Ceritasilat Novel Online

Rahasia Hiolo Kumala 22


Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long Bagian 22




   Rahasia Hiolo Kumala Karya dari Gu Long

   
"Waaah....celaka, kalau setiap orang mengajak aku berbicara, tak ada habis-habisnya pertemukan hari ini!"

   Berpikir demikian, diapun cepat menukas.

   "Besok tengah hari, siaute hendak mengadakan perjamuan di loteng Kwang koan lo, apakah saudara Tu bersedia memberi muka kepadaku?"

   "Siaute pasti datang, siaute pasti datang!"

   Jawab Tu cing san berulang kali. Hoa In-liong tersenyum dia menjura kesekeliling tempat itu dan ujarnya kembali.

   "Para cianpwe, enghiong sekalian, bila ada waktu harap besok siang ikut hadir di rumah makan Kwang koan lo!"

   Semua orang yang berada disekeliling tempat itu mengiakan. Jawaban dari beratus ratus orang yang diucapkan bersama waktunya itu sungguh luar biasa sekali, ibaratnya guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong....

   "Kalau begitu kunantikan kedatangan saudara sekalian!"

   Seru Hoa In-lioag lagi sambil menjura keempat penjuru.

   Kemudian cepat-cepat dia berlalu dari sana.

   Pemuda itu langsung menuju loteng Kwang koan lo yang berada disebelah barat kota, dengan empat butir mutiara loteng itu dipesan olehnya untuk menjamu sekitar seratus meja, setelah itu dia baru pulang kepenginapan.

   Kembali kekamar bacanya di penginapan, tampak setumpuk gulungan kain putih tergeletak diatas meja, dibawah kain tumpukan itu tampak secarik kertas, tanpa terssa pemuda kita mengerutkan dahinya sambil tertawa dingin.

   Kain putih itu tak diperiksa lagi, sebab sekilas pandangan saja dia sudah tahu kalau kain itu adalah ke delapan kain putih yang digantungkan diloteng gerbang kota.

   Surat itu diambil, ternyata tulisannya masih basah, hurufnya indah dan cuma bertuliskan.

   "Berita yang tersiar ditempat luaran ternyata bohong semua, kenyataannya cuma begitu saja"

   Dibawah kertas tak kelihatan tanda tangan penulisnya. Selesai membaca tulisan itu, semua kemarahan yang semula menyelimuti Hoa In- liong, kini malah sama sekali lenyap tak berbekas.

   "Kalau perbuatan ini dilakukan Bwe Su-yok, setelah melarikan kain-kain tersebut, tak mungkin dia akan berbuat begini lagi"

   Demikian pikirnya dihati.

   "ehm....mungkinkah kecuali pihak Hianbeng-kauw, Mo kau dan Kiu im kau, masih ada musuh lain?"

   Surat itu sekali lagi diperiksa dengan teliti, meskipun tulisannya bagus dan bertenaga tapi toh masih membawa kelembutan dan kehalusan, jelas ditulis seorang perempuan.

   Ia menjadi termenung sambil berpikir keras, ia tak dapat menebak siapa gerangan perempuan tersebut....

   Coa Wi-wi? Jelas dia tak akan berbuat demikian.

   Cian li kau? Perkumpulan ini tak akan menodai kewibawaannya.

   Kemudian dia berpikir pula tentang nona berbaju ungu? Tapi dia juga tak mungkin, sebab dari nada tulisannya, jelas dia baru pertama kali bertemu dengannya.

   Pikir punya pikir, akhirnya dia tertawa sendiri, gumamnya.

   "Buat apa aku musti putar otak memikirkan persoalan ini. Akhirnya toh pasti akan ketahuan dengan sendirinya?"

   Surat itu akan dirobek-robek, tapi situ ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya. Surat itu didekatkan pada hidungnya dan dicium, ternyata ada bau harum yang ketinggalan pada kertas itu, ma ka surat tersebutpun disampaikan kembali kedalam sakunya.

   "Kurangajar, entah budak darimana yang begitu bernyali sehingga berani memandang hina Hoajiya, demikian dia berpikir.

   "kalau sampai berjumpa lagi lain waktu, aku pasti akan membuat kau menangis tak bisa tertawapun tak dapat, akan kusuruh kau rasakan bahwa Jiya dari keluarga Hoa...."

   Setelah termenung sebentar, gulungan kain putih itu dibakar sampai habis, lalu seluruh kamarnya diperiksa dengan seksama, setelah yakin kalau tiada bareng lain yang digeledah musuh, ia duduk sambil bertopang dagu, otaknya berputar keras merencanakan langkah-langkah selanjutnya....

   Tengah hari keesokannya, rumah makan Kwang koan lo yang mentereng dan megah di sebelah barat kota itu sudah penuh dibanjiri tamu dari pelbagai tempat, bukan saja ruangan atas penuh berjejal, ruang bawahpun sudah tak ada tempat kosong, entah berapa ratus orang yang hadir dalam perjamuan bersejarah ini.

   Bahkan diantara mereka yang datang agak terlambat, hanya kebagian kursi dipinggir jalan diluar gedung rumah makan, dari situ bisa dibayangkan betapa banyaknya tamu yang hadir.

   Sebagian besar tamu-tamu yang hadir waktu itu adalah mereka yang pernah mengirim kartu nama.

   Hoa In-liong melayani tamu-tamunya dengan ramah.

   Oleh karena keadaan bisa berkembang dengan lancar, maka setiap langkah setiap tindakannya menjadi jauh lebih tenang dan mantap, seakan-akan dialah orang yang bakal menyelamatkan daratan Tionggoan dari ancaman bahaya maut.

   Tiba-tiba seorang kakek tinggi kekar berjenggot sepanjang dada yang berada dimeja utama bangkit berdiri, sambil mengangkat cawannya dia berkata.

   "Hoa kongcu, lohu sudah lama berdiam dikota Si ciu, kalau dipaksakan maka aku terhitung pula sebagai separuh tuan rumah. Seharusnya akulah yang menyelenggarakan perjamuan ini untuk menyambut kedatangan kongcu serta para enghiong sekalian, tapi sekarang Hoa kongcu lah yang musti merogoh saku sendiri"

   Orang ini bukan lain adalah pentolan dari Wi lam, Cia Yu cong! Dalam perjamuan yang diselenggarakan hari ini, sebenarnya dia belum pantas untuk menempati kursi utama.

   Tapi karena kesatu dia adalah pentolan untuk wilayah sekitar sana dan kedua bagi para enghiong tak berlaku istilah tunduk kepada orang lain, maka secara otomatis kursi tersebut dialah yang menempati.

   Mendengar perkataan itu, Hoa In-liong segera bangkit berdiri seraya menjawab.

   "Hanya jumlah yang kecil bukan suatu masalah yang perlu dipersoalkan, Cia lo enghiong! Kalau engkau bersedia memandang wajahku, harap persoalan ini jangan dibicarakan lagi"

   Beberapa patah katanya itu diucapkan tidak dengan suara yang keras, tapi semua tamu yang berada diatas loteng maupun dibawah loteng, bahkan mereka yang berada diluar jalan pun bisa men dengarnya dengan jelas, seakan akan Hoa In-liong sedang berbicara dari sisi mereka.

   Diantara sekian banyak orang, terdapat pula jago-jago kelas satu yang berilmu tinggi, setelah menyaksikan kehebatannya, mereka tak berani lagi memandang pemuda itu sebagai seorang anak muda yang menyombongkan diri karena mengandalkan pamor orang tuanya.

   Bagi jago-jago kelas dua apalagi kelas tiga, sekalipun mereka juga merasakan sesuatu yang aneh tapi tidak sampai kaget, alasannya mereka memang selalu menganggap orang orang dari keluarga Hoa adalah jago-jago lihay yang tak terkalahkan Sambil mengelus jenggotnya Cia Yu cong tertawa.

   "Ayah naga putranya selalu memang naga"

   Katanya.

   "beberapa patah kata Hoa kongcu benar benar gagah perkasa, tak malu menjadi keturunan dari Hoa tayhiap, lohu tak berani untuk membangkang"

   Setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, kembali ujarnya lebih jauh.

   "Sudah lama keluarga Hoa dari Im tiong san merupakan tulang punggung bagi dunia persilatan, ayahmu Hoa tayhiap juga merupakan ja rum penenang samudra bagi dunia kangou bukannya lohu mengumpak, ketenangan serta kedamaian yang melanda dunia persilatan kita selama dua puluh tahun belakangan ini tak lebih adalah pemberian dari Hoa tayhiap. Aku rasa kawan-kawan sekalian tentu setuju bukan dengan ucapan ini?"

   Mendengar perkataan itu, semua orang segera mengiakan berbareng, malah mereka yang tak jelas mendengar perkataan itu bertepuk tangan juga, suasana menjadi gaduh dan memekikkan telinga.

   Tiba-tiba terdengar serentetan suara yang merdu merayu menukas dari samping.

   "Mengangkat bahu sambil berpura-pura tertawa, huuuh! Sekawanan manusia penjilat!"

   Sekalipun ucapan itn merdu dan lembut, namun suara gaduh dari ratusan orang itu tak dapat mengatasinya, bisa dilihat kalau orang itu mempunyai tenaga dalam yang amat sempurna.

   Serentak puluhan orang melompat bangun sambil memandang sekeliling tempat itu dengan wajah gusar, tapi suara tadi telah sirap dan lenyap kembali, karena siapapun tidak memperhatikan maka sulitlah untuk menentukan siapa orangnya yang telah mengucapkan kata kata tersebut.

   Sejak awal sampai akhir paras muka Hoa In-liong tetap tenang, dia tidak menunjukkan perasaan sombong atau bangga, setelah mendengar ejekan itu diapun tidak menunjukkan perasaan marah, tak sedikit diantara para jago yang diam-diam anggukkan kepalanya.

   Tiba-tiba seorang lelaki setengah berteriak dengan suara dingin.

   "Hoa kongcu, para cianpwe dan enghiong, ditinjau dari cara sobat itu mengucapkan kata-katanya tapi tak berani munculkan diri, sudah jelas orang itu adalah seorang manusia yang rendah martabatnya, kenapa kita semua harus bersikap sungkan-sungkan kepadanya?"

   Hoa In-liong sendiri sebenarnya juga tak tahu darimana suara tadi berasal, tapi setelah laki-laki setengah umur itu berkata demikian, sebagai seorang pemuda yang berotak cerdas, segenap tenaga dalamnya dikerahkan kedalam telinga.

   Betul juga, ia segera mendengar suara tertawa dingin berkumandang datang dari rumah makan seberang jalan sana, suara tertawa dingin itu sangat lembut dan halus, kalau berganti orang biasa tak mungkin suara sepelan itu dapat didengar.

   Sebenarnya dia sudah akan menggerakkan tubuhnya untuk menyeberangi jalan serta menangkap orang itu, tiba-tiba ingatan lain melintas dalam benaknya, dia segera berpikir.

   "Kalau didengar dari suaranya, jelas dia adalah seorang nona muda. Yaa, jika seorang perempuan sampai ketangkap dihadapan umum, dia pasti akan malu sekali. Apa gunanya lantaran urusan sekecil ini aku harus membuat dia menjadi malu?"

   Berpikir sampai disini, dia lantas menduga bahwa perempuan yang barusan berbicara itu adalah orang yang sama dengan orang yang meninggalkan surat kepadanya, kembali ia berpikir.

   "Dia selalu berusaha untuk menghasut serta memanaskan suasana, berarti pula sebelum perjamuan disini bubar, dia tak akan meninggalkan tempatnya, kenapa tidak kubereskan perempuan itu setelah perjamuan disini selesai?"

   Berpikir sampai disitu diapun tertawa nyaring.

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... Para Cianpwe, para enghiong, apa yang dikatakan saudara ini memang benar, aku rasa si pengacau itu tak lebih cuma seorang siaujin yang berani berbuat tak berani bertanggung jawab, paling- paling cuma seorang budak ingusan yang menyisir rambut sendiripun tak mampu, buat apa kita musti membesarkan persoalan kecil ini? Apakah kita senang kalau dia menjadi bangga karena ulahnya kita tanggapi secara serius?"

   Karena dia telah berkata demikian, maka kawanan jago yang telah bangkit itu duduk kembali. Tiba tiba Hoa In-liong berkata lagi.

   "Cia lo enghiong, aku lihat rupanya kau masih ada perkataan yang belum selesai diutarakan, silahkan kau utarakan"

   Sementara waktu itu Cia Yu cong sedang membatin.

   "Ketika aku tahu bahwa dia hendak membuat kekalutan dikota Si-ciu, mulanya kukira dia hanya ingin mencari nama karena menganggap dirinya keturunan orang ternama, tapi setelah melihat kenyataannya sekarang, tampiknya dugaanku itu keliru!"

   Maka dia lantas terbahak bahak.

   "Haaahhh....haaahhh.... haaahhh.... kebesaran jiwa Hoa kongcu, sungguh membuat lohu merasa kagum!"

   Hoa In-liong sendiri juga sedang membatin.

   "Memangnya kalian anggap aku tidak tahu kalau kamu semua menganggap aku sedang mengandalkan nama ayahku untuk mencari nama?"

   Sambil tersenyum sahutnya.

   "Aku tahu bahwa aku masih muda dan berangasan, soal kebesaran jiwa.... wah, masih ketinggalan jauh.

   "Hoa kongcu!"

   Kata Cia Yu cong dengan wajah serius.

   "dengan membonceng pada kedudukanku sebagai tuan rumah kota ini, atas desakan kawan-kawan persilatan aku telah ditunjuk menjadi wakil mereka semua untuk menyampaikan doa se ta harapan agar kesehatan Lo Tay kun, ayah dan ibumu selalu baik"

   Kembali Hoa In-liong berpikir.

   "Jika dilihat dari sikap hormat mereka yang bersungguh-sungguh, rupanya kebajikan dari ayah benar-benar sudah tertanam dihati mereka!"

   Cepat-cepat dia menjawab dengan serius. "Berkat doa restu dari para cianpwe para enghiong, nenek, ayah dan ibuku sekalian selalu berada dalam sehat walafiat tanpa kekurangan sesuatu apapun"

   "Yaa, setelah mengetahui keadaan keluargamu, seluruh enghiong didunia pun dapat merasa lega hati"

   Setelah berhenti sebentar, dia angkat cawan arak nya dan berkata lebih juh.

   "Untuk selanjutnya, demi kegagahan dan kehebatan Hoa kongcu mendampingi tantangan berat yang mengancam dunia persilatan, atas nama semua cianpwe semua enghiong yang hadir disini, kami hormati Hoa kongcu dengan secawan arak!"

   "Tidak berani, tidak berani"

   Kata Hoa In-liong sambil tertawa.

   "aku masih muda, kepandaian silatku amat cetek dan pengalamanku amat dangkal, tak berani kuterima penghormatan sebesar ini, sepantasnya Hoa Yang lah yang harus menghormati cianpwe dan enghiong sekalian dengan secawan arak"

   "Dia meneguk isi cawannya sampai habis, lalu disodorkan ke empat penjuru sebagai tanda bahwa dia minum arak itu untuk menghormati semua orang yang hadir. Serentak semua jago bangkit berdiri, dan meneguk habis isi cawannya sendiri. Setelah itu, Cia Yu cong kembali berkata.

   "Hoa kongcu telah memasang kain untuk menantang perang kepada tiga perkumpulan besar, tindakan ini sangat gagah dan berani, semua enghiong merasa kagum deagan kehebatanmu itu...."

   Mendengar perkataanmu itu, Hoa In-liong segera berpikir.

   "Rupanya dia mau mengumpak aku, coba akan kudengar, umpakan apa lagi yang bakal dia lontarkan kepadaku"

   Sambil tersenyum dia menantikan perkataan orang lebih lanjut. Terdengarlah Cia Yu cong kembali berkata.

   "Tentang kemunculan kembali Mo kau dan Kiu im kau yang akan meracuni dunia persilatan, semua orang rasanya sudah cukup memaklumi perbuatan mereka itu, tapi mengenai Hian-beng-kauw, kami benar-benar merasa tidak paham, perguruan macam apakah itu? Sudikah kiranya Hoa kongcu untuK menerangkau kepada kami? Semua enghiong hohan yang ada di kolong langit siap menunggu perintah untuk mengusir kaum iblis dari daratan kita, tapi jika musuh yang kita hadapi masih belum jelas, rasanya sulitlah bagi kami semua untuk ikut membantu"

   Hoa In-liong berpikir kembali sesudah mendengar perkataan itu.

   "Tampaknya mereka terlalu memandang enteng kekuatan tiga perkumpulan tersebut, mereka rupanya tidak menyangka meski nama dari tiga perkumpulan sekarang jauh kalau dibandingkan kemashursn Tiga maha besar tempo dulu, namun kekuatan yang mereka miliki justru tidak selisih terlalu jauh"

   Berpikir demikian, dia lantas tersenyum sambi1 berkata.

   "Aku merasa sangat terharu atas kesediaan saudara sekalian untuk mengembangkan jiwa pendekarnya untuk menumpas kejahatan dan menegakkan keadilan di bumi ini, cuma.... aku tidak lebih hanya seorang anak muda yang baru terjun kedunia persilatan, sepantasnya kalau pucuk pimpinan dipegang oleh seorang cianpwe yang berkedudukan tinggi dalam mata masyarakat, bagaimanapun juga, tak pantas kalau akulah yang menempatinya...."

   Seorang pemuda berpakaian ringkas yang duduk dimeja bawah, tiba tiba bangkit berdiri seraya berseru.

   "Hoa kongcu, kenapa kau musti menampik lagi? Ketika Hoa tayhiap memimpin para jago dari seluruh kolong langit tempo dulu, usianya juga sebaya dengan usia Hoa kongcu sekarang, jika Hoa kongcu tak mau menduduki pucuk pimpinan, lalu siapakah yang pantas untuk menempati kedudukan itu?"

   Orang muda biasanya memang berdarah panas, demikian pula dengan pemuda pemuda lain yang kebetulan berada disitu, ucapan tadi segera disambut dengan tempik sorak yang gegap gempita, suasana menjadi agak gaduh, sementara mereka yang telah berusia lanjut cuma duduk dengan mulut membungkam.

   Diam-diam Hoa In-liong mengerutkan dahinya, dia lantas berpikir.

   "Orang-orang ini hanya mempunyai emosi yang me1uap-luap, tiada rencana yang tersusun, tiada pula ilmu silat yang tinggi, kalau begini caranya sistim kerja mereka, hanya kekalahan saja yang bakal diraih oleh pihak kita...."

   Sorot matanya segera dialihkan ke samping dan melirik sekejap ke arah Cia Yu cong. Buru-buru Cia Yu cong menuding pemuda berpakaian ringkas itu, lalu memperkenalkan.

   "Saudara ini adalah keturunan dari It ci hui kiam (pedang satu huruf) yang tersohor di kota Koy hong, dia bernama Kongsun Peng, keponakan Kongsun!"

   Hoa In-liong menjura ke arahnya.

   "Atas kasih sayang saudara Kongsun, siaute merasa amat berterima kasih sekali"

   Katanya.

   "soal itu lebih baik tak usah kita bicarakan, justru siaute mempunyai beberapa persoalan tentang ketiga perkumpulan besar itu untuk dijelaskan kepada saudara sekalian, apakah saudara Kongsun bersedia menunggu sebentar lagi?"

   Mendengar ucapan tersebut, dengan perasaan yang berat terpaksa Kongsun Peng kembali ke tempat duduknya. Hoa In-liong termenung sejenak, lalu setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu dia berkata.

   "Aku rasa kalian pasti sudah tahu bukan, Suma Siok-ya ku yang lebih dikenal dengan sebutan Kiu mia kiam khek (jago pedang bernyawa sembilan) telah mati dibunuh orang?"

   Sambil menghela napas sedih Cia Yu cong manggut-manggut.

   "Yaa, semua orang ikut berduka cita atas wafatnya Suma tayhiap dibunuh orang!"

   "Nah, perbuatan keji ini dilakukan oleh orang-orang Hian-beng-kauw, mereka lah dalangnya!"

   Suasana dalam ruang rumah makan kembali menjadi gempar, Kongsun-Perg nyelutuk.

   "Hoa kongcu, bagaimana ceritanya? Harap dikisahkan dengan lebih jelas lagi!"

   Hoa In-liong kembali berpikir.

   "Dalam peristiwa ini, pihak Kiu Im kau juga terlihat secara langsung, aku rasa lebih baik jangan terlalu mengeluarkan kisah ini secara terang-terangan sebelum pembunuh yang sebenarnya berhasil dilacaki. Untunglah setelah kuterangkan kejadian tersebut, mereka telah menarik kembali sikap pandang entengnya terhadap lawan"

   Berpikir sampai disitu, kembali dia berkata.

   "Peristiwa terbunuhnya Suma-siok ya tak lama lagi akan terbongkar, sampai waktunya aku pasti akan memberi keterangan lagi kepada rekan-rekan semua. Kini terlampau pagi kalau ku katakan lebih dulu, harap saudara Kongsun bersedia memakluminya"

   Tanpa menunggu orang lain berbicara, setelah berhenti sebentar dia berkata lagi. "Masih ada beberapa persoalan penting lagi yang hendak kusampaikan kepada rekan- rekan sekalian, harap rekan semua bersedia untuk memperhatikan!"

   Sebenarnya semua orang hendak mengajukan pertanyaan sekitar pembunuhan atas diri SumaTiang cing, akan tetapi karena didahulu pemuda tersebut, maka terpaksa mereka pasang telinga baik-baik dan mendengarkan dengan seksama.

   Dengan suara dalam Hoa In-liong berkata.

   "Kiu im kaucu yang sekarang adalah murid dari kaucu generasi lalu, dia seorang perempuan yang bernama Bwe Su-yok, meskipun usianya masih muda tapi ilmu silatnya sangat tinggi, aku harap rekan semua mau memperhatikan hal ini. Kemudian dari pihak Mo kau yang menyerbu kedaratan Tionggoan secara besar-besaran, terdapat seorang yang bernama Seng To cu adalah kakak seperguruan Tang kwik Siu, tenaga dalamnya jauh diatas Tang kwik Siu sendiri, orang ini merupakan orang kedua yang harus rekan semua perhatikan. Sedang mengenai perkumpulan Hian-beng-kauw, oleh karena struktur organisasi tersebut sangat rahasia, sampai sekarang belum kuketahui siapa kaucu nya tapi yang pasti jagojago mereka sangat banyak dan rata-rata berilmu tinggi, diantaranya seperti Thamcu markas besar mereka adalah Beng Wi cian serta murid-muridnya yang bernama Ciu Hoa, Dari nama tersebut sudab dapat diduga kalau cita-cita mereka adalah musuhi keluarga Hoa kami. Markas besarnya berada dibukit Gi hong-san!"

   Berbicara sampai disitu, dia menyapu sekejap sekeliling tempat itu. lalu bertanya lagi.

   
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Apakah ada pertanyaan diantara rekan sekalian? Jika kurang terang, silahkan ditanyakan!"

   Seorang pemuda berpakaian ringkas warna hitam segera bangkit, tanyanya dengan lantang.

   "Bagaimanakah ilmu silat Bwe Su-yok jika dibandingkan dengan Hoa kongcu....?"

   Hoa In-liong, membatin.

   "Kalau dibandingkan sekarang tentu saja tenaga dalamku jauh melebihi dirinya!"

   Tapi diluar dia menyahut.

   "Siaute pernah beradu kekuatan dengan perempuan ini ketika berada dikota Kim-leng, rasanya ilmu silat kami seimbang!"

   Tiba-tiba Tu Cing san bertanya pula.

   "Hoa kongcu, Seng To cu yang dikatakan sebagai kakak seperguruannya Tang kwik Siu itu macam apa orangnya? Sampai dimana taraf ilmu silat yang dimiliki? Dan kenapa sewaktu mencari harta di Kiu ci san tempo dulu, orang ini tidak kelihatan?"

   "Orang itu raempuuyai ilmu silat yang luar biasa lihaynya, jika rekan sekalian bertemu dengan orang ini, lebih baik menyingkir saja....!"

   Setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi.

   "Menurut dugaanku ketidak munculannya dalam penggalian harta di bukit Kiu ci san tempo dulu, mungkin disebabkan waktu itu Seng To cu sedang menutup diri"

   Banyak orang yang merasa tidak puas dengan perkataan itu, malah ada diantara mereka yang bermaksud mencari Seng To cu untuk diajak beradu kepandaian, mereka semua adalah jagojago persilatan, apa yang dipikirkan sebera terlihat pula diatas wajahnya, melihat itu Hoa In-liong mengeluh dan tidak berkata apa-apa lagi.

   Tiba-tiba terdengar Cia Yu cong berkata.

   "Hoa kongcu, bersediakah engkau untuk melukiskan tampang dari Seng To cu itu, agar kawan-kawan persilatan dapat menghindarinya jika secara kebetulan mereka sampai bertemu!"

   "Orang yang usianya sndah lanjut memang jauh lebih dapat menggunakan otak daripada orang muda"

   Pikir Hoa In-liong. Dia lantas tersenyum, jawabnya.

   "Gampang sekali untuk mengenali Seng To cu, asal saudara sekalian bertemu dengan seorang kakek yang memakai ikat pinggang naga perak bermuka kaku menyeramkan seperti mayat yang baru bangkit dari liang kuburnya, itulah orangnya!"

   Tiba-tiba Kongsun Peng menimbrung kembali.

   "Menurut pembicaraan Hoa kongcu, semua murid Hian-beng-kauw diberi nama Ciu Hoa (Mendendam kepada keluarga Hoa), boleh aku tahu sebetulnya dendam sakit hati apakah yang sudah terjadi antara Hian-beng Kaucu itu dengan keluarga Hoa?"

   Hoa In-liong tidak langsung menjawab, kembali dia berpikir.

   "Meskipun Thia Lo cianpwe menerangkan bahwa Hian-beng Kaucu mempunyai dendam sakit hati dengan pihak kami lantaran gurunya dibunuh ayah, tapi aku sendiripun kurang jelas tentang soal ini, rasanya mereka juga tak akan dapat menduganya"

   Ia merasa ada baiknya kalau persoalan itu jangan dibicarakan dulu, maka katanya.

   "Tentang soal ini, terpaksa kita harus menanyakan secara langsung setelah bertemu dengan Hian- beng Kaucu dilain waktu!"

   "Hoa kongcu!"

   Cia Yu-Cong kembali berkata.

   "hawa siluman telah muncul kembali menyelimuti seluruh dunia persilatan, kekuatan mereka tak boleh dianggap enteng, tolong tanya kapan ayahmu baru akan munculkan diri antuk menyapu hawa siluman tersebut?"

   Kembali Hoa In-liong berpikir.

   "Nenek dan ayah telah melimpahkan tanggung jawab yang sangat berat ini ke atas pundakku, itu berarti mereka tak akan terjun kembali kedalam dunia persilatan, jika ucapan terlalu jujur, orang orang ini pasti akan kecewa karena memandang usiaku yang muda, kepandaianku yang terbatas dan pengetahuanku yang cetek mereka pasti berpendapat bahwa aku tak akan mampu...."

   Karena berpendapat demikian, pelan-pelan dia berkata.

   "Bagaimanakah rencana ayah, sebagai putranya aku tak berani menduga secara sembarangan, tapi saudara sekalian tak usah kuatir, sebagai bagian dari masyarakat dunia persilatan, keluarga Hoa kami pasti tak akan berpeluk tangan belaka, dalam usaha melenyapkan kaum iblis dan durjana dari muka bumi, kami pasti akan menyumbangkan pula tenaga kami!"

   Perkataan ini mengambang sifatnya dan tidak menentu, banyak orang tidak puas, tapi tak seorangpun yang berani membuka suara untuk bertanya lagi.... Tiba-tiba seorang kakek kekar yang duduk dimeja utama bangkit berdiri seraya berkata.

   "Hoa kongcu, dilihat dari keberanian kongcu untuk menantang tiga perkumpulan tersebut, mungkinkah kongcu sudah mengetahui jelas kekuatan mereka sebenarnya? Dan mungkinkah kongcu sudah menyusun suatu rencana yang masak untuk menghadapi mereka?"

   Hoa In-liong menarik kembali sorot matanya, semua orang yang duduk dimeja utama dikenalnya dengan jelas diapun mengenali kakek tersebut sebagai Huan Tong, seorang jago yang merajai wilayah Lam-cong dengan ilmu Poh ka sinkun (ilmu pukulan sakti pemecah perisai)nya.

   Dia lantas tersenyum, katanya.

   "Mempunyai rencana yang masak sih tidak, cuma berbicara menurut situasi sekarang ini, dengan mundurnya Kiu im kaucu dan kedudukannya digantikan oleh Bwe Su-yok yang masih muda, kendatipun dia mempunyai bakat yang bagus dan kecerdasan otak yang luar biasa, tak mungkin kehebatannya bisa melampaui iblis tua itu, ini berarti Kiu im kau merupakan perkumpulan terlemah diantara tiga perkumkulau yang ada. Sedang pihak Mo kau mempunyai Tang kwik Siu dan kakek seperguruannya untuk bersama menghadapi musuh, kekuatan mereka cukup tangguh. Sementara Hian-beng-kauw tak diketahui kekuatan yang sebenarnya, menurut pendapatku, mungkin kekuatan mereka jauh diatas kemampuan Mo kau"

   "Jadi kalau begitu seandainya terjadi bentrokan kekerasan, maka kita akan membasmi Kiu im kau lebih dulu?"

   Tanya Huan Thong.

   "Tidak!"

   Dengan cepat Hoa In-liong menggeleng.

   "tiga perkumpulan telah membentuk perserikatan, jika seujung rambut mereka diganggu seluruh badan perserikatan akan maju bersama, tak mungkin mereka akan membiarkan kita untuk menghancurkan mereka satu demi satu"

   Setelah berhenti sebentar, kembali katanya.

   "Apalagi yang lemah belum tentu lemah, yang tangguh belum tentu tangguh, siapa tahu kalau sampai akhirnya Kiu im kau lah merupakan perkumpulan yang paling tangguh?"

   "Perkataan dari Hoa kongcu memang benar"

   Sahut Huan Thong sambil mengangguk.

   "sudah menjadi kebiasaan bagi kaum durjana, sebelum sam pai akhirnya siapapun tak mau mengerahkan segenap kemampuannya"

   Tiba-tiba Cia Yu cong menimbrung.

   "Tentang mundurnya Kiu im kaucu secara tiba- tiba, menurut Hoa kongcu hal itu pertanda baik atau jelek buat kita?"

   "Hoa In-liong termenung sebentar, kemudian jawabnya.

   "Kiu im kaucu adalah seorang manusia yang licik, lihay dan banyak tipu muslihatnya, aku rasa tindakannya itu pasti mengandung maksud-maksud tertentu. Berbicara dari segi baiknya, mungkin saja dia mengandung maksud untuk merubah keadaan permusuhan menjadi persahabatan. Berbicara dari segi jeleknya dia hendak mengundurkan diri kebelakang layar dan dari sana menyusun rencana jahat untuk menghancurkan kita. Pokoknya baik itu bermaksud baik atau jelek, akhirnya pasti akan berkembang dan diketahui umum, dan aku rasa tak ada manfaatnya untuk kita duga mulai sekarang"

   Dalam perjamuan yang diselenggarakan kali ini, semua orang jarang menggerakkan sumpitnya untuk mengambil sayur, kebanyakan mereka cuma memegang cawan sambil mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung, meski Hoa In-liong tidak mempersilahkan mereka minum, para jago persilatan itupun tidak terlalu menaruh perhatian.

   Perjamuan itu berlangsung hampir dua jam lamanya, sampai lohor perjamuan baru bubar, tentu saja Hoa In-liong tak dapat menghantar semua tamunya, banyak terhadap belasan orang tamunya yang berada dimeja utama, dia tak berani berayal dan menghantarnya sampai didepan pintu.

   Sebelum pergi, Huan Thong sempat berkata dengan suara lantang.

   "Hoa kongcu bila teringat kembali pada peristiwa penggalian harta mustika di bukit Kiu ci san, seandainya tak ada ayahmu, belum tentu kitab pusaka keluarga kami dapat didapatkan kembali. Aku tahu ilmu silat ayahmu sangat lihay, tak mungkin dia akan mengharapkan balas budiku, maka setelah berjumpa sendiri dengan kegagahan Hoa-kongcu hari ini, aku jadi terbayang kembali akan kegagahan ayahmu dimasa lalu. Mulai saat ini, bila kongcu membutuhkan bantuanku, katakan saja berterus terang, tak usah sungkan-sungkan, lohu pasti akan menyumbangkan tenagaku"

   "Locianpwe ini gagah dan memahami perasaan orang, dia memang seorang sahabat yang dapat di percaya"

   Pikir Hoa In-liong. Dengan perasaan berterima kasih dia lantas tertawa nyaring, katanya.

   "Dalam pencarian harta dibukit Kiu ci san tempo hari, ayahku berbuat demi kepentingan umum, cianpwe mengambil barang milik cianpwe sendiri, darimana bisa dikatakan sebagai suatu hutang budi?"

   Lalu dengan wajah serius dia berkata lebih lanjut.

   "Kalau toh cianpwe sudah berkata demikian, boanpwe pun tak akan bertedeng aling-aling lagi, bila berbicara soal balas budi, sama artinya dengan cianpwe memandang keluarga Hoa kami sebagai sekawanan manusia rendah"

   Mula-mula Huan Thong agak tertegun, menyusul kemudian tertawa terbahak-bahak, diapun tidak banyak berbicara lagi, setelah berpamitan lalu mohon diri.

   Cia Yu cong pun merasa kagum atas tindak-tanduk Hoa In-liong yang cekatan serta penuh rasa percaya pada diri sendiri itu, sambil mengelus jenggotnya dia tertawa.

   "Sebagai tuan tanah disini, lohu memang tak becus dibidang lain, namun soal anak buah sih masih punya beberapa orang, untuk mencari berita, sebagai pesuruh, mereka masih dapat melakukannya. Maka bila Hoa kongcu membutuhkan mereka, harap kau tak usah sungkansungkan untuk mengutarakannya keluar"

   Hoa In-liong tidak sungkan-sungkan lagi, sambil menjura dia lantas berkata.

   "Kesediaan Cia lo enghiong untuk menyumbangkan tenaga sangat mengharukan hatiku, aku tidak memohon apaapa, hanya seandainya dikota Si ciu telah kedatangan manusia yang berwajah atau berbadan aneh, tolonglah memberi kabar kepadaku"

   "Aaah.... kalau cuma urusan sekecil itu sih tak menjadi soal, Hoa kongcu tak usah kuatir"

   Kata Cia Yu cong sambil tertawa, maka diapun berpamitan.

   Sesudah perjamuan bubar dan semua tamu telah mengundurKan diri, rumah makan Kwang koan lo yang luas terasa menjadi hening, lenggang dan sepi.

   Hoa In-liong tidak berdiam lama disitu, setelah berpesan sepatah dua patah kata dengan pemilik rumah makan, diapun ikut meninggalkan tempat itu dan lenyap di perapatan jalan sana.

   Lama setelah keheningan mencekam sekeliling tempat itu, tiba tiba dari depan rumah makan itu melompat turun seorang perempuan berbaju putih yang menyoren pedang di punggungnya.

   Dia naik keloteng Kwang koan lo dan memeriksa sekejap, disana kecuali beberapa orang pelayan yang sedang membereskan sisa sayur, tak seorang jago persilatanpun yang masih tertinggal disana.

   Berdiri diruangan yang lenggang, peremouan itu bergumam seorang diri dengan suara yang lirih.

   "Hmm....! Sekembalinya ke markas besar, empek Beng, Empek-Toan bok dan suheng sekalian telah mengatakan putranya Hoa Thian-hong begini begitu....Huuuh, padahal sepersenpun tak ada harganya, buktinya dia toh tak bisa berbuat apa-apa terhadapku?"

   Sambil tertawa ringan dia lantas melompat turun dari atas loteng dan bergerak menuju ke luar kota, dalam ruangan hanya tertinggal bau harum badannya yang semerbak.

   Ketika kawanan pelayan yang sedang mengumpulkan sisa sayur itu mendengar suara tertawa, serta merta mereka menengok ke sekeliling situ, namun karena tak sesosok bayangan manusiapun yang tampak mereka jadi merinding karena ngeri.

   Sementara itu, nona tadi sudah tiba diluar kota tiba-tiba suara bentakan memecahkan keheningan.

   "Harap berhenti nona!"

   Perempuan itu tertegun, sebelum ia sempat berbuat sesuatu, angin berhembus lewat dan tahutahu kain cadar penutup mukanya sudah dibuka orang....

   Ia kaget dan cepat mundur, seorang pemuda tampan yang gagah perkasa tahu-tahu sudah berdiri dihadapannya, anak muda itu menggoyangkan kipasnya dengan tangan kiri, sedang ditangan kanan nya menenteng sebilah pedang mustika dan jari tangannya menjepit selembar kain cadar, dia berdiri dergan senyuman dikulum.

   Orang itu bukan lain adalah Hoa In-liong....

   Sementara itu Hoa In-liong masih berdiri dengan senyuman dikulum, setelah berhasil membuka kain cadar yang menutupi wajah nona itu, ia dapat menjumpai seraut wajah yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.

   Tapi anehnya, gadis itu mempunyai raut waajah yang tujuh puluh persen mirip dengan wajah ibunya yaitu Pek Kun gie.

   Dengan perasaan tercengang dia lantas berpikir.

   "Seandainya aku tidak mengetahui lebih dulu kalau paman Bong hanya mempunyai seorang putra saja, dan usianya sebaya dengan adik Wi, mungkin aku bisa mengira perempuan ini sebagai familiku sendiri"

   Nona berbaju putih itu tampak tertegun pula, tiba-tiba dia merasa pedang yang ditangan Hoa Inliong sangat dikenal, tangannya segera meraba kebelakang bahu, ternyata entah sedari kapan pedang nya sudah lenyap tak berbekas.

   Dalam malu bercampur gusar, dia lantas berteriak keras.

   "Hayo cepat kembalikan kepadaku!"

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh....baik, aku akan menurut perintah nona. Sambil terbahak-bahak Hoa In-liong masukkan kipasnya kedalam saku, lalu pedang yang berada ditangan kanannya itu diangsurkan ke hadapan sang nona. Rupanya nona berbaju putih itu tak menyangka dia berani berbuat demikian, sebab dengan ujung pedang tertuju pada dada sendiri sedang gagang pedang diberikan kepada musuhnya, tindakan ini merupakan suatu tindakan yang berbahaya sekali, seandainya musuh berhasil memegang gagang pedang itu lalu mendorongnya ke depan, maka walaupun seseorang memiliki ilmu silat yang tinggi, belum tentu dia dapat meloloskan diri dari ancaman dengan mudah. Rupanya nona itu menyangka Hoa In-liong hendak menipunya, untuk sesaat dia tak berani menerima angsuran pedangnya itu. Tunggu punya tunggu ketika dilihatnya nona itu tidak berani untuk menerima pedangnya juga, Hoa In-liong segera menggelengkan kepalanya, samhil menghela napas.

   "Aaaai....benar-benar tak kusangka kalau nona adalah seorang manusia bernyali tikus!"

   Nona berbaju putih itu tak tahan mendengar hasutan, ia tertawa dingin, lalu dengan cepat merebut kembali pedangnya, ternyata senjata tersebut dapat di ambil kembali dengan sangat mudah.

   Mula-mula ia rada tertegun, kemudian sambil menggetarkan pedangnya ia melancarkan sebuah tusukan ke dada Hoa In-liong.

   Sejak semula Hoa In-liong memang telah bersiap sedia, sambil tertawa terbahak- bahak dia menyentil dengan jari tangan kirinya.

   Secara tiba-tiba saja jalan darah Ci ti hiat di lengan kanan nona berbaju putih itu menjadi kaku, pedangnya tak mampu dicekal lagi dan segera terjatuh ke tanah.

   Dengan suatu kecepatan luar biasa, Hoa In-liong menggerakkan lengan kanannya, tahu-tahu pedang itu kembali sudah berpindah tangan.

   Kejut dan ngeri si nona baju putih itu menghadapi kejadian didepan mata, untuk sesaat dia tak tahu apa yang musti dilakukan.

   "Kalau berhati busuk dan jahat kedengaran Hoa In-liong membentak dengan marah.

   "orang semacam kau tak bisa dibiarkan hidup terus!"

   Cahaya putih berkelebat lewat, tahu-tahu pedang itu sudah menyambar dihadapannya.

   Keadaan si nona baju putih itu boleh di bilang tersudut, dia tak mampu melakukan perlawanan lagi, menghadapi kejadian semacam itu, dia hanya bisa pasrah, memejamkan matanya dan menunggu saat kematian merenggut nyawanya.

   Tapi....

   ternyata tunggu punya tunggu tiada rasa sakit yang dirasakan, cepat dia membuka matanya kembali, tampak Hoa In-liong berdiri dihadapannya dengan senyuman dikulum, kipasnya sudah berada ditangannya kembali bahkan digoyangkan dengan santai, sementara pedang mustika itu sendiri sudah lenyap tak berbekas, entah kemana larinya? Sekali lagi dia meraba kepunggungnya, ternyata pedang tersebut sudah tersoien kembali di dalam sarungnya.

   Rupanya Hoa In-liong cuma ingin menakut-nakuti lawannya dengan gertakan sambal, padahal maksud sebenarnya hanya ingin mengembalikan pedang itu ke dalam sarungnya.

   Sekarang, si nona baju putih itu baru keder, dia merasa bulu kuduknya pada berdiri semua.

   Kendatipun pedangnya berhasil direbut kembali, akan tetapi ia tak berani sembarangan bergerak, ditatap nya Hoa In-liong dengan sinar mata ketakutan, jelas kelihatan kalau dia gugup, panik dan sedikit gelagapan.

   Padahal, berbicara yang sesungguhnya, ilmu silat yang dimiliki gadis itu terhitung kelas satu, seandainya Hoa In-liong tidak mempersiapkan diri lebih dulu, sekalipun dia tak becus, juga tak akan sampai menderita kekalahan sedemikian rupa.

   Hoa In-liong mendekatkan kain cadar yang berhasil dirampasnya itu ketepi hidung, lantas dibau nya sebentar, lalu dia mengeluarkan kertas dari sakunya dan dibau pula, akhirnya dia bergumam.

   "Yaaa, tak salah lagi, baunya memang serupa!"

   Nona berbaju putih itu dapat mengenali kertas tadi sebagai surat yang ia tinggalkan dalam kamar penginapan, rasa malu dan marah segera bercampur aduk dalam perasaannya.

   "Tak kusangka keturunan keluarga Hoa adalah manusia rendah yang tak tahu malu!"

   Teriaknya. Hoa In-liong tersenyum, pikirnya.

   "Rasain sekarang, baru tahu kalau aku orang she Hoa bukan manusia yang bisa dipermainkan seenaknya sendiri...."

   Kertas dan kain cadar itu dimasukkan kembali ke sakunya, lalu sambil memberi hormat kepada si nona berbaju putih itu katanya.

   "Harap nona jangan marah, secara tiba-tiba saja aku teringat dengan seorang sahabat karibku, maka bila ada perbuatanku yang kurang hormat, harap nona bersedia memaafkan!"

   Meskipun si nona baju putih itu tahu kalau lawannya hendak main setan dihadapannya, toh tak tahan dia bertanya juga.

   "Sahabat karibmu itu bernama siapa? Macam apakah orangnya?"

   "Aku sendiripun kurang begitu tahu tentang nama sahabat karibku itu"

   Jawab Hoa In-liong dengan wajah serius.

   "tapi...."

   "Aaah.... kalau namanya saja tidak tahu, dari mana bisa dikatakan sebagai sahabat karib?"

   Tukas nona berbaju putih itu dingin.

   "Yaa, aku memang tak tahu siapa namanya, tapi aku hanya tahu kalau dia adalah seorang nona yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan!"

   Merah padam selembar wajah si nona berbaju putih itu saking jengahnya, dengan marah dia membentak.

   "Tutup mulut!"

   Hoa In-liong pura-pura tertegun, lantas bertanya.

   "Eeeh.... aneh benar nona ini, apa yang menyebabkan kau menjadi marah marah besar?"

   Nona berbaju putih itu merenung sejenak, lalu katanya dengan dingin dan kaku, Eeeh....

   mau bunuh mau cincang silahkan kau lakukan dengan segera atas diriku, tapi kalau Cuma mengumbar kata-kata yang tidak senonoh....

   Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   hmm! Tidak takutkah kau kalau perbuatan ini akan menurunkan martabat dari keluarga Hoa sendiri?"

   "Pintar betul perempuan ini bersilat lidah"

   Pikir Hoa In-liong.

   "dia memang seorang musuh yang tangguh!"

   Maka sambil tertawa tergelak dia lantas menjura, ujarnya.

   "Teguran nona memang betul sekali, bolehkah aku tahu siapa nama nona....?"

   Nona berbaju putih itu termenung sebentar, kemudian jawabnya dengan dingin.

   "Dengarkan baik-baik, aku bernama Gie Pek (rindu dengan Pek)!"

   Terperanjat Hoa In-liong setelah mendengar nama itu, segera dia berpikir kembali.

   "Menurut Gwakong, Hian-beng Kaucu kenal dengan mama, ooh.... jadi rupanya begitu! Sayang ayah tak pernah menceritakan soal tersebut kepadaku, coha kalau tidak, mungkin dari kejadian-kejadian masa lalu aku bisa meraba siapa gerangan Hian-beng Kaucu itu!"

   Dalam hati dia berpikir demikian, diluar katanya lagi.

   "Lantas kau mengikuti nama marga yang mana?"

   "Nama margaku sama dengan nama guruku!"

   Jawab nona itu ketus. Hoa In-liong tertawa.

   "Tolong tanya apakah gurumu berasal dari marga Cia?"

   Desaknya. Nona berbaju putih itu menggigit bibirnya kencang-kencang, dia membungkam dalam seribu bahasa, Karena nora itu enggan menjawab, Hoa In-liong tidak mendesak lebih jauh, diapun berkata.

   "Nona tempat seliar ini bukan tempat yang serasi untuk bercakap cakap, bagaimana kalau kita kembali kerumah penginapan dan melanjutkan pembicaraan disana?"

   "Dari sini menuju kerumah penginapan tersebut terlampau jauh, aku rasa tak usah?"

   Hoa In-liong tersenyum.

   "Tuan rumah yang baik akan berusaha memenuhi keinginan tamunya, baiklah, terserah kemauan nona"

   Kontan saja nona berbaju putih itu tertawa dingin.

   "Heeehhh.... heeehhh.... heeehhh.... kalau kau ingin menjadi tuan rumah yang baik serta berusaha memenuhi keinginan tamunya, biarkan siau li meninggalkan tempat ini"

   Selesai berkata dia putar badan dan siap berlalu dari sana. Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, sekali lagi dia menghadang dihadapan nona itu.

   "Tunggu sebentar nona!"

   Serunya. Nona berbaju putih itu memang sudah menduga kalau Hoa In-liong tak akan membiarkan dia pergi dengan begitu saja, sambil menggigit bibir, tiba-tiba ia melancarkan serangan kilat untuk menotok jalan darah Thian tee ditubuh anak muda itu.

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahh.... nona memang kelewat kejam"

   Ujar Hoa In-liong sambil tertawa tergelak.

   "masa setiap serangan yang dilancarkan, tentu mengarah jiwa manusia!"

   Dengan cekatan lengan kanannya diputar kebawah.

   Nona berbaju putih itu segera merasa pergelangan tangannya mengencang dan tahu tahu sudah berada dalam cengkeraman Hoa Inliong.

   Dia berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman tersebut, sayang makin dia meronta cengkeraman tersebut semakin mengencang hingga akhirnya ibarat jepitan besi, bagaimanapun dia meronta, toh tak berhasil untuk melepaskan diri.

   Merah padam selembar wajahnya karena jengah, dia lantas membentak dengan marah.

   "Lepas tangan!"

   Hoa In-liong terbahak-bahak, serunya.

   "Nona, engkau terlampau liar, kalau tak dikasih sedikit pelajaran, bisa membahayakan jiwaku. Yaa, apa boleh buat, terpaksa aku harus menyiksa sebentar diri nona, Saking gemasnya, kalau bisa nona berbaju putih itu hendak menghadiahkan sebuah tendangan ke tubuh lawan, tapi dia kuatir bila sampai berbuat demikian maka Hoa In-liong akan semakin membuat dia malu.... Terbayang kembali semua kejadian yang dialaminya, nona itu mulai menyesal, dia menyesal kenapa tak mau menuruti nasehat gurunya, coba dia mau menuruti perkataan gurunya dan tidak bersikeras datang kemari untuk mencoba kekuatan Hoa In-liong, tak mungkin dirinya akan dipermalukan oleh anak muda tersebut. Tiba-tiba Hoa In-liong melepaskan tangannya, lalu berkata.

   "Nona, bagaimana kalau kita membicarakan persoalan ini secara baik-baik saja tanpa menggunakan kekerasan?"

   "Huuuh....siapa yang kesudian disebut kita bersama manusia macam kau?"

   Protes nona itu marah. Hoa In-liong tertawa tergelak .

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... baik, baiklah, bagaimana kalau kau dan aku berbicara secara baik-baik?"

   Nona berbaju putih itu mendengus, sambil meraba pergelangannya yang bekas dicengkeram itu dia ambil sikap acuh tak acuh.

   Diam diam Hoa In-liong tertawa geli, dari sakunya dia mengeluarkan selembar saputangan, lalu ditebarkan diatas sebuah batu yang bidang, sesudah itu sambil menggerakkan tangannya membuat gerakan mempersilahkan dia berkata.

   "Silahkan duduk nona manis!"

   Setelah berulang kali menemui kegagalan, hilang sudah kepercayaan nona itu terhadap kemampuan sendiri, dia tahu kaburpun tak ada gunanya, maka tanpa membantah dia duduk diatas batu tersebut.

   Hoi In liong sendiri juga mencari sebuah batu dan duduk seadanya.

   Menyaksikan sikap sianak muda tersebut, walaupun dihati kecilnya nona itu tertawa dingin, toh hatinya tergerak juga.

   Dalam pada itu, Hoa In-liong telah berkata kembali setelah berpikir sebentar.

   "Ketika berada di kota Lam-yang tempo hari aku pernah berjumpa dengan seorang nona yang usianya hambir sebaya dengan nona, dia mengenakan baju warna ungu dan membawa sebilah pedang pendek, kemauapun dia pergi, pelayannya yang bernama Si Nio selalu mendampinginya...."

   "Oooh.... kau maksudkan Siau Leng jin si budak ingusan itu?"

   Tukas si nona tak sabaran. Sungguh gembira hati Hoa In-liong setelah tanpa sengaja mendapat tahu nama dari nona baju ungu itu, dia tertawa.

   "Mungkin memang dia orangnya, apakah nona kenal baik dengan dia?"

   Kembali dia mendesak Rupanya si nona berbaju putih menyadari kalau ia salah berbicara, cepat serunya dengan ketus.

   "Maaf, aku tak dapat memberitahukan kepadamu!"

   "Wah, kalau didengar dari nadanya, jangan-jangan diantara mereka mempunyai permusuhan?"

   Pikir Hoa In-liong. Tentu saja ingatan tersebut tidak diutarakan keluar, sambil tertawa katanya kemudian.

   "Kalau dugaanku tidak keliru, suhu nona pastilah Hian-beng Kaucu si ketua dari perguruan neraka itu, boleh aku tahu siapa nama gurumu?"

   "Tidak boleh!"

   Jawaban nona itu lebih ketus. Keketusan yang berulang kali tidak merubah sikap Hoa In-liong yang ramah, sekulum senyuman tetap menghiasi bibirnya.

   "Konon perkumpulan Hian-beng-kauw mempunyai jago silat yang tak terhitung jumlahnya, apakah kau bersedia menyebutkan satu dua orang di antaranya sehingga menambah pengetahuanku?"

   Kembali pintanya.

   "Hmm! Jangan mimpi!"

   Tukas si nona sambil mencibirkan bibir.

   "Boleh aku tahu permusuhan apa yang terikat antara suhumu dengan keluarga Hoa kami?"

   Ketika mendengar pertanyaan tersebut, tiba-tiba hawa napsu membunuh memancar keluar dari mata nona baju putih itu cuma mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.

   "Waaah....celaka ini!"

   Lagi-lagi Hoa In-liong berpikir.

   "dilihat dari cemberutnya, jelas rasa benci mereka sudah merasuk sampai ke tulang sumsum, cuma herannya dendam apakah itu? Kenapa mereka bisa mengikat dendam sedalam lautan dengan keluarga Hoa?"

   Berpikir sampai disitu, maka dia mengalihkan kembali pokok pembicaraan....

   "Nona, beberapa orang Ciu Hoa yang berkeliaran dalam dunia persilatan apakah merupakan kakak seperguruanmu?"

   Ia bertanya. Si nona baju putih tertawa dingin.

   "Heeehhh.... heeehh.... heeehhh.... sayang kau tak sampai mampus dibunuh mereka!"

   

   Jilid 36

   "HAAAHHH....HAAHHH....HAAHHH.... aku lihat ilmu silat yang dimiliki suheng-suhengmu masih terpaut jauh bila dibandingkan ke pandaian nona, nona saja sudah berbelas kasihan kepadaku, apalagi subeng-suhengmu itu....Huuh, memangnya mereka bisa apakan diriku"

   "Hei, siapa yang berbelas kasihan kepadamu?"

   Teriak si nona dengan marah, merah jengah selembar pipinya.

   "Haaahhh....haaahhh....haaahhh....betul-betul memang bukan berbelas kasihan, tapi nona kan sudah mengalah kepadaku bukan?"

   Si nona baju putih itu tertunduk ketus, dia membungkam dalam seribu bahasa.

   Diam diam Hoa In-liong coba putar otak serta menganalisa semua keadaan yang dihadapinya, ia merasa peristiwa pembunuhan atas diri Suma Tiang-cing dan asal usul ketua Hian- beng-kauw hanya bisa diketahui dari mulut sinona berbaju putih ini, sudah barang tentu ia tak sudi melepaskan mangsanya dengan begitu saja.

   Sekalipun ia pingin cepat-cepat mengetahui keadaan sebenarnya, Hoa In-liong pantang memaksa dengan kekerasan, ia tak tega berbuat begini terhadap seorang nona cantik seperti gadis berbaju putih ini.

   Tentu saja diapun sadar bahwa gadis itu terlampau keras kepala, biasanya orarg yang keras kepala pantang diajak bekerja sama, namun Hoa In-liong tidak putus asa, dia adalah seorang pemuda yang cerdik dan cekatan, tiada persoalan di dunia ini yang bisa menyulitkan dirinya.

   Hanya sebentar saja dia termenung, sebuah akal bagus telah didapatkan, bibirnya lantas bergetar hendak melaksanakan siasatnya itu.

   Namun sebelum rencananya itu terlaksana, mendadak dari tempat kejauhan terdengar seseorang berteriak keras.

   "Hei....anak liong!"

   Hoa In-liong tertegun, pikirnya.

   "Heran, siapa yang lagi memanggilku?"

   Lantaran keheranan maka diapun berpaling.

   Sang surya sudah tenggelam di langit barat, pelangi yang indah menghiasi cakrawala dunia, pemandangan ketika itu sangat indah dan mempesona.

   Diantara pantulan sinar kelabu ditengah senja tampaklah beberapa sosok bayangan manusia berlarian datang dari tempat kejauhan.

   Tenaga dalam yang dimiliki Hoa In-liong sekarang cukup sempurna, meskipun suasana telah berubah menjadi remang-remang, namun cukup dalam sekilas pandangan ia telah melihat bahwa orang-orang tersebut adalah tiga orang gadis berdandan suku Biau.

   Ketika itu, si nona baju putih ikut pula menengadah, tapi ia tidak melihat dengan jelas siapa pendatang tersebut.

   Tiba-tiba ia menyaksikan Hoa In-liong melonjak kegirangan, kemudian kedengaran pemuda itu bersorak sorai.

   "Hei Toa kokoh, ji kokoh, sam kokoh kenapa kalian muncul semua di daratan Tionggoan?"

   Ketika mendengar teriakan tersebut bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, ketiga orang itu bergerak menghampiri ke arahnya. Ketika sianak muda itu berdiri membelakangi, diam-diam sinona baju putih berpikir.

   "Bila kumanfaatkan kesempatan yang baik ini dengan melancarkan serangan maut, aku yakin jurus Teng liong kui ci (naga sakti sembilan menukik) cukup membuat dia koit, hmmm....konon kungfu yang dimiliki Hoa In-liong lihay sekali, aku tak boleh sembarangan bergerak, bisa bisa malah aku sendiri yang kena terhajar...."

   Lantaran berpendapat demikian, maka rencana yang telah dipersiapkan segera dibatalkan kembali.

   Dalam pada itu, beberapa sosok bayangan manusia tadi sudah makin mendekat, sekarang nona itu dapat menyaksikan dandanan mereka dengan amat jelasnya.

   Ternyata pendatang tersebut adalah perempuan-perempuan suku Biau yang cantik jelita, mereka bertubuh setengeah telanjang, kaki dan tangannya yang putih mulus tertera nyata sekali, terutama bagian payudaranya yang setengah menongol keluar bikin hati orang bergairah saja rasaaya....

   Sementara si nona masih melamun, Hoa In-liong telah memberi bisikan kepadanya dengan ilmu Coan im mi (Ilmu Menyampaikan Suara).

   "Nona, ketahuilah bahwa ketiga orang bibiku berasal dari wilayah Biau, mereka paling mendendam terhadap segala kejahatan dan manusia manusia kaum sesat, bila ia sampai tahu kalau kau adalah anggota Hian-beng-kauw, bisa jadi nyawamu akan direnggut. Maka demi keselamatan jiwamu, bagaimana kalau untuk sementara waktu kau kuakui sebagai putri paman Bong!"

   Si nona berbaju putih yang berwatak tinggi hati dan keras kepala, sudah tentu tak sudi menunjukkan kelemahannya didepan orang, ia tertawa dingin dan siap menolak kebaikan orang.

   Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hoa In-liong telah berkata lagi.

   "Bagaimanapun toh aku tidak menyuruh kau mengakui sendiri, biar aku yang berbicara bagimu!"

   SESUNGGUHNYA masih banyak perkataan yang hendak diucapkan Hoa In-liong, akan tetapi lantaran ketiga orang nyonya muda dari wilayah Biau itu sudah muncul di depan mata, mau tak mau Hoa In Iiong musti membatalkan niatnya itu.

   Sambil tertawa dia maju memberi hormat dan menegur.

   "Toa kokoh, kenapa kalian muncul di daratan Tionggoan? Sesungguhnya kedatangan kalian karena apa7"

   Jawab salah satu seorang nyonya berwajah cantik itu sambil tertawa.

   "Aku dengar kau terkena racun ular keji yang amat jahat, sengaja kami datang kemari untuk menengok mu, baru masuk daratan Tionggoan, kami sempat pula mendengar pergolakan yang telah terjadi dalam dunia persilatan terutama perbuatan gilamu dikota Si ciu yang menantang tiga partai besar untuk beradu tenaga, sebab itu kami menyusul kemari....!"

   Nyonya suku Biau yang ada disebelah kiri tiba-tiba menarik nona baju putih itu sekejap, kemudian bertanya.

   "Long-ji, siapakah dia?"

   "Oooh....diakan putrinya paman Boag, bernama Bong Gi pek! Masa kokoh sekalian lupa?"

   Jawab Hoa In-liong cepat-cepat sambil tertawa menyengir kuda. Lalu sambil menggape kepada sinona itu, katanya lagi.

   "Adik misanku Gi pek! Marilah kuperkenalkan kalian, tiga orang ini adalah kokohku yang dikenal orang persilatan sebagai Biau nia-sam sian (tiga dewi dari bukit Biau), menurut urutannya mereka adalah Lan hoa Siancu (dewi bunga anggrek), Li hoa Siancu (dewi bunga lily) dan Ci wi Siancu (dewi bunga mawar), kepandaian mereka adalah menggunakan racun tiada tandingannya didunia ini, jangan lewatkan kesempatan ini untuk berkenalan dengan mereka"

   "Eammm.... betul juga perkataannya, kenapa aku musti menelan kerugian yang ada didepan mata?"

   Pikir sinona baju putih itu dalam hati kecilnya. Dengan lemah gemulai ia maju ke depan dan memberi hormat, lalu sapanya dengan suara yang lembut.

   "Siancu cianpwe!"

   Diam diam Hoa In-liong menghembuskan napas lega, ia tak mengira kalau akhirnya sinona mau juga meuuiuti perkataannya.

   Hakekatnya raut muka nona ini ada enam tujuh bagian mirip dengan wajah Pek Soh gie, isteri Bong Pay, sebab itu Bian nia sam sian tak ada yang menaruh curiga terhadap keasliannya, apalagi melihat kelembutan dan kesopanan sinona, mereka bertambah girang dibuatnya.

   Dengan watak terbuka mereka yang tak pernah terikat oleh segala macam adat serta peraturan, langsung saja Lan hoa siancu memeluk nona berbaju putih itu sambil tertawa.

   "Waaah.... Kau memang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, persis sekali dengan potongan muka ibumu, eeei....nona manis, berapa usiamu tahun ini?"

   "Sudah ketemu jodoh belum?"

   Seru Li hoa siancu pula sambil menarik tangan dan cekikikan. Ci wi Siancu tak kalah, ujarnya cepat sambil tertawa.

   "Kalau belum punya jodoh, bagaimana kalau kita bantu untuk mencarikan pasangan yang pantas? Cuma entah pemuda dari mana yang punya rejeki untuk mempersunting gadis seperti kau?"

   Begitulah, untuk sementara waktu Biau nia sam sian hanya merubung si nona baju putih sambil cuat cuit berKicau tiada habisnya, ini membuat Hoa In-liong terisolir dan harus berdiri sendian di samping.

   Betapa jengah dan rikunya nona berbaju putih itu menghadapi peristiwa semacam itu, apa yang mereka bicarakan adalah putri orang lain, bahkan menyinggung pula soa1 mencarikan jodoh, sekalipun serba salah nona itu dibuatnya, tapi justru karena persoalan ini rasa dendam kesumat yang tertanam dalam hatinya berubah menjadi lebih tawar dan menipis.

   Ia tertunduk rendah-rendah dan malunya bukan main, bagaimana mungkin ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut? Ketika matanya coba untuk melirik ke samping dan menyaksikan Hoa In-liong berdiri disitu sambil tersenyum-senyum penuh kebanggaan, hatinya menjadi mangkel dan dongkolnya bukan main, kontan saja ia perseni sebuah delikan mata kepadanya.

   
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hoa In-liong yang masih belum hilang sifat kekanak-kanakannya, menjadi sangat gembira ketika dilihatnya nona tersebut melotot ke arahnya dengan wajah mendongkol, cepat diapun mengerdipkan pula matanya.

   Tentu saja Biau nia sam sian tidak mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, dia masih mengira muda-mudi itu sedang berlirik-lirikan mata tanda cinta.

   Lan hoa Siancu segera berpikir.

   "Kalau dilihat dari hubungan mereka berdua tampaknya sudah ada kecocokan diantara mereka.

   "hmmm.... ! Bong Gi pek memang seorang nona yang cantik jelita, bak bidadari dari kahyangan, dia sangat cocok bila dijodohkan anak Liong....'. Betul, Liong-ji adalah seorang bocah yang romantis dan banyak menyebarkan bibit cinta kemana saja, penyakit jeleknya tentu sedikit banyak akan terobati bila di rumah sudah ada istri!"

   Berpikir sampai disitu, timbullah niatnya untuk menjodohkan muda mudi itu.

   Orang Biau adalah manusia manusia berjiwa hangat, biasanya apa yang dipikirkan segera dilakukan, begitu pula dengan diri Lan hoa siancu.

   Setelah mengambil keputusan, ia lantas mengerling sekejap kearah Li -hoa Siancu dan Ci wi Siancu, lalu sambil lepas tangan katanya.

   "Kalian berbincang-bincanglah, aku hendak berbicara sebentar dengan Liong ji"

   Biau nia sam sian memang mempunyai hubungan batin yang erat, apalagi Li hoa siancu dan Ci wi siancu memang mengandung maksud yang sama setelah bertemu deegan nona berbaju putih itu, maka sambil tersenyum mereka menarik sinona kesamping dan diajak berbincang-bincang.

   Untungnya mereka sudah lama dan terbiasa bergaul dengan orang orang Tionggoan, mereka tahu gadis-gadis bangsa Han paling pemalu terutama dalam soal jodoh, hingga maksud hati mereka tak sampai dikemukan secara terus terang.

   Waktu itu Lan hoa siancu telah menarik Hou In liong untuk menyingkir dari sana, lalu dengan wajah bersungguh-sungguh katanya.

   "Anak Liong!"

   "Ada urusan apa toa kokoh?"

   Jawab Hoa In-liong sambil tertawa, dia tak tahu permainan setan apa yang sedang dipersiapkan para bibinya yang datang dari wilayah Biau ini. Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, cepat dia membatin.

   "Waduh celaka! Janganjangan kedatangan mereka untuk menyampaikan perintah dari nenek atau ayah yang menitahkan aku segera pulang? Kalau sampai begini keadaannya, bisa rusak nama baikku! Sekarang sandiwara baru saja dimulai, tapi kalau sampai terhenti ditengah jalan, semua orang sudah pasti akan mencaci maki diriku habis-habisan!"

   Sekalipun rasa kuatir hampir mencekam seluruh perasaannya, toh ia sempat bertanya juga.

   "Apakah ada berita dari nenek atau ayah?"

   Lan hoa Siancu dapat merasakan ketenangan anak muda itu, ia segera tertawa.

   "Hei, tampaknya kalau begitu takut terhadap nenek dan ayahmu?"

   Dari ucapan tersebut Hoa In-liong dapat menarik kesimpulan bahwa kedatangan bibi-bibinya bukan untuk menyampaikan perintah nenek ataupun ayahnya, kenyataan ini menjadikan hatinya lega sekali.

   "Aaaai....kalau Liong-ji sih bukan takut sama nenek dan ayah saja, dengan bibi bertigapun aku juga takut!"

   Sahutnya sambil tertawa. Kontan saja Lan hoa Siancu tertawa lebar.

   "Hmmm....! Dasar bocah binal, dasar telur busuk kecil!"

   "Toa kokoh, kenapa kau maki diriku?"

   Keluh Hoa In-liong sambil gelengkan kepalanya dan tertawa.

   "Oooh....jadi kalau merasa tidak puas?"

   Lan hoa Siancu mendelik lebar-lebar.

   "Hmm....!Kau memang sibinal kecil, sitelur busuk kecil! Sedangkan bapakmu adalah sibinal gede, sitelur busuk gede, siapa yang tidak puas dengan julukan ini?"

   Yaa, pada hakekatnya hanya orang orang dari wilayah Biau saja yang berani mergucapkan katakata semacan itu.

   Banyak memang sahabat-sahabat karib Hoa Thian-hong, seakrabnya mereka bergaul toh diantara masing-masing pihak selalu berusaha menjaga gengsi serta martabat masing-masing, lagipula jelek-jelek begitu Hoa Thian-hong adalah seorang tokoh yang mempunyai kedudukan tinggi dalam dunia persilatan, bersikap agak berayal saja tak berani apalagi mencaci maki dirinya....? Diantara sekian banyak orang di dunia ini, hanya kawanan murid dari Kiu tok sian ci yang mempunyai pergaulan sangat akrab dengan Hoa Thian-hong, soal goda-menggoda, caci-mencaci dan cemooh mencemooh sudah merupakan kebiasaan diantara mereka, kedua belah pihak sama-sama tak mempunyai pantangan, sebab itu apapun juga tiga orang perempuan suka Biau ini berani mengutarakannya.

   Hoa In-liong gelengkan kepalanya sambil tertawa.

   "Baik, baik, aku takluk!"

   Aku takluk! Kalau Toa kokoh ada perkataan, katakanlah dengan cepat"

   Katanya.

   "Kalau sudah takluk! kenapa masih juga menggelengkan kepala?"

   Seru Lan hoa siancu. Sebab bila toa kokoh tidak ada persoalan lain koponakan masih harus membereskan persoalan pribadiku!"

   Agaknya Lan hoa siancu memang rada kewalahan menghadapi keponakannya ini, ia sedikit tobat menghadapi tingkah lakunya yang binal, maka ujar nya kemudian.

   "Mau menuruti perkataan toa kokoh tidak?"

   "Mau! Mau! Tentu saja mau!"

   Jawab Hoa In-liong sambil manggut-manggut cepat. Lan hoa siancu ikut manggut-manggut.

   "Bagus sekali kalau kau bersedia...."

   Setelah berhenti sebentar, katanya lagi dengan wajah serius.

   "Maksud toa kokoh, usiamu tahun ini sudah tidak kecil, kalau setiap hari kerjamu hanya seperti kuda liar yang lari kesana lari kemari...."

   Sebelum ucapan tersebut selesai diutarakan, Hoa In-liong telah menebak apa tujuan bibirnya ini, cepat dia goyangkan tangannya berulang kali.

   "Usia keponakan masih terlampau muda, lebih baik soal itu dibicarakan beberapa tahun lagi!"

   Tukasnya sambil tertawa.

   "Eeeh....kurangajar, kau berani membangkang perintahku? Minta digebuki pantatmu?"

   Teriak Lan hoa Siancu marah-marah.

   "Kalau toa kokoh ingin menggebuk pantatku, silahkan saja digebuk, tapi yang pasti keponakan tak dapat menuruti perintahmu"

   Lan hoa Siancu memutar biji matanya dan berpikir sebentar, lalu katanya lagi.

   "Kalau kau berani berterus terang dihadapannya dan berkata kalau kau tidak tertarik kepadanya, tentu saja toa kokoh tidak akan banyak bicara lagi, karena banyak berkatapun tak ada gunanya, sebaliknya kalau tidak berani maka kau harus menuruti perkataanku, bagaimana? Berani tidak....?"

   Melihat itu, Hoa In-liong segera berpikir dalam hatinya.

   "Kalau dilihat dari sikapnya yang begitu kukuh rupanya keinginannya untuk menjadi mak comblang sudah amat berkobar, yaaa....aku musti mencari akal bagus untuk melenyapkan niatnya itu"

   Terbayang sampai kesitu, tiba-tiba saja bayangan tubuh dari Coa-Wi-wi melintas kembali dalam benaknya. Sementara dia masih melamun, Lan hoa Siancu telah berseru sambil mencibirkan bibirnya.

   "Huuuh....coba libat tak nyana kalau nyalimu sekecil ini, untuk mengakui urusan sekecil inipun tak berani"

   Hoa In-liong tidak langsung menjawab, ia termenung dan berpikir sebentar, lalu setelah mengambil keputusan baru katanya.

   "Baiklah toa kokoh coba kau sebutkan siapa orangnya?"

   "Waaah....kalau kulihat dari kekukuhanmu, rupanya hubungan cinta kalian berdua sudah terikat semenjak dulu-dulu....atau mungkin maksud toa kokoh menjadi mak comblang hanya suatu perbuatan yang berlebihan saja....?"

   Kata Lan hoa Siancu sambil tertawa. Tentu saja Hoa In-liong tidak mengerti siapa yang dimaksudkan, ia merasa kebingungan dan tidak habis mengerti.

   "Tapi yang jelas dia bukan maksudkan adik Wi!"

   Demikian pikirnya. Maka diapun bertanya dengan keheranan.

   "Hei toa kokoh! Sebetulnya siapa yang kau maksudkan?"

   "Ciiisss....! Tak usah berlagak bodoh, aku percaya dengan kecerdasanmu bisa kau tebak siapa gerangan orang yang kumaksudkan?"

   "Toa kokoh artikan...."

   "Tentu saja dia yang kumaksudkan!"

   Sambil manggut-manggut Lan-hoa Siancu menuding kearah sinona baju putih yang sedang berdiri bersama-sama kedua orang adik seperguruannya itu.

   Hoa In-liong tertegun lalu menyengir kuda, ia benar-benar dibuat menangis tak bisa tertawapun sungkan, pikirnya.

   "Sialan, kau anggap siapakah nona itu? Dia adalah muridnya Hian-beng-kauw, murid musuh besar keluarga kita! Jangan toh perkenalan baru berlangsung selama dua jam, sampat sekarangpun belum kuketahui siapa namanya, Huuh....! Kalian memang terlalu membayangkan hal-hal yang terlalu muluk"

   Begitulah kalau kesalahan paham telah terjadi, Hoa In-liong tahu kalau nona baju putih itu sebagai muridnya ketua Hian-beng-kauw, tentu saja ia pun menyadari bahwa perjodohan diantara mereka tak bakal sampai terjadi....

   Sebaliknya Biau nia sam sian mengira nona baju putih itu sebagai putrinya Bong Pay, dari sikap sinona dengan Hoa In-liong mereka menganggapnya sebagai sepasang sejoli yang sudah bergaul intim, maka timbullah riat mereka untuk memperjodohkan kedua orang itu.

   "Hei telur busuk kecil"

   Bentak Lan hoa Siancu tiba-tiba.

   "bagaimana pendapatmu?"

   Hoa In-liong tidak langsung menjawab, diam-diam pikirnya.

   "Kalau kubiarkan kau berterus terang kepadanya, dalam gusar dan malunya tentu ia akan mengemukakan asal usulnya yang sebenarnya, haaahh....haaa....haaahh....waktu itulah pasti akan muncul adegan yang menarik hati"

   Bibirnya sudah bergetar siap mengemukakan maksud hatinya itu, tiba-tiba ingatan lain melintas dalam benaknya, cepat ia berpikir lebih lanjut.

   "Tidak, tidak boleh! Kalau dia sampai menyebutkan asal usulnya yang sebetulnya, soal lainnya masih mendingan, kalau sampai ketiga orang bibiku mengumbar watak jeleknya dan mencoba untuk membereskan jiwanya....waah, bisa berabe jadinya"

   Timbul kesalahpahaman dihati Lan hoa Siancu setelah menyaksikan pemuda itu mengurungkan niatnya untuk berbicara, ia mengartikan pemuda itu takut malu. Maka sambil tertawa tergelak serunya.

   "Haaahh....haaahhh....haaahhh....rupanya kau-pun mengerti malu? Kalau begitu biar toa kokoh yang mengutarakannya mewakilimu, setuju bukan?"

   Habis berkata dia lantas putar badan dan menghampiri si nona berbaju putih itu.

   "Eeeeh....eeeeehh....tunggu sebentar!"

   Teriak Hoa In-liong sambil narik lengannya.

   "Ada apa lagi?"

   "Untuk menyelamatkan selembar jiwanya, terpaksa aku harus berbuat demikian"

   Pikir Hoa Inliong, Meski geli rasanya, ucapnya juga dengan wajah bersungguh sungguh.

   "Sayang tindakan dari toa kokoh terlalu lambat"

   "Apa maksudmu?"

   Seru Lan hoa Siancu Setelah memperhatikan pemuda itu sekejap, ujarnya lagi.

   "Air mukamu segar, sirna sekali tidak mirip orang yang terkena racun ular keji, lagipula sewaktu ayahmu terkena Racun teratai empedu api tempo hari, meski digembar-gemborkan kalau tak bisa beristri dan punya anak, belum pernah kudengar kalau orang yang terkena racun ular keji juga tak dapat beristri dan punya anak"

   Hoa In-liong tersenyum.

   "Kalau memang sudah tahu begini, apakah aku harus menerangkan lagi secara terperinci?"

   Lan hoa Siancu tertawa lebar.

   "Haahhh....haaahhh....haaahhh....kalau begitu aku harus mengucapkan selamat dulu kepadamu. Selesai berkata ia putar badan dan siap berlalu dari situ.

   "Eeeeh....tunggu sebentar!"

   Teriak Hoa In-liong gelisah. Dihampirinya Lan hoa Siancu, lalu bisiknya dengan lirih.

   "Jelek-jelek kau adalah toa suci nya ibuku, apakah kau tidak takut dengan sifat pemalu dari gadis perawan bangsa Han?"

   Lan hoa Siancu berpikir sebentar, lalu tertawa.

   "Yaaaa....begitulah kalau suatu bangsa terlalu banyak mempunyai peraturan- peraturan yang aneh padahal apa perlunya mesti malu-malu kucing? Toh akhirnya juga kawin? Baiklah daripada mencari penyakit buat diri sendiri, lebih baik aku tidak akan melakukan pekerjaan ini lagi"

   Tiba-tiba dari depan sana kedengaran Li hoa Siancu berteriak keras.

   "Toa suci, sudah selesai belum pembicaraannya?"

   "Sudah, dan rupanya kita tak perlu repot-repot lagi"

   Jawab Lan-hoa Siancu sambil berpaling. Kebetulan Ci wi Siancu sedang bercakap-cakap dengan kepala tertunduk, ketika mendengar perkataan itu ia lantas menengadah dan bertanya dengan keheranan.

   "Hei, apa maksudmu?"

   Si nona berbaju putih itu ikut dibuat kebingungan, dengan wajah tercengang ia menengadah. Hoa In-liong kuatir Lan hoa siancu tak dapat pegang rahasia hingga salah bicara, cepat cepat timbrungnya.

   "Ji kokoh, sam kokoh, kalau masih belum jelas maka ingatlah akan ibuku kalian tentu akan mengerti dengan sendirinya"

   Mula-mula Li hoa Siancu dan Ci wi Siancu tertegun, tapi menyusul kemudian biji mata mereka berputar putar, tampaknya mereka sudah menjadi paham dengan duduknya persoalan. Kemudian Hoa In-liong berkata dengan gelisah.

   "Bukankah kalian tahu bahwa ibuku halus lembut dan kalem?"

   Si nona baju putih itu tercengang dan tidak habis mengerti, ia tak tahu kenapa pemuda tersebut berulang kali menyinggung tentang ibunya. Terdengar Li hoa siancu berkata sambil tertawa.

   "Yaa....yaa....kami sudah tahu kalau kalian bangsa Han mempunyai pelbagai adat istiadat yang aneh dan tak masuk diakal, kami tak akan berbuat tolol, kau tak asah kuatir"

   Sudah barang tentu gadis berbaju putih itu makin kebingungan dibuatnya, sebentar ia mengawasi wajah Hoa In-liong, sebentar lagi mengawasi Biau nai sam sian, hakekatnya ia tidak mempunyai dendam secara langsung dengan ketiga orang dewi dari suku Biau itu.

   Apalagi hakekatnya kemesrahan mereka telah mengharukan hatinya yang sedang kesepian.

   Kesemuanya ini membuat sikapnya terhadap Biau nia sam sian cukup ramah, malahan sedikit kelihatan hangat dan mesrah, dia sendiripun tidak ingin membongkar rahasia dengan mengatakan bahwa dia bukan putrinya Bong Pay.

   Diam-diam Hoa In-liong tertawa geii menyaksikan sikap bibi bibinya itu, pikirnya.

   "Siapa bilang kalian tidak goblok? Justru saking tololnya kalian sudah keblinger...."

   Sepanjang hidupnya belum pernah ia lakukan perbuatan selucu hari ini, makin dibayangkan pemuda itu merasa makin geli sehingga hampir saja ia tergelak gelak, meski suara tertawanya berhasil diken-dalikan, toh wajahnya tampak berseri.

   Tiba tiba ia mendengar Ci wi Siancu berseru sambil tertawa.

   "Bong Gi pek, kiong bie yaa untukmu!"

   Si nona baju putih itu tertegun, ia melongo dan tak tahu apa yang musti diucapkan. Mengetahui kalau rencananya nyaris mengalami kegagalan total, Hoa In-liong gelisah sekali, segera teriaknya keras keras.

   "Sam kokoh....!"

   "Aah, kau tak usah kecewa!"

   Tukas Ci wi Siancu. Cepat ia berpaling kearah si nona baju putih itu dan bertanya sambil tertawa.

   "Beritabu kepadaku, kapan baru diadakan?"

   Si nona baju putih itu bukan seorang gadis bodoh, ia terhitung seseorang yang berotak cerdas dengan cepat dapat tertebak olehnya apa gerangan yang sedang terjadi, kontan saja pipinya bersemu merah karena jengah, tiba-tiba ia melengos dan memandang kearah lain.

   Betapa leganya Hoa In-liong karena gadis itu tidak marah, pikirnya.

   "Waahh.... kalau dilihat situasinya sekarang, jelas aku tak bisa mendesaknya untuk menanyakan asal asul Hian-bengkauwcu serta peristiwa terbunuhnya Suma Siok ya"

   Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ketika gadis itu melengos kearah lain dan Hoa In-liong memandang wajahnya dari samping, mendadak pemura itu merasa wajahnya seperti pernah ditemuinya dulu, cepat otaknya berputar.

   Setelah pikir punya pikir akhirnya pemuda itu baru teringat, rupanya gadis itu bukan lain adalah penunggang kuda yang pernah ditemuinya bersama Thia Siok bi tempo hari sewaktu mereka bersantap dalam sebuah warung makan ditengah hutan.

   "Kalau begitu, gurunya Wan Hong giok pasti mempunyai hubungan yang akrab dengan Hianbeng-kauw, soal ini harus kuselidiki sampai jelas"

   Pikirnya kemudian. Sementara itu si nona baju putih juga sedang berpirir.

   "Kalau tidak pergi sekarang, sampai kapan baru akan angkat kaki?"

   Tiba-tiba ia memberi hormat kepada Biau nia sam sian, katanya.

   "Cianpwe bertiga...."

   "Panggil kami Siancu, jangan sebut cianpwe...."

   Teriak Ci wi Siancu dengan cepat. Nona berbaju putih itu tersenyum.

   "Siancu cianpwe...."

   "Bosan!"

   Omel Li hoa Siancu dengan dahi berkerut.

   "kenapa kata cianpwe selalu tergantung di ujung bibirmu?"

   Memangnya kami sudah tua sekali sehingga bertampang cianpwe?"

   Nona baju putih itu tertawa geli, pikirnya.

   "Kalau dilihat dari sikap kalian yang haha hihi melulu, sudah tentu tidak mencerminkan sikap seorang cianpwe"

   Tanpa terasa ia berpaling ke arah Biau Nia sam sian dan mengamati wajah mereka dengan seksama, ia merasa ketiga orang perempuan itu masih tampak segar dan cantik lagi, sama sekali tidak menujukkan tanda-tanda ketuaannya.

   Kembali Lan hoa Siancu tertawa.

   "Tidak kau sangka bukan?"

   Katanya.

   "sudah hampir tiga puluh tahun lamanya nama kami tersohor dalam dunia persilatan, coba tebak berapa umurku tahun ini?"

   "Mana aku tahu? Mau ditebak juga susah rasanya"

   Pikir nona berbaju putih itu. Karenanya dia lantas menggelengkan kepalanya berulang kali. Li hoa Siancu menggenggam tangannya erat-erat, lalu katanya sambil tertawa.

   "Si nenek Lan hoa Siancu sudah berusaha lima puluh tujuh tahun, pingin belajar tidak dasar tenaga dalam suku Biau kami? Kalau mau, segera akan kuajarkan kepadamu, hitung-hitung anggap saja sebagai tanda mata dalam pertemuan kita kali ini"

   Selesai berkata ia lantas menutup mulutnya dan tertawa.

   "Yaa.... cuma sayang Hong-ji keberatan untuk melepaskan siau-long"

   Tiba-tiba Ci wi Siancu menambahkan. Nona berbaju putih itu tak tahu apa yang dia maksudkan, sepasang matanya dibelalakkan besar kemudian dialihkan keatas wajah Ci wi Siancu.

   "Masa kau tidak tahu? Hong-ji kan ibunya"

   Kata Ci wi Siancu sambil tertawa.

   "Dan ibunya adalah murid paling buncit dari guruku, dia adalah sumoay kami terkecil. Aaai.... Hong-ji memang berhati lembek, kalau tidak tahu mungkin ibunya anak Liong bisa kawin dengan bapaknya sekarang, dan jika perkawinan itu tidak terlaksana, otomatis didunia ini tak nanti akan bertambah dengan seorang Hun si Mo-ong raja iblis pengacau jagad semacam dia itu"

   Seraya berkata ia mengerling sekejap kearah Hoa In-liong dan tertawa lebar.

   "Aaai....! Kalian ini memangnya telah menganggap dia sebagai siapa....?"

   Pikir Hoa In-liong.

   Tiba-tiba ia merasa bahwa guraunya terlalu berlebihan, andaikata rahasia ini sampai terbongkar mungkin saja Biau nia sam sian tak akan mengampuninya dengan begitu saja.

   Si nona berbaju putih itu dibuat setengah mengerti setengah tidak, tapi yang pasti perasaannya waktu itu benar-benar terharu, maka sesudah tertegup sejenak bisiknya dengan nada lirih.

   "Boanpwe....boanpwe ingin....mohon diri...."

   "Apa kau bilang? Mau mohon diri?"

   Seru Lan hoa Siancu tertegun.

   Cepat ia berpaling ke arah Hoa In-liong dan memandangnya dengan keheranan.

   Keinginan gadis tersebut justru merupakan pucuk dicinta ulam tiba bagi Hoa In- liong, sebab keadaannya pada saat ini sangat tidak menguntungkan, ia tak ingin rahasia gadis itu ketahuan, tentu saja satu-satu jalan untuk menghindari kesemuanya itu adalah berharap agar nona baju putih itu secepatnya meainggalkan tempat tersebut.

   "Sekalipun aku sangat membutuhkan kabar berita dari mulutnya, toh tak usah dilakukan pada saat ini juga"

   Demikian pikirnya. Maka dengan suara lantang diapun berseru.

   "Adik misanku Gi pek, bila kau hendak menyelesaikan urusanmu, pergilah sekarang juga tinggalkan tempat ini"

   Biau nia sam sian kembali salah mengertikan ucapan itu, mereka mengira kedua orang itu merasa terganggu karena kehadiran mereka disana, maka dengan mengucapkan kata- kata itu justru sedang menjanjikan tempat pertemuan ditempat lain.

   Karenanya mereka cuma bertukar pandangan sekejap dan tidak menahan lebih lanjut, malah sambil tersenyum mereka mengucapkan kata kata perpisahan....

   Sampai disitu, Hoa In-liong pun harus berbisik kepada si nona berbaju putih itu dengan ilmu menyampaikan suara.

   "Kau jangan terlalu bangga, ketahuilah lain kali tidak akan seenak apa yang kau alami sekarang" Nona berbaju putih itu belum cukup sempurna untuk berbicara menggunakan ilmu menyampaikan suara, ia tidak bisa berbuat lain kecuali tertawa dingin tiada hentinya, cepat dia putar badan dan berlalu dari sana. Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya yang ramping semampai sudah lenyap dibalik kegelapan sana.

   "Hei, apanya yang menggelikan?"

   Tiba-tiba Lao hoa Siancu menegur dengan suara lantang.

   Rupanya setelah bayangan tubuh si nona baju putih itu lenyap dari pandangan mata, Hoa Inliong tak dapat menahan rasa gelinya lagi, kontan saja ia menengadah sambil tertawa terbahakbahak.

   Sebesarnya ia bermaksud membongkar rahasia itu sesuai ter tawanya, tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, pikirnya.

   "Daripada membongkar rahasia, lebih baik kurahasiakan dulu untuk sementara waktu"

   Sambil tersenyum dia berkata.

   "Bibi bertiga, bagaimana kalau kita duduk-duduk dalam penginapan yang keponakan sewa itu?"

   "Rumah penginapan toh bukan rumahmu, buat apa kita musti berkunjung kesitu?"

   Tukas Li hoaSiancu. Dengan wajah serius Ci wi Siancu berkata pula.

   "Aku dengar kau sudah terkena racun keji ular sakti, bagaimana perubahannya? Atau mungkin sudah kau punahkan sama sekali?"

   "Ooooh....belum, belum sampai punah sama sekali"

   Sahut Hoa In-liong tawar.

   "seorang cianpwe berhasil mendesak sari racun itu ke dalam jalan darah Liong gan hiat dengan mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna....!"

   Lan hoa Siancu menangkap pergelangan tangan kirinya, lalu meminjam cahaya bintang ia periksa ibu jarinya, benar juga di ujung jari tangan anak muda itu masih kelihatan sebuah benjolan putih sebesar biji beras.

   Menyaksikan hal itu, Lan hoa Siancu berkata dengan dahi berkerut.

   "Kalau begitu, cianpwe yang menolongmu itu cuma sok baik saja, sebab dia menolong orang cuma menolong sampai tengah jalan, coba kalau ia lakukan pengobatan beberapa jam lagi, niscaya seluruh sari racun itu berhasil didesak keluar....ketahuilah nak, menyimpan bibit penyakit tersebut dalam tubuh benarbenar merupakan suatu tindakan yang amat besar resikonya."

   "Li hoa Siancu serta Ci wi Siancu semuanya menguatirkan keselamatan pemuda itu, cepat mereka berkerumun ke muka. Hoa In-liong kuatir kalau ketiga orang bibinya mengeluarkan kata-kata yang merugikan nama baik Goan cing taysu, karena itu sebelum mereka sempat berbuat sesuatu, ia telah mendahului sambil tersenyum.

   "Aku pikir, aku ingin memunahkan sendiri sari racun tersebut, sekalian untuk melatih pula tenaga dalamku"

   Seraya berkata ia menarik kembali pergelangan tangannya.

   "Hmmm....! dasar bocah binal...."

   Keluh Li hoa Siancu. Hoa In-liong tersenyum.

   "Kokoh bertiga, bagaimana keadaan Sian nio orang tua? Baik-baiklah beliau? Dan bagaimana pula dengan bibi lainnya?"

   Lan hoa Siancu ikut tertawa.

   "Keadaan dia orang tua masih juga seperti sedia kala, cuma berapa macam tugas dalam gua telah diarahkan kepada kami beberapa orang bersaudara...."

   Setelah berhenti sebentar, ujarnya lagi sambil tertawa.

   "Beberapa orang bibimu sebetulnya ingin ikut kami menengok ibumu di perkampungan Liok soat san ceng, oh betapa gemasnya mereka kepadaku setelah aku tidak menyetujui keinginan mereka itu.

   "Sekarang bibi sekalian tinggal dimina? Kalau tiada urusan lain, bagaimana kalau tinggal saja beberapa hari di kota Si ciu ini sekalian membantu keponakan untuk meramaikan suasana"

   "Hmm....! Kau sudah menyebarkan issu dan kabar bohong di kota Si ciu hingga banyak orang kebingungan dan kelabakan, dan sekarang, kau mau mencoba menyeret kami mencebur kedalam air keruh?"

   Seru Ci-wi Siancu.

   "Betul, apalagi kita masih ada urusan lain"

   Sambung Li hoa Siancu.

   "biarlah kami mohon diri lebih dulu, bebarapa hari lagi pasti akan kami tengok kembali dirimu"

   Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, cepat dia memberi hormat sebagai tanda perpisahan.

   Hakekatnya, tujuan terutama dari kedatangan Biau nia sam sian di kota Si ciu adalah memeriksa keadaan Hoa In-liong setelah mereka tahu jika keponakannya terkena racun ular sakti penggigit hati dari pihak Seng sut pay.

   Tapi setelah mereka tahu bahwa keadaan Hoa In-liong tak ada halangan, tentu saja mereka bermaksud untuk mohon diri, sekalipun yang dimaksudkan urusan oleh mereka tak lehih adalah mencari balas dengan pihak Mo kau serta berkunjung ke bukit Im tiong san uniuk berbincang bincang dengan Chin si hujin dan Hoa Thian-hong.

   Begitulah, sepeninggal Biau nia sam sian, Hoa Inliong kembali kerumah penginapan Thian hok, ketika masuk diruang tengah tiba-tiba ia jumpai Kongsun Peng serta beberapa orang pemuda duduk diruang tengah, hal ini membuat hatinya agak tertegun.

   Setelah dia masuk kedalam ruangan, para jago segera bangkit seraya memberi hormat, lalu dipimpin oleh Kongsun Peng katanya.

   "Sesungguhnya tidak pantas kami datang mengganggu ketenangan Hoa kongcu, apalagi dalam suasana yang serba sibuk dan banyak urusan lain"

   "Kalian tak perlu sungkan sungkan"

   Jawab Hoa In Hong sambil tersenyum dan balas memberi hormat.

   "boleh aku tahu, ada urusan apa Kongsun heng datang kemari?"

   Matanya pelan pelan menyapu sekejap sekeliling ruangan, ia lihat berikut Kongsun Peng seluruhnya berjumlah empat orang, dua diantaranya menggembol pedang, sedang orang ketiga adalah seorang pemuda berpakaian ringkas warna hitam yang pernah ikut buka suara sewaktu diadakan perjamuan tadi.

   Sementara itu Kongsun Peng telah menuding kearah pemuda baju hitam itu sambil memperkenalkan.

   "Dia adalah Tan Kiat kan!"

   Kemudian sambil menuding dua pemuda yang menggembol pedang, katanya kembali.

   "Sedang mereka adalah Oh Keng bun dua bersaudara!"

   Tiga orang pemuda itu bersama-sama memberi hormat sambil berucap.

   "Selamat berjumpa!"

   "Selamat berjumpa!"

   Jawab Hoa In-liong sambil balas memberi hormat.

   Dari sikap maupun cara berbicara dua bersaudara Oh yang mantap dan penuh bertenaga, anak muda itu mengerti bahwa tenaga dalam mereka jauh lebih sempurna bila dibandingkan Kongsun Peng maupun Tan Kiat kan.

   Terdengar Kongsun Peng berkata lagi.

   "Kami mengerti kalau ilmu silat yang dimiliki terlampau rendah, tak mungkin bisa menyumbangkan tenaga kami untuk melakukan pekerjaan besar, maklumlah kongcu, adapun kedatangan kami tak lain hanya ingin membantu kongcu dalam soalsoal kecil, rasanya untuk memukul gembrengan menggoncangkan panji sambil berteriak, kami masih mampu untuk melakukannya"

   Mendengar itu, Hoa In-liong lantas berpikir.

   "Kehangatan mereka harus kusambut dengan sewajarnya, sebab bila tawaran mereka sampai kutolak mentah-mentah, niscaya semangat mereka akan merjadi kendor...."

   Karena itu dia menjura sambil tertawa, katanya "Kasih sayang saudara sekalian amat mengharukan hatiku, siaute tahu bila kebaikan saudara kutolak dengan begitu saja, kalian tentu akan menuduh bahwa aku adalah orang yang tak tahu diri...."

   "Kalau memang begitu kebetulan sekali"

   Seru Kongsun Peng kegirangan.

   "kami telah menghubungi pula sekawanan jago-jago persilatan, mereka semua bersedia menyauabangkan tenaga bagi Hoa-kongcu. kapan Hoa kongcu ingin berjumpa dengan mereka?"

   "Yang dimaksudkan sebagai sahabat-sahabat karibnya tentulah sekawanan orang muda"

   Pikis Hoa In litong. Sambil tersenyum ia berkata.

   "Buat siuate tentu saja makin cepat makin baik, entah sobat sobat kalian itu sampai kapan baru ada waktu?"

   Kemudian setelah berhenti sebentar katanya lebih jauh;

   "Tujuan kita adalah menumpas kaum sesat dan kaum iblis bersama-sama, dalam usaha ini tiada perintah merintah, kedudukan kita semua adalah sama, maka aku minta kata berbakti harap jangan dipergunakan lagi....mengerti?"

   Tiba-tiba Oh Keng bun berkata.

   "Hoa-kongcu, aku Oh Keng bun mempunyai beberapa patah yang rasanya menganjal dalam tenggorokan bila tidak diutarakan keluar, bolehkah aku mengucapkan sesuatu?"

   "Katakanlah saudara Oh"

   Sahut Hoa In-liong sambil menjura.

   "Menurut pendapatku, pepatah kuno pernah berkata.

   Ular tanpa kepala tak dapat berjalan, begitu pula dengan kita jago-jago dari golongan putih, aku rasa dalam melaksanakan pembasmian terhadap kaum sesat ini, kita harus mencari seseorang yang pantas untuk kita angkat sebagai pemimpin rombongan, semua orang harus tunduk dibawah perintah orang itu, sebab kalau tidak maka ibaratnya sebaskom pasir, mana mungkin kita bisa bersatu, dan apabila tak dapat bersatu da-rimana mungkin kita bisa melakukan suatu pekerjaan besar, Maka kalau berbicara orang yang berbudi, orang yang berilmu tinggi, orang yang luas pengetahuannya, tak bisa lain kalau orang yang paling cocok adalah Hoa tayhiap, ayah kongcu.

   Walaupun demikian bila kita tinjau dari kembali tindak tanduk Hoa kongcu selama ini dan ternyata dari pihak Liok soat san ceng tidak memberikan reaksi apa-apa, semua orang bisa mengambil kesimpulan kalau Hoa tayhiap telah mengundur-kan diri dan tak ingin mencampuri urusan dunia persilatan lagi!"

   Mendengar sampai disitu, diam-diam Hoa In-liong berpikir.

   "Sekalipun mereka tidak tahu kalau ayah mempunyai kesulitan sendiri, tapi semua orang memang bisa melihat dan merasakan kalau ayah segan mencampuri urusan dunia persilatan lagi, entah bagaimana dengan hubungan antara ayah dan bibi Ku...."

   Sementara dia masih melamun, dirasakan sorot mata keempat orang itu tertuju semua kearahnya dengan perasaan ingin tahu. Ia tertawa, dengan nada minta maaf katanya.

   "Maaf saudara semua, sebagai seorang anak, siaute tak berani menduga secara sembarangan atas perbuatan dari ayahku"

   Oh Keng-bun manggut-manggut, lanjutnya.

   "Justru karena itu menurut pendapat siaute, kursi pimpinan ini paling cocok kalau ditempati Hoa kongcu"

   Hoa In-liong tersenyum. Siaute merasa amat bsrterima kasih atas kebaikan saudara Oh, cuma sayang didunia ini bukan aku seorang yang pandai, beribu-ribu bahkan berjuta-juta orang pintar tersebar disegala pelosok dunia...."

   
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Yaa, kami memang tahu bahwa orang pintar yang ada didunia ini tak terhitung banyaknya"

   Tukas Oh Keng bun.

   "hanya kami anggap Hoa kongcu lah orang yang paling cocok untuk menduduki kursi kebesaran tersebut"

   Sesudah berhenti sebentar, katanya lagi dengan nada bersungguh sungguh.

   "Jangan kau anggap kami mengharapkan kedudukan yang mulia dengan usul ini, kami sama sekali tidak mengharapkan kedudukan mulia, kami berbuat demikian atas dasar maksud baik yang sesungguhnya, andaikata ada hal-hal yang dirasakan kurang sopan, tolong Hoa kongcu bersedia memaafkan...."

   Hoa In-liong mengerutkan dahinya sambil berpikir, Tadinya kukira mereka berbuat demikian hanya terdorong oleh luapan emosi, rupanya mereka memang sudah merencanakan dengan bersungguh0sungguh...."

   Maka katanya dengan wajah serius.

   "Terima kasih banyak atas nasehat emas dari saudara Oh, dengan perkataanmu itu, semua kebingungan dan kemurungan yang mencekam perasaanku justru bisa tersapu lenyap. Hanya saja, mengenai persoalan itu lebih baik kita rundingkan kembali secara terperinci"

   "Hoa kongcu"

   Tiba tiba Tak Kiat-kan berkata pula sambil tertawa.

   "aku orang she Tan minta kedudukan membawa bendera memegang payung tersebut, tentunya tak ada orang lain bukan yang akan berebutan dengan diriku....?"

   "Siapa bilang tak ada? Aku yang akan ikut berebut"

   Teriak Oh Keng bun dengan cepat. Kembali Hoa In-liong berpikir.

   "Berhadapan dengan pemuda-pemuda berdarah panas macam mereka, aku memang tak boleh berlagak sok malu sok menolak tentu mereka akan menganggap diriku orang munafik"

   Sambil tersenyum ia berkata.

   "Eeeh....buat apa kalian berebut menjadi pemegang bendera? Kan lebih enak jadi kusir kereta atau penuntun kuda?"

   "Haaahhh....haaahh....haaahh....betul! Kau! Kalau begitu siaute pesan dulu kedudukan tersebut!"

   Seru Oh Keng bun sambil terbahak-bahak.

   "Eeeh.... bagaimana kau ini? Aku....akukan sudah pesan dulu kedudukan itu....?"

   Seru Tan Kiatkan.

   Maka semua orangpun tertawa berderai-derai karena geli.

   Sekalipun tenaga dalam Kongsun Peng, Tan Kiat kat dan dua bersaudara Oh masih ketinggalan bila dibandingkan Hoa In-liong, namun mereka terhitung pula jago-jago muda yang tak lemah tenaga dalamnya, seketika itu juga gelak tertawa mereka menggetarkan seluruh ruangan, membuat pemilik penginapan, para pelayan dan tamu-tamu lainnya harus menutupi telinga masing-masing.

   Setelah suara tertawa mereda, Kongsun Peng memanggil pelayan untuk memesan santapan malam, sebab dia tahu Hoa In-liong belum makan karena baru saja pulang.

   Hoa In-liong merasa kurang leluasa untuk bersantap ditempat umum, apalagi dia menyewa sebuah halaman tersendiri yang mempunyai ruang tamu dan kamar tidur yang luas, maka dia mengundang keempat orang tamunya untuk bersantap diruangan yang disewanya itu.

   Tak lama kemudian sayur dan arak yang dipesan telah dihidangkan pelayan, sambil bersantap mereka mulai berunding, semuanya dapat berjalan lancar dan penuh riang gembira karena mereka berdiri dari orang-orang muda yang sejalan dan seperasaan.

   Sampai tengah malam, dua bersaudara Oh, Kong sun Peng dan Tan kiat kan baru berpamitan untuk pulang.

   Keesokan harinya, ketika Hoa In-liong sedang berjalan-jalan dalam halaman depan, muncul seorang pelayan yang melaporkan atas kedatangan seorang kakek.

   Ketika menanyakan potongan badan dan raut wajahnya, Hoa In-liong merasa asing dan tak kenal, cepat-cepat ia munculkan diri untuk menyambut kedatangannya.

   Ternyata dia adalah seorang kakek bermuka lebar, bermata besar, berjenggot putih sepanjang dada dan bermata tajam seperti mata elang, jelas tenaga dalam yang dimilikinya amat sempurna.

   "Heran rasa rasanya kakek yang keren dan berwibawa ini pernah kutemui, tapi dimana yaa...."

   Pikirnya keheranan. Sementara ia masih termenung sambil mengamat-amati tamunya, kakek itu sudah berkata sambil tertawa lantang.

   "Liong sauya, sudah lupa dengan aku Ho Kee sian?"

   Kata "Liong sauya"

   Hanya khusus digunakan oleh orang orang dari pihak ibunya, sebagian besar anggota Sin ki pang (Perkumpulan Panji Sakti) adalah kawanan enghiong yang tidak pernah mengenal arti sopan santun, mereka lebih mengutamakan perasaan dan persaudaraan daripada soal cengli atau kebenaran.

   Oleh sebab Hoa In-liong adalah putranya Pek Kun gie, maka hubungannya dengan bocah ini jauh lebih mesrah dan akrab daripada lain lainnya, sedang terhadap toako dari Hoa In- liong yakni Hoa See atau sam te Hoa Wi, mereka selalu membahasai dengan panggilan toa-kongcu, sam kongcu belaka tanpa embel-embel lain.

   Dengan begitu Hoa In-liong dapat segera teringat kembali kalau kakek ini adalah bekas anak buah gwakong nya dulu.

   Kakek tersebut merupakan salah satu jago yang paling tangguh dalam perkumpulan Sin ki pang dahulu, dia menjabat sebagai Tongcu ruang Thiao leng tong dengan julukan Boan thian jiu (telapak sakti pembalik langit).

   Hoa In-liong lantas mengira kalau kedatangannya karena membawa perintah dari gwakongnya, sambil memburu kedepan serunya.

   "Empek Ho....Ho locianpwe...."

   Mencorong sinar tajam dari mata Ho Kee siau, tukasnya.

   "Liong sauya, dahulu apa panggilanmu kepada ku?"

   Hoa In-liong tertawa lebar.

   "Tentu saja empek Ho!"

   Setelah berhenti sebentar, katanya lagi sambil tertawa.

   "Tahukah kau, ketika aku berjumpa denganmu tempo dulu, kalau tak salah waktu itu aku berumur lima tahun, aku dicaci maki oleh ayah karena memanggilmu empek Ho, sebab katanya sewaktu ibuku masih muda dulupun menghormati kau sebagai paman...."

   Ho Kee sian tertawa terbahak-bahak.

   "Haaabhh....haaahhh....haaahhh....Aku merasa bangga sekali dapat berkenalan dan bersahabat dengan ji kohya, yang lain tak usah disinggung, cukup dengan sikap sungkan nona Kun gie, rasanya aku sudah takluk dibuatnya"

   Perlu diterangkan disini, orang-orang Sin ki pang masih memanggil Pek si hujin dengan sebutan lamanya, yakni nona Kun gie. Setelah berhenti sejenak, kembali katanya.

   "Tapi kau tak usah gubris teguran mereka, sebab aku merasa sebutan ini jauh lebih mesrah dan hangat, tentu saja jika Liong sauya tidak menganggap diriku sebagai seorang tua bangka yang celaka, sebutan apa saja yang kau gunakan akan kuterima dengan senang hati"

   Hoa In-liong tertawa.

   "Aku sendiri juga merasa kalau panggilan empek Ho jauh lebih baik, cuma kuatirnya kalau di maki ayah"

   Yaa, terhadap bekas anak buah gwakongnya ini, tak pernah Hoa In-liong memandang rendah atau memandang hina, setiap kali bertemu ia tentu memanggil mereka dengan sebutan empek. Terdengar Ho Kee sian sedang berkata lagi.

   "Jika ji-kohya menegurmu, katakan suja kalau lohu senang dipanggil empek, aku rasa sebagai orang yang berpikiran luas dan pandai mendalami perasaan orang, tak mungkin ji kohya akan menegur dirimu lagi"

   Dari perkataan itu secara lapat-lapat Hoa In-liong dapat menangkap rasa tidak puasnya terhadap ayahnya, dia lantas berpikir.

   "Mereka selalu beranggapan akibat ulah ayahkulah yang menyebabkan perkumpulan Sin ki pang dibubarkan, merekapun merasa hidup mengasingkan diri hanya akan menyia-nyiakan kepandaian silat mereka serta semangat mereka yang tinggi, tak aneh kalau mereka merasa kurang senang dengan ayahku...."

   Berpikir sampai disitu diapun tersenyum.

   "Empek Ho sudah bertemu dengan gwakongku?"

   Tanyanya kemudian.

   "Haaahhh....haaahhh....haaahhh....akulah yang pertama menerima lencana Hong lui leng yang diturunkan lo pangcu, aaai....! Pangcu sendiri juga sudah tua, ia sudah kehilangan kegagahan nya seperti tempo dulu...."

   Sampai akhir perkataan tersebut, ia menghela napas tiada hentinya. Cepat-cepat Hoa In-liong mengalihkan pokok pembicaraan, tanyanya sambil tertawa.

   "Selama banyak tahun apa yang dikerjakan empek Ho?"

   "Aaai....kerjakan apa?"

   Ho Kee sian menghela napas.

   "tentu saja mencari sesuap nasi dengan mengandalkan ilmu silat yang kumiliki"

   Nadanya berat dan penuh kekesalan. Untuk menghilangkan suasana murung yang mencekam sekeliling tempat itu, cepat Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh....haaahhh....haaahhh....kalau begitu si tangan sakti pembalik langit bukankah sudah berubah menjadi tangan sakti pembalik tanah? Yaa....lumayan memang!"

   Ho Kee sian ikut tertawa nyaring, tapi sejenak kemudian sudah menghela napas berat. Hoa In-liong segera berpikir.

   "Wajarlah kalau enghiong yang sudah tua akan mengeluh, ibaratnya perempuan tua yang memurungkan kecantikan wajahnya, setiap orang pasti mengalami keadaan seperti ini, aku harus mengobarkan kembali semangatnya...."

   Berpikir demikian ia lantas bertanya.

   "Apa pesan Gwakong?"

   "Lo pangcu minta kepadaku untuk membantu Liong sauya, kecuali itu tiada pesan penting lainnya yang barus kusampaikan kepadamu"

   "Kecuali empek Ho, masih ada berapa orang lagi yang termasuk jago-jago tempo dulu?"

   "Tidak terlalu banyak"

   Jawab Ho Kee sian sambil tertawa.

   "paling banter cuma lima puluh orang lebib, meski sedikit mereka semua adalah jago-jago tangguh, kini mereka sudah berkumpul disekitar kota Si ciu dan setiap saat siap dikumpulkan"

   Lima puluh orang jago tangguh dikatakan tak banyak, kekuasaan Sin ki pang dimasa lalu tentu hebat dan luar biasa, yang dikuatirkan justru kalau mereka sampai mengganggu ketenangan rakyat"

   Pikir Hoa In-liong dengan perasaan cemas. Maka iapun berkata.

   "Begitu banyak orang, mereka diam-diam saja?"

   Sebagai orang yang berpengalaman tentu saja Ho Kee sian tahu apa yang dirisaukan, sambil menggoyangkan tangannya ia tertawa.

   "Liong sauya tak usah kuatir, mereka tidak akan menambah kesulitan dan kemurungan bagi Liong sauya"

   Katanya.

   "bukan saja mereka berpencar diempat penjuru kota, sedapat mungkin asal usulnya juga dirahasiakan, sebab dengan begini selain bisa merahasiakan asal usul sendiri, dapat pula menyelidiki keadaan musuh"

   "Aaah....kau memang keterlaluan"

   Pikir Hoa In-liong lagi.

   "mereka toh jago kawanan yang sudah terlalu banyak makan asam garam, buat apa aku musti meuguatirkan diri mereka?"

   Setelah termenung dan berpikir sebentar, katanya kemudian.

   "Cia Yu cong berjanji akan memberi bantuan, konon ia mempunyai beberapa ratus orang saudara....

   "Aah.... kamu anggap Ci Yu cong jagoan macam apa? Sekalipun banyak anak buahnya juga orang-orang yang tak ada gunanya"

   Kata Ho Kee sian sambil tertawa.

   "waktu aku masih berkelana dalam dunia persilatan dulu, dia cuma manusia tak bernama, percayalah orang orangku tak seorangpun mempunyai ilmu silat dibawahnya, buat apa Liong sauya berhubungan dengan manusia-manusia seperti itu?"

   Tentu saja Hoa In-liong tahu kalau ucapannya merupakan kenyataan, meski begitu dia cuma tertawa.

   "Aaah.... belum tentu orang lain jelek-jelek juga seorang pentolan diwilayah Wi lam, bisa menjadi pentolan sudah tentu harus mempunyai ilmu sejati, apalagi sebagai seorang ternama, terlalu latah tanpa dasar ilmu yang kuat sama artinya dengan mencari penyakit kuat diri sendiri....bukankah begitu? "Benar juga perkataannya, pikir Ho Kee sian.

   "Liong sauya memang membutuhkan kawanan manusia seperti itu untuk mendukung serta memberi suara kepadanya"

   Ia lantas tertawa terbahak-bahak, sahutnya.

   "Betul! Betul....haaahhh....haaahh....haaahhh.... perkataan Liong sauya memang betul"

   Hoa In-liong tersenyum.

   "Kalau toh mereka berpencaran disetiap sudut kota, bagaimana caranya untuk mengumpulkan mereka?"

   "Aku telah menyiapkan bom udara dari perkumpulan kami tempo dulu, asal bom udara itu kuledakkan maka dalam setengah perminum teh kemudian sebagian besar jago dapat berkumpul disini"

   "Tiba-tiba ia tertawa tergelak dengan nyaring lalu sambil memancarkan sinar tajam dari balik matanya ia berkata lebih jauh.

   "Liong sauya masih muda dan gagah perkasa, lagipula mempunyai kepandaian daa kecerdasan yang luar biasa, suatu saat pasti akan sukses dengan usahanya dan melanjutkan karier Ji kohya untuk menjagoi kolong langit dan tersohor di manamana. Liong sauya! Inilah kesempatan bagimu untuk menjagoi seluruh kolong langit"

   Hoa In-liong tidak segera menjawab, pikirnya.

   "Sekalipun mereka bermaksud baik dan ingin membantu aku untuk menjagoi kolong langit, sayang mereka telah salah mengartikan maksudku, aku memang berharap bala bantuan dari para jago tapi soal ini adalah demi kepentingan umum, bila maksud pribadipun ikut kuserukan, bukankah akhlakku akan lebih rendah dari seekor anjing?"

   Berpikir sampai disitu, ia merasa bagaimanapun jua, maksud hatinya harus diterangkan lebih dahulu, dengan wajah serius ujarnya;

   "Empek Ho, masih ingatkah kau akan keadaan disaat perkumpulan Sin ki pang dibubarkan?"

   Ho Kee sian tertegun setelah mendengar perkataan itu.

   "Tentu saja masih ingat, hari itu pangcu mengumpulkan semua Tongcu dan Hu hoat dalam ruangan Siang liong teng, lalu secara tiba-tiba mengumumkan akan membubarkan partai serta memunahkan ilmu silat semua orang...."

   "Yaa, ketika gwakong menceritakan kejadian ini kepadaku, aku selalu beranggapan bahwa tindakannya ini tidak cepat"

   Tukas Hoa In-liong secara tiba-tiba.

   "dia orang tua adalah pentolan kalian, karena itu jika ilmu silat semua orang hendak dimusnahkan, pertama tama dia harus musnahkan dulu ilmu silat yang dimilikinya"

   Ho Kee sian tertawa lebar.

   "Dan aku rasa cuma Liong sauya seorang berani mengucapkan kata-kata seperti itu"

   Sambung nya. Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, segera pikirnya.

   "Tanpa sebab tak mungkin Liong sauya mengucapkan kata-kata tersebut, yaa....dia pasti mempunyai tujuan tertentu"

   Bila ditinjau dari kedudukannya sebagai Tongcu ruang Thian- leng tong dalam perkumpulan Siu ki pang tempo dulu, dapat diketahui kalau orang ini memiliki kecerdasan yang melebihi siapapun, hanya sejenak dia berpikir, maka semua isi hati Hoa Im liong berhasil ditebaknya secara jitu.

   Setelah termenung sebentar, tiba-tiba ia berkata dengan nada mendongkol.

   "Liong sauya, buat apa kau kerja demi kepentingan orang lain?"

   Hoa Inliong tertawa.

   "Dalam hal ini tak bisa dikatakan sebagai bekerja demi kepentingan orang lain, aku hanya berjuang demi ketenteramanku sendiri" Ho Kee sian termenung sebentar, tiba-tiba katanya lagi.

   "Padahal kepentingan pribadipun tak akan mengganggu kepentingan umum. selain kita basmi kekuatan Hian-beng-kauw, Mo kau dan Kiu im kau bukankah kitapun bisa berjuang untuk menaklukkan semua orang serta menjagoi seluruh kolong langit?"

   "Siapa yang mempunyai niat tersebut, dia akan tercelaka oleh niat itu pula, siapa tidak mempertimbangkan untung ruginya sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, dia tentu akan mengalami kegagalan total"

   Tukas Hoa In-liong dengan cepat' "Oooh....! Tak kusangka Liong sauya yang dihari biasa selalu tertawa haha-hihi, ternyata memandang serius persoalan ini"

   Hoa In-liong tertawa lebar.

   "Siapa suruh empek Ho mengucapkan kata-kata yang tak teratur dan bertolak belakang dengan kenyataan?"

   Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa terbabak-bahak ka tanya lagi.

   "Empek Ho aku tidak bermaksud memaksa dirimu, bila kau tak sanggup bawa saja orang orangmu tinggalkan tempat ini, gwakong sama biar aku yang atasi...."

   "Liong sauya, bukankah perkataanmu itu sama artinya dengan memaki diriku habis- habisan?"

   Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Keluh Ho Kee sian sambil tertawa getir. Tapi Hoa In-liong pura-pura tidak merasa, katanya lebih lanjut.

   "Atau jika kau tak ingin langsung pulang, boleh saja berbepesiar dulu ketempat tempat yang indah, bila dari kota Si ciu menuju ke utara, kau bisa berkunjung ke bukit Thay san, atau bila keselatan akan sampai dibukit Kiu hoa san dan Hong san, atau juga langsung ke samudra luas dengan berpesiar di pulau Bu Tosan, waah....pasti suatu darmawisata yang asyik sekali"

   

   first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 08:24:53
oleh Saiful Bahri Situbondo


Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Sukma Pedang -- Gu Long Misteri Bayangan Setan -- Khu Lung

Cari Blog Ini