Pedang Kiri Pedang Kanan 25
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 25
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L Haru dan terima kasih Bi kui, katanya dengan prihatin. "Dan kau, kau tidak takut diserang oleh dia?" Setelah mulut bersuara baru dia sadar, betapa kasih mesra kata2nya dihadapan Pangcu dan Hu pangcu bertiga. "Memang," Timbrung Pek-hoa-pangcu. "dalam keadaan kepepet musuh bisa berlaku nekat, maka kaupun harus hati2." "Terima kasih atas perhatian kalian, Cayhe punya cara untuk menghadapinya,"jawab Kun-gi. "o, ya," Kata Pek-hoa-pangcu. "apakah Cong-su-cia tidak memberitugas padaku?" "Pangcu sebagai pimpinan tertinggi dalam Pek-hoa-pang, hanya menghadapi mata2 musuh saja mengapa harus turun tangan sendiri, cukupasalduduk sajadi sini menunggu beritagembira." Baru saja dia habis bicara, terdengar suara Bak-ni berkata di luar. "Lapor Pangcu, Taycia Loh-bi-jin ada urusan penting mohon bertemu dengan Pangcu." "Lekas suruh dia masuk." So-yok mendahului bersuara. Kerai tersingkap. dengan gopoh dan tegang loh-bi-jin menerobos masuk. "Cap go moay," Tanya Pek-hoa-pangcu. "apa yang terjadi?" Dada Loh-bi-jin masih turun naik, napasnya ter-sengal2, ia membungkuk kepada Pek-hoa-pangcu dan berkata. "Lapor Pangcu, Ci-Gwat-ngo yang dikurung di bawah gudang ternyata telah bunuh diri dengan menggigit putus lidahnya sendiri." "Apa?" Mendelik mata So-yok. "keparat itu bunuh diri dengan menggigit putus lidah sendiri, memangnya kau tidak suruh orang menjaganya?" Loh-bi-jin membungkuk, serunya. "Setelah Kiu-ci (Bi-kui) pergi, Ci-Gwat-ngo dijaga oleh Ting-hiang, dia terus meringkel tak menghiraukan orang lain, setelah Ting-hiang melihat darah yang berceceran dikepalanya baru tahu kalau dia sudah mati menggigit lidah." "Gentong nasi semua," Omel So-yok. "seorang lumpuh saja tidak mampu menjaganya, kau tahu dia pesakitan penting yang berusaha membunuh Thay-siang?" Loh-bi-jin menunduk. sahutnya. "Hamba kemari untuk minta hukuman pada Pangcu dan Hu pangcu. ....." "Kesalahan tidak bisa dijatuhkan kepada orang yang menjaganya, mungkin Ci-Gwat-ngo mengira setelah menyuruh Cu- cu menyampaikan kabar jelek tentang dirinya berarti dia sudah menunaikan tugas terakhir, hidup juga hanya tersiksa belaka, maka dia nekat bunuh diri. Memangnya dia meringkel tanpa buka suara, jangan kata orang lain, umpama kita sendiri juga takkan menduga sebelumnya, sekarang lekas nona Loh turun saja, kematian Ci-Gwatngo jangan sekali2 sampaibocor." Haru dan berterima kasih sorot mata Loh-bi-jin kepada Ling Kungi, katanya. "Waktu hamba kemari tadi sudah memberi pesan kepada Ting-hiang, kularang dia membocorkan kejadian ini." "Baiklah, lekas kau turun saja," Ujar Pek-hoa-pangcu. Loh-hi-jin mengiakan dan mengundurkan diri. "Kalau Cong-su-cia tiada pesan lainnya, hamba juga ingin mohon diri saja," Kata Bi-kui. "Nona harus ingat perkataanku tadi, waspadalah selalu" Pesan Kun-gi. "Hamba mengerti," Sahut Bi-kui, dia menyingkap kerai terus keluar. Akhirnya Kun-gi juga berdiri, katanya. "Waktu masih ada satu setengah jam, Pangcu dan Hu-pangcu boleh istirahat, hamba juga mohon diridulu." Tersenyum manis Pek-hoa-pangcu, katanya. "Tunggulah sebentar Coh-su-cia, tadi sudah ku-suruh Sam-moay ke dapur memberi tahu koki untuk membuat beberapa nyamikan supaya kita tidakkelaparantengah malamini." Terbeliak So-yok. katanya tertawa riang. "Toaci, kenapa aku tidak tahu?" Pek-hoa-pangcu tertawa lebar, katanya. "Memang kupesan Sammoay supaya tidak memberitahukan padamu, supaya kau kaget dan kegirangan, malah kusuruh buatkan makanan kegemaranmu. " So-yok cekikikan, katanya. "Ya, tentunya bolu mawar, Toaci sunggubbaikhati." Laludiaberpaling kepadaKun-gi, katanya."Tadi sudah kupikir lebih baik Ling-heng tetap di sini saja, dari tingkat ketiga ini bukan saja bisa menyaksikan dengan jelas, umpama harus menubrukturun mencegatmusuhjugalebihleluasadancepat." "Banyak terima kasih atas kebaikan Pangcu, baiklah terpaksa hamba mengganggu," Demikian ucap Kun-gi.. Kerai tiba2 tersingkap. tampak Toh cian ber-sama Siang-hwi mengusung sebuah baki besar berjalan masuk dan diletakkan di meja bundar sana. Lalu dengan hati2 membuka tutup baki dan mengeluarkan empat tatakan, di atas tatakan masing2 berisi bolu mawar, manisan kenari, pangsit udang dan goreng kepiting. Menyusul Swi hiang juga masuk membawa sepanci bubur sarang burung, di hadapan empat orang masing2 dia isi semangkok penuh bubur sarang burung itu lalu mengundurkan diri. Dengan sumpitnya So-yok jepit sepotong bolu mawar dan ditaruh di lepek Ling Kun-gi, katanya riang. "Ling-heng,aku paling suka makan bolu mawar, wangi lagi empuk. manis tapi tidak membosankan, coba kaupun mencicipi." Merah muka Kun-gi, katanya. "Terima kasih Hu pangcu, biarlah aku ambilsendiri." So-yok melerok. katanya. "Ling-heng sekarang adalah cong-sucia kita, kedudukanmu sejajar dengan Hu pangcu yang kujabat, kenapaselalu kau masih membahasakanhambapada dirisendiri?" Pek-hoa-pangcu juga angkat sumpit yang terbuat gading, dijepitnya sepotong pangsit udang dan diangsurkan kedepan Kun-gi, katanya dengan tertawa. "Aku suka pangsit udang karena warnanya putihsepertibatujade, cobacong su-sia men-cicipi." Muka Kun-gi yang jengah tampak berkeringat, berulang kali dia nyatakan terima kasih, katanya. "Silakan Pangcu makan juga." Giok lan menjadi geli sendiri, katanya sama tengah. "Toaci dan Ji-ci tidak anggap cong-su-cia sebagai orang luar, kenapa cong-sucia malah sungkan dan malu2? Kukira cong-su Cia suka makan apa saja boleh silakan ambil sendiri, kalau main sungkan begini perut takkan bisa kenyang." "Sam-moay memang betul," Ujar So-yok. "memang itulah Cirinya, kita tidak anggap dia orang luar, dia justeru anggap dirinya orang asing." "Ah. masa," Ujar Kun-gi malu2 "cayhe tidak beranggapan demikian." Giok lan Cekikian geli, katanya. "Sebelum datang ke Pang kita mungkin cong-su-cia jarang bergaul dengan anak perempuan, betul tidak?" "Ya, memang demikian," Sahut Kun-gi manggut. Biji mata So-yok mengerling, katanya tertawa. "o, pantas, maka kau selalu pemalu." Penuh kasih mesra lirikan Pek-hoa-pangcu, katanya tersenyum. "Sudahlah, jangan ngobrol saja, mari makan mumpung masih hangat." Di bawah penerangan lampu yang redup, berhadapan dengan tiga nona secantik bidadari, dengan tutur kata lemah lembut lagi, perasaan laki2 mana yang takkan melayang keawang2. Selesai sarapan, pelayan mengangkuti peralatan serta menyuguhkan sepoci teh wangi. Lambat laun sang waktu mendekati kentongan keempat. Bulan sabit yang sudah doyong ke barat masih bercokol di cakrawala, bintang kelap-kelip menghiasi angkasa, cuaca remang2. Tiada sinar pelita di atas kapal besar ini, semua penghuni sudah terbuai dalam impian-Hanya ditempat yang gelap dekat daratan sana kelihatan bayangan beberapa orang, mereka berpencar mondar-mandir sambil berdiri celingukan. Itulah para Hou-hoat-sucia yang bertugas ronda. Mendadak sesosok bayangan langsing semampai muncul dari tangga kayu tingkat terbawah, langkahnya pelan ringan dan hati2 manjat ke atas dek-di tingkat kedua. Dilihat bentuk tubuh dan dandanannya, jelas dia adalah salah seorang dara kembang. Langkahnya enteng tidak mengeluarkan suara, pelan2 dia beranjak ke haluan kapal menyusuri pagar, kepalanya mendongak memandang bulan sabit yang hampir tenggelam diufuk barat, pandangannya sayu sepertiorang melamun. Dia bukan lain adalah Un Hoan-kun yang menyamar Bi-kui. malam ini Bi-kui palsu ini menyaru jadi cu-cu pula menjalankan rolnyasesuairencanaLing Kun-gi. Berdiri sejenak di haluan, dia menunggu dengan sabar, serta melihat tiada reaksi apa2 di sekitarnya, pelan2 dia putar tubuh beralih ke dek sebelah kanan. Angin malam meniup sepoi2 sehingga dia tampak suci dan anggun, setiap langkahnya beralih lamban dan ringan-Tapigayanya sedemikian indah gemulai. Kalau langkah kakinya lamban dan tenang mantap. sebaliknya jantung tiga orang yang mengintip dari tingkat ketiga justeru berdebar2 tegang. So-yok sembunyi di haluan depan, Giok lan menempatkan dirinya di buritan yang gelap. tugas mereka adalah mencegat musuh begitu melihat Bi-kui (Cu-cu) memberi tanda. Tapi kekuatan yang utama berada di tangan Ling Kun-gi, dia harus mendadak muncul, secara sigap dan tangkas harus berhasil membekuk lawan sebelum sempat turun tangan atau melarikan diri. Maka dia sembunyi di tempat yang paling dekat bagian kanan deretan kamar, badannya mepet dinding tanpa bergerak. Lamban langkah Bi-kui, secara diam2 iapun sudah kerahkan hawa murninya, seperti panah yang siap terpasang dibusurnya tinggal melepaskannya. Bayangan Cu-cu yang anggun ini dari haluan sudah tiba di buritan melalui dek kanan, lalu dari buritan putar balik pula ke haluan, langkahnya tetap pelan dan penuh perhitungan-Dia memang tidak tahu bahwa saat itu seseorang sedang memperhatikan dirinya, tapi dia yakin bahwa gerak-gerik dirinya tentu sudah diincar orang dari tempat Sembunyinya. Karena dia melakukannya sesuai janji tempat dan tepat pada waktunya, dia melakukan isyarat pula yang sudah ditentukan sebelumnya. Kini dia sudah putar balik, menuju ke buritan lagi, supaya orang yang memperhatikan dirinya di tempat gelap itu melihat lebih jelas, maka setiaplangkah kakinyaitubergerakamatpelansekali.. Ada kalanya dia menunduk kepala seperti memikirkan sesuatu, lalu menengadah memandang ke tempat jauh seperti mengenang masa silam, sementara jari jemarinya mengucek2 sapu tangan sutera di tangannya. Bagi orang yang tidak tahu duduk persoalannya tentu mengira nona ini sedang menunggu sang kekasih ditengah malam buta dan hendak mengadakan pertemuan rahasia, karena tidak sabar menunggu maka dia mondar-mandir menghabiskan waktu. Diam2 Kun-gi manggut2, batinnya. "Walau hanya sandiwara, tapi diadapat main denganbaiksekali, seperti kejadiansesungguhnya." Kini sudah putaran yang ketiga. Dari haluan dia melangkah ke buritan pula, lalu kembali lagi ke haluan, Kalau orang itu akan muncul maka dia akan keluar di tengah perjalanan antara buritan ke haluan ini. "Nah, tibalah saatnya," Demikian batin Kun-gi, dia sudah menarik napas panjang, matanya menatap tajam ke arah Bi-kui, iapun pasang kupingnya yang tajam sambil melirik sekitarnya, ke segala sudut kemungkinan dari mana orang itu akan muncul. Inilah detik2 yang menegangkan, karena hal ini amat penting, maka dia merasa perlu tahu dari arah mana orang itu akan muncul. Karena dari mana dia keluar mungkin pula dari arah itu juga dia akan mundur dan Kun-gi harus bersiaga mencegat jalan mundurnya, kalau tidak jangan harap akan bisa menawannya hidup2. Tatapan Kun-gi ikut bergerak mengikuti lang-kah Cu-cu, dari buritan sampai ke haluan kapal-. Kini dia sudah selesai menjalankan isyarat yang telah dijanjikan sebelumnya, pulang pergi tiga kali, lalu berdiri tegak di haluan kapal. Orang yang ditunggu dan harus keluar itu tetap tidak kunyung tiba. Sudah tentu Cu-cu tidak akan bergerak lagi, terpaksa dia tetap berdiri tenang di haluan, menyongsong hembusan angin malam, bersikap pura2 seperti orang kelelahan dan sedang istirahat. Sebetulnya pikirannya timbul tenggelam, gelisah dan masgul pula. "Kenapa dia belum muncul juga?" Sudah tentu yang gelisah bukan hanya dia seorang. So-yok lebih risau lagi, tangannya sejak tadi sudah menggenggam gagang pedang, alisnya bertaut dan sudah habis kesabarannya menunggu. Giok lan biasanya sabar dan tenang, kini iapun ikut gelisah pikirnya. "orang itu tak mau muncul, bisa jadi dia sudah tahu akan rencana kita hendak menyergap dia, tapi rasanya tidak mungkin-" Walau gelisah Kun-gi tak pernah lena, matanya tetap memperhatikan Cu-cu yang berdiri disana, dia masih berharap sesuatu perubahan akan terjadi, dia menunggu penuh kesabaran-Tak ubahnya seperti seseorang yang memancing ikan, sedikit bergeming, ikan yang akan terpancing bisa terkejut dan lari.. Cu-cu masih berdiri di haluan tingkat dua. Tiga orang yang sembunyi di tingkat ketiga juga tetap berjaga2 penuh waspada. Detik demi detik telah berlalu, orang seharusnya muncul tetap tidak kunjung datang. Lama2 Ling Kun-gijadi kesal. "Mungkinkah orang itu tidak akan muncul? Kenapa dia tidak keluar?dalamsoal initentuadasebab musababnya." Mengingat sebab musabab ini, seketika dia teringat adanya beberapa gejala yang mungkin menjadikan orang itu merasa curiga dan bertindak hati2. Umpamanya. "Apakah betul isyarat yang dituturkan Ci-Gwat-ngo? Tapi setelah dia berpesan kepada Cu-cu untuk melaksanakan tugasnya sesuai apa yang dia jelaskan, lalu bunuh diri, jelas bahwa isyarat yang dia tuturkan takkan salah. Kalau isyarat ini tidak salah, kenapa orang itu tidak muncul? Mungkinkah dia curiga dan tahu akan rencananya? Tapi inipun tidak mungkin" Mendadak ia teringat kepada Ci-Gwat-ngo suruh Cu-cu mondar- mandar tiga kali di atas kapal, memangnya isyarat untuk menyampaikan sesuatu berita? Mungkinkah rahasia Cu-cu tiruan ini sudah diketahui oleh Ci-Gwat-ngo? Karena yang ditunggu tetap tak kunjung tiba, sudah tentu Cu-cu alias Un Hoan-kun masih tetap ia berdiri di tempatnya, kini dia sudah berdiri setanakan nasi lamanya, tapi orang itu tetap tidak kunjung datang. Kun-gi menjadi sadar bahwa langkah pionnya kali ini jelas gagal total, kalah oleh Ci-Gwat-ngo yang telah mati dan sukses menunaikan tugas. Maka dia tidak perlu ragu lagi, dengan ilmu suara dia berkata kepada Cu-cu. "Nona tak usah menunggu-nya lagi, dia tidak akan datang, kembalilah ganti pakaian dan segera naik kemari." Mendengar seruan Kun-gi, sekilas Cu-cu melengak. dengan kepala tunduk pelan2 dia beranjak turun lewat tangga terus ke bawah. Habis bicara Kun-gi lalu memberi tanda gerakan tangan ke arah Giok lan dan So-yok terus mendahului masuk ke dalam. So-yok menyongsong kedatangannya sambil bertanya. "Bagaimana Lingheng?" "Marilahkitabicaradi dalamsaja,"ajak Kun-gi. "Apakah rahasia kita sudah bocor?" Tanya So-yok. Kun-gi menggeleng, katanya. "Mungkin kita tertipu malah." "Tertipu?" Seru So-yok. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ditipu siapa?" "oleh Ci-Gwat-ngo," Kata Kun-gi. Melihat mereka bertiga masuk, Pek-hoa-pangcu lantas bertanya. "JadiapayangdibicarakanCi-Gwat-ngo itubohong belaka?" "Paling tidak separo yang dikatakannya hanya bualan belaka," Sahut Kun-gi. Pek-hoa-pangcu melenggong, tanyanya. "Bualan apa maksudnya?" "Kita diperalat olehnya untuk memberi kabar kepada temannya." Pek-hoa-pangcu melengak, tanyanya. "Maksud cong-su-cia bahwa Ci-Gwat-ngo sudah tahu tipu daya yang kita atur?" "Mungkin demikian," Kata Kun-gi. Tengah bicara tampak Bi-kui berjalan masuk. tanyanya. "Kenapa cong-su-cia memanggilku kembali?" "Umpama nona menunggunya lagi satu jam, dia tetap takkan keluar," Ucap Kun-gi. "cong-su-cia kira apa yang dikatakan Ci-Gwatngo hanya bualan belaka" Tanpa menjawab Kun-gi mendekati meja, di-jemputnya secangkir air teh terus ditenggaknya, lalu berkata. "Silakan duduk nona, Ceritakan pula sejelasnya pembicaraanmu tadi dengan Ci-Gwatngo." Bi-kui melenggong, katanya. "Maksud cong-su-cia penyamaranku telah diketahui oleh Ci-Gwat-ngo?" "coba nona bayangkan kembali secara cermat, sejak kau masuk ke sana sampai pembicaraan kalian yang terakhir." Bi-kui duduk disebuah kursi, katanya. "Hamba menggantikan Siukin mengantar makan malam padanya, setelah siu-kin pergi, hamba lantas menutup pintu, lampu kugantung di dinding, setelah menurunkan rantang makanan kuhampiri dia, kupanggil dia dan tanya. cici, kau tidak apa2 bukan? Semula Ci-Gwat-ngo rebah tak bergerak. mendengar suaraku tiba2 ia membuka mata, suaranya lirih terCengang. Kaukah? -Hamba manggut2 sambil tanya. Kau tidak apa2? -Dengan susah payah dia merangkak berduduk, sambil menarik tanganku, katanya dengan menunduk. Siau-moay, - syukurlah kau telah datang Mendadak Kun-gi angkat tangan. "Tunggu sebentar nona, dia menariktanganmu yang mana?" "Tangan kiri." "Waktu dia berduduk, apakah selalu tunduk kepala" Bi-kui mengiakan sambil mengangguk. Kun-gi menoleh ke arah Giok-lan, katanya. "Minta tolong congkoan, suruhlah orang membawa Cu-cu kemari." Giok-lan mengiakan terus mengundurkan diri, tak lama kemudian ia membawa Bak-nidan Swi-hiang memapah Cu-cu masuk. Bi-kui tidak tahu dalam hal apa dirinya berbuat salah dan sudah diduga oleh Ling Kun-gi, maka dengan melongo ia pandang Cu-cu yang di-gusur masuk. Kun-gi menghampiri dan pegang tangan kiri orang, betul juga ditemukan sebuah tahi lalat ke-cil di ujung bawah telapak tangan kiri Cu-cu, meski keCil tahi lalat itu, hanya sebesar lubang jarum, tapi warnanya hitam legam, kalau tidak diteliti memang sukar menemukannya. Maka dia mendengus sekali, katanya. "Hek lionghwe memang Cermat bekerja, sampai orang utusan mereka juga sudah diberi tanda khusus di badannya, umpama orang luar bisa menyamarnya juga sukar mengelabui orang mereka sendiri." "Jadi tanda ini sudah mereka tato sebelum di utus keluar?" Tanya So-yok. Kun-gi manggut2. "Tangannya sudah di tato, tak heran Ci-Gwat-ngo menarik tanganku serta memeriksa dengan teliti, cermat dan cerdik serta licin betul orang ini." Kun-gi memberi tanda supaya Cu-cu digotong keluar, katanya. "Tangannya sudah di tato selembut ini tanpa kita ketahui, inilah kecerobohan kita. kesalahan yang kecil dan tidak di sengaja, tapi mengakibatkan gagalnya urusan besar." "Apakah hamba perlu meneruskan bercerita?" Tanya Bi-kui. Kun-gi menggeleng dan berkata. "Sudahlah." "Bahwa dia sudah tahu aku Cu-cu palsu, sudah tentu apa yang diakatakanpadakujuga tak-dapatdipercaya,"ujarBi-kuipula. "Ci-Gwat-ngo memang cerdikdan licin, walaudiatahubahwa Cucu dipalsukan orang lain, tujuannya sudah tentu untuk mengorek keterangan dari mulutnya, maka dia sengaja mengatur tipu untuk balas menipu kita, dan nonalah yang diperalat untuk menyampaikan berita buruktentang dirinya." "Hah, hamba yang menyampaikan beritanya?" Teriak Bi-kui kaget. "Ya, dia minta padamu supaya mondar-mandir tiga kali di atas dek tingkat kedua setelah kentongan keempat, mungkin itulah salah satu cara untuk mengadakan kontak secara rahasia, karena lena dan kurang hati2, kita malah kena diselomoti mereka." "Bangsat keparat yang pantas mampus" Dengus So-yok gusar. Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya. "Analisa cong-su-cia amat masuk akal, dia tahu kita pasti melakukannya sesuai pesannya, maka dia rela gigit putus lidah sendiri mencari jalan pendek. congsu-cia, lalu bagaimana tindakan kita selanjutnya?" Bercahaya sorot mata Ling Kun-gi, tiba2 dia tersenyum, katanya. "Walau Ci-Gwat-ngo licik dan licin, tapi para begundalnya itu sudah berada dalam genggaman tanganku, kuyakin mereka tidak akan bisa lolos." Terbelalak mata So-yok. serunya girang. "Jadi kau sudah tahu siapa mereka? coba sebutkan nama2 mereka." "Wah, ini. ....." Kun-gi ragu2. "Kenapa?Kautidak maumenerangkan?"desakSo-yok. "Maaf Hu-pangcu, sekarang belum kuperoleh bukti nyata, sudah tentu Cayhe tak bisa menuduh seseorang yang tidak terbukti melakukan kesalahan." "Kau memang suka jual mahal," So-yok merengut. "Ji-moay," Sela Pek-hoa-pangcu. "apa yang dikatakan cong-su-cia memang tidak salah, sebelum memperoleh bukti yang nyata, tak bisa kita memfitnah seseorang sehingga membikin orang penasaran, untuk membongkar komplotan ini ke-akar2nya kita harus bekerja penuh kesabaran." "Baiklah, aku takkan banyak bertanya lagi, lalu apa yang harus kita kerjakan, tentunya cong-sucia bisa memberi petunjuk?" Tanya So-yok. Kun-gi tertawa, katanya. "Urusan selanjutnya kuyakin dapat menyelesaikannya ditingkat kedua, maka Pangcu, Hu-pangcu dan congkoan selanjutnya boleh tidak usah turut Campur." "Apakah tenaga hamba masih dibutuhkan cong-su-cia?" Tanya Bikui. "Untuk sementara tiada tugas nona lagi, setelah orang itu dapat kubekuk, nonaboleh tampilsebagaisaksi." "Eh, agaknya kau yakin benar akan rencanamu," Ucap Bi-kui dengan melerok. "Memangnya jabatan cong-su-cia harus sia2 berada ditanganku." Pek-hoa-pangcu menatapnya penuh rasa kasih mesra dan prihatin, katanya. "Thay-siang memang tidak meleset menilai dirimu." Oooodwoooo Kapal besar itu laju mengikuti arus sungai Tiang-kang, kini sudah memasuki wilayah propinsi An-hwi dan hampir sampai perbatasan Kang-soh. Sejak terjadi usaha pembunuhan atas diri Thay-siang dan barang bukti ditemukan di kamar Ling Kun-gi, Thay-siang ternyata tidak menaruh curiga padanya. Bukan saja Ling Kun-gi tidak di-hukum, malah dia tetap menjabat cong-su-cia dan diberi kuasa untuk membongkar peristiwa pembunuhan ini. Dan peristiwa ini akhirnya tiada kelanjutannya dan terbengkalaidemikian saja. Beruntun dua hari keadaan aman tenteram tak terjadi apa2 lagi, perasaan semua prang mulai tenang dan lupa akan kejadian yang lalu. Kapal terus berlayar sesuai haluan yang ditunjuk dan berlabuh ditempat yang sudah ditentukan pula, selanjutnya tidak ditemukan rintangan apa2, tiada kapal musuh yang menguntit, seolah2 Hek liong-hwe tidak tahu bahwa Thay-siang-pangcu Pek-hoa-pang pimpin sendiri pasukan intinya untuk menyerbu ke sarang mereka. Secara tidak langsung ini membuktikan bahwa sarang Hek-liong- hwe yang menjadi tujuan utama mereka letaknya tentu masih teramat jauh sekali. Hari ketiga setelah Cu-cu palsu menyampaikan berita dengan cara mondar-mandir tiga kali di atas dek sebelah kanan, Menjelang senjakapalberhenti padakaki bukitLiang-sansebelah timur. Gunung Liang-san dibatasi sebuah aliran sungai sehingga terbagi timur dan barat, umpama sebuah pintu bagi Tiang-kang yang panjang dan luas, maju lebih lanjut adalah Gu-cu-san, karena letak gunung itu menonjol keluar dan menjurus ke tengah sungai, maka dia juga dinamakan Gu-cu-ki. Enam sampan yang berisi para peronda yang dinas malam sudah mulai bergerak diperairan sekitarnya, malam ini para peronda itu tetap dibagi dua kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh Houhoat cin Tek khong ditemani Houhoat-su-cia Kho Ting-seng yang pandai menggunakan pelor perak. seorang lagi adalah Ji Siusang, murid Bu-tong-pay, tugas mereka adalah 10 li perairan perbatasan timur dan barat gunung Liang-san-. Kelompok yang lain dipimpin oleh IHouhoat Liang ih-Hun, dua Houhoat su-cia yang menemani adalah Ban Yu-wi dan Sun Ping- hian. sepuluh li sebelah selatan perairan kaki gunung Liang-san menjadi daerah operasi mereka, tegasnya 20 li sekitar kapal yang ditumpangi Thay-siang itu kapal lain milik siapapun dilarang mendekat. Waktu turun kapal Cin Te-khong telah memberi tahu kepada Kha Ting-song danJi Siu-seng. "Ji-heng, Khong-heng, daerah operasi kita lain dengan daerah yang harus dijelajah oleh kelompok Liang Ih-jun, dalam jarak 20-an li mereka masih biaa saling kontak secara leluasa, sebaliknya bagian kita ini kalau maju lagi adalah Gu-Cu-ki dibawah lereng gunung adalah perkampungan kaum nelayan, besar kemungkinan musuh bersembunyi di sana, maka kita harus hati2, menurut hematku dalamkelompokkitainiharus membagitugas, Kho-heng ke sebelah timur,Ji-heng ronda sebelah barat, aku akan tetap berada di tengah sebagai poros untuk memberi bantuan ke segala jurusan, setiap setengah jam kita bertemu sekali di utara Gu-cu-ki, semoga tidak akan terjadi apa2." Kho Ting-seng dan Ji Siu-seng berkata bersama. "Rencana kerja cin-houhoat memang baik, kami menerima pembagian tugas ini." Begitulah mereka bertiga lantas berpencar ke utara menurut arah masing2 yang telah dirancang-. Kira2 menjelang kentongan pertama turun hujan rintik2, permukaan air menjadi pekat diliputi kabut yang semakin tebal, dalam jarak sedikit jauh sudah tidak kelihatan apa2 lagi. Setiap sampan kecil yang mereka pakai rata2 menggunakan tenaga dua orang pendayung, keduanya duduk di haluan dan buritan, sisa tempatnya di tengah hanya cukup untuk duduk dua orang, karena bentuknya yang kecil dan pendek, maka sampan ini bisalaju cepatsekali dipermukaanair. Sampan yang berlaju ditengah itu meluncur lurus ke utara Gu-cusan, seorang laki2 berpakaian hijau ketat tengah memberi aba2. orang ini adalah Cin Te-khong, perahunya langsung menuju ke utara dengan sendirinya lebih cepat dan dekat daripada Kho TingsengdanJiSiu-sengyangharus berputarkearahtimurdan barat. Utara Gu-cu-ki ini adalah pesisir belukar yang ditumbuhi semak2 gelaga, air sungai Tiang-kang yang mengalir sampai daerah ini terbagi dua cabang aliran, menuju ke timur dan barat, melampaui dan kemudian bergabung kembali. Oleh karena itu daerah pesisir sungai ini sepanjang tahun terdampar oleh arus air yang deras sehingga dinding batu padas menjadi terjal. Kini Cin Te-khong sedang memberi petunjuk kepada kedua pembantunya untuk menggayuh sampan ke arah utara di mana tepi sungai lebih rendah dan rata. Tepi air ditumbuhi daun welingi yang lebat, arus air di sinipun agak lambat. Sesuai petunjuk Cin Te-khong kedua orang menggayuh sampan itu melampaui tetumbuhan welingi dan akhirnya berhenti di tepian. Hujan gerimis ternyata juga sudah berhenti. Supaya kedua sampan lain tahu tempat di mana dia berdiam, maka Cin Te-khong suruh anak buahnya memasang lampu angin, sementara dia sendiri duduk di sampan-Kira2 setanakan nasi kemudian, Kho Ting seng dan Ji Siu sengpun menyusul tiba dengan kedua sampan mereka. Cin Te-khong menyambut kedatangan mereka, katanya. "Kalian sudah letih tentunya." Kho Ting-seng menjura, katanya. "Sudah lama cin-houhoat tiba di sini?" Cin Te-khong tertawa, katanya. "Baru saja, kalian harus berputar, sudah tentu sedikit terlambat." Cepat sekali kedua perahu itupun merapat di darat. Kata Ji Siu- seng. "Untung cin-houhoat menyulut pelita di sini, kalau tidak sukar menemukan tempat ini." "Keadaan sekitar sini aku paling apal, arus air di sinipun tidak deras, tempat ini paling cocok untuk berteduh dari hujan angin, di daratan sebelah sana ada tanah lapang berumput, kita bisa duduk atau merebahkan diri sambil mengawasi situasi perairan, ada gerakan apapun di air tentu tak lepas dari pandangan kita. Hayolah kita mendarat, sudah kubawakan arak dan hidangan, mari makan minum sepuasnya." "cin-houhoat," Kata Ji Siu-seng. "kita bertugas meronda keadaan perairan sini, janganlah kita lena?" Cin Te-khong tertawa dengan pongahnya, katanya. "Ji-heng terlalu jujur, memangnya semalam suntuk kita harus mondar mandir dipermukaan air melulu, sekali2 patrolikan sudah Cukup, kita juga perlu istirahat. Apalagi sambil makan minum di sana kita sekaligus bisa mengawasi situasi perairan, setelah istirahat sejenak. kita harus periksa juga keadaan hutan sekitar sini." Lalu dia mendahului melompat ke sana dan menambahkan- "Hayolah, aku naik lebih dulu." .. Mendengar bakal makan minum sepuasnya, Kho Ting-seng segera tertawa, katanya. "Ji-heng, situasi daerah ini cin-houhoat apal seperti membaca telapak tangannya sendiri, kita turuti saja kehendaknya." Lalu dia melompat ke daratan juga. Terpaksa Ji Siu-seng ikut melompat naik. Apa yang dikatakan Cin Te-khong memang tidak salah, tidak jauh dari tepi danau adalah sebuah tanah lapang, lereng di depan adalah hutan yang cukup lebat, di depan hutan inilah terdapat tanah berumput yang datar. Cin Te-khong sudah mendahului duduk di atas rumput, katanya dengan tertawa. "Kho-heng,ji-heng, lekas duduk, sayang malam ini tiada rembulan, makan minum di tempat gelap rasanya jadi kurang nikmat." Kho Ting-seng dan Ji Siu-seng juga lantas duduk di tanah berumput, sementara anak buah Cin Te-khong sudah menjinjing sebuah guci arak dari atas sampan, tiga mangkuk dan sebungkus makanan di taruh di tengah mereka. Waktu bungkusan di-buka, ternyata isinya ada babi panggang, ayam goreng, dendeng dan telur asin segala. Ji Siu-seng bertanya heran-"cin-houhoat dari mana kau peroleh makanan sebanyak ini?" Sambil meraih poci arak Cin Te-khong mengisi penuh mangkuk kedua orang lalu mengisi mangkuk sendiri, katanya setelah meneguk araknya. "Asal punya duit, setanpUn bisa kita perintah, tahu malam ini aku bertugas, diam2 kusogok koki untuk menyiapkan makanan ini. Hawa sedingin ini, siapa tahan bergadang semalam suntuk tanpa minum arak?" Lalu dia Celingukan-"Hayolah, kalian jangan sungkan, sikat dulu makanan ini" Sembariomongdiaambil pahaayamterusdilalap. Kho Ting-seng angkat mangkuk araknya, katanya. "cin-houhoat, kuaturkan seCawan arak ini." Sambil menggerogoti paha ayam Cin Te-khong angkat mangkuk araknya dan ditenggak habis, ka-tanya menoleh ke arah Ji Siu-seng. "KenapaJi-hengtidak minumarak?" "Akutidakbiasa minumarak."sahutJiSiu-seng. "Memangnya Ji-heng kenapa?" Ejek Cin Te-khong. "Tidak bisa minumjugaharusmencicipisedikit, terusterang,arakyangkubawa malam ini paling cocok dengan makanan yang kubawa, sengaja kusediakan untukJi-hengpula." "Ah, mana berani kuterima kebaikan cin-houhoat," Ujar Ji Siuseng. Mendadak Cin Te-khong menarik muka, katanya. "Ji-heng kira aku berkelakar denganmu? Terus terang semua hidangan ini memang khusus kusediakan untukmu. Kau tahu apa maksudku?" "Hamba tidak tahu, harap cin-houhoat menjelaskan," Kata Ji Siuseng. Cin Te-khong tergelak2, katanya. "Berapa kali manusia mabuk dalam hidup ini? Kusediakan makan minum malam ini untuk mempertemukan duplikat seorang kepada Ji-heng." "o, duplikat siapa itu?" Tanya Ji Siu seng. "Duplikat yang kubawa kemari ini punya nenek moyang yang sama dengan Ji-heng," Lalu beruntun dia tepuk tangan tiga kali, serunya keras2. "Ji-heng, kau boleh keluar sekarang." Lenyap suaranya, tampak dari hutan sana beranjak keluar seorang dan menjura pada Cin Te-khong, katanya. "Hamba sudah datang."CinTe-khong menudingJiSiu-seng,katanya. "Inilah Ji-houhoat, murid Bu-tong-pay, kalian harus berkenalan dengan akrab." Malam pekat,Ji Siu-seng sukar melihat wajah orang, cuma terasa olehnya perawakan dan dandanan orang ini agak mirip dirinya, walau merasa heran, lekas ia menjura, katanya. "Mohon tanya siapa nama Ji-heng yang mulia." Orang itu pelan2 mendekati sambil berkata. "Siaute bernama Ji Siu-seng, mendapat perintah untuk menggantikan kau." Ji Siu-seng berjingkat kaget dan mundur selangkah, tangan memegang gagang pedang dan bertanya mendelik ke arah Cin Te- khong. "Cin-houhoat, apa maksudmu ini?" Cin Te-khong menyeringai, katanya. "Kenapa Ji-heng bersikap sekasar ini? Maksud perjamuan yang kusediakan ini adalah untuk menyambut kehadiran Ji-heng ini, sekaligus untuk mengantar keberangkatan Ji-heng pula." Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sampai di sini tiba2 dia menarik muka serta menghardik. "Tunggu apa lagi, lekas turun tangan ... . " Belum habis dia bicara, tahu2 terasa pinggang sendiri menjadi kaku. Didengarnya seorang berbisik dipinggir telinganya. "Maaf Cinhouhoat, sementara bikin susah dirimu." Ternyata yang bicara adalah anak buahnya yang pegang gayuh di sampannya, yaitu Li Hek kau, Hong-gan-hiat dipinggang Cin Tekhong telah ditutuknya. Kejadian berlangsung dalam sekejap mata, tahu gelagat tidak menguntungkan Ji Siu-seng lantas melolos pedang, hardiknya. "Cin Te-khong, Jadi kau ini mata2 Hek liong-hwe, apa yang hendak kau lakukan atas diriku?" Seorang anak-buah Cin Te-khong yang lain bernama Ong Ma-cu, sambil berdiri di sana dia pegang sebuah kotak perak yang kemilau, itulah Som-lo-ling adanya, ia minta petunjuk kepada Cin Te-khong. "Cin-houhoat, menurut perintahmu Ji siu-seng yang mana yang harus kubidik?" Cin Te-khong tetap duduk di sana, keringat ber-ketes2 membasahi kepala dan selebar mukanya, tapi mulutnya tetap terkancing. Mengawasi Ji Siu-seng palsu, tiba2 kelasi bernama Ong Ma-cu itu angkat kotak gepeng perak ditangannya sambil tertawa, katanya. "Memangnya saudara ini belum melihat jelas? Kenapa tidak lekas menyerah untuk dibelenggu, memangnya perlu ku-turun tangan?" Baru sekarang orang yang menyamar Ji Siu-seng itu tahu gelagat jelek. mendadakdiamelompatmundurterushendak melarikandiri. Ong Ma-cu ter-gelak2, katanya. "Aku tidak menyerangmu dengan Som lo-ling ini lantaran ingin membekukmu hidup2, memangnya kau bisa melarikan diri?" Melihat bangsat yang menyaru dirinya hendak lari Ji Siu-seng segera menghardik. "Keparat, ke mana kau lari?" Baru saja dia hendak menubruk maju, kelasi tadi telah bergelak tawa, serunya. "Ji heng, tak usah dikejar, dia tidak akan bisa lolos." Betul juga, belum kata2 Ong Ma-cu itu berakhir, dari arah depan sana dua bayangan orang tampak berkelebat maju memapak Ji Siusengpalsuseraya membentak."Berdirisajakawan, jangan lari." Ji Siu-seng melihat jelas, kedua orang yang mencegat Ji Siu-seng palsu adalah anak buah di sampan Kho Ting-seng, ia merasa heran dan kaget, dilihatnya anak buah yang pegang kotak gepeng perak telah menyimpan benda itu. "Sreng", tahu2 dia telah melolos sebatang pedang panjang, teriak-nya. "Song-heng, Tio-heng, kitakan sudah berjanji, orang ini serahkan padaku ......" Sekali lompat dia sudah menubruk tiba disamping musuh, kata-nya. "Saudara, keluarkan senjatamu." Baru sekarang Ji Siu-seng sadar duduk persoalannya, serunya. "Aha, kiranya Kongsun-houhoat adanya." Kongsun houhoat ialah Thian long-kiam Kongsun Siang. Terdengar seorang anak buah yang berdiri di samping Cin Te- khong itu tertawa lantang, katanya. "Betul, dia memang kongsunhouhoat, boleh Ji-heng duduk saja, sekarang marilah minum arak sepuasnya." Kembali Ji Siu-seng melongo kaget, lekas dia menjura dan berteriak heran. "He, engkau kiranya Cong-su-cia adanya." Anak buah bernama "Li Hek kau" Sementara itu sudah mencuci obat rias diwajahnya. katanya tersenyum. "Ya, aku memang Ling Kun-gi." Melenggong sejenak. segera Ji Siu-seng. ber-jingkrak girang, serunya. "Kiranya memang Congcoh, kalau bukan kalian yang menyamar, pastijiwa hambasudahamblas malamini." Sementara itu Kongsun Siang yang menyaru jadi Ong Ma-cu dengan gerakan Long-sing-poh telah menerjang ke samping Ji Siu- seng palsu, ternyata reaksi Ji Siu-seng palsu juga sebat dan cepat luarbiasa, sekaliayunpedang menusuk kebadan Kongsun Siang. Betapa cepat serangan pedang orang ini, cabut pedang terus menusuk dilakukan serentak dalam waktu yang amat singkat, jelas iapun memilikiIlmu pedangyang luarbiasa. "Serangan bagus" Seru kongsun Siang sambil tertawa "Trang", lelatu api meletik, dua pedang beradu keras dan menerbitkan gema suara nyaring panjang. Kedua orang sama2 merasakan telapak tangan sakit kesemutan- Kongsun Siang menerjang ke samping, pedang berkisar, serangan jurus ke dua sudah dia lancarkan mendahului musuh. Ternyata gerakan Ji Siu-seng palsu ini juga tidak lambat, serempak iapun memutar, kembali dengung suara keras beradunya dua senjata terdengar, tusukan pedang Kongsun Siang ternyata kena disampuknya pergi. Kongsun Siang tertawa, serunya. "Kau berani menyaru Ji-heng, kenapa Ilmu pedang Bu-tong-pay tidak kau yakinkan sekalian?" Sambil bicara secara beruntun ia mencecar pula tiga kali tusukanLawan tidak berkata sepatahpun, pedang tetap balas menyerang dengan sengit, beruntun iapun balas menyerang tiga jurus. Ini merupakan pertandingan pedang tingkat tinggi yang jarang terlihat, kecuali samberan Sinar pedang bagai kilat berkelebat, Sering pula terdengar suara dering pedang yang beradu secara keras. Thian-long-kiam-hoat yang diyakinkan Kong-sun Siang memang menjurus kealiran liar yang ganas dan buas. pedangnya sering menyerang tatkala lawan menyangka dia hendak kabur, tahu2 orang malah dicecar dengan tusukan dan tabasan yang sukar dijaga, Tapi permainan Ilmu pedang Ji Siu-seng palsu ini ternyata cepat sekali, pedangnya bergerak laksana kitiran, setiap jurus serangan juga mematikan,jadi Ilmu pedang mereka memang sama2 keji dan hebat. Ling Kun-gi ikut menyaksikan dengan seksama dan penuh perhatian, demikian pula Ji siu-seng dan kedua anak buah lainnya sama menonton dengan berdebar. Suatu ketika Ji Siu-seng melirik kearah Cin Te-khong dan Kho Ting-seng yang duduk dan menggeletak tertutuk Hiat-tonya, diam2 dia membatin. "Syukurlah kedua orang ini sudah terbekuk lebih dulu oleh Cong-su-cia dan Kongsun-houhoat yang muncul malam ini, entah bagaimana mereka bisa tahu akan muslihat musuh yang licik ini?" Serta merta matanya mengerling ke arah Ling Kun-gi, diam2 hatinya menaruh hormat dan kagum luar biasa kepada Cong su-cia yang masih muda dan gagah perkasa ini, Dilihatnya Kun-gi pegang mangkuk sambil meneguk arak pelan2, wajahnya mengulum senyum cerah, sikapnya tenang2 saja seakan2 dia sudah yakin bila Kongsun Siang akhirnya pasti menang. Diam2 ji Siu-seng keheranan, lekas dia menoleh pula mengawasi kedua orang yang tengah berhantam, keduanya masih tetap saling serang, lingkaran cahaya pedang kini bertambah luas mencakup lima tombak di sekeliling gelanggang sehingga sukar dia memastikan siapa bakal menang dan kalah. Padahal kedua orang sudah bergebrak seratus jurus lebih. Se-konyong2 terdengar Kongsun siang membentak. pedang bergerak lebih kencang lagi, beruntun tiga jurus lihay dilancarkan, maka terbit pula dering nyaring beradunya senjata mereka, pedang di tangan Ji siu-seng palsu tampak terpukul jatuh di tanah berumput. Sekali tuding pedang Kongsun Siang menutuk ke dada lawan, serunya dengan gelak tertawa. "Kan sudah kepepet, memangnya tidak terima kalah dan menyerah?" Lekas Ji siu-seng palsu menarik napas dan mengempiskan dada sambil mundur dua langkah, teriaknya beringas. "Siapa bakal mampus masih sukar diramaikan." Mendadak tangan kiri ter-ayun dan mulut membentak, dia melenting tinggi melesat miring ke sana. Kiranya dia tahu keadaan cukup gawat, kecUali Kongsun Siang, masih ada dua orang lain yang mencegat jalan mundurnya, maka dia pura2 menyerang dan berusaha melarikan diri. Melihat tangan orang terayun, tapi tidak menimpukkan senjata rahasia, Kongsun Siang membade lawan hanya main gertak dan berusaha melarikan diri, maka dengan tawa lantang dia berkata. "Kau masih ingin ngacir, kukira tidak gampang."-Tangan kanan sekali bergerak. pedang ditangannya seketika meluncur dan "crap" Menancap ambles di tanah berumput sana, sementara seringan burung walet badannya melambung tinggi berusaha mencegat lawan di tengah udara. Ji siu-seng palsu semakin murka, teriaknya. "Turun kau" Ia songsong tubrukan Kongsun Siang dengan pukulan telak. Sudah tentu dikala tubuh terapung Kongsun Siang juga sudah siaga, maka iapun melancarkan pukulan keras menyambut hantaman lawan"Brak", di tengah udara kedua orang adu jotos, kekuatan pukulan mereka sampai menerbitkan suara yang membisingkan telinga, keduaorangsama2tertolakturunke tanahpula. Begitu menginjak bumi, mendadak kaki kiri Kongsun Siang melangkah setapak. tahu2 ia sudah mendesak tiba di samping Ji Siu-seng palsu, serentak dia tutuk siau-you-hiat di pinggang Ji Siuseng palsu. Ternyata Ji siu-seng palsu tidak kalah sebatnya, dengan gaya liong-bwe-hwi-hong (ekor naga menerbitkan angin) iapun balas menyerang, Tangkas sekali Kongsun Siang sudah ganti gaya sambil menyingkir ke samping, secara cepat luar biasa dan memberosot ke sebelah kanan Ji Siu-seng palsu, secepat kilat tahu2 tangan kirinya sudah cengkeram pergelangan tangan kanan lawan-Gerak ini sunguh cepat luar biasa, betapa lihay rangsakannya ini sungguh sukar dilukiskan-Untuk punahkan serangan lawan jelas tidak sempat lagi, maka Ji siu-seng palsu menggeram sekeras2nya, tangan kiri mengepal, sekuatnya dia genjot muka Kongsun Siang, sementara kelima jari kanan membalik balas pegang pergelangan tangan Kongsun Siang. Tapi tiba2 tangan kanan Kongsun Siang juga membalik dan lancarkan Kim-na-jiu-hoat, tangan kiri lawanpun kena dipegangnya pula. Sebelah tangan masing2 sama2 kena dipegang lawan, tinggal sebuah tangan yang lain saling serang secara cepat dalam jarak dekat,tiba2menepuktahu2menutuk. mendadakgantijotosanserta berbagai tipu lihay, keduanya berebut waktu dan mengadu kecepatan- Betapapun situasi memang tidak menguntung-kan Ji Siu-seng palsu, dia ingin lari secepatnya, mendadak dia menghardik, serentak kaki kanan menendang ke selangkangan Kongsun Siang, sementara tangan kanan sedang saling serang dengan lawan, tak mungkin Kongsun Siang menghindar atau menangkis tendangan ini. Namun Kongsun Siang bukan lawan empuk. tiba2 dia lepaskan pegangannya, tangan kiri berbareng membalik dengan mengerahkan tenaga sehingga tangan sendiri yang dipegang lawan terlepas, dan jari bagai jepitan besi terus menutuk ke kaki lawan yang menendang tiba. Kedua pihak hampir bersamaan melepas pegangan tangan-Baru saja Ji Siu-seng merasa senang asal pegangan jari lawan terlepas, maka ada harapan dirinya untuk melarikan diri. Tak terduga tiba2 terasa lm-koh-hiat di kaki kirinya kesemutan, tanpa kuasa tubuhnya lantas doyong ke depan-Secepat kilat Kongsun siang lantas susuli pula dan kali tutukan Hiat-to besar diantara tulang rusuknya. "Blang" Kontan dia terbanting roboh tak berkutik. Kongsun siang menyeringai bangga, dia jemput pedangnya dan dimasukkan keserangkanya, sekali raih dia jinjing tubuh Ji Siu-seng palsu dan menghampiri Ling Kun-gi dengan langkah lebar. "Bluk" Dia banting tubuh Ji Siu-seng palsu ke tanah terus menjura, katanya. "Syukurlah hamba telah menunaikan tugas." Kun-gi manggut2, katanya. "Sudah kuduga Kongsun-heng pasti berhasil membekuk musuh, maka sengaja kusediakan secawan arak untuk menyuguh dan merayakan kemenangan Kongsun-heng." "Terima kasih Cong-coh," Ucap Kongsun Siang ia terima mangkuk arakitu terus ditenggaknya habis. "Marilah Song-heng dan Thio-heng," Kata Kun-gi menoleh ke sana. "marilah kita bersama2 minum beberapa mangkuk." Heran Kongsun Siang, katanya. "Bukankah Cong-coh biasanya tidak suka minum arak?" "Betul, biasanya aku jarang minum arak. semangkuk saja mungkin sudah mabuk, tapi malam ini Cin-heng ini dengan susah payah menyiapkan perjamuan ini, hayolah jangan sia2kan maksud baik-nya." Maka be-ramai2 mereka sama duduk di sekitar Ling Kungi. Song Tek-seng dan Thio Lamjiang segera menghapus obat rias di mukanya, sementara Ji Siu-seng mengisi arak ke dalam mangkuk. Kun-gi duduk di tengah antara Cin Te-khong dan Ko-Ting-seng, dengan enteng kedua tangannya bergerak, seperti mengulap saja jari2 tangannya sudah membuka tutukan Hiat-to di tubuh orang. Sedikit bergetar, Cin Te-khong dan Kho Ting-seng sama2 membuka mata. Lekas Cin Te-khong menggerakkan kedua tangan berusaha bangun berduduk. tapi beberapa kali bergerak selalu gagal, ternyata didapatinya kaki tangan terasa lunglai, ada Hiat-to yang masih tertutuk, akhirnya dia menghela napas panjang, tapi sorot matanya beringas, bentaknya. "orang she Ling, apa kehendakmu?" "Cin-heng sudah siuman?" Tanya Kun-gi tawar. "Bukankah tadi kau bilang, kapan manusia hidup pernah mabuk. nah silakan minum beberapa mangkuk ini." "orang she Ling," Desis Cin Te-khong penuh marah. "jangan kau ber-muka2 di depanku. Mau bunuh atau sembelih boleh silakan, jangan kira aku akan mengerut kening." Tegak alis Kongsun Siang, katanya dingin. "cin Te-khong, berani kau kurang ajar, kau ingin kuiris sebuah kupingmu. " Cin Te-khong menggerung gusar, serunya. "Rahasiaku sudah terbongkar, kecuali mati tiada urusan lain yang lebih besar lagi, kau kira aku ini pengecut yang bernyali kecil? Apalagi umpama orang she cin betul2 mati pasti juga ada orang akan membalas dendamku." Kun-gi angkat mangkuk araknya dan meneguk sekali, katanya sambil menoleh. "Rahasia cin-heng sendiri sudah terbongkar, memangnya beberapa anak buahmu itu bisa berbuat apa?" "Akutidakpunyaanak buah,"kataCin Tek-hong ketus. "Dua orang yang kau suruh menaruh air teh di kamarku, bukankah mereka anak buahmu?" Berubah air muka Cin Tek-hong, dingin katanya. "Aku tidak tahu apa katamu." "Setelah kita puas makan minum dan pulang, Cin-heng akan tahu duduk persoalannya." Kongsun Siang heran, tanyanya. "Cong-coh bilang bahwa di kapal kita masih ada komplotan mereka?" Ling Kun-gi tersenyum penuh arti, katanya. "Sudah tentu masih ada, kalau malam ini kita tidak membekuk Cin-heng, beberapa hari lagi mungkin komplotan mereka akan bertambah banyak lagi, jabatan Cong-su-cia yang kududuki ini juga pasti harus kuserahkan kepada Cin-heng ini." Song Tek-seng menimbrung. "Benar Cong-coh, umpama malam ini bila rencana mereka berhasil baik, komplotan mereka akan bertambahseorang lagidiataskapalkita." Kun-gi tersenyum padanya, katanya. "Syukurlah kalau Song-heng tahu, tapi tiga hari yang lalu waktu Song-heng pulang ronda, kau pernah membawa pulang orang mereka." Song Tek-seng berjingkat kaget, tanyanya. "Hamba membawa pulang orang mereka?" Lalu dia berpaling ke arah Kho Ting-seng. "Apakah dia yang Cong-coh maksud?" "Kho-heng ini ikutdatangdari Hoa-keh-sanceng,"ujar Kun-gi. "O, Kho Ting-seng, kaukah yang mencelakai jiwa Ho Siang- seng?" Teriak Song Tek-seng murka. "Orang she Ling," Dengus Cin Tek-hong. "agaknya kau sudah tahu seluruhnya, tentu Li Hek-kau yang membeberkan semua ini." Li Hek-kau dan Ong Ma-cu adalah kedua kelasi disampan Cin Tek- hong. Kun-gi meneguk araknya pula, katanya tertawa. "Apa yang diketahui Li Hek-kau dan Ong Ma-cu amat terbatas, tanpa tanya mereka aku sudah tahu lebih banyak lagi." "Darimana kau bisa tahu?" Tanya Cin Tek-hong. Sekali mengebas tangan Ling Kun-gi bebaskan tutukan hiat-to di lengan orang, lalu angsurkan semangkuk padanya, katanya. "Silakan minum Cin-heng." Cin Tek-hong memang setan arak, tanpa sungkan dia terima mangkuk itu terus di tenggaknya habis, katanya sambil ber-kecap2. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kukira rencanaku hari ini cukup rahasia dan teliti, tak nyana terbongkar juga oleh Cong-coh, terus terang aku mengaku kalah, cuma cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?" "Aku orang baru, semua masih serba asing, sudah tentu Cin-heng sendiriyang memberitahupadaku," UcapKun-gi tertawa. Terbeliak mata Cin Tek-hong, katanya keras. "Aku yang memberitahukan padamu?" Nadanya heran tak percaya dan penasaran. "Malam ini aku ingin bicara blak2an dengan Cin-heng, untuk itu terpaksa aku menyamar jadi Li Hek-kau dan ikut kemari, marilah sambil habiskan arak kita mengobrol," Lalu Kun-gi ambil poci arak, sertamengisi, mangkuksemuaorang. Cin Tek-hong terkekeh, katanya. "Cong-coh mencekok aku dengan arak untuk mengorek keteranganku?? "Segalanya sudah kuketahui, untuk apa minta keterangan padamu. Tapi memang ada beberapa persoalan ingin aku minta penjelasan Cin-heng, nanti setelah kukatakan, terserah Cin-heng mau menjelaskan atau tidak, aku takkan memaksa." Cin Tek-hong raih mangkuk araknya terus ditenggaknya, katanya. "Baiklah, coba Cong-coh ka-takan, dalam hal apa aku telah memberitahukan Cong-coh." Kun-gi angkat mangkuk arak sembari berka-ta. "Silakan semua minum, tak usah sungkan." Lalu berkata kepada Cin Tek-hong. "Malam harinya setelah Cinheng diangkat menjadi Houhoat, kau mengira aku mabuk dan tertidur pulas, maka kau gunakan Som-lo-ling berusaha membunuhku secara gelap ....' "Darimana Cong-coh tahu kalau itu perbuatanku?" Tukas Cin Tekhong. "Semula memang sukar kuraba dan bukan Cin-heng yang kucurigai, soalnya orang itu terlalu apal mengenai keadaan dan seluk-beluk Hoa-keh-ceng, jadi jelas dia bukan orang luar, sementara dua orang kita yang bertugas ditepi danau terpukul mati oleh getaran tenaga dalam dari aliran Lwekeh yang dahsyat, dari keadaan kematian kedua orang ini dapat kusimpulkan mereka terpukul dalam jarak satu sampai dua tombak dengan getaran Bik- khong-ciang, dan orang yang memiliki pukulan telapak tangan sedahsyat itu dalam Pang kita hanya Coh-houhoat dan Cin-heng berdua, sudah tentu Yu-houhoat sendiri juga memiliki kekuatan yang seimbang, tapi dia ahli ilmu kepalan bukan pukulan telapak tangan, perawakan Leng-heng kurus tinggi, jelas tidak cocok dengan perawakan orang itu, oleh karena itu aku lebih cenderung untuk mencurigai Cin-heng." Cin Tek-hong tenggak beberapa teguk araknya, katanya menyeringai. "Analisa Cong-coh sungguh teliti dan cermat, agaknya aku memang terlampau rendah menilaimu." Kun-gi melirik ke arah Kho Ting-seng, katanya. "Waktu aku kembali, kebetulan kesamplok dengan Kho-heng, dia berjaga di tenggara Hoa-keh-ceng, merupakan jalan satu2nya yang harus di- lewati siapapun kalau pulang dari danau, kalau jejakku bisa konangan dia, kenapa kedatangan Cin-heng tidak diketahui? Hal ini sudah menimbulkan kecurigaanku, disamping itu dia berjuluk Gintancu (si pelor perak), seorang yang kesohor menggunakan senjata rahasia di kalangan Kangouw tentu memiliki kepandaian khusus yang betul2 lihay dan tinggi, tapi waktu dia menimpuk diriku, tenaganya lemah dan sasaran kurang telak, kepandaian rendah begini tak mungkin bisa kesohor dengan julukan Gintancu, mau tak mau aku dipaksa untuk sedikit memperhatikan dirinya, maka kudapati pula wajahnya telah dirias, karena itu aku menarik kesimpulan kalau dia mungkin sekongkol dan sekomplotan dengan Cin-heng, orang ini terang adalah samaran yang menyelundup ke Pek-hoa-pang kita." Berubah air muka Kho Ting-seng, tanyanya. "Jadi sejak mula Cong-coh sudah tahu kalau wajahku ini riasan?" "Wajah yang dirias mungkin bisa mengelabui orang lain, tapi tak mungkin mengelabui kedua mataku. Tempo hari waktu Nyo Keh-cong dan Sim Kiansin kembali dengan terluka, akupun mendapatkan wajah mereka juga riasan, hari kedua waktu rombongan Song-heng pulang ronda, muka Ho Siang-seng juga telah dirias pula, oleh karena itu dapat kusimpulkan, setiap kalian keluar bertugas dengan cara bergilir satu persatu kalian menculik orang kita lalu menukarnya dengan seorang lain yang telah kalian rias mirip wajah orang aslinya dan diselundupkan kemari, bila kapal kita tiba di Hekliong-hwe, maka seluruh Houhoat dan Houhoat-su-cia telah kalian gantidenganbegundal kalian sendiri" Cin Tek-hong menarik napas panjang, katanya lemas. "Inilah yang dinamakan sekali salah langkah seluruh rencana porak-poranda. Saudara Ling, memang hebat kau!" "O, pantas waktu malam itu aku giliran tugas, Cong-coh pesan wanti2 supaya aku berlaku hati2" Kata Kongsun Siang. "Ya, waktu itu aku kira sasaran berikutnya adalah kau, karena sampan yang kau gunakan hari itu adalah sampan yang digunakan Sim Kian sin, tapi akhirnya kuketahui hanya kedua anak perahu yang telah diganti," Merandek sebentar lalu Kun-gi melanjutkan. "Malam itu dengan menggunakan Som-lo-ling seseorang berusaha membunuh Thay-siang, malah memfitnahku pula dengan menyelundupkan barang bukti kekamarku ......." Memang peristiwa itu tiada buntutnya, padahal barang bukti sudah tergeledah dari kamar Ling Kun-gi dan dia sudah digusur ke hadapan Thay-siang, kenyataan dia masih membawa Ih Thiankiam, tanda kebesaran jabatannya sekarang, dia tetap menduduki Cong- su-cia. Bagaimana kelanjutan dan akhir dari peristiwa itu? Sudah tentu semua orang mengharap untuk mengetahui.. Kini Ling Kun-gi menyinggung peristiwa malam itu, maka Kongsun Siang, Song Tek-song, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng sama pasang kuping mendengarkan dengan penuh perhatian. Sampaipun Cin Tek-hong, Kho Ting-seng tiruan juga terbelalak menunggu cerita lanjutannya. Kun-gi tersenyum, tuturnya. "Malam itu juga, di antara para Taycia kutemukan juga orang yang telah dirias." Kongsun Siang tanya. "Ke12 Taycia semuanya mengenakan kedok, cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?" "Karena kudapati salah seorang mereka mengunjuk aksi yang mencurigakan, maka hal ini kulaporkan kepada Thay-siang, atas persetujuan beliau kusuruh mereka mencopot kedok dan kutemukan kepalsuannya." Song Tek-seng tertawa riang, katanya. "Cong-coh telah membekuknya?" "Orang ini bernama Ci Gwat-ngo, salah seorang pimpinan orang2 Hek-liong-hwe yang dipendam dalamPek-hoa-pang kita." Berubah rona muka Cin Tek-khong, tanpa bersuara dia teguk lagi araknya. "Malam itu juga berhasil kuringkus seorang dara kembang tiruan, orang inilah yang biasa menjadi kurir antara Cin-heng dengan Ci Gwat-ngo, malam itu kusuruh dia mondar-mandir di dek tingkat kedua sebelah kanan untuk memberi kabar kepada Cin-heng." "Kalau mereka sudah mengakui segala lakonnya, kenapa aku tidakditangkappadawaktuitu juga?" TanyaCinTek-hong. Kalem senyum Kun-gi, katanya. "Sepanjang perjalanan kapal kita ini kalian berusaha mengganti orang2 kita satu persatu, maka kugunakan pula cara dan akal yang sama untuk balas menipu kalian, sepanjang perjalanan akan kutangkap setiap orang utusan kalian yang diselundupkan ke atas kapal." Cin Tek-hong ambil mangkuk araknya dan ditenggaknya habis pula, dengusnya. "Saudara memang lihay, bukan saja jaringan rahasia kami terbongkar seluruhnya, malah orange kita akan kau jaring pula satu persatu sepanjang jalan ini, orang yang licik dan licin seperti ini, mana boleh kubiarkan kau hidup." Tiba2 mangkuk ditangannya mencelat, telapak tangan besinya secepat kilat menekan ke dada Ling Kun-gi. Cin Tek-hong duduk di sebelah kiri Kun-gi, pukulan ini sudah sejak tadi dia siapkan, sebetulnya sudah bisa turun tangan sejak tadi, tapi dia harus menunggu kesempatan. Dikala Kun-gi tidak siaga baru akan menyerangnya secara mendadak dengan pukulan mematikan. Seperti diketahui dia meyakinkan Hansi-ciang, pukulan aliran sesat yang dingin beracun dan jahat sekali, sedikit hawa dingin meresap ke badan dan cukup untuk menewaskan jiwa Ling Kun-gi. Maka dapatlah dibayangkan bila pukulan telak ini dikerahkan setaker kekuatannya. Ketika Kun-gi habis bicara, tangan kanan angkat mangkuk menghirup arak, baru saja arak masuk ke mulut, belum lagi mangkuk arak diturunkan, sementara tangan kirinya lagi menjemput telurasin, sudahtentusedikitpun diatidaksiaga. Sama sekali Kun-gi seperti tidak merasakan bahwa telapak tangan Cin Tek-hong telah mengancam ulu hatinya, tiba2 ia berpaling sambil berkata dengan tertawa kepada Cin Tek-hong. "Kenapa Cin-heng hanya minum saja tanpa makan? Telur asin ini enak rasanya." Pendekar Bunga Karya Chin Yung Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong