Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bego 28


Pendekar Bego Karya Can Bagian 28


Pendekar Bego Karya dari Can   Maka merekapun lantas mengadakan perundingan sambil mengatur jebakan jebakan agar ketiga orang musuhnya masuk perangkap.   Tapi, satu hari lewat tanpa terjadi pergerakan, hari kedua, hari ketiga juga lewat tanpa terasa, namun tiada juga suatu gerakan.   meski demikian mereka sama sekali tak berani mengendorkan penjagaannya...   Padahal ketika itu Ong It sin dan Bwe Leng soat telah berada dalam perjalanan menuju kekota Tok coa sia, dengan harapan bisa menyusul Bwe Yau.   Waktu itu Ong It sin telah berganti dengan satu stel baju ringkas berwarna hitam dengan mantel kulit harimau serta ikat kepala berwarna hitam sehingga tampak gagah dan keren.   Sambil melambankan lari kudanya, tiba tiba ia berkata sambil tertawa lebar.   "Jika kita harus melakukan perjalanan lagi siang malam tanpa berhenti, sekalipun berhasil menyusul mereka, tak usah turun tanganpun juga bakal mati keletihan!"   "Ong toako"   Kata Bwe Leng soat sambil menyeka peluh yang membasahi wajahnya.   "kenapa secara tiba tiba kau berubah pikiran?"   "Bagaimanapun juga mereka toh sudah lewat dua hari berselang, sekarang mungkin sudah mencapai propinsi In lam atau bahkan telah memasuki kota Tok coa sia, disusulpun tak ada gunanya, kan lebih baik kita himpun tenaga untuk mempersiapkan diri guna melakukan pengacauan secara besar besaran?"   "Kau tidak takut dengan ular?"   Tanya Bwe Leng soat sambil tertawa.   "Suhu pernah berkata, binatang ular atau sejenisnya paling takut dengan belerang, sebelum berangkat dia orang tua juga telah menghadiahkan sebutir gumpalan belerang, jadi aku sama sekali tidak takut"   "Tapi aku kan tidak punya!"   Ong It sin segera merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebiji gumpalan belerang dan diserahkan kepada gadis itu seraya ujarnya.   "Kalau begitu, kuberikan sebagian untukmu!"   Bwe Leng soat menerima belerang itu dan dimasukkan kedalam sakunya.   Pada saat itulah mendadak dari semak belukar sebelah kanan sana muncul seekor kuda putih yang sedang dilarikan kencang kencang.   Dibelakang kuda tadi menyusul datang empat lima orang penunggang berbaju hitam yang mengejarnya terus dengan ketat.   Dengan cepat Bwe Leng soat menghentikan kudanya, kemudian dengan wajah tercengang dia berseru.   "Heran, kenapa ada begini banyak orang lelaki yang mengejar seorang perempuan?"   Waktu itu Ong It sin juga telah melihat jelas keadaan yang tertera di depan mata, serunya kemudian.   "Benar, yang dikejar memang seorang perempuan, rambutnya yang panjang menutupi paras mukanya..."   "Ong toako, kenapa kita tidak menghadang para pengejar itu dan menyelamatkan jiwanya?"   Tiba tiba Ong It sin merasa paras muka perempuan itu seperti pernah dikenalnya, terutama sekali sepasang matanya yang mengerling tajam, cuma dia lupa dimanakah pernah berjumpa dengannya.   Baru saja si anak muda itu termenung perempuan tadi sudah membedal kudanya lewat disampingnya, menyusul kemudian Bwe Leng soat telah menjalankan kudanya untuk menghadang para pengejar itu.   Ketika jalan perginya tiba tiba dihadang orang, serentak para pengejar itu menarik tali kudanya dan berhenti.   Orang pertama yang duduk diatas pelana kuda itu adalah seorang Hwesio tinggi besar yang berjenggot panjang dan angker seperti malaikat langit.   Orang kedua adalah seorang perempuan berusia lima puluh tahunan yang bermuka kuning.   Orang ketiga berdandan sebagai sastrawan dengan sebilah pedang tersoren dipinggangnya.   Sedangkan orang keempat adalah seorang hwesio setengah umur yang gemuk pendek dan bermuka lucu.   Tiba tiba Ong It sin teringat akan sesuatu, segera pikirnya.   "Hei, bukankah beberapa orang ini adalah empat orang jago dari partai Tiong lam pay?"   Ia tahu, beberapa orang itu merupakan jago kenamaan dari golongan lurus, terutama sekali Hoa hoan siancu Liok Lui adalah bekas kekasih gurunya.   Sebagai seorang pendekar yang berhati lurus, sudah pasti mereka tak akan menindas kaum lemah, kecuali kalau orang itu adalah manusia yang jahat.   Lantas, siapakah perempuan itu...? Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, Ih Hwe sangjin ketua dari Tiong lam pay telah menegur.   "Sobat muda, mau apa kalian menghalangi jalan pergi kami?"   Belum sempat Ong It sin menjawab, Bwe Leng soat telah menyahut lebih dahulu.   "Tidak apa apa kami hanya merasa tidak leluasa menyaksikan kalian lelaki kekar menganiaya seorang perempuan lemah "Nona, keliru besar jika kau menganggap perempuan tersebut sebagai perempuan lemah!"   Seru Go Eng sambil tertawa dingin.   "Memangnya dia adalah seorang gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip?"   "Tepat sekali dugaan nona, sebab orang itu bukan lain adalah Gi hay jin yau Toan Cing hun yang sangat cabul itu!"   Bwe Leng soat masih tidak percaya, tapi Ong It sin menjadi amat gelisah sebab dia tahu perempuan cabul tersebut justru sedang membantu si mawar beracun untuk membawa Bwe Yau menuju ke kota tok coa sia. Dengan cepat dia lantas bertanya.   "Co cianpwe, apakah kau juga melihat si mawar beracun Hong Hiang kim dari Khi thian kau?"   Go Eng segera menggeleng.   "Lantas dimanakah kalian berhasil menjumpai si Gi hay jin yau Toan Cing hun...?"   Kembali Ong It sin bertanya.   "Didalam kota Siang leng!"   "Bersama dengannya itu apakah terdapat juga sebuah kereta?"   "Benar!"   Sahut Ho hoa siancu.   "memang tempat sebuah kereta, apakah kau ada sangkut pautnya dengan mereka?"   "Besar sekali sangkut pautnya, mungkin kalian tidak tahu kalau didalam kereta itu terdapat seorang tawanan, dia adalah muridnya Seng hong tianglo dari luar perbatasan yang bernama Bwe Yau, sedangkan orang yang bertugas mengawalnya adalah Pek tho tongcu dari perkumpulan Khi thian kau, si mawar beracun Hong Hiang kim!"   Keempat orang jago lihay dari Tiong lam pay itu segera berseru tertahan, serunya.   "Haah, kalau begitu kita sudah terkena siasat musuh!"   "Kalau begitu, harap kalian bersamaku untuk melakukan pengejaran kembali!"   Kata Ong It sin gelisah.   "Apakah kalian bersedia memberitahukan nama dan perguruan kalian?"   Tanya Tui im kiam khek Ih Hui.   "Tidak bisa!"   "Kenapa?"   "Sekarang masih ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, kenapa kita tidak manfaatkan kesempatan ini untuk pergi menolong seorang yang berada dalam cengkeraman iblis, sebaliknya berbincang yang bukan bukan disini?"   Setelah berhenti sebentar, katanya lagi.   "Jika kalian tak percaya kepadaku silahkan saja kalian susul Gi hay jin yau Tong hun, biar kami yang menyusul Si mawar beracun Hong Hiang kim!"   "Ehmm, memang hal ini merupakan suatu cara yang baik, mari kita berpisah untuk melakukan pengejaran!"   Maka keempat orang jago lihay dari Tiong lam pay itu segera menggerakkan kudanya menyingkir ke samping.   "Nona Bwe, mari cepat kita susul ke kota Sian leng!"   Seru Ong It sin kemudian. Dua ekor kuda itu meringkik panjang dan secepat kilat meluncur pergi dari situ. Memandang bayangan punggung kedua orang itu, Ih Hwe sangjin bergumam seorang diri.   "Heran, suara pemuda ini sangat kukenal, kenapa tidak kuingat siapakah dirinya?"   "Akupun mempunyai perasaan yang sama"   Sambung Liok Lui.   "Lebih baik kita lanjutkan pengejaran!"   Seru si hwesio gundul Go Eng cepat.   Keempat orang itupun tidak berbicara lagi dan segera mencemplak kudanya untuk melanjutkan pengejaran kedepan.   Ketika bayangan tubuh dari keempat jago Tiong lam pay itu sudah pergi jauh, mendadak dari dalam hutan bambu ditepi jalan muncul seekor kuda berwarna putih.   Penunggangnya adalah seorang perempuan berambut putih yang menutupi wajahnya dengan kain hijau, itulah Gi hay jin you Toan Cing hun adanya...   Dia munculkan diri dan memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya disekitar sana tiada orang lain, diapun segera berangkat kembali ke kota Sian leng.   "Heran, kenapa dua orang keparat muda itu bisa menyusul kemari?"   Demikian pikirnya dengan perasaan kaget bercampur tercengang.   "aku harus segera melaporkan kejadian ini kepada Hong tongcu!"   Sambil berpikir dia lantas melarikan kudanya cepat cepat menuju ke kota Sian leng.   Sementara itu, Ong It sin dan Bwe Leng soat telah tiba di kota Sian leng, sementara sang surya telah condong ke langit barat.   Dengan cepat mereka mencari kabar kemana mana untuk melacaki jejak kereta berkuda itu.   Menurut laporan yang diterima, katanya si mawar beracun Hong Hian kim dengan membawa kereta tersebut telah berangkat menuju ke Sin poo.   Maka Ong It sin berdua segera membeli rangsum kering, kemudian melanjutkan perjalanan ke arah Sin poo.   Diantara remang remangnya cuaca, akhirnya sampailah mereka di kota Sin po tersebut.   Ketika mereka berusaha mencari kabar, dapat diketahui kalau si mawar beracun baru saja lewat belum lama.   Agak lega Ong It sin setelah mendengar laporan tersebut, ujarnya kepada Bwe Leng soat sambil tertawa.   "Nona Bwe, apakah kau merasa lelah?"   "Ooh, rupanya kau ingin menyuruh aku tinggal di kota kecil ini, agar kau bisa lebih leluasa menolong si gadis cantik?"   Goda Bwe Leng soat seraya tertawa.   "Nona Bwe, kau jangan memfitnah orang baik"   Seru Ong It sin sambil menggoyangkan tangannya berulang kali.   "ketahuilah, aku bertanya begini, karena aku sangat memperhatikan keadaanmu!"   Ucapan tersebut diucapkan dengan nada bersungguh sungguh, sedikitpun tidak nampak seperti dibuat buat. Bwe Leng soat merasa amat terharu, pikirnya.   "Apakah ucapan suhu memang benar, dalam hidupku kali ini bakal terlibat terus dalam soal cinta dan tidak cocok untuk orang beragama?"   Berpikir sampai disitu, dia lantas berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya dan berkata lagi dengan dingin.   "Hmm, siapa yang menyuruh kau memperhatikan aku?"   Tapi setelah perkataan itu diucapkan dia baru merasa menyesal.   Sebab dia merasa kuatir pemuda itu akan merasa tersinggung dan marah sehingga benar benar meninggalkannya seorang diri.   Untung saja Ong It sin adalah seorang pemuda yang jujur, ketika mendengar perkataan itu dia memang agak tertegun, tapi kemudian katanya agak tergagap.   "Nona Bwe, harap kau suka memaafkan perkataanku yang tidak senonoh tadi!"   "Aaah, aku hanya bergurau saja denganmu!"   Buru buru Bwe Leng soat berseru.   "Ong toako, harap kau jangan tersinggung!"   Sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah tiba di Sik bun kau. Mendadak dari arah depan sana, lebih kurang empat lima li terdengar suara kuda meringkik. Ong It sin menjadi girang sekali, segera teriaknya.   "Aaah, rupanya si mawar beracun masih berada didepan sana, hayo kita kejar!"   "Lebih baik kau pergi seorang diri! Aku..."   "Nona Bwe, masa kau tidak bersedia melepaskan aku..."   "Melepaskan kau apa?"   Seru Bwe Leng soat pura pura marah, sementara mukanya berubah menjadi merah karena jengah.   "Melepaskan aku dari kata kata tadi!"   Bwe Leng soat tak dapat menahan rasa gelinya lagi, dia segera tertawa cekikikan.   "Sudahlah!"   Serunya kemudian.   "yang penting buat kita sekarang adalah mengejar orang!"   Selesai berkata dia lantas melarikan dulu kudanya menuju kedepan sana, sementara Ong It sin menyusul dari belakangnya.   Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah melewati sebuah tanah yang liar, kemudian sebuah sungai membentang didepan mata.   Waktu itu kereta tersebut sudah ditinggalkan ditepi sungai, sedangkan si mawar beracun dengan menggusur Bwe Yau telah menyeberangi sungai itu.   Terpaksa Ong It sin berdua harus menunggu sampai perahu penyeberang itu balik kembali baru menyeberangi sungai.   Dengan cepat kedua orang itu melanjutkan pengejarannya secara ketat, dari kota Siau Kwan mereka menyusul ke luar kota Lam leng, disitulah si mawar beracun Hong Hiang kim baru berhasil disusulnya.   Betapa terperanjatnya Hong Hiang kim ketika berpaling dan menyaksikan kedua orang pengejarnya bukan jago jago dari Tiong lam pay, melainkan Ong It sin dan Bwe Leng soat.   "Hong tongcu"   Dengan suara lantang Ong It sin segera berseru.   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "cepat lepaskan nona Bwe yau, kalau tidak akan kubunuh dirimu!"   Baru saja si mawar beracun hendak menolak, mendadak ia menemukan Gi hay jin yau Toan Cing hun yang bersembunyi disemak belukar sedang memberi tanda kepadanya agar menyanggupi permintaan itu untuk sementara waktu. Maka si mawar beracun pun berkata.   "Ong sauhiap, jika kuserahkan nona ini kepadamu, maka aku harus menggunakan apa untuk menghadapi guruku nanti?"   "Hmm! Jika suhumu tidak meninggalkan kota Tok coa sia, mungkin dia masih dapat menyelamatkan selembar jiwanya"   Kata Ong It sin dengan wajah serius. Bwe Leng soat yang berada disampingnya sudah tidak sabar lagi, dia segera membentak pula.   "Hei, sebenarnya kau bersedia tidak untuk meninggalkan orang itu disini?"   Menyaksikan wajah Bwe Leng soat yang begitu dingin dan kaku, buru buru si mawar beracun menyahut.   "Ditinggalkan yaa ditinggalkan, cuma pasti ada orang yang bakal mencari kalian untuk membalas dendam"   "Siapa?"   "Orang itu kalau bukan kaucu kami, sudah pasti adalah guruku!"   Mendengar kata kata tersebut, Ong It sin segera mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau maksudkan Thian tok tay ong dan Be Siau soh? Haahaahhh... suruh saja mereka datang aku memang ada maksud untuk membasmi mereka dari muka bumi!"   Si mawar beracun Hong Hiang kim tak berani banyak bicara lagi, sambil meninggalkan Bwe Yau dia lantas melarikan diri dari tempat tersebut.   Ong It sin dan Bwe Leng soat buru buru melompat turun dari atas pelana kudanya untuk membebaskan Bwe Yau dari pengaruh totokan.   Pada saat itulah dari balik semak belukar melompat keluar seorang perempuan yang berdandan menyolok dengan langkah yang sangat berhati hati dia mendekati kearah kedua orang itu.   Anehnya dia memilih yang searah dengan arah angin.   Ternyata dari sakunya dia mengeluarkan sebungkus bubuk obat, kemudian sambil menyeringai seram tangannya diayunkan berulang kali segumpal bubuk berwarna merah dengan cepat tersebar diseluruh angkasa.   Dalam waktu singkat, bubuk merah itu sudah berhembus lewat kearah tiga orang itu berada.   Menyaksikan perbuatannya mendatangkan hasil, Gi hay jin yau menjadi kegirangan setengah mati, tanpa terasa diapun memperdengarkan suara tertawanya yang lirih.   Ong It sin yang berpendengaran tajam segera menangkap suara tertawanya itu, dengan cepat ia mendongakkan kepalanya.   Tampak seorang gadis bergaun sempit dan berambut panjang sedang memandang kearahnya sambil menyeringai licik.   Dia, bukan lain adalah perempuan yang pernah dijumpai sewaktu berada di jalan raya menuju kota Siang leng tempo hari.   Kalau dilihat dari kemampuannya untuk muncul ditempat ini, dapat diketahui bahwa dia telah berhasil meloloskan diri dari kejaran keempat jago dari Tiong lam pay Belum lagi ingatan tersebut melintas dari benaknya, Bwe Leng soat telah berteriak keras.   "Ong toako, cepat bekuk perempuan siluman itu, kita sudah terkena bubuk pemabuknya!"   Ong It sin gusar sekali, dengan cepat dia melompat ke depan sambil melancarkan tubrukan.   Rupanya Gi hay jin yau tidak mengira kalau musuhnya sama sekali tidak mabuk meski sudah terkena obat pemabuknya, dia baru terperanjat setelah menyaksikan terjangan lawan.   Diapun tahu bahwa kepandaian silat yang dimilikinya masih belum sanggup untuk menandingi lawannya, cepat cepat dia kabur ke belakang.   Memang keji sekali hati perempuan siluman ini, secara diam diam ia telah membuang obat pemunahnya kedalam sawah, lalu baru melarikan diri terbirit birit.   Dengan suatu gerakan cepat Ong It sin menerjang kemuka dan menghadang dihadapannya, kemudian dengan gusar dia melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke depan.   Tay khek sin kang yang dipergunakannya kali ini memiliki daya penghancur yang mengerikan sekali, bayangkan saja bagaimana mungkin Gi hay jin yau bisa mampu menahan diri? Diiringi jeritan kecil yang menyayat hati, tubuhnya mencelat sejauh beberapa kaki dari tempat semula dan mampus seketika itu juga.   Melihat Gi hay jin yau sudah tewas, Ong It sin segera melompat kedepan dan menggeledah sakunya.   Namun meski seluruh tubuhnya sudah digeledah, obat tersebut tidak berhasil ditemukan.   Tapi dia yakin ilmu pertabibannya masih bisa mengatasi keadaan tersebut maka buru buru katanya.   "Satu satunya cara yang bisa kita gunakan sekarang adalah mencari penginapan dan membuat obat penawar sendiri"   Maka berangkatlah ketiga orang itu menuju kekota terdekat.   Bwe Leng soat dan Bwe yau naik kuda yang sama, sedang Ong It sin berjalan dipaling depan.   Ketika masuk kekota Lam leng, kentongan ketiga sudah lewat.   Merekapun lantas menginap disebuah rumah penginapan yang memakai merek Liong siang.   Tapi pada saat itulah daya kerja obat perangsang ditubuh Bwe Yau sudah mulai bekerja.   Mukanya menjadi merah berapi api sepasang matanya memancarkan sinar aneh, sementara sepasang tangannya mulai mencakar payudara sendiri.   Buru buru Ong It sin dan Bwe Leng soat memayang diri Bwe Yau masuk kedalam kamar.   oooodOeoooo Setelah berada didalam kamar, boleh dibilang seluruh kesadaran Bwe Yau telah dipengaruhi oleh obat perangsang.   Kepada Ong It sin dia mulai merayu sambil tertawa genit.   "Ong toako, coba lihatlah, cantikan paras mukaku?"   "Yaa, kau memang cantik sekali!"   Sahut Ong It sin dengan kening berkerut.   "Cintakah kau kepadaku?"   Kembali Bwe Yau bertanya. Ong It sin ingin mengatakan tidak, tapi dia kuatir menyinggung perasaan orang, maka terpaksa dia mengangguk. Sebenarnya dia hendak mengatakan: ooodwooo   Jilid 26 Halaman Hilang .. juga musti kulaporkan dulu kepada suhu!"   "Oooh, tentu saja harus begitu, tapi kau musti cepat cepat mengawini kami!"   Kata Bwe Leng soat.   "kalau tidak, belum lagi kami dikawinkan, kami sudah dipanggil Mama, waah... hendak ditaruh ke mana muka kami"   "Bila perkumpulan Ki Thian kau telah berhasil kita basmi, dendam sakit hati juga sudah dibalas, bagaimana kalau kita segera langsungkan pernikahan itu?"   "Tapi, harus diundur sampai kapan?"   Tanya kedua orang gadis itu hampir bersama.   "Sekarang juga kita akan mulai bekerja, paling cepat tiga bulan, paling lambat setengah tahun, semuanya pasti sudah beres"   "Tidak bisa!"   Tolak Bwe Leng soat.   "siapa tahu kalau waktu itu kami dua bersaudara sudah berperut buncit, ooh... bagaimana mungkin kami punya muka untuk berjumpa lagi dengan para enghiong didunia ini!"   "Baik, baik, terserah pada kalian berdua!"   Seru Ong It sin kemudian sambil rentangkan tangannya.   Tapi, kedua orang gadis itupun tidak berhasil menemukan suatu cara yang baik untuk menyelesaikan masalah ini.   Sebab guru mereka semua hidup di bukit Pak thian san serta di Lam hay, sedang guru Bwe Yau yang berada dipaling dekat dari sanapun letaknya juga berada diluar perbatasan.   Maka setelah mengadakan perundingan, mereka bertiga lantas memutuskan untuk kembali dulu ke daratan Tionggoan sambil mengundang para jago dari pelbagai aliran dan golongan untuk berangkat ke bukit ong sia san dan bersama sama membasmi perkumpulan Ki thian kau.   Sedang mengenai waktu pernikahan terpaksa hanya bisa ditentukan menurut keadaan.   Setelah membereskan rekening rumah penginapan dan siap meninggalkan kota Lam leng waktu menunjukkan tengah hari.   Mereka bertiga pun menyeberangi jalan untuk bersantap di rumah makan depan sana.   Bwe Yau setelah mengikat tali les kudanya diistal dia lantas masuk kedalam ruangan lebih dulu.   Ong It sin segera meminta tali les kudanya dari Bwe Leng soat sembari berkata.   "Hujin, biarlah aku yang mengurusi kudamu ini!"   Sembari berkata, dia lantas membuat muka setan. Bwe Leng soat segera melototkan matanya besar besar serunya.   "Jangan kau anggap setelah panahmu berhasil menembusi dua ekor burung, maka lagakmu menjadi sok, nih, ambillah!"   Setelah menyerahkan tali les itu kepadanya, gadis itu segera membalikkan badannya dan masuk ke dalam rumah makan.   Ketika masuk ke dalam ruangan, ternyata disitu cuma ada tiga lima orang tamu, bayangan tubuh Bwe Yau sama sekali tidak terlihat.   Pada mulanya Bwe Leng soat tidak merasa keheranan, dia mengira mungkin Bwe Yau sudah naik ke loteng, maka kepada si pelayan diapun berkata.   "Dimanakah nona berbaju merah yang tadi masuk duluan itu?"   "Nona yang mana?"   Seru sang pelayan dengan mata terbelalak.   "kami sama sekali tidak melihatnya!"   "Apakah disini ada loteng?"   Pelayan itu gelengkan kepalanya berulang kali.   "Usaha kami masih kecil, yang ada pun cuma ruangan ini saja, mana ada lotengnya?"   "Benarkah kalian tidak melihat si nona berbaju merah itu?"   Pelayan itu segera menuding ke arah tiga lima orang tamu yang sedang bersantap disana sembari berkata.   "Kalau tidak percaya, silahkan bertanya kepada mereka!"   Belum lagi Bwe Leng soat bertanya, tamu tamu yang berada disana telah menjawab bersama kalau tidak menjumpai ada seorang nona berbaju merah masuk ke sana.   "Oooh... aneh sekali!"   Gumam Bwe Leng soat kemudian dengan suara lirih. Tapi kemudian sambil menarik muka serunya lagi.   "Dengan jelas dia masuk kemari, masa tidak ada?"   Sang pemilik rumah makan yang beralis mata kasar dan bermata besar itu segera menimbrung.   "Siapa tahu kalau dia sudah pergi ke rumah makan yang lain? Apa salahnya kalau nona memeriksa dulu beberapa rumah makan lainnya!"   Sementara itu Ong It sin telah masuk ke dalam, ketika dilihatnya Bwe Leng soat dan sang ciangkwe sedang ribut, buru buru tanyanya.   "Hei, ada urusan apa?"   Belum lagi Bwe Leng soat menjawab, ciangkwe yang beralis mata tebal dan bermata besar itu telah berkata.   "Rekanmu ini bersikeras mengatakan ada seorang nona berbaju merah telah masuk ke rumah makan ini dan lenyap, padahal kami cuma pedagang, bukan penculik nona harap kau suka mempertimbangkan persoalan dengan seadil adilnya!"   Ong It sin segera tertawa dingin, katanya "Apa yang dikatakan rekanku ini memang sedikitpun tak salah, nona berbaju merah itu memang benar benar telah masuk kemari!"   Ciangkwe beralis mata tebal dan bermata besar itu kontan saja membanting swiepoa-nya ke samping kemudian dengan teramat gusar serunya keras keras.   "Hei, rupanya kalian ada maksud untuk membuat kekacauan disini? Hayo kita selesaikan persoalan ini di pengadilan!"   "Mau mengadukan persoalan ini di pengadilan? Aku mah tak ada waktu untuk melayanimu, cuma... aku mempunyai bukti yang bisa memaksamu untuk mengaku"   Paras muka ciangkwe beralis mata tebal bermata besar itu tampak sangat terkejut, tapi dengan cepat dia berusaha untuk menenangkan kembali hatinya, sambil tertawa seram katanya.   "Kalau memang begitu, keluarkan tanda buktimu itu!"   "Dan kau boleh saja berbuat licik terus dihadapanku!"   Ketika dilihatnya ucapan pemuda itu sangat tegas dan meyakinkan, lelaki beralis mata tebal dan bermata besar itu menjadi ragu ragu dan mulai sangsi.   Ong It sin yang menyaksikan keraguan orang segera memeriksa tempat disekeliling sana dengan sorot matanya yang tajam.   Tiba tiba ia menyaksikan sebuah benda kecil tergeletak diatas tanah, paras mukanya segera berubah.   Tampaknya lelaki bermata besar beralis mata tebal itupun juga sudah merasakan akan hal itu, tiba tiba dia melompat kedepan dan menyambar benda itu.   Tapi entah bagaimana, tahu tahu Ong It sin sudah mendahului ciangkwe itu dan menyambar benda tadi...   "Sreet!"   Bagaikan terhisap oleh sesuatu kekuatan yang sangat besar, tahu tahu benda tersebut sudah melayang masuk kedalam genggamannya...   "Nah, tanda buktinya sekarang sudah berada disini"   Katanya dengan dingin.   "ciangkwe sekarang apa lagi yang hendak kau katakan?"   Sekarang Bwe Leng soat baru melihat kalau benda itu adalah sebuah benda milik Bwe Yau, yakni tusuk kondenya, maka diapun segera berpikir dalam hati.   "Jangan jangan tempat ini adalah sebuah rumah makan gelap?"   Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, lelaki bermata besar itu telah berkata.   "Benda perhiasan milik perempuan semacam ini banyak terdapat di kota, sekalipun kau menemukan benda itu, toh belum bisa membuktikan bahwa rekanmu itu sudah memasuki rumah makan kami"   Sudah jelas alasan itu terlampau dibuat buat. Ong It sin menjadi gusar sekali, serunya.   "Bedebah, kau tak usah bermain licik di hadapanku, tampaknya sebelum kuberi sedikit pelajaran kepadamu, kau enggan untuk mengaku berterus terang!"   Seraya berkata, sebuah cengkeraman maut segera dilancarkan ke arah depan.   Dengan cekatan lelaki bermata besar itu membungkukkan badannya kebawah, lalu menyembunyikan diri dibalik meja kursi.   Pada saat itulah para pelayan dan koki yang berada dalam rumah makan itu telah bermunculan semua disana dengan senjata tajam berada ditangan, dengan cepat mereka mengurung kedua orang muda mudi itu.   Menyaksikan kesemuanya itu, Ong It sin segera mengejek sambil tertawa dingin.   "Nah, kelihatan sekarang ekor rasenya, memangnya tampang tampang macam kalian itu adalah tampang seorang pedagang?"   Kepada Bwe Leng soat segera serunya.   "Kau cepat berjaga jaga dipintu depan, jangan biarkan mereka kabur seorangpun!"   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dengan pedang terhunus Bwe Leng soat mengiakan dan segera melompat ke depan dan menghadang didepan pintu gerbang.   Walaupun ilmu silat yang dimiliki orang orang itu cukup tangguh, akan tetapi, bagaimana mungkin mereka bisa menandingi kelihayan dari Ong It sin? Tak selang beberapa saat kemudian, jalan darah mereka semua telah tertotok, tidak terkecuali pula ciangkwe bermata besar beralis mata tebal itu.   Dengan cepat Ong It sin mencengkeram tubuhnya dan diangkat ke atas, kemudian tegurnya.   "Siapa namamu?"   "Aku she Si bernama Tian, orang persilatan menyebutkan sebagai Hek jiu Gi yaa (Gi yaa bertangan hitam)!"   Yang dimaksud dengan Gi yaa adalah nama dari seorang koki termashur pada pahala jaman Cun ciu dahulu! Ketika Ong It sin mendengar nama tersebut, dia lantas manggut manggut seraya berkata.   "Oooh... rupanya kau si manusia laknat"   Setelah berhenti sebentar, diapun berkata lagi.   "Apakah kalian mempunyai dendam kesumat dengan nona Bwe Yau?"   "Tidak ada!"   "Ada perselisihan?"   "Juga tidak ada!"   "Kalau memang tiada dendam juga tiada perselisihan, apakah kalian menculiknya karena kamu adalah seorang jay hoa cat (penjahat pemetik bunga)...?"   Cepat cepat Si Gi yaa bertangan hitam menyangkal.   "Tidak! Kami bukan seorang Jay hoa cat! Sekalipun sepanjang hidup sepasang tangan kami selalu berlepotan darah, tapi belum pernah kami memperkosa gadis atau isteri orang!"   "Lantas, mengapa kau menculiknya?"   "Karena mendapat perhatian dari seorang teman!"   "Dimana temanmu sekarang?"   "Dia sudah pergi!"   Sementara itu, Bwe Leng soat telah selesai melakukan penggeledahan didalam rumah makan itu, katanya.   "Disini benar benar tak nampak orang lain!"   Ong It sin segera mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah lelaki bermata besar itu, kemudian katanya.   "Siapakah sahabatmu itu?"   Dengan cepat Gi Yaa bertangan hitam menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.   "Aku tidak tahu!"   "Apa? Kau tidak tahu?"   Teriak Ong It sin dengan sinar mata tajam memancar keluar dari balik matanya.   "tampaknya kau ingin mencicipi kehebatan dari ilmu meremas tulang memilir urat milikmu?"   Selesai berkata, secara beruntun dia melancarkan tujuh buah totokan keatas punggung lawan.   Seketika itu juga Gi Yaa bertangan hitam kesakitan luar biasa sambil merintih kesakitan, peluh bercucuran dengan derasnya membasahi seluruh badannya.   Dalam waktu singkat, tubuhnya yang tinggi besar itu telah berubah menjadi berliuk liuk tak karuan wujudnya, bahkan gigipun sampai hancur karena saling beradu dan menahan rasa sakit.   Akhirnya dia tak kuat menahan diri, serunya kemudian sambil merengek rengek.   "Aku akan berbicara! Aku akan berbicara Harap kau suka mengampuni diriku"   Ong It sin mendengus dingin.   "Hmm! Aku tiada kuatir kalau kau tak akan berbicara!"   Katanya. Selesai berkata, dia lantas melancarkan kembali beberapa buah totokan diatas punggung orang itu, dengan demikian rasa kesakitan yang diderita Gi Yaa bertangan hitam baru lenyap.   "Hayo cepat bicara!"   Bentak Ong It sin kemudian.   "siapa yang menyuruh kau menculik nona Bwe Yau?"   "Kim coa long kun (pemuda tampan ular emas)!"   "Masih ada yang lain?"   Tanya Ong It sin dengan sepasang alis matanya berkenyit.   "Masih ada pula Gin coa long kun (pemuda tampan ular perak) Thi coa long kun (pemuda tampan ular baja) Hui coa long kun (pemuda tampan ular terbang) serta si bunga mawar merah beracun..."   Dengan cepat Ong It sin mengerti, sudah pasti si bunga mawar merah beracun telah mengundang datang keempat orang suhengnya untuk membantu usahanya itu, buru buru tanyanya lagi.   "Apakah mereka kabur melalui jalan belakang?"   Gi Yaa bertangan hitam manggut manggut. Dengan suara menyeramkan Ong It sin segera berkata.   "Sebetulnya aku hendak membunuh kau tapi mengingat sepanjang hidupmu belum pernah melanggar dosa besar, terutama memperkosa kaum wanita, maka..."   Mendengar sampai disitu, Gi Yaa bertangan hitam menjadi kegirangan setengah mati. Terdengar Ong It sin berkata lebih jauh .   "Hukuman mati bisa dihindari, tapi hukuman hitam tak bisa lari, aku hendak memunahkan semua kepandaian silat yang kalian miliki!"   Begitu ucapan tersebut selesai diucapkan, sebuah pukulan segera dilontarkan keatas pusar orang itu. Sejak detik itulah, hawa murninya sudah tak dapat dihimpun kembali. Kemudian Ong It sin berkata lagi.   "Dua jam kemudian, rekan rekanmu akan terbebas sendiri dari pengaruh totokan, semoga saja kau dapat merubah watak jahatmu itu dan kembali ke jalan yang benar!"   Ketika ucapan terakhir diutarakan, dia bersama Bwe Leng soat telah keluar dari rumah makan itu dan melarikan kudanya untuk melakukan pengejaran.   Tapi sekalipun sudah dikejar sampai magrib, kota Hui Ie, Kang ci, Goan mo dan Tho an telah dilalui, jejak keempat manusia ular itu belum juga ditemukan.   Dengan kesal Ong It sin lantas berkata.   "Padahal jarak kita dengan manusia manusia laknat itu cuma selisih setengah jam heran! Kenapa kita tidak berhasil menyusul mereka?"   Tiba tiba terlintas satu ingatan didalam benak Bwe Leng soat, katanya kemudian.   "Jangan jangan keempat manusia ular itu baru melanjutkan perjalanannya setelah menunggu kita meninggalkan kota Lam leng?"   "Betul juga perkataanmu, cuma, apa yang harus kita lakukan sekarang...?"   "Jika kita berbuat begini terus, tak mungkin jejak mereka bisa ditemukan, sebab kita ada ditempat terang dan mereka ada ditempat gelap..."   Berbicara sampai disitu, dia lantas menunjuk ke satu arah dengan ujung bibirnya, ia menambahkan.   "Coba lihay bukankah disekitar tempat ini pun telah dipasang mata mata untuk mengawasi kita?"   Mendengar perkataan itu Ong It sin lantas mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu betul juga tampak ada dua orang lelaki yang memakai topi lebar sedang bersembunyi dibawah wuwungan rumah diseberang saja sambil tiada hentinya memperhatikan sekitar situ.   Dengan suara lirih Ong It sin lantas bertanya.   "Menurut kau apa yang harus kita lakukan sekarang?"   "Gampang sekali mengapa kita tidak menyaru kemudian kabur lewat pintu belakang rumah penginapan? Setelah itu baru kita pakai mereka dijalan depan?"   Ong It sin bertepuk tangan kegirangan maka kedua orang itupun menjalankan semua tindakannya menurut rencana.   Tak selang beberapa saat kemudian dari belakang pintu rumah penginapan telah muncul seorang kakek bungkuk serta seorang nenek yang buta matanya.   Waktu itu malam sudah menjelang tiba, banyak orang yang berlalu lalang ditengah jalan, namun siapa saja tak ada yang memperhatikan mereka berdua.   Dengan cepat kakek bungkuk dan nenek buta itu sudah keluar dari pintu sebelah timur.   Baru sampai diluar kota tiba tiba mereka saksikan ada sebuah kereta sedang berlarian mendekat dengan kecepatan tinggi.   Kakek bungkuk itu segera berbisik.   "Itu dia sasarannya sudah datang"   "Kau tak salah melihat?"   Tanya sinenek buta.   "Perempuan yang duduk diatas kusir itu bukankah si bunga mawar beracun? Asal perempuan siluman itu berada disana, sudah pasti adik Yau juga berada didalam ruang kereta."   Sementara pembicaraan berlangsung kereta itu dengan kecepatan luar biasa telah meluncur tiba...   Dengan cepat kakek bungkuk dan nenek buta itu menghadang ditengah jalan raya Duduk disamping si bunga mawar beracun yang memegang kemudi adalah seorang lelaki kecil yang pendek tapi berotot.   Ketika melihat didepan mata muncul dua orang kakek dan nenek, bukan saja mereka tidak menahan larinya kereta, sebaliknya malah menceplak kudanya agar lari lebih cepat lagi, bentaknya.   "Tua bangka sialan, rupanya kalian pingin mampus..."   Didalam anggapannya, sepasang suami istri yang sudah lanjut usia itu pasti akan tewas tergilas roda keretanya.   Siapa tahu terdengar dua kali bentakan nyaring, menyusul kereta mereka berhenti berlari ternyata rodanya ditahan orang.   Dengan terhentinya lari kereta tersebut segera terdengarlah seseorang menegur.   "Losu, apa yang telah terjadi?"   Kiranya lelaki kecil pendek yang duduk di belakang kemudi itu adalah Hui coa long kun (pemuda tampan ular terbang) Wan Hiong.   Ketika ia menyaksikan si kakek bungkuk dan sinenek buta berhasil menahan larinya kuda mereka, sadarlah dia bahwa mereka telah bersua dengan dua orang jago tangguh.   Sementara itu, Wan Hiong yang mendengar lotoanya yakni Kim coa long kun (pemuda tampan ular emas) Pit Lek beng bertanya, cepat cepat sahutnya.   "Kami telah berjumpa dengan musuh tangguh!"   Walaupun dimulut dia berkata demikian, namun cambuk kudanya dengan tidak mengenal ampun telah diayunkan ke arah kedua orang tersebut...   Dengan angin tajam amat memekikkan telinga, jurus serangan yang dipergunakan amat keji sekali.   Andaikata sampai tersambar oleh ayunan cambuk itu, sudah pasti tubuh orang akan terluka sangat dalam.   Sayang kedua orang jago yang dihadapinya sekarang adalah jago jago berilmu tinggi, bukan saja serangan tersebut tidak berhasil melukai mereka, terdengar kakek bungkuk itu membentak, kemudian menggunting ke arah cambuk itu dengan kedua buah jari tangannya.   "Taaasss!"   Seketika itu juga, cambuk kulit menjangan yang sangat kuat itu terpaksa kutung menjadi dua bagian. Si nenek buta segera mencaci maki.   "Hei, kalian sudah mau melukai orang dengan terjangan kuda, sekarang masih mau mencari menangnya sendiri, hmm? Dianggapnya hukum sudah tidak berlaku?"   Menyaksikan cambuk kudanya yang tinggal sepotong, Hui coa long kun Wan Hiong berseru pula dengan gusar.   "Nenek edan yang datang dari mana, berani betul mencari gara gara dengan pun long kun? Hmm! Rupanya kau sudah tidak maui nyawa tuamu itu lagi"   Weess! Dari sakunya dia mengeluarkan sebuah kotak sepanjang tiga depa enam inci, dan mengeluarkan seekor ular aneh yang bersayap, kemudian dengan memakai binatang tersebut dia melancarkan sebuah sapuan ke arah depan.   Si nenek buta itu tentu saja bukan sungguh sungguh buta, begitu dilihatnya Wan Hiong mempergunakan ular terbang hidup sebagai senjatanya, dengan perasaan bergidik buru buru melompat mundur tiga depa ke arah belakang.   Menyaksikan musuhnya mundur, Hui coa Long kun Wan Hiong segera menggetarkan pergelangan tangannya, kemudian secara tiba tiba dia menghajar si nenek bungkuk.   "Suatu serangan yang sangat bagus!"   Seru kakek bungkuk itu sambil tertawa dingin.   Sebuah babatan telapak tangan dengan cepat diayunkan keatas kepala ular tersebut.   Tampaknya si ular menyadari akan datangnya ancaman maut, mendadak sambil mendesis dia menarik badannya kebelakang, sesudah itu berbalik memagut lutut kakek itu.   Menyaksikan ancaman tadi, sikakek bungkuk itu mendengus dingin, sepasang kakinya sama sekali tak bergerak, sementara tubuhnya dengan cepat mundur beberapa depa kebelakang.   Gagal dengan pagutannya, ular beracun itu berpekik aneh sebanyak tiga kali, kemudian meluncur ke luar dan melancarkan sergapan kilat ke arah depan...   Tampaknya kakek bungkuk itu tak berani menghadapi serangan ular beracun itu secara gegabah, dengan cepat dia meloloskan pedang mestikanya dan memutar senjata itu menciptakan selapis cahaya emas yang amat menyilaukan mata.   Sebuas buasnya ular beracun itu, tak urung dibuat keder juga setelah melihat serangan maut yang datang dari lawannya, ia tak berani melakukan sergapan lagi secara gegabah.   Sambil tertawa dingin, kakek bungkuk itu lantas berseru.   "Aku mengira siapa yang telah datang dan berani betul berbuat kurang ajar, ternyata tak lebih adalah anakan iblis yang datang dari kota ular beracun."   Baru selesai dia berkata, dari dalam ruangan kereta kembali bermunculan tiga orang pemuda yang kekar dan bermuka buas.   Sekalipun pakaian yang mereka kenakan amat perlente, namun tak bisa menyembunyikan hawa sesat yang terpancar keluar dari tubuh mereka.   Sebagai pemimpinnya adalah seorang pemuda bertubuh jangkung yang memiliki sepasang mata berwarna hijau yang mengerikan sekali.   Pada lehernya tergantung seekor ular beracun bersisik emas yang dikenakannya sebagai kalung.   Lidahnya yang merah tampak menjilat jilat kian kemari, memuakkan sekali keadaannya.   Agak menggigil tubuh si nenek buta melihat kesemuanya itu, kepada si kakek bungkuk segera bisiknya.   "Aku merasa mual sekali menyaksikan orang orang itu!"   "Tak usah takut, bisik si kakek bungkuk pula dengan cepat, beberapa ekor ular tersebut belum terhitung seberapa!"   Dalam pada itu, Kim coa long kun Pit Lee bing telah berkata sambil tertawa dingin.   "Hmmm... sia sia saja kau hidup sampai setua itu, maka ular bersisik emas milikku ini juga tidak kau kenali. Hmm! Ketahui saja, ularku ini bisa bergerak dengan lincah dan cepat, sekalipun jago persilatan belum tentu mampu untuk menandinginya"   "Tak usah tekebur dulu, lohu justru tidak percaya dengan segala tahayul... apa salahnya jika suruh ularmu itu mencoba coba... cuma, sebelumnya aku hendak berkata dulu, bila sampai mampus, kau Kim coa longkun jangan menyalahkan aku!"   Kim coa long kun Pit Lee beng sudah terlanjur omong besar, mau ditarik kembali pun tak mungkin, apalagi dia juga tahu kalau si kakek bungkuk tersebut bukan manusia sembarangan, terpaksa sambil keraskan hati ia bersiap siap untuk tampil kedepan.   Baru saja ular emasnya akan dipersiapkan Thi coa long kun (pemuda tampan ular baja) Ong Eng telah maju kedepan seraya berkata.   "Toako, biarlah aku si burung bodoh terbang lebih dahulu!"   Waktu itu si ular bergaris besi miliknya telah dipersiapkan ditangannya, tampak sepasang matanya memancarkan cahaya kebuasan yang mengerikan sekali.   "Hei, tua bangka! Sebutkan namamu"   Serunya kemudian. Kakek bungkuk itu tertawa dingin.   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Lohu sudah lama lupa dengan namaku sendiri!"   Sahutnya. Thi coa long kun menjadi semakin naik darah, sambil mengayunkan ular berbisanya dia segera membentak keras.   "Tua bangka sialan, kau berani memandang hina kami bersaudara Rasain sebuah seranganku ini!"   Segulung bayangan hitam, dengan kecepatan luar biasa segera meluncur.   Ular berbisa itu memang lihay sekali, dalam sekali kelebat saja, kepalanya yang besar itu sudah mengancam beberapa buah jalan darah penting didepan dada lawan.   Kakek bungkuk itu segera menggetarkan pedangnya menciptakan serentetan cahaya emas yang menyilaukan mata, seperti cahaya bianglala dengan cepatnya menyambar ke muka.   "Criiit...!"   Diantara pekikan keras, ular bergaris besi itu sudah terpapas tepat pada bagian titik terlemahnya dan mampu seketika itu juga.   Thi coa longkun Ong Eng yang menyaksikan peristiwa itu menjadi terperanjat sekali.   Si kakek bungkuk itu sendiri, walaupun telah berhasil membunuh seekor ular beracun, namun ia tidak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melancarkan serangan berikutnya, cuma dengan suara lantang katanya.   "Walaupun ular beracun milik kalian tidak takut terhadap pedang biasa, namun jika sampai ketemu lohu, maka sedikitpun tak ada gunanya, percaya tidak sekarang?"   Setelah mendengar perkataan tersebut, Thi coa longkun merasa semakin malu lagi untuk mengundurkan diri. Baru saja dia akan mengumbar hawa amarahnya, Hui coa longkun Wan Hiong telah melompat ke sisinya seraya berbisik.   "Sam suheng, kita telah bertemu dengan musuh tangguh, harap bersabar dulu, biar aku dan toa suheng merundingkan dahulu cara yang terbaik untuk mengatasi keadaan ini..."   Thi coa longkun Ong Eng cukup mengetahui bahwa su sutenya ini mempunyai banyak tipu muslihat maka diapun tidak meneruskan perbuatannya untuk mengumbar hawa amarah.   Sedangkan Hui coa longkun Wan Hiong segera menghampiri toa suhengnya kim coa longkun Pit Le beng serta Gin coa longkun Ouyang Si lalu ujarnya dengan suara dalam.   "Aku lihat tua bangka ini pasti sengaja mencari gara gara dengan kita Sekalipun kita berempat ditambah si ci si mawar beracun turun tangan bersamapun belum tentu dapat menghadapinya!"   "Akupun mempunyai perasaan demikian"   Kata Gin coa longkun Ouyang Si "cuma kita telah bersua dengan mereka selain melangsungkan suatu pertarungan apa pula yang bisa kita lakukan?"   "Akal sih bukannya tidak ada, cuma aku kuatir suheng sekalian tidak sependapat dengan usul siaute!"   "Apa usulmu itu? Katakan saja, yang paling penting kita harus dapat mengirim Bwe Yau sampai dikota Tok coa sia!"   Dengan cepat Hui coa longkun membisikkan sesuatu kepada suhengnya, lalu berkata.   "Begitulah usulku!"   Kim coa longkun Pit Lee beng dan Gin coa longkun Ouyang Si segera manggut manggut berulang kali.   Menyusul kemudian masing masing orang pun meloloskan ular beracunnya dan menyebarkan diri di empat penjuru untuk mengepung kakek bungkuk dan nenek buta tersebut di tengah arena.   Dengan suara lantang Kim coa longkun lantas berkata.   "Aku tahu kalau ilmu silat yang cianpwe miliki sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, apabila boanpwe harus bertarung satu lawan satu, kami akui bukan tandingan oleh sebab itu sengaja kami atur sebuah barisan Su coa tin (barisan empat ular) untuk mengurung kalian, jika kamu berdua sanggup untuk mematahkan barisan ini, kami akan mengaku kalah dan terserah pada keputusan cianpwe!"   Belum lagi kakek bungkuk itu menjawab, si nenek buta telah berkata lebih duluan.   "Ucapan tersebut kalian katakan sendiri sampai waktunya jangan menyesal nanti!"   "Tentu saja!"   Kata Kim coa longkun.   "Cianpwe!"   Kata Hui coa longkun pula.   "tak ada salahnya jika kalian utarakan maksud kedatanganmu, bila kami sanggup untuk melakukannya buat apa suatu pertarungan harus dilangsungkan?"   "Sesungguhnya kamipun tidak mempunyai perselisihan yang terlalu besar dengan kalian"   Kata si nenek buta.   "cuma sinona yang berada didalam kereta itu kebetulan adalah anak dari seorang teman kami dia adalah murid Seng hong tianglo yang bernama Bwe Yau aku minta agar kalian suka meninggalkannya kepada kami"   Begitu mendengar ucapan tersebut, Hui coa longkun segera memberi kerdipan mata kepada ketiga orang suhengnya yang berarti.   "Dugaanku tidak salah bukan!"   Kim coa longkun segera menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya dengan cepat.   "Permintaan dari Cianpwe itu maaf bila boanpwe tak sanggup untuk menemuinya!"   "Kenapa?"   "Betul si nona Bwe Yau yang berada didalam kereta itu adalah murid Seng hong tianglo dari luar perbatasan, tapi dia merupakan selir yang dihadiahkan pihak Ki thian kau untuk suhu kami, jangankan boanpwe tak berhak untuk menyerahkannya kepada cianpwe sekalipun berhak juga tak bisa kami penuhi"   "Heeehh... heeehh... heeehh... kalau begitu, kalian bersikeras hendak menyelesaikan persoalan ini lewat kekerasan?"   Seru si kakek bungkuk sambil tertawa seram.   "Maaf sekali lagi maaf, tampaknya terpaksa kita harus menyelesaikannya dengan cara ini"   Kakek bungkuk itu mengulapkan tangannya, agaknya dia enggan untuk banyak berbicara lagi. Pelan pelan si nenek buta itu berjalan menghampiri si kakek bungkuk dan berdiri saling bertolak belakang, lalu ejeknya.   "Mengapa kalian tidak segera menggerakkan barisan?"   Kim coa longkun mengiakan, begitu tanda diberikan, empat orang itu segera bergerak maju kedepan.   Sementara barisan mulai bergerak, segera diam diam Hui coa long kun mengeluarkan sebutir peluru kabut dan dilontarkan ke depan...   Segulung kabut putih yang tebal sekali dengan cepat menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung sekeliling tubuh si kakek bungkuk dan nenek buta tersebut.   Untung saja kedua bilah pedangnya telah menciptakan selapis dinding pertahanan yang sangat kuat, sehingga untuk sesaat lamanya keempat longkun itu tak berdaya apa apa.   Hui coa longkun dengan cepat mengundurkan diri dari barisan, kepada sibunga mawar beracun Hong Hiang kim serunya.   "Suci, lebih baik kita bawa kabur Bwe Yau dari tempat ini!"   Dengan cepat si bunga mawar beracun melompat masuk ke dalam ruang kereta, menotok jalan darah bisu Bwe Yau dan melarikannya menuju ke arah barat.   Sementara itu, si kakek bungkuk dan si nenek buta yang berada didalam barisan sama sekali tidak menyadari akan hal itu.   ooodoOoeooo Belum sampai kabut tebal yang menyelimuti arena itu menipis, sekali lagi Thi coa long kun melepaskan sebutir peluru kabut lagi, sehingga kabut yang menyelimuti sekeliling tempat itu semakin menebal.   Menggunakan kesempatan itulah Thi coa long kun melarikan diri meninggalkan tempat itu.   Kemudian rekan rekan yang lainnya juga mundur satu per satu sehingga satu jam kemudian mereka sudah kabur tak berbekas.   Dengan demikian, didalam barisanpun tinggal si kakek bungkuk serta si nenek buta.   Pelan pelan kabut putih itu semakin menipis dan akhirnya hilang lenyap, menanti pandangan mata sudah jelas kembali, kakek bungkuk itu baru menjerit kaget sebab secara tiba tiba ia tidak menemukan lagi bayangan tubuh dari keempat orang coa long kun.   "Kita sudah terjebak!"   Segera teriaknya.   "anakan iblis itu sudah pada kabur semua!"   Ketika kereta disisi jalan diperiksa, ternyata kereta itupun kosong melompong. Menyaksikan itu, si nenek buta lantas berkata.   "Ong toako, jangan kuatir, asal kita datangi kota Tok coa sia, bukankah segala sesuatunya akan beres?"   Rupanya si nenek buta itu adalah penyaruan dari Bwe Leng soat, tentu saja si kakek bungkuk tersebut adalah Ong It sin. Terdengar Ong It sin berkata.   "Konon kota Tok coa sia terletak diatas bukit Ko moy kan san di wilayah Ou hay, seratus li sekitar tempat itu tidak diperbolehkan orang menjamahnya, kita musti merubah paras muka kita lebih dulu"   "Kata suhu, suku bangsa yang berdiam di sekitar Ou hay bagian barat amat banyak dan bercampur aduk... kita akan menyamar sebagai suku bangsa apa?"   "Konon dalam suku Gi terdapat semacam bangsa yang disebut Cawa...!"   "Yaa, betul, suku Cawa juga terbagi jadi suku "gunung"   Dan suku "Han"   Orang orang suku Cawa gunung hidup disekitar selat Hi sia di bukit kunsan, selain berburu pekerjaan mereka juga bertani, tubuh mereka tinggi kekar, baik laki maupun perempuan selalu menyandang kelewang kalau kemana mana.   "Sedangkan didaratan rendah juga terdapat suku cawa yang hidup dikota dengan pekerjaan berdagang dan membuka toko, pakaian mereka lebih rapi dan kulit badannya juga bersih, yang perempuan pun suka berdandan, karena lebih mirip bangsa Han, maka mereka disebut suku Cawa Han! Bagaimana kalau kita menyamar sebagai suku Cawa Han saja?"   "Baik, aku setuju!"   Maka merekapun segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya masuk kedalam rumah untuk memulihkan kembali wajah asli mereka.   Keesokan harinya, berangkatlah kedua orang itu meninggalkan kota Thoan menuju ke Au hay, dalam perjalanan kebetulan sekali mereka menjumpai ada sekawanan begal sedang merampok belasan orang saudagar disuatu tanah perbukitan.   Dengan kepandaian silat yang dimiliki Ong It sin dan Bwe Leng soat, tentu saja secara mudah kawanan pembegal itu berhasil diringkus.   Sudah barang tentu kawanan saudagar itu merasa berterima kasih sekali atas pertolongan mereka.   Diantara rombongan saudagar itu terdapat seorang kakek berusia enam puluh tahunan.   Tampaknya dia merupakan saudagar terkaya dalam rombongan itu, dia mengakui dirinya she Beng dan seorang suku Cawa Han.   Dia bertempat tinggal dibawah kaki bukit Kome kan san.   Oleh karena saudagar Beng itu merasa kagum sekali dengan kehebatan sepasang muda mudi ini, diapun lantas berkata.   "Sauhiap berdua, mungkin kalian sedang berpesiar ke wilayah Ou hay, kebetulan tempat tinggalku tidak jauh, bersediakah kau untuk menginap selama beberapa hari dirumah kami?"   Tentu saja dengan senang hati Ong It sin menerima tawaran tersebut. Sedangkan Bwe Leng soat buru buru berseru.   "Aaah... kalau kami menginap dirumah Beng Lo sianseng, tentu akan merepotkan dirimu?"   "Lohu sudah lama sekali mengagumi kegagahan orang persilatan, betul kita belum pernah kenal sebelumnya, tapi setelah bersua hari ini, bagaimanapun juga kalian musti memberi muka kepadaku. Nona, harap kau jangan berkata begitu"   "Kalau memang Lo sianseng berkata begitu, bila kami tampik lagi, tentu kurang sopan namanya..."   Beng sianseng itu menjadi sangat gembira, serunya kemudian.   "Kalau begitu mari kita berangkat, sebelum matahari tenggelam nanti, kita akan sampai dirumah!"   Dengan cepat dia melarikan kudanya untuk membawa jalan. Sejak itu sampailah mereka dirumahnya, dengan cepat kakek Beng memperkenalkan Ong It sin berdua kepada keluarganya. Selain itu, dia pun menambahkan.   "Waktu berada di Siong im tadi, kami telah bertemu dengan begal, untung saja muncul Ong sauhiap dan Bwe lihiap yang berhasil menaklukkan begal begal itu, kalau tidak bisa ludas semua uangku dirampok mereka..."   Kakek Beng mempunyai istri dan gundik sebanyak tujuh orang, sedang putra putrinya mencapai dua puluh orang lebih.   Ketika mendengar kalau Ong It sin dan Bwe Leng soat memiliki kepandaian yang luar biasa timbul perasaan kagum dihati mereka.   Tentu saja mereka sekeluarga menganggap Ong It sin berdua sebagai tamu agung.   Malam harinya diselenggarakan perjamuan untuk menghormati tamunya, bukan saja semua hidangan lezat dihidangkan, juga disediakan arak Siong le ciu dan nyanyian serta tarian yang menawan.   Sampai tengah malam, perjamuan baru bubar.   Jangan dilihat bangunan rumah kakek Beng sangat besar, ternyata lelaki perempuan semuanya tidur menjadi satu.   Bwe Leng soat merasa kurang leluasa, tapi Ong It sin segera berkata.   "Yang penting kan tidurnya, kenapa musti canggung canggung?"   Bwe Leng soat segera mengerling sekejap ke arahnya, lalu berseru.   "Hmm... kau anggap aku tidak mengetahui akal bulusmu? Bukankah kau memang berharap bisa tidur bersama aku?"   Ong It sin segera mengangkat bahunya dan berkata.   "Itulah rejekiku, aku juga tak bisa apa apa!"   "Ciss... rejekimu ada dikota ular beracun!"   Menyinggung kembali kota ular beracun Ong It sin segera menunjukkan kembali kemurungannya. Melihat pemuda itu bermuram durja, buru buru Bwe Leng soat menarik ujung bajunya sambil berkata.   "Tidurlah! Besok kita cari keterangan lagi dari Beng lo sianseng tentang kota ular beracun itu"   Ong It sin pun segera menjatuhkan diri ke atas ranjang dan tidur.   Keesokan harinya ketika mereka berdua baru bangun dari tidurnya, sarapan pagi telah menanti diruang depan.   Buru buru mereka membersihkan badan kemudian bersantap.   Saat itulah mereka baru tahu kalau tuan rumah bernama Beng Jit Ciong.   Tiba tiba Bwe Leng soat bertanya.   "Beng lo sianseng, apakah disini terdapat tempat yang indah untuk dikunjungi?"   Sebelum Beng Jit Ciong menjawab, gundik kesayangannya Kim Hoa telah menimbrung.   "Tempat setan semacam ini kalau bukan banyak ular beracunnya, yang ada cuma kabut beracun, tak ada sebuah tempat pun yang baik dikunjungi..."   "Tapi, bukankah disini terdapat sebuah tempat yang disebut kota ular beracun? Kenapa tidak ajak kami untuk berpesiar ke situ..."   Kata Ong It sin. Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, paras muka Beng Jit Ciong dan Kim Hoa telah berubah hebat. Ong It sin segera berkata lagi.   "Kalau dilihat dari sikap lo sianseng yang begitu ketakutan, jangan jangan kota ular beracun adalah suatu tempat yang berbahaya?"   Beng Jit Ciong segera menghela napas panjang sahutnya.   "Yaa siapa bilang tidak? Konon pemilik kota ular beracun itu adalah seorang gembong iblis yang lihay sekali, bukan saja dia sanggup makan daging ular mentah ilmu silatnya lihay sekali, anak muridnya seringkali berkeliaran dibawah gunung lagi pula sudah menaklukkan semua suku Cawa gunung. Konon setiap musim semi dan gugur, mereka diwajibkan membayar upeti yang tak kecil jumlahnya.   "Upeti yang bagaimana?"   "Katanya sebagai batok kepala yang ada disitu, terhitung dari mereka yang baru lahir sampai yang sudah tua, pokoknya setiap orang hidup harus membayar pajak sebesar sepuluh tahil perak untuk setiap setengah tahun "Seandainya tidak mau membayar?"   "Makanya gembong iblis itupun mengutus orang untuk memenggal batok kepala orang yang tak mau membayar itu"   "Jika cuma satu orang?"   "Satu batok kepala pula yang dipenggal!"   "Jika seluruh keluarga tidak membayar?"   Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Seluruh keluarga juga dibantai!"   "Kalau segenap suku Cawa gunung tak mau membayar?"   "Setiap orang takut mati, siapa yang berani menyerempet bahaya, bahkan kepala suku pun tak berani membangkang!"   "Bedebah ini benar benar terkutuk!"   Seru Ong It sin dengan geram. Berbicara sampai disitu, mendadak ia teringat akan sesuatu, tanyanya lagi.   "Siapakah yang mereka utus untuk menarik upeti tersebut?"   "Siapa lagi kalau bukan keempat Coa long kun?"   "Sekarang baru saja tahun baru, apakah inilah saatnya untuk membayar upeti?"    Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Pendekar Dari Hoasan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini