Ceritasilat Novel Online

Expected One 7


Kathleen Mcgowan The Expected One Bagian 7



Ia menyandang takdir istimewa dari darah dan nubuat suci.

   Yakni pernikahan agung, sesuatu yang telah diramalkan oleh para rasul besar Israel suatu pernikahan yang diyakini banyak orang sebagai tak kurang dari kehendak mutlak Tuhan.

   Beban yang terlalu besar untuk bahu semungil itu, pikir Lazarus saat ia mendengarkan penjelasan adiknya.

   Maria berbicara dengan sikap yang biasanya tidak ia lakukan, terbuka dan disertai emosi.

   Ini membuat sang kakak sadar, sekaligus merasa bersalah, bahwa Maria merasa takut dengan peran yang telah ditentukan baginya dalam sejarah.

   Aneh memang, tapi ia jarang mengizinkan dirinya menganggap sang adik sebagai manusia seutuhnya.

   Maria adalah makhluk yang sangat berharga, harus dilindungi dan diayomi.

   Lazarus memandang semua tugas ini dengan sangat hatihati dan melaksanakannya dengan bangga.

   Tapi ia juga mencintai sang adik meski baru setelah bertemu istrinya, Martha, ia membolehkan dirinya untuk benarbenar menyadari hal itu, atau merasakan emosi semacam itu.

   Lazarus masih sangat belia ketika ayahnya meninggal.

   Barangkali terlalu muda untuk mengemban tanggung jawab besar keluarga, selain tanggung jawabnya sendiri sebagai seorang tuan tanah.

   Tapi pemuda ini sudah bersumpah menjelang ayahnya meninggal bahwa ia tidak akan membuat keluarga Benjamin kecewa.

   Ia tidak akan mengecewakan kaumnya dan Tuhan bangsa Israel.

   Dengan tekad bulat, Lazarus mengemban berbagai tanggung jawab.

   Yang teratas adalah menjaga adiknya, Maria.

   Kehidupannya sarat dengan tugas dan tanggung jawab.

   Lazarus pula yang mengatur pendidikan dan pengasuhan adiknya agar sesuai dengan takdirnya yang mulia.

   Tapi ia tidak mengizinkan dirinya sendiri merasakan apa pun.

   Emosi adalah kemewahan, dan tidak jarang berbahaya.

   Untungnya Tuhan mengirimkan Martha kepadanya.

   Ia sulung dari tiga bersaudara dari Bethany yang lahir dari salah satu keluarga Israel yang terhormat.

   Pada dasarnya pernikahan itu sudah diatur, meski Lazarus diberi kesempatan untuk memilih satu di antara tiga gadis.

   Pada awalnya ia memilih Martha karena alasan praktis.

   Sebagai putri sulung, ia bijaksana dan bertanggung jawab, di samping memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam hal mengatur rumah tangga.

   Kedua adiknya kurang bijaksana dan sedikit manja.

   Lazarus cemas kalau-kalau mereka membawa pengaruh negatif terhadap adiknya.

   Ketiga gadis itu cantik, tapi kecantikan Martha lebih menenangkan.

   Ia memberi efek menenteramkan bagi Lazarus.

   Pasangan praktis itu menjadi pasangan yang saling mencintai, Martha telah membuka hati Lazarus.

   Ketika ibu Lazarus meninggal secara mendadak, meninggalkan Maria yang masih memerlukan pengasuhan, Martha melangkah masuk dan mengambil peran itu tanpa kesulitan.

   Maria sedang memikirkan Martha ketika ia berhenti untuk beristirahat di bawah naungan pohon kesukaannya.

   Besok, imam besar Jonathan Annas akan datang dan persiapan pernikahan dimulai.

   Tak akan ada lagi kesempatan menyelinap tanpa kawalan untuk waktu yang sangat lama.

   Jadi Maria memilih memanfaatkan momen ini sebaik-baiknya.

   Memang, seperti yang mereka semua ketahui, waktunya akan tiba.

   Waktu, saat ia dipaksa meninggalkan rumah yang sangat ia cintai untuk pergi ke wilayah selatan bersama suaminya kelak.

   Suami! Easa.

   Memikirkan lelaki yang adalah tunangannya itu saja membuat hatinya merasa hangat.

   Wanita mana pun pasti iri dengan kedudukannya sebagai calon ratu bagi raja mereka.

   Tapi ada sesuatu yang lebih dari sekadar kedudukan yang membuat Maria merasa senang.

   Yaitu lelaki itu sendiri.

   Orangorang memanggilnya Yeshua, putra sulung dan keturunan keluarga Daud.

   Tapi Maria memanggilnya dengan nama masa kecilnya, Easa.

   Ini membuat kakaknya dan Martha merasa malu.

   "Tidak pantas memanggil calon raja kita dan pemimpin yang telah terpilih dengan panggilan masa kecilnya, Maria,"

   Tegur Lazarus saat terakhir kali Easa berkunjung.

   "Pantas untuknya,"

   Jawab sebuah suara yang lembut dan dalam yang segera menarik perhatian. Lazarus langsung terdiam. Ia menoleh ke belakang dan melihat sang Putra Singa sendiri, Yeshua, berdiri di sana.

   "Maria telah mengenalku sejak aku masih kecil, dan dia selalu memanggilku Easa. Aku tak akan mengubahnya dengan alasan apa pun."

   Lazarus terlihat malu sampai Easa menyelamatkan suasana dengan senyumnya.

   Ada kesan magis dalam ekspresi itu.

   Suatu kehangatan yang mampu mengubah suasana dan mustahil ditahan.

   Sisa malam itu berjalan luar biasa, dipenuhi orangorang yang paling dicintai Maria, berkumpul mengelilingi Easa dan mendengarkan kearifannya.

   Sembari berbaring di bawah naungan dua pohon zaitun yang besar, Maria tertidur di bawah mentari siang.

   Bayangan akan calon suaminya hadir menyertainya.

   f Saat Maria merasa ada bayangan menutupi wajahnya, ia menjadi panik dan menduga ia telah terlalu lama tidur.

   Hari sudah gelap! Lazarus pasti marah.

   Tapi saat ia menggelengkan kepala untuk menghilangkan kantuk, ia sadar hari masih siang.

   Matahari bersinar terang di atas Gunung Arbei.

   Maria mendongak untuk melihat benda apa yang menimbulkan bayangan di wajahnya.

   Ia terperangah, sesaat tak mampu bergerak sebelum berdiri, dengan segala keceriaan seorang gadis belia yang tengah kasmaran, melihat sosok di hadapannya.

   "Easa!"

   Pekiknya senang. Lelaki itu merentangkan tangannya dan merengkuh Maria dengan pelukan hangat sesaat sebelum ia sedikit mundur untuk melihat wajah cantik gadis itu.

   "Merpati kecilku,"

   Katanya, menggunakan julukan yang ia berikan kepada Maria saat masih kecil.

   "Mungkinkah kau bertambah cantik setiap hari?"

   "Easa! Aku tidak tahu kau akan datang. Tak ada yang memberitahu..."

   "Mereka tidak tahu. Ini juga kejutan buat mereka. Tapi aku tidak bisa membiarkan persiapan pernikahanku berjalan tanpa kehadiranku."

   Ia menyunggingkan senyuman kepada Maria lagi. Maria memandangi sosok itu sejenak, sepasang mata gelap diimbangi tulang pipi yang tegas. Dialah lelaki paling tampan yang pernah Maria lihat, bahkan lelaki paling tampan di dunia.

   "Tapi kata kakakku tidak aman jika kau menjumpaiku di sini sekarang."

   "Kakakmu lelaki hebat yang terlalu khawatir,"

   Kata Easa menenangkan.

   "Tuhan akan memberi dan melindungi."

   Saat Easa berbicara, Maria menunduk dan sadar betapa kacau penampilannya.

   Rambutnya yang panjang hingga ke pinggang acakacakan dan penuh dengan helaian rumput dan daun kering, serasi dengan kakinya yang telanjang dan berdebu.

   Pada saat seperti ini, ia sangat jauh dari gambaran seorang calon ratu.

   Maria memohon maaf atas penampilannya yang kurang pantas, tapi Easa memotong dengan tawa cerianya.

   "Jangan cemas, Merpatiku. Engkaulah alasanku ke sini, bukan pakaian, bukan pula penampilanmu."

   Ia mengulurkan tangan dan mengambil daun dari rambutnya dengan lagak menggoda. Maria tersenyum padanya, merapikan pakaian, dan membersihkan kotoran yang menempel.

   "Kakakku tidak boleh melihatku dalam keadaan seperti ini,"

   Kata Maria dengan mimik cemas. Lazarus sangat ketat dalam hal protokol dan kehormatan. Ia pasti marah besar jika mengetahui adiknya sekarang berada di kebun, tak didampingi, berpenampilan tak pantas di hadapan calon raja dari garis Daud pula.

   "Aku akan mengatasi Lazarus,"

   Kata Easa menenangkan.

   "Tapi sekadar berjaga-jaga, bagaimana jika kaumasuk ke dalam dan berpura-pura tidak bertemu denganku. Aku akan keluar lewat belakang dan kembali malam ini setelah memberi informasi bahwa aku akan datang. Dengan begitu, baik kakakmu maupun Martha tidak akan terkejut."

   "Baiklah, aku akan bertemu denganmu malam ini,"

   Jawab Maria, mendadak merasa malu. Ia merasa canggung sejenak, lalu menuju rumahnya.

   "Pura-pura kaget, ya,"

   Teriak Easa, menyaksikan calon istrinya berlari melewati kebun.

   f Siang itu, dan malam yang menyertainya, memberi kenangan yang tak akan dilupakan Maria seumur hidup.

   Itulah kali terakhir ia tahu bagaimana rasanya hidup bebas, belia, kasmaran, dan bahagia.

   Jonathan Annas datang keesokan hari, tapi dengan agenda baru.

   Iklim politik dan spiritual di Yerusalem menunjukkan situasi yang semakin tidak stabil sehingga rencana diubah untuk mengantisipasi ancaman yang kian hebat dari Roma.

   Para imam telah memilih seorang pemimpin baru lewat dewan rahasia.

   Dewan ini menganggap Yeshua tidak pantas mengemban tugas sebagai seorang yang dipilih.

   Para anggota dewan telah menghadap Annas untuk melaporkan kesimpulan mereka.

   Saat tamu akan datang, Martha menyuruh Maria keluar dari ruangan, tapi ia menolak berada jauh-jauh sementara masa depannya tengah didiskusikan oleh orangorang yang paling berpengaruh.

   Easa tersenyum padanya untuk menguatkan hati.

   Tapi Maria menangkap sesuatu dalam sorot mata Easa yang membuatnya takut.

   Ketidakpastian.

   Ia tidak pernah melihat Easa tampak tidak yakin sebelumnya, tapi sekarang ia melihatnya dan itu membuatnya luar biasa takut.

   Bertentangan dengan perintah Martha, Maria bersembunyi di lorong ruangan dan menguping.

   Terdengar suarasuara meninggi, sebagian berteriak, sebagian saling mengemukakan pendapat.

   Sering kali sulit mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.

   Suara yang tegas, keras, dan kasar itu milik Jonathan Annas.

   "Kau sendiri yang menimbulkan persoalan ini dengan berdamai dengan kaum Zelot.z Orangorang Romawi tak akan membiarkan kami menunjukkan kedekatan sekecil apa pun denganmu lantaran adanya pembunuh gelap dan pelaku revolusi di antara para pendukungmu. Itu sama saja mengundang penjagal."

   Suara yang tenang berirama setelah itu adalah suara Easa.

   "Aku menerima siapa pun yang memilih untuk mengikutiku dan menginginkan kerajaan Tuhan. Kaum Zelot 2 Anggota aliran fanatik di Vudea pada abad pertama masehi yang mengadakan perlawanan bersenjata menentang pendudukan Romawi. mengakui bahwa aku keturunan Daud. Akulah pemimpin mereka yang sah. Juga kalian."

   "Kau tidak paham siapa yang kita hadapi,"

   Annas menjawab dengan bentakan.

   "Pontius Pilatus, gubernur baru, adalah seorang barbar. Ia akan menumpahkan darah sebanyak apa pun untuk membungkam tuntutan kita yang paling dasar sekalipun. Ia mengibarkan bendera pagan di jalanjalan kita, mengecap uang logam kita dengan stempel yang menghina Tuhan, dan semua ini ia lakukan untuk membuka mata kita bahwa kita tidak berdaya melawan dia. Dia tidak akan ragu menyingkirkan siapa pun di antara kita di sini jika ia rasa kita mendukung pemberontak Rumah Tuhan yang menentang Romawi."

   "Penguasa Romawi akan mendukung kita,"

   Kata Easa.

   "Barangkali ia bersedia menengahi dengan gubernur baru."

   Annas menukas.

   "Herod Antipas tidak mendukung apa pun selain nafsu dan kesenangannya sendiri. Roma telah membanjirinya dengan emas. Ia hanya menjadi Yahudi jika ada kasus yang mendukung ambisinya saja."

   "Istrinya seorang Nasrani,"

   Kata Easa.

   Komentar ini disambut dengan diam.

   Easa mengembangkan ajaranajaran liberal orang Nasrani.

   Ibunya adalah pemimpin kaum ini.

   Orangorang Nasrani tidak menerapkan hukum yang diberlakukan Rumah Tuhan bangsa Yahudi secara ketat.

   Di antara tradisi mereka yang berbeda adalah mereka menyertakan wanita dalam ritual-ritual, bahkan mengakui wanita sebagai rasul.

   Mereka juga membolehkan orangorang yang bukan Yahudi untuk mendengarkan ajaran mereka dan berpartisipasi dalam kebaktian.

   Meski Annas menitikberatkan faksi Zelot sebagai alasan utama dewan menarik dukungan mereka dari Easa, semua orang yang hadir tahu bahwa itu hanyalah dalih.

   Ajaranajaran Easa terlalu revolusioner, terlalu dipengaruhi kaum Nasrani.

   Imam-imam Rumah Tuhan tak akan mampu mengendalikannya.

   Dengan menghebatnya isu bahwa istri Herod seorang Nasrani, berarti Easa telah mementahkan tantangan para imam Rumah Tuhan.

   Ia akan melangkah ke peran ilahiahnya sebagai raja keturunan Daud dan sang mesias tanpa mereka, dan melaksanakan semua itu seperti seorang Nasrani.

   Pilihan itu sangat berisiko.

   Meski bisa menyingkirkan keimaman Rumah Tuhan, pilihan itu juga bisa menjadi bumerang bagi Easa jika masyarakat menarik dukungannya demi kepentingan para pemimpin tradisional mereka.

   Tapi Annas belum berhenti dengan serangannya.

   Suaranya menggelegar dalam ruangan yang dipenuhi ketegangan itu.

   "Dia yang memiliki mempelai wanita adalah pengantin pria."

   Kebisuan mencekam ruangan itu lagi.

   Maria membeku di luar pintu.

   Lidahnya kering dan mulutnya kelu.

   Kalimat itu berasal dari puisi yang ditulis Raja Solomon, Song of Songs, untuk merayakan penyatuan agung keluarga-keluarga Israel.

   Puisi itu menunjuk dan jelas-jelas mengacu pada pertunangan Easa dan Maria.

   Agar seorang raja bisa memimpin rakyat, tradisi mengharuskannya memiliki seorang mempelai yang samasama berasal dari garis keturunan yang agung.

   Sebagai keturunan Benjamin dari Raja Saul, Maria adalah putri dengan derajat tertinggi di kalangan Israel, berdasarkan garis darah.

   Dengan demikian ia bertunangan dengan Yeshua, Putra Singa Yudea, sejak masih bayi.

   Suku Yudea dan Benjamin telah menyatu sejak zaman dulu, dan pernikahan agung dua garis keturunan ini tetap terjaga sejak putri Saul, Michal, menikah dengan Daud.

   Namun, untuk menjadi raja agung yang sesuai hukum, ia mesti memiliki ratu yang agung pula.

   Annas melontarkan isu yang menohok pertunangan itu.

   Yang berbicara selanjutnya adalah kakak Maria.

   Lazarus seorang lelaki yang senantiasa mampu mengendalikan emosi.

   Hanya orangorang yang sangat dekat dengannya yang bisa menangkap nada tajam dalam suaranya ketika ia berbicara dengan imam besar itu.

   "Jonathan Annas, adikku bertunangan dengan Yeshua berdasarkan hukum. Para nabi telah menunjuknya sebagai sang mesias bagi kalangan kita. Aku tidak melihat alasan untuk membatalkan pertunangan itu, karena Tuhanlah yang telah memilihnya bagi kita."

   "Berani-beraninya kau mengatakan padaku apa yang dipilih Tuhan?"

   Bentak Annas. Di balik pintu, Maria meringis. Lazarus orang yang berbudi. Ia akan merasa malu jika menghina imam besar.

   "Kami percaya Tuhan telah memilih lelaki lain. Seorang pembela hukum yang luhur, seseorang yang akan menegakkan segala ketentuan suci bagi kita tanpa menimbulkan penghinaan politis terhadap Romawi."

   Itulah dia, kebenaran telah disampaikan kepada semuanya. Seorang pembela hukum yang luhur. Inlah cara Annas menunjukkan pada Easa bahwa mereka tidak akan menolerir reformasi kaum Nasrani meski garis darahnya tak bercela.

   "Dan siapa dia?"

   Tanya Easa tenang.

   "Yohanes."

   "Sang pembaptis?"

   Lazarus tak percaya.

   "Ia keluarga Singa,"

   Sebuah suara yang juga keras terdengar, Maria tidak mengenal suara itu. Kemungkinan imam yang lebih muda, Caiaphas, menantu Annas.

   "Dia bukan dari keturunan Daud,"

   Suara Easa tetap tenang.

   "Ya."

   Yang ini suara Annas.

   "Tapi ibunya berasal dari garis keturunan imam-imam Harun dan ayahnya dari kaum Zadok. Orangorang menganggapnya pewaris rasul Elijah. Fakta ini cukup untuk mengalihkan orang agar mengikutinya, jika ia menikah dengan mempelai yang sesuai."

   Mereka telah berkomplot.

   Annas datang untuk meng amankankan pertunangan Maria dengan seorang calon mesias dari pilihan mereka.

   Ia menjadi komoditas yang mereka butuhkan untuk mengesahkan suatu kerajaan.

   Suara berikutnya adalah teriakan marah.

   Maria belum pernah bertemu Yakobus, adik Easa, tapi ia menduga lelaki itulah yang berteriak.

   Suaranya mirip Easa, hanya saja tanpa ketenangan yang tetap terjaga.

   "Kau tidak bisa mengambil dan memilih mesias seperti barangbarang di pasar. Kita semua tahu, Yeshua adalah orang yang dikuduskan untuk memimpin kalangan kita tanpa paksaan. Betapa lancangnya kau mengambil pengganti karena kau mencemaskan kedudukanmu sendiri."

   Teriakan memuncak seiring lelaki-lelaki itu saling membentak agar didengarkan.

   Maria berusaha mencerna suarasuara dan katakata itu, tapi sekarang ia gemetar.

   Segalanya akan berubah.

   Ia bisa merasakannya hingga ke sumsum tulang.

   Perintah Annas melengking di antara suarasuara yang lain.

   "Lazarus, sebagai pelindung gadis ini, hanya kau yang bisa mengambil keputusan untuk memutus pertunangan ini dan mempersembahkan putri Benjamin kepada calon yang kami pilih. Sekarang keputusan ada di tanganmu. Tapi jika boleh aku ingatkan, ayahmu seorang Farisi sekaligus abdi setia Rumah Tuhan. Aku mengenalnya dengan baik. Ia pasti mengharapkanmu melakukan yang terbaik bagi umat."

   Maria bisa merasakan beban berat yang diemban Lazarus dari sebelah ruangan.

   Memang benar, ayah mereka mengabdi pada Rumah Tuhan dan seorang yang berbakti pada hukum hingga kematiannya.

   Ibunya seorang Nasrani, tapi tak ada pengaruhnya bagi orangorang seperti mereka.

   Lazarus telah bersumpah pada ayah mereka di ranjang kematiannya bahwa ia akan menegakkan hukum dan menjaga kedudukan keluarga Benjamin dengan segala cara.

   Sekarang, pilihan menakutkan menantinya.

   "Kau ingin menikahkan adikku dengan sang Pembaptis?"

   Tanya Lazarus hatihati.

   "Dia seorang yang luhur dan seorang rasul. Begitu Yohanes dinobatkan sebagai mesias maka sebagai istri, adikmu akan memiliki status yang sama, yang ia peroleh bersama lelaki ini,"

   Jawab Annas.

   "Yohanes seorang asketik, pertapa,"

   Sela Easa.

   "Dia tidak berhasrat atau membutuhkan seorang istri. Ia memilih hidup menyendiri karena merasa akan membuatnya lebih bisa mendengar suara Tuhan. Apakah kau hendak merusak pertapaannya dan mengakhiri pengabdiannya yang mulia dengan memaksanya masuk ke dalam suatu pernikahan berikut segala tanggung jawab yang diatur dalam hukum?"

   "Tidak,"

   Jawab Annas.

   "kami tidak memaksa Yohanes. Ia akan menikah dengan gadis ini untuk meneguhkan statusnya sebagai mesias. Setelah itu, istrinya akan menetap dalam rumah keluarganya dan Yohanes bisa kembali memberikan khotbah. Istrinya akan melaksanakan tugas agung berdasarkan hukum, demikian pula Yohanes."

   Maria mendengarkan sembari berdoa agar nyeri di perutnya tidak membuatnya menyerah sehingga tempat persembunyiannya terbongkar. Ia tahu "tugas-tugas agung berdasarkan hukum"

   Adalah melahirkan, memiliki anak bersama Yohanes sang pertapa.

   Lelaki-lelaki itu tampaknya belum puas dengan mencabut kegembiraan tertinggi yang ia impikan, yaitu menikah dengan Easa.

   Mereka juga berusaha menyingkirkan Easa dari posisinya sebagai calon raja.

   Kemudian lahirlah gagasan tentang sang Pembaptis itu sendiri.

   Maria belum pernah berjumpa dengan lelaki yang berkhotbah di tepian sungai Yordania ini.

   Tapi temperamen kedua lelaki itu sangat berbeda.

   Easa menggambarkan Yohanes sebagai hamba Tuhan yang sangat baik dan seorang lelaki bijak dan luhur.

   Tapi Easa juga melihat keterbatasan Yohanes.

   Easa pernah menjelaskan ini kepada Maria ketika ia bertanya tentang imam yang penuh semangat dan yang membaptis dengan air.

   Yohanes menjauhi wanita, orangorang di luar Yahudi, pakaian mewah, atau apa pun yang ia pandang tidak suci.

   Sementara Easa percaya bahwa firman Tuhan berlaku bagi semua umat yang mau mendengarkan.

   Firman Tuhan bukanlah pesan untuk kalangan tertentu, melainkan kabar baik untuk semua orang, begitu Easa menjelaskan.

   Inilah perbedaan yang menimbulkan perselisihan antara Easa dan Yohanes.

   Yohanes banyak menghabiskan waktu di pantai Laut Mati yang tandus selepas kematian kedua orangtuanya.

   Ia menjadi begitu terikat dengan Qumran Eseni di sana, sebuah sekte pertapa yang banyak memberlakukan bentuk-bentuk ketaatan yang sangat ketat.

   Sekte Qumran hidup di tengah kondisi keras dan mencela orangorang yang mereka anggap "pengejar kenikmatan".

   Mereka menyebut-nyebut perihal Guru Keadilan yang akan menanamkan pertobatan dosa dan kepatuhan hakiki pada hukum.

   Easa juga pernah tinggal di tengah-tengah kaum Eseni dan telah menggambarkan kehidupan mereka kepada Maria.

   Ia menghormati pengabdian mereka kepada Tuhan dan hukum, dan mendoakan kebaikan dan kemuliaan bagi mereka.

   Easa memiliki banyak sahabat dekat dari kalangan Eseni, dan menjalani meditasi dalam kesendirian mutlak di Qumran.

   Tapi, Yohanes mengembangkan bentuk-bentuk ketaatan Eseni yang ketat sementara Easa pada hakikatnya menolak banyak keyakinan mereka karena menganggapnya keras dan menghakimi.

   Easa memberi penjelasan mendetail tentang Yohanes kepada Maria, tentang diet aneh dalam tradisi Qumran, yaitu belalang dan madu.

   Juga tentang pakaian mereka yang tidak lazim, terbuat dari kulit hewan dan bulu unta yang kasar sehingga menimbulkan rasa gatal dan melukai kulit.

   Ia menjelaskan betapa sepupunya, sang Pembaptis, memilih hidup di alam terbuka, beratapkan langit, tempat ia merasa lebih dekat dengan Tuhan.

   Lingkungan ini kurang layak bagi seorang wanita terhormat atau seorang anak.

   Dan tentunya bukan untuk kehidupan semacam ini Maria Magdalena dipersiapkan selama usia belianya.

   Sekarang semuanya terserah pada Lazarus, pikir Maria sedih.

   Lelaki-lelaki itu masih berdebat di ruangan sebelah sementara air mata membasahi pipi Maria.

   Ia tak lagi bisa membedakan satu suara dari suara yang lain.

   Yang manakah suara Lazarus dan apa yang ia katakan? Kakaknya itu mencintai dan menghormati Easa, sebagai seorang lelaki dan sebagai seorang keturunan Daud.

   Meskipun ia tidak pernah melakukan pembaruan sebagaimana yang dilakukan orang Nasrani.

   Lazarus orang yang sangat memegang tradisi.

   Ayah mereka seorang Farisi sekaligus donatur besar bagi Rumah Tuhan di Yerusalem.

   Jonathan Annas memaksanya untuk mengambil pilihan yang menyiksa.

   Jika ia mendukung Easa, raja agung yang sah dan pewaris berbagai nubuat, ia akan disingkirkan dari Rumah Tuhan.

   Itulah maksud tersirat dari katakata sang imam besar.

   Dengan begitu Lazarus sebenarnya tidak memiliki pilihan selain bersekutu dengan orangorang Nasrani, menyuburkan kredo pembaruan yang tidak ia yakini.

   Jalan tengah yang menggembirakan orangorang, termasuk Lazarus, tersedia asalkan Easa diterima baik oleh orang Nasrani maupun para imam Rumah Tuhan.

   Tapi malam ini terjadi perselisihan yang mengkhawatirkan.

   Suatu perpecahan antara dua kelompok yang akan menimbulkan permusuhan di antara keluarga-keluarga besar Israel dan membuka jalan bagi permusuhan yang lebih pedih lagi, Persoalan ini melibatkan suatu pilihan yang kelak terbukti menyengsarakan banyak orang.

   Tapi pada saat itu, Maria hanya memikirkan satu pilihan.

   Suatu keputusan yang diambil oleh Lazarus demi menegakkan aturan para imam Rumah Tuhan.

   Keputusan yang akibatnya jauh lebih dahsyat dibandingkan terkoyaknya impian Maria sejak kecil dan memaksanya untuk menjalin suatu pernikahan yang tidak ia inginkan.

   Pilihan itu mau tak mau akan mengubah arah sejarah ribuan tahun mendatang.

   f Easa bersepakat dengan Lazarus malam itu.

   ia ingin dirinyalah yang menyampaikan berita itu kepada Maria.

   Lazarus setuju, mungkin dengan perasaan lega, dan Maria dibawa ke suatu kamar tertutup untuk bertemu dengan lelaki yang sedari dulu ia yakini akan menjadi suaminya.

   Ketika Easa melihat tubuh yang bergetar dan wajah bersimbah air mata itu, tahulah ia bahwa Maria telah mendengarkan percakapan mereka.

   Dan ketika Maria melihat kepedihan di mata Easa, tahulah ia bahwa takdirnya telah tertutup.

   Ia menghambur ke dalam pelukan Easa dan menangis hingga tak ada air mata yang tersisa.

   "Tapi mengapa?"

   Tanya Maria.

   "Mengapa kau setuju pada semua ini? Mengapa kau membiarkan mereka mengambil kerajaan milikmu?"

   Easa mengusap-usap rambut Maria untuk menenangkannya, dan tersenyum dengan caranya yang menghibur.

   "Barangkali kerajaanku bukan di bumi ini, Merpati Kecil."

   Maria menggelengkan kepala. Ia tidak paham. Easa melihat sikapnya dan melanjutkan penjelasan.

   "Maria, tugasku adalah mengajarkan Jalan Terang, menunjukkan pada umat bahwa kerajaan Tuhan akan datang, bahwa kita memiliki kekuatan untuk membebaskan diri dari segala tekanan, di sini dan sekarang. Aku tidak membutuhkan mahkota atau kerajaan duniawi untuk menunaikan tugas. Yang aku butuhkan hanyalah menjangkau sebanyak mungkin orang untuk membagi firman Tuhan tentang JalanNya bersama mereka.

   "Aku selalu berpikir akan mewarisi mahkota Daud dan kau akan duduk di sampingku. Tapi seandainya keduanya tidak terwujud di dunia ini, kita mesti memasrahkannya sebagai kehendak Tuhan."

   Maria merenungkan katakata Easa.

   Berusaha keras untuk tegar dan menerima ucapan itu.

   Ia dibesarkan sebagai seorang putri.

   Itulah sebabnya ia diberi nama Maria.

   Suatu gelar yang hanya diberikan kepada putri-putri keluarga terhormat dalam tradisi Nasrani.

   Maria juga dilatih oleh para perempuan Nasrani, yang dipimpin oleh ibunda Easa.

   Maria Agung telah mengambil alih tugas mendidik Maria sejak ia masih sangat kecil.

   Ini dilakukan untuk mempersiapkannya mengarungi kehidupan bersama Putra Daud.

   Tapi selain itu, Maria Agung juga mengajarkan hikmah-hikmah spiritual berdasarkan kredo pembaruan.

   Begitu menikah dengan Easa, Maria akan mengenakan selubung merah para imam wanita Nasrani.

   Selubung yang juga dikenakan Maria Agung.

   Tapi kini, semua itu tak akan terjadi.

   Maria tidak sanggup kehilangan semua itu dan menangis kembali.

   Saat itulah, suatu pikiran buruk tak mampu ia cegah dan isakan pilu mengguncang dirinya.

   "Easa?"

   Bisiknya, takut menyampaikan pertanyaan.

   "Ya?"

   "Siapa siapa yang akan menikahiku sekarang?"

   Easa memandangnya dengan kelembutan tiada banding hingga Maria merasa jantungnya akan meledak. Easa meraih tangan Maria dan berkata dengan suara halus, tapi tegas.

   "Apakah kau ingat ucapan ibuku ketika terakhir kali kau berkunjung ke rumah kami?"

   Maria mengangguk, tersenyum di antara derai tangis.

   "Aku tak akan lupa. Ia berkata, 'Tuhan telah menjadikanmu pasangan yang sempurna bagi putraku. Kalian berdua akan menjadi satu tubuh. Tak akan ada lagi dua, melainkan satu. Dan segala yang telah disatukan Tuhan, tak ada manusia yang dapat memisahkannya.'"

   Easa mengangguk.

   "Ibuku adalah wanita paling bijaksana dan seorang rasul besar. Ia tahu bahwa Tuhan telah menciptakanmu untukku. Jika Tuhan memutuskan dalam rencananya bahwa aku tidak akan memilikimu, maka tak akan ada yang lain untukku."

   Rasa lega menjalar di tubuh Maria. Satu hal yang tidak sanggup ia hadapi adalah adanya perempuan lain di sisi Easa. Tapi ada pikiran lain yang menyentak kesadarannya.

   "Tapi...jika aku harus menjadi istri Yohanes... ia tak akan mengizinkan aku menjadi imam Nasrani."

   Easa terlihat berpikir keras sebelum menjawab.

   "Tidak, Maria. Yohanes akan mendorongmu mengikuti hukum dengan ketaatan penuh. Ia mengecam pembaruan orangorang kita, dan barangkali ia akan bersikap tegas padamu dan menetapkan hukuman keras. Tapi ingatlah kata-kataku kepadamu, juga pesan yang diajarkan ibuku. Kerajaan Tuhan ada dalam hatimu, tidak ada seorang penindas pun tidak orang Romawi, bahkan tidak pula Yohanes dapat merenggutnya darimu."

   Easa mengangkat dagu Maria dan menatap lurus ke mata besar berwarna cokelat itu.

   "Dengarkan aku baikbaik, Merpatiku. Kita harus menempuh jalan ini dengan besar hati, dan kita harus menunjukkan sikap yang benar terhadap anakanak Israel. Ini berarti aku tidak bisa menentang Jonathan Annas dan Rumah Tuhan sekarang. Aku akan menegakkan keputusan mereka agar ajaran JalanNya bisa terus berlanjut dengan damai dan tumbuh subur di wilayah ini. Dan aku telah menyepakati dua hal sebagai bukti dukunganku. Aku dan ibuku akan menghadiri pernikahanmu dengan Yohanes dan aku akan mengizinkan Yohanes membaptisku di hadapan khalayak untuk menunjukkan bahwa aku mengakui otoritas spiritualnya."

   Maria mengangguk dengan pilu.

   Ia akan menempuh jalan yang kini tergelar di hadapannya.

   Inilah tanggung jawabnya sebagai seorang putri Israel.

   Katakata cinta dan kekuatan dari Easa membuatnya mampu melalui semua ini.

   Easa mencium sekilas kepala Maria lalu berpaling untuk pergi.

   "Untuk orang yang begitu mungil, kau sungguh kuat,"

   Katanya lembut.

   "Aku selalu melihat kekuatan dalam dirimu. Suatu hari, kau akan menjadi ratu yang hebat, seorang pemimpin umat kita."

   Easa berhenti di ambang pintu untuk menatap Maria terakhir kalinya lalu meninggalkannya dengan ucapan terakhir. Ia berkata dengan tangan diletakkan di dada.

   "Aku selalu bersamamu."

   F Yohanes Pembaptis bukanlah orang yang mudah dibohongi seperti yang diduga Jonathan Annas dan dewannya.

   Saat mereka menemuinya guna menyampaikan usulan itu, Yohanes menjadi murka.

   Ia menganggap mereka melanggar kebenaran dan menyebut mereka ular.

   Ia juga memperingatkan bahwa sudah ada mesias dalam diri sepupunya, seorang rasul yang dipilih Tuhan, dan bahwa ia, Yohanes, tidak layak mengisi posisinya.

   Para imam itu mengemukakan alasan bahwa orangorang menjuluki Yohanes sebagai rasul yang lebih besar, pewaris Eliah.

   Tapi Yohanes menukas.

   "Tapi aku bukan semua itu."

   "Jadi katakanlah pada kami siapa engkau agar kami bisa memberitahu orangorang Israel siapa yang akan mengikutimu sebagai seorang rasul dan raja,"

   Pinta mereka. Yohanes memberi jawaban yang penuh teka-teki.

   "Aku adalah suara di alam terbuka."

   Ia menyuruh orangorang Farisi itu pergi. Tapi sang imam muda yang cerdik, Caiaphas, menangkap ungkapan aneh Yohanes.

   "Aku adalah suara di alam terbuka,"

   Sebagai suatu kutipan dari ucapan rasul Yesaya.

   Apakah Yohanes sesungguhnya menyebut dirinya seorang rasul lewat suatu teks yang membingungkan? Apakah ia tengah menguji para imam? Rombongan imam itu kembali lagi keesokan harinya.

   Kali ini mereka menyampaikan permohonan pembaptisan kepada Yohanes.

   Sepupu Easa ini menegaskan mereka untuk melakukan pertobatan atas segala dosa tanpa mempertimbangkan permintaan itu.

   Sikap ini membuat para imam marah.

   Tapi mereka sadar, mereka harus mengikuti cara Yohanes jika tidak ingin kehilangan lelaki yang menjadi kunci strategi mereka.

   Menerima pembaptisan dari Yohanes akan menguatkan posisi mereka mengingat banyaknya orang yang menganggap Yohanes sebagai rasul.

   Memang inilah tujuan mereka.

   Setelah para imam meneguhkan pertobatan, Yohanes melakukan baptis selam kepada mereka di Yordania.

   Tapi ia juga mengingatkan.

   "Aku tentu akan membaptis kalian dengan air, tapi di mata Tuhan, dia yang datang sesudahku akan lebih berkuasa dibandingkan aku."

   Para imam tetap bersama Yohanes sepanjang hari itu dan menyampaikan rencana mereka begitu gerombolan orang telah pergi dari tepi sungai.

   Yohanes tidak menginginkan apa-apa.

   Di antara isu-isu yang ia tolak, mengambil seorang perempuan untuk dijadikan istri adalah isu yang paling ia tentang, apalagi gadis itu tunangan sepupu nya.

   Tapi dewan imam telah siap dengan keberatan Yohanes dan telah memikirkan hal ini masakmasak sebelumnya.

   Mereka lalu bercerita tentang Lazarus, lelaki bijak dan terhormat dari keluarga Benjamin, dan bagaimana ia merasa cemas bahwa adiknya yang saleh akan menikah dengan seseorang yang membawa pengaruh Nasrani.

   Sang Pembaptis tergugah dengan pernyataan ini.

   Gagasan itu merupakan kelemahannya.

   Meskipun tunduk pada nubuat bahwa Yeshua adalah lelaki terpilih, ia semakin cemas melihat jalan yang ditempuh sepupunya yang berkumpul dengan orangorang Nazaret.

   Selain itu, ia melihat pelanggaran mereka yang dilakukan secara terang-terangan.

   Yohanes membubarkan para imam dan menyudahi pembicaraan.

   Para imam pun pulang tanpa mendengar perubahan keputusan Yohanes.

   Selang beberapa saat, Easa tiba di tepi timur Yordania untuk memenuhi janji kepada Annas.

   Kerumunan pengikut Easa menyertainya dan pertemuan dua sosok penting ini menarik perhatian masyarakat yang tinggal di sepanjang tepi sungai.

   Yohanes mengangkat tangan untuk menghentikan langkah Easa.

   "Kau datang untuk pembaptisan?"

   Tanyanya.

   "Barang kali akulah yang lebih perlu dibaptis olehmu, karena engkaulah orang yang dipilih Tuhan."

   Easa membalas dengan tersenyum.

   "Sepupuku, beginilah yang harus terjadi sekarang. Kami harus meng ikuti jalan keadilan."

   Yohanes mengangguk, tidak menunjukkan rasa terkejut atau emosi lain mendengar ungkapan penerimaan Easa yang terang-terangan.

   Inilah pertama kalinya mereka berkumpul bersama sejak tipuan yang dilancarkan Jonathan Annas dan kesempatan pertama untuk menakar karakter masingmasing.

   Sang Pembaptis membawa Easa menjauhi kerumunan dan berbicara dengan sangat hatihati tanpa melecehkan perspektif sepupunya.

   "Dia yang memiliki mempelai wanita adalah pengantin pria."

   Easa tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ia hanya mengangguk tanda setuju. Yohanes melanjutkan.

   "Tapi teman sang pengantin pria yang berdiri dan mendengarkannya menyambut gembira suara pengantin pria. Aku bisa bergembira dengan anugerah keadilanmu yang tidak mementingkan diri sendiri, jika benar kau memberinya dengan ikhlas."

   Easa mengangguk lagi.

   "Aku akan menjadi teman sang pengantin pria. Aku harus mengalah demi kejayaan, maka lakukanlah."

   Ini adalah permainan katakata, tahan jiwa, antara dua rasul besar, ketika keduanya saling menghormati pendirian politik masingmasing.

   Puas karena sang sepupu setuju menyerahkan kedudukan dan mempelainya, Yohanes beralih ke kerumunan orang di tepian Yordania.

   Ia mengeluarkan pengumuman kepada khalayak setelah meminta Easa melangkah ke depan.

   "Sesudahku akan datang lelaki ini, yang ditunjuk sebelumku, karena dialah yang dipilih sebelum aku."

   Easa menyelam ke dalam sungai sementara katakata Yohanes terdengar. Sikap ini telah dipertimbangkan dengan seksama. Jika Yohanes mengambil posisi sebagai mesias, maka Easa akan mewarisi kedudukannya seandainya terjadi sesuatu.

   "Dialah yang dipilih sebelum aku"

   Adalah isyarat jelas bahwa Yohanes tetap mengakui nubuat sejak kelahiran Easa.

   Ucapan ini melindungi Yohanes bersama kaum pertengahan yang mendukungnya dan takut dengan pembaruan orangorang Nasrani, tapi tetap menghormati Easa sebagai putra yang disebut dalam nubuat.

   Kata kata pertamanya.

   "Sesudahku akan datang lelaki ini,"

   Adalah indikasi bahwa Yohanes mengambil peran sebagai orang yang dipilih.

   Yohanes, pengkhotbah yang hidup di alam terbuka dengan pakaian kasar dan gayanya yang bak malaikat, barangkali mudah diremehkan.

   Tapi tindakan dan sabda-sabdanya di tepian Sungai Yordania hari itu menunjukkkan bahwa dia seorang politisi yang jauh lebih cakap dibandingkan yang dibayangkan kebanyakan orang.

   Setelah Easa keluar dari sungai, kerumunan orang menyambut kedua lelaki ini, dua rasul yang berkerabat yang telah mendapat sentuhan Tuhan.

   Namun keheningan melanda lembah itu ketika seekor merpati putih yang melayang dari angkasa, dengan anggunnya bertengger di kepala Easa, sang Putra Daud.

   Momen ini dikenang oleh masyarakat Lembah Yordania dan generasi-generasi yang hidup jauh setelah mereka.

   f Keesokan harinya, Caiaphas kembali ke Sungai Yordania bersama kelompok orangorang Farisi.

   Rencana menyangkut Yohanes telah ia pikirkan masakmasak.

   Pembaptisan Easa kemarin bukanlah sesuatu yang ia dan Annas rencanakan.

   Mereka menyangka, dengan menyetujui pembaptisan Easa maka otoritas Yohanes akan diakui secara luas.

   Ternyata peristiwa itu malah mengingatkan orang bahwa sosok Nasrani yang menyusahkan itu adalah lelaki yang dipilih berdasarkan nubuat.

   Sekarang orangorang Farisi harus mengikis dampak pandangan bahwa Easa adalah sang Mesias, bahkan lebih dari sebelumnya.

   Satusatunya cara yang bisa ditempuh adalah memindahkan gelar mesias itu kepada orang lain secepat mungkin.

   Dan satu satunya calon yang bisa diterima adalah Yohanes.

   Tapi Yohanes merasa resah dengan isyarat merpati itu.

   Bukankah burung yang muncul dari langit setelah proses pembabtisan membuktikan bahwa Easalah orang yang dipilih Tuhan? Yohanes menjadi ragu, akhirnya ia mengambil keputusan untuk kembali mendukung kedudukan sepupunya.

   Namun Caiaphas, murid teladan mertua nya, Annas, telah memperhitungkan kemungkinan ini.

   Ia melancarkan taktik lain.

   "Sepupu Nazaretmu itu bersama orangorang lepra hari ini,"

   Katanya memberitahu. Yohanes tercengang. Tak ada yang lebih kotor dibandingkan orangorang hina yang diabaikan oleh Tuhan itu. Dan mendekati mereka setelah pembaptisan adalah sikap yang tidak masuk akal.

   "Kau yakin berita itu benar?"

   Tanya Yohanes. Caiaphas mengangguk pasti.

   "Ya, aku menyesal telah mengabarkan berita ini. Ia berada di tempat yang paling tidak bersih pagi ini. Aku mendapat kabar bahwa ia berkhotbah tentang kerajaan Tuhan kepada mereka. Ia bahkan membolehkan mereka menyentuh tubuhnya."

   Yohanes kaget karena Easa telah melangkah sejauh ini, dan secepat ini.

   Ia mafhum bahwa orangorang Nazaret sangat berpengaruh terhadap sepupunya.

   Bukan kah ibunya seorang Maria dan pemimpin kalangan itu? Tapi dia seorang perempuan dan karenanya tidak begitu penting kecuali pengaruhnya besar terhadap putranya.

   Namun jika Easa berkumpul dalam dunia orangorang tidak bersih, bahkan belum genap sehari setelah pembaptisannya, barangkali Tuhan mengalihkan pilihan kepadanya.

   Dan ada seorang gadis yang mesti dipikirkan.

   Yohanes merasa sangat terusik lantaran gadis itu dinamai Maria.

   Itu adalah nama Nasrani, suatu tanda bahwa gadis itu dididik dengan cara mereka yang menurutnya tidak layak.

   Diyakini, Maria adalah Putri Sion seperti yang diungkapkan dalam kitab rasul Mikha.

   Uraian itu mengacu pada Migdal-Eder, Menara Jemaat, seorang perempuan gembala yang akan memimpin umat.

   "Dan kau, Wahai Menara Jemaat, benteng putri Sion, kepadamulah akan datang...Kerajaan akan datang kepada putri Yerusalem."

   Jika Maria adalah perempuan yang dimaksud dalam nubuat, maka Yohanes memiliki tanggung jawab untuk memastikan gadis itu tetap di dalam jalan kebenaran.

   Caiaphas telah meyakinkan Yohanes bahwa gadis itu masih belia dan tentunya cukup saleh untuk mendapat didikan yang dipandang Yohanes sesuai dengan hukum yang paling tradisional.

   Bahkan kakak Maria sendiri memohon mereka untuk melakukan hal ini sebelum terlalu terlambat.

   Pertunangan putri Benjamin ini dengan Easa telah lenyap berdasarkan pengajaran Nasraninya.

   Ini selaras dengan hukum.

   Bukankah sang imam besar, Jonathan Annas, sendiri yang menulis naskah pembatalan itu? Yang paling penting, Easa dan pengikut-pengikut Nasraninya tidak keberatan dengan keputusan ini.

   Mereka berjanji akan mendukung kedudukan Yohanes sebagai orang yang terpilih.

   Easa bahkan setuju untuk menghadiri pesta pernikahan sebagai bukti dukungannya.

   Tak ada sesuatu dalam usulan ini yang ditolak.

   Jika Yohanes menikah dengan putri Benjamin dan menjadi seorang yang terpilih maka jumlah pembaptisannya akan meningkat sepuluh kali lipat.

   Ia akan merengkuh jauh lebih banyak pendosa dan dapat menunjukkan jalan pertobatan kepada mereka.

   Ia akan menjadi Guru Keadilan berdasarkan nubuat leluhur mereka.

   Membayangkan kesempatan untuk menyadarkan lebih banyak pendosa dan mengajarkan jalan pengampunan Tuhan kepada anakanak Israel membuat Yohanes setuju menikah dengan putri Benjamin dan menjalani posisinya dalam sejarah masyarakatnya.

   f Pernikahan Maria, putri keluarga Benjamin, dengan Yohanes Pembaptis dari keturunan Harun dan Zadok yang mulia, bertempat di bukit Cana, Galilee.

   Acara ini dihadiri orangorang terhormat dari Nazaret, juga Farisi.

   Menepati janji, Easa datang bersama ibu, saudara laki-lakinya, dan sekelompok murid mereka.

   Ibunda Yohanes yang saleh, Elisabeth, adalah sepupu ibunda Easa, Maria.

   Elisabeth dan suaminya, Zakharia, telah meninggal bertahuntahun sebelum pernikahan putra mereka.

   Tak ada kerabat langsung Yohanes yang mengurusi acara ini sedangkan Yohanes sendiri tidak paham dan juga tidak begitu peduli tentang protokol pesta pernikahan.

   Melihat para tamu tidak dijamu secara layak, Maria Agung, selaku perempuan tertua dalam keluarga Yohanes, mengambil alih tugas ini.

   Ia mendekati tempat duduk putranya bersama beberapa pengikutnya dan berkata.

   "Anggur yang mereka sediakan tidak mencukupi."

   Easa mendengarkan ucapan ibunya baikbaik.

   "Apa hubungannya denganku?"

   Tanyanya.

   "Ini bukan pernikahanku. Tidak pantas jika aku ikut campur."

   Maria Agung tidak setuju dan berkata kepada putranya.

   Pertama, ia merasa berkewajiban untuk memastikan pesta pernikahan ini berjalan secara layak untuk menghormati Elisabeth.

   Tapi selain itu, Maria adalah perempuan bijak yang tahu tentang umat dan nubuat.

   Inilah kesempatan untuk mengingatkan para tokoh terhormat dan imam yang hadir akan kedudukan unik putranya dalam komunitas mereka.

   Easa setuju meski dengan berat hati.

   Maria memanggil para pelayan lalu memberi instruksi.

   "Apa pun yang ia minta, lakukanlah tanpa bertanya tanya."

   Para pelayan menunggu perintah Easa.

   Setelah beberapa saat, ia meminta dibawakan enam belanga yang diisi air hingga penuh.

   Para pelayan memenuhi perintah nya.

   Mereka meletakkan belanga tanah liat berisi air di hadapan Easa.

   Dengan mata terpejam, Easa membaca doa sementara tangannya memegang masingmasing belanga secara bergantian.

   Setelah selesai, ia menyuruh para pelayan menuangkan cairan itu.

   Pelayan pertama menuangkan cairan itu ke cangkirnya.

   Belanga tanah liat itu ternyata tak lagi berisi air, melainkan anggur merah yang manis dan lezat.

   Easa menyuruh seorang pelayan membawakan secangkir anggur untuk Caiaphas yang adalah penyelenggara pesta.

   Caiaphas mengangkat gelasnya kepada Yohanes, sang mempelai pria, dan memuji kelezatan anggur.

   "Kebanyakan orang menyajikan anggur terlezat di kesempatan pertama dan menyimpan anggur berkualitas buruk untuk momen terakhir, saat hanya sedikit orang yang tahu,"

   Gurau Caiaphas.

   "Tapi kau menyimpan anggur terbaik untuk momen terakhir."

   Yohanes memandang Caiaphas dengan bingung.

   Baik ia maupun sang imam sama sekali tidak tahu apa maksudnya.

   Satusatunya hal yang menandakan terjadinya peristiwa tidak lazim hanyalah beberapa pelayan yang saling berbisik, juga beberapa murid Nasrani.

   Tapi tak lama kemudian semua orang di Galilee mengetahui peristiwa yang terjadi di acara pernikahan itu.

   f Setelah pernikahan Yohanes dan Maria, tidak ada orang yang membicarakan kedua mempelai.

   Tentu saja, penyatuan agung itu tenggelam lantaran sesuatu yang lebih menggemparkan.

   Topik pembicaraan orang adalah mukjizat sang rasul muda yang mengubah air menjadi anggur.

   Di wilayah Galilee utara ini, nama Easa menjadi buah bibir semua orang.

   Dialah satusatunya mesias, terlepas manipulasi yang bersumber dari Rumah Tuhan.

   Kekuasaan dan popularitas Yohanes berkembang di wilayah selatan, mulai dari tepian Yordania di dekat Jericho, terus melewati Yerusalem hingga ke wilayah gurun Laut Mati.

   Dikipas-kipasi para imam Rumah Tuhan, jumlah pengikut Yohanes membengkak hingga tepian sungai dibanjiri orang yang meminta dibaptis.

   Yohanes mendesak mereka untuk menjalankan hukum dengan cara yang paling ketat.

   Ini mengakibatkan jumlah korban persembahan meningkat demikian pula peti mati di Rumah Tuhan.

   Tapi semuanya puas dengan hasil kesepakatan mereka.

   Semuanya kecuali Maria Magdalena, yang kini menikah dengan sang Pembaptis.

   Barangkali keengganan mereka untuk disatukan memang ada baiknya.

   Yohanes hanya ingin tetap berada di alam terbuka dan melaksanakan perintah Tuhan.

   Namun ia tidak ingin melanggar hukum yang mengharuskan pria membuahi pasangannya dan berketurunan.

   Ia harus mengunjungi istrinya pada waktu-waktu tertentu untuk alasan berketurunan.

   Tapi di luar waktu-waktu yang secara khusus diatur dalam hukum dan tradisi, ia tidak memiliki keinginan untuk berdekatan dengan perempuan manapun.

   Menetapkan tempat yang akan ditinggali Maria adalah tugas pertama setelah Yohanes menikah.

   Ia tidak menutupnutupi bahwa Maria tidak disambut baik oleh kalangan dekatnya.

   Tentu saja, warga Qumran Eseni tidak membiarkan perempuan tinggal bersama mereka, melainkan dipisahkan pada rumah tersendiri karena para wanita pada dasarnya tidak suci.

   Sementara ibunda Yohanes telah mangkat sehingga keadaan menjadi sulit.

   Jika saja ia masih hidup, Maria bisa tinggal bersamanya.

   Topik ini menjadi bahan pembicaraan Yohanes dan Lazarus sebelum pernikahan berlangsung.

   Maria sendiri telah memberitahukan keinginannya pada sang kakak.

   Lazarus mendesak agar adiknya diperbolehkan tetap tinggal bersamanya dan Martha di rumah keluarga mereka di Magdala dan Behtany.

   Dengan begitu, Maria tidak sendirian dan dijaga oleh kedua orang yang saleh itu.

   Dan Bethany tidak jauh dari Jericho, ini memudahkan Yohanes yang harus mengunjungi istrinya, meski sekali-sekali.

   Inilah jalan keluar yang pantas dan mudah bagi Yohanes, lelaki yang tidak terlalu berminat dengan aktivitas umum Maria selain memastikan bahwa ia menjaga sikap sebagai perempuan saleh dan bertobat.

   Maria adalah calon ibu bagi putranya, jadi ia tidak boleh memiliki cela.

   Maria meyakinkan Yohanes bahwa ia akan mematuhi kakaknya, seperti yang selalu ia lakukan, selama Yohanes pergi.

   Ia berusaha tidak menunjukkan rasa gembiranya ketika kesepakatan itu tercapai.

   Namun kegembiraan Maria tidak berlangsung lama karena Yohanes menetapkan aturan-aturan lain.

   Ia tidak memperkenankan Maria mendengarkan ajaran Nasrani.

   Maria tidak boleh berkunjung ke rumah Maria Agung, guru dan sahabat yang paling ia kagumi.

   Dan Maria tidak boleh berada di tempat Easa berkhotbah.

   Yohanes merasa kesal karena sebagian muridnya sendiri meninggalkan tepi Yordania untuk mengikuti sepupunya.

   Sang Pembaptis mengecam mereka karena telah menjadi orang Nasrani dan menyebut mereka "pencari kesenangan".

   Permusuhan perlahan berkembang di antara dua kependetaan yang jauh berbeda.

   Easa yang Nasrani dan Pembaptis yang pertapa.

   Yohanes tidak ingin dibuat malu oleh istrinya sendiri.

   Jadi Maria tidak boleh bersamasama dengan orang Nasrani.

   Yohanes mengambil sumpah Lazarus untuk memastikan hal ini.

   Maria yang muda, lugu, dan senantiasa dikelilingi dengan rasa cinta dan penerimaan, tergoda untuk membantah.

   Tapi saat berusaha melontarkan keberatan, ia mendapat bentakan suaminya untuk kali pertama.

   Tamparan tangan kiri Yohanes membekas di pipi Maria sepanjang hari itu sebagai peringatan keras bahwa ia harus selalu patuh pada suaminya.

   Hari itu juga sang Pembaptis meninggalkan sang istri di rumahnya di Magdala tanpa mengucapkan selamat tinggal.

   f Maria ketakutan jika Yohanes berkunjung.

   Ia bersyukur karena hal itu tidak sering dan setelah dipisahkan waktu yang lama.

   Yohanes hanya datang ke Bethany jika ia berada di daerah itu karena keperluannya sendiri, biasanya ketika bepergian dari wilayahnya di tepi sungai ke Yerusalem.

   Secara formal ia menanyakan kesehatan Maria, dan jika sesuai dengan hukum, ia menjalani tugas-tugas seorang suami.

   Dalam kunjungan seperti itu, Yohanes meluangkan waktu untuk memberi instruksi kepada Maria tentang hukum, menyampaikan kewajiban untuk bertobat, dan memberi nasihat bahwa kerajaan Tuhan akan datang.

   Sebagai seorang putri dari keluarga Benjamin, Maria tahu tidaklah pantas membandingkan suaminya dengan orang lain.

   Tapi ia tidak tahan.

   Siang dan malamnya dipenuhi bayangan akan Easa dan segala ajarannya.

   Ia merasa takjub karena baik Easa maupun Yohanes berkhotbah tentang hal yang sama bahwa kerajaan Tuhan akan datang namun maknanya jauh berbeda.

   Menurut Yohanes, pesan itu mengisyaratkan malapetaka, suatu peringatan menakutkan bagi mereka yang berdosa.

   Menurut Easa, pesan itu adalah kesempatan indah bagi semua orang yang membuka hati kepada Tuhan.

   Suatu hari, Maria mendapat kabar bahwa Easa akan datang ke Bethany bersama ibunya dan sekelompok pengikut Nasrani.

   Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hati Maria dipenuhi rasa bahagia.

   f "Mereka tidak akan tinggal di sini.

   Dan kau tidak boleh menemui mereka, Maria.

   Suamimu telah melarang,"

   Lazarus memasang wajah seperti batu mendengar permohonan Maria.

   "Mengapa kau bersikap seperti ini padaku?"

   Isak Maria.

   "Mereka adalah temanteman lamakudan sebagian di antara mereka juga teman lamamu. Sang nelayan Petrus dan Andreas yang bermain bersama kita di tangga Capernaeum dan pantai Galilee. Mengapa kau tidak ramah kepada mereka?"

   Ketegangan akibat keputusan itu tampak di wajah kakak Maria.

   Menjauhi teman masa kecil, juga Easa dan Maria Agung yang dinisbahkan sebagai anakanak Daud, adalah keputusan yang menyiksa.

   Tapi Lazarus telah mendapat perintah dari imam besar untuk tidak mendekati kelompok Nasrani saat mereka lewat dalam perjalanan dari Yerusalem.

   Lebih jauh lagi, suami adiknya telah mengeluarkan instruksi tegas bahwa Maria tidak boleh mendengarkan ajaran Nasrani.

   Lazarus sendiri telah bersumpah untuk menjaga kesalehan Maria dalam batasan yang disampaikan suaminya.

   "Aku melakukan ini demi kepentinganmu, Adikku."

   "Apakah menikahkan aku dengan sang Pembaptis adalah demi kepentinganku?"

   Maria tidak menunggu jawaban kakaknya atau melihat raut terkejut di wajahnya. Ia berlari keluar rumah, menuju kebun. Di sana ia menumpahkan tangisnya.

   "Ia sungguh-sungguh ingin melakukan yang terbaik untukmu."

   Maria tidak mendengar langkah-langkah Martha mendekat. Ia terlalu larut dalam kesedihannya. Meski sangat mencintai Martha, ia sedang tidak ingin mendengarkan ceramah tentang kepatuhan. Maria bicara, tapi Martha memotong.

   "Aku ke sini bukan untuk memarahimu. Aku datang untuk menolongmu."

   Maria menatap Martha lekat-lekat. Ia belum pernah melihat Martha menentang keinginan atau membantah kakaknya. Tapi ada suatu kekuatan tersembunyi di balik sosok Martha. Dan sekarang, Maria melihat kekuatan itu padanya.

   "Maria, kau seperti adikku sendiri, dan kadang-kadang seperti anakku sendiri. Aku tidak sanggup melihat penderitaanmu setahun terakhir ini. Aku bangga padamu, begitu juga kakakmu. Aku tahu, ia tidak mengatakannya padamu, tapi ia selalu mengatakannya padaku. Kau melaksanakan kewajibanmu sebagai putri Israel yang terhormat, dan dengan kepala tegak."

   Maria menyapu air matanya sementara Martha melanjutkan.

   "Lazarus akan pergi ke Yerusalem untuk urusan bisnis. Ia kembali esok malam. Orangorang Nasrani akan berada di Bethany, berkumpul di rumah Simon."

   Bola mata Maria membesar saat mendengarkan. Apa kah yang menyampaikan siasat ini benarbenar Martha yang patuh dan saleh? "Simon? Maksudmu di rumah itu?"

   Maria menunjuk rumah yang dimaksud, letaknya tidak jauh dari rumah mereka. Martha mengangguk.

   "Jika kau berhati-hati dan pergi dengan sembunyi sembunyi, aku akan mengawasi lingkungan ini jika kau ingin menemui teman lamamu."

   Maria memeluk Martha erat-erat.

   "Aku sayang padamu!"

   "Ssst,"

   Bisik Martha, melepaskan diri dari pelukan Maria, matanya mengawasi sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang melihat mereka.

   "Jika Lazarus menemuimu sebelum pergi ke Yerusalem, kau harus marah padanya. Dengan begitu ia tidak akan curiga, atau kita akan menemui kesulitan besar."

   Maria mengangguk pasti, berusaha keras tidak tersenyum.

   Martha bergegas masuk ke rumah untuk melihat kepergian Lazarus, meninggalkan Maria yang menari-nari di antara pepohonan zaitun.

   f Maria berjalan ke arah rumah Simon dari jalur samping.

   Rambutnya yang merah dan mudah dikenali ditutup dengan tudung tebal.

   Setelah mengucapkan salam, ia segera diizinkan masuk dan menatap gembira wajahwajah yang sudah akrab dengannya.

   Maria mengelilingkan pandangan ke ruangan itu tapi tidak menemukan dua wajah yang paling penting dan paling ia cintai, karena Easa dan ibundanya belum tiba.

   Namun tak banyak waktu untuk memikirkannya karena suara wanita dari arah belakang berteriak memanggil namanya.

   Maria menoleh dan melihat senyum cantik Salome, putri Herodias dan anak tiri penguasa wilayah Galilee, Herod.

   Maria menjerit senang melihat sahabatnya karena mereka samasama mengenyam pendidikan di bawah asuhan Maria Agung.

   Mereka saling berpelukan dalam kehangatan dan kegembiraan.

   "Apa yang kau lakukan jauh-jauh dari rumahmu?"

   Tanya Maria.

   "Ibu mengizinkan aku ikut bersama Easa dan melanjutkan pendidikanku agar boleh mengenakan tujuh selubung."

   Tujuh selubung hanya boleh dikenakan oleh perempuan yang telah dinobatkan sebagai imam besar.

   "Herod Antipas telah menyediakan semua yang diinginkan ibuku. Lagi pula ia bersimpati pada orang Nasrani. Hanya sang Pembaptis yang ia benci."

   Salome buru-buru menutup mulut karena sudah kele-pasan bicara. Ia tampak malu.

   "Maafkan aku. Aku lupa."

   Maria tersenyum sedih.

   "Tidak, Salome, tidak perlu meminta maaf. Aku sendiri kadang lupa."

   Salome terlihat sangat iba.

   "Apakah menakutkan bagimu?"

   Maria menggelengkan kepala.

   Ia mencintai Salome laiknya saudara, dan mereka memang saling memanggil dengan sebutan itu karena tradisi para imam Nasrani.

   Tapi Maria tetap seorang putri dan dididik untuk berperilaku sebagai seorang putri.

   Ia tidak akan berbicara buruk tentang suaminya, apa pun alasannya.

   "Tidak, tidak menakutkan. Aku jarang bertemu Yohanes."

   Salome menarik kata-katanya seolah merasa perlu mengoreksi keteledorannya.

   "Aku harap, aku tidak menyakiti hatimu, Saudaraku. Hanya saja sang Pembaptis menghina ibuku. Ia menjulukinya pelacur dan penyeleweng."

   Maria mengangguk.

   Ia sudah mendengar semua itu.

   Ibunda Salome, Herodias, adalah cucu Herodes Agung dan mewarisi sebagian karakter raja keras kepala yang tidak disukai rakyat itu.

   Herodias berpisah dengan suami pertamanya untuk menikah dengan Herod Antipas.

   Lelaki ini memerintah Galilee dan sebelumnya telah melakukan tindakan yang sama untuk menikah dengan Herodias, yakni menceraikan istrinya yang berbangsa Arab.

   Yohanes sangat murka melihat seorang penguasa Yahudi melakukan penghinaan hukum secara blak-blakan.

   Tanpa tedeng aling-aling, ia menyebut pernikahan Herod Antipas dengan Herodias sebagai perbuatan zina.

   Herod merasa gusar tapi tidak berminat menanggapi tuduhan Yohanes.

   Sebagai seorang penguasa sebagian wilayah Galilee, ia sudah menghadapi cukup banyak tuntutan dan risiko pecutan Caesar.

   Rasanya tak perlu menambah sakit kepala dengan menanggapi sikap kasar sang rasul pertapa.

   Fakta bahwa Herodias adalah orang Nazaret tentu tidak membantu kasusnya dengan Yohanes, apalagi mengubah opini Yohanes tentang kultur Nasrani.

   Hal itu justru akan menambah bukti mengapa perempuan tidak boleh diberi wewenang atau bahkan kebebasan sosial.

   Pendeknya, jika perempuan diberi wewenang, mereka akan menjadi kurang ajar.

   Yohanes sering menjadikan Herod dan Herodias sebagai contoh kebobrokan Nasrani.

   Kendati sang Pembaptis bermusuhan dengan penguasa Galilee, Easa justru sangat dikagumi istri Herod.

   Ia mengirim putri semata wayangnya untuk mengenyam ajaran JalanNya setelah usianya cukup.

   Salome dan Maria menjadi sangat akrab saat mereka bersamasama di Galilee.

   Cinta spiritual terhadap Maria Agung dan putranya mempererat ikatan mereka.

   "Saudara kita, Veronica, ada di sini,"

   Salome yang merasa resah segera mengubah topik pembicaraan.

   Kemenakan Simon, Veronica, adalah seorang gadis yang cantik dan memiliki kualitas spiritual yang mendalam.

   Ia juga mendapat didikan di rumah ibunda Easa.

   Maria menyayangi Veronica, ia melihat ke sekeliling, mencari wajah sahabatnya.

   "Itu dia!"

   Salome menarik tangan Maria dan mengajaknya menghampiri Veronica.

   Ketiga perempuan yang bersaudara dalam kredo Nasrani itu saling berpelukan hangat.

   Tapi tak banyak waktu untuk berbincang-bincang karena Easa memasuki ruangan.

   Ia diikuti sang ibu dan dua saudaranya, Yakobus dan Yudas (Jude), juga saudarasaudara nelayan dari Galilee dan seorang lelaki berwajah tegas yang Maria percaya bernama Filipus.

   Easa memberi salam kepada semua orang yang hadir, tapi berhenti di hadapan Maria.

   Ia memeluk hangat Maria, tapi dalam batasan yang wajar disertai hormat terhadap seorang wanita yang sudah bersuami.

   Easa menatap Maria untuk menunjukkan rasa herannya karena ia melanggar perintah kakaknya, tapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

   Maria tersenyum dan meletakkan tangan di dadanya.

   "Kerajaan Tuhan ada dalam hatiku, tak ada seorang penindas pun yang dapat merebutnya dariku."

   Easa membalas tersenyum, suatu ekspresi kehangatan yang luar biasa, lalu melangkah ke depan untuk menyampaikan khotbah.

   f Malam itu sungguh indah, penuh dengan cinta para teman dan dunia JalanNya.

   Maria hampir saja melupakan pentingnya Dunia itu bagi dirinya dan betapa Easa seorang guru yang menggugah.

   Tapi duduk bersimpuh dan mendengarkan ajarannya adalah pengalaman Kerajaan Tuhan yang nyata di dunia ini.

   Maria tidak bisa membayangkan, bagaimana seseorang mengutuk katakata yang sedemikian indah, atau mengapa seseorang secara sengaja tidak mengindahkan ajaranajaran cinta, kasih sayang, dan kedermawanan.

   Setelah berdiri untuk berpamitan, Easa mendekati Maria dan menyentuh lembut perutnya.

   "Kau membawa seorang anak, Merpati Kecil."

   Maria terperangah. Yohanes menginap semalaman untuk menunaikan tugas-tugasnya saat kunjungan terakhir. Tapi Maria sama sekali tidak menyangka bahwa ia sedang mengandung.

   "Kau yakin?"

   Easa mengangguk.

   "Seorang putra tumbuh dalam rahimmu. Jagalah, Merpati Kecil. Aku harap kau melahirkan dengan selamat."

   Selintas wajah Easa muram.

   "Katakan pada kakakmu bahwa kau harus melewati masa persalinan di Galilee. Mintalah agar kau dibolehkan pergi pada pagi hari, saat matahari mulai bersinar."

   Maria merasa bingung.

   Bethany dekat dengan Yerusalem, dan bidan serta pengobatan terlengkap tidak jauh sekiranya terjadi komplikasi.

   Adalah masuk akal jika ia tinggal di sini, sedangkan Lazarus baru pulang esok hari.

   Tapi Easa melihat sesuatu saat wajahnya menyuram.

   Sesuatu yang membuatnya mendesak Maria agar segera meninggalkan Bethany dan pergi ke pantai Galilee.

   Yang Maria tidak ketahui dalam momen nubuat itu adalah bahwa Easa melihat suatu kebutuhan untuk membawa Maria sejauh mungkin dari Yohanes.

   f "Pelacur!"

   Yohanes menampar Maria berkali-kali.

   "Aku tahu, sudah terlambat untukmu dan ajaran Nasranimu yang kurang ajar. Berani-beraninya kau melanggar suamimu dan kakakmu!"

   Martha dan Lazarus berada di ujung lain rumah di Bethany itu.

   Tapi mereka bisa mendengar kekerasan yang tengah berlangsung.

   Martha memekik pelan dari kamar tidurnya saat mendengar pukulan menimpa tubuh Maria yang mungil.

   Ini kesalahannya.

   Dialah yang memengaruhi Maria untuk melanggar perintah suami dan kakaknya.

   Martha merasa dialah yang pantas menerima pukulan.

   Lazarus duduk tidak bergerak, kelu karena rasa takut dan tidak berdaya.

   Ia marah dengan Martha dan Maria, tapi jauh lebih prihatin terhadap pukulan yang diterima adiknya.

   Ia merasa sama sekali tidak berdaya melakukan apa pun.

   Jika ia campur tangan, yang ia sendiri tidak berani melakukannya, Yohanes akan merasa semakin terhina.

   Lagi pula, suami memukul istri yang melanggar perintah adalah sesuatu yang lazim.

   Dalam rumah tangga yang lebih tradisional, tindakan itu bahkan sudah bisa diduga.

   Perlakuan Yohanes itu dilandasi penafsiran hukumnya.

   Mereka masih belum tahu, dari mana Yohanes tahu bahwa Maria datang ke pertemuan orang Nasrani.

   Adakah seseorang di antara mereka yang membocorkan rahasia kemarin malam? Ataukah karunia nubuatlah yang membuatnya mengetahui kejadian itu lewat visi? Apa pun penyebabnya, Yohanes datang ke Bethany pada siang harinya dalam keadaan marah besar dan dengan tekad menghukum siapa pun yang terlibat dalam siasat ini.

   Ia tahu bahwa istrinya yang masih belia duduk dengan penuh pengabdian di kaki sepupunya kemarin malam.

   Yang lebih parah, sang istri duduk bersamasama dengan putri Herodias, sang pelacur.

   Berdasarkan pemahaman Maria, sikapnya yang bersimpati dan penuh kasih terhadap Salomelah yang menjadi biang keladi hingga Yohanes merasa dipermalukan.

   Sikap itu berpotensi mencederai reputasinya.

   Sialan perempuan itu! Tidakkah ia tahu, noda sekecil apa pun bisa mengotori pengabdiannya dan menghilangkan pesan Tuhan? Inilah bukti bahwa perempuan tidak memiliki akal, tidak memiliki kemampuan untuk berpikir matang tentang konsekuensi tindakan mereka.

   Berdasarkan wataknya, perempuan adalah makhluk pendosa, anakanak Hawa dan Isebel.

   Yohanes mulai berpikir bahwa perempuan mungkin tidak akan mendapat pengampunan.

   Yohanes meneriakkan ucapan-ucapan ini dan masih lebih banyak lagi.

   Maria terpojok di sudut, menutupi kepalanya dengan tangan untuk melindungi wajahnya.

   Tapi sudah terlambat, lingkaran biru mengelilingi salah satu matanya.

   Bibir bawahnya pun membengkak dan mengeluarkan darah saat punggung tangan Yohanes mengakibatkan giginya merobek bibir itu.

   Akhirnya Maria berteriak.

   "Hentikan, kau menyakiti bayi ini."

   Ayunan pukulan tangan Yohanes berhenti di udara.

   "Apa kaubilang?"

   Maria menarik napas untuk menenangkan diri.

   "Aku mengandung."

   Yohanes menanggapi dengan dingin.

   "Kau pelacur Nasrani yang bermalam di rumah lelaki lain tanpa seorang pengawal. Aku bahkan tidak yakin janin itu adalah anakku."

   Maria berbicara pelan sembari berusaha berdiri.

   "Aku tidak seperti yang kau katakan. Aku datang padamu sebagai seorang mempelai yang masih perawan, dan aku tidak pernah bersama lelaki lain kecuali engkau, suamiku berdasarkan hukum."

   Ia menekankan tiga kata terakhir.

   "Kau marah karena aku tidak patuh padamu, dan aku layak menerima kemarahanmu."

   Maria sudah berdiri sekarang. Kepalanya lebih rendah dari Yohanes, ia mendongak dan menatap wajah suami nya.

   "Tapi anakmu tidak layak dipertanyakan. Suatu hari, ia akan menjadi pangeran kaum kita."

   Yohanes mengeluarkan suara menggerutu lalu berbalik dan pergi.

   "Aku akan menyampaikan aturan-aturan ketat untuk masa persalinanmu kepada Lazarus."

   Ia membuka pintu lalu melewati koridor dengan langkah-langkah panjang. Tanpa menoleh sedikit pun, ia melontarkan cercaan terakhir.

   "Jika anak itu perempuan, aku akan meninggalkan kalian berdua dengan senang hati."

   F Keesokan harinya, Maria memutuskan untuk berjalan-jalan di kebun, menghirup udara segar.

   Sudah seharian ia berbaring di ranjang, merawat luka-lukanya.

   Kebun itu tertutup, dikelilingi tembok, sehingga tak akan ada orang yang melihat bekas memar di wajahnya yang memalukan.

   Atau begitulah yang Maria kira.

   Ia mendengar bunyi gemerisik di semaksemak hingga jantungnya nyaris copot.

   Apa itu? Siapa itu? "Halo?"

   Teriaknya dengan tubuh kaku.

   "Maria?"

   Suara perempuan berbisik, diikuti gemerisik lebih keras lagi. Tibatiba suatu sosok muncul dari balik barisan semak di dekat dinding kebun.

   "Salome! Apa yang kau lakukan di sini?"

   Maria berlari menyambut temannya, sang putri Herodian yang menyelinap seperti seorang pencuri. Salome tidak bisa langsung menjawab. Ia berdiri tak bergerak, menatap wajah Maria yang terluka. Maria memalingkan kepalanya.

   "Seburuk itukah?"

   Bisik Salome. Salome meludah di tanah.

   "Ibuku benar. Sang Pembaptis memang binatang. Tega-teganya ia memperlaku-kanmu seperti ini! Kau seorang wanita terhormat."

   Maria berusaha membela Yohanes tapi sadar bahwa ia tidak memiliki energi.

   Tibatiba saja ia merasa letih, sangat lelah dengan kejadian di hari-hari belakangan ini dan beban kehamilan yang kian mendera tubuh mungilnya.

   Maria duduk di batang kayu, didampingi temannya.

   "Kubawakan ini untukmu."

   Salome menyerahkan sebuah kantong sutra.

   "Di dalamnya ada toples berisi salep obat untuk mengobati lukamu."

   "Bagaimana kautahu?"

   Tanya Maria. Tibatiba ia sadar bahwa Salome mengetahui sesuatu yang hanya disaksikan oleh Martha dan Lazarus. Salome mengangkat bahu.

   "Dia melihat."

   Hanya ada satu "dia".

   "Dia tidak mengatakan apa yang terjadi. Hanya berkata, 'Bawakan krim obat terbaik untuk saudaramu, Maria. Ia membutuhkannya sekarang.' Lalu ia menyuruhku memastikan tidak ada yang melihatku datang karena khawatir diketahui Yohanes."

   Maria berusaha tersenyum mendengar ungkapan visi yang dilihat Easa. Tapi luka di bibirnya malah membuatnya menyeringai, bukan tersenyum. Wajah cantik Salome merah dengan kemarahan melihat temannya kesakitan.

   "Mengapa ia berbuat seperti ini?"

   Tuntut Salome.

   "Aku tidak patuh padanya."

   "Tidak patuh bagaimana?"

   "Aku datang ke pertemuan orang Nasrani."

   Salome mulai paham.

   "Ah, jadi dalam pikiran sang Pembaptis, kami adalah musuh. Aku penasaran, kapan ia akan menjatuhkan Easa secara terang-terangan? Pasti itulah yang akan terjadi selanjutnya."

   Maria terperangah.

   "Mereka bersaudara, dan saat pembaptisan Easa, Yohanes telah mengumumkannya di hadapan orang banyak. Yohanes tidak akan berbuat seperti itu."

   "Tidak? Aku tidak yakin, Saudaraku."

   Salome berpikir.

   "Ibuku bilang, Yohanes sama liciknya seperti ular. Pikirkanlah. Ia menikahimu untuk mengesahkan posisi rajanya, dan sekarang kau mengandung keturunannya. Ia mencerca ibuku dengan julukan penyeleweng dan memanfaatkan fakta bahwa dia seorang Nasrani untuk menyerangnya dan sebagai senjata terhadap kita semua. Apa langkah selanjutnya? Menarik dukungannya terhadap Easa secara terang-terangan berdasarkan keyakinan bahwa ia melanggar hukum. Ia tidak akan puas sampai ia menghancurkan JalanNya."

   "Aku pikir, Yohanes tidak akan berbuat seperti itu, Salome."

   "Benarkah?"

   Gadis itu tertawa, tawa yang keras untuk seorang yang begitu muda.

   "Kau tidak banyak berada di sekitar Herod seperti aku. Lelaki bisa melakukan apa saja untuk menguatkan kedudukannya."

   Maria menghela napas dan menggelengkan kepala.

   "Aku tahu, sulit untukmu percaya. Tapi Yohanes adalah lelaki yang baik dan seorang rasul sejati. Aku tidak akan menikah dengannya jika aku tidak yakin akan hal itu. Kakakku pun tidak akan setuju. Memang, Yohanes berbeda dengan Easa, dan ia seorang yang keras dan kasar. Tapi ia yakin akan kerajaan Tuhan. Ia hidup hanya untuk membantu orang menemukan Tuhan lewat pertobatan dan hukum."

   "Ya, ia membantu para pria. Tapi terhadap wanita, ia akan lebih cepat menenggelamkan kita semua dalam sungainya dibandingkan menawarkan penyelamatan."

   Salome mencibirkan bibir untuk menunjukkan rasa muak.

   "Dan ia telah menjadi boneka orang Farisi, sepertinya tidak ada alasan lain kecuali karena ia tidak memiliki keterampilan sosial atau politik sendiri. Ia ikut saja ke mana pun mereka menyuruh. Dan aku jamin, ia akan diperintahkan untuk mempertanyakan lebih jauh keabsahan (posisi) Easa jika ia tidak dihentikan."

   Maria menatap wajah temannya.

   Sesuatu dalam cara bicara Salome membuatnya gugup, tapi itu sesungguhnya adalah rasa takut yang bercampur dengan rasa hormat.

   Teman masa kanakkanaknya itu mengembangkan pemahaman praktis tentang politik berdasarkan pengalamannya di istana Herod.

   "Apa maksudmu?"

   Saat Maria menengadah, cahaya matahari menyinari wajahnya, menampakkan memar biru dan hitam di wajahnya.

   Sang putri Herodian menggigil melihat wajah Maria yang cantik dan halus dipenuhi bekas pukulan seperti itu.

   Saat Salome bicara, suaranya pelan dan pasti.

   "Aku akan membuat Yohanes sang Pembaptis menebus segala perbuatannya terhadapmu, terhadap Easa, dan terhadap ibuku. Dengan suatu cara."

   Tubuh letih Maria gemetar mendengar katakata itu.

   Meski matahari siang bersinar terik, tibatiba ia merasa amat, sangat dingin.

   f Cepatnya tindakan penahanan Yohanes sungguh mencengangkan.

   Belakangan Maria baru tahu bahwa Salome bergegas ke istana musim dingin sang penguasa Galilee, di dekat Laut Mati.

   Di sanalah pesta ulang tahun Herod Antipas diselenggarakan.

   Herod telah meminta Salome untuk mempersembahkan tahan baginya dan tamu-tamunya.

   Keanggunan dan kecantikan gadis itu sudah dikenal luas.

   Para tamu berdatangan dari jauh untuk menghormati undangan Herod.

   Dan sang penguasa merasa adalah suatu sikap baik jika ia memamerkan kecantikan putri tirinya kepada sekalian tamu.

   Salome memasuki ruangan tempat perayaan berlangsung dalam suasana Romawi.

   Ia mengenakan gaun sutra mengilap dan kalung emas yang memukau, hadiah ayah tirinya.

   Kedatangannya menarik perhatian para tamu, sebagian bahkan memutar leher untuk melihat lebih jelas sang putri nan jelita.

   "Kau adalah permata yang paling berharga dalam kerajaanku, Salome,"

   Tutur ayah tirinya.

   "Ayo, menarilah bersama kami. Para tamu akan merasa senang melihat kecantikanmu."

   Salome berjalan ke arah singgasana Herod, tempat ia memimpin pesta. Gadis itu mengungkapkan kekesalannya.

   "Aku tak tahu apakah aku bisa menari, Ayah. Hatiku dipenuhi keresahan sejak aku bepergian. Rasanya aku tidak bergairah untuk menari."

   Herodias yang duduk di atas permadani tebal di samping suaminya menjadi tegang.

   "Apa yang terjadi hingga kau begitu resah, Anakku?"

   Salome menceritakan kisah yang menyedihkan tentang seorang lelaki jahat yang dipanggil sang Pembaptis dan bagaimana ucapan lelaki itu menghantuinya dan sepertinya mengikuti ke mana pun ia pergi.

   "Siapakah orang yang dijuluki sang Pembaptis?"

   Seorang tamu terhormat dari Romawi bertanya. Herod menunjukkan isyarat meremehkan.

   "Bukan siapa-siapa. Salah seorang di antara beberapa mesias tahun ini. Ia seorang pengacau, tapi tidak penting."

   Tangis Salome meledak dan ia menghambur ke kaki ibunya.

   Ia menyampaikan julukan-julukan yang ditujukan sang Pembaptis kepada Herodias.

   Salome merasa ketakutan karena rasul ini mengatakan bahwa Herod akan dilengserkan dan istana beserta penghuninya akan hancur.

   Sang Pembaptis mengompori orang untuk membenci Herod, sedemikian dahsyatnya hingga Salome tidak lagi bisa bepergian dengan aman bersama orang orang Nasrani kecuali jika ia menyamar.

   "Kedengarannya ia lebih mirip perusuh dibandingkan seorang rasul,"

   Komentar salah seorang tamu Romawi.

   "Sebaiknya persoalan ini kita selesaikan secepatnya."

   Herod tidak sedang bersemangat mengurusi masalah politik, tapi ia tidak boleh kelihatan lemah di hadapan para perwakilan dari Roma. Dipanggilnya para pengawal lalu ia mengeluarkan perintah.

   "Tangkap lelaki yang dijuluki sang Pembaptis ini, dan seret ke sini. Aku ingin tahu apakah ia berani mengucapkan katakata itu di hadapanku."

   Para tamu bertepuk tangan mendengar keputusan ini. Mereka menyambut sang pemimpin Romawi dengan mengangkat gelas. Salome menyapu air mata dan tersenyum manis kepada Herod Antipas.

   "Tahan apa yang ingin kau saksikan malam ini, Ayah?"

   F Yohanes Pembaptis adalah tahanan yang menyusahkan.

   Herod Antipas tidak mengantisipasi kekuatan pengikut Yohanes, yang kini jumlahnya telah sedemikian membengkak.

   Para pemohon membanjiri istana setiap hari, menuntut pembebasan rasul mereka.

   Mereka menemui Herod sebagai seorang Yahudi, memohon simpati terhadap kalangannya.

   Karena istana musim dingin berada di wilayah Qumran, komunitas Eseni mengirimkan perwakilan mereka setiap hari untuk meminta pembebasan tahanan yang bajik itu.

   Jelaslah, menahan seorang rasul wilayah setempat untuk dihukum dan dibungkam bukanlah persoalan sederhana.

   Yohanes Pembaptis adalah sebuah fenomena.

   Herod melaksanakan sendiri tugas menginterogasi Yohanes.

   Ia menyuruh pengawal membawa Yohanes menghadap.

   Secara pribadi, ia menanyai Yohanes sembari berharap jawaban yang mau menang sendiri dan amukan liar keluar dari mulut sang pengkhotbah sebagaimana yang sering ia lakukan dan memang menjadi gayanya.

   Herod menganggap sikapnya itu semacam olahraga.

   Dan ia memang sengaja memancing lelaki yang membuat istri dan putri tirinya masygul.

   Selesai bermainmain dengan tawanannya, Herod akan mengeluarkan keputusan hukuman akhir yang akan diberlakukan.

   Namun interogasi tidak berjalan sesuai rencana sang penguasa.

   Di luar pakaiannya yang aneh dan penampilannya yang tidak beradab, tak ada amarah membabi buta yang terlontar dari mulut Yohanes.

   Herod malah menilai lelaki itu luar biasa cerdas, barangkali bahkan bijaksana.

   Yohanes menekankan pembicaraan tentang pendosa dan keharusan bertobat.

   Ia tidak ragu-ragu menatap mata Herod saat melontarkan peringatan bahwa seseorang dengan dosa seperti yang dilakukan Herod tidak akan diterima dalam Kerajaan Tuhan.

   Tapi masih ada waktu untuk menebus dosa, jika Herod menyingkirkan istrinya yang penyeleweng dan tidak lagi melakukan pelanggaran.

   Menjelang akhir interogasi, Herod merasa sangat resah dengan keputusan memenjarakan Yohanes.

   Ia ingin membebaskan lelaki itu.

   Tapi hal itu akan membuatnya tampak lemah dan tidak efisien di hadapan Roma.

   Bukankah kelompok perwakilan Roma hadir saat ia mengeluarkan perintah penahanan Yohanes? Jika ia melepaskan Yohanes, ia akan dipandang tidak konsisten dan barangkali bahkan tidak kompeten dalam mengurus para pengacau Yahudi.

   Tidak, ia tidak berani membebaskan sang Pembaptis, setidaknya belum berani.

   Alihalih mencabut hukuman, Herod meringankan penahanan Yohanes dan mengizinkannya menerima tamu yang adalah pengikutnya dan warga Eseni.

   Mendengar kebijakan ini, Maria Magdala mengutus seseorang ke istana untuk menanyakan pada suaminya apakah ia ingin berjumpa dengannya atau berpesan mengenai anak dalam kandungannya.

   Yohanes mengacuhkan pesan ini.

   Satusatunya pesan yang Maria dengar selama Yohanes dipenjara hanyalah pesan yang berisi kutukan.

   Ia mendengarnya lewat pengikut terdekat sang suami bahwa Yohanes terus mempertanyakan siapa ayah janin itu dan menghina Maria dengan sebutan yang paling memalukan.

   Yohanes menganggap akibat ulah istrinyalah ia ditahan.

   Beberapa pengikut fanatiknya bahkan meneror keluarga Maria.

   Akhirnya, Maria meyakinkan kakaknya dan Martha untuk membawanya kembali ke Galilee, agar ia berada sejauh mungkin dari sang Pembaptis dan para pengikutnya.

   Maria tidak paham, mengapa satu ketidakpatuhan di suatu malam diterjemahkan sebagai dosa yang tak terampuni, sebagai seorang pelacur.

   Tapi itulah kenyataannya.

   Maria memilih menghadapi kesedihan ini di kesunyian rumahnya di kaki Gunung Arbei, lebih dekat dengan orangorang Nasrani dan mereka yang bersimpati padanya.

   Yohanes tetap melaksanakan tugas keimaman dari penjara.

   Dari sanalah legenda dan pengaruhnya berkembang di wilayah selatan.

   Tapi keimaman sepupunya, seorang Nasrani yang karismatik, berkembang jauh lebih pesat di wilayah utara Yordania dan Galilee.

   Para pengikut Yohanes menyampaikan kabar kepadanya tentang karya-karya agung Easa dan penyembuhan ajaib yang ia lakukan.

   Tapi mereka juga mengabarkan bahwa orang Nasrani masih berteman dengan orang non-Yahudi dan kalangan yang tidak suci.

   Easa bahkan melarang hukuman rajam bagi perempuan yang menyeleweng! Jelaslah sepupu Yohanes itu kehilangan pegangan hukum.

   Inilah saatnya Yohanes bertindak.

   Sesuai instruksi Yohanes, para pengikutnya datang ke pertemuan orang Nasrani.

   Ketika Easa berdiri di hadapan kerumunan orang untuk memulai khotbah, dua duta sang Pembaptis melangkah ke depan.

   Satu di antara mereka menghadap Easa, dan satunya lagi menghadap kerumunan orang.

   "Kami datang dari sel Yohanes Pembaptis. Ia meminta kami untuk menyampaikan pesan ini kepada kalian semua. Ia berkata padamu, Yeshua dari Nazaret, bahwa ia meragukanmu. Dulu ia memang percaya bahwa kau adalah mesias utusan Tuhan. Tapi kini ia tidak bisa percaya bahwa tindakanmu menerima orangorang tidak suci sesuai dengan hukum. Karena itulah ia bertanya padamu, apakah kau adalah orang yang ditunggutunggu? Atau mestikah orangorang yang baik ini menanti yang lain?"

   Kerumunan orang menjadi resah mendengar katakata ini.

   Pembaptisan Easa oleh Yohanes merupakan momen yang menentukan bagi sebagian murid Nasrani yang masih baru.

   Hari yang agung di tepi Yordania, ketika Yohanes mengumumkan bahwa sepupunya adalah orang yang terpilih dan ketika Tuhan menunjukkan pilihannya lewat merpati, telah mengubah banyak orang menjadi pengikut JalanNya.

   Sekarang, Yohanes Pembaptis menarik dukungannya dengan melontarkan keraguan terhadap sepupunya di hadapan publik.

   Namun Yeshua dari Nazaret tidak goyah dengan pertanyaan itu dan tidak terpengaruh dengan hinaan.

   Ia meminta orangorang agar diam lalu ia berkata.

   "Tak ada rasul di bumi ini yang lebih besar dibandingkan Yohanes Pembaptis."

   Kepada kedua lelaki yang telah menantangnya, Yeshua menambahkan.

   "Sampaikan rasa hormat kami kepada sepupuku. Pergilah, dan sampaikan padanya semua yang kau lihat dan kau dengar hari ini."

   Dan tak ada lagi yang diucapkan.

   Sang pemimpin Nasrani itu pergi melewati kerumunan orang, dan menyambangi mereka yang sakit.

   Dikabarkan, hari itu ia mengembalikan penglihatan banyak orang buta, menyembuhkan kelumpuhan para orang tua, dan menyingkirkan roh jahat dan keresahan hati dari orangorang yang menderita.

   Dan lewat itu semua ia menyampaikan ajaran Jalan dan cahayaNya kepada jemaat.

   Ia menyampaikan suatu kisah, suatu perumpamaan tentang seorang perempuan yang mendapat pengampunan dosa karena hatinya dipenuhi iman dan cinta.

   Itulah pesan terakhirnya hari itu.

   "Pengampunan akan diberikan kepada mereka yang penuh kasih. Tapi jika hanya ada sedikit cinta dalam diri seorang yang paling bajik sekalipun, ia tidak akan banyak mendapat pengampunan."

   Hari itu menegaskan keimaman Yeshua dari Nazaret sebagai Jalan cinta dan pengampunan yang menyembuhkan, suatu jalan keselamatan tersedia bagi semua orang yang memilih berjalan di bawah terangnya.

   f Herod Antipas menghadapi masalah.

   Para perwakilan Romawi yang menyaksikan perintah penahanan Yohanes Pembaptis beberapa bulan lalu datang kembali.

   Ketika petinggi Roma itu bertanya kepada pejabat sang penguasa mengapa banyak orang Yahudi di sekitar istana, ia mendapat jawaban bahwa rasul yang ditahan itu terus menarik pengikut.

   Petinggi itu terkejut karena Herod belum menyelesaikan kasus sang Pembaptis.

   Saat makan malam, perwakilan Roma berbicara tegas kepada Herod.

   "Kau tidak boleh terlihat lunak terhadap para perusuh. Kau berada di sini karena Caesar memercayakanmu untuk mewakili Roma. Selain itu karena kau seorang Yahudi, dia merasa kau memiliki sisi yang menguntungkan jika berhadapan dengan masyarakat di sini. Lelaki itu menghina Roma setiap hari dari penjara tempat kau menahannya. Dan kau membiarkan saja."

   Sang penguasa membela diri.

   "Wilayah gurun ini dikuasai sekte-sekte Eseni dan lainnya yang menganggap lelaki itu seorang rasul. Jika ia dihukum mati akan timbul pemberontakan."

   "Kau, seorang warga Roma dan seorang raja, membiarkan dirimu dikekang oleh penghuni gurun?"

   Pertanyaan itu sarat dengan kemarahan, Herod sadar bahwa ia terpojok.

   Perwakilan Roma itu akan pulang besok, dan Herod tidak mau mengambil risiko kelemahannya itu dilaporkan kepada Caesar.

   Banyak musuk yang akan senang melihat ia jatuh.

   Tapi itu tak akan terjadi.

   Antipas tidak akan menyia-nyiakan darah raja yang mengalir dalam tubuhnya.

   Bukankah kakeknya menghukum mati putranya sendiri ketika singgasananya terancam? Herod tahu bagaimana caranya memperjuangkan sesuatu yang menjadi milik sah mereka.

   Herod Antipas menepukkan tangan dua kali untuk memanggil pelayan.

   Ia menyuruh mereka memanggil senturion untuk menghadap.

   "Segera jalankan hukuman pada tahanan bernama Yohanes Pembaptis. Penggal dia dengan pedang."

   Petinggi Roma mengangguk puas melihat Herod Antipas menorehkan catatan dalam sejarah untuk kali pertama tapi bukan yang terakhir.

   f Sebelum eksekusi dijalankan, Yohanes menyampaikan satu permintaan agar pesannya disampaikan kepada istrinya di Galilee.

   Ia diperbolehkan menerima seorang pengikut yang bertugas sebagai kurir.

   Kepadanya, Yohanes memberikan katakata instruksi terakhir dan pertobatan sebelum senturion mengayunkan pedangnya.

   Kepalanya akan dipisahkan dari tubuhnya dengan sekali tebas, dan Yohanes Pembaptis, rasul Yordania, pergi menghadap kerajaan Tuhan.

   Herod memerintahkan pesuruhnya menancapkan kepala Yohanes pada sebatang lembing dan memperton -tonkannya di gerbang depan istana.

   Tujuannya untuk menunjukkan pada petinggi Roma bahwa ia bersikap cepat dan tegas terhadap pengacau.

   Kepala itu akan tetap berada di sana hingga habis diganyang burung pemakan bangkai.

   Tapi sebelum itu terjadi, kepala Yohanes hilang secara misterius di suatu malam.

   Jenazah Yohanes selebihnya diserahkan pada para pengikut Eseni untuk dikuburkan.

   f Kepada Maria Magdala yang tengah hamil besar, kabar eksekusi Yohanes disampaikan.

   Sang kurir menyampaikan pesan terakhir Yohanes secara langsung.

   "Bertobatlah, hai perempuan. Sesalilah dosa-dosa yang membawa kita ke tempat ini setiap hari. Lakukanlah sebagai kenangan atas diriku dan demi anak dalam kandunganmu. Seandainya ada harapan bahwa anak ini diterima dalam kerajaan Tuhan, kau harus bertobat dan membaptis anak itu saat kelahirannya."

   F Apakah di saat terakhirnya Yohanes percaya bahwa anak dalam kandungan itu adalah putranya atau tidak, Maria tidak tahu.

   Bahwa ia bersusah payah mengirimkan pesan sebagai permintaan terakhirnya bisa menjadi isyarat barangkali ia percaya bahwa bayi itu adalah anaknya.

   Maria mengingat pesan terakhirnya dan berdoa setiap hari sepanjang sisa umurnya demi pengampunan Yohanes.

   Perlakuannya tidak baik terhadap Maria, tapi sedikit pun ia tidak dendam.

   Easa dan Maria Agung telah mengajarkan bahwa memaafkan adalah perbuatan suci.

   Prinsip itu tertanam dalam hatinya.

   Sedari awal, Yohanes adalah sosok yang penuh misteri bagi Maria.

   Ia pria keras yang tidak pernah meminta untuk mendapat tekanan begitu rupa, dan ia tak pernah berniat untuk beristri.

   Maria berusaha keras untuk bersikap patuh sesuai pandangan Yohanes.

   Tapi tak ada sesuatu pun dalam diri Maria yang menyenangkan di matanya.

   Menyedihkan, Maria menikah dengan satusatunya lelaki di Israel yang tidak ingin melakukan apa pun untuk mendapatkannya.

   Maria berparas cantik, perangainya baik dan luhur, dan di dalam tubuhnya mengalir darah yang agung.

   Namun tak satu pun kualitas ini menarik perhatian Yohanes Pembaptis.

   Pernikahan itu terasa sebagai hukuman bagi keduanya.

   Syukurlah, mereka jarang bersamasama.

   Pertemuan mereka hanya terjadi ketika orang Farisi mendesak Yohanes untuk berketurunan.

   Pada akhirnya, pernikahan itu lebih terasa memuakkan bagi Yohanes dibandingkan bagi Maria.

   Sekarang mereka sudah terlepas dari ikatan itu, tapi Maria bersedia menyerahkan segalanya jika saja dulu ia tidak menyerahkan kebebasannya.

   Selain dipersalahkan sebagai penyebab dipenjaranya Yohanes, para pengikut setia sang rasul juga menuding Maria sebagai biang kerok terjadinya eksekusi.

   Satusatunya wanita yang lebih terhina kala itu adalah Salome.

   Putri Herodian ini dituduh melakukan sejumlah tindakan bejat.

   Di antaranya melakukan inses dengan ayah tirinya.

   Kabar burung yang menghebohkan pun berkembang ten tang kehidupan seksual Salome yang bebas dan bagai mana ia memanfaatkannya untuk mendapat kepala Yohanes Pembaptis di atas baki perak.

   Tapi semuanya hanya isapan jempol.

   Salome memang menggunakan taktik kekanakkanakan untuk memastikan bahwa Yohanes dipenjara.

   Tapi sambil mencucurkan air mata, ia mengaku kepada Maria bahwa ia tidak mengira akan terjadi eksekusi.

   Ia hanya ingin menghentikan langkah Yohanes, menghilangkan kekuatannya yang kian berkembang di kalangan masyarakat agar tidak membahayakan Easa atau Maria.

   Pada dasarnya, Salome terlalu muda dan belum berpengalaman dalam dunia politik dan agama untuk bisa meramalkan bahwa penahanan Yohanes akan berujung dengan semakin populernya sang rasul di kalangan masyarakat biasa.

   Yang lebih buruk lagi, Salome tidak mengira bahwa Herod akan menghadapi dilema yang tidak menguntungkan atau solusi yang cuma satusatunya.

   Seorang kurir tidak dikenal dari perkemahan Yohanes datang membawa suatu relik pertobatan yang terakhir dan tak diduga-duga kepada janda mudanya beberapa minggu berselang.

   Tanpa sepatah kata pun, pertapa itu menyerahkan sebuah keranjang anyaman lalu cepatcepat pergi.

   Tidak ada surat yang menyertai hantaran itu, dan sang kurir tidak menatap mata Maria saat menunaikan tugasnya.

   Dengan penasaran, Maria membuka tutup keranjang.

   Isi keranjang beralas sutra itu adalah tengkorak kepala Yohanes Pembaptis yang sudah kering terbakar matahari.

   f Maria melahirkan secara prematur.

   Ini menjadi berkah tersendiri, karena tubuh mungil Maria tidak mampu melahirkan bayi setelah masa kehamilan penuh.

   Meski muncul sebelum waktunya, bayi itu tidak bisa diam.

   Ia datang ke dunia dengan lengkingan kemarahan.

   Pada usia sehari, rupa fisik bayi itu sangat mirip dengan Yohanes.

   Dan siapa pun yang mendengar tangisannya yang tidak hentihenti akan mengenali bahwa ia adalah anak sah sang Pembaptis.

   Maria Magdala mengirimkan kabar kepada Maria Agung dan Easa bahwa putranya telah lahir dengan selamat, disertai ucapan terima kasih atas doa-doa mereka.

   Maria menamai putranya Yohanes-Yusuf, mengikuti nama sang ayah.

   f Pasca-eksekusi Yohanes, Easa mendapat desakan kuat dari para pengikutnya untuk menjadi pemimpin.

   Ia mengembara ke wilayah gurun dan berjumpa dengan kaum Eseni dan murid-murid Yohanes untuk memberi khotbah tentang jalan Tuhan menurut caranya sendiri.

   Sebagian di antara kaum Eseni menerima Easa sebagai mesias baru dan menaatinya karena Easa keturunan Daud.

   Namun banyak pula yang menentang pembaruan Nasrani yang dibawa Easa karena Yohanes mengecam keras hal-hal semacam ini di akhir hayatnya.

   Bagi mayoritas penghuni gurun, Yohanes adalah satusatunya Guru Keadilan.

   Siapa pun yang mencoba mengambil kedudukannya adalah penipu.

   Perpecahan antara orangorang yang bertekad mengikuti Yohanes dengan mereka yang setia pada Easa terbentuk dalam masa ini.

   Semangat Nasrani lahir sebagai suatu kekuatan cinta dan pengampunan yang bisa dimiliki siapa pun yang memilih untuk mengikutinya.

   Sedangkan falsafah kelompok Yohanes sangat berbeda, yakni dilandasi penilaian tegas dan penerapan hukum secara ketat.

   Easa dan kelompok Nasrani menerima kaum perempuan dengan tangan terbuka dan menghormati mereka, tapi sikap pengikut Yohanes berbeda.

   Yohanes selalu memandang rendah kaum hawa.

   Julukan yang ia berikan kepada Maria dan Salome sebagai pelacur Babilonia adalah perwujudan paham bahwa perempuan adalah makhluk hina.

   Gambaran yang tidak tepat dan tidak adil tentang Maria sebagai seorang pendosa yang bertobat dan Salome sebagai pelacur hina pun bermunculan.

   Para pengikut Yohanes Pembaptis mengipas-ngipasi bara ketidakadilan ini sehingga menimbulkan api yang berkobar hingga ribuan tahun.

   f Easa dari Nazaret, pangeran keluarga Daud, berniat mengubah persepsi buruk masyarakat terhadap putri yang kini menjanda.

   Lebih dari siapa pun, ia tahu bahwa Maria yang luhur dan berbudi ini telah diperlakukan tidak adil.

   Sedari dulu hingga kini, ia tetap putri Benjamin.

   Darah yang mengalir di tubuhnya tetap agung, hatinya tetap murni, dan Easa tetap mencintainya.

   Lazarus terperanjat ketika suatu hari sang Putra Singa muncul di depan pintunya, sendirian, tidak didampingi pengikutnya.

   "Aku datang untuk menjenguk Maria dan putranya,"

   Katanya berterus terang.

   Dengan terbata-bata Lazarus memanggil Martha dan mempersilakan Easa masuk.

   Martha masuk ke ruangan itu dan tidak berpura-pura menutupi perasaannya yang entah kaget, entah gembira.

   Sedari dulu dia adalah simpatisan Nasrani, meski latar belakang keluarganya lebih konservatif.

   Ia selalu mencintai dan mengagumi Easa.

   "Aku akan memanggil Maria,"

   Kata Martha, tergesagesa keluar ruangan. Ketika mereka hanya berdua, Lazarus berusaha berbicara lagi.

   "Yeshua, aku ingin meminta maaf. Banyak kesalahanku..."

   Easa mengangkat tangannya.

   "Tenanglah, Lazarus. Aku mengenalmu sebagai orang yang selalu melakukan sesuatu yang benar dan adil. Kau selalu mengikuti kata hati dan Tuhanmu. Karena itulah, kau tidak perlu meminta maaf kepadaku atau kepada siapa pun."

   Lazarus merasa luar biasa lega.

   Telah lama ia memendam rasa pedih karena telah memutus pertunangan antara Easa dan adiknya.

   Juga rasa bersalah karena tidak menyediakan penginapan bagi kaum Nasrani di Bethany malam itu, yang akhirnya menyebabkan bencana besar bagi Maria.

   Tapi ia tidak sempat mengungkapkannya, karena Yohanes-Yusuf kecil telah mengumumkan kehadirannya di ruangan itu dengan tangisan keras.

   Easa tersenyum ke arah Maria dan bayinya.

   Ia menjulurkan tangan untuk menggendong bayi, yang kini wajahnya merah padam akibat jerit tangisnya.

   "Ia rupawan seperti ibunya dan keras hati seperti ayahnya,"

   Easa tertawa, menerima bayi dari tangan Maria.

   Sentuhan pertama tangan Easa membuat bayi itu berhenti menangis.

   Ia menjadi tenang, memandang sosok yang baru ia lihat dengan penuh minat.

   Yohanes kecil tertawa gembira saat Easa mengayun-ayunnya dengan lembut.

   "Ia menyukaimu,"

   Kata Maria, tibatiba malu melihat kehadiran lelaki yang kini telah melegenda itu. Easa memandang serius pada Maria.

   "Aku harap begitu."

   Ia memandang ke arah Lazarus.

   "Lazarus, Saudaraku. Aku ingin berbicara secara pribadi kepada Maria tentang suatu persoalan yang sangat serius. Ia seorang janda dan berbicara langsung dengannya bukanlah sesuatu yang tidak pantas."

   "Tentu saja,"

   Gumam Lazarus lalu bergegas meninggalkan ruangan.

   Easa, masih menggendong bayi, memberi isyarat pada Maria untuk duduk.

   Mereka duduk bersama dalam suasana yang tenang dan bahagia, sementara bayi itu terus tertawa-tawa pada Easa dan menarik rambut panjangnya yang memang menjadi gaya orang Nazaret.

   "Maria, ada sesuatu yang ingin kutanyakan."

   Maria mengangguk pelan, tidak tahu apa yang akan diucapkan Easa, tapi hatinya dipenuhi ketenangan karena bisa mendengar suaranya lagi. Kehadiran Easa bak obat bagi jiwanya yang hancur.

   "Kau telah mengalami banyak kejadian, dan kau melakoninya dengan keyakinan padaku dan JalanNya. Aku ingin mengubah keadaan ini bagimu dan anak ini. Maria, aku ingin kau menjadi istriku dan aku ingin kau mengizinkanku membesarkan Yohanes sebagai putraku sendiri."

   Maria diam tidak bergerak. Apakah ia tidak salah dengar? Rasanya ini tidak mungkin.

   "Easa, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan."

   Maria terdiam sejenak, berusaha menarik pikiran-pikiran yang berlarian di kepalanya yang terkejut.

   "Sepanjang hidupku, aku bermimpi akan menikah denganmu. Dan ketika hal itu tidak terjadi... aku tidak pernah memikirkan mimpi itu lagi. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu mewujudkan keinginanmu. Aku tidak ingin nama dan misimu menjadi rusak. Terlalu banyak orang yang menyalahkan aku atas kematian Yohanes. Orangorang yang membenciku dan menyebutku seorang pendosa."

   "Semua itu tidak ada artinya bagiku. Para pengikutku mengenal kebenaran. Dan kami akan mengajarkan kebenaran kepada mereka yang belum tahu. Dan para pengikut hukum tidak bisa menentangnya. Sesungguhnya, menjadikanmu sebagai istri adalah sesuatu yang wajar. Kau janda Yohanes dan aku kerabatnya. Akulah kerabat pria terdekat Yohanes dan karena itu bertanggung jawab untuk membesarkan putranya. Aku akan membesarkannya sebagai pangeran bagi umatnya, sebagai keturunanku yang terpilih, dan sebagai putra seorang rasul. Inilah penyatuan yang layak, berdasarkan hukum dan rakyat Israel. Aku tetap putra Daud dan kau tetap putri Benjamin."

   Maria terperangah.

   Ia tidak pernah menduga peristiwa ini akan terjadi.

   Ia hanya berani berharap, Easa bersedia membaptis putranya seperti yang diminta Yohanes.

   Tapi mengadopsi anak itu sebagai putra Easa sendiri dan menjadikannya istri? Semua ini lebih dari yang bisa ia bayangkan.

   Maria menelungkupkan wajah ke tangannya dan menangis.

   "Apa yang membuatmu menangis, Merpati Kecil? Kesempurnaan penyatuan kita sekarang tidak berkurang di mata Tuhan dibandingkan ketika Ia pertama kali memilih kita untuk bersamasama."

   Maria mengusap air matanya dan memandang wajah orang Nasrani itu, Easanya, yang telah dikembalikan Tuhan kepadanya.

   "Aku tidak percaya bisa merasakan kebahagiaan kembali,"

   Bisiknya.

   f Berbeda dengan pesta yang megah di Cana, Easa dan Maria melangsungkan upacara pernikahan sederhana yang dihadiri Maria Agung dan beberapa umat Nasrani yang paling setia.

   Acara itu bertempat di pantai Galilee, di desa Tabga.

   Kabar tentang penyatuan dua insan itu tersebar dengan cepat.

   Keesokan harinya, gerombolan orang berdatangan ke Tabga.

   Sebagian di antara mereka adalah pengikut, sebagian lagi datang karena penasaran dengan pernikahan pasangan yang disebut dalam nubuat Solomon ini.

   Ada juga sebagian orang yang merasa tidak senang dengan penyatuan rasul Galilee yang dicintai ini dengan seorang perempuan yang reputasinya telah ternoda.

   Tapi Easa merasa gembira dengan kehadiran mereka semua.

   Berkali-kali ia mengatakan pada Maria bahwa setiap hari menghadirkan kesempatan baru untuk menunjukkan JalanNya kepada seseorang yang belum pernah menyaksikannya.

   Suatu peluang untuk memberi penglihatan kepada orang yang buta.

   Dalam dua hari saja, berita pernikahan itu telah menarik ribuan orang untuk datang.

   Maria Agung menemui Easa di ujung hari kedua.

   Ia mengingatkan Easa tentang mukjizat yang terjadi saat pernikahan di Cana, ketika tidak tersedia cukup anggur bagi para tamu.

   Kini, pantai Galilee dibanjiri pelancong yang belum makan selama berhari-hari, juga mereka yang hanya memiliki sedikit persediaan makanan.

   Ibunda Easa mengingatkan putranya tentang hal ini.

   Easa memanggil beberapa orang pengikut terdekatnya.

   Ia meminta mereka menghitung jumlah tamu.

   Filipus menjawab.

   "Tamu yang datang hampir lima ribu orang, sementara persediaan makanan kita hanya untuk dua ratus orang."

   Andreas, adik Easa, menyarankan.

   "Aku memiliki seorang kenalan di sini, putra seorang nelayan. Ia memiliki lima roti dan dua ikan kecil, tapi hanya itu. Tidak ada artinya dengan jumlah tamu yang datang."

   Easa berkata.

   "Suruh mereka duduk di rumput. Bawakan roti dan ikan itu kepadaku."


Pendekar Rajawali Sakti Rahasia Candi Tua Rajawali Emas Kitab Pemanggil Mayat Pendekar Rajawali Sakti Iblis Lembah Tengkorak

Cari Blog Ini