Rajawali Sakti Langit Selatan 10
Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Karya Sin Long Bagian 10
Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Karya dari Sin Long Beberapa orang anak kampung telah datang ketepi jurang itu, mengajak Yo Him untuk bermain-main. Tetapi Yo Him selalu dilanda oleh kemuraman belaka. Sampai akhirnya, suatu sore disaat Yo Him tengah duduk dibawah sebatang pohon yang tumbuh dimulut kampung itu dan menyaksikan anak-anak kampung yang bermain petak, tiba-tiba dari jurusan utara lampaulah dua orang penunggang kuda yang melarikan kuda tunggakannya dengan cepat sekali. Anak kampung yang melihat datangnya dua orang asing, telah berhenti bermain dan memandang heran kepada kedua orang penunggang kuda itu yang telah melompat turun. Kedua orang itu berpakaian sebagai tosu, imam, usia mereka diantara tiga puluhan, wajah mereka ramah, salah seorang imam itu telah mendekati Yo Him, mereka bertanya ramah; "Adik, bisakah kau memberitahukan pinto jalan yang menuju ke Kun Lun Pai ?" "Ohhh, Kun Lun Sie (kuil Kun Lun) ?" Tanya Yo Him. "Benar, tahukah engkau kearah mana jalan yang harus kami ambil ?"307 "Terus saja menuju keselatan, dan dipuncak yang ketiga itu terletak kuil keramat itu !" Menjelaskan Yo Him. Tosu itu tampak girang, bersama dengan tosu lainnya telah melompat kekuda mereka dan membalapnya kejurusan yang diberitahukan oleh Yo Him. Tidak lama kemudian tampak beberapa orang penunggang kuda lagi yang menanyakan jalan yang menuju ke Kun Lun Sie, maka hal itu telah menarik perhatian anak-anak kampung tersebut, termasuk Yo Him. Bahkan Tiang Hu, seorang anak kampung berusia sembilan tahun yang terkenal sangat nakal telah menarik ujung tangan Yo Him. "Ada apa ramai-ramai ? Tentunya dikuil Kun Lun Sie tengah diselenggarakan pesta !" Katanya. "Mungkin !" Sahut Yo Him tidak tertarik. Tetapi tidak lama kemudian telah datang beruntun puluhan penunggang kuda lainnya yang juga menanyakan jalan ke Kun Lun Sie yaitu kuil dimana pusatnya partai persilatan Kun Lun Pai. Tiang Hu jadi tambah tertarik dia telah mengajak Yo Him untuk pergi kekuil itu. "Kita melihat keramaian ....!" Ajaknya. Tetapi Yo Him menggeleng. "Kita tidak boleh pergi jauh-jauh .....Ciang Pehu (paman Ciang) melarang aku pergi jauh-jauh, karena kuatir kena dicelakai orang jahat ..!". "Hu, hu, mengapa harus takut ? Bukankah kuil Kun Lun Sie tidak jauh ? Kita bisa melihat keramaian, nanti kita segera pulang, tentu Ciang Pehumu itu tidak mengetahui.....ayo !". Dan sambil berkata begitu Tiang Hu menarik lengan baju Yo Him.308 Sebetulnya Yo Him tidak tertarik dengan ajakan kawannya ini, namun karena sejak tadi dia melihat puluhan orang yang semuanya menuju kearah Kun Lun Sie, juga dari pakaian mereka yang ketat dan memperlihatkan mereka dari rimba persilatan Yo Him jadi diliputi perasaan heran dan ingin mengetahui juga sesungguhnya apa yang hendak mereka lakukan. Terlebih lagi dia melihat, diantara rombongan itu terdapat macam-macam orang dari berbagai golongan, ada imamnya, ada hweshionya, ada gadis, ada lelaki kasar dan ada juga wanita tua... semuanya memperlihatkan sikap mereka yang berlainan dan aneh-aneh. Akhirnya Yo Him tertarik juga untuk melihatnya ketika Tiang Hu mengajaknya berulang kali. Dengan cepat kedua anak itu berlari-lari menaiki Kun Lun San. Beberapa orang anak kampung lainnya telah mencegah Yo Him, tetapi Tiang Hu telah mengawasi mendelik kearah mereka, sehingga anak kampung itu tidak berani melarang Yo Him lagi Dengan berlari-berlari Yo Him dan Tiang Hu telah tiba dimuka kuil Kun Lun Sie. Diluar kuil itu tampak banyak sekali kuda-kuda yang tertambat dan imam-imam dari kuil itu berdiri dipintu gerbang kuil tersebut, yang rupanya menjadi barisan penyambut tamu. Disaat itu Yo Him dan Tiang Hu mendekati pintu kuil untuk melihat keadaan didalam kuil yang tampaknya telah ramai oleh tamu-tamu. Suara dari tamu-tamu dikuil itu terdengar ramai sekali, disamping itu imam-imam kecil juga sibuk sekali menyediakan makanan tidak berjiwa untuk para tamu tersebut Melihat suasana seperti itu, Yo Him dengan Tiang Hu menduga pasti akan ada keramaian dikuil tersebut.309 Kedua anak itu hanya berdiri dimuka kuil tersebut, karena mereka sama sekali tidak diijinkan untuk ikut masuk. "Kita masuk dari belakang!" Bisik Tiang Hu. Tetapi lengan baju Tiang Hu telah dicekal Yo Him. "Jangan...!" Katanya dengan cepat mencegah. "Nanti kalau diketahui totiang penjaga kuil, kita bisa dimarahi !" "Mereka sedang sibuk, tentu tidak mengetahui perbuatan kita", kata Tiang Hu. Tetapi Yo Him telah menggeleng. "Jangan......aku takut". "Pengecut." "Kalau diketahui oleh totiang penjaga kuil kita bisa dihukum." "Ayo, aku yakin tidak akan diketahui! Kita bukan hendak mencuri, kita hanya ingin menyaksikan keramaian belaka." "Tidak ... aku tidak mau, pergilah kau saja aku tidak mau ikut!" Kata Yo Him sambil menggeleng. "Aku cukup menyaksikan dari sini saja" Muka Tiang Hu berobah dia membentak ; "Mengapa kau pengecut demikian? Ayo cepat, kau ikut tidak?" Yo Him diam saja. "Kalau kau tidak mau menyaksikan keramaian, mengapa tadi engkau bersedia ikut? Kalau memang tidak berani katakan saja sejak tadi agar aku bisa mengajak yang lainnya!" Yo Him jadi ragu-ragu, tetapi akhirnya karena dia melihat Tiang Hu seperti marah, dia takut kalau-kalau nanti Tiang Hu memukulnya, akhirnya Yo Him mengangguk juga.310 "Baiklah, tetapi jangan lama-lama...!" Katanya dan dia telah mengikuti Tiang Hu memutari kuil itu. untuk mengambil jalan dipintu belakang kuil. Memang seperti yang diduga oleh Tiang Hu imam-imam kuil itu tengah sibuk melayani tamu sehingga mereka tidak memperhatikan kedua anak itu. Saat itu Tiang Hu telah menarik tangan Yo Him, menyelinap kedalam kuil melewati dapur dan terus menuju keruang Thia, ruangan depan kuil itu Dipendopo tampak telah berkumpul banyak sekali orang-orang dari berbagai golongan, yang pakaiannya juga bermacam-macam. Tiang Hu mengajak Yo Him mengambil tempat sudut ruangan, dekat tirai, sehingga kehadiran mereka berdua tidak diperhatikan orang-orang yang tengah berkumpul disana. "Kita jangan terlalu lama disini", kata Yo Him dengan suara yang berbisik. "Nanti kalau diketahui totiang penjaga kuil, kita bisa celaka ... !" Tiang Hu hanya mendengus saja, dia telah berdiam diri tidak melayani bisikan Yo Him. "Pergilah kau pulang jika kau takut", akhirnya Tiang Hu telah berkata jengkel waktu Yo Him masih juga sering menarik ujung bajunya mengajak keluar. Yo Him jadi ragu-ragu. Dia menyadari jika dia meninggalkan Tiang Hu seorang diri didalam kuil ini, kalau terjadi suatu kecelakaan apa-apa tentu dia yang akan disesali. Maka akhirnya Yo Him hanya berdiam diri dengan hati yang tidak tenang. Saat itu tampaklah para imam-imam kuil tersebut mulai sibuk menyediakan minuman untuk para tamunya, suara tamu yang kian memenuhi ruangan tersebut semakin ramai saja.311 Diantara suara orang bercakap-cakap, suara tertawa, suara ber seru-seru karena tengah bercerita dengan asyik sekali, maka keadaan benar-benar sangat ramai sekali. Ketika itu diantara sibuknya para imam yang melayani, tiba-tiba terdengar suara tambur di pukul ter talu-talu. Dan keadaan disaat itu telah berobah menjadi sepi dan hening sekali, karena memang di saat itu sudah tidak terdengar lagi orang bercakap-cakap dan tidak ada pula orang yang berseru atau tertawa. Semua mata telah ditujukan kearah pintu itu yang bisa menembus keruang dalam. Semuanya duduk diam dikursinya masing-masing yang berjajar didalam ruangan itu. dan saat itu, dari balik pintu ruangan dalam tampak telah melangkah keluar tiga orang imam yang berusia lanjut, yang telah berusia diantara enam atau tujuh puluh tahun. Imam yang berjalan didepan yang memelihara jenggot panjang dan telah memutih itu, tidak lain dari Ciangbunjin Kun Lun Pai yang bergelar Ma Liang Cinjin. Sedangkan kedua tojin, dikiri kanannya yang mengiringi Ma Liang Cinjin itu adalah kedua adik seperguruannya, yang masing-masing bergelar Uh Pie Cinjin dan Tui Ho Cinjin. o0o^d!w^o0o Jilid 10 Mereka bertiga merupakan tiga tokoh dari Kun Lun Pai dan nama mereka menggetarkan rimba persilatan dengan ilmu pedang Kun Lun Kiam Hoat yang telah sempurna. Munculnya ketiga tokoh Kun Lun Pai tersebut disambut oleh semua tamu dengan sorakan memuji akan kebesaran pemimpin Kun Lun Pai tersebut.312 Sedangkan Ma Liang Cinjin telah membungkukkan tubuhnya membalas hormat semua orang itu. Dengan perlahan-lahan dan sikap yang angker dan agung, tampak Ma Liang Cinjin bertiga telah menuju ketempat yang disediakan untuk mereka, seperti sebuah mimbar berukuran tidak begitu besar. Semua tamu kemudian berdiam diri untuk memberikan kesempatan kepada Ma Liang Cinjin memberikan kata-kata sambutannya. "Sahabat-Sahabat dari rimba persilatan !" Berseru Ma Liang Cinjin dengan suaranya yang halus dan sabar, dia berkata sambil menyapu semua tamunya lalu dengan sorot mata yang lembut, namun memancarkan sinarnya yang tajam sekali, memperlihatkan bahwa lwekangnya telah sempurna. "Kami dari pihak Kun Lun Pai menyatakan terima kasih sebesar- besarnya kepada sahabat-sahabat yang telah mencapai lelah bersedia memenuhi undangan untuk ikut merayakan ulang tahun berdirinya Kun Lun Pai ditahun yang keempat ratus ini...! Sebagai pintu perguruan silat yang berusia tua, dan kebetulan disaat jatuhnya hari ulang tahun yang keempat ratus ini, justru tengah dipimpin oleh Pinto, maka alangkah baiknya jika kita bertukar pikiran mengenai ilmu silat !" Dan setelah berkata begitu tampak Ma Liang Cinjin telah memberi hormat lagi. "Dengan memberaniku diri kami bermaksud memperlihatkan kebodohan didepan sahabat-sahabat semoga tidak ditertawakan !" Dan setelah berkata begitu, tampak Ma Liang Cinjin mengibaskan tangannya, maka dua murid Kun lun Pai telah melompat kedepan mimbar membungkukkan tubuhnya, memberi hormat kepada Ciangbunjin mereka. "Kami Thio In dan Thio Bun ingin meminta petunjuk Couwsu" Kata mereka serentak.313 Kedua imam murid Kun Lun Pai Ini adalah keturunan tingkat kelima, dan itulah sebabnya dia memanggil Ma Liang Cinjin dengan sebutan Couwsu (kakek guru), karena guru mereka itu adalah Bung Hong Cinjin dari tingkat ketiga. Ma Liang Cinjin telah tertawa kecil, ramah sekali sikapnya, diapun telah berkata sabar "Nah, kini kalian perlihatkan kebodohan diantara sahabat-sahabat...... !" Dan sambil berkata begitu dia telah mengibaskan tangannya, memberikan isyarat agar kedua murid Kun Lun Pai itu mulai memperlihatkan kepandaian ilmu pedang masing- masing. Kedua murid Kun Lun Pay itu, Thio In dan Thio Bun, telah merangkapkan tangannya untuk sekali lagi memberi hormat, kemudian dengan saling berhadapan mereka telah berdiri untuk memberi hormat kepada para tamu disusul dengan kata-kata mereka; "Kami yang bodoh ingin memperlihatkan keburukan kami, harap tidak ditertawakan oleh sahabat dan cianpwe...!" Dan setelah berkata begitu. Thio In dan Thio Bun saling serang memperlihatkan ilmu pedang mereka. Luar biasa ilmu pedang yang mereka perlihatkan, karena ilmu pedang itu berkelebat-kelebat dengan cepat sekali, dengan gerakan yang ringan dan juga gesit mengancam tempat-tempat berbahaya. Itulah suatu pertunjukan permainan ilmu pedang yang luar biasa indahnya, dan setiap serangan yang mereka lancarkan itu menimbulkan angin yang dahsyat sekali. Tetapi ilmu silat yang diperlihatkan olen kedua murid Kun Lun Pay itu hanya indah dibagian luarnya saja karena mereka bersilat dengan cepat dan gesit, tetapi isinya masih kurang sempurna.314 Bagi jago-jago yang berkepandaian sedang-sedang saja memang ilmu pedang itu menimbulkan perasaan kagum, tetapi bagi jago-jago yang memiliki kepandaian sempurna, kepandaian kedua murid Kun Lun Pai tersebut masih jauh dari sempurna karena banyak bagian-bagiannya yang lemah. Sehingga telah membuat beberapa orang jago yang ikut menyaksikan ilmu pedang itu telah saling berbisik "Hanya sebegini saja ilmu pedang Kun Lun Pai". Tetapi bagi Tiang Hu dan Yo Him yang menyaksikan ilmu pedang itu, merupakan suatu kejadian yang luar biasa. Mereka melihat pedang berkelebat-kelebat dengan cepat dan tampaklah suatu pemandangan yang mendebarkan hati, karena gerakan pedang itu yang cepat sekali telah berkelebat- kelebat membuat pandangan mata mereka jadi kabur berkunang-kunang. "Akhhh... !" Berseru Ciangbunjin Kun Lun Pai akhirnya, suaranya nyaring. "Ilmu pedang Kun Lun Kiam Hoat kurang diyakini dengan baik oleh kalian, banyak kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh kalian...". Kedua murid Kun Lun itu, Thio In dan Thio Bun, jadi menghentikan gerakan pedang mereka. Keduanya membungkuk memberi hormat kepada Couwsu mereka. "Kami minta petunjuk ...!" Kata mereka dengan suara yang perlahan. "Banyak kesalahan yang kalian lakukan !" Kata Couwsu itu dengan sabar. "Kalian harus banyak melatih diri dan meminta petunjuk kepada guru kalian !" "Kami akan memperhatikan baik-baik petunjuk Couwsu", kata kedua murid Kun Lun Pai tersebut. Dan mereka sudah bersiap-siap hendak mengundurkan diri.315 Tetapi belum lagi mereka meninggalkan gelanggang pertandingan itu, justru dari arah rombongan tamu undangan dibarisan belakang, telah terdengar suara seorang berkata dengan suara yang dingin. "ilmu butut, murid butut !" Kata suara itu dengan nada yang mengejek. "Bukan main ! Bukan main ! Ilmu pedang rombengan seperti itu dipertunjukkan, sehingga membuat mata jadi sakit melihatnya". Tentu saja kata-kata seperti itu kurang ajar sekali, membuat semua orang telah terkejut dan menoleh kearah datangnya suara itu. Ma Liang Cinjin dan yang lainnya juga telah mengawasi kearah suara itu. Dari arah belakang tampak telah melompat gesit sekali sesosok tubuh ketengah gelanggang. Gerakannya itu luar biasa cepatnya dan juga ringan sekali tubuhnya, waktu kedua kakinya menyentuh lantai tidak menimbulkan suara. Semua orang mengawasi, dan mereka segera dapat melihat jelas. Orang itu bertubuh tinggi besar dan tegap sekali, dialah seorang pendeta Mongolia yang wajahnya bengis dan juga matanya bersinar tajam. Wajahnya itu memperlihatkan keangkuhan yang sangat. "Hudya Tiat To Hoat ong hendak melihat berapa tinggi kepandaian ilmu pedang Kun Lun Kiam Hoat! Bisakah Ciangbunjin memperlihatkan sendiri ilmu pedang itu dan memberi petunjuk kepada Hudya ?" Kata-Kata itu memang seperti merendah tetapi didalam kata-kata itu mengandung tantangan untuk Ma Liang Cinjin.316 Tetapi Ma Liang Cinjin sabar sekali, dia mengawasi sejenak kepada pendeta Mongol itu. "Siapakah Taisu itu ?" Akhirnya dia telah bertanya. "Pendapat Pinto, Taisu tentunya datang tanpa membawa kartu undangan ... !" Pendeta Mongoi itu yang memang tidak lain dari Tiat To Hoat ong telah tertawa mengejek. "Memang. Memang. Justru nama Kun Lun Kiam Hoat yang menarik Hudya kemari ... ! Apakah itu suatu kelancangan ?" Balik tanya Tiat To Hoat-ong. Ma Liang Cinjin telah tersenyum sabar. Segera dia mengetahui bahwa si pendeta Mongoi ini jelas datang dengan maksud untuk menimbulkan kerusuhan belaka. "Baiklah! Taisu dari pintu perguruan mana?" Tanya Ma Liang Cinjin. "Tidak perlu kau ketahui." "Mengapa begitu?" "Yang terpenting Hudya hanya datang untuk melihat sampai berapa tinggi ilmu pedang Kun Lun Kiam Hoat." "Hemmm... baiklah!" Kata Ma Liang Cinjin sambil menggerakkan tangannya, dia ingin memberikan isyarat kepada sutenya agar si adik seperguruannya itu melayani Tiat To Hoat-ong. Namun kenyataannya Tiat To Hoat-ong yang melihat itu segera juga telah berkata ; "Dan kedatangan Hudya bukan untuk melayani yang lain... maka dari itu Hudya minta agar Totiang sendiri yang melayani kami!!" Dan setelah begitu, dengan cepat sekali Tiat To Hoat ong telah mulai menggerakkan tangannya dan kedua kakinya, dia mulai berdiri dengan kuda-kudanya yang kuat, mulai bersiap untuk menerima serangan.317 Dengan sikapnya itu berarti gerakannya tersebut merupakan tantangan untuk Ma Liang Cinjin. Sebagai Ciangbunjin dari Kun Lun Pai yang memiliki nama sangat terkenal, sesungguhnya Ma Liang Cinjin tidak bisa sembarangan menerima tantangan orang, karena derajatnya yang tinggi. Tetapi karena Tiat To Hoat-ong telah menantangnya demikian rupa sehingga jika dia tidak melayaninya niscaya akan menjatuhkan nama Kun Lun Pai. Maka dari itu cepat sekali Ma Liang Cinjin berdiri dari kursi didepan mimbarnya, lalu katanya dengan suara yang sabar . "Sungguh terpaksa sekali Pinto harus memperlihatkan kebodohan Pinto !" Katanya kemudian. Dan setelah berkata begitu Ma Liang Cinjin melonpat ketengah gelanggang. Sesungguhnya kedua sute dari Ma Liang Cinjin hendak mencegah Ciangbunjin mereka turun tangan sendiri, tetapi sudah terlambat, Ma Liang Cinjin telah berhadapan dengan Tiat To Hoat-ong. "Hahaha !" Tertawa Tiat To Hoat-ong dengan suara yang nyaring sekali. "Bukankah Totiang mengadakan pertemuan ini justru ingin memperkenalkan kepada orang-orang rimba persilatan, bahwa ilmu pedang Kun Lun Pai memiliki kepandaian yang hebat sekali" Disaat itu tampak Ma Liang Cinjin juga sudah tidak mengambil sikap yang segan-segan lagi, karena dia menyadari bahwa tamu tidak diundang ini memang sengaja datang untuk menimbulkan kerusuhan belaka. Cepat sekali diapun telah merangkapkan sepasang tangannya, dia telah melancarkan serangan pembukaan sebagai tanda hormat.318 Tetapi Tiat To Hoat ong berdiam diri saja dia tidak berkelit atau menangkis. Karena serangan yang dilancarkan oleh Ma Liang Cinjin memang merupakan jurus pembukaan, dengan sendirinya hal itu merupakan serangan yang tidak sungguh-sungguh dan juga telah menyebabkan serangan tersebut jatuh ditempat kosong. Namun dengan cepat sekali Tiat To Hoat ong tidak ingin membuang waktu, dia juga telah mengibaskan lengan jubahnya sebagai serangan pembukaan. Keduanya melompat mundur dan mulailah piebu, adu kepandaian itu dibuka. Tangan kanan Ma Liang Cinjin meraba kepunggungnya, mencekal gagang pedang. Gerakannya itu sabar dan tenang sekali, dan ketika pedangnya dicabut maka sinar yang berkilauan terlihat menerangi sekitar tempat itu. Itulah pedang mustika. Sedangkan Tiat To Hoat-ong tertawa dengan suaranya yang tidak sedap didengar. Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Karya Sin Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Cabutlah senjata Taisu !" Kata Ma Liang Cinjin yang sudah tidak ingin banyak bicara. Tiat To Hoat-ong menggelengkan kepalanya. "Sesungguhnya Hudya biasa mempergunakan golok, tetapi biarlah untuk menghadapi Kun Lun Kiamhoat yang hebat, Hudya akan mempergunakan kedua tangan ini saja untuk menyambutinya!" Bukan main mendongkol dan murkanya murid-murid dari Kun Lun Pai, karena mereka merasa Ciangbunjin mereka diremehkan dan dihina. Tetapi justru Ma Liang Cinjin membawa sikap yang tenang sekali, dia telah tersenyum.319 "Memang terkadang senjata tajam kalah hebat dengan kedua telapak tangan manusia !" Katanya sabar. "Nah, ,Taisu, terimalah serangan Pinto ...... inilah kebodohan yang selayaknya ditertawakan." Dan membarengi dengan perkataannya itu tampak Ma Liang Cinjin menggerakkan pedangnya, dia telah menikam lurus-lurus kearah dada Tiat To Hoat-ong yang saat itu berdiri dengan sepasang kaki agak tertekuk, Tentu saja hal itu telah membuat semua orang jadi terkejut karena cara menyerang Ma Liang Cinjin akan membahayakan diri Ma Liang Cinjm sendiri, sebab dengan cara menyerang seperti itu, berarti Ma Liang Cinjin membuka bagian lowong didirinya. Sedangkan Tiat To Hoat Ong yang melihat serangan tiba, dia mandekkan tubuhnya dengan kaki tetap tertekuk dia telah melancarkan serangan membalas dengan telapak tangannya yang menyampok dari samping. Angin sampokan tangan Tiat To Hoat-ong ternyata bukan main kuatnya. Angin serangan itu justru telah menyampok miring pedang Ma Liang Cinjin. Keruan saja Ma Liang Cinjin jadi terkejut sekali. dia Sampai mengeluarkan seruan tertahan. Hebat luar biasa tampak Tiat To Hoat ong bukan hanya melancarkan serangan dengan sampokan saja, dia juga telah meluncurkan tangan kirinya mengancam kearah kepala Ma Liang Cinjin. Tentu saja Ma Liang Cinjin tidak bisa tinggal diam. cepat sekali dia telah menarik pulang pedangnya. Dia juga menarik pulang pedangnya bukan untuk mengelakan serangan Tiat To Hoat-ong, melainkan telah membarengi untuk melancarkan serangan lagi.320 Gerakan itu luar biasa hebatnya, karena ujung pedang itu digetarkan sehingga mata pedang seperti juga telah menyambar kebeberapa bagian ditubuh Tiat To Hoat ong bagian yang semuanya berbahaya dan bisa mematikan. Tetapi pendeta Mongol Tiat To Hoat-ong seperti tidak memandang sebelah mata ilmu pedang Kun Lun, dia telah mengeluarkan suara tertawa yang nyaring, mengempos semangatnya di dadanya, dan dia telah berdiri tegak menantikan serangan tiba, kemudian disambutnya ujung pedang itu dengan dadanya. Semua orang terkejut, bahkan ada yang telah mengeluarkan seruan karena kaget. Dan disaat itulah dalam keadaan yang cukup menegangkan ketika mata pedang menyentuh kulit dada dari Tiat To Hoat- ong, namun anehnya mata pedang tidak bisa menikam masuk kulit tubuh itu melainkan telah melejit. Membarengi disaat Ma Liang Cinjin tengah kaget, maka Tiat To Hoat-ong telah melancarkan pukulan lurus dengan telapak tangannya. "Bukkk!" Ma Liang Cinjin tidak sempat mengelakkan diri dan tubuhnya jadi terhuyung dengan pucat. Sebagai seorang Ciangbunjin dari sebuah partai persilatan ternama seperti Kun Lun Pai sampai terserang seperti itu, sesungguhnya benar-benar merupakan urusan yang luar biasa dan mengherankan juga. Tiat To Hoat ong telah tertawa bergelak-gelak keras sekali, dia telah melancarkan beruntun tiga kali serangan lagi, pukulan telapak tangannya menimbulkan angin serangan sekuat runtuhnya gunung. Tentu saja Ma Liang Cinjin tidak berani berlaku lambat, dengan tidak berayal lagi dia telah memutar pedangnya itu dengan cepat seperti juga titiran.321 Diantara suara deru angin itu, tampak Ma Liang Cinjin juga mengempos semangat dan tenaga dalamnya, sehingga angin serangan pedangnya selain mengincar bagian-bagian yang mematikan dari jalan darah ditubuh Tiat To Hoat ong. juga mengandung kekuatan tenaga yang dahsyat, yang dapat menindih serangan tenaga dari Tiat To Hoat-ong. Kenyataan seperti ini telah mengejutkan Tiat To Hoat ong juga, dia sampai mundur dua langkah dan berobah cara bertempurnya. Dengan gerakan yang cepat sekali, silih berganti kedua tangannya itu telah melancarkan pukulan yang dahsyat dan mematikan, semakin lama semakin kuat dan mengurung tenaga serta pedang Ma Liang Cinjin. Tentu saja Ma Liang Cinjin jadi terkejut dan mengucurkan keringat dingin. Dia merasakan tenaga Tiat To Hoat ong seperti juga menghisap tenaganya, semakin lama tenaga Ma Liang Cinjin semakin tersedot. Ma Liang Cinjin mati-matian telah berusaha untuk meloloskan pedangnya itu dari libatan tenaga dalam si pendeta Mongol. Berulang kali Tiat To Hoat-ong telah mengeluarkan suara tertawa bergelak, dan berulang kali pula dia melancarkan serangan yang semakin lama semakin hebat, yang memaksa Ma Liang Cinjin akhirnya hanya dapat bertempur dengan main kelit dan main mundur. Murid-Murid Kun Lun Pai yang melihat keadaan Ciangbunjin mereka, semuanya jadi berkuatir sekali. Disaat itulah dengan cepat sekali Ma Liang Cinjin memutar dan menghentak pedangnya dengan mempergunakan jurus kesembilan belas dari Kun Lun Kiam Hoat, dengan menggetarkan pedangnya tampak Ma Liang Cinjin telah322 menjejakkan kakinya, untuk melompat kebelakang menjauhi diri dari lawannya. Tetapi Tiat To Hoat-ong tidak ingin memberikan kesempatan kepadanya Dia telah melancarkan serangan dalam bentuk pukulan yang kuat sekali. Dan serangannya itu telah menghantam pinggul Ma Liang Cinjin, sehingga tulang pinggul dari Ciangbunjin Kun Lun Pai itu menjadi remuk dan tubuhnya terhuyung tidak bisa berdiri tetap. Uh Pie Cinjin dan Tui Ho Cinjin, kedua sute dari Ma Liang Cinjin jadi terkejut sekali, muka mereka jadi berobah pucat seketika. Dan mereka telah melompat untuk melindungi kakak seperguruan mereka. Gerakan mereka itu sangat cepatnya, dan bertepatan disaat Tiat To Hoat-ong melancarkan serangan berikutnya kepada Ciangbunjin Kun Lun Pai tersebut. Gerakan mereka itu telah menolong Ma Liang Cinjin dari kematian, karena serangan Tiat To Hoat-ong telah berhasil ditangkisnya. "Bukk!" Tubuh Uh Pie dan Tui Ho Cinjin berhasil digempur Tiat To Hoat ong sampai terpental. Tetapi kedua sute Ma Liang Cinjin dengan cepat telah melompat dan melancarkan serangan lagi kepada Tiat To Hoat ong. guna melindungi Ciangbunjin mereka. Saat itu beberapa orang murid kepala Kun Lun Pai lainnya telah menyerbu untuk mengepung Tiat To Hoat-ong, sambil beberapa orang melindungi Ma Liang Cinjin, yang akan dibawanya kedalam. Namun Tiat To Hoat-ong rupanya bertindak tidak tanggung-tanggung.323 Dengan cepat sekali tangannya telah menjambret baju dari kedua murid kepala Kun Lun yang berada terdekat dengannya dan melemparkannya. Setelah itu dengan ujung jubahnya yang panjang, tampak Tiat To Hoat ong telah mengibas, sehingga dua orang murid Kun Lun lainnya telah terlempar dan terbanting. Dengan Caranya itu Tiat To Hoat Ong seperti mengamuk ingin membuka kepungan lawannya Dan memang dia telah menimbulkan perasaan jeri dihati murid-murid Kun Lun tersebut. Gerakan yang mereka lakukan itu memang merupakan gerakan yang dahsyat, tetapi menghadapi Tiat To Hoat ong yang memiliki kepandaian yang telah sempurna dan juga tenaga yang kuat, mau tidak mau murid-murid Kun Lun Pai yang berjumlah banyak itu tidak berdaya. Begitu juga Tui Ho Cinjin maupun Uh Pie Cinjin, kedua tojin yang liehay itu tampaknya jadi tidak berdaya menghadapi pendeta Mongol yang luar biasa ini. Dalam sekejap mata saja pertempuran hebat telah terjadi ditempat itu. Sedangkan Tui Ho Cinjin telah berhasil di hajar dadanya, sampai imam itu meringkuk dilantai dengan memuntahkan darah segar. Dalam melancarkan serangannya Tiat To Hoat-ong sama sekali tidak mau berlaku lunak !. Setiap pukulannya tentu mengandung tenaga menggempur yang bisa mematikan. Maka tidak mengherankan ketika dia telah melancarkan serangan yang bertubi-tubi dan juga serangan itu datangnya bagaikan angin badai, telah membuat murid-murid Kun Lun Pai tidak berani mendekatinya. Saat itu dengan nekad Uh Pie324 Cinjin telah mengeluarkan teriakan yang nyaring, dia telah memutar pedangnya menyerbu kearah Tiat To Hoat-ong. Maksud imam ini adalah untuk mengadu jiwa dengan Tiat To Hoat ong agar binasa bersama. Tetapi hasrat hatinya itu tidak kesampaian. Hal itu disebabkan Tiat To Hoat ong liehay sekali, dia sama sekali tidak bermaksud untuk mengelakkan serangan lawannya, dia menerima tikaman dari si imam tetapi ujung pedang itu telah melejit tidak berhasil menembus kulitnya yang licin dan kebal itu. Mempergunakan kesempatan disaat Uh Pie Cinjin tengah terkejut begitu, disaat itulah Tiat To Hoat ong telah melancarkan pukulan dahsyat dengan telapak tangannya. "Bukkkl" Batok kepala iman itu telah berhasil dipukulnya dengan jitu sekali. Tanpa sempat menjerit lagi tubuh Uh Pie Cinjin menggeletak dilantai. Napasnya juga telah putus...! Semua murid Kun Lun lainnya jadi panik, mereka telah menyerbu dengan nekad dan gusar mengepung Tiat To Hoat- ong. Saat itu Tiat To Hoat-ong telah mengeluarkan suara siulan yang nyaring, maka dari arah belakang barisan tamu, melompat beberapa sosok tubuh. Ternyata yang melompat muncul tidak lain dari Chiluon, Talengkie dan Turkichi. Mereka telah ikut mengamuk. Kepandaian ketiga orang Mongoi inipun hanya berada satu tingkat, dibawah Tiat To Hoat-ong. maka tidaklah mengherankan jika mereka dengan cepat telah berhasil325 merubuhkan murid Kun Lun Pai, Gerakan yang mereka lakukan juga selalu mendatangkan korban. Murid-Murid Kun Lun Pai yang melihat kehebatan ketiga orang itu jadi menggidik. Walaupun bagaimana mereka memang merasa sangat jeri dan takut berurusan dengan ke empat orang yang berkepandaian sempurna itu. Mereka telah melihatnya bahwa kepandaian yang mereka miliki tidak mungkin dapat menandingi kepandaian empat orang Mongol itu. Tetapi Tiat To Hoat-ong berempat terus juga mengamuk menghantam kesana kemari. Tampaknya keempat orang Mongol itu memang sengaja tidak ingin melepaskan seorangpun murid Kun Lun terlolos dari kematian. Disaat itu dengan kecepatan bagaikan kilat, Talengkie berulang kali menggerakkan tangannya. Paku-Paku beracunnya telah berhamburan membinasakan belasan orang tamu. Keruan saja tamu-tamu yang merupakan jago-jago dari berbagai pintu perguruan silat itu jadi panik dan kalut. Dengan cepat beberapa orang diantara mereka telah menerjang maju untuk membantu pihak tuan rumah. Tetapi bantuan mereka itu rupanya sama sekali tidak memberikan hasil. Dengan mudah sekali Tiat To Hoat-ong telah melakukan serangan yang selalu membinasakan lawannya. Jago-Jago yang lainnya disamping jeri juga sangat gusar sekali melihat sepak terjang Tiat To Hoat-ong berempat dengan kawannya.326 Ramai-Ramai mereka telah melompat kegelanggang pertempuran, mereka telah melancarkan serangan dengan serentak untuk mengeroyok pendeta Mongol ini. Tetapi Tiat To Hoat ong dan keempat kawannya itu tangguh sekali, mereka telah membinasakan satu persatu lawannya, sehingga didalam waktu yang sangat singkat sekali puluhan jiwa telab melayang. Dan sisanya telah cepat-cepat memutar tubuh melarikan diri untuk meloloskan diri dari kematian. Tiat To Hoat-ong telah tertawa bergelak-gelak puas. Saat itu mayat-mayat melintang tidak keruan di lantai, keadaan sangat mengerikan sekali. Di-ruangan tersebut yang masih segar dan hidup hanyalah Tiat To Hoat-ong berempat, tidak terlihat orang lainnya. Tiang Hu dan Yo Him yang bersembunyi dibalik tirai, lagi menggigil keras ketakutan. "Tadi... tadi telah kukatakan, agar kita jangan kemari !" Bisik Yo Him ketakutan. "Kau lihat, iblis-iblis itu menakutkan sekati !" Tiang Hu tidak bisa menyahuti, dia hanya berdiam diri belaka. Ketakutan yang meliputi hati Tiang Hu bukan main hebatnya, sampai anak ini tidak bisa mengeluarkan perkataan. Dilihatnya betapa mayat-mayat itu melintang tidak keruan dan mengerikan sekali. Saat itu keadaan sepi sekali. Tetapi mata Tiat To Hoat-ong yang tajam telah melihat tirai yang ber-goyang itu. Cepat-cepat dia telah menghampirinya, sekali hantam tirai itu tersingkap dan dua sosok tubuh kecil menggelinding keluar.327 Tentu Saja saking ketakutan Tiang Hu telah menangis dan berlutut meminta ampun. Sedangkan Yo Him hanya diam memandang dengan sinar mata ketakutan, tetapi dia tidak berlutut seperti yang dilakukan oleh Tiang Hu. "Ihh !" Berseru pendeta Mongol itu karena terkejut dan heran melihat kedua anak itu, Talengkie telah melompat maju, dia mencengkeram baju Yo Him dan Tiang Hu. Diangkatnya tubuh kedua anak itu, lalu dibantingnya dengan keras keatas lantai sehingga menimbulkan suara gedebukan yang keras. Mata Yo Him dan Tiang Hu jadi berkunang-kunang dan kepala mereka pusing, disamping itu mereka juga menderita kesakitan yang sangat hebat. Tiang Hu yang sangat ketakutan, telah menangis sambil sesambatan meminta ampun. Sedangkan Yo Him hanya merintih perlahan karena dia menderita kesakitan yang sangat. "Siapa kau ?" Bentak Talengkie dengan suara yang bengis. "Mengapa kalian berada disini?" "Kami ... kami ingin menyaksikan keramaian" Kata Tiang Hu dengan suara yang parau antara isak tangisnya. Tetapi berbeda dengan Tiang Hu, Yo Him telah memutar otak sejak tadi dan kini dia telah memperoleh pikiran yang dianggapnya baik. Maka dari itu. dia telah berkata lantang "Kami datang untuk mengambil sisa makanan karena ditempat ini tengah diadakan keramaian, tidak kami sangka ...tidak kami sangka justru adanya peristiwa seperti ini ..."328 "Hmm .....kalian dua pengemis cilik rupanya?" Bentak Talengkie. "Benar." "Cepat menggelinding pergi?" Bentak Talengkie dengan suara yang bengis. Tentu saja hal itu menggirangkan hati Yo Him dan Tiang Hu mereka cepat-cepat melangkah untuk pergi meninggalkan tempat yang menyeramkan itu. "Tahan !", bentak Tiat To Hoat-ong, Tentu saja kedua anak itu jadi ketakutan mereka menahan langkah kaki mereka tidak berani bertindak terus. Yo Him telah menoleh, tanyanya dengan ragu-ragu. "Ada.. ada apa lagi, Taisu?" Suaranya dibuat setenang mungkin. Mata Tiat To Hoat ong bersinar tajam. Berbeda dengan Talengkie, yang berhasil ditipu oleh Yo Him, tetapi Tiat To Hoat-ong yang cerdik itu telah memperhatikan kedua anak itu dalam-dalam. Dia telah melihatnya bahwa kedua anak ini tidak mungkin dua orang pengemis kecil. Maka timbullah kecurigaannya. Dia telah melihat pakaian Yo Him dan Tiang Hu bersih dan juga tidak ada tambalannya, maka tidak mungkin Yo Him dan Tiang Bu ini dua anak pengemis. Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Karya Sin Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tetapi, jika bukan pengemis, lalu mengapa kedua anak tersebut bisa berada di tempat ini? Itulah sebabnya Tiat To Hoat-ong bermaksud ingin menyelidikinya. "Kalian bicara terus terang, sesungguhnya siapa kalian berdua?" Bentak Tiat To Hoat-ong dengan suara yang bengis sekali. "Kami..kami memang pengemis kecil di kampung ini!" Menyahuti Yo Him dengan suara agak tergetar, karena dia329 ketakutan melihat sinar mata Tiat To Hoat-ong yang tajam dan menyeramkan itu. "Hemm, jika engkau masih tidak ingin bicara terus terang, biarlah kami akan membunuh kalian juga?" Mengancam Tiat To Hoat-ong sambil melangkah maju. Semula Yo Him ingin berkeras dengan dustanya itu, bahwa mereka adalah dua orang pengemis kecil, dia yakin jika mereka tetap mengakui diri mereka sebagai pengemis kecil tentu mereka akan dibebaskan. Tetapi siapa sangka karena ketakutan bukan main melihat ancaman Tiat To Hoat-ong, dengan tubuh yang menggigil keras Tiang Hu telah berlutut sambil meng angguk-anggukkan kepalanya sampai keningnya itu telah menghantam lantai berulang kali. "Ampun Taisu..kawanku tadi memang telah berbohong. kami memang bukan pengemis kami hanya dua orang anak penduduk kampung dibawah kaki gunung ini...kami ....kami...kami," Tiat To Hoat-ong telah tertawa dingin. "Kami, kami, kenapa ?" Bentaknya dengan suara yang semakin bengis saja. "Kami hanya ingin menyaksikan keramaian ...!" Kata Tiang Hu sambil menangis. Tiat To Hoat ong telah mendelik kepada Yo Him. "Hemm, engkau kecil-kecil sudah pandai berbohong !" Bentaknya. "Baiklah, kami akan memberikan sedikit pelajaran kepada kalian !". Tentu saja Yo Him dan Tiang Hu jadi ketakutan sekali. Tubuh mereka menggigil keras, namun belum lagi mereka mengetahui apa-apa telah berkelebat bayangan hitam, tahu- tahu punggung mereka sakit dan tubuh mereka menjadi ringan seperti melayang.330 Ternyata Tiat To Hoat ong telah mencengkeram punggung kedua anak itu. Kemudian dengan keras dia telah melemparnya keluar kuil. Tidak mengherankan jika Yo Him dan Tiang Hu terbanting keras diatas tanah, bahkan Tiang Hu telah menghantam batu kerikil dengan kuningnya, membuat kening anak itu jadi berlumuran darah... Dengan merangkak, tanpa berani menoleh lagi Yo Him dan Tiang Hu segera berlari menuruni gunung itu, mereka berlari untuk pulang. Tiat To Hoat ong tertawa gelak-gelak dengan suara yang keras sekali. Dan disaat itu Chiluon, Talengkie dan Turkichi telah mengajak Tiat To Hoat ong untuk berlalu. "Kita telah melaksanakan tugas kita dengan baik ! Hari ini kita telah membinasakan lebih seratus jago-jago silat Tionggoan ! Untuk selanjutnya pihak Kun Lun Pai tidak bisa mengangkat nama mereka" Berkata Tiat To Hoat ong dengan suara yang angkuh. "Benar" Menyahuti Chiluon. "Dan berarti berkurangnya tenaga jago didaratan Tionggoan ! Seperti perintah Khan yang agung, kita harus berusaha sebanyak mungkin membinasakan jago-jago daratan Tionggoan, disamping untuk membuktikan bahwa jago-jago Mongolia tidak ada tandingannya, juga untuk mempersedikit jago-jago yang membantu pemerintahan Song, sehingga jika kelak Khan yang agung itu menerjang kedaratan Tiong goan, tentu tidak akan menemui rintangan lagi !" Dan keempat orang jago Mongol itu telah tertawa keras sekali, tampaknya mereka puas bukan main. Suara tertawa mereka keras sekali menggetarkan tempat itu, lalu dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh mereka, jago-jago Mongol itu telah meninggalkan tempat tersebut.331 000odw^kzo000 YO HIM dan Tiang Hu yang berlari-lari ketakutan, akhirnya telah tiba dirumah masing-masing, Ciang Pehunya yang mengambil Yo Him sebagai anak angkatnya, jadi kaget sekali melihat Yo Him ketakutan seperti itu. "Ada apa?" Tanya Ciang Pehu tersebut. Dengan hati masih tergoncang hebat dan menahan perasaan sakit, Yo Him telah menceritakan pengalamannya. Sedangkan Tiang Hu juga telah mengejutkan ibu dan ayahnya dengan keadaan seperti itu. Sambil membersihkan darah yang mengucur deras dari keningnya, kedua orang tua Tiang Hu menanyakan sebab- sebabnya putera mereka bisa babak belur begitu. Sambil terus menangis, Tiang Hu telah menceritakan pengalamannya. Tentu saja kedua orang tuanya jadi terkejut bukan main. Mereka memang merupakan penduduk lama dikampung ini, maka dari itu mereka pun mengetahui jelas bahwa Kun Lun Pai merupakan sebuah pintu perguruan silat yang luar biasa hebatnya, dengan sendirinya pintu perguruan silat itupun merupakan tempat pemujaan yang disegani oleh penduduk kampung di sekitar gunung Kun Lun San tersebut. Kini mereka mendengar pendeta-pendeta dari kuil itu telah dibinasakan orang asing, bahkan jumlah korban meliputi ratusan jiwa, keruan saja telah membuat merekapun jadi ketakutan dan berulang kali memuji akan kebesaran Thian untuk meminta berkah dan perlindungan terhadap keselamatan keluarga mereka.332 Dan setelah dua hari, barulah orang-orang kampung yang telah digemparkan oleh peristiwa itu berani naik keatas gunung, untuk mendatangi kuil Kun Lun Sie. Dan mereka jadi berdiri dengan hati tergoncang keras diliputi ketakutan, karena dari jauh mereka telah mencium bau busuk dari mayat dan amisnya darah tersiar dari kuil itu. Beberapa orang penduduk kampung yang memiliki nyali agak besar telah memberanikan diri untuk melihat kedalam kuil itu, mereka melihat mayat-mayat yang malang melintang. Maka dari itu mereka jadi menghela napas, karena didalam kuil tidak terlihat seorang imam pun juga. Semuanya hanya mayat-mayat yang mengerikan sekali, dengan tubuh yang rusak dan darah yang menggenang serta telah membeku menyiarkan bau busuk dan amis. Setelah melihat disekitar tempat itu tidak ada orang Mongol yang disebut-sebut oleh Yo Him dan Tiang Hu, merekapun mengumpulkan mayat sambil menggali tanah untuk mengubur korban-korban itu. Peristiwa itu tentu saja merupakan peristiwa yang pertama kali terjadi menimpa perguruan silat Kun Lun Pai. Dan penduduk kampung itu, untuk satu tahun lebih tidak berani naik keatas gunung, mereka takut diganggu oleh setan- setan penasaran. Yo Him setelah mengalami peristiwa seperti itu, kini jadi sering melamun karena walaupun bagaimana dia telah terpengaruh oleh peristiwa tersebut, yang tentunya memberikan bayang-bayang yang tidak menggembirakan hatinya. Dia telah melihat betapa jiwa manusia di bunuh seperti juga tidak ada harganya, bagaikan jiwa kecoa, dan juga disamping itu walaupun dia masih berusia kecil dia cerdik333 sekali, maka Yo Him berpikir jauh sekali yaitu dia perbandingkan peristiwa tersebut dengan Ilmu silat. Tentunya korban-korban itu. yaitu peristiwa dari terjadinya pertempuran tersebut, berawal pangkal dari ilmu silat. Kalau mereka tidak mengerti ilmu silat jelas mereka tidak akan memperoleh bencana seperti itu . Dan Yo Him jadi tidak menyukai ilmu silat ... dia berpikir didalam hatinya yang masih polos dan suci itu bahwa dia untuk selama-selamanya tidak ingin mempelajari ilmu silat. Tetapi walaupun bagaimana kepandaian seperti ini telah membuat Yo Him tergempur jiwanya, suatu gempuran yang tidak kecil. Dia telah menyaksikan betapa manusia yang dibunuh- bunuhi seperti juga menjagal hewan dan darah telah berhamburan. Pembunuhan itu bukan terjadi didiri seorang atau dua orang manusia, melainkan ratusan jiwa ... maka se tidak-nya telab merusak jiwa anak ini. Ciang Pehunya yang melihat Yo Him akhir-akhir ini sering melamun begitu, jadi menguatirkan sekali kesehatannya, dia sering memberikan nasehat-nasehatnya. Yo Him sering menyatakan kepada Ciang Pehunya, bahwa dia ingin pergi kesebuah tempat yang jauh ... jauh sekali .. Betapa sedihnya Ciang Pehunya itu karena dia sangat menyayangi Yo Him sama seperti putera kandung mereka sendiri. Lebih-Lebih Ciang Pebo, isteri Ciang Pehunya Yo Him, telah menangis selama dua hari dua malam mereka kuatir kalau- kalau anak angkat mereka itu akan benar-benar membuktikan perkataannya, yaitu pergi jauh meninggalkan mereka... o0o^d!w^o0o334 MALAM itu sepi dan sunyi sekali, dan hanya terdengar suara binatang malam yang berdendang, sedangkan Yo Him terlentang di pembaringannya tanpa bisa memejamkan matanya. Dia telah melihatnya, betapa manusia hidup didalam dunia seperti juga tengah membawakan peranan diatas panggung sandiwara, bisa hidup gembira, bisa menderita, dan bisa mati disetiap saat. Maka didalam usia yang sedemikian kecil, ternyata Yo Him telah dirasuki oleh berbagai pikiran yang tidak-tidak, yang telah merusak jiwanya sendiri. Entah mengapa Yo Him juga jadi membenci sekelilingnya, membenci dirinya membenci juga ketidak mampuannya. Waktu dia melihat imam-imam dari Kun Lun Pai itu dibinasakan oleh Tiat To Hoat-ong dan kawan-kawannya, sesungguhnya hatinya penasaran dan marah sekali, dia ingin sekali untuk membantui. Namun justru dia tidak memiliki kepandaian apa-apa, diapun masih kecil dan tidak memiliki tenaga, dan disamping itu diapun dalam ketakutan yang sangat hebat, maka apa yang bisa dilakukannya? Diam-diam Yo Him jadi mengutuki dirinya sendiri yang tidak punya guna, yang hanya bisa menyaksikan betapa manusia telah dijagal begitu rupa oleh jago-jago Mongol. Didalam jiwanya yang masih belum bisa menentukan sesuatu apapun itu, dia telah merasakan bahwa dirinya harus pergi merantau, dia tidak dapat hidup terus menerus disebuah perkampungan kecil itu. Berbagai ingatan segera muncul mengganggu hatinya, dia teringat kepada Sintiauw, burung rajawali yang sangat sayang kepadanya, yang telah merawatnya sejak bayi. sampai dia berusia tujuh tahun, dan dia teringat juga kepada Ciang Pehu dan Ciang Pebonya yang telah melimpahkan kasih sayangnya335 untuk dia. maka dari itu kini jika dia pergi meninggalkan Ciang Pehu dan Pebonya itu, dia pun tidak tega. Tetapi Yo Him sudah tidak bisa menahan keinginan hatinya untuk pergi merantau. Dia telah membuka pintu kamarnya, dilihatnya pintu kamar Pehu dan Pebonya tertutup rapat. Cepat-cepat dan hati-hati Yo Him membereskan beberapa potong bajunya, lalu dibuntalnya menjadi satu. Berindap-indap dia telah keluar dari kamarnya, membuka pintu luar, dia telah melangkah ketaman dari rumah tersebut. Tetapi waktu Yo Him ingin membuka pintu taman itu, tahu- tahu dibelakangnya ada orang yang menegur halus. "Him jie (anak Him) malam-malam seperti ini kau hendak pergi kemana?"336 Yo Him terkejut, dia menoleh pada Ciang Pehunya berdiri dihadapannya dengan muka yang muram. Cepat-cepat Yo Him menjatuhkan dirinya berlutut dihadapan Ciang Pehunya itu dengan hati yang sedih. Dia menceritakan keinginannya untuk pergi merantau, karena dia ingin mencari pengalaman. Ciang Pehunya jadi berduka sekali, mukanya jadi tambah muram. Dengan sabar dia telah membangunkan Yo Him dari berlututnya, diusap-usap rambut anak itu. "Dengarlah Himjie, kami sangat sayang kepadamu," Kata Ciang Pehunya itu. "Kau masih terlalu kecil, belum ada yang bisa kau lakukan... ! Jika memang kau ingin merantau guna mencari pengalaman, kami tentu akan melepaskan dan mengizinkannya asalkan kau telah dewasa, tetapi sekarang? Usiamu masih terlampau kecil dan kami kuatirkan kau akan mengalami bencana !." Yo Him menggeleng lemah. "Memang Himjie anak yang Put-hauw Put gie (tidak berbakti dan tidak berbudi), sehingga melupakan kebaikan Pehu dan Pebo.... tetapi Him jie tentu akan menengoki Pehu dan Pebo." "Apakah perlakuan kami kurang baik?" Tanya Pehu itu dengan suara yang sabar. "Apakah ada perlakuan kami yang melukai perasaanmu sehingga kau ingin pergi meninggalkan kami?" Ditanya begitu, Yo Him cepat-cepat menggeleng sambil mengucurkan air mata, dia telah memeluk Pehunya itu. "Bukan ! Bukan Pehu, kalian baik sekali terlalu baik," Kata Yo Him kemudian. "Justru disebabkan sikap kalian yang terlampau baik. membuat Himjie tidak dapat menerimanya, Him jie malu menerima budi Pehu dan Pebo terus menerus .... biarlah Himjie pergi merantau, jika kelak Himjie telah berhasil menjadi manusia maka Himjie akan datang kemari untuk337 mencari Pehu dan Pebo gura membalas budi kalian yang besar....!" Ciang Pehu itu menghela napas dalam-dalam, kemudian berkata. "Baiklah! rupanya ada sesuatu persoalan yang tidak ingin kau katakan dan tetap kau sembunyikan !" Ciang Pehu itu berkata demikian, karena dia melihat Yo Him seperti menyembunyikan suatu rahasia. Sedangkan dugaan Ciang Pehu itu memang tepat, karena Yo Him tengah digeluti oleh semacam perasaan, dimana dia sering diganggu oleh pertanyaan . "Siapa ayah ? Siapa ibu ?" Dan pertanyaan seperti itu mengganggu sekali hatinya. Dia sering berpikir . "Ayahku atau ibuku tidak pernah ku lihat....apapun tidak kuketahui tentang mereka, Siapa ayahku ? Siapa ibuku ? Akhhh.. akulah si anak yatim piatu yang tidak mengerti apa-apa !" Dan maksud Yo Him ingin merantau adalah untuk mencari ayah dan ibunya ! Setelah barlutut lagi dihadapan Ciang Pehu nya itu, akhirnya Yo Him telah membalikkan tubuhnya, dia berlari dengan cepat untuk menyembunyikan air matanya yang telah menitik turun. Sedangkan Ciang Pehunya juga telah mengawasi kepergian Yo Him dengan air mata berlinang-linang. Sengaja Ciang Pehu tidak membangunkan isterinya, dia takut kalau-kalau isterinya itu bertambah sedih menyaksikan keberangkatan Yo Him.. o0o^d!w^o0o SETELAH melakukan perjalanan sampai menjelang fajar, Yo Him sampai dikampung Pu-cung cung, sebuah kampung yang masih berada didaerah kaki Gunung Kun Lun, terpisah kurang338 lebih dua ratus lie dari perkampungannya Ciang Pehunya itu. Tetapi Yo Him tidak bermaksud Untuk singgah dikampung itu, dia telah meneruskan perjalanannya. Dia bermaksud merantau kemana kedua kakinya membawanya, karena dia memang tidak memiliki tujuan dan tempat yang akan dituju. Hanya yang menjadi pemikiran Yo Him, dia akan berusaha untuk menyelidiki siapakah sebenarnya ayahnya, siapakah sesungguhnya ibunya. Pernah Yo Him menanyakannya kepada Ciang Pehunya atau Ciang Pebonya, tetapi kedua orang itupun tidak mengetahui apa-apa mengenai asal usul Yo Him. Mereka, kedua pasangan suami isteri she Ciang yang baik hati itu hanya mengatakan bahwa Yo Him seringkali dibawa terbang oleh Rajawali sakti, yang diturunkan dipintu kampung sehingga Yo Him bisa bermain dengan anak-anak kampung lainnya, kemudian disore hari Sintiauw telah menjemputnya lagi membawa Yo Him terbang masuk kedalam jurang yang dalam sekali. Kini Sintiauw sudah tidak pernah dilihatnya setelah yang terakhir kali rajawali itu terjun ke dalam jurang dan tidak pernah muncul lagi. Sehingga Yo Him sudah tidak bisa bertanya kepada siapapun juga mengenai asal usulnya. Siang itu Yo Him telah tiba dipintu sebuah kota yang tidak diketahui namanya, Yo Him hanya melihat kota itu merupakan sebuah kota kecil yang sedikit sekali penduduknya. Disaat itu perut Yo Him telah berkeruyukan karena lapar, dia memasuki kedai arak dan memesan nasi dengan dua macam lauknya yang sederhana. Anak ini telah memakannya dengan lahap, sampai dua mangkok nasi dihabiskan. Setelah membayar harga barang makanan itu, Yo Him melanjutkan perjalanannya lagi.339 Tetapi sebagai seorang anak yang baru berusia tujuh tahun, mana bisa dia merantau seorang diri ? Segala apapun dia tidak tahu, bahkan ketika dia melihat keramaian dikota tersebut, Yo Him sering berhenti untuk menyaksikannya. Seperti penjual silat, pedagang barang-barang mainan, dan macam-macam lagi. Dan disaat dia telah melangkah pula untuk melanjutkan perjalanannya, tidak hentinya Yo Him menghela napas. Dia merasakan dirinya hidup tidak wajar, sebagai seorang anak yang berusia demikian kecil dia sudah tidak memiliki ayah ibu, sudah tidak mengenal siapa ayahnya dan siapa ibunya, maka diapun merasakan bahwa dirinya merupakan seorang anak yatim piatu yang hidup dalam penderitaan. Sedang pikiran Yo Him menerawang dibawa oleh lamunannya, tiba-tiba dia mendengar suara teriakan-teriakan nyaring, disertai oleh suara tertawa yang nyaring. Yo Him mengangkat kepalanya, dia melihat dari arah depannya tampak seorang pengemis berusia belasan tahun tengah berlari sambil tertawa-tawa, dikejar oleh tiga orang pengemis lainnya lagi. Mereka rupanya tengah main kejar-kejaran sebab merekapun tertawa-tawa dengan riang. Disaat pengemis yang dikejar oleh ketiga kawannya telah berada dekat dengan Yo Him, dia berlari terus seperti ingin menubruk Yo Him, cepat-cepat Yo Him menyingkir kesamping. Tetapi gerakan Yo Him kurang cepat, sehingga bahunya terbentur oleh tubrukan tubuh pengemis itu, sehingga tubuh Yo Him maupun pengemis yang seorang itu bergulingan diatas tanah. Dengan menahan sakit Yo Him bangun berdiri untuk menegur dan memarahi pengemis yang ceroboh itu,340 Tetapi alangkah kagetnya Yo Him karena disaat dia belum membuka mulut, justru pengemis yang seorang itu telah berdiri tolak pinggang mengawasi Yo Him dengan mata mendelik lebar-lebar, mukanya galak sekali. "Setan kecil, mengapa kau sengaja menghadang jalannya tuan besarmu hah?" Bentak pengemis itu dengan suara yang nyaring. Saat itu ketiga pengemis yang tadi mengejarnya telah tiba ditempat itu, merekapun tertawa-tawa sambil mengurung Yo Him. Tentu saja Yo Him jadi tertegun, lalu tanyanya tergagap . "Menghadangmu? justru aku tengah berjalan baik-baik telah dilanggar olehmu sehingga aku terjatuh, bagaimana kau bisa mengatakan bahwa aku yang telah menghadang jalanmu? Lihatlah tanganku telah terluka!" Sambil berkata begitu Yo Him telah mengulurkan tangannya untuk memperlihatkan luka di tangannya, luka terbeset. Pengemis itu mendengus galak. "Hemmm engkau rupanya orang asing di-tempat ini dan datang dikota ini ingin main jago-jagoan?" Bentaknya. Muka Yo Him jadi berobah, dia jadi gugup melihat sikap pengemis yang tidak keruan itu. "Aku sama sekali tidak usil kepada kalian ....... minggirlah, aku mau melanjutkan perjalanan ku !" Kata Yo Him. "Hemm, apakah begitu enak saja ingin pergi ?" Bentak pengemis itu dengan galak. Yo Him mengerutkan sepasang alisnya. "lalu apa yang diinginkan kalian ?" Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Karya Sin Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tanyanya. "Kalau memang kalian menganggap aku bersalah, maafkanlah !" "Hemm, begitu mudah untuk meminta maaf ? Kau harus memberikan uang sepuluh tail kepada kami, sebagai ganti rugi!"341 "Benar !" Teriak ketiga pengemis kecil lainnya dengan suara yang nyaring, dengan muka sengaja dibuat agar terlihat galak "Jika dia tidak mau ganti rugi , kita hajar saja biar babak belur!" Hati Yo Him jadi mendongkol, namun nyalinya ciut. Mana bisa dia melawan pengemis yang lebih besar usianya dari dia ? Terlebih lagi pengemis-pengemis kecil itu berjumlah empat orang. "Aku tidak memiliki uang sebanyak itu jika kalian mau, aku bersedia membagi kalian satu tail...!" Kata Yo Him kemudian. Tetapi pengemis itu telah tertawa mengejek tahu-tahu tangannya telah menyambar buntalan pakaian Yo Him yang kemudian dibawa lari dengan cepat sekali. "Hei, hei, jangan mengambil barangku?" Teriak Yo Him gugup sekali, sambil berusaha mengejar. Tetapi ketiga pengemis kecil lainnya telah meng halang- halangi Yo Him, disaat Yo Him memaksa untuk menerobos lewat, ketiga pengemis itu tahu-tahu telah mengayunkan tangan-tangan mereka memukuli Yo Him. Bahkan salah seorang diantara ketiga pengemis itu telah mendorong Yo Him, sampai anak she Yo ini telah rubuh diatas tanah dan tubuhnya diduduki oleh dua orang pengemis yang menghajarinya pulang pergi, sehingga muka Yo Him matang biru dan babak belur. Pengemis yang seorang lagi mempergunakan kakinya menendangi muka Yo Him. Setelah puas menyiksa Yo Him yang menjerit kesakitan, ketiga pengemis kecil itu pun segera angkat kaki karena mereka takut kalau suara jeritan Yo Him nanti mengundang datangnya orang banyak.342 Dengan merangkak Yo Him telah berdiri, Dia melihat pengemis-pengemis kecil itu sudah lenyap tidak terlihat bayangannya lagi. Keadaan dijalan yang seperti lorong itu sepi sekali. Yohim merasakan seluruh tubuhnya pada sakit akibat pukulan dan tendangan ketiga pengemis kecil itu. Disusutnya darah yang mengucur dari mulut dan hidungnya dia berjalan dengan tubuh yang lesu, dengan pakaian yang kotor dan pecah sebagian, tindakan kakinya lemah dan lesu, sambil menahan sakit yang diderita disekujur tubuhnya. Ketika orang-orang melihat keadaan Yo Him mereka hanya menduga bahwa Yo Him adalah seorang anak nakal yang baru berkelahi dengan anak-anak sebayanya, sehingga mukanya jadi babak belur begitu. Sedikitpun keadaan Yo Him tidak menarik perhatian orang-orang disekitarnya. Tentu saja Yo Him jadi bingung kini bajunya telah robek dan kotor, sedangkan buntalan pakaian dan uangnya telah dibawa lari oleh Pengemis-Pengemis kecil itu. Maka seperti seorang pengemis kecil Yo Him telah mengelilingi kota itu untuk mencari pengemis kecil yang telah merampas buntalannya itu. Bara Naga Karya Yin Yong Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Sepasang Pendekar Perbatasan Karya Chin Yung