Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
nafsu, angger Nurseta. Kembali t imbul keinginan agar begini
agar begitu! Cara itu menunjukkan adanya keinginan, bukan"
Tidak ada caranya. Hanya berserah diri, me mbuka jiwa kita
dari kungkungan nafsu, mendekatkan diri dari Sang Hyang
Widhi dengan berdoa setiap saat tanpa henti. Kalau nafsu
yang mengaku-aku sudah tidak bekerja, maka kekuasaan
Sanghyang Widhi yang akan bekerja dalam diri kita. Ingat,
hanya Dia yang jkuasa, hanya Dia yang memiliki . kita tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkuasa, kita hanya mempunyai secara lahiriah akan tetapi
tidak me miliki. Kita hanya berupaya dengan dasar penyerahan
diri terhadap keputusanNya. Nah cukuplah, angger. Tidak
perlu bertanya lagi. Engkau akan mengerti sendiri kelak.
Dengan kepasrahanmu, penyerahanmu, Dia akan me mbimbing, akan me mber i petunjuk, karena dialah gurumu
yang sejati, Dialah pe mimpin mu yang sejati. Nah sekarang
berkemas lah karena hari ini juga engkau harus turun gunung
me laksanakan tugas mu sebagai seorang kesatria."
"Duh eyang ".."
"Heh-heh-heh-heh, jangan cengeng, Nurseta!" kata kakek
itu sambil menatap wajah muridnya yang tampak bersedih.
"Eyang tidak me mpunyai siapa-siapa lagi d i dunia ini, hidup
sebatang kara, demikian pula saya. Apakah kita berdua yang
hidup sebatang kara ini tida k dapat hidup bersa ma?"
"Siapa bilang kita hidup sebnatang kara" Tengoklah,
seluruh manusia di d unia ini, bukanlah mereka se mua itu juga
senasib sependeritaan denganmu" Bukankah mereka- mereka
itupun saudara-saudaramu" Hayo cepat berkemas, tidak
pantas muridku cengeng seperti perempuan."
"Baik eyang." Nurseta lalu bangkit dan pergi ke pondok
yang berada tidak jauh dari situ. Setelah Nurseta pergi, Empu
Dewamurti tersenyum seorang diri, la lu menggelengkan
kepalanya perlahan-lahan dan menghela nafas panjang. Dia
me meja mkan kedua matanya, merangkap kedua tangan
menjad i sembah di depan dadanya dan mulutnya berbisik.
"Duh gusti, Sang Hyang Widhi Wasa, segala kehendak
paduka terjadilah. Apapun yang menimpa diri ha mba akan
hamba terima dengan rela karena hamba tahu bahwa semua
itu paduka kehendaki dan kehendak padu ka adalah benar dan
baik bag i ha mba."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak la ma kemudian Nurseta telah datang lagi di tempat itu,
me mbawa pa kaiannya dalam buntalan kain h ijau. Dia ber lutut
dan menyembah kepada gurunya.
"Eyang guru, saya sudah siap."
Empu Dewamurti me mbuka matanya dan memandang
kepada Nurseta yang menggendong buntalan pakaian dan
berlutut menyembah kepadanya itu.
"Engkau tidak lupa me mbawa Keris Pusa ka Megatantra?"
tanyanya lembut.
Nurseta meraba gagang keris itu yang terselip di
pinggangnya. "Tida k eyang."
"Sekarang dengarkan pesanku terakhir, Nurseta. Keris
Pusaka Megatantra itu dahulu merupakan pusaka Kerajaan
Ishana, kelanjutan mataram yang didirikan oleh Empu Sindok
dan keris pusaka itu berada di tangan keturunan raja-raja
Mataram. Akan tetapi keris pusaka itu pada suatu hari lenyap
dan sejak ratusan tahun la lu tidak pernah dapat ditemukan,
juga tidak pernah diketahui siapa pencurinya. Akhirnya secara
tidak terduga-duga, keris itu engkau temukan. Ditemukannya
keris pusaka itu dekat pantai laut selatan menunjukkan bahwa
dulu pencurinya tentu seorang diantara para siluman, yaitu
tokoh-tokoh sesat yang dikenal dengan Siluman Laut Kidul.
Nah, sekarang tugas pertama mu adalah menge mbalikan keris
pusaka itu kepada keturunan para raja Mataram yaitu Sang
Prabu Erlangga."
"Baik eyang. Akan saya lakukan perintah eyang."
"Pesanku yang kedua. Aku masih ingat akan ceritamu du lu
bahwa ayah ibumu pergi meninggalkanmu tanpa pamit. Hal
itu pasti ada rahasianya. Sudah menjad i kewajibanmu untuk
menyelidiki perginya kedua orang tuamu, mencar i mereka dan
mene mukan mereka kalau mas ih hidup dan mene mukan
mereka kalau sudah mati."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik eyang. Saya tidak akan melupakan perintah eyang ini
dan akan saya cari mereka sampai dapat saya temukan."
"Pesanku ketiga. Melihat keadaanya sekarang, walaupun
banyak raja muda yang menakluk kepada Sang Prabu
Erlangga tanpa perang, namun masih banyak kerajaan yang
me musuhi Kahuripan. Sang prabu Erlangga adalah seorang
raja bijaksana, karena itu engkau sebagai kawulannya harus
me mbe lanya. Jadilah kesatria yang bukan saja membela
kebenaran dan keadilan, na mun j uga menjad i pahlawan yang
me mbe la nusa dan bangsa."
"Saya mengerti Eyang. Saya akan selalu mentaati semua
petunjuk dan nasehat eyang yang pernah saya terima."
"Bagus kalau begitu," kakek itu menga mbil sebuah kantung
kain kuning dari ba lik jubahnya. "Sudah la ma a ku menyimpan
harta ini. Karena aku sendiri tidak me mbutuhkannya, maka
kuberikan kepadamu untuk bekal dalam perantauanmu. Nah,
sekarang berangkatlah."
Nurseta menerima kantung kain yang berisi potongan emas
itu. Dia merasa terharu akan tetapi sekali ini dia menguatkan
perasaannya dan tidak me mperlihatkan keharuannya agar
tidak disebut cengeng oleh eyang gurunya.
"Terima kasi eyang. Saya mohon pa mit." Nurseta berlutut
menye mbah. Kakek itu mengibaskan tangannya. "Pergilah dan se lalu
waspadalah!"
"Selamat tinggal eyang. Harap eyang menjaga diri ba ikbaik. Saya " saya pergi eyang."
"Pergilah!" kata kakek itu dan dia sudah me meja mkan
matanya kembali, bersikap seolah tidak mengacuhkan pemuda
itu lag i. Nurseta menyembah lagi lalu dia bangkit dan berjalan pergi
menuruni puncak gunung Arjuna itu. Setelah pemuda itu pergi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barulah Empu Dewa murti me mbuka matanya dan memandang
ke arah bayangan muridnya yang menuruni lereng bawah
puncak. Dia menghela nafas panjang dan berbisik, "Se moga
Sang Hyang Widhi selalu me mbimbingmu, Nurseta!"
Setelah bayangan muridnya itu lenyap, Empu Dewamurti
masih termenung duduk diatas batu besar itu. Dia sedang
menga mati diri sendiri, menga mati perasaan hatinya,
menga mati ulah pikirannya dan dengan waspada ia melihat
bagaimana nafsu daya rendah bekerja. Mula-mula hati akal
pikiran diusiknya, sehingga pikirannya me mbayangkan betapa
dia ditinggal send iri oleh murid yang dikasihinya, betapa dia
kini seorang diri di tempat sunyi itu, betapa dia kehilangan,
kesepian. Muncullah dari pe mikiran ini rasa iba diri, mere masremas hati merasakan betapa dia merupakan seorang tua
yang terlantar, tiada yang me mperhatikan, tiada yang
me layani lagi, tiada yang menghibur. Dari rasa iba diri
muncullah kesedihan.
Kakek itu tersenyum. Yang merasa iba diri lalu me njadi
sedih itu bukan aku, me lainkan nafsu dalam hati akal pikiran
yang mengaku-aku.
Tiba-tiba kake k yang sudah waspada selalu itu tubuhnya
bergerak ke atas dalam keadaan duduk bers ila dan na mpak
berkelebat menghantam batu yang didudukinya tadi.
"Darrr "!!" api pijar d isusul asap mengepul dan batu besar
yang tadi diduduki Empu Dewa murt i pecah berkeping-keping!
Tubuh Empu Dewamurti kini melayang turun dan hinggap
di atas tanah dalam keadaan berdiri. Lima bayangan orang
berkelebat. Dan didepannya telah berdiri seorang wanita
bertubuh tinggi besar dan gendut seperti seorang raksesi
(raksasa wanita). Pakaiannya mewah sekali, serba gemerlapan. Dan ia me makai perhiasan terbuat dari emas dan
batu permata. Usianya sekitar lima puluh tahun na mun ia
amat pesolek, bedaknya tebal seperti kapur, pipi, bibir dan
kuku jari tangan serta kakinya mema kai pacar (daun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemerah), ra mbutnya berkilau oleh minyak, dis isir dan
digelung rap i. Wajahnya serba bulat, matanya, hidungnya,
mulutnya, pipinya, dagunya semuanya serba bulat dan
bundar. Akan tetapi kalau ia tersenyum, tampak gigi taringnya
panjang. Disa mpingnya, di kanan kiri, berdiri empat orang laki-laki
yang berusia sekitar ena puluh tahun atau kurang sedikit.
Seorang diantara mereka adalah laki-la ki tinggi besar brewok
berkulit hita m, berpakaian mewah dan sikapnya angkuh.
Sekali pandang saja Empu Dewa murti mengenal dua orang ini.
Si wanita raseksi adalah Mayang Gupita, seorang yang
dianggap ratu oleh segolongan orang liar yang tinggal di
pantai laut kidul. Mayang Gupita ini adalah keturunan terakhir
dari mereka yang disebut raja-raja siluman dari pantai laut
kidul. Wanita ini terkenal bukan saja karena kesaktiannya,
me lainkan juga karena kekeja mannya dan kabarnya sebulan
sekali dia ma kan daging bayi!.
Adapun laki-la ki tinggi besar itu bukan lain adalah Resi
Bajrasakti, datuk kerajaan Wengker yang lima tahun lalu
pernah bertanding dengan Empu Dewmurti di pantai pasir
putih dekat Dusun Karang Tirta.
Tiga orang yang lain adalah laki-laki berusia lima puluh
sampai ena m puluh tahun. Mereka bertiga ini mengenakan
pakaian yang lain potongannya, dengan kain ikat kepala yang
meruncing ke atas. Melihat pakaian mereka, Empu Dewamurti
mengenal mereka sebagai orang-orang Wurawari yang
agaknya merupakan bangsawan-bangsawan karena pakaian
mereka juga serba mewah. Seorang bertubuh tinggi kurus,
orang kedua bertubuh pendek gendut, dan orang ketiga
berkepala gundul seperti seorang Bhiksu (Pendeta Agama
Budha). Dia m-dia m mengertilah Empu dewa murti bahwa dia
berhadapan dengan orang-orang yang sakti mandraguna,
orang-orang yang berbahaya sekali. Mereka adalah orangTiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang dari tiga kerajaan kecil yang selalu me musuhi keturunan
Mataram sejak dulu.
"Jagat Dewa Bhatara! Kiranya Sang Ratu Mayang Gupita
dari kerajaan siluma n pantai kidul dan Resi dari Kerajaan
Wengker yang datang. Dan andika bertiga tentu dari Kerajaan
Wurawari, siapakah gerangan andika?"
"Aku Kala muka!" kata yang tinggi kurus ber muka tikus,
berusia ena mpuluh tahun.
"Aku Kala manik!" kata yang pendek gendut berus ia sekitar
lima puluh lima tahun.
"Dan aku Kalateja!" kat yang berkepala gundul berusia lima
puluh tahun. "ka mi bertiga adalah para senopati Kerajaan
Wurawari. Empu Dewamurti tahu benar bahwa mereka inilah yang
mendatangkan perasaan dalam hatinya bahwa saat akhir
hidupnya telah tiba. Karena itu dia menyuruh muridnya turun
gunung. Namun sikap sang e mpu ini mas ih tenang saja dan
dia berkata dengan suara mengandung teguran.
"Andika berlima dari tiga kerajaan datang menyerang
secara pengecut, sebetulnya apakah maksud kedatangan
kalian ke sini?"
"Bojleng-bojleng iblis laknat! Empu Dewamurti, tidak perlu
berpura-pura bertanya lagi. Diantara andika masih ada
perhitungan yang belum lunas."
"Dan Andika Ratu Mayang Gupita, ada keperluan apakah
andika dengan a ku sehingga jauh-jauh andika meninggalkan
kerajaanmu dan datang ke puncak Arjuna ini?"
"Babo-babo, Empu Dewamurti!" kata raseksi itu dengan
suara yang besar dan parau seperti suara seorang pria.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Andika akan kubiarkan hidup asalkan engkau suka
menyerahkan Keris Pusaka Megatantra kepadaku, heh-hehheh-heh!" "Ah, begitukah" Resi Bajrasakti datang untuk menebus
kekalahannya lima tahun yang lalu dan Ratu Mayang Gupita
datang untuk mera mpas Keris Pusaka Megatantra. Lalu andika
bertiga dari Wurawari datang kesini dengan maksud apakah?"
"Ka mi bertiga mewakili Nyi Durgakumala untuk minta Keris
Megatantra darimu, Empu Dewamurt i!" kata Kala muka yang
agaknya sebagai saudara tertua me mimpin tiga sekawan itu.
"He mmm, begitukah" Jadi kalian berlima datang untuk
mengeroyok aku seorang diri" Benar-benar kalian berlima
adalah orang-orang gagah perkasa!" Empu Dewamurti
mengejek sa mbil tersenyum tenang walaupun d ia tahu bahwa
dirinya terancam bahaya maut.
"Hik-hik-hik, Empu Dewamurt i, manusia sombong! Apakah
kau kira aku takut kepadamu" Lihat serangan mautku yang
akan menghancurkan tubuhmu. Haaaahhhh!!" Raseksi wanita
yang tubuhnya satu setengah tinggi dari besar tubuh Resi
Bajrasakti itu mendorong kedua tangannya ke arah Empu
Dewamurti. Sebongkah bola api me luncur keluar dari kedua
telapak tangannya, menyambar ke arah Empu Dewamurti.
Melihat ini Sang Empu ma klum bahwa penyerang pertama tadi
yang menghancurkan batu yang didudukinya, tentu dila kukan
oleh ratu kerajaan siluman ini. Dia maklum betapa dahsyatnya
serangan itu, maka dia tidak berani menya mbutnya. Dia
menggunakan kecepatan gerakannya mengelak seh ingga bola
api itu luput dan menghanta m sebatang pohon ce mara.
"Darrr ... krakkk!" pohon itu tumbang lalu roboh dan asap
mengepul tebal. Maklum bahwa lawannya a mat sakti, Empu
Dewamurti tentusaja tidak me mbiarkan d irinya diserang tanpa
me lawan. Dia lalu berseru nyaring dan tubuhnya melompat
dan menerjang ke arah raksasa pere mpuan itu. Dia
mengerahkan aji bayusakti yang me mbuat tubuhnya a mat
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ringan dan dapat bergerak seperti angin dan kaki tangannya
bergerak me ma inkan ilmu silat Baka Denta (Bangau Put ih).
Tubuh kakek itu berkelebat dan berubah menjadi bayangbayang putih seperti seekor burung bangau menyambarnyambar. Kedua tangannya dalam menyerang me mbentuk
patuk burung dengan lengan menjadi leher burung bangau
yang panjang. Gerakannya cepat dan aneh sehingga Ratu
Mayang Gupita menjadi terkejut sekali. Akan tetapi Ratu
Kerajaan Siluman Laut Kidul ini me mang sakti mandraguna.
Terutama ia me miliki kekuatan sihir yang kuat karena gurunya
bukan manusia me lainkan s iluma n atau sebangsa lelembut. Ia
menge luarkan pekik panjang melengking yang menggetarkan
seluruh puncak itu dan tiba-tiba tubuh yang ha mpir dua kali
besar tubuh Empu Dewamurti itu berpusing cepat seperti
gasing! Jilid 3 MENGHADAPI ilmu aneh dari ratu kerajaan s iluman ini
Empu Dewamurti menjadi terkejut. Biarpun gerakannya amat
cepat,Namun dia tidak ma mpu menyerang tubuh yang
berpusing seperti gasing itu. Setiap kali dia mengirim
tamparan, pukulan atau tendangan, selalu tertangkis tubuh
yang berpusing itu. Dan dan pusingan itu kadang me ncuat
tangan yang mencengkeram atau mena mpar, terkadang kaki
yang panjang besar mencuat dengan tendangan kilat yang
amat dahsyat. Setelah kedua orang sakti itu bertanding
beberapa lamanya, di tonton oleh empat orang datuk yang
lain, akhirnya perlahan-lahan Empu Dewa murti mulai terdesak.
Tubuh raseksi yang berpusing itu gerakannya se makin cepat
sehingga tubuhnya lenyap berubah menjadi gulungan bayangbayang yang selain mengeluarkan suara menderu, juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diselingi suara tawa melengking yang menggetarkan jantung
penuh dengan pengaruh dan tenaga sihir dahsyat.
Empu Dewamurti ma klum bahwa kalau dilanjutkan dia
tentu akan roboh. Tiba-tiba dia menge luarkan suara gerengan
dahsyat dan terdengar suaranya mengelegar seperti guntur
sehingga bumi di mana mereka berpijak tergetar dan pohonpohon terguncang seperti di landa angin ribut.
"Aji Triwikra ma!" Kakinya dibanting ke tanah sa mbil
me langkah tiga kali dan..... Ratu Mayang Gupita
menge luarkan seruan kaget me lihat betapa kini tubuh Empu
Dewamurti berubah menjad i besar sekali, jauh lebih besar
daripada tubuhnya sendiri, seperti sebatang pohon beringin
yang besar dan lebat! Akan tetapi raseksi itu adalah seorang
yang selain sakti mandraguna juga sudah me miliki banyak
sekali pengalaman bertanding, maka ia t idak men jadi gentar.
Maka pada saat Empu Dewamurti yang telah menjadi raksasa
sebesar pohon beringin itu mendorongkan telapak tangan ke
arahnya, ia berani mengerahkan tenaga dan menyambut
dengan dorongan tangannya yang mengeluarkan bola ap i.
"Blarrr .....!" Hebat sekali pertemuan dua tenaga sakti itu.
Bola api itu meleedak dan mengeluarkan asap, dan tubuh ratu
kerajaan siluman itu terdorong mundur e mpat langkah' Pada
saat itu, Empu Dewamurt i kembali menyerangnya dengan
dorongan kedua telapak tangannya yang bertenaga dahsyat.
Ratu Mayang Gupita juga sudah siap menyambut, la merasa
girang sekali ketika me lihat betapa Resi Bajrasakti dan tiga
orang datuk dari kerajaan Wurawari itu serentak maju
pula me nyambut serangan Empu Dewamurti dengan
dorongan tangan mereka yang disertai pengerahan tenaga
sakti. "Syuuuuttt ..... darrrrr .....!!" Dapat bayangkan
betapa dahsyatnya tenaga lima orang itu yang
dipersatukan menyambut serangan Empu Dewamurti.
tubuh setinggi pohon beringin itu terlempar jauh ke
belakang dan berubah menjadi seperti biasa kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika terbanting ke atas tanah, darah mengalir dari mata,
telinga, hidung dan mulut Empu Dewamurti. Akan tetapi
dalam keadaan separah itu, sang empu masih sanggup
menge luarkan Aji Sirnasarira dan tiba-tiba saja tubuhnya
menghilang! Lima orang lawannya yang tadinya merasa girang
me lihat mereka dapat merobohkan sang e mpu yang a mat
sakti itu, menjadi terkejut dan b ingung karena tiba-tiba tubuh
lawan yang mereka robohkan itu lenyap. Mereka menjadi
gentar, takut kalau-kalau dalam keadaan tidak tampa k Empu
Dewamurti menyerang mereka dengan pukulan me matikan.
Maka, tanpa dikomando lag i lima orang itu lalu melompat
pergi meninggalkan tempat itu. Karena tidak dapat melihat
lawan, lima orang itu menjad i ketakutan seolah merasa diri
mereka dikejar, maka mereka mengerah kan tenaga berlari
secepat mungkin menuruni Gunung Arjuna.
Ketika mereka tiba di lereng bawah dekat kaki gunung,
mereka yang berlari cepat dengan ketakutan itu tidak melihat
Nurseta yang bersembunyi di balik sebatang pohon jati yang
besar. Pemuda itu secara kebetulan tadi menengok
me mandang ke belakang, ke arah puncak di mana dia
men inggalkan gurunya. Pada saat itulah dia me lihat lima
bayangan orang yang berlari secepat terbang, menuruni
puncak. Dari cara mereka berlari seperti terbang, tahulah
Nurseta bahwa mereka tentu orang-orang yang memiliki aji
kanuragan yang tinggi tingkatnya. Timbul keheranan dan
kecurigaan dalam hatinya, maka dia lalu menyelinap di
balik batang pohon agar mereka tidak dapat melihatnya.
Ketika lima orang itu lewat dekat, dia mengenal seorang di
antara mereka sebagai Resi Bajrasakti yang pada lima
tahun yang lalu bersama Nyi Dewi Durgakumala pernah
bertanding melawan gurunya. Hati Nurseta merasa tidak enak.
Melihat adanya Resi Bajrasakti di antara lima orang itu,
timbul kecurigaannya. Apa lagi empat orang yang lain itu
juga me miliki kesaktian, hal ini tampak dari car mereka berlari.
Walaupun Nyi Dewi Durga kumala tidak tampak di antara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka, akan tetapi seorang di antara mereka adalah seorang
wanita bertubuh tinggi besar
seperti raksasa
yang menyeramkan. Hampir dapat dipastikan bahwa tentu lima
orang itu tidak ber maksud baik mendaki puncak itu. Janganjangan mereka menyerbu pondok gurunya.
Membayangkan hal ini, Nurseta lalu cepat berlari mendaki
gunung itu lagi menuju ke puncak di mana tadi dia
men inggalkan gurunya. Dengan me mpergunakan Aji Bayu
Sakti, tubuhnya meluncur seperti angin cepatnya dan sebentar
saja dia sudah tiba di depan pondok.
"Eyang guru .....!'"' serunya lirih dan cepat dia me mbuka
pintu pondok dan masuk. Akan tetapi, dia tidak dapat
mene mukan gurunya dalam pondok. Nurseta melompat keluar
dan berlari cepat menuju ke te mpat di mana tadi dia
men inggalkan gurunya yang duduk di atas batu besar.
Tak la ma kemudian pe muda itu berdiri terbelala k dengan
muka pucat me mandang ke arah batu yang biasa menjadi
tempat dia termenung dan bersamadhi itu 'sudah hancur
berkeping-kep ing dan tidak tampak gurunya berada di situ.
Tiba-tiba dia mendengar gerakan orang. Cepat dia
me mutar tubuhnya dan dia me lihat Empu Dewamurti berd iri
dan terhuyung-huyung agaknya hendak melangkah na mun
sukar kakek itu me mpertahankan dirinya yang hendak roboh.
"Eyang guru .....!" Nurseta melompat dan cepat merangkul
dan alangkah kagetnya melihat darah menga lir dari mata,
hidung, mulut dan telinga gurunya. Ketika dia merangkul,
Empu Dewamurti terkulai pingsan dalam pe lukannya.
"Eyang .....!" Nurseta lalu me mondong tubuh gurunya dan
dibawanya tubuh yang kurus itu berlari cepat ke pondok.
Setelah merebahkan tubuh gurunya ke atas amben (dipan),
Nurseta me meriksa keadaan Empu Dewamurti dan alangkah
kagetnya mendapat kenyataan betapa kakek itu mender ita
luka dalam yang a mat parah dan hebat. Dia hanya dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengurut jalan darah di tubuh gurunya untuk me mperlancar
jalan darahnya yang kacau. Akhirnya, kakek itu menghela
napas dan me mbuka matanya. Dia tersenyum ketika melihat
muridnya. "Nurseta ....., kau ..... kau belum pergi .....?"
katanya lemah. "Saya sudah tiba di kaki gunung ketika saya me lihat lima
orang itu melarikan diri. Di antara mereka terdapat Rasi
Bajrasakti. Mereka yang melukai paduka eyang?"
Kakek itu tersenyum. "Syukur engkau ..... sudah pergi
ketika ..... mereka datang ..... mereka itu ..... dari Kerajaan
Wengker Kerajaan Wurawiri..... Kerajaan Siluman Laut
Kidul.... musuh-musuh Kahuripan ..... maka mere ka .....
hendak mera mpas ..... Megatantra ..... berhati-hatilah .....
men ..... menjaganya ....." Kakek itu me meja mkan kedua
matanya, terkulai dan menghembuskan napas terakhir dalam
keadaan tersenyum penuh kepasrahan.
"Eyang .....!" Nurseta menyembah lalu berb isik sa mbil
mende katkan mulutnya di telinga kake k itu. "Selamat jalan
eyang, semoga Sang Hyang Widhi selalu me mbimbing
paduka." Nurseta duduk diam, bersila di atas lantai untuk berdoa,
me mujikan agar sang empu dapat memasuki kedamaian
abadi. Beberapa kali nafsu daya rendah mengganggu hati dan
pikirannya untuk me mbayangkan kematian eyang gurunya
sehingga perasaan denda m sa kit hati dapat me mbakar
dan menguasai hatinya. Nurseta maklum akan bahayanya
pengaruh ' nafsu daya rendah ini. Eyang gurunya selalu
me mper ingatkan agar dia jangan sampai dikuasai nafsunafsunya sendiri. Terutama sekali nafsu amarah yang
men imbulkan denda m akan me ndorongnya kepada
kekeja man dan pelampiasan nafsu dendam. Dia me mang
harus menentang orang-orang jahat, akan tetapi bukan
didasari denda m kebencian. Menghadapi dorongan nafsu daya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rendah ini, dia tidak melawan, tidak menekan, melainkan
me mbiarkan dirinya lentur dan kuat sehingga serangan nafsu
itu hanya lewat dan lalu begitu saja, hilang dengan sendirinya.
Inilah Aji Sirnasarira (Lenyap Diri) yang $ditujukan ke dala m.
Aji ini me mbuat perasaan yang bersumber dari si- aku
menghilang. Kalau tidak ada lagi s i-aku, dengan
sendirinya tidak ada rasa benci, dendam dan sebagainya
lagi. Semua itu hanya ulah nafsu. Aji Sirna sarira ini kalau
ditujukan keluar, dapat berpengaruh seperti aji palimutan
yang me mbuat dia dapat menghilang atau tidak tampak
oleh mata orang lain.
Setelah matahari naik t inggi, Nurseta lalu menumpuk kayukayu kering di sekeliling te mpat tidur gurunya, kemudian dia
me mba kar kayu yang ditumpuk-tu mpuk itu. Setelah kayu
terbakar dan berkobar besar, dia keluar dari da la m pondok.
Pondok mulai terbakar. Perbuatan ini dia lakukan sesuai
dengan pesan eyang gurunya yang pernah mengatakan
bahwa kalau dia mati, dia ingin agar jenazahnya diperabukan.
"Setelah badan ini menjadi abu, taburkan dari puncak agar
tersebar di seluruh per mukaan gunung dan men jadi pupuk
bagi kesuburan sawah ladang." demikian pesan eyang
gurunya. Kini dia teringat akan s ikap dan kata-kata gurunya
pagi tadi. Gurunya secara mendadak menyuruhnya pergi
men inggalkan puncak, me mbawa pergi Keris Megatantra,
menyerahkan seluruh e mas yang dimilikinya kepadanya!
Seolah orang tua itu sudah tahu atau dapat merasakan bahwa
saat akhir hidupnya akan tiba pada hari itu.
Setelah pondok kayu sederhana itu terbakar habis, Nurseta
lalu men cari di antara puing dan mene mukan abu jenazah
Empu Dewa murt i di antara abu kayu pondok. Abu jenazah itu
keputih-putihan, berbeda dengan abu dan arang kayu. Dia
mengumpulkan abu jenazah itu, membungkusnya dalam
sehelai kain ikat kepala yang lebar, kemudian me mbawanya
ke puncak, ke te mpat di mana dia dapat me mandang seluruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
permukaan lereng vang di bawah puncak*itu. Sawah ladang
terbentang luas.
Ada rasa haru dalam hatinya. Gurunya adalah seorang
manusia yang bijaksana dan budiman. Bahkan setelah mati
pun dia ingin agar jas maninya ber manfaat bagi manusia, agar
$bu jenazahnya dapat menjadi pupuk dan menyuburkan
sawah ladang! Nurseta lalu mula i menabur kan abu itu
sedikit de mi sedikit keatas ketika angin bertiup. Abu itu
terbawa angin melayang-layang ke bawah puncak, seolah
menghujani sawah ladang yang berada di sana.
Setelah abu jenazah itu disebarkan semua, Nurseta lalu
menuruni puncak itu dan dia me mpergunakan ilmunya Bayu
Sakti sehingga tubuhnya seolah melayang layang turun dari
puncak Arjuna dengan cepat sekali.
* ** Pada suatu sore Nurseta berjalan melalui sebuah
hutan ce mara dan dia sedang mencari kalau-kalau
terdapat sebuah dusun di sekitar daerah itu agar dia dapat
me lewatkan malam dengan me numpang di rumah
sebuah keluarga petani, atau setidaknya dia dapat
mene mukan sebuah gubuk di tengah sawah ladang.
Setelah keluar dari hutan cemara yang tidak berapa besar
itu, dari jauh dia sudah men dengar suara ge mercik air, tanda
bahwa tak jauh dari situ terdapat sebatang anak sungai yang
airnya bening menga lir di antara batu-batu atau sebuah
grojogan (air terjun) yang airnya menimpa batu-batu
mendatangkan suasana sejuk dan nya man. Nurseta merasa
gembira karena dia me mang merasa gerah dan dapat
me mbayangkan betapa akan sejuk dan segarnya mandi di air
yang jernih. Dia me mpercepat langkahnya menuju ke arah
suara air ge mercik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba dia menahan langkahnya. Terdengar suara
beberapa orang wanita bercakap-cakap, bersenda gurau dan
tertawa cekikikan di antara gemercik suara air itu. Kalau ada
wanita-wanita di situ, berarti tempat itu pasti dekat dengan
sebuah dusun! Hatinya merasa lega dan girang. Dia akan
mengha mpiri para wanita itu dan menyapa mereka. Akan
tetapi ketika dia'sudah berada dekat dengan dari mana
datangnya suara itu, dia tertegun dan mengintai dari balik
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
batu besar. Gemercik a ir itu me mang berasal dari sebuah
grojogan kecil dan dibawahinya terdapat sebatang anak
sungai yang airnya jernih sekali, menga lir di antara batu-batu
bersih. Yang me mbuat dia tersipu adalah ketika dia melihat
tiga orang gadis bertapih pinjung (ka in penutup tubuh dari
dada ke bawah) yang basah kuyup sehingga mencetak bentuk
tubuh mereka yang indah dan tampa k kulit pundak, leher dan
lengan yang putih kuning mulus. Usia mereka antara tujuh
belas sampai dua puluh tahun. Wajah mereka tampak ayu dan
man is, dengan rambut basah terurai dan wajah berseri seri
penuh senyum dan tawa senda gurau. Kalau tertawa, mulut
mereka agak terbuka dan tampak deretan gigi yang putih
mengkilat di balik bibir merah segar. Bukan seperti gadis-gadis
dusun pada umumnya, pikir Nurseta. Lebih pantas kalau
mereka itu datang dari kota, gadis gadis bangsawan, seperti
yang pernah dilihatnya beberapa kali dahulu ketika dia masih
tinggal di Karang Tirta, yaitu kalau Ki Lurah Suramenggala
kedatangan tamu Bangsawan. Akan tetapi kalau mereka itu
puteri bangsawan, mengapa mereka berada di dusun dan
mandi di kali"
Nurseta merasa tidak enak untuk mengintai terus, dapat
men imbulkan prasangka buruk, pikirnya. Maka diapun keluar
dari balik batu besar itu dan mengha mpiri mereka. Tiga orang
gadis itu agaknya habis mencuci paka ian yang mereka taruh di
dalam keranjang, dan kini mereka sedang mandi. Seorang dari
mereka yang usianya sekitar dua puluh tahun, sedang
berkeramas (me ncuci ra mbut). Rambutnya yang hitam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panjang itu digosok gosoknya dengan biji lerak dan daun
kenanga dan ketika me lakukan pekerjaan ini, kepalanya
ditundukkan, rambutnya terurai ke bawah, kedua tangannya
menggosok-gosok sehingga tubuh bagian atas itu bergerak
gerak seperti sedang menari. Orang kedua, gadis manis
berusia sekitar delapan belas tahun, sedang menggosok-gosok
kulit dada bagian atas dekat leher dengan sebuah batu hitam
yang halus. Adapun gadis ke tiga yang usianya sekitar tujuh
belas tahun sedang menggosok-gosok betis ka ki kanannya
yang ia angkat ke atas sebuah batu. Betis berkulit kuning
mulus itu juga digosok-gosok dengan batu hitam yang halus.
Melihat tiga tubuh gadis muda yang padat, berkulit putih
mulus, dengan lekuk lengkung yang sempurna, bagaikan tiga
tangkai bunga yang sedang me karnya, Nurseta terpesona.
Belum pernah selamanya dia merasa sedang melihat suatu
pemandangan yang luar biasa indahnya.
Nurseta tiba di tepi anak sungai, hanya dalam jarak tiga
meter dari mereka. Karena sedang asyik dengan pe kerjaan
masing-masing dan tersamar oleh suara gemerc ik a ir, mereka
agaknya tidak melihat atau mendengar kedatangan pemuda
itu. "Maafkan aku, nimas bertiga1" kata Nurseta dengan suara
agak nyaring untuk mengatasi suara ge merc ik air.
Tiga orang gadis itu menengok dan mereka terkejut sekali
me lihat ada seorang pe muda telah berdiri di tepi sungai.
Bahkan gadis yang termuda, yang tadi mengangkat kakinya
ke atas batu dan menggosok-gosok betisnya, kini berdiri tegak
dan gerakannya yang tiba tiba ini me mbuat ikatan tapih
pinjungnya terlepas dan kain itu merosot. Ia menjerit kecil dan
kedua tangannya cepat menangkap kain itu dan menariknya
kebali ke atas, namun kain itu tadi telah se mpat me mbuka dan
me mper lihatkan sekilas sepasang payudara yang padat dan
indah bentuknya. Pada jaman itu, payudara wanita bukan
merupakan bagian tubuh yang tera mat dirahasiakan. Namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gadis itu tersenyum ma lu-ma lu, tersipu dan menundukkan
mukanya. Dua orang gadis lainnya juga me mandang kepada
Nurseta. Mereka bertiga terkejut karena tidak menyangka
akan ada seorang laki-laki muda mende kati dan menyapa
mereka. Gadis tertua, yang mempunyai titik tahi lalat hita m di
pipi kirinya, me mbuatnya tampak manis sekali, mewa kili
teman-temannya. Agaknya ia yang paling berani menghadapi
pemuda asing itu dan suaranya terdengar merdu dan tutur
sapanya halus, jelas menunjukkan bahwa ia bukan seorang
gadis dusun yang lugu dan kasar.
"Ki sanak, andika ini seorang pria, apa ma ksud andika
mende kati dan menyapa kami tiga orang wanita yang sedang
mandi?" Pertanyaan ini merupakan teguran, namun
dilakukan dengan halus men jadi sebuah pertanyaan.
Nurseta maklum a kan hal ini dan se makin kuat dugaannya
bahwa wanita-wanita muda ini jelas bukan gadis-gadis dusun
biasa yang sederhana dan bodoh.
"Sekali lag i aku mohon maaf kalau mengganggu andika
bertiga. Aku bernama Nurseta, seorang kelana yang ingin
minta keterangan kepada andika di manakah kiranya
aku dapat menemukan te mpat untuk me lewatkan malam
ini." kata Nurseta dan diapun bersikap sopan. Dia duduk di
atas sebongkah batu di tepi anak sungai itu dan menga mati
mereka bertiga dengan sikap sopan, tidak secara langsung
menga mati wajah dan tubuh mereka, melainkan sambil lalu
seolah di depannya itu tidak terdapat pemandangan
yang amat menarik hatinya. Dia mendapat kenyataan betapa
gadis tertua yang bicara lengannya bertubuh agak tinggi
sema mpai lehernya panjang kepalanya tegak me mbuat ia
tampak anggun. Wajahnya manis, pandang matanya penuh
pengertian dan cerdik. Akan tetapi keseriusan yang
me mbayang di wajahnya yang ayu itu mendatangkan kesan
bahwa ia seorang wanita yang tidak mudah diajak bergurau,
mungkin agak keras hatinya. Tahi lalat di pipi .kirinya itu
mena mbah keman isan wajahnya. Gadis ke dua yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
usianya sekitar delapan belas tahun berwajah bulat dan
kulitnya putih sekali. Wajahnya cantik jelita, sepasang
matanya bersinar-sinar penuh gairah hidup dan mulutnya
yang tersenyum-senyum nakal itu me mbuat Nurseta
menduga bahwa gadis ini tentu seorang yang berwatak
riang jenaka. Mulutnya yang bentuknya indah dengan
sepasang bibir t ipis merah me mbasah yang agaknya selalu
berjebi, selalu senyum dan kadang tampaklah kilatan gigi yang
berderet rapi dan putih. Ada pun gadis ke tiga yang tadi
merosot tapih pinjungnya, berusia sekitar tujuh belas
tahun, bagaikan kuncup bunga mawar mula i mekar, wajahnya
berbentuk bulat telur, dahinya agak nonong (menonjol) akan
tetapi ia juga manis sekali, kalau tersenyum muncul lesung
pipit kanan kiri mulutnya. Ia lebih banyak menundukkan
pandang matanya, seperti malu-ma lu, na mun s ikap seperti ini
bahkan mena mbah daya tariknya sebagai seorang dara yang
baru tumbuh dewasa.
Tiga orang gadis yang amat menarik hati, pikir Nurseta. Dia
merasa heran bagaimana di luar sebuah hutan, di tempat
yang sunyi ini, dia dapat bertemu dengan tiga orang gadis
cantik seperti mere ka.
Mendengar ucapan Nurseta yang penuh hormat itu dan
me lihat sikapnya yang sopan santun, tiga orang gadis itu
menjad i agak berani. Bahkan gadis dua tertawa dan
menutupi mulut dengan tangan kirinya gerakannya begitu
luwes dan indah, penuh kele mbutan seorang wanita.
"Hi-hik, andika telah me mperkenalkan na ma kepada
kami, tentu andika juga ingin sekali mengetahui na ma
kami Bukankah begitu, Kakangmas Nurseta?"
"Ih, ma lu, Mbakayu Kenangasari!" kata dara yang
paling muda sambil me nahan senyum dan menger ling sopan
ke arah Nurseta. "Mengapa mesti ma lu, Widarti" Orang saling
me mper kenalkan na ma sewaktu bertemu, bukankah itu
wajar-wajar saja" bukankah begitu, Mbakayu Sukarti?" kata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gadis ke dua sa mbil tersenyum cerah. Gadis pertama
mengerutkan alisnya.
"Dia mlah kalian berdua dan jangan bergurau selalu.
Kisanak ini tentu akan menganggap kita kurang sopan."
tegur dara pertama yang tertua.
Nurseta tertawa. Sikap tiga dara ini me mbuat suasana
menjad i se makin cerah dan_ indah, me mbuat ge mercik air
semakin nyaring mengge mbirakan.
"Ha-ha-ha, nimas bertiga yang baik. Tida k perlu bersusah
payah memper kenalkan na ma karena aku sudah tahu siapa
nama andika bertiga."
"Andika sudah tahu,
Kakangmas Nurseta?" tanya
Kenangasari sa mbil tersenyum.
"Tentu saja! Andika bernama Kenangasari, nimas ini
bernama Sukarti dan yaing tu berna ma Widarti." kata Nurseta
yang kini dihinggap i perasaan gembira menghadap i tiga orang
gadis jelita itu.
"He mrn, apa anehnya itu" Kenangasari, jangan bodoh.
Tentu saja dia tau, karena tadi kita saling me manggil na ma
masing-masing!" kata Sukarti.
"Benar sekali. Tadi andika bertiga tanpa kuminta telah
me mper kenalkan na ma masing-mas ing. Sekarang, setelah kita
saling berkenalan, maukah andika bertiga suka menjawab
pertanyaanku tadi?"
"Pertanyaan yang mana" Andika tadi bertanya apa sih?"
Tanya Kenangasari dengan senyum manis.
"Tadi a ku bertanya apakah andika bertiga dapat
menunjukkan di mana aku bisa mendapatkan tempat untuk
me lewatkan malam ini."
Tiga orang gadis itu
saling pandang, kemudian
Kenangasari yang menjawab. Agaknya ia merupakan orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang paling pandai dan berani bicara seh ingga ia
mewakili kedua orang te mannya untuk menjawab.
"Kenapa andika tidak ber ma la m saja di rumah kami,
Kangmas Nurseta?"
"Ih, Mbakayu Kenangasari, engkau lancang! " tegur Widarti.
"Kenapa lancang" Bukankah kita sudah ber kenalan dengan
Kangmas Nurseta dan agaknya dia bukan penjahat" Apa
salahnya dia bermalam di rumah kita sema la m" Kita
me mpunyai sebuah kamar kosong."
"Tapi ....." Kini Sukarti yang me ncela. Ucapannya dipotong
cepat oleh Kenangasari.
"Kau maksudkan ..... ayah kita, Mbak yu Sukarti" Kalau kita
yang minta agar Kangmas Nurseta diboleh kan menginap di
rumah kita ma la m ini, pasti dia akan menyetujui."
Nurseta merasa girang, akan tetapi juga rikuh
(sungkan). "Ah, nimas, terima kasih atas kebaikan hati andika
bertiga, akan tetapi aku sa ma sekali tidak ingin merepotkan
andika!" "Kalau kita sudah saling berkenalan dan menjadi
sahabat, mengapa masih bersikap sungkan ?" Sukarti yang kini
menyetujui usul Kenangasari, mencela.
"Kakangmas, boleh aku bertanya?" kata Widarti.
Gadis manis yang tadi tampak pe malu itu kini berani
menatap wajah Nurseta dan sepasang lesung pipitnya muncul
di kedua pipinya.
"Tentu saja boleh, nimas. Bertanyalah." jawab Nurseta.
Bercakap-cakap dengan t iga orang gadis yang ayu manis dan
ramah ini sungguh menyenangkan hatinya.
"Begini, Kangmas Nurseta. Andaikan andika berada dalam
rumah andika dan kami bertiga datang berkunjung, apakah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kiranya andika akan menolak kedatangan ka mi karena merasa
repot?" Nurseta tertegun. Dia tadi salah sangka! Gadis yang
tampak pe ma lu ini sesungguhnya pandai bicara dan cerdas
sekali. Kalau dua orang gadis yang la in me mbujuknya untuk
bermalam dengan kata-kata biasa yang dapat ditolaknya.
gadis termuda ini mengajukan pertanyaan yang sekaligus
me mbuat dia tidak mungkin lagi menolak!
"Tentu saja tidak, nimas." jawabnya dan dia sudah
merasa ka lah. "Nah, kalau andika a kan mau mener ima kami dan t idak
merasa repot, kamipun de mikian pula. Kami tidak akan repot,
bahkan merasa gembira sekali kalau andika mau ber malam di
gubuk kami, tentu saja kalau andika tidak merasa jijik t inggal
semalam di gubuk kami yang reyot dan kotor!"
Nurseta taluk. Ucapan gadis itu mena mbah kuatnya
desakan itu dan dia sama sekali tidak berdaya untuk
meno laknya. Tidak ada alasan lagi baginya untuk menolak
karena tadi dia sudah menyatakan bahwa dia me mbutuhkan
tempat untuk menginap malam ini.
Dia menge mbangkan kedua lengan dan men ggerakkan
kedua pundak tanda tak berdaya sambil tersenyum. "Baiklah,
aku terima undangan andika
dan sebelumnya aku
mengucapkan banyak terima kasih "
"Horeee .....!" Kenangasari bersorak seperti anak kecil.
"Kalau beg itu mari kita pulang! Mari, Kakangmas Nurseta!"
Tiga orang gadis itu menga mbil keranjang pakaian dan keluar
dari anak sungai itu.
"Di mana rumah andika bertiga?" tanya Nurseta.
"Di depan sana, tidak jauh dari sini!" jawab Sukarti sambil
menunjuk ke arah utara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Silakan andika berangkat leb ih dulu, Nanti aku menyusul
ke sana. " kata Nurseta
"Eh, kenapa, kakangmas" Bukankah andika sudah
setuju untuk ber ma la m dirumah kami?" tanya Kenangasari.
"Benar, nimas. Akan tetapi aku ingin mandi dulu di sini.
Airnya begitu jernih dan segar."
"Andika tidak akan me langgar janji dan berbohong
kepada kami, Kang Nurseta?" tanya Widarti.
"Kalau begitu, biar kami menanti sini sampai andika selesai
mandi!" kata Sukarti.
"Wah, jangan andika bertiga menunggu di sini. Aku akan
merasa malu! Percayalah, seorang laki-la ki t idak akan
sudi melanggar janjinya! Pulanglah kalian lebih dulu. Setelah
selesai mandi aku akan segera datang berkunjung.
Tentu kalian ingin bersiap-siap sebelum aku datang, bukan"
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jangan repot-repot, hidangkan saja seadanya, semuanya!"
Nurseta berkelakar. Tiga orang gadis itu tertawa
renyah, gigi mereka yang putih ta mpak sebentar.
"Jangan terlalu la ma, kami tunggu!" kata Sukarti dan
mereka bertiga lalu pergi dari situ sambil tertawa-tawa. Dari
belakang mereka, Nurseta melihat betis-betis yang memadi
bunting dan putih mulus bergerak-gerak, pinggul-pinggul
yang indah di balik kain basah itu menari-nari. Setelah tiga
orang gadis itu menghilang di balik pohon-pohon, Nurseta
tersenyum dan menghela napas panjang.
baik sekali nasibnya, bertemu dengan bidadari-bidadari
yang selain ayu merak ati (cantik menggiurkan) juga ba ik hati
dan ramah sekali. Dia la lu menanggalkan seluruh pakaiannya
dan masuk ke dalam air yang sejuk segar. Dia men iru apa
yang dilakukan para gadis tadi. Dia mbil-nya sepotong batu
hitam yang licin dan dia menggosok-gosok seluruh kulitnya
dengan batu hita m itu sehingga bersih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian dia mencuci pakaian yang tadi dipakainya dan
setelah selesai memeras pakaian itu dan menaruhnya di atas
batu, dia lalu mengenakan pa kaian bersih.
Setelah naik ke tepi anak sungai. Nurseta menge mbangkan dan mengebut ngebutkan pa kaian yang
tadi dicucinya. Karena dia mengerahkan tenaganya, maka
pakaian itu berkibar kuat dan sebentar saja sudah menjadi
kering kembali! Setelah menyimpan pakaian itu ke dalam
buntalan pakaiannya dan men ggendong buntalan itu,
berangkatlah Nurseta menuju ke arah yang ditunjuk Sukarti
tadi. Hari telah menje lang senja ketika akhirnya Nurseta tiba di
pekarangan depan sebuah rumah pondok besar yang tidak
berapa jauh letaknya dari anak sungai tadi.
Begitu dia me masuki pekarangan, muncul e mpat
orang dari pintu depan pondok itu. Lampu gantung
sudah di pasang di beranda itu dan Nurseta lihat tiga orang
gadis tadi yang kini sudah mengenakan pakaian baru,
rambut gelung dengan rapi dan dihias bunga melati. Mereka
tersenyum-senyum, manis sekali. Akan tetapi pandang mata
Nurseta ditujukan kepada laki-laki yang berada di antara
mereka. Laki-laki itu berusia kurang lebih lima puluh tahun.
Pakaiannya mewah seperti priyayi. Rambutnya digelung ke
atas dan diikat rantai kecil dari emas! Sebatang keris dengan
sarungnya yang indah terselip di depan pinggangnya. Laki-la ki
ini bertubuh tegap dengan dada bidang dan wajahnya masih
tampak muda, tampan dan gagah. Melihat e mpat orang
itu agaknya sedang menanti untuk menyambutnya,
Nurseta segera menghampiri mereka dan me mber i hormat
dengan sembah di depan dada.
"Kakangmas
Nurseta, inilah ayah kami, Raden
Hendratama." Sukarti me mper kenalkan laki-la ki gagah itu.
Nurseta me mberi hormat. Dia m-dia m ia terkejut mendengar laki-laki itu seorang priyayi, seorang bangsawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau begitu tiga orang gadis itu adalah puteri puteri
bangsawan seperti yang tadi pernah diduganya. Akan tetapi
yang amat aneh, mengapa keluarga ini tinggal di pondok yang
terpencil" Tidak ta mpak ruma h lain di situ.
"Raden, maafkanlah kalau kelancangan saya berkunjung ini
mengganggu ketenangan keluarga paduka." kata Nurseta
hormat. Agaknya sikap sopan pe muda itu menyenangkan hati lakilaki yang berna ma raden Hendrata ma itu.
Dia tersenyum. 'Wah, anakmas Nurseta, anak-anakku
telah menceritakan tentang dirimu, anggaplah kami
sebagai keluargamu atau sahabat baik, karena itu jangan
sebut aku raden. Sebut saja paman. Biarpun aku seorang
pangeran, namun su dah la ma aku meninggalkan keluarga
istana dan hidup sebagai rakyat biasa."
Nurseta merasa ge mbira sekali. Kiranya ayah dar i tiga
orang dara Inipun rendah hati dan ramah sekali. Diapun
tidak merasa ragu lagi dan menganggap mereka itu sebuah
keluarga bekas ningrat yang baik hati sekali.
"Terima kasih, Paman Hendratama."
"Mari, mari masuk, Kangmas Nurseta. Kita duduk dan
bicara di ruangan dalam." kata Kenangasari ramah.
"Benar, anakmas. Silakan masuk dan kita bercakap-cakap
di dalam." kata pula Hendratama. Nurseta tidak merasa
sungkan lagi dan dia ikut me masu ki ruangan yang luas.
Ternyata ruangan itu cukup indah, dengan meja kursi
terukir dan terutama sekali di dinding ruangan itu
tergantung banyak sekali senjata yang tampak serba
indah. Tentu pusaka-pusaka ampuh, pikir Nurseta. Terdapat
banyak tombak, klewang (golok), pedang, dan
bermaca m-maca m keris, dari yang kecil sa mpai yang besar.
Dia merasa heran sekali, akan tetapi dia m saja takut kalau
disebut lancang kalau banyak bertanya. Setelah dipersilakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duduk, Nurseta duduk berhadapan dengan Hendratama dan
tiga orang gadis yang masih berd iri me mandang kepadanya.
Kenangasari yang centil lalu berkata kepada Nurseta sambil
tersenyum. "Kakangmas, sekarang kami bertiga pamit dulu untuk
me mpers iapkan hidangan ma kan ma la m."
"Ah, harap andika jangan repot-repot, nimas ....." kata
Nurseta sambil menggerakkan tangan seolah mencegah.
"Tida k usah repot, keluarkan saja seadanya, semuanya!
Begitu kata mu tadi,bukan?" kata Windarti sambil tersenyum
dan mengerling nakal.
Tentu saja wajah Nurseta menjadi merah. Tadi dia hanya
bergurau akan tetapi gadis-gadis itu ma lah mengulanginya di
depan ayah mereka! Tiga orang dara jelita itu tertawa-tawa
sambil me ninggalkan ruangan itu menuju ke belakang.
"Ah, anakmas Nurseta. Jangan Sungkan Anak-anak itu
me mang nakal dan suka menggoda orang."
"He mm, tidak sa ma sekali, pa man. Mereka ..... mereka
adalah gadis-gadis yang baik budi, berhati mulia dan manis
sekali." "Ha-ha-ha!" Laki-laki gagah itu tertawa. "
Andika suka kepada mereka?"
Nurseta tertegun, akan tetapi dia menyadari bahwa yang
dimaksudkan tuan ru mah ini tentulah rasa suka a kan sesuatu
yang indah dan baik, bukan rasa cinta seorang pria terhadap
wanita. Setelah berpikir demikian, diapun menjawab dengan
sikap biasa. "Tentu saja, paman saya suka sekali kepada
mereka." "Bagus! Kalau begitu, andika mau menjadi sua mi mereka,
atau seorang di antara mereka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mau tidak mau Nurseta terbelalak saking herannya. Ini
sudah gila! Mana ada seorang ayah menawarkan tiga orang
anak gadisnya untuk menjadi isteri seorang pemuda asing
yang sama sekali tidak dikenalnya" Ditawarkan ketiga tiganya
lagi! Kekhawatirannya sesaat terjadi. Rasa suka itu diartikan
rasa cinta oleh Raden Hendratama!
"Ahh! Ini...... ini..... saya maksudkan. saya suka sekali
kepada mereka karena mereka baik budi, saya suka menjadi
sahabat mereka........"
"He mm, andika tidak suka me mper isteri mereka atau
seorang di antara mereka?"
"Maafkan saya, paman. Bukan saya tidak suka, akan tetapi
saya sama sekali belum me mpunyai niat untuk mengikatkan
diri dengan perjodohan."
"Kenapa, anakmas?"
Hendratama mendesak sa mbil
menga mati wajah pemuda itu.
Merasa terdesak, dan juga karena dia percaya kepada
keluarga bangsawan yang rendah hati dan baik budi
bahasanya ini, Nurseta berterus terang. "Saya tidak mau
mengikatkan diri dengan perjodohan dulu,paman, karena
saya masih me mpunyai banyak tugas dar i mendiang eyang
guru saya yang harus saya selesaikan." Raden Hendratama
mengangguk angguk. "Itu bagus sekali, anakmas. Seorang
murid harus lah berbakti dan taat kepada gurunya, dan
sikap mu itu menunjukkan bahwa andika seorang murid
yang baik seka li. Siapakah mendiang guru andika itu?"
"Mendiang eyang guru adalah Empu Dewa murt i, paman."
Raden Hendratama terkejut. "Jagat Dewa Bathara Kiranya
guru andika adalah Sang Empu Dewamurti yang sakti
mandraguna! Dan kata mu tadi dia sudah men inggal dunia?"
"Benar, paman. Beberapa bulan yang lalu eyang guru telah
wafat." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, kalau begitu andika tentu seorang ksatria yang
sakti mandraguna, Anakmas Nurseta!"
"Apakah pa man mengena l men diang eyang guru?"
Nurseta bertanya untuk me ngalihkan perhatian karena dia
tidak ingin bicara tentang kesaktian.
"Siapa tidak mengenal Empu Dewamurti" Ada beberapa
batang keris buatannya kusimpan! Semua keturunan Wangsa
ishana mengenalnya dengan ba ik!"
Dia m-dia m Nurseta terkejut. Dia menatap wajah lakilaki itu dan bertanya, "Maafkan saya, paman. Kalau begitu...
paman adalah seorang keturunan keluarga istana kerajaan
Mataram?" Raden Hendratama menghela napas panjang, lalu berkata
dengan nada suara letih. "Sebenarnyalah, anakmas Nurseta
aku' dahulu adalah Pangeran Hendratama, putera mendiang
Rama Teguh Dhar mawangsa. Akan tetapi karena ibuku hanya
seorang selir dari kasta rendahan, maka ku tidak masuk
hitungan dan ketika Erlangga menduduki tahta, aku
lalu menyingkir dan lebih baik hidup tentram bagai rakyat
biasa." Mendengar ini, Nurseta yang sejak kecil sudah
belajar tatakrama (tatasusila)oleh ayahnya kemudian oleh
eyang gurunya, cepat bangkit berdiri dan berjongkok
menye mbah. "Gusti Pangeran, ampunkan ha mba yang tidak mengenal
paduka .. ..."
Raden Hendratama tertawa, lalu bangkit dan me megang
pundak pe muda itu, menariknya bangkit dan berdiri kembali.
Ha-ha-ha, jangan bersikap seperti itu, anakmas. Andika
me mbuat aku me njadi rikuh dan ma lu saja. Aku sendiri sudah
me lupakan bahwa aku adalah seorang bekas pangeran. Bekas
kataku, sekarang bukan lagi pangeran. Nah, duduklah dan
jangan mengubah sikapmu yang baik tadi. Tetap sebut aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paman atau aku malah men jadi tidak senang menerima mu
sebagai seorang sahabat."
Nurseta terpaksa duduk kemba li "Aduh, pa man. Paman
sungguh bijaksana dan rendah hati. Bagaimana seorang
pangeran dapat hidup menjadi seorang anggauta rakyat
biasa?" "Ha-ha-ha, apa bedanya" Apakah kehebatan atau
kebesaran seorang raja melebihi rakyat" Raja juga manusia
biasa seperti rakyat jelata! Dapatkah andika
me mbayangkan seorang raja tanpa rakyat seorangpun" Dia
hanya seperti seorang badut yang tidak lucu, atau bahkan
menjad i seorang gila. Sebaliknya, kalau rakyat kehilangan
raja, hal itu masih dapat berlangsung. Menjadi rakyat biasa
bukan berarti hina atau rendah, juga bukan berarti tidak
dapat hidup tentram dan bahag ia."
"Paman sungguh bijaksana!" Nurseta me muji.
"Oya, eyang gurumu itu, Empu Dewamurti, bagaimana dia
wafat" Seingatku dia belum begitu tua."
Tentu saja kini Nurseta merasa lebih percaya kepada
pangeran ini. Orang ini adalah putera mendiang Sang Prabu
Teguh Dharmawangsa, berarti kakak ipar sang Prabu
Erlangga! Kiranya tidak perlu ia merahasiakan segala
mengenai dirinya dan eyang gurunya yang juga merupakan
kawula Mataram yang selalu akan me mbela Mataram atau
keturunan Mataram yang sekarang menjadi Kerajaan
Kahuripan. "Eyang guru tewas dikeroyok lima orang yang datang
dari Kerajaan Wengger, Wirawari, dan Kerajaan Siluman
pantai Laut Kidul. Ketika itu saya tidak ada di sana dan ketika
saya datang, sang guru sudah berada dalam keadaan gawat
dan beliau meninggal karena luka lukanya."
Raden Hendratama, bekas pangeran itu mengerutkan
alisnya dan mengepal tangan kanannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, mereka me mang orang-orang jahat! Kanjeng
Rama juga wafat ketika kerajaan diserang oleh raja
Wurawari! Akan tetapi, Anakmas Nurseta, mengapa Sang
Empu Dewa murti mereka musuhi dan mereka bunuh'" Kemba li
Nurseta tak dapat merahasiakan hal itu. "Mereka agaknya
menyerang eyang guru karena mereka ingin merebut keris
pusaka ini dari tangan eyang guru, paman. Akan tetapi keris
pusaka ini telah diserahkan kepada saya karena memang saya
yang dulu mene mukannya, sehingga eyang guru sampai
tewas." "He mmm, keris pusaka apakah itu anakmas?" tanya
Raden Hendratama sa mbil me mandang keris yang terselip d
pinggang pe muda itu.
"Menurut keterangan eyang guru. keris ini adalah
Keris Pusaka Megatantra. Menurut eyang, keris pusaka ini ada
lah keris pusaka Kerajaan Matara m yang dahulu lenyap
dan kebetulan saya temukan ketika saya menggali tanah di
dusun Karang Tirta de kat pantai Laut Kidul."
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"He mm, begitukah?" Sikap bekas pangeran itu agaknya
tidak begitu acuh atau tertarik. Mungkin karena dia melihat
gagang dan sarung keris yang buruk itu. Dia sendiri yang
mengganti gagang keris yang sudah lapuk karena lama
terpendam, juga dia yang menbuatkan warangkanya. Atau
mungkin karena Raden Hendratama sudah me miliki pusaka
yang demikian banyaknya, pikir Nurseta.
Pada saat itu, terdengar suara tawa lembut dan tiga orang
gadis cantik yang kini diketahui oleh Nurseta sebagai
puteri-puteri bangsawan tinggi, puteri-puteri seorang
pangeran! "Hidangan makan malam telah siap!" kata Kenangasari
dengan senyum manis dan sinar matanya berseri.
"Tida k repot-repot akan tetapi semua telah dikeluarkan!"
kata Widarti yang kini ta mpak lebih berani dan centil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari silakan, hidangan telah kami siapkan di ruangan
makan!" kata pula Sukarti.
"Ha-ha-ha, hayo anakmas, kita ma kan dida la m. Nanti kita
lanjutkan pe mbicaraan kita!" kata Raden Hendratama
sambil bingkit berdiri. Nurseta bangkit pula dan dia lalu
mengikut i tuan rumah menuju keruangan sebelah dalam.
Ketika Widarti me langkah dekat ayahnya, Raden Hendrarama
merangkul gadis itu dan Widarti ta mpa k manja sekali ketika
sambil me langkah ayahnya merangkulnya.
Tadinya tiga orang gadis itu berdiri dan melayani dua orang
laki-laki yang mulai ma kan itu, akan tetapi Nurseta merasa
tidak enak dilayani puteri-puteri bangsawan itu.
"Harap andika bertiga ma kan bersa ma agar aku tidak
merasa sungkan." katanya.
Raden Hendratama tertawa. "Duduklah kalian bertiga dan
mari makan bersa ma. Memang akan lebih lezat rasanya kalau
kembul bnojana (ma kan bersa ma).!
Tiga orang gadis itupun duduk dan Nurseta melihat
bahwa meja besar ini penuh dengan hidangan yang serba
lezat. Heran dia melihat adanya hidangan dari ber maca m
daging. Ada daging ayam yang tentu saja mudah
menye mbelih ayam piaraan sendiri. Akan tetapi yang
me mbuat dia terheran-heran adalah melihat adanya daging
ikan seperti lele, baber dan lain-lain. Juga tersedia masakan
daging ka mbing dan kerbau!
"Bukan main!" dia berseru. "Bagaimana andika sekalian
bisa mendapatkan segala maca m daging ini?"
"Hi-hik! Bukan sulap bukan sihir Kangmas Nurseta.
Ayam dan ikan-ikan itu dipe liharaan kami sendiri, dan daging
kerbau dan kambing itu kami dapatkan dari sebuah dusun tak
jauh dari sini. Katanya semua dan seadanya harus
dikeluarkan!" kata Kenangasari yang cent il.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh, kalau begitu aku benar-benar me mbuat andika
semua repot sekali!"
"Ayolah, anakmas. Jangan sungkan lagi. Makan saja
seadanya, cicipi satu demi satu. Kalau ada hidangan yang
tidak andika ma kan, pembuatnya tentu akan kecewa." kata
Raden Hendratama sa mbil tertawa.
"Kalau masakanku tidak dicicipi, aku akan menangis!" kata
Kenangasari. "Aku juga!" kata Widarti. "Dan aku akan marah!"
kata Sukarti. Nurseta tersenyum dan karena dia tidak
tahu mereka bertiga itu masing-mas ing masak yang mana,
terpaksa dia mencicipi se mua hidangan yang tersedia. Hal ini
mudah saja dia lakukan karena me mang perutnya sudah
amat lapar. Sejak pagi tadi, sehari penuh, dia tidak makan.
Kini dengan tubuh sehat perut lapar dan suasana
mengge mbirakan, tentu saja dia dapat makan dengan
lahapnya, membuat tiga orang gadis itu tampak ge mbira
sekali. Setelah selesai makan minum, Raden Hendratama
mengajak Nurseta duduk kembali ke ruangan depan. Kepada
tiga orang gadis itu dia berkata, "Bersihkan dan persiapkan
kamar ta mu itu untuk Anakmas Nurseta dan aku minta agar
kalian bertiga beristirahat di dalam. Jangan mengganggu kami
yang akan bercakap-cakap."
Tiga orang gadis itu terang-terangan memperlihatkan muka
cemberut. Bibir-bibir yang manis itu diruncingkan, mata yang
indah jeli itu menger ling manja dan marah, akan tetapi tidak
ada yang berani me mbantah. Dia m-dia m Nurseta sendiri juga
merasa kecewa karena akan lebih mengge mbirakan baginya
kalau bercakap-cakap dengan dihadiri mereka bertiga yang
lincah itu. Akan tetapi tentu saja dia tidak berani menanggapi
perintah Raden Hendratama kepada para puterinya itu dan
mengikut i tuan rumah menuju ke ruangan depan.
Setelah duduk di atas kursi, Raden Hendratama me lihat
betapa Nurseta me mandang ke arah keris dan to mbak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tergantung di dinding, agaknya mengagumi warangka dan
gagang yang terukir indah itu.
"Aku sejak dulu me ma ng suka mengumpulkan keris dan
tombak pusaka, anakmas. Biarpun aku bukan seorang
empu pe mbuat keris, namun aku panda i mengukir gagang
warangka. Lihat ini, keris ini kuberi gagang dan
warangka yang terbuat dari kayu cendana." Dia menga mbil
sebatang keris dalam sarung keris yang mengkilap dan terukir
indah, me mperlihatkannya kepada pe muda Itu. Nurseta
menerima dan menga mati gagang dan warangka keris itu.
Memang indah sekali dan menge luarkan ganda harum
cendana. Setelah Nurseta mengemballkannya, Raden
Hendratama menyelipkan keris itu di ikat pinggangnya.
Kemudian bekas pangeran itu me mandang kearah keris yang
terselip di pinggang Nurseta.
"Oya, apa namanya keris yang andika temukan itu,
anakmas" " pertanyaan ini terdengar sambil lalu saja, seperti
tak acuh. Nurseta meraba gagang kerisnya.
"Na manya menurut mendiang eyang guru adalah
Megatantra, paman."
"He mm, rasanya belum pernah aku mendengar na ma itu.
Bolehkah aku melihatnya sebentar, Anakmas Nurseta?"
"Ah, tentu saja boleh, paman!" kata Nurseta dan cepat dia
menga mbil keris itu ber ikut warangkanya yang amat
sederhana dan menyerahkannya kepada Raden
Hendratama. Raden Hendratama
lalu mencabut keris itu dari warangkanya yang sederhana, lalu menga matinya. Agaknya
dia sudah terbiasa melihat keris-keris pusaka ampuh karena
me lihat keris Megatantra dia tidak kelihatan kagum atau
heran. Dia meneliti keris itu dan berkata lirih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keris ini me mpunyai ganja wuyung berbentuk Kalap
Lintah, kudupnya (pucuknya) Kembang Gambir, berdapur
Sagara Winotan luk (lekuk) t iga, racikannya Kembang
Kacang, Jenggot, dengan Sogokan dua yang satu sa mpai
ujung. Hemm, bukan keris pusaka sembarangan saja,
anakmas! Lho, ehh ....." Tiba-tiba tangan kanan be kas
pangeran yang me megang gagang keris itu ge metar lalu
menggigil. Tepat dia me nggunakan tangan kirinya untuk
mencabut keris bergagang dan berwarangka kayu
cendana yang diselipkan di ikat pinggangnya tadi dan
me le mparkan keris itu ke atas meja. Seketika tangan
kanannya yang me megang Keris Megatantra tidak menggigil
lagi! "Nah, andika me lihat sendiri, anakmas! Keris mu ini me miliki
daya yang ampuh sekali. Karena tadi aku me makai keris
pusaka kayu cendana itu daya mereka bertanding dan
kerisku kalah a mpuh maka tanganku menggigil. Setelah
kulcpaskan keris ku, keadaanku pulih kembali. Keris
pusakamu ini a mpuh, sayang sekali diberi gagang dan
warangka seburuk ini. Namanya itu kurang menghargai.
Aku akan me mber i hadiah kepada andika anak mas. Aku
masih me mpunyai cadangan warangka dan gagang ukiran
yang indah. Biar kuhadiahkan kepadamu dan malam ini akan
kupasangkan gagang dan warangka itu kepada ker is mu. Besok
pagi-pagi sudah selesai dan andika dapat menerimanya
kembali dengan gagang dan warangka baru yang sepadan
dengan kehebatan keris pusaka ini."
"Wah, saya hanya merepotkan paman saja!" kata Nurseta
dengan sungkan sekali. Masa seorang pangeran harus
me masangkan gagang kerisnya, bersusah payah
untuknya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sa ma sekali tidak. Aku me mang suka sekali me ndandani
sebuah keris pusaka. Tentu saja kalau andika boleh dan
percaya kepadaku, Anakmas Nurseta!"
"Tentu saja saya percaya dan juga merasa senang sekali
kalau keris saya mendapatkan gagang dan warangka yang
indah. Sebelumnya saya mengucapkan banyak terima kasih
atas kebaikan hati pa man."
"Tida k perlu berterima kasih, anak mas. Aku ma lah merasa
senang melakukannya. Nah, sekarang anakmas boleh
beristirahat, dan aku akan segera mengerjakan pe masangan
gagang keris ini." Dia menengok ke arah dalam dan berseru
me manggil, "Sukarti! Kenangasari! Widarti! Di mana ka lian?"
Tiba-tiba saja tiga orang gadis itu muncul dar i ruangan
dalam sa mbil tersenyum. "Ka mi berada di sini sejak tadi!" kata
Kenangasari. "Eh! Kalian sudah sejak tadi di ba lik pintu, ya"
Bukankah tadi kusuruh kalian me mbereskan kamar ta mu
untuk te mpat tamu kita menginap?"
"Sudah kami persiapkan dengan rapi untuk tamu agung
kita." kata Sukarti.
"Nah, kamar andika sudah s iap, anakmas. Silakan
beristirahat." kata Raden Hendratama.
Nurseta bangkit berdiri. "Terima kasih, pa man."
"Mari, kakangmas, kami antar andika ke kamar ta mu." kata
Widarti. Nurseta keluar dari ruangan itu dan mengikuti tiga orang
gadis yang mengajaknya ke bagian be lakang pondok itu.
kamar ta mu itu sederhana, namun bersih. Hanya terdapat
sebuah pembaringan, sebuah meja dan empat kurs i dalam
kamar itu. Sebuah la mpu d uduk berada di atas meja. Nurseta
me masu ki kamar itu dan dia merasa rikuh sekali melihat
betapa tiga orang dara itu ikut pula me mas uki kamar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nimas, kalian bertiga dan ayah kalian sungguh telah
me limpahkan kebaikan kepadaku. Tiada habisnya aku merasa
berterima kasih. Sekarang harap andika bertiga meninggalkan
aku karena aku henda k mengaso. Perjalanan sehari tadi a mat
me lelahkan."
"Aeh, kakangmas. Apakah kami tidak boleh duduk-duduk
sebentar dalam kamar mu ini?" tanya Kenangasari sambil
menger ling man is. Ia dan dua orang saudaranya lalu duduk di
atas kursi-kursi itu, ketiganya memandang kepada
Nurseta sambil tersenyum man is. Tentu saja Nurseta merasa
sungkan dan tidak enak sekali. Tiga orang gadis puteri
pangeran yang cantik jelita duduk di dalam kamarnya! Mana
dia berani merebahkan diri atas pembar ingan kalau mereka
bertiga duduk di situ" Maka diapun lalu duduk kursi ke
empat, menghadapi mereka.
"Katanya mau istirahat, kakangmas. Kalau hendak tidur,
tidur sajalah. Ka mi akan menjaga mu." kata Sukarti.
Nurseta tertawa. "Wah, kenapa harus dijaga" Seperti anak
kecil saja, tidur pakai dijaga!"
"Habis, andika kan ta mu agung kami, harus dijaga baikbaik, tentu saja!" kata Kenangasari.
"Akan tetapi ..... aku takut dan malu kepada ayah kalian!
Beliau tentu akan marah sekali kalau melihat tiga orang
puterinya berada di dalam kamar ini bersama ku." Nurseta
me mbantah. "Ayah" Dia tidak akan marah. Bukankah dia senang sekali
kalau saja kakangmas mau menjadi ..... eh ..... suami kami?"
kata Windarti dengan sikap ma lu-malu kucing. Dua
orang kakaknya tertawa cekikikan.
Nurseta terkejut dan merasa heran bukan main.
Bagaimana sikap tiga orang puteri pangeran itu seperti ini
Genit centil dan agaknya kurang bersusila. Mulailah rasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kagum dalam hatinya terhadap mereka bertiga agak
berkurang. Rasa bimbang dan curiga mulai menyelinap dalam
hatinya. Dia bangkit berdiri. "Kalau andika bertiga tidak mau
keluar dari kamar ini, leb ih baik aku yang keluar. Aku akan
menanti lewatnya malam ini di ruangan depan saja!" Setelah
berkata demikian Nurseta melangkah dan hendak keluar
dari kamar itu.
Tiba-tiba ada tangan le mbut me megang lengannya dari
belakang. Ketika di menengo k, yang memegang lengannya itu
adalah Sukarti. Dia merasa heran bagaimana gadis le mbut itu
begitu cepat dan tiba-tiba me megang lengannya.
"Kakangmas Nurseta, kenapa andika begini pe marah"
Kurang baikkah pelayanan ka mi kepadamu" Kalau andika tidak
suka kami temani, biarlah kami keluar dari kamar ini. Tidak
perlu andika marah- marah kepada ka mi."
Mendengar ucapan yang le mbut dan penuh teguran itu,
Nurseta merasa ma lu sendiri. Bagaimanapun juga, sikap tiga
orang gadis itu belum men buktikan perbuatan yang
me langgar susila. Mungkin saja mereka bersikap seperti itu
karena me mang mereka itu terlalu baik hati dan tulus ingin
bersahabat. "Maafkan aku, nimas. Aku tidak marah, melainkan takut
kalau kalau aku akan dianggap sebagai seorang ta mu,
seorang laki-laki kurang ajar. Ayah andika telah begitu baik
kepadaku, aku tidak ingin kelihatan tidak sopan atau tidak
menghargai andika bertiga. Maafkan aku."
Tiga orang gadis itu bangkit berdiri.
Sudahlah, mba kayu Sukarti, mari kita tinggalkan kamar
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini. Mungkin Kakang mas Nurseta ini menganggap
dirinya terlalu ba ik dan
kami t idak pantas untuk
mene man inya." kata Kenangasari dan mereka bertiga
me langkah keluar dar i ka mar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maafkan aku ..... maafkan .....!" kata Nurseta dan merasa
menyesal bahwa dia telah me mbuat hati para gadis Itu
menjad i tidak senang. Dia lalu menutupkan daun pintu,
kemudian merebahkan diri terlentang di atas
pembaringan. Akan tetapi dia tidak dapat tidur. Pikirannya
masih dipenuhi tiga orang gadis itu dan me mpertimbangkan
sikap mereka yang dianggapnya aneh dan tidak lajim. Mereka
itu terlalu baik, terlalu ra mah, ataukah me mang me miliki
watak yang genit" Mereka itu puteri-puteri bangsawan yang
bersusila tinggi, ataukah wanita-wanita yang tidak tahu
ma lu" Tiba-tiba pendengarannya yang tajam mendengar suara
gerakan orang di luar kamarnya. Nurseta cepat turun dengan
mengerahkan kepandaiannya sehingga gerakannya tidak
men imbulkan suara sedikitpun. Dia mengha mpiri pintu dan
mengintai dar i renggangan di de kat daun pintu. Dia melihat
Sukarti duduk di atas sebuah bangku, di sudut kiri luar kamar
itu. Ketika dia menoleh ke arah kanan dia melihat Kenangasari
juga duduk di atas sebuah bangku. Dua orang gadis itu duduk
dia m dan Nurseta merasa heran bukan main. Benarkah
mereka ia sengaja duduk berjaga di luar kamarnya" Menjaga
apakah" Menjaga keselamatan dirinya" Rasanya tidak
mungkin. Teringatlah dia a kan ucapan Kenangasari tadi.
"Andika kan tamu agung kami, harus dijaga baik-baik,
tentu saja!" Demikian kata gadis itu. Jadi mereka itu
menjaganya" Dan di mana Widarti, gadis termuda" Dia
mengha mpiri jendela dan mengintai keluar. Benar saja, gadis
cantik jelita berlesung pipit itu juga duduk di atas sebuah
bangku, tak jauh dar i jendelanya. Se mua ja lan keluar,
atau jalan masuk dari dan ke kamarnya telah terjaga! Apakah
yang mereka jaga" Menjaga agar jangan ada yang masuk
kamar atau menjaga agar jangan ada yang keluar kamar"
Kalau benar mereka itu berjaga, sungguh menggelikan.
Apakah yang ma mpu dila kukan gadis-gadis man is itu kalau
ada yang masuk atau keluar kamar" Tiba-tiba dia teringat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa tadi, ketika dia hendak keluar kamar, Sukarti tahutahu telah memegang lengannya. Pada hal tadinya gadis itu
masih duduk di atas kursi. Betapa cepatnya dia bergerak!
Apakah tiga orang puteri pangeran yang cantik jelita itu ahli
aji kanuragan, gadis-gadis yang digdaya"
Betapapun juga, dari sikap mereka dan sikap ayah
mereka, sama sekali tidak ada yang mencuriga kan, tidak ada
kesan-kesan bahwa mereka me musuhinya. Mungkin mereka
itu agak berlebihan dan terlalu me manja kannya. Dia
menjad i malu sendiri. Biarlah mereka berbuat sesuka
mereka karena dia tidak terganggu. Dengan pikiran ini Nurseta
kembali merebahkan diri dan tak la ma kemudian karena dia
me mang le lah sekali, diapun tertidur.
* ** Karena larut malam baru dapat pulas dan tubuhnya
me mang a mat lelah, Nurseta tidur nyenyak sekali. Pagi
keesokan harinya dia tergugah oleh kicau burung di luar
jendela. Begitu merdu dan indah kicau burung kutilang di luar
rumah itu sehingga Nurseta tetap rebah sambil men ikmati
suara itu. Kemudian terdengar ringkik kuda. Suara ini
me mbuat bangkit duduk keheranan. Ada ringkik kuda!
Kemar in dia tidak me lihat adanya kuda di sekitar rumah itu.
Dan dari gerakan kaki kuda di atas tanah itu dia dapat
mengetahui bahwa ada lebih dari dua ekor kuda di sana.
Mungkin ada e mpat ekor.
Karena ingin tahu sekali, Nurseta lalu mengha mpiri jendela
dan me mbuka daun jendela. Widarti yang se malam
duduk 'berjaga" d i situ tak tampa k lagi. Dari jende la dia dapat
me lihat adanya empat ekor kuda tertambat pada batang
pohon-pohon di kebun. Empat ekor' kuda yang tinggi besar,
indah dan kuat, lengkap dengan pelana dan kendalinya.
Apakah ada ta mu-ta mu datang ber kunjung" Mungkin,
karena tiga orang gadis itu tidak tampak, tentu sedang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menya mbut para tamu itu. Dia merasa tidak enak karena
masih belum keluar dari kamarnya. Dia segera me mbuka
daun pintu. Tidak ta mpak ada orang. Nurseta keluar rumah
dan karena tidak melihat keluarga tuan rumah, dia langsung
pergi ke anak sunga i untuk me mbers ihkan diri.
Air anak sungai yang jernih dan dingin menyegarkan
tubuhnya dan dia cepat kembali ke ru mah. Setelah dia t iba di
beranda, dia melihat Raden Hendratama dan tiga orang
puterinya telah berada di situ.
Nurseta yang berpemandangan taja m segera dapat merasakan bahwa
ada terjadi sesuatu. Hal ini dapat dia lihat dari sikap mereka.
Wajah mereka, terutama sekali tiga orang gadis yang
kemarin amat ramah kepadanya penuh senyum dan
pandang mata berseri kini ta mpak dingin se kali, bah kan seolah
tiga orang dara itu menghindari pertemuan pandang mata
dengan dia. Apakah mereka kecewa dan marah atas sikapnya
semalam" "Anakmas Nurseta, terimalah keris mu ini. Sudah kupasangkan gagang baru dan kumasukkan dalam warangka
baru. Raden Hendratama menyerahkan keris itu kepada
Nurseta. Nurseta menerimanya dan dia kagum melihat
warangka yang terukir indah dan gagang kerisnya sudah
terganti gagang berukir pula. Dia lalu menyelipkan keris itu
pada ikat pinggangnya, tanpa memeriksa isinya karena hal itu
akan men imbulkan kesan seolah dia tidak percaya kepada
bekas pangeran itu.
"Terima kasih banyak, paman." katanya.
"Anakmas Nurseta, terpaksa andika akan kami
tinggalkan karena kami ada urusan pent ing sekali yang
harus kami lakukan pagi ini. Maaf, kami tidak se mpat
mengajak andika makan pagi."
Nurseta tersenyum. "Ah, tidak mengapa, pa man. Saya
hanya me mbutuhkan te mpat ber malam dan pa man
sekalian telah begitu ba ik untuk menerima saya. Biarlah saya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergi se karang juga agar tidak mengganggu kesibukan
paman sekalian." Setelah berkata de mikian, Nurseta me masu ki
rumah, terus ke kamar mya, berkemas lalu keluar lagi
menggendong buntalan pakaian di punggungnya. Dia
mendengar derap kaki kuda dan setelah tiba di beranda, dia
me lihat Raden Hendrata ma telah me larikan kuda dengan
cepat meninggalkan tempat itu. Tentu saja Nurseta
merasa heran sekali dan dia bertanya kepada Kenangasari
yang biasanya paling ra mah kepadanya.
"Nimas Kenangasari, ke manakah perg inya Paman
Hendratama" Aku ingin berpa mit kepadanya."
"Tida k usah berpamit lagi. Dia sudah pergi." jawab
Kenangasari dengan pende k dan ketus.
Nurseta merasa tidak enak sekali. Dia merasa berhutang
budi kepada mereka, ma ka men inggalkan mereka dalam
keadaan seperti ini sungguh tidak menyenangkan.
"Nimas bertiga, apakah sebetulnya yang terjadi"
Kalian tampak berbeda sekali. Apakah ada kesulitan yang
kalian se mua hadapi" Kalau me merlukan bantuan, percayalah,
aku akan me mbantu sekuat tenagaku."
"Sudah, pergilah! Kami tidak me mbutuhkan kamu!" kata
Sukarti. "Ya, cerewet benar sih, kamu!" kata pula Widarti dan tiga
orang gadis itu la lu me masu ki ruangan depan yang penuh
dengan keris dan to mbak itu, mengumpulkan se mua senjata
itu, agaknya mereka seperti berkemas hendak pindah dari
pondok itu. Menghadapi sikap tiga orang gadis itu, Nurseta
mengangkat kedua pundaknya dan diapun melompat keluar
dan pergi dari s itu dengan cepat. Hatinya tertekan
kekecewaan, perasaannya terpukul. Tak habis heran dia
me mikirkan perubahan yang terjadi dalam sikap keluarga
pangeran itu terhadap dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil melangkah pergi, pikirannya terus bekerja. Dia
mencari-cari, kesalahan apa yang telah dilakukannya sehingga
me mbuat marah keluarga itu. Kalau sikapnya tidak mau
menerima tiga orang gadis itu tinggal di kamarnya itu
dianggap salah, maka merekalah yang bersalah. Dia sudah
benar, menjaga kesusilaan. Kalau dianggap salah, maka
mereka lah gadis-gadis cantik yang sayangnya tidak dapat
menjaga kesusilaan. Apakah dia telah lengah, melakukan
atau tidak melakukan sesuatu yang tidak se mestinya atau
yang seharusnya" Dia mcngingat-ingat kembali dan tibatiba dia menghentikan langkahnya, mengerutkan alisnya.
Raden Hendratama telah me ngembalikan keris pusakanya
akan tetapi kenapa dia t idak me mer iksanya. Tidak me meriksa
isi warangka itu untuk me lihat kerisnya. Hal itu
seharusnya dia lakukan mengingati bahwa keris itu adalah
sebuah benda pusaka yang a mat a mpuh, yang diperebutkan
banyak orang. Bahkan eyang gurunya tewas karena
me mpertahankan keris itu!
Jilid 4 CEPAT dia me megang gagang keris itu dan mencabutnya,
me mer iksanya dengan teliti. Nurseta mengerutkan alisnya.
Ujud keris itu me mang masih sa ma, baik luk (lekuk) tiga dan
semua cirinya. Akan tetapi dia merasa kehilangan wibawa
yang keluar dari keris itu, yang dirasakannya setiap kali keris
itu dia cabut. Sinar aneh yang dimiliki keris itu tak tampak
atau terasa lagi. Dia teringat akan petunjuk mendiang Empu
Dewamurti bagaimana untuk mengena l keaslian Keris
Megatantra. Dengan telunjuk kirinya Nurseta lalu me njentik
ujung keris itu. Biasanya, kalau dia menjentik ujung keris
pusaka itu dengan pengerahan tenaga sakti, maka akan
terdengar bunyi melenting nyaring dan ujung keris Itu
tergetar! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Trikk ....." Bukan main kaget rasa hati Nurseta ketika
telunjuknya menjentik, ujung keris itu patah!
"Celaka .....!" serunya, maklum sepenuhnya bahwa dia
tertipu. Keris yang sama benar rupa dan bentuknya ini
ternyata palsu! Cepat dia menyarungkan keris yang buntung
ujungnya itu ke dalam warangka yang masih terselip diikat
pinggangnya, lalu dia ber lari cepat sekali ke arah pondok
tempat tinggal ke luarga bekas pangeran itu.
Akan tetapi ketika dia tiba di pe karangan ru mah itu, hanya
tinggal seekor kuda saja yang tertambat pada batang pohon
dan seorang gadis jelita berdiri di luar beranda. Gadis yang
berdiri tegak sa mbil bertola k pinggang dan me mandang
kepadanya dengan senyum mengejek itu bukan lain adalah
Kenangasari, gadis paling genit di antara tiga orang puteri
bekas pangeran itu. Nurseta tidak me mperdulikannya,
me lainkan langs ung me masuki ruangan tamu di mana
tersimpan banyak senjata pusaka. Akan tetapi ruangan itu kini
telah kosong, tidak tampa k sepotongpun senjata! Juga dua
orang gadis yang lain, Sukarti dan W idarti, tidak ta mpak.
Cepat dia melompat keluar lagi dan pada saat itu dia
mendengar derap kaki kuda dan me lihat Kenangasari sudah
menunggang seekor kuda dan me mbalapkah kuda itu ke arah
barat. Nurseta hendak mengejar dan menghalangi gadis itu kabur,
akan tetapi dia la lu teringat. Gadis itu adalah satu-satunya
orang yang akan dapat me mbawa dia kepada Raden
Hendratama yang telah menipu dan
mencuri Keris Megatantra! Gadis itu tentu akan melarikan diri menyusul
ayahnya. Berpikir demikian, Nurseta tidak jadi mengejar untuk
menang kap, melainkan me mbayangi saja. Biarpun kuda itu
seekor kuda besar yang baik dan kuat, larinya cepat dan
ternyata penunggangnya mahir sekali, na mun dengan
menggunakan Aji Bayu Sakti, tubuh Nurseta me luncur seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
angin dan selalu dapat membayangi dan menjaga jarak
sehingga tidak sampai tertinggal.
Akan tetapi, yang dibayangi itu me mba lap terus ke barat.
Setelah matahari naik tinggi dan matahari terik sekali,
Kenangasari menghentikan kudanya di tengah hutan lebat, la
menjad i bingung dan agaknya tersesat, tidak tahu jalan.
Melihat bahwa tidak ada orang mengejarnya, gadis itu
me lompat turun dan menanggalkan kendali, me mbiarkan
kudanya minum air ana k sungai yang terdapat di situ dan
makan ru mput, la sendiri lalu merebahkan diri bersandar pada
batang pohon, mengusap keringatnya dan beristirahat, la
tersenyum-senyurn man is seorang diri, mengira bahwa tidak
mungkin pe muda tolol itu dapat mengejarnya.
"Nimas Kenangasari!"
Gadis itu terkejut sekali sa mpai tersentak dan melompat
berdiri sa mbil me mutar tubuhnya. Kiranya Nurseta telah
berada di situ!
"Kau .....?" gadis itu menggagap.
"Nimas, hentikan se mua main-main ini. Aku hanya
menginginkan keris pusakaku dike mbalikan."
Tiba-tiba gadis itu sudah me lompat Lompatannya a mat
ringan dan tahu-tahu ia telah berada di atas punggung
kudanya yang berada dalam jarak e mpat lima meter dari
tempat ia berdiri. Ia sudah menyambar kendali kuda dan
hendak me mbalapkan kudanya. Akan tetapi Nurseta Tidak
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
me mbiarkan gadis itu me larikan diri. Cepat dia melompat ke
depan kuda dan menang kap kendali di depan mulut kuda itu.
Kuda meringkik keras dan men gangkat kedua kaki depan
tinggi keatas. Gerakan yang tiba-tiba ini membuat Kenangasari
kehilangan keseimbangan dan tubuhnya terlempar ke
belakang kuda! Agaknya gadis itu tentu akan terbanting keras.
Akan tetapi sesosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu
Nurseta telah menyambut tubuh gadis itu dengan kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengannya dan Kenangasari terjatuh lunak ke dalam
pondongannya! Ketika merasa dirinya betapa dirinya berada dalam
rangkulan dan pondongan Nurseta, Kenangasari lalu meraih
dengan kedua lengannya ke atas, merangkul leher Nurseta
dan merapatkan tubuhnya di dada pemuda itu, bahkan
mengangkat mukanya mende kati muka Nurseta, Pemuda itu
terkejut dan cepat cepat dia Melepaskan pondongannya
sehingga tubuh Kenangasari terjatuh ke atas tanah.
Tiba-tiba sikap Kenangasari berubah. Ia menjadi marah
sekali dan dengan trengginas (tangkas) ia melompat dan
langsung menyerang Nurseta dengan ta mparan yang cepat
dan kuat. "Jahanam .....f" Ia me maki dan ta mparannya menyambar
ke arah muka Nurseta.
Nurseta cepat mengelak. Akan tetapi gerakan Kenangasari
cepat bukan main. Ia telah menyusulkan serangan bertubitubi, mena mpar, mencengkeram, dan menendang. Gerakannya jelas menunjukkan bahwa ia seorang gadis yang
sama sekali tidak le mah, bahkan a mat tangkas dan pandai
bersilat! Nurseta mengalah, berulang kali menge lak dan
menang kis. Ketika tangkisan tangannya bertemu dengan
tangan gadis itu, diapun mendapat kenyataan bahwa tenaga
gadis itu cukup kuat. Laki laki yang kedigdayaannya hanya
sedang-sedang saja jangan harap akan ma mpu menandingi
gadis yang ayu manis dan lincah jenaka ini! Karena dia tidak
tega untuk me mbuat seorang gadis cidera, setelah mengalah
beberapa jurus lamanya dalam suatu kesempatan tangan
kirinya dapat menepuk pusat syaraf di punggung Kenangasari
dan gadis itu me ngeluh, la lu terkula i dan jatuh duduk
bersimpuh diatas tanah, la mencoba untuk bangkit berdiri,
akan tetapi tubuhnya yang tiba tiba menjadi le mas itu tidak
kuat berdiri lag i!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh ....." ia mengeluh, "..... tubuhku lernas tak dapat
digerakkan .....pulihkanlah ..... aku tidak berani me lawan lagi,
tobat ....."
Akan tetapi Nurseta sudah tahu sekarang bahwa
Kenangasari adalah orang wanita yang digdaya dan a mat
cerdik. Dia ingin mendapatkan keterangan dari gadis ini, maka
dia tidak me mbebaskannya dulu.
"Nimas Kenangasari, kenapa kalian me lakukan hal ini
kepadaku" Hayo katakan, di ma na ayahmu dan di mana pula
keris pusakaku Megatantra" Kalian harus menge mbalikan keris
itu kepadaku!"
"Siapa ayahku" Aku sudah tidak me mpunyai ayah." jawab
Kenangasari. Ia tidak merasa tubuhnya nyeri, hanya le mas
tidak ma mpu berdiri.
"Tida k me mpunyai ayah?" Nurseta bertanya dengan alis
berkerut. "Katamu Raden Hendratama itu ayah kalian?"
"Itu hanya karena andika bodoh dan percaya saja. Kami
bertiga bukan puterinya, melainkan selir Gusti Pangeran
Hendratama."
Nurseta tercengang. Pantas saja tiga orang gadis itu
tampaknya begitu manja dan sikap sang pangeran itu juga
demikian mesra. Pada jaman itu me mang bukan hal aneh
kalau melihat seorang bangsawan tinggi, apa lagi seorang
pangeran, me mpunyai banyak selir yang cantik-cant ik dan
muda-muda. Dan Pangeran Hendratama ini agaknya me miliki
juga orang selir yang selain muda-muda dan cantik jelita, juga
me miliki kedigdayaan sehingga selain sebagai penghibur juga
sebagai pelindungnya.
"He mm, begitukah" Memang aku bodoh sekali mudah
percaya kepada wajah cantik, sikap-sikap ra mah dan mulutmulut manis yang mengucapkan segala maca m kata-kata
le mbut. Kiranya di balik se mua keindahan itu tersembunyi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepalsuan dan kejahatan. Nah, sekarang katakan di mana
adanya Pangeran Hendratama."
Biarpun tubuhnya le mas sehingga ia hanya duduk
bersimpuh, gadis itu mengangkat mukanya dan sinar matanya
tajam galak me mandang wajah Nurseta. "Nurseta, tidak
sadarkah andika bahwa Keris Pusaka Megatantra itu adalah
pusaka sejak Kerajaan Mataram dulu" Tentu saja yang berhak
adalah keturunan Mataram. Sekarang keris itu sudah kembali
ke dalam tangan Gusti Pangeran Hendratama dan dia yang
berhak me milikinya!"
"He mm, andaikata benar demikian, tidak sepatutnya dia
menguasai keris itu dengan cara yang curang dan menipuku!
Aku harus menghaturkan pusaka itu kepada Gusti Maha Prabu
Erlangga. Hayo katakan di mana Pangeran Hendratama?"!
Kenangasari tersenyum. Wanita yang cerdik ini tahu bahwa
pemuda per kasa itu me mbutuhkan keterangannya, maka
tentu saja ia akan menggunakan kebutuhan pe muda itu untuk
menekan. "Nurseta, bukan begini s ikap orang yang hendak minta
keterangan. Bebaskan dulu aku, pulihkan tenagaku kalau
andika ingin mendapatkan keterangan dariku."
Melihat gadis cantik itu mengerling genit dan tersenyum
mengejek, Nurseta menghela napas panjang. Mengapa gadis
muda secantik ini, begitu man is merak ati, begitu menar ik
mengge mas kan, dapat bersikap ramah dan mesra, dapat
berwatak demikian palsu" Bagaikan sebutir buah tomat yang
kulitnya merah halus tanpa cacat, segar menarik men imbulkan
selera, tahu-tahu di sebelah dalamnya berulat. Akan tetapi
karena dia perlu me ndapatkan keterangan di mana adanya
Raden Hendratama agar dia dapat merampas kembali Keris
Megatantra, terpaksa dia me menuhi per mintaan Kenangasari.
Sekali dia menepuk punggung gadis itu, Kenangasari dapat
bergerak kembali dan t iba-tiba dengan tangkasnya ia
me lompat bangun berdiri, meraba pinggangnya dan sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencabut sebatang keris yang mengkilat la lu menerjang,
menusukkan kerisnya ke arah perut Nurseta. "Hyaaaahh!"
Serangan itu cepat sekali datangnya. Kalau bukan Nurseta
yang diserang, serangan itu dapat mendatangkan maut. Akan
tetapi Nurseta yang sama sekali tidak mengira akan diserang
secara tiba-tiba dari jarak begitu dekat sehingga dia tidak
sempat lag i menge lak, hanya mengangkat tangan kirinya dan
menggunakan telapak tangan kirinya untuk menjadi perisai
me lindungi perutnya. Tentu saja dengan kesaktiannya, dia
dapat me mbuat perutnya kebal. Akan tetapi dia tidak mau
me mbiarkan bajunya terobek keris, maka telapak tangan
kirinya yang menya mbut tusukan keris itu.
"Wuutt ..... takkk!" Kenangasari terkejut bukan ma in.
Pemuda itu menyambut tusukan kerisnya dengan telapak
tangan dan ia merasa betapa kerisnya seolah bertemu dengan
dinding baja yang teramat kuat sehingga senjata itu terpental
dan ia merasa tangannya tergetar hebat.
"Auuuww .....!" Ia menjerit dan me le mpar tubuh ke
belakang la lu berjungkir ba lik lima kali menjauhkan diri. Kalau
gadis itu merasa terkejut dan kagum sekali melihat kesaktian
Nurseta, sebaliknya pemuda itu juga kagum menyaksikan
gerakan yang amat lincah dan tangkas dari Kenangasari.
"Syuuuttt ..... syuuuuttt .....!" Suara berdesir ini me mbawa
luncuran benda benda hita m yang mengarah leher, dada, dan
pusar Nurseta. Ada empat batang anak panah menyambar
dengan cepat sekali.
Nurseta bergerak, menggeser kaki sehingga tubuhnya
condong ke kiri dan kedua tangannya diputar ke kanan,
me mukul runtuh empat batang anak panah itu.
Dari arah depan berlompatan dia bayangan orang dan
ternyata yang muncul adalah Sukarti dan Widarti Dua orang
gadis ini me megang sebuah gendewa dan tanpa banyak cakap
lagi keduanya lalu me nyerang Nurseta dengan gendewa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(busur) mereka. Gerakan mereka juga lincah dan kuat seperti
gerakan Kenangasari. Melihat kedua orang kawannya telah
muncul dan me mbantunya,Kenangasari merasa girang sekali.
Ia sama sekali tidak menyangka, bahkan bekas pangeran dan
juga semua selirnya tidak pernah mengira bahwa Nurseta
ternyata seorang yang sakti mandraguna!
"Hati-hati, dia tangguh sekali!" Kenangasari berseru
me mper ingatkan kedua orang kawannya dan iapun sudah
menerjang lag i dengan tusukan kerisnya. Agaknya gadis ini
me mang cerdik sekali karena ia selalu berusaha untuk
menyerang Nurseta dari be lakang karena senjatanya lebih
pendek dan me mbiar kan kedua orang kawannya yang
me megang gendewa menyerang dari depan kanan kiri.
Menghadapi serangan tiga orang gadis cantik itu, Nurseta
menjad i serba salah. Dia sama sekali tidak ingin merobohkan
atau menciderai mereka, akan tetap kalau tidak dilawan,
serangan tiga orang gadis ini cukup berbahaya.
Melihat bahwa dua batang gendewa itu menya mbar dari
depan kanan kiri dan keris di tangan Kenangasari menusuk
dari belakang menganca m la mbungnya, Nurseta mengerahkan
Aji Bayu Sakti dan tiba-tiba tiga orang gadis itu berseru kaget
karena lawan yang mereka kurung telah lenyap. Mereka hanya
me lihat bayangan berkelebat ke atas dan tahu-tahu pemuda
itu telah lenyap. Kemudian terdengar suara Nurseta yang telah
berada di belakang Sukarti dan Widarti.
"Aku tidak ingin ber musuhan dengan kalian bertiga.
Hentikanlah serangan kalian. Aku hanya ingin dike mbalikannya
Keris Megatantra!"
"Mbakayu Sukarti, Widarti, hati-hati, jahanam ini berbahaya
sekali. Dia tadi merobohkan aku dan me maksa aku untuk
mengaku di mana adanya Gusti Pangeran. Dia berbahaya
sekali bag i Gusti Pangeran!" kata Kenangasari.
"Bunuh dia " kata Sukarti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nanti dulu!" kata Widarti, lalu gadis termuda ini
menghadap i Nursrta. Suaranya tidak seketus dua orang
kawannya. "Kakangmas
Nurseta, andika tidak ingin bermusuhan dengan kami, kenapa andika... tidak pergi saja
dengan da mai dan tidak lag i mengganggu ka mi?"
"Nimas W idarti. Pangeran Hendratama telah men ipuku dan
mencuri keris pusa kaku. Aku tidak ingin ber musuhan dengan
kalian akan tetapi aku ingin agar keris pusakaku itu
dikembalikan kepadaku."
"Akan tetapi ingat, kakangmas. Keris Megatantra adalah
pusaka milik keturunan Mataram, maka Gusti Pangeran
Hendratama adalah pemiliknya yang sah. Maka, sekali lagi aku
minta kepadamu, kakangmas, demi persahabatan kita, relakan
keris itu dan perg ilah dengan damai."
Nurseta mencatat dalam hatinya bahwa sikap wanita
termuda ini yang paling baik dan dia sendiri juga sejak semula
paling tertarik kepada wanita muda yang,sikapnya agak maluma lu ini. Tampaknya masih de mikian muda, masih re maja,
tidak tahunya ternyata sekarang telah menjadi selir seorang
bekas pangeran!
"Nimas, bagaimanapun juga, saya tidak dapat merasa yakin
bahwa Raden Hendratama berhak me miliki keris pusaka itu.
Agar keris itu tidak terjatuh ke tangan yang salah, saya
me mutus kan untuk menghaturkan keris pusaka itu kepada
Sang Prabu Erlangga. Karena itu, kembalikanlah kepadaku
atau tunjukkan kepadaku di mana saya dapat bertemu
dengannya." Mengingat bahwa wanita yang diajaknya bicara
itu ternyata isteri Pangeran Hendratama, maka dengan
sendirinya Nurseta memandang leb ih hor mat dan sungkan dan
dia tidak lag i ber-aku kepada W idarti.
Mendengar ucapan Nurseta ini, Sukarti me mbentak,
"Widarti, tidak perlu banyak cakap dengan orang ini!" lapun
sudah menerjang lagi dengan gendewanya, dibantu
Kenangasari yang juga menggerakkan kerisnya menyerang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat dua orang wanita itu sudah turun tangan menyerang,
Widarti terpaksa juga menggerakkan gendewanya menyerang
sehingga kembali Nurseta dikeroyok tiga orang wanita yang
cukup tangguh. Dia cepat mengerahkan Aj i Bayu Sa kti dan bersilat dengan
ilmu silat Baka Denta. Gerakannya yang cepat itu me mbuat
dia seolah menjad i seekor burung bangau yang lincah.
Tubuhnya sukar sekali diserang karena dia berkelebatan
seperti bayang-bayang dan setiap serangan yang tidak dapat
dielakkan, disampok dan ditangkis dengan kedua lengannya
yang lentur dan kuat seperti leher burung bangau. Hanya
karena dia mas ih tidak tega untuk me lukai tiga orang gadis
itu, maka Nurseta masih be lum me mba las serangan mereka.
Dia sedang mencari-cari kesempatan untuk mengalahkan
mereka tanpa me lukai, seperti yang dia lakukan kepada
Kenangasari tadi. Namun untu k melakukan hal itu kepada tiga
orang wanita yang mengeroyoknya, bukanlah hal mudah
karena mereka bergerak cepat dan mengirim serangan
serangan maut yang tidak boleh dipandang rendah.
Kenangasari pandai sekali bers ilat keris dan setiap tusukannya
mengarah bagian-bagian tubuh yang berbahaya. Sedangkan
Sukarti dan Widarti agaknya me mang khusus me mpelajari silat
menggunakan gendewa yang kedua ujungnya runcing itu.
Ketika mereka berdua itu me nggerakkan gendewa mereka
untuk menyerang, terdengar bunyi mengaung dan tali
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gendewa saking kuatnya senjata itu digerakkan.
Dua puluh jurus lebih telah lewat dan selama itu tiga orang
wanita yang biasanya amat tangguh kalau maju bertiga
sehingga mereka dipercaya sebagai pengawal-pengawal
pribadi Pangeran Hendrata ma itu menjadi penasaran sekali.
Mereka mengerah kan seluruh tenaga sakti mereka dan
menge luarkan semua jurus simpanan yang ampuh. Namun
tetap saja mereka tidak pernah me nyentuh ujung baju
Nurseta, apa lagi melukainya. Bahkan karena sejak tadi
mereka mengerahkan terlalu banyak tenaga, padahal se malam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka sa ma sekali tidak tidur, mereka men jadi kele lahan dan
baju mereka telah men jadi basah oleh keringat.
Nurseta me lihat betapa tiga orang lawannya mulai le mah
dan kurang cepat serangan mereka. Cepat Nurseta melompat
ke belakang dan begitu turun ke atas tanah, cepat dia
me mba lik, kedua kakinya ditekuk dan kedua tangannya
dengan telapak tangan terbuka mendorong ke depan, ke arah
tiga orang wanita itu.
"Haaaiiittt .....!" Serangkum angin yang kuat melanda tiga
orang wanita itu. Mereka terkejut dan cepat mengerahkan
tenaga menyambut. Akan tetapi tetap saja mereka merasa
tubuh mere ka tiba tiba menjadi le mas, seperti lumpuh dan
mereka terkulai roboh. Nurseta mendekati mereka dan
mera mpas dua batang gendewa dan sebatang keris, lalu
menggunakan jari-jari tangannya dan dengan mudah dia
me matahkan dua batang gendewa dan sebatang keris itu, lalu
me le mparkannya ke atas tanah.
"Maafkan, terpaksa aku me mbuat kalian tidak ma mpu
menyerangku lagi. Nah, sekarang, katakanlah di mana aku
dapat bertemu dengan Raden Hendratama dan kalian akan
kubebaskan."
"Tida k sudi kami mengkhianati sua mi kami!" bentak
Kenangasari yang masih galak.
"Nurseta, kami telah kalah. Kalau mau bunuh, bunuhlah
kami. Jangan harap kami akan sudi mengatakan sesuatu
tentang keris dan Gusti Pangeran!" kata pula Sukarti. Dari
sikap dan suara dua orang gadis yang sudah tidak ma mpu
bergerak itu, Nurseta tahu bahwa dia tidak dapat
mengharapkan jawaban yang jujur dari mereka. Melihat
Widarti dia m saja dan hanya menundukkan mukanya, tiba-tiba
dia mendapat akal. Cepat dia menyambar tubuh Widarti,
me mondongnya dan membawanya lari seperti terbang
cepatnya meninggalkan dua orang gadis yang la in.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Widarti ...... jangan mengkhianati Gusti Pangeran .....!"
terdengar dua orang gadis itu berteriak-teriak. Akan tetapi
Nurseta telah pergi jauh sehingga tidak tampa k oleh mereka.
Nurseta hanya pergi sekitar selepasan anak panah dari
mereka dan menurunkan Widarti di atas tanah berumput lalu
me mbebaskan kele masan tubuhnya dengan menepuk punggungnya. Widarti dapat bergerak kembali, la mas ih duduk
di atas rumput dan ia memandang kepada Nurseta. Mereka
saling pandang dan dia m dia m Nurseta harus mengakui dalam
hatinya bahwa kalau saja gadis ini seorang gadis baik-baik,
bukan selir Raden Hendratama dan tidak me mbantu pangeran
itu melakukan perbuatan tak terpuji, agaknya akan mudah
terjadi bahwa dia merasa tertarik dan suka sekali kepada gadis
ini sehingga besar kemungkinan jatuh cinta! Sepasang mata
itu! Mulut mungil itu! Entah mana yang lebih indah
mengga irahkan. Lesung pipit itu, kini ta mpak karena Widarti
tiba-tiba tersenyum!
"He mm, Kakang Nurseta, tadinya kukira e mas murni, tidak
tahunya hanya tembaga dilap is emas!"
"Apa maksudmu, nimas?"
"Tadinya kukira engkau seorang ksatria sejati, tidak
tahunya sama saja. dengan semua la ki-laki yang mata
keranjang dan berwatak cabul!"
Wajah Nurseta berubah merah. "Nimas Widarti, apa
maksudmu dengan tuduhan keji terhadap diriku itu?"
Widarti tersenyum dan lesung pipitnya tampak nyata,
me mbuat wajah itu ma nis bukan ma in me lebihi mad u!
"KakangMas Nurseta, engkau telah mengalahkan aku dan
kedua orang maduku, akan tetapi engkau me mondongku dan
me mbawa aku lari ke tempat ini, apa lagi kehendakmu kalau
tidak ingin mengajak aku ber ma in cinta?"
"Tida k tahu ma lu!" Nurseta me mbentak marah sehingga
gadis itu menjad i kaget. "Engkau menilai terlalu rendah!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nimas Widarti, kaukira aku ini laki-la ki maca m itukah" Engkau
keliru besar! Biarpun harus kuakui bahwa engkau seorang
gadis yang ayu manis merak ati, namun jangan dikira bahwa
aku mudah tergila-g ila oleh kecantikan wanita dan mudah
diper mainkan nafsu berahi! Tidak sama sekali, nimas. Aku
me mbawa mu kesini karena melihat engkau berbeda dengan
dua orang wanita yang lain itu dan kuharap engkau akan
dapat bersikap lebih jujur kepadaku, dapat melihat bahwa aku
berada di piha k benar dan ma u menunjukkan kepadaku di
mana a ku dapat mene mukan Pangeran Hendratama."
Mendengar ucapan pe muda itu, Widarti lalu merang kak
maju menye mbah kepada Nurseta. "Aduh, Kakangmas
Nurseta, maafkan tuduhanku yang lancang dari tidak patut
tadi. Aku telah salah sangka ....."
Mendengar suara gadis itu berca mpur isak, Nurseta lalu
duduk pula di atas rumput dan berkata, "Ah, jangan begitu,
nimas. Aku tahu mengapa engkau salah sang ka terhadap
diriku. Aku tahu pula bahwa engkau adalah seorang gadis
yang baik, tidak seperti dua orang yang lain itu. Akan tetapi
aku merasa heran sekali, mengapa engkau yang masih beg ini
muda dapat ..... eh, dapat menjadi ..... eh, maksudku .....
benarkah seperti apa yang dikatakan Kenangasari bahwa
kalian bertiga adalah se lir-selir Raden Hendratama, nimas" "
Widarti mengusap beberapa butir air mata yang me mbasahi
pipinya. Ia duduk dan melihat rumput itu aga k basah Nurseta
lalu mengajaknya duduk di atas batu. Setelah duduk
berhadapan, Widarti berkata lirih.
"Me mang benar, kakangmas Kami ada lah selir-se lir
Pangeran Hendratama.
Kenapa kami semua setia kepadanya, bahkan rela
me mbe lanya sampa i mati" Ketahuilah, kakangmas. Kami
bersikap seperti itu karena terpaksa sekali."
"Terpaksa" Apa ma ksudmu, nimas?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakangmas Nurseta, terus terang saja. Belum pernah aku
bertemu dengan seorang pria sepertimu, yang sakti
mandraguna, juga sopan santun, bersusila dan amat menarik
hatiku. Aku mau mencer itakan segala tentang diriku dan
tentang Pangeran Hendratama, akan tetapi terus terang saja,
aku tidak dapat menceritakan pada mu di ma na adanya sang
pangeran itu. Aku tidak berani, kakangmas."
Nurseta mengerutkan a lisnya. Dia mengerti bahwa tentu
ada sesuatu yang menganca m gadis ini sehingga ia takut
me mbuka rahasia di ma na adanya Pangeran Hendratama. Dia
mengangguk dan berkata, "Baiklah, nimas. Akupun tidak akan
me ma ksamu. Ceritakan saja apa yang dapat kauceritakan dan
aku sudah berterima kasih se kali kepadamu atas kepercayaanmu kepadaku."
"Pangeran Hendratama adalah kakak ipar dari Sang Prabu
Erlangga. Ketika Sang Prabu Erlangga yang men ikah dengan
adiknya, menggantikan kedudukan Sang Prabu Dhar mawangsa yang menjadi ayah kandung Pangeran
Hendratama, dia merasa sakit hati karena dia merasa bahwa
semestinya dia yang berhak me lanjutkan kedudukan sebagai
raja. Akan tetapi karena ibunya dari kasta yang rendah, maka
dia kehilangan kedudukan itu. Dala m keadaan marah dan
dendam dia meninggalkan kota raja. Akan tetapi, Pangeran
Hendratama masih me mpunyai pengaruh yang besar sekali,
dan diapun berhasil me mbawa lari dari kota raja sejumlah
besar harta kekayaan. Dia bercita-cita untuk pada suatu hari
dapat menjad i raja dan untuk cita-cita itu dia bahkan
mengadakan hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang pada
waktu ini sedang me musuhi Sang Prabu Erlangga.
"Hern m, jadi dia merencana kan pe mberontakan?"
"Begitulah, akan tetapi tentu saja untuk bergerak sendiri
dia tidak akan beran i karena tidak me mpunyai cukup pasukan
yang kuat. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan engkau tadi mengatakan bahwa kalian bertiga
menjad i selirnya dan setia kepadanya karena terpaksa sekali.
Apa yang me maksamu, nimas?"
"Ayah ibuku hanya me mpunyai aku sebagai anak tungga l.
Ayahku dahulu menjadi perwira dalam pasukan mendiang
Prabu Teguh Dharmawangsa yang setia kepada Pangeran
Hendratama dan sampai sekarang masih menjadi pembantunya.. juga ayah mbakayu Sukarti dan ayah mbakayu
Kenangasari, mereka adalah perajurit-perajurit yang setia
kepada Pangeran Hendratama. Karena itu, ketika Pangeran
Hendratama menga mbil kami bertiga sebagai selir-selirnya
yang terpercaya, para orang tua kami tidak berani
meno laknya. Bahkan mereka berpengharapan apabila kelak
sang pangeran menjadi raja, tentu kami dan orang, tua kami
akan naik derajat dan mendapatkan kemuliaan."
"He mm," kata Nurseta dengan hati merasa penasaran,
"berarti engkau telah, dijual, nimas! Dan engkau merasa
berbahagia menjad i selir pangeran itu dan karena itu setia
kepadanya sampai mati?"
"Sa ma sekali tidak begitu, kakangmas. Di dasar hatiku aku
merasa sedih dan menyesal sekali, akan tetapi kami tidak
berdaya, kakangmas. Kami tahu bahwa kalau kami meno lak,
bahkan kalau kami sa mpa i tidak setia, misa lnya sekarang ini
kalau sa mpai aku me nceritakan kepadamu di mana engkau
dapat menemukan dia, akibatnya dapat merupakan ma lapetaka bagi keluargaku. Orang tuaku tentu akan
menerima hukuman, mungkin kematian. Inilah yang me mbuat
kami bertiga tidak berdaya dan harus setia dan mematuhi
segala perintah pangeran."
"Ah, betapa kejamnya pangeran itu!" kata Nurseta sambil
mengepal tangannya dengan hati gera m.
"Bagaimanapun juga, sikapnya terhadap kami bertiga baik
sekali, kakangmas. Kami diber i kebebasan, agaknya karena dia
percaya bahwa kami tidak mungkin berani mengkhianatinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah orang tua kami berada dalam cengkeramannya,
Bahkan dia me mperlihatkan kasih sayang kepada kami,
me manja kan kami, juga dia melatih kami dengan aji
kanuragan sehingga kami kini menjadi pengawal-pengawal
pribadinya yang dapat diandalkan dan setia."
"He mm, karena sikapnya yang baik itu, maka kalian bertiga
amat mencintanya."
"Bagiku sa ma se kali tidak, kakangmas. Mungkin mba kayu
Sukarti dan mbakayu Kenangasari benar-benar mencintanya
sehingga mereka suka bersaing me mperebutkan perhatian
sang pangeran. Akan tetapi, aku tahu bahwa kebaikan sang
pangeran itu hanya sebagai lapisan luar saja, karena itu
biarpun pada lah irnya aku terpaksa tunduk dan taat
kepadanya, di dalam hati aku merana, bahkan dia m dia m
me mbencinya! Akan tetapi ...... betapapun kagumku
kepadamu . .... sehingga mau rasanya aku me lakukan apa pun
juga untukmu ..... akan tetapi untuk menga ku di mana dia
berada, aku tidak berani, kakangmas ..... aku takut kalaukalau orang tuaku dibunuhnya ....." Gadis itu kini menangis
terisak-isak. Se mua kesedihan yang selama ini ditekan dan
dise mbunyikannya,
me mbanjir keluar menjadi tangis mengguguk. Melihat gadis itu menang is tersedu-sedu demikian sedihnya
Nurseta merasa iba sekali dan dia tidak tahan untuk tidak
mencoba untuk menghiburnya. Dia mende kat dan dipegangnya kedua pundak gadis itu yang berguncangguncang. "Kasihan sekali engkau, Nimas Widarti .....!" katanya halus.
Merasakan kedua pundaknya disentuh le mbut dan
mendengar kata-kata itu, Widarti mendesah panjang dan
menubruk, merangkul dan merapatkan mukanya di dada
pemuda itu sa mbil menang is sesenggukan. Nurseta merasa
kaget dan juga bingung, salah tingkah dan tidak tahu harus
berbuat apa, akan tetapi karena dia terbawa kesedihan gadis
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, diapun bermaksud menghibur dengan mengelus rambut
yang halus, hitam dan berbau kembang me lati itu. Sejenak
ada perasaan haru yang lembut sekali, perasaan mesra dan
dekat sekali dengan gadis itu. Akan tetapi dia segera
menyadari bahwa keadaan seperti ini kalau dibiarkan dapat
me mbahayakan karena rasa haru yang mendalam itu dapat
saja menyeretnya kepada gairah berahi. Dia lalu dengan
le mbut mendorong gadis itu merenggang dan me mbantunya
duduk dengan tegak di atas batu. Widarti masih menang is dan
menutupi muka dengan kedua tangannya.
"Aku merasa iba sekali kepadamu yang bernasib malang,
Nimas Widarti. Percayalah, kalau aku dapat bertemu dengan
Pangeran Hendratama, aku akan menegurnya dan akan
kuminta agar dia suka melepaskan cengkeramannya kepada
engkau dan keluarga mu!"
"Tida k mungkin! Jangan lakukan itu, kakangmas, bukan dia
yang mencengkeram, melainkan ayahku sendiri yang sangat
setia kepadanya. Mereka semua setia kepadanya, termasuk
kedua orang maduku itu karena mereka men gharapkan agar
Kisah Pedang Bersatu Padu 19 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama