Pedang Karat Pena Beraksara 19
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 19
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D Tidak heran kalau paras mukanya segera berobah hebat setelah mendengar bahwa mereka terperangkap. Naga tua berekor botak segera berkata. "Tidak mungkin, sepanjang jalan hingga kemari, siaute meninggalkan kode rahasia diatas dinding, mana mungkin bisa salah jalan ?" Sembari berkata tangan kirinya segera mengeluarkan sebatang senjata cakar naga hitam dan digerak gerakkan ditengah udara, meski tidak segera terjadi bentrokan namun dilihat dari keadaannya,jelas kalau setiap saat suatu pertarungan bisa berkobar. Mendadak saja Lok Khi teringat akan perkataan dari nona berbaju hijau tersebut, bukankah nona dari lam hay bun itu memperingatkan agar dia dan engkoh Hongnya tak usah mengikuti mereka masuk kemari? Bahkan nona itu berkata, bila ingin masuk dia yang akan menjadi petunjuk jalan buat mereka ? Mungkinkah tempat ini benar merupakan perangkap yang sengaja diatur oleh pihak Ban kiam hwe? Sejak kecil dia mengikuti Thian Sat nio, meski pengalamannya masih sedikit, namun banyak sudah yang didengar olehnya. Perasaan hatinya segera tergerak sesudah mendengar ucapan tersebut, diam-diam dia mulai menyesali tindakkan gegabah yang diambilnya tadi, tidak seharusnya dia menerjang kesitu dengan menuruti emosi. "Aaah, tidak Aku justru tak sudi mengikuti petunjuknya, sekalipun disini adalah pintu kematian, dia bisa berbuat apa terhadapku?..." Demikian dalam pikirannya kemudian, Kalau seorang gadis sudah diburu oleh api cemburu, maka dia tak akan ambil perduli perangkap atau bukan. Setelah mendengus dingin, mendadak serunya. "Aku justru tidak percaya dengan segala macam permainan busuk. jika kalian tidak mau pergi. tinggal saja selamanya disini." Seusai berkata, dia lantas menggerakkan tubuhnya dan menerjang masuk kedalam lorong tersebut. Mendadak Naga tua berekor botak menghadang dihadapannya, kemudian membentak. "Nona, jangan bertindak gegabah!" Meski dimulut ia berkata demikian tangan kanannya segera diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Lok Khi. Tampaknya si nona tidak menduga kalau iblis tua itu bakat menghalangi jalan perginya, begitu berhenti segera bentaknya dengan gusar. "Mau apa kau ?" Lu-pan beracun tertawa terbahak-bahak. "Haah ..haah ...haah... sedari tadi aku sudah curiga kalau bangsat ini tidak mempunyai maksud baik, ternyata memang dia yang main gila . ." "Kenapa dengan dia ?" Tanya Lok Khi sambil berpaling, wajahnya nampak agak tertegun. Sambil menuding kedepan, Lupan beracun berkata. "Tanpa kode rahasianya, kita tak bakal masuk perangkap dengan begini gampang...cepat halangi dia." Tok si cuan dan Tok Hay-ji segera menerjang kemuka begitu mendengar suara bentakan dari Lupan beracun. Naga tua berekor botak tertawa terbahak-bahak. "Percuma saja kau menyebut diri sebagai Lupan beracun. haaah, haah, haaa, sayang kau mengetahui kejadian ini kelewat terlambat, kini kau sudah menjadi ikan dalam tempurung." Mendadak tubuhnya miring ke samping lalu menyelinap kebalik lorong rahasia. Lok Khi menjadi naik darah setelah mendengar ucapan mana segera bentaknya keras- keras: "Bajingan keparat, mampus kau." Dia melancarkan serangan secepat angin, bahkan jauh lebih cepat daripada Tok Si- cuan maupun Tok Hay-ji, begitu menerjang ke depan, tangan kanannya segera diayun kemuka dan "cri ing." Sebilah pedang lemas sudah meluncur keluar dari balik telapak tangannya. Tapi sayang tindakannya itu terlambat selangkah, mendadak terdengar suara. "Kraak" Pintu dinding menuju ke lorong rahasia sudah menutup rapat. Dengan begitu ujung pedang Lok Khi yang tajampun hanya sempat menggurat diatas dinding batu sehingga memercikan bunga api. Ma koan tojin serta Thi Lohan Khong beng hwesio sebetulnya berdiri bersama dengan Naga tua berekor botak dalam posisi segi tiga, hanya saja kedua orang itu berdiri dikiri kanan dengan punggung menghadap kedinding batu tersebut. Kini si Naga tua berekor botak telah menerobos masuk ke dalam lorong pintu batupun telah menutup kembali, dengan demikian kedua orang itu segera tersekap diluar pintu. Tampaknya tindakan ini sama sekali diluar dugaan mereka berdua maka setelah saling berpandangan sekejap. mereka tetap berdiri tak bergerak ditempat semula. Di tempat lain, Lan san gin sau (kipas perak berbaju biru), Lan Kun-pit juga tak mengetahui jelas akan asal usul beberapa orang itu, walaupun dia menyaksikan pintu batu menuju kelorong rahasia tersebut menutup kembali, tapi berhubung dihadapannya masih hadir banyak orang, maka diapun cuma berdiri tenang ditempat semula sambil menggoyangkan kipasnya. Dilain pihak Lok Khi mendepak-depakkan kakinya berulang kali ketanah, kemudian serunya. "Bajingan tua ini betul-betul licik sekali, sayang dia berhasil melarikan diri." "Aku sama sekali lupa kalau dia bisa bertindak demikian." Keluh Lupan beracun, "padahal sejak dia berdiri menghadang didepan pintu lorong, aku sudah seharusnya dapat berpikir sampai kesitu . ." "Kita kejar." Seru Tok Hay ji, Tapi Lupan beracun segera menggeleng. "Dalam pintu kematian penuh dengan alat jebakan yang sangat berbahaya, tak mungkin kita bisa mengejarnya lagi?" Berbicara sampai disitu, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Ma koan tojin adalah seorang yang berwatak dingin tapi licik, sambil mengelus jenggot panjangnya dengan senyum tak senyum dia bertanya. "Apakan Lu sicu telah berhasil menemukan sebuah akal bagus?" "Alat rahasia yang disiapkan ditempat ini berbahaya sekali. perubahannya pun sama sekali diluar dugaan, orang yang tidak memahami alat rahasia sesungguhnya jauh lebih menguntungkan daripada mereka yang tahu. Aku benar-benar sudah jatuh dipecundangi orang." "Lantas mengapa Lu sicu tertawa terbahak-bahak." Tanya Ma-koan tojin cepat. "Sebelum memasuki ruangan gua ini, aku telah menyebarkan segenggam bubuk beracun dimuka pintu, jangan harap bajingan itu bisa lolos selama satu jam mendatang..." Thi lohan Khong-beng hwesio segera melotot besar, kemudian bentaknya keras-keras. "Jadi kau pun telah meracuni kami semua?" "Benar." Sahut Lupan beracun sambil tersenyum. "bubuk beracun ini biasanya melayang di udara dan tak bisa dilihat dengan mata telanjang, bila telah terhisap ke dalam tubuh kalian satu jam kemudian racun itu akan mulai bekerja dan tak bisa tertolong lagi, itulah sebabnya aku minta kalian berdua sudi membawa jalan...." Lok Khi yang mendengar perkataannya itu segera manggut-manggut, pikirnya kemudian. "Rupanya Lu-pan beracun telah mengetahui kalau Ma koan tojin dari Bukit Hong san serta Thi Lohan merupakan komplotan dari pihak Ban kiam-hwee. .." Sementara itu Ma koan tojin telah tertawa seram, serunya. "Lu sicu, mengapa kau mencurigai pinto?" Lupan beracun tertawa dingin. "Memangnya aku salah berbicara ?" Dia balik bertanya. Mencorong sinar tajam dari balik mata Thi Lohan, segera bentaknya penuh kegusaran, "Mana obat penawarnya ?" "Obat penawarnya berada didalam sakuku." Cepat Ma-koan tojin menggoyangkan tangannya berulang kali, serunya kemudian sambil tertawa seram. "Taysu tak usah terburu napsu, asal Lu sicu sudah mengucapkan perkataan tersebut, hal ini sudah lebih dari cukup, buat apa kita mesti membunuh ayam mengambil telur ?" Berbicara sampai disitu, ujung bajunya segera dikebaskan ke depan, tahu-tahu sebuah pukulan dilepaskan kearah tubuh Lupan beracun dari jarak dekat. Thi Lohan Khong beng hwesio segera tertawa terbahak-bahak. "Haah ... haaahh . .. haaahh ... ucapan yang memang benar . ." Sebuah babatan maut segera dilontarkan ke depan. Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu amat sempurna. serangan yang dilancarkan secara beruntun ini sungguh luar biasa sekali. Tampak dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan membawa suara desingan tajam bagaikan amukan gelombang dahsyat di tengah samudra langsung menghantam ke tubuh semua orang. Tentu saja Lupan beracun tak berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan dengan cepat dia menarik hawa murninya lalu mundur kebelakang dengan cepat. Tok si cuan dan Tok Hay-ji turut berkelebat lewat dan melompat mundur kedua belah samping. Sebagai seorang gadis yang pintar, sejak Ma koan tojin mengatakan hendak "Membunun ayam mengambil telur", dia sudah tahu kalau pihak lawan hendak merampas obat penawar racun dan mengajak Thi Lohan untuk turun tangan bersama- sama. Untuk sesaat dia menjadi ragu-ragu dan tak tahu apakah dirinya turun tangan atau tidak? Disaat dia sedang ragu-ragu dan berpaling kesamping, dengan cepat diketahuinya kalau gelagat tidak beres. Semestinya, untuk merampas obat penawar dari tangan musuh, meski serangan gencar yang dilancarkan Ma koan tojin berhasil dihindari Lupan beracun, tapi dalam keadaan terpengaruh oleh hawa napsu membunuh, dia pasti akan mendesak maju lebih jauh dan tidak memberi kesempatan pada lawannya untuk membalas. Didalam hal ini, Ma koan tojin dan Thi lohan sudah pasti masih sanggup untuk melakukannya. Akan tetapi Ma koan tojin tidak berbuat demikian, setelah berhasil mendesak mundur Lupan beracun, tiba-tiba saja tubuhnya bergerak menuju ke dinding setelah depan. Satu ingatan segera melintas didalam benak Lok Khi, serunya dengan suara nyaring: "Hidung kerbau tua, mau apa kau?" Berbareng dengan suara bentakan tersebut serentetan cahaya keperak-perakan segera membabat kemuka. Ma koan lojin segera menempelkan punggungnya ke atas dinding, kemudian terdengar suara "krak" Dinding batu itu segera terbuka tapi serentetan cahaya pedang dari Lok Khi tengah membacok tiba dengan kecepatan luar biasa. "Bocah perempuan, mundur kau." Bentak Ma koan tojin dengan suara sedingin es. ujung bajunya segera dikebaskan kemuka segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera menyambar ke depan. Menggunakan kesempatan tersebut tubuhnya segera melompat masuk kebalik dinding batu itu. Ternyata serangan yang dilancarkan, olehnya ini telah mempergunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, dibandingkan dengan pukulan yang digunakan untuk memukul mundur Tok Hay-ji tadi, pada hakekatnya masih lebih dahsyat beberapa kali lipat. Lok Khi sudah menduga, kalau dia melakukan pangejaran sudah pasti Ma-koan tojin akan bertindak dengan melepaskan pukulan sepenuh tenaga, tapi sebagai seorang manusia yang berkepandaian tinggi, sudah barang tentu dia tak akan memandang sebelah mata pun terhadap Ma-koan tojin ... Sepasang bahunya segera digerakkan berulang kali, dengan menggunakan ilmu langkah Hian im kiu coan hoat dia menyambut datangnya serangan tersebut, kemudian bagaikan ikan yang bermain di air, dia menerjang ke muka lebih jauh. Cahaya pedang berkilauan "Sreet." Tahu-tahu ia sudah berhasil merobek pakaian yang dikenakan Ma koan tojin. Sebetulnya Lok Khi terlampau lambat mengetahui akan hal ini, tapi untuk menghindari angin pukulan dari Ma koan tojin, maka dia harus menggunakan ilmu Kiu coan sin hoat untuk berkelit kesamping. Sayang, ketika ia berhasil melepaskan diri dari ancaman dan menerjang lebih kedepan meski pintu batu itu belum tertutup seluruhnya yang masih ketinggalan pun cuma sebuah celah kecil sekali. Celah tersebut memang bisa dilewati dengan tubuh seorang manusia, akan tetapi, berhubung pintu sedang menutup maka bila perhitungan kurang berhati-hati, bisa jadi tubuhnya malah akan tergencet oleh pintu rahasia tersebut. Dalam keadaan demikian, terpaksa Lok Khi harus menahan diri dan membiarkan pintu itu menutup rapat. Bersamaan dengan menyelinapnya Ma koan tojin kedalam dinding sebelah kanan, Thi Lohan Khong beng hwesio yang berada disebelah kiri pun segera menempelkan punggungnya diatas dinding, kemudian dengan gerakan tubuh paling cepat menyelinap masuk kedalam. sebaliknya Lupan beracun bertiga yang kena dipukul mundur oleh pukulan gabungan dari Ma koan tojin dan Thi lohan Khong beng hwesio, dengan cepat menerjang maju lagi, sayang keadaan sudah terlambat. Dengan gemas Tok Hay ji berseru. "Ternyata ketiga orang bajingan tua itu benar-benar tidak mempunyai maksud baik." "Harap semuanya berhati-hati." Lupan beracun segera berteriak dengan gelisah, "setelah berhasil melarikan diri, bisa jadi mereka akan menggerakkan alat rahasia." Belum habis dia berkata, mendadak dari bawah tanah berkumandang suara gemerincing nyaring, kemudian semua orang merasakan permukaan tanah tempat mereka berpijak tenggelam kebawah. "Celaka!" Jerit Lok Khi kaget. Dalam gugupnya cepat-cepat dia menghimpun hawa murninya kemudian melompat naik keatas. Kali ini gadis tersebut boleh dibilang telah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya, tubuhnya segera melambung ketengah udara. Dia sempat mendengar Tok Hay ji sekalian menjerit kaget sambil membentak marah, tubuhnya meluncur ke bawah dan melayang kedalam sebuah kerangka baja yang berbentuk kurungan, kedalam kurungan baja itulah beberapa orang itu terjatuh. Dengan sekuat tenaga Lok Khi menghimpun hawa murninya tidak membiarkan tubuhnya meluncur kebawah, untuk sementara badannya terhenti ditengah angkasa. Sebenarnya hal ini merupakan suatu kejadian aneh, suatu kejadian aneh yang tak mungkin terjadi. Bila seorang melompat ke atas dengan menghimpun tenaga murninya, dia bisa melompat keatas, tapi mustahil setelah melompat keatas, tubuhnya bisa berhenti di udara, sekalipun dia menghimpun hawa murninya sekalipun, hal ini mustahil bisa terjadi. Karena seseorang yang menghimpun hawa murni, hanya bisa mengurangi bobot badan, bukan berarti badan itu bisa berhenti sama sekali, tubuhnya tetap masih melayang ke bawah kendati dengan daya luncur yang jauh berkurang. Tapi kali ini, Lok Khi benar-benar telah berhenti Pada mulanya dia hanya mengurusi soal mengerahkan tenaga dan sama tidak berpikir kesitu, otomatis diapun tidak merasakan sesuatu yang aneh. Tapi sekarang, dia baru melihat meski Lu-pan beracun dan Lan Kun-pit sekalian telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk melompat keatas, namun semuanya terjerumus kebawah hanya dia seorang yang terhenti diudara tanpa terperosok lebih kebawah lagi. Kenyataan itu tentu saja membuat hatinya terkejut bercampur keheranan, mungkinkah hal ini disebabkan ilmu ajaran gurunya lebih hebat itu sehingga hanya dengan menghimpun tenaga dalam saja mata tubuhnya dapat terhenti ditengah udara? Tentu saja tidak dengan cepatnya gadis itu menemukan. kendatipun ia tidak lagi menghimpun hawa murni, tubuhnya masih tetap tidak jatuh kebawah. Rupanya ada seutas tali yang sangat lembut telah mengikat diatas punggungnya sehingga tubuhnya tergantung ditengah udara. Dengan perasaan terkejut ia mencoba memberontak. namun tali yang berada dipunggungnya masih tetap mengaitnya. Kencang kencang berada di tengah udara seperti ini, pada hakekatnya dia tak mampu lagi untuk mengerahkan tenaga nya. Dengan cepat dia berpikir: "Mereka semua sudah terperosok jatuh kebawah, rupanya sewaktu aku melompat tadi, lompatanku terlampau tinggi sehingga menyentuh alat rahasia dan akibatnya tubuhku jadi tergantung ditengah udara, Hmm Kalau cuma alat jebakan semacam ini saja, memangnya mampu mengurung aku?" Mendadak dia menarik napas panjang sambil menekuk pinggang, berada ditengah udara badannya miring ke samping, lalu pedang lemasnya dibabat kearah belakang. Babatan tersebut persis mengenai tali tersebut. "cri ng.," Di ringi suara gemerincing nyaring, pedang lemas itu bergetar keras, lalu dia merasakan lengan kanannya turut menjadi kaku karena getaran tersebut, badannya yang tergantung di udara pun turut bergoncang keras, keadaannya jadi semakin menguatirkan. Lok Khi semakin terperanjat, dia tahu pedang lemas miliknya ini terbuat dari besi baja murni, kendatipun pedang biasa juga tak akan tahan bila terkena bacokannya, tapi kenyataannya tali yang nampaknya kecil itu sama sekali tak putus, mungkinkah tali itu terbuat dan baja yang lebih kuat ? Pada saat itulah, mendadak dari atas kepalanya kedengaran seseorang berseru: "Bocah perempuan, jangan bergerak secara sembarangan lagi, aku . ..lohu tidak mampu menahan tubuhmu lagi, bila kau meronta lebih jauh, bila kita akan bersama- sama terperosok kebawah." Lok Khi yang mendengar perkataan itu, segera menegur dengan perasaan terperanjat. "Siapakan kau?" "Lohu adalah lohu, siapa lagi?" Jawab orang di atas sana dengan cepat. Lok Khi dapat menangkap kalau nada suara orang itu sangat dikenal olehnya, hanya untuk sesaat tak terpikirkan olehnya siapa gerangan orang tersebut ? Tanpa terasa dia miringkan kepalanya sambil menengok ke atas, tapi begitu dia menggerakkan tubuhnya, tali itu segera bergoncang kembali dengan kerasnya. Walaupun ia masih tak berhasil melihat raut wajah orang yang berada di atas, tapi nona tersebut dapat melihat kalau punggungnya telah digaet orang dengan seutas tali. Kedengaran orang yang berada diatas sana berseru dengan perasaan gelisah: "Hei bocah perempuan lohukan suruh jangan tergerak? Mengapa banyak sekali ulahnya? Tenanglah dahulu, dengan begitu lohu masih mampu untuk menarikmu ke atas, jika kau bergoncang sekali lagi, bisa jadi lohu pun akan turut terjerembab kebawah." "Mendingan kalau hanya kau yang terkurung dalam kurungan besi itu, bila lohu sampa ikut tersekap oleh mereka, waaah ... waah ...akan lohu taruh kemana selembar wajahku ini?" "Jadi kau bukan anggota Ban kiam hwe?" Tanya Lok Khi cepat. "ci iss.. kalau lohu anggota Ban-kiam Hwee, masa akan kutolong dirimu ?" "Lantas siapakah kau ?" "Sudah, sudah cukup." Teriak orang diatas dengan gembira. "kini papan batu dibawah sana telah merapat, tunggu sebentar lagi, kita boleh bersama-sama turun ke bawah." Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya. "oya, bocah perempuan, tahukah kau engkoh misanmu sekarang berada dimana ?" Menyinggung kembali soal Wi Tiong hong, tanpa terasa Lok Khi menjadi mendongkol kembali. "Huuuh, aku mah tak akan mengurusi dia lagi." Sahutnya. Meski diluar berkata demikian, padahal hati kecilnya ingin sekali mengetahui kemanakah engkoh Hongnya pergi. Maka dia bertanya lagi. "Tahukah kau sekarang dia berada dimana ?" Orang yang berada diatas sana segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah ... haaaahh ...haaahh ... tentu saja lohu tahu, nah kuberitahukan kepadamu, kau tak usah kuatir, sekarang bocah tersebut sedang menjadi tamu dari Ban-kiam hwecu." Berbicara sampai disitu, dia berkata lagi. "cukup, pintu kematian ternyata tak lebih hanya begitu saja." Lok Khi merasakan tubuhnya pelan-pelan di tarik ke atas, seakan akan ada orang yang sedang menarik tali dari atas situ, dalam waktu singkat ia sudah tiba diatas sana. "Nah, bocah perempuan, sekarang kau boleh turun." Bisik orang itu lagi. Lok Khi segera menengok ke bawah, betul juga permukaan tanah sekarang sudah pulih kembali seperti sedia kala, maka dia lantas mengayunkan sepasang lengannya dan melayang turun ke atas permukaan tanah, setelah itu dia melongok ke atas. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ternyata diatas dinding batu pada langit-langit gua duduklah seseorang disitu dia bukan lain adalah si kakek gemuk pendek yang pernah menyuruh engko Hongnya membukakan pintu gerbang kuil Sik-jin-tian dan mengantar kepergiannya itu. Kini ia sedang memegang sebatang pancingan sepanjang tujuh depa, sementara tangannya lagi menggulung seutas tali senar yang kecil, tipis serta berkilat. Rupanya barusan, dia telah mempergunakan senar pancingan itu untuk menggaet tubuhnya dan menggantungkan diudara seperti seekor ikan besar. Diam-diam Lok Khi merasa terperanjat, sudah jelas kakek itu menggunakan ilmu Pit- hou kang (ilmu cecak merayap) untuk menempelkan badannya diatas dinding, tapi kenyataannya ia masih mampu menariknya ke atas, dari sini bisa diketahui kalau kepandaian silat yang dimiliki orang itu benar-benar luar biasa sekali. Sambil menyimpan kembali senar pancingannya, kakek gemuk pendek itu tertawa terkekeh-kekeh sambil berkata. "Baru saja lohu datang dari Ban kiam hweecu sana, hei, bocah perempuan, tahukah kau piauko mu sedang mertamu ditempat Ban kiam hweecu dengan siapa ?" Lok Khi segera berpikir. "Hmmm, sudah pasti dengan siluman perempuan dari Lam hay itu ..." Teringat akan siluman perempuan itu, tanpa terasa dia membuang maka sambil mendengus. "Huuh, dari mana aku bisa tahu ?" Dalam pada itu, si kakek gemuk cebol itu sudah melompat turun ke tanah, sepasang biji matanya melototi Lok Khi beberapa waktu, mendadak seperti menyadari akan sesuatu, dia segera tertawa terbahak-bahak. "Haah ...haah ... haah ... benar, benar, rupanya lohu telah salah berbicara, tak heran kalau kau si bocah perempuan jadi ngambek." "Huuh, siapa sih yang lagi ngambek ?" Sementara itu si kakek gemuk pendek tersebut sudah selesai menyimpan tali senarnya, kini dia sedang melipat-lipat pancingannya yang tujuh depa panjangnya itu kemudian di simpan ke dalam sakunya. Setelah itu, sambil membetulkan pakaiannya dia berkata lagi sambil tertawa: "Sudahlah bocah perempuan, mari lohu yang menemani kau, oya ...mutiara Ya kong- cu ini berhasil lohu dapatkan dari ruangan tempat tinggal Ban kiam hweecu, ambil ah sebagai penerangan jalan." Sambil berkata, dia membuka telapak tangannya dan menyodorkan mutiara tersebut ke depan si nona. Kini Lok Khi baru teringat, tak heran kalau dalam goa yang gelap bisa kelihatan cahaya terang, rupanya kakek itu sedang menggenggam sebutir mutiara Ya-kong cu. Maka diterimanya pemberian tersebut, kemudian sambil mengerdipkan matanya dia bertanya. "Empek tua, siapa namamu?" Kakek gemuk pendek itu mengelus jenggot kambingnya, lalu tertawa tergelak. "Haaahhh... haaahhh...haaahhh, ...panggil saja empek tua kepadaku, kau masih menginginkan panggilan apa lagi?" "Tidak, aku bertanya tentang namamu." Kata Lok Khi cepat. "aku lihat ilmu silat yang kau miliki sangat hebat sudah pasti kau adalah seorang manusia yang mempunyai asal-usul besar." "Asal usul besar? Haah. .haa. .haaa. ." Kakek gemuk pendek itu tertawa terbahak-bahak. "Ehm, lohu memang mempunyai sedikit asal usul, hei bocah perempuan, inginkah kau mengangkat diriku sebagai gurumu?" "Huh, ilmu silat yang di miliki guruku pun amat tinggi." Jengek Lok Khi sambil mencibirkan bibirnya. Mencorong sinar tajam dari balik mata kakek gemuk pendek itu, segera tanyanya: "Siapakah gurumu? coba kau sebutkan." Lok Khi segera bersenandung pelan. "cahaya terang muncul dibarat. Dunia persilatan penuh pembunuhan- Tolong tanya siapa pentolannya? Nenek Sakti Thian Sat nio." "Thian Sat nio? Lohu belum pernah mendengar nama itu, ehmm, Thian Sat nio, betul- betul nama yang amat tidak sedap." "Hmm, kau anggap namamu sedap didengar?" Teriak Lok Khi dengan perasaan mendongkol. "dengan kepandaian silat yang kau miliki itu hanya pantas untuk mengambilkan sepatunya guruku." Tapi sewaktu mengucapkan perkataan yang terakhir itu, tak tahan lagi dia tertawa cekikikan. "Bocah perempuan, tidak besar tidak kecil, kau anggap lohu ini manusia macam apa ?" Kakek gemuk pendek itu segera membentak. "Apa sih kedudukanmu ?" "Kau anggap lohu ini siapa ?" Diam-diam Lok Khi merasa geli, tanyanya cepat. "Siapa sih kau ini ? Bila tidak kau katakan darimana aku bisa tahu ...?" "Bocah perempuan, kau pernah mendengar tentang sebuah telaga langit di atas bukit Thian san?" "Aaaa ..." Lok Khi segera berseru tertahan. "aku pernah mendengar dari toako, yang aku tahu, kau adalah Thian-san-tun-siu (Kakek pertapa dari bukit Thian-san)" "Kau anggap aku adalah Lu Kian-si ? Huuh dia mah cuma seorang keponakan muridku." Ciangbunjin partai Tian-san, si Kakek pertapa dari bukit Thian-san Lu Kian-si hanya seorang keponakan muridnya? Lok Khi yang mendengar perkataan itu menjadi sangat terperanjat, serunya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. "Waah, kalau begitu aku tidak tahu" Serunya. "Tentu saja kau tidak tahu, pulang dan tanyakan kepada gurumu, dia akan segera mengetahui siapakah lohu. Sudahlah, mari kita pergi. Sekarang, di depan situ akan diselenggarakan suatu pertemuan besar, kalau sampai terlambat kita bisa ketinggalan kereta." "Aaah, tidak, aku tak mau pergi, aku tak mau memanggilmu empek tua. kau harus memberitahukan lebih dulu kepadaku, siapakah kau ?" Seru Lok Khi tanpa beranjak dari tempatnya. Dengan cepat Kakek gemuk pendek itu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Bukankah barusan lohu telah mengailmu dengan pancinganku? coba kau terka siapakah lohu?" Lok Khi segera miringkan kepalanya sambil berpikir, kemudian ujarnya cepat. "Kau mempunyai sebuah pancingan, barusan kaupun bertanya apakah aku tahu kalau di bukit Thian-san ada telaga langit kalau begitu kau sering memancing ikan ditelaga langit bukan begitu?" Kakek gemuk itu manggut-manggut berulang kali. "Betul, betul sekali, lohu memang termashur kerena pandai memancing. haah, .haaaahh... haaahh... bocah perempuan kau memang menarik sekali, kini kau sudah mengetahui asal-usul lohu, bersediakah kau mengangkat lohu menjadi gurumu?" "Hmm, setan baru tahu akan asal usulmu itu." Batin Lok Khi dihati. Tapi diluaran dia menjawab. "Aku belum sempat melihat kepandaian silatmu. oya, bagaimana kalau kau dibandingkan dengan Chin congkoan dari Ban kiam hwee?" "chin Tay seng? Huuuh. dalam pandangan lohu, dia tak lebih hanya seekor ikan kecil." Lok Khi menjadi geli setelah mendengar perkataan itu, dia hanya menganggap Chin Tay seng seperti ikan kecil, maka kembali tanya lebih jauh: "Lantas bagaimana kalau dibandingkan dengan congkoan dari jago pedang pita hijau Po kiam suseng (sasterawan pemeluk pedang)?" Dengan mata kepala sendiri dia pernah menyaksikan kepandaian silat yang dimiliki Po- kiam suseng Buyung Siu, bahkan kepandaiannya sama sekali tidak berada dibawah Kam sukonya, dia ingin tahu bagaimanakah jawaban orang si Kakek gemuk itu masih tetap menjawab dengan nada sinis. "Aaah, kalau cuma kawanan angkatan muda itu mah, dengan pancingan lohu ini, aku sanggup melemparkan mereka ke tempat yang sangat jauh sekali." "Aku tidak percaya." Jawabnya . "Tidak percaya ?" Kakek gemuk itu menjadi marah. "ayo ikut lohu, akan lohu buktikan dihadapan mata." Katanya dengan sombong. Diam-diam Lok Khi merasa geli dengan melihat sifat ingin menang sendiri dari kakek tersebut meski usianya sudah lanjut, baru dibakar hatinya, ia sudah mendongkol hingga wajahnya merah padam, segera dirasakan olehnya bahwa kakek ini menarik hati. Maka ujarnya lagi sambil tertawa: "Asal kau bisa memancing mereka dan melemparkannya jauh-jauh, tentu saja aku akan percaya." Dengan nada bersungguh hati kakek gemuk berkata lagi. "Apa yang mampu lohu ucapkan, tentu saja mampu pula kulaksanakan seandainya lohu mampu memancing mereka seperti memancing ikan saja, apa yang hendak kau katakan ?" Lok Khi tertawa. "Kalau begitu, kau harus mewariskan ilmu memancing ikan tersebut kepadaku " "Maksudmu kau akan mengangkat lohu menjadi gurumu." Kata si kakek gemuk. "Kau bersedia mengajarkan kepadaku atau tidak ?" "Aku berjanji." Seru si kakek dengan wajah berseri-seri karena perasaan gembira. Diam-diam Lok Khi tertawa geli, pikirnya. "Huh, siapa yang kesudian mengangkat kau sebagai guruku ? Aku mah hanya kepingin mempelajari ilmumu saja." Tapi diluar dia segera menyahut. "Kau berjanji, akupun berjanji, empek tua, apa yang kau katakan tak boleh di ngkari lagi, mari kita bertepuk tangan." "Kenapa harus bertepuk tangan ?" "Setelah bertepuk tangan, maka kau tak boleh mengingkarinya lagi." Kakek gemuk itu manggut-manggut. "Betul mari bertepuk tangan, mari kita bertepuk tangan." Lok Khi segera menyodorkan tangannya ke muka dan saling bertepuk tangan sekali dengan kakek gemuk itu, Kemudian, kakek itu baru mengajak Lok Khi melanjutkan perjalanannya menyelusuri lorong. Beberapa saat kemudian, Lok Khi berseru dengan keheranan. "Empek tua, tampaknya kau hapal sekali dengan jalanan ditempat ini." "Lohu tentu saja hapal dengan jalanan disini." "Oooh, kau pernah kemari?" "Bukan cuma pernah kemari." Kata si kakek gemuk sambil tertawa tergelak-gelak. "Kalau hanya pernah kemari?" "Betul, tentu saja bukan sekali, Ehmm, bocah perempuan, tahukah kau bahwa tempat ini sebetulnya merupakan tempat Ban kiam hwee menjadi besar?" "Bukankah Sarang mereka berada di bukit Kiam bun San?" -oooOOooo- Bab-42 KAKEK GEMUK itu tertawa. "Yang lohu maksudkan adalah kejadian pada puluhan tahun berselang, waktu itu Ban kiam hwee didirikan disini, kemudian berhubung sudah mendapatkan Kiam bun san lebih cocok dengan nama Ban kiam hwee, akhirnya mereka pun pindah ke bukit Kiam bun san, sedangkan tempat ini dijadikan sebagai tempat tinggal para jago pedang berpita hitam yang diperkenankan bergerak ditempat luaran tentu saja tempat ini paling cocok untuk mereka." Mendengar semuanya itu, lambat laun timbul juga kecurigaan dalam hati Lok Khi, dia segera berhenti sambil bertanya: "Empek tua tampaknya engkau mengetahui banyak sekali tentang persoalan dalam Ban-kiam hwee?" Kakek gemuk itu kembali tertawa ter-bahak2. "Haaahh.,.haaahh..haaahh... tentu saja lohu mengetahui sangat banyak. Ehmm,,, sekalipun Ban kiam Hweecu Sendiripun belum tentu mengetahui Sebanyak apa yang kuketahui. Hei, bocah perempuan, jangan ngomong melulu, ayo kita berangkat" OOOOO DISEBELAH utara bukit Pit bu san terdapat sebuah istana Pit bu kiong, orang awam menyebutnya sebagai kuil dewa, bangunan ini tidak tahu kapan berdirinya dan siapa pendirinya, bahkan dewa apa yang dipuja pun tak ada yang tahu. Hal ini bukan dikarenakan sejarahnya terlalu tua sehingga sukar di ngat kembali, melainkan bukit sebelah utara Pit bu-san merupakan daerah yang amat terpencil, kecuali tukang penebang kayu, hampir boleh dibilang jarang sekali ada yang melewati tempat itu. Bangunan kuil itu terdiri dari ruangan depan dan bangunan belakang. Pada bangunan depan terdapat tiga bilik, di tengah merupakan ruang Kwan im tian, disebelah kiri Bun-bu-tian dan di sebelah kanan Sam koan-nan ... Sedangkan bangunan disebelah belakang terdiri dari satu ruangan besar, tiga ruangan yang di rombak menjadi satu ruangan lebar, dalam ruangan tersebut hanya disembah sebuah patung malaikat berbaju kuning. Semua orang menganggap patung tersebut sebagai dewa tanah, oleh sebab itu kuil tersebutpun dinamakan kuil dewa tanah, nama istana Pit bu klong yang sebenarnya pun jadi dilupakan orang. "Hari ini, tempat altar patung dewa tanah yang berani di bangunan belakang dekat dinding tersebut mendadak ditemukan sudah bergeser tiga depa kedepan. Bangunan itu lebar sekali, bergesernya meja altar sejauh tiga depa tak akan diperhatikan orang bila tidak diteliti, oleh sebab itu alasan di kemukakannya secara istimewa adalah untuk menunjukkan kalau tempat itu berbeda dengan keadaan biasa, atau dengan perkataan lain meja altar patung dewa tanah itu bisa digeserkan tempat duduknya. Kendatipun demikian halnya, bila tak mengetahui rahasianya, maka jangan harap meja altar tersebut bisa digeser barang seincipun kendati telah mengerahkan ratusan orang lelaki yang bertenaga raksasa .. Kalau begitu, patung tersebut dikendalikan oleh suatu alat rahasia? Tiada seorangpun yang bisa menjawab. Walaupun meja altar patung dewa tanah itu sudah bergeser tiga depa kedepan, tapi seandainya orang luar yang datang kesitu, mereka tak akan melihat akan pergeseran tempat tersebut. Waktu itu, diatas ruangan yang lebar telah tersedia banyak sekali tempat duduk, seakan-akan disitu hendak diselenggarakan suatu pertemuan besar. Dibagian tengah, terdapat sebuah kursi kebesaran yang berlampiaskan kain berwarna kuning. Di muka kursi terletak sebuah meja rendah yang berlapiskan kain kuning pula, diatas meja terdapat sebuah hlolo terbuat dari tembaga asap yang mengepul keluar menyiarkan bau harum yang semerbak. Disebelah kiri kanan meja berisi dupa tadi terdapat pula dua buah kursi kebesaran, hanya bedanya tidak terdapat sandaran yang tinggi, lagi pula kursi tersebut berbentuk agak lain, kain yang melapisi kursi tersebut berwarna merah. Disebelah kiri kanannya terdapat pula delapan buah kursi, semuanya dilapisi kain merah. Pintu gerbang kuil dewa tanah pun terpentang lebar-lebar. Didepan pintu berdiri delapan orang jago pedang berpakaian ringkas warna hitam, pita pada gagang pedang mereka pun berwarna hitam, semuanya berdiri dengan sikap angker dan wajah keren. Ditinjau dari kening mereka yang menonjol tinggi serta sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, dapat diketahui bahwa ke delapan orang itu merupakan jagoan kelas satu di dalam dunia persilatan. Tapi, mereka hanya berhak untuk berdiri diluar pintu gerbang, siapakah mereka ? Tentu saja para jago pedang berpita hitam dari Ban kiam hwee... Entah pertemuan besar apakah yang hendak di selenggarakan dalam kuil dewa tanah itu? Tampaknya suatu pertemuan yang penting sekali artinya. Siapa-siapa saja yang akan menghadiri pertemuan tersebut? Dari jalanan kecil di depan bukit situ, tampak orang mulai berdatangan ketempat tersebut. Semua orang yang datang sebenarnya berangkat menuju kedepan bukit situ, seandainya tiada orang menyambut kedatangan mereka, rasanya mustahil orang orang itu dapat menemukan kuil tersebut. Orang menyambut kedatangan tamu-tamu itu adalah seorang lelaki berbaju hijau dengan pedang berpita hijau tersoren dipinggangnya. Langkah mereka amat tenang dan mantap. ketika berjalan ditengah perbukitan nampak begitu enteng dan cepat. Cukup dilihat dari gerakan tubuh tersebut, dapat diketahui bahwa kepandian silat yang mereka miliki lihay sekali, padahal mereka tak lebih Cuma jago-jago pedang berpita hijau dari Ban kiam-hwee. Orang yang tiba dimuka kuil lebih dulu adalah Thian Khian Khi Cu dari Bu tong pay, jubahnya hijau dengan pedang tersoren dipunggung, jenggot putihnya sepanjang dada, mukanya keren dan tubuhnya tinggi serta amat tegap ... Dibelakangnya mengikuti Keng hian tojin yang berjubah biru, murid pertama dari Bu tong pay. Orang ketiga adalah seorang lelaki setengah umur yang berwajah putih, sikapnya agak angkuh, dia adalah Bwee hoa kiam (pedang bunga bwee) Thio Kun kai. Yang berada dipaling belakang adalah seorang nona berbaju merah, wajahnya amat cantik potongan muka berbentuk kwaci, mata jeli, alis mata melentik, bibir kecil dan hidung mancung, dia adalah satu-satunya murid perempuan dari Bu tong pay, Lak jiu im (Perempuan cantik bertangan keji) Thio Man. Gadis she Thio ini sudah termashur dalam dunia persilatan sebagai sekuntum bunga mawar yang harum mana cantik lagi, hanya sayang bunganya berduri, siapa pun tak bera menyentuhnya, Anehnya, Thio Man yang dihari hari biasa selalu melototkan matanya dan bersikap angkuh, hari ini berjalan di belakang kakaknya dengan kening berkerut dan tanpa sikap angkuh, malah kelihatan memelas sekali. Dia seperti dibebani oleh suatu masalah yang amat besar, sehingga tubuhnya pun turut menjadi kurus. Rahasia hati apakah yang sedang mencekam perasaan gadis ini? Mungkin hanya dia seorang yang tahu, tentu saja Bwe hoa kiam-Thio kun kai sebagai kakaknya, sedikit banyak juga tahu. Serombongan manusia dengan dipimpin oleh jago pedang berpita hijau berjalan menelusuri jalanan kecil mendekati kuil dewa tanah. Dari dalam kuil segera berjalan keluar seorang sastrawan berusia pertengahan yang menyambut kedatangan mereka, sambil menjura katanya seraya tertawa nyaring: "Selamat datang totiang, bila sambutan siaute agak terlambat, harap kau sudi memaafkan." Thian Khi cu adalah salah satu diantara tiga jagoan Bu tong pay meskipun dia belum pernah bertemu dengaa kawanan jago persilatan sedikit banyak juga pernah mendengar. Tapi orang orang Ban kiam-bwae amat jarang berkelana dalam dunia persilatan, terhadap dunia persilatan boleh dibilang terpisah sama sekali. Ketika dilihatnya sasterawan berbaju hijau itu berwajah tampan, usianya tidak terlampau besar, terutama sepasang matanya bersinar tajam, dengan cepat di ketahui olehnya kalau orang itu berilmu sangat tinggi. Untuk sesaat dia menjadi tertegun dan tak tahu siapa gerangan lawannya, terpaksa ujarnya sambil menjura: "Kedatangan pinto sekalian amat mendadak, tak berani terlalu merepotkan anda untuk datang menyambut apakah sicu adalah Ban kiam hwee cu ?" O--OOO--O SASTRAWAN berbaju hijau itu tertawa, buru-buru sahutnya. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Siaute Buyung Siu, saat ini berhubung Hwee cu kami masih ada urusan dan tak dapat memisahkan diri, maka sengaja mengutus siaute untuk menyambut kedatangan tamu agung, silahkan totiang masuk ke dalam untuk minum air teh." Thian Khi-cu tentu saja belum pernah mendengar nama Buyung Siu terpaksa ia manggut-manggut. "oh, rupanya Buyung sicu, sudah lama pinto mendengar akan nama besarmu." Buyung Siu mempersilahkan tamunya masuk kedalam ruangan, kemudian membawanya menuju kederetan kursi disebelah kiri pada bagian yang paling ujung. Keng hian tojin dan Thio si bersaudara terpaksa hanya mendapat bagian berdiri dibelakang Thian Khi cu. Setelah duduk, Thian Khi cu mulai memperhatikan keadaan diseliling tempat itu, ternyata didalam ruangan tersedia banyak kursi, tampaknya masih banyak orang yang turut diundang datang kesitu. Rombongannya boleh di bilang melupakan rombongan yang datang paling awal, hal ini segera menimbulkan kecurigaan didalam hatinya yangamat tajam. Dengan diam-diam dia mulai berpikir. "Entah apa rencana dan maksud tujuanBan kiam hwee cu mengundang kami semua datang kemari ?" Berpikir demikian, segera tanyanya sambil tertawa. "Entah ada urusan apa Hwecu kalian mengundang pinto semua datang kemari? Apakah Buyung sicu bersedia memberi penjelasan?" Buyung Siu tersenyum. "Ketika Hweecu kami mendengar kalau ada banyak jago lihay telah berdatangan ke bukit Pit-bu-san ini, maka sengaja ia menyiapkan air teh dan mengundang saudara sekalian untuk beristirahat sebentar disini, disamping itu Hweecu kami pun ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk berbincang-bincang, sama sekali tidak mempunyai tujuan lain." Sudah jelas ucapan tersebut bukan muncul dari hati yang jujur, seandainya Ban-kiam Hweecu tidak mempunyai permainan busuk yang lain, bagaimana mungkin dia akan menyediakan banyak kursi disitu ? Bahkan bentuknya seperti hendak menyelenggarakan suatu pertarungan saja ? Disaat ia baru selesai berkata, tampak seorang jago pedang berpita hitam masuk ke dalam dengan langkah tergesa-gesa, kemudian setelah menjura kepada Buyung Siu katanya. "Lapor congkoan, Sip-cu taysu dan Sin-ci ki Beng-tayhiap dari Siau-lim-pay telah berkunjung datang." Buyung Siu segera bangkit berdiri sambil berkata. "Totiang, silahkan duduk dulu, siaute akan pergi sebentar." Tidak menunggu jawaban dari Thian Khi cu, dia segera membalikkan badan dan beranjak pergi. Tak selang berapa saat kemudian dia muncul kembali mendampingi Sip-cu taysu, Sin-ci kiBeng Kian-hoo dan seorang hweesio kecil. Ketika Sip-cu taysu melihat Thian Khi cu berada disitu, buru-buru dia menjura sembari menyapa. "omitohud, rupanya totiang sudah datang lebih duluan ?" Thian Khi-cu segera bangkit dan membalas hormat, sahutnya sambil tertawa. "Taysu, Beng tayhiap. silahkan." Beng Kian hoo menjura kepada Thian Khi-cu, kemudian saling menyapa pula dengan Keng hian todjin serta Thio Kun-kai dua bersaudara. Maka semua orang pun lantas mengambil tempat duduk masing-masing, dua orang lelaki berbaju hitam muncul menghidangkan air teh dan meletakkannya ke atas meja. Buyung Siu berbincang-bincang sebentar kemudian bangkit berdiri dan berlalu dari situ. Sip-cu taysu dengan sorot matanya yang tajam segera memandang sekejap sekeliling arena, dia menyaksikan diluar ruangan kecuali berdiri empat jago pedang berpita hijau, dalam ruangan hanya hadir mereka beberapa orang, tanpa terasa segera tanyanya dengan suara rendah: "Totiang, tahukah kau persoalan apa yang hendak dibahas dalam pertemuan hari ini?" Thian Khi cu tertegun, lalu sahutnya. "Jadi taysu juga tidak tahu ?" "omitohud, apakah totiang juga tak mengetahui duduk persoalannya yang sesungguhnya?" Thian Khi cu mengelus jenggotnya yang panjang, kemudian setelah termenung sejenak, sahutnya: "Terus terang saja kukatakan taysu, sebetulnya pinto sekalian hendak pergi ke sik jin-tian untuk menyelesaikan suatu persoalan siapa tahu ditengah jalan kami telah bersua dengan orang orang Ban kiam hwee, dikatakan mereka dapat perintah dari Hwee cunya untuk mengundang pinto datang kemari, taysu dan Beng tayhiap pun muncul pula disini." Sip cu taysu dan Beng Kian hoo segera saling berpandang sekejap. kemudian manggut- manggut. "Nah... itulah dia, pinceng dan Beng sute juga dalam perjalanan menuju kekuil sik jin-tian setelah mendengar berita dari pihak Pau in si yang mengabarkan kematian Phit pangcu, Tin pangcu, siapa tahu ditengah jalan kami bersua dengan orang orang Ban kiam hwee, mereka mengundang kaki datang kemari, apa yang dikatakan pun persis seperti apa yang disampaikan kepada totiang. kalau ditinjau dari keadaan ini, bisa dikumpulkan kalau pihak Ban hiam hwee memang sudah mengatur pertemuan tersebut ... ." Thian Khi cu memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian berbisik: "Perkataan taysu memang benar, menurut apa yang pinto ketahui, pihak Ban-kiam hwee sudah puluhan tahun lamanya tidak berkelana lagi dalam dunia persilatan, tampaknya sarang mereka terletak di bukit Kiam-bun-san, anehnya Ban-kiam Hwee cu mereka bisa muncul secara tiba-tiba ditempat ini, nampaknya ada suatu yang tak beres." Sip cu taysu semakin merendahkan suaranya lati, dia berbisik: "Konon tempat ini merupakan bekas sarang dari Ban kiam hwee dan hingga kini dijadikan markas besar jago-jago pedang berpita hitam mereka, menurut apa yang pinceng ketahui, meski Ban kiam hwe sudah banyak tahun tak pernah muncul lagi didalam dunia persilatan, namun jago-jago pedang berpita hitam mereka selalu bergerak secara diam diam dalam dunia persilatan, bahkan dari pelbagai partai besar pun terdapat murid murid murtad yang telah bergabung dengan mereka.." "Aah. masa ada kejadian seperti ini ?" Seru Thian Khi cu dengan mata terbelalak dan hati yang bergetar keras. Sementara pembicaraan masih berlangsung, tampak Buyung Siu muncul kembali sambil membawa seorang tosu tua berjubah abu abu yang berperawakan kurus dan kecil, dia berjalan langsung menuju ke ruang tengah. Dibelakang tojin itu, mengikuti empat orang tosu muda berbaju hijau, pada pinggang masing masing terselip sebuah senjata Hud tim yang terbuat dari bulu kuda, jelas senjata kebutan tersebut merupakan senjata andalan mereka. Tojin berbaju abu-abu itu bermuka kurus dan sempit dengan tulang kening yang sempit, wajahnya nampak dingin dan licik. Waktu itu ditemani oleh Buyung Siu ia berjalan masuk kedalam ruangan dengan langkah lebar, setelah memandang sekejap sekitar arena, mendadak serunya sambil tertawa terbahak-bahak. "Haah, haaah, haaah, tampaknya orang-orang dari Siau lim dan Bu-tong telah berdatangan semua, kalau begitu siaute sudah datang terlambat." Katanya kemudian. Sembari berbicara, dia lantas menjura kepada Sipcu taysu sekalian. Baik Thian Khi cu maupun Sipcu taysu sama sama dibikin tertegun oleh ucapan mana. Suara orang ini sangat nyaring, sorot matanya juga tajam bagaikan sembilu, jelas tenaga lweekangnya sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa, cuma anehnya mereka tak mengenali siapa gerangan orang tersebut. Tapi, karena orang lain sudah menyapa maka mereka pun terpaksa ikut bangkit dan membalas memberi hormat. Sambil tersenyum Buyung Siu segera berkata. "Saudara ini adalah saudara Seh, sudah puluhan tahun lamanya tak pernah munculkan diri dalam dunia persilatan apa lagi sekarang muncul dengan dandanan seorang tojin, tak heran kalau kalian tidak mengenalinya, dia adalah...." Belum sampai perkataan itu selesai diutarakan, sambil tertawa tojin berbaju hitam itu sudah menyeIa. "Siaute Seh Thian yu ..." Begitu mendengar nama "Seh Thian yu", Thian Khi cu dan Sip cu taysu menjadi terkesiap. mereka tak mengira kalau orang itu adalah Hek Seng kun dari empat raja racun didunia. Buru-buru Thian Khi cu dan Sip cu taysu berseru. "ooooh, rupanya saudara Seh, selamat berjumpa, selamat berjumpa." Seh Thian yu segera mengalihkan sorot matanya kembali kembali kesekeliling ruangan, kemudian setelah memandang sekejap ke altar didepan situ dia melangkah mencari tempat duduk. katanya kemudian sambil tertawa. "Jago lihai dari mana lagi yang telah diundang oleh hwee-cu kalian?" Dalam pandangannya, seakan-akan Siau lim-pay dan Bu tong pay bukanah suatu perguruan yang luar biasa. Buyung Siu segera menjawab. "siaute hanya mendapat perintah untuk menyambut kedatangan tamu agung, soal masih ada siapa lagi yang diundang datang siaute sendiripun kurang begitu jelas." Seh Thian yu terkekeh-kekeh. "Heeehh . .. heeeh ... heeehh..saudara Buyung adalah congkoan dari perkumpulan ini, bila dikatakan saudara Buyung tidak jelas, siaute kok merasa kurang percaya." Buyung Siu segera tertawa nyaring. "Bila saudara Seh tidak percaya, siaute pun merasa makin sulit untuk menjawab lagi." "Ketika siaute baru tiba didepan bukit situ, jago pedang berpita hijau anak buah saudara Buyung telah datang menyambut kedatangan ku, bahkan mengundangku kemari, ditinjau dari hal itu,jelaslah sudah kalau saudara Buyung telah melakukan persiapan ditempat ini." Buyung Siu tertawa hambar. "Kalau begitu saudara Seh salah paham, hari ini Hweecu kami berada disini, maka setiap jago lihay yang kebetulan berada diseputar bukit Pit-bu san telah diundangnya tanpa kecuali... Siaute juga tahu kalau jago lihay yang berdatangan tidak sedikit jumlahnya, tapi siapakah mereka, aku baru bisa tahu setelah mereka berdatangan semua kemari." "Ooooh, kalau begitu siautelah yang salah menuduh Buyung congkoan." Kata Seh Thian yu sambil mengelus jenggotnya dan tertawa seram. Diambilnya cawan air teh dan diminumnya setegukan, kemudian ujarnya lebih jauh: "Siaute masih ada satu hal ingin ditanyakan kepada saudara Buyung ..." "Katakan saudara Seh." Dengan senyum tak senyum Seh Thian yu berkata. "Berhubung tadi siaute masih ada sedikit urusan, kedatanganku ini sangat terlambat datangnya, tapi sebelun siaute sebetulnya murid-muridku sudah berdatangan kemari, padahal jago pedang berpita hijau dikerahkan ke empat penjuru untuk menyambut kedatangan tamu agung, haaah, haaaah, aku rasa murid-muridku semua tentunya sudah diundang datang semua oleh saudara Buyung bukan ?" Bukan cuma gelak tertawa nyayang luar biasa, terutama kata "diundang" Tersebut benar-benar diucapkan amat tepat. Buyung Siu menjadi tertegun setelah mendengar ucapan mana, serunya dengan cepat: "Tentang masalah ini siaute kurang begitu tahu, apa bila murid-murid saudara Seh telah diundang kemari, seharusnya mereka akan dihantar datang kemari." Katanya menerangkan. Kembali Seh Thian yu tertawa seram. "Heeeh, heeeh, heeeh, saudara Buyung benar-benar tidak tahu atau sengaja berlagak tidak tahu ? seandainya murid-muridku tak kalian undang masuk. memangnya mereka bisa lenyap di tengah udara dengan begitu saja ?" Kali ini Buyung siu dapat menangkap arti dibalik perkataan itu, dia tertawa dan berkata. "Kalau begitu biar kutanyakan dulu persoalan ini kepada Chin congkoan. ." "Chin Tay-seng ?" Mencorong sinar tajam dari balik mata Seh Thian yu. Thian Khi cu dan Sip cu taysu sekalian yang mendengar Seh Thian yu mengucapkan nama Chin Tay seng pun nampak pada tertegun. Sut but-kuicu (tangan setan pengejar nyawa) Chin Tay-seng sudah termashur sebagai jagoan lihay dikalangan golongan hitam pada dua puluh tahun berselang, selama dua puluh tahun belakangan ini, jarang ada orang yang mengetahui tentang kabar beritanya lagi, siapa sangka kalau dia telah menjadi seorang congkoan dari perkumpulan Ban-kiam hwee. Pada saat itulah dari belakang meja altar kedengaran orang mendehem, kemudian menyahut sambil tertawa: "oh, rupanya saudara Seh telah datang, maaf kalau siaute tidak menyambut kedatanganmu. " Seorang kakek berbaju biru, berambut keriting dan membawa sebuah huncwee berjalan keluar dari balik meja altar. Orang itu bukan lain adalah congkoan dari jago pedang berpita hitam dalam Ban kiam- hwee si Tangan setan pengejar nyawa Chin-Tay seng adanya, dengan senyuman menghiasi wajahnya, dia menjura berulang kali kepada setiap orang yang berada disana. Sesudah tertawa seram, Seh Thian yu berkata. "Apakah murid muridku telah terjatuh lagi ketangan saudara Chin ?" Sambil tertawa paksa Chin Toa seng berkata. "Silahkan duduk dulu saudara Seh, tadi memang ada beberapa orang yang memaksakan diri untuk menyerbu masuk melalui pintu kematian, diantara mereka ada tiga orang yang justru berasal dari selat Tok see sia..." "Dimana mereka sekarang?" Tanya Seh Thian yu dengan wajah berubah membesi. Dengan senyum yang masih menghiasi ujung bibirnya Chin Tay seng menjawab: "Saudara Seh tak usah kuatir, barusan siaute telah mendapat pesan dari Hweecu bahwasanya setiap orang mendatangi buku Pit bu-san pada hari ini adalah tamu perkumpulan kami, siaute telah mengutus orang untuk mengundang mereka, aku rasa mereka pasti akan muncul tak lama kemudian, hanya saja siaute mempunyai suatu permintaan." "Apa permintaanmu?" "Beberapa orang anak buah siaute telah keracunan, konon terkena pasir beracun Hu tim tok see, oleh sebab itu siaute mohon obat penawar dari saudara Seh." "Kalau toh saudara Chin tidak mempunyai tujuan untuk bermusuhan, bawa saja mereka kemari di saku muridku tersedia obat penawarnya." "Saudara seh, kau tidak tahu, muridmu telah terperosok kedalam perangkap karena salah menginjak alat rahasia, begitu terperosok merekapun segera menelan semua obat penawar racun yang ada." Seh Thian yu segera tertawa terbahak-bahak "Haaahhh...haaahhh... haaahhh... .suatu tindakan yang bagus sekali, barang siapa mengengus pasir beracun Hu tim tok see, dalam satu jam kemudian racun itu akan mulai bekerja dan korban tak akan tertolong lagi, padahal jago pedang dibawah pimpinan audara Chin terdiri dari jago-jago pelbagai perguruan yang tidak gampang mencarinya, sayang siaute tidak membawa obat penawar, tunggu saja sampai murid muridku keluar, ampai waktunya pasti akan kuberikan obat penawar racun itu untukmu." Sementara itu dari belakang meja altar kedengaran suara langkah kaki yang ringan bergema datang. Menyusul kemudian muncul seorang jago pedang berpita hitam yang mengiringi seorang pemuda berbaju biru yang berwajah penuh kegusaran dan bersikap sangat angkuh, pelan-pelan berjalan mendekat. "Sahabat, silahkan minum teh di ruang tengah." Jago pedang berpita hitam itu segera berhenti sambil mengulapkan tangannya. selesai berkata. ia membalikkan badan dan mengundurkan diri dari tempat tersebut. Pemuda berbaju biru itu mendengus dingin sorot matanya yang tajam segera dialihkan sekejap ke ruang tengah dan akhirnya berhenti diwajah Buyung Siu, kemudian serunya sambil menuding dengan kipaS peraknya: "Apakah saudara adalah congkoan pasukan jago pedang berpita hitam Chin Tay-seng?" Chin Tay-seng tertawa serak. "Lohu adalah Chin Tay-seng, sedang dia adalah congkoan dari pasukan berpita hijau Buyung sianseng." Katanya. Buyung Siu segera tersenyum. "silahkan duduk saudara Lan " Katanya. "Bagus sekali " Jawab Lan Kun-pit dingin. Dia segera berjalan menuju ke kursi sebelah kiri dan duduk disana. Thian Khi cu dan Sip cu saling berpandangan sekejap. seakan-akan mereka sedang saling bertanya: "Siapa pemuda ini? Besar amat lagaknya." Lak jiu im eng yang berada di belakang satunya segera bertanya pada kakaknya dengan suara lirih, Bwee hoa kiam Thio Kun kai segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Dari belakang meja altar kembali terdengar suara pembicaraan manusia, terdengar suara seorang bocah sedang berkata dengan nada tak sabar. "Kita inilah berjalan keluar dari lorong rahasia, buat apa kau masih mengukur kesana ukur kemari. Mengukur kentut barangkali?" Suara yang lain segera menyahut . "Semuanya gara-gara kau, bilang pintu itu pasti didepan bukit, akhirnya pintu tak bisa dilewati, jalan kematian yang kita jumpai, malah kena ditipu orang lagi." "siaute toh belum pernah mempelajari segala macam ilmu jebakan atau alat rahasia..." Suara si bocah tertawa terbahak-bahak. Kemudian terdengar lagi suara lain berbisik. "Harap kalian berdua jangan berbicara kelewat keras, mungkin diruang depan sudah kedatangan banyak tamu." Rupanya suara itu berasal dari sipetunjuk jalan. Suaranya dari bocah tersebut makin bertambah keras, bentaknya, "Aku tidak ambil perduli tamu agung atau tidak, buat apa aku mengurusi mereka adalah anak kura-kura dari mana saja?" "Wees..." Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo