Beruang Salju 18
Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 18
Beruang Salju Karya dari Sin Liong "Bagus! Rupanya kami menerima kunjungan tamu terhormat, mengapa tidak memberi kabar terlebih dulu, agar kami bisa mengadakan penyambutan yang selayaknya.....?!" Ciu Pek Thong menoleh kepada Yo Him, dia tertawa nyengir, dia bilang. "Aneh orang itu, kita datang ke mari secara diam-diam, mengapa dia bilang kita harus memberi kabar agar disambut dengan selayaknya oleh mereka? Hem, sedangkan kita justru jemu dengan sambutan mereka. Kita datang secara diam-diam karena tak ingin disambut selayaknya oleh mereka.....!" Dan Ciu Pek Thong tertawa bergelak-gelak. Di waktu Ciu Pek Thong tertawa, adalah Yo Him yang tidak tertawa. Dia telah mengenali suara orang yang bicara itu, tidak lain dari suaranya Tiat To Hoat-ong, yang orangnya memang telah muncul dengan segera. Tiat To Hoat-ong muncul dengan diiringi oleh lima atau enam orang pengikutnya. Sedangkan ratusan orang yang mengepung ruangan itu, mengurung Ciu Pek Thong dan Yo Him, masih mengambil posisi semula, tanpa bergerak dan tanpa merobah kedudukan. Yo Him telah melihat, di belakang Tiat To Hoat-ong itu adalah jagojago Mongolia pilihan, juga terdapat beberapa orang jago bangsa Han. Tiat To Hoat-ong sendiri telah muncul dengan langkah kaki lebar dan mulut tersenyum, muka berseri-seri, sama sekali dia tidak memperlihatkan sikap bengis, diapun telah bilang. "Aha, kiranya Yo kongcu! Selamat datang! Dan kau, Ciu Tayhiap, rupanya engkau pun meringankan kaki untuk datang berkunjung ke mari!" Ciu Pek Thong telah beberapa kali bertempur dengan Tiat To Hoatong di waktu-waktu yang lalu. Mengenai cerita pertempuran Tiat To Hoat-ong dengan Ciu Pek Thong dapat diikuti dalam cerita Sintiauw-thian-lam. Sekarang mereka bertemu pula. Walaupun Tiat To Hoat-ong memiliki ilmu yang sangat tinggi, tokh dia masih kalah seurat jika dibandingkan dengan Ciu Pek Thong, di mana dulu dia telah terdesak hebat oleh serangan-serangan Loo-boan-tong yang jenaka dan berandalan ini. "Hemmm, Tiat To Hoat-ong, sekarang kita bertemu lagi, inilah jodoh namanya!" Berseru Ciu Pek Thong dengan girang. Karena dia sangat girang bisa bertemu dengan Tiat To Hoat-ong, dan tangannya juga jadi gatal lagi, di mana dia ingin main-main dengan pendeta Mongolia yang tangguh itu. Yo Him waktu itu melihat, bahwa di belakang Koksu Mongolia itu terdapat Gochin Talu jago Mongolia yang memiliki kepandaian tinggi dan tangguh itu, juga disamping itu, tampak pula Lengky Lumi. Diam-diam Yo Him jadi berpikir keras, melihat lawanlawannya yang terdiri dari jago-jago tangguh itu berkumpul semuanya di situ. Yo Him pun merasa bahwa sulit buat dia menyingkir diri dengan gampang. Selain dari Lengky Lumi dan Gochin Talu, juga tampak jago-jago tangguh lainnya yang semuanya memang memiliki kepandaian tinggi, begundalnya Tiat To Hoat-ong. Ciu Pek Thong dasarnya Loo-boan-tong, karena belum lagi Tiat To Hoat-ong menyahuti justru begitu habis dengan perkataannya, tubuhnya telah menyusul dengan cepat melompat ke depan Tiat To Hoat-ong, dia telah mengulurkan tangannya untuk menarik hidungnya si pendeta. Tapi Tiat To Hoat-ong sejak munculnya tadi, karena mengetahui bahwa lawan-lawannya ini adalah dua orang yang memiliki kepandaian yang sangat tangguh telah berlaku waspada sekali. Dan di waktu Ciu Pek Thong begitu tiba-tiba sekali menyerang kepadanya, dia telah mengelakkan diri ke samping. Gochin Talu yang berdiri tepat di belakangnya Koksu Mongolia tersebut, telah mewakili Tiat To Hoat-ong menyambuti uluran tangan Ciu Pek Thong, dia telah menangkis dengan tangan kanannya untuk menghantam pergelangan tangan Ciu Pek Thong. Ke dua tangan itu jadi membentur, malah membenturnya juga kuat dan keras sekali, sampai memperdengarkan suara benturan yang hebat bukan main. Dalam keadaan seperti itulah, Ciu Pek Thong menarik pulang tangannya. Loo-boan-tong telah tertawa. "haha hihi," Dia bilang. "Bagus, engkau yang mau mewakili si gundul itu menerima tanganku?" Dan dia tidak tinggal diam, karena dia telah membarengi dengan pukulan tangannya yang berkelebat-kelebat dengan cepat sekali. Bukan hanya soal cepat dan gesitnya, tapi yang terpenting dalam pukulan-pukulan yang dilakukan oleh Ciu Pek Thong adalah soal tenaga lweekang yang dipergunakannya, demikian hebat luar biasa saja terkena angin pukulannya itu, tanpa perlu terkena serangan jitu, tentu akan berjumpalitan. Terlebih lagi jika memang terkena telak pukulan itu, tentu tubuh jago itu akan jungkir balik dengan tulang rusuknya berantakan! Namun Cochin Talu ini merupakan seorang jago yang memiliki kepandaian tidak lemah. Walaupun dia tidak sehebat Tiat To Hoatong dan masih kalah setingkat dengan Ciu Pek Thong, di dalam kalangan Kangouw dia sudah sulit dicari tandingannya. Menerima serangan Ciu Pek Thong seperti itu, Gochin Talu tidak menjadi gugup, malah dia mengempos semangatnya. Setelah dia mengegos ke samping kanan tahu-tahu telapak tangan kanannya menyambar akan menepuk jalan darah Bun-cie-hiatnya Ciu Pek Thong. Ciu Pek Thong adalah seorang yang memiliki ilmu Khong-bengkun yang luar biasa, yang memiliki tujuhpuluh dua jalan. Melihat orang menyerang dia dengan cara seperti itu, dia bukannya terkejut malah jadi girang. Seperti diketahui, Ciu Pek Thong adalah seorang yang keranjingan ilmu silat. Walaupun usianya kian hari kian bertambah tua, bukan saja sifat berandalnya yang semakin menjadi-jadi, begitu juga keranjingannya pada ilmu silat semakin menggila, di mana setiap hari dia juga terus berlatih, tidak ada satu haripun yang disia-siakan begitu saja. Sekarang memperoleh perlawanan yang cukup berat dari Gochin Talu, semangatnya terbangun. Walaupun sudah banyak makan asam garam dunia, juga menyadari kedatangannya ini ke istana Kaisar hanya untuk melakukan penyelidikan belaka, namun dasarnya Loo-boan-tong si berandalan, bukannya dia berusaha menghindari diri dari keonaran, malah, dia jadi gatal tangannya. Apalagi sifat jagonya masih belum berkurang. Melihat cara lawan, dia telah mengibas tangan bajunya akan melilit tangan Gochin Talu. Kesempatan yang ada ini untuk bertarung dengan Gochin Talu tidak disia-siakan, malah dia telah berseru. "Jangan hanya kau seorang diri saja, karena jika kau cuma seorang, masih tanggung! Juga kau, hei pendeta gundul, ayo maju..... ayo maju semuanya!" Itulah tantangan yang ditujukan kepada Tiat To Hoat-ong dan orang-orangnya, dan Loo-boan-tong menantangnya dengan muka berseri-seri. Setelah berhasil memunahkan tepukan telapak tangan Gochin Talu, malah Loo-boan-tong telah menerjang ke arah lawannya sambil membentak. "Sambutlah tanganku ini!" Tangan kanannya telah menghantam dan dalam serangan pertama dia telah mempergunakan Kong-beng-kun nya yang semuanya memiliki tujuhpuluh dua jalan atau jurus itu, bukan main dahsyatnya cara menyerang Ciu Pek Thong. Walaupun memiliki kepandaian tinggi, tidak urung Gochin Talu jadi tercekat hatinya. Segera juga dia balas menyerang dengan tangan kirinya untuk menyambuti gempuran itu. Mendadak dia merasakan tenaga lawan sebentar ada sebentar hilang, sehingga pukulannya jadi serba salah. Keras salah, lunak pun tidak benar. Dia segera mengerti, bahwa sekarang dirinya tengah menghadapi lawan terkuat selama hidupnya. Maka segera saja dia mengeluarkan pukulan yang telah dilatih selama belasan tahun, Dengan diiringi suara menderu-deru dia mengirim tiga pukulan berantai. Tenaga pukulan itu demikian hebat, sehingga seperti apa yang biasa disebut bunga-bunga rontok dan jatuh di tanah bagaikan hujan gerimis. Setelah itu dia susul pula dengan tiga pukulan beruntun. Mendadak terdengar suara bentrokan tangan yang hebat sekali. Semula Gochin Talu beranggapan tenaga lweekang Ciu Pek Thong mungkin berimbang atau menang sedikit dari dia. Namun sesudah menyerang dua kali, hatinya jadi tercekat kaget, karena dia memperoleh kenyataan bahwa lweekang Ciu Pek Thong masih lebih tinggi setingkat dari tenaga dalamnya! Gochin Talu juga tahu, jika kurang hati-hati, dia akan jatuh dan dirobohkan kakek jenaka yang berandalan itu. Maka dia mengempos semangatnya dan telah menyerang terus dengan tidak sungkan-sungkan dan tanpa memperdulikan lagi sekelilingnya, karena waktu itu dia tengah berusaha untuk dapat merebut waktu, guna merubuhkan Ciu Pek Thong dalam waktu yang singkat. Jika mereka bertempur lebih lama, berarti akhirnya dirinya yang akan menjadi pecundang. "Liehay! Kau sungguh liehay," Berseru Loo-boan-tong sambil tertawa tidak hentinya. Pertandingan seperti ini barulah meresap di hati, sungguh menyenangkan!" Yo Him waktu itu telah mengerutkan alisnya dia tidak habis mengerti mengapa Loo-boan-tong masih tidak bisa melenyapkan keberandalannya atau sedikitnya mengurangi, agar tidak menimbulkan keonaran. Namun sekarang semuanya telah terjadi demikian, dia jadi memutar otak untuk kelak menghadapi Tiat To Hoat-ong dan orang-orangnya itu, jika sampai Kok-su Mongolia itu turun tangan. Jarak tenaga pukulan ke dua lawan itu semakin lama jadi semakin luas, sehingga banyak orang-orangnya Tiat To Hoat-ong terpaksa mundur ke belakang. Tidak lama kemudian, Ciu Pek Thong sudah menggunakan seluruh jurus Khong-beng-kunnya. Walaupun dia lebih menang dari lawannya, tetapi dia tidak bisa cepat-cepat merubuhkan lawannya itu, karena Gochin Talu pun bukan lawan yang ringan dan bisa diremehkan. Setelah mempergunakan seluruh Khong-beng-kun, dan Gochin Talu masih bisa bertahan, tiba-tiba Ciu Pek Thong tertawa panjang, dia telah merobah cara bersilatnya. Sekarang dia menyerang dengan ilmu "memecah pikiran" Yang memang telah digubahnya sendiri, yang diciptakannya dengan sempurna. Dengan mempergunakan ilmu tersebut, dia menyerang dengan dua macam ilmu silat, sehingga dalam sekejap Gochin Talu seolaholah menghadapi dua orang Ciu Pek Thong, yang membuat dia jadi sibuk sekali dan mulai terdesak. Jalan satu-satunya buat Gochin Talu adalah mengempos semangatnya dan mempergunakan seluruh lweekangnya untuk berusaha menangkis, mengelakkan dan berkelit dari terjangan dan serangan si tua berandalan tersebut. Pertempuran itu semakin lama jadi semakin seru berlangsung dahsyat, di mana angin pukulan menderu-deru mengurung diri ke dua orang yang tengah mengadu kepandaian itu. Tiat To Hoat-ong yang memang telah pernah merasakan tangannya Loo-boan-tong, tidak kaget melihat kehebatan Ciu Pek Thong, ia cuma kagum, bahwa Loo-boan-tong bisa memiliki ilmu yang demikian sempurna dan hebat. Walaupun sekarang Tiat To Hoat-ong telah hampir berhasil merampungkan pelajaran ilmu Soboc nya, tokh kenyataannya di hati kecil Koksu itu harus mengakuinya, jika dia sendiri yang menghadapi Ciu Pek Thong, belum tentu dia bisa menghadapinya sebanyak seribu jurus...... Diam-diam, Koksu negara inipun jadi teringat kepada adik seperguruannya, yaitu Kim Lun Hoat-ong yang telah terbinasa waktu ikut serta dalam penyerbuan ke Siang-yang, sebelum Mongolia berhasil merebut Tiong-goan dan merubuhkan kerajaan Song. Kim Lun Hoat-ong merupakan sutenya yang memiliki kepandaian luar biasa tingginya, dan Tiat To Hoat-ong mengakuinya itu, dia sendiri waktu itu mungkin masih kalah satu tingkat dari sutenya itu. Kim Lun Hoat-ong selain mahir ilmu silatnya, orangnyapun cerdik sekali. Namun dia akhirnya harus menemui kebinasaan ditangan jago-jago di daratan Tiong-goan. Jika dilihat demikian, jelas bahwa jago-jago di daratan Tiong-goan memang umumnya merupakan jago-jago yang hebat. Sekarang saja dia telah menyaksikan bahwa Ciu Pek Thong setelah berpisah dengan dia beberapa lamanya, kini telah memperoleh kemajuan yang lebih hebat dibandingkan sebelumnya. Teringat kepada adik seperguruannya itu, Kim Lun Hoat-ong, hati Tiat To Hoat-ong jadi berduka. Diapun menyadari, bahwa kedatangannya ke Tiong-goan ini sesungguhnya semula berpangkal disebabkan kebinasaan Kim Lun Hoat-ong. Dia datang ke Tiong-goan untuk menuntut balas pada jago-jago di daratan Tiong-goan. Namun justru Kaisar Kublai Khan yang mengetahui perasaannya itu, telah memanfaatkannya dengan memberikan kedudukan padanya sebagai Koksu negara, sehingga akhirnya Tiat To Hoatong terlibat dalam urusan politik negaranya. Di samping itu, semakin lama dia terlibat semakin dalam, dan dia merasakan sekarang ini sulit buat dia melepaskan diri dari dunianya yang sekarang, dunia yang berbau politik. Dan walaupun dia telah menerima juga murid-murid tertentu, namun di antara muridmuridnya itu sekarang ini tidak ada seorang pun yang bisa memuaskan hatinya. Dia ingat, Kim Lun Hoat-ong, sang sute yang telah menutup mata itu, memiliki tiga orang murid di kala dia masih hidup. Murid sutenya yang pertama, yaitu yang nomor satu itu memiliki kepandaian tinggi dan kecerdikan yang boleh terpuji, karena dia paham ilmu silat dan ilmu surat. Bakatnya sangat baik sekali, dia hendak diambil sebagai ahliwarisnya Kim Lun Hoat-ong, yang akan menggantikan kedudukan sang guru itu. Namun sayang sekali, apa lacur murid itu mati siang-siang dalam usia muda. Lalu murid yang nomor dua, yaitu Dalpa, polos dan sederhana sekali sifatnya, tetapi dia tidak berbakat untuk menjadi seorang jago yang liehay. Murid Kim Lun Hoat-ong yang ketiga, yaitu pangeran Hotu, tipis budi pekertinya, diapun murtad terhadap gurunya. Semua itu telah membuat Kim Lun Hoat-ong jadi berduka. Dia menyesal kepandaiannya tidak bisa diwariskan kepada seorang murid yang pandai dan dapat diandalkan. Tidakkah sayang jika kepandaian itu habis dengan begitu saja? Sampai akhirnya dia menutup mata dengan kecewa, ketembus api. Sekarang Tiat To Hoat-ong juga memiliki perasaan yang sama seperti yang pernah dirasakan oleh sutenya itu. Dia memang telah mulai menerima murid, namun tidak ada seorang pun yang bisa mewarisi seluruh kepandaiannya. Diapun kecewa, karena dia kuatir kelak kepandaiannya yang luar biasa, terutama kepandaiannya ilmu Soboc itu, akan lenyap terbawa mati olehnya..... Waktu itu, pertempuran ke dua orang di kalangan semakin hebat saja, karena baik Ciu Pek Thong maupun Gochin Talu telah mengempos dan mengeluarkan kepandaian mereka yang hebat. Malah waktu itu Ciu Pek Thong yang berulang kali telah berhasil mendesak Gochin Talu, telah mengejek berulang kali. "Mana kepandaianmu yang berarti? Jika aku harus melayani lawan seperti kau yang hanya mempergunakan ilmu yang itu-itu juga dan tidak ada artinya, hemmm, hemmm percuma saja akan membuang-buang tenagaku!" Mendengar ejekan Loo-boan-tong, Gochin Talu jadi gusar bukan main. Diam-diam dia memusatkan seluruh lweekangnya, lalu menyahuti dengan suara yang lantang. "Loo-boan-tong! Kau terlalu memandang enteng padaku, Gochin Talu! Kau berkata begitu mengartikan bahwa aku tidak mungkin nempil dan tidak ada harganya bertempur dengan kau, si Looboan-tong? Huh, huh! Jika aku tidak bisa menang, aku akan segera menggorok leher di istana Kaisar ini......!" Dan tanpa menantikan jawaban dari Loo-boan-tong, tampak Gochin Talu telah melompat mengirimkan pukulan. Loo-boan-tong pun segera balas menyerang. Tapi kali ini, karena merasa memang lawannya menggempur dia jauh lebih hebat, Loo-boan-tong tidak berani main-main dan memandang remeh, dia telah menggunakan untuk menggertak lawannya pada bagian-bagian yang berbahaya. Setelah lewat lagi beberapa puluh jurus, biarpun mereka hertempur dengan seru seperti ini dan Gochin Talu mempergunakan seluruh tenaga dan kepandaiannya namun tetap saja dia tidak bisa berada di atas angin, tetap Loo-boan-tong lebih menang dari dia, seperti juga Loo-boan-tong selalu mempermainkannya. Dalam keadaan terdesak seperti itu, cepat luar biasa Gochin Talu telah maju setindak dan coba mengirim satu pukulan balasan untuk mendesak Loo-boan-tong. Tapi di luar dugaan, baru saja tinjunya menyentuh tubuh, tiba-tiba dia merasa otot kepungan Loo-boan-tong yang diserangnya itu telah bergerak dengan berbareng, dilain detik, tinjunya terpental! Gochin Talu kaget tidak terkira, cepat-cepat dia melompat ke samping. Bahwa seorang ahli silat mengempeskan dada dan perut untuk menghindarkan diri dari pukulan musuh adalah peristiwa yang lumrah, namun melawan musuh dengan mempergunakan gerakan otot, benar-benar belum pernah didengar atau dialami olehnya. Dia heran bukan main, dan waktu itu dia pun tidak berani berayal untuk menyingkir ke pinggir. Tiat To Hoat-ong yang melihat kawannya telah kewalahan seperti itu menghadapi Ciu Pek Thong, dan jika memang dipaksakan terus untuk bertempur dalam beberapa jurus lagi, tentu Gochin Talu akan dapat dirubuhkan Ciu Pek Thong atau juga dapat dicelakainya, karena dari itu dia menghadang di depan Ciu Pek Thong, sepasang tangannya telah dilintangkan, dia telah bersiapsiap untuk menerima serangan. Dengan demikian, setiap gerakan yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang akan dapat menerima serangan dari lawan, jika saja waktu itu Ciu Pek Thong melancarkan serangan padanya. Namun si bocah tua berandalan itu tidak menyerang, dia hanya tertawa haha-hihi saja, dia juga telah bilang dengan sikapnya yang jenaka sekali. "Pendeta gundul, apakah engkau juga ingin mengadu tangan denganku?!" Tiat To Hoat-ong tersenyum, dia telah bilang dengan sikap yang diusahakan sesabar mungkin. "Ciu Tayhiap. kepandaianmu memang hebat, dan mungkin di dalam dunia ini jarang dicari duanya orang yang memiliki kepandaian setinggi kau! Hemmm, aku Tiat To Hoat-ong memang harus mengakuinya bahwa sesungguhnya ilmu yang dimiliki oleh Ciu Tayhiap, merupakan ilmu yang luar biasa sekali......!" Ciu Pek Thong melengak sejenak. Dia tadinya menduga Tiat To Hoat-ong menghadang di depannya untuk bertempur, siapa tahu Koksu Monggolia itu justru memujinya. Dan Ciu Pek Thong telah tertawa lagi, dia bilang. "Kau mengumpak aku seperti itu tentunya kau memiliki maksud tertentu!" Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiat To Hoat-ong berusaha untuk tersenyum dan dia bilang dengan suara yang sabar. "Untuk apa mengumpakmu, Ciu Tayhiap? Bukankah memang aku telah mengatakan dari hal yang sebenarnya, bahwa memang kepandaian yang kau miliki itu merupakan kepandaian yang sangat tinggi sekali??" Ciu Pek Thong telah tertawa lagi, dia mengangguk. "Baik, baik," Katanya. "Jika memang engkau mengatakan kepandaianku sangat tinggi, sekarang mari kita main-main beberapa jurus..... Aku sendiri jadi ingin membuktikan, apakah memang benar-benar aku memiliki kepandaian yang tinggi, dan dalam berapa jurus aku bisa merubuhkan dirimu, kepala gundul.....!" Tiat To Hoat-ong tersenyum dipaksakan, itulah senyum mengandung kemendongkolan juga karena berulang kali Ciu Pek Thong selalu menyebut dia dengan sebutan kepala gundul, namun Tiat To Hoat-ong juga menindih kemendongkolannya itu, diapun berpikir. "Orang memang liehay kepandaiannya, diapun tidak berada di bawah kepandaian dari Oey Yok Su dan lain-lainnya. Jika memang aku bisa membujuknya agar dia mau bekerja sama denganku, bukankah berarti suatu keuntungan yang tidak kecil? Hemmm, hemmm. biarlah aku akan mencobanya!" Dan setelah berpikir begitu, Tiat To Hoat-ong juga telah bilang dengan suara yang diiringi oleh tertawanya. "Ciu Tayhiap, di dalam hal ini tentunya engkau mau berlaku lunak padaku, agar tidak menyerang terlalu hebat, tidak terlalu mendesakku dengan pukulan yang mematikan, karena aku akan berusaha melayanimu beberapa jurus.....!" Sambil berkata begitu, Tiat To Hoat-ong bersiap-siap, dia telah mengangkat ke dua tangannya, dan mengambil sikap menantikan serangan. Secara diam-diam Tiat To Hoat-ong juga bermaksud untuk mengadu ilmu Soboc nya guna mencoba sampai berapa jauh kemajuan yang telah diperolehnya selama ini. Waktu itu Ciu Pek Thong telah berkata dengan suara yang dingin. "Kau kepala gundul, engkau memiliki lidah yang bercabang, aku tahu di mulut engkau memuji aku, tetapi sesungguhnya engkau tengah menyumpahi mampus padaku.....!" Dan setelah berkata begitu, Ciu Pek Thong menggerakkan ke dua tangannya, diapun berseru. "Ayo jaga serangan.....!" Kali ini Ciu Pek Thong menyerang lebih hebat jika dibandingkan ketika dia berhadapan dengan Gochin Talu, karena memang Ciu Pek Thong sendiri pernah beberapa kali bentrok dengan Koksu negara dari Mongolia ini. Dia telah merasakan bahwa ilmu yang dimiliki Tiat To Hoat-ong lebih tinggi dari kepandaian Gochin Talu. Jika dalam pertempuran kali ini Ciu Pek Thong berlaku ayal atau memandang remeh padanya, bisa-bisa dirinya sendiri yang akan celaka di tangan Koksu itu.....! Tiat To Hoat-ong melihat bahwa pukulan ke dua tangan Ciu Pek Thong mengandung tenaga dalam yang luar biasa dahsyatnya, yang bisa meremukkan tulang dan tubuh. Karena itu menyadari dirinya tengah menghadapi seorang jago yang benar-benar memiliki ilmu yang sangat tinggi, disamping itu juga memang Tiat To Hoat-ong baru saja sembuh dari luka di dalamnya akibat pertempurannya dengan Swat Tocu waktu di dalam istananya pangeran Ghalik, dengan sendirinya dia berlaku lebih hati-hati. Selama ini Tiat To Hoat-ong telah berlatih diri dengan tekun, dia berusaha untuk menembus tingkat berikutnya dari latihan ilmu Sobocnya itu. Melihat tinju Ciu Pek Thong telah menyambar datang seperti itu cepat-cepat Tiat To Hoat-ong telah berusaha untuk mengelakkan diri ke samping kanan, dan dia menangkis dengan tangan kirinya, tangannya beradu dengan tangan Ciu Pek Thong, terdengar suara. "Duk!" Yang keras sekali. Tiat To Hoat-ong merasakan tubuhnya tergetar, dadanya jadi menyesak, dan dia juga merasakan dorongan yang bergelombang dari kekuatan tenaga dorongan dari tinju Ciu Pek Thong. Dalam keadaan seperti ini rupanya Ciu Pek Thong juga tidak mau mensia-siakan kesempatan yang ada, karena cepat sekali dia telah mengeluarkan seruan. "Jaga serangan.....!" Kembali tinjunya itu telah bergerak dengan beruntun, di mana dia menyerang berulang kali mendesak Tiat To Hoat-ong. Tiat To Hoat-ong melayaninya dengan lebih banyak berkelit dan memperhatikan kepandaian Ciu Pek Thong. Jurus demi jurus diperhatikan dengan seksama, karena dia ingin mencari kelemahan diri Loo-boan-tong. Dalam keadaan seperti itu tampak Ciu Pek Thong jadi mendongkol juga, karena lawannya lebih banyak mengelak dan berkelit belaka. "He pendeta gundul, mengapa, engkau tak balas menyerang?!" Teriak si bocah tua bangka yang berandalan itu. Tiat To Hoat-ong tersenyum, dia telah menggerakkan tangan kirinya merapat pada dadanya, tangan kanannya membarengi mendorong, dia telah mengatakan. "Ya, kau terimalah ini.....!"di mana dia telah menyerang dengan ilmu Sobocnya. Angin menderu-deru kuat sekali menerjang kepada Ciu Pek Thong, dan angin pukulan yang dilakukan Tiat To Hoat-ong sangat kuat sekali. Namun Ciu Pek Thong bisa menyambut dengan keras dilawan keras, dia menangkis dengan berani. Berulang kali terdengar suara benturan tangan. Namun yang terdesak adalah Tiat To Hoat-ong, diam-diam dia harus mengakuinya, bahwa ilmu dan kepandaiannya masih kalah seurat dengan Ciu Pek Thong, Dalam suatu kesempatan, waktu Ciu Pek Thong melompat mundur untuk menghindar pukulan lawannya, Tiat To Hoat-ong telah berseru. "Tahan.....!" Ciu Pek Thong mencilak-cilak matanya, dia bertanya dengan suara yang tawar. "Apakah engkau mau menyudahi pertandingan ini begini saja?!" "Bukan," Menyahuti Tiat To Hoat-ong. "Tetapi aku ingin menganjurkan kepadamu, agar kita beristirahat saja dulu..... apakah usulku ini bisa diterima oleh Ciu Tayhiap?!" "Beristirahat?!" Tanya Ciu Pek Thong sambil mementang matanya lebar-lebar. "Ya, kita beristirahat dulu, karena tadi Ciu Tayhiap telah bertempur dengan Gochin Talu, sahabatku itu, dan tenagamu tentu sudah banyak terbuang karenanya. Jika sekarang kita bertempur terus, tanpa Ciu Tayhiap beristirahat dulu, tentunya jika aku beruntung bisa merebut kemenangan, hal itu kurang menggembirakan, di mana Ciu Tayhiap tentu bisa saja mengatakan bahwa kemenanganku itu diperoleh secara tidak adil..... aku merebut kemenangan itu di saat engkau sendiri tengah dalam keletihan.....!" Ciu Pek Thong tertawa. "Aku sebetulnya tidak lelah, tetapi jika memang benar engkau ingin beristirahat, aku bersedia meluluskannya, mari kau beristirahat dulu, nanti baru kita melanjutkan pula untuk mengadu tenaga dan kepandaian.....!" Tiat To Hoat-ong menoleh pengawal-pengawal istana yang sedang mengepung Ciu Pek Thong. Salah seorang dari mereka telah pergi ke dalam istana, dan tidak lama kemudian telah membawa keluar secawan arak. Dia telah membawanya langsung kepada Ciu Pek Thong, dan lalu mengangsurkan dengan ke dua tangannya, sikapnya menghormat sekali. Ciu Pek Thong yang telah bertempur banyak jurus dan telah mempergunakan banyak tenaga, dengan sendirinya merasa haus. Sekarang orang membawakan dia secawan besar arak, maka dia menyambuti sambil tertawa. Tiat To Hoat-ong waktu itu telah berkata. "Hanya itulah persembahan kami, untuk menghormati kunjungan Ciu Tayhiap ke istana Kaisar ini.....!" Ciu Pek Thong hanya tertawa, kemudian dia membawa cawan itu ke dekat bibirnya untuk meneguk tehnya. Namun di saat tepian cawan akan menempel pada bibirnya si Loo-boan-tong, tampak melesat dua sinar dan terdengar. "Tranggggg," Cawan di tangan Ciu Pek Thong telah hancur berantakan, dan juga isinya telah tumpah membasahi lantai. Ciu Pek Thong terkejut. Dia menoleh ke arah datangnya serangan gelap itu. Ternyata Yo Him yang telah melontarkan dua batang paku kecil, malah waktu itu Yo Him telah berkata. "Ciu Locianpwe, hati-hati, tidak boleh kau sembarangan minum barang yang dipersembahkan mereka.....!" Ciu Pek Thong tersadar cepat. Dia berjingkrak dan menunduk dilihatnya batu yang digenangi oleh tumpahan arak itu, telah berubah warnanya menjadi hitam. Maka Ciu Pek Thong jadi gusar bukan main. "Pendeta gundul biadab dan keji, kau hendak meracuni aku, heh?" Tiat To Hoat-ong semula tengah girang bukan main melihat Ciu Pek Thong akan minum arak itu. Namun melihat Yo Him telah mempergunakan paku kecil untuk menghantam hancur cawan di tangan Ciu Pek Thong, maka gagallah dia dengan maksudnya yang ingin meracun Ciu Pek Thong. Sekarang mendengar Ciu Pek Thong berkata begitu, dengan muka yang merah padam karena gusar, dia telah membentak juga. "Bagus! bagus! Sesungguhnya manusia seperti kalian tidak ada gunanya diracuni, karena walaupun kalian memiliki sayap, tokh kalian tidak mungkin bisa terbang meninggalkan tempat ini.....!" Dan berbareng dengan perkatannya itu Tiat To Hoat-ong telah menggerakkan tangan kanannya, dia telah mengebut dengan gerakan yang perlahan. Namun semua orang-orangnya mengerti, di mana mereka serentak telah bergerak mengepung rapat Ciu Pek Thong dan Yo Him di tengah-tengah. Sedangkan Yo Him telah melompat mundur, karena dia memang tidak ingin ikut terkepung. Tetapi jumlah dari semua orang-orang yang mengepungnya itu, yaitu para pengawal istana, sangat banyak sekali, ratusan orang. Kemana Yo Him meloncat, di sana telah mengepung pengawal lainnya. Dengan demikian, Yo Him akhirnya telah memutuskan akan melabrak barisan pengawal istana itu bersama-sama dengan Ciu Pek Thong, di mana dia akan merubuhkan para pengawal tersebut guna menerobos kepungan. Dia melirik kepada Ciu Pek Thong, dia juga bilang. "Ciu Locianpwe, kita terobos saja keluar......!" Ciu Pek Thong mengerti apa yang dimaksudkan oleh Yo Him, dia telah menjejakkan kakinya, tubuhnya berkelebat, dan sepasang tangannya telah bergerak dengan serentak, maka terdengar lima atau enam orang pengawal itu yang menjerit, tubuhnya mereka terpental kuat Yo Him juga tidak tinggal diam, karena pemuda ini telah bekerja tidak tanggung, sepasang tangan dan kakinya telah bekerja, maka belasan orang pengawal istana telah terjungkir balik terpental kena hantaman tangannya atau dupakan kakinya. Tiat To Hoat-ong telah melirik kepada Lengky Lumi dan Gochin Talu, segerti juga memberi isyarat kepada ke dua jagonya itu agar maju untuk mengepung Ciu Pek Thong. Melihat jumlah lawan yang banyak seperti itu, membuat Ciu Pek Thong dan Yo Him jadi menyadari bahwa mereka tidak boleh berlambat atau berayal menghadapi mereka. Besar kemungkinan Tiat To Hoat-ong bisa saja memanggil pasukan lainnya untuk ikut mengepung mereka. Jika jumlah para pengawal istana itu lebih banyak lagi, tentu mereka akan dikepung lebih rapat dan sulit untuk bergerak. Tidak berpikir lagi lebih jauh, Ciu Pek Thong telah menyambar dua orang pengepungnya, dia telah mencengkeram ke dua orang itu. Kemudian tubuhnya diayun-ayun, dibolang balingkan menghantam para pengawal lainnya. Tentara istana yang melihat hal ini, segera mundur dengan cepat. Ciu Pek Thong mempergunakan kesempatan itu untuk melompat keluar kepungan, dia telah melompat dengan gesit, sambil ke dua orang tawanannya diputar terus. Yo Him juga telah menyusul. "Kejar dan tangkap mereka.....!" Tiat To Hoat-ong pun telah berseru. Dia bukan hanya berseru begitu saja, karena gesit bukan main tubuhnya yang tinggi besar telah mencelat ke tengah udara bagaikan seekor burung elang yang besar. Dia telah menyambar ke arah Ciu Pek Thong. Telapak tangannya ditepukkan ke pundak Ciu Pek Thong, karena dia ingin menghantam pundak Ciu Pek Thong dengan ilmu pukulan Sobocny Ciu Pek Thong merasakan berkesiuran angin yang kuat menyambar di dekat pundaknya. Tanpa menoleh, dia hanya mengangsurkan seorang tawanannya yang tercekal di tangan kirinya. Segera terdengar suara jerit kematian pengawal yang ditawannya itu, justru telah mewakilinya menerima hantaman telapak tangan Tiat To Hoat-ong. Dan dikala tubuhnya terhantam seperti itu, di saat itu juga dia telah tidak bernapas lagi dengan tubuh yang segera berobah menjadi hitam......! Waktu itu, tampak Ciu Pek Thong sendiri telah melompat lagi meneruskan larinya. Yo Him juga telah mengikuti di belakangnya, mereka sama-sama gesit, dan dalam waktu yang singkat, mereka telah tiba di luar istana. Tidak ada seorang pengawalpun yang bisa menahan mereka, karena jika ada pengawal istana yang merintanginya, Ciu Pek Thong akan menghantamnya dengan mempergunakan orang tawanannya itu, sehingga tawanan itu menjerit kesakitan dan menderita sekali. Begitu juga si pengawal yang dihantam akan terjungkir balik dan menderita luka parah. Setibanya mereka di luar istana Yo Him dan Ciu Pek Thong telah mempergunakan ginkang mereka untuk pulang ke rumah penginapan. Setelah menceritakan segalanya, Yo Him mengajak pangeran Ghalik dan yang lainnya untuk meninggalkan rumah penginapan. Mereka telah keluar dari kota raja, mereka pun telah mencari sebuah rumah penduduk yang letaknya agak terpencil. Kepada pemilik rumah itu mereka menumpang...... Dengan terjadinya peristiwa itu pihak kerajaan tidak tinggal diam. Karena keesokan paginya waktu matahari fajar belum lagi menyingsing, di saat itu tentara istana telah mengadakan penggeledahan di seluruh rumah penduduk kota raja ini, bahkan semua rumah penginapan satupun tidak ada yang lolos. Tiat To Hoat-ong yang memimpin sendiri penggeledahan dengan alasan mencari penjahat yang malam tadi menyatroni istana, telah melakukan pemeriksaan dengan ketat. Bahkan beberapa orang pemilik rumah penginapan telah ditangkap, didengar keterangannya. Semula rakyat menjadi panik dengan adanya penggeledahan yang ketat seperti itu. Namun menjelang sore hari, akhirnya penggeledahan itu selesai tanpa berhasil pihak kerajaan mencari "penjahat" Yang mereka cari itu..... Tiat To Hoat-ong gusar bukan main, dia penasaran sekali. Dengan adanya Ciu Pek Thong di kota raja, demikian juga halnya dengan Yo Him, tentunya pangeran Ghalik berada bersama mereka. Karena dari itu diam-diam Tiat To Hoat-ong juga telah menyebar jago-jagonya untuk melakukan penyelidikan di seluruh kota raja maupun di luar kota raja. Dengan demikian, Gochie Talu dan Lengky Lumi telah memimpin ratusan orang pengawal istana yang terdiri dari jago-jago yang memiliki kepandaian tidak rendah, untuk melakukan penyelidikan terus di luar Kota raja. Semua rumah penduduk telah diperiksa, bahkan tidak jarang tentara istana mempergunakan kekerasan menyiksa penghuni dari sebuah rumah, untuk memaksa mereka bicara. Tetapi sejauh itu, tetap Lengky Lumi maupun Gochin Talu masih tidak memperoleh keterangan yang diinginkannya. Pencarian terhadap Ciu Pek Thong dan yang lainnya dilakukan sampai lima hari, tanpa memperoleh hasil yang diinginkannya. Pangeran Ghalik dan rombongannya telah mengetahui perihal tindakan yang diambil oleh Tiat To Hoat-ong, yang mengerahkan jago-jagonya untuk terus menerus mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan di kota raja dan di sekitarnya. Dengan demikian, pangeran Ghalik menyadari dengan diamnya mereka di rumah, tentu mereka tidak akan aman. Mereka telah menyingkir lebih jauh lagi, beberapa lie dari kotaraja, dan menumpang di rumah penduduk di sekitar tempat itu. Bahkan, atas usul Yo Him, rombongan pangeran Ghalik ini telah dipecah menjadi tiga rombongan lagi, untuk menginap di tiga rumah penduduk yang berlainan. Menurut Yo Him, jika mereka ini menumpang hanya di sebuah rumah penduduk, dengan jumlah rombongan yang demikian besar, tentu akan menarik perhatian dari penduduk di sekitar daerah itu, disamping itu akan menimbulkan kecurigaan. Dan usul Yo Him memang diterima oleh pangeran Ghalik, di mana pangeran tersebut memecah rombongannya menjadi tiga rombongan pula, sama halnya seperti ketika mereka tengah berada di kota raja, yang memecah diri menjadi tiga rombongan.... Y Tiat To Hoat-ong sangat mendongkol dengan lolosnya Ciu Pek Thong dan Yo Him dari kepungan anak buahnya. Karena dengan lolosnya mereka, berarti Tiat To Hoat-ong kehilangan jejak lagi, sehingga dengan demikian juga dia tak mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan oleh Yo Him dan Ciu Pek Thong. Ke dua orang itu memiliki kepandaian yang tinggi luar biasa, dengan demikian membuat Tiat To Hoat-ong tidak bisa meremehkan mereka. Jika dia salah dalam perhitungannya, niscaya dirinya yang akan hancur. Namun peristiwa kedatangan Ciu Pek Thong dan Yo Him ke dalam istana, yang malam itu berhasil dipergokinya, telah membuat Tiat To Hoat-ong memperoleh suatu keuntungan yang tidak kecil! Dia telah melaporkan keesokan paginya kepada Kaisar Kublai Khan, bahwa pangeran Ghalik semalam telah mengirim dua orang kepercayaannya yang memiliki kepandaiannya tinggi untuk membunuh Kaisar! Dengan demikian dia lebih mudah memasukkan dongeng kosongnya untuk memfitnah pangeran Gbalik. Di mana Tiat To Hoat-ong juga telah menceritakan salah seorang dari ke dua calon pembunuh yang mengincar jiwa Kaisar itu terdapat seorang pemuda yang rupanya akan menjadi mantunya pangeran Ghalik, yaitu Yo Him. Bahkan diapun menceritakan bahwa Yo Him adalah puteranya Sintiauw-tay-hiap Yo Ko yang tengah dikejar-kejar jejaknya oleh kerajaan, karena Yo Ko merupakan dedengkot dari para jago-jago Tiong-goan yang pernah membantu kerajaan Song mempertahankan diri dari serangan tentara Mongolia. Dengan adanya pengakuan seperti itu, Kaisar Kublai Khan lebih dapat dikuasai oleh Tiat To Hoat-ong, di mana Kaisar ini telah mengeluarkan firman, mengumumkannya dengan disiar luaskan, bahwa pangeran Ghalik adalah seorang pemberontak yang harus ditangkap dan meminta kepada rakyat, jika mereka mengetahui di mana beradanya pangeran Ghalik, agar segera melaporkan hal itu kepada alat negara, untuk segera diadakan tindakan penangkapan terhadap pemberontakan itu. Di dalam firman Kaisar juga dijanjikan hadiah yang besar jumlahnya buat orang yang dapat menunjukkan tempat bersembunyinya pangeran Ghalik dan kaki tangannya. Firman Kaisar itu sempat membuat geger kalangan pembesar di istana, karena banyak mereka yang mengenal dengan baik benar keadaan pangeran Ghalik. Sebagai seorang pangeran yang jujur dan setia pada negara, dan juga yang semula memegang kekuasaan sangat besar. Dengan dicapnya pangeran Ghalik sebagai pemberontak, dengan demikian banyak pembesar dan panglima angkatan perang yang dipecat atau juga ditangkap, karena mereka sebelumnya merupakan bawahan dari pangeran Ghalik. Pimpinan-pimpinan terhadap angkatan perang Boan-ciu, telah mengalami banyak penggantian yang kini dikuasai oleh orangorangnya Tiat To Hoat-ong. Semua perobahan besar-besaran di dalam angkatan perang Boan-ciu itu hanya terjadi dalam beberapa bari saja. Y Selama bersembunyi di rumah penduduk di luar kota raja itu, pangeran Ghalik telah berusaha untuk bertindak lebih hati-hati lagi, di mana jika siang hari rombongan pangeran Ghalik tidak pernah keluar rumah. Dan hanya Ciu Pek Thong yang tidak bisa diam serta berandalan itu yang selalu berkeliaran saja. Tetapi mengingat bahwa dia memang memiliki ilmu yang sangat tinggi, maka hal itu tidak perlu dikuatirkan. Jika memang si Looboan-tong ini bertemu dengan lawan yang tangguh atau juga anak buahnya Tiat To Hoat-ong, tentu dia bisa menghadapinya dengan baik. Demikian juga halnya dengan Yo Him dan Sasana, karena telah berkumpul sekian lams bersama, di samping itu merekapun telah bergaul lebih intim, maka di hati masing-masing telah bersemi benih cinta kasih. Yo Him sendiri tidak bisa memungkiri, bahwa diapun menyukai gadisnya pangeran Ghalik. Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hanya yang membuat Yo Him merasa sulit, ialah gadis itu adalah puteri pangeran Ghalik, yaitu seorang pangeran Mongolia, yang sesungguhnya merupakan musuh besar dari ayahnya dan jagojago Tiong-goan lainnya. Walaupun dirinya tidak ada sangkutan apa pun juga dengan pangeran Ghalik tersebut, tokh sedikit banyak tugas yang dipikulnya, untuk menegakkan kembali kerajaan Song, menjadi tugasnya juga. Tetapi cinta telah bicara, dan benih kasih sayang telah muncul di hatinya, maka itu tidak bisa dielakkan. Di kala rembulan bersinar terang dan juga sering di malam yang indah dengan bintangbintang yang berkerlap-kerlip, pasangan muda mudi itu mengadakan pertemuan dengan mesra. Sebetulnya pangeran Ghalik mengetahui hubungan yang terjadi antara puterinya dengan Yo Him, hati kecilnya tidak menyetujuinya? Namun pangeran Ghalik juga harus dapat melihat kenyataan yang ada, bahwa ia tengah membutuhkan tenaga pemuda itu, dengan demikian membuat dia membiarkan saja. Ciu Pek Thong yang mengetahui hubungan muda mudi itu, sering menggodanya. Malam itu rembulan memancarkan sinarnya yang terang, tampak Yo Him dan Sasana tengah berjalan perlahan-lahan dengan berendeng di antara pohon-pohon di depan sebuah hutan kecil yang terletak tidak jauh dari rumah penduduk di mana mereka menumpang. Banyak yang dibicarakan oleh Yo Him dan Sasana, tentu saja hal-hal yang berhubungan dengan hubungan mereka berdua. Tetapi ketika Yo Him dan Sasana akan duduk di sebuah batu yang menonjol, dia telah mendengar suara seseorang yang tengah bercakap-cakap di dalam hutan. Yo Him segera mendekati telunjuknya di dekat bibirnya memberi isyarat agar Sasana tidak menimbulkan suara. Dengan berindap-indap mereka telah mendekati hutan itu, dan menyelinap ke dalamnya. Suara orang yang tengah bercakap-cakap itu semakin jelas terdengar, malah Yo Him dan Sasana telah dapat menangkap pembicaraan mereka. Bersama Sasana pemuda ini telah menempatkan diri di balik sebatang pohon yang cukup besar yang disampingnya terdapat gerombolan pohon bunga yang lebat. Mereka telah mendengarkan percakapan orang itu, yang rupanya lebih dari empat atau lima orang. "Sungguh aneh sekali!" Terdengar salah seorang dari orang-orang yang berkumpul di dalam hutan itu telah berkata dengan suara yang mengandung keheranan. "Inilah peristiwa yang benar-benar tidak dapat dimengerti olehku..... Menurut Ciu Tianglo, bahwa pangcu kita berada di Kwie-ciu, tetapi ketika kami menyusul ke sana justru kami telah menemukan peristiwa aneh ini, sedangkan jejak Pangcu sama sekali tidak terendus oleh kami.....!" "Kou Sie-ko, apakah yang telah kau alami di Kwie-ciu?!" Tanya orang yang lainnya. "Itulah peristiwa yang besar? Aneh! Waktu itu aku tengah menjalankan pekerjaanku, yaitu meminta belas kasihan pada orang-orang agar memberikan sisa makanannya kepadaku. Dan ketika aku berada di depan sebuah rumah makan yang memasang merek Kiu-hong-lauw, di waktu aku tengah berdiri di muka pintu rumah makan tersebut, tiba-tiba di dalam terdengar suara ributribut. "Rupanya telah terjadi pertempuran, di mana kulihat seorang lelaki setengah baya yang disebut-sebut namanya sebagai Cu Kun Hong, tengah melabrak lima atau enam orang lintah darat..... mereka itu semuanya memiliki tubuh yang tinggi besar dan muka yang bengis, mempergunakaa senjata tajam di tangan masingmasing. Namun Cu Kun Hong itu dapat menghajar mereka dengan mudah, seorang demi seorang telah dilontarkan keluar rumah makan.....!" Terdengar salah salah seorang di antara orang-orang di dalam hutan itu tertawa. "Itulah peristiwa biasa," Kata kawannya. "Benar, memang itulah peristiwa biasa saja, akupun waktu itu berpikir sama seperti kau, sama sekali hatiku tidak tertarik untuk menyaksikan keramaian itu lebih lanjut. Aku bermaksud akan pindah ke rumah makan lainnya, karena sudah terbiasa, jika di sebuah rumah makan terjadi keributan, kita jangan harap bisa memperoleh sisa makanan, karena tamu dan kuasa rumah makan tengah panik, jika aku berlama-lama di situ perutku akan lapar......! Oya aku tadi bercerita sampai di mana?!" "Orang yang bernama Cu Kun Hong itu melemparkan lawanlawannya keluar rumah makan.....," Menyahuti kawannya. "Benar! Dan waktu itu, mereka, kawanan lintah darat yang menjagoi juga daerah itu telah melarikan diri. Sedangkan Cu Kun Hong telah duduk kembali di mejanya. Namun inilah istimewanya dan anehnya peristiwa itu. Mendadak saja telah menghampiri seorang pendeta bertubuh gemuk, dengan galak dia menepuk meja Cu Kun Hong. Meja itu ringsak hancur, cawan dan mangkok hancur berantakan di lantai dan Cu Kun Hong itu, yang sebelumnya kulihat memiliki kepandaian yang tinggi, telah terlempar keluar rumah makan, terbanting di jalan dengan keras." "Apakah tenaga pendeta itu demikian hebatnya?" Tanya dua orang kawannya. "sehingga sekali tepuk saja selain menghancurkan meja itu berikut juga perabotan makan itu, juga Cu Kun Hong telah terlontarkan demikian rupa?" Orang yang tadi bercerita itu telah mengiyakan, dia juga telah berkata. "Benar, memang pendeta berkepala gunodul dan tinggi gemuk itu memiliki ilmu yang luar biasa, karena dia membuat Cu Kun Hong seperti bola saja, yang dipermainkan sekehendak hati! Begitu Cu Kun Hong berada di luar rumah makan dan hendak merangkak bangun, pendeta gemuk itu telah menghentak kaki kanannya pada bumi, maka aneh sekali, tubuh Cu Kun Hong tahutahu terlempar ke tengah udara, seperti juga dihantam oleh suatu tenaga yang kuat namun tidak tampak oleh mata." Kawan-kawan orang yang berceritakan itu jadi mengeluarkan seruan, tampaknya mereka merasa aneh dan takjub. Yo Him dan Sasana juga jadi tertarik sekali mendengar cerita seperti itu. Mereka telah mendengarkan lebih jauh. Diam-diam Yo Him juga telah berpikir di hatinya. "Hemmm, itulah tenaga lweekang yang telah sempurna, hanya dengan mempergunakan hentakan kakinya pada tanah, dia melontarkan lawannya. Waktu itu, ada seorang kawan dari orang yang bercerita itu bertanya. "Lalu bagaimana orang she Cu itu..... apakah dia tidak memberikan perlawanan?!" "Oh, dia memang berusaha untuk dapat mengendalikan dirinya, berusaha untuk mempertahankan diri, melakukan perlawanan pada pendeta itu, namun setiap kali si pendeta gemuk itu menghentakkan kakinya, tubuh Cu Kun Hong terlempar ke tengah udara. Dibanting-banting secara aneh seperti itu, tentu saja bukan saja dia jadi lemah, juga membuat Cu Kun Hong kesakitan dan kehabisan tenaga, di mana akhirnya napasnya memburu, tubuhnya di atas tanah." Waktu itu, kawan dari orang yang bercerita tersebut telah ada yang mengeluarkan seruan. "Dan yang lebih aneh lagi, waktu Cu Kun Hong numprah, pendeta gemuk itu kembali menghentakkan kakinya, maka tubuh Cu Kun Hong terpental lagi. Jika keadaan seperti itu berlangsung terus, niscaya akhirnya Cu Kun Hong akan mati sendirinya karena telah dan kehabisan tenaga, karena dia dilontarkan secara aneh seperti itu tanpa dia bisa memberikan perlawanan sama sekali. Itulah ilmu yang seperti ilmu sihir, yang dipergunakan si pendeta dengan menakjubkan sekali....." "Lalu, bagaimana nasib orang she Cu itu?!" Tanya beberapa orang itu. "Ini lebih aneh lagi! Jika memang tidak munculnya urusan ini, mungkin juga sudah tidak perlu ditawar-tawar lagi Cu Kun Hong itu akan binasa di tangan si pendeta gemuk yang tampaknya memiliki ilmu sangat tinggi dan juga menguasai ilmu gaib dan sihir......! "Justru di saat jiwa Cu Kun Hong tengah terancam, di mana dia hanya bisa numprah dan terlontar bergantian dengan muka yang pucat pias dan menderita sekali, telah muncul seorang berlengan buntung..... Menurut si pendeta yang menyebut-nyebut orang itu sebagai orang she Yo. Coba kalian duga siapakah orang berlengan tunggal itu....?!" Hati Yo Him tercekat. Dia ingin menduga kepada ayahnya, yaitu Yo Ko. Sasana yang belum pernah mendengar perihal Yo Ko hanya mendengarkan terus cerita orang itu. "Apakah orang berlengan tunggal itu Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko adanya?!" Tanya beberapa orang kawan dari orang yang tengah bercerita itu. "Tepat," Membenarkan orang yang tengah bercerita. "Dia memang Sin-tiauw-tay-hiap. Tetapi aneh sekali, benar-benar aneh! Dengan Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko aku pernah bertemu muka beberapa kali, aku telah menyaksikan tabiatnya yang benar-benar seorang lakilaki tulen, seorang Ho-han luar biasa di jaman ini. "Tapi waktu itu justru dia bukan menegur perbuatan si pendeta gemuk itu yang telah menyiksa orang yang bernama Cu Kun Hong itu, hanya berbisik-bisik dengan si pendeta gemuk, lalu bergegas ke duanya meninggalkan tempat itu..... Si pendeta gemuk itupun sama sekali tidak memperdulikan Cu Kun Hong pula, yang waktu itu masih duduk numprah tidak berdaya karena rupanya dia telah terluka di dalam......!" Mendengar cerita orang itu, bukan hanya kawan-kawan orang tersebut yang merasa heran, sedangkan Yo Him sendiri jadi heran bukan main. Dia tidak percaya ayahnya menyaksikan peristiwa yang dialami oleh Cu Kun Hong dengan sikap begitu saja, malah dengan berbisik-bisik begitu kepada si pendeta gemuk itu. Siapakah si pendeta gemuk itu, yang telah menyiksa Cu Kun Hong. Dan apa yang ingin dikerjakan oleh ayahnya? Lalu mengapa ibunya tidak turut serta? Dan juga, menurut cerita-cerita yang didengar dari ayahnya memiliki hubungan yang cukup baik dengan Cu Kun Hong, seseorang yang pernah bertemu dengan ayahnya itu beberapa kali. Maka sikap dari Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko kali ini tidaklah sangat mengherankan sekali?! Karena perasaan ingin tahunya, maka Yo Him telah mengintai orang, yang tengah berkumpul di dalam hutan itu. Mereka berjumlah enam orang. Semua berpakaian sebagai pengemis. Di punggung masing-masing membawa karung, yang lima orang, yang tengah mendengarkan cerita semuanya menggemblok empat karung, sedangkan yang tengah bercerita, seorang pengemis berusia setengah tua, menggemblok lima karung. "Hemmm, mereka adalah anggota Kay-pang.....!" Berpikir Yo Him. "Mengapa orang-orang Kay-pang bisa berkumpul di sini, apa yang ingin mereka lakukan?!" Tengah Yo Him berpikir begitu, si pengemis yang menggemblok lima karung itu telah meneruskan ceritanya, dia bilang. "Ada lagi kelanjutannya dari peristiwa aneh itu. Setelah Sin-tiauw Tai-hiap Yo Ko dan pendeta gemuk itu bergegas pergi, di saat Cu Kun Hong telah duduk bersemedi rupanya ingin membenarkan jalan pernapasannya. Waktu itu, dari arah ujung jalan lainnya telah muncul serombongan orang lainnya, yang sebagian dari mereka kukenal dengan baik! Coba kalian terka, siapa mereka?" "Kou Sie-ko, bagaimana kami bisa mengetahui siapa mereka? Bukankah kami waktu itu tidak berada di sana?" Sahut ke dua orang kawannya sambil tersenyum. "Ayolah Kou Sie-ko kau teruskan ceritamu itu, jangan kau gantung-gantung seperti.....!" Si pengemis mengangguk. yang menggemblok lima karung itu, telah "Benar juga, memang kalian tentu tidak akan mengetahuinya siapa mereka! Tetapi inilah benar-benar aneh sekali. Di antara mereka kulihat Pangcu kita, yaitu Yeh-lu Chi Pangcu, bersama isteri dan puterinya! Aku ketika melihat Pangcu, jadi girang dan hendak keluar menyambutnya. "Tetapi justru waktu itu kawan seperjalanan Pangcu, seorang yang berpakaian aneh sekali, yaitu pakaian terbuat dari kulit binatang buas dan seorang bocah lelaki berusia antara lima atau enam tahun, telah bisik-bisik juga dengan Pangcu, lalu mereka berlari680 lari menghampiri Cu Kun Hong, menanyakan sesuatu. Tampak orang yang memakai baju terbuat dari bahan kulit binatang buas itu mencengkeram dada Cu Kun Hong seperti menanyakan sesuatu, dan Cu Kun Hong telah menunjuk ke arah jalan di mana tadi, Sin-tiauw-tay-hiap dan pendeta gemuk itu pergi......" Setelah bercerita sampai di situ, Kou Sie-ko ini, si pengemis yang menggemblok lima karung telah mendehem-dehem beberapa kali. Kawan-kawannya jadi tidak sabar. "Lalu bagaimana? Teruskan ceritamu. Kou Sie-ko.....!" Desak mereka. "Sabar.....!" Menyahuti Kou Sie-ko. Yo Him sendiripun jadi tergerak hatinya. Dia segera menduga pada Swat Tocu orang yang diceritakan oleh Kou Sie-ko mengenakan baju yang terbuat dari kulit binatang buas. Tentu saja peristiwa itu memang memancing perasaan herannya. Kou Sie-ko waktu itu telah melanjutkan ceritanya lagi. "Pangcu bersama isteri dan puterinya segera mengejar ke arah di mana Sintiauw-tay-hiap dan pendeta gemuk itu tadi pergi meninggalkan tempat itu. Demikian juga dengan orang yang mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit binatang buas itu bersama si bocah telah berlari-lari menyusulnya. Tinggal Cu Kun Hong yang masih duduk bersila mengatur jalan pernapasannya. "Aku sendiri jadi tertarik bukan main, di samping itu aku bingung sekali. Aku bermaksud akan memanggil Pangcu, tetapi Pangcu berlari pesat sekali, di samping itu aku melihat di wajah Pangcu terbayang perasaan kuatir. Aku jadi menguntit terus, sedapat mungkin aku mengerahkan seluruh ginkangku, agar dapat mengikuti mereka dan tidak kehilangan jejak. "Akhirnya pangcu telah berhasil mengejar Sin-tiauw-tay-hiap dan pendeta gemuk itu. Yang mengherankan sekali Sin-tiauw-tay-hiap tengah duduk bersila di samping pintu kota, dan begitu pula halnya dengan pendeta gemuk tersebut. Mereka duduk bersila dengan mata tertutup rapat-rapat. "Pangcu bersama orang aneh berpakaian yang terbuat dari kulit binatang buas itu telah menghampiri. Mereka tampaknya menegurkan sesuatu, tetapi si pendeta gemuk itu telah membuka matanya. Dia menggerak-gerakkan sepasang tangannya, mulutnya berkemik-kemik perlahan. Dan aneh sekali! "Pangcu bersama kawannya itu, juga isteri dan puterinya serta bocah kecil itu jadi seperti manusia-manusia yang tidak berarwah lagi. Ketika si pendeta gemuk itu melompat bangun dan berkata pada mereka. "Kalian harus ikut denganku......!" Semuanya diam seperti patung. Tangan pendeta gemuk itu menepuk pundak Sin-tiauw-tay-hiap, dan Sin-tiauw-tay-hiap telah melompat berdiri, lalu berjalan mengikuti si pendeta gemuk itu. Pangcu dan yang lainnya juga mengikuti dengan gerakan tubuh yang kaku, bagaikan patung-patung hidup saja, di mana mereka telah mengikuti seperti dalam satu barisan saja.....! "Nah, sekarang coba kalian katakan, tidakkah kejadian ini merupakan peristiwa yang aneh sekali? Tentu si pendeta gemuk itu memiliki ilmu sihir, sebab dia bisa menguasai Pangcu dan kawannya itu dengan mudah, sehingga mereka begitu menurut saja apa yang diperintahkan oleh si pendeta gemuk tersebut....." Pengemis-pengemis lainnya jadi duduk mendelong saja, karena mereka tampaknya begitu takjub mendengar cerita dari kawan mereka itu, yaitu si Kou Sie-ko. Dengan demikian, merekapun tidak mengerti, apakah yang telah diceritakan oleh kawan mereka ini merupakan cerita yang sebenarnya atau memang hanya isapan jempol belaka. Karena mungkinkah seorang yang hebat dan memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya seperti Sin-tiauw-tay-hiap, tampaknya menurut cerita Kou Sie-ko, telah tunduk dan patuh pada si pendeta gemuk. Begitu juga perihal dengan Pangcu mereka, yaitu Yeh-lu Chi dan isterinya maupun puterinya Pangcu itu. Lalu kawannya Pangcu mereka yang keadaannya begitu aneh dan akhirnya semua itu telah tunduk di bawah perintah si pendeta tanpa memiliki perlawanan sedikitpun juga. Dengan demikian telah membuat kawanan pengemis memandang kawannya setengah percaya setengah tidak. itu Rupanya Kou Sie-ko itu mengetahui bahwa kawan-kawannya itu kurang mempercayai ceritanya, dia telah bilang. "Apa yang kuceritakan itu semuanya dari hal yang sebenarnya. Dan juga ini akan ada ekornya yang lebih aneh lagi..... kalian dengarkanlah baik-baik.....!" Waktu berkata sampai di situ, Kou Sie-ko tidak meneruskan ceritanya dulu, dia telah mengawasi kawan-kawannya, lalu tanyanya. "Sekarang coba kalian katakan dulu, apakah yang telah kualami itu peristiwa yang aneh atau tidak?!" Kawanan pengemis itu telah mengangguk. "Itulah aneh dan menguatirkan sekali. Mengapa Pangcu dan Pangbo serta puterinya bisa dikuasai begitu rupa tanpa perlawanan sama sekali? Bagaimana jika si pendeta gemuk itu mencelakai mereka!" Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Raja Silat Karya Chin Hung Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung