Pendekar Bego 6
Pendekar Bego Karya Can Bagian 6
Pendekar Bego Karya dari Can "Anak manis... Pintar benar kau ini, anak siapa kamu?" Goda orang itu sambil tertawa tergelak. "tak kusangka kalau kau tahu bila nenekmu itu adalah ibunya pamanmu?" Merah padam selembar wajah Ong It sin karena jengah. "Hei, tahukah kau kalau pamanku juga sudah mati?" Katanya tiba tiba. Sejak tadi sampai sekarang Li Ji tergelak terus tiada hentlnya, akan tetapi setelah mendengar perkataan itu paras mukanya mendadak berubah menjadi suram, ia menghela napas panjang. "Yaa, aku tahu ...." Sahutnya. "aku terlambat satu langkah ketika sampai di perkampungan Li keh ceng, seluruh perkampungan itu sudah porak poranda tinggal puing puing yang berserakan, kalau aku tidak bertemu dengan dua orang muridnya Seng hong tianglo, aku masih tidak tahu kalau kau telah mendatangi bukit Tiong lam san untuk menghantar kematian" Ong It sin mendengarkan perkataan itu dengan pandangan terbodoh bodoh, menunggu Li Ji telah menyelesaikan pekataannya, ia baru berkata dengan nada keheranan. "Kedua orang muridnya Seng hong Tianglo?" Sambil berbisik, tanpa terasa dalam benaknya terbayang kembali wajah Lau Hui serta Bwe Yau dua orang bersaudara seperguruan itu. Bila bayangan Lau Hui melintas dalam sekejap mata, maka raut wajah Bwe Yau dengan sepasang matanya yang jeli, mukanya yang bulat telur serta kecantikan wajahnya yang masih membawa sifat kekanak kanakan itu selalu terbayang didepan matanya, sehingga apa yang diucapkan Li Ji selanjutnya tidak terdengar olehnya.. sampai Li Ji membentak keras, ia baru mendongakkan kepalanya dengan kaget. "Haah....? Seng hong tianglo ....? Apakah kau maksudkan manusia nomor wahid dari luar perbatasan" "Kau keliru besar kalau mengatakan dia adalah jago nomor wahid dari luar perbatasan, sebab seng hong Tianglo hanya terhitung manusia nomor dua saja di luar perbatasan" Buru baru Ong It sin menganggukan kepalanya. "Yaa, memang Dia memang cuma nomor dua di luar perbatasan, sebab manusia nomor wahid di dunia ini adalah ayahku, Kim toa bu tek si golok emas tanpa tandingan" . "Haaahhh .... haaahhh ... haaahhh ...... ayahmu? dia cuma bica dianggap sebagai jagoan nomer tiga" Kata Li Ji sembil tertawa terbahak-bahak. "Lantas siapa yarg kau anggap sebagai jago nomer wahit di luar perbatasan? " Tanya Ong It sin kemudian. "Goblok. Dungu, dari tadi sampai sekarang jadi kau masih belum juga mengerti? Tentu saja manusia nomer wahid di luar perbatasan adalah paman Li Ji siok mu" Mula-mula Ong It sin agak tertegun, kemudia sambil menengadah ia tertawa terbahak bahak. Selama masih mengikuti ayahnya diluar perbatasan lalu, entah sudah berapa kali ia mendengar orang menyebut nama besar seng hong tianglo, tapi Li Ji yang berada dihadapannya sekarang, jangan kata dibicarakan orang, disinggung satu kalipun tak pernah, namun ia bersikeras mengatakan bahwa adalah manusia nomer wahid diluar perbatasan, sudah barang tentu pemuda itu kegelian. Melihat ia ditertawakan, Li Ji membentak keras suaranya nyaring seperti sambaran geledek, menyusul kemudian cambuk kudanya diayun ke depan, cambuk yang semula lemas itu dalam getarannya mendadak berubah menjadi kaku dan tegak seperti sebatang toya. Digunakannya cambuk yang mengeras itu bagaikan sebatang tombak, tiba-toba ia menusuk sebatang pohon besar didepannya. "Craaaass" Cambuk itu menembus batang pohon dan menimbulkan sebuah lubang yang besar sekali. Terbelalak lebar, sepasang mata Ong It sin, selain kaget dia pun tercengang, sampai-sampai dia lupa untuk mengedipkan matanya. "Hayo bilang sudah, kau lihat belum kepandaianku ini?" Teriak Li Ji dengan penasaran. Ong It sin membungkam, dia lupa untuk memberi jawaban. Menyaksikan sikap anak muda, itu kembali Li Ji berkata. "Coba kau bilang, apakah tenaga dalam yang dimiliki ayahmu semasa hidupnya sudah mencapai taraf sedemikian tinggi?" Cambuk adalah sebuah benda lunak, akan tetapi Li Ji dapat mempergunakan benda selunak itu untuk menembusi batang pohon dan menciptakan sebuah lubang besar, bila dihilang tenaga dalamnya belum mencapai taraf yang amat sempurna, mustahil ia dapat melakukan perbuatan seperti itu. Ong It sin masih juga berdiri tertegun ...... "Hei, kenapa diam saja?" Tegur Li Ji. "Hayo cepat jawab, apakah semasa hidup ayahmu, kepandaian silatnya telah mencapai taraf setinggi ini . ?" "Tentu saja tidak ...." Sambut Ong It sin segera . Tapi dengan cepat dia membungkam, kemudian selang sesaat kemudian katanya lagi. "Kau adalah manusia nomor wahid di luar perbatasan, tentunya kenal bukan dengan ayahku?" Tiba tiba Li Ji menghela napas panjang. "Aaaai....bukan kenal saja" Katanya. "kita adalah sepasang sahabat karib" Paras muka Ong It sin berubah menjadi amat tak sedap. katanya kemudian setelah membungkam sejenak. "Kalau kau memang sahabat karib ayahku, lantas kenapa tidak kau bantu dirinya ketika ayahku dikejar kejar oleh musuh besarnya?" Li Ji tidak menyangka kalau bocah yang ketolol-tololan itu bisa mengajukan pertanyaan semaCam ini untuk sesaat ia menjadi tertegun dan tak tahu bagaimana harus menjawab. Ketika Li Ji mendemonstrasikan kelihayan ilmu silatnya dengan menembusi batang pohon memakai cambuk kuda, sesungguhnya Ong It sin merasa kagum sekali atas kelihayannya itu. Tapi sekarang, setelah ditegur oleh Ong It sin ternyata ia membungkam dalam seribu basa dengan wajah merah padam, sikap memandang hina muncul diatas wajahnya bahkan pemuda itu tertawa dingin. Selang beberapa saat kemudian, Li Ji dengan wajah yang masih merah pedam berkata dengan gelagapan. "Waktu itu...waktu itu... aku sedang melakukan perjalanan jauh, ketika aku kembali peristiwa itu sudah berlangsung, yaaa .....apa boleh buat? Aku pun tak bisa berbuat banyak?" Jangan dilihat Ong It sin itu bodoh orangnya. padahal dia mengetahui kalau Li Ji sedang berbohong, cuma kebohongan tersebut tak sampai dia umbar-umbarkan. Agaknya Li Ji tak ingin terlalu banyak membicarakan itu buru-buru katanya lagi. "Hayo cepat naik kereta, nenekmu memberi batas waktu kepadaku untuk membawamu menjumpainya kalau sampai terlambat dia tentu marah besar "Jadi kalau begitu, ilmu silat yang dimiliki nenekku jauh diatas kepandaianmu sendiri?" Tanya Ong It sin tercengang. Li Ji tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya mendesak Ong It sin agar cepat-cepat naik kereta. Meskipun Ong It sin, orangnya bodoh akan tetapi ketika ia mengetahui bahwa didunia lebar ini masih terdapat seorang sanak yang bisa dijumpai, pemuda itu menjadi amat bernapsu ingin cepat- cepat menjumpainya karena itu dia pun tidak berbicara lagi dan segera naik kedalam kereta ..... Derap kaki kuda berkumandang memecahkan kesunyian, kereta itu melanjutkan kembali perjalanannya dengan lebih cepat lagi. Sepanjang jalan, Ong It sin tak pernah bertanya kepada Li Ji dimanakah neneknya berdiam, ia pasrah dan membiarkan orang itu mengangkutnya pergi. Kereta bergerak menuju kearah barat semakin jauh keadaan semakin sunyi dan gersang, yang ditemui hanya batu batu yang berserakan, jangankan manusia, tumbuhanpun tak tampak. Dua puluh hari kemudian Ong It sin mulai curiga, berulangkali ia bertanya kepada Li Ji dimana kediaman neneknya, tapi Li Ji selalu membungkam seribu bahasa. Diam diam Ong It sin mengeluh, ia mulai menyadari bahwa kemungkinan besar dirinya sudah tertipu oleh orang itu. Tapi sesudah dipikir lebih lanjut, ia merasa hal ini tak mungkin, sebab dengan kepandaian silat yang dimiliki Li Ji, apabila ingin mencelakai jiwanya hal ini bisa dilakukan dengan secara mudah, buat apa diboyongrya dia ke tempat sejauh ini? . Karena itu, tak mungkin kalau ia sedang diculik untuk dibunuh. Suatu senja, ketika kereta mereka sedang lewat disebuah selat sempit, Ong It sin yang berada dalam ruang kereta tiba tiba seperti tidak mendengar suara apapun, suasana begitu hening dan sepi hingga terasa sedikit mengerikan. Ia mencoba untuk melongok keluar, angin dingin terasa berhembus kencang, bunga salju turun dengan derasnya melapisi permukaan tanah dengan lapisan es berwarna putih, belum sampai setengah jam hujan salju berderai, permukaan sudah dilapisi salju yang tebal. Bukan saja semua benda telah tertutup oleh salju, bahkan suara roda yang berputar serta derap kaki kuda kedengaran lebih lirih karena diserap oleh salju yang lebat. Tiba-tiba Li Ji menayunkan cambuknya ke udara ..... "Taaar" Kuda yang sedang lari itupun berhenti secara mendadak. Menanti kereta itu sudah sama sekali berhenti, suasana di sekeliling mereka menjadi bertambah sepi. sehingga setitik suara pun tak ada. Dengan tenang Li Ji duduk diatas keretanya tanpa bergerak barang sedikitpun juga, kalau dilihat dari keadaannya itu seakan akan dia sedang menikmati pemandangan salju yang terbentang di hadapannya. Tentu saja sikap itu sangat mencengangkan hati Ong It sin, tiba tiba tanyanya. "Li Ji siok, bukankah kau mengatakan kalau nenekku memberi batas waktu kepadamu? Kenapa kau berhenti secara mendadak?" Li Ji tetap membungkam tanpa menjawab. Setelah Ong It-sin mengulangi pertanyaannya sampai beberapa kali Li Ji baru menghela napas. "saudara Tang thian wahai saudara Tang thian ketika kau terbunuh waktunya juga senja seperti ini, salju turun dengan derasnya......" Ong It sin tertegun, dia tak tahu apa secara tiba-tiba Li Ji memanggil nama ayahnya sambil mengucapkan kata kata semacam itu. Untuk sesaat lamanya, seolah-olah menyaksikan ayahnya Kim to bu tek (golok emas tanpa tandingan) ong Tang thian dengan menggunakan golok emasnya sedang melangsungkan pertarungan berdarah ditengah hujan salju, akan tetapi lantaran dia hanya seorang diri akhirnya ayahnya roboh di atas permukaan tanah dengan bermandikan darah segar. permukaan salju yang putihpun berubah menjadi merah, suatu pandangan yang mengenaskan. Tiba tiba Ong It sin memejamkan matanya sambil beteriak keras. "Tutup mulut Tutup mulut" Pada saat itulah ia merasa bahunya amat sakit, ketika ia membuka matanya kembali tampaklah tangan Li Ji yang kuat seperti japitan besi sedang mencengkeram bahunya. Raut wajah Li Ji yang menyeramkan hanya terpaut setengah depa dari hadapan mukanya, yang lebih menyeramkan lagi adalah sepasang matanya yang merah membara. "Li Ji siok, mau apa kau?" Teriak Ong It sin dengan perasaan terperanjat. Raut wajah Li Ji mengejang keras dan tampak sedikit gemetar, ketika bunga bunga salju menimpa diatas kepala dan bahunya salju itu mencair menjadi air dan membasahi wajahnya. "Hei, Li Ji siok Kenapa mencengkeram diriku" Teriak Ong It sin lagi dengan wajah penasaran. "Aku sedang berbohong, aku sedang menipu dirimu, ketika ayahmu terbunuh aku tidak berada ditempatjauh, aku ... aku berada sangat dekat dengannya...." Justru karena perkataannya itu pandang hina yang semula tertanam dihati Ong It sin malah jauh lebih tawar, sebaliknya ia menjadi iba dan kasihan oleh keadaan orang itu. "Tidak apa apa Li Ji siok" Katanya kemudian sambil tertawa tawa. "bukankah sahabat ayahku hanya kau seorang yang setiap orang tak ada yang berani menampilkan diri, tapi hanya kau seorang bermain mendampinginya, ini sudah lebih dari cukup sebab aku tahu sekalipun kau membantu ayahku, paling paling cuma mengantar nyawa dengan percuma "peluh sebesar kacang kedelai telah membasahi jidat Li Ji, tapi ia masih membungkam seribu basa. Waktu itu salju turun dengan derasnya, udara terasa sangat dingin, peluh yang bercucuran keluar dari jidatnya itu ketika menetes di wajahnya segera membeku menjadi butiran salju rontok ke tanah, kemudian ia mencengkeram lagi tubuh Ong It sin, akhirnya cengkeraman itu dilepaskan tanpa mengucapkan sepatah katapun ia memutar tubuhnya. Bagaimanapun juga Ong It sin, adalah seorang yang berhati baik, ia tak tega melihat keadaan orang itu, kembali katanya. "Li Ji siok, Kau benar benar jangan bersedih hati, sebab hanya kau seorang yang tak mau membantu ayahku " "Tapi hanya aku seorang yang menyaksikan ia melangsungkan pertarungan sengit dan mati terkapar di atas permukaan salju" Jerit Li Ji dengan suara yang aneh. Ong It sin merasakan darah panas dalam dadanya bergolok keras. hampir saja ia tak dapat menguasai diri Napas Li Ji terengah-engah, suaranya yang semula keras kini berubah menjadi lemah tak bertenaga, katanya. "Walaupun sahabat ayahmu sangat banyak, tapi sahabat yang sehidup semati hanya aku seorang, tapi aku ternyata tak berani menampilkan diri .. Aku tak berani ......." Berbicara sampai disitu, tak tahan lagi dia menghantam kepala sendiri keras keras, sambil memukul teriaknya lagi. "Aku tidak berani ... aku penakut... aku adalah setan bernyali kerdil, aku ada biruang busuk, aku adalah pengecut nomor satu dari luar perbatasan." Ong It sin hanya membungkam diri, menanti ia sudah menyelesaikan teriakannya, barulah katanya. "Kalau memang demikian keadaannya, maka kaulah yang salah, padahal berbicara dari ilmu silat yang kau miliki, sekalipun ke empat jago tangguh dari Tiong lam pay itu bersatu padu, tidak seharusnya kau merasa begitu ketakutan". Mendengar perkataan itu, tiba tiba Li Ji memutar badannya. "Apa? Empat jago tangguh dari Tiong lam pay? Apa maksudmu?" "Akupun tahu, pembunuh ayahku adalah Liok Lui salah satu dari empat jago Tiong lam-pai, tentu saja akupun tahu paling banter hanya mereka ber empat yang telah mendatangi luar perbatasan bersama sama." Sekali lagi Li Ji tertegun dibuatnya, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan tertawa lengking. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... benar, aku adalah setan bernyali kecil, tapi jangan terlalu rendah kau nilai diriku, bila empat jago dari Tiong lam pay yang datang, tak mungkin aku mendekam diatas permukaan tanah tanpa berani berkutik" Pucat pias wajah Ong It sin. "Jadi kalau begitu, mereka berempat telah mengundang jago-jago lihay yang lebih banyak lagi?" Katanya. "Tidak. bukan keempat orang itu, peristiwa ini tak ada sangkut pautnya dengan mereka." "siapa bilang? Kau jangan memutar balikkan keadaan yang sebenarnya ...." Teriak Ong It sin sambil marah marah. Mungkin saking marahnya, sehingga pemuda itu hanya dapat mengucapkan kata-kata itu saja. "Aku katakan, urusan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan ke empat jago dari Tiong lam pay" "omong kosong" Teriak Ong It sing semakin marah. "Ho hoa siancu Liok Lui telah mengaku sendiri, buat apa kau menutup, nutupi perbuatannya itu?" Li Ji menghela napas panjang. "Aaaai... seluk beluk yang sesungguhnya bukan apa yang kau ketahui sekarang." Tapi sebelum ia menyelesaikan kata katanya Ong It sin telah melompat turun dari kereta nya dan berdiri diatas permukaan salju dengan wajah merah membara, teriaknya. "Kentut busuk Kentut busuk Kau sedang terkentut-kentut." Li Ji berpaling dan menatap Ong It sin tajam tajam, ia seperti hendak mengucapkan sesuatu kepada anak muda ini tapi secara tiba tiba paras mukanya menjadi berubah hebat, sinar matanya memancarkan cahaya ngeri dan ketakutan yang luar biasa. Ong It sin segera mendengus dingin. "Hmm Permainan setan apa lagi yang hendak kau lakukan? Mau menutup, nutupi perbuatan dari Tiong lampay bukan Hmm..bilangnya saja tidak takut dengan keempat jago tangguh dari Tiong lampay huuuh .....sungguh menggelikan" Tapi Li Ji tidak menggubris bahkan seakan akan tidak mendengar sindiran tersebut, malah sebaliknya rasa takutnya kian lama kian menjadi, akhirnya sambil memutar badannya dia ayun cambuknya. Kuda penghela kereta itu menjadi amat terkejut, sambil meringkik panjang binatang itu segera kabur ke depan dengan cepatnya. Beberapa kaki kemudian, Li Ji melayang ke tempat kusir dan hinggap dipunggung kuda bersamaan itu pula cambuknya diayun ke belakang tali-tali yang mengikat kereta dengan kudapun putus menjadi dua. Dengan terlepasnya dari beban kereta, kuda itu dengan membawa Li Ji kabur semakin cepat, dalam sekejap mata ia sudah lenyap dari pandangan mata. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Perubahan ini terjadi diluar dugaan semua orang untuk sesaat lamanya Ong It sin menjadi tertegun dan berdiri menjublak dengan mata terbelalak. Ong It sin baru tersentak kaget ketika kereta yang meluncur diatas permukaan salju tanpa kemudi itu terbalik dan menimbulkan suara nyaring, segera teriaknya. "Paman Li Ji siok. kemana kaupergi? oh, tunggu sebentar" Tentu saja teriakan tersebut tak ada gunanya, sebab pada saat itu Li Ji beserta kudanya sudah berada sangat jauh dari sana. Perasaan gelisah dan marah menyelimuti benak Ong It sin, ia tak tahu berada dimanakah dia saat ini, ketika menyaksikan cuaca makin gelap dan salju turun dengan derasnya pemuda itu mulai bingung kemana kah dan harus pergi. Lama sekali pemuda itu berdiri termangu mangu, sampai akhirnya hari benar-benar sudah gelap dan suasana disekelilingnya sukar dilihat dengan jelas lagi, sementara bunga salju memenuhi tubuhnya, ia baru menghela napas dan membersihkan tubuhnya dari timbunan bunga salju. Pikirnya kemudian. "sewaktu naik gunug tadi, aku melihat ada sebuah gua disebelah sana, kenapa aku tidak mencari sebuah gua untuk berteduh dulu ? Bila fajar telah menyingsing besok dan salju telah berhenti, aku baru berusaha lagi untuk meninggalkan tempat ini?" Berpikir sampai disitu dia lantas memutar badan untuk siap siap berlalu dari sana. Entah sedari kapan kurang lebih beberapa tombak dihadapannya telah berdiri sesosok manusia. Sebetulnya Ong It sin mengira matanya sudah kabur sehingga salah melihat, karena ditempat terpencil ini dan lagi salju sedang jatuh dengan derasnya, kecuali dia sendiri siapa lagi yang mau datang ke tempat seperti itu . ? Buru buru ia mengucak-ucak matanya lalu diperhatikan kembali bayangan tersebut, ternyata benar, dan memang seorang manusia yang memakai baju hitam, tak heran kalau ditengah kegelapan cuaca sulit baginya untuk membedakan dengan jelas. Yang mengejutkan hati Ong It sin adalah orang itu tak berkutik sama sekali, tapi yang aneh meski bunga salju membasahi tubuhnya diatas tubuh manusia berbaju hitam itu sedikitpun tidak dijumpai noda- noda salju. Sayang Ong It sin tak dapat melihat jelas raut wajah orang itu, karena cuacaa mat gelap dan tiada sinar di sekitarnya. sesungguhnya dia ingin maju beberapa langkah ke depau dan melihat jelas raut wajah orang itu, tapi lantaran orang tersebut berdiri diatas permukaan salju dengan sikap yang sangat aneh, hal ini membuat si anak muda itu tak berani berjalan mendekatinya. "si .... siapakah kau? " Akhirnya dia berteriak. Begitu ia menegur, orang itupun ikut buka suara dengan nadanya yang aneh dan tak sedap didengar. "Kau adalah putranya ong Tang thian?" Ia bertanya dengan suara yang rendah, berat dan sangat aneh. Ong It sin dapat membedakan suara seorang nenek tua, cepat pikirnya.. "Jangan jangan orang ini adalah nenekku ?" Mungkin karena berpendapat demikian, iapun mengangguk. "Betul, aku bemama Ong It sin dan kau ..... .." Perkataan itu belum habis diucapkan ketika orang itu beranjak dari tempatnya semula, bagaikan sesosok bayangan yang sedang melayang diatas permukaan salju, tanpa menimbulkan sedikit suarapun tahu-tahu ia sudah tiba dihadapannya. sekarang Ong It sin sudah dapat melihat raut wajah orang itu. Betul juga dugaannya semula, orang itu adalah nenek tua yang berambut ubanan dan berwajah penuh keriput, sepintas lalu wajahnya tampak ramah dan baik hati sedikitpun tidak mirip orang jahat yang berhati busuk. Setibanya dihadapan Ong It sin, nenek itu mengamati pemuda tersebut dari atas sampai ke bawah, kemudian katanya. "Mau kemana kau sekarang? Bukankah kusir yang mengendalikan kudamu tadi adalah Li Ji si manusia busuk itu?" "Betul dia memang paman Li Ji siok, dia ...." Tiba tiba satu ingatan melintas didalam benaknya, ia berpikir. "Aaah .... jangan-jangan semenjak tadi nenek tua ini memang sudah berdiri dibelakangku? Kalau dilihat dari gerakan tubuhnya yang cepat dan sama sekali tidak menimbulkan suara, sekalipun ia sudah tahu semenjak tadi belum tentu aku tahu .... ?" Kemudian ia berpikip lebih jauh. "Paman Li Ji siok pasti mengetahui akan hal ini, sebab paman Li Ji siok berdiri dihadapanku, tentu saja ia tahu pula akan kehadiran nenek ini, aaah... jangan-jangan ia lari ketakutan karena takut dengan nenek tua ini? Wah, kalau begitu sudah jelas nenek ini bukan nenekku" Ong It sin adalah seorang pemuda dengan pikiran yang sederhana, ketika berpikir sampai disitu ia sudah merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan tak sanggup berpikir lebih lanjut. Terpaksa setelah termenung sebentar tanyanya lagi. "Kalau kau bukan nenekku, lantas siapa?" Tiba tiba nenek itu tertawa terkekeh. "Heeehhh.. .. heeehhh... heeehh...jadi kau akan pergi menjumpai nenekmu?" Teriaknya. "Eeeh.. lihay betul kau " Jerit Ong It sin agak tertegun. "aku tak pernah memberitahukan soal ini kepadamu, darimana kau bisa tahu?" Kembali nenek itu tertawa, malah wajahnya kelih atan sangat ramah dan, baik katanya. "Kalau begitu ikutlah aku, ada banyak persoalan yang hendak kubicarakan dengan mu" Pada waktu itu Ong It sin sedang murung karena tak tahu mesti kemana, dengan perasaan apa boleh buat ia pun bertanya. "Kau tinggal dimana nyonya tua?" "Itu Didepan sana" Kata nenek itu sambil menuding ke bukit sebelah depannya. Kemudian tanpa menunggu jawaban orang, disambarnya tangan Ong It sin kemudian ditariknya meninggalkan tempat itu. oood0wooo ONG IT SIN merasa angin dingin yang amat tajam menerpa diatas wajahnya, saking cepatnya gerakan tubuh nenek itu, ia merasa bunga salju yang menampar wajahnya meninggalkan bekas-bekas yang linu dan sakit. Beberapa kali dia ingin menjerit, tapi setiap kali mulutnya dipentangkan angin dingin segera memenuhi mulutnya membuat ia tak sanggup mengeluarkan sedikit suarapun, diapun tak sanggup menyaksikan pemandangan di sekelilingnya. hal ini membuat pemuda itu tak tahu sedang berada dimana. Ketika dadanya mulai sesak dan kepalanya mulai pening, tiba-tiba pandangan matanya serasa terang, angin dingin sirap dan lenyap menyusul kemudian tubuhnya ikut berhenti. Buru-buru Ong It sin membuka matanya, ia saksikan dirinya sudah berada dalam sebuah ruangan batu, segala perabot dalam ruangan itu amat sederhana kecuali beberapa bangku terbuat dari batu..hanya sebuah meja besar, ketika itu ada dua orang duduk disana. Tercengang Ong It sin setelah mengetahui siapakah kedua orang itu, ternyata mereka tak lain adalah kedua orang murid Seng hong Tianglo, yakni Lau Hui dan Bwe Yau yang jauh jauh dari luar perbatasan masuk ke wilayah Zuchuan untuk mencarinya. Paras muka Bwe Yau dan Lau Hui tak sedap dilihat, mereka hanya duduk tanpa berkutik. Ong It sin yang bego sudah barang tentu tak tahu kenapa mereka cuma duduk melulu, tapi diapun tidak menggubris Lau Hui, kepada Bwe Yau sapanya sambil tertawa. "Hei nona Bwe, rupanya kaupun berada disini, kenapa tidak pulang ke luar perbatasan?" Bwe Yau tidak menjawab, bahkan tubuhnya bergerak sedikitpun tidak hanya sepasang matanya yang berkedip- kedip. Ong It sin semakin keheranan, baru saja dia akan bertanya, nenek itu sudah berseru lebih dulu. "Kalau ingin bercakap cakap. duduklah lebih dulu" Ong It sin tidak hanya berbicara, ia melangkah maju dan duduk disebuah kursi batu. Nenek itu ikut duduk. lalu tangannya diayupkan ke arah Bwe Yau dan Lau Hui yang masih mematung itu "criiit . " Diantara desiran angin tajam, dua orang muda muda itu masing-masing menghembuskan napas panjang. Dari kejadian yang berlangsung di depan matanya, Ong It sin baru menyadari atas apa yang telah terjadi serunya tertahan. "oooh....rupanya jalan darah kalian berdua telah ditotok" "Hmm ... apalagi kalau bukan gara gara kau" Teriak Lau Hui dengan marah. "kini kau sudah datang, itu berarti kami sudah tak ada urusan lagi..." Gerutuan yang datangnya tanpa ujung pangkal ini membuat Ong It sin tertegun, ia tak tahu bagaimana baiknya, maka sesudah termangu beberapa saat lamanya ia berkata. "Nona Bwe, apa gerangan yang telah terjadi? Kesalahan apa yang telah kulakukan terhadap kalian?" Bwe Yau tidak menjawab dia hanya menghela napas panjang. "Kedua orang ini adalah muridnya Seng hong Tianglo" Kata nenek bersuara dalam. "dari luar perbatasan mereka mencarimu, bukankah ada sesuatu benda yang telah mereka serahkan kepadamu?" Ong It sin tidak melihat kalau Bwe Yau sedang mengerling dan memberi tanda kepadanya, karena ia pernah merasa menerima benda tersebut maka jawabnya sejujurnya. "Yaa, betul " "Bagus. kau mau mengakui berarti kau memang orang jujur, nah sekarang serahkan benda itu kepadaku" Sekalipun Ong It sin tidak tahu apa kegunaan kotak kemala yang diserahkan Bwe Yau kepadanya, diapun tak tahu apa akibatnya bila ia membawa kotak kemala itu menuju ke bukit Toa soat san dan menjumpai seorang di Lembah Cing cu kok, akan tetapi ia merasa tak sudi menyeramkan kotak kemala itu kepada siapapun juga. Sebab kotak kemala itu adalah barang peninggalan ayahnya, bahkan boleh dibilang itulah satu-satunya benda yang ditinggalkan ayahnya ...... Sudah barang tentu Ong It sing tak dapat memberikan benda milik ayahnya kepada orang lain Maka dengan cepat dia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah merasa kenal denganmu, apa lagi benda ini milik ayahku, kenapa harus kuserahkan kepadamu?" Mendengar perkataan tersebut, paras muka si nenek berubah hebat, bahkan wajahnya nampak menjadi bengis. Namun sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu Lau Hui telah melompat bangun sambil berkata. "cianpwe, kotak kumala itu berada dalam sakunya, bila ia tak mau menyerahkan benda itu kepadamu, lebih baik cianwpe menghadiahkan sedikit kelihayan buatnya" "suko, kenapa kau mengucapkan kata kata itu?" Seru Bwe Yau dengan perasaan tidak puas, jelas ia tak senang dengan sikap dari kakak seperguruannya. Dengan mata melotot buas nenek itu berpaling dan hardiknya kepada Lau Hui. "Kau tak usah cerewet, duduk disana " Karena ketanggor batunya, dengan wajah tersipu-sipu Lau Hui duduk kembali ditempatnya semula. Setelah pemuda itu duduk kembali, si nenek baru berkata lebih jauh. "Memang benar, benda itu milik ayahmu, tapi lantaran benda inilah ayahmu harus mengorbankan selembar jiwanya, mengertikah kau akan kejadian ini?" Ketika ayah Ong It sin meninggal dunia, usia anak muda itu masih sangat kecil, apalagi dia memang sudah goblok semenjak dulu, sudah barang tentu dia tak tahu apa sebabnya ayahnya sampai tewas dibunuh orang. Tak heran kalau ia menjadi tertegun setelah mendengar perkataan dari nenek itu, tanpa sadar dia merogoh kesakunya dan meraba kotak kemala tersebut. "Kenapa ayahku tewas lantaran benda ini?" Tanyanya tercengang. "Tentang soal ini kau tak perlu banyak bertanya, tapi bila kau bisa tidak ingin mengikuti jejak ayahmu, lebih baik serahkan saja kotak kemala itu kepadaku" Ong It sin tertegun, tapi kembali ia gelengkan kepalanya. "Tidak. bagaimanapun juga kotak ini adalah benda waris ayahku tak akan memberikannya kepada orang lain" Serunya. "Kau ngotot tak mau menyerahkan kepadaku?" Bentak si nenek sambil tertawa dingin- "Tidak " Pelan pelan nenek itu menganyunkan telapak tangannya siap melancarkan serangan. Tiba tiba Bwe Yau menjerit lengking. "Sahabat Ong serahkan dulu kotak tersebut kepada locianpwe ini" Ketika mengucapkan kata kata tersebut wajahnya tampak menunjukkan sinar ngeri dan ketakutan. Ayunan telapak tangan nenek itupun berhenti ditengah jalan, sambil menatap pemuda itu kembali tanyanya. "Bagaimana?" "Tidak sekali sudah kukatakan tidak. selamanya tetap tidak. buat apa kau banyak bertanya ?" Seru Ong It sin dengan perasaan tak sabar. Dengan geramnya nenek itu mengayunkan telapak tangannya ke udara. kelima jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, dalam sekejap mata desingan angin tajam memenuhi seluruh ruangan- Ong It sin merasaka munculnya desingan angin tajam yang menerpa tubuhnya, sedemikian dahsyatnya daya tekanan tersebut membuatnya hampir tak bisa bernapas. Sementara ia masih tertegun, mendadak dari samping tubuhnya berkumandang suara desingan tajam yang disertai dengan ledakan dahsyat, apa yang terjadi? Ternyata bangku yang barusan didudukinya itu sudah terhajar hingga hancur berkeping-keping. Saking ngerinya untuk sesaat Ong It sin tak mampu berkata-kata, apa lagi memandang hancuran bangku terbuat dari batu yang berserakan ditanah, peluh sebesar kacang kedelai membasahi seluruh jidatnya, hampir saja ia tak percaya kalau didunia, ini terdapat orang yang memiliki kepandaian silat setinggi itu. "Bagaimana bocah muda?" Bentak nenek itu. "sudah kau saksikan bukan kehebatanku? serahkan tidak kotak itu kepadaku?" Ong It sin masih memandang hancuran bangku itu dengan wajah termangu, jangankan menjawab apa yang diucapkan nenek itupun tak terdengar sama sekali olehnya, sudah barang tentu diapun tak mampu menjawab. Dalam hati kecilnya ia sedang berpikir dengan kesengsem, dia pikir, andaikata suatu hari kepandaian silatnya dapat mencapai ke tingkat setinggi itu, niscaya ia tak perlu takut lagi terhadap empat jagoan dari Tiong lam pay. Tapi, mungkinkah kepandaian silatnya masih mempunyai harapan untuk mencapai ketingkat seperti itu. Terbayang sampai disini, dia hanya dapat menggelengkan kepalanya berulang kali, ia merasa pada hakekatnya hal ini tak mungkin terjadi. Ketika ia sedang menggeleng karena berpikir akan ketidak mampuannya itu maka secara kebetulan nenek itu sedang mempernatikan ke arahnya, salah sangkalah si nenek tadi, dia mengira pemuda itu tak bersedia menyerahkan kotak itu kepadanya. Sehebat hebatnya nenek itu dalam hal ilmu silat, dia bukan dewa yang bisa menebak jalan pikiran manusia ketika dilihatnya Ong It-sin menggeleng, gelengan tersebut dianggap sebagai suatu penolakan Dengan geramnya nenek itu melancarkan kembali sebuah pukulan dahsyat, sedemikian dahsyatnya pukulan itu membuat bangku batu yang lain ikut terhajar hancur. Lau Hui dan Bwe Yau menjadi terkejut, untuk sesaat mereka hanya bisa terbelalak dengan wajah memucat. Semula mereka mengira Ong It sin pasti akan menyerahkan kotak tersebut kepada si nenek, maka dikala pemuda itu menggelengkan kepalanya, muda mudi itupun ikut tertegun- "Kurang ajar" Teriak nenek itu sambil tertawa dingin. " Tampaknya watakmu memang tak jauh berbeda dengan bapakmu yang telah mampus " "Kau ....kau... kenal dengan ayahku?" Tanya Ong It sin tercengang, seakan akan ia tidak percaya kalau nenek itu bisa kenal dengan ayahnya. Nenek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak. "Hmmm... bukan cuma kenal, kami adalah ... ." Kata- kata itu tidak dilanjutkan, sebab secara tiba tiba ia seperti teringat akan sesuatu. Setelah terhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi. "Bocah keparat, camkan kata kataku ini, pokoknya kalau kotak kemala itu tidak kau serahkan kepadaku jangan menyesal bila nyawamu ikut melayang disini" "Sebelum membicarakan soal lain, beritahu kepadaku apakah ke empat jago tangguh dari Tiong lam pay yang berusaha merampas kotak tersebut dari tangan ayahku dulu?" Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Desak si pemuda. Setajam Sembilu pancaran Sinar mata si nenek, paras mukanya berubah hijau membesi dengan sikap yang menggidikkan hati ia menukas. "Kau tak usah banyak bicara, jawab secara singkat kotak itu hendak kauserahkan kepadaku atau tidak?" Ong It sin hanya termenung tidak menjawab setelah mengalami pelbagai peristiwa, ia dapat menarik kesimpulan aneh yang dihadapinya sekarang. Berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki nenek itu, untuk merampas sebuah kotak kemala dari sakunya hampir boleh dibilang gampang seperti membalikkan telapak tangan sendiri, padahal nenek itupun tahu jika kotak mustika itu berada dalam sakunya, tapi anehnya kenapa ia tidak merampasnya sendiri ? Tapi minta kepadanya untuk menyerahkan benda tersebut kepadanya? Ia mencoba untuk mengerdipkan matanya lalu berkata. "Tak mungkin kuserahkan benda itu kepadanya, sebab kotak itu barang peninggalan ayahku, untuk melindungi benda ini ayahku telah mempertaruhkan jiwa raganya, itu berarti tak ternilai harga dari kotak ini, kenapa aku harus menyerahkannya kepadamu? Paras muka si nenek kembali mengalami perubahan hebat malah akhirnya paras mukanya berubah menjadi hijau membesi hingga tampak mengerikan sekali. Pada saat itulah Lau Hui melompat bangun, lalu katanya. "Locianpwe, apa yang kau tanyakan kepada kami telah kami jawab sejujurnya, sekarang aku boleh mohon diri bukan?" Nenek itu masih tidak menjawab bahkan menggubrispun tidak, sepasang matanya yang memancarkan sinar tajam mengamati wajah Ong It sin tanpa berkedip. Karena tidak memperoleh jawaban, Lau Hui merasa tidak puas, meskipun demikian diapun tak berani pergi meninggalkan tempat itu, Bwe Yau seperti merasa tidak setuju untuk meninggalkan tempat tersebut dalam keadaan seperti ini, namun ia tak berani memberi komentar apa-apa, hanya ditatapnya kakak seperguruannya itu dengan sorot mata mendongkol dan tak puas. Ong It sin yang menyaksikan nenek itu marah-marah segera goyangkan tangannya berulang kali. "Nenek tua, kau tak usah marah-marah, aku tahu ilmu silatmu sangat tinggi, sedang kotak kemala itu berada dalam sakuku, kenapa kau tidak merampasnya sendiri? Aku tak punya ilmu apa apa, tak mungkin aku bisa menandingi ilmumu, asal kau mau merampasnya sendiri, aku paling banter cuma bisa melihat benda itu kau rampas dengan begitu saja, hayo, kenapa tidak kau coba?" Beberapa patah kata itu diucapkan dengan suara yang penuh kepedihan, seakan-akan ia memang tak bisa berbuat lain kecuali pasrah. Mula mula nenek itu agak tertegun, muncul kemudian sekulum senyuman menyungging diujung bibirnya. Ketika Lau Hui menyaksikan nenek itu sudah, tersenyum, buru buru katanya pula. "cianpwe, kita boleh pergi dari sini bukan?" Nenek itu berpaling dan mengangguk kearah Lau Hui. "Asal kau bersedia melakukan sebuah pekerjaan untukku, kau boleh segera tinggalkan tempat ini" Katanya. "cianpwe suruh aku berbuat apa? Semua perintahmu akan kulakukan tanpa membantah" Cepat cepat Lau Hui menimpali. "Hmm... kau tak usah menjilat pantat" Jengek si nenek sambil mendengus. "aku tak akan menyuruh kau melakukan sesuatu yang membahayakan jiwamu, aku hanya suruh kau merampas kotak yang berada dalam saku bajingan cilik itu ... bisa kau lakukan?" Kena disindir dengan kata katanya tadi, Lau Hui merasa malu sekali sehingga wajahnya berubah jadi merah padam, akan tetapi setelah mengetahui bahwa tugas yang diperintahkan sang nenek kepadanya hanya suatu tugas yang kecil, ia merasa hatinya menjadi lega. "Bisa bisa...." Jawab terburu buru. sambil berkata dia lantas melangkah maju ke depan Tapi baru beberapa langkah dia maju Bwe Yau telah menyambar ujung bajunya sambil berseru. "suko kotak kemala itu adalah benda yang kita bawa dari ribuan li jauhnya untuk diserahkan kepadanya, tidak sepantasnya kalau kita merampasnya kembali dari tangannya" "Aaaah... kamu ini tahu apa?" Teriak Lau Hui dengan suara. "bila tidak kuturuti perintahnya mana mungkin kita bisa meloloskan diri dari tempat ini?" "sekalipun tak bisa lolos tidak sepantasnya kalau kita lakukan perbuatan seperti ini" "Kentut busuk" Bentak Lau Hui dengan gusar. Tiba-tiba ia mengebaskan lengannya keras keras sehingga terlepas dari genggaman gadis itu Bwe Yau tidak menyangka kalau Lau Hui akan berbuat sekasar itu kepadanya, karena tidak menduga badannya terjerembab ke depan, untung di situ ada Ong It sin sehingga badannya tak sampai terlempar mencium tanah. Cepat Cepat gadis itu memutar badannya melindungi Ong It sin, lalu katanya. "suko, sekalipun suhu berada disini, tak nanti beliau akan mengijinkan dirimu untuk melakukan perbuatan yang tidak menguntungkan bagi Sahabat Ong" "omong kosong" Bentak Lau Hui dengan wajah membesi. "kau ini tahu apa ? sebelum berangkat bukankah suhu telah berpesan bahwa semua urusan akulah yang berhak memutuskannya? " Merah padam selembar wajah Bwe Yau.. "Yaa.... karena ... karena....dia masih belum mengetahui watakmu yang sesungguhnya." "Cepat kau menyingkir" Bentak Lau Hui. "siapa benar siapa salah, setelah sampai dirumah baru kita bicarakan lagi dengan suhu...." Sepasang mata Bwe Yau berkaca-kaca, butiran air mata menembang dalam kelopak matanya dan hampir saja menetes keluar, tampaknya ia merasa amat tersiksa oleh keadaan kakak seperguruannya itu. Betapa terharunya Ong It sin setelah menyaksikan keadaan gadis itu, apa lagi setelah mengetahui bahwa dara itu selalu berusaha untuk membelainya. O000dw000O Jilid 6 DILIRIKNYA sekejap kearah nenek itu ia jumpai nenek itu meski berdiri dengan sekulum senyuman menghiasi bibirnya, namun senyuman itu kelihatan sangat aneh, membuat siapapun yang menyaksikan hal ini merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri. Pemuda itu lantas berpikir. "Nona Bwe begini baiknya kepadaku, mana boleh kubiarkan dia terkurung dalam ruang batu ini sehingga harus mengalami perasaan kaget dan takut." Berpikir sampai disitu, buru-buru katanya. "Nona Bwe, kau sudi membantuku aku merasa amat berterima kasih, tapi akupun tahu tanpa kotak kemala ini tak mungkin kalian bisa meninggalkan ruangan ini, maka aku... aku akan serahkan kotak ini untukmu..." Sambil berkata ia merogoh sakunya dan mengeluarkan kotak kemala tersebut, Sesungguhnya kesan tentang ayahnya sudah tinggal kenangan, kenangan lama yang menyedihkan hati. Tapi sekarang setelah diketahuinya bahwa kotak kemala itu benda peninggalan ayahnya, setiap kali memandang kotak itu wajah ayahnya yang gagah perkasa serasa muncul kembali dihadapannya, ia merasa matanya menjadi basah, ia merasa berat hati untuk melepaskan satu-satunya benda peninggalan ayahnya ini. Tapi kini, demi membalas budinya, kepada Bwe Yau, dia harus menyerahkan kotak itu dengan perasaan berat. Pelan-pelan kotak itu diambil keluar, kemudian diletakkan diatas meja batu disampingnya . Sungguh amat gembira hati Lau Hui setelah menyaksikan kotak itu diletakkan keatas meja, cepat-cepat dia mengambilnya. Tapi ia cepat orang lain jauh lebih cepat lagi kedengaran seseorang tertawa tergelak menyusul kemudian menyambar lewat sesosok bayangan manusia yang membawa desingan angin tajam sedemikian kencangnya angin sambaran itu membuat Lau Hui terlempar sejauh beberapa langkah tempatnya. Dengan gerakan cepat orang itu menyambar kotak dimeja kemudian dongakkan kepalanya dan tertawa tergelak. Orang itu bukan lain adalah si nenek tadi Ketika Lau Hui merasa tubuhnya terlempar ke samping tadi ia merasa kuatir apabila kotak itu terjatuh ke tangan orang lain maka betapa lega hatinya setelah mengetahui bahwa orang yang menyambar kotak itu bukan lain adalah si nenek itu. cepat cepat ia menarik tangan Bwe Yau seraya berseru. "cianpwe, kami berdua mohon diri lebih dulu" Nenek itu menjawab dia hanya memegang kotak kemala itu sambil tertawa terbahak bahak? Lau Hui tak mau membuang kesempatan itu lagi sambil menarik tangan Bwe Yau cepat cepat dia melangkah keluar dari ruangan itu. Kali ini ternyata nenek itu tidak berusaha untuk menghalangi kepergian mereka. Bwe Yau mencoba meronta dari cekalan suhengnya. namun tak berhasil, maka sambil melangkah keluar teriaknya. "Sahabat Ong, kau..." Tapi sebelum ia menyelesaikan kata katanya Lau Hui telah menariknya keluar dari ruangan tersebut. Hanya sebentar suara itu tertunda, tiba tiba terdengar gadis tadi berseru lagi. "Kami sangat berterima kasih kepadamu karena kau telah menggunakan kotak kemala itu untuk membebaskan kami dari kesulitan, tapi dengan perbuatanmu ini kau... kau tak mungkin bisa sampai di bukit Toa soat san lembah Ciong Cu kok lagi..." Perkataan dari Bwe Yau kali inipun tidak berkelanjutan sebab tiba tiba saja terputus ditengah jalan. Mungkin hal ini dikarenakan ia sudah ditarik Lau Hui jauh meninggalkan tempat itu maka perkataan selanjutnya tak sampai berkumandang lagi dalam ruangan itu. Meskipun begitu, ketika Ong It sin mendengar disinggungnya tentang Bukit Tay soat san lembah Ciong cu kok, satu ingatan tiba tiba melintas dalam benaknya. "Rupanya ia sudah lupa kalau kotak kemala itu ada hubungannya dengan lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat san, setelah disinggung kembali ia baru teringat. Sesungguhnya ia memang hendak mengunjungi lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat san setelah mendapatkan kotak kemala itu, tapi sampai sekarang ia masih belum mengerti kenapa dia harus pergi ke sana. Karenanya dia cuma berpikir sebentar saja, lalu tidak dipikirkan lebih lanjut. Nenek itu masih tertawa dengan seramnya sambil tertawa ia mencak mencak dan menari nari seperti orang gila, malah jeritnya pula dengan suara yang tinggi melengking. "Haaah... haaah... haaah... akhirnya aku dapatkan juga benda ini... Akhirnya kudapatkan juga benda ini... haaah... haaah... haaah... Tee leng kun Say siujin mo, Mong huangpat yau, Tee lewsiang mo... haaah... haaah... haaah... apa yang kalian katakan sekarang? Apakah hendak berebut pula kotak ini denganku...? Haaah... haaah... haaah... akhirnya aku yang mendapatkan" Sebagaimana diketahui Tee leng kun (Kaisar neraka bumi) Say siujin mo (manusia iblis berkepala singa). Mong huang pat yau (delapan siluman dari tempat liar) serta Tee lui siang mo (sepasang iblis dari jagad) adalah nama dari tokoh silat nomor wahid dalam dunia persilatan waktu itu. Bila ditinjau dari nada ucapannya itu, agaknya orang orang kenamaan itu semuanya berhasrat hendak memperebutkan kotak kemala itu. Ong It sin menjadi tertegun kembali ia berkata. "Heran betul orang orang ini, apa bagusnya kotak sekecil itu? Kenapa begitu banyak orang yang ingin memperolehnya?" Meskipun pemuda itu sendiri termasuk juga orang orang yang ingin memiliki kotak tersebut namun baginya ia berbuat demikian karena benda tersebut merupakan barang peninggalan dari ayahnya. Sambil tertawa tergelak nenek itu melompat kesana kemari seperti orang sinting, tiba tiba teriaknya lagi. "Siapapun jangan harap bisa mendapatkan kotak ini lagi, sekarang kotak ini sudah menjadi milikku..." Berbareng dengan habisnya perkataan itu, telapak tangannya segera menghantam permukaan meja keras keras, seketika itu juga kotak kemala itu tertembus ke dalam pemukulan baja yang keras. sekali lagi ia tertawa terbahak bahak. katanya. "Haaahh... haaahhh... haaahhh... siapa sekarang yang bisa mendapatkannya? siapa yang dapat merebutnya lagi dari tanganku?" Tapi sesaat kemudian ia menjadi tertegun, gumamnya lebih lanjut. "Tidak boleh, tidak boleh, tidak bisa dijamin keselamatannya kalau kusimpan disini" "Blaaang..." Kembali ia memukul meja itu keras keras. Kotak kemala yang sebenarnya sudah tertanam dibalik permukaan batu itu segera mencelat lagi ke udara, disambarnya kotak itu lalu ia celingukan kesana kemari seperti merasa bingung kemana ia musti simpan benda itu... Geli juga Ong It sin menyaksikan keadaannya itu, tiba- tiba timbul ingatan dalam benaknya untuk menggoda nenek itu, katanya kemudian. "Kenapa musti bingung bingung mencari tempat untuk menyimpan benda itu? Asal kotak itu kau telan kedalam perut bukankah tak ada orang yang akan merampasnya lagi?" Seandainya orang lain yang menyaksikan kelihayan ilmu silat dari nenek itu, mungkin sejak tadi ia sudah ketakutan setengah mati, jangankan menggoda, berbicarapun belum tentu berani. Tapi Ong It sin adalah seorang manusia bodoh tak kenal rasa takut, malahan digodanya nenek itu sambil tertawa geli. Ketika mendengar ajaran tersebut serta merta nenek itu masukkan kotak kemala tersebut kedalam mulutnya tapi setelah kotak itu membentur giginya ia baru sadar kalau kotak tersebut tak mungkin bisa ditelannya kedalam perut. Menyaksikan kejadian ini, Ong It sin tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia mendongak dan tertawa terbahak bahak. "Hei, apa yang kau tertawakan? Kenapa tidak cepat cepat enyah dari hadapanku?" Bentak nenek itu dengan gusarnya. Sesungguhnya Ong It sin memang tidak berniat untuk tinggal terlalu lama disana segera sahutnya "Siapa yang kesudian berada terus disini? Aku memang hendak pergi dari tempat ini" Dengan langkah lebar dia berjalan keluar dari ruangan itu, setibanya dalam setelah yang sempit dengan bingung ia celingukan kesana kemari, sebab apa yang dilihatnya hanya salju putih. Ong It sin tertawa getir, pikirnya. "salju masih turun dengan derasnya, kenapa aku harus pergi? Payah, padahal dimanakah aku berada sekarangpun tak kuketahui..." Sambil melamun ia berjalan keluar dari selat itu tanpa tujuan, apa lagi setelah keluar dari lembah yang dijumpai cuma pandang salju yang tak berbatasan, ia semakin tak tahu lagi apa yang musti dilakukan. Pada saat itulah mendadak dari dalam selat itu berkumandang suara jeritan aneh, suara jeritan itu jelas berasal dari nenek itu, cuma suaranya aneh sekali membuat siapapun yang mendengarnya menjadi ngeri dan bergetar perasaannya. Dengan wajah tertegun Ong It sin berpaling, ia saksikan sesosok bayangan hitam dengan kecepatan luar biasa sedang meluncur keluar dari selat sempit itu dan menerjang kearahnya. Ketika tiba dihadapannya, bayangan manusia itu segera henti. Baru saja Ong It sin mengenali orang itu sebagai si nenek tadi, tahu tahu dadanya sudah menjadi kencang dan cengkeraman maut si nenek itu sudah menjambak baju bagian dadanya. Menyusul kemudian nenek itu menggetarkan tangannya Ong It sin segera menjerit aneh. Ternyata setelah dadanya dicengkeram oleh nenek itu, badannya segera dilempar ke tengah udara, ketika ia menjerit tadi badannya masih meluncur keatas dengan kecepatan luar biasa. Tapi menjeritnya sampai ditengah jalan, dan matanya sempat melongok kebawah, kontan saja kepalanya terasa pusing tujuh keliling ternyata ia sudah berada lima enam kaki jauhnya dari permukaan tanah. si nenek yang berdiri diatas permukaan saljupun kelihatan kian lama kian bertambah kecil. Tak terlukiskan rasa kaget menyelimuti perasaan Ong It sin ketika itu mementangkan mulutnya ingin berteriak. tapi bunga salju menyumpal mulutnya membuat ia tak sanggup bersuara lagi. Sungguh hebat tenaga lemparan nenek itu, tubuh Ong It sin yang meluncur ke atas masih menerjang terus keatas, kurang lebih dua tiga kali kemudian ia baru berhenti meluncur dan mulai merosot kebawah. "Tolong... tolong... mampus aku sekarang mampus aku sekarang..." Teriak Ong It sin kemudian dengan ketakutan. Daya luncur tubuhnya makin lama makin cepat baru saja ia berteriak setengah jalan pandangan matanya sudah menjadi gelap. lalu berkunang kunang dan tak mampu berteriak lebih lanjut. Ia cuma merasakan timbulnya sesuatu kekuatan besar yang menerjang keatas punggungnya dikala ia sudah hampir terjatuh kebawah itu begitu kerasnya pukulan itu menghantam pinggangnya membuat tulang-belulangnya seperti mau patah. Akan tetapi justru karena terjangan itu daya luncur tubuhnya menjadi jauh berkurang dan... "Blaang" Tubuhnya terjatuh keras-keras diatas permukaan salju. Sungguh sakitnya luar biasa akibat bantingan itu untuk sesaat ia merasa tak mampu untuk merangkak bangun lagi cuma untungnya tidak ada tulang belulang dalam tubuhnya yang retak atau patah akibat bantingan tersebut. Sambil merintih kesakitan Ong It sin berusaha merangkak bangun dari atas tanah, tapi baru saja tangannya menahan permukaan tanah, mendadak muncul kembali daya tekanan yang sangat berat dari atas punggungnya, sedemikian beratnya tenaga itu membuat badannya nyaris terbenam semua di atas permukaan salju, akhirnya ia mampu mengangkat wajahnya juga meski harus bersusah payah. Ia saksikan si nenek itu sedang menginjak punggungnya dengan wajah penuh kegusaran Ong It sin merintih, lalu teriaknya. "Hei, apa-apaan kamu ini?" Nenek itu tertawa dingin. "Bocah keparat, tak kusangka tampangmu yang ketolol- tololan sesungguhnya menyimpan tipu muslihat yang begitu licin?" Dampratan itu tentu saja sangat membingungkan Ong It sin, dia tak tahu apa maksud si nenek mengucapkan kata- kata semacam itu dengan napas terengah kembali katanya. "Tipu muslihat apa? Kau jangan sembarangan menuduh... siapa yang menggunakan tipu muslihat untuk membohongi orang dia adalah cucu kura kura..." Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baiklah, nah cucu kura kura. Kau simpan kemanakah benda yang berada dalam kotak kemala itu?" Ong It sin hanya merasakan segumpal bunga salju menerpa diatas wajahnya membuat pandangannya menjadi kabur. Cepat cepat ia gelengkan kepalanya untuk membersihkan bunga salju dari wajahnya, menatapi ia buka kembali matanya maka sebuah kotak kemala telah berada dihadapannya. Kotak kemala itu adalah kotak peninggalan ayahnya, hanya saja kotak itu sekarang berada dalam keadaan terbuka, dalam kotak hanya berisi sebuah ukiran pemandangan alam, tiada benda lain yang berada disini. Setelah melihat kotak itu sekejap, Ong It sin berkata lagi. "Kapan aku pernah melihat benda dalam kotak itu? Sesungguhnya aku tak pernah pikirkan kotak ini didalam hati sebab kau menginginkannya maka kuberikan benda itu kepadamu sekarang kalau kau toh sudah tahu kalau benda ini adalah barang peninggalan saja kepada pemilik yang sebenarnya" Berbicara sampai disitu dia lantas meronta dan mencoba untuk mengambilnya. Akan tetapi nenek itu bertindak lebih cepat, kotak itu disambarnya pergi kemudian dengan kakinya dia injak telapak tangan pemuda itu. "Hayo cepat jawab" Teriaknya. "kau simpan di mana benda dalam kotak ini..." Ong It sin meronta keras, begitu terlepas dari injakan kaki lawan dia lantas duduk sambil terengah engah "Sudah kukatakan sendiri tadi siapa yang mengetahui benda dalam kotak itu dia adalah cucu kura kura" Dengan tatapan yang tajam nenek itu memperhatikan wajah Ong It sin sekian lama setelah yakin kalau pemuda itu memang tidak ia ketahui, berubah ia berkata lagi. "Benar kau tidak tahu? Lantas siapa yang memberikan kotak kemala ini kepadamu?" "Lau Hui dan nona Bwe" Jawab pemuda itu cepat. "Siapakah satu diantara kedua orang itu" Tanya nenek itu lagi. Waktu itu Ong It sin sama sekali tidak memperhatikan persoalan-persoalan itu didalam hati tentu saja ia menjadi kebingungan setelah menghadapi pertanyaan tersebut... Sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal pemuda itu cuma berdiri melongo karena tak tahu bagaimana harus menjawab rupanya ia sudah melupakan. Nenek itu segera mendengus dingin. "Tolol, tak kusangka kau segoblok itu, hayo cepat kau kejar kedua orang itu" Bentaknya. Ong It sin merasakan sekujur badannya linu dan sakit, untuk berdiripun dia harus berusaha dengan susah payah, baru dua langkah ia berjalan tubuhnya telah terjerembab kembali keatas tanah. "Kalau ingin kau susul kedua orang itu susullah sendiri katanya... aku sudah tidak kuat." Dengan gemas nenek itu mendepakkan kakinya keatas tanah, lalu secepat terbang dia meluncur ke depan untuk menyusul Lau Hui berdua yang telah berangkat lebih dulu itu. Ong It sin bangkit berdiri, sayang ia takpunya tenaga untuk berbuat begitu, terpaksa sambil berbaring diatas tanah ia mengatur napasnya yang terengah engah. Tidak lama kemudian, secepat sambaran petir nenek itu telah lari kembali menuju kehadapannya Ong It sin mencoba untuk mengamati nenek itu dijumpainya paras muka perempuan tua itu hijau membesi. jelas dua orang yang hendak dikejarnya itu tak berhasil disusulnya. "cepat bangun dan ikut aku pergi" Bentak nenek itu kemudian- "Mau kemana?" "Lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat san" "Mau apa kita pergi kelembah itu?" Tanya Ong It sin keheranan. Dengan marah nenek itu berteriak . "Kau tak usah berlagak pilon, hayo bangun" Dengan ujung kakinya ia menjungkit tubuh Ong It sin lalu dilemparkan ketengah udara. ^ood-woo^ Setelah terlempar ketengah udara, tampaknya Ong It sin segera akan terbanting lagi ke tanah. Mendadak nenek itu melancarkan tujuh delapan buah serangan totokan kedepan, desingan angin tajam yang menerjang tubuh anak muda itu segera membuat ia menjadi segar dan semua rasa sakitnya lenyap tak berbekas. Sambil bersorak kegirangan ia meluruskan tubuhnya dan melayang turun kebawah, meskipun harus berdiri dengan sempoyongan toh tidak sampai jatuh tertelungkup seperti tadi. Karena senangnya, Ong It sin segera berteriak. "Eeeh... nenek baik, hayo totoklah beberapa kali lagi diatas tubuhku ini..." "Hmm... sekarang telah kau ketahui kepandaianku" Kata sinenek dengan ketus. "bila kau bersedia menuruti perkataanku,pasti banyak kebaikan yang akan kau dapat dari tanganku siapa tahu ilmu silatmu akan mendapatkan kemajuan yang pesat sehingga dikemudian hari tidak lagi dipermainkan orang" "Apakah kepandaianku bisa menyamaimu?" Tanya Ong It sin dengan penuh pengharapan. Ketika mendengar perkataan itu hawa amarah sempat menghiasi wajah nenek itu, tapi hanya sebentar saja telah lenyap tak berbekas. "Tentu saja" Jawabnya. Perlu diterangkan disini, bagi orang persilatan hal yang paling ditakuti sewaktu menerima murid adalah bila kepandaian silat yang dimiliki muridnya melebihi kepandaian gurunya. Oleh karena itu kecuali antara guru dan muridnya sudah terjalin hubungan yang rapat dan saling ada pengertian jarang sekali ada orang yang mau menurunkan segenap kepandaiannya kepada orang lain dengan demikian perkataan Ong It sin justru telah melanggar pantangan terbesar bagi umat persilatan, andaikata nenek itu tidak mengetahui kalau Ong It sin benar benar bodoh mungkin saking marahnya pemuda itu sudah dibunuhnya. Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Pembakaran Kuil Thian Loksi Karya Kho Ping Hoo