Ceritasilat Novel Online

Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 5

Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Bagian 5


Hoo " ada kandung maksud besar dan jahat, ia tidak
lagi boleh dipandang enteng, kecuali ia telah atur
Haytong-kok menjadi pusat, yang tangguh, iapun telah
berhasil mengundang beberapa orang yang kita tidak
pernah sangka akan dapat diundang olehnya! Kecuali
ingin lampiaskan dendaman, Pian Siu Hoo pun ingin
menjagoi di Hucun-kang, supaya ia hidup sendiri dengan
tak ada saingan atau rintangan. Orang-orang yang ia
undang saja telah membuktikan maksud besarnya."
Yan Toa Nio dan puterinya awasi Souwposu, mereka
ketarik dengan keterangan orang dan ingin sekali
ketahui, siapakah orang-orang undangannya Pian Siu
Hoo itu. Cukat Pok tahu bahwa mereka sangat ingin
memperoleh keterangan, maka ia lantas tuturkan
perjalanannya ke "Lembah dari bunga Hay-tong".
Setelah Yan Toa Nio dan anaknya pergi ke Cheetioklauw,
Hoa Ban Hie, Tan Ceng Po dan Cukat Pok tidak
lantas bubaran, hanya tuan rumah itu segera berkata
pada Tonglouw Hiejin, "Sahabatku, coba katakan, terhadap
Pian Siu Hoo kau hendak ambil tindakan bagaimana" Aku
si setan melarat ingin mendengar pikiranmu yang
sempurna, agar aku bisa peroleh pengalaman."
"Sudah, Malaikat Kemelaratan, sudah, jangan kau
goda aku," Tan Ceng Po menjawab. Ia keluarkan suara
dari hidung. "Mengenai pertanyaanmu, baiklah kau yang
jawab sendiri! Pian Siu Hoo telah pindahkan pusat, itu
saja sudah merupakan suatu keterangan jelas bagi
sikapnya. Ia niat bertempur benar-benar dengan pihak
kita, agar didapat keputusan siapa yang menang dan
kalah. Bancie sanchung bukan didirikan baru satu atau
setengah tahun, jika kau tidak bersiap sungguh-sungguh,
kau nanti lihat macamnya gangguan musuh! Aku ada
beda daripadamu. Kecuali satu gubuk dan sebuah perahu
rosokan yang menjadi milikku semengga-mengganya,
aku hanya mempunyai selembar jiwa yang sudah tua,
jikalau aku harus roboh di tangannya Pian Siu Hoo, aku
roboh sendirian dan tidak seret-seret lain orang.
Umpama kata aku kalah, aku percaya Kiushe Hiekee
tidak akan ludas semua. Begitulah, maka aku tidak usah
pikirkan tindakan. Kalau toh aku mesti berpikir, aku
hanya berpikir untuk pihakmu!"
Kedua biji matanya Hoa Ban Hie terputar.
"Sahabatku, kau benar-benar main gila padaku!" ia
berkata dengan nyaring. "Tapi kau harus mengerti, aku
bukannya satu anak muda yang berdarah panas, yang
tidak mengerti selatan, yang tidak kenal bahaya dan
bertindak sembrono! Kenapa kau bangkitkan hawa
amarahku" Jikalau Pian Siu Hoo ciptakan angin dan
gelombang di Gocu-mui, aku tidak perlu usil padanya,
tetapi siapa suruh ia datang ke Haytong-kok dan main
gila di sini, tepat di depan mataku" Jikalau aku tidak
kasih mengerti padanya, aku mesti bakar musnah Bancie
sanchung dan pindah jauh-jauh dari sini, tetapi karena
aku telah mengambil kepastian akan hadapkan padanya,
maka telah kupikir sejak siang-siang. Di saat aku mulai
turun tangan, Pian Siu Hoo jangan harap yang Kangsanpang
bisa kerek pula benderanya di Hucun-kang, apabila
aku tidak mampu bikin ia musnah hingga ke akarakarnya,
cukup di sini saja tamat lelakonnya Kiongsin
Hoa Ban Hie, namaku boleh dicoret dari kalangan Sungai
Telaga!" "Malaikat Kemelaratan, jikalau kau sudah berpikir,
itulah lain," Tan Ceng Po berkata kemudian. "Dengan
gunakan alasan dari halnya Yan Toa Nio dan Gioklionggiam
Hiecun dari Kiushe Hiekee, kau justru bisa turun
tangan, dengan begitu, layarnya Pian Siu Hoo di
Haytong-kok kita boleh gulung. Sekarang sudah tidak
ada soal lagi! Bilakah kau hendak mulai?"
"Sahabatku, ini bukannya urusan untuk mana kita
boleh bertengkaran! Kita telah mengambil putusan akan
hadapkan Pian Siu Hoo, untuk mati atau hidup, kita
harus bekerja dengan memakai anggaran. Kini kita harus
tengok Haytong-kok akan melihat keadaan dalamnya
dengan jelas, untuk mendapat ketahui cara bagaimana
mereka telah bersiap. Aku hendak pergi sekarang, apa
kau suka turut?"
Tonglouw Hiejin Tan Ceng Po manggut.
"Aku setujui pikiranmu!" ia menjawab. "Kita tidak
boleh berayal lagi. Bancie sanchung terletak dekat
dengan Haytong-kok, sekarang nyonya Yan dan gadisnya
berada di sini dengan kau, andaikata pihak Pian Siu Hoo
mendapat tahu, ia tentu bakal utus orangnya datang
kemari, sedikitnya untuk menerbitkan kacau balau.
Gangguan itu saja, apabila sampai terjadi, akan bikin
pamormu turun, maka kita sekarang tidak boleh
ketinggalaan!"
"Jiewie loo-suhu, aku akur dengan kau orang," Cukat
Pok turut bicara. "Di mana Pian Siu Hoo telah tancap
kakinya di Haytong-kok, kita memang tidak boleh
terlambat lagi. Mari sekarang kita pergi menyelidiki,
supaya kita dapat mengatur tenaga akan hadapkan
mereka." Hoa Ban Hie lantas saja berbangkit dan bertindak ke
luar akan memanggil hu-chungcu, wakilnya, yang ia
bisiki, setelah mana, wakil itu pergi pulang.
"Sekarang mari kita berangkat," berkata Kiongsin serta
hampirkan Tan Ceng Po dan Cukat Pok. "Di sarangnya
Kangsan-pang kita orang boleh cari pengalaman akan
mendapat ketahui sampai di mana kepandaiannya ketua
dari Kangsan-pang."
Tan Ceng Po dan Cukat Pok manggut. Bertiga mereka
lantas ke luar.
Masih saja Souwposu tutup mulut, la sebenarnya
pandai bicara, tetapi sejak berhadapan dengan si
Malaikat Kemelaratan, ia bisa kendalikan diri dan rem
lidahnya. Ini bukan berarti ia jeri, hanya tidak ingin
pertontonkan diri, sebaliknya ia ingin menyaksikan
sampai di mana lagak lagu dan kepandaiannya raja
pengemis ini. Bertiga mereka keluar dari Bancie sanchung, melewati
pohon-pohon yang lebat. Hampir di jarak-jarak yang
tertentu, Cukat Pok bisa saksikan mata-mata atau
penjaga-penjaga dari dusun pengemis istimewa ini;
mereka itu berada di atas pohon atau sembunyi di antara
bongkot-bongkot besar. Sesampainya di luar kalangan,
barulah hu-chungcu muncul bersama beberapa
kawannya untuk mengantar jalan pada ketuanya.
Kiongsin Hoa Ban Hie melainkan ulapkan tangannya,
atau semua orangnya itu mengundurkan diri dan
menghilang pula antara pohon-pohon yang gelap.
Setelah melewati tanjakan yang berbatas dengan
rimba cemara, barulah tidak ada lagi penjagaan. Maju
lagi sedikit, lantas kelihatan tanah yang luas, hanya di
sebelah kiri ada tepi bukit yang tinggi.
Mereka menuju ke arah timur selatan, semuanya tutup
mulut, sedang tindakan kaki mereka telah berubah
menjadi cepat. Itu bukannya ilmu jalan yang dipanggil
Lokhok hoo-heng atau "Menjangan mendekam dan
burung Hoo menindak", mereka jalan seperti biasa,
bedanya melainkan tubuh mereka tidak bergerak tetapi
kedua kaki menindak, semakin lama semakin cepat.
Souwposu Cukat Pok ada seorang kenamaan dalam
Rimba Persilatan, ia pandai nge-kang dan nui-kang
dengan berbareng, tetapi sekarang, melayani jalan cepat
dari Kiongsin Hoa Ban Hie, ia merasa bahwa ia harus
mengeluarkan tenaga istimewa. Tentu sekali ia menjadi
sangat kagum. Ia pernah dengar perihal ilmu lari cepat
Kun-goan Itkie Lengpo-pou, baru sekarang ia buktikan
itu. Ilmu ini menang seratus kali daripada ilmu Tengpeng
touwcui atau "Menginjak kapuk menyeberangi sungai"
dan Yancu samciauwsui atau "Burung walet tiga kali
menyambar air". Jika orang biasa yang saksikan cara
jalan cepat itu, tentulah disangka si raja pengemis telah
gunakan ilmu sakti. Ilmu lari ini hanya beda sedikit
daripada Lioktee huiheng-sut atau "Ilmu lari terbang di
darat". Tanda yang nyata dari kesempurnaannya ilmu lari ini
adalah pundak tidak bergerak. Tan Ceng Po bisa
menyusul, tetapi pundaknya bergerak juga sedikit. Cukat
Pok telah ketinggalan kira-kira satu tombak di belakang.
Setelah melewati mulut jalan Haytong-kok kira-kira
satu atau dua lepasan panah jauhnya, Kiongsin Hoa Ban
Hie berhentikan tindakannya, dengan demikian Tan Ceng
Po dan Cukat Pok segera mendekati padanya.
"Di mulut jalan dan sekitarnya ada terdapat penjagaan
rahasia, mereka dapat melihat kita, sebaliknya kita tidak
dapat melihat mereka," berkata orang she Hoa ini, "dari
itu kita orang tidak boleh maju dari mulut jalan, hanya
harus mengambil lain jurusan. Demikianlah kita dapat
singkirkan gangguan."
Tan Ceng Po dan Cukat Pok manggut, tanda dari
setujunya. Mereka lantas perhatikan daerah di depan
mereka itu. Kemudian, dengan Hoa Ban Hie jalan di
sebelah depan, mereka menyingkir ke samping. Begitu
mulai manjat, mereka berpisahan. Si raja pengemis naik
di mulut utara dan Tan Ceng Po berdua Cukat Pok di
mulut selatan. Mereka harus gunakan ilmu entengi
tubuh, karena jalanan ada di lamping bukit.
Hoa Ban Hie telah bisa naik dengan cepat sampai di
atas bukit, berkat kepandaiannya yang tinggi. Di atas ada
banyak pohon yang menjadi baik baginya, karena ia bisa
saban-saban umpatkan diri.
Tan Ceng Po diikuti oleh Cukat Pok tiba di atas bukit
belakangan, dengan demikian mereka dapat menguntit si
raja pengemis untuk sekalian perhatikan orang punya
gerakan-gerakan atau sepak terjang.
Tidak jauh dari mulut jalan, di atas bukit, Hoa Ban Hie
dua kali gunakan batu menimpuk ke dalam lembah.
"Itu benar," pikir Cukat Pok. "Sebagai orang-orang
terang, kita tidak boleh berlaku secara menggelap...."
Begitu lekas, batu jatuh, lantas dari dalam lembah
terdengar melesatnya panah tangan dan piauw batu,
tetapi orang-orang yang melepaskannya tidak tertampak.
Setelah itu dengan sikap tidak bersangsi, Hoa Ban Hie
maju pula. Tan Ceng Po dan Cukat Pok dengan pisahkan
diri maju mengikuti. Cukat Pok harus gunakan
kepandaiannya, tiap-tiap kali ia umpatkan diri di tempat
gelap atau di belakang pohon-pohon.
Mereka telah maju lebih dari satu lie, selama itu tidak
pernah tampak rintangan. Di depan mereka ada
tikungan, di bagian utara tanahnya rendah. Di bawahnya
satu pohon besar, Hoa Ban Hie merandek. Baru saja ia
berhenti, atau dari sebelah atas, antara rumput tebal,
ada sebatang panah tangan menyambar dirinya. Ia
mendek, panah lewat dan mengenai pohon kayu.
Berbareng dengan itu, dengan satu lompatan ia
menerjang ke tempat lebat dari mana panah tangan
datang. Itu adalah satu tindakan yang berbahaya sekali. Baru
kakinya menginjak tanah atau sebatang panah tangan
lain kembali telah samber padanya. Tetapi ia benar
liehay, dengan tangan kiri ia tanggapi panah tangan itu
serta dari mulutnya keluar teguran, "Kau berani bokong
Kiongsin" Lihat, ke mana kau hendak lari?"
Teguran itu dibarengi dengan gerakan tubuh yang
menerjang ke gembolan, tetapi di lain pihak, satu tubuh
telah mencelat mundur, gerakannya sebat luar biasa,
mundurnya sampai satu tombak lebih. Hoa Ban Hie
gunakan panah musuh akan balas memanah, tetapi
musuh yang tidak kurang liehaynya telah mendahului
lompat minggir ke belakang pohon, hingga ia dapat
loloskan diri dari marabahaya.
Setelah itu Hoa Ban Hie memperdengarkan suaranya
yang angker, "Kawanan monyet, pergi kau sampaikan kabar pada
ketua dari Kangsan-pang, beritahu bahwa chungcu dari
Bancie sanchung akan datang berkunjung besok malam,
karena perbuatannya yang tidak tahu aturan!
Beritahukan pula, bahwa ia harus berbaris akan
menyambut aku, yang pasti akan datang untuk
memberikan pelajaran! Sekarang ini aku tidak
mempunyai banyak waktu akan layani kau orang bangsa
monyet!" Setelah berkata demikian, dengan satu gerakan
mencelat, Hoa Ban Hie lenyapkan diri ke tempat yang
gelap, nampaknya seperti juga ia hendak mundur
kembali. Cukat Pok dari belakang terus awaskan gerakannya si
raja pengemis, maka itu ia dapat melihat bahwa orang
nampaknya mundur tetapi sebenarnya mau maju,
sedang pembicaraannya hanya untuk "jual" dan kelabui
pada orang-orang yang umpatkan diri itu. Hanya, setelah
Hoa Ban Hie berada di tempat gelap, sukar akan ia
mengawasi terlebih jauh. Ia segera mengikuti dengan
menduga-duga saja jurusannya kawan itu.
Dalam perjalanan maju hingga kira-kira dua lie, Cukat
Pok menghadapi jalan yang sukar, terutama karena
banyaknya rintangan batu, hanya apa yang aneh, sampai
sebegitu jauh belum pemah bertemu rintangan atau
pergoki penjaga-penjaga yang sedang pasang mata.
Maka ia heran, mustahil Pian Siu Hoo berlaku demikian
alpa. Dari itu ia maju terus dengan tetap berlaku
waspada. Jalanan memutar ke utara, menjurus pada bukit yang
tinggi. Maju lebih jauh kira-kira selepasan panah, Cukat Pok
umpatkan diri di belakang batu munjul, dari situ ia dapat


Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang ke sebelah bawah di mana ada banyak
pohon-pohon, kebanyakan pohon haytong. Di dalam
gelap ada sukar melihat tegas ke tempat jauh, tetapi
beberapa rumah tertampak di antara pohon-pohon,
kelihatan mencoretnya sinar api.
"Ini tentu adalah lembah Haytong-kok," pikir
Souwposu. Sekarang Cukat Pok tidak melihat Tonglouw Hiejin Tan
Ceng Po. Percaya benar bahwa ia sedang menghadapi
sarangnya Pian Siu Hoo, Cukat Pok berniat untuk
menghampiri, tetapi, untuk turun ke bawah, jalanan
benar-benar sukar, karena di situ tidak tertampak bekasbekas
tapak kaki manusia. Tanah pun ada sangat mudun
sekali. Maka untuk paksa turun ia harus gunakan gerakan
membikin tubuhnya enteng.
Setelah turun duapuluh tombak lebih, Cukat Pok
dapatkan tempat di mana ada banyak pohon-pohon,
tetapi tidak lebat, hingga ia tidak terlalu leluasa akan
saban-saban umpatkan diri di situ. Maka itu, ia tidak
diam lama-lama di situ dan segera loncat turun ke
bawah, di mana ada tanah yang nampaknya rata.
Tiba-tiba dari tempat yang jauhnya tiga atau empat
tombak, di mana tertampak batu kalang kabutan,
Souwposu mendengar suara yang didahulukan dengan
tertawa dingin, "Sahabat, silakan kembali! Maaf, kita di
sini tidak terima tamu!"
Mendengar itu, dengan berani Cukat Pok enjot
tubuhnya akan mencelat maju ke tempat dari mana
suara itu datang. Ia tahu ada jaga-jaga musuh tetapi ia
tidak takut, malahan ia hendak menghampiri.
Hampir berbareng dengan itu, dari tempat di mana
suara itu terdengar, mencelat satu tubuh manusia yang
gerakannya tidak kurang gesitnya, akan pergi ke
samping. Tubuh itu kecil dan kate. Dengan begitu,
mereka berada satu dengan lain empat atau lima tombak
jauhnya. Tempat itu sebenarnya tidak lebar di mana orang
dapat mengadu kepandaian, tetapi Cukat Pok dengan
cepat telah mengeluarkan souwcu-chio-nya, setelah
mana ia lompat pada musuh yang tidak kelihatan nyata
serta gunakan tombak istimewanya itu.
Orang yang diserang sebenarnya baru saja taruh
kakinya, dari itu, datangnya serangan ada terlalu hebat,
tetapi ia ada gesit sekali, waktu kakinya baru menginjak
tanah, tubuhnya telah dienjot, dengan begitu, tubuh itu
mencelat tinggi, lolos dari serangan. Berbareng dengan
itu, selagi tubuhnya belum turun, sebelah tangannya
telah bergerak, menimpuk dengan suatu barang yang
berkredepan, menjuju pundak kanannya Souwposu,
justru tubuhnya pun baru sampai.
Cukat Pok terancam bahaya, kesatu ada sukar untuk
ia menangkis, kedua ada berbahaya untuk ia lompat
berkelit, karena ke mana saja ia loncat, ia menghadapi
bahaya bisa kecemplung atau jatuh kejeblos. Untuk maju
tidak bisa, karena itu ada pojokan atau lamping bukit.
Musuh sendiri dapat mencelat tinggi, hanya luar biasa
karena tubuhnya seperti menempel di lamping.
Dalam saat yang mengancam jiwanya, tiba-tiba dari
atas bukit terdengar seruan "Awas!" dan serupa barang
datang menyambar selagi senjata musuh belum
mengenai sasarannya, ialah pundaknya Cukat Pok.
Senjata dari atas itu menyerang jitu, hingga Souwposu
terlepas dari bahaya.
Ternyata senjata musuh adalah sebatang ginpiauw.
Karena dapat pertolongan, Cukat Pok dapat
menyelamatkan diri, tetapi ia jadi mendongkol, maka ia
enjot tubuhnya akan loncat naik akan kejar musuh, yang
ternyata telah mendapat tempat injakan kaki di mana ia
bisa siapkan diri. Begitu sampai di atas, lagi-lagi si
Pembalasan Cepat menggunakan tombaknya yang
istimewa. Musuh ada liehay, tubuhnya gesit luar biasa, piauwnya
ada gapah. Seketika ia disusul, sebelum senjata
musuh mengenai tubuhnya, ia telah mendahului loncat
ke sebelah kanan, di mana ada tempat untuk taruh diri.
Tempat ini ada di bagian terlebih tinggi, hingga dengan
sendirinya ia telah naik ke pinggang bukit.
Selagi lakukan gerakannya, Cukat Pok telah perhatikan
orang yang bantu padanya, yang dengan sepotong batu
telah pukul jatuh gin-piauw musuh. Penolong itu ia duga
adalah Tonglouw Hiejin Tan Ceng Po, tetapi orangnya ia
tidak dapat lihat nyata.
Mengingat bahwa sekarang ia sedang bikin
penyelidikan, dan guna hindarkan diri dari gangguan
yang bisa merusak tujuan mereka, Cukat Pok tidak ingin
turuti adat, akan kejar terus pada musuh yang tidak
dikenal itu. Ia mengerti, jika ia kena dipancing sampai
datang saatnya Pian Siu Hoo meluruk bersama koncokonconya,
ia bisa dapat celaka. Karena pikirannya itu, ia
tidak mengejar terus, malahan ia merubah tujuannya,
ialah loncat ke kanan.
Benar-benar musuh tidak mau mengerti dan lantas
memburu. "Terang ia ada orangnya pihak Haytong-kok," berpikir
Cukat Pok akhirnya. "Ilmu mengentengi tubuhnya ada
liehay tetapi apa aku harus menyerah kalah?"
Setelah berpikir demikian, Souwposu merubah
tujuannya ke selatan, ia ingin mundur belasan tombak,
kemudian ia mau layani sungguh-sungguh pada musuh,
kalau bisa, untuk bikin beres padanya....
Baru saja Cukat Pok putar tubuhnya atau mendadak
dari sebelah kiri di mana ada segerombolan pohon kecil,
ada melesat satu bayangan, tingginya dua tombak dan
jurusannya adalah musuh itu, dan sambil berloncat ia
telah lakukan serangan yang dinamakan Paysan-ciang
atau "Pukulan mengatur bukit". Kalau serangan ini
mengenai dengan jitu, musuh mesti terguling ke jurang
dan tubuhnya hancur remuk....
Tetapi musuh ada liehay, melihat ada orang
membokong, ia lekas berkelit ke kanan, tubuhnya
direbahkan, berbareng dengan itu, kaki kirinya bisa terus
diangkat akan mendupak. Itu ada tipu pukulan Tiatgu
kengtee atau "Kerbau besi meluku tanah".
Serangan kaki ini bisa pecahkan ancaman bahaya dari
musuh, dan kalau mengenai sasarannya, musuh yang
sebaliknya bakal dapat celaka. Tapi si penyerang ada
gesit dan bisa tahan lajunya tubuhnya, ia paksa tidak
sampaikan musuh, kapan ia telah injak tanah, ia enjot
tubuhnya akan loncat mundur empat atau lima kaki
jauhnya. Ia telah gunakan tipu Yancu hoansin atau
"Burung walet jumpalitan". Dengan demikian ia dapat
menolong dirinya.
Setelah tendangannya gagal, musuh itu lekas-lekas
berbangkit, kelihatannya ia hendak menyusul pula, tetapi
sebelum ia sempat bergerak, orang telah rangsek
padanya, tubuhnya diserang dengan dua tangan yang
ditekuk naik. Lagi sekali ia unjuk kegesitan tubuhnya.
Dengan menggeser kaki kanan ke kanan, tubuhnya ikuti
gerakan kaki itu, secara begini, ia bikin penyerangnya
pukul tempat kosong. Tapi, bersamaan dengan,
kecepatan istimewa, tangan kanannya menyambar ketika
tubuhnya bangun, dan ia dapat menjambak dengan jitu,
maka sambil melemparkan tubuh orang ke samping, ia
berseru, "Pergilah kau turun!"
Si penyerang telah keluarkan jeritan hebat, "Celaka
aku!"kepalanya menuju ke bawah, kakinya terangkat
naik, karena ia telah dilemparkan dengan tubuh
jumpalitan atau poksay.
--ooo0dw0ooo-- IX Cukat Pok sudah loncat naik ke atas sebuah pohon,
tetapi ia menjadi kaget bukan main, karena ia dengar
nyata jeritan itu bahkan kenalkan juga suara itu, ialah
suara dari Kiongsin Hoa Ban Hie, si Malaikat
Kemelaratan! "Apakah benar si pengemis tua mesti binasa di tangan
musuh?" pikir ia, dan keadaannya ibuk bukan main. Ia
pun dengar jeritan susulan ketika tubuh itu jatuh ke
bawah. Sampai di situ, Souwposu tidak bisa bersabar lagi. Ia
loncat turun dari atas pohon akan mendekati musuh,
untuk berikan hajaran kepadanya.
Pada saat itu, musuh telah loncat turun. Maka waktu
Cukat Pok tiba di tempat pertempuran, musuh telah
menghilang. "Apakah bisa jadi Hoa Ban Hie yang demikian liehay,
mesti binasa di tangan musuh?" ia berpikir pula dalam
kesangsiannya. "Ketika musuh menghilang, baik aku
umpatkan pula diriku...."
Segera Souwposu pergi ke pinggiran akan melongok
ke bawah jurang yang keadaannya begitu dalam dan
gelap, maka itu ia tidak mampu melihat suatu apa pun.
Ia masih bersangsi serta ibuk sendirinya. Ia berniat turun
akan tengok si raja pengemis untuk mendapat kepastian.
Ketika ia hendak ambil putusan, mendadak ia rasakan
ada orang tepuk pundaknya, hingga ia jadi kaget dan
segera loncat ke kanan. Justru itu hampir-hampir ia
celaka, karena ia telah loncat terlalu jauh ke pinggir
sekali, hampir ia terpeleset jatuh! Jika jatuh, ia tentu
akan jadi korbannya jurang....
Di saat yang berbahaya itu, Cukat Pok bisa imbangi
diri, dan begitu sebelah kakinya menginjak tanah, ia
enjot pula tubuhnya akan loncat ke lain jurusan. Di sini,
setelah berdiri tetap, ia mengawasi ke tempat di mana
tadi orang tepuk padanya, la segera lihat satu orang
yang turun berloncat sebagai ia, sampai di tempat
jauhnya tiga atau empat kaki dari dirinya, di mana orang
itu berdiri tegak.
Apabila Cukat Pok telah menampak orang itu,
mukanya menjadi merah sendirinya, bahkan malu atau
likat. Karena ternyata, Hoa Ban Hie tidak saja
mempermainkan musuh, pun terhadap dirinya sendiri.
Karena orang itu adalah Kiongsin, si Raja Pengemis dari
Bancie sanchung!
"Kawanan anak ajag itu telah memikir yang bukanbukan
hendak membikin putus jalanan dari Haytongkok,"
berkata si Raja Pengemis dengan pelarian, "maka
kita harus coba cari tahu, Tiathong-liong Pian Siu Hoo
ada mempunyai kepandaian berapa besar dan
bagaimana liehay ia telah atur barisannya."
Cukat Pok menghampirkan sampai dekat.
"Hoa loo-suhu, orang dengan kepandaian tinggi
seperti kau di kalangan Rimba Persilatan benar-benar
tidak ada keduanya," ia berkata dengan pujiannya yang
sungguh-sungguh. "Aku telah merantau belasan tahun
tetapi belum pernah menampak kepandaian seperti baru
ini aku saksikan. Menurut pendengaran suara, terang kau
telah jatuh ke dalam jurang, maka aneh sekali, Hoa loosuhu,
dengan cepat kau telah dapat naik pula! Nyatalah
ilmu mengentengi tubuhmu Tee-ciong-sut sudah sampai
di batas dari kesempurnaannya."
Hoa Ban Hie bersenyum. "Cukat loosu, kau memuji
aku terlalu tinggi," ia berkata. "Bilakah aku telah terjatuh
ke dasarnya jurang" Adalah sang batu yang telah
wakilkan aku jatuh! Aku sendiri hanya mampir sebentar
di tengah-tengah jurang! Adalah si anak anjing hutan
yang matanya picek, maka ia tidak ketahui duduknya hal.
Toh orang itu mempunyai kepandaian sembarangan,
sekarang mungkin ia telah sampai di atas, atau ia telah
masuk ke pedalaman Haytong-kok guna membikin
penyelidikan...."
Mendadak Hoa Ban Hie loncat naik ke atas, di tepi
jurang, dari tempat itu ia memandang sebentar ke
sekitarnya, lalu ia mendorong sepotong batu besar yang
beratnya seratus kati atau lebih, dijatuhkan ke dalam
jurang, apabila batu itu sampai di dasar jurang, telah
menerbitkan suara sangat keras yang kumandangnya
juga tidak kalah hebatnya. Di lain saat, ia pun terus
loncat naik ke atas.
Cukat Pok tidak berkata apa-apa, ia turut loncat akan
mengikuti si Raja Pengemis, tetapi ia kalah gesit, ketika
tiba di atas, ia kehilangan ketua dari dusun pengemis,
hingga ia menjadi kagum berbareng mendongkol, karena
ia lagi-lagi telah ditinggal sendirian.
"Tua bangka itu benar-benar ugal-ugalan...." pikirnya.
"Tapi kepandaiannya benar-benar tidak ada
tandingannya...."
Cukat Pok segera mengawasi ke tempat di mana tadi
Hoa Ban Hie menghilang, ia tidak melihat apa-apa, hanya
di sebelah bawah, jauhnya kira-kira dua lepasan anak
panah ada cahaya terang yang samar-samar.
Di lain pihak, Tonglouw Hiejin Tan Ceng Po terus tidak
muncul. "Entah ke mana ia telah pergi...." berpikir Souwposu
yang terpaksa harus maju seorang diri, saban-saban ia
sembunyi di tempat yang gelap.
Kemudian, dari atas Cukat Pok loncat turun ke bawah
pula. Setelah perhatikan sekian lama, Cukat Pok harus
puji Pian Siu Hoo untuk kecerdikannya telah memilih
Haytong-kok sebagai pusat. Lembah ini benar-benar
bagus kedudukannya. Di mana saja, di antara lebatnya
pohon-pohon orang bisa taruh jaga-jaga yang
tersembunyi. Cukat Pok sekarang berada di sebelah selatan dari
mulutnya lembah. Ia ada terlindung oleh pohon haytong
yang banyak dan lebat. Ia menduga adanya penjagaan
musuh, maka ia berlaku hati-hati dan juga ingin mencari
tahu kalau-kalau musuh ada pasang orang-orang dengan
kepandaian tinggi. Ia berpendapat, jika di mulut lembah


Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada ditaruh empat atau lima orang saja, ada sukar akan
orang dapat melintas di situ. Kemudian dengan sepotong
batu besar ia menimpuk ke pohon haytong di mulut
lembah, ketika batu itu jatuh, terdengar suara berisik dan
daun-daun yang rontok. Kecuali suara itu, tidak
terdengar suara lain-lainnya. Maka dengan beranikan diri
ia loncat ke mulut jalan atau lembah itu.
Baru saja ia taruh kakinya di mulut lembah atau dari
sebelah kiri, di belakangnya pohon haytong, ia
mendengar suara tertawa dingin yang disusul dengan
teguran, "Sahabat, kau baru sampai?"
Dan suara ini dibarengi dengan melesatnya dua
batang panah tangan yang saling menyusul. Panah
tersebut melesat dengan cepat dan sasarannya tepat.
Dengan angkat kaki kanannya dan kaki kiri mengenjot,
Cukat Pok lompat melesat ke kanan akan menolong diri
daripada ancaman bahaya itu. Adalah pada waktu itu, di
atas pohon terdengar suara cabang bergerak-gerak dan
daun-daun yang rontok jatuh, tertampak dua bayang
yang bergerak berulangulang, tanda dari suatu
pertempuran. Dengan tak berayal pula, Cukat Pok empos
semangatnya akan enjot naik tubuhnya dengan tipu
Yancu coan-in atau "Burung walet tembuskan awan". Ia
tidak merangsek ke mulut lembah, hanya loncat naik ke
atas, ke sebelah kanan di mana ada puncak bukit.
Dengan jalan ini ia dapat molos masuk ke dalam lembah.
Meski dengan samar-samar, ia bisa dapatkan
pemandangan luas atas Haytong-kok.
Lembah sama sekali bukan terdiri dari tanah datar, di
dalamnya kecuali tanah yang rendah, juga ada
tumpukan-tumpukan tanjakan yang berupa sebagai
puncak bukit atau gunung-gunungan kecil. Di berbagai
tempat, beberapa tombak panjangnya, ada batu-batu
besar yang terletak kalang kabutan yang me-nyukarkan
orang lewat atau berjalan di situ.
Tadi dari sebelah selatan tertampak cahaya api, tetapi
sekarang dari dalam sinar itu tidak tertampak sama
sekali. Maju di antara pohon, selepasan panah jauhnya,
Cukat Pok melihat ada dua buah gubuk bertiang kayu, di
dalam gubuk itu tidak ada cahaya api, rupanya gubukgubuk
itu kosong. Dengan jalan memutar kedua gubuk, Souwposu si
Pembalasan Cepat maju lebih jauh, hingga ia hadapkan
tanjakan tinggi yang memutuskan jalanan. Tapi halangan
itu tidak menjadikan rintangan baginya. Ia maju terus
untuk peroleh penjelasan dan percaya yang kedua
kawannya telah mendahului ia masuk ke dalam.
Setelah tiba di tanjakan, untuk naik ke atas ia enjot
tubuhnya. Baru saja ia taruh kedua kakinya di atas
tanjakan itu, atau dari sampingnya ada menyambar
angin yang berhawa dingin. Cepat sekali ia mengegos ke
samping dan terus putar tubuhnya akan mengawasi
tempat dari mana serangan datang, kedua tangannya
berada di depan dadanya, siap untuk menangkis
serangan-serangan terlebih jauh.
Adalah pada waktu itu kupingnya mendengar suara,
"Cukat loosu di situ?"
Hatinya Cukat Pok menjadi lega, karena ia kenalkan
suaranya Tan Ceng Po.
Demikian keduanya segera datang dekat satu dengan
lain. "Tan loosu," Souwposu menanya, "apakah ini
pusatnya Tiathong-liong Pian Siu Hoo si Naga Besi"
Tempat ini ada belukar dan sunyi, tidak ada bekasbekasnya
orang...."
"Kawanan anak kunyuk itu sedang mempertontonkan
sunglap mereka," sahut Tan Ceng Po dengan perlahan.
"Mulut selat dijaga kuat sekali tetapi di sini tidak ada
barang satu orang! Bisakah itu terjadi" Maka aku
percaya, sarangnya pusat mereka mestinya sudah tidak
jauh lagi dari sini! Apakah loosu dapat melihat Kiongsin?"
"Barangkali ia telah masuk dengan mendahului kita,"
sahut Cukat Pok. "Apakah tadi yang membantu aku di
mulut lembah ada Tan loosu sendiri?"
"Benar aku," jawab Tonglouw Hiejin. "Pian Siu Hoo
benar bukannya seorang lemah, di setiap tempat ia telah
pasang orang, dan mereka semuanya liehay, maka
beruntunglah kita tidak sampai kena dirintangi. Mari kita
turun ke bawah tanjakan ini, akan dari timur utara sana
jalan memutar. Di sebelah depan sana ada rimba lebat
yang bisa menjadi halangan, tetapi karena ada sukar
untuk melihat jelas, kita boleh jalan di belakang rimba
itu. Aku percaya di sana kita akan dapat melihat antero
pemandangan dari Haytong-kok. Menurut dugaanku,
Haytong-kok ada luas dan kosong, kecuali di daerah
Huliong-giam di mana ada penduduk gunung dan
pemburu binatang yang tinggal bersama-sama. Aku pun
percaya, Pian Siu Hoo telah gunakan serombongan
penduduk itu punya rumah-rumah untuk dijadikan
sarangnya. Marilah kita orang lihat!"
Cukat Pok setujui nelayan tua dari Tonglouw itu, maka
dengan bersama-sama ia maju. Mereka berjalan dengan
gunakan ilmu Tee-ciong-sut, mereka bisa jalan dan
loncat-loncatan dengan cepat sekali. Setelah tiba di
rimba yang disebut tadi, Tan Ceng Po yang jalan di
depan, mutar terus sampai di jurusan barat utara. Dari
sini barulah ia menerobos lebih jauh ke dalam rimba itu.
Setibanya di lain tepi, setelah memandang sekian lama,
jago tua ini barulah mengerti.
Inilah daerah yang dinamakan Haytong-kok, atau
Lembah dari Bunga Haytong. Lembah ini tidak bisa
tertampak jelas, jika orang ambil jalan dari depan rimba
tadi, karena orang bisa kesasar. Di sebelah depan,
letaknya tanah ada terlebih rendah, di tempat belasan
tombak ada tanah rendah merupakan kwali yang
seputarnya ada lamping atau tembok-tembok bukit. Di
sekitarnya ada pohon-pohon haytong yang lebat. Di
jurusan utara sekali, di bawah jurang, nampak sebuah
kampung yang terdiri dari beberapa puluh rumah gubuk,
letaknya terpencar satu dengan lain. Dari belasan rumah
di antara gubuk-gubuk itu ada tertampak cahaya api.
"Rupanya itu ada sarangnya Pian Siu Hoo," Tan Ceng
Po berkata pada kawannya. "Kita orang mesti hati-hati,
tak mungkin bahwa penjagaan di sini tidak diperkuat,
maka kita mesti jaga agar tidak sampai kena teperdaya."
Cukat Pok membenarkan sahabat itu.
Lalu keduanya dengan ambil jalan timur utara, di
antara pohon-pohon haytong, maju menuju ke puluhan
rumah gubuk itu, yang segera juga tertampak semakin
nyata, hingga dapat diduga semuanya terdiri hanya dari
tiga sampai empatpuluh rumah, pembuatannya kasar
tetapi tegar, karena setiap rumah ada dikurung dengan
tembok batu. Untuk rumah-rumah di pegunungan atau hutan,
kurungan tembok itu ada berfaedah untuk menjaga diri
dari gangguannya binatang-binatang liar.
Dengan tetap berada di depan, Tan Ceng Po loncat ke
sebelah timur dari kampung itu di mana ada berdiri dua
rumah yang letaknya paling pinggir. Salah sebuah rumah
itu terdiri dari tiga ruangan, temboknya rendah. Rumah
itu menyender dengan lamping bukit. Ada dua rumah lagi
yang temboknya lebih tinggi, di sebelah belakangnya ada
sinar api yang mencorot keluar.
Tan Ceng Po menunjuk dengan tangannya, sebagai
tanda, dan Cukat Pok mengerti. Di tempat seperti itu,
sedapahrya mereka tidak ingin banyak bicara. Segera
mereka berpencaran, satu ke utara, yang lainnya ke
timur. Cukat Pok yang ke sebelah timur sudah lantas sampai
di tembok pekarangan dari rumah pertama. Sekarang ia
bisa melihat nyata, tembok itu hanya satu tombak tinggi
dan di atasnya tidak ada rintangan, maka dengan sekali
enjot, tubuhnya, ia bisa lompat naik ke atas tembok. Ia
segera memandang ke sebelah dalam. Nyata ia berada di
ujung timur dari belakang rumah. Dengan tidak raguragu
ia loncat turun ke sebelah dalam.
Dari jendela yang kasar buatannya ada keluar cahaya
api yang terang sekali dan di sebelah dalam ada
bayangan orang yang mundar-mandir.
Supaya bisa mendengar atau melihat lebih tegas,
Cukat Pok dengan hati-hati menghampirkan ke bawah
jendela. Segera tertampak bergeraknya satu bayangan
sebagai orang menuju ke pintu. Dengan satu jarinya,
Cukat Pok lantas tusuk kertas jendela, hingga dari lubang
kecil itu ia bisa mengintip ke dalam. Kebetulan sekali,
bayangan itu memutar tubuh hingga tertampak nyata
Berusia lebih kurang tigapuluh tahun, orang itu
mempunyai muka yang merah tercampur hitam,
sepasang alisnya kaku seperti sesapu, matanya mata
macan tutul, hidungnya hidung singa, mulutnya lebar,
kulit mukanya kasar, tubuhnya yang tinggi dan besar,
tanda dari tenaga kuat. Terang orang itu ada dari
kalangan Sungai Telaga. Ia pakai baju dan celana biru
dari kain kasar, dengan menggendong tangan, alisnya
mengkerut, tanda dari hati yang terganggu.
Ruangan di bagian baratnya ada agak guram. Orang
itu dari sebelah barat menuju ke sebelah timur, setelah
sampai di tembok dengan mendadak ia putar tubuhnya
menghadap ke barat.
"Apakah sekarang belum sampai waktunya?" tiba-tiba
ia berkata. "Sekali ini ia keliru! Janganlah ia harap bahwa
aku Han Loo See sudi mendengar pula perkataannya!...."
"Beginilah tabiatmu!" sahut satu suara dari sebelah
barat. "Tocu belum pernah omong kosong. Ia sudah
hitung pasti bakal ada orang datang dan ia tidak
menduga salah! Melainkan sahabat atau sahabat-sahabat
itu adalah orang-orang yang sopan santun, maka dalam
hal ini, tocu ada sedikit keliru. Orang datang dari tempat
jauh, mustahil tocu tidak akan menyambut sebagaimana
layaknya sebagai tuan rumah" Menurut aku, tocu
seharusnya keluar dan menyambut sendiri, maklum tamu
dari tempat jauh.... Kita orang tidak boleh berlaku kurang
hormat...."
Sebagai orang cerdik, Cukat Pok ketahui dari
ucapannya dua orang itu bahwa Pian Siu Hoo telah
menduga pasti ada orang-orang yang akan datang ke
sarangnya dan karena itu, si Naga Besi telah bersiap
untuk membikin penyambutan, la lalu berpikir, baik ajak
Tan Ceng Po pergi mencari Hoa Ban Hie, guna mereka
berkumpul menjadi satu.
Baru saja ia menyingkir dari jendela atau ia
mendengar suara tertawa haha-haha di dalam rumah
yang dibarengi dengan terpentangnya daun pintu dan
lompat keluar orang yang tertawa itu. Syukur baginya, ia
pun ada gesit luar biasa, dengan satu gerakan lompat
memutar tubuh yang cepat sekali, ia telah mendahului
menghilang ke bawah tembok.
Orang yang lompat keluar itu telah mengucapkan
kata-kata, tetapi baru saja ia bilang, "Sahabat baik...."
atau sepotong benda kecil yang disambitkan, jatuh di
tanah di dekatnya dengan menerbitkan suara, hingga ia
agaknya terperanjat dan terus saja loncat naik ke atas
rumah, dari mana ia loncat lebih jauh ke tembok
pekarangan. Di sini ia lalu berkata pula, katanya,
"Sahabat-sahabat, kau orang telah datang, jangan ambil
jalan yang salah!"
Cukat Pok lantas menduga bahwa Tan Ceng Po atau
Hoa Ban Hie sudah turun tangan, tetapi karena ia sendiri
belum tertampak oleh orang itu, maka ia tidak mau
sembarangan muncul dan tetap memasang mata. Ia
melihat ketika orang itu baru saja tancap kakinya di atas
tembok segera memperdengarkan satu suara dan
tubuhnya lantas terpelanting jatuh.
Di sekitarnya tidak tertampak lain orang, pun tidak
diketahui siapa yang telah menyerang orang ini. Ia
bertubuh besar dan kasar tetapi gesit luar biasa, ia
terpelanting bukan untuk jatuh terus ke tanah, itu hanya
ada gerakan Inlie tohoan-sin atau "Lompat jumpalitan di
dalam mega", kakinya menginjak tanah dengan tidak
menerbitkan suara apa pun.
Justru itu dari atas wuwungan terdengar suara
menyesali. "Cee loosu, kenapa kau perlakukan tamu dengan
kurang hormat" Bukankah kau menghunjuk yang dirimu
tidak mengerti adat istiadat" Boleh jadi chungcu dari
Bancie sanchung sudah sampai! Hayolah lekas
menyambut!...."
Setelah berkata demikian, orang yang baru muncul itu
segera loncat ke belakang, ke jurusan utara, kakinya
ditancap di atas tembok di sebelah bawah mana Cukat
Pok yang sedang memasang mata. Souwposu terperanjat
apabila ia melihat orang punya kepandaian mengentengi
tubuh atau kegesitan.
"Siapa nyana di dalam Haytong-kok ada sembunyi
banyak orang pandai?" pikirnya dan terus memasang
mata. Orang itu menaruh kaki kiri di atas tembok dan kaki
kanannya diturunkan dan tergantung ke bawah,
tubuhnya turut condong, hingga ia mirip dengan orang
yang sedang terpeleset jatuh. Toh tubuhnya ada tetap
bergeming, kedua tangannya bersidakap di depan
dadanya, senantiasa siap sedia.
Sebagai ahli silat, Cukat Pok mengerti bahwa ilmu
kepandaian orang itu adalah ilmu kepandaian pihak
Selatan atau Lampay, namanya Huiho koankie atau
"Rase terbang tergantung di cabang". Jarang ada orang
dengan ini macam kepandaian.
"Baiklah aku coba-coba padanya," berpikir Cukat Pok.


Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia pasang kakinya, siap akan enjot tubuhnya guna lantas
loncat naik, kedua tangannya dimajukan untuk terus
menyerang begitu lekas kakinya sudah menginjak
tembok, la hanya ingin pecahkan Huiho koankie untuk
bikin bergetar tubuh orang itu dan jatuh ke bawah.
Di luar dugaan dari Souwposu si Pembalasan Cepat,
lain orang telah dahului ia. Ketika ia baru hendak enjot
tubuhnya, atau ia melihat orang itu sudah terlepas
kakinya yang berada di atas tembok dan tubuhnya jatuh
ke bawah, maka agar tidak tertimpa, ia terus lompat ke
sebelah kiri, kira-kira dua tombak jauhnya, hingga ia jadi
berada di tembok sebelah timur.
Orang itu jatuh bukan untuk terus rebah di tanah,
benar bersamaan waktu jatuhnya ada suatu benda hitam
yang menyambar padanya, tetapi ia cepat mengegosi
tubuhnya begitu lekas kakinya menginjak tanah dan
sebelah tangannya digerakkan untuk hajar benda hitam
itu. Cukat Pok hampir tertawa ketika berbareng dengan
serangan itu ada terdengar suara ayam jago berkeok,
karena benda hitam yang dihajar itu adalah seekor ayam
jantan, yang mati seketika karena hebatnya serangan.
Tidak heran kalau orang itu menjadi sangat gusar hingga
terdengar suaranya yang nyaring, "Kurang ajar! Kau
berani permainkan padaku si orang tua!"
Lalu dengan satu gerakan, orang itu mencelat ke atas
tembok timur, la telah menggunakan ilmu Ceng-teng
sam-ciauwsui atau "Cecapung tiga kali menyambar air".
Berbareng dengan itu, di tembok barat ada satu
bayangan yang bergerak.
Cukat Pok dari tempat sembunyinya melihat itu
semua, tetapi ia tidak berani sembrono dan tidak mau
bergerak sembarangan, karena ia belum dapat pastikan,
yang mana musuh dan yang mana kawan, la terus
pasang mata. Tempat itu dekat dengan tembok gunung, di situ ada
belasan pohon haytong, maka keadaan di sekitarnya
gelap. Beberapa bayangan tertampak asik bergerakgerak.
Untuk mencari tahu, ia keluar dari tempat
sembunyinya dan loncati tembok akan jalan memutar. Ia
berdaya sedapat mungkin, agar tidak ada orang yang
melihat padanya. Ketika ia tiba di bawah sebuah pohon,
atau dari atas pohon yang kelima, ia mendengar suara
anjing menggonggong dibarengi dengan suara patahnya
beberapa cabang pohon, suara berisik mana lalu disusul
dengan satu suara orang yang tajam, "Haytong-kok ini
lebih baik dipanggil Ya-kauw-cun!"
Dengan "Ya-kauw-cun" dimaksudkan "Desa Anjing
Gunung". Tapi suara berisik tidak sampai di sini. Lagi
sekali terdengar suara anjing, suara anjing berkuing,
jauhnya belasan tombak dari pohon gouwtong kelima itu.
Itu ada suara dari anjing yang terbanting mati, karena
suaranya sirap dengan segera.
Lantas tertampak dua bayangan berkelebat, dua
bayangan yang keluar dari rumah. Atas itu, sekarang
terdengar berisiknya patahnya cabang-cabang pohon,
yang jatuh berbareng dengan meluruknya daun-daun
rontok. Sesaat kemudian, suara berisik agak sirap. Lalu di
belakang bukit ada terdengar suara yang menyindir yang
disusul dengan suara tertawa nyaring, "Sungguh satu
tuan rumah yang liehay! Beginilah cara menyambut
tetamunya! Aku mesti ketemui tuan rumah, akan tanya ia
sebenarnya kandung maksud apa...."
Suara ini dibarengi dengan melesatnya satu bayangan,
yang lalu mendapat teguran, "Apa di sana chungcu dari
Bancie sanchung?"
Pertanyaan itu tidak peroleh jawaban.
Sekarang Cukat Pok dapat lihat tegas pada orang yang
majukan pertanyaan itu, tubuh siapa ada tinggi luar biasa
dan kurus, gerakannya se-bat melebihkan kesehatannya
sendiri. Ketika dia itu sampai, suaranya segera terdengar,
katanya, "Cee loosu, mari kita antar tetamu pergi!"
Sehabisnya kata begitu, orang itu lantas berangkat,
bukannya ia loncat turun ke tanah tapi ke atas rumah.
Kemudian ia disusul oleh satu bayangan lain, yang
muncul dari sebelah kiri.
Cukat Pok mengerti bahwa si Raja Pengemis sedang
tunjukkan kepandaiannya, bahwa satu pergulatan bakal
terjadi, hanya ia heran, sampai sebegitu jauh, ia tetap
belum lihat Tan Ceng Po. Terpaksa ia pergi seorang diri,
ke belakang. Ia terus umpatkan dirinya.
Belum Cukat Pok berlalu jauh atau ia dengar suara
suitan riuh di sekitar Haytong-kok, suara mana lantas
disusul dengan cahaya api di sana-sini, kelihatannya
teratur rapi. "Terang Pian Siu Hoo hendak unjuk pengaruhnya,"
pikir Souwposu, "nyata ia hendak paksa usir kita keluar
dari Haytong-kok...."
Dengan cepat api obor tertampak semakin banyak,
saban jarak tiga sampai lima tindak, tentu ada satu obor,
orang yang pegang itu, yang tertampak nyata, tidak
bawa golok atau panah. Meski terang di sana-sini tetapi
di jurusan lembah sekali, segala apa tetap gelap dan
sunyi. Cahaya api tidak sampai mencorot ke dalam lembah
itu. Dengan tidak pedulikan orang punya barisan, Cukat
Pok lanjuti perjalanannya menuju ke desa kecil. Ia tidak
tampak lain bayangan lagi, kecuali bayangan dari orang
yang dipanggil Cee loosu dan kawannya, yang tadi ia
lihat nyata. Selagi mendekati dua baris rumah paling depan di
dusun kecil itu, Cukat Pok dapat dengar suara berisik di
sebelah dalam itu, ada juga suara ayam dan anjing, yang
menambah memberisikkan, begitupun suarajatuhnya
barang berat dari atas rumah ke tanah.
Lekas-lekas Cukat Pok pergi naik ke atas rumah yang
sebelah utara, dari atas wuwungan, ia ingin dapat
memandang sekitarnya dusun kecil itu, juga akan lihat
dari situ ada musuh yang keluar atau tidak. Ia sudah
pikir, kalau musuh muncul, ia akan coba tempur mereka.
Ketika ia baru sampai di tembok yang agak tinggi dari
satu rumah di tepi jalanan, ia lihat melesatnya satu tubuh
manusia dari pojok barat utara, gerakannya gesit, dan
tujuannya adalah ia sendiri!
Melihat datangnya orang, yang tidak dikenal siapa,
Cukat Pok lekas-lekas lompat menyingkir ke samping kiri,
sambil berbuat demikian, ia pasang matanya, guna lihat
itu orang ada bersenjata atau tidak. Adalah sedangnya ia
loncat, dari jurusan selatan ada orang menegur dengan
nyaring, katanya, "Sahabat baik, kau terimalah!" Dan
dengan tiba-tiba, sebatang bambu panjang telah
menyambar tubuhnya orang itu, siapa berkelit ke pinggir
dengan kepalanya ditundukkan, tubuhnya meloncat.
Dengan terbitkan suara berisik, galah itu menimpa
tembok dan jatuh.
Diserang secara mendadak demikian macam, orang itu
murka hingga ia memperdengarkan suara menghina,
tetapi sebagai jawaban, ketika ia putar tubuhnya, ia
dengar teguran yang kedua, "Masih ada, hei, sahabat!"
Dan serupa benda hitam telah menyambar ke arahnya.
Dengan luar biasa gesitnya orang ini berkelit, ia telah
lompat ke rumah sebelah selatan. Tapi di sini, muncul
satu suara keras dan berisik, sepotong genteng atau bata
telah menyambar padanya, ketika ia berkelit, benda itu
jatuh menimpa genteng, hingga lagi-lagi terdengar suara
berisik sekali.
Segera tertampak satu bayangan melompat ke jurusan
Cukat Pok, ketika Souwposu hendak berkelit, ia dengar
orang punya suara, "Mundur ke utara!"
Cukat Pok kenalkan suaranya Tonglouw Hiejin Tan
Ceng Po, bayangan siapa menyambar terus ke tembok
belakang. "Tan loo-suhu," ia menanya. "Kiongsin masih belum
mundur, apakah kita harus tinggalkan ia?"
"Sekarang sudah mulai siang, sudah waktunya untuk
kembali," Tan Ceng Po menjawab. "Baru ini di dalam
lembah, Kiongsin telah bikin ayam dan anjing tidak
aman, orang dan kuda saling terbalik, hingga Tiathongliong
Pian Siu Hoo telah roboh pamornya. Kalau kita tiba
di luar, Kiongsin barangkali akan dapat menyusul kita.
Hanya kita harus awas, karena Pian Siu Hoo sendiri tetap
tidak pernah muncul." Kemudian, dongak ke atas, tetua
dari Kiushe Hiekee berkata pada musuh, "Hei, orangorang
dari Kangsan-pang, kamu punya permainan obor
ada menyebalkan! Lihat, aku mempunyai barang yang
tersedia untuk padamkan semua obormu!"
Setelah berkata demikian, Tan Ceng Po raup batu
dengan dua tangannya.
"Benar-benar barang tersedia," pikir Cukat Pok.
"Memang barang-barang begini dapat digunakan dengan
tak ada habisnya...."
Dan ia segera telad Tonglouw Hiejin akan lompat
maju. Timpukannya Tan Ceng Po ada liehay, begitu lekas
batu menyambar, api obor segera padam, sebentar saja
empat atau lima obor telah tidak menyala lagi, waktu
kena ditimpuk, lelatunya terbang berpencaran.
Dengan keluarkan jeritan, orang-orang yang pegang
obor dan kena lelatu api, segera lari mundur karena
mereka pun kaget dan ketakutan.
Cukat Pok juga turut menimpuk dengan tidak kalah
jitunya. Tetapi pihak musuh mempunyai barisan panah yang
umpatkan diri, mereka lantas bekerja, menyerang ke
arah dua bayangan yang tertampak berkelebat.
Disebabkan serangan mendadak itu, hampir-hampir Tan
Ceng Po dan Cukat Pok menjadi korban. Mereka menjadi
gusar. "Kawanan anjing, kau berani lukakan aku si orang
tua?" ia berteriak serta rogoh sakunya akan
mengeluarkan dua batang panah tangan yang terus
digunakan untuk menyerang ke jurusan dari mana
datangnya panah.
Jeritan terdengar, satu tubuh tertampak jatuh
terguling. Tan Ceng Po loncat naik ke tempat tukang panah itu
yang telah kosong.
"Cukat loosu, mari kita ambil jalan ini akan pergi ke
mulut lembah, agar bertemu dengan Kiongsin," ia
berkata pada Souwposu.
"Mari, loo-suhu," Cukat Pok menyambut.
Keduanya segera membuka jalan, lari ke arah mulut
lembah. Samar-samar di dalam lembah masih terdengar suara
berisik, tetapi dengan tak pedulikan itu, Tan Ceng Po dan
Cukat Pok terus menuju ke mulut lembah. Ketika mereka
mendekati mulut lembah itu, mendadak dari satu
tanjakan, di belakang alingan batu besar terdengar suara
tertawa nyaring yang mengejek dan disusul dengan
ucapan, "Aku sangka siapa, tidak tahunya ketua dari
Kiushe Hiekee! Di sini si orang she In telah menantikan
lama!" Berbareng dengan suaranya orang itu telah loncat
keluar dari tempat sembunyinya dan lompat ke arah Tan
Ceng Po. Tonglouw Hiejin loncat ke atas satu batu besar sambil
menjawab, "Kau siapa sahabat, kau berani pegat aku"
Melainkan si orang she Pian yang boleh berhadapan
padaku, yang lainnya maaf, aku tidak sudi melayani!"
Tapi orang itu, yang sekarang telah berada di sebelah
bawah, tertawa pula, suaranya penuh penghinaan. Ia
berkata, "Mau tidak mau, Samsiang In Yu Liang ingin
belajar kenal dengan tetua dari Kiushe Hiekee!"
Tapi Cukat Pok telah mendahului loncat turun dengan
tipunya Kie-eng pok-touw atau "Garuda kelaparan
menyangkrem kelinci," sembari ia berseru, "Aku justru
ingin berkenalan dengan jago dari Samsiang!"
Sekarang ternyata, In Yu Liang itu adalah orang kurus
jangkung tadi yang muncul dari dalam rumah, yang
gerak-gerakannya gesit sekali.
Begitu lekas ia sudah sampai, selain kakinya mencari
injakan, kedua tangannya Cukat Pok sudah lantas
bekerja, tangan kanan siapa di depan dada, tangan kiri
menyambar dadanya pihak lawan.
In Yu Liang geser tubuhnya ke kiri, akan menyingkir
dari serangan itu, tetapi berbareng tangan kanannya dari
kiri menyambar ke kanan, jari-jarinya mencari orang
punya nadi, untuk ditotok. Ia punya gerakan itu, yang
kelihatannya sederhana, ada cepat sekali.
Cukat Pok mengerti berbahayanya totokan kepada
nadi itu. Ilmu itu ada melebihkan berbahayanya ilmu
Tiat-piepee. Ia memang sudah dengar, jago Samsiang itu
ada tersohor untuk ilmu menotoknya dengan jari, yang
disebut Itcie sinkang atau "Ilmu totokan satu jari". Maka
ia lekas-lekas mendek, selagi pundak kiri turun ke
bawah, tubuhnya kelit ke kanan, kemudian dengan kaki
kanan nancap, kaki kirinya menyambar, menyapu kaki
musuh. Ia gunai tipu Lokyap ciuhang-koay atau "Angin
musim Ciu meniup rontok daun."
Dengan satu enjotan tubuh, In Yu Liang melesat tinggi
dan mundur sampai tiga tombak jauhnya. Terus saja ia
berseru dengan pertanyaannya, "Sahabatku, apa kau ada
Souwposu Cukat Pok" Inilah kebetulan, aku memang
ingin coba-coba untuk menerima pelajaranmu!"
Lantas, dengan tidak tunggu jawaban ia maju pula
dengan penyerangannya.
Cukat Pok hendak layani musuh itu, di saat ia mau
geraki tubuh, mendadak ia rasai angin menyambar di


Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang ia, maka ia terus lompat minggir, dan satu
bayangan hitam telah melesat ke depannya jago
Samsiang. "Sahabat, kau sedang kasih pertunjukkan apa ini?"
tanya bayangan itu. "Kiongsin tidak sanggup terima kau
punya budi ini!"
In Yu Liang mundur satu tindak, ia tertawa berbahakbahak.
"Aku memang sudah duga, bahwa adalah kau, si
makhluk aneh bangkotan, yang datang mengganggu
Haytong-kok!" kata ia dengan nyaring. "Pepatah ada
bilang, adat istiadat memastikan, ada pergi, ada kembali,
maka itu satu kali aku pun mesti berkunjung ke Bancie
sanchung!"
Ketika orang berkata-kata, Hoa Ban Hie telah enjot
tubuhnya loncat naik ke tempat paling tinggi di samping
mulut lembah itu, dari situ sambil tepuk-tepuk tangan, ia
berkata-kata dengan nyaring, "Bagus sekali! Aku Hoa
Ban Hie akan menunggui dengan segala kehormatan atas
kunjunganmu! Sahabat, andaikata kau tidak memberikan
muka padaku, pasti kau akan bikin aku si Malaikat
Kemelaratan mesti keluarkan tenaga akan pergi
mengundang padamu!..."
Di saat itu, Tan Ceng Po pun muncul dari alingan batu,
sambil berloncat turun, ia kata pada Itcie Sinkang In Yu
Liang, "Kiranya di dalam Haytong-kok ini ada berdiam
orang pandai dari Rimba Persilatan! Kiranya, In loosu,
kau ada bersahabat dengan ketua dari Kangsan-pang!
Sungguh aku tidak sangka! Mudah-mudahan kau bisa
berkunjung ke Bancie sanchung, untuk menyambut pada
kau! Sekarang, In loosu, maafkanlah kita, kita tidak bisa
temani kau lama-lama!"
Setelah kata begitu, Tan Ceng Po putar tubuhnya,
akan berlalu. Perbuatannya ditelad oleh Cukat Pok,
sedang Kiongsin Hoa Ban Hie sudah mendahului ambil
jalannya sendiri. Dan mereka tidak lagi mendapat
rintangan, di setiap jagaan, tidak ada orang yang keluar
atau memegat, mereka sampai di rumah dengan tidak
kurang suatu apa, hanya mereka lantas bertemu dengan
Lim Siauw Chong, yang sudah kembali dari ranggon.
Liongyu Hiejin Lim Siauw Chong berduka apabila ia
dengar perihal hasil penyelidikannya tiga orang itu, sebab
sekarang ternyata, Pian Siu Hoo benar-benar hendak
lakukan pertempuran yang memutuskan, hingga tidak
lagi ada harapan bagi perdamaian. Ia tidak nyana bahwa
Pian Siu Hoo bisa undang orang yang liehay, sedang
belum ketahuan, orang pandai siapa lagi yang berada di
dalam lembah Haytong-kok itu.
"Bagaimana sekarang kita orang harus bertindak?"
akhirnya Lim Siauw Chong tanya tuan rumah. "Menurut
aku, lebih lekas kita bertindak, lebih baik. Kita tidak boleh
memberi ketika untuk Pian Siu Hoo mengundang terlebih
banyak orang lagi. Ia ada cerdik dan licin, ia bisa pincuk
lebih banyak orang lagi, seperti sekarang ia dapat
mengundang Itcie Sinkang In Yu Liang. Orang yang
dipanggil Cee loosu itu mestinya adalah Kimtoo Cee Siu
Sin, ahli silat ternama dari pihak utara."
Tapi, memandang Lim Siauw Chong, Hoa Ban Hie
bersenyum sindir.
"Sahabat karib, bukannya aku si Kiongsin mengejek
padamu," ia berkata, "sebabnya kenapa kau dari pihak
Kiushe Hiekee tidak bisa angkat kepala ialah kau orang
ada terlalu tutup diri, terlalu hati-hati, hingga satu
coanpang yang besar dan berpengaruh, di bawah
penilikan sangat keras dari kau, telah berubah menjadi
lemah dan tidak bersemangat. Dalam urusan sekarang
ini, aku sebenarnya ada sedikit usilan, seperti juga aku
dekati api akan membakar diri sendiri. Dengan Tiathongliong
Pian Siu Hoo aku tidak bermusuhan atau
berselisihan, aku juga tidak hidup di atas air, hanya
karena perbuatannya di dekat daerahku ini ada terlalu
menyolok mataku, hingga ia telah melanggar adatku dan
aku tidak bisa mengawasi saja kepadanya. Begitulah aku
sudi ketemukan padanya dan tengok macam
persiapannya. Pian Siu Hoo telah melanggar kebiasaan
dalam kalangan coanpang, ia telah terlalu andalkan
dirinya dan sekarang ia hendak menjagoi di Haytong-kok
ini, perbuatannya tidak boleh diantapi saja. Jika ia mau
balik kembali ke Gocu-mui, aku pasti tidak akan campur
tahu urusannya itu! Sekarang aku hendak menggunakan
kesempatan ini akan belajar kenal dengan orang-orang
gagah dari utara, supaya aku pun dapat mengetahui,
hingga di mana adanya kebisaanku sendiri!"
Lim Siauw Chong ketahui adat orang, ia ingin
menyingkir dari itu, karena bagi mereka adalah sudah
cukup jika si Raja Pengemis ini sudah mau ambil
pihaknya. Maka ia lantas menyimpang. Setelah
menghaturkan terima kasihnya, untuk mana pun diturut
oleh Yan Toa Nio dan gadisnya, ia tanya bagaimana
kesudahannya penyelidikan baru-baru ini.
Tan Ceng Po telah wakilkan dua kawannya untuk
memberikan penuturan.
Mendengar itu, Yan Toa Nio kerutkan alisnya, karena
ia ketahui, perkara telah menjadi besar serta hebat dan
berbahaya sekali. Maka ia lantas utarakan pikirannya
pada Hoa Ban Hie dan kawan-kawannya, bahwa ia ingin
lekas-lekas ketemukan Pian Siu Hoo, baik untuk
membunuh musuh itu atau ia berdua anaknya menerima
binasa di tangan musuh itu.
"Pian Siu Hoo benar-benar ada sangat licin, berbahaya
dan busuk," ia nyatakan lebih jauh. "Urusan dengan kita
ia campur dengan urusan coanpang. Nyatalah ia ingin
memperoleh kemenangan di dua-dua pihak, supaya
kalau berhasil ia dapat terus menjagoi sendirian. Aku
menyesal telah membikin loo-cianpwee sekalian turut
menjadi pusing."
Tapi atas pernyataan ini, Hoa Ban Hie tertawa.
"Yan toanio, kau harus bersabar!" ia berkata. "Aku
hargakan keberanianmu, tetapi kau harus mengerti,
sekarang tidak lagi kau hadapi Pian Siu Hoo sendirian!
Nyatalah kini kau bukannya tandingan dari Tiathongliong!
Tunggu saja! Jangan-jangan sebentar malam akan
datang tamu-tamu ke dusunku ini, jika dugaanku benar,
kau dapat kemerdekaan untuk coba-coba ilmu
pukulanmu Engtiauw hoankie-ciang atau 'Burung garuda
menyerang berbalik'. Jika sebentar malam kau
memperoleh kemenangan, soal membalas sakit hatimu
bukannya soal sukar lagi, jika sebaliknya, kau pasti tidak
akan mempunyai harapan lagi!"
Toa Nio tidak mengerti betul maksudnya tuan rumah.
"Loo-cianpwee, apakah artinya ini?" ia tegaskan. "Apa
sebentar malam Pian Siu Hoo akan datang sendiri
kemari?" "Tidak bisa diharap yang Pian Siu Hoo sendiri mau
lancang datang kemari," sahut Hoa Ban Hie. "Tetapi di
antara kawan-kawannya yang ia dapat undang, ada
seorang yang liehay sekali, ialah Itcie Sin-kang In Yu
Liang dari pihak selatan. Dalam hal bugee seumumnya,
ia boleh tidak usah terlalu dimalui, hanya yang
berbahaya adalah ilmu menotok dengan jari tangannya.
Kau orang berdua, ibu dan anak, justru harus coba
Engtiauw hoankie-ciang untuk menangkan ilmu
menotoknya itu. Jika kepandaianmu telah diyakinkan
sampai di batasnya kesempurnaan, hingga kau orang
dapat membikin In Yu Liang tidak berdaya, pastilah
pembalasan sakit hatimu dapat diwujudkan dengan
berhasil."
"Namanya orang itu aku pernah mendengar banyak
kali," menyahut Yan Toa Nio, "hanya tentang
kepandaiannya itu aku tidak mengetahui sama sekali.
Aku dengar bahwa ilmu menotok dengan jari itu ada
salah satu yang paling liehay dari Siauw-lim-sie punya
tujuhpuluh dua pelajaran istimewa, jauh terlebih liehay
daripada Piepee-chiu dan Kimsee-ciang, maka aku kuatir
Engtiauw hoankie-ciang tidak akan dapat punahkan ilmu
itu. Aku pikir terlebih baik aku pergi memapaki Pian Siu
Hoo di dalam sarangnya akan membalas sakit hatiku,
baik dengan jalan terang maupun gelap. Bagi kita, asal
sudah mencoba, kendati binasa kita akan merasa puas."
Tetapi Tan Ceng Po goyangkan kepalanya.
"Di mana juga pihak Kiushe Hiekee telah tersangkut,
toanio harus bersabar," orang tua ini berkata. "Kita
malahan harus bertindak terlebih dahulu, karena urusan
di antara kita telah diperhebat dengan kejadian di
Giokliong-giam Hiecun. Pertama-tama kita orang harus
bereskan keruwetan urusan coanpangdi Hucun-kang,
kedua barulah kita membantu pada kamu berdua ibu dan
anak, itu artinya kita orang harus bekerja sama-sama.
Mana bisa untuk toanio pergi sendiri" Baiklah ditetapkan
satu tanggal untuk pertempuran yang memutuskan, mati
atau hidup tidak menjadi soal pula."
Lim Siauw Chong pun turut bicara, katanya,
"Sebagaimana kau telah nyatakan, kau orang ibu dan
anak janganlah terlalu banyak berpikir. Kau orang sudah
lama menyingkirkan diri, tetapi kau orang tetap ketahui
jalannya urusan di kalangan coanpang, maka aku
percaya kau dapat mengerti tentang urusan kita ini, Pian
Siu Hoo tidak diijinkan berdiri, atau ia akan mencelakai
banyak orang, karena kecuali membalas sakit hati pada
kau orang, ibu dan anak, ia pun hendak menjagoi. Ia
akan berhasil apabila mampu robohkan kita dua pihak.
Apa yang luar biasa pada Pian Siu Hoo adalah ia telah
pindahkan pusatnya, malahan dari air ia pindah ke darat.
Menurut aturan coanpang, jika terdapat perselisihan,
urusan tidak boleh dibereskan di lain tempat, tetapi
sekarang Pian Siu Hoo melanggar kebiasaan itu, nyatalah
ia ada kandung maksud lain, karena ia bukan seorang
bodoh. Maka kita pun harus berhati-hati."
Yan Toa Nio manggut. "Terima kasih, loo-cianpwee,"
ia berkata "Aku mengerti bahwa urusan kita sekarang
sukar dipisahkan, aku hanya merasa kurang enak bila
kita bersama-sama merembet-rembet Bancie
sanchung...."
Toa Nio belum tutup mulutnya, atau Hoa Ban Hie telah
tertawa besar. "Toanio, kau pandai bicara!" ia menegur.
"Sebenarnya, sekarang ini Pian Siu Hoo juga mempunyai
urusan dengan diriku. Dengan mendirikan pusat di
Haytong-kok, ia telah tidak pandang aku, tetapi aku
percaya, di lain pihak ia diam-diam hendak pengaruhkan
juga pihakku. Aku berdiam di sini bukan baru satu atau
setengah tahun, benar aku bukan seorang ternama,
tetapi aku tidak mau ijinkan orang tidak pandang mata
padaku. Hak apa Pian Siu Hoo ada punyakan untuk
berpusat di Haytong-kok" Coba ia datang terlebih dahulu
dan bicara dengan baik padaku, barangkali aku dapat
mengambil sikap lain, tetapi sekarang tidak. Toanio, kau
bersabar dan tunggulah kejadian yang akan datang! Kita
akan bekerja sama-sama!"
Yan Toa Nio haturkan terima kasih pada raja pengemis
itu. "Aku mengerti, loo-cianpwee, terima kasih," ia
berkata. "Sekarang pembicaraan telah selesai, kita harus
pikirkan soal menghadapi Pian Siu Hoo," Tan Ceng Po
berkata. "Bilakah kita akan bertindak" Atau kita hendak
tunggu dahulu sepak terjang musuh" Aku hanya anggap
tidak boleh pandang enteng pada musuh kita itu."
Cukat Pok yang sejak tadi diam saja, kini turut bicara.
"Tan loo-suhu," ia berkata, "bahwa sudah terang Pian Siu
Hoo mempunyai banyak kawan yang pandai dan kita
telah satroni sarangnya, maka sekarang kita harus
menjaga dengan hati-hati tempat kita. Karena telah
dibikin malu, mereka tentu hendak membalas itu! Aku
percaya, satu kali mereka akan datang kemari, maka kita
orang tidak boleh alpa dan perlu setiap waktu siap sedia.
Kita harus ingat bahwa pihak sana pun ada orang-orang
yang pandai dan berani...."
Mendengar demikian, Tan Ceng Po melirik pada
Kiongsin, tetapi muka dan sikapnya tuan rumah tetap
tenang, maka ia lekas manggut.
"Tentang itu, Cukat loosu, kita tidak usah kuatir," ia
menyahut. "Ketika kita hendak berlalu dari Haytong-kok,
musuh yang kita ketemukan adalah In Yu Liang. Ia
terkenal gagah, tetapi berpikiran cupat, maka setelah
nampak kegagalan, ia tentu akan datang kemari. Tapi di
sini, Hoa chungcu telah siap sedia, aku percaya, meski In
Yu Liang liehay, tidak mudah ia dapat masuk. Sikap kita
sekarang adalah, siapa datang, dia kita layani."
Cukat Pok berdiam, tetapi ia tidak puas.
"Beginilah memang sikap biasa dari orang-orang
sebagai mereka," ia berpikir, "ialah serupa penyakit
kepala besar. Sifat begini bagiku adalah alamat dari
kegagalan. Tapi aku telah berada di sini, baiklah, kita
lihat saja nanti, jika mesti roboh, apa boleh buat...."
Hoa Ban Hie perhatikan sikapnya semua orang. Ia
lantas bersenyum tawar.
"Tan Ceng Po, ada permusuhan apakah di antara kita
berdua, maka kau mengucap demikian rupa?" ia tanya
Tonglouw Hiejin. "Kita orang ada sahabat-sahabat dari
banyak tahun, mustahil begini saja sikapmu" Apakah
benar kau tidak niat membantu melindungi Bancie
sanchung" Pendeknya aku bilang, asal musuh bisa
malang melintang di dalam kampungku ini, itu berarti
bahwa pamorku telah roboh! Sekarang, sahabatku, aku
serahkan Bancie sanchung padamu, kau boleh berbuat
apa kau suka, keributan apa juga akan terjadi sebagai
akibatnya, aku akan bertanggung jawab, tidak nanti aku
tarik-tarik padamu!"
--ooo0dw0ooo-- X

Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Ceng Po goyang-goyang tangannya.
"Sahabatku, kau keterlaluan!" ia berkata, "Tugas yang
kau berikan kepadaku ada terlalu hebat! Aku bicara
menuruti keadaan, karena aku percaya Bancie sanchung
sudah terjaga kuat. Tapi sekarang kau serahkan
dusunmu padaku, bagaimana aku bisa menerima itu"
Coba ini terjadi pada empatpuluh tahun berselang, pasti
dengan tidak ayal lagi aku menerima dengan kedua
tangan! Sekarang usiaku telah lanjut, aku tidak lagi ada
sedemikian tolol! Baiklah kau cari lain orang saja...."
Hoa Ban Hie tertawa berkakakan.
"Kalau aku katakan kau tua bangka licin, kau tentu
tidak puas! Bukankah kau tadi, dengan ucapanmu,
hendak bikin darahku naik, supaya aku layani orang yang
datang, agar kau bisa menonton, menyaksikan, akan
buka matamu, akan tambahkan pengalamanmu" Kau
tidak berani omong langsung, kau bicara secara samarsamar!
Kau begini licin, kalau aku tidak serahkan tugas
kepadamu, kepada siapa lagi" Sahabat bangkotan, kau
tenangkan hatimu, si Malaikat Kemelaratan tidak nanti
berlaku sampai melewati batas aturan, hingga kebaikan
hati sahabatnya hendak disia-siakan! Kau harus tahu,
tugas ini tidak sama dengan kewajiban buat pergi
memenuhkan janji ke Haytong-kok! Kiongsin Hoa Ban
Hie punya juga nama kosong di kalangan Sungai Telaga,
jikalau bukannya orang yang tersohor namanya, atau
yang biasa saja, tidak nanti dia berani datang kemari
untuk banyak tingkah! Kalau orang sampai berani
datang, ia mesti sangat tersohor, maka itu, cara
bagaimana aku boleh tidak bersiap" Mustahil aku hendak
biarkan saja orang, dengan sekali gebrak, bikin rusak
Bancie sanchung?"
Tan Ceng Po manggut-manggut, ia tertawa.
"Kau benar!" ia jawab. "Memang, siapa juga, ia mesti
kalah! Untuk menghadapi orang pandai, kalau kita tidak
siap dengan sempurna, kita bakal meninggalkan bencana
hebat bagi belakang hari!"
"Memang! Maka juga di sini, di mana saja, yang aku
anggap penting, aku ada taruh penjagaan, malah di
tempat yang tidak penting, aku pun tidak lupakan. Kita
mesti menjaga agar kita bisa layani dengan baik pada
sesuatu orang yang datang kemari " dan kita semua
mesti bersatu hati! Umpama kata kita tidak mampu
lindungi Bancie sanchung yang kecil, tentu kita tidak
usah lagi pergi ke Haytong-kok. Kalau di tempat sendiri
sudah jatuh, kenapa kita mesti pergi ke lain tempat,
untuk mendapat malu saja?"
"Sahabat karib!" Tan Ceng Po tertawa. "Benar-benar,
sejak kenal pada kau, belum pernah aku dapatkan kau
ada berhati-hati seperti sekarang ini! Itulah bagus!"
Hoa Ban Hie tidak kata apa-apa, ia melainkan
bersenyum. Kemudian, mereka bicarakan lain-lain urusan. Tan
Ceng Po dan Lim Siauw Chong telah ambil putusan, buat
urusan coanpang, mereka tidak mau minta bantuan lainlain
orang lagi. Dan mengenai perkara sakit hati dari Yan
Toa Nio, nyonya ini dan gadisnya dikasih kemerdekaan
untuk menuntut balas, kalau tenaga mereka tidak cukup,
barulah mereka hendak dibantu, supaya dengan begitu,
muka terang dari ibu dan gadis itu bisa terjamin. Mereka
hanya hendak tunggu datangnya Hengyang Hie-in Sian
Ie dan Hee In Hong. Tapi kalau undangan Haytong-kok
datang terlebih dahulu, terpaksa mereka tidak bisa
menanti lagi dan mesti pergi seada-adanya saja.
"Maka itu, biar bagaimana, kita mesti siap, agar kita
tidak nampak kegagalan," demikian Tan Ceng Po
nyatakan akhirnya.
Hoa Ban Hie bersenyum. "Sebenarnya di Bancie
sanchung ini tidak ada yang harus ditakuti," ia kata
sambil tertawa. "Aku bukannya orang bangsawan, semua
orang di sini ada sama rudinnya seperti aku, malah
rumah kita juga ada gubuk-gubuk yang bobrok, semua
dibikinnya bukan dengan pakai uang atau ongkos, maka
kalau tempat ini ada yang ganggu, tidak ada yang harus
dibuat sayang. Hanya, apa yang sukar bagiku, ialah
selama aku masuk di kalangan Sungai Telaga, belum
pernah aku ganggu lain orang, belum pernah ada orang
yang gasak setangkai rumputku atau sepotong balok,
karena ini kebiasaan, asal tidak ada gangguan, aku tidak
akan jadi kalap. Demikian dalam urusan sekarang, aku
dan Pian Siu Hoo boleh saling lihat saja! Umpama kata
aku lagi senang, biarnya dia bakar habis Bancie sanchung
sampai jadi abu, aku akan hadapkan ia dengan tertawa
saja, aku akan tetap pandang ia sebagai sahabat, hanya
kapan aku sedang mendongkol, sebatang rumput saja ia
patahkan, kendati itu diganti dengan sepotong emas, aku
tetap tidak akan mau mengerti! Biarnya dia katakan aku
si Malaikat Kemelaratan sudah gila, aku tetap tidak akan
kasih ampun padanya! Siapa datang dengan baik kemari,
untuk melihat-lihat, kendati aku miskin, tidak nanti aku
sia-sia pada mereka, aku akan jadi tuan rumah yang
manis budi, hanya bila aku lagi murka, aku lantas tidak
kenal siapa juga, satu datang, satu aku bereskan,
sebelum aku memberikan hukuman pada semua, belum
aku mau berhenti!"
Mendengar tuan rumahnya sedang mengoceh, semua
tetamu itu berdiam saja, hanya di dalam hati mereka
tertawa geli, sebab Kiongsin benar-benar ada aneh.
Seterusnya, sampai terang tanah, Bancie sanchung
ada aman seperti biasanya. Sama sekali tidak ada
tertampak orang keluar atau masuk. Kiongsin, dari pagi,
telah pergi ke mana tahu. Tapi Tan Ceng Po bisa
menduga bahwa si Raja Pengemis sudah atur persiapan.
Adalah setelah matahari turun, baru ia muncul di antara
sekalian tetamunya. Dan ia telah keluarkan elahan napas
lega. "Aku si tua bangka sudah lima atau enam tahun belum
pernah bekerja begini lelah," ia kata. "Inilah yang
dibilang, di kolong langit tidak ada urusan yang bikin
orang repot hanya orang mencari repot sendiri. Sekarang
ada waktunya untuk aku beristirahat. Sebentar malam
ada ketikanya bagi aku menyambut dan menjamu
sahabat-sahabat baik, buat ini aku ingin lihat mereka
punya rejeki mulut, untungnya bagus atau tidak. Aku
pikir, siapa mau datang ke Bancie sanchung-ku ini,
sekarang ada ketikanya yang paling baik, sebab
seliwatnya ini, aku tidak akan terima tetamu lagi, aku
tidak akan sambut mereka itu!"
Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong ada orang-orang
yang tidak boleh dibuat permainan, toh terhadap
Kiongsin Hoa Ban Hie, mereka ada jeri, melainkan
Tonglouw Hiejin yang kadang-kadang berani sedikit
bersenda gurau, Lim Siauw Chong tidak sama sekali.
Ketika langit mulai gelap, baru kelihatan orang-orang
kampung, berdua atau bertiga, tertampak di matanya
Tan Ceng Po sekalian, mereka itu agaknya seperti orangorang
yang baru pulang dari pekerjaan. Chungteng pun
telah nyalakan api, mereka punya pelita atau lampu ada
istimewa, ialah sepotong batu pecahan dipakai sebagai
tatakan dua paso kecil dari batu, seputarnya paso sudah
pada gugus, isinya ada separuh, dan sumbunya ada
kasar, waktu disulut, api itu bersinar tinggi hampir satu
kaki. Bancie sanchung terdiri dari rumah-rumah gubuk,
tetapi semuanya bersih luar biasa, dari itu pelita mereka
pun ada luar biasa. Diletakkan di depan rumah yang
dijadikan sebagai kantoran " di mana sekalian tamutamu
berdiam"pelita itu memberikan pemandangan tak
menyurupi. Di depan pintu, di sepanjang pinggiran payon dan di
kiri kanan pintu dan jendela, dengan masing-masing
sepotong bambu ada digantung selembar kertas putih,
maka itu, di sinarnya lentera, kertas itu menerbitkan
sinar terang umpama siang. Pun di atas setiap rumah,
malahan di atas cabang pohon, diikat pada sebatang
bambu ada dinyalakan lentera yang serupa. Hanya
sampai di depan pohon-pohon cemara yang lebat barulah
tidak tertampak lentera itu.
Kantor dari rumah itu, yang dipanggil cun-kongso,
hanya ada empat pemuda yang menjadi pengawal, yang
lain-lain setelah selesai api dinyalakan, telah
mengundurkan diri.
Di semua bilangan ada sunyi senyap, melainkan dari
dalam cun-kongso sering terdengar suara berisik.
Menghadapi pintu kongso diatur meja dengan delapan
buah kursi. Para hadirin terdiri dan enam orang berikut
Hoa Ban Hie, ialah Tan Ceng Po, Lim Siauw Chong, Cukat
Pok, Yan Toa Nio. Yan Leng In dan tuan rumah. Meski
begitu, Tan Ceng Po tidak tanyakan apa-apa, melainkan
Cukat Pok yang merasa aneh.
Tidak lama, barang-barang santapan sudah mulai
disajikan. Melihat itu, semua orang menjadi kagum.
Dandanan sebagai pengemis, semua rombengan atau
tambalan, rumah mereka semua gubuk, tetapi barang
makanannya semua ada pilihan dari timur dan selatan.
Bahan makanan seperti ini, jangan kata orang miskin,
sekalipun hartawan tidak semuanya mampu menyajikan.
"Thjungcu mempunyai tamu, kenapa kau tidak mau
undang ia keluar?" akhirnya Yan Toa Nio menanya. "Kita
tidak berlaku seejie lagi terhadap chungcu, kenapa kau
agak sebaliknya" Silakan undang tamu chungcu itu agar
kita orang boleh duduk dan bersantap sama-sama!"
Hoa Ban Hie manggut-manggut ketika ia jawab
nyonya tamunya itu. "Harap toanio tidak buat pikiran," ia
bilang. "Aku si pengemis tua pasti tidak akan berlaku
tidak hormat. Kalau tamuku telah berada di sini, mustahil
aku tidak lantas undang ia keluar dan duduk bersamasama
kita" Seperti aku telah bilang, aku sediakan barang
santapan, siapa yang datang, dialah yang akan
merasakan itu. Menurut dugaanku, mestinya akan datang
pula dua tamu, dua sahabat kekal ke Bancie sanchung
ini, untuk membikin mukaku menjadi terang, tetapi, jika
mereka tidak datang, apa dayaku" Silakan duduk,
silakan, ini adalah ketika baik bagi kita orang! Selama
Bancie sanchung masih utuh, selama itu juga kita orang
boleh bersenang-senang, jika nanti dusun ini telah
berubah menjadi abu, adalah sukar untuk mengharap
kita orang bisa berkumpul pula seperti ini! Maka juga
malam ini aku keluarkan semua apa yang aku miliki, dan
telah kurbankan uang simpananku untuk barang-barang
hidangan ini. Maka siapa yang berlaku sungkan-sungkan,
ia seperti sia-siakan maksud baikku! Jangan kau orang
tertawakan aku, seumur hidupku, ini adalah yang
pertama kali aku undang tamu untuk berjamu! Mari, aku
hendak memberi selamat dengan satu cawan!"
Karena yang berkumpul ada orang-orang Sungai
Telaga, mereka tidak lagi berlaku sungkan, apalagi tuanrumah
sendiri telah berikan keterangannya dan berlaku
merdeka. Dengan dilayani oleh empat pelayan, mereka sudah
lantas mulai minum dan dahar. Cukat Pok merasa aneh,
ini ada pengalamannya yang luar biasa, tetapi ia bisa
sesuaikan diri.
Bila orang telah minum tiga edaran, Hoa Ban Hie
mengawasi lilin yang ditancap di ciaktay.
"Sekarang sudah waktunya, kenapa mereka belum
juga datang" Apakah benar-benar mereka hendak mainmain
dengan aku" Apa benar mereka tidak hendak
minum arak" Jika demikian, mereka benar-benar hendak
cari susah sendiri!...."
Dari pembicaraannya itu, bisa diduga bahwa Hoa Ban
Hie ada janji orang.
"Cukup, Hoa loosu, jangan kau main-main terlebih
lama dengan aku!" Tan Ceng Po lantas menegur. "Siapa
sebenarnya yang kau telah undang datang kemari akan
hadiri perjamuanmu ini" Harap kau tidak membikin kita
semua jadi berlaku kurang hormat terhadap tamu-tamu
itu, itulah ada tidak bagus bagi kita orang...."
Hoa Ban Hie bersenyum pada sahabatnya itu.
"Kau sudah begini tua, kenapa kau tidak bisa tahan
sabar?" ia balikkan. "Akhir-akhirnya kau toh akan melihat
juga! Apa kau tidak ingat itu perkataan: asal Co Coh
disebut-sebut, Co Coh lantas muncul" Barangkali
sahabat-sahabatku itu juga sudah datang!...."
Semua orang pasang kuping, tetapi mereka tidak
dengar apa-apa, maka mereka duga tuan rumah sedang
membanyol atau main gila. Tapi Hoa Ban Hie bicara tidak
sambil tertawa atau bersenyum, malahan ia unjuk roman
sungguh dengan menunda cawannya yang ia pegang
dan pasang kuping.
"Hah, kenapa mereka tidak tahu penghormatan?" tibatiba
ia berkata seorang diri. "Kenapa mereka tidak mau
biarkan kita bikin penyambutan" Tidak, ini tidak bisa
terjadi, sebagai tuan rumah aku harus menyambut
sendiri!" Dengan satu gerakan ia telah terpisah dari kursinya,
bila ia telah mendek sedikit, segera tubuhnya menyusul
melesat ke luar. Menampak demikian, Tan Ceng Po
semua menduga bahwa tentu ada orang datang, maka
itu mereka pun berbangkit. Dengan beruntun mereka
bertindak ke luar sampai di depan cun-kongso. Tapi
keadaan Bancie sanchung, kecuali bagian depan dari
kongso ini, semua ada gelap dan sunyi, tidak terdengar
suara apa-apa. Maka mereka terus pasang kuping, tidak
ada satu yang bicara.
Tidak terlalu lama, di jurusan timur selatan ada
terdengar suara yang sangat perlahan, hingga sukar
membedakan suara itu.
"Dengar," berkata Tan Ceng Po pada kawankawannya,
"kita rupanya akan menyaksikan si pengemis


Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua punya kepandaian! Sudah terang ada orang yang
telah menerobos masuk ke dalam Bancie sanchung ini,
orang itu agaknya sengaja hendak uji kepandaiannya
tuan rumah! Lihat saja, kita akan saksikan pertunjukan
yang menarik hati!"
"Tetapi, loo-cianpwee, tidak selayaknya untuk
menonton saja!" berkata Yan Toa Nio. "Hoa loosu
senantiasa omong besar dan seperti tidak keruan, tetapi
hatinya ada sangat mulia, perbuatannya harus dibuat
kagum! Untuk kami ibu dan anak, ia telah melakukan
perjalanan berbahaya ke Haytong-kok, hingga ia telah
tanam bibit permusuhan dengan Tiathong-liong Pian Siu
Hoo, maka jika Bancie sanchung sampai turun pamor,
bagi kita, itu pun ada sangat memalukan. Jika itu sampai
terjadi, aku malu sekali.
Marilah kita orang bantu membikin penjagaan!...."
"Kau ada berbudi, toanio, kau tidak bisa lupakan orang
punya kebaikan, itulah ada kebaikanmu," Lim Siauw
Chong berkata, "tetapi di lain pihak, kau telah tidak
insyaf bahwa terhadap si pengemis tua, kau harus
bersikap lain. Kau harus ingat, kamu berdua, ibu dan
anak, baru pertama kali ini ketemu padanya. Sepak
terjang orang tua itu ada sangat merdeka dan
sembarangan, seperti juga mulutnya bisa mengucapkan
segala apa, manis atau pahit. Kau tahu, bisa terjadi,
sedang kau bermaksud baik, kebaikanmu akan tidak
diterima! Jika itu sampai terjadi, cara bagaimana kau bisa
berdiam lebih lama pula di Bancie sanchung ini" Beda
adalah kita orang, kita tidak gubris apa yang si pengemis
tua bilang, karena kita sudah ketahui tabiatnya yang
aneh itu. Sekarang baiklah kita atur begini saja. Toa Nio
dengan nona dan Cukat Pok boleh tetap duduk di sini
sambil pasang mata, jangan kau orang berlalu dari sini,
kita berdua saudara mau pergi akan melongok serta
membantu jika itu perlu. Secara begini, kita juga jadi bisa
belajar kenal dengan orang yang baru datang itu."
Yan Toa Nio menghargakan Lim Siauw Chong, yang
telah bantu padanya dan bersikap manis, maka itu ia
tidak mau membantah pembicaraannya, sedang
sebenarnya ia ingin sekali ajak anaknya pergi menyusul
Kiongsin. "Baiklah, loo-cianpwee," ia berkata.
Cukat Pok juga ingin keluar, tetapi mendengar
ucapannya Lim Siauw Chong dan mengetahui sifatnya
Hoa Ban Hie, terpaksa ia tutup mulut, maka bersamasama
Yan Toa Nio dan Yan Leng In, ia diam saja.
Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong sudah lantas
gunakan kepandaian mereka akan berlalu dengan cepat
dari meja perjamuan, tetapi mereka berlalu dengan
berpisahan, ialah yang satu menuju ke barat utara dan
yang lainnya ke timur selatan. Tetapi, baru mereka
berlalu belasan tombak dari cun-kongso, mereka sudah
dapatkan rintangan. Malah Cukat Pok bertiga, telah lihat
rintangan itu. Tan Ceng Po loncat naik ke wuwungan rumah waktu
ia dirintangkan, dua bayangan telah serang ia sampai
hampir-hampir ia menjadi korban, berulang-ulang ia
terangkan bahwa ia ada tetamunya tuan rumah, sampai
ia sebutkan she dan namanya, tetap orang tidak gubris
ia, yang terus tidak dikasih maju, malah ia diserang pergi
datang, sama juga ia ada musuh. Tapi karena ia tidak
mau mundur dan kepandaiannya ada tinggi, dengan
gampang ia bisa pecahkan serangan dan nerobos maju.
Pengalaman dari Lim Siauw Chong ada serupa, ia
mesti gunakan kepandaiannya, akan singkirkan
rintangan. Sekarang, seperti Tan Ceng Po, ia telah dapat
pengalaman. Dari pengalamannya kedua tetua dari Kiushe Hiekee
sekarang terbukti, penduduk Bancie sanchung, romannya
saja seperti pengemis, tidak tahunya, mereka semua ada
punya kepandaian berarti. Maka itu, mereka diduga
bukannya orang-orangnya Hoa Ban Hie sendiri hanya ada
orang-orang ternama, yang jadi sahabatnya Hoa Ban Hie,
yang datang dengan sengaja menyamar sebagai
penduduk dusun, untuk umpatkan romannya yang sejati.
Lim Siauw Chong telah dirintangkan sampai dua kali,
tetapi dua-dua kalinya ia tidak mau pecahkan rintangan
dengan keluarkan kepandaiannya yang berarti, hanya
dengan gunai kesehatan atau kegesitan tubuh, ia bisa
egos diri dari perintang-perintang itu.
Menampak rintangan itu, Cukat Pok bertiga Yan Toa
Nio dan Yan Leng In jadi semakin tidak berani berlaku
sembrono, mereka tidak berani tinggalkan kongso.
Itu waktu empat pelayan telah benahkan segala apa,
juga lentera, kecuali itu dua paso pelita, yang tetap
berada di tempatnya, malah apinya tetap ada menyala
seperti mula-mula.
Supaya bisa melihat keempat penjuru, Cukat Pok ajak
Yan Toa Nio dan Yan Leng In loncat naik ke atas rumah
di mana mereka mendekam di wuwungan. Mereka pun
pasang kuping. Sebagai permulaan, di jurusan barat utara ada
terdengar suara apa-apa, yang saling susul, yang saling
berpisahan, sebentar ke utara sekali, sebentar pula ke
barat, atau lantas sunyi pula.
"Pengemis tua itu benar-benar liehay," kata Cukat Pok
pada Yan Toa Nio. "Aku percaya, orang yang datang itu
tidak bakal peroleh hasil suatu apa di dalam Bancie
sanchung ini, atau bisa jadi ia bakal rubuh...."
"Pengalamanku ada cetek, tetapi menurut
pemandanganku, orang yang datang mesti ada satu
orang yang liehay sekali," Yan Leng In turut bicara.
"Coba loo-cianpwee kasih tahu padaku, suara tadi ada
dari pihak tuan rumah atau dari tetamu?"
"Aku percaya itu ada suara dari pihak tetamu, yang
mengasih tanda pada kawan-kawannya," sahut
Souwposu. "Sebegitu jauh yang aku ketahui, pertandaan
di sini adalah suitan, yang gampang buat dikenalkan."
"Apa loo-cianpwee bisa duga dari mana orang ambil
jalan masuk?" nona Yan tanya pula. "Penjagaan di sini
ada kuat sekali, biar bagaimana, orang tentu akan
nampak rintangan. Barusan suara itu ada bergantian
tempat, apa bisa jadi, tetamu datang dengan banyak"
Kalau ini dugaan benar, kenapa pihak Bancie sanchung
tidak kerahkan antero tenaganya" Jika mereka berjumlah
sedikit, kenapa mereka bisa bergerak di berbagai-bagai
jurusan" Kenapa mesti Kiongsin sendiri yang keluar
menyambut" Maka aku percaya betul, musuh mesti ada
liehay sekali!"
Cukat Pok manggut, ia mau benarkan dugaan si nona.
"Jangan berisik!" kata Yan Toa Nio dengan tiba-tiba.
"Lihat itu di jurusan timur selatan, rupanya itu ada
bergerak-geraknya bayangan orang..."
Adalah di itu waktu, belasan tombak jauhnya di luar
kongso, di atas rumah gubuk, tiga bayangan kelihatan
nyata bergerak-gerak, tanda dari pertempuran, yang
disusul sama suara bentak membentak. Mereka seperti
main uber-uberan, hanya tidak dapat dipastikan, mana
musuh dan mana pihak Bancie sanchung. Gerakan
mereka ada gesit sekali.
Segera terdengar suara tertawa menghina, dua
bayangan berdiam di atas rumah, bayangan yang ketiga
entah telah pergi ke mana. Maka sekarang ternyata, ada
musuh datang menyerang, ia kena dirintangi oleh dua
penjaga, lantas ia menghilang. Dua bayangan itu pun
turut menghilang.
"Yang mengherankan adalah si pengemis tua yang
telah mempunyai pembantu-pembantu yang liehay," kata
Cukat Pok pada Yan Toa Nio.
"Kalau orang biasa saja dari kalangan Sungai Telaga,
siapa yang bisa datang masuk kemari akan cabut kumis
harimau?" Souwposu belum tutup mulutnya, atau ia berseru,
"Eh!" kemudian sambil tepuk pundaknya Yan Toa Nio, ia
kata pula, "Lekas lihat, itu di atas rumah besar!"
Yan Toa Nio lekas putar tubuhnya, maka ia masih bisa
lihat mencelatnya satu bayangan, yang muncul dari
belakang rumah. Dengan loncatan Yancu hui-in-ciong
atau "Burung walet terbang menembusi mega", Cukat
Pok lantas lompat melesat ke jurusan rumah itu.
Yan Toa Nio dan gadisnya lantas mengerti bahwa
musuh sudah gunai akal "Seng tong kie see" atau
"Bersuara di timur, menyerang di barat." Ialah karena di
depan kena dirintangi, ia pergi ke belakang, kelihatannya
ia mundur, tidak tahunya ia mundur dengan berpurapura.
Gerakannya musuh itu ada gesit luar biasa.
Yan Toa Nio dan gadisnya sudah lantas bergerak,
akan menyusul, dengan berpencaran, maka bersamasama
Cukat Pok, mereka jadi bergerak dalam tiga
jurusan. Tapi Cukat Pok yang maju paling cepat.
Musuh rupanya telah dapat lihat ada orang
menghampirkan padanya, dari sikapnya, yang pasang
diri, ia seperti tidak takuti apa-apa, hanya ketika ia lihat
datangnya dua orang lain, tubuhnya bergerak dengan
tiba-tiba. Segera terdengar suaranya, katanya, "Sahabat
baik, kau telah datang kebelakangan!...."
Suara itu terdengarnya jauh, tetapi waktu terdengar
perkataannya yang paling belakang, yaitu "....ke
belakangan," mendadak dari jurusan barat utara ada
menyamber satu bayangan lain, baru saja bayangan itu
injak kakinya di wuwungan, atau ia sudah mencelat pula
ke jurusan musuh.
Pihak musuh telah putar tubuhnya ke depan, setelah
mana, ia segera layani bayangan yang baru datang itu,
hingga keduanya jadi saling menyerang. Belum lama,
atau mereka lantas berpencaran, ialah yang satu loncat
mundur ke rumah samping dan yang lainnya berdiri di
tempat pertempuran dan hanya mundur sedikit.
Cukat Pok bertiga sekarang telah tiba di rumah besar
itu, maka mereka bisa lantas kenali Hoa Ban Hie, sedang
musuh yang loncat ke rumah samping, telah menyingkir
lebih jauh ke belakang dari rumah itu.
Melihat orang mundur, Hoa Ban Hie sudah lantas
menegur, "Sahabat baik, kenapa kau berlaku tidak
manis" Kau seharusnya melayani aku lagi dua jurus!...."
Setelah berkata demikian, ia loncat menyusul.
Yan Toa Nio memberi tanda pada anaknya, ia lantas
mundur untuk terus memutar ke depan. Ia ingin bisa
cegat musuh itu. Cukat Pok tidak memberi tanda apaapa,
tetapi ia pun telah undurkan diri akan pergi
memutar ke depan, hingga gerakannya ada hampir
berbareng dengan gerakannya Yan Toa Nio dan Leng In.
Di depan cun-kongso keadaan gelap, kecuali itu dua
paso yang merupakan pelita istimewa, yang apinya
sekarang ada agak guram, hingga di luar dua tombak,
cahaya api itu tidak sampai.
Tempo Yan Toa Nio dan anaknya tiba di jalanan, dari
mana mereka lompat naik ke atas rumah gubuk sebelah
barat, keduanya tidak dapat tampak pula bayangan
musuh. Dan Kiongsin Hoa Ban Hie juga turut lenyap.
Ketika mereka kembali pergi ke belakang cun-kongso, di
situ mereka bertemu dengan Cukat Pok yang juga tidak
berhasil mencegat musuh. Bertiga mereka malu
sendirinya, karena ternyata mereka sudah kalah terhadap
musuh punya kegesitan.
"Musuh ada liehay luar biasa," berkata Cukat Pok
dengan perlahan pada Yan Toa Nio. "Sekarang mari kita
coba cari padanya!...."
"Jangan," Yan Toa Nio lekas mencegah. "Kita
bukannya hendak unjuk kelemahan tetapi kita tidak
boleh kosongkan cun-kongso, di sana hanya ada pelayan
dan tidak ada yang jaga, jika ada terjadi sesuatu, apakah
si Malaikat Kemelaratan tidak akan mentertawakan kita"
Maka sudah cukup jika kita melakukan penjagaan
saja...." "Begitupun baik," berkata Cukat Pok, yang terus putar
tubuhnya atau segera ia menjerit, "toanio, lekas! Kita
telah kena dikalahkan!...."
Yan Toa Nio dan Yan Leng In segera putar tubuhnya
dan mereka pun menjadi kaget.
Dua pelita paso di muka pintu sebelah kiri dari cunkongso
sekarang telah pindah " atau lebih benar: orang
telah pindahkan " ke muka pintu sekali.
Cukat Pok masih dapat melihat bayangan orang yang
memindahkan paso itu, hanya mukanya tidak tertampak
nyata, maka juga, setelah keluarkan jeritannya, ia sudah
gunakan antero kebisaannya akan loncat melesat hingga
jauhnya tiga tombak lebih, untuk dapat menyusul musuh.
Ketika ia telah injak tanah, musuh kebetulan sudah putar
tubuh, loncat ke sebelah kanan kongso, naik ke atas
rumah jauhnya tiga atau empat tombak.
Dengan perasaan sangat malu, Cukat Pok enjot pula
tubuhnya untuk menyusul.
"Sahabat, ke mana kau hendak pergi?" ia berseru.
Keduanya sama-sama berloncat, tetapi jika Cukat Pok
hanya dapat meloncat tiga tombak lebih jauhnya, orang
itu loncat empat tombak, dari situ jadi ternyata bedanya
kepandaian mereka berdua.
Dengan tidak buang tempo lagi Cukat Pok gerakkan
kedua tangannya akan menyerang, tubuhnya turut
lompat maju. Orang itu mendekkan tubuhnya, kaki kanannya
diangkat, dengan gunakan kaki kiri, ia putar tubuhnya
dan bangun, dengan demikian pukulannya Souwposu
telah lewat, kemudian dengan tangan kiri ia samber
orang punya kedua tangan. Ia telah gunakan Tantwiechiu
atau "Pukulan tangan sebelah" untuk membikin
patah lengan, gerakannya sangat cepat.
Cukat Pok melihat serangannya gagal dan orang telah
barengi menghajar padanya, lekas-lekas ia tarik pulang


Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya sambil tubuhnya mendek, kemudian dengan
angkat pundak kiri, tangan kirinya digerakkan, diiringi
dengan tangan kanan ia mengarah orang punya paha
kiri. Musuh ada sebat betul. Ia mundur begitu lekas
serangannya tidak berhasil, sambil mundur ia perbaiki
diri, maka juga dengan sangat cepat ia dapat maju akan
menyerang pula. Sekarang ia gunakan kedua tangan dan
menjuju dada. Itu adalah ilmu pukulan Hekhouw sinyauw
atau "Harimau hitam lempangkan pinggang".
Untuk menyingkir dari bahaya, Cukat Pok putar
tubuhnya sambil memutar, ia bikin tubuhnya berada di
samping, dari sini, dengan kaki kiri memasang diri,
dengan kaki kanan ia menyapu kaki musuh.
Musuh itu ada awas dan gesit, atas datangnya
serangan, ia enjot tubuhnya akan berkelit sambil
berlompat tinggi, kemudian ia menjatuhkan tubuhnya di
sebelah kiri. Cukat Pok buru-buru memperbaiki diri dan menyerang
pula untuk kedua kalinya, tetapi justru itu, Yan Toa Nio
dan gadisnya tiba, akan dari kiri dan kanan maju
mengepung musuh yang belum dikenal itu, hingga orang
itu kena dikerubuti.
Ketika Yan Toa Nio telah datang dekat, musuh
kebetulan baru taruh kakinya, ia ketahui musuh ada
liehay luar biasa, dari itu, begitu menyerang, ia sudah
lantas gunakan Eng-tiauw hoankie-ciang dan tujuannya
adalah musuh punya batok kepala.
Dengan tarik mundur tubuhnya, musuh itu selamatkan
diri dari serangan yang berbahaya itu dan dari mulutnya
telah mengeluarkan bentakan, "Nelayan perempuan,
jangan kurang ajar!" Dan berbareng dengan itu, tangan
kirinya telah digerakkan untuk serang Yan Toa Nio punya
lengan kanan, la telah gunakan tipu silat Kimsit bekwan
atau "Benang emas melibat lengan". Ketika tangan itu
sampai, mendadak jari-jari tangannya terbuka, melainkan
jari telunjuk yang menotok nadinya si nyonya. Dan ini
adalah yang dinamakan tipu Kimkong-cie atau "Jarinya
Kimkong". Yan Toa Nio kaget melihat caranya musuh menyerang
padanya. Ia kenal baik tipu itu dan tahu cara
menangkisnya, tetapi sekarang musuh gunakan ilmu
menotok, malah ia kenal ilmu ini, ialah satu bagian dari
Itcie Sinkang, salah satu ilmu totok paling liehay dari
dunia persilatan dari selatan. Ia pun sekarang jadi
ketahui, sama siapa ia sedang berhadapan, karena ia
tahu, di pihak musuh ada In Yu Liang yang ada jadi ahli
dari ilmu totok itu.
Bukan main kagetnya Yan Toa Nio, karena di saat
yang berbahaya itu, ia tidak tahu bagaimana ia harus
bertindak, untuk tolong dirinya. Kalau nadinya kena
tertotok, celakalah sebelah tangannya itu.
Dalam saat yang berbahaya itu, tiba-tiba dari atas
rumah dari cun-kongso " munculnya dari belakang "
kelihatan satu bayangan melesat turun, cepatnya luar
biasa, dan turunnya di belakang sekali dari In Yu Liang.
Bayangan itu segera juga kasih dengar suaranya yang
nyaring dan berpengaruh, "Di dusunnya si pengemis aku
tidak ijinkan kau banyak tingkah!" Dan suara itu
dibarengi sama serangan tipu Kimcee-chiu atau "Tangan
cagak emas."
In Yu Liang kaget buat datangnya musuh secara
mendadakan itu, apapula ia tahu, musuh ada liehay dan
serangannya berbahaya, kalau ia tidak berdaya dengan
lebih dahulu batalkan serangannya terhadap Yan Toa
Nio, pasti ia celaka. Dengan terpaksa ia tarik pulang
tangannya, sambil lompat ke samping, ia putar tubuhnya
buat terus tangkis serangan musuh.
Yan Toa Nio telah ketolongan, hatinya bukan main
lega. Tapi ia tidak kenal takut, ia tidak mau menyingkir,
malah sebaliknya, ia merangsek, akan serang pula
musuhnya yang liehay itu. Ia pun tahu, penolongnya,
adalah ketua dari Bancie sanchung, Hoa Ban Hie.
Tatkala itu Cukat Pok dan Yan Leng In telah sampai,
dengan tidak banyak omong, berdua mereka maju akan
kepung musuh. Tetapi Hoa Chungcu tidak mau main kepungkepungan.
"Silakan kau orang mundur!" ia kata dengan nyaring.
"Jangan kau orang rampas ini satu pahalaku! Sejak aku
si pengemis tua datang ke desa ini, belum pernah aku
lakukan suatu apa buat gunanya penduduk desa ini,
maka sekarang adalah ke-tikanya untuk aku undang
tetamuku!"
Selagi ia berkata-kata, ia sudah mulai bertempur sama
In Yu Liang. In Yu Liang ada satu orang tersohor di daerah
Samsiang, di selatan dan utara Tiangkang, kecuali ilmu
silatnya tinggi, ia juga ditakuti karena kepandaian
ilmunya menotok jari Itcie Sinkang. Ia sebenarnya
datang ke Bancie sanchung dengan niatan masuk dengan
berterang, apa-mau selagi mendekati Bancie sanchung
belum setengah lie, ia sudah hadapkan rintangan, hingga
ia jadi sengit, hingga ia urungkan maksudnya yang
pertama, karena ia percaya bahwa orang telah pandang
rendah kepadanya. Begitu ia gunai kepandaiannya, akan
terjang sesuatu rintangan, dan rintangan semakin
tangguh, ia semakin bernapsu. Dan ia ternyata bisa
tobloskan sesuatu penjagaan yang kuat. Kecuali di
depan, sampai di mulut desa, ia lihat segala apa ada
sunyi, penjagaan seperti tidak ada, hanya setelah ini,
baru ia hadapkan pula gangguan. Di sini, setiap lima
tombak, ia saban-saban mesti hadapkan rintangan.
Kecuali Cauwsiang huiheng atau Ilmu lari di atas
rumput, In Yu Liang juga telah yakin sempurna ilmu
Tengpeng touwsui atau "Menyeberangi air dengan naik
kapu-kapu." Begitulah, untuk masuk, ia berlari-lari di atas
pepohonan. Mula-mula ia putarkan dahulu seluruh desa,
hingga ia bisa lihat Bancie sanchung adalah satu desa
yang sunyi dan tenang. Ia berlaku hati-hati, karena ia
tahu, meskipun tenang, dusun ini mesti ada terjaga kuat.
Dengan ini jalan, ia bisa pancing bergeraknya penjagapenjaga
dusun, yang pada umpatkan diri, hingga ia tahu,
bagian mana ada penjagaan paling lemah, kemudian dari
bagian lemah ini, nerobos masuk. Hanya, mendekati cunkongso
lagi kira-kira duapuluh tombak, ia lantas terpegal
oleh penjaga-penjaga yang berkepandaian tinggi, di
antaranya ada chungcu dari Bancie sanchung sendiri. Ini
ia bisa ketahui dengan lihat saja orang punya gerakgerakan
tubuh. Dari sebelah barat utara dusun, In Yu Liang nerobos
ke utara sekali. Di sini ada setumpuk pepohonan murbei,
yang mengurung sebuah rumah. Ia menerjang ke dalam
pepohonan itu, ia loncat naik ke atas rumah. Itu waktu,
ada musuh yang terus susul ia, hingga mau atau tidak, ia
mesti melayani juga. Ia percaya, musuh ini ada salah
satu yang tadi pegat ia di sebelah luar. Malah sekarang
musuh ini berani desak ia. Tadi, di luar, karena ada
cahaya bulan yang sedikit terang, penjaga itu tidak mau
rangsek ia, ia hanya diganggu saja.
Di tempat yang gelap, keduanya sudah lantas adu
kepandaian. Sesudah bertempur sekian lama, In Yu Liang
merasa heran. Ia telah dapatkan penyerang itu bersilat
secara sembarangan, tetapi serangannya semua ada
berbahaya, gerak-gerakannya pun gesit sekali. Ia tidak
mampu terka, musuh ada gunakan ilmu silat kalangan
mana. Berbareng mendongkol, iajadi penasaran. Maka
akhirnya ia loncat naik ke atas sebuah pohon di sebelah
baratnya dan berteriak dengan tegurannya,
"Sahabat, kau siapa" Aku In Yu Liang, aku datang
untuk berkunjung, kenapa kau tolak padaku" Bukankah
di dalam lembah Haytong-kok kita orang sudah berjanji"
Kenapa kau langgar janjimu" Apa begini perbuatannya
orang dari kalangan Sungai Telaga?"
Meski In Yu Liang menanya dengan baik,
penyerangnya tidak pedulikan ia, malah ia tidak disahuti
sama sekali, dari itu, karena gusar, ia turun pula akan
melayaninya. Ia lantas gunakan ilmu silat Citseng
lianhoan-chiu atau "Tujuh bintang saling merantai" akan
desak dan hajar tubuh penyerang ini.
Baru saja In Yu Liang keluarkan kepandaiannya itu,
atau itu penyerang loncat keluar pepohonan yang lebat,
maka ia terus loncat menyusul, la sampai di luar, di sini
ia belum sempat taruh kakinya atau dari belakangnya
sebuah pohon ada orang serang ia pada dadanya, begitu
mendadakan dan hebat serangan ini, hampir-hampir Yu
Liang menjadi korban, baiknya ia keburu berkelit, dengan
loncat ke belakang sebuah pohon lain, darimana ia terus
jalan mutar, untuk membalas menyerang musuh yang
sembunyi itu. Ia telah gunakan tenaganya, ia pakai ilmu
Kimkauw-cian atau "Gunting ular naga emas". Ia
menyerang iga kanan.
Untuk menyingkir dari serangan pembalasan,
penyerang itu telah loncat maju ke depan hingga dua
tiga tombak jauhnya, dengan demikian kecuali terlepas
dari bahaya, ia pun pisahkan diri jauh-jauh dari orang
Haytong-kok, hingga In Yu Liang tidak bisa melihat
mukanya orang itu.
Masih saja In Yu Liang penasaran, ia enjot tubuhnya
akan maju menyusul.
Orang itu loncat naik ke atas rumah, dari situ ia lari ke
ujung, ketika In Yu Liang susul ia ke atas, ia loncat turun.
Masih saja In Yu Liang menyusul, dengan luar biasa
cepatnya dan kali ini dibarengi menyerang, hingga ketika
tubuhnya mendekati, tangannya juga datang dekat pada
badan musuh itu.
Musuh itu tidak putar tubuhnya atau loncat berkelit,
malahan ia tidak menoleh ke belakang, hanya justru
serangan mau sampai, lagi sekali ia loncat naik ke atas
rumah. In Yu Liang telah serang tempat kosong, justru itu dari
ujung rumah ada orang yang keluar dan terus menerjang
padanya. Karena mereka berhadapan, terutama dari
tubuh orang yang tinggi, In Yu Liang kenalkan chungcu
dari Bancie sanchung. Maka sambil loncat ke kiri, dengan
tangan kanan ia mendahului menyerang lengannya
chungcu itu. Sambil menggeser kaki ke samping, Hoa Ban Hie
menyingkir dari serangan itu, tetapi ia ingin membalas,
dan bersiap cepat, dengan kedua tangannya ia
menyerang. In Yu Liang merasa bahwa si pengemis tua ada
bertenaga sangat besar, dan serangan itu ada
berbahaya, maka ia berlaku hati-hati. Dengan tangan kiri
bikin gerakan menangkis, kaki kanannya ia angkat akan
loncat terus ke depan, tetapi begitu lekas terlolos dari
serangan, ia balik tubuhnya sambil miring, dengan
tangan kiri ia menyerang pula, sekarang ke arah pundak
kiri lawannya. Hoa Ban Hie melihat serangannya tidak berhasil, ia
pun nampak serangan musuh, tetapi ia tidak menangkis,
malahan sambil tarik pulang kedua tangannya, ia loncat
ke depan dan terus lari ke belakang satu pohon cemara
di mana ia melenyapkan diri.
In Yu Liang mendongkol dan gusar, karena ia merasa
yang ia sedang dipermainkan, maka ia angkat kakinya
akan loncat ke pohon cemara itu untuk mengejar, tetapi
di saat ia hendak enjot tubuhnya, mendadak ia merandek
dan berkata, "Chungcu, karena ternyata kau tidak
hendak sambut aku, sebagai sahabat yang tidak
berharga, baiklah, aku minta perkenan akan undurkan
diri! Chungcu, di Haytong-kok saja aku menunggu
kedatanganmu, di sana pihak Kangsan-pang sedang
asyik menantikan kau orang!"
Setelah berkata demikian, In Yu Liang putar tubuhnya
untuk loncat ke pohon murbei, agaknya ia mencari
jalanan untuk jalan pulang, gerakannya sebat luar biasa,
tetapi belum jauh, setelah pungut beberapa butir batu, ia
putar tubuhnya akan balik ke pohon cemara. Itu ada
jalanan untuk masuk ke Bancie sanchung. Begitu ia
masuk ke tempat lebat, berulang-ulang ia menimpuk
dengan batu yang ia bawa, setiap kali menimpuk ia
barengi loncat maju. Timpukannya setiap kali lima atau
enam tombak jauhnya. Ketika ia tiba di ujung, ia balik
lagi. Dengan jalan ini ia pakai itu akal yang terkenal, "Suara
di Timur, serangan di Barat." Ia jalan memutar di
pinggiran, dengan tidak ada rintangan, cepat sekali, ia
sudah kembali ke pepohonan bambu di sebelah
belakang, dari sini ia menghampirkan cun-kongso. Ia
dapat rintangan tetapi rintangan itu ia pincuk ke lain
jurusan, karena kegesitannya, ia sendiri bisa kembali ke
kongso. Di sini ada Cukat Pok bersama Yan Toa Nio dan
Yan Leng In, tetapi dengan kecerdikannya, ia bisa bikin
tiga orang itu meninggalkan kongso, hingga di luar tahu
siapa juga, ia bisa geser itu pelita-pelita paso. Ia merasa
girang, karena ia telah peroleh kemenangan, karena ia
bisa masuki Bancie sanchung dan melihat segala apa.
Oleh karena ini, melihat digesernya pelita istimewa itu,
Yan Toa Nio jadi malu dan gusar, hingga ia sudah
menyerang dengan sengit, siapa tahu In Yu Liang benarbenar
liehay, ia hampir kena dibikin celaka, baiknya Hoa
Ban Hie keburu datang dan menolonginya. Kimkong-cie
itu adalah ilmu kepandaian, yang In Yu Liang telah
pelajari untuk tiga-puluh tahun lamanya, hingga dapat
dimengerti liehaynya. Baiknya Yan Toa Nio insyaf bahaya
dan lindungi diri berbareng Hoa Ban Hie bantu ia. Dalam
murka, ia menyerang dengan hebat, sampai Cukat Pok
dan gadisnya bantu ia kepung jago Samsiang itu.
In Yu Liang telah lakukan perlawanan dengan tunjuk
kegesitannya, hingga kendati dikepung oleh tiga jago, ia


Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih bisa bergerak-gerak dengan leluasa. Entah
bagaimana, ia nampaknya tidak mau bertempur lamalama,
ketika satu kali ia tertawa berkakakan, tubuhnya
mencelat dalam rupa Yancu coan-thian atau "Burung
walet terbang ke langit". Ia loncat tingginya dua tiga
tombak, apabila tubuhnya itu turun, ia turun di belakang
rumah ujung timur. Dari situ, dengan satu kali lagi enjot
diri, ia bikin tubuhnya melesat melewatkan pagar
pekarangan. Dan ketika Yan Toa Nio bertiga memburu, ia
sudah berada di luar cun-kongso di mana ia
melenyapkan diri di tempat gelap, bayangannya pun
tidak tertampak lagi.
Yan Toa Nio bertiga tidak mau berlaku sembrono,
mereka berhenti berlari dan lalu memasang mata.
Belum lama, lantas dari jurusan barat selatan ada
terdengar suara suitan, yang berbunyi beruntun-runtun.
Itu ada tanda dari pihak Bancie sanchung, kalau ada
musuh atau bahaya. Dari mana suara datang paling
dahulu, di situ tanda ada bahaya atau ancaman.
Kemudian, suara itu disusul dari empat penjuru, satu
tanda bahwa di empat penjuru itu pun orang ada lihat
musuh. Dapat dikatakan hanya sekejap, segera segala apa
kembali sunyi seperti sediakala.
Dengan satu tanda, Yan Toa Nio ajak dua kawannya
kembali ke cun-kongso. Baru saja mereka sampai di
depan pintu, atau dari kejauhan kelihatan melesatnya
satu bayangan yang berlari-lari mendatangkan, siapa
ternyata adalah Hoa Ban Hie, maka mereka berempat
lantas berkumpul.
"Cukat loosu, malam ini bisa dibilang aku telah jatuh di
tangannya si orang she In," berkata tuan rumah. "Di
dalam Bancie sanchung ia tidak dapat kesempatan akan
berbuat banyak, ia ternyata telah tunjuk kepala besar
dan kesemberonoannya, karena ia telah berani langgar
aturan yang padaku telah diwariskan oleh leluhurku! la
telah tidak ingat bahwa dengan kelancangannya ini, ia
sudah tinggalkan ancaman bencana yang tidak akan ada
habisnya untuk hari depannya! Umpama aku si tua
bangka mau kasih ampun padanya tetapi lain orang,
tidak nanti!"
Cukat Pok dan Yan Toa Nio ada orang-orang dengan
banyak pengalaman, ucapannya si Raja Pengemis,
mereka mampu tangkap artinya. Mereka tidak mau
menanya, karena itu ada mengenai rahasia dari sesuatu
golongan, yang lain golongan tidak boleh sembarangan
mendapat tahu atau menyelidikinya.
Adalah Yan Leng In, yang masih hijau, telah tidak
sabar akan tidak menanya.
"Loo-cianpwee, tolong kau berikan pelajaran
kepadaku," demikian katanya. "Kenapa, untuk gantinya
pelita, dipasang itu dua paso kecil" Apakah artinya
aturan itu" Di lain tempat aku belum pernah nampak
seperti di sini...."
"Kau tidak mengerti, nona?" baliki Hoa Ban Hie, yang
lantas tertawa berkakakan. "Sekarang aku belum bisa
kasih keterangan, maka baik kau tunggu saja, sang
tempo sudah tidak jauh lagi! Asal urusan di Haytong-kok
sudah dapat dibereskan, aku nanti kasih tahu padamu
kenapa Bancie sanchung gunai barang itu sebagai lampu
malam! Aku juga nanti jamu pada kau, nona!"
Yan Toa Nio deliki mata pada gadisnya itu, dengan itu
jalan ia tegur si anak, yang banyak mulut, berani
sembarangan menanya itu orang tua yang aneh.
Sementara itu, selagi Hoa Ban Hie telah kembali, Tan
Ceng Po dan Lim Siauw Chong masih juga belum
tertampak. Hoa Ban Hie tidak gubris lagi itu lampu paso, ia tidak
angkat atau kembalikan di tempatnya, terus saja ia
masuk ke dalam cun-kongso.
Di dalam, api telah dipasang kembali.
Cukat Pok, Yan Toa Nio dan anaknya ikut masuk ke
dalam. "Chungcu, kenapa Tan dan Lim loosu masih
belum kembali?" Souwposu tanya tuan rumah. "Apakah
yang baru saja datang benar Itcie Sinkang In Yu Liang?"
Hoa Ban Hie manggut. "Oleh karena ia datang
sendirian, aku jadi tidak mau terlalu ganggu padanya," ia
menyahut, "aku kasih keleluasaan buat ia mundur
sendirinya. Tetapi Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong
telah tidak mampu kendalikan diri, kedua saudara itu
mau ini malam juga membalas kunjungan! Sekarang ini
mereka tentu sudah sampai di Haytong-kok."
Mendengar itu, Cukat Pok terperanjat di dalam
hatinya. "Benarlah orang-orang yang tidak boleh dibuat
permainan...." pikir ia.
"Namanya Itcie Sinkang In Yu Liang termasyhur bukan
nama melulu," kemudian ia nyatakan, "gerakan tangan
dan tubuhnya, semua ada gesit luar biasa. Rupanya baru
saja ia belum keluarkan antero kepandaiannya, maka lain
hari, kalau kita orang ketemu pula sama ia, pasti kita
orang akan saksikan semua kepandaiannya itu!...."
Tetapi si Malaikat Kemelaratan telah keluarkan suara
dari hidung. "Sekali ini, bersama-sama Pian Siu Hoo, ia sudah
bosan hidup!" ia kata, dengan lagu suara sengit.
"Dengan cara merendah, dengan hadiah istimewa, Pian
Siu Hoo sudah undang datang beberapa orang luar biasa
dari Kanglam, di dalam lembah Haytong-kok ia hendak
bikin pertemuan yang akan menetapi takdirnya! Jikalau
dengan bantuannya orang-orang undangan itu Pian Siu
Hoo bisa menang di atas angin, tidak saja di Hucun-kang
ia hendak menjagoi sendiri, ia pun hendak sebar
pengaruhnya sampai di selatan dan utara dari Sungai
Besar. Justru karena ia ada punya angan-angan luar
biasa itu, aku jadi sebal padanya dan niat berikan
pengajaran terhadapnya, segala anak kunyuk!"
Selama mereka bicara, sang tempo telah
mengutarakan jam lima, tetapi mereka terus pasang
omong, sampai sang fajar telah datang dengan cahaya
yang membuyarkan sang gelap gulita.
Yan Toa Nio bertiga ada berhati tidak tetap, karena
Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong belum juga kembali
dan mereka kuatir ada terjadi suatu apa di Haytong-kok.
Justru itu, dari kejauhan ada terdengar dua kali tanda
suitan bambu. "Bancie sanchung sungguh beruntung!" kata Hoa Ban
Hie dengan tiba-tiba. "Lihat, ada tetamu asing yang
datang bikin kunjungan kepadaku! Apakah ini tidak luar
biasa" Sambil kata begitu, ia terus pergi ke luar.
Cukat Pok bertiga tidak bisa diam saja, mereka lalu
mengikuti, cuma mereka tidak turut sampai ke luar
sekali, karena tuan rumah diam saja. Mereka menunggu
di thia. Dari luar lantas terdengar suara riuh dari orang bicara
dan tertawa, menurut suara tindakan kaki, mereka mesti
ada berlima atau ber-enam.
"Boleh jadi Tan loo-suhu telah kembali," kata Cukat
Pok pada Yan Toa Nio. "Coba dengar, apa itu bukan
suaranya?"
Yan Toa Nio pasang kupingnya, ia kenalkan suaranya
Tan Ceng Po. Karena ini, ia lantas bertindak ke luar.
Cukat Pok pun turut bertindak.
Ketika itu orang di luar sudah masuk ke dalam pintu
pekarangan, hingga Yan Toa Nio bisa lihat siapa-siapa
yang datang, hingga ia jadi keheranan dan kegirangan.
"Cukat loosu, lihat!" ia kata. "Lihat, Sian tayhiap dan
Hee loosu juga telah datang!"
Souwposu, yang menyusul bersama Yan Leng In, lihat
orang yang diunjuk.
Hoa Ban Hie jalan di muka, di depan ia ada Tan Ceng
Po bersama Lim Siauw Chong. Lagi dua orang lain ada
Hengyang Hie-in Sian Ie dan Kimtoo Hee Kiu Hong.
Entah bagaimana, dua orang baru itu boleh ketemu sama
kedua tetua dari Kiushe Hiekee.
Yan Toa Nio bertiga sudah lantas maju menyambut.
Pertemuan itu ada menggirangkan, tetapi sebelumnya
bicara banyak, lebih dahulu mereka masuk ke dalam
kongso. "Loo-suhu sekalian," berkata Hoa Ban Hie, "jikalau
tidak ada ini dua tua bangka melarat dari Kiushe Hiekee,
aku si pengemis tua tidak pernah sangka bahwa kau
orang mau bikin terang mukaku dengan kunjungan kau
orang ini pada sarangku!"
Hengyang Hie-in urut kumisnya yang panjang, ia
tertawa. "Hoa loosu, aku hendak sangkal ucapanmu ini," ia
berkata. "Di dalam Bancie sanchung ini, kau ada punya
aturan sendiri, kau biasanya larang orang luar datang
menginjak kemari, maka itu, di antara handai taulan,
siapa yang beraksi datang untuk langgar aturanmu" Baik
aku omong terus terang. Ketika tadi di Haytong-kok aku
ketemu sama Tan dan Lim jiewie loosu, aku telah
tanyakan mereka berulang-ulang bagaimana kalau kita
lancang datang mengunjungi, sebab kalau kita sampai
kena ditolak oleh Hoa loosu, kita orang tidak tahu di
mana kita orang mesti tempatkan diri."
Hoa Ban Hie tertawa bergelak-gelak.
"Nyatalah kau orang telah pandang aku si pengemis
tua sebagai satu makhluk aneh yang tidak boleh
didekatkan!" ia berkata. "Sebenarnya, kapannya aku
pernah berlaku tidak mengenal persahabatan" Yang
benar adalah, karena golonganku ada golongan lain
Misteri Bayangan Setan 3 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Elang Terbang Di Dataran Luas 1

Cari Blog Ini