Pedang Karat Pena Beraksara 18
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 18
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D Tanya Wi-Tiong hong dengan perasaan gelisah. Su Siau-hui mendengus. "Hmm, ikutilah diriku." Tempat itu merupakan sebuah lorong sempit yang luasnya cuma berapa depa, jalannya berliku-liku dan menjulang terus ke dalam. Su Siau-hui dengan membawa mutiara ditangan berjalan amat cepat sekali di muka, sedangkan Wi Tiong hong mengikuti dibelakangnya, sekalipun dia telah mengerahkan segenap kemampuannya untuk memandang, apa yang dilihatpun cuma memandang sebatas dua kaki saja. Lorong sempit itu amat sepi seperti sebuah lorong buntu, tiada cabang atau persimpangan jalan lainnya. Mereka berdua sudah berjalan sekian lama dengan kecepatan tinggi, namun dari depan sana belum nampak juga bayangan tubuh dari rombongan yang telah masuk lebih dulu tadi, kenyataan ini membuat Wi Tiong-hong merasa gelisah sekali. Sementara perjalanan masih berlangsung dengan cepat, tiba-tiba Su Siau hui berhenti. Wi Tiong-hong tidak menyangka kalau gadis itu akan berhenti secara tiba-tiba, hampir saja dia menubruk tubuh gadis tersebut. Mendadak Su Su Siau hui menarik tangannya sambil berbisik. "cepat kemari." Dia lantas menyelinap ke samping dan menyembunyikan diri kebalik celah-celah batu. Wi Tiong hong tertegun lalu cepat-cepat ikut menyelinap ke samping, ternyata di balik tikungan sana terdapat sebuah lorong kecil yang bercabang ke samping, andaikata Si Siau hui tidak menyelinap kesana lebih dulu, siapa pun tak akan menyangka kalau disana ada lorong kecil yang menyabang. Pada saat itulah dari depan situ berkumandang suara bentakan nyaring. "Siapa disana ?" Sesosok bayangan manusia menghadang di tengah jalan, dibalik kegelapan tampak setitik cahaya pedang berkelebat lewat langsung menusuk ke dada Su Siau-hui. "Hati-hati nona " Seru Wi Tiong hong cepat. Sambil tertawa Su Siau-hui berpaling, lalu sahutnya: "Tidak mengapa, aku sudah menduga kalau ditempat ini bakal menjumpai penghadangan." Belum selesai dia berkata, tangan kirinya sudah menyentil pelan ke muka. "cring" Sentilan tersebut persis menghajar di atas pedang orang itu sehingga tusukannya miring ke samping dan melesat sampai beberapa depa jauhnya. Wi Tiong-hong yang menyaksikan kejadian itu menjadi terperanjat, pikirnya: "Kepandaian apaan itu? sementara masih berpaling dan bercakap-cakap denganku, dia bisa menyentil secepat itu. tampaknya ilmu silat Lam hay bun tidak boleh dianggap enteng" . 000oooo000 Bab-39 YANG melakukan penghadangan itu seorang lelaki berbaju hitam yang bertubuh kecil dan pendek. ketika tusukan pedangnya berhasil disentil oleh Su Siau hui sehingga miring kesamping, dia nampak agak tertegun, tapi kemudian sambil tertawa dingin, pergelangan tangannya digetarkan kembali, tusukan kedua secepat sambaran petir kembali dilontarkan ke muka. Tiga titik cahaya tajam segera berkelebat lewat dan lenyap dari pandangan mata. Sungguh cepat serangan yang dilancarkan orang ini, kalau berbicara dari kepandaian yang dimilikinya, boleh dibilang dia seorang j ago- kelas satu didalam dunia persilatan. Dengan nada sinis Su siau-hui segera berseru. "Huuh, rupanya cuma seorang jago pedang berpita hitam." Tangan kirinya dikibaskan, kali ini dia menyambut datangnya ancaman tersebut dengan sebuah kebasan kilat. Tindakannya kali ini benar- benar cepat sekali, bahkan Wi Tiong-hong pun tak sempat melihat jelas gerakan tubuhnya, diantara ayunan tangannya, tahu-tahu dia sudah merampas pedang milik manusia berbaju hitam itu. Bukan, bukan begitu. sewaktu gagang pedangnya disodok ke depan, terdengar orang itu mendengus tertahan lalu roboh terduduk ke atas tanah. "cepat pergi" Seru Su Siau hui kemudian sambil tertawa. Begitu selesai berkata, dia segera berjalan lebih dahulu menuju kedalam dorong sempit itu. "Ilmu silat yang nona miliki lihay sekali, aku merasa benar-benar amat kagum." Puji Wi Tiong hong. Su Siau hui mendengus manja, sambil mengerling katanya pula sambil tertawa. "Ilmu silat yang dimiliki adik misanmu juga lumayan, kau mengaguminya tidak ?" Ditanya demikian, Wi Tiong- hong tertegun dia tak mampu menjawab pertanyaan tersebut. Mendadak Su Siau hui seperti teringat akan sesuatu hal, dia lantas membalikan badan sambil bertanya. "Aku ingin bertanya kepadamu, bukankah adik misanmu itu mengenakan topeng kulit manusia ?" Tampaknya dia benar-benar amat menaruh perhatian terhadap Lok Khi yang memakai topeng atau tidak. Wi Tiong hong sangsi sejenak. kemudian menjawab: "Setelah nona menanyakan hal tersebut aku pun tak baik untuk merahasiakannya. Benar, adik misanku memang mengenakan topeng kulit manusia." Su Siau-hui tertawa manis. "Jujur sekali jawabanmu ini, sudah kuduga semenjak semula kalau dia pasti mengenakan topeng kulit manusia." Berbicara sampai disitu, biji matanya segera berputar, kemudian ujarnya dengan sedih. "Wajahnya amat cantik bukan ?" "Soal ini. ." Wi Tiong hong menjadi ragu-ragu untuk menjawab pertanyaan tersebut. Su Siau-hui segera mendengus dingin. "Hmmm, kalau cantik katakan cantik, sekalipun tidak kau katakan aku juga tahu " Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari tempat itu. Gerakan badannya kali ini dilakukan dengan kecepatan luar biasa, selain ringan, juga cepat dalam sekali kelebatan saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Mendadak dari depan sana terdengar lagi seseorang membentak dengan suara dingin: "Siapa?" "Aku." Su Siau hui menyahut. "Aaah, yang datang apakah nona Hong?" Seru orang itu terkejut. "Aku adalah aku." Jawab Su Siau hui dingin. "Kau adalah..." Menanti Wi Tiong hong memburu ke situ, orang tersebut sudah jatuh terduduk dilantai. Sambil mendengus dingin Su Siau hui bergumam: "Hmm, hanya mengandalkan kepandaian yang dimiliki jago-jago pedang yang berpita hitam mereka juga ingin menghalangi kepergianku?" Wi Tiong hong yang mengikuti dibelakangnya diam-diam merasa terperanjat sekali, pikirnya: "Kepandaian dan cara kerja nona ini benar-benar cepat sekali." Berpikir demikian, tak tahan lagi dia segera bertanya. "Nona Su, apakah merekapun datang kemari melalui jalan ini ?" "Bukan." Sahut Su Siau-hui sambil menggeleng. "mereka berjalan melalui pintu kematian, sedangkan kita sudah bergeser kepintu Siu bun?" "Jika kita tidak melalui jalanan yang sama dengan mereka, bagaimana mungkin bisa menyusul mereka ?" Tiba-tiba Su Siau-hui berkata lirih: "Aku tahu kalau kau selalu rindu akan adik misanmu itu " Setelah berhenti sejenak dan mendengus, katanya lebih jauh. "Bila kita masuk melalui pintu mati, mana mungkin bisa menyusul diri mereka lagi?" Sementara pembicaraan berlangsung, lorong sempit itu sudah berakhir diujung sana, dia segera menyelinap berjalan keluar dari celah dinding, seketika itu juga pandangan menjadi terang, didepan situ terbentang scbuah lorong yang jauh lebih lebar. Bahkan pada kedua belah sisi dinding lorong dipasang lentera, sehingga suasana menjadi terang benderang. Seandainya lorong yang mereka lalui ketika masuk tadi adalah jalan lurus, maka jalan sempit yang baru dilalui adalah jalan melintang, kini jalan lorong yang terbentang didepan mata adalah jalan lurus kembali. Baru saja mereka berjajan keluar, dua orang lelaki berbaju ringkas yang berwarna hitam telah muncul dengan senjata terhunus. "Siapa kalian? Ayo cepat berhenti!" Bentak mereka kemudian. Su Siau hui berseru tertahan, sambil berpaling tiba-tiba bisiknya lirih. "Kali ini harus berhati-hati, yang datang adalah jago pedang berpita hijau." Wi Tiong hong sudah pernah mendengar kalau dalam perkumpulan Ban-kiam-hwee terdapat jago pedang yang terbagi menjadi pita hijau, pita merah, pita putih dan pita hitam, kini yang muncul adalah jago pedang berpita hijau, tentu saja hal ini merupakan sesuatu yaig luar biasa, tanpa terasa tangan kanannya meraba gagang pedang sendiri. Dengan wajah sedingin es, pelan-pelan Su Siau hui berjalan menghampiri mereka, katanya dingin. "Aku ingin berjumpa dengan Chin Tay-seng." Jago pedang yang berada disebelah kiri itu segera mengulapkan tangan sambil membentak. "Chin congkoan tidak berada disini, ayo kalian segera mengundurkan diri dari sini." "Oooh, galak amat kau, aku justeru mau berjalan kemari, mau apa kau...?" "Cari mampus rupanya kau!" Bentak jago pedang itu dengan kemarahan yang meluap. Cahaya pedang berkilat, tahu-tahu dari balik dinding berkelebat serentetan Cahaya hijau yang langsung menyambar ke tubuh Su Siau hui. Wi Tiong hong telah mempersiapkan diri dari tadi, serta merta dia maju selangkah ke muka, pergelangan tangannya diputarkan dan pedang berkaratnya telah diloloskan dari sarung. Secepat petir dia melepaskan tiga kuntum bunga pedang yang secara cepat menyongsong datangnya serangan pedang lawan. "Nona, harap mundur dulu, biar aku yang menghadapi orang ini." Serunya lantang. Ketika bunga pedang bercahaya hijau itu saling membentur dengan pedang berkarat tersebut, kedua belah pihak sama-sama mundur sejauh satu langkah dari posisi semula. Sekulum senyuman manis segera menghiasi wajah Su Siau hui begitu melihat pemuda itu menghadang dihadapannya, ia segera menarik kembali serangannya dan melangkah mundur. Dalam pada itu, jago pedang tersebut telah mendengus dingin selesai beradu kekerasan dengan Wi Tiong hong, jengeknya. "Hmmm, satu ilmu pedang yang amat bagu." Pedangnya secepat samberan petir diayunkan kembali ke muka melepaskan sebuah tusukan kilat. Orang itu memang tak malu disebut jago pedang kelas satu dalam perkumpulan Ban kiam hwee, bersamaan dengan menyambarnya senjata tersebut, segera terciptalah bertitik-titik bunga bintang yang dengan cepat menyebar kemana- mana. Berpuluh-puluh bunga- bunga bintang yang beterbangan di udara itu tentu saja berupa ujung pedang semua, hampir boleh dikata seluruh jalan darah penting di tubuh bagian depan Wi Tiong hong telah terkurung rapat. Wi Tiong hong benar-benar sangat terkesiap. pedangnya segera dirubah dan secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan berantai. "Tri ing, tri ing. tri ing, . ." Diantara tiga kali getaran nyaring kedua orang itu sama-sama tergetar mundur sejauh dua langkah dari tempat semula. Didalam bentrokan kekerasan kali ini Wi Tiong hong merasakan pergelangan tangan kanannya linu dan kaku, terutama sekali pedang yang dipergunakan itu walaupun nampaknya berkilat dan tumpul, padahal yang betul merupakan senjata mestika yang tajamnya bukan kepalang. Tapi kenyataannya, pedang lawan tidak terpapas kutung akibat bentrokan kekerasan itu, dari sini bisa diketahui kalau lawannya pun mempergunakan sebilah pedang mestika. Sesudah mundur sejauh dua langkah, dengan cepat jago pedang berpita hijau itu menundukkan kepalanya untuk memeriksa senjata sendiri, ternyata mata pedangnya telah gumpil tiga bagian oleh papasan pedang Wi Tiong hong barusan. Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya sekarang, dengan wajah berubah hebat dia membentak: "Hei bocah keparat, kau anggap dengan mengandalkan tiga jurus kan sam ceng (tiga getaran maut) dari Siau-soat-bun, maka kau lantas tidak memandang sebelah mata pun terhadap lohu? Hmmm, lihat pedang!" Begitu kata "pedang" Diutarakan cahaya senjata bagaikan rantai perak yang sudah menggulung ke atas dengan kecepatan luar biasa. Wi Tiong hong hanya merasakan kiri, kanan serta bagian muka tubuhnya dalam waktu singkat telah terkurung oleh cahaya pedang musuh. Untuk sesaat pemuda itu menjadi bingung dan tak tahu bagaimana harus menghadapi ancaman itu bahkan sekalipun dia ingin menangkis pun rasanya tak tahu bagaimana caranya menangkis, kini hatinya baru betul-betul terkesiap. Tiba-tiba ia teringat kembali akan kesombongannya sewaktu menyuruh Su Siau-hui mundur dan dia yang hendak maju menghadapi lawan, bila membayangkan kembali sikap sinona yang mundur sambil tertawa, jelas dia telah menaruh kepercayaan penuh atas kemampuannya. Bila kenyataannya sekarang dia hanya mampu menerima dua jurus serangan lawan tapi tak mampu menghadapi serangan yang ke tiga bukankah ketidak mampuannya ikut bakal ditertawakan orang? Berpikir sampai disitu, semangatnya segera berkobar kembali sambil membentak, tangan kirinya melakukan suatu gerakan aneh sementara pedang ditangan kanannya melakukan gerakan melingkar ia tak menggubris apakah tangkisannya bakal berhasil atau tidak. dengan jurus Hu im-jat-siu (awan mengapung keluar dari poros) menyongsong datangnya ancaman dengan sepenuh kekuatan. Daya pikat seorang perempuan kadang kala memang bisa mendatangkan sesuatu pengaruh. Sebenarnya Wi Tiong hong sudah tidak berkemampuan untuk mematahkan serangan lawan tapi berhubung ia terbayang kembali akan senyuman manis Su Siau-hui ketika mengundurkan diri tadi, hal mana segera menimbulkan daya rangsangan yang besar dalam hatinya untuk melakukan penangkisan sedapat mungkin, dan akibatnya terjadilah suatu keanehan yang belum pernah terjadi sebelumnya didalam dunia persilatan. Tampaklah berbareng dengan munculnya lingkaran cahaya pedang yang diluncurkan olehnya, titik titik cahaya tajam yang diciptakan oleh jago pedang berpita hijau itu seketika lenyap tak berbekas. sebatang bayangan pedang tanpa sinarpun dengan suatu kecepatan luar biasa menusuk kedepan. Mimpi pun jago pedang berpita hijau itu tak mengira kalau serangan dahsyat yang di- lancarkan olehnya dapat dipatahkan dengan begitu saja oleh serangan Wi Tiong hong, ia baru terkesiap setelah menyadari kalau pertahanan tubuh bagian depan terbuka. Dalam keadaan demikian, meskipun dia ingin menghindarkan diri pun keadaan tak sempat lagi. Tapi, bagaimanapun jua dia adalah seorang jago pedang yang berilmu tinggi, menyaksikan datangnya bayangan pedang dari Wi Tiong hong yang menusuk tiba, ia tahu bahwa tiada harapan lagi baginya untuk meloloskan diri dari ancaman mana. Didalam gugupnya, tubuh bagian atasnya diputar kekanan secara paksa, kemudian lengan kirinya dibalik dan tiba tiba melepaskan bacokan balasan ke muka. Satu dengusan tertahan segera bergema memecahkan keheningan menyusul kemudian darah segar berhamburan ke mana-mana. Jago pedang berpita hijau itu sudah melompat kearah kanan dan kabur ke dalam lorong sempit tersebut, namun lengan kirinya sebatas sikut sudah terlanjur terpapas kutung oleh sambaran pedang Wi Tiong- hong dan terjatuh ketanah. Rekannya menjadi terkesiap dan ikut mundur ke belakang setelah menyaksikan rekannya terluka, buru-buru ia mengeluarkan sebuah sumpritan perak dari dalam sakunya dan siap ditiup. Sambil tersenyum manis, Su Siau hui segera maju ke muka kemudian serunya lembut: "Jangan terburu-buru pergi dulu, bawalah sedikit tanda mata sebelum pulang kerumah?" Tangannya yang lembut segera diayunkan ke muka dan menghantam kearah dadanya. Menyaksikan datangnya ancaman tersebut jago pedang itu mendengus dingin, tidak menghindar tidak berkelit, pedangnya langsung menebas pergelangan tangan gadis tersebut. Su Siau hui yang melepaskan kebasan tangan tiba-tiba membatalkan ancamannya sampai di tengah jalan, kemudian sambil menarik kembali telapak tangannya dia berseru sambil tertawa dingin: "Buang pedangmu, dan duduklah disini dengan tenang." Sungguh aneh sekali kalau dikatakan, ternyata jago pedang itu menurut sekali, dia lantas membuang pedangnya dan benar-benar duduk disitu dengan tenang. Wi Tiong-hong yang menyaksikan kejadian itu merasa sangat keheranan, ia segera memeriksa tubuh lawan dengan seksama, barulah di ketahui kemudian rupanya jalan darah cian keng hiat dibahu kiri maupun kanan orang itu sudah terhajar oleh sebatang jarum perak yang panjang. Kini, ia jatuh terduduk dengan wajah penuh kegusaran matanya yang berapi-api melototi kedua orang itu tanpa berkedip. Su Siau-hui segera memutar biji matanya yang jeli sambil tersenyum, katanya. "Mari kita pergi." Sorot mata yang lembut penuh perasaan cinta, dan nadanya yang penuh nada mesra, sungguh membikin hati orang berdebar. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lorong sempit itu lebarnya mencapai satu kaki, lagi pula lurus tanpa belokan, pada hakekatnya merupakan jalan tembus yang menyenangkan ... Pada ke dua belah dinding lorong masing-masing tergantung lentera yang menyinari sekeliling tempat itu, jalan yang datar tanpa hambatan sudah barang tentu dapat dijalani lebih cepat. Tak selang berapa saat kemudian, mereka telah sampai diujung lorong tersebut. Dihadapan mereka kini terbentang sebuah dinding batu yang menghadang jalan pergi mereka, disitu tak nampak jalan lembut lagi. Senyuman yang semula menghiasi terus wajah Su Siau-hui, lambat laun berubah hebat, akhirnya agak sangsi dia bergumam. "Aneh, sebetulnya disinilah letak pintu siu bun, mengapa bisa berubah menjadi pintu Ti bun?" Dari ucapan mana, Wi Tiong hong segera tahu kalau gelagat tidak beres, mungkin perlengkapan dalam lorong itu sudah mengalami perubahan sehingga nona itu sendiripun telah salah jalan. Tanpa terasa dia berpikir. "Nona, bagian manakah yang tak beres?" Su Siau hui mendengus dingin. "Hmm, aku tak percaya kalau mereka bisa memutar balikkan kedudukkan pintu dan berhasil mengurung kita disini." Walaupun dia tak mau mengalah dalam bibir namun tubuhnya tetap berdiri dimuka dinding batu itu dengan wajah agak sangsi. Melihat sinona berdiri dengan kening berkerut dan ujung kaki dibentak-bentakkan diatas tanah. untuk sesaat diapun tak berani mengusik ketenangan gadis tersebut. Untuk sesaat dia hanya berdiri saja disampingnya sanbil memandang gadis itu dengan termangu. Perlu diketahui, meskipun Wi Tiong hong sudah berapa kali berjumpa dengan Su Siau hui, tapi selama ini dia belum pernah memperhatikan si nona dengan seksama, dalam benaknya pun hanya tertinggal setitik bayangan yang kabur, dia hanya tahu gadis itu cantik tapi dingin dalam gerak mimiknya. Tapi sampai dimanakah kecantikan wajahnya? oleh karena dia tak berani memandang lebih seksama, tentu saja pemuda itu tak dapat menjelaskan lebih terperinci lagi. Sementara itu Su Siau hui sedang memutar otak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi, sedangkan Wi Tiong hong pun ingin cepat-cepat tahu bagaimana caranya menembusi lorong tersebut, seandainya dia mendongakkan kepala memperhatikan wajahnya si nona sebetulnya tindakannya ini merupakan suatu tindakan yang lumrah. Padahal jarak diantara mereka berdua cuma berapa depa, maka setelah dia berpaling, wajah kedua orang itupun menjadi saling berhadapan raut muka si nona kelihatan lebih jelas. Hampir saja anak muda itu terpikat oleh kecantikan nona itu, untuk sesaat lamanya dia sampai berdiri tertegun termangu. Mendadak So Siau hui seperti menyadari akan sesuatu. wajahnya kontan berubah menjadi merah padam karena jengah. Untuk menghilangkan rasa malunya, dia mulai meraba sekitar dinding batu dihadapannya, tak selang berapa saat kemudian, terdengarlah bunyi gemerincingan nyaring menggema memecahkan keheningan, pelan-pelan dinding batu itu bergeser ke samping dan muncul ah sebuah pintu rahasia. Dengan hati gembira Su Siau-hui segera berseru. "Akhirnya pintu rahasia disini berhasil kutemukan, mari kita masuk kedalam." Kedua orang itu bersama sama melangkah masuk ke dalam pintu rahasia, terendus bau harum semerbak berhembus lewat. Ternyata tempat itu merupakan sebuah ruangan tempat tinggal yang luas, diatas keempat dindingnya tersebar empat butir mutiara sebesar buah kelengkeng, sedang diatas langit-langit ruangan tergantung sebuah lentera-terbuat dari kaca yang memancarkan sinar terang benderang. Ketika mutiara yang berada di keempat dinding termakan oleh sorotan cahaya lentera tersebut, segera berpantulah selapis cahaya lembut yang berwarna putih susu. Diatas sebuah meja yang terbuat dari kemaia, nampak cawan emas berjajar disitu, segala perlengkapan yang ada disitu rata-rata mewah, megah dan mentereng. Ruangan tersebut sangat bersih tak nampak sedikit debupun, juga tidak kedengaran suara apa-apa, tapi begitu mereda berdua melangkah masuk. muda-mudi tersebut segera berhenti dengan pandangan kaget. Ternyata di atas kursi berlapis kain beledru halus, duduk seorang lelaki berbaju perlente. Orang itu berwajah semu emas, mempunyai alis mata yang melentik dengan sepasang mata yang tajam, dia berusia dua puluh empat lima tahunan, ditangannya memegang sebuah cawan air teh yang terbuat dari batu kemala putih, waktu dia duduk bersandar sambil memandang kearah mereka berdua dengan senyum dikulum, sikapnya amat tenang dan manis. Dengan perasaan terkesiap Wi Tiong hong segera berpikir. "Siapakah orang itu ?" Disaat yang teramat singkat inilah, terdengar dua kali bentakan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, bayangan manusia berkelebat lewat, di ringi endusan bau harum, terlihat dua rentetan cahaya pelangi berwarna perak. satu dari kiri yang lain dari kanan bagaikan gunting secepat kilat menyambar tiba, hawa dingin yang merasuk tulang benar-benar terasa menggidikkan hati. Dua bilah pedang yang melancarkan tusukan sambil menggunting itu datang dengan kecepatan luar biasa, pada hakekatnya sama sekali tak sempat buat Wi Tiong hong untuk meloloskan pedangnya, Su Siau-hui pun nampak agak terkejut, cepat-cepat dia menyambar lengan Wi Tiong hong dan diajak mengundurkan diri ke luar pintu. "Jangan lukai mereka." Terdengar manusia bermuka emas yang duduk dikursi itu membentak dengan suara rendah. Cahaya pedang segera sirap. berbareng itu juga terdengar suara gemerincing nyaring, rupanya kedua belah pedang tersebut telah dimasukkan kembali kedalam sarungnya. Sewaktu menyerang, mereka dapat menyerang dengan kecepatan tinggi, sewaktu menyarungkan kembali pedangnya, mereka pun dapat menyarungkan senjata nyatak kalah cepatnya. Bahkan gerakan tubuh mereka pun sama cepatnya, sebab menanti Wi Tiong hong dapat mendongakkan kepalanya lagi, dua orang gadis berdandan seperti putri keraton, dengan pedang tersoren sudah berdiri dibelakang manusia bermuka emas itu dengan sikap menghormat. Su Sian hui sama sekali tidak melepaskan rangkulannya pada lengan Wi Tiong hong, tapi dengan suara dingin dia segera menegur. "Kau anggap mereka benar- benar bisa melukai aku ?" Berkilat sepasang mata manusia bermuka emas itu, ditatapnya kedua orang itu dengan lembut dan hangat, lalu tersenyum, ujarnya. "Kalian berdua bisa menerjang sampai ke-tempatku ini, berarti kalian telah menjadi tamu agungku, silahkan duduk di dalam." Su Siau hui mendengus dingin. "Hmm, masuk yaa masuk. memangnya kami takut kepadamu?" Teriaknya penasaran. Sambil menggandeng tangan Wi Tiong hong, bagaikan sepasang kekasih yang amat mesranya, mereka berjalan masuk kedalam ruangan. Wi Tiong-hong merasa rikuh sekali sewaktu lengannya digandeng gadis itu, tapi lantaran gadis tersebut tidak melepaskan gandengannya, sudah barang tentu dia tak dapat melepaskan diri atau mendorong gadis itu dengan begitu saja, tak heran kalau mukanya menjadi merah padam lantaran merasa jengah. Manusia bermuka emas memandang sekejap ke arahnya, kemudian sambil mengulapkan tangannya berkata. "Silahkan duduk " Wi Tiong-hong mencoba untuk memandang kearah dua orang gadis berdandan model keraton yang berdiri dibelakang lelaki muda tersebut, ketika melihat pedang berpita kuning yang tersoren dipinggangnya, sekali lagi si anak muda itu merasa terperanjat. Dengan cepat ia teringat kembali akan Hek bun-kun Cho Kiu-moay, pedang yang tersoren perempuan itupun berpita kuning, malah sewaktu mendengar perkenalan dari Chin congkoan pernah disebutkan kalau perempuan itu merupakan salah satu diantara empat dayang yang mengawal Ban Kiam hwee Cu. Satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya tanpa terasa tegurnya sambil mendongakkan kepalanya. "Apakah kau adalah Ban Kiam hwee cu ?" Ucapan "Ban Kiam hwee cu" Yang disebutkan anak muda tersebut dengan cepat mengejutkan pula Su Siau hui, cepat dia melepaskan pergelangan tangan Wi Tiong hong, kemudian tegurnya sambil berpaling. "Kau kenal dengan dia ?" "Tidak kenal, aku hanya pernah mendengar tentang pembagian tingkat didalam perkumpulan Ban kiam hwee dengan perbedaan warna pita pedangnya, konon hanya ke empat dayang yang pengawal Ban kiam hwee cu saja yang memakai pedang berpita kuning, oleh karena pita pedang yang dipakai kedua orang nona tersebut berwarna kuning maka akupun lantas menduga kalau saudara ini adalah Ban kiam-hwee cu." "Oooh .. .tak heran kalau serangan yang mereka lancarkan tadi, benar-benar bisa ditonton kebagusannya." Kata Su Siau hui sambil manggut-manggut. Yang dimaksudkan sebagai "bisa ditonton kebagusannya." Berarti kepandaian lawan belum mencapai tingkatan yang sempurna, sudah jelas gadis itu bermaksud untuk memandang enteng serta mencemooh kemampuan lawan. Dua orang gadis berdandan model keraton dibelakang manusia bermuka emas itu segera berubah wajah setelah mendengar perkataan itu, sebaliknya Manusia bermuka emas itu hanya tertawa hambar. "Perkataan saudara ini memang benar, siaute adalah pemimpin tertinggi dari selaksa pedang." Sekali lagi Su Siau hui mendengus dingin. "Hmm, Ban kiam-hwee juga paling paling begitu, huuh... apakah kau tidak merasa terlampau sombong menyebut dirimu sebagai Ban-kiam ci cu (Pemimpin dari selaksa pedang)?" Mencorong sinar kilat dari balik mata Ban kiam hwee cu, lalu dia tertawa ringan. "Ban kiam ci cu adalah Ban kiam ci cu, masa ada perbedaannya?" OooooOOoooooo "TENTU saja ada perbedaannya " Sahut Su Siau hui cepat. "Siaute bersedia mendengarkan pendapatmu itu. Haah . .. haaah... haah ...mengapa kalian berdua tidak duduk lebih dulu sebelum melanjutkan perbincangan?" Sambil berkata dia lantas menuding dua buah kursi yang berada dihadapannya, jelas maksudnya mempersilahkan tamu untuk duduk, Wi Tiong-hong dapat menyaksikan jari tangannya yang putih nan lembut tak ubahnya seperti jari tangan gadis. Su Siau hui tanpa ragu duduk diatas kursi yang dimaksudkan, setelah itu, ujarnya: "Ban kiam hwee cu adalam pemimpin dari perkumpulan Ban kiam hwee, oleh sebab itu terlepas apakah kau benar-benar memimpin selaksa orang jago pedang atau tidak, berhubung nama perkumpulanmu adalah Ban kiam hwee dan suatu perkumpulan pasti ada Hweecu (pemimpinnya), maka sekalipun kau menyebut diri sebagai Ban kiam hweecu pun orang lain tak bakal memprotes. Sebaliknya berbeda sekali dengan sebutan Ban kiam ci cu (pemimpin dari selaksa pedang) sebab Ban kiam atau selaksa pedang bukan mengartikan suatu perkumpulan yang bernama demikian, melainkan menunjukkan jago jago persilatan yang menggunakan pedang dalam dunia persilatan bila kau menyebut diri sebagai Pemimpin dari selaksa pedang, bukan sama artinya dengan kau menganggap kemampuanmu sudah mencapai tingkatan nomor wahid yang tak terkalahkan diantara para jago yang menggunakan pedang lainnya dalam dunia persilatan ?" Ban kiam hwee cu yang mendengar uraian tersebut segera tersenyum. "Perkataan nona memang benar, sedikitpun tak keliru, Ban kiam ci cu memang bermaksud demikian." "Tidakkah kau merasakan kelewat latah dan sombong dengan sebutan tersebut ?" Jengek si nona cepat. Ban kiam Hwee cu tertawa terbahak-bahak. "Haahh... haahh... haahh... sedikitpun tidak latah, sedikitpun tidak sombong, karena dalam permainan ilmu pedang, siapakah manusia dalam dunia persilatan dewasa ini yang sanggup mengalahkan kemampuan dari Ban-kiam ci cu ?" "Aku justru ingin mencoba sampai dimanakah kelihayan ilmu pedang yang kau miliki itu?" Kembali Ban kiam Hweecu tersenyum. "Nona berani mengucapkan perkataan semacam itu dihadapan siaute, berarti kau bukan seorang manusia sembarangan hanya saja berhubung jago lihay yang berdatangan di bukit Pit bu san hari ini berjumlah cukup banyak. sedangkan siaute pun baru saja datang, bagaimana kalau sebentar lagi kita bicarakan kembali soal itu diruang depan sana ?" Berbicara sampai disitu, sambil tertawa nyaring dia menambahkan. -oooOooOooo- Bab-40 "WALAUPUN JAGOAN LIHAY YANG berdatangan dibukit Pit bu san hari ini berjumlah amat banyak, tapi hanya kalian berdua yang sanggup memasuki ruanganku ini, maka hari kalian berdua adalah tamu agung bagi Ban-kiam Hwee kami..." Belum habis dia berkata mendadak terdengar ada orang mendengus berat-berat. Paras muka Ban kiam Hweecu berubah hebat sambil mengangkat kepalanya ia menegur, "Masih ada jago lihay siapa lagi?" Namun orang tersebut hanya mendengus, kemudian suasana menjadi hening kembali.. Ban kiam Hweecu segera menitahkan kepada dua orang pembantunya. "Coba kalian keluar dan melakukan pemeriksaan, siapakah orang tadi ..?" Dua orang gadis berdandan model keraton itu mengiakan. dengan cepat mereka menyelinap keluar dari dalam ruangan. Tak selang berapa saat kemulian. dua orang ayang itu sudah berjalan masuk kembali. kemudian setelah membungkukkan badan memberi hormat kepada Ban kiam Hwetju mereka berkata. "Budak mendapat perintah untuk melakukan pemeriksaan. namun di empat penjuru tak nampak sesosok bayangan manusia pun !" Ban-kiam hweecu mendengus dingin. "Hmmm. bukan saja orang itu memiliki ilmu gerakan tubuh yang cepat sekali. bahkan sangat hapal dengan jalan rahasia disini. sudah barang tentu kalian tak akan berhasil menyusulnya." Selesai berkata, kembali dia mengulapkan tangannya. Dua orang dayang tersebut bersama-sama segera mengundurkan diri dari situ. Ban-kiam-hweecu segera mengalihkan kembali pandangan matanya kearah dua orang tamunya, kemudian sambil tersenyum dia bertanya; "Siaute belum sempat menanyakan nama besar kalian berdua?" "Aku Wi Tiong hong !" Kata sang pemuda. Ban-kiam hweecu tertegun. lalu dengan membukakan matanya lebar-lebar dia mengawasi wajah Wi Tiong-hong beberapa kejap. lalu manggut-manggut, katanya: "Ooohh, rupanya saudara Wi, kalau begitu nona adalah nona Lok...?" Bukan saja dia mengetahui nama Wi Tiong-hong bahkan mengetahui juga tentang Lok- khi, tapi Su Siau hui telah salah dianggap sebagai Lok Khi ... Tak ampun lagi. paras muka Su Siau hui berubah menjadi sedingin es, serunya ketus: "mm, aku mah bukan adik misannya. aku bernama Su Siau hui !" "Oooh! nona Su datang dari Lam-hay?" "Betul, aku memang datang dan Lam-hay mau apa kau?" Ban kiam hwee cu tertawa hambar. "Dewasa ini kalian berdua merupakan tamu agungku, untuk sementara lebih baik kita tak usah membicarakan masalah budi dendam luhur kita dulu." Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh; "Kalian berdua datang ke bukit Pit bu san ini sudah pasti dikarenakan Lou bun si bukan? Siaute pun datang kemari khusus disebabkan masalah tersebut..." Wi Tiong hong segera dapat merasakan betapa supel dan hangatnya sikap Ban kiam hweecu ini terhadap orang lain, tanpa terasa dia pun sudah menanamkan beberapa bagian kesan baik terhadap orang ini. Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya pemuda itu sudah menggeleng dan menukas. "Aku bukan datang dikarenakan Lou bun si" "Aku juga bukan." Sambung Su Siau hui. "hm" Sekalipun Lou bun si adalah benda yang berasal dari keluargaku tapi aku sama sekali tak tertarik akan benda itu." Tampaknya Ban kiam hweecu benar-benar merasa diluar dugaan atas jawaban tersebut sambil memandang wajah kedua orang itu, tanyanya kemudian dengan keheranan. "Lantas di karenakan persoalan apa kalian berdua datang kemari?" Paras muka So Siau hui segera berubah menjadi merah padam, rupanya dia merasa kurang leluasa untuk memberikan jawabannya. Dengan cepat Wi Tiong hong menjura, kemudian menjawab. "Aku memang ada satu persoalan yang ingin mohon bantuan hweecu, harap sudi memberi muka untukku." "Asal siaute sanggup untuk melakukannya, sudah pasti tak akan kutampik keinginanmu." Selama ini, Ban kiam Hwee selalu dianggap sebagai suatu perkumpulan rahasia, sungguh tak disangka bahwa gerak geriknya memancarkan kegagahan yang sangat mengagumkan. Dengan perasaan berterima kasih Wi Tiong hong segera berkata. "Kalau begitu, kuueapkan banyak terima kasih lebih dulu." "Saudara Wi, sebenarnya kau ada persoalan apa? silahkan saja diutarakan keluar." Kata Ban kiam Hweecu sambil menatap tajam wajah Wi Tiong hong. Wi Tiong hong termenung sejenak. kemudian sahutnya. "Saudara angkatku, ketua Thi pit pang Ting ci kang telah di tangkap oleh perkumpulan kalian sejak bulan berselang, waktu itu aku pernah menggunakan lencana Siu lo ci-leng untuk meminta Chin congkoan membebaskannya. Sungguh tak disangka Chin congkoan mengatakan, dia perlu minta persetujuan dari Hweecu lebih dulu sebelum membebaskannya, meski keesokan harinya dilepaskan juga , namun yang muncul adalah seseorang yaag menyaru sebagai toakoku, bahkan dia berhasil merampas Lou bun si dari tanganku. Semula aku tidak mengetahui benar tidaknya persoalan itu tapi kini berhubung Ting- toako terbunuh yang mayatnya ditemukan dikuil Sik jin tian, hasil pemeriksaan oleh pelindung perkumpulan itu menunjukkan kalau yang tewas bukan Ting toako, itulah sebabnya kami lantas menduga kalau Ting Toako masih berada ditangan kalian. Dengan memberanikan diri, aku mohon kepada hweecu agar sudilah kiranya membebaskan Ting Toakoku itu." Berkilat sinar tajam dari balik mata Ban kiam hweecu, ditatapnya wajah Wi Tiong hong lekat-lekat kemudian baru berkata: "Terus terang kukatakan kepadamu saudara Wi, persoalan partai selama ini diselesaikan sendiri oleh kelima orang congkoanku, sangat jarang siaute mencampuri urusan ini..." Diam-diam Wi Tiong-hong mendengus setelah mendengar perkataan itu, pikirnya: "Bagus sekali, aku mengira kau benar-benar bersedia melepaskan orang, rupanya kau hanya mengucapkan kata tersebut sebagai basa-basi saja." Sementara itu Ban kiam hwecu telah melanjutkan kembali kata-katanya setelah berhenti sejenak. "Kali ini, Chin congkoan mengirim orang untuk menghantar Loa bun-si tersebut, tapi sebagai akibatnya memancing perhatian banyak jago yang berbondong-bondong meluruk kesini, itulah sebabnya siaute mendapat perintah untuk menyusul kemari." "Mengenai bagaimana cara Chin congkoan mendapatkan benda itu, berhubung siaute baru datang dan belum mendengar penuturan yang sebenarnya, maka aku tak bisa berkata apa-apa, tapi seandainya Ting ci-kang yang dimaksudkan saudara Wi benar- benar berada dalam perkumpulan kami, sudah pasti siaute akan menurunkan perintah untuk membebaskannya, harap saudara Wi jangan kuatir." Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mendengar ucapannya bersungguh-sungguh tidak mirip lagi berbohong, diam-diam Wi Tiong hong merasa amat bersyukur, pikirnya: "Syukur kalau ia bersedia membebaskan Ting toako dari sekapan, sebagai Ban kiam hweecu semestinya dia adalah pemimpin tertinggi dari perkumpulan Ban kiam hwee, tapi mengapa dia mengatakan kalau kedatangannya untuk melaksanakan perintah ? Siapa yang memerintah dia ?" "Aaaah. Lok Khi..." Baru saja dia teringat akan Lok Khi, tiba-tiba tirai pintu disebelah kiri bergoyang kemudian berjalan masuk seorang gadis berpakaian ringkas berwarna hitam gelap dalam sekilas pandangan, agaknya perempuan itu melihat Wi Tiong- hong dan Su Siau- hui berada dalam ruangan tersebut, wajahnya segera kelihatan agak tertegun. Wi Tiong-hong mengenali perempuan berbaju hitam gelap itu sebagai Hek bun-kun Cho Kiu moay. "Bagaimana hasil pemeriksaannya ?"Ban-kiam Hweecu segera mendongakkan kepalanya sambil menegur. Hek bun kun Cho Kiu moay segera menjura. "Budak mendapat perintah...." Dia sengaja menarik kata yang terakhir panjang-panjang, sementara sorot matanya memohon persetujuan dari pimpinannya dulu. Tentu saja hal ini disebabkan dalam ruangan masih hadir orang luar yang tak dikenal. Ban-kiam Hweecu segera berseru. "Tidak menjadi soal katakan saja." "Budak berhasil menemukan jejak beberapa rombongan musuh dibukit sebelah depan sana, diantaranya terdapat Seh Thian yu dari selat Tok see sia, Thian Khi cu dari Bu tong pay, Sip cu hwesio, hongtiang ruang Lohan wan dari siau lim si dan tampaknya orang-orang dari Lam hay bun pun turut berdatangan... Sambil tersenyum Ban kiam hweecu memandang sekejap kearah Su Siau hui, lalu katanya. "Nona Su inipun berasal dari Lam hay," Setelah mangggut-manggut, terusnya: "Tujuan mereka datang kemari adakah untuk menjumpai jagoan lihay yang berdatangan dari berbagai tempat, suruh mereka membuka pintu gerbang lebar-lebar didepan bukit situ dan perintahkan kepada Buyung congkoan untuk mewakiliku menyambut kedatangan tamu-tamu tersebut." Hek bun kun membungkukkan badan sambil menerima perintah, dengan cepat dia mengundurkan diri. Tiba-tiba muncul lagi seorang dayang berdandan model keraton dalam ruangan itu, setelah menjura katanya. "Chin congkoan ingin bertemu." "Baik, aku segera akan keluar." Sahut Ban-kiam Hwee cu, kemudian setelah berdiri, dia menjura pada Wi Tiong hong berdua sambil ujarnya pula. "Harap kalian berdua sudi menunggu sebentar disini, siaute hanya pergi sebentar saja." Ternyata ruangan batu itu merupakan tempat beristirahat sementara bagi Ban kiam hwecu, sedang tempat untuk menerima bawahannya terletak di bagian lain. Dari sini dapat di tarik kesimpulan, kecuali empat dayang kepercayaannya sekalipun selesai seorang congkoan pun tak boleh masuk ke situ secara sembarangan. Wi Tiong- hong ikut berdiri, katanya. "Aku pun masih ada urusan." "Saudara Wi masih ada urusan apa ?" Tanya Ban-tiam hweecu sambil tertawa, sementara matanya memancarkan sinar tajam. "Adik misanku masuk melalui pintu kematian, kemungkinan besar kini sudah terjebak..." Belum selesai dia menyelesaikan perkataannya. Ban-kiam hweecu sudah menukas sambil tertawa ringan: "Tak usah kuatir saudara Wi, barusan siaute telah berpesan kepada mereka, setiap orang yang datang dibukit Pit bu san hari ini semuanya akan disambut sebagai tamu. Aku pasti akan menyuruh Chin congkoan untuk mengundangnya datang kemari." Sementara masih berbicara, pelan-pelan dia sudah beranjak keluar dari ruangan tersebut. == ooo == Dalam pada itu, Lok Khi yang masuk kedalam lorong dalam keadaan mendongkol segera merasakan gua tersebut gelap gulita setelah memasuki separuh bagian diantaranya sorot cahaya yang masuk melalui arah belakang kian kebawah kian bertambah lirih, apa lagi setelah tiba dibawah sana, pada hakekatnya makin ia masuk semakin gelap. Bagaimana pun juga. dia adalah seorang gadis muda, tak urung timbul juga perasaan ngerinya setelah berada dalam kegelapan, dia mulai menyesali tindakannya yang kelewat gegabah, coba kalau tidak mendongkol terhadap engkoh Hong, bukankah diapun tak usah masuk kemari seorang diri ? "Tidak Aku tak sudi ditemani olehnya." Hatinya segera berpekik. "sudah jelas ia telah terpikat oleh perempuan siluman dari Lam-hay, kalau tidak. bukankah dia sudah menyusul kemari ?" Sebagai seorang gadis yang bersifat keras kepala, kendatipun dalam hati kecilnya merasa ketakutan namun rasa mendongkol dan gemasnya terhadap Wi Tiong hong memaksanya meneruskan perjalanan menembusi lorong gua yang gelap itu. Untung saja lorong rahasia tersebut mempunyai ukuran lebar yang bisa ditempuh beberapa orang, permukaan tanahnya pun sangat datar, kendatipun banyak tikungan, bukan berarti sukar untuk dilewati. Baru berjalan beberapa saat, mendadak ia menemukan dari belakang tubuhnya muncul sesosok bayangan manusia yang menempuh perjalanan bersama searah dengannya. Lok Khi segera mengira yang datang adalah Wi Tiong hong, betul hatinya masih mendongkol, tapi diam-diam iapun merasa girang hingga tanpa terasa menghentikan langkahnya Menanti bayangan manusia yang berada dibelakang itu sudah makin mendekat, ia baru menegur sambil tertawa dingin. "Mau apa kau datang kemari?" Tampaknya orang itu merasa amat terkejut serentak dia melompat mundur sambil membentak. "Siapakah kau?" "Aaah. rupanya dia bukan engkoh Hong." Lok Khi segera membatin. "suara itu bukan engkoh Hong, yaa ...dia adalah si lelaki busuk she Lan tersebut..." Mendongkol dan gemas yang bercampur aduk membuat Lok Khi bertambah geram, dia, segera mendengarkan arah orang tersebut kemudian dengan suatu gerakan cepat menerjang ke arahnya dan tangannya langsung diayunkan kedepan melepaskan sebuah tamparan. Kepandaian silat yang dimilikinya kini memperoleh warisan langsung dari Thian Sat nio, kecepatan maupun kejituan tamparannya kali ini benar-benar luar biasa. Sebagaimana diketahui, gua itu gelap gulita hingga lima jari sendiripun susah dilihat, menanti Lan Kunpit menyadari ada orang yang menerjang datang, untuk menghindar sudah tak sempat lagi. "Plaaakkk" Tahu-tahu pipi orang itu sudah kena ditampar sekali dengan kerasnya. Tak terlukiskan kemarahan yang mambara di dalam dada Lan Kun-pit waktu itu, sambil membentak. tangannya diayunkan kedepan melepaskan dua batang jarum beracun dari keluarga Lan. Lok Khi sudah tahu siapakah dia, sudah barang tentu ia telah melakukan persiapan, begitu Lan Kun pit menggerangkan tangan kirinya , dia lantas meningkatkan kewaspadaannya tangan kanannya diayunkan pula bersamaan waktunya. "cri ing... " Cahaya tajam berkilauan, dua batang jarum beracun itu sudah rontok ketanah. Sementara gadis itu segera membahkan badan dan kabur kedalam gua. Lan Kun-pit yang tanpa sebab ditampar orang sudah barang tentu tak akan melepaskan musuhnya dengan begitu saja setelah diketahui gadis itu melarikan diri, dengan suara menggeledek ia membentak. "Mau kabur kemana kau?" Dia melompat kedepan dan melakukan pengejaran yang sangat ketat,padahal maksud Lok Khi hanya ingin menyusul rombongan yang sudah berangkat lebih duluan itu, dia tidak takut kepada Lan Kun-pit sekalipun pemuda itu melakukan pengejaran secara ketat. Makin lama dia berlari semakin cepat, tiba tiba didepan sana muncul tikungan yang menuju kearah kanan. Baru saja dia menikung, didepan sana telah muncul sekilas cahaya api dan muncul ah sebuah obor yang menerangi sekitar lorong. Dengan memancarnya sinar obor tersebut, maka segala sesuatu yang berada disekeliling tempat itu dapat terlihat jelas. Lok Khi mendongakkan kepalanya. ia menyaksikan beberapa orang yang berada dihadapannya berada hanya empat lima kaki saja dari hadapannya, orang yang berjalan dipaling depan adalah si Naga tua berekor botak To Sam seng, kedua adalah Thi lo han Khong beng hwesio, kemudian Ma koan tojin dari bukit Hong san. Tok Lu-pan mengikuti dibelakang ketiga orang itu, penggaris besinya masih digunakan untuk mengukur ke timur, mengukur ke barat, sedangkan Tok Hay ji dan Tok Si-cuan mengikuti dibelakangnya. Mereka berdiri pada kedua belah sisi yang berbeda, satu rombongan disebelah kiri, sedangkan yang li nada disebelah kanan, waktu itu mereka sedang berjalan menuju ke balik kegelapan. Setelah memegang lampu lentera, si Naga tua berekor botak To Sam seng berkata dengan suara parau. "Apa bila daya ingat siaute tak salah, tempat ini merupakan tikungan yang kedua puluh empat, tujuh ratus dua puluh langkah kemudian pasti ada kode rahasianya." "Kini kita sudah berada didalam lambung pintu kematian," Lupan beracun menimbrung. "posisi kita sekarang teramat berbahaya, setiap saat kemungkinan besar akan terjebak atau kena perangkap. kalau toh loko memang meninggalkan tanda rahasia disini, cepatlah diperiksa, daripada kita terlanjur terancam oleh bahaya maut." Naga tua berekor botak tertawa terbabak-bahak. "Haah, haaah, haaah, dari kedua puluh empat buah tikungan yang kita lewati tadi, disetiap tikungan pasti ditemukan tanda rahasia siaute, masa aku bisa salah?" Dia mengangkat tinggi-tinggi obornya untuk menerangi dinding lorong, kemudian sambil menuding ke depan serunya. "Saudara sekalian, coba kalian perhatikan, kode rahasiaku berada disini." "Tempo hari siaute dibebaskan setelah orang she Chin itu menanyai asal usulku, jalanan yg dilalui juga jalanan ini, seingatku lorong ini langsung menghubungkan ruang batu tempat tinggal orang she Chin tersebut." Lupan beracun memeriksa dan mengukur sebentar kedua sisi lorong tersebut. kemudian katanya. "Terdapat persimpangan diantara Tu dan Siu, kalau begitu yang sebelah kiri adalah pintu siu bun, sedangkan orang she Chin berdiam dipintu Tu-bun." "Tepat sekali," Seru naga tua berekor botak dengan terkejut bercampur gembira. "kita memang harus menuju ke arah kiri. jalanan tersebut tidak terdapat banyak tikungan, semuanya berjumlah dua ratus dua puluh satu langkah,jangan padamkan obor ini." Tampaknya obor yang dibawa beberapa orang itu sudah tidak banyak lagi jumlahnya, maka mereka harus mempergunakannya secara berhemat. Pada saat itulah Lan Kun-pit telah menyusul ke situ, wajahnya yang ceking penuh dilapisi hawa pembunuhan yang tebal, di tatapnya Lok Khi tajam-tajam kemudian setelah mendengus dingin serunya: "Jadi kau si budak jelek yang telah menyergap kongcumu tadi ?" Sebenarnya Lok Khi sudah mangkel sekali, makian "sibudak jelek" Itu bagi kedengarannya ibarat api yang bertemu minyak. amarahnya kontan saja semakin berkobar. Dia mendengus lalu serunya: "Masih terhitung sungkan nona cUma menamparmU sekali hmmm, apakah kau tidak terima ?" Lan Kun-pit adalah seorang pemuda tampan yang selamanya memandang tinggi diri sendiri, tapi sekarang, rahasia ditamparnya dia oleh seorang gadis jelek diungkapkan dihadapan orang banyak, sudah barang tentu kejadian tersebut membuat hatinya benar-benar tak tertahankan. Dengan wajah hijau membesi, dia segera membentak gusar. "Budak jelek. hari ini kongcumu tak akan mengampuni jiwamu dengan begitu saja." Tangan kanannya segera diulapkan ke depan, diantara kebasan kipasnya yang mengembang tampak sekilas cahaya perak meluncur kedepan dan menyongsong tubuh Lok Khi. "Hmm, memang tepat sekali." Dengus Lok Khi dingin. "hari ini kau memang tak boleh diampuni." "crinng ..." Cahaya pedang berkilauan tajam, dalam genggamannya telah bertambah dengan sebilah pedang lemas yang tajam sekali, diantara getaran senjatanya itu tampak sekuntum bunga pedang meluncur kedepan dan memukul kebalik bayangan kipas Lan Kun-pit. "Tri ing ..." Terdengar suara dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan, kedua orang itu sama-sama mundur setengah langkah dari posisi semula. Mendadak cahaya api obor ditangan Naga tua berekor botak To Sam seng menjadi padam, seketika itu jago lorong rahasia tersebut berubah menjadi gelap gulita sehingga untuk melihat ke lima jari tangan sendiripun sukar. Terdengar Naga tua berekor botak berteriak keras: "Sudah cukup, jangan berkelahi lagi sekarang waktu lebih berharga daripada segala-galanya, harap kalian segera mengikuti siaute." Menyusul ucapan mana, terdengar suara langkah kaki manusia yang bergerak menuju ke depan. Lorong rahasia tersebut amat sepi bagaikan dalam kuburan, walaupun suara langkah Naga tua berekor botak sangat enteng, kedengaran juga suara langkah kakinya. Maka Thi-lohan Khong-beng hwesio, Ma-koan tojin dari Hong-san dan Lu-pan beracun bertiga ikut gerak maju lagi kedepan-Sambil mendengus Lok Khi segera berseru. "Bajingan cilik she Lan, untuk sementara waktu nona akan mengampuni dulu jiwa anjingmu itu." Selesai berkata, buru2 dia menyusul kedepan. Lan Kun-pit adalah seorang manusia yang licik dan punya banyak tipu muslihat,pada mulanya dia mengikuti Lok Khi seperti juga, dia sendiri, masuk kesitu seorang diri untuk menyerempet bahaya, tapi setelah dilihatnya disana masih ada enam tujuh orang yang membentuk satu rombongan lagi pula ada yang menjadi petunjuk jalan, sudah barang tentu dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut dengan begitu saja. Tanpa banyak berbicara lagi dia mengintil secara diam-diam dibelakang orang itu dan meneruskan perjalanannya kedepan. Kini. dibalik lorong rahasia yang gelap gulita, hanya terdengar suara langkah kaki manusia yang bergerak menujU ke depan, siapa pun tidak ada yang bersuara. Tapi dalam hati masing-masing merasa keheranan, kini mereka sudah berada jauh didalam sarang musuh, padahal tempat ini merupakan sarang dari para jago pedang berpita hitam dari Ban kiam hwee, herannya mengapa sampai kini belum ada orang yang menghadang mereka ? Beberapa puluh langkah kembali sudah di lewati. Mendadak Lupan beracun membentak keras. "Harap kalian semua berhenti." Waktu itu, semua orang sedang melakukan perjalanan dalam kegelapan, begitu mendengar suara bentakannya yang menggema secara tiba-tiba, betul juga , mereka semua segera berhenti. Kemudian terdengar Ma koan tojin berkata dengan suara menyeramkan. "Lu sicu, apakah kau telah menemukan sesuatu yang luar biasa ?" "Sun-sute, cepat memasang api." Perintah Lupan beracun. Dari dalam sakunya Tok si cuan mengeluarkan tabung api seribu li dan menyulutnya, bentuk dari tabung apinya ini kelihatan istimewa meski bentuknya kecil mungil, namun sinar apinya bisa menerangi wilayah seluas beberapa kaki dengan terang benderang. Naga tua berekor botak segera tertawa seram. serunya. "Heeeh...heeehh ,.heeehh,, rupanya kau juga membawa tabung api" "Tentu saja membawa." Jawab Tok si cuan, tadi sepanjang jalan kau telah berebut memasang obor, maka akupun tak usah repot-repot membuang tenaga, apa lagi kita sedang memasuki sarang dari Ban kiam hwee, musuh berada dalam kegelapan kita berada ditempat terang, kalau bisa tak usah menyulut api memang paling baik jangan." Sebagai Tok si cuan (pencuri beracun), tentu saja dalam sakunya selalu tersedia tabung api seribu li. Namun kalau dipikirkan dengan seksama ucapannya memang betul. Kini mereka sedang memasuki sarang harimau, bila sepanjang jalan mereka harus berjalan sambil menyulut lampu bukankah kedatangan mereka sangat mudah menarik perhatian orang lain? Dengan dibantu sinar api yang memancar keluar dari tabung api tersebut, semua orang dapat melihat kalau mereka kini berada di dalam sebuah lorong yang lebar, lorong tersebut tiba-tiba melebar ke samping dan dihadapan mereka terbentang sebidang tanah datar seluas empat lima kaki ... Dengan cepat Lupan beracun mengambil tabung api itu dari tangan Tok si- cuan, kemudiau tanpa mengucapkan sepatah katapun maju ke depan sembari menghitung. Kalau tadi, Naga tua berekor botak To Sam seng, Thi-lohan Khong beng hwesio dan Ma-koan tojin bertiga yang memimpin perjalanan, maka sekarang mereka telah berhenti diujung jalan dari tanah datar tersebut Rupanya sewaktu cahaya api memancar tadi, mereka sudah menyebarkan diri kesamping, ketiga orang itu berdiri para selisih jarak tujuh delapan depa dan membentuk posisi segi tiga. Si Pencuri beracun atau Tok-si-cuan telah menggenggam sebilah golok pelebur darah yang memancarkan sinar biru, sementara Tok Hay ji menggenggam cambuk lemas yang melingkar dan mengawasi ke tiga orang lawannya lekat-lekat,jelas ke dua rombongan maausia itu meski melanjutkan perjalanan bersama-sama, namun masing- masing tetap waspada dan tidak saling menaruh kepercayaan. Paras muka Ma-koan rojin berubah tak menentu, ketika dilihatnya Lupan beracun masih berjalan sambil menghitung dengan suara menyeramkan dia berseru: "Kini, kita sudah berada didalam sarang harimau situasi yang kita hadapi kini adalah hidup dan mati bersama-sama ada rejeki dibagi bersama ada bencana yang dihadapi berbareng, Bila Lu sicu berhasil menemukan sesuatu hal yang tak beres, sepantasnya kalau kau utarakan keluar secara blak-blakan?" Paras muka Lupan beracun berubah menjadi amat serius, dia menarik napas panjang- panjang, lalu sambil mendongakkan kepalanya menjawab: "Sejak masuk melalui pintu gerbang hingga sampai tempat ini, kalau dihitung-hitung maka semestinya kita sudah berada dalam lambung markas mereka, sepantasnya kalau pihak lawan telah mengetahui kehadiran kita sejak pintu di buka tadi, namun kenyataannya tak nampak seorang manusia pun yang menghalangi kedatangan kita, seolah-olah kita sedang berada disuatu tempat yang tak bertuan, kejadian semacam ini boleh dibilang sama sekali diluar kebiasaan..." Paras muka si Pencuri beracun segera berubah hebat, serunya dengan rasa ngeri: "Betul, kecuali kalau tempat ini merupakan perangkap yang sengaja mereka persiapkan, maka sengaja mereka tidak melakukan penghadangan agar kita semua bersama sama masuk perangkap." "Menurut penghitunganku, bila kita masuk melalui pintu sebelah kiri maka tempat tersebut seharusnya merupakan pintu siu bun, siapa tahu yang kita lewati sekarang nyatanya merupakan pintu kematian yang sesungguhnya, aku kuatir kita semua sekarang benar-benar telah berada dalam perangkap lawan.. ." =oooooooo= Bab-41 "LU SUKO " Tok Hay-ji segera berseru dengan wajah berubah. "kalau begitu mari kita mundur cepat cepat dari sini." Ia pernah disekap oleh Chin congkoan dari Ban kiam-hwee ditempat itu, seandainya Hek bun kun Cho Kiu moay tidak keracunan akibat ulah gurunya, sehingga gurunya dapat memaksakan suatu pertukaran antara dia dengan obat penawar, mungkin sampai sekarang pun dia masih tersekap dalam lorong rahasia itu. Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo