyodok jalan darah Ki bun hiat sebelah kiri dari musuhnya itu.
Dua jurus serangan sama-sama merupakan jurus ancaman yang tangguh dan mengerikan, kendatipun tenaga dalam yang dimiliki Leng hou Yu lebih tinggi daripada musuhnya, tapi dalam keadaan pandang enteng lawannya, ia toh dibikin kalang kabut juga.
Masih untung dia memiliki tenaga dalam hasil latihan selama enam puluh tahun lebih, dalam keadaan kritis ia sama sekali tidak panik, sambil menarik napas panjang tubuhnya melompat mundur ke belakang.
"Breeet....!"
Luka sih memang tidak, tak urung serangan itu berhasil menyambar dadanya serta merobek sebagian dari bajunya. Berhasil dengan serangannya itu, To koh berjubah abu-abu itu menarik kembili senjata kaitan nya seraya mengejek.
"Setan tua, sekarang kau sudah tahu lihaynya diriku bukan?"
Dua orang bersaudara Leng hou adalah manusia-manusia buas yang sudah tersohor namanya, penghinaan semacam ini belum pernah dialami sepanjang hidupnya, bayangkan saja, mana mungkin mereka dapat menelan hinaan tersebut dengan begitu saja? Saking gusarnya mereka tertawa seram.
"Bagus! Bagus!"
Serunya berulang kali.
Ditengah gelak tertawanya yang menyeramkan ia mengangkat lengan kanannya ke atas, lalu diantara suara gemerutukan yang nyaring, tiba tiba saja lengannya bertambah panjang setengah depa dari keadaan semula, kemudian selangkah demi selangkah didekatinya To koh berjubah abu-abu itu....
"Itulah dia ilmu Thong pit mo ciang (Lengan penghubung pukulan iblis)....!"
Pekik To koh berjubah abu-abu itu dihatinya. Kewaspadaan segera dipertingkat, senjata kaitan kemalanya diangkat ke atas dan ia berdiri dengan mulut membungkam.
"Loji"
Kembali Leng hou Ki berkata secara tiba-tiba.
"sasaran kita berada disini, sekalipun terdapat masalah yang lebih besarpun, sudah seharusnya kalau kita kesampingkan lebih dahulu"
Semua orang tahu bahwa dua bersaudara Leng hou adalah manusia manusia buas yang tak kenal perikemanusiaan, sepantasnya setelah niat membalas dendam timbul dihati mereka, tak mungkin niat tersebut diurungkan ditengah jalan.
Tapi anehnya, setelah Leng hou Yu mendengar perkataan itu, serentak dia menarik kembali kekuatannya lalu mundur ke samping Leng hou Ki.
"Lotoa, apakah budak itu she Coa?"
Tanyanya kemudian sambil mengawasi gadis tersebut.
Karena Leng hou Yu membatalkan niatnya untuk melancarkan serangan, diam-diam To koh berjubah abu-abu itu menghembuskan napas lega, ia sadar bahwa tenaga dalam yang dimilikinya bukan tandingan dua bersaudara Leng hou, sudah barang tentu diapun tak berani sembarangan menghadapi mereka....
Tiba-tiba Coa Wi-wi berbisik kepada To koh berjubah abu-aba itu dengan ilmu menyampaikan suara.
"Cianpwe bersediakah kau menjaga mulut masuk gua itu?" Sekalipun hawa napsu membunuh yang berkobar dihati To koh berjubah abu-abu itu sudah jauh berkurang, toh tertegun juga dia setelah mendengar tawaran itu.
"Kau tidak takut pinto masuk kedalam gua dan melakukan sesuatu perbuatan yang tidak menguntungkan terhadap orang yang berada dalam gua?"
Tanyanya dengan ilmu menyampaikan suara pula.
"Aku tahu cianpwe adalah gurunya enci Wan, masa engkau tidak memberi muka untuk enci Wan "Waaah, setelah kena ditebak jitu isi hatiku, aku jadi kurang leluasa untuk turun tangan lagi"
Pikir To koh berbaju abu-abu itu kemudian. Untuk sesaat dia cuma termenung sambil membungkam diri. Dengan ilmu menyampaikan suara, kembali Coa Wi-wi berkata.
"Cianpwe, kongkongku sedang membantu jiko Hoa In-liong mengusir racun ular keji dari tubuh nya, kau bersedia membantu dia bukan?"
Perkataan itu diutarakan dengan nada lembut dan setengah merengek, tanpa sadar To koh berbaju abu-abu itu mendekati mulut gua.
"Siapa itu kongkongmu? Berapa waktu yang masih dibutuhkan?"
Tanyanya kemudian dengan suara dingin. Coa Wi-wi tahu bahwa permintaannya telah di kabulkan, rasa gelisah yang semula menyeliputi perasaannya, kinipun menjadi agak gela.
"Kongkongku adalah seorang pendeta, gelarnya adalah Goan cing!"
Sahutnya kemudian. Setelah berhenti,ia berkata lagi.
"Waktu yang dibutuhkan mungkin antara dua jam"
Belum pernah To koh berjubah abu-abu itu mendengar nama seorang padeei yang menggunakan gelar Goan cing taysu, tapi dari tenaga dalam yang dimiliki Coa Wi- wi dia tahu bahwa kongkongnya pasti seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi maka setelah mendengar perkataan itu dia lantas berjaga-jaga dimulut gua.
"Cianpwe, bolehkah aku tahu siapa namamu."
Coa Wi-wi lagi. Rupanya pertanyaan itu sama sekali diluar dugaan To koh berjubah abu abu itu, dia tampak tertegun.
"Pinto tidak mempunyai gelar kependetaan"
Sahutnya setelah merenung sebentar,"
Aku hanya seorang Rahib liar"
Setelah berhenti sebentar, ujarnya kembali.
"Pusatkan saja semua perhatianmu untuk menghadapi musuh, kurangi berbicara. Perhatikan baik-baik kedua orang dihadapanmu itu sebab kedua orang bajingan itu adalah adik seperguan dari Tang Kwik-siu, beberapa macam ilmu hitamnya tak boleh dianggap terlampau enteng"
Sementara mereka sedang melangsungkan pembicaraan dua bersaudara Leng hou juga sedang bercakap-cakap dengan ilmu menyampaikan suara.
Untuk sesaat lamanya, suasana jadi bening dan sepi, dibawah sorot sinar rembulan, hanya kedengaran suara angin yang meng-goyangkan tumbuhan bambu....
Kalau menghadapi keadaan seperti ini, siapapun tidak akan percaya kalau beberapa menit sebelumnya disana telah berlangsung suatu pertarungan sengit yang nyaris mengakibatkan korbannya jiwa.
Tiba-tiba Leng hou Ki berkata kepada Toan bok See liang.
"Toan bok See liang, apakah engkau mengetahui jelas asal usul dari dayang cilik itu?"
Toan bok See liang yang sedang bersemedi sambil menyembuhkan luka yang dideritanya segera menyahut.
"Budak ingusan itu baru muncul sejak sepuluh hari berselang, siapapun tidak tahu asal usulnya...."
"Aaah.... ngaco belo, omongan yang ngawur!"
Tukas Leng hou Yu tiba-tiba dengan suara dingin.
Toan bok See liang sebetulnya sudah mendendam kepada dua orang itu lantaran mereka cuma berpeluk tangan belaka menyaksikan jiwanya terancam ditangan orang, tapi lantaran ia menyadari bahwa tenaga dalamnya masih kalah setingkat jika dibandingkan mereka, maka perasaan mendendamnya itu hanya disimpan dalam hati.
Namun, setelah mendengar perkataan yang terakhir ini, rasa bencinya makin menjadi, segera pikirnya dihati.
"Setan tua Leng hou, tak usah berlahak sok! Lihat sana nanti, sampai kapan gaya tengikmu itu bisa berlangsung! Asal keluarga Hoa telah disisihkan Hmm! Jangan harap pihak Seng Sut pay bisa bercokol terus dalam dunia!"
Dalam pada itu Leng hou Ki telah bertanya lagi.
"Siapakah yang bersembunyi di dalam gua?"
"Hmmm.... hmmm....tentang soal ini lebih baik tanyakan saja secara langsung kepada budak itu"
Jawab Toan bok See liang sambil tertawa kering. Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya ia kembali berpikir.
"Jika ditinjau dari cara dayang itu menjaga gua tersebut secara mati-matian, kebanyakan orang yang berada dalam gua itu adalah Hoa yang si bocah keparat itu, siapa tahu kalau racuu ular kejinya sudah kambuh dan kini sedang berbaring didalam gua sambil menantikan saat ajalnya tiba.... hmm, akan kucoba untuk menakut-nakuti setan tua Leng hou itu...."
Tiba-tiba ia berkata kembali.
"Siapa tahu kalau didalam gua itu adalah seorang cianpwe dari dayang tersebut yang sedang melatih ilmu? Heeehhh.... heeebhh.... heeehh....sekalipun kalian berdua memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, belum tentu kehebatan orang itu sanggup kalian hadapi"
Coa Wi-wi tidak tahu kalau orang itu hanya ngaco belo belaka, berdebar jantungnya setelah mendengar ucapan itu.
"Masa Toan bok See liang sudah tahu akan rahasia tersebut?"
Pikirnya.
Dua bersaudara Leng hou adalah gembong-gembong iblis yang sangat berpengalaman, pikiran mau pun perasaan mereka tajam sekali, cukup hanya sekilas pandangan saja mereka sudah tahu kalau ucapan dari Toan bok See liang itu bukan benar-benar muncul dari hati sanubari yang jujur.
Dengan suara yang menyeramkan Leng hou Yu segera berseru.
"Hmmm! Kendatipun Hoa Thianhong yang berada di dalam gua itu, tak mungkin kami dua bersaudara akan merasa jeri!"
Buru-buru Leng-hou Ki menengok kedalam gua, tapi sayang meskipun gua itu cetek namun tertutup oleh tumbuhan bambu yang lebat.
To koh berjubah abu-abu itu juga menghadang dimulut gua, kendatipun tenaga dalamnya cukup sempurna, pemandangan dalam itu tidak berhasil juga dilihat jelas.
Karena itu, setelah merenung sebentar, serunya ke arah gua dengan disertai tenaga dalam penuh.
"Hei, jago lihay dari manakah yang berada didalam gua...."
Sebenarnya Coa Wi-wi telah memutuskan untuk sebiasanya mengulur waktu, selama dua bersaudara Leng hou tidak turun tangan lebih dulu, maka diapun akan menanti tanpa reaksi.
Akan tetapi, setelah Leng hou Ki berteriak-teriak dengan pengerahan tenaga dalam yang sempurna, ini mengakibatkan suaranya begitu nyaring seperti suara genta yang memekikkan telinga, gadis itu mulai kuatir bila teriakan tadi mengganggu konsentrasi Hoa In- liong.
Dengan cepat diputuskan untuk bertindak lebih dahulu membereskan musuh musuhnya, maka ia menukas dengan ketus.
"Berkaok kaok seperti setaa kelaparan.... hmm, bangsat! Lebih baik tutup saja bacotmu, di dalam gua tak ada orangnya!"
Setelah babatan kilat dilontarkan untuk membabat pinggang Leng-hou Ki.... Leng hou Ki tertawa seram.
"Heeh.... hheehh.... heehh....budak ingusan, kau terlampau takabur!"
Sejak dipaksa berada diposisi bawah angin oleh gadis itu, dia sudah mulai tak puas dengan musuhnya, sebab itu dengan menggunakan jurus Hou ing jut kun (Burung belibis muncul bergerombol) dia melancarkan serangan balasan.
Sebagaimana dihari-hari biasa, dua bersaudara Leng hou selalu turun tangan bersama-sama, begitu Leng hou ki turun tangan, otomatis Leng hou Yu ikut mengerubuti pula.
Baru pertama kali ini Coa Wi-wi menghadapi musuh dengan tenaga dalam sesempurna ini, begitu musuh turun tangan bersama, gadis itu mulai merasakan tekanan yang kian lama bertambah berat.
"Hebat amat kedua orang itu"
Pikirnya dihati.
"radahal Hu yan kiong setingkat dengan mereka berdua, kenapa tenaga dalam yang dimiliki orang itu begitu tak becus?"
Dua bersaudara Leng hou juga tak kalah kagetnya menghadapi musuh yang masih muda belia itu, soal jurus serangan jelas memang tangguh dan luar biasa, yang lebih hebat lagi adalah pancaran tenaga pukulan yang dihasilkan dari sambaran telapak tangannya itu.
Demikian tinggi dan sempurnanya tenaga dalam gadis itu membuat mereka sukar untuk mempercayainya.
"Hebat betul gadis ini"
Demikian pikirnya.
"jangan-jangan dia pernah makan Leng ci atau sebangsanya, kalau tidak, masa tenaga dalamnya selihay itu?"
Pertarungan berlangsung makin seru, ditengah hembusan angin pukulan yang menderu-deru, sekejap mata ratusan jurus sudah lewat tanpa terasa.
Sejak pertama pertarungan itu masih berlangsung agak sungkan-sungkan, masing- masing pihak masih menjajaki kekuatan yang dimiliki lawannya tapi lama-kelamaan, setelah hawa amarah dan napsu ingin menang semakin berkobar dihari mereka, pertarungan itu meningkat ke suatu pertarungan yang betul-betul mengerikan.
Hampir segenap kekuatan yang mereka miliki dikerahkan keluar untuk saling menjatuhkan, angin taupan menderu-deru membuat pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa, keadaan amat mengerikan.
Makin lama To koh berjubah abu-abu itu mengikuti jalannya pertarungan, semangatnya makin merosot pula, pikirnya;
"Bukan saja gadis ini memiliki kecantikan bak bidadari dari kahyangan, tenaga dalamnya juga teramat sempurna, yaaa.... sungguh.... anak Giok sudah pasti tak punya harapan!"
Baru saja menghela napas sedih, tiba-tiba dari kaki bukit nun jauh disana tampak munculnya belasan sosok boyangan manusia, hatinya tercekat, dia tahu bala bantuan dari Hian-beng-kauw telah berdatangan.
Gerak tubuh belasan sosok bayangan manusia itu amat cepat seperti hembusan angin, dalam waktu singkat mereka sudah berada didalam gelanggang.
Sebagai pimpinan rombongan adalah seorang kakek bermata kecil berjenggot panjang, dia bukan lain adalah Beng Wi-cian, Thamcu ruang Thian ki dalam perkumpulan Hian-beng- kauw, dibeiakangnya adalah empat orang Ciu Hoa yang mengenakan pakaian berwarna hijau pupus, sedang dipaling akhir adalah delapan orang kakek berbaju hitam.
Begitu tiba digelanggang, perhatian Beng Wi-cian segera terhisap oleh jalannya pertarungan antara Coa Wi-wi melawan dua bersaudara Leng hou.
Hembusan angin pukulan menderu-deru, pasir debu beterbangan, ibaratnya gelombang dahsyat ditengah samudra yang mengocok air laut, suasana pada waktu itu sangat mengerikan.
"Saudara Beng!"
Tiba-tiba Toan bok See liang menyapa.
Beng Wi-cian berpaling, melihat noda darah membasahi ujung bibirnya, lengan kiri terkulai lemah dan senjata Tiam hiat pit nya tinggal sebatang hnigga keadaannya tampak mengenaskan, dengan kaget dia lantas memburu ke depan.
"Saudara Toan bok, kenapa kau...."
Serunya.
Tapi perkataan itu segera terhenti sampai ditengah jalan, ia melirik sekejap ke arah Coa Wi-wi dan segera dipahami apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi.
Toan bok See liang tertawa getir, menanti Beng Wi-cian dan rombongan teLih menghampirinya, ia baru bertanya dengan suara lirih.
"Bukankah kaucu sudah datang? Sekarang dia ada dimana?"
"Suhu sedang mempersiapkan pembukaan upacara peresmian esok pagi"
Jawab Ciu Hoa lotoa dengan cepat.
"sekarang ia berada di markas besar!"
"Apa yang menyebabkan timbulnya pertarungan ini?"
Tanya Beng Wi-cian pula dengan dahi berkerut. Toan bok See liang memandang sekejap To koh berbaju abu-abu yang berada belasan kaki dimulut gua itu, lalu sahutnya.
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ketika aku lewat disini, kebetulan kusaksikan dayang cilik itu sedang bertarung melawan Siok bi...."
Sejak muncul disitu, oleh karena ditengah gelanggang sedang berlangsung pertarungan yang seru, dan lagi To koh berjubah abu-abu itu berdiri membelakangi sinar rembulan tanpa bergerak ataupun berbicara, maka Beng Wi-cian tidak menaruh perhatian kepadanya, tapi kini mengikuti sinar mata Toan bok See liang ia berpaling ke mulut gua dan baru tahu kalau disitu berdiri seseorang.
Sambil berseru tertahan, serunya dengan nada tercengang.
"Oooh....jadi dia pun sudah masuk ke daratan Tionggoan?"
"Perselisihan sudah terbuka!"
Kata Toan bok See liang sambil menggigit bibir, bila berjumpa lagi di kemudian hari, kita bunuh bangsat itu dengan cara apapun"
"Aku kuatir kurang begitu baik kata Beng Wi-cian dengan alis mata berkernyat, dia...."
Tiba-tiba To koh berjubah abu-abu itu berkata.
"Wahai Beng Wi-cian, apa yang sedang kau kasak-kusukkan dengan Toan bok si setan tua itu?"
Meskipun tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, namun lantaran deruan angin pukulan memekikkan telinga ditengah gelanggang, maka apa yang mereka bicarakan tak dapat terdengar de ngan jelas.
Beng Wi-cian tertawa terbahak-bahak, dari tempat kejauhan ia menjura dan memberi hormat, katanya.
"Sudah puluhan tahun lamanya kita tak pernah bersua, sungguh tak nyana kecantikan Go hujin masih juga seperti sedia kala...."
Dengan alis mata berkernyit To koh berjubah abu-abu itu segera menukas dengan dingin.
"Sudah lama pinto menjauhkan diri dari keramaian keduniawian, panggilan tersebut lebih baik cepat-cepatlah kau tarik kembali"
Setelah berhenti sejenak, dengan sedikit mencemooh ia berkata lebih lanjut!"
"Kini engkau sudah mendapat kedudukan yang sangat tinggi, apalagi sebagai seorang Thamcu dari suatu perkumpulan besar, aku jadi kagum sekali sebab ternyata engkau masih belum melupakan diriku"
Paras muka Beng Wi-cian berubah hebat cuma sebagai seorang manusia yang berakal panjang dan matang dalam pengalaman, ia dapat meuguasahi diri dengan cepat.
Hanya sebentar saja paras mukanya sudah putih kembali seperti sediakala, kepada Toan bok See liang ujarnya.
"Aku lihat Thia Siok bi berjaga-jaga dimulut gua, apakah dibalik gua itu ada hal-hal yang tidak beres?"
"Aku sendiri kurang begitu tahu"
Jawab Toan bok See liang. Tapi setelah berpikir sebentar, katanya pula.
"Mungkin Hoa Yang si bocah keparat yang berada didalam gua tersebut!"
Begitu menyinggung soal Hoa In-liong serentak, kawan Ciau Hoa jadi naik darah. Dengan perasaan penuh dendam Ciu Hoa long berkata.
"Keponakan minta diberi perintah untuk memeriksa isi gua tersebut!"
"Jangan!"
Toan bok See liang gelengkan kepalanya berulang kali."
Tenaga dalam yang dimiliki Thia Siok bi sangat tinggi, engkau masih ketinggalan jauh bila dibandingkan dirinya"
Beng Wi-cian menyapu sekejap sekeliling gelanggang, kemudian bisiknya lirih.
"Aku rasa lebih baik biarkan dua bersaudara Leng hou bertarung lebih dulu dengan budak tersebut, tentu saja lebih baik lagi kalau kedua duanya terluka parah"
Sekalipun tiga perkumpulan berkaok-kaok menyatakan telah membentuk perserikatan, padahal mereka tak ada yang sudi tolong menolong apalagi bantu membantu, otomatis perserikatan hanya berlangsung di bibir belaka tanpa adanya suatu kenyataan.
Tiba-tiba Leng hou Ki yang sedang bertarung berteriak keras.
"Wahai budak ingusan, apakah Coa Goan hou adalah bapakmu?"
Rupanya dua bersaudara Leng hou merasa kehilangan muka setelah sekian lamanya bertarung tanpa berhasil menundukkan Coa Wi-wi, padahal berada didepan mata sekian banyak jago-jago Hian-beng-kauw.
Untunglah mereka memang cerdik dan banyak tipu muslihatnya, setelah berpikir sebentar segera ditemukan suatu cara yang baik untuk mengatasi keadaan itu.
Betul juga, Coa Wi-wi segera merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya keheranan.
"Sungguh mencengangkan, darimana mereka bisa tahu akan hal ini?"
Sementara itu, dua bersaudara Leng hou telah mengeluarkan ilmu pukulan Le sim toh si ciang hoat untuk mengimbangi permainan Yu sin ci lek suatu ilmu jari yang telah dipergunakan lebih dahulu.
Seenteng burung walet, Coa Wi-wi berkelebat kesana kemari menghindarkan diri dari totokan jari Leng hou Yu, kemudian sebuah pukulan dilepaskan ke arah Leng hou Ki seraya bentaknya.
"Kamu tak usah banyak bicara!"
Leng hou Yu menyusul maju ke muka, sambil melepaskan juga sebuah pukulan dahsyat ke punggung Coa Wi-wi, serunya lantang.
"Kalau benar, masih banyak persoalan yang perlu dibicarakan, kalau bukan yaa sudahlah"
Coa Wi-wi segera berpikir.
"Sudah banyak tahun ayahku lenyap tak ada kabar beritanya, kenapa tidak kugunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk mendapatkan sedikit kabar tentang dirinya?"
Berpendapat demikian, sambil putar badan melepaskan sebuah pukulan, dia berseru.
"Cepat katakan!"
Leng hou Ki mengegos ke samping menghindarkan diri dari ancaman itu, lalu tertawa tergelak.
"Budak ingusan, jawab dulu benar atau tidak?"
Coa Wi-wi termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, ia merasa bahwa kesempatan sebaik itu tak boleh dilewatkan dengan begitu saja, maka katanya.
"Kalau benar lantas kenapa?"
Leng hou Ki mendengus dingin.
"Hmmm....belasan tahun berselang, perkumpulan kami berhasil menangkap seorang laki-laki setengah baya yang bernama Coa Goan hou.... Kontan Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya setelah mendengar perkataan itu. "Huuuh....Mo-kauw itu perkumpulan apa? Kalau cuma mengandalkan sedikit kepandaian yang kalian miliki, masih terlampau jauh bila dibandingkan dengan kepandaian ayahku!"
Dengan tanpa sadar, ucapan tersebut sama artinya telah mengakui bahwa Coa Goan hon adalah ayahnya. Lenghou Ki tertawa seram.
"Heehhh.... heehh.... heehhh.... akupun tak akan menyangkal"
Katanya.
"ilmu silat yang dimiliki Coa Goan hou memang benar-benar terhitung suatu kepandaian yang luar biasa"
"Masa dia benar adalah ayah?"
Pikir Coa Wi-wi.
"Panik, gelisah dan tak tenang bercampur aduk dalam perasaan gadis itu, kalau bisa dia ingin sekali kembali ke dalam gua dan mengajak Goan cing taysu serta Hoa In-liong untuk bersamasama memperbincangkan persoalan itu. Meskipun gelisah, toh sikapnya diluaran tetap tenang.
"Hmm....! Bukan sama seorang didunia ini yang bernama Coa Goan-hou, siapa tahu kalau orang yang kalian tangkap adalah orang lain?"
"Heeehh.... heeeh.... heeehh....baik itu bapakmu atau bukan, ada satu hal akan kuberitahukan kepadamu"
Ujar Leng hou Yu dengan nada yang menyeramkan.
Telapak tangan dan jari tangan berputar demi kian rupa melepaskan delapan buah serangan berantai yang amat gencar.
Dalam kejutnya seketika itu juga Coa Wi-wi terdesak mundur lima enam langkah kebelakang, ditambah pula waktu itu Leng hou Ki ikut menyerang dengan sepenuh tenaga, sekejap mata Coa Wi-wi sudah terdesak dibawah angin.
Sekalipun keadaannya sudah terancam bahaya, gadis itu masih tidak melupakan untuk mengetahui keadaan ayahnya, dengan suara lantang serunya.
"Apa yang hendak kau katakan?"
Betapa bangganya Leng hou Ki setelah menyaksikan siasatnya mendatangkan hasil, dia tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh.... haaahh.... haaahh.... kalau engkau ingin tahu, akupun akan memberitahukan kepadamu. Setelah Coa Goan hou berhasil ditangkap, tubuhnya telah kami cincang menjadi berkeping-keping lalu dibuang ke laut Seng sut hay sebagai um an ikan hiu!"
Tentu saja Coa Wi-wi tidak percaya dengan perkataan itu, toh pikirannya sempat dikacaukan hingga posisinya semakin terdesak dan jiwaaya terancam mara bahaya.
To koh berjubah abu-abu itu jadi kaget sekali menjumpai keadaan itu, dengan gusar dia membentak.
"Budak tolol, masa kau percaya dengan begitu saja obrolan dari dua orang bajingan tua itu?"
Karena ditegur, Coa Wi-wi segera sadar kembali kalau dirinya sedang ditipu, pikirnya dalam hati.
"Kenapa kau harus mengurusi persoalan yang belum jelas? Sekalipun dua orang bajingan tua ini kubunuh"
Juga tak ada salahnya"
Setelah berpikir demikian, tanpa terasa hawa napsu membunuh yang belum pernah terlintas diwajahnya kini menyelimuti seluruh benaknya, dengan wajah sedingin salju dan sepasang alis bekernyit, secara beruntun ia lancarkan belasan buah serangan berantai untuk meneter musuhnya habis-habisan.
Kesepuluh jurus serangan itu, semuanya merupakan jurus terampuh dari ilmu pukulan Su siu hua heng ciang, dan tiap serangan yang dilancarkan semuanya mengandung tenaga pukulan sebesar dua belas bagian, begitu dahsyat serangan itu ibaratnya ombak dahsyat yang mengamuk ditengah samudra, ibaratnya juga bukit Thay san yang menindih diatas kepala.
Hebat, dahsyat dan sangat menggetarkan sukma.
Paras muka bersaudara Leng hou berubah hebat, mereka berkelit kesamping lalu berdiri berjajar, empat buah telapak tangan dilancarkan berbareng, dengan susah payah mereka bendung tibanya ancaman itu sepenuh tenaga, meski demikian toh semua pukulan itu susah dibendung, mereka didesak hingga musti mundur berulang kali.
Ditengah belasan jurus serangan terantai itu, dua bersaudara Leng hou berhasil didesak mundur sejauh delapan-sembilan langkah, bukan begitu saja, malah sebanyak tiga kali jiwa mereka terancam bahaya hingga nyaris terbunuh, keadaan mereka benar-benar mengenaskan.
Kejadian ini segera menggemparkan seluruh gelanggang, semua orang tahu bahwa dua bersaudara Leng hou masing-masing memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan, apalagi jika mereka turun tangan bersama, pada hakekatnya cuma Hoa Thian-hong seorang didunia ini yang sanggup menghadapinya.
Tapi nyatanya sekarang, dua orang jago tangguh itu berhasil didesak Coa Wi-wi hingga mengenaskan keadaannya, tidak heran kalau semua orang jadi terkesiap dibuatnya.
Sementara pertempuran masih berkorbar dengan serunya, suara langkah manusia berkumandang dari balik hutan bambu, disusul munculnya anggota Hian-beng-kauw yang jumlahnya mencapai enam tujuh puluh orang lebih, dengan cepat mereka menyumbat mulut gua dia membendung hutan bambu.
Dari lereng bukit masih juga kelihatan munculnya bayangan manusia, diantara mereka yang datang agak akhir, terdapat juga tujuh-delapan orang jago dari Mo-kauw, meski mereka mendekati sisi ge lenggang dan bersiap sedia untuk ikut pula dalam pertarungan itu, tapi pertempuran yang selang berlangsung terlampau dahsyat, apalagi melibatkan jago- jago kelas wahid, ini menyebabkan mereka tak mampu untuk mengambil bagian, apa yang bisa dilakukan tak lebih hanya berdiri, terbelalak dengan mata melotot.
Waktu itu baik Toan bok See liang maupun Beng Wi-cian sama-ssma telah dibuat terkesiap oleh kelihayan musuhnya, dalam keadaan begini mereka mulai berpikir untuk bekerja sama dengan pihak Mo-kauw untuk menyingkirkan musuh tangguh tersebut.
Maka setelah melirik sekejap ke arah medan petarungan, berkatalah Toan bok See liang.
"Saudara Beng, luka yang kuderita cukup parah, semua kekuasaan pada malam ini kulimpahkan kepadamu, pimpinlah saudara-saudara kita dan jangan biarkan budak ingusan itu tetap hidup.
"Kalau begitu siau-te akan melancangi kekuasanmu"
Jawab Beng Wi-cian, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, ujarnya lebih lanjut.
"Segenap jago lihay kita telah berkumpul disini. Hmm sekalipun budak itu memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi, tak mungkin dia akan mampu untuk menghadapi serangan kita apalagi dia harus melindungi pula mulut gua itu"
Dia lantas memberi tanda kepada anak buahnya, anggota Hian-beng-kauw yang sudah terlatih itu segera bertindak cepat, dalam waktu singkat mereka telah menyebarkan diri dan membentuk kepungan setengah lingkaran dengan mulut gua batu itu sebagai pusat sasaran.
Kemudian senjata tajam pun diloloskan.
Dibawah pantulan sinar rembulan yang berwarna keperak-perakan kilapan cahaya senjata mereka menambah hawa pembunuhan yang semakin menggidikkan disekitar tempat itu.
Sebagaimana diketahui gua batu itu berada dibawah sebuah tebing yang curam, dengan dilakukannya pengepungan tersebut, maka seluruh jalan mundur boleh dibilang teiah terbendung.
Rupanya Beng Wi-cian masih tak lega hatinya dengan tindakan itu, dipanggilnya sepuluh orang jago lagi dan kepada mereka dibisikkan sesuatu.
Belasan jago itu segera menerima perintah dan berlalu dari sana, rupanya mereka mendapat tugas untuk berputar kepuncak bukit sebelah belakang dan memeriksa apakah disitu ada jalan tembusnya atau tidak.
Thia Siok bi atau To koh berjubah abu-abu itu sebenarnya sedang mengikuti jalannya pertarungan antara Coa Wi-wi dengan dua bersaudara Leng hou, tapi setelah menyaksikan kejadian itu, hatinya tercekat, dan dia segera berpikir.
"Kalau begitu keadaannya, kemungkinan besar jiwaku bakal ikut melayang di tempat ini, aaai...."
Kendatipun To koh itu mempunyai watak yang sangat aneh, namun jiwa ksatrianya tetap terpelihara.
Walaupun dia tahu bahwa situasinya pada saat itu sangat berbahaya, tak pernah terlintas dalam benaknya untuk melarikan diri dari sana.
Ia malah menghela napas dan meneruskan perhatiannya mengawasi jalannya pertarungan itu meski dengan perasaan yang kesal.
Sejelek-jeleknya, dua bersaudara Leng-bou mempunyai hasil latihan selama puluhan tahun, tenaga dalam yang mereka miliki cukup sempurna, dalam posisi yang amat kritis dan tidak menguntungkan itu, mereka masih berusaha dengan sekuat tenaga untuk membendung datangnya semua serangan dari Coa Wi-wi itu.
Sebaliknya Coa Wi-wi sendiri, sudah enam kali dia ulangi ke depan jurus serangan berantai dari ilmu pukulan Su siu hua heng ciang tersebut namun semua serangannya itu tidak menghasilkan apa-apa, kenyataan ini membuat dia merasa kagum sekali, pikirnya.
"Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini betul-betul luar biasa hebatnya, padahal mereka adalah adik seperguruan dari Tang-kwik Siu aaai.... entah bagaimanakah kepandaian Tang Kwik-siu Sendiri sebagai ciang bunjin dari Mo-kauw?"
Aku jadi menguatirkan masa depan jiko...."
Tiba-tiba Leng hou Ki membentak keras.
"Toan bok See liang!"
Berbareng dengan seruan itu, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke depan. Diam-diam Toan bok See liang tertawa dingin, pikirnya.
"Rasain kamu sekarang setan tua Leng hou, enak bukan kalau dibuat kerepotan oleh budak tersebut? Hmmm!" Karena ditegur, sudah barang tentu dia tak bisa berdiam diri saja, maka sesudah berpikir sebentar sabutnya.
"Ada apa?"
Meskipun gusar dihati kecilnya, sebisa mungkin Leng hou Ki mengendalikan perasaannya itu, sepasang telapak tangannya diayun bersama untuk membendung serangan Kong loan tiat ing (keras dan lunak mengalir secara bergilir) dari Coa Wi-wi, kemudian serunya dengan lantang.
"Cepat serang ke dalam gua...."
Tapi hanya sampai ditengah jalan saja seruan itu tiba-tiba ia membungkam kembali.
first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 08:24:53
oleh Saiful Bahri Situbondo
Perguruan Sejati -- Khu Lung Duri Bunga Ju -- Gu Long Si Pedang Kilat -- Gan K L