Ceritasilat Novel Online

Han Bu Kong 5

Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Bagian 5


Cepat Bwe kiam soat menambahi tenaga tolakan dengan kebasan lengan
bajunya sehingga mereka terlempar ke tempat yang aman.
Segera keempat tojin berjubah kelabu akan menerjang maju lagi, tapi Lu
thian-an lantas berteriak menghentikan mereka. Ia memandang Lamkiong
peng dengan termangu, akhirnya ia menghela nafas dan menunduk.
"Apakah perlu melanjutkan pertarungan kita"!" kata Lamkiong peng dengan
nafas masih terengah.
"Ti......tidak, aku......aku sudah kalah!" jawab Lu thian-an.
Beberapa kata ini seolah-olah diucapkan dengan sepenuhnya tenaganya. Tentu
saja Lamkiong peng melenggak, tak tersangka olehnya tojin ini bisa mengaku
kalah begitu saja. Dilihatnya wajah orang pucat pasi dan berdiri dengan lesu,
dalam sekejap itu seorang guru besar suatu aliran terkemuka mendadak telah
berubah menjadi seorang kakek yang patah semangat.
Memandangi bayangan belakang sang suheng, Wiki juga menggeleng kepala ,
ucapnya pelahan, "Sisuheng......."
Tanpa berpaling Lu thian-an menjawab dengan lesu," Marilah kita pergi!"
Baru habis berkata, mendadak ia roboh terkulai, nyata luka pada badannya
tidak lebih parah daripada luka hatinya
Wiki berteriak kuatir, cepat ia mengangkat sang suheng dan dibawa lari
menerobos lidah api dan melompat ke bawah loteng. Segera keempat tojin
berjubah kelabu juga ikut melompat turun.
Terdengarlah suara gemuruh, loteng restoran itu kembali runtuh sebagian.
Lamkiong peng terkesima, medadak ia menghela nafas dan bergumam, "Giokjiusun-yang betapapun tetap seorang ksatria!"
"Dan kau?" tanya Bwe kiam-soat dengan tertawa.
Kedua orang saling pandang tanpa bicara dan lupa lidah api hampir menjilat
baju mereka. ************** Akhirnya terdengar juga suara ramai pasukan pemerintah. Suara derap kaki
kuda bercampur dengan suara teriakan orang banyak, suara orang berusaha
memadamkan api, suara gemuruh rubuhnya bangunan dan jerit tangis
orang........ Di tengah kepanikan dua sosok bayangan diam-diam meninggalkan kota kuno
itu. *********** Di suatu tanah berumput Lamkiong peng lagi berbaring dengan santai, bintang
bertaburan di langit yang biru kelam, angin meniup dengan sejuk.
Bwe kiam-soat memandangi wajah anak muda yang cakap, terutama bulu
matanya yang panjang menaungi kedua matanya yang besar terpejam itu.
"Tentunya tak kaupikir tugas yang diberikan oleh gurumu untuk membela
diriku akan sedemikian beratnya bukan?" Katanya tiba-tiba.
Lamkiong peng melenggak dan memandang orang dengan termenung.
Dengan dingin Bwe kiam-soat berkata pula, "Apakah saat ini engkau menyesal
karena membela diriku sehingga hampir saja kau sendiri menjadi korban
kerubutan orang banyak tadi?"
Akhirnya Lamkiong Peng menjawab, "Sudahlah, jangan kau bicara seperti ini
lagi. Bagiku, asalkan hatiku merasa tidak berdosa, tidak berbuat sesuatu yang
memalukan, kenapa aku mesti menghiraukan tuduhan orang. Demi kebenaran
dan keadilan dunia kangouw, apa artinya pengorbananku ini?"
Bwe Kiam soat memandangnya dengan sorot mata lembut dan aneh,
perempuan yang berjuluk "berdarah dingin" ini ternyata tiada ubahnya seperti
gadis biasa yang juga berprasaan.
Seketika mereka saling pandang dengan terkesima melupakan keadaan
sekelilingnya. Pada saat itu juga tidak jauh disebelah sana sesosok bayangan sedang
memperhatikan kedua muda-mudi yang tenggelam dalam lamunan ini. Sorot
matanya menampilkan rasa kagum dan juga rada cemburu. Tanpa terasa ia
menghela nafas pelahan.
Tergetar hati Lamkiong peng dan Bwe kiam-soat, serentak mereka melompat
bangun dan membentak, "Siapa?"
Bayangan tadi tertawa panjang sambil melompat maju, hanya dua-tiga kali
naik turun ia sudah bediri di depan mereka.
"Eh kiranya kau", kata Lamkiong peng dengan heran.
"Hm anak murid Thian-san mengapa main-main sembunyi-sembunyi seperti ini
jengek Kiam-soat.
Pendatang ini Tik Yang adanya, ia tertawa keras dan menjawab, "Haha,
apakah kedatanganku ini kauanggap main sembunyi-sembunyi" Bwe Kim-soat,
kaukira untuk apa kudatang kemari?"
"Mungkin kedatanganmu...." Lamkiong Peng merasa ragu.
Dengan serius Tik Yang memotong, "Walaupun kita baru saja kenal, tapi
kupercaya penuh atas tindak-tandukmu pasti tidak merugikan kebenaran
dunia persilatan, maka kedatanganku ini justru hendak memberi jasa baikku."
Lamkiong Peng melenggong dan kurang mengerti akan maksud orang.
Dengan tertawa Tik Yang berkata pula, "Apakah saudara tahu bagaimana
terjadinya kebakaran tadi?"
Baru sekarang Lamkiong Peng menyadari duduk perkarara, rupanya kebakaran
tadi tidak terjadi secara kebetulan, dengan sendirinya ia tidak tahu siapa yang
melakukannya, maka ia menggeleng kepala.
"Setelah meninggalkan Hoa-san," sambung Tik Yang dengan tertawa,
"selanjutnya aku pun datang ke Se-an hanya kedatanganku agak terlambat,
waktu itu keributan sudah etrjadi.
Dari tempat ktinggian kulihat engkau sedang melabrak ketua Cong-lam-pai itu.
Melihat keadaan tempatnya, kutahu sukar untuk melarai, juga sukar
membantu. Terpaksa.........haha, terpaksa kugunakan bantuan api."
Lamkiong peng melirik Bwe Kiam soat sekejap.
"Rupanya kita salah menyesali dia tadi," ucap Kiam soat.
"Ah, sedikit salah mengerti apalah artinya." Ujar Tik Yang dengan tertawa.
"Bangunan Thian-tiang-lau itu sungguh sangat megah, tapi ternyata tidak
tahan dibakar. Kusaksikan kalian meninggalkan kota dengan selamat, diamdiam
aku pun menyusul kemari."
"Tampaknya Tik-siauhiap seorang sahabat yang simpatik, agaknya aku salah
sangka......."
Belum lanjut ucapan Bwe kiam-soat, mendadak seorang mendengus dari
kejauhan, "Hm, simpatik apa, main bakar secara diam-diam masakah
perbuatan simpatik segala?"
Lamkiong peng bertiga terkejut, serentak mereka berpaling.
Tertampaknya dalam kegelapan sana muncul sesosok bayangan orang
berkipas putih. Tanpa bicara Tik Yang mendahului menubruk kesana.
"Cepat amat!" ucap bayangan orang itu sambil mengebaskan lengan bajunya
dan bergeser ke samping, habis itu segera melompat ke depan Lamkiong
peng. Sambil membentak Tik Yang lantas menubruk ke sini lagi, tapi segera
terdengar Lamkiong peng berseru, "O, kiranya Yim tai-hiap!"
Tergerak hati Tik Yang, ia tahu orang adalah kawan bukan lawan, seketika ia
urungkan serangannya.
Pendatang ini memang Ban-li-liu-hiang Yim Hong peng adanya, serunya
dengan tertawa, "Haha, tak tersangka yang main bakar itu adalah anak murid
Thian san!"
Lamkiong peng juga tidak menyangka orang ini dapat menyusul ke sini, segera
ia memperkenalkannya kepada Tik Yang.
Yim hong-peng tertawa dan berkata, "Tik siau-hiap, sesungguhnya Thiantianglau dibangun dengan sangat kukuh, cuma telah kutambahi juga sedikit
bahan bakar sehingga dapat terjilat api dengan lebih cepat."
Baru sekarang Tik Yang tahu, Yim hong-peng juga mengambil bagian dalam
pembakaran restoran megah itu. Ia tertawa dan berseru, "Orang bilang Ban-liKoleksi
Kang Zusi liu-hiang adalah pendekar kosen dari perbatasan, setelah bertemu hari ini baru
kupercaya Yim tai-hiap memang seorang ksatria yang suka blak-blakan."
Yim hong-peng memandang Lamkiong peng dan Bwe kiam soat sekejap, lalu
berkata, "Setelah peristiwa ini nona Bwe dan Lamkiong-heng tentu tidak
leluasa bergerak lagi di dunia kang-ouw, entah bagaimana rencana perjalanan
kalian selanjutnya?"
Dia bicara dengan serius, tapi sorot matanya tampak gemerdep menampilkan
cahaya yang sukar diraba apa maksudnya.
Lamkiong peng menghela nafas panjang, katanya, "Siaute juga tahu unttuk
selanjutnya akan banyak mengalami kesukaran di dunia kangouw, tapi yang
penting asalkan kuraba hati sendiri merasa tidak bersalah, tindakanku
selanjutnya juga tidak akan berubah, mungkin aku akan pulang dulu ke Ji-hausanceng, lalu pulang ke rumah menjenguk orang tua....."
"Tempat lain masih mendingan, kedua tempat itu justru tidak boleh kau pergi
ke sana," potong Yim Hong-peng.
Air muka Lamkiong peng berubah.
Tapi Yim hong peng lantas menyambung, "Maaf jika kubicara terus terang,
bahwasanya nona Bwe pernah malang melintang di dunia kangouw dahulu,
tentu tidak sedikit telah mengikat permusuhan. Apa yang terjadi di Se-an ini,
tidak lama tentu juga akan tersiar, tatkala mana bila musuh nona Bwe ingin
mencari kalian, tentu mereka akan menunggu dulu di kedua tempat itu. Dalam
keadaan demikian, tentu kalian akan serba repot, terutama anggota keluarga
Lamkiong-heng........."
Sampai di sini ia mengehela nafas ketika dilihatnya Lamkiong peng menunduk
termenung. Tapi Bwe kiam-soat lantas menjengek, "Habis lantas bagaimana kalau menurut
pendapat Yim tai-hiap?"
Yim hong-peng tampak berpikir, ia tahu di depan perempuan cerdik ini tidak
boleh salah omong sedikitpun.
Dengan tersenyum kemudian ia berkata, "Pendapatku mungkin terlalu
dangkal, tapi mungkin berguna untuk dipertimbangkan kalian. Pada waktu
nona Bwe malang melintang dahulu, meski sampai sekarang musuhmu itu
tetap sama orangnya, tapi keadaan sudah berubah, oarang-orang itu tersebar
dimana-mana dan satu sama lain tahu mempunyai musuh bersama, yaitu
nona Bwe. Pula menurut keadaaan masa itu, tentu tidak ada yang mau
mengaku sebagai musuh nona Bwe. Tapi keadaan sekarang sudah berubah,
bilamana orang-orang itu tahu nona Bwe masih hidup, tentu mereka akan
bangkit dan bersatu untuk menuntut balas padamu."
Tiba-tiba tersembul senyuman aneh pada wajah Bwe kiam-soat, katanya
pelahan,"Apakah benar mereka hanya ingin menuntut balas padaku"
Mungkin....." ia pandang Lamkiong peng sekejap, lalu tidak melanjutkan.
"Apapun juga, menurut pendapatku, hanya dengan kekuatan kalian berdua
tentu akan banyak menghadapi kesulitan.........."
"Lantas kalau menurut pendapat Yim tai-hiap, apakah kami.....kami harus
minta perlindungan orang?" seru Lamkiong peng, nadanya kurang senang.
Yim hong peng tersenyum, "Ah dengan kedudukan kalian yang terhormat,
mana berani kubilang soal minta perlindungan orang segala."
Mendadak Bwe kiam-soat menjengek, "Yim tai-hiap, ada urusan apa kukira
lebih baik kaukatakan terus terang saja daripada berliku-liku."
Di depan orang pintar, kukira memang tidak perlu banyak omong," ujar Yim
hong-peng, "Yang jelas persoalan kalian ini memang perlu sahabat, kalau
tidak, sungguh sukar lagi untuk berkecimpung di dunia kang-ouw, padahal hari
depan kalian masih cerah, bila mesti putus harapan begini saja, kan sayang."
"Apa pun juga, mempunyai dua orang sahabat seperti kalian ini sedikitnya
hatiku sudah terhibur." Ujar Lamkiong peng.
"Ah diriku ini terhitung apa, kata Tik Yang dengan tertawa, "Tapi Yim-heng
tentu saja lain, beliau kan pendekar kosen dari perbatasan utara sana."
"Terima kasih atas pujianmu, "kata Yim hong peng. "Betapa tinggi
kepandaianku mana dapat dibandingkan kalian berdua yang masih muda
perkasa." Ia merandek sambil menyapu pandang ketiga orang itu, lalu menyambung,
"Namun ada juga seorang kenalanku, orang ini sungguh berbakat besar,
berbudiluhur, serba pintar baik ilmu falak maupun ilmu bumi, baik seni budaya
maupun seni bela diri, lwekangnya bahkan sudah mencapai puncaknya, sehelai
daun saja dapat digunakannya untuk melukai orang. Yang paling hebat,
kecuali mempunyai kepandaian yang mengejutkan, orang ini juga mempunya
cita-cita setinggi langit, bahkan pergaulannya sangat luas, orangnya simpatik."
Diam-diam Bwe Kiam-soat menjengek, sedangkan Lamkiong peng dan Tik
Yang meras tertarik.
Bila orang lain yang bicara demikian mungkin akan diremehkan mereka, tapi
semua ini keluar dari mulut Ban-li-liu-hiang Yim hong peng, bobotnya tentu
saja lain. Tanpa terasa mereka tanya berbareng, "Siapakah gerangan tokoh
yang kau maksudkan itu?"
Yim hong peng tersenyum, tuturnya,"Orang ini sudah lama mengasingkan diri
di luar perbatasan utaran sana, namanya sangat sedikit diketahui orang. Tapi
kuyakin nama Swe thian Bang dalam waktu singkat pasti akan tersiar ke
segenap pelosok dunia."
"Swe thian Bang" Sungguh nama yang indah!" kata Tik Yang.
"Jika benar ada seorang tokoh semacam itu, setiba di tionggoan tentu kami
ingin berkenalan, Cuma sayang saat ini sukar untuk menemuinya, " ujar
Lamkiong peng. Tiba-tiba Bwe kiam soat menyela " APakah maksud Yim tai-hiap , apabila kami
dapat mengikat sahabat dengan tokoh kosen semacam ini, lalu segala urusan
akan beres?"
Dia tetap bicara dengan nada dingin dan ketus.
Yim hong peng, seperti tidak menghiraukannnya, katanya, "Lamkiong-heng,
suasana dunia persilatan skerang boleh dikatakan tercerai berai dan kacau
balau. Kun lun pai sudah lama merajai wilayah barat, Siau lim-pai menjagoi
daerah tionggoan, Butong pai menguasai daerah Kanglam, selain itu di selatan
masih ada Tiam-jong-pai, di timur ada Wi-san-pai, di barat ada Cong-lam-pai.
Masing-masing aliran menguasai kungfu andalan sendiri dan menguasai satu
wilayah tertentu, meski semuanya juga berhasrat memimpin dunia persilatan
dan setiap saat dapat menimbulkan kekacauan dunia persilatan, tapi lantaran
pertarungan di Wi-san dahulu kebanyakan aliaran itu sudah mengalami
kelumpuhan, ditambah lagi dunia kangouw sudah dipimpin oleh Sin-liong dan
Tanhong, maka suasana sepuluh tahun terakhir ini masih dapat dikendalikan."
Dia berbicara panjang lebar, meski agak bertele-tele, namun tidak dirasakan
jemu oleh Tik Yang dan Lamkiong peng.
Maka ia menyambung pula, "Tapi sekarang jago muda dari berbagai perguruan
itu sama bermunculan, kekuatan sudah pulih, saking kesepian jadi ingin
bergerak lagi. Ditambah lagi Sin-liong telah menghilang, perimbangan
kekuatan jadi buyar juga. Kini tiada seorang di dunia persilatan yang mampu
mengatasi semua orang, tidak terlalu lama di dunia kangouw pasti akan
berbangkit huru-hara, kekuatan muda tersebut tentu juga akan membanjir
timbul untuk berebut pengaruh, lantas bagaimana akibatnya tentu dapat
dibayangkan. Nadanya mulai meninggi, ceritanya mulai tenang. Lamkiong peng dan Tik Yang
juga terbangkit semangatnya. Tapi demi teringat kepada keadaan sendiri
sekarang, tanpa terasa Lamkiong peng merasa gegetun dan dingin lagi hatinya
serupa diguyur air.
Sekilas Yim hong-peng dapat melihat perubahan air muka Lamkiong peng,
diam-diam ia merasa senga, sambungnya pula, "Sesudah lama tercerai
akhirnya tentu akan bergabung lagi, bila terlampau sepi akhirnya pasti ribut
lagi. Ini adalah kejadian logis. Tapi dalam keributan ini bila tidak diimbangi
oleh suatu kekuatan besar untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, maka
pastilah akan terjadi kesewenang-wenangan, yang kuat makan yang lemah,
salah benar sukar dibedakan, tentu akan banyak terjadi kerusuhan pula. Dan
bilamana susana kacau tak terkendalikan, akibatnya tentu tambah runyam."
"Ya memang pandangan Yim tai-hiap sungguh sangat tepat," puji Lamkiong
peng. "Ah, apalah artinya diriku ini, justru Swe thian-bang itulah jeniusnya manusia
manusia jaman kini," ujar Yim hong-peng dengan tersenyum. "Meski kakinya
belum pernah melangkah masuk Giok-bun-koan, tapi caranya menganalisa
keadaan dunia persilatan dan apa yang akan terjadi sungguh seperti telah
terjadi sungguhan. Terus terang kukatakan kedatanganku kepedalaman sini
justru mengemban tugasnya, aku diminta mencari beberapa tokoh muda
berbakat untuk bersama-sama melaksanakan tugas suci menegakkan keadilan
dunia persilatan."
Alis Tik Yang menegak, tukasnya,"Menegakkan keadilan, sungguh semboyan
menarik. Sayang disini tidak arak, kalau tidak sungguh aku ingin menyuguhmu
tiga cawan."
Lamkiong peng tambah resah bila teringat kepada urusan sendiri.
Sedangkan Bwe Kiam-soat lantas mendengus, pikirnya, "Kiranya Yim hongpeng


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini tidak lebih cuma seorang pembujuk saja. Dia datang lebih dulu untuk
mencari pendukung bagi Swe thian bang. Hm, besar amat ambisi orang She
Swe ini, rupanya dia berniat merajai dunia kangouw."
Setelah berpikir lagi diam-diam ia terkesiap juga, "Lahiriah orang she Yim ini
menarik, ilmu silatnya juga tinggi, tutur katanya juga memikat hati orang,
jelas orang ini pun seorang tokoh luar biasa. Sampai tokoh seperti Bin-san-jiyu
pun dapat diperalat olehnya, tapi dia toh cuma menjadi seorang pembujuk
bagi Swe thian bang, tampaknya kepandaian orang she Swe ini terlebih sukar
dijajaki."
Agaknya Yim hong peng juga sedang mengamati rcaksi orang, maka kemudain
ia menyambung lagi, "Lamkiong-heng dengan kepandaianmu ditambah lagi
kekayaan keluargamu, selanjutnya dunia persilatan mestinya berada dalam
genggamanmu. Tapi engkau justru lagi menghadapai persoalan yang tak dapat
dimaafkan oleh sesama ornag kangouw bahkan saudara seperguruan sendiri
pun tidak dapat memaklumi maksud baikmu, dalam keadaan tejepit, sungguh
Lamkiong-heng serba susah. Tapi bila engkau mau bekerja sama dengan Swe
thian bang, ditambah lagi tokoh muda serupa Tik-siauhiap ini, urusan apa pula
yang tidak dapat diselesaikan"
"Kupikir, bila bekerjasama ini terlaksana, selain dunia persilatan dapat
diamankan, juga Lamkiong-heng dapat menggunakan kekuatan ini umtuk
mengindang sesama orang Bulim untuk menjelas duduk perkara. Tatkala mana
kekuatanmu sudah lain, ucapanmu berbobot, siapa lagi yang tidak percaya
kepadamu. Jadinya bahaya yang mengancam Lamkiong-heng akan lenyap,
namamu bahkan akan termashur, Ji-hau-san-ceng selanjutnya akan semakin
disegani."
Dengan tersenyum tiba-tiba Bwe Kiam-soat berkata, "Wah, menurut cerita
Yim-tai-hiap ini, bukanlah dalam waktu singkat tokoh Swe thian bang yang
luar biasa akan dapat merajai dunia persilatan dan menjadi Bulim-bengcu"
"Ya bilamana dibantu oleh tokoh muda seperti kalian ini, tidak sampai
beberapa tahun dunia persilatan pasti dapat dikuasai oleh kita," ujar Yim hongpeng
dengan tertawa.
Dia sangat senang disangkanya kedua anak muda ini sudah terpikat oleh
ocehannya. Bola mata Bwe kiam-soat berputar, katanya pula dengan tertawa, "Maksud
baik Yim tai-hiap ini sungguh sangat membesarkan hati kami, cuma.......saat
ini kami sedang terdesak bahaya mengancam di depan mata, sebaliknya
rencana Yim tai-hiap masih jauh daripada tercapai, bahkan jejak Swe thianbang
itu belum lagi menginjak daerah Tionggoan......."
Mendadak Ban-li-liu-hiang Yim hong peng tertawa dan memotong, "Jika kalian
sudah mau menerima ajakanku, dengan sendirinya aku pun tidak perlu
merahasiakan urusan ini. Terus terang, meski jejakku baru mulai muncul
sebulan terakhir, padahal sudah hampir lima tahun kujelajahi Tionggoan.
Selama lima tahun ini sedikit banyak sudah kupupuk juga kekuatan tertentu,
hanya karena waktunya belum tiba, maka sejauh ini belum diketahui kawanan
Bulim." "Wah melulu cara Yim tai-hiap menyembunyikan pekerjaan ini saja sudah lain
daripada orang lain, sungguh hebat," kata Kiam soat.
Yim hong peng tertawa bangga, "Namun caraku memilih orang sangat cermat,
tidak sedikit kawan kalangan bawah dan menengah yang telah
menggabungkan diri, tapi saudara dari lapisan atas justru masih sangat
sedikit, sebab itulah kuminta bantuan kalian bertiga, sebab Swe siansing itu
dalam jangka waktu singkat mungkin juga akan masuk ke daerah Tionggoan."
Meski dia sok pintar, tanpa terasa ia pun lupa daratan oleh senyum manis dan
lirikan Bwee kiam-soat yang memabukkan itu dan pelahan tersingkap juga
rahasia maksudnya.
Air muka Lamkiong peng dan Tik Yang rada berubah, sebaliknya dengan
berseri-seri Yim hong-peng berkata pula, "tidak jauh dari sini terdapat tempat
persinggahanku, meski sangat sederhana, tapi jauh lebih tenang daripada
disini, cuma sayang masih ada sedikit urusanku di Se-an yang harus
kuselesaikan, saat ini tidak dapat kuantar sendiri ke sana."
Bwe Kiam soat sengaja menghela nafas menyesal, "Wah lantas bagaimana?"
"Tidak menjadi soal," kata Yim hong-peng, meski tidak dapat kuantar sendiri,
sepanjang jalan sudah ada orang siap menyambut kedatangan kalian......."
"Selain itu, " sambungnya asmbil merogoh saku, "Supaya kalian percaya
kepada keteranganku, boleh lihat........."
Ketika tangan terangkat, terlihatlah oleh Kiam saot bertiga tiga kantung sutera
berwarna warni terpegang pada tangan Yim hong-peng.
"Bagus sekali, barang apakah ini?" tanya Kiam-soat.
"Sampai saat ini, boleh dikatakan sangat langka orang dunia persilatan yang
pernah melihat benda ini," tutur Yim hong-peng dengan prihatin sambil
membuka salah sebuah kantung sutera itu.
Seketika semua orang mencium bau harum ane menusuk hidung.
Yim hong-peng lantas mengeluarkan sepotong kayu kecil persegi berwarna
lembayung dari dalam kantung dan diserahkan kepada Bwe kiam-soat.
Waktu Kiam-soat mengamati, potongan kayu kecil yang tidak menarik ini
terbuat secara indah, bagian atas ada ukiran pemandangan alam yang permai,
terlukis seorang berdiri di bawah cahaya senja sedang memandang puncak
gunung di kejauhan, orang ini terlukis samar-samar, tapi bila diteliti kelihatan
gagah dengan sikap yang hidup, Cuma sayang garis mukanya hanya terukir
dari sisi belakang.
Di balik kepingan kayu ini terukir dua bait syair, sangat kecil hurufnya namun
gaya tulisnnya indah kuat, jelas tulisan seniman ternama.
Kepingan kayu ini keras dan berat serta berbau harum.
Setelah mengamati sejenak, kemudian Bwe kiam-soat bertanya, "Apakah
orang yang terukir di sini adalah orang yang disebut Swe thian-bang itu?"
Yim hong-peng mengangguk, "Ya, benda ini tanda pengenal Swe thian-bang
itu." Lalu ia memberikan pula kedua kantung sutera kepada Lamkiong Peng dan Tik
Yang, katanya pula dengan tertawa, "Untuk mendapat kepercayaan kalian
bertiga, sengaja kulanggar prosedur biasa dan kuberikan benda ini......."
"Prosedur biasa apa?" ujar Bwe kiam-soat sambil memainkan keping kayu dan
kantung sutera yang dipegangnya.
"Setiba kalian di tempatku dengan sendirinya akan tahu," kata Yim hong-peng.
Mendadak ia bertepuk tangan, baru berjangkit suara keplokannya, dari
kejauhan lantas muncul sesosok bayangan secepat terbang.
Hanya sekejap saja orang ini sudah mendekat, ternyata dia adalah Tiangsun
Tang, salah seorang jago dari Bin-san-ji-yu.
Ia berdiri dengan sikap hormat di depan Yim hong-peng sambil melirik sekejap
ke arah Bwe Kiam soat, ketika diketahui benda yang berada di tangan orang,
seketika wajahnya menampilkan rasa heran dan kejut.
"Agaknya antara Tiangsun-heng dan nona Bwe terdapat suatu perselisihan,
tapi selanjtnya kita adalah orang sendiri, rasanya Tiangsun-heng perlu
melupakan uusan masa lampau," kata Yim hong-peng dengan tersenyum.
Sejenak Tiangsun Tang melenggong, lalu berkata dingin, "Saat ini juga sudah
kulupakan."
"Cepat benar lupanya," ujar Bwe kiam-soat dengan tertawa genit.
"Haha, memang harus begitu," ujar Yim hong-peng. Sekarang harap Tiangsunheng
membawa mereka bertiga ke Liu-hiang-ceng kita, setelah kuselesaikan
sedikit urusan di Se-an segera kupulang untuk menemui kalian disana."
"Dan.......pedang......."tergegap Tiangsun Tang. "Oya, pedang Lamkiong-heng
yang tertinggal di Se-an itu sudah kusuruh bawa kemari," Yim hong-peng
Selagi Lamkiong Peng melenggong, Tiangsun Tan telah menyodorkan pedang
yang dibawanya sambil berkata, "Sarungnya baru saja dibuat, mungkin tidak
begitu cocok."
Yim hong-peng mengambil pedang itu dan dikembalikan kepada Lamkiong
Peng, katanya, "Tadi tanpa permisi kumasuk ke kamar Lamkiong-heng, kulihat
pedang pusaka ini tertinggal disana, maka secara sembrono kubawakan untuk
Lamkiong-heng."
Sebelum Lamkiong Peng bersuara, pandangannya beralih kepada Tik Yang,
katanya pula, "Tik-heng, apakah kautahau dimana letak keanehan keping kayu
ini?" Alis Tik Yang menegak, jengeknya, "Betapa anehnya barang ini, jika orang she
Tik disuruh menjadi antek seorang yang bernafsu besar ingin menguasai dunia
persilatan, hmk......"
Mendadak ia mendongak memandang langit sambil melemparkan kantung
sutera yang dipegangnya ke tanah.
Kerua Yim hong-peng terkesiap, air mukanya berubah seketika, katanya, "Tikheng
aku....." Tiba-tiba Lamkiong Peng juga berkata, "Terimakasih atas maksud baik Yim taihiap,
sesungguhnya kamu pun sangat ingin dapat bekerja sama dengan tokoh
besar semacam Swe tai-hiap itu, cuma........" ia menghela nafas, lalu
mengembalikan kantung sutera kepada Yim hong-peng dan berkata pula,
"Siaute orang bodoh, juga sudah terbiasa hidup tidak beraturan, mungkin
sukar ikut serta dalam pekerjaan besar yang dirancang Yim tai-hiap. Namun
.........apa pun juga budi pertolongan Yim tai-hiap takkan kulupakan."
Pada dasarnya Lamkiong Peng berwatak jujur, ia dapat meraba maksud tujuan
Yim hong-peng, maka tidak sudi di diperalat orang. Tapi ia pun merasa utang
budi, maka ia menolak ajakan orang dengan menyesal.
Air muka Yim hong-peng berubah kelam, kantung sutera itu diremasnya
dengan mendongkol, pandangannya pelahan beralih kepada Bwe kiam-soat.
"Aku sih tidak menjadi soal," kata Kiam-soat dengan tertawa, kepingan kayu
dimasukkan lagi kedalam kantung.
Lamkiong Peng tercengang, sebaliknya sinar mata Yim hong-peng meneorong
terang. Dengan tertawa Kiam-soat menyambung lagi, "Tapi aku pun tidak mempunyai
ambisi sebesar itu, sebab itulah terpaksa aku pun menerima ajakan Yim taihiap
dengan ucapan terima kasih, hanya....." pelahan ia masukkan kantung
sutera itu ke dalam bajunya, lalu melanjutkan, kantung sutera dan kepingan
kayu ini tampaknya sangat menyenangkan, maka berat untuk kukembalikan
kepadamu, jika secara sukarela Yim tai-hiap sudah memberikannya kepadaku,
kukira engkau pasti takkan memintanya kembali dariku, bukan?"
Seketika air muka Yim hong-peng berubah pucat dan melenggong dengan
bingung, pelahan ia lantas menjemput kantung sutera yang dilemparkan Tik
Yang tadi. Lamkiong Peng merasa tidak enak hati, ucapnya, "Maafkan, selanjutnya
asalkan Yim tai-hiap ada....."
Mendadak Yim hong-peng bergelak tertawa pula, "Haha, agaknya orang she
Yim bermata lamur, kiranya kalian sengaja hendak mempermainkan
diriku........"
Sampai di sini tiba-tiba sorot matanya berubah meneorong, sambungnya
sekata demi sekata, "Hm, setelah kalian mengetahui rahasiaku, memangnya
kalian ingin pergi dengan hidup. Hah, apakah kalian sangka orang she Yim
seorang tolol?"
Serentak ia melompat mundur sambil berkeplok, segera dari tempat gelap di
sekitarnya muncul berpuluh sosok bayangan orang.
Lamkiong Peng bertiga terkesiap.
Pelahan Tiangsun Tang melolos pedang dan siap tempur.
"Hm, bila orang she Yim tidak yakin dapat membuat kalian tutup mulut
selamanya mana kumau memberitahukan rahasiaku sendiri kepada kalian?"
jengek Yim hong-peng pula, waktu ia angkat tangannya, serentak bayangan
orang itu mendesak maju dari sekelilingnya.
Lamkiong Peng menyapu pandang sekejap, jengeknya, "Mesti ada rasa
terimakasihku kepada Yim-heng, tapi dengan tindakanmu ini rasa terimakasih
jadi hanyut seluruhnya. Jika beratus orang di Se-an saja tidak mampu
mengusik seujung rambutku, sekarang cuma berpuluh orang ini dapatkah
mengatasi kami bertiga"
Segera Tik Yang juga berteriak, "Siapa yang berani, boleh silakan dia rasakan
dulu Thian-san-sin-kiam."
"Boleh kaubelajar kenal dulu dengan usaha orang she Yim, jawab Yim hongpeng
sembari menggeser mundur.
Serentak Tiangsun Tan juga melompat kesana dan berdiri berjajar bersama
Yim hong-peng di antara lingkaran orang-orang berbaju hitam.
Dengan sendirinya Lamkiong peng dan Tik Yang juga berdiri berjajar dengan
Bwe kiam-soat, barisan musuh kelihatan mendesak maju dengan pelahan.
"Tenang, kata Bwe Kaim soat, "Jangan sembarangan bergerak. Bila keadaan
tidak menguntungkan, segera kita terjang keluar saja."
Tiba-tiba terdengar suara gemerantang nyaring, suara rantai besi, menyusul
Yim hong-peng lantas membentak, "Thian (langit)!"
Serentak berpuluh bayangan orang itu mengangkat tangan ke atas, berpuluh
jalur cahaya dingin segera terbang tinggi ke langit dari tangan orang-orang
berbaju hitam itu.
Terdengar Yim hong-peng membentak pula, "Te(bumi)!"
Sekaligus berpuluh cahaya dingin melayang pula dari gerombolan orang
banyak itu dan menyambar ke arah Lamkiong Peng bertiga.
Keruan mereka terkejut, Lamkiong peng membentak sambil melolos pedang,
dengan cepat ia memutar pedangnya. Bwe kiam-soat juga lantas
mengebaskan lengan bajunya, Tik Yang pun menghantamkan kedua
tangannya ke depan sehingga cahaya dingin itu sama rontok sebelum tiba di
tempat tujuan. Tak terduga kembali terdengar suara bentakan, "Hong (angin)!"
Terdengar suara menderu, segulung cahaya perak melesat tinggi ke udara,
habis itu secepat kilat gulungan cahaya menyilaukan mata dengan suara
menderu keras, ditambah lagi suara nyaring rantai ketika bergerak,
tampaknya tidak kepalang lihainya.
Tik Yang bersuit panjang dan melompat ke atas, Bwe kiam soat juga berteriak
kaget, "Celaka!"
Belum lenyap suaranya, cahaya perak yang berhamburan itu dalam sekejap
saja telah membenam seluruh tubuh Tik Yang.
Lamkong Peng terkesiap, cepat ia putar pedangnya melindungi sekujur badan,
ia pun melompat ke atas.
Pada waktu tubuh Tik Yang baru bergerak ke atas, mendadak dirasakan
berpuluh buah Liu-sing-tui (bola berantai) menyambar kepalanya. Cepat ia
menggeliat sehingga tubuhnya membelok ke samping, siapa tahu cahaya
perak kembali menyambar tiba dan membungkus tubuhnya.
Dalam keadaan demikian ia tidak dapat berpikir panjang lagi, sekali meraih,
sebuah bola perak ditangkapnya, lalu mengikuti daya tarikan, langsung ia
menubruk ke bawah.
Tapi segera dirasakan tangan kesakitan tertusuk, pinggang kiri dan paha
kanan juga kesakitan, terdengar suara gedebuk, tahu-tahu ia menumbuk
tubuh seorang berbaju hitam, keduanya sama menjerit kaget dan jatuh
terguling. Dalam pada Itu Lamkong Peng sedang melayang ke atas dengan berputar
untuk melindungi tubuh sendiri, di tengah gelombang cahaya tampak sedikit
kacau, kesempatan itu segera digunakannya untuk menerjang, pedang pusaka
Yap-siang-kiu-loh memperlihatkan kesaktiannya, terdengar suara gemerincing
nyaring, bola berantai yang merupakan senjata khas kawanan lelaki berbaju
hitam itu sama tertabas putus oleh pedangnya. Kemudian terlihat olehnya Tik
Yang lagi menjerit kaget dan jatuh terguling.
Terkesiap juga Bwe kiam soat melihat senjata andalan musuh yang khas itu, ia
pikir pantas Yim hong peng begitu garang, mentang-mentang mempunyai
barisan tempur yang lihai.
Hendaknya diketahui, senjata sebangsa Lui-sing-tui (bola berantai), Lian-cujiang
(tombak berantai) dan senjata lemas lainnya bukanlah senjata yang
langka, namun sangat sukar melatihnya dengan baik. Terlebih di tengah orang
banyak, bila latihannya tidak sempurna, bisa jadi akan melukai lawan atau diri
sendiri malah. Tapi bila senjata yang lemas itu dapat dikuasai dengan baik,
maka daya tempurnya akan berlipat ganda.
Bahwa berpuluh lelaki berseragam hitam ini dapat serentak menggunakan
senjata lemas begini, jelas mereka sudah terlatih dengan baik dan dapat
bekerja sama dengan rapih sehingga tidak sampai melukai sendiri dan
mencederai lawan.
Pengalaman tempur Bwe kiam soat sudah banyak, ia tahu barisan tempur ini
sangat lihai dan sulit dihadapi. Tapi saat itu Lamkiong Peng sudah menerjang
ke tengah musuh, cepat ia pun ikut melayang maju, sekali lengan bajunya
mengebas dengan kuat, kontan ia bikin rontok tujuh-delapan Lui-sing-tui yang
lagi menghantam Lamkiong Peng.
Dalam pada itu Lamkiong Peng lantas memburu ke tempat roboh Tik Yang.
Tentu saja Bwe kiam soat berkerut kening melihat kelakuan anak muda itu, ia
tahu bila lu-sing-tui musuh menyerang lagi pasti sukar menghindar bagi
Lamkiong Peng.

Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun pada saat itu cahaya perak juga sudah kacau, terdengar Yim-hong "
peng membentak pula, "Siang (es)"
Segera Bwe kiam soat berputar ke sana dan ikut menubruk maju bersama
Lamkiong Peng. Sekonyong-konyong terdengar angin menderu lagi, berpuluh Lu-sing-tui
serentak telah ditarik kembali, berpuluh lelaki berseragam hitam juga
melompat mundur.
Rupanya Yim-hong-peng juga terperanjat ketika melihat barisan bola berantai
anak buahnya terjadi kekacauan karena diterjang oleh Tik Yang dan Lamkiong
Peng. Padahal barisan bola berantai khusus dilatihnya dengan mengumpulkan
berbagai jago silat pilihan, barisan ini memakai perhitungan Pat-kua dan
berdasarkan perubahan thian (langit), te (bumi), hong (angin), uh (hujan), jit
(matahari), goat (bulan), in(mega), soat (salju), dan siang(es).
Dengan sendirinya sangat ruwet perubahan sembilan macam unsur itu, namun
bantu membantu satu sama lain, apalagi setiap bola berantai itu berduri pula,
dengan sendirinya daya tempurnya luar biasa hebatnya.
Kini dilihatnya Tik yang hanya terluka ringan saja, Yim hong-peng kuatir
barisan ciptaannya akan dibobol musuh, maka cepat ia undurkan diri dulu
barisannya untuk merapikannya lebih dulu.
Waktu itu Lamkiong Peng sedang memeriksa keadaan Tik Yang, dilihatnya
darah mengucur dari pinggang kiri dan paha kanan, namun tangan Tik Yang
sekuatnya lagi mencekik leher seorang lelaki berbaju hitam dan ditindihnya
dari bawah, dari celah jari juga merembes darah segar.
Pada telapak tangan kiri lelaki berbaju hitam itu memakai sarung tangan kulit
dan terikat seutas rantai perak mengkilat, bola perak pada ujung rantai
terpegang oleh Tik Yang, mendadak Tik Yang menggeram dan cahaya perak
berkelebat, darah pun berhamburan, kiranya sekali hantam dengan bola yang
dipegangnya Tik Yang telah menghantam remuk kepala lawan.
Cepat Lamkiong Peng membengunkan Tik Yang, dilihatnya kedua mata orang
merah membara, dada penuh berlepotan darah, untuk pertama kalinya anak
muda ini terluka, juga untuk pertama kalinya selama hidup anak muda ini
membunuh orang. Melihat darah yang berceceran, ia menjadi terkesima
memandangi bola perak yang masih terpegang olehnya.
"Hm, ternyata Thian-san-sin-kiam juga Cuma begini saja," tiba-tiba terdengar
Yim hong-peng mengejek dari samping.
"Hanya begini apa" Sedikitnya juga telah mengacaukan barisanmu, untung
kauhentikan gerakan barisanmu, kalau tidak, hmk!.......ejek Bwe kiam-soat.
"Huh jangan temberang dulu, "jawab Yim hong-peng. "kedatanganku ke
daerah Tionggoan sekali ini sebenarnya juga tidak bermaksud mengikat
permusuhan, sebab itulah barisan bola perak ini belum kugunakan secara
tuntas. Apabila kalian bisa melihat gelagat, hendaknya turut nasihatku, kalau
tidak, terpaksa kalian harus menyaksikan kesaktian barisan bola perak yang
sesungguhnya."
Habis berkata, segera Yim-hong-peng bermaksud melompat mundur ke tengah
barisannya. "Nanti dulu!" bentak Kiam soat mendadak, sekali bergerak, tahu-tahu ia sudah
hinggap di depan Yim-hong-peng.
"Hah, memangnya dapat kautahan diriku," jengek Yim-hong-peng, mendadak
ia meloncat lagi.
"Boleh kau coba!" jengek Bwe kiam soat dengan tertawa, tangan kiri terangkat
dan lengan baju berkibar, serupa ular saja tahu-tahu hendak membelit betis
Yim-hong-peng. Tergetar juga hati Yim-hong-peng, cepat kedua tangannya menebas ke bawah,
kaki kanan pun mendepak.
Namun sedikit Bwe kiam soat menarik lengan bajunya, katanya dengan
tertawa, "Lebih baik kauturun saja!"
Belum lenyap suaranya, benar juga Yim-hong-peng sudah jatuh kembali ke
tempat semula dan menatap Bwe kiam soat dengan tercengang.
Baru saja Bwe kiam soat telah mengeluarkan gerakan "Liu-in-hui-siu" atau
awan mengambang dan lengan baju menyambar, tampaknya tidak ada suatu
yang istimewa, tapi ternyata membawa tenaga betotan yang maha kuat, juga
ketepatan waktu dan bagian yang di arah terjadi secara tepat dan jitu.
Diam-diam Lamkiong Peng juga terkejut, baru sekarang ia menyaksikan
kepandaian asli Bwe Kiam-soat. Di samping terkejut ia pun kagum. Padahal
selama sepuluh tahun ini perempuan ini selalu berbaring di dalam sebuah peti
mati yang sempit, tersiksa dan bisa membuat gila.
Namun perempuan ini tidak saja tetap tawakal, bahwa lwekangnya yang sudah
punah dapat pulih kembali, sungguh suatu pekerjaan yang tidak mudah.
Terutama ilmu awet muda yang berhasil juga dikuasainya bahkan kungfunya
seperti lebih maju daripada dulu. Sungguh sukar dimengerti resep apa yang
membuatnya mencapai mukjizat seperti ini.
Dalam pada itu pelahan Tik Yang telah duduk tegak.
"Hm, sudah saatnya kalian memilih apakah ingin menyerah atau tetap
bertempur, apalagi kalian perlu juga bersiap membereskan urusan orang she
Tik ini setelah dia mampus," jengek Yim Hong-peng.
"Apa katamu?" bentak Lamkiong Peng terkesiap.
"Hehe," Yim Hong-peng tertawa ejek, "pada bola perak berduri itu dilumuri
racun, bila masuk darah, sukar lagi tertolong. Maka bila kau ingin menolong
jiwa kawanmu, hendaknya kau lekas ambil keputusan."
Rupanya dia rada keder akan kesaktian Bwe Kim-soat, maka sengaja
menggertak dengan racun yang mengenai Tik Yang itu.
Air muka Lamkiong Peng berubah hebat, waktu ia berpaling ke sana, dilihatnya
wajah Tik Yang berubah kaku dan mata buram.
"Hm, biarpun kaubicara menakutkan juga takkan mampu menggertak diriku,"
jengek Kim-soat.
"Tapi kuyakin dalam hatimu harus mengakui aku tidak main gertak belaka,"
ejek Yim Hong Peng. "Kau sendiri sudah terkenal sebagai perempuan berdarah
dingin, dengan sendirinya mati hidup kawan tidak perlu kau pikirkan. Tapi kau
Lamkiong Peng, apakah kaupun manusia yang berbudi rendah begitu?"
Tegetar juga hati Lamkiong peng, dirasakan tangan Tik Yang dipegangnya
panas membara, sinar matanya juga berubah buram.
"Bila kebekuk dirimu, masakah takkan kau serahkan obat penawarnya" Jengek
Bwe kiam soat pula.
"Obat penawarnya memang ada, tapi tidak ku bawa, apalagi.....hehe, apakah
kau yakin mampu membekuk diriku?"
Alis kiam-soat menegak, medadak ia terbahak-bahak, "Hahaha, sungguh
mengegelikan kusangka Ban-li-liu-hiang Yim Hong Peng itu tokoh lihai macam
apa, tak tahunya Cuma begini saja."
Yim Hong Peng meraba janggutnya berlagak tidak mendengar.
Kiamsoat mendengus lagi, "Huh, dengan cara licik ini untuk menjirat orang
masuk ke dalam komplotanmu, apakah tindakan ini tidak teramat bodoh"
Umpama berhasil kaubujuk orang dalam komplotanmu, apakah kemudian
dapat kaujamin kesetiannya, apakah dia takkan menjual rahasiamu dan
berkhianat" Hah, bisa jadi engkau akan menyesal dikemudian hari."
"Hahahahaha! "Yim Hong Peng terbahak, "Untuk ini nona tidak perlu kuatir
bagiku, jika orang she Yim tidak yakin mampu menaklukan harimau, tidak
nanti ku berani naik ke gunung."
Diam-diam Bwe kiam-soat merancang tindakan apa yang akan diambilnya,
lahirnya ia berlagak tertawa, ia pikir harus sekali serang merobohkan Yim
Hong Peng, bila gagal serentak mereka bertiga lantas menerjang keluar
kepungan musuh sebelum barisan bola maut itu bergerak.
Selagi ia termenung, di tengah malam sunyi mendaak ia mendengar suara
burung gagak berkaok satu kali, segulung bayangan hitam terbang tiba
dengan cepat sekali, dari kecepatan terbangnya lebih menyerupai seekor elang
daripada dikatakan seekor gagak.
Selagi Kiam soat terkesiap dilihatnya burung gagak yang aneh ini mendadak
menubruk ke muka Yim Hong Peng , tampaknya hendak mematuk biji
matanya. Tentu Yim Hong Peng terkejut, cepat ia menggeser mundur, berbareng sebelah
tangannya lantas menghantam.
Pukulan ini sangat kuat, gagak itu juga sedang menyambar ke depan,
sepantasnya sukar menghindarkan pukulan dasyat ini.
Siapa duga, kembali terdengar suara gaok yang panjang, secepat kilat gagak
itu terbang membalik, kecepatannya terlebih mengejutkan daripada
menyambar tiba tadi, hanya sekejap saja lantas menghilang dalam kegelapan.
Yim Hong Peng sendiri jadi melongo, tangan yang hampir menghantam tadi
hampir tak dapat diturunkan lagi. Di dunia ini memang banyak hewan yang
cerdik, tapi seekor burung gagak dapat terbang mundur, sungguh hal ini tidak
pernah terdengar, benar-benar peristiwa yang ajaib.
Selagi merasa bingung, tiba-tiba terdengar suara bentakan aneh dari jauh
mendekat, "Minggir!".........minggir!"
Menyusul terjadi kegaduhan diantara kawanan lelaki berseragam hitam dan
bersenjata bola berantai, barisan mereka pun menjadi kacau dan sama
menyingkir untuk memberi jalan lalu.
Kening Yim Hong Peng berkerut, bentaknya," Tenang, tetap ditempat, apakah
kalian sudah lupa pada disiplin yang diajarkan, sebelum bertempur barisan
kacau dulu, dosa ini tak terampunkan!"
Belum habis ucapannya, mendadak seorang tojin kurus kering berjubah biru
dan berambut putih melangkah tiba dari balik barisan sana sembari
membentak, "Minggir! Minggir !"
Rambut dan jenggot tojin ini sudah putih seluruhnya, panjang jubah birunya
Cuma sebatas dengkul, mukanya kurus, tapi sikapnya gagah berwibawa,
telapak tangan kiri terangkat di depan dada dan diatas telapak tangan hinggap
seekor burung gagak.
Waktu Yim Hong Peng mengamati lebih teliti, kiranya suara teriakan serak
aneh tadi justru keluar dari mulut burung gagak itu.
Tentu saja ia melenggong. Bahwa burung gagak dapat terbang mundur sudah
merupakan kejadian ajaib. Gagak ini ternyata dapat bicara pula, dengan
sendirinya hal ini terlebih mengejutkan, bairpun Yim Hong Peng sudah
kenyang makan asam garam dunia kangouw dan luas pengetahuannya juga
terheran-heran.
Bwe kiam-soat juga tercengang, dilihatnya si tojin kurus tersenyum simpul,
mendadak burung gagak itu berteriak lagi, "Bulan tidak gelap, angin tidak
kencang, mengapa kota Se-an yang aman tentram ini tejadi kekabaran dan
pembunuhan, apakah kalian sengaja bikin rusuh!"
Meski serak suaranya, tapi lafalnya cukup jelas, hal ini membuat Bwe kiam
soat tambah melongo.
Hanya sinar mata Lamkiong Peng tetap gemerdep dan tidak mengunjuk rasa
terkejut, tapi setelah melihat si tojin berambut putih itu, tiba-tiba teringat
seorang olehnya, baru saja dia berseru, "Kau........"
Mendadak sorot mata si tojin menyapu pandang ke arahnya dan
mengedipinya. Seketika Lamkiong-peng urung bicara dan memandang orang
dengan bingung.
Ban-li-liu-hiang berusaha mengatasi rasa bimbangnya, ia memberi hormat dan
menyapa, "Totiang tentu orang kosen dari dunia luar, entah ada keperluan dan
petunjuk apa datang ke sini?"
Tojin berambut putih itu terbahak, si gagak berteriak lagi, "Mengapa engkau
Cuma menghormat padanya, masa tidak melihat kehadiranku disini?"
Yim Hong Peng melenggak dan serba susah, masakah dirinya juga harus
memberi hormat kepada seekor burung gagak, sungguh mustahil.
Si tojin tertawa katanya, "Kawanku meski seekor burung namun wataknya
angkuh, tingkatannya memang juga sangat tinggi, bila kauberi hormat
padanya kan tidak menjadi soal?"
Yim Hong Peng melenggong sejenak, dengan hati tidak rela ia merangkap
kepalan di depan dada sebagi tanda hormat. Betapapun dia telah terpengaruh
oleh sikap tojin yang berwibawa dan juga keajaiban burung gagak itu sehingga
menurut saja apa yang dikatakan si tojin.
Sorot mata Lamkiong Peng menampilkan senyuman geli terhadap apa yang
dilihatnya ini. Diam-diam Bwe kiam-soat juga merasa heran, ia tahu pribadi
Lamkiong peng yang lugas, tidak nanti ia tinggal diam menghadapi suatu
urusan yang ganjil. Maka ia menjadi curiga, namun kecerdasan burung gagak
itu memang terbukti nyata, betapapun pintarnya juga tidak paham mengapa
bisa begini. Dilihatnya si tojin sedang mengangguk dan berkata, "Baik anak muda yang
sopan, tidak percuma kedatanganku ini."
Setelah merandek sejenak, lalu ia berkata lagi dengan kereng terhadap Yim
Hong Peng, "Tanpa sengaja aku berlalu di sini, kulihat disini hawa pembunuh
berkobar, aku tidak sampai hati menyaksikan kawanan ksatria sama tertimpa
malapetaka, maka sengaja mengitar ke sini."
Dengan bingung Yim Hong Peng menjawab "Ucapan Cianpwe sungguh sukar di
mengerti..........."
"Jelas dirundung kemalangan, apabila kau berani main senjata, pasti celakalah
kau, maka kuanjurkan lebih baik kau loloskan diri sebelum terlambat," Kata si
tojin pula dengan gegetun.
Sama sekali ia tidak memandang Lamkiong peng dan Bwe kiam soat, seperti
kedua orang itu membuatnya jemu, lalu dengan nada kereng ia menyambung,
"Jika ada orang merintangimu, mengingat sopan santunmu ini, biarlah nanti
kutahan mereka."
"Tapi....." Yim Hong Peng tambah bingung.
"Tapi apa" Masa kau tidak percaya kepadaku?" bentak si tojin dengan bengis.
Serentak burung gagak itu menyambung, "Kemalangan akan menimpa dan
belum lagi kausadari, kasihan!"
Yim Hong Peng berdiri termangu dengan air muka pucat, ia pandang Lamkiong
peng bertiga dan memandang pula si tojin dan burung gagaknya, katanya
kemudian dengan tergegap, "Bukan Wanpwe tidak percaya kepada ucapan
Cianpwe, soalnya urusanku ini tidak dapat diselesaikan dengan sekata dua
patah saja, pula........"
"Pula apa yang kukatakan sukar untuk dipercaya, begitu bukan maksudmu?"
potong si tojin.
Yim hong-peng diam saja, biasanya diam berarti membenarkan.
Mendadak si tojin bergelak tertawa, "Haha apa yang kukatakan selama ini
hampir tidak pernah disangsikan orang, juga tidak pernah salah menafsirkan
suatu peristiwa, ternyata sekarang keteranganku tidak kaupercayai, agaknya
kau ini memang ingin mampus."
Burung gagak itu juga tertawa terkekeh aneh dan berkata, "Hehe, jika benar
kauingin mati, itu kan gampang..........."
Bola mata Yim Hong Peng berputar, tiba-tiba teringat seseorang olehnya,
serunya, "Hei jangan-jangan Ciapwe ini adalah tokoh serba tahu yang
termashur pada beberapa puluh tahun yang lalu, Thian-ah Totiang adanya?"
SI tojin berambut putih tergelak, "Haha, bagus! Ternyata namaku juga
kaukenal. Ya, memang betul, aku inilah Thian-ah tojin Cuma memberitahukan
kemalangan dan tidak melaporkan kemujuran itu."
"Tapi.....tapi menurut berita yang tersiar di dunia kangouw, konon....konon
sudah lama cianpwe wafat........"
"Wafat apa" Potong si tojin alias Thian-ah totiang dengan tertawa, "Soalnya
beberapa puluh tahun yang lalu aku merasa bosan berkelana lagi di dunia
ramai ini, maka sengaja pura-pura mati dan mengasingkan diri. Tak tersangka
berita ini dianggap benar oleh orang persilatan."
Mau tak mau Bwe kiam soat juga terperanjat. Namun tokoh aneh dunia
persilatan masa lampau ini sudah lama telah didengarnya, diketahuinya orang
ini terkenal sebagi peramal ulung, hampir tidak pernah meleset bilamana dia
meramalkan malapetaka seseorang. Asalkan dia memberi peringatan kepada
seorang, orang tersebut tentu tertimpa bahaya.
Sebab itulah orang dunia persilatan menyebutnya sebagi Thian-ah tojin, kata
"ah" atau gagak biasanya tidak mengenakan pendengaran, namun setiap
orang persilatan tidak ada yang berani bersikap kurang hormat kepadanya.
Lalu dengan serius Thian-ah tojin berkata kepada Bwe kiam soat, "nah apa
yang telah kukatakan tentu sudah kalian dengar dengan jelas."
Tergerak hati Bwe kiam soat, dipandangnya Lamkiong peng sekejap, lalu
mengangguk pelahan.
"Dan tentunya kalian tidak berlain pendapat bila hendak kulepaskan dia dari
malapetaka yang akan menimpanya, bukan?" kata Thian-ah tojin pula.
Bwe kiam soat cukup cerdik, ia tahu meski resminya si tojin menyatakan
menolong Yim Hong Peng terlepas dari malapetaka, tapi sebenarnya pihak
sendirilah yang dibantunya.
Maka cepat ia menjawab, "Jika Cianpwe berpendapat demikian, tentu tidak ada
persoalan bagi kami."
"Jika begitu boleh lekas kau pergi saja, kata Thian-ah tojin sambil memberi
tanda kepada Yim Hong Peng .
Agaknya Yim Hong Peng masih sangsi juga, segera si tojin menambahkan,


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lekas pergi, jika terlambat mungkin akan terjadi perubahan."
Walaupun dalam hati masih penasaran terpaksa Yim Hong Peng menjawab
dengan hormat, "Atas budi kebaikan Cianpwe kelak pasti akan kubalas dengan
setimpal."
Habis itu ia memberi tanda dan membentak, "Pergi!"
Begitulah pihaknya sebenarnya berada dalam posisi yang menguntungkan tapi
sekarang dia berbalik seperti dilepaskan pergi atas kemurahan hati orang,
malahan seperti utang budi terhadap si tojin.
Melihat sikap si tojin ynag berwibawa dengan burung gagaknya yang ajaib,
kawanan lelaki berbaju hitam tadi sudah sama kebat-kebit, sekarang mereka
diperintahkan pergi, tentu saja serupa mendapat pengampunan besar,
berbondong-bondong mereka lantas melangkah pergi dengan cepat.
Yim Hong Peng melototi Bwe kiam-soat sekejap, seperti mau bicara, akhirnya
mengentak kaki dan membalik tubuh, hanya dengan beberapa kali lompatan
saja sudah menghilang dalam kegelapan.
Sejak tadi Lamkiong peng tidak memberi komentar, sesudah Yim Hong Peng
pergi jauh, mendadak ia menghela nafas dan menggerundel, "Ai, kembali kau
tipu orang lagi, kalau tidak ada Tik-heng, aku........" dia seperti sangat
menyesalkan diri sendiri.
Tentu saja Bwe kiam-soat merasa heran.
Sedangkan si tojin berambut putih mendadak tertawa dengan keras, katanya,
"Ini namanya dengan gigi membayar gigi, terhadap kawanan licik dan jahat
itu, apa salahnya menipu beberapa kali."
"Ai tipu menipu betapapun bukan perbuatan yang baik........."Lamkiong peng
menghela nafas menyesal .
Bwe kiam-soat merasa bingung, ia coba bertanya, "Tipu menipu apa?"
Meski dia sangat cerdas, tetap tidak tahu ada tipu menipu apa dalam hal ini.
Si tojin seperti sudah kenal watak Lamkiong peng, ia tidak menghiraukan
omelan anak muda itu, pelahan ia mengelus bulu burung gagak, katanya
dengan tertawa, "Sahabat burung, hari ini besar bantuanmu padaku."
Dengan tangan kanan ia seperti memutuskan sesuatu pada kaki gagak, habis
itu ia angkat tangan kiri dan berkata,"Nah pergilah!"
Mendadak burung gagak itu berbunyi satu kali terus terbang dan menghilang
dalam kegelapan malam.
Bwe kiam soat tercengang dan juga merasa sayang melihat si tojin
melepaskan begitu saja burung gagak ajaib itu serunya, "Ai........apakah dia
akan terbang kembali kepadamu?"
Tojin itu bergelak tertawa, "Haha nona tidak perlu merasa sayang, gagak
semacam ini, bila mau dapat kutangkap sepuluh ekor sekaligus setiap saat."
Dengan bingung Bwe kiam soat memandang Lamkiong peng sekejap, lalu
berkata dengan gegetun,"Ai, sesungguhnya bagaimna urusannya, sungguh
aku tidak mengerti."
"Hahahaha!" Kembali si tojin terbahak.
"Bila bertemu musuh tangguh, yang utama serang batinnya. Tak tersangka
jurus seranganku ini bukan saja dapat mengelabui Ban-li-liu-hian Yim hong
peng itu, bahkan Kong-jiok- Huicu yang termashur juga dapat kukelabui."
Dengan gegetun Lamkiong peng berucap, "Tujuh tahun yang lalu berpisah, tak
tersangka sekarang dapat bertemu pula denganmu di sini, juga tak terduga,
engkau akan membebaskan kesukaranku, terlebih tidak nyana watakmu
ternyata tidak berubah sedikitpun.........."
Tojin itu berhenti tertawa, katanya dengan tergegap, "Terus terang
permainanku yang unik ini sudah sekian tahun tidak pernah kugunakan baru
sekarang lantaran melihat kongcu terancam bahaya maka sekadar
kukeluarkan........"
"Tentu saja kuterimakasih atas pertolonganmu, cuma permainan semacam ini
tetap bukan tindakan lelaki sejati, selama hidupmu bekecimpung di dunia
kangouw, masakah engkau tidak ingin berbuat secara gilang gemilang agar
namamu selalu diingat."
Dia bicara dengan suara halus, tapi mengandung semacam wibawa yang tidak
dapat dibantah.
Air muka si tojin rada berubah, akhirnya menunduk dan tidak bersuara lagi.
Pelahan Lamkiong peng mendekatinya, katanya sambil menepuk pelahan
pundaknya, "Jika kata-kataku terlalu kasar, hendaknya engkau jangan marah.
Maklumlah, bila aku tidak merasa bangga karena mempunyai sahabat serupa
dirimu, tentu aku takkan bicara terus terang padamu. Apalagi engkau telah
membantuku, sungguh aku sangat berterimakasih kepadamu."
SI tojin mengangkat kepalanya dan tersenyum, sorot matanya penuh rasa
persahabatan, kedua orang saling pandang sekejap, mendadak ia genggam
tangan Lamkiong peng dengan erat, katanya, "Selama ini apakah........apakah
engkau baik-baik saja?"
"Aku sangat baik, hendaknya engkau demikian pula," jawab Lamkiong peng.
Bwe kiam soat ternyata sedang termenung, mendadak ia berkeplok dan
berseru, "Aha, tahulah aku!"
Habis itu tahu-tahu ia melompat ke samping si tojin berambut putih dan
memegang tangannya.
Tentu saja Lamkiong peng kaget, "Hei ada apa?"
Dengan tertawa Kiam soat berkata, "Coba lihat, pada tangannya ternyata
benar tersembunyi segulung benang hitam. Haha, burung gagak terbang
mundur, hal ini ternyata permainan sulap belaka. Rupanya pada kaki gagak
terikat benang, lalu ditarik mundur olehnya."
"Nona ternyata sangat pintar, segala apa sukar mengelabui mata telingamu,"
ucap si tojin dengan tertawa.
Lamkiong peng memandang Bwe kiam soat dengan tertawa senang, pikirnya,
"lahiriah dia kelihatan dingin dan sukar didekati, yang benar dia juga punya
hati yang hangat.
Cuma sayang, orang persilatan hanya kenal sikapnya yang dingin dan tidak
ada yang tahu hatinya yang baik."
Tiba-tiba didengarnya Bwe kiam-soat bergumam dengan alis berkerut, "Hanya
mengenai.....mengapa burung gagak itu dapat bicara seperti manusia, hal
inilah yang masih membuatku bingung,"
Tojin itu bergelak, mendadak ia berseru dengan suara yang serak aneh tadi,
"Nona sudah lama berkecimpung di dunia kangouw, masakah engkau tidak
pernah dengar bahwa diantara kaum pengelana itu ada semacam permainan
sulap yang ajaib......."
Suaranya bukan saja aneh, waktu Kiam-soat mengamati, ia tambah
tercengang, sebab bibir si tojin tidak bergerak, tapi jelas suara tersiar dari
mulutnya. Kiam soat coba mengamati lebih teliti lagi, suara yang memang timbul dari
perut si tojin itu kedengaran mirip bunyi perut yang keruyukan pada waktu
perut lapar. "Sulap apa?" tanyanya kemudian dengan tercengang. Meski sudah lama ia
berkecimpung di dunia kangouw, tapi pergaulannya hanya dengan tokoh
kalangan atas, dengan sendirinya ia tidak tahu permainan kaum orang kecil
ini. "Kungfu ini disebut "bicara dengan perut" tukas Lamkiong peng, "yaitu
menggunakan tenaga otot dalam perut untuk menimbulkan suara, bagi tukang
ngamen dunia kangouw, permainan ini tergolong kungfu khas dan sangat
sukar dilatih......"
Sampai disini mendadak si tojin memegang perutnya dan berseru dengan
tertawa, "Haha hanya permainan rendahan saja, buat apa dibanggabanggakan."
Dengan serius Lamkiong peng berucap "Setiap ilmu kepandaian pasti tidak
mudah dilatih, setiap kepandaian mana boleh diremehkan. Yang penting hanya
menggunakan ilmunya itu tepat atau tidak."
"Tak tersangka di kalangan kangouw terdapat aneka ragam ilmu mujuzat
begini, kau bilang ilmu golongan rendah, bagiku justru sangat ajaib, malah
sebelum ini belum pernah kudengar, apalagi melihatnya," ujar Bwe kiam soat.
"Ya dunia seluas ini masih banyak keanehan alam yang belum diketahui,
betapa cerdik pandai seorang terkadang juga tercengang menyaksikan hal-hal
yang sukar dipecahkan dengan akal sehat," kata Lamkiong peng.
"Jika demikian jadi totiang ini bukanlah Thian-ah tojin, lantas siapakah engkau
sebenarnya?" tanay kiam soat dengan heran.
Wajah Lamkiong peng yang serius tadi mendadak timbul secercah senyuman,
agaknya bila teringat kepada nama tojin berambut putih ini, dia lantas merasa
geli. Si tojin berdehem, lalu berucap, "Namaku yang asli ialah Ban Tat, dahulu aku
sering ngendon di rumah Lamkiong-kongcu numpang makan dan nunut tidur
disana." Mendadak ia bergelak tertawa, lalu menyambung, "tapi kawan dunia persilatan
justru menganggap aku bu-kong-put-jip (setiap lubang dimasuki) dan Ban-sutong
(segala urusan apa pun tahu), karena itulah lama-lama nama asliku
lantas dilupakan orang, dan terpaksa aku hanya dikenal dengan nama Ban-sutong,
begitulah adanya."
Ia bergelak tertawa, waktu memandang ke arah Bwe kiam soat, dilihatnya
orang bersikap prihatin tanpa senyum sedikitpun. Dengan heran ia coba tanya,
"Apakah nona merasa namaku ini tidak cocok bagiku?"
Han Bu Kong Jilid 9 Kiam soat menghela nafas, ucapnya dengan sungguh-sungguh, "Jika bukan
seorang maha besar, kalau tidak ada hasrat besar untuk mencari
pengetahuan, bila tidak berpengalaman luas, mana mungkin seorang disebut
serba tahu" Sebab itulah nama ini bagiku hanya menimbulkan rasa kagumku
dan tidak ada sedikitpun yang menggelikan."
Si tojin alias Ban Tat atau Ban-su tong jadi tercengang malah, sungguh ia
tidak menyangka orang justru menaruh hormat kepada kepandaiannya itu.
"Ya, kalau bukan seorang yang maha cerdik, mana mungkin berbicara lain
daripada orang lain semacam ini," tukas Lamkiong peng dengan gegetun.
Ban-su-tong lantas berkata, "Sejak kongcu masuk perguruan Sin-liong,
kebanyakan orang yang dulu ngendon di temapat kongcu itu lantas bubar
juga, aku sendiri terluntang lantung di dunia kangouw tanpa menghasilkan
sesuatu. Kedatanganku ke daerah barat laut sini sebenarnya juga lantaran
mendengar berita pertandingan antara Sin-liong dan Tan hong, ingin
kusaksikan pertarungan yang jarang terjadi ini, sekaligus juga ingin tahu
keadaan kongcu akhir-akhir ini, ternyata kedatanganku sudah terlambat,
setiba di Se-an lantas kudengar berita muncul kembalinya Kong-jiok Huicu,
juga mendengar kabar pertempuran Kongcu dengan pejabat ketua Cong-lam
pai di restoran Thian-tiang-lau. Sungguh sangat senang hatiku mengetahui
kemajuan pesat kungfu Kongcu, tapi juga kuatir atas keselamatanmu, maka
cepat kususul keluar kota, dan........."
"Dan kebetulan telah kaugertak lari Yim hong-peng, kalau tidak mungkin sukar
bagi kami untuk lolos dari kepungan musuh, mengingat di antara kami sudah
ada yang terluka......"
"Celaka!" seru Lamkiong peng sebelum ucapan Bwe Kiam soat selesai, cepat ia
memburu ke samping Tik Yang dan memeriksa keadaannya.
Di bawah cahaya bintang yang remang terlihat Tik Yang tak sadarkan diri,
mukanya kelihatan bersemu hitam.
Nyata ucapan Yim hong-peng bahwa di atas bola berantai beracun bukanlah
gertakan belaka.
Tentu saja Lamkiong peng merasa ngeri melihat keadaan Tik Yang itu, cepat ia
tanya dengan kuatir, "bagaimana perasaanmu, Tik-heng?"
Namun kedua mata Tik Yang terpejam rapat seperti tidak mendengarnya.
Ban Tat ikut memeriksa keadaan Tik Yang, tampak ia pun mengerutkan
kening. "Bagaimana, dapatkah tertolong?" tanya Lamkiong Peng.
Sejenak Ban Tat termenung, katanya kemudian, "Racun yang mengenainya
jelas bukan racun yang kita kenal di daerah Tionggoan, bahakan sekarang
racun sudah menjalar, mungkin........mungkin........."
"Masa tak tertolong lagi?" tukas Lamkiong Peng.
"Kecuali obat penawar buatan Yim hong-peng sendiri dan obat racikan
mendiang "Seng ih" (tabib sakti) yang mustajab, rasanya tidak ada keajaiban
lain yang mampu menawarkan racun ini, sekalipun Kiu-beng-long-tiong (si
tabib penyelamat jiwa) Poh-leng-sian datanh sendiri juga tidak berdaya
mencegah racun yang segera akan menyerang jantung ini. Cuma......"
Belum habis ucapan Ban Tat, mendadak Lamkiong Peng melompat bangun.
Tapi Bwe kiam soat keburu mengadang di depannya dan menegur, "Kau mau
apa?" "Tik-heng terluka lantaran membela diriku, mana boleh kutinggal diam tanpa
menolong menyaksikan ajalnya?" jawab Lamkiong peng.
"Jika maksudmu hendak mencari Yim hong-peng untuk minta obat penawar
padanya, tindakan mu ini tiada ubahnya serupa minta kulit kepada sang
harimau, "ujar Bwe Kiam soat.
"Biarpun minta kulit pada sang harimau juga harus kuusahakn," kata
Lamkiong Peng. Kiam soat menghela nafas, katany kemudian, "Baiklah, biar kuikut pergi
bersamamu."
"Saat ini engkau lagi diincar oleh setiap orang persilatan, mana boleh engkau
ikut menyerempet bahaya?" ujar Lamkiong Peng.
"Segala hal selalu kau pikirkan orang lain, mengapa tidak kau pikirkan dirimu
sendiri juga?"
" Bila setiap urusan selalu berpikir bagi diri sendiri, hidup ini akan berubah
menjadi hina tanpa berharga, "kata Lamkiong Peng dengan gegetun melihat
"putri berdarah dingin" ini tertnyata penuh menaruh perhatian kepdanya.
Segera ia menambahkan lagi, "Hendaknya kautunggu sebentar di sini bersama
Ban-heng, apakah urusan akan berhasil atau tidak, tentu selekasnya
kukembali ke sini."
Kiamsoat tersenyum pedih, katanya, "Jika urusan gagal, apakah engkau dapat
kembali lagi?"
"Pasti kembali!" jawab Lamkiong Peng tegas.
"Jika engkau berjanji sekali pukul gagal segera akan mundur kembali ke sini,
bolehlah aku tidak ikut serta," ujar Kiamsoat dengan rawan.
Sangat terharu hati Lamkiong Peng, tanpa tetahan ia pun membuka isi
hatinya," Biarpun merangkak pun aku akan merangkak kembali ke sini. Cuma
kalian juga harus hati-hati."
"Jangan kuatir, engakau sendiri yang perlu hati-hati, akan ku tunggu disini
sampai kapanpun." Ucap Kiam soat tegas.
Ban Tat memandangi kedua orang itu mendadak ia menghela nafas,
katanya"Apakah nona ini benar Kong-jiok Huicu?"
"Masakah perlu disangsikan?" ujar Lamkiong Peng.
"Sungguh sukar dipercaya Kong-jiok Huicu bisa........" mendadak Ban Tat tidak
melanjutkan ucapannya. Tak diduganya bahwa Kong-jiok-Huicu yang terkenal
berdarah dingin itu bisa menaruh perhatian terhadap orang lain.
Lamkiong Peng berdiri termenung sejenak, ia pandang Kimsoat sekejap, lalu
berucap dengan rasa berat, "Kupergi saja!"
Segera ia berlari pergi dengan cepat.
DI tengah malam remang hanya sekejap saja bayangnnnya lantas menghilang.
Kiam soat menghela nafas, gumamnya, "Ai bilamana engkau benar Thian-ah
tojin tentu dapat kaukatakan padaku baik-buruk akibat kepergiannya ini."
Seorang maha pintar dan maha cerdik, bilamana menghadapi sesuatu yang
merisaukan, biasanya tanpa terasa juga akan mengharapkan bantuan kepada
nasib. Selama hidup Kong-jiok Huicu yang berdarah dingin ini suka meremehkan
orang hidup, mentertawakan orang lain, segala apa yang dipercaya orang
tidak ada yang dipercayanya, sebeb dia tidak memeprhatikan urusan apa pun,
di tidak berperasaan, karena tidak berperasaan menjadi tidak punya rasa
takut, karena tidak takut menjadi tidak percaya kepada nasib dan tidak peduli
kehidupan ini. Tapi sekarang justru timbul rasa perhatiannya yang mendalam dan rasa takut,
jiwa si dia (Lamkiong Peng) seolah-olah jauh lebih penting daripada kehidupan
sendiri. Perasan ini datangnya teramat mendaadak, serupa sekaleng pewarna
yang tumpah dan mendadak membikin merah kehidupannya yang putih pucat.
Ban Tat menghela nafas, katanya, "Kesujudan pasti mendatangkan
keselamatan, kejahatan tak nanti dapat melawan kebaikan, dalam hal ini
kukira nona dapat berbesar hati."
Dlihatnya Bwe kiam soat sedang menengadah dan seprti tidak mendengar
ucapannya, agaknya saat itu orang sedang beranya bagaimana nasib si dia
kepada Thian yang maha kuasa.....
***************
Malam berlalu, fajar mulai menyingsing.
Lamkiong Peng, menarik nafas dalam-dalam, menghirup hawa pagi yang
sejuk, dengan gagah ia masuk ke kota Se-an.
Meski disadarinya maha sulit usahanya akan mendapat obat penawar dari


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan Yim hong-peng, tapi tekadanya sudah bulat, betapapun pendiriannya
takkan berubah.
Keberaniannya yang pantang mundur ini membuatnya sama sekali tidak
menghiraukan mati hidup.
Pasar pagi baru mulai, orang berlalu lalang berjubel memenuhi jalan. Melihat
Kegagahan Lamkiong Peng, orang lain sama menyingkir memberi jalan
padanya, sebab sikap pemuda ini dirasakan membawa semacam keangkeran
yang membuat orang tunduk padanya.
Boh-liong-san-ceng, perkampungan tempat bersemayam Wiki masih sepi, tapi
di tangah kesunyian itu membawa kesiap siagaan yang luar biasa. Delapan
lelaki tegap berbaju ringkas dan bergolok tampak mondar mandir meronda di
depan perkampungan. Sorot mata mereka serupa anjing pemburu yang
mencari mangsanya, selalu mengintai ke balik kabutt pagi seakan-akan ingin
menemukan Leng hiat Huicu yanng telah membikin panik kota tua Se-an itu.
DI tengah kesunyian itu mendadak terdengar suara detak langkah orang,
serentak kedelapan penjaga itu berhenti bergerak dan serentak berpaling ke
arah datangnya suara.
Tertampaklah seorang pemuda berbaju hijau dengan wajah putih kepucatan
dan mata besar bagai bintang kejora muncul dari balik kabut dengan langkah
lebar, sorot matanya yang meneorong tajam memandang sekejap
sekelilingnya, lalu menegur dengan suara berat, "Adakah Wi-cengcu di
rumah?" Kawanan penjaga berseragam hitam itu saling pandang dengan sangsi,
mereka seperti juga terpengaruh oleh sikap pemuda yang berwibawa ini,
meski enggan menjawab, tidak urung seorang diantaranya bersuara juga,
"Hari masih pagi, dengan sendirinya beliau berada di rumah."
Hendaknya lekas dipanggil keluar, ada urusan penting yang ingin kutanyai
dia," kata si pemuda dengan suara agak parau.
Kawanan lelaki berseragam hitam itu semua melenggak, seorang diantaranya
yang bermuka burik mendadak vbergelak tertawa dan berseru, "Haha, kau
ingin kami panggil cencu untuk menemuimu" Hehe, fajar baru menyingsing,
cengcu belum tentu bangun, tapi kauminta beliau keluar untuk menemuimu,
hahaha, sungguh lucu......."
Seorang lagi yang behidung besar menjengek, "Memangnya kau ini siapa"
Berani minta bertemu dengan cengcu segala" Mendingan jika kau Liong thihan
yang sudah lama termashur itu atau Lamkiong Peng yang
menggemparkan baru-baru ini.........."
Mendadak pemuda yang bersikap kereng ini menjawab," Aku sendirilah
Lamkiong Peng adanya!"
Nama Lamkiong Peng sungguh lebih mengguncang daripada bunyi guntur,
Kawanan lelaki berseragam hitam itu sama melenggong memandangi
Lamkiong Peng. Habis itu segera mereka berlari ke dalam kampung sambil
berteriak, "Lamkiong Peng......... Lamkiong Peng datang.........."
Mimpi pun meeka tidak menyangka Lamkiong Peng yang kemarin menempur
Giok-jiu-sun-yang dengan gagah berani itu pagi ini datang sendirian ke Bohliongsan-ceng sini. Dalam sekejap perkampungan yang semula sunyi sneyap itu menjadi gempar,
berita datangnya Lamkiong Peng tersiar dengan cepat, banyak orang datang
ingin melihat bagaimana bentuk pemuda yang perkasa ini, ada juga yang
mengintip dari balik pintu dan celah jendela.
Lamkiong Peng sendiri tetap berdiri menanti di situ dengan tenang.
Sejenak kemudian, tiba-tiba terdengar gema suara orang membentak dari
dalam perkampungan, "DI mana Lamkiong Peng?"
Suaranya berat dan pelahan, tapi menggema hingga jauh, tergetar juga hati
Lamkiong Peng, pikirnya, "Siapakah yang memiliki lwekang sehebat ini?"
Hendaklah maklum bahwa baik Wiki maupun suhengnya, Giok-jiu-sun-yang,
keduanya mesi sama tokoh kelas satu, tapi tenaga dalam orang yang bersuara
ini ternyata sangat mengejutkan dan jelas bukan suara Wiki berdua.
Namun Lamkiong Peng tetap tenang saja waktu ia memandang kedepan,
tertampak sesosok bayangann muncul dari balik kabut pagi setelah berdehem,
lalu berkata lantang, "Dimana Lamkiong Peng?"
Lamkiong Peng tambah sangsi, bayangan orang ini tinggi besar dan berambut
putih, dia inilah Wiki, kepala Boh-liong-san-ceng, tapi suara ini jelas tidak
sama dengan suara pertama tadi, ia menjadi heran apakah mungkin di dalam
sana ada tokoh Bulim kelas tinggi yang lain"
Sembari mengelus jenggotnya, Wiki menatap Lamkiong Peng dengan tajam,
jengeknya, "Untuk apa kau datanh kemari, Lamkiong Peng" Memangnya benar
engkau tidak takut mati?"
Mendadak dengan suara bengis ia membentak,"Bwe leng-hiat! Dimana Bwe
leng-hiat" Apakah kaupun ikut datang?"
Suaranya lantang juga, tapi kalau dibandingkan suara pertama tadi, jelas
bedanya seperti bunyi keleningan dengan suara genta.
Lamkiong Peng menatap sekilas ke belakang Wiki, tertampak di belakangnya
penuh bayangan orang, suara tadi entah diucapkan oleh siapa.
Dengan kaku kemudian Lamkiong Peng balas bertanya,"Dimana Yim hong
peng?" Wiki melengak, tapi segera ia berteriak pula," Mau apa kaucari Yim hongpeng?"
Belum lagi Lamkiong Peng bersuara pula mendadak bayangan orang
berkelebat, tahu-tahu Yim hong-peng sudah berada di depannya, serunya
dengan tertawa, "Haha, kau datang kemari, Lamkiong Peng, bagus, bagus
sekali............."
Segera Wiki sebagai tuan rumah buka suara pula, "Baiklah, jika kalian sudah
berhadapan, marilah silakan bicara di dalam sana."
Di dalam perkampungan kabut tampak lebih tebal disertai bau harum yang
aneh, entah siapa gerangan tokoh kosen macam apa yang tak kelihatan itu
bersembunyi di balik kabut dan bau harum ini.
Namun dengan gagah Lamkiong Peng melangkah masuk di tengan bayangn
orang banyak. Orang-orang yang berkerumun itu sama menyingkir memberi
jalan. Kening Wiki bekerenyit, seperti mau bicara lagi tapi setelah memandang
sekejap ke balik kabut sorot matanya menampilkan rasa jeri sehingga orang
urung buka mulut, dengan menunduk ia lantas mengikut di belakang Yim
hong-peng dan Lamkiong Peng.
Boh-liong-san-ceng yang megah ini mendadak berubah sunyi senyap pula,
yang terdengar hanya suara langkah orang banyak melintasi halaman dan
menuju ke ruangan pendopo.
DI ruangan pendopo terpasang beberapa lentera tembaga, tapi di tengah
kabut tebal yang tampak aneh ini, tampak serupa api setan (api pospor) yang
berkelip di tanah perkuburan sunyi.
Lamkiong Peng menaiki undak-undakan dan menuju ke pintu pendopo,
sekonyong-konyong ia membalik tubuh dan memandang sekeliling,
perkampungan yang megah ini seperti terbenam di dalam kabut melulu hingga
terasa lebih seram dan misterius.
Seketika hati Lamkiong Peng juga timbul semacam perasaan aneh, pada saat
itulah tiba-tiba dekat belandar pendopo bergema pula suara aneh tadi,
"Lamkiong Peng, apakah kedatanganmu ini hendak mencari Yim hong-peng
untuk meminta obat penawar racun?"
Hati Lamkiong Peng tergetar pula, ia berpaling ke atas, di tengah pendopo
yang remang itu suara orang tadi masih mendengung. Karena rasa ingin
tahunya mendorongnya tanpa pikir terus langsung melompat ke atas belandar
sana. Belandar tengah pendopo sangat tinggi, tapi jarak tiga tombak ini tidak
menjadi soal bagi Lamkiong Peng.
Siapa tahu, baru saja tubuhnya meninggalkan permukaan tanah, mendadak
terasa tenaga tidak cukup, ia terkejut, sebisanya tangannya meraih keatas dan
keburu memegang belandar.
Waktu ia pandang keadaan setempat, debu memenuhi belandar itu, mana ada
bayangan orang segala.
Tentu saja ia terkesiap, segera ia melayang turun lagi ke bawah. Dilihatnya
Yim hong-peng sedang memandangnya dengan tersenyum, Cuma senyuman
yang mengandung rasa misterius.
Air muka Wiki tampak guram, pelahan ia mendekati meja dan mengambil
sebatang jarum baja panjang utnuk mengungkit sumbu lampu sehingga
cahaya lampu tambah terang namun tetap sukar menembus kabut yang tebal
dan mengurangi keseraman suasana.
Lamkiong Peng sendiri lagi menyesali diri sendiri mengapa tenaganya bisa
terasa habis setelah lelah semalaman, namu ia tetap tidak gentar, mendadak
ia mendongak dan berseru dengan lantang, "Sahabat ini siapa" Kenapa mesti
main sembunyi dalam kegelapan" Apakah tidak punya keberanian untuk
menemuiku"
"Haha" terdengar Yimhong peng tergelak, "Jika engkau sudah datang kemari,
tujuanmu tentulah ingin minta obat penawar padaku. Akan tetapi saat ini
tenaga murnimu sudah lemah, biarpun kaumain kekerasan juga takkan
terkabul maksud tujuanmu."
Tiba-tiba Lamkiong Peng merasakan telapak tangan sendiri yang berlepotan
debu kotoran belandar itu terasa kaku kejang, seperti dikuasai oleh semacam
tenaga yang menggerakkan otot dagingnya.
Pelahan ia menjawab, "Jika kutukar dengan sesuatu, apakah kau dapat
berikan obat penawarnya?"
"Itu harus diketahui dahulu barang apa yang hendak kautukarkan?" jengek
Yim Hong-peng, "Supaya kautahu biarpun diriku seorang kasar, tapi kalo
Cuma benda mestika biasa atau batu permata bisa saja tidak kupandang
sebelah mata."
Dengan tenang Lamkiong Peng menjawab, "barang yang hendak kugunakan
untuk menukarkan obat penawarmu adalh jiwa orang she Lamkiong ini"
Tergetar hati Wiki.
Yim hong-peng juga melenggak, "Apa katamu" Coba jelaskan lagi?"
Dengan lantang Lamkiong Peng berkata, "Asalkan kauberikan obat
penawarmu, besok kupasti kembali lagi kesini......."
"Meski ingin kupercaya kepada janjimu, tapi........"
"Kutahu janjiku tentu takkan dipercaya olehmu," potong Lamkiong Peng
,"Supaya kalian tidak sangsi, boleh kauberi minum padaku racun yang bekerja
sehari kemudian, lalu serahkan obat penawarmu."
Yim Hong-peng terbahak-bahak, "Haha, bagus, bagus! Tapi ingin kutanya dulu
padamu, sesungguhnya apa alasanmu sehingga kau pandang jiwa orang lain
terlebih penting daripada nyawa sendiri?"
Tanpa pikir Lamkiong Peng menjawab, "Bila orang lain berbudi luhur bersedia
mati bagiku, kenapa aku tidak boleh mati bagi orang lain, kan lebih baik
kumati bagi orang, mati cara demikian pun akan mendatangkan ketentraman
hati." "Haha, betul juga, orang hidup akhirnya pasti mati," seru Yim Hong-peng
dengan tergelak. "Tapi usiamu masih muda belia, di rumah ada ayah-bunda,
ada pula sahabat dan kekasih, jika sekarang harus mati begitu saja, apakah
engkau tidak merasa menyesal?"
Terkesiap juga Lamkiong Peng, mendadak teringat akan pesan tinggalan sang
guru dan rindu ayah-bundanya, hubungan baik sahabat dan cinta kekasih, tapi
ia pun tidak dapat melupakan budi kebaikan Tik Yang yang sekarang sedang
sekarat itu. Dengan senyum mengejek Yim Hong-peng memandang anak muda itu,
disangkanya perkataannya telah menggoyahkan tekad gugur demi
persahabatan anak muda itu.
Tak teduga mendadak Lamkiong Peng menegadah dan berucap tegas, "Mana
obat racunnya?"
Air muka Yim hong peng berubah, juga Wiki dan lain-lain sama terkesiap.
Tiba-tiba dari pojok ruang pendopo yang kelam sana bergema pula suara aneh
itu, "Racun berada di sini!"
Serentak Lamkiong Peng berpaling ke sana, dari tempat yang kelam sana
mendadak melayang tiba sebuah talam. Cara bergerak talam ini sanat aneh,
serupa dipegang oleh sebuah tangan yang tidak kelihatan dan disodorkan
pelahan ke depan Lamkiong Peng.
Sekali meraih Lamkiong Peng pegang talam itu, diatas talam ada sebuah kotak
kemala kecil, tanpa curiga Lamkiong Peng ambil kotak kecil itu, sekali tolak ia
dorong talam kembali ke sana. "Barak", talam kayu membentur dinding dan
ternyata tidak di sambut orang.
Sang surya sudah mulai terbit di ufuk timur, namun cahaya matahari pagi
tetap tidak dapat membelah kabut tebal yang aneh ini, kembali tereium bau
harum sayup-sayup terbawa angin.
Dengan sorot mata acuh tak acuh Yim hong-peng memandang Lamkiong Peng,
terlihat anak muda itu sedang mendongak dan menuangkan isi kotak kemala
yang berupa bubuk putih kedalam mulutnya.
Begitu kukuh dan tegas sikap Lamkiong Peng seolah-olah yang diminum itu
bukan racun segala. Ia angkat secangkir teh yang tersedia di atas meja dan
dibuat kumur. Dirasakan telapak tangan berkejang pula, memegang cangkir
teh saja rasanya tidak kuat lagi. Ia menjadi sangsi masakah racun dapat
bekerja secepat ini"
Setelah menaruh kotak kemala dan cangkir teh di atas meja, dengan suara
berat ia berkata, "Sekarang serahkan obat penawarnya."
"Obat penawar apa?" tanya Yim hong peng.
Seketika Lamkiong Peng menarik muka, bentaknya, "kau.....jadi kau......."
"Racun yang kauminum kan bukan pemberianku," jengek Yim hong-peng,
habis berkata, lengan bajunya mengebas dan segera ditinggal pergi.
Seketika hati Lamkiong Peng panas seperti dibakar. Ia tidak tahan lagi, segera
ia menubruk ke arah Yim hong-peng.
Namun Yim hong peng tetap melangkah ke depan dengan tenang, tampaknya
Lamkiong Peng segera akan menerrjang tuubuhnya, siapa tahu mendadak
serangkum angin keras meyambar tiba dari balik kabut tebal sana, meski tidak
bersuara, tapi kekuatannya sukar untuk ditahan.
Seketika Lamkiong Peng merasa seperti didiorong oleh kekuatan dasyat, tanpa
kuasa ia terhuyung-huyung dan akhirnya jatuh terduduk di atas kursi.
Menyaksikan itu, Wiki menghela nafas panjang, mendadak ia bertindak keluar
dengan langkah lebar. Sedangkan Yim hong peng lantas membalik tubuh
dengan pelahan.
Setelah menenangkan diri, dengan gusar Lamkiong Peng membentak,"Bangsat
yang tidak pegang janji, kau........."
Dari balik kabut ada orang yang menjengek, "Hm, memangnya siapa yang
pernah berjanji akan memberi obat penawarnya kepadamu?"
Saking gemasnya hingga Lamkiong Peng tidak sanggup bicara lagi.
Terdengar suara aneh di balik kabut berkata pula, "Sekali kau masuk
perkampungan ini berarti jiwamu sudah tergenggam di dalam tanganku,
masakah ada hak bagimu untuk bicara tentang tukar menukar obat penawar
segala?" Ucapan ini sangat menyakitkan hati Lamkiong Peng, hatinya serasa terkoyakkoyak,
rasa murka dan sedih setelah tertipu, rasa cemas dan putus asa
membangkitkan sisa tenaganya yang terakhir, mendadak ia menubruk kesana,
diterjangnya bayangan di balik kabut yang tebal itu.
Akan tetapi baru saja tubuhnya melompat ke atas, kontan ia tidak tahan dan
jatuh menggeletak lagi ke tanah, sayup-sayup didengarnya suara jengekan
orang, remang-remang sesosok bayangan orang seperti mendekatinya dari
balik kegelapan sana.
Akan tetapi kelopak matanya terasa sedemikian berat sehingga sukar terbuka
lagi, samar-samar hanya terlihat sepasang sepatu yang mengkilat pelahan
bergeser mendekat...........
**********************
Suara langkah kaki yang berat dari jauh mendekat dari pelahan bertambah
keras........ Sinar sang surya yang baru terbit menembus celah-celah tirai dan menyinari
kelambu barsulam bunga, tempat tidur yang menyiarkan bau harum
semerbak. Bersama dengan mendekatnya suara langkah orang, mendadak kelambu
tersingka, seorang pemuda cakap segera berbangkit dan duduk ke tepi
ranjang, mukanya kelihatan pucat, sinar matanya gemerdep takut seperti
orang yang merasa berbuat dosa.
Cahaya sang surya yang menyilaukan itu membuatnya mengalingi mukanya
dengan sebelah tangan, ia tidak berani menatap sinar marahari, sebab ia
kuatir sinar sang surya akan menerangi kejahatan yang tersembunyi dalam
lubuk hatinya. Suara langkah kaki tadi mendadak berhenti di depan pintu. Muka pemuda itu
bertambah pucat, segera ia hendak berdiri, tak terduga dari balik kelambu di
belakangnya lantas berjangkit suara tertawa genit, sebuah tangan putih mulus
telah memegang pergelangan tangannya sambil menegur, "He kaumau apa?"


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan rasa gugup pemuda itu memandang ke arah pintu.
Kembali suara tertawa di belakang kelambu bertanya lagi, "boleh kau tanya
siapa yang diluar".........Tanyalah, kanapa takut?"
Pemuda itu berdehem terlebih dahulu, lalu bertanya dengna suara berat,
"Siapa itu"!"
Meski Cuma satu kata yang sedehana, tyapi baginya serasa telah banyak
memakan tenaga.
Di luar lantas bergema juga orang berdehem. Dengan gugup pemuda pucat itu
duduk kembali ke tempat tidur. Terdengar suara seorang menjawab dengan
rasa takut-takut, "Apakah Tuan tamu ingin meminta sesuatu?"
Pemuda pucat ini mengusap keringat dingin yang membasahi dahinya, sambil
menghela nagas lega, lalu berteriak, "Tidak!"
Segera bergema pula suara tertawa nyaring di balik kelambu.
Pemuda pucat itu menghela nafas, katanya, "Ai kukira.........kukira Toako yang
berada diluar. Semalam aku..........bermimpi buruk sebentar mimpi suhu
merangket diriku, lain saat mimpi toako lagi mendamprat diriku dan.............."
Pemuda pucat itu menunduk, mandadak tangan putih mulus itu menariknya
sehingga pemuda itu jatuh kedalam rangkulan yang hangat dan harun
sehingga tidak sanggup lagi melepaskan diri lagi serupa seekor kelinci jatuh ke
dalam perangkap si pemburu.
Pelahan kelambu tertutup lagi, sejenak kemudian sebelah kaki yang putih
bersih pun terjulur ke tepi ranjang yang berguncang pelahan.......
"Adik Tim," terdengar suara lembut bergema pula di balik kelambu, "andaikan
benar Toako datang, lantas bagaimana?"
"Aku....aku........" Agaknya pemuda itu tidak sanggup menjawab.
Kaki putih tadi tampak terjulur lemas, lalu sampai lama tiada suara lagi di balik
kelambu. Kemudian sbeleh kaki yang lain juga menjulur kebawah, lalu seorang
perempuan cantik dengan rambut kusut pelahan berdiri, bajunya yang tipis
melambai ke bawah sehingga menutupi kakinya yang indah.
IA membetulkan rambutnya sambil mengehela nafas gegetun, katanya, "Adik
Tim, kutahu engkau benar masih suka padaku."
Pemuda pucat itu pun muncul dari balik kelambu dan memandang perempuan
menggiurkan itu dengan melenggong, katanya kemudian, "Aku.....aku
memang suka padamu, namun toako setiap saat dapat.........dapat datang,
sungguh aku sangat.........sangat takut."
Perempuan cantik menggiurkan yang habis main pat gulipat dengan pemuda
pucat ini ialah Kwe giok-he, mandadak ia berpaling ke sana dan menatap
pemuda itu dengan tajam, katanya, "Jika selamanya toako takkan kembali
lagi, lantas bagaimana?"
Pemuda bermuka pucat itu bukan lain ialah Ciok Tim, ia melenggak sejenak
lalu berucap dengan heran. "Toako takkan kembali lagi?"
Giok he mendengus pelahan ia melangkah ke sana dan duduk di kursi,
katanya, "Jika dia tidak mati kan seharusnya sudah lama di datang ke Se-an?"
Air muka Ciok Tim tambah pucat, katanya dengan tergagap,
"Mak.....maksudmu......."
Mendadak Giok he memotong, "Tempo hari ketika di puncak Hoa san sudah
kulihat jurang diluar rumah gubuk itu, setiap saat dapat terjadi malapetaka,
bisa jadi di sana tersembunyi sesutau kejahatan yang belum terbongkar. Tentu
kaulihat juga wajah mayat itu penuh rasa kejut dan takut, padahal tubuh
mayat itu tidak terdapat tanda luka senjata atau pukulan jelas dia mati karena
ketakutan."
"Mati ketakutan?" Ciok Tim menegas dengan melongo.
Giok he mengangguk, katanya pula, "kemudian ketika kau susul tiba,
bukankah kaulihat tiba-tiba aku bersenyum?"
"Kukira engkau tersenyum kepada.......kepadaku," kata Ciok Tim.
"Biarpun kusenang karena melihatmu, namun senyumanku itu adalah karena
kudengar, suara jeritan ngeri di bawah jurang itu."
"Jeritan ngeri" Kenapa aku tidak mendengar?"
"Waktu itu engkau lagi asyik memperhatikan diriku, dengan sendirinya tidak
mendengar, namun dapat kudengar dengan jelas jeritan yang keras dan
cemas itulah suara Toakomu. Coba kaupikir, menuruti watak Toakomu yang
keras, bilamana dia tidak mengalami sesuatu musibah, mana bisa dia
mengeluarkan jeritan ngeri tiu."
Ciok tim terkesima bingung, entah merasa senang, bersyukur, gelisah atau
sedih. Sembari menggulung rambutnya, Giok he berkata pula dengan pelahan,
"Semula aku belum berani memastikannya, tapi setelah sekian hari tiada
kelihatan bayangan Toakomu, bila dia tidak mati, mustahil sampai sekarang
tidak muncul lagi di sini. Dengan nama dan bentuknya, begitu masuk kota Sean
pasti akan dikenal orang dan segera tersiar."
Bola mata Giok he mengerling dan tersembul senyuman puas yang sukar
diraba, lalu berkata pula, "Setelah bertemu dengan perempuan iblis itu,
sekalipun semalam Lo-ngo (kelima, maksudnya Lamkiong Peng) dapat
menyelamatkan diri, tentu selanjutnya juga tidak berani lagi emnongol di
dunia kangouw, bahkan pulang ke rumah saja mungkin juga tidak berani......."
Ia sengaja menghela nafas, namun senyumnya bertambah cerah, sambungnya
lagi, "Tak tersangka Anak murid Ji-hau-san-ceng akhirnya tersisa kita berdua
saja, betapa besar perusahaan yang ditinggalkan suhu itu terpaksa harus
kuurus sendiri. Ai, selanjutnya engaku harus membentuku adik Tim."
Ciok Tim tidak menoleh, bahkan melengos ke arah lain, sebab saat itu air
matanya berlinang memenuhi kelopak matanya, entah air mata terharu,
meyesal atau sedih.
***********************
Menjelang lohor, Giok he dan Ciok Tim tamapak keluar dari hotel. Langkah
Ciok Tim diperlamabat sehingga bertahan suatu jarak tertentu di belakang Kwe
giok-he. Jarak yang layak seorang sute mengiringi sang suci. Namun sinar
matanya tanpa terasa selalu jatuh ke arah pinggang Giok he yang ramping.
Jalan raya di tengah kota Se-an jelas berbeda daripada biasanya, hal ini
disebabkan kegemparan yang terjadi semalam, sampai saat ini perasaan
penduduk masih belum tentram kembali. Juga lantaran toko-toko yang
memasang panji "grup Lamkiong" hari ini sama tutup, jelas disebabkan
mengalami suatu kejadian yang luar biasa.
Dengan tenang Giok he melangkah ke arah Boh-liong-ceng, namun segala
sesuatu di sekelilingnya tidak terlepas dari pengematannya.
Sebab itulah dia tidak menumpang melainkan lebih suka berjalan.
Jalan raya yang kelihatannya tentram tapi jelas ada kelainan itu akhirnya
bergema suara derap kaki kuda dari kejauhan sana. Waktu Giok-he menoleh,
dilihatnya tiga ekor kuda tinggi besar dengan pelana yang mengkilat muncul
dari belakang. Kuda belang yang di depan ditunggangi seorang pemuda gagah berbaju satin
dan muka cakap, pedang bergantung di pinggangnya, tubuhnya yang
jangkung duduk tegak di atas pelana, sorot matanya yang menampilkan sinar
kepongahan mengerling kian kemari seperti tiada seorang pun di dunia ini
terpandang olehnya.
Tapi ketika melihat lirikan mata Kwe giok-he, mendadak pemuda itu menahan
kudanya, "tring", sarung pedang bersepuh emas menyentuh pelana kuda dan
menimbulkan suara nyaring, tanpa menghiraukan sopan santun ia memandang
Giok-he dari atas ke bawah dan sebaliknya dengan cengar-cengir.
Air muka Ciok Tim berubah masam, sedapatnya ia manahan rasa gusarnya
dan tidak menghiraukan sikap orang yang kurang ajar itu.
Sebaliknya sikap Giok-he meski kelihatan prihatin, tapi lirikannya serupa
sengaja dan tak sengaja justru mengerling lagi dua kejap ke arah orang, lalu
menunduk. Karena itu pemuda penunggang kuda itu tambah berani, pelahan ia terus
mengintai di belakang Giok-he, sorot matanya tidak pernah meninggalkan
pinggang Giok he yang ramping menggiurkan itu.
Kedua penunggang kuda lain yang mengikut dibelakangnya adalah dua kacung
yang juga berdandan perlente, keempat mata mereka yang besar juga sedang
memandang Giok he dengan penuh minat.
Dandanan kedua anak ini serupa, bahkan wajah dan perawakan juga sama,
namun sikap dan gerak-geriknya agak berbeda, kalau yang satu tampak pintar
dan lincah, yang lain kalihatan pendiam dan prihatin serupa orang dewasa.
Ciok Tim tidak tahan lagi akan rasa gusarnya, ia menyusul ke dekat Kwe giokhe.
Si pemuda berbaju perlente memandang sekejap, mendadak ia tertawa, lalu ia
melrikan kudanya cepat ke depan.
"Hm kurang ajar benar orang ini! jengek Ciok Tim
Kacung sebelah kanan mendadak menahan kudanya dan menegur dengan
mata melotot, "Apa katamu?"
Sedangkan kacung yang lain lantas mencambuk pantat kuda kawannya dan
mengomel,"sudahlah, lekas berangkat, cari gara-gara apa lagi?"
Setelah kedua kacung itu pun melarikan kudanya ke depan, dengan tersenyum
Kwe giok-he tanya Ciok Tim, "Kau kira orang macam apakah pemuda tadi?"
"Hm, besar kemungkinan anak kemarin sore yang baru tamat belajar,
mungkin anak keluarga hartawan yang biasa berbuat tidak semena-mena,
"jengek Ciok Tim.
Giok-he memandangi bayangan punggung ketiga orang di depan sana,
katanya, "Tampaknya tidak rendah ilmu silat mereka, tentu dari perguruan
ternama." Diantara kerlingan dan kerut keningnya agaknya timbul lagi sesuatu
pikirannya, hanya hal ini tidak dilihat oleh Ciok Tim.
Setelah melintasi lagi dua simpang jalan tertampaklah gedung megah dengan
halaman luas, itulah Boh-liong-ceng, tempat kediaman Wiki.
Baru saja mereka sampai di depan gerbang perkampungan itu, terdengarlah
derap kaki kuda yang ramai, ketiga pemuda penunggang kuda tadi telah
menyusul tiba. Seketika air muka Ciok Tim berubah, gumamnya, "Hm,
tampaknya mereka sengaja menguntit kita."
"Jangan cari perkara," ujar Giok he dengan tersenyum.
Tiba-tiba si pemuda perlente penunggang kuda tadi melompat turun dari
kudanya dan tepat berdiri di samping Giok-he.
Dengan mendongkol Ciok Tim lantas memburu maju dan melototi orang
dengan sikap bermusuhan.
Selagi pemuda perlente itu hendak menyapa, sekonyong-konyong pintu
gerbang perkampungan megah itu terkuak, menyusul terdengarlah gelak
tertawa lantang, tertampak Wiki dan Yim-hong peng muncul dari dalam,
sembari berseru, "Aha, rupanya ada tamu dari jauh, maaf jika tidak kusambut
selayaknya!"
Dengan wajah berseri si pemuda perlente lantas berpaling ke sana dan
memberi salam hormat.
Diam-diam Ciok Tim berkerut kening, ia heran orang macam apakah pemuda
ini sehingga Wiki merasa perlu menyambut keluar.
Di luar dugaan, Wiki hanya menyapa, sekedarnya saja kepada pemuda
perlente itu, lalu langsung menghampiri Kwe giok-he dan berucap, "Liong hujin
sungkan bermalam di tempatku ini, tentu semalam telah beristirahat dengan
tenang." "Terimakasih atas perhatian Wi-locianpwe," kata giok he, sambil memberi
hormat. Baru sekarang Ciok Tim tahu bahwa yang hendak di sambut oleh Wiki ternyata
mereka berdua bukan pemuda perlente tadi.
Sebaliknya pemuda perlente tadi merasa kikuk karena yang disambut tuan
rumah ternyata bukan dirinya, dengan tercengang ia pandang Wiki dan Giok
he. Ketika dilihatnya Ciok Tim sedang meliriknya dengan sikap mengejek, seketika
dia mendelik, dengan suara dongkol, ia menjengek, "Apakah tempat ini
memeng betul Boh-liong-ceng?"
Dengan sinar mata gemerdep Yim hong-peng menanggapi, "Betul, apakah
saudara ini bukan serombongan dengan Liong-hujin?"
Pemuda itu menjengek, "Kudatang dari Tong-thian-kiong di puncak Kun-lunsan,
siapa Liong-hujin belum pernah kukenal."
Seketika hati Giok he, ciok Tim, Wiki dan Yim hong-peng sama tergetar.
"Aha, kiranya anda ini murid Kun-lun pai, silakan masuk, kebetulan meja
perjamuan sudah siap, marilah kita minum bersama barang satu-dua cawan,
seru Wiki. Hendaknya dimaklumi anak murid Kun-lun pai sangat jarang muncul di dunia
kangouw. Biasanya orang kangouw juga sedikit sekali yang berkunjung ke
Kun-lun-san, sejak dahulu Put-si-sin-liong mengalahkan Ji-yan Tojin, ketua
Kun-lun-pai dipuncak pegunungan itu, berita mengenai murid utama Ji-yan
Tojin yaitu Boh-in-jiu Tok put-hoan, sangat menonjol di dunia kengouw dan
merupakan salah seorang jago pedang yang disegani.
Bahwa pemuda perlente ini adalah murid Kun-lun-pai, mau tak mau Wiki harus
melayaninya dengan cara lain. Ban-li-liu-hiang Yim hong-peng lantas ikut
menyambut juga dengan hormat seakan-akan dia adalah tuan rumahnya.
Sikap pemuda perlente itu tampak tambah congkak, tanpa sungkan ia lantas
mendahului masuk ke dalam Boh-liong-ceng.
Diam-diam Ciok Tim mendongkol, dengan suara tertahan ia membisiki Kwe
giok-he, "Jika orang ini saudara seperguruan Boh-in-jiu itu, artinya dia juga
musuh Ji-hau-san-ceng kita, rasanya aku ingin menjajalnya, ingin kutahu
betapa lihainya anak murid Kun-lun-pai."
"Berbuatlah menurut gelagat, jangan sembarangan bertindak," desis Giok-he
sambil menarik ujung bajunya.
Sementara itu sang surya sudah memancarkan cahayanya yang gilang
gemilang, kabut tebal tadi sudah tersapu lenyap, suasana misterius yang
meliputi ruang pendopo tadi pun lenyap.
Di tengah ruangan memang benar sudah siap meja perjamuan, dengan
tertawa Wiki lantas berseru, "Liong-hujin..........."
Belum sempat ia menyilakan duduk orang, sekonyong-konyong si pemuda
perlente tanpa sungkan lantas menduduki tempat utama seakan-akan tempat
itu memang disediakan untuk dia.
Selaku tuan rumah, tentu saja Wiki berkerut kening dan kurang senang, ia
pikir biarpun anak murid Kun-lun-pai seyogyanya juga tidak boleh sesombong
ini. Ciok Tim juga lantas mendengus menyatakan rasa tidak senangnya. Namun
pemuda perlente itu sengaja menengadah dan tidak menghiraukan cemooh
orang lain. Giok-he hanya tersenyum saja dan duduk di tempat seadanya, Ciok Tim juga
tidak enak untuk bicara, terpaksa ia menahan perasaannya dan duduk di
samping Giok-he.
Dengan sendirinya Wiki tidak dapat memperlihatkan rasa marahnya, ia hanya
berdehem dan coba menyebutkan nama Kwe giok-he, Ciok-Tim dan Yim hongpeng,
maksudnya agar pemuda perlente itu terkejut dan dapat lebih tahu diri.
Siapa tahu nama ketiga orang ternyata tidak membuatnya gentar, ia hanya
menyapa pandang mereka sekejap, lalu ia menyebut nama sendiri dengan
nama dingin, "Dan namaku Cian Tong-lai."
Lalu tidak bicara lebih banyak lagi, juga tidak bergerak dari tempat dudukhya,
hanya dipandangnya wajah Giok he yang cantik itu dua tiga kejap, entah dia
sengaja berlagak angkuh atau memang masih hijau sehingga tidak kenal nama
tokoh dunia persilatan yang menonjol ini.
Wiki juga mendongkol melihat sikap orang yang sombong itu, ia pikir biarpun
Tok put-hoan juga tidak berani bersikap seangkuh ini.
Setelah menyilakan tetamunya minum, dengan tertawa Wiki berkata,
"Agaknya Cian-heng belum lama terjun ke dunia kangouw, tapi kalau
dibicarakan sesungguhnya kita pun bukan orang luar. Beberapa tahun yang
lalu ketika suhengmu Toh-siauhiap baru turun dari Kun-lun-san, dia juga
mampir ke tempatku sini dan saling sebut sebagai saudara denganku haha....."
Mendadak si pemuda perlente yang mengaku bernama Cian Tong-lai itu
memotong, "Toh put-hoan adalah sutitku."
Tentu saja semua orang melenggak, sungguh sukar dipercaya Toh put-hoan
yang lebih tua itu ternyata murid keponakan pemuda she Cian ini.
Sambil tertawa Cian Tong-lai menenggak secawan arak lagi, lalu menuding
kedua kacung yang berdiri di pojok ruangan itu dan berkata, "Kedua bocah
itulah baru terhitung satu angkatan dengan Toh put-hoan."
Baru sekarang Yim hong-peng dan Wiki terkejut. Cepat Wiki berkata dengan
menyengir, "O, maaf, jika begitu lekas kedua saudara cilik silakan duduk juga
untuk minum bersama."
Anak yang bersikap prihatin itu berucap, "Susiok hadir disini, kami tidak berani
ikut duduk."
Kacung yang lain menambahkan dengan tertawa, "Asalkan lain kali bila kami
berkunjung lagi ke sini jangan Wi-cengcu menyuruh kami berdiri di sini."
Muka Wiki berubah merah, didengarnya kacung tadi berseru pula dengan
tertawa, "Wah, tak tersangka nama Toh-suheng sedemikian tersohor di dunia
kangouw, bila tahu tentu Toasupek akan sangat senang."


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cian Tong-lai menyapu pandang sekejap lalu menyambung dengan ketus,
"Kedatanganku ini adalah karena nama WI ceng-cu yang termashur bermurah
hati dan gemar mengumpulkan orang pandai dan bijaksana........"
Dengan sorot mata tajam ia memandang Wiki sekejap, seketika air muka Wiki
bertambah merah. Maka Cian Tong-lai menyambung lagi. "Selain itu, ingin
juga kucari kabar tentang Toa sutitku itu."
Berubah juga air muka Ciok Tim sambil memandang Giok he sekejap.
Pelahan Cian Tong-lai berkata lagi, " Sejak meninggalkan Kun-lun-san, hanya
beberapa tahun pertama saja masih ada kabar beritanya, tapi akhir-akhir ini
tidak terdengar lagi sesuatu beritanya........"
Sampai di sini sinar matanya berkelebat ke arah Ciok Tim, lalu menyambung
dengan nada bertanya, "Jangan-jangan sahabat she Ciok ini mengetahui akan
jejak Toasutitku itu?"
Tergetar hati Ciok Tim sehingga arak tercecer dari cawan yang dipegangnya.
Lekas Giok he menyela, "Nama Boh-in-jiu memang sudah lama kami dengar,
Cuma sayang tidak pernah bertemu, cara bagaimana kami tahu jejaknya?"
Apa betul begitu?" jengek Cian Tong-lai.
Senyum Giok he tambah menggiurkan, katanya, "Ucapan murid Sin-liong-bun
kukira tidak perlu disangsikan."
Mendadak sebelah tangannya menekan, cawan arak mendadak amblas ke
dalam meja, ketika tangannya terangkat, cawan arak ikut mumbul juga,
gerakannya cepat dan gesit, apa yang terjadi itu cuma sekejap saja.
Air muka Cian Tong-lai sedikit berubah, ia pandang wajah Giok he yang cantik
itu, mendadak ia bergelak tertawa, katanya, "Seumpama Hujin bukan anak
murid Sin-liong-bun juga kupercaya penuh kepada keteranganmu."
Mendadak Ciok Tim mendengus.
Yim hong-peng tertawa, katanya, "Arak dan hidangan sudah dingin, ayolah
jangan mengecewakan maksud baik tuan rumah..........."
Belum lenyap suaranya, mendadak terdengar deru angin keras dari udara,
suasana menjadi gelap, berbareng itu terdengar pula suara burung, beberapa
ekor elang terbang lewat di depan pendopo, habis itu lantas terbang mengitar
di halaman, seluruhnya ada tujuh ekor burung elang.
Berubah air muka Wiki, serentak ia bangkit berdiri.
Si kacung yang lincah lantas berseru dengan tertawa, "Hihi, tak terduga di sini
juga ada elang sebesar ini, sungguh menarik."
Baru habis ucapannya, sekonyong-konyong ia melompat miring ke atas, kedua
tangannya terpentang terus menubruk ke tengah kawanan elang yang terbang
mengitar itu. Kacung itu bergerak dengan santai, tapi meluncur secepat kilat, bajunya yang
perlente itu berkelebat, tahu-tahu sebelah tangannya sudah berhasil
menangkap sayap salah seekor elang itu.
"Bagus!" seru Giok he sambil berkeplok tertawa.
Elang itu bersuara kaget, keenam ekor elang yang lain serentak terbang balik,
sekaligus mereka hendak mematuk si kacung.
Tiba-tiba dari kejauhan ada suara jepretan busur dan bentakan orang, "Pukul!"
Berbareng itu selarik sinar hitam menyambar tiba.
Semua itu hanya terjadi dalam sekejap, belum lagi tubuh si kacung turun ke
bawah, tahu-tahu cahaya hitam itu sudah menyambar, paruh keenam ekor
elang yang tajam itu pun akan mengenai tubuhnya.
Baru saja Giok-he berseru "bagus", seketika ia menjerit pula, "Celaka!"
Yim hong-peng, Wiki, Cian Tong-lai juga berseru kuatir, si kacung
mengendurkan cengkramannya, kedua kaki di tekuk, ia berjumpalitan sekali di
udara, lalu turun ke bawah dengan enteng, walaupun begitu ujung bajunya
juga telah tertembus oleh cahaya hitam tadi.
Kacung yang lain tidak tinggal diam, ia pun membentak, "Lihat serangan!"
Sekaligus tujuh titik perak terpancar ke depan menyerang ketujuh ekor elang.
Keenam ekor elang berbunyi kaget dan terbang ke udara, seekor sempat
tersambit oleh senjata rahasia si kacung dan jatuh ke tanah bersama si kacung
pertama tadi. Cahaya hitam tadi masih menyambar ke depan dengan kencang dan "crat",
menancap di dinding, nyata tenaga pemanah itu sangat kuat.
Dengan muka kelam Cian Tong-lai berbangkit dan berkata, "Wi cengcu, apa
cara demikian Boh-liong-ceng meladeni tamunya?"
Belum lenyap suaranya segera terdengar pula orang berteriak lantang di luar,
"Tujuh elang menjulang ke udara, gemilang usaha kami malang melintang.
Air muka Wiki berubah seketika, gumamnya, "Jit-eng-tong (Klik tujuh elang)!"
Pada saat itulah seorang lelaki berbaju hitam muncul dengan membawa
sehelai kartu merah besar dan dihaturkan kepada Wiki. Waktu Wiki membuka
dan membacanya, ternyata kartu merah itu tidak terdapat tulisan apa pun
melainkan Cuma terlukis tujuh ekor burung elang yang berwarna berbeda
dengan gaya yang berlainan dan kelihatan seperti elang hidup.
"Tamu agung silahkan masuk!" segera Wiki berseru sambil memburu keluar.
Kening Yim hong-peng bekerenyit sambil bergumam, "Jit-eng-tong...........Jitengtong!" Lalu ia pun melangkah keluar.
Cian Tong-lai memandang bayangan punggung kedua orang itu, sinar matanya
menampilkan nafsu membunuh, ia coba tanya si kacung yang jatuh tadi, Giokji,
apakah kau terluka?"
Giok-ji menggeleng pelahan, namun mukanya kelihatan pucat, sikapnya yang
lincah dan periang tadi kini tak tertampak lagi.
"Boleh juga anak ini, tampaknya dia Cuma terkejut oleh sambaran anak panah
dan tidak menjadi alangan," ujar Giok-he.
"Hm, anak murid Kun-lun mana boleh........."
Belum lanjut jengekan Cian Tong-lai, sekonyong-konyong berkumandang
suara orang ramai dari halaman sana. Tiba-tiba elang yang terluka tadi
pentang sayap hendak terbang ke udara, tapi sekali tangan Cian Tong-lai
menuding "crit", kontang elang yang baru melayang setinggi manusia itu jatuh
lagi ke lantai.
"Khikang yang hebat!" seru Giok-he memuji sambil melirik Ciok Tim,
tertampak air mukanya berubah. Sungguh tak tersangka anak muda yang
congkak itu memiliki kungfu selihai ini, agaknya lebih hebat dari pada ketua
Kun-lun-pai sendiri.
Pada saat itulah dari balik gunung-gunungan halaman sana bergema bentakan
seorang, menyusul sesosok bayangan tinggi besar melayang tiba, ia
berjongkok dan menjemput bangkai elang tadi, di bawah sinar sang surya
kelihatan rambutnya yang putih dan sorot matanya yang guram, orang tua
yang tinggi besar dengan baju perlente ini kelihatan sedih sehingga tangan
yang memegang bangkai elang rada gemetar.
Ia berdiri termangu sejenak, lalu bergumam seperti mau menangis, "O, siauang........
kau.......kau mati!......"
Dari balik gunung-gunungan sana lantas muncul pula enam kakek berjenggot
dan rambut ubanan, semua dengan baju perlente, namun dari gerak geriknya
tidak terlihat ketuaan mereka.
Muka keenam kakek ini tidak sama, dandanan mereka serupa, hanya pinggang
masing-masing terikat tali sutera berlainan warna.
Seorang diantaranya berwajah putih bermata tajam dan selalu tersenyum, tali
pinggangnyya berwarna putih, muncul diapit oleh Wiki dan Yim hong-peng.
Ketika melihat si kakek bertali pinggang merah lagi berduka memegangi
bangakai elang, segera kakek muka putih bertanya, "Ada pada, Jit-te" Apakah
siau-ang terluka?"
"Mati.......bahkan sudah mati......"gumam si kakek tali merah, mendaak ia
berteriak murka, "Siapa yang membunuhnya.....siapa........."
Suaranya keras mendengung memekak telinga. Tanpa terasa si kacung yang
bernama Giok-ji tergetar mundur setindak.
Mendadak si kakek bertali merah berpaling, sorot matanya terpancar tajam,
sambil memegang bangkai elang ia terus menubruk maju, sebelah tangannya
segera meraih pundak si kacung.
Giok-ji seperti tertegun oleh keberingasan orang, ingin mengelak, tapi tidak
keburu lagi, pundak terasa kencang dicengkram tangan si kakek.
"Siau-ang terbunuh olehmu bukan?" bentak si kakek.
Kacung itu terkesiap, tapi tangan kanan mendadak bekerja, hiat-to bagian iga
si kakek hendak ditutuknya.
Terkejut juga si kakek oleh serangan ini, sedikit menggeliat dapatlah ia
menghindar, tak tersangka kaki kiri si kacung juga lantas melayang ke depan,
mengarah selakangan si kakek.
Dalam keadaan demikian bila si kakek tidak lepas tangan, seketika dia bisa
menggeletak binasa.
Terpaksa si kakek menyelamatkan diri lebih dulu, ia melompat mundur.
Tak terduga pundak segera terasa kesemutan, tahu-tahu dicengkram orang,
suara orang yang ketus bergema di samping telinganya, "Akulah yang
membunuh binatang piaraanmu itu."
Kejadian ini berlangsung dengan cepat dan membuat semua orang
melenggong. Dengan kuatir cepat Wiki berseru, "He, Cian siau-hiap........Ang
jitya, ada urusan apa marilah bicara secara baik-baik!"
Serentak keenam kakek berbaju perlente juga memencarkan diri dan
mengepung Cian Tong-lai dan kedua kacungnya di tengah.
Namun Cian Tong-lai menghadapi mereka dengan santai saja, ia tetap
mencengkram pundak si kakek bertali merah, dengan tak acuh ia pandang
keenam kakek itu satu persatu, sama sekali tidak gentar terhadap ketujuh
kakek yang terkenal sebagai Thian-hong-jit-eng (tuju elang menembus langit)
Ketujuh piaokiok (perusahaan pengawalan) yang termashur sejak 30 tahun
yang lampau. Si kakek bertali merah tidak dapat berkutik, hanya mata mendelik dan jenggot
seakan-akan menegak, bahkan juga tidak berani bersuara. Sebab dirasakan
ada arus tenaga kuat tersalur dari Koh-cing-hiat di bagian pundak menembus
ke dalam tubuh, bilamana tubuh sendiri sedikit meronta, bukan mustahil
tenaga tidak kelihatan itu akan bekerja keras dan menggetar putus urat nadi
jantungnya. Keenam kakek berbaju perlente dari Thian-hong-jit-eng itu sangat gusar, tapi
tidak berani sembarang bertindak mengingat kawan sendiri berada dalam
cengkraman musuh.
Giok-he mengerling sekejap, dilihatnya wajah Wiki menampilkan rasa cemas
dan kuatir, sedangkan Yim hong peng tetap tenang saja. Kedua kacung tadi
sedang mengawasi keenam kakek dengan was-was, keenam ekor elang tadi
kembali terbang mengitar di udara tepat di atas kepala Cian Tong-lai seakanakan
mengetahui bahaya yang sedang mengancam si kakek bertali merah.
Sekonyong-konyong keenam ekor elang sama berbunyi dan menubruk ke
bawah, sekaligus mematuk kepala Cian Tong-lai. Berbareng itu keenam kakek
juga membentak dan serentak menerjang maju.
Alis Cian Tong-lai menegak mendadak, sebelah tangannya menampar ke atas,
kontan keenam ekor elang terdampar oleh angin pukulan dasyat sehingga
tertahan dan tidak mampu menembus angin pukulan.
Kesempatan itu segera digunakan si kakek bertali merah untuk mendak ke
bawah terus hendak memberosot ke samping.
"Hm, ingin lari!" jengek Cian Tong-lai.
Saat itu juga seorang kakek bertali pinggang warna putih sempat melompat
tiba lebih dulu, segera ia menarik kakek bertali pingggang merah dan tak
sempat menyerang Cian Tong-lai.
Kedua kacung tadi tidak tinggal diam, mereka songsong si kakek bertali ungu
dan kuning, walaupun usai kedua kacung ini masih muda belia, tapi mereka
tidak gentar menghadapi lawan tangguh.
Si kakek bertali ungu dan kuning saling pandang sekejap, lengan baju mereka
mengebas dan keduanya sama menyurut mundur, betapapun tokoh Jit-engtong
yang termashur tidak sudi bergebrak dengan dua anak ingusan.
Dan karena daya tubrukan kawanan elang tadi tertahan oleh angin pukulan
Cian Tong-lai, setelah merandek, segera menubruk lagi ke bawah, Saat itu
juga Cian Tong-lai sudah terkepung oleh ketiga kakek yang bertali pinggang
berwarna hijau, hitam, biru, sekali bergerak, kembali ia desak mundur ketiga
kakek itu, lalu mnejengek, "huh, main kerubut, dibantu pula kawanan hewan,
kiranya beginilah jago silat daerah Tionggoan."
Muka si kakek bertali hitam tampak dingin. Mendadak si kakek bertali biru
bersuit pelahan sambil menggeser ke samping kawannya, kawanan elang yang
sedang menubruk ke bawah mendadak terbang lagi ke atas.
Si kakek bertali hijau berseru, "Lakte, mundur dulu, biar kubelajar kenal
dengan orang angkuh ini!"
Segera ia melancarkan beberapa pukulan dasyat, meski perawakannya paling
kecil, tapi kekuatannya sangat mengejutkan.
Si kakek bertali putih sempat menarik kakek bertali merah ke pinggir kalangan
dan kebetulan di samping Giok-he berdiri. Dengan simpatik Giok he bertanya,
"Tampaknya tidak ringan luka Locianpwe ini, kubawa obat luka dalam jika
sekiranya perlu pakai.
Si kakek bertali putih tersenyum, katanya, "Terima kasih, cuma saudaraku ini
hanya tertutuk Hiat-to kelumpuhannya saja, sebentar lagi dapat bergerak lagi
dengan bebas."
Dalam pada itu si kakek bertali hijau sudah bergebrak beberapa jurus dengan
Cian Tong-lai, keduanya sama bergerak dengan cepat, namun tenaga pukulan
si kakek bertali hijau ternyata tidak tahan lama, sudah mulai lelah.
Si kakek bertali kuning bergeser ke sisi Giok-he dan bertanya dengan suara
tertahan, "Apakah anak muda ini sekomplotan denganmu?"
"Jika kami sekomplotan, tentu dia takkan berbuat sekasar itu kepada para
Locianpwe" jawab Giok he dengan menyesal.
Sementara itu si kakek bertali putih sedang menguruti tubuh si kakek bertali
merah, tanpa menoleh ia menukas, "Pemuda itu adalah anak murid Kun-lunsan,
ilmu silatnya tidak rendah, hendaknya Lak-te disuruh jangan gegabah."
Si kakek bertali kuning termenung sejenak lalu ia mendekati Wiki.
Saai itu Wiki juga merasa serba susah dan tidak tahu cara bagaimana harus
melarai. Tiba-tiba si kake bertali kuning menghampiri Wiki dan mendengus,"Hm, tak
terduga orang Cong-lam-pai bisa ada hubungan dengan murid Kun-lun-pai."
Selagi Wiki melenggak dan belum sempat menjawab, si kakek bertali kuning
berkata pula, "Sebenarnya kedatangan kami tidak berniat jahat melainkan
ingin mencari murid seorang sahabat lama dan minta WI cengcu suka
membnatu, siapa tahu cara demikianlah sambutan disini........."
Si kakek bertali kuning ini sudah tua, tapi wataknya tetap sangat keras, habis
Bentrok Para Pendekar 2 Golok Halilintar Karya Khu Lung Perguruan Sejati 9

Cari Blog Ini