Ceritasilat Novel Online

Pedang Penakluk Iblis 7


Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 7




   "Siapa kalian? Hayo usir ular-ular jahat kalian itu dan...." Baru saja berkata sampai di sini, See-thian Tok-ong menggerakkan kedua tangannya berulang-ulang ke depan dan lima orang itu roboh terjungkal tak bernapas lagi!

   

   Lima orang anggauta Im-yang-bu-pai itu telah terkena pukulan maut dari See-thian Tok-ong yang disebut Hek-tok ciang (Pukulan Racun Hitam). Begitu mereka roboh, seluruh tubuh mereka menjadi hitam dan mereka tewas pada saat itu juga, tanpa mendapat kesempatan berteriak sama sekali.

   See-thian Tok-ong dan anak isterinya berjalan perlahan, terus maju menghampiri rumah perkumpulan Im-yang-bu-pai. Burung rajawali merah berloncat-loncatan di belakang mereka, sedangkan ular-ular yang kini sudah kenyang makan bangkai-bangkai ayam, mulai merayap menghampiri mayat lima orang anggauta Im-yang-bu-pai itu.

   Mendengar suara orang jatuh di luar, beberapa orang anggauta Im-yang-bu-pai memburu keluar dan alangkah terkejut hati mereka melihat lima orang kawan mereka telah tewas dengan muka hitam, sekali, menggeletak di pekarangan dan ular-ular yang menjijikkan merayap-rayap di sekeliling mayat-mayat itu. Mereka juga memandang kepada tiga orang pendatang yang sikapnya tenang itu, maka tahulah mereka bahwa yang datang adalah musuh-musuh. Cepat mereka berlari masuk dan tak lama kemudian gembreng tanda bahaya dipukul gencar di ruang -belakang.

   Dalam sekejap mata saja, pekarangan rumah perkumpulan Im-yang-bu-pai telah penuh orang. Ada empat puluh lebih anggauta Im-yang-bu-pai berkumpul di situ, mengurung pekarangan dan di tangan mereka terlihat bermacam senjata. See-thian Tok-ong dan anak isterinya tidak bergerak, hanya berdiri di tengah pekarangan sambil tersenyum-senyum dan memandang ke sekeliling mereka. Makin banyak anggauta Im-yang-bu-pai yang datang, makin bersinar-sinar mata mereka.

   "Datanglah yang banyak! Datanglah semua jangan ada yang ketinggalan!" berkali-kali Ban-beng Sin-tong Kwan Kok Sun berkata perlahan.

   Im-yang bu-pai adalah perkumpulan yang amat berpengaruh dan besar serta memiliki anggauta yang ratusan orang jumlahnya. Akan tetapi anggauta-anggauta itu tidak semua berada di Lam-si dan pada waktu itu yang berada di situ hanya lima puluh orang lebih. Kemudian munculiah Lui Kong Ji bersama Lai Tek Kwa Siang dan beberapa orang pengurus Im-yang-bu-pai atau murid-murid Giok Seng Cu. Melihat ular-ular dan burung kim-tiauw, semua pengurus dapat menduga bahwa mereka berhadapan dengan See-thian Tok-ong sehingga mereka rata-rata menjadi jerih dan wajah mereka pucat. Hanya Kong ji seorang yang bersikap tenang dan bocah ini bertindak maju dengan tabah sekali, bahkan berada di tempat terdepan menghadapi See-thian Tok-ong. Hal ini tidak saja mengagumkan para anggauta Im-yang-bu-pai, bahkan See-thian Tok-ong dan isterinya juga memandang dengan kagum atas keberanian bocah tampan itu.

   "Sam-wi yang baru datang ini bukankah See-thian Tok-ong Locianpwe bersama isteri dan putera yang terhormat? Kami dari Im-yang-bu-pai tak mengetahui lebih dulu akan kunjungan ini dan terlambat menyambut, mohon maaf sebesarnya," kata Kong Ji.

   Kwan Kok Sun cemberut, lbunya memandang dengan mata bersinar marah, akan tetapi See-thian Tok-ong tiba-tiba tertawa bergelak "Ha-ha-ha, alangkah lucunya mendengar kata-kata tadi keluar dari mulut seorang bocah. Ha-ha-ha " bocah ini lucu sekali...!" Akan tetapi isterinya membentak sambil mendelik kepada Kong Ji.

   "Setan cilik! Mulutmu lancang sekali. Mana ketuamu? Hayo suruh dia keluar!"

   Dengan tenang Kong Ji menjura.

   "Mohon maaf, ketua kami tidak ada di sini, dia sedang pergi...." Tiba-tiba See-thlan Tok-ong yang tadi tertawa-tawa membentak keras,

   "Tutup mulutmu! Kaukira aku tidak tahu bahwa Giok Seng Cu pergi melarian diri secara pengecut sekali? Yang kami maksudkan adalah ketua yang menjadi pemimpin di saat ini, atau wakil dari Giok Seng Cu." Suaranya mengancam dan wajahnya nampak bengis sekali jauh berbeda dengan tadi ketika ia tertawa-tawa. Namun Kong ji memiliki ketabahan luar biasa. Ia menghadap ke arah See-hian Tok-ong dan berkata, suaranya tegas dan sedikit pun tidak gemetar.

   "Terimalah hormatku, Locianpwe. Pada saat ini, boanpwe (aku yang rendah) yang menjadi ketua lm-yang-bu-pai menggantikan Giok Seng Cu pangcu kami yang sedang pergi."

   See-thian Tok-ong, Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun tertegun. Mereka sudah seringkali mendengar dan melihat hal yang aneh-aneh di dunia kang-ouw, akan tetapi melihat seorang bocah paling hanya berusia dua-tiga belas tahun mengaku menjadi ketua Im-yang-bu-pai, mereka benar-benar merasa
(Lanjut ke Jilid 07)
Pedang Penakluk Iblis/Sin Kiam Hok Mo (Seri ke 02 - Serial Pendekar Budiman)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 07
geli, heran, aneh dan tidak percaya.

   "Jangan main gila, bocah nakal. Apakah kau sudah bosan hidup berani mempermainkan See-thian Tok-ong?" bentak tokoh barat itu.

   "Ayah, biar Ang-coa-ong mengambil jantung!" kata Kwan Kok Sun sambil merogoh saku hendak mengeluarkan ular merah. Akan tetapi ayahnya mencegah.

   "Nanti dulu, Kok Sun. Aku hendak mendengar apakah dia benar-benar berani membohongi kita." Melihat keberanian Kong Ji, Lai Tek menjadi kagum sekali dan kini ia khawaIir kalau kalau anak ini dibunuh oleh tiga orang tamu aneh itu, maka ia lalu maju menjura.

   "Saya bernama Lai Tek dan menjadi murid tertua dari Suhu Giok Seng Cu. Memang benar bahwa anak ini adalah Siauw-pangcu kami, menggantikan Suhu. Dia tidak membohong. Mohon Locianpwe sudi memaafkan kalau ia terlalu berani bicara mengingat usianya yang masih muda. Perkenankan saya mewakili Im yang-bu-pai bertanya kepada Sam-wi apakah gerangan maksud kedatangan Sam-wi di sini?" Dengan matanya yang bundar, See-hian Tok-ong menyapu semua orang yang berada di situ, kemudian mulutnya menyeringai kejam ketika ia berkata,

   "Pertama-tama, si jahanam Giok Seng Cu telah berani merampas pedang dari tangan anakku, maka kami harus mengambil pedang itu kembali berikut kepalanya."

   Tiba, tiba suara ketawa Kong Ji menjawab kata-kata ini.

   "Locianpwe," Kata Kong Ji selagi semua orang heran memandangnya.

   "Boanpwe rasa Locianpwe takkan dapat membuktikan ancaman itu."

   Kembali See-thian Tok-ong melengak "Setan cilik, apa maksudmu? Hati-hati menjaga mulutmu, kau!"

   "Kalau Locianpwe tahu di mana adanya Suhu pada saat ini, masa Locianpwe bertiga susah payah datang ke sini"? Di dunia, betapa pun lihai dia, tak mungkin ada orang mengetahui di mana adanya Suhu."

   Sepasang mata See thian Tok-ong terputar-putar, kemudian ia berkata lagi kepada Lai Tek.

   "tadi maksud kedatanganku yang pertama sudah kunyatakan, adapun yang ke dua, karena ketua Im-yang-bu-pai telah berani menghina puteraku, maka hari ini Im-yang-bu-pai harus terbasmi sampai ke akar-akarnya. Kami datang untuk membinasakan kalian semua... kecuali dia ini!" Berbareng denga ucapan terakhir ini, tangan kirinya menyambar dan tahu-tahu Kong Ji telah dipegang tengkuknya oleh See-thian Tok-ong. Kong Ji merasa tubuhnya lemas seluruhnya. Percuma saja ia mencoba untuk mengerahkan lweekang agar terlepas dari pegangan kakek ini. Ia tidak berdaya sama sekali bagaikan sehelai rumput kering dalam tangan See thian Tok-ong. Kakek ini melemparkan tubuh Kong-Ji ke dekat burung rajawali sambil berseru.

   "Kim-tiauw, kau jaga dia jangan boleh lari!"

   Kemudian, didahului oleh bentakan-bentakan menyeramkan, See-thian Tok-ong, Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun mulai mengamuk. Semenjak tadi, Lai Tek, Kwa Siang dan kawan-kawannya sudah siap sedia mendengar omongan See-thian Tok-ong. Lai Tek dan Kwa Siang dapat -menduga bahwa di antara tiga orang aneh ini, yang paling berbahaya tentulah See-thian Tok-ong sendiri, maka Lai Tek segera mencabut sepasang pedangya. Kwa Siang mencabut sepasang tongkatnya. Mereka berdua lalu menyerbu dan menghadapi See-thian Tok-ong. Adapun anggauta-apggauta Im-yang-bu-pai lainnya yang kepandaiannya sudah tinggi mengurung Kwan Ji Nio.

   See-thian rok-ong tertawa bergelak sama sekali ia tidak mengeluarkan senjata dan menghadapi dua orang tokoh Im-yang-bu-pai itu dengan tangan kosong saja. Lai Tek berjuluk Siang-mo-kiat (Sepasang Pedang Iblis) sedangkan Kwe-Siang berjuluk Thian-te Siang-tung (Sepasang Tongkat Langit Bumi). Ilmu kepandaian mereka sudah amat tinggi dan ini sudah terbukti ketika mereka berdua menyerbu ke Hoa-san-pai, Liang Gi Tojin ketua Hoa-san-pai sendiri tidak kuat menghadapi mereka dan sampai tewas demikian pula Hui-liong Lie Bu Tek Naga Terbang sampai roboh terluka berat. Kini menghadapi See-thian Tok-ong tokoh baru yang menggegerkan dunia kang-ouw, mereka mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian.

   Akan tetapi, See-thian Tok-ong hanya menghadapi mereka dengan tangan kosong belaka. Tentu saja Lai Tek dan Kwa Siang menjadi penasaran sekali. Mereka merasa dipandang rendah dan dihina. Masa mereka berdua dengan senjata mereka yang sudah terkenal itu kalah dikeroyok seorang lawan bertangan kosong? Mereka berbesar hati karena pihak lawan hanya ada tiga orang ditambah ular-ular kecil dan seekor burung, sedangkan mereka berkawan sampai lima puluh orang.

   Akan tetapi, ilmu silat dari See-thian Tok-ong benar-benar hebat. Tidak saja gerakannya amat lihai dan kuat serta gesit, juga ilmu silatnya yang dimainkan untuk menghadapi desakan dua orang tokoh Im-yang-bu-pai itu amat luar biasa, jauh berbeda dari ilmu-ilmu silat yang pernah dilihat oleh Lai Tek dan Kwa Siang. Juga dalam menggerakkan tangan kaki, tiada hentinya Raja Racun ini mengeluarkan suara yang aneh, memekik-mekik dan menggereng seperti seekor binatang buas. Setiap gerakan tangan dilakukan sambil mengeluarkan pekik yang berlainan, akan tetapi dari suara ini seakan-akan timbul tenaga mujijat yang menahan gerakan senjata lawan, bahkan kadang-kadang membuat kacau gerakan ilmu silat Lai Tek dan Kwa Siang.

   Akibatnya, beberapa kali dua orang tokoh Im-yang-bu-pai ini beradu senjata dengan kawan sendiri. Jari-jari tangan See-thian Tok-ong amat cekatan dan kuat, juga orang ini berani mati sekali sehingga beberapa kali ia berani menerima sabetan pedang Lai Tek dengan tangan! Jari-jari tangannya dengan tepat dapat menyentil pedang itu sehingga terpental membalik atau menyeleweng menghantam tongkat Kwa Siang yang sudah menyambar pula. Benar-benar hebat dan sukar untuk dapat dipercaya.

   Kwan Ji Nio, isteri dari See-thian Tok-ong dikeroyok oleh lima orang. seperti juga suaminya, nyonya tua ini tidak mempergunakan senjata, akan tetapi melihat gerakannya, ia lebih mengagumkan daripada suaminya, walaupun tentu para pengeroyok tidak selihai Lai Tek dan Kwa Siang yang mengeroyok See thian Tok-ong. Gerakan nyonya ini cepat bukan main, sebentar-sebentar melompat dan terapung di udara bagaikan seekor burung menyambar. Karena kegesitannya yang luar biasa, ia lebih cepat berhasil daripada suaminya. Baru belasan gebrakan saja ia telah berhasil menjambret kepala seorang pengeroyok dan entah dengan pukulan apa, orang ini roboh terguling dengan tubuh tak berdaya lagi. Ternyata bahwa jalan darah dan urat terpenting di kepalanya telah kena ditotok putus oleh nyonya lihai ini! Gentarlah para pengeroyoknya, namun anggauta- anggauta Im-yang-bu-pai tidak mundur, bahkan kini ada sepuluh orang maju membantu untuk mengeroyok nyonya tua yang lihai sekali ini.

   Tiba-tiba terdengar jerit dan pekik menyeramkan dari para anggauta Im-yang bu-pai. Anak-anak murid yang kepandaiannya kurang lihai, bagaikan rumput dibabat roboh menjerit-jerit dan tubuh mereka menjadi hitam. Inilah akibat yang hebat dan perbuatan Ban-beng Sin-tong Kwan Kok Sun. Bocah gunclul ini setelah melihat ayah bundanya mengamuk, sambil tersenyum-senyum menyeringai sehingga wajahnya yang tampan itu ada persamaannya dengan ayahnya, lalu mengeluarkan suara mendesis dengan mulutnya. Serentak ular-ular kecil yang tadinya menggerogoti mayat lima orang anggauta Im-yang-bu-pai, bergerak dan menyerang orang-orang yang masih hidup. lebih hebat lagi. Kok Sun mengeluarkan sepasang ular merah dari sakunya dan sekali melepas ular-ular itu terdengarlah pekik menyeramkan dari orang-orang yang terkena gigitan ular merah berbisa ini. Para angauta Im-yang-bu-pai seorang demi seorang roboh dalam keadaan yang mengerikan.

   Kong Ji memandang semua ini dengan hati berdebar. Ia tadi dilempar jatuh dan sudah duduk, akan tetapi ia tidak berani bergerak karena di dekatnya berdiri burung kim-tiauw yang besar dan kelihatan galak itu, yang memandangnya tanpa berkedip. Anak ini tadi sengaja mengeluarkan kata-kata yang terdengar kurang ajar, akan tetapi sebetulnya melakukan semua itu dengan siasat yang rapi, Kong Ji ketika mendengar bahwa See- thian Tok-ong hendak merampas pedang dan membunuh Giok Seng Cu, maklum bahwa tentu Raja Racun ini belum mengetahui di mana tempat sembunyi Giok Seng Cu. Kemudian ia mendengar bahwa tiga orang luar biasa itu datang hendak membasmi Im-yang-bu-pai maka sengaja menyindir kepada See-thian Tok-ong bahwa Raja Racun ini tak mungkin dapat merampas pedang karena tidak tau di mana Giok Seng Cu bersembunyi.

   Dengan kata-kata ini, sama halnya dengan menyatakan bahwa di dunia tidak ada orang lain yang mengetahui di mana adanya Giok Seng Cu, kecuali dia sendiri! Kata-kata ini sengaja ia keluarkan untuk menolong diri sendiri, untuk melepaskan diri dari bahaya maut. Otaknya yang cerdik sudah memperhitungkan bahwa dia takkan dibunuh karena See-thian ok-ong pasti akan membutuhkannya untuk mencari Giok Seng Cu. Ia yakin bahwa yang menyindir tadi dapat dimengerti oleh See-thian Tok-ong, bahwa hanya anak inilah yang tahu tempat persembunyian Giok Seng Cu. Dan perhitungannya memang tidak meleset. Buktinya ia mendengar sendiri bahwa See-thian Tok-ong hendak membunuh semua orang Im-yang-bu-pai, kecuali dia sendiri."

   Kini melihat sepak terjang See-thian Tok-ong dan anak isterinya, diam-diam Kong Ji merasa kagum sekali. Inilah baru pantas disebut orang-orang berkepandaian tinggi, pikirnya. Aku harus dapat mewarisi kepandaian See-thian Tok-ong. Maka sambil menonton pertempuran otak anak ini bekerja dan ia sudah mempersiapkan siasat untuk dapat mempelajari ilmu silat dari See-thian Tok-ong.

   Pertempuran berjalan makin seru dan hebat. Orang-orang Im-yang-bu-pai yang menjadi korban bertumpuk-tumpuk, mayat bergelimpangan di sana-sini, menimbulkan pemandangan yang amat mengerikan. Lam Tek dan Kwa Siang tahu bahwa mereka menghadapi bencana hebat sekali, akan tetapi karena tidak ada jaIan keluar, mereka mengamuk dengan nekad mendesak See-thian Tok-ong dengan sekuat tenaga. Betapapun juga dua orang tokoh lm-yang-bu-pai ini memang berkepandaian tinggi, maka tiba-tiba See thian Tok-ong yang mulai marah karena belum juga dapat mengalahkan mereka, berseru keras sekali. Tahu-tahu ia telah mengeluarkan dua buah senjata yang amat aneh. Senjata ini merupakan sepasang tangan manusia yang sudah kering, dengan kuku-kuku panjang. Kedua tangan ini dalam keadaan mencengkeram, seperti kuku-kuku burung garuda yang sedang menyerang. Adapun kuku pada jari-jari tangan itu berwarna macam-macam, ada yang hitam, putih, kuning, merah dan hijau. Inilah sepasang senjata yang oleh pemiliknya dinamai Ngo-tok-mo-jiauw (Cakar Iblis Berbisa Lima), sepasang senjata dari See-thian Tok-ong yang amat lihai dan jarang sekali dikeluarkan.

   Begitu sepasang tangan ini menyambar, Lam Tek dan Kwa Siang mencium bau yang busuk sekali dan mereka cepat melompat ke belakang dan kepala mereka terasa pening karena bau yang keras itu. Akan tetapi, tiba-tiba sepasang tangan itu "terbang" mengejar, terlepas dari pegangan See-thian Tok-ong! Inilah kejadian yang amat tidak mereka duga dan kedua orang tokoh lm-yang-bu-pai saking kagetnya tidak keburu menangkis lagi. Mereka hanya mengelak cepat namun masih saja sepasang tangan itu menyerang mereka, Lai Tek kena tergores pundaknya, sedangkan Kwa Siang tergores oleh kuku tangan kedua pada tangannya.

   Seketika itu juga, Kwa Siang menjerit dan roboh. Tubuhnya berubah merah sekali dan ia berkelojotan terus mati. Ia terkena Ang tok (Racun Merah) dari kuku merah, sedangkan Lai Tek tak sempat menjerit lagi karena ia sudah roboh, dengan tubuh berubah kuning, terkena guratan kuku yang mengandung Oei-tok (Racun Kuning), See-thian Tok-ong tertawa bergelak dan sepasang cakar iblis itu tiba-tiba tersentak dan terbang kembali kepadanya, disambut oleh kedua tangan dan disimpan kembali ke dalam saku bajunya!

   Pertunjukan yang diperlihatkan oleh See-thian Tok-ong ini sebetulnya tidak aneh. Bagi orang yang melihatnya, memang tentu mengira bahwa sepasang cakar iblis itu dapat "terbang" menyerang musuh dan terbang kembali kepada pemiliknya, akan tetapi sebetulnya bukan demikian. Sepasang tangan itu bukanlah tangan iblis, melainkan tangan manusia biasa yang secara kejam dipenggal di tengah-tengah bagian lengan oleh See-thian Tok-ong. Raja Racun ini memilih tangan yang kuat tulangnya dan sehat kulit serta urat-uratnya, memotongnya, lalu mengeringkannya. Memang sebelum pemilik tangan itu dipotong lengannya, kuku-kukunya dibiarkan panjang lebih dulu.

   Setelah kedua tangan itu kering, kuku-kukunya, juga jari-jarinya lalu direndam air racun, setiap kuku semacam racun yang amat luar biasa. Kemudian, See-thian Tok-ong mempergunakan sehelai tali hitam yang halus sekali, besarnya hanya serambut, akan tetapi kuat dan tak dapat putus. Dengan tali ini ia dapat membuat tangan itu seakan-akan terbang. Ujung tali yang agak panjang terikat pada kancing di saku bajunya dan apabila ia melemparkan dua tangan itu lenyap. Juga dengan menggerakkan tali-tali halus itu ia dapat menarik kembali senjatanya.

   Setelah Lai Tek dan Kwa Siang roboh binasa keadaan orang-orang lm yang-bu- pai makin kacau-balau. Berturut turut mereka roboh binasa dan akhirnya sebagian kecil tak dapat menahan ketakutan mereka lagi, terus melarikan diri tunggang-langgang. Akan tetapi, suami isteri dan anak-anak itu memang berwatak kejam seperti iblis.

   Mereka tidak membiarkan orang-orang Im-yang-bu-pai itu melarikan diri, cepat mengejar dan menjatuhkan serangan maut sehingga akhirnya habislah semua orang Im-yang-bu-pai yang jumlahnya ada lima puluh orang itu. Semua menggeletak tak bernyawa lagi, kecuali Kong Ji yang mau tak mau terpaksa memandang semua itu dengan kedua matanya sendiri. Akan tetapi, benar-benar aneh dan luar biasa, melihat kejadian yang bagi orang lain akan menimbulkan kengerian hebat di dalam hati ini, bagi Kong Ji sama sekali tidak demikian.

   Di dalam hatinya, bocah ini bahkan bersorak girang karena ia memang selalu menganggap lm-yang-bu-pai sebagai musuh-musuh yang membinasakan ayah bundanya. Ia bahkan girang dan puas, serta memuji tinggi kegagahan See-thian Tok-ong dan anak isterinya. Sesungguhnya, betapapun kejamnya ayah ibu anak itu, kalau dibandingkan dengan watak dasar di dalam dada Kong Ji mereka masih kalah jauh.

   Kong Ji selalu memperlihatkan sikap baik hanya dengan satu maksud, yakni mencari ilmu yang tinggi untuk diri sendiri. Orang lain, baik orang itu memusuhinya maupun melepas budi baik kepadanya, ia tidak ambil perduli sama sekali. Kekejian See-thian Tok-ong dan anak isterinya hanya ditujukan kepada musuh-musuhnya atau kepada mereka yang dianggap merintangi kehendaknya. Sebaliknya kekejian Kong Ji tidak memilih bulu, sudah dibuktikan betapa ia dapat berlaku keji terhadap Lie Bu Tek, orang yang telah menolongnya!

   Setelah semua orang lm-yang-bu-pai tewas, tiba-tiba Kwan Ji Nio melompat dan menyambar leher Kong Ji.

   "Ini yang paling jahat harus dibikin mampus!" bentaknya sambil mengangkat tangan kanan. Kong Ji terkejut sekali, akan tetapi ia tidak berdaya dan hanya memandang kepada nenek itu dengan mata tak kenal takut.

   "Isteriku jangan bunuh dia!" Tiba-tiba See-thian Tok-ong berseru. Tangan yang sudah diangkat ke atas diturunkan kembali, juga tubuh Kong Ji dilepas ke bawah dan nyonya tua itu menoleh kepada suaminya.

   "Kenapa setan cilik ini tidak boleh dibunuh?" tanyanya.

   "Ibu, dia harus membawa kita ke tempat persembunyian Giok Seng Cu," kata Kok Sun dengan suara menyesal, seolah-olah ia kecewa melihat kebodohan ibunya.

   See-thian Tok-ong tertawa bergelak.

   "Nah, kau lihat. Bukankah Kok Sun sekarang sudah cerdik sekali! Ia telah melampaui Ibunya dalam kecerdikan. Ha, ha, ha !"

   Kwan Ji Nio cemberut dan mendelik kepada puteranya, kemudian ia menudingkan ke telunjuknya di depan hidung Kong Ji.

   "Setan cilik, benarkah kau dapat menunjukkan tempat persembunyian Giok Seng Cu? Hayo mengaku yang betul, kalau tidak kuhancurkan kepalamu."

   Menghadapi tiga orang aneh yang amat ganas itu, tentu saja Kong Ji merasa berdebar hatinya. Akan tetapi ia memang seorang bocah yang memiliki kecerdikan luar biasa sekali. Dengan tersenyum- senyum ia mengelus-elus leher kim-tiauw yang berdiri di dekatnya, lalu berkata,

   "Sungguh tidak enak bicara di dekat mayat-mayat yang bercumpukan ini. bagaimana kalau kita pergi dari sini dan mencari tempat yang enak untuk bicara. Lagi pula, aku ingin sekali naik ke punggung burung ini."

   Kwan Ji Nio marah sekali mendengar kekurangajaran Kong Ji, akan tetapi See- thian Tok-ong tertawa bergelak.

   "Bocah ini ada isinya. Kepalanya tidak kosong!"

   Adapun Kok Sun juga tertarik sekali melihat keberanian Kong Ji. Sambil tersenyum mengejek ia berkata.

   "Benar-benar kau berani naik ke punggung kim-tiauw bersamaku?"

   "Mengapa tidak berani? Aku pun laki- laki," jawab Kong Ji.

   "Ayah mari kita bicarakan saja di luar kota ini, di hutan sebelah selatan. Biar dia merasai dijungkir-balikkan oleh kim-tiauw!" kata Kok Sun sambil tertawa. Ayahnya tertawa juga dan mengangguk- anggguk. Kwan Ji Nio mengomel.

   "Anak ini kalau tidak dibikin mampus kelak akan menimbulkan kerewelan belaka." Diam-diam Kong Ji mencatat semua ini dan ia telah mendapat kepastian bahwa di antara tiga orang itu, yang paling bahaya baginya adalah Kwan Ji Nio, maka diam-diam ia telah berjanji kepada diri sendiri bahwa kelak ia harus melenyapkan wanita tua ini lebih dulu dari muka bumi!

   "Isteriku, sabarlah. Pedang dan kitab belum terdapat, mengapa tidak bisa bersabar?" kata See-thian Tok-ong yang memberi tanda kepada Kok Sun untuk melanjutkan niatnya.

   Kok Sun tersenyum dan berkata kepada Kong Ji.

   "Kalau kau benar-benar bukan perempuan, hayo naiki punggung kim-tiauw dan terbang bersamaku."

   Kong Ji tanpa memperlihatkan muka takut, segera melompat ke atas pungung kim- tiauw, akan tetapi baru saja ia tiba di punggung, burung itu menggoyang badannya dan... tubuh Kong Ji terlempar seakan-akan dilontarkan oleh tenaga kuat sekali. Baiknya Kong Ji sudah melatih diri dengan tekun sehingga ia memiliki kepandaian yang boleh juga, maka ia dapat mengatur keseimbangan badannya, mempergunakan gerakan Lee-hi-ta-teng (Ikan Lee Meloncat) dan dapat tiba di atas tanah pada kedua kakinya.

   "Berbahaya sekali...." tak terasa lagi ia berkata perlahan. Kok Sun tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

   "Kau curang!" Kong Ji berkata marah.

   "Mengapa tidak menyuruh burungmu diam?"

   "Naiklah lagi, tadi aku hanya ingin melihat apakah kau takkan terbanting matang biru oleh kim-tiauw," kata Kok Sun dan kali ini ia memegangi leher burung itu. Kong Ji tanpa ragu-ragu melompat lagi dan kali ini burung itu tidak bergerak. Kok Sun juga melompat duduk di belakang Kong Ji, kemudian menepuk leher burung itu.

   "Kim-tiauw, terbanglah ke selatan!"

   Sebelum Kong Ji dapat bersiap-siap, tahu-tahu burung itu telah membuka sayapnya dan Kong Ji merasa seperti jantungnya ditarik-tarik ketika tiba-tiba ia mumbul ke atas cepat sekali. Hampir ia terengah-engah karena sukar bernapas ketika angin bertiup keras dari depan. Ketika ia memandang ke bawah, semua tampak kecil. Kepalanya pening akan tetapi ia memiliki kekerasan hati. Sambil menggigit bibir ia menekan perasaannya. Masa ia harus kalah oleh bocah gundul yang duduk di belakangnya?

   Tiba-tiba terdengar suara See-thian ok-ong dan bawah.

   "Kok Sun, jangan sampai ia jatuh terbanting mampus, kita masih memerlukan bantuannya!"

   Terdengar Kok Sun tertawa dan berdebarlah jantung Kong Ji. Kini setelah berada di punggung burung, dibawa terbang di angkasa, i merasa tak berdaya sama sekali. Akan tetapi, burung ini takkan dapat menggangguku, pikirnya. Aku berada di punggungnya dan kalau ku mau, aku dapat memukul lehernya dengan tenaga Tin-san-kang, masa ia tidak mampus? Ia menjadi lega dengan pikiran ini, dan dengan erat ia memegang leher burung kim-tiauw.

   Sebentar saja mereka telah tiba di atas hutan kecil di sebelah selatan kota Lam-si. Tiba-tiba Kok Sun tertawa dan mengeluarkan suara bersuit tiga kali. Ini merupakan perintah bagi kim-tiauw karena burung itu segera menukik ke bawah kepala di bawah ekor di atas! Hampir saja Kong Ji terjungkal dari tempat duduknya. Ia memegang erat-erat leher burung dan hatinya berdebar keras. Terpaksa ia meramkan matanya ketika melihat betapa pohon di bawah seakan-akan terbang naik hendak menubruknya.

   "Ha, ha, ha, kau takut?"

   "Siapa takut? Kalau kau tidak takut masa aku harus takut?" jawab Kong Ji sambil membuka matanya.

   "Bagus, awas kali in"!" seru Kok Su yang kembali bersuit pandang dua kali Burung itu kini memukulkan sayapnya dan tahu-tahu berjungkir balik dengan punggung di bawah! Hal ini sama sekali tidak terduga oleh Kong Ji. Ia mempererat pelukannya pada leher burung, akan tapi karena pelukannya mencekik leher burung itu menggerakkan lehernya dan terlepaslah pegangannya. Tubuh Kong Ji melayang ke bawah!

   Ketika tubuh Kong Ji berputaran dari atas ke bawah dan hatinya tidak karuan rasanya, semangatnya sudah terbang, tiba-tiba ia merasa kakinya dipegang orang dan terdengar suara Kok Sun.

   "Sekarang masih tidak takut?"

   Kong ji berada dalam keadaan berbahaya dan menakutkan sekali. Kini burung itu telah biasa lagi terbangnya. Kok Sun duduk di atas punggungnya dan sebelah tangannya memegangi Kong Ji yang berada dalam keadaan tergantung di bawah. Namun Kong Ji yang cerdik masih teringat akan teriakan Tok-ong. Dirinya dibutuhkan oleh keluarga iblis ini dan takkan dibunuh, maka dengan suara keras ia menjawab.

   "Seorang gagah tidak takut mati!"

   Kok Sun benar-benar kagum. Dia sendiri kalau dibegitukan tentu akan merasa amat takut.

   "Kau benar-benar patut dijadikan kawan. Siapa namamu?"

   "Namaku Lui Kong Ji."

   Burung itu telah turun dan hampir mendarat, Kok Sun menggerakkan tangannya dan tubuh Kong Ji terdorong oleh tenaga besar, lalu tiba di tanah dengan kaki di atas. Diam-diam Kong Ji kagum sekali. Hebat sekali tenaga Kok Su dan ia masih kalah dengan pemuda gundul ini. Yang membuat Kong Ji lebih terheran dan kagum adalah ketika ia melihat bahwa See-thian Tok-ong dan Kwan Ji Nio telah berada di situ pula! Dapat berlari cepat mendahului seekor kim-tiauw yang terbang, benar-benar dapat dibayangkan betapa tingginya ginkang dua orang aneh ini.

   "Nah, bocah yang tabah, sekarang ceritakan di mana tempat sembunyinya Giok Seng Cu," kata See-thian Tok-ong kepada Kong Ji.

   "Nanti dulu, Locianpwe. Boanpwe Lui Kong Ji sama sekali bukan hendak membangkang terhadap perintah Locianpwe. Akan tetapi kalau Locianpwe ada permintaan terhadap boanpwe, agaknya sudah sepatutnya pula kalau boanpwe juga mengajukan permintaan sebagai imbalannya kepada Locianpwe." Sepasang mata yang bundar dari See-thian Tok-ong memandang tajam dan hatinya mulai curiga.

   "Hemm, siapa bisa percaya omonganu? Kau agaknya licik dan cerdik sekali Lui Kong Ji, coba kau ceritakan dulu hubunganmu dengan Giok Seng Cu. Kamu pernah apakah dengan dia dan bagaimana kau bisa dipilih menjadi wakilnya di Im-yang-bu-pai?"

   "Boanpwe adalah muridnya. Dan boanpwe suka menjadi muridnya bukan sekali-kali karena boanpwe suka kepada Im-yng-bu-pai, akan tetapi oleh karena boanpwe sengaja hendak mencari ilmu kepandaian agar kelak dapat membalas musuh besar boanpwe. Dengan susah payah boanpwe melayani Suhu sehingga mendapat kepercayaan dari Suhu, akan tetapi sebelum boanpwe mendapatkan ilmu kepandaian, keburu datang urusan pedang dan kitab sehingga boanpwe menjadi gagal dalam cita-cita boanpwe. Ada pun tentang pedang Pak-kek Sin-kiam dan kitab peninggalan Pak-kek Sianseng boanpwe sudah mendengar keterangan sejelasnya dari Suhu, oleh karena itu kalau Locianpwe menghendaki dua benda itu kiranya boanpwe seorang yang akan dapat memberi petunjuk." See-thian Tok-ong mengelus-elus jenggotnya. Bocah ini benar-benar cerdik sekali dan berbahaya, pikirnya.

   "Kong Ji, kau bicara berputar-putar. Katakan apa kehendakmu untuk penukaran petunjuk tempat sembunyi Giok Se Cu?"

   Tiba-tiba Kong Ji menangis dan jatuhkan diri berlutut di depan See-thu Tok-ong.

   "Boanpwe tidak minta banyak hanya mohon imbalan sedikit berupa pelajaran ilmu silat tinggi agar kelak boanpwe dapat membalas dendam kepada musuh besar boanpwe."

   "Hm, hm, jadi kau minta diterima menjadi muridku?"

   "Demikianlah permohonan teecu. Kalau Locianpwe sudi menerima teecu menjadi murid tidak saja teecu akan menunjukkan di mana tempat persembunyian Giok Seng Cu, bahkan teecu akan membantu sampai Locianpwe mendapatkan pedang dan kitab."

   "Enak saja kau bicara!" Kwan Ji Nio membentak.

   "Aku bahkan akan membunuhmu!"

   See-thian Tok-ong memberi tanda dengan matanya kepada Kwan Ji Nio, kemudian ia bertanya kepada Kong Ji.

   "Bagaimana kalau aku menolak permintaanmu?"

   "Terpaksa teecu pun akan membungkam."

   "Bangsat, kau harus mampus!" kembali Kwan Ji Nio membentak, akan tetapi pandang mata suaminya mencegah turun tangan.

   "Kong Ji, kau mendengar sendiri. nyawamu berada di tangan kami, dan kalau kau menolak memberi tahu di mana tempat sembunyi Giok Seng Cu, kami akan membunuhmu."

   "Akan menyiksamu sampai mati," kata Kwan Ji Nio.

   "Ayah, kalau ular-ular disuruh mengeroyoknya, tentu ia akan mengaku," kata Kok Sun.

   Akan tetapi Kong Ji sama sekali tidak takut.

   "Locianpwe, sudah teecu nyatakan tadi bahwa hidup teecu hanya untuk membalas dendam terhadap musuh besar. Kalau Locianpwe tidak mau menerima teecu sebagai murid dan teecu tidak bisa memiliki kepandaian tinggi untuk dapat membalas dendam terhadap musuh besar, hidup juga percuma. Teecu lebih baik mati. Mati sekarang atau besok sama saja. Mati sekaligus atau siksa pun sama juga. Kalau Locianpwe menolak mau membunuh teecu, mau mengubur hidup-hidup, diberi makan ke ular atau membakar hidup-hidup teecu akan terima. Teecu tidak takut mati."

   Tertegun juga See-thian Tok-ong mendengar ini. Tiba-tiba Kok Sun bicara dalam bahasa asing dengan ayahnya untuk beberapa lama tiga orang itu bercakap-cakap dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Kong Ji. Mereka ini bicara dalam bahasa India dan Kok Sun menuturkan bahwa Kong Ji memang benar-benar tidak takut mati, hal ini sudah dibuktikannya ketika mereka naik di punggung kim-tiauw. Kemudian mereka bertiga berunding bagaimana untuk menghadapi bocah bandel ini. Akhirnya See-thian Tok-ong tertawa bergeIak dan berkata kepada Kong Ji.

   "Eh, Lui Kong Ji. kau ini memang bocah cerdik dan licik seperti iblis. Akan tetapi jangan kaukira bahwa kami takut kepadamu. Sekarang begini saja. Kami menerima permintaanmu, akan tetapi kami anggap bahwa kau menggadaikan nyawa kepada kami selama lima tahun. Bagaimana?" Kong Ji terkejut. Ia maklum bahwa ia pun menghadapi tiga orang yang cerdik sekali, maka ia harus berlaku amat hati-hati.

   "Menggadaikan nyawa bagaimana maksud Locianpwe?"

   "Begini. Kau menunjukkan tempat persembunyian Giok Seng Cu dan membantu kami mencari kitab dan pedang. Sementara itu, kami tidak membunuhmu menitipkan nyawamu kepadamu selama lima tahun. Dalam waktu lima tahun itu kau boleh menerima pelajaran ilmu silat dariku. Akan tetapi, selewatnya lima tahun, kami tidak bertanggung jawab atas nyawamu lagi dan kau sudah bukan muridku lagi."

   Kong Ji berpikir keras.

   "Jadi kalau sudah lewat lima tahun, Locianpwe akan membunuh teecu?"

   See-thian Tok-ong bergelak.

   "Hal itu tidak dapat dibicarakan sekarang. Mungkin sekali tergantung sepenuhnya kepadamu sendiri dan baru lima tahun kemudian aku dapat memastikan apakah harus dibunuh atau tidak."

   "Kalau teecu menolak syarat mi?"

   "Kau dibunuh sekarang juga dan kami akan mencari sendiri tempat sembunyi Giok Seng Cu," kata See-thian Tok-ong dengan suara dingin, hatinya sudah mendongkol sekali terhadap bocah yang selalu cerdik dan licik ini.

   Kong Ji bukan seorang bocah luar biasa kalau ia tidak dapat menangkap nada suara Raja Racun maka cepat-cepat ia mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata.

   "Teecu terima syarat itu!"

   Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kau harus bersumpah!" kata See-thian Tok-ong dan suaranya terdengar gembira.

   "Bersumpah bagaimana, Suhu?" tanya Kong Ji yang menyebut "suhu" kepada See thian Tok-ong.

   "Bersumpah bahwa kau benar-benar akan membantu mencari pedang dan kitab, bahwa kau tidak akan menipuku dan benar-benar menerima penggadaian nyawa selama lima tahun!"

   Kong Ji berpikir cepat. Celaka, tua bangka ini benar-benar pintar sekali dan mengikat diriku. Kalau begini aku tigi besar, pikirnya.

   "Suhu untuk bersumpah teecu tidak keberatan, akan tetapi teecu juga minta imbalannya untuk sumpah."

   "Anak setan! Kau berani supaya aku bersumpah pula? Kau tidak percaya bahwa aku telah menerimamu sebagai murid?" bentak See-thian Tok-ong dan kedua tangannya terkepal keras. Kalau Kong Ji membenarkan dugaan ini, tentu ia akan memukul hancur kepala bocah ini.

   "Mana teecu berani tidak percaya pada Suhu? Hanya teecu minta Suhu berjanji akan menurunkan ilmu-ilmu tinggi kepada teecu selama lima tahun itu."

   See-thian Tok-ong menghela napas panjang.

   "Kau memang pintar dan cerdas. Baiklah, aku berjanji akan menurunkan kepandaian tinggi, tentu saja kalau otakmu tidak terlalu tumpul." Dengan girang Kong Ji lalu bersumpah. Kemudian menceritakan semua pengalamannya dengan Giok Seng Cu, menceritakan pula akan pertemuan Giok Se Cu dengan ketua ketua partai besar.

   "Kitab rahasia itu hanya dapat dicari dengan menggunakan pedang Pak-kek Sinkiam!" tambahnya.

   "dan teecu yakin pula bahwa agaknya pedang itu merupakan kunci yang dapat membawa Suhu ke tempat tersimpannya kitab rahasia peninggalan Pak Kek Siansu."

   See-thian Tok-ong girang sekali.

   "Bagus, mari kita menyusul Giok Seng Cu di Lembah Maut!"

   Giok Seng Cu bersembunyi di dalam sebuah gua yang terdapat di Lembah Maut. Ia merasa aman dan setiap hari Giok Seng Cu berlatih ilmu silat dengan pedang Pak-kek Sin-kiam. Kepandaiannya memang tinggi sekali maka setelah memiliki pedang pusaka itu, dengan mudah ia dapat menciptakan semacam ilmu pedang yang lihai. Ia hendak mempertinggi kepandalannya karena ia maklum bahwa sebelum mendapatkan kitab rahasia peninggalan Pak Kek Siansu, keadaannya masih berbahaya. Di dalam lembah ia boleh merasa aman. Memang keadaan lembah itu bukan main berbahayanya. Letaknya di tepi Sungai Wei-ho, di kaki bukit Cin-leng san. jarang ada orang berani memasuki Lembah Maut, karena biarpun ia berkepandaian tinggi, sekali saja kurang hati-hati, ia dapat tewas terjerumus ke dalam jurang atau rawa tertutup rumput. Baiknya Giok Seng Cu pernah satu kali datang ke tempat ini dengan gurunya, Pak Hong Siansu. Kalau bukan gurunya itu yang mencarikan jalan, biar Giok Seng Cu sendiri agaknya akan ragu-ragu untuk memasuki daerah ini.

   "Takkan ada musuh berani memasuki Lembah Maut." pikirnya.

   "biarpun andai kata See-thian Tok-ong yang lihai sanggup memasuki daerah ini, belum tentu ia dapat menemukan tempat sembunyiku."

   Pada suatu hari, ketika ia sedang berdiri di depan guanya, ia mendengar suara sayup-sayup sampai, datang dari luar hutan.

   "Suhuuu...!"

   Giok Seng Cu tidak mengenaI suara itu, karena hanya terdengar lapat-lapat. Hm, agaknya ada musuh datang mencariku, pikirnya. Akan tetapi ia tidak takut, bahkan lalu menyelundup dan dengan jalan bersembunyi di balik rumpun, ia berindap indap menghampiri tempat dari suara itu datang.

   Suhu... teecu Lin Kong Ji berada di sini...!" kembali terdengar suara itu. Giok Seng Cu girang sekali dan cepat ia melompat keluar dari tempat persembunyiannya, lalu berlari cepat menghampiri Kong Ji.

   "Kong Ji, kau sudah datang?" serunya dan diam-diam kakek ini merasa kagum melihat muridnya yang kecil itu sudah berhasil tiba di tempat ini.

   "Baiknya kau tidak lancang masuk ke dalam lembah ini, sungguh berbahaya kalau kau masuk ke sini."

   Dengan matanya yang tajam Kong Ji melihat bahwa Giok Seng Cu tidak membawa pedang Pak-kek Sin-kiam. Anak ini dengan siasatnya telah berunding dengan See-thian Tok-ong untuk memancing keluar suhunya, karena daerah itu amat sukar lagi berbahaya.

   "Suhu, lekas bawa teecu ke tempat yang aman, teecu ada pembicaraan yang amat penting bagi keselamatan Suhu!" Giok Seng Cu kaget mendengar ini. Tanpa banyak cakap lagi ia lalu memegang tangan muridnya dan dibawa ke dalam hutan, terus menuju ke goa tempat sembunyinya.

   "Ada apakah? Ceritakan lekas!" katanya setelah mengambil Pak kek Sin-kiam yang disembunyikan di dalam gua. Giok Seng Cu memang berlaku hati-hati sekali. Tidak berani ia membawa-bawa pedang itu keluar lembah agar jangan menimbulkan perhatian orang lain yang melihatnya.

   "Celaka, Suhu. See-thian Tok-ong telah membunuh semua saudara di Lam-si dan sekarang ia bersama anak isterinya yang lihai telah mengejar ke sini dengan napas terengah-engah dan cepat Kong Ji menuturkan betapa Lai Kwa Siang dan semua murid Im-yang-bu-pai yang berada di Lam-si telah dibunuh oleh keluarga See-thian Tok-ong.

   "Baiknya teecu sempat melarikan terlebih dulu untuk memberi tahu kepada Suhu. Kalau tidak tentu teecu akan tewas pula dan tidak ada orang yang memberi tahu kepada Suhu."

   Pucat wajah Glok Seng Cu mendengar ini.

   "Di mana mereka sekarang?"

   "Mereka kabarnya mengejar teecu, karena mereka tidak tahu tempat Suhu bersembunyi. Akan tetapi teecu rasa ada baiknya kalau Suhu lekas-lekas keluar dari tempat ini dan mencari tempat -persembunyian lain."

   "Kalau begitu, hayo kita pergi cepat-cepat, Kong Ji."

   "Suhu, janganlah Suhu repot-repot karena teecu. Pergilah Suhu sendiri. Dengaan adanya teecu, Suhu hanya akan terhalang dan tak dapat bergerak cepat. Kalau sampai teecu menjadi penghalang dan Suhu dapat dikejar oleh mereka, apakah artinya teecu bersusah payah mencari Suhu? Biarlah, tinggalkan teecu di sini. Kalau mereka mendapatkan tee-cu, mereka toh tidak mempunyai kepentingan apa-apa terhadap diri teecu?"

   Giok Seng Cu terharu.

   "Anak baik... murid yang berbakti! Kau melepas budi sar untuk membela Suhumu. Apakah yang dapat kuberikan untuk membalas jasamu."

   "Sudah menjadi kewajiban seorang murid untuk berbakti kepada gurunya. Teecu tidak mengharapkan sesuatu, hanya teecu minta sedikit petunjuk tentang ilmu mempergunakan Tin-san-kang, karena telah teecu latih namun masih teecu belum dapat mainkan dengan sempurna. Mempelajari kauw-koat (teori) saja benar-benar sukar."

   Giok Seng Cu tertawa.

   "Memang dulu aku belum memberitahukan rahasia pukulan itu. Nah, sekarang dengar baik- baik dan lihat!" Giok Seng Cu lalu memberi petunjuk dan bersilat di depan Kong Ji, diperhatikan baik-baik oleh anak yang cerdik ini. Setelah Kong ji mengerti betul, Giok Seng Cu lalu meninggalkannya.

   "Biar teecu tinggal di sini seorang diri untuk melatih Tin-san-kang," kata Kong Ji sebelum ia berangkat.

   Sambil berlari cepat, Giok Seng Cu keluar dari Lembah Maut itu. Akan tetapi, alangkah kagetnya tiba-tiba dari balik pohon-pohon besar melompat keluar tiga bayangan orang dan tahu-tahu See-thian Tok-ong, Kwan Ji Nio, Kwan Kok Sun, burung rajawali emas dan puluhan ekor ular berbisa telah berjejer menghadang perjalanannya! Inilah siasat yang dijalankan oleh Kong Ji. Dengan cerdik ia memancing Giok Seng Cu keluar dari lembah untuk dihadapi oleh See-thian Tok-ong, sedangkan untuk pengkhianatannya, ia tidak dicurigai oleh Giok Seng Cu, sebaliknya, malah mendapat tambahan pelajaran ilmu silat dan dipuji-puji! Sampai saat itu pun, Giok Seng Cu tak pernah mengira bahwa muridnya itu yang mengkhianatinya. Setelah Giok Seng Cu pergi diam-diam Kong Ji juga keluar dari gua itu dan mengikuti perjalanan suhunya ini, maka kini ia yang bersembunyi di balik rumpun alang-alang dapat melihat apa yang terjadi di situ.

   "Siapakah kalian yang berani menghadang perjalanan pinto?" tanya Giok Seng Cu dengan suara dibikin tenang sedapatnya. Ia sudah pernah melihat Kwan Kok Sun, akan tetapi belum pernah bertemu dengan See-thian Tok-ong dan isterinya. Biarpun iz sekarang dengan mudah dapat mengerti bahwa yang dihadapinya adalah keluarga iblis itu, namun ia pura-pura tidak tahu.

   Kwan Kok Sun tertawa menyeringai.

   "Giok Seng Cu, apakah kau sudah lupa lagi kepadaku atau pura-pura lupa? Kau telah merampas pedang itu dari tanganku, sekarang kami datang untuk mengambilnya kembali berikut kepalamu!"

   "Hm, agaknya pinto berhadapan dengan See-thian Tok-ong dan keluarganya," kata pula Giok Seng Cu. See-thian Tok-ong mengeluarkan suara di hidungnya, lalu berkata,

   "Giok Seng Cu pernah satu kali bertemu dengan mendiang Suhumu, Pak Hong Siansu. Dia adalah seorang yang mengutamakan persahabatan. Aneh sekali kau ini muridnya mengapa begitu curang dan sampai hati menipu puteraku pura-pura membantu kemudian bahkan merampas pedang dan memukulnya. Kau sudah terang harus dihukum, mau kata apa lagi?"

   Merah muka Giok Seng Cu. Memang dalam hal berebut pedang dengan Kok Sun ia telah berlaku licik. Kalau saja dalam perebutan dahulu itu ia berlaku secara laki-laki dan mengandalkan kepandaian, belum tentu See-thian Tok-ong hendak membunuhnya. Akan tetapi, sudah menjadi bubur, hal itu telah terjadi dan tak dapat diubah pula, maka ia tidak dapat mundur lagi.

   "Sesukamulah, See-thian Tok-ong. Hanya hendaknya kauingat bahwa pedang ini adalah peninggalan Supek Pak Kek Siansu, maka akulah yang berhak mewarisinya. Sekarang pedang sudah di tanganku, kalau ada yang menghendakinya, boleh mencoba mengambilnya dan tanganku."

   Inilah sebuah tantangan. Kwan Ji Nio sudah tak sabar lagi dan hendak menyerang, akan tetapi suaminya mengangkat tangan mencegahnya. See-thian Tok-ong maklum bahwa sebagai murid Pak Hong Siansu, Giok Seng Cu memiliki kepandaian tinggi, apalagi pedang pusaka di tangan, ia merupakan lawan berbahaya bagi isterinya.

   "Kim-tiauw, rampas pedangnya"" bentaknya kepada burung yang berdiri di dekat Kok Sun.

   Burung itu mengeluarkan pekik yang nyaring sekali, membuka sayap terbang ke atas lalu menyambar ke arah Giok Seng Cu. Kakek ini tidak gentar dan cepat mengerahkan tenaga, memukul dengan tenaga Tin-san-kang.

   "Bruk!" Tubuh burung itu terpental sebelum bertemu dengan tangan Giok Seng Cu. Beberapa helai bulu sayapnya rontok dan sambil mengeluarkan bunyi cecuitan, burung itu tidak berani maju lagi hanya terbang berputaran di atas.

   See-thian Tok-ong marah sekali, mengeluarkan suara mendesis sebagai perintah kepada ular-ular yang berada dibelakang Kok Sun. Empat puluh lebih ular merayap cepat dan menyerang Giok Seng Cu. Kakek ini bergidik dan jijik sekali melihat sekian banyaknya ular menyerangnya. Kembali ia mengerahkan tenaga, kedua tangannya didorong ke depan, ke arah ular-ular itu.

   Hebat sekali tenaga Tin-san-kang. Debu mengepul, batu-baru kecil terlempar dan sedikitnya ada tujuh ekor ular yang hancur tubuhnya terkena hawa pukulan Tin-san-kang! Ular- ular yang lain terlempar ke belakang dan mereka juga jerih menghadapi kakek yang berkepandaian tinggi itu.

   Kong Ji yang mengintai dari balik rumpun alang-alang, kagum bukan main dan ia merasa girang bahwa kini ia telah dapat memiliki Tin-san-kang yang sempurna, tinggal melatihnya saja. Ia memandang terus dan kali ini Kok Sun rogoh sakunya. Agaknya bocah gundul ini hendak mengeluarkan sepasang ular merahnya yang lihai, akan tetapi See-thian Tok-ong mencegahnya. Raja Racun ini maklum, bahwa betapapun lihai Siang ang-coa, tak mungkin dapat melawan Giok Seng Cu dan ia merasa sayang kalau sepasang ular itu akan mati.

   "Biarkan aku sendiri menghadapinya!" Tiba-tiba tubuh See-thian Tok-ong bergerak dan ia telah menyerang dengan pukulan berat ke arah dada Giok Seng Cu.

   Kakek rambut panjang ini tidak berani berlaku ayal karena ia dapat menduga akan kehebatan lawannya. Cepat ia merendahkan tubuh dan mendorongkan kedua tangan ke depan, mempergunakan hawa pukulan Tin-san kang untuk memukul lawan. Giok Seng Cu yang sudah berpengalaman maklum bahwa ia tidak boleh beradu tangan dengan kakek ini, karena ia mehhat bahwa kedua tangan See-thian Tok-ong mengeluarkan sinar menghitam yang mencurigakan, tanda bahwa sepasang tangan itu tentu mengandung racun jahat.

   Dua hawa pukulan yang dahsyat bertemu di udara dan akibatnya Giok Seng Cu terhuyung tiga tindak, akan tetapi See-thian Tok-ong juga terdorong ke belakang. Tenaga mereka seimbang! Bukan main kagetnya Kong Ji yang menonton dari tempat sembunyinya. Tenaga sin-kang dari Giok Seng Cu sudah hebat, akan tetapi kini dapat dilawan See-thian Tok-ong. Ia makin gembira karena ia telah menjadi murid See-thian Tok-ong yang ternyata memiliki kepandaian yang tinggi pula.

   "Biar kita mengadu nyawa di sini seru Giok Seng Cu marah. Ia maklum bahwa lawannya tidak dapat dirobohkan dengan Tin-san-kang dan kalau ia melayani dengan tangan kosong, ia tentu akan kalah, karena lawannya itu bertangan maut. yakni kedua tangannya mengandung hawa pukulan yang berbisa. Cepat dicabutnya pedang Pak-kek Sin-kiam dan berkelebatlah sinar yang menyilaukan mata ketika ia melakukan serangan pertama.

   See thian Tok-ong terkejut melihat hebatnya serangan ini, cepat ia membanting tubuh ke kiri dan di lain saat ia telah mencabut sepasang tangan, senjatanya yang mengerikan itu. Baru saja kedua tangan kering itu digerakkan, Giok Seng Cu sudah mencium bau yang amat keras sehingga ia menjadi gentar. Ia teringat akan nama julukan lawannya, yakni Raja Racun, maka tahulah ia bahwa sepasang tangan kering itu tentu mengandung bisa yang amat berbahaya. Cepat ia menggerakkan pedangnya, diputar sedemikian cepatnya sehingga merupakan segulungan sinar yang menyelimuti tubuhnya.

   Kong Ji makin kagum dan diam-diam timbul keinginannya untuk memiliki pedang luar biasa itu.

   "Benar-benar senjata pusaka yang ampuh," pikirnya.

   Namun, betapapun hebat gerakan pedang Giok Seng Cu, ia menghadapi lawan yang amat tangguh. Ilmu silat dari See-thian Tok-ong amat luar biasa dan aneh gerakannya, sepasang tangan kering itu bergerak-gerak ke atas dan ke bawah, bahkan tidak takut kadang-kadang beradu dengan pedang! Hal ini adalah karena gerakan yang amat tepat sehingga tiap kali bertemu dengan pedang, tangan itu beradu dengan pinggiran pedang, bukan dengan mata pedang, karena kalau bertemu dengan tajamnya pedang tentu akan terbabat putus. Pertempuran berjaIan amat serunya dan Giok Seng Cu harus mengakui bahwa kalau ia tidak memegang Pak-kek Sin-kiam, tentu ia takkan dapat bertahan demikian lamanya.

   "Aku harus dapat lari dari sini...," pikirnya sambil memutar pedang makin cepat.

   Akan tetapi, tiba-tiba berkelebat bayangan yang cepat sekali gerakannya dan tahu-tahu sebatang tongkat kecil menyambar ke arah kepala Giok Seng Cu. Hampir saja ujung tongkat itu mengenai kepalanya. Bukan main kagetnya ketua Im-yang-bu-pai ini. Sudah terasa ujung tongkat itu menggores rambutnya ketika ia cepat mengelak. Ketika ia melihat bahwa penyerangnya itu adalah Kwan Ji Nio, hatinya makin gentar. Dari gerakan serangan tadi ia menduga bahwa kepandaian Kwan Ji Nio ini kiranya lebih lihai daripada kepandaian suaminya! Padahal sebenarnya tidak demikian. Kwan Ji Nio memang lebih lihai dalam hal ilmu meringankan tubuh, maka penyerangannya cepat bukan main dan kelihatannya memang lebih lihai dari suaminya, akan tetapi sebetulnya tingkat kepandaiannya masih kalah jauh oleh See-thian Tok-ong.

   Karena hatinya sudah gentar, permainan pedang Giok Seng Cu agak kalut dan tiba-tiba sebuah kuku senjata tangan dari See-thian Tok-ong berhasil menggoes kulit lengan kanannya. Giok Seng Cu merasa kulit lengannya gatal-gatal bukan main sehingga hampir saja pedangnya terlepas. Ia cepat memutar pedang dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya melancarkan pukulan-pukulan Tin san-kang ke arah dua orang musuhnya.

   Kwan Ji Nio telah maklum akan kehebatan Tin-san-kang dan tahu pula bahwa ia takkan kuat menahan pukulan-pukulan ini, maka cepat ia meloncat mundur mengandalkan ginkangnya yang luar biasa. Adapun See-thian Tok-ong juga menggerakkan tangan kiri untuk menolak hawa pukulan lawan. Akan tetapi kesempatan itu tidak dilewatkan percuma oleh Giok Seng Cu. Sekali ia melompat, ia telah berlari masuk hutan.

   "Tinggalkan pedang!" teriak See-thian Tok-ong mengejar. Juga Kwan Ji Nio ikut pula mengejar.

   Giok Seng Cu tadinya hendak mengandalkan keadaan di lembah itu untuk menyelamatkan diri. Ia sudah mengenal baik keadaan di lembah yang liar itu dan kalau ia dapat masuk ke dalam hutan yang lebat, agaknya dua orang lawannya takkan berhasil mengejarnya. Akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara sayap burung dan ketika ia memandang ke atas, ia melihat kim-tiauw tadi beterbangan di atas dan mengeluarkan bunyi nyaring.

   "Burung jahanam...!" makinya. Ia menahan gemas dan menyesal mengapa ia tak mempunyai gendewa dan anak panah untuk membunuh burung itu. Dengan adanya kim-tiauw yang terus mengikutinya, tak mungkin lagi ia bersembunyi. dan dua orang suami isteri itu telah menyusulnya dan mengirim serangan-serangan hebat. See-thian Tok-ong menyetang dengan tangan berbisa, sedangkan Kwan Ji Nio menggerakkan tongkat bambunya dengan cepat sekali.

   "Celaka aku kali ini...." Giok Seng Cu mengeluh ketika tiba-tiba merasa tangan kanannya makin gatal-gatal, dan rasa gatal itu menyerang sampai ke pundaknya. Ia maklum bahwa itu tentulah akibat dari serangan tangan berbisa yang dipegang oleh See-thian Tok-ong dan kini racunnya telah masuk ke dalam lengannya. Tiba-tiba ia berseru keras dan dari tangan kanannya menyambar sinar keemasan ke arah leher See-thian Tok-ong. Kakek ini terkejut sekali. Cepat ia mengelak akan tetapi tetap saja sinar itu telah melanggar ujung baju di lengannya sehingga ujung baju itu terbabat putus. Baiknya ia cukup cepat mengelak sehingga tidak terluka. Ketika ia memandang ke depan, Giok Seng Cu telah lari jauh masuk ke dalam hutan.

   See-thian Tok-ong tidak mau mengejar.

   "Tidak perlu mengejar dia, pokiam (pedang pusaka) telah diberikan kepadaku. Ia menghampiri pedang Pak-kek Sin-kiam yang tadi dilontarkan kepadanya dan kini pedang itu tertancap ambles ke dalam batang pohon. Dicabutnya pedang itu dan dipandanginya dengan penuh kesayangan.

   "Kau yang akan membawaku ke tempat kitab dan akulah yang akan dapat mewarisi Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang hoat. Ha, ha, ha...!" See-thian Tok-ong tertawa gembira.

   "Suhu, teecu menghaturkan kionhi (selamat)!" Tiba-tiba Kong Ji keluar dari tempat persembunyiannya berlutut di depan See-thian Tok-ong.

   "Ha, anak baik, kau telah membantu banyak." Tentu saja See-thian Tok-ong dan isterinya sudah tahu bahwa Kong Ji bersembunyi di situ.

   "Mari sekarang kita mencari kitab di puncak Lulilang-san," ajaknya.

   Siasat Kong Ji untuk memancing keluar Giok Seng Cu, oleh See-thian Tok-ong dianggap sebagai bukti kebaktian anak itu kepadanya. Oleh karena itu, ia makin merasa suka kepada Kong Ji. Bahkan anak ini dengan sikapnya yang mengasih dan pandai mengambil hati, akhirnya dapat juga menangkan hati Kok Sun yang menganggapnya sebagai seorang sahabat yang baik sekali. Hanya Kwan Ji Nio seorang yang masih bersikap dingin kepadanya, sungguhpun rasa benci dari nenek ini tidak sehebat dulu.

   Rasa sayang dari See-thian Tok-ong kepadanya terasa oleh Kong Ji karena ia dapat mengetahui hal ini dari cara Raja Racun itu memberi pelajaran silat kepadanya. Kini mulailah See-thian Tok-ong menurunkan rahasia latihan ilmu lwee kang dari barat dan di sepanjang perjaianan menuju ke Luliang-san tiap kali ada kesempatan. Kong Ji selalu melatih diri dengan pelajaran baru ini.

   Setelah tiba di puncak Luliang-s See thian Tok-ong dan isterinya merasa amat kagum dan suka sekali melihat puncak yang indah itu.

   "Benar-benar tempat yang amat menyenangkan," katanya.

   "pantas sekali tempat seperti ini disukai oleh mendiang Pak Kek Siansu. Memang amat baik untuk menjadi tempat bertapa dan istirahat." Ia segera mengambil keputusan untuk tinggal di puncak itu. Bahkan lalu memperbaiki bekas pondok Pak Kek Siansu yang sudah diobrak-abrik dan dirusak oleh Kok Sun, puteranya sendiri ketika bersama Ba Mau Hoatsu mencari kitab rahasia.

   Agar tidak membingungkan pembaca baik diceritakan bahwa Ba Mau Hoatsu telah kembali ke Tibet seteLah See-thian Tok-ong menyusul puteranya ke Tiong- goan. Dengan adanya See-thian Tok-ong sekeluarga turun dari Tibet untuk mencari kitab, Ba Mau Hoatsu merasa ada harapan baginya lagi untuk ikut-ikut mencari kitab itu, maka ia pun lalu berpamit dan kembali ke Tibet, di mana melatih diri dengan ilmu silatnya.

   See-thian Tok-ong dan anak isterinya, dengan bantuan Kong Ji mulailah mencari kitab peninggalan Pak Kek Siansu. Akan tetapi usaha mereka sia-sia. Seluruh puncak telah mereka jelajahi dan periksa, namun tidak ada hasilnya. Kitab rahasia itu tak dapat ditemukan.

   

Pendekar Pedang Pelangi Eps 17 Pendekar Budiman Eps 12 Pendekar Pedang Pelangi Eps 20

Cari Blog Ini