Ceritasilat Novel Online

Kisah Tiga Naga Sakti 8


Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 8



Lama setelah para penggeledah itu meninggalkan gedung Pangeran Song, dan daun pintu kamar kedua orang puteri pangeran itu telah dikancing dari dalam, selimut yang tadi menutupi tubuh Kim Bwee terbuka dan di dekat tubuh dara itu nampak Bun Hong sedang meringkuk dan tadi tertutup selimut! Pemuda ini segera melompat turun dan menjura di depan Kim Bwee yang juga sudah bangkit dan duduk di tepi pembaringan dengan muka merah dan air mata mengalir turun di sepanjang kedua pipinya.

   Ketika tadi Pangeran Song minta kepada dua orang puterinya untuk menyembunyikan Bun Hong, Kim Bwee dan Kim Hwa menjadi bingung sekali dan setelah ayah mereka pergi, kedua orang dara itu hanya saling pandang dengan muka merah sekali tidak berani memandang wajah Bun Hong. Juga pemuda itu merasa malu sekali dan akhirnya dapat juga dia berkata dengan suara halus,

   "Ji-wi siocia (nona berdua), harap ji-wi suka memberi maaf kepada saya. Sesungguhnya bukan kehendak saya untuk mengganggu ji-wi dan untuk bersembunyi di kamar ji-wi, akan tetapi....... ayah ji-wi yang mengajak saya kesini karena terpaksa......."

   "Mengapa kau dikejar-kejar, taihiap?"

   Kim Hwa memberanikan diri bertanya tanpa memandang wajah pemuda itu.

   "Kami mendengar dari ayah bahwa engkau adalah seorang pendekar besar, mengapa sekarang dikejar-kejar dan harus bersembunyi?"

   Bun Hong menarik napas panjang, lau dia menceritakan pengalamannya sampai sekarang dia dikejat kejar oleh para kaki tangan Thio-thaikam.

   "Kalau begitu, apabila mereka itu menemukan engkau berada di sini, tentu kami sekeluarga akan tertimpa bencana hebat!"

   Kim Hwa berkata pula dengan cemas.

   "Itulah sebabnya maka ayah jiwi menyuruh saya masuk ke dalam kamar ini agar para pengejar tidak akan menyangkanya dan tidak akan menemukan saya di dalam gedung ini."

   Oleh karena merasa kikuk dan canggung menghadapi dua orang dara yang cantik jelita dalam kamar mereka yang dihias perabotan kamar serba indah dan yang mengeluarkan bau harum sedap itu, Bun Hong menjadi seakan-akan gagu dan tidak dapat mengeluarkan banyak kata-kata, bahkan dia hanya duduk diatas kursi yang dipersilakan oleh Kim Hwa, tidak berani banyak bergerak!.

   Berhadapan dengan dua orang dara jelita di dalam kamar mereka ini, Bun Hong yang terkenal sebagai seorang pendekar gagah perkasa kini seperti berubah menjadi seorang penakut yang kehilangan nyalinya! Dia hanya duduk seperti arca dan hanya kadang kadang saja dia mengerling kearah Song Kim Bwee dengan jantung berdebar-debar. Dara ini nampak jauh lebih cantik jelita dari pada ketika dia melihatnya di kuil dahulu itu.

   Tiba-tiba terdengar suara para penggeledah itu di luar pintu kamar dan suara Pangeran Song yang mencegah mereka membuka pintu, mereka mendengar ucapan yang nyaring dari pangeran itu yang mengatakan bahwa anaknya yang seorang sedang tidak enak badan. Kedua orang dara itu menjadi pucat sekali dan tubuh mereka menggigil, sedangkan Bun Hong telah bersiap-siap untuk menerjang keluar. Akan tetapi tiba-tiba Song Kim Bwee yang sejak tadi hanya diam saja, hanya duduk di pembaringan mempermainkan lengan bajunya yang panjang dengan muka ditundukkan, kini tiba-tiba melompat berdiri dan mendekati Bun Hong sambil berbisik,

   "Taihiap, lekas""..! Lekas kau naik ke pembaringanku..."

   Cepat""" "

   Dalam keadaan seperti itu. Bun Hong tidak lagi merasa kikuk atau malu-malu. Dia adalah seorang pemuda yang cerdik, maka ucapan dara ini segera dapat dia tangkap maksudnya. maka diapun segera naik ke pembaringan dan menurut saja ketika Kim Bwee menutupi tubuhnya dengan selimut yang harum baunya. Bun Hong meringkuk di bawah selimut dan memasang telinga, siap untuk menghadapi segala kemungkinan.

   Akan tetapi tiba-tiba dia merasai ada sesuatu yang halus dan lunak menyentuh tubuhnya dan keharuman yang luar biasa sedapnya memabukkannya. Karena tadinya dia tepi sambil ujung memejamkan mata. kini dia segera membuka matanya dan dadanya berdebar keras ketika dia mendapatkan bahwa tubuh Kim Bwee juga berada di bawah selimut pula dan hanya kepala gadis itu saja yang tersembul keluar dari selimut. Kiranya yang lembut halus, lunak dan hangat tadi adalah tubuh gadis itu yang menempel di tubuhnya!. Ternyata tanpa ragu-ragu lagi dara itu telah berpura-pura sakit, sesuai dengan kata-kata ayahnya, dan kini dengan rebah berkerudung selimut, dara itu menyembunyikan tubuh Bun Hong yang meringkuk di dekatnya, di bawah selimut. Tentu saja Bun Hong merasa malu dan sungkan sekali. Dia tidak berani berkutik, bahkan bernapaspun dia tidak berani! Bun Hong mendengarkan percakapan yang terjadi ketika Kim Hwa membuka pintu.

   Dara remaja itu ternyata cerdik sekali dan setelah melihat encinya rebah berselimut dan pemuda itu telah disembunyikannya dengan baik di bawah selimut encinya, lalu membuka pintu dan menjalankan aksinya dengan sempurna sehingga tidak saja para pengejar itu dapat ditipunya bahkan ayahnya sendiripun merasa heran sekali. Sesungguhnya Pangeran Song sendiri tidak pernah mengira bahwa Bun Hong disembunyikan di dalam selimut, dan disangkanya bahwa pemuda itu sudah pergi dari kamar atau bersembunyi di lain tempat.

   Ketika Bun Hong meloncat turun dan menjura di depan nona Song Kim Bwee dia melihat dara ini duduk dengan air mata mengalir disepanjang kedua pipinya. Bun Hong merasa terharu sekali dan cepat dia menjura lagi.

   "Siocia."

   Suaranya gemetar penuh perasaan "banyak terima kasih saya haturkan atas budi pertolongan nona, dan saya mohon beribu maaf atas gangguan saya ini"".."

   Kim Bwee kini terisak dan air matanya bercucuran makin deras. Dengan tersendat-sendat dia berkata.

   "Taihiap"".. kau tentu memandang aku sebagai seorang gadis yang tak tahu malu...". dan rendah sekali...". ah, apakah kata orang kalau mendengar tentang peristiwa ini"..? Taihiap, kau harus tahu bahwa aku melakukan hal yang melanggar kesopanan itu semata-mata untuk menolong leher kami sekeluarga dari ancaman pedang hukuman...". bukan karena hendak menolongmu"".."

   Bun Hong sadar bahwa dia telah keliru bicara, maka cepat sekali dia berkata.

   "Tentu aja, siocia. Siocia telah berlaku amat cerdik dan bijaksana sekali."

   Song-taijin mengetuk pintu. Kim Hwa terkejut dan cepat menegur dari dalam.

   "Siapa di luar?"

   "Aku datang sendiri, Kim Hwa. Bukakan pintu,"

   Terdengar suara ayahnya.

   Daun pintu dibuka dan Song-taijin masuk ke dalam kamar itu dengan muka masih pucat. Ketika dia melihat Bun Hong berdiri di dalam kamar itu, dia merasa heran bukan main. Akan etapi sebelum dia sempat menegurnya, Kim Bwee telah lari menghampiri dan menjatuhkan diri di depan kakinya sambil menangis tersedu-sedu.

   "Ahh".., ehh"".., kau kenapakah""..?"

   Bangsawan itu bertanya dengan heran.

   Pada saat itu. Song-hujin juga berlari masuk ke dalam kamar. Setelah para perajurit pergi, barulah keluarga bangsawan itu seperti hidup kembali. Ketika terjadi penggeledahan tadi, nyonya ini berdiam di dalam kamarna dengan ketakutan, bergerakpun rasanya berat karena kedua kakinya menggigil. Nyonya ini sama sekali tidak tahu apakah yang sedang terjadi, kini, melihat betapa puterinya menangis dan berlutut di depan kaki Suaminya dan melihat seorang pemuda berdiri di kamar puterinya, dia menjadi khawatir dan heran sekali.

   "Apa yang telah terjadi".?"

   Tanyanya dengan gugup. Dengan singkat Kim Hwa lalu menuturkan segala peristiwa itu kepada ayah dan ibunya. Betapa untuk menolong keluarga mereka dari bencana, sama sekali tidak menyebut-nyebut tentang menolong pemuda itu, terpaksa Kim Bwee telah menyembunyikan Bun Hong kedalam"".. selimutnya sendiri.

   "Enci terpaksa melakukan hal itu, ibu. hanya merupakan satu satunya jalan. Kalau sampai...".. taihiap ini ditemukan di dalam kamar kami, tentu kita sekeluarga akan celaka dituduh bersekongkol dan selain itu, juga nama kami akan tercemar. Harap ayah dan ibu suka mengampuni kami berdua"

   Mendengar cerita ini. nyonya Song segera menangis dan dengan marah dia menegur suaminya, menudingkan telunjuknya ke depan muka suaminya sampai hampir menyentuh hidungnya sehingga bangsawan itu mundur mudur .

   "Dasar kau yang tidak dapat menjaga nama! Bergaul dengan segala penjahat dan pembunuh! Kalau sudah terjadi begini, bukankah engkau telah mencemarkan nama dan kehormatan anakmu sendiri?"

   Tadinya Bun Hong merasa heran sekali mengapa Kim Bwee menangis sedemikian sedihnya. Akan tetapi setelah mendengar ucapan nyonya ini, maklumlah dia bahwa sesungguhnya merupakan suatu hal yang amat memalukan dan menodai nama kehormatan gadis itu yang telah menyembunyikan seorang pemuda asing di dalam selimutnya dan rebah bersama di atas pembaringan. Maka dia menjadi makin malu dan dia menundukkan mukanya yang berubah merah sekali, bingung karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya atau diucapkannya menghadapi keluarga yang sedang merana itu.

   Pangeran Song Hai Ling membanting-banting kakinya dan memegang lengan Bun Hong yang segera ditariknya keluar dari dalam kamar itu.

   "Hiburlah hatinya dan jaga jangan sampai dia melakukan hal yang bukan-bukan!"

   Katanya kepada isterinya, dan makin terkejutlah hati Bun Hong ketika dia dapat menduga apa maksud kata-kata pengeran itu. Mungkinkah dara itu yang telah menolong dan menyelamatkan nyawanya, saking merasa ternoda dan malu akan meirbunuh diri? Ah. celakalah kalau sampai terjadi hal seperti itu!.

   Pangeran Song Hai Ling mengajak Bun Hong ke ruangan tengah dan mempersilakannya duduk menghadapi meja. Pelayan dipanggil untuk membawa arak, selain untuk menghangatkan tubuh juga untuk menenangkan hati yang berdebar-debar. Pangeran itu lalu mengumpulkan semua pelayannya, juga kepala perwira pengawalnya. Setelah mereka semua berkumpul di dalam ruangan itu, dia lalu berkata "Kalian lihat baik baik Pemuda ini adalah sanak keluarga kami sendiri yang dituduh penjahat oleh Thio-thaikam. Kalian tahu orang macam apa Thio-thaikam itu. Oleh karena itu, jangan ada seorangpun di antara kalian yang membocorkan hal ini keluar. kalau ada yang bertanya tentang pemuda ini katakan saja bahwa kalian tidak melihat siapa siapa di sini. Mengerti? Aku percaya akan kesetiaan kalian dan andai kata ada yang berkhianat, akupun mempunyai jalan untuk membasminya sekeluarga."

   Para pelayan dan pengawal Song-taijin adalah pegawai-pegawai yang setia dan mereka semua memang membenci Thio thaikam. maka tentu saja mereka menyanggupi untuk bersetia dan tidak membocorkan rahasia itu. Setelah mereka semua meninggalkan ruangan itu, barulah Pangeran Song bertanya kepada Bun Hong tentang apa yang telah terjadi dan mengapa pemuda itu sampai dikejar-kejar.

   Bun Hong lalu menceritakan semua pengalamannya dengan jujur. Betapa dia berusaha untuk membunuh Thio-thaikam dan betapa percobaannya itu gagal karena penjagaannya memang sangat kuat, bahkan dia lalu dikejar kejar dan hampir saja binasa di tangan para penjaga. Mendengar penuturan itu. Pangeran Song menarik napas panjang.

   "Hemm, kau masih beruntung, taihiap. Kalau malam ini Tek Po Tosu dan Bong Kak Im berada disana, sukar bagimu untuk dapat melepaskan diri dari kepungan mereka. Ketahuilah bahwa Bong Kak Im adalah kakak dari Bong Kak Liong tadi, dan kepandaiannya masih lebih lihai dari dari adiknya. Sedangkan Tek Po Tosu adalah tokoh nomor satu yang membantu Thio-thai-kam, dan tentu saja kepandaiannya jauh lebih lihai lagi. Akan tetapi syukurlah bahwa bahaya telah lewat sehingga tidak saja engkau masih selamat, bahkan kami sekeluarga yang nyaris celakapun dapat terhindar dari bencana hebat,"

   Sambungnya sambil menarik napas lega.

   Tan Bun Hong juga menarik napas panjang, hatinya terasa tidak enak sekali. Dia maklum bahwa bukan saja dia telah menerima budi pertolongan, bahkan berhutang nyawa kepada keluarga bangsawan ini, akan tetapi juga di samping itu telah mendatangkan aib dan keadaan bahaya kepada keluarga ini. Maka dia cepat bangkit, menjura dan berkata.

   "Hanya Thian yang mengetahui betapa besar rasa terima kasih saya kepada paduka sekeluarga dan saya merasa tidak layak untuk berdiam lebih lama di sini, hanya memancing bahaya bagi keluarga paduka. Oleh karena itu, pangeran, perkenankan saya untuk pergi sekarang juga meninggalkan istana ini."

   "Eh, eh...".. jangan pergi sekarang, taihiap. Jangan! Setelah adanya peristiwa tadi, tentu terdapat banyak penjaga yang berkeliaran di dalam kota, dan kalau mereka melihat engkau keluar dari gedung ini sekarang, tentu kau akan dicurigai dan kembali keluarga kami akan dicurigai pula. Tadi kau katakan bahwa ketika kau menyerbu istana Thio-thaikam, Engkau telah menutupi mukamu dengan saputangan. Hal ini baik dan cerdik sekali, karena dengan demikian, tidak ada orang yang mengenal mukamu. Besok saja, dengan terang-terangan kau boleh keluar dari rumah kami dan keluar kota tanpa menimbulkan kecurigaan, sebagai seorang tamu atau keluarga kami."

   Demikianlah, Bun Hong terpaksa membenarkan ucapan itu dan dia tinggal di dalam gedung itu untuk malam itu dan semalam itu dia dan Pangeran Song tidak tidur, bergadang dan bercakap-cakap di dalam ruangan itu.

   Mereka telah merasa lega dan menyangka bahwa bahaya benar-benar telah lewat, sama sekali tidak pernah menduga bahwa Thio-thaikam yang amat cerdik itu masih mempunyai rencana yang hendak dilakukan untuk menyelidiki keadaan Pangeran Song. Malam itu, selain meninggalkan penjaga-penjaga di sekitar istana pangeran Song. Bong Kak Liong juga cepat melapor kepada Thio-thaikam dan pembesar kebiri yang amat cerdik ini merasa curiga sekali lalu mengatur rencana untuk menyelidiki. Kebetulan sekali malam itu kedua orang pengawalnya yang amar dipercaya, yaitu Tek Po Tosu dan Bong Kak Im telah pulang, maka mereka semua lalu mengadakan perundingan, bagaimana untuk membongkar rahasia dan mencari pemuda yang mereka kira tentu disembunyikan oleh Pangeran Song itu.

   Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Pangeran Song Hai Ling yang sedang duduk bercakap-cakap dengan Bun Hong di ruang tengah, dikejutkan oleh pelaporan penjaga bahwa telah berkunjung di pagi buta itu tiga orang tamu agung yang bukan lain adalah"

   Thio-thaikam sendiri yang diiringi oleh Bong Kak Liong dan Tek Po Tosu!. Bukan main kaget dan takutnya hati Pangeran Song mendengar ini sehingga untuk beberapa lamanya dia berdiri dari kursinya, memandang Bun Hong dengan muka pucat dan dia seperti patung.

   "Apakah saya harus pergi bersembunyi lagi taijin?"

   Bun Hong bertanya dengan sikap tenang karena pemuda ini sedikitpun tidak takut. Dia bukan seorang penakut, tidak takut mati dan kalau perlu dia akan melawan sampai hembusan napas yang terakhir.

   "Jangan"".., tidak ada gunanya"".!"

   Jawab Pangeran Song dengan alis berkerut dan otak berjalan mencari akal.

   "Hemm, kau duduklah saja dengan tenang dan jangan kau merasa heran apa bila kau kuperkenalkan sebagai calon mantuku!"

   Lalu tergesa-gesa Pangeran Song meninggalkan pemuda itu untuk menuju ke pintu depan menyambut kedatangan tamu agung itu.

   Sementara itu, Bun Hong merasa terkejut dan duduk dengan bengong. Mendengar ucapan Pangeran Song tadi, dia menjadi bingung Dia akan diperkenalkan sebagai calon mantu sang pangeran? Sebagai tunangan Kim Bwe yang cantik jelita? Ah, tidak boleh jadi! Mana mungkin nona itu sudi menjadi calon isterinya? Dan pula"".tiba-tiba saja dia teringat kepada Kui Eng, sumoinya yang amat dicintanya itu. Lalu terbayang pula bahwa Kui Eng tentu sudah menjadi tunangan suhengnya sehingga tidak perlu lagi dia mengenangkan gadis itu. Dia menjadi tunangan Kim Bwee dara yang cantik seperti bidadari itu! Calon mantu pangeran! Ah. betapapun juga. dia harus menolak pertunargan yang hanya dilakukan dengan pura-pura dan hanya untuk menipu Thio thaikam belaka itu!. Dia tidak sudi bersikap pengecut di depan Thio thaikam. Lebih baik dia melakukan perlawanar bertempur mati-matian. Dia tidak takut, biarpun harus menghadapi Tek Po Tosu yang kabarnya memiliki ilmu sangat tinggi itu. Lebih baik mati sebagai seekor harimau dari pada hidup seperti seekor babi!

   Akan tetapi, tiba-tiba dia teringat bahwa kalau dia memberontak, tentu seluruh keluarga Song akan tertimpa bencana hebat. Tentu keluarga itu akan dianggap keluarga pemberontak, bersekongkol dengan seorang penjahat dan pemberontak. Mereka sekeluarga tentu akan ditangkap dan dihukum, mungkin dihukum mati karena dituduh pemberontak dan menjadi pengkhianat. Bukan itu saja, juga nama keturunan keluarga Song akan menjadi cemar untuk selamanya! Dan mereka itu telah bersikap demikian baik kepadanya, bahkan dia telah berhutang nyawa kepada mereka. Apakah dia kini harus menjadi sebab kebinasaan mereka? Tidak! Dia harus mencegah keluarga ini celaka, apa lagi celaka disebabkan oleh dia. Dia bahkan harus berusaha menyelamatkan mereka! Kalau dia mengingat betapa nona Kim Bwee telah menyelamatkannya, dengan cara yang sukar dapat dilakukan oleh gadis lain, dengan taruhan kehormatan dan nama baiknya, maka tidak mungkin dia membalas semua kebaikan itu dengan sikap tidak perduli melihat mereka terancam bahaya.

   Bun Hong tidak sempat berpikir lebih jauh lagi oleh karena pada saat itu, para tamu telah masuk dengan langkah lebar, diikuti oleh Pangeran Song. Bun Hong mengenal Thio thai kam yang nyaris dibunuhnya semalam. Pembesar gendut bermuka merah ini berjalan tenang dengan pundak dibalut karena lukanya. Pembesar gendut ini diiringkan oleh seorang tosu yang bertubuh tinggi kurus berusia sedikitnya lomapuluh tahun yang bersikap tenang pendiam bersama seorang perwira yang malam tadi telah menyerangnya dengan golok secara hebat yaitu Bong Kak Liong!.

   Baiknya Pangeran Song yang amat cerdik itu semalam telah menyuruh Bun Hong berganti pakaian dengan meminjamkan pakaian sasterawan kepada pemuda itu sehingga ketika para tamu itu masuk di dalam ruangan itu mereka melihat seorang pemuda sasterawan yang berwajah tampan dan bersikap halus duduk di atas sebuah bangku di ruangan itu. Ingin sekali Bun Hong melompat dan menerkam thaikam itu untuk dibunuhnya dengan satu kali pukul, akan tetapi dia dapat menekan perasaannya, bahkan ketika diperkenalkan. dia lalu menjatuhkan diri berlutut sebagaimana layaknya seorang sasterawan muda memberi hormat kepada seorang yang sedemikian tingginya seperti Thio-thaikam.

   "Pangeran, siapakah pemuda tampan ini? Belum pernah saya melihatnya,"

   Kata Thio thaikam. sedangkan Bong Kak Liong memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik. Hanya tosu itu yang memandang dengan sikap tak acuh.

   "Dia? Ah, taijin. Dia ini adalah calon mantu saya, tunangan puteri saya yang sulung, yaitu Song Kim Bwee. Dia bernama Tan Bun Hong. berasal dari Hong yang."

   "Sungguh mengherankan, mengapa malam tadi hamba tidak melihat kongcu ini?"

   Tiba-tiba Bong Kak Liong berkata sehingga Thio-thaikam memandang kepada Bun Hong dengan sinar mata tajam seperti mata burung hantu mengintai tikus.

   Untung bahwa Pangeran Song masih dapat menekan hatinya dan wajahnya tidak berubah sungguhpun dia bingung sekali dia tidak tahu harus menjawab bagaimana atas pertanyaan yang datangnya tiba tiba dan sama sekali tidak tersangka-sangka itu. Akan tetapi Bun Hong yang memang bersikap tenang sejak tadi, sama sekali tidak takut dan tidak gugup, dapat menjawab dengan cepat sambil tersenyum,

   "Bong-ciangkun,"

   Katanya dengan suara tenang.

   "dalam keadaan seperti itu, penuh ketegangan, mana ciangkun dapat memperhatikan saya yang tak berguna ini? Terus terang saja saya melihat kejadian itu karena malam tadi saya juga ikut melakukan penjagaan bersama para pengawal di gedung ini dan karena siauwte mengenakan pakaian penjaga, tentu saja ciangkun tidak melihat siauwte."

   Pangeran Song adalah seorang yang amat hati-hati dan semua penjaga dan pengawalnya adalah orang-orang yang setia dan dipercaya penuh. Ketika mendengar ucapan Bun Hong itu seorang pengawal yang tadi ikut mengantar tamu masuk, kini diam-diam pergi keluar dan dengan bisik-bisik cepat menyebar perintah kepada semua kawannya agar mereka mengaku bahwa Bun Hong benar-benai ikut melakukan penjagaan dengan mereka pada malam hari itu. Biarpun hati mereka masih curiga, akan tetapi mendengar jawaban ini, Thio-thaikam dan Bong-ciangkun mengangguk-angguk. Sementara itu. tiba tiba Tek Po Tosu lalu melangkah ke depan menghadapi Bun Hong dan berkata,

   "Tan-kongcu, mendengar bahwa kongcu adalah calon menantu pangeran, sudah sepantasnya kalau pinto ikut menghaturkan kionghi (selamat) kepada kongcu!"

   Sambil berkata demikian, pendeta To itu lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada, membungkuk dan memberi hormat. Angin pukulan yang hebat menyambar kearah dada Bun Hong yang juga sudah membalas penghormatan itu dengan menjura, sambil berkata.

   "Terima kasih banyak atas kebaikan hati totiang"

   Akan tetapi Ban Hong terkejut bukan main ketika melihat bahwa penghormatan tosu itu di barengi dengan serangan gelap, yaitu menggunakan kekuatan sinkang untuk menyerangnya dengan pukulan jarak jauh! Tentu saja dia hendak menolak angin pukulan itu, menangkis atau mengelak. Akan tetapi Bun Hong adalah orang yang cerdik, cepat dia maklum bahwa tosu ini sedang mengujinya! Kalau dia dapat menghadapi serangan pukulan dengan tenaga lweekang ini. berarti bahwa "calon mantu"

   Pangeran Song itu adalah seorang yang memiliki pandaian tinggi dan tentu saja hal ini dapat dihubungkan dengan penjahat semalam! Kalau dia menangkis atau mengelak, berarti rahasianya akan terbongkar. Karena itu. maka Bu Hong menyimpan kembali tenaga sinkangnya tetap menjura dan membiarkan serangan itu memukul ke arah pundaknya karena setelah dia menjura, maka serangan ke arah dada itu menuju ke pundaknya.

   Tek Po Tosu memang seorang yang amat lihai. Dia memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Selain lihai sekali ilmunya siang-kiam (sepasang pedang) yang kabarnya jarang ada tandingannya, juga dia adalah seorang ahli lwekeh yang memiliki sinkang kuat sekali. Hal itu tidaklah mengherankan karena tosu ini sesungguhnya adalah seorang tokoh dari partai persilatan besar Khong-thong-pai di lereng Pegunungan Kun-lun. Maka ilmu kepandaiannya amat tinggi dan dia dapat menjadi tangan kanan atau pembantu utama dari Thio-thaikam. Ketika melihat betapa pemuda sasterawan itu sama sekali tidak tahu akan serangannya, diapun cepat menarik kembali tenaga pukulannya dengan mengibaskan kedua tangannya yang tadi diangkat ke depan dada, Bun Hong hanya merasa tiupan angin halus yang berubah arah. Diam-diam dia kagum dan kaget bukan main!.

   Orang yang telah dapat menguasai tenaga pukulan yang dipergunakan untuk menyerang orang dari jarak jauh, dapat menariknya kembali atau menyelewengkannya hanya dengan kibasan tangan saja. menandakan bahwa tingkat kepandaian orang itu sudah tinggi sekali dan tenaga sinkang yang dikuasainya sudah amat kuat. Dia sendiri tidak akan mampu melakukan hal seperti itu! Jelaslah bahwa tosu ini adalah seorang lawan yang amat berat. Tek Po Tosu tersenyum dan menoleh kepada Bong Kak Liong.

   "Ciangkun, jangan kau terlalu mencurigai orang. Tan-kongcu adalah seorang terpelajar, mana dia dapat disamakan dengan seorang penjahat yang lihai?"

   Baik Bong Kak Liong maupun Thio-thaikam maklum bahwa tosu ini telah menguji, karena mereka memang tahu akan kecerdikan dan kelihaian tosu ini. Maka hati Thio-thaikam menjadi lega. Sementara itu Pangeran Song Hai ling mempersilakan para tamunya mengambil tempat duduk.

   "Agak mengherankan hati saya mengapa Thio-taijin pagi sekali datang mengunjungi rumah kami. Apakah artinya penghormatan besar ini?"

   Tanya Pangeran Song yang tidak terlalu banyak mempergunakan kehormatan dan kesungkanan terhadap thaikam yang amat besar pengaruhnya ini oleh karena selain dia masih merupakan keluarga kaisar, juga memang Pangeran Song terkenal memiliki watak yang tinggi dan tidak mau merendahkan diri terhadap thaikam yang amat besar pengaruhnya ini.

   Thio-thaikim menarik napas panjang dan setelah membanting tubuhnya yang gemuk itu di atas kursi dia lalu berkata.

   "Saya datang untuk minta maaf atas kelancangan Bong-ciang kun malam tadi. vang dilakukannya atas perintah saya. Seorang penjahat kejam telah datang menyerbu istana saya dan melukai pundak saya. Ketika dikejar, penjahat itu menurut keterangan para pengejar, lari melompat keatas genteng istana pangeran lalu lenyap. Maka tentu saja Bong-ciangkun menduga bihwa penjahat itu masuk dan bersembunyi ke dalam gedung ini."

   "Ah, tidak apa, Thio taijin Saya sudah mendengar hal itu dari Bong-ciangkun, hanya saja saya harap agar lain kali Bong ciangkun lebih percaya terhadap orang segolongan sendiri!"

   Jawab Pangeran Song Hai Ling sambil memandang tajam kepada perwira itu yang menundukkan mukanya yang menjadi merah.

   Kembali Thio-thaikam menarik napas panjang.

   "Yang amat mengherankan hati saya pangeran adalah persamaan pendapat antara penjahat itu dengan pangeran."

   "Apa maksud kata kata itu taijin?"

   Pangeran Song bangkit dari tempat duduknya dan memandang dengan penasaran.

   Thio-thaikam mengeluarkan sehelai kertas berurat yang dilemparkan dengan pisau oleh penyerang malam tadi.

   "Lihatlah ini, pangeran!. Penyerangannya itu didasarkan oleh rasa penasaran karena pajak, sama benar dengan permohonan dan protes pangeran kepada kaisar dahulu itu mengenai penurunan pajak!"

   Pangeran Song membaca tulisan di atas surat itu yang berbunyi :

   MELALUI PAJAK. MEMERAS RAKYAT, PEMBESAR KEPARAT HARUS MATI DI UJUNG PEDANG.

   "Thio-taijin, saya tidak melihai persamaan yang taijin katakan tadi. Saya mengajukan permohonan dengan maksud baik, bukan mempergunakan pedang untuk membunuh siapapun!"

   "Harap paduka tenang, pangeran. Karena paduka tidak bercampur tanngan dalam urusan ini, maka sayapun tidak akan berpanjang lebar, Akan tetapi, kita sama-sama adalah orang-orang yang menghadapi urusan pajak ini secara langsung, dan pangeran bahkan bertugas menerima dan mengumpulkan hasil pemungutan pajak. Sekarang timbul gejala-gejala pemberontakan tentang pajak ini. sudah sepatutnya kalau kita merundingkan dan mengatur langkah-langkah bagaimana baiknya. Kalau menurut pendapat paduka, bagaimanakah baiknya, Pangeran?"

   "Saya hanyalah seorang bendahara kerajaan yang tugasnya hanya menghitung uang masuk dan keluar dan sama sekali tidak berwenang untuk mengatur pajak."

   Jawab Pangeran Song Hai Ling dengan hati-hati.

   "Bagaimana saya berani menyatakan pendapat? Pendapat seorang seperti saya hanya akan menimbulkan kecurigaan orang belaka!"

   Kata-kata yang mengandung sindiran ini diterima oleh Thio-thaikam dengan senyum .

   "Harap lupakan hal yang sudah lalu. Pangeran Song. Baiklah, kalau paduka tidak mau mengeluarkan pendapat, maka harap dengarkan pendapat saya. Orang-orang yang tidak setuju dengan peraturan pajak itu, hanya orang-orang yang jahat dan malas, yang memang sengaja ingin menyelundupkan pajak ke kantong sendiri. Memang sifat mereka itu selalu tidak puas dengan peraturan pemerintah, diberi sedikit ingin banyak, diberi banyak masih juga belum puas. Mereka adalah orang-orang yang memang pada dasarnya sudah mempunyai benih-benih memberontak. Oleh karena itu, jalan satu-satunya harus menggunakan tangan besi. Mulai sekarang setiap kali para pembesar di daerah-daerah menyetor uang pajak, harus diberi peringatan bahwa siapa saja yang tidak mau menyetorkan pajak dengan lengkap dan cukup, pelanggaran itu tidak dihukum cambuk lagi seperti biasa, melainkan dihukum mati!"

   "Thio taijin!"

   Pangeran Song berseru kaget "Akan tetapi.....rakyat sudah cukup menderita!"

   "Paduka maksudkan bahwa kami yang mendatangkan penderitaan itu?"

   Tukas Thio thai-kam dengan nada suara penuh ancaman dan tantangan.

   "Bukan"". bukan"""!""

   Jawab Pangeran dengan dengan cepat.

   "Maksud saya, mereka cukup menderita karena datangnya musim kering yang panjang. Hasil sawah mereka tidak mencukupi."

   "Aahh, alasan kosong belaka! Itu hanya untuk menutupi kemalasan mereka!"

   Pangeran Song tidak lagi berani membuka suara karena dia tahu dari pengalaman lalu bahwa banyak membantah hanya akan menambah kemarahan pembesar ini dan bukan tidak mungkin kemarahan itu akan mengeluarkan peraturan-peraturan yang lebih keji lagi. Thioa-thaikam lalu menegaskan sekali lagi bahwa peraturan baru itu harus selekasnya dilaksanakan, kemudian dia berpamit dan pergi meninggalkan gedung bersama dua orang pegawainya, diantar oleh Pangeran Song dan juga oleh Bun Hong yang hanya bertindak demi melindungi Pangeran Song.

   Setelah tiba di pintu istana itu. Thioa-thaikam menoleh dan berkata kepada Bun Hong Sambil tersenyum.

   "Tidak kusangka bahwa engkau yang kejatuhan bintang dan memperoleh kebahagiaan besar menjadi calon suami Song siocia! Haha-ha. kionghi-kionghi! Harap saja acara pernikahan itu tidak akan ditunda-tunda lebih lama lama sehingga aku dapat menikmati arak pengantin!"

   Lalu dia tertawa bergelak dan meninggalkan tempat itu diiringkan oleh dua orang pengawalnya dan para anak buah pasukan pengawal yang tadi menanti dan menjaga

   diluar istana pangeran.

   Setelah pembesar itu pergi dan mereka kembali ke dalam gedung. Bun Hong mengerutkan alisnya dan mengertak gigi sambil berkata gemas.

   "Ingin sekali saya mencekik batang leher keparat busuk itu!"

   Kemudian dia teringat akan akal yang dipergunakan oleh Pangeran Song tadi. maka dengan muka merah dia lalu menegur.

   "Pangeran, mengapa paduka tadi mempergunakan alasan yang demikian menyulitkan?"

   Pangeran Song menarik napas panjang "Tan-taihiap, aku memang tidak main-main dan setelah apa yang telah terjadi, engkau harus menolong kami dan suka menerima Kim Bwee sebagai calon isterimu. Ketahuilah bahwa Kim Bwee adalah anak yang keras hati dan memegang kehormatan dan nama. Setelah apa yang terjadi di dalam kamarnya itu, kalau engkau tidak mau menerimanya sebagai isteri, khawatir sekali kalau-kalau dia akan membunuh diri untuk menebus rasa malu dan aib yang menimpa dirinya. Itu adalah hal pertama, dan ke dua, kalau kita tidak menggunakan alasan seperti tadi. tentu akan terbuka rahasiamu dan kita semua akan celaka. Ke tiga, terus terang saja, aku suka kepadamu, taihiap, dan aku akan rasa puas dan beruntung kalau bisa menpatkan seorang mantu seperti engkau."

   "Akan tetapi"".."

   Bun-Hong meragu.

   "Akan tetapi apakah? Apakah engkau sudah beristeri?"

   Pembesar itu bertanya dengan alis kerut penuh kekhawatiran.

   
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bun Hong menggelengkan kepalanya.

   "Atau sudah bertunangan dengan gadis lain?"

   Kembali Bun Hong menggeleng kepala. Pangeran Song merasa lega sekali sehingga dia dapat tersenyum lebar, lalu memegang kedua pundak pemuda itu.

   "Kalau begitu, apakah lagi halangannya? Atau barangkali""

   Engkau menganggap puteriku itu kurang pandai atau kurang cantik?"

   "Ah. bukan begitu, taijin""., Song-siocia adalah seorang puteri yang teramat cantik dan bijaksana. akan tetapi"".

   "

   Dia teringat kepada Kui Eng dan segera diusirnya dengan ingatan bahwa gadis itu telah bertunangan dengan suhengnya.

   "Apakah kau tidak mencinta pateriku?"

   Bun Hong, menjadi gugup.

   "Hamba"". mana berani mencinta seorang gadis yang begitu mulia seperti Song-siocia".!"

   Pangeran Song tertawa dengan hati girang Jawaban ini cukup membayangkan bahwa pemuda ini pada hakekatnya tidak menolak.

   "Sudahlah, Bun Hong, engkau memang berjodoh dengan anakku, berjodoh dan cocok benar untuk menjadi di suami Kim Bwee. Aku menyerahkan anakku itu dengan tulus ikhlas kepadamu dan biarlah sekarang juga aku mengumumkan hal ini dan memberitahukan kepada ibu mertuamu dan kepada Kim Bwee sendiri."

   Betapapun juga, Bun Hong harus mengatakan di dalam hatinya bahwa Kim Bwee adalah seorang dara yang cantik jelita dan dalam hal kecantikan bahkan tidak kalah oleh Kui Eng hatinya memang sudah amat tertarik oleh kecanlikan gadis itu, juga oleh kebijaksanaannya maka kini demi menolong keluarga Song yang sudah memberitahukan pertunangan itu kepa Thio-thaikam hingga hal ini tidak dapat dan tidak nungkin dibatalkan lagi, dia tidak lihat jalan lain. Dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Pangeran Song yang dan berkata perlahan.

   "Apakah yang dapat saya katakan selain terima kasih? Taijin telah melimpahkan budi sebesar gunung, bahkan telah menyelamatkan jiwa saya, budi yang tidak mungkin dapat saya balas, taijin."

   "Ha-ha-ha, Bun Hong, engkau adalah mantuku, mengapa masih juga menyebut taijin? bersikaplah yang pantas, mantuku!"

   Dengan muka merah sekali Bun Hong lalu menyebut perlahan.

   "Gak-hu (ayah mertua)"."

   Pangeran Song Hai Ling tertawa bergelak dengan hati girang. Kemudian orang tua ini berjalan memasuki ruangan dalam untuk menyampaikan berita girang itu kepada isterinya dan anaknya. Biarpun hatinya merasa agak kecewa melihat jodoh puterinya seperti dipaksakan, namun nyonya Song yang maklum bahwa hal itu demi menyelamatkan keluarga, tidak banyak cerewet lagi. Sedangkan Kim Bwee yang diberi tahu hanya menunduk dengan muka merah sekali dan tanpa disadarinya, jari-jari tangannya yang halus meruncing itu mempermainkan ujung bajunya.

   "Hi-hik. kionghi, enci!"

   Kim Hwa menggoda dan menowel dagu encinya. Kim Bwee menjerit dan mengejar adiknya untuk mencubitnya. Dua orang dara itu tertawa lirih dan berkejaran memasuki kamar mereka sendiri! Telah lama kita meninggalkan Kui Eng.Sebaiknya kita tinggalkan lebih dulu pendekar Tan Bun Hong yang tanpa disangka sangka telah diambil mantu oleh seorang pangeran di kota raja itu dan mari kita mengikuti perjalanan Kui Eng, pendekar wanita yang gagah perkasa itu.

   Seperti telah diceritakan di bagian depan, Kui Eng meninggalkan Kuil Kwan-im-bio di An-kian dengan hati marah. Selain merasa marah, dia juga merasa kasihan kepada Gan Beng Han, karena tak pernah disangkanya bahwa twa-suhengnya itu ternyata menaruh hati kepadanya, mencintanya seperti cinta seorang pria kepada seorang wanita, bukan hanya cinta seorang suheng kepada sumoinya. Dia memang suka sekali kepada Beng Han yang dapat dipercaya dan dapat pula diandalkan, akan tetapi rasa sukanya adalah rasa suka seorang adik terhadap seorang kakaknya, atau rasa suka antara sahabat, dan sekali-kali tidak pernah terlintas di dalam pikirannya untuk mendengar pinangan yang datangnya dari Beng Han.

   Demikian pula terhadap Tan Bun Hong, ji-suhengnya, dia mempunyai perasaan yang sama, dan menganggap Bun Hong sebagai kakaknya yang ke dua. Dia tidak pernah mengira bahwa Beng Han jatuh cihta kepadanya karena pemuda yang alim itu selalu kelihatan pendiam. Kalau ada persangkaan di dalam hatinya maka persangkaan itu ditujukan kepada Bun Hong yang sering kali akhir-akhir ini memandangnya dengan sinar mata ganjil da penuh kekaguman seperti yang dia lihat pada mata pemuda-pemuda lainnya kalau sedang memandang kepadanya.

   Kui Eng merasa dunia seakan-akan sunyi sepi. Semenjak kecil dia hidup bersama gurunya dan ditemani oleh dua orang suhengnya. Kini dia berada seorang diri saja di dunia yan luas ini, tanpa sanak kadang, tanpa teman, tanpa tempat tinggal, tanpa apa-apa! Akan tetap biarpun dia merasa sunyi sekali melakukan perjalanan seorang diri itu, hatinya merasa lega oleh karena kini dia tidak usah memusingkan urusan cinta mencinta yang tak dikehendaki itu. Kalau dia harus mengadakan perjalanan bersama Beng Han yang telah diketahuinya jatuh cinta kepadanya sebagai seorang pemuda mencintai seorang dara, tentu dia akan merasa malu-malu dan sungkan sehingga perjalanan itu menjadi tidak leluasa dan tidak enak.

   Di sepanjang perjalanan seorang diri itu sebagai seorang pendekar wanita, setiap kali terjadi sesuatu hal yang memerlukan pertolongan, Kui Eng tidak pernah meragu untuk mengulurkan tangan dan melakukan pertolongan! kepada mereka yang lemah tertindas sehingga tidak sedikit pendekar wanita remaja ini telah menolong orang-orang yang sengsara dan membasmi orang-orang jahat yang mengandalkan kekuasaan dan kepandaian untuk menghina dan menekan orang lain. Seperti yang telah dikatakannya kepada Beng Han dahulu ketika dia hendak pergi merantau Meninggalkan twa-suhengnya, dia hanya mengandalkan kedua kakinya dan pergi ke mana saja kedua kakinya membawa dirinyai Dia pergi lanpa mempunyai tujuan tertentu karena dia-pun tidak tahu ke mana ibunya telah pergi waktu kekacauan terjadi.

   Beberapa bulan lamanya telah lewat tak terasa semenjak dia berpisah dari para suheng-nya. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Kui Eng memasuki sebuah dusun yang dilalui oleh jalan raya yang menuju ke kota raja, hatinya tertarik maka otomatis kakinya melangkah melalui jalan raya yang menuju ke kota raja ini dan pada pagi hari itu dia memasuki dusun dengan niat untuk mencari warung karena perutnya terasa lapar dan dia ingin sarapan. Tiba-tiba dia mendengar suara ribut-ribut di depan, di dalam dusun itu. Kui Eng mempercepat langkahnya dan sebentar saja dia melihat tiga orang pemuda berpakaian sebagai orang-oraug terpelajar sedang dikurung oleh banyak orang dan diejek dengan kata-kata menghina. Sebagian besar dari orang-orang yang mengurung itu adalah petani-petani biasa yang merupakan penonton-penontan biasa, akan ta tapi yang betul-betul sedang mengejek dan menghina tiga orang muda itu adalah seorang laki-laki bermuka hitam yang dibantu oleh kawan-kawannya yang berjumlah delapan orang.

   "Ha-ha, tiga ekor cacing buku yang bisanya hanya mencoret-coret di atas kertas! Apa sih kepandaian kalian sebenarnya? Kalian paling paling hanya mengikuti ujian dan setelah memperoleh pangkat lalu menjadi kepala besar dan menggunakan kedudukan kalian untuk menindas kami! Apakah kalian bisa menggunakan cangkul dan menanam gandum? Ha-ha ha! Kalau tidak ada orang-orang kasar seperi kami, apa kalian kira kalian akan dapat makan dan dapat hidup? Kukira kalian ini mengangkat cangkulpun tidak akan kuat, ha-ha-ha!"

   Kata seorang di antara para pcngejek itu.

   "Orang-orang macam inilah yang menjadi calon-calon pemeras dan penindas kita!"

   Si muka hitam berkata sambil menunjuk ke arah hidung tiga orang pemuda itu.

   "Orang-orang macam ini harus kita bikin mampus saja agar kita tidak ditambahi penindas penindas dari tiga orang calon pembesar ini!"

   Mendengar ucapan dan anjuran si muka ini, kawan-kawannya lalu maju mengurung dengan sikap yang amat mengancam. Sementara itu, para petani yang sudah terlalu kenyang mengalami penindasan dan pemerasan para petugas pemerintah, hanya menonton saja dengan senyum seakan-akan tiga orang pelajar itu alah orang-orang yang benar-benar kelak akan menambah beban hidup mereka, seolah-olah mereka sedang menonton pertunjukan yang menarik hati. Kui Eng memperhatikan tiga orang muda. Mereka itu berpakaian pantas, seperti biasanya orang-orang muda yang suka mempelajari sastera, dan usia mereka itu kurang lebih delapan belas tahun. Wajah mereka tampan, rapi dan sikap mereka lemah lembut dan halus, seorang di antara mereka yang berwajah tampan sekali dengan mata tajam bagaikan bintang dilindungi alis yang tebal dan panjang menghitam berbentuk golok, nampak tenang dan tabah menghadapi ejekan-ejekan itu, berkata dengan dua orang kawannya yang telah menjadi pucat mendengar ancaman banyak orang lu.

   "Cu-wi sekalian,"

   Kata pemuda tabah itu dan suaranya nyaring halus sehingga menarik perhatian Kui Eng.

   "Kami bertiga adalah pelajar-pelajar yang menuju ke kota raja, hendak menempuh ujian dan sama sekali kami tidak mengerti tentang pemerasan dan penindasan. Melihat sikap cu-wi, barangkali telah terjadi penindasan di sini, akan tetapi, kami tidak mempunyai sangkut-paut dengan hal itu. Harap cu-wi suka berpikir dengan matang jangan memandang orang dengan sama saja."

   Si muka hitam meludah ke atas tanah "Cuhh!! Begitulah lagak kutu-kutu buku yang busuk dan jahat! Pandainya hanya memutar pena bulu dan menggoyang lidah. Coba kau jawab, untuk apa kau mempelajari semua kepintaran bicara dan menulis itu? Apakah gunanya itu bagi kami? Akan tetapi sebaliknya kami mengayun cangkul menghasilkan gandum dan padi bukan untuk mengenyangkan perut kami sendiri, bahkan perut kalian bertiga semenjak kecil kalau tidak diisi oleh hasil tanaman dan cangkul kami mau diisi dengan apakah?"

   "Cu-wi,"

   Kata pelajar tampan itu pula dengan sikap yang tetap tenang dan senyum ramah.

   "kami dapat mengerti dan menghargai jasa kalian sebagai petani. Akan tetapi hendaknya diingat bahwa masing-masing orang memiliki bakat-bakat dan lapangan kerja sediri-sendiri, melayani bidang masing-masing untuk memajukan negara dan bangsa. Kalau semua orang harus menjadi petani, siapakah yang akan mengerjakan dan membuat barang-barang kebutuhan lain? Kita harus hidup bersama saling menolong dan saling mengisi kebutuhan masing-masing, baru kita bisa hidup dengan tenteram dan damai, penuh kemakmuran dan kebahagiaan."

   "Cih, pandainya memutar lidah! Pendeknya orang-orang macam kalian ini tidak ada gunanya. Bisanya hanya memeras rakyat petani. Kalian ini harus ditumpas, harus dibunuh semua,"

   Kata si muka hitam sambil melangkah maju.

   "Lihat, muka kalian sudah pucat karena takut. Cih, pengecut, penakut, laki-laki lemah!"

   Pemuda itu menjadi marah.

   "Laki-laki kasar yang tidak tahu akan sopan-santun. Apakah kesalahan kami maka kau berlaku sekasar ini dan tanpa alasan memaki-maki orang?"

   "Eh, eh, kau hendak melawan? Beranikah kau melawan aku Si Macan Hitam? Lihatlah, saudara-saudara, lihatlah baik-baik. Kutu buku ini hendak bertanding melawan aku!"

   Kata muka hitam sambil tertawa bergelak dan semua orang itu mentertawakan pemuda pelajar itu,

   "Hek-houw ko ( Macam Hitam ), aku bukanlah seorang yang pandai berkelahi dan tenagakupun tidak seperti tenagamu yang terlatih untuk berkelahi, akan tetapi aku juga seorang laki-laki yang cukup jantan dan aku tidak takut kepada siapapun juga apa bila aku tidak bersalah. Kuharap engkau tidak menghina kami, karena bukan maksud kami meninggalkan rumah melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari permusuhan dengan orang tanpa sebab sama sekali."

   "Ha-ha-ha, pintarnya dia mencari alasan untuk menyembunyikan rasa takutnya. Ayo majulah kau, hendak kuhancurkan kepalamu. Lawanlah aku kalau kau benar-benar seoral laki-laki!"

   Sambil berkata demikian, Hek-how ko melangkah maju dan sekali dia menggerakkan tangan, baju pemuda pelajar itu telah ditariknya sehingga robek di bagian dada dan nampaklah kulit dadanya yang putih.

   "Ha ha, hayo kau lawanlah aku!"

   Betapapun juga, pemuda itu sama sekali tidak kelihatan takut dan dengan senyum getir dia berkata.

   "Baik busuknya hati orang akan dilihat dari pekerjaan, melainkan dari perbuatan dan sikapnya. Sikapmu ini menunjukkan bahwa kau tidak patut menjadi seorang petani yang baik, dan paling tepat orang seperti engkau ini menjadi orang yang disebut penjahat yang kasar dan suka mengandalkan kekerasan untuk menghina orang!"

   "Ang-heng"", sudahlah, jangan kau menjawab, biarkan saja!"

   Mencegah Seorang pelajar lain yang kelihatan ketakutan sekali.

   "Mengapa kita harus takut, Lie-te? Kita tidak bersalah apa-apa, dan orang yang tidak bersalah, takkan takut mati, biarpun sampai dibunuh, kematian adalah kematian yang mulia!"

   Jawab pemuda itu dengan suara gagah.

   Sementara itu, si muka hitam yang disebut penjahat kasar, menjadi marah sekali dan berseru keras lalu mengayun tangan memukul ke arah muka pemuda itu yang sama sekali tidak mundur ketakutan, bahkan memandang dengan tajam. Akan tetapi sebelum pukulan si muka hitam itu mengenai muka pemuda itu, tiba-tiba muka hitam berseru kaget karena tubuhnya ditarik orang dari belakang yang membuatnya terhuyung hampir roboh. Dia cepat meloncat dan membalik, dan ternyata bahwa yang menariknya itu adalah seorang dara remaja yang berpakaian sederhana berwarna hijau, dara yang cantik dan juga gagah sekali sikapnya.

   "Eh, muka hitam, engkau ini memang orang jahat yang kasar!"

   Kui Eng berkata sambil bertolak pinggang menghadapi si muka hitam.

   Bukan main marahnya hati Hek-houw.

   "Perempuan lancang! Siapakah engkau berani berlancang tangan membela kutu-kutu buku ini? apakah kau tunangan atau kekasih

   mereka?"

   Merahlah wajah Kui Eng mendengar makian ini.

   "Bangsat bermulut kotor, apa kau ingin mampus?"

   Sambil berkata demikian, tangan kanannya melayang ke arah mata si muka hitam. Ketika si muka hitam cepat mengelak, tangan kanan itu merubah menjadi tamparan keras sekali dari samping dan dengan tepat mengenai pipi si muka hitam.

   "

   Plakkk!!"

   Si muka hitam mengaduh aduh, memegang pipinya dan mulutnya berdarah karena dua buah giginya copot dan bibirnya pecah berdarah .

   "Bangsat""., keparat kau"""

   Bentaknya sambil mencabut goloknya. Melihat ini, tiga orang pemuda pelajar itu mundur ketakutan karena melihat Hek-houw telah mencabut golok berarti akan terjadi pembunuhan di situ.

   "Mampus kau!"

   Hek-houw menerjang dengan goloknya. Sinar golok berkeredepan menyilaukan mata dan menyambar ke arah leher Kui Eng.

   Pendekar wanita ini menjadi makin marah Laki-laki muka hitam ini benar benar terlalu kejam, pikirnya, dengan mudah saja menggerakkan senjata untuk membunuh orang, padahal menyerang seorang wanita sudah merupakan hal yang harus dibuat malu oleh seorang laki laki. Cepat dia mengelak dan yang membui hati Kui Eng makin marah adalah ketika melihat tujuh orang kawan si muka hitam itupun kini sudah mencabut senjata semua dan mengepung lalu mengeroyok. Mereka ini seperti sekawanan anjing srigala yang buas!.

   Pada waktu itu, memang banyak sekali terjadi hal-hal seperti ini. Kejahatan manusia memang selalu muncul, baik di waktu makmur maupun di waktu sengsara, karena manusia-manusia itu selalu menginginkan kesenangan untuk diri sendiri sehingga mereka selalu mencari kesempatan baik demi untuk tercapainya kemenangan yang mereka kejar-kejar. Pada waktu itu, kehidupan kaum petani boleh dibilang memang sengsara karena penindasan banyak pembesar yang lalim dan sewenang-wenang. Hal ini dipergunakanlah oleh orang-orang macam Hek-houw itu untuk mencapai keinginan hatinya.

   Mereka melihat peluang baik, menggunakan penderitaan para petani untuk membangkitkan hati mereka yang penuh dengan dendam. Mereka menghasut para petani dan para miskin, untuk menaruh dendam kepada orang-orang kaya, kepada para pembesar sehingga dengan mudah saja mereka itu dihasut untuk memberontak. Kalau hasutan ini sudah berhasil, maka mereka akan memperoleh anak buah yang setia dan banyak, untuk bergerombol menjadi kawanan penjahat, perampok, atau pemberontak. Apakah benar orang-orang seperti mereka ini berjuang untuk kepentingan rakyat miskin? Jauh dari pada itu.

   Memperalat rakyat miskin demi tercapainya cita-cita mereka sendiri dan sekali "perjuangan"

   Yang didengung-dengungkan itu berhasil, tentu mereka itulah yang akan menikmati hasil dan mereka akan melupakan lagi tenaga rakyat jelata yang telah mereka peralat itu. ini terjadi di seluruh dunia, semenjak sejarah berkembang! Muncullah aliran ini atau itu yang diselubungi slogan-slogan teramat muluk-muluk dan tinggi-tinggi, yang kesemuanya merupakan propaganda untuk menundukkan hati rakaat agar suka berpihak kepada mereka.

   Mungkin ada juga beberapa gelintir orang yang berjuang benar-benar demi kepentingl rakyat miskin, akan tetapi kemudian terbuktilah hal-hal yang menyedihkan, yaitu ada yang sebenarnya juga mengejar pamrih demi diri sendiri, sungguhpun bukan berupa pengejaran kemuliaan atau harta benda atau kedudukan namun pada hakekatnya dia mengejar nama besar, mengejar keuntungan batiniah! Dan yang tidak,beberapa gelintir orang ini akhirnya akan tergulung oleh ombak dari mereka yang berpamrih besar-besaran untuk diri sendiri sehingga beberapa gelintir orang itu kehilangan kekuasaan dan menjadi tidak berarti lagi, hilang lenyap oleh sebagian besar dari para "pemimpin"

   Gadungan itu.

   (Lanjut ke Jilid 09)

   Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 09

   Kui Eng merasa marah bukan main. Sembilan orang laki-laki ini jelas bukanlah orang-orang baik. Dia sendiripun pernah menentang pembesar-pembesar lalim, dan dia sendiripun tahu betapa rakyat petani mengalami tekanan yamg amat berat,hidup dalam keadaan kekurangan dan sengsara, maka kalau ada usaha untuk membela kaum tani dan meningkatkan taraf kehidupan mereka, tentu saja dia akan mendukung sepenuhnya. Akan tetapi ternyata sembilan orang ini adalah penghasut-penghasut yang ingin menyeret kaum petani yang hidup miskin itu menjadi orang-orang yang jahat dan kejam seperti mereka, yang haus darah karena dendam. Hal ini berarti menyeret kaum petani ke jurang yang lebih hina dan sengsara lagi.

   Melihat sembilan orang itu sudah menerjangnya dengan golok daan pedang dari segenap penjuru Kui Eng mengeluarkan pekik dahsyat dan tiba-tiba saja tubuhnyya lenyap! Demikian cepatnya Kui Eng bergerak, tubuhnya berkelebatan menjadi bayangan hijau menyambar-nyambar seperti seekor burung walet dan ke manapun ubuhnya berkelebat:, tentu seorang pengeroyok berteriak kesakitan dan roboh terpelanting, senjatanya terpental jauh! Si muka hitam sendiri terkena tendangan paling keras dari Kui Eng, mengenai dadanya dan dia terlempar jauh, jatuh terbanting dan pingsan! Sedangkan delapan orang temannya telah rebah malang melintang sambil merintih-rintih .

   Sambil bertolak pinggang, Kui Eng lalu menggunakan ujung sepatunya menotok si muka hitam yang segera terguling dan merintih, Ia membuka mata terbelalak lebar memandang ke arah Kui Eng. Mukanya yang hitam berubah abu-abu dan sinar matanya mengandung rasa heran dan juga gentar.

   "Huh, orang macam engkau ini memang jahat dan kejam"

   Kui Eng menuding.

   "Kau berpura-pura mengaku sebagai petani, akan tetapi aku tidak percaya bahwa kau dan kawan-kawanmu adalah petani-petani tulen. Petani-petani biasa berwatak jujur dan wajar, merupakan manusia-manusia yang baik dan tidak palsu, dekat dengan alam dan tidak suka mengada-ada. sebaliknya watak kalian adalah watak penjahat-penjahat yang suka merampok dan sewenang-wenang saja. Tidak semua pembesar berwatak buruk, dan tidak semua pelajar menjadi calon pembesar jahat! Tiga orang kongcu ini hanya lewat di sini dan tidak mempunyai dosa apapun mengapa kalian mengganggu mereka? Sungguh tak tahu malu!"

   Si muka hitam yang sudah merangkak bangun lalu bertindak pergi diikuti oleh kawan-kawannya. Setelah jauh, dia membalik mengepal tinju, diamang-amangkannya ke arah Kui Eng dan terdengar dia berkata.

   "Awas!. akan kubunuh kalian kalau kita bertemu kembali!"

   Mendengar ancaman itu, Kui Eng tertawa dan menjawab; "Orang macam engkau mengancam aku? Huh, sungguh tak tahu diri!"

   Para penduduk dusun yang menyaksikan kemarahan Kui Eng, lalu memuji dengan penuh kaguman. Mereka memberi tahu bahwa sembilan orang itu adalah orang-orang gelandangan yang pekerjaannya hanya mengganggu penduduk, minta makan, minta uang dan lain-lain. Mereka adalah penjudi-penjudi yang tidak tentu tempat tinggalnya, sehingga mereka itu sesunguhnya merupakan penambah beban bagi orang-orang dusun yang sudah menderita. Mereka tidak pernah berani menentang mereka.

   "Kalau begitu, mengapa saudara sekalian diam saja melihat mereka berbuat sewenang-wenang?"

   Kui Eng menegur.

   "Apakah yang dapat kami lakukan? Mereka itu kuat dan tangguh, dan pula"""

   Petani itu memandang ke arah tiga orang pelajar tadi.

   "memang ada betulnya ketika Hek-houw mengatakan bahwa para pembesar sekarang hanyalah memeras dan menindas kami kaum tani. Kami sudah bosan hidup menderita tanpa dapat melawan, kini ada orang-orang yang kelihatan membela kami, tentu saja kami berbesar hati, sungguhpun yang membela kami itu hanyalah orang-orang macam mereka itu. Kami kaum petani sudah haus akan pembelaan sehingga tidak akan memilih bulu lagi pendeknya siapa membela kami, tentu saja akan kami ikuti."

   Kui Eng menarik napas panjang.

   "Saudara-saudaraku sekalian. Memang sudah semestinya bahwa kita harus berjuang untuk memperbaiki nasib kita sendiri, agar dapat makan cukup dan berpakaian cukup, tercukupi semua kebutuhan rumah tangga yang pokok. Akan tetapi harap saudara sekalian berhati-hati dan jangan sampai terjerumus masuk perangkap yang di pasang oleh orang-orang jahat yang hanja pura-pura saja menjadi pembela dan pemimpin. Kalau begitu, kalian akan keluar dari suatu jurang dan terjeblos ke dalam jurang yang lebih dalam dan mengerikan lagi menjadi orang miskin namun bersih masih belum hebat, akan tetapi berubah menjadi orang jahat, sungguh percumalah hidup di dunia ini.

   PEMUDA pelajar yang tadi memperlihatkan sikap gagah itu menarik napas panjang dan berseru.

   "Betapa tepatnya ucapan lihiap ini! Sungguh hebat sepak terjangnya, hebat pula pendapatnya. Telah lama kami mendengar penindasan sewenang-wenang dari para pembesar, dan mudah-mudahan saja kami kaum muda terpelajar kelak akan dapat mengubah suasana buruk ini kalau kami memperoleh kedudukan sebagai penguasa."

   Kemudian pemuda ini menjura kepada Kui Eng dan diturut oleh dua orang kawannya.

   "Nona sungguh gagah perkasa dan berbudi mulia. Terimalah hormat dan ucapan terima kasih dari kami. Saya bernama Ang Min Tek, dan kedua orang teman saya ini adalah Lie Kang Coan dan Lie Kang Po. Kalau tidak ada nona yang datang menolong, entah bagaimana jadinya dengan nasib kami bertiga.?"

   Merahlah wajah Kui Eng mendengar ucapan yang halus dan sikap yang sopan santun ini. Selama dalam perjalanan ini, entah sudah berapa banyak dia menolong orang dan menghajar orang-orang jahat, entah sudah berapa banyak dia menerima pujian dan ucapan terima kasih. Akan tetapi aneh, baru satu kali ini dia merasa girang dipuji-puji orang! Dia merasa girang sekali disebut "nona"

   

Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo Kilat Pedang Membela Cinta Karya Kho Ping Hoo Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini