Pensiunan Pengusaha Cat 2
Sherlock Holmes Pensiunan Pengusaha Cat Bagian 2
"Nah, Tuan-tuan," ujarnya, "apa yang dapat saya bantu?"
"Kami datang," aku menjelaskan, "sebagai tanggapan atas telegram Anda."
"Telegram saya! Saya tidak mengirim telegram."
"Maksud saya telegram yang Anda tujukan kepada Mr. Josiah Amberley tentang istri dan uangnya yang hilang."
"Ini lelucon yang tidak lucu," kata pendeta itu marah. "Saya tak pernah mendengar nama yang Anda sebutkan, dan saya tidak mengirim telegram kepada siapa pun."
Aku dan klien kami berpandangan dengan heran.
"Barangkali telah terjadi kekeliruan,"
Kataku, "barangkali di sini ada dua pastori? Ini telegramnya, yang ditandatangani oleh Elman dan beralamat di pastori."
"Di sini hanya ada satu pastori, Sir, dan cuma satu pendeta. Telegram ini jelas palsu, saya akan minta polisi mengusutnya. Dan saya rasa tak ada perlunya kita memperpanjang pembicaraan ini."
Maka aku dan Mr. Amberley tercampak di jalan, di de sa yang rasanya paling terbelakang di Inggris. Kami pergi ke kantor telegram, namun kantornya sudah tutup. Namun di Railway Arms penginapan kecil dekat stasiun, terdapat pesawat telepon. Aku langsung menghubungi Holmes, yang kedengarannya juga ikut bingung.
"Aneh sekali!" katanya dari jauh. "Sungguh luar biasa. Aku kuatir, sobatku Watson, tak ada kereta yang menuju London malam ini. Kalian terpaksa bermalam di penginapan desa yang kumuh. Tapi kau justru mendapat kesempatan untuk dekat dengan alam, Watson, belum lagi ditambah dengan Josiah Amberley. Kau dapat menjalin keakraban dengan mereka." Sempat kudengar gelaknya saat ia memutuskan hubungan. Segera jelas bagiku bahwa julukan si kikir memang pantas disandang teman seperjalananku. Sebelumnya ia telah menggerutu karena biaya perjalanan yang dianggapnya terlalu tinggi, padahal kami naik kereta kelas tiga, dan kini ia mencak-mencak karena harus membayar biaya penginapan. Keesokan harinya ketika akhirnya kami tiba di Baker Street, emosi kami sama sama hampir meledak.
"Lebih baik Anda mampir di Baker Street," saranku. "Barangkali ada petunjuk yang mau disampaikan Mr. Holmes."
"Tak ada gunanya, kalau petunjuknya ternyata tak lebih baik dari yang lalu," sahut Amberley kesal. Tapi ia mau juga menuruti saranku. Aku sudah mengirim telegram kepada Holmes mengabarkan jam kedatangan kami, tapi ketika kami tiba di tempat tinggalnya, kami diberitahu bahwa ia sudah pergi ke Lewisham dan menunggu kami di sana. Kejutan yang lebih besar menanti kami karena ternyata ia tidak sendirian. Di ruang duduk Mr. Amberley ada orang lain, yaitu lelaki berkulit gelap yang memakai kacamata hitam dan jepit dasi Masonic.
"Ini teman saya, Mr. Barker," Holmes memperkenalkan. "Dia juga menaruh minat pada kasus Anda, Mr. Josiah Amberley, meski kami bekerja sendiri-sendiri. Dan kami berdua ingin mengajukan pertanyaan yang sama pada Anda!"
Mr. Amberley menjatuhkan diri di tempat duduk. Ia mulai merasa terancam. Aku dapat membaca reaksinya dari matanya yang menyipit dan urat-uratnya yang berkedut-kedut.
"Apa pertanyaannya, Mr. Holmes?"
"Hanya ini. Anda apakan mayat mereka?" Lelaki tua itu terlonjak sambil memekik serak. Tangannya yang kurus mencakar-cakar udara, mulutnya membuka, mirip burung pemakan bangkai. Dalam sekejap kedoknya terbuka dan kami dapat melihat dirinya yang sebenarnya lelaki iblis yang jiwanya sama rusaknya seperti tubuhnya. Ia terperenyak kembali di kursi, lalu membekap mulutnya seolah-olah menahan batuk. Seperti singa Holmes langsung mencengkeram tenggorokan buruannya dan membalikkan mukanya. Sebutir pil putih jatuh dari sela-sela bibir Amberley.
"Tak ada jalan pintas, Josiah Amberley. Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Bagaimana, Barker?"
"Kereta saya menunggu di depan," ujar rekan kami yang tak banyak bicara itu.
"Kantor polisi hanya beberapa ratus meter dari sini. Kita akan pergi bersama-sama. Kau tak usah, Watson, aku akan kembali setengah jam lagi."
Pensiunan pengusaha cat tua bertubuh cacat itu ternyata sangat kuat, namun ia tak berdaya melawan kedua detektif yang sudah berpengalaman meringkus penjahat. Masih sambil meronta-ronta dan menggeliat-geliut, ia diseret ke kereta yang sudah menunggu, sementara aku tinggal seorang diri di rumah yang mengerikan itu. Namun belum sampai setengah jam kemudian Holmes sudah kembali, bersama inspektur muda yang tampaknya cerdas.
"Barker yang mengurus segala macam formalitas di kantor polisi," jelas Holmes. "Kau belum tahu siapa dia, bukan? Dia sainganku di pantai Surrey. Waktu kau menyebut-nyebut lelaki tinggi berkulit gelap, tak sulit bagiku untuk menyempurnakan gambarannya. Dia telah berhasil menangani beberapa kasus pelik, bukan begitu, Inspektur?"
"Jelas dia telah beberapa kali ikut campur dalam urusan polisi," sahut inspektur itu mencoba mengelak.
"Harus diakui bahwa cara kerjanya tak sesuai prosedur, seperti saya juga. Tapi kalau mau berhasil justru harus begitu. Anda misalnya, mana mungkin mengorek pengakuan dari Amberley kalau ia tahu semua yang dikatakannya bisa dibawa ke meja hijau!"
"Barangkali tidak. Tapi kesimpulan akhirnya kan sama. Jangan kira kami belum punya pendapat tentang kasus ini. Terns terang kami agak sakit hati karena Anda dengan seenaknya ikut campur dan menggunakan metode-metode yang tabu bagi kami, lalu mencari pujian."
"Saya tidak mencari pujian, MacKinnon. Nama saya sama sekali tak perlu dimunculkan. Sedang mengenai Barker, ia belum melakukan apa-apa kecuali yang saya perintahkan."
Inspektur itu tampak sangat lega.
"Anda sangat murah hati, Mr. Holmes. Pujian atau cacian tak ada bedanya bagi Anda, tapi bagi kami sangat penting, terutama ketika surat-surat kabar mulai bercuap-cuap."
"Benar. Supaya Anda siap kalau mereka melempar pertanyaan, bagaimana kalau saya berikan contoh. Apa jawab Anda, misalnya, kalau seorang wartawan yang cerdik bertanya bagian mana yang menimbulkan kecurigaan Anda, dan akhirnya meyakinkan Anda akan fakta-faktanya?"
Inspektur itu kelihatan bingung "Kita kan belum menemukan fakta-faktanya, Mr. Holmes. Anda cuma bilang bahwa tersangka, di depan tiga saksi, mencoba bunuh diri dan secara tidak langsung mengakui dialah pembunuh istri dan kekasih istrinya. Fakta apa lagi yang Anda miliki?"
"Anda sudah mengatur penggeledahan?"
"Tiga anak buah saya dalam perjalanan kemari."
"Kalau begitu Anda akan segera memperoleh fakta yang tak dapat diragukan lagi. Mayat-mayat itu tak mungkin disembunyikannya jauh-jauh. Periksalah gudang bawah tanah dan kebun. Pasti tidak sulit menggali tempat-tempat yang kira-kira memungkinkan. Rumah ini lebih tua dari pipa-pipa airnya. Di suatu tempat pasti terdapat sumur yang tak terpakai lagi. Periksalah juga itu."
"Tapi bagaimana Anda bisa tahu itu, dan bagaimana dia melakukannya?"
"Pertama-tama akan saya tunjukkan cara pembunuhannya, baru setelah itu saya akan memberikan penjelasan kepada Anda, dan terutama kepada kawan saya yang sangat sabar ini, yang jasanya sangat besar dalam membongkar kejahatan ini. Namun sebelumnya saya mungkin perlu memberikan gambaran tentang keadaan jiwa Amberley. Jiwanya betul-betul terganggu, sehingga saya kira ia lebih cocok dikurung di rumah sakit jiwa daripada di penjara. Pikirannya lebih mirip pikiran orang Italia abad pertengahan dibandingkan dengan orang Inggris modern. Lelaki ini begitu kikir dan kejam, sehingga tak heran kalau istrinya tergoda untuk berselingkuh. Dan kebetulan teman selingkuhnya adalah lawan main Amberley. Orang tua ini mahir bermain catur, berarti otaknya terbiasa mengatur strategi, Watson. Seperti umumnya orang yang tercampak ia cemburu, dan cemburunya sudah melampaui akal sehat. Entah dia benar atau tidak, dia curiga istrinya mengatur intrik. Ia bertekad menuntut balas, dan itu direncanakannya dengan sangat cerdik. Ayo!"
Holmes mendahului kami berjalan di lorong. Langkah-langkahnya mantap seakan itu rumahnya sendiri. Ia berhenti di depan ruang harta yang terbuka.
"Aduh! Bau catnya menusuk!" seru Inspektur.
"Inilah petunjuk yang pertama," kata Holmes. "Kita harus berterima kasih kepada Dr. Watson yang telah menyebut-nyebut masalah ini, meski apa yang terdapat di baliknya tak tertangkap olehnya. Soal cat ini yang menimbulkan kecurigaan saya. Mengapa setelah istrinya minggat si tua itu justru memenuhi rumahnya dengan bau cat yang menyengat? Jelas untuk menutupi bau-bauan lain bau-bauan yang akan menimbulkan kecurigaan. Lalu dalam bayangan saya muncul gambaran tentang ruangan ini ruangan yang tertutup rapat. Kalau dua fakta itu kita gabungkan, apa yang kita peroleh? Saya hanya bisa mendapat jawaban yang pasti jika saya sudah memeriksa sendiri rumah ini. Saya sudah yakin kasus ini serius, karena saya sudah mengecek alibi Amberley. Ia mengatakan kepada Dr. Watson bahwa malam itu ia menonton pertunjukan di Haymarket Theatre, tapi ternyata kursi nomor B 30 maupun 32 tempat-tempat duduk di samping kursi istrinya kosong. Berarti malam itu ia tidak pergi ke teater dan alibinya runtuh. Si cerdik ini memang agak lalai, ia menunjukkan karcis istrinya kepada teman saya yang bermata jeli. Pertanyaannya sekarang, bagaimana saya bisa mendapat kesempatan untuk mengecek keadaan rumahnya? Amberley saya kirim jauh-jauh ke desa terpencil dan waktunya saya atur sedemikian rupa sehingga ia tak bisa pulang. Agar semuanya lancar, Dr. Watson saya utus untuk menemaninya. Nama si pendeta, tentu saja, saya ambil dari buku alamat. Apakah semuanya jelas sampai di sini?"
"Luar biasa" komentar Inspektur terkagum-kagum.
"Setelah memastikan kegiatan saya takkan terganggu, saya mulai bersiap-siap menyusup ke rumahnya. Menyusup memang keahlian saya, dan kalau suatu saat saya beralih profesi menjadi maling, saya rasa saya akan jadi yang nomor satu. Perhatikan apa yang saya temukan. Anda lihat pipa gas di sepanjang lantai, yang naik sedikit di sudut dinding, dan putarannya di pojok. Seperti Anda lihat, pipa ini diteruskan sampai ke 'ruang harta', dan berakhir di tengah langit-langit. Plesterannya tersembunyi di balik hiasan itu. Ujung pipa gas terbuka lebar-lebar. Jadi, ruangan itu bisa penuh gas kalau keran yang di luar diputar. Bila pintu dan semua jendela terkunci, dalam dua menit saja orang yang terkurung di ruang sempit itu akan menemui ajalnya Saya tak tahu dengan cara apa ia memancing mereka ke ruangan itu, tapi begitu berada di dalam, nasib mereka ada di tangannya."
Inspektur memeriksa pipa itu dengan penuh minat. "Salah satu anak buah saya memang mencium bau gas," katanya, "tapi tentu saja waktu itu jendela sudah dibuka dan bau cat sudah mulai menyebar. Menurut pengakuannya, sehari sebelumnya ia telah mulai mengecat. Tapi bagaimana selanjutnya, Mr. Holmes?"
"Tiba-tiba terjadi sesuatu yang agak tak terduga. Ketika saya sedang menyelinap keluar dari jendela dapur, kerah baju saya ditarik dan terdengar suara, 'Apa yang kaubuat di sini, bajingan?' Saya memutar kepala dan ternyata berhadapan dengan Mr. Barker, saingan saya. Pertemuan tak terduga itu membuat kami sama-sama tersenyum. Rupanya ia disewa keluarga Dr. Ray Ernest, dan mulai mencium sesuatu yang tidak beres. Telah beberapa hari ia mengamati rumah itu, dan salah satu orang yang dicurigainya adalah Dr. Watson. Tentu saja tak ada alasan baginya untuk menangkap Watson, tapi ketika melihat seorang laki-laki memanjat keluar dari jendela dapur, ia langsung bertindak. Saya jelaskan padanya duduk perkaranya dan kami menuntaskan kasus ini bersama-sama."
"Kenapa Anda bekerja sama dengan dia, bukan dengan kami?"
"Karena saya berniat mengadakan tes kecil yang hasilnya ternyata sangat meyakinkan. Saya kuatir polisi tak mau bertindak sejauh itu."
Inspektur tersenyum.
"Well, mungkin tidak. Jadi Anda berjanji, Mr. Holmes, untuk mengundurkan diri dari kasus ini sekarang, dan menyerahkan hasil penyelidikan Anda kepada kami?" "Tentu saja, itulah kebiasaan saya."
"Yah, atas nama dinas kepolisian, saya menghaturkan terima kasih. Seperti telah Anda paparkan, kasusnya sudah jelas, dan takkan sulit menemukan mayat-mayat itu."
"Akan saya tunjukkan bukti lain yang cukup memberatkan. Saya yakin Amberley sendiri tak pernah memperhatikannya. Kita akan mendapat hasil, Inspektur, kalau kita selalu menempatkan diri dalam posisi orang yang kita selidiki, dan berpikir apa yang akan kita lakukan dalam situasi yang sama. Memang kita perlu menggunakan imajinasi, tapi hasilnya tak bisa dianggap remeh. Nah, andaikan Anda yang terjebak dalam kamar maut ini, hidup Anda tinggal dua menit, tapi Anda ingin membuat perhitungan dengan bajingan yang kemungkinan besar sedang mencemooh Anda dari balik pintu. Apa yang akan Anda lakukan?"
"Menulis pesan terakhir."
"Tepat. Anda ingin menyampaikan kepada semua orang cara kematian Anda. Tak ada gunanya menulis di kertas; itu akan langsung terlihat. Kalau Anda menulis di dinding mungkin ada orang yang akan menghapusnya. Nah, lihat ini. Persis di atas garis lantai terdapat tulisan pensil ungu yang tak dapat dihapus. 'Kami di...' Hanya itu."
"Apa kesimpulan Anda?"
"Well, jaraknya hanya tiga puluh senti dari lantai. Lelaki malang itu berbaring di lantai dalam keadaan sekarat ketika menulisnya. Ia telah menemui ajalnya sebelum sempat menyelesaikan pesannya."
"Dia sebenarnya mau menulis, 'Kami dibunuh.'"
"Begitulah. Kalau Anda menemukan pensil yang tak dapat dihapus pada mayatnya..."
"Anda boleh yakin kami ak an mencari benda itu. Tapi bagaimana dengan obligasi? Jelas tak ada pencurian, namun surat-surat berharga itu lenyap padahal sebelumnya dia memilikinya. Kami sudah mengeceknya."
"Saya yakin semua itu disimpannya di tempat yang aman. Setelah kasus minggat pasangan itu tak diributkan lagi, ia akan pura-pura menemukannya dan mengumumkan bahwa pasangan yang berdosa itu menyesali perbuatannya lalu mengirimkan semuanya kembali."
"Anda tampaknya mempunyai jawaban untuk semua pertanyaan," kata Inspektur. "Wajar kalau dia harus melaporkan lenyapnya istrinya ke polisi, tapi mengapa dia mau berkonsultasi dengan Anda, saya sungguh tak mengerti." "Kesombonganlah yang membuatnya tersandung," sahut Holmes. "Dia merasa begitu cerdas dan yakin akan dirinya sehingga dipikirnya kejahatannya takkan terbongkar. Ia bisa menyombong pada tetangga-tetangga yang mungkin curiga, 'Lihat langkah-langkah yang telah kutempuh. Bukan hanya polisi, Sherlock Holmes pun sudah angkat tangan.'"
Inspektur tertawa.
"Nada bicara Anda tak kalah sombongnya, Mr. Holmes," ujarnya, "tapi saya bisa memakluminya. Hasil kerja Anda patut mendapat acungan jempol."
Dua hari kemudian sahabatku melemparkan majalah dua mingguan North Surrey Observer ke arahku. Di bawah judul-judul berita yang panas, yang dimulai dengan "Horor di Haven" dan diakhiri dengan "Penyidikan Polisi yang Brilian" tertulis laporan lengkap tentang seluruh peristiwa itu. Alinea penutupnya sama menggebu-gebunya. Aku mengutipnya di sini.
Ketajaman Inspektur MacKinnon yang berhasil mendeduksi bau gas di balik bau cat yang menusuk, kesimpulannya yang berani bahwa ruang penyimpanan harta itu juga telah berfungsi sebagai kamar maut dan pemeriksaan berikutnya yang akhirnya membawa Inspektur ke sumur tua tempat tersangka menyembunyikan mayat, akan selamanya di ingat dalam sejarah kejahatan sebagai contoh yang luar biasa tentang kecerdikan hamba-hamba hukum kita.
"Well, well, MacKinnon orang yang baik," komentar Holmes sambil tersenyum maklum. "Kau boleh menyimpan semua catatannya, Watson. Suatu hari kelak, kisah yang sebenarnya boleh kita suguhkan."
Tamat
Wiro Sableng Wasiat Iblis Putri Bong Mini Iblis Pulau Neraka Satria Gendeng Tabib Sakti Pulau Dedemit