Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bayangan Malaikat 2

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 2


dalam kuil ini adalah hasil pernuatan kalian?" bentaknya keras.
Sam Biauw Ci Sin sebagai seorang yang ganas dan berhati
kejam setelah mendengar suara bentakan keras tersebut tidak
urung dibuat kaget juga sehingga dalam hati merasa rada
bergidik. "Kalau benar kau mau apa?" serunya kemudian setelah
berdiam beberapa saat lamanya.
"Aku bunuh kau!" teriaknya pemuda itu.
Tanpa banyak cakap lagi telapak tangannya segera dibabat
ke depan melancarkan satu serangan dahsyat.
Terasalah segulung angin pukulan berhawa yang laksana
perputaran roda menggulung keras ke tengah angkasa
kemudian bagaikan ambruknya gunung Thay-san menekan
pihak musuhnya. Sam Biauw Ci Sin tidak berani mengerima datangnya
serangan tersebut dengan keras lawan keras, dengan
perasaan terperanjat tubuhnya buru-buru mundur delapan
depa ke belakang. Beberapa orang lainnya sewaktu melihat kedahsyatan dari
serangan tersebut dalam hatipun ikut merasa bergidik.
Siapapun di antara mereka tak ada yang suka melancarkan
serangan terlebih dahulu.
Leng Poo Sianci yang bersandar di atas tubuh Tan Kia-beng
ketika melihat pemuda tersebut dapat melancarkan serangan
sedemikian hebatnya bahkan jauh lebih hebat dari angin
pukulan yang dihasilkan ayahnya Hay Thian Sin Shu, dalam
hati merasa amat girang sekali sehingga tanpa terasa lagi ia
sudah menoleh ke arahnya dan mengirim satu senyuman
manis. Tan Kia-beng yang sedang memusatkan seluruh
perhatiannya untuk menghadapi musuh tangguh, dalam hati
sama sekali tidak tertarik untuk mengurusi persoalan tersebut.
Begitu serangan pertama dilancarkan keluar ia tidak berani
mengirim serangan secara gegabah lagi, karena ia tahu
asalkan tubuhnya bergerak sedikit salah maka keadaannya
akan runyam dan bakal menerima serangan gencar dari empat
penjuru. Ia tidak bergerak para jago lainnyapun tidak berani
melancarkan serangan secara gegabah. Dengan demikian
suasana di dalam kalanganpun menjadi tenang kembali.
Ketika itu suasana di dalam ruangan benar-benar amat
sunyi senyap, saking heningnya sehingga dapat mendengar
suara denyutan jantung pihak lawan.
Tetapi.... yang jelas kesunyian ini hanya merupakan suatu
pertanda bakal berlangsungnya hujan yang sangat deras.
Segulung angin berkelebat lewat membawa bau amis darah
yang sangat tebal, hal menambah suasana seram diruangan
tersebut. Perlahan-lahan.... di atas wajah Tan Kia-beng yang
berwarna pucar berubah jadi merah berdarah, dari sepasang
matanya memancarkan cahaya yang sangat menakutkan,
selintas hawa napsu membunuh berkelebat di atas alisnya
sedang sepasang telapak tangan pun perlahan-lahan diangkat
ke atas, kakinya mulai bergeser....
Sam Biauw Ci Sin pernah merasakan pait getir ditangan
pemuda itu, kakinya mulai bergeser mundur ke belakang,
sedang Tolun Pah serta Khela yang pernah merasakan siksaan
dari pemuda itupun saling bertukar pandangan sekejap,
dengan wajah yang berubah serius jubah merah dibadannya
mulai mengembung bagaikan bola....
Suatu pertempuran yang amat sengit bakal berlangsung....
Pada saat-saat.... pada detik-detik kritis itulah....
Seorang pemuda yang mengobol golok lengkung mendadak
meluncur masuk ke dalam ruangan sambil tertawa dingin tiada
hentinya. "Heee.... heee.... heee.... tidak kusangka, kau bangsat cilik
berani datang ke gurun pasir untuk mengetahui kematian!"
serunya. Mendengar suara tersebut, Tan Kia-beng kontan saja
mengenali bila orang itu bukan lain adalah si Golok Perak Gien
To Mo Lei adanya. Tetapi pada saat ini ia tidak berani
pecahkan perhatian untuk berbicara dengan dirinya.
Melihat Tan Kia-beng tidak memberi jawaban, Si Gien To
Mo Lei kembali terawa seram, sambil menyapu sekejap ke
atas wajah gadis cilik disamping pemuda itu ujarnya kembali,
"Haaa.... haaa.... haaa.... bangsat cilik, kau benar-benar
beruntung dapat membawa seorang kawan yang sedemikian
cantik". "Gien To Mo Lei!" bentak Tan Kia-beng dengan keras, ia
benar-benar sudah dibuat amat gusar. "Bilamana kau berani
bicara sembarangan lagi, jangan salahkan aku segera cabut
dulu nyawamu!" "Heee.... heee.... heee.... Bangsat cilik, kau tidak usah
pentang bacot terlebih dulu kulihat saja siapakah orang yang
sudah aku tangkap ini!" seru sigolok lengkung sambil tertawa
dingin tiada hentinya. Mendadak ia memperkeras suaranya, "Bawa kemari orang
itu!" Baru saja suara urintah tersebut diciptakan dua orang Bu-su
berpakaian suku Biauw dengan menawan seorang hwee-sio
aneh yang tinggi besar berjalan berdekat.
Begitu melihat munculnya hweesio tua itu, Tan Kia-beng tak
dapat menahan sabar lagi, dengan wajah amat murung dan
penuh kesedihan teriaknya keras, "Suhu...."
Tubuhnya dengan cepat bergerak siap menubruk ke depan.
Sekonyong konyong.... "Bangsat cilik! Bila kau berani maju satu langkah lagi, akan
kubunuh dulu dirinya!" seru seseorang dengan siapa yang
amat dingin dan menyeramkan.
Sejak semula si Gien To Mo Lei sudah menempel sepasang
telapak tangannya ke atas jalan darah "Nau Cuang Hiat" pada tubuh si hweesio tua itu, sepasang matanya memandang Tan
Kia-beng tajam tajam sedang mulutnya tiada henti
memperdengarkan suara tertawa yang amat dingin.
Tindakan mereka kali ini benar-benar amat kejam dan
telengas, hal ini memaksa pemuda tersebut harus menahan
gerakan tubuhnya mentah-mentah.
"Gien To Mo Lei!" bentaknya keras. "Jika kau berani melukai suhuku barang seujung rambutpun, nyawa anjingmu akan
segera kucabut!" Kiranya si hweesio tua yang memakai gelar "Im Yen" ini
bukan lain adalah si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong adanya.
Cuma saja entak secara bagaimana ia dapat terjatuh ke
tangan jago-jago istana Kelabag Emas.
Ketika si Gien To Mo Lei melihat pemuda tersebut saking
cemas dan gusarnya dari sepasang mata menyemburkan
cahaya berapi-api, ia lantas tertawa bangga.
"Haaa.... haaa.... haaa.... bangasat cilik! Bilamana kau
menginginkan agar aku suka mengampuni jiwanya terus
terang saja aku katakan hal ini tidak sulit" katanya keras.
"Pertama. Serahkan dulu Daftar hitam tersebut kepada kami
Isana Kelabang Emas. Kedua, segera mengangkat sumpah
menggabungkan diri dengan kita Isana Kelabang Emas. bila
kau suka melakukan kesemuanya ini bukan saja bagi dirimu
sangat menguntungkan bahkan suhupun dapat memperoleh
kebebasan. Sedang mengenai pedang pusaka Kiem Ceng Giok
Hun Kiam tersebut, kami dari Isana Kelabang Emas sama
sekali tidak tertarik, Kau boleh berlega hati!"
Pada saat ini Tan Kia-beng benar-benar sudah dibuat gusar
oleh tindakan mereka itu semua rambutnya pada berdiri
semua. "Kau boleh bermimpi dulu jika menginginkan siauw ya mu
mengabulkan permintaan tersebut!" bentaknya keras.
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa setuju atau tidak setuju hal
ini tergantung pada pendirianmu sendiri. siauw ya tidak bakal
menggunakan cara paksaan, sekarang aku akan kasi sedikit
waktu buat dirimu berpikir, bila mana kau masih ngotot dan
keras kepala.... heee.... heee.... siauw-ya jagal dulu keledai
gundul ini kemudian baru melakukan pertarungan dengan
dirimu untuk menentukan siapa menang siapa kalah."
Seluruh tenaga dalam yang ada di dalam tubuh Tan Kiabeng telah disalurkan ke dalam sepasang telapak tangannya,
beberapa kali ia bermaksud hendak menerjang ke depan,
tetapi iapun takut bila Gien To Mo Lei mencelakai suhunya
terlebih dahulu, oleh karenanya ia jadi ragu-ragu.
Keadaan dari si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong pada saat ini
sudah kepayahan. Kemarin malam dibawah kerubutan
beberapa orang jagoan lihay sebetulnya ia sudah terluka
dalam yang sangat parah, apalagi saat ini kena ditotok oleh
Gien To Mo Lei, boleh dikata napasnya sudah kempas kempis.
Untung saja tenaga dalam yang dimiliki sangat sempurna
sehingga setelah mengatur pernapasan beberapa saat pikiran
serta kesadarannya telah pulih kembali.
Ketika ia membuka mata dan melihat murid kesayangannya
Tan Kia-beng sedang berdiri di dalam kurungan musuh-musuh
tangguh dengan wajah penuh kegusaran, melihat pula
muridnya yang sudah lama tak bertemu muka kini telah
semakin menanjak dewasa, diam-diam ia menghela napas
panjang. Keadaan yang dihadapan pada saat ini benar-benar
membuat hatinya merasa semakin kuatir.
Penghidupannya selama tiga tahun di gurun pasir membuat
dia semakin memahami bagaimana tinggi serta hebatnya
kepandaian silat dari jago-jago Isana Kelabang Emas.
Di dalam anggapannya sekalipun kepandaian silat Tan Kiabeng sangat lihay, tetapi ia masih bukan tandingan dari salah
seorangpun diantara jago-jago lihay tersebut. Oleh karenanya
iapun mulai menaruh rasa kuatir terhadap keselamatan murid
kesayangannya. Terakhir ia menghela napas panjang panjang, perlahanlahan tegurnya, "Beng-jie, mengapa kau datang ke gurun
pasir?" Selama tiga tahun ini baru untuk pertama kali ini Tan Kiabeng mendengar suara ucapan dari suhunya yang begitu
ramah. "Aku datang menjenguk suhu!" saking terharunya ia
menggembor keras. "Heeey...." Suara helaan napas dari Ban Lie Im Yen kali ini telah
mengandung perasaan sedih, susah dan kecewa, ia bukan
merasa sedih karena dirinya telah terjatuh di depan mulut
macan, sebaliknya merasa sayang dan kecewa karena satu
satunya bibit keturunan yang dihadapan olehnya selama
inipun harus musnah di gurun pasir.
"Suhu, kau tidak terluka bukan?" tanya Tan Kia-beng
dengan perasaan penuh rasa kuatir.
"Sku telah terluka parah dan tidak sanggup lagi, kau tidak
usah menggubris dan menguatirkan keselamatanku lagi,
semakin tidak usah lagi menyanggupi syarat yang mereka
ajukan." Maksud dari perkataan ini jelas sekali sedang menyadarkan
pemuda tersebut agar suka berusaha keras meloloskan diri
dari kepungan kemudian melarikan diri dan tidak usah
menggubris dirinya lagi. Tetapi, dengan sifat Tan Kia-beng yang ramah mana
mungkin dia suka berbuat demikian"
Di dalam benaknya terlintaslah beratus-ratus macam
persoalan, tetapi selama ini tak teringat olehnya dan tak
terpikir olehnya suatu siasat yang baik guna menolong
suhunya. Saat itulah si Gien To Mo Lei sudah tidak sabaran lagi, ia
tertawa dingin tiada hentinya.
"Batas waktu sudah habis. sebenarnya kau sudah
mengambil keputusan belum" suka menyetujui atau tidak"
ayoh cepat katakan!"
Tan Kia-beng yang dibentak bentak seperti itu hawa
amarahnya tak dapat dikendalikan lagi, dari sepasang matanya
hampir hampir saja menyemburkan sinar berapi api. tetapi
situasi mengingatkan dirinya agar jangan sembarangan
bergerak. hal ini membuat pemuda tersebut untuk beberapa
saat lamanya berdiri termangu-mangu disana tanpa bisa
mengucapkan sepatah katapun.
Kendati si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong sudah terluka parah,
jalan darahnyapun tertotok, tetapi dengan pengalamannya
yang amat leluasa serta ketajaman dari sepasang matanya.
sekali pandang saja ia bisa melihat bila cahaya sinar murid
kesayangannya amat tajam dan hal ini menandakan bila
tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai pada puncak
kesempurnaan. Ditambah pula sewaktu dilihatnya begitu banyak jago-jago
lihay mengepung murid kesayangannya tetapi mereka tidak
berani turun tangan secara langsung, sebaliknya
menggunakan nyawanya sebagai jaminan untuk menggertak
pemuda tersebut, ia semakin dapat menduga bila mereka
menaruh rasa jeri terhadap murid kesayangannya ini.
Sebagai suhu dari pemuda tersebut sudah tentu Lok Tong
mengerti jelas bagaimana tingginya kepandaian silat Tan Kiabeng, dengan kepandaian silat yang dimiliki pemuda itu tempo
dulu untuk melawan barang salah seorang diantara
merekapun belum tentu sanggup apalagi menghadapi
kerubutan mereka. Ditambah pula jago-jago tersebut cukup dengan sekali
hantaman sudah sanggup untuk menghajar mati pemuda tadi.
lalu mengapa mereka menggunakan bagitu banyak
kembangan" Ditinjau dari beberapa segi itulah, Lok Tong mulai menduga
bila di dalam dua, tiga tahun yang amat singkat ini, Tan Kiabeng tentu sudah menemukan suatu penemuan yang sangat
aneh. Diam-diam pikirnya dalam hati, "Meninjau dari situasi ini
hari, untuk menyelesaikan persoalan ini secara damai sudah
tentu tidak mungkin terjadi apa gunanya hanya disebabkan
hendak mempertahankan nyawaku yang sudah tua bangka
harus menyeret dirinya ke dalam kancah yang sangat rumit
ini" kelihatannya jika aku tidak perintahkan dirinya untuk
pergi, dia pasti tak akan berlalu".
Dengan cepat ia mengeraskan hatinya, kepalanya
didongakkan ke atas lalu tertawa terbahak-bahak.
"Hey para bajingan terkutuk! setelah aku Lok yaya terjatuh
ketangan kalian, sejak semula pula sudah tak terpikir olehku
apa itu kematian! bilamana kalian hendak menggunakan diriku


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai jaminan di dalam pertukaran syarat perhitungan kalian
semakin salah lagi!"
Selesai berkata senyumnya ditarik kembali, terhadap Tan
Kia-beng bertanya keras, "Aku perintahkan dirimu segera
meninggalkan kuil Bu Lah Sie ini, kau tidak perlu memikirkan
mati hidupku lagi bilamana kau tidak suka mendengarkan
perkataan gurumu dan menerima persyaratan mereka....
Hmmm! sekarang juga aku putuskan hubungan guru dan
murid antara kita berdua, sejak sekarang aku tidak akan suka
mengakui dirimu sebagai muridku lagi"
Perasaa hati Tan Kia-beng pada saat ini benar-benar sedih
seperti diiris-iris dengan beribu-ribu batang golok. Hubungan
mereka sebagai guru dan murid sudah sangat mesrah melebihi
hubungan antara ayah beranak, sekarang mana mungkin dia
merasa tega melihat suhunya terjatuh ditangan orang lain
tanpa digubris oleh dirinya"
Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa keselamatan
suhunya sudah terjatuh ketangan orang lain. Sekalipun ia
memiliki kepandaian silat sebagaimana lihaypun, tidak mudah
untuk menolong dirinya lolos dari cengkeraman orang lain.
Sedangkan maksud Lok Tong membentak dia agar suka
meninggalkan tempat itu pun bukan lain hanya ingin
menghindarkan pemuda tersebut dari perasaan serba salah.
Tetapi Tan Kia-beng mana tega untuk berbuat sesuai
dengan perintah suhunya"
"Suhu, kau...." teriaknya sedih.
"Aku melarang kau banyak berbicara, ayoh cepat pergi!"
potong Lok Tong sambil membentak keras. "Bilamana kau
tidak mau pergi lagi, ak akan segera putuskan denyutan
jantungku sendiri sehingga kau tak akan bisa menemui diriku
lagi!" Beberapa patah perkataan itu diucapkan dengan tegas
sekali, bahkan boleh dikata tak memberi sedikit
kesempatanpun bagi pemuda tersebut untuk banyak
berbicara. Tan Kia-beng sendiripun mengerti bila keadaannya pada
saat ini sudah berada pada posisi yang serba salah, tetapi
yang jelas ia tak akan tega untuk meninggalkan tempat
tersebut dengan tangan kosong.
Selagi ia berada pada keadaan serba salah itulah mendadak
si Gien To Mo Lei tertawa dingin yang tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... keledai tua, kau kepingin mati
haaa" siauw-ya mu justru tak akan membiarkan kau barhasil
memenuhi keinginanmu itu.
Tangannya lantas menyambar siap-siap melancarkan
beberapa totokan ke atas tubuh si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong.
Belum sampai tangannya mencapai sasaran tahu-tahu
segulung angin pukulan yang amat santar membokong datang
mengamcam jalan darah "Leng Thay Hiat" pada tubuh sigolok
lengkung tersebut. Serangan yang dilancarkan oleh orang itu datangnya sangat
mendadak sekali, apalagi jalan darah "Leng Thay Hiat"
merupakan salah satu jalan darah kematian dari antara ketiga
puluh enam jalan kematian lainnya di dalam tubuhnya.
Bilamana Gien To Mo Lei tidak berusaha untuk
menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut ia pasti
akan terluka di tangan pihak lawannya, oleh sebab itu
terpaksa dengan tergesa-gesa ia harus menarik kembali
serangannya sambi lmenyingkir kesamping.
Pada detik-detik yang sangat singkat dan kritis itulah....
bagaikan segulung asap hijau Tan Kia-beng menubruk ke
depan, tangan kanannya dengan menggunakan jurus "Jie
Ceng Tiong Thian" menghantam dada Gien To Mo Lei,
sedangkan tepalak kirinya laksana sebilah golok membabat
jalan darah "Nan Cuang Hiat" di atas telapak tangannya yang menempel di atas tubuh "Ban Lie Im Yen" Lok Tong.
Tenaga salam yang sudah lama dikumpulkan begitu
dikerahkan keluar kecepatannya laksana sambaran kilat
sedang kehebatannya bagaikan ambruknya gunung thay-san.
Begitu kehilangan posisi yang baik, bilamana Gien To Mo
Lei masih ingin melukai Lok Tong maka dia pasti akan
menemui ajalnya ditangan Tan Kia-beng.
Terpaksa pemuda suku Biauw itu melepaskan Lok Tong,
tubuhnya menjejak tanah dengan menggunakan jurus "Kiem
Lie Tauw Cuan Poo" atau ikah Leeki melentik mencelat sejah
satu kaki ke belakang. Para jago-jago lihay yang ada dikalangan disebabkan Gien
To Mo Lei sedang menggunakan keselamatan Lok Tong
sebagai jaminan untuk paksa Tan Kia-beng suka menerima
persyaratan yang mereka ajukan, maka di dalam keadaan
tanpa sadar kewaspadaan merekapun sudah lebih kendor
beberapa bagian. Menanti mereka tersadar kembali apa yang telah terjadi
buru-buru mereka bentak keras kemudian bersama-sama
menerjang ke depan Tetapi pada saat itu Lok Tong sudah terjatuh ke tangan Tan
Kia-beng. Leng Poo Sianci yang berdiri disisi Tan Kia-beng pun segera
menggerakkan pedang pendeknya melancarkan serangan
gencar sewaktu pemuda tersebut menerjang ke depan tadi.
Menanti para jago-jago lihay dari Isana Kelabang Emas
mengerubuti mereka secara bersama-sama itulah mendadak ia
membentak nyaring. Pedang pendeknya dengan memancarkan cahaya keemas
emasan yang menyilaukan mata laksana kilat mengirim tujuh
buah babatan tajam ke depan, seketika itu juga terbentuklah
selapis kabut sinar yang amat rapat mengurung seluruh tubuh
Tan Kia-beng serta Lok Tong.
Pedang pendek yang berada ditangan Cha Giok Yong
merupakan sebilah pedang pusaka yang tajamnya luar biasa
bahkan cahaya yang dipancarkanpun sangat tajam, hawa
pedang secara menyeset kulit badan.
Para jagoan Isana Kelabang Emas yang sedang menerjang
ke depan, tanpa terasa lagi segera mengerem badannya lalu
bersiap sedia menghadapi ketajaman pedang itu.
Ketika itulah Tan Kia-beng sudah menemukan bahwa orang
yang membokong Gien To Mo Lei barusan ini bukan lain
adalah si perempuan cantik dari balik kabut Loo Ciei Thay
adanya. Ia tidak malu disebut sebagai perempuan cantik dari balik
kabut, ternyata dibawah penjagaan yang kaget dari jago-jago
lihay Isana Kelabang Emas laksana segulung kabut saja
berhasil menyelundup ke belakang Gien To Mo Lei kemudian
membebaskan Lok Tong dari cengkeraman musuh.
Hal ini memaksa Tan Kia-beng tanpa terasa lagi dengan
perasaan terharu melirik sekejap ke arahnya.
"Enci, terima kasih! terima kasih atas pertolonganmu,
bagaimanapun bisa tiba di gurun pasir?"
"Sekarang bukan waktunya untuk bercakap-cakap cepat
bebaskan dulu jalan darah gurumu yang tertotok biarlah untuk
sementara waktu enci beserta nona ini menahan serangan
mereka." Sembari berbicara diam-diam si perempuan cantik dari balik
kabut menggenggam pasir beracun Chiet Cay Sie Sah nya, lalu
menghadap ke arah para jago-jago tersebut sambil tertawa
terkekeh kekeh. "Bilamana saudara saudara sekalian tidak takut mati, ayoh
cepat majulah, coba saja bagaimana rasanya pasir beracun
tujuh warna penghancur tulangku ini!" ancamnya.
Pasir beracun Chiet Cay Si Kut Sin Sah merupakan suatu
senjata rahasia yang paling ganas sudah ada beberapa orang
jagoan lihay dari Isana Kelabang Emas bahkan sampai Cui Hoa
Kongcu pun mati dibawah serangan senjata rahasia ini. hal ini
sudah tentu membuat para jago tersebut untuk beberapa saat
lamanya tidak berani maju ke depan secara gegabah.
Ketika itulah Tan Kia-beng sudah membebaskan jalan darah
Lok Tong yang tertotok, serunya cemas, "Suhu kau orang tua
cepatlah mengatur pernafasan, biar Beng jie bantu kerahkan
tenaga untuk menyembuhkan luka dalammu."
Baru saja "Ban Lie Im Yen" Lok Tong hendak buka suara
menolak, mendadak terasaalh segulung aliran hawa panas
yang sangat kuat sudah mengalir masuk melalui Ming Bun
langsung menuju ke dalam tubuh membasahi jalan darah dan
mengelilingi seluruh badan.
Dimana aliran hawa panas itu, Lok Tong segera merasakan
jalan-jalan darah pentingnya yang semula terasa sakit kini
sudah lenyap tak berbekas bahkan terasa amat nyaman, tak
kuasa lagi dalam hati si orang tua itu merasa terperanjat.
Dia sama sekali tidak menduga bila murid kesayangannya
hanya di dalam waktu tiga tahun saja berhasil melatih ilmunya
hingga mencapai pada taraf kesempurnaan ia tidak berani
berpikir lagi,m buru-buru seluruh perhatiannya dipusatkan dan
perlahan-lahan mengumpulkan hawa murni di dalam tubuhnya
yang sudah buyar. Hanya di dalam sekejap mata ia sudah berada dalam
keadaan hening dan lupa kesadaran.
Dengan kejadian ini maka keselamatan mereka berdua
sudah menjadi tanggung jawab si perempuan cantik dari balik
kabut beserta Leng Poo Sianci.
Jikalau dibicarakan dari kepandaian silat yang mereka miliki,
bilamana salah satu di antara mereka bergebrak satu lawan
satu dengan jago-jago dari Isana Kelabang Emas
kemungkinan sekali masih bisa bertahan beberapa saat
lamanya, kini di tengah kalangan terdapat sebegitu banyak
jago-jago lihay, keadaan merekapun jadi semakin berbahaya.
Tetapi kedua orang ini yang satu adalah iblis perempuan
yang sudah lama berkelana di dalam dunia kangouw dan yang
lain merupakan seekor anak harimau yang baru turun gunung,
kendati berada dalam keadaan bahaya mereka sama sekali tak
menjadi gentar oleh kejadian itu, bahkan mereka anggap
menjaga keselamatan Tan Kia-beng sudah merupakan
tanggung jawab mereka. Leng Poo Sianci mencekal pedang pendeknya kencang
kencang, dengan mata melotot ia memperhatikan gerak gerik
seluruh kalangan sedang di atas wajahnya terlintaslah
segulung napsu membunuh. Sebaliknya si perempuan cantik dari balik kabut dengan
menggenggam pasir beracunnya berdiri punggung menempel
punggung dengan Leng Poo Sianci disebelah kanan Tan Kiabeng. Keadaan dari Perempuan iblis ini semakin aneh lagi, terang
terangan ia tahu sesudah membunuh mati Cui Hoa Kongcu
maka pihak Istana Kelabang Emas tentu menaruh dendam
terhadap dirinya, tetapi entah dari mana datangnya suatu
kekuatan yang secara diam-diam menyentil diirnya sehingga
tanpa ia sadar sudah berangkat ke gurun pasir tanpa
memperduli keselamatan sendiri.
Para jago-jago yang ada di tengah kalangan pada saat ini
sebenarnya bukan merasa jeri terhadap pasir beracun serta
pedang pusaka tersebut, mereka tidak lebih hanya dibuat
terperanjat belaka. Kini setelah pikirannya menjadi tenang kembali, badanpun
mulai bergerak maju ke depan.
Si kakek dewa bertangan setan Im Khie merupakan
pentolan dari antara orang-orang itu, melihat sikap Tan Kiabeng yang sama sekali tidak memandang sebelah matapun
kepada mereka bahkan di tempat dan saat seperti ini ternyata
sudah turun tangan menyembuhkan luka Lok Tong, bagi
mereka boleh dikata hal ini merupakan suatu penghinaan yang
sangat memalukan sekali. Tubuhnya segera bergerak melayang ke depan, serunya
sambil tertawa seram, "Kehidupan diluar perbatasan terllau
kering, kedua orang nona manis ini sangat menarik hati, lebih
baik kita tangkap saja untuk bawa pulang sebagai penghibur
dan pencari kesenangan buat kita, cuma.... haa.... haaa....
haaa.... kalian harus berhati-hati di atas bunga mawar liar
tentu ada durinya...."
Inilah merupakan suatu daya perangsang yang paling
menarik hati, kedua orang Lhama yang terkenal sebagai setan
perempuan itu sudah lama mengiler akan kenikmatan bermain
dengan perempuan, kini setelah mendengar perkataan
tersebut mereka berdua lantas saling bertukar pandangan
sekejap kemudian secara berbareng menerjang ke arah
depan. Tolunpah menerjang ke arah si perempuan cantik dari balik
kabut sedang Khelah menerjang Leng Poo Sianci.
Terdengarlah suara bentakan merdu bergema memenuhi
angkasa, si perempuan cantik dari balik kabutlah yang
pertama-tama turun tangan melancarkan serangan.
Pasir beracun tujuh warnanya bersama-sama disambitkan
ke depan, sedangkan tangan kirinya pada waktu yang
bersamaan mengirim pula segulung angin pukulan lunak dan
perlahan menghajar ke depan.
Pasir beracun tujuh warna sebenarnya sudah merupakan
suatu senjata rahasia yang sangat ampuh. apalagi pada saat
ini mendapat dorongan tenaga murni, kontan saja seluruh
angkasa diliputi oleh selapis kabut berwarna yang
mengacaukan pemandangan, kedahsyatannya berlipat ganda.
Walaupun Tolunpah adalah seorang manusia ganas yang
berhati binatang, bagaimanapun badannya terbuat juga dari
darah dan daging, buru-buru badannya berjumpalitan di
tengah udara, sepasang telapak bersama-sama didorong ke
depan mengirim sebuah serangan gencar sedangkan
badannya dengan meminjam kesempatan tersebut melayang
sejauh tujuh depa kesebelah kiri.
Setelah bersusah payah akhirnya ia berhasi juga meloloskan
diri dari kurungan kabut pasir tujuh warna yang sangat tebal
dan mengacaukan pandangan itu.
Sam Biauw Ci Sin yang berada disisi kalangan, pada saat
itulah mendadak membentak keras.
Siluman perempuatn inilah yang sudah mencelakai Chui
Hoa Kungcu, ini hari kita harus berusaha keras untuk
menawan dirinya. Walaupun dimulut ia berbicara demikian badannya masih
tetap berdiri di tempat semula tak bergerak barang setengah
langkahpun. Beberapa orang ini semuanya merupakan jago-jago penting
di dalam Isana Kelabang Emas, pada hari hari biasa siapapun
tak suka takluk dan tunduk kepada yang lain karena itu
hubungan persahabatan merekapun tidak sebegitu kental.
Siapa saja diantara mereka yang kena jatuh kecundang di


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat luaran atau mendapat malu, orang-orang disamping
cuma memandangnya sambil tersenyum, siapapun tidak ada
yang menaruh rasa iba untuk turun tangan menolong.
Oleh sebab itu, menghadapi senjata rahasia yang sangat
beracun ini siapapun diantara mereka tak ada yang suka
melancarkan serangan dengan menempuh bahaya, sekalipun
Tolunpah yang gemar perempuan pun tak terkecuali.
Hanya Khelah seorang yang lagi terpengaruh oleh napsu
birahi, selangkah semi selangkah semakin mendesak Leng Poo
Sianci. Sejak kecil Cha Giok Yong sudah mengikuti ayahnya Hay
Thian Sin Shu belajar ilmu silat, sehingga kepandaiannyapun
sudah memperoleh pendidikan yang sangat ketat.
Hay Thian Sin Shu sendiri telah menurunkan seluruh
kepandaian serta hasil karyanya selama ini ketangan putri
kesayangannya. bahkan dengan tiada sayang sayangnya pergi
kemana mana mencari obat kuat, buah mujarab untuk
menambah sempurna tenaga dalamnya.
Oleh sebab itu tenaga dalamnya pada saat ini boleh
terhitung sejajar dengan jagoan nomor wahid di dalam Bulim.
Kini melihat Khelah dengan sepasang tangan dipentangkan
selangkah demi selangkah maju ke depan dengan wajah
kesemsem, saking gemasnya mendadak ia membentak keras,
pedangnya digetarkan dibabat dengan gencar ke depan.
Terlihatlah cahaya keemas-emasan laksana sambaran kilat
dengan cepat berubah menjadi segulung kabut emas yang
amat rapat lasana sarang laba-laba, ditangan suara desiran
tajam secara samar-samar terperciklah titik-titik bintang warna
emas yang meluncur keempat penjuru, kehebatannya sangat
mengagumkan! Jurus ini adalah merupakan jurus "Jiet Can Liong Leng atau
sang surya menyinari sisik naga yang merupakan jurus
kebanggaan dari Hay Thian Sin Shu selama ini.
Dalam keadaan gusar, Leng Poo Sianci sudah melancarkan
serangan dengan jurus tersebut, kontan saja hal ini membuat
Khelah jadi sangat terperanjat.
Tetapi bagaimanapun juga serangan pedang gadis tidak
akan lebih menakutkan jika dibandingkan dengan serangan
pasir beracun, di dalam keadaan terperanjat telapak
tangannya yang besar bagaikan raksasa segera berputar
mengirim sebuah tabokan ke depan.
Hanya di dalam waktu yang amat singkat ia harus
menggunakan tujuh macam gerakan yang berbeda dan
bersusah payah akhirnya baru berhasil memunahkan
datangnya serangan tersebut.
Tujuan yang sebenarnya dari Leng Poo Sianci tidak lebih
cuma ingin menjaga keselamatan diri sendiri, setelah serangan
tersebut dilancarkan keluar ia sama sekali tak melakukan
pengejaran lebih lanjut, tubuhnya kembali mencelat mundur
balik kesisi Tan Kia-beng.
Si Bangau Bermata Satu Kweek Hwie yang melihat kejadian
itu segera mengedipkan mata tunggalnya sambil tertawa
dingin tiada hentinya. Mendadak tubuhnya mencelat ke depan, menubruk ke arah
Tan Kia-beng yang sedang mengerahkan tenaga dalamnya
bantu menyembuhkan luka suhunya.
"Kau berani?" bentak Leng Poo Sianci dengan amat gusar.
Cahaya pedang berkilat, bintang bintang berwarna emas
tersebar memenuhi angkasa diiringi suara desiran tajam yang
menggidikkan hati. Kendati si Bangau Bermata Satu memiliki kepandaian silat
yang telah mencapai pada taraf kesempurnaan, menghadapi
serangan ini mau tak mau ia harus membuang jauh-jauh sikap
pandang enteng pihak musuh.
Tubuhnya segera mundur lima langkah ke belakang,
sedangkan Khelah yang selama ini mengintai dari belakang
menggunakan kesempatan yang amat baik itulah laksana
serentetan cahaya warna merah meluncur ke depan
melancarkan serangan dahsyat.
Leng Poo Sianci yang dari depan dan dari belakang
tergencet oleh serangan musuh segera menggertak giginya
kencang-kencang lalu mendengus dingin.
Pinggangnya yang ramping mendadak menekuk,
pedangnya dengan mengikuti perputaran badan mengirim
sebuah serangan dengan menggunakan jurus "Shia Hong Si
Yu" atau angin menggulung hujan menderas memunahkan
datangnya serangan dari Khelah tersebut.
Para jago-jago yang hadir di tengah kalangan pada saat ini
kebanyakan merupakan jago-jago iblis yang berpengalaman
sangat luas, hanya saja siapapun diantara mereka tidak suka
berebut melancarkan serangan terlebih dahulu.
Begitu bangau bermata satu melancarkan serangannya,
maka Sam Biauw Ci Sin serta si kakek dewa bertangan
setanpun bersama-sama menubruk ke depan.
Si kakek dewa bertangan setan ini memiliki kepandaian iblis
yang maha sakti, bilamana tidak bergerak masih tidak
mengapa begitu bergebrak laksana segulung asap hitam saja
ia menerjang lewat. Tangan setannya berulang kali dijulurkan ke depan siap
menggunakan keras lawan keras menembusi hawa pedang
yang menggulung rapat untuk kemudian merebut pedang
pendek dari Leng Poo Sianci tersebut.
Si perempuan cantik dari balik kabut sewaktu melihat Leng
Poo Sianci menemui gencetan dari tiga arah yang berbeda,
terpaksa ia lepaskan serangannya dengan menggunakan pasir
beracun, badannya segera berputar memberi pertolongan.
Menggunakan kesempatan itulah mendadak Tolunpah
bergerak ke depan, diamana jubah warna merahnya
dikebutkan tahu-tahu di tengah suara tertawanya yang amat
menyeramkan, sepasang tangannya sudah dibentangkan
merangkul pinggang gadis itu kencang-kencang.
Hal ini sudah tentu membuat si perempuan cantik dari balik
kabut saking gusar tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau cari mati haaa!" bentaknya keras.
Gerakan tubuhnya tidak berubah, sepasang lengannya
dengan menggunakan ilmu "Lan Hoa Hud So" mengebas ke
arah belakang. Sreet! Sreet! disertai suara desiran tajam serangannya
dengan cepat mengancam jalan darah Cie Tie Hiat pada
lengan sedang kedua kakinya yang kecil laksana kilat cepatnya
menghajar darah "Cie Bun Hiat" serta "Sian Khie Hiat" di atas tubuhnya.
Kecepatan melancarkan serangan serta kegesitan di dalam
gerakannya benar-benar sangat luar biasa, kendati Tolunpah
memiliki tenaga Siankang yang sangat lihaypun hampir-hampir
saja kena disolomoti. Untung saja ia masih bisa mengadakan perubahan di dalam
keadaan kritis, sepasang lengannya segera ditekan ke arah
bawah sedang badannya berkelebat mundur tiga depa ke
belakang. Siapa tahu mendadak hidungnya terasa mencium segulung
angin yang amat harum tubuh si perempuan cantik dari balik
kabut laksana segulung kabut berwarna sudah melayang ke
arah Sam Biauw Ci Sin. Pada saat itu Leng Poo Sianci berada di depan tak ada
kesempatan lagi untuk mengalahkan tenaga melihat Sam
Biauw Ci Sin menerjang ke arah Tan Kia-beng tadi sebetulnya
ia merasa kebingungan setengah mati.
Masih beruntung pada saat yang bersamaan si perempuan
cantik dari balik kabut sudah menerjang datang, dia seorang
perempuan yang berhati telengas, tanpa menggubris terhadap
datangnya serangan dari Sam Biauw Ci Sin yang sedang
mengancam tubuh Tan Kia-beng, bagi ia segera menubruk ke
arahnya. Di tengah berkelebatnya telapak tangan dengan
tangan kiri menggunakan ilmu totok Lan Hoa Hud So
mengancam jalan darah Pek Hwie di atas ubun-ubun Sam
Biauw Ci Sin, telapak tangan kanannya dengan mengerahkan
seluruh tenaga yang ada membabat ke atas jalan darah "Ciet
Kan" keras-keras. Dengan kejian ini mau tak mau terpaksa Sam Biauw Ci Sin
harus melindungi dirinya terlebih dahulu, bilamana ia
bersikeras hendak membinasakan Tan Kia-beng maka ia
sendiripun bakal menemui ajalnya seketika itu juga.
Dengan cepat telapak tangannya dikebutkan ke belakang,
ujung kaki berputar bagaikan sebuah roda kereta lalu dengan
gesitya menyingkir kesisi si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong.
Si perempuan cantik dari balik kabut sewaktu melihat
gerakan tersebut, karena takut menggunakan kesempatan
tersebut, dia turun tangan terhadap Lok Tong, begitu
serangannya mencapai pada sasaran kosong mendadak ia
membentak keras, tubuhnya laksana sambaran kilat kembali
menerjang ke depan. Menghadapi keadaan yang sangat kritis ini si perempuan
cantik dari balik kabut segera mengerahkan seluruh
kepandaian yang dimilikinya, kehebatan serangan tersebut
sudah tentu tak terkirakan lagi.
Dengan kejadian ini sudah saja Sam Biauw Ci Sin yang
dibuat mencak-mencak kegusaran, dari sepasang matanya
memancar keluar cahaya kehijau-hijauan yang memancarkan.
"Perempuan rendah! kau kira yayamu benar-benar jeri
terhadap dirimu?" bentaknya keras.
Sreet! Sreet! dengan gencar ia mengirim dua buah pukulan
dahsyat ke depan. Di tengah suara desiran tajam yang memekikkan telinga
itulah terdengar suara getaran yang amat keras memaksa si
perempuan cantik dari balik kabut tergetar mundur sejauh
empat, lima depa ke belakang dengan sempoyongan, darah
segar tak kuasa lagi muncrat dari ujung bibir.
Tetapi ia bersikeras, kakinya kembali digerakkan mengirim
serangan serangan gencar yang bertubi tubi mendesak
musuhnya. Di tengah menari serta melenggang lenggang telapak,
berturut turut ia mengirim dua belas jurus serangan, setiap
serangan yang dilancarkan merupakan jurus jurus yang
telengas dan mengerikan. Seketika itu juga Sam Biauw Ci Sin kena terdesak, sehingga
harus mundur lima, enam langkah ke belakang, setelah itu ia
berhasil mengirim satu pukulan gencar, balas melancarkan
serangan. Di tengah pertarungan yang amat kalut, di tengah
kalangan, Tolunpah yang hampir hampir saja kena dilukai di
dalam serangannya hendak memeluk pinggang si perempuan
cantik dari balik kabut tadi, di dalam keadaan gusar, jubah
merahnya lantas direntangkan ke depan kemudian menubruk
ke arah Tan Kia-beng. Tubuhnya belum sampai, angin pukulan yang menderu deru
sudah menindih dari atas kepala.
Padahal mereka sudah salah menduga, jika dibicarakan
tenaga dalam yang dimiliki Si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong
sebenarnya tanpa bantuan dari Tan Kia-beng pun ia sudah
dapat menyembuhkan lukanya dengan cepat.
Tetapi karena Tan Kia-beng merasa kuatir terhadap
keselamatan suhunya dan berkeinginan agar dia orang tua
bisa cepat-cepat sembuh dari luka tersebut, maka tanpa
sayang sayangnya ia sudah menyalurkan hawa murni sendiri
untuk bantu dia orang tua menyembuhkan lukanya tersebut.
Walaupun pemuda itu harus menyalurkan hawa murninya
ke dalam tubuh Lok Tong tetapi selama ini iapun selalu
memperhatikan perubahan perubahan yang terjadi di dalam
kalangan. Semisalnya ia merasa tidak punya pegangan, bagaimana
mungkin di tengah kurungan musuh-musuh tangguh yang
sedemikian banyaknya pemuda tersebut berani menempuh
bahaya" Ketika dilihatnya Tolunpah menubruk ke arahnya tadi,
secara diam-diam hawa murni yang semula disalurkan ke
dalam tubuh Lok Tong telah ditarik kembali.
Mendadak tubuhnya berputar, sepasang telapak bersamasama didorong ke depan. Dengan menggunakan jurus "Thian
Ong Tuo Tha" atau Raja Langit menyungging pagoda
menyambut datangnya serangan hweesio tersebut.
Dikarenakan ia sudah menaruh rasa benci terhadap
Hweesio ganas yang suka perempuan ini, di dalam gerakan
serangannyapun sama sekali tidak menggunakan welas kasih.
Di dalam serangan tersebut ia sudah menggunakan sepuluh
bagian tenaga pukulan "Sian Im Kong Sah Mo Kang"nya yang
maha dahsyat itu. Begitu kedua gulung hawa pukulan tersebut bertemu di
tengah angkasa maka terdengarlah suara bentrokan yang
amat keras bergema memekikkan telinga, tubuh Tolunpah
yang masih berada di tengah udara bagaikan batu bandringan
saja mencelat kembali ke arah belakang diiringi suara jeritan
kesakitan yang menyayatkan hati.
Pantangan bagi orang yang terluka justru menjerit keras.
Begitu ia berteriak kesakitan darah segar bagaikan air mancut
menyemprot keluar hal ini bukan saja membuat seluruh
permukaan tanah jadi kotor bahkan badannya yang lagi
terpental pun penuh berlepotan darah.
Pukulan dari Tan Kia-beng barusan ini agaknya sudah
membuat Hweesio tersebut terluka parah terbukti tubuhnya
setelah melayang turun ke atas permukaan tanah masih juga
kelihatan mundur beberapa langkah ke belakang dengan
sempoyongan. Sebaliknya Tan Kia-beng pun kena tergetar oleh pukulan
Tolunpah tersebut sehingga kakinya bergeser setengah depa
ke tengah udara, tetapi ia sama sekali tidak menggubris
terhadap peristiwa tersebut, badannya kembali mencelat kesisi
suhunya Lok Tong. Kebetulan sekali pada waktu itu Lok Tong pun sudah
bangun berdiri, walaupun luka dalam yang dideritanya belum
sembuh seluruhnya, tetapi sesudah menerima bantuan tenaga
dalam "Pek Tiap Sin Kang" yang sangat lihay dari Tan Kiabeng sehingga jalan darah di dalam badannya lancar kembali.
Di dalam waktu yang amat singkat itulah ia sudah sembuh
enam, tujuh bagian. Kini setelah melihat murid kesayangannya berhasil memukul
Tolunpah si Lhama berjubah merah itu sambil menghela nafas
ia menggeleng. "Beng jie! lebih baik kita cepat-cepat mengundurkan diri
dari kuil Bu Lah Sie terlebih dulu" ujarnya lirih.
"Turut perintah!" sahut Tan Kia-beng sambil mengangguk.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum sempat ia melakukan sesuatu gerakan, mendadak
dari belakang kepalanya terasa sambaran angin yang sangat
tajam menyambar lewat, badannya dengan cepat berputar
sambil mengirim satu pukulan gencar.
Mengambil kesempatan itulah badannya segera bergeser
dua langkah ke samping, sebentar kemudian ia dapat melihat
kalau orang yang baru saja membokong dirinya bukan lain
adalah si Gien To Mo Lei yang sudah meloloskan golok
lengkungnya. "Hee.... heee.... heee.... melancarkan serangan bokongan
secara diam-diam, kau terhitung manusia macam apa?"
dengusnya sambil tertawa dingin.
"Heee.... heee.... heee.... bangsat cilik kau tidak usah
merasa bangga terlebih dulu, walaupun beruntung kau
berhasil menolong anjing tua itu, tetapi jangan harap dapat
meloloskan diri dari kurungan kami."
"Haaa.... haaa.... haaa.... justru aku paling tidak percaya
dengan segala macam permainan setan kalian itu."
Badannya segera berkelebat menerjang ke hadapan Leng
Poo Sianci, bentaknya keras, "Yong meay, tak usah banyak
ribut lagi dengan mereka lagi, mari untuk sementara waktu
kita bubar dulu!" Sepasang telapak tangannya segera direntangkan, tangan
kiri mengirim pukulan ke arah si bangau bermata satu Kweek
Hwie sedang tangan kanannya mengancam si kakek dewa
bertangan setan Im Khei. Siapa sangka kiranya kedua buah serangan tersebut hanya
suatu serangan gertakan belaka, sewaktu telapak tangannya
sudah berada di tengah jalan mendadak ia menarik kembali
bersama-sama didorong kembali ke depan.
Segulung angin pukulan yang tiada tara hebatnya bagaikan
angin taupan menggulung ke arah Khelah si Lhama berjubah
merah itu. Di dalam satu jurus tiga gebrakan semuanya dilakukan
dengan kecepatan laksana kilat, bahkan hampir-hampir
dilancarkan dalam waktu yang hampir bersamaan.
Si kakek dewa bertangan setan sekalian sama sekali tidak
menduga akan datangnya serangan tersebut, tak kuasa lagi
mereka kena didesak mundur ke arah belakang.
Menggunakan kesempatan itulah Leng Poo Sianci menarik
kembali pedangnya sambil mengundurkan diri kesisi Tan Kiabeng. Menghadapi situasi pada waktu itu, pemuda tersebut tiada
waktu untuk banyak bercakap lagi, ia segera menyambar
tangannya dan ditarik ke depan.
"Ayo ikut aku!" serunya.
Badannya dengan cepat menerjang ke depan, dengan
menggunakan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" ia membabat
kembali Sam Biauw Ci Sin.
Sam Biauw Ci Sin adalah panglima yang pernah menderita
kekalahan ditangannya, melihat angin pukulan pemuda
tersebut menerjang datang laksana mengamuknya ombak di
tengah samudra, tubuhnya buru menyingkir kesamping.
Dengan demikian si perempuan cantik dari balik kabutpun
berhasil meloloskan diri dari kurungannya.
Lok Tong sewaktu melihat murid kesayangannya bagaikan
singa betina hanya di dalam satu gerakan saja sudah berhasil
memukul kocar-kacir enam orang jagoan lihay dan menolong
kedua orang gadis tersebut dari kurungan.
Bahkan sekalipun "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang
datang sendiripun belum tentu bisa berbuat demikian, dalam
hati merasa amat girang sekali.
Mendadak ia membentak keras, sepasang tangannya
mengirim dua gulung angin pukulan gencar mendesak mundur
si Gien To Mo Lei kemudian badannya berkelebat naik ke atas
wuwungan rumah. "Loohu akan pimpin jalan, kalian semua ikutilah diriku!"
teriaknya keras. "Hmmm! Ingin melarikan diri?" dengus si kakek dewa
bertangan setan. "Heee.... heee.... dikolong langit tak ada
pekerjaan yang demikian mudahnya!"
Baru saja ucapannya selesai, sang badan tahu-tahu sudah
mencelat ke atas, tangan setannya laksana sambaran kilat
mencengkeram ujung baju Lok Tong.
Pada saat ia meloncat ke tengah udara itulah terdengar
Leng Poo Sianci tertawa dingin.
"Heee heee heee.... nonamu mau datang akan datang
sendiri, mau pergi akan sesuka hati, apa kau kira hanya
dihalangi oleh manusia manusia setan semacam kalian.... aku
lantas suka tinggal diam disini?"
Pedang pendeknya dengan dahsyat dikebutkan ke depan,
dengan menimbulkan cahaya keemas-emasan yang
menyilaukan mata ia membabat pinggul lawan.
Dikarenakan gadis cilik ini sudah menderita rugi maka
serangan pedangnya kali ini telah menggunakan dua belas
bagian tenaga murninya, sudah tentu kedahsyatannya tiada
tara lagi. Kendati si kakek dewa bertangan setan memiliki ilmu silat
aliran hitam yang maha lihay tetapi ia tidak berani bentrok
secara kekerasan dengan pedang pusaka tersebut.
JILID: 4 Kaki serta tangannya dengan cepat ditarik ke belakang
kemudian bersalto beberapa kali diudara, bagaikan segulung
kabut hitam badannya melayang kembali ke atas permukaan
tanah. Menggunakan kesempatan itulah Leng Poo Sianci serta si
perempuan cantik dari balik kabut dengan ringan meloncat
naik ke atas wuwungan rumah.
Kebetulan waktu itu Tan Kia-beng pun sedang melayang
naik ke atas wuwungan rumah dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh "Mao Hoo Sin Lie"nya yang sangat luar
biasa, dengan demikian ia tiba satu langkah terlebih dahulu.
Mendadak pemuda itu putar badan sambil membentak
keras, pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya
diloloskan dari sarung diantara rentetan cahaya biru yang
terasa amat dingin membentuk serentetan pelangi panjang
tahu-tahu golok lengkung dari Gien To Mo Lei kena terbabat
putus jadi dua bagian, sedang rambut Sam Biauw Ci Sin yang
kacau terurai itupun kena terbabat purus hampir separoh
bagian. Pedang pusaka ini benar-benar luar biasa lihaynya, seketika
itu juga kena terdesak mundur ke belakang dan melayang
kembali ke atas permukaan tanah di dalam ruangan besar itu.
Sambil melintangkan pedang pusakanya di depan dada
dengan sikap yang amat angker Tan Kia-beng berdiri di atas
wuwungan rumah. "Suhu! kalian berangkatlah terlebih dahulu, aku mau lihat
siapa lagi yang berani menghalangi kita" serunya sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
Para jago-jago dari Isana Kelabang Emas bukan
dikarenakan terpengaruh oleh sikap Tan Kia-beng yang sangat
mengerikan itu sebaliknya disebabkan ia jauh berada di atas
wuwungan rumah apalagi ditangannya mencekal sebilah
pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang amat tajam. Mungkin
sekali pun majikan Kelabang Emas datang sendiri pun belum
tentu bisa menerjang ke atas.
Oleh karena itu, walaupun di tengah kalangan ada lima,
enam orang jago-jago lihay dari Isana Kelabang Emas tak
seorangpun diantara mereka yang berani meloncat naik ke
atas wuwungan rumah. Menanti mereka merasa lewat pintu pun bisa, ketika itulah
Tan Kia-beng sudah tertawa panjang, mendadak tubuhnya
mencelat setinggi tujuh, delapan kaki kemudian meluncur ke
arah perginya "Ban Lie Im Yen" Lok Tong sekalian.
Setelah Tan Kia-beng berhasil meloloskan diri dari kejaran
jago-jago Isana Kelabang Emas dan menyandak Lok Tong
sekalian, kembali mereka melakukan perjalanan selanjutnya
satu jam lamanya sehingga akhirnya tiba di depan sebuah kuil
kecil. Lok Tong langsung memimpin mereka menuju kehalaman
belakang kuil tersebut lalu masuk ke dalam sebuah kamar
hweesio. Kuil tersebut sangat aneh, kecuali seorang hweesio tua
yang ada di dalam kamar serta seorang hweesio cilik tidak
tampak pendeta pendeta lainnya.
Agaknya si "Ban Lie Im Yen" kenal benar dengan si hweesio
tua itu, setelah masuk ke dalam kamar dia sama sekali tidak
mengganggu hweesio tersebut sebaliknya mencari kursi lalu
duduk. Terpaksa Si perempuan cantik dari balik kabut, Leng Poo
Sianci serta Tan Kia-beng pun masing-masing mencari tempat
duduknya sendiri untuk menanti.
Si hweesio cilik setelah menyuguhkan air teh buat mereka,
dengan kepala yang ditundukkan rendah-rendah segera
mengundurkan diri. Perlahan-lahan Lok Tong mengangkat cawan air tehnya
untuk diteguk dua tegukan, setelah itu ia baru menoleh ke
arah Si perempuan cantik dari balik kabut beserta Leng Poo
Sianci. Baru saja menerima bantuan dari nona berdua, Loolap
merasa berterima kasih sekali. Entah siapakah kalian berdua
dan berasal dari perguruan mana?"
"Enci ini adalah si perempuan cantik dari balik kabut yang
sangat terkenal didaalm dunia kangouw, nona Loo Cui Thay"
buru-buru Tan Kia-beng memperkenalkan kedua orang nona
itu kepada suhunya "Dan dia adalah nona Cha, mutiara
kesayangan dari Hay Thian Sin Shu cianpwee"
"Ehmmm....! dibawah pimpinan panglima kenamaan
selamanya tak ada tentara lemah" seru Lok Tong sambil
mengangguk "Tidak aneh kalau ilmu pedang nona Cha sangat
tinggi" "Aaaoh....! Loocianpwee terlalu memuji!" kata Leng Poo
Sianci sambil mencibirkan bibirnya dan tertawa.
Lok Tong kembali menoleh ke arah si perempuan cantik
dari balik kabut, ujarnya lagi, "Senjata rahasia yang nona
gunakan apakah bernama pasir beracun Chiet Cay Kut Sin
Sah?" Lok Cui Tay mengangguk. Agaknya si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong hendak
mengucapkan sesuatu, ia memandang sekejap ke arah Leng
Poo Sianci tetapi lantas dibatalkan kembali niatnya. buru-buru
si orang tua itu berganti bahan pembicaraan.
"Walaupun ini hari pihak Isana Kelabang Emas tidak
berhasil mencapai tujuannya, Loohu duga mereka pasti tak
akan berdiam diri, seratus li disekitar tempat ini merupakan
daerah kekuasaannya. kita tak boleh tidak harus melakukan
persiapan untuk menghadapi mereka".
"Apa yang perlu ditakuti?" sambung Leng Poo Sianci
dengan cepat. "Jika mereka berhasil mencari datang,
bukankah hal ini semakin bagus lagi" dengan meminjam
kesempatan ini kita hajar mereka sampai hancur lebur".
Si perempuan cantik dari balik kabut yang berdiri disamping
sehabis mendengar perkataan tersebut segera mengerling
sekejap ke arahnya lalu tertawa dingin tiada hentinya.
Sewaktu berada di dalam keadaan kritis tadi Leng Poo
Sianci tidak begitu memperhatikan keadaan dari si perempuan
cantik dari balik kabut ini, kini ia merasa gadis dengan model
nyonya muda ini terasa sangat tak cocok di dalam
pandangannya, mendengar pula Tan Kia-beng memanggil
dirinya dengan sebutan enci, hal ini semakin membuat hatinya
merasa tak senang. Pokoknya ia menaruh perasaan anti pati terhadap si
perempuan cantik dari balik kabut ini, apa lagi baru saja
terdengar olehnya perempuan tersebut tanpa sebab sudah
tertawa dingin, tak kuasa lagi matanya segera melotot lebarlebar. "Apa yang kau tertawakan?" tegurnya ketus.
"Hiii.... hiii hiii.... aku mentertawakan kau masih terlalu
polos dan lucu! Kalau memang kau benar-benar ada
kepandaian mengapa tadi sewaktu bergebrak tak kau
hancurkan saja mereka mereka itu?" seru si perempuan cantik
dari balik kabut sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Apa" jadi kau tidak puas dengan diriku?" teriak Leng Poo
Sianci meloncat bangun. "Aduuuh! Aduuuh! Moay-moay cilik, kau jangan aseran
begitu! terus terang saja aku beri tahu kepadamu! aku si enci
tua sama sekali tiada maksud berebut dengan dirimu, kaupun
tidak perlu mencari gara-gara dengan diriku. Cuma saja.... aku
hendak peringatkan kepadamu, setelah bertemu dengan si
Loo sat serta nona pemilik istana lain kau harus lebih berhatihati! Hiii.... hiii.... hiii...."
Selesai tertawa cekikikan si perempuan cantik dari balik
kabut lantas meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Mendengar perkataan tersebut kontan saja Leng Poo Sianci
menjejakkan kakinya ke atas, pedang pendek diloloskan dari
sarung dan siap-siap melakukan pengejasan.
Tetapi gerakannya ini keburu kena dicegah oleh Tan Kiabeng, terdengar pemuda itu berteriak cemas, "Encie Thay, kau
kembalilah, mengapa hanya disebabkan urusan kecil kau
harus meninggalkan tempat ini?"
"Kau boleh berlega hati!" terdengar suara tertawa merdu
dari si perempuan cantik dari balik kabut bergema datang.
"Encimu sudah berusia lanjut. Mana mungkin aku bisa
menaruh rasa marah terhadap si moay-moay cilik yang belum
tahu urusan! sebetulnya aku masih ada urusan penting yang
harus dikerjakan. Kita bertemu lain kali saja!"
Suasana seketika itu juga berubah jadi sunyi kembali,
agaknya dia sudah pergi amat jauh sekali.
Leng Poo Sianci ternyata masih sangat polos dan lucu,
setelah melihat si perempuan cantik dari balik kabut pergi dari
sana tak terasa lagi ia tertawa cekikikan, di dalam hatinya
terlintas suatu senyum kemenangan.
"Ban Lie Im Yeng" Lok Tong yang selama ini memandang
seluruh kejadian itu dari samping dalam hati merasa amat
paham, dengan pengalamannya yang amat luas ada peristiwa
apa yang berhasil mengelabuhi dirinya"
Teringat akan kata-kata si perempuan cantik dari balik
kabut yang mengungkap soal Loo Sat serta putri keraton
tersebut, ia lantas mengamati mereka itu, tentunya kawankawan Tan Kia-beng pula, hal ini membuat dia diam-diam


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghela nafas panjang. "Heei.... bocah ini bukan saja memiliki nafsu membunuh
yang luar biasa, mungkin soal asmarapun tidak kalah
beratnya, bilamana dia tidak suka menjaga diri baik-baik
kemungkinan sekali dirinya bakal terkubur di dalam soal cinta
asmara tersebut...."
Selama ini di dalam hati Tan Kia-beng hanya menguatirkan
cara hidup suhunya selama tiga tahun ini, sudah tentu dia tak
ada niat sama sekali untuk mengurusi soal muda mudi, apalagi
terhadap Leng Poo Sianci, pemuda tersebut semakin tidak
menaruh apa apa lagi, melihat antara kedua orang gadis itu
yang satu pergi dan yang lainnya tertawa, ia lantas putar
badan menghadap suhunya. "Suhu! bagaimana kau orang tua bisa tahu kalau orangorang Isana Kelabang Emas bisa mencari datang" bagaimana
mereka tahu pula jika kau orang tua bersembunyi di dalam
kuil Bu Lah Sie?" "Heeei.... sebetulnya persoalan ini amat panjang jika
diceritakan...." Dengan cepat ia mulai menceritakan kisahnya selama tiga
tahun ini. Kiranya si "Ban Lie Im Yeng" Lok Tong yang selama hidup
terus menerus mengembara bukan saja sahabat sahabatnya di
dalam dunia kangous amat banyak bahkan berita yang
didapatkan sangat lancar.
Sebelum Cu Swie Tiang Cing sekalian berangkat ke gurun
pasir secara samar-samar ia sudah merasakan adanya suatu
kekuatan yang timbul di tengah gurun dan secara perlahanlahan sedang menyebarkan pengaruhnya ke daerah
Tionggoan tanpa diketahui maksudh tujuannya.
Setelah kejadian itu si Cu Swie Tiang Cing sekalian
diundang ke gurun pasir dan sejak itu lenyap tak berbekas, ia
segera mulai merasakan bagaimana menakutkannya kekuatan
tersebut, atau kemungkinan sekali tidak lama lagi pengaruh
tadi akan menyebar ke daerah Tionggoan dan menimbulkan
suatu badai pembunuhan yang sangat mengerikan.
Dengan adanya kejadian tersebut, dia lantas mengambil
keputusan untuk berangkat ke gurun pasir guna melihat lihat
keadaan. Sedikitpun tidak salah! tidak lama setelah ia tiba di
gurun pasir Lok Tong segere menemukan sumber dari
kekuatan di gurun pasir tersebut yaitu kekuatan Isana
Kelabang Emas yang memiliki pengaruh amat besar sekali.
Ketika itu iapun ada maksud hendak menyelundup masuk
ke dalam Isana Kelabang Emas untuk melakukan
pemeriksaan, siapa sangka belum sampai tiba di dalam istana
ia kepergok dan hampir-hampir saja kena ditawan.
Semenjak kejadian itu, ia mulai merasa bahwa istana iblis di
tengah gurun pasir ini penuh diliputi oleh kemisteriusan serta
kengerian. Cu Swie Tiang Cing sekalianpun tentu sudah
terjatuh ketangan mereka.
Demi lancar serta suksesnya tindakan penyelidikan
tersebut, akhirnya dengan tak tiada sayangnya ia cukur
rambut sendiri menjadi seorang hweesio dikuil Bu Lah Sie.
Sudah tentu menjadi hweesio adalah palsu sedang
menyelidiki gerak gerik dari Isana Kelabang Emas serta
mencari berita tentang kawab karibnya Tan Ci Liang adalah
tujuannya yang paling utama.
Karena pihak Isana Kelabang Emas kebanyakan menerima
jago-jago Bulim baik dari kalangan Hek-to maupun dari
kalangan Pek-to di dalam jumlah yang besar, maka jago-jago
yang ada disana pun bercampur sangat banyak sekali.
Si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong bukanlah seorang jagoan
yang tak ternama di dalam Bulim, tidak beruntung suatu hari
ia kepergok hingga tak terhindar lagi terjadilah suatu
pembunuhan secara besar-besaran terhadap seluruh isi kuil Bu
Lah Sie. Membicarakan soal pembunuh berdarah di dalam kuil Bu
Lah Sie, tak kuasa lagi Lok Tong menghela napas panjang.
Kematian yang mengerikan dari para pendeta tersebut jelas
disebabkan oleh kehadirannya disana, jikalau bukannya dia
bersembunyi di dalam kuil Bu Lah Sie tersebut, bagaimana
mungkin bisa memncing napsu membunuh dari orang-orang
Isana Kelabang Emas"
Selesai mendengarkan kisah yang diceritakan oleh suhunya,
Tan Kia-beng tak kuasa menahan rasa gusar dihatinya lagi
dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat serunya gusar.
Tindak-tanduk dari orang-orang Isana Kelabang Emas amat
ganas, kejam serta telengas tecu bersumpah pasti akan
membasmi habis mereka semua.
Lok Tong yang melihat wajah murid kesayangannya penuh
diliputi oleh nafsu membunuh sehingga kelihatan sangat
menakutkan sekali hatinya tak terasa rada bergerak.
Urusan ini tak boleh dikerjakan mengikuti nafsu, dengan
cepat hiburnya. Di dalam Isana Kelabang Emas banyak
bersembunyi naga-naga sakti serta macan-macan ganas,
sebagai otak dari seluruh perbuatan ini adalah seorang musuh
tangguh yang sangat menakutkan sekali.
Ia merandek sejenak, lalu sambil menoleh ke arah Leng Poo
Sianci sambungnya kembali.
"Telah lama loolap tak mendengar berita tentang ayahmu,
apakah dia masih baik-baik saja?"
"Terima kasih atas perhatian cianpwee!" sahut Leng Poo
Sianci dengan penuh rasa hormat, "Ilmu Lei Hwee Sin Kang
yang dilatih ayahku sudah hampir mencapai pada taraf
kesempurnaan." Secara mendadak Lok Tong menanyakan tentang keadaan
Hay Thian Sin Shu, hal ini sudah tentu menyangkut soal bala
bantuan, sebaliknya Tan Kia-beng yang disebabkan masih
terbayang oleh kejadian pembunuhan kejam yang dilakukan
jago-jago Isana Kelabang Emas terhadap para hweesio kuil Bu
Lah Sie dalam hati merasa amat murka.
"Suhu!" mendadak teriaknya kembali. "Sebenarnya Isana Kelabang Emas terletak di mana" Bagaimana kalau malam ini
juga kita pergi melakukan pemeriksaan?"
"Tindakan yang sangat berbahaya ini sama sekali tiada
gunanya bagi kita" "Tapi paling sedikit kita bisa mencari tahu keadaan dari si
Cu Swie Tiang Cing, Tan Ci Liang!"
"Iiih...."!! agaknya kau menaruh rasa kuatir terhadap
dirinya, apakah...."
"Benar, tecu pernah mendengar orang lain mengungkap
soal yang menyangkut thayhiap ini, aku menaruh rasa hormat
dan kagum terhadap dirinya."
Ketika itulah Lok Tong baru bisa menghembuskan napas
lega, diam-diam pikirnya, "Pada saat dan keadaan seperti ini,
aku tidak seharusnya menceritakan kejadian yang
sesungguhnya" Dengan cepat ujarnya, "Tan Thayhiap adalah satu-satunya
kawan karib dari suhumu selama ini, orang ini bukan saja
memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat lihay bahkan
semua jago-jago Bulim pada menaruh rasa hormat terhadap
dirinya, perjalananku selama ini boleh dikata hampir separuh
bagian disebabkan hendak mencari tahu keadaan dari kawan
karibku itu." "Semoga dia masih hidup sehat sehat di dalam dunia!" tak
terasa lagi Tan Kia-beng berseru.
Setelah merandek sejenak, tambahnya, "Semisalnya
berhasil menemui dia orang tua, tecu bersiap-siap ingin minta
petunjuk mengenai rahasia yang terdapat di dalam pedang
pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam!"
"Pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam?" mendadak Lok
Tong berseru dengan sepasang mata dipentangkan lebarlebar. Dengan perasaan tegang tanyanya lebih lanjut.
"Bagaimana mungkin pedang pusaka tersebut bisa jatuh
ketanganmu?" Saat inilah ia baru teringat bila murid kesayangannya ini
sudah penuh diliputi oleh keadaan aneh dan misterius.
"Pedang itu dihadiahkan Mo Cuncu kepadaku, cuma saja
sampai ini hari tecu masih belum mengerti jelas ilmu pedang
itu menurut perkataan Ui Liong supek, katanya di dalam Bulim
pada saat ini kemungkinan sekali cuma 'Cu Swie Tiang Cing'
Tan Thayhiap seorang yang tahu.
Sembari berkata ia melepaskan pedang Giok Hun Kiam itu
lalu diangsurkan ketangan Lok Tong.
Lok Tong segera menerima pedang itu dan diperiksanya
sebentar, terakhir dengan perasaan heran, tanyanya lagi,
"Secara bagaimana kau bisa kenal dengan Ui Liong
Tootiang"...." Tan Kia-beng lantas menceritakan seluruh kisahnya sejak
malam itu ia mendatangi istana Cun Ong-hu hingga ia tiba di
gurun pasir hari ini, diantara seluruh kisah tersebut ia hanya
menyembunyikan kisahnya sewaktu menerima kepandaian
silat peninggalan Han Tan Loojien.
Hal ini disebabkan ada Leng Poo Sianci disisinya.
Setelah habis mendengarkan kisah tersebut lama sekali Lok
Tong termenung berpikir keras, mendadak ia menepuk
pahanya. "Aaah! benar!" teriaknya marah "Seluruh kejadian ini
kemungkinan sakali ditimbulkan dari soal Mo Cun-ong...."
Setelah mengumbar hawa amarahnya beberapa waktu,
perlahan-lahan ia berhasil menenangkan hatinya kembali, ia
lantas menyembahkan pedang pusaka tersenut ketangan Tan
Kia-beng. "Coba bawa kemari daftar hitam itu biar aku periksa
sebentar" Akhirnya sambil membaca nama nama yang tercantum di
dalam daftar hitam itu ia mengangguk tiada hentinya, selama
ini entah sudah beberapa kali air mukanya berubah, hal ini
jelas sekali menunjukkan bila ia sedang berusaha keras untuk
mengingat ingat kembali kejadian yang pernah berlangsung
pada sepuluh tahun berselang.
Tan Kia-beng yang melihat suhunya sedang termenung tak
terasa lagi ia lantas mengalihkan sinar matanya ke arah Leng
Poo Sianci. Kiranya ketika itu sepasang mata yang jeli dari gadis cilik itu
sedang memperhatikan sang hweesio tua yang sedang
bersemedi. Mengikuti pandangan matanya iapun ikut mengalihkan sinar
matanya ke atas tubuh si hwesio itu, tetapi sebentar kemudian
hatinya sudah terasa amat terperanjat.
Walaupun alis serta rambut hwesio ini telah memutih
semua tetapi wajahnya berwarna merah seperti bayi.
Sepasang tangan dan kukunya yang panjang berwarna putih
halus, sedikit keriputpun tidak kelihatan.
Hal yang paling mengejutkan dirinya adalah kulit badan dari
hwesio tua itu ternyata bisa berubah jadi putih dan sebentar
lagi berubah jadi hijau mengikuti pernafasannya.
Leng Poa Sianci yang kesemsem oleh kejadian tersebut
sebetulnya tidak lebih dikarenakan perasaan ingin tahu saja,
sebaliknya Tan Kia-beng yang mempunyai kepandaian silat
amat tinggi, ia berani memastikan bila tenaga dalam dari
hwesio ini sudah berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan
yang tiada taranya, tak terasa lagi diam-diam pikirnya, "Suhu
kalau memang sudah ada seorang kawan seperti sihwesio tua
ini, mengapa ia bisa terjatuh ke tangan orang-orang Isana
Kelabang Emas itu?" Selagi ia berdiri termangu-mangu itulah, mendadak
terdengar Lok Tong bergumam seorang diri, "Mencari dapat
daftar hitam, mengikuti isi daftar melakukan pembasmian"....
Siapakah yang memiliki dendam sakit hati sedalam ini".... hal
ini benar-benar membuat aku jadi kebingungan, kiranya pihak
Isana Kelabang Emas bukan cuma ingin menjagoi seluruh
Bulim saja!...." Mendadak ia mendongakkan kepalanya.
"Beng jie! untuk sementara waktu simpanlah daftar hitam
itu baik-baik, untuk sementara ini aku masih belum tahu
siapakah yang memegang pucuk pimpinan di dalam Isana
Kelabang Emas?" katanya perlahan "Apakah tujuan yang
sebenarnya akupun belum tahu, tetapi.... setelah bertemu
muka dengan si 'Cu Swie Tiang Cing' Tan thayhiap atau Ui
Liong Tootiang sekalian pasti persoalan ini bisa diketahui"
Sudah lama Tan Kia-beng ingin bertemu muka dengan
suhunya, kini setelah berjumpa banyak persoalan yang semula
ingin ditanyakan kini satupun tak teringat kembali.
Kini setelah mendengar suhunya mengungkap kembali
nama Ui Liong Tootiang, mendadak sambungnya, "Suhu! Ui
Liong supek pun sudah mendatangi gurun pasir"
"Kapan ia berangkat?"
Agaknya Lok Tong menaruh perasaan sangat kuatir
terhadap keselamatan Ui Liong Tootiang yang mendatangi
gurun pasir sehingga hampir-hampir saja ia meloncat bangun
dari tempat duduknya. "Ia berangkat beberapa hari lebih pagi dari tecu"
"Heeei...." Lok Tong mengerti jelas akan sifat dari Ui Liong Tootiang,
kini ia sudah mengetahui gurun pasir sembilan puluh belas
tanpa berpikir panjang lagi ia pasti secara langsung sudah
menerjang masuk ke dalam Isana Kelabang Emas, dengan
demikian maka keadaannya jadi sangat berbahaya.
Bukan Ui Liong Supek saja yang telah datang, bahkan
suhengku Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong serta budak Cian
pun telah datang semua"
"Apa" Si Penjagal Selaksa Lie, Hu Hong suhengmu?"
Paras muka Lok Tong kontan saja berubah sangat hebat,
karena di dalam bayangan Si Penjagal Selaksa Lie Hu Hong
adalah seorang iblis nomor wahid yang paling dibenci oleh
setiap orang Bulim, kini Tan Kia-beng telah menyebut dia
sebagai suhengnya, maka hal ini menunjukkan bahwa Tan
Kia-beng sudah menghianati perguruannya dan menerjunkan
diri ke dalam aliran iblis.
Tidak aneh kalau dalam waktu tiga tahun yang singkat ia
sudah berhasil memperoleh kemajuan yang sangat pesat.
Tan Kia-beng sendiripun merasa dirinya keterlanjuran
berbicara sehingga memancing perasaan salah paham dari
suhunya. Baru saja ia akan menjelaskan kisahnya dimana secara
kebetulan ia berhasil memperoleh ilmu ilmu silat peninggalan
dari Han Tan Loojien, Leng Poo Sianci yang masih lincah dan
polos itu sudah menimbrung dari samping.
"Eeei.... siapa itu sibudak Ciang?"
"Si Pek Ih Loo-Sat, Hu Siauw-ciang"


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendadak Leng Poo Sianci teringat akan perkataan si
perempuan cantik dari balik kabut mengatakan soal "Loo Sat"
itu, kemungkinan sekali yang dimaksudkan adalah orang ini.
Tak terasa lagi dengan rasa ingin tahu desaknya lebih
lanjut, "Eeei.... apakah hubungannya dengan dirimu sangat
baik?" Tan Kia-beng yang melihat wajah suhunya berubah sangat
dingin, sudah tentu pada saat ini tiada maksud untuk
berbicara lebih banyak lagi dengan dirinya.
"Ehmmm...." sahutnya singkat.
"Lalu mengapa kau tidak jalan bersama-sama dirinya?"
"Dalam keadaan mangkel dia datang mengejar ayahnya,
karena aku merasa kuatir dia mengalami sesuatu peristiwa
maka sengaja aku datang kemari mencari dirinya".
Beberapa patah perkataan tersebut semula diucapkan tanpa
maksud, tetapi didengar oleh gadis tersebut mempunyai
perasaan yang lain. Leng Poo Sianci yang sedang menaruh bibit cinta terhadap
diri pemuda tersebut, selama ini dengan penuh perasaan cinta
ia mengejar dirinya terus, oleh karenanya setiap kali menemui
urusan yang menyangkut soal Tan Kia-beng dengan anak anak
perempuan yang lain ia menaruh perhatian yang sangat
serius. Disamping itu iapun mempunyai perasaan lain jauh-jauh
Tan Kia-beng suka mendatangi gurun pasir hanya untuk
menyusul gadis hal ini membuktikan bila hubungan diantara
mereka berdua pasti sangat akrab hal ini sudah tentu
membuat hatinya merasa sangat tidak puas.
"Hmm! akan kulihat gadis itu cantiknya seperti apa
sehingga engkoh Beng tanpa ragu ragu sudah melakukan
perjalanan ribuan lie untuk menyusul dirinya" pikir si Leng Poo Sianci ini dalam hatinya waktu mendengar disebutnya nama Si
Penjagal Selaksa Lie, Hu Hong, di atas wajah Lok Tong sudah
terlintas hawa amarah, kini mendengar pula bila kedatangan
pemuda tersebut ke gurun pasir sama sekali bukan
dikarenakan merasa kuatir terhadap dia sebaliknya
dikarenakan sedang mengejar seorang gadis saja
Walaupun ia tidak kenal Hu Siauw-cian, tetapi gelarnya Pek
Ih Loo Sat cukup menunjukkan bila gadis tersebut bukanlah
seorang dari aliran lurus.
Dari Pek Ih Loo Sat ia teringat pula akan si perempuan
cantik dari balik kabut, hal ini membuat hawa amarahnya
memuncak. pikirnya dihati, "Kiranya binatang ini sudah
terpelosok kejalan yang salah, dengan tidak sayang-sayangnya
ia menghianati perguruan sendiri menerjunkan diri ke dalam
aliran iblis bahkan berkenalan pula dengan begitu banyak
perempuan perempuan aliran hitam. Heeei....! bukankah
susah payahku selama puluhan tahun hanya sia-sia belaka".
Dengan cepat ia mendengus berat.
"Hmmmm! tiga tahun kita tak bertemu maka kau benarbenar sudah memperoleh kemajuan yang sangat pesat."
Dasar sifat Tan Kia-beng memang jujur sederhana dan
polos, sama sekali tak terduga olehnya perasaan hati suhunya
pada saat ini ia berbalik malah mengira Lok Tong sedang
memuji dia. Buru-buru ujarnya dengan serius.
"Kesemuanya ini berkat doa restu dari suhu sehingga tecu
bisa memperoleh penemuan-penemuan yang diluar dugaan."
"Tutup mulut! Mulai saat ini aku larang kau memanggil aku
dengan sebutan suhu!" mendadak Lok Tong membentak
keras. Tindakannya ini bukan saja berada diluar dugaan Tan Kiabeng, bahkan Leng Poo Sianci pun merasa sangat terperanjat
sehingga membelalakkan sepasang matanya yang jeli dan
memandang sejenak ke arah Lok Tong lalu memandang pula
ke arah Tan Kia-beng dengan perasaan kebingungan.
Agaknya ia merasa heran mengapa diantara mereka guru
murid secara tiba-tiba bisa terjadi perpecahan.
Setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya, kembali
Tan Kia-beng memandang ke arah suhunya Lok Tong dengan
wajah kebingungan. "Suhu apa maksudmu" apakah Beng-jie sudah melakukan
sesuatu pekerjaan yang salah?" tanyanya.
"Hmmm! sekarang kau sudah berada di atas puncak pohon,
buat apa masih membutuhkan suhumu yang tiada berguna
ini?" Sehari sebagai guru selamanya menganggap seperti ayah
sendiri, walaupun Beng-jie sudah menjabat sebagai Teh Leng
Kauwcu, tetapi aku sama sekali tidak melupakan budi yang
amat besar dari suhu, apalagi Beng jie bisa memperoleh ilmu
silat peninggalan Han Tan Loojien pun hanya merupakan
suatu kejadian yang tidak disengaja!"
"Tidak sengaja?" jengek Lok Tong sambil tertawa dingin
tiada hentinya. "Apakah kau tak tahu, menghianati perguruan
adalah suatu pantangan besar bagi kita orang-orang Bulim?"
"Omintohud! Siancay.... siancay...." ketika itulah dari
samping mereka berkumandang suara pujian Sang Buddha
yang amat nyaring memotong pembicaraan antara guru
bermurid itu. Mereka bertiga bersama-sama menoleh ke arah samping,
tampaklah si hweesio tua yang sedang bersemedi di atas
pembaringan tersebut pada saat ini telah tersadar kembali.
Setelah memandang diri pemuda itu beberapa waktu
lamanya, perlahan-lahan ia berseru, "Baru saja siauw sicu
mengatakan bila kau sudah mewarisi seluruh kepandaian silat
dari Han Tan Loojien, apakah sungguh sungguh telah terjadi
peristiwa ini?" "Tecu tak berani berbohong!" buru-buru Tan Kia-beng
bangun berdiri sambil menjura.
Ia lantas mengambil keluar seruling pualam putih
peninggalan dari Han Tan Loojin sambungnya kembali,
"Bilamanya thaysu menaruh rasa curiga, seruling pualam ini
dapat dijadikan bukti."
"Haaa.... haaa haaa.... yang loolap curigai bukannya
tentang soal ini melainkan tentang kawan akrabku itu, ia
sudah lama mengundurkan diri dari dunia kangouw dan tidak
mencampuri urusan dunia lagi, bahkan tak mungkin masih
hidup sehat walafiat dikolong langit. Di tempat manakah siauw
sicu sudah berjumpa dengan dirinya" Coba kau ceritakanlah
dengan sejelas jelasnya," kata si hweesio tua itu sambil
tertawa terbahak-bahak dengan suara yang amat keras.
Tan Kia-beng terdesak, terpaksa ia menceritakan kisahnya
sejak terpukul jatuh ke dalam jurang oleh Heng-san It-hok
sehingga memperoleh ilmu silat peninggalan Han Tan Loojien.
Selesai mendengarkan kisah itu, kembali hweesio tua
tersebut tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... kiranya begitu! kalau begitu rejekimu
betul-betul sangat bagus sehingga secara tidak terduga
berhasil memperoleh penemuan aneh itu".
Perlahan-lahan ia lantas menoleh ke arah Lok Tong,
sambungnya sembari tertawa, "Lok sicu, kau sudah dengar
jelas belum" seharusnya kau tidak memaki lagi muridmu
sebagai penghianat perguruan bukan?"
Saat itulah Lok Tong baru merasa bila ia telah salah
menerka dan menuduh murid kesayangannya, tak terasa lagi
orang tua itu tertawa pahit.
"Jika betul-betul demikian adanya, cayhe pun tidak ada
pembicaraan lainnya lagi" sahutnya.
Mendadak sang hweesio tua itu meloncat bangun dari atas
pembaringan. "Heee....! Perebutan kekuasaan dan pengaruh di dalam
Bulim sudah mulai, bau amis darah mulai membasahi seluruh
permukaan tang, kini loolap sudah melepaskan diri dari soal
keduniawian dan tiada rasa tertarik untuk mencampuri urusan
itu lagi. Entah bagaimana akhirnya pertumpahan darah ini.
Loolap berharap sicu sekalian bisa mengingat baik-baik
pelajaran sang Buddha yang mengutamakan welas kasih dan
cinta kasih di dalam setiap perbuatan serta tindakan"
Selesai berkata, diantara berkelebatnya bayang abu-abu ia
sudah berlalu dari dalam ruangan.
Tan Kia-beng merasa setiap perkataan dari hweesio tua itu
secara diam-diam mengandung maksud yang mendalam,
bahkan terang-terangan sejak memperingatkan dirinya, buruburu lantas tanyanya, "Suhu, siapakah thaysu itu?"
"Akupun baru kenal dirinya pada beberapa waktu yang lalu,
selama ini yang kuketahui dia bergelar 'Hwee Huan',
bagaimanakah asal usulnya aku sama sekali tidak tahu" sahut
Lok Tong sambil menggeleng.
Tak terasa lagi Tan Kia-beng menggoyangkan kepalanya
berulang kali dengan rasa sedih, beberapa saat kemudian ia
baru berkata kembali. "Bilamana orang inipun merupakan jago lihay dari pihak
Isana Kelabang Emas, maka aku berani tanggung di dalam
Bulim pada saat ini tak seorangpun yang bisa menandingi
dirinya lagi." "Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Lok Tong terperanjat.
Tenaga dalamnya sudah berhasil dilatih hingga mencapai
pada taraf kesempurnaan yang tiada taranya bahkan yang
dilatih bukan kepandaian menurut ajaran Buddha sebaliknya
merupakan Sian Bun Sian Thian Khiekang yang disebut ilmu
'Hong Mong Ci Khie' tempo dulu Beng-ji pernah melihat murid
kesayangan dari majikan Isana Kelabang Emas pun
menggunakan kepandaian semacam ini maka dari itu aku
menaruh rasa curiga bila hweesio tua itu ada sangkut pautnya
dengan pihak Isana Kelabang Emas.
Disebabkan berulang kali Tan Kia-beng menemui kejadiankejadian aneh dan kepandaian silat yang dimiliki pada saat ini
pun sudah jauh lebih hebat berpuluh puluh lipat dari
kepandaiannya tempo dulu maka Lok Tong mau tak mau
harus mempercayai apa yang diucapkan oleh murid
kesayangannya ini. Tak terasa lagi hatinya merasa semakin
murung, ia merasa jika anak murid pihak Isana Kelabang
Emas memiliki kepandaian Sian Bun Sian Thian Khiekang yang
sedemikian dahsyatnya, bagaimana pula dengan kepandaian
silat majikan Isana Kelabang Emas sendiri"
Tan Kia-beng yang melihat suhunya lama tidak buka suara,
kembali menambahi kata-katanya, "Ilmu Hong Mong Cie Khie
kendati sangat dahsyat dan tiada tandingan, tetapi ilmu itu
pun bukannya sebuah ilmu sakti yang tak bisa dipunahkan,
Beng Jie sudah mengambil keputusan malam ini juga
berangkat keIsana Kelabang Emas untuk melakukan
pemeriksaan, jika semisalnya Ui Liong supek betul-betul sudah
tiba diantara Kelabang Emas, akupun bisa menyambut
kedatangannya dengan baik"
Pada mulanya Lok Tong menganggap urusan ini sangat
berbahaya dan harus bertindak hati-hati tetapi mendengar
kawan karibnya Ui Liong-ci pun telah tiba di gurun pasir, ia tak
dapat menahan sabar lagi.
"Heee.... urusan sudah jadi begini, apa yang terjadi
terpaksa kita harus menempuh bahaya dengan untuk
melakukan penyelidikan" katanya sembari menghela napas
panjang "Cuma saja.... bagaimanapun juga lebih baik asal usul
kalian jangan ditunjukkan dan bilamana perlu kita harus
bergerak secara terpisah untuk berkumpul kembali di dalam
kuil ini" Kepada Leng Poo Sianci kembali sambungnya, "Lebih baik
nona Cha tinggal disini saja dan tidak perlu ikut menempuh
bahaya" Sifat Leng Poo Sianci suka bergerak, apalagi jalan bersama
sema Engkoh Beng nya Mana mungkin dia suka melepaskan
kesempatan yang sangat baik ini.
"Aku tidak boleh ikut"!" serunya sambil mencibirkan bibir
yang kecil. jika aku ikut baling pergi sama artinya kalian sudah
memperoleh seorang pembantu lagi" apalagi akupun tidak
akan merepotkan kalian."
Lok Tong tak bisa berbuat apa apa lagi, terpaksa ia
mengabulkan permintaan gadis itu.
Demikianlah mereka bertiga lantas menginggalkan kuil kecil
itu berangkat menuji ke Isana Kelabang Emas.
Setelah berlari cepat kurang lebih satu jam lamanya,
sampailah mereka di depan sebuah bangunan perkampungan
yang besar dan megah. Ketika itu waktu menunjukkan kentongan pertama, suasana
terasa amat sunyi dan hening, Lok Tong segera menggapi ke
arah kedua orang itu untuk duduk disisi badannya.
Setelah itu si orang tua tersebut melukiskan sebuah peta di
atas tanah, inilah peta dari Isana Kelabang Emas yang
diselidikinya hampir menghabiskan waktu tiga tahun.
Kendati begitu, lukisan peta itupun tidak lebih hanya
merupakan suatu petunjuk secara kasarnya saja.
Sambil menuding kerah peta tadi, terdengar si orang tua
berbisik ke arah mereka berdua, "Isana Kelabang Emas ini
dibangun berdempetan dengan bukit, belakang istana
merupakan suatu tebing yang curam dan tak ada jalan yang
dapat menembusi tempat tersebut. Sebelak kanan merupakan
sebuah sungai dengan aliran yang besar. Dari empat penjuru
cuma dari depan serta sebelah kiri saja yang bisa ditembusi
tetapi harus melewati dulu sebuah hutan belantara yang amat
lebat. Sedangkan di dalam sana adakah jebakan atau tidak
aku tidak begitu paham, mari kita membagi diri menjadi dua
rombongan, hati-hatilah menerjang kesana! Loohu akan
berangkat terlebih dulu"
Ia berhenti sejenak, lalu sambungnya kembali, "Ingat! bila
dapat menahan sabar, janganlah bergerak dengan mereka,
seluruh peristiwa kita hadapi sesuai dengan keadaan, setelah
urusan selesai kita berjumpa kembali di dalam kuil kecil
tersebut." Selesai pemberian pesan wanti-wanti, ia segera menghapus
peta yang dilukis di atas tanah tadi kemudian meloncat
bangun dan bergerak menuju ke arah depan.
Selama ini Tan Kia-beng belum pernah melihat suhunya
merasa setegang ini hari, ia tahu istana iblis tersebut tentu
sangat luar biasa bahayanya.
Karena takut sifat Leng Poo Sianci terlalu berangasan
sehingga menggagalkan rencana, buru-buru pesannya pula,
"Tujuan kita pada malam ini hanyalah melakukan pemeriksaan
atas kenyataan yang ada disana, bilamana ada urusan harap
kau bersabar diri sehingga tidak sampai terjadi bentrokanbentrokan yang tidak diinginkan!"
"Buat apa kau begitu cerewet?" bukankah suhumu sudah
mengatakan sangat jelas" aku belum tuli"


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Kia-beng yang ketanggor batunya dengan mendongkol
bungkam kembali, tubuhnya segera bergerak menuju hutan
lebat di sebelah kiri. Melihat pemuda tersebut berkelebat pergi meninggalkan
dirinya, dengan hati cemas Leng Poo Sianci lantas melakukan
pengejaran ke arah pemuda tersebut.
"Engkoh Beng, kau marah?" tegurnya dengan suara lirih.
Dengan cepat Tan Kia-beng menggoyangkan tangannya
mencegah ia banyak berbicara, karena pada saat itu mereka
sudah dekat sekali dengan tepi hutan. Semisalnya di dalam
hutan itu ada jago-jago yang sedang melakukan perondaan
maka jejak mereka mudah sekali diketahui.
Mereka berdua dengan gerakan yang gesit dan lincah
berkelebat menembusi hutan. Kini Isana Kelabang Emas yang
tinggi besar serta angker sudah berada di depan mata.
Untuk memasuki istana tersebut, mereka harus melewati
terlebih dahulu sebuah tanah lapang yang sangat luas, dengan
demikian mau tak mau mereka harus bersikap lebih berhatihati. Setelah memeriksa keadaan di sekelilingnya beberapa
waktu, terdengar Leng Poo Sianci berseru dengan suara yang
lirih "Ayoh cepat jalan! apa yang kau takuti?"
Sreet!! dengan kecepatan laksana sambaran kilat ia
menerjaang keluar dari hutan langsung melayang ke arah
pinggiran tembok pekarangan yang amat tinggi.
Tan Kia-beng pun segera mengikuti jejak gadis tersebut
melayang ke samping tembok pekarangan.
Ternyata tinggi tembok tersebut kurang lebih ada dua kaki
tingginya, orang-orang kangouw biasa mungkin sukar untuk
melewati tembok itu, tetapi bagi sepasang muda mudi ini hal
tersebut bukan merupakan suatu pekerjaan yang sulit.
Setelah memberi tanda kepada gadis tersebut, laksana
segulung asap hijau Tan Kia-beng melayang naik ke atas
tembok pemisah setelah memeriksa kembali keadaan di
sekeliling disana ia baru meluncut ke atas sebuah pohon Siong
yang berdaun lebat. Sebentar kemudian terasalah sambaran dingin lewat, Leng
Poo sianci pun telah tiba disisinya.
Baru saja mereka berdua menyembunyikan jejaknya,
mendadak.... "Bangsat! nyalimu benar-benar sangat besar! apa kau kira
Isana Kelabang Emas bisa kalian masuki dengan
sembarangan?" serentetan suara teguran yang amat kasar
bergema memenuhi angkasa.
Dalam keadaan terperanjat Leng Poo Sianci segera
mencabut keluar pedang pendeknya, tetapi tindakan tersebut
keburu dicegah oleh Tan Kia-beng.
"Haaaa.... haaaa.... haaaaa.... Isana Kelabang Emas bukan
telaga naga maupun sarang macan, Too ya berkeinginan
datang segera akan datang, mau pergi segera pergi. ada siapa
yang berani menghalangi niatku ini?" dari tempat kejauhan
segera berkumandang suara jawaban dari seseorang diiringi
suara gelak tertawa yang amat keras.
"Akh....! Ui Liong supek," diam-diam pikir Tan Kia-beng di dalam hati.
Pada waktu itulah tampak sesosok bayangan manusia
berkelebat ke tengah udara dari balik tumbuhan bunga yang
lebat kemudian langsung melayang turun ke depan gunung
gunungan. Dia adalah seorang kakek tua berjubah Toosu yang
memelihara jenggot panjang dan bergaya laksana seorang
dewa. Orang itu bukan lain adalah Ui Liong Tootiang adanya.
Diikuti dua kali suara bentakan yang amat keras bergema
memekikkan telinga, dua orang Bu su dengan dandanan suku
Biauw dan mencekal golok besar yang memancarkan cahaya
kebiru biruan menyerang datang dari sebelah kiri serta
sebelah kanan. Melihat datangnya serangan tersebut Ui Liong Tootiang
segera mendengus dingin, ujung jubahnya dikebutkan ke
depan mengirim sebuah pukulan dahsyat.
Kedua orang yang sedang menubruk datang itu bagaikan
terbentur dengan selapis tembok hawa murni yang sangat
kuat, dengan sempoyongan mundur ke arah belakang. Diiringi
suara teriakan ngeri mereka berdua segera menggeletak ke
atas tanah dan putus nyawa.
Ui Liong-ci kembali tertawa terbahak-bahak, ujung
jubahnya dikebutkan ke depan untuk melayang kembali ke
arah depan. Tiba-tiba.... Sesosok bayangan hitam bagaikan seekor burung elang
kembali menubruk ke arah bawah.
"Hey hidung kerbau ku, kalau sudah berani masuk ke dalam
Isana Kelabang Emas jangan keburu pergi lagi!" bentak orang
itu dengan dingin. Braaak! Bluuuummm....! di tengah suara bentrokan keras
yang menimbulkan gelombang angin dahsyat, masing-masing
pihak sudah saling mengadu tenaga lweekang di tengah
udara. Diantara berkibarnya ujung jubah, Ui Liong-ci kembali
melayang turun ke atas permukaan tanah.
Sebaliknya bayangan hitam itupun terpental ke atas
angkasa sehingga berjumpalitan beberapa kali lalu melayang
turun ke atas tanah disebelah sana.
Kiranya orang itu adalah si kakek dewa bertangan setan Im
Khei adanya. Di dalam bentrokan kekerasan barusan ini agaknya masingmasing pihak sudah bisa mengerti akan kekuatan masingmasing. Kendati di dalam hal tenaga dalam si kakek dewa bertangan
setan rada kalah setingkat, tetapi ia tidak suka mundur hana
disebabkan oleh persoalan ini.
"Heee.... heee.... heee.... kawan! kalau kau sudah berani
mendatangi Isana Kelabang Emas ini, tentunya kaupun sudah
tidak ingini nyawamu lagi bukan.... heee.... heee.... mengapa
tidak sekalian tinggalkan namamu?"
"Pinto adalah Ui Liong-ci, bilamana ingin mengadu
kepandaian aku rasa kau masih belum berhak untuk bergebrak
melawan diriku, lebih baik panggil saja majikan Isana
Kelabang Emas untuk keluar menemui diriku."
"Hmm! kau hidung kerbau lebih baik tidak usah berlagak
sok! di dalam kalangan Bulim di daerah Tionggoan
kemungkinan sekali kau masih ada satu bagian, tetapi kita dari
pihak Isana Kelabang Emas tidak akan memberi kesempatan
buat manusia macam kau untuk unjukkan kelihayan disini,
mari, mari sini! anggap saja aku si kakek dewa bertangan
setan lagi sial dan akan menghantar kau kembali ke akherat."
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan,
terdengarlah suara gemerutuknya tulang-tulang dengan
kerasnya. Sepasang lengan si kakek dewa bertangan setan
yang kurus kering secara mendadak bertambah panjang
setengah depa, sedang tubuhnyapun mendesak semakin
mendekat. Diam-diam ia mulai menyalurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh tubuh siap melancarkan serangan pada
saat apapun. Bersamaan itu pula ia merasa tidak seharusnya Ui Liong-ci
memperlihatkan sikap sombongnya pada saat dan keadaan
seperti ini. Sebelum memperoleh bukti yang nyata daripada kejahatan
yang dilakukan oleh pihak Isana Kelabang Emas, buat apa dia
harus mengadakan bentrokan secara terbuka dengan mereka"
Selagi pemuda tersebut berpikir bagaimana caranya
menasehati Ui Liong-ci atau memancing dia meninggalkan
tempat itu, mendadak si kakek dewa bertangan setan sudah
menjerit keras bagaikan pekikan iblis, tubuhnya menubruk ke
depan dengan dahsyat sedang sepasang lengannya panjang
sedang menyambar ke depan tiba-tiba ditarik kemblai ke
belakang membentuk beribu-ribu buah cakaran setan.
Pada saat yang bersamaan pula diirinyi suara bentakan
keras yang memekikkan telinga, si Bangau Bermata Satu
sekali pun bersama-sama menggerakkan badannya
melancarkan serangan. Hanya di dalam sekejap mata angin pukulan menderu-deru
memenuhi angkasa dan memancar keempat penjuru,
kedahsyatannya laksana amukan angin taupan serta cucuran
hujan deras, benar-benar ganas dan hebat.
Pada saat yang amat kritis itulah, dari tempat kejauhan
mendadak berkumandang datang suara bentakan yang amat
keras dari seseorang, "Ui Liong Too-heng, jangan gugup!
Siauwte Lok Tong datang membantu!"
Baru saja suara tersebut selesai berkumandang keluar
laksana anak panah yang terlepas dari busur tampaklah
sesosok bayangan manusia meluncur masuk ke dalam
kalangan. Kiranya si "Ban Lie Im Yen" Lok Tong yang melihat kawan
karibnya berada dalam keadaan bahaya, ia menganggap Ui
Liong Tootiang masih seperti halnya tempo dulu sebelum
memperoleh kitab pusaka "Sian Tok Poo Liok" sehingga tanpa perduli keselamatan sendiri sudah unjukkan diri untuk
menolong. Siapa sangka, baru saja tubuhnya hampir mendekati
gunung gunungan itu, mendadak....
Sesosok bayangan hijau yang ramping dengan cepat bagai
segulung asap hijau menggulung mendatang dari luar tembok
pekarangan ujung jubath beterbangan mengikuti tiupan angin
sehingga keadaannya mirip bidadari yang turun dari
kahyangan. Dengan dahsyatnya bayangan hijau itu menyongsong
kedatangan Lok Tong, dimana ujung jubahnya dikebaskan
tubuh Lok Tong yang tinggi besar bagaikan batu bandringan
saja mencelat sejauh dua, tiga kaki dari tempat semula
mengikuti sambaran angin tersebut.
Beberapa saat kemudian baru terdengarlah suara jeritan
ngeri yang menyayat hati, tubuhnya terpental jatuh ke atas
tanah dengan sangat keras.
Bayangan hijau yang kecil ramping itu rada merandek
sejenak di tengah udara, setelah menarik napas panjang
panjang, kembali melanjutkan terjangannya ke arah depan.
Seluruh kejadian ini hanya berlangsung dalam waktu yang
singkat. Tan Kia-beng yang berada di atas dahan pohon sama
sekali tidak menduga akan terjadinya peristiwa ini.
Menanti ia tersadar kembali, keadaan sudah terlambat
sehingga untuk beberapa saat lamanya ia merasakan hatinya
bergidik. Di tengah suara bentakan yang sangat keras, sepasang
kakinya segera dijejakkan ke atas permukaan tanah lalu
meluncur kurang lebih tiga, empat depa ke depan dengan
ketinggian tujuh, delapan kaki. kemudian dengan
menggunakan jurus "Hwee Ing Poo Toh" atau Burung elang
menubruk kelinci membuntuti bayangan hijau tersebut
Hanya di dalam sedetik saja mereka sudah lenyap dibalik
tembok pekarangan yang tinggi.
Kita balik pada Ui Liong-ci yang sedang menyalurkan hawa
murni untuk melawan datangnya serangan gencar dari empat
penjuru tiba-tiba mendengar suara teriakan yang sangat
dikenal olehnya sedang berseru, dengan cepat ia
mendongakkan kepalanya untuk memeriksa.
Saat itulah ia menemukan si "Ban Lie Im Yen" atau asap
dan mega selaksa lie, Lok Tong sudah menemui celaka, dalam
hati toosu ini benar-benar merasa amat gusar, dengan
menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya ia segera
menghantam si Khelah, lhama berjubah merah itu keras keras.
Terdengarlah suara bentrokan yang amat keras bergema
memenuhi angkasa, Khelah kena tergetar mundur dengan
sempoyongan sejauh tujuh delapan depa setelah terkena
pukulan tersebut sehingga hampir-hampir saja jatuh
terjengkang di atas tanah.
Menggunakan kesempatan yang sangat bagus inilah Ui
Liong-ci meloncat kesisi tubuh Lok Tong lalu mencengkeram
badannya dan dikepit dibawah ketiaknya untuk dibawa lari
dengan melewati tembok tinggi.
Inilah pengalamannya si toosu yang jauh melebihi Tan Kiabeng, dia bukannya mendesak musuh lebih lanjut sebaliknya
malah berusaha untuk menolong kawan karibnya terlebih
dahulu. Leng Poo Sianci yang melihat engkoh Beng nya pergi
mengejar bayangan hijau tadi, ia pun segera melayang turun
dari atas pohon siong untuk ikut melakukan pengejaran.
Kebetulan sekali si Lhama berjubah merah Khelah setelah
kena terpukul luka oleh Ui Liong-ci pada waktu itu sedang
mengundurkan diri tidak jauh dari dirinya berdiri.
Gadis tersebut tidak mau menyia-nyiakan kesempatan
tragis ini lagi, sang pedang pendek segera dicabut keluar,
dengan menggunakan kecepatan yang luar biasa ia membabat
ke arah pinggang Khelah sehingga terputus menjadi dua
bagian. Dengan kejadian ini bibit bencana pun sudah tertanam,
Tolunpah bagai seorang gila kontan dengan kalapnya.
"Budak busuk! nyalimu benar-benar sangat besar" teriaknya
keras. "Dengan menggunakan kesempatan orang tidak bersiap
sedia kau turun tangan membokong dan melancarkan
serangan mematikan, Hud-ya akan membabat dirimu hiduphidup...." Angin pukulan bagaikan mengamuknya angin taupan
dengan kecepatan bagaikan kilat segera menyerang datang.
Tenaga dalam yang dimiliki Lhama tersebut dasarnya
memang amat sempurna, ditambah pula serangan ini
dilancarkan dalam keadaan gusar. Ia sudah menggunakan dua
belas bagian tenaga dalamnya di dalam serangan ini.
Saking hebatnya serangan tersebut mungkin cukup untuk
mencabut sebuah pohon serta menghancurkan sebuah bukit
berbatu. Kontan saja Leng Poo Sianci kena tergulung ke dalam
bayangan telapak tersebut.
Si kakek dewa bertangan setan Im Khei yang sudah tertarik
dengan pedang pendeknya, ternyata tidak sayang-sayang
merendahkan kedudukan sendiri ikut menggerakkan telapak
tangannya melancarkan serangan-serangan gencar.
Bukan begitu saja, bahkan ia sudah mengeluarkan ilmu
tunggalnya "Si Hun Toh Poo So" atau ilmu mencengkeram
menggaet sukma merebut nya, menyambar pedang tersebut.
Untuk melawan Tolunpah yang bagaikan orang kalap saja


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Leng Poo Sianci sudah merasa kepayahan apalagi ditambah
dengan seorang kakek dewa bertangan setan, seketika itu
juga ia terjerumus dalam keadaan yang sangat berbahaya.
Beruntung sekali ia memiliki dasar tenaga dalam yang amat
sempurna, sifatnyapun keras segala. Sambil menggertak
giginya kencang-kencang ia paksakan diri tidak mengalah
sebaliknya dengan sekuat tenaga memberikan perlawanannya.
Hal ini akhirnya memaksa si kakek dewa bertangan setan
berdua untuk beberapa saat lamanya tak dapat berkutik.
Pada saat yang sangat kritis itulah dari luar tembok
pekarangan mendadak melayang datang seorang kakek tua
bongkok yang memakai pakaian ala suku Mongolia.
Dua orang jago kenamaan mengerubuti seorang nona.
Hmmm! kalian semua sungguh tidak tahu malu!" bentaknya
keras. Sepasang tangannya yang besar dan penuh berkeriput
mendadak membalik ke arah depan, segulung hawa pukulan
berwarna semu merah yang sangat panas laksana ambruknya
gunung Thay-san menggulung ke arah depan.
Si kakek dewa bertangan setan Im Khei jadi orang amat
cermat cerdik dan cekatan sewaktu dirasanya angin pukulan
tersebut rada tidak beres buru-buru ia menarik kembali
serangannya sambil melayang mundur ke belakang.
Sebaliknya Tolunpah yang berada dalam keadaan gusar,
sewaktu merasa adanya angin pukulan yang menggulung
datang, dengan gusar ia bersuit keras kemudian mengirim
sebuah pukulan ke arah depan.
Dengan cepat dua gulung angin pukulan tersebut bentrok
menjadi satu diiringi suara ledakan yang amat keras.
Lhama berjubah merah itu kontan saja merasakan hatinya
bergetar sangat keras, belum sempat pikiran kedua berkelebat
lewat ia sudah menjerit ngeri dan mencelat sejauh tujuh
delapan depa ke belakang kemudian rubuh menggeletak di
atas tanah. Angin pukulan tersebut benar-benar sangat dahsyat, Thia
berwarna merah yang dikenakan olehnya seketika itu juga
berubah menjadi abu sedang mayat Tolunpah dengan cepat
pun berubah jadi hitam bagaikan arang.
Keanehan, kesakitan serta kekejaman dari angin pukulan itu
kontan membuat seluruh jago yang hadir merasakan hatinya
bergetar sangat keras dan tak terasa lagi pada berdiri
termangu-mangu di tempat semula, sedikit suarapun tidak
kedengaran. Sebaliknya sewaktu Leng Poo Sianci melihat munculnya si
orang tua itu, dengan manja lantas berteriak, "Ayah, kaupun
sudah datang!" Tubuhnya lantas berkelebat menubruk ke arahnya.
Agaknya si orang tua itu tidak ingin mengikat banyak
urusan disana, sepatah katapun tidak diucapkan segera
menarik tangan putrinya Leng Poo Sianci untuk melayang
melewati tembok pekarangan dan sebentar kemudian telah
lenyap dibalik hutan lebat....
Kita balik pada Tan Kia-beng. Karena suhunya Lok Tong
kena terpukul rubuh oleh bayangan hijau tersebut hingga mati
hidupnya tidak diketahui, dengan membawa hawa gusar yang
berkobar kobar ia menggunakan seluruh tenaga dalamnya
melakukan pengejaran dengan gerakan "Hwee Ing Poo Toh"
Bayangan hijau yang berada di depan pun agaknya
mengerti bila ada orang yang melakukan pengejaran dari arah
belakang kecepatan larinya mendadak semakin dipercepat
bagaikan meluncurnya bintang dilangit hanya di dalam sekali
kelebatan saja ia telah melayang masuk ke dalam tembok
tinggi. Keadaan Tan Kia-beng pada saat ini sudah penuh diliputi
nafsu membunuh, mungkin sekalipun berhadapan dengan
gunung golok, ia akan tetap menerjang ke depan.
Oleh sebab itu tanpa berpikir panjang lagi iapun meluncur
masuk ke balik tembok tinggi tersebut.
Dimana tubuhnya melayang datang, sepasang matanya
dengan cepat menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu.
JILID: 5 Terserahlah olehnya di dalam ruangan tersebut banyak
terdapat lorong-lorong kecil, pintu berlapis lapis dan
bangunan-bangunan megah yang tidak kalah dengan
bangunan di dalam istana kaisar.
Pada saat itulah kembali ia menemukan bayangan hijau tadi
berkelebat lewat di tengah lorong sebelah depan.
Ketika ini ia tidak ingin berusaha untuk menyembunyikan
asal usulnya lagi, diiringi suara bentakan keras tubuhnya
segera menerjang masuk ke dalam lorong.
Dalam keadaan gusar, gerakan tubuhnya cepat laksana
sambaran kilat, bagaikan anak panah yang terlepas dari busur
hanya dalam sekejap mata pemuda itu sudah menerjang
sejauh lima-enam puluh kaki ke dalam.
Ia mulai merasakan bahwa lorong tersebut berliku-liku dan
tiada ujung pangkalnya tak terasa lagi hatinya merasa pada
bergerak, pikirnya diam-diam, "Lorong apakah ini" mengapa
begitu panjang?" Tetapi sebentar kemudian ia sudah tersadar kembali.
"Apakah mungkin bayangan hijau itu sengaja datang
memancing aku memasuki tempat-tempat yang telah
dipasangi dengan alat alat rahasia?"
Dengan cepat badannya berputar, siapa pada saat itu jalan
mundur sudah berubah menjadi selapis dinding yang sangat
kuat, tiada jalan lagi baginya untuk mengundurkan diri kecuali
melanjutkan perjalanan maju ke depan.
Hawa amarah yang semula meliputi benaknya, kini sudah
menjadi tenang kembali, ia mulai merasa menyesal dirinya
terlalu mengikuti napsu, mengapa ia tak memeriksa tersebut
dulu keadaan luka suhunya" Bilamana menggunakan
kesempatan itu orang-orang Isana Kelabang Emas turun
tangan melukai suhunya, sekalipun ia berhasil menyandak
bayangan hijau tersebut lalu apa gunanya"
Tetapi, menyesalpun sudah terlambat, kini bukan saja ia tak
dapat turun tangan menolong suhunya, tidak berhasil
menyandak bayangan hijau itu bahkan dirinya sendiri pun
sudah terjebak di dalam lorong tersebut dan menjadi tawanan
orang lain! Untuk beberapa saat lamanya pemuda tersebut merasa
amat sedih dan murung sekali.
Melihat jalan terputus, sedang di hadapannya terasa sangat
gelap gulita bahkan secara samar-samar bertiup datang angin
dingin yang berbau sangat lembab, hal ini menunjukkan bila
dihadapannya masih ada jalan yang dapat dilalui, diam-diam
Tan Kia-beng mulai mengambil perhitungan.
Ia merasa dari pada harus berdiri termangu-mangu disana,
jauh lebih baik melanjutkan perjalanan menuju ke arah depan.
Setelah mengambil keputusan, pedang pusaka Kiem Ceng
Giok Hun Kiam nya segara dicabut keluar sehingga
memancarkan cahaya kebiru biruan yang menerangi seluruh
dinding. Meminjam sedikit cahaya inilah ia melanjutkan perjalanan
menerjang ke arah depan. Ia merasa agaknya lorong tersebut merupakan suatu jalan
dibawah tanah yang semakin lama semakin menjorok ke arah
bawah suasana yang gelap gulita terasa amat menyeramkan!
Kurang lebih setelah berjalan seperminum teh lamanya,
mendadak lorong tersebut semakin melebar dan muncullah
sebuah ruangan batu yang terbuat karena alam.
Dari dalam rongga batu tersebut secara samar-samar
berkumandang keluar suara gesekan yang amat nyaring.
Dengan perasaan terperanjat buru-buru pemuda tersebut
menundukkan kepalanya ke atas permukaan tanah.
Kiranya suara yang berkumandang keluar tadi disebabkan
kakinya mulai menginjak tulang-tulang putih yang berserakan
memenuhi ruangan. Rasa berdesir mulai bermunculan dari lubuk hatinya, diamdiam pikirnya dalam hati "Apakah mungkin tulang-tulang ini hasil peninggalan dari
orang yang pernah melewati lorong tersebut tempo dulu?"
Pada waktu itulah mendadak kembali terdengar suara
berisik yang amat ramai, pemandangan di dalam ruangan batu
itu sekali lagi berubah. Lorong yang barusan saja dilalui telah lenyap tak berbekas,
sedang ia sendiri pada saat ini sudah berada di pinggiran
sebuah gua yang amat gelap.
Dari dalam gua tersebut secara samar-samar bertiup datang
angin dingin serta kabut beracun yang segera menyumbat
pernapasan serta membuat setiap orang terasa amat mual.
Dalam keadaan amat gusar pemuda itu jadi gelagapan,
mendadak.... Sreet! Sreeet suara desiran pedang berkelebat laksana
larinya selaksa kupa dan secara samar-samar bergema keluar
dari balik gua tersebut. Mengikuti munculnya suara desiran pedang tadi, tampaklah
segulung kabut tipis berwarna merah perlahan-lahan
melayang keluar sehingga hanya di dalam sekejap mata sudah
memenuhi hampir setiap ujung ruangan tersebut.
Begitu Tan Kia-beng mendengar suara desiran pedang tadi,
dalam hati segera merasa keheranan.
"Iiiih"! apakah di dalam gua masih ada orang yang sedang
berlatih pedang?" Selagi ia merasa keheranan itulah bau busuk yang sangat
aneh tadi mulai menyerang ke dalam hidung, kontan saja ia
merasakan kepalanya berkunang-kungan, perut terasa mual
dan wajah menjadi pucat pasi.
"Aduuuuh celaka!!" Teriaknya diam-diam dengan sangat
terperanjat. "Kesemuanya ini pastilah disebabkan oleh kabut
tipis yang berwarna merah itu.
Beruntung sekali ia berhasil menemukan kejadian tersebut
dengan cepat sehingga hawa murninya buru-buru disalurkan
mengelilingi seluruh tubuh dan mendesak keluar racun yang
telah mengeram dibadannya.
Disamping itu iapun menyalurkan hawa murni Jie Khek Kun
Yen Ceng Khie nya keseluruh tubuh.
Seketika itu juga terlihatlah segulung asap warna hijau
mengelilingi seluruh tubuhnya menghadang setiap serangan
dari kabut berwarna merah tadi.
Setelah bersusah payah, akhirnya tanda tanda pening serta
mual yang menyerang badan perlahan-lahan berhasil
dipunahkan, sedang suara desiran pedang yang muncul dari
dalam gua pun semakin lama semakin kencang, hal ini kontan
saja memancing rasa ingin tahu di dalam hati Tan Kia-beng.
"Badanku sudah dilindungi oleh tenaga khiekang, sehingga
tak perlu takut lagi dengan kabut beracun itu! mengapa aku
tidak jalan jalan ke dalam untuk melihat kejadian apa yang
sedang berlangsung"...." pikirnya diam-diam.
Setelah mengambil keputusan dengan langkah lebar
pemuda itu segera berangkat menuju ke dalam gua mengikuti
arah munculnya suara desiran pedang tadi.
Setelah menerobosi berpuluh puluh tikungan, akhirnya
sampailah dia disebuah tanah lapangan yang luas.
Tampaklah hijau, putih serta kuning tiga rentetan cahaya
pedang dengan gerakan segitiga membentuk selapis cahaya
pedang yang menyilaukan mata menyelubungi seluruh
kalangan. Bagitu kabut kabut merah tadi mendekati cahaya yang
menyilaukan mata kontan saja kena terpental dan buyar
keempat penjuru Setelah memperhatikan geralan ilmu pedang tersebut
beberapa waktu lamanya, Tan Kia-beng mulai merasa bila
gabungan ilmu pedang tadi boleh dikata memiliki pertahanan
yang sangat kuat dan rapat sehingga angin hujan tak
tertembus. Hanya saja dikarenakan cahaya pedang terlalu rapat, maka
pemuda tersebut tak berhasil melihat jelas bayangan tubuh
dari orang Demikianlah, sesudah lewat satu jam lamanya berpahanlahan kabut merah itu mulai lenyap....
Cahaya pedang yang sangat rapat itupun mendadak lenyap
tak berbekas sebagai gantinya muncul tiga orang kakek tua.
Yang seorang berdandan sebagai seorang siucay dengan
jubah warna biru, yang seorang lagi adalah seorang kakek tua
berjubah kuning sedang yang terakhir adalah seorang
Tootiang dengan wajah yang angker.
Ketiga orang kakek tua itu sewaktu melihat Tan Kia-beng
berdiri disana dengan tenang-tenang saja tanpa terjadi suatu
peristiwa tak terasa lagi dengan wajah penuh perasaan
terperanjat memandang ke arahnya dengan terpesona.
Disamping mereka merasa heran dan terperanjat dengan
kemunculannya secara mendadak, merekapun merasa heran
mengapa pemuda itu tidak takut dengan kabut beracun"
Perlahan-lahan Tan Kia-beng maju ke depan, sambil
menjura ujarnya. "Siapakah nama besar dari Cianpwee bertiga" mengapa
kalian terkurung disini?"
Si siucay berjubah biru itu mendadak maju ke depan,
setelah memandangi pemuda tadi beberapa saat lamanya ia
baru tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Loohu adalah 'Cu Swie Tiang Cing'
Tan Cu Liang, sedang mereka berdua adalah Thiat bok
Tootiang dari Bu-tong pay serta Leng Siaw Kiam Khek dari
Cing-shia-pay". Ia merandek sejenak untuk menghela napas panjang,
kemudian sambungnya kembali, "Loohu bertiga sudah ada
sepuluh tahun lamanya terkurung dalam gua batu ini. Boleh
dikata baru ini hari bisa berbicara dengan orang asing untuk
yang pertama kalinya."
Dengan wajah penuh perasaan heran Tan Kia-beng
menyapu sekejap ke arah mereka bertiga, belum sempat dia
mengucapkan sepatah kata, sang tootiang tadi sudah
menyambung kembali, "Sewaktu pintu gua terbuka tadi tepat
saat menyebarkan sang kabut beracun secara hebat. Barang
siapa saja yang berani melewati lorong tersebut tak
seorangpun yang bakal berhasil meloloskan diri, Menurut
dugaan pinto bilamana bukannya siauw-ko sudah
menggembol barang pusaka maka tentunya kau telah
menelah obat pemunah racun yang sangat mujarab."
Diam-diam Tan Kia-beng merasa geli pikirnya, "Mengapa
tidak kau pikirkan kemungkinan sekali aku sudah berhasil


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melatih ilmu Khiekang Jie Khek Kun Yan Sian Thian?"
Ia lantas tersenyum. "Boanpwee sama sekali tidak merasa akan kelihayan kabut
beracun tersebut" sahutnya.
Ketika itulah Leng Siauw Kiam Khek dari Cing-shia-pay
sudah maju ke depan. "Engkoh cilik! kau adalah anak murid lihay dari aliran
mana?" tanyanya serius, "Mengapa bisa sampai di tempat ini?"
"Boanpwee she-Tan bernama Kia-beng, suhuku adalah si
asap dan mega selaksa lie- Lok Tong!".
Si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang sewaktu mendengar
dia melaporkan nama serta asal perguruannya, tampaklah
paras mukanya berubah hebat, dengan perasaan terharu ia
menghela napas panjang. "Lok Hianti, kau.... kau.... kau sudah menyia nyiakan titipan
berat Ih heng...." gumamnya seorang diri.
Mendadak ia melototkan matanya bulat-bulat, bentaknya
keras, "Apakah Lok Tong yang mengajak kau datang kemari?"
Sejak lama sekali Tan Kia-beng sudah menaruh perasaan
menghormat terhadap si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang,
apalagi setelah bertemu muka, ia menaruh perasaan yang
lebih kagum bercampur bangga terhadap orang itu.
Tetapi saat ini, setelah mendengar orang tersebut
membentak dirinya dengan suara yang begitu kasar, tak
terasa lagi dalam hati kontan timbul perasaan antipatik.
"Heee.... heee.... heee.... disebabkan hendak mencari tahu
berita yang menyangkut kalian bertiga, suhuku dengan tidak
sayang-sayangnya sudah mencukur gundul rambut sendiri
menjadi pendeta dan pendiam selama tiga tahun lamanya di
gurun pasir bahakn pada beberapa hari yang lalu kena
tertawan oleh orang-orang Isana Kelabang Emas sehingga
hampir saja kehilangan nyawa, beruntung sekali boanpwee
serta beberapa orang kawan lainnya kebetulan tiba di sana
dan menolong dia orang tua lepas dari mulut macan. malam
ini bersama-sama boanpwee datang kemari, tidak beruntung
ia sudah kena terluka ditangan seorang jago lihay dari Isana
Kelabang Emas, Tidaklah patut pada saat ini kalian malah
menyalahkan dirinya!" teriak pemuda itu dengan suara dingin.
Teringat akan suhunya yang terpukul luka oleh orang lain
sehingga mati hidupnya tidak ketahuan, apalagi dirinyapun
kena terperangkap masuk ke dalam lorong dibawah tanah ini.
Untuk beberapa saat lamanya ia tak dapat menahan rasa
gusar dihatinya lagi, mendadak sambil putar badan ia
melancarkan satu pukulan keras menghantam ke arah dinding
gua. Di tengah suara bentrokan yang amat keras, hancuran batu
beterbagnan memenuhi angkasa bagaikan ambruknya gunung
Thay-san, tiang batu yang besarnya seperti tong air begitu
terbabat oleh tangannya segera hancur berantakan jadi tiga
bagian. Kehebatan dari tenaga pukulan yang baru saja diperlihatkan
ini seketika itu juag membuat Tan Cu Liang bertiga merasa
sangat terperanjat, terutama sekali Cu Swie Tiang Cing. Ia
merasa semakin girang lagi hingga untuk beberapa saat
lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Tan Kia-beng setelah melancarkan serangan babatan tadi,
hawa amarah yang mendesak di dalam dadapun sudah rada
berkurang, ia tidak menggubris terhadap mereka bertiga lagi,
sepasang matanya berkilat menyapu sekejap kesekeliling
tempat itu. Tampaklah gua batu tersebut terbentuk karena alam dan
sama sekali tidak terdapat jalan keluar, di atas dinding gua
tergantunglah tengkorak manusia dengan sangat rapat.
Angin-angin dingin yang mendirikan bulu roma itu kiranya
menyembur keluar dari antara tujuh lobang tengkorak
tersebut. "Permainan setan macam apakah?" pikirnya diam-diam.
"Apakah kabut beracun tadipun disemburkan keluar dari
tengkorak itu?" Ketika itulah mendadak terdengar Tan Cu Liang buka suara
dan menegur lagi, "Ah! bocah masih ingusan, terhadap
angkatan yang lebih tua kenapa bersikap begitu kurang ajar?"
"Siapa yang bisa menghormati orang lain dia akan
dihormati pula oleh orang lain. Suhuku dengan bersusah
payah berusaha untuk mencari kabar tentang kawan karibnya
sehingga hampir-hampir saja mengorbankan nyawanya
sendiri, ternyata yang didapat cuma makian belaka. Sungguh
maaf belaka! angkatan tua semacam ini tak dapat aku orang
she Tan hormati. "Jadi maksudmu Loohu sudah salah memaki suhumu?"
"Ehmm....! tenaga beliau seorang ada batasnya, bahkan
hingga kini sudah mengeluarkan seluruh kekuatan yang
dimilikinya. Sebaliknya kalian malah bersikap begitu, lalu apa
Pendekar Penyebar Maut 28 Pendekar Sejagat Seri Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Kisah Bangsa Petualang 5

Cari Blog Ini