Ceritasilat Novel Online

Anak Naga 29


Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 29


Anak Naga Karya dari Chin Yung   Bisik Thio Han Liong. Dewi Kecapi mengangguk. Mereka berdua melesat ke balik sebuah pohon lalu mengintip. Tampak seorang pemuda tampan sedang berlatih ilmu silat. Menyaksikan itu, kening Thio Han Liong berkerut.   "Ilmu silat itu amat lihay dan dahsyat,"   Ujarnya dengan suara rendah.   "Entah ilmu silat apa itu?"   "Gerakannya begitu aneh dan cepat laksana kilat,"   Tambah Dewi Kecapi.   "Setiap pukulan, penuh mengandung Lweekang. itu betulbetul merupakan jurus-jurus maut."   "Benar."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Itu baru gerakan-gerakan dasar, tapi sudah begitu hebat, apalagi sesudah mencapai tingkat ilmu tertinggi...."   "Akan berhasilkah pemuda itu?"   "Dia begitu tekun dan berkemauan keras, tentu akan berhasil."   Di saat bersamaan, pemuda itu berhenti berlatih, lalu tertawa keras, kelihatannya gembira sekali. Berselang beberapa saat, suara tawanya itu berubah menjadi suara wanita.? "Eeeh?"   Dewi Kecapi tercengang.   "Kok suara tawanya bisa berubah menjadi suara wanita?"   "Mungkinkah dia banci?"   "Dia begitu berotot, tidak mungkin banci."   "Itu...."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "... sungguh mengherankan, Mungkinkah ilmu yang dilatihnya itu mempengaruhi suara tawanya?"   "Mungkin begitu."   Dewi Kecapi manggut-manggut.   "Aku tidak menyangka, begitu banyak pesilat di Tionggoan."   Sementara pemuda itu mulai berlatih lagi. Di saat itulah Thio Han Liong dan Dewi Kecapi melesat pergi. Beberapa saat kemudian, barulah mereka berhenti di suatu tempat.   "Han Liong, mungkinkah itu ilmu sesat?"   Tanya Dewi Kecapi.   "Menurut aku, itu bukan ilmu sesat, namun ilmu itu amat hebat dan lihay sekali. Tidak lama lagi dalam rimba persilatan akan muncul seorang pendekar muda."   "Mudah-mudahan pemuda itu tidak berhati jahat"   Ujar Dewi Kecapi dan menambahkan.   "Kalau dia berhati lahat, pasti akan menimbulkan bencana dalam rimba persilatan."   "Benar."   Thio Han Liong mengangguk.   "Mudah-mudahan pemuda itu tidak berhati jahat. Ayoh kita melanjutkan perjalanan."   Thio Han Liong dan Dewi Kecapi sedang duduk dan menikmati teh wangi di sebuah kedai. Kemudian pemuda itu memanggil pelayan.   "Ya, Tuan,"   Sahut pelayan sambil mendekatinya.   "Mau pesan apa?"   "Aku mau bertanya, masih berapa jauh jarak gunung cing san dari sini?"   Tanya Thio Han Liong.   "Kalau naik kuda jempolan, kira-kira masih memakan waktu dua hari,"   Jawab pelayan dan bertanya.   "Tuan dan Nona mau pesiar ke gunung itu?"   "Ya.   "Thio Han Liong mengangguk.   "Apakah di gunung itu terdapat Gua Angin puyuh?"   "Gua Angin Puyuh?"   Wajah pelayan tampak memucat.   "Ya."   Thio Han Liong menatapnya.   "Gua itu terletak di mana?"   "Tuan...."   Pelayan rnenggeleng-gelengkan kepala.   "Lebih baik Tuan jangan pesiar ke gua itu"   "Kenapa?"   "Gua itu angker. Kata orang, gua itu merupakan tempat tinggal setan iblis, maka Tuan jangan ke gua itu"   "Oh?"   Thio Han Liong tersenyum.   "Beritahukanlah pada kami, gua itu terletak di mana?"   "Tuan...."   Pelayan tampak ragu memberitahukan.   "Beritahukanlah"   Desak Thio Han Liong sambil menyelipkan setael perak ke tangan pelayan itu.   "Tuan...."   Pelayan itu tidak berani menerima uang tersebut.   "Maaf..."   "Terimalah"   Desak Thio Han Liong sambil berbisik "Aku mengerti ilmu silat, maka engkau tidak usah khawatir"   "Oooh"   Peiayan itu manggut-manggut.   "Gua Angin Puyuh terletak di sebelah barat gunung cing san."   "Terima kasih."   Ucap Thio Han Liong.   Pelayan itu segera pergi dengan wajah berseri-seri di saat bersamaan tampak belasan orang memasuki kedai teh itu.   Mereka terdiri dari kaum lelaki dan wanita.   Pakaian mereka agak aneh.   Di antara mereka tampak seorang gadis yang cantik jelita.   Mereka duduk dan sibuklah para pelayan, namun sungguh mengherankan, tiada seorang pun yang membuka mulut.   "Sianli (Bidadari)"   Salah seorang wanita berusia empat puluhan memberi hormat kepada gadis tersebut "Mau pesan minuman apa?"   "Teh wangi saja."   Sahut gadis itu sambil tersenyum manis.   "Ya, sianli."   Wanita itu mengangguk dan berseru "Pelayan, suguhkan teh wangi"   "Ya."   Sahut pelayan mulai menyuguhkan minuman tersebut. Kemunculan rombongan itu membuat Thio Han Liong terheran- heran.   "Dewi Kecapi, tahukan engkau mereka berasal dari mana?"   Bisiknya.   "Aku tidak tahu,"   Sahut Dewi Kecapi.   "Yang jelas mereka bukan orang Tionggoan."   "Mereka memang bukan orang Tionggoan, juga bukan kaum pedagang,"   Ujar Thio Han Liong.   "Sebab mereka rata-rata berkepandaian tinggi, terutama gadis itu."   "Oh?"   Dewi Kecapi heran.   "Dari mana tahu itu?"   "Lihat Tay Yang Hiat mereka yang menonjol itu, pertanda mereka memiliki Lweekang tinggi."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Tay Yang Hiat gadis itu tidak menonjol, tapi kok engkau bilang kepandaiannya jauh lebih tinggi?"   "Lweekang gadis itu telah mencapai tingkat yang amat tinggi, maka Tay Yang Hiat tidak menonjol. Namun... sepasang matanya menyorot tajam sekali, itu berarti Lweekangnya telah mencapai tingkat yang amat tinggi."   "Oooh"   Dewi Kecapi manggut-manggut. Di saat mereka berdua berbisik-bisik, kebetulan gadis itu mengarah pada Thio Han Liong, seketika wajah gadis itu tampak berseri-seri.   "Gadis itu memperhatikan mu,"   Bisik Dewi Kecapi sambil tersenyum.   "Jangan-jangan dia tertarik pada mu.   "   "Jangan omong yang bukan-bukan"   Tegur Thio Han Liong.   "Ayoh, mari kita pergi"   Akan tetapi, di saat bersamaan gadis itu menyapa mereka sambil tersenyum-senyum.   "Maaf."   Ucapnya.   "Bolehkah aku duduk bersama kalian?"   "Silakan"   Sahut Dewi Kecapi ramah.   "Terima kasih,"   Ucap gadis itu sambil duduk.   "Kalian berdua adalah... suami isteri?"   "Bukan,"   Sahut Dewi Kecapi.   "Kami berdua teman baik,"   "Oooh"   Gadis itu manggut-manggut.   "Maaf, bolehkah aku tahu siapa kalian berdua?"   "Aku Dewi Kecapi dan dia bernama Thio Han Liong."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku Tong Hai sianli (Bidadari Laut Timur)."   Gadis itu memperkenalkan diri sambil tersenyum.   "Kami datang dari Tong Hai (Laut Timur)."   "Pantas pakaian kalian agak aneh"   Ujar Dewi Kecapi sambil manggut-manggut dan menambahkan.   "Tong Hai sianli, engkau sungguh cantik"   "Sama-sama,"   Sahut Tong Hai sianli.   "Engkau bukan orang Tionggoan bukan?"   "Memang bukan. Aku adalah Putri suku Hui."   Dewi Kecapi memberitahukan.   "Tak disangka engkau adalah Putri suku Hui."   Tong Hai sianli memandang mereka.   "Apakah kalian berdua sepasang kekasih?"   "Bukan."   Dewi Kecapi menggelengkan kepala.   "Oooh"   Tong Hai sianli menarik nafas lega, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya.   "Saudara Thio Han Liong kenapa engkau diam saja?"   "Aku lelaki, tentunya tidak pantas turut mengobrol. Ya kan?"   Sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh .   "Hi hi hi"   Tong Hai sianli tertawa geli.   "Engkau kaum rimba persilatan, tapi kenapa begitu menjaga peradaban?"   "Peradaban memang harus dijaga,"   Sahut Thio Han Liong.   "oh ya, engkau tahu aku orang rimba persilatan?"   "Tahu.   "Tong Hai sianli tersenyum.   "Bahkan aku juga tahu engkau berkepandaian tinggi."   "Oh?"   Thio Han Liong juga tersenyum seraya berkata.   "Kepandaian Nona jauh lebih tinggi."   "Tidak juga."   Tong Hai sianli memandang Dewi Kecapi.   "Kepandaianmupun juga tinggi sekali."   "Tapi masih di bawah kepandaianmu,"   Sahut Dewi Kecapi merendah, kemudian bertanya.   "Engkau berasal dari Tong Hai, ada urusan apa kalian datang ke Tionggoan?"   "Ada sedikit urusan penting.   "jawab Tong Hai sianli, lalu memandang Thio Han Liong.   "Kapan sempat aku ingin mohon petunjukmu."   "Maaf"   Ucap Thio Han Liong menggelengkan kepala.   "Aku tidak akan bertanding dengan siapa pun."   "Aku tidak akan bertanding denganmu, melainkan hanya ingin mohon petunjuk"   Ujar Tong Hai sianli sambil tersenyum.   "Tentunya engkau tidak akan berkeberatan memberi petunjuk kepadaku kan?"   "Kepandaianku tidak begitu tinggi, bagaimana mungkin aku memberi petunjuk kepadamu?"   "Hi hi hi"   Tong Hai sianli tertawa cekikikan.   "Engkau memang pandai merendah, itu membuat aku semakin merasa suka padamu."   "Apa?"   Wajah Thlo Han Llong langsung memerah.   "Engkau...."   "Apakah aku tidak boleh merasa suka padamu?"   Tanya Tong Hai sianli sambil menatapnya dalam-dalam.   "Tong Hai sianli, dia tidak akan suka padamu, sebab dia sudah punya tunangan,"   Ujar Dewi Kecapi.   "Oh?"   Tong Hai sianli tersenyum.   "Itu tidak menjadi masalah. seperti engkau masih terus mendekatinya, aku pun boleh mendekatinya. Ya, kan?"   "Eeeh?"   Wajah Dewi Kecapi tampak kemerah-merahan.   "Aku tahu bahwa engkau pun amat suka padanya, maka engkau masih menaruh harapan...."   "Tong Hai sianli"   Dewi Kecapi mengerutkan kening.   "Mulutmu...."   "Aku berkata sesungguhnya, kenapa engkau tidak berani mengaku?"   Tong Hai sianli tertawa kecil.   "Terus terang, aku sudah jatuh hati padanya."   Mendengar itu Thio Han Liong menghela nafas panjang, lalu bangkit dari tempat duduknya.   "Maaf, kami harus segera melanjutkan perjalanan"   "Tidak apa-apa."   Tong Hai sianli tersenyum.   "Kelak kita pasti berjumpa kembali."   "Tong Hai sianli, kami mohon pamit,"   Ujar Thio Han Liong.   "Sampai jumpa"   "Selamat jalan"   Sahut Tong Hai sianli dan sekaligus memberi hormat.   "Han Liong, kelak kita pasti berjumpa kembali."   Thio Han Liong tidak menyahut, dan langsung meninggalkan kedai teh itu. Dewi Kecapi segera menaruh sepotong uang perak di atas meja, dan kemudian memberi hormat kepada Tong Hai sianli.   "Sampai jumpa"   Ucapnya dan cepat-cepat menyusul Thio Han Liong. Tong Hai sianli terus memandang punggung Thio Han Liong sambil tersenyum-senyum.   "Sianli..."   Panggil salah seorang wanita dari rombongan itu sambil mendekatinya.   "Bibi Ciu, bagaimana menurutmu mengenai pemuda itu?"   Tanya Tong Hai sianli.   "Aku yakin dia adalah pemuda baik yang berkepandaian tinggi,"   Sahut Bibi Ciu sambil tersenyum.   "Pemuda itu sungguh tampan. Tapi Nona yang bersamanya mungkin itu kekasihnya."   "Bukan."   Ujar Tong Hai sianli.   "Mereka berdua cuma merupakan teman baik saja."   "Tapi...."   Tong Hai sianli menghela nafas panjang.   "Nona itu bilang dia sudah punya tunangan."   "Punya tunangan bukanlah suatu masalah besar."   Bibi Ciu tersenyum dan melanjutkan.   "Engkau sudah jatuh hati padanya?"   "Ya."   Tong Hai sianli mengangguk.   "Begini,"   Ujar Bibi Ciu seakan mengusulkan.   "Setelah urusan kami beres, kami akan pergi mencarinya."   "Terima kasih, Bibi Ciu,"   Ucap Tong Hai sianli dengan wajah agak kemerah-merahan.   Ada urusan apa rombongan Tong Hai itu datang ke Tionggoan? Apa pula yang akan terjadi selanjutnya? Bab 56 Bu siam Hoatsu Tewas Thio Han Liong dan Dewi Kecapi terus melanjutkan perjalanan ke gunung cing san dengan menggunakan ilmu ginkang agur cepat tiba di tempat tujuan.   Maka belum dua hari mereka sudah tiba di gunung tersebut.   "Dewi Kecapi, kita harus ke arah Barat,"   Ujar Thlo Han Liong.   "Pelayan kedai teh itu memberitahukan, bahwa Gua Angin puyuh terletak di sebelah Barat gunung ini."   "Kalau begitu mari kita ke arah Barat"   Ajak Dewi Kecapi. Mereka berdua melesat ke arah Barat, akan tetapi mereka tidak berhasil menemukan gua tersebut.   "Heran?"   Gumam Thio Han Liong sambil duduk di bawah sebuah pohon.   "Di mana gua yang kita cari itu?"   "Apakah pelayan kedai teh itu omong sembarangan."   Dewi Kecapi menggelengkan kepala.   "Itu tidak mungkin,"   Sahut Thio Han Liong.   "Dia tidak akan berani omong sembarangan."   "Tapi...."   Dewi Kecapi yang duduk di samping Thio Han Liong mengerutkan kening.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kita sudah mencari ke sana ke mari, tapi tidak menemukan gua itu."   "Kita beristirahat sejenak. setelah itu barulah kita mulai mencari gua itu lagi."   Dewi Kecapi manggut-manggut, lalu memandang Thio Han Liong seraya berkata dengan tersenyum.   "Tong Hai sianli sungguh cantik, bahkan dia telah jatuh hati padamu. Tentu hatimu akan tergerak bukan?"   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku bukan pemuda semacam itu, lagi pula aku sudah punya tunangan."   "Tapi...."   Ketika Dewi Kecapi hendak mengatakan sesuatu, mendadak Thio Han Liong memberi isyarat agar diam.   "Sssst"   Wajah pemuda itu tampak serius.   "Ada apa?"   Tanya Dewi Kecapi heran.   "Aku mendengar suara tawa,"   Jawab Thio Han Liong dengan kening berkerut.   "Bagaimana mungkin ada orang di gunung yang amat sepi ini? Lagipula suara tawa itu mirip suara tawa orang gila."   "Mungkinkah Bu sim Hoatsu?"   Tanya Dewi Kecapi sambil bangkit berdiri.   "Mari kita kesana "   Thio Han Liong melesat ke arah suara tawa itu dan Dewi Kecapi mengikutinya dari belakang. sepeminum teh kemudian, barulah Dewi Kecapi mendengar suara tawa itu, sehingga membuatnya merinding.   "Han Liong, suara tawa itu mirip suara tawa setan iblis .Jangan, jangan...."   Thio Han Liong tidak menyahut melainkan melesat ke belakang pohon.   Dewi Kecapi mengikutinya, lalu mereka berdua mengintip ke arah suara tawa itu.   Tampak seorang nenek sedang berjingkrak-jingkrak sambil tertawa seram.   Begitu melihat nenek itu, tersentaklah Thio Han Liong.   "Dia... dia Kwee In Loan"   "Im Sie Popo?"   Tanya Dewi Kecapi tegang.   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kalau begitu..."   Bisik Dewi Kecapi.   "Bu sim Hoatsu pasti berada di situ."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Disitu memang terdapat sebuah gua, itu pasti Gua Angin Puyuh."   "Mari kita ke sana"   Ajak Dewi Kecapi.   "Sabar"   Sahut Thio Han Liong.   "Kita harus mengintip dulu, setelah itu barulah kita ke sana."   "Baik,"   Dewi Kecapi menurut. Mereka berdua terus mengintip ke arah Im Sie Popo-Kwee In Loan. Tak seberapa lama muncullah seorang pendeta, yang tidak lain adalah Bu sim Hoatsu. Begitu melihat pendeta itu, mata Dewi Kecapi langsung berapi-api.   "Tenang"   Ujar Thio Han Liong dengan suara rendah.   "Bu sim Hoatsu mahir ilmu hitam, maka kalau berhadapan dengannya janganlah engkau memandang matanya."   "Ya."   "Sekarang mari kita ke sana"   Ajak Thio Han Liong yang merasa yakin An Lok Kong cu berada di dalam gua itu.   Dewi Kecapi mengangguk.   Mereka berdua lalu berjalan ke sana dengan langkah ringan.   Kemunculan mereka sungguh mencengangkan Bu sim Hoatsu.   la menatap mereka dengan tajam sekali.   "Siapa kalian berdua?"   Tanya Bu sim Hoatsu.   "Aku ke mari untuk membunuhmu"   Sahut Dewi Kecapi.   "Bu sim Hoatsu, bersiap-siaplah menerima kematianmu"   "Hehe "   Bu sim Hoatsu tertawa.   "Siapa engkau?"   "Aku adalah Dewi Kecapi, Putri suku Hui Engkau telah mencuri kitab pusaka milik ayahku, bahkan engkau pun membunuh ke dua orangtuaku oleh karena itu, hari ini aku akan membunuhmu juga"   "He he he"   Bu sim Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.   "Kalau begitu justru engkau cari mati di sini"   "Bu sim Hoatsu"   Bentak Thio Han Liong.   "Di mana Cu An Lok? Cepat bebaskan dia"   "Siapa engkau?"   Bu sim Hoatsu balik bertanya dengan kening berkerut.   "Aku.... Thio Han Liong"   "Thio Han Liong?"   Air muka Bu sim Hoatsu langsung berubah, kemudian ia tertawa terkekeh-kekeh.   "He he he Aku justru sedang mencarimu, tak disangka engkau malah ke mari"   "Ada urusan apa engkau mencariku?"   Tanya Thio Han Liong.   "Hari ini engkau harus mampus"   Sahut Bu Sim Hoatsu.   "Sebab engkau membunuh adik seperguruanku"   "Aku membunuh adik seperguruanmu? Siapa adik seperguruanmu itu?"   "Leng Leng Hoatsu. Engkau belum lupa bukan?"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Ternyata engkau kakak seperguruan Leng Leng Hoatsu, pendeta jahat itu"   "Hm"   Dengus Bu sim Hoatsu.   "Im Sie Popo, cepat bunuh pemuda itu"   Serunya.   "Ya."   Im Sie Popo mengangguk dan langsung menyerang Thio Han Liong.   Thio Han Liong tahu Im Sie Popo di bawah pengaruh Bu sim Hoatsu, maka ia tidak menangkis serangannya, melainkan cuma berkelit ke sana ke mari dan diam-diam sebelah tangannya merogoh ke dalam kantong bajunya, ternyata ia mengambil sebutir obat pemunah racun.   Sementara Bu sim Hoatsu dan Dewi Kecapi berdiri berhadapan, namun Dewi Kecapi sama sekali tidak berani memandang ke arah matanya dan itu membuat pendeta tersebut tertawa dingin.   "Walau engkau tidak memandang mataku, aku tetap bisa menundukkanmu dengan ilmu hitam"   Ujar Bu sim Hoatsu.   "Sebab kini engkau telah terkurung ribuan ular berbisa"   Dewi Kecapi memandang ke bawah. seketika ia menjerit karena melihat begitu banyak ular berbisa sedang merayap ke arahnya.   "Dewi Kecapi"   Seru Thio Han Liong.   "Jangan dengar itu. Di sekitarmu tidak ada ular berbisa"   "Oh?"   Dewi Kecapi memandang ke bawah lagi. Memang benar tak ada seekor pun ular berbisa di tempat itu.   "He he he"   Bu sim Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.   "Dewi Kecapi, hati-hatilah. Ribuan tawon beracun sedang terbang ke arahmu dan akan menyengatmu"   "Haah?"   Betapa terkejutnya Dewi Kecapi, sebab ia mendengar suara ribuan tawon yang sedang terbang ke arahnya.   "Han Liong Tolong..."   "Dewi Kecapi"   Sahut Thio Han Liong yang sedang berkelit ke sana ke mari menghindari serangan-serangan Im Sie Popo.   "Pusatkan pikiranmu dan bunyikan kecapimu itu"   Dewi Kecapi segera memusatkan pikirannya, kemudian memetik kecapinya.   "Ting Ting Ting..."   Begitu kecapinya berbunyi, suara tawontawon itu lenyap seketika.   "He he he"   Bu sim Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.   "Tak disangka engkau memiliki kecapi pusaka. Tapi Lweekang ku masih bisa menahan suara kecapimu"   Usai berkata begitu, mendadak Bu sim Hoatsu menyerangnya dengan ilmu pukulan yang amat lihay dan hebat.   Dewi Kecapi mengelak sekaligus balas menyerang dengan alat kecapinya.   Maka, seketika terjadilah pertarungan yang amat seru, tegang dan sengit.   Sementara Thio Han Liong terus berkelit, karena itu membuat Im Sie Popo tertawa terkekeh-kekeh.   Kesempatan itu tidak disia-siakan Thio Han Liong.   la langsung menyentilkan obat yang di tangannya ke dalam mulut Im Sie Popo yang sedang tertawa terkekeh-kekeh itu.   Bagian 29   "Hup"   Obat pemunah racun itu masuk ke tenggorokan Im Sie Popo.   Thio Han Liong segera meloncat ke belakang sedangkan nenek itu berdiri diam di tempatnya.   Pertarungan Dewi Kecapi dan Bu Sim Hoatsu semakin seru.   Tetapi puluhan jurus kemudian, Dewi Kecapi mulai berada di bawah angin.   "Ha ha ha"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Bu Sim Hoatsu tertawa gelak. Sebentar lagi engkau akan menyusul ke dua orangtuamu ke alam baka"   "Hi hi hi"   Mendadak terdengar suara tawa cekikikan "Asyik Ada orang berkelahi. Nonton ah"   Yang tertawa cekikikan itu ternyata Im Sie Popo. obat yang masuk ke tenggorokannya telah memunahkan racun di dalam tubuhnya, maka ia bebas dari pengaruh Bu Sim Hoatsu.   "Im Sie Popo"   Bentak Bu Sim Hoatsu.   "Cepat bunuh pemuda itu"   "Tak usah ya Pemuda itu tidak menggangguku,"   Sahut Im Sie Popo sambil tertawa.   "Asyik Ada tontonan yang menarik. Hi hi hi..."   Betapa terkejutnya Bu Sim Hoatsu, namun juga merasa heran karena Im Sie Popo telah bebas dari pengaruhnya.   "Berhenti"   Seru Thio Han Liong mendadak. Bu Sim Hoatsu dan Dewi Kecapi segera berhenti bertarung, dan ketika itu juga Dewi Kecapi melompat ke samping Thio Han Liong.   "Dewi Kecapi, biarlah aku yang menghadapinya, engkau berdiri di sini saja."   "Ya."   Dewi Kecapi mengangguk. Thio Han Liong mendekati Bu sim Hoatsu dengan wajah dingin, sedangkan Bu sim Hoatsu menatapnya tajam sekali.   "Thio Han Liong"   BentakBu sim Hoatsu dengan suara berwibawa.   "Engkau harus berlutut di hadapanku"   "Bu sim Hoatsu Engkaulah yang harus berlutut di hadapanku"   Sahut Thio Han Liong sambil mengerahkan Ilmu Penakluk iblis.   "Haaah...?"   Bu sim Hoatsu tersentak, karena ia nyaris berlutut di hadapan pemuda itu.   "Engkau memang hebat, mampu menangkis ilmu hitamku"   "Bu sim Hoatsu Percuma engkau mengerahkan ilmu hitam, sebab aku tidak akan terpengaruh sama sekali"   Sahut Thio Han Liong.   "Oh?"   Bu sim Hoatsu tertawa dingin "He he Kalau begitu cobalah nikmati suara sulingku"   Bu sim Hoatsu mengeluarkan sebatang suling pualam.   Melihat suling itu, Thio Han Liong sudah tahu bahwa itu suling pusaka.   Mulailah Bu sim Hoatsu meniup suling itu dan terdengar suara suling yang amat nyaring, merdu dan menggetarkan hati.   Makin lama suara suling itu makin meninggi dan tajam.   Cepat-cepat Dewi Kecapi menutup telinganya sambil mengerahkan Iweekangnya untuk menahan suara suling itu.   sedangkan Im Sie Popo Kwee In Loan mulai berjingkrakjingkrak.   Thio Han Liong terus bertahan, namun Dewi Kecapi kelihatan sudah tidak bisa bertahan lagi.   Wajahnya pucat pias.   Di saat itulah Thio Han Liong mengeluarkan lonceng saktinya, lalu dibunyikannya.   Sungguh di luar dugaan, suara lonceng sakti itu dapat menekan suara suling pualam.   Im Sie Popo sudah tidak berjingkrak-jingkrak lagi, sedangkan Dewi Kecapi mulai tenang.   Akan tetapi, Bu sim Hoatsu justru merasa darahnya mulai bergolak.   la mengempos semangat untuk meniup suling pualamnya, namun suara lonceng sakti itu terus menekan suara suling tersebut.   Berselang sesaat, wajah Bu sim Hoatsu tampak memucat, dan ia segera berhenti meniup suling pualamnya.   "Teng..."   Lonceng sakti itu masih berbunyi.   "Aaaakh..."   Pekik Bu sim Hoatsu. Tanpa sadar dilemparkannya suling pualam itu dan jatuh ke dalam Gua Angin Puyuh. Thio Han Liong pun berhenti membunyikan lonceng saktinya, lalu menyimpan lonceng itu ke dalam bajunya sambil menatap Bu Sim Hoatsu.   "Thio Han Liong Pantas adik seperguruanku mati di tanganmu, ternyata engkau memang hebat"   Ujarnya.   "Bu sim Hoatsu Cepat bebaskan cu An Lok"   Sahut Thio Han Liong.   "He he he"   Bu sim Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.   "Cu An Lok memang berada di dalam gua, tapi aku tidak akan membebaskannya"   "Engkau...."   "He he"   Bu Sim Hoatsu mendekati Thio Han Liong, kemudian mendadak menyerangnya dengan jurus-jurus yang mematikan.   Thio Han Liong terus berkelit ke sana ke mari, namun Bu sim Hoatsu terus menyerangnya dengan gencar sekali.   Puluhan jurus kemudian, tiba-tiba Bu Sim Hoatsu berhenti menyerang.   la berdiri diam di tempat sambil menatap Thio Han Liong dengan tajam sekali.   "Tak kusangka kepandaianmu begitu tinggi"   Ujarnya.   "Namun engkau pasti akan mampus, sebab aku akan mengeluarkan ilmu simpananku"   "Silakan"   Sahut Thio Han Liong.   Bu sim Hoatsu mulai mengerahkan Iweekangnya.   Tak lama sepasang telapak tangan pendeta itu tampak berubah putih bagaikan salju.   Menyaksikan itu, Thio Han Liong segera menghimpun Kiu Yang sin Kang untuk melindungi diri, kemudian barulah mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang.   Mendadak Bu sim Hoatsu memekik sambil menyerangnya.   Bukan main dahsyatnya serangan itu, karena mengandung hawa dingin.   Thio Han Liong berkelit, maka serangan itu mengenai rerumputan dan membuat rerumputan itu membeku bagaikan es.   Terkejut juga Thio Han Liong menyaksikan ilmu pukulan itu.   Lebih-lebih Dewi Kecapi.   sedangkan Im Sie Popo malah bertepuk tangan kelihatan gembira sekali.   "Han Liong, hati-hati"   Seru Dewi Kecapi. Thio Han Liong manggut-manggut sambil mengelak serangan-serangan Bu sim Hoatsu dan itu membuat pendeta tersebut makin penasaran.   "Han Liong"   Seru Bu sim Hoatsu.   "Jurusku ini akan merenggut nyawamu"   Thio Han Liong tak menyahut. Tiba-tiba Bu sim Hoatsu berputar mengelilingi Thio Han Liong, namun pemuda itu tetap berdiri diam di tempat.   "Hiyaaat"   Pekik Bu sim Hoatsu sambil menyerangnya.   Thio Han Liong tidak berkelit, namun disambutnya serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Hap It (segala galanya Menyatu Di Alam semesta).   Blaaam.   Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga.   Thio Han Liong terhuyung-huyung beberapa langkah, sedangkan Bu-Sim Hoatsu terpental belasan depa kearah Dewi Kecapi.   Secara reflek Dewi Kecapi menghantam punggung pendeta itu dengan kecapinya.   Buuk..   Bu sim Hoatsu roboh dan mulutnya menyemburkan darah segar.   "uaaakh"   Setelah itu, tubuh Bu sim Hoatsu tak bergerak lagi, ternyata pendeta itu telah binasa. Thio Han Liong langsung melesat ke dalam Gua Angin Puyuh. Dilihatnya An Lok Kong cu sedang duduk diam di sudut gua itu.   "Adik An Lok"   Seru Thio Han Liong dengan girang.   "Kakak Han Liong Kakak Han Liong"   Sahut An Lok Kong cu dengan suara lemah dan ia sama sekali tidak bangkit menyambut buah hatinya itu.   "Adik An Lok...."   Thio Han Liong heran. la memegang tangan An Lok Kong cu. Maksudnya ingin membangunkan gadis itu, tapi seketika juga wajah Thio Han Liong langsung berubah pucat pias, karena sekujur badan An Lok Kong cu lemas seperti tak bertulang.   "Kakak Han Liong...."   An Lok Kong cu memberitahukan.   "Bu sim Hoatsu mencekoki aku dengan Jiu Kut Tok (Racun Pelemas Tulang)."   "Ha ah?"   Betapa terkejutnya Thio Han Liong.   "Jiu Kut Tok?"   "Ya."   An Lok Kong cu mengangguk. Thio Han Liong segera mencari ke sana ke mari, namun tidak menemukan obat penawar racun itu.   "Kakak Han Liong, engkau mencari apa?"   Tanya An Lok Kong cu.   "Obat penawar racun itu,"   Sahut Thio Han Liong dan terus mencari.   "Percuma."   An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.   "Bu sim Hoatsu telah memberitahukan, bahwa dia sendiri pun tidak punya obat penawar racun itu"   "Oh?"   Thio Han Liong cemas sekali.   "Mungkin.. dia membohongimu. Aku tidak percaya dia tidak punya obat penawar racun itu."   "Benar. Dia memang tidak punya."   "Aaaah"   Keluh Thio Han Liong.   "Kalau begitu...."   La langsung membopong An Lok Kong cu meninggalkan gua itu. sampai di hadapan mayat Bu sim Hoatsu, An Lok Kong cu ditaruh ke bawah, ia lalu memeriksa sekujur mayat pendeta itu.   "Han Liong...."   Dewi Kecapi tercengang.   "Apa yang engkau cari?"   Thio Han Liong tidak manyahut. la terus menggeledah sekujur mayat itu, namun tidak menemukan obat penawar racun yang dicarinya.   "Aaaah..."Thio Han Liong menghela nafas panjang, kemudian jatuh terduduk di samping mayat itu.   "Kakak Han Liong, tahukah engkau siapa gadis itu?"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tanya An Lok Kong cu.   "Dewi Kecapi,"   Sahut Thio Han Liong memberitahukan.   "Dia adalah Putri suku Hui."   "oooh"   An Lok Kong cu manggut-manggut.   "Aku pernah bertemu dia."   "Aku tahu, dia telah menceritakan kepadaku,"   Ujar Thio Han Liong sambil memandang An Lok Kong cu dengan wajah penuh kecemasan.   "Adik An Lok."   "Ada apa?"   "Racun.. Jiu Kut Tok...."   "Jangan cemas, Kakak Han Liong"   An Lok Kong cu tersenyum.   "Aku tidak akan mati...."   "Adik An Lok...."   Thio Han Liong memasukkan sebutir obat ke dalam mulut An Lok Kong Cu.   "Kakak Han Liong, obat apa itu?"   Tanya An Lok Kong cu.   "obat penawar racun."   Thio Han Liong memberitahukan.   "obat ini tidak dapat menawarkan racun Jiu Kut Tok, tapi bisa memperlambat menjalarnya racun tersebut di dalam tubuhmu."   "oooh"   An Lok Kong cu manggut-manggut.   "Kalau begitu aku tidak akan cepat mati."   "An Lok"   Dewi Kecapi mendekatinya.   "Ternyata engkau kenal Han Liong."   "Bukankah hari itu aku telah memberitahukanmu?"   Sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum.   "oh ya sebetulnya engkau terkena racun apa?"   Tanya Dewi Kecapi.   "Racun Jiu Kut Tok."   Jawab An Lok Kong cu dan menambahkan "Tiada obat penawarnya,"   "oh?"   Dewi Kecapi mengerutkan kening.   "Kalau begitu...."   Mendadak Thio Han Liong membopong An Lok Kong cu, lalu melesat pergi tanpa berpamit kepada Dewi Kecapi.   "Han Liong Han Liong..."   Seru Dewi Kecapi memanggilnya. Namun Thio Han Liong sudah tidak kelihatan, dan itu membuat Dewi Kecapi termangu- mangu. Di saat itulah Im Sie Popo tertawa cekikikan dan perlahan-lahan mendekati mayat Bu sim Hoatsu.   "Hei Pendeta malas"   Bentaknya sambil menendang mayat Bu sim Hoatsu.   "Ayoh cepat bangun, jangan terus tidur di situ"   "Im sie Popo,"   Ujar Dewi Kecapi.   "Bu sim Hoatsu telah binasa, dia bukan tidur."   "Binasa?"   Im sie Popo terheran-heran, kemudian tertawa cekikikan.   "Hi hi hi Pendeta jahat itu telah binasa Pendeta jahat itu telah binasa...."   Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala, lalu melesat pergi.   Kini Bu sim Hoatsu telah binasa, maka Putri suku Hui itu pun pulang ke daerahnya di gurun pasir.   Namun gadis itu sama sekali tidak bisa melupakan Thio Han Liong.   Ternyata Thio Han Liong membopong An Lok Kong cu pulang ke Kota raja.   Tujuh delapan hari kemudian, tibalah di Kota raja dan langsung membopong An Lok Kong cu ke dalam istana.   Betapa cemasnya Cu Goan ciang menerima laporan itu Kaisar itu menyambut kedatangan Thio Han Liong dengan perasaan tercekam.   "Han Liong"   Panggil Cu Goan ciang begitu melihat pemuda itu membopong An Lok Kong cu ke dalam ruang istirahat.   "Kenapa Putriku?"   "Yang Mulia, Adik An Lok terkena racun Jiu Kut Tok."   Thio Han Liong memberitahukan sambil menaruh An Lok Kong cu di kursi.   "Apakah membahayakan dirinya?"   Tanya Cu Goan ciang dengan cemas.   "Memang bahaya sekali,"   Jawab Thio Han Liong.   "Sebab racun itu tiada obat penawarnya."   "Apa?"   Wajah Cu Goan ciang langsung berubah pucat.   "Betulkah itu?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kalau begitu...."   Cu Goan ciang mendekati putrinya dengan mata basah.   "Nak, engkau...."   "Ananda tidak apa-apa."   An Lok Kong cu tersenyum.   "Ayahanda... tidak usah khawatir"   "Nak...."   Cu Goan ciang membelainya, lama sekali barulah memandang Thio Han Liong seraya bertanya.   "Bagaimana akibat setelah terkena racun itu?"   "Seluruh tulang akan jadi lemas tak bertenaga. Kalau dalam waktu setengah tahun tidak memperoleh obat penawarnya, maka Adik An Lok akan mati lemas seperti tak bertulang."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Ha.. aah?"   Wajah Cu Goan ciang bertambah pucat.   "Han Liong, biar bagaimanapun engkau harus berusaha menolongnya"   "Aaaah..."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Aku punya obat penawar racun, tapi tidak dapat menawarkan racun itu, hanya bisa dapat memperlambat menjalarnya saja."   "Engkau yang meramu obat itu?"   Tanya Cu Goan ciang mendadak sambil menatapnya.   "Bukan. Yang meramu obat penawar racun itu, BuBeng siansu...."   Tiba-tiba Thio Han Liong berseru tak tertahan.   "BuBeng siansu pun memberitahukan kepadaku tentang racun Jiu Kut Tok"   "Ada obat penawarnya?"   Tanya Cu Goan ciang penuh harapan.   "Ada."   Thio Han Liong mengangguk.   "obat penawar racun itu adalah Thian Ciok sin sui (Air sakti Dari Batu Langit)."   "Kalau begitu, cepatlah engkau pergi mengambil Thian ciok sin sui itu"   Desak Cu Goan Ciang.   "Aku...."   Thio Han Liong menggelengkan- gelengkan kemala.   "Aku tidak tahu harus ke mana mencari Air sakti Dari Batu Langit itu."   "BuBeng siansu tidak memberitahukan kepadamu?"   "Aku lupa."   "Cobalah engkau ingat"   Desak Cu Goan ciang.   "Itu menyangkut nyawa putriku atau tunanganmu. ...   "   "Ayahanda,"   Potong An Lok Kong cu.   "Jangan terus mendesaknya, sebab akan membuatnya tidak bisa berpikir sama sekali"   "Aaah..."   Cu Goan ciang menghela nafas panjang.   "Nak...."   Thio Han Liong terus mengingat sehingga keningnya berkerut-kerut. Namun tak lama kemudian, tiba-tiba ia berseru girang.   "Aku sudah ingat. Aku sudah ingat"   "Oh?"   Cu Goan ciang menarik nafas lega.   "Syukurlah"   "BuBeng siansu pernah memberitahukan, bahwa Hiat Mo tahu mengenai Thian ciok sin sui itu,"   Ujar Thio Han Liong.   "Aku harus segera ke Kwan Gwa menemui Hiat Mo."   "Sabar"   Sahut Cu Goan Ciang.   "Aku harus tahu siapa yang meracuni putriku."   "Bu sim Hoatsu."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Thio Han Liong memberitahukan.   "Pendeta jahat itu telah binasa.... oh ya Dia juga menculik Ouw Yang Hui sian putri Ouw Yang Bun, tapi gadis kecil itu tidak ada di dalam gua itu."   "Kakak Han Liong, ketika aku bertemu Bu sim Hoatsu dan Im Sie Popo, aku tidak melihat mereka membawa gadis kecil,"   Ujar An Lok Kong cu.   "oh?"   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Apa-kah Bu sim Hoatsu telah membunuhnya?"   "Entahlah."   An Lok Kong cu menghela nafas panjang- "Aaah..."   Keluh Thio Han Liong.   "Kenapa aku bisa lupa bertanya kepada Bu sim Hoatsu?"   "Mungkin..."   Ujar An Lok Kong cu menduga.   "Gadis itu telah diselamatkan orang."   "Mudah-mudahan begitu"   Ucap Thio Han Liong.   "Nak, kenapa Bu sim Hoatsu meracunimu?"   Tanya Cu Goan ciang sambil menatapnya.   "Karena ananda menyebut nama Kakak Han Liong, maka dia menangkapku sekaligus mencekoki dengan racun itu,"   Jawab An Lok Kong cu.   "Ananda tidak sengaja menyebut nama Kakak Han Llong...."   "Oh?"   Cu Goan ciang mengerutkan kening.   "Kalau begitu tentu dia punya dendam terhadap Han Liong."   "Betul."   Thio Han Liong mengangguk.   "Sebab aku membunuh adik seperguruannya yang juga pendeta jahat."   "Oooh"   Cu Goan ciang manggut-manggut.   "Han Liong, kapan engkau akan berangkat ke Kwan Gwa?"   Tanyanya.   "Hari ini."   Jawab Thio Han Liong.   "Kakak Han Liong, engkau jangan berangkat hari ini, esok saja"   Potong An Lok Kong cu.   "Tapi...."   "Han Liong"   Cu Goan ciang tersenyum.   "Engkau berangkat esok saja. sebab engkau masih harus menemani putriku, lagi pula engkau pun harus beristirahat."   "Baiklah."   Thio Han Liong mengangguk.   "Sekarang...."   Cu Goan ciang memandangnya seraya berkata.   "Engkau boleh membopongnya ke istana An Lok."   "Ya."   Thio Han Liong segera membopong An Lok Kong cu ke istana itu. Lan Lan, dayang pribadi An Lok Kong cu tersentak ketika melihat Thio Han Liong membopong gadis itu.   "Tuan Muda, Kong cu kenapa?"   Tanyanya dengan cemas.   "Terkena racun,"   Sahut Thio Han Liong.   "Lan Lan di mana kamar Adik An Lok? Aku harus membopongnya ke kamarnya."   "Mari ikut aku ke dalam, Tuan Muda"   Ujar Lan Lan sambil berjalan ke dalam. Thio Han Liong mengikutinya dari belakang, sedangkan An Lok Kong cu tersenyum-senyum dalam bopongan pemuda itu "Kakak Han Liong, aku telah merepotkanmu,"   Ujarnya dengan suara rendah.   "Adik An Lok, jangan berkata begitu"   Thio Han Liong tersenyum lembut. Tak seberapa lama kemudian sampailah mereka di kamar An Lok Kong cu.   "Tuan Muda, ini kamar Kong cu,"   Ujar Lan Lan sambil membuka pintu kamar itu. Thio Han Liong manggut-manggut, lalu melangkah ke dalam. la membaringkan An Lok Kong Cu ke tempat tidur, kemudian berdiri di sisi tempat tidur itu sambil memandangnya.   "Kakak Han Liong, duduklah"   "Adik An Lok, tidak baik aku berada di dalam kamarmu. Lebih baik aku menunggu di luar."   "Kakak Han Liong...."   An Lok Kong cu tersenyum.   "Kalau engkau menunggu di luar itu sama juga bohong."   "Tapi...."   "Kita adalah calon suami isteri, jadi tidak apa-apa engkau berada di dalam kamarku."   "Aku khawatir Yang Mulia akan memarahiku."   "Itu tidak mungkin."   An Lok Kong cu tersenyum lembut.   "Ayahanda yang menyuruhmu menemaniku. Ya kan?"   "Tapi...."   "Kakak Han Liong, duduklah"   Ucap An Lok Kong cu sambil menatapnya dengan penuh harap. Itu membuat Thio Han Liong merasa tidak tega meninggalkannya. Maka ia lalu duduk di pinggir tempat tidur An Lok Kong cu.   "Teirimakasih, Kakak Han Liong,"   Ucap An Lok Kong cu.   "Terimakasih...."   "Adik An Lok...."   Thio Han Liong membelainya dengan penuh cinta kasih.   "Jangan banyak bicara, beristirahatlah"   "Engkau akan berangkat esok, maka aku harus banyak bicara denganmu,"   Sahut An Lok Kong Cu sungguh-sungguh.   "Kakak Han Liong...."   "Ada apa, Adik An Lok?"   "Bagaimana seandainya engkau tidak berhasil memperoleh Thian ciok sin sui itu?"   "Adik An Lok"   Thio Han Liong menggenggam tangannya erat-erat.   "Yakinlah bahwa aku akan memperoleh Thian ciok sin sui itu."   "Seandainya engkau tidak berhasil, tentu aku akan mati. Ya kan?"   An Lok Kong cu menatapnya dalam-dalam.   "Adik An Lok, jangan bicara yang bukan-bukan"   Thio Han Liong membelainya dan menambahkan.   "Percayalah, aku pasti akan berhasil memperoleh Air sakti Dari Batu Langit itu Tenanglah"   "Kakak Han Liong...."   An Lok Kong cu menghela nafas panjang.   "Seandainya aku mati, aku pun merasa puas karena engkau amat mencintaiku."   "Adik An Lok...."   Thio Han Liong memeluknya erat-erat.   "Engkau tidak akan mati, karena aku akan berupaya memperoleh Thian ciok sin sui itu."   Keesokan harinya, berangkatlah Thio Han Liong menuju Kwan Gwa (Luar Perbatasan) untuk menemui Hiat Mo.   Bab 57 Aliran Bunga Teratai Thio Han Liong menggunakan ginkang dalam melakukan perjalanan menuju Lembah seratus Burung, tempat tinggal Hiat Mo di Kwan Gwa.   Dalam perjalanan ini, ia sama sekali tidak pernah bermalam di penginapan, melainkan bermalam di dalam hutan rimba, lalu melanjutkan perjalanan lagi.   Kira-kira tujuh delapan hari kemudian, ia telah tiba di Kwan Gwa dan langsung menuju ke Lembah seratus Burung.   Kebetulan hari baru menjelang pagi, maka tidak heran kalau terdengar kicauan burung di sana sini.   Tiba-tiba Thio Han Liong mendengar suara tawa yang riang gembira.   la mengenali suara tawa itu, yang tidak lain adalah suara tawa Ciu Lan Nio sedang bercanda ria dengan Kwan Pek Him.   "Adik Lan Nio"   Panggilnya.   "Saudara Kwan"   "Haaah...?"   Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him terbelalak ketika melihat kemunculan Thio Han Liong.   "Kakak Han Liong"   "Saudara Thio"   Seru Kwan Pek Him sambil menyapanya, sekaligus memberi hormat.   "Tak kusangka engkau akan ke mari."   "Saudara Kwan...."   Thio Han Liong balas memberi hormat kepadanya, kemudian memandang Ciu Lan Nio sambil tersenyum lembut.   "Adik Lan Nio, bagaimana keadaanmu selama ini?"   "Aku baik-baik saja. Bagaimana keadaan Kakak Han Liong?"   "Aku pun baik-baik, tapi...."   Thio Han Liong menggelenggelengkan kepala.   "Kenapa?"   Tanya Ciu Lan Nio.   "Apakah telah terjadi sesuatu?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "oleh karena itu aku datang ke mari menemui Hiat Mo"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kalau begitu, mari kedalam gua menemui kakekku"   Ajak Ciu Lan Nio.   "Terimakasih,"   Ucap Thio Han Liong.   Mereka bertiga melesat ke dalam gua.   Tampak Hiat Mo duduk bersila di situ dengan mata terpejam.   Begitu mendengar suara langkah ia langsung membuka matanya.   Betapa gembiranya ketika melihat Thio Han Liong, dan ia langsung tertawa gelak.   "Ha ha ha"   Dipandangnya Thio Han Liong.   "Tak kusangka engkau akan berkunjung ke mari. sungguh menggembirakan"   "Hiat Locianpwee"   Thio Han Liong memberi hormat, lalu duduk di hadapan Hiat Mo. Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him juga duduk. Mereka berdua terus memandang Thio Han Liong, namun tidak berani bertanya apa pun.   "Han Liong, engkau datang ke mari pasti ada sesuatu yang penting. Ya kan?"   Tanya Hiat Mo.   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Aku ke mari ingin memohon penjelasan mengenai Thian ciok sin sui."   "Apa?"   Hiat Mo tertegun.   "Mengenai Thian ciok sin sui?"   "Ya."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "BuBeng siansu pernah bilang, Hiat Locianpwee tahu berada di mana Thian ciok sin sui itu."   "Aku memang tahu, tapi kenapa engkau ingin mengetahuinya?"   Tanya Hiat Mo heran.   "An Lok Kong cu terkena racun Jiu Kut Tok."   "Apa?"   Hiat Mo terperanjat.   "Jiu Kut Tok?"   "Betul."   Thio Han Liong mengangguk.   "Than ciok sin sui memang merupakan obat penawar racun itu,"   Ujar Hiat Mo dan bertanya.   "Bagaimana An Lok Kong cu bisa terkena racun itu?"   "Bu sim Hoatsu yang mencekoki nya..."   Jawab Thio Han Liong sekaligus menutur tentang kejadian itu.   "Aku telah memberikannya obat penawar buatan Bu Beng Siansu, tapi itu cuma dapat memperlambat menjalarnya racun itu"   Hiat Mo manggut-manggut.   "Ternyata begitu, tapi...."   "Kenapa?"   "Tidak gampang engkau memperoleh Thian ciok sin sui itu,"   Sahut Hiat Mo memberitahukan.   "Sebab Than ciok sin sui itu berada di gunung Altai, dekat perbatasan Mongolia."   "Itu tidak jadi masalah, aku akan segera berangkat ke sana,"   Ujar Thio Han Liong dan menambahkan.   "Apa pun rintangannya, aku pasti menerjangnya"   "Aaaah..."   Hiat Mo menghela nafas panjang.   "Engkau harus tahu, Thian ciok sin sui itu ada pemiliknya."   "Siapa pemiliknya?"   "Kam Cun Goan dan anak cucunya."   Hiat Mo memberitahukan.   "orangtua itu boleh dikatakan makhluk aneh. la tak berperasaan, sadis, dan tak aturan."   "Hiat Locianpwee kenal orangtua aneh itu?"   "Kenal."   Hiat Mo manggut-manggut.   "Namun kami bukan teman baik, melainkan musuh."   "Kenapa Hiat Locianpwee bermusuhan dengan orangtua aneh itu?"   Tanya Thio Han Liong.   "Puluhan tahun lalu, aku pernah datang di puncak gunung Altai menemui Kam Cun ,Goan untuk minta setetes Thian ciok sin sui. Tapi... dia menolak mentah-mentah, bahkan mengusirku."   "oh? Thio Han Liong terbelalak.   "Sungguh tak tahu aturan orangtua itu Pantas Locianpwee mengatainya sebagai makhluk aneh."   "Coba bayangkan...,"   Lanjut Hiat Mo.   "Betapa gusarnya aku, maka aku menantangnya bertarung. Dia menerima tantanganku, sehingga terjadilah pertarungan yang amat seru dan menegangkan.   "   "Locianpwee pasti menang,"   Tukas Thio Han Liong yakin.   "Aaaah..."   Hiat Mo menghela nafas panjang.   "Justru aku yang kalah, maka kami cuma bertarung lima puluh jurus."   "Hah?"   Thio Han Liong tersentak.   "orangtua itu begitu lihay?"   "Memang sungguh di luar dugaan, kepandaiannya begitu tinggi."   Hiat Mo menggeleng-gelengkan kepala.   "Ilmu silat orangtua itu berasal dari aliran mana?"   Tanya Thio Han Liong.   "Terus terang, hingga saat ini aku masih belum tahu tentang itu"   Sahut Hiat Mo dan melanjutkan.   "Setelah menderita kekalahan itu, aku mulai berlatih lagi. sepuluh tahun kemudian, aku datang lagi ke sana menantangnya. Akan tetapi, kepandaiannya pun bertambah tinggi."   "Locianpwee kalah lagi?"   "Ya."   Hiat Mo mengangguk.   "Sejak itu aku tidak pernah pergi menantangnya lagi."   "Orangtua itu dan keluarganya tidak pernah ke Tionggoan?"   "Setahuku memang tidak pernah. Kalau makhluk aneh itu ke Tionggoan, rimba persilatan Tionggoan pasti menjadi kacau balau."   "Locianpwee, kenapa orangtua itu begitu pelit?"   "Maksudmu?"   "Cuma setetes Thian ciok sin sui, kok orangtua itu tidak mau memberikan kepada Locianpwee?"   "Han Liong...."   Hiat Mo menggeleng-gelengkan kepala.   "Konon batu itu jatuh dari langit dan kebetulan jatuh di puncak gunung Altai dekat tempat tinggal Kam Cun ,Goan. sudah barang tentu batu itu menjadi milik keluarganya. Memang mengherankan, batu itu tiap setahun dua tahun pasti mengeluarkan setetes air yang amat berkhasiat, bahkan dapat memunahkan racun Jiu Kut Tok."   "Haaah...?"   Mulut Thio Han Liong ternganga lebar.   "Setahun atau dua tahun cuma mengeluarkan setetes air?"   "Ya."   Hiat Mo mengangguk.   "Maka Kam Cun Goan cian tidak mau memberiku setetes air sakti itu."   "oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Kalau begitu...."   "Maka tadi kukatakan, tidak gampang bagimu memperoleh Thian ciok Sin Sui itu."   Hiat Mo menggeleng-gelengkan kepala.   "Tapi... aku yakin engkau dapat menandingi Kam Cun ,Goan itu, bahkan apabila perlu engkau harus memaksanya."   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kakak Han Liong..."   Sela Ciu Lan Nio.   "Lebih baik engkau jangan menggunakan cara paksa, tapi gunakanlah akal"   "Akal apa yang harus kugunakan?"   Tanya Thio Han Liong.   "Tantang orangtua itu bertanding. Kalau engkau bertanding seri dengannya, maka dia harus memberimu Thian ciok sin sui,"   Sahut Ciu Lan Nio.   "Betul."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Itu merupakan cara terbaik untuk memperoleh Thian ciok sin sui itu. Adik Lan Nio, terima kasih atas petunjukmu."   "Tidak usah berterimakasih kepadaku, Kakak Han Liong"   Sahut Ciu Lan Nio sambil tersenyum.   "Kami semua berhutang budi kepadamu."   "Adik Lan Nio"   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Jangan mengungkit soal budi, sebab sesungguhnya kalian tidak berhutang budi kepadaku. sebaliknya kini aku malah berhutang budi kepada kakekmu."   "Ha ha ha"   Hiat Mo tertawa gelak.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Han Liong, engkau tidak membunuhku, itu sudah merupakan suatu budi."   "Locianpwee,"   Ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.   "Kalau waktu itu aku membunuh Locianpwee, tentu aku tidak akan tahu tentang Thian ciok sin sui.Jadi berarti An Lok Kong Cu pasti mati."   "Aaah..."   Hiat Mo menghela nafas panjang.   "Segala sesuatu memang sudah merupakan takdir dan suatu sebab. Di mana kita berbuat kebaikan, di situ kita akan menerima imbalannya. Tidak salah. Di kolong langit ini hanya aku seorang yang tahu mengenai Thian ciok sin sui itu. Maka kalau waktu itu engkau membunuhku, tentu engkau tidak akan tahu mengenai air sakti tersebut."   "Oleh karena itu, kini aku malah yang berhutang budi kepada Locianpwee."   Ujar Thio Han Liong.   "Ha ha ha"   Hiat Mo tertawa gelak.   "Han Liong, di antara kita jangan membicarakan budi"   "Locianpwee...."   "Oh ya"   Hiat Mo memberitahukan.   "Aku telah merestui mereka menjadi suami isteri, itu beberapa bulan yang lalu."   "Oh?"   Thio Han Liong langsung memberi selamat kepada Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him.   "Terimakasih,"   Ucap Ciu Lan Nib dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Terimakasih, saudara Thio,"   Ucap Kwan Pek Him dan memberitahukan.   "Isteriku telah hamil."   "Oh, ya?"   Thio Han Liong tersenyum.   "Kalau begitu, aku harus mengucapkan selamat lagi kepada kalian."   "Terimakasih,"   Ucap Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio.   "Locianpwee, saudara Kwan dan Adik Lan Nio,"   Ujar Thio Han Liong.   "Aku mau mohon pamit."   "Kakak Han Liong...."   Wajah Ciu Lan Nio berubah muram.   "Cucuku"   Hiat Mo tersenyum.   "Engkau tidak boleh menahannya, sebab dia harus segera berangkat ke gunung Altai. sedangkan dari sini ke sana membutuhkan waktu hampir sepuluh hari dan dari gunung Aitai ke Kotaraja membutuhkan waktu belasan hari. Maka, dia harus segera berangkat."   Ciu Lan Nio manggut-manggut dan berpesan.   "Kakak Han Liong, kalau An Lok Kong cu sudah sembuh, ajak ke mari ya."   "Baik,"   Thio Han Liong mengangguk sambil bangkit berdiri la memberi hormat kepada mereka, lalu melesat pergi.   "Mudah-mudahan dia memperoleh Thian ciok sin sui"   Ucap Hiat Mo, kemudian memejamkan matanya.   "Lan Nio,"   Bisik Kwan Pek Him.   "Mari kita ke luar"   Ciu Lan Nio mengangguk. lalu ke duanya meninggalkan gua itu. sampai di luar, barulah cucu Hiat Mo itu berkata.   "Kakak Kwan, menurutmu apakah Kakak Han Liong akan memperoleh Thian ciok sin sui itu?"   "Dia berhati bajik, tentu akan memperoleh Air sakti itu,"   Sahut Kwan Pek Him.   "Ketika Tan Giok Cu meninggal, hatinya terpukul hebat,"   Ujar ciu Lan Nio.   "Kini An Lok Kong Cu terkena racun Jiu Kut Tok. Apabila Kakak Han Liong tidak memperoleh Thian ciok sin sui, entah apa yang akan terjadi pula pada dirinya?"   "Lan Nio...."   Kwan Pek Him menghela nafas panjang.   "Aku tidak berani membayangkan itu. seandainya An Lek Kong cu tidak tertolong, aku pikir... Thio Han Liong pun tidak akan hidup lagi."   "Aaaah..."   Keluh ciu Lan Nio.   "Kakak Han Liong begitu baik, tapi justru banyak sekali percobaannya "   "Mudah-mudahan dia memperoleh Thian ciok sin sui itu"   Ucap Kwan Pek Him.   "Ya."   Ciu Lan Nio manggut-manggut.   "Mudah-mudahan."   Thio Han Liong terus melakukan perjalanan ke gunung Altai.   Boleh dikatakan ia tidak beristirahat sama sekali, karena melakukan perjalanan siang dan malam.   Dalam perjalanan ini, ia bersyukur dalam hati, karena tempo hari tidak membunuh Hiat Mo.   Kalau pada waktu itu ia membunuh Hiat Mo, sudah jelas ia tidak akan tahu di mana Thian ciok sin sui itu.   Tak sampai sepuluh hari, Thio Han Liong telah tiba di kaki gunung Altai.   la menarik nafas lega sambil memandang ke atas.   sungguh tinggi gunung itu dan amat indah pula.   Thio Han Liong mengerahkan ginkang untuk melesat kecuncak gunung itu Namun ketika hendak mencapai puncak gunung tersebut, mendadak muncul beberapa wanita di hadapannya.   "Berhenti"   Bentak salah seorang dari mereka. Thio Han Liong segera berhenti, lalu memberi hormat kepada mereka.   "Maaf...."   "Ini adalah tempat terlarang bagi siapa pun"   Potong wanita itu dingini "Maka engkau harus segera meninggalkan tempat ini"   "Bibi"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Aku ke mari ingin bertemu Kam Cun Goan Locianpwee."   "Engkau kenal almarhum?"   Tanya wanita itu sambil mengerutkan kening.   "Aku...."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku tidak kenal."   "Kalau begitu, cepatlah engkau pergi"   Bentak wanita itu dan menambahkan.   "jangan sampai aku turun tangan mengusirmu"   "Bibi, biar bagaimanapun aku harus ke atas. Kalau Bibi menghalangi, aku terpaksa berlaku kurang ajar."   Tegas Thio Han Liong.   "oh?"   Wanita itu tertawa dingin.   "Kalau begitu, terimalah seranganku"   Akan tetapi, mendadak terdengar suara seruan.   "Berhenti"   Muncul dua wanita yang tidak lain adalah Yen Yen dan Ing Ing, yaitu pelayan Kam siauw Cui.   "Eeeh?"   Thio Han Liong tercengang.   "Bibi...."   "Engkau...."   Yen Yen dan Ing Ing terbelalak ketika melihat Thio Han Liong.   "Thio siauhiap"   "Kak"   Wanita yang membentak Thio Han Liong tertegun.   "Kalian kenal pemuda itu?"   "Kenal."   Yen Yen mengangguk sekaligus memberitahukan.   "Dia yang menyelamatkan majikan kecil kita. Kalian harus segera minta maaf kepadanya"   "Ya."   Wanita-wanita itu mengangguk. lalu memberi hormat kepada Thio Han Liong.   "Thio siauhiap, kami minta maaf"   "Tidak apa-apa,"   Sahut Thio Han Liong dan cepat-cepat balas memberi hormat kepada mereka.   "Thio siauhiap...."   Wajah Yen Yen berseri.   "Tak kusangka sama sekali kalau engkau akan muncul di sini. Nona siauw Cui amat rindu sekali kepadamu lho"   "Oh?"   Thio Han Liong tersenyum.   "Dia baik-baik saja?"   "Ya."   Yen Yen mengangguk dan bertanya.   "Oh ya, ada urusan apa Thio siauhiap datang ke mari?"   "Aku datang ke mari ingin bertemu Kam Cun Goan Locianpwee,"   Jawab Thio Han Liong.   "Thio siauhiap kenal almarhum?"   Tanya Yen Yen sambil memandangnya.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Tidak kenal, tapi Hiat Mo yang memberitahukan kepadaku, maka aku ke mari."   Sahut Thio Han Liong jujur.   "Thio siauhiap kenal Hiat Locianpwee?"   Yen Yen agak terbelalak.   "Kenal."   Thio Han Liong mengangguk.   "Thio siauhiap...."   Yen Yen menatapnya dengan heran.   "Ada urusan apa engkau ingin bertemu almarhum?"   "Aku ingin minta Thian Ciok sin sui."   "oh?"   Yen Yen mengerutkan kening.   "Apakah teman dekatmu terkena racun Jiu Kut Tok?^ tanyanya.   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kalau begitu, mari ikut kami menemui majikan"   Ajak Yen Yen sambil tersenyum.   "Memang kebetulan sekali, majikan kami ingin bertemu Thio siauhiap."   "Terima kasih."   Thio Han Liong mengikuti mereka kecuncak gunung itu.   Sampai dipuncaki tampak sebuah bangunan yang amat besar dan indah.   Yen Yen dan Ing Ing mengajak Thio Han Liong ke bangunan itu Di sana tampak beberapa orang penjaga.   Begitu melihat Yen Yen dan Ing Ing, para penjaga itu segera memberi hormat.   Yen Yen dan Ing Ing manggut-manggut sambil melangkah ke dalam, dan Thio Han Liong terus mengikuti mereka.   "Silakan duduk Thio siauhiap"   Ujar Yen Yen setelah sampai di dalam.   "Terima kasih,"   Ucap Thio Han Liong sambil duduk.   "Harap Thio siauhiap menunggu sebentar, kami akan ke dalam melapor"   Ujar Yen Yen, lalu bersama Ing Ing melangkah ke dalam.   Thio Han Liong duduk diam.   la bergirang dalam hati karena Kam siauw Cui adalah majikan kecil di tempat ini, jadi mungkin tiada masalah baginya untuk minta Thian ciok sin sui.   Demikian pikirnya dan disaat bersamaan muncullah Yen Yen bersama majikannya, yang ternyata Kam Ek Thian dan Lie Hong SUang.   "Ha ha ha"   Kam Ek Thian tertawa gembira.   "Thio siauhiap, selamat datang di tempat kami"   Thio Han Liong segera bangkit berdiri sambil memberi hormat.   "Jangan sungkan-sungkan, silakan duduk Thio siauhiap"   Ucap Kam Ek Thian ramah.   "Terima kasih, Paman,"   Ucap Thio Han Liong sambil duduk. Kam Ek Thian dan Lie Hong suan juga duduk. kemudian Kam Ek Thian memandangnya seraya berkata.   "Thio siauhiap, kami berhutang budi kepadamu karena engkau telah menyelamatkan nyawa putri kami."   "Paman, jangan berkata begitu Aku... aku merasa tidak enak."   Sahut Thio Han Liong dan menambahkan.   "Paman panggil saja namaku"   "Han Liong...."   Kam Ek Thian tersenyum lembut.   "Aku dengar engkau ingin menemui kakekku, benarkah itu?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Tapi sayang sekali...."   Kam Ek Thian menggelenggelengkan kepala.   "Kakek dan ayahku sudah lama meninggal."   "Oh?"   "Han Liong, kalau tidak salah engkau mau minta Thian ciok sin sui, bukan?"   "Ya, Paman."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Tunanganku terkena racun Jiu Kut Tok, hanya Thian Ciok sin sui yang dapat memunahkan racun itu."   "Betul."   Kam Ek Thiap manggut-manggut.   "Terus terang, aku tidak berkeberatan memberikan Thian ciok sin sui. Tapi...."   "Kenapa, Paman?"   Tanta Thio Han Liong bernada cemas.   "Engkau harus mengabulkan dua permintaanku,"   Sahut Kam Ek Thian sungguh-sungguh.   "Apa ke dua permintaan Paman?"   "Pertama, engkau harus bertanding sepuluh jurus denganku."   Kam Ek Thiaii memberitahukan.   "Ke dua akan dibicarakan nanti, sebab menyangkut urusan pribadiku."   "Baiklah."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Han Liong"   Kam Ek Thian bangkit berdiri "Mari kita ke tempat ruangan untuk bertanding"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk, lalu berjalan ke tengahtengah ruang itu.   "Han Liong,"   Ujar Lie Hong suang.   "Suamiku hanya ingin menguji kepandaianmu saja, maka engkau tidak usah tegang."   "Ya, Bibi."   Thio Han uong tersenyum.   "Terima kasih."   Thio Han Liong dan Kam Ek Thian sudah berdiri berhadapan dengan saling memandang sambil tersenyum.   "Han Liong, bersiap-siaplah"   Ujar Kam Ek Thian.   "Aku akan mulai menyerangmu"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk sambil mengerahkan Kiu Yang sin Kang.   "Hati-hati"   Seru Kam Ek Thian sambil menyerang. Thio Han Liong berkelit, namun serangan susulan telah mengarah kepadanya, membuatnya tidak sempat berkelit lagi. Maka ia terpaksa menangkis dengan ilmu pukulan Kiu im Pek Kut Jiauw.   "Bagus Bagus"   Kam Ek Thian tertawa gembira.   "Tak kusangka kepandaianmu sedemikian tinggi."   "Kepandaian Paman pun tinggi sekali,"   Sahut Thio Han Liong sambil mengelak serangan yang dilancarkan Kam Ek Thian. Tak terasa sudah tujuh jurus mereka bertanding, namun masih belum tampak siapa yang unggul. Kam Ek Thian agak penasaran, kemudian mendadak meloncat ke belakang.   "Han Liong"   La tersenyum.   "Engkau sungguh hebat, maka aku terpaksa harus mengeluarkan ilmu andalanku untuk menyerangmu. Hati-hati"   Kam Ek Thian menarik nafas dalam-dalam.   Tampaknya ia sedang menghimpun Iweekangnya.   Menyaksikan itu, Thio Han Liong pun segera mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang, siap menangkis serangan yang akan dilancarkan Kam Ek Thian.   Tiba-tiba Kam Ek Thian berseru, lalu menyerang Thio Han Liong dengan jurus yang amat aneh tapi lihay dan dahsyat sekali.   Thio Han Liong merasa ada tenaga yang amat kuat menerjang ke arahnya dan itu membuatnya tidak sempat berkelit, sehingga secara reflek ia menangkis serangan itu dengan jurus Kian Kun Tyalo Bu Pien (Alam semesta Tiada Batas).   Blaaam Terdengar suara benturan keras.   Kam Ek Thian dan Thio Han Liong terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, kemudian mereka berdua pun saling memandang dengan penuh keheranan.   "Suamiku"   Seru Lie Hong suang mengingatkan.   "Kalian cuma saling menguji kepandaian masing-masing, bukan bertanding mengadu nyawa lho"   "Aku ingat itu, isteriku"   Sahut Kam Ek Thian.   "Maaf, Paman"   Ucap Thio Han Liong.   "Aku... aku terpaksa menangkis...."   "Han Liong"   Kam Ek Thian menatapnya kagum.   "Engkau memang hebat sekali, sungguh di luar dugaanku"   "Paman bermurah hati kepadaku, kalau tidak, aku pasti sudah roboh,"   Ujar Thio Han Liong.   "Ha ha ha"   Kam Ek Thian tertawa gelak.   "Justru engkau yang bermurah hati, Kalau tidak, aku pasti sudah terkapar di lantai. sudahlah Tidak usah dilanjutkan lagi pertandingan kita, sebab aku sudah tahu kepandaianmu memang amat luar biasa oleh karena itu, engkau pasti bisa melaksanakan permintaanku yang ke dua itu."   "Paman...."   Thio Han Liong tertegun.   "Mari kita duduk"   Ajak Kam Ek Thian. Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing. Lie Hong suang memandangnya dengan penuh kekaguman.   "Han Liong, sungguh hebat ilmu silatmu Bolehkah kami tahu siapa gurumu?"   Thio Han Liong memberitahukan.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Yang mengajarku ilmu silat adalah ke dua orangtuaku. setelah itu aku pun mendapat petunjuk dari sucouw Thio sam Hong, Tiga Tetua siauw Lim Pay dan BuBeng siansu."   "Oooh"   Lie Hong suang manggut-manggut.   "Pantas kepandaianmu begitu hebat oh ya, siapa ke dua orang-tuamu?"   "Ayah dan ibuku adalah Thio Bu Ki dan Tio Beng...."    Walet Besi Karya Cu Yi Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Mustika Gaib Karya Buyung Hok

Cari Blog Ini