Ceritasilat Novel Online

Pendekar Pengejar Nyawa 5

Pendekar Pengejar Nyawa Karya Khu Lung Bagian 5


Begitu golok membabat Thian Hong Cap Si Long sudah tiada sisa tenaga lagi, pula betapa cepat reaksi Coh Liu Hiang menghadapi serangannya, serta tinggi gingkangnya, sungguh jauh berada diluar dugaannya. Diatas balok batu itu memang teramat bahaya, semula Thian Hong Cap Si Long hendak menggunakan keuntungan berbahaya ini, siapa tahu ada untung pasti ada ruginya juga, kini situasi berubah seratus delapan puluh derajat, mau untung malah dia sendiri yang buntung sekarang.
Dengan menukik dari atas kebawah, serangan Coh Liu Hiang yang hebat ini, terang dia takkan mampu berkelit atau mundur lagi. Maka terdengar "Creng" goloknya membacok diatas balok batu, kembang api muncrat, namun Coh Liu Hiang sudah berhasil meraih rambut kepalanya, serunya sambil tertawa panjang: "Tuan masih ingin kemana...." belum habis kata-katanya, seketika sirap pula gelak tawanya.
Ternyata rambut yang berada ditangannya, hanyalah rambut palsu dan pada ujungnya kelihatan pula mengelupas selembar kedok muka yang terbuat dari lilin. Dilihatnya badan Thian Hong Cap Si Long jumpalitan jungkir balik kebawah jurang dan mendadak "Cring" seutas rantai lembut melesat keluar dari lengan bajunya memaku kedinding jurang. Badannya lantas bergelantungan pulang pergi beberapa kali mengikuti daya berat badannya lalu dengan enteng meluncur hinggap diatas tanah, sedikitpun tidak terluka apa-apa, malah kelihatan diantara riak gelombang air sungai yang mengalir deras itu bayangannya berlari bagai terbang.
Serunya: "Coh Liu Hiang, sudah kau saksikan Khong Siam Sut dari Ih Ho, bukankah amat hebat dan tiada bandingannya diseluruh jagat?" belum hilang gema suaranya, bayangannya sudah pergi jauh dan menghilang.
Terpaksa Coh Liu Hiang hanya mengawasi bayangan Thian Hong Cap Si Long pergi dengan pandangan melongo, dikejarpun tak akan tersusul, dirintangipun tak bisa, lama juga dia mengawasi rambut dan kedok palsu ditangannya. Dilihatnya butiran air setetes demi setetes mengalir jatuh dari balik kedok palsu itu.
Mendadak Coh Liu Hiang tertawa lebar: "Apapun yang terjadi, aku sudah bikin keringatnya gemerobos................kukira raut mukanya sudah kaku sampaipun tak bisa mengeluarkan keringat, ternyata kedok ini yang buat gara-gara."
Baru sekarang Lamkiong Ling memburu datang, katanya tertawa: "Kepandaian silat dari Ih Ho Kak benar-benar ganas dan berbahaya, luar biasa pula, kalau bukan ginkang Coh heng yang tiada bandingannya diseluruh jagad ini, hari ini kukira siapa takkan bisa lolos dari babatan golok selihai itu."
Coh Liu Hiang menatapnya bulat-bulat, tiba-tiba ia tertawa pula: "Kepandaian silatnya memang ajaran dari Ih Ho, tapi dia orang Tionggoan bukan dari Ih Ho."
Lamkiong Ling melengak, tanyanya: "Darimana Coh heng bisa tahu?"
"Kalau dia betul-betul seorang asing dari Ih Ho, lalu darimana dia bisa tahu kalau aku bernama Coh Liu Hiang?"
Lamkiong Ling berpikir sejenak, serunya: "Benar, Siaute kan tadi tidak pernah menyinggung nama Coh heng."
"Apalagi kalau dia benar-benar datang dari Ih Ho, kita berdua takkan kenal padanya, lalu buat apa dia harus mengenakan kedok muka memalsukan diri?"
"Kalau dia bukan pendekar dari Ih Ho, memangnya siapa dia?"
"Sampai detik ini aku belum bisa meraba siapa dia, tapi aku berani pastikan bahwa dia cukup kenal siapa diriku, demikian pula aku pasti kenal baik dirinya.........." sorot matanya tiba-tiba bercahaya, sambungnya dengan tertawa: "Lingkup persoalan ini tidak begitu luas lagi, karena tokoh-tokoh silat seluruh jagat ini yang betul-betul kenal akan muka asli diriku tidak banyak, apalagi yang mempunyai kepandaian silat setinggi itu, dapatlah dihitung dengan jari."
"Tapi menurut apa yang Siaute ketahui, tokoh-tokoh silat dari tionggoan yang pandai menggunakan ilmu Jinsut dari negeri seberang boleh dikata tiada seorangpun."
"Jinsut jelas bukan kepandaian perguruannya. Disaat-saat yang begitu berbahaya, toh dia tidak mau menggunakan ajaran silat perguruannya yang asli, sudah tentu karena dia tahu, sekali dia memperlihatkan kepandaian asli perguruannya, maka pasti dapat kuketahui siapa dia adanya."
Bersinar pula biji mata Lamkiong Ling, katanya: "Kalau begitu, siapa orang ini, bukankah sudah berada dalam terkaanmu?"
"Rahasia alam tidak boleh bocor, hal ini biar kutunda sementara untuk menyelidikinya lebih lanjut."
"E,eh, agaknya Coh heng pandai jual mahal juga kepadaku ya!" kelakar Lamkiong Ling.
Coh Liu Hiang menggeliatkan badannya, ujarnya: "Bagaimanapun, hari ini akhirnya aku bisa bertemu dengan Jin Hujin, bukan?"
"Kalau Coh heng tidak bisa menemuinya, mungkin Siautepun bisa mati saking gugupnya"
Keduanya tertawa besar sambil berpandangan, lekas mereka menyeberang melalui balok batu dan terus memanjat keatas, sampai disini mereka tak perlu memanjat keatas lagi, terlihat dipinggir sebidang hutan kecil berdiri tegak tiga gubuk bambu berderet. Lamkiong Ling jalan didepan dan langsung menghampiri sebuah gubuk paling kiri serta berseru lantang: "Teecu Lamkiong Ling sengaja kemari menyampaikan sembah hormat kepada Hujin."
Sesaat kemudian terdengar sahutan seseorang dengan pelan-pelan: "Kalau toh kau sudah datang, doronglah pintu dan masuklah sendiri."
Suara ini begitu halus, lembut dan merdu. Mendengar lagu suara yang demikian dapatlah dibayangkan orang macam apa pula yang bicara.
Tak terasa bergetar perasaan Coh liu Hiang, terbangkit semangatnya, katanya sambil berbisik:
"Hanya mendengar suaranya tanpa melihat orangnya, aku sudah merasa sekujur badan segar dan bergairah."
Lamkiong Ling tidak hiraukan kata-katanya, pelan-pelan ia dorong pintu, lalu melangkah masuk dengan tindakan hati-hati. Berada ditempat ini, Kaypang Pangcu yang berkuasa ini ternyata bertindak begini hati-hati seperti anak sekolah yang terlambat masuk kelas, takut konangan oleh gurunya dan dihukum, bernapas keras-keraspun tak berani.
Pintu gubuk yang terbuat dari anyaman daun nyiur ini semula memang setengah terbuka, dari sela-sela pintu yang terbuka ini mengepul keluar asap dupa, diatas pohon beringin yang besar itu bertengger seekor burung yang tak ketahuan namanya, agaknya sedang tertidur.
Setiba ditempat rindang dibawah lindungan pohon besar itu, agaknya Coh Liu Hiang takut membuat gaduh ketenangan yang lelap ini, maka langkah kakinya dia atur dan berderap dengan enteng seperti kucing.
Maka terdengar pula suara merdu nyaring itu berkata: "Pintu kan sudah terbuka, kenapa kau tidak langsung masuk?"
Burung itu terkejut, bangun dan mengeluarkan suara aneh, maka terpentang lebar daun pintu didepan gubuk paling kiri.
Pandangan pertama yang terlihat oleh Coh Liu Hiang adalah perempuan berambut panjang yang terurai diatas pundaknya, berpakaian serba hitam berlutut kaku didepan sebuah meja pemujaan, begitu tenang dan tak bergerak sedikitpun, seakan-akan sejak dulu kala dia memang sudah berlutut ditempat itu.
Kebetulan dia membelakangi pintu, maka tidak terlihat raut mukanya. Namun demikian hanya mendengar suara merdu dan bening itu tanpa disadari Coh Liu Hiang sudah berdiri terlongong ditempatnya. Belum pernah terpikir olehnya seorang perempuan yang berlutut membelakangi dirinya, mempunyai daya tarik yang sedemikian besarnya. Tanpa berpaling Jin Hujin berkata pelan-pelan: "Lamkiong Ling siapa yang kau bawa kemari?"
Cepat-cepat Coh Liu Hiang menjura dan berkata: "Cayhe Coh Liu Hiang, sengaja kemari mohon bertemu dengan hujin!"
"Coh Liu Hiang........." suara Jin Hujin kedengaran datar, sedikitpun tidak merasa heran, kagum atau tertarik. Baru pertama kali ini nama Coh Liu Hiang, ketiga huruf ini dipandang sedemikian tawar dan sepele, apalagi oleh seorang perempuan, mungkin selama malang melintang dengan ketenarannya yang romantis, baru pertama kali ini mengalami sambutan yang dingin.
Lekas Lamkiong Ling menjura pula, katanya: "Sebetulnya Teecu tidak berani membawa orang luar mengganggu ketenangan Hujin, soalnya Coh kongcu ini, mempunyai sangkut paut yang mendalam dengan Pang kita, apalagi kedatangannya kali ini menyangkut pula urusan Pang kita........."
"Persoalan dalam Pang kita tiada sangkut pautnya dengan aku, kenapa harus cari diriku?"
"Tapi urusan ini justru amat erat hubungannya dengan Hujin." tukas Coh Liu Hiang tandas.
"Mengenai persoalan apa sih?"
Sekilas Coh Liu Hiang melirik kepada Lamkiong Ling, katanya dengan prihatin: "Sebun Jian, Cou Yu Cin, Ling Ciu Cu dan Ca Bok Hap empat Cianpwee, tentunya Hujin kenal baik dengan mereka, kedatanganku ini kebetulan ada hubungan pula dengan mereka berempat."
Sambil berbicara dengan seksama ia awasi reaksi Jin Hujin, meski tak melihat raut mukanya, namun dapat dilihatnya kedua pundaknya yang datar dan tenang itu, seakan-akan mendadak bergerak. Akhirnya pelan-pelan ia bangkit berdiri dan berpaling.
Memang Coh Liu Hiang sedang menunggu orang memutar badan, ingin dia melihat raut wajah orang yang membuat banyak laki-laki tergila-gila padanya, maka disaat kepala orang bergerak, jantungnya berdetak tambah cepat. Tapi setelah orang berhadapan muka dengan dirinya, seketika Coh Liu Hiang amat kecewa dibuatnya.
Karena muka orang mengenakan cadar yang terbuat dari kain sutera hitam, sampaipun sepasang matanyapun tertutup, agaknya orang sedemikian kikir dan hati-hati memperlihatkan raut wajahnya, supaya orang tidak melihatnya.
Serasa kerlingan tajam mata orang menembus kain sutera hitam itu sedang menatap pada dirinya, menembus raga dan melihat hatinya. Tapi ia tidak tertunduk kerenanya, memang tiada seorangpun dikolong langit ini yang mampu bikin dirinya tertunduk.
Lama dan lama sekali baru Jin Hujin buka suara pula, katanya pelan-pelan dengan tenang: "
Benar, memang aku kenal keempat orang itu, tapi hal ini terjadi dua puluh tahun yang lalu kenapa kau datang kemari mengganggu aku membawa urusan yang sudah lama kulupakan ini!"
"Tapi belakangan ini Hujin ada pernah menulis surat kepada mereka, bukan?" tanya Coh Liu Hiang.
"Nulis surat!" Jin Hujin menegas dengan hambar.
Dengan nanar, Coh Liu Hiang menatapnya, katanya: "Benar, surat! Dalam surat itu berkata Hujin menghadapi kesulitan, minta mereka lekas datang membantu, kedatangan Cayhe ini justru mohon keterangan, kesulitan apa yang sedang melibatkan Jin Hujin?"
Sesaat Jin Hujin terdiam, katanya tawar: "Aku tidak ingat kapan aku pernah menulis surat macam itu, mungkin kau salah lihat?"
Seolah-olah mulut Coh Liu Hiang disumbat oleh sesuatu yang pahit getir, sungguh ia tak habis pikir, kenapa Jin Hujin tau mau membeberkan rahasia surat-surat itu. Tapi dia belum putus asa, katanya pula lebih keras: " Jelas sekali Hujin pernah menulis surat itu, hal ini Cayhe takkan salah lihat."
"Darimana kau tahu tak salah lihat?" jengek Jin Hujin dingin. "Memangnya kau kenal gaya tulisanku?"
Kembali Coh Liu Hiang melongo dan terkunci mulutnya, sesaat ia terlongong dan tak bersuara pula.
Pelan-pelan Jin Hujin putar badan berlutut pula, katanya: "Lamkiong Ling, waktu keluar tutup sendiri pintunya, maaf aku tidak mengantar kalian!"
Pelan-pelan Lamkiong Ling menarik Coh Liu Hiang yang masih menjublek ditempatnya.
Katanya: "Kalau Hujin tidak menulis surat itu, tentulah tulisan orang lain yang memalsu namanya, marilah kembali!"
Nama palsu........tidak salah! Gumam Coh Liu Hiang. Tiba-tiba sorot matanya tertuju keatas meja pemujaan, tanyanya: "Apakah jenazah Im Lopangcu diperabukan"
Belum Jin Hujin menjawab, Lamkiong Ling sudah mendahului: "Semua murid Kaypang setelah meninggal harus diperabukan, itulah aturan turun temurun sejak dahulu."
Ternyata Jin Hujin mendadak nimbrung: "Kaupun tak perlu menyesal, suamiku almarhum sekian tahun disiksa penyakitnya, rebah diatas ranjang, mendadak meninggal, tidak banyak orang yang bisa berjumpa dengan beliau. Lekaslah kau pergi saja!"
Mendadak bersinar biji mata Coh Liu Hiang, sahutnya: "Terima kasih Hujin."
"Tiada sesuatu bantuan yang kuberikan kepadamu, tak perlu kau berterima kasih kepadaku."
Coh Liu Hiang mengiakan sambil mengundurkan diri, sementara dalam hatinya ia sedang menerawang dua patah kata-kata Jin Hujin yang terakhir. Kedengarannya kata-kata itu biasa dan umum, bahwasannya mengandung arti yang mendalam sekali.
Tanpa banyak bicara mereka kembali melalui jalan semula, agaknya Lamkiong Ling tahu perasaan Coh Liu Hiang, maka ia tidak mengganggunya, ia iringi orang berjalan pulang. Setiba di Kilam, sudah tengah malam hari ketiga.
Baru sekarang Lamkiong Ling berkata sambil menghela napas: "Pulang pergi sejauh ini tentu bikin Coh heng letih, Siaute pun amat kecewa sekali!"
"Memang aku sendiri yang suka urusan, malah kau ikut menemani aku pulang pergi, sepantasnya aku traktir kau minum dua tiga cawan arak."
Sekali menemani Coh heng minum arak, paling tidak harus mabuk sampai tiga hari, lebih baik Coh heng ampuni aku kali ini saja.
Memang Coh Liu Hiang mengharap orang lekas pergi saja, katanya tertawa besar: "Baik kali ini kuampuni kau, lekaslah kau pergi, kalau tidak kuseret kau pergi minum arak lho." belum habis ia bicara Lamkiong Ling sudah bersoja dan tinggal pergi sambil tertawa tergelak-gelak.
Begitu Lamkiong Ling menyingkir, lekas Coh Liu Hiang menyusul ke Toa-bing-ouw. Kali ini tanpa banyak mengeluarkan tenaga, ia berhasil menemukan mutiara hitam, begitu dirinya muncul, biji mata mutiara hitam seketika berkilauan, bergegas ia melompat bangun diatas sampannya, tanyanya: "Kau sudah bertemu dengan Chiu Ling-siok?"
"Walau ada orang berusaha merintangi perjalananku, akhirnya aku berhasil menemuinya juga."
"Apa benar dia sedemikian cantiknya?"
"Kenapa kau bersikap seperti perempuan, tidak tanya apa yang telah kubicarakan dengan dia, malah tanya kecantikannya lebih dulu. Sayang dia mengenakan cadar, aku sendiripun tak melihat raut mukanya."
Agaknya mutiara hitam jauh lebih kecewa dari Coh Liu Hiang, katanya menghela napas:
"Apa saja yang ia katakan?"
"Katanya dia tidak ingat kapan dia pernah menulis surat itu."
"Apakah bukan dia yang menulis surat itu?"
"Kalau dia yang menulis surat itu, pasti dia sudah tahu kalau Sebun jian dan yang lainnya sudah ajal lantaran dia, masakah dia menipuku" Memangnya dia tidak suka bila aku bantu dia membongkar rahasia ini?"
Mutiara hitam terlongong sekian lamanya, gumamnya: "Tidak salah, memang tiada alasan dia membohongi kau, tapi........." mendadak ia pegang tangan Coh Liu Hiang, teriaknya:
"Katamu dia menggunakan cadar hitam, bukan?"
Coh Liu Hiang mengiakan dengan mengut-manggut.
"Bukan mustahil yang kau temui bukan Chiu Ling-siok" Tapi samaran orang lain?"
"Tidak mungkin orang lain menyamar dirinya!"
"Kau sendiri tidak melihat raut mukanya, darimana kau bisa tahu kalau dia bukan tiruan?"
"Mukanya memang tidak kulihat, namun lagu suaranya, gerak-geriknya serta tutur katanya, dalam dunia ini siapa yang mampu meniru dia" Apalagi, bila dia tiruan, tentulah takkan ada orang yang berusaha merintangi aku, supaya aku gagal menemuinya."
"Kalau demikian, bukankah rahasia ini takkan bisa dibongkar oleh siapapun?"
"Dalam pandangan Coh Liu Hiang, selamanya tidak pernah ada pengertian 'takkan bisa'
segala." "Dalam matamu ada nama apa" Mungkin hanya ada suka 'mengagulkan diri' belaka" jengek mutiara hitam.
Tanpa hiraukan kata-kata dan sikap orang, Coh Liu Hiang celingukan kian kemari, tanyanya:
"Orang yang kupesan kepadamu untuk memperhatikan kedatangannya itu, masakah belum tiba?"
"Sudah pernah datang!"
"Kau sudah melihatnya, dimana dia?"
"Sudah mati!" jawabnya dengan ringan, namun bagi pendengaran Coh Liu Hiang laksaan halilintar menyambar kepalanya. Kontan ia berjingkrak sambil mencengkeram pundak mutiara hitam, teriaknya: "Apa katamu?"
"Kataku dia sudah terbunuh oleh orang."
"Kau.........kau melihatnya sendiri."
"Kau diam saja melihat dia dibunuh orang" kau....Memangnya kau tidak punya perasaan?"
teriak Coh Liu Hiang dengan suara serak.
Pundak mutiara hitam hampir saja teremas hancur, namun ia kertakkan gigi menahan sakit, bergeming atau mengeluhpun tidak, sinar matanya berkaca-kaca seperti berlinang air mata, sebaliknya mulutnya masih berkata dengan dingin: "Kalau tidak kulihat memangnya kenapa"
Kau...kau tidak minta aku melindunginya, apalagi hakekatnya aku tidak kenal dia, mati atau hidupnya apa sangkut pautnya dengan aku?"
Coh Liu Hiang melotot sekian lamanya, jari-jarinya akhirnya mengendor, badannya bergoyang gontai dan akhirnya mendeprok duduk ditanah. Soh Yong-yong ternyata sudah ajal. Anak perempuan yang begitu pintar, cerdik, lembut dan halus ternyata sudah meninggal. Sungguh dia tak mau percaya, tidak mau percaya bahwa didalam dunia ini ada orang yang tega membunuh dirinya.
Mata mutiara hitam yang bundar besar itu sedang menatap Coh Liu Hiang, katanya sambil menggigit bibir: "Apakah benar perempuan itu begitu penting bagi dirimu?"
Serak suara Coh Liu Hiang: "Selamanya kau tidak akan mengerti betapa penting artinya dia bagiku, aku rela diriku yang dibacok hancur oleh musuh, sekali-kali tidak akan kuizinkan orang bermain gila terhadap jiwanya.
Mutiara hitam tertunduk sekian lamanya, mendadak ia angkat kepala dengan hati bergejolak haru, katanya membanting kaki: "Boleh kau bersedih akan kematiannya, tapi aku takkan ikut pilu karenanya, kau tiada hak membuatku ikut bersedih terhadap kematian seorang perempuan yang tidak kukenal, benar tidak?"
Coh Liu Hiang melompat bangun, kembali ia meremas pundak orang, serunya: "Benar, tak perlu bersedih karena kematiannya, tapi kau harus jelaskan padaku siapakah yang membunuhnya?"
Naik turun dada mutiara hitam, tak lama kemudian baru ia bersuara dengan nada berat:
"Kemarin menjelang petang dia sudah tiba, dia berada diatas kapal sana itu, celingak-celinguk, sekali lihat lantas kau tahu dia orang yang kau tunggu, baru saja aku ingin menghampiri..............."
"Tapi kau tidak mendekatinya, benar tidak" Kalau tidak dia takkan mati!" damprat Coh Liu Hiang bengis.
"Belum algi aku melangkah kesana, tahu-tahu datang empat orang menuju kapal itu, keempat orang itu seperti sudah kenal baik dengan dia, mereka menyapa lebih dulu dan ber bicara beberapa patah, kelihatannya diapun melayaninya dengan tersenyum." "Bagaimana bentuk atau raut muka keempat orang itu?" segera Coh Liu Hiang mengesak. "Jarakku dengan mereka cukup jauh, tidak keulihat jelas raut muka mereka, yang terang mereka mengenakan jubah panjang warna hijau mulus, dari kejauhan warnanya itu amat menyolok pandangan."
"Dikala hendak mencelakai jiwa orang, masih mereka mengenakan pakaian yang menyolok, dalam hal ini pasti ada latar belakangnya yang sudah dimengerti." Jengek Coh Liu-hiang dingin.
"memang mereka sengaja supaya orang lain hanya memperhatikan pakaian mereka. dengan sendirinya tidak perhatikan rayt muka mereka, sebaliknya pakaian boleh sembarang waktu ditinggalkan dan ganti yang lain."
:Kalau toh kau thau akan hal ini, kenapa tidak sengaja kau perhatikan."
"Balakangan baru kuingat hal ini, toh waktu itu aku bukan dewa, mana tahu kalau mereka hendak membunuh orang" apalagi lihat perempuan itu agaknya kenal dengan mereka, sudah tentu aku tidak terlalu ambil perhatian."
"Cara bagaimana mereka turun tangan"' "Kelihatannya mereka amat asyk dalam percakapan, maka tidak enak aku mengganggu mereka, kulihat keempat laki-laki itu agaknya hendak mengajaknya pergi, namun di geleng kepala menolak, keempat laki-laki itu menggerakkan kaki tangan, bicara setengah harian, dia masih tetap geleng kepala sambil tersenyum, keempat orang itu menjadi kewalahan serempak besoja aaknya hendak mengundurkan diri."
"Bagaimana kelanjutannya?" desak Coh Liu-hiang tidak sabar.
"Tidak ada selanjutnya... disaat mereka bersoja itulah, dari lengan baju keempat orang itu berbareng melesat keluar senjata rahasia, begitu banyak senjata rahasia itu, cepat lagi arah begitu dekat, walau perempuan itu meloncat, namun sudah terlambat, terdengar pekik jeritannya, tahu-tahu badannya menerjang langkah dan kecebur dalam air."
Gemetar suara Coh Liu-hiang: "Senjata rahasia itu.... apa benar mengenai dirinya?"
"Tidak mengenai dia memangnya mengenai diriku?"
"Kau saksikan dia dibokong orang, masakah...masakah..."
"Kau sangka aku ini apa" Memangnya aku ini patung kayu" Melihat dia terbokong sudah tentu amat terkejut, tapi waktu aku memburu datang, keempat laki-laki jubah hijau itu sudah menghilang entah ke mana, air darah masih bergolak dalam danau, namun jenazahnya tidak kelihatan mengambang naik"
Tak menunggu orang bicara habis, Coh Liu-hiang sudah berkelebat terbang ke atas.
Mengawasi gerak-gerik badannya yang seenteng burung walet, mendadak mutiara hitam berkata menghela napas: "Tak nyana orang yang biasanya teguh, gagah dan tenang, adakalanya dia merasa pilu dan haru, orang yang dapat membuatnya sedih dan gugup walau dia mati terhitung punya rejeki dan berbahagialah di alam baka!"
Pagar kayu di pinggir kapal yang patah sudah diperbarui dengan yang baru, air danau di bawahnya teramat tenang, hembusan angin malam membawa bau harum, sinar bintang kelap-kelip seperti kerlingan sang jelita, segala sesuatu tiada sedikitpun tanda-tanda kekerasan dan pembunuhan di sini.
Hampir Coh Liu-hiang tidak bisa membayangkan, di tempat seindah ini ada orang tega membunuh seorang gadis jelita yang begitu rupawan, ingin dia mencari bekas-bekas senjata rahasia yang menancap di pagar pagar kayu, karena dari senjata rahasia yang mereka gunakan ini kemungkinan dia bisa mencari tahu asal usul pembunuh itu.
Tapi segala sesuatu yang cacat di sini sudah diperbarui semua dengan sedemikian telitinya, menghadapi musuh-musuh seperti ini bukan saja perlu bekal kecerdikan harus pula punya keberanian, namun harus punya nasib yang baik pula. Dengan menggelendot di atas pagar, Coh Liu-hiang mengamati sinar bintang di keremangan angkasa yang berkabut.
Mendadak sebuah sampan terkayuh mendatangi dari tengah danau sana, di atas sampan duduk seorang kakek tua berbaju kasar dengan caping bambu yang rendah, dia sedang duduk mengisi cangkir minum arak, waktu tiba di pinggir Hong-ih-tin beberapa kali ia melirik mengawasi Coh Liu-hiang, mendadak ia tertawa, serunya: "Anak muda, kalau ingin minum arak melampiaskan kepedihan hati, marilah silahkan naik ke sampanku ini menemani Li-siu minum beberapa cangkir!"
Nelayan tua ini ternyata begitu supel dan senang bergaul, Coh Liu-hiang mengelus hidung, sekali lompat ia hinggap di atas sampan, selamanya tidak tahu sungkan atau pura-pura, diraihnya cangkir dan poci, sekali tenggak ia habiskan secangkir arak. Katanya sambil angsurkan poci arak ke depan si nelayan tua: "Apa lotiang punya simpanan arak cukup banyak untuk membakar kepedihan dalam relung hatiku?"
Agaknya nelayan tua sudah biasa menghadapi para remaja yang banyak tingkah, ia angkat sebuah guci di sampingnya, sambil tersenyum sahutnya: "Hawa sejuk pemandangan seindah ini, kenapa saudara kecil berlinang air mata?"
Coh Liu-hiang terloroh-loroh sambil menengadah, serunya: "Berlinang air mata" Selama hidup orang she Coh tidak tahu betapa rasa air mata itu?" suara tawanya semakin lemah dan akhirnya berhenti. "Tak" dengan keras ia turunkan cangkir arak tak jadi diminumnya.
Dengan mendorong nelayan tua itu mengawasinya sekian lama, mendadak ia menarik napas panjang dan berkata rawan: "Adakah yang begitu sedih bagi diriku, seumpama aku betul-betul mati, apa pula halangannya?"
Coh Liu-hiang berjingkrak bangun seraya menarik pundak si nelayan tua, teriaknya: "Yong-yong kau....benarkah kau?" tak perduli sampan itu bakal terbalik, sekali jinjing ia peluk orang sekencangnya, serunya bergelak tawa: "Memang aku tahu kau takkan bisa mati, aku tahu takkan ada orang tega membunuhmu"
Soh Yong-yong memeluk lehernya, katanya pelan sambil rebah di pinggir kupingnya:
"Turunkan aku, kau tidak malu dilihat orang?"
"Aku kan hanya memeluk kakek tua kerempeng, meski dilihat orang apa pula halangannya?"
dengan sebelah tangannya ia pegang hidungnya, serta katanya: "Ada seorang Song Thiam-ji, seorang Li Ang-siu aku sudah cukup dibuat pusing kepala, tak kira kau malah jauh lebih nakal dari mereka, sengaja kau bikin aku sedemikian gugup dan sedih"
"Bukan aku hendak membuatmu gelisah, maksudku supaya orang-orang itu betul anggap diriku sudah mampus, maka mereka takkan berjaga-jaga lagi, coba kau pikir masakah aku tega membuatmu begitu gugup dan gelisah?"
Pelan-pelan Coh Liu-hiang menurunkannya, tanyanya dengan menatap mukanya: "Adakah mereka melukaikau?"
"Cara kerja keempat orang itu sungguh kejam dan telengas, untung sebelumnya aku sudah melihat gejala-gejala yang tidak benar, kalau tidak.... kalau tidak mungkin aku tak bisa bertemu dengan kau lagi."
"Terhadap orang seperti kau, mereka bisa menurunkan tangan jahat, pantas kalau mereka kupenggal kepalanya, lekas kau beritahu siapa mereka?"
"Mana aku kenal mereka?"
"Tapi kau ada bicara dengan mereka bukan?"
"Kemarin aku sedang tunggu kau di kapal itu, mendadak datang empat orang, salah satunya tanya apakah aku nona Soh, katanya mereka adalah murid-murid Cu-soa-pang, dikatakan pula bahwa kau yang suruh dia menjemput aku"
Dia tertawa manis, lalu melanjutkan: "Tapi aku tahu, kau tahu bahwa aku menunggu di sini, sekali-kali tidak mungkin suruh orang lain, kau tahu aku paling benci berhadapan dengan laki-laki asing yang tak kukenal, oleh karena itu timbul rasa curigaku, sudah tentu kutolak permintaan mereka, kulihat pula mereka saling melirik memberi tanda, maka siang-siang aku sudah siap dan waspada"
"Untunglah kau tahu akan diriku, laki-laki yang tidak akan membuatmu muak dan benci.... tapi kenapa tidak kau bongkar saja kedok mereka waktu itu" desak mereka untuk menjelaskan!"
"Sepak terjang orang-orang itu sedemikian kejam, rencananya sempurna dan teliti, di belakang mereka pasti ada orang, aku sendiri tidak tahu apa aku kuasa menghadapi mereka, maka....."
"Maka kau pura-pura terkena serangan senjata rahasia mereka, supaya urusan tidak berbuntut panjang"
"Kau tahu aku paling tidak suka berkelahi dengan orang"
"Tapi warna darah di dalam air, apa pula yang telah terjadi?"
Soh Yong-yong cekikikan, ujarnya: "Kebetulan waktu aku lewat Kielam, kubeli satu dos yancu untuk Thiam-ji"
Coh Liu-hiang tertawa besar sambil tepuk tangan, tiba-tiba ia hentikan tawanya serta berkata dengan nada berat: "Tapi tiada orang yang tahu bila kau sedang menunggu aku di sini, memangnya siapa orang-orang ini" Darimana tahu kau menungguku di sini" Adakah Hek-tin-cu"
Dia pasti bukan orang demikian"
"Persoalan ini boleh kelak kau pikir lebih lanjut." ujar Soh Yong-yong lembut. "Benar! Sekarang tiba saat nya kutanya hasil dalam tugas perjalanan bagaimana" sudahkah kau ketahui biasanya laki-laki siapa saja yang keluar masuk Sin-cui-kiong?" "Waktu hal ini kutanyakan kepada bibiku,coba kau terka bagaimana jawabannya"' "Apa yang dia katakan?" "Katanya : Jangan kati laki-laki,sampaipun ayam jagoan jangan harap bisa mondar-mandir keluar masuk Sin-cui-kiong."
Tak tahan Coh-Liu-hiang menahan tawanya, katanya mengerut kening: "Jikalau tiada laki-laki keluar masuk SIn-cui-kiong, bagaimana pula si gadis cilik itu bisa bunting" Biasanya bagaimana keadaan hidupnya" Adakah sesuatu barang peninggalannya?"
"Gadis itu bernama Sutouw King, gadis pendiam yang sehari-hari hidup dalam ketenangan, jarang bicara, kecuali bisa iseng memetik harpa, tiada sesuatu hobbynya pula, siapapun takkan percaya dan membayangkan bisa terjadi peristiwa itu."
"Gadis pendiam yang tak suka bicara, perasaannya biasanya paling suburm jikalau dampai dia jatuh cinta terhadap seseorang, sampai mati cintanya itu takkan goyah dan luntur, oleh karena itu dia rela dirinya menjadi korban, betapapun tak mau membocorkan rahasia lelaki itu."
"Terhadap berbagai type wanita, apakah kau tahu sedemikian jelasnya?"
Coh-Liu-hiang mengelus hidungnya, lekas ioa menukas: "Apa benar dia tidak meninggalkan sesuatu"'
Tidak! Boleh dikata perjalananku sia-sia, apapun tiada yang brhasil kutanyakan.
"Tapi orang-orang itu kuatir bila kau mendapatkan sesuatu rahasia maka kau harus dibunuh untuk menutup mulut. Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa orang-orang itu punya sesuatu ciri yang merupakan sumber penyelidikan kami didalam Sin-ciu-kiong, cuma sampai detik ini belum ada orang yang memperhatikan... tapi kenapa sumber-sumber ini tidak sampai menjadi perhatian orang banyak?"
"Dan, kau" Beberapa hari ini. apa pula hasilmu?" balas tanya Soh Yong-yong.
Coh Liu-hiang ceritakan dengan jelas sampai se detail-detailnya, apa yang dia alami selama beberapa hari ini.
Mendengar betapa kejam dan ganas serta wataknya yang menyendiri tentang Tionggoan In-tiam-ang Soh Yong-yong geleng-geleng kepala, mendengar tentang gambar luksan dan tilusan surat itu matanya terbelalak. Mendengar bahwa Chiu Ling-siok ternyata adalah istri ekc pangcu Kaypang yang terdahulu, dan Coh Liu-hiang sendiripun pernah menemuinya ter tertahan Soh Yong-yong berteriak tertahan.
Supaya Soh Yong-yong tidak kuatir dan terlalu tegang, sengaja Coh Liu-hiang hanya ceritakan sepintas saja tentang pertempurannya dibatu jembatan diatas jurang yang dalam itu. Tapi SOh Yong-yong pun sudah terlalu tegang sampai mengepal kencang jari-jarinya.
katanya gemetar : "Bukan saja ilmu silat orang itu tinggi, malah keji dan telengas pula, banyak akal muslihatnya, kau menghadapi musuh macam itu betul-betul harus waspada dan lebih hati-hati."
Satu persatu Coh-Liu-hiang membuka jari-jarinya, yang terkepal itu, katanya lembut dengan tersenyum: "Tahukah kau orang lain sering berkata Coh-Liu-hiang adalah manusia yang paling dikatuki diseluruh jagat ini seumpama orang itu amat menakutkan, masakah dia bisa menandingi Coh-Liu-hiang."
"Coh-Liu-hiang memang teramat tangguh sayang sanubarinya terlalu bajik dan lemah, orang lain tega membunuhnya, sebaliknya dia tidak tega melukai orang, coba katakan cara bagaimana aku takkan kuatir?"
Coh-Liu-hiang menepuk-nepuk tangnnya, katanya tertawa: "Jangan kuatir untuk membunuh Coh-Liu-hiang, bukan soal gampang."
Soh Yong-yong unjuk tawa manis, namun alis berkerut pula, katanya: "Coba kau pikir, mungkin tidak ada orang yang menyamar jadi Thian-hong-cap-si-long adalah orang misterius yang membunuh Thian-jiang-sing Song Kang dan orang yang terjun kedanau itu"
"Memangnya dia jikalau terkaanku tidak salah yang membunuh Ca-Bok-hap, Cou-Yu cinLing ciu-cu dan Sebun Jianpan dia, orang yang mencari Thian-it-sin-cui dari. Sin-cui-kiong, tentulah dia pula!"
"Begitu besar hasratnya hendak membunuh kau, berusaha merintangimu menemui Jin-hujin Caiu-Ling siok, sungguh tak nyana Caiu-Ling siok tidak mau bicara apa-apa bukankah segala usahanya itu sia-sia belaka"'
Mendadak Coh-Liu-hiang unjuk senyum lebar katanya: "Caiu-Ling siok masih mengucapkan beberapa patah kata yang amat penting artinya. "apa katanya?" "Dengarlah dengan seksama, dia berkata: 'Kaupun tak perlu menyesal, suamiku almarhum sudah rebah berpenyakitan beberapa tahun, mendadak meninggal orang-orang dapat menemui beliau tidak banyak jumlahnya... "
SOh Yong-yong berpikir sejenak, katanya: "Aku tak bisa meraba beberapa patah kata itu mengandung arti yang amat penting apa"' "Coba kau pikirkan secara seksama, pasti kau dapat simpulkan"
Kembali Soh Yong-yong ulangi beberapa patah kata-kata itu akhrinya sorot matanya bersinar katanya: "Aku tahu sekarang, kalau Jin lo pangcu itu sudah lama berpenyakitan diatas ranjang, mana mungkin bisa mati secara mendadak, murid-murid Kaypang mereka, kalau toh tahu bahwa Pangccu mereka sakit menjelang ajal, sudah sepantasnya selalu menjaganya dan merawatnya dengan beliau hanya terbatas beberapa orang saja."
"Begitulah!" seru Coh Liu-hiang tepuk tangan. "Kedengarannya beberapa patah kata itu biasa saja, namun satu sama lain saling bertentangan, Jin-hujin itu memang berotak cerdik coba kau pikir kenapa dia mengeluarkan kata-kata yang saling bertentangan ini ?"
"Apa bukan sedang memberi bisikan kepada kau"' "Memang begitulah!" "Tapi ada persoalan apa yang tidak langsung dia utarakan kepada kau" Memangnya persoalan itu dia rahasiakan terhadap Lamkiong Ling" Masakah Lamkiong Lingpun..." "Meskipun rumit seluk beluk dan banyak lobang kelemahan serta hubungan satu sama lainnya, tapi sekali-kali kami jangan secepat itu menarik kesimpulan, karena persoalan ini amat penting dan besar artinya, tidaklah sederhana seperti rabaan kita semula!"
"Kalau begitu, jadi kau harus pergi menemui Jin hujin itu pula?" "Ya, harus menemui sekali lagi!"
Soh Yong-yong menggenggam tangannya katanya lembut: "Tapi kau harus ingat, bahaya untuk kedua kalinya ini tentu lebih besar kalau toh mereka tahu kunci rahasia dari semua persoalan ini berada ditangan Jin-hujin, mana mungkin mereka mau memberi kesempatan kepadamu untuk berhadapan sendiri dengan Jin-hujin?"
"Kukira, sementara mereka takkan mengira bahwa aku pergi menemui Jin-hujin lagi, maka perjalananku kali ini lebih cepat lebih baik kalau terlambat bahayanya tentu semakin besar."
"Sekarang mereka paling baru membokong dan menyergap kau, tapi bila kau sudah hampir membongkar kedok rahasia mereka, pasti mereka bakal menggunakan segala cara untuk menghadapimu."
"Kalau hendak memancing ikan besar, sudah tentu berani memberi umpan yang besar pula"
"Mana kau... kau sendiri hendak menjadi umpan itu untuk memancingnya keluar"'
Terasa oleh Coh-Liu-hiang jari-jari tangan Soh Yong-yong yang menggenggam tangannya dan gemetar, maka tangannya yang hangat dan kokoh ia balas menggenggam, katanya tertawa:
"Umpan ini memang terlalu besar, betapapun besar ikan itu takkan bisa menelannva bulat-bulat, kau tidak usah kuatir, dengarkan saja kataku, lekas kau pulang kemudian lemparlah botol-botol arakku kedalam laut biar dingin, suruh pula Thian-ji menyediakan beberapa ekor ayam, dalam lima hari mendatang, pasti aku sudah pulang dan menggasak habis semuanya!"
Soh Yong-yOng menatapnya dengan mata berkaca-kaca, namun biji matanya memancarkan sinar terang dan lembut hangat laksana bintang kejora. Akhirnya ia tertawa lebar dan katanya:
"Sudah tentu kau bisa pulang, dalam dunia ini siapa yang mampu merintangimu?"
Diatas dunia ini, tiada sesuatu yang lebih menggairahkan dari pada raut muka seorang jelita dan keyakinannya, waktu Coh Liu hiang tiba diatas daratan, terasa tenaga segar semangat bergairah.
Soh Yong-yong memang seorang gadis penurut. Gadis yang jelita yang pintar, ternyata masib dengar katanya, itulah kebahagiaan yang terbesar bagi seorang laki-iaki.
Dengan puas dan senang hati Coh Liu hiang mengguman seorang diri: "Dunia ini sungguh tiada sesuatu yang menyulitkan diriku...."
Terdengar seseorang menanggapi sambil tertawa: "Tapi apakah kau tidak menyulitkan dunia kehidupan ini?" belum hilang suaranya Bu Hoa tahu-tahu melayang turun, sikapnya yang agung suci senyumannya yang welas asih dibawah penerangan sinar bintang kelihatan demikian memukau seperi dewata dari langit.
Coh Liu-hiang tertawa lebar, serunya: Ku kira hanya aku sendiri si kucing malam ini, tak nyana masih ada lagi.
"Masih ada dua." kata Bu Hoa.
Wuktu Coh Liu hiang berpaling, dilihatnva seseorang berdiri mematung didalam Hong-ih-ting, sana pakaian hitamnya kelihatan mengkilat ditimpah sinar bintang, siapa lagi kalau bukan Hek tin cu, Entah lantaran apa pemuda yang aneh dan luar biasa itu tetap berdiri di sana, menjublek seperti orarg linglung.
"Malam pertama di Toa bing ouw, menyediri di Hong-ih-ting Pinceng kira itulah Coh hetng, waktu aku hendak kesana tak kira Coh heng sudah muncul disini.
"Malam sudah selarut ini, tak kira kau masih ada selera pesiar ketempat ini?"
"Janji main catur dan minum arak tempo hari setiap waktu tak pernah terlupakan oleh Pinceng, memang sengaja aku kemari mencari Coh heng untuk menepati janji."
Mana ada selera Coh-Liu-hiang main catur minum arak segala. Tapi biji matanya berputar, tiba tiba ia mendapat akal, katanya tertawa: "Untuk main catur kami berdua sudah cukup hendak minum arak perlu ditambah Lam kiong Ling lagi baru menarik."
"Kalau demikian, tiada halangan kami gedor rumahnya menjadi tamu tak diundang!'
"Baiklah kau tunggu disini sebentar biar kugugah dulu sahabat yang sudah tertidur di sana itu, sebentar kuiringi kau kesana!" tanpa menunggu jawaban Bu Hoa, badannva sudah berkelebat kearah Hong-ih thing, dilihatnya Hek-tin-cu menjublek seperti patung tanpa bergeming, alisnya berkerut dalam seolah-olah ada sesuatu persoalan pelik yang merundung hatinya.
Coh Liu-hiang tertawa, katanya; "Hanya kuda tidur sambil berdiri, Hek heng kenapa meniru kuda?"
Hek-tin-Cu tersentak sadar dan berpaling, sekilas itu terkandung banyak perubahan dari kerlingan matanya, namun suaranya tetap dingin: "Kalau tuan ingin bercanda, lebih baik pergilah, kau mencari nelayan tua itu"
"Tidak jelek pandangan matamu." puji Coh Liu-hiang.
Hek tin-cu menengadah kepala tanpa hiraukan orang.
Coh Liu-hiang tertawa besar, ujarnya: "Malam ini aku sudah ada janji tak bisa temani kau minum arak, biar dua tiga hari lagi kami berbincang lebih lanjut.
Mendadak orang keluarkan kata-kata yang tiada juntrungannya ini keruan Hek-cin Cu terheran heran, baru saja ia hendak umbar waktunya tiba-tiba Coh-Liu hiang menekan suara berbisik dengan cepat: "Bawa kudamu dan tunggu aku diluar pintu selatan soal ini menyangkut urusan penting bisa tidak membongkar rahasia keseluruhannya tergantung dari kerja sama kami ini."
Disaat Hek-tin-cu masih terlongong, Coh Liu hiang sudah putar badan sambil bergelak tawa tinggal pergi.
Ada sementara orang, tanpa tidur tiga hari tiga malam tidak apa-apa tentunya Coh Liu Hiang termasuk diantara orang-orang itu, demikian pula Bu-Hoa dan Lamkiong Ling.
Bahwasanya Bu Hoa tidak perlu mengetuk pintu, hakekatnya Lamkiong Lingpun tidak tidur, kini dia sedang menghadapi araknya minum seorang diri seolah-olah memang sedang menunggu kedatangan mereka. Papan catur dengan biji-bijinya sudah tersedia diatas meja, demikian pula arak dan hidangan gegaresnya sudah siap diatas meja.
Lamkiong Ling tertawa, ujarnya: "Akhirnya, kali ini kami bertiga harus benar-benar menentukan menang kalah, sebelum rebah tak berkutik siapapun dilarang berlalu, entah bagaimana maksud Coh-heng?"
"Kau kan tahu aku ini pemabukan yang takkan pergi sebelum tenggelam dalam air kata-kata, kenapa tidak kau tanya Bu Hoa, malah tanya aku?" sembari main catur dia tenggak araknya dengan lahap, sedemikian asyiknya seumpama dilecut dan dihajarpun dia takkan mau pergi.
"Lamkiong heng toh tidak tahu betapa asyiknya orang main catur, sungguh suatu hal yang harus disesalkan."
Lamkiong Ling tersenyum, ujarnya: "Pemain catur harus peras otak main secara serabutan akan kalah, mana bisa dibanding kenikmatan seorang penonton yang bebas merdeka?" demikian Bu Hoa bicara pula, tiba-tiba dilihatnya Coh Liu-hiang meletakkan sebiji caturnya digaris pinggir paling sudut.
Berkerut alis Bu Hoa, katanya: "Teori catur sejak dulu kala sampai sekarang, Pinceng pernah membacanya semua, belum pernah kulihat cara permainan seperti ini, daerah bawah yang amat penting ini, apakah Coh-heng tidak perlu menjaganya?"
Bersambung ke jilid 9
Jilid 9 "Permainan caturku ini teramat menakjubkan silahkan kau peras otak memecahkannya, aku berkesempatan untuk menunaikan hajat, dimana tempat hajat yang terdekat, terpaksa Lamkiong Ling harus tolong menunjukkan tempatnya".
Dengan tersenyum Lamkiong Ling bawa dia kebelakang, Coh Liu-hiang sudah kebelet dan diujung tanduk, terburu-buru ia berlari masuk, namun lewat lobang angin disebelah belakang sana, ia meluncur keluar. Lobang angin ini kira-kira satu kaki lebarnya, bocah ingusanpun sukar lewat lobang sekecil ini, siapa tahu tulang belulang dan badan Coh Liu-hiang sudah dilatihnya sedemikian rupa bisa dipasang-surutkan menjadi kecil dan lemas, cara yang ditempuh benar-benar jalan yang tak mungkin dibayangkan orang lain.
Setelah melayang jauh puluhan tombak, barulah Coh Liu-hiang tersenyum geli, batinnya : "Bu Hoa, Bu Hoa, permainan caturku tadi memang busuk dan tak bisa dicium, karena kau harus memecahkan letak kehebatan dan dari cara permainanku itu, boleh dikata laksana mencari tulang dalam telur.... tapi permainan caturku memang lain dari yang lain, disaat kalian sangka aku terjeblos kedalam kakus mungkin aku sudah tiba digunung Hi-san".
Pepohonan rimbun melambai bergoyang menyambut datangnya musim semi diluar pintu selatan, memang pemandangan alam di Kilam menyerupai Kanglam, terutama pada malam purnama seperti ini, lebih jelas kentara akan persamaan ini.
Di bawah bayangan dedaunan pohon yang menyuntai turun tak kelihatan bayangan orang yang hanyalah sepasang biji mata yang bersinar terang kemilau. Bagai asap melayang Coh Liu-hiang meluncur kesana dan berbisik: "Mana kudanya?"
"Kau masih sembunyi-sembunyi sebetulnya hendak kemana?" tanya mutiara hitam.
"Kalau bukan rahasia, masakah aku bisa bertindak sembunyi-sembunyi" Jikalau rahasia mana boleh kuberi tahu kepadamu".
"Kalau tidak percaya kepadaku, kenapa aku harus percaya kepada kau" Kalau tidak aku percaya kepadamu buat apa kupinjamkan kuda kepadamu?"
"Hanya perempuan yang suka mencari tahu rahasia orang lain, cuma perempuan, biasa menggunakan caranya ini untuk memeras orang. Kenapa kau jadi meniru watak seorang perempuan?"
Mutiara hitam tercengang walau tidak kelihatan perubahan air mukanya dimalam nan gelap ini, namun dari sorot matanya yang dingin itu, kelihatan terjadi perubahan yang rumit atas pikirannya.
Akhirnya dia bersuit berlahan, derap kuda lantas terdengar lari mendatangi, langkah kakinya sedemikian enteng laksana dahan pohon liu yang tergontai terhembus angin, hampir tak kedengaran tapak kakinya berdentam di atas tanah.
"Aku tahu sekali-sekali kau tidak akan sudi dianggap sebagai kaum perempuan" ujar Coh Liu-hiang.
Mutiara hitam melengos, tiba-tiba berpaling pula, tanyanya: "Kapan kau kembalikan kudaku"
Dimana aku harus menunggu?"
Coh Liu-hiang cemplak keatas kuda sahutnya!
"Sekarang aku sudah tidak menghadapi bahaya, pergi ke kota dan main sesuka hatimu ingin kemana dengan tak usah kuatir diganggu murid-murid Kaypang. Dalam dua hari ini kudamu kukembalikan, bila mana aku belum mati lho". Belum habis kata-katanya Coh Liu-hiang sudah keprak kudanya membedal ke depan sambil tertawa panjang.
Kuda itu memang sakti dan hebat luar biasa. Coh Liu-hiang keluarkan kemahirannya naik kuda sekencang-kencangnya ia larikan kuda ini, terasa angin menderu dipinggir kupingnya pepohonan dikedua samping jalan berkelebat mundur kebelakang cepat sekali: Memang kecepatan laksana kilat inilah yang paling disenangi oleh Coh Liu-hiang, bukan lantaran tiada sebab maka Coh Liu-hiang ingin pinjam kuda ini yaitu karena dia tidak ingin menguras tenaga hanya untuk menempuh perjalanan jauh ini. Tenaga perlu dia pertahankan untuk melakukan sesuatu yang teramat penting artinya.
Waktu kuda Jian li kik membawanya tiba di Ni san, sementara tengah malam sudah berselang dibawah gunung Coh Liu-hiang mencari rumah pemburu dan titipkan kudanya disana dengan menyongsong terbitnya matahari langsung ia manjat ke atas gunung.
Cahaya matahari membuat balok batu yang melintang itu kelihatan sangat mengkilat tapi kali ini tiada orang yang merintangi jalan Coh Liu-hiang, kicauan burung nan merdu seolah-olah menyambut kedatangannya segalanya serba tenang dan tentram gubuk-gubuk yang kokoh berderet disana masih tetap dibawah tingkah sinar matahari, pintu masih setengah terbuka, melongok kedalam lewat jendela yang terbuka, keadaan sunyi-senyap tiada sesuatu gerakan.
Segala ketenangan ini tak kelihatan adanya tanda-tanda sesuatu kekerasan terjadi, tetapi terlalu tenang dan sunyi. Sehingga hati Cob Liu-hiang merasakan firasat jelek, tanpa mengetuk pintu langsung ia menerjang masuk kedalam.
Ternyata Ciu Liang-siok sudah tidak di tempatnya lagi. Di atas kasur bundar tempat duduknya hanya ketinggalan sebuah tusuk konde hitam terbuat dari gading, bebauan harum masih terendus cukup keras.
Tersirap darah Coh Liu-hiang, serunya: "Jin hujin.... Jin hujin.... dimana kau?"
Sudah tentu ia tahu serunya takkan mendapat jawaban, sembari berteriak-teriak, lekas sekali ia sudah geledah ketiga gubuk berderet itu dengan seksama, namun bayangan nyamukpun tidak ditemukan. Selagi perabot dan benda didalam gubuk masih tetap pada tempatnya seperti tidak pernah disentuh tangan, tidak terlihat pula adanya tanda-tanda perkelahian disana.
Tapi Jin hujin Chiu Ling-siok kemana perginya" Seperti anjing pelacak yang mengejar buruannya, sekali lagi Coh Liu-hiang mulai, mencarinya dengan lebih teliti, dia mengharap Jin hujin ada meninggalkan sesuatu apa-apa meskipun itu hanya sebuah tanda rahasia, tapi tentulah amat besar artinya.
Tapi setiap sudut setiap tempat tertentu sudah dia periksa dengan teliti, tiada sesuatu tanda-tanda atau tulisan yang memberikan keterangan, bantal guling tertata rajin diatas ranjang, pakaianpun tertumpuk rapi didalam lemari, diatas toilet menggeletak tiga batang sisir yang dijajar dan bersih, perabot-perabot Rumah tangga berada di tempat masing masing. Semuanya serba beraturan tidak ada satu kesalahan.
Kalau tempat ini mau dikatakan ada sesuatu yang ganjil, yaitu bahwa semua serba rapih rajin dan beraturan pula seperti hendak sengaja ditata dan diatur sedemikian rupa untuk dipamerkan orang.
Dengan kepala terasa berat Coh Liu-Hiang melangkah keluar, sorot matanya tiba2 tertumbuk pada tusuk konde hitam yang menggeletak diatas kasur bundar itu. Kasur ini adalah kasur yg sering dipakai oleh Jin hu Jin, diatas kasur ada menggeletak tusuk kondenya, sebetulnya tidak perlu dibuat heran maka pada waktu datangnya tadi Coh Liu-Hiang sedikit pun tidak menaruh perhatian.
Tapi sekarang setelah ia melihat keadaan rumah yang serba aneh dan ganjil ini maka sebatang tusuk konde pun terlalu terasa menyolok pemandangan, karena tusuk konde ini melulu tidak diletakan pada tempat yang sebenarnya mana bisa berada di kasur bundar ini kalau tidak ada sesuatu maksud tertentu"
Dengan kedua jarinya pelan pelan Coh Liu-Hiang menjepit tusuk konde ini, tiba2 didapatinya ujung tusuk konde ini menunjuk pintu kecil yg menembus kebelakang. Sampai detik ini pintu itu masih tertutup rapat. Tergopoh gopoh Coh Liu-Hiang melompat ke arah pintu kecil tersebut, terasa daun pintu terkunci atau terpalang dari sebelah luar sana. Sorot matanya seketika memancarkan cahaya terang yang amat menggembirakan hari tanpa ayal ia mengayunkan kaki menendang jebol dan melompat keluar.
Belakang gunung jauh lebih belukar dan jarang di injak kaki manusia.
Seperti seekor kucing yg hendak merunduk mangsanya dirumpun semak belukar tiba tiba dilihatnya diatas dahan pohon berduri sebelah kiri melambai secuil kain sobekan warna hitam kain itu jelas sobekan baju yg dipakai oleh Jin hu Jin. Lekas Coh Liu-hiang membelok kekiri lalu berjalan cepat-cepat dengan hati-hati, sekoyong-koyong didengarnya seringai tawa seram.
Seorang berkata sambil terloroh-loroh kesenagan: "Kalau kau tidak sudi aku menyentuh seujung jarimu, akupun tidak mau memaksa, sampai sekarang kenapa tidak kau lekas lompat saja?" seringai tawa dan kata-kata ini, ternyata dikeluarkan oleh pengemis galak dari Bulim Pek Giok mo adanya.
Disusul terdengar suara Jin Hujin berkata: "Aku toh bakal mampus, kenapa kau masih begitu tergesa-gesa".
Pelan-pelan dan hati-hati Coh Liu-hiang menggeremel maju, perawakan tubuh Jin-hujin yang ramping semampai, sedang berdiri diambang jurang, hembusan angin gunung melambaikan pakaiannya, seolah-olah sembarang waktu dia bisa terhembus jatuh ke bawah.
Cadar hitam masih menutupi mukanya, kedua tangannya memeluk sebuah gentong kecil berisi abu Jin-loapangcu, sementara sambil menyeringai sadis Pek-giok-mo menghadang didepannya kira-kira empat kaki jauhnya, gaman yang dia pakai sekarang ganti sebatang Long gak ong yang berat dan ganas itu.
Hanya Pek-giok-mo seorang, diam-diam Coh Liu-hiang bersyukur dan lega hati.
Terdengar Pek-giok-mo membentak keras: "Cepat mati lekas menitis pula, kalau kau tahu bakal mati, kenapa ulur-ulur waktu?"


Pendekar Pengejar Nyawa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nyawa amat berharga, bisa hidup sekejap lagipun, jauh lebih baik".
Gigi Pek-giok-mo gemeretak, desisnya: "Untuk menuntut balas kepada Jin-lothan, aku sudah menunggu dua puluh tahun! Meski aku tidak bisa membunuhnya dengan tanganku sendiri, melihat abu jeneazahnya tersebar beterbangan, sekarang dapat memaksamu putus jiwa lagi, terhitung terlampiaslah dendam hatiku selama ini".
"Aku tahu, kau mencariku untuk menuntut balas, tapi cara bagimana kau bisa menemukan tempat ini?" tanya Chiu Ling-siok.
Pek-giok-mo menyeringai sinis, ujatnya: "Kau kira tempatmu ini teramat rahasia?"
"Memang tempat ini amat tersembunyi dan terahasia".
"Tempat yang begini tersembunyi, siapakah orang yang membawa kemari" Bukan mustahil kalau dia tahu bila kau berada ditempat ini?"
Sesaat lamanya Chiu Ling siok berdiam diri katanya sambil menghela napas panjang:" Ya, sejak lama seharusnya sudah kupikirkan hal ini, cepat atau lambat dia pasti takkan mengantepi aku hidup!"
"Kalau pertanyaanmu sudah habis, apa lagi yang kau tunggu?" bentak Pek-giok-mo.
"Kalau toh kau sudah menunggu dua puluh tahun kenapa harus ribut dan tak sabar menunggu lagi beberapa kejap?"
Jelalatan mata Pek-giok-mo, katanya menyeringai: "Apakah kau sedang menunggu orang untuk menolong kau" Bukan kau sedang mimpi?"
Chiu Ling siok mendongak, agak sedang melihat cuaca, katanya memilukan: "Sampai detik ini, memang tiada orang akan bisa menolongku .... mati, bagaimana rasa sebenarnya?" dengan memeluk gentong berisi abu jenazah itu dia sudah siap menerjun diri kedalam jurang.
Mendadak Coh Liu-hiang keluar seraya membentak: "Pek-giok-mo, walau selamanya aku belum pernah membunuh orang, tapi asal tanganmu bergerak, biar kubunuh kau lebih dulu".
Long gak-pang ditangan Pek-giok-mo sudah terangkat, namun seketika ia berdiri menjublek dengan mata terbelalak.
Cepat sekali Coh Liu-hiang bertindak tanpa memberi kesempatan orang memutar otak ditengah suara bentakannya, juga bayangan badannya seperti elang menyambar mangsanya ia jingjing badan Chiu Ling-siok dari pinggir jurang.
Baru sekarang Pek-giok-mo sadar dan gusar bentaknya: "Orang she Coh! Kenapa kau selalu turut campur urusan orang lain?" Long-gak-pang yang panjang dan berat itu, tahu-tahu sudah melandai datang menyapu kearah Coh Liu-hiang dah Chiu Ling-siok.
Long gak pang adalah gaman panglima perang yang biasa digunakan dalam medan laga beranda, betapa berat kuat dan hebat macam senjata ini, jarang terlihat dipakai oleh tokoh-tokoh persilatan pada umumnya. Pek-giok-mo memang dibekali tenaga raksasa pembawaan sejak dilahirkan senjata yang begitu berat dapat dia mainkan dengan lincah enteng dan serasi sekali.
Siapa nyana tidak berkelik atau menyingkir Coh Liu-hiang justru memapak maju. Waktu menarik dan menjinjing badang orang tadi Coh Liu-hiang sudah menginsafi bahwa Chiu Ling-siok sudah kehilangan kepandaian silatnya maka sekali-sekali ia takkan membiarkan orang cidera sedikitpun. Oleh karena itulah maka ia bertindak cepat tegas dan menempuh bahaya.
Tampak bayangan badannya menekuk dan menggeliat, tahu-tahu badannya sudah menyusup dan menerjang kedalam samberan Long gak pang yang bergigi-gigi tajam runcing dan kemilau itu, secara mendadak ia turun tangan menarik dan menyodok kesikut Pek-giok-mo.
Maka lengan Pek-giok-mo yang bergerak mengikuti ayunan Long gak pang itu, serta merta tersentak naik dan tak kuasa mengendalikan diri pula! Tahu tapak tangan Coh Liu-hiang sudah menepuk kebawah ketiaknya. Seketika Pek-giok-mo rasakan setengah badannya kesemutan dan kemeng, Long gak pang tak kuasa dipegang lagi terpental terbang ketengah udara menembus mega jatuh kedalam jurang.
Gerakan menyanggah, menyodok dan menepuk dari Coh Liu-hiang, kalau dikatakan amat biasa dan tiada sesesuatu keistimewaannya, tapi betapa besar bahaya cara serangannya itu, serta keanehan gerak tipunya, siapapun takkan mampu melakukan atau menirunya.
Sungguh mimpipun Pek-giok-mo tidak pernah berpikir dalam satu gebrak saja gamannya secara aneh kena dilucuti oleh lawan, selama puluhan tahun ia malang melintang di Kangouw, belum pernah mengalami peristiwa yang memalukan seperti ini, tanpa sadar ia melongo di tempatnya.
Dilihatnya Coh Liu0hiang berdiri di hadapannya dengan adem ayem seperti tidak pernah terjadi apa-apa, katanya tersenyum lucu: "Tidak kau lekas pergi?"
Ternyata ia tidak menyerang lebih jauh, malah memberi kesempatan Pek-giok-mo pergi demikian saja. Lebih tak terpikir oleh Pek-giok-mo hari ini ia mengalami kejadian yang lebih ganjil ini, dirinya kejam dan telengas bertangan gapah, sudah tentu takkan pernah terpikir olehnya jiwanya bakal diampuni sedemikian saja. Sesaat lamanya ia kememek dan tak tahu kaget"
Girang" atau heran" Katanya tersendat: "Kau...masakah kau...."
Berkata Coh Liu-hiang tawar: "Asal setiap saat kau berpikir kenapa aku belum mampus", maka selanjutnya kau akan tahu diri cara bagaimana bersikap terhadap sesama manusia!"
Tanpa bicara lagi Pek-giok-mo segera putar tubuh dan lari sipat kuping.
"Klontang!" baru sekarang terdengar gema suara keras dari bawah jurang sana, kiranya baru sekarang Lok-gak-pang jatuh menyentuh dasar jurang. Coh Liu-hiang pelan-pelan putar badan menghadapi Chiu Ling-siok dengan tersenyum lebar: "Agaknya cayhe datang terlambat!"
"Betapapun akhirnya kau datang juga", ujar Chiu Ling-siok bersyukur menghela napas, lalu sambungnya: "Sekilas pandang aku lantas tahu kau seorang pandai, pasti bisa menangkap arti kata kataku, maka kau pasti akan memburu datang pula. Maka waktu Pek-giok Mo mencari aku aku berusaha menyembunyikan diri dan perlahan lahan lari ke tempat ini. Mendengar aku kemari hendak terjun kebawah jurang, maka ia menunda nunda turun tangan.
Coh Liu-Hiang tertawa, ujarnya: "kalau bukan karena keagungan Hujin, mana bisa membuat Pek-giok Mo yang buas bertangan gagah itu jeri menyentuh badan Hujin" Jikalau bukan mendapat petunjuk tusuk konde hujin, mana cayhe bisa memburu kesini pula?"
Kedua orang lain jenis yang sama pintar dan cerdiknya, ternyata bertemu di tempat ini secara kebetulan. Berkata Chu Ling Siok sambil tertawa tawa: "Ketahuilah bahwa apa yg kulakukan ini bukan demi mempertahankan jiwaku sendiri. Tapi jika tidak kubeber rahasia yang kupendam dalam relung hatiku, bukankah kematianku terlalu disayangkan?"
"Apakah boleh sekarang hujin tuturkan rahasia hatimu itu?"
"kalau sekarang tidak kubeberkan maka mungkin selamanya tidak akan ada kesempatan lagi, tapi hal ini sangan rumit dan menyangkut persoalan besar yg amat penting artinya, cara bagaimana aku harus mulai ceritaku?"
Tampa berpikir Coh Liu-Hiang berkata tegas:" Surat! Tentunya dari ke empat pucuk surat yg hujin kirim itu, surat surat yang diterima oleh Ca Bok Hap, Sebun Jian, Ling Ciu dan Cou Ya Cin, bukan tulisan dan kiriman hujin"
Ya ..... Akulah yg bikin celaka jiwa mereka.
Kenapa hujin menulis surat surat itu, kesulitan apa yg hujin hadapi"
Pernahkah kau dengar cerita Han Sian Te pada jaman kuno dulu, sebagai raja dia seperti boneka atau golekan yang dikekang dan dipermainkan para mentrinya, bukan saja tidak punya hak kekuasaan dan tak bebas bertindak, malah jiwa sendiripun tak mampu dipertahankan.
Tersirap darah Coh Liu-hiang : "Masakah Jin lopangcupun........"
"Keadaan Jin Jip selama tiga tahun belakang ini, persis benar dengan raja yang harus dikasihani itu. Namanya saja dia sebagai Kaypang Pangcu, apapun yang harus dia lakukan harus tunduk dan patuh oleh petunjuk seseorang".
Tak tahan bertanya Coh Liu-hiang: "Terkekang oleh siapa dia?"
"Lamkiong Ling!" sahut Chiu Ling-siok sepatah demi sepatah dengan tandas.
Coh Liu-hiang membanting kaki : "Kiranya memang benar dia, memang dia!"
"Asal mulanya ia seorang anak yatim piatu, sejak kecil dia diasuh dan dirawat serta dididik oleh Jin Jip, diberi pelajaran ilmu silat lagi.
Memang bocah itu berotak encer, pintar sekali apapun yang diajarkan Jin Jip pasti dapat dia pelajari dengan baik dan sempurna, malah lambat launnya jauh mengungguli gurunya".
Tapi mengandalkan kepandaian silat tinggi Ji lopangcu........
Meski usianya lanjut, kepandaian Jin Jip tidak mundur, badanpun kekar dan sehat. Tapi tiga tahun belakang ini, entah mengapa mendadak dia dihinggapi semacam penyakit aneh bukan saja badan dan kesehatannya semakin lemah dan buruk, malah kaki tangan menjadi lumpuh, boleh dikata sudah menyerupai seorang cacat".
Orang gagah paling takut menghadapi penyakit, sejak dulu kala memang demikianlah kejadiannya!" ujar Coh Liu-hiang.
Tapi penyakit ini datang tidak wajar, dan diluar batas nalar.
"Maksud Hujin. Apakah ada orang sengaja meracuninya?"
"Ya, begitulah!"
Walau Coh Liu-hiang sudah tahu, namun tak tahan ia bertanya: "Siapa?"
"Hanya ada seorang yang mempunyai kesempatan menaruh racun, yaitu Lamkiong Ling"
Sebelum kedok aslinya terbongkar, siapapun akan beranggapan dia anak yang paling berbakti terhadap orang tua, bukan saja segala tugas urusan penting dan sulit dalam Pang dia sendiri yang menyelesaikan sampaipun tempat tinggal makan tidur Jin Jip dia sendiri pula yang meladeninya memang sedemikian telaten dia meladeni segala keperluan Jin Jip aku malah nganggur, semula aku amat haru melihat kebangkitannya siapa tahu apa yang dia lakukan itu tak lain hanya untuk mencari kesempatan menurunkan tangan kejinya".
"Tapi lantaran kewatir menimbulkan kecurigaan orang lain, maka tidak berani meracun Jin lopangcu mati seketika, betapa telengas dan kejam hatinya begitu teliti dan cermat cara kerjanya sampai akupun kena dikelabuhi".
"Yang dia kena kelabuhi akan kekejamannya memang bukan kau seorang saja setelah Jin Jip sadar akan kekejian orang namun sudah terlambat, Jin Jip sudah tidak mampu berbuat apa-apa atas dirinya, segala apapun dia harus tunduk akan perintahnya, bukan saja tidak berani membongkar tipu muslihat kejahatannya, malah dia pandang muka orang dan harus menjilat dan mengagulkan". Sampai disini, kata-kata yang semula tenang datar berubah gemetar dan tersendat dalam tenggerokkan, maka dapatlah dibayangkan kehidupan tertindas dan terkekang terhina itu, pastilah diliputi rasa haru dan derita lahir batin yang keluar batas.
Mendidih darah Coh Liu-hiang mendengar ceritanya ini, katanya marah-marah: "Masakan tiada orang tahu atau perduli akan segala perbuatannya itu?"
"Dihadapan orang lain sikapnya sangat hormat, dan patuh terhadap Jin Jip dan aku, siapa akan bisa menembus kedok aslinya yang kejam dan telengas itu?"
"Jin lopangcu sudah kehilangan tenaga, sudah tentu tidak leluasa membongkar perbuatan jahatnya secara berhadapan, tapi disaat dia tiada ditempat, kenapa tidak dibongkar saja tipu muslihatnya yang keji itu!"
"Hari-hari belakangan ini, aku dan Jin Jip boleh dikata sudah dia kurung secara halus tanpa ijinnya siapapun dilarang menemui kami. Terhadap orang luar dia katakan Jin Jip sedang sakit keras, tidak boleh diganggu, memangnya siapa yang tak percaya kata-katanya" Semua murid-murid Kaypang sama mengharapkan penyakit Jin Jip lekas sembuh, siapa yang berani datang mengganggunya?"
"Kalau demikian, cara bagaimana Hujin mengirimkan keempat pucuk surat itu?"
"Kuminta Lamkiong Ling mengirimkan".
"Lamkiong Ling?" teriak Coh Liu-hiang melengak.
"Untuk mengirim surat kepada Sebun Jin dan Cou Yu-cin tidak sulit, tapi Ling-ciu-cu dan Ca Bok hap, satu dilaut selatan, yang lain digurun pasir nan jauh dibarat laut sana, kecuali Lamkiong Ling yang bisa memimpin para pengemis diseluruh jagat ini yang bisa mengirim kesana, siapa pula yang mampu mengirim surat itu tiba pada alamatnya dengan selamat?"
"Benarlah kalau begitu, seru Coh Liu-hiang bertepuk: "semula aku heran, Ca-Bok hap, Ling-ciu cu. Sebelum Jin dan Cou Yu-cin bertempat tinggal jauh dekat tidak menentu jikalau keempat pucuk suratmu kau kirim bersama Sebun Jian dah Cou Yu-cin sudah tiba sebaliknya Ca-bok hap dan Ling ciu-cu mungkin belum menerima suratnya, tapi mereka berempat justru tiba pada saat dan waktu yang bersama bukankah aneh hal ini?" Coh Liu-hiang menelan ludah, lalu menyambung: "baru sekarang aku tahu, ternyata Lamkiong Ling sudah perhitungkan waktunya, ia sudah perhitungkan setelah Ca-Bok hap dan Ling-ciu cu menerima surat dan berangkat dalam perjalanan, baru dia kirim surat untuk Sebun Jian dan Cou-Yu cin persis dan tepat benar perhitungannya akan kedatangan mereka berempat pada waktu yang sama, namun dia bikin mereka mati pada saat yang sama pula"
Setelah memahami semua seluk beluk persoalan ini, semakin terasa olehnya betapa teliti dan cermat cara kerja Lamkiong Ling sungguh menakutkan.
Chiu Ling-siok menarik napas panjang, katanya pelan-pelan: "Sejak Jin jip jatuh sakit, laksaan murid kaypang yang tersebar di seluruh pelosok dunia sama anggap dan pandang Lamkiong Ling sebagai calon tunggal pewarisnya, cukup sepatah kata Lamkiong Ling jangan kata hanya untuk mengirim surat, seumpama suruh mereka menempuh gunung berapi dan terjun ke air mendidih, banyak orang yang berlompat mendahului terima tugas ini, betapa besar kekuatan dan kekuasaannya , masakah boleh dibuat permainan?"
"Tapi cara bagaimana dia mau mewakili Hujin mengirim surat itu?"
"Di dalam waktu-waktu ini, untuk membeli hati orang, pengeluaran teramat besar, tapi untuk angkat nama dan mendirikan wibawa di dalam dunia persilatan, masakah dia merasa eman dan kikir mengeluarkan segala harta benda meski dengan cara gelap?"
"Mungkinkah tujuan yang pertama dia tujukan kepada Hujin?"
"Setelah aku menikah dengan Jin Jip, meski merubah she ganti nama, tapi dia cukup jelas mengenai seluk belukku, sudah tentu hal ini lantaran Jin Jip yang terlalu percaya kepadanya. Hari ke hari biaya yang dia keluarkan relatif amat besar jumlahnya, semua tabungan milik Kaypang selama puluhan tahun sudah dikurasnya sampai habis, suatu hari dia paksa aku untuk mencarikan jalan keluar, oleh karena itu terpaksa kutulis keempat pucuk surat itu"
"Tidak salah dalam surat Hujin itu tidak dijelaskan kesulitan apa sebenarnya yang Hujin hadapi. Sebaliknya Cou Yu-cin dan Sebun Jian amat gampang mengeruk uang sebanyak mungkin, harta milik pihak Hay-lam-paypun tidak kecil jumlahnya, apalagi raja gurun pasir, tak perlu dikatakan. Apalagi Lamkiong Ling menyangka surat Hujin itu bertujuan pinjam uang kepada mereka?"
"Karena dia hendak memperalat aku, maka kesempatan inipun kugunakan ganti memperalat dia untuk mengirimkan suratku itu, asal dapat bertemu dengan mereka berempat, segala urusan gampang diselesaikan"
"Tapi kenapa pula Lamkiong Ling mengubah maksudnya semula" Tidak memeras uang mereka, sebaliknya mencabut jiwa mereka?"
"Itulah karena seseorang! Sehari setelah surat-surat itu dikirimkan, malam datanglah orang itu, mereka bicara dalam kamar tertutup semalam suntuk, maka urusan lantas berobah seratus delapan puluh derajat!"
Bersinar mata Coh Liu-hiang, tanyanya segera berkata: "Siapa orang itu?"
"Aku sendiri tidak melihatnya"
Dengan kecewa, Coh Liu-hiang menghela napas, katanya: "Kau hanya tahu akan kedatangannya?"
"Demi mengawasi tindak tanduk kami, Lamkiong Ling menetap di gubuk sebelah. Kalau toh kami sudah ikan dalam jaringnya, maka dia tidak begitu hati-hati terhadap kami, maka segala keadaan dalam gubuknya itu kebanyakan dapat kudengarkan, meski lwekangku sudah punah, untung kepandaian kupingku masih kupertahankan"
"Kau dengar apa saja yang mereka bicarakan?"
"Pembicaraan mereka amat lirih, berat dan prihatin, aku tahu persoalan yang mereka rundingkan pasti sesuatu rahasia yang teramat penting, kadang kala agaknya ada sedikit perdebatan yang cukup sengit, namun tak bisa kudengar persoalan apa yang mereka bicarakan"
"Sayang kau tidak bisa mendengarkan percakapan mereka tokoh yang misterius ini bukan mustahil adalah orang di belakang layar yang pegang peranan akan semua peristiwa misterius ini"
"Tokoh misterius ini, hari kedua pagi-pagi benar lantas pergi tak lama kemudian Lamkiong Ling masuk membawa semangkok kuah kolesom, katanya untuk Jin jip supaya tambah tenaga"
Berkilat sorot mata Coh Liu-hiang: "Kuah kolesom ini pastilah membawa sesuatu akibat yang fatal?"
"Sudah lama dia tidak berbuat sebaik ini, aku tahu dibalik perbuatannya ini pasti tersembunyi suatu muslihat, tapi aku sudah gunakan tiga macam cara, namun tidak berhasil ketemukan adanya sesuatu ramuan sesuatu jenis racun dalam kuah itu!" Chiu Ling-siok menghela napas lalu meneruskan: "Tentunya kaupun tahu, dulu aku termasuk seorang tokoh yang cukup lihay termasuk tingkatan kelas satu di Bulim dalam permainan racun, kalau dalam kuah itu ada dicampur sedikit racun apapun, perduli dengan cara dari aliran atau golongan mana saja, pastilah dapat kucoba dengan baik. Maka aku berpendapat bahwa kuah kolesom ini tentulah tidak ada apa-apanya yang perlu dikuatirkan"
"Oleh karena itu dengan lega hati ia berikan kuah itu untuk diminumkan kepada Jin Lopangcu?"
"Kalau toh kuah itu benar tiada racun, kenapa aku harus mengabaikan kebaikan Lamkiong Ling" Apalagi saban hari Jin Jip hanya bisa makan bubur, memang dia memerlukan bahan obat-obatan untuk menambah kesehatan dan semangatnya"
Tiba-tiba tergerak hati Coh Liu-hiang, tanyanya keras: "Setelah minum kuah kolesom itu, apakah seluruh badan Jin lopangcu menjadi melepuh besar?"
Chiu Ling-siok kaget dan kesima dibuatnya, tanyanya: "Darimana kau bisa tahu?"
"Thian-it-sin-cui! Kau tidak berhasil mencoba kadar racun di dalam kuah itu, karena itulah Tian-it-sin-cui."
Baru sekarang dia lebih yakin dan berkesimpulan lebih jelas, bahwa biang keladi dari semua peristiwa pembunuhan ini, ternyata adalah orang yang mencuri Tian-it-sin-cui dari Sin-cui-kiong itu, sudah tentu dia pula yang membunuh Thian-jiang-sin Song Kang dan orang yang menyamar jadi Thian hong cap-si liong itu, meski Lamkiong Ling seorang musuh yang cukup menakutkan, namun kelicinan dan kekejaman orang itu, jauh melebihi Lamkiong Ling yang hanya diperalat saja.
Walau sekarang Coh Liu-hiang sudah tahu rahasia Lamkiong Ling, tapi jikalau dia tak berhasil menyelidiki siapa orang itu, segala jerih payahnya selama ini berarti sia-sia belaka.
Semakin hebat badan Chiu Ling-siok gemetar, katanya: "Sejak mula aku tidak percaya Lamkiong Ling tega membunuh Jin Jip dengan tangannya sendiri, aku tidak percaya bahwa kuah itu beracun, tapi sekarang, sekarang.
Mendadak ia menubruk ke depan Coh-Liu-hiang dan berseru dengan suara serak: "Segala persoalan sudah kututurkan kepada kau, dapatkah kau membalas dendamku?"
Coh-Liu-hiang menghela napas, ujarnya: "Setelah segala rahasia ini terbongkar, tanpa aku turun tangan, Lamkiong Ling sendiri takkan bisa hidup lebih lama lagi, tidak heran tak segan-segan dia gunakan segala cara dan menghabiskan seluruh harta benda tujuannya hendak merintangi aku menemui kau."
"Tapi kenapa dia sudi membawamu kemari?"
"Sejak mula dia segan bentrok dengan secara berhadapan setelah kudesak dan kupaksa saking kewalahan dan tak berdaya barulah dia membawaku kemari. Dia tahu dihadapannya sekali-kali kau takkan berani membocorkan rahasianya, merandek sebentar lalu menggumam:
"Hari itu dia minta aku tunggu dua jam maksudnya tentu bukan menyelesaikan urusan dalam kaypang, tidak lain supaya pembunuh kejam itu datang kemari lebih dulu, menyaru jadi Thian-hong-cap-si liong menunggu aku dijembatan batu itu, dengan dia sendiri yang mengiringi, bukan saja dia tak perlu takut aku berhadapan dengan kau, diapun hendak gunakan situasi tempat yang berbahaya ini untuk menyikat aku, supaya kelak tidak menginggalkan bibit bencana. Jikalau selamanya aku tak berhasil menemukan kau sudah tentu dia akan jauh lebih lega dan hidup ongkang-ongkang.
"Dia suruh orang menunggumu dan membunuh kau, jikalau tak berhasil lalu dia iringi kau menemui aku, dengan kehadirannya sudah tentu aku tidak bisa sembarangan bicara, mendadak Chiu-Ling siok tertawa pilu, lalu katanya pula: "Dia sendiri berpendapat perbuatannya cukup rapi dan hati-hati, siapa tahu Thian maha adil, akhirnya dia takkan lolos dari pertanggungan jawab perbuatannya.
"Bahwasanya dia sendiri kukira belum tentu tega, diapun kuatir aku akan kembali pula disini, maka dia bocorkan tempat tinggalmu kepada Pek-giok-mo, dengan pinjam tangan Pek-giok-mo untuk menyumbat mulutmu, dikala orang lain tahu kejadian ini, dia boleh segala tanggung jawab dia timpakan kepada Pek-giok-mo..." sampai Coh Liu-hiang tertawa disini, ujarnya pula: "Tapi tidak terpikir olehnya, bahwa selekas ini aku sudah menyusul kemari, permainan caturku itu agaknya tidak sia-sia kujalankan. Cuma disaat dia sadar akan muslihat permainan caturku itu, kejadian sudah terlambat."
Sesaat lamanya Chiu Ling-siok menepekur mendadak berkata pula: "Thian-hong-cap-si liong tadi kau ada menyinggung nama ini?"
"Ya, Apakah hujin juga kenal akan orang ini?"
Meski aku tidak mengenalnya, dulu sering aku mendengar Jin Jip menyinggung dirinya.
"Tak kuduga memang ada orang seperti itu dalam dunia ini, kukira nama Thian hong-cap-silong hanyalah nama palsu yang mereka sebut untuk mengada-ada saja!"
"Lahirnya Jin Jip halus dan keras batinnya selamanya jarang dia mau tunduk dan mengagumi orang, namun terhadap Thian hong cap-si-long ini dia teramat kagum dan menghormatinya, setiap kali menyinggung nama orang selalu dia memujinya sebagai orang gagah laksana gemlengan besi baja."
"Orang seperti itu memangnya ada hubungan apa dengan Lamkiong Ling" Kenapa Lamkiong Ling meminjam namanya" ... Apa Hujin tahu dimana dia sekarang?"
"Orang ini sudah meninggal sejak duapuluh tahun yang lalu."
Siapa yang membunuhnya"
"Yang membunuhnya adalah Jin Jip."
Tak terasa Coh Liu hiang tertegun, katanya tak mengerti: "Jin-lopangcu sedemikian hormat dan mengaguminya kenapa pula membunuhnya?"
"Thian hong cap-silong menyebrangi lautan dan mendarat di Tionggoan maksudnya hendak jajal kepandaian dengan tokoh-tokoh Bulim. Waktu itu belum lama Jin Jip memangku jabatan Kaypang Pangcu, saat gemilang dan ketenarannya mencapai puncaknya, sudah tentu Thian hong-cap-si-long tidak sia-siakan kesempatan untuk bertanding sama dia, tidak lama setelah dia berada di Tionggoan, langsung ia berkirim surat menantang kepada Jin Jip, dimana dijelaskan tanggal waktu dan tempat pertandingan."
"Thian hong-cap-si-long itu memang terlalu takabur, betapa besar negeri kita dan berapa banyak tokoh-tokoh silat yang hebat kepandaian silatnya, seumpama harimau mendekam naga menyembunyikan diri, masakah mengandal tenaganya seorang bisa malang melintang?"
"Setelah menerima surat tantangan Thian Hong-cap-si-long, demi nama baik Kaypang, sudah tentu dia tidak menolak tantangannya, apalagi waktu itu disaat jaya-jayanya, dia memang ingin juga berkenalan dengan pendekar pedang dari Tangni yang aneh dan luar biasa itu."
Betapa hebat dan menakjubkan pertandingan kali itu tentulah menggetarkan bumi menggoncangkan langit, sayang aku terlambat lahir duapuluh tahun, betapa menyenangkan bila bisa menyaksikan pertandingan besar yang tiada taranya ini."
"Kalau kau sudah lahir pada waktu itu, tentu kau akan kecewa, karena pertempuran itu tidak seru dan tidak menakjubkan."
Kenapa begitu" tanya Coh Liu-hiang melongo.
"Biasanya Jin Jip tidak mau mengagulkan diri, setelah menerima surat tantangan, kejadian ini ia tidak siarkan kepada umum, sampai sekarang tokoh-tokoh Kangouw yang tahu akan peristiwa inipun tak banyak. Orang yang mengiringi dia dalam pertandingan itu, cuma Sutauw Tianglo seorang yang kini sudah meninggal, kecuali itu boleh dikata tiada orang ketiga yang tahu."
"Dimana tempat pertandingan ditentukan?"
"Kabarnya tempat itu berada di Binglam, pada sebuah gunung yang tidak begitu terkenal namanya, maksudnya supaya tidak menimbulkan perhatian sesama kaum persilatan."
"Kalau demikian, Thian-hong-cap-si-long yang takabur itu, kiranya seorang yang tidak mengejar nama, kalau tidak seumpama Jin lopangcu menutupi peristiwa itu, tentulah dia sendiri akan menyiarkan peristiwa besar itu."
"Di dalam surat tantangannya itu memang ada dijelaskan, bertanding demi mengukur kepandaian silat bukan untuk mengejar nama, waktu Jin Jip dan Sutouw Tianglo tiba ditempat yang ditentukan, Thian-hong-cap-si-long ternyata sudah menunggu disana, tanpa banyak kata, segera ia turun tangan kepada Jin Jip."
"Sepatah Katapun tidak bicara?" "Menurut cerita Jin Jip kepadaku, waktu ia tiba diatas gunung.
Thian-hong-cap-si long sedang duduk diatas batu besar itu, kedua tangannya menyoreng sebilah pedang panjang yang sudah terlolos dari sarungnya, begitu melihat Jin Jip, segera ia bangkit dan pasang kuda-kuda menurut ajaran tunggal ilmu pedang dari Tang-ni, mulutnya hanya berkata dua patah saja" "Dua patah kata apa?" "Hanya berkata 'marilah.' lali dia tutup mulut, melihat orang sedemikian angkuh, Jin Jip naik pitam, maka diapun malah buka suara." "Apakah Jin-lopangcu menggunakan senjata juga." "Jin Jip bersenjata Bak-kau-pang, senjata tradisi dari leluhur para Pangsu Kaypang yang terdahulu, belum sepuluh jurus mereka bertempur, Jin Jip sudah berhasil memukul pedang panjang ditangan Thian-hong-cap-si long, tongkatnya telak mengenai badannya, kontan Tahian hong-cap-si-long roboh dengan muntah darah.
Heran Coh-liu-hiang dibuatnya, teriaknya: "Thian hong cap si-long muluruk datang dati tempat jauh,membekal kepandaian yang tiada taranya, masakan tidak begitu becus ilmu pedangnya?"
"Waktu itu Jin-Jip pun heran, belakangnya baru dia tahu, kiranya Jin Jip bukanlah orang pertama yang pernah bertanding dengan Thian hong-cap si-long pada hari yang sama sebelumnya dia sudah bertanding dengan orang lain lebih dulu,malah membekal luka dalam yang amat perah: Jikalau dia mau buka suara tentu Jin Jip tidak sudi mengambil keuntungan ini, namun dia justru bila dia katakan orang sangka dirinya jerih, maka dia hanya mengeluarkan kata kata'marilah', sepatah katapun tidak dia singgung tentang luka-luka dalamnya: Jin Jip kira orang keliwat angkuh, tidak sudi banyak bicara dengan orang lain.
Luka-luka dalam yang dideritanya memang teramat parah ditambah sekali ketukan tongkat Jin Jip didadanya lagi, manusia besipun takkan kuat bertahan hari itu juga dia menemui ajalnya, sebelum ajal sepatah katapun ia tidak mau unjuk kelemahannya, diapun tidak salahkan Jin-jip, cuma berkata bahwa dia bisa ajal dimedan laga tidak sia sialah perjalanannya ini.
Bergolak darah Coh-liu-hiang,katanya menengadah sambil menghela napas: "Sampai ajalnya Thian-ong-cap si-long tidak mau unjuk kelemahan, tidak mau kehilangan kepercayaan akan keyakinan diri sendiri, sudah tahu bahwa jiwanya bakal ajal namun dia tetap menghadapi pertandingan secara jantan, memang tidak malu dan jarang sekali ditemui orang gagah seperti gemblengan baja seperti itu."
"Mungkin itulah semangat juang yang paling dibanggakan oleh para Busu di tangani sanai?""
" "Bagaimana jua orang seperti dia patut dipuji dan dibuat bangga,tidaklah heran dan puluh tahun kemudian Ji-lopangcu masih sedemikian kagum dan mengenangnya." "memang tanggung jawab kematian Thian-hong-cap-si-long bukan lantaran Jin Jip,namun Jin Jip sendiri berkata bila waktu itu dia sedikit perhatikan, pastilah bisa mengetahui luka-luka yang diderita oleh Thian-hong-cap-si-long." "Siapakah orangnya yang sudah melukai berat Thian-hong-cap-si-long sebelum mati ditangan Jin Lo Pangcu?"
"Selama ini Jin Jip tidak menyinggung orang itu." "Tentulah orang itu pula seperti Jin-lopangcu, seorang tokoh yang tidak suka menonjolkan nama, sehingga pertarungannya dengan Thian-hong-cap-si-long dulu sampai kini masih merupakan rahasia dan tiada orang yang tahu." berhenti sebentar Coh Liu-hiang meneruskan:
"Dengan kekuatan Lwekangnya orang memukul Thian-hong-cap-si-long sampai luka berat, betapa tinggi kepandaian silatnya, dapatlah dibayangkan! Setelah terluka parah melawan orang ini Thian-hong-cap-si-liong masih kuat memburu ketempat perjanjiannya dengan Jin Jip, tentulah tempat dimana dia terluka parah itu masih termasuk dalam wilayah Bing-Lam, lalu, siapakah tokoh tersembunyi"... Ah..., apakah... ?"
Mendadak Ciu-ling-siok menyela: "Kutebar cerita ini kepadamu, bukan tanpa alasan?" "Masih ada alasan apa?" "Sebelum ajalnya Thian-hong-cap-si-liong berpesan sesuatu kepada Jin Jip, tapi bagaimanapun dengan susah payah pernah kutanyakan kepada Jin Jip, namun dia selalu geleng kepala dan tidak mau menerangkan.
"Kenapa Jin lopangcu begitu rapat merahasiakan hal itu?" "Hal itu akupun tidak tahu, tapi belakangan dapatlah aku menerka-nerka sebagian." "O ?"
"Setiap kali Jin Jip melihat Lamkiong Ling, selalu teringat kepada Thian-hong-cap-si-liong, karena hal itu selalu dia menghela napas dan berdoa serta meneras diri, belakangan meski dia sudah tahu Langkiong Ling mencelakai jiwanya tapi dia tetap bersikap alim dan tak mau mengeluarkan kata-kata yang menyinggung Lamkiong Ling, selalu ia berkata, memang dialah yang bersalah terhadap Lamkiong Ling, sampai dewasa, persoalan apa pula yang pernah dia salah lakukan terhadap Lamkiong Ling?"
Sorot matanya seolah-olah terpancar keluar dari balik cadar hitamnya, dengan tajam ia tatap,COh Liu-hiang, katanya tandas: "Maka kupikir pesan terakhir menjelang ajal Thian-hong-cap-si-liong, tentulah mengenai Lamkiong Ling, Jin Jip merasa berdosa terhadap Thian-hong-cap-si-liong, maka terhadap Lamkiong Ling ia mengalah dan memberi hati." "Maksudmu bahwa Lamkiong Ling adalah keturunan Thian-hong-cap-si-long?" "Ya, begitulah tentunya!"
Coh Liu-hiang berpikir sebentar, katanya bertepuk tangan: "Benar, Jin lopangcu tidak mau memberi tahu persoalan itu, tentulah dia kuatir Lamkiong Ling mengetahui rahasia riwayat hidupnya, sehingga timbul rasa dendam dan keinginan menuntut balas.
"terhitung kau bisa menyelami jerih payah Jin Jip, waktu itu dia sudah pandang Lamkiong Ling sebagai anak kandungnya sendiri, sudah tentu ia harus merahasiakan bahwa dirinyalah yang membunuh ayah kandungnya, selama hidupnya sepak terjangnya terang-terangan, namun toh dia menyimpan rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain, betapa derita batinnya, dapatlah dibayangkan."
Tapi bagaimanapun ia menyimpan rahasia ini yang mencelakai jiwanya toh tetap Lamkiong ling juga. Duapuluh tahun yang lalu secara tidak sengaja dia melakukan kesalahannya itu, tak nyana duapuluh tahun kemudian dia harus mempertaruhkan jiwa sendiri untuk menebus dosa-dosa masa lalu."
"Kalau Thian yang maha kuasa menghendaki dia memberikan imbalan dengan jiwanya, kukira tidak adillah keputusan ini."
"Tapi apa benar Lamkiong Ling mengetahui persoalan ini" Pembunuh misterius itu apakah benar ada sangkut pautnya dengan Thian-hong-cap-si-liong" Kalau tidak dari mana dia memperoleh pelajaran tunggal Jinsut dari Tang-ai?"
"Semua rahasia ini, menjadi tanggunganmu untuk membongkarnya satu persatu, segala rahasia yang kuketahui sudah kuberikan kepadamu, sekarang boleh kau pergi"
Sorot mata Coh-liu-hiang balas menatap orang, katanya tiba-tiba: "Cayhe masih ingin mohon sesuatu kepada Hujin." "Masih ada persoalan apa?"
Entah sudikah Hujin membuka cadar penutup muka supaya Cayhe dapat menikmati wajah Hujin yang rupawan?"
Lama Chiu Ling-siok tenggelam dalam renungannya, katanya rawan: "Apa benar kau ingin melihat mukaku?"
"Bukan hanya satu dua hari saja Cayhe mempunyai keinginan ini."
Hatinya amat ketarik, memang ingin dia menikmati wajah tercantik sejagat yang dipuja-puja oleh kalayak ramai, kalau tidak mungkin dia akan menyesal seumur hidup.
"Dua puluh tahun mendatang," kata Chiu Ling siok akhirnya, "Kau adalah orang kedua yang pernah melihat mukaku."
"Hanya dua orang yang bisa melihat wajah Hujin." Coh Liu-hiang menegas dengan heran dan tak mengerti.
Ya, hanya dua orang, kau dan Jin Jip...
Kenapa" Orang lain... mendadak Coh Liu-hiang melongo dan tak kuasa melanjutkan kata-katanya, selama hidupnya entah betapa banyak berbagai persoalan dan kejadian aneh yang pernah dia alami, namun belum pernah terjadi sesuatu yang bisa bikin hatinya bergetar dan terkesima.
Cadar hitam itu pelan-pelan tersingkap. Dalam hati Coh-Liu-hiang mengharap bisa menikmati seraut wajah nan ayu rupawan laksana bidadari, siapa tahu setelah cadar hitam itu tertanggalkan, seraut muka yang terpampang dihadapannya ternyata menyerupai wajah setan iblis yang paling menakutkan.
Diatas mukanya itu, tidada secuil kulit dagingnyapun yang utuh mengkilap, selembar mukanya tonjol-menonjol laksana permukaan kawah gunung yang sudah membeku berlobang-lobang besar kecil, tiada panca indra tidak berbentuk, apapun tiada, yang ada hanya daging-daging merah darah yang buruk dan menjijikan lobang-lobang yang merekah!
"Sekarang kau sudah puas belum?" tanya Chiu ling siok dengan pilu.
"Cayhe... sungguh Cayhe tidak habis mengerti..."
"Sekarang toh kau sudah tahu, kenapa hanya Jin Jip dan kau saja yang pernah melihat raut wajahku, karena sejak lama mukaku ini sudah rusak, kupikir, tiada perempuan di dalam dunia ini yang sudi mukanya dilihat orang dengan bentuk yang menakutkan seperti ini, benar tidak?" lagu bicaranya ternyata sedemikian tenang dan dingin, namun mendengar kata-kata ini serasa ditusuk sembilu ulu hati Coh Liu hiang.
Dia seorang yang pernah tunduk, tanpa sadar sekarang dia tertunduk, katanya tersekat:
"Cayhe memang patut mati, kenapa Cayhe harus paksa Hujin..."
"Kau tidak memaksa, aku sendiri rela memperlihatkan kepadamu." kerlingan matanya masih lembut dan bersinar terang, sepasang matanya yang menyorot terang ini, bukan saja tidak memperlihatkan rasa haru, takut dan penyesalan malah menunjukkan sekulum senyuman manis.
Katanya lebih lanjut pelan-pelan: "Cuma sayang kau terlambat datang sehingga aku tidak bisa memperlihatkan raut wajahku dua puluh tahun yang lalu kepada Maling kampiun, bagi kau memang merupakan suatu yang mengecewakan, betapa akupun tak merasa kecewa?"
"Bagaimanapun perubahan raut wajahku Hujin keagungan Hujin masih tiada bandingan di seluruh kolong langit, Cayhe bisa berhadapan dengan keagungan Hujin, sudah terhitung beruntung dan bahagia selama hidup."
"Kau tak usah menghibur aku, karena aku tidak sedih dan menderita, dua puluh tahun sejak raut mukaku ini dirusak, belakangan ini baru aku betul-betul mengecap kehidupan bahagia nan sejati, mengawasi segumpal mega yang terhembus angin pengununggan, ia berkata lebih tenang:
"Kadang kalau aku malah berterima kasih kepada orang yang menyebabkan raut mukaku rusak ini, jika bukan dia masa aku bisa mengecap kehidupan bahagia dan tenang tenteram selama dua puluh tahun ini"
"Entah siapakah orang yang setega itu?"
Chiu Ling-siok mengalihkan sorot matanya, dengan nanar ia tatap Coh Liu-hiang, katanya kalem: "Pernahkah kau dengar nama Ciok Koan-im?"
"Ciok Koan-im?" jerit Coh Liu-hiang.
"Tentu kau pernah dengar nama itu, memangnya dia seorang perempuan yang berilmu silat paling tinggi dan berjiwa sempit serta kejam tiada bandingannya di seluruh jagad ini, kini mungkin dia terhitung perempuan tercantik di seluruh dunia!"
"Dia...ada dendam sakit hati apa dengan Hujin?"
"Tiada dendam sakit hati apa-apa, paling-paling dia hanya satu kali melihat aku"
"Lalu kenapa dia...."
Chiu Ling-siok menukas kata-katanya: "Dalam kabar yang tersiar di kalangan Kangouw, konon dia mempunyai sebentuk kaca iblis, setiap hari ia selalu bertanya kepada kaca ini: "Siapakah perempuan tercantik di seluruh jagad ini?"
"Apakah kaca itu selalu menjawab bahwa dia adalah perempuan tercantik di seluruh dunia?"
"Benar, sampai suatu ketika jawaban kaca iblis ini mendadak berubah, dia mengatakan aku...katanyanya Chiu Ling-siok adalah perempuan tercantik di kolong langit, dan bencana yang menimpaku dimulai sejak jawabannya itu"
Tentunya hal ini menyerupai dongeng belaka. Dongeng yang tidak menarik, namun mengandung mistik yang tak bisa diterima oleh kesadaran manusia, tanpa terasa Coh Liu-hiang sampai linglung mendengar ini, katanya sesaat kemudian dengan menghela napas: "Oleh karena itu, maka dia lantas mencari Hujin?"
"Setelah ia berhadapan denganku, pernah memandangku tanpa berkedip selama dua jam.
Akhirnya mendadak ia bertanya: 'Chiu Ling-siok, kau ingin aku membunuhmu atau kau sendiri merusak raut wajahmu"'"
"Pertanyaan ini sungguh amat menggelikan"
"Tapi waktu itu sedikitpun aku tidak merasa geli, terasa kaki tanganku berkeringat dingin, sepatah katapun tak kuasa bicara, dia mengawasiku sekian lamanya pula, tiba-tiba memutar badannya dan berkata: "Tiga bulan lagi, aku akan kemari pula, saat itu jikalau kulihat mukamu masih sama seperti sekarang ini, biar kubunuh kau" di atas meja dia meninggalkan sebuah botol kecil serta berkata pula: "Kubiarkan kau pertahankan kecantikanmu selama tiga bulan lagi, tentunya kau cukup tahu cara bagaimana menggunakan kesempatanmu!"
"Kalau dia sudah pergi, kenapa Hujin tidak?"
"Bila Ciok Koan-im sudah keluarkan kata-katanya hendak membunuh seseorang, tiada seorangpun yang bisa lolos dari tangannya, dengan mata kepalaku sendiri aku saksikan kepandaian silatnya, waktu itu aku sendiripun belum ingin mati!"
"Masakah dalam dunia ini ada orang yang betul-betul ingin mati?"
Pelan-pelan Chiu Ling-siok pejamkan matanya, ujarnya: "Waktu itu aku masih muda, masih amat berat meninggalkan kehidupan yang romantis ini, kupikir, meski aku tidak secantik ini lagi, tapi masih tetap bisa hidup, toh jauh lebih baik dari mati" ia membuka mata seperti sedang tertawa-tawa, katanya menyambung: "Kupikir pula, sedikitnya aku masih mempertahankan tiga bulan kecantikanku, sudah tentu aku harus sayang dan menggunakan kesempatanku ini, lalu dalam jangka tiga bulan ini, apa pula yang harus kulakukan?"
Tak tahan Coh Liu-hiang menimbrung: "Maka Hujin ingin meninggalkan kesan kecantikan itu di dalam sanubari setiap insan yang pernah melihatmu, maka Hujin lantas menemui ahli gambar yang paling terkenal pada jaman itu, Sun Hak-bok."
Chiu Ling siok melengak, katanya: "Kau... kau sudah tahu semua?"
"Cayhe sudah pernah menemui Sun siansin!"
"Perbuatanku waktu itu memang terlalu kasar... malam dimana ia berhasil menyelesaikan gambar lukisan diriku, batas waktu tiga bulanpun sudah tiba, Ciok koan im bisanya paling menepati janji dan waktu."
"Maka pada malam itu juga Hujin merusak roman muka sendiri?"
Botol kecil peninggalan Ciok koan im itu berisi obat balur yang bisa membakar kulit jauh lebih panas dari bara api, sampai disini lagu suaranya yang tenang kembali bergetar dan haru pula.
"Karena tidak ingin Sun siangsing melihat roman muka Hujin yang telah rusak setelah siuman maka..."
"Waktu aku meloloskan cairan obat itu kemukaku, aku sudah kehilangan kesadaran kalau tidak mau dikata sudah gila maka... oleh karena itu baru bisa aku melakukan perbuatan yang terkutuk itu, aku... aku..." mendadak ia menutup muka dengan kedua tangan sendiri, tak bicara lagi.
Coh liu hiang menghela napas panjang, ujarnya: "Sampai sekarang baru Cayhe tahu kenapa hujin berbuat sedemikian kejam terhadap Sun siangsing, kenapa pula harus membikin empat gambar lukisan dulu aku masih kabur dan tak tahu serta salah menebak akan maksud tujuan Hujin."
"Peduli apapun maksud tujuanmu, aku melakukan serendah itu, kau tak pantas memaafkan aku, benar tidak?"
Sesaat lamanya Coh Liu hiang terbungkam katanya kemudian dengan suara haru: "Cayhe hanya tahu Jin hujin yang sekarang adalah perempuan yang paling lembut welas asih dan bajik soal bagaimana sepak terjang Chiu Ling siok yang dulu bukan saja Cayhe tidak tahu juga tidak akan ambil perhatian."
Chiu Ling siok juga berdiam lama katanya kemudian: "Dalam dua puluh tahun ini, memang sudah banyak perubahanku, sudah tentu kaupun bisa menerka siapa yang membuatku berubah"
"Jin lopangcu!"
Tidak menjawab Chiu Ling siok melah berkata: "Dalam keadaan gila aku mengorek keluar kedua biji mata Sun Hak bok, aku sendiripun lantas jatuh pingsan, waktu aku siuman kembali, seluruh kepalaku sudah diperban, selanjutnya aku hidup dalam kegelapan selama beberapa bulan, waktu itu sungguh tak tahu, aku betapa aku harus berterima kasih kepada Siok sin Taysu, jikalau bukan rawatannya dengan telaten mana aku hidup sampai sekarang?" nada suaranya semakin tenang. katanya lebih lanjut: "Tapi disaat aku melihat sinar matahari, baru aku tahu orang yang selalu mendampingiku, ternyata bukan Siok sim namun Jin jip"
"Oleh karena itu rasa terima kasih dan utang budi Hujin lantas ditujukan kepada Jin Lopangcu?"
"Waktu itu bukan saja aku tidak merasa terima kasih, atau utang budi, malah aku amat membencinya."
"Membencinya?"
"Waktu aku berhadapan dengan jin jip kulihat pula raut mukaku, setelah menyaksikan raut mukaku ini, baru sadar aku takkan bisa hidup lebih lama lagi, aku sudah kehilangan kecantikan mukaku, berarti kehilangan jiwa ragaku pula." meghela napas ia meneruskan:
"Waktu itu bukan saja teramat sedih, hatikupun amat marah lebih benci pula kenapa Jin jip justru menemui aku pada saat seperti itu, kembali gilaku kumat, kontan aku mengusinya pergi".
"Keadaan Hujin waktu itu, sedikit banyak Cayhe bisa merasakan dan memahaminya"
"Kalau begitu kaupun harus tahu, manusia seperti jin jip kau hajar diapun takkan gampang mengusirnya pergi, hari kedua pagi-pagi, dia datang pula, aku megusirnya lagi".
"Tapi hari ketiga dia tetap datang pula"
"Setiap hari datang, setiap hari kuusir dia. Kugunakan kata-kata paling kotor paling rendah untuk memakinya, malah menghajarnya pula, tapi setiap pagi dia tetap mengunjungi aku."
Pelan-pelan ia mengelus gentong dipelukannya, meskipun itu merupakan sebuah gentong kecil yang dingin, lagi seakan-akan membawa hawa hangat yang tak terbatas yang menghibur hatinya.
"Kau tahu" demikian ia melanjutkan pula. "Waktu itu dia sudah sebagai Kaypang Pangcu, sebetulnya tak perlu terhadap perempuan yang buruk rupa dan kotor seperti aku ini dia bersikap begitu rupa, sekarang kau melihat mukaku tentu, kaupun bisa merasakan, kecuali Jin jip, kukira tiada laki-laki dalam dunia ini yang sudi terima dihina dan direndahkan. Kecuali aku ini orang yang betul-betul sudah ayal, kalau tidak mana bisa hatiku tak terharu dan iba terhadap sikapnya ini?"
"Itulah karena yang dicintai Jin lopangcu bukan kecantikanmu yang sudah hilang itu, adalah jiwa dan sukma Hujin, diakan tahu meski raut muka Hujin sudah berubah, jiwa dan sukmapun takkan berubah!"
"Sayang dimasa hidupnya Jin jip tidak kenal kepada kau, kalau tidak, pasti dia akan jadi sahabat karibmu... cuma pengertianmu terhadapnya sih belum cukup, terkaanmu tetap salah terhadap dia."
"Oh" Salah?"
"Sebelum peristiwa itu terjadi, hanya dua kali aku pernah berhadapan dengan Jin jip cara bagaimana dia bisa begitu kepincut terhadapku" Apalagi, yang kelihatan cantik waktu itu hanyalah ragaku, sukma atau jiwaku justru teramat buruk dan kotor."
"Ada kalanya seseorang bisa juga jatuh cinta pada penglihatan pertama, mencintainya sampai ketulang sumsumnya"
Agaknya Chiu Ling siok tertawa mendengar kata-kata ini, ujarnya: "Bagaimanapun, itu bukan sebab yang utama, sebab yang utama adalah karena dia ikut merasakan betapa besar derita seorang perempuan setelah dia kehilangan kecantikannya, diapun tahu hanyalah rasa iba dan kasih sayang yang dapat meringankan beban penderitaan ini, maka dia berkeputusan mengorbankan diri sendiri, untuk mendampingi aku menghiburku seumur hidup!" kepalanya menengadah, katanya pula: "Sudah kukatakan, dia adalah orang yang paling bajik diseluruh kolong langit ini."
Bersambung ke Jilid 10
Jilid 10 "Bagaimanapun, tidak bisa dikatakan dia mengorbankan diri sendiri." ujar Coh Liu-hiang.
"meski dia tidak mempersunting perempuan tercantik di dunia, namun dia memperoleh kehalusannya, keagungannya, serta isteri yang setia."
"Terima kasih, terima kasih, akan kata-katamu ini" kata Chiu Ling-siok lembut. "Selamanya kau tidak akan mengerti setelah mendengar kata-katamu ini betapa riang gembira hatiku ini."
"Cayhe malah harus berterima kasih kepada Hujin, yang telah memberi tahu kejadian masa lalu, selama hidup Cayhe, selamanya takkan bisa mendengar cinta asmara yang sedemikian suci murni dan mengasyikan."
"Tahukah kau, kecuali Jin Jip, bukan saja kau orang kedua yang pernah melihat mukaku ini, kau pula laki-laki satu-satunya yang amat kukasihi, aku amat berterima kasih!" tatapannya semakin lembut dan semakin hangat.
Dengan penuh kasih sayang ia mengelus gentong kecil, perlahan-lahan lalu melanjutkan kata-katanya: "Hanyalah karena Jin Jip meskipun dia memberikan kehidupan bahagia dan tentram selama duapuluh tahun, namun hanya Kau saja yang bisa memberikan ketenangan hati dan keteguhan iman untuk menghadapi kematianku".
"Mati?" Coh Liu-hiang tersentak kaget.
"Setelah Jin Jip meninggal, tujuan hidupku hanyalah untuk membongkar rahasia pribadi dari kejahatan Lamkiong Ling, sekarang cita-citaku sudah tercapai, kau kira aku masih bisa tetap hidup?"
Perjalanan cukup jauh dan lama, waktu telah tiba, di Kilam hati Coh Liu-hiang masih dirundung kesedihan. Dengan mendelong ia mengawasi badan Jin-hujin melayang-layang jatuh ditelan mega kedalam jurang yang tak terukur dalamnya, sedikitpun ia tidak mampu menolong atau berbuat apa-apa. Walaupun dia melihat dengan jelas, sorot mata Jin-hujin menjelang ajal adalah sedemikian tenang, sedikitpun tidak memperlihatkan tekanan derita, meski diapun tahu, kematian bagi jiwa Jin-hujin yang sudah rapuk, tidak lebih hanyalah istirahat yang abadi, tapi dia masih merasa amat pilu dan sedih, sungguh bukan kepalang rasa marah dan gusarnya. Dia bersumpah, dia harus menemukan Lamkiong Ling. Hampir dia segera hendak meluruk kepada Lamkiong Ling.
Malam sudah larut, tapi didalam Hiang-tong pihak Kaypang di Kilam, cahaya lilin masih terpasang terang-benderang seperti tengah hari bolong.
Setiba di Kilam sebetulnya tidak terpikir oleh Coh Liu-hiang untuk segera menemui Lamkiong Ling, maka dia hanya menemukan seorang murid Kaypang serta menanyakan dimana Lamkiong Ling sekarang berada.
Di bawah penerangan sinar lilin yang terang benderang, diatas kursi cendana yang besar itu bagai patung duduk seseorang dengan gagahnya dia bukan lain adalah Lamkiong Ling.
Tangannya sedang menopang dagu, duduk disana, seperti sedang memikirkan sesuatu yang amat berat mengganjal hatinya, seolah-olah pula Sedang menunggu kedatangan seseorang. Siapakah yang dia tunggu"
Dari wuwungan rumah yang di luar sana Coh Liu-hiang sudah melihat dirinya, Pek giok mo, pasti sudah pulang lebih dulu, tentunya diapun sudah tahu Seorang diri Coh Liu-hiang sudah berhadapan langsung dengan Chiu Ling siok dan bicara.
Lalu, kenapa dia tidak segera menyingkir" Kenapa masih tetap duduk disana" Apakah ini merupakan sebuah jebakan" Di dalam pekarangan yang luas itu, sudah terpendam tenaga pembunuh yang tak terhitung banyaknya, tanpa segan-segan. Lamkiong Ling menjadikan dirinya umpan untuk memancing kedatangan Coh Liu-hiang"
Tapi pekarangan sedemikian sunyi senyap tak kelihatan bayangan manusia, tak terlihat adanya jebakan dan hawa angker, lantai batu hijau mengkilap ditingkah sinar bintang laksana kaca.
Lamkiong Ling mendadak menengadah, serunya sambil tersenyum: "Apa Coh-heng sudah tiba" Sudah lama siaute menunggu disini?"
Rada kaget Coh Liu-hiang dibuatnya, terdengar Lamkiong Ling berkata pula: "Coh-heng tak usah kutlir, hanya Siaute seorang yang berada disini, tiada jebakan atau perangkap segala".
Coh Liu-hiang tertawa besar, serunya: "Sudah tentu disini tiada perangkap apa-apa, sudah tentu aku cukup lega hati, urusan seperti ini tentunya kau tidak suka bikin kejut lain orang sudah tentu tahu lebih baik persoalan ini diselesaikan diantara kami berdua saja, ditengah kumandang kata-katanya, badannya sudah melayang masuk keluar pendepo dengan pandangan berkilat ia tatap Lamkiong-Ling.
Lamkiong Ling-pun balas menatapnya sorot matanya setajam pisau sebuah mata serigala setajam mata burung elang pula. Lama Sekali baru Lamkioug Ling menarik napas, katanya: "Kau sudah tahu, bukan?".
Coh Liu-hiang mangut-mangut ujarnya ; "Kaupun sudah tahu bahwa aku sudah tahu, benar tidak?".
Lamkiong-Ling mangut-mangut pula katanya : "Tapi Siaute masih belum menyingkir, masih menunggu disini, tentunya Coh-heng merasa heran bukan?"
"Kau tidak menyingkir, karena kau tahu, kau takkan bisa menyingkir, kemanapun!"
"Aku tidak menyingkir lantaran aku memang tidak mau menyingkir kalau tidak betapa besar dunia ini, kemana saja aku tidak bisa pergi"
Coh Liu-hiang menarik kursi lalu duduk, katanya: "kalau kau pergi, kau harus meninggalkan segala milikmu, terumbang-ambing dalam hidup pembuangan diri. Tapi jikalau dipaksa untuk meninggalkan ketenaran nama dan kekuasaan yang kau pegang sekarang, tentulah jauh lebih menderita daripada kau menghadapi kematian".
Lamkiong Ling terbahak-bahak, serunya: "Coh-heng betul-betul seorang sahabatku yang paling karib, kau tahu segala isi hati dan cita citaku," mendadak ia tarik senyum-tawanya, bentaknya bengis: "Kalau toh begitu mendalam pengertianmu akan pribadiku", tentunya kau tahu sampai matipun aku tidak akan sudi membuang segala itu, sesuatu yang kudapat atas jerih payahku dengan memeras keringat dan darah, tiada seorangpun yang kuasa memaksaku untuk meninggalkanya demikian saja".
"Tidak bisa tidak kau harus membuangnya!"
Lamkiong Ling berjingkrak bangun, hardiknya beringas: "Kenapa tidak bisa tidak aku harus membuangnya" Meskipun aku sudah membunuh Jin Jip, tidak lebih karena aku harus menuntut balas bagi kematian ayahku! Dendam orang tua sedalam lautan, siapa manusia dalam Kangouw yang berani mencercah perbuatanku?"
"Jadi kau sudah tahu rahasia tentang pribadimu sendiri?"
"Jin Jip sangka dia bisa merahasiakan ter"hadapku, apa kaupun menyangka bisa mengelabui diriku?"
Panjang Coh Liu hiang menghela napas, katanya kalem: "Seandainya perbuatanmu itu hanya untuk menuntut balas kematian ayahmu seumpama tiada orang-orang Kangouw yang mengganggu usik dirimu, tapi murid-murid Kaypang, jikalau mereka tahu kau membunuh Jin Jip, apakah mereka masih berdiam diri dan membiarkan kau tetap menjadi Pangcu mereka?"
Bergetar badan Lamkiong Ling, tiba-tiba badannya meloso tertunduk pula diatas kursinya, kata-kata Coh Liu-hiang laksana sebilah pisau menusuk telak keulu hatinya.
Seperti mendadak jauh lebih tua, kepalanya tertunduk, katanya rawan; "Coh Liu-hiang! Coh Liu-hiang! Kenapa kau menyudutkan diriku demikian rupa" Sebetulnya sedikitpun aku tidak ingin melukai kau, kau......., kenapa kau suka turut campur urusan orang lain?"
Sesaat Coh Liu-hiang berdiam diri, katanya tertawa kecut: "Mungkin karena sejak dilahirkan aku sudah dibekali pembawaan suka mencampuri urusan orang lain".
Sejak pertama kali aku melihatmu, lantas aku berpendapat kau boleh kuangkat sebagai temanku seumur hidup, kau..... masihkah kau ingat pertama kali kami bertemu ditempat mana?".
"Dikaki Thaysan, waktu itu bukan saja
Kiloh-su-hiong berhasil merampok barang kawalan Siang-gi-piaukiok dari Kim-leng, malah putri dari Cong piauthau Sa Thiangi pun diculiknya. Setelah mendengar kabar buruk ini tak terkendali timbul sifatku suka mencampuri urusan orang lain, tepat aku menyusul ke Thay san, tak kira kau tiba lebih dulu ditempai itu.


Pendekar Pengejar Nyawa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sorot matanya yang tajam berkilat lambat laun menjadi tenang dan kalem, katanya pelan:
"Waktu aku tiba disana, seorang diri dengan mengandal sepasang tapak tangan besimu, kau sudah bikin Ki-loh-su hiong terluka parah. Melihat kepandaian silatmu yang luar biasa, masih berusia muda dan gagah pula, aku jadi ketarik kepadamu. Waktu itu bila ada orang bertanya kepadaku, siapakah Enghiong muda nomor satu diselurub jagat ini, tanpa sangsi aku pasti akan mengatakan kepada mereka. Lamkiong Ling itulah orangnya."
"Sejak pertemuan itu,kau dan aku lantas jadi sahabat karib", ujar Lamkiong Ling tertawa riang:"
Setiap aku punya waktu senggang pasti aku bertamu ke atas kapalmu untuk foya-foya dua hari, masih ingat tidak waktu aku gambarkan Soh yong-yong......".
"Waktu itu adalah hari-hari terlama sejak kami berkumpul dalam lima hari, kami berdua menenggak habis seluruh arak simpanan di dalam kapalku. Pernah satu kali, karena mabuk aku terjun kedalam laut hendak menangkap rembulan, ternyata kaupun ikut terjun ke air hendak bantu aku, rembulan akhirnya tak berhasil kami tangkap diluar dugaan kami sama-sama menangkap seekor kura-kura laut yang amat besar".
Kura-kura itu merupakan hidangan paling lezat yang pernah kunikmati selama hidup, kau dan aku berlomba siapa yang makan lebih banyak kura-kura sebesar itu ternyata dapat kami habiskan dalam sehari, tapi karena itu perut kita berontak dan sakit dua hari.
Kedua orang tertawa gembira berpandangan seperti sudah melupakan ganjalan hati diantara mereka Tapi entah kenapa, lama kelamaan gelak tawa semakin lirih dan akhirnya sirap.
Coh Liu-hiang menggumam; "Kehidupan beberapa hari ini sungguh nikmat dan menyenangkan, ada kalanya aku merasa heran, kenapa kehidupan gembira selalu terasa begitu pendek".
Seruling Perak Sepasang Walet 12 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pendekar Sadis 5

Cari Blog Ini