Ceritasilat Novel Online

Jago Kelana 11

Jago Kelana Karya Tjan I D Bagian 11


segera disongsong oleh dua orang lelaki kekar sambil
menjura mereka berkata:
"Tolong tanya siapa nama besar anda" apa maksud
datang ke perkampungan kami?"
"Aku she Pek, urutanku nomor tiga maka di sebut Pek
Sam." Siapapun segera akan tahu bahwa nama tersebut adalah
nama palsu, tidak terkecuali dua orang itu, mereka saling
bertukar pandangan sejenak kemudian sahutnya,
"Ooow. . . ! kiranya Pek Sam sianseng, Selamat bertemu, dapatkah Pek Sam sianseng membuka kain hitam yang
mengerudungi wajahmu sehingga kami dapat menyaksikan
raut wajah anda?"
"Lebih baik tak usah."
"Dalam perkampungan kami sedang mengadakan
perayaan perkawinan, sahabat dari pelbagai daerah datang
berkunjung kemari." kata kedua orang itu tetap bersikeras.
"Untuk menghindari segala kemungkinan yang tak
diinginkan, apabila anda tak mau sebutkan nama
sebenarnya, terpaksa harus perlihatkan raut wajah anda
sebenarnya, dengan demikian kamipun bisa bertanggung
jawab atas tugas tersebut."
Apa yang diucapkan kedua orang ini masuk diakal, hal
ini membuat Tonghong Pek tertegun.
"Wajahku sangat mengerikan, kalau anda berdua tidak
percaya silahkan tanya kepada mereka berdua, aku rasa
lebih baik, tak usah dibuka saja."
Sambil berkata ia menuding kearah dua orang yang
bertindak sebagai kusir itu.
Kedua orang lelaki itu segera menghembuskan napas
dingin dan mengangguk.
"Tidak salah, apa yang ia katakan memang betul."
Tetapi kedua orang jago dari perkampungan Jit Gwat
Cung itu tetap tertawa ujarnya kembali:
"Tidak jarang tokoh lihay cari Bulim memiliki wajah
yang luar biasa, seandainya dikatakan begitu mengerikan
wajah anda sehingga berada di siang hari bolongpun
mengejutkan orang, tidaklah anda merasa ucapan tersebut
sedikit berlebihan?" Melihat kekerasan hati orang itu, Tonghong Pek menghela napas panjang.
"Seandainya kalian tidak percaya... yaa terpaksa harus kubuka juga kerudung hitam ini."
Seraya berkata ia lepaskan kain kerudung yang menutupi
wajahnya itu. Begitu kain tersingkap, seluruh jago perkampungan JietGwat Cung yang berada disekeliling sana jadi berdiri
menjublak, suasana seketika berobah jadi hening, mata
semua orang terbelalak dan mulut pada melongo, mereka
yang semula tertawa saat ini membungkam, jelas terlintas
betapa seramnya hati orang2 itu.
Dalam pada itu sang surya telah condong ke barat,
senjapun menjelang datang, siapapun tidak percaya apabila
Tonghong Pek yang berdiri dihadapan mereka sebenarnya
adalah manusia, mereka tidak menyangka dikolong langit
terdapat seorang manusia berwajah seram...
Dari mimik wajah mereka serta sikap orang itu
Tonghong Pek dapat memahami perasaan mereka maka
segera dia menutup kembali wajahnya dengan kain
kerudung hitam tersebut.
"Cayhe datang kemari sengaja untuk menyampaikan
selamat, harap anda sekalian jangan menampik !" serunya.
Menanti wajahnya yang seram telah lenyap di balik kain
kerudung, semua orang pun baru menghembuskan napas
panjang, dua orang yang berada dihadapannya segera
mengundurkan diri selangkah ke belakang sambil berkata:
"Saa...sahabat...sahabat Pek, silahkan mengikuti kami
masuk kedalam perkampungan."
Seraya berkata mereka mengundurkan diri ke belakang,
ternyata mereka tak berani jalan membelakangi Tonghong
Pek. "Tonghong sianseng serta sepasang pengantin apakah
sudah hadir pula dalam perkampungan ?" tanya sianak
muda itu. "Ada... ada dalam perkampungan."
"Disamping itu cayhe sudah lama mendengar nama
besar dari cungcu berdoa, tentu saja aku harus
menyambangi dirinya, harap kalian berdua suka membawa
cayhe untuk menyambangi Cungcu
berdua, entah bagaimana menurut pendapat kalian ?"
"Cungcu telah berpesan, para tetamu tak usah dibawa
kepada mereka, tetapi....tapi seandainya tadi. . . anda
berbuat demikian, tentu . . tentu saja terkecuali.." Tonghong Pek tertawa getir.
"Orang berwajah jelek ternyata punya "kegunaannya juga" Ucapan ini membuat kedua orang itu menangis tak
bisa tertawa pun tak dapat, terpaksa mereka mengiakan.
"Perkataan anda memang benar."
"Tonghong Pacu, Tonghong Loei serta nona Si tentu
sudah lama berada dalam perkampungan?"
Kedua orang itu tak berani menjawab kembali mereka
membenarkan: "Benar."
"Siapa lagi yang datang ber-sama2 Tonghong sianseng?"
Kedua orang itu saling bertukar pandangan sekejap mata
baru menjawab. "Mereka datang bersama Tonghong Hujien serta seorang
nona muda."
Tonghong Pek tahu siapakah "Tonghong Hujien" itu, tetapi ketika mendengar adanya "Seorang nona muda"
hatinya berdebar2 keras.
"Apakah nona tersebut she Si?" buru2 tanyanya.
"Kami tidak tahu she apakah dia itu, tetapi sering kali kami dengar nona Si panggil nona itu sebagai nona Giok
Jien!" "Bukan dia yang kumaksudkan, aku sedang bertanya atas
nona Si dia bernama Si Soat Ang."
"Belum pernah kami dengar ada orang she Si" segera kedua orang itu menjawab.
Tonghong Pek merasa pikirannya kalut, ia tidak tahu apa
yang telah terjadi antara Tong hong Pacu dengan Si Soat
Ang sepeninggalnya dia, semula ia masih mengira gadis itu
berada bersama ayahnya.
Tetapi sekarang ia baru tahu, Si Soat Ang tidak berada
diperkampungan Jiet Gwat Cung, lalu kemanakah perginya
gadis itu" apakah ia pergi mencari dirinya" seandainya
benar maka sepanjang masa tak bakal ia temukan, sebab
manusia yang bernama Tonghong Pek telah lenyap dari
muka bumi ini, tak mungkin ada orang yang mengenali
dirinya kembali.
Dengan hati kesal dan kepala tertunduk Tonghong Pek
berjalan mengikuti dibelakang kedua orang itu. Tanpa
terasa ia sudah tiba didepan sebuah bangunan yang megah,
naik keatas anak tangga dan masuk kedalam sebuah
ruangan yang amat besar.
Dalam ruangan terdapat kursi yang amat banyak,
diantaranya terdapat dua buah kursi berlapisan kulit
harimau, kulit harimau itu satu berwarna hitam dan yang
lain berwarna putih.
Setibanya dalam ruangan kedua orang itu segera berseru:
"Harap anda tunggu sebentar, kami segera akan memberi
kabar kepada Cungcu berdua!"
Tonghong Pek mencari sebuah kursi dan duduk menanti,
sementara kedua orang itu buru2 berlalu.
Dari orang2 Bu lim, Tonghong Pek pernah mendengar
bahwa Cungcu dari perkampungan Jiet Gwat Cung adalah
sepasang saudara kembar, bukan saja wajah mereka sama
dalam tingkah laku pun sama, yang berbeda hanya dalam
tenaga dalam yang dimiliki, seorang berlatih ilmu tenaga
dalam bersifat Yang sedang yang lain bertenaga Im,
seandainya mereka bekerja sama maka kehebatannya tidak
berada dibawah Tonghong Pacu maupun Si Thay sianseng.
Sementara Tonghong Pek sedang melamun, tiba2
terdengar irama musik mengalun sampai disusul horden
tersingkap dan munculnya dua orang lelaki.
Kedua orang lelaki itu memiliki perawakan yang sama
tinggi, usianya kurang lebih empat puluh tahunan wajahnya
keren penuh wibawa dan satu sama lainnya persis tiada
berbeda, yang berbeda pada saat ini hanyalah pakaian yang
mereka kenakan, seorang memakai baju warna emas dan
yang lain memakai baju warna perak.
Begitu masuk kedalam ruangan, kedua orang segera
berhenti Tonghong Pek segera bangun berdiri dan menjura.
"Cayhe Pek Sam sengaja datang kemari untuk
mengunjungi anda berdua, harap Cungcu berdua jangan
merasa tidak senang hati."
"Sahabat Pek terlalu sungkan." balas kedua orang itu.
"Tonghong sianseng hendak mengawinkan putranya
ditempat ini, dan para jago Bulim setelah mendengar berita
tersebut sama2 berkunjung kemari, hal ini merupakan suatu
penghormatan buat cayhe berdua, anak buah kami kurang
dan tempatnya terlalu sempit, seandainya ada pelayanan
yang kurang memuaskan harap sahabat Pek suka memberi
maaf." Dari sikapnya yang sopan timbul simpatik dalam hati
Tonghong Pek. pikirnya, "Kedua orang ini tidak mirip
manusia dari kalangan sesat, mengapa ia bisa berkumpul
dengan manusia macam Tonghong Pacu" sungguh patut
disayangkan."
Meskipun wajahnya berobah, tabiat Tonghong Pek tidak
berubah, ia tetap jujur dan polos.
"Cungcu berdua" katanya kemudian "Ada beberapa patah kata ingin cayhe ucapkan kepada anda sekalian,
sebenarnya perkataan ini tidak pantas kuutarakan keluar,
tetapi kalau tidak ku sampaikan rasanya hatiku kurang
leluasa." Pada waktu itu Ting Kang serta Ting Lou dua orang
Cungcu dari perkampungan Jiet Gwat Cung, mereka saling
bertukar pandangan sekejap kemudian menyahut:
"Silahkan sahabat Pek utarakan..."
"Nama besar anda berdua dalam dunia persilatan tidak
terlalu jelek, lagi pula kalian berdua bukan manusia macam
Tonghong pacu merayakan pesta perkawinan putranya
dalam perkampungan anda" bukankah tindakan tersebut
sama halnya berkomplot dengan manusia2 bejat itu?"
Air muka Ting Kang seru Ting Lou seketika itu juga
berubah hebat, begitu sianak muda itu menyelesaikan
kata2nya Ting Kang langsung mendengus dingin.
"Anda sudah datang sebagai tetamu, apakah merasa
tidak sedikit keterlaluan dengan mengatakan dengan kata2
seperti itu?"
Tonghong Pek tertawa getir.
"Cungcu berdua, aku hanya bicara menurut kenyataan
seandainya kalian berdua tidak suka mendengarkan, anggap
saja tak pernah kuucapkan perkataan tersebut pada kalian."
Baru saja ucapan itu diutarakan, dari depan pintu telah
berkumandang datang suara teguran Tonghong Pacu yang
amat lantang hingga memekikkan telinga.
"Aku dengar dalam perkampungan telah kedatangan
seorang jago lihay she Pek, sebenarnya manusia macam
apakah orang itu?"
Bersamaan dengan ucapan tersebut, tampak Tonghong
Pacu melangkah masuk kedalam ruangan dengan langkah
lebar, sepasang matanya laksana kilat menatap wajah
Tonghong Pek tajam-tajam.
Diam2 sianak muda itu merasa hatinya berdebar keras,
ia takut wajahnya diketahui oleh gembong iblis tersebut
tetapi setelah terbayang betapa ngerinya wajah yang ia
miliki saat ini, dengan tenang ia duduk menanti.
Dengan cepat Tonghong Pacu telah tiba di hadapannya,
terdengar ia berkata kembali.
"Sahabat, kau datang ke perkampungan Jiet Gwat Cung
pada saat seperti ini, apakah kau tidak takut ada ancaman
dari berkomplotnya suatu kekuatan?"
Ucapan ini membuktikan bahwa Tonghong Pa cu sejak
tadi sudah curiga dengan perkataannya dari luar pintu, hal
ini semakin menambah pandangan rendah sianak muda itu
terhadap ayahnya.
"Aku dengar anda hendak menyelesaikan perkawinan
putra anda dengan putri kesayangan dari Si Thay sianseng,
aku duga Si Thay sianseng tentu akan hadir kemari maka
dari itu aku datang menyaksikan keramaian ini?"
"Oouw...kiranya anda ada maksud datang kemari untuk
nonton keramaian bagus sekali, hanya aku tidak tahu ketika
keramaian tersebut sedang berlangsung, apakah anda hanya
menonton belaka ataukah punya rencana lain ?"
Tonghong Pek tertawa kering.
"Tentang soal ini sih sulit dibicarakan, harus kukatakan setelah meninjau situasi pada waktu itu!"
Tonghong Pacu menghantamkan telapaknya ke atas
meja disisinya hingga menimbulkan suara keras, serunya:
"Bagus, sungguh tepat ucapanmu, saat pesta perkawinan
nanti, aku pasti akan undang saudara untuk duduk dikursi
utama..." Berbicara sampai disitu, nada ucapannya tiba2 berubah,
setelah tertawa dingin jengeknya:
"Hanya seorang lelaki sejati, seorang enghiong hohan
saja yang tidak akan bertukar nama, mengapa anda berikan
sebuah nama palsu kepada kami ?"
Kembali Tonghong Pek tertawa getir, pikirnya:
"Nama asliku tiada berharga untuk di sebut, apabila
kusebut namaku maka aku tak akan terlepas dari tanganmu
kembali." Karena berpikir demikian, ia lantas berkata:
"Tonghong sian-seng kau sudah salah paham, cayhe
benar2 she Pek dan punya urutan nomor tiga, tiada
berharga aku bicara bohong!"
"Lalu apa sebabnya Pek siaute menutupi wajahmu
dengan secarik kain hitam, mengapa kau tidak berani
bertemu orang dengan wajah aslimu?"
"Sebab wajah cayhe sangat mengerikan, maka aku tidak
ingin mengejutkan orang lain."
"Haa...haa...haa...ucapan anda apakah tidak sedikit
keterlaluan " ataukah anda menganggap cungcu berdua
serta cayhe adalah bocah cilik yang tak pernah bertemu
orang yang bisa menakutkan wajah yang anda miliki ?"
"Hmm " cayhe sih tiada maksud demikian." sahut Tong hong Pek sambil tertawa dingin, "Tetapi seandainya


Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tonghong sianseng memang menuduh demikian, terpaksa
kain kerudung hitam ini harus kubuka, dan pada nanti kau
menganggap tuduhanmu tidak salah"
Sambil berkata ia benar2 melepaskan kain hitam yang
mengerudungi wajahnya.
Ting Kang serta Ting Lou sama2 bersuara tertahan,
tanpa sadar mereka telah meloncat bangun.
Tentu saja kedua orang Cungcu dari perkampungan Jit
Gwat Cung bukan anak kemarin sore, tapi melihat
keseraman wajah Tonghong Pek, tanpa sadar mereka telah
loncat bangun, beberapa saat kemudian mereka baru
berhasil menguasai diri dan duduk kembali.
Sementara itu Tonghong pacu sendiripun kembali
tergetar keras tubuhnya, pucat pias seluruh wajahnya.
Jelas nampak, ia bukan kaget karena wajah Tonghong
Pek yang jelek, tapi disebabkan persoalan lain.
"Sudah kalian lihat wajahku" aku berbuat demikian
bukan dikarenakan aku tak ingin bertemu orang dengan
wajahku yang sebenarnya." kata Tonghong Pek kembali.
Dalam pada itu, setelah Tonghong Pacu berhasil
menenteramkan hatinya, ia lantas berseru.
"Wah anda nampak mengerikan sekali." katanya, "Tetapi aku berani menebak, keanehan wajahmu pasti bukan
dibawa sejak lahir bukan?"
Diam2 Tonghong Pek merasa kagum akan ketajaman
mata Tonghong Pacu dengan luasnya pengetahuan yang ia
miliki. Belum sempat menjawab, sigembong iblis itu telah
berkata: "Pek sianseng, anda berasal dari wilayah Biauw sebelah mana?"
Ia tidak bertanya apakah sianak muda im datang dari
wilayah Biauw, sebaliknya bertanya ia datang dari daerah
sebelah mana wilayah Biauw.
Ini menunjukkan apabila ia sudah merasa yakin bahwa
orang itu pasti berasal dari wilayah Biauw.
Tonghong Pek terperanjat, dari ucapan Tong hong Pacu
barusan ia dapat meraba bahwa si gembong iblis itupun
dapat menebak bahwa perubahan wajah itu disebabkan ia
telah menelan sesuatu benda, dan benda itu hanya ada di
wilayah Biauw. Untuk sesaat Tonghong Pek tak sanggup menjawab
pertanyaan itu, ia bungkam dalam seribu bahasa.
"Pek siauhiap, apa hubunganmu dengan Kiem Lan
Hoa?" kembali Tonghong Pacu menegur sepasang matanya
menatap si anak muda itu tajam.
Tonghong Pek semakin terperanjat, begitu hebat gerakan
yang menyerang dalam tubuhnya sehingga tanpa sadar ia
telah meloncat bangun.
Tonghong Pacu tertawa panjang tangannya diayun,
kelima jarinya bagaikan jepitan segera mencengkeram
bahunya. Sejak semula Tonghong Pek sudah menyadari bahwa
sigembong iblis itu membawa maksud tidak baik, maka ia
sudah bersiap sedia merasakan datangnya desiran angin
tajam, badannya segera menyingkir kesamping dia
berkelebat maju ke depan.
Baru saja ia berkelit, kembali dengar desiran angin tajam
menggulung datang dari dua arah dibelakang tubuhnya, ia
lihat kedua orang-orang Cung-cu dari perkampungan Jiet
Gwat Cung pun ikut melancarkan serangan.
Dalam keadaan terdesak ia menjerit aneh, tubuhnya
berkelebat meloncat keatas, kemudian balas melancarkan
dua buah serangan kebawah.
"Brak ! Brak !" kedua buah serangan itu saling
membentur dengan serangan yang dilancarkan Ting Kang
bersaudara, diikuti terdengar dua orang Cung cu itu berseru tertahan.
Pada saat itulah tubuh Tonghong Pek telah melayang
naik keatas tiang penglari, dari situ ia dapat menyaksikan
dua bersaudara Ting terdesak mundur selangkah
kebelakang oleh serangannya sedang wajah mereka
kelihatan amat rikuh.
Sebaliknya Tonghong Pek yang ada diatas tiang penglari
diam2 merasa girang, dari hasil yang di capai atas
bentrokan barusan, ia dapat menarik kesimpulan bahwa
tenaga dalam yang dimilikinya saat ini jauh diatas Ting
Kang serta Ting Lou berdua.
Dalam pada itu ketika Tonghong Pacu melihat sianak
muda itu melayang naik keatas tiang penglari, ia segera
mendongak keatas dan tertawa terbahak2.
"Haa...haa..-haa...Pek sianseng, mengapa kau malah jadi tuan tiang penglari ?"
"Dalam dunia persilatan tersiar berita bahwa dalam
perkampungan Jit-Gwat Cung penuh dengan tokoh sakti,
untuk menghadiri pesta perkawinan dari putra Tonghong
sianseng, setiap orang pada berdatangan untuk memberi
selamat, sungguh tak disangka demikianlah cara pihak
perkampungan Jiet Gwat-Cung untuk menyambut tamunya." Ucapan ini seketika membuat air muka Ting Kang serta
Ting Lou berubah jadi merah jengah.
Buru2 Tonghong Pacu berseru:
"Terhadap manusia yang tidak dikenal asal usulnya,
sudah menjadi hak kami untuk menyelidikinya, daripada
menimbulkan urusan di kemudian hari."
"Ha...haa...haa...apa yang disebut asal usul tidak jelas "
Tonghong sianseng, tolong tanya dari mana pula asal
usulmu ?" Air muka Tonghong Pacu berubah hebat.
"Bagus, aku lihat lihay benar anda bersilat lidah"
Teriaknya. "Akan kulihat apakah anda bisa berita
bersembunyi terus diatas tiang penglari hingga kedatangan
Kiem Lan Hoa untuk menyelamatkan jiwamu."
Mengungkap soal Kiem Lan Hoa, Tonghong Pek segera
berseru dingin:
"Aku tidak tahu apa yang sedang kau ucapkan, aku sama
sekali tidak kenal siapakah Kiem Laa Hoa itu."
"Benarkah?" kata Tonghong Pacu dengan alis berkerut.
Sementara ia bicara sampai disitu, mendadak terdengar
suara langkah manusia bergema datang dengan cepatnya
diikuti muncul empat lima orang dengan napas terengahengah. Terdengar salah satu diantaranya berseru.
"Cengcu berdua, Si Thay sianseng telah datang... Si Thay telah datang..."
"Kenapa sih sikap kalian begitu tak tahu diri?" hardik Ting Kang serta Ting Lou hampir berbareng "Kedatangan
Si Thay sianseng sudah berada dalam dugaan, tentu saja
kita harus undang masuk Si Thay Sianseng!"
Ucapan terakhir sengaja diucapkan dengan suara keras,
sehingga suara tadi segera terkirim sampai diluar
perkampungan. Tonghong Pek yang mendengar kehadiran Si Thay
sianseng, ia segera meloncat turun dari atas tiang penglari, sementara itu Tonghong Pa cu mundur dua langkah
kebelakang, ia tiada maksud untuk menyerang Tonghong
Pek lagi. Suasana dalam ruangan seketika itu juga diliputi
ketegangan, disusul berkelebatnya sesosok bayangan
manusia yang tinggi kurus, tahu2 seseorang telah muncul
ditengah ruangan.
Gerakan tubuh orang ini benar2 sukar dilukiskan dengan
kata2, setelah tiba disitu orangpun dapat melihat bahwa dia ada kakek berjubah abu2 yang bukan lain Si Thay sianseng.
Air muka sikakek tua itu keren dan sulit dilukiskan
dengan kata2. setelah berada dalam ruangan segera tertawa
dingin tiada hentinya.
Sungguh seram tertawa dingin itu, seakan2 tiga gentong
air dingin yang diguyurkan ke atas badan setiap orang,
bahkan sampai Tonghong Pacu yang lihaypun tak urung
berubah wajah. Dengan sinar mata yang dingin Si Thay sianseng
menyapu sekejap keseluruh kalangan, ketika melihat diri
Tonghong Pek, ia kelihatan tertegun, namun cuma
sebentar, sinar matanya segera beralih keatas tubuh si
gembong iblis itu.
"Tonghong sianseng !" serunya lambat2.
Tonghong Pacu mendongak tertawa terbahak2.
Menanti gelak tertawa telah sirap, dua bersaudara Ting
yang menjadi tuan rumah dari perkampungan itu baru
sadar dari kagetnya, buru2 serunya hampir berbareng:
"Si Thay sianseng, silahkan duduk !" Namun tokoh sakti dari kalangan lurus ini tidak berpaling, menggubris pun
tidak, hal ini membuat Ting Kang serta Ting Lou jadi
tersipu-sipu malu.
"Si heng. setelah kau datang maka urusanpun bisa kita
selesaikan." kata Tonghong Pacu kemudian dengan wajah
membesi "Aku sedang mengutus orang untuk mencari
kabar Si heng, tak disangka Si heng telah hadir, kau harus
tahu apabila pesta perkawinan ini tidak dihadiri olehmu
maka aku rasa kurang meriah."
Hijau membesi wajah Si Thay sianseng, kembali ia
mendengus. "Si heng, kenapa kau hanya datang seorang diri?"
kembali si gembong iblis nomor wahid itu menegur,
"Dimana nyonya serta anak muridmu" mengapa tidak
sekalian kau ajak datang untuk meramaikan perayaan yang
besar ini?"
Si Thay sianseng tetap membungkam sementara
badannya lambat2 bergerak ke depan, gerakannya sangat
lambat tiada keistimewaan, namun baju berwarna abu2
yang ia kenakan mulai melembung besar, seakan terdapat
hawa murni yang luar biasa berkumpul disitu.
Setelah maju tiga langkah kedepan ia baru berseru
kembali: "Tonghong sianseng!"
"Si heng ada urusan apa?"
"Dalam dunia persilatan tersebar berita bahwa Loei Sam ada di perkampungan Jiet Gwat Cung, benarkah ada
kejadian seperti itu?" seru Si Thay sianseng sambil tertawa dingin.
"Si heng, Loei Sam adalah namanya yang dahulu,
sekarang kami ayah dan anak telah berkumpul kembali,
untuk memperingati jasa penjual obat yang she Loei maka
diganti namanya jadi Tonghong Loei!"
"Lalu dia masih merupakan anak muridku" ataukah
sudah menghianati perguruan?" sambil berkata Si Thay
sianseng tertawa dingin tiada hentinya.
Sungguh lihay pertanyaan itu, sebab dalam dunia
persilatan baik dari kalangan Pek to maupun dari kalangan
Hek to sama2 menganggap menghianati perguruan adalah
suatu perbuatan yang terkutuk dan tak dapat diampuni.
Tonghong Pacu bukan manusia sembarangan, kalau ia
tidak cerdik dan licik tak mungkin disebut orang gembong
iblis nomor wahid dan kolong langit, menghadapi
pertanyaan tersebut ia segera tertawa.
"Eeeei . . darimana Si heng bisa berkata demikian"
sekalipun putranya tidak becus ia masih mengerti
bagaimana menghormati guru sana perguruan mana ia
berani menghianati perguruan sendiri" telah ia jelaskan
kepadaku, seandainya bukan didesak terus oleh Si heng
tidak mungkin ia tinggalkan gunung Go bisa?"
"Oooouw . . kiranya ia masih tahu bagaimana
menghormati guru?" seru Si Thay sianseng sambil tertawa panjang, agaknya jawaban ini sudah dipersiapkan sejak
semula. "Lalu apa sebabnya setelah loohu hadir di
perkampungan Jiet Gwat Cung, masih belum kelihatan ia
munculkan diri untuk memberi hormat."
Begitu ucapan tersebut diucapkan dua saudara she Ting
serta Tonghong Pek jadi tertegun, agaknya mereka tidak
sangka Si Thay sianseng bisa mengucapkan kata2 tersebut.
"Aaah, ucapan Si heng tepat sekali. bocah ini memang
sedikit kurang adat!" Seru Tong hong Pacu sambil
tersenyum, segera ia perkeras suaranya dan berteriak:
"Loei jie, Si heng telah datang, kenapa kau tidak
munculkan diri untuk menemui gurumu?"
"Tia, aku segera datang!" beberapa saat kemudian suara dari Tonghong Loei berkumandang datang dari dalam
ruangan. Seruan itu mengejutkan dua orang bersaudara she Ting,
tanpa sadar mereka berseru:
"Tonghong sianseng..."
Tonghong Pacu tersenyum, ia segera ulapkan tangannya
mencegah kedua orang itu berkata lebih jauh.
Dalam pada itu horden telah tersingkap dan Tonghong
Loei pun munculkan diri dari balik pintu, dengan langkah
tenang ia langsung menuju ke ruang tengah.
Serentetan cahaya mata yang tajam menggidikkan segera
memancar keluar dari balik mata Si Thay sian-seng, ia
menatap sianak muda itu tak berkedip. Suasana jadi tegang,
seluruh perhatian dicurahkan ke tengah kalangan, begitu
tegang suasananya sehingga napas terasa berhenti.
Tonghong Loei berlari masuk kedalam ruangan hingga
akhirnya berhenti kurang lebih enam tujuh depa di hadapan
Si Thay sianseng setelah itu ia bertekuk lutut dan jalankan penghormatan besar.
"Tecu Tonghong Loei menghunjuk hormat buat suhu !"
ujarnya. Si Thay sian-seng tertawa dingin tiada henti-nya, ia
berdiri tak berkutik sementara ujung bajunya bergoyang
keras meski tidak terhembus angin, kemudian makin lama
menggelembung semakin besar.
Ketika Tonghong Loei menyaksikan kata2nya Tonghong
Pacu yang berada disisinya telah menimbrung sambil
tertawa terbahak2.
"Loei-jie, kau harus jalankan penghormatan sebanyak
dua kali, pertama untuk menghormati Si heng sebagai guru
dan penghormatan kedua, menghormatinya sebagai ayah
mertua." Seandainya Tonghong Pacu tidak mengucapkan kata2
itu, mungkin Si Thay sianseng tidak akan turun tangan
secepat itu, begitu kata2nya selesai diucapkan, hawa
amarah telah memenuhi seluruh benak jago sakti itu.
Ia membentak keras,

Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergelangannya berputar melancarkan sebuah tabokan menghajar tubuh Tong hong
Loei. Mengikuti bentakan keras itu, Ting Kang serta Ting Lou
menjerit kaget. sampai Tonghong Pek pun tanpa terasa
menegangkan badannya, sebab serangan yang dilancarkan
dalam jarak sedemikian dekat pasti akan bersarang ditubuh
Tonghong Loei dan pemuda itu niscaya akan mati binasa.
Angin pukulan men-deru2, seketika itu juga tekanan
yang maha dahsyat menghantam ke arah Tong hong Loei
yang masih berlutut diatas tanah.
Kejadian aneh telah berlangsung di depan mata,
meskipun putranya terancam mara bahaya, ternyata
Tonghong Pacu yang berdiri disisinya sama sekali tidak
berkutik, bahkan membantu pun tidak.
Dalam saat yang amat kritis itulah, horden tersingkap
diikuti jeritan lengking seseorang muncul dari balik pintu.
"Ayah !"
Sesosok bayangan manusia laksana sambaran kilat
menubruk datang, bayangan itu tidak melayang kearah Si
Thay, sebaliknya menubruk kearah Tonghong Loei dan
melindunginya dengan tubuh sendiri.
Dalam pada itu serangan yang dilancarkan Si Thay
sianseng hampir mencapai pada sasarannya ketika
mendengar jeritan suara kaget, sebab itu ia kenali suara
jeritan itu adalah suara putrinya.
Dalam keadaan terpaksa ia tarik kembali serangannya
mentah2 sehingga seluruh persendian tulangnya berbunyi
gemerutukan. Ambil kesempatan itulah Tonghong Loei jatuhkan diri
menggelinding kesisi tubuh Tong hong Pacu kemudian
meloncat bangun, walaupun begitu wajahnya telah berubah
pucat pias, napasnya ter-engah2 dan keringat dingin
mengucur keluar membasahi tubuhnya.
"Tia, kau orang tua sudah datang !" seru Si Chen sambil bangun berdiri, setelah dilihatnya Tonghong Loei selamat.
Mimpipun Si Thay sianseng tidak pernah menyangka
orang yang selamatkan jiwa Tonghong Loei dari
cengkeramannya bukan lain adalah putri sendiri.
Pada saat ini Si Thay sianseng merasakan dadanya
seperti ditindih batu seberat ribuan kati.
Begitu berat batu tak berwujud itu sehingga membuat
napasnya ter-engah2, dengan pandangan mendelong ia
awasi putrinya sendiri.
Lama... lama sekali ia baru tertawa kering, begitu sayu
suaranya seakan2 muncul dari seseorang yang telah lemah
sekali keadaannya.
"Rupanya kau benar2 berada di perkampungan JietGwat Cung ini." katanya.
"Benar !" kepala Si Chen tertunduk rendah2. "Sekarang kau pulanglah dahulu ke gunung Go-bie, sejak kau pergi
siang malam ibumu selalu menanyakan dirimu, cepatlah
pulang dan temui dirinya, aku akan tinggal disini dahulu
untuk menyelesaikan sedikit persoalan, kemudian aku akan
menyusul dirimu !"
Suara dari Si Thay sianseng kedengaran begitu tenang
aman penuh wibawa membuat orang tak berani
membantah. Si Chen berdiri tertegun, kemudian menghela napas
panjang. "Tia, aku tahu ibu sangat rindu kepadaku, dan aku harus kembali ke rumah untuk bertemu dengan beliau, tetapi
sekarang aku tak dapat pergi !" sahutnya.
"Mengapa ?" seru Si Thay sianseng, sepasang alisnya melenting dan hawa hijau meliputi seluruh wajahnya.
Pucat pias seluruh wajah Si Chen, ia tundukkan
kepalanya rendah2, suaranyapun berubah semakin lirih.
"Tia kau tahu bukan bahwa aku dengan Loei suko, kini. .
kini hubungan kami sudah diresmikan, ayahnya pun sudah
munculkan diri untuk merayakan perkawinan ini sering
para enghiong hohan dari kolong langitpun telah
berdatangan, mana aku bisa pergi dari sini?"
Sebenarnya Si Chen tanya seorang nona yang masih
polos, kini ia bisa mengucapkan perkataan itu tentu saja
kesemuanya bukan lain adalah hasil ajaran dari Tonghong
Pacu dan ia hanya mengulangi sesuai dengan apa yang
dihapalkan. Seluruh tubuh Si Thay sianseng gemetar keras, jelas ia
sudah mencapai puncak kegusaran, suara pun berubah
makin rendah dan makin berat.
"Jadi kau sudah tidak maui orang tuamu lagi" katanya.
Si Chen merasa hatinya jadi kecut, untuk beberapa saat
ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. namun tidak
lama kemudian perkataan yang diajarkan Tonghong Pacu
telah berkelebat dalam benaknya, buru2 ia menjawab.
"Ayah, siapa bilang putrimu tak maui orang tua lagi"
tetapi seandainya putrimu secara resmi menjadi suami istri
dengan Loei suko, apakah Tia dan ibu tidak senang hati?"
Si Thay sianseng tertegun, namun ia sadar tidak
mungkin putrinya bisa mengucapkan kata2 seperti itu,
kesemuanya pasti hasil ajaran dari Tong hong Pacu.
Hawa amarah yang sudah memuncak tak bisa dibendung
lagi, ia angkat kepala, berpaling dan menyapu sekejap
wajah Tonghong Pacu dengan sinar mata dingin.
"Tonghong sianseng, aku kira setelah suasana berubah
hingga mencapai pada puncaknya maka kita pasti akan
bergebrak, siapa sangka tidak demikian keadaannya !"
Di dengar sepintas lalu ucapan ini sama sekali tiada
berarti, namun dalam kenyataan lihay sekali maksudnya, ia
sedang mengatakan bahwa dalam kenyataan Tonghong
Pacu tidak berani bergebrak melawan dirinya.
Air muka Tonghong Pacu seketika itu juga berubah
hebat, hatinya merasa tersinggung oleh ucapan tersebut,
namun iapun sadar, seandainya ia tanggapi ucapan
tersebut, niscaya seluruh rencana nya bakal berubah.
Sebagai seorang manusia licik, dalam keadaan seperti itu
pikirannya sama sekali tidak jadi kacau, ia malah tertawa
terbahak2 "Si heng, temanmu itu sudah kunantikan lama sekali !"
"Hm ! apa gunanya kau nantikan ?"
"Haaa...haa...perkataan Siheng memang benar, orang Bu
lim sering bilang kita berdua, adalah tokoh2 yang maha
sakti dikolong langit dewasa ini, sejak dahulu kala belum
pernah kita bertanding secara resmi, seandainya kita
bergebrak maka peristiwa ini, boleh dikata peristiwa yang
besar-dalam dunia persilatan!"
"Hmm, benarkah begitu?" Si Thay sianseng sadar, si gembong iblis itu tentu ada rencana busuk dibalik ucapan
yang begitu banyak, hanya untuk beberapa saat ia taksanggup menebak apa rencananya.
Kalau benar peristiwa ini merupakan peristiwa besar
yang bakal menggemparkan dunia persilatan, tidak
seharusnya kita bertarung ditempat ini." ujar Tonghong Pacu
lebih jauh dengan suara lantang, "Dalam perkampungan Jiet Gwat Cung tersedia lapangan berlatih
silat, mari kita menuju ke tempat itu, bagaimana kalau kita suruh para jago Bu lim yang telah hadir dalam
perkampungan Jit Gwat Cung ini bertindak sebagai saksi"
Si Thay sianseng jadi terkejut dan berdebar.
Ia adalah seorang jago lihay yang telah menggemparkan
dunia persilatan, seandainya pertarungan tersebut dilangsungkan disini, maka ia merasa tidak tahan, namun
tiada kesempatan baginya untuk pergi.
Tetapi kalau pertarungam itu diadakan dibawah
tontonan banyak orang, maka sekali terjatuh kecundang,
niscaya nama besarnya akan hancur berantakan, bukan
begitu saja, bahkan untuk memperbaiki namanya pun sukar
mendapat kesempatan.
Tetapi segera iapun menyadari, tentu Tong hong Pacu
sendiripun merasa hatinya berdebar sebab ia sendiri belum
punya keyakinan untuk menangkan pertarungan itu,
tindakannya tentu hanya bermaksud menggertak belaka.
Ia segera mengangguk.
"Baiklah." serunya. Beberapa patah kata terakhir yang muncul dari kedua orang itu sama2 diucapkan dengan
tenaga lwekang, suara mereka menggema hingga jauh sekali
dan setiap orang yang ada dalam perkampungan dapat
mendengarnya dengan jelas.
Apalagi sejak kehadiran Si Thay sianseng disana, berita
tersebar dengan cepat telah menyebar diseluruh perkampungan, meskipun tak seorang pun berani memasuki
ruangan namun sekeliling ruangan telah penuh dengan
manusia. Kini setelah Tonghong Pacu melangsungkan pertarungan
itu dilangsungkan dilapangan berlatih silat dan disambut
oleh Si Thay sianseng dengan persetujuan, suasana makin
tegang dan teriakan kegemparan pun meledak diempat
penjuru. Suasana jadi hiruk pikuk dan gempar sekali, kemudian
jago yang berkumpul di depan ruangan pada bubar dan lari
menuju ke lapangan latihan silat untuk menantikan
berlangsungnya pertarungan.
Ting Kang serta Ting Lou meski terhitung jago nomor
satu dalam dunia persilatan, tetapi berada dihadapan
Tonghong Pacu serta Si Thay sianseng, mereka tak berani
mengucapkan sepatah kata pun, pada saat inilah mereka
baru berseru: "Agaknya jago2 Bulim sudah tahu akan berita ini dan sekarang telah pada berkumpul di lapangan latihan
silat!" Tonghong Pacu tersenyum, "Harap cungcu berdua
membawa jalan. Si heng silahkan." serunya.
Si Thay sianseng mendengus dingin, Ting Kang serta
Ting Lou pun segera berjalan keluar dari ruangan.
Sementara itu tanpa sengaja Si Thay sianseng maupun
Tonghong pacu sama2 mengerling
sekejap kearah Tonghong Pek sebagai seorang lihay sekilas pandang
mereka telah tahu bahwa tenaga lweekang yang dimiliki
makhluk aneh tujuh bagian mirip setan tiga bagian mirip
manusia itu lihay sekali, tujuan mereka berpaling dan bukan lain untuk mencari tahu dia adalah lawan atau kawan.
Tentu saja Tonghong Pek mengerti maksud hati mereka,
ia angkat kepala dan tidak berpaling kepada siapapun.
"Kalau memang semua orang hendak nonton keramaian
akupun ikut pergi kesana."
"Kalau begitu silahkan." kata Tonghong Pacu sambil tertawa.
Tonghong Pek segera berjalan mengikuti di belakang
Ting Kang serta Ting Lou dimana mereka langsung menuju
kehalaman berlatih silat.
Pada waktu itu tujuh bagian para jago yang hadir dalam
perkampungan Jit Gwat Cang sudah berkumpul dihalaman
berlatih silat, sedang tiga bagian lainnya masih tinggal
diruang tengah.
Mereka menduga dibelakang kedua orang cung cu itu
tentulah Si Thay sianseng serta Tonghong Pacu, siapa
sangka muncul seorang manusia aneh yang amat seram
wajahnya. Mereka jadi bergidik dan berseru tertahan,
namun dengan cepat mereka jadi tenang kembali sebab
melihat munculnya kedua orang tokoh sakti itu dengan
jalan bersanding, seakan2 dua orang sahabat lama yang
sedang berjalan bersama2.
Wajah Si Thay sianseng kelihatan keren sedangkan
Tonghong Pacu penuh diliputi senyum, lapangan berlatih
silat dari perkampungan Jiet Gwat Cung punya luas dua
hektar lebih permukaan tanah beralasan bata hijau yang
kuat. Pada waktu itu sekeliling lapangan telah penuh letak
dengan para jago yang menyaksikan kejadian besar itu
suasana amat gaduh ketika kedua orang tokoh sakti itu
munculkan diri sua sana seketika jadi sunyi.
Ting Kang serta Ting Lou langsung menuju ke tengah
lapangan sedangkan Tonghong Pek menyingkir kesamping,
pada sebuah batu dan duduk disana, berhubung wajahnya
yang sangat seram, beberapa puluh jago yang semula
berada disitu sama2 menyingkir, hal ini membuat pemuda
itu tertawa getir.
Setelah suasana jadi tenang kembali, Dua orang cungcu
dari perkampungan Jit Gwat Cung itu lantas berseru:
"Saudara2 sudi datang dari jauh, cayhe berdua merasa
amat berterima kasih sekali, perkampungan kami terlalu
sempit apabila pelayanan kurang memuaskan harap
saudara sekalian suka memberi maaf, sekarang Tonghong
sianseng serta Si Thay sianseng dua orang tokoh sakti akan
saling beradu kepandaian silat ditengah lapangan ini
kejadian ini boleh dikata merupakan suatu peristiwa yang
belum pernah terjadi selama seratus tahun, kejadian ini
akan membuat mata kita terbuka, kami harap cuwi sekalian
bisa menonton dengan hati tenang dan jangan bikin
kegaduhan."
Berbicara sampai disitu, mereka berdua lantas melirik
sekejap kearah Tonghong Pek, sebab baik Ting Kang
maupun Ting Lou mengerti didalam pertarungan sengit
antara Tonghong pacu melawan Si Thay sianseng nanti
orang lain tak bakal ikut campur, satu2nya orang yang
kemungkinan besar bisa ikut campur adalah si manusia
aneh yang menyebut dirinya sebagai Pek Sam itu.
Maka dari itu setelah melirik sekejap kearah Tonghong
Pek, mereka sejenak lalu tambahnya:
"Seandainya dalam berlangsungnya pertarungan antara
kedua orang tokoh sakti itu ternyata ada orang yang ikut


Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

campur dan mengacau, bukan saja kami dua bersaudara
tidak akan membiarkan begitu bahkan seluruh rekan Bu lim
yang hadir disinipun tidak akan biarkan orang itu berbuat
sesuka hati!"
Ilmu silat yang dimiliki dua bersaudara Ting memang
lihay sekali, terutama kata2 yang terakhir sengaja mereka
ucapkan keras sehingga berkumandang sampai jauh sekali,
kemudian mereka enjotkan badan dan melayang keluar dari
kalangan. Sepeninggalnya kedua orang saudara kembar itu,
suasana dalam kalangan jadi sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun, sementara Tonghong Pacu serta Si Thay
siansengpun telah melangkah masuk kedalam kalangan,
berputar setengah badan dan berdiri saling berhadaphadapan. "Si heng, harap kau suka turun tangan dengan mengingat perikemanusiaan!" kata Tonghong Pacu.
Si Thay sianseng mendengus dingin, telapak kirinya
lambat2 diangkat keatas melindungi dada, telapak kanan
didorong kearah depan sambil berseru lirih:
"Nah, mulai lah turun tangan!"
Tonghong Pacu tetap tersenyum sedangkan dalam hati
merasa sangat tegang, sebab hasil dari pertarungan inilah
yang menentukan masa depan selanjutnya. Umpama ia
menang maka seluruh dunia persilatan tunduk dibawah
kekuasaannya, tetapi kalau ia kalah, maka seluruh
usahanya selama ini akan sia2, nama besarnya akan
mengalir ke timur, dan banyak rencana bagusnya susah
dilanjutkan. Perlahan-lahan ia tarik napas panjang, kemudian
berkata. "Si heng, menurut keadaan umumnya kau sebagai tamu
yang datang dari tempat jauh, serangan harus kau lancarkan
dahulu, tetapi kalau memang demikian kehendakmu,
terpaksa aku turut perintah saja." bicara sampai disitu, mendadak ia merendahkan badannya ke bawah, telapak
tangannya langsung dibabat ke depan.
Suatu serangan bokongan yang licik sekali, namun bagi
Si Thay sianseng yang telah mengetahui tabiat gembong
iblis itu, sejak semula telah bersiap sedia, ia tidak jeri
terhadap serangan bokongan macam apapun.
Desiran angin tajam segera menderu2 memenuhi seluruh
angkasa, bagaikan sebilah kampak, serangan tersebut
langsung membabat keatas dada Si Thay sianseng.
Si Thay sianseng mendengus dingin, ia bersuit panjang,
pergelangan tangannya didorong keluar kemudian membalik, jari tengahnya menyentil melancarkan sebuah
serangan yang tajam menghantam pinggiran telapak
Tonghong Pacu yang sedang mengancam datang.
Serangan jari ini sekaligus mengancam tiga buah jalan
darah yang ada diatas telapak, meski serangan Tonghong
Pacu lihay, seandainya ia lanjutkan babatan tersebut,
niscaya jalan darahnya akan tertotok lebih dahulu.
Tentu saja Tonghong Pacu tak sudi membiarkan jalan
darahnya tertotok, ia bersuit nyaring, telapak tangan ditarik ke belakang, jurus serangan berubah. dipandang sepintas
lalu se-olah2 dari telapak ia berubah jadi kepalan menyapu
kedepan, namun disaat yang amat singkat tiba2 ia
melancarkan sebuah sentilan menghajar jari tengah tangan
kanan Si Thay sianseng.
Dalam sekejap mata jari tangan kedua orang itu dari jauh
makin berdekatan, ujung jaripun mendadak saling
berbentrokan satu dengan yang lainnya.
"Braak . . . !" seakan2 tambur kulit berbunyi keras, suara itu menggema dan memecahkan keheningan yang meliputi
seluruh kalangan tubuh kedua orang tokoh sakti itu sama2
tergetar keras, kemudian saling mundur dua langkah ke
belakang dan berdiri tegak disana sambil mengawasi gerakgerik lawan dengan seksama, sinar mata yang cemerlang
serta berkilat dari mereka berdua berkelebat kesana kemari
membuat para penonton yang menyaksikan jalannya
pertempuran itu ikut merasakan hatinya bergidik.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, tampak kedua
orang itu melangkah maju satu tindak kembali kedepan kaki
mereka memperdengarkan suara gemurutukan membuat
batu cadas yang melapisi permukaan tanah sama2 hancur
berantakan Disaat maju kemuka itulah, mendadak Tonghong Pacu
miringkan badan seakan2 tak sanggup berdiri tegak dan
jatuhkan diri kearah Si Thay sianseng.
Disaat yang bersamaan Si Thay sianseng ayunkan
telapaknya langsung menabok kental balok kepala musuh.
Tentu saja Si Thay sianseng mengerti dengan ilmu silat
yang dimiliki Tonghong Pacu tak mungkin ia tak sanggup
berdiri tegak, gerakannya ini pasti mengandung suatu
rencana tertentu maka sambil berjaga-2 atas segala yang
tidak diinginkan ia melancarkan serangan lebih dahulu.
Siapa sangka kalau tanpa serangan itu mengenai
sasarannya, mendadak tubuh Tonghong Pacu yang
menjatuhkan diri itu sudah menubruk ke atas sepasang kaki
Si Thay sianseng.
Tokoh sakti dari kalangan lurus ini tahu keadaan tidak
menguntungkan, buru2 ia mengepos tenaga, enjot badan
dan meloncat ketengah udara.
Tonghong Pacu mendengus dingin, melihat lawannya
melayang ketengah udara, berada di atas tanah ia putar
badan mengirim sebuah pukulan keatas.
Untung Si Thay sianseng berkelit lebih cepat, serangan
itu segera mengenai sasaran kosong, meski demikian batu
cadas dipermukaan tanah termakan juga akibat pertarungan
itu, seketika itu juga batu2 sebesar kepalan saling berdesiran ke empat penjuru.
Waktu itu tubuh Si Thay Sianseng masih berada kurang
lebih enam tombak ditengah udara, berhamburannya batu2
cadas tidak mungkin akan melukai tubuhnya yang telah
ditutup seluruh jalan darahnya, namun ia tidak ingin
termakan oleh batuan tersebut, sebab sekali tersambar
berarti ia berada dibawah angin.
Semua orang sama2 angkat kepala ingin menyaksikan
bagaimana cara Si Thay sianseng menghadapi keadaan
tersebut. Tampak tokoh sakti itu ayunkan ujung bajunya yang
menggelembung ke arah depan, desiran angin puyuh yang
amat dahsyat segera menggulung ke luar, membuat batu2
yang meluncur ditengah udara saling berbenturan diudara
tersapu ke dalam balik bajunya semua.
-oo0dw0oo- Jilid 17 KETIKA Si Thay sianseng melayang kebawah seharusnya inilah kesempatan baik untuk Tong hong Pacu
untuk menyerang, tapi ia tidak berbuat demikian, malahan
buru2 ia enjotkan badan melayang ke luar.
Sementara itu setibanya diatas tanah, Si Thay sianseng
segera kebaskan ujung bajunya kedepan, batu2 cadas yang
tergulung tadi segera berhamburan kembali kearah
Tonghong Pacu diiringi desiran angin tajam.
Agaknya sejak semula gembong iblis itu sudah menduga
bakal terjadinya peristiwa ini, maka ketika Si Thay sianseng melayang turun ia segera menyingkir, sebab kalau tidak
berbuat demikian niscaya ia bakal menerima kerugian
besar. Batu itu menyambar hingga mencapai sejauh puluhan
tombak, tak sepotongpun yang mengena ditubuhnya,
kendari begitu para penonton yang berdiri disisi kalangan
sama2 mengundurkan diri kebelakang dengan hati
terperanjat. "Si heng sungguh hebat ilmu silatmu." seru Tonghong pacu sambil tertawa setelah berhasil meloloskan diri dari
ancaman batu. "Hmm! kaupun lumayan juga!"
Suasana hening beberapa saat lamanya, kedua orang
tokoh sakti itu saling berhadapan dengan penuh kesiap
siagaan, tiba2 Si Thay sianseng bergerak kembali kedepan,
tangan kanannya diayun kedepan melancarkan sebuah
kebasan dahsyat.
Diiringi dengan angin yang dahsyat memekikkan telinga,
serangan tersebut laksana sebuah papan baja menghantam
dada Tonghong Pacu dengan hebatnya.
Tonghong Pacu tersenyum ketika menyaksikan datangnya serangan, ia tidak sambut pukulan tadi, malahan
tahu2 meloncat mundur kebelakang.
Si Thay sianseng mengejar ke depan dengan jurus
serangan yang tak berubah ia mengejar lawannya.
Sebaliknya Tonghong Pacu mendadak berhenti setelah
mundur beberapa tombak ke belakang, tiba2 ia putar tangan
melancarkan cengkeraman kearah ujung baju Si Thay
sianseng. Cengkeraman ini kelihatan biasa tak ada yang aneh,
apalagi gerakannya cepat tidak membawa keistimewaan,
orang lain tidak bakal tahu dimanakah letak kehebatan dari
serangan tersebut.
Lain halnya dengan Si Thay sianseng, ia mendengar
diantara berkelebatnya jari2 tangan mengikuti suara
gemeretukan yang amat nyaring, ia terkesiap pikirnya.
"Aku dengar orang berkata ilmu jari Ngo im Ci dari
Tonghong Pacu merupakan ilmu silat dari wilayah Biauw
yang terhitung sebagai salah satu diantara tujuh ilmu sakti mungkin inilah yang dinamakan ilmu jari Ngo Im Ci
tersebut."
Agaknya ia ada maksud menyambar ujung bajunya dan
merobek dengan kekuatan ilmu jarinya, dengan demikian
paling sedikit ia berhasil dikatakan merebut diatas angin.
Serentetan pikiran berkelebat dalam benak Si Thay
sianseng, ia tahu apa maksud Tonghong pacu berbuat
demikian, dengan cepat suatu cara yang jitu untuk
menghadapi kejadian inipun didapatkan.
Dalam pada itu kelima jari tangan lawan telah berhasil
mencengkeram ujung bajunya kemudian menarik kebelakang keras2, ia bermaksud apabila Si Thay sianseng
mempertahankan tarikan tersebut, niscaya bajunya akan
robek. Namun tokoh sakti dari kalangan lurus ini tidak berbuat
demikian ia bukannya mempertahankan diri, malahan ikut
maju ke depan bersamaan dengan tarikan tersebut.
Kejadian ini benar2 berada diluar dugaan Tonghong
Picu, ia jadi melongo dibuatnya.
Sebelum ia sempat berpikir kedua kakinya, tiba2
pergelangan Si Thay Sianseng sudah berputar menghajar
dada Tonghong Pacu.
Serangan ini dilancarkan dengan kecepatan bagaikan
kilat, apalagi berada dalam jarak sedekat itu, kehebatan
serta kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata2.
Berada disaat yang keritis, terdengar Tong hong Pacu
menjerit aneh, dalam keadaan gugup ia merendahkan
badannya kebawah kemudian
berjumpalitan keluar, perubahan ini dilakukan dengan amat cepat sekali, meski
demikian serangan tersebut tak urung masih bersarang juga
diatas bahunya.
Bahu bukan termasuk tempat bahaya sekali pun serangan
dari Si Thay sianseng ini cukup ampuh, namun Tonghong
Pacu masih sanggup untuk mempertahankan diri.
Walaupun begitu, setelah terserang oleh pukulan tadi
tanpa dikuasai lagi badannya terdorong kearah belakang.
Tonghong Pacu bukan musuh sembarangan, sekalipun ia
terhajar dan badannya mencelat kebelakang, namun kelima
jarinya yang mencengkeram diujung baju lawan sama sekali
tak mengendor. "Breet. . ." tak bisa tertahan, baju Si Thay sianseng tersambar robek sebagian sedangkan tubuh Tonghong Pacu
yang terlempar kebelakangpun, untuk sementara waktu tak
sanggup mempertahankan diri.
Si Thay sianseng bersuit nyaring, badannya bergerak
kedepan mendesak diri Tonghong Pacu lebih jauh.
Dalam sekejap mata selisih arak kedua orang itu makin
dekat, sama2 berada ditengah udara, tiba2 Si Thay sianseng
menekuk sepasang kakinya, badan melejit dan ia meloncat
maju ke depan lebih tinggi dari lawannya.
Inilah yang disebut ilmu meringankan tubuh "Kut Kiat
Sin Thian" dengan demikian tubuh Si thay sianseng pun
berada diatas batok kepala Tonghong Pacu, kakinya
langsung menginjak batok kepala lawan.
Injakan ini maha dahsyat, Tonghong Pacu sadar keadaan
tidak menguntungkan, buru2 mengempos tenaga melayang
kebawah, dalam keadaan terdesak ia keluarkan ilmu bobot
seribu kati melesat lebih cepat kebawah.
Dengan membawa desiran angin tajam, injakan jago silat
dari Pek to ini menyambar diatas kepala Tonghong Pacu,
sekalipun tidak terkena langsung, namun cukup membuat
rambutnya awut2an, keadaan amat mengenaskan sekali
terutama karena terlalu cepat meluncur kebawah ketika tiba
diatas permukaan badannya terbanting keras2 diatas batu
cadas. Tonghong Pacu mendengus dingin, mendadak badannya
melejit keatas, menantikan sewaktu badan Si Thay sianseng
melayang kebawah sepuluh jarinya laksana jepitan
mencengkeram dada serta lambung lawan.
Si Thay sianseng putar telapak menyongsong datangnya
serangan tersebut, mendadak satu ingatan berkelebat dalam
benaknya, ia merasa betapa bodohnya kalau ia sambut
datangnya serangan itu dengan keras lawan keras, sebab
bagaimana pun pihak lawan lebih hebat, pertama karena
mendapat tenaga tekanan dari tanah dan kedua ia berada


Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diatas permukaan tanah sementara dia sendiri ada
diangkasa. Disaat yang kritis ia batalkan serangannya dan meloncat
mundur kebelakang.
Tonghong Pacu tidak menyangka disaat yang terakhir,
tiba2 pihak lawan membatalkan maksudnya untuk beradu
kekerasan tenaga yang sudah terlanjur dikerahkan amat
hebat sulit ditarik kembali, begitu serangan mengenai
sasaran kosong badannyapun ikut terdorong kedepan
sehingga memaksa ia harus melayang ketengah udara untuk
mengurangi daya pukulan tersebut
Dalam pada itu Si Thay sianseng telah berjumpalitan dan
melayang keatas tanah, dengan demikian kedudukanpun
berobah, semula ia ada diatas tanah, lawan diudara, tapi
sekarang ia diudara dan lawan diatas tanah.
Hawa gusar sukar ditahan lagi, tak kuasa Tong hong
Pacu meraung keras dan menubruk kebawah tapi dengan
cepat ia kaget sebab pada saat itulah Si Thay sianseng yang ada dibawah telah putar tangannya keatas, kelima jarinya
dipentang siap mencari mangsa sedang telapak kiri
didorong ke depan kelima jaripun terpentang hebat, sebagai
orang berpengalaman ia segera kenali ilmu tersebut sebagai
ilmu cengkeraman "Siang Koan-Kie-Hi" dari partai Go bie.
Tonghong Pacu terperanjat, buru2 ia mengempos tenaga
badannya yang hampir mencapai permukaan tanah segera
mencelat kembali setinggi lima enam tombak keatas.
Namun Si Thay sianseng tetap diam tak berkutik,
posisinya tidak berubah dan bagaikan sebuah patung ia
menanti kedatangan lawan.
Kejadian ini membuat gembong iblis itu mengejutkan
sekali. ia tak mungkin berani melayang turun kebawah,
sebab satu kali meluncur turun niscaya serangan musuh
akan dilepaskan, namun ia pun tak mungkin selalu
melayang dan melejit terus di tengah udara...
Dalam keadaan apa boleh buat, tangan kanan Tonghong
Pacu segera merogoh kedalam pinggang meraup segenggam
jarum beracun yang lembut bagaikan bulu, senjata rahasia
itu akan dilepaskan setelah Si Thay sianseng melancarkan
serangannya. Kali ini ia tidak melejit lagi, dengan tenangnya sang
badan melayang turun keatas tanah. Sementara Si Thay
sianseng telah bersuit nyaring memberi peringatan
kepadanya, telapak tangan membalik keatas, hawa
seranganpun segera meluncur kedepan.
Tetapi pada saat yang bersamaan Tonghong Pacu pun
berteriak aneh, tangan kanannya diayun kedepan.
serangkum jarum2 lembut segera mengurung seluruh tubuh
tokoh sakti dari kalangan lurus itu.
Menyaksikan betapa rendahnya perbuatan lawan, Si
Thay sianseng membentak gusar, sementara jarum2 lembut
itu dengan cepatnya telah mengurung datang.
Puluhan jarum yang menerjang datang dari depan segera
mencelat keempat penjuru termakan oleh desiran angin
serangannya, meskipun demikian tidak sedikit pula jarum2
lembut itu menyerang dari posisi lain yang tidak termasuk
dalam gulungan serangannya.
Keadaannya amat kritis, jiwa sang tokoh sakti dari
kalangan lurus inipun tergantung diatas ujung jarum lembut
tersebut. Tiba2 sesosok bayangan manusia berkelebat lewat,
diiringi jeritan aneh yang memekikkan telinga, disusul
sepasang telapaknya berputar melancarkan beberapa buah
pukulan. Kerja sama orang itu dengan Si Thay sianseng erat
sekali, dalam beberapa pukulan seluruh jarum lembut yang
mengancam datang berhasil digulung masuk kedalam ujung
bajunya atau tersampuk rontok.
Menanti ancaman telah lenyap, orang itu meloncat
kembali ketempat semula.
Setelah lolos dari ancaman Si Thay sianseng meloncat
mundur dengan badan dibasahi oleh keringat dingin,
sebenarnya ia tidak ingin dibantu orang, namun setelah
Tonghong Pacu turun tangan dengan cara rendah lebih
dahulu, iapun tidak pikirkan persoalan itu, dengan perasaan penuh terima kasih ia berpaling ke arah orang tadi.
Dia bukan lain adalah simanusia aneh yang berwajah
menyeramkan Tonghong Pek adanya.
Dalam perkiraan semula, Tonghong Pacu menganggap
serangan bokongannya ini akan mendatangkan kemenangan baginya, siapa sangka Tonghong Pek telah
merusak rencana baiknya, hawa gusar yang berkobar dalam
benaknya saat itu sulit dilukiskan lagi dengan kata2.
Ia langsung membentak keras, jari tangannya menuding
kedepan..."Traang" sebilah pedang panjang muncul keluar dari balik ujung bajunya dan tahu2 sudah berada didalam
genggaman. Gerakannya sangat cepat, siapapun tak dapat melihat
darimanakah pedang tersebut muncul, namun setelah
pedang tadi berada dalam genggamannya semua orang baru
merasa terkesiap.
Kiranya pedang tipis itu bagaikan kertas dan memancarkan cahaya berkilauan jelas pedang tersebut
merupakan sebilah pedang mustika yang amat tajam.
Setelah mencekal pedang, Tonghong Pacu segera
menggetarkan senjata tadi kearah Si Thay sianseng, pedang
yang semula lurus setelah termakan getarannya segera
bergetar menciptakan puluhan titik cahaya tajam.
Sang badanpun segera meluncur ke depan Si Thay
sianseng, ujung pedangnya menyambar kian kemari tanpa
arah sasaran yang tepat.
OdOeOOOOwOiO BAB 17 MENYAKSIKAN datangnya serangan kilat Si Thay
sianseng segera melompat mundur ke belakang, sebenarnya
ia dapat menghadang datangnya serangan dengan
mengebas balik ratusan batang jarum lembut yang berhasil
ia sapu kedalam ujung bajunya namun ia tak sudi berbuat
demikian sebagai mencerminkan kejujurannya, sepasang
ujung bajunya dikebaskan keatas ratusan batang jarum
itupun meluncur ke tengah udara saling membentur hingga
memperdengarkan suara desiran nyaring dan rontok
kembali keatas tanah bagaikan hujin gerimis.
Dalam keadaan seperti ini seandainya Tong-hong Pacu
hendak melanjutkan serangannya maka ia harus singkirkan
dahulu serangan hujan gerimis jarum beracun tersebut.
Pada saat ini sigembong iblis ini sudah kalap, yang ia
pikirkan adalah merebut kemenangan walau dengan cara
apa pun, badannya tiba2 berputar kesamping, dengan
serangan yang tak berbeda, sudah lolos dari rontokan
jarum, ia menusuk kembali kedepan.
Serangan itu datang dengan gerakan yang ganas, jelas
gembong iblis itu hendak membinasakan dirinya, hal ini
menimbulkan hawa gusar dalam hati Si Thay sianseng, ia
membentak keras bukannya mundur ia malah maju
menubruk ke depan.
Kejadian ini mencengangkan hati semua orang, sebelum
mereka sempat memahami apa maksud dari Si Thay
sianseng, selisih jarak antara kedua orang tokoh sakti itu
sudah makin mendekat.
"Sreeet. . ." ujung pedang Tonghong Pacu tahu-tahu sudah berada tiga empat coen diatas dada lawan, mendadak
Si Thay sianseng merendahkan badannya.
Begitu rendah gerakan tersebut hingga Tong hong Pacu
pun merasa diluar dugaan, dengan demikian tusukan itu
tidak mengenai sasaran sebaliknya menyambar lewat hanya
beberapa senti di atas kepala lawan.
Tonghong Pacu tahu keadaan tak menguntungkan,
gagang pedangnya segera menekan kebawah dari tusukan
berubah jadi ketukan.
Dalam keadaan seperti ini tak mungkin bagi Si Thay
sianseng untuk berkelit, serangan itu dengan telak bersarang di atas batok kepalanya, namun ia tidak cidera, sebab segala gerakan tersebut sudah berada didalam perhitungannya.
Pada saat itulah tangan kanannya membalik langsung
menghantam lambung Tonghong Pacu.
"Braak . ." serangan bersarang telak, Tonghong Pacu menjerit aneh, beruntun badannya mundur tiga langkah
kebelakang Si Thay sianseng tak mau buang kesempatan
baik ini, badannya mendesak kedepan jari tangannya
menyentil di ujung pedang lawan.
Ia bermaksud untuk menyentil rontok pedang lawan
lebih dulu kemudian menambahi dengan sebuah serangan
kembali. Pada saat inilah tiba2 terdengar jeritan melengking yang
amat nyaring berkumandang datang:
"Kembalikan pedangku!"
Diikuti serentetan cahaya perak meluncur datang tanpa
menimbulkan sedikit suara pun, tahu-tahu sebuah jaring
telah menyambar dan mengurung pedang diatas tangan
Tonghong Pacu itu.
Berada dalam keadaan seperti ini, apabila Si Thay
sianseng tidak buyarkan serangan, niscaya tangannya akan
ikut terjaring oleh jala itu.
Si Thay sianseng sadar, jala itu pasti bukan sembarangan
jala, sebelum mengetahui asal usulnya ia tak berani
bertindak gegabah, badannya segera miring kesamping dan
menarik kembali tangannya.
Pada saat itulah Tonghong Pacu telah berhasil
mententramkan hatinya, ia menjerit aneh, tangan nya
segera ditarik ke belakang berusaha untuk melepaskan
pedangnya dari ancaman.
Tetapi jaring itu meluncur datang dengan kecepatan
bagaikan kilat, baru saja Tonghong Pi cu menarik
pedangnya dua tiga coen kebelakang jaring itu sudah
mengurung kebawah dan menjirat pedang tadi erat2.
Pada saat itulah semua orang dapat melihat, orang itu
adalah seorang nyonya berusia pertengahan, namun tak
seorangpun yang tahu siapakah dia kecuali Tonghong Pek
serta Tonghong Pacu yang segera kenali sebagai Kiem Lan
Hoa. Dalam pada itu Kiem Lan Hoa telah menggetarkan
tangannya, pedang tersebut mengikuti jaring tadi segera
melayang ketengah udara.
Setelah berhasil merampas kembali pedangnya, Kiem
Lan Hoa tertawa nyaring, sedangkan Tong hong pacu
mengeluh lalu mengundurkan diri ke belakang.
Bukan sigembong iblis itu saja mundur, Si Thay
siansengpun ikut mengundurkan diri kebelakang.
Waktu itu, keadaan Tonghong pacu yang paling runyam,
ia merasa sangat malu sekali karena pedang yang ada
ditangannya telah berhasil dirampas nyonya tersebut,
namun ia tidak kekurangan akal, segera tertawa nyaring
dan berseru. "Oooouw, istriku. akhirnya kau kembali juga, kedatanganmu sungguh tepat pada saatnya!"
Perkataan ini diucapkan dengan disertai tenaga dalam,
setiap orang yang berada dalam perkampungan Jiet Gwat
Cung dapat menangkap ucapan itu dengan jelas sekali,
seketika itu juga ada yang perlihatkan wajah kaget, ada
yang tercengang, ada pula yang kebingungan.
"Benarkah tepat pada waktunya?" kata Kiem Lan Hoa sambil tertawa nyaring.
"Tentu saja tepat pada waktunya," sambil berkata
selangkah demi selangkah Tonghong Pacu berjalan
mendekati perempuan itu, "perkawinan Loei Jie akan
dilangsungkan pada hari ini, sebagai ibunya kau telah
menempuh perjalanan ribuan li untuk menghadiri peristiwa
ini, bukankah kedatanganmu ini tepat pada waktunya ?"
Semula orang mengira Tonghong Pacu hanya bisa
sembarangan tapi sekarang mereka baru tahu bahwa
perempuan ini bukan lain adalah ibu kandung dari
Tonghong Loei, ibu mertua dari Si Chen putri Si Thay
sianseng. "Istriku" kembali Tonghong Pacu berkata. "Bocah itu bisa menemui keadaan seperti ini hari, tentunya kau bisa
memahami jerih payahku bukan" apakah kau masih
menyalahkan diriku!"
Kiem Lan Hoa menghela napas panjang.
"Aaaai. . dimana bocah itu" bawalah kemari aku ingin
melihat wajahnya."
Mendengar perempuan itu bertemu dengan anaknya,
Tonghong Pacu kegirangan setengah mati segera serunya:
"Loei jie."
"Tia, ada apa?" sesosok bayangan manusia berkelebat masuk kedalam kalangan, dia bukan lain adalah Tonghong
Loei. "Loei-jie, dia adalah ibu kandungmu, setelah kau
dilahirkan belum pernah ia berjumpa dengan dirimu lagi."
kata gembong iblis itu.
"Ibu !" Tonghong Loei segera berseru.
Walaupun Kiem Lan Hoa adalah seorang gembong iblis
wanita yang amat keji, tetapi pada saat ini ia tak sanggup
menahan rasa sedihnya lagi, titik2 air mata jatuh berlinang.
"Bocah, selama ini kau tentu menderita, apakah kau
baik2 saja?" tegur Kiem Lan Hoa.
"Aku baik sekali..."
"Tentu saja baik !" tiba2 suatu bentakan gusar yang menggetarkan seluruh permukaan berkumandang datang
dari atas sebuah pohon besar, disusul meluncur datangnya
sesosok bayangan manusia.
Bayangan tersebut langsung menotok ke arah Tonghong
Loei dengan dahsyatnya, begitu hebat serangan tersebut
sehingga Si Thay sianseng yang berada disitupun merasa


Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tercengang. Gerakan orang itu sangat cepat, namun reaksi dari Kiem
Lan Hoa pun tidak kalah cepatnya.
Ketika orang itu meluncur kebawah, Kiem Lan Hoa
segera tarik tangannya dan melemparkan tubuh Tonghong
Loei keluar, dengan demikian serangan pedang orang itu
yang semula ditujukan kearah pemuda itu sekarang
malahan mengancam lambung Kiem Lan Hoa.
Ilmu silat yang dimiliki Kiem Lan Hoa memang sangat
lihay, namun dalam keadaan terdesak ia harus menolong
putranya lebih dahulu, maka posisinya saat ini menjadi
terancam, dalam keadaan gugup ia tarik napas sehingga
membuat lambungnya menekuk lima enam senti kedalam.
"Sreeet. ." diiringi desiran angin tajam, pedang tersebut menyambar lewat tepat diatas lambungnya.
Setelah lolos dari ancaman mara bahaya Kiem Lan Hoa
membentak keras, kakinya melancarkan tendangan kilat
keatas pedang tersebut.
Dengan tenaga lweekangnya yang amat sempurna,
bukan saja tendangan ini membuat pedangnya segera
tergetar patah, bahkan orang itupun terdesak mundur
selangkah kebelakang.
Pada saat itulah semua orang dapat melihat jelas bentuk
wajahnya, ia punya raut muka seperti monyet, wajahnya
jelek sekali sepasang lengannya panjang luar biasa,
walaupun pedangnya telah patah, namun kesepuluh jari
tangannya bagaikan jepitan masih melanjutkan cengkeramannya kearah Tonghong Loei.
"Aaaah . . . simanusia monyet Hiat Goan Sin koen!"
seruan kaget berkumandang dari empat penjuru.
Serangan yang dilancarkan Hiat Goan Sin koen pada
saat ini benar2 luar biasa, dari ujung sepuluh jarinya, angin serangan menderu dan hebat luar biasa.
Sementara itu wajah Tonghong Loei telah berubah pucat
bagaikan mayat, ia merasa begitu takut terhadap Hiat Goan
Sin Koen sehingga berusaha meronta dari cekalan Kiem
Lan Hoa dan melarikan diri keluar.
"Bocah! jangan takut?"
Sambil berkata lengannyapun diayun kedepan desiran
tajam menyambar keluar menotok pergelangan Hiat Goan
Sin Koen. Serangan ini memaksa simanusia monyet terpaksa harus
buyarkan serangan dan mengundurkan diri apabila ia tidak
ingin terhajar oleh serangan tersebut hingga terluka parah.
Tonghong Pacu pun bergerak kedepan, dengan suatu
gerakan yang manis ia telah menghadang di hadapan
putranya. "Hiat Goan Sin koen sudah lama kita tak berjumpa, kan
.." Sepasang mata simanusia monyet itu berubah merah ber
api2. ia benar2 naik pitam dan mendendam, terutama sekali
setelah dalam serangannya digagalkan Kiem Lan Hoa. ia
sadar niatnya untuk menuntut balas bagi putrinya kembali
menemui kegagalan total
Mendadak...terdengar Kiem Lan Hoa jerit melengking
suaranya nyaring dan penuh bernadakan rasa kuatir,
membuat setiap orang merasakan hatinya bergetar keras.
Tonghong Pacu sadar, tentu telah terjadi sesuatu hal
diluar dugaan, ia segera berpaling, tampak Kiem Lan Hoa
sambil menjerit menubruk kearah Si Thay sianseng,
sementara tokoh sakti dari kalangan Pek to itu sedang
mengundurkan diri kebelakang.
Kiranya ketika Kiem Lan Hoa berhasil mendesak
mundur Hiat Goan Sin-Koen dan Tonghong Pacu
berkelebat kedepan itulah, Si Thay sianseng yang berada
disisi kalangan telah menggunakan kesempatan baik itu
untuk bergerak kedepan dan menyambar urat nadi
Tonghong Loei. Setelah berhasil mencengkeram urat nadi si anak muda
tadi, ia mundur kebelakang.
Sekalipun tangan sebelah Tonghong Loei masih dicekal
oleh Kim Lan Hoa, namun kejadian di luar dugaan ini
membuat siperempuan itu telah mengendorkan tangannya
Dengan demikian ketika Kiem Lan Hoa sadar dan putar
badan. Tonghong Loei sudah terjatuh ketangan Si Thay
sianseng, ia lantas menjerit keras sambil melancarkan
tubrukan kedepan.
Bersamaan itu pula tangannya diayun kedepan,
serentetan cahaya perak yang menyilaukan mata langsung
mengurung tubuh Si Thay sianseng.
Menyaksikan datangnya ancaman, tokoh sakti dari
golongan Pek to ini secara mengundurkan diri kebelakang,
telapak tangannya diangkat dan ditempelkan diatas batok
kepala Tonghong Loei.
Perubahan ini terjadi sangat mendadak dan di luar
dugaan, menyaksikan dirinya terjatuh ketangan gurunya,
Tonghong Loei benar2 terperanjat sehingga sulit dilukiskan
dengan kata2, begitu kaget dia hampir saja jatuh tidak
sadarkan diri, mulutnya melongo lebar namun tak sepatah
katapun bisa diucapkan keluar.
Kiem Lan Hoa sendiripun merasa amat terperanjat
dengan kejadian itu, jaring emas yang hampir mengurung
tubuh Si Thay sianseng dengan cepat ditarik kembali, ia
sadar seandainya jaring ini berhasil mengurung tubuh
musuh, maka telapak tangan yang ditempelkan diatas batok
kepala Tonghong Loei pun akan melancarkan serangan
yang bisa mengakibatkan kematian putra nya.
Dalam pada itu Tonghong Pacu telah menyusul datang
serunya: "Si heng, kau adalah seorang lelaki sejati, mengapa
perbuatanmu tiada berbeda dengan simonyet yang suka
membokong ?"
Si Thay sianseng tertawa dingin.
"Persoalan ini adalah urusan pribadi partai Go bie kami, apa sangkut pautnya dengan dirimu ?"
Diam2 Tonghong pacu mengeluh, ia tahu perkembangan
dari peristiwa ini jauh diluar dugaan nya, bukan saja
Tonghong Loei sudah terjatuh ke tangannya, bahkan iapun
sudah bicara terus terang, tidak gampang baginya untuk
memanasi jago lihay ini dengan kata2 pedas.
Sigembong iblis nomor wahid dikolong langit ini segera
menghela napas panjang, ujarnya:
"Si heng, walaupun dia adalah anggota partai Go bie
kalian, tetapi aku serta Kiem Lan Hoa adalah orang tuanya,
kalau kamipun tak boleh ajukan pertanyaan, bukankah ini
berarti kau hendak mencari gara2 dengan kami?"
Ucapan dari Tonghong Pacu ini kedengarannya halus,
namun dalam kenyataan tajam sekali membuat orang tak
bisa menjawab dengan kedudukannya sebagai seorang
ayah, sudah tentu ia berhak untuk mengetahui keadaan dari
putranya. Si Thay sianseng tertegun, kemudian ujarnya. "Tonghong sianseng, kau telah masukkan dia kedalam
perguruanku dus berarti akulah yang berhak untuk
mendidik dirinya, dan sekarang aku mengakui bahwa aku
tidak becus memberi didikan kepadanya, bencana muncul
dari aku, maka aku hendak membersihkan perguruanku
dari segala noda dan melenyapkan bibit bencana bagi umat
manusia!" "Kesalahan apa yang telah dilakukan anak-ku, buat apa
kau harus ikut campur dengan perbuatan putraku?"
terdengar Kiem Lan Hoa menjerit, suaranya tinggi
melengking dan sangat tidak enak didengar.
"Binatang ini telah membalas budi dengan kejahatan, ia berani memperkosa anak gadis orang."
Sembari berseru telapak tangannya segera diayun keatas
siap dihantamkan keatas batok kepala si anak muda itu.
"Si heng, lahan dalam ucapanmu barusan kau telah
melupakan sesuatu !" teriak Tonghong Pacu.
"Dimana letak kekuranganku ?" seru Si Thay sianseng keras2, wajahnya telah berubah hijau membesi.
Tonghong Pacu sudah mendapatkan cara yang bagus
untuk menyelesaikan keadaan di hadapannya, ia girang dan
tak tertahan mendongak sambil tertawa ter bahak2.
"Haa...haa...haa...Si heng, tadi kau tuduhkan dia telah memperkosa putrimu tetapi menurut yang kuketahui, cinta
kasih mereka berdua timbul dari dasar agung cinta
mencintai, mereka adalah sepasang pengantin yang paling
ideal saling cinta..."
"Tutup mulut, omong kosong !" Si Thay sianseng tak dapat menahan diri lagi dan segera membentak.
Tonghong Pacu memang sengaja hendak memancing
kegusaran Si Thay sianseng, ia tahu ucapan tersebut pasti
akan menguntungkan dirinya, maka semakin lawannya
gusar, ia semakin gembira.
Setelah tertawa tergelak, ujarnya kembali:
"Si heng! percuma kalau kita yang membicarakan
persoalan ini, sebab apa yang kita katakan tidak cocok sama sekali, mari kita tanya kan sendiri persoalan ini kepada
nona Si sendiri, coba kita lihat apa yang ia katakan!"
Mula2 Si Thay sianseng tertegun, namun ia segera sadar
bahwa dirinya sudah terjebak kedalam siasat licik gembong
iblis itu, untuk mencegah terlambat sudah.
Terdengar Tonghong pacu telah mendongak dan berseru:
"Nona Si, harap kau keluar sendiri dan terangkan kepada ayahmu, sehingga Loei Jie tidak mati dalam keadaan
penasaran ayahmu adalah seorang yang bisa mengerti
urusan, ia tidak akan membunuh orang dengan sekehendak
hatinya." Si Chen ragu2 bergerak, akhirnya dengan langkah lambat
berjalan kedepan, wajahnya pucat pias, melirik sekejap
kearah ayahnya tetapi segera tertunduk kembali setelah
saling bentrok dengan sinar mata Si Thay sianseng yang
sangat tajam itu.
"Nona Si, karena percintaanmu dengan Loei jie, ayahmu
hendak menghukum dirinya hari ini disebabkan ayahmu
telah mengira bahwa kau tak senang dengan Loei ji tapi
dipaksa olehnya. Sekarang kau harus terangkan sendiri
persoalan ini kepada ayahmu." seru Tonghong Pacu.
Kepala Si Chen tertunduk rendah sekali, suaranya pun
amat lirih. "Tia. . aku. . aku bukan dipaksa, aku rela bersama dia, kau selama ini kau telah salah menuduh dirinya."
Ucapan yang diutarakan sendiri oleh putrinya ini
merupakan pukulan hatin yang amat besar bagi Si Thay
sianseng, tubuhnya tergetar keras, badannya berdiri
mematung dan cengkeramannya pada urat nadi Tonghong
Loei pun tanpa sadar telah mengendor.
Berada dalam keadaan seperti ini, apabila Tonghong
Loei mengundurkan diri maka ia bisa lakukan dengan
gampang sekali, tetapi ia telah dibikin kaget oleh kejadian itu, sehingga saat ini bukannya berusaha meloloskan diri
malah berdiri mematung disitu.
Tonghong Pacu yang berdiri disamping kalangan jadi
terkejut girang bercampur gelisah setelah dilihatnya cekalan Si Thay sianseng menggemetar, badannya segera berkelebat
ke depan dan menyambar tubuh Tonghong Loei untuk
diajak menyingkir beberapa tombak jauhnya dari sana.
Setelah Tonghong Loei lolos dari mara bahaya, Kiem
Lan Hoa pun segera berkelebat menghadang dihadapannya
Tonghong Loei, tentu saja ia takut Si Thay sianseng turun
tangan membokong putranya kembali.
Tetapi siapapun tidak tahu, pada saat ini Si Thay
sianseng merasa telinganya mendengung keras, pandangan
matanya jadi gelap dalam sekejap mata hawa murni yang
berada dalam tubuhnya bergolak keras.
Bagaimanapun dia adalah seorang tokoh maha sakti,
walaupun berada dalam keadaan gusar ia pun merasa kaget
setelah merasakan hawa murni dalam badannya bergolak
tidak teratur. Sebab hal ini menunjukkan gejala2 jalan api menuju
neraka, sekali salah bertindak apabila tidak mati tentu cacad seumur hidup.
Maka ia tidak perdulikan segala sesuatu lagi ia berdiri tak berkutik dan dengan segenap tenaga berusaha atur hawa
murninya, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar
bagaikan hujan deras membasahi badannya asap putihpun
memenuhi batok kepala.
Tonghong Pacu adalah seorang jagoan pula, dari sikap Si
Thay sianseng ia dapat menarik kesimpulan bahwa hawa
murni dalam tubuhnya telah menyusup tidak teratur akibat
hawa gusar yang kelewat batas, betapa gembira hatinya
setelah menjumpai hal tersebut, ia terka inilah saat nya yang paling baik baginya untuk mengajukan cita2nya selama ini.
Jangan dikata seorang lihay seperti Tonghong Pacu,
hanya seorang lelaki biasa yang tak berilmu pun bisa
membinasakan si jago lihay dari kalangan pek to ini.
Ia mendongak seraya tertawa terbahak2, telapak
tanganpun dengan cepat diputar siap melancarkan
serangan, serunya.
"Si heng, pertarungan antara kita berdua belum berhasil menentukan siapa menang siapa kalah, silahkan kau
menerima sebuah serangan lagi!" suatu pukulan yang maha dahsyat segera dilepaskan.
Tonghong Pacu menyadari serangan yang di lancarkan
saat pasti akan bersarang ditubuh lawannya, maka sewaktu
melancarkan serangan hatinya ringan dan sama sekali tidak
pandang sebelah matapun.
Siapa sangka peristiwa ini diluar dugaan telah terjadi di
depan mata. Baru saja telapak tangannya didorong ke depan
mendadak segulung angin desiran tajam menyambar datang
dari belakang punggungnya.
Serangan ini muncul secepat kilat, bahkan sama sekali
tidak meninggalkan jejak, menanti Tonghong Pacu
merasakan ada gulungan angin tajam mengancam datang
dari belakang tubuhnya, ia baru sadar keadaan tidak beres
untuk putar badan sudah terlambat.
"Plaakk.." serangan tersebut dengan telak bersarang di atas punggung si gembong iblis tersebut.
Tenaga dalam yang dimiliki Tonghong Pacu benar2 luar
biasa, sekalipun serangan itu bersarang telak ditubuhnya
sehingga memaksa ia harus batalkan maksudnya untuk
membokong Si Thay sianseng namun setelah termakan oleh
serangan itu badannya masih sanggup menyingkir satu
langkah kesamping.
Tiba2 sesosok bayangan manusia menyambar lewat dan
tubuhnya langsung menerjang kearah Si Thay sianseng, si
gembong iblis ini dapat melihat jelas bahwa orang itu bukan lain adalah manusia aneh she Pek itu.


Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menyaksikan rencana baiknya kembali digagalkan orang
lain, hatinya benar2 mendendam, kakinya langsung
disambar kedepan melancarkan tendangan kilat ke arah
pantat manusia aneh itu.
Tonghong Pacu tidak kenal kalau manusia aneh itu
adalah Tonghong Pek, maka tendangan tersebut dilancarkan amat dahsyat sekali.
"Braak...!" dengan telak tendangan itu bersarang ditubuh Tonghong Pek, namun sianak muda itu bukannya terluka,
malahan luncurannya kedepan malah semakin cepat lagi.
Ia sambar tubuh Si Thay sianseng, mengempit tubuhnya
dan dalam sekejap mata meluncur tiga lima tombak kesisi
kalangan laksana kilat ngeloyor pergi.
Melihat mangsanya dibawa lari, Tonghong Pacu
membentak gusar, badannya segera bergerak mengejar
namun Hiat Goan Sin Koen yang sejak semula berdiri
disitu dengan sinar mata ber-api2 telah menubruk
kearahnya. Beberapa kali rencana baiknya digagalkan orang,
Tonghong Pacu merasa gemas dan bencinya bukan karuan,
sekalipun yang merusak Tonghong Pek, tetapi pada saat ini
Hiat Goan Sin Koen yang menubruk kearahnya, maka
seluruh hawa amarahnya segera dilampiaskan keatas tubuh
manusia monyet itu, tiba2 ia putar badan, membentak keras
dan menyongsong kedatangannya dengan dada di
busungkan. Gerakan tubuh Hiat-Goan Sin Koen amat cepat sekali,
namun gerakan dari Tonghong pacu pun tidak kalah
cepatnya, dalam sekejap mata tubuh mereka berdua saling
bertumbukan satu sama lainnya.
"Braakk.,.!" ditengah suara bentrokan yang amat keras, terdengar Hiat Goan Sin Koen memperdengarkan jeritan
ngeri yang menyayatkan hati, mendadak badannya
mencelat kebelakang, sementara Tonghong Pacu telah
segera melayang turun keatas tanah.
Dalam tubrukan barusan, jelas Tonghong Pacu berhasil
duduk diatas angin, sementara tubuh Hiat Goan Sin-koen
yang mencelat keluar berteriak ngeri tiada hentinya untuk
kemudian terbanting keras2 diatas tanah.
Sewaktu melayang turun, badannya masih berdiri tegak
namun sesaat kemudian dengan lemas sekali ia sudah
terkulai diatas tanah.
Semua orang berseru tertahan dan menghembuskan
napas dingin, dari badannya simanusia monyet yang
terkulai dan berbaring lemah diatas tanah, maka siapapun
bisa ambil kesimpulan bahwa tulang2 dalam badannya
tentu sudah patah semua.
Suasana dalam kalangan berubah sunyi senyap, tak
kedengaran sedikit suarapun, seperminum teh kemudian,
biji mata Hiat Goan Sin Koen berhenti berputar, napaspun
segera berhenti.
Walaupun Hiat Goan sinkoen sudah mati, tetapi rasa
dendam dalam hati Tonghong Pacu belum lenyap,
wajahnya tetap hijau membesi.
Suasana hening tak seorangpun berani bicara, lewat
beberapa saat kemudian Tonghong Loei pertama2 buka
suara memecahkan keheningan tersebut:
"Tia, musuh tangguh telah berlalu, kitapun tak
murungkan hati lagi!"
Si Chen berseru tertahan dan segera lari menghampiri
Tonghong Loei disusul ratusan jago lainnya sama2 maju
mengerubungi gembong iblis tersebut kata2 pujian segera
berhamburan memenuhi angkasa.
"ilmu silat Tonghong sianseng benar2 maha sakti, luar
biasa sekali."
Kepergian dari Si Thay sianseng kali ini meskipun
untung berhasil menyelamatkan selembar jiwanya, tetapi
setelah jatuh kecnudang dalam perkampungan Jiet Gwat
Cung, agaknya ia tiada bermaksud berkelana lagi dalam
dunia persilatan !
Dalam sekejap mata orang
yang mengerubungi Tonghong Pacu, Kiem Lan Hoa, Tonghong Loei serta Si
Chen makin lama semakin banyak, kata sanjungan yang
mengerikan telingapun berhamburan memenuhi angkasa.
Buru2 Tonghong Pacu menjura ke empat penjuru seraya
berseru: "Terima kasih... terima kasih . , harap anda sekalian suka meneguk dua cawan arak lebih banyak dalam pesta
perkawinan putraku nanti."
Sambil berkata ia lantas berlalu dan keluar, Kiem Lan
Hoa dengan menarik tangan Tonghong Loei dan disusul
oleh Si Chen segera turut berlalu pula dari itu terdengar
kedua orang Cungcu dari perkampungan Jiet Gwat Cung
berseru: "Tonghong sianseng, kalian suami istri bisa berkumpul
kembali, semestinya kejadian ini perlu dirayakan !"
Kedua orang cungcu ini ada maksud mencari muka,
siapa sangka dengan mata mendelik Kiem Lan Hoa telah
menegur dingin.
"Kalian menyingkir semua, aku masih ada urusan lama
yang hendak diselesaikan dengan dirinya."
Ketanggor batunya kedua orang cungcu itu tertawa
paksa dan menyingkir dengan wajah ter-sipu2.
Sang cungcu sama ditegur ketus, tentu saja orang lainpun
tahu diri, mereka sama2 membubarkan diri.
Sementara itu mereka telah tiba dalam halaman kecil
ditengah bangunan ketika menyaksikan sekeliling tempat
itu tak ada orang lagi, sambil tertawa paksa Tonghong pacu
berkata. "Lan Hoa, peristiwa yang telah lewat buat apa kita
ungkap lagi" lebih baik disudahi saja."
"Apanya yang disudahi?" tegur Kiem Lan Hoa dengan wajah adem.
"Lan Hoa tempo dulu secara tiba2 kita bisa saling
bentrok, hal ini semuanya disebabkan karena dia." kata Tonghong pacu sambil menuding kearah Tonghong Loei.
"Kini, coba kau lihat ia sudah menginjak dewasa
mendapat pula bini yang cantik apakah kau tidak merasa
gembira" peristiwa yang terjadi pada masa silam buat apa
kita ungkap kembali."
Maksud ucapan itu jelas sekali, ia menuduh kesalahan
yang mengakibatkan kejadian tempo dulu adalah kesalahan
Kiem Lan Hoa. Perempuan itu kontan mendengus dingin.
"Tetapi engkau bertindak terhadap diriku terlalu kejam, ambil kesempatan sewaktu aku tidak merasakan telah
mendorongku kedalam jurang yang ada di lembah Cian
Tok Kok, seandainya bukan takdir belum menentukan
kematianku, bukankah sekarang aku sudah tinggal tulang
belulang yang berserakan" mana aku sudi berpeluk tangan
belaka?" "Nah. . nah . . kau ingin menumpukkan semua kesalahan
kepada diriku" kan bukan kau hendak menghukum aku
dengan menggunakan peraturan Thian li Kauw, tentu saja
aku tidak berbuat begitu."
Kiem Lan Hoa kerutkan dahinya, Tonghong Pacu
mengerti meski ia sangat gusar namun tidak akan turun
tangan pada saat itu, maka ia berseru kembali:
"Loei jie, ayoh cepat mohon kepada ibumu, katakan
semua ini adalah kesalahan ayahmu karena waktu itu harus
menyelamatkan selembar jiwa kecilmu maka menimbulkan
banyak peristiwa yang tak diinginkan."
Tonghong Loei sekarang sudah pintar, mendengar
ucapan ayahnya, ia segera bertekuk lutut dan memohon
kepada ibunya. "Ibu! Sudahlah jangan cari urusan dengan ayah lagi,
kalau kau masih lanjutkan ribut ini, apalagi keributan yang terjadi waktu itu disebabkan diriku, lebih baik biarlah aku mati dahulu kemudian kalian berdua boleh lanjutkan ribut
tersebut."
"Loei jie, ayohlah bangun berdiri! Hemm, terlalu enak
baginya." seru Kiem Lan Hoa hatinya kena dilelehkan oleh ucapan manis anaknya.
Mendengar hal tersebut
Tonghong Pacu segera mendongak dan tertawa terbahak2, tubuhnya menjura
dalam2 kearah perempuan itu serunya.
"Terima kasih atas kemurahan yang Nio cu berikan
kepadaku !"
"Cis, siapa yang sudi mendengar banyolanmu."
Pada saat itu Tonghong Pacu benar2 merasa girangnya
luar biasa, bukan saja Si Thay sianseng berhasil dipaksa
hingga menderita "jalan api menuju neraka" bahkan permusuhannya
dengan Kiem Lan Hoa berhasil diselesaikan hanya dengan sepatah dua patah kata dari
putranya. Tentu saja ia tahu betapa lihaynya ilmu silat yang
dimiliki Kiem Lan Hoa, dengan adanya perempuan ini
sebagai pembantu, sekalipun Si Thay sianseng tidak terluka
barang sedikitpun, ia tak bakal jeri.
Maka tanpa terasa lagi ia mendongak dan tertawa
terbahak2. "Haa...haa...haa...Loei jie, bawalah dahulu ibumu pergi beristirahat, aku masih ada sedikit urusan hendak
diselesaikan lebih dahulu."
"Tia, kau sudah lama kau berpisah dengan ibu, kenapa
begitu cepat telah saling berpisah ?" goda Tonghong Loei sambil tertawa. "Ada persoalan biarlah putramu yang
selesaikan ?"
"Telur busuk !" maki Tonghong Pacu sambil tertawa,
"Sungguh tak tahu aturan, berani benar kau menggoda
orang tuamu ?"
"Aku cuma pergi sebentar saja, baik2lah jaga ibumu,
ceritakan bagaimana kau dianiaya oleh orang2 kangouw..."
Sambil berdiri ia mengerling sekejap kearah Tonghong
Loei, anaknya agar sianak muda itu ikut keluar.
Tonghong Loei mengiakan, ia pura2 menghantar
Tonghong pacu keluar, setelah berada tiga lima tombak
jauhnya, sigembong iblis itu lantas berbisik lirih:
"Loei jie dengan kehadiran ibumu disini, maka ada
seseorang tak boleh dibiarkan hidup lagi"
Tonghong Loei tertegun, ia masih belum mengerti apa
yang dirahasiakan ayahnya, sebelum ia sempat bertanya
Tonghong Pacu telah menyambung lebih lanjut:
"Rasa cemburu ibumu terlalu besar, tentang persoalan
perempuan buta itu jangan sekali2 kau ceritakan kepadanya
!" Tonghong Loei segera mengerti apa yang dimaksudkan
ayahnya, ia tertegun sejenak kemudian serunya:
"Ayah seandainya toako pulang...?"
"Apabila toako kembali, ibumu tidak naik pitam, dan
ingat apabila ia bertanya kepadamu maka kau jawab,
bahwa ibunya pergi mencari jejak toakomu hingga kini tak
ada kabar beritanya, mengerti ?"
Diam2 Tonghong Loei bergidik, segera pikirnya.
"Sejak kutinggalkan gunung Go bie, meski banyak
perbuatan jahat yang telah kulakukan, namun tak sepotong
kejahatanpun yang bisa menandingi perbuatan ayahku, dia
benar2 luar biasa..."
Walaupun dalam hati berpikir demikian, tentu saja ia tak
berani mengutarakan keluar, segera ia mengiakan.
"Aku mengerti !"
Tonghong Pacu berkelebat kedepan, melewati sebuah
halaman dan berjalan masuk kedalam suatu ruangan yang
sunyi dan tenang.
Begitu ia berjalan masuk. Gwat Hun serta Giok Jien
segera bangun berdiri, terdengar nyonya buta itu berseru:
"Aku dengar dalam perkampungan mendadak, penuh
ramai dengan jeritan, sebentar kemudian lantas lenyap tak
kedengaran sedikit suarapun, sebenarnya apa yang telah
terjadi ?"
"Tak ada apa2" jawab Tonghong Pacu seolah2 tak
pernah terjadi sesuatu apapun, "Sebaliknya ada satu
persoalan dapat membuat hatimu gembira !"
"Apakah Pek jie telah pulang ?" seru Gwat Hun
kegirangan. "Benar, marilah ikuti diriku, Giok Jien kau tunggu saja disini jangan pergi ke sembarangan tempat !"
Dasarnya Giok Jien adalah seorang gadis penurut, ia
segera mengiakan.
"Baik suhu !"
Tonghong Pacu segera menggandeng tangan Gwat Hun
dan diajak berjalan keluar ruangan.
Ditengah jalan ujar Gwat Hun dengan wajah penuh
senyuman: "Aaaa..! ternyata Pek-jie benar2 saja kembali, apakah dia dalam keadaan baik2 ?"
"Baik sekali, cuma sayang tabiatnya terlalu keras kepala, kau harus baik2 menasehati dirinya !"
"Sudah seringkali kunasehati dirinya, tetapi ia selalu tak mau mendengarkan perkataanku."
Sementara ber cakap2, sampailah mereka ditepi sebuah
sumur, tanpa banyak berpikir lagi Tonghong Pacu segera
ayun telapak tangannya menghajar batok kepala perempuan
matang itu. Dengan telak serangan tersebut bersarang di atas
kepalanya, hampir boleh dikata tanpa menimbulkan sedikit
suarapun Gwat Hun roboh lemas keatas tanah, Tonghong
Pacu segera mendorong tubuhnya masuk kedalam sumur.
Gerakan Tonghong Pacu benar2 cepat sekali, setelah
mendorong tubuh Gwat Hun kedalam sumur, ia segera
meloncat beberapa langkah ke samping, mengambil sebuah
batu cadas yang besar dan diceburkan kedalam sumur.
Ia tahu apabila Kiem Lan Hoa bertemu dengan Gwat
Hun, niscaya perempuan itu akan tidak senang hati,
kemungkinan besar baru saja rujuk mereka akan
bermusuhan kembali, maka setelah dipikir beberapa waktu
ia merasa Gwat Hun harus segera disingkirkan dari muka
bumi, sewaktu turun tangan terhadap perempuan malang
itu, dalam hatinya sama sekali tidak merasa menyesal
ataupun bersedih hati.
Setelah selesai berbuat, ia menyapu sekejap ke empat


Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penjuru, menyaksikan disitu tiada orang, ia lantas berpikir:
"Orang yang mengetahui rahasia ini kecuali Tonghong
Loei seorang tak ada manusia lain yang tahu! tentu saja
Tonghong Loei tak akan memberitahukan persoalan ini
kepada orang lain. Giok Jien serta Si Chenpun tidak bakal
menanyakan persoalan mengenai Gwat Hun . . haa . . haaa
asal aku beri peringatan kepada Giok Jien agar ia jangan
menceritakan apa saja yang kulakukan, rahasia ini tentu tak bakal konangan."
Dengan hati gembira ia segera kembali ke halaman,
kepada Giok Jien ujarnya dengan suara berat:
"Giok Jien, Gwat Hun sunio telah melakukan perjalanan
jauh karena ada urusan yang harus diselesaikan, peristiwa
ini amat dirahasiakan sekali, asal ada orang bertanya
kepadamu katakan saja tidak tahu!"
Giok Jien adalah seorang gadis yang cermat, tetapi iapun
sangat penurut, mendengar ucapan itu meski dalam hati
menaruh curiga namun ia mengiakan juga.
"Baik!"
"Ibu dari Loei-jie telah datang tentu saja dia adalah
suniomu pula" Ujar Tonghong Pacu lebih jauh, "Setelah berjumpa dengan dirinya kau harus menghormati dirinya
dengan penuh kesopanan, ilmu silatnya sangat lihay
seumpama kau berhasil mendapatkan simpatiknya kemungkinan besar kau bakal diwarisi kepandaian
silatnya."
"Aku tahu!"
Demikianlah, ia lantas mengikuti dari belakang tubuh
Tonghong pacu berjalan kedepan.
Ketika mereka tiba dalam ruangan, waktu itu Kiem Lan
Hoa sedang bercakap2 dengan penuh senyuman namun
wajahnya segera berubah setelah menyaksikan Tonghong
pacu muncul diikuti seorang gadis muda.
"Siapakah dia?" segera tegurnya.
"Dia adalah seorang murid perempuan yang baru
kuterima ia bernama Giok Jien, bakatnya bagus sekali.
Giok Jien, ayoh maju dan hunjuk hormat kepada Sunio
mu!" seru Tonghong Pacu.
Buru2 Giok Jieo maju kedepan, tetapi belum sempat ia
jatuhkan diri berlutut, Kiem Lan Hoa telah mencegah
dengan suara berat.
"Tunggu sebentar, kau tak usah menjalankan penghormatan!"
Ia angkat kepala menatap Tonghong Pacu tajam-tajam
lalu serunya lebih lanjut:
"Benar2 romantis kau ini, banyak orang tidak kau terima sebaliknya
justru menerima seorang gadis sebagai muridmu!" Ucapan yang diutarakan Kiem Lan Hoa tanpa tedeng
aling2 ini membuat Tonghong Pacu jadi jengah sekali,
terutama Giok Jien ia jadi kelabakan setengah mati.
Mendengar Kiem Lan Hoa tertawa dingin dan berseru
kembali. "Kau punya dua orang putra, dus berarti punya dua
orang menantu, sudah ada empat orang yang harus kau
warisi ilmu silat kenapa kau masih juga terima seorang
murid perempuan" Hm apa sebabnya! ayoh jawab!"
Dalam hati Tonghong Pacu benar2 teramat gusar, tetapi
dalam keadaan seperti ini ia tak berani membuat salah pada
Kiem Lan Hoa, sambil tertawa paksa sahutnya.
"Ucapan Nio cu memang benar."
"Kalau ucapanku benar, maka saat ini juga kau harus
usir dia keluar dari perkampungan Jiet Gwat Cung, dan
jangan sekali2 kau singgung tentang murid serta guru lagi!"
Walaupun Tonghong Pacu adalah manusia sesat, namun
dalam kalangan Bu lim baik itu golongan lurus ataupun
golongan sesat amat menghormati hubungan antara guru
dan murid. Selama ini Giok Jien sama sekali tak pernah berbuat
kesalahan lagipula ia sendiri yang menerima gadis tersebut
sebagai murid, bagaimanapun juga ia tak bisa mengusir
Giok Jien begitu saja, maka setelah termenung sejenak, ia
lantas berseru.
"Tentang soal ini..."
"Memang soal apa?" bentak Kiem Lan Hoa amat gusar.
Tonghong Pacu adalah seorang manusia sombong,
teguran dari Kiem Lan Hoa yang bernadakan ketus itu
sudah membuat kegusarannya memuncak sehingga hampir2 saja sukar ditahan tetapi ia tetap tenang, ia merasa tidak berharga apabila ia sampai bentrok kembali dengan
Kiam Lan Hoa hanya disebabkan Giok Jien seorang.
Kembali ia tertawa.
"Nio cu, apa gunanya kau marah2 ?"
Sambil berkata ia putar badan ujarnya lebih jauh.
"Giok Jien saat ini juga tinggalkan perkampungan Jiet
Gwat Cung, mulai detik ini kau dilarang menyebut aku
sebagai suhu lagi, dan dilarang mengatakan kepada
siapapun juga bahwa kau pernah angkat aku sebagai guru,
mengerti"!"
Keputusan ini membuat Giok Jien tercengang dan berdiri
tertegun, matanya terbelalak mulutnya melongo, untuk
beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
"Giok Jien, sudah kau dengar ucapanku?" Tegur
Tonghong Pacu kembali dengan suara berat.
Giok Jien merasa amat sedih sehingga hampir2 saja
menangis, namun ia berusaha menahan diri, segera
sahutnya. "Sudah dengar !"
"Mengapa masih belum pergi ?"
"Baik, aku... aku pergi."
Ia putar badan, titik air mata jatuh mengucur dengan
derasnya buru2 ia berjalan keluar. Setibanya di depan pintu ia segera membesut air matanya.
Buru2 ia lari menuju keluar perkampungan, sebagian
besar anggota perkampungan Jiet Gwat Cung sama2 kenali
gadis ini sebagai anak murid Tonghong Pacu, sikapnya
terhadap nona ini amat sungkan sekali.
Walaupun Giok Jien sedang sedih, tetapi iapun bersikap
baik kepada semua orang, sapaan mereka dijawab satu
persatu, menanti sesudah keluar dari perkampungan ia lari
kedepan, sambil lari tak tahan lagi ia menangis ter-isak2.
Entah berapa lama ia lewatkan, entah sudah berapa li
telah ia lalui, tiba2 Giok Jien merasakan sekeliling tempat itu sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun kecuali
isak tangisnya boleh dikata tak ada suara lain.
Ia berusaha berdiri tegak, terasa sepasang kakinya lemas
sekali sehingga hampir-hampir saja tak sanggup berdiri
tegak, ia harus mencekal di atas sebuah pohon untuk
mempertahankan badannya.
Tetapi tidak lama kemudian hatinya amat sakit,
badannya semakin lemas dan tubuh hampir saja roboh
keatas tanah. Pada saat itulah tiba2 terdengar seseorang berseru:
"Nona Giok Jien! nona Giok Jien." Mula2 gadis itu tidak percaya ada orang memanggil namanya, ia mengira suara
tersebut hanya lamunan belaka maka ia tidak ambil gubris.
Tetapi suara panggilan itu saling susul menyusul
berkumandang kembali, bahkan suara itu kedengaran sekali
muncul tidak jauh diri tempat itu, Giok Jien tarik napas
panjang, dengan suara yang serak ia bertanya:
"Siapa yang sedang memanggil aku" Adakah orang yang
memanggil diriku?"
"Benar! barusan akulah yang memanggil dirimu!" jawab suara tadi "Nona Giok Jien! kemarilah dan bantulah aku, mari kita bersama-sama menolong jiwa seseorang."
Tabiat Giok Jien penuh welas kasih meskipun hatinya
sedang sedih dan risau namun ketika ia diminta
pertolongannya tanpa ragu 2 menyahut.
"Baik, kau berada dimana?" sembari berseru ia maju kedepan.
Baru saja ia maju beberapa langkah, suara orang itu
berkumandang kembali:
"Nona Giok Jien, wajahku aneh sekali dan sangat
menakutkan...tetapi aku bukan setan ataupun siluman,
setelah bertemu dengan aku, kau tak usah ketakutan."
Giok Jien berdiri tertegun, ia berhenti tetapi setelah
mendengar bahwa orang itu tiada maksud jahat terhadap
dirinya, ia segera melanjutkan langkahnya ke depan, ketika
tiba didepan semak belukar, suara itupun berkumandang
kembali: "Singkaplah semak belukar tersebut, maka kau segera
akan menemukan diriku !"
Giok Jien maju kembali selangkah kedepan, menyingkap
semak dan melongok ke dalam.
Pada saat itu rembulan telah berada diatas awang2.
cahaya rembulan memancar keempat penjuru, Giok Jien
dapat menemukan seorang kakek tua yang sedang
memejamkan matanya berbaring disitu.
Wajah kakek itu renta wibawa dan keren sekali, ditinjau
dari sepasang matanya yang terpejam rapat2, dapat
dibayangkan ketika itu ia sedang menahan penderitaan
yang luar biasa.
Meski Giok Jien hanya memandang sepintas lalu,
namun wajah kakek itu sudah berubah tiga kali, dari merah
jadi pucat kemudian dari pucat berubah merah kembali.
Giok Jien tertegun ia segera maju lebih dekat, tetapi
dengan cepat ia tarik napas panjang.
Ingin mundur badannya terasa terpantek, sedikit
berkutikpun tak sanggup, ingin berteriak, mulutnya
terpentang namun tak sedikit suarapun berhasil terpancar
keluar. Seluruh bulu kuduknya pada bangun berdiri ia merasa
badannya seperti terendam dalam air es, dingin dan
menggidikkan. Di belakang si kakek tua itu berdiri seseorang bukan
manusia lagi tetapi sebuah batok kepala mahluk aneh,
rambutnya tak ada sehelaipun, wajahnya merah, bengkak
dan menyeramkan, boleh dikata tak dapat dibedakan
dimanakah letak panca indranya.
Belum pernah Giok Jien jumpai mahluk seseram ini, ia
berdiri tak berkutik dan jadi takut. Lama sekali . . akhirnya mahluk aneh itu buka suara lebih dahulu, nadanya datar
dan kalem. "Nona Giok Jien, kau jangan takut sebenarnya kau kenal akan diriku, tetapi sekarang wajahku telah berubah, kau
tidak akan kenali lagi siapakah aku, cepatlah kemari dan
bantulah aku."
Per-lahan2 Giok Jien dapat menghembuskan napas
kembali sekalipun begitu ia masih diliputi dalam keadaan
penuh ketakutam.
"Aku...aku.. apa jang bisa kuberikan " kalian sedang
melakukan apa?"
Manusia aneh yang membuat Giok Jien ketakutan
setengah mati tentu saja bukan lain adalah Tonghong Pek,
ia segera menjawab:
"Cepatlah kemari, Losianseng ini bukan lain adalah
tokoh nomor wahid dari kolong langit Si Thay sianseng
adanya" "Aah...!" Giok Jien berseru tertahan, meskipun ia tidak terhitung jago dalam dunia persilatan namun nama besar Si
Thay sianseng telah lama ia dengar.
"Si Thay sianseng " dia...dia kenapa ?" jeritnya lengking.
"Karena hawa gusar yang tidak terkendalikan akhirnya
membuat hawa murni dalam tubuhnya bergerak kacau, aku
sudah berusaha keras untuk menyelamatkan jiwanya, tetapi
terasa aku seorang tak sanggup untuk menolongnya,
a...aku.. aku membutuhkan bantuanmu."
"Aku...kepandaian apapun aku tak bisa, mana dapat
membantu dirimu ?" seru Giok Jien gugup.
"Nona Giok Jien, bukankan kau pernah belajar ilmu silat
" walau pun kepandaianmu tidak tinggi, tetapi kau tentu
mengerti ilmu bersemedi bukan?"
"Be... benar, engkoh Hauw Seng yang ajarkan
kepadaku."
"Nah itu dia, cepatlah kemari, tempelkan telapakmu
diatas jalan darah Hoa Kay hiatnya, berapa banyak yang
bisa kau kerahkan tenaga dalammu, kerahkanlah kedalam
tubuhnya."
Giok Jien tidak banyak berbicara, ia segera maju
kedepan duduk bersila disisi Si Thay sianseng dan
menempelkan telapak tangannya diatas ubun2 tokoh sakti
dari dunia persilatan itu.
Tetapi sewaktu telapaknya hampir menempel diatas
tubuh Si Thay sianseng, tiba2 telapaknya tak sanggup
bergerak lebih mendekat, ia merasa seakan2 terdapat
lapisan tak berwujud yang menahan gerakannya.
Menyaksikan kejadian itu Giok Jien jadi gelisah, buru2
serunya: "Ini. . . ini apa sebabnya?"
"Kerahkanlah tenagamu semampu yang kau miliki?"
Giok Jien kertak gigi, telapaknya dengan sekuat tenaga
didorong kebawah, satu coen demi satu coen, telapaknya
makin mendekati tubuh Si Thay sianseng menanti keringat
telah mengucur keluar telah membasahi seluruh tubuhnya,
telapak itupun baru berhasil menempel diatas tubuhnya.
Maksud Tonghong Pek setelah telapak Giok jien
menempel diatas jalan darah tersebut, maka ia segera bisa
kerahkan tenaga dalamnya ke tubuh tokoh sakti tersebut.
Tetapi, agaknya segenap tenaga yang dimiliki Giok Jien
telah habis terkuras, sekalipun akhirnya sang telapak
berhasil menempel diatas badan orang itu namun ia tak
sanggup mengerahkan tenaganya lebih jauh, bahkan
napasnya kedengaran terengah-engah.
Tonghong Pek jadi terperanjat, buru2 serunya.


Jago Kelana Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona Giok Jien, kau jangan ter-engah2, cepat salurkan hawa murnimu bakatmu sangat baik, kalau tidak Tonghong
Pacu tidak akan menerima dirimu sebagai muridnya,
cepatlah ikuti cara mengerahkan tenaga, tenaga Iweekangmu segera akan mengalir keluar dengan
sendirinya."
Giok Jien tertawa getir.
"Tonghong sianseng telah mengusir aku dari perguruannya!"
Mula2 Tonghong Pek kelihatan tertegun, tapi dengan
cepat ia berseru.
"Itu bukan soal penting, cobalah dahulu salurkan hawa
murni mu, asalkan Si Thay sianseng berhasil diselamatkan
maka tak ada urusan lagi."
Giok Jien mengangguk dengan menekan rasa sedih
dalam hatinya ia mulai salurkan hawa murninya.
Ketika telapak tangannya ditempelkan diatas jalan darah
Hoa Kay Hiat pada tubuh Si Thay sianseng, gadis ini
merasakan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat
memancar keluar dari dalam jalan darah itu, se akan2 setiap saat berusaha mementalkan telapak tangannya.
Tetapi setelah ia salurkan hawa murninya, daya tekanan
tersebut lama kelamaan semakin berkurang dan tidak lama
kemudian ia merasa ada segulung aliran panas menerjang
kedalam telapaknya dari balik tubuh Si Thay sianseng,
kemudian melewati jalan darah Lauw Kong Hiat mengitari
seluruh tubuh, membuat badan sigadis itu terasa nyaman
sekali. Dengan pusatkan segenap tenaganya Giok Jieo salurkan
hawa murninya kedalam tubuh Si Thay sianseng, entah
lewat berapa lama tiba2 segulung tenaga yang amat besar
mementalkan badannya sehingga berjumpalitan kebelakang, Giok Jien terperanjat buru2 ia membuka
kembali matanya.
Tampak Si Thay sianseng serta simanusia aneh itu sudah
bangun berdiri, kelihatan nyata sekali simanusia aneh itu
letih bukan kepalang, ia mundur beberapa langkah
kebelakang, bersandar diatas pohon dan tiada hentinya terengah2. Sementara itu air muka Si Thay sianseng telah pulih
kembali seperti sedia kala ia tarik napas panjang2.
Giok Jien segera loncat bangun berdiri Si thay sianseng
memandang kearah gadis itu kemudian memandang pula
kearah Tonghong Pek.
Seperti halnya dengan Giok Jien, Si Thay siansengpun
tidak kenal siapakah Tonghong Pek namun ia sadar bahwa
selembar jiwanya berhasil diselamatkan oleh simanusia
aneh itu! la segera menjura kearah Tonghong Pek dan berseru:
"Terima kasih atas budi pertolongan yang telah anda
berikan kepada diriku."
"Si Thay sianseng tak usah sungkan2 kejadian ini sudah semestinya kutolong." jawab Tonghong Pek dengan napas
masih ter-engah2.
Si Thay sianseng kelihatan tertegun.
"Tetapi aku orang she Si belum pernah . . belum pernah kenal dengan diri anda?"
"Sudah lama cayhe mengagumi nama besar Si Thay
sianseng, tapi tiada berjodoh untuk saling berkenalan, tapi sudah kukatakan aku hanya menolong orang karena kita
sama2 sebagai umat dunia persilatan apalagi anda sudah
ditolong orang."
"Ooo. . . kiranya begitu!" agaknya Si Thay sianseng sudah mengerti maksud ucapan simanusia aneh itu.
"Kalau bukan nona Giok Jieo kebetulan lewat disini,
dengan tenagaku seorang entah apa yang terjadi?" ujar
Tonghong Pek kembali.
Si Thay sianseng segera putar badan dan menjura kearah
gadis tersebut "Terima kasih atas budi pertolongan nona atas diriku!"
Mimpipun Giok Jien tak pernah menyangka pada suatu
saat seorang tokoh sakti yang disegani umat Bu lim ternyata menjura sambil mengucapkan terima kasih kepada dirinya
ia jadi kegirangan setengah mati wajahnya memerah dan
untuk beberapa saat tak tahu apa yang harus diucapkan, Si
Thay sianseng memperhatikan sekejap diri Giok Jien, lalu
lambat2 tanyanya:
"Aku dengar dari ucapan sahabat Pek tadi, apakah kau
adalah murid Tonghong Pacu?"
"Benar!" Giok Jien mengangguk "Ia sudah menerima diriku sebagai murid tetapi sekarang, ia sudah usir aku
kembali, ia larang aku mengungkap persoalan ini
dihadapan orang lain."
"Apa sebabnya?" sela Tonghong Pek.
Dengan amat sedihnya Giok Jien menghela napas
panjang. "Aku sedikitpun tidak paham, semuanya, ini atas
perintah diri Kiem Lan Hoa, bagaimana-pun juga selama
ini tak pernah aku diajar ilmu silat, diusirpun biarlah."
"Siapa ayahmu?" tanya Si Thay sianseng sambil menatap gadis itu tajam2.
Teringat akan orang tuanya tak pernah ditemui, gadis itu
merasa amat sedih, tak tahan ia menangis tersedu.
Lama sekali dia baru menjawab:
"Aku , , aku adalah seorang anak yatim piatu !"
Lama sekali Si Thay sianseng berdiri termangu2,
akhirnya iapun menghela napas panjang.
"Aai. . kau tahu bukan, aku punya seorang putri namun
ia tidak berbakti kepada orang tuanya, bahkan dihadapan
umum telah mengutarakan maksudnya untuk kawin dengan
Tonghong Loei. Ai . . sungguh . , sungguh!" bicara sampai disini, tak tahan air mukanya berubah kembali.
"Nona Si serta Tonghong Loei memang merupakan
pasangan yang setimpal" kata Giok Jien sambil berhenti menangis "Si Thay sianseng, kalau benar2 nona Si
mencintai Tonghong Loei, mengapa kau ikut bersedih
hati?" "Kau tidak tahu bagaimanakah perasaan orang tua
terhadap anak putrinya, lebih baik tak usah kita bicarakan
tentang dirinya, sebenarnya aku sudah putus asa tetapi. . .
tetapi setelah bertemu dengan dirimu keadaan jadi
berbeda..."
"Aaaa. . apa sebabnya?" Tanya Giok Jien tercengang.
"Bakatmu sangat baik merupakan bahan yang paling
bagus untuk belajar silat, maukah kau ikuti diriku berangkat ke gunung Go bie?"
Giok Jien tertegun, sementara
ia tak sanggup mengucapkan sesuatu, Tonghong Pek yang mendengar
berita itu jadi sangat gembira, segera serunya.
"Nona Giok Jien ayoh cepat mengucapkan terima kasih
kepada Si Thay sianseng, inilah kesempatan baik yang
sukar didapatkan."
Giok Jienpun segera mendusin, buru2 ia jatuhkan diri
berlutut keatas tanah.
"Terima kasih atas kesudian cianpwee untuk menerima
diriku, aku merasa amat berterima kasih sekali"
Si Thay sianseng menerima penghormatan besar dari
Giok Jien itu lalu membimbingnya bangun, setelah itu
barulah ia berkata kepada Tonghong Pek. "Sahabat Pek,
seandainya kau suka tunjukkan wajah aslimu..."
"Sekarang apa yang Si Thay sianseng jumpai adalah
wajah asliku!" lunas Tonghong Pek sambil tertawa getir.
Tokoh sakti dari dunia persilatan itu menunduk sejenak,
ujarnya kembali "Budi tak diutarakan dengan ucapan
terima kasih, akupun tidak akan banyak bicara lagi,
seandainya dikemudian hari anda membutuhkan bantuan,
perintahkan saja seseorang kegunung Go bie, aku orang she
Si pasti akan membantu dengan segenap tenaga !"
Janji sebesar itu sempat diucapkan oleh seorang tokoh
sakti nomor wahid dari kolong langit, tentu saja hal ini
merupakan suatu kejadian besar buru2 Tonghong Pek
menjura: "Si Thay sianseng, kau terlalu sungkan !"
"Kau telah selamatkan diriku, aku rasa Tong hong Pacu
pasti akan membenci dirimu hingga merasuk ketulang,
tindak tandukmu harus ber-hati2!" pesan Si Thay sianseng kembali.
Tonghong Pek tertawa getir, pikirnya:
"Aaai...Si Thay sianseng, mimpipun ia tak akan mengira kalau aku sebenarnya adalah putra kandung dari Tonghong
Pacu..." Per-lahan2 ia tarik napas panjang, kemudian ujarnya:
"Terima kasih atas perhatian dari Si Thay sianseng, tentu saja aku bisa menghindarkan diri dari segala bencana,
wajahku aneh dan seram, akupun tidak ingin berjumpa
dengan orang, iapun tak akan temukan diriku, hanya saja. .
hanya saja. ."
"Hanya saja kenapa?" tukas Si Thay sianseng
"Tonghong Pacu menggunakan perkampungan Jiet
Gwat Cung untuk merayakan pesta perkawinan Tonghong
Loei, aku rasa dibalik peristiwa tersebut sebenarnya masih
terkandung rencana besar lainnya, entah bagaimana
menurut dugaan Si Thay sianseng?"
Tokoh sakti dari kalangan lurus itu menghela napas
panjang. "Tentu saja aku sudah menduganya, tetapi persoalan ini tak mungkin bisa kubantu, harap anda suka memaafkan."
Tonghong Pek tahu bagaimanakah perasaan Si Thay
sianseng pada saat ini, ia bisa memaklumi posisinya,
dengan suara berat ia lantas berseru.
"Si Cianpwe, aku duga dalam perkampungan Jit Gwat
Cung, Tonghong Pacu sedang mengadakan musyawarah
dengan manusia2 golongan sesat !"
Tetapi sebelum Tonghong Pek menyelesaikan kata2nya
sekarang Si Thay sianseng sudah mengetahui maksudnya,
ia segera ulapkan tangannya tidak membiarkan dia bicara
lebih jauh bersamaan itu pula iapun putar badan menggape
ke arah Giok Jien dan serunya:
"Mari, ikutilah diriku !"
Badannya segera melayang kedepan diikuti Giok Jien
dari belakang dengan langkah terburu2.
Menyaksikan tokoh sakti itu berlalu, Tonghong Pek
segera berteriak:
"Si Thay sianseng, aku suka berkelana didalam dunia
persilatan dan menyumbangkan sedikit tenagaku, tetapi aku
tidak tahu apa yang harus aku lakukan, harap Si Thay
sianseng suka memberi petunjuk"
Si Thay sianseng berhenti menghela napas panjang dan
gelengkan kepalanya.
"Sungguh menyesal sekali, anda jauh lebih unggul
daripada aku si orang she-Si. dari mana aku si orang she Si bisa memberi petunjuk kepada anda" tetapi...aku rasa orang
yang bisa melawan kekuatan Tonghong Pacu serta Kiem
Lan Hoa rasanya cuma beberapa tokoh sakti dari kalangan
beragama belaka."
Mendengar jawaban itu, Tonghong Pek tertawa getir.
Menanti sianak muda itu angkat kepala kembali,
bayangan tubuh Si Thay sianseng serta Giok Jien telah
lenyap tak berbekas.
Akhirnya ia menghela napas panjang, berjalan kedepan
dan terus berlalu tanpa tujuan, ia merasa dunianya semakin
terpencil, ia rasa hanya kegelapan yang pantas menyelimuti
dirinya... Dalam pada itu suasana dalam perkampungan Jiet Gwat
Cung amat ramai sekali, irama musik berkumandang tiada
hentinya, ditambah gelak tertawa serta suara pembicaraan
manusia membuat suasana kelihatan semakin meriah,
setiap orang menunjukkan wajah cerah.
Menanti malam semakin kelam, suasana dalam
perkampungan Jiet Gwat Cung semakin ramai, ratusan
orang jago Bulim yang belum tiba siang harinya, kini sudah
pada hadir dan memenuhi ruangan, walaupun tengah
ruangan sudah diatur ratusan meja perjamuan namun ada
separuh bagian yang merasa kepandaian silatnya tidak
memadahi, tidak berani duduk diruang tengah melainkan
hanya berada dipojokan belaka.
Ketika tengah malam sudah lewat kegembiraan bukan
saja tidak lenyap bahkan semakin bertambah lipat ganda,
ketika itulah tiba2 kedua orang Cungcu dari perkampungan
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 6 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Pendekar Satu Jurus 6

Cari Blog Ini