Ceritasilat Novel Online

Han Bu Kong 6

Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Bagian 6


bicara segera melancarkan pukulan.
Di sebelah sana si kakek bertali ungu bernama Tong-jit-thian dan si biru
bernama Na Lok-thian sekaligus lantas menerjang juga ke arah Cian Tong-lai.
Kakek bertali hijau yang sedang menempur Cian Tong-lai itu bernama Leng
Cin-thian, dahulu di terkenal dengan Tai-li-kim-kong-jiu, pukulan bertenaga
raksasa, tapi sekarang dia ternyata bukan tandingan pemuda she Cian yang
sombong ini. Diam-diam Giok he dan Ciok Tim terkesiap menyaksikan ketangkasan Cian
Tong-lai. Begitu pula Yim hong-peng juga menampilkan rasa kagum serupa pertama
kalinya melihat Lamkiong Peng dahulu.
Kedua kacung segera bergerak juga hendak mengadang Tong-jit-thian dan Na
Lok-thian, tapi mendadak bayangan hitam berkelebat, seorang kakek kurus
tinggi dengan muka kaku dingin berdiri di depan mereka, sorot matanya tajam
menimbulkan rasa ngeri orang.
Pelahan si kakek bertali hitam mengangkat tangannya, kedua kacung itu
terkesiap dan tanpa terasa menyurut mundur setindak, sorot mata mereka
sama menatap tangan si kakek kurus kering dan hitam ini.
Tak terduga tangan si kakek hanya terangkat saja dan tidak bergerak lagi.
Wajahnya juga tetap kaku tanpa memperlihatkan sesuatu perasaan, hanya
sorot matanya yang meneorong tajam tetap menatap kedua kacung itu. Sorot
matanya seperti membawa semacam daya gaib yang sukar dilukiskan
sekalipun Yim hong-peng juga terkesiap demi beradu pandang dengan sorot
mata aneh itu, diam-diam ia heran, "Aneh apakah sorot matanya itu pun
mengandung semacam kungfu mujizat?"
Tiba-tiba teringat olehnya ada semacam kungfu istimewa sudah lama menjadi
dongeng di dunia kangouw, tanpa terasa ia memendang ke sana, dilihatnya
muka kedua kacung itu pucat pasi, keempat biji matanya yang besar
terbelalak lebar, tapi kaku tak bergerak melainkan Cuma menatap telapak
tangan si kakek yang hitam itu. Setiap kali si kakek melangkah maju setindak,
seperti kena sihir, setiap kali pula kedua kacung itu pun menyurut mundur
setindak. Berulang si kakek mendesak maju tiga tindak dan kacung itu pun mundur tiga
tindak, dengan suara aneh si kakek berkata pelahan, "Berdiri saja di sini dan
jangan bergerak."
Benar juga, kedua kacung itu lantas berdiri termenung tanpa bergerak, hanya
mata melotot dan muka bertambah pucat.
"Hari sudah hampir gelap, tidurlah!" ucap pula si kakek.
Serentak kedua kacung itu berbaring di tanah dan memejamkan mata, seperti
tidur benar-benar.
Lalu si kakek bertali hitam membalik tubuh, sorot matanya mendadak tertuju
ke muka Yim hong-peng.
Yim hong-peng cukup cerdik, cepat ia menunduk dan berucap, "Lihai benar
kungfu Locianpwe."
"Ah, kan kedua anak kecil ini memang penurut, terhitung kungfu apa?" ujar si
kakek ketus. Kedua matanya meram melek dan tidak kelihatan hendak
bertindak sesuatu.
Diam-diam Yim hong-peng membatin, "Sudah lama tersiar di dunia kangouw
tentang kawanan elang ini, katanya elang hitam dingin, elang hijau sombong,
elang biru bicara lembut, elang merah pemarah, elang kuning dan ungu latah
dan nyentrik, bila melihat elang putih kawanan elang sama tertawa.
Tampaknya elang hitam ini memang betul dingin luar biasa sesuai namanya
Leng Ya-thian (malam sedingin)
Dalam pada itu tiba-tiba terlihat asap putih tipis merembes keluar dari
permukaan bumi dan melingkar di sekitar kaki semua orang, lambat laun asap
putih ini buyar ke berbagai penjuru. Seketika terbeliak matanya, tersembul
semacam senyuman aneh pada ujung mulutnya. Waktu ia memandang ke
sana, pertarungan di halaman sana telah bertambah sengit.
Kelihatan elang kuning Wi leng-thian bergerak kian kemari dnegan ilmu
pukulan yang kuat sehingga si gelang terbang Wiki tampak kewalahan..
Meski ilmu silat Wiki tergolong jago kelas satu dunia kangouw, tapi sekarang
dia harus memikirkan akibat lebih lanjut dari pertarungan ini, sebab itulah dia
tidak berani menyerang sepenuh tenaga sehingga dia lebih banyak bertahan
daripada menyerang.
Dalam sekejap saja belasan jurus sudah berlangsung pula, dia mulai
kepayahan, ia membentak, "Sesungguhnya ada urusan apa Boh-liong-ceng
dan Jit-eng-tong kalian, kenapa kalian mendesak orang secara keterlaluan?"
Elang kuning mendengus, "Hm, Jit-te kami terluka di tempatmu, Lamkiong
Peng diuber-uber kalian, apakah semua ini bukan permusuhan?"
Air muka Wiki berubah, cepat ia berputar menghindarkan sekali pukulan, lalu
ia balas menghantam untuk mendesak mundur lawan sambil membentak,
"Kau bilang Lamkiong peng"........Jadi kedatangan kawanan elang ke wilayah
berat sekali ini adalah karena Lamkiong Peng?"
"Betul," jengek elang kuning sambil mengelak, mendadak sebelah kakinya
menendang ke perut lawan.
Namun telapak tangan Wiki lantas memotong ke bawah untuk menabas
pergelangan kaki musuh, meski dia enggan bermusuhan dengan kawanan
elang dari Jit-eng-tong, tapi timbullnya juga rasa gemasnya setelah berulang
di desak, gerak serangannya sekarang pun tidak kenal ampun lagi.
Namun elang kuning segera berputar lagi ke samping, telapak tangan lantas
menabas iganya. Serangan ini sangat cepat dan tampaknya sukar dihindari,
Wiki menjadi nekat, berbareng ia pun menghantam perut elang kuning,
pukulan dasyat dan sama cepatnya, tampaknya kedua orang akan sama-sama
roboh. Melihat itu elang hitam Leng Ya-thian terkesiap, cepat ia memburu maju, tapi
Yim hong-peng sudah mendahuluinya melompat maju, kedua tangannya
bekerja sekaligus sehingga kedua orang tertolak mundur.
Berbareng elang kuning Wi leng-thian dan si gelang terbang Wiki tergetar
mundur beberapa langkah. Cara melerai Yim hong-peng ternyata tidak pilih
kasih. Elang hitam Leng Ya-thian melenggong dan tidak jadi turun tangan. Mestinya
ia siap menghantam punggung Yim hong-peng, sebab disangkanya cara orang
memisah pasti tidak adil. Tapi dia ternyata salah duga, untung di sempat
mengurungkan serangannya.
Dilihatnya Yim hong-peng lagi melirik padanya dan berkata, "Cayhe juga Cuma
menjadi tamu Boh-liong-ceng saja."
"Oo!".........Leng ya-thian melenggak, meski air mukanya tetap kaku dingin,
namun sikapnya sudah lain.
Sementara itu pertarungan elang kuning dan Wiki tetap berlangsung dengan
sengitnya. Keenam ekor elang yang mengitar di udara tadi kini sudah hinggap
di pendopo dengan sayap terpentang dan kelihatan gagah sekali.
Giok he berdiri dekat serambi, ia coba melirik elang putih Pek Kui-thian yang
asyik mengurut si elang merah, katanya dengan gegetun, "Ai, Ban-li-liu-hiang
Yim tai-hiap ini memang seorang tokoh cerdik, dia selalu nongkrong di atas
pagar dan mengikuti arah angin, selamanya tidak mau rugi."
Maski tidak keras suaranya, tapi cukup jelas didengar Pek Kui-thian.
Tiba-tiba Ciok Tim ikut bicara, "Tak tersangka orang she Cian ini memiliki ilmu
silat setinggi ini, padahal usianya juga baru 20-an........Ai, tak terduga di dunia
persilatan memang ada jalan cepat untuk mencapai tingkatan yang
sempurna."
Giok he tersenyum, ia melirik lagi ke arah Cian Tong-lai, dilihatnya pemuda
yang datang dari puncak tertinggi Kun-lun-san itu sedang berputar di sekitar
elang biru Na Lok-thian dan elang ungu Tong jit-thian serta elang hitam Leng
Cin-thian, sampai sekarang belum nampak dia akan kalah meski satu melawan
tiga." Padahal nama Jit-eng-tong menggetarkan dunia kangouw dan disegani baik
kalangan pek-to maupun golongan hek-to, kawanan elang sudah tentu
mempunyai kungfu andalan yang lain daripada yang lain.
Meski sejak tujuh tahun yang lalu kawanan elang itu sudah cuci tangan dan
mengasingkan diri, segenap cabang perusahaan pengawalan yang tersebar di
berbagai propinsi itu serentak dikukut kembali ke kantor pusat Jit-eng-tong di
Kanglenghu, sejak itu tidak pernah lagi kelihatan kawanan elang itu
berkecimpung di dunia kangouw.
Tapi sekarang ketujuh bersaudara elang ini mendadak muncul di sini,
kepandaian mereka ternyata belum lapuh mengikuti usia mereka yang tambah
lanjut. Bahkan watak berangasan sebagian elang itu pun tidak berubah.
Begitulah Cian Tong-lai sendirian melawan ketiga ekor elang dan tetap tidak
kelihatan bakal kecundang, bayang pukulannya menyambar kian kemari,
sekilas pandang seolah-olah mempunyai berpuluh tangan. Tampaknya dia
menghantam elang biru,tahu-tahu pukulannya berbalik menuju si elang hijau.
Dan selagi elang biru merasa longgar, tahu-tahu angin pukulan yang dasyat
menyambar ke arahnya lgi.
Meski ilmu pukulan sakti Kun-lun-pai sudah lama termashur di dunia
persilatan, tapi jurus pukulan yang digunakan Cian Tong-lai sekarang jelas
bukan ilmu pukulan Kun-lun-pai biarpun yang hadir sekarang rata-rata adalah
tokoh Bulim terkemuka, namun tiada seorang pun kenal asal usul ilmu
pukulannya. Tiba-tiba Giok he bersuara terkejut pelahan dengan alis bekerenyit. Waktu
elang putih Pek Kui-thian meliriknya dan melihat air muka orang yang terkejut
itu, seketika timbul rasa curiganya.
Sementara itu diantara pepohonan di dalam halaman entah mulai kapan telah
timbul lagi kabut remang putih sehingga cahaya matahari seakan-akan
menjadi guram. Han Bu Kong Jilid 10 Si elang kuning Wi Leng thian dan Wiki entah mulai kapan sudah mengendur
gerakannya, agaknya terasa tenaga dalam sendiri sudah kewalahan.
Di tengah kabut tebal wajah Leng Ya-thian tampak kelam dan dingin, kedua
kacung masih menggeletak diam di tanah, hanya Yim hong-peng saja yang
kelihatan tenang, seperti sudah mempunyai pendirian terhadap segala
kejadian ini. Sebagai kepala Thian-hong-jit-eng, Pek-kui-thian membawa elang merah Anghauthian ke dekat Kwe giok-he dan minta dijaga untuk sementara, lalu ia
menuju ke tengah kalangan untuk mengemati-amati gerak langkah Cian Tonglai
yang aneh itu. Dilihatnya elang biru, elang ungu dan elang hijau bertiga terdesak kacau
hingga tidak sanggup balas menyerang lagi. Hanya karena pengalaman
mereka dan tenaga dalam yang kuat sehingga masih bertahan sebisanya.
Dengan kening bekerenyit elang putih Pek-kui-thian berkata kepada elang
hitam, "Lakte, apakah dapat kaulihat ciri gerak langkah pemuda ini?"
"Langkah anak muda ini memang sangat ajaib, tapi sukar kupecahkan di mana
letak ciri langkahnya yang hebat ini," jawab elang hitam Leng Ya-thian.
Mendadak Pek kui-thian berseru, "Berhenti, Lo-ngo!"
Elang kuning terkejut, ia menghantam sekali terus melompat mundur ke
samping Pek-kui-thian dengan nafas terengah.
Wiki juga kelihatan tersengal-sengal.
"Wi-heng," kata Yim hong-peng,"tampaknya tidak sedikit kerepotan yang akan
kauhadapi nanti."
"Ai, ada apa semua ini, sungguh aku tidak mengerti........" Wiki menghela
nafas. Yim hong-peng mendengus, "Kawanan elang ini datang ke daerah barat sini,
tujuan mereka ialah Lamkiong Peng, apabila Lamkiong Peng menghilang,
betapapun Wi-heng sukar memberi penjelasan dan mungkin Boh-liong-ceng
yang harus menanggung akibatnya."
Air muka Wiki agak berubah, ia termenung memandang kabut yang
mengambang di udara.
Dalam pada itu terdengar si elang putih Pek-kui-thian lagi berkata,
"Tampaknya Lo-ji berdua tidak sanggup bertahan lagi, agaknya aku perlu
turun tangan sendiri."
Segera ia melangkah maju, kedua tangan bergerak, serentak ia menghantam
dengan dasyat. Elang putih kelihatan lemah lembut, tapi sekali bergebrak ternyata sangat
tangkas. Dengan sendirinya elang kuning dan elang hitam tidak tinggal diam, segera
mereka pun ikut menerjang musuh.
Tapi mendadak Pek-kui-thian memberi tanda sambil membentak, "Pencarkan
diri!" Segera kelima elang lain sama menyingkir, tapi cepat menubruk meju ke arah
Cian Tong-lai secara serentak. Dengan kerubutan lima orang, hanya beberapa
jurus saja kelihatan mulai kewalahan.
Dengan sinis Yim hong-peng berolok-olok pula, "Thian-hong-jit-eng memang
hebat, tampaknya beberapa gebrakan lagi murid Kun-lun-pai ini akan........"
Mendadak Wiki menghela nafas, ucapnya dengan menunduk, "Sekalipun
kumasuk keanggotaan Pang kalian juga tiada gunanya, kenapa kau mendesak
orang sedemikan rupa?"
"Siapa yang mendesakmu?" ucap Yim hong-peng dengan menarik muka.
"Apa pun yang akan terjadi, jiwa dan harta bendaku jelas sukar diselamatkan
lagi, ai aku......."
Selagi Wiki berkeluh kesah di sebelah sana Giok he juga sedang bicara dengan
Ciok Tim, katanya, "Adik Tim, coba lihat wajah Wiki yang muram durja itu dan
sikap Yim hong-peng yang senang itu, dapatkah kau terka apa yang terjadi di
antara mereka?"
"Apa yang terjadi di Boh-liong-ceng ini, siapa pun yang akan menang, bagi
Wiki tetap sukar terlepas dari tanggung jawab," ujar Ciok Tim.
"Lantas apa lagi?"
"Ada apa lagi?" Sahut Ciok Tim bingung.
"Keruwetan hari ini ternyata tidak dapat kaulihat," kata Giok he. "Tadi waktu
ita masuk Boh-liong-ceng, sikap Wiki terhadap Yim Hong-peng kelihatan kikuk,
tingkah laku Yim hong-peng juga tidak mirip seorang tamu. Kedatangan orang
ini ke daerah pedalaman sekali ini pasti membawa intrik yang tersembunyi, dia
bahkan memaksa Wiki masuk kedalam kompoltan mereka, padahal usia Wiki
sudah lanjut, berkeluarga pula, semangatnya sudah luntur, jelas ia tidak suka
kepada kehendak Yim hong-peng itu. Tapi dia juga jeri untuk menolaknya,
hanya seluk beluk urusan ini pun tidak jelas kuketahui."
Ia tersenyum, lalu menyambung, "Cian-Tong-lai ini menguasai kepandaian
tinggi, dia baru berkecimpung di dunia kangouw, kecuali ingin mencari Boh-injiu,
dengan sendirinya juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk mencari
nama, sebab itulah dia sengaja berlagak congkak dan mencari perkara kepada
Thian-hong-jit-eng. Dia memang memandang rendah kaum piasu, apalagi
kawanan elang itu pun sudah tua. Siapa tahu apa yang terjadi justru jauh di
luar dugaannya, bukan saja ia gagal menonjolkan diri, bahkan bikin serba
susah kepada Wiki sebagai tuan rumah, sebaliknya Yim hong-peng yang
menarik keuntungan dari kanan-kiri, tentu saja dia sangat senang."
Baru selesai ucapannya, sekonyong-konyong terdengar di belakang ada orang
tertawa pelahan dan berkata, "Cara nyonya memandang orang dan menilai
persoalan ternyata sangat jitu, sungguh sangat mengagumkan ."
Suaranya jelas, serupa timbul di tepi telinganya.
Keruan Giokhe terkejut, cepat ia menoleh, dilihatnya asap masih mengembang
memenuhi ruangan, si elang merah Ang-hau-thian masih duduk di tempatnya,
selain dia tiasda bayangan orang lain lagi.
Tentu saja Giok-he terkesiap, tanpa terasa ia bertanya, "Siapa?"
Dengan bingung Ciok Tim berpaling, "Ada apa?"
"Suara tadi, masa tidak kau dengar?" ujar Giok-he.
"Suara apa?" Ciok Tim tambah bingung.
Berdebar hati Giok he, ia menggeleng dan berpaliang, "jangan-jangan ilmu
Toan-im-jip-bit (ilmu mengirimkan gelombang suara) yang digunakan orang
tidak kelihatan itu?"
Ia coba melirik sekeliling orang yang hadir, ia heran siapakah diantaranya
yang menguasai ilmu gaib itu.
Tiba-tiba suara tadi mendengung pula di telinganya, "Sejak kumasuk ke
pedalaman, apa yang kudengar dan kulihat, ternyata Cuma nyonya saja yang
terhitung ksatria sejati, bilamana nyonya mau bekerjasama denganku, tentu
segala urusan besar dapat disukseskan. Jika nyonya setuju bekerja sama
denganku, harap nyonya mengangguk pelahan tiga kali."
Saat itu Ciok Tim legi memandang Giok-he menunnduk dengan mata
terpejam, seperti lagi mendengarkan sesuatu, lalu manggut-manggut dan
tersenyum, kemudian membuka mata dan memancarkan cahaya cemerlang.
Saking herannya Ciok Tim coba bertanya, "Ada........ada apa, Toaso?"
"Oo, tidak ada apa-apa," sahut Giok-he dengan tersenyum sambil menuding


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke dapan. Waktu Ciok Tim memandang ke sana , dilihatnya gerak langkah Cian-tong-lai
semakin kuat, bahkan kelihatan semakin lesu dan loyo, serupa orang kurang
tidur atau terlalu letih.
Kabut semakin tebal, tiba-tiba Ciok Tim merasakan kabut putih itu sangat
aneh datangnya, lambat laun sukar membedakan lagi keadaan ruangan, wajah
orang yang hadir disitu pun mulai sukar dibedakan.
Segera timbul rasa letih dan mengantuk, Ciok Tim merasa nafasnya juga
tambah sesak, kelopak mata melambai, bayangan orang mulai kabur dan
akhirnya.........
Begitu cepat datangnya rasa letih dan kantuk, sekuatnya ia coba memandang
Giok-he yang berdiri di sampingnya dirasakan sperti mendadak berjarak
sangat jauh, ia berteriak, "Toaso........toaso.........."
Sekonyong-konyong dirasakan nafas sendiri juga sedemikian jauh, ia
membusungkan dada dan bermaksud lari keluar tapi kabut putih itu serasa
menindihnya dengan berat sehingga sukar melangkah, baru saja satu-dua
tindak segera ia jatuh tertunduk.
Samar-samar dirasakan bayangan orang dan pepohonan di taman di telan
seluruhnya oleh kabut tebal, semua orang tidak terlihat lagi.
Tiba-tiba di dengarnya suara orang melangkah keluar ruang pendopo itu, ia
coba menoleh, tahu-tahu suara langkah itu sudah sampai disampingnya,
hanya dapat dilihatnya sepasang sepatu yang mengkilat bergeser pelahan di
tengah kabut. Lalu terdengar suara tertawa mengejek bergema di tepi telinganya, "Huh,
thian-hong-jit-eng apa segala, setiba disini juga patah sayapnya. Hm anak
murid Kun-lun apa, kedatangannya juga rontok sama sekali........"
Habis itu lantas bergema suara tertawa senang, rasanya seperti suara Yim
hong-peng. Lalu segalanya kembli menjadi sunyi.
Di tengah kesunyian itulah Ciok Tim terpulas dan ditelan kegelapan.
********* Kegelapan yang tak berujung, kesunyian yang tak berpangkal.
Pelahan Lamkiong Peng siuman kembali, waktu ia membuka mata, tidak
terdengar sesuatu suara, juga tidak terlihat apa-apa, ia menghela nafas dan
membatin, "Apakah aku sudah mati?"
Mati ternyata tidak menakutkan sebagai mana dibayangkan, namun jauh lebih
kesepian daripada perkiraannya. Ia coba mengucek mata, tapi tidak terlihat
telapak tangan sendiri, apa pun tidak terlihat.
Dalam sekejap itu segala kejadian selama hidupnya seolah-olah terbayang
kembali, setelah dipikirnya dan ditimbang, ia merasa selama hidupnya begitubegitu
saja, tidak penah timbul pikiran membikin susah orang lain, baik
terhadap ayah bunda, guru maupun sahabat, selalu dihadapinya secara jujur
tulus, tidak pernah terpikir olehnya perbuatan yang licik dan munafik.
Ia tersenyum sendiri, ia pikir bilamana cerita tentang surga dan neraka benar
ada, sesudah mati mungkin dirinya tidak perlu diputus masuk neraka.
Dalam kesepian, sekonyong-konyong di dengarnya sayup-sayup, suara musik
berkumandang dari kegelapan sana, lagunya begitu sedih mengharukan,
serupa tangisan kawanan setan.
Di tengah suara musik yang sayup-sayup itu mendadak bergema teriakan,
"Lam........kiong........peng......Hahaha, kau sudah datang?"
Lalu terdengar serentetan suara tertawa tajam mengerikan.
Lamkiong Peng mengusap dahinya yang berkeringat dan membentak, "Siapa
kau" Manusia atau setan" Hm, biarpun setan juga aku tidak takut! Tidak perlu
kaumain sembunyi!"
"Hahaha," suara tertawa yang seram itu berubah menjadi tertawa latah yang
lantang, "Aku Cuma menghendaki kaurasakan bagaimana orang mati, agar
kautahu mati bukan tindakan yang enak, supaya kaukenal berharganya
kehidupan."
Dengan geram Lamkiong Peng menghantam ke arah suara itu, diam-diam ia
bersyukur tenaga sendiri belum lenyap. Siapa tahu pukulannya yang keras itu
seperti batu tenggelam dalam lautan, menghilang dalam kegelapan.
Suara tertawa latah itu bergema pula, "Haha, meski tempat ini bukan neraka,
tapi jaraknya tidak jauh lagi, meski kau tidak jadi mati, bila mau sudah
belasan kali dapat kumampuskan kau.........."
"Kenapa tidak kau bunuh diriku" Apakah kau ingin memeras diriku, supaya
kutunduk padamu?" Sela Lamkiong Peng sambil tertawa.
"Ya, memang begitulah maksudku," kata suara itu dalam kegelapan.
"Haha, jika aku sudah pernah mati sekali, apa alangannya mati sekali lagi,"
seru Lamkiong Peng dengan terbahak, "Bila kau ingin kutunduk kepadamu,
huh, jangan mimpi!"
Lalu ia duduk bersila dan mengheningkan cipta, tiba-tiba pikiran terang dan
lapang dada. Dalam kegelapan, sang waktu dirasakan lalu dengan sanagt lambat, tapi rasa
lapar justru datang dengan sangat cepat.
Lamkiong Peng duduk bersila, perut mulai lapar sekali dan sukar ditahan.
Segera timbul pula macam-macam pikiran. Ia berdiri dan coba meraba
sekitarnya, baru sekarang diketahuinya dirinya berada di dalm sebuah gua
yang seram serupa neraka dan tiada terdapat sesuatu benda apa pun.
Walaupun kelaparan, kesepian dan kegelapan yang mencekam, namun semua
itu tak dapat menggoyahkan pendiriannya.
Entah berselang berapa lama lagi, tiba-tiba Lamkiong Peng mencium bau
sedap daging dan arak, ia menelan air liur, biji lehernya naik turun, rasa
laparnya tambah sukar ditahan.
Sejak kecil baru sekarang untuk pertama kalinya ia rasakan betapa susahnya
orang kelaparan.
Ia memejamkan mata dan menggerutu, "Sialan, aku hendak dipancingnya
dengan makanan!"
Bau sedap semakin keras, mau tak mau ia harus mengakui pancingan ini
mempunyai daya tarik yang amat kuat.
Selagi ia berusaha memancarkan perhatiannya atas bau sedap makanan itu,
tiba-tiba terdengar suara orang mendengus di atas, "Hm, lamkiong-kongcu
tentu tidak enak bukan kelaparan?"
Dengan gusar Lamkiong Peng menjawab, "Tekadku sudah bulat, betapapun
kau imingi diriku juga tiada gunanya, tidak perlu banyak omong."
"Sekarang juga sudah kukerek dua ekor ayam panggang lezat tepat di
depnmu, boleh coba kau cicipi." Kata suara itu.
Meski teguh pendirian Lamkiong Peng, tapi kebutuhan biologis membuatnya
tidak tahan, waktu ia mengendusnya, abu sedap itu tambah merangsang.
Dalam kegelapan suara itu bergema pula, "Di antara kedua ekor ayam
panggang ini, seekor di antaranya dilumuri dengan obat bius, bilaman kau
makan, akan hilang kesadaranmu yang asli dan seluruhnya engkau akan
tunduk kepada perintahku. Sebaliknya seekor ayam panggang yang lain tidak
diberi racun apapun, bila kauberani, boleh silakan bertaruh dengan nasibmu!"
Tanpa terasa Lamkiong Peng menjulurkan tangan, betul juga, ujung jarinya
lantas menyentuh sesuatu yang kenyal. Sungguh hatinya tergelitik. Akan
tetapi segera ia memejamkan mata dan menarik kembali tangannya sambil
membentak, "Tidak, mana boleh untuk sekadar makan ini aku harus bertaruh
dengan nasibku sendiri."
Terdengar suara terloroh dalam kegelapan sejenak kemudian mendadak ia
menghela nafas dan berucap, "Ai, tokoh semacam anda sungguh sayang tidak
suka bekerja sama denganku. Betapapun kuhormati engkau sebagi seorang
jantan sejati, aku tidak tega membunuhmu, juga tidak tega membiusmu dan
menganiayamu, makanya kuberi hidup sampai sekarang. Tapi bila kubebaskan
dirimu, jadinya tiada ubahnya seperti melepaskan harimau kembali ke gunung,
pada suatu hari kelak biasa jadi usaha yang telah kupupuk selama bertahuntahun
akan hancur di tanganmu."
Ia menghela nafas, lalu menyambung, "Kutahan dirimu di sini sesungguhnya
karena terpaksa, hendaknya jangan kau sesalkan diriku bila kau mati, aku
berjanji akan menguburmu dengan baik-baik."
Dalam kegelapan ada cahaya mengkilat berkelbat, terdengar suara "trang"
jatuh di samping Lamkiong Peng, lalu suara itu berucap lagi, "Sekaranag
kulemparkan sebilah belati itu untuk membunuh diri. Apabila pikiranmu
berubah cukup kau berteriak dan segera ku datang membebaskanmu.
"Supaya kautahu, tinggi gua ini lebih dari enam tombak, dinding sekeliingnya
terbuat dari baja, hanya bagian atas saja dapat keluar masuk, boleh juga
kaucoba, jika kurang tenaga, silahkan makan kedua ekor ayam panggang itu,
tidak ada yang diberi racun, jangan kuatir mungkin akan menambah
tenagamu."
Dia bicara dengan tulus, serupa sahabatb yang memberi nasehat.
Pada saat itulah sayup-sayup terdengar suara ornag yang ebrucap dengan
lirih, suara halus merdu, "Eh cara bicara serupa dua sahabat yang akan
berpisah, kau tahu......." sampai disini tidak terdengar lagi apa yang
diucapkannya. Suara itu bagi Lamkiong Peng sudah sangat dikenal, hatinya tergetar, ia heran
siapakah itu"
Didengarnya suara tadi berkata pula,"Bila kita bertemu sepuluh tahun yang
lalu, kuyakin kita pasti dapat terikat menjadi sahabat karib, sayang sekarang
aajalmu sudah dekat...... sebelum kau mati, jika ada sesuatu permintaanmu,
tentu akan kulakukan bagimu."
Lamkiong Pengsedang memikirkan suara merdu tadi, tanpa pikir ia menjawab,
"Siapakah suara orang perempuan tadi" Boleh kau perlihatkan dia kepadaku
sekejap saja."
Suara itu terdiam, sejenak kemudian baru berkata pula, "Hanya ini
permintaanmu?"
Lamkiong Peng mengiakan.
"Masa tidak ada pesan akan kau tinggalkan bagi orangtua atau sahabatmu?"
tanya suara itu. "Masa sama sekali tidak ada urusanmu yang perlu
kuselesaikan bagimu" Tidakkah perlu kaulihat sesungguhnya siapa yang
mengakibatkan kematianmu ini?"
Lamkiong Peng melenggong, tiba-tiba timbul rasa duka yang tak terkatakan,
kalau dipikir, sesungguhnya teramat banyak urusannya yang belum lagi
selesai. Seketika ia merasa putus asa, ia menunduk dan tidak bicara lagi.
"Bagaimana dengan orang yang ingin kaulihat........."
"Tidak perlu kulihat lagi." Kata Lamkiong Peng.
"Tapi sudah kusanggupi padamu, maka boleh coba kaupandang ke atas," kata
suara itu. Mata Lamkiong Peng lantas terbeliak, ia tahu tutup lubang gua itu telah
dibuka. Namun di tetap duduk termenung, meski diragukannya perempuan itu
pasti seoarang yang ada hubungan erat dengan dirinya, namun dia tidak ingin
memandangnya lagi, ia tidak mau meninggalkan rasa penyesalan sesudah
mati. Keadan sunyi sejenak, "brak", tutup lubang dirapatkan lagi. Dalam kegelapan
lantas bergema suara musik yang memilukan, suara yang misterius tadi lagi
berdendang dan mengucapkan selamat tinggal.
Suara musik itu memepengaruhi juga rasa duka Lamkiong Peng, tanpa terasa
air matanya meleleh. Dalam dukanya tiba-tiba timbul semacam keberanian
untuk mencari hidup, ia coba meraba belati yang dimaksudkan orang tadi,
pelahan ia mendekati dinding, sekuatnya ia tusuk dengan belati itu.
Seketika tangan tergetar kesakitan, dinding sekeliling memang benar terbuat
dari baja, ia menghela nafas duka dan bersandar di ujung dinding, ia merasa
segalanya sudah tamat, sama seklai tidak ada harapan lagi.
Namun titik akhir kehidupan tetap sangat panjang, ia tidak ingin merusak
tubuh pemberian orang tuaaa, tapi juga tidak tahan oleh derita batin selama
menunggu ajal ini.
Entah berselang lama lagi, mendadak dirasakan dinding tempatnya bersandar
bisa bergerak, ketika cahaya membuat matanya terasa silau, berbareng
tubuhnya lantas roboh terjengkang.
Ia terkejut dan cepat melompat bangun.
Waktu ia memandang ke depan, dilihatnya seorang tua telah berdiri di situ
dengna wajah prihatin, tangan memegang obor. Ketika si kakek mendorong
lagi dengan sebelah tangan, pintu rahasia gua itu lantas menutup kembali.
Lamkiong Peng tercengang, baru sekarang dirasakan dirinya telah terbebas
dari bayangan maut. Sungguh tidak kepalang rasa girangnya, seketika ia
berdiri melongo dan tidak tahu apa yang mesti diperbuatnya.
Orang tua yang membawa obor ini ternyata bukan lain daripada si gelang
terbang Wiki , pemilik Boh-liong-ceng.
Kening si kakek tampak terkerut rapat, jelas menanggung tekanan batin. Ia
memberi tanda kepada Lamkiong Peng , lalu mendahului melangkah keluar ke
sana. DI bawah cahaya obor kelihatan lorong di bawah tanah ini penuh sarang labalaba
atau galgasi, setiap langkah selalu menimbulkan debu, jelas jalan ini
sangat jarang dilalui orang. Namun lorong itu berliku-liku, bangunannya juga
ajaib dan mengagumkan.
Memandangi bayangan orang yang tinggi besar, hatinya penuh rasa
terimakasih. Selama hidupnya belum pernah dirangsang perasaan semacam
ini,maklumlah, soalnya dia baru saja menghadapi "kematian" yang
membuatnya derita batin dan putus asa.
Ia berdehem, tenggorokan serasa tersumbat, ia coba bertanya,
"Locianpwe......."
"Ssst, diam!" desis Wiki tanpa menoleh.
Setelah membelok satu tikungan, mendadak Wiki menekan pada ujung
dindidng, terdengar suara "kriaat", dinding di situ lantas menyurut mundur
dua-tiga kaki lebarnya.
Cepat Wiki menyelinap masuk ke situ sambil bergumam, "O, jit-eng , jangan
menyesal jika tidak dapat kuselamatkan kalian, aku telah berusaha sepenuh
tenaga............."
Selagi Lamkiong Peng merasa bingung, terlihat Wiki sudah melompat keluar
lagi dengan mengempit seorang pemuda berbaju perlente dalam keadaan
pengsan. "Gendong dia!" kata Wiki dengan suara tertahan.
Lamkiong Peng menurut, diangkatnya pemuda itu dengan tidak mengerti apa
maksud Wiki. Setelah merepatkan pintu dinding. Wiki mendahului berjalan lagi ke depan
dengan langkah berat dan kening bekerenyit.
"Loc........" Lamkiong Peng ingin tanya pula.
Tapi Wiki lantas memotong, "Tidak perlu kauterimakasih padaku."
"Tapi.......... sebenarnya........."
"Dunia persilatan segera akan timbul peristiwa besar, kawanan perusuh dari
Kwan gwa sudah masuk ke daerah Tionggoan, aku berada di bawah ancaman
mereka, harta bendaku yang kudapatkan dari jerih payahku selama berpuluh
tahun tampaknya akan hanyut ludes."
Tentu saja Lamkiong Peng tidak paham.
Selagi ia hendak tanya, Wiki telah menyambung pula, "Pemuda yang kau
gendong ini memiliki kepandaian mengejutkan, dia adalh murid Kun-lun-pai,
namanya Cian-tong-lai. Dia terkena semacam kabut bius yang istimewa dan
tidak dapat kutolong, harus selang sekian lama baru dia akan siuman dengan
sendirinya. Kalian berdua sama pemuda gagah, hari depan kalian tak terbatas,
semoga kalian dapat lari meninggalkan temapat ini dan mencari kesempatan
untuk bertindak di kemudian hari, janganlah gembong iblis itu berhasil merajai
dunia." Dia bicara dengan sedih dan penasaran.
Dengan alis menegak Lamkiong Peng bertanya, "Siapa yang kaumaksudkan"
Masa dia........."
"Kepandaian orang ini sukar dijajaki, potong Wiki pula. "Dia mahir
menggunakan berbagai senjata rahasia yang aneh dan dupa bius yang
mujizat, bahkan banyak anak buahnya yang serba pandai sehingga makin
menambah kejahatan yang diperbuatnya. Ada anak buahnya yang berjuluk
Toat-beng-jiang (tombak pencabut nyawa) dan Tui-hun-kiam (pedang sambar
nyawa), kungfu kedua orang ini sungguh sangat mengejutkan, kita sama
sekali bukan tandingannya."
Tergerak pikiran Lamkiong Peng, katanya, "Apakah gembong iblis yang
kaumaksudkan itu ialah Swe thiam-beng?"
Melenggak juga Wiki, seperti heran mengapa Lamkiong Peng juga kenal nama
itu, sambil menekan lagi pojok dinding ia menjawab, "Ya, Swe thian-beng."
Baru lenyap ucapannya, tertampaklah cahaya udara. Ternyata mereka sudah
berada di pintu keluar lorong.
Terdengar Wiki lagi bergumam dengan pedih, "Di Boh liong-ceng kami
sekarang entah terkurung berapa orang, dengan kekuatanku hanya dapat
kuselamatkan kalian berdua, hendaklah lekas kalian pergi slekasnya, ingatlah


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selalu pesanku, ilmu silat orang ini sukar dijajaki, janganlah kalian
sembarangan bertindak.
"Locianpwe......."
Belum lanjut ucapan Lamkiong Peng, tahu-tahu Wiki mendorongnya keluar
sambil bergumam, "Naga melahirkan sembilan anak, setiap anak berbedabeda,
biarpun sesama saudara seperguruan, terdapat juga serigala dan
harimau diantaranya........."
Terdengar suara keriat-keriut, pintu lorong rahasia itu telah rapat kembali.
Lamkiong Peng berdiri termenung dengan terharu.
Waktu ia menengadah, cuaca remang-remang, malam sudah larut, ketika ia
periksa keadaan Cian Tong-lai, muka anak muda itu pucat pasi, namun tidak
mengurangi wajahnya yang cakap.
Ia coba membedakan arah, lalu membawa Cian Tong-lai berlari ke arah barat
daya, teringatnya Bwe kiamsoat yang berjanji menunggu kembalinya itu,
seketika bergejolak perasaannya yang tertekan itu. Tapi bila teringat Tik Yang
yang sekarat, seketika ia menghentikan langkahnya.
Terjadi lagi pertentangan batin. Jika dia kembali dengan tangan hampa, maka
segala langkah usahanya akan berubah juga tdiak ada artinya sama sekali,
mana boleh ia menyaksikan Tik Yang yang telah membantunya itu mati
keracunan begitu saja"
Selagi bingung dan serba salah, menddak dirasakannya sebuah tangan
pelahan menekan Leng-thai-hiat pada punggungnya, Ling-thai-hiat adalah
salah satu hiat-to penting yang berhubungan erat dengan jantung, bilamana
tergetar dengan keras, seketika binasa.
Akan tetapi Lamkiong Peng hanya terkejut sekejap saja, habis itu lantas
tenang malah, ia pikir dalam keadaan serba susah, bila mati akan merupakan
pelepasan malah baginya, lepas dari segala siksa derita.
Karena itulah ia tetap berdiri diam saja dan tidak memberi rcaksi apa pun,
dengan tenang ia menantikan ajal.
Siapa tahu, sampai sekian lamanya tangan itu tetap tidak bergerak lagi.
Bekerenyit kening Lamkiong Peng dengusnya, "Kenapa sahabat tidak lekas
turun tangan?"
Di bawah kerlip bintang bayangan orang dibelakangnya tampak bergerak
mendoyong ke depan, agaknya orang merasa heran terhadap sikap Lamkiong
Peng yang tak gentar itu.
Segera terdengarlah suara tertawa ngikik nyaring di belakang, katanya, "Longo,
apakah engkau benar-benar tidak takut mati?"
Suara ini hampir serupa dengan suara yang didengarnya di tempat tahanan
yang gelap itu, suara yang sudah dikenalnya.
Tergetar hati Lamkiong Peng, serentak ia membalik tubuh dan berseru, "He,
toaso!" Di tengah remang malam Giok-he kelihatan lagi tersenyum riang.
"Kenapa Toaso juga datang ke sini?" tanya Lamkiong Peng
Giok he tidak menjawab, sebaliknya ia membuka sebelah tangannya dan
berseru, "Coba lihat, apa yang kupegang ini?"
Tergerak hati Lamkiong Peng, tanpa terasa ia berseru, "He, obat penawar"
Apakah obat penawar?"
"Kau memang cerdik, yang kupegang itu memang obat penawar," ujar Giok he
sambil membuka lebar telapak tangannya sehingga kelihatan sebiji pil merah.
"Ku tahu demi untuk mendapatkan obat penawar ini, kau tidak sayang
menyerempet bahaya dengan taruhan nyawa sendiri. Tapi obat ini tetap tidak
kauperoleh, begitu bukan?"
Lamkiong Peng menghela nafas menyesal sambil menunduk, seperti mau
bicara, tapi urung.
"Setiba di Boh-liong-ceng," demikian Giok he bicara pula, "Hatiku ikut sedih
demi mendengar urusanmu. Betapapun kau adalah suteku dan harus kubela."
Dia bicara dengan tulus penuh perhatian, tapi sinar matanya gemerdep dengan
maksud yang sukar diraba, dengan semdirinya hal ini tidak dilihat oleh
Lamkiong Peng. "Sebab itulah aku berusaha memperdayai Yim hongpeng yang munafik itu,
akhirnya dapat kutipu obat penawar ini dari dia, " demikian Giok he bertutur
pula."Tapi ketika kupancing dia membawaku ke tempat tahananmu dan ingin
menolongmu keluar, siapa tahu engkau sudah berhasil kabur lebih dulu.
Sungguh aku bergirang bagimu dan juga sedih. Tanpa obat penawar, menuruti
watakmu yang keras, tidak nanti kau mau pulang ke sana, sebab itulah tanpa
menghiraukan bahaya segera kususulmu ke sini."
Terharu Lamkiong Peng dan juga merasa malu diri, ia pikir betapapun Toaso
tetap baik padaku, hampir saja aku salah menilainya.
Ia mengadah, dilihatnya Giok-he sedang memandangnya, tiba-tiba Lamkiong
Peng merasa Liong-hui sesungguhnya adalah lelaki yang beruntung.
Dengan tersenyum Giok-he berkata pula, "toako dan Simoay mendampingiku,
tapi dia seorang yang kaku dan pendiam, seharian paling bicara dua tiga kata
denganku. Entah bagaimana dengan toakomu, ai, sungguh kukuatir........."
"Toaso, kukira Toako sudah pulang ke Ji-hau-san-ceng, bila........bila urusan
disini selesai segera kita pun dapat pulang, " kata Lamkiong Peng.
Kata Giokhe dengan hampa, "Betapapun aku hanya seorang perempuan.
Losam selalu acuh tak acuh, alangkah baiknya jika dapat berada bersamamu,
tentu aku tidak perlu repot....."
"Meski siaute tidak dapat menjaga Toaso sepanjang jalan, tapi........." tiba-tiba
ia mengeluarkan sepotong kemala putih dan diberikan kepada Giok he,
sambungnya, "dengan, membawa kemala ini, kemana pun dapat Toaso
memperoleh bantuan pada setiap cabang perusahaan setempat usaha
keluarga kami."
Ia tidak memandang langsung kepada Giok he sehingga tidak diketahui betapa
senang hati nyonya muda itu, hanya dirasakan sebuah tangan halus
memegang tangannya, hatinya tergetar dan menyurut mundur setindak, pil
merah oleh Giok-he telah ditaruh pada tangannya sambil berkata, "Gote,
selesai urusanmu di sini hendaknya segera kaupulang, bila bertemu dengan
toako juga membujuknya supaya lekas pulang."
Dia bicara agak tersendat sehingga Lamkiong Peng tambah rikuh untuk
memandangnya, ia cuma mengangguk saja sambil menunduk.
"Toaso telah banyak membelamu, entah kaupun sudi bekerja sesuatu bagiku
atau tidak?" kata giok-he pula.
"Orang yang dalam gendonganmu ini adalah murid Kun-lun dan merupakan
musuh kita, kungfunya sangat tinggi, mungkin kita bukan tandingannya, demi
menghilangkan bahaya di kemudian hari, hendaknya kau tutuk Hiat-to cacat
bagian punggungnya."
Lamkiong Peng mendongak dengan tercengang, jawabnya kemudian, "Apabila
orang ini berbuat sesuatu kesalahan kepada Toaso, setelah dia siuman nanti
pasti akan kulabrak dia mati-matian. Tapi sekarang di dalam keadaan pingsan,
orang menyerahkan dia dalam tanggung jawabku pula, apaun juga tidak dapat
kuganggu dia dalam keadaan demikian."
Giok he tampak kurang senang, jengeknya, "Baru saja kauterima obat
penawar dariku dan segera kaubangkang kehendakku, apapula yang dapat
kuharapkan darimu kelak?"
"Tapi aku.......aku.........."mendadak Lamkiong Peng mengembalikan pil merah
itu kepada Giok he dan menambahkan, "Lebih baik kukembalikan obat ini
daripada berbuat pengecut yang melanggar hati nuraniku."
Selagi ia hendak berpaling dan tiingal pergi, sekonyong-konyong Giok-he
mengikik tawa, katanya, "Ah, aku Cuma menguji kejujuranmu saja apakah
engkau masih ingat kepada ajaran suhu atau tidak, mengapa kau jadi serius
terhadap Toaso?"
Sembari berkata ia serahkan pula pil merah itu kepada Lamkiong Peng .
Hati Lamkiong Peng menjadi lunak lagi, ucapnya, "Asalkan bukan tindakan
seperti ini, terjun ke lautan api sekalipun akan kulakukan bagi toaso dan
toako." "Apa tidak ada perbedaan antara toako dan toaso dalam pandanganmu?"
tanya Giok-he. Kembali Lamkiong Peng melenggong bingung.
Didengarnya Giok he berucap pula, "Asalkan pandanganmu terhadap toako
dan toaso tidak ada perbedaan, maka senanglah hatiku."
Tiba-tiba ia menjulurkan sebelah tangannya dan berkata pula, "Untuk
memastikan apa yang kaukatakan barusan ini, sudilah kaujabat tangan toaso."
Sekilas pandang Lamkiong Peng merasa tangan orang yang putih bersh itu
emnimbulkan rasa was-was yang sukar diceritakan.
"Kenapa, apakah tangan Toaso kotor?" kata Giok he melihat anak muda itu
ragu-ragu. Pelahan Lamkiong Peng mengangsurkan tangannya untuk menjabat tangan
Giokhe, baru saja ia hendak menarik kembali tangannya, mendadak
genggaman Giok-he mengerat, hawa hangat harum tersalur dari telapak
tangan ke lubuk hatinya.
"Gote," terdengar Giok-he berucap dengan lembut, "hendaknya jangan
melupakan malam ini............."
Tergetar hati Lamkiong Peng, sebelum selesai ucapan orang segera ia menarik
tangan dan berlari pergi.
Gemerdep sinar mata Giokhe memandang bayangan anak muda yang
menghilang dalam kegelapan itu, tersembul senyuman aneh pada ujung
bibirnya. Tiba-tiba dari kegelapan muncul lagi sesosok bayangan dan melayang capat ke
arah Giokhe serta memegang tangannya, "Jangan melupakan malam ini apa?"
Setelah merandek, segera ia membentak pula, "Barang apa yang kaupegang
ini?" Suaranya mengandung rasa gusar dan cemburu, tidak perlu ditanya lagi jelas
orang ini ialah Ciok Tim.
Dengan ketus Giokhe mengipatkan tangannya dan mendengus, "Hm, kau ini
apaku" Kau ingin memerintahku?"
Berubah juga air muka Ciok Tim, Kau.....kau..........Ai, terhadap
Toako..........aku.........."
Sambil mendengus Giok membuka telapak tangannya dan berkata, "Kemala ini
pemberian Gote padaku, dengan kepingan kemala ini, dalam sehari saja bila
perlu dapat kutarik berpuluh laksa tahil perak, apakah kaupun dapat
menyediakan?"
Ciok Tim tercenagang, rasa gusar membuat air mukanya berubah menjadi
malu, ia meremas tangan sendiri dengan pedih, mendadak ia membentak dan
mencengkram pundak Giok-he dengan keras seakan-akan ingin merobek
tubuhnya yang bernas itu, seolah-olah ingin mengorek hatinya yang dingin itu.
Berubah juga air muka Giok-he, jari tangan kanan terjulur dan bermaksud
menutuk iga anak muda itu, tapi baru menyentuh bajunya, nafsu
membunuhnya mendadak berubah lunak, tiba-tiba ia tertawa menggiurkan,
"Eh, ada apa kau" Lepaskan, aku kesakitan!"
Suaranya menggetarkan kalbu membuat tangan Ciok Tim agak gemetar,
akhirnya ia menghela nafas panjang, melepaskan tangan dan menunduk.
Pelahan Giok he memijat pundak sendiri dan berkata, "Oo, sakit sekali
cengkraman mu, lekas urut bagiku."
Tanpa terasa Ciok Tim menjulurkan tangannya dan meraba bagian yang
dimaksud. Giok he memejamkan mata seperti menikmati, rabaan anak muda
itu. Jari Ciok Tim tambah beraksi dengan cepat dan mulai menurun ke
bawah.......sorot matanya memancarkan cahaya kerakusan seperti binatang
liar yang kelaparan.........
Pelahan tubuh Giok he menggeliat, ia berucap seperti orang mengigau,
"Sungguh bodoh kau, memang kaukira aku ada berbuat apa terhadap Lo-ngo"
Hm, aku kan Cuma........Cuma ingin memperalat dia saja.......Oo, kau mau
apa?" Mendadak ia berteriak sambil memberosot lepas dari pegangan Ciok Tim.
Keruan anak muda itu melenggong, serupa kucing liar yang sedang berahi
mendadak disiram air dingin.
Giok he memandangnya dengan senang, ia tahu anak muda ini seluruhnya
telah jatuh dalam cengkramannya, sudah masuk dalam perangkap yang
diaturnya, telah menjadi budaknya.
Dengan lembut ia lantas berkata, "Adik Tim, etntunya kau tahu betapa hatiku
terhadapmu asalkan kauturut apa yang telah kuatur, segala hasil usahaku
kelak adalah milikmu. Cuma kaupun perlu tahu, meski kusuka padamu, namun
banyak urusan yang tdiak adapat kutinggalkan hanya lantaran dirimu. Banyak
persoalan dunia persilatan yang tidak kaupahami, demi hari depan kita, mau
tidak mau harus kukerjakan hal-hal yang sukar kaubayangkan, untuk ini
hendaknya kaumaklum."
Dengan bimbang Ciok Tim mengangguk.
Maka Giok he menyambung lagi, "Maka apapun tindakanku selanjutnya jangan
kau ganggu. Jika kau terima permintaanku ini selamanya tentu kaudapat
berada bersamaku, kalau tidak......." sampai disini ia tidak meneruskan lagi
melainkan terus membalik tubuh dan melangkah ke sana.
Ciok Tim berdiri melongo di tempatnya,, ia merasa pedih dan juga
mendongkol, sungguh ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Pada saat itulah Giok-he berpaling dan berseru, "He, untuk apa berdiri di situ"
Ayolah kemari........"
Tanpa terasa Ciok Tim ikut melangkah ke sana, dalam kegelapan terdengar
pula suara tertawa yang menggiurkan........
Kegelapan memang telah banyak menyembunyikan berbagai rahasia dan dosa
manusia sehingga dunia ini kelihatan terlebih indah.
Dalam pandangan Lamkiong Peng saat itu, dunia ini menag kelihatan indah
dan penuh harapan.
Ia merasa dunia ini ada orang jahat, tapi orang baik terlebih banyak lagi.
Hasratnya ingin lekas menolong sahabatnya memebutanya lupa letih dan
lapar. Dengan penuh semangat ia berlari dalam kegelapan malam.
Dengan hati-hati ia telah menyimpan pil merah itu dalam sebuah kantung
sutera kecil, kantung yang serupa dompet itu adalah pintalan sang ibu
sebelum dia meninggalkan rumah. Pada waktu kesepian ia suka meraba
kantung sutera itu. Dia seorang kastria muda, dia tidak pernah melupakan
kasih ibunda. Ia berlari dengan cepat, tidak lama ia sudah berada di luar kota Se-an,
suasana sunyi senyap, ia coba memeriksa keadaan sekeliling, akan tetapi tidak
terlihat bayangan Bwe kiam soat.
IA menjadi kuatir, "Apakah dia sudah pergi?"
Ia coba memanggil, "Nona Bwe......nona Bwe ..."
Namun suasana tetap sunyi senyap, dimanapun Bwe kiam soat berbunyi
seharusnya mendengar suaranya.
Nafas Lamkiong Peng terasa sesak, pikirnya, "Kenapa tidak menunggu disini"
Kenapa dia ingkar janji" Tik Yang keracunan, apakah juga dibawanya pergi,
kan obat penawar yang kubawa ini menjadi sia-sia........."
Ia menghela nafas dan tidak ingin berpikir lagi, ia melangkah ke sana dengan
limbung. Awan tersimak, cahaya bulan menembus langsung menyinari sesosok
bayangan manusia di balik semak sana, terlihat mukanya, siapa lagi dia kalau
bukan Bwe kiam soat.
Dengan girang Lamkiong Peng berseru, "Hei nona Bwe, kiranya engkau berada
disini!" Selagi dia hendak memburu kesana, dilihatnya muka Bwe kiam soat yang
pucat itu kaku dingin, melenggong seperti orang linglung, sorot matanya
buram, air mukanya kaku tanpa memperlihatkan sesuatu perasaan, serupa
orang yang hiat-tonya tertutuk, seperti juga orang yang tersihir.
Tergetar hati Lamkiong Peng , ia tahu pasti terjadi sesuatu. Cepat ia memburu
maju sambil menegur dengan suara gemetar, "Kenapa......."
Belum lanjut ucapannya, dilihatnya mata Bwe kiam soat melirik ke samping
depan sana tanpa bersuara.
Tanpa terasa Lamkiong Peng ikut memandang ke sana, di bawah pohon duduk
sesosok bayangan orang lagi, duduk kaku tanpa bergerak seperti patung,
hanya sinar matanya kelihatan gemerdep dalam kegelapan.
Waktu diperhatikan, kembali hati Lamkiong Peng berdebar, tanpa terasa ia
berseru, "Hei, nona Yap, kenapa engkau pun berada disini"!"
Sungguh tak terpikir olehnya bahwa bayangan yang duduk di bawah pohon itu
adalah murid Tan-hong Yap jiu-pek, Yap man-jing yang cantik dan juga
pongah itu. Siapa tahu, meski mendengar seruannya, namun Yap manjing tetap diam saja,
seperti tidak mendengar dan juga tidak melihat, ia msih duduk di tempatnya.
Tentu saja Lamkiong Peng terheran-heran, ia menaruh Cin tong-lai di tanah,
lalu dihampirinya nona yang jelita dan seperti linglung itu.
"Nona Yap," tegurnya sesudah dekat, "Apakah terjadi sesuatu disini?"
Terlihat senyuman Yap manjing yang hambar, namun tetap duduk saja tanpa
menjawab. Mengamat-amati lebih teliti, dilihatnya si nona tetap memakai baju hijau, mata


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

alisnya tetap menampilkan sikap angkuh, sama sekali tidak ada tanda hit-to
tertutuk dan sebagainya.
Lamkiong Peng tambah heran, ia coba mendekati Bwe kiam soat, dilihatnya
Kiam soat melototinya sekejap, seperti tidak senang dia memperhatikan orang
lain "Sesungguhnya apa yang terjadi?" tanya Lamkiong Peng dengan gelisah.
Namun Bwe kiam soat juga tidak bergerak dan juga tidak menjawab, seperti
orang bisu dan tuli.
"Bagaimana dengan Tik Yang " Dimana dia!" serunya pula kuatir sambil
memandang kian kemari.
Bwe kiam soat Cuma memandang Yap man-jing tanpa berkedip, sebaliknya
Yap manjing juga menatap Bwe kiam soat, kedua nona itu sama sekali tidak
memandang lagi kepada Lamkiong Peng, seperti dia tidak hadir di situ.
Seketika Lamkiong Peng celingukan kian kemari dengan bingung.
Sekilas pandang mendadak dilihatnya di semak rumput sana merayap keluar
seekor ular hijau sepanjang satu kaki, dengan cepat ular itu merayap ke
samping dengkul Yap manjing.
Meski sorot mata Yap manjing menampilkan rasa ngeri, namun tubuhnya tetap
tidak bergerak sama sekali.
Biasanya di tengah semak rumput memang banyak ular berbisa.
Tentu saja Lamkiong Peng kuatir, cepat ia melompat maju, sekali raih ekor
ular itu segera dipegangnya.
Ular itu lantas melingkar ke atas, lidah ular yang merah terjulur, secepat kilat
hendak memagut urat nadi Lamkiong Peng.
Meski mahir ilmu silat, namun Lamkiong Peng sama sekali asing terhadap ular.
Ia terkejut dan membuang ulat itu kebelakang, tapi ketika ia berpaling
mengikuti temapt jatuhnya ular, kembali ia terkejut, sebab ular itu dengan
tepat terlempar ke atas tubuh Bwe kiam soat.
Lekas Lamkiong Peng memburu lagi ke sana. Ular itu pun seperti terkejut,
hanya sejenak berhenti di atas tubuh Bwe kiam soat, lalu merayap ke bagian
lehernya. Air muka Bwe kiam soat tampak pucat ketakutan, kulit dagingnya merinding
dan berkerut-kerut, dengan cemas ia memandang lidah ular yang sebentarKoleksi
Kang Zusi bentar terjulur itu, butiran keringat dingin merembes keluar di dahinya, namun
tubuhnya tetap tidak bergeming.
Orang perempuan pada umumnya takut kepada tikus dan ular, betapa tabah
hati seorang perempuan juga akan menjerit kelabakan bila melihat mahluk
melata tersebut, apalgi sekarang tubuh Bwe kiam soat dirayapi ular, betapa
cemasnya sukar dilukiskan.
Ketika Lamkiong Peng memburu tiba, segera ia hendak mencengkram kepala
ular. Karena pengalaman tadi, ia pikir sekali pencet akan membinasakan
binatang melatah ini.
Tak terduga belum lagi tangannya bergerak, tiba-tiba seorang membentak di
belakangnya, "Jangan!"
Dengan terkejut Lamkiong Peng menoleh, dilihatnya Ban tat berlari datang dari
kejauhan sana, dengan nafas tersengal ia menatap ular hijau itu dengan waswas,
berbareng ia menarik Lamkiong Peng mundur ke belakangnya.
Dengan heran Lamkiong Peng bertanya, "Apa..........."
Pelahan Ban tat memberi tanda supaya jangan bicara, lalu ia melangkah maju
dengan prihatin serupa seorang jago dunia persilatan menghadapi lawan yang
paling tangguh.
Melihat ketegangan orang tua ini, Lamkiong Peng tahu ular hiaju ini pasti
bukan sembarangan ular berbisa bilamana cengkramannya tadi tidak berhasil
sekali pegang, buka mustahil jiwa Bwe kiam soat melayang.
Suasana berubah sunyi mencekam, jantung sama berdebar.
Tubuh ular hijau yang jelek dan bersisik itu sudah mulai merayapi pundak Bwe
kiam soat dengan lidahnya yang mersah menjulur dan hampir menjilat wajah
Bwe kiam soat yang pucat. Sampai Yap manjing yang duduk di seberangnya
juga menampilkan rasa kuatir dan ngeri.
Langkah Bantat sangat pelahan dan sangat hati-hati. Lamkiong Peng mengepal
tinju dengan menahan nafas, butiran keringat mengucur dari dahinya.
Mendadak terlihat lidah ular berkelebat lagi. Secepat kilat Ban Tat turun
tangan dengan tiga jari ia cengkeram leher ular, beberapa senti dibawah
kepala, menyusul dibantingnya dengan keras ke tanah, kontan ular itu mati
kaku dan tidak berkutik lagi.
Gerak tangannya cepat lagi jitu, baru sekarang Lamkiong menghela napas
lega. Selagi dia hendak mengucapkan terima kasih, dilihatnya Ban Tat masih
prihatin, mendadak ia melolos sebilah belati tajam, sekali injak dengan kaki
kiri, kontan tubuh ular itu dipotongnya.
"Gret" menyusul belati itu lantas ditancapnya diatas kepala ular, darah segar
pun munerat menyebabkan menyebarkan bau anyir busuk. Sampai disini baru
Ban Tat menarik napas lega, tampa terasa juga Lamikiong Peng mengusap
keringatnya. Namun Bwe Kim Soat dan Yap Man-jing masih tetap duduk kaku
di tempatnya. Kejadian yang mendebarkan tadi seakan " akan terjadi atas diri
mereka. "Sungguh berbahaya...." guman Ban Tat. Sebenarnya apa yang terjadi ini"
tanya Lamkiong Peng. "Ular ini tidak terdapat di daerah Tionggoan, tapi jenis
ular paling berbisa yang cuma terdapat di daerah gurun. Bisa ular ini sangat
jahat, sekali tergigit dalam sekejap korbannya akan mati sesak napas.
Sungguh tak terduga ular semacam ini bisa muncul disini."
Diam " diam Lamkiong Peng bersyukur terhindar dari maut, untung
kedatangan penolong yang ahli, kalau tidak urusan ini bisa runyam. "Yang
kutanyakan bukan Cuma sola ular, tapi mereka.... sesungguhnya apa yang
terjadi?" Katanya pula menunding Bwe dan Yap berdua. "Kenapa mereka
begitu" Dan kemana perginya Tik-heng?"
Ban Tat mengeluarkan sepotong kain putih, dengan hati " hati ia membungkus
tangkai belati lalu menggali sebuah liang disamping bangkai ular, katanya
dengan gegetun. "Aku dan nona Bwe menunggumu disini, lambat laun
fajarpun menyingsing, sedangkan kedaan sahabat She Tik itu semakin parah
dan menguatirkan, berulang dia mengigau, tubuh pun mengejang. Mestinya
nona Bwe hendak menutuk hiat " to untuk mengurangi penderitaannya, tapi
kuatir racun sudah masuk darahnya, bila hiat-to ditutuk bisa jadi racun akan
mengumpul dan tidak dapat mengalir, hal ini tentu akan tambah bahaya."
Ia berhenti sejenak sambil melirik Bwe Kim-soat sekejap, lalu bertutur pula,
"Waktu itu mestinya ingin kucari suatu tempat yang sejuk untuk bersembunyi
dan menunggu kepulanganmu, tapi nona Bwe menolak, ia bilang sudah
berjanji menunggumu disini, biarpun langit ambruk dan bumi ambles juga
tetap akan menunggumu disini."
Terharu sekali hati Lamkiong Peng, tampa terasa ia memandang Bwe Kim-soat
sekejap, kebetulan Kim-soat juga lagi melirik ke arahnya. Bentrokan
pandangan ini membuat jantung anak muda itu berdebur.
"Kemudian lantas bagaimana" " tanyanya kepada Ban-tat.
Menjelang magrib, kupergi mencari makanan dan air minum, siapa tahu
sedikitpun nona Bwe tidak mau makan, dia Cuma minum dua ceguk air dingin
sambil memandang ke arah kepergianmu dengan cemas. Meski dia tidak
omong juga dapat kuselami betapa rasa kuatirnya bagimu. Setelah hari gelap
ingin kucari lagi kayu bakar untuk membuat api unggun....."
Kembali ia merandek sambil memandang Ke arah Yap manjing, sambungnya,
"pada saat itulah nona Yap ini mendengar suara igauan Tik yang dan mencari
ke arah suara sini..." mendadak ia memandang kian kemari sambil menahan
suaranya, "kedatangan nona Yap ini seprti juga lantaran dirimu, sekali dia
melihat nona Bwe, seketika air mukanya berubah dan bertanya, "Apakah
Lamkiong Peng juga terluka".........Agaknya dia dapat menerka siapa nona
Bwe, juga orang yang berada bersama nona Bwe pasti dirimu."
Diam-diam Lamkiong Peng menghela nafas, entah merasa hangat atau
bingung, sedapatnya ia menahan keinginannya memandang Yap manjing,
akan tetapi toh tidak tahan dan akhirnya melirik juga sekejap, kembali
keduanya beradu pandang.
Jantung Lamkiong Peng berdebur lagi, cepat ia tanya Ban Tat, "Dan kemudian
bagaimana?"
"Kemudian......." Bantat berdehem dulu, lalu menyambung, "Kemudian nona
Bwe menjengek dan menegur siapakah nona Yap" Dan...dan keduanya lantas
terlibat dalam pertengkaran........"
Agaknya ia sungkan menceritakan pertengkaran kedua nona yang berpangkal
atas diri Lamkiong Peng itu, ia cuma berkata, "pembicaraan kedua nona itu
tentu saja tidak dapat ku ikut campur, namun akhirnya kudengar.....kudengar
nona Bwe berkata, "Ya usiaku sudah 40-an, dengna sendirinya memenuhi
syarat untuk menjadi angkatan yang lebih tua, maka sekarang hendak kuberi
hajaran kepada kaum muda yang tidak sopan seperti kau ini."
Kening Lamkiong Peng bekerenyit, pikirnya," Jika demikian, jelas Yap Manjing
telah menyebut nona Bwe sebagai Locianpwe, mengapa dia menganggap nona
Yap tidak sopan?"
Betapa pintarnya Lamkiong Peng tetap tidak dapt memahami perasaaan anak
perempuan. Ia tidak tahu bahwa Yap manjing sengaja menyebut usia Bwe
kiam soat untuk mengingatkan dia hanya sesuai menjadi "Locianpwe", atau
kaum tua Lamkiong Peng, artinya tidak cocok untuk menjadi pacarnya.
Dengan sendirinya hal ini membuat Bwe kiam soat menjadi marah.
Didengarnya Ban tat berkata pula, "maka nona Yap lantas marah jugga, pada
waktu itu Tik Yang lagi meronta-ronta, kudekati dia untuk merawatnya. Ketika
keadaannya agak baikan, kudengar kedua nona ribut mulut lagi, akhirnya nona
Yap menjengek, "Hm, orang kangouw sama menyebut dirimu sebagi Leng
hiat-huicu, tentu karena tabiatmu yang dingin dan tenang. Maka sekarang juga
boleh kita beradu kesabaran berduduk semedi, tidak peduli menghadapi
kejadian apapun dilarang bergerak, barangsiapa bergerak lebih dulu dianggap
kalah." Tergerak hati Lamkiong Peng , pikirnya nona Yap ini sungguh pintar, dia hidup
bersama Yap jiu-pek di puncak Hoa-san yang dingin dan sepi itu selama
berpuluh tahun, dalam hal duduk menyepi dengan sabar, tentu jauh lebih
tahan daripada orang lain."
Berpikir demikan, tanpa terasa ia memandang Bwe kiam soat sekejap, lalu
bertanya pelahan, "Dan dia menerima tantangan itu?"
"Masa dia menolak?" ujar Ban tat.
Tapi segera teringat oleh Lamkiong Peng , Bwe kiam soat pernah tersekap
belasan tahuan di dalam peti mati yang sempit dan gelap itu, penderitaaan
selama itu memerlukan kesabaran yang tak terhingga untuk mengatasinya,
jika urusan duduk diam saja pasti tidak menajdi soal baginya.
Berpikir demikian, tanpa terasa ia menyapu pandang sekejap kepada Bwe
kiam saot dan Yap manjing berdua, ia pikir, pengalaman dan watak kedua
orang perempuan ini memang lain daripada yang lain, tampaknya dalam waktu
singkat mereka pasti sanggup bertahan untuk tidak bergerak sama sekali.
Melihat perubahan air muka Lamkiong Peng yangs sebentar kuatir dan
sebentar girang, lain saat kagum, segera merasa sedih lagi, tentu saja Ban tat
juga terheran-heran.
"Pertandingan mereka ini entah akan berakhir kapan," gumam Lamkiong Peng
dengan gegetun. Mendadak ia bertanya, "Dan kemana perginya Tik-heng?"
"Racun yang digunakan Yim hong-peng memang sangat lihai, selain bisa
membunuh, juga dapat membuat pikiran sehat orang terbius. Sahabat she Tik
itu selama seharian tampak seperti orang sinting, pada waktu malam bahkan
kumat gilanya, aku harus mengawasi keadaan nona Bwe, juga perlu menjaga
dia, memangnya kau susah kerepotan, kedatangn nona Yap segera pula
menantang bertanding lagi kepada nona Bwe, selagi aku agak meleng, sahabat
she Tik itu terus melepaskan peganganku dan berlari secepat terbang ke
tempat gelap. "Dan tidak kalian susul?" tanya Lamkiong Peng kuatir.
"Nona Bwe dan nona Yap waktu sudah mulai bertanding berduduk dan tidak
dapat bergerak lagi, dengan sendirinya tak dapat menyusulnya, " tutur Ban
tat. "Dan kau sendiri?" tanya Lamkiong Peng .
"Aku sendiri segera mengejarnya, ujar Ban Tat dengan gegetun, "Siapa tahu,
meski sahabat Tik itu keracunan, tapi ginkangnya tetap sangat mengejutkan,
meski sudah kusul dengan sekuat tenaga, namu tidak seberapa lama aku
kehilangan jejaknya dalam kegelapan."
"Dan karena tidak dapat kau susul dia, lantas kembali lagi kesini?" tanay
Lamkiong Peng dengan mendongkol.
"Ya, aku memang tidak berdaya, setiba kembaliku kesini, kebetulan kulihat
ular hijau tadi," tutur Ban Tat dengan menyesal.
"Dia lari ke arah mana?"
Ban Tat menuding ke arah barat.
"Coba bawaku kesana," seru Lamkiong Peng sambil menarik tangan Ban Tat
dan diajak berlari pergi.
Tanpa kuasa Ban Tat terseret lari secepat terbang, diam-diam ia mebtin,
"Berpisah belum ada setahun, tak tersangka kungfunya sudah maju secepat
ini.........."
********** Malam semakin sunyi, Bwe kiam soat dan Yapmanjing hanya sempat melirik
ke arah menghilangnya bayangan Lamkiong Peng di kegelapan sana, segera
mereka memusatkan perhatian dan saling tatap pula.
Meski diluar kedua orang kelihatan tenang, tapi dalam hati sama bergejolak.
Angin meniup dingin, tanah kosong di tengah kedua orang yang duduk saling
pandang itu menggeletak Cian Tong-lai yang sejak tadi tak sadarkan diri.
Mendadak anak muda ini mulai bergeliat dan membalik tubuh miring ke
samping. Bwe kiam soat dan Yap manjing sama tidak tahu siapakah pemuda berbaju
perlente ini. Apakah orang ini sakit atau terluka. Apakah musuh Lamkiong
Peng atau sahabatnya.
Tertampak anak muda itu membalik dua tiga kali, mendadak melompat
bangun serupa seekor kelinci yang terkejut terkena panah, dengan tercengang
ia kucek-kucek matanya, lalu memandang Bwe kiam soat dan Yap Manjing
dengan terbelalak.
"He, tempat apakah ini" Kenapa aku berada di sini?" tanyanya bingung.
Bahwa setelah siuman, mendadak diketahui dirinya berada di tempat sepi dan
disampingnya berduduk dua peermpuan maha cantik tanpa bergerak, betapa
tabahnya tidak urung juga rada sangsi dan ngeri.
Setelah tercengang sejenak, mendadak ia berpaling, "Giok-ji.....Tanji........"
Lalu ia menghadapi lagi ke arah Bwe dan Yap berdua, bentaknya,
"Sesungguhnya tempat apakah ini" Mengapa aku sampai di sini?"
Namun kedua perempuan maha cantik ini tetap tidak bergerak sedikitpun,
bahkan meliriknya pun tidak.
Timbul juga rasa ngeri Cian tong-lai, pikirnya, "Jangan-jangan aku ketemukan
setan" Kalau tidak, mengapa tanpa sebab dari Boh-liong-ceng aku bisa berada
di sini?" Mendadak ia melayang pergi seepat terbang.
Hati Bwe kiam soat dan Yap berdua sama tergetar, diam-diam mereka memuji
kehebatan ginkang anak muda itu. Mereka pun geli teringat kepada kelakuan
Cian Tong-lai yang bingung tadi.
Siapa tahu, sejenak kemudian, mendadak terdengar suara orang berdehem,
pemuda berbaju perlente muncul kembali, dengan langkah santai ia mendekati
kedua peermpuan cantik itu, lebih dulu ia mengamat-amati Bwe kiam soat
beberapa kejap, lalu mengawasi Yap Manjing dengan cermat, kemudian
menuju ke samping Kim soat serta mendekatkan kepalanya ke muka orang
dan menegur, "He, he, kau dengar ucapanku tidak?"
Tapi Bwe kiam soat tetap diam saja, tidak bergerak, juga tidak berkedip.
Cian Tong-lai menggeleng kepala, ia coba mendekati Yap manjing dan
berjongkok di sampingnya serta menegur, "He.....he....."
Namun Yap manjing juga diam saja tanpa bergeming, malahan sorot mata
mereka tampak menampilkan rasa gusar atas tingkah lakunya yang kasar itu.
Mendadak Cian tong-lai membentak, "Hai..."
Bentakan ini keras luar biasa seakan-akan genta yang dibunyikan di tepi
telinga, hati Bwe dan Yap tergetar, betapapun tenangnya mereka tidak urung
berkedip juga. "Haha, kiranya kalian bukan orang tuli," seru Cian tong-lai dengan tertawa.
"Semula kusangka kalian orang bisu tuli, eh kiranya kalian juga dengar
suaraku. Padahal kalian masih muda jelita, jika benar bisu-tuli kan sayang!"
Mendadak ia berhenti tertawa dan menarik muka, jengeknya, "Hm, jika kalian
buka orang bisu-tuli, kenapa kalian tidak menggubris pertanyaanku tadi"
Apakah kalian menghina diriku"
Bwe dan Yap merasa selain kungfu anak muda ini sangat tinggi, orangnya juga
cakap, Cuma tutur katannya yang kelewat congkak dan menjemukan, namun
meski hati mendongkol mereka tetap tidak bergerak.


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cian tong-lai bersimpuh tangan dan berjalan mondar-mandir, dipandangnya
Bwe kiam soat, lalu memandang Yap manjing lagi, sejenak kemudian kembali
ia menengadah dan bergelak tertawa, "Hahaha, bagus, tahulah aku! Mungkin
thian kasihan padaku karan kesepian, maka sengaja memberikan dua teman
jelita kepadaku."
"Betul tidak?" demikian ia pandang Kiam soat dan bertanya, lalu berpaling dan
tanya Yap manjing pula, "Betul tidak?"
Lalu ia terbahak-bahak dan menambahkan pula, "Aha, rasanya memang betul
begitu, bukankah kalian telah mengaku secara diam-diam"!"
Sedapatnya Bwe kiam soat emnahan rasa gusar, dia berharap Yap manjing
tidak tahan oelh godaan anak muda itu dan mendahului bergerak, dengan
begitu di akan segera melompat bangun untuk memberi hajaran setimpal
kepada pemuda sombong dan bangor ini.
Sebaliknya Yap manjing juga tetap diam saja, ia pun berharap Bwe kiam soat
bergeral lebih dahulu.
Jadinya kedua orang tetap saling pandang, dada serasa mau meledak saking
gemasnya, namun tetap tidak ada yang bergerak lebih dulu.
Mendadak Cian tong-lai menepuk dahi sendiri dan berhenti tertawa,a lisnya
bekerenyit, ucapnya dengan masgul, "O, thian, meski engkau
memperlakukanku dengan amat baik, tapi rasanya juga keterlaluan. Kedua
anak perempuan ini sama cantiknya, lantas cara bagaimana harus kuambil
keputusan" Padahal aku cuma ada satu tubuh, terpaksa mereka harus
kujadikan istri tua dan istri muda. Lantas siapakah di anatar mereka yang
berhak menjadi istri tua dan yang mana istri muda?"
Dia sengaja berlagak seperti seorang yang kebingungan, ia mendekati Yap
manjing dan meraba pipinya yang halus itu, katanya dengan menyesal, "Ai,
muda jelita seperti ini mana sampai hati kujadikan dirimu sebagai istri muda?"
Lalu dengan lagak kasihan ia pun mendekati Bwe kiam soat dan meneolek
dagunya serta berkata, "Dan ini kan juga tidak kalah cantiknya, sungguh
sayang bila disuruh antri dari belakang."
Mata Bwe dan Yap serasa mau menyemburkan api saking gusarnya. Tapi tiada
seorang pun memandang Cian tong-lai, keduanya tetap saling pandang
dengan melotot dengan harapan semoga pihak lawan mau bergerak lebih dulu.
************* Kembali tadi, Lamkiong peng yang cemas dan gemas serta kuatir itu sedang
berlari menyeret Ban Tat, gerundelnya, "Kenapa dia begitu ceroboh dan
membiarkan Tik-heng pergi begitu saja. Padahal dia tahu jelas Tik-heng
keracunan parah dan kupergi mencari obat penawar dengan menyerempet
bahaya. Ai jika.........jika Tik heng tidak dapat kutemukan,
bukankah........bukankah berarti jiwanya melayang akibat perbuatan mereka?"
Dia berlari semakin cepat dan gelisah.
"Lamkiong-kongcu," kata Ban Tat. "Kedua nona itu berduduk diam di sana,
bukan.........bukan mustahil akan timbul bahaya."
Lari Lamkiong-peng agak diperlambat ucapnya dengan mendongkol, "Lantas
bagaimana dengan jiwa Tik-heng?"
"Ai, alangkah bahagianya setiap orang yang dapat bersahabat denganmu,"
ucap Ban Tat dengan gegetun.
"Tik-heng keracunan lantaran membela diriku, tapi sekarang.......ai, sungguh
aku........"
Lamkiong Peng tidak sanggup melanjutkan karena sejauh itu bayangan Tik
Yang tetap tidak kelihatan.
Segera ia berteriak, "Tik-heng, Tik yang.......dapatlah kaudengar suaraku?"
"Dia dalam keadaan tidak sadar, biarpun kau panggil di telinganya juga tidak
dipahaminya," ujar Ban Tat. "Apalagi dalam keadaan gelap begitu, kemana
akan kaucari dia" Meski dia keracunan parah, tapi sudah kusalurkan tenaga
murniku untuk memperkuat jantungnya, kukira dalam sehari atau setengah
hari saja takkan beralangan bagi jiwanya. Akan lebih baik sekarang kita
kembali ke sana untuk membujuk kedua nonna itu agar berhenti bertanding.
Mereka Sebenarnya tidak bermusuhan, bujukanmu mungkin akan diturut
mereka. Besok pagi setelah terang tanah barulah kita berempat mencari
sahabat she Tik itu.
Lamkiong Peng menjadi ragu dan mengendurkan langkahnya,
"Tapi.........tapi........"
Belum lanjut ucapannya, sekonyong-konyong jauh dari belakang sana
berkumandang suara bentakan orang yang tersiar terbawa angin. Jelas orang
yang membentak itu memiliki tenaga dalam yang kuat.
"Siapa itu?" Lamkiong Peng melengak dan saling pandang dengan Ban tat.
Tanpa pikir lagi segera kedua orang berlari kembali ke arah datangnya tadi.
Tidak jauh mereka berlari, kembali terdengar suara gelak tertawa orang
terbawa angin. "Ternyata tidak salah dugaanmu, mereka mengalami sesuatu," kata Lamkiong
Peng. "Kedua nona itu sama menguasai kepandaian tinggi, bila menghadapi kejadian
di luar dugaan, mustahil mereka tetap duduk diam saja hanya untuk berebut
kemanangan yang tidak ada artinya itu?" ujar Ban Tat.
"Tapi watak kedua orang itu terkadang memang sukar dimengerti..........."
Belum habis ucapan Lamkiong Peng,sekonyong-konyong berkumandang lagi
suara tertawa keras orang.
"Biar kupergi dulu!" seru Lamkiong Peng sambilmendahului berlari secepat
terbang. Hanya sekejap saja ia sudah lari sampai di tempat duduk Bwe dan Yap berdua,
dilihatnya pemuda perlente Cian Tong-lai yang dibawanya dari Boh-liong-ceng
itu sekarang sudah berdiri di depan Bwe kiam soat dan sedang membelai
rambutnya dengan tertawa dan berkata, "Ehm, halus dan lemas benar
rambutmu, selicin sutera rasanya, sungguh beruntung aku........."
"Dari jauh segera Lamkiong Peng membentak,"Berhenti, cian tong lai!"
Saat itu Cian tong-lai lagi tergiur, dirasakan sorot mata kedua nona yang gusar
itu semakin menambah daya pikat mereka. Ia pikir bilamana mereka benar
benci kepadanya, mengapa mereka tidak segera melabraknya, tapi tetap
duduk diam saja tanpa peduli mereka dicolek dan diraba.
Bentakan Lamkiong Peng membuatnya terkejut, cepat ia berpaling, dilihatnya
seorang pemuda tak dikenal sedang memburu tiba dengan cepat. Ia heran dan
juga mendongkol, segera ia balas membentak, "Siapa kau?" Dari mana kau
kenal namaku?"
Lamkiong Peng berhenti di depannya, dengan sorot mata tajam ia menjawab,
"Aku yang membawamu ke sini dari Boh-liong-ceng, dengan sendirinya kutahu
namamu." Tentu saja Cian Tong-lai melenggak, "Engkau yang memebawaku ke
sini".........
"Ya, kau tidak sadar karena terbius, jika tidak ditolong oleh Wiki, saat ini
nasibmu pun sukar diramalkan," tutur Lamkiong Peng.
"Aku tak sadar........terbius"...........Wiki yang menolongku"......." demikian
Cian tong-lai bergumam dengan terheran-heran.
"Ya, baru saja kau bebas dari bahaya, kenapa lantas berlaku tidak senonoh
terhadap kaum wanita?" damprat Lamkiong Peng.
"E-eh, nanti dulu!" ujar Cian tong-lai sambil menggoyangkan tangannya.
"Urusan ini rada membingungkan. Tampaknya kedua nona itu seperti
kenalanmu?"
"Memang betul," jawab Lamkiong Peng.
"Haha, pantas kau kelihatan cemas begini," ujar Cian tong-lai dengan tertawa.
"Cuma, jangan kau kuatir. Biasanya aku pun tahu baik dan jelek. Kau bilang
telah membantuku, kau pun mengatakan mereka adalah sahabatmu, maka
bolehlah kita bagi rata saja seorang dapat satu, urusan lain boleh kita
bicarakan nanti."
Mendongkol hati Lamkiong Peng oleh ucapan orang yang tidak pantas itu,
dengan menggereget ia mendamprat, "Kurang ajar! Sungguh tak tersangka
kau dapat bicara seperti ini. Tampaknya perlu kuberi hajar adat padamu."
Cian tong-lai mendelik, jengeknya,"Hajar adat padaku" Haha, bagus......."
"Bagus apa?" bentak Lamkiong Peng sambil menampar muka orang.
Tamparannya ini tidak pakai jurus serangan melainkan serupa orang tua
menghajar anak nakal saja.
Han Bu Kong Jilid 11 Namun Cian Tong-lai menghadapinya dengan tertawa, sikapnya pongah,
tamparan orang dianggapnya sepele, sekenanya ia hendak mengkis sambil
mengejek, "Hm, hanya begini saja......."
Belum lanjut ucapannya, sekonyong-konyong dirasakan tenaga tamparan
orang sangat kuat, tangan sendiri yang menagkis terasa kaku kesemutan,
tanpa kuasa ia tergetar mundur beberapa tindak.
Sesuai dengan pesan si gelang terbang Wiki, mestinya Lamkiong Peng tidak
bermaksud melukai Cian tong-lai, tapi sikap orang yang congkak dan
ucapannya yang menghina memnuatnya tidak tahan. Sambil membentak
segera ia menubruk maju, sekaligus ia menghantam dua-tiga kali, selalu
mengincar beberapa hiat-to penting di bagian iga lawan.
Meski lengan Cian tong-lai masih terasa kemeng, namun gerakannya tidak
kurang gesitnya, dengan cepat ia mengindar dan balas menyerang beberapa
kali. Keduannya sama terkesiap oleh ketangkasan lawan dan tidak berani lagi saling
meremehkan. Dalam pada itu Ban Tat telahmemburu tiba, ia pun terkejut melihat
pertarunagn sengit kedua orang itu. Apalagi dilihatnya air muka Bwe kiam soat
dan Yap manjing juga menunjuk rasa cemas, mau-tak mau ia ikut prihatin.
Mendadak terdengar suitan Lamkiong Peng, kedua tangan menghantam susul
menyusul dengan jurus "Ciam-liong-sing-thian" atau naga sembunyi
melambung ke langit.
Diam-diam Ban Tat bergirang, ia pikir sekali anak muda itu mengeluarkan
jurus serangan andalan perguruannya, kemenangan tentu tidak perlu
diragukan lagi.
Tak tersangka Bwe kiam soat dan Yap manjing justru sama menjerit kuatir,
berbareng mereka pun menubruk maju.
Kiranya selama beberapa hari ini Lamkiong Peng sudah terlampau letih, ia
sudah kehabisan tenaga sehingga gerak-geriknya mulai lamban, jurus Ciamliongsing-thian itu dilancarkannya dengan terpaksa, tujuannya hanya untuk
gugur bersama musuh.
Namun Bwe kiam soat dan Yap manjing yang menyaksikan di samping jauh
lebih jelas, mereka tahu tenaga murni Lamkiong Peng sudah habis, dengan
melancarkan serangan maut itu keadaan anak muda itu justru lebih celaka
daripada selamatnya. Maka mereka terus menubruk maju untuk membantu.
Cian tonng-lai mendengus sembari menggeser ke samping, ketika Lamkiong
Peng yang melambung keatas itu mulai turun, segera ia pun bersuit dan
bermaksud melompat untuk menyongsong lawan.
Pada saat itulah tiba-tiba dari kanan-kiri menubruk tiba dua sosok bayangn
orang dengan angin pukulan dasyat. Ia terkejut, cepat ia berputar melepaskan
diri dari gencetan itu.
Sementara Lamkiong Peng sudah melayang turun, karen sasarannya keburu
menggeser, cepat gunakan gerakan "Sin-liong-hi-in" atau naga sakti
memainkan awan, dengan berjumpalitan ia tancapkan kakinya di tanah
dengan enteng. Sempat dilihatnya Bwe kiam soat dan yap manjing sama meliriknya sekejap,
habis itu mereka terus menerjang lagi ke arah Cian tong-lai, dari lirikan
mereka itu jelas kelihatan perhatian mereka terhadap keselamatan Lamkiong
Peng. Tergetar hati Lamkiong Peng. Ban Tat juga gegetun dan diam-diam ikut
merasa bahagia bagi anak muda itu. Akan tetapi sebagai orang tua yang sudah
kenyang asam garam kehidupan, rasanya di balik kebahagiaan itu seperti ada
sesuatu yang mengkuatirkan.
"Haha, tampaknya kedua nona benar-benar ingin belajar kenal dengan
kepandaianku, baiklah kuperlihatkan sejurus dua jurus istimewa, supaya kalian
tahu siapa tahu diriku," seru Cian tong-lai dengan tertawa, akan tetapi ketika
selesai ucapannya, dia tidak sanggup tertawa lagi.
Mendadak Bwe kiam soat menutuk empat kali ke beberapa hiat-to mematikan
di tubuh Cian Tong-lai, meski keempat hiat-to itu tersebar di bagian yang
berbeda, namun gerak serangan Bwe kiam soat itu seakan-akan dilancarkan
secara serentak.
Terpaksa Cian tong-lai melompat mundur dan tergencang oleh serangan maut
lawan itu. Tiba " tiba Bwe kim"soat tersenyum kepadaYap man"jing dan berkata, "yap
moaymoay, boleh kau mundur saja, biar kulayani dia sendiri"
Akan tetapi alis Yap Man-jing seolah-olah menegak tanpa bersuara ia pun
menubruk maju dan melancarkan beberapa kali serangan kilat sehingga
terpaksa Cian tong-lai melayani dengan sama cepatnya.
"Haha, serngan bagus, kungfu lihai!" seru Bwe kiam soat dengan tertawa,
"Adik yang baik, bukan maksudku bilang kepandaian mu renadah, Cuma,
untuk mengalahkan kungfu Tiau-thian-kiong dari Kun-lun-san ini bagimu
masih belum ukurannya, maka lebih baik kauturut kepada ucapanku dan
mundur saja."
Akan tetapi Yap manjing tetap tidak menjawab melainkan melancarkan
serangan terlebih cepat.
Diam-diam Cian tong-lai juga terkesiap oleh serangan si nona di samping
heran asal usulnya dapat dikenali Bwe kiam soat.
"Adik yang baik, jika tidak mau kauturt perkataanku, biarlah cici saja yang
menyingkir?" kata Kiam soat pula sembari menyurut mundur.
"He, apa maksudmu ini?" tanya Lamkiong Peng dengan bingung.
"Dua mengeroyok satu kan tidak pantas, biarlah dia meneoba sendiri, masa
kau kuatir?" sahut Kiam soat.
Air muka Lamkiong Peng tampak masam dan tidak menghirukannya lagi, ia
coba mengikuti gerakan Cian Tong-lai yang aneh itu. Dilihatnya Yap manjing
sekarang berbalik telah terkurung di bawah pukulannya yang lihai.
Namun Yap manjing masih dapat balas menyerang dengan sama gesitnya,
meski agak terdesak dibawah angin, tapi belum ada tanda akan kalah.
Dengan tertawa Bwe Kiam soat berolok pula, "Wah rupanya Yap jiu pek
memang mengajarkan sejurus kungfu sakti kepada murid kesayanagnnya,
Cuma tak diduganya kungfu ini tidak digunakannya untuk menghadapi murid
Sin-liong, tapi murid Kun-lun-pai yang justru dilabraknya."
Lamkiong Peng mendengus saja. Sedang Ban Tat lantas mendekatinya dan
berkata, "Tampaknya nona Yap tidak........."
"Meski dua mengerubut satu, terpaksa harus kubantu dia," kata Lamkiong
Peng. Tiba-tiba terdengar Bwe kiam soat berucap dengan hampa, "Jangan kau
kuatir, biar ku........."
Serentak ia melompat maju dan melancarkan pukulan dasyat.
Terpaksa Cian tong-lai menarik serangannya terhadap Yap manjing untuk
melayani Bwe kiam soat, dengan demikian Yap manjing jadi bebas tekanan. IA
menghela nafas dan menyingkir ke pinggir kalangan.
Ban Tat merasa lega, ucapnya, "Pantas nama Kongjiok Huicu termashur,
ternyata benar....."
Jelas dia sangat kagum terhadap kelihaian kungfu Bwe kiam soat.
Setelah termenung sejenak memandang bayangan Cian Tong-lai, Yap manjing
menghela nafas, lalu menunduk dan pelahan membalik tubuh dan melangkah
pergi. "He nona Yap..........." seru Lamkiong Peng sambil melompat ke samping gadis
itu, "Masa engkau hendak pergi?"
Manjing tetap menunduk, jawabnya pelahan, "Ya, kupergi........."
"Tapi guruku.........."
Belum lanjut ucapan Lamkiong Peng, mendadak terdengar bentakan Bwe kiam
soat, "Berhenti dulu!"
Lamkiong Peng dan Yap manjing sama berpaling, dilihatnya Cian tong-lai
sedang menyerang, karena bentakan Bwe kiam soat itu ia lantas menahan
serangan dan menegur, "Ada apa?"
Dengan lagak menggiurkan Bwe kiam soat berucap dengan
tersenyum,"Selamanya kita tidak ada permusuhan apapun, untuk apa kita
saling labrak mati-matian?"
Cian tong-lai memandangnya dengan tercengang, sahutnya kemudian dengan
ragu, "Ya, memangnya tiada permusuhan apa pun antara kita, buat apa kita
mengadu jiwa?"
"Malahan sebenarnya kita dapat saling tukar kepandaian sejurus dua, dengan
begitu siapa pula tokoh kangouw jaman ini yang mampu menandingi kita?"
kata Kiam soat pula.
Cian tong-lai tertawa senang, "Benar, bilamana kita saling mengajar sejurus
dua, haha bagus sekali........"


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tutup mulut!" bentak Lamkiong Peng mendadak.
"Kau mau apa?" jengek Kiam soat dengan muka dingin.
"Aku............." Lamkiong Peng gelagapan.
"Jangan urus dia," ucap Kiam soat kepada Cian Tong-lai. Lalu ia pandang
Lamkiong Peng dengan tajam dan berkata pula, "Aku bukan sanak
kandungmu, urusanku tidak perlu kau turut campur. Soal pesan tinggalan
Liong po si juga tidak ada sangkut pautnya denganku, boleh silahkan kau bawa
nona Yap itu untuk melaksanakan pesan tinggalan gurumu."
Seketika Lamkiong Peng berdiri terkesima.
Bwe kiam soat tersenyum kepada Cian tong-lai, katanya, "mArilah kita pergi
dan mencari tempat bersantap, perutku lapar."
Dengan tersenyum Cian tong-lai mengangguk, serentak keduanya melayang
kesana. Cian tong lai sempatmenoleh dan berteriak kepada Lamkiong Peng,"jika kau
ingin bertanding denganku, silahkan pulang berlatih lagi tiga tahun dan boleh
coba mencariku lagi."
Habis berucap bayangannyya pun sudahh jauh, hanya suara tertawa
pongahnya berkumandang dalam kegelapan.
Lamkiong Peng berdiri terpaku, suara tertawa orang terasa menusuk perasaan,
sambil mengepal erat tinjunya, ia membatin, "Bwe Kiam soat, Bwe leng hiat,
sungguh memnag berdarah dingin...."
Menyaksikan kepregian Bwe kiam soatmendaak Yap manjing mendengus,
"Kenapa tidak kau susul dia?"
Lamkiong Peng menghela nafas, jawabnya, "Kenapa harus kususul dia?"
"Hm, dasar tidak punya perasaan," jengek manjing sambil melengos.
Tentu saja Lamkiong Peng melenggong pikirnya, "Masa aku tidak berperasaan,
dia bersikap begitu padaku, masa aku yang tidak berperasaan"......."
Tiba-tiba Manjing berpaling dan berkata padanya, "Dia sangat baik padamu,
masa engkau tidak tahu dan tidak menghiraukannya?"
Lamkiong Peng tambah melenggak, "Masa..........masa dia bermaksud baik
padaku?" "Jika dia tidak baik padamu, mana bisa dia menaruh perhatian terhadap
keselamatanmu."
"Tapi....tapi dia.........telah pergi bersama.........."
"Dia berbuat begitu justru lantaran cemburunya ketika ada anak perempuan
lain mencarimu, maka dia.........." tiba-tiba Manjing menambahkan dengan
serius, "Ia tidak tahu maksudku mencarimu adalah untuk memenuhi janjiku
terhadap gurumu."
Bingung juga Lamkiong Peng memikirkan perasaan anak perempuan yang
sukar dimengerti itu. Katanya kemudian, "Meski nnona Bwe telah pergi, hal itu
disebabkan rasa gusar yang timbul seketika, nantii dia pasti akan...." sampai
disini, mendadak dia teringat sesuatu, teriaknya," Hei, dimana Yap-siang-jiuloh?"
"Yap-siang-jiu-loh apa?" tanya Ban Tat dengan bingung.
"Yaitu pedang pusaka tinggalan guruku, senjata itu tadi kutaruh di samping Tik
Yang," seru Lamkiong Peng.
Ban Tat melenggong, "Tapi pada waktu Tik Yang berlari pergi, tampaknya dia
tidak membawa sesuatu."
"Ayo aku harus........"
"Kau mau kemana?" tanya Manjing, "Apakah engaku tidakingin membaca dulu
surat wasiat tinggalan gurumu?"
"O. Apakah surat wasiat guruku berada pada nona" Tanya Lamkiong Peng.
Pelahan Manjing mengeluarkana sepucuk surat sambil melirik sekejap, lalu
surat disodorkannya.
Lamkiong Peng menerima surat itu dan berkayta, "Tapi menurut perintah
suhu, tiga hari kemudian.........."
"Jika engkau tidak pulang ke ji-hau-san-ceng, apa alangannya bila kau baca
saja surat ini. Kalau tiga urusan yang ditentukan oleh gurumu memerlukan
bantuanku, maka birlah kita lekas menyelesaikannya, dengan begitu
selekasnya aku pun cepat melepaskan dari persoalanmu."
Pelahan Lamkiong Peng membuka sampul surat, tulisan tangan yang cukup
dikenalnya segra terpajang di depan mata.
Isi surat itu berbunyi :
Anak Peng, Aku sudah tua dan mendahului pergi, Ji-hau-san-ceng buknlah tempat
kediamanmu yang abadi, perusahaan orang tuamu juga perlu pimpinan mu.
Kau lahir dari keluarga ternama, bakatmu pun tidak terbatas, hari depanmu
sungguh gilang gemilang dan tak terbatas.
Seorang lelaki sejati memerlukan pembantu rumah tangga yang bijaksana,
untuk ini perlu kau dapatkan istri yang baik.
Nona Yap Manjing pintar lagi cerdas, dia gadis pilihan yang cocok untuk
mendampingi hidupmu, inilah pesanku yang pertama.
Sayang sekali Liong-hui tidak punya keturunan, karena itulah kuharap bila
anakmu lebih dari satu, hendaknya seorang kauberikan she Liong untuk
menyambung keturunan keluarga Liong.
Inilah pesanku yang kedua........"
Membaca sampai disini, muka Lamkiong Peng menjadi merah. Sungguh tak
terduga olehnya pesan tinggalan sang guru justru menyangkut perjodohan
dengan Yap manjing.
Ia membaca lagi"
Selain itu selama ini di dunia persilatan tersiar berita misterius bahwa tempat
suci dunia persilatan bukanlah Siong-san Siau-lim-si juga bukan Kun-lun atau
Bu-tong-san melainkan terletak di suatu istana dan suatu pulau. Pulau itu
bernama "Cu-sin" (para dewa). Diaman letak tempatnya sukar ditemukan.
Konon Kun-Mo-To adalah pulau kediaman manusia jahat dan keji di dunia ini,
sedangkan istana para dewata dihuni oleh manusia bajik dan bijak. Akan tetapi
jika tidak menguasai ilmu silat maha tinggi, siapa pun sukar memasuki istana
dan pulau itu selangkah pun.
Tergetar juga hati Lamkiong Peng membaca samapi disini, ia merasa urusan
ini benar-benar misterius dan penuh teka-teki.
Ia coba membaca lagi :
Pada waktu masih muda sudah kudengar ceruta tentang istana dan pulau
misterius ini. Akan tetapi orang yang bercerita selalu memperingatkan padaku
agar selama hidup hanya boleh meneruskan kisah ini satu kali dan kepada
seorang saja. Selama hidupku telah berkelana menjelajahui dunia, namun kedua tempat itu
tetap tidak dapat kutemukan. Sekarang ku pergi dan cerita ini kusampaikan
kepadamu dan Manjing, tentu saja kalian tidak boleh sembarangan diceritakan
lagi kepada orang lain, hal ini perlu diperhatikan. Jika kalian ada jodoh,
mungkin sekali kalian akan mampu menemukan kedua tempat misterius itu
untuk menyelesaikan cita-citaku yang belum terlakasana."
Sekaligus Lamkiong Peng membaca habis surat ini, lalu ia memejamkan mata
dalam benaknya terbayang dua lukisan, yang satu istana megah serupa
kediaman malaikat dewata.
Tempat yang lain adalah sebuah pulau dengan gunung di kejauhan diliputi
kabut tebal, suasana seram dan mengerikan dengan binatang buas dan
mahluk berbisa.
Melihat anak muda itu termangu-mangu dengan air muka berubah tidak
menetu, Yap Manjing pun merasa heran, tegurnya, "Sudah selesai kau baca?"
Terkejut Lamkiong Peng dan tersadar dari lamunannya, jawabnya sambil
menyembunyikan surat itu di punggung, "O, sudah habis kubaca."
"Hm, memangnya kaukira aku ingin tahu isi surat gurumu?" jengek Manjing.
"Aku Cuma ingin tanya, apakah ketiga pesan gurumu itu ada sangkut pautnya
dengan diriku?"
Lamkiong Peng berdehem pelahan, jawabnya dengan tergegap, "O, Tentang
ini.......ini........."
Dengan sendirinyua ia rikuh untuk menjelaskan bahwa buka Cuma ada
sangkut pautnya tapi justru sangat berkepentingan.
Alis Manjing menegak, katanya pula, "Baiklah, jika tidak ada sangkut pautnya
dengan ku, biarlah ku pergi saja."
"Nona Yap......."
"Ada apa lagi?"
"Ini....ini.........." Lamkiong Peng menjadi bingung, meski sang guru memberi
pesan, tapi urusan ini mana bisa dilakukannya.
Dalam pada itu Yap manjiing telah melangkah lewat disampingnya dan
mendadak merampas surat itu sambil mengomel, "Gurumu menyuruh kau
baca surat ini bersamaku, kenapa engkau Cuma membaca sendiri, sebaiknya
kulaksanakan pesan beliau........."
Sembari bicara ia terus membaca isi surat itu, seketika mukanya yang dingin
itu berubah merah sambil mendekap mulut dengan suara agak gemetar, O,
kau......."
Lamkiong Peng juga serba salah dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Tiba-tiba Manjing menjerit terus berlari ke depan.
Tapi baru beberapa langkah, sekonyong-konyong di tengah malam yang sunyi
timbul suara yang aneh, suara gemeresak serupa hutan bambu tertiup angin,
dari jauh mendekat.
Baik Lamkiong Peng maupun Yap manjing sama terkejut, serentak si nona
melompat kembali ke samping Lamkiong Peng sambil bertanya,
"Ap........apakah ini?"
Suara gemeresak itu sungguh sangat mengerikan, Lamkiong Peng juga
bingung dan coba memandang ke arah Ban Tat. Orang tua itu kelihatan pucat
juga dan sedang menatap ke depan dengan kedua tangan merogoh saku
seperti hendak mengambil sesuatu, jarang jago tua ini memperlihatkan rasa
prihatin seperti ini.
Lamkiong Peng sendiri juga terkesiap, namun ia coba menghibur Manjing, "Tak
apa-apa, jangan kuatir....."
Belum habis ucapannya, dai depan sudah muncul sesosok bayangan orang
yang berjalan mundur ke belakang, agaknya didepannya terjadi sesuatu yang
mengerikan sehingga membuatnya tidak berani membalik tubuh dan lari.
Suara gemersak itu semakin keras, sebaliknya langkah mundur orang ini
tambah lambat agaknya kaki menjadi lemas saking ketakutan.
"Sahabat........." baru saja Lamkiong Peng hendak menegur, sekonyongkonyong
orang ini menjerit kaget sambil membalik tubuh.
Maka tertampaklah wajahnya yang kurus dengan sinar mata buram, kepala
botak, pakaiannya juga sangat aneh, serupa sebuah karung dimasukkan pada
tubuhnya begitu saja.
Lamkiong Peng melenggong, ia coba menegur lagi, "Sahabat ini.........."
Mendadak orang berteriak pula terus bersembuyi di belakangnya, mungkin
saking ngerinya sehingga tidak sanggup bersuara.
Waktu manjing memandang ke sana, tertampaklah dari kegelapan membanjir
keluar berpuluh ular hijau berbisa. Kiranya suara gemersak tadi berasal dari
kawanan ular ini.
Tanpa terasa ia menjerit kaget dan menubruk ke dalam rangkulan Lamkiong
Peng. Mendadak Ban Tat membentak, kedua tangan bergerak, segera selapis kabut
kuning bertebaran dan jatuh lima enam kaki di depan mereka.
Suara gemersik tadi mulai mereda, tertampak di belakang kawanan ular itu
mengikut pula serombongan pengemis dengan baju compang camping dan
rambut semrawut. Perawakan kawanan pengemis ini juga tidak sama dengan
bentuk yang aneh, namun wajah mereka sama kelihatan kelam seram dan
tahu-tahu muncul dari kegelapan sana seperti sekawanan setan yang
membanjir keluar dari neraka.
Yap manjing merangkul Lamkiong Peng dengan erat. Mendadak dirasakan
tubuh anak muda itu bergemetar. Tentu saja ia heran, sekilas lirik baru
diketahuinya orang botak aneh itu juga telah merangkul pinggang Lamkiong
Peng dari belakang, karena dia gemetar ketakutan sehingga tubuh Lamkiong
Peng ketularan dan ikut berguncang.
Ular hijau yang berbentuk jelek dengan sinar mata gemerdep itu sedang
merayap di tanah becek sana, tampaknya lambat, sebenarnya sangat cepat,
hanya seekejap saja kawanan ular sudah merayap sampai di depan garis
kuning yang ditebarkan oleh Ban tat tadi.
Dengan was-was Ban Tat memandangi kawanana ular yang merayap-rayap
itu, ada yang melingkar dan ada yang mendesis dengan menjulurkan lidahnya
yang merah, namun tiada seekor pun yang berani mendekati garis kuning.
Sekilas pandang saja Lamkiong Peng dapat menghitung kawanan pengemis ini
terdiri dari tujuh belas orang, semuanya berwajah bengis,namun di mulut
mereka justru sedang memohon, "Kasihan Tuan, sudilah memberi sedikit
sedekah dari isi saku tuan."
Suara minta-minta itu terus diulang, seorang disusul yang lain dan terus
menerus oleh ketujuh belas mulut.
Tentu saja Lamkiong Peng heran dan bingung, ia coba memandang si orang
aneh botak tadi, dilihatnya pakaiannya juga compang-camping, jelas tidak
membawa sesuatu benda berharga, namun sebuah karung goni justru
dirangkulnya dengan erat, tampaknya karung itu pun kosong tanpa sesuatu isi
yang berharga untuk di minta.
Lamkiong Peng tidak mengerti apa yang terjadi ini, tapi jiwa ksatria yang
mengharuskan dia membela keadilan dan membantu kaum lemah
membuatnya menaruh simapatik terhadap orang tua yang rudin di
belakangnya ini.
Sekonyong-konyong dilihatnya Ban Tat menggeser kesana, agaknya hendak
menyembunyikan ekor ular yang dibunuhnya tadi supaya tidak dilihat oleh
kawanan pengemis aneh itu.
Suara mendengus tadi sudah berhenti, sebaliknya suara mohon kasihan
bertambah ramai. Jika tidak melihat wajah kawanan pengemis itu, suara
minta-minta mereka sungguh menimbulkan rasa iba orang. Tapi wajah mereka
yang seram penuh nafsu membunuh itu membuat suara minta-minta mereka
terasa seram. Mendadak Ban Tat membentak, "Apakah kawan-kawan ini datang dari
"nerakanya neraka" di kwan gwa?"
Suara minta-minta tadi serentak berhenti, ketujuh belas pasang mata sama
menatap Ban Tat.
Seorang pemgemis bertubuh jangkung dan kurus kering, tapi mata bersinar
tajam dengan wajah pucat pasi pelahan melangkah maju, langkahnya enteng
mengambang, seperti setiap saat bisa kabur tertiup angin. Baju compangcamping
yang dipakainya sangat longgar sehingga menggembung tertiup
angin. Serupa badan halus saja ia melayang lewat garis kuning itu, ia tersenyum
seram terhadap Ban Tat, lalu berucap, "Kau kenal padaku?"
Biarpun Ban tat sudah berpengalam luas, menghadapi pengemis aneh ini
timbul juga rasa seramnya, jawabnya dengan suara agak gemetar, "Apakah
sahabat ini adalah Yu-leng-kun-kai (kawanan pengemis badan halus) yang
tersiar di dunia kangouw itu?"
Pengemis aneh yang serupa badan halus ini mendengus, "Betul, nerakanya
neraka, pengemis badan halus, setan jahat, arwah miskin, minta sedekah
dengan paksa.....Hehe, tampaknya belum pernah kau masuk neraka, dari
mana kau kenal kawanan setan jahat seperti kami ini?"
Dia bicara seperti bertembang, lalu disusul suara kawanan pengemis aneh
yang menirukkan tembangnya sehingga di dengar di tengah malam gelap
seakan- akan jeritan setan.
Tanpa terasa Ban Tat mnyurut mundur, katanya pula, "Yu-leng-kun-kai,
biasanya tidak mau minta emas di bawah seribu tail atau perak kurang dari
selaksa tail, padahal kami tidak membawa sesuatu benda berharga, janganjangan
sahabat salah alamat minta sedekah pada kami?"
Tergerak juga hati Lamkiong Peng, segera ia teringat kepada asal usul
kawanan pengemis aneh ini, pikirnya, "Biasanya kawanan pengemis setan
kelaparan ini tidak pernah masuk ke pedalaman sini, apakah mungkin
kedatangan mereka ini hanya karena menyusul seorang tua aneh yang serupa
pengemis ini?"
Terdengar pengemis jangkung tadi mendengus, "Yang hendak kami cari tentu
saja bukan dirimu, memangnya sengaja kau cari gara-gara kepada kawanan
setan?" Mendadak ia melompat ke depan Lamkiong Peng dan menjengek pula,"Anak
muda terlebih jangan cari perkara kepada setan, juga jangan merintangi jalan
lalu setan, tentu kau tahu."
"Anda ini Ih pangcu atau Song pangcu Song cing?" jawab Lamkiong Peng
dengan lantang dan tenang, tidak kejut juga tidak jeri.
Gemerdep sinar mata pengemis jangkung ini, ia tertawa ngekek, katanya,
"Meski setan ganas Song cing tidak hadir, kedatanganku Ih Hong si arwah
rudin tetap sanggup mengakhiri riwayat sesorang. Jika kau tahu asal usul
kawanan setan di sini, apakah minta dilalap oleh kawanan setan?"
Serentak kawanan pengemis bersorak, "Lalap saja, lalap saja!"


Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu Yap manjing sudah menenangkan diri, jengeknya, "Huh,main
setan-setanan untuk menakuti orang, sungguh konyol!"
Ih Hong menyeringai, "Hehe, nona manis 18-19 tahun berangkulan dengan
pemuda di depan umum dan berani pula usil mulut di neraka sana juga tidak
mau menerima setan perempuan yang tidak tahu malu serupa dirimu."
Muka Manjing menjadi merah, segera ia membentak, "Keparat!"
Selagi ia hendak melancarkan pukulan, mendadak Lamkiong Peng menarik
lengan bajunya dan mendesis, "SSt, tahan dulu!"
"Kawanan jembel ini berlagak setan segala dan minta secara paksa, untuk apa
banyak bicara dengan mereka?" ujar Manjing dengan mendongkol.
Tapi Lamkiong Peng bicara dengan serius, "Sebagai pengemis, adalah jamak
mereka minta-minta. Orang kangouw umumnya suka pakai nama atau julukan
yang aneh, bahwa mereka menamai diri sendiri sebagai setan juga bukan
sesuatu kejahatan. Orang tidak bermaksud jahat kepada kita melainkan Cuma
minta kita memberi jalan padanya, mana boleh kita sembarangan
menyerangnya?"
Si arwah rudin Ih Hong mestinya akan mendamprat demi mendengar
komentar Lamkiong Peng itu, ia tercengang. Baru sekarang sejak tampil di
dunia kangouw ada orang memberi penilaian demikian padanya?"
Yap manjing juga tercengang dan tidak jadi bertindak. Entah mengapa, anak
perempuan yang dingin dan angkuh ini sekarang berubah lembut.
Sedangkan si kakek botak aneh tadi lantas berseru kuatir,"He, masa.....masa
akan kaubiarkan kawanan setan kelaparan ini merampas barang seorang
kakek rudin seperti diriku ini?"
Lamkiong Peng tersenyum, serunya, "Sudah lama kudengar kawanan
pengemis badan halus suka berkeliaran di dunia ramai, bilamana minta-minta
juga tidak melampaui separoh milik orang. Malahan juga sering merampas
yang kaya untuk menolong yang miskin, hal ini sudah lama kukagumi. Tapi
sekarang rombongan kalian justru mengejar dan mendesak terhadap seorang
tua lemah begini, sungguh membuatku sangat heran."
Dia bicara dengan lugas dan terus terang, sedikitpun tidak berlagak.
Ih Hong tertawa, "Haha, tak tersangka anak muda belia seperti kau ini juga
tahu sejelas ini mengenai kawanan setan lapar kami."
Tertawanya sekarang seperti timbul dari lubuk hati yang bersih sehingga sama
sekali tidak berbau setan lagi.
Diam-diam Ban Tat membatin "Sudah lama kuberitahukan kepadanya tentang
kawawan setan lapar ini, tak terduga dia masih ingat sejelas ini."
Terdengar Ih Hong berhenti tertawa dan berkata,"Dan bila kau tahu sejelas ini
mengenai kami, tentu kaupun tahu kawanan setan sekali sudah keluar tentu
takkan pulang dengan tangan hampa. Maka sebaiknya engkau jangan ikut
campur urusan ini."
Sekali berkelebat mendadak ia melompat ke belakang Lamkiong Peng.
"tolooong!" cepat si kakek botak berteriak.
Tapi Lamkiong Peng lantas mengadang di depan Ih Hong, ucapnya, "Apabila
anda bertindak terhadap seorang kakek rudin seperti ini dan mendesaknya,
sungguh aku harus menyatakan rasa kecewa kepada nama baik kalian."
Ih Hong berhenti di tempatnya, jengeknya mendadak, "Kakek rudin" Hm,
kaubilang dia kakek rudin" Jika di tidak kaya raya melebihimu dan tidak
berbudi, masa kawanan setan samapai turun tangan padanya?"
Lamkiong Peng melenggong bingung.
Si kakek botak lantas berteriak, "Jangan kau percaya kepada ocehannya,
mana bisa aku kaya........"
"orang she Ih," sela Manjing mendadak, "Kau bilang dia kaya raya?"
"Ya,"jawab Ih Hong ketus.
"Apa buktinya" Jika salah, lantas bagaimana" Tanya Manjing.
"Kawanan pengemis setan bermata setajam sinar kilat dan tidak pernah salah
lihat, apabila salah lihat, kami rela kelaparan sepuluh tahun dan segera pulang
kandang.........."
"Betul?" Manjing menegas.
"Anak perempuan ingusan kau tahu apa?" jengek Ih Hong. "Meski Lo-lo-si itu
tampaknya rudin, padahal dia kaya raya, yang kami minta sekarang tidak lebih
hanya separoh barang yang berada dalam karungnya itu, yang kami minta kan
cukup pantas. Kawanan pengemis setan biasanya tidak suka mengganggu
orang miskin, kalau tidak, mana bisa budak ingusan seperti dirimu dibiarkan
ikut bicara."
"Hm, kau tahu siapa dia?" jengek Manjing sambil memandang Lamkiong Peng.
Ih Hong juga memandang anak muda itu dari kaki ke kepala, lalu ia putar ke
kanan dan balik lagi ke kiri.
Dengan kening bekerenyit Lamkiong Peng ikut berputar ke sana-sini dan tetap
mengadang di depannya.
"hm, tampaknya serupa putra keluarga hartawan," jengek Ih hOng kemudian.
Cuma sayang, dalam sakumu juga tidak banyak isinya."
"Memangnya pada baju orang tua ini banyak isinya?" tanya Manjing.
"Yang kontan memang tidak ada, tapi Gin bio (sejenis cek) tidak sedikit yang
dibawanya, namun yang kuminta juga bukan ginbio melainkan........"
Belum habis ucapan Ih Hong, mendadak si kakek botak membalik tubuh terus
berlari. "Memangnya dapat kau lari"!" jengek Ih Hong.
Ucapannya sangat manjur, mendadak si kakek botak alias Lo-Lo-si berhenti
berlari dan menyurut mundur dengan takut. Kiranya di depannya kembali
mengadang beberapa ekor ular hijau.
"Nah, nona cilik, tidak perlu banyak omong lagi, kecuali putra keluarga
hartawan Lamkiong di daerah Kanglam, di dunia kangouw tidak ada orang lain
yang lebih kaya daripada Lo-lo-si ini, kenapa kalian berdua suka ikut campur
urusan" Untung aku yang kalian hadapi, jika ketemu setan ganas Song Cing,
bisa celaka kalian."
"Cayhe sendiri ialah Lamkiong Peng," tiba-tiba Lamkiong Peng
memperkenalkan diri.
Keruan Ih Hong melengak, mendadak ia melangkah maju, sebelah tangannya
terus menghantam dada Lamkiong Peng.
Serangan ini di luar dugaaan siapa pun, juga dilakukan secepat kilat, terlihat
lengan bajuanya yang longgar itu berkibar, tahu-tahu telapak tangannya
sudah dekat dada sasarannya.
Lamkiong Peng membentak pelahan, telapak tangan berjaga di depan dada,
jari tangan kanan balas menutuk Kik-ti-hiat bagian iga lawan.
Serangan ini sekaligus juga berjaga diri, inilah salah satu jurus andalan
perguruannya yang disebut Ciam-liong-su-ciau (empat jurus naga
bersembunyi) yang biasanya jarang diperlihatkan jika tidak kepepet.
Tak tersangka belum lagi saling beradu tangan, serentak I hong melompat
mundur, katanya dengan gegetun, ternyata benar murid Sin-liong dan putra
Lamkiong. Bagus Lo-lo-si, keenakan bagimu hari ini."
Sekali ia memberi tanda, segera bergema pula suara sempritan, lalu ramailah
suara mendesis, kawan ular hijau yang berputar-putar di depan garis kuning
itu serentak melejit ke dalam lengan baju kawanan pengemis
"Nanti dulu, Ih Pangcu," seru Lamkiong Peng.
"Setelah kalah bertarung dengan sendirinya harus angkat kaki," kata Ih Hong,
"meski kawanan setan kelaparan biasanya suka minta-minta secara paksa,
tapi selamanya juga pegang janji. Bahkan ular hijau yang dibunuh tua bangka
itu juga tidak perlu kutuntut ganti rugi lagi."
Gerak-gerik Kawanan pengemis badan halus ini benar-benar serupa setan,
hanya sekejap saja mereka sudah menghilang.
Yap manjing tertawa, katanya, "Meski kawanan pengemis ini suka berlagak
setan dan main gertak, tapi kelakuan mereka pun tidak terlalu jahat."
Lamkiong Peng sendiri sedang berpikir, "Kawanan pengemis ini pasti ada
hubungan erat dengan suhu, kalu tidak masakah hanya bergebrak satu kali
saja lantas ,mengenali asal-usul perguruanku?" "Meski Go-kui-pang
(gerombolan setan lapar) ini tidak menentu baik jahatnya, tapi sasaran yang
mereka incar biasanya pasti manusia kaya yang tidak berhati baik, "ujar Ban
Tat sambil menatap kakek botak tadi.
Kakek itu ternyata sedang memandang Lamkiong Peng dengan terkesima,
tampaknya kagum dan juga iri, mendadak ia menjura kepada anak muda itu.
Cepat Lamkiong Peng membalas hormat, katanya kemdian. "Ah, hanya urusan
kecil begini, buat apa Lotiang (bapak) memberi hormat sebesar ini?"
"Ya memang urusan kecil, mestinya aku tidak perlu banyak adat,
penghormatan sekedar saja sudah cukup, "kata kakek botak itu, "Tapi yang
kau selamatkan adalah harta bendaku dan bukan menolong jiwaku, sebab
itulah penghormatanku harus kuberikan dengann sepenuhnya."
Yap manjing dan Lamkiong Peng saling pandang dengan bingung.
Si botak lantas menyambung, "Keluarga Lamkiong kaya raya menjagoi dunia,
jika engkau benar Lamkiong kongcu, pasti engkau terlebih kaya dari padaku,
sebab itulah penghormatanku ini juga harus kulakukan dengan sebesarbesarnya."
"O, apakah penghormatanmu ini ditujukan kepada uangnya?" ujar Manjing.
"Memang betul, malahan penghormatanku ini juga ditujukan kepada ayahnya
yang kaya itu," ujar si kakek botak.
Lamkiong Peng melongo oleh uraian orang yang luar biasa ini.
"Jadi yang kau hormati adalah kekayaan seorang, bagimu uang di atas
segalanya, begitu bukan?" tanya Manjing.
Dengan serius si kakek botak menjawab, "Benda apa pun di dunia ini tidak ada
yang lebih penting daripada uang. Di dunia ini tidak ada yang berharga selain
sepotong uang perak, dengan sendirinya dua potong uang perak akan lebih
berharga lagi, dan yang lebih berharga daripada dua potong uang perak adalah
tiga...." "Tiga potong uang perak, begitu bukan"....." tukas Manjing, mendadak ia
mendekap di pundak Lamkiong Peng dan tertawa geli.
"Jika begitu, tentu engkau ini sangat kaya, rupanya Yu-leng-kun-kai itu
memang tidak salah lihat," kata Ban Tat dengan tertawa.
Air muka si kakek botak berubah seketika, sahutnya sambil merangkul erat
karung goni yang dibawanya, "O, tidak, tidak! Mana aku punya duit........."
Karena gugupnya, tanpa terasa ia bicara dengan logat kampungnya.
Lamkiong Peng menaha rasa gelinya dan berkata, "Lotiang ternyata tahu cara
sayang terhadap duit, sungguh aku sangat kagum......."
"Saat ini orang yang minta duit padamu sudah pergi, tentu kaupun boleh pergi
saja," sela Manjing. Tiba-tiba teringat kepada urusan sendiri, pelahan ia
berkata pula, "Dan aku pun akan pergi."
Ban Tat berdehem, "Setelah bertemu dengan kongcu dan ternyata tidak
berkurang suatu apa pun, sungguh aku sangat gembira. Segera aku akan
menuju ke Kwangwa, entah kongcu akan pergi kemana?"
"Aku......." tiba-tiba timbul rasa kesepian dalam hati Lamkiong Peng, "Aku
ingin pulang rumah dulu, kemudian....." ia memandang jauh ke depan dengan
hampa. "Jika begitu...." sela Manjing tidak melanjutkan ucapannya, dia masih
memegang surat tinggalan Put-si-si-liong, sesungguhnya di sangat berharap
sepatah kata Lamkiong Peng saja dan dia rela mendampingi anak muda itu
selamanya. Akan tetapi hati Lamkiong Peng terasa pedih dan tidak sanggup berucap.
Diam-diam Ban Tat menghela nafas, katanya, "Jika nona Yap tidak ada urusan,
apa alangannya berangkat ke Kanglam bersama Lamkiong kongcu, semoga
kalian menjaga diri dengan baik, kumohon diri dulu."
Ia memberi hormat terus melangkah pergi.
"Tik Yang keracunan dan menjadi gila, kemana perginya juga tidak jelas,
apakah engkau tidak mau ikut mencarinya bersamaku?" tanya Lamkiong Peng.
Seketika Ban Tat berhenti dan berpaling kembali.
Tiba-tiba si kakek botak berkata, "Tik Yang yang kcumaksudkan itu apakah
seorang pemuda berpedang dan keracunan parah itu?"
"Betul," jawab Ban Tat dengan girang.
"Dia sudah ditolong Yan-pek (arwah cantik) Ih Lo dari kawanan setan lapar itu
serta dikirim ke Kwan Gwa," tutur Kakek botak itu.
"Untung mendadak ia muncul mengganggu, kalau tidak mana bisa kulari
sampai di sini. Tampaknya Ih-jinio itu rada menaksir padanya dan tentu
takkan membikin susah dia, kukira kalian tidak perlu kuatir baginya."
Lamkiong Peng menghela nafas lega, tanyanya, "Dan entah perempuan
macam apakah Ih-jinio yang berjuluk arwah cantik itu?"
"Orang baik tentu akan selamat, setiba di kwangwa nanti tentu akan kucari
jejak Tik Kongcu," kata Ban Tat, "Menurut pandanganku, Ih-jinio pasti bukan
orang jahat, apalagi dia menaksir Tik kongcu, kalau tidak mustahil dia mau
pulang ke kwan gwa secepat itu. Setiba disana tentu dia akan berdaya
sebisanya untuk menolong Tik Kongcu. Kalian tahu, ketulusan hati dan
kemurnian cinta terkadang menimbulkan kekuatan yang sukar dibayangkan."
"Kemurnian cinta terkadang menimbulkan yang sukar dibayangkan," ucapan
ini terus menyelimuti benak Yap manjing. Waktu ia mengangkat kepala,
dilihatnya Ban Tat sudah pergi jauh.
Sekian lama Yap manjing berdiri terkesima, dilihatnya muka Lamkiong Peng
rada pucat dan diam saja. Mendadak si nona menggentak kaki dan melengos.
Ditunggunya sekian lama dan Lamkiong Peng tetap tidak bicara apa pun
padanya, akhirnya gadis yang berhati keras ini pun melangkah pergi.
Dengan terkesima Lamkiong Peng memandangi bayangan si nona, ucapan Ban
Tat tadi pun berkecamuk dalam benaknya, samar-samar muncul berbagai
bayangan orang, tiba-tiba di rasakan sebagai bayangan Bwe Kiam soat, tapi
dirasakan pula seperti bayangan sebagai bayangan Bwe Kiam soat, tapi
dirasakan pula seperti bayangan Yap manjing.
Kelelahan dan kelaparan selama beberapa hari, pertentangan batin dan kusut
memikirkan cinta, semua itu memeras tenaga dan pikiran..........mendadak
dirasakan tangan dan kaki lemas, seperti menginjak tempat kosong, terus
roboh. Si kakek botak menjerit kaget.
Yap manjing sedang melangkah ke sana, melangkah lambat, demi mendengar
suara jeritan itu, tanpa terasa ia berpaling. Ketika diketahuinya Lamkiong Peng
menggeletak di tanah, secepat terbang ia berlari kembali, kekuatan apap pun
di dunia ini tidak dapat mencegahnya untuk tidak menghiraukan anak muda
itu..... ********** Di ufuk timur sudah mulai remang-remang terang, hawa sejuk.
Sebuah kereta berkabin tampak dilarikan menuju ke Sun yang dari kota Se-an.
Kakek aneh yang berdandan aneh dan botak kelimis itu setengah berebah di
depan kabin sambil tetap merangkul erat karung goni yang dibawanya.
Dari dalam kereta terkadang ada suara rintihan dan keluhan sedih dua orang.
Tiba-tiba si kakek botak mengetuk dinding kabin dan berseru, "Hei nona cilik
apakah kaubawa uang perak!?"
"Bawa," jawab suara orang perempuan dengan marah dari dalam kereta.
Dengan sungguh-sungguh si kakek berkata pula, "Kemana pun pergi, duit
tidak boleh kekurangan."
Ia tersenyum puas, lalu memejamkan mata dan mengantuk.
Setiba di Sunyang, hari sudah gelap, lampu sudah dinyalakan sana-sini.
Mendadak si kakek membuka mata dan mengetok dinding kabin lagi sembari
bertanya, "Hei nona cilik, banyak tidak uang yang kau bawa?"
"Cukup banyak," jengek suara di dalam kereta.
Si kakek melirik kusir kereta sekejap dan berpesan,"Carilah sebuah hotel
paling besar, sebaiknya hotel merangkap restoran."
Pasar malam di kota Sunyang sangat ramai.
Setiba di hotel, dengan lagak tuan besar si kakek memerintahkan kusir dibantu
pelayan hotel menggotong Lamkiong Peng ke dalam kamar, Manjing turun dari
kereta dengan lesu.
"Nona cilik, berikan lima tail perak dulu untuk sewa kereta," kata kakek botak.
Kusir kereta sangat senang, ia pikir sekali ini tip yang akan diterimanya cukup
untuk minum arak sepuasnya.
Siapa tahu setelah si kakek menerima sepotong perak lima tail dari Yap
manjing, baru saja disodorkan kepada si kusir, mendadak ditarik kembali lagi
sembari berkata,"Berikan kembalinya dua tail dahulu."
Tentu saja si kusir melenggong, terpaksa ia memberi uang kembalian, lalu
tinggal pergi dengan menggerutu.
Dengan berseri-seri si kakek botak masuk ke hotel, dua tail perak uang
Kitab Pusaka 13 Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Sang Penerus 5

Cari Blog Ini