Ceritasilat Novel Online

Menuntut Balas 19

Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 19


Siauw Thian gemar sekali berguyon, bukan dia menjawab,
dia justru tertawa, Hanya kali ini sambil ia berlompat ke depan
Hong Piu, supaya ia tak diserang si nona. "Kenapa tentara
negeri datang mengurung?" dia tanya pemilik peternakan itu.
Hong Piu bersama-sama Kim Go menuturkan sebabmusababnya.
Lian cu mendongkol tanpa bisa berbuat apa-apa, karena
orang lantas bicara dari urusan penting yang lagi dihadapi itu.
ia cuma bisa membanting-banting kaki dan mengutuk.
Siauw Thian berpikir setelah ia memperoleh keterangan itu,
Jikalau begitu kita perlu lekas mengirim orang ke kota Yankhia."
ia kata kemudian, " Di sana kita mesti minta
pertolongan ketiga tertua Kay Pang supaya mereka itu pergi
1135 bicara dengan Ke cin-ong, agar tindakannya Ho Kun itu dapat
dihalang-halangi. Mengenai Lo Sam..
Jilid 18 : Pengampunan sang guru
MENDENGAR disebutnya Lo sam, ialah In Gak. matanya
kedua nona bersinar pula, Mereka lantas mengawasi tajam
dan mendengari dengan seksama.
"Sebenarnya aku datang kemari dari Celam bersama sama
Lo Sam," Siauw Thian memberi keterangan, "Di tengah jalan
kita berpisah, Lo Sam kata dia hendak mengurus sesuatu dulu
dan aku diminta lekas berangkat ke mari." Aku percaya Lo
Sam tidak bakal ayal-ayalan dan dia akan tiba di sini besok
atau lusa. Asal dia tiba, pasti urusan akan dapat diselesaikan-"
Lian cu dan Goat Go girang bukan main- jadi besok atau
lusa, mereka tak usah berduka atau berkuatir lagi, setibanya
In Gak. urusan akan beres...
Hong Piu masih tetap berkuatir dan berduka, dia menjadi
bingung, hingga dia tak dapat berpikir tenang seperti biasa,
Dia minta Siauw Thian lekas menulis surat ke Yan-khia supaya
surat itu dapat segera dikirim.
Kim Kiauw ciu mengerti keadaan, maka ia lantas menulis
suratnya itu. Yap Seng suka bekerja, ia mengajukan dirinya
sebagai pembawa surat, maka berangkatlah ia segera.
XXX Hawa dingin di Utara biasa saja untuk penduduk Utara,
tidak demikian bagi orang asing asal Selatan yang baru tiba di
Utara, apa pula hawa udra di waktu malam. Sukar orang
lantas dapat tidur pulas, selalu telinga mereka diganggu deru
angin yang menyerang rumah sampai seperti bergoyanggoyang,
yang menyerbu jendela hingga kerasnya yang
tercelup minyak menjadi berbunyi- bunyi perlahan tapi
berisik... 1136 Demikian dengan Lian cu dan Goat Go, yang tidur dalam
sebuah kamar. Mereka tidak segera dapat tidur pulas. Mata
mereka meram, hati mereka bekerja. Hati mereka tidak
tenteram, entah karena girang atau lantaran berkuatir, In Gak
bakal datang, tetapi masih belum tiba, hingga tak ketahuan
dia masih berada di mana....
Dalam saat berisik yang wajar ini, mendadak ada satu
suara pada daun jendela. Berisiknya sang angin tak dapat
menyarukan suaranya, kedua nona menjadi terperanjat,
hampir berbareng keduanya lompat turun dari atas
pembaringan guna memasang mata dan telinga.
Mereka tidak mendengar suara lainnya lagi akan tetapi
mereka lompat pula ke belakang pintu, Lian cu mengulur
sebelah tangannya untuk membuka pintu itu. Maka keduanya
dapat lantas pergi ke luar.
Di samping angin meniup keras, sang malam gelap sekali,
Sukar untuk melihat jauh ke depan, kedua nona itu pun
terganggu sampokan salju, hingga mereka sukar membuka
mata mereka. "Mari kita mencari dengan bantuannya cahaya pedang"
Goat Go berbisik di kupiug Lian Cu.
Nona Tio lagi memikir daya ketika ia mendengar kisikan itu.
"Bagus" serunya perlahan
Hampir berbareng, kedua nona menghunus pedangnya
masing-masing. Suara kedua pedang terdengar nyata dan
sinarnya pun lantas berkelebat. Di dalam jarak tiga kaki di
sekitarnya mereka lantas dapat melihat terang. Mereka terus
berendeng, mereka maju bersama,
"Siapa" "mendadak terdengar bentakan nona Tio. ia pun
segera berlompat ke kanannya. Goat Go turut berlompat,
hingga pedang mereka berkelebat bersama.
Mendadak tampak berkelebatnya sesosok tubuh yang besar
dan gesit, sembari menghilang di tempat gelap. orang itu
1137 mengasih dengar suara-nya: "Budak- budak perempuan yang
lihay" Kedua nona tidak menyangka orang demikian lihai, tapi
mereka tak kuatir, mereka
lompat menyusul. Tengah mereka berlompat itu, mereka
mendengar tertawanya Lui Siauw Thian, yang berkata
nyaring: "Kunyuk. dapatkah kau terbang ke langit?" Bentakan
itu disusul dengan satu jeritan kesakitanTatkala Lian cu berdua Goat Go menyusul sampai di dekat
Siauw Thian, mereka melihat Kian Kun ciu tengah mengempit
tubuhnya satu orang. Dia tertawa dingin, Tatkala dia melihat kedua nona, dia
kata: " Nona- nona, malam ini bangsat yang datang berjumlah
tak sedikit, maka itu pedang kamu ceng Hong dan Ki hwat
dapat diberi ketika untuk membuktikan kelihayannya."
"Di mana adanya kawanan bangsat itu?" Goat Go tanya.
"Mari nona-nona turut Lui Lo Ji" Siauw Thian berkata.
Suasana tegang tapi dia dapat bergurau Dengan masih
memegangi tubuh tawanannya dia berlompat ke depan, untuk
terus berlari. Kedua nona lari mengikuti.
Sang angin tetap menderu tak mau berhenti mendatangkan
lempengan-lempengan es, Di dalam keadaan seperti itu, di
siang hari juga sukar orang melihat apa-apa, apa pula di
waktu malam gelap. Siauw Thian maju terus, begitu pun
kedua nona, yang mengandaikan sinar pedangnya. Mereka
maju tanpa mengenali arah timur atau barat, selatan atau
utara, Hawa dingin sekali me-resap ke tulang-tulang.
Siauw Thian kesusul kedua nona dan kena dilewati, dia
menjadi ketinggalan-"Lui Losu, di mana si penjahat?" mereka
itu tanya. "Tak dapat kita maju tanpa arah"
siauw Thian berdiam, Baru sekarang dia menduga, Tentu
sekali tak gunanya maju terus kalau musuh tak nampak.
1138 "Mari kita kembali, kita menunggu di rumah" katanya
kemudian. Sekarang ia mengerti, mereka bisa mati beku kalau
mereka maju tidak karuan juntrungannya. Kedua nona
menyahuti, mereka lantas kembali.
Tiba-tiba terlihat bergeraknya sebuah tubuh di depan
mereka, bagaikan elang menyambar.
"Siapa?" membentuk siauw Thian, dia menolak dengan
kedua tangannya. Orang itu mencelat tinggi "Lui Losu?" dia
menanya. Kian Kun ciu melengak. Segera ia menarik pulang kedua
tangannya. orang itu turun, dia tertawa lebar.
"Sudah lama kita berpisah Apakah Lui Losu baik?" dia
tanya. Siauw Thian mengawasi dengan meminjam sinar pedang
kedua nona. "Oh, Saudara Ce." serunya girang, " kenapa kau pun
datang ke mari?" Orang itu tak lain tak bukan ialah Kauw-ciu Kun Lun Ce
Hong, imam dari kuil chin su di Thaygoan, Dialah yang dulu
hari terkenal sebagai maling-maling yang mulia hatinya,
sekarang dia dandan sebagai seorang biasa.
"Aku tidak sangka luka Losu dapat sembuh begini cepat"
katanya tertawa pula. Kian Kun ciu heran"Kenapa saudara ce ketahui lukaku?" ia tanya. Ce Hong
menatap. "Mari kita bicara di dalam" dia mengajak.
Siauw Thian akur, Berempat mereka masuk ke dalam
rumah, Di ruang besar, api dipasang terang-terang, Di sana
tampak Hong Piu dan Kim Go duduk dengan roman berduka,
pakaian mereka bertitikan darah. Melihat Siauw Thian semua,
mereka lantas menyambut. "Kalau terus terusan begini, sungguh hebat." kata Hong Piu
masgul, alisnya berkerut ia heran ketika ia melihat Ce Hong.
Lekas ia menanyai "Siapakah tuan ini?"
1139 Siauw Thian bersenyum ia menyebut namanya Ce Hong.
Hong Piu dan Kim Go memberi hormat. Ke-duanva
menyatakan girang dengan penemuan ini. Ce Hong
mengawasi tajam. "Sudah lama aku mendengar nama jiwi yang aku buat
kagum," ia berkata. "Kebetulan aku kenal baik pada Cia siauwhiap. maka itu
aku sengaja datang kemari." ia menoleh kepada Siauw Thian
dan meneruskan: "Setelah berpisah di chin Su, aku pergi ke
Pok Ke Po. Aku kenal baik Pok Eng, sudah lama aku tidak
bertemu padanya. Tiba di sana aku terkejut mendengar
halnya dia bentrok dengan saudara Gouw di sini.
Dia telah kena diogok Liong Kang Sam Kwe. Apa yang
dilakukan barusan baru satu diantara pelbagai siasatnya,
karena itu aku kuatir Gouw Tiangcu beramai nanti letih tidak
keruan dan tak dapat tidur tenang."
Gouw Hong Piu terkejut. "Apakah saudara maksudkan kehilangan mestikanya Ho
Siansing dan penyerbuan kepadaku itu semua siasatnya Pok
Eng?" ia tanya. Ce Hong mengangguk. "Aku tidak sangka sahabatku Pok Eng semenjak kecil telah
berubah menjadi begini rupa." kita dia sungguh-sungguh, "Dia
menjadi si manusia hina yang di dalam perutnya
tersembunyikan pedang yang tajam, sebenarnya sudah lama
dia bercita-cita merampas peternakan di sini, sebegitu jauh dia
belum turun tangan karena dia merasa jeri terhadap jiwi,
sampai sekarang ini muncullah penghianat di dalam yang
membuka jalan-.." ia memandang Hong Piu, untuk berkata
pula: "Ci Tiauw Som yang menjadi anak angkat tiangcu telah
kena dilagui Li Louw, puteri kedua dari Pok Eng, dia mendapat
ingatan busuk dan telah mewujudkannya, sekarang ini kira
delapan ribu ekor kuda tiangcu berada di dalam kandangnya
Pok Eng..." 1140 Hong Piu gusar hingga kumis dan rambutnya bangun
berdiri, matanya membelalak. "Sekarang ini di mana adanya
Tiauw Som?" dia tanya. Ce Hong tersenyum.
"Selama yang belakangan ini Pok Eng sudah bebesanan
dengan jendral dari Tolun," ia berkata sebelum ia menjawab
langsung, "ialah anak gadisnya yang sulung, Li Eng, sudah
dijodohkan dengan putera Gok 0. Dengan begitu hati Pok Eng
menjadi tambah besar, ia percaya, ia dapat andlan tulang
punggung. Gok o sendiri bersangsi, sebab dia menduga
tiangcu berdua mempunyai hubungan erat dengan Ke cin-ong,
ia sendiri orang kepercayaannya pangeran itu, apabila Ke cinong
mendengar sepak terjangnya ini, itu dapat berakibat tak
bagus untuknya. Begitulah ia telah mengirim orang ke kota raja, untuk
memperoleh keterangan, Di lain pihak tidak dapat ia
menampik perintahnya Ho Kun, maka dengan terpaksa ia
mengirim barisan serdadunya ke mari.
Walaupun demikian, segala perbuatannya Pok Eng itu ada
di luar tahu jendral yang menjadi besannya itu. Mengenai Ci
Tiauw Som, dia sekarang berada di rumahnya Pok Eng."
Hong Piu begitu gusar hingga ia menumbuk meja, mejanya
itu menjadi bolong. "Binatang celaka itu, jikalau aku tidak bekuk dan
mencincangnya, tak puas aku" ia ber-seru.
Ce Hong berduka dan menyesal. Ketika ia bicara pula, ia
tertawa. "Saudara Lui, di dalam pasukan tentara itu ada orangorangnya
Pok Eng," ia memberi tahu. "Kau datang diwaktu
siang, aku si orang she Ce sudah melihat kau. Sayang tidak
dapat aku membantu padamu, Aku lihat tenaga di sini kurang,
inilah harus dipikirkan-.."
Siauw Thian mengangguk ia memberi tahu bahwa Yap
Seng sudah dikirim ke Yan-khia guna meminta bantuan, dan
bahwa In Gak bakal lekas tiba. Matanya Ce Hong bersinar.
1141 "Oh, Cia Laotepun bakal datang" katanya tertawa, "Ini
menggirangkan Bagaimana dengan si Nona Kouw..."
Belum lagi orang bicara habis, Siauw Thian sudah
mengedipi mata, maka itu, suara Hong berhenti secara tiba
tiba, ketika ia lirik kepada kedua nona di sampingnya, ia lantas
mendusin, ia menduga: "Kedua nona ini tentulah semua
tunangannya Cia Laote, pantas Lui Loji mengedipi aku..." ia
bersenyum. Lian cu lantas bercuriga.
"Bagaimana?" ia tanya Siauw Thian.
The Kim Go dapat menduga duduknya hal, ia segera
campur bicara untuk mengalihkannya ke lain jurusan, ia bisa
mengarti In Gak disukai nona-nona lantaran tampan dan
kegagahannya. Lian cu mendongkol, ia mengawasi bengis kepada Kian Kun
ciu. Goat Go lagi. ia pun curiga, tetapi ia lemah lembut, maka
sambil tertawa ia berbisik di telinga Nona Tio: "Enci, engko In
di luaran gampang sekali menarik perhatian orang, Biarlah ia
pasti bukannya orang dengan tabiat menyukai yang baru
melepaskan yang lama, ia mungkin telah ditakdirkan
mempunyai tiga istri dan empat gundik, Apa kita bisa bikin"
Buat apa kau layani kunyuk she Lui ini" Kalau besok engko In
datang, bukankah kita dapat tanya dia langsung?"
Lian cu dapat dikasih mengarti.
"Aku sebal pada si kunyuk" katanya, "siapa suruh dia bawa
lagak kunyuknya" Di dalam orang tetap berduka, di luar angin keras terus
bekerja, Tiba tiba ada sesuatu yang menyamber dari luar
jendela terus ke ruang dalam, itulah suatu benda bersinar
yang nancap di atas meja, terus bs rgoyang- goyang tak


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hentinya. Sebab itu ialah sebuah pisau be-lali, yang ujungnya
nancap sekira tiga dim. 1142 Menyusul itu dari luar terdengar tertawa nyaring diikuti
suara mengancam ini: "Liong Kang Sam Kwe datang pula
menagih sebatang tongkat dari sepuluh tahun yang lampau"
Semua orang kaget, Musuh telah tiba. Maka maulah orang
berlompat ke luar. Tapi...
Mendadak terdengar suara keras pada daun pintu- daun
yang telah terdupak menjebiak, hingga angin keras berikut
saljunya lantas menyerbu ke dalam ruangan- Menyusul itu dari
luar berlompat masuk tujuh orang, diantara siapa yang tiga
telah putih semua rambut dan kumisnya, yang matanya
sangat tajam, Hingga bisa lantas diterka merekalah Liong
Kang Sam Kwe, tiga jago dari Liong Kang. Empat yang lainnya
memakai ikat kepala hitam putih, tubuh mereka jangkung,
mata mereka celong dan tajam.
Siauw Thian lantas berkata perlahan kepada kedua nona:
"Yang empat itu Biauw Kiang Su Yauw. Mereka biasa
menggunai jarum rahasia diberi nama Bu Eng San-hoa ciam,
sebab di dalamnya ada racunnya yang sangat berbisa. Mereka
juga bangsa pemogor, Maka itu baiklah kamu berdua
menyingkirkan mereka"
Kedua nona mengarti, mereka mengangguk, Diam-diam
mereka memasang mata dan bersiap sedia.
Liong Kang Sam Kwe heran ketika mereka melihat Ce Hong
di pihak peternakan, "Eh, Ce Los u" kata satu diantaranya keras. "Siapa sangka
kau menjadi penghianat Sungguh hati manusia tak dapat
diduga-duga.,." Ce Hong mengasih lihat roman keren, Dia tertawa dingin.
"Siapa menjadi penghianat?" dia tanya. "Aku tidak kenal
kamu dapatkah kamu menyembur orang dengan darah?"
Gouw Hong Piu lantas maju ke depan, tangannya mencekal
tongkatnya, ia tertawa. 1143 "Ketiga sahabat dari Liong Kang, sudah lama kita tidak
bertemu, apakah kamu baik-baik saja?" ia menanya. "Pada
malam tanggal dua belas itu aku si orang she Gouw terhambat
suatu urusan, menyesal kita menjadi tidak bertemu muka,
kalau aku ingat itu, aku menyesal sekali..."
Mendengar itu, Liong Kang Sam Kwe tertawa dingin.
Merekalah tiga saudara she Kong, masing-masing bernama
Sin, Li dan Ti. Di Liong Kang mereka menjadi tukang tadah
barang gelap. Kepandaian mereka ialah ilmu golok berantai
"Tiap-cit Si Lian hoa To" yang pun disebut Kong Si Sam To,
tiga buah goloknya keluarga Kong.
Pada sepuluh tahun yang lalu mereka memegat Hong Piu,
mereka minta bi louw chi yaitu cukai jalanan, permintaan
mereka di-tolak. lantaran itu, mereka jadi bertempur. Kong Li
dihajar hingga tulang iganya patah, dari itu mereka
mendendam sakit hati dan sekarang mereka datang untuk
sekalian mencari balas, perkataannya Hong Piu membikin
mereka jadi tambah sakit hati.
Malam itu mereka gagal. Ciu Goat Go sudah memapas
kutung ujung bajunya Kong Li, luka itu, setelah melirik bengis
pada Nona Ciu, dia tertawa dingin dan kata: "Gouw Hong Piu,
jangan kau ngoceh tidak keruan sebenarnya bukan baru ini
hari si orang she Kong mencari kau. Baiklah, malam ini
mestinya kau mampus dan aku hidup"
Hong Piu tertawa. "Maaf Maaf" katanya berulang-ulang.
Mendadak saja maka terlihatlah sinar-sinar hijau
berkelebatan disusul dengan jeritan yang menyayatkan hati,
disusul pula dengan kepala-kepala yang terpisah sebatas
batang leher hingga darah menyembur berhamburan karena
mana Liong Kang Sam Kwe kena tersemprot sampai mereka
mandi darah seluruh tubuh.
1144 Atas kejadian itu, terlihat dua Su Yauw minggir ke tembok,
muka mereka pucat dan guram, sedang dua Su Yauw lagi
roboh terbanting, kepalanya bergelindingan di lantai.
Tengah Liong Kang Sam Kwe menghadapi Gouw Hong Piu,
Biauw Kiang Su Yauw, Empat Siluman atau Empat Racun dari
Biauw Kiang, mengawasi tajam kepada kedua nona, sinar
mata mereka mengandung keceriwisan, muka mereka sabansaban
tersungging senyuman- Memangnya Lian cu dan Goat Go sudah memasang mata,
maka itu, melihat demikian, habis sabar mereka berdua, Lian
cu yang paling dulu darahnya meniidih, ia menarik tangannya
Goat Go, sebagai isyarat, setelah mana berbareng mereka
menghunus pedang mereka- ceng Hong kiam dan Ki Kwat
Kiam untuk lompat menerjang Su Yauw.
Hebat lompatan mereka, karena mereka bertindak dengan
Kiu-kiong ceng-hoan Im yang Pou ajarannya In Gak. Biauw
Kiang Su Yauw boleh lihay, tapi diserbu secara mendadak itu,
tak berdaya mereka berempat sebenarnya mereka itu
mencoba berkelit dengan lompat mundur, akan tetapi yang
dua terlambat, mereka roboh sebagai kurban, dan dua yang
lain mepet ke tembok. Lian cu dan Goat Go hendak melanjuti serangan mereka
tempo kedua Su Yauw merogoh ke sakunya dan sambil
menatap bengis, keduanya mengancam: "Kamu maju lagi satu
tindak kamu rasai jarum Bu Eng San-hoa elam kami Tak nanti
kamu dapat hidup lebih lama"
Kedua nona itu melengak. Lui siauw Thian tapinya berseru: " Nona- nona, jangan
terkena tipu mereka memperlambat waktu"
Kedua nona tersadar, lantas mereka bergerak. Sekarang
mereka berlompat dengan Iom-patan "ciu-hong-sauw lok-yap"
atau "Angin musim rontok meniup daun runtuh", pedang
mereka bekerja tak kalah sebatnya.
1145 Kedua Su Yauw belum keburu menarik ke luar tangan
mereka tempo tangan mereka itu sudah kena terbabat
kutung, lalu menyusul itu lain tabasan membikin kepala pun
terpisah dari tubuh mereka, hingga kepala dan tubuh roboh
seperti dua Su Yauw yang lainnya tadi, darah mereka
menyemorot berhamburan. Ce Hong heran dan kagum menyaksikan hebatnya kedua
nona itu, ia kata dalam hatinya: "Kenapa kedua nona ini sama
hebatnya seperti Cia In Gak?"
Liong Kang Sam Kwe - Tiga Hantu dari Liong Kang menjadi kaget hingga mereka tercengang, muka mereka
pucat. Bukankah Biauw Kiang Su Yauw sangat lihay" Toh
mereka itu tidak berdaya sama sekali.
Kong Sin mengangkat kedua tangannya memberi hormat.
Ia kata: "Kami tahu, sepasang kepalan tak dapat melawan
empat tangan, kami tak dapat melawan- Baiklah, jikalau lain
tahun gunung hijau tidak berubah, itu waktu kita nanti
bertemu pula." Begitu dia berkata, begitu ketiga saudara itu memutar
tubuh untuk menyingkir. Pat kwa kim To The Kim Go lantas membentak:
"Peternakan kami ini tak dapat mengijinkan kamu datang dan
pergi sesuka kamu" dan tubuhnya mencelat untuk
menghadang. Liong Kang Sam Kwe kena didului, dengan apa boleh buat,
mereka berdiri diam. Mereka menyesal sekali. Setelah
menyeringai, mereka menutup mata mereka, untuk manda
ditawan- "Kamu tahu diri" berkata Kim Go tertawa. "Kami tidak mau
menghina kamu, kami cuma minta sukalah kamu bersabar
sebentar." lantas Patkwa Kim To menotok ketiga orang tua itu
dijalan darah cengtok. terus orang diperintah mengurung
mereka, sedang mayatnya Biauw Kiang Su Yauw dibuang ke
luar. 1146 Lekas sekali datanglah sang fajar, Di luar segala apa
tampak putih, masih sukar orang melihatjauh, Angin besar
masih tak mau berhenti menderu- deru, salju terus
beterbangan dan bertumpuk. hawanya dingin luar bias a.
Karena itu, orang berkumpul sambil minum arak. untuk
melawan hawa dingin itu. "Suasana begini rupa, ini artinya ancaman bencana masih
belum lenyap" berkata Ce Hong, "Nona-nona, kamu harus
dipuji karena dalam sekejap saja kamu berhasil
membinasakan Biauw Kiang Su Yauw, kalau tidak. asal mereka
menggunai jarum mereka, itu artinya di sekitar sepuluh
tombak. orang tak akan dapat lolos dari bahaya kematianDisebelah Su Yauw di Pok Ke Po, masih ada lagi satu hantu
tua yang lihay sekali, Pok Ke Po telah mengumpulkan banyak
sekali hantu, kita yang berjumlah begini sedikit, sukar kita
melayani mereka itu..."
Hong Piu mau percaya keterangan itu, ia menjadi berduka.
"Untukku sendiri, aku tidak mempedulikan jiwaku," kata ia.
"Aku hanya memikirkan orang-orang tua, anak-anak dan
semua wanita dalam peternakanku ini..."
Siauw Thian terharu. "Saudara Gouw, kau berkuatir keterlaluan," ia berkata,
mencoba menghibur "Di kolong langit ini tidak ada kesulitan
yang tak dapat dipecahkan- Memang jumlah kita sedikit akan
tetapi kau lihat kedua nona, bukankah mereka telah
mewariskan kepandaiannya Lo Sam" Kita dapat mengandalkan
pedang mustika mereka, sebagaimana tadi telah dibuktikan
tajamnya. Lagi pula aku percaya benar, kalau sebentar tengah
hari dia belum tiba, tentulah sorenya."
Lian cu dan Goat Go melirik mendelik kepada Kian Kun ciu,
yang memuji mereka, waktu mereka mendengar suara
demikian pasti bahwa In Gak pasti bakal datang, mereka
lantas bersenyum. "Benarkah kata-kata kau ini?" Nona Tio tanya.
1147 Siauw Thian tidak mau melayani nona itu.
"Saudara Ce," dia tanya Ce Hong, "kau menyebut satu
hantu yang lihay sekali siapakah hantu itu" Mungkinkah Lo
Sam tak dapat melayani dia?"
Ce Hong bersenyum. "Pada sepuluh tahun dulu, aku telah merantau ke seluruh
negeri," ia berkata, "Aku telah menemui banyak sekali orang
dari pelbagai kalangan, maka itu melihat hantu itu, aku lantas
mengenalinya. Dialah si bintang jahat Kang ouw, yaitu Bu
Liang Siangjin dari Pak Thian San."
Mendengar itu, benar benar Siauw Thian terkejut hingga ia
merasa tubuhnya seperti beku separuhnya.
"Jikalau benar Bu Liang Siangjin yang datang, bukankah
kita semua bagian mati?" ia tanya. Nyata sekali takutnya itu,
Tadi ia yang menghiburi Hong Piu, sekarang ia sendiri yang
takut setengah mati. Ce Hong melihat kegelisahan orang.
"Aku datang ke mari justru untuk urusan Bu Liang Siangjin
itu," ia berkata sungguh-sungguh, ia pun bergelisah, "Aku
mau mengasih kisikan, supaya saudara-saudara bersiap-sedia,
Kalau tidak tentulah pada tanggal dua belas itu aku sudah
datang ke mari, sebenarnya aku ingin berdiam kira dua hari di
Pok Ke Po." Hong Piu terkejut. "Kalau begitu, itu hari yang aku ketemui di bukit salju
kiranya saudara Ce?" ia tanya.
Ce Hong mengangguk. "Aku minta saudara-saudara jangan berduka karena
wartaku ini," ia berkata pula menghibur "Kalau Cia Siauwhiap
sudah datang, aku percaya urusan akan dapat dibereskan-.."
Mendengar namanya In Gak disebut, benar-benar orang
seperti mendapat semangat. Hanya sekejap. nampak muka
orang bergembira. 1148 Ce Hong bersenyum, ia berkata pula: "Aku si orang she Cce
dapat gelaran Kiuw ciu Kun Lun, itulah disebabkan aku pandai
meniru tulisan orang, karena aku pandai melihat dan
mengenali sesuatu. Demikian ilmu silat orang asal aku lihat,
aku rasanya dapat ketahui asal-usulnya, delapan atau
sembilan bagian, tak akan salah.
Begitulah Bu liang siangjin dari Pak Thian San, yang ilmu
silatnya istimewa sekali, Selama di kuil chin Su aku melihat
ilmu silat Cia Siauwhiap. aku menduga diapun berasal Pak
Thian San- cuma ada semacam ilmu silatnya yang aku tidak
dapat terka, jikalau benar dugaanku ini, asal Bu Liang Siangjin
bertemu dengan Cia Siauwhiap. mungkin mereka tidak bakal
bentrok. Bu Liang Siangjin menjadi tertua kaumnya, dia
tentunya malu hati untuk turun tangan-..."
Mendengar itu, lega hatinya Siauw Thian, hingga dia dapat
tertawa pula. "Saudara Ce, matamu sangat tajam" dia memuji, " Dengan
satu kali lihat saja kau dapat menerka asal-usulnya Lo Sam,
sedang aku yang mengangkat saudara dengannya, sampai
sekarang aku masih dalam kegelapan- ia tertawa pula dan
menambahkan "Tidak peduli kedua nona sangat saling menyintai dengan
LoSam, aku percaya, kamu pun belum tahu asal-usul ilmu
silatnya itu, Kamu lihat, apakah Lo Sam tidak buruk sekali,
sudah menyembunyikan dirinya?"
Kedua nona ketahui mereka lagi digoda, mereka tidak
marah, tapi muka mereka merah, Mereka mengawasi dengan
mata melotot. Hong Piu, Kim Go dan Ce Hong tertawa ramai.
Salju turun bertambah banyak susunannya di tanah makin
tebal, Tubuhnya Biauw Kiang Su Yauw sudah lantas keurukan,
hingga tak nampak bekas-bekasnya. Angin menderu,
sampokannya tajam, Apa yang nampak- itu waktu ialah putih
di mana-mana, di segala penjuru, Dalam waktu begitu, di
dalam rumah, orang bergembira.
1149 Tengah sang angin menderu deru itu, sekonyong-konyong
orang mendengar siulan nyaring sekali, yang melawan suara
berisik sang angin itu, itulah siulan orang yang tenaga
dalamnya mesti lihay sekali, Semua orang terkejut hati Hong
Piu bercekat. "Celaka kalau yang datang ini Bu Liang siangjin," kata
pemilik peternakan ini. "Dipadu dengannya, aku bagaikan telur melawan batu."


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena memikir demikian, Hui In ciu menjadi berkuatir
sekali, Karena itu, ia pun lantas mengharap harap munculnya
In Gak . . . . Yang lain-lain juga berpikir dan mengharap- harap serupa
orang she Gouw ini, Di mata mereka, In Gak menjadi seperti
obat yang mujarab. cuma Ce Hong yang lebih tenang hati.
"Nona-nona," ia kata pada Lian cu dan Goat Go, "kalau
benar Bu Liang Siangjin datang dan dia tak dapat diajak bicara
secara baik, Aku harap kamu menggunai ketika untuk
menyerang padanya secara tiba-tiba, Aku lihat pedang kamu
berdua hebat sekali. Kamu mesti menggunai benar-benar ilmu
silat ajaran Cia Siauwhiap supaya kamu tidak gagal."
Kedua nona itu mengangguk.
Siulan tadi terdengar pula, lalu sebentar berhenti, sebentar
berhenti Suaranya itu menyakiti telinga. Suara itu pula, makin
lama datang makin dekat, Sebagaimana terdengarnya makin
nyaring, Mendadak terlihat berkelebatnya sesosok tubuh di
depan orang banyak. Sejarak lima kaki, lalu tertampak tegas
dialah seorang yang tubuhnya terbungkus jubah suci abu-abu
yang gerombongan, yang tak kecipratan salju,jubah mana
memain diantara sampokan anginDialah seorang pendeta berkepala gundul, alis dan
kumisnya putih semua, air mukanya terang sekali, meski
mukanya sudah keriputan- Dia mempunyai sepasang mata
yang kecil yang sangat tajam dan berpengaruh. Maka itu
1150 diduga pasti dialah Bu Liang Siangjin, Semua orang berdiam,
mereka sangat bergelisah.
Pendeta itu mengawasi orang sekelebatan lantas ia
mengawasi kepada pedang-pedangnya Lian cu dan Goat Go.
Dari mukanya yang tersungging senyuman, tampak nyata ia
sangat bergirang. Kian Kun ciu Lui Siauw Thian maju setindak ia merangkap
kedua tangannya memberi hormat sambil terus menjura.
"Bu Liang Loecianpwe yang terhormat," ia kata, "di waktu
angin besar dan salju begini dingin, locianpwe datang ke
peternakan kami ini, entah ada pengajaran apakah dari
loCianpwe?" Pendeta itu, yang benar bukan lain daripada Bu Liang
Siangjin, si pendeta tua dan kenamaan dari Pak Thian San,
gunung Thian San Utara, nampak heranDengan lantas dia mengawasi Kian Kun ciu seraya hatinya
berkata: " Kenapa orang ini mendapat tahu namaku" Aku
telah berniat membangun pula ilmu silat Thian San Pay,
supaya ilmu silat itu tak sampai terpendam, kebetulan sekali
aku menemui empat saudara dari Biauw Kiang, aku ambil
mereka menjadi murid-muridku. Tetapi aku masih belum
memberitahukan mereka namaku. Pok Eng juga tidak tahu..."
Oleh karena herannya, ia menanyai "Tuan-tuan, mata kamu
sangat tajam, dengan lantas kamu mengenali lolap.
sebenarnya sudah lama sekali lolap mengundurkan diri. cara
bagaimana tuan-tuan mengenalinya?"
Siauw Thian menjawab dengan hormat: "Boanpwe
bernama Lui siauw Thian, guru boanpwe ialah cin Nia It Siu,
semasa boanpwe berada bersama dengan guruku itu, pernah
boanpwe mendengar nama locianpwe dipuji-puji, dari itu
sudah lama boanpwe mendapat tahu dan mengaguminya,
sayang selama itu belum ada ketikanya untuk boanpwe pergi
1151 menjenguk. Syukurlah wajah locianpwe tetap tidak berubah,
maka itu sekarang lantas boanpwe mengenali."
Siauw Thian membawa sikapnya ini karena ia bersangsi
untuk menyerang dengan membokong, ia anggap lebih baik
jikalau ia memperlambat tempo.
"Ooh, kiranya kaulah muridnya Kouw Hiantit" kata pendeta
berusia lanjut itu. ia mengawasi tajam, ia menyapu semua
orang, baru ia kata pula: "Maksud lolap datang ke mari bukan
urusan lain, melainkan untuk menanya apakah ke mari ada
datang empat saudara dari Biauw kiang?"
"Tidak" Siauw Thian menjawab, cepat dan romannya pun
wajar. "Mulai tadi pagi, tidak ada orang lain yang datang
kemari, Hawa udara begini buruk- siapakah yang kesudian
datang" Mungkinkah Biauw Kiang Su Yauw sudah berlaku
kurang ajar maka locianpwe menyusulnya ke mari?"
Cerdik orang she Lui ini. Dengan berkata demikian, ia
hendak mencegah Bu Liang siang-jin menyebut keempat
siluman dari Biauw Kiang itu sebagai muridnya.
Pendeta itu agak bersangsi, ia menatap semua orang,
rupanya ia ingin mencari sesuatu dari wajah mereka itu. ia
melihat semua orang bersikap tenang. Karena ini, ia juga sulit
menanyakan kalau-kalau Liong Kang Sam Kwepun datang ke
peternakan orang ini... "Lolap adalah orang di luar kalangan, untuk lolap
pantangan untuk bicara dusta," katanya kemudian, setelah
berdiam sekian lama. "Empat saudara dari Biauw Kiang itu
sudah mencuci tangan, mereka telah mengangkat lolap
menjadi guru. Tentang urusan kamu, lolap pernah
mendengarnya, tetapi lolap sudah berusia seratus tahun lebih,
mana dapat lolap mencampurinya" Empat saudara itu sudah
kena dibujuki Liong Kang Sam Kwe, mereka diajak datang ke
mari diluar tahu lolap. maka itu lolap menyusul ke mari, untuk
mengajak mereka pulang ke Pak Thian San-"
1152 Mendadak matanya bersinar bengis, ia tanya: "Apakah
benar-benar mereka tidak datang ke mari?"
"Walaupun boanpwe bernyali sangat besar, tidak nanti
boanpwe berani mendustai locianpwe." sahut Siauw Thian
dengan tetap tenang, sikapnya sangat menghormat. Demikian
pandai ia membawa diri, sampai pendeta itu tak dapat tak
mempercayainya. "Mungkinkah mereka nyasar diantara salju dan angin
besar?" Bu Liang siangjin menduga duga, Lau sinar matanya
tertuju kepada pedang mustika dari Lian cu dan Goat Go.
Sinar mata itu berkelebat bercahaya luar biasa, lalu sirna, Ce
Hong melihatnya, dia bercekan.
Dia kuatir sekali, Kalau Bu Liang Siangjin menghendaki
pedang itu, asal ia meluncurkan tangannya, pasti pedang akan
hilang dari tangannya si nona-nona. Karena itu, mendadak ia
mendapat pikiran- "Locianpwe," ia kata hormat dan manis, sambil tertawa, "
maafkan kami orang-orang muda, yang telah membiarkan
locianpwe berdiri lama-lama. Mari, silahkan duduk. Kami
girang sekali jikalau locianpwe suka memberi petunjuk sesuatu
kepada kami yang muda..." ia terus berpaling kepada kedua
nona, untuk berkata: "Nona-nona, tolong masuk ke dalam
untuk menyuruh orang di dapur lekas menyiapkan semeja
santapan barang sayuran-"
Kedua nona itu mengerti, lantas mereka bergerak.
"Tak usah" Bu Liang Siangjin mendadak berkata nyaring, "
Lolap tidak mau diam lama disini, segera lolap mau pergi.
Nona-nona, dapatkah lolap pinjam lihat pedang kamu?"
Permintaan itu membikin kaget semua orang. Bagaimana
itu harus dijawab" Satu kali pedang sudah berada di tangan si
pendeta, tak bisa itu d i- dapat pulang, itulah seumpama
kambing di dalam mulut harimau. Tapi Lian cu cerdik, dia
tertawa. 1153 "Turut pantas memang tidak ada halangannya untuk
memberi lihat kepada locianpwe," katanya manis, "hanya
sayang sekali sepasang pedang ini pedang pusaka keluarga
kami dan ada pesan untuk tidak memisahkannya dari tubuh
kami. oleh karena itu terpaksa kami tidak dapat menuruti
perintahnya locianpwe."
Matanya Bu Liang mendelik.
"Budak yang mulutnya tajam." katanya nyaring, "Kamu toh
bukannya tak tahu tabiat lolap Kata-kataku seperti angin,
sekali keluar tak dapat ditarik pulang Tidak dapat tidak lolap
memerintahkan pedang kamu lepas dari tangan kamu"
Mendadak dia mengulur kedua tangannya dan menariknya,
dengan jurusnya huruf "Menarik" atau "Menghisap" dari
Bi Lek sin Kang. Kedua nona waspada, tangan mereka mencekal keras
padang mereka, mereka kaget ketika mereka merasa pedang
mereka tertarik, bukan saja tubuh mereka terbetot hampir
ngusruk, telapakan tangan mereka jaga terasa nyeri. Dalam
kagetnya itu mereka paksa bertahan, sebab hampir-hampir
pedang mereka terlepas. Bu Liang Siangjin menggunai tenaga lima bagian, ia
memandang enteng kepada kedua nona itu. ia baru terkejut
ketika ia mendapat kenyataan ia tidak dapat menarik lolos
pedang mereka itu, sedang tubuh orang cuma tertarik tanpa
kaki mereka tergeser, suatu tanda kuda kuda mereka itu
kokoh sekali, ia menjadi penasaran-"Hm. budak-budak yang
baik" ia berseru, tenaganya ditambahi
Tak kecewa kedua nona itu memperoleh petunjuk dari In
Gak. Kaki mereka menginjak berat menurut tipu "Berat seribu
kati". Benar telapakan tangan mereka terasa sakit tetapi
mereka terus bertahan, celakanya, dan ini yang menguatirkan
mereka, mereka merasa lengan mereka kesemutan dan mulai
kaku. 1154 Untuk bertahan terus, muka mereka mengucurkan keringat,
mata mereka terbuka lebar, gigi mereka berCatrukan, Tak
dapat lagi mereka baginya untuk melakukan penyeranganCe Hong semua berdiam. Mereka memikir untuk membantu
kedua nona, tetapi mereka tidak berani melakukannya, Asal
mereka turun tangan, pasti Bu Liang Siangjin gusar, itulah
berbahaya, itu berarti mereka mengantarkan jiwa mereka
sendiri, maka mereka ingin melihat cara bagaimana pedang
kedua nona kena dirampas.
Pada muka Bu Liang tertampak sorot kemurkaan- Rupanya
ia mendongkol dan jengah sendirinya. Mendadak ia berseru
dan tangannya diputar. Kedua nona kaget, sampai mereka menjerit. Tubuh mereka
pun tertarik satu tindak. Yang paling hebat ialah pedang
mereka terlepas, menyamber ke arah pendeta itu.
Tepat itu waktu, di luar rumah terdengar siulan yang
nyaring dan lama, ketika kedua pedang terpisah dari
tangannya Bu Liang tinggal lima dim, mendadak keduanya
mengubah jurusannya dan melesat ke luar rumah. Dilain
pihak- berbareng dengan itu, satu bayangan orang berkelebat
masuk ke dalam, kedua tangannya dipakai menyambut
sepasang pedang itu. Dia ini, dengan roman gusar lantas mengawasi Bu Liang,
beberapa kali terdengar suaranya yang dingin: "Hm Hm"
Meiihat orang itu, orang di dalam menjadi girang dengan
tiba-tiba. "Lo Sam?" Siauw Thian berseru.
ooo BAB 11 CIA IN GAK muncul bagaikan kilat.
Dan Bu Liang Siangjin terperanjat. Mungkin inilah kagetnya
yang pertama semenjak beberapa puluh tahun- Dia berani
1155 datang sendiri ke peternakan karena dia merasa tak akan ada
orang yang berani melawannya, atau sanggup melawan dia.
Dia merasa dialah jago nomor satu di kolong langit ini
setelah pada waktu Tiong ciu, bulan delapan, tahun yang lalu,
kakak seperguruannya, Bu Wi Siangjin meninggalkan dunia
yang fana di jurang cap In Gay.
Bu Wi Siangjin beribadat, tak ingin ia mengangkat nama
dengan membangun partai persilatan Pak Thian San, maka
itu, ia selalu menyekap diri, kalau toh ia pergi pesiar, cuma
untuk mengamaL Pada suatu hari dalam usianya seratus tahun, gurunya
pulang habis pesiar dengan membawa seorang bocah umur
delapan tahun, sambil menunjuki bocah itu padanya, guru itu
kata: "Anak ini keponakanku kau lihatlah wajahnya, jikalau dia
dibiarkan saja dan kemudian dia mendapat guru kaum sesat,
dia bisa tersesat juga, maka itu aku membawanya ke mari
untuk diambil sebagai murid, supaya dengan kebijaksanaan
Sang Buddha, dia dapat ditolong darijalan kesesatan. oleh
karena aku bakal lekas meninggalkan dunia ini, aku serahkan
dia pada kau." Bu Wi siangjin terima bocah itu, artinya ia menerima baik
tugas yang diberikan gurunya, ia ambil bocah itu, ialah Bu
Liang Siangjin, dibiarkan tinggal bersama di cap In Gay.
Namanya Bu Liang menjadi adik seperguruan kenyataannya
dialah murid, Bu Liang Siangjin mempunyai tulang sesat,
biarnya dia dididik sempurna, sering sering dia melakukan
sesuatu diluar ajaran kakak seperguruannya itu.
Paling akhir Bu Wi jadi habis sabar, maka dia dihukum
dilarang turun gunung selama ia masih hidup, Bu Wipun kata:
Jangan kau menyangka kecuali aku sebagai suheng tidak
bakal ada orang yang dapat menguasai dirimu. Jikalau tetap
kau berlaku sesat, nanti datang harinya yang kau bakal celaka
tubuhmu dan rusak namamu"
1156 Bu Liang tidak percaya perkataannya itu suheng merangkap
guru, semeninggalnya sang suheng bulat sudah tekadnya
untuk menjagoi, maka kemudian ia turun gunung, lalu
mendapatkan Biauw Kiang Su Yauw sebagai murid-muridnya.
Bi Lek Sin Kang menjadi ilmu yang luar biasa, dengan
tenaga lima bagian ia tidak bisa merampas pedang dari
tangannya kedua nona, ia tambah itu menjadi sembilan
bagian, baru ia berhasil, akan tetapi siapa tahu, selagi ia
hendak menyambuti kedua pedang, pedang-pedang itu
melesat ke luar rumah hingga kena terambil orang yang baru
datang itu. Dalam heran dan mendongkol, ia mengawasi orang itu
seorang pelajar usia belum empat puluh tahun, romannya
sabar, air mukanya sedikit guram, ia mengawasi sambil
berpikir: "Mungkinkah ada lain ilmu yang dapat melewati Bi
Lek Sin Kang?" Orang itu mengasih dengar tertawanya yang dingin, kedua
tangannya diayun, melemparkan kedua pedang kepada kedua
nona, Dengan mata tajam ia mengawasi si pendeta.
Tak dapat Bu Liang berdiam lama, Segera terdengar
tertawanya yang dingin. "Apakah kau yang dalam dunia kang ouw terkenal sebagai


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Koay ciu Siseng Jie In yang ternama kosong belaka?" dia
tanya jumawa. "Tidak salah, itulah aku yang rendah" sahut orang baru itu,
sikapnya tawar, suaranya dalam.
Dia memang bukan lain daripada In Gak "Pendeta tua
mengapa timbul hatimu yang tamak. hingga kau merampas
pedang dari tangannya anak-anak perempuan yang lemah"
Apakah kau kira perbuatanmu ini tidak menyebabkan orang
memandang enteng padamu, sebab kau tua dan ternama
tetapi kau melakukan sesuatu yang memalukan dirimu
sendiri?" Mukanya Bu Liang menjadi merah.
1157 "Ngaco belo" bentaknya, "Tak lebih tak kurang lolap cuma
mau meminjam lihat. Tahukah kau, siapa lolap ini" Mana
mungkin aku melakukan perbuatan mengandalkan kekuatan
menghina yang lemah."
In Gak tertawa. "Hatinya Suma ciauw, setiap orang dijalan besar
mengetahuinya," kata dia keras, "Di kolong langit ini mana
ada cara meminjam lihat barang seperti caramu ini" Aku tidak
perduli kau siapa. silahkan kau pergi."
Bu Liang gusar bukan main- Mukanya merah, kumis dan
alisnya bangun, Tapi ia tahu ia bersalah, ia masih
mengendalikan diri. ia masih mau memegang martabatnya,
maka ia melainkan mengawasi dengan sorot mata bengis.
Hong Piu semua, dari heran dan kaget, lantas menjadi
girang, Mereka lantas mendapat tahu pula siapa ini orang
yang baru datang, Maka semua lantas berdiri menonton
dengan tenang. Tio Lian cu dan Ciu Goat Go mengawasi orang dengan
mata mereka bersinar terang sekali, Di sana berdiri orang
yang mereka pikir dan mimpikan selama satu tahun- Mereka
girang dan puas. Tapi mereka sebal terhadap Bu Liang
Siangjin, maka mereka ingin sekali pendeta tua itu lekas
angkat kaki. Disebelah itu mereka sedikit ragu-ragu kalau
engko In mereka dapat mengalahkan pendeta ini...
In Gak berdiri tenang, kedua tangannya digendong di
punggungnya. ia mengawasi si pendeta, acuh tak acuh.
Dadanya Bu Liang berombak. ia beradat tinggi, sekarang
dia lagi mencoba menguasai diri.
"Kau tahu siapa lolap ini?" katanya mendongkol. Dia
tertawa tawar, "Lolap ialah Bu Liang Siangjin dari Pak Thian
San-" Mendengar orang memperkenalkan diri, In Gak mengawasi
sambil mementang lebar matanya, dia menatap. agaknya dia
heranTiraikasih Website http://kangzusi.com/
1158 "Sudah lama aku berdiam diri di cap In Gay" berkata pula si
pendeta, "Di luar dugaanku, setelah lewat beberapa puluh
tahun, hari ini aku turun pula ke dunia yang ramai, bahkan
sekarang aku bertemu dengan kau, seorang yang ada
matanya tanpa bijinya, manusia terkebur yang duduk di dalam
tempurung mengawasi langit melulu, jikalau aku tidak
perlihatkan padamu ilmu silat yang lihay dari Pak Thian San
bukankah kemudian kau bakal jadi semakin besar kepala?"
Habis berkata, ia mengibas dengan tangan bajunya yang
besar, tubuhnya pun lantas
mencelat ke belakang In Gak. Teranglah dia bertindak
dengan ilmu Hian Thian cit Seng Pou.
Bu Liang sudah bergerak dengan sangat cepat. ia mau
mempertontonkan kepandaiannya seperti katanya,
Kesudahannya ia melongo mulutnya terbuka lebar, ia
mendapatkan orang berkelebat, lantas orang menyingkir dari
hadapannya berpindah ke belakangnya.
Waktu ia memutar tubuh, ia melihat orang lagi berdiri
tenang seperti tadinya... cuma tangan orang itu dikasih turun,
agaknya sikapnya menghormat.
"He,Jie In" dia membentak. "Dari siapakah kau
mendapatkan ilmu ringan tubuhmu ini" Mengapa ilmu rada
mirip dengan-..." Ia tidak melanjuti pertanyaannya itu. Sukar ia membuka
terus mulutnya. In Gak tertawa berkakak, Mendadak dia
berhenti "Ada mirip dengan pelajaran dari Pak Thian San, bukan?" ia
menanya, "Baiklah diketahui ilmu kepandaian silat di kolong
langit ini asalnya ialah satu, sama sekali tidak ada
perbedaannya janganlah kau menganggap. dengan
mengandal kepada ilmu silat Pak Thian San, lantas kau
hendak menjagoi dunia Kang ouw,"
Bu Liang panas bukan main- ia menganggap Jie In terlalu
angkuh dan jumawa, Dia mendelik.
1159 "Anak muda kurang ajar" bentak dia. "kau coba tanganku."
Dia menyedot napas di dadanya, dia terus menolak dengan
kedua tangannya, gerakannya itu sangat cepat dan juga keras
bagaikan badai atau gelombang dahsyat.
In Gak melihat orang menolak dengan menggunai tipu
huruf " menggempur". ia tertawa tawar. ia juga menolak.
Kalau pihak sana menggunai dua tangan, ia hanya sebelah.
Kedua pihak sama-sama menggunai Bi Lek Sin Kang. Hebat
kesudahannya itu. Diantara suara bentrokan hebat, keduanya
mundur masing-masing dua tindak. Ruang itu bergetar,
bergoyang seperti rumah mau ambruk...
Sekarang Bu Liang mendapat kepastian lawannya ini murid
keturunan Pak Thian San, ia hanya tidak tahu bahwa
suhengnya telah dapat pula murid bukan pendeta, Tiba-tiba
muncul jelusnya. "Anak muda kurang ajar" ia membentak pula, "Di matamu
tak ada orang yang terlebih tua ya" ia lantas menyerang pula.
In Gak bergerak juga menyambuti. Lagi sekali keduanya
bentrok keras sekali. Lagi sekali rumah bergerak. Kedua nona dan yang lainnya
pada berkuatir, hingga mereka lompat menyingkir ke ruang
samping. In Gak menggunai jurus "Liok hap hoa it" dari Bi Lek Sin
Kang cap-si Si. itu artinya tenaga "enam bergabung menjadi
satu", ia menggerak kedua tangannya, yang dikerahkan
dengan tenaga dua belas bagian, itulah jurus yang ia
dapatkan dari kitab rahasia kulit kambing yang ia peroleh dari
Hu Liok Koan- Bi Lek Sin Kang itu melebihkan yang asal - Bi Lek Sin Kang
cap-ji Si - yang cuma terdiri dari dua belas (capji) dan
bukannya empat belas (cap-si) jurus.
Hebat kesudahannya bentrokan itu, Bu Liang Siangjin
merasakan tubuhnya tergempur keras sekali sampai dadanya
1160 bergolak. darahnya naik napasnya mandek. Tidak dapat ia
mempertahankan diri lagi, ia terlempar ke luar rumah. Tapi
menyusul dia, Jie in lompat mengiringi.
Bu Liang kaget dan penasaran, Kuat dugaannya bahwa Jie
In muridnya Bu Wi, sang suheng atau guru tanpa nama. ia
menjadi penasaran terhadap suheng itu yang ia duga sudah
menyembunyikan satu jurus ini, hingga sekarang ia kena
dikalahkan. Gusar dan jelus, ia menjadi lupa derajadnya, Diam-diam ia
mengeluarkan jarum rahasia beracun "Bu Eng San-hoa-ciam"
dari Biauw Kiang Su Yauw, yang ia dapatkan dari muridmuridnya
itu. Alisnya pun bergerak.
"Jie In" dia kata dingin, "di matamu sudah tidak ada lolap.
yang menjadi pamanmu, maka itu lolap tidak dapat menaruh
belas kasihan lagi."
In Gak bermata tajam. ia melihat gerakan tangannya Bu
Liang yang terus menggenggam, ia menduga orang
memegang senjata rahasia apa tahu. ia tidak takut, ia percaya
tubuhnya sudah dilindungi kuat oleh Bi Lek Sin Kang.
"Bu Liang" dia kata, tertawa dingin, " kau sudah tua,
matamu menjadi lamur, buta seperti orang mati Dapatkah kau
menyebut apa namanya jurusku ini" Apakah kau tidak percaya
ketangguhanku" Kalau benar, marilah kau coba lagi satu kali,
supaya kau belajar kenal dengan kelihayanku"
Habis berkata, cepat sekali Jie In bertindak maju, selagi
tubuhnya berkelebat, tangannya meluncurkan lima buah
jerijinya. Ia bergerak sehat bagaikan kilat berkeredep.
Bu Liang Siang in melihat orang maju, ia bergerak mundur,
Sama-sama mereka bertindak dengan Hun Thian cit-seng-pou.
Tapi pendeta ini salah menaksir, dia kalah sehat Dia kaget
ketika tahu-tahu lima jeriji tangan orang telah mengenai
lengannya. 1161 Segera ia merasakan cekalan yang keras hingga lengannya
itu kesemutan, Dalam kagetnya dia berontak. guna
meloloskan tangannya itu. Dila in pihak. tangannya yang
sebelah lagi mengayunkan jarumnya yang sinarnya berkilauan
Tangannya yang dicekal itu, dia tarik kaget.
In Gak melengak sebab orang dapat terlepas dari
cekalannya itu, cekalan dengan jurus, "Ngo-gak-tin-liong" atau
"Lima gunung menindih naga" suatu jurus dari Hian Wan Sippat
Kay. justru itu jarum-jarum sudah menyamber
berhamburan, bergeraknya sangat cepat, hingga tanpa
sinarnya memang benar sukar terlihat tegas.
Pantas namanya disebut "tanpa bayangan- atau "bu-eng"
Tidak ampun iigi, ia kena tertusuk beberapa puluh batang
jarum, hingga ia merasakan napasnya seperti mandek dan
dengan pecahnya pembelaan tubuhnya, darahnya lantas
berjalan memburu. "Celaka" ia berseru dalam hati, saking kaget. Dengan lantas
ia menutupi diri, guna mencegah jarum nancap lebih dalam,
Kedua matanya lantas bersinar luar biasa.
Bu Liang Siangjin melihat roman orang itu tahulah ia yang
serangannya sudah berhasil, maka ia tertawa nyaring.
"Bocah, kau telah terluka jarum Bu Eng San-hoa-ciam dari
lolap" ia kata jumawa, "Paling lama kau akan hidup lagi dua
jam sekarang jika mau lihat apakah kau masih memandang
tak mati kepada orang yang tingkat derajatnya terlebih
tinggi..." Pendeta ini belum menutup mulutnya ketika ia melihat Jie
In berseru seperti guntur berbareng dengan tubuhnya
berlompat menyamber, tangan kanannya dengan lima jeriji
menggeraki serangan "cay-meh co-kin ciu" yang paling lihay
dari Hian Wan Sip-pat Kay, dan tangan kirinya menghajar
dengan Pou te Sian-ciang yang tidak kalah lihaynya. Itulah
serangan mati hidup, karena dikeluarkannya sekali pukul.
1162 Bu Liang terperanjat, inilah ia tidak sangka Tidak dapat ia
berkelit, cuma ada satu jalan ialah menangkis, guna menolong
diri, Maka ia mengeluarkan kedua tangannya, ia mengerahkan
tenaga dua belas bagian. ia bukan hanya menyambut, ia
sekalian menolak untuk menghajar.
Buat ketiga kalinya kedua pihak bentrok secara dahsyat, Bu
Liang merasa kedua lengannya sangat nyeri, ia tergempur
sangat hebat, hingga mukanya menjadi pucat.
Berbareng dengan itu, tangan kanan In Gak dengan lima
jarinya, telah mencekal sikut kanan si pendeta di jalan darah
keng-ki. Tidak ampun lagi tubuh pendeta itu terasa sakit
seperti ditusuki jarum atau terpagut ular berbisa atau kala,
hingga dia mesti mengasih dengar rintihannya. Ketika Jie In
menarik dan melemparkan, tubuhnya itu mental ke salju yang
lagi bertumpuk dan berterbanganDengan terkena hajaran "cay-meh co kut Hoat" darah Bu
Liang tak jalan wajar lagi, hanya saling menentang, dengan
begitu perlahan lahan lenyaplah tenaga dalamnya. Maka
selewatnya tujuh hari, dia bakal tersesat, kakinya akan
menjadi kaku, hingga sukar dipakai jalanBu Liang tidak menghargai martabatnya, dia memperoleh
bagiannya itu, In Gak juga tidak menghormati orang yang
terlebih tua, dia merasai siksaan jarum rahasia yang berbisa
itu. Bu Liang roboh terbanting di salju, dia tidak terbanting
hebat, dia cuma merasa tersiksa karena di dalam tubuhnya seperti ada kawanan
semut menggigitnya. Lekas-lekas ia mengeluarkan beberapa
butir pilnya, untuk terus dimakan, habis mana ia bersila, guna
bersemedhi, buat meluruskan pernapasan dan jalan darahnya,
Sia sia percobaannya ini.
Obatnya dan semedhinya itu tidak menolong. Dia jadi
begitu jeri hingga dia mengucurkan air mata. Dengan
paksakan diri dia berbangkit untuk berjalan pergi, dengan
tubuh terhuyung-huyung, dia lenyap diantara badai salju...
1163 In Gak mencoba bertahan, akhirnya ia pun jatuh duduk di
salju, napasnya memburu. Dari dalam rumah, beberapa orang berlompat keluar, Yang
paling dulu ialah kedua nona. Mereka itu lantas menubruk In
Gak. untuk memegangi pundaknya Tanpa dapat dicegah lagi,
mereka menangis sedih. Siauw Thian semua berkumpul di sekitar si anak muda.
Beberapa kali mereka menanya. In Gak berdiam saja,
matanya dirapatkan, mulutnya bungkam Mereka menjadi
bingung sekali, mereka putus asa. Tidak ada yang berani
menyentuh tubuh pemuda itu.
Angin keras masih tak mau berhenti, bahkan makin keras,
suaranya sangat berisik, salju pun semakin tebal. Pundak In
Gak sampai ketutupan- Tengah orang tidak berdaya itu, telinga mereka mendengar
suara kuda, Derapnya dan ringkikannya. Dua sosok bayangan
lantas terlihat kabur mendatangi. Semua orang terkejut,
mereka mengawasi, bersiap-sedia.
Sukur segera ternyata yang dataug itu Yap Busu bersama
seorang kacung cilik. Keduanya langsung menghampirkan In
Gak. Kacung itu diam mengawasi sekian lama, lalu mendadak
dia berseru: "Suhu" Dia pun
lompat maju, guna menarik ke muka orang, hingga dia
dapat meloloskan topengnya In Gak. hingga tertampak wajah
orang yang tampan, cuma sekarang mukanya sangat pucat.
Masih si anak muda bersila bagaikan patung. Bocah itu ialah
Gak Yang, sudah lantas menangis.
"Su-nio, bagaimana dengan suhu?" kemudian ia tanya Lian


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cu dan Goat Go yang ia panggil "su-nlo" atau ibu guru. Kedua
rona itu merah pipinya. Lian cu menyukai bocah itu, ia
merangkul. 1164 "Gurumu terkena tangan orang jahat," katanya. "Ia
keracunan bisa binatang yang paling jahat..."
Mendengar itu, matanya si bocah bersinar. Agaknya dia
terkejut karena ingat sesuatu,
"Suhu" katanya nyaring, "Bukankah itu hari di tepi sumber
air Pok Tut coan si wanita serba hitam telah memberikan suhu
satu peles obat yang katanya untuk mengobati segala macam
keracunan binatang berbisa?"
In Gak lagi berdiam, ia mendengar suara muridnya itu.
sebenarnya ia lagi menderita sekali. Meski ia sudah menutup
diri dan mengalirkan jalan darahnya serta menyalurkan
pernapasannya, pengaruh racunjarum rahasia masih bekerja.
Pou-te Siankang masih belum sanggup menolak racun jahat
itu, Mendengar perkataan muridnya, segera ia menggeraki
kedua tangannya untuk merogoh ke sakunya, guna
mengeluarkan sebuah peles obat - ialah obat pemberiannya Ie
Hian Li In Hian Bi. ia menuang dua butir, ia terus telan itu.
Benar-benar obat mujarab, Baru obat lumer lenyap sudah
segala rasa sakit Bahkan si anak muda lantas merasa nyamanSiauw Thian beramai melihat dari tubuh si anak muda
menghembuskan hawa hitam seperti uap yang bergulunggulung,
buyar tertiup angin, Sesaat kemudian setelah itu,
muka pucat si anak muda berubah menjadi seperti biasa.
Bahkan In Gak mendadak tertawa dan lantas berlompat
bangun, sambil mencekal Lian cu dan Go, dengan tangannya
kiri dan kanan, terus ia lari masuk kedalam, ke toa thia, ruang
besar. Hong Piu semua lari menyusul, girang meraka tak
kepalang. Disamping mereka heran sekali atas kembalinya Yap
Seng demikian cepat- hingga mereka mau menyangka busu ini
bertemu In Gak di tengah jalan dan karenanya dia pulang
1165 kembali Kalau benar, dengan datangnya si anak muda, belum
tentu urusan dapat mudah diselesaikanUrusan Siang Lin itu besar dan berbahaya, begitu juga
urusan mereka di sini, sebab meraka mesti berurusan dengan
pembesar negeri. Tadi di luar, dalam keadaan In Gak
terancam bahaya, mereka tidak sempat menanya, bahkan
tidak berani, sekarang lain, Maka sekarang mereka lantas
menanyakan. Yap Seng tertawa.
"Tiangcu," berkata busu itu, gembira, "jikalau aku bukan
ditolongi Cia Siauwhiap. mungkin aku telah terbinasa dengan
mengandung penasaran besar, sebab mayatku pasti akan
terkubur di tengah tegalan-.."
Matanya busu ini terbaka lebar dan sinarnya bercahaya, Dia
mengangkat sebelah tangannya, terus dia menunjuki
jempolnya. Dia berkata pula: "Cia siauwhiap benar-benar
hebat seorang diri dia pergi ke gedungnya jendral To-lon-Gok
o sendiri menyambutnya. Dia melayani siauwhiap seperti juga siauwhiap ialah
junjungannya dan dialah si menteri. Apa yang siauwhiap kata,
dia menyahutinya dengan "ya, ya" berulang-ulang, sekarang
ini pasukan tentera yang mengurung kita sudah ditarik
mundur semuanya. Cia Siauwhiap pun membilangi aku,
urusan tiangcu muda boleh diserahkan padanya, tak akan jadi
soal lagi, bilangnya."
Hong Piu mendengar keterangan itu, senang hatinya,
walaupun demikian kesangsiannya tak mudah lenyap. ia lantas
menghaturkan terima kasih pada In Gak. Di dalam hati dia
bertanya kenapa Gok o sangat menghormati si anak mudaYa, kenapa" Ce Hong berpikir lainnya pula, ia sangat mengagumi anak
muda tampan itu, yang demikian lihay, ia menduga-duga
orang belajar silat darimana. Jurusnya yang dipakai melayani
Bu Liang Siangjin sungguh istimewa, sungguh luar biasa.
1166 Belum pernah ia melihat itu, Dalam berpikir terus, ia lantas
menghela napas sendirinya.
Tiba-tiba di depan matanya berpeta bayangan diri Twi Hun
Poan Cia Bun, jago yang dapat meremukkan jantungnya
semua orang kosen jalan Putih dan jalan Hitam. Ia tak ingin In
Gak menelad mendiang ayahnya itu, tetapi bagaimana ia
harus bicaranya... Sekarang Gak Yang berada di dalam rangkulannya Ciu Goat
Go. Kedua matanya yang hitam dan jeli celingukan ia seperti
sangat heran untuk apa yang ia saksikan di sekitarnya ini.
Kian Kun ciu menggunai ketika untuk bicara berbisik
dengan In Gak^ sedang Kim Go menanya tegas kepada Yap
Busu apa yang terjadi dengan busu itu.
Lian cu mengerutkan alis. Ia agak mau menyesalkan In Gak
yang seperti tak menghiraukan orang banyak itu.
Tiba-tiba mereka semua mendengar suara yang sangat
menarik perhatian- suara yang seperti terbawa badai, itulah
suara berlari-larinya serombongan besar kuda yang lari
mendatangi. Suara itu tercampur dengan berisiknya sang angin. Toh
orang mengenalinya hingga orang menjadi heran dan
tercengang. Tak kecewa Gouw Hong Piu menjadipemilik
ternak. "Itulah suara kuda yang jumlahnya sedikitnya beberapa
ribu ekor..." kata dia, sepasang alisnya terbangun "The Hiante,
mari kita lihat. Mungkinkah itu kuda lari dari kandangnya
kurang teguh, hingga kena didobrak disebabkan semuanya tak
tahan dingin dan jadi meronta karenanya..."
Mereka berlari-lari ke luar, Yap Seng menyusul, hingga
sebentar saja mereka sudah lenyap ditelan angin dan salju...
In Gak melihat kelakuan orang itu, ia bersenyum. Dengan
mata tajam, ia mengawasi keluar rumah.
1167 "Engko In, dalam satu tahun saja kau telah berobah banyak
sekali" berkata Lian cu, ia merasa aneh untuk kelakuan orang,
"Kau menjadi lebih aneh sebenarnya ada urusan apakah?"
Si nona mendongkol menyaksikan engkonya nampak
demikian puas hati.. In Gak tertawa. "Kebiasaan dapat berubah menjadi tabiat, demikian sudah
terjadi denganku" ia menyahut, masih ia tertawa, "Tapi
sebenarnya aku tidak berubah sama sekali sebentar kau bakal
mengarti akan duduknya hal. Adik Lian kau terlalu napsu?" Ia
mencibirkan mulut, menggoda si nona. Lian cu berdiam,
tertawa tak bisa, gusar tak bisa juga. Goat Go tertawa.
Tidak lama, Hong Piu dan Kim Go sudah kembali, Mereka
balik cepat seperti tadi mereka pergi dengan lekas, Muka
mereka basah dengan salju.
"Pok Eng telah menbayar pulang semua kuda yang dia
telah rampas" berkata pemilik peternakan itu, tertawa, " Dia
juga bilang, urusan pencurian barang-barangnya Ho Sansiang
dialah yang nanti memegang tanggungjawabnya Dia berjanji
bahwa Siang Lin semua bakal dimerdekakan, Hanya ketika dia
mengangkat kaki, aku lihat romannya sangat kusut, dari itu
aku kuatir bahwa di hari-hari nanti timbul pula urusan yang
tak diingini." In Gak hendak menjawab tetapi ia batal. Tiba-tiba terlihat
tibanya seorang pendeta tua yang mukanya putih bersih, yang
kumis dan jenggotnya putih semua. Dia mengenakan jubah
abu-abu. Yang sepasang matanya mengawasi si naak muda
tajam sekali. Sekonyong-konyong In Gak berlompat maju,
untuk menekuk lututnya di depan pendeta itu. "Suhu" ia
memanggil. 1168 Mendengar panggilan itu, semua orang heran hingga
mereka tercengang. Tetapi hanya sebentaran semua lantas
maju untuk memberi hormat.
"Terima kasih " kata pendeta itu sabar. "Jangan sicu semua
menggunai terlalu banyak ada peradatan"
Kemudian ia lantas memandang In Gak yang masih berlutut
di depannya, untuk berkata dengan suara dalam:
"Sekarang ini kau telah menjadi manusia luar Biasa Rimba
Persilatan, di matamu mana ada lagi gurumu ini "
In Gak kaget dan heran- Ia melihat roman gurunya menjadi
bengis, beda dengan semasa di atas gunung. Dulu hari itu,
guru ini sangat sabar dan ramah tamah. Ia lantas menduga:
"Adakah itu disebabkan perlawananku kepada suslok-couw
tadi ?" Ia mendekam terus, keringatnya keluar meskipun itu
waktu hawa sangat dingin.
"Di kolong langit ini mana ada orang lancang seperti kau "
berkata pula sang guru, suaranya tetap keras. "Terang-terang
kau ketahui Bu Liang Siangjin menjadi susiok-couwmu, ialah
orang yang terlebih tua, kenapa kau berani lawan dia dan
melukainya dengan pukulan cay-meh co-kut Hoat"Jikalau aku
tidak lekas menolongi dia, bukankah aku bakal mensia-siakan
pesan couwsu" orang kurang ajar sebagai kau, aku menyesal
dulu aku telah berikan pelajaran padamu. Kau tahu sekarang
tidak ada jalan lain daripada kau mesti dihukum dengan
dimusnahkan ilmu silatmu Supaya di belakang hari janganlah
kau menjadi biang celaka untuk kakum Rimba Persialtan"
Hebat kata-kata itu. In Gak kaget dan takut sekali. Yang
lain-lainnya pun tak kurang kaget dan takutnya.
"Murid tahu dosanya..." kata In Gak. suaranya susah dan
menggetar. Semua orang berdiam, tak ada yang berani bicara. Lian cu
dan Goat Go juga tak berkutik.
Tapi Ce Hong, si imam dengan pakaian bukan imam,
mengajukan diri. 1169 "Locianpwe," kata ia dengan berani, sikapnya tenang. "aku
minta supaya locianpwe jangan menghukum murid locianpwe
ini. Dia telah melakukannya segala apa saking terpaksa,
lantaran tak ada jalan lainnya... Aku harap locianpwe sudi
dengar keteranganku. Beginilah duduknya peristiwa..."
Imam ini lantas menuturkan kenapa In Gak sampai bentrok
dan bertempur sama Bu Liang Siangjin, ia pun membeber
kenapa Bu Liang datang menyateroni mereka, yaitu guna
mencari dan membelai keempat muridnya, Biauw Kiang Su
Yauw, si empat siluman yang berbisa dari wilayah Biauw
Kiang, ia pun mencela sikap Bu Liang merampas pedang
kedua nona. Kemudian, sambil tertawa, Ce Hong menambahkan "Jikalau
murid locianpwe memperkenalkan dirinya dan ia mengakui Bu
Liang Siangjin sebagai susiok-couwnva, mana kami semua
masih dapat hidup selamat seperti sekarang ini" Apa kata
andainya Bu Liang menitahkan murid locianpwe melakukan
seperti apa yang dia kehendaki. Pasti sekali murid locianpwe
menjadi serba salah. Bagus murid locianpwe tidak
memperkenalkan diri dan tidak lantas mengakui Bu Liang
Sianjin, maka urusan menjadi beres.
Yang harus disayangi ialah Bu Liang sudah bertindak
menentang keadilan dan ia bersikap sangat keras terhadap
murid locianpwe. Maka itu kami minta dengan sangat supaya
locianpwe memberi ampun pada murid locianpwe ini yang
terang tidak bersalah barang sedikit jua."
Beng Liang Taysu bukannya seorang yang tak mengerti
aturan, Keterangan itu membikin roman-nya yang bengis
menjadi reda Bahkan ia lantas mengerutkan alis.
"Meski begitu, In Gak tidak boleh menurunkan tangan
jahat," ia kata sesaat kemudian "Bukankah itu menandakan
dia tidak memandang yang terlebih tua?"
"Sebenarnya hal yang benar bisa jadi tidak benar, kalau itu
tidak dilihat dengan mata sendiri, sulit untuk
1170 membedakannya." berkata Ce Hong pula, "Apa kata Bu Liang
Siangjin yang menyerang murid locianpwe dengan jarum
beracun kepunyaannya Biauw Kiang Yauw yang kesohor busuk
itu, yang jarumnya sangat berbisa" Itulah. jarum Bu Eng Sanhoaciam yang kesohor jahat. Tidak demikian, tidak nanti
murid locianpwe menjadi melupai segala apa dan sudah
menyerang Bu Liang Siangjin itu secara demikian- Dengan
perbuatannya itu, murid locianpwe sudah menolongi kami
semua. Maka itu, perbuatannya yang mulia itu justru harus
dihargakan dan dipuji tinggi. Di jaman ini, tidak ada orang
segagah murid locianpwe ini, itupula bukti bagaimana
pandainya locianpwe sudah mendidik murid. Sebenarnya
murid locianpwe telah mengumpul banyak jasa dan kebaikan.
Sampaipun ia telah memperoleh hadiah obat mujarab dari Hek
Ie Hian Li In Hian Bi, wanita yang kesohor itu.
Justru itulah obat yang merampas pulang jiwanya murid
locianpwe dari keganasan jarum beracun yang dilepaskan Bu
Liang Siangjin itu. Tanpa obat pemunah racun itu, sekarang ini
mestilah murid locianpwe telah menjadi mayat dengan raga
tak keruan macam. Kami tahu locianpwe amat bijaksana,
maka itu kami minta sukalah locianpwe tidak mendengar
keterangan sepihak saja."
Orang kagum untuk pandainya Ce Hong berbicara.
Beng Liang Taysu berdiam sejenak. ia memang tahu
sifatnya Bu liang Siangjin, ia hanya tidak menduga bahwa
duduknya demikian macam, jadi terang. Jadi terang adik
seperguruan gurunya itu sudah tersesat dan tindakannya
sangat bertentangan serta kejam juga. Di lain pihak, ia tahu
juga sifat muridnya ini, selagi si murid mau menagih hutang
jiwa, ada kemungkinan dia telengas, maka itu, ingin ia
mencegahnya. "Kau bangun," katanya kemudian- "Aku hendak
memesan kau." In Gak menurut, ia berbangkit, mukanya pucat.
1171 Beng Liang Taysu menatap muridnya itu, "Sudah satu
tahun lebih kau turun gunung, pernahkah kaupergi ke tepi
sungai Ke Leng Kang menyambangi kuburan ibumu?" ia tanya
sabar, tetapi alisnya berkerut. "Itulah kewajiban dari satu anak
yang berbakti." In Gak nampak bingung. "Seteah pergi ke Tiang Pek, murid akan lantas pergi ke Ke
leng," sahutnya. Guru itu mengangguk.
"Suslok couw kau itu, Bu Liang, memang tabiatnya keras
dan gampang murka," ia berkata pula. "itu pula sebabnya
kenapa kakek gurumu telah mengurung dia di Thian San, dia
dilarang pergi ke luar. Kakek gurumu menghendaki


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keselamatan semua dari kita, kau tentu belum menginsafi
maksudnya. Pada tanggal satu bulan delapan yang akan datang, kau
boleh pulang ke cap In Gay di Pak Thian San, di sana aku
nanti menantikan kau. itu waktu lihat saja bagaimana dengan
peruntungan kau" Jilid 19 : Wihara Potala di Tibet
IN GAK menduga mesti terjadi sesuatu di gunung-nya, ia
tidak tahu apa itu, ia pun tidak berani menanyakannya.
"Apakah suhu tidak mau kembali ke Selatan?" ia tanya.
Beng Liang mengasih dengar suara di hidung perlahan"Kau telah melukai parah kepada suslok-couw kau, untuk
mengobatinya aku memerlukan waktu setengah tahun,"
sahutnya, Jikalau dia belum sembuh seluruhnya mana dapat
aku meninggalkannya" "
In Gak tunduk. ia berdiam saja.
"Apakah kau sangka benar-benar suslok-couw- mu itu telah
dilukakan kau?" kata pula si guru.
Sabar suaranya tapi nadanya masih nada menegur, "Dia
mengenali ilmu silat kau berasal satu pokok dengan ilmu
silatnya, ketika dia menurunkan tangannya, dia mengira-ngira,
1172 Dia mempunyai latihan di atas seratus tahun, mungkin dia tak
dapat melawan kau yang seumpama cahaya terangnya sang
kunang kunang" Hanya salahnya ialah kau, disamping ilmu
silat kita, kau mencampur itu dengan ilmu silatmu sendiri,
hingga susiokcouwmu itu alpa dan kena terhajar sampai
napasnya tak jalan benar, hingga dia jadi sangat gusar, hingga
dia lupa segala apa dan telah menggunai jarum beracun Bu
Eng San-hoa-Ciam itu, walaupun benar pandangan
susiokcouw kau itu cupat, kalau kau menjadi dia, apa kau
bakal lakukan?" In Gak tunduk berdiam, akan tetapi matanya mengeluarkan
air dan keringatnya pun mengucur.
Sepasang alisnya Beng Liang Taysu terbangun ia kata pula
dingin: "Kau ingatlah, luber itu rugi, merendah itu berfaedah,
itulah kata-kata kuno. Segala perbuatanmu selama setahun ini
semua itu terlihat di mata gurumu, tanganmu telengas
melebihkan, tangan ayahmu dulu hari. Kau pun terlibat
asmara. Semua itu mungkin nanti merugikan lain orang
berbareng merugikan diri sendiri.
Pernah aku bertemu dengan Ay Hong Sok Keng Hong, dari
dia aku mendengar segala apa. Tidak dapat kau tak
memandang jauh, jangan kau suka tak memberikan ketika
kepada lain orang, Tanpa sebab yang kuat, kau sudah
melukakan Kheng Tiang Siu.."
Parasnya In Gak memain, merah dan pucat, pucat dan
merah, ia ingat Ni Wan Lan, ia menyesal telah menolak getas
nona itu. Masih Beng Liang Taysu berkata lagi: "Perbuatan kau ialah
perbuatan tanpa perasaan Kau tak menghormati orang yang
terlebih tua tingkatnya, jikalau bukannya ce Tan-wat yang
bicara baik untukmu, harusnya ilmu silatmu dihapus, kau
mesti diusir keluar dari rumah perguruan Maka sekarang kau
ingat baik-baik, seberesnya di sini, kau mesti lekas pergi
1173 kepada Yan San Sin Nie untuk menghaturkan maaf, guna
mencari keberesan. Terserah kepada kau sendiri, kau dapat menyelesaikannya
atau tidak. Yan San Sin Ni lihay luar biasa, kecuali kakek
gurumu, sukar ada yang dapat menandinginya, maka jikalau
kau tidak melayaninya dengan bijaksana bukan saja tak dapat
kau menuntut balas untuk sakit hati ayahmu, mungkin kau
nanti tersesat seperti ayahmu itu, hingga kau meneladnya,
Maka itu aku pikir, kecuali telah tiba saatnya hidup atau mati,
jangan kau gunai ilmu silat warisan ayahmu yang telah
menjadi ilmu silat rahasia."
In Gak menyahuti berulang-ulang bahwa ia akan perhatikan
pesan itu, Disebelah itu diam-diam ia mengeluh sendirinya,
itulah pesan yang berupa seperti laranganKemudian Beng Liang Taysu mengawasi bergantian kepada
Gak Yang, Tio Lian cu dan Ciu Goat Go, kacung dan kedua
nona itu, ia bersenyum. "Sekarang ini lolap mesti mengajak Bu Liang pulang ke Cap
In Gay," ia berkata ramah, "karena itu tak dapat lolap berdiam
lebih lama pula di sini,Jikalau ada jodohnya, lain kali kita
bertemu pula." Habis berkata pendeta itu menjejak tanah dan tangannya
mengibas, maka tubuhnya mencelat keluar dimana ia lenyap
diantara badai salju.... "Suhu" In Gak memanggil sambil dia berlompat menyusul.
Tak lama pemuda ini kembali atau ia mendapatkan Lian Cu
berdua Goat Go, si cantik manis, mukanya pucat dan air
matanya mengembeng mau menangis, lompat naik ke atas
kuda, mau berangkat meninggaikan peternakan- ia menjadi
heran, ia mau menduga pada duduknya hal. Yalah tentu Siauw
Thian sudah didesak nona-nona itu hingga Kian Kun Ciu tak
dapat mendusta dan mesti menutur dengan jelas mengenai
lelakonnya yang berhubung dengan Ni Wan Lan dan Kouw
Yan Bun. Tapi ia berlagak tenang.
1174 "Kamu hendak pergi ke mana?" tanya ia sambil tertawa
kepada mereka itu. "Siapa mau kauperdulikan" sahut Lian cu keras seraya terus
dia kata pada Goat Go: "Adik mari" ia membunyikan
cambuknya, membikin kudanya kabur, ia diikut Nona Ciu serta
sekalian pengiringnya hingga mereka berjumlah belasan
penunggang kuda. cepat sekali mereka lenyap diantara salju
dan angin keras seperti Beng Liang Taysu tadi.
Si anak muda tercengang, pikirannya kacau. ia
mengheLanapas panjang, ia jadi ingat segala perbuatannya. ia
merasa bahwa ia tidak keterlaluan akan tetapi ia tidak
memperoleh pengertian sampaipun gurunya turut menegur
keras sekali. Si nona nona gusar dan penasaran, bagaimana
nantinya... Ketika tadi ia menyusul gurunya, ia telah menyusul sampai
dua puluh li. sebenarnya ia mengantari guru itu, Selama itu,
gurunya tetap berdiam, sikapnya bersungguh-sungguh. Paling
belakang, ketika mereka mau berpisah, guru itu baru
berbicara Katanya: "Siapa memuat lebih, perahunya karam.
Siapa terlalu mau menang, dia akan membunuh dirinya
sendiri, permusuhan itu harus dibuyarkan, bukannya
diperhebat.Jikalau orang tetap saling bermusuhan, saling
membalas, sampai kapan akhirnya itu" Kau ingatlah ini, nanti
besar faedahnya untuk penghidupanmu..."
Sebagai seorang cerdas, In Gak menginsafi pesan itu. Sang
guru mengingati ia kalau lagi menghadapi lawan tak dapat ia
berlaku telengas. Maka itu, ia mengheLanapas pula, ia kata sendiri: "Mesti
aku ingat pesan suhu..."
Masih lama In Gak berdiri diam, mukanya disampoki angin
dan salju hingga mukanya itu dan pakaiannya demak. Tatkala
kemudian ia menoleh ke arah rumah, ia melihat semua orang
1175 berdiam mengawasi padanya. Karena tak ada yang berani
mengganggunya. Siauw Thian berdiam, menyeringai.
"Tak ada gunanya aku menegur dia," pikir In Gak.
Pikiran ini dapat menenangkan hatinya, maka ketika ia
bertindak masuk, ia dapat bersenyum.
"Shate..." kata Siauw Thian, yang tidak dapat menahan diri.
In Gak bersenyum, ia mengedipi mata mencegah kakak itu
berkata terus, ia hanya berkata pada Hong Piu: "Katanya ada
dua letnan ditahan di sini, apakah tiangcu suka merdekakan
mereka" Aku yang rendah ingin bicara dengan mereka itu."
"oh" berkata orang she Gouw itu. Jikalau siauwhiap tidak
menimbulkannya, aku melupai mereka..."
Ia lantas memerintah orang membawa kedua orang
tawanannya itu ke luar. Begitu melihat Hong Piu, kedua letnan mau membuka
mulutnya mendamprat tetapi In Gak mendahului mereka,
Dengan roman keren, si anak muda membentak: "Aku telah
menitahkan Gok o menarik pulang pasukan tentaranya.
sekarang pulanglah kamu Kamu harus ketahui kalau
dibelakang kali ada gangguan pula kepada peternakan ini,
meski ada rumputnya yang tertiup angin, maka Gok O harus
bertanggung jawab." Heran kedua letnan itu. Sebaliknya, mereka ciut untuk
sikap keren dari si anak muda, hingga mereka mau menduga
pemuda ini mestinya seorang berpangkat besar yang menjadi
utusan dari kota raja. Terpaksa mereka mengundurkan ciri
dengan kuncup, In Gak lantas berkata pada Lui siauw Thian Jiko, "Tolong
kau ajak Gak Yang berangkat lebih dulu ke Tiang Pek San Aku
sendiri setelah beres urusan di Yan San, akan aku lantas
menyusul." Siauw Thian menurut tanpa menanya apa-apa lagi, ia
lantas berangkat bersama si kacung she Gak.
1176 Hong Piu dan Kim Go kagum. Mereka tahu anak muda itu
mau lantas berangkat. mereka mencegah Mereka minta
penolong itu berdiam dua hari lagi. "Menyesal tak dapat," kata
In Gak. "Aku mesti lekas berangkat." Dan dengan hanya satu
kali berkelebat, ia menghilang di antara hujan salju.
XXX Pada suatu hari kota Sin-tak telah kedatangan seorang
muda yang asing, ia masuk dalam sebuah rumah makan,
untuk lantas memesan beberapa rupa sayur serta arak. untuk
ia dahar dan minum seorang diri.
Ketika itu matahari tak dapat menyorotkan sinarnya yang
panas, Dia dikitari meja. Di jalan-jalan, salju telah merupakan
es yang beku, hingga kuda kereta lewat di situ dengan
mengasih dengar suara derap serta rodanya yang nyaring.
Diwaktu begitu, rumah makan itu sudah penuh delapan
bagian, Dia memang rumah makan yang kesohor, apa pula
araknya arak Tek-yap-ceng. Dengan arak orang hendak
melawan hawa dingin- Tak lama di situ datang pula lima tetamu, Mereka
menyingkap kain pintu, lantas mereka mengambil tempat
menjadi tetangganya si anak muda, Mereka itu membekal
senjata di pundak mereka. nampak mereka menyolok sekali.
Mulanya mereka dahar dan minum tanpa bersuara, sesudah
air kata kata mulai bekerja, lantas mereka berbicara.
"Saudara Tan," berkata seseorang dengan perlahan,
"perjalanan kita kali ini ke Potala lebih banyak bahayanya
daripada selamatnya, sampai sekarang ini Tiam Chong Sinkiam
Ie-su Kim It Peng masih belum tiba, itu berarti kita
kekurangan satu tenaga bantuan yang berharga besar sekali.
Benar-benar aku menguatirkan kesulitan yang bersusunsusun"
itu.." "Saudara ong, kau terlalu pendek pikiran," kata seorang
yang lain, "Memang pendeta-pendeta lama dari wihara Potala
kosen setiap orangnya, akan tetapi sebaliknya kau harus
1177 mengerti mereka itu terang kita gelap. jikalau kita terus
bertindak dengan berhati-hati, mustahil kita tidak bakal
berhasil menolongi Coa San-cu?"
Si anak muda terlihat matanya bersinar mendengar
disebutnya Coa San-cu, ia lantas berpikir "Yang disebut Coa
San-cu ini apakah bukannya Ya Jin San-cu Coa Hok" Kenapa
dia ditangkap pendeta-pendeta lama dari Potala?" Ia
mendengari terus, matanya melirik kepada orang yang
berbicara itu. orang itu berkata pula: "Pendeta-pendeta dari wihara
Potala itu berjumlah tiga ratus jiwa lebih, kecuali lima
pemimpinnya si pendeta-pendeta lama besar yang
mengenakanjubah kuning, yang lainnya semua berkepandaian
biasa saja. Hanya walaupun demikian, kita harus mengingat
juga bahwa jumlah kita sangat kecil, jadi benar katanya
saudara ong, kita bakal menghadapi kesulitan-.." Dia
mengerutkan alis, lalu menceguk araknya.
"Tetapi kita bukannya bangsa tak berguna," kata seseorang
yang ketiga, "Tidak peduli banyak kesulitannya, kita mesti
pergi dengan membesarkan hati, Ya bicara sebenarnya, Tiam
chong sin-kiam lesu Kim It Peng memanglah suatu pembantu
yang berharga besar sekali, Belum setengah tahun dia
muncul, dia sudah merobohkan delapan belas jago dari Bin
Kang, ilmu pedangnya itu telah mencapai puncaknya
kemahiran- Dia biasa sangat memegang janji, kenapa dia
masih belum tiba juga?"
orang ini baru berkata begitu atau mendadak dia berkata
pula keras: " Lihat Apa itu bukannya dia telah datang?"
Si anak muda yang romannya tampan, sudah lantas
menoleh ke luar, ia mendahului keempat orang itu. Maka ia
melihat datangnya seorang imam umur belum tiga puluh
tahun, wajahnya tampan dan bersih, ada kumis dan
jenggotnya yang pendek. 1178 Begitu dia menyingkap kain pintu, imam itu memandang
kepada kelima orang itu, terus dia menyapa mereka sambil
bersenyum, terus dia mengambil tempat duduk. Kelima orang
itu menyambut dengan gembira sekali.
Diam-diam si anak muda yang tampan, ialah Cia In Gak
kita, menaruh perhatiannya ia baru saja sampai dari
peternakannya Hong Piu, untuk pergi ke gunung Yan SanDalam tempo dua hari ia sampai di kota Sia-tek ini, hingga ia
terpisah tinggal lagi seratus li lebih akan tiba di gunung itu gunung Burung Walet, ia mampir karena sekalian ia lagi
memikirkan bagaimana harus bicara biLananti ia menemui Yan
San Sinni, si pendeta wanita yang kesohor gagah, ia merasa
sulit sekali, andaikata Nona Ni Wan Lan tetap bersusah hati,
hingga nona itu mungkin mengambil sikap memusuhinya.
Ia ingin tak terlibat asmara, ia mencoba untuk
menyingkirkan diri, akan tetapi ia toh tergubat, ia berhenti
berpikir karena pembicaraannya kelima tetamu itu, yang
disusul dengan tibanya Kim It Peng, datangnya imam itu
menarik perhatiannya lantaran dia menggendol sepasang
pedang yang panjang yang melihat dari sarungnya saja
mestinya pedang yang tajam luar biasa.
"Maafkan aku," kata Kim It Peng tertawa, "Barusan
ditengah jalan aku mencampuri urusan nganggur, karena


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mana aku jadi terlambat, hingga aku membikin saudarasaudara
menantikan lama." "Tidak apa," berkata si orang she Tan, "Sebenarnya kita
lagi mengharapi kau, Kim Losu, Tanpa losu, kami ada
bagaikan naga tanpa kepala... Sekarang silahkan losu
memberikan titah-titah mu" Orang she Kim itu bersikap
merendah. "Aku merantau baru setengah tahun," katanya,
"pengetahuan dan pengalamanku masih cupat sekali, maka
itu, mana dapat aku memegang pimpinan dalam urusan
saudara-saudara ini" inilah urusan yang orang luar tak dapat
1179 mencampurinya secara berlebihan, Aku cuma menjangkapi
jumlah saudara semua. Sudah lama aku mendengar Tan Losu
pintar dan gagah, maka itu, aku pikir baiklah losu yang tetap
memimpin kami. Untukku, aku bersedia menuruti segala
perintah losu." "Pantas Kim Losu berasal dari perguruan yang kenamaan,
kau bisa sekali merendah." kata orang she Tan itu, yang
sebenarnya bernama Pek Seng dan gelarannya Ti Ho, si Rase
cerdik. "Pantas Kim Losu lekas sekali telah mengangkat nama,
Baiklah, maafkan aku yang aku mesti memegang tampuk
pimpinan, sekarang masih siang, bagaimana jikalau kita
berembuk pula sebentar lagi." ia bersenyum.
Mereka itu berbicara dengan perlahan, di lain pihak. ramai
suaranya lain-lain tetamu, maka suara mereka seperti kelelap
di antara suara banyak orang ilu, akan tetapi tidak demikian
dengan In Gak si tetangga meja, ia hanya belum mengerti
jelas duduknya hal, maka ia terus memasang telinga.
"Oleh karena Coa San-cu terkurung di dalam wihara Potala,
tak dapat tidak. kami terpaksa mengharapi bantuan kau, Kim
Losu," berkata pula Pek Seng, "Sudah lama kami mengagumi
ilmu pedang Tiam Chong Pay, yang dikenal sebagai ilmu
pedang nomor satu di kolong langit, ilmu pedang itu pasti
bakal dapat menunduki ilmu silat Liu In Cit-si dari Huketu.
Tahun dulu itu setahu untuk urusan apa, Kauw Gwa Liok
Hiong sudah menyateroni Huketu, yang mereka keroyok,
belum tiga jurus mereka sudah kena dirobohkan, dada mereka
pada berlubang, darahnya mengucur, tubuhnya roboh binasa.
Lantaran itu Huketu jadi kesohor di Utara, setiap mulut
memujinya, Sejak itu, siapa mencari Huketu, sesuatunya
roboh- terhadap ilmu silatnya itu. Kami pikir, kecuali ilmu silat
pedang Ban Hoa Toat Kim partai kau, Kim Losu, tidak ada lain
ilmu yang bisa mengalahkan ilmu pedangnya pendeta lama
itu. Maka dengan memberanikan diri, kami mengundang losu,
untuk memohon bantuanmu."
1180 Mendengar itu, In Gak tidak puas, ia tidak percaya ilmu
pedang Tiam Chong Pay dapat menjadi ilmu pedang nomor
satu di kolong langit. Dasarnya ia masih muda, diangkat-angkat Tan Pek Seng,
Kim It Peng nampak juga kejumawaannya, Dia bersenyum puas.
"Kau sangat memuji Tan Losu, kau membikin aku malu,"
kata dia merendah. "Pada tiga puluh tahun dulu, mungkin
dapat ilmu pedang kami disebut ilmu pedang nomor satu di
kolong langit tetapi sekarang ini tidak demikian sekarang ini
tak sedikit ahli pedang yang baru muncul, kepandaian mereka
itu dapat melewati ilmu pedang kami. Umpama pada tahun
yang baru lalu, di Kang lam sudah muncul seorang muda she
Cia, Kakak seperguruanku Shi Goan Liang, telah roboh di
tangan dia. pemuda she Cia itu malah mengatakan didalam
lima tahun, dia bakal mengunjungi gunung kami.
Guru kami mengetahui ilmu pedangnya telah mulai
merosot, maka ia telah menciptakan satu yang baru, yang
diberi nama Ban Hoa Toat kiam, atau Gubahan Selaksa Bunga,
ilmu silat itu dilatih lebih hebat setelah diterimanya warta dari
shi suheng itu. Lima belas saudara kami, yang terpilih diwajibkan
mempelajari sungguh-sungguh ilmu pedangnya itu. Untuk
belajar pedang seorang murid harus berbakat, maka itu
syukur sekali, aku telah terpilih oleh guruku itu. Hahahaha..."
Imam itu nampak girang bukan mainMendengar itu In Gak berpikir: "Benarkah Ban Hoa Toat
Kim dapat melebihkan Hian Thian Cit Seng" Tak mungkin
Baiklah aku menguntit dia, untuk menyaksikan sampai dimana
lihaynya Liu In Cit Si dan Ban Hoa Toat Kim itu..."
Baru ia memikir begitu, begitu lekas juga hati In Gak
dingin. inilah sebab ia segera ingat pesan gurunya bahwa
perahu yang muat berlebihan bakal karam dan siapa mau
menang sendiri, dia bakal roboh terlebih dulu, Maka ia lantas
1181 berpikir pula: Belasan tahun aku telah dididik suhu, aku cerdas
dan mengerti segala apa, mengapa aku tidak mau
menenangkan diri" Kenapa untuk sakit hati ayahku seorang
aku mesti memusuhkan dunia" suka menang ialah semacam
kesukaan yang bakal merupakan suatu kebiasaan atau tabiat
buruk. Ya, urusan mereka itu ada apa sangkutannya dengan
aku?" Maka ia lantas menghirup araknya, ia bersikap tenang.
Hanya sebentar mendadak pemuda kita ingat suatu hal,
dari itu ia kata di dalam hatinya: "Suhu membilang sakit hati
harus dibikin habis, tidak boleh dibikin panjang, Mereka
sekarang mau pergi ke tempat berbahaya, kenapa aku tidak
mau membantu mereka, guna menghabiskan persengketaan
pihak mereka dengan pihak pendeta lama itu" jika lau aku
dapat menolongi coa San-cu, tentu permusuhan bisa
dihabiskan-.. Tidakkah itu bagus?"
Ia mengawasi keenam orang itu, nampak mereka minum
dengan riang sekali. Ketika itu di meja dipojokan ada seorang tetamu yang
berbangkit dari kursinya. Dia bertubuh kekar, bajunya kuning,
kepalanya ditutupi kopiah yang melesak kejidatnya, Dia
berjalan lewat di samping Tan Pek Seng, sambil lewat, tangan
kanannya mengusap mukanya terus tangan itu dikasih turun
pula. Selagi berjalan itu, dia pun berdehem keras, suaranya
nyaring seperti suara lonceng yang mendengung di seluruh
ruang bersantap itu. Kim It Peng semua terkejut, hingga mereka menghentikan
mengangkat cawan mereka, semua mengawasi dengan
tercengang. Orang itu bertindak cepat dan gesit, sebentar saja dia
sudah sampai di luar. In Gak bermata celi maka itu ia mendapat lihat, ketika
orang itu mengangkat tangannya ke muka menyusut keringatnya disebabkan dia
telah menenggak susu macan, selagi diturunkan dua jari
1182 tangan itu berkutik menyentil, sedang selagi tiba di ambang
pintu, nampak dia bersenyum dingin.
Tiba-tiba ia ingat suatu apa, ia letaki sepotong perak di atas
meja. terus ia bertindak ke luar Dari sini ia melihat orang itu
menuju ke sebelah kanan, tindakan kakinya gesit, ia lantas
menguntit. Begitu lekas ketahuan orang menuju ke arah heng-kiong
yaitu istana peristirahatan atau persinggahan raja. In Gak
yang bercuriga lantas memastikan kecurigaannya bahwa
orang ini ialah seorang pendeta lama dalam penyamaranHeng-kiong itu terletak di sebelah barat laut, duduknya
diapit di kiri dengan telaga dan di kanan dengan gunung, luas
sekitarnya delapan belas li, banyak pepohonannya, pohon
siang dan pek. Wuwungan istana berwarna kuning, Dilihat
seumumnya, itulah istana indah
Orang itu berjalan terus, ketika ia sudah mendekati tembok
pekarangan, mendadak ia memutar tubuhnya, untuk
memandang tajam kepada si anak muda yang lagi jalan
mengikutinya. In Gak melihat itu, ia terperanjat akan tetapi ia
dapat menetapi hati, ia jalan terus acuh tak acuh.
"Berhenti" mendadak orang itu membentak. Ia menurut, ia
menghentikan tindakannya.
"Sang Buddha kamu tak kelilipan pasir" kata orang itu
keras, "Selagi kau minum arak tadi, Buddha kamu selalu
memperhatikan kau. Hm Kau berkonco dengan mereka itu
atau tidak?" In Gak mengawasi, matanya dibuka lebar. Ia nampak
heran. "Siapakah mereka itu?" ia balik menanya, suaranya dalam,
"Tuan, kau terlalu Bukankah rumah makan rumah umum
dimana berkumpul orang-orang dari lima penjuru dunia" Kalau
aku duduk bersantap di sana, bukankah aku tidak melanggar
undang-undang negara" Kau membentak menyuruh aku
1183 berhenti tuan, apakah maksudmu?" orang itu bersenyum
tawar. "Kalau begitu, mengapa kau mengikuti sang Buddha
kamu?" dia tanya. In Gak tidak menjawab, sebaliknya, ia tertawa berlenggak,
suaranya itu nyaring dan berkumandang, sampai orang
terkejut. Pikir orang itu: "Ah, dia mempunyai tenaga dalam
yang mahir sekali, Tadi aku menyangka dialah orang biasa,
nyata aku keliru..."
Akan tetapi ia tidak takut, ia malah membentak: "Bocah,
kau tertawa apa" jikalau Buddha kamu tidak memberitahukan
namanya, pasti kau tidak tahu Buddha kamu orang macam
apa..." In Gak tidak menanti orang menyebut namanya, dia
mendahului, dingin: "Kau siapa, itu tak sangkutannya
denganku Biar kau menyebut namamu, kau tak bakal
membikin aku jeri Aku mempunyai urusanku sendiri, tak
sempat aku melayani kau ngoceh tidak keruan-"
Ia lantas memutar tubuh, untuk berjalan pergi.
Orang itu jengah dan mendongkol karena orang tidak
menggubrisnya, dalam gusarnya ia membentak: "Bocah, kau
berani tidak memandang mata pada Buddha kamu" ini
tandanya kau cari mampusmu sendiri" Dia lantas lompat
menyerang, lima jerijinya diluncurkan menyambar.
In Gak tidak berbalik, akan tetapi, seperti belakangnya ada
matanya, ketika ia diserang itu, mendadak ia menggeser
tubuh ke kiri, terus berputar, ia mengawasi dengan bengis.
Orang itu melengak sebab samberannya gagal. Lalu ia
tertawa dingin, romannya bengis, ia kata: "Aku tidak sangka
bahwa ini hari aku Inpuntala telah dapat bertemu dengan
orang lihay" Di mulut ia berkata begitu, di hati ia pikir: "Ilmu
apakah yang bocah ini pakai?" ia merasai orang gesit luar
biasa. Kalau orang ini musuh, sungguh berbahaya...
1184 In Gak bersenyum ewah. "Tuan muda kau tidak berani menerima sebutan orang
lihay" katanya, "Aku cuma minta supaya kau jangan ngoceh di
depanku Paling benar kau lekas-lekas menggoyang ekor-mu
dan pergi." Mukanya Inpuntala menjadi pucat dan merah bergantian,
Dia gusar sekali, Dia berdiri tegak di antara salju, bajunya
memain diantara tebaran sang angin. Dia mendongkol orang
berani memandang hina kepadanya sedang untuk di
tempatnya itu dalam wilayah sintek dan sekitarnya, dia
terkenal dan dimalui, sampai kawanan anak-anak
mengenalnya. Dialah kam-ih, pengurus dari wihara Potala,
yang kesohor untuk ilmunya luar dan dalam.
In Gak mengawasi ia tahu orang telah menjadi sangat
gusar. Inpuntala tertawa.
"Tak salah dugaan sang Buddha kamu" katanya, nyaring,
"Kau benarlah konconya mereka itu Sayang aku keliru
menyayangi jiwa- mu, mereka sudah mendekati akherat, dari
itu kau tak harus dikasih tinggal hidup lebih lama pula" katakata
itu ditutup dengan tolakan dua tangan secara mendadak.
In Gak memang curiga, sekarang ia mendengar kata-kata
orang, ia mengerti ketika tadi dia meninggalkan rumah makan,
pendeta lama ini sudah melakukan sesuatu guna mencelakai
rombongannya Tan Pek Seng, ia membenci orang jahat, ia
pun gusar, ia lantas menyambut tolakan dengan tolakan
kaget, untuk itu ia menggunai tenaga huruf "Menyentil" dari Bi
Lek sin Kang. Dengan keras kedua tenaga menolak bertemu satu dengan
lain, akibatnya pun keras sekali. Tubuhnya si pendeta
terpental mundur beberapa tombak. salju di kakinya terbang
muncrat. Yang hebat ialah ia mental masuk ke dalam
pekarangan. Tapi tak lama terlihat dia muncul pula, kopiahnya
sudah tidak terlihat sehingga sekarang terlihat kepala
gundulnya. 1185 "Bocah" dia kata bengis, "jikalau kau berani sebentar
malam aku nantikanmu di dalam wihara Potala"
In Gak menyahuti dingin: "Inpuntala, kau menerbitkan
gara-gara tanpa sebab, maka jangan kau sesalkan tuan
mudamu Sayang bukannya kau menyesal, kau justru
menantang aku. Baiklah, biarnya potala merupakan gedung
naga dan gua harimau, sebentar malam pasti tuan mudamu
akan datanginya" Mendengar itu, Inpuntala memutar tubuh, lantas lari
pulang. In Gak mengawasi sebentar lantas ia lari balik ke rumah
makan tadi. Ketika itu sang malam sudah tiba. cuaca gelap. lantaran
sang rembulan dihalangi sang mega. Angin bertiup keras. Saij
u tertampak putih di mana mana, Dapat dimengerti bahwa
diwaktu demikian, orang yang mundar mandir cuma beberapa
gelintir saja. In Gak berlari pulang sambil berpikir: "Inpuntala tak dapat
dipandang enteng, Aku mentaati pesan suhu, aku menggunai
tenaga tujuh bagian, pendeta lama itu lihay, dia dapat mundur
dengan mengikuti tolakanku. oleh karena itu, sebentar malam
pasti aku bakal bekerja keras..."
Sebentar kemudian, tibalah ia di rumah makan- Ketika ia
masuk sambil menyingkap kain pintu, yang paling dulu ia lihat
ialah meja yang tadi dipakai rombongannya Tan Pek Seng ia
lantas melihat pemandangan yang luar biasa yang
mengejutkan hatinya. Pek Seng berenam duduk sambil tangannya mengangkat


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cawan masing- masing, Mereka berduduk tak bergerak. muka
mereka pucat gelap. mata mereka mendelong dan mulut
mereka mengeluarkan ilar,
Lain-lain tetamu di situ rupanya tak melihat mereka, atau
mereka disangka tengah hendak minum dengan memberi
1186 selamat satu dengan lain... Menampak demikian, In Gak
berlompat. xxx BAB 21 MELIHAT lagaknya si anak rnuda, barulah lain-lain tetamu
terkejut, hingga mereka semuanya berpaling.
Yang paling dulu dilakukan In Gak ialah mengangkat cawan
araknya Pek Seng, untuk memeriksa. Untuk herannya warna
arak itu bening dan berbau harum, tak ada warna atau bau
lainnya yang mencurigakan- Tapi ia mengerti, maka ia kata
dalam hatinya: "Inpuntala kejam, dia menggunai racun tanpa
warna dan tanpa bau... ia lantas panggil jongos, untuk minta
sebatang tusuk konde perak. yang mana ia masuki ke dalam
cawan arak itu. Begitu ujung tusuk konde tercelup ke dalam arak. arak itu
menghembuskan hawa seperti asap dan tusuk kondenya dari
putih berubah menjadi merah kehitam-hitaman-Semua tetamu
kaget, Mereka tahu apa artinya itu.
In Gak sudah berniat menepuk punggung Pek Seng guna
mengeluarkan racun dengan bantuannya tenaga dalam Poute
Sian Ciang ketika ia ingat suatu apa, maka ia membatalkan
niatnya, kepada jongos ia terus kaia: "Mereka ini terkena
racun yang jahat, untuk mencoba menolongi mereka, aku
hendak membawa mereka ke rumah sahabatku, maka itu
lekas kau tolong carikan kereta" Jongos itu mengerti, dia
lantas pergi. In Gak mengambil sikapnya ini untuk mencegah jangan
orang menjadi gempar, hal mana bisa menyebabkan kawanan
pendeta dari Potala nanti mendapat tahu.
Tak lama jongos tadi kembali dengan sebuah kereta
keledai, maka Pek Seng semua lantas dinaiki ke dalam kereta,
untuk dibawa pergi meninggalkan rumah makan itu, rumah
makan dengan merek Tiang HinTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1187 Dengan membunyikan cambuk, sang keledai dikasih lari
keras, In Gak duduk berendeng dengan kusir di sebelah
depan- XXX Malam gelap. sang angin bertiup tajam sang salju
berterbangan Di dalam kegelapan itu, segala apa Nampak
putih, Diwaktu begitu di dalam sebuah rimba di luar kota Sintek,
tujuh orang tampak duduk menguarkan api unggun yang
kayunya cabang-cabang cemara, berbunyi berkeretekanCahaya api menerangkan tegas wajah mereka itu.
Merekalah In Gak serta rombongannya Pek Seng.
"Siauwhiap telah menolongi kami, tak nanti budi ini aku
lupakan," kata Pek Seng, sangat bersyukur "Lain kali, jikalau
siauwhiap hendak menitahkan sesuatu kepada Pek Seng
meskipun mesti mati, tidak nanti aku menampik."
"Kau terlalu merendah, saudara Tan," kata In Gak,
bersenyum. "Pertolongan ini tidak berarti apa-apa, aku cuma
mengangkat tanganku. Mana bisa itu disebut budi" Adalah
sebentar diwaktu menghadapi Inpuntala, aku mengharapi
bantuan saudara semua."
Kim It Peng kagum sekali melihat si anak muda halus budi
pekertinya. "Janganlah merendah, siauwhiap." ia berkata. "Belum
lamap into merantau tetapi pinto telah melihat tenaga dalam
siauwhiap mahir sekali, mestinya siauwhiap murid dari
seorang yang berkenamaan. Sayang siauwhiap tidak sudi
menyebutkannya, hingga pinto pusing menerkanya ... "
In Gak tertawa. "Bukannya aku bertingkah tetapi benar-benar ada
kesulitannya untuk aku menyebutnya," ia berkata, "Tunggulah
sebentar, setelah Coa Sancu dapat ditolongi, mungkin losu
semua akan mengetahui tentang diriku."
It Peng tidak memaksa. 1188 "Tentunya Tan Losu telah mengetahui jelas keadaan wihara
Potala," kata ia pada Pek Seng, "Wihara itu luas dan banyak
bangunannya, yang dapat membingungkan orang luar. kalau
kita lancang memasuki, kita seperti mencari bahaya kematian
sendiri." Pek Seng tertawa. "Kim Losu benar tetapi tak usah losu berkuatir," ia bilang,
"Dua hari sudah aku membuat penyelidikan, rasanya aku
ketahui segala apa dengan jelas. Aku pun sudah membuat
petanya, rasanya aku tak keliru lagi."
"Maaf." kata It Peng mengangguk "jikalau losu tidak
menyebutkannya, aku lupa bahwa losu-lah ahli pembuat peta.
Ya Jin San jadi demikian tangguh semua itu karena rencana
dan pengaturan losu."
Pek Seng tertawa, dari sakunya ia mengeluarkan sehelai
kertas, yang terus ia beber, maka di situ mereka melihat
lukisan tempat berikut pelbagai bangunannya, rumah,
ranggon, paseban, dan pengempang, Semuanya jelas sekali.
In Gak kagum hingga ia memberi pujian-nya.
"Wihara Potala menempati tempat yang luas sekali," kata
Pek Seng. "Lihat saja, bangunannya hitung ratusan buah,
yang semuanya bersender kepada gunung, Maka itu, menurut
aku, diwaktu pergi ke sana, tak baik kita berpencaran, hanya
harus kita menuju langsung ke pendopo Pat Liong Hud thian,
tempat kediamannya kelima lama besar jubah kuning, Di sana
aku minta Kim Losu bersama siauwhiap melayani lama kepala
Huketu, kami berlima akan pergi ke lauwteng chong Keng
lauw di samping kirinya guna menolongi Coa San-cu."
Pikiran ini mendapat persetujuan umum, keenam orang
lainnya pada mengangguk. Sampai itu waktu In Gak masih tidak menanyakan Tan Pek
Seng sebabnya coa San-cu tertawan dan dikurung di dalam
wihara Potala. Tan Pek Seng tidak menceritakan ia
membiarkannya. 1189 Selama itu api dijaga menyala terus oleh Kvvan Tek Lin,
salah seorang kawan mereka, yang duduk di sisi Pek Seng.
Baru mereka berhenti bicara itu, mendadak Kim It Peng
mendengar suara apa-apa di belakangnya. Dengan mendadak
ia berbangkit seraya memutar tubuh, untuk berlompat dengan
pesat, sambil lompat itu ia menghunus sepasang pedangnya,
maka ia dapat terus menabas. Akibatnya itu ada pohon yang
roboh dengan suaranya yang berisik.
Yang lainnya turut berlompat bangun, Mereka menduga
kepada musuh gelap. cuma In Gak yang tetap duduk bercokol,
cuma tangannya menimpuk dua kali dengan dua potong
cabang kayu cemara. Ketika Pek Seng berlima sampai di sisi It Peng, mereka
mendapatkan imam itu lagi berdiri melengak mengawasi ke
depannya dimana di tanah, terlihat bangkainya dua ekor rase
yang kepalanya pecah dan mengeluarkan darah. Kwan Tek Lin
menunjuki jempolnya. "Tak heran Kim Losu sangat kesohor," kata dia memuji.
"Sekarang berbukti mata losu sangat tajam, bisa melihat
segala apa di tempat gelap seperti disiang hari Pula hebat
pedang tosu, yang tak pernah gagal Kami semua kami malu,
tak dapat kami berbuat demikian..."
It Peng tertawa. "Kau sangat memuji, saudara Kwan" katanya, "Aku tidak
sangka bahwa aku telah salah mendengar seperti ini.
sebenarnya aku merasa malu."
Ia masuki pedangnya ke dalam sarungnya, lantas ia
kembali ke unggun api. Mereka melihat In Gak menggunai cabang cemara
menggurat-gurat di tanah, mereka tak tahu orang lagi
memikirkan apa. It Peng kagum. Orang sangat tenang.
"Aku tak seperti kau, siauwhiap." ia kata, "Kau tidak kena
terganggu gerak-gerik rase tadi."
Si anak muda tertawa. 1190 Justru Kim Losu yang telinganya sangat terang," ia kata,
"Barusan losu cuma terkelirukan angin. Pendeta lama itu
sudah ditakdirkan terbinasa, Mari duduk. tidak ada bahaya
apa-apa." Kata-kata itu mengherankan keenam kawan itu. Kim It
Peng heran dan tidak percaya, Dia menyambar sebatang kayu
yang menyala dan lompat, untuk memeriksa ke sekitarnya
diterangi api obor itu. Pek Seng berlima menyusul.
Kira enam tombak jauhnya dari mereka di mana ada
banyak pohon cemara bergelimpangan di atas salju,
kedapatan belasan mayat pendeta lama, akan tetapi tubuh
mereka tidak terluka, itulah tanda mereka roboh tertotok jalan
darahnya. Tiam chong sin-kiam malu sekali, ia likat sendirinya,
Sekarang ia merasa bahwa ia tak berhak untuk merebut nama
didalam Rimba Persilatan- Kalau dibandingkan ia masih jauh
dengan lain orang... Pek Seng sekalian tak ubahnya semua mengagumi si anak
muda. Mereka tak bicara banyak lagi kecuali memuji.
Habis itu mereka bertujuh dalam rupa bayangan, kabur ke
arah barat laut, cuaca tetap gelap karena rembulan dan
bintang-bintang tak nampak. Mereka lenyap seperti ditelan
salju. XXX Wihara Potala di Sin-tek itu sebuah wihara yang paling
besar disamping istana Potala di Lhassa, Thibet. Bangunannya
besar, indah dan agung. Letaknya di luar kota sebelah barat
laut. Memang di Jehol, tetangganya Mongolia, ada banyak
sekali wihara kaum pendeta lama. Hanyalah wihara Potala ini
terbesar dan paling ternama, kesana rombongannya Tan Pek
Seng menuju. Selagi mendekati samping wihara, In Gak berhenti lari dan
membisiki Pek Seng semua: "Kita datang ke mari untuk
menolongi orang, maka itu paling benar ialah kita menyingkir
1191 dari pertempuran dengan para lama. Sekarang ini baiklah aku
sendiri yang mencoba pergi dulu ke chong Keng Lauw,
lauwteng tempat menyimpan kitab itu, guna menolongi coa
San-cu. jikalau selewatnya satu jam aku belum kembali
barulah aku minta saudara-saudara pergi membantu aku."
Sekarang orang tahu lihaynya ini kawan baru, hanya
setelah berpikir sejenak. mereka memberikan persetujuan
mereka. Kim It Peng berkata, "cuma dengan begitu kita
membikin siauhiap yang bekerja paling berat. Baiklah
siauwhiap membekal ini sebelah pedangku, guna menjaga
diri." "Tak usah, terima kasih," kata In Gak tertawa, "Akupun
membekal pedang lunak di pinggangku." Habis berkata, pemuda ini lantas lompat pergi, hingga dia
lenyap di balik tembok pekaranganWihara itu sunyi kecuali dari suara angin serta cabangcabang
pohon yang menjadi barang permainannya sang
angin. Karena langit gelap dan sinar api pun tidak ada.
In Gak cuma dapat melihat sejauh sepuluh tombak. Selagi
memikirkan petanya Tan Pek Seng, yang ia ingat-ingat di luar
kepala, ia bersembunyi dulu di belakang sebuah pohon
cemara. Wihara gelap seluruhnya, rupanya kawanan pendeta
tengah menantikan mangsanya.
Kecuali berisiknya sang angin dan daun, In Gak diganggu
hawa dingin, Tapi ia tidak menghiraukan itu, ia telah pikir:
"Memang aku harus menyingkirkan bentrokan senjata, Pesan
suhu masih mendengung di telingaku. Tak usah aku pedulikan
tantangan Inpuntala..."
Maka ia maju terus, Baru belasan tombak ia melihat dua
bayangan lari mendatangi dengan cepat kepadanya ia lantas
mengenali dua ekor anjing - anjing-anjinng galak dari ThibetDengan tindakan Hian cit Seng Pou, ia berkelip selagi kedua
1192 binatang itu lewat sebab tak berhasil menerkam padanya, ia
membalas menghajar. Hanya dengan sekali gempuran kedua anjing terlempar
sambil menjerit kesakitan, terus badannya roboh terbinasa.
Setelah itu si anak muda lompat naik ke pohon di
sampingnya, Dari sini ia naik ke gen-ting, terus sampai di
wuwungan dari sebuah pendopo, ia berdiam seraya
memasang mata, Samar-samar ia melihat tiga pendeta lama di
atas pendopo itu, yang terdekat terpisah dari ia empat tombak
lebih. Lama itu rupanya melihat ada orang datang tanpa
bersuara dia memburu. Dia nampak gesit.
In Gak tidak takut, bahkan dia maju untuk menyambut.
Si pendeta heran, hingga dia berpikir: " Inilah tak biasanya,
Rupanya dia berkepandaian lihay maka dia tak takut mati"
Selagi dia heran itu, lawan sudah tiba, Mendadak ia merasa
tertotok dijalan darah ceng cok. Tak sempat dia bersuara, dia
roboh tak sadarkan diri. In Gak berkiam sebentar baru ia maju pula. ia menuju ke
pendopo Pai Liong Hud-thian. ia berlaku waspada, guna
menyingkirkan bentrokan Tak mau ia terlibat oleh para lama
yang melakukan penjagaan di sana sini.
Pendopo itu juga gelap sekali. Sukar untuk ke dalamnya,
Toh In Gak ingin masuk ke dalam situ untuk membuat
penyelidikan ia baru menindak, ketika ia mendengar suara
orang bicara perlahan: "Entah apa sebabnya, hari ini Hok-hoat Taysu Kim Liong
sangat beda daripada biasanya, Tak pernah ia tak bersenyum
atau tertawa tetapi kali ini ta terus berdiam, romannya
bergelisah, ia sampai tak suka mendengar kata-katanya
Inpuntala. baru mendengar dua patah, ia sudah lantas
meninggalkannya, ia cuma memesan kita untuk dengan tentutentu
mengantari makanan kepada si nona..."
1193 In Gak heran- ia tidak melihat apa-apa. Maka ia terus
mendengari, matanya tetap dipasang. Baru kemudian samarsamar
ia melihat tubuh bagaikan bayangan dari dua kacung


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lama di dalam pendopo yang gelap itu.
Ia mendengar suaranya kacung lama yang kedua:
"Biasanya Kim Liong Taysu paling
menyayangi kau. Kau mestinya ketahui sebab dari
perubahan sikapnya itu. Kenapa hari ini ia tidak tenang?"
"Sebenarnya aku tidak tahu, Yang mengetahuinya mungkin
kelima tay hoat-su. Apa yang aku tahu, katanya dari wihara
lama Yong Ho Kiong di kota raja telah dikirim serombongan
lama datang kemari, bilangnya buat urusan sangat penting."
"Sekarang ke mana perginya Kim Liong Taysu?"
"Katanya dia pergi untuk menyambut pendeta-pendeta
lama dari Yong Ho Kiong itu."
Tiba tiba terdengar suara tertawa, yang terus disambungi
kata-kata ini: "Katanya taysu tidak gemar paras elok.
mengapa sekarang melihat nona itu, semangatnya seperti
sudah terbang pergi" Apakah ini yang dinamakan jodoh" Tapi
nona itu lihay, dan dengan mengandalkan pedangnya, tak
dapat taysu mendekatinya, hingga setiap hari ia cuma
mengintai dari luar kamar batu itu. Ada kalanya ia mengucap
juga satu dua patah, habis itu ia pergi sambil menggeleng
kepala dan menarik napas..."
"Sebenarnya nona itu sangat cantik, jangan kata taysu, aku
sendiri tertarik hatiku... "
Menyusul itu kembali suara tertawa riang.
In Gak heran- Perlu apa utusan pendeta-pendeta lama dari
kota raja itu" Siapa si nona yang tengah dikurung Kim Liong
Taysu" Tapi ia tidak dapat memikir banyak-banyak. Ia
mempunyai tugasnya sendiri menolongi coa San-cu. ia pikir
untuk membikin kedua bocah tak berdaya, guna mendengar
keterangannya di mana dikeramnya orang yang ia mau tolongi
itu. 1194 "Sekarang sudah tak siang lagi," terdengar salah satu
kacung- "Kita harus pergi mengantari barang makanan kepada
mereka itu sebenarnya aku benci itu orang tua she coa.
Dia galak sekali, sering-sering dia mau menerkam, Kalau
aku tidak menyukai si nona, ingin aku membikin dia kelaparan
barang dua hari. sayangnya mereka bertempat di kamar yang
bertetangga." Setelah itu, mereka itu berjalan pergi, inilah ketika yang
baik sekali tanpa ayal pula, In Gak menguntit.
Kedua kacung itu berjalan dengan masih bicara dan
tertawa-tawa, Mereka tidak tahu adanya orang yang mengikuti
mereka. Dari pendopo itu mereka pergi ke belakang, keluar di
lorong kanan, bertindak di undakan tangga, untuk naik ke
atas. In Gak mengikuti tanpa kuatir tindakannya dapat didengar
orang. Sang angin menyarunya ia cuma harus berjaga-jaga
agar tak ada lain orang yang memergokinya, itu waktu ia tidak
mendengar lagi suara genta tanda waktu. Penjagaan pun
rupanya telah tarik pulang, ia menduga mesti terjadi sesuatu
dalam wihara ini. Atau orang semua pergi melakukan
penyambutan di latar Gong-hud peng.
Kedua kacung jalan terus sampai di sebuah kamar tanpa
penerangan, hanya dari situ tersiar bau barang makanan
daging dan arak. ia tahu orang mau mengambil barang
makanan, maka ia menantikan di luar.
Tak lama kedua kacung keluar pula, masing masing
tangannya menengteng naya.
In Gak kembali mengikuti, ke kiri, terus ke kanan, tiba di
depan sebuah kamar yang besar sekali.
Tanpa curiga apa-apa, kedua kacung membuka pintu untuk
masuk ke dalam. Mereka tidak mengunci pintu, pintu
melainkan dirapatkan dari itu In Gak dengan mudah dapat
turut masuk. 1195 Di dalam kamar itu, kedua kacung jalan di sebuah gang
yang sempit, Di sini ada cahayanya sebuah pelita minyak,
yang apinya kedap- kedip. Pelita itu tergantung di lelangit
gang. cahaya api itu cuma mendatangkan suasana seram saja.
Kedua kacung berhenti di depan tembok. Di situ ada sebuah
lubang kecil. "Nona, kami membawakan barang makanan-" kata satu di
antaranya sambil melongok dilubang itu dengan kedua
kakinya berjingkat. Kata-kata itu tidak lantas memperoleh
jawaban. In Gak heran melihat kamar itu, Di kedua tepi gang itu
kedapatan lubang kecil setiap jarak tiga tombak. tingginya
lubang sependirian orang biasa pantas si kacung mesti
berjingke, Yang mengherankannya ialah kamar itu tanpa
pintu, jadi kamar tahanan itu mestinya mempunyai pintu
rahasia, atau pintunya berada di lain bagian-..
Dua kali kacung itu memanggil, tetap mereka tidak
mempeoleh jawaban. Mereka lantas memutar tubuh. Bukan
main kagetnya mereka akan melihat seorang muda berdiri dua
tombak di belakangnya, mata mereka di buka lebar, muka
mereka pucat, Ketika keduanya membuka mulut, untuk
berteriak. In Gak sudah lompat ke depannya seraya tangannya
di leher mereka masing-masing, mengancam untuk mencekik.
"Dimana dikurungnya coa San cu Lekas bilang"
Kedua kacung takut tak kira. Mereka cuma bisa menunjuk
ke liang yang sebelahnya.
"Bagaimana harus masuk ke kamar ini ?" In Gak tanya
pula. "Apakah kamu tahu jalannya?"
Kedua kabung menggeleng kepala.
In Gak bergelisah sendirinya, ia berkuatir, Tanpa bersangsi,
ia menotok kedua kacung itu, membuatnya roboh. Tanpa
merasa, ia sudah meliwati waktu kira satu jam, ia kuatir Kim it
Peng berenam nanti menyusul, ia lantas melongok ke dalam
1196 kamar si nona. Kamar itu suram, ia melihat satu tubuh
langsing, yang berlutut membelakanginya, kedua tangannya
dibawa mukanya, Mungkin nona itu lagi bersembayang.
Rambutnya kusut. setelah mengawasi, ia merasa seperti
mengenali tubuh orang. Nona itu masih berdiam sekian lama, baru terlihat dia
menurunkan kedua tangannya, Lalu terdengar suaranya
perlahan- "Inilah kedukaan tak habisnya, seperti air sungai
mengalir terus ke timur..."
Mendengar suara itu, si anak muda kaget. "Yan Bun..." ia
kata. Si nona rupanya mendengar suara itu, ia menoleh dengan
perlahan, Tentu sekali ia tidak dapat melihat wajah si anak
muda dilubang kecil itu. In Gak sebaliknya dapat melihat
tegas, bahkan ia merasa sangat terharu, Nona itu mandi air
mata, mukanya sangat kucai.
"Yan Bun, aku," ia berkata pula, "Aku Cia In Gak."
Suaranya itu tak keras tapi nyata terdengar si nona, Dia
terkejut, lantas dia lompat bangun lari ke arah lubang.
"Engko In" katanya, halus tapi bernada menyeseli, "Lekas
tolongi aku Di sini aku melewati satu hari seperti satu tahun-"
ia mengulur sebelah tangannya untuk si anak muda
mencekalnya... Girang dalam kedukaan, si nona tak dapat bicara banyak.
Airmatanya lantas mengucur deras...
In Gak menggenggam tangan orang yang halus,
sebenarnya ia mau menanya kenapa si nona terkurung di situ,
akan tetapi karena melihat orang menangis, ia tak dapat
bicara, iapun di bikin bingung, apa daya untuk menolongi
nona itu. Tiba-tiba tengah ia berdiam itu, ia mendengar suara.
"Hm Hm di belakang nya. Waktu ia segera menoleh, ia
mendapatkan sejarak tak setombak tubuh tinggi besar dan
seorang lama yang berjubah kuning, yang romannya sangat
1197 keren dan matanya tajam se kali. Lama itu berumur lebihkurang
empat-puluh tahun, kumis dan jenggotnya pendek.
hidungnya mancung. Pintu tertutup sedikit, maka angin dingin saban-saban
menghembus masuk, hingga api di situ berkelak-kelik mau
padam. Ada lagi yang aneh pada lama itu. Di antara sampokan
Panji Akbar Matahari Terbenam 4 Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Si Tangan Sakti 5

Cari Blog Ini