Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Kemala 20


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 20




"Koan Jit, jangan bunuh mereka akan tetapi beri hajaran agar mereka kapok!" Koan Jit mengerutkan alisnya. Kalau menurut keinginannya, lebih mudah membunuh mereka. Akan tetapi diapun sedang mencari muka agar diperhatikan oleh Kapten Charles Elliot karena dia tahu bahwa kapten inilah yang berkuasa di antara pasukan kulit putih, bukan Peter Dull.

Koan Jit memasuki benteng pasukan kulit putih sebagai sekutu atau pembantu bukan sekedar iseng. Dia sudah memiliki perhitungan masak-masak. Dia melihat kekuatan yang amat besar di dalam pasukan itu, dengan senjata-senjata apinya besar kecil yang amat sukar dilawan dengan ilmu silat saja. Maka, selain mencari tempat yang aman untuk berlindung, juga dia dapat mempergunakan kekuatan pasukan kulit putih untuk mencapai kedudukan, baik sebagi pimpinan kau m sesat, juga kedudukan tinggi di dalam pasukan itu sendiri. Dia sengaja membiarkan Peter Dull dan pasukannya mencari-cari Diana, pura-pura membantu namun tidak sungguh-sungguh membantu. Dia ingin melihat Peter Dull gagal dalam usahanya, dan kelak setelah keluarga Charles Elliot benar-benar kebingungan, barulah dia akan tampil sebagai bintang penolong!

Tentu jasanya akan besar sekali. Kedudukan Peter Dull sebagai tangan kanan kapten itu harus diraihnya. Dia memiliki cita-cita yang lebih besar lagi. Bahkan pernah dia bermimpi betapa bersama pasukan kulit putih dia menyerbu dan merampas tahta Kerajaan Mancu dan karena jasajasanya, maka orang-orang kulit putih mengengkat dia sebagai kaisar baru! Karena itu, mendengar perintah yang dikeluarkan oleh mulut Peter Dull tadi, Koan Jit menoleh kepada Kapten Charles Elliot. Dia tahu bahwa kapten itu belum percaya benar kepadanya, baik kelihaiannya maupun kesetiaannya. Dengan pandang matanya dia bertanya dan menanti keputusan kapten itu sebagai orang atasan yang paling berkuasa. Agaknya kapten inipun maklum bahwa orang tinggi kurus ini mengharapkan pendapatnya, maka diapun mengangkat tangan berkata,

"Hajar saja mereka semua, jangan membunuh karena hal itu akan menimbulkan keributan." Ucapan ini melegakan hati Koan Jit. Dia lalu berkata,

"Baik, aku akan menghajar mereka semua sampai kapok!" Setelah berkata demikian, Koan Jit melangkah lebar ke arah lima orang yang masih bersiap siaga itu. Melihat munculnya orang tinggi kurus berpakaian hitam ini seorang diri saja, tanpa senjata, lima orang itu tentu saja memandang rendah.

"Kalian berlima berlututlah dan menerima hukuman cambuk dengan suka rela, atau aku akan menghajarmu lebih parah lagi," kata Koan Jit, sengaja berkata demikian untuk memperlihatkan kebesarannya. Tentu saja lima orang yang anti kulit putih itu tidak sudi menyerah, dan mereka semua memandang Koan Jit yang dianggap sebagai antek dan kaki tangan kulit putih itu penuh kebencian.

"Cuhhh!" Pemimpin kelompok yang masih muda dan bertubuh kokoh itu meludah ke arah Koan Jit, lalu dia berkata kepada teman-temannya, "Biar aku sendiri yang mematahkan kaki tangan anjing penjilat iblis-iblis putih ini!" Dan diapun menerjang dengan dahsyatnya, mengirim pukulan ke arah kepala Koan Jit. Koan Jit miringkan kepalanya sehingga pukulan itu lewat. Akan tetapi kuli muda itu memukul lagi dengan tangan kiri, menonjok dada. Sekali ini Koan Jit tidak mengelak, juga tidak menangkis.

"Dukkk!!" Pukulan itu kuat sekali datangnya dan tepat mengenai dada Koan Jit. Akan tetapi tubuh yang jangkung kurus itu sama sekali tidak tergoyahkan, dan sebaliknya, si pemukul yang merasa tangannya seolah-olah bertemu dengan dinding baja dan nyeri sekali, seperti remuk-remuk semua tulangnya. Dan pada saat itu, Koan Jit mengayun tangannya menampar.

"Plakkk!" Tubuh orang muda itu terpelanting seperti disambar petir dan dia tak dapat berkutik lagi, dari mulut dan hidungnya keluar darah segar! Melihat ini, empat orang pembantunya tadi terkejut dan marah. Mereka langsung menyerbu dan menyerang Koan Jit dengan marah sekali.

Kembali pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan menghujani tubuh Koan Jit yang memang hendak memperlihatkan kekebalannya kepada semua orang, terutama kepada Kapten Charles Elliot. Terdengar suara bak-bik-buk, akan tetapi anehnya, bukan tubuh orang yang menjadi sasaran pukulan-pukulan itu yang roboh, melainkan empat orang pemukul dan penendang itu yang mengeluarkan seruan-seruan kaget dan kesakitan ketika kaki dan tangan mereka kesakitan karena rasanya seperti membentur dinding baja. Dan sebelum mereka sempat menyerang lagi, Koan Jit sudah menggerakkan kedua tangan, membagi-bagi tamparan dan empat orang itupun berpelantingan dan roboh pingsan! Menyaksikan kehebatan ini, Kapten Charles Elliot sendiri terkejut dan kagum bukan main, akan tetapi juga khawatir.

"Jangan membunuh...!"

"Harap Kapten jangan khawatir. Koan Jit akan mentaati perintah dan orang-orang itu tidak dibunuh, hanya dipukul pingsan saja," kata Peter Dull dengan suara mengandung kebanggaan karena bagaimanapun juga, dialah yang telah menemukan Koan Jit dan berhasil membujuknya menjadi sekutu. Kini, dua puluh lebih orang kuli yang menjadi kawan-kawan lima orang itu sudah menyerbu dan mengeroyok Koan Jit, bahkan di antara mereka ada yang membawa senjata sepotong besi dan lain-lain alat pengangkut yang terdapat di tempat itu.

Dan terjadilah perkelahian yang makin mengagumkan hati Kapten Charles Elliot dan juga mengagumkan hati semua mandor dan orang kulit putih yang berada di situ. Seorang diri saja, Koan Jit melayani pengeroyokan demikian banyaknya orang-orang yang buas karena kemarahan dan dia bergerak seenaknya saja. Akan tetapi, ke manapun juga tangannya melayang, tentu seorang pengeroyok terlempar dan kesakitan, pingsan atau merangkak-rangkak tak dapat bangkit kembali karena mengalami patah tulang. Dan dalam waktu yang amat singkat, hampir tiga puluh orang perusuh itu kini semua menggeletak malang melintang, tubuh mereka berserakan, ada yang pingsan dan ada yang merintih-rintih karena patah tulang dan kesakitan.

"Orang ini berbahaya sekali..." kata kapten itu kepada pembantunya, akan tetapi Peter Dull tersenyum kegirangan karena makin yakinlah hatinya bahwa Koan Jit benar-benar merupakan tenaga bantuan yang amat berharga bagi kesatuannya. Peristiwa ini membawa perubahan semakin besar kepada Koan Jit. Kini Kapten Charles Elliot sendiri yakin akan kehebatan orang ini, dan karena jasanya, juga disesuaikan dengan kemampuannya, kini Koan Jit diangkat menjadi komandan pasukan pribumi yang dibentuk tidak lama kemudian. Pasukan ini terdiri dari jagoan-jagoan yang berhasil dikumpulkan Peter Dull dan kemudian diperkembangkan oleh Koan Jit. Dia menaklukkan tokoh-tokoh sesat dan memaksa mereka itu masuk menjadi anggauta pasukannya.

Pasukan yang terdiri dari pribumi ini mempunyai bendera sendiri, akan tetapi berada di bawah armada Inggeris dan mendapatkan tempat di perbentengan yang dibangun di tepi pantai. Koan Jit amat disegani, dan menduduki tempat penting karena sebagai komandan pasukan itu, dia dianggap seorang perwira tinggi yang kedudukannya hampir setingkat dengan Peter Dull. Bukan Kapten Charles Elliot lagi yang membawahinya, melainkan komandan armada yang pangkatnya jauh lebih tinggi dari pada kapten itu! Pasukan yang dipimpin Koan Jit kini terdiri dari tigaratus orang lebih dan diberi nama Pasukan Harimau Terbang! Semua anggauta pasukan ini mengenakan topi yang terbuat dari kulit harimau! Karena rata-rata memiliki ilmu silat lumayan dan gerakan mereka cepat, maka diberi nama Harimau Terbang.

Sementara itu, Kapten Charles Elliot merasa semakin gelisah karena usaha Peter Dull untuk mencari keponakannyabelum berhasil, pada hal lenyapnya Diana sudah berjalan selama hampir tiga bulan! Dia merasa khawatir sekali kalau-kalau keponakannya itu melakukan penyelewengan seperti yang dilakukan Sheila, puteri mendiang Hellway yang lenyap itu kabarnya telah menjadi isteri seorang di antara para pemberontak! Hal ini merupakan sebuah tamparan yang amat hebat bagi orang-orang kulit putih. Dan dia merasa khawatir sekali kalau-kalau Diana juga mengalami nasib buruk seperti yang dialami Sheila. Dia yang akan menderita aib kalau sampai terjadi hal yang amat memalukan itu. Pada pagi itu, Kapten Elliot membicarakan soal Diana dengan Peter Dull. Untuk kesekian kalinya, dia menegur pembantunya itu.

"Peter, mengapa sampai kini engkau belum juga berhasil menemukan Diana? Ah, apa yang terjadi dengan anak yang malang itu? Apakah engkau tidak mengerahkan seluruh tenaga untuk mencarinya? Ingat, Peter, engkau lah yang bertanggung jawab karena Diana lenyap ketika berjalan-jalan denganmu!" Peter Dull menarik napas panjang. Hal ini memang selalu mengganggunya, bahkan membuat gelisah tak dapat tidur setiap malam.

"Kapten, saya mencinta Diana. Sayalah di samping Kapten yang merupakan orang yang merasa paling kehilangan dan gelisah. Rasanya, saya mau mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan kembali. Tentang kehilangan itu... saya kira Kapten sudah mengenal watak Diana yang keras. Diana yang memaksa saya melakukan perjalanan sejauh itu, bahkan ia juga membalapkan kudanya sampai tak dapat saya susul. Hal ini sudah saya ceritakan berkali-kali...!"

"Aku tidak perduli semua itu! Yang penting, Diana harus dapat kita temukan kembali! Harus!! Dan siapa lagi kalau bukan engkau yang dapat kuharapkan dan kupercaya untuk melakukan tugas itu sampai berhasil?"

"Selama ini saya tidak pernah berhenti berusaha menyebar orang-orang kita, bahkan juga pasukan Harimau Terbang sudah membantu, akan tetapi hasilnya kosong. Dengan sedih saya terpaksa berterus terang dengan dugaan saya bahwa Diana terjatuh ke tangan para pemberontak yang anti kepada kita, sehingga mereka itu merahasiakan di mana adanya Diana."

"Kita harus dapat menemukan Diana!" Kapten itu marah sekali dan juga gelisah.

"Panggil Koan Jit ke sini!" Koan Jit dipanggil menghadap dan diam-diam orang ini merasa gembira sekali. Inilah saat yang dinanti-nantinya. Ketika Kapten itu menyatakan keinginannya agar Koan Jit turun tangan dan membantu sungguh-sungguh agar Diana dapat ditemukan kembali, sengaja Koan Jit menoleh kepada Peter Dull dan berkata.

"Harap Kapten suka memaafkan saya. Selama ini, saya hanya melakukan perintahperintah Letnan Peter Dull dalam usaha mencari keponakan Tuan."

"Cukup! Sekarang engkau menerima perintah langsung dariku dan kau boleh melakukan pencarian dengan caramu sendiri!" kata Kapten itu tak sabar.

"Baiklah, Kapten. Mulai hari ini, saya akan berusaha mati-matian untuk menemukan keponakan Tuan, dan akan saya kerahkan anak buah saya dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Saya yakin bahwa dalam waktu singkat tentu akan dapat diperoleh kabar tentang keponakan Tuan itu." Dia berhenti sebentar dan berkata kepada Letnan Peter Dull,

"Apakah Letnan sudah menyampaikan permintaan saya kepada Kapten?" Peter Dull sedang pusing karena dimarahi atasannya.

"Permintaanmu itu sedang kupertimbangkan dan tidak ada sangkut pautnya dengan usaha mencari Diana!"

"Apa permintaanmu itu, Koan Jit?" Mendengar pertanyaan itu, Koan Jit tersenyum.

"Saya ingin sekali melihat kemajuan kekuasaan pasukan Inggeris dan satu-satunya hal yang menjadi penghalang besar adalah kelompok-kelompok yang anti kepada bangsa kulit putih. Saya ingin mengundang semua tokoh persilatan, terutama dari golongan hitam untuk kita ajak bersama menghadapi pemerintah Mancu. Kalau mereka semua sudah berpihak kepada kita, tentu golongan yang anti kepada kita itu akan mundur. Dan saya minta agar pasukan Inggeris membantu saya dalam hal ini, yaitu setelah mereka datang berkumpul, kita basmi mereka yang tidak mau bersekutu. Dan agar pasukan membantu saya supaya dapat menjadi beng-cu di antara mereka." Bagi Kapten Charles Elliot, semua usul Koan Jit itu dianggap hanya ambisi seorang yang ingin menjadi pemimpin para jagoan. Dia sedang pusing memikirkan Diana, maka permintaan itu dianggap sepele saja.

"Baiklah, kami akan membantumu kelak. Sekarang yang penting adalah mencari Diana sampai dapat. Tentang usul-usulmu, akan kubicarakan dengan Admiral Elliot, dan aku yakin dia akan setuju karena usahamu itu untuk memperkuat kedudukan kami pula." Bukan main girang hati Koan Jit mendengar ini. Admiral Elliot adalah komandan tertinggi dari armada Inggeris yang datang dan memberi hajaran kepada pemerintah Mancu karena membakar candu sehingga timbul perang candu. Pasukan Harimau Terbang memang juga direstui oleh Admiral, akan tetapi dia,

Sebagai komandan pasukan itu yang dianggap kecil, mana mungkin bertemu dan bicara dengan Admiral Elliot yang kedudukannya demikian tinggi, sebagai wakil dari Kerajaan Inggeris? Akan tetapi, melalui kapten ini yang masih keponakan dari admiral itu, tentu usul-usulnya akan dapat disampaikan langsung dan kalau sampai dia dapat menjadi beng-cu, kalau sampai dia dapat memperoleh kedudukan tinggi di dalam pasukan Inggeris dan menguasai dunia hitam, tentu akan mudah mencapai puncak cita-citanya, yaitu merebut tahta Kerajaan Ceng! Memang sebetulnya, mencari Diana sampai dapat, baik orangnya kalau masih hidup atau keterangan tentang dirinya kalau sudah mati, tidak terlalu sukar bagi Koan Jit kalau memang hal itu dikehendakinya. Sekarang, setelah dia mendapatkan tugas langsung dari Kapten Charles Elliot,

Koan Jit lalu mengerahkan anak buahnya, menyuruh mereka menanggalkan pakaian seragam, mengenakan pakaian biasa dan membagi-bagi kelompok pergi mencari keterangan tentang seorang gadis kulit putih yang mungkin tinggal di daerah padalaman. Dengan berkelompok antara lima sampai se puluh orang, ratusan orang anggauta Harimau Terbang itu dalam pakaian preman mulai melakukan penyelidikan. Mereka menyusup-nyusup ke dalam hutan-hutan, naik turun bukit, menyusuri sepanjang sungai sampai mereka tiba di daerah-daerah terpencil. Akhirnya, beberapa hari kemudian saja, sekelompok yang terdiri dari se puluh orang dapat menemukan jejak, yaitu ketika mereka mendengar bahwa di suatu dusun terpencil terdapat seorang wanita kulit putih yang hidup seperti penduduk dusun.

Tentu saja mereka merasa girang sekali dan dengan cepat mereka mendatangi dusun itu. Memang berita itu tidak bohong. Di dusun itulah hidup Diana! Selama lebih dari tiga bulan Diana hidup sebagai seorang gadis dusun. Kini kulitnya yang biasanya putih mulus itu menjadi kemerahan dan wajahnya kini nampak berseri penuh gairah hidup. Ia sudah terbiasa dengan kehidupan miskin sederhana, bahkan mulai dapat menikmati kehidupan ini dan mulai mengerti akan makna kebahagiaan hidup. Berkat pendidikannya, ia bahkan mulai mengajarkan segala macam pengetahuan praktis kepada penduduk, tentang pemeliharaan kesehatan, tentang pengolahan tanah yang diketahuinya dari buku-buku, tentang kebersihan dan lain-lain. Di samping itu, iapun menerima pelajaran yang langsung didapatnya dari praktek.

Bahkan ia sempat pula belajar ilmu silat dari Lauw Sek yang sudah menganggapnya sebagai anak atau keponakan sendiri. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Diana sudah pergi ke sawah ladang bersama keluarga Lauw. Pagi itu mereka akan menuai padi yang sudah menguning tua. Juga para penduduk dusun itu, pagi-pagi sekali sudah meninggalkan rumah, pergi ke sawah. Karena sawah mereka menghasilkan padi yang gemuk dan subur, semua orang bergembira dan bahkan ada yang bernyanyi-nyanyi dengan suara lantang ketika mereka menuai padi. Seorang di antara kau m wanita yang sedang menuai padi itu tiba-tiba minta agar Diana suka bernyanyi. Permintaan ini segera didukung oleh semua orang dan sambil tersenyum gembira akhirnya Diana memenuhi permintaan mereka dan sambil menuai padi, iapun bernyanyi.

Ia menyanyikan sebuah lagu Inggeris yang biarpun tidak dimengerti arti kata-katanya oleh mereka yang mendengarkan, namun karena suara Diana merdu dan lagu itu adalah lagu rakyat, mereka dapat juga menikmati lagu itu. Akan tetapi, tiba-tiba semua orang terkejut dan Diana menghentikan nyanyiannya. Sekelompok orang muncul di tengah sawah dan mereka itu adalah se puluh orang laki-laki yang kelihatan kasar dan bengis. Apa lagi melihat betapa di punggung mereka terselip golok atau pedang, semua orang makin ketakutan. Pada jaman itu, pemerintah melarang orang membawa senjata tajam. Oleh karena itu, yang berani membawa senjata tajam hanyalah dua golongan saja, para perampok dan pasukan pemerintah.

Bahkan para pendekar sekalipun, untuk menghindarkan keributan, menyembunyikan senjata mereka, kalau mereka membawanya. Munculnya se puluh orang pria yang membawa senjata tajam ini tentu menimbulkan panik dan para petani itu serentak menghentikan pekerjaan mereka dan berkumpul. Anak-anak dan wanita-wanita segera mendekati Ayah dan suami mereka seperti anak-anak ayam melihat burung elang dan lari bersembunyi di bawah sayap induknya. Sejenak mereka hanya saling pandang saja. Akan tetapi, se puluh orangyang bukan lain adalah para anggauta Harimau Terbang itu, hanya memandang ke arah Diana dengan penuh perhatian, tanpa memperdulikan orang-orang lain. Laiuw Sek yang berdiri di dekat Diana, lalu berbisik,

"Diana, bersembunyilah di belakangku." Diana yang tidak tahu mengapa semua orang nampak begitu terkejut bahkan seperti orang ketakutan, tidak mau bersembunyi, bahkan bertanya,

"Paman, siapakah mereka itu dan mengapa kalian semua kelihatan takut?" Sebelum Lauw Sek sempat menjawab, seorang di antara se puluh orang itu, yang bertubuh tinggi besar dan kumisnya melintang menyerankan, bertanya, suaranya menggeledek nyaring sekali,

"Heii! Nona kulit putih, apakah engkau yang bernama Diana?" Sebelum Diana menjawab, Lauw Sek yang lebih dulu menjawab denga suara berteriak, "Bukan! Namanya bukan Diana dan di sini
Diana menjadi semakin heran. Mengapa Lauw Sek membohong? Akan tetapi, ia sendiri tidak takut menghadapi se puluh orang itu dan ia menganggap semua ini seperti lelucon saja, maka iapun berkata,

"Namaku Jane, bukan Diana!" Akan tetapi si kumis melintang yang menjadi pimpinan kelompok itu agaknya tidak mau pulang dengan tangan kosong. Sambil tertawa bergelak dia berkata,

"Namamu Diana atau Jane atau siapapun juga, engkau harus ikut bersama kami ke Kanton!"

"Aku tidak mau!" Diana membentak marah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang boleh memaksanya pergi meninggalkan tempat dan kehidupan yang menarik hatinya itu.

"Kau mau atau tidak bukan urusanku, nona. Akan tetapi tugas kami hanyalah membawamu ke Kanton, kalau kau tidak mau terpaksa kami akan memondong atau memanggulmu, ha-ha-ha!" Sembilan orang temannya juga ikut tertawa, membayangkan keadaan yang menyenangkan, yaitu memondong atau memanggul nona kulit putih yang cantik itu.

"Tidak ada yang boleh membawa pergi nona ini!" Tiba-tiba Lauw Sek berdiri menghadang di depan Diana dengan sikap gagah dan melindungi. Si kumis melintang melotot dan membentak marah.

"Petani busuk, siapa kau berani mencampuri urusan kami!"

"Nona ini adalah anak angkat kami!" Lauw Sek membentak pula.

"Dan kami akan melawan siapa saja yang berani mengganggunya!" Para petani lain juga maju, dengan cangkul dan segala alat pertanian lain mereka mengambil sikap melindungi Diana. Melihat in, diam-diam Diana merasa terharu sekali. Orang-orang dusun yang sederhana dan miskin ini ternyata adalah orang-orang yang memiliki budi yang luhur dan memiliki rasa setia kawan dan ketabahan besar. Akan tetapi, se puluh orang laki-laki itu adalah golongan penjahat yang telah menjadi anggauta Pasukan Harimau Terbang. Mereka tertawa bergelak melihat sikap para petani itu yang hendak melawan, apa lagi melihat betapa di antara mereka terdapat Kakek-kakek tua dan juga wanita-wanita yang agaknya nekat hendak melindungi gadis kulit putih itu.

"Ha-ha-ha, kalian mencari mampus!" kata si kumis melintang, lalu dia memerintahkan kepada anak buahnya.

"Hajar mereka itu dan biarkan aku yang akan menangkap nona ini!"

"Tahan!" Tiba-tiba Diana membentak marah.

"Apakah kalian ini utusan dari komandan Peter Dull!" Mendengar disebutnya nama Peter Dull oleh Diana, si kumis melintang mengangkat tangan memberi isyarat agar teman-temannya jangan bergerak dulu. Dia memandang dengan tajam kepada Diana.

"Kami mengenal Tuan Peter Dull."

"Kalau begitu, pergilah dan jangan menganggu aku. Aku adalah keponakan Kapten Charles Elliot!"

"Ha! Kalau begitu benar engkau nona Diana?" kata si kumis melintang, girang bukan main.

"Benar, aku Diana dan kalau kalian bersikap kasar, kelak aku akan melaporkan kepada pamanku Kapten Charles Elliot!"

"Ha-ha-ha, nona Diana. Justeru beliau yang mengutus kami untuk membawa nona pulang ke Kanton."

"Aku tidak mau!"

"Maaf, nona. Mau atau tidak, kami harus membawa nona ke Kanton. Demikianlah perintah yang harus kami jalankan."

"Pergilah kalian orang-orang jahat!" Lauw Sek membentak dan bersama kawankawannya diapun menyerbu dan hendak menghalau se puluh orang itu. Akan tetapi se puluh orang itu melawan dan terjadilah perkelahian yang kacau balau di tengah sawah! Perkelahian yang tidak seimbang karena para petani itu tentu saja lebih pandai mengayun cangkul menggarap tanah dari pada berkelahi, apa lagi melawan se puluh orang tukang berkelahi itu. Si kumis melintang sendiri lalu menubruk dan menangkap lengan Diana.

"Marilah, nona," katanya sambil tertawa.

"Bngsat, lepaskan!" Diana merengut lengannya dan menendang. Kakinya besar dan kuat, dan dia masih memakai sepatunya yang lama, sepatu boot yang keras.

"Takkk!" Ujung sepatu itu tepat mengenai tulang kering kaki si kumis melintang.

"Aughhh... aduhh-aduhh-aduh...!" Si kumis melintang berjingkrak-jingkrak kesakitan akan tetapi dia tidak melepaskan pegangannya. Terjadilah betot membetot. Akan tetapi, biarpun Diana memiliki perawakan tinggi dan lebih besar dibandingkan wanita pada umumnya, tentu saja ia kalah kuat. Juga latihan silat yang diterimanya dari Lauw Sek tidak ada artinya bagi si kumis melintang, maka akhirnya ia dapat diringkus dan dipanggul. Diana meronta-ronta,

"Lepaskan! Awas kau , akan kulaporkan kepada paman dan engkau akan ditembak mampus!" Akan tetapi si kumis melintang yang sudah menerima perintah dari Koan Jit agar membawa pulang Diana, kalau perlu dengan paksa, tidak mau melepaskannya. Sementara itu, orang-orang yang tadi membelanya kini sudah kocar kacir, dihajar oleh kawanan anggauta pasukan Harimau Terbang itu. Mereka babak belur dan ada yang patah-patah tulangnya. Si kumis melintang memberi aba-aba dan mereka semua lalu pergi dari situ dan Diana masih terus dipanggul oleh si kumis melintang. Diana meronta-ronta, menjerit-jerit dan memaki-maki.

Akan tetapi, se puluh orang itu adalah orang-orang kasar yang sudah biasa melakukan segala macam perbuatan busuk dan tidak patut, di antaranya suka sekali mengganggu wanita. Maka, ulah Diana itu membuat mereka semua menjadi marah karena dimaki-maki dan mulailah mereka memperlihatkan sikap kurang ajar. Banyak tangan mulai mencolek-colek tubuh Diana yang masih dipanggul si kumis melintang. Tentu saja Diana merasa semakin marah akan tetapi juga merasa ngeri karena kini ia takut kalau-kalau se puluh orang itu akan berbuat yang tidak sopan terhadap dirinya lebih lanjut. Bagaimana kalau sampai ia diperkosa oleh mereka? Membayangkan ini, Diana tidak berani lagi meronta dan ia mulai menangis, ditertawakan oleh se puluh orang itu yang terus membawa menuju ke Kanton. Menjelang senja ronbongan ini tiba di sebuah hutan.

"Wah, agaknya kita harus bermalam di dalam hutan ini," kata si kumis melintang sambil menurunkan tubuh Diana ke atas tanah untuk menghapus keringatnya karena gadis ini terus meronta. Diana rebah terlentang dan matanya terbelalak penuh ketakutan memandang kepada mereka.

"Kenapa tidak terus saja dan bermalam di dalam dusun? Kita bisa menggunakan rumah penduduk."

"Dan kita perlu mencari teman-teman untuk melewatkan malam dingin, ha-ha!"

"Atau kita bagi-bagi saja sama rata perempuan bule ini. Akur?"

"Akur! Akur!" Mereka semua berseru gembira. Tentu saja mereka hanya menggoda Diana yang sudah menjadi pucat karena merasa ngeri dan ketakutan.

"Jangan... Oohhh, jangan ganggu aku... Jangan...!" ia berkata dengan mata terbelalak liar ke kanan kiri seperti mata seekor kelinci yang sudah tersudut dan dikepung harimau-harimau kelaparan. Sikap ini membuat mereka menjadi semakin buas.

"Wah, siapa yang akan bersenangsenang lebih dulu?"

"Tentu aku!" kata si kumis melintang.

"Dan setelah aku, agar adil, harus diundi di antara kalian."

"Akur! Mari kita undi." Disaksikan oleh Diana yang menjadi semakin ketakutan, si kumis melintang melakukan undian di antara sembilan orang temannya untuk menentukan siapa yang mendapat giliran sebagai nomor dua, nomor tiga dan seterusnya. Hampir pingsan Diana membayangkan dirinya dipermainkan se puluh orang itu saking ngerinya.

"Jangan... ganggu aku..." Ia berkata lagi.

"Aku berjanji, kalau kalian berlaku baik kepadaku, kelak aku akan minta kepada pamanku agar memberi hadiah yang banyak kepada kalian, sebaliknya kalau kalian... kalian menggangguku, kalian tentu akan dihukum berat."

"Heh-heh, nona manis, bukan engkau yang harus mengajukan syarat-syarat, melainkan kami. Dengar baik-baik. Mestinya engkau ini kami bunuh, akan tetapi kalau engkau mau melayani kami satu demi satu dengan manis, kemudian kelak memberi laporan yang baik kepada pamanm, maka engkau tidak akan kami bunuh. Bagaimana? Ha-ha-ha!" Dan semua orang tertawa bergelak. Wajah Diana menjadi semakin pucat dan matanya terbelalak.

"Bunuh saja aku...,kalau begitu bunuh saja aku, jangan ganggu aku...!" tangisnya.

"Aduh sayang kalau dibunuh begitu saja. Sebelum dibunuh, bagaimana kalau engkau bersenang-senang dulu dengan kami semalam ini?"

"Berikan saja kepadaku kalau mau dibunuh."

"Untukku saja" Kembali mereka tertawa-tawa bergelak. Orang-orang kasar ini memang tidak memikirkan bahwa mereka dapat celaka kalau gadis itu kelak mengadu kepada pamannya. Mereka adalah orang-orang yang sudah biasa melakukan perbuatan-perbuatan apa saja demi memuaskan nafsu dan kesenangan diri sendiri tanpa mengingat akan akibat-akibatnya. Yang mereka takuti adalah Koan Jit, bukan para komandan kulit putih. Andaikata Diana mengancam mereka untuk melaporkan kepada Koan Jit, agaknya mereka itu akan teringat dan menjadi jerih.

"Sekarang begini," tiba-tiba si kumis melintang berkata.

"Kalau nona memberi ciuman yang mesra kepadaku, aku akan mempertimbangkan permintaanmu tadi. Bagaimana? Ha-ha-ha, hayo cium yang mesra, nona." Dan si kumis melintang itu membantu Diana bangkit duduk, kemudian dia mendekatkan mukanya yang dihias kumis melintang. Hampir muntah Diana ketika mukanya berdekatan seperti itu, tercium bau apak dan memuakkan. Ia memejamkan mata dan tentu saja tidak mau melakukan ciuman yang diminta. Ia hanya takut kalau si kumis itu yang akan menciumnya dengan paksa, maka ia memejamkan mata, dan menangis. Pada saat itu tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan terdengar bentakan seorang pria yang lantang.

"Kalian ini manusia ataukah binatang? Hayo lepaskan gadis itu!" Si kumis melintang terkejut, melepaskan tubuh Diana yang jatuh rebah terlentang kembali. Seperti se puluh orang itu yang sudah berloncatan bangun, Diana juga memandang ke arah seorang pemuda yang tiba-tiba muncul di situ. Cuaca masih cukup terang sehingga ia dapat melihat seorang pemuda yang gagah, yang muncul dan mengeluarkan bentakan tadi. Seorang pemuda yang bertubuh tegap, berpakaian sederhana seperti pakaian seorang petani, dengan rambut hitam panjang dikuncir tebal bergantung di belakang punggungnya,

Wajahnya nampak tampan dan cerah, matanya bersinar tajam akan tetapi lembut. Timbul kekhawatiran di dalam hati Diana. Pemuda itu biarpun tampan dan wajahnya membayangkan wibawa, namun melihat pakaiannya tidak ada bedanya dengan pemuda-pemuda dusun Lauw Sek, maka munculnya pemuda itu tentu hanya akan berupa bunuh diri saja. Mana mungkin pemuda ini akan mampu mencegah perbuatan se puluh orang jahat itu? Dapat dibayangkan betapa marah si kumis melintang dan sembilan orang kawannya melihat munculnya seorang pemuda petani yang berani menegur mereka bahkan menyuruh mereka melepaskan Diana. Si kumis melintang melangkah maju sampai dekat sekali di depan pemuda itu dan memandang dengan mata melotot dan wajahnya beringas penuh ancaman.

"Bocah keparat apakah kau sudah bosan hidup?" Setelah berkata demikian, tanpa memberi kesempatan lagi kepada pemuda itu untuk bicara, si kumis melintang sudah mengayun kepalan kanannya menghantam ke arah pemuda itu. Si kumis ini merupakan jagoan di antara teman-temannya dan pandai ilmu silat, juga memiliki tenaga besar yang kuat. Akan tetapi agaknya, bagi pemuda itu dia bukan apa-apa.

Pukulan ke arah dagu itu dielakkan dengan amat mudah, hanya miringkan kepala saja dan begitu pemuda itu menggerakkan tangan kirinya, tubuh si kumis terpelanting keras dan terbanting ke atas tanah. Dia berteriak dan meringis kesakitan mencoba untuk bangkit, akan tetapi jatuh lagi karena agaknya ketika terbanting keras tadi urat kakinya terkilir. Pemuda itu sekali meloncat sudah berada di dekat Diana dan gadis itu sendiri tidak tahu apa yang dilakukan pemuda itu, akan tetapi tahu-tahu ikatan kaki tangannya terlepas! Sembilan anggauta Harimau Terbang itu menjadi marah bukan main melihat betapa pemimpin mereka roboh. Mereka semua tahu bahwa pemuda itu tentu lihai, maka merekapun tanpa dikomando lagi sudah mencabut golok atau pedang masing-masing dan seperti segerombolan srigala mereka menyerbu ke arah pemuda itu.

Diana terbelalak dan kini hatinya penuh gelisah, mengkhawatirkan keselamatan pemuda itu. Ngeri hatinya membayangkan tubuh pemuda yang telah menolongnya itu, di depan matanya, akan dicingcang sampai hancur. Bangkitlah semangatnya ketika ia melihat seorang lawan yang menyerang pertama kali, entah bagaimana caranya, telah dirobohkan pula oleh pemuda itu hanya dengan satu kali gerakan tangan. Bukan main kagum rasa hati Diana dan iapun bangkit menyambar sepotong kayu kering patahan pohon dan gadis inipun menghampiri mereka yang sudah roboh. Agaknya setiap orang lawan yang menyerang pemuda itu, segebrakan saja sudah dirobohkan dan yang sudah roboh itu tidak mampu menyerang lagi, ada yang mengaduh-aduh memegangi kakinya, pundaknya dan lain-lain. Agaknya mereka itu mengalami tulang patah.

Diana, dengan hati penuh kegemasan, mengayun potongan kayu di tangannya itu, mengamuk di antara lawan yang sudah tak mampu bangkit kembali. Pentungan itu diayun keraskeras dan menghantam tubuh-tubuh itu. Terdengar suara bak-buk-bak-buk ketika gadis ini mengamuk. Ia termasuk wanita yang bertenaga kuat dan pukulan tongkatnya yang menimpa pundak, atau dada, atau kepala tanpa pilih tempat cukup keras membuat mereka yang sudah menderita patah tulang itu menjadi semakin kesakitan. Kalau tidak patah lagi tulang bagian lain, atau kepala menjadi bocor terpukul tongkat itu, sedikitnya tentu mereka merasa tubuh mereka memar-memar dan babak bundas. Pemuda itu memang hebat bukan main. Se puluh orang yang rata-rata memiliki tenaga besar dan pandai bersilat mengeroyoknya, bahkan yang sembilan orang mempergunakan senjata tajam.

Dan dia hanya membutuhkan sembilan kali gebrakan saja dengan tangan menampar untuk menyelesaikan perkelahian itu. Se puluh orang itu hanya terkena tamparan tangan satu kali saja dan mereka sudah roboh tak mampu melanjutkan perkelahian! Jelaslah bahwa kalau pemuda itu menghendaki, kalau dia mempergunakan tenaga yang lebih besar, se puluh orang itu bukan hanya roboh menderita patah tulang, melainkan besar sekali kemungkinannya mereka takkan mampu bangun kembali untuk selamanya! Kini, melihat betapa Diana mengamuk dan menggebuki orang-orang yang sudah tak mampu melawan itu dengan kayu di tangannya, seperti orang menggebuki anjing saja, pemuda itu lalu meloncat dan dengan halus dia memegang lengan Diana.

"Sudahlah, nona, mereka sudah cukup mendapatkan hukuman," katanya denga sikap sopan dan halus, dan sentuhan tangannya pada lengan Diana itupun cepat dihentikan dan tangannya ditariknya kembali. Diana melempar kayunya dan membalikkan tubuh, menghadapi pemuda perkasa itu. Sejenak ia hanya memandang dengan mata bersinar-sinar, penuh kekaguman, menjelajahi wajah yang tampan dan gagah itu. Ia seperti melihat seorang mahluk yang aneh dan amat indah mengagumkan. Demikian terpesona ia sampai tidak mampu berkata-kata. Ia teringat akan sahabat baiknya, Siauw Lian Hong yang amat dikaguminya dan disayangnya. Besar sekali persamaan antara pemuda ini dan Lian Hong, sama anggun, sama tinggi ilmu kepandaiannya. Hanya bedanya, kalau Lian Hong seorang gadis cantik jelita, pemuda ini adalah seorang laki-laki yang tampan.

"Kau... kau penolongku... siapakah namamu?" akhirnya ia mampu juga mengeluarkan suara. Melihat betapa sepasang mata yang indah dan aneh karena warnanya biru itu memandang kepadanya dengan sinar bercahaya penuh kekaguman, dan bibir itu gemetar ketika bicara, pemuda itu melangkah mundur dua tindak.

"Tak perlu diketahui, nona, tak perlu diingat lagi. Itu kawan-kawanmu telah datang." Pemuda itu menunjuk ke kiri dan Diana menengok. Dilihatnya Lauw Sek dan para penduduk dusun datang berlari-lari. Melihat Lauw Sek, Diana lari menyambut dan merangkul orang tua itu yang nampaknya luka-luka berdarah pada pipi dan pahanya.

"Paman Lauw...!" Gadis itu menangis dalam rangkulan Lauw Sek. Semua penduduk dusun merubungnya dan menghiburnya. Tiba-tiba Diana melepaskan pelukan orang tua itu dan menengok, mencari-cari dengan pandang matanya.

"Di mana dia...?"

"Dia... penolongku, di mana dia?" Seorang di antara mereka berkata,

"Dia sudah pergi tanpa pamit!" Lauw Sek menarik napas panjang.

"Pemuda itu luar biasa sekali. Tadi dia datang dan menemukan kami dalam keadaan babak belur dihajar gerombolan itu."

"Eh, mana gerombolan itu...?" Diana memotong.

"Mereka sudah pergi saling bantu, dan keadaan mereka lebih parah dari pada kami," kata seorang di antara mereka.

"Siapakah pemuda itu, paman?"

"Kami tidak mengenalnya, Diana. Tadi dia muncul dan kami beri tahu bahwa kami diserang oleh gerombolan jahat yang melarikan kau . Pemuda itu lalu menghilang begitu saja..."

"Dia berkelebat dan lenyap. Kami melakukan pengejaran dan melihat engkau selamat," kata seorang lain.

"Ahhh... dan dia tadi tidak mau mengaku siapa namanya. Ah, paman Lauw, sungguh aku menyesal
(Lanjut ke Jilid 20)
Pedang Naga Kemala (Seri ke 01 - Serial Pedang Naga Kemala)
Karya : Asmaraman S. (Kho Ping Hoo)

Jilid 20
sekali. Dia telah menyelamatkan aku, mungkin menyelamatkan nyawaku, dan tak seorangpun di antara kita mengenalnya."

"Dia tentu seorang pendekar muda yang amat lihai."

"Seperti Lian Hong?" Lauw Sek menghela napas.

"Aku tidak tahu apakah ada orang yang dapat dibandingkan dengan nona Siauw. Akan tetapi pemuda itu tentu lihai sekali kalau seorang diri dia mampu merobohkan se puluh orang penjahat tadi."

"Merobohkan? Wah, kalian tidak melihatnya tadi. Dia hampir tidak berkelahi sama sekali! Setiap kali menggerakkan tangan, seorang lawan roboh." Diana merasa menyesal sekali tidak sempat berkenalan dengan penolongnya dan di dalam hatinya ia merasa kagum bukan main. Ia makin mengerti sekarang bahwa di dalam negara yang rakyatnya kelihatan masih terbelakang dan bodoh ini ternyata terdapat banyak orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali,

Orang-orang aneh yang setelah menyelamatkan nyawa seorang lalu pergi begitu saja tanpa memberi kesempatan namanya dikenal. Ia kagum sekali dan wajah pemuda itu terukir di dalam lubuk hatinya. Ia takkan dapat melupakan peristiwa itu, takkan dapat melupakan wajah yang tampan sederhana itu. Lauw Sek dan para penghuni dusun itu lalu mengajak Diana pulang ke dusun mereka. Melihat betapa banyak orang dusun luka-luka karena membela dirinya, Diana merasa terharu sekali dan iapun membantu untuk merawat mereka yang luka-luka. Koan Jit marah bukan main mendengar laporan anak buahnya, se puluh orang yang kembali menderita luka-luka itu. Apa lagi ketika dia mendengar bahwa mereka itu gagal membawa pulang Diana hanya karena dihalangi oleh seorang pemuda yang tidak mereka ketahui siapa.

"Gentong-gentong nasi tiada guna!" Dia memaki marah.

"Hanya menghadapi satu orang saja kalian tidak mampu mengalahkan dan pulang dengan tangan kosong, juga dengan menderita luka-luka. Kenapa kalian semua tidak mampus saja!" Si kumis melintang dengan muka pucat dan tubuh menggigil berlutut di depan Koan Jit.

"Harap tai-Ciangkun sudi mengampunkan kami. Pemuda itu sungguh bukan manusia biasa. Kami se puluh orang sudah berusaha sekuat tenaga, mempergunakan senjata-senjata kami melawan sampai akhirnya kami roboh tak mampu melawan lagi. Dia amat lihai sekali dan agaknya hanya paduka saja yang akan mampu mengalahkannya." Koan Jit mengepal tinju.

"Keparat! Masa untuk membawa pulang seorang perempuan kulit putih saja harus aku sendiri yang maju?" Koan Jit marah bukan main. Baru kemarin, rombongan lain juga datang dengan tubuh babak belur. Rombongan yang terdiri dari belasan orang itu mendengar adanya seorang gadis bule di sebuah perkampungan di lereng gunung. Mereka segera mendatangi wanita itu dan karena mereka belum pernah melihat bagaimana macamnya keponakan Kapten Charles Elliot, mereka yang biasa bersikap kasar ini hendak memaksa wanita itu untuk ikut dengan mereka ke Kanton. Akan tetapi, ternyata wanita bule sudah bersuami dan suaminya lalu mengamuk. Mereka dihajar babak belur karena suami wanita itu adalah seorang pendekar yang amat lihai, yaitu Gan Seng Bu, sute dari Koan Jit sendiri.

Wanita itu adalah Sheila, puteri mendiang opsir Hellway. Tentu saja Koan Jit marah sekali mendengar bahwa yang menghajar anak buahnya ini bernama Gan Seng Bu, sutenya sendiri. Dia juga sudah mendengar tentang wanita Inggeris yang menikah dengan seorang pemberontak, akan tetapi baru sekarang dia mendengar bahwa pemberontak itu adalah Gan Seng Bu, seorang di antara dua orang sutenya. Sebelum kemarahan itu reda, kini si kumis melintang bersama anak buahnya datang memberi laporan bahwa mereka sudah menemukan tempat tinggal Diana akan tetapi mereka tidak berhasil membawa Diana pulang bahkan dihajar babak belur pula oleh seorang pemuda yang tidak terkenal. Tentu saja dia tidak dapat bertindak apa-apa terhadap Sheila, karena bukan wanita itu yang dicarinya.

"Antar aku ke tempat wanita itu!" hardiknya kepada si kumis melintang. Lalu dia melaporkan kepada Kapten Charles Elliot bahwa dia sudah berhasil menemukan tempat tinggal Diana dan dia akan berangkat sendiri menjemput, membawa sebuah kereta ditemani oleh si kumis melintang. Koan jit adalah seorang yang berwatak tinggi hati dan seperti biasa orang yang berwatak tinggi hati, dia memandang rendah kepada siapapun juga dan penuturan si kumis melintang bahwa Diana dilindungi seorang pemuda yang telah merobohkan se puluh orang anak buahnya itu sama sekali tidak membuat dia menjadi gentar, bahkan menimbulkan rasa penasaran dan kemarahannya. Dia yakin akan dapat mengalahkan pemuda itu atau siapapun juga,

Maka dengan hati penuh geram dia pergi bersama si kumis melintang untuk menghajar pemuda lancang itu dan turun tangan sendiri menjemput Diana. Agaknya bintang peruntungan Koan Jit sedang gelap, dia sedang dilanda kesialan. Ketika keretanya tiba di dusun di mana Diana tinggal, dan bersama si kumis melintang dia meloncat turun, di tonton oleh para penduduk dusun, tiba-tiba nampak Diana muncul bersama seorang gadis lain dan seorang Kakek kurus berbaju tambal-tambalan. Koan Jit sama sekali tidak mengenal gadis dan Kakek itu, akan tetapi mudah menduga bahwa gadis cantik berkulit putih bermata biru dan berambut kuning emas itu tentulah Diana yang dicarinya. Dia sama sekali tidak memandang kepada para penduduk di situ dan dengan langkah lebar dia menghampiri gadis itu dan berbisik kepada si kumis melintang,

"Mana pelindungnya itu?"

"Tidak ada..., tidak nampak..." si kumis melintang menjawab sambil menoleh ke kanan kiri dengan sikap takut-takut. Hati orang ini masih gentar kalau dia mengenang kelihaian pemuda yang pernah menolong Diana dan legalah dia tidak melihat adanya pemuda itu di situ. Sementara itu, Koan Jit yang ingin tugasnya cepat-cepat selesai, sudah menghadapi Diana dan berkata,

"Nona Diana, silahkan naik ke kereta. Aku datang menjemput nona atas kehendak pamanmu Kapten Charles Elliot." Suaranya mengandung desakan yang kuat sehingga Diana merasa khawatir juga. Orang ini berada dengan si kumis melintang itu dan sikap orang yang berwibawa ini membuat ia gemetar.

"Tidak perlu dijemput, kalau aku ingin kembali ke Kanton, tentu akan kulakukan itu. Aku belum mau pulang, harap engkau suka menyampaikan pesanku kepada pamanku."

"Nona Diana, aku telah dimintai tolong oleh pamanmu untuk membawamu pulang ke Kanton, baik engkau mau atau tidak. Kalau nona tidak mau, terpaksa akan kupaksa." Koan Jit tidak mengatakan bahwa dia diutus atau diperintah, melainkan berkata bahwa paman Diana itu minta tolong kepadanya. Hal ini saja menunjukkan ketinggian hatinya.


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aku tidak mau pulang!" Diana berkata lagi, kini agak marah.

"Terpaksa aku memaksamu!" kata Koan Jit dan tiba-tiba tangannya sudah meluncur ke depan hendak menangkap pergelangan tangan Diana.

"Plakk!!!" Tiba-tiba tangannya itu tertangkis dan dia merasa betapa telapak tangannya tergetar. Dia terkejut dan marah, dan ketika dia memandang wajah gadis yang telah menangkisnya itu, dia makin kaget karena dia seperti pernah melihat gadis ini.

"Koan Jit, di mana-mana engkau mempergunakan tenaga dan kepandaian untuk menghina dan memaksa orang. Apa kau sudah lupa kepadaku?"

"Ah, kau kiranya!" bentaknya dan kini dia teringat. Gadis inilah yang dulu pernah membebaskan Ciu Kui Eng. Kemarahannya memuncak.

"Kau lagi yang menghalangiku? Sekarang akan kubunuh kau !" Dan diapun menyerang dengan dahsyat. Kalau dulu dia kalah oleh gadis ini karena gadis ini mengeroyoknya bersama Kui Eng, murid Tee-tok yang cukup lihai itu.

"Wuuutttt...!" Tamparan yang akan menghancurkan batu karang itu lewat di samping kepala gadis itu yang bukan lain adalah Siauw Lian Hong, membalas dengan totokan gagang kipasnya yang sudah dikeluarkannya dengan cepat. Gagang kipas itu melakukan totokan di dekat siku lengan Koan Jit yang tadi menyerang. Murid pertama Thian-tok ini tentu saja maklum akan kehebatan serangan ini. Kalau terkena totokan itu, lengannya akan lumpuh dan hal itu berbahaya sekali, maka terpaksa dia menarik kembali lengannya dan dari bawah kakinya menyambar.

Semua gerakannya dilakukan dengan kecepatan kilat, maka penasaranlah dia ketika kembali gadis itu mampu menghindarkan diri dari tendangannya. Sebelum dia dapat menyerang lagi, tiba-tiba ada angin yang amat kuat dari arah kiri. Dia terkejut dan memutar tubuh ke kiri, siap untuk menandingi lawan yang kuat ini dan ternyata dia berhadapan dengan Kakek berbaju tambal-tambalan tadi. Koan Jit makin terkejut dan diperhatikannya orang itu. Seorang Kakek yang usianya tentu sudah tujuh puluh tahun lebih, kurus dengan baju tambal-tambalan akan tetapi bersih, mukanya kusut dan mulutnya tersenyum terus! Yang membuat Koan Jit merasa kaget adalah ketika dia melihat sebuah kipas butut di tangan kiri Kakek itu.

"Ah, apakah aku berhadapan dengan San-tok?" Kakek itu memperlebar senyumnya.

"Ha-ha, murid pertama Thian-tok sungguh hebat dan mengagumkan, mungkin dapat mengangkat dirimu di dunia hitam. Sayang, begitu merendahkan diri menjadi anjing penjilat bangsa asing, dan lebih sayang lagi, kini berhadapan dengan kami sebagai lawan karena hendak menganggu seorang gadis sahabat baik muridku." Baru sadarlah kini Koan Jit bahwa gadis perkasa yang pernah menolong Kui Eng dan yang kini kembali menentangnya adalah murid San-tok. Pantas demikian lihai. Dan lebih celaka lagi, gadis itu adalah sahabat baik Diana. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia harus mengalah dan mundur? Biarpun di situ ada murid San-tok dan bahkan ada San-tok sendiri, dia tidak takut! Sepasang mata kucing yang mencorong kehijauan itu menyipit dan mulut yang biasanya lebih banyak tertutup itu, kini membayangkan ejekan.

"San-tok, engkau sudah tua bangka tentu sudah tahu bahwa setiap orang harus mencari kesenangan dengan cara masing-masing. Dan menurut aku, caraku ini yang paling baik. Apakah sekarang orang yang bernama San-tok itu, seorang di antara Empat Racun Dunia, sudah menjadi seorang pendekar budiman yang hendak melindungi seorang gadis bule bermata biru? Ha-ha, alangkah lucunya!"

"Koan Jit, tutup mulutmu yang beracun!" Lian Hong membentak dan melangkah maju menghadapi laki-laki itu.

"Di sini tidak ada persoalan pendekar atau bukan pendekar. Yang membela Diana adalah aku, Siauw Lian Hong, karena Diana adalah sahabatku. Kalau suhu tadi maju adalah karena dia hendak membela aku, muridnya. Akan tetapi, tanpa dibela suhu sekalipun, jangan kira aku takut melawanmu!" Lian Hong sudah membentangkan kipasnya dengan sikap menentang.

"Heh-heh-heh, Koan Jit. kau mau bicara apa lagi? Engkau memang murid Thian-tok yang hebat, akan tetapi engkau mengkhianati gurumu sendiri. Engkau hanya seorang pencuri rendah yang pengecut. Hemm, aku akan dapat mengambil Giok-liong-kiam itu darimu setiap saat kuhendaki, ha-ha!" Terkejutlah hati Koan Jit. Ucapan seorang di antara Empat Racun Dunia tidak boleh dianggap main-main. Siapa tahu Kakek ini sudah tahu tempat di mana pedang pusaka itu disembunyikannya dan kalau demikian, berbahaya! Dia sendiri terlindung di tengah-tengah benteng balatentara kulit putih, akan tetapi bagaimana dengan pusaka-pusakanya yang disimpannya di suatu tempat rahasia itu? Membawanya ke dalam markaspun dia segan karena siapa tahu komandan-komandan bule itu akhirnya juga menghendaki pusaka-pusaka yang bagi mereka merupakan benda aneh dan kuno yang amat berharga.

Kekhawatirannya membuat dia tidak bernapsu lagi untuk berkelahi melawan Lian Hong. Apa lagi dia memperhitungkan bahwa bagaimanapun juga, kalau sampai dia mendesak gadis itu, gurunya tentu tidak akan tinggal diam saja dan akhirnya dia harus menghadapi pengeroyokan mereka. Walaupun dia tidak takut, akan tetapi dia maklum bahwa mereka berdua itu lihai sekali dan kalau maju bersama, mungkin dia tidak akan mampu menang. Dan kini yang paling penting adalah memeriksa pusaka-pusakanya. Jangan-jangan Kakek kurus ini telah mengambil Giokliong-kiam! Terkejutlah dia ketika berpikir sampai di situ. Dia tahu akan kehebatan keempat datuk sesat itu yang suka melakukan hal-hal luar biasa. Tidak akan menjadi hal yang aneh sekali kalau San-tok ini diam-diam telah memasuki tempat rahasianya dan mengambil Giok-liong-kiam!

"Sudahlah. Melihat bahwa San-tok berada di sini dan mengingat hubungan antara dia dan suhu, aku tidak mencari keributan. Aku hanya dimintai tolong oleh Kapten Charles Elliot untuk menjemput keponakannya. Kalau ia tidak mau diajak pulang, sudahlah." Dia memberi isyarat kepada si kumis melintang dan keduanya lalu meloncat ke atas kereta dan kendaraan itupun kabur dengan cepatnya.

"Hong Hong, ajak Diana ke tempat lain, ke puncak yang ada sumbernya itu. Aku akan menyelidiki tempat rahasianya!" kata San-tok atau Bu-beng San-kai kepada muridnya. Lian Hong maklum apa yang dimaksudkan gurunya. Tentu gurunya khawatir kalau-kalau Koan Jit datang kembali membawa pasukan untuk memaksa Diana, maka ia harus menyembunyikan Diana ke tempat lain, dan tentu gurunya hendak menyelidiki di mana Koan Jit menyimpan pusaka Giok-liong-kiam. Kalau tadi pusaka itu dibawa Koan Jit, tentu gurunya akan dapat menduganya dan tentu gurunya sudah menyerang untuk merampasnya. Maka iapun mengangguk dan sekali berkelebat San-tok lenyap dari situ. Diana memegang lengan Lian Hong.

"Lian Hong, gurumu itupun pandai menghilang seperti engkau. Alangkah banyaknya orang sakti di sini..." Dan gadis bule ini teringat akan wajah pemuda yang menolongnya akan tetapi tidak dikenalnya sehingga kembali ia merasakan kecewa dan menyesal.

Sementara itu, kereta yang ditumpangi Koan Jit dan pembantunya membalap menuju ke Kanton. Ketika kereta tiba di hutan terakhir di sebuah bukit yang terletak di perbatasan kota, Koan Jit yang sudah memesan kepada pembantunya untuk pulang lebih dahulu meloncat dari kereta yang masih berjalan cepat. Begitu meloncat turun, Koan Jit memandang sekeliling dengan matanya yang tajam untuk melihat apakah ada orang yang melihat dia turun dari kereta. Berdebar rasa jantung dalam dada San-tok. Untung dia bersikap hati-hati sekali dan tidak membayangi larinya kereta secara terbuka, melainkan membayanginya sambil menyusup-nyusup dan bersembunyi. Ketika tubuh Koan Jit berkelebat turun dari kereta yang masih membalap itu, hal yang sama sekali takkan pernah disangkanya, dia melihatnya dan cepat Kakek ini mendekam di balik semak-semak.

Kalau saja dia tidak bertindak cepat, tentu Koan Jit akan dapat melihatnya dan gagallah usahanya membayangi orang itu. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang melihatnya, Koan Jit lalu menyusup di antara pohon-pohon dalam hutan di bukit itu, sama sekali tidak tahu bahwa bayangannya tak pernah terlepas dari pengintaian San-tok. Dalam hal ini, tentu saja Koan Jit masih belum mampu menandingi San-tok. Kakek itu berjuluk Racun Gunung, tentu saja dia ahli dalam hal naik turun gunung, mengenal rahasia-rahasia hutan dan gunung dan pandai menyusup-nyusup seperti seekor kelinci yang gesit sekali. Biasanya San-tok berkeliaran di hutan-hutan Pegunungan Wu-yi-san yang luas, maka kini hutan kecil seperti itu tidak ada artinya baginya dan betapapun hati-hati Koan Jit menyusup-nyusup, tetap saja Kakek itu mampu membayanginya.

Kakek itu kagum sekali melihat Koan Jit menyusup ke dalam semak-semak berduri dan setelah mendorong semak-semak berduri itu ke samping, ternyata di belakang semak-semak terdapat sebuah batu yang didorongnya ke kiri. Dan nampaklah sebuah lubang yang hanya cukup dimasuki satu orang saja. Tubuh Koan Jit lenyap memasuki lubang dan batu serta semak-semak itupun ditariknya kembali menutup lubang dari dalam. San-tok tersenyum lebar, hatinya merasa girang sekali. Kiranya ini tempat rahasia itu dan dia dapat menduga bahwa tentu Giok-liong-kiam disimpannya pula di tempat ini. Tak mungkin Koan Jit berani membawa-bawa pusaka yang diperebutkan seluruh tokoh kang-ouw itu di tempat umum.

"Aih, sayang sekali Giok-liong-kiam buatanku itu tidak kubawa, masih disimpan Hong-Hong," Kakek itu mengeluh dalam hatinya. Kalau pedang pusaka palsu yang sudah selesai dibuatnya menurut catatan yang didapatkannya dari mayat Kakek Kwi Ong yang tewas dan mayatnya masih utuh karena terendam air belerang di Tapie-san itu, tentu dia dapat menanti sampai Koan Jit pergi dari tempat itu dan langsung dia akan dapat menukarkan pusaka buatannya dengan Giok-liong-kiam yang berada di tangan Koan Jit! Setelah meneliti tempat sekeliling itu, Kakek San-tok lalu secepatnya lari kembali ke puncak bukit di mana terdapat sumber airnya, tempat yang dia tentukan agar menjadi tempat persembunyian sementara dari Diana. Dia melihat muridnya dan Diana di dekat sumber air, sedang bercakap-cakap. Ketika melihat Kakek itu muncul, Lian Hong cepat menyambutnya.

"Bagaimana hasilnya, suhu?"

"Bgus sekali, aku sudah tahu tempatnya. Mari kalian ikut bersamaku, sekarang juga."

"Diana ikut juga...?" tanya Lian Hong bingung. Membawa Diana dalam perjalanan ini amatlah berbahaya. Gurunya tersenyum.

"Ya, dan ia akan banyak membantu dalam urusan ini. Tadinya aku merasa menyesal bahwa pedang buatanku itu tidak kubawa, akan tetapi kalau dipikir-pikir, kita harus bersikap hati-hati sekali. Koan Jit itu terlalu berbahaya dan licik. Siapa tahu di tempat persembunyiannya ada teman-temannya yang berjaga. Jangan sampai ada yang tahu bahwa pedang itu sudah ditukar. Nah, mari kita berangkat. Sambil berjalan nanti kuberi tahu." Karena mereka harus melakukan perjalanan cepat dan tentu saja Diana tidak mampu mengimbangi kecepatan dua orang yang mengerahkan ginkang itu, maka terpaksa Lian Hong menggendongnya.

Diana merangkul leher sahabatnya itu erat-erat ketika ia merasa betapa tubuhnya seperti terbang saja, seperti dilarikan seekor kuda yang membalap dengan amat kencangnya. Makin kagumlah hatinya terhadap orang-orang di dunia persilatan ini. Setelah tiba di luar hutan di mana tempat rahasia Koan Jit ditemukan San-tok, mereka lalu berpencar. Diana diturunkan Lian Hong dan gadis ini lalu ikut bersama San-tok, lebih dulu memasuki hutan. San-tok menggandeng tangan Diana yang tidak merasa takut karena ia percaya sepenuhnya kepada guru sahabatnya ini yang tentu saja lebih lihai dari pada muridnya. San-tok menuju ke dekat semak-semak berduri, meneliti keadaan di sekitarnya. Sunyi saja, tanda bahwa tidak ada pembantu-pembantu Koan Jit berjaga atau bersembunyi di situ. Dia tidak tahu apakah Koan Jit masih berada di dalam tempat rahasia itu.

"Koan Jit...!" Tiba-tiba Kakek itu berteriak dan Diana terpaksa menutupi kedua telinga dengan tangannya. Teriakan Kakek itu nyaring bukan main, seperti akan memecahkan selaput telinganya.

"Koan Jit, aku sudah tahu tempat persembunyianmu. Tentu di sekitar tempat ini! Koan Jit, keluarlah, atau aku akan menyerbu tempat persembunyianmu, membunuhmu dan mengambil Giok-liong-kiam, ha-ha-ha!" Akan tetapi, hanya gema suara Kakek itu yang menjawab dari empat penjuru. Tidak ada jawaban dari Koan Jit. San-tok bukan seorang bodoh. Dia merasa yakin bahwa Koan Jit masih berada di dalam tempat persembunyiannya, atau kalau tidak demikian, tentu di tempat persembunyiannya itu terdapat kawan-kawannya atau kaki tangannya yang melakukan penjagaan. Tiba-tiba Kakek itu menangkap kedua pergelangan tangan Diana yang berdiri di dekatnya, dan dengan sebelah tangan saja dia mengangkat tubuh Diana tinggi-tinggi di atas kepalanya, suaranya terdengar semakin lantang,

"Koan Jit, lihatlah gadis ini! Aku mau menukarnya dengan Giok-liong-kiam!" Diana nampak tenang-tenang saja karena tadi ia sudah mendengar akan segala rencana siasat Kakek itu untuk memancing keluar Koan Jit dan iapun sudah siap membantu. Maka ketika tubuhnya diangkat ke atas, ia tidak merasa takut. Beberapa kali San-tok berteriak menawarkan Diana untuk ditukar dengan Giok-liong-kiam. Akan tetapi keadaan tetap sunyi saja dan tidak ada jawaban atau tanggapan dari murid pertama Thian-tok itu. San-tok menurunkan tubuh Diana yang berdiri dan memperlihatkan sikap ketakutan seperti yang telah direncanakan, dan Kakek itu berseru lagi,



Dewi Ular Eps 12 Gelang Kemala Eps 17 Dewi Ular Eps 13

Cari Blog Ini