Ceritasilat Novel Online

Suling Pusaka Kumala 28


Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Bagian 28



"Han Lin, mulai sekarang engkau menjadi pengawal keluarga kami "

   Kata Pangeran Cheng Hwa dengan girang. Sebetulnya Han Lin tidak ingin bekerja sebagai pengawal, akan tetapi karena pada saat itu tidak mungkin baginya mengaku sebagai Pangeran Cheng Lin, maka dia pun akan mendapatkan kebebasan untuk menyelidiki keadaan istana kalau menjadi pengawal dalam istana, maka diapun tidak menolak. Dia segera memberi hormat sambil berlutut kepada kaisar.

   "Hamba menghaturkan terima kasih atas anugerah paduka yang diberikan kepada hamba."

   Katanya.

   Kaisar memberi isarat kepada Cheng Hwa untuk mengundurkan diri. Pangeran itu lalu mengajak Han Lin mengundurkan diri setelah memberi hormat kepada Kaisar. Mereka keluar dari ruangan pustaka itu dan Pangeran Cheng Hwa mengantar Han Lin ke bangunan yang menjadi tempat tinggal para pangeran.

   "Mari kuperkenalkan engkau kepada adik-adikku dan para anggauta keluarga kerajaan yang perlu mendapatkan perlindunganmu."

   Ketika mereka memasuki bangunan tempat tinggal para pangeran, hati Han lin berdebar. Dia akan bertemu dengan A Seng! Akan tetapi yang menyambut mereka hanyalah tiga orang pangeran saja, yaitu Pangeran Cheng Ki yang menjadi pangeran ke dua berusia dua puluh empat tahun, pangeran ke tiga bernama Cheng Tek yang berusia dua puluh tiga tahun dan Pangeran Cheng Bhok berusia Dua puluh tahun sebagai pangeran ke empat. Setelah mendengar ucapan tentang Han Lin yang sudah menyelamatkan putera Mahkota, tiga orang pangeran itu memuji dan merasa senang kini mempunyai tambahan seorang pengawal yang berkepandaian silat tinggi.

   "Di mana Pangeran Cheng Lin? Kenapa dia tidak berada di sini?"

   Tanya Pangeran Cheng Hwa dan mendengar ini, diam-diam Han Lin merasa jantungnya berdebar tegang.

   Pangeran Ki Seng menjawab.

   "Hmmnn Cheng Lin begitu mendengar tentang terbunuhnya adik Cheng Siu segera memimpin sepasukan perajurit untuk mencari pembunuhnya."

   "Hemm, dia mencari penyakit- Pembunuh-pembunuh itu berkepandaian tinggi sekali, bagaimana mungkin dia mampu menandingi mereka? Kenapa tidak menyerahkan saja pengejaran dan pencarian itu kepada para panglima dan komandan pasukan?"

   Pangeran Cheng Hwa berkata sambil mengerutkan alisnya.

   Diam-diam Han Lin mencatat dalam hatinya bahwa para pangeran ini agaknya belum mengetahui bahwa Ouw Ki Seng yang menjadi pangeran palsu itu memiliki kepandaian silat yang amat tinggi. Karena Han Lin menyatakan bahwa dia tidak suka mengenakan pakaian seragam perajurit pengawal, Pangeran Cheng Hwa lalu memberinya beberapa stel pakaian biasa yang tentu saja bagi Han Lin yang biasanya memakai pakaian amat sederhana seperti pakaian petani itu. pakaian pemberian pangeran itu amat mewah dan indah, terbuat dari sutera halus. Sebagai seorang pengawal dalam istana yang bertugas menjaga keselamatan keuarga kerajaan, Han Lin juga mendapatkan sebuah kamar di bangunan para komandan dan thaikam pengawal yang jauh letaknya dari bangunan tempat tinggal para pangeran. Diam-diam Han merasa senang karena sini dia mendapat kesempatan dengan leluasa sebagai pengawal melakukan penyelidikan terutama sekali terhadap Pangeran Cheng Lin palsu alias Ouw Ki Seng atau A Seng.

   Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Ouw Ki Seng ketika dia melihat Sian Hwa Sian-li dirobohkan oleh Han Lin dan tidak berhasil membunuh Pangeran Cheng Hwa. Khawatir kalau-kalau Sian Hwa Sian-li tertangkap sehingga semua rahasia persekutuan itu akan terbongkar, dia lalu cepat melarikan Sian Hwa Sian-li keluar dari dalam hutan. setelah membuang pakaian hitam dan topeng, dengan pakaian biasa dia memasuki kota raja secara terpisah dengan Sian Hwa Sian-li.

   Sebagai seorang ahli ilmu totok It-yang-ci, dengan mudah Ouw Ki Seng dapat membebaskan totokan yang dilakukan Han Lin terhadap tubuh Sian Hwa Sian-li. Pangeran Cheng Boan segera mengadakan rapat dengan kaki tangannya ketika melihat datangnya Ki Seng dan Sian Hwa Sian-li. Dia sudah mendengar dari istana tadi bahwa Pangeran Cheng siu telah tewas terbunuh penjahat, akan tetapi mendengar pula betapa Pangeran Cheng Hwa selamat dan tertolong oleh seorang dari ancaman maut. Pangeran Cheng Boan duduk di atas kursi di kepala meja dengan alis berkerut. Ouw Ki Seng, Sian Hwa Sian li, Suma Kiang dan Toa Ok duduk di depannya, terhalang meja.

   "Benarkah apa yang kami dengar di depan Kaisar tadi? Pangeran Cheng Siu tewas akan tetapi Pangeran Cheng Hwa lolos? Pangeran Cheng Lin, apakah engkau hendak mengatakan bahwa engkau telah gagal membunuhnya?"

   Tanya Pangeran Cheng Boan dengan penasaran kepada Ki Seng.

   "Apakah yang telah terjadi?"

   "Harap Paman Pangeran dapat memaklumi. Beginilah terjadinya peristiwa ini. Saya dan Sian Hwa Sian-li telah mendekati di hutan ketika rombongan dua orang pangeran yang dikawal dua puluh orang perajurit itu tiba di hutan. Akan tetapi mereka lalu berpencar, terpecah menjadi dua rombongan. Pangeran Cheng Siu dikawal oleh lima belas orang perajurit dan Pangeran Cheng Hwa dikawal oleh lima orang perajurit. Saya lalu minta kepada Sian Hwa Sian-li untuk mengikuti dan membereskan Pangeran Cheng Hwa dan lima orang pengawalnya. Sedang saya sendiri membayangi Pangeran Cheng Siu dengan lima belas orang pegawalnya. Saya berhasil membunuh Pangeran Cheng Siu berikut lima belas orang pengawalnya. Ketika saya pergi mencari Sian Hwa Sian-li, saya mendapatkan ia telah membunuh lima orang pengawal Pangeran Cheng Hwa, akan tetapi ia tidak berhasil membunuh Pangeran Cheng Hwa karena ada seseorang yang menolongnya."

   Pangeran Cheng Boan mengerutkan alisnya.

   "Celaka! Justeru Pangeran Cheng Hwa yang merupakan orang terpenting yang harus disingkirkan lebih dulu! Apakah engkau tidak mampu mengalahkan orang yang membela Pangeran Cheng Hwa itu, Sian-li?"

   Sian Hwa Sian-li menghela napas panjang dan berkata.

   "Maaf, Pangeran, Orang itu memiliki ilmu silat yang tinggi sekali dan terus terang saja saya tidak mampu menandinginya."

   "Ah, sialan!"

   Pangeran Cheng Bon memukulkan telapak tangan kanannya ke atas pahanya dengan kecewa.

   "Paman Pangeran, kita tidak dapat menyalahkan Sian Hwa Sian-li. Orang yang menolong Pangeran Cheng Hwa memang lihai sekali dan tahukah paman siapa dia? Dia itu bukan lain adalah saudara seperguruanku sendiri, yaitu Han Lin yang pernah saya ceritakan kepada paman."

   Pangeran Cheng Boan terbelalak.

   "Apa katamu? Han Lin..... kau maksudkan.... Pangeran Cheng Lin yang aseli.....?"

   Ki Seng menghela napas dan mengangguk.

   "Benar, dialah yang tahu-tahu muncul di sana. Sebetulnya saya tidak takut menandinginya, akan tetapi melihat sian-li sudah roboh tertotok, saya khawatir kalau sampai terbuka topeng Sian-li sehingga rahasia kita dapat bocor. Karena itu, terpaksa saya hanya melarikan sian-Ii dari hutan itu."

   "Hemm, dia sudah muncul...."

   Pangeran Cheng Boan bangkit dari kursinya dan berjalan hilir mudik di ruangan itu, tampaknya bingung dan gelisah.

   "Dia merupakan bahaya besar bagi kita.....!"

   "Harap Paman Pangeran tidak usah khawatir. Saya sudah diterima oleh Ayahanda Kaisar sebagai puteranya dan selama saya diterima sebagai Pangeran Cheng Lin di istana, apa yang akan dapat dilakukan oleh Han Lin? Dia tidak mempunyai bukti diri lain kecuali Suling Pusaka Kemala yang sudah di tangan saya."

   Mendengar ini, hati Pangeran Cheng Boan menjadi agak tenang kembali dan dia lalu duduk di kursinya.

   "Akan tetapi aku mendengar bahwa orang yang telah menyelamatkan Pangeran Cheng Hwa itu kini diterima sebagai pengawal di istana. Hal ini berbahaya sekali dan sebelum kita bergerak lebih jauh, Han Lin itu harus dapat kita singkirkan. Sungguh sial sekali. Baru saja puteraku tewas dan kini dibuat pusing oleh gadis Suma Eng itu, sekarang muncul lagi Pangeran Cheng Lin yang aseli!"

   "Bukan Suma Eng, Yang Mulia, melainkan Lo Sian Eng."

   Kata Suma Kiang.

   "Tidak perduli siapa namanya, yang jelas ia merupakan musuh dan ancaman bagi kita. Kita harus dapat menyingkirkan gadis itu dan Han Lin terlebih dahulu, baru rencana kita akan dapat berjalan lancar."

   "Harap paduka tenang, Yang Mulia."

   Kata Toa Ok yang bersikap tenang.

   "Dua orang itu memang harus dibunuh dan kita sudah mengetahui di mana adanya mereka, Lo Sian Eng itu tentu berada di rumah perguruan Hek-tiauw Bu-koan. Ia membela nona Lo Siang Kui dan ia mengaku bermarga Lo, berarti ia masih sanak keluarga Lo dan di mana lagi ia berada kalau bukan di rumah keluarga Lo Kang? Paduka kirim pasukan dan saya sendiri yang akan membantu pasukan menyerang Hek-tiauw Bu-koan dengan tuduhan Lo Sian Eng yang telah melakukan pembunuhan atas diri Cheng Kongcu.

   ""

   "Bersama saudara Suma Kiang, kami berlima tentu akan mampu mengalahkan dan membunuh Lo Sian Eng."

   "Ucapan Toa Ok itu benar sekali, Pangeran Cheng Boan. Biarlah nona Lo Sian Eng dibereskan oleh Paman Suma Kiang dan Toa Ok. Adapun mengenai diri Han Lin, biarlah saya akan membereskannya. saya sudah mempunyai rencana yang baik untuk menjatuhkannya. Harap Paman Pangeran jangan khawatir!"

   Pertemuan itu selesai dan Ki Seng kembali ke istana. Dia segera menghubungi para komandan pasukan pengawal dan para thaikam pengawal, mengumpulkan mereka di sebuah ruangan tertutup.

   "Aku mengumpulkan kalian untuk menanyakan pendapat kalian tentang pemuda bernama Han Lin yang katanya telah menyelamatkan Pangeran Mahkota kakanda Cheng Hwa. Kalau menurut pendapat kalian, bagaimana dengan orang itu?"

   "Kenapa dengan dia, Pangeran Cheng Lin? Dia adalah seorang pemuda sederhana dan menurut keterangan Pangeran Cheng Hwa, dia memiliki ilmu silat yang tinggi. Karena itu sekarang dia diangkat menjadi seorang pengawal pribadi keluarga kerajaan."

   Kata komandan pasukan pengawal istana, yaitu Lai-ciangkun (panglima Lai).

   Ki Seng menggelengkan kepala dan mengerutkan alisnya.

   "Memang itulah tujuannya, agar dia dipercaya. Menurut hasil penyelidikanku di hutan tempat terjadinya pembunuhan, ada tanda-tanda bahwa penyerang dan pembunuh Pangeran Cheng Siu bukan hanya dua orang, melainkan sedikitnya tiga orang. Agar tidak ada saksi mata, maka semua pengawal yang berjumlah dua puluh orang itu dibunuh. Kukira pemuda itu merupakan seorang di antara para pembunuh itu!"

   "Eh, bagaimana paduka dapat berpendapat demikian, pangeran? Bukankah dia yang menyelamatkan Pangeran Cheng Hwa dari tangan pembunuh?"

   "Hemm, kurasa itu hanya sandiwara dia. Mungkin pembunuhnya terdiri dari tiga orang. Setelah berhasil membunuh pangeran Cheng Siu, seorang di antara pereka menyerang dan membunuh lima orang pengawal Pangeran Cheng Hwa lalu berpura-pura hendak membunuh Pangeran Mahkota. Lalu muncullah Han Lin itu menggagalkan usaha pembunuhan dan mengalahkan si pembunuh. Akan tetapi muncul orang ke tiga yang melarikan pembunuh pertama. Semua itu telah diatur dengan baiknya sehingga kalian juga percaya bahwa pemuda Han Lin itu adalah penyelamat Pangeran Cheng Hwa."

   "Akan tetapi, bagaimana paduka bisa berpendapat seperti itu? Apa buktinya?"

   Tanya Lai-ciangkun ragu.

   "Bukti nyata memang belum ada, hal itu masih akan kucari. Akan tetapi melihat keadaannya, kita dapat mengambil kesimpulan dan patut mencurigainya."

   "Keadaan yang bagaimana, Pangeran"

   "Pertama, bagaimana seorang pemuda petani dapat berkeliaran dalam hutan terlindung dan terlarang itu, seorang diri pula? Hal ini tentu saja amat aneh dan mencurigakan, apalagi kemunculannya begitu tepat pada saat Pangeran Cheng Hwa terancam bahaya dan semua pengawalnya telah tewas. Dan kedua, kalau memang benar dia berkepandaian tinggi, kenapa dia membiarkan dua orang pembunuh itu lolos dan melarikan diri? dia mestinya dia menangkap seorang di antara mereka agar dapat diketahui siapa pembunuh itu dan ditanya mengapa mereka melakukan pembunuhan. Nah, kecurigaanku ini beralasan kuat, bukan?"

   Para perwira dan thaikam yang jumlahnya tujuh orang itu mengerutkan alis mereka dan mulailah mereka terpengaruh. Hal ini dapat dengan mudah terjadi karena memang sebelumnya ada perasaan iri dalam hati mereka terhadap Han Lin yang diangkat menjadi pengawal pribadi keluarga kaisar.

   "Akan tetapi, pangeran. Andaikata benar dia seorang di antara pembunuh, lalu apa maksudnya berpura-pura menolong Pangeran Cheng Hwa dari ancaman maut?"

   "Ah, mengapa kalian masih bertanya lagi? Hal itu mudah saja kita duga. Dia sengaja menanam budi itu agar dapat dibawa masuk ke istana dan dipercaya sebagai penyelamat pangera mahkota, dan ternyata usahanya itu berhasil dengan baik!"

   "Akan tetapi apa maksudnya?"

   "Jelas dia bermaksud buruk. Melihat betapa Pangeran Cheng Siu sudah mereka bunuh, tentu pemuda Han Lin itu bermaksud agar dia dapat masuk istana dan menjadi leluasa untuk bergerak. Mungkin dia bermaksud membunuhi semua pangeran. Kalau dia sudah tinggal di sini, hal itu tentu akan lebih mudah dia lakukan, apalagi mengingat bahwa dia memiliki ilmu silat yang tinggi."

   Para kepala pengawal itu terbelalak dan wajah mereka menjadi pucat. Mereka saling pandang dengan kaget dan khawatir.

   "Pangeran, semua yang paduka katakan itu memang masuk akal dan mungkin saja benar. Akan tetapi, tanpa bukti mana mungkin kita dapat bertindak? Apa buktinya bahwa Han Lin itu sebenarnya seorang di antara para pembunuh yang sengaja menyusup ke istana dengan niat jahat?"

   "Tenang dan sabarlah. Aku mengumpulkan kalian di sini justeru untuk membicarakan hal itu. Setelah kalian tahu bahwa Han Lin itu patut dicurigai, kalian dapat bersiap-siap. Ingat, dia seorang yang lihai sekali. Aku sendiri yang akan menyelidikinya. Kalian harus selalu siap dan diam-diam melakukan perondaan dan penjagaan ketat. Kalau kalian melihat dia menyerang seorang di antara para pangeran, terutama aku, kalian harus cepat cepat turun tangan menangkapnya.

   Aku mempunyai dugaan bahwa dia menyusup ke dalam istana untuk membunuhku dan para pangeran lainnya. Mengertikah kalian?"

   "Kami mengerti, pangeran."

   "Malam ini aku akan menyelidikinya, kalian agar siap dan membantuku kalau sampai aku diserang olehnya."

   Semua kepala pengawal itu menyatakan siap dan pertemuan itu dibubarkan.

   Han Lin merasa penasaran sekali, sejak pagi dia berada di istana, akan tetapi orang yang dicarinya tidak pernah muncul. Ingin sekali dia bertemu dengan Ki Seng atau A Seng yang telah menipu Suling Pusaka Kemala miliknya dan ia tahu bahwa kini A Seng telah mempergunakan pusaka itu untuk mengaku dirinya sebagai Pangeran Cheng Lin dan bahkan telah diterima dan diakui oleh Kaisar sebagai puteranya. Akan tetapi yang berada di bangunan untuk tempat tinggal para pangeran itu hanya ada empat orang pangeran, yaitu Pangeran Cheng Hwa, Cheng Ki, Cheng Tek dan Cheng Bhok. Jenazah Pangeran Cheng Siu sudah berada dalam peti mati yang ditaruh di ruangan berkabung. Pangeran Cheng Lin atau A Seng tidak pernah tampak batang hidungnya. Dia sudah bertanya kepada Pangeran Cheng Hwa tentang orang yang dicarinya itu.

   "Pangeran, hamba mendengar kalau di antara para pangeran yang sudah hamba temui, terdapat seorang pangeran yang bernama Pangeran Cheng Lin. Akan tetapi hamba tidak pernah melihat bertemu."

   "Ah, Pangeran Cheng Lin? Sejak pagi tadi, setelah mendengar tentang pembunuhan dalam hutan, dia lalu memimpin sepasukan pengawal untuk menyelidiki hutan dan mencari para pembunuh itu."

   Han Lin mengangguk-angguk dan dalam hatinya dia tidak merasa heran kalau Pangeran Cheng Lin palsu itu berusaha mencari pembunuh Pangeran Cheng lin karena A Seng itu memiliki ilmu silat yang tinggi. Akan tetapi pada sore hari itu dia mendengar bahwa Pangeran Cheng Lin palsu itu telah pulang ke istana. Tentu saja dia merasa tidak enak kalau harus mencarinya di bangunan tempat tinggal para pangeran.

   Bagaimanapun juga, A Seng kini oleh seluruh penghuni istana telah diterima sebagai Pangeran Cheng Lin. Hanya dia seorang yang tahu dan kepalsuannya dan tidak mungkin dirinya untuk mengatakan di depan kaisar dan para pangeran bahwa Pangeran Cheng Lin itu palsu. Dia tidak mempunyai bukti untuk membongkar kepalsuannya. Satu-satunya jalan baginya hanyalah kalau dia dapat bertemu berdua saja dengan A Seng. Malam itu Han Lin sudah bersiap-"ip untuk menyelidiki A Seng. Dia belum tahu bahwa orang yang dulu mengaku bernama Coa Seng atau panggilannya A Seng itu sebetulnya mempunyai nama lengkap Ouw Ki Seng.

   Dia bersembunyi bayangan yang gelap dekat bangunan tempat tinggal para pangeran dan menanti. Penantiannya tidak sia-sia karena tiba-tiba dia melihat orang yang ditunggu-tunggunya itu, A Seng, keluar dari pintu samping bangunan bersama tiga orang pangeran, yaitu Pangeran Cheng Ki, Cheng Tek, dan Cheng Bhok. ia melihat A Seng berpakaian mewah seperti seorang pangeran sehingga dia tampak gagah sekali. Akan tetapi Han Lin masih mengenalnya. Jantungnya berdebar keras dan juga terasa panas mengingat bahwa orang itu telah memalsukan dirinya. Akan tetapi karena A Seng keluar bersama tiga orang pangeran yang lain, dia tidak berani berbuat apa-apa dan hanya mengintai. Sama sekali Han Lin tidak tahu bahwa sebelum empat orang pemuda itu keluar, A Seng telah lebih dulu menyatakan kecurigaannya terhadap Han Lin kepada tiga orang pangeran itu.

   "Kita harus berhati-hati. Pembunuhan terhadap dinda Cheng Siu dan penyerangan terhadap kakanda Cheng Hwa menunjukkan bahwa para pembunuh mengancam kita para pangeran. Dan aku amat mencurigai pemuda bernama Han Lin itu. besar sekali kemungkinannya dia adalah seorang di antara para pembunuh yang berpura-pura menolong Cheng Hwa agar dapat menyusup ke dalam istana sehingga dia akan mempunyai banyak kesempatan untuk menyerang kita."

   Tiga orang pangeran itu saling pandang dan tampak terkejut sekali. Tentu saja timbul kecurigaan besar terhadap Han Lin dan mereka juga merasa takut.

   "Akan tetapi itu hanya dugaan."

   Kata Pangeran Cheng Ki.

   "Kita tidak mempunyai bukti apapun."

   "Benar, karena itu kita harus mencai buktinya,"

   Kata A Seng atau Ki Seng "Serahkan saja kepadaku. Aku akan mencari buktinya dan akan menangkap penjahat itu. Mari kita keluar dan pergi ke pondok Teratai untuk memancingnya. Jangan khawatir, aku telah mempersiapkan semua pengawal untuk melindungi kita kalau terjadi sesuatu."

   Pondok Teratai yang dimaksudkan Ki Seng adalah sebuah pondok indah yang berada di dekat kolan teratai di tengah taman bunga istana yang luas itu. Tiga orang pangeran itu menurut dan pergilah empat orang pemuda itu ke taman. Dan ketika mereka keluar dari pintu samping, Han Lin melihat mereka dan ketika mereka berjalan memasuki taman menuju ke pondok dekat kolam teratai, Han Lin membayanginya. Tiga orang pangeran yang lain tidak mengetahui, akan tetapi Ki Seng yang memiliki panca indera yang tajam tentunya sudah mengetahui bahwa ada orang membayangi mereka dan dia dapat menduga bahwa orang itu tentu Han Lin. Ketika empat orang itu memasuki pondok, Han Lin segera menghampiri jendela. Dia ingin mendengar percakapan mereka.

   Ketika akhirnya dia berhasil mendekati jendela pondok itu, memilih bagian yang gelap lalu mengintai ke dalam, dia merasa heran karena yang dilihatnya hanya ada tiga orang pangeran. A Seng sama sekali tidak tampak ada di dalam ruangan pondok itu. selagi dia merasa heran dan menduga-duga tiba-tiba terdengar bentakan nyaring yang datang dari arah belakangnya.

   "Penjahat! Tangkap penjahat!" teriakan itu disusul menyambarnya sebuah pukulan yang amat dahsyat ke arah punggungnya. Han Lin maklum bahwa itu merupakan serangan yang amat berbahaya. Dia cepat melompat ke samping untuk mengelak dan dia melihat bahwa penyerangnyabukan lain adalah Pangeran Cheng Lin palsu atau A Seng!

   "A Seng, iblis kau! Kembalikan sulingku!"

   Bentak Han Lin marah.

   "Penjahat! Pembunuh! Tangkap pembunuh.....!!"

   Ki Seng berteriak dan dia sudah menyerang lagi dengan ilmu silat Sin-liong Ciang-hoat (Ilmu Silat Naga Sakti). Melihat gerakan lawan yang amat cepat dan mengandung tenaga kuat sekali itu Han Lin lalu memainkan ilmu silat Ngo-heng Sin-kun (Silat Sakti Lima unsur). Ternyata ketika lengan mereka saling beradu, tenaga mereka seimbang. Perkelahian tangan kosong terjadi dengan serunya di luar Pondok Teratai itu, di bawah sinar lampu yang cukup terang.Tapi diam-diam Ki Seng keluar dari dalam pondok dan mengambil jalan melingkar melalui pintu belakang sehingga Han Lin tidak melihat dan tahu-tahu dia muncul di belakang pemuda yang melakukan pengintaian itu.

   Teriakan-teriakan Ki Seng tadi memancing datangnya banyak perajurit pengawal yang dipimpin oleh para komandan pasukan pengawal yang memang telah dipersiapkan oleh Ki Seng lebih dulu. Para perwira ini sudah terpengaruh oleh kata-kata Ki Seng. Ketika mereka melihat betapa Pangeran Cheng Lin bertanding melawan Han Lin, otomatis mereka mengira bahwa Han Lin hendak membunuh Pangeran Cheng Lin seperti telah dikatakan oleh Ki Seng. Maka dengan sendirinya mereka lalu mencabut senjata dan tanpa dikomando lagi mereka lalu mengepung dan mengeroyok Han Lin! Han Lin terkejut bukan main. Melihat dirinya dikepung dan dikeroyok para perajurit pengawal dan perwira pimpinan mereka, sadarlah dia bahwa dia telah terjebak ke dalam perangkap yang agaknya sudah diatur Ki Seng! Dia dianggap sebagai pengacau, penjahat yang hendak membunuh Pangeran Cheng Lin!

   "Tahan! Aku bukan pembunuh!"

   Dia mengerahkan ilmu kekebalannya Tiat-pouw-sin (Kekebalan Baju Besi) untuk menjaga diri dan menggerakkan kedua tangannya untuk menangkis dan berloncatan kekanan kiri menghindarkan semua serangan yang datang bertubi-tubi menghujani dirinya.

   "Dia penjahat! Dia hendak membunuh kami para pangeran!"

   Teriak Ki Seng sehingga tentu saja para komandan pengawal itu tidak menghiraukan kata-kata Han Lin dan lebih percaya kepada pangeran Cheng Lin.

   Han Lin menjadi bingung juga. ia dikeroyok belasan orang pengawal yang rata-rata memiliki ilmu silat yang lumayan tangguh karena beberapa orang antara mereka adalah perwira-perwira. Apalagi di situ ada A Seng yang ia tahu memiliki ilmu kepandaian silat yang sudah mencapai tingkat tinggi berkat gemblengan Cheng Hian Hwesio. Tingkat kepandaian A Seng sebanding dengan tingkat kepandaiannya sendiri. Dan dia tentu saja tidak ingin membunuh para pengawal yang mengeroyoknya. Akan tetapi dia harus membela diri agar jangan sampai mati konyol.

   Han Lin mulai mempercepat gerakannya dan dia mulai merobohkan para pengeroyok dengan menggunakan totokan It-yang-ci. Melihat ini, Ki Seng menjadi terkejut dan juga heran. Dia sendiri mengandalkan ilmunya It-yang-ci untuk mengalahkan Han Lin dan sekarang ternyata Han Lin mampu mempergunakan ilmu itu. empat orang pengeroyok sudah roboh terguling dan tak berdaya walau tidak terluka dan yang lain menjadi gentar. gerakan Han Lin demikian cepat sehingga mereka tidak dapat melihat bagaimana caranya Han Lin merobohkan empat orang rekan mereka itu.

   Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.

   "Hei, ada apa ini? Kalian semua, hentikan perkelahian ini! Aku perintahkan, hentikan perkelahian!"

   Semua orang yang mendengar perintah yang keluar dari mulut Pangeran Mahkoka Cheng Hwa menahan gerakan masing-masing dan melompat ke belakang. Bahkan Ki Seng sendiri tidak berani membangkang karena dia tahu akan kekuasaan putera Mahkota ini.

   "Apa yang terjadi di sini? Kenapa Han Lin dikeroyok? Kalian semua tahu bahwa dia telah kami angkat sebagai pengawal pribadi keluarga, kenapa malam ini kalian mengeroyoknya?"

   Pangeran Cheng Hwa menegur Ki Seng dan para komandan pengawal yang mengeroyok Han Lin.

   "Kakanda Pangeran, kakanda telah tertipu! Han Lin ini bukan orang baik baik! Mungkin dia malah bersekongkol dengan para pembunuh di hutan itu! ia tadi mengintai ketika kami para pangeran sedang bercakap-cakap dalam Pondok Teratai dan dia menyerang dan hendak membunuhku. Kakanda, berhati-hatilah dia telah menipu kita semua dan berhasil menyelundup ke dalam istana untuk membunuh kita semua para pangeran!"

   Kata Ki Seng.

   Cheng Hwa mengerutkan alisnya memandang penuh perhatian kepada Han Lin.

   "Han Lin, benarkah engkau melakukan pengintaian terhadap empat orang adikku ini?"

   Tanya Pangeran Cheng Hwa sambil menunjuk ke arah Ki Seng dan tiga orang pangeran lain yang kini sudah berani muncul keluar.

   "Be...... benar, Pangeran."

   Jawab Han Lin yang menjadi gugup dan tidak tahu harus berkata apa kecuali mengaku sejujurnya.

   "Dan benarkah engkau hendak membunuh adikku Pangeran Cheng Lin?"

   "Benar, Pangeran, akan tetapi dia...."

   "Sudah cukup, kakanda. Penjahat ini harus ditangkap dan dihadapkan Ayahanda kaisar agar dapat diputuskan hukuman apa yang harus dijatuhkan kepadanya!"

   Setelah berkata demikian, Ki Seng memberi perintah kepada para komandan pengawal.

   "Tangkap dan belenggu kedua tangannya!"

   Para perwira itu maju dan menelikung kedua tangan Han Lin lalu mengikatnya, Han Lin tidak melawan karena dia tahu bahwa melawan akan semakin memberatkan dirinya. Di depan Pangeran Cheng Hwa dia tidak berani melakukan kekerasan. Diapun tidak mungkin mengaku dirinya sebagai Pangeran Cheng Lin tanpa bukti apapun. Ki Seng seolah sudah mencengkeramnya dan dia tidak berdaya sama sekali.

   "Baik, mari hadapkan dia kepada Ayahanda Kaisar, biar beliau yang akan memutuskan."

   Kata Pangeran Cheng Hwa yang menjadi ragu terhadap Han Lin.

   Han Lin lalu digiring oleh Ki Seng dan empat orang pangeran, dikawal pula oleh para perwira pengawal memasuki bangunan induk. Kepada para thaikam pengawal pribadi Kaisar, Pangeran Cheng Hwa minta agar dilaporkan kepada kaisar bahwa dia mohon menghadap karena ada urusan yang teramat penting dan tidak dapat ditunda lagi. Dia mohon menghadap bersama empat orang pangeran yang lain, juga akan menghadapkan Han Lin dan dikawal oleh para perwira pasukan pengawal.

   Mendengar laporan bahwa puteranya yang paling disayang dan dipercaya mohon menghadap bersama para pangeran yang lain, Kaisar Cheng Tung segera mengijinkan mereka masuk. Mereka semua diterima di dalam ruangan pustaka di mana kaisar sedang duduk bersantai. Kaisar merasa heran melihat Han lin dibawa rombongan itu dengan tangan terborgol. Semua orang memberi hormat dengan berlutut.

   "Pangeran Cheng Hwa, apakah yang telah terjadi? Kenapa pemuda yang kau terima menjadi pengawal istana ini malah menjadi tangkapan?"

   Tanya kaisar dengan heran.

   "Ampunkan kalau hamba mengganggu paduka yang sedang bersantai. Telah terjadi peristiwa penting dan hamba semua menanti keputusan paduka dalam peristiwa ini."

   "Peristiwa apakah itu?"

   "Han Lin dituduh sebagai penjahat dan pembunuh oleh adinda Cheng Lin. karena hamba tidak ingin ada yang main hakim sendiri, maka hamba mengajak mereka semua untuk menghadap paduka memohon pengadilan paduka."

   "Hemmm, benarkah itu, Cheng Lin? Engkau menuduh Han Lin sebagai penjahat dan pembunuh? Bukankah dia malah telah menyelamatkan kakakmu Cheng Hwa? Apa alasan dan bukti tuduhanmu.

   
Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"

   Tanya Sri Baginda Kaisar kepada Ki Seng.

   "Ampunkan hamba, ayahanda yang mulia. Sesungguhnya, sejak terjadinya pembunuhan atas diri Cheng Siu dan penyerangan atas diri kakanda Cheng Hwa, lalu dibawanya Han Lin ke istana sebagai penyelamat kakanda Cheng Hwa, hamba telah menaruh kecurigaan besar kepada pemuda ini. Ketika hamba melakukan penyelidikan ke hutan, dari jejak kaki dan bekas perkelahian, hamba berpendapat bahwa pembunuhnya bukan hanya satu dua orang, melainkan paling sedikit tiga orang. Hamba mempunyai dugaan bahwa Han Lin ini seorang di antara para pembunuh itu yang kemudian pura-pura menjadi penolong kakanda Cheng Hwa."

   "Nanti dulu,"

   Kaisar memotong.

   "Apa alasanmu menduga seperti itu?"

   "Kecurigaan hamba ini mempunyai alasan yang kuat. Pertama, kemunculan Han Lin di hutan itu amat aneh. Seorang pemuda petani berada seorang diri di hutan terlarang, dan tepat pada saat kakanda Pangeran Cheng Hwa diserang penjahat. Dan kedua, mana mungkin seorang pemuda petani memiliki ilmu silat yang tinggi dan mengapa pula dia yang memiliki ilmu silat tinggi itu membiarkan kedua orang bertopeng itu melarikan diri? Bukankah seharusnya ditangkap agar dapat diketahui siapa mereka?"

   Kaisar Cheng Tung mengangguk-anguk dan memandang kepada Han Lin dengan alis berkerut. Kemudian dia menoleh lagi kepada Ki Seng.

   "Akan tetapi, kalau memang benar dugaanmu bahwa dia itu seorang diantara para pembunuh, mengapa pula malah menyelamatkan Pangeran Cheng Hwa?"

   Tanya Kaisar ragu.

   "Itu hanya merupakan siasatnya yang licik, Ayahanda Yang Mulia. Dia sengaja melakukan itu agar mendapat kesempatan memasuki istana, agar dia akan dapat membunuh para pangeran dengan mudah dan siapa tahu, mungkin pula dia akan membunuh paduka. Buktinya, tadi dia lakukan pengintaian ketika hamba bersama para pangeran lain sedang berada Pondok Teratai. Ketika hamba keluar memergokinya, dia menyerang hamba hendak membunuh hamba."

   Keadaan menjadi hening setelah Ki Seng berhenti bicara. Kaisar kini memandang kepada Han Lin dengan alis berkerut dan pandang mata marah.

   "Han Lin, benarkah semua yang dituduhkan Pangeran Cheng Lin kepadamu itu?"

   "Ampun, Yang Mulia. Semua itu fitnah belaka."

   Jawab Han Lin dengan suara tegas.

   "Hemm, kalau begitu, apa jawabanmu terhadap semua tuduhan itu?"

   "Hamba berada di hutan karena melihat rombongan dua orang pangeran, hamba seorang pendatang baru dan merasa tertarik sekali, ingin tahu bagaimana caranya para pangeran berburu. Hamba sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah hutan terlarang bagi orang biasa. Kemudian hamba melihat betapa Pangeran Cheng Hwa diserang orang bertopeng. Hamba cepat turun tangan membela pangeran akan tetapi terlambat menolong lima orang pengawal yang dibantai, hamba berhasil memukul penyerang itu, akan tetapi muncul orang bertopeng kedua yang memiliki ilmu silat tinggi melarikan orang pertama. Hamba tidak melakukan pengejaran karena hamba khawatir kalau hamba meninggalkan Pangeran Cheng Hwa seorang diri, akan muncul penjahat lain yang akan menyerangnya. Kemudian Pangeran Cheng Hwa mengajak hamba ke istana dan hamba menuruti perintahnya."

   "Semua pernyataan yang diucapkan Han Lin itu benar dan hamba menjadi saksinya, Ayahanda Yang Mulia."

   Pangeran Cheng Hwa yang bagaimanapun juga masih merasa berhutang budi kepada Han Lin dan karenanya ingin membela Han Lin. Kaisar Cheng Tung tetap mengerutkan alisnya dan mendengar pembelaan putra mahkota itu dia mengangguk-angguk sambil mengelus jenggotnya sambil memandang kepada Han Lin.

   "Han Lin, bagaimana jawabanmu terhadap tuduhan bahwa engkau telah mengintai para pangeran yang berada di Pondok Teratai kemudian ketika Pangeran Cheng Lin memergokimu, engkau menyerangnya dan hendak membunuhnya. Benarkah semua itu?"

   "Hamba akui bahwa hal itu memang benar, Yang Mulia. Hamba telah mendapat tugas untuk melindungi keselamatan keluarga paduka, dan karena hamba khawatir kalau-kalau para penjahat akan datang untuk membunuh para pangeran, maka ketika para pangeran memasuki pondok Teratai, hamba sengaja memdatangi dan menjaga. Kemudian Pangeran Cheng Lin keluar dan meneriaki hamba sebagai penjahat dan pembunuh, kemudian hamba berkelahi dengannya....."

   "Kenapa engkau melawannya dan hendak membunuhnya?"

   Kaisar mendesak, mulai marah karena semua yang dituduhkan Pangeran Cheng Lin itu diakui oleh Han Lin.

   "Karena...... karena..... dia.... dan hamba memang bermusuhan sejak dia belum menjadi pangeran."

   Terpaksa Han Lin mengaku demikian karena dia tahu bahwa kalau dia mengatakan yang sesungguhnya tentang diri pangeran palsu itu, tentu dia tidak akan dipercaya bahkan membuat dia makin kelihatan jelek dan bersalah, disangka melakukan fitnah karena kata-katanya tidak mungkin dibuktikan.

   "Ayahanda Yang Mulia, jelas pemuda ini berdosa besar. Mungkin dia pula yang telah membunuh adinda Cheng Siu. Oleh karena itu hamba berpendapat bahwa ia adalah seorang yang amat berbahaya bagi keselamatan keluarga istana dan patut dijatuhi hukuman mati!"

   Kata Ki Seng.

   Kaisar Cheng Tung mengerutkan alisnya dan memandang Putera Mahkota Cheng Hwa.

   "Pangeran Cheng Hwa, bagaimana pendapatmu?"

   Pangeran Cheng Hwa memberi hormat lalu berkata dengan sikap tenang dan suaranya tegas.

   "Ayahanda Yang Mulia menurut pendapat dan pandangan hamba semua yang dikemukakan adinda Cheng Lin itu baru merupakan dugaan belaka. Tidak ada buktinya bahwa Han Lin adalah seorang di antara para pembunuh. Hanya satu yang sudah terbukti dia bersalah, yaitu bahwa dia melawan dan menyerang adinda Cheng Lin, akan tetapi hal itupun dilakukan karena dia mempunyai permusuhan dengan adinda Cheng Lin, permusuhan pribadi. Karena itu, dia belum pantas dikenakan hukuman karena kedosaannya belum terbukti."

   Kaisar Cheng Tung mengangguk-anguk kemudian berkata.

   "Baiklah, kami akan mengambil keputusan tengah-tengah dengan seadilnya. Han Lin belum terbukti menjadi pembunuh, akan tetapi dia tetap bersalah karena berani menyerang Pangeran Cheng Lin. Karena itu, dia harus dihukum cambuk dua puluh kali dan diusir keluar dari kota raja!"

   Ki Seng merasa kecewa, akan tetapi karena hal itu telah menjadi keputusan. dan tak seorangpun boleh atau berani membantah.

   "Menaati perintah Yang Mulia Kaisar, hayo seret dia keluar istana, laksanakan hukumannya sekarang juga"

   Kata Ki Seng kepada para pengawal.

   Kaisar menyuruh mereka semua mengundurkan diri. Ki Seng memimpin para pengawal membawa Han Lin keluar dari istana. Pangeran Cheng Hwa tidak ikut, akan tetapi dia berkata kepada adiknya "Adinda Cheng Lin, ingat, engkau tidak boleh lancang melanggar perintah Yang Mulia. Han Lin tidak boleh dibunuh lalu setelah dihukum cambuk dua puluh kali harus dibebaskan."

   "Baik, kakanda. Tentu saja saya tidak berani melanggar perintah."

   Kata Ki Seng dengan sikap patuh.

   Dengan disaksikan empat orang pangeran itu, Han Lin dibawa keluar istana dan di alun-alun depan istana, hukuman cambuk dilaksanakan oleh seorang pengawal bertubuh tinggi besar yang menjadi algojonya. Hukuman itu dilaksanakan di bawah pohon besar yang tumbuh di alun alun itu. Han Lin dibelenggu kedua tangannya ke belakang tubuhnya dan dia di suruh berlutut. Bajunya ditanggalkan. Sebuah lampu gantung besar di pohon menerangi dan tampak algojo yang tinggi besar dengan kedua lengan berotot kekar itu sudah siap dengan sebatang cambuk terbuat dari pada rotan. Lima orang pangeran, Cheng Hwa, Cheng Ki, Cheng Tek, Cheng Lin dan Cheng Bhok sudah duduk di atas kursi, tidak jauh dari situ. Dua losin perajurit berdiri melakukan penjagaan.

   "Laksanakan hukuman sekarang juga"

   Teriak Pangeran Cheng Lin.

   Mendengar ini, Pangeran Cheng Hwa mengerutkan alisnya. Lancang benar, pikirnya. Dia berada di situ dan sepatutnya dialah yang mengeluarkan perintah, bukan Pangeran Cheng Lin. Akan tetapi karena perintah sudah dikeluarkan, dia diam saja. Biarpun demikian, mendengar perintah yang keluar dari mulut Ki Seng itu, Algojo itu menoleh dan memandang kepada Pangeran Mahkota Cheng Hwa dengan pandang mata menanti perintah. Algojo itu tahu benar bahwa di antara semua pangeran yang hadir di situ, Pangeran Cheng Hwa yang memiliki kekuasaan tertinggi. Melihat ini, Pangeran Cheng Hwa mengangguk. Diapun ingin melihat pelaksanaan hukuman cambuk itu cepat diselesaikan agar Han Lin dapat segera bebas. Algojo segera melaksanakan tugasnya setelah melihat anggukan Pangeran Cheng Hwa. Dia mengangkat cambuknya ke atas dan mengayun cambuk menimpa punggung Han Lin yang telanjang.

   "Tarr..... tarrr.... tarrr.....!!"

   Cambuk melecut-lecut ke atas kulit punggung Han Lin. Algojo menghitung sebelum Cambuknya melecut. Kalau bukan punggung Han Lin yang tertimpa lecutan cambuk rotan seperti itu yang digerakkan oleh tenaga yang kuat, tentu kulit punggungnya akan pecah-pecah. Akan tetapi Han Lin melindungi tubuhnya dengan ilmu kebal Tiat-pouw-san (Baju Besi) sehingga cambuk itu seolah melecut papan yang amat kuat dan tidak mendatangkan luka apapun kecuali sedikit memar dan bilur-bilur!

   "Sebelas.... tarrr! Dua belas.... tarr!!"

   Hitungan dan cambukan itu berlangsung bertubi-tubi, namun sedikitpun tidak ada rintihan keluar dari mulut Han Lin dan tubuhnya sedikitpun tidak bergerak. Pangeran Cheng Hwa diam-diam kagum dan senang. Dia dapat menduga bahwa pemuda penolongnya itu tentu melindungi tubuhnya dengan kekebalan sehingga cambukan itu tidak melukainya.

   ".....tujuh belas.... tarr! Delapan belas.

   "..tarrr!!"

   "Tahan!!"

   Tiba-tiba Ki Seng bangkit berdiri dan mengangkat tangannya menghentikan cambukan itu. Sang algojo menahan cambukan berikutnya dan menoleh kepadanya.

   "Ada apakah, Yang Mulia Pangeran?"

   Tanyanya.

   "Hentikan dulu cambukan itu. Engkau tidak memukul dengan sungguh-sungguh. Lecetpun tidak kulit punggung yang kau cambuk itu. Ini bukan hukuman namanya. Kakanda Pangeran, perkenankan hamba melakukan cambukan yang tinggal dua kali lagi itu. Saya harus ikut menghukum orang yang tadi hendak membunuhku!"

   Pangeran Cheng Hwa tersenyum mengejek. Dia sama sekali tidak tahu bahwa Ki Seng yang disangkanya benar adik tirinya itu memiliki kepandaian yang amat tinggi. Dipikirnya hanya memillki ilmu silat biasa saja dan belum tentu tenaganya lebih kuat dibandingkan algojo raksasa itu. Apa artinya dua kali cambukan yang dilakukan Pangeran Cheng Lin dibandingkan dengan delapan belas kali cambukan yang telah dilakukan oleh algojo raksasa itu. Dia tersenyum dan mengangguk.

   "Silakan, adinda pangeran. Tapi ingat engkau hanya boleh mencambuk punggungnya, jangan mencambuk tengkuk atau kepala, apalagi sampai mematikannya!"

   Ulang suaranya yang lembut terdapat wibawa yang tegas.

   Diam-diam Ki Seng merasa mendongkol juga. Tadinya dia memang ingin melakukan sisa dua kali cambukan untuk membunuh Han Lin. kalau dia mencambuk tengkuk atau kepala, pasti Han Lin akan tewas. Akan tetapi Pangeran Mahkota Cheng Hwa sudah mendahuluinya dan melarangnya. Dia terpaksa harus menaati karena kalau melanggar, dia menempatkan diri dalam posisi yang amat berbahaya.

   "Tentu saja, kakanda. Terima kasih."

   Ki Seng lalu menghampiri tempat pelakuan hukuman itu, mengambil cambuk dari tangan sang algojo. Han Lin terkejut sekali ketika melihat cambuk itu kini diambil oleh Ki seng. Mengertilah dia bahwa dirinya terancam bahaya maut. Akan tetapi dalam keadaan menjadi terhukum, dia tidak dapat berbuat sesuatu. Tidak mungkin dia membantah. Hanya ada satu hal yang menyelamatkannya, yaitu ucapan Pangeran Cheng Hwa kepada Ki Seng.

   Pangeran Mahkota itu melarang "adiknya"

   Untuk mencambuk tengkuk atau kepala. Hal inilah yang menyelamatkannya, kalau hanya dicambuk di bagian punggung dia tidak akan tewas, walaupun kemungkinan besar dia menderita luka dan Kekebalan ilmu Tiat-pouw-san saja tidak akan mampu menahan kehebatan pukulan cambuk yang dilakukan oleh Ki Seng yang lihai sekali. Tentu Ki Seng akan memilih bagian jalan darah yang paling lemah. Han Lin lalu mengheningkan seluruh batinnya, mempersatukan semua kekuatan dalam tubuhnya dan menyalur kekuatan itu untuk melindungi jalan darah di kedua pundaknya. Ki Seng menghitung dengan lantang lalu mencambuk dan seperti sudah diperhitungkan Han Lin, dia mengerahkan seluruh tenaganya pada dua cambukan itu.

   "Sembilan belas! Syuuuuuttt...... darr.....!!"

   Han Lin merasa pundaknya seperti disambar petir dan dia merasa pula betapa dari perutnya keluar darah melalui mulutnya. Namun dia masih tetap menghimpun dan mengerahkan tenaganya untuk menerima pukulan ke dua.

   "Dua puluh! Syuuuuttt..., darrr....!!"

   Tubuh Han Lin terguling dan dari mulutnya muntah darah segar! Ki Seng memandang kepada Han Lin yang rebah miring sambil tersenyum puas.

   "Mampus kau!"

   Desisnya lirih dan lalu mengembalikan cambuk kepada algojo dan menghampiri saudara-saudaranya. Pangeran Cheng Hwa bangkit dari kursinya dan lari menghampiri Han Lin. Han Lin sudah bangkit perlahan, masih berlutut. Dadanya terasa sesak dan kepalanya pening sekali.

   "Han Lin, engkau tidak apa-apakah?"

   Tanya Pangeran Cheng Hwa khawatir. Han Lin menggeleng kepalanya.

   "Tii, tidak apa-apa, terima kasih Pangeran."

   "Sekarang engkau boleh pergi dengan bebas,"

   Kata pula Pangeran Cheng Hwa, lalu berkata kepada kepala pasukan yang memimpin dua losin perajurit yang berjaga di situ.

   "Antar dan kawal dia sampai keluar dari pintu gerbang selatan. Awas, jaga baik-baik jangan sampai ada orang mengganggunya. Kalian yang bertanggung jawab atas keselamatannya sampai keluar pintu gerbang!"

   Perintah ini dilaksanakan dengan baik oleh perwira yang memimpin dua losin perajurit pengawal itu. Dalam keadaan lunglai Han Lin dikawal sampai ke pintu gerbang selatan kemudian dilepaskan. Ketika itu malam sudah larut dan Han Lin melangkah terhuyung-huyung dalam kegelapan malam yanghanya diterangi oleh bintang-bintang yang bertaburan di angkasa. Menjelang fajar dia sudah jauh meninggalkan pintu gerbang kota raja dan dia merasa betapa tenaganya sudah hampir habis. Kedua kakinya gemetar dan akhirnya dia jatuh terkulai di bawah sebatang pohon yang berdiri di tepi jalan raya. Seorang gadis berpakaian putih cepat menghampirinya.

   "Sobat, engkau kenapakah? Engkau sakit?"

   Tanya gadis itu dengan suara lembut sambil menghampiri Han Lin dan cepat meraba pergelangan tangan kiri Han Lin untuk merasakan denyut nadinya. Han Lin bangkit duduk dan mereka saling pandang.

   "Adik Tan Kiok Hwa.....!"

   Seru Han Lin dengan girang sekali sehingga sejenak ia melupakan rasa sesak dan nyeri didadanya.

   "Kakak Han Lin.....! Engkaukah ini? diamlah saja, jangan bergerak, engkau terluka. Duduklah bersila, akan kucoba mengusir hawa beracun dari dalam tubuhmu!"

   Karena maklum akan kelihaian gadis yang tak pernah dia lupakan itu dalam ilmu pengobatan, Han Lin menurut. ia duduk bersila dan mengendurkan seluruh urat syarafnya. Setelah memeriksa detak nadi dan pernapasan Han Lin, Kiok Hwa lalu menotok beberapa jalan darah di kedua pundak dan punggung. Setelah itu ia mengeluarkan jarum emas dan jarum peraknya dan mulai mengobati Han Lin dengan tusuk-jarum di sekitar punggungnya, setelah Han Lin melepaskan bajunya. Fajar menyingsing. Sinar matahari mulai mengusir kabut pagi dengan sinarnya yang lembut. Han Lin merasa betapa sesak dan nyeri di dadanya sudah menghilang. Kiok Hwa mencabuti jarum-jarumnya dan berkata dengan nada lega.

   "Bahaya sudah lewat, Lin-ko. sekarang tinggal mengobati luka di kedua pundakmu."

   Ia mengeluarkan sebungkus obat bubuk putih dan menaburkan obat kepada luka-luka di pundak Han Lin. Terasa dingin dan nyaman sekali oleh Han Lin.

   "Terima kasih, Hwa-moi, aku sudah sembuh kembali. Sekarang ceritakan bagaimana engkau dapat tiba-tiba muncul menolongku."

   "Jangan bicara dulu, Lin-ko. Walaupun engkau sudah sembuh, akan tetapi engkau kehabisan tenaga. Himpunlah dulu tenaga murni untuk memulihkan kekuatanmu. Dalam keadaan seperti sekarang ini engkau harus selalu siap siaga, dalam keadaan sehat dan memiliki tenaga sepenuhnya."

   Han Lin mengangguk, lalu diapun memejamkan mata dan menghimpun hawa murni untuk memulihkan tenaganya, Kiok Hwa duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari tanah, memandang dan menjaga pemuda itu dengan pandang mata penuh kasih sayang. Terbayanglah semua pengalamannya dengan Han Lin. Tanpa melalui banyak pengakuan kata-kata, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia mencinta Han Lin dan pemuda itupun mencintanya. Akan tetapi karena ia tahu betapa gadis yang dikenalnya sebagai Suma Eng itu mati-matian mencintai Han Lin. Ia tidak tega untuk merebut pemuda itu dari gadis yang sudah lama mencinta pemuda itu. Ia mengalah dan meninggalkan mereka.

   Ia lalu memasuki kota raja dan mendapat pengalaman tidak enak ketika ia hendak dijebak orang jahat yang berpura-pura sakit di sebuah kamar losmen. Akan tetapi tidak lama ia berada di kota raja karena mendengar bahwa di daerah Lam-teng yang berada sebelah selatan kota raja berjangkit penyakit demam panas yang sudah makan banyak korban. Ia bergegas pergi ke daerah itu untuk menolong orang-orang yang kejangkitan penyakit itu. la sudah berhasil menolong dan menyelamatkan banyak orang sehingga namanya sebagai Pek I Yok Sian-li semakin terkenal. Untuk keperluan itu, Kiok Hwa harus mondar mandir ke kota raja untuk membeli obat obatan dari rumah obat. Ketika ia datang pergi ke kota raja membeli obat, bertemu dengan Souw Tek dan Su Te Ek yang terluka dalam pi-bu (adu silat di Hek-tiauw Bu-koan. Juga pada hari ini ia sedang hendak pergi ke kota raja untuk membeli obat ketika ia melihat pemuda terhuyung-huyung lalu roboh di bawah pohon yang kemudian ternyata adalah Han Lin. Kiok Hwa menghela napas panjang, sudah mengalah terhadap Suma Eng dan berusaha menjauhkan diri dari Han Lin.

   Akan tetapi nasib rupanya menghendaki lain dan secara tidak terduga sama sekali kini ia bertemu lagi dengan Han Lin bahkan harus mengobatinya karena pemuda itu menderita luka yang cukup parah. Dan pertemuan itu menambah goresan yang memperdalam perasaan cinta kasih-kepada Han Lin. Baru memandang kearah pemuda itu yang bersamadhi memejamkan mata saja, ada daya tarik yang luar biasa yang mencengkeram perasaan hatinya. Pada saat itu tahu benarlah Kiok Hwa bahwa tanpa adanya pemuda itu di sampingnya, hidup selangjutnya akan terasa hampa dan tidak menarik!

   Matahari makin cerah. Cahayanya yang tadinya kuning kemerahan mulai memutih dan panas mulai menyengat, Kiok Hwa merasa senang melihat betapa kedua pipi Han Lin mulai memerah, menunjukkan bahwa pemuda itu sudah sehat betul dan selain kesehatannya sudah pulih, juga tenaganya sudah utuh kembali. Han lin menggerakkan pelupuk matanya kemudian membuka kedua matanya, lalu menoleh ke arah Kiok Hwa. Keduanya tersenyum.

   "Hwa-moi, kembali engkau telah menolongku. Entah berapa kali sudah kau menolong dan menyelamatkan aku akan tetapi mengapa engkau selalu menjauhkan diri dariku, Hwa-moi?"

   Ada tuntutan terkandung dalam ucapan itu dan Kiok Hwa merasa terharu.

   "Sudahlah, jangan bicarakan hal itu Lin-ko. Sekarang ceritakan, bagaimana engkau sampai menderita seperti ini. Engkau terkena pukulan pada kedua jalan darah di pundakmu, dan pukulan itu mengandung hawa beracun yang jahat. dan punggungmu penuh bilur-bilur seperti bekas cambukan. Apa yang terjadi?"

   Han Lin menghela napas panjang, ia tidak ingin menceritakan tentang sebenarnya bahwa dia seorang pangeran, Ia khawatir kalau hal itu diketahui Kiok Hwa, akan mengubah sikap gadis itu terhadap dirinya. Tidak, dia ingin dikenal Kiok Hwa sebagai Han Lin, pemuda biasa. Bahkan kepada Sian Engpun dia tidak membuka rahasia ini. Sekali saja membuka rahasia sudah cukup menyengsarakannya, yaitu ketika dia membuka rahasianya itu kepada A Seng. Mendengar pertanyaan itu, otomatis Han Lin meraba punggungnya dan baru menyadari bahwa dia telah kehilangan pedangnya. Im-yang-kiam telah hilang, Ia mengingat-ingat. Ketika dia ditangkap oleh para perajurit, pedangnya diambil oleh Ki Seng!

   "Ada apakah, Lin-ko? Engkau seperti mencari sesuatu!"

   Tegur Kiok Hwa.

   "Pedangku....., pedangku diambil orang....!"

   Kata Han Lin dan teringat akan semua perbuatan Ki Seng yang kini menjadi Pangeran Cheng Lin dia merasa gemas sekali.

   "Im-yang-kiam? Ah, siapa yang telah mengambilnya, Lin-ko?"

   Tanya Kiok Hwa yang ikut merasa menyesal bahwa pedang pusaka yang langka itu diambil orang. Kan Lin menghela napas panjang.

   "Panjang ceritanya, Hwa-moi. Aku telah menyelamatkan Pangeran Mahkota Cheng Hwa yang akan dibunuh orang jahat dekat hutan. Beliau lalu membawaku ke istana dan aku diberi pekerjaan sebagai seorang pengawal di istana. Akan tetapi malam tadi, aku difitnah. Aku dituduh hendak membunuh para pangeran. Kiasar marah sekali dan aku tentu sudah dijatuhi hukuman mati kalau saja Pangeran Mahkota Cheng Hwa tidak membela. Karena pembelaan beliau maka hukuman ku diperingan, yaitu menerima hukuman dua puluh kali cambukan."

   "Hemm, engkau yang memiliki sinkang amat kuat dan memiliki kekebalan, mengapa sampai menjadi begini ketika dicambuk? Kukira jangankan hanya dua puluh kali, biar seratus kalipun engkau tentu tidak akan terluka kalau engkau mengerahkan sin-kang melindungi tubuhmu."

   Kata Kiok Hwa heran.

   "Algojo hanya mencambuk sampai delapan belas kali saja, lalu cambuknya di minta Pangeran Cheng Lin dan dia yang mencambuk aku dua kali sehingga aku menderita luka parah."

   "Hemm, jadi Pangeran Cheng Lin itu seorang yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi?" "Benar, dan dia jahat seperti iblis."

   "Ah, kalau begitu dia pula yang menjatuhkan fitnah atas dirimu?"

   "Benar." "Dan dia pula yang mengambil im yang-kiam darimu?"

   "Memang benar, Hwa-moi."

   "Hemm. Tidak akan ada asap kalau dak ada apinya. Tidak akan turun hujan kalau tidak ada awalnya. Tidak ada akibat tanpa sebabnya. Lin-ko, mengapa seorang pangeran dapat begitu membencimu? Padahal engkau telah menyelamatkan Pangeran Mahkota? Katakan, mengapa Pangeran Cheng Lin itu demikian membencimu, Lin-ko?"

   Han Lin merasa terdesak, namun dia bertekad untuk mempertahankan rahasianya. Setelah berpikir sesaat, dia menjawab.

   "Dia baru saja diterima sebagai pangeran, Hwa-moi. Aku sudah mengenalnya dengan baik sebelum dia menjadi pangeran, yaitu ketika dia masih menjadi murid Cheng Hian Hwesio, Bahkan boleh dibilang dia itu masih saudara seperguruanku karena akupun dilatih ilmu silat oleh Cheng Hian Hwesio. Ketika itu, dia melakukan perbuatan menyeleweng dan minggat meninggalkan kami. Kemudian menjadi pangeran dan melihat aku berada di istana, mungkin dia khawatir aku aku membeberkan kejahatannya dan mungkin dia menganggap aku sebagai saingan."

   Tiba-tiba Han Lin memegang lengan Kiok Hwa dan matanya memandang ke depan. Kiok Hwa menengok dan gadis inipun melihat bayangan dua orang berlari cepat menuju ke tempat itu. Setelah dua orang itu tiba dekat, dengan kaget Han Lin dan Kiok Hwa melihat bahwa mereka itu bukan lain adalah Toa Ok dan Suma Kiang!

   "Itu dia!"

   Seru Toa Ok.

   "Bunuh dia!!"

   Kata pula Suma Kiang. Dua orang datuk ini memang diutus oleh Pangeran Cheng Boan yang sudah mendengar akan peristiwa yang terjadi di istana malam itu. Mendengar bahwa Han Lin atau Pangeran Cheng Lin yang aseli itu hanya dihukum cambuk dan dilukai oleh Ki Seng akan tetapi tidak dapat di bunuh karena dibela Pangeran Mahkota Cheng Hwa, dia cepat mengutus dua orang jagoannya itu.

   "Cepat kejar dan bunuh dia selagi terluka parah"

   Demikian perintahnya.

   Demikianlah, dua orang itu keluar dari kota raja dan melakukan pengejaran. Mereka mengira bahwa Han Lin masih menderita luka parah maka segera mereka menerjang maju untuk membunuhnya. Toa Ok sudah menggunakan Kim-liong-kiam (Pedang Sinar Emas) yang berubah menjadi gulungan sinar emas yang dahsyat. Suma Kiang juga sudah mencabut siang-kiam (sepasang pedang) dan langsung saja menyerang dengan cepat dan kuatnya. Pada saat itu, Han Lin memang sudah sembuh sama sekali dari luka dalam di tubuhnya. Akan tetapi walaupun dia sudah menghimpun hawa murni untuk memulihkan

   (Lanjut ke Jilid 30)

   Suling Pusaka Kumala (CeritaLepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 30

   tenaganya dan tenaga sin-kang-sudah kembali, namun dia masih sedikit lemah dari pada biasanya.

   Menghadapi serangan tiga batang pedang yang digerakkan tangan-tangan yang amat kuat itu, Han Lin segera mengerahkan ginkang (ilmu meringankan tubuh) sehingga tubuhnya bergerak cepat dan lincah searti seekor burung walet, mengelak ke sana-sini sehingga tubuhnya berubah menjadi bayang-bayang yang berkelebatan di antara sinar tiga batang pedang itu. Dia bersilat dengan Ngo-heng Sin-kun (Ilmu Sakti Lima Unsur) dan kadang membalas dengan totokan It-yang-ci.

   Namun, kondisinya yang masih lemah dan kepalanya yang masih terasa sedikit pening itu membuat Han Lin desak hebat. Tiga batang pedang di tangan kedua orang lawannya benar-benar amat berbahaya dan biarpun Han Lin sudah mengelak sedapatnya, tetap saja ujung pedang Toa Ok melukai pangkal lengan kirinya dan ujung pedang Suma Kiang juga melukai paha kanannya. Pangkal lengan kiri dan paha kanan Han Lin terluka mengucurkan darah dan dari rasa panas di kedua bagian tubuh yang terluka itu tahulah dia bahwa lukanya itu mengandung racun. Pedang-pedang kedua orang datuk sesat itu tentu telah direndam racun. Karena dua luka di tubuhnya itu, gerakan Han Lin menjadi semakin kendur dan lambat.

   Melihat ini, Kiok Hwa dengan nekad menerjang untuk membela Han Lin.

   Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kalian jahat dan tidak tahu malu mengeroyok seorang yang tidak membawa senjata!"

   Kiok Hwa berkelebat dan berusaha merampas pedang di tangan Toa Ok dengan jalan memukul siku kanannya agar pedang itu terlepas dari tangannya. Gerakan Kiok Hwa itu cepat bukan main sehingga Toa Ok tidak dapat menghindar.

   "Plakk!"

   Siku kanannya terpukul dan seketika tangannya menjadi tergetar lumpuh dan pedangnya terlepas dari pegangannya. Tangan kirinya menyambar dan menyambar bawah pundak kanan Kiok Hwa.

   "Desss.....!"

   Tubuh Kiok Hwa terpental dan terbanting roboh di bawah pohon.

   "Hwa-moi.....!"

   Han Lin berseru dan cepat dia menyerang Toa Ok dengan tiga buah totokan secara bertubi. Toa Ok terkejut dan melompat ke belakang. Akan tetapi Han Lin tidak sempat menghampiri Kiok Hwa karena Suma Kiang sudah menyerangnya lagi dengan sepasang pedangnya.

   

Dara Baju Merah Karya Kho Ping Hoo Dewi Maut Karya Kho Ping Hoo Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini