Ceritasilat Novel Online

Istana Kumala Putih 1

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 1


"ISTANA KUMALA PUTIH
Karya: O.P.A Jilid 01 Di daerah pegunungan Tiang Pek San daerah San See
selatan, ada terdapat sebuah rimba lebat, rimba itu ada begitu
luas di sekitarnya dikitari oleh puncak-puncak gunung yang
menjulang tinggi ke langit. Saking lebatnya rimba itu, membuat
keadaan di situ sangat gelap, sunyi dan menyeramkan.
Didalam rimba tersebut ada terdapat sebuah istana yang
sangat misterius, istana itu dinamakan ISTANA KUMALA
PUTIH. Anehnya didalam rimba persilatan, siapa saja tidak perduli
ia adalah tokoh atau jago ternama di kalangan Kangouw, kalau
berbicara tentang istana itu, lantas pada ketakutan setengah mati. selama beberapa ratus tahun
lamanya, banyak jago-jago dari berbagai golongan, baik dari kalangan hitam maupun putih. semua
kepingin tahu rahasianya istana Kumala putih tersebut. tapi selama itu, tidak ada seorangpun yang
berhasil membuka tabir yang menutupi rahasia istana dalam rimba tersebut, sebabnya, begitu
mereka masuk ke dalam rimba, lantas tidak terdengar lagi kabar ceritanya.
Maka Istana Kumala Putih itu tetap merupakan satu rahasia bagi dunia persilatan. Dan rimba
itu merupakan tempat keramat yang ditakuti oleh setiap orang. Suatu malam di musim dingin, salju
turun sangat lebat, angin meniup kencang.
Pada saat itu, di depan batu nisan salah satu kuburan, ada seorang anak laki-laki tanggung
berusia kira-kira 15 tahun, sedang mendekam di tanah, dia tidak menangis, juga tidak mengeluh,
dia cuma berdoa "Ciok Yaya, aku tidak bisa menunggui kau lagi, aku mengawani kau sudah 3
tahun lamanya, untuk sementara aku cuma bisa mengawani kau sekian waktu saja, karena
keluarga Ciok tidak mengijinkan aku tinggal lebih lama lagi, aku harus pergi! kemana saja aku
pergi, aku mohon roh Yaya di alam baka, seperti juga dimasa hidup, tetap menyayangi diriku!
melindungi aku! ..... Ciok Yaya, aku hendak pergi, harap kau juga suka melindungi adik Bwee Ki
Peng, karena ia juga patut dikasihani seperti juga aku! Ia sudah tidak berayah, juga tidak beribu!
....Ciok Yaya.....!"
Anak laki-laki itu, she Kim namanya Houw, sejak ia mengerti urusan, terus dibesarkan dibawah
perlindungannya Ciok Yaya, ia tidak berayah, juga tidak beribu, tapi Ciok Yaya sayang sekali
padanya. Ia bukannya tidak mempunyai ayah bunda, cuma, terhadap asal usulnya sendiri ia agak
gelap! Ia juga sudah pernah menanyakan kepada Ciok Yaya, tapi Ciok Yaya belum pernah mau
menceritakan asal usulnya. Sungguh tidak beruntung, Ciok yaya telah meninggal dunia dikala ia
baru berumur 11 tahun. Kematiannya Ciok yaya, merupakan suatu pukulan yang hebat bagi dia,
masa Ciok yaya masih hidup, ia boleh dibilang sangat dimanja dan bahkan lebih disayang dari
pada cucunya Ciok yaya sendiri
Setelah Ciok yaya meninggal dunia, ia bukan saja sudah kehilangan orang yang menyayang
padanya, bahkan kedudukannya lebih buruk dari pada anaknya seorang budak. Sudah 3 tahun itu,
entah berapa banyak siksaan dan hinaan yang sudah ia terima. Terutama Ciok Liang boleh dikata
sangat benci sekali padanya, karena dianggapnya telah merebut kasih sayang Ciok yaya. Dimasa
Ciok yaya masih hidup, Ciok Liang tidak berani terhadap Kim Houw, tapi sekarang Ciok yaya
sudah tiada, maka ia selalu mencari alasan untuk menyiksa Kim Houw. Begitu mendapat alasan,
ia lantas menghajar dengan rotan. Tiada heran akhirnya Kim Houw tidak tahan lagi, ia harus
meninggalkan Ciok.....
Pada saat sedang hujan salju lebat dan angin meniup keras Kim Houw diam-diam
mengunjungi kuburannya Ciok yaya untuk berpamitan. Di badannya cuma mengenakan selembar
pakaian tipis yang sudah rombeng, tapi tahan berlutut di atas salju, sedikitpun tidak kelihatan
menggigil, apakah disebabkan karena badannya yang kuat tidak takut hawa dingin" Bukan, itu
adalah disebabkan karena kesengsaraan dalam hatinya ada lebih hebat beberapa puluh kali
daripada dinginnya salju dan angin sehina ia melupakan itu semua.
Tiba-tiba dari belakang gundukan tanah yang sudah tertiup salju lebat, muncul seorang gadis
berusia kira-kira hampir sebaya dengan Kim Houw, kalian kerudung warna merah darah yang
sangat besar telah menutupi hampir seluruh kepala dan tubuhnya, hanya wajahnya yang
berpotongan seperti buah apel yang kelihatan saat itu tampak merah pucat karena tiupan angin
dingin. Gadis cilik itu begitu muncul lantas berseru "Houw-jie aku tahu kau pasti ada di sini........!"
Kim Houw nampaknya terperanjat, mendadak ia angkat kepala, ketika sudah melihat tegas
siapa yang berkata padanya, wajahnya segera berubah, agaknya ia benci sekali terhadap si gadis,
sama sekali tidak mau ambil pusing, si gadis menghampiri, "Houw-jie, apakah Liang kembali
memukul kau?" tanyanya.
Gadis itu agaknya dapat memahami perasaan Kim Houw, ia tahu kalau kini Kim Houw sedang
ngadat kecuali yaya dimasa masih hidupnya, yang bisa mengubah adatnya.
Si gadis dengan tenang berdiri di sisinya Kim Houw yang sudah seperti kaku, sungguh heran
mengapa ia justru menyukai bocah yang adatnya keras, angkuh dan sedikitpun tidak mengerti ilmu
silat seperti Kim Houw ini" ia ingat, bagaimana ketika ayahnya mengantar ia ke Bwee Kee Cung,
rumahnya keluarga Ciok, kothionya, untuk belajar ilmu silat, namanya saja belajar silat tapi
sebetulnya supaya ia lebih dekat, dengan Liang Piauwkonya......!
Sungguh aneh bin ajaib, piauwkonya yang disebut Liang itu mempunyai potongan tubuh dan
wajah yang menarik, gagah ganteng, juga mempunyai ayah yang namanya sangat terkenal di
dunia persilatan, tapi ia tidak menyukai padanya.
Sebaliknya, terhadap Kim Houw, itu bocah miskin angkuh dan tidak mengerti ilmu silat, justru
ia sukai, dia sendiri juga tidak tahu apa sebabnya. Selagi ia masih berdiri dengan bingung
memikirkan soal tersebut, Kim Houw sudah berdiri, mungkin karena terlalu lama berlutut, kedua
lututnya sudah kaku kedinginan, sehingga badannya sempoyongan.
Suatu kekuatan tenaga tiba-tiba dari samping menerjang dirinya yang mau roboh, Kim Houw
tahu, itu ada tangannya si gadis yang sedang menunjang dirinya, ia lantas memutar tubuhnya
dengan mendadak, dan berkata dengan suara kasar.
"Jangan kau sentuh diriku, aku benci kalian orang-orang keluarga Ciok !"
Gadis cilik itu kerutkan alisnya, tapi sebentar saja sudah balik seperti biasa, ia nampak tidak
gusar sebaliknya malah ketawa seraya berkata :
"Houw-jie, betulkah kau benci orang-orangnya keluarga Ciok " Termasuk Touw Peng Peng?"
Perkataan "Touw Peng Peng" itu diucapkan lebih tandas, agaknya sengaja memperingatkan
kepada Kim Houw bahwa ia seorang she Touw bukan she Ciok, orang she Ciok yang berdosa
terhadap kau, tapi orang Touw tidak,
Di luar dugaannya, Kim Houw cuma menyahut "Ng!" lantas diam.
Gadis cilik yang menyebut dirinya Touw Peng Peng itu bercekat hatinya, suatu pikiran
bagaikan kilat terlintas dalam otaknya : benar! aku justru menyukai adatnya yang keras itu.
"Baiklah! Taruh kata aku juga kau hitung orangnya keluarga Ciok, yah sudah, tapi kau
sekarang berlutut di depan keluarga Ciok apa perlunya" Kau ...... " demikian kata Touw Peng
Peng sambil tersenyum manis.
"Kecuali Ciok yaya ...." dengan cepat Kim Houw mengoreksi ucapannya sendiri.
"Tidak patut kalau Ciok yaya juga dibenci, karena Ciok yaya melindunginya sehingga dewasa,
budi Ciok yaya baginya ada sebesar gunung, meski Ciok Yaya tidak memberi pelajaran ilmu silat
padanya, tapi memberi pelajaran ilmu surat sudah cukup dalam.
Touw Peng Peng tetap berdiri sambil tersenyum, tiba-tiba ia ulur jarinya menotok, Kim Houw
mendadak merasakan gelap matanya dan lantas hilang ingatannya.
Dengan gesit ia pondong Kim Houw dikembalikan ke pondok si pemuda.
Entah sudah berapa lama telah berlalu Kim Houw mendusin dari pingsannya, belum sampai
membuka mata, ia sudah rasakan kalau dirinya telah rebah di atas pembaringan yang terdiri dari
rumput kering, ternyata ia sudah berada di pondoknya.
Dirinya dipeluk oleh seorang yang sedang menangis sesenggukan. Isak tangisnya itu sungguh
luar biasa mengharukan Kim Houw terkejut, ia ingat kembali apa yang telah terjadi pada waktu
tengah malam di hadapan kuburan Ciok yaya, tapi ia tidak mau percaya bahwa yang menangis
memeluk dirinya itu adalah Touw Peng Peng, karena Touw Peng Peng selamanya belum pernah
menangis. Mendadak ia pentang lebar matanya, wanita yang mendekam di atas dadanya itu agaknya
sudah merasa Kim Houw sudah sadar dan baru saja menengok ke arahnya, segera 2 pasang
mata saling bentrok, dua duanya lantas berseru kaget: Peng Moay ...... "
"Houw-ko ......... ,!"
"Peng-moy, kau kenapa .....?" tanya Kim Houw .... apakah ia kembali di belakang kediaman
keluarga Ciok, di rumah gubuk pendek reyot "
"Houw-ko, tadi malam aku dengar kau telah dipukuli oleh Ciok siauya... eh bukan... itu buaya
keparat, aku sakit hati benar, entah bagaimana keadaanmu, hatiku sangat cemas. Hari ini satu
hari aku tidak lihat kau keluar, diwaktu senja, aku minta tolong empek tua yang menjaga pintu di
taman belakang untuk memberikan aku masuk. Siapa nyana keadaanmu telah begitu rupa,
sehingga membuat aku kaget setengah mati, aku dorong dan ku panggil-panggil, tapi kau tidak
menjawab, maka aku lantas menangis.... Houw-ko ....," Kim Houw mengawasi si gadis, lama baru
bisa menyahut : "Peng-moay, kemarin malam aku sebetulnya hendak berlalu dari Bwee-Kwee
Cung, karena aku sudah tidak tahan menderita lebih lama lagi, tapi sekarang setelah melihat kau,
aku tidak tega meninggalkan kau lagi, sebabnya ialah kau patut dikasihani daripada aku, aku
harus tetap tinggal di sini untuk menjagamu aku hanya menyesal dan gemas mengapa mereka
tidak mau mengajarkan aku ilmu silat."
Gadis yang disebut Peng-moay ini bernama Bwee Kee Peng, usianya sebaya dengan Kim
Houw dan Touw Peng Peng. Ayahnya sebetulnya adalah cungcu dari Cwee Kee Cung itu,
namanya terkenal di kalangan kang-ouw, ia merupakan salah satu pendekar ternama di rimba
persilatan, Bwee Seng, bergelar Kiam Seng atau malaikat berpedang, ibunya bernama Lui Sie,
puteri tunggal Lui Kong yang namanya juga menggetarkan jagat di kalangan hitam pada masa itu.
Siapa nyana, tahun kedua setelah Bwee Kee Peng dilahirkan, ayah bundanya telah
menghilang, hingga akhirnya tidak ada kabar ceritanya.
Bwee Kee Peng hidup bersama neneknya dengan harta dan rumah rumah peninggalan orang
tuanya, beberapa tahun lamanya mengharap pulangnya mereka apa lacur ketika Bwee Kee Peng
berusia 6 tahun, telah terjadi kebakaran besar di rumahnya semua barang peninggalan orang
tuanya habis dimakan api.
Tinggal Bwee Kee Peng dan neneknya yang satu masih bocah yang belum mengerti apa-apa,
sedang yang lain, sudah lanjut usianya, dalam dunia yang sifatnya kejam ini, siapa yang mau
ulurkan tangannya untuk memberi pertolongan "
Terpaksa hidup mereka sebisa-bisanya asal tidak mati kelaparan.
Dari neneknya, Bwee Kee Peng tentu saja tahu kedudukan ayah bundanya di dunia kang-ouw,
dan kini, begitu mendengar Kim Houw hendak berlalu, namun tidak tega meninggalkan padanya,
segera berkata : "Houw -ko, kau harus pergi, tidak seharusnya kau memikirkan diriku, semoga kau
diluaran bisa menemukan guru silat yang pandai dan nanti pulang dengan bekal kepandaian ilmu
silat yang berarti, untuk menghajar itu semua anjing-anjing buduk yang tidak mempunyai
kemanusiaan. Sekalipun juga aku minta kau mencari keterangan perihal ayah bundaku, ayahku
bernama Bwee Seng, gelarnya Kiam Seng atau malaikat pedang, ibuku gelarnya San Hoa sian Lie
atau dewi penyebar bunga, kau tentunya tidak bisa lupa bukan " Untuk kepentinganmu sendiri dan
juga untuk aku, apa yang masih buat pikiran" Sementara mengenai diriku Bwee Peng, asal kau
percaya, kau boleh pergi dengan hati lapang!"
Bicara sampai di situ, dari jauh tiba-tiba terdengar suara orang berjalan mendatangi, Kim Houw
terkejut lalu meminta supaya Bwee Peng lekas pergi, katanya : "Peng moay lekas pergi, urusanku
besok pagi kita bicarakan lagi, kalau sampai diketahui orangnya keluarga Ciok, kau tentu di
dampratnya!"
Sehabis berkata ia lantas dorong Bwee Peng keluar pintu.
Baru saja Bwee Peng berjalan, di luar pintu ada berkelebat satu bayangan hitam, bayangan itu
mengenakan pakaian ringkas warna hitam, ikat kepalanya juga hitam, Kim Houw belum pernah
melihatnya, maka ia lantas menegur : "Siapa ?"
Bayangan hitam itu berkelebat, tahu-tahu sudah berada di depan Kim Houw, lalu menarik kain
hitam yang menutupi wajahnya, segera tampak wajahnya yang bundar seperti buah apel, ternyata
ia bukan lain Touw Peng Peng adanya.
"Hou-jie, lekas ikut aku," kata si nona tergesa-gesa, "Liang piau-ko barusan berkata kepada
kothia, bahwa ia akan mencelakakan dirimu untuk kepentingannya di kemudian hari. Baik kau
lekas berlalu dari sini. Aku sebetulnya tidak ingin kau pergi, tapi sekarang keadaannya memaksa
kau harus angkat kaki dari tempat ini......"
Sehabis berkata, ia lantas sambar tangan Kim Houw diajak lari ke luar pintu.
Baru saja ia tiba di depan pintu kamar, Touw Peng Peng tiba-tiba merandek dan berkata
dengan suara kaget: "Celaka, Liang piauw-ko sudah datang, sekarang bagaimana baiknya ?"
"Memangnya kenapa ?" kata Kim Houw gusar, "Paling banter mati, apa kau kira Kim Houw ada
seorang yang takut mati " Biar saja mereka datang !"
Touw Peng Peng kenal baik adatnya Kim Houw jika pada saat itu ia ladeni, terang ada satu
perbuatan yang gelo, oleh karena cintanya yang besar dan untuk kepentingan jiwa orang yang
dicintainya, maka ia tidak ambil pusing perkataan Kim Houw yang ketus, sebenarnya Touw Peng
Peng pun seorang perempuan berhati keras, apa yang ingin diperbuat, ia lantas bertindak, tidak
seorangpun yang dapat merintangi.
Si nona bertindak cepat, pintu ia palang dari dalam kemudian membuka daun jendela dan
akhirnya ia totok dirinya Kim Houw, sehingga menjadi lemas. Mengapa ia menotok Kim Houw
karena supaya Kim Houw melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa ia tidak membohongi
padanya, dan ia mau Kim Houw segera mengerti jangan hanya ingin mati saja untuk menghadapi
mereka. Touw Peng Peng lalu panggul Kim Houw dan lompat ke luar dari jendela, tapi belum berdiri
tegak di atas payon rumah, pintu rumah yang sudah reyot itu terdengar di gedor orang dengan
keras. Jangan pandang Touw Peng Peng Cuma satu gadis cilik yang badannya kecil langsing, meski
dengan menggendong Kim Houw, ia masih bisa lari bagaikan terbang dan sebentar saja sudah
berada jauh. Tapi baru saja keluar dari Bwe Kee Cung, ia dengar suara ribut-ribut orang mengejar. Dalam
cemasnya ia lantas robah tujuannya. Ia lari menuju ke belakang gunung-gunungan di belakang
Bwee Kee Cung. Sebentar saja ia sudah berada ditengah-tengah gunung, tapi tatkala ia menoleh kebawah,
lantas dilihatnya ada beberapa bayangan orang sedang mengejar, nampaknya mereka itu ilmu
mengentengi tubuhnya masih di atas dirinya sendiri.
Dalam keadaan yang sangat penting itu, tiba-tiba ia mendapatkan satu akal, ia lari setengah
merayap memutar ke belakang gunung.
Setelah mana, tiba-tiba terdengar suara aneh beberapa kali saling sahut-sahutan, Touw Peng
Peng lalu letakkan Kim Houw dan melepaskan totokannya, dengan suara keren dan sungguhsungguh
ia berkata: "Houw-jie, keadaan ini kau sudah lihat sendiri, juga sudah dengar semuanya,
jangan kau berlagak gagah-gagahan! Sekarang, untuk sementara waktu kau harus sembunyikan
dirimu di belakang batu besar ini, tunggu setelah aku pancing mereka berlalu dari sini, kau boleh
masuk ke dalam gunung dan sembunyi diantara batu-batu itu kira-kira tiga atau lima hari lamanya,
baru berdaya melarikan diri." Ia lalu menyerahkan satu bungkusan kecil kepada Kim Houw. "Ini
sedikit bekal makanan kering yang aku sudah sediakan untuk keperluanmu di perjalanan, barang
kali cukup tiga-lima hari! Kalau aku berhasil memancing mereka pergi, aku nanti akan datang
menemui kau lagi!"
Sehabis meninggalkan pesannya, ia lantas lompat melesat sejauh tiga tombak.
Entah bagaimana perasaan dalam hati Kim Houw pada saat itu, mungkin ia sendiri juga ia
tidak dapat mengatakan. Nona Peng Peng itu biasanya memang baik sekali padanya, tapi ia jemu
terhadap nona cilik itu, namun hari ini keadaannya ada berlainan, apa yang dilakukan oleh Peng
Peng, semata-mata hanya untuk menolong jiwanya.
Kini, Peng Peng sudah berlalu dari depan matanya, ia memandang bayangannya, sampai
ucapan terima kasih saja belum sempat dikeluarkan. Tapi entah kenapa disengaja atau kebetulan,
tatkala Kim Houw sedang mengawasi padanya dengan perasaan bingung, Touw Peng Peng tibatiba
merandek dan menoleh kepadanya, bahkan dengan jari tangannya ia memberikan petunjuk,
supaya lekas menyembunyikan dirinya.
Kim Houw mengangguk, dalam hati merasa tidak enak. Selagi ia hendak mengucapkan terima
kasihnya, tiba-tiba terdengar suitan yang amat nyaring, berbareng dengan itu, Kim Houw buruburu
sembunyikan diri di belakang batu.
Serentetan suara suitan makin lama makin jauh dan akhirnya tidak kedengaran lagi, Kim Houw
lantas kabur ke dalam gunung. Sejak kanak-kanak ia belum pernah berlatih ilmu silat, di bawah
pengawasan Ciok yaya, ia boleh dibilang terlalu dimanja. Keadaannya lebih senang daripada
beberapa anak-anak keluarga beruang, cuma badannya lemah, apa mau kali ini ia harus
melarikan diri demi menyelamatkan jiwanya, entah dari mana datangnya kekuatan, sekaligus ia
bisa berlari sampai di atas gunung. Semalaman suntuk ia lari, dua buah gunung ia sudah lalui, kini
tibalah di tepi sungai kecil di suatu lembah, keadaan Kim Houw waktu itu sangat mengenaskan
sekali, lapar dahaga dan letih, sekujur badannya dirasakan lemas, ia sudah tidak kuat lagi, hingga
harus duduk numprah di tanah.
Tiba-tiba ia ingat bungkusan pemberian Touw Peng Peng yang diikat di pinggangnya, buruburu
ia buka bungkusan itu kecuali makanan kering masih ada dua potong uang emas dan uang
receh. Ini semua tidak mengherankan, apa yang aneh ialah terdapat sebilah pedang pendek
berukuran kira-kira tujuh dim dan sepotong baju semacam kaus kutang, warnanya hitam jengat.
Setelah kenyang makan, Kim Houw baru memeriksa pedang pendek itu, begitu dikeluarkan
dari serangkanya, senjata itu memancarkan warna warni yang luar biasa.
Kim Houw hendak mencoba betapa tajamnya pedang pendek itu, dengan sepenuh tenaga ia
tabaskan pada sebuah pohon sebesar mangkok, siapa nyana karena menggunakan tenaga
keliwat besar, badannya lantas ngusruk dan nyelonong terus, apakah sebabnya" Ini karena
tajamnya pedang itu, pohon yang sebesar mangkok itu telah tertabas tanpa terasa, sehingga Kim
Houw tidak mampu mencegah nyelonongnya badan sendiri.
Pohon besar itu lantas rubuh seketika itu juga.
Kim Houw girang sekali, kiranya itu adalah sebilah pedang mestika. Maka dengan sangat hatihati
ia selipkan pedang itu di pinggangnya, pikirnya, pedang itu bisa digunakan untuk menjaga
keselamatannya.
Angin gunung saat itu meniup santer, Kim Houw merasa kedinginan. Karena badannya sudah
basah dengan keringat, membuat baju rombeng Kim Houw seolah-olah habis direndam air, hingga
ketika tertiup angin, rasa dingin dirasakan seperti merasap ke dalam tulang sumsum.
Tatkala melihat baju warna hitam yang seperti kaus. Kim Houw lalu membuka baju luarnya dan
pakai baju kaus hitam itu dibagian dalam. Baru saja baju menempel di badannya, dada dan
gegernya dirasakan ada yang hangat yang menyusuri seluruh badannya, sehingga tidak
merasakan dingin lagi.
Kim Houw mulai curiga, mungkinkah itu baju wasiat " Mengapa Peng Peng memberi kedua
barang wasiat itu kepadanya "


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu cuaca sudah mulai terang, Kim Houw mencari tempat yang agak teduh untuk
merebahkan dirinya.
Begitu mendusin, ternyata matahari sudah mendoyong ke barat dan burung-burung sudah
pulang ke sarangnya.
Kim Houw dahar lagi sampai kenyang betul, baru melanjutkan perjalanan ke dalam gunung.
Dalam gunung itu sebetulnya masih ada jalanan kecil, tapi jalanan itu sering terputus, meski
demikian, untuk menghindarkan pengejaran, Kim Houw memilih jalan kecil itu juga.
Di suatu jalanan, di dekat satu pohon besar dan sebuah papan yang tertulis : "Dilarang lewat!"
Kalau disiang hari, Kim Houw tentunya bisa melihat papan larangan itu dan mungkin tidak
berani berjalan terus, apa mau justru ia jalan diwaktu malam, malah berjalan terus dengan
cepatnya. Baru saja menikung di suatu jalanan di depan matanya terbentang rimba yang lebat, rimba itu
mungkin belum pernah didatangi oleh manusia, karena tampaknya begitu lebat dan seram, pohonpohon
besar terdapat dimana-mana.
Kali ini Kim Houw dapat lihat sebaris tulisan yang memancarkan sinar berkeredepan di atas
sebuah pohon besar, tulisan itu terdiri dari dua puluh huruf, yang artinya sebagai berikut :
"Istana Kumala Putih di gunung Thay-Pek, bisa pergi tidak bisa kembali, kalau bukan orang
yang berkepentingan, silahkan segera balik kembali."
Dua puluh huruf yang berkeredepan itu benar-benar mengejutkan Kim Houw, ia tahu benar
bahwa jalanan itu ada buntu, tapi di dalam gunung belukar itu, siapa tahu jalanan mana yang
lapang atau yang buntu,
Tiba-tiba ia mendengar suara orang yang sedang memaki-maki. Suara itu Kim Houw kenal
betul ada suara Souw Cuan Hui, murid ketiga dari Ciok Goan Hong, ayahnya Ciok Liang.
Souw Cuan Hui lebih tua empat-lima tahun daripada Kim Houw, ia benci sekali kepada Kim
Houw, karena Kim Houw pernah pergoki perbuatannya yang hendak memperkosa seorang wanita
muda dan perbuatannya itu diberitahukan kepada Ciok Goan Hong, sehingga Souw Cuan Hui
didamprat dan dihajar habis-habisan oleh gurunya. Kalau tidak karena biasanya ia pandai
bermuka-muka, perbuatannya itu mungkin mengakibatkan ia dibikin musnah kepandaiannya atau
diusir dari perguruan maka terhadap Kim Houw, Souw Cuan Hui bencinya setengah mati, sabansaban
ia mencari kesempatan untuk membalas sakit hatinya itu.
Kali ini, guna mencari Kim Houw sampai dapat ditemukan, meski semua orang pada pulang
hanya ia seorang yang berdaya mencarinya. Ia bertekad untuk mendapatkan Kim Houw ia takkan
merasa puas kalau belum membinasakan dirinya itu anak tanggung.
Ia tahu Kim Houw tidak mengerti ilmu silat, ia pikir, asal diketemukan jejaknya, Kim Houw pasti
tidak lolos dari tangannya.
Di depan rimba keramat yang dalamnya ada Istana Kumala Putih itu. Souw Cuan Hui sedang
mundar-mandir di bawah pohon besar. Seperti dijelaskan di sebelah atas, istana yang disebut
Istana Kumala Putih itu sejak beberapa ratus tahun lamanya masih tetap merupakan suatu rahasia
besar dalam rimba persilatan. Banyak orang yang pada pergi mencari tahu tapi tidak bisa keluar
lagi dari rimba keramat itu, membikin orang tidak habis mengerti, hingga rahasia itu tetap tinggal
rahasia gelap. Kini Kim Houw berada dalam keadaan terjepit, bagaimana tidak ketakutan mendengar suara
Souw Cuan Hui "
Huruf yang berkeredepan di depan matanya itu menarik perhatiannya, pikirnya daripada mati
konyol lebih baik masuk ke dalam rimba, mungkin masih ada harapan untuk hidup.
Begitulah, ia lantas angkat kaki dan hendak lari ke dalam rimba. Tapi baru saja bergerak,
gusarnya sudah didengar oleh Souw Cuan Hui. Begitu ada suara Kim Houw hendak kabur sambil
berseru lantas mengejar, namun yang dikejar sudah masuk ke dalam rimba. Karena ia sendiri
tidak berani memasuki rimba yang dipandang sangat keramat itu, lalu melepaskan senjata rahasia.
Senjata rahasianya itu semacam burung walet yang terbikin dari besi, waktu dilancarkan tidak
kedengaran suaranya, tapi kalau mengenakan sasarannya, bagian mulut senjata yang berbentuk
burung walet itu lantas mengeluarkan sebuah jarum beracun, siapa terkena tidak bisa di tolong lagi
jiwanya, ini adalah senjata rahasia tunggal ciptaan Ciok Goan Hong.
Souw Cuan Hui yang melihat dengan mata kepala sendiri Kim Houw memasuki rimba keramat
itu, meski sudah tahu benar bahwa Kim Houw pasti mati di dalam rimba itu, tapi toh dia masih
berlaku kejam menyerang dengan senjata rahasianya.
Suara "pluk" terdengar nyaring, senjata rahasia itu mengenai tepat digegernya Kim Houw,
badan Kim Houw kelihatan sempoyongan tapi sebentar kemudian sudah lenyap di dalam rimba
Souw Cuan Hui yang telah menyaksikan kejadian itu dengan tegas, dalam hati merasa girang, ia
lantas balik untuk mengabarkan kepada gurunya.
Souw Cuan Hui tiba di Bwee Kee Ceng, kedapatan Touw Peng Peng sedang ribut mulut
dengan Ciok Liang, ia tidak perduli lantas saja menimbrung dengan girang serta bangga ia berkata
: "Sutee, aku ada membawa kabar baik."
Ciok Liang yang sedang kewalahan menghadapi saudara misannya itu, menampak
kedatangan Souw Cuan Hui, seolah-olah menemukan pertolongan, maka buru-buru hentikan
pertengkaran dan menanya: "Kabar baik apa " Apakah kau sudah membinasakan si bocah Kim
Houw itu ?"
"Membinasakan sih belum, cuma saja aku sudah berhasil menimpuk padanya dengan senjata
rahasia "si burung walet ..............!"
Suara "plak" tiba-tiba terdengar nyaring satu tamparan telak mampir di pipi Souw Cuan Hui,
sehingga kepalanya puyeng, mata berkunang kunang. Karena tidak tahu apa sebabnya, maka ia
lalu menanya : "Nona Peng, mengapa kau pukul aku ?"
"Mengapa kau menggunakan senjata rahasia "Siburung walet" untuk menyerang satu bocah
yang tidak mengerti ilmu silat?" jawab Touw Peng peng dengan gemesnya.
Tamparan Touw Peng Peng tadi ternyata keras sekali, ujung mulut Souw Cuan Hui nampak
mengalirkan darah, tapi ia takut kepada nona itu, cuma kerutkan keningnya sambil mengusapusap
bekas yang ditampar tadi.
"Sebetulnya andaikata kau tidak menggunakan senjata rahasia menyerang, dia juga akan
binasa, karena ia sudah lari masuk ke dalam rimba keramat yang ditakuti oleh semua orang-orang
dunia rimba persilatan!" katanya mendongkol.
Mendengar keterangan itu, sekujur badan Touw Peng Peng gemetar, dengan suara keras ia
menanya : "Apa " apa di belakang gunung itu ada rimba keramat yang didalamnya ada Istana
Kumala Putih " Mengapa aku datang sudah beberapa tahun di sini tidak pernah dengar kalian
mengatakan " Adakah kalian sengaja menyembunyikan "
"Peng Moay," Ciok Liang membuka mulut ini bukan kami hendak merahasiakan terhadap kau,
sebetulnya ayah yang pesan tidak boleh menceritakan aku pikir siapa yang berani melanggar
pesannya ...?"
Tidak menunggu keterangan Ciok Liang, Touw Peng Peng sudah lari masuk ke dalam kamar.
Tapi baru saja melangkah beberapa tindak tiba-tiba terdengar suaranya Ciok Liang yang berkata
kepada Souw Cuan Hui : "Souw-suko, aku justru tidak takut senjata rahasia itu kau percaya tidak
?" "Sudah tentu! Siapa tidak tahu bahwa keluarga Ciok mempunyai warisan baju wasiat Hay-sikua?"
Touw Peng-peng tertarik oleh pembicaraan mereka, terutama tentang baju wasiat, maka ia
lantas perlahankan tindakannya dan pasang kuping, tapi Ciok Liang seperti sengaja hendak
mempermainkan padanya, ia lantas bungkam.
Touw Peng Peng adalah gadis yang suka dengan hal-hal yang aneh, kalau ia belum tahu
betul, takkan merasa puas, meski dalam hati sedang memikirkan jiwanya Kim Houw, tapi ia ingin
tahu apa yang dinamakan baju wasiat tadi. Ia putar tubuhnya dan menghampiri Ciok Liang.
"Liang piau-ko, apakah itu baju wasiat "Hay-si-kua?"" ia menanya sambil unjukkan ketawanya
yang manis. Ciok Liang menampak Peng Peng tertawa, hatinya lemas seketika, maka lantas menjawab
dengan cepat: "Hay-si-kua adalah binatang laut, panjangnya 5 cun, bentuknya bulan seperti
bumbung, badannya lemas tapi ulet...."
"Oh! Aku kira benda wasiat apa?" memotong Peng Peng sudah tidak sabaran.
"Peng-moay, ucapanku belum selesai, Hay-si-kua adalah wasiat keturunan keluarga Ciok, apa
kau kira barang sembarangan" Kau tidak percaya, aku tunjukkan kau. "Hay-si-kua" adalah
sepotong baju serupa kaus kutang, tapi khasiatnya luar biasa, ia dapat melindungi badan dari
serangan segala senjata tajam atau segala pedang dan golok pusaka"
Touw Peng Peng dibikin terkejut oleh keterangan Ciok Liang itu.
"Betulkah ada barang begitu aneh" Kalau begitu kau lekas ambil untuk aku saksikan!"
"Baik! kau tunggu saja di sini. Souw suheng kau juga tunggu sebentar, aku akan tunjukkan kau
sekalian" kata Ciok Liang sambil ketawa puas.
Touw Peng Peng dan Souw Cuan Hui menunggu sekian lamanya, belum juga nampak Ciok
Liang muncul, tiba-tiba mereka dengar suara ribut-ribut di dalam kamar. Peng Peng buru-buru lari
masuk, ia segera dapat lihat Ciok Liang sedang berlutut di depan ayahnya dengan badan
menggigil dan wajah pucat seperti mayat, Goan Hong sendiri wajahnya juga pucat, nampak amat
gusar. Peng-peng tidak tahu apa yang telah terjadi, biasanya ia sangat disayang oleh Ciok Goan
Hong, maka ia berani menghampiri dan menanya sambil memegang lengan Ciok Goan Hong:
"Kothio! Apa yang telah terjadi sampai kau begitu gusar?"
Kalau di waktu biasa, Ciok Goan Hong biar bagaimana marah, asal menampak bakal menantu
kecil ini, hawa amarahnya lantas lenyap sebagian, tapi kali ini tidak demikian, ia hanya
memandang Peng Peng sejenak, lantas memaki dengan suara keras: "Bangsat cilik ini, betul-betul
akan bikin aku mati berdiri, ia telah hilangkan baju wasiat Hay-si-kua milik keturunan keluarga
Ciok, coba kau pikir keterlaluan apa tidak?"
Mendengar keterangan itu, hampir saja Touw Peng Peng lompat karena hilangnya baju wasiat
itu mungkin ada perbuatannya sendiri, soalnya ketika ia dengar Ciok Liang hendak mencelakakan
jiwa Kim Houw ia buru-buru memberitahukan kepada Kim Houw supaya lekas kabur. Tatkala ia
berjalan melalui kamarnya Ciok Liang, dengan tiba-tiba ia ingat baju Kim Houw yang tipis dan
sudah rombeng, kalau ia kabur, dalam keadaan udara buruk dan dingin seperti ini, sekalipun tidak
mati kelaparan, mungkin Kim Houw juga mati kedinginan.
Justru bajunya sendiri tidak dapat dipakai oleh Kim Houw, ia ingat badannya Ciok Liang hampir
sama dengan Kim Houw, maka ia lantas masuk ke kamar Ciok Liang untuk mengambil sepotong
baju. Apa mau di kamar itu tidak ada sepotongpun pakaian yang agak tebal yang mampu menahan
hawa dingin, dalam keadaan mendesak ia telah membuka koper Ciok Liang.
Kala itu keadaan kamar gelap, tangan Touw Peng Peng dapat meraba benda halus lemas dan
hangat, ternyata adalah baju kaus, maka tanpa melihat lagi ia lantas bawa kabur.
Kini ketika dengar kabar baju wasiat keluarga Ciok telah hilang, mengapa ia tidak terkejut"
Tiba-tiba Ciok Liang yang berlutut di depan ayahnya berkata dengan suara gemetar: "Ayah,
dalam rumah kita tentunya ada maling dalam. Baju itu sebetulnya selalu anak pakai, tapi setelah
bulan yang lalu, karena di bawah ketiak anak sakit bisul, maka tidak bisa pakai dan lalu disimpan,
masakan hanya dalam waktu setengah bulan saja lantas hilang....?"
"Plakkk!" tangan Ciok Goan Hong mampir di pipi Ciok Liang lalu disusul dengan tendangan
kaki, hingga Ciok Liang berjumpalitan di tanah.
Touw Peng Peng pada saat itu diam-diam sudah menyingkir, ia bukan takut atau menyesal
karena kesalahan tangan sudah ambil baju wasiat keluarga Ciok, hanya sangat gelisah akan
keselamatan jiwa Kim Houw. Perginya Kim Houw ke dalam rimba keramat itu, boleh dikata
disebabkan karena ia yang menganjurkan supaya Kim Houw melarikan diri, meski ada baju wasiat
untuk melindungi diri hingga tidak takut senjata rahasianya Souw Cuan Hui, tapi Istana Kumala
Putih itu adalah istana keramat yang menakutkan. Tidak dinyana Kim Houw berani masuk ke situ,
ia juga tidak menduga bahwa istana yang menggetarkan dunia Kang-ouw itu ternyata dekat
tempat kediamannya sendiri!
Hati Touw Peng Peng sangat tidak tentram.
Malam itu, sesosok bayangan hitam keluar dari Bwee Kee Cung, bayangan itu meski kecil
langsing, tapi gerakannya gesit sekali, sebentar saja sudah berada di kaki gunung.
Bayangan itu adalah Touw Peng Peng, ia berdandan ringkas, belakang punggungnya
menggemblok sebilah pedang panjang, pinggangnya diikati satu buntelan, agaknya akan
melakukan perjalanan jauh tapi ketika berhenti di bawah kaki gunung, tiba-tiba matanya dapat
melihat seorang tua baju putih sedang duduk di bawah sebuah pohon besar. Orang tua itu
ternyata adalah Ciok Goan Hong yang sedang mengawasi gerak-geriknya dengan sorot mata
tajam, lama baru kedengaran suaranya menghela napas panjang, kemudian berkata: "Peng Peng,
aku tahu dalam berapa hari ini hatimu agak risau, bukankah kau hendak pergi" Mari! aku antar
kau pulang ke Kanglam, aku juga sudah lama tidak mengunjungi Kanglam sekalian hendak
menjumpai beberapa sahabat dari dunia Kangouw...."
"Tidak" jawab Peng Peng cemas. Ia cuma mengeluarkan perkataan itu saja lantas bungkam.
Dengan alasan apa ia menolak" Tak ada! Seorang gadis yang baru mangkat dewasa, apa yang
berani ia ucapkan di hadapan bakal mertuanya"
"Kothio!" terdorong oleh perasaan hatinya yang menggelora akhirnya ia buka mulut juga:
"Mengapa Istana Kumala Putih dalam rimba keramat itu begitu ditakuti orang.....?"
"Peng Peng" Ciok Goan Hong tiba-tiba membentak keras: "Aku tidak ijinkan kau omong
sembarangan!"
Peng Peng belum pernah melihat Kothionya marah demikian rupa, sekalipun ketika sedang
kehilangan baju wasiatnya juga tidak murka seperti sekarang ketika mendengar disebutnya Istana
Kumala Putih. Tapi apa yang ia bisa buat" kabur" tidak mungkin lagi.
Ia cuma bisa bersedih dalam hati dan menangis.
Akhirnya ia mengikuti Ciok Goan Hong meninggalkan Bwee Kee Cun dan untuk sementara
Bwee Kee Cung boleh merasa tentram.
Ketika Kim Houw lari masuk ke dalam rimba keramat itu dan diserang dengan senjata rahasia
oleh Souw Cuan Hui, meski piau itu mengenai tepat punggungnya, ternyata ia tidak merasakan
apa-apa. Disaat itu badannya sempoyongan karena kakinya kebetulan menginjak batu kerikil, tapi Souw
Cuan Hui anggap ia kena serangan senjata rahasianya padahal Kim Houw sedikitpun tidak terluka.
Namun begitu tiba didalam rimba, macam-macam kesengsaraan telah menimpa dirinya.
Dalam rimba itu meski ada jalanan kecil berliku-liku, tapi keadaannya ada begitu gelap, terutama
tanahnya yang lembab dan licin, kalau tidak hati-hati bisa terpeleset.
Apa yang menakutkan dalam rimba itu adalah suara angin yang menderu-deru dan dibarengi
suara binatang-binatang liar dalam rimba, membuat siapa yang mendengar pada berdiri bulu
tengkuknya. Untung Kim Houw bernyali besar, lagi pula karena Kim Houw memakai baju wasiat pemberian
Touw Peng-peng, masa sedikitpun tidak merasa dingin.
Tiba-tiba ia merasa bajunya seperti ditarik orang. Kejadian yang datangnya secara tiba-tiba
dan tanpa suara itu, betapapun besarnya nyali Kim Houw, juga ketakutan setengah mati. Ia tidak
tahu siapa yang menarik, orang atau setan" Memedi ataukah binatang" Tiba-tiba ia memutar
tubuhnya, "sret" bajunya yang sudah rombeng ditambah satu lubang besar lagi.
"Siapa" akhirnya Kim Houw besarkan nyalinya membentak dengan suara keras. Bentaknya itu
tidak mendapat jawaban apa-apa, ini membuat Kim Houw semakin ketakutan, dalam
ketakutannya, ia segera menghunus pedang pendeknya.
Begitu pedang pendek keluar dari sarungnya, lantas memancarkan sinar yang gemerlapan dan
keadaan disekitar ia berdiri lantas nampak terang. Bukan main girangnya.
Ia sesalkan diri sendiri mengapa tidak ingat pedang pendeknya itu dari tadi.
Kim Houw memeriksa apa yang telah terjadi pada dirinya, ternyata hanya pohon berduri yang
menyangkut bajunya, hingga diam-diam merasa geli sendiri.
Dengan adanya penerangan dari sinar pedang pendek itu, dia bisa berjalan lebih leluasa tapi
akar-akar pohon yang tumbuh malang melintang dan jalanan kecil berliku-liku seolah-olah tidak
kelihatan ujung pangkalnya.
Entah berapa lama dan jauh ia berjalan, kalau perutnya terasa lapar ia makan rangsum
keringnya, kalau letih, ia duduk mengaso sebentar, cuma pedang pusaka di tangannya
sebentarpun tidak pernah terlepas dari pegangannya.
Akhirnya rangsum keringnya bawaannya sudah habis, Kim Houw mulai gelisah, berbareng
dengan itu, hidungnya dapat endus bau amis. Pengalaman dimasa kanak-kanak telah
mengisikkan padanya, bau amis itu adalah ular yang sedang keluar mencari makan, benar saja
segera ia melihat berekor-ekor ular pada tonjolkan kepalanya, mulutnya pada menganga, tapi tidak
ada satu yang berani mendekati dirinya.
Selanjutnya, di belakang lerotan ular, ia lihat sepasang lampu mencorong dengan sinarnya
yang hijau. Dalam rimba lebat yang terkenal keramat itu, tanpa pikir Kim Houw juga tahu bahwa
benda-benda seperti lampu itu adalah sepasang mata binatang buas.
Pada saat itu, sekalipun tidak takut ia akhirnya menjerit juga, ini bukan barang mainan maka ia
lantas angkat kaki dan kabur sekencang-kencangnya.
Entah sudah berapa lama berlari, matanya tiba-tiba melihat titik putih, Kim Houw lalu
menghampiri, tapi apa yang dilihat olehnya, hampir saja membuat ia jatuh pingsan.
Apa sebetulnya yang terjadi" titik putih itu ternyata adalah duri yang membuat robek bajunya!
Sedang yang dilihat Kim Houw adalah kapas bajunya yang menyangkut di atas duri tersebut,
bagaimana Kim Houw tidak kaget, karena perjalanan yang dilakukannya demikian jauh dan entah
sudah berapa lamanya itu ternyata hanya berputar-putar di situ-situ juga.
Kim Houw bingung, entah berapa lama ia berdiam dalam keadaan demikian, tiba-tiba ia
dikejutkan oleh suara yang mengharukan, mungkin suaranya binatang monyet sedang menangis.
Ia menoleh, itu ular dan mata binatang buas masih tetap mengikuti di belakangnya, tapi ia tidak
merasa takut lagi, pikirnya lebih baik kalian telan diriku, aku tahu aku sudah tidak bisa keluar dari
sini lagi. Meski Kim Houw sudah agak putus asa, tapi kakinya tetap berjalan, ia menggunakan
penerangan sinar pedang untuk mencari jalan sangat hati-hati, tidak berani lari-larian lagi.
Akhirnya dalam keadaan lapar dan letih, Kim Houw rubuh pingsan.
Entah berapa lama sang waktu telah berlalu, Kim Houw tiba-tiba merasakan badannya
bergerak, pahanya seperti tertusuk duri, begitu membuka matanya ia dapatkan dirinya sedang
didorong oleh seekor orang hutan besar. Lantaran kaget ketakutan, kembali ia jatuh pingsan.
Lama sekali ia dalam keadaan tidak ingat orang, tiba-tiba ia rasakan barang cair manis dan
hangat perlahan-lahan mengalir ke dalam mulutnya. Ia tidak tahu barang apa itu, cuma menelan
saja, karena barang cair itu kecuali manis juga sangat harum baunya.
Perlahan-lahan ia membuka matanya, dan dapatkan dirinya berada dalam pelukan seekor
orang hutan besar, barang cair manis yang masuk di tenggorokannya itu ternyata air susu orang
hutan betina yang sedang memeluki dirinya.
Dalam hati Kim Houw mengerti bahwa orang hutan itu mau menyusui dirinya, dan tidak
bermaksud jahat, tapi ketika melihat muka orang hutan yang menyeramkan, hampir saja ia
pingsan lagi. Dalam keadaan lapar dan letih, air susu itu merupakan minuman yang lezat bagi Kim Houw,
maka ia mengisap dengan bernapsu sekali. Perbuatan Kim Houw itu agaknya menyenangkan hati
si orang hutan, dengan tangannya yang besar menepuk-nepuk gegernya Kim Houw.
Perlakuan orang hutan itu penuh welas asih, tidak beda dengan tingkah laku seorang ibu


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terhadap anaknya. Kim Houw sejak kanak-kanak belum pernah merasai kasih sayangnya ibu,
perbuatan orang hutan itu membikin tergerak hatinya, ia seolah-olah sedang berada di pangkuan
ibunya sendiri.
Setelah menyusu sepuas hati, Kim houw mendadak berhenti, ia dongakkan kepalanya
mengawasi dengan air mata mengembeng. Sekarang ia tidak takut lagi memandang orang hutan
yang sangat menakutkan itu, bahkan memeluk erat-erat sambil menangis terisak-isak.
Orang hutan besar yang berbulu panjang itu agaknya mengerti perasaan hati Kim Houw, ia
membiarkannya menangis sepuas-puasnya, malah mengusap-usap kepala Kim Houw dengan
penuh kasih sayang.
Setelah menangis sepuas-puasnya, Kim Houw lalu melepaskan tangannya dan berkata
kepada si orang hutan:
"Aku akan bicara, apa kau dapat mengerti maksudku?"
Begitu Kim Houw membuka mulut, orang hutan itu agaknya sangat girang, ia menepuk-nepuk
dengan keras lalu anggukan kepalanya, untuk menunjukkan bahwa ia dapat memahami maksud
perkataan Kim Houw.
Kim Houw sangat girang, lalu meneruskan berkata: "Bolehkah kau antar aku keluar dari rimba
ini?" Di luar dugaan, perkataan Kim Houw itu telah mengejutkan si orang hutan, yang lantas berlutut
di tanah sambil menggoyang-goyangkan tangannya yang besar, sepasang matanya yang merah
laksana api menunjukkan sikap minta dikasihani.
Kim Houw tidak mengerti apa maksudnya, maka lantas meraung: "Siapa yang melarang orang
tidak boleh keluar dari rimba ini?"
Orang hutan itu ulur tangannya sambil menunjuk-nunjuk ke langit, kemudian ke dalam rimba.
Kali ini Kim Houw mengerti, orang hutan itu menunjuk ke dalam rimba, pasti ada rahasia apaapa,
maka lantas berkata: "Kalau begitu, bolehkah kau antar aku masuk ke dalam rimba?"
Orang hutan itu kali ini tidak kelihatan bersedih lagi, bahkan tampak begitu girang, sampai
lompat-lompatan setinggi satu tumbak. Tapi sewaktu turun di belakang Kim Houw, ia berteriakteriak
dan wajahnya menunjukkan ketakutan.
Kim Houw menoleh, kiranya pedang pendek yang memancarkan sinar berkeredepan yang
membuat si orang hutan ketakutan, ia lantas pungut pedangnya itu.
Kalau tadi ia bisa melihat dengan tegas wajahnya si orang hutan, tapi kini setelah ia memungut
pedangnya, orang hutan itu lantas lompat menyingkir dan mulutnya cecuwitan, agaknya takut
benar terhadap pedang pendek itu.
Kim Houw adalah anak yang cerdas, segala gerak-gerik orang hutan itu dapat ia pahami
maksudnya, maka lantas berkata: "Kalau tidak ada sinarnya pedang pusaka ini, aku tidak bisa
berjalan!"
Tapi orang hutan itu masih tetap berdiri jauh-jauh sambil berteriak-teriak, ia goyangkan
tangannya. Kim Houw terpaksa memasukkan pedang ke dalam sarungnya, begitu pedang itu masuk ke
dalam sarungnya, sinar terang lantas lenyap, keadaan dalam rimba kembali gelap seperti semula.
Tiba-tiba Kim Houw merasa dirinya seperti berada di punggungnya orang hutan tadi yang lalu
dibawa pergi dengan cepat sekali.
Orang hutan itu mempunyai kaki dan tangan sangat panjang, ia bisa lari bagaikan terbang,
sebentar saja sudah melalui beberapa puluh tumbak jauhnya. Kim Houw yang digendong di atas
punggungnya, seolah-olah terbang di atas awan, kedua telinganya cuma dengar suara
menderunya angin, saking takutnya ia peluk leher orang hutan itu erat-erat, kedua matanya
dipejamkan, sebetulnya meski tidak dipejamkan ia juga tidak bisa melihat apa-apa karena
gelapnya keadaan di situ.
Tiba-tiba orang hutan itu hentikan larinya, Kim Houw membuka matanya, ternyata ia masih
belum keluar dari dalam rimba, cuma sudah kelihatan sedikit sinar terang, hawa udaranya juga
sedikit bersih.
Kim Houw turun dari gendongan orang hutan lantas lari keluar rimba, tapi tiba-tiba terdengar
suara si orang hutan, Kim Houw lalu hentikan tindakannya. Ia lihat orang hutan itu agaknya
menunjukkan perasaan berat untuk berpisah dengannya.
Hati Kim Houw tergerak benar-benar, ia lalu lari balik dan memeluk dirinya orang hutan sambil
menangis sedih.
Lama baru Kim Houw berdiri dengan perlahan seraya berkata: "Aku bisa datang lagi untuk
menengok kau!". Sehabis berkata, ia berjalan sambil saban-saban menoleh ke luar rimba.
Lama ia tidak melihat sinar matahari, begitu lihat, bukan main rasa girangnya.
Saat itu udara terang, matahari sedang teriknya, tapi di mata Kim Houw matahari itu
tampaknya segar dan hangat.
Mendadak ia dengar suara siulan nyaring melengking memecahkan kesunyian dalam rimba,
segera di depan Kim Houw telah muncul seorang wanita yang pipinya telah keriputan.
Badan nenek itu cuma mengenakan sepotong pakaian tipis, bahkan sudah robek tidak keruan,
hanya di belakang punggungnya ada menggemblok sebilah pedang panjang. Matanya
memancarkan sinar tajam, rupanya ia mempunyai kekuatan tenaga dalam yang cukup sempurna,
dengan sikap dan wajahnya yang dingin si nenek mengawasi Kim Houw sejenak, lalu berkata:
"Kau si bocah cilik, apa baru masuk dari luar rimba?"
Kim Houw yang dipandang oleh si nenek dengan sorot matanya yang tajam, membuat sekujur
badannya dirasakan tidak enak.
"Benar, aku telah kesasar jalan di dalam rimba, adalah itu orang hutan besar yang antar aku
kemari!" jawabnya.
"Orang hutan besar?" Si nenek mengawasi Kim Houw dengan sorot mata terheran-heran, "Apa
kau tidak menemukan bahaya" Nampaknya kau tidak mengerti ilmu silat!"
Selagi Kim Houw hendak menjawab, kembali tampak berkelebatannya beberapa bayangan
orang di kanan kirinya si nenek. Berbareng sudah muncul tujuh-delapan orang laki-laki dan
perempuan yang usianya sudah lanjut semua. Di antara mereka ada seorang hwesio juga ada
paderi wanita. Keadaannya sama dengan si nenek tadi, pakaian yang menempel di badan masingmasing
sudah pada sobek tidak karuan, hingga keadaannya mirip seperti pengemis. Mereka itu
ada yang membawa senjata tajam, tapi juga ada yang bertangan kosong, namun tidak ada
satupun yang kelihatannya takut hawa dingin. Sikap mereka nampaknya gagah-gagah, hanya
wajahnya sangat menyeramkan.
Kim Houw belum pernah berhadapan dengan orang dunia Kangouw serupa itu, tapi ia tidak
takut. Dalam suasana tegang yang menyeramkan itu, tiba-tiba dipecahkan oleh suara "Ting Tang".
Kim Houw menoleh, ia lihat seorang tua berambut putih dengan mendatangi membawa empat
buah pelor baja sebesar kepalan tangan tengah diadu-adukan satu sama lain sehingga
mengeluarkan suara tadi.
Kim Houw baru saja dikejutkan oleh pemandangan aneh itu, atau benda tersebut sudah
melayang menyerang padanya, justru jarak antara ia dengan orang tua itu hanya satu tumbak
lebih sedikit, sekalipun orang yang pandai ilmu silat, juga masih susah untuk berkelit, apalagi
seorang bocah yang tidak mengerti ilmu silat seperti Kim Houw.
Pelor baja itu nampaknya segera akan mengenai dadanya.
Tiba-tiba berkelebat sinar perak, ujung pedang tepat menyambut pelor baja tersebut di depan
dada Kim Houw, hingga pelor itu meluncur jatuh.
"Bang!" serangan yang kedua segera menyusul tepat mengarah dada Kim Houw sampai Kim
Houw jungkir balik di tanah. Segera terdengar suara yang aneh dari si orang tua: "Lie Cit Nio, apa
kau tidak tahu bahwa aku Cu-no-sin-tan (si tangan pelor sakti) To Pa Thian dengan empat buah
peluru di sepasang tanganku belum pernah meleset....?"
"To Pa Thian, kau ini si tua bangka, apa tidak tahu bahwa ia adalah bocah yang tidak tahu
apa-apa dan tidak mengerti ilmu silat" Ia dengan kau toh tidak mempunyai permusuhan apa-apa,
mengapa kau turun tangan begitu ganas" Kalau berani kau boleh coba-coba dengan aku Li Cit
Nio, aku tanggung pelurumu akan berobah peluru lempung yang tidak ada gunanya."
"Li Cit Nio, kali ini kau dibikin kabur matamu, kau kira ia tidak mengerti ilmu silat, sebetulnya ia
mempunyai kepandaian yang tinggi sekali, bahkan amat licin, kalau tidak karena gara-garanya
bocah ini, aku tidak akan kemari, kalau belum berhasil membunuhnya, hatiku masih sangat
penasaran"
"To Pa Thian, kau benar-benar tidak tahu malu, sudah kena dikibuli oleh anak kecil, toh masih
ada muka buat menceritakan... apa perlunya kau masih menjadi ketua partai persilatan, aku
sendiri masih merasa malu!"
"Li Cit Nio, kau jangan jumawa, ada satu hari nanti kau akan mengalami kesukaran sendiri...."
Belum habis ucapan To Pa Thian, tiba-tiba terdengar suara sorak sorai riuh, apa yang telah
terjadi" Kiranya Kim Houw diserang oleh To Pa Thian dengan peluru, setelah jungkir balik lantas
berbangkit lagi, hal ini benar-benar membuat To Pa Thian sendiri sampai bingung terlongonglongong.
Empat buah peluru bajanya sudah pernah menggetarkan dunia Kang-ouw, membuat
namanya terkenal, karena pelurunya begitu keluar dari tangannya belum pernah meleset,
kekuatannya juga sangat hebat, siapa yang kena, perutnya akan dibikin bolong hingga sukar
mendapat pertolongan.
Bocah cilik itu meski tinggi ilmu silatnya, juga tidak mungkin tidak terluka barang sedikit"
Bagaimana ia tidak kaget" Hanya satu hal, sekarang mendapat alasan untuk mengejek Lie Cit
Nio, maka lantas berkata: "Lie Cit Nio, apa kau tidak salah kata" Kau ini yang dinamakan seorang
yang sudi gawe"
Wanita yang disebut Lie Cit Nio itu, pada saat mana juga terheran-heran. Ia selamanya
anggap belum pernah salah melihat orang, kalau dilihat dari luarnya bocah itu sama sekali tidak
mengerti ilmu silat, namun bagaimana tahan serangan pelurunya To Pa Thian yang namanya
sudah menggetarkan dunia Kang-ouw, ini benar-benar aneh!
Tapi kenyataannya memang begitu, Kim Houw memang benar-benar tidak berlaku bahkan
masih memandang To Pa Thian dengan mata melotot, kemudian ia membentak dengan suara
keras: "Aku dengan kau tidak mempunyai permusuhan apa-apa, mengapa bertemu lantas
menyerang aku dengan peluru?"
Dibentak secara kasar oleh Kim How, To Pa Thian lantas gusar: "Bocah busuk, masih mau
berlagak, kau berani kata tidak ada permusuhan dengan aku?" katanya.
Tiba-tiba terdengar suara orang nyaring seperti genta, sembari dibarengi dengan ucapannya
yang mengandung ejekan: "Lau To, hari ini kau kesandung batu!"
Wajah To Pa Thian seperti kepiting direbus, dengan gemas ia berkata kepada Kim Houw: "Aku
tidak mempunyai tempo untuk adu mulut dengan kau, kuhajar dulu nanti kita bicara lagi", belum
rapat mulutnya, tangan kanannya sudah bergerak menjambret Kim Houw.
Lie Cit Nio tiba-tiba lintangkan pedangnya sambil berkata: "Ia adalah aku yang menemukan,
aku berhak mengatakan apa yang aku suka, siapa hendak menganiaya lebih dulu harus mampu
melewati aku dulu!"
To Pa Thian tidak menduga bahwa Lie Cit Nio benar-benar hendak menghalangi maksudnya,
hatinya panas seketika, maka lantas menyerang Lie Cit Nio dengan bengis sekali.
Lie Cit Nio ketawa dingin, dengan satu gerakan "Burung garuda pentang sayap," ia putar
pedang pusakanya, tangannya bergerak mengarah biji mata, pedangnya menikam perut,
gerakannya dilakukan sangat cepat bagaikan kilat, sehingga To Pa Thian terpaksa harus tarik
kembali serangannya.
"Berkelahi ya berkelahi, apa aku kira aku takuti kau...?" demikian katanya gusar.
Dalam sekejap saja, To Pa Thian sudah melancarkan tiga jurus serangan, tapi Lie Cit Nio
sejuruspun tidak mencoba untuk mengelakkan. Kepandaian dan adatnya nyonya tua ini, justru
termasuk golongan keras, ia tidak pernah mengerti apa artinya mundur atau berkelit, dengan cara
balas menyerang ia menghentikan serangan lawannya, hampir berbareng dalam saat itu juga
sudah balas menyerang tiga jurus.
Bertempur secara demikian, memang jarang tertampak di dalam dunia persilatan, juga sangat
berbahaya karena setiap jurus serangan bisa mengakibatkan hancur kedua-duanya.
Kim Houw yang berdiri di samping telah dibikin terperangah oleh keadaan yang hebat itu, dulu
ketika masih di Bwee Kee Cung, ia juga pernah menyaksikan Touw Peng Peng melatih silat
dengan piau-ko nya tapi mana ada begini hebat"
Selagi menonton dengan asyiknya, seorang wanita setengah umur berparas cantik tapi
pakaiannya juga rombeng seperti yang lain-lainnya, muncul dari rombongan orang banyak dan
mendekati Kim Houw.
"Adik kecil, kau datang dari mana" Apa kau tahu di dunia Kang-ouw selama belakangan ini
pernah terjadi apa-apa" Dan apa maksudmu datang kemari?"
Kim Houw sejak tadi tidak pernah lihat wanita cantik itu, maka begitu melihat, ia langsung
tercengang wajahnya wanita ini agaknya sudah pernah dilihat, tapi entah dimana" Terutama
suaranya yang lemah lembut, benar-benar memikat hatinya, sampai pertanyaan wanita tadi ia
seolah-olah tidak mendengarnya... makin lama Kim Houw mengawasi, makin mirip dengan orang
yang pernah dikenal, akhirnya ia beranikan diri untuk menanyanya: "Numpang tanya, apakah
cianpwee..."
Baru separuh bicara matanya telah dapat lihat wajah dingin kaku dari wanita cantik itu, ia
tercekat, maka tidak berani melanjutkan pertanyaannya.
Wanita itu yang sebetulnya sedang mendengarkan pertanyaan Kim Houw, tapi mendadak Kim
Houw urungkan maksudnya, lalu menanya: "Kau hendak tanya apa" Tanyalah saja, di sini tidak
ada seorangpun bisa mencelakakan dirimu!"
Keterangan wanita itu menambah keberanian Kim Houw.
"Apakah cianpwe adalah... San Hua Sian Lie...?" demikian tanyanya.
"Betul!" jawab wanita cantik itu, lalu memeluk Kim Houw, dengan air mata berlinang-linang ia
menanya: "Adik kecil, kau siapa" Mencari aku ada urusan apa?"
Kim Houw tidak nyana dapat menemukan ibu kekasihnya dengan demikian mudahnya, ia
lantas melepaskan diri dari pelukan wanita cantik itu, kemudian berlutut di depannya, di
belakangnya tiba-tiba terdengar orang berkata: "Tiada ada gunanya, ternyata cuma binatang yang
bisa angguk-anggukkan kepala saja."
Kim Houw tidak mau ambil pusing jengekan itu, dengan girang ia berkata kepada San Hua
Sian Lie: "Namaku Kim Houw, aku datang dari Bwee Kee Cung, nona Peng Peng pernah pesan
aku supaya mencarikan ayah bundanya yang sudah sepuluh tahun lebih tidak ada kabar
beritanya...."
"Apa?" San Hua Sian Lie berseru kaget, "mencari ayah bundanya?"
"Benar, ayah bundanya, ayah bernama Bwee Seng gelarnya pedang malaikat, ibunya..."
Jilid 02 "OH! TUHAN" San Hua Sian Lie berseru dan air matanya segera mengalir deras. Ia mengeluh
sambil menangis: "Seng-ko, kau... kau benar-benar terlalu kejam. Oleh karena ayah aku telah
memasuki Istana Kumala Putih ini, kau... kau ternyata juga begitu tega meninggalkan anak
perempuan kita satu-satunya, sepuluh tahun lebih... ah! Ini bagaimana orang bisa percaya?"
Tiba-tiba terdengar suara orang berseru, suara seperti geledek, sampai Kim Houw hampir
melompat jauh. "Bocah tolol, mau apa menangis" Apa itu juga ada harganya untuk ditangisi." demikian
terdengar suara orang tadi yang berada di belakangnya Kim Houw.
Di luar dugaan, San Hua Sian Lie bukan saja terus menangis tidak hentinya, malahan lari ke
belakang Kim Houw. Tatkala Kim Houw menengok, di belakangnya ada seorang tua berbadan
tinggi besar seolah-olah raksasa, San Hua Sian Lie yang berada di dalam pelukannya, kepalanya
cuma mencapai di dadanya, ia masih terus menangis, seolah-olah sedang mengigau ia berkata
dengan terisak-isak: "Ayah! Cucu perempuanmu yang patut dikasihani!"
To Pa Thian sejak Kim Houw menyebutkan namanya juga lantas hentikan pertempurannya
dengan Lie Cit Nio, ia mengerti sekarang telah salah lihat, bocah ini memang benar bukan Siaw
Pek Sin yang pada tiga tahun berselang pernah menipunya...
Sebuah bangunan istana sangat mentereng yang dibangun menurut keadaannya gununggunung,
berdiri dengan megahnya. Istana itu dibuat dari bahan yang hampir seluruhnya dari batu
kumala, tidak ada sedikitpun yang menggunakan kayu atau bahan lainnya, juga dibikin dari batu
kumala. Batu-batu kumala itu sedikitpun tidak ada cacatnya agaknya seperti batu khusus keluaran
gunung Tiang Pek San itu.
Kim Houw mengikuti San Hua Sian Lie dan Lie Cit Nio, berjalan menuju istana yang megah itu,
di depan pintu istana ia dapat lihat papan nama dan tiga kata yang terbikin dari batu kumala juga:
Istana Batu Kumala.
Kim Houw meski kenal apa artinya istana itu tapi tidak tahu bahwa tiga kata itu ada berapa
misteriusnya bagi dunia persilatan. Tatkala berada di dalam istana, di segala pelosok ia bisa lihat
batu-batu mutiara yang warna warni menghiasi istana tersebut.
Dalam istana itu juga agak istimewa, di ruangan depan kecuali satu ruangan yang sangat luas,
masih terdapat banyak kamar-kamar yang agaknya khusus disediakan untuk orang menginap, tapi
keadaan ruangan dibagian belakang ada berlainan, gelap dan menyeramkan maka tidak tahu ada
yang tahu berapa dalam dan luasnya.
Orang-orang yang berpakaian rombeng dan tadinya mengitari Kim Houw, masing-masing pada
masuk ke kamarnya, tidak ada satu pun yang berani masuk kebagian belakang, menampak
keadaan demikian, Kim Houw berkata: "Bibi Bwe, bagian belakang mengapa keadaannya begitu
gelap dan tidak ada yang tinggal?"
San Hua Sian Lie mengawasi Kim Houw sejenak, akhirnya gelengkan kepala dan menjawab:
"Inilah bagian yang misterius dari istana ini, sepuluh tahun berselang, ketika itu aku juga
mempunyai perasaan seperti kau, mengapa tidak ada orang yang berdiam di bagian belakang ini"
Menurut keterangan mereka, ruang bagian belakang ini terlalu lembab dan dingin, orang tidak
tahan berdiam lama di situ, aku tidak percaya, malam itu diam-diam aku mencuri masuk ke situ,
siapa nyana baru berjalan kira-kira tiga tumbak jauhnya, darah sekujur badanku seolah-olah
seperti beku, badanku dirasakan seperti kaku kedinginan, sekalipun yang mempunyai kekuatan
tenaga dalam cukup sempurna, juga tidak dapat menahan dinginnya yang sangat meresap ke
tulang-tulang. Untung ayah lantas menggunakan tambang untuk menarik aku keluar dari situ,
sehingga terhindar dari kematian."
Kalau hanya soal dingin saja, bagi Kim Houw sudah tidak asing lagi, karena ia tahu betul apa
artinya kedinginan. Di Bwee Kee Cung, sudah melewati tiga kali musim dingin hanya dengan
selembar pakaian tipis dan sudah rombeng, ada kalanya ia tidak bisa tidur beberapa malam
karena kedinginan.
"Sudah tahu kalau tidak berhasil menemukan rahasianya istana ini, mengapa banyak orang itu
masih harus berdiam di sini, tidak mau keluar?" Apakah masih ada rahasianya lagi atau
menantikan munculnya keajaiban?" menanya Kim Houw pula.
"Ah!" San Hua Sian Lie menghela napas, "di sini termasuk aku sendiri, semuanya ada dua
orang, kecuali aku yang berkepandaian paling rendah, yang lainnya kebanyakan tokoh-tokoh
terkenal atau ketua partai persilatan yang pada kira-kira tiga puluh tahun berselang merupakan
jago-jago yang kenamaan di dunia Kangouw. Apa kau kira mereka tidak ingin keluar dan mandah
kelaparan dan kedinginan di sini?"
"Tapi, siapa yang bisa melangkah keluar setapak saja dari daerah kira-kira beberapa puluh li di
seputaran istana ini" Di sini seolah-olah cuma ada jalan masuk, tapi tidak ada jalan keluar! Mereka
sudah memeras otak, membuang waktu beberapa puluh tahun lamanya, toh masih tetap tidak bisa
keluar dari tempat berbahaya ini."
"Dengan kampak memotong-motong kayunya, dengan tanda kode, dengan akal apa saja


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah pernah digunakan, tapi akhirnya sia-sia saja. Dengan api, pohon-pohon besar itu tidak
mempan dibakar, dengan kampak, pohon-pohon itu terlalu besar untuk dapat dirubuhkan begitu
gampang, dengan kode, lebih celaka lagi, asal kau membiluk, tanda itu lantas kelihatan dimanamana,
entah dewa atau setan ataukah itu orang hutan busuk yang berbuat!"
Kim Houw yang tadinya mendengarkan dengan asyik, tatkala San Hua Sian Lie maki orang
hutan busuk, hatinya merasa tertusuk, masih untuk wanita itu adalah ibunya Bwee Peng, kalau lain
orang mungkin sudah diajak bertengkar.
Kim Houw lantas berdiam, tapi San Hua Sian Lie masih meneruskan kisahnya:
"Di sini, setiap orang adalah tokoh terkemuka dari dunia Kang-ouw, oleh karena itu ingin
menyelidiki rahasia terbesar dari dunia Kangouw, maka mereka memasuki Istana Kumala Putih
ini." "Siapa tahu, masuk gampang, tapi keluar sudah kau lihat, itu hwesio berbadan besar dan
berwajah kuning, ia adalah Kim Lo Han yang bergelar Paderi Gagu dari gereja Hoan Kak Sie di
gunung Kie Lian san. Entah sudah berapa tahun lamanya dia berdiam di sini, mungkin sudah lebih
dari empat puluh tahun, karena itu Lato Kiesu dari An-leng yang berbadan kecil pendek, datang di
sini sudah empat puluh tahun lamanya, tapi Kim Lo Han sudah lebih dulu berdiam di sini."
"Paderi gagu Kim Lo Han itu bukan benar-benar gagu, ia cuma tidak sembarangan membuka
mulut, dalam satu tahun mungkin tidak dapat dengar sekali ia bicara."
"Selain mereka berdua, masih ada Lie Cit nio dan si peluru sakti To Pa thian serta Imam palsu
yang lagaknya seperti orang gila, Imam palsu ini yang paling nakal, ia paling suka menggoda
orang, tapi hatinya paling baik."
"Kau lihat, itu wanita yang duduk di ujung sana, ia adalah Kim Coa Nio-nio. tongkat kepala ular
di tangannya dalamnya kosong terisi oleh seekor ular emas kecil, kalau dilepaskan untuk melukai
orang, cepatnya bagaikan kilat. Ular emas itu sangat berbisa, kalau sudah melukai orang tidak ada
obatnya. Kim coa Nio-nio itu seorang yang berada di tengah-tengah antara kejahatan dan
kebaikan, perbuatannya selalu menurut kehendak hatinya."
"Masih ada lagi si Kacung baju merah, usianya sudah ada delapan puluh tahun, tapi tingginya
hampir sama dengan kau, kesukaannya memakai baju berwarna merah ....!"
Bicara sampai di sini si Kacung baju merah tampak baru keluar dari kamarnya, dengan wajah
dingin memandang San Hoa sian Lie dan Kim Houw sejenak, lantas keluar dari istana.
Kim Houw menampak si Kacung baju merah itu wajahnya mirip kanak-kanak, tingginya benarbenar
hampir sama dengan ia sendiri, cuma sepasang matanya yang dingin. Bajunya yang merah
sekarang sudah hampir berobah menjadi putih, bahkan sudah banyak lobangnya.
San Hoa Sian Li menyambung pula: "Hari ini yang belum kelihatan hanya sepasang manusia
kukoay dari daerah luar, mereka berdua bulan ini mendapat tugas untuk mencari makanan ...."
baru bicara sampai di sini, dari luar terdengar suara sorak girang, dua manusia hitam bagaikan
baru bara, sambil memikul seekor kijang yang sudah dipanggang, kelihatan berjalan masuk
dengan lenggang kangkung.
Dua orang ini bentuk wajahnya sangat luar biasa, matanya lebar hidungnya gepeng, giginya
yang putih panjang pada menonjol keluar, usianya sudah enam puluh tahun ke atas. Mereka
letakkan hidangan yang berupa seekor kijang itu di atas sebuah meja batu, kemudian berkata: "Lie
Cit Nio, hari ini adalah kau yang keluar! Ada kabar apa?"
Ia menunggu sekian lama, tidak mendapat jawaban sudah tahu kalau tidak ada hasil apa-apa.
Terdengar suaranya si Imam palsu yang gila-gilaan: "Hari ini ada arak, hari ini kita mabukmabukan
....!" "Hai, Imam palsu! Kau jangan mengoceh arak-arak saja, tenggorokanku sudah merasa gatal,
aku nanti potong badanmu dan hirup darahmu mungkin baru bisa puas, aku yakin dalam darahmu
pasti masih ada rasa araknya!"
Itulah suara Lui Kong, ayahnya San Hua Sian Lie, tapi si Imam palsu tidak mau menyerah
mentah-mentah, ia lantas menjawab dengan perkataan yang jail:
"Lui Kong, minum saja air kencingku ! Dalam air kencingku ini masih ada rasa arak
peninggalan sepuluh tahun berselang, kalau kau tidak percaya boleh coba-coba aku tidak
mendustai kau !"
Lui Kong mendongkol, dengan cepat menerjang padanya, tapi si Imam palsu itu ternyata
bergerak lebih gesit. Begitu melihat serangan Lui Kong hampir sampai, ia sudah memutar
tubuhnya, sebentar saja sudah tidak kelihatan bayangannya ....
Malam itu Kim Houw yang sedang tidur nyenyak didalam kamar, tiba-tiba terdengar suara
orang hutan berbunyi, suara orang hutan bagi yang lainnya sudah merupakan barang biasa, tidak
ada apa-apanya yang aneh, tapi Kim Houw yang mendengarkan itu hatinya berdebar-debar, ia
buru-buru bangun dan keluar dari istana. Begitu keluar dari pintu istana lantas lari dengan
cepatnya, menuju ke arah datangnya suara itu.
Suara itu makin lama makin dekat, tapi Kim Houw ternyata sudah melalui banyak jalan yang
berliku-liku, begitu tiba di pinggir rimba, napasnya sudah tersengal-sengal.
Setelah mengaso sebentar, ia meneruskan perjalanannya untuk mencari suara tadi, di satu
tikungan sebuah pohon besar ia lihat Lie Cit nio memegang pedang pusakanya sedang bertempur
sengit dengan seekor orang hutan betina. Orang hutan betina itu, biar bagaimana adalah seekor
binatang, tapi masih bukan tandingannya Lie cit Nio. Cuma karena kulit dan bulunya yang tebal,
golok atau pedang biasa saja tidak mudah melukainya, saat itu kelihatan ia menyerang lawannya
dengan hebat sedikitpun tidak kelihatan jeri, Kim Houw diam-diam merasa heran.
Tiba-tiba ia lihat di sebuah pohon di belakangnya Lie Cit Nio, ada seekor orang hutan kecil
yang terikat di situ, sampai di sini, Kim Houw baru sadar, kiranya orang hutan betina itu karena
hendak membela anaknya sampai mati-matian.
"Orang hutan busuk, kali ini aku tidak gampang-gampang lepaskan anakmu, kecuali kalau kau
mau antar kita orang keluar dari rimba ini, kalau tidak aku akan bunuh mati padanya persis seperti
orang hutan yang tua itu .....!" demikian Lie cit Nio berkata kepada si orang hutan.
Orang hutan betina itu menjerit-jerit, suaranya sangat mengenaskan, agaknya seperti meratap
supaya Lie cit Nio tidak berbuat kejam. Kim Houw yang mendengar suara itu hatinya merasa tidak
tega, diam-diam ia memutar ke belakang Lie Cit nio, dengan mendadak menghunus pedang
pusakanya, lalu memotong tali-tali yang digunakan untuk mengikat si orang hutan kecil.
Tapi tatkala ia menghunus pedang pendeknya, sinarnya yang terang benderang telah
mengejutkan Lie Cit Nio dan orang hutan betina, orang hutan betina itu tadinya mengira Kim Houw
hendak membunuh anaknya, dengan suaranya yang aneh, menubruk ke arah Kim Houw,
sebaliknya Lie Cit Nio dibikin kesima oleh pemandangan itu.
Selagi Lie Cit Nio masih dalam keadaan kesima, orang hutan betina itu sudah menghilang ke
dalam rimba sembari menggendong anaknya. Lie Cit nio sambil ketawa dingin mengawasi Kim
Houw, bocah cilik yang tadinya ia anggap tidak mengerti ilmu silat sama sekali, maka seketika itu
lantas menjadi gusar, lalu berkata dengan suara bengis: "Hm! Aku kira siapa yang berani
membebaskan tawananku, kiranya kau si telur busuk kecil! Kalau begitu ucapannya To Pa Thian
sedikitpun tidak salah, kau ternyata adalah orang yang begitu macam, aku lihat di tanganmu ada
memegang pusaka Ngo Heng Kiam, tentunya kau keturunan Tiong ciu Khek, aku si nenek tua
benar-benar harus mengorek biji mataku sendiri, tidak dapat mengenali orang, telur busuk, kita
tidak usah membangkit-bangkit urusan tadi pagi, sekarang aku ingin coba berapa tinggi
kepandaianmu, berani membebaskan tawananku?"
Kim Houw membebaskan anak orang hutan, hanya karena ia pernah ditolong jiwanya oleh
orang hutan betina, untuk membalas budinya orang hutan, makanya berani berbuat begitu nekad,
tapi ia tidak nyana dan tidak pikirkan apa akibatnya atas perbuatannya itu. Kini setelah ditegor
secara bengis oleh Lie Cit Nio, ia baru sadar, tidak mampu menjawab, ia juga tidak tahu siapa itu
orang yang disebut Tiong Ciu Khek oleh Lie Cit Nio, dan tatkala Lie Cit Nio menantang dirinya, ia
semakin tidak berdaya, sehingga berdiri kesima.
"Bagus! Usiamu yang masih begitu muda kau pandai jual lagak To Pa Thian katakan
kepandaianmu lihai sekali, sebaliknya aku ingin coba-coba, sampai dimana sebetulnya
kepandaianmu" Kalau kau tidak mau turun tangan lebih dulu jagalah seranganku!" kata Lie Cit Nio
dengan suara dingin.
Ia benar-benar putar pedangnya, dengan pelahan ambil gerakan menikam tepat dibatas alis
lawannya, inilah pembukaan ilmu pedang Lie Cit Nio yang dinamakan "It Bie Kiam" gerakannya itu
tampaknya lambat sekali sebetulnya mengandung banyak perobahan, asal lawannya bergerak,
tidak perlu hendak berkelit atau menangkis, ilmu pedang itu menyerang secara bertubi-tubi, terus
mengikuti jejak sang lawan.
Tapi, kali ini salah hitung, ia kira Kim Houw mempunyai kepandaian tinggi sekali, maka begitu
bergerak lantas membuka serangannya "It Bie Kiam"
Di luar dugaannya, begitu nampak ujung pedang sudah dekat depan dada Kim Houw, bocah
itu masih berdiri mendelong, sedikitpun tidak bergerak, dengan demikian maka ilmu pedang "It Bie
Kiam" Lie Cit Nio sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Lie Cit Nio lalu berpikir: "Tidak perduli kau pura-pura atau benar-benar, kuberikan hajaran dulu
habis perkara!"
Begitu berpikir, ia lantas bergerak, "Sret!" ujung pedang menggurat dada Kim Houw, sampai
baju kapasnya yang tipis robek dan kapasnya berhamburan keluar. Serangannya Lie Cit Nio
sudah diperhitungkan baik-baik tapi lagi-lagi telah terjadi hal-hal yang luar biasa di luar dugaannya.
Ia sudah anggap kali ini dada Kim Houw akan menyemburkan darah, tapi kenyataannya tidak
demikian! Kejadian ini mengejutkan, apakah sang bocah siluman yang menjelma" demikian ia
tanya kepada diri sendiri.
Selagi masih terbenam dalam kebingungan di belakangnya tiba-tiba terdengar suara ketawa
mengejek, Lie Cit Nio segera menoleh, di belakangnya berdiri si kacung baju merah yang tingginya
hampir sama dengan Kim Houw.
Lie Cit Nio membalas dengan ketawa dingin, kemudian berkata: "Manusia yang tidak mirip
dengan potongan manusia! apa yang kau ketawai?"
"Lie Cit Nio, kau yang usianya sudah begitu lanjut, ternyata juga berpikiran seperti anak-anak,
kau seorang yang namanya sudah cukup terkenal, perlu apa masih menghina satu bocah, apakah
tidak malu terhadap dirimu sendiri?" demikian ujar si kacung baju merah itu.
"Oh ya, Tiong Ciu Khek dengan kau rasanya masih ada sedikit hubungan sekarang aku tidak
cari orang dari tingkatan muda aku akan cari saja kau, apa kau berani bertanding denganku?"
Selagi si Kacung baju merah hendak menjawab, tiba-tiba terdengar suara orang ketawa besar,
kemudian disusul oleh munculnya bayangan orang, segera ternyata adalah si Imam palsu yang
kelakuannya gila-gilaan.
Begitu tiba Imam palsu itu lantas mulai mengoceh: "Aku kata, Lie Cit Nio, semua orang toh
sudah mendekati ajalnya, apa yang perlu diributi" kalau kita tidak bercekcok, di jalanan ke akhirat
nanti mungkin masih ada sobat untuk dijadikan kawan, perlu apa harus mencari tambahan
musuh...?"
"Manusia gila" dengan gusar Lie Cit Nio memotong, "kau tak usah memaki orang secara putarputaran,
kalau kau kepingin mati lekaslah bunuh diri sendiri, aku meski sudah tua, tapi masih ingin
mempertahankan jiwaku sampai aku bisa keluar dari Istama Kumala Putih ini, untuk melihat-lihat
keadaan dunia beberapa tahun lagi!"
"Ahaaa!" si Imam palsu cengar-cengir "Lie Cit Nio, aku si Imam palsu benar-benar kepingin
mati, tapi anehnya tidak mau mati-mati juga, Cit Nio, berbuatlah sedikit kebajikan, tusuklah aku
sampai mati!"
Lie Cit Nio diejek demikian rupa oleh si Imam palsu, sampai rasanya mau menangis. Pada
saat itu tiba-tiba terdengar suara: "ting, ting, ting", Lie Cit Nio berseru: "Enci Kim Coa! Enci Kim
Coa...!" Kim Coa Nio-nio mengikuti arahnya suara masuk ke dalam rimba.
"Adik Cit, kau jangan ladeni orang gila, mari kita pergi, ada suatu hari, pasti akan rasakan Kimjieku." setelah berkata dari dalam rimba.
Baru saja kedua wanita itu berlalu, Imam palsu juga berjalan keluar setelah lebih dulu tertawa
terbahak-bahak.
Kim Houw yang menyaksikan orang-orang itu meski bersama-sama berada dalam Istana
Kumala Putih, tapi agaknya tidak akur satu sama lain, maka dalam hati merasa sangat heran, tibatiba
terdengar suara si Kacung baju merah berkata: "Kim Houw, Tiong Ciu Khek masih pernah apa
dengan kau?"
Lagi-lagi Tiong Ciu Khek, Kim Houw sama sekali tidak kenal dengan orang yang dimaksudkan.
Ia lihat wajahnya Kacung baju merah itu sudah tidak begitu dingin kecut seperti biasanya, maka
lantas menjawab: "Cianpwee, aku tidak kenal Tiong Ciu Khek, namanya saja baru hari ini aku
dengar?" "Kau tidak kenal Tiong Ciu Khek?" tanya si Kacung baju merah dengan wajah heran, "Kalau
begitu pedang Ngo heng Kiam di tanganmu itu kau dapatkan dari mana?"
"Ini pemberian dari satu nona, namanya Touw Peng Peng!"
"Ahaaa! nona Touw Peng Peng itu barang kali cucu perempuan Tiong Ciu Khek, Touw pao-ko,
cuma sejak 20 tahun lebih berselang, Touw lou-ko sudah pindah ke kanglam bagaimana kau bisa
kenal dengan cucu perempuannya?"
Dengan ringkas Kim Houw menuturkan bagaimana Touw Peng Peng bisa berada di Bwee Kee
Cung, si kacung baju merah itu kini baru percaya, lalu ajak Kim Houw pulang ke Istana Kumala
Putih. Dalam beberapa hari saja, Kim Houw sudah kenal dengan semua penghuni dalam Istana
Kumala Putih itu, malah kadang-kadang suka turun tangan mengadu kekuatan. Yang paling ribut
adalah antara Lie Cit Nio dengan To Pa Thian, sedang si Imam palsu yang gila-gilaan itu hampir
setiap ada orang cekcok selalu ada bagiannya, cuma mulutnya saja yang kelewat jail, jika benar
hendak berkelahi, cuma beberapa gebrakan saja ia sudah kabur.
Diantara orang-orang itu, cuma paderi gagu Kim Lo Han yang tidak ada suaranya, setiap hari
duduk bersemedi sambil pejamkan mata, segala urusan sama sekali tidak mau tahu. Kim Houw
pernah dengan ia bicara sepatah saja.
Hari itu, Kim Houw menyatakan kepada San Hua Sian Lie, bahwa ia sedikitpun tidak mengerti
ilmu silat ia ingin angkat San Hua Sian Li sebagai guru supaya suka memberi pelajaran ilmu silat
padanya, agar bisa digunakan untuk melawan musuh dan menjaga diri, siapa nyana
permintaannya itu telah membuat San Hua Sian Lie tak senang, katanya: "Selama belum bisa
keluar dari Istana Kumala Putih dengan rimbanya yang keramat itu, siapapun tidak ada yang
mempunyai kegembiraan untuk membicarakan soal ilmu silat, juga tidak mempunyai kesempatan
untuk memberi pelajaran kepada orang lain, apa kau tidak tahu, selama beberapa hari ini, siapa
yang menanyakan kau mengerti ilmu silat atau tidak" Toh tidak! Ini berarti, kau mengerti ilmu silat
atau tidak di dalam Istana Kumala Putih ini tidak berarti apa-apa, untuk sementara lebih baik
jangan ungkat-ungkit soal ini lagi...!"
Sejak pembicaraan itu, Kim Houw telah menemukan kesepian, San Hua Sian Lie tidak mau
bicara dengannya lagi, begitu pula yang lain-lainnya, ini benar-benar mengenaskan, ia tidak
mengira bahwa akibat dari pembicaraannya itu ada begitu hebat. Yang paling celaka dengan
beruntun selama tiga hari, satu orang pun tidak ada yang ajak bicara padanya.
Dalam hati Kim Houw merasa gemas, ia kira karena mengaku dirinya tidak mengerti ilmu silat,
maka telah dihina oleh mereka, malam itu, Kim Houw sudah tidak sanggup memikul penderitaan
batinnya lagi, ia hendak pergi mencari si orang hutan yang pernah menolong dirinya, meski di
dalam musim dingin tapi Kim Houw tidak takut.
Pada saat hendak meninggalkan istana itu, tiba-tiba ia ingat istana bagian belakang, yang
menurut kabar bisa membikin orang mati beku, ia ingat sejak mengenakan baju wasiat pemberian
Touw Peng Peng, ia mencoba memasuki ruangan itu, asal sendiri waspada, begitu menampak
adanya bahaya lantas bisa undurkan diri, Ia percaya tidak nanti bisa celaka di situ, sebetulnya
andaikata benar-benar ia haru binasa di situ apa yang dibuat keberatan, ia toh hanya seorang diri,
tiada sanak tiada kadang.
Karena berpikir demikian, Kim Houw lantas putar tubuhnya dan berjalan masuk ke ruangan
belakang, baru berjalan kira-kira satu tumbak lebih, dengan tidak disengaja ia menoleh ke
belakang, menampak sebelas orang itu dengan sepasang matanya pada ditujukan pada dirinya,
tapi tidak ada satupun yang berani membuka suara.
Kim Houw berjalan sudah cukup jauh, tetap tidak merasakan apa-apa, hatinya mulai besar,
pikirnya bukankah kalian tidak berani masuk" Sekarang coba lihat aku!
Berjalan lagi kira-kira empat-lima tumbak di dalam tetap gelap gulita, tiba-tiba terdengar suara
orang menjerit. Ia lalu menoleh, tidak jauh di belakangnya ada jatuh menggeletak di tanah
tubuhnya si Kacung baju merah yang tinggi badannya hampir sama dengan dirinya sendiri, sedang
badannya masih kelihatan menggigil hebat, sepasang matanya memandang dengan sorot mata
minta dikasihani.
Kim Houw terperanjat, mengapa ia sendiri sedikitpun tidak merasa dingin.
Untuk menolong si Kacung baju merah, Kim Houw buru-buru balik dan pondong dirinya yang
masih seperti anak-anak itu, pada saat mana sepuluh orang terkemuka dari rimba persilatan yang
masih berada di depan ruangan, semua pada mengawasi padanya dengan sorot mata terheranheran,
karena siapapun tahu kalau Kim Houw sedikitpun tidak mengerti ilmu silat, apalagi ilmu
khikangnya atau lwekang, sungguh tidak habis dipikir, entah dengan ilmu apa ia mampu menahan
serangan hawa yang begitu dinging"
Setelah letakkan si Kacung baju merah, Kim Houw balik lagi, bahkan makin jalan makin jauh
dan makin dalam.
Akhirnya toh, bayangan Kim Houw lenyap dari pandangan.
Tokoh-tokoh rimba persilatan itu pada terheran-heran, terperanjat, karena mereka pernah
menetapkan suatu peraturan, siapa yang berhasil mendapatkan rahasianya Istana Kumala Putih
bagian belakang ini, mereka akan akui padanya sebagai Tuannya Istana Kumala Putih ini, dan jika
bisa menolong mereka keluar dari Istana itu, mereka akan menurunkan pelajaran atau kepandaian
masing-masing kepadanya dan akan dijunjung sebagai majikannya untuk selama-lamanya...
Kim Houw telah berhasil masuk ke dalam Istana Kumala Putih bagian belakang dengan
membawa pedang pendeknya yang bisa memancarkan sinar terang, ia dapat memeriksa segala
keadaan dalam istana itu.
Ia sedikitpun tidak merasa dingin, ia sendiri tidak tahu bahwa baju wasiat yang dipakainya
adalah baju wasiat "Hay-si-kua" pusaka keturunan keluarga Ciok. "Hay-si-kua" nama sejenis
binatang dalam air, ukuran badannya biasanya cuma kira-kira lima dim, tapi "Hay-si-kua" ini
panjangnya ada satu kaki enam dim, bulat seperti sebuah drum, "Hay-si-kua" yang sudah jadi
semacam siluman, seribu tahun berselang, oleh seorang paderi sakti telah dipancing keluar dari
bawah es, kemudian dibunuh dan dibeset kulitnya untuk dibikin baju kaus.
Baju kaus "Hay-si-kua" ini, entah sejak kapan jatuh di tangannya keluarga Ciok sehingga
menjadi pusaka turun temurun, Ciok Goan Hong cuma tahu bahwa baju itu lemas seperti baja,
tidak mempan senjata tajam, kalau dipakai dibadan di musim dingin merasa hangat, tapi kalau di
musim panas mempunyai khasiat seperti di atas, juga tidak takut panasnya api.
Kim Houw yang tanpa disengaja telah mendapatkan baju wasiat itu boleh dikata memang
jodoh, juga boleh dikata memang peruntungannya atau kemauan Tuhan, sehingga saat itu, ia
masih belum tahu bahwa baju wasiatnya itu masih beberapa kali menghindarkan dirinya dari
bahaya kematian.
Pada saat itu, dengan tangan membawa pedang pendek, Kim Houw sudah memasuki
kebagian tengah dari ruangan belakang Istana Kumala Putih itu, ia mendapat kenyataan bahwa
keadaan ruangan belakang ini tidak berbeda dengan ruangan depan, hanya kamarnya yang cuma
ada empat buah, bahkan luar biasa luasnya, dalam kamar semuanya diperlengkapi dengan tempat
tidur, kursi meja dan lain-lainnya, kursi mejanya merupakan barang-barang yang jarang terlihat


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

didalam dunia. Apa yang mengherankan ialah dalam ruangan yang begitu luas, tidak bisa didapatkan
sedikitpun benda yang bersinar. Kim Houw coba merabah-rabah kasur dan kelambu, ternyata
dingin seperti besi, ia coba tekan ternyata barang-barang itu pun dilapisi dengan benda yang tipis,
yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia.
Di ruangan belakang, Kim Houw telah dikejutkan oleh mayat manusia yang menggeletak di
tanah, mayat-mayat itu keadaannya masih seperti orang hidup, seolah-olah baru meninggal belum
lama, melihat keadaan demikian, meski hatinya agak merasa takut, tapi badannya tidak
merasakan perobahan apa-apa.
Setelah melalui ruangan belakang, angin dingin telah meniup, meski tidak begitu kencang, ia
rasakan mukanya dingin sekali.
Kini Kim Houw baru merasakan hawa dingin, tapi ia tidak tahu, kalau ia tidak mengenakan baju
wasiat "Hay-si-kua" yang melindungi badannya, sekalipun ia keturunan dewa, hanya angin itu saja
sudah cukup untuk merobah dirinya menjadi manusia es.
Ia baru saja keluar dari ruangan belakang lantas merasa bahwa dirinya sudah memasuki
sebuah goa, sebuah goa yang besar dan luas, sekitarnya merupakan dinding putih, dalam goa itu
masih ada satu istana kecil.
Istana itu kunamakan Istana "Kong Han Kiong", dalam hati Kim Houw diam-diam merasa geli,
didalam goa mana ada Istana Kong Han Cu"
Di sini, karena seputarnya nampak putih, hingga tidak memerlukan penerangan sinar pedang
pendeknya lagi, maka ia lantas simpan kembali senjata ini. Siapa tahu baru saja pedang itu
dimasukkan dalam sarungnya, dalam goa lantas timbul suatu pemandangan ajaib.
Pintu masuk istana Kong Han Kiong itu bentuknya seperti bundar dan telah mengeluarkan
sinar perak yang indah sekali. Di atas dinding ada sinar bintang berkelap-kelip, dan apa yang aneh
ialah di bawahnya pintu bundar itu telah menyemburkan halimun tipis, seolah-olah awan di langit,
keadaan itu membuat Kim Houw kesima, ia sangsi apakah dirinya sedang berada di planit
rembulan "
Disaat itu, Kim Houw tiba-tiba ingat dirinya Bwee Peng, karena si nona ini tidak pernah berkata
padanya bahwa ia telah melamun pergi ke rembulan, maka ia pikir betapa girangnya kalau Bwee
Peng berada juga bersama ia saat itu.
Lain bayangan tiba-tiba berkelebat di otaknya, itu adalah bayangan Touw Peng Peng. Ia
berpikir lagi: "Aku benar-benar merasa tidak enak terhadap nona Peng Peng, tidak nyana ia begitu
baik memperlakukan aku. Bukan saja sudah menolong jiwaku, bahkan ia sudah memberikan aku
benda-benda wasiat yang tidak ternilai harganya ini."
Entah berapa lama sang tempo sudah berlalu, Kim Houw baru sadar dari lamunannya. Ia
merasakan tangan dan kakinya sudah menginjak halimun tipis tadi, terus berjalan masuk ke dalam
istana Kong Han Kiong.
Setelah berada di dalam istana itu, matanya terbelalak karena pemandangan yang terbentang
di depan matanya, yaitu lima buah peti mati yang berbaris ditengah-tengah ruangan. Peti mati itu
bukan terbikin dari kayu biasa melainkan dari bahan putih seperti kaca, di dalam peti terbaring
jenazah seorang laki-laki, yang lainnya semua orang perempuan semua mengenakan pakaian
model kuno. Kim Houw memeriksa satu persatu, makin melihat makin heran, karena diwajahnya setiap
jenazah semua menunjukkan senyuman, seolah-olah mereka tengah tidur nyenyak, mana mirip
dengan orang yang sudah mati beberapa ratus atau mungkin beberapa ribu tahun lamanya "
Selanjutnya, Kim Houw memeriksa lagi keadaan dalam istana itu, ia menemukan banyak batu
permata yang jarang ada di dalam dunia, satu kekayaan yang mungkin tidak ada bandingannya,
tapi ia tidak tertarik dan tidak mau ambil sebutir pun. Waktu ia hendak berlalu matanya dapat lihat
di atas meja sembahyang ada satu ikat pinggang yang terbikin dari bahan sutra putih, di satu
ujung ada terikat sebutir mutiara hitam, dilain ujung ada sebuah batu giok persegi. Kim Houw
berpikir: "Aku sudah masuk kemari, tidak bisa balik kembali dengan tangan kosong jika aku
kembali dengan tangan hampa, mereka tentunya tidak akan percaya bila aku ceritakan
pengalaman ini."
Ia lalu menghampiri dan menjura di depan nya lima peti mati yang terbikin dari bahan kaca itu
sembari berkata: "Boanpwe Kim Houw, kedatangan Boanpwe kemari bukan karena harta, tapi
sebaliknya boanpwe juga tidak bisa kembali dengan tangan kosong, maka Boanpwe agak lancang
tangan, mohon Cianpwe menghadiahkan sebuah ikat pinggang ini sebagai tanda peringatan!"
Baru saja dia tutup mulutnya, dalam goa itu terdengar suara berkumandang, "Sebagai
peringatan."
Kim Houw girang, ia lantas ambil ikat pinggang itu dan dilibatkan pada pinggangnya sendiri,
lalu menjura lagi dan berlalu.
Kim Houw tadi sudah coba menyentuh banyak benda yang ada di situ, semua umumnya keras
dingin seperti besi, tapi heran ikat pinggang itu ternyata masih tetap lemas, juga tidak ada rasa
dingin. Sekeluarnya dari Istana Kong Han Kiong, Kim Houw kembali lagi ke dalam goa bagian
belakang Istana, tapi goa itu ternyata adalah goa buntu. Cuma dari bawahnya goa, ada beberapa
lobang kecil yang menembus siliran angin. Hingga Kim houw sampai menggigil dan lantas lari
keluar. San Hua sian Lie dan sebelas tokoh dunia persilatan lainnya, dengan mata tidak terkesiap
menjaga di pintu masuk dari istana bagian belakang, sampai pun Hay Lam siang Koay yang
bertugas mencari barang makanan juga tidak mau berlalu. Tapi mereka tidak usah menunggu
lama, hanya menunggu satu hari saja akhirnya mereka telah mendapat lihat setitik sinar sedang
bergerak. Si Kacung baju merah dan Kim Coa Nio-nio telah berteriak dengan berbareng karena mata
mereka yang paling tajam.
"Astaga! bocah itu benar-benar ada pelindungnya, ia ternyata tidak binasa .....!"
"Hai dia malah membawa barang apa itu" Aaaa ..... agaknya seperti satu guci arak!"
"Apa" Guci arak?" si Imam palsu dan Lui Kong berseru berbareng.
Memang benar seguci arak, entah dari mana datangnya kekuatan. Kim Houw tatkala hendak
berlalu dari goa itu ia bisa memanggul seguci arak, dengan sempoyongan keluar dari Istana
belakang. Belum tiba di pintu Istana depan, Imam palsu sudah tidak sabar, dengan loncat ia menyerbu
guci arak yang dipanggul oleh Kim Houw. karena ia menggunakan tenaga terlalu kuat, membuat
Kim Houw sempoyongan hampir jatuh terlentang di lantai. Tapi Kim Houw tidak gusar, karena ia
akan menjelaskan rahasianya dalam istana rimba itu, yang sudah lama merupakan suatu teka-teki
bagi mereka. Kecuali si Imam palsu dan Lui Kong yang repot membuka guci arak untuk segera diminum,
yang lainnya pada mengerumuni Kim Houw minta ia menceritakan keadaannya Istana belakang
itu. Baru saja Kim Houw hendak mulai, Imam palsu tiba-tiba berseru: "Bocah cilik, bagaimana
semua menjadi es?"
"Aku lupa memberitahukan kepadamu di dalam istana itu semua barang seperti es, kalau kau
gunakan api untuk menggarang mungkin akan jadi arak yang harum, tapi aku tidak berani
menjamin, karena arak itu bukan aku yang bikin !"
Selanjutnya Kim Houw lalu menceritakan dengan jelas apa yang ia lihat dan dengar dalam
istana itu, ketika ia bercerita kebagian masuk dalam Istana Kong Han Kiong, si hwesio gagu (Ah
ceng) yang sepanjang tahun belum pernah buka mulut, tiba-tiba telah membuka mulutnya dan
berkata dengan suaranya yang nyaring seperti genta: "Kim Lo Ah Ceng dari gereja Hoat Kak Sie di
gunung Kie Lian-san menjumpai majikan baru dari Istana Kumala Putih!" sehabis berkata, ia lantas
berlutut di hadapannya Kim Houw.
Perbuatan Kim Lo Han ini telah membuat semua orang pada terheran-heran.
Sebetulnya cerita Kim Houw tadi masih sebagian orang yang merasa sangsi akan
kebenarannya tapi dengan kelakuannya Kim Lo Han itu, tidak seorang yang berani tidak percaya.
Dengan tidak resmi si paderi gagu itu merupakan kepala dari rombongan sebelas orang itu,
sebabnya karena ia merupakan orang yang paling lama berdiam di Istana Kumala Putih itu.
Orang-orang yang lebih dulu masuk dari ia, setelah binasa adalah paderi gagu itu yang mengurusi
jenazahnya, jumlahnya paling sedikit sudah sepuluh orang, kini Kim Lo han telah berlutut, inilah
peraturan yang ia sendiri telah tetapkan, siapa yang berani tidak mentaati"
Maka sekejap saja, semua orang sudah lantas pada berlutut, suara tiancu, tiancu atau
majikan, majikan ! terdengar riuh, hingga membuat Kim Houw kelabakan.
Akhirnya, ia juga mengikuti orang banyak turut berlutut untuk membalas hormat, sesudah itu,
ia lantas menarik tangan San hua Sian Lie untuk menanyakan sebab musababnya.
San Hua Sian Lie ceritakan padanya bahwa peraturan itu telah ditetapkan oleh semua orang
yang ada di Istana Kumala Putih, bagi siapa yang berhasil memasuki Istana bagian belakang,
semua akan menjunjung padanya sebagai majikan Istana Kumala Putih ini ....
Selanjutnya, San Hua Sian Lie itu berkata: "Cuma, Tiancu setelah berhasil menduduki kursi
kerajaan dalam istana Kumala Putih ini, harus mempunyai kewibawaan sebagai majikan juga
harus bisa memecahkan segala kesulitan yang dialami oleh orang-orang bawahannya. Kalau kau
dapat membawa keluar kami semua dari rimba keramat yang mengarungi Istana ini, bukan saja
kami akan mengajarkan semua kepandaian yang kami punyai malah seumur hidup kami akan
menghamba kepadamu".
Baru saja San Hua sian Lie habis berkata, disana Kim Lo Han sudah membuka mulut untuk
kedua kalinya: "Lima puluh tahun berselang, ada seorang locianpwe yang masuk ke dalam istana
itu di belakang Istana itu ada sebuah istana lagi yang bernama Istana "Kong Han Kiong." Ia hanya
lihat tiga huruf "Kong Han Kiong" saja, segera sudah tidak tahan oleh dinginnya hawa yang
menghembus dari situ dan lantas keluar lagi, ketika berada di Istana yang kedua, locianpwe itu
keadaannya sudah berbahaya sekali. Oleh sebab itu maka tadi ketika Tiancu menyebut Kong Han
Kiong, aku Kim Lo Han lantas berani memastikan kalau keteranganmu itu tidak salah. Aku masih
ingat benar tentang Istana Kong Han Kiong itu, tapi aku belum pernah mengatakan kepada siapa
pun juga!"
Semua orang setelah mendengarkan keterangan Kim Lo Han, baru kelihatannya tunduk benarbenar.
Selanjutnya, Kim Houw lalu menuturkan segala apa yang pernah diketemukan dan disaksikan
dalam Istana "Kong Han Kiong" itu, akhirnya, ia membuka ikat pinggang sutra yang dapat dia
ambil dari dalam Istana itu dan diperlihatkan kepada mereka.
"Ini adalah ikat pinggang yang mungkin paling tidak berharga diantara begitu banyak barangbarang
berharga ......" demikian katanya.
"Tidak! Tiancu, kau salah terka!" kata Lao toa dari Siang Koay yang kebetulan jatuh gilirannya
untuk memeriksa benda itu, "Ikat pinggang ini, nampaknya meski tidak ada apa-apanya yang
aneh, tapi sebetulnya benda yang terbuat dari urat ular yang dinamakan Teng Coa, sejenis ular
yang cuma bisa didapatkan di dasar laut. Urat ini adanya di bagian bawah tenggorokan oleh
karena urat ular itu setiap seratus tahun cuma tumbuh satu dim, maka ikat pinggang yang terdiri
dari uratnya Teng Coa yang berusia beberapa ribu tahun tuanya ..... Oleh karena ular Teng coa itu
juga dianggap sebagai sejenis dengan naga, maka ada orang yang menamakan "Liong Kin" atau
urat naga. Tiancu jangan pandang rendah padanya, kelak jika ilmu silat Tiancu berhasil
mendapatkan kemajuan, Tiancu nanti akan tahu sendiri betapa faedahnya urat naga ini bagi
Tiancu. Tadi Tiancu mengatakan benda yang paling tidak berharga diantara begitu banyak barangbarang
berharga, sebaliknya aku akan mengatakan bahwa tumpukan barang permata, seperti
gunung tingginya juga tidak bisa menandingi harganya ikat pinggang ini."
Saat itu, ikat pinggang tersebut sudah berada di tangannya seorang Kie-su, ia adalah seorang
terkaya di daerah Koan-goa, barang permata apa saja yang ia belum pernah lihat" Tapi ketika ia
mendengar keterangannya siang Koay yang begitu pandang tinggi ikat pinggang yang terbikin dari
urat naga ini, lantas ia memeriksa dengan teliti sekali. Oleh karena saking telitinya, sampai ia
menemukan lain benda yang tadinya tidak diperhatikan oleh yang lainnya.
"Bak-tah! (nyali hitam ....) diantara kalian siapa yang pernah liat Bak-tah?" demikian ia berseru
kaget dan menanya kepada yang lainnya.
Siapa yang pernah lihat Bak-tah" Orang-orang yang ada di situ kecuali Kim Houw, hampir
semuanya adalah orang yang sudah berusia tujuh-delapan puluh tahunan, sekalipun belum
pernah melihat, tapi semuanya sudah pernah dengar. Bak-tah, adalah nyalinya ular hitam yang
dinamakan Thie-bak, ular ini langka sekali di dunia, apalagi nyalinya, hampir semua kekuatan ular
tersebut berpusat pada nyalinya. Ular Thie-bak ini sangat licin dan nekad, begitu merasa dirinya
dalam bahaya dan sukar lolos, segera ia bikin hancur nyalinya sendiri hingga binasa.
Seandainya bisa mengeluarkan nyalinya ular Thie-bak itu, kapan tertiup angin, nyali itu lantas
beku dan berubah menjadi keras laksana baja, yang tidak dapat dibelah dengan pisau, batu, golok
atau barang tajam lainnya. Khasiatnya nyali ular ini dapat menolak segala penyakit berbisa, tidak
perduli racun jenis apa saja di dalam dunia jika menggunakan nyali ular itu direndam air segelas,
dalam waktu satu jam lebih, racunnya pasti terbasmi habis.
"Apa itu nyali Bak-tah segala" Aku justru tidak percaya, coba lantas bisa ketahuan!" Kim Coa
Nio-nio tiba-tiba berseru.
Sang Kie-su meski dikejutkan oleh penemuannya tentang nyali ular Bak-tah itu, namun juga
cuma berdasarkan atas pengalaman dan pendengarannya saja, sehingga tidak mempunyai
pegangan yang pasti tentang kebenarannya. Karena tahu bahwa dalam gagang tongkatnya Kim
Coa Nio-nio itu ada tersimpan ular emas sangat berbisa, ia juga kepingin membuktikan sendiri,
maka ia lantas buru-buru serahkan ikat pinggang urat naga itu kepadanya.
Kim Coa Nio-nio menyambuti, tapi nampaknya acuh tak acuh, lantas barang itu diletakkan di
atas kepala tongkatnya, tangan kanannya membuka pesawat rahasianya, kepala tongkat kelihatan
terbuka sedikit, mulutnya Kim Coa Nio-nio kelihatan meniup-niup.
Tidak antara lama, di kepala tongkat itu tiba-tiba kelihatan muncul kepalanya seekor ular emas
sebesar jari tangan, lidahnya yang halus seperti jarum tampak bergoyang-goyang tak berhenti.
Tatkala dapat lihat nyali ular Thi-bak diujung ikat pinggang urat naga, ular itu segera melesat
keluar, badannya panjangnya cuma tujuh-delapan dim, dengan kencangnya melibat ikat pinggang
tersebut, sedang kepalanya menghadap ke arah nyali hitam itu dan lidahnya tidak berhentihentinya
menjilati, girangnya seolah-olah menemui makanan yang tak tersangka-sangka.
Menyaksikan kejadian itu, Kim Coa nio-nio terperanjat, ia buru-buru tarik kembali ular emasnya
ke dalam tongkatnya, karena ular emas itu paling suka nyalinya ular thie-bak, tapi ia juga
musuhnya yang paling berbahaya jika ular emas itu dibiarkan menjilat terus setengah jam saja, ia
segera tamat riwayatnya.
Kim Coa Nio-nio serahkan kembali ikat pinggang mujizat itu kepada Kie-su sambil anggukan
kepalanya suatu tanda bahwa benda itu memang benar nyalinya ular Thie-bak.
Dengan kesaksian Kim Coa Nio-nio ini, semua orang kembali dibikin tercengang, kecuali Kim
Houw yang tidak mengerti apa-apa, ia cuma tahu bahwa "urat naga" itu bisa digunakan untuk
senjata menjaga diri, maka ia suka padanya. Tentang khasiatnya nyali ular Thie-bak itu, ia tidak
tahu, akhirnya adalah San Hua Sian Lie yang memberitahukan padanya, ia baru mengerti apa
sebabnya semua orang itu pada merasa terheran-heran terhadap barang kecil hitam itu.
Hari sudah malam, arak yang sudah dipanasi oleh si Imam palsu dan Lui Kong juga sudah
panas, seluruh ruangan Istana Kumala Putih itu kini telah penuh dengan harumnya arak. Sekejap
saja, si Imam Palsu dan Lui Kong sudah mabok tidak ingat daratan, yang lainnya minum tidak
banyak, cuma Kim Lo Han dan Kim Houw yang tidak minum.
Malam itu, dengan diam-diam si Kacung baju merah ajak Kim Houw keluar, di tepi sungai
mereka duduk. Si kacung baju merah kembali minta Kim Houw perlihatkan ikat pinggang "urat
naga" nya.
"Ikat pinggang ini merupakan benda mustika semuanya, kalau mataku belum lamur, baru giok
persegi itu rasanya lebih berharga dari pada "urat baga" dan "nyali ular Thiebak", tunggu aku
buktikan dulu," demikian katanya, lalu menyelupkan batu giok itu ke dalam air sungai. Begitu batu
giok itu terendam di air sungai, lantas memancarkan sinarnya yang putih terang luar biasa
indahnya, sampai dasar sungai juga kelihatan terang.
"Nyata mataku masih belum lamur, Tiancu, apakah kau dapat lihat, dibalik bayangan batu giok
itu ada terdapat tulisan beberapa huruf kecil" Coba kau lihat dengan teliti... Itu huruf-huruf kecil
seperti jarum, apa kau dapat lihat?"
Kim Houw pandang dengan seksama, tulisan itu merupakan huruf-huruf kecil seperti kepala
jarum, bunyinya ternyata seperti berikut: "Langit dan bumi menetapkan permulaan, benda
menciptakan Im dan Yang, kalau otak jernih dan terang, darah dan kekuatan senantiasa
terpelihara..."
"Aaa! Aku lihat! Aku sudah lihat!" berseru Kim Houw.
Si Kacung baju merah juga merasa girang Kim Houw dapat lihat huruf-huruf itu.
"Bagus kau sudah lihat huruf-huruf itu, kau harus bisa ingat baik-baik dan hapalkan sampai
matang." demikian pesannya.
Buat soal lain, mungkin Kim Houw masih ragu-ragu tapi tentang menghapalkan tulisan,
baginya sangat mudah sekali, beberapa puluh huruf itu sekejapan sudah masuk semua diotaknya.
Si Kacung baju merah serahkan kembali ikat pinggang mujizat itu kepada Kim Houw.
"Sepanjang apa yang aku tahu, batu giok ini namanya Han Bun Giok dan beberapa puluh
huruf kecil itu ada mengandung pengertian tentang ilmu tenaga dalam yang luar biasa tingginya,
namanya Han Bun Ciaw-khi. Aku tanggung dalam waktu tiga tahun ilmu tenaga dalammu Han Bun
Ciaw-khi dapat menandingi separuh dari orang-orang yang ada di dalam Istana ini. Untuk
membalas budimu yang menolong jiwaku tempo hari, aku akan ajarkan ilmu itu kepadamu, asal
kau belajar dengan betul. Cuma kau harus melatih terus, tidak boleh berhenti," kata si Kacung baju
merah, dan kemudian menjelaskan bagaimana caranya mempelajari ilmu tenaga dalam yang
dimaksudkan itu.
Selanjutnya, ia mengajarkan Kim Houw caranya bersemedi, dengan tidak bosan-bosannya ia
memberi petunjuk sampai dibagian sekecil-kecilnya.
Akhirnya, si Kacung baju merah itu berkata: "Sungguh kebetulan adalah kau yang mempelajari
Ilmu Han Bun Ciaw-khi ini, sebab kalau orang tidak mempunyai kekuatan untuk menahan hawa
dingin, sekalipun hendak belajar juga tidak mungkin bisa. Sejak hari ini, paling baik setiap pagi dan
sore kau pergi kebagian belakang dari Istana Kumala Putih ini, kau harus mencari tempat yang
paling dingin hawanya, duduk dan memilih ilmumu menurut petunjukku, hasilnya akan berlipat
ganda." Sehabis berkata, si Kacung baju merah itu berlalu meninggalkan Kim Houw sendiri di tepi
sungai. Kim Houw mencoba sendiri rendam batu gioknya ke dalam air, tapi kali ini ternyata sudah tidak
memancarkan sinarnya lagi, begitu pula hurufnya tidak kelihatan sama sekali, hingga Kim Houw
diam-diam merasa heran.
Ia tidak tahu bahwa batu giok tadi dapat mengeluarkan sinar terang, adalah di Kacung baju
merah yang menggunakan kekuatan tenaga dalamnya, untuk memaksa batu giok itu
memancarkan sinar.
Si Kacung baju merah dimasa anak-anak pernah mendengar penuturan dari sucounya, hingga
ia mengerti rahasianya supaya batu giok itu dapat memancarkan sinarnya. Kalau bukan karena
kebetulan si Kacung baju merah mengerti rahasianya itu, ilmu Han Bun Ciaw-khi mungkin akan
lenyap dari muka bumi untuk selama-lamanya.
Perbuatan Kim Houw tadi hanya ketarik oleh pikiran yang kepingin tahu saja, setelah
mengetahui bahwa batu giok itu sudah tidak bisa memancarkan sinarnya lagi, ia lantas simpan
kembali. Ia bersyukur karena beberapa huruf kecil yang terdapat dalam batu giok itu sudah


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dihafalkan seluruhnya.
Tepat pada saat itu, di belakangnya terdengar suara berkeresekan, Kim Houw menoleh, ia
melihat orang hutan kecil yang beberapa hari lalu pernah ia tolong jiwanya, tengah menggapaigapaikan
tangan ke arahnya. Ia lalu menghampiri, selagi hendak menanya apa yang telah terjadi,
orang hutan kecil itu agaknya sudah tidak sabaran, dengan agak gelisah ia menarik tangan Kim
Houw diajak masuk ke dalam rimba.
Kim Houw dibikin bingung oleh kelakuan orang hutan kecil itu, tapi menampak sikapnya yang
begitu gelisah ia membiarkan dirinya dituntun.
Kim Houw diajak berputar-putar didalam rimba, sampai kepalanya merasa pusing, tapi
binatang kecil itu masih belum mau berhenti.
Berjalan kira-kira setengah jam lagi, tiba-tiba Kim Houw melihat orang hutan betina itu rebah di
bawah sebuah pohon besar. Wajahnya pucat, napasnya memburu, sekujur badannya gemetaran,
ia kaget, lantas menghampiri.
Kim Houw yang tidak mengerti apa-apa, mana bisa memberikan pertolongan" Ia cuma dapat
lihat kedua matanya binatang itu membelalak, oleh karena tidak bisa bicara, ditanya pun percuma.
Selagi kebingungan, ia lihat matanya orang hutan betina itu mengawasi ikat pinggang mujijat di
pinggangnya, Kim Houw segera mengerti apa maksudnya. Buru-buru ia membuka ikat
pinggangnya, orang hutan betina itu matanya dialihkan kepada orang hutan kecil, gerakan mana
dapat dimengerti oleh Kim Houw segera ia menyerahkan ikat pinggangnya kepada anak orang
hutan itu. Si kecil setelah menyambuti ikat pinggangnya Kim Houw, di bawah ibunya, akhirnya berhasil
memasukkan nyali ular Thio-bak yang ada di ujung ikat pinggang ke dalam mulut ibunya.
Nyali ular itu begitu masuk ke dalam mulut, binatang itu segera pejamkan kedua matanya,
cuma sekejap saja, napasnya sudah mulai kelihatan reda, liwat lagi sejenak, badannya tidak
gemetaran lagi! Kini Kim Houw baru mengerti bahwa orang hutan itu pasti terkena racun jahat.
Binatang itu tiba-tiba lompat bangun dengan kedua tangannya ia letakkan ikat pinggang itu
diatas kepalanya, lalu berlutut di depan Kim Houw sambil cecuitan, Kim Houw membimbing
bangun padanya, tapi mana bisa bergerak"
Kim Houw anggap binatang itu tentunya merasa berterima kasih kepada ikat pinggangnya
yang mujijat itu, tapi ia juga heran, bagaimana binatang itu bisa tahu kalau Bak-tha bisa
menghilangkan racun"
"Apakah kau terkena racun?" tanya Kim Houw sambil ambil ikat pinggangnya.
Orang hutan itu berbangkit dan ajak Kim Houw ke satu lembah yang curam, di sana terdapat
sebuah goa, di mulutnya goa itu penuh kabut asap, hingga tidak bisa dilihat bagaimana keadaan
dalam goa itu. Kim Houw diajak menuju ke goa tersebut tapi masih terpisah masih sejauh tak kira-kira berapa
tumbak jauhnya, orang hutan itu tidak berani maju lagi, cuma menuding mulut goa sambil cecuitan.
Kim Houw ternyata bernyali besar, tanpa pikir panjang lagi lantas masuk dengan sendirian.
Terpisah dari mulut goa kira-kira dua tumbak jauhnya, tiba-tiba terdengar suara jeritan kaget,
dari atas melayang turun sesosok bayangan orang yang merintangi majunya Kim Houw, orang itu
ternyata Kim Coa Nio-nio.
"Tiancu lekas mundur," kata Kim Coa Nio-nio dengan paras kuatir. "Dalam goa ini ada
binatang kalajengking besar yang sangat berbisa, orang hutan itu baru kena hawa racunnya saja
sudah hampir binasa. Kalau saja terkena diantuk, Bak-cha Tiancu meski adalah barang mustika
yang bisa memusnahkan segala macam racun, mungkin juga sudah tidak keburu menolong.
Sudah banyak tahun aku belum berhasil menyingkirkan binatang berbisa itu."
Kim Coa Nio-nio yang Kim Houw kenal sebagai seorang yang sudah bisa main-main dengan
ular beracun, dan toh masih kelihatan begitu takut, dalam hati mengerti kalau dalam goa itu benarbenar
ada binatang sangat beracun, maka lantas hendak balik mencari orang hutan tadi, tapi si
orang hutan bersama anaknya melihat Kim Coa Nio-nio sudah lari jauh-jauh.
Dengan sangat hati-hati Kim Coa Nio-nio melindungi Kim Houw, matanya memandang ke arah
goa yang dipenuhi kabut tebal, lewat sejenak, ia baru berkata kepada Kim Houw: "Tiancu, menurut
yang aku tahu, binatang kalajengking itu masih belum jadi, barangkali masih memerlukan waktu
beberapa puluh tahun lagi, baru berani berbuat jahat. Tapi dalam goa yang didiami oleh binatang
berbisa itu, pasti ada benda mustikanya yang luar biasa, kalau tidak, tidak nantinya binatang itu
memilih tempat yang berada di lembah curam ini."
Melihat Kim Coa Nio-nio berkata begitu sungguh-sungguh, Kim Houw lalu menjawab sambil
tertawa: "Kim Coa Nio-nio, di istana Kong Han Kiong, benda mustika ada bertumpuk-tumpuk
seperti gunung, segala barang permata, mutiara luar biasa menakjubkan dan tidak ternilai
harganya. Kau inginkan apa" Sembarang waktu aku bisa bawa kau kesana, barangkali apa yang
kau dapat sebutkan namanya, di sana juga ada."
Kim Coa Nio-nio tahu kalau Kim Houw salah faham.
"Kau karena usiamu masih kelewat muda, pengalamanmu dalam dunia Kang-ouw masih
kurang. Benda mustika yang kau katakan tadi bagi kita orang yang mempunyai kepandaian ilmu
silat sama sekali tidak dipandang dimata. Mustika yang ku maksudkan, adalah barang mustika
yang diciptakan oleh kekuatan hawanya alam. Untuk orang-orang yang meyakinkan ilmu silat,
barang mustika itu ada banyak faedahnya. Binatang kalajengking menunggu barang pusaka dari
alam itu bukan tidak ada maksudnya, karena kalau barang mustika itu sudah "matang" betul-betul,
ditelan olehnya bisa menambah kecepatannya supaya lekas "jadi" dan lalu keluar untuk
mengganas. Cuma kita masih belum tahu benda mustika apa sebetulnya yang ada didalam goa
Pedang Golok Yang Menggetarkan 15 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Seruling Perak Sepasang Walet 6

Cari Blog Ini