Ceritasilat Novel Online

Suling Naga 23

Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 23


"Sobat yang gagah, engkau datang tanpa ijin akan tetapi membawa pertanyaan-pertanyaan!
A-pakah ini tidak terbalik" Tidakkah sepatutnya kami yang bertanya kepadamu siapa engkau dan apa maksud kedatanganmu ini?" jawab Ang Nio dengan pertanyaan dan suaranya
terdengar merdu dan nadanya naik turun seperti orang bernyanyi, bibirnya tersenyum, wajahnya cerah dan matanya bermain dengan lincahnya.
Melihat sikap orang yang manis budi, Hong Beng kembali menjura kepada gadis yang pakaiannya serba merah itu. "Maaf, aku bernama Gu Hong Beng, akan tetapi aku tidak mempunyai urusan dengan nona bertiga. Aku datang untuk mencari Sin-kiam Mo-li, sekali lagi aku mengharapkan keterangan nona, apakah Sin-kiam Mo-li tinggal di sini?"
"Sicu (orang gagah) Gu Hong Beng, aku berna-ma Ang Nio."
"Aku Pek Nio," kata si baju putih.
"Dan aku Hek Nio," sambung si baju hitam.
Hong Beng merasa dipermainkan. Mana ada orang-orang memiliki nama yang disesuaikan de-ngan warna pakaiannya" Tentu nama samaran. Apa lagi melihat betapa mereka bertiga memperkenalkan nama sambil tertawa-tawa kecil, dia meng-anggap bahwa tiga orang gadis ini tentu sedang mempermainkannya.
"Gu-sicu, ada keperluan apakah engkau mencari beliau?" tanya Ang Nio sambil memainkan ma-tanya yang jeli.
Hong Beng mulai mengerutkan alisnya. "Kurasa tidak ada urusannya dengan kalian bertiga.
Katakan saja di mana Sin-kiam Mo-li, aku mempunyai urusan pribadi dengannya."
Ang Nio tersenyum. "Tidak mungkin, sicu. Setiap orang tamu yang hendak berkunjung, haruslah berurusan dengan kami bertiga terlebih dulu. Kami mewakili toanio, dan kami yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
675 berhak menerima atau menolak tamu. Kalau sicu bersikap manis ke-pada kami, tentu kami akan mengantarmu mengha-dap beliau."
"Ada kami bertiga kenapa hendak menghadap toanio?" tiba-tiba Pek Nio dengan sikap genit berkata. "Kami akan dapat membuatmu merasa gembira!"
"Benar, sicu Gu Hong Beng yang ganteng, mari bersenang-senang dengan kami bertiga, besok kami akan mengantarmu menghadap toanio," kata Hek Nio dengan manis pula, dengan pandang mata penuh gairah.
Kerut merut di antara alis mata Hong Beng se-makin mendalam. Barulah dia tahu apa artinya sikap manis dari tiga orang gadis ini. Kiranya mereka ada-lah gadis-gadis tak tahu malu yang hendak merayu-nya! Dan agaknya mereka ini murid-murid atau juga pelayan dari Sin-kiam Mo-li. Bangkitlah ke-marahannya.
"Kalian perempuan-perempuan tak bermalu! Kalian kira aku ini orang macam apa" Kalau kalian tidak mau mengantarkan aku bertemu dengan Sin-kiam Mo-li, biarlah aku mencarinya sendiri!"
Berkata demikian, Hong Beng melanjutkan langkah kakinya. Akan tetapi, tiga orang wanita itu menghadang di tengah lorong dan mereka sudah meme-gang sebatang pedang.
"Agaknya engkau seorang yang tidak tahu dicin-ta orang! Baiklah, hendaknya kauketahui bahwa tanpa perkenan toanio, siapapun juga tidak mung-kin dapat mendatangi rumah kami!
Apakah engkau memilih mati di tangan kami dari pada menikmati kesenangan bersama kami?" kata Ang Nio.
"Ang-cici, jangan dibunuh, sayang, dia begitu tampan dan gagah," kata Pek Nio.
"Kita tawan dia dan seret ke depan toanio!" kata pula Hek Nio.
Tiga orang wanita itu lalu menerjang Hong Beng. Mereka hanya menyimpan pedang di balik lengan kanan, dan mereka menyerang dengan tangan kiri. Ada yang mencengkeram ke arah pundak, ada yang menampar ke arah leher dan memukul ke arah dada. Gerakan mereka cukup cepat dan gerakan tangan itupun mengandung tenaga yang kuat. Na-mun, bagi Hong Beng, serangan mereka itu tiada bedanya dengan serangan tiga orang anak kecil saja. Sekali dia memutar tubuh dan menggerakkan tangan, dia telah dapat mengelak dan menangkis tiga serang-an itu. Bahkan Hek Nio dan Ang Nio yang terkena tangkisan lengan Hong Beng, hampir saja terpelan-ting jatuh saking kuatnya tenaga tangkisan pemuda itu.
Kini yakinlah tiga orang wanita itu bahwa pemu-da ini memang lihai bukan main, maka merekapun cepat memutar pedang dan menggunakan senjata mereka untuk menyerang.
Setelah mereka bertiga itu menyerang dengan pedang, Hong Beng melihat betapa ilmu pedang mereka hebat dan berbahaya. Teringatlah dia akan julukan majikan mereka, yaitu Sin-kiam Mo-li (Iblis Betina Pedang Sakti). Ka-lau majikan atau gurunya berjuluk Pedang Sakti, tidaklah mengherankan kalau tiga orang wanita ini memiliki ilmu pedang yang demikian hebat. Tiga batang pedang itu berubah menjadi tiga sinar bergu-lung-gulung yang menyerangnya dengan dahsyat dari tiga jurusan. Hong Beng harus mengerahkan gin-kangnya untuk membuat tubuhnya dapat berge-rak dengan ringan dan cepat, mengelak ke sana-sini menyelinap di antara sambaran sinar-sinar pedang itu.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
676 Memang dalam hal ilmu pedang, tiga orang ga-dis pelayan ini sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi. Sin-kiam Mo-li telah melatih jurus-jurus ampuh kepada tiga orang pembantunya ini agar me-reka menjadi pembantu dan penjaga yang lihai. Ja-rang ada orang mampu mengalahkan ilmu pedang mereka, apa lagi kalau mereka itu maju bersama se-perti sekarang ini. Tidaklah terlalu aneh kalau kini Gu Hong Beng, murid dari keluarga Pulau Es, me-rasa repot didesak oleh tiga gulungan sinar pedang yang lihai itu. Hong Beng maklum bahwa kalau dilanjutkan perkelahian ini dengan kedua tangan kosong saja menghadapi tiga batang pedang itu, dia dapat celaka. Maka, ketika kembali tiga pedang itu menyerangnya dari tiga jurusan, depan, kanan dan kiri, tiba-tiba tubuhnya melayang ke belakang, bu-kan hanya untuk mengelak, melainkan dia berjungkir balik sampai jauh lalu menyambar sebatang ranting pohon yang dipatahkannya. Kini, dengan ranting yang sebesar lengan sepanjang pedang biasa, dengan terhias daun-daun, dia menghadapi tiga orang lawan itu dan begitu dia memutar ranting, tiga orang la-wannya terkejut.
Biarpun hanya sebatang ranting, karena berada di tangan seorang ahli, maka ranting itu dapat men-jadi sebuah senjata yang ampuh. Tiga batang pe-dang itu menyambar dan mencoba untuk membabat ranting itu agar patah. Namun, ranting itu dialiri tenaga sin-kang dari Hong Beng yang memperguna-kan tenaga Swat-im Sin-kang (Tenaga Sakti Inti Salju).
"Tak! Tak! Tringgg....!" Tiga batang pedang itu tertangkis dan akibatnya, tiga orang wa-nita itu mengeluh dan terhuyung ke belakang. Nam-pak wajah mereka berubah pucat dan tangan mereka agak menggigil. Hawa dingin yang masuk tulang te-lah menyusup ke dalam tubuh mereka, terutama ba-gian lengan kanan yang memegang pedang. Tiga orang pelayan itu merasa kaget dan juga penasaran sekali. Memang tadipun mereka sudah tahu bahwa pemuda ini amat lihai, akan tetapi sungguh sukar mereka da-pat percaya bahwa hanya dengan sebatang ranting di tangan, dalam segebrakan saja pemuda itu mampu membuat mereka terhuyung, melalui serangan tenaga sin-kang dingin yang demikian kuatnya!
"Bunuh orang berbahaya ini!" bentak Ang Nio.
"Orang tak mengenal kebaikan orang lain!" bentak Pek Nio.
"Engkau sudah bosan hidup!" Hek Nio juga berteriak.
Tiga orang wanita itu lalu menggerakkan tangan kiri mereka dan sinar-sinar kecil menyambar ke arah Hong Beng. Namun pemuda ini tidak merasa gugup. Dengan amat tenangnya, ranting di tangannya dige-rakkan dan sekaligus jarum-jarum halus yang me-nyambar dari jarak dekat itu dapat dipukul runtuh semua. Akan tetapi, tiga batang pedang yang gerak-annya cepat dan mengandung tenaga sin-kang itu telah menyerangnya dari tiga jurusan karena tiga orang wanita cantik itu telah membentuk barisan segi tiga.
Hong Beng maklum bahwa tiga orang lawannya tidak boleh dipandang ringan, apa lagi dia berada di sarang harimau, di daerah lawan yang amat berbaha-ya karena tempat itu penuh dengan perangkap dan jebakan-jebakan rahasia. Maka, diapun cepat meng-gerakkan
rantingnya untuk menangkis sambil meng-elak ke sana-sini, amat hati-hati karena khawatir kalau-kalau kakinya akan terjeblos. Diapun tidak berniat membunuh tiga orang wanita yang tidak dikenalnya itu. Mereka ini, menurut dugaannya, tentu-lah pelayan pribadi atau murid-murid tokoh yang bernama Sin-kiam Mo-li itu. Dan dia belum meli. hat bukti bahwa Sin-kiam Mo-li benar orang yang telah menculik puteri keluarga Kao, maka tidak baik kalau sampai dia Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
677 membuat-gara-gara membunuh tiga orang wanita ini. Ketika dia memperoleh ke-sempatan, ujung tongkat yang terbuat dari ranting sederhana itu berkelebat dengan kecepatan kilat, tiga kali menyambar dan pedang tiga orang wanita itupun terlepas dari pegangan disusul teriakan me-reka karena lengan kanan mereka tiba-tiba menjadi kaku tak dapat digerakkan untuk beberapa detik lamanya. Ujung ranting itu telah menotok jalan darah di lengan mereka secara luar biasa sekali. Maklum bahwa mereka bukan lawan pemuda yang amat lihai itu, tiga orang pelayan cepat berloncatan menghilang di balik semak-semak tanpa mem-perdulikan pedang mereka. Mereka ingin cepat me-lapor kepada Sin-kiam Mo-li yang masih bercakap-cakap dengan tujuh orang tosu itu.
Hong Beng hendak mengejar tiga orang wanita itu untuk memaksa seorang di antara mereka meng-antarnya bertemu dengan Sin-kiam Mo-li. Tanpa pengantar, dia tentu akan menghadapi jebakan-je-bakan rahasia yang berbahaya. Akan tetapi, begitu dia meloncat ke dekat semak-semak, jalan itu buntu dan tidak nampak bayangan tiga orang wanita itu yang sudah menghilang seperti ditelan bumi saja.
Selagi dia kebingungan, tiba-tiba terdengar suara ketawa merdu. Cepat dia bersiap siaga dan memandang. Kiranya di depannya telah berdiri seorang gadis remaja berusia tigabelas atau empatbelas tahun, gadis yang wajahnya manis sekali, sepasang matanya lebar dan sinarnya berkilat dan bergerak-gerak lincah, tanda bahwa ia seorang gadis remaja yang lincah cerdik dan bengal.
"Hi-hik, engkau merasa bangga telah menga-lahkan tiga orang tadi, ya" Hemmm, tak perlu menjadi sombong, karena tanpa penunjuk jalan, ja-ngan harap engkau akan dapat memasuki daerah kami ini, hi-hik!"
Setelah berkata demikian, gadis cilik itu lalu meloncat ke kanan di mana terdapat sebuah lorong yang merupakan jalan setapak. Tentu saja Hong Beng tertarik sekali. Dia maklum bahwa ucapan anak itu memang benar, dan kini dia memperoleh seorang penunjuk jalan, yaitu gadis cilik itulah!
"Haiii, berhenti dulu!" teriaknya dan cepat dia mengejar. Girang hatinya melihat gadis cilik itu tidak begitu cepat larinya. Hong Beng bersikap cer-dik. Tak perlu menyusul dan menangkap gadis itu, pikirnya, karena siapa tahu kalau ditangkap dan di-pergunakan kekerasan untuk menjadi penunjuk jalan, gadis cilik itu malah tidak mau. Kini, mengikuti saja di belakang gadis itu tentu dia akan sampai juga ke tempat tinggal Sin-kiam Mo-li. Maka diapun pura-pura mengejar sambil berseru menyuruh berhenti, akan tetapi sengaja bergerak perlahansehingga selalu berada di belakang gadis itu, mengikuti jejak kakinya, seolah-olah dia tidak pernah dapat menangkapnya! Gadis itu berlari terus, berloncatan ke sana-sini dan selalu diikuti jejaknya oleh Hong Beng.
"Haii, tunggu! Aku mau bicara denganmu!" teriak Hong Beng berkali-kali, teriakan yang meru-pakan siasatnya untuk membuat gadis itu berlari te-rus agar dia dapat mengikuti di belakangnya dengan aman. Tentu saja gadis ini sudah hafal akan jalan rahasia di tempat berbahaya ini dan mengikuti jejak gadis itu berarti aman.
Gadis cilik itu bukan lain adalah Kao Hong Li. Tadi ia melihat munculnya pemuda itu dan melihat pula betapa pemuda itu mengalahkan Ang Nio, Pek Nio, dan Hek Nio. Timbul kekhawatirannya karena pemuda itu ternyata lihai sekali. Tentu seorang musuh, mungkin seorang tokoh Cin-sa-pang yang amat lihai, yang berani datang seorang diri, tanpa senjata, Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
678 hanya bersenjata ranting kayu namun dapat mengalahkan tiga orang pelayan yang lihai itu.
Meli-hat ini, Hong Li merasa bahwa ia tak boleh tinggal diam saja. Sebagai murid dari subonya ia harus bertindak mencegah musuh ini. Akan tetapi, iapun maklum bahwa ilmu silatnya belum banyak selisihnya dengan tingkat para pelayan tadi sehingga mengha-dapi musuh ini dengan ilmu silat tidak akan ada artinya. Ia harus mempergunakan siasat dan akal, pikirnya. Maka muncullah gadis cilik itu mengejek dan memancing Hong Beng.
Hong Beng merasa girang dan mengira bahwa tentu kini tempat tinggal Sin-kiam Mo-li sudah dekat. Tiba-tiba gadis yang dikejarnya itu berhenti di depannya karena di depan gadis itu membentang sebuah kubangan lumpur yang amat lebar. Kiranya tidak mungkin untuk melompati kubangan yang de-mikian lebarnya, akan tetapi di sana-sini terdapat batu-batu menonjol. Batu-batu itu cukup untuk dipergunakan sebagai loncatan, pikir Hong Beng, sama sekali tidak khawatir. Dan dugaannya memang tepat. Gadis cilik itu melompat ke atas sebuah di antara batu-batu itu, akan tetapi agaknya batu itu licin sekali sehingga tubuh gadis cilik itu nampak terhuyung dan bergoyang, hampir jatuh.
"Aduh, tolong....!" Gadis itu berseru.
"Jangan takut, aku menolongmu!" kata Hong Beng dan tanpa ragu lagi diapun meloncat ke arah sebuah batu besar yang menonjol pula, tak jauh dari batu yang diinjak gadis itu, yang nampak ketakutan dan berdiri tegak di atasnya.
Akan tetapi pada saat kaki Hong Beng hinggap di atas batu itu, tiba-tiba saja tubuh anak perem-puan itupun melesat dengan cepatnya ke atas batu lain di dekat seberang. Dan dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Hong Beng ketika batu yang diinjaknya itu terjeblos ke dalam lumpur bersama tubuhnya. Dia hendak meloncat, namun terlambat karena kedua kakinya sudah terbenam ke dalam lumpur yang seolah-olah memiliki kekuatan menye-dot.
Dia mengerahkan sin-kang, meronta. Akan tetapi karena tidak ada lagi tempat kokoh untuk berpijak, kekuatannya ini malah memberatkan tu-buhnya dan diapun ambles sampai dada!
Maklum-lah Hong Beng bahwa dia telah terjeblos ke dalam lumpur yang berbahaya sekali dan makin kuat dia meronta, makin dalam pula dia terbenam. Maka diapun bersikap tenang, tidak lagi meronta dan tu-buhnya tetap saja terbenam sampai ke dada, tidak turun lagi, akan tetapi juga sama sekali tidak ada jalan untuk menarik tubuhnya ke luar dari lumpur! Dia memandang ke arah gadis cilik itu dan tahulah dia bahwa dia telah terpancing dan terjebak oleh gadis cilik yang amat cerdik itu karena kini dia melihat gadis itu tadi hanya bersandiwara dan ter-nyata dia terjebak! Tiga orang wanita dewasa yang lihai tidak mampu menangkapnya, juga perangkap-perangkap berbahaya dapat dihindarkannya. Siapa kira sekarang dia jatuh oleh seorang anak perempuan yang menggunakan akal bulus! Diam-diam Hong Beng merasa penasaran sekali, juga memaki kebodoh-an dirinya sendiri, juga kagum akan kecerdikan anak itu. Masih begitu muda akan tetapi telah memiliki kecerdikan luar biasa. Agaknya anak itu telah mem-perhitungkan segalanya sehingga dia dengan mudah dapat ditipunya.
Hong Li tertawa-tawa kecil di tepi kubangan lumpur. Melihat lawannya telah terbenam sampai ke dada dan kini diam saja, sama sekali tidak berge-rak, ia menggoda, "Hayo berontaklah! Makin kau meronta, semakin dalam kau tersedot, dan sebentar lagi lumpur akan menutupi mulutmu, hidungmu, matamu!"
Hong Beng merasa panas. "Hemm, bocah setan, jangan mengira aku takut mati! Aku hanya menye-salkan kebodohanku, mudah saja tertipu oleh bocah setan macam engkau!"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
679 "Eh" Kau tidak takut" Tidak merasa ngeri" Kenapa engkau tidak minta ampun padaku dan min-ta pertolonganku agar aku menarikmu keluar?"
Hong Beng maklum bahwa anak setan itu hanya menggodanya, maka tentu saja dia tidak sudi mem-beri kepuasan kepada anak itu dengan memperlihat-kan rasa takutnya.
"Sudah kukatakan, aku tidak takut mati. Akan tetapi, siapakah engkau ini dan masih ada hubungan apa antara engkau dan Sin-kiam Mo-li?"
"Hemm, siapa aku tidak penting. Yang penting siapa engkau dan mau apa engkau
memaksakan ke-hendakmu memasuki daerah ini?"
Kembali Hong Beng kagum. Anak ini masih amat muda, akan tetapi sikapnya sudah dewasa dan cukup berwibawa. Seorang anak yang cerdik sekali, dan juga mempunyai sepasang mata yang tajam dan bening, sama sekali tidak nampak bayangan watak jahat dari sepasang mata seperti itu.
"Namaku Gu Hong Beng dan aku datang untuk bertemu dengan Sin-kiam Mo-li. Karena mengha-langi keinginanku bertemu dengan Sin-kiam Mo-li, maka aku berkelahi dengan tiga orang wanita itu."
"Mau apa engkau minta bertemu dengan Sin--kiam Mo-li?" tanya pula Hong Li dan dia makin kagum karena kini tubuh pemuda itu sudah terbenam semakin dalam, sampai ke pundak, akan tetapi orangnya masih tetap nampak tenang saja.
Hong Beng mempertimbangkan pertanyaan ini. Perlukah dia berterus terang kepada anak perempu-an ini" Akan tetapi, nyawanya tergantung di sehe-lai rambut, dan agaknya dia tidak akan terbebas dari cengkeraman maut ini, maka apa salahnya kalau dia berterus terang"
Setidaknya, dia tidak akan lenyap begitu saja dan gadis ini menjadi saksi kematian dan kehilangannya. Siapa tahu, dari mulut gadis cilik ini kelak, suhunya dan semua orang akan mengetahui akan nasibnya. Biar mereka semua tahu bahwa dia tewas dalam usahanya menyelamatkan puteri keluar-ga Kao yang diculik orang.
"Siapakah engkau sesungguhnya, sebelum aku menjawab pertanyaanmu ini?" Hong Beng bertanya.
"Aku adalah anak angkat, juga murid Sin-kiam Mo-li yang kaucari itu."
Mendengar ini, lemaslah rasanya hati Hong Beng. Celaka, pikirnya, pantas anak ini demikian cerdik dan lihainya, dan harapan untuk memperoleh perto-longan semakin tipis dan jauh.
"Baiklah biar ceritaku ini merupakan pesan terakhir bagi siapa saja melalui engkau. Aku datang ke sini mencari Sin-kiam Mo-li untuk bertanya apa-kah ia telah menculik seorang anak perempuan dan kalau benar demikian, aku akan merampas kembali anak perempuan yang terculik itu?"
Mendengar ini, Hong Li nampak terkejut dan matanya terbelalak. Mata yang memang sudah lebar itu nampak semakin lebar, seperti matahari kembar. "Ih, subo tidak pernah menculik orang! Siapakah anak perempuan yang diculiknya itu?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
680 "Ia puteri dari pendekar Kao Cin Liong, namanya Kao Hong Li. Apakah engkau melihat anak itu di sini?"
Tiba-tiba Hong Li meloncat bangkit dari jong-koknya dan wajahnya berubah, alisnya berkerut. "Siapakah engkau sesungguhnya" Masih ada hu-bungan apa antara engkau dan keluarga Kao itu?" Pertanyaannya penuh nafsu dan mendesak sekali.
Pertanyaan aneh, pikir Hong Beng. Akan tetapi karena dia mengharapkan anak ini kelak mencerita-kan kepada semua orang tentang dirinya, diapun menjawab sejujurnya. "Isteri pendekar Kao yang bernama Suma Hui adalah bibi guruku karena guru-ku, Suma Ciang Bun, adalah adik kandungnya."
"Ahhh....!" Gadis cilik itu berseru kaget dan tiba-tiba ia bertanya, "Apakah engkau mampu mengeluarkan kedua tanganmu?"
"Apa...." Apa.... maksudmu?"
"Cepat keluarkan kedua tanganmu ke atas lumpur agar dapat aku menarikmu keluar dari situ."
Tentu saja ucapan ini mengejutkan akan tetapi juga mengherankan dan terutama sekali menyenang-kan hati Hong Beng yang secara tiba-tiba memper-oleh harapan baru. Dia menarik kedua lengannya yang terpendam, akan tetapi walaupun dia berhasil menarik kedua tangannya ke atas, tubuhnya semakin tenggelam dan kini lumpur telah mencapai dagunya, hanya satu senti saja di bawah mulut! Bau lumpur yang busuk menyengat hidungnya. Akan tetapi Hong Beng tetap bersikap tenang saja walaupun sedikit lagi, kalau lumpur sudah menutup hidungnya, ber-arti berakhirlah riwayat hidupnya. Dan pada saat itu, dia merasa ada benda yang licin bergerak mera-ba-raba kakinya. Dia terkejut dan dapat menduga bahwa di dalam lumpur itu terdapat binatang, mung-kin semacam belut, ikan atau ular! Teringat akan ini dia cepat mengerahkan sin-kangnya dan menge-rahkan hawa panas dari Hui-yang Sinkang untuk melidungi tubuhnya dari gigitan binatang. Dan un-tung dia melakukan ini karena pada saat itu, banyak sekali ular dalam lumpur yang siap menggigitnya akan tetapi binatang-binatang itu mundur teratur ketika merasa betapa dari tubuh yang terbenam lumpur itu keluar hawa yang amat panas!
Sementara itu, Hong Li sudah memutar otak, bagaimana untuk menolong Hong Beng yang seben-tar lagi tentu tewas kalau tidak cepat ditarik keluar. Tidak ada tali di situ. Akan tetapi ia seorang gadis yang amat cerdik. Ditumbangkannya sebatang pohon yang tidak berapa besar namun cukup panjang, dan diseretnya batang pohon berikut cabang dan daun-daunnya itu ke tepi kubangan lumpur. Kemudian, ia memotong sebagian ikat pinggangnya yang terbuat dari sutera yang kuat. Diikatnya ujung batang pohon itu dengan ikat pinggang, kemudian ujung ikat ping-gang ia ikatkan pada sebatang pohon besar yang ko-koh kuat. Setelah itu, ia menyeret batang pohon tadi dan melemparkannya ke tengah kubangan sambil berseru kepada Hong Beng yang kini mulutnya sudah tertutup lumpur!
"Tangkap ini dan tarik keluar dirimu melalui batang pohon!"
Tanpa diberitahupun, Hong Beng sudah maklum apa yang harus dilakukannya. Dia sejak tadi melihat saja dan bukan main kagumnya melihat usaha anak itu. Dia sendiri tentu akan bingung untuk meno-long orang keluar dari lumpur tanpa adanya tali. Akan tetapi anak Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
681 perempuan itu telah memperoleh akal yang amat baik. Dia segera menangkap cabang pohon itu dan segera dengan hati-hati dan perla-han-lahan agar jangan sampai cabang itu putus atau ikat pinggang di ujung sana itu putus, dia mulai me-narik tubuhnya ke atas. Dan dia berhasil!
Perla-han-lahan, mulai nampaklah tubuhnya bagian atas yang berlepotan lumpur. Kini, perlahan-lahan, dia merayap melalui batang pohon itu, menarik tubuh-nya semakin tinggi keluar dari lumpur dan akhirnya, dengan terengah-engah, dia sampai juga ke tepi dan naik ke tepi kubangan lumpur, lalu menjatuhkan diri ke atas tanah saking lelahnya dan tegangnya.
"Ah, engkau berhasil!" Hong Li berseru gem-bira.
Hong Beng mencoba untuk membersihkan lum-pur dari leher dan mukanya bagian bawah.
"Ya, berkat pertolonganmu, adik yang baik. Engkau te-lah menyelamatkan nyawaku...."
"Tidak, karena aku yang membuat engkau terpe-rosok tadi. Aku hanya menebus kesalahanku saja!"
Hong Beng tersenyum. Benar juga, dan dia se-makin kagum akan kejujuran anak ini.
"Engkau anak angkat dan murid Sin-kiam Mo-li, mengapa me-nolongku" Siapakah engkau adik yang begini cer-dik, lihai dan baik hati?"
"Namaku" Aku.... Kao Hong Li!"
"Ihhh....!" Hong Beng meloncat dan lupa akan kekotoran tubuhnya yang terbungkus lum-pur.
Dia terbelalak memandang gadis cilik itu, penuh keheranan, penuh kejutan dan kekaguman.
"Engkau.... engkau adik Kao Hong Li" Akan tetapi, bagaimana engkau dapat menjadi anak angkat dan murid Sin-kiam Mo-li?"
Hong Li tersenyum manis. "Panjang ceritanya, suheng. Bukankah engkau menjadi suhengku karena engkau murid paman Suma Ciang Bun?"
"Ya, panjang ceritanya. Akan tetapi engkau te-lah berani masuk ke sini tanpa ijin, karena itu eng-kau harus menyerah sebagai tawanan kami," tiba-tiba terdengar suara orang dan ketika Hong Beng menoleh, di situ telah berdiri seorang wanita cantik, bertubuh tinggi ramping dan matanya mencorong. Yang mengejutkan hati Hong Beng adalah ketika dia melihat betapa di belakang wanita itu nampak pula tujuh orang tosu, di antaranya adalah tosu-tosu yang sudah dikenalnya, yaitu para tokoh Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai yang berilmu tinggi.
"Subo, dia ini suhengku sendiri....!" Hong Li mencoba untuk mencegah subonya.
"Hong Li, masuk kau! Belum juga kapok eng-kau menolong orang yang hendak mengacau di si-ni!" bentak Sin-kiam Mo-li dengan marah. Hong Li mengerutkan alisnya, akan tetapi ia tidak berani membantah lagi dan sambil mengepalkan tinju, iapun lari meninggalkan tempat itu, kembali ke dalam bangunan dan mengunci diri di dalam kamarnya sen-diri dengan marah.
Sementara itu, Hong Beng berdiri dengan siap siaga, bingung apa yang harus dilakukan karena setelah mendengar bahwa Hong Li adalah anak angkat dan juga murid Sin-kiam Mo-li, tidak mungkin dia menuduh wanita ini menculiknya. Akan tetapi, kenyataan bahwa Sin-kiam Mo-li datang bersama tujuh orang tokoh Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai itu membuat dia semakin ragu karena dia mengenal tujuh orang ini sebagai orang-orang yang datang dari golongan hitam dan sesat, yang mempergunakan agama dan perjuangan untuk menipu rakyat.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
682 "Ha-ha-ha!" Terdengar Thian Kek Seng-jin, tokoh Pek-lian-kauw yang bermuka merah itu ter-tawa. "Kiranya murid keluarga Pulau Es, Suma Ciang Bun, kini menjadi seekor belut yang suka ber-main di dalam lumpur! "
"Mo-li, dia ini murid keluarga Pulau Es, kebe-tulan dia datang mengantar nyawa, biar pinto mem-bunuhnya untukmu!" kata Thian Kong Cin-jin, wakil ketua Pat- kwa-pai yang sudah menggerak-kan tongkatnya yang panjang.
"Nanti dulu, totiang!" Sin-kiam Mo-li ber-seru dan kakek itupun menahan tongkatnya. "Dia melanggar daerahku, dan akulah yang berhak untuk menghukumnya! Dia adalah tawananku!"
Sin-kiam Mo-li mencegah wakil ketua Pat-kwa-pai itu turun tangan, bukan semata-mata untuk mempertahankan kekuasaannya di daerahnya sendiri, melainkan karena dia telah melihat wajah dan bentuk tubuh yang tertutup lumpur itu dan dia merasa amat tertarik.
Pemuda ini amat tampan dan gagah! Inilah yang membuatnya menangani sendiri pemuda itu, membuatnya tunduk dan tidak membunuhnya. Kini ia melangkah maju menghadapi Hong Beng.
"Nah, orang muda. Apakah engkau sudah tahu akan dosamu, ataukah aku harus
mengingatkanmu dengan kekerasan?" tanya Sin-kiam Mo-li, suaranya lembut dan pandang matanya berkilat. Tujuh orang tosu itu bukan orang bodoh dan merekapun tersenyum-senyum maklum, akan tetapi Sin-kiam Mo-li tidak perduli akan sikap mereka itu.
Hong Beng maklum bahwa kalau dia memper-gunakan kekerasan, dia akan kalah. Baru menghadapi wakil ketua Pat-kwa-pai yang bermuka merah itu saja dia akan menemui lawan tangguh yang sukar dikalahkan, apa lagi di situ terdapat tujuh orang tosu dan agaknya wanita ini sendiri memiliki kepan-daian yang tinggi. Melawan dengan kekerasan ber-arti mengantar nyawa. Pula, apa gunanya melawan" Bukankah anak perempuan yang dicarinya telah ber-ada di situ dan ternyata sama sekali bukan menjadi tawanan, bahkan menurut pengakuan Hong Li, tidak pernah anak itu diculik oleh Sin-kiam Mo-li" Apa alasannya untuk mengamuk di situ"
Diapun menjura dengan sikap hormat. "Aku telah melakukan kesalahan, memasuki daerah keku-asaan orang lain tanpa ijin. Semua ini terjadi karena salah sangka. Aku sedang mencari puteri bibi guruku yaitu Kao Hong Li yang kabarnya diculik orang. Ternyata ia berada di sini sebagai muridmu, oleh karena itu, aku kecelik dan mengaku salah. Terserah kepadamu, Sin-kiam Mo-li, kalau hendak mena-wan aku karena kesalahanku."
Wanita itu tersenyum dan biarpun usianya sudah empatpuluh tahun, akan tetapi ia kelihatan masih muda dan masih cantik menarik. Memang wanita ini luar biasa, dapat menjaga kemudaannya sehingga ia kelihatan seperti baru berusia kurang dari tigapuluh tahun, masih cantik dengan sepasang matanya yang tajam penuh gairah dan semangat, mulutnya yang manis dengan bibir yang merah, kulit mukanya yang masih halus kemerahan belum ada keriput, se-dangkan tubuhnya masih padat dan langsing, tinggi ramping dan padat.
"Engkau murid keluarga Pulau Es, seorang pen-dekar yang gagah perkasa. Kesalahanmu tidak kau-sengaja, maka tentu saja aku dapat memaafkan. Akan tetapi sebagai balasannya, engkau harus bersikap bersahabat dengan kami. Sekarang tinggal engkau pilih, eh, siapa namamu, orang muda?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
683 "Namaku Gu Hong Beng."
"Nah, Gu-taihiap...."
"Ah, harap tidak berlebihan, aku bukan seorang pendekar besar kata Hong Beng, merasa malu karena baru saja dia tidak berdaya dan bahkan nyawanya diselamatkan oleh seorang anak perempu-an, bagaimana kini dia dapat menerima sebutan tai-hiap (pendekar besar)"
"Engkau memang patut disebut taihiap sebagai pewaris ilmu-ilmu yang hebat dari keluarga Pulau Es," kata Sin-kiam Mo-li sambil memainkan matanya yang tajam dan jeli. Kalau menurut kei-nginan hatinya, ia ingin membasmi semua keluarga pendekar Pulau Es. Akan tetapi kini dipaksanya mulutnya untuk memuji-muji keluarga itu karena ia ingin sekali merayu dan menjatuhkan hati pemu-da yang telah membuatnya mengilar dan tergila-gila ini.
"Sekarang tinggal engkau pilih. Kalau memang engkau menyesali kesalahanmu dan
beriktikad baik, jadilah engkau tamuku yang terhormat selama satu bulan dan engkau boleh ikut berunding bersama kami mengenai urusan perjuangan yang amat pen-ting. Sebaliknya, kalau engkau memilih menjadi tawananku untuk menerima hukuman atas kesalah-anmu, terserah."
Hong Beng mengerutkan alisnya. Andaikata di situ tidak ada tujuh orang tosu itu, agaknya ada ke-beratan baginya untuk memilih yang pertama, yaitu menjadi tamu wanita aneh ini.
Akan tetapi, tujuh orang tosu pemberontak itu berada di situ dan me-reka hendak bicara tentang perjuangan! Dia tahu benar apa artinya perjuangan itu bagi para tosu Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai. Memang benar mereka itu selalu bermusuhan dengan pemerintah Mancu, namun di samping ini merekapun terkenal sebagaai orang-orang sesat yang mengelabuhi rakyat dan tidak segan melakukan segala macam bentuk kejahat-an yang kejam. Akan tetapi, kalau hanya menjadi tamu, apa salahnya. Dia boleh mendengarkan tanpa mencampuri, tanpa melibatkan dirinya.
Dia merasa serba salah, akan tetapi karena kea-daan mendesak, diapun menjura dan berkata,
"Aku telah melakukan kesalahan, karena itu terserah ke-padamu. Kalau kesalahanku dimaafkan dan aku di-anggap sebagai tamu, aku merasa terhormat sekali dan mengucapkan terima kasih."
Sin-kiam Mo-li tertawa dan tidak perduli akan sikap tujuh orang tosu yang rata-rata mengerutkan alis tanpa tidak setuju. Akan tetapi karena yang menjadi pemilik tempat itu adalah Sin-kiam Mo-li, merekapun tidak dapat mencegah. Thian Kek Seng-jin, tokoh Pek-lian-kauw itu, tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, kami bertujuh adalah tamu kehor-matan dari Sin-kiam Mo-li, dan kini Gu-taihiap juga menjadi tamu kehormatan, berarti antara kita telah terikat tali persahabatan yang akrab.
Gu-tai-hiap, terimalah hormat pinto, Thian Kek Seng-jin dari Pek-lian-kauw!"
"Pinto Coa-ong Seng-jin, sutenya," kata kakek kecil bongkok bermuka monyet yang memegang se-ekor ular hijau itu.
"Pinto Ang-bin Tosu dari Pek-lian-kauw juga," kata tosu kecil muka merah.
"Dan pinto saudaranya berjuluk Im Yang Tosu," kata tosu yang wajahnya membayangkan kecongkak-an, dengan mata sipit dan mulut tersenyum sinis.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
684 "Ha-ha, kita sudah pernah berkenalan, Gu-taihiap. Pinto Ok Cin Cu dari Pat-kwa-pai dan dia itu Lam Cin Cu suteku, dan wakil ketua kami Thian Khong Cin-jin. Perkenalkan kami dari Pat-kwa-pai, ha-ha-ha!"
Hong Beng dengan perasaan amat tidak enak membalas penghormatan mereka dan
menjawab, "Kita sama-sama menjadi tamu di sini, bukan ber-arti ada ikatan apa-apa di antara kita."
Para tosu itu hanya tertawa dan dengan gembira Sin-kiam Mo-li lalu memberi tanda kepada tiga orang pelayannya yang cepat bermunculan dari bela-kang pohon karena sejak tadi merekapun berada di situ, siap menanti perintah pimpinan mereka setelah mereka tadi melaporkan tentang kemunculan pemuda lihai itu.
"Kalian layani Gu-taihiap untuk membersihkan diri. Berikan pakaian bersih, kemudian ajak dia menemuiku di ruangan tamu. Sediakan sebuah ka-mar untuk dia, kamar yang berada di sebelah kamarku. Layani dia baik-baik dan jangan ada yang kurang ajar! Awas, dia ini tamuku yang terhormat!"
Tiga orang wanita cantik itu saling pandang dan tersenyum, mengangguk. Mereka sudah cukup me-ngenal watak guru dan majikan mereka, dan mereka tahu bahwa Sin-kiam Mo-li tergila-gila kepada pemuda ini. Ucapannya tadi memeringatkan agar mereka bertiga tidak berusaha untuk "mendekati" pemuda itu yang sudah diaku sebagai milik pribadi Sin-kiam Mo-li! Sambil tersenyum ramah mereka lalu menggandeng tangan Hong Beng dan diajaknya pemuda itu pergi bersama mereka.
Ingin Hong Beng memberontak ketika kedua tangannya digandeng dengan sikap genit dan manja oleh Ang Nio dan Pek Nio, akan tetapi Hek Nio yang berjalan di belakangnya berbisik,
"Taihiap, tanpa bimbingan kami, mana mungkin engkau akan dapat tiba di rumah kami dengan selamat?"
Hong Bengpun melemaskan kedua tangannya dan menurut saja dituntun oleh dua orang wanita cantik itu. Dia merasa tidak berdaya, dan merasa seperti seekor domba dituntun ke pejagalan. Apa gunanya meronta" Dia sudah menjadi tamu, dan terpaksa harus menerima pelayanan nyonya rumah!
Dia diajak melalui lorong yang berputar-putar, melalui lorong setapak dan kadang-kadang menye-berangi semak-semak, tidak melanjutkan jalan me-nurut lorong, dan akhirnya Hong Beng yang diam-diam mencurahkan perhatian, dapat mengetahui ra-hasia jalan itu. Ternyata lorong itu menurut garis--garis pat-kwa dan selanjutnya, setiap kali membe-lok atau memilih jalan bercabang, dia menduga ter-lebih dahulu dan memang cocok. Giranglah hatinya dan dia lupa bahwa dia masih berada di bawah ke-kuasaan Sin-kiam Mo-li.
Hong Beng diajak ke kamarnya, sebuah kamar yang besar dan mewah, dan diapun
dipersilahkan mandi membersihkan lumpur dan berganti pakaian kering yang sudah disiapkan pula. Akan tetapi ketika tiga orang gadis cantik itu hendak turun tangan me-mandikannya, dia menolak keras! "Apakah kalian berani hendak bersikap kurang ajar kepadaku" Akan kulaporkan kepada Mo-li!"
Benar saja, ancamannya ini berhasil baik. Tiga orang gadis itu mundur dengan wajah takut Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
685 dan Ang Nio berkata, "Gu-taihiap tidak perlu marah. Kami bertiga tidak berniat kurang ajar, hanya bermaksud untuk membantu saja. Kalau taihiap tidak mau di-layani, silahkan mandi sendiri, akan tetapi yang ber-sih karena kalau tidak bersih tentu ada bau busuk dari lumpur itu dan kami akan mendapat marah besar."
Hong Beng merasa diperlakukan seperti anak kecil, dimanja, akan tetapi walaupun dia merasa pa-nas di dalam hatinya, dia diam saja dan segera mandi. Segar rasa badannya, apa lagi setelah mengenakan pakaian bersih dan kering, pikirannya menjadi sema-kin tenang dan diam-diam dia bertanya di dalam hati, apa sebetulnya yang telah terjadi dengan diri Hong Li maka kini ia dapat menjadi anak angkat dan murid seorang wanita seperti Sin-kiam Mo-li. Dia teringat akan cerita Kao Cin Liong bahwa tadinya Hong Li diculik oleh seorang pendeta dari Tibet yang berjuluk Ang I Lama yang lihai ilmu silatnya dan pandai ilmu sihir pula.
Kemudian, ketika bertemu dengan pendeta itu, Kao Cin Liong dan Suma Hui tidak mampu mendapatkan jejak Hong Li dan ter-nyata kakek pendeta itu tidak pernah melakukan penculikan. Bahkan kemudian kakek itu kabarnya tewas terbunuh dan para pendeta Lama menuduh suami isteri Kao itu yang telah membunuhnya. Dan kini, tahu-tahu Hong Li berada di tempat kediaman Sin-kiam Mo-li, bukan sebagai anak culikan, melainkan sebagai anak angkat dan juga murid! Ingin sekali dia dapat bertemu dengan anak itu dan mendengarkan keterangannya. Kalau sudah mendengar-kan keterangan anak itu, barulah dia akan bertin-dak, sedapat dan sekuat mungkin, untuk menghadapi Sin-kiam Mo-li sebagaimana mestinya.
Apakah Sin-kiam Mo-li penolong anak itu" Kalau benar demikian, tentu saja dia tidak akan memusuhinya. Sementara ini dia akan bersikap biasa saja, sebagai seorang tamu yang dihormati dan menghormati nyo-nya rumah, dan diam-diam dia akan memperhatikan
bagaimana hubungan antara Sin-kiam Mo-li dengan tujuh orang tosu itu dan apa saja yang akan mereka bicarakan tanpa mencampuri urusan mereka.
Begitu dia selesai berpakaian, tiga orang gadis pelayan itu telah memasuki kamarnya lagi dan me-ngatakan bahwa kini mereka bertugas mengantar Hong Beng ke ruangan makan seperti yang diperin-tahkan majikan mereka. Hong Beng mengangguk dan keluar bersama mereka tanpa membantah. Ha-tinya panas kembali dan merasa kesal sekali ketika dia melihat betapa tiga orang gadis itu mengamati-nya penuh perhatian, bahkan Ang Nio mengembang-kempiskan hidung sambil mendekatinya, jelas gadis itu mencium-cium ke arah tubuhnya!
"Hemm, taihiap tidak kotor lagi, tidak ada lagi bau lumpur yang busuk dan amis," katanya lirih.
"Sekarang baunya sedap!" sambung Pek Nio dengan genit sekali. Akan tetapi Hong Beng tidak menanggapi, hanya cemberut saja dan ini sudah cu-kup untuk membuat mereka diam dan tidak berani melanjutkan godaan. Diam-diam Hong Beng bergi-dik. Sin-kiam Mo-li memiliki tiga orang pelayan yang cantik-cantik dan genit-genit. Dia tidak da-pat membayangkan bagaimana kalau dia terjatuh ke dalam kekuasaan tiga orang gadis ini.
Mereka bersikap seperti tiga ekor harimau kelaparan menghadapi seekor kelenci saja. Tentu dia akan diterkam mereka dan dirobek-robek!
Ketika dia tiba di ruangan makan yang lebar dan mewah juga, dengan perabot yang serba mahal, Sin-kiam Mo-li sudah duduk di situ bersama tujuh orang tosu itu. Kini Sin-kiam Mo-li nampak lebih cantik, sudah berganti pakaian dan rambutnya disisir rapi, digelung dan dihias dengan tusuk konde ber-lian dan jepit rambut batu kemala. Ketika melihat Hong Beng yang mengenakan pakaian bersih berwarna biru itu, pakaian yang banyak dimiliki Sin-kiam Mo-li untuk diberikan kepada laki-laki yang diculiknya dan menjadi korbannya, wanita ini bang-kit Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
686 berdiri. Sepasang mata yang mencorong itu memandang kagum dan menyapu seluruh tubuh dan
wajah Hong Beng tanpa berkedip, membuat pemuda itu merasa salah tingkah dan
mengerutkan alisnya, berdiri saja dan balas memandang. Sin-kiam Mo-li tersenyum manis sekali.
"Gu-taihiap, setelah bertukar pakaian dan ber-sih, ternyata nampak tampan dan gagah bukan main, seperti tokoh Si Jin Kwi!" Ia memuji terang-te-rangan tanpa malu-malu lagi di depan para tosu yang tertawa-tawa. Hong Beng mengerutkan alis-nya yang hitam tebal itu semakin dalam, dan wajah-nya yang putih bersih itu mendadak berubah merah. Dia merasa malu dan juga marah karena pujian itu melampaui batas, tidak patut keluar dari mulut seo-rang wanita baik-baik, apa lagi di depan banyak orang. Orang macam apakah wanita ini, pikirnya. Dia tidak menjawab, hanya berdiri dengan kikuk.
Melihat ini, hati Sin-kiam Mo-li menjadi se-makin gembira. Jelas seorang pemuda yang masih hijau, seorang perjaka yang agaknya belum pernah berdekatan dengan wanita. Pikiran ini membuat jantungnya berdebar dan kalau tidak ditahannya, tentu air liurnya keluar dari tepi mulut seperti see-kor sapi kelaparan melihat rumput muda menghijau.
"Gu-taihiap, silahkan duduk," katanya menun-juk ke sebuah bangku di sisi kanannya yang kosong. Dan karena tidak ada bangku lain yang kosong, se-mua sudah ditempati para tosu dan Sin-kiam Mo-li, hanya sebuah yang kosong di sebelah kanan wanita itu, dan agaknya memang sudah diatur demikian, terpaksa Hong Beng lalu duduk di situ. Baru saja dia duduk, dia merasa betapa lutut kirinya bersen-tuhan dengan lutut kanan wanita itu. Cepat dengan gerakan halus dia menarik lututnya dan merapatkan kedua pahanya.
Sin-kiam Mo-li tersenyum dan memberi isarat kepada tiga orang pelayannya. Ang Nio datang mem-bawa seguci arak dan dengan sikap manis ia menu-angkan arak merah ke dalam cawan kosong. Sin-kiam Mo-li menyerahkan secawan arak itu kepada Hong Beng.
"Terimalah cawan arak pertama sebagai ucapan selamat datang, taihiap!" katanya dan ketika Hong Beng menerima cawan arak itu, pemuda ini merasa betapa jari tangan yang halus lunak dan hangat menyentuh jarinya. Dia tidak berani menolak, lalu menghaturkan terima kasih sambil minum arak itu sampai habis. Arak yang manis dan enak. Akan tetapi Ang Nio memenuhi cawannya lagi dan Sin-kiam Mo-li menyodorkan arak dalam cawan itu sambil berkata,
"Cawan ke dua ini untuk menghormatimu seba-gai tamu kami, taihiap."
Kembali Hong Beng minum arak itu tanpa mem-bantah. Para tosu tertawa dan suasana menjadi gembira ketika Pek Nio dan Hek Nio datang seperti menari-nari, membawa baki berisi mangkok-mang-kok penuh masakan yang beraneka macam, masih panas mengepul dan baunya sedap bukan main.
"Aihhh, bukan main sedapnya!" beberapa orang tosu berseru sambil mengecap-ngecapkan bibir. Segera masakan di dalam mangkok-mangkok besar itu diatur di atas meja dan Sin-kiam Mo-li mempersilahkan mereka makan minum. Hong Beng tidak bersiksp malu-malu karena memang perutnya juga sudah lapar. Diapun ikut memainkan sepasang sum-pitnya untuk memindahkan potongan-potongan da-ging dan sayur ke dalam perut melalui mulutnya, Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
687 disiram oleh arak yang manis dan sedap.
Sebentar saja, sembilan orang itu telah makan sampai kenyang dan para tosu sudah menjadi sete-ngah mabok karena terlalu banyak minum arak. Hong Beng menjaga diri dan hanya minum kalau setengah dipaksa oleh Sin-kiam Mo-li. Wanita ini sendiri, biarpun tidak mabok, namun wajahnya yang putih cantik itu telah menjadi merah sekali dan sepasang matanya seperti berminyak dan mengkilat. Tiba-tiba ia menuangkan arak ke dalam cawan araknya sendiri yang masih ada setengahnya, lalu mengang-kat cawan arak itu diberikan kepada Hong Beng! Tentu saja pemuda ini ragu-ragu untuk menerima-nya. Cawan itu milik Sin-kiam Mo-li, dan tadi masih ada setengahnya! Akan tetapi Sin kiam Mo-li dengan senyum manis sekali dan memandang dengan penuh gairah, berkata dengan suara yang merdu merayu.
"Gu-taihiap, atas nama persahabatan antara kita, demi eratnya persahabatan kita yang mesra, sudilah engkau menerima arak ini, taihiap." Bagaimana mungkin Hong Beng mampu
menolak" Suguhan arak itu diberikan dengan alasan persahabatan dan kalau dia menolak, berarti dia tidak mau bersahabat! Dan sinar mata wanita itu demikian jeli, demikian penuh permohonan, sehingga diapun tidak tega lagi untuk menolak! Pemuda ini sama sekali tidak sadar bahwa Sin-kiam Mo-li telah mempergunakan ke-kuatan sihirnya, mulai merayunya melalui suguhan arak! Hong Beng minum habis arak itu dan ketika dia meletakkan cawan kosong itu di depan Sin-kiam Mo-li, wanita itu menurunkan tangannya seperti tidak disengaja, akan tetapi tangan itu kini menutup tangan kiri Hong Beng dan jari-jari tangan yang kecil panjang dan lunak hangat itu mencengkeram punggung tangan Hong Beng.
Seperti orang linglung, Hong Beng mengangkat muka memandang dan melihat betapa
cantiknya wa-jah wanita di sebelahnya itu, yang memandang ke-padanya dengan sepasang mata seperti matahari kembar dan senyum yang lebih manis dan hangat dari pada arak yang diminumnya tadi. Hong Beng merasa betapa jantungnya berdebar keras, jalan da-rahnya berdenyut-denyut dan belum pernah rasanya dia melihat wanita secantik Sin-kiam Mo-li!
Tan-pa disadarinya, diapun membalas senyum itu, bahkan dia membalikkan tangan kirinya dan jari-jari tangannya bertemu dengan jari tangan wanita itu, telapak tangan mereka juga bertemu dengan hangatnya.
"Ha-ha-ha, tiba saatnya bagi kita untuk bermesraan!" terdengar suara seorang di antara tosu-tosu itu dan ketika Hong Beng menengok, ternyata Ok Cin Cu telah menangkap pinggang ramping dari Hek Nio dan kini gadis berpakaian serba hitam itu telah ditarik ke atas pangkuannya! Hek Nio hanya terkekeh genit ketika tosu itu meraba-raba dan menciumnya.
"Siancai....!" kata Thian Kong Cin-jin, wakil ketua Pat-kwa-kauw dengan alis berkerut ketika melihat ulah anak buahnya itu. "Kita belum mengadakan rapat pembicaraan tentang perjuangan itu sampat matang. Urusan senang-senang boleh ditunda dulu."
"Hai, Ok Cin Cu, jangan tamak engkau!" seru Ang Bin Tosu tokoh Pek-lian-kauw kepada tokoh Pat-kwa-kauw itu. "Kita ada bertujuh di sini, dan ceweknya hanya ada tiga orang!
Harus dibagi rata!" "Sebaiknya mereka melayani kita secara ber-gilir!"
"Diundi dulu, siapa yang paling dulu dan bagai-mana cara gilirannya menurut undian!"
Sambil tertawa-tawa, tujuh orang tosu itu mem-beri usul-usul. Akhirnya Sin-kiam Mo-li yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
688 masih saling berpegang tangan dengan Hong Beng itu berkata,
"Cuwi totiang, harap jangan ribut-ribut. Kita di antara kawan sendiri, bukan" Dengarlah, urusan rapat, sebaiknya dilanjutkan besok siang karena ma-lam ini aku.... ehh," ia menoleh kepada Hong Beng, "ingin beristirahat dulu. Dan tiga orang pembantuku boleh saja melayani kalian, dan memang sebaiknya diadakan undian sehingga tidak terjadi perebutan." Ia lalu bangkit berdiri dan menarik Hong Beng bangun. Pemuda ini menurut saja ditarik bangkit seperti orang kehilangan semangat. Memang semangat dan kemauannya telah ditekan dan diku-rung oleh kekuatan sihir Sin-kiam Mo-li. "Tentang undian itu, silahkan atur sendiri, nah, aku mengun-durkan diri lebih dulu."
Sin-kiam Mo-li menarik tangan Hong Beng dan seperti seekor kerbau yang diikat hidungnya kini ditarik ke pejagalan, Hong Beng menurut saja wa-laupun pandang matanya mulai bingung. Apa yang didengar dan dilihatnya di ruangan makan itu mem-buat bulu tengkuknya berdiri. Dia merasa ngeri dan muak sekali, akan tetapi sungguh aneh, tidak ada kemauan untuk meronta sama sekali ketika Sin-kiam Mo-li menariknya menuju ke kamar nyonya rumah itu!
Sejak kecil Hong Beng menerima gemblengan dari Suma Ciang Bun. Ilmu-ilmu dari Pulau Es adalah ilmu yang tinggi dan cara melatih sin-kang membuat batin Hong Beng kuat sekali sehingga ka-lau memang dia menyadari dan mengerahkan kekuatan batinnya, tidak mudah dia jatuh ke bawah pengaruh sihir. Akan tetapi, ketika dia makan minum dengan Sin-kiam Mo-li, wanita cantik yang cerdik dan dapat menduga akan kekuatan orang itu telah mempergunakan sihirnya secara perlahan-lahan, se-dikit demi sedikit sehingga tanpa disadarinya, Hong Beng tercengkeram olehnya.
Akan tetapi, begitu melihat suasana yang dianggapnya memuakkan di ruangan makan tadi, di mana para tosu memperebutkan tiga orang pelayan wanita itu, keheranan dan kemuakan menyelinap di dalam benak Hong Beng dan membuat dia bercuriga. Wa-laupun kemauannya sudah lemah dan dia membiar-kan dirinya ditarik oleh Sin-kiam Mo-li menuju ke dalam kamarnya, namun diam-diam Hong Beng mulai mengerahkan kekuatan batinnya.
Begitu masuk kamar, Sin-kiam Mo-li menen-dang daun pintu tertutup dan ia menarik Hong Beng ke tempat tidur, lalu menerkam pemuda itu, mende-kap dan menciuminya seperti seekor harimau me-nerkam domba, penuh dengan nafsu berahi. Akau tetapi, hal ini bahkan mempercepat kesadaran Hong Beng yang biarpun tadi dipengaruhi sihir, masih be-lum disentuh deh nafsu berahi.
"Ihhh....!" Dia membentak, meronta dan meloncat turun dari atas pembaringan.
Sin-kiam Mo-li mengembangkan kedua lengan-nya ke arah Hong Beng sambil bangkit
duduk, sepa-sang matanya berminyak, mulutnya merintih-rintih akan tetapi ia masih mencoba untuk mengerahkan kekuatan sihirnya.
"Gu Hong Beng, kekasihku.... kita.... saling mencinta, ke sinilah, sayang, marilah kita bersenang-senang.... bukankah kita telah menjadi sahabat yang amat mesra dan akrab" Ke sinilah, taihiap, kekasihku tercinta...."
Akan tetapi, mendengar ucapan penuh rayuan yang amat asing baginya ini, kesadaran Hong Beng semakin pulih dan dia mengerutkan alisnya, lalu menudingkan telunjuknya dengan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
689 marah. "Sin-kiam Mo-li, sungguh engkau perempuan yang tidak tahu malu, tidak mengenal
kesusilaan. Apa yang telah kaulakukan" Aku bukanlah laki-laki pelacur seperti yang kaukira!
Aku.... aku akan pergi dari sini, mengajak pergi nona Kao Hong Li!" Berkata demikian, Hong Beng hendak keluar dari dalam kamar itu.
"Berhenti....!" Tiba-tiba suara Sin-kiam Mo-li sudah berubah, dan ketika ia berkelebat menghadang di depan pintu, Hong Beng melihat betapa wajah yang tadi nampak cantik manis itu kini nampak seperti wajah iblis betina yang beringas, se-pasang mata itu mencorong penuh kekejaman dan mulut itu menyeringai mengerikan!
"Gu Hong Beng, laki-laki tak mengenal budi, tak tahu dicinta orang! Engkau sudah menentukan pilihanmu sendiri. Bukankah engkau memilih antara dua, yaitu menjadi tamu atau menjadi tawanan" Engkau memilih menjadi tamu dan aku memperlaku-kanmu seperti seorang tamu agung, akan tetapi apa balasanmu" Engkau malah menghinaku! Jangan harap engkau dapat keluar dari sini, apa lagi memba-wa muridku!" Berkata demikian, wanita yang marah itu maju menghampiri. "Masih kuberi kesempatan sekali lagi. Engkau mau melayani aku dan berse-nang-senang dengan aku selama sebulan ini, atau-kah engkau menjadi tawananku dan mungkin akan kubunuh?"
"Cih, perempuan tak tahu malu! Siapa takut mati" Lebih baik mampus dari pada menyerah kepadamu melakukan perbuatan hina dan rendah!"
"Keparat sombong! " Sin-kiam Mo-li mem-bentak dan wanita ini sudah menerjang maju dengan pukulan dahsyat, menggunakan tangan kirinya me-nampar ke arah pelipis kepala Hong Beng. Pemuda ini sudah nekat. Bagaimanapun juga, tidak sudi dia memenuhi
permtntaan wanita iblis cabul itu dan biarpun dia tahu bahwa dia berada di tempat ber-bahaya, namun dia lebih baik mati dari pada harus menyerah. Melihat datangnya pukulan dahsyat itu, diapun menangkis dengan tangan kanannya sambil mengerahkan tenaga Soat-im Sin-kang yang amat dingin, sedangkan tangan kirinya membarengi tang-kisan itu, mendorong ke arah lambung lawan yang terbuka.
"Dukkk....!" Dua lengan bertemu dan wanita itu cepat meliukkan tubuh menghindarkan dorongan ke arah lambungnya. Ia dapat merasa be-tapa tangkisan itu mengandung hawa amat dingin yang menyusup ke dalam tubuhnya. Cepat ia me-ngerahkan sin-kang melawan dan iapun tahu bahwa pemuda ini benar -benar tangguh, hal yang tidak aneh kalau diingat bahwa pemuda ini adalah murid keluarga Pulau Es yang terkenal memiliki sin-kang dahsyat, yaitu Hui-yang Sin-kang yang panas dan Soat-im Sin-kang yang amat dingin.
Maklum bahwa menghadapi pemuda ini dengan tangan kosong akan memakan waktu lama dan tidak mudah baginya untuk merobohkannya, Sin-kiam Mo-li lalu meloncat ke dekat meja dan menyambar sebatang kebutan bergagang emas yang bulunya merah, dan begitu
dikelebatkannya kebutan ini, nam-pak sinar merah bergulung-gulung menyambar ke arah Hong Beng. Pemuda ini melawan sekuat tena-ga. Untuk menangkis dan menghindarkan diri dari kebutan berbulu merah yang mengandung racun itu, dia mengeluarkan ilmu silat Hong In Bun-hoat yang gerakan-gerakannya halus namun mengandung ke-kuatan sin-kang hebat sehingga dapat mendorong pergi ujung kebutan setiap kali ujung kebutan meng-ancam tubuhnya. Akan tetapi, karena dia tidak mempunyai kesempatan untuk balas menyerang, sebuah tendangan kaki kiri Sin-kiam Mo-li yang dibarengi dengan menyambarnya kebutan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
690 itu, me-nyerempet pinggang pemuda itu sehingga dia terpelanting dan terhuyung. Marahlah Hong Beng. Dia lalu nekat dan dengan mengeluarkan suara meleng-king nyaring, dia menyerang dengan Ilmu Silat Cui-beng Pat-ciang yang hebat. Ilmu ini adalah ilmu sesat dari Pulau Neraka, dimiliki oleh guru Hong Beng dari nenek Lulu dan biarpun ilmu ini hanya terdiri dari delapan jurus, namun dahsyatnya bukan kepalang. Begitu Hong Beng menyerang, diam-diam Sin-kiam Mo-li terkejut karena kebutannya dapat terpukul membalik, bahkan dadanya nyaris terkena pukulan. Untung ia masih sempat membuang diri ke belakang sambil berjungkir balik lalu memutar kebutan di depan tubuh untuk menghalau serangan berikutnya.
Akan tetapi Hong Beng tidak mau memberi ke-sempatan lagi kepada lawannya. Dia
mendesak maju dengan jurus berikutnya dari Cui-beng Pat-ciang (Delapan Jurus Pengejar Arwah)! Kembali kebut-an merah itu terpukul membalik dan dua pukulan tangan dari kanan kiri mengancam Sin-kiam Mo-li. Wanita ini terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa murid keluarga Pulau Es memiliki pukulan yang demikian mengerikan, yang sifatnya ganas dan lebih tepat kalau dimiliki golongan sesat. Karena tidak mengenal jurus-jurus ini, maka ia terdesak dan terpaksa ia kembali melempar tubuh ke belakang, mendekati dinding dan sekaligus ia mencabut seba-tang pedang yang tergantung di situ. Dengan pe-dang di tangan kanan dan kebutan di tangan kiri Sin-kiam Mo-li kini menyerang Hong Beng. He-bat memang wanita ini kalau sudah memainkan dua buah senjatanya. Pedangnya menyambar-nyambar ganas dan kebutannya membantu gerakan pedang, bahkan kedua senjata itu selain saling bantu dalam serangan, juga saling melindungi. Kalau pedang me-nangkis, kebutan menyerang dan sebaliknya. Dan Hong Beng yang bertangan kosong itu terdesak hebat! Ketika dia tersudut dan tidak ada jalan ke-luar lagi, pemuda ini menjadi nekat hendak mengadu nyawa.
Sambil mengeluarkan pekik dahsyat, dia mengerahkan tenaganya dan memukul dengan Ilmu Silat Toat-beng Bian-kun, yang membuat kedua tangannya menjadi lemas seperti kapas, namun me-ngandung tenaga dahsyat yang dapat mencabut nyawa lawan dengan sekali pukul.
Namun, pedang di tangan Sin-kiam Mo-li menyambar sedangkan kebutan-nya menotok ke arah pergelangan tangan yang me-mukul, Hong Beng tentu saja menarik tangannya karena maklum bahwa ujung kebutan itu beracun dan biarpun dia sudah miringkan tubuh, tetap saja pun-daknya tercium pedang sehingga bajunya robek ber-ikut kulit dan sedikit daging di pangkal lengan kiri-nya! Sebuah tendangan yang menyusul, membuat tubuhnya terlempar ke arah pintu kamar.
"Tukk!" Tubuh itu disambut oleh seorang tosu yang sudah menotoknya dengan ujung tongkat se-hingga Hong Beng roboh dengan kaki tangan lum-puh dan tidak mampu bergerak lagi.
"Ha-ha-ha, apakah pengantinmu ini banyak bertingkah, Mo-li?" kata Thian Kek Seng-jin, tokoh Pek-lian-kauw yang tadi menggunakan tong-kat naga hitamnya menotok Hong Beng yang sudah terluka. Tosu ini sedang menanti gilirannya karena ketika menarik undian, gilirannya adalah yang ter-akhir. Tiga orang tosu memasuki kamar bersama tiga orang gadis pelayan, sedangkan yang tiga orang lagi termasuk Thian Kek Seng-jin, menanti giliran mereka. Karena iseng, Thian Kek Seng-jin berjalan-jalan menuju ke kamar Sin-kiam Mo-li sehingga dia dapat merobohkan Hong Beng yang kebetulan terlempar, ke pintu ketika dia membuka daun pintu karena mendengar suara perkelahian di dalam ka-mar itu.
"Biar kubunuh saja tikus ini!" kata pula Thian Kek Seng-jin sambil menggerakkan tongkatnya.
"Jangan!" teriak Sin-kiam Mo-li. "Dia men-jadi sandera yang berharga bagi kita." Memang wa-nita itu cerdik. Mendapat tawanan murid keluarga Pulau Es merupakan modal yang baik, Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
691 karena pe-muda itu dapat menjadi sandera yang tentu akan dihargai oleh keluarga Pulau Es.
Selain itu, juga diam-diam ia masih mengharapkan untuk dapat mematahkan semangat pemuda ini dan suatu saat dapat menjatuhkan hati pemuda itu dan menariknya ke dalam pelukannya.
"Ha-ha-ha, pendapat itu boleh juga," kata Thian Kek Seng-jin sambil tertawa. "Dan bagai-mana kalau pinto saja menggantikan pemuda ini untuk menghibur hatimu yang kecewa?"
Sin-kiam Mo-li mengangkat muka memandang tosu itu. Seorang tosu yang biarpun sudah tua, na-mun nampak penuh semangat. Tubuhnya kurus ke-ring, akan tetapi mukanya merah darah dan gerak-geriknya masih tangkas dan gesit, sepasang matanya bercahaya seperti mata kucing. Boleh juga, pikirnya, karena selain hatinya kesal atas penolakan Hong Beng dan ia membutuhkan teman untuk menghi-burnya, juga ia melihat keuntungannya kalau berbaik dengan tosu Pek-lian-kauw yang lihai dan mempunyai pengaruh besar di perkumpulannya itu.
Sin-kiam Mo-li tersenyum. "Baiklah, totiang. Akan tetapi bantu dulu aku melempar orang keras kepala ini ke dalam kamar tahanan karena tiga orang pelayanku sedang sibuk melayani para tosu lainnya."
Tentu saja Thian Kek Seng-jin girang sekali. Dia bukanlah seorang pengejar wanita cantik seperti Ok Cin Cu dan yang lain, akan tetapi baginya jauh lebih menyenangkan menjadi teman tidur nyonya rumah yang biarpun sudah lebih tua namun jauh lebih cantik menarik dari pada tiga orang gadis pela-yan itu, apa lagi kalau dia memperoleh giliran paling akhir! Dia lalu menyambar tubuh Hong Beng, sekali mencokel dengan tongkatnya, tubuh pemuda itu ter-angkat naik dan dikempitnya.
"Ke mana dia harus dilempar?" tanyanya sambil menyeringai. Wajahnya yang kemerahan memang tidak begitu buruk seperti para tosu lainnya, maka tidak mengherankan kalau Sin-kiam Mo-li mene-rimanya.
"Mari ikuti aku," kata wanita itu yang memasuki sebuah pintu rahasia di ruangan belakang.
Pintu ini tersembunyi di balik sebuah almari yang digeser ke kiri dan di belakang pintu terdapat sebuah terowongan yang menuju ke bawah tanah. Kiranya rumah besar itu selain terjaga di sekelilingnya oleh tempat-tempat rahasia penuh jebakan, juga memiliki ruang-an bawah tanah yang cukup luas! Ia memasuki se-buah kamar tahanan di bawah tanah itu, kamar tahanan yang kuat karena dindingnya dilapisi baja dan pintunya juga dari baja dengan ruji-ruji sebesar lengan yang amat kokohnya pada jendela kamar itu. Dengan kasar Thian Kek Seng-jin melempar tubuh Hong Beng ke dalam kamar ini yang berlantai batu. Tubuh yang sudah lumpuh kaki tangannya dan tidak mampu bergerak itu terbanting ke atas lantai, kemu-dian daun pintunya ditutup dan dikunci dari luar oleh Sin-kiam Mo-li.
Kebetulan Hong Beng terjatuh dengan muka menghadap keluar, maka Sin-kiam Mo-li
meman-dang kepadanya, lalu tersenyum dan berkata, "Gu Hong Beng, kalau aku
menghendaki, saat ini engkau tentu sudah menjadi mayat."
"Bunuhlah, tak perlu banyak cerewet. Siapa takut mati?" Hong Beng menjawab. Yang lumpuh hanya kaki dan tangannya, sedangkan anggauta tubuh lainnya tidak.
Sin-kiam Mo-li tidak marah, hanya tertawa. Kini ia sudah dapat mengatasi kekecewaan dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
692 ke-marahannya. Menghadapi seorang pemuda gagah perkasa dan keras hati seperti murid keluarga Pulau Es ini tak boleh menggunakan kekerasan seperti terhadap pemuda lain yang pernah diculiknya, hal ini ia tahu benar. Maka, iapun ingin berganti siasat. "Justeru karena engkau tidak takut mati maka aku merasa sayang untuk membunuhmu. Nah, kuberi waktu kepadamu untuk merenungkan semua keada-anmu dan kuharap engkau tidak begitu tolol untuk mempertahankan kekerasan hatimu dan memilih mati secara konyol." Setelah berkata demikian, Sin-kiam Mo-li tersenyum dan menggandeng tangan Thian Kek Seng-jin yang tertawa-tawa ketika me-reka berdua bergandeng tangan meninggalkan ruang-an bawah tanah itu.
Hong Beng menggeletak di lantai kamar tahanan itu. Sunyi bukan main di situ, tak terdengar suara apapun dan tidak terlihat sesuatu yang bergerak. Dia merasa seperti berada di dunia lain! Untung masih ada sebuah lampu lentera tergantung di luar kamar tahanan dan sinarnya memasuki kamar melalui jen-dela beruji baja. Hong Beng maklum bahwa dia tidak dapat mengharapkan bantuan dari luar. Mati hidupnya tergantung kepada dirinya sendiri dan se-lagi dia masih bernapas, dia tidak akan putus harap-an. Akan tetapi, bagaimanapun juga, kalau jalan keselamatannya harus melalui penyerahan diri kepada Sin-kiam Mo-li seperti yang dikehendaki wanita cabul itu, dia tetap menolak dan memilih mati! Dia sudah banyak mendengar dari suhunya dan juga dari pengalamannya di dunia kang-ouw tentang wanita cabul macam Sin-kiam Mo-li. Kalau sudah bosan kepada seorang laki-laki, tentu akan dibunuhnya.
Yang terpenting adalah membebaskan totokan ini, pikirnya. Maka Hong Beng lalu
memejamkan kedua matanya, mengatur pernapasan dan perlahan-lahan mulai mengerahkan hawa murni di tubuhnya untuk membobolkan bendungan jalan darah yang tertotok. Totokan di punggung oleh tongkat tokoh Pek-lian-kauw tadi memang hebat dan melumpuh-kan kedua kaki tangannya.
Akhirnya, setelah dia mulai dapat mengumpulkan tenaga dan daya totokan itupun mulai melemah, dia mampu membebaskan diri dari totokan itu dan mam-pu menggerakkan kembali kaki tangannya. Hong Beng lalu bangkit duduk dan bersila, bersamadhi beberapa lamanya sampai tenaganya pulih kembali. Diperiksanya luka di pundak. Hanya luka lecet, tidak berbahaya dan darahnya sudah berhenti. De-ngan robekan ikat pinggang, dibalutnya pundak itu. Kemudian dia bangkit berdiri berjalan-jalan seben-tar untuk memulihkan kekakuan kedua kakinya, ba-ru dia mulai memeriksa kamar tahanan itu. Dico-banya ruji baja dan pintu, namun dia mendapat kenyataan bahwa dengan tenaga biasa, tak mungkin dia akan mampu lolos dari kamar baja ini seperti yang sudah diduga. Orang macam Sin-kiam Mo-li tak mungkin demikian ceroboh dalam membuat ka-mar tahanan. Tidak ada jalan lain baginya kecuali menanti apa yang akan datang menimpanya. Yang penting, dia sudah dapat bergerak dan masih hidup! Maka diapun kembali duduk bersila di tengah kamar itu, di atas lantai batu yang dingin.
Entah berapa lamanya dia bersamadhi, Hong Beng tidak tahu karena di dalam kamar tahanan itu tak pernah dapat didengar suara apa-apa, juga ha-nya lentera itu yang menerangi cuaca sehingga dia tidak mengenal waktu. Tiba-tiba telinganya yang terlatih mendengar langkah kaki lirih menghampiri kamarnya dan tak lama kemudian, dari jendela ter-dengar suara mendesis.
"Sssttt....!" Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
693

Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong Beng mengangkat muka dan melihat wajah gadis cilik yang mengaku bernama Kao Hong Li itu telah menjenguk dari luar ruji jendela. Cepat dia bangkit dan menghampiri.
"Suheng, aku menyesal sekali bahwa gara-gara aku engkau sampai tertangkap dan ditawan di sini kata Hong Li.
"Nona.... eh, sumoi Kao Hong Li, apakah engkau dapat membuka pintu ini dari luar?"
Gadis remaja itu menggeleng kepalanya. "Pe-nyimpan kunci adalah subo sendiri dan pintu ini tak mungkin dibuka tanpa kunci."
Hong Beng mengerti. "Sumoi, kalau begitu, se-lagi ada kesempatan, ceritakanlah kepadaku semua pengalamanmu secara singkat saja. Bagaimana eng-kau yang katanya dahulu diculik seorang pendeta Lama, tahu-tahu dapat menjadi anak angkat dari murid Sin-kiam Mo-li."
Tadi ketika diusir pergi oleh gurunya, Hong Li memasuki kamarnya dan anak ini mulai memutar otaknya. Hatinya merasa tidak senang kepada su-bonya dan timbul rasa penasaran, heran dan juga curiga terhadap subonya yang menjamu tujuh orang tosu yang kelihatan begitu kurang ajar, kasar dan ganas. Apa lagi ketika ia teringat kepada Gu Hong Beng, orang yang bahkan menjadi utusan ayah ibu-nya untuk mencarinya, hatinya dipenuhi rasa kha-watir.
Malam itu, diam-diam ia keluar dari tempat tidurnya melakukan pengintaian dan dapat dibayang-kan betapa kaget rasa hatinya ketika ia melihat Gu Hong Beng dikempit oleh seorang tosu kurus kering yang berjalan menuju ke lorong bawah tanah bersa-ma subonya. Ia menanti sampai dua orang itu yang tertawa-tawa sambil bergandeng tangan keluar dari lorong bawah tanah. Hong Li bersikap hati-hati sekali, tidak berani segera memasuki lorong itu ka-rena ia khawatir kalau-kalau subonya akan kemba-li. Ia menanti sampai jauh malam.
Setelah suasana sunyi, tidak nampak tiga orang gadis pelayan yang ia tidak tahu entah berada di mana, tidak nampak seo-rangpun di luar kamar, ia lalu menyelinap dan me-masuki lorong bawah tanah melalui pintu rahasia yang sudah dikenalnya. Seperti yang dikhawatirkan-nya, ia melihat pemuda itu telah berada di dalam kamar tahanan yang kokoh kuat itu.
"Aku memang diculik orang, suheng," Hong Li mulai bercerita. "Penculikku adalah seorang kakek bernama Ang I Lama. Akan tetapi, di tangah per-jalanan, aku ditolong dan dilarikan oleh subo yang kemudian mengangkatku sebagai anak dan mengambil aku sebagai murid, setelah minta aku berjanji untuk menjadi muridnya selama lima tahun. Karena aku merasa berhutang budi, maka akupun berjanji dan aku menjadi muridnya sampai sekarang."
Hong Beng mengerutkan alisnya. Kalau begitu, benar bahwa wanita iblis itu bukan penculik Hong Li, bahkan penolongnya! Lalu dia teringat akan ke-matian Ang I Lama yang kemudian dikabarkan bah-wa pembunuhnya adalah ayah ibu gadis remaja ini.
"Adik Hong Li, apakah engkau tahu apa yang selanjutnya terjadi dengan Ang I Lama, penculikmu itu?"
"Ah, dia telah datang ke sini untuk merampasku kembali, akan tetapi dalam perkelahian yang amat hebat, akhirnya dia terkena tusukan pedang subo dan dia melarikan diri, sampai sekarang tidak ada kabar ceritanya lagi."
Hong Beng mengangguk-angguk, mengerti bahwa pembunuh Ang I Lama adalah Sin-kiam Mo-li pula. "Dengar, adik Hong Li, engkau telah terjatuh ke tangan orang yang amat jahat.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
694 Engkau tahu, orang yang menjadi gurumu itu bersekong-kol dengan para tosu Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai, orang-orang yang amat jahat walaupun mereka berpakaian pendeta. Karena itu sekarang engkau pergilah meninggalkan tempat ini. Selagi ada kesempatan, sumoi.
Mereka semua sedang bersenang-se-nang dan engkau tentu akan mampu keluar dari da-erah ini dengan selamat."
"Pergi" Tapi.... ke mana....?" Ga-dis remaja itu memandang dengan mata terbelalak.
"Aku tidak tahu jalan pulang...."
"Pergilah, ke mana saja asal tidak di sini. Perlahan-lahan engkau dapat mencari jalan pulang.
Percayalah kepadaku, demi keselamatanmu, pergilah dari sini malam ini juga...."
"Akan tetapi engkau sendiri menjadi tawan-an...."
"Jangan hiraukan aku, sumoi. Yang penting engkau harus bebas dari neraka ini sebelum terjadi hal yang lebih buruk atas dirimu. Aku akan menanti kesempatan dan berusaha menyelamatkan diri."
Akan tetapi gadis cilik itu menggeleng kepalanya. "Tidak mungkin, suheng. Aku tidak mungkin pergi dari sini meninggalkan subo."
"Eh" Kenapa tak mungkin?" Hong Beng me-mandang heran.
"Lupakah kau akan ceritaku tadi" Aku telah diselamatkan subo dari tangan penculikku dan aku sudah berjanji dengan sumpah untuk menjadi murid-nya selama lima tahun. Sebelum lewat waktu itu, tak mungkin aku pergi meninggalkannya."
"Akan tetapi, ia bukan orang baik-baik. Iaseorang yang jahat sekali, iblis betina yang kejam, ahh, engkau tidak dapat membayangkan betapa kejam dan jahatnya...." Hong Beng bergidik membayang-kan gadis cilik ini menjadi murid seorang wanita seperti Sin-kiam Mo-li.
"Engkau pergilah dari sini!"
"Tidak, suheng, bagaimanapun juga aku tidak akan pergi, kecuali kalau subo yang menyuruh aku pergi atau.... kalau subo sudah tidak ada lagi. Selama ia masih hidup dan tidak menyuruh aku pergi, aku tidak akan melanggar janji dan sumpahku sendiri!"
Hong Beng memandang kagum. Bagaimanapun juga, anak ini sungguh mengagumkan dan
pantas menjadi puteri keluarga Kao, keturunan dari Pulau Es dan Gurun Pasir! Masih kecil namun sudah demikian gagah dan teguh memegang janji.
"Baiklah kalau begitu, pergilah keluar dari sini, sumoi, jangan sampai ketahuan orang lain bahwa engkau masuk ke sini."
"Nanti dulu, suheng, aku harus mencari akal bagaimana untuk dapat membebaskan engkau dari sini. Kalau engkau dapat keluar dari kamar ini, lalu aku mengantarkan kau keluar dari daerah kami, tentu kau akan selamat." Anak itu mengerutkan alisnya, berpikir mencari akal.
Akan tetapi ia tidak dapat menemukan akal itu. "Aihh...." ia mengeluh dan menggeleng kepala. "Satu-satunya jalan adalah mencuri kunci itu dari subo. Akan tetapi betapa mungkin kalau kunci itu selalu dikantonginya?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
695 Memang tidak mungkin, murid murtad!" Tiba-tiba terdengar suara Sin-kiam Mo-li dan wanita itu telah berdiri di ambang pintu! Hong Li mem-balikkan tubuhnya menghadapi subonya, sedikitpun tidak nampak takut! Bukan kebetulan saja Sin-kiam Mo-li memasuki lorong bawah tanah itu. Tadi se-bagai pengganti Hong Beng yang menolaknya ia mengajak Thian Kek Seng-jin ke dalam kamarnya.
Akan tetapi ia sama sekali tidak memperoleh kepuasan atau kesenangan bersama tosu ini, bahkan ia merasa muak dan akhirnya ia menyuruh tosu itu pindah ke kamarnya sendiri dengan alasan bahwa kepalanya pusing dan ia mau istirahat dan tidur sendiri. Dengan sikap penuh kemenangan Thian Kek Seng-jin meninggalkan kamar nyonya rumah itu, tidak merasa bahwa dia telah diusir oleh wanita can-tik itu karena sikap Sin-kiam Mo-li yang halus. Setelah tosu itu pergi, Sin -kiam Mo-li gelisah tak mampu pulas karena ia masih teringat kepada Hong Beng dan merasa penasaran. Akhirnya, ia tidak ta-han lagi dan keluar dari kamarnya, memasuki lorong bawah tanah dan ia mendengar ucapan terakhir dari muridnya. Tentu saja ia marah sekali melihat mu-ridnya berada di situ dan bercakap-cakap dengan tawanannya, apa lagi mendengar ucapan terakhir muridnya yang menyatakan ingin mencuri kunci kamar tahanan itu.
Akan tetapi, Hong Li menghadapi subonya dan sinar mata anak ini sama sekali tidak memperlihat-kan rasa takut. Ia menentang mata subonya yang mencorong itu dengan membuka matanya lebar-lebar penuh rasa penasaran.
"Subo, kenapa subo menangkap suhengku" Suheng Gu Hong Beng ini adalah murid dari paman-ku, dan dia datang ke sini karena hendak mencari aku yang hilang diculik orang. Subo harus membe-baskan dia agar dapat melapor kepada ayah ibuku bahwa aku berada dalam keadaan selamat dan menja-di murid subo di sini!"
Sin-kiam Mo-li memandang dengan mu-ka merah. Dalam keadaan biasa, tentu iapun merasa kagum melihat keberanian muridnya. Akan tetapi ia sedang kecewa dan marah karena penolakan Hong Beng, maka kini ia menjadi marah sekali.
"Bocah setan! Engkau malah hendak membela musuh" Dia melanggar daerahku tanpa ijin, bahkan telah menentang orang-orangku. Dan engkau hen-dak mencuri kunci
membebaskannya. Anak tak me-ngenal budi kau!" Tiba-tiba tangannya menyam-bar dan biarpun Hong Li berusaha mengelak, tahu-tahu lengannya telah dapat ditangkap dan Sin-kiam Mo-li menyeretnya dan melemparkannya ke dalam kamar tahanan kosong di sebelah kamar tahanan Hong Beng itu, lalu mengunci pintunya dari luar.
"Nah, kalau engkau berpihak kepada musuh, berarti engkau memusuhi aku dan menjadi anak angkat dan murid yang durhaka dan murtad. Biarlah engkau merasakan hukuman selama beberapa hari- di situ!" Setelah berkata demikian, Sin-kiam Mo-li meninggalkan lorong itu.
Keinginannya untuk membujuk Hong Beng lagi menjadi hilang oleh ke-marahannya terhadap Hong Li.
"Ah, sungguh celaka, aku tidak mampu meno-longmu, bahkan aku yang membuatmu
dimarahi su-bomu dan kini engkaupun ditangkap dan dihukum," kata Hong Beng dengan hati menyesal bukan main. Bagaimana dia tidak akan menyesal" Tadinya, bi-arpun menjadi murid iblis betina, Hong Li hidup bebas dan gembira. Setelah dia datang dengan usa-hanya membebaskan Hong Li, dia sendiri tertangkap dan gadis cilik ini ditawan pula karena dia!
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
696 "Sudahlah, suheng, tidak perlu menyesal dan mengeluh. Aku malah ingin melihat apa yang akan dilakukan subo terhadap diriku, agar aku memper-oleh keyakinan orang macam apa adanya subo dan bagaimana perasaan hatinya terhadap diriku."
"Hemm, engkau tidak tahu, sumoi. Subomu itu adalah anak angkat dari mendiang Kim Hwa Nio-nio, seorang di antara tokoh-tokoh pemberontak jahat yang tewas di tangan para pendekar termasuk keturunan Pulau Es dan Gurun Pasir! Kurasa ia tidak bermaksud baik terhadap dirimu, karena ia adalah musuh besar dari para pendekar."
"Akan tetapi buktinya ia selalu bersikap baik kepadaku, dan baru sekarang ia marah kepadaku. Hal inipun karena kesalahanku sendiri. Biarlah, aku akan melihat bagaimana sikapnya selanjutnya." Dan anak yang berhati tabah sekali ini lalu dengan tenang saja merebahkan diri di atas lantai dingin dan me-mejamkan matanya! Melihat ini, Hong Beng sema-kin kagum. Diapun lalu duduk bersila untuk ber-samadhi, mempersiapkan diri untuk menghadapi apapun juga.
"Sin-kiam Mo-li....! Aku Bi-kwi murid Sam Kwi datang berkunjung. Keluarlah dan temui aku karena aku tidak ingin melanggar daerahmu!"
Wanita itu adalah Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi, wanita yang cantik. Berbeda dari hari-hari kemarin semenjak ia menjadi isteri Yo Jin, kini ia kembali seperti sebelum itu, seperti ketika ia masih menjadi Bi-kwi yang sesat dan jahat. Kini ia mengenakan pakaian mewah sehingga membuat dirinya semakin cantik, apa lagi ia menambah pemerah bibir dan pipi, juga penghitam alis. Sebatang pedang tergantung di punggungnya. Ini merupakan siasat yang telah dia-turnya bersama Sim Houw dan Bi Lan. Untuk dapat mendekati Sin-kiam Mo-li dan menyelidiki apakah puteri keluarga Kao benar berada di situ, ia harus kembali menjadi Bi kwi murid Sam Kwi yang jahat, seorang tokoh dunia sesat yang ditakuti orang. Kini ia berdiri di luar hutan pertama dari daerah tempat tinggal Sin-kiam Mo-li dan beberapa kali ia me-ngeluarkan seruan itu dengan teriakan melengking nyaring karena didorong oleh tenaga khi-kang. Ia harus pandai bersandiwara, apa lagi di tempat itu terdapat para tosu Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai yang pernah bermusuhan dengannya karena ia mem-bela Yo Jin
Baru tiga kali ia mengulangi teriakannya, muncullah seorang gadis berpakaian serba hitam yang berwajah manis dan bersikap genit. Gadis ini adalah Hek Nio, seorang di antara tiga gadis pelayan Sin-kiam Mo-li. Ia diberi tugas untuk turun menyam-but tamu itu. Ketika Sin-kiam Mo-li mendengar suara itu, ia teringat bahwa mendiang ibu angkatnya memang bekerja sama dengan Sam Kwi, tiga orang datuk sesat yang terkenal. Karena nama Bi-kwi juga sudah terkenal di dunia kaum sesat, maka Sin-kiam Mo-li menganggapnya sebagai teman
segolongan dan iapun mengutus Hek Nio untuk keluar menyambut, sedangkan Ang Nio dan Pek Nio sibuk bekerja di dapur setelah mereka bertiga semalam suntuk melayani tujuh orang tosu yang tak menge-nal lelah itu.
Melihat munculnya Hek Nio, Bi-kwi cepat maju menghampiri dan memberi hormat yang dibalas pula oleh Hek Nio dengan hormat karena pelayan inipun sudah pernah mendengar akan nama Bi-kwi yang lihai. Ia belum pernah bertemu dengan Bi-kwi, juga majikannya belum, akan tetapi tadi ia telah diberi-tahu akan ciri-ciri Bi-kwi oleh Sin-kiam Mo-li yang sudah mendengar pula tentang keadaan diri Bi -kwi.
"Benarkah saya berhadapan dengan Setan Cantik (Bi-kwi) Ciong Siu Kwi?" Hek Nio
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
697 berkata, si-kapnya tetap menghormat.
"Benar, akan tetapi aku ingin bertemu dengan Sin-kiam Mo-li sendiri, bukan orang lain,"
kata Bi-kwi hati-hati, akan tetapi sengaja memperlihat-kan sikap angkuh, seperti sikapnya dahulu sebelum ia menjadi nyonya Yo Jin.
Hek Nio menjura. "Maaf, saya adalah pelayan bernama Hek Nio yang diutus oleh majikan saya untuk menyambut tamu. Akan tetapi, bagaimana saya dapat yakin bahwa engkau adalah benar Bi-kwi Ciong Siu Kwi" Kata majikan saya, kalau bukan Bi-kwi yang sesungguhnya, tidak boleh masuk."
"Huh, apakah Sin-kiam Mo-li begitu bodoh sehingga tidak mengenal mana orang aseli dan mana palsu" Mau bukti" Nah, inilah buktinya!" Tiba-tiba saja, secepat kilat menyambar, tubuh Bi-kwi sudah bergerak ke depan, akan tetapi yang meluncur maju hanya tangannya saja, sedangkan tubuhnya te-tap di tempat. Jarak antara ia dan pelayan itu ada satu setengah meter, akan tetapi lengannya dapat mulur dan tahu-tahu tangan itu telah mencengkeram tengkuk pelayan itu dan mengangkatnya lalu melem-parkannya ke atas! Tentu saja Hek Nio terkejut setengah mati. Iapun seorang yang sudah memper-oleh latihan yang cukup lihai.
Ketika tadi tangan Bi-kwi bergerak ke depan, ia membuat perhitungan bah-wa tangan itu tidak akan mencapai dirinya. Akan tetapi siapa kira bahwa lengan itu dapat mulur dan tahu-tahu tengkuknya ditangkap dan tubuhnya di-lempar ke atas. Ia segera berjungkir balik dan dapat turun lagi di atas tanah dengan baik sehingga Bi-kwi mengangguk-angguk.
"Pelayan Sin-kiam Mo-li boleh juga!" kata-nya.
Kini Hek Nio tidak berani main-main lagi. Se-mua tanda-tanda yang diberikan majikannya me-mang cocok dengan keadaan tamu ini. Maka iapun memberi hormat lagi sambil berkata,
"Marilah, toanio. Majikan kami telah menanti di ruangan tamu," katanya sambil membalikkan tubuh dan me-langkah ke depan. Bi-kwi tersenyum mendengar dirinya disebut nyonya besar, dan iapun mengikuti Hek Nio, akan tetapi dengan hati-hati dan menjaga agar ia selalu menginjak tanah bekas injakan pelayan itu. Di sepanjang perjalanan ini ia membuat cacatan dalam hatinya agar hafal akan jalan-jalan di tempat penuh rahasia itu. Karena ia memang seorang yang amat cerdik, ia sudah dapat membuat peta di dalam ingatannya, dan tahulah ia bahwa rahasia tempat itu berdasarkan pat-kwa sehingga lebih mudah untuk mengenal rahasianya.
Ketika ia dibawa masuk ke dalam rumah sampai ke ruangan tamu, di situ telah menunggu Sin-kiam Mo-li dan tujuh orang tosu. Dua di antara mereka amat dikenalnya, yaitu Ok Cin Cu tokoh Pat-kwa-pai dan Thian Kek Seng-jin tokoh Pek-lian-pai!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Bi-kwi pernah bentrok dengan dua orang tosu ini ketika memperebutkan Yo Jin yang ditawan oleh kedua tosu itu. Dengan sikap tenang, senyum manis di mu-lut, Bi-kwi memasuki ruangan tamu dan langsung saja ia menghampiri Sin-kiam Mo-li yang duduk tegak dengan sikap angkuh dan pandang matanya tajam penuh selidik mengamati wajah Bi-kwi yang cantik.
Bi-kwi menjura ke arah Sin-kiam Mo-li dan berkata dengan sikap ramah sekali, "Benarkah aku berhadapan dergan Sin-kiam Mo-li yang terkenal itu" Sungguh mengagumkan, ternyata lebih cantik dari pada yang pernah kudengar!"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
698 Senang juga hati Sin-kiam Mo-li mendapatkan pujian ini dan iapun bangkit berdiri, mempersilah-kan duduk sambil berkata, "Kiranya engkau yang berjuluk Bi-kwi" Memang julukan yang pantas, engkau cantik dan engkau cerdik, tentu juga pandai seperti setan!"
Bi-kwi tertawa. "Aih, Sin-kiam Mo-li sung-guh pandai memuji, membikin aku merasa malu saja."
"Siancai....! Murid tercinta dari Sam Kwi tentu saja pandai!" tiba-tiba Thian Kong Cin-jin, wakil ketua Pat-kwa-pai berkata sambil tertawa. "Sebelum mati, tentu ketiga Sam Kwi telah mewaris-kan semua ilmu kepandaiannya kepada murid me-reka yang sangat tercinta!" Kakek ini memberi penekanan kepada kata "tercinta" dan para tosu yang berada di situ tertawa, karena mereka semua sudah mendengar bahwa selain menjadi murid Sam Kwi, Bi-kwi juga menjadi kekasih mereka. Akan tetapi hal seperti ini dianggap tidak aneh oleh kaum sesat, maka dengan sikap enak saja, tanpa malu-malu atau kikuk, Bi-kwi menatap wajah kakek itu dengan tersenyum mengejek.
"Apa salahnya" Kalau kedua pihak sudah saling setuju, cinta boleh dimainkan oieh siapa saja, bukan" Tidak benar demikiankah, Mo-li?"
"Hi-hik, sekali ini Thian Kong Cin-jin termakan pertanyaan sendiri yang usil," kata Sin-kiam Mo-li, senang dan merasa cocok dengan Bi-kwi.
"Akan tetapi nanti dulu! Jangan terlalu percaya kepada wanita ini!" Tiba-tiba Ok Cin Cu berkata dengan lantang sambil bangkit berdiri dari bangku-nya, memandang kepada Bi-kwi.
"Harap kalian semua ketahui bahwa pinto berdua Thian Kek Seng-jin, pernah bentrok dengan Bi-kwi, dan dalam ben-trokan itu, dia bekerja sama dengan seorang pende-kar! Jangan-jangan kedatangannya ini adalah se-bagai mata-mata dari para pendekar yang mengutus-nya!"
Semua orang terkejut dan Sin-kiam Mo-li juga bangkit, meraba gagang pedang di
punggungnya sam-bil memandang kepada Bi-kwi dan membentak, "Keparat! Benarkah itu, Bi-kwi?"
Bi-kwi memang sudah memperhitungkan serangan yang datang dari dua orang tosu itu sebelum ia datang ke tempat ini, maka iapun bersikap tenang saja, malah tersenyum mengejek tanpa bangkit dari tempat duduknya dan memandang kepada Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin, kemudian menghadapi Sin-kiam Mo-li.
"Tidak kusangkal bahwa memang pernah aku bentrok dengan dua orang tua bangka tak tahu malu ini, akan tetapi sayang tosu Ok Cin Cu yang terhor-mat ini sama sekali tidak menceritakan sebab ben-trokan. Nah, Mo-li, aku mau bercerita, dan dua orang tosu tua bangka boleh mendengarkan dan membantah kalau ceritaku behong."
Sin-kiam Mo-li mulai bimbang dan kecuriga-annya menipis melihat sikap Bi-kwi yang demikian tenang. Orang yang mengandung niat buruk tidak mungkin dapat setenang itu.
"Ceritakanlah sebe-narnya!"
"Begini, Mo-li. Pada suatu hari aku mendapat-kan seorang kekasih baru yang amat kucinta.
Akan tetapi pemuda kekasihku itu karena suatu percekcokan, telah ditawan orang yang dibantu oleh Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin! Nah, karena aku harus membebaskan kekasihku itu, maka terjadi bentrok antara aku dan mereka berdua sehingga ter-jadi Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
699 perkelahian. Engkau tentu tahu sendiri bagai-mana sakitnya rasa hati kalau kekasih diganggu orang, Mo-li. Apakah engkaupun tidak akan menjadi marah kalau kekasihmu yang baru saja kauperoleh dan sangat kaucinta, diganggu orang?"
Sin-kiam Mo-li mengangguk-angguk membe-narkan. "Akan tetapi, bagaimana kau dapat bekerja sama dengan orang dari golongan pendekar" Be-narkah itu?"
"Itupun ada ceritanya. Biar Ok Cin Cu melan-jutkan keterangannya yang bermaksud melempar-kan fitnah tadi. Ok Cin Cu, siapakah pendekar yang kaumaksudkan bekerja sama dengan aku itu?"
"Ha-ha-ha, jangan pura-pura menyangkal, manis. Dia adalah Pendekar Suling Naga!"
"Ahh....!" Sin kiam Mo-li terkejut ka-rena iapun sudah mendengar akan kehebatan pende-kar ini yang kabarnya memiliki ilmu kepandaian amat tinggi. Ia memandang kembali kepada Bi-kwi de-ngan alis berkerut dan mata mengandung kecurigaan. "Benarkah engkau bekerja sama dengan Pendekar Suling Naga dalam bentrokan melawan kedua orang totiang ini, Bi-kwi?"
Bi-kwi masih tetap tenang dan tersenyum sim-pul mengandung ejekan kepada dua orang tosu itu. "Tidak kusangkal, akan tetapi hal itupun ada penjelasannya. Biarlah kulanjutkan ceritaku, Mo-li, dan juga para totiang yang lain agar mendengarkan dan mempertimbangkan secara adil." Bi-kwi berhenti sebentar dan memandang kepada para tosu yang ha-dir bergantian dengan sinar mata yang bercahaya te-rang dan senyum manis sehingga di luar kesadaran mereka, para tosu yang terpesona oleh kecantikan wanita ini mengangguk.
"Sudah kuceritakan tadi betapa kekasih baruku ditawan oleh mereka berdua. Aku berusaha untuk membebaskannya sehingga terjadi bentrokan di anta-ra kami. Kemudian, Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin menemui aku dan mengajukan usul, yaitu, Thian Kek Seng-jin minta kepadaku untuk mem-bantu mereka berdua untuk menyerang dan melawan seorang pendekar keluarga Pulau Es yang bernama Suma Ciang Bun. Dan aku sudah memenuhi permin-taan itu sampai akhirnya kami bertiga berhasil melu-kai pendekar itu yang melarikan diri. Hei, Thian Kek Seng-jin, tidak benarkah ceritaku ini" Tidak benarkah bahwa aku telah membantu kalian menye-rang Suma Ciang Bun dan melukainya?"
Thian Kek Seng-jin tidak dapat membantah dan diapun mengangguk.
"Nah, begitu baru laki-laki jujur," kata Bi-kwi. Ceritanya bahwa ia membantu mereka mengalahkan pendekar keluarga Pulau Es telah mendatangkan ke-san baik dalam hati Sin-kiam Mo-li. "Selain Thian Kek Seng-jin, juga Ok Cin Cu minta kepadaku un-tuk melayani nafsu berahinya semalam suntuk. Kalau aku memenuhi kedua permintaan itu, baru mereka akan membebaskan kekasihku itu. Dan akupun dengan hati rela telah memenuhi permintaan Ok Cin Cu. Hei, Ok Cin Cu, bukankah aku telah melayani dan tidur bersamamu selama semalam suntuk?"
Ok Cin Cu bersungut-sungut. "Tidak ada be-danya tidur ditemani sesosok mayat!"
"Tentu saja, aku tidak cinta padamu dan hatiku sedang kesal karena kalian menawan kekasihku, mana mungkin aku bersikap hangat?" Bi-kwi tertawa dan Sin-kiam Mo-li juga tersenyum. Melihat ben-tuk tubuh Ok Cin Cu yang perutnya gendut sekali itu, mukanya pucat kuning dan rambutnya yang pu-tih riap-riapan, wanita mana yang akan timbul se-leranya Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
700 berdekatan dengan dia"
"Nah, aku telah memenuhi permintaan mereka berdua, membantu mereka mengalahkan
keluarga pendekar Pulau Es dan melayani Ok Cin Cu semalam suntuk, akan tetapi apa yang mereka la-kukan" Mereka tidak mau membebaskan kekasih-ku, bahkan menyerang dan
hendak membunuh aku!"
"Hemmm....!" Sin-kiam Mo-li melirik ke arah kedua orang tosu itu yang diam saja tak da-pat membantah.
"Karena aku tidak dapat mengalahkan pengeroyokan mereka dan tidak berhasil
membebaskan ke-kasihku, aku berduka sekali dan kebetulan aku bertemu dengan sumoiku, murid ke dua dari Sam Kwi yaitu Siauw-kwi. Nah, pada waktu itu Siauw-kwi sedang berpacaran dengan Pendekar Suling Naga. Mendengar kesulitanku, sumoi Siauw-kwi lalu membantuku dan pacarnya, yaitu Pendekar Suling Naga, membantu pula sehingga akhirnya aku berhasil mem-bebaskan kekasih baruku itu. Nah, apakah hal itu berarti aku bekerja sama dengan seorang pendekar untuk menentang kedua orang tosu ini" Pertemuan-ku dengan dia hanya kebetulan saja dan pendekar itu tidak membantuku, melainkan membantu sumoi-ku Siauw-kwi yang menjadi pacarnya."
Sin-kiam Mo-li menarik napas lega dan me-noleh kepada Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin. "Benarkah keterangannya itu, ji-wi totiang?"
"Benar, akan tetapi sumoinya yang berjuluk Siauw-kwi dan bernama Can Bi Lan itu telah ber-gabung dengan para pendekar!" kata Ok Cin Cu, masih bersungut-sungut karena diam-diam dia merasa jengkel mengenang betapa wanita cantik ini pernah melayaninya dengan dingin seperti mayat.
"Memang ada perbedaan antara aku dengan Siauw-kwi. Ia condong bekerja sama dengan para pendekar karena ia tergila-gila kepada Pendekar Suling Naga, bahkan ketika terjadi pertempuran an-tara kelompok yang dipimpin oleh Sai-cu Lama dan Kim Hwa Nio-nio, dengan kelompok para pende-kar, iapun membantu para pendekar, bahkan bentrok dan berkelahi dengan aku sendiri! Akan tetapi, ketika ia melihat aku berduka karena kehilangan kekasih baruku, ia lalu membantu dan karena aku ingin sekali mendapatkan kekasihku yang tertawan, tentu saja bantuannya kuterima. Harapanku untuk menyelamatkan kekasihku habis ketika dua orang tosu ini melanggar janji dan menipuku!"
Sin-kiam Mo-li percaya akan keterangan Bi-kwi karena dua orang tosu itu tidak membantah.
Akan tetapi, hatinya masih tak senang mendengar betapa Bi-kwi pernah dibantu oleh Pendekar Su-ling Naga, musuh besarnya karena di dalam pertem-puran itu, yang membunuh ibu angkatnya, Kim Hwa Nio-nio, adalah Pendekar Suling Naga itulah!
"Bi-kwi, apakah sejak itu engkau tidak pernah lagi berhubungan dengan Pendekar Suling Naga?"
"Huh, untuk apa berhubungan dengan dia" Ber-temupun aku tidak pernah! Sebelum dia membantu Siauw-kwi yang membantuku, pendekar itu dan semua temannya adalah musuh-musuh besarku. Sampai sekarangpun, para pendekar adalah musuh besarku!"
"Ha-ha, pendekar mana, Bi-kwi" Coba se-butkan!" kata Thian Kek Seng-jin.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
701 "Tosu bau, pendekar mana lagi kalau bukan keturunan keluarga Pulau Es" Engkau sudah melihat dengan kedua matamu sendiri betapa aku membantu kalian mengalahkan dan melukai Suma Ciang Bun, keturunan keluarga Pulau Es!" Sikap Bi-kwi yang membenci Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin ini memang tidak mengherankan yang lain karena tentu Bi-kwi masih mendendam oleh pelanggaran janji dan penipuan itu.
"Bi-kwi, siapakah kekasihmu itu dan di mana dia sekarang?" Sin-kiam Mo-li bertanya, tertarik melihat betapa seorang seperti Bi-kwi yang terkenal mempunyai kesukaan yang sama dengannya, dapat membela seorang kekasih seperti itu.
Bi-kwi tersenyum lebar. "Aih, Mo-li, seperti tidak tahu saja. Mana aku dapat tahan bersama seorang kekasih lebih dari tiga bulan" Aku sudah bosan dan sudah lama dia kusingkirkan."
Kemudian agar tidak harus melalui ujian dengan pria lain, apa lagi dengan tosu-tosu buruk di situ yang meman-dang kepadanya seperti segerombolan bandot meli-hat rumput muda, iapun menyambung, "Terus te-rang saja, Mo-li, sudah beberapa lamanya aku menjauhkan diri dari laki-laki. Aku sudah muak de-ngan mereka dan sebagai gantinya, aku lebih mende-katkan diriku dengan sesama wanita."
"Ehhh....?" Sin-kiam Mo-li membelalakkan matanya memandang rekannya itu. "Apa.... apa maksudmu?"
Terdengar Ok Cin Cu tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, pantas saja ketika melayani aku, begitu di-ngin! Tidak tahunya engkau telah mengubah kesu-kaanmu, Bi-kwi. Mo-li, agaknya dalam hal kese-nangan dunia, engkau biarpun lebih lihai dari Bi-kwi, namun kalah pengalaman. Bi-kwi telah menjadi seorang pencinta kaumnya sendiri, suka berhubung-an dengan sesama wanita, seperti juga beberapa orang di antara kami lebih suka berdekatan dengan pria--pria muda remaja dari pada dengan gadis-gadis."
Sin-kiam Mo-li belum pernah mendengar akan hal yang dianggapnya aneh sekali itu, maka ia hanya bengong. Dan memang pengakuan Bi-kwi bahwa ia kini tidak suka kepada pria melainkan suka berdekatan wanita merupakan satu di antara siasatnya. Ia sedang menyelidiki lenyapnya puteri keluarga Kao, seorang gadis remaja berusia tigabelas tahun, dan sudah mengenal pula orang macam apa adanya Sin-kiam Mo-li. Kalau ia mengaku sebagai orang yang suka menggauli sesama wanita maka apabila benar-benar Kao Hong Li berada di situ dan ma-sih hidup, lebih banyak kesempatan baginya untuk mendekatinya tanpa dicurigainya!
Dan ia memiliki alasan untuk mendekati gadis remaja itu.
"Wah, aneh sekali Apa senangnya.... dengan sesama wanita?" kata Sin-kiam Mo-li tanpa ma-lu-malu, sedangkan para tosu itu hanya tertawa-tawa saja.
"Ah, engkau belum tahu, Mo-li. Kalau engkau sudah merasakan senangnya, engkaupun akan sepen-dapat dengan aku, tidak lagi suka kepada laki-laki yang memuakkan."
Suasana menjadi gembira dan legalah hati Bi- kwi karena kini sikap mereka itu ramah dan senang, seolah-olah ia telah diterima di antara mereka dan tidak lagi dicurigai. Akan tetapi, tiba-tiba Ok Cin Cu yang cerdik berkata kepada Sin-kiam Mo-li. "Mo-li, kalau kawan kita Bi-kwi ini demikian membenci pendekar keluarga Pulau Es, bahkan kini membenci pria pula, kenapa tidak suruh dia saja membunuh tikus itu?" Hati Ok Cin Cu masih penuh kebencian dan dendam kepada Hong Beng karena memang pemuda itu musuh besarnya, terutama sekali Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
702 melihat betapa nyonya rumah agaknya tergila-gila pada pemuda itu.
-Sin-kiam Mo-li mengerutkan alisnya. Usul yang baik, pikirnya. Inilah bukti yang paling baik untuk melihat apakah benar Bi-kwi datang dengan iktikad baik ataukah menyimpan rahasia dan menja-di kaki tangan musuh.
"Hemm, baik juga. Pemuda itu berani menolak-ku, dan berkeras kepala. Memang sebaiknya kalau Bi-kwi yang membunuhnya, akan tetapi tidak seka-rang. Yang paling perlu sekarang aku ingin bertanya kepadamu, Bi-kwi. Apakah maksud kunjunganmu yang tiba-tiba ini?"
Berkata demikian, sepasang mata yang mencorong itu ditujukan kepada wajah Bi-kwi dengan penuh selidik.
Bi-kwi tadi sudah terkejut setengah mati bah-wa ia akan diserahi tugas membunuh seorang pemu-da. Akan tetapi diam-diam ia mencatat kata-kata lanjutan dari Sin-kiam Mo-li yang menyatakan betapa pemuda itu telah menolaknya! Hal ini ber-arti bahwa Sin-kiam Mo-li jatuh hati kepada pe-muda itu, entah siapa dan pemuda itu telah meno-lak cintanya! Kini ditanya oleh Sin-kiam Mo-li tentang maksud kedatangannya, ia menjawab de-ngan lancar dan tenang karena memang sebelumnya sudah diatur terlebih dulu sebagai siasatnya.
"Mo-li, seperti engkau ketahui juga, tiga orang guruku...."
"Juga kekasihnya.... heh-heh...." Ok Cin Cu mengejek.
"Benar, juga kekasihku, mereka telah tewas oleh para pendekar. Akan tetapi, para pendekar keturun-an keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir itu semuanya demikian lihai sehingga seorang diri saja, apakah dayaku" Aku ingin sekali membalas dendam, namun tahu akan kelemahan sendiri. Oleh karena itu, aku lalu teringat kepadamu, Mo-li. Bukankah engkau murid dari mendiang Kim Hwa Nio-nio, bahkan kabarnya juga anak angkatnya" Nah, Kim Hwa Nio-nio juga tewas dalam pertempuran itu. Aku yakin bahwa engkau tentu juga menaruh dendam.
Karena musuh-musuh kita sama, maka kurasa alangkah baiknya kalau kita bergabung untuk menghadapi mereka. Karena itulah aku datang ke sini, Mo-li."
Sin-kiam Mo-li mengangguk-angguk dan memandang kepada tujuh orang tosu itu.
"Bagaimana pendapat kalian, para totiang" Aku sendiri setuju untuk menerimanya sebagai sekutu karena Bi-kwi adalah tenaga yang amat baik, hal ini sudah banyak kudengar."
Para tosu itu lalu saling pandang dan dari pan-dang mata mereka, merekapun setuju dan senang kalau menerima bantuan seorang seperti Bi-kwi. "Akan tetapi, tidak mudah untuk bekerja sama de-ngan kami, Mo-li. Kepada dirimu, kami sudah percaya sepenuhnya. Akan tetapi kalau Bi-kwi ingin bekerja sama dengan kita, sebaiknya kalau ia meme-nuhi beberapa syarat terlebih dulu," kata Ok Cin Cu.
Bi-kwi menjebikan bibirnya memandang kepa-da Ok Cin Cu. Dalam kehidupan para tokoh sesat, memang tidak banyak dipergunakan tata susila dan sopan santun, sudah biasa mereka itu mengemukakan perasaan hatinya secara terbuka, bahkan perasaan tidak senangpun tidak disembunyikan.
"Ok Cin Cu, tosu tua bangka yang bau! Kalau syarat itu kau yang mengajukan aku tidak sudi ka-rena engkau akan menipuku lagi! Biarlah syaratnya ditentukan oleh Sin-kiam Mo-li. Tentu saja ka-lau disuruh melayani laki-laki, betapapun muda dan gantengnya, aku berkeberatan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
703 karena aku sudah tidak dapat lagi melayani pria setelah aku lebih ber-dekatan dengan wanita.
Apalagi disuruh melayani ka-lian ini, terutama sekali engkau, Ok Cin Cu. Aku tidak sudi!
Nah, syarat apa yang diajukan agar kalian percaya kepadaku?" Biarpun di luarnya Bi-kwi bersikap tenang dan memantang, namun jantungnya berdebar penuh ketegangan karena maklum bahwa ia tentu takkan mampu melakukan perbuatan yang jahat dan kejam, yang berlawanan dengan suara ha-tinya yang sudah berubah sama sekali itu. Ia dapat menyamar sebagai tokoh sesat, karena hal itu hanya lahiriah saja. Akan tetapi betapa mungkin batinnya dapat berubah menjadi jahat kembali" Lebih baik mati!
"Mo-li, tidak ada bukti yang lebih baik dari pada menyuruh ia membunuh pendekar yang menjadi tawananmu itu. Kalau ia mau membunuhnya, baru-lah kami percaya kepadanya,"
kata Ok Cin Cu, ma-rah karena ucapan Bi-kwi tadi menyinggung harga dirinya sebagai seorang pria.
Sin-kiam Mo-li mengangguk. "Bukti itupun baik sekali. Bi-kwi, mari ikut bersamaku!"
Bi-kwi menahan guncangan hatinya dan dengan sikap dibuat tenang iapun mengikuti Sin-kiam Mo-li, diikuti pandang mata dan tawa tujuh orang tosu itu. Sin-kiam Mo-li membawa Bi-kwi menuruni lorong di bawah tanah. "Hemm, menjemukan sekali tosu-tosu tua bangka itu!" Bi-kwi mengomel. "Mereka masih tidak percaya bahwa aku adalah musuh besar keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir. Pada hal, tiga orang guruku tewas di tangan para pendekar itu. Berilah orang-orang dari keluarga itu kepadaku dan akan kubunuh semua mereka!"
Sin-kiam Mo-li menghentikan langkahnya di jalan tangga yang menuruni lorong itu.
"Ketahuilah bahwa aku mempunyai dua orang tawanan dan ke-duanya adalah anggauta keluarga dan murid dari pa-ra pendekar Pulau Es dan Gurun Pasir"
"Ahh....! Benarkah itu, Mo-li" Siapakah mereka?" tanya Bi-kwi terkejut bukan dibuat-buat.
Sin-kiam Mo-li tersenyum bangga akan keberhasilannya. "Pertama-tama, aku telah berhasil menculik puteri keturunan Pulau Es dan Gurun Pasir."
"Benarkah" Hebat! Siapa ia?" Bi-kwi pura-pura bertanya pada hal jantungnya berdebar tegang karena ternyata dugaan Bi Lan dan Sim Houw benar, perempuan iblis inilah yang telah menculik Kao Hong Li itu.
"Ia benama Kao Hong Li, puteri dari pendekar Kao Cin Liong keturunan Gurun Pasir dan Suma Hui keturunan Pulau Es. Akan tetapi tak seorangpun yang menyangka padaku, dan baru-baru ini malah kuki-rim potongan rambutnya dan hiasan rambutnya ke-pada keluarga Kao yang mengadakan pesta ulang ta-hun!"
"Ihhh! Jadi engkaukah yang melakukan hal itu, yang melempar fitnah kepadaku?" Bi-kwi berseru kaget sekali, dan diam-diam ia waspada. Kalau wa-nita ini yang melakukan penukaran bingkisan di da-lam pesta ulang tahun Kao Cin Liong itu, berarti Mo-li sudah tahu akan kehadirannya dan tentu me-naruh curiga akan hubungannya yang baik dengan pa-ra pendekar!
"He-he, kaukira aku begitu bodoh untuk pergi sandiri ke sana" Ketika mendengar bahwa Kao Cin Liong mengadakan pesta ulang tahunnya aku lalu mengirimkan dua benda itu untuk Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
704 membuat mereka gelisah dan berduka, dan aku menyuruh seorang te-man yang boleh
dipercaya untuk mengirim sumbangan itu tanpa diketahui siapa pengirimnya. Dia adalah Sai-cu Sin-touw (Copet Sakti Kepala Singa), seo-rang kawan baik yang ahli untuk mencuri atau mencopet dengan kecepatan luar biasa. Dan dia sendiri-pun membenci para pendekar karena seringkali dia bentrok dengan mereka dan pernah beberapa kali dihajar."
"Ah....!" Bi-kwi bernapas lega. Tahulah ia kini siapa orang brewok yang menurut para pelayan dalam pesta telah masuk ke dalam dapur pura-pura mabok, kemudian menaruh racun dalam arak. Kira-nya itu adalah Sai-cu Sin-touw kaki tangan Sin-kiam Mo-li. Pantas saja dapat menukar bingkisan-nya tanpa ada yang mengetahuinya, karena dia me-mang ahli copet sesuai dengan julukannya.
"Dalam satu dua hari ini tentu dia kembali dan ingin aku mendengar laporannya, hi-hi-hik!"
Celaka, pikir Bi-kwi. Kini ia harus mengubah sikapnya, tidak mungkin lagi ia dapat berpura-pura tidak tahu akan penculikan itu. "Aihh, kiranya dia itu orangmu!" katanya lagi dengan sikap kaget dan memandang kepada nyonya rumah dengan mata ter-belalak. "Sungguh suatu hal yang amat kebetulan sekali. Apakah barangkali engkau pula yang me-nyuruh Sai-cu Sin-touw itu melempar fitnah ke-padaku?"
Sin-kiam Mo-li memandang tajam. "Dua kali engkau mengatakan melempar fitnah. Apa mak-sudmu?"
"Ketahuilah, Mo-li. Kao Cin Liong mengirim undangan dan membolehkan siapa saja
mendatangi ulang tahunnya. Aku mendengar akan hal itu dan aku ingin sekali tahu apa yang terjadi dan ingin pula melihat-lihat keadaan semenjak tiga orang suhuku tewas. Maka aku nekat mendatangi pesta itu. Dan terjadilah fitnah itu. Orangmu itu telah me-nukar bingkisanku dengan bungkusan terisi rambut dan hiasan rambut itu. Dan tentu saja akulah yang dituduh menculik puteri mereka dan mereka me-nyerangku! "
"Ehh" He-he-he, sungguh lucu. Aku belum tahu akan hal itu karena Sin-touw belum kembali.
Akan tetapi usahanya itu baik pula karena dia hen-dak mengacaukan pesta itu, dan karena iseng dan karena tahu pula bahwa engkau musuh mereka, maka dia sengaja menukar
bingkisan itu. Hi-hik, sungguh lucu."
"Memang dia telah berhasil mengacaukan pesta dengan menaburkan racun ke dalam arak.
Lagi-lagi aku yang menjadi pelampiasan amarah mereka. Ten-tu saja aku terpaksa melarikan diri menghadapi de-mikian banyaknya pendekar yang marah kepadaku. Dan akupun lalu lari ke sini untuk berlindung dan bersekutu denganmu."
Sin-kiam Mo-li terkekeh geli, sedikitpun tidak menaruh curiga kepada Bi-kwi karena wanita ini demikian berterus terang dan tidak nampak khawa-tir sama sekali. Kalau nanti utusannya itu pulang, tentu ia akan mendengar laporannya dan ia akan tahu apakah Bi-kwi membohong ataukah tidak.
"Ah, sungguh lucu sekali. Sai-cu Sin-touw memang pandai berulah. Kalau dia pulang aku akan memberi banyak hadiah kepadanya."
"Akan tetapi kenapa engkau menahan anak itu dan tidak kaubunuh saja?" Bi-kwi bertanya, se-ngaja bertanya dengan sikap kejam untuk memperli-hatkan betapa bencinya ia kepada Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
705 keluarga para pendekar itu.
"Aku suka kepadanya. Ia anak manis dan ber-bakat. Dan aku menculiknya dengan menyamar se-bagai Ang I Lama sehingga aku muncul sebagai penolong bagi anak itu. Maka aku lalu mengambil ia sebagai muridku, agar aku dapat lebih lama me-nikmati kemenangan ini dan kelak baru aku akan memukul benar-benar, entah dengan cara bagai-mana."
"Akan tetapi, kenapa sekarang kautawan?" Bi-kwi mendesak, heran.
"Ia mulai memberontak dan berpihak kepada seorang tawanan lain yang baru saja datang menye-rahkan diri. He-heh, kau tentu tidak akan mampu menduga siapa orang itu. Dialah yang akan kami minta agar kau membunuhnya. Dia datang untuk mencari Hong Li, akan tetapi aku berhasil menang-kapnya. Dia tampan dan gagah, dan aku..... hemm, aku suka padanya. Akan tetapi pemuda tak tahu diri itu berani menolak cintaku! Mestinya sudah kubunuh dia, akan tetapi entah bagaimana, aku sayang untuk membunuhnya, Bi-kwi. Kau tentu tahu bagaimana rasanya hati kalau sudah ter-gila-gila. Dia bernama Gu Hong Beng, murid dari musuhmu, Suma Ciang Bun tokoh Pulau Es itu."
Dewi Ular 8 Renjana Pendekar Karya Khulung Jodoh Rajawali 32

Cari Blog Ini