Ceritasilat Novel Online

Pedang Karat Pena Beraksara 15


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 15


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D   Sementara dia masih berbicara, Si Pena baja Tam Si-hoa telah merobek baju bagian bahu kiri yang dikenakan Ting Ci-kang, ternyata di atas bahu itu benar-benar terdapat sebuah codet.   Si Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun segera menjadi amat sedih, serunya tertahan.   "Ooooh, Ting pangcu, ternyata orang yang terbunuh benar-benar adalah Ting pangcu."   Setelah terbukti kalau orang yang tewas adalah Ting toakonya, Wi Tiong-hong turut merasakan hatinya menjadi kecut, tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.   Ketika Thipoan Tam Si-hoa melihat luka codet dibahu Ting Ci-kang, mula-mula dia-pun nampak tertegun, tapi kemudian sambil tertawa dingin ia maju selangkah ke depan, lalu dengan cepat menyambar kaki kanan Ting Ci-kang, melepaskan sepatunya dan merobek kaos kakinya setelah dirobek, mendadak dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, Wi Tiong-hong menjadi tertegun.   Sebelum anak muda itu sempat mengucapkan sesuatu, dengan melototkan matanya bulat-bulat si Mahluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun telah menegur keras.   "Saudara Tam, apakah kau berhasil menemukan sesuatu?"   Hawa amarah telah menyelimuti seluruh wajah Thipoan Tam Si-hoa, dengan sorot mata berkilat teriaknya keras-keras.   "Orang ini bukan Ting pangcu."   Sekujur tubuh Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun gemetar keras, buru-buru tanyanya dengan cemas.   "Lantas siapakah dia?" "Kalau bukan Ting pangcu, tentu saja dia adalah orang yang telah merampas pena mestika Lou-bun-si dari tangan Wi tayhiap." "Saudara Tam dari hal apa kau bisa mengetahui kalau orang ini bukan Ting pangcu?"   Thipoan Tam Si-hoa menjengek dingin.   "Setelah bangsat ini ingin menyaru yang persis, tentu saja dia tak akan tidak memperhatikan hal-hal yang terkecil dalam mensukseskan penyaruannya, bekas codet di bahu Ting pangcu telah diketahui setiap orang, hal tersebut sudah bukan termasuk suatu rahasia lagi." "Tapi dengan mata kepala sendiri siaute pernah menyaksikan kalau di kaki kanan Ting pangcu terdapat sebuah tahi lalat hitam, coba kalau dia tidak membuka sepatunya secara kebetulan, siapa-pun tak akan menyangka sampai kesitu, tapi justru disinilah titik kelemahannya berhasil diketahui." "Kalau dia bukan Ting pangcu, mengapa lencana pena baja dan surat wasiat darah itu asli?"   Tanya Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun dengan perasaan terkesiap. "Apa yang dikatakan Lok Lihiap tadi benar, mungkin Ting pangcu sudah menemui bahaya, tapi kemungkinan juga dia masih berada di tangan orang-orang Ban Kiam- hwee."   Mendadak terdengar suara gelak tertawa nyaring berkumandang memecahkan keheningan lalu seseorang berseru.   "Akhirnya berhasil dibuktikan juga."   Empat orang yang berada dalam ruangan sama-sama merasa amat terperanjat, buru- buru mereka mendongakkan kepalanya sambil mengalihkan perhatiannya ke arah mana asalnya suara itu.   Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dari belakang dua buah patung batu melayang turun seorang kakek gemuk pendek yang berjubah kedodoran.   "Siapakan kau?"   Mahkluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun segera membentak nyaring.   Thipoan Tam Si-hoa juga bergerak mundur dengan gerakan cepat lalu berjaga-jaga di depan pintu gerbang, dengan cepat tangan kanannya meloloskan sepasang senjata Poan-koan pitnya sambil bersiap siaga, bentaknya keras-keras.   "Saudara Ku, hari ini kita tak boleh melepaskan orang itu dengan begitu saja."   Kakek gemuk pendek itu tersenyum.   "Lohu hanya ingin membuktikan orang yang telah tewas ini Ting Ci-kang yang sesungguhnya atau bukan? Kini sudah terbukti bukan, tentu saja lohu-pun tak ingin bermusuhan dengan kalian, ayo cepat menyingkir dari situ ..."   Thipoan Tam Si-hoa tertawa dingin.   "Jika saudara adalah anggota dunia persilatan, artinya kau juga tahu bukan menyadap pembicaraan orang lain merupakan pantangan yang paling besar, kau tahu bagaimana harus menghukum diri atas dosa yang telah dilakukan."   Kakek gemuk pendek itu tetap tersenyum.   "Selamanya lohu pergi datang sekehendak hati sendiri, perduli amat dengan soal hukuman atau tidak." "Heeh ... heeh ... heeh ... bila saudara merasa berkepandaian tinggi, silahkan saja mencoba untuk menerjang ke luar dari hadapan kami."   Kembali kakek pendek itu tertawa hambar.   "Belum ada seorang manusia-pun di dunia ini yang sanggup menahan lohu di suatu tempat."   Seraya berkata dia lantas berjalan maju ke depan.   Wi Tiong-hong mengenali kakek ini sebagai si kakek yang muncul di rumah penginapan tempo hari dan bertanya kepadanya apakah Ting Ci-kang adalah anggota Ban kiam- hwee.   Waktu itu, dia pernah menyaksikan kelihayan gerakan tubuhnya, ilmu silat yang dimiliki kakek itu memang lihay sekali, dia masih ingat Lok Khi pernah bilang kalau dia berhasil melatih ilmu khikang pelindung badan.   Karena menguatirkan keselamatan Thi-poan Tam Si-hoa dan tahu kalau orang itu bukan tandingan si kakek, tanpa terasa dia maju mendekat dengan langkah pelan.   Lok Khi-pun merasa kurang puas setelah kena dipukul mundur selangkah oleh si kakek tempo hari, pikirnya.   "Baik atau buruk, hari ini aku harus bertarung melawannya."   Tampak olehnya dalam kuil kecil tersebut tiada jalan ke luar lain kecuali pintu gerbang, maka setelah dilihatnya engkoh Hongnya menuju ke arah Thipoan cepat-cepat dia menyusul dari belakang.   Si kakek gemuk pendek itu masih tetap mengelus jenggot sambil tersenyum, selangkah demi selangkah dia masih melanjutkan langkahnya menuju ke arah Thipoan Tam Si- hoa.   Merasa lawannya semakin mendekat, Thi-poan Tam Si-hoa mengangkat lengan kanannya dan menyodorkan mata pena poan koan-pitnya ke depan, lalu bentaknya keras-keras.   "Bila saudara berani maju selangkah lagi, jangan salahkan jika senjata aku orang she Tam tidak bermata."   Kakek gemuk pendek itu masih berlagak acuh tak acuh, bahkan sama sekali tidak memandang sekejap mata-pun.   dia masih tetap melanjutkan perjalanannya menuju ke arah pintu, pada hakekatnya sama sekali tidak menggubris ancaman lawan.   Thipoan Tam Si-hoa tertawa dingin, hawa murninya diam-diam disalurkan ke luar, pergelangan tangannya digetarkan menciptakan selapis bayangan pena, kemudian mengurung seluruh tubuh kakek gemuk pendek itu.   Serangan tersebut dilancarkan amat cepat dengan jurus serangan yang keji dan ganas, beberapa titik cahaya tajam dengan cepat menyelimuti sejauh beberapa depa.   Padahal selisih jarak kedua belah pihak dekat sekali, begitu pena baja itu melepaskan serangan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, untuk berkelit kembali dari ancaman bayangan pena lawan, rasanya hal itu bukan satu hal yang gampang.   Akan tetapi si kakek gemuk pendek itu masih berlagak acuh, seakan-akan sama sekali tidak melihat ancaman itu, senyuman masih menghiasi wajahnya, sambil mengelus jenggot dia menggerakan tangan lainnya.   Dengan cepat muncul segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat menyambar ke depan dan langsung menghambat gerak maju pena dari Thi-poan Tam Si-hoa.   Dengan cepat Thipoan Tam Si-hoa merasakan datangnya segulung tenaga hisapan yang kuat sekali menghisap senjata Poan koan pit di tangannya, hingga sama sekali tak bergerak.   Jangankan dipakai untuk melukai orang, sekali-pun ingin digerakan-pun bukan sesuatu yang gampang, tanpa terasa ia menjadi terperanjat sekali.   Lok Khi mendengus dingin, serunya.   "Itulah hasil permainan setan dari hawa khi kang pelindung badan, bukan terhitung suatu kepandaian yang kelewat mengejutkan hati manusia ..."   Dengan cepat dia menggerakkan serangannya melepaskan sebuah pukulan ke tubuh si kakek.   Kakek gemuk pendek itu memandang sekejap ke arahnya, lalu serunya sambil tertawa, "Hei bocah perempuan, rupanya kau mengenakan topeng kulit manusia untuk menutup wajah aslimu."   Dia bergerak ke samping menghindarkan diri dari serangan Lok Khi, kemudian dengan suatu gerakan yang manis melesat lewat persis dari sisi tubuh si Pena baja Tam Si-hoa.   Gerakan tubuh yang dipergunakan oleh kakek itu sungguh lihay dan hebat, tampak dia menggerakkan sedikit tubuhnya dan tahu-tahu ia sudah sampai di depan pintu gerbang dan membuka pintu.   Melihat kakek itu hendak membuka pintu untuk menerobos ke luar, Wi Tiong-hong segera melompat ke depan dan menerjang ke arahnya, sementara itu Lok Khi yang gagal menyerang telah membalikkan tubuhnya dengan cepat, kemudian menyerobot di depan Wi Tiong-hong langsung menerjang ke arah kakek itu.   Telapak tangan kirinya secepat kilat diayunkan ke muka, sementara tangan kanannya merogoh ke dalam saku mengeluarkan segumpal bola perak.   "Cri ing."   Serentetan cahaya pelangi berwarna perak telah menegang keras dalam bentuk sebilah pedang, sebuah bacokan kilat langsung dilontarkan.   Menghadapi bacokan yang datang, kakek gemuk pendek itu menyingkir kesebelah kanan melepaskan diri dari bacokan mata pedang, kemudian tangan kanannya menyambar ke muka tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan kiri Lok Khi.   Cengkeraman tersebut dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, hal ini memaksa Lok Khi mau tak mau harus bergeser dua depa ke samping untuk meloloskan diri dari ancaman.   Menggunakan kesempatan itu si kakek gemuk pendek itu maju selangkah ke depan mendesak ke samping tubuh Wi Tiong-hong.   Pada waktu itu Wi Tiong-hong sudah menyadari kalau orang ini memiliki ilmu silat yang amat lihay, maka sewaktu menyaksikan dia menerjang ke arahnya secara tiba- tiba, dia segera mengayunkan telapak tangannya siap melepaskan bacokan.   Tapi di saat si kakek gemuk pendek itu mendekati sisi tubuhnya itulah, mendadak terdengar dia berbisik.   "Bocah cilik, cepat berhenti, lohu hendak memberitahukan satu rahasia kepadamu."   Sementara Wi Tiong-hong masih tertegun, pedang lembeknya diputar sambil melancarkan serangan dengan gerakan aneh, selapis cahaya pedang segera berhamburan kemana-mana seperti hujan gerimis, bertitik-titik cahaya tajam langsung mengurung seluruh badan kakek pendek gemuk itu dan mengancam kedelapan belas buah jalan darah pentingnya.   Kakek gemuk pendek itu menerobos maju ke depan, lalu menyembunyikan diri di belakang punggung Wi Tiong-hong, buru-buru bentaknya keras.   "Bocah cilik, mengapa kau tidak segera menyuruh adik misanmu menghentikan serangan?"   Wi Tiong-hong tidak tahu rahasia apakah yang hendak dia sampaikan kepadanya, terpaksa serunya.   "Adikku, tunggu dulu."   Lok Khi agak tertegun, benar juga dia segera menghentikan gerakan pedangnya, kemudian sambil mendongakkan kepala tanyanya.   "Engkoh Hong, ada urusan apa?"   Kakek gemuk pendek yang bersembunyi di belakang tubuh Wi Tiong-hong segera berbisik lirih.   "Bocah cilik, cepat kau suruh mereka mengundurkan diri dari situ, rahasia yang hendak kusampaikan kepadamu tak boleh sampai diketahui oleh mereka."   Wi Tiong-hong manggut-manggut kepada Lok Khi dia-pun berseru.   "Adikku, mundurlah beberapa langkah lebih dulu."   Lok Khi gelisah sekali, dia menegur.   "Engkoh Hong, apakah kau telah dikuasai oleh bajingan tua itu?"   Kakek gemuk pendek itu segera melongokkan kepalanya dari sisi tubuh Wi Tiong-hong kemudian jengeknya.   "Huuh, bocah perempuan, tidak yang besar tidak yang kecil, kau anggap makian bajingan tua boleh sembarangan muncul dari mulutmu?"   Sementara itu Wi Tiong-hong telah berkata kepada Lok Khi.   "Tidak, aku hanya ingin berbincang sebentar dengannya, dia minta kau mundur beberapa langkah lebih dulu."   Dengan perasaan setengah percaya setengah tidak Lok Khi segera mundur beberapa langkah ke belakang. Kembali Kakek gemuk pendek itu berkata.   "Coba kau-pun suruh orang she Tam dan orang she Ku ini mundur beberapa langkah." "Sebenarnya kau ada urusan apa?"   Tanya Wi Tiong-hong sambil berpaling ke belakang "Persoalan yang hendak lohu sampaikan menyangkut masalah rahasia besar, mau didengar atau tidak terserah kepada dirimu sendiri,"   Bisik kakek gemuk pendek ini lirih. Terpaksa Wi Tiong-hong harus mendongakkan kepalanya seraya berkata.   "Saudara Tam, saudara Ku, bagaimana jika kalian-pun turut mundur berapa langkah?"   Berhubung lencana pena baja sudah berada di tangan Wi Tiong-hong, maka si pena baja Tam Si-hoa mau-pun si Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiong-sun telah menganggap dia sebagai wakil pangcu, mendengar perkataan tersebut tanpa terasa mereka mengundurkan diri ke belakang.   Setelah itu, Wi Tiong-hong baru membalikkan tubuhnya seraya berkata lagi.   "Lotiang, kalau ingin menyampaikan sesuatu sekarang boleh kau sampaikan."   Kakek gemuk pendek itu tersenyum kepadanya, kemudian bertanya.   "Bukankah lencana pena baja dari perkumpulan Thi-pit-pang berada di tanganmu?" "Benar lencana pena baja memang berada di sakuku."   Kakek gemuk pendek itu segera manggut-manggut.   "Bagus sekali, sekarang bukalah pintu gerbang dan hantarlah lohu pergi dari sini."   Kontan saja Wi Tiong-hong tertawa dingin.   "Hanya beberapa patah kata inikah yang hendak lotiang sampaikan kepadaku?"   Serunya. Sekulum senyuman yang ramah dan lembut seperti selalu menghiasi wajah si kakek gemuk pendek itu, dia memandang sekejap ke arah Wi Tiong-hong, kemudian serunya dengan nada tak senang.   "Kau anggap lohu sedang membohongi? Padahal jika lohu benar-benar pingin pergi, dengan mengandalkan kemampuan kalian beberapa orang, siapa-pun tak akan sanggup menahanku aku rasa kau pasti mempercayai akan kenyataan tersebut bukan?"   Teringat akan gerakan tubuhnya yang liehay dan ilmu silatnya yang tinggi, tanpa terasa Wi Tiong-hong mengangguk.   "Yaaa, mungkin saja benar,"   Katanya. "Kalau mungkin benar, berarti mungkin juga tidak benar?"   Jengek si kakek gemuk pendek itu sambil mendesis.   "Bocah kecil, kau anggap kepandaian silatmu mampu menahan lohu? Hehehehe ... lohu tidak ada waktu untuk berbicara lagi denganmu, ayo cepat bukakan pintu gerbang dan antar lohu ke luar dari pintu, lohu cuma ada sepatah kata saja. Selesai sampaikan lantas akan pergi, bila tidak percaya lohu-pun tak akan berbicara, tapi lohu tetap akan pergi dari sini, coba lihat saja apakah kalian sanggup menghalangi diriku atau tidak?" "Kalau toh lotiang menganggap kami tak sanggup menghalangi dirimu, buat apa kau minta kepadaku untuk membuka pintu dan mengantar kau ke luar dari sini?" "Suata pertanyaan yang bagus sekali."   Kakek gemuk pendek itu mengelus jenggotnya sambil tertawa.   "pertama dengan kedudukan lohu sekarang, setelah datang, sudah sepantasnya kalau kepergianku diantar orang secara hormat. Kini lencana pena baja berada di tanganmu, paling tidak kedudukanmu sekarang adalah wakil ketua dari perkumpulan Thi-pit-pang. Bila kau yang diminta menghantar lohu ke luar dari sini, tentu saja hal ini paling tepat."   Wi Tiong-hong diam-diam merasa geli sesudah mendengar perkaraan itu, pikirnya. "Kakek ini benar-benar aneh sekali, rupanya dia suruh aku yang menghantarnya ke luar karena dia ingin meninggikan derajat sendiri."   Terdengar kakek gemuk pendek itu berkata lebih jauh.   "Kedua, bila kau yang mengantar lohu ke luar, setibanya di depan pintu nanti dan selesai lohu menyampaikan rahasia tersebut, kau bisa segera membalikkan badan sambil menurunkan perintah bagi dirimu, bisa menghadang sendiri di depan pintu gerbang, tentu saja hal ini paling baik."   Makin didengar Wi Tiong-hong merasa semakin keheranan, belum sempat ia berbicara kembalisi kakek gemuk pendek itu berkata lebih jauh.   "Lohu telah selesai berbicara, dan sekarang-pun boleh segera membuka pintu."   Wi Tiong-hong memandang sekejap ke arahnya, akhirnya dia-pun manggut-manggut. "Baik. aku mempercayai lotiang."   Dengan wajah gembira kakek gemuk pendek itu berseru.   "Tak kusangka kau si bocah masih mempunyai pandangan mata yang cukup tajam."   Wi Tiong-hong segera membalikkan tubuh dan membuka pintu gerbang tersebut. Dengan langkah lebar kakek gemuk pendek itu mengikuti di belakang Wi Tiong-hong dan berjalan ke luar dari situ. Lok Khi yang menyaksikan kejadian tersebut segera berteriak.   "Engkoh Hong, sebenarnya apa saja yang telah kau bicarakan dengannya? Mengapa dia kau lepas?" "Hei, siapa bilang lohu dilepas olehnya? Adalah dia yang sedang menghantar lohu dengan hormat."   Bantah si kakek cepat. Dengan cepat Lok Khi melompat ke muka dan menyerobot ke hadapannya, ia berteriak keras.   "Engkoh Hong, jangan sampai tertipu oleh akal muslihatnya?" "Adikku jangan bertindak kurang hormat,"   Tegur Wi Tiong-hong cepat. Kemudian sambil mementang pintu gerbangnya lebar-lebar, dia berkata dengan lembut: "Silahkan lotiang."   Kakek gemuk pendek itu berpaling sambil tertawa, tanpa mengucapkan sepatah kata- pun dia melangkah ke luar dari pintu gerbang. Tapi begitu melangkah ke luar, mendadak ia berpaling kemudian bisiknya disisi telinga Wi Tiong-hong.   "Di belakang patung arca tersembunyi seseorang."   Sementara Wi Tiong-hong merasa terkejut, kakek gemuk pendek itu sudah melesat pergi.   Tapi, pada saat itu juga kembali ia mendengar bisikan yang lirih dan lembut: "Jangan lupa, Tutup pintu gerbang, keluarkan lencana pena bajamu dan perintahkan kepada orang she Tam untuk membawa ke luar orang itu, kejadian selanjutnya lihat saja menurut perkembangan selanjutnya."   Wi Tiong-hong tidak tahu siapakah orang yang bersembunyi di belakang patung arca tersebut, maka sesudah mendengar perkataan tersebut, segera timbul kecurigaan dalam hati kecilnya.   Menyaksikan kakek gemuk gemuk itu semakin menjauh, Lok Khi menjadi mendongkol sekali, tak tahan segera teriaknya.   "Engkoh Hong, sebenarnya apa yang telah ia sampaikan kepadamu?"   Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Walau-pun Thipoan Tam Si-hoa dan Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiangsun tidak mengucapkan sepatah kata-pun, dalam hati kecil mereka-pun sama-sama merasa keheranan, sementara itu mereka berdua juga turut ke luar dari ruangan.   Mendadak Ku Tiang-sun berseru tertahan lalu ujarnya.   "Saudara Tam, temanilah dulu Wi tayhiap, siaute akan pergi sebentar."   Selesai berkata, dia lantas beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut.   Wi Tiong-hong masih teringat dengan pesan si kakek gemuk pendek yang memintanya "jangan lupa menutup pintu gerbang", maka ketika dilihatnya si Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun pergi secara terburu-buru, hatinya segera tergerak.   Buru-buru serunya.   "Ku heng, harap tunggu sejenak."   Waktu itu si Makluk bertanduk tunggal sudah berada sejauh tujuh delapan langkah, mendengar teguran itu dia-pun berhenti, tanyanya.   "Wi tayhiap, ada urusan apa?"   Walau-pun pengalaman Wi Tiong-hong dalam dunia persilatan masih cetek.   namun dalam dalam soal ilmu sifat dia tak bodoh, dalam sekilas pandangan saja ia dapat melihat kalau sepasang telapak tangan Ku Tiang-sun berhenti persis di depan matanya, jelas dia menaruh perasaan was-was terhadap dirinya.   Kenyataan mana membuat hatinya semakin punya penghitungan sendiri.   Buru-buru dia tersenyum, kemudian katanya sambil menjura.   "Saudaraku, aku masih ada urusan penting yang harus diselesaikan, karena itu setelah menyampaikan beberapa patah kata nanti akan segera pergi, aku harap saudara Tam dan saudara Ku bersedia masuk dulu untuk membicarakan beberapa masalah penting."   Mendengar perkataan tersebut, tahulah si makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun bahwa dia mau tak mau harus balik dulu.   Maka semua orang-pun masuk kembali ke dalam ruang Sik-jin-tian, Wi Tiong-hong segera membalikkan badan sambil mengunci pintu gerbang rapat-rapat.   Makhluk, bertanduk tunggal Ku Tiang-sun nampak gelisah sekali, dengan tidak sabar dia menegur.   "Wi tayhiap, persoalan apakah yang hendak dibicarakan? Harap segera disampaikan." "Saudara Ku, paling tidak kita harus persilahkan Wi tayhiap untuk duduk lebih dulu sebelum berbicara,"   Tegur Tam Si-hoa cepat. Wi Tiong-hong membalikkan badan dengan berdiri membelakangi pintu, lalu ujarnya: "Tak usah, berbicara dalam keadaan begini-pun sama saja."   Dari gerak gerik engkoh Hongnya, Lok Khi sudah merasa ada sesuatu yang tak beres, dia merasa keheranan sekali, segera tegurnya.   "Sebenarnya apa sih yang diucapkan kakek itu kepadamu?"   Wi Tiong-hong tidak menjawab melainkan sambil mendongakkan kepala ujarnya kepada Tam Si-hoa.   "Saudara Tam, pergilah ke belakang patung arca itu dan gusur ke luar orang yang bersembunyi di sana."   Ucapan itu munculnya sangat mendadak dan sama sekali di luar dugaan siapa-pun, ternyata di belakang patung arca tersembunyi seseorang, suatu kejadian yang sama sekali tak terduga oleh siapa-pun.   Paras muka si Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun berubah hebat setelah mendengar perkataan itu.   Seluruh tubuh si Pena baja Tam Si-hoa juga bergetar keras karena tercengang bercampur kaget.   Terutama Lok Khi, dia sampai membelalakkan matanya lebar-lebar dengan mulut melongo.   Tam Si-hoa segera mengiakan dan berangkat ke belakang patung arca yang dimaksudkan.   Berkilat sepasang mata Ku Tiang-sun, dengan wajah terkejut mendadak ia membentak keras.   "Siapakah di situ? Berani benar bersembunyi di belakang sana?"   Sambil berseru dia memutar badannya kencang-kencang, tiga gulung cahaya biru serentak meluncur ke depan, satu menyerang dada Wi Tiong-hong, yang satu lagi menyerang jalan darah Tay-yang-hiat dikening Lok Khi (gadis itu berdiri agak miring) dan senjata rahasia ketiga mengancam punggung Tam Si-hoa.   Ketiga titik cahaya biru meluncur ke depan tanpa menimbulkan sedikit suara-pun, kecepatannya bagaikan sambaran kilat sukar di kuti dengan pandangan mata.   Siapa sangka Wi Tiong-hong justru sudah memperhatikan hal ini semenjak tadi, baru saja cahaya biru menyambar lewat, sambil tertawa nyaring dia sudah mengayunkan telapak tangannya melancarkan sebuah pukulan amat dahsyat.   ***   Jilid 16 Bab 32 "WEEESSS ... !"   DERUAN ANGIN TAJAM"   Menyambar lewat, seketika itu juga ke tiga batang senjata Toci-li yang beracun itu sudah kena tersambar sehingga rontok ke tanah.   Gerakan tubuh Lok Khi lebih cepat lagi, tidak nampak bagaimana dia menggerakkan tubuhnya, tahu-tahu gadis itu sudah tiba di hadapan Ku Tiang sun, lalu setelah mendengus dingin katanya.   "Rupanya kau memang tidak bermaksud jujur."   Mendadak jari tangannya diayunkan ke depan melepaskan sebuah totokan kilat.   Gerak serangan tersebut dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, si Makhluk bertanduk tunggal hanya merasakan bayangan bayangan manusia berkelebat lewat pada hakekatnya dia tak sempat untuk menghindarkan diri lagi, tahu tahu jalan darah pada Cian keng hiatnya terasa kaku, lalu segenap tenaganya punah tak berbekas dan tubuhnya terjatuh keras keras ke atas tanah ...   Sambil berpaling Lok Khi berseru amat mendongkol.   "Engkoh Hong, orang ini tak boleh diampuni lagi!' Baru selesai dia berkata. Tam See hoa sudah muncul sambil menyeret tubuh seorang manusia dan melompat turun dari atas meja altar. Tapi ia menjadi amat terperanjat setelah menyaksikan Ku Tiang sun duduk kaku diatas tanah, segera tegurnya.   "Saudara Ku, mengapa kau?" "Tak usah ditanya lagi,"   Tukas Lok Khi cepat.   "ia menghadiahkan senjata rahasia beracun kepada kita bertiga, dan sekarang giliran aku yang menghadiahkan sebuah totokan untuknya. Hampir saja si Pena baja Tam Ssee hoa tidak percaya akan peristiwa itu, dia memandang sekejap tubuh Ku Tiang-sun, lalu memandang pula ketiga batang senjata rahasia beracun Tok-ci-li yang tergeletak di tanah, kemudian serunya kurang perrcaya. "Saudara Ku, mengapa kau berbuat demikian?"   Sementara itu Wi Tiong-hong telah memutar otaknya memikirkan persoalan tersebut, ia dapat merasakan bahwa Ku Tiang sun mereka bertiga dengan senjata rahasia beracun, karena mereka berbasil menemukan kalau dibalik patung arca tersembunyi seseorang, mungkinkah kedua masalah ini ada sangkut pautnya? Mungkin dia melakukan pembunuhan karena persoalan itu? Tergerak hatinya, dia lantas angkat kepala sambil bertanya.   "Saudara Tam, kau kenal dengan orang ini?"   Si Pena baja Tam See-hoa membaringkan orang yang diseret ke luar itu ke atas tanah, sesudah memandangnya sekejap, dia lantas menggelengkan kepalanya berulang kali. "Siaute tidak kenal."   Wi Tiong-hong coba mengamati orang itu, dia adalah seorang lelaki tinggi besar yang berwajah hitam pekat, sepasang matanya terpejam rapat-rapat, dalam hati kecilnya dia-pun berpikir.   "Mungkin dia-pun datang ke mari untuk mencari kabar dan bersembunyi di belakang patung arca, siapa tahu datang lagi kakek gemuk pendek itu yang menotok jalan darahnya."   Belum habis dia berpikir. Lok Khi sudah bertanya .   "Engkoh Hong, si kakek itukah yang memberitahukan kepadamu bahwa di belakang patung arca tersembunyi seseorang?' Wi Tiong hong mengangguk, kepada Tam See hoa katanya kemudian.   "Sewaktu siaute menyuruh saudara Tam menuju ke belakang patung dan menyeret keluar orang ini, tiba-tiba saja saudara Ku turun tangan keji menyergap kita dari belakang, bila dugaan siaute tak salah, sudah pasti orang ini ada hubungannya dengan saudara Ku."   Pena baja Tam See hoa manggut-manggut. "Yaaa, tindakan dari saudara Ku sungguh diluar dugaan siapa-pun, menurut apa siaute ketahui, agaknya saudara Ku belum pernah mempergunakan senjata rahasia ...   " "Siapa tahu Ku huhost kalian telah bersekongkol secara diam-diam dengan pihak Ban- kiam-hwee? Berhubung orang ini adalah mata-mata yang diutus pihak Ban kiam hwee, maka ia baru membantunya,"   Kata Lok Khi mengemukakan pendapatnya. Sekali lagi si pena baja Tam See hoa memandang sekejap lelaki yang tergeletak di tanah itu, kemudian baru ujarnya.   "Jalan darah orang ini tertotok, asal kita tanyai dia, segala sesuatunya tentu akan terungkap."   Selesai berkata, dia lantas mencengkeram tubuh lelaki yang tergeletak di tanah itu dan menepuk pelan punggungnya.   Pelan-pelan lelaki itu membuka matanya memandang beberapa orang itu sekejap, mendadak dia melompat bangun.   Si Pena baja Tam See hoa sudah menyiapkan diri sedari tadi, sambil tertawa, ia turun tangan, secepat kilat dicengkeramnya nadi pada pergelangan tangan kanan orang itu, kemudian serunya dengan suara dalam.   "Sobat, sudah kau lihat jelas keadaan di sekelilingmu?"   Lelaki itu-pun kelihatan tertegun setelah pergelangan tangan kanannya dicengkeram Tam See-hoa dengan suara keras dia berteriak .   "Lo Tam, lepaskan tanganku, bagaimana sih kau ini?"   Ucapan tersebut kedengarannya sangat aneh, tetapi seluruh badan Tam See-hoa segera gemetar keras.   Suara teriakan tersebut sangat dikenal olehnya, kalau ditanya suara siapa yang paling dikenal, maka suara inilah yang ditunjuk, sebab suara tersebut jelas suara teriakan dari Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang sun.   Tapi, buksakah Ku Tiang-sun telah tertotok jalan darahnya dan duduk kaku di situ? Tanpa terasa dia memandang sekejap kearah Ku Tiang-sun, lalu memperhatikan pula lelaki yang suaranya mirip suara Ku Tiang-sun itu, ia merasa raut wajah orang ini-pun mirip sekali dengan wajah Ku Tiangsun cuma warna mukanya berbeda dan garis alis matanya agak berbeda.   Dengan perasaan keheranan dan mata terbelalak lebar-lebar dia lantas bertanya .   "Siapa kau sebenarnya?"   Dengan marah lelaki itu tergelak keras.   "Anjing geladak peliharaan kunyuk telah menyaru sebagai diriku, saudara Tam, kendati kau tak kau kenali wajahku, masa suaraku kau tak bisa bedakan?"   Kali ini, Tam See-hoa yang terkenal karena banyak akal muslihat ini benar-benar dibikin kebingungan seteagah mati! Ku Tiang sun yang tertotok itu bukan cuma raut wajahnya adalah wajah Ku Tiang sun, bahkan nada suaranya-pun suara Ku Tiang sun, sudah jelas mustahil kalau dia gadungan, tapi suara yang berada di hadapannya sekarang yang mengaku sebagai Ku Tiang sun, paling tidak ia mempunyai nada suara yang mirip sekali.   Untuk sesaat dia jadi kebingungan sendiri, dengan kening berkerut ujarnya kemudian : "Saudara, bagaimana siaute bisa mempercayaimu dengan begitu saja?"   Jika si Pena baja Tam See hos saja tak dapat membedakan, sudah barang tentu Wi Tiong hong dan Lok Khi lebih-lebih tak bisa membedakan hal tersebut. Saking gelisahnya lelaki itu sampai mencak-mencak macam monyet kepanasan, serunya berulang kali.   "Lo Tam, kau betul-betul monyet goblok, cepat lepaskan aku. Siaute punya cara untuk memaksanya berbicara sejujurnya."   Tidak susah bila menginginkan siaute lepas tangan, tapi kau mesti memberikan keterangan lebih dulu yang sejelas-jelasnya." "Ketika kau berangkat ke kota Sang-siau untuk menyambut kedatangan Wi pangcu, tanpa aku sadari jalan darahku telah ditotok oleh bangsat tersebut dari belakang, kemudian aku diseret ke belakang parung arca dan pakaian aku dilucutinya, kemudian dia mempoleskan pula sesuatu diwajahku, setelah itu siaute-pun tidak tahu apa yang terjadi."   Sambil berkata dia mengusap wajahnya sekuat tenaga dengan tangan kirinya, tapi meski gudah digosok sampai merah, wajahnya masih seperti sedia kala.   Tam See hoa berusaha untuk mengamati wajahnya dengan seksama, akan tetapi ia sama sekali tak berhasil menemukan suatu titik kelemahan apapun jua, maka segera tanyanya.   "Anggap saja kau memang saudara Ku, coba beri keterangan dulu, bagaimana keadaan kita sewaktumenerima kabar buruk dari Ting pangcu?" "Jadi kau masih belum percaya?" "Asal jawabanmu benar, tentu saja aku akan mempercayai dirimu." "Ketika kami menerima berita duka dari Ting pangcu, waktu itu hari sudah malam, dengan kaki telanjang kau menyerbu ke luar, malah sambil mengancing pakaianmu dengan tangan kanan, pertanyaan pertamamu kepadaku adalah begini.   "Saudara Ku, apakah berita ini dapat dipercaya?" "Siaute-pun menjawab.   "Berita ini di kirim kilat oleh anggota perkumpulan kita sendiri, jadi tak mungkin salah." "Lantas kau-pun berkata lagi.   "Dari mana kau bisa berkata demikian?" "Nah, betul bukan ucapanku itu ... ?"   Tam See hoa agak percaya juga dengan perkataannya itu, sambil angkat kepala dia langsung berkata.   "Sebelum aku bebaskan dirimu, ada satu yang hendak aku peringatan dulu kepadamu, yaitu sebelum siapa asli dan gadungan kauketahui dengan pasti, kau tak boleh menyerang orang yang menyaru sebagai dirimu itu." "Tentu saja, tidak ada salahnya kalau kita saling bertaruh, anjing geladak peliharaan kunyuk ini sudah pasti orang dari selat Tok Sea sia!"   Sejak mendengar nada pembicaraannya tadi Tam See hoa sudah percaya beberapa bagian terutama ucapan anjing geladak peliharaan kunyuk, kata makian itu memang merupakan ciri khas dari si Makhluk bertanduk tunggal.   Sebaliknya Ku Tiang sun yang sekarang duduk kaku di tanah itu justru tidak pernah melontarkan kata-kata mutiara tersebut hari ini.   Ditinjau dari sini bisa diketahui kalau masalah tersebut hari ini, ditinjau dari sini bisa diketahui kalau masalah itu mencurigakan.   Berpikir demikian, dia-pun siap melepaskan cengkeramannya dari tangan orang itu.   Mendadak Lok Khi menyelinap datang seraya berseru.   "Sebelum siapa asli siapa gadungan ketahuan ada baiknya kau-pun duduk beristirahat lebih dulu."   Seraya berkata dia lantas menotok jalan darahnya. Lelaki itu berseru lirih kemudian jatuh terduduk di atas tanah. "Adikku, mau apa kau?"   Wi Tiong-hong segera menegur.   "apa salahnya kalau hadapkan mereka satu sama lainnya?"   Lok Khi tertawa lirih.   "Kalau sampai begitu, maka yang satu akan berbicara satu, yang dua akan berbicara dua, mana mungkin urusan dapat dibikin jelas? Sekarang aku sudah mempunyai cara baik untuk mengungkap siapa yang asli dan siapa yang gadungan, kemudian mereka baru ditanyai, bukankah soal ini akaa menjadi beres?" "Apa caramu?' tanya Wi Tiong-hong.   "Tadi, bukankah dia mengatakan wajahnya dipolesi sesuatu oleh orang yang menyamar sebagai Ku huhoat? Tapi dia sendiri telah mencoba untuk membersihkan dengan gosokan bajunya tanpa hasil, hal ini menunjukkan kalau obat penyaru yang digunakan tak akan bisa dihilangkan sebelum dibersihkan dengan obat khusus buatan mereka, jikalau disakunya tersedia obat penyaru berarti dia-pun membawa obat pembersih wajah, Tam guhoat, apa salahnya kalau kau menggeledah saku orang itu.   Bukankah segala sesuatunya akan beres?"   Si Pena baja Tam See-hoa segera menepis kepala sendiri sambil tertawa terbahak- bahak.   "'Haaahhh ... haaahhh ... haaahhh ... kalau bukan Lok lihiap yang memperingatkan, siaute-pun tak akan berpikir sampai ke situ!"   Dia lantas mendekati si Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang-sun dan menggeledah tubuhnya, dari dalam sakunya segera ditemukan sebuah kotak kayu kecil dan dua buah botol kecil.   Begitu melihat botol kecil itu, Lok Khi segera mengenalinya sebagai botol kecil yang pernah ditemukan juga dari saku orang yang menyaru sebagai Heng-san gisu tempo hari, tanpa terasa dia mendengus dingin.   "Hmmm, tampaknya orang ini benar-benar berasal diri selat Tok-Seh-shia ..."   Tam See-hoa membuka kotak kayu itu, ternyata dalam kotak berisikan belasan macam obat yang berwarna warai, setiap butir sebesar buah kelengkeng.   Ia lantas mengenalinya sebagai obat untuk menyaru muka.   Hanya sayang dia-pun tidak mengetahui cara penggunaannya, maka sambil mendongakkan kepalanya dia berkata : "Lok lihiap, tahukah kau cara penggunaannya?"   Lok Kui segera menggeleng. "Meskipun aku pernah mendengar semuanya dari toako, namun belum pernah aku melihat penggunaan obat tersebut secara langsung." "Cara menyaru yang digunakan umat persilatan berbeda satu sama lainnya."   Ucap Wi Tiong hong kemudian.   "ada yang menggunakan campuran obat, ada yang menggunakan bubuk obat ada pula yang memberi warna dulu di atas topeng kulit manusia lalu tinggal digunakan, mesti caranya berbeda padahal teorinya sama, kalau ingin membersihkan obat penyaru tersebut yang dipakai selalu oil berwarna abu-abu, coba saja saudara Tam, segalanya toh akan menjadi jelas."   Dia membuka kotak kayu itu dan mengambil obat berwarna abu-abu, kemudian diserahkan ke tangan Tam See hoa.   Melihat Wi Tiong-hong dapat menerangkan garis besar ilmu menyaru muka secara rinci tanpa terasa Lok Khi mengerdipkan mata berulang kali, segera tanyanya keheranan.   "Engkoh Hong, kau pandai menyaru muka?" "Pamanku sangat pandai dalam ilmu menyaru muka, semenjak kecil aku sering mendengar dia orang tua membicarakan tentang hal itu."   Lok Khi menjadi amat girang, segera tanya.   "Suhuku, toakoku semuanya bisa kepandaian tersebut, tapi mereka selalu keberatan untuk mengajarkan kepadaku, katanya sekali dipelajari juga tak banyak manfaatnya, kapan-kapan kau bersedia bukan mengajarkan kepandaian tersebut kepadaku?"   Wi Tiong-hong segera tertawa.   "Aku sendiri-pun belum pernah mempelajari kepandaian tersebut, aku hanya mendengar pamanku bercerita saja. Jadi kepandaianku tak lebih cuma kulit luarnya belaka."   Tam See hoa lantas meremas obat itu dengan tanggannya, kemudian dengan jari tangannya menggosokkan obat tadi ke wajah si Manusia bertanduk tunggal.   Dengan digosok, segera nampak pula hasilnya.   Kulit wajah Ku Tiang sun yang sebenarnya nampak, kini kena tergosok hingga mengelupas sebagian.   Melihat itu, Tam See hoa berteriak gusar .   "Kurang ajar, rupanya bangsat ini sedang menyaru sebagai orang lain."   Sambil mengomel, jari tangannya bekerja dengan mengusap seluruh wajahnya, dalam waktu singkat alis tebal Ku Tiang sun, matanya yang besar dan wajahnya yang memerah sudah seketika bersih hingga muncul ah raut wajah aslinya yaitu seorang lelaki berwajah putih kekuning-kuningan, bermata segitiga dan beralis mata terputus.   Berhubung jalan darahnya tertotok, ia tak dapat berkutik, tapi orangnya tetap segar, dan ia sedang melototkan sepasang matanya memperhatikan Tam See hoa menggosok wajahnya, tapi sinar buas yang berapi-api memandang seram sekali.   Kemudian Tam See hoa bekerja keras membersihkan pula wajah lelaki yang mengaku bernama Ku Tiang-sun itu dari pengaruh obat penyaru.   Seperti juga tadi, begitu wajahnya dicuci dengan obat pembersih, seketika itu juga lapisan obat penyarunya, terkelupas sehingga munculah alis matanya yang tebal, matanya yang besar dan wajahnya yang merah, siapa lagi kalau bukan Makhluk bertanduk tunggal Tiang sun? "Haah ...   haah ...   Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   haah ...   rupanya benar-benar adalah saudara Ku!"   OooOooo Bab 33 BURU-BURU dia membebaskan jalan darahnya yang tertotok, lalu katanya sambil menjura.   "Bila siaute berbuat kesalahan kepadamu tadi, harap saudara Ku, bersedia memaafkan."   Ku Tiang-sun melompat bangun dan tertawa terbahak-bahak. "Haah ... haah ... haah ... tadi wajah siaute telah dipolesi obat penyaru oleh bajingan itu, sehingga berganti rupa, masa hal ini kesalahan saudara Tam?"   Kemudian sambil menuding ke arah Wi Tiong-hong berdua tanyanya.   "Siapakah kedua orang ini?" "Dialah Wi tayhisp saudara angkat dari Ting pangcu!"   Buru2 Ku Tiang sun membungkukkan badan memmberi hormat, katanya cepat.   "Ohh, rupanya Wi pangcu, maaf kalau hampir tidak tahu diri." "Harap saudara Ku jangan menyebut demikian,"   Kata Wi Tiong-hong sambil balas menghormat.   "Siaute hanya mendapat perintah dari Ting pangcu lewat surat wasiatnya agar menyimpan lencana pena baja untuk sementara saja."   Ku Tiang sun segera berpaling ke arah Tam See hoa dan serunya keras.   "Lo Tam hal ini mana boleh jadi? Menurut permintaan Ting pangcu ... hei. 1o tam, mengapa peti mati Ting pangcu berada dalam keadaan terbuka ... ?"   Secara ringkas Pena baja Tam See hoa menerangkan kembali apa yang telah berlangsung. Kejut dan girang Ku Tiang sun setelah mendengar cerita itu, serunya. "Rupanya mayat itu bukan mayat Ting pangcu, kalau begitu Ting pargcu belum mati."   Setelah berhenti sejenak, dengan mata melotot besar teriaknya lagi.   "Benar, si anjing geladak peliharaan kunyuk ini bisa menyamar sebagai siaute, sudah barang tentu bisa pula menyamar sebagai Ting pangcu, mari kita tanya dia!"   Ia menghampiri lelaki beralis kutung itu dengan langkah lebar, kemudian langsung menghadiahkan sebuah bogem mentah ke atas tubuhnya.   Lelaki beralis mata kutung itu mendelik lebar, dia memandang sekejap kewajah Ku Tiang sun dengan dingin, kemudian sambil memejamkan matanya ia membungkam dalam seribu bahasa.   Sambil tertawa nyaring Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang sun berseru lagi.   "Anjing geladak peliharaan kunyuk, setelah terjatuh ke tangan kami, ingin terlagak pilon-pun percuma saja, itu mah soal gampang!"   Lelaki beralis mata kutung itu hanya tertawa dingin, kembali dia membungkam dalam seribu bahasa. "Bukankah kau di utus oleh pihak Tok See sia? Dengan menyaru menjadi aku orang she Ku?"   Lelaki itu melengos ke arah lain dengan sikap yang angkuh jumawa dan amat tak sedap dipandang. Ku Tiang sun semakin naik darah, teriaknya.   "Sobat, jika kau masih saja tak tahu diri jangan salahkan kalau aku orang she Ku ...   "   Lelaki beralis mata kutung itu cuma tertawa dingin, terhadap perkataan dari Makhluk bertanduk tunggal Ku Tiang sun, dia berlagak seolah2 tidak mendengar.   Paras muka Ku Tiang-sun yang pada dasarnya memang merah padam, kini berubah menjadi merah darah seperti babi panggang karena marah, sambil berpaling serunya: "Lo Tam, anjing geladak peliharaan kunyuk, kau tidak percaya kalau tubuhnya terdiri dari bahan kawat tulang besi, kalau tidak diberi sedikit pelajaran, dia masih mengira kita adalah orang2 yang berwelas kasih ...   "   Lok Khi yang mendengar ucapan tersebut tidak sanggup menahan diri lagi, dia segera menutup mulutnya dan tertawa cekikikan. Si Pena Tam See-hoa sendiri-pun sudah habis kesabarannya karena pihak lawan membungkam terus, katanya kemudian sambil manggut.   "Benar, mati hidup Ting pangcu belum diketahui, tapi mereka sudah bertindak dengan menggunakan pelbagai cara yang keji, menghadapi keadaan seperti ini, tentu saja tak bisa disalahkan kalau kami tak akan sungkan2 lagi untuk turun tangan ... !' Berbicara sampai disitu, ujarnya kemudian dengan suara dalam.   "Sobat, menurut anjuran aku orang she Tam asal kau bersedia menjawab beberapa persoalan yang kami ajukan, aku orang she Tam jamin tiada orang yang akan melukai seujung rambutmu pun."   Lelaki beralis mata potong itu temwa dingin mendadak serunya sambil melotot.   "Kau anggap aku adalah seorang yang tak manusia?" "Tak usah kuatir,"   Kata Ku Tiang sun dingin.   "walau-pun kau tidak takut mati kami-pun akan membiarkan kau mati dengan perasaan lega dan tenteram!"   Mendadak lelaki beralis mata kutung itu tertawa terbahak-bahak.   "Haha-ha-ha ...   soal itu mah aku tak takut, yang jelas kedatanganku kali ini benar2 telah berhasil mengorek banyak rahasia!" "Sobat, bila kau bersedia menjawab dengan jujur, maka selesai memberi keterangan kepada kami, kau segera akan kami bebaskan." "Aku sama sekali tidak mengharapkan pembebasan dari kalian,"   Tukas lelaki itu dingin.   "Jadi kau segan menjawab?' teriak Ku Tiang sun dengan berangnya, telapak tangannya segera diayunkan ketengah udara.   Kembali lelaki beralis mata kutung itu memperlihatkan senyuman yang licik.   "Bicara sih bicara, bila latar belakang yang kauketahui tidak dimuntahkan ke luar, rasanya memang kurang leluasa!" "Latar belakang apa saja yang ingin kalian ketahui?"   Jawab lelaki itu angkuh. "Jika sobat bersedia menjawab, itu sudah cukup!"   Lelaki beralis kutung itu berpaling kearah Tam See hoa, kemudian ujarnya.   "Kalau begitu, tanyalah!" "Sobat, coba kau sebutkan dulu asal-usulmu?" "Bukankah kalian sudah mengetahui asal usulku?" "Jadi kau berasal dari selat Tok see sia." "Benar Tok si cuan Sun Cu adalah diriku."   Tok si cuan (si ahli racun) Sun Cu? Nama tersebut belum penah didengar oleh siapun. "Oooh, rupanya saudara Sun,"   Kata Tam See hoa kemudian.   "ada satu hal ingin siaute ketahui, yakni benarkah Ting pangcu dari perkumpulan kami telah terjatuh ketangan kalian?" "Soal ini aku tidak tahu."   Ku Tiang sun menggerang gusar.   "Lo Tam, aku sudah tahu kalau anjing geladak peliharaan kunyuk ini tak akan bicara sejujurnya, bila tidak diberi sedikit pelajaran yang setimpal." "Jangan tergesa-gesa saudara Ku,"   Cegah Tam See hoa.   "siaute percaya saudara Sun ini belum tentu mengetahuinya."   Si ahli racun Sun Cu tertawa dingin, tiba2 dia berseru.   "Tujuan kedatanganku yang sebenarnya kesini adalah ingin tahu, apakah pangcu kalian benar2 mati atau pura-pura mati? Dalam hal ini aku baru tahu setelah saudara membawa mati dan menemukan pembuktiannya dan diantaranya tahi lalat pada kakinya, andaikata pangcu kalian sudah terjatuh ke tangan kami buat apa aku mesti ke mari lagi untuk melakukan penyelidikan?"   Tam See hoa menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, dari perubahan mimik wajahnya dia tahu kalau musuhnya tidak berbohong, maka setelah termenung sebentar, katanya kemudian.   "Kalau begitu, ia benar-benar sudah terjatuh ke tangan orang-orang Ban Kiam-hwee?" "Aku tokh sudah bilang,"   Sedari timbrung Lok Khi.   "pihak Ban Kiam-hwee tak nanti akan membebaskan dia dengan begitu saja."   Tam See hoa lantas bertanya lagi.   "Kedatangan saudara Sun ke mari, selain untuk menyelidiki mati hidupnya Ting pangcu, apakah masih mempunyai tugas lain?" "Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan. Lou-bun-si sudah terjatuh ke tangan Ting pangcu kalian, tak lama kemudian tersiar lagi berita tentang kematian Ting pangcu, sesungguhnya mati hidup pangcu kalian tak ada sangkut pautnya dengan Kami, tapi berhubung soal itu menyangkut jejak dari Lou-bun-si, maka mau tak mau terpaksa harus melakukan penyelidikan yang seksama, apakah semua ini masih belum cukup?" "Tadi Sun-heng mengatakan tahu banyak rahasia, rahasia apa sih yang kau maksudkan?"   Lelaki beralis kutung itu mendongakkan kepalanya, lalu berkata.   "Aku adalah seorang yang hampir matim biarlah akan aku beberkan semua rahasia yang aku ketahui kepada kalian." "Kau ingin bunuh diri? Hmmm, tak akan gampang itu!"   Seru Ku Tiang sun sambil tertawa dingin. Buru-buru Tam See-boa berkata.   "Sun-heng, harap kau jangan salah paham, perkumpulan kami tak pernah terikat dendam kesumat apa-pun dengan pihak Tok- see-sia. Mengapa kami berniat mencelakai Sun-heng?"   Tok-si-cian Sun Cu tertawa hambar. "Bagi anggota Tok see sia yang tertawan musuh, maka kejadian ini sama artinya dengan tiada kesempatan bagiku untuk kembali dalam keadaan hidup."   Berbicara sampai di situ, mendadak dia mengangkat kepalanya sambil berkata lagi: "Tahukah kau, siapakah orang yang pertama medapatkan pena mustika Lou-bun-si itu?"   Tergerak hati Wi Tiong-hong, dia segera menyambung.   "Orang itu tentu Tok Hay-ji!"   Tok si cian Sun Cu tertawa terbahak-bahak .   "   Hhaaahh haaahh ... haaahh, aku dan Tok Hay-ji sendiri-pun memperolehnya dari tangan orang lain, kalau ditanya siapakah orang pertama yang mendapatdan Lou-bun-si, maka harus dibilang anggota Thi pit pang kalian!"   Ucapan tersebut sama sekali berada di luar dugaan Wi Tiong-hong. "Kau jangan mengaco belo!"   Bentak Kun Tiang sun gusar. Tok Si cian San Cu tertawa dingin, kembali ujarnya .   "Waktu itu aku sendiripun merasa heran mengapa orang-orang Thi pit-pang bersedia tenaga untuk pihak Ban kiam-hwee, sayang orang itu datang terlambat hingga akhirnya kami berhasil, kini kami baru tahu ternyata dalam Thi-pit-pang terdapat penghianat." "Kau maksudkan Lu huhoat?' seru Ku Tiang sun dengan tubuh tergetar keras dan mata melotot. Sun Cu tertawa dingin. "Orang yang sudah mati susah dijadikin saksi, anggap saja orang itu adalah Thi-jian th.. long (Belalang bercakar baja). Lu Yau l.., sebetulnya dia berada dipihak yang amat beruntung, sebab menggunakan kesempatan di rapat anggota Ban li piaukiok satu persatu rontok ke tanah, dia sambar Lun bun-si tersebut."   Kembali Wi Tiong-hong merasakan hatinya bergerak, pikirnya .   "Heran, mengapa anggota Ban-li-piaukiok bisa roboh satu persatu? Jangan jangan ...   "   Berpikir sampai di situ, dia lantas angkat kepala sambil bertanya.   "Apakah Siau Beng- san serombongan terkena racun kejimu?" "Soal ini kenapa mesti ditanyakan lagi? Mereka semua telah menginjak racun tanpa rupa yang sengaja kami sebarkan ke atas tanah haaah ... sekali-pun si Belalang bercakar baja tak terkecuali ..." "Ooh, jadi Lu huhoat mati di tangan kalian!"   Tanya Ku Tiang sun dengan gusar. "Dia sendiri bersedia diperalat orang-orang Ban Kiam hwee, sekarang mau salahkan siapa lagi?"   Jawab Sun Cu dingin.   "heeh ... heeh ... yang kumaksudkan adalah orang yang menyaksikan si Belalang bercakar baja roboh binasa di tanah, kemudian segera berlalu dengan tergesa2 dan melaporkan kejadian ini kepada -tay-seng, congkoan dari Ban kiam bun." "Bangsat, kau berani bicara sembarangan!"   Bentak Ku Tiang sun dengan gusar, sepasang matanya melotot besar.   Lalu tangannya diayun ke depan dan menghajar batok kepala Sun Cu.   Tam See hoa ingin menghalangi perbuatannyam, tapi sayang tak sempat lagi.   Agaknya Sun Cu sudah mempersiapkan sejak tadi, sambil tertawa dingin dia mengegos ke samping menghindarkan diri dari sambaran angin pukulan Ku Tiang-sun, kemudian sambil mengeluarkan sebuah lencana tembaga dari balik sepatunya dia berseru lagi dengan keras.   "Siapakah orang itu, aku rasa kau pasti tahu daripada aku, nah dari dalam saku bat inilih aku berhasil mendapatkan ini, tak bakal salah lagi ..."   Belum selesai dia berkata mendadak tubuhnya menggelepar diudara dan terbanting keras ke tanah, lencana tembaga itu-pun terjatuh ke atas tanah.   Semua perubahan peristiwa itu berlangsung sangat mendadak dan sama sekali di luar dugaan.   Wi Tiong-hong dengan cepat mengarahkan matanya ke atas lencana tembaga tersebut, di atas lencana itu terukir sebilah pedang, dan di bawah pedang terdapat sebuah lingkaran hitam yang bertuliskan huruf "enam belas".   Dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa lencana tersebut merupakan tanda anggota dari Ban-kiam hwee, tanpa terasa dia berpaling ke arah Lok Khi.   Lok Khi segera manggut-manggut sambil tersenyum.   Dalam hati si Pena baja Tam See-hoa memperhatikan Sun Cu seraya berteriak keras: "Saudara Sun, sebenarnya kejadian apakah yang kau maksudkan ...   ?"   Pelan2 Sun Cu menutup kelopak matanya, darah kental berwarna hitam nampak mengalir keluar dari ujung bibirnya, dia sudah mati karena keracunan. Membaringkan kembali jenasah tersebut ke tanah Tam See hoa menghela napas panjang.   "Betul2 obat beracun yang sangat keji, nyawa terhadap orang sendiri-pun mereka dapat bersikap seperti ini ...   "   Dengan kalap Si Makhluk bertanduk tunggal Ku Tang su menyambar lencana tembaga itu, kemudian membentak keras-keras .   " hitam nomor enam belas keparat, anak geladak peliharaan kunyuk ...   " 32-33 Sekuat tenaga lencana tembaga itu dibanting keras-keras ke atas tanah. Termakan oleh tenaga lemparannya yang kuat itu, sambil menimbulkan suara dentingan nyaring, lencana tersebut menancap diatas tanah sedalam tiga hun lebih. Pena baja Tam See hoa tertegun, tak kuasa sinar matanya dialihkan kewajah Mahluk bertanduk tunggal, namun dia masih tetap bungkam dalam seribu bahasa. Tiba-tiba Ku Tiang sun menututupi wajahnya dengan kedua belah tangan, dan teriaknya keras-keras.   "Aku Ku Tiang sun telah berbuat salah, pada Thi-pit-pang ..."   Telapak tangannya segera diayunkan menghantam ubun-ubun sendiri sekuat tenaga. Pada hal sejak tadi Tam See hoa sudah menangkap arti dari perkataan Sun Cu, ia menjadi terperanjat setelah menyaksikan kejadian itu, cepat bentaknya.   "Saudara Ku ... !"   Lok Khi bertindak lebih cepat lagi seperti anak panah yang terlepas dari busurnya menerjang kemuka, lalu menotok jalan darah pada lengan Ku Tiang sun, kemudian mendengus dingin .   "Semua orang seharusnya kau yang memberi kepadamu?"   Belum sempat telapaak tangannya menghantam batok kepala, Ku Tiang sun merasakan tubuhnya menjadi kaku dan tak berkutik.   Tetapi mendadak saja dia membentak, lalu muntah darah kental ke luar dari mulutnya, kemudian setelah berkelejitan beberapa kali tubuh Ku Tiang sun yang tinggi besar itu roboh ketanah.   Waktu itu Lok Khi telah menotok jalan darah pada lengannya, tapi gadis itu tidak menyangka kalau dia bakal menggigit putus lidahnya sendiri untuk bunuh diri, melihat kejadian tersebut dia baru merasa terperanjat.   Sementara itu Tam See hoa telah manerjang kehadapannya, tapi Ku Tiang sun telah jatuh berguling-guling di atas tanah kemudian dirinya tak sadar.   Tam See hoa membuka paksa mulutnya, nampak darah kental bercucuran terus amat deras lidahnya sudah putus dua dan jiwanya tak mungkin tertolong lagi.   Menghadapi keadaan seperti ini, ia menghela napas panjang lalu mengeluh.   "Saudara Ku, buat apa kau mesti berbuat demikian?"   Dia lantas menotok jalan darah sim hiatnya agar sebelum ajalnya tiba.   Ku Tiang sun tak usah merasakan penderitaan yang hebat lagi.   Hanya di dalam sekejap mata, sudah nyawa manusia lenyap dalam ruangan tersebut, tentu saja Tam See hoa merasakan hatinya sangat berat.   Wi Tiong hong melihat dirinya sudah tak ada urusan lagi di sana, kepada Lok Khi segera ujarnya.   "Adikku, mari kita-pun harus pergi."   Lok Khi mengambil kotak obat penyaru dari saku Sun Cu dan disimpan ke dalam saku sendiri, kemudian katanya.   "Yaa. benar, memang kita harus pergi, Tam hu hoat, kami akan pergi dahulu !" "Wi tayhiap, Lok lihiap, harap duduk dulu,"   Buru-buru Tam See hoa berseru.   "setelah mengubur jenasah mereka berdua, masih ada urusan yang hendak aku bicarakan dengan kalian berdua."   Selesai berkata, dia membalikkan badan untuk menutup kembali peti mati tersebut, setelah itu membuka pintu dan menitahkan anak buahnya untuk menggusur ke luar jenazah dari Ku Tiang sun serta Sun cu.   Setelah iti dia baru berkata lagi dengan wajah bingung .   "Dewasa ini. meski-pun kami belum tahu Ting pangcu sudah mati atau belum, tetapi sejak Ting pangcu terjatuh ke tangan orang-orang Ban-kiam hwee, mati hidupnya menjadi tanda tanya besar. Kini Wi tayhiap telah mendapat pesan Ting pangcu lewat surat berdarahnya untuk menyimpan lencana pena baja, hal ini berarti untuk sementara waktu Wi tayhiap adalah menjadi pangcu kami ...   " "Siaute hanya ...   " "Hingga sekarang, mati hidup Ting pangcu kami merupakan tanda tanya besar, dari empat pelindung hukum tinggal siaute seorang yang tinggal. Wi-tayhiap sebagai pendekar yang berberbudi besar, sebagai adik angkat dari Ting pangcu apakah merasa tega untuk membiarkan perkumpulan Thi pit pang bubar dengan begini saja? Anggaplah sebagai bantuan, jadilah pangcu kami untuk sementara agar segenap anggota perkumpulan kami dapat merasakan sekedar ketenangan, Wi tayhiap, tentunya kau tak menampik bukan?"   Wi Tiong-hong menjadi serba salah, hanya setelah termenung beberapa saat.   Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Siaute tidak tahu apa-apa, bagaimana mungkin ...   "   Sambil tertawa Tam See-hoa menyela.   "Wi tayhiap sebagai kedudukan sebagai adik angkat Ting pangcu menjadi pangcu kami untuk sementara waktu, tujuan tak lain agar angggota kami tidak putus asa dan membubarkan diri dengan begitu saja. Tayhiap tak usah kuatir, soal urusan perkumpulan dan masalah sehari-hari, siautelah yang akan bereskan, dan Wi tayhiap tak usah terlalu pusing memikirkan hal tersebut."    Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini