Ceritasilat Novel Online

Wasiat Iblis 2


Wiro Sableng Wasiat Iblis Bagian 2



Tiga Bayangan Setan tertawa bergelak.

   "Edan! Hampir tak dapat kupercaya!"

   Kertak Pangeran Matahari.

   "Dia kebal pukulan sakti, tak mempan senjata! Aku harus mendapatkan ilmunya!"

   Sementara itu dua makhluk raksasa yang tadi musnah kini secara aneh muncul kembali, bergabung dengan kawannya di sebelah tengah ini sambil keluarkan lengkingan keras kembali ayunkan tangan menggebuk ke arah kepala Pangeran Matahari! Sekali ini Pangeran Matahari tak menangkis ataupun adu kekuatan.

   "Otak penggerak tiga raksasa jejadian itu ada dalam diri Tiga Bayangan Setan! Aku harus melumpuhkan sumbernya!"

   Memikir sampai di situ manusia segala akal segala cerdik dan segala licik ini angkat tangan kanannya.

   Secara aneh tiba-tiba udara di tempat menjadi redup padahal di atas matahari bersinar terang.

   Inilah pertanda bahwa Pangeran Matahari hendak lepaskan satu pukulan sakti.

   Ketika tangannya dipukulkan terdengar suara menggelegar disertai berkiblatnya sinar merah, kuning dan hitam! "Pukulan Gerhana Matahari"

   Seru Tiga Bayangan Setan yang mengenali pukulan sakti itu.

   "Siapa takut! Kalau kau punya sepuluh ilmu seperti itu keluarkan saja sekaligus!"

   Pangeran Matahari merutuk dalam hati namun dia maklum kesaktian yang dimiliki lawan membuat dia sanggup menghadapi pukulan maut yang sangat ditakuti di rimba persilatan itu.

   Bagi Pangeran Matahari sendiri sebenarnya tak perlu gusar mendengar ejekan lawan karena pukulan sakti yang dilepaskannya itu sengaja untuk membagi perhatian Tiga Bayangan Setan.

   Ketika lawan berkelit sambil berteriak "Bunuh!"

   Pangeran Matahari cepat jatuhkan diri, berguling di tanah. Ketika berdiri lagi tahu-tahu dia sudah berada di belakang sosok Tiga Bayangan Setan. Dua jari telunjuknya bekerja! Tiga Bayangan Setan meraung keras.

   "Bangsat licik! Curang pengecut! Lepaskan diriku!"

   Tiga Bayangan Setan hanya mampu berteriak, menggerakkan kaki tapi sama sekali tak dapat menggerakkan tangan ataupun kepalanya.

   Pangeran Matahari telah menotok urat besarnya di dua tempat yakni pangkal leher punggung.

   Walaupun tiga raksasa jejadian masih kelihatan bergerak-gerak ganas di atas kepalanya namun mereka sama sekali tidak melakukan serangan karena otak pengendalinya yaitu Tiga Bayangan Setan kini tidak beda seperti mayat hidup! Masih bernafas tapi tak bisa berfikir.

   Mampu menggerakkan kaki tapi tidak bisa menyerang.

   Dua tangannya terkulai seperti lumpuh ke sisi.

   Pangeran Matahari tertawa mengekeh.

   Dari dalam saku pakaiannya dikeluarkannya sebuah benda kecil berwarna merah.

   Benda ini dengan paksa dimasukkannya ke dalam mulut Tiga Bayangan Setan.

   "Telan!"

   Hardik Pangeran Matahari memerintah.

   Ketika Tiga Bayangan Setan tak mau melakukan malah hendak memuntahkan benda dalam mulutnya itu, Pangeran Matahari pukul tengkuknya hingga Tiga Bayangan Setan tercekik dan terpaksa telan benda yang ada dalam mulutnya.

   "Umurmu hanya bersisa seratus hari!"

   Kata Pangeran Matahari pula lalu tertawa panjang.

   "Kau telah menelan racun kematian! Jika kau berani macam-macam jangan harap aku akan memberikan obat penawar!"

   "Pangeran keparat! Iblis jahanam! Apa yang kau lakukan pada saudaraku?!"

   Teriak Elang Setan. Tanpa tunggu lebih lama dia langsung menyerang. Kedua tangannya dikembangkan ke samping. Tubuhnya berputar, dua lengan ikut berputar laksana baling-PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis baling.

   Cakar setan membabat ke arah leher Pangeran Matahari! Sinar hitam merah menghntam lebih dulu! Pangeran Matahari bertindak cepat.

   Dia tahu walau tingkat kepandaian lawan masih dibawah Tiga Bayangan Setan namun nama Elang Setan bukan nama kosong.

   Banyak tokoh silat telah menemui ajal di tangan pembunuh haus darah ini.

   Sambil dorongkan dua tangannya ke depan Pangeran Matahari menyusup ke bawah putaran dua lengan.

   Begitu pinggang Elang Setan berhasil dicekalnya orang ini dibantingkannya ke atas sumur batu.

   "Trakkk! Traakkk!"

   Lengan setan menghantam bibir sumur hingga hancur di dua tempat. Pangeran Matahari pegang dua kaki Elang Setan lalu mendorong tubuh orang ini hingga kepala Elang Setan tergantung-gantung di dalam sumur.

   "Kalau kau memang ingin cepat mati katakan saja! Kakimu akan kulepas!"

   Kata Pangeran Matahari.

   "Keparat jahanam! Jangan cemplungkan aku ke dalam sumur ini! Demi setan aku masih mau hidup!"

   Teriak Elang Setan. Pangeran Matahari tertawa. Dia tarik kaki Elang Setan hingga pinggang orang ini membelintang di bibir sumur. Tiba-tiba dari dalam sumur terdengar suara menderu.

   "Angin iblis! Awas! Cepat tarik tubuhku!"

   Teriak Elang Setan ketakutan.

   Pangeran Matahari kernyitkan kening.

   Dia tidak tahu apa yang dimaksudkan Elang Setan namun dia maklum kalau ada satu kekuatan aneh dan dahsyat dalam sumur batu itu.

   Pangeran Matahari cepat tarik tubuh Elang Setan hingga orang ini jatuh terbanting di tanah di kaki luar sumur batu.

   Ketika Elang Setan hendak mencoba bangkit Pangeran Matahari cepat tekankan lututnya ke dada orang.

   "Seperti temanmu aku juga tidak percaya padamu! Lekas telan obat ini!"

   "Keparat! Kau boleh bunuh aku! Aku tak akan menelan racun jahanam itu!"

   Teriak Elang Setan.

   "Kalau begitu kau memilih mati lebih cepat!"

   Pangeran Matahari kepalkan tinju kanannya lalu dijotoskan ke muka Elang Setan.

   "Kau boleh membunuhku! Tapi serahkan dulu jantungmu padaku!"

   Teriak Elang Setan. Dua tangannya melesat ke dada kiri Pangeran Matahari. Sang Pangeran cepat berkelit.

   "Breettt!"

   Mantel Pangeran Matahari robek. Dengan kedua tangannya ditangkapnya lengan Elang Setan lalu dibantingkannya ke dinding sumur batu berulang kali.

   "Lakukan sepuasmu! Aku tidak merasa apa-apa...!"

   Kata Elang Setan ganda tertawa.

   "Jahanam!"

   Maki Pangeran Matahari.

   Dia lepaskan pegangan pada tangan kiri lalu pergunakan tangan kanannya untuk menotok dada Elang Setan.

   Totokan sampai bersamaan dengan melesatnya tangan kiri Elang Setan ke leher Pangeran Matahari.

   Walau kini sekujur tubuhnya kaku dan gerakannya tertahan namun Elang Setan masih sempat menggurat pangkal leher Pangeran Matahari! "Kau tak bakal lolos dari racun cakaranku!"

   Kata Elang Setan.

   "Baik, kita lihat siapa yang bakal mati duluan!"

   Kata Pangeran Matahari. Lalu racun yang dipegangnya di masukkannya ke dalam mulut Elang Setan.

   "Kau memberiku racun seratus hari! Racun cakarku hanya memberimu hidup tujuh hari! Ha... ha... ha...!"

   Elang Setan tertawa keras dan panjang. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Keparat!"

   Pangeran Matahari hantamkan tinju kanannya berulang kali ke muka Elang Setan hingga muka yang seperti dicacah ini kini bergelimang darah yang keluar dari hidung dan bibirnya yang pecah! "Aku tahu kau punya obat penawar.

   Lekas beritahu di mana kau menyimpannya.

   Kalau tidak kupatahkan batang lehermu saat ini juga!"

   "Ha... ha! Ternyata kau juga takut mati! Pergilah ke neraka!"

   "Setan alas! Apa katamu?!"

   "Aku bilang pergi ke neraka!"

   Teriak Elang Setan keras-keras. Pangeran Matahari menyeringai.

   "Kau akan menyesali kebodohanmu sampai di liang kubur!"

   Ujar sang Pangeran. Tangan kanannya bergerak mencengkeram kelingking tangan kiri Elang Setan.

   "Kraaakkk!"

   Elang Setan meraung keras ketika kelingking kirinya yang berbentuk cakar dan tak mampu digerakkannya itu dipatahkan oleh Pangeran Matahari. Sang Pangeran pindahkan tangannya ke jari telunjuk tangan kiri. Daya tahan Elang Setan jebol.

   "Jangan...! Aku akan katakan di mana obat penawar racun itu!"

   Elang Setan bicara dengan nafas mengengah-engah karena marah dan juga menahan sakit.

   "Katakan di mana...?!"

   "Kantong kiri bagian dalam bajuku!"

   Menerangkan Elang Setan.

   Pangeran Matahari membetot lepas baju tebal yang dikenakan Elang Setan.

   Di sebelah kiri dalam memang ada sebuah kantong kecil.

   Di situ ditemuinya tabung kecil terbuat dari batang padi yang telah dikeringkan.

   Di dalam tabung ini ada beberapa butir obat berwarna hitam.

   "Jangan kau ambil semua! Cukup satu saja.... Sisanya masukkan lagi dalam saku bajuku!"

   Kata Elang Setan.

   Pangeran Matahari menyeringai.

   Dia keluarkan dua butir obat berwarna hitam itu.

   Tabung batang padi diselipkan kembali ke dalam saku pakaian Elang Setan.

   Tiba-tiba salah satu dari dua butir obat itu dimasukkannya ke dalam mulut Elang Setan, membuat orang ini berteriak dan mendelik besar.

   "Siapa percaya padamu! Kau harus meyakinkan bahwa kau tidak berdusta! Telan obat itu!"

   Muka Elang Setan menjadi pucat.

   "Ampun...! Aku ketakutan setengah mati hingga salah memberikan keterangan!"

   Teriaknya seraya meludahkan butiran obat hitam keluar dari mulutnya.

   "Salah bagaimana maksudmu?!"

   Tanya Pangeran Matahari sambil sunggingkan senyum dingin.

   "Obat penawar racun yang betul ada di saku sebelah kanan dalam...."

   Pangeran Matahari tertawa lebar. Dia jambak rambut Elang Setan lalu membenturkan kepala orang ini ke dinding sumur.

   "Otakmu perlu diberi penyegaran agar jangan mudah lupa!"

   Sekali lagi kepala orang itu dibenturkannya ke dinding sumur baru dia mencari obat yang dikatakan ada di dalam kantong sebelah kanan baju tebal.

   Disitu ditemukannya satu tabung padi yang sama berisi butiran obat berwarna putih.

   Pangeran Matahari mengambil sebutir dan tanpa ragu menelannya.

   "Kau sudah selamat sekarang! Kenapa tidak segera membebaskan diriku dan Tiga Bayangan Setan?"

   Tanya Elang Setan. Pangeran Matahari mendengus.

   "Turut mauku aku ingin membunuh kalian berdua saat ini juga! Tapi kupikir-pikir mungkin kalian ada gunanya!"

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Apa maksudmu?"

   Tanya Elang Setan sedikit ada harapan.

   "Kalau kalian bisa menjadi anjing-anjing penjaga sumur batu ini, pasti juga bisa menjadi anjing-anjing pengawal ke mana aku pergi..."

   "Jahanam!"

   Teriak Elang Setan. Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak lalu dia berdiri dan melangkah mendekati sumur batu. * * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis SEMBILAN SATU pemandangan aneh tapi lucu terlihat di puncak Gunung Merbabu siang hari itu.

   Seekor keledai melangkah terseok-seok.

   Sebentar-sebentar binatang ini seperti mau tersungkur.

   Di atas punggungnya yang mandi keringat duduk seorang perempun berpakaian gombrong berlengan panjang dan sangat dalam hingga baik tangan maupun kakinya tidak kelihatan.

   Sambil menunggang keledai sebentar-sebentar dia berseru.

   "Duh biung doakan aku sampai di tujuan dengan selamat. Doakan aku agar bertemu lelaki bapak jabang bayi ini."

   Sambil berkata begitu dia mengusap-usap perutnya yang buncit besar.

   Nyatalah bahwa perempuan penunggang keledai ini sedang hamil tua.

   Sesekali di antara ucapannya itu dia tertawa cekikikan lalu diseling suara sesenggukan seperti orang mau menangis.

   Perempuan yang hamil besar ini jauh dari cantik.

   Pupur tebal berwarna putih dan merah menutui wajahnya.

   Alisnya dipertebal dengan sejenis bubuk hitam.

   Bibirnya merah celemongan entah dipoles dengan apa.

   Rambutnya dikuncir sampai lima buah.

   Setiap kuncir diberi berpita warna-warni.

   Dari gerak gerik, pakaian dan dandanan serta ucapan-ucapan yang keluar dari mulutnya sudah dapat diterka bahwa perempuan ini kurang waras otaknya.

   Di satu pedataran kecil di puncak Gunung Merbabu dia angkat tangan kiri lalu berseru.

   "Hooooooo... hup! Keledaiku kita berhenti di sini! Ibundaku rupanya mendengar doaku. Kita bisa selamat sampai di puncak ini! Aku akan turun punggungmu. Awas, jangan bergerak dulu. Kalau aku sampai jatuh kupecahkan kepalamu! Kau tentu letih. Kau boleh pergi istirahat. Cari makan cari minum sendiri. Aku mau mencari bapak jabang bayiku! Aku yakin dia ada di sini. Kalau belum ada aku tunggu sampai dia datang. Hik... hik... hik! Aduh biung... aku tak mau anakku lahir tanpa bapak! Uuhhhh... uhhhh! Huek... huek...! Aduh biung aku mau muntah! Hamilnya sudah besar kok muntahnya baru sekarang...!"

   Turun dari atas keledai perempuan hamil itu kembali usap-usap perutnya yang gendut sambil memandang berkeliling.

   "Sepi... sunyi. Suara anginpun tidak kedengaran. Jangankan manusia, lalat atau kecoak juga tidak kelihatan! Hik... hik... hik... di mana bapak jabang bayiku! Uhhh... uhhhhk!"

   Perempuan hamil itu kembali memperhatikan keadaan sekelilingnya.

   "Tidak percaya biung! Aku tidak percaya kalau di tempat ini tak ada penghuninya. Pasti ada... Sana... di sana aku lihat ada bangunan... Mungkin bapak anakku ada disitu. Kalau bertemu awas dia... Enak saja membuatku hamil lalu kabur! Akan kupuntir kepalanya atas bawah... Eh...! Maksudku kepalanya... kepalanya yang mana ya? Hik... hik... hik...!"

   Sambil pegangi perutnya perempuan hamil itu melangkah tertatih-tatih menuju sebuah bangunan kayu terletak di ujung pedataran kecil itu.

   Belum sempat dia mendekati bangunan tiba-tiba dari atas atap bangunan melayang turun satu bayangan hitam.

   Perempuan hamil ini kaget bukan main.

   Dia berteriak.

   "Aduh biung! Setan atau apa yang bisa melompat dari atap rumah! Rasanya copot jantungku saking kaget! Bisa-bisa bayiku brojol sebelum saatnya! Makhluk yang bikin kaget, siapa kau?!"

   Saat itu di hadapan perempuan hamil berdiri seorang tua berjubah hitam. Rambutnya panjang awut-awutan. Sepasang matanya memandang liar memperhatikan perempuan hamil mulai dari ujung rambut sampai ujung jubahnya yang menjela di tanah.

   "Aduh biung! Orang atau apa? Kalau orang kenapa jelek amat! Hik... hik... hik? Kalau setan atau makhluk jejadian kenapa bau pesing?! Hik... hik... hik! PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Perempuan bunting gila!"

   Teriak orang tua berjubah hitam penuh marah hingga kedua matanya tampak berkilat-kilat. Membuat perempuan hamil itu tergagau kaget dan tersurut beberapa langkah.

   "Kalau mulutmu tidak berhenti bicara akan kubetot copot lidahmu!"

   "Lidahku mau dicopot...? Aduh biung! Jangan.... Ampun! Ba... baik... Aku akan berhenti bicara. Aku tak mau bicara!"

   Orang tua berjubah hitam menggerendeng panjang lalu membentak.

   "Perempuan bunting? Siapa kau?! Datang dari mana?! Katakan apa keperluanmu! Jawab cepat sudah itu lekas tinggalkan tempat ini! Aku tak mau anakmu brojol di sini!"

   Yang ditanya diam saja.

   "Kadal bunting! Apa kau tuli atau bisu aku bertanya tidak menjawab?!"

   Si orang tua menghardik sambil pelototkan mata. Perempuan hamil dongakkan kepala memandang ke atas lalu usap-usap perut gendutnya.

   "Sialan betul! Kau anggap apa aku ini! Kutendang perutmu baru kau mau bicara nanti!"

   Orang berjubah itu melangkah mendekati perempuan hamil. Yang didatangi jadi ketakutan dan cepat mundur.

   "Pecah perutku! Mati bayiku! Jangan! Jangan tendang!"

   "Kenapa aku bertanya kau tidak menjawab?!"

   "Ha... habis.... Tadi kau bilang kalau... kalau aku tidak berhenti bicara kau mau... mau membelot copot lidahku! Ja... jadi aku tidak mau bicara!"

   "Kadal tolol! Benar-benar geblek!"

   Si orang tua jengkel setengah mati sampai-sampai dia hentakkan kaki kanannya. Waktu kaki ini menghantam tanah, tanah tempat itu bergetas keras.

   "Eh... eh... Tanah bergerak... Biung! Tolong biung! Mati bayiku ditubruk gempa!"

   Perempuan hamil berteriak ketakutan, pegangi perutnya sementara tubuhnya tampak terhuyung-huyung. Kesal orang berjubah tidak tertahankan lagi. Dia melompat lalu jambak rambut berkuncir lima perempuan hamil itu.

   "Ampun biung! Sakit rambutku dijambak! Lepaskan...lepaskan! Nanti rusak pitaku!"

   "Perduli setan pita-pita sialan ini! Kalau perlu kutanggalkan rambutmu, kucopot kepalamu!"

   "Jangan... Ampun! Aduh biung tolong! Apa salahku sampai ada orang mau mencopot kepalaku! Tadi mau mencopot lidahku! Apaku lagi yang mau dicopot...!"

   "Plaaakkkk!"

   Orang tua yang menjambak pergunakan tangan kirinya menampar perempuan hamil itu.

   "Orang tua tak punya welas asih! Tega-teganya kau menampar aku... Hik... hik... hik..."

   Perempuan hamil menangis sambil usap darah yang mengucur dari sudut bibirnya yang pecah akibat tamparan keras tadi.

   "Aneh..."

   Membatin si orang tua.

   "Dia menangis tapi bukan menangis kesakitan karena kutampar. Padahal bibirnya sampai luka..."

   "Lepaskan jambakanmu. Aku mau pergi saja dari sini! Lepaskan...!"

   "Aku tidak akan melepaskan kalau kau tidak memberitahu siapa dirimu, apa keperluanmu datang kemari...! Dari dalam rumah kayu tiba-tiba keluar seorang lelaki tu bersorban dan berjubah putih. Dia melangkah terbungkuk-bungkuk. Di punggungnya ada punuk besar. Sepasang PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis matanya jelalatan.

   Perempuan hamil tadi jadi tercekat ketika melihat sepasang mata orang ini.

   Ternyata merah polos! Buta dan mengerikan! Sesaat sepasang mata buta itu pandangi perempuan hamil di depannya seolah-olah dia bisa melihat.

   Lalu mulut orang bersorban dan berjubah putih serta ada punuk di punggungnya ini terbuka.

   "Orang merasa curiga melihat tindak tandukmu! Sebaiknya kau lekas bicara terangkan diri serta maksudmu datang kemari! Kalau tidak aku akan bantu kawanku ini menjambak rambutmu yang lain!"

   "Hik... hik.... Orang tua bersorban seharusnya bicara sopan! Tapi yang satu ini mulutnya usil dan kotor! Untung matamu buta! Kalau melek pasti kelakuan dan mulutmu lebih kurang ajar lagi!"

   Orang bersorban mendelik. Sesaat dia tertawa gelak-gelak. Dilain ketika tiba-tiba dia membentak mengancam.

   "Mau kupencet perutmu sampai anakmu keluar?!"

   Mendengar ancaman ini perempuan hamil itu ketakutan setengah mati. Cepat-cepat dia berkata.

   "Jangan... jangan dipencet! Ba... baik... aku bicara. Namaku Emut-Emut..."

   "Apa?! Siapa namamu? Coba kau ulangi!"

   Kata lelaki tua berjubah hitam.

   "Namaku Emut-Emut...! Aku sudah berteriak, masakan kau tidak mendengar. Kau rada-rada tuli ya...?!"

   "Eh! Kurang ajar sekali mulut kadal bunting ini!"

   Kata orang tua berjubah putih yang punggungnya berpunuk.

   "Nama jelek! Belum pernah aku mendengar nama seperti itu! Jangan-jangan kau mengejek aku hah?!"

   Orang tua berjubah hitam dan berambut awut-awutan membentak.

   "Namaku memang itu. Aku tidak dusta! Soal jelek atau bagus kenapa kau mengurusi?! Namamu sendiri siapa? Mungkin lebih jelek dari aku! Hik... hik... hik!"

   "Ooooo! Memang perempuan sialan!"

   Orang tua yang menjambak kembali hendak menampar. Kali ini perempuan hamil itu pergunakan kedua tangannya untuk melindungi muka dan kepalanya, membuat si orang tua batalkan niatnya menampar.

   "Kau tak mau bilang namamu, pasti memang namamu lebih jelek dariku! Hik... hik... hik! Betul 'kan?!"

   Si jubah hitam keluarkan suara menggereng saking marahnya.

   "Bilang cepat apa keperluanmu datang ke puncak Gunung Merbabu ini?! Atau kupuntir kepalamu saat ini juga!"

   "A... aduh biung! Bagaimana ini?! Tadi kau mau copot lidahku, mau copot kepalaku, sekarang mau memuntir! Apa kau kira kepalaku buah kelapa? Hik... hik... hik!"

   Orang yang menjambak kepalkan tinjunya, pukulannya di arahkan pada perut.

   "Tobat biung! Jangan pukul! Aku akan bilang! Aku kemari mencari bapak bayiku!"

   Kata perempuan hamil mengaku bernama Emut-Emut.

   "Mencari bapak bayimu...?! Orang berjubah hitam tampak heran besar, begitu juga kawannya si mata buta merah yang bersorban dan berpunuk.

   "Perempuan geblek! Kalau mau bicara dan berbuat gila jangan di tempat ini!"

   Bentak orang tua bersorban.

   "Eh, bagaimana kalian ini! Kalian bertanya memaksa! Aku sudah katakan maksudku datang kemari. Sekarang kalian bilang aku perempuan geblek, bicara dan berbuat gila! Siapa yang geblek! Siapa yang gila?! Hayooo!"

   Emut-Emut tampaknya marah sekali. Dia menyentakkan kepalanya hingga cekalan orang tua berjubah hitam terlepas. Ini membuat orang tua itu terkejut dan berbisik pada temannya.

   "Tadi sikapnya bodoh-bodoh ketakutan. Tapi sekarang dia mampu melepaskan jambakan. Agaknya perempuan bunting ini punya sesuatu tersembunyi!"

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Mendengar bisikan temannya si buta mata merah yang diam-diam juga meyakini kalau Emut-Emut memiliki kepandaian berusaha membujuk dengan berkata.

   "Emut-Emut, harap maafkan temanku. Dia tidak bermaksud menghinamu..."

   "Sudah! Aku tidak mau bicara lagi pada kalian. Aku mau duduk di atas batu sana. Aku letih..."

   "Tunggu dulu Emut-Emut..."

   "Aku bilang tidak mau bicara lagi pada kalian. Kecuali kalau kalian mau memberitahu nama kalian masing-masing!"

   "Hemm..."

   Gumam si jubah hitam.

   "Kami tak bisa memberitahu!"

   "Kalian tidak jujur. Pasti ada urusan tidak baik di tempat ini. Coba beritahu siapa kalian berdua adanya!"

   "Siapa kami berdua tidak perlu kau pertanyakan...!"

   Kata lelaki bermata merah dan berpunuk.

   "Hemmm...begitu? Baik! Kalau kalian tidak mau memberi nama biar aku yang memberikan!"

   Kata Emut-Emut pula sambil senyum-senyum. Dia menuding dengan ibu jarinya pada lelaki buta mata merah dan bersorban.

   "Kau duluan. Aku beri nama Si Buta Konyol...hemmm kurang tepat. Sudah kau kunamakan saja Si Onta Putih. Kau suka? Hik... hik... hik!"

   "Kurang ajar!"

   Orang berpunuk kelihatan merah padam wajahnya.

   "Kenapa marah? Setahuku hanya onta yang punya punuk. Kau mengenakan jubah putih dan punya punuk. Jadi Onta Putih nama yang betul-betul cocok buatmu! Kecuali kalau kau suka nama Si Buta Konyol! Hik... hik... hik!"

   Habis tertawa panjang Emut-Emut berpaling dan tudingkan ibu jarinya pada di jubah hitam berambut awut-awutan.

   "Ada nama bagus untukmu. Kau mau tahu? Kau kuberi nama hemm... Si Rambut... Ah, itu nama jelek. Kurang pantas. Sudah, kuberi saja kau nama Si Bau Pesing! Hik... hik... hik...!"

   "Setan alas!"

   Teriak si jubah hitam marah sekali.

   "Eh, jangan marah dulu! Itu nama yang sangat cocok buatmu! Kusebut kau begitu karena jubahmu sebelah bawah memang bau pesing! Kalau tidak percaya silahkan cium sendiri!"

   Emut-Emut membungkuk hendak memegang bagian jubah sebelah bawah tapi dia berseru keras ketika orang tua itu tiba-tiba tendangkan kaki ke arah perutnya.

   "Kejam sekali! Kau hendak membunuh bayi dalam kandunganku!"

   Meski terhuyung-huyung namun Emut-Emut masih bisa mengelakkan tendangan tadi. Ketika Si Bau Pesing hendak menyerang lagi kawannya Si Onta Putih memegang lengannya dan berbisik.

   "Orang ini aneh. Dia mampu mengelakkan seranganmu. Baiknya biar kita korek dulu keterangan dari dia..."

   "Kurasa lebih baik menghajarnya lebih dulu, nanti mulutnya nyerocos sendiri!"

   Jawab Si Bau Pesing.

   "Sudah...! Biar aku yang bicara!"

   Tukas Onta Putih. Sambil mengangkat tangan kirinya dia berkata.

   "Emut-Emut, kau bilang datang kemari mencari suamimu..."

   "Siapa bilang mencari suami?!"

   Emut-Emut cemberut.

   "Bagaimana kau ini! Tadi kau sendiri bilang..."

   Suara Onta Putih menunjukkan rasa jengkel. Emut-Emut gelengkan kepalanya keras-keras sambil tangan kanannya digoyang-goyang.

   "Aku kemari mencari bapak jabang bayi yang ada dalam perutku. Bukan suami! Kalau suami berarti aku pernah dinikah baru dibikin hamil! Tapi yang terjadi aku dibuat gendut duluan tanpa dinikah!"

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Si buta Onta Putih dan Si Bau Pesing saling pandang lalu kedua orang tua ini sama tertawa gelak-gelak.

   Sambil mengusap matanya yang basah akibat tertawa Onta Putih berkata.

   "Baiklah, kau bilang datang kemari mencari bapak bayi dalam perutmu itu. Mengapa mencari ke sini? Apa kau yakin dia tinggal di sini?"

   "Dia memang tidak tinggal di sini. Tapi aku tahu dia bakal berada disini. Kalaupun belum datang aku akan menunggu sampai dia muncul. Atau sebaiknya aku menggeledah rumah itu!"

   Emut-Emut hendak melangkah ke arah rumah kayu tapi orang tua berjubah hitam yang diberi nama Si Bau Pesing cepat menghalangi seraya berkata.

   "Kami tidak mengizinkan kau masuk ke dalam rumah itu!"

   "Betul!"

   Menimpali Onta Putih.

   "Kau tahu siapa bapak jabang bayimu itu? Maksudku kau tahu namanya? "Tentu saja aku tahu! Memangnya kau kira aku mau-mauan bikin anak sama setan yang tidak punya nama?! Ceplos Emut-Emut seenaknya.

   "Siapa? Siapa nama bapak bayimu?"

   Tanya Onta Putih pula.

   "Orangnya masih muda. Rambutnya gondrong segini..."

   Emut-Emut melintangkan tangan kirinya di pangkal leher.

   "Tampangnya lumayan, tidak jeleklah.... Tubuhnya tegap. Dia suka cengengesan...."

   "Sudah! Aku tidak mau dengar, tidak mau tahu semua itu! Katakan saja siapa namanya!"

   Bentak orang tua berjubah hitam kesal sekali.

   "Namanya... Hemmm... Namanya Wiro Sableng. Tapi dia tidak sableng sungguhan. Hik... hik... hik! Katanya dia menyandang gelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212..."

   Baik Si Bau Pesing maupun Si Onta Putih sama-sama mundur satu langkan saking kagetnya mendengar nama dan gelar yang disebutkan Emut-Emut itu.

   "Eh, paras kalian berubah! Nah... nah! Jangan-jangan kalian kenal pemuda itu.... Jangan-jangan dia memang sembunyi dalam rumah sana..." * * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis SEPULUH EMUT-Emut bergegas melangkah menuju bangunan kayu tapi orang tua berjubah hitam cepat menahan dadanya dengan telapak tangan kiri.

   Ketika perempuan hamil itu memaksa maju, si orang tua mendorongnya dengan keras hingga di hampir terjengkang jatuh terduduk di tanah.

   "Bau pesing! Kenapa kau mencegahku masuk ke dalam rumah! Pasti pemuda bapak anak ini ada di situ! Kau berusaha melindunginya! Kau barusan malah mau mendorongku! Kalau aku jatuh dan anakku brojol di sini apa kau mau tanggung jawab?!"

   "Jangan nyerocos dan bicara ngaco terus! Katakan lagi siapa nama pemuda yang katamu menghamili dirimu itu?!"

   "Aku sudah menyebutnya tadi. Cukup keras. Apa kau tuli atau budek?!"

   Ujar Emut-Emut.

   "Jangan sampai kutampar kau sekali lagi! Aku tidak main-main! Kau tadi menyebut Wiro Sableng..."

   "Nah kau tahu, berarti kau sudah dengan! Mengapa bertanya lagi ?!"

   "Orang yang kau cari tidak ada disini!"

   Kata Si Onta Putih.

   "Matamu buta, bagaimana kau bisa melihat!"

   Sentak Emut-Emut.

   "Melihat dirimu sendiri kau tak mampu, mana mungkin melihat orang lain!"

   Kakek buta bermata merah cuma ganda tertawa lalu menjawab.

   "Mata lahirku memang buta. Tapi mata batinku lebih tajam dari matamu!"

   Ucapan ini membuat Emut-Emut jadi melengak.

   "Ucapannya itu mengingatkanku pada orang itu. Tapi ah... Keadaannya jauh berbeda. Atau mungkin...?"

   Di hadapannya tiba-tiba orang tua berjubah berteriak.

   "Dia datang membawa fitnah! Fitnah besar dan keji!"

   "Mulutmu yang keji!"

   Tukas Emut-Emut.

   "Aku tetap akan menyelidik ke dalam rumah!"

   Perempuan hamil ini kembali memaksa maju. Tapi lagi-lagi si orang tua menahannya dengan mendorongkan telapak tangan ke dada. Sekali ini Emut-Emut habis sabarnya.

   "Orang tua, aku tidak tahu apa kau laki-laki atau perempuan. Tapi memegang dada orang adalah perbutan kurang ajar! Kalau kau lelaki berarti kau tua bangka cabul! Kalau kau perempuan sama denganku berarti kau doyan manusia satu jenis! Ih.... Jijik aku jadinya!"

   Mata Si Bau Pesing seperti menyala. Tangan kanannya diangkat. Tinjunya dikepal.

   "Lekas angkat kaki dari sini kalau tidak mau kupecahkan kepalamu!"

   "Dasar manusia bau pesing! Kau saja yang pergi duluan!"

   Emut-Emut tarik tangan kiri si orang tua kuat-kuat.

   Sambil jatuhkan diri ke belakang dia hunjamkan kaki kanan ke perut Si Bau Pesing itu lalu menendang! Orang tua berjubah hitam berteriak keras.

   Kawannya Si Onta Putih keluarkan seruan tertahan.

   Orang yang diberi nama Si Bau Pesing itu bukan orang sembarangan.

   Namun dia sama sekali tidak menyangka kalau orang hamil besar seperti Emut-Emut bisa menarik dan menendang tubuhnya demikian rupa hingga membuatnya mencelat mental.

   Sambil menahan sakit si jubah hitam melayang turun dan berteriak.

   "Tendangan dibalas tendangan!"

   "Wuttt!"

   Kaki kanannya menderu ke arah kepala Emut-Emut. Angin deras ikut menyambar dari bawah jubahnya. Emut-Emut keluarkan suara seperti mau muntah lalu berteriak.

   "Gila! Bau pesing!"

   Tangan kirinya dipergunakan untuk menutup hidung. Lalu sambil berguling menghindari tendangan dia lepaskan pukulan jarak jauh tangan kanan! PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Di udara orang tua berjubah hitam kembali terkejut.

   "Edan! Perempuan bunting itu memiliki pukulan hebat mengandung tenaga dalam tinggi! Eh, aku rasa-rasa tahu pukulan apa yang dilepaskannya!"

   Namun Si Bau Pesing ini tidak bisa berfikir panjang karena dia harus selamatkan diri dari hantaman serangan lawan. Dia cepat melesat ke kiri, jungkir balik di udara lalu menghantam dengan kedua tangan sekaligus! "Bummmm! Bummmm!"

   Puncak Gunung Merbabu bergetar.

   Tanah, pasir dan kerikil-kerikil kecil berlesatan ke atas.

   Di tempat itu sekarang kelihatan dua buah lobang besar, bekas dua pukulan yang tadi dilepaskan si jubah hitam.

   Menjejakkan kaki di tanah orang tua ini memandang berkeliling.

   "Kurang ajar! Berani dia mempermainkan aku! Mana dia?!"

   "Bau Pesing! Aku ada di sini! Kalau kau turunan monyet dan pandai memanjat ayo naik dan kejar aku ke atas!"

   Orang tua berjubah hitam mendongak ke atas. Emut-Emut ternyata duduk berjuntai di cabang sebatang pohon tak seberapa tingginya sambil uncang-uncang kaki dan tertawa cengengesan.

   "Perempuan bunting anjing kurap! Perlu apa aku capaikan diri mengejarmu ke atas sana. Cukup dari sini aku bisa memanggang tubuhmu!"

   Orang tua berjubah hitam berteriak geram lalu angkat tangan kanannya, siap lepaskan satu pukulan dahsyat.

   Meski pukulan belum dilepaskan tapi hawa panas sudah menghampar di tempat itu.

   Namun kawannya Si Onta Puith terbungkuk-bungkuk cepat mendatangi dan berbisik.

   "Tahan dulu seranganmu! Ada yang aneh kurasakan dengan perempuan bunting itu!"

   "Huh apa?!"

   "Dia pasti manusia punya kepandaian. Kau saksikan sendiri di bisa melompat begitu tinggi lalu menclok di cabang pohon. Setinggi-tingginya ilmu seseorang, masakan dalam keadaan hamil besar begitu rupa dia tidak takut membuat gerakan-gerakan yang membahayakan kandungannya!"

   "Kukira kau benar,"

   Jawab si Bau Pesing.

   "Tadi waktu dia melancarkan tendangan, bagian bawah pakaian gombrongnya merosot di bagian kaki. Betisnya tersingkap. Aku lihat betisnya putih..."

   "Ah sialnya diriku yang buta! Tidak dapat melihat betis putih itu!"

   Kata Si Onta Putih sambil mulutnya komat-kamit.

   "Sialan! Otakmu bisa-bisanya kotor dalam keadaan seperti ini!"

   Maki si jubah hitam.

   "Padahal keteranganku belum selesai. Dengar, betisnya memang putih tapi ini yang gila! Betis itu ditumbuhi bulu lebat!"

   "Edan! Mana ada kaki perempuan berbulu lebat! Kurasa kita sudah tertipu!"

   "Biar saja. Dia menipu kita! Bagaimana kalau kita berdua menelanjanginya agar terbuka kedoknya?!"

   "Aku setuju! Hik... hik... hik! Ayo kita serbu dia ke atas sana!"

   Si Onta Putih dan Si Bau Pesing lepaskan dua pukulan ke arah cabang pohon di mana Emut-Emut duduk berjuntai.

   Selagi perempuan hamil ini menghindar sambil balas menghantam dua orang tua itu lalu melihat kehebatan Si Onta Putih.

   Bermata buta tapi sanggup naik ke atas pohon.

   "Hanya ada satu manusia berkepandaian seperti dia di dunia ini. Tapi mengapa tampang, pakaian dan warna matanya lain?"

   Emut-Emut tak bisa berfikir lebih jauh karena dua orang tua itu begitu menjejakkan kaki di cabang pohon langsung menyerang! PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Seandainya ada orang lain di tempat itu tentu akan terheran-heran melihat ada orang berkelahi di atas pohon.

   Kalau ketiga orang ini tidak memiliki ilmu meringankan tubuh sangat tinggi niscaya cabang pohon itu sudah patah sejak tadi-tadi! "Tua bangka pengecut! Mengeroyok perempuan hamil!"

   "Perempuan hamil katamu hah?! Kami justru ingin tahu siapa dirimu sebenarnya! Perlihatkan pada temanku perut gendutmu! Ha... ha... ha...!"

   Si Onta Putih tertawa tergelak-gelak.

   Tubuhnya meliuk ke depan.

   Tangan kirinya kirimkan jotosan ke dada Emut-Emut sedang tangan kanannya mematah ranting pohon.

   Hal yang sama juga dilakukan oleh Si Bau Pesing.

   Di tangan kanannya saat itu tergenggam pula sebatang ranting.

   Dengan benda ini dua orang tua menyerang Emut-Emut.

   Perempuan hamil ini segera terdesak hebat.

   Dua orang itu ternyata lebih banyak pergunakan ranting yang mereka jadikan senjata untuk berusaha merobek pakaian yang dikenakan perempuan hamil itu dari pada menggebuk, memukul atau menusuk.

   "Tak ada jalan lain, aku harus turun agar bisa bergerak lebih leluasa!"

   Memikir sampai di situ Emut-Emut berteriak keras lalu melompat dari atas cabang. Selagi tubuhnya melayang di udara, dua orang tua menyusul melompat ke bawah. Sambil melayang turun ke tanah dua orang tua itu kembali menggempur dengan ranting-ranting.

   "Breett! Breett!"

   Pakaian gombrong Emut-Emut robek di bagian pantat dan pinggang.

   "Kurang ajar! Mereka benar-benar hendak menelanjangiku! Biar Si Onta Putih ini aku hajar duluan. Kelihatan dia agak lamban dari Si Bau Pesing!"

   Emut-Emut lalu melompat ke samping kiri, sengaja menjauhi Si Bau Pesing.

   Ketika Si Onta Putih berada di tengah-tengah maka dia kirimkan serangan kilat.

   Orang tua ini sempat dibuat kalang kabut tapi sampai lima jurus menggempur tidak satu serangannyapun mengenai si mata buta berpunuk itu! Sementara itu orang tua berjubah hitam sesaat tampak tertegun mendelik.

   Samar-samar dia mengenali jurus-jurus yang dikeluarkan Emut-Emut waktu menyerang kawannya.

   "Tidak mungkin... tidak mungkin dia akan sekurang ajar itu! Tapi... Hah! Dari dulu dia memang sudah kurang ajar! Jurus-jurus yang dikeluarkannya, mengapa sembrawutan aneh seperti itu?!"

   Si Onta Putih menahan serangan lawan dengan kiblatkan ranting di tangan kanannya bertubi-tubi.

   Begitu gerakan lawan tertahan dia masuk mendekat.

   Lengannya digetarkan.

   Ujung ranting berubah menjadi banyak lalu terdengar suara brebetan berulang kali.

   Dada pakaian gombrong Emut-Emut robek besar.

   Begitu juga bagian perutnya.

   Tapi sambil menjerit perempuan ini masih sempat menutupi auratnya..

   Si Onta Putih tertawa mengekeh lalu lambaikan tangannya pada Si Bau Pesing.

   "Aku siap menelanjanginya. Kau yang tidak buta apa tidak mau ambil bagian?!"

   Mendengar ucapan temannya itu si jubah hitam segera pula masuk ke dalam kalangan.

   Kembali Emut-Emut yang masih mengandalkan tangan kosong itu dikeroyok gencar.

   Sebentar saja dia sudah terdesak hebat.

   Lengan bajunya robek.

   Beberapa bagian tangannya tergurat luka.

   Dalam bertahan mati-matian kedua matanya tidak lepas memperhatikan jurus-jurus serangan yang dilancarkan orang tua berjubah hitam.

   "Aku hampir pasti memang dia... Kalau betul matilah aku!"

   Katanya dalam hati.

   "Bukkk!"

   "Breett!"

   Emut-Emut katupkan rahang rapat-rapat agar tidak keluarkan suara mengeluh kesakitan sewaktu bahu kirinya kena ditoreh ranting di tangan kanan Si Onta Putih. Lalu PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis dari sebelah kanan Si Bau Pesing berhasil merobek lagi pakaiannya di sebelah bawah perut! "Setan alas! Lihat serangan!"

   Teriak Emut-Emut.

   Tubuhnya berkelebat ke arah Si Bau Pesing.

   Tapi selagi lawan yang satunya bertindak ayal, dia balikkan tubuh, berkelebat menggempur si buta Onta Putih.

   Dua tangannya diangkat ke atas dan membuat gerakan aneh.

   Sengaja menyongsong ujung ranting lawan.

   Sesaat kemudian terdengar suara trak...

   trak...

   trak berulang kali.

   "Ilmu mematah tulang!"

   Teriak Si Onta Putih.

   Lalu cepat-cepat campakkan ranting kayunya yang tinggal pendek sebelum sepasang tangan Emut-Emut terus meluncur mematahkan jari-jari tangannya bahkan kedua lengannya! "Manusia buta ini sungguh luar biasa! Dia mengetahui ilmu apa yang aku keluarkan!"

   Membatin Emut-Emut. Orang tua berjubah hitam mendadak hentikan serangan rantingnya. Dia bergeser mendekati temannya dan berbisik.

   "Kau yang buta bagaimana bisa mengenali serangan yang barusan dilancarkan perempuan bunting sinting itu?!"

   Si Onta Putih mengangguk sedikit.

   "Aku hanya menduga. Tapi yakin dugaanku tidak meleset. Setahuku ilmu itu berasal dari Negeri Matahari Terbit! Tak ada tokoh silat di sini yang menguasai atau pernah mempelajarinya. Di sana disebut koppo!"

   Sepasang bola mata si jubah hitam berkilat-kilat, berputar tiada henti.

   "Kurang ajar! Jadi memang dia rupanya! Benar-benar kurang ajar!"

   Lalu pada teman di sebelahnya dia berbisik lagi.

   "Keluarkan tongkat bututmu! Kau serang dia habis-habisan. Aku mencari akal bagaimana bisa melumpuhkannya! Sebetulnya kalau kau suka aku ingin sekali membuat dia sampai sekarat!"

   Mendengar ucapan Si Bau Pesing, kakek buta keluarkan sebuah tongkat kayu butut dari balik punggung jubah putihnya.

   Dengan senjata buruk ini dia lancarkan serangan berantai, merangsak tiada henti.

   Tongkat di tangannya berubah menjadi begitu banyak hingga sulit diduga mana yang asli mana yang bayangan.

   Kalau tadi tidak sulit bagi Emut-Emut untuk mematahkan ranting kayu yang dipergunakan sebagai senjata oleh orang tua buta itu, kini bagaimanapun dia mencoba tongkat itu tak berhasil dipatahkannya.

   Dia sempat menangkap beberapa kali namun sebelum dipatahkan tongkat itu sudah lolos dari cengkeramannya.

   Selagi dia berusaha membendung serangan lawan tongkat di tangan si buta mata merah itu justru mengurungnya dan Emut-Emut sempat keluarkan seruan tertahan.

   Dalam penglihatannya tongkat telah berubah menjadi batangan-batangan balok, membentuk lingkaran dan mengurungnya.

   Bagaimanapun dia berusaha menerobos tetap saja dia berada dalam kurungan itu.

   "Celaka! Apa yang harus aku lakukan?!"

   Keluh Emut-Emut. Dia jadi keluarkan keringat dingin. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba dari samping datang tusukan ranting Si Bau Pesing menembus perutnya! "Breettt!"

   Ujung tongkat dicongkelkan ke atas. Sekali lagi terdengar suara breeet! Lalu di udara tiba-tiba saja kelihatan kapuk beterbangan.

   "Celaka!"

   Keluh Emut-Emut sekali lagi.

   Dia berusaha menutupi pakaian di bagian perut yang robek besar.

   Namun saat itu terasa ada sambaran angin di punggungnya.

   Emut-Emut berpaling sambil hantamkan tangan kanannya namun terlambat.

   Satu totokan mendarat telak di punggungnya, membuat dia kaku tegang tak bisa bergerak.

   "Aku harus membebaskan diri. Kalau tidak benar-benar bisa celaka...."

   Emut-Emut kempeskan perutnya lalu kerahkan aliran darah. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Orang tua berjubah melompat ke hadapan Emut-Emut. Tangan kiri diletakkan di pinggang. Dari mulutnya keluar tawa panjang mengekeh.

   "Ilmu totokanku bukan dari jenis picisan yang bisa dipunahkan begitu saja! Kau boleh kerahkan tenaga dalam sampai terkentut-kentut bahkan terberak-berak! Mustahil kau bisa membebaskan diri!"

   "Tua bangka pengecut! Tak sanggup menghadapiku waktu mengeroyok sekarang kau main totok!"

   Damprat Emut-Emut.

   "Perempuan bunting! Sekarang kita lihat siapa kau sebenarnya!"

   Si Bau Pesing maju dua langkah.

   Ranting di tangan kanannya bergerak menggeletar lalu berubah jadi bayangan.

   Terdengar suara brett...

   brett...

   brett berulang kali.

   Pakaian gombrong yang melekat di tubuh.

   Emut-Emut robek besar di mana-mana hingga akhirnya pakaian itu jatuh merosot ke tanah.

   "Sudah kau telanjangi tubuhnya!"

   Bertanya Si Onta Putih.

   "Belum, ternyata dia mengenakan pakaian laki-laki di balik baju gombrongnya!"

   Jawab Si Bau Pesing.

   "Kau tahu apa yang aku lihat sobatku! Di bagian perutnya dia mengikatkan dua buah bantal besar. Kapuk beterbangan di udara! Itu rupanya jabang bayinya! Ha... ha... ha...! Ada laki-laki gila yang berpura-pura bunting pakai bantal berisi kapuk!"

   "Mengaku datang ke sini mencari bapak anaknya! Ha... ha... ha! menimpali Si Onta Putih.

   "Lekas kau telanjangi di agar ketahuan siapa monyet jantan ini sebenarnya!"

   "Kalau kau berani menelanjangiku, aku bersumpah membunuh kalian berdua!"

   Mengancam Emut-Emut.

   "Huh! Ancaman tengik! Umurmu tidak lebih panjang dari umur kami berdua!"

   Sahut Si Bau Pesing. Sepasang matanya memperlihatkan dengan tajam perempuan hamil yang kini terlihat mengenakan pakaian ringkas. Lalu orang tua ini gerakkan tangan kanannya yang memegang ranting.

   "Brettt!"

   Dada pakaian orang di hadapannya robek besar. Dadanya tersingkap. Pada dada itu kelihatan rajah tiga buah angka 212! Si Bau Pesing hampir terlonjak saking kagetnya. Sekujur tubuhnya yang bungkuk bergetar.

   "Anak setan! Kau rupanya!"

   Katanya setengah berteriak. Si Onta Putih bertanya.

   "Siapa? Siapa dia? Lekas katakan padaku!"

   "Aku belum pasti, mungkin memang dia tapi mungkin juga orang lain menyamar...."

   Si Bau Pesing melompat ke hadapan Emut-Emut yang saat itu tertegak kaku tak bisa bergerak. Tangan kirinya berkelebat ke arah leher sebelah bawah Emut-Emut.

   "Sretttt!"

   Sekali tarik saja terlepaslah selembar topeng sangat tipis yang menutupi wajahnya. Si Bau Pesing menjerit keras ketika melihat tampang asli Emut-Emut. * * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis SEBELAS ONTA Putih mendongak lalu berkata.

   "Hai! Kau menjerit! Tentu kau sudah mengetahui siapa dia! Lekas katakan padaku!"

   "Anak setan! Anak geblek gendeng sialan! Dia rupanya!"

   "Hai! Kau masih belum mengatakan siapa orangnya!"

   "Siapa lagi kalau bukan dia! Anak setan bernama Wiro Sableng itu! Sialan benar. Berani dia menipuku!"

   Emut-Emut tertawa cengengesan. Kalau saja tangannya bisa bergerak pasti saat itu dia sudah menggaruk kepalanya habis-habisan! Si Onta Putih begitu mendengar nama yang disebutkan Si Bau Pesing dongakkan kepala lalu tertawa gelak-gelak.

   "Kita yang tua bangka ini memang sudah kena ditipu!"

   "Guru, Eyang.... Aku mau berlutut di depanmu minta ampun. Tapi tidak bisa! Aku minta ampun atas semua perbuatanku ini...."

   Emut-Emut berucap. Suaranya tiba-tiba saja jadi berubah.

   "Eh!"

   Orang tua berjubah hitam mundur selangkah.

   "Siapa yang kau panggil Eyang, siapa yang kau panggil guru! Jangan bicara ngacok di hadapanku!"

   Onta Putih tersenyum-senyum.

   "Aku kenali suaranya sekarang. Rupanya tadi-tadi dia pergunakan ilmu kepandaian merubah suara. Benar-benar anak setan!"

   Emut-Emut alias Pendekar 212 Wiro Sableng keluarkan suara bergumam. Lalu berkata.

   "Guru, sebetulnya aku sudah tahu siapa kau sejak mencegat aku di gubuk reyot waktu malam hujan-hujan itu...."

   Orang tua berjubah hitam itu angkat tangannya yang memegang ranting, siap untuk dipukulkan ke kepala Wiro. Saat itu Si Onta Putih tiba-tiba tertawa lalu berkata.

   "Sinto, kalau dia sudah tahu siapa dirimu rasanya tak perlu lagi menyamar berlama-lama. Bukankah kita sudah menguji tingkat kepandaiannya...?!"

   Habis berkata begitu orang tua berpunuk ini campakkan sorban di kepalanya lalu membuka jubah putihnya.

   Begitu jubah ditanggalkan, di punggungnya kelihatan sebuah caping besar diikatkan ke tubuhnya yang mengenakan pakaian rombeng butut.

   Di ketiak kirinya ada sebuah buntalan kain.

   Caping besar itulah yang tadi membentuk punuk di punggungnya! Tidak sampai disitu, orang ini lalu pergunakan tangan kiri untuk menarik lepas sehelai topeng yang menutupi wajahnya.

   "Kakek Segala Tahu!"

   Seru Wiro begitu dia mengenali siapa adanya orang tua itu.

   Si kakek tertawa bergelak.

   Dia luruskan tubuhnya berulang kali.

   Lalu dari dalam buntalannya dia kelurkan sebuah kaleng rombeng.

   Setelah mendongakkan kepala dia goyangkan kaleng itu berulang kali hingga menggemalah suara kerontang menyakitkan telinga di puncak Gunung Merbabu itu! "Aneh....

   Tadi waktu berkelahi kaleng itu sama sekali tidak mengeluarkan bunyi! Berarti dia menahan gerakan batu-batu dalam kaleng dengan tenaga dalamnya! Luar biasa tua bangka satu ini!"

   Membatin Pendekar 212.

   "Kek, masih ada yang ketinggalan...."

   Kata Wiro pada Kakek Segala tahu.

   "Eh, apa maksudmu anak geblek?!"

   Bertanya Kakek Segala Tahu sementara si jubah hitam tegak terlongong-longong.

   "Sepasang matamu seharusnya berwarna putih. Aku tak tahu kau memakai apa hingga kulihat matamu berwarna merah semua!"

   Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak. Dia usap kedua matanya dengan tangan kiri. Setelah mengusap dia perlihatkan telapak tangannya pada Wiro. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Daun angsana merah!"

   Seru Wiro.

   Rupanya selama ini si kakek sengaja pergunakan dua lembar daun angsana merah untuk menutupi sepasang matanya yang buta putih! Kakek Segala Tahu kembali tertawa panjang.

   Dia bolang balingkan tongkat bututnya lalu berpaling pada si jubah hitam di sebelahnya.

   "Sinto, kau tunggu apa lagi?!"

   Yang ditegur diam saja. Ragu dia rupanya.

   "Orang sudah tahu siapa dirimu, perlu apa menyamar terus?!"

   Mulut si jubah hitam tampak komat-kamit. Terdengar dia menggerendeng panjang pendek.

   "Anak setan sialan. Kau bakal menerima hukuman berat dariku.... Hik... hik...hik!"

   Mula-mula orang ini buka jubah hitamnya.

   Kini kelihatan pakaian aslinya, sebuah kebaya panjang dalam yang sudah rombeng dan kotor serta bau apak.

   Dia mengenkan kain panjang sebatas betis hingga terlihat sepasang kakinya yang kurus.

   Perlahan-lahan dia tanggalkan topeng dan rambut palsu yang menutupi wajah serta kepalanya.

   Terlihat wajahnya yang sebenarnya, cekung menyeramkan tinggal kulit pembungkus tengkorak.

   Di atas kepalanya yang berambut sangat jarang menancap lima buah tusuk konde terbuat dari perak.

   Dia berusaha meluruskan tubuhnya yang bungkuk tapi tidak bisa karena nenek ini memang sudah bungkuk dimakan usia.

   Inilah dia si nenek sakti dari puncak Gunung Gede, salah seorang dedengkot dunia persilatan dikenal dengan nama Sinto Gendeng terlahir bernama Sinto Weni.

   Kakek Segala Tahu tusukkan tongkat bututnya di punggung Wiro.

   Serta merta totokan yang menguasai tubuh sang pendekar punah.

   "Lekas berlutut minta ampun pada gurumu!"

   Kata Kakek Segala Tahu lalu mendorong punggung Pendekar 212. Wiro cepat jatuhkan diri di hadapan Sinto Gendeng. Dia membungkuk berulang kali lalu berkata.

   "Eyang maafkan aku. Aku telah berlaku kurang ajar padamu. Berani menipu dan melawanmu!"

   "Bagus! Aku terima maafmu! Tapi makan dulu gebukan ini!"

   Sinto Gendeng pukulkan ranting kayu di tangan kanannya ke kepala Wiro.

   "Traakkk!"

   Ranting kayu di tangan Sinto Gendeng patah hancur berantakan. Tangan si nenek tergetar keras. Kakek Segala Tahu telah menangkis ranting itu dengan tongkat bututnya "Sinto,"

   Si kakek lalu menegur.

   "Jangan perturutkan hati kesalmu. Bukankah semua ini sesuai dengan yang kita rencanakan? Kalau dia bisa menipu kita bukankan itu menunjukkan otaknya lebih encer dari kita?!"

   Sinto Gendeng campakkan sisa patahan ranting yang dipegangnya.

   Dia memandang pada di buta Kakek Segala Tahu lalu pada sang murid yang masih berlutut tundukkan kepala.

   Sesaat kemudian nenek sakti ini tertawa terpingkal-pingkal.

   Begitu panjang seolah tidak akan berhenti.

   Wiro yang berlutut tundukkan kepala tiba-tiba melihat sesuatu mengalir di kedua kaki gurunya disertai bau yang menusuk.

   Wiro serta merta melompat sebelum dia terkena percikan air itu.

   "Ada apa?!"

   Bertanya Kakek Segala Tahu.

   "Dia kencing..."

   Jawab Wiro. Kakek Segala Tahu tak dapat menahan gelaknya. Dia tertawa sampai keluar air mata. Wiro mula-mula hanya garuk-garuk kepala tapi kemudian ikut juga tertawa gelak-gelak.

   "Kalian berdua sudah pada gila apa?! Mengapa tertawa begini rupa?!"

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Tentu saja sang murid tak bisa menjawab. Akhirnya si kakek hentikan tawanya dan berkata.

   "Sinto, lain kali kalau mau buang air sebaiknya mencari tempat! Jangan kencing sembarangan!"

   Sinto Gendeng yang seolah baru menyadari apa yang terjadi banting-banting kaki. Walau malu tapi justru dia tunjukkan sikap marah. Inilah sifat aneh si nenek sakti dari puncak Gunung Gede itu.

   "Kita masuk ke rumah sekarang. Kawan yang satu itu sudah lama menunggu,"

   Mengajak Kakek Segala Tahu lalu kerontangkan kaleng rombengnya.

   "Tunggu dulu,"

   Sahut Sinto Gendeng.

   "Aku mau tanya bagaimana sebelumnya kau sudah merasa bahwa aku yang menyamar ini adalah gurumu?!"

   Wiro garuk-garuk kepala.

   "Eyang, kalau aku katakan kau pasti marah lagi padaku!"

   "Kali ini aku berjanji tidak marah asal kau tidak bicara ngaco!"

   Jawab si nenek.

   "Pertama kulihat potongan tubuhmu. Sikapmu selalu bungkuk karena memang begitu keadaan tubuhmu. Kedua kalau kau tertawa suara palsumu tersamar dengan suara asli yang segera kukenali. Kemudian secara tak sadar kau memaki diriku dengan sebutan anak setan. Siapa yang punya kebiasaan seperti itu kalau bukan kau? Lalu ada satu hal yang paling meyakinkan...."

   Wiro diam, tak segera meneruskan ucapannya.

   "Apa? Ayo katakan! Kenapa kau berhenti ngomong?!"

   Tukas Sinto Gendeng.

   "Itu.... Hemmm.... Pakaianmu sebelah bawah mengumbar bau pesing..."

   Jawab Wiro lalu tutup mulutnya dengan tangan agar tidak terdengar suara tawanya. Di sampingnya Kakek Segala Tahu justru sudah meledak duluan tawanya. Sinto Gendeng memaki panjang pendek tapi tidak berbuat sesuatu.

   "Dengar anak setan, aku ada dua pertanyaan padamu. Pertama, aku tidak mengajarkan ilmu menyarukan suara padamu. Membuat aku tidak mengenali suaramu. Dari mana kau belajar ilmu itu...."

   "Dari... dari seorang pandai di Negeri Matahari Terbit..."

   Jawab Wiro.

   "Hemmmm...."

   Sinto Gendeng komat-kamit. Lalu dia bertanya lagi.

   "Pertanyaan kedua. Dari mana kau belajar ilmu mematahkan tulang yang disebut koppo itu?!""Juga dari seseorang di Negeri Matahari Terbit itu guru..."

   Jawab Wiro.

   (Mengenai ilmu mematahkan tulang yang disebut koppo harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Sepasang Manusia Bonsai") "Bagus, ilmumu sudah bertambah.

   Tapi masih jauh dari cukup untuk menghadapi tugas berat yang bakal dibebankan ke pundakmu!"

   Wiro terkejut dan berpaling pada Kakek Segala Tahu.

   "Kek, tugas berat katamu? Tugas berat apa?"

   "Anak setan,"

   Yang menjawab si nenek sakti.

   "Ketahuilah, aku mencegatmu di gubuk itu hanya sekedar untuk menguji kepandaianmu. Juga apa yang terjadi disini semua ujian untukmu. Ilmu silatmu tidak kami sangsikan. Cuma kesaktianmu masih sangat kami khawatirkan...."

   "Aku tidak mengerti..."

   Kata Wiro sambil garuk-garuk kepalanya.

   "Supaya kau mengerti mari ikuti aku masuk ke dalam rumah sana..."

   Kata Sinto Gendeng lalu melangkah duluan menuju rumah kayu di ujung pedataran. Wiro pegang lengan Kakek Segala Tahu, sambil menuntun orang tua ini dia melangkah mengikuti si nenek.

   "Eh, walau mataku buta kau tak usah menuntunku segala. Aku bisa jalan sendiri..."

   Kata Kakek Segala Tahu.

   "Aku tahu,"

   Jawab Wiro setengah berbisik.

   "Aku cuma mau mendekat, mau tanya apa sebenarnya yang ada dibalik semua urusan aneh ini?"

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Aku cuma bisa bilang, dunia persilatan terancam kiamat!"

   Jawab si kakek lalu lepaskan tangannya dari pegangan Wiro dan melangkah cepat menuju rumah kayu. * * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis DUA BELAS DARI luar rumah kayu itu kelihatan kecil saja.

   Tapi begitu masuk di dalam ternyata luas sekali.

   Wiro terheran-heran melihat pemandangan dalam rumah kayu ini.

   Bagian dalam hanya merupakan satu ruangan luas terbuka.

   Di atas lantai papan ada setumpukan jerami kering setinggi pinggang.

   Sebelah atas tumpukan jerami ini ditutup dengan lembaran-lembaran kulit kambing kering yang disambung satu sama lain hingga merupakan selembar tikar besar.

   Di atas tikar kulit kambing ini terbujur satu sosok tubuh gemuk besar luar biasa hingga tumpukan jerami melesak ke bawah.

   "Si Raja Penidur!"

   Ujar Wiro sambil berpaling pada Sinto Gendeng dan Kakek Segala Tahu.

   "Hemm.... Jika dia ada di sini berarti memang ada satu urusan besar!"

   Seperti Kakek Segala Tahu dan Sinto Gendeng, Si Raja Penidur dikenal sebagai salah satu dedengkot rimba persilatan di masa itu.

   Hanya saja dia jarang memunculkan diri karena pekerjaannya sehari-hari bahkan sepanjang tahun cuma tidur melulu.

   Sekali tidur jangan harap dia bisa bangun cepat.

   Suara dengkurnya menggetarkan bangunan kayu itu.

   (Mengenai Si Raja Penidur harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Siluman Teluk Gonggo") Kakek Segala Tahu gelengkan kepala.

   "Hampir tiga puluh hari kami menungguinya di sini! Sontoloyo biang ngorok itu masih saja tidur. Kapan bangunnya...? Padahal urusan besar sudah menunggu. Gawat kalau begini...!"

   "Kita harus membangunkannya secara paksa!"

   Kata Sinto Gendeng pula.

   "Itu katamu. Apa kau tidak tahu sifat keadaannya? Sekalipun petir menyambar di atas jidatnya, sekalipun geledek menggelegar di samping telinganya dia tak bakalan terbangun!"

   Ujar Kakek Segala Tahu pula.

   "Coba kau kerontangkan kaleng rombengmu di salah satu telinganya!"

   Kata Sinto Gendeng pula.

   "Aku sudah mencoba! Kau tahu hasilnya!"

   "Kerahkan seluruh tenaga dalammu!"

   "Baik... baik. Aku akan coba lagi!"

   Kakek Segala Tahu mendekati tumpukan jerami.

   Dengan ujung tongkatnya dia meraba-raba sampai akhirnya dia mengetahui di mana letak kepala Si Raja Penidur.

   Lalu dia kerahkan seluruh tenaga dalamnya.

   Tenaga dalam ini disalurkan ke tangan kiri yang memegang kaleng rombeng berisi batu.

   Begitu kaleng digoyangkan menggelegarlah suara berkerontang keras sekali.

   Bangunan kayu bergetar dan liang telinga seperti ditusuk besi panas! Baik Wiro maupun Sinto Gendeng cepat tekap telinga masing-masing.

   Sampai si kakek merasa pegal menggoyang tangan terus-terusan, Si Raja Penidur masih saja ngorok.

   Akhirnya Kakek Segala Tahu capai sendiri dan berhenti menggoyang kaleng rombeng itu.

   Dia tanggalkan caping bambunya lalu mengipas-ngipasi mukanya yang basah oleh keringat.

   "Apa lagi yang kita lakukan sekarang?!"

   Kakek Segala Tahu seperti putus asa.

   "Bagaimana kalau kita pencet saja bijinya?!"

   Berkata Sinto Gendeng. Wiro tertawa geli mendengar ucapan gurunya itu sedang Kakek Segala Tahu menyeringai sambil geleng-gelengkan kepala.

   "Kalau dia bangun, kalau dia mati bagaimana?"

   Ujarnya. Perlahan-lahan dia palingkan mukanya pada Wiro. Sinto Gendeng ikut menoleh. Saat itu Wiro tegak tak bergerak. Kedua matanya dipejamkan dan tangannya sibuk menggaruk-garuk kepala. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Anak setan ini tengah berfikir keras,"

   Kata Sinto Gendeng dalam hati yang tahu betul apa yang tengah dilakukan muridnya. Lalu dia ajukan pertanyaan.

   "Anak setan, apa yang ada dalam benakmu?!"

   Perlahan-lahan Wiro buka kedua matanya.

   "Orang bangun dan orang tidur sama-sama bernafas..."

   "Orang gila juga tahu hal itu!"

   Kata Sinto Gendeng.

   "Kalau jalan nafasnya terganggu, orang bangun bisa pingsan, orang tidur bisa melejang menggeliat lalu terbangun!"

   "Hemmm.... Kau mau menyuruh aku memencet hidung sontoloyo itu?!"

   Tanya Kakek Segala Tahu.

   "Bukan itu yang aku maksudkan. Mungkin itu bisa menolong tapi ada yang lebih ampuh. Mengganggu jalan nafasnya bukan Cuma menutup hidung, tapi membuat begitu rupa hingga gangguan itu menjalar dalam tubuhnya, masuk ke dalam otaknya!"

   "Kau bicara seperti seorang dukun besar!"

   Kata Sinto Gendeng ketus. Wiro angkat tangannya.

   "Aku cuma punya satu usul. Jika diterima kurasa pasti si penidur ini bisa kita bangunkan!"

   "Sudah, katakan saja apa yang ada dalam otakmu Wiro!"

   Kata Kakek Segala Tahu. Wiro Sableng berpaling pada Sinto Gendeng.

   "Guru, kau naiklah ke atas kasur jerami itu. Berdiri tepat di atas kepala Si Raja Penidur lalu perlahan-lahan turun dan jongkok. Kukira tidak akan makan waktu lama sebelum dia bisa kita bangunkan!"

   Sepasang mata Sinto Gendeng yang cekung seperti mau melompat keluar dari sarangnya.

   "Anak setan kurang ajar! Kau kira apa aku ini? Menyuruh aku jongkok di atas kepala si sontoloyo itu!"

   "Tunggu... tunggu Sinto!"

   Kakek Segala Tahu menengahi.

   "Kurasa ucapan muridmu benarnya. Membangunkan orang dengan mengganggu jalan pernafasannya. Bau pesing tubuh dan pakaianmu akan masuk ke dalam hidungnya, larut dalam jalan pernafasan lalu mengalir dalam darah. Sampai ke jantung terus ke otak! Dia benar! Si Raja Penidur pasti akan terbangun!"

   "Kau juga setan! Aku tidak mau melakukan!"

   Kata Sinto Gendeng sambil banting kaki.

   "Terserah padamu! Jika kau suka kita menunggu berlama-lama di tempat ini. Satu bulan, mungkin satu tahun lagi dia belum tentu bangun secara wajar!"

   Kata Kakek Segala Tahu. Sinto Gendeng banting-banting kaki. Mulutnya menggerendeng panjang pendek dan matanya berkilat-kilat memandang pada muridnya.

   "Anak setan!"

   Teriak si nenek.

   Tapi saat itu juga tubuhnya melesat ke atas kasur jerami.

   Kedua kakinya menjejak di kiri kanan kepala Si Raja Penidur.

   Si nenek masih memaki dan masih memandang melotot pada Wiro.

   Perlahan-lahan dia lalu berjongkok.

   Wiro tutup mulut menahan tawa sementara Kakek Segala Tahu dongakkan kepala dan goyangkan kaleng rombengnya tiga kali berturut-turut.

   Saat demi saat berlalu.

   "Sial! Kakiku sudah letih!"

   Terik Sinto Gendeng.

   "Bertahan Sinto! Bertahanlah!"

   Ujar Kakek Segala Tahu.

   Tiba-tiba salah satu kaki Si Raja penidur kelihatan bergerak, menyusul salah satu tangannya.

   Lalu kepalanya terangkat dari atas tikar kulit kambing.

   Hidungnya mengerenyit dan mulutnya terbuka lebar.

   Tiba-tiba dari mulut itu membersit suara berbangkis tiga kali.

   Sinto Gendeng cepat melompat turun.

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Setan alas! Bau busuk apa ini?!"

   Teriak Si Raja Penidur seraya bangkit duduk, berbangkis lagi lalu gosok hidungnya berulang kali.

   Setelah menguap lebar-lebar perlahan-lahan dia buka kedua matanya, memandang berkeliling.

   Dia segera mengenali ketiga orang yang berdiri di samping tumpukan tempat tidurnya.

   "Heh.... Kalian bertiga. Manusia-manusia jelek.... Mengapa berada disini...? "Kau sendiri mengapa juga ada di sini?!"

   Kakek Segala Tahu menukas.

   "Kau betul! Mengapa aku ada di sini ya...?!"

   Si Raja Penidur mengucak kedua matanya. Di menguap lagi lebar-lebar.

   "Aku tak tahu jawabannya. Ah, mengapa susah payah. Lebih baik aku tidur lagi!"

   Lalu dia segera hendak rebahkan tubuhnya ke atas tikar kulit kambing.

   "Tunggu dulu!"

   Seru Kakek Segala Tahu dan dengan cepat menahan punggung Si Raja Penidur dengan tongkat bututnya hingga raksasa gendut berbobot ratusan kati ini tak jadi menelentang tidur.

   "Sesuai ucapanmu dulu, kami datang di sini untuk mendengar jelas mimpimu tiga ratus hari lalu!"

   "Mimpiku tiga ratus hari lalu?"

   Si Raja Penidur mendongak.

   "Gila.... Mana aku bisa ingat!"

   Katanya. Dia hendak merebahkan tubuhnya kembali tapi tak bisa karena tertahan oleh tongkat kayu Kakek Segala Tahu.

   "Kalau kau tak bisa mengingat biar aku yang mengingatkan!"

   Kata Sinto Gendeng. Tangan kanannya lalu memencet ibu jari kaki kiri Si Raja Penidur. Si gendut meringis dan berkata.

   "Kau ini masih suka bercanda Sinto! Jangan gelitik kakiku!"

   Teriaknya. Si Raja Penidur menganggap kakinya digelitik, padahal jangankan ibu jari manusia, batupun bisa hancur oleh pencetan tadi! "Tiga ratus hri lalu saat kau terbangun dari tidur, kau bilang telah mimpi tentang sebuah kitab. Ingat...?"

   Sinto Gendeng kembali pencet kaki si gendut. Si Raja Penidur meyeringai.

   "Ya aku ingat...! Aku ingat sekarang!"

   "Katamu ada sebuah kitab yang jika jatuh ke tangan jahat akan membuat kiamat dunia persilatan. Kau ingat...?"

   "Ya... ya.... Aku ingat!"

   Si Raja Penidur menguap lebar-lebar.

   "Tiga ratus hari lalu kau tak sempat menjelaskan secara rinci. Kau keburu tidur! Sekarang ini kesempatan kau mengatakannya!"

   "Hemmm... huah..."

   Si Raja Penidur menguap lagi.

   "Kalian menginginkan kitab itu?"

   Tanya Si Raja Penidur.

   "Menginginkan atau tidak itu tak jadi masalah. Yang penting jika sudah tahu kami akan mencari jalan bagaimana menyelamatkan dunia persilatan!"

   Jawab Sinto Gendeng. Si gendut geleng-gelengkan kepala.

   "Tidak satupun dari kalian berjodoh dengan kitab itu. Seorang lain akan mendapatkannya lebih dulu dari kalian. Begitu yang tersirat dalam mimpiku..."

   "Sialan!"

   Teriak Sinto Gendeng sambil bantingkan kaki.

   "Brengsek!"

   Maki Kakek Segala Tahu lalu pukulkan tangan kirinya ke jidatnya sendiri. Wiro Sableng garuk-garuk kepala.

   "Dari tadi kalian ribut membicarakan sebuah kitab yang katanya bisa membuat kiamat dunia persilatan. Sebetulnya kalian ini membicarakan apa? Aku sendiri tidak diberi tahu kitab apa itu! Padahal sebelumnya disebut-sebut aku punya beban berat di atas pundak...."

   Si Raja Penidur berpaling pada Sinto Gendeng.

   "Kau sudah dengar keluhan muridmu. Mengapa tidak menceritakan?"

   Sinto Gendeng komat-kamitkan mulutnya yang perot lalu berkata.

   "Anak setan kau dengar baik-baik. Ada sebuah kitab bernama Wasiat Iblis. Selama puluhan tahun kitb itu PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis lenyap tak diketahui entah kemana.

   Kemudian tiba-tiba diketahui kitab celaka itu berada di tangan seorang tokoh silat bernama Jarot Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan.

   Manusia satu ini kabarnya berusia lebih dari seratus lima puluh tahun.

   Sudah bosan hidup.

   Dia ingin mati cepat-cepat.

   Sebelum mati kitab itu akan diserahkannya pada seseorang yang berjodoh.

   Nah kau bisa bayangkan kalau kitab itu jatuh ke tangan orang lain dan kita tidak bisa mencegahnya...."

   "Kalau kita tahu kitab itu berada dimana dan bergerak cepat mungkin kita bisa mendapatkannya,"

   Kata Wiro. Si Raja Penidur menguap lalu gelengkan kepala.

   "Aku sudah bilang. Dalam mimpiku tersirat apa yang bakal menjadi kenyataan. Kitab itu tidak bakal kalian dapatkan...."

   "Bisa jadi begitu. Tapi kalau kita tidak berusaha bagaimana membuktikannya!"

   Ujar Wiro. Si Raja Penidur menyeringai.

   "Semangatmu tinggi dan nyalimu masih berkobar-kobar anak muda. Tanyakan pada Kakek Segala Tahu, dia bisa meramal dan melihat di mana kitab itu berada. Aku sudah mengantuk dan ingin cepat-cepat tidur...."

   "Awas, cegah dia tidur!"

   Teriak Sinto Gendeng. Kakek Segala tahu putar tangannya yang memegang tongkat penahan punggung Raja Penidur dan alirkan tenaga dalamnya. Tubuh raksasa Si Raja Penidur bergetar tersentak-sentak.

   "Gila! Kau apakan badanku ini?!"

   Teriak Si Raja Penidur.

   "Kau belum memberi semua keterangan. Dulu kau katakan kau juga melihat sebuah kitab lain dalam mimpimu. Kau bilang siapa saja yang bisa mendapatkan kitab itu maka akan sanggup menghadapi kehebatan kitab Wasiat Iblis...."

   Si Raja Penidur tertawa.

   "Soal kitab yang satu itu memang ada dalam mimpiku. Tapi tak ada petunjuk lengkap...."

   "Sudah! Katakan saja apa yang kau ketahui!"

   Kata Kakek Segala Tahu tak sabaran.

   "Namanya Kitab Putih Wasiat Dewa. Dimana beradanya tidak ada petunjuk. Yang tersirat dalam mimpiku, aku melihat seorang kakek berambut dan berkumis serta berjanggut dan berjubah putih yang tahu dimana beradanya kitab itu...."

   "Gila! Di dunia ini ada ratusan orang seperti itu!"

   Ujar Sinto Gendeng pula.

   "Betul..."

   Menyahuti Si Raja Penidur lalu menguap lebar-lebar.

   "Tapi orang tua yang kulihat dalam mimpi bermuka biru sebelah dan selalu mengunyah daun sirih...."

   Sinto Gendeng berpaling pada Kakek Segala Tahu.

   "Kau bisa menyelidik siapa orang itu?"

   "Aku akan berusaha. Tapi ada satu hal yang perlu kita tanyakan padanya...."

   "Terlambat!"

   Seru Wiro.

   "Lihat! Matanya sudah terpejam! Dia sudah tidur!"

   Sesaat kemudian terdengar suara dengkur Si Raja Penidur. Tiga orang itu hanya bisa saling pandang beberapa saat lamanya.

   "Kakek Segala tahu, tugas penting kini berada di tanganmu. Pergunakan kesaktianmu. Kau harus bisa meramal dan memberi petunjuk mengenai dua kitab itu. Di mana beradanya...."

   Kakek Segala Tahu anggukkan kepalanya.

   "Kita keluar saja dari sini. Dengkur si sontoloyo ini mengganggu pemusatan pikiranku...."

   Sampai di pedataran di depan rumah kayu Kakek Segala Tahu duduk di atas sebuah batu.

   Kedua matanya dipejamkan.

   Kepalanya didongakkan.

   Tongkat bututnya menunjuk ke langit.

   Lalu dia goyang-goyangkan kaleng rombengnya sampai tujuh kali.

   Lama sekali baru dia berhenti menggoyang kaleng dan buka mata butanya yang dipejamkan.

   "Kau mendapat petunjuk...?"

   Tanya Sinto Gendeng. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Aku melihat Kotaraja.

   Lalu awan berarak ke arah barat.

   Ada sebuah bukit kecil.

   Itu petunjuk mengenai Kitab Wasiat Iblis.

   Berarti kitab itu ada di sana tapi sulit mengetahui di mana letaknya.

   Kurasa terlalu sia-sia kalau kita mengejar kitab itu.

   Si Raja Penidur sudah mengatakan bahwa kitab itu tidak berjodoh pada salah satu dari kita.

   Dikejar tetap saja akan jatuh ke tangan orang lain.

   Malah begitu orang itu mendapatkan dan mempelajarinya, keselamatan siapa saja yang mengejar tidak akan tertolong! Lebih baik memusatkan perhatian pada kitab kedua yang dianggap sanggup menjadi penumpas ilmu yang terkandung dalam Kitab Wasiat Iblis...."

   "Apa petunjuk yang kau dapat mengenai kitab kedua?"

   Tanya Sinto Gendeng.

   "Mimpi Si Raja Penidur sangat cocok dengan petunjuk yang barusan kudapat. Walau samar-samar aku dapat melihat bayangan orang tua berjubah putih bermuka biru sebelah itu. Bagian biru mukanya ada di sebelah kanan. Mulutnya komat-kamit makan sirih terus-terusan hingga bibirnya merah seperti darah. Dia adalah Tunggul Anggoro yang dikenal dengan julukan Raja Obat Delapan Penjuru Angin. Tempat kediamannya sebuah pulau terpencil di pantai selatan.... Jika kita bisa menemuinya niscaya akan dapat petunjuk di mana Kitab Putih Wasiat Dewa itu berada. Dengan menguasai ilmu kesaktian dalam kitab itu dunia persilatan bisa diselamatkan dari Kitab Wasiat Iblis...."

   Kakek Segala Tahu goyangkan kaleng rombengnya lalu usap wajahnya yang keringatan. Wiro mendehem beberapa kali.

   "Bagiku jelas sekarang, mengapa kalian memancingku datang ke tempat ini. Untuk menguji dan sekaligus meyerahkan tugas mencari Kitab Putih Wasiat Dewa itu...."

   Kakek Segala Tahu menyeringai lalu mengangguk-angguk.

   "Anak setan! Syukur kau punya kesadaran!"

   Ujar Sinto Gendeng.

   "Apa kau sudah siap untuk melakukannya?"

   "Kalau memang tugas setiap saat aku siap melakukannya Eyang,"

   Jawab murid Sinto Gendeng walau dalam hati sang pendekar ini berkata "Mati aku sekali ini!"

   Kakek Segala Tahu ketuk-ketukkan tongkat bututnya ke tanah lalu berkata.

   "Ini bukan tugas mudah! Nyawamu tantangannya. Apalagi kalau orang lain kedahuluan mendapatkan Kitab Wasiat Iblis itu. Atau ada kebocoran mengenai rahasia Kitab Putih Wasiat Dewa hingga kebobolan...."

   Wiro garuk-garuk kepalanya.

   "Kakek Segala Tahu, Eyang Guru.... Kurasa setelah mendapat petunjuk dan menerima tugas dari kalian lebih baik aku minta diri dari sini sekarang juga."

   "Bagus, makin cepat kau pergi makin baik!"

   Kata Kakek Segala Tahu.

   "Ada satu nasihat lagi dariku. Kalau kau mengalami kesulitan ada baiknya kau menghubungi tokoh-tokoh silat yang punya hubungan baik denganmu. Seperti Bujang Gila Tapak Sakti, Dewa Sedih dan Dewa Ketawa. Tua Gila...." (Mengenai Bujang Gila Tapak Sakti, Dewa Sedih dan Dewa Ketawa harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Bujang Gila Tapak Sakti"

   Dan "Pelangi di Majapahit") "Pasti akan aku lakukan Kek,"

   Kata Wiro pula. Pendekar 212 lalu menyalami dan mencium tangan gurunya serta tangan Kakek Segala Tahu. Setelah membungkuk berulang kali diapun membalikkan tubuh.

   "Anak setan! Apa kau akan pergi seperti itu?!"

   Teguran Sinto Gendeng membuat Wiro hentikan langkah, berpaling dan memandang pada si nenek dengan air muka tidak mengerti.

   "Eyang.... Ada sesuatu yang aku lupakan?"

   Tanya Wiro. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Pegang kepalamu! Rambutmu masih dikuncir dan diikat pita warna-warni. Kalau mau gila cukup sebentar saja. Jangan terus-terusan!"

   "Ah!"

   Wiro pegang kepalanya. Dia lupa. Sampai saat itu rambut gondrongnya masih dalam keadaan terkuncir dan diikat pita aneka warna. Cepat-cepat dia tanggalkan semua ikatan pita.

   "Sudah Eyang.... Sekarang saya bisa pergi...."

   "Anak tolol! Mukamu masih babak belur bercelemong pupur merah putih. Sebelum turun dari gunung ini cari mata air atau telaga. Cuci mukamu sampai bersih. Kalau tidak anak-anak sekampung akan mengiringimu sambil berteriak orang gila... orang gila!"

   "Terima kasih Eyang... terima kasih... Aku akan mencari air untuk membasuh muka jelek ini."

   Lalu cepat-cepat Wiro tinggalkan tempat itu. Setelah jauh dia memperlambat larinya. Sambil garuk kepala dia berkata.

   "Untung aku tidak disuruh mencuci muka dengan air kencingnya!" * * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis TIGA BELAS PANGERAN Matahari dekati sumur batu itu. Bau busuk tercium keluar dari dalam sumur.

   "Pasti juga ada mayat dalam sumur ini,"

   Kata Pangeran Matahari dalam hati.

   "Justru di sini tersembunyi Kitab Wasiat Iblis itu...."

   Dia memandang berkeliling lalu sambil pegangi tepi sumur batu dia ulurkan sebagian tubuhnya, memandang ke dalam sumur.

   "Gelap dan busuk. Ada selapis kabut menutupi pemandangan. Aku tak bisa melihat apa-apa...."

   Baru saja dia berkata begitu tiba-tiba dari dalam sumur terdengar suara menderu keras laksana ada air bah. Lalu satu gelombang angin dahsyat mencuat ke atas.

   "Gila! Apa sumur tua ini ada hantu silumannya?!"

   Teriak Pangeran Matahari berfikir sejenak.

   Dengan hati-hati kembali dia mendekati pinggiran sumur dan seperti tadi dia ulurkan sebgian tubuhnya.

   Dia tak menunggu lama.

   Dari dasar sumur terdengar deru dahsyat disusul dengan mengebubunya angin sangat kencang.

   Untuk kedua kalinya Pangeran Matahari hindarkan diri dengan melompat ke belakang.

   Sesaat dia tegak tak bergerak.

   Pandangannya kemudian membentur sosok Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan yang tegak dalam keadaan kaku.

   Satu seringai tersungging di mulutnya.

   Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan segera maklum apa yang ada dalam benak orang itu.

   Keduanya serentak berteriak.

   "Jangan! Jangan jadikan kami percobaan maut!"

   Pangeran Matahari melangkah ke arah Tiga Bayangan Setan. Menyangka dirinya yang hendak dijadikan percobaan orang ini meratap keras.

   "Demi setan jangan! Jangan!"

   Tapi dia segera hentikan teriakannya ketika Pangeran Matahari melewatinya.

   Lalu di belakangnya terdengar suara pohon berderak patah.

   Tak lama kemudian Pangeran Matahari kelihatan menyeret sebatang pohon yang barusan dipatahkannya.

   Batang pohon itu dimelintangkannya di atas mulut sumur batu.

   Sesaat kemudian dari dasar sumur menderu suara keras disusul hembusan angin dahsyat.

   Batang kayu yang terletak di atas sumur mencelat mental, hancur berkeping-keping.

   "Ganas sekali!"

   Desis Pangeran Matahari. Pelipisnya bergerak-gerak.

   "Kalau saja guruku Si Muka Bangkai tidak mengatakan Kitab Wasiat Iblis itu ada di dalam sumur ini sudah sejak tadi-tadi aku meninggalkan tempat celaka ini. Hemmm.... Aku harus mencari akal.... Angin dahsyat mematikan itu tidak serta merta melesat keluar bila ada benda di atas sumur. Paling tidak ada jarak waktu. Ada uliran seperti tangga menurun menuju ke dasar sumur. Tapi terlalu lama kalau harus mengikuti tangga terjal itu. Melayang akan lebih cepat. Hmm...."

   Pangeran Mathari berfikir lagi.

   Dia ingat ada segulung tali yang ditinggalkannya di kantong perbekalan yang tergantung di kudanya.

   Akhirnya dia tetap pada keputusan untuk masuk ke dalam sumur dengan jalan melompat.

   Dia patahkan batang pohon untuk kedua kalinya dengan hantaman tangan kanan.

   Sekali ini dia sengaja memilih batang pohon lebih besar.

   Seperti tadi dengan hati-hati batang pohon itu diletakkan di atas sumur lalu mundur sejuh beberapa langkah.

   Sesaat kemudian di dasar sumur terdengar sura macam air bah itu.

   Lalu angin dahsyat melesat ke atas, menghantam batang pohon besar hingga hancur berkeping-keping.

   Pada saat batang pohon mental, Pangeran Matahari kibaskan mantelnya lalu melompat masuk ke dalam sumur.

   Kedua tangannya dikembangkan.

   Telapak tangan dibuka dan diarahkan ke bawah.

   Dari dua telapak tangan ini memancar sinar merah kuning yang memiliki kekuatan mampu menahan daya jatuh tubuhnya.

   Sebenarnya yang keluar dari kedua tangannya itu adalah pukulan sakti "telapak Merapi".

   Selain itu mantelnya yang terkembang ikut membantu menahan kecepatan jatuh atau daya layang tubuhnya.

   Pangeran Matahari sudah melayang turun sedalam dua pertiga kedalaman sumut gelap ketika dia mendadak menjadi tegang karena di bawah sana tiba-tiba terdengar deru suara air bah.

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Secepat kilat Pangeran Matahari melesatkan tubuhnya ke dinding sebelah kiri lalu menjejakkan kedua kakinya di ulir batu.

   Kedua tangannya dihantamkan ke dinding sumur.

   "Craasss! Craaasss!"

   Dinding batu berlubang jebol.

   Sepasang tangan Pangeran Matahari amblas masuk ke dalam lobang itu sampai sebatas siku.

   Ketika angin dahsyat mencut ke atas dia lekatkan tubuhnya rapat-rapat ke dinding sumur.

   Di dalam lobang dua tangannya mencengkeram kuat-kuat.

   Tenaga dalam dikerahkan penuh.

   "Wusss! Wutt! Wuttt!"

   "Breeettt!"

   Angin dahsyat menghantam tubuhnya tapi dia bisa luput.

   Walau demikian tengkukya terasa dingin ketika mantel di punggungnya robek besar lalu terlepas mental dan melayang ke atas sumur.

   Dengan tubuh basah oleh keringat dingin Pangeran Matahari menunggu.

   Sumur tua itu dicekam kesunyian dan kegelapan.

   "Saatnya aku harus turun. Mudah-mudahan angin celaka itu tidak akan menyerang lagi...."

   Membatin Pangeran Matahari.

   "Bau busuk semakin santar. Berarti aku tak seberapa jauh lagi dari dasar sumur...."

   Memikir begitu disamping mantelnya tak ada lagi maka Pangeran Matahari melanjutkan turun ke dasar sumur dengan berjalan diulir sepanjang dinding sumur yang merupakan tangga.

   Dalam hati dia menghitung setiap langkah yang dibuatnya.

   Pada hitungan ke tujuh puluh dua kaki kirinya mencapai dasar sumur tapi tidak menginjak dasar batu melainkan menginjk sebuah benda bulat panjang hingga dia hmpir terpeleset.

   "Bau busuk celaka! Gelap jahanam!"

   Maki Pangeran Matahari. Dia mengeruk saku pakaiannya mengeluarkan dua buah batu hitam sebesar kepalan.

   "Untung guru membekali dua batu api ini!"

   Dua buah batu hitam digosokkannya kuat-kuat.

   Bunga api memercik.

   Pada gosokan keempat salah satu dari dua batu api itu mengobarkn api.

   Tempat itu serta merta menjadi terang.

   Memandang berkeliling Pangeran Matahari jadi bergidik.

   Di dasar sumur batu yang tidak berair itu tergeletak sesosok mayat yang sudah membusuk dan digerogoti belatung di bagian mata, telinga dan hidung.

   Sebagian kepalanya remuk, tertutup darah yang sudah mengering.

   Rambutnya yang putih awut-awutan penuh dengan noda darah yang sudah mengering.

   Sulit mengenali wajah mayat ini Pangeran Matahari punya dugaan keras ini adalah mayat Jarot Ampel alias Iblis Tanpa Bayangan.

   "Kitab Wasiat Iblis itu..."

   Desis Pangeran Matahari.

   "Menurut Si Muka Bangkai ada dalam sumur ini. Aku tidak melihatnya...."

   Pangeran Matahari memandang berkeliling lalu pandangannya kembali pada mayat Iblis Tanpa Bayangan.

   Dengan ujung kakinya mayat itu dibalikkannya hingga terbujur miring.

   Kitab yang dicari tetap tidak ditemukan.

   Dia memeriksa seluruh dinding sumur batu.

   Dia sengaja menyalakan lagi batu api kedua hingga tempat itu bertambah terang.

   "Setan, di mana kitab iblis itu bisa kutemukam! Apakah guruku sengaja menipuku?!"

   Pangeran Matahari melangkah seputar dasar sumur batu.

   Ketika dia sampai di hadapan sosok mayat Iblis Tanpa Bayangan yang kini berada dalam keadaan miring, sepasang matanya membesar.

   Karena miring, baju di bagian dadanya tersingkap.

   Sebuah benda berwarna hitam tersembul dari balik baju mayat.

   Pangeran Matahari tekap hidungnya lalu membungkuk memperlihatkan lebih seksama.

   Tangannya diulurkan untuk mengambil benda itu.

   Begitu jari-jarinya menyentuh benda hitam dia merasa ada hawa aneh mengalir, membuat pandangannya lebih terang dan tiba-tiba saja jalan pernafasannya sanggup meredam bau busuknya mayat! PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Pasti ini Kitab Wasiat Iblis itu! Buku sakti yang aku cari!"

   Kata Pangeran Matahari dalam hati seraya cepat-cepat menariknya dari balik baju mayat.

   "Wasiat Iblis"! Pangeran Matahari membaca tulisan yang tertera di sampul hitam kitab dengan suara bergetar. Kitab diperiksanya dengan cepat. Isinya hanya tiga lembar halaman. Tulisan di halamannya tidak mudah untuk dibaca. Apalagi di tempat yang hanya diterangi nyala api dua batu api kecil. Cepat-cepat Pangeran Matahari masukkan kitab itu ke balik bajunya. Dia memandang berkeliling.

   "Kitab sakti sudah didapat. Aku harus segera tinggalkan tempat ini. Khawatir suara air bah dan angin jahanam itu tiba-tiba muncul!"

   Cepat-cepat Pangeran Matahari memanjat ulir sepanjang dinding sumur batu yang merupakan tangga terjal menuju ke atas.

   "Aneh, kenapa langkahku menjadi enteng dan tubuhku terasa ringan sekali!"

   Pikir Pangeran Matahari.

   "Jangan-jangan buku sakti ini penyebabnya!"

   Sebentar saja dia berhasil mencapai ujung atas sumur.

   Sekali lompat dia sudah berada di luar sumur.

   Begitu kedua kakinya menjejak tanah dia memandang berkeliling dan jadi terkejut.

   Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan tak ada lagi di tempat mereka tadi tertegak kaku akibat totokan.

   Sang Pangeran segera mencium bahaya.

   "Pasti ada orang ketiga. Dua setan itu tak mungkin membebaskan diri sendiri dari totokanku!"

   Pangeran Matahari melangkah seputar sumur batu, memandang ke setiap sudut di sekitarnya.

   "Kau mencari kami Pangeran Matahari?!"

   Satu suara menegur dari belakang.

   Pangeran Matahari cepat balikkan tubuh.

   Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan berdiri sekitar sepuluh langkah di hadapannya.

   Keduanya sunggingkn senyum lebar lalu tertawa mengekeh, tidak keras tapi cukup membut Pangeran Matahari merasa tidak enak.

   Apa lagi saat itu di antara kedua orang itu tegak berdiri seorang nenek berpakaian kuning.

   Meskipun tua namun wajahnya dihias secara berlebihan dan sikapnya nampak genit.

   Pada ikat pinggang besar warna hijau yang dikenakannya tersisip sebuah senjata berbentuk tombak yang ujungnya bercagak dua.

   "Iblis Tua Ratu Pesolek!"

   Kata Pangeran Matahari dalam hati begitu dia mengenali siapa adanya si nenek berjubah kuning. Tiga Bayangan Setan usap-usap kedua tangannya lalu berkata.

   "Kau sudah masuk ke dalam sumur batu dan keluar lagi. Berarti kau sudah menemukan Kitab Wasiat Iblis itu!"

   Pangeran Matahari diam saja.

   "Kalau kau mau menyerahkan pada kami, kami menganggap selesai segala hutang piutang di antara kita! Kau boleh pergi dengan aman dan nyawa masih di badan!"

   Mendengar itu Pangeran Matahari sunggingkan senyum lalu tertawa. Mula-mula perlahan saja kemudian makin keras dan makin keras.

   "Anjing-anjing pengawalku rupanya punya nyali besar! Apa kalian lupa kalau tubuh kalian mengalir racun jahat yang hanya memberi kehidupan seratus hari pada kalian?!"

   Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan balas tertawa gelak-gelak sementara Iblis Tua Ratu Pesolek tenang-tenang saja.

   Dari balik pakaiannya dia keluarkan sebuah kaca kecil.

   Sambil memandang ke dalam kaca dia merapikan susunan rambutnya yang disanggul, mengusap pipinya dan menggerak-gerakkan bibirnya yang diberi cat pewarna sangat merah.

   "Soal racun dan kematian kami berdua tidak begitu memikirkan. Sahabat kami yang cantik ini berjanji akan memberikan obat penawar!"

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis "Hemmm begitu...? Lalu apa yang kalian berikan padanya sebagai imbalan? Tubuh kalian...?!"

   "Setan alas!"

   Maki Elang Setan.

   "Jahanam!"

   Rutuk Tiga Bayangan Setan.

   Sebaliknya si nenek tua tidak menunjukkan tanda-tanda marah.

   Malah dia keluarkan suara tertawa genit.

   Setelah menyimpan kaca kecilnya dia kedip-kedipkan sepasang matanya lalu bergerak mendekati Pangeran Matahari dan berhenti lima langkah di depan pemuda itu.

   "Kau masih muda. Tapi pengalamanmu mengenai hubungan perempuan dengan lelaki agaknya jauh lebih luas dari aku yang sudah tua. Ya... ya... ya... Aku memang sudah tua. Tapi keadaan badanku tidak kalah dengan apa yang dimiliki seorang gadis. Kau bisa saksikan sendiri!"

   Habis berkata begitu si nenek singkapkan ke atas baju kuningnya. Sepasang mata Pangeran Matahari melihat dua buah payudara putih besar dan kencang terpentang di hadapannya.

   "Gila! Bagaimana ada nenek-nenek memiliki aurat seperti ini!"

   Ujar Pangeran Matahari dalam hati. Selagi dia terperangah melihat pemandangan luar biasa ini tiba-tiba dari balik baju kuning si nenek melesat keluar selusin senjata rahasia berupa paku hitam.

   "Tua bangka kurang ajar! Kau sengaja mencari mati!"

   Hardik Pangeran Matahari. Tangan kanannya diangkat, siap untuk lepaskan pukulan sakti "telapak matahari"

   Namun sebelum pukulan sempat dilepas tiba-tiba dari dada Pangeran Matahari melesat keluar satu gelombng angin keras yang memancarkan sinar hitam pekat.

   Selusin paku bermentalan dan leleh.

   Di depan sana Iblis Tua Ratu Pesolek keluarkan jeritan keras.

   Tubuhnya mencelat sampai sepuluh tombak.

   Begitu tergelimpang di tanah tubuh itu hanya tinggal tulang belulang hangus menghitam! Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan langsung merinding pucat melihat apa yang terjadi.

   Pangeran Matahari sendiri ikut ngeri juga merasa heran.

   "Aneh, apa yang terjadi dengan diriku! Aku belum sempat melepas pukulan sakti. Dari dadaku tiba-tiba ada sinar hitam yang sanggup melelehkan senjata rahasia bahkan membuat si nenek mati mengerikan begitu rupa.... Astaga! Jangan-jangan Kitab Wasiat Iblis yang ada di balik bajuku!"

   Selagi dia terkesiap begitu rupa tiba-tiba Elang Setan dan Tiga Bayangan Setan mendatangi dan jatuhkan diri di depan Pangeran Matahari.

   "Pangeran kami telah membuat kesalahan besar. Perempuan tua itu telah menipu kami!"

   Kata Tiga Bayangan Setan.

   "Benar,"

   Menyambung Elang Setan.

   "Kami berdua mohon ampun dan maafmu. Kami bersedia melakukan apa saja yang kau katakan!"

   Pangeran Matahari tertawa lebar.

   "Manusia-manusia culas! Nyawa kalian kuampuni sampai seratus hari dimuka. Sementara itu kalian berdua tetap menjadi anjing-anjing pengawalku! Menggonggonglah!"

   "Pangeran..."

   Ujar Tiga Bayangan Setan.

   "Kami..."

   Elang Setan ikut bicara tapi segera disentak.

   "Aku bilang menggonggonglah! Menggonggonglah seperti anjing! Atau kalian akan menyusul jadi tulang belulang hangus hitam seperti si Iblis Tua Ratu Pesolek?"

   Tak ada jalan lain. Kedua orang itu mulai menggonggong menirukan suara anjing. Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak.

   "Kurang keras! Menggonggong lebih keras!"

   Bentaknya. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng Wasiat Iblis Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terpaksa patuh dan menggonggong lebih keras.

   "Bagus! Menggonggonglah terus sampai lidah kalian copot!"

   Kata Pangeran Matahari. Lalu sambil tertawa mengekeh dia tinggalkan tempat itu. Disatu tempat dia teringat pada Wiro Sableng. Langsung saja dia berteriak.

   "Pendekar 212! Di mana kau? Sekarang jangan harap bisa lolos dari tanganku! Wasiat Iblis merupakan wasiat kematian bagimu! Ha... ha... ha!"

   TAMAT PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG Serial Berikutnya .

   WASIAT DEWA Catatan dari mercenary_007 1.

   Cuma untuk berbagi semangat; 2.

   Tidak ada unsur komersial apapun atas penulisan e-book ini; 3.

   Terlambat dalam penulisan sebab berbagi waktu dengan kesibukan pekerjaan di kantor; 4.

   Kesalahan penulisan mohon dimaafkan.

   Jika ada saran perbaikan mohon dicantumkan kesalahan penulisan pada thread yang sudah kita kenal bersama; 5.

   Salam 212 selalu untuk para penggemar Wiro Sableng.

   PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http.//www.softwarelabs.com

   

   

   

Raja Naga Misteri Menara Berkabut Pendekar Rajawali Sakti Siluman Penghisap Darah Roro Centil Empat Iblis Kali Progo

Cari Blog Ini