Ceritasilat Novel Online

Menuntut Balas 20

Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 20


angin, dari bajunya terlihat darah mengucur, bahkan darah
yang berbau amis. Entah itu darah dari tubuhnya sendiri atau
bukan, tapi terang itu mesti akibatnya suatu pertempuranAda kemungkinan itu bukan darah dari tubuhnya, Agaknya
dia liehay. Kalau benar, dia dapat menahan mengalirnya itu.
Hanya kalau itu darah lain orang, selagi hawa hangat dingin,
itu mestinya sudah beku. Sambil melengak, In Gak menatap. Baru sekarang ia
melihat jubah orang ada enam atau tujuh lubangnya bekas
tikaman- Kedua pihak masih saling mengawasi sampai si nona yang
mengintai di lubang berseru kaget: "Engko In, dialah Kim
Liong Hoat-su Huketu Dari dia dapat engko menanyakan cara
untuk keluar dari kamar ini..."
Mendadak mata Huketu nampak guram. Dia pun
mengheLanapas. "Benar," katanya, "Pinto masuk keluar kamar ini cuma kami
berlima kepala yang mengetahui dan sekarang ini cuma aku
seorang Yang lainnya sudah berangkat ke nirwana, Tadi aku
telah memikir untuk meninggalkan wihara ini, lalu aku ingat
kata nona sebagai orang yang seumurku paling aku
menyukainya hanya habis pertempuran dahsyat, otakku terasa
menjadi tidak jernih hingga aku tidak ingat lagi dimana ada
pesawat rahasianya..."
Tiba-tiba ia menumbuk kepalanya, terus ia mengoceh: "Aku
kenapa" Aku kenapa ya...?" Kembali ia menghela napas
1198 dalam, sekonyong-konyong dia memutar tubuh lari keluar.
Kouw Ya n Bun kaget. "Lekas susul" dia berseru, "Di tubuhnya pun ada itu obat
Gu Hong ceng Sim Tan"
In Gak terperanjat. ia heran sekali atas kelakuannya
pendeta lama itu. Kenapa dia terluka" Kenapa dia berdiam
saja" Kenapa sekarang dia kabur" Dia pun heran atas
seruannya Yan Bun. Mendengar disebutnya obat ceng Sim Tan
itu, ia bagaikan sadar, ia menduga obat itu barang penting
sekali. Maka ia lantas lompat mengejar ia masih dapat melihat
ujung baju si pendeta. Ketika itu Yan Bun berseru memesan: "Engko In, lekas
pergi dan lekas kembali"
In Gak sampai di luar dimana keadaan gelap sekali, akan
tetapi ia melihat tubuhnya si pendeta berkelebat di atas
genting di depan-nya, tanpa ayal lagi ia lompat menyusul.
Maka itu, di atas genting itu, mereka saling susul.
Tiba di ujung genting, Huketu merandek sedetik, lantas ia
lompat turun, In Gak menyusul ke ujung itu, ia pun lompat
mengejar terus, Anak muda itu melihat sebuah pekarangan
besar dimana bergelimpangan banyak mayat. Huketu
memandang semua itu, dia menghela napas, lalu mendadak
dia tertawa terbahak-bahak. suaranya hebat mendengung ke
udara. Tertawanya itu bernada sedih.
Habis tertawa, Huketu menoleh kepada In Gak lalu
mengawasi. "Tuan, mengapa kau terus-terusan mengikuti aku?" dia
tanya membentak. In Gak masih terbenam dalam keheranan waktu ia ditanya
itu, Karena melihat sejumlah mayat kira kira delapan puluh
orang, Ketika ditanya itu, ia bukan menjawab ia justru
menanyai "Apakah semua mayat ini terbinasa di tangan Liu In
cit Si dari taysu?" Huketu melengak.
1199 "Apa" Liu in cit Si?" tanyanya bingung, "oh, Liu In cit Si" Ya
tak salah Dari semua mayat itu, separuh terbinasa oleh Liu in
cit Si dari aku, sebagian lagi ditangannya Lama dari wihara
Yong Ho Kiong." "Mana dia Lama Besar itu?" In Gak tanya. Kelihatan Huketu
gusar. "Bukankah barusan telah aku bilang mereka mati di tangan
Liu in cit Si dari aku" Habis berkata itu, ia memutar tubuhnya
untuk berlalu. "Taysu" In Gak memanggil ia agak bingung.
Huketu memutar tubuh dengan perlahan dengan sinar
mata guram, ia mengawasi si anak muda.
Tatkala itu sang mega yang menutupi si puteri Mala m
sudah tertiup angin, maka itu nampak tegas segala
pemandangan di situ terutama itu puluhan mayat. Biar
bagaimana suasana menyeramkanIn Gak berkata pula: "Aku yang rendah tidak berani
menghalang halangi taysu pergi. Aku cuma mau minta tolong
taysu memberitahukan jalan masuk keluar dari kamar tahunan
tadi serta sekalian minta juga sebutir pil Gu Hong ceng Sim
Tan-.." Mata guram si pendeta lama memain bersinar ke empat
penjuru, ia pun tertawa perlahan"Gu Liong ceng Sim Tan?" dia mengulangi Dia merogo ke
dalam sakunya dan mengeluarkan satu peles kecil, terus dia
melemparkannya pada si anak muda ia kata: "Kau ambillah"
In Gak mengulur tangannya menyambut peles itu.
"Aku sudah tak tahu lagi jalan untuk mebuka kamar
tahanan itu," kata pula Huketu, "Kau menanya aku Habis aku
mesti menanya siapa".
Begitu suaranya berhenti, begitu pendeta ini lompat pergi
memasuki pepohonan lebat di samping mereka.
In Gak berdiri terbengong seorang diri, ia berada sendirian
saja - di tempat yang luas itu, dalam kesunyian diantara
puluhan mayat bergelimpangan- Tanpa merasa hatinya giris
1200 dan tubuhnya bergidik, Yang hebat ialah hampir semua mayat
pecah remuk batok kepalanya, polo dan darahnya
mengumplang menjadi satu, membeku dan berbau amis,
mendatangkan rasa hendak muntah-muntah. pemandangan
itu sangat menggiriskancuma
sebentar, In Gak lantas sadar, Maka ia mengenjot
tubuhnya, berlompat naik ke genting, untuk lari kembali ke
tempat tadi- Di tengah jalan ia memikirkan: "Apakah benar
separuh dari semua mayat itu terbinasa di tangan Liu In cit Si
dari Huketu. Bagaimana lihaynya ilmu silat itu" Sayang aku
tidak berkesempatan melihatnya... Rupanya Huketu kena
terhajar tangan yang kuat pada kepalanya hingga asabatnya
menjadi terganggu hingga ia banyak lupa..."
Segera ia tiba di dalam kamar tahanan-"Yan Bun Yan Bun"
ia memanggil. "Ya" menjawab si nona, suaranya kaget dan girang, ia pun
melongok di lubang tembok sambil menanya apa engko In itu
sudah menanyakan jalan untuk keluar dari kamar tahanan itu.
In Gak menggeleng kepala, ia nampak bingung dan
masgul. Nona Kouw menjadi masgul sekali.
Yan Bun bingung, ia berkuatir dan berduka sekali.
"Bagaimana... bagaimana sekarang?" tanyanya, air
matanya terus meleleh. "Yan Bun, sabar," kata In Gak melihat
air mata orang "Pasti aku akan menolongmu."
Nona itu menarik pulang kepalanya, Lantas terdengar dia
membanting-banting kaki dan mengutuk Huketu.
In Gak berdiam sebentar, lantas ia menghampirkan lubang
dari kamar yang sebelah. "Coa Sancu" ia memanggil.
Tidak ada jawaban- "Coa Sancu" Tn Gak memanggil pula.
Kali ini ia memperoleh penyahutan, ialah bentakan bengis:
"Siapa itu di luar 1201 berkaokan bagaikan hantu" Aku si orang tua belum mati,
buat apa kau rewel?"
Senang In Gak memperoleh jawaban, ia tidak gusar,
sebaliknya ia bersenyum. "Tua bangka ini beradat keras," katanya di dalam hati, ia
lantas menyahuti: "Sancu, jangan salah mengerti, Akulah
orang yang datang ke mari atas permintaan murid-murid sancu,
untuk menolongi." Sunyi pula di dalam kamar tahanan itu.
"Engko In, kau bicara dengan siapa?" In Gak dengar Yan
Bun menanya. Si nona melongok pula.
Anak muda ini bersenyum, ia mengulapkan tangannya.
"Kau siapa?" terdengar pula suara di dalam, keras dan
bengis. "Aku yang rendah Jie In-" In Gak menjawab ia mengangkat
pundak dan tertawa. Coa Hok berdiam, Hanya sebentar dia lantas menanyai
"Kau Jie in" Apakah kau masih mendendam peristiwa di chin
Su" Apakah kau datang ke mari untuk menghina aku?"
In Gak tertawa. "Aku yang rendah tak mendendam apa-apa terhadap sancu."
ia menyahut. "Buat apa san-cu pikirkan itu?" Kembali
sunyi di dalam kamar. In Gak melongok ke dalam, ia tidak melihat apa-apa.
Kamar tahanan- itu gelap sekali-Ia menggeleng kepala, ia
kembali ke muka lubang kamarnya Yan Bun. ia mengetok dua
kali ke tembok. "Adik Yan, apakah pedang Leng Ku Kiam masih ada
padamu?" "Ya, ada" menyahut si nona. Girang In Gak hingga ia
berjingkrak. "Leng Ku Kiam tajam dapat memutuskan logam," ia kata
girang, " Kenapa kau tidak mencobanya untuk menghajar
lubang ini supaya menjadi lebih besar" Dengan begitu dapat
kau molos ke luar." 1202 Di dalam terdengar tertawanya Yan Bun.
"Ya, mengapa aku tidak memikirnya" katanya. "Sungguh
celaka, aku telah membiarkan diriku dikurung di sini selama
tiga hari" In Gak tidak berkata apa-apa, hanya ia mengawasi ke
daam. Lantas ia melihat sinar berkelebat dan suara nyereset,
ia tahu pedang mustika si nona telah dihunus. Lantas itu
disusul suara nyaring beberapa kali, ia mengundurkan diri. ia
melihat mayatnya kedua kacung tadi, ia menjadi ingat lukanya
Huketu, yang ingatannya terganggu, Aneh segala kejadian di
dalam wihara ini. Tidak lama anak muda ini memperoleh kesempatan
melamun, Suara berisik di dalam kamar tahanan itu sudah
berhenti, lubangnya telah menjadi besar, dari situ terlihat si
nona lompat ke luar. Yan Bun sudah lantas berdiri di depan si anak muda,
wajahnya tersungging senyuman"Apakah kau benar-benar menyangka aku tidak ingat
menggunai pedangku?" katanya, tertawa, "Hal yang benar
bukannya demikian, Yang benar ialah aku menguatirkan
pedangku rusak. Laginya Huketu sangat lihay. jikalau aku
tidak mengandali tindakan Kiu-kiong ceng hoan im-yang-pou
yang kau ajari mungkin aku telah dibikin hina olehnya."
In Gak tertawa. "Mari aku pinjam pedangmu" katanya. Yan Bun
memberikan. Si anak muda menghampirkan kamarnya Coa Hok. lantas ia
menyerang ke lubang, hingga ia mendapatkan lubang cukup
besar untuk ia berlompat masuk ke dalamnya, sambil
berlompat ia mengajak si nona.
Di dalam gelap tetapi sinar pedang meneranginya.
In Gak dan Yan Bun tiba di dalam dengan hati mereka
tergerak sangat, Coa Hok rebah dipojokan, batok kepalanya
1203 pecah, darahnya berhamburan- Tulang pipanya telah ditusuk
dan diikat rantai yang ada durinya tajam jadi satu itu lelah
dikurung dengan dirantai.
Muda-mudi itu saling mengawasi Lama juga mereka
berdiam, baru si pemuda menghela napas.
"Aku tidak sangka orang tua ini beradat begini keras,"
katanya, "Mendengar aku datang menolongi dia, dia malu
menemui aku, dia menghajar remuk kepalanya sendiri, Tahu
begini pasti aku menyuruh Tan Pek Seng beramai yang
menolongi.." Yan Bun heran, akan tetapi kekuatirannya besar. "Engko
In," ia kata, "baiklah kita lekas berlalu dari sini..." Dan ia
menarik tangan si pemuda.
In Gak mengikut, setibanya mereka di luar mereka melihat
cahaya si Puteri Malam yang guram. Mereka lompat naik ke
atas genting, untuk memandang kelilingan- Angin dingin-Salju
bertumpuk di cabang cabang pohon tembok dan atas genting.
sekitarnya sunyi, menyedihkan dan menguatirkan juga...
Tengah berdiam itu, mendadak muda-mudi itu dikejutkan
angin dingin dan keras ke arahnya, samar-samar mereka
mendengar tertawa mengejek, tak keras tetapi nyata
terdengar nya. Suara itu mendatangkan rasa giris. Dengan
segera keduanya menoleh. Tiga tombak di hadapan mereka, mereka menampak dua
orang pendeta dengan jubah abu-abu berdiri berendeng,
Tubuh mereka itu kurus kering bagaikan rebung, muka
mereka perou, Wajah mereka tak tampak nyata. cuaca guram
sekali, cuma terlihat empat biji matanya yang bersinar bengis.
Yan Bunjeri hingga ia mundur ke belakang si pemuda.
In Gak bersikap tegak. ia percaya orang lihay, kalau tidak,
tidak nanti ia tidak ketahui datangnya mereka itu.
"Siapakah kamu, jiwi?" ia tanya, " Kenapa jiwi mengikuti
kami?" 1204 Kedua pendeta itu tidak menyahuti, sebaliknya tubuh
mereka bergerak. tangan mereka diluncurkan untuk
menjambak ke dada sianak muda, gerakannya sangat gesit,
Ketika itu mereka terpisah kira tiga tombak.
In Gak berlambat untuk menyambut samberan itu.
sebenarnya ia merasakan serangan hebat, Berkelit, berbahaya
untuk Yan Bun. Mundur, si nona menghalangi ia. Terpaksa ia
melawan- Bentrokan itu hebat, keduanya terkejut Kedua pendeta
terus berlompat tinggi, melewati si anak muda, untuk
menaruh kaki di belakangnya. In Gak terkejut, Bahaya
mengancam Yan Bun- Dengan sebat ia memutar tubuh.
Justeru itu terdengar teriakan nyaring dari Nona Kouw,
yang pedangnya berkilauan Sebab si nona - walaupun dia jeri
- dia toh melawan ketika kedua pendeta menyamber


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadanya, Sekarang ini pendeta-pendeta itu memegang
pedang di tangan kanan dan tangan kirinya menyambernyamber.
Menampak demikian, In Gak lupa pesan gurunya, Terpaksa
ia menggunai Hian Wan Sip-pat Kay. ia melihat bahwa ia lagi
menghadapi lawan tangguh, Dulu-dulu belum pernah ada
lawannya seperti dua pendeta ini.
Kedua pendeta kaget, mereka mengasih dengar suara
"Hm" itulah sebab tangannya kena dicekal si anak muda,
Meski demikian, ketika mereka memutar tangannya itu, lantas
lolos dan bebas, Mereka lompat mundur, dengan sangat
heran- Mereka mendapatkan orang sangat lihay, Maka mereka
tidak maju pula hanya berdiri mengawasi. Yan Bun
bermandikan peluh saking kaget, Memang ia melawan saking
terpaksa. "Engko In," ia kata, "dua pendeta ini sangat jahat,
kau bereskanlah mereka"
Kedua pendeta mendengar suara itu, mereka nampak
gusar, roman mereka tambah bengis, Dengan suara tawar
1205 mereka kata: "Seumur lolap sudah tak terhitung jumlah lolap
membereskan orang, akan tetapi belum pernah lolap
mendengar ada orang yang dapat membereskan lolap Karena
kata-katamu ini maka haruslah kamu disingkirkan dari dunia
ini" In Gak heran- Tidak saja orang berpotongan dan bermuka
serupa, suara mereka pun bareng dan sama, kata-katanya
sama juga seperti itu keluar dari satu hati.
"Rupanya kamu tak senang ditegur" ia kata kepada mereka
itu, tawar. Jangan sesalkan kami" Kenapa kamu justeru
bertindak lancang" Apakah kamu datang ke wihara ini cuma
untuk mencari aku yang rendah?"
Kedua pendeta itu mengawasi. Mereka agaknya heran.
"Apakah kau melihat itu mayat-mayat bergelimpangan di
Gwa Ing Hud-peng?" mereka tanya, suara mereka
menyeramkan. Si anak muda manggut. "Ya, aku telah melihat itu," ia
menjawab. "Mungkinkah mereka itu dibinasakan kamu
berdua?" Kedua pendeta tidak menyahuti, hanya mereka menanya.
"Apakah kamu melihat Huketu?" demikian pertanyaannya.
"Ya, tadi" sahut In Gak. "Sekarang ini entah dia pergi ke
mana." "Jikalau begitu kamulah pembantunya Huketu?" Suara itu
keras. "Jangan kamu sembarang menuduh" In Gak membentak. ia
tidak puas. "Aku dan Huketu tidak mengenal satu dengan lain
Kenapa aku mesti menbantu dia "..."
Selagi berkata begitu, ia melihat kedua pendeta berpaling
dengan mendadak. seperti ada sesuatu yang sangat menarik
perhatiannya di sampingnya, ia lantas turut menoleh. Di luar
wihara, di tengah sebuah puncak terlihat sinar pedang.
"Huketu..." kedua pendeta itu berseru tertahan, Terus
mereka berlompat pergi, berlari ke arah puncak itu, hingga
1206 lekas juga mereka lenyap di tempat yang guram sekali. In Gak
mencekal tangan si nona, "Adik Bun, mari kita pun pergi" ia
mengajak. Yan Bun menurut, maka keduanya berlalu dengan cepat,
Mereka menyusul kedua pendeta itu sampai di tengah puncak
dimana tampak Huketu berdiri keren bagaikan patung.
Tangannya mencekal pedang, jubah nya bertebaran di
antara sang angin, Di belakang pendeta lama itu ada
rombongannya Kim It Peng berenam, yang sudah siap sedia
untuk pertempuran. Jilid 20: Nona Lan di kediaman Yan San Sin-ni
IN GAK mengajak Yan Bun bersembunyi di belakang
sebuah batu besar. In Gak telah pikir: "Asal kedua pendeta itu
tidak turun tangan, aku hendak berdiam saja, untuk
menyaksikan lihaynya Liu In cit Si dari pendeta 1a-ma ini serta
Ban Hoa Toat Kiam dari Kim It Peng..."
Melihat sikapnya imam itu dengan kuda-kudanya Pek Houw
Ki co atau "Macan putih nongkrong" ia memuji, "Kelihatan dia
pun bukan sembarang orang, rupanya dia telah berhasil
memahirkan ilmu silat Tiam chong Pay, Lihat saja caranya ia
menyiapkan sepasang pedangnya yang tajam itu..."
Segera terdengar suaranya Kim It Peng: "Huketu, kenapa
kau tidak lantas keluarkan Liu In cit Si yang sangat
menggemparkan Rimba Persilatan?"
Huketu agak tolol, matanya pun tak bersinar
"Liu In cit Si" Liu In cit Si..." ia ngoceh seorang diri, "Haha
Aku ingat sekarang Ya, Liu In cit Si"
Mendadak dia menggeraki pedangnya dari ke kanan,
cahayanya berkilauan, tubuhnya pun mencelat, untuk terus
menyerang It Peng. ia lantas bersilat dengan Liu In cit Si, ilmu
pedang "Mega mengalir" yang terdiri tujuh jurus (cit-si)
1207 Kim It Peng tidak menyangka ia diserang secara demikian
mendadak. la lompat mundur dua tindak. sepasang
pedangnya lantas diputar hingga terlihat senjata itu pun
berkilauan- Dengan begitu bertempurlah mereka.
In Gak memasang mata. ia mendapat kenyataan, meski
pedang Huketu lihay, dia tak dapat segera mengurung si
orang she Kim. Bahkan sebaliknya, ketika senjata mereka itu
beradu, keduanya sama-sama lompat mundur. Huketu tetap
berwajah seperti si tolol. Teranglah dia belum sadar.
Kim It Peng tertawa dingin, lalu ia maju pula, Untuk
menyerang, ia lompat tinggi, supaya ia bisa menghajar turun
dari atas, Yan Bun kaget hingga ia menjerit tanpa disengaja, ia kaget
sebab ia melihat si pendeta berdiam saja atas serangan hebat
dari si imam. Kim It Peng menyerang dengan satu jurus dari
Ban Hoa Toat Kiam. Huketu nampak tolol, akan tetapi ketika serangan tiba, dia
menangkis, hingga senjata mereka bentrok, habis mana dia
maju untuk balas menyerang sampai tiga kali beruntun.
hingga si imam mesti terdesak mundur tiga tindak
"Engko In, lihat pendeta aneh" kata Yan Bun, perlahan,
"Huketu menyerang dengan jurus yang sama, kenapa arahnya
dapat berlainan Adakah itu yang dinamakan Liu In cit si?"
In Gak pun mengawasi tajam.
"Entah kenapa asabatnya pendeta lama ini terganggu
begini rupa," katanya, menggeleng kepala, .Berulangkali itu
dia tetap menggunai jurus Pay In Pun Tian, Dia benar hebat,
kalau bukannya dia lagi linglung, Kim It Peng boleh lihay,
tetapi ia tentunya sudah dikalahkan siang-siang."
Nona Kouw mengawasi terus, ia menyangsikan perkataan
pemuda ini. 1208 Kim It Peng menyerang dengan hebat, ilmu silatnya lihay
sekali, Tapi aneh, Huketu selalu menangkisnya dengan Pay In
Pun Tian, jurus "Membiak mega, mengejar kilat"
Saban-saban senjata mereka bentrok nyaring. Huketu
linglung tetapi ia dapat berkelahi baik.
Yan Bun menonton dalam keheranan"Engko In, kenapa Huketu menjadi linglung?" tanyanya.
In Gak menggeleng kepala, Mendadak ia nampak kaget,
lantas ia menjumput salju, untuk menimpuk ke tiga arah.
Nona Kouw melihat itu, ia tidak tahu apa maksudnya, ia
heran, Ti Ho Tan Pek Seng tengah mengawasi pertempuran ketika
ia melihat ada benda putih menyamber ke arahnya, ia
terkejut, ia mengangkat tangannya, untuk menangkap. Lantas
ia merasai hawa sangat dingin, Sebab ia kena menangkap dan
menggenggam segumpal salju.
Tengah heran, ada benda putih menyamber pula. Kali ini ia
berkelit, habis mana ia lompat ke arah dari mana datangnya
serangan itu. ia lompat ke arah pepohonan, Belum lagi
kakinya menginjak tanah, ada bayangan tubuh yang lompat
memapaki ia kaget sekali.
Justeru itu, terus kedua tangannya terasa kaku, hingga
habislah tenaganya, Maka tanpa merasa, ia kena diseret ke
dalam rimba. ia kaget dan berkuatir, ia tidak sempat melihat
orang, Tapi ketika ia sudah berdiri diam, ia heran melihat In
Gak. yang berdiri di sampingnya seorang nona cantik.
In Gak mengulapkan kedua tangannya, terus ia kata
perlahan- "Saudara Tan, sekarang ini bukan saatnya " bicara,
Saudara semua tengah terancam bahaya... Lekas beri tanda
supaya saudara Kim mengundurkan diri, Coa San-cu sudah
membunuh diri..." Mukanya Pek Seng pucat, dia kaget sekali. Ia mau
menanya juga tapi In Gak pegat pada-nya.
1209 "Lekas" kata si anak muda, "Lekas"
Menampak demikian, Pek Seng bertambah heran- Akan
tetapi ia percaya anak muda ini, maka ia lompat ke luar,
seraya terus memanggil kawannya: "Saudara Kim, kita masih
mempunyai urusan, mari kita lekas pergi Dimana bisa, harus
kita mengasihani orang Mari kita pergi, lekas"
Kim It Peng tengah kewalahan berbareng penasaran
Pelbagai jurus sudah digunai, tak dapat ia melukai pendeta
lama itu. Anehnya orang cuma berkelahi dengan satu jurus
yang sama. Karena itu lantas ia lompat mundur.
Huketu ditinggal pergi, ia berdiri diam seorang diri, bingung
nampaknya. Mendadak. Dari dalam rimba terdengar suara tertawa yang
menyeramkan seperti suaranya burung hantu, sedang itu
waktu angin dingin, bulan guram...
"SAUDARA Kim, mari kita lekas pergi" kata Tan Pek seng,
mukanya pucal. Suara itu tak keras tetapi masuk ke dalam
telinga bagaikan membetot semangat.
Tengah mereka itu menyingkir mendadak mereka dipapaki
angin keras, yang membikin mereka pada terhuyung, Dalam
kalutnya, mereka melihat munculnya dua orang pendeta. Dan
pendeta yang di sebelah kiri berkata bengis: "Malam ini siapa
pun tak dapat berlalu seenaknya saja dari sini Kamu mesti
dengar keputusan lolap berdua"
Pendeta yang di sebelah kanan menggeraki bibirnya tapi
tak terdengar suaranya. It Peng kaget dan berkuatir, Sampokan angin kedua
pendeta barusan membikin darahnya mengalir keras dan
hatinya berlonjak. Kata-kata orang itu membuatnya gusar:
"Aku si orang she Kim, aku mau pergi atau tidak. terserah
kepada diriku sendiri" dia kata keras. "Hm Aku kuatir kamu
tidak mempunyai cukup tenaga untuk mencegahnya"
1210 Baru orang she Kim itu menutup mulutnya atau kedua
pipinya segera digaplok menggelepok saling susul, hingga ia
merasakan matanya berkunang-kunang, ia tidak melihat orang
bergerak. ia tidak melihat tangan orang diluncurkan- Setelah
dapat melihat pula dengan tegas, ia mendapatkan kedua
pendeta itu sambil tertawa dingin, berdiri berendeng di
depannya, terpisahnya cuma satu kaki.
Ia heran dan kaget, ia merasa sakit, iapun gusar bukan
kepalang, Belum pernah ia dihinakan secara begitu. ia lantas
membentak dan menyerang dengan sepasang pedangnya.
Kedua pendeta berdiri diam meskipun sepasang pedang
meluncur kepada mereka. Begitu pedang sampai, barulah
mereka mengangkat tangannya masing-masing suntuk
menyambut dengan tiga jeriji.
Kim It Peng kembali kaget, kedua pedangnya itu kena
dijepit hingga ia tidak sanggup menariknya pulang. Tengah ia
kaget itu dan bingung, kembali terjadi hal yang membikin ia
kaget disusun kaget, Kedua pendeta itu menggerakjeriji
tangan mereka, lantas tahu-tahu sepasang pedang patah
pinggang, patah di tengah-tengahnya, hingga pedang
sepasang menjadi dua pasang.
Kedua pendeta itu mengayun tangan mereka, dua
potongan pedang terlempar nancap di sebuah pohon cemara.
Kaget dan bingung dan putus asa, Kim It Peng berdiri diam
sambil menutup rapat ke-dua matanya. Tubuhnya pun
mengeluarkan peluh. ia mengheLanapas, saking penasaran-..
Pek Seng berlima bingung bukan main- Tidak berani
mereka turun tangan untuk menolongi Kim It Peng. Kalau
mereka sembrono bergerak. pasti It Peng lebih cepat mati dan
mereka pun sukar lolos, Terang sudah kedua pendeta itu
bukan lawan mereka. Mereka berdiri menjublak. mata mereka
diarahkan ke dalam rimba mengharap-harap In Gak yang
belum muncul juga. 1211 Kedua pendeta sudah lantas bertindak. Mereka mengibas
dengan ujung jubah mereka, Keras angin kib asannya itu,
hingga Pek Seng berlima tak dapat bertahan, setelah
terhuyung, semua roboh tak berdaya di atas salju.
Tanpa memeriksa lagi kurban- kurbannya, kedua pendeta
itu lompat ke depan Huketu.
"Huketu, mari turut lolap pergi ke kota raja" kata pendeta
yang di kiri, suaranya dingin, "Ho Siansing sangat menyayangi
kepandaianmu, kami dipesan untuk melindungi jiwamu, jika
tidak. tadi di Ging Hud Peng, tak nanti kau dapat lolos..."
Pendeta lama itu mengawasi, sinar matanya guram, ia diam
saja, Nampaknya ia sangat tolol, seperti si dungu.
Menyaksikan itu, kedua pendeta tertawa, terus mereka
menotok dengan dua jeriji mereka ke jalan darah sin-tong dari
Huketu, Tepat totokan itu diajukan, tepat dari dalam rimba
meluncur dua benda putih, menuju kepada kedua pendeta
lihay itu. Tak peduli mereka sangat lihay, muka mereka toh
terhajar tanpa mereka sempat menangkis atau berkelit.
Mereka kaget dan merasakan sakit, meski benda putih itu
hanyalah gumpalan salju. Mereka lantas lompat ke arah rimba,
tangan mereka ditolakkan ke depan, mendatangkan angin
yang keras sekali. Sebagai kesudahan dari itu, robohlah pohon cemara yang
menjadi sasaran kebetulan, karena sasaran yang diarahkan
tak nampak.... Kedua pendeta itu lompat terus, masuk ke dalam rimba,
Mereka tidak melihat siapa juga, Berulangkali mereka bersuara
"Hm" itulah tanda mereka sedang penasaran- Dengan
sepasang mata masing-masing yang tajam, mereka melihat ke
sekitarnya.

Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sia-sia belaka mereka mencari, Maka mereka tak mau
berdiam lama, lantas mereka lari ke luar, setibanya di luar,
mereka melengak, saking heran dan kaget.
1212 Kim It Peng berenam tidak ada di situ dan Huketu juga
lenyap. Hanya sebentar mereka melengak lantas keduanya
bersiul keras dan nyaring, tubuh mereka berlompat, maka di
lain saat lenyaplah mereka juga.
Hingga gunung bersalju itu menjadi sepi pula, kecuali
deruan angin dan berterbangan-nya sang salju.
Pula di wihara Potala, keadaan tetap sunyi dan gelap.
dengan mayat-mayat masih tetap bergelimpangan...
Gunung Bu Leng San berdiri tegak di luar kota Malan-kwan
di mana dia merupakan gunung yang indah tetapi pun
berbahaya lantaran berjurang tinggi dan berlembah dalam,
pepohonannya lebat, terutama pohon cemara yang tua-tua,
tinggi dan besar, yang banyak sekali cabangnya dan rapat.
Dan di musim dingin, gunung itu seperti mengganti diri,
putih seluruhnya dengan salju. Bisalah dimengerti halnya
sukar mendaki gunung diwaktu begitu.
Di sebelah selatan, di mana ada banyak puncak. ada
sebuah lembah dimana ada berdiri sebuah kelenting kecil,
seluruh dindingnya ialah dari batu gunung, yang digempur dan
dicokeli, Merek kelenting itu ialah ci ci Am.
Di depan itu ada lima buah pohon cemara, yang besar dan
tua dan di belakangnya pohon bambu dimanapun ada air
terjun yang tinggi, hingga suaranya menjadi nyaring dan
berisik yang airnya mengalir ke selat.
Tatkala itu tampak pintu kelenting ditutup rapat, Kecuali
angin, sunyi di situ, Akan tetapi itulah bukan kuil kosong, Di
bagian selatannya, dalam sebuah kamar, rebah nyender di
pembaringan, ada seorang wanita muda dengan pakaian
serba hitam, kedua matanya merah dan bengkak, mukanya
pucat. Kedua matanya pun hilang sinarnya. Nampak ia sangat
bersusah hati. Tak lama ia berdiam, terdengarlah ia
1213 mengheLanapas. Dengan tangan bajunya ia menepas air
matanya. Ia agaknya mau menangis kerasKetika ia berbangkit dengan sebelah tangan di dada, ia
menghampirkan meja kecil di depan jendela, ia menyalakan
pendupaan hingga asap lantas mengepul naik, baunya harum.
Kamar itu guram, maka ia pun menyalakan api, sebuah
pelita yang mengeluarkan sinar rada kuning. Dengan
bantuannya api itu, ia mau membaca kitab suci Hoa Giamceng.
Ketika ia membalik halamannya, secara sembarangan
matanya tak dapat melihat tegas, pandangan matanya itu
guram, ia berduka sekali, hatinya terasa perih.
Maka ia mengheLanapas dan kemudian mengatakan
perlahan: "Langit dan bumi itu kekal akan tetapi ada waktu
habisnya, adalah penasaran ini tak putus-putusnya"
Maka meleleh air matanya. Justeru itu pintu kamar tertolak
dari luar dan seorang wanita tua, muncul di situ seraya terus
berkata: "Nona Lan, am- cu panggil kau..."
"Sukoh, terima kasih," menyahut si nona kepada wanita tua
itu. "Apakah lojinke sudah selesai dengan latihannya?" ia
menyahuti sambil berbangkit. Melihat orang menangis dan
matanya merah dan bengul, si nyonya mengheLanapas, ia
menghampirkan. "Nona Lan, kau kenapa?" tanyanya, "Selama beberapa hari
kau pulang, kau selalu nangis. Kau bisa terganggu
kesehatanmu. Urusan toh pasti dapat dibereskan, meskipun
lambat. Memang diantara pemuda dan pemudi mesti ada
perselisihan mulut..."
"Siapa yang berselisih?" kata si nona cepat. "Dia sengaja
menghina aku" Nyonya itu menggeleng kepala. "Tak dapat aku diabui."
katanya, "Aku sudah berpengalaman Diwaktu usiaku sebaya
usiamu, banyak laki-laki yang tunduk padaku. Hm-aku tak
mempedulikan mereka, hingga banyak diantaranya yang
1214 hilang ingatannya. Laki laki itu, apakah kegunaannya" Kalau
aku, aku cari gantinya Di kolong langit ini banyak sekali
pemuda tampan Kenapa nona mesti cari dia seorang?" Habis
berkata, dia tertawa. Lucu nyonya ini hingga mendengar itu, si nona tertawa,
Tapi hanya sedetik, ia membanting banting kaki.
"Sukoh, kau tahu apa?" katanya, matanya melotot "Kalau
aku hendak cari yang lain
buat apa aku menanti sampai kau ngoceh ini."
Nyonya itu mengawasi, dia nampak heran-"Apa?" tanyanya,
"Apakah nona dengan dia."
Muka si nona pucat, tapi sekarang merah mendadak. Ia
membanting kaki pula. "Sukoh, jangan ngoceh" ia kata menyesalkan "Kau tidak
tahu duduknya Aku bukan seperti kau..."
Matanya lantas berputar kelihatan ia mendongkol sekali.
"Sudahlah nona," kata si nyonya tua yang melihat orang
mulai marah. "Sebentar kita bicara pula...
Dan ia keluar dengan cepat.
Si nona berdiam, ia ingat pula pengalamannya oleh Hui
Thian Auw-cu ia terluka dengan pukulan Tiat Siu Sin Kang, lalu
sayup-sayup ia merasa ditolongi pemuda yang ia cintai,
bagaimana tangan yang hangat dari pemuda itu nempel pada
dadanya, pada buah susu-nya, hingga ia merasakan nyaman
yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata, ia merasakan
hawa hangat tersalurkan ke hatinya, hingga ia ingin tangan itu
meraba seluruh dadanya. Tapi di sana datanglah Keng Tiang
Siu, maka buyarlah impiannya...
Si nyonya tua tak ketahui hal ikhwalnya itu, pantas dia tak
mengerti, ialah gadis remaja, setelah tubuhnya diraba-raba,
mana dapat ia tak mencintai setulusnya si pemuda" ia mesti
serahkan dirinya tidak kepada lain orang kecuali dianya...
Maka ia membenci sekali Tiang Siu. ia pun sangat
menyesali dirinya. Sekarang ia berduka sangat, ia tidak
1215 berdaya, ia pulang dengan mendendam penasaran pada orang
yang dicintai itu, ia mengadu kepada gurunya, tetapi sang
guru cuma memperlihatkan wajah dinginGuru itu tak mengatakan sesuatu, ia kenal baik sifat
gurunya, sikap diam itu berbahaya untuk si pemuda, Maka ia
berkuatir untuk pemuda itu...
Di hari kedua. Ay Hong sok Kheng Hong datang menyusul.
Dia bicara dengan gurunya, memberi penjelasan, lantas ia
dengar gurunya kata: "Murid Yan San tak dapat dihinakan
siapa juga. Perintah Cia In Gak datang ke mari untuk
menghaturkan maaf. Aku mau lihat dia, dia mengandalkan apa
maka dia berani menghina si Lan. Dia mesti memberi alasan
yang kuat, baru aku mau sudah."
Atas itu Kheng Hong berlalu dengan kepalanya digelengkan
berulang-ulang. Ketika itu, ia yang mencuri dengar pembicaraan itu menjadi
sedih dan berkuatir, pikirannya kusut. ia menjadi bingung
sekali, hingga tak tahu ia, ia menyintai atau membenci.
Kalau umpama ia bertemu si anak muda, mesti
bagaimanakah sikapnya" ia kuatir nanti diperhina pula... Ia
mengheLanapas. "Ni Wan Lan, kenapa peruntunganmu begini tipis?" ia kata
dalam hati, Lalu ia menguati hati, sembari merapikan
rambutnya secara sembarangan, ia keluar dari kamarnya
bertindak ke hud-tong, ruang pemujaan, Di luar pintu, ia
memasang telinga ia mendengar suara tetabuan, yang lantas
berhenti, terganti dengan suara ini: "Anak Lan di sana" Mari"
Itulah suara gurunya, ia lantas bertindak masuk.
Di pinggir meja terlihat seorang wanita tua lagi duduk
bersila. Telah putih semua rambut dan alis wanita itu. Kedua
matanya dipentang. Mata itu bagus dan tajam tapi sinarnya
dingin. Tanpa bergusar, nyonya itu tampak keren. Dialah Yan
San Sin Ni, si bhiksuni kesohor dari gunung Yan San itu.
1216 "Anak Lan, jangan kau berduka tidak keruan," dia berkata,
kapan dia melihat muridnya habis menangis, "Kau sabar, kau
tunggu nanti gurumu membereskannya, supaya kau dapat
mencapai maksud hatimu..."
Murid itu mengawasi gurunya, ia melihat guru itu beda
daripada biasanya, Rupanya ada yang guru itu buat duka.
"Ada kesangsian apakah lojinke?" ia tanya guru itu. Yan
San Sin Ni mengangguk. "Kau tidak tahu, anak." sahutnya, sabar, "Sudah lima belas
tahun lamanya, gurumu tidak pernah keluar satu tindak juga
dari kelentingku ini, aku tengah meyakinkan tenaga asli Tay
Seng Poan-jiak. Apakah kau mengira gurumu menyadari ilmu
batin" Bukan Aku justeru lagi bersiap melayani empat musuh
besar. Sebentar malam kita bakal mengadu kepandaian di
jurang cian Siong Gay, entah siapa bakal hidup, siapa bakal
terbinasa..." Wan Lan terkejut. "Lejinke kesohor dan dimalui, siapa lagi berani main gila?"
ia tanya heran. Ditanya begitu, nyonya tua itu tertawa, ia
mengangkat pundak. "Kau, budak..." katanya, "kau benar tidak ketahui bahwa
langit itu tinggi dan bumi itu tebal, bahwa disamping orang,
ada orang lainnya, diluar langit ada langit lapisannya. Kali ini
aku menghadapi jago-jago Rimba persilatan yang lihay, yang
sudah sekian lama hidup menyendiri, hingga jarang orang
Kang ouw yang mengetahuinya, orang sebangsa kau, pastilah
tak ada yang pernah mendengarnya.
Merekalah Koat chong Sam Lo serta Bu Eng Sin ciang Pit
Siauw Hong, supe dari ciangbunjin ceng Shia Pay. Apakah kau
mengira mereka orang biasa saja?"
Nona Nie Heran. "Empat orang itu si Lan belum pernah mendengarnya,"
katanya, "Bukankah mereka dari kalangan lurus" Mengapa
mereka menyeterukan lejinke" Sungguh aku tidak mengerti."
1217 Mau atau tidak Yan San Sin Ni tertawa juga.
"Inilah sulitnya Rimba Persilatan, banyak soalnya yang
sukar dimengerti." katanya "Mengenai urusan itu, yang salah
ialah pihakku.Pada lima belas tahun yang sudah lampau itu
walaupun aku berada dalam kalangan orang suci tetapi
tabiatku keras, sifatku suka menang sendiri, kebetulan itu
waktu aku dengan ketiga tetua dari Koat chong itu serta Pit
Siauw Hong. Kita merundingkan ilmu pedang, Disitu aku berbuat keliru
sudah memuji ilmu pedang Muni Hang Mo sebagai ilmu nomor
satu lihay di kolong langit ini. Pit Siauw Hong lantas minta aku
membuktikannya, sedang Ho Siu Sin Liong Seng Goan dari
Koat chong Sam Lo turut mengejek.
Dalam pertandingan itu, sampai di jurus Muni Kiam-hoat
yang keseratus sembilan belas, aku telah menabas dua jari
tangan kanan dari Seng Goan dan mengutungi ujung bajunya
Pit Siauw Hong. Mereka menjadi gusar, lantas mereka menyerang hebat,
Aku telah didesak sampai di tepi jurang hingga aku terancam
jatuh kecemplung. Mendadak Pit Siauw Hong berhenti
mendesak. ia pun menghentikan pertempuranDia kata bukanlah perbuatan gagah empat orang
mengepung satu orang. ia terus menjanjikan untuk malam ini
kita bertanding pula sampai salah satu mati atau hidup..."
Habis menerangkan itu, nyonya tua ini mengheLanapas,
agaknya ia masgul sekali.
Hati Wan Lan bercekat, ia berkuatir dan berduka.
"Lejinke seorang diri bakal melawan empat orang, mana itu
dapat?" katanya ia berduka, alisnya ciut. ia lantas pikir: "Harap
saja mereka tidak datang, kalau mereka datang, aku mesti
belajar kenal dengan mereka itu."
Y n San Sin-Ni mengawasi, mendadak ia tertawa, ia dapat
menerka hati si nona. "Anak Lan, jangan kau berduka dan menguatirkan aku,"
katanya menghibur. "Koat chong Sam Lo bangsa cupat
1218 pandangannya. Seng Goan gusar sekali karena hilang dua jari
tangannya itu, maka itu mereka tentu bakal berkelahi matimatianAku tidak takut. Dalam hal ini, aku mengandal kemurahan hati Sang Buddha
kita, yang maha pengasih, sebentar malam tentulah kakak
seperguruanmu, Leng Giok Song bakal pulang, maka
bersamanya kau berdiam saja di dalam kelenting, jangan
kamu keluar, tentu bahayanya tak ada."
Mendengar disebutnYanama Leng Giok Song itu, Ni Wan
Lan lantas ingat akan si kakak perguruan yang halus budi
pekertinya. Sudah lima atau enam tahun ia tak bertemu
dengan suci itu. Tentu sekali ia menjadi sangat girang, ia
hendak menanya gurunya itu tapi Yan San Sin Ni dului
padanya: "Pergi kau ke belakang, kau lihat Su Koh sudah selesai
masak atau belum." Habis itu, guru ini merapatkan matanya.
Wan Lan menurut, sehabisnya menyahuti, ia lantas pergi.
Tak lama nona ini sudah merebahkan diri di atas
pembaringan dalam kamarnya - di kamar sebelah selatanDengan kedua matanya mendelong, ia memikirkan segala
perjalanannya yang sudah-sudah. Sendirinya ia merasa
hatinya tak tenang. Di luar jendela angin utara menderu- deru, hingga kertas
jendela memperdengarkan suaranya akibat sampokannya.
Ketika itu sudah malam. Salju beterbangan turun tanpa suara,
cuma menambahkan tebalnya saja.
Tengah si nona berdiam dengan pikiran kacau itu, tiba-tiba
ia mendengar satu suara perlahan sekali di atas genting, ia
mengenali tindakan kaki orang, ia terkejut, tangannya lantas
meraba pedangnya, tubuhnya mencelat bangun, bahkan terus
ia menggempur jendela dengan tangan kiri, untuk berlompul
ke luar dan segera berlompat naik ke atas genting.
1219 Angin keras, ketika menaruh kaki di atas genting Wan Lan
merasa tubuhnya sedikit bergoyang, Samar-samar ia melihat
sesosok tubuh di belakang pohon bambu lebat. Melihat
gesitnya orang, ia menduga kepada seorang jago Rimba
Persilatan, ia kata dalam hatinya: "Kau memandang sangat


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

enteng kepada pihak Yan San- BiLananti aku membiarkan kau
lolos dari sini, aku bukannya Lo sat Giok li." Lantas ia
berlompat, untuk menyusul orang itu.
Mulanya ia berlompat dengan tipu silat "Burung walet
merah menyamber gelombang",
lalu disusul dengan lompatan meluncur turun "burung nasar
dan rajawali saling menerkam"
Ketika ia tiba di sana, ia melihat orang sudah pergi
sembilan tombak jauhnya, ia penasaran, ia kata dalam
hatinya: "Bangsat, jikalau aku tidak dapat menghadang kau,
kau bakal jadi terlalu berkepala besar" Lalu ia lompat pula
untuk menyusul. ia tidak mau memperdulikan orang yang
dikejar ketahui dirinya dikejar atau tidak. la menyusul sampai
belasan tombak. mendadak orang itu lenyap dari hadapannya,
tak nampak bayangan, tak ada tapak kakinya pada salju.
"Heran-" pikirnya. ia berdiam, mengawasi ke-salju lalu
kelilingan, Mestinya ia melihat tapak kaki.
Tiba-tiba sang angin membawa suara tertawa dingin,
datangnya dari tempat sejarak dua tombak lebih di belakang
sebuah pohon cemara besar. Ia jadi mendongkol, sambil
membentak ia lari untuk lompat ke arah pohon itu, yang ia
terus tabas. Pohon itu kutung dan roboh karenanya. Tetapi di belakang
itu tiada orangnya. Maka si nona melengak, tubuhnya dirasai
dingin sekai, dinginnya melebihkan angin dan salju, "Heran,"
pikirnya pula berdiri menjublak.
Tiba-tiba ia merasa angin berkesiur di belakangnya,
kepalanya seperti terkebut, ia kaget segera ia memutar diri.
1220 Begitu ia melihat begitu ia bertambah kaget, sekarang ia
melihat orang yang ia susul itu, yang berdiri terpisah hanya
satu kaki dari ianya. baju nya baju panjang warna abu-abu,
kepala dan mukanya ditutupi topeng hingga tinggal sepasang
matanya saja yang bengis.
Bentrok dengan sinar mata orang itu ia merasa seperti
kepalanya pusing. Pula orang itu mencekal segumpal ujung
rambutnya serta tangannya yang lain, merah telapakannya.
"Kenapa dia gesit bagaikan hantu?" Wan Lan pikir, "Dia
berada di belakangku tanpa aku mengetahui. Dialah orang
Kang ouw terlihay yang aku baru pernah ketemukan-.. Ia
lantas merasa cuma In Gak yang dapat melayani orang ini...
Selagi orang tercengang, orang itu tertawa dan kata tajam:
"Jikalau aku tidak memandang Leng Giok Song, sucimu, pasti
aku telah lantas membunuhmu. Sekarang ini cuma rambutmu
ini aku pakai gantimu" ia lantas menimpuk dengan segumpal
rambut di tangannya itu, ia bersiul nyaring dan lama, selama
mana tubuhnya mencelat, untuk terus lenyap di antara salju
yang tebal... Kembali Wan Lan terkejut ia melihat orang menimpuk
dengan tipu silat "Hui hoa-tek-yap" yaitu "Menerbangkan
bunga memetik daun". Rambutnya itu menyambar pohon
cemara dan nancap di batang bongkotnya.
"Kakak seperguruanku itu halus budi pekertinya," ia
berpikir. "Sedari masih kecil ia sudah ditunangkan dengan Lu
Meng, putera-nya seorang hartawan di kota Hang-cu. Kenapa
sekarang ia berkenalan dengan orang ini" Diantara mereka
mesti ada hubungannya yang luar biasa,Jangan-jangan dia ini
mencintai suci... Hm Kau begini jumawa, pasti suci tak ketarik
terhadapmu" Tapi ketika ia melihat rambutnya di pohon, ia berpikir pula:
"Mungkin dia melihat suci pulang, dan di tengah jalan dia
menguntit hanya entah kenapa dia ketinggalan dan suci
keburu masuk ke dalam kelenting, maka sekarang dia
1221 bergelandangan di sini, ia tentu tak pergi jauh, dia pasti terus
menamakan suci. malah, kalau sebentar kita bertemu pula,
aku mesti buka topengnya."
Dalam keadaan seperti ini, Wan Lan masih tidak dapat
membuang sifatnya yang keras kepala dan jail. Sekian lama ia
masih berdiam diri, dengan tangannya ia membuang salju di
pundaknya, baru kemudian ia lari pulang.
Ketika itu gelap di segala penjuru. Di dalam kelenteng
terang dengan cahaya api. Wan Lan lompat masuk di
jendelanya yang masih terpentang. Begitu ia menaruh kaki,
telinganya mendengar suaranya su koh: "Nona Wan, am- cu
panggil kau." Suara itu dalam terdengarnya.
Wan Lan heran, terkejut. Mestinya gurunya mempunyai
urusan penting, mungkin gusar. Maka itu, dengan hati tidak
tenang, ia menuju se hud-tong, ruang pemujaanDua batang lilin besar menerangi hud-tong, menerangi juga
mukanya Yan San Sin Ni, yang dingin bagaikan es. ciut hati si
nona menyaksikan roman gurunya itu. "Suhu" ia memanggil
penahan. Bhiksuni itu menyapa dengan sinar matanya yang dingin
itu. "Hm, Makin lama kau makin tak makan ajaran" katanya.
"Apa pesanku tadi" Tak peduli ada terjadi apa, aku larang kau
keluar dari pintu kelenting ini. Kenapa kata-kataku itu masih
mendengung tetapi kau sudah keluar dari kelenting dan
mencari gara-gara" Tanyalah dirimu, apakah kau sanggup
melawan Koat chong Sam Lo?"
Wan Lan tunduk dengan berdiam, hatinya mendelu, ia
mengangkat kedua pundaknya, menangis dengan perlahanSang guru mengawasi. Dalam kesunyian itu, suasana agak tegang.
1222 Tiba-tiba Su koh muncul di ambang pintu, matanya
mengawasi si nona. "Nona Lan, enci Song kau lagi
menantikanmu." katanya.
Wan Lan berhenti menangis. Sinar matanya menandakan ia
girang. Lantas memandang gurunya.
"Suhu, si Lan mau melihat enci Song..." katanya. Yan San
Sin Ni mengangguk. Wan Lan girang, lekas ia mengundurkan diri, untuk
mengikuti Su Koh pergi ke kamar lain di ruang belakang.
Di dalam kamar wanita pengurus kelenteng itu, di atas
pembaringan berduduk seorang nona dengan pakaian serba
putih, sederhana dandanannya, halus gerak-geriknya, siapa
melihatnya pasti merasa suka dan menyayangnya.
"Enci?" Wan Lan memanggil semasuknya ia ke dalam
kamar, ia melihat orang berduka, ia menduga kepada
perbuatan si orang bertopeng tadi. Nona berpakaian putih itu
turun dari pembaringan, dia tertawa.
"Adik Lan- sambutnya. "Sudah lama kita tidak bertemu,
mari aku mengawasi kau" Dan ia mencekal tangan Nona Ni,
untuk menatap. Ia menghela napas dan terkulai "Adik Lan, dibanding dulu
hari kau terlebih kurus. Apakah kau habis menangis?"
Kata-kata itu melukai si nona, mendadak air matanya turun
meleleh, la lantas melemparkan tubuhnya dalam pelukan suci
itu. Leng Giok Song merangkul, ia mengusap-usap rambut Wan
Lan- "Adik Lan, jangan berduka." ia menghibur. "Sebagai
seorang wanita, kita tak dapat lolos dari pengalaman begini
macam. Segala apa sudah diatur oleh Yang Maha kuasa.
Segala hal ihwalmu telah aku dengar dari Su koh. Kau masih
dapat berbuat banyak. jangan kau berduka."
1223 Wan Lan berdiam, ia ingat kejadian tadi. "Enci," ia tanya,
"tadi aku mengejar seorang bertopeng dengan pakaian putih,
adakah ia enci punya..."
Giok song mengangguk. "Sungguh celaka. . ." katanya
perlahan. Nona Nie Heran.
"Enci, tak dapatkah kau lolos dari dia?"
"Sulit untuk mengatakannya," sahut Nona Leng menghela
napas, "cuma sang tempo yang bakal memutuskannya Mudah
untuk menyebutkan lolos dari dia, akan tetapi untuk
melaksanakannya sulit sekali.
Pula malam ini, dia dapat diharap bantuannya untuk
mengundurkan musuh musuh lihay dari suhu..."
"Dia siapa, enci?" Wan Lan tanya.
Giok song berdiam. "Dlalah siauw-tocu Nio Miu Ki dari pulau Giok ciong To dari
Lam Hay" sahutnya kemudian"Dla sungguh jumawa," kata Wan Lan yang ingat lagak
orang tadi. Giok song bersenyum tawar, ia tidak menyahuti.
Su Koh mundur pula semasuknya si nona Lan ke dalam
kamarnya, tapi sekarang ia kembali.
"Apakah kamu belum habis mengobrol?" tanyanya tertawa,
"Musuh sudah berada di cian Siong Gay.
Giok song tertawa dingin.
"Su Koh," tanyanya, " bukankah malam ini kau berniat
melemaskan otot-ototmu?" Nyonya itu mengangguk.
"Sudah tiga puluh tahun aku tak menggerakinya, entah
sekarang masih dapat atau tidak." sahutnya, "Biar bagaimana,
gurumu melarang aku turut padanya, setelah aku mendesak
dan membangkitkan kemendongkolannya, barulah
mengijinkan juga." Su-koh ini bekas hantu wanita. Dialah Yu Su Hong alias Su
Koh. Satu kali dia dikepung serombongan jago lurus, dia jatuh
dijurang, selagi napasnya empas-empis mau mati, Yan San Sin
Ni lewat di situ, dia ditolongi, dibawa pulang ke gunung dan
1224 diobati, setelah setengah tahun dia berobat dan sembuh, dia
sadar, lantas dia berdiam terus di ci ci Am, menemani dan
melayani bhiksuni penolongnya itu.
Wan Lan ingin menyaksikan pertempuran, ia malang
dengan larangan gurunya, Lantas minta Giok Song
mengajaknya. Nona Leng mengerutkan alis, tetapi ia
tersenyum. "Kau paling bisa rewel" katanya, "Pasti ada maksudnya
kenapa suhu melarang kau dan aku keluar, sekarang begini
saja. kita keluar tetapi kita menyembunyikan diri. Di dekat cian
Siong Gay ada sebuah gua, di sana kita mengintai. Tapi kau
mesti berjanji padaku apa juga yang kau lihat tak dapat kau
turun tangan- Wan Lan girang sekali. "Baik." sahutnya, memberi janjinya.
"Kalau begitu, mari" Gick Song mengajak. Sedang Yu Su
Koh lantas jalan mendahului.
Puncak cian Siong Gay terang sekali. Belasan batang obor
telah dinyalakan- Angin besar tak dapat meniup padam semua
obor itu, cuma apinya yang bergoyang-goyang menyinari
pohon-pohon cemara yang batang dan cabangnya beraneka
warna. Di bawah sebuah pohon cemara terlihat tiga orang tua
duduk bersila, semua alisnya sudah putih dan kumis
jenggotnya panjang sampai ke dada, wajahnya suram.
orang tua yang bercokol di sebelah kiri mengeluarkan
tangan kanannya, matanya mengawasi tajam jeriji tangannya
yang lenyap. jeriji manis dan kelingkingnya.
"Sampai begini waktu, perempuan tua itu masih belum
muncul" katanya. "Mungkinkah dia jeri?"
Baru orang itu menutup mulutnya atau satu bayangan
berkelebat di depan mereka, disusul tertawa dingin bayangan
itu, yang terus berkata nyaring: "Tiga sahabat dari Koo chong,
1225 benar-benar kamu orang-orang yang dapat dipercaya Mana
dia Bu-eng Sin ciang Pit Siauw Hong?"
Itulah Yan San Sin-ni yang dibuat sebutan- Maka
terperanjatlah ketiga orang tua itu, sebab tahu-tahu orang
sudah berada di depannya. Dengan repot mereka berbangkit
untuk mengawasi dengan tajam.
Ho Siu sin Liong Sang Goan mengangkat sebelah
tangannya, yang tinggal tiga jerijinya itu. "Budi tangan
buntung ini, selama lima belas tahun tak pernah aku
melupakannya," kata dia. "Maka itu malam ini haruslah kita
mendapatkan keputusannya perempuan tua, apa katamu
lagi?" AlisnYanyonya suci itu terbangun.
"Jite, sabar" berkata orang tua yang kedua mendahului Yan
San Sin Ni. Dialah orang yang mengenakan jubah kuning,
"Buat apa kesusu" Pit Losu bakal segera tiba. Begitu dia
datang, kita mulai turun tangan- Tak terlambat toh?"
Mendengar itu, Yan San sin Ni bersenyum. Ia kata: "Dasar
oey-san insu Pui Ek orang yang berilmu, yang sikapnya
membikin orang tunduk." Seng Goan tertawa dingin, matanya
menatap tajam si pendeta wanita. Sin-ni terus bersenyumsenyum,
nampaknya ia tidak menghiraukan Koat chong Sam
Lo. Tidak lama habis itu, di lembah jauh di depan terdengar
siulan keras dan nyaring dibawa angin menusuk telinga. Suara
itu lama dan terus mendatangi ke arah jurang, mendekati
dengan lekas. "Siancay" Siancay" Yan San Sin Ni memuji
Menyusuli siulan nyaring itu terdengar pula suara
menggelegar, seperti dari sesuatu yang ambruk. Maka itu si
bhiksuni mengasih dengar pujiannya.
Dan menyusuli puji itu, dekat pada Koat chong Sam Lo, di
tempat bagian jurang yang gempur itu terlihat sesosok tubuh
lompat muncul seperti burung terbang melayang, hingga
1226 sebentar saja terlihatlah dia Sebagai seorang tua yang
bertubuh kurus. Dia lantas tertawa lebar dan berkata nyaring: "Hm, tiga
sahabat dari Koat ciong Sejak kita berpisah apa kamu baikbaik
saja Maafkan aku yang datang terlambat, hingga kamu
tentunya telah menanti hingga letih dan pegal" ia terus
menoleh kepada Yan San Sin Ni untuk tertawa dan kata pula:
"Banyak baik, sin Ni" Tidak kusangka selagi kita bakal
masuk ke dalam peti kita masih tak dapat membebaskan diri
dari satu pertempuran." Pendeta wanita itu mengangguk
dengan perlahan. "Pit Sicu," katanya "sudah lama kita berpisah, sekarang kita
bertemu, aku melihat kau segar, pastilah tenaga dalammu
telah maju banyak sekali, sekarang ini aku si pendeta tua
menepati janji, bagaimana sicu hendak berbuat?"
Pit siauw Hong belum menyahuti, Seng Goan sudah
membentak: "Bagaimana lagi" Tidak dapat tidak tubuhmu


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mesti dibikin menjadi beberapa potong dengan pedangku ini
serta ci ci Am menjadi tumpukan puing Sebelum itu tak puas
aku" Alisnya si pendeta meng kerut.
"Aku kuatir tak demikian mudah" sahutnya tawar
"Bukankah kau telah melihat sendiri yang aku si pendeta tua
tetap sehat-sehat saja?"
Seng Goan melengak. lalu mukanya pucat. Mendadak ia
melihat datangnya suatu barang ke arahnya, hingga sambil
berkelit ia mesti menyampok membikin barang itu terpental ke
salju di depan mereka bertiga.
Untuk kagetnya, itulah ternyata sekumpulan terdiri dari
tujuh kepala orang yang menjadi berdarah tidak keruan
karena sampokan itu. Yan San Sin Ni sudah lantas, membaca doa Pit Siauw Hong
mengerutkan alisnya. Ketiga saudara Koat chong sebaliknya
1227 kaget dan gusar dan Seng Goan segera berseru: "Siapakah
yang main sembunyi-sembunyi" itulah perbuatan buruk."
Dari antara tempat yang gelap terdengar tertawa dingin
dan jawaban ini: "Apakah kamu tidak juga berbuat seburuk
ini" kamu mengundang Yan San Sin Ni datang kemari untuk
membuat perhitungan, tetapi diam-diam kamu mengirim
orang-orangmu untuk membakar ludas kuilnya Syukur mereka
kepergok aku si wanita tua. Tak dapat aku mengendalikan
diriku, aku lantas kutungi kepala mereka itu untuk darahnya
dipakai mencuci mukamu"
Seng Goan mengawasi ke arah suara itu bersenyum ewah
terus tangannya terayun kesitu. sebuah sinar hitam melesat
seperti kilat. Disana lantas terdengar satu suara nyaring seperti suara
tambur, terus muncul seorang wanita tua, ialah Yu Su Koh,
dengan tangan kiri memondong sebuah tiat-pi-pe atau Pipe
besi tinggi tak tiga kaki, tangan kanannya dia menuding si
penyerang dengan senjata gelap itu sambil tertawa dia kata:
"Senjata rahasiamu itu, hek it teng, dapat dipakai melayani
orang-orang yang kepandaiannya biasa saja, tetapi tidak di
depanku si orang tua Di depanku kau bertingkah tidak keruan
Apakah kau tidak ketahui bahwa aku si tua ialah kakek
moyang-nya senjata senjata rahasia?"
Bu Eng Sin ciang Pit Siauw Hong sudah lantas mengenali
nyonya itu. "Kiranya kau," ia kata.
"Benar" sahut Yu Su Koh, memandang si Tangan Sakti Tak
Berbayang, "Kau tentunya
tidak menerka bahwa Tiat ci Pipe Yu Su Hong masih belum
mati-jikalau kau mempunyai kegembiraanmu, maka si
perempuan tua suka sekali menemani kamu main-main
barang beberapa jurus."
Pit Siauw Hong tertawa mengejek.
"Arwah gelandangan sisa tanganku berani omong besar"
dia kata. "Tapi kau harus ketahui, aku si orang tua datang ke
1228 mari, aku memenuhkan janjiku dengan Yan San Sin Ni untuk
membereskan urusan lama kita Urusan di antara kau dan aku,
urusan tiga puluh tahun dulu, bukankah sudah beres: Apa
perlunya kau menimbulkannya pula?"
Habis berkata, ia mundur tiga tindak.
Yan San Sin Ni Heran, ia mengawasi Yu Su koh, Sungguh ia
tidak sangka jika dulu hari orang justeru dirobohkan Pit Siauw
Hong. Selama tiga puluh tahun, Yu Su koh tak pernah
memberitahukannya. Seng Goan gusar sekali, sambil bersuara: "Hm" ia menolak
dengan keras dengan sebelah tangannya, ia menyerang Tiat ci
Pipe tanpa bicara lagi. Yu Su Koh menangkis dengan pipe besinya itu hingga
terjadilah pula satu suara yang nyaring. ia mundur dua tindak,
talipipenya tak putus karena serangan mendadak itu,
sebaliknya dari situ lantas menyambar segumpal jarum ke
arah penyerangnya. Seng Goan sudah siap sedia. Waktu mendengar orang ialah
musuhnya Pit Siauw Hong pada tiga puluh tahun yang lalu, ia
mendapat tahu lihaynya senjata rahasia wanita itu-jarum
beracun, Maka ia lantas- berlompat tinggi dengan gerakannya
"Burung jenjang terbang ke langit", Begitu jarum lewat, ia
turun pula, Biar bagaimana, ia toh kaget, air mukanya
berubah. Yu Su Hong berseru: "Nah, kau cobalah menyambut pula."
Kali ini pipe dibikin bergerak sambil dipetik talinya, maka di
situ lantas terdengar suara tingtong tingtong yang mengaung
diantara empat penjuru anginSeng Goan berdiri tegak matanya dipasang, ia menduga
orang melainkan mengancam.
Dugaan itu benar, Pipe tidak meluncur terus, hanya kembali
Adalah suaranya yang masih belum mau berhenti.
Menggunai ketika itu, Seng Goan menolak keras dengan
sebelah tangannya, lalu terus dia berlompat, hingga dia
1229 berada di belakang Yu Su Hong, yang berkelit ke samping.
Dari sini dia menyerang pula, sekarang dengan dua-dua
tangannya. Su Koh terkejut. Pertama karena serangannya gagal, kedua
sebab segera ia merasa angin menyambar di belakangnya.
Tanpa ayal ia memutar tubuh sambil mengerahkan tenaga
untuk mendorong keras dengan pipe besinya.
Kembali ia terkejut, Ketika keduanya bentrok ia merasai
lengannya lemas, tak ada tenaganya.
Ia sadar sesudah kasip. Dari sana terasa menolak, terus
pipenya terlepas dari cekalan, terus dadanya terhajar keras,
hingga tubuhnya terpental roboh terbanting di atas salju,
melanggar cabang-cabang cemara yang menyala, ia masih
berkuat untuk bangun dan duduk. tetapi ia lantas muntah
darah, terus ia roboh pula. Melihat demikian, seng Goan
tertawa gembira. "Kaulah si cengcorang yang melawan kereta" katanya
jumawa, "Kau berani banyak lagak, Apakah kau kira kau
sanggup melayani aku?"
Yan San Sin Ni lompat kepada Su Hong, untuk mengasih
bangun, Mukanya nyonya tua itu sangat pucat, napasnya jalan
tinggal satu kali dengan satu kali. Maka lekas-lekas ia menotok
sembilan jalan darah si nyonya, ia lantas mengasih makan tiga
butir pel yang ia keluarkan dari peles obatnya. Setelah itu ia
merebahkannya dengan hati-hati "Seng Sicu, kau terlalu
telengas" ia kata seraya ia menoleh pada Seng Goan. orang
yang ditegur itu tertawa terbahak-2.
"Perempuan tua gundul, jangan kau bertingkah" dia kata
terkebur, "Kau sendiri masih belum sempat mengurus dirimu,
kau hendak mengurus lain orang. Aku bilang terus terang,
dengan datang ke cian Siong Gay ini, kami hendak membikin
tidak nanti ada orang yang pulang utuh."
Mendengar itu, Pit Siauw Hong mengerutkan keningnya.
1230 "Amida Budha" bhiksuni tua memuji dingin- "cian Siong Gay
ini tempat aku si orang tua, tak dapat aku membiarkan
tempatku ini menjadi tempat orang membuat kedosaan, Sang
Budha maha murah, malam ini hambamu si bhiksuni tak
terpaksa mesti membuka pantangan pembunuhanKata-kata ini disusul dengan siulnya vang nyaring yang
memecah kesunyian, sedang dari kedua matanya menyorot
sinar terang bercahaya. Siulan itu diikuti dengan bergeraknya
pedang, yang berkilau menyilaukan mata, Tapi ia tidak lantas
menyerang, ia masih berkata, sabar: "Si-cu semua, kamulah
orang-orang kenamaan, buat apa kamu merusak diri di jurang
cian siong Gay ini" Baiklah sicu mengasih turun tanganmu dan
berlalu dari sini, supaya perselisihan menjadi habis
sendirinya..." Alisnya Seng Goan bangun, matanya terbuka lebar.
"Nenek- nenek. jangan terkebur" dia membentak "Pada
lima belas tahun dulu kau menjagoi dengan dua puluh delapan
jurus ilmu pedang Muni Hang Mo. tapi sekarang -sekarang di
mataku itu tak ada harganya."
"Hm" si pendeta wanita menyambut suara jumawa itu.
Tatkala itu Yu Su Hong berlompat bangun berdiri, sebelah
tangannya ditolakkan ke arah Seng Goan, lantas terlihat
serupa benda putih seperti pel perak meluncur bagaikan
terbang. Seng Goan kaget, inilah ia tidak sangka. Lekas-lekas ia
menangkis, Tepat tangkisannya itu. Hanya begitu tersampok,
benda putih perak itu pecah hancur, merupakan api
berkeredepan, menyamber mukanya sipenyampok.
Bukan main kagetnya Seng Goan, ia menjadi gelagapanBelum sempat ia menyampokpula, mukanya sudah terbakar,
kumis dan jenggotnya tersulut nyala, Dengan lantas ia
menjatuhkan diri ke salju.
1231 Dengan begitu dapat ia membikin api padam, akan tetapi
sekarang mukanya menjadi hitam, kumis danjenggotnya
habis, juga alisnya, Bahkan rambut dijidatnya turut hangus.
Dua lagi jago dari Koat chong menjadi sangat gusar,
dengan berbareng mereka menyerang ke arah si nyonya tua,
yang tubuhnya lagi terhuyung huyung, sebab barusan su Koh
menyerang musuh pun dengan meminjam selebih tenaganya
habis ia makan obatnya Yan Sin Ni, ia tidak berdaya lagi,
maka serangannya dua jago itu membuat tubuhnya terpental.
Tepat itu waktu dari tempat yang gelap terdengar seruan
tajam. Oey-san Ie-su Pui Ek terkejut ia menoleh. "Siapa?" ia
menanya. ia lompat untuk menerkam Di sana terdengar
tertawa yang nyaring. "Kau turut aku pulang" begitulah jawaban orang tak dikenal
itu. Pui Ek lompat maju untuk segera lompat mundur pula,
mukanya pucat. Ketika itu Pit Siauw Hong berdiri diam seorang diri. Katakatanya
Seng Goan bahwa siapa hadir di cian Siong Gay,
mesti tak kembali dengan tubuh utuh membuatnya berpikir
keras, ia memikir untuk menonton saja...
Melihat Pui Ek kena ditolak mundur, ia terperanjat.
Siapakah orang itu demikian lihay hingga dia dapat
membikin orang tua she Pui ini mental?" ia tanya dalam
hatinya, Maka dengan ragu-ragu ia mengawasi ke tempat
gelap itu. Sampai disitu orang di tempat gelap itu tidak bersembunyi
lebih lama. Ia lantas muncul, ialah seorang muda berpakaian
putih dengan bertopeng, ia bertindak dengan perlahanMelihat orang itu, Siauw Hong heranSi anak muda menghampirkan dengan sinar matanya yang
tajam mengatasi Pui Ek. Sama sekali ia tidak
memperdengarkan suaranya.
1232 Pui Ek terkejut menampak mata orang demikian lihay,
jantungnya memukul. "Kau siapa?" dia tanya bengis, "cara bagaimana kau berani
menghadang di depan aku si orang tua?"
Pemuda bertopeng itu masih tidak berkata kata, ia terus
bertindak dengan sabar. Jikalau kau tidak menghentikan tindakanmu" Pui Ek
membentak, "terpaksa aku si orang tua akan menghajar hebat
kepadamu" Bagaikan orang tuli disebabkan angin santer, si anak muda
bertindak terus. Angin keras membikin cabang-cabang kayu cemara yang
dijadikan api berbunyi meretek, apinya pun memain tak
hentinya. Semua orang heran, semua memasang mata kecuali Yan
San sin Ni, yang mengawasi ke tanah dengan tenang.
Sekonyong-konyong Pui Ek berseru dan dengan kedua
tangannya ia menyerang si anak muda.
orang yang diserang itu bersenyum, tubuhnya berkisar ke
samping, mengasih lewat serangan berbahaya itu, sembari
berkelit, ia mengulur tangan kanannya yang mencekal
sebatang pedang tajam bersinar perak. panjang tujuh dim,
untuk dengan itu balas menyerang.
Pui Ek mendapatkan serangannya gagal dan matanya
melihat sinar perak itu. ia lantas menutup diri. Tapi si pemuda
lihay sekali, selagi orang menarik pulang tangannya ia
menyontek. dimana dadanya oey san ie-su lantas
mengeluarkan darah, tubuhnya roboh ke atas salju, jiwanya
melayang pergi tanpa ia mengasi dengar suara apa-apa lagi...
Seng Goan heran dan kaget.Justru itu si anak muda lompat
ke depannya, dalam kagetnya ia mencelat mundur, ia diturut
kawannya, yang berdiri berendeng dengannya. Tengah
berlompat itu mereka merasakan gaplokan pergi pulang ke
pipi mereka, hingga mereka merasa sakit sekali serta mata
1233 mereka kabur, dada mereka sesak. Mereka menjerit, tubuh
mereka roboh terkulai lalu arwah mereka melayang pergi
menyusul rohnya Pui Ek...
Pit Siauw Hong kaget dan heran, hatinya memukul.
Sebentaran saja Koat chong Sam Lo telah terobohkan hingga
terbinasa, itulah hebat. Mengherankan pula si anak muda,
yang ia tidak kenal. Sia-sia belaka ia menduga-duga siapa
pemuda Kang ouw gerak-geriknya seperti pemuda bertopeng
ini. Si anak muda menyusut bersih darah pada pedangnya,
habis itu ia bertindak ke arah Bu Eng Sin ciang, Baru sekarang
ia bertindak cepat. Pit-Siau Hong menduga orang bakal menyerang padanya,
maka sambil berseru, ia mendahului. Berani atau tidak. ia
mesti membela diri. ia menyerang dengan kedua tangannya,
keras tetapi tanpa suara apa-apa.
Si anak muda tercengang. inilah sebab ia tahu jago ceng
Shia Pay itu lihay luar biasa.
Tapi ia tidak takut, ia maju terus seraya menyerang.
Disamping berkasihan kepada ketiga kawannya yang telah
terbinasa itu, Pit Siauw Hong juga berpikir. "Anak muda ini
telengas, ia masih muda, kalau ia tidak disingkirkan, di
belakang hari ia bisa menjadi bahaya besar kaum Rimba
persilatan bakal tak dapat hidup tenang..."
Maka ia menyerang hebat, ia mengerahkan tenaga
dalamnya yang diberi nama "Pian-khia Pu-heng Hun-goan cinkhi."
Ketika tenaga mereka bentrok. si anak muda kaget, terus ia


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkelit dengan berputar. Di pihak lain Siauw Hong pun
mental satu tindak hatinya terasa tidak enak. terangan si anak
muda membuat napasnya kurang lancar, ia heran berbareng
mendongkol. 1234 Ketika itu Yan San Sin Ni masih tetap berdiam saja, Melihat
kelakuan si pendeta wanita, Siauw Hong mendongkol di dalam
hatinya ia mencaci: "Nenek-nenek, kau jahat sekali Kau sudah
menggunai akal meminjam tangan orang untuk membunuh
orang lain Tapi aku apakah kau sangka aku dapat
dipermainkan kau?" Karena memikir demikian, jago tua itu segera menyerang
pula si anak muda, Mulanya ia menekuk dengkulnya, untuk
lompat mencelat. Si anak muda melihat orang berlompat ia berdiri tegak
sambil mengawasi dengan tajam. Begitu orang datang dekat,
ia menggeser ke kanan, tubuhnya dimiringkan terus tangan
kirinya menyamber tangan penyerangnya untuk ditangkap.
Kiranya Siauw Hong cuma mengancam, ia menarik
tangannya, terus ia menyerang pula. sekarang dengan duadua
tangan. Si anak muda berkelit pula, Kembali dia mengulur tangan
kirinya, yang lima jarinya terbuka, Dia bebas dari serangan,
dia dapat membalas. Siauw Hong kaget, Sungguh lihay si anak muda yang
gerakannya sangat cepat, ia menjadi terlebih kaget, ketika
tangan mereka bentrok. ia merasai tubuhnya ngilu dan kaku
lemas, sedang darahnya seperti naik, kemudian napasnya
tertutup, Dengan begitu habislah tenaganya Tangan kiri si
anak muda tetap memegangi.
Si anak muda tertawa menyeringai dingin suaranya, ia
mengeluarkan pedangnya, yang pendek tetapi tajam, dengan
itu ia menikam ke dada lawanPit Siauw Hons habis daya, ia menarik napas, ia menutup
matanya, demi menantikan tibanya maut....
xxx BAB 14 1235 DI SAAT kematiannya itu, mendadak Siauw Hong menjadi
tenang, hingga tak nampak dia jeri atau takut,
Ujung pedang menghampiri dada tiga dim, lalu ditahan, Si
anak muda baju putih bertopeng menjadi heran- ia menatap
lawannya itu, seperti mau mencari tahu sebabnya ketenangan
orang, Selagi begitu tangannya turun sendirinya.
Siauw Hong menduga ia bagian mati, maka heran ia
berdiam sekian lama, ia tidak merasakan tikaman, Mau atau
tidak ia terdesak perasaannya ingin tahu. Maka ia membuka
matanya, untuk herannya ia mendapatkan sianak muda
tengah menatap tajam kepadanya.
Yan San Sin Ni terdengar memuji: "Sian-cay Siancay
Sungguh ilmu silat dari luar pulau dapat mengatasi ilmu silat
Tionggoan" Mendengar itu, si anak muda tertawa ringan, lalu
cekalannya kepada Siauw Hong menjadi longgar.
Pit Siauw Hong mengawasi si anak muda dan mengangguk.
terus menghela napas. Ia kata: "Aku si orang tua terhitung
dalam kalangan ceng Shia pay teratas, jago-jago di Tionggoan
yang dapat melebihkan aku hanya beberapa gelintir, tetapi
kau tuan, tangan kau lihay sekali. Apakah kau murid pandai
dari Nio kiu Kisu dari Giok ciong To?"
"Pit losu," berkata Yan San Sin Ni, yang mendahului si anak
muda. "Tuan ini ialah Nio Kiu Ki putra kesayangan dari Nio Kie
kisu, ilmu silat Hong In Pat Biauw dari Nlo Kiu kisu diwariskan
kepada putranya ini, masa kau roboh di tangan siauw tocu,
jangan kau menyesal atau tawar hati."
Siau Hong terkejut. "Pantaslah aku roboh secara menyedihkan ini." katanya. "
Kiranyan Nio-kiu telah mewariskan ilmu Hong In Pat Jiauw itu
kepada puteranya. Inilah tak heran- Dia
menyayangi anaknya, pantas kalau dia menurunkan semua
kepandaiannya. Anak ini memang didapat setelah usianya
lanjut..." 1236 Lantas ia menatap pula anak muda di depannya itu, ia
mendapatkan seorang muda yang tepat segalanya, kecuali
wajahnya yang asli tak nampak di balik topengnya itu. Ia
tertawa dan kata: " Kiranya kau, siauw tocu Aku kalah, aku
tak penasaran, apa pula aku kalah oleh ilmu silat Hong In Pat
Jiauw dari ayahmu itu" Hong In Pat Jiauw itu ialah ilmu
Delapan cengkeraman angin dan Mega..
Kata-katanya Yan San Sin Ni dan Pit Siau Hong itu
menghormat dan memuji, akan tetapi mendengar itu, si anak
muda tertawa tawar. Dia mau menyangka bahwa dua
dianggap menang sebab mengandaikan Hong In Pat Jiauw.
Dia memang beradat tinggi dan jumawa.
"Apakah kamu menyangka kecuali dengan Hong In Pat
Jiauw, tak dapat aku mengalahkan kamu dengan lainnya tipu
silat?" dia kata. "Kalau benar, kamu menyangka keliru. Ilmu
silat Giok ciong To beda daripada ilmu silat daripada Ilmu silat
kamu orang Tionggoan dan juga tak dayanya untuk
menggempurnya, jikalau kamu tidak percaya mari kita coba,
aku tak akan pakai Hong in Pat Jiauw itu."
Baru Nio-kiu Ki berkata demikian, mendadak ada angin
menyamber keras, sampai api unggun kayu cemara menjadi
berkobar besar, ketika angin itu lewat, tuan muda dari Gick
ciong To terperanjat. Topengnya yang terbuat dari cita putih, tersingkap dan
terbang terbawa angin. Dalam kagetnya itu dia lompat untuk
menyamber. Dia berlompat sangat pesat, tapi tak dapat dia
menyamber topeng itu yang terbawa angin lenyap di tempat
gelap. Pemuda ini kaget dan heran, hatinya mendongkol. Dia pun
malu. Maka mukanya menjadi merah padam dan sinar
matanya menyala. Pit Siauw Hong heran, ia melihat samberan angin itu,
sampai dua kali aneh sekali, samar-samar ia menampak
1237 bayangan orang. Habis itu hatinya lega, Maka ia tertawa dan
kata: "Siauwtocu, harap kau jangan terlalu mengandalkan
kepandaianmu. Aku si tua memang tidak punya guna akan
tetapi tanpa kau menggunai Hong In Pat Jiauw belum tentu
kau dapat merobohkan aku, Disamping itu ilmu silat Tay Seng
Poan-jiak dari Yan san Sin Ni juga bukan sembarang ilmu."
Pemuda itu tertawa. Meski ia kehilangan topengnya, lekas
sekali ia dapat menenangkan diri, ia kata: "Baiklah aku tidak
akan menggunai Hong In Pat Jiauw Kamu sendiri silahkan
kamu menggunai Bu Eng Sin ciang dan Tay Seng Poan-jiak:
Mari kita membedakan ilmu silat Giok ciong To dari ilmu silat
Tionggoan" "Bocah ini terlalu jumawa." kata Yan San Sin Ni di dalam
hati, "Hm" Pit Siauw Hong mengatakan demikian, hatinya sebenarnya
tawar, ialah satu jago bahkan jago tua, tapi sekarang ia roboh
di tangan seorang bocah ia malu sekali. Maka itu ia berdiam,
membiarkan kumisnya disampoki sang angin dingin hingga
tubuhnya mirip sebongkot kayu...
Nio-kiu Ki heran. Ia melihat mata orang pun guram.
Tiba-tiba Siauw Hong menghela napas, lalu ia memutar
tubuhnya, ia seperti mau meninggalkan tempat itu. ia rupanya
berpikir lain, ia malu karena ketajamannya itu yang pasti
dapat dilihat oleh orang yang ia percaya lagi menyembunyikan
diri... "Pit Tan-wat, tunggu dulur kata Yan San Sin Ni- "Dapatkah
kau pergi setelah loni bicara sebentar denganmu" Loni ingin
bicara dari hal rahasia Rimba persilatan-.."
Siauw Hong heran, ia merandek dan memutar tubuhnya, ia
pikir: " Entah rahasia apa yang nikouw tua ini hendak
bicarakan-.." 1238 "Sin-ni," kata Nio-kiu Ki yang mengawasi pendeta wanita
itu, "aku datang ke mari bukan untuk rahasia Rimba
Persilatan, hanya..." Yan San Sin Ni tertawa.
"Loni tahu itu," katanya, "Hal ini tak dapat kau tidak
mendengarnya. Kau tahu, dengan ayahmu besar sangkut
pautnya." ia terus menoleh kepada Pit Siauw Hong untuk
meneruskan- "Pit Tan-wat, kau menjadi orang tertua dari ceng
Shia Pay, pernahkah kau mendengar pesan dari Thian siu
Totiang, Ciangbunjin kamu yang kesembilan belas disaat dia
hendak menutup mata..."
Pit Siauw Hong terperanjat, ia cepat menjawab "Dulu hari
itu, ketika Thian Ko Supe pulang ke gunung, napasnya sudah
tinggal satu kali dengan satu kali, karena ia tidak mendapat
luka apa-apa, ia disangka dapat sakit tua. Benar ketika ia mau
menutup mata, ia meninggalkan empat buah kata-kata tetapi
itu tak ada kepala dan tak buntutnya, hinggap sekarang pun
tak ada yang mengerti maksudnya..."
"Apakah empat buah kata-kata itu?" si bhiksuni tua tanya.
Pit Siauw Hong ingat baik kata-kata itu, ia membacakan:
"Itulah Kang piauw sam ki, Pek in ngo pian, Tot ki tit twi, Kopo
ban lian. Semua orang kita memikirkannya, tidak ada yang
dapat artikan atau menerkanya, Apakah Sin Ni ketahui artinya
itu?" "Kira- kira," sahut si nikouw, mengangguk- "Tanwat sabar,
nanti loni menjelaskannya perlahan-lahan-" ia menoleh kepada
Nlo kiu Ki, ia tersenyum dan kata: "Siauwtocu, pada lima
puluh satu tahun yang lalu ayahmu sudah mengunjungi Siauw
Lim Si menantang mengadu silat dengan ciangbunjin kuil itu,
ia mengatakan bahwa ilmu silat Giok ciong To lebih atas dari
ilmu silat Tionggoan- Atas itu Tiauw Tim Taysu cuma
mengganda tertawa." Sedikit pun dia tidak gusar atau kurang senang. Dia pun
menampik untuk bertanding, Ayahmu tidak mau mengerti, ia
meminta berulang-ulang. Saking terpaksa, Tiauw Tim Tay-su
1239 akhirnya melayani juga. Dia menggunai ilmu silat Sip-pat
Lohan San ciu, dia cuma membela diri. Ia tidak menyerang
pertandingan berjalan selama satu hari dan satu malam, sama
sekali ayahmu tak dapat menang meskipun satu jurus.
Ketika ayahmu turun gunung, ia kata lagi sepuluh tahun ia
bakal datang pula. ia kata ia mau membuktikan bahwa ilmu
silat Haygwa, luar laut, lebih atas daripada ilmu silat
Tionggoan. Atas itu sembari tertawa Tiauw Tim Taysu bilang:
"Ilmu silat itu berasal dari Tionggoan, hanya saking beraneka
ragam dan sulit, selama hidupku tak pernah aku mengerti satu
diantaranya, maka juga partai kami tidak berarti membilang
bahwa kami berada di atasan pelbagai partai lainnya. ilmu silat
dari Giok ciong To memang lihay tetapi kisu juga tak dapat
lolos dari kalangan asal-usulnya yang tetap berasal dari
Tionggoan." Ayahmu tertawa, Dia berlalu dari Siauw Lim Si. sepuluh
tahun kemudian, benar-benar dia datang pula, Dia membilangi
bahwa dia sudah menciptakan semacam ilmu silat baru. Tiauw
Tim Taysu tertawa dan kata: "Ilmu silat itu, biar apa
macamnya, mesti ada salah satu bagiannya yang tak terlatih
sempurna. Demikian dengan ilmu silat Kisu, Kepandaian satu
orang ada batasnya, jikalau kisu tidak percaya dalam seribu
jurus, lolap nanti dapat mencari kelemahan ilmu silat kisu itu"
Ketika itu ayahmu belum berusia empat puluh tahun, Tiauw
Tim Taysu melihat ayahmu galak sekali, bila dia tidak dicegah,
dibelakang hari dia bisa membahayakan Rimba Persilatanmaka
itu dia diberi nasihat."
Nio-kiu Ki mengasih dengar suara "Hm" seraya matanya
melirik ke kedua arah yang-gelap.
Yan San Sin Ni merasa hatinya tak tenang, ia menduga
orang dapat melihat sembunyinya Giok Song dan Wan Lan, ia
mengerutkan alis, Lantas ia melanjuti penuturannya.
"Mereka lantas bertanding pula, Benarlah ayahmu beda
banyak daripada sepuluh tahun yang sudah, Baru tiga jurus, ia
sudah bikin mundur lawannya lima tombak, hingga Tiauw Tim
1240 Taysu terpaksa menggunai kedua ilmu silatnya, Tatmo Sipsam
Si dan Bu Siang Kim-kong ciang, yang menjadi ilmu silat
simpanan- Dengan dua macam ilmu itu ketua Siauw Lim Pay bertahan
sambil meneliti ilmu silat ayahmu, Tiauw Tim Taysu guru luar
biasa, ia berhasil dalam-jurus ke seribu satu, ia telah
menempelkan tangannya di tubuh ayahmu hingga ayahmu
heran dan melengak. Ketika itu Tiauw Tim Taysu kata, "Kisu, benar ilmu silat kau
mahir sekali, hanya kalau itu dikata melebihkan ilmu silat
Tionggoan masih terlalu pagi, Masih belum terlambat untuk
kau datang pula apabila kisu dapat memecahkan jurusku yang
terakhir yaitu Ban Hud Hoa Sin-"
Ayahmu beradat keras, dia kata, "Pasti aku dapat" Tiauw
Tim Taysu tanya, "Kisu
hendak pakai tempo berapa hari?" Ayahmu menjawab, "
Empat puluh tahun jikalau selama itu aku tidak berhasil
memecahkannya, maka aku akau musnahkan sendiri Hong In
Pat Jiauw, tidak aku lancang menuruni kepada siapa juga"
Tiauw Tim Taysu tertawa lebar, ia kata, "Manusia hidup itu
hidup sampiran- Lolap bakal lekas masuk ke dalam peti mana
dapat lolap menanti begitu lama" Tapi baiklah lolap nanti
wariskan kepandaianku ini kepada penggantiku nanti serta
kelima Ciang-ih untuk menantikan kau, Kisu."
Kemudian paling belakang, Tiauw Tim Taysu bilang: "Turut
dugaan lolap Hong In Pat Jiauw itu tak lolos dari asal ilmu silat
Tionggoan, Bukankah kisu memperolehnya karena kisu
mendapatkan suatu kitab silat rahasia, yang kisu lantas
pahamkan hingga mengerti lalu kisu mengubahnya, Benar
bukan?" Ditanya begitu, ayahmu berdiam, selang sekian lama baru
dia menyahuti: "Tak salah. memang itu asalnya ilmu silat
Tionggoan tetapi kamu di Tionggoan tidak ada yang mengerti
maka aku hendak memperkembangkannya dari Giok ciong To.
Dengan ini tidak dapat dibilang aku mencuri."
1241 Tiauw Tim Taysu kata, "Kisu dapat memperbaiki ilmu silat
tua menjadi baru dan sempurna, itulah bagus, lolap
mengagumi kanakan tetapi Hong In Pat Jiauw itu telengas." ia
kata, "Hingga lolap minta kisu menepati janjimu, jangan kau


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mewariskan itu kepada orang lain-"
Habis berkata, Sin Ni mengawasi Nio-kiu Ki.
Nampak Nio-kiu Ki heran, dia terkejut. Hanya sebentar,
matanya bersinar, terus dia tertawa dan berkata nyaring,
"Ayahku telah berhasil mencari daya untuk memecahkan ilmu
cian Hud Hoa Sin dari Siauw Lim Pay itu, hanya selama yang
belakangan ini, hati ayah sudah jadi tawar, minatnya berdiam
di tempat sunyi, hingga tak suka ia kembali ke Tionggoan.
Ayah pun tidak mewariskan Hong In Pat Jiauw kepada lain
orang kecuali kepadaku. Kita ayah dan anak, kita bukan orang
luar. Laginya itulah urusan abahku, urusan itu tak dapat
dihubungi dengan urusan aku pribadi."
Jilid 21 : Kekasih yang dirindukan datang
SELAGI berkata itu, kembali dia memandang ke tempat
jauh, dia seperti melihat sesuatu, Matanya bersinar tajam.
Ketika itu selagi api memain, mega pun semakin tebal.
Sudah mendekati tengah malam, hawa dingin sekali, Angin
tetap bertiup santer. hingga kumisnya Pit Siauw Hong
berkibar-kibar. Jago ceng Shia Pay ini berdiri diam saja, tetapi
hatinya berpikir: "Mungkinkah kata-katanya bhiksuni tua ini ada
hubungannya dengan ceng Shia Pay?" Maka ia jadi berpikir
keras. Selagi begitu sekonyong-konyong tubuh Nio-kiu Ki
mencelat, berlompat ke arah belakang cian Siong Gay hingga
lantas saja dia menghilang di tempat yang gelap.
1242 Yan San Sin Ni terperanjat dia lantas memutar tubuh ke
kiri, untuk menyerang dengan pukulan Tay Seng Poun Jiak
ialah "Prajna" atau "Kebijaksanaan Mahayana."
Berbareng dengaNitu di sana terdengar bentakan: "Kau
kembalilah, cian Siong Gay bukan tempat dimana kau boleh
main banyak tingkah"
Berbareng dengaNitu pula tubuh Nio-kiu Ki tertampak
mental balik, wajahnya menyatakan dia sangat mendongkol
dan gusar. Yan San sin Ni mendengar nyata suara itu, ia mengenali
suaranya Tiat ci Pipe Yu Su Hong, ia heranBu Eng Sin ciang Pit Siauw Hong pun heran sekali.
Menyusul bentakaNitu muncullah orangnya yang berlompat
ke luar dari tempat gelap. Dia benar-benar Yu Su Koh, yang
tangannya memegangi pipe besinya, Dengan mata tajam,
nyonya itu mengawasi mayat bergelimpangan dari Koat chong
Sam Lo, agaknya dia gusar sekali sebab matanya bagaikan api
menyala marong. Nio-kiu Ki mengawasi Yan San Sin Ni, sekarang sikapnya
menghormat ia kata halus: "Boanpwe telah bertahun-tahun
saling menyinta dengan Leng Giok Song murid locianpwe itu,
sekarang boanpwe ingin mengajak dia pergi ke Giok Ciong To
untuk menemui ayahku, boanpwe minta locianpwe sudi
memberi perkenanmu."
Yan San Sin Ni ketahui urusan si pemuda ini mencintai Giok
Song, bahkan dia tergila-gila sendiri, Giok Song sendiri tidak
menyukai si anak muda, sedang disamping itu si nona sudah
bertunangan- Kepada gurunya Giok song sudah omong terus terang dan
meminta perlindungan sin Ni merasa sulit. Kalau ia menolak, ia
kuatir Nio-kiu Ki menjadi gusar, itulah berbahaya, terutama
untuk Rimba persilatan TionggoanMaka itu untuk sementara guru ini menganjuri muridnya
menyambut baik tuan muda dari Giok ciong To itu, untuk
1243 memperpanjang waktu, guna melihat perkembangan terlebih
jauh, supaya Nio-kiu Ki tahu diri dan nanti mundur teratur.
Siapa tahu Nio-kiu Ki tetap tergila-gila hingga dia berani
mendatangi gunung Bu Leng San. Maka itu mendengar
permintaan anak muda itu, si bhiksu-ni menjadi sulit sekali.
Yu Su Hong mendengar permintaan itu, dia tertawa dingin
dan kata: "Puteri harimau mana tepat dipasangi dengan anak
anjing?" Mukanya si anak muda menjadi merah padam, sambil
tertawa dingin tangan kanannya menyamber ke arah si
nyonya tua, yang hendak dicekuk untuk dipencet nadinya.
Pit Siauw Hong terkejut, ia kenali tipu silat yang tadi dipakai
membikin ia mati daya. Selagi Nio-kiu Ki menyerang itu, untuk menangkap tangan
si nyonya tua, dari lain arah dari tempat gelap ada benda
putih yang melayang memapaki lima jari tangannya itu,
hingga benda itu kena terjambak. ia menjadi kaget, apa pula
benda itu ialah topengnya tadi yang terbuka dan terbang
dibawa angin, ia jadi gusar sekali.
"Siapa di sana?" ia membentak "Bagaimana kau berani
main" gila di hadapan Nio-kiu Ki" Kenapa kau tak mau
perlihatkan dirimu?"
Diantara suara angin terdengar tertawa dingin dan jawaban
ini, "Anak muda tidak tahu selatan coba bukan aku lagi
mempunyai urusan, pastilah aku sudah patah kan sebelah
tangan dan sebelah kakimu. Baiklah aku pesan kata-kata
kepada ayahmu bahwa Hong In Pat Jiauw bukannya ilmu silat
yang berarti. Lagi sepuluh tahun, aku nanti kirim muridku ke
Giok ciong To untuk mencoba ilmu silat kau itu. Aku sudah
bicara, maka lekas kau angkat kaki dari cian Siong gay ini"
Mendengar suara itu Yu Su Hong memperlihatkan air muka
girang. Yan San Sin Ni melihat roman orang itu, maka ia
menduga pelayannya ini pastilah ada hubungannya dengan
1244 orang di tempat gelap itu, bahkan mungkin orang itulah yang
menolongnya dari ancaman maut.
Nio-kiu Ki mengasih lihat roman gusar dan bengis, belum
berhenti suara orang, ia sudah lompat ke tempat gelap itu,
Untuk itu ia mesti lewat di sampingnya Yu Su Koh, Nyo-nya ini
tertawa dingin, sebelah tangannya diangkat guna menotok iga
orang, di jalan darah thian-ju.
Si anak muda melihat serangan tak disangka-sangka itu, ia
kaget, ia pun kaget untuk jurus itu, yang ia dapatkan lebih
lihay daripada "Hong Jiu Pat Jiauw", Terpaksa ia berkelip
hingga ia batal berlompat terus ke tempat gelap. ia
mengawasi tajam padanyonya tua ini.
Yan San Sin Ni pun heran menyaksikan cara penyerangan
Su Koh. ia tidak dapat mengenali ilmu silat itu. Karena ini, ia
melirik kepada Pit Siauw Hong. juga jago ceng Shia Pay
melongo, Dia merasa lebih heran daripada bhiksuni itu.
Su Koh mengawasi si anak muda, ia tertawa dan kata,
"Tadi kau lancang memasuki kelenting dimana kau
mencelingukan ke empat penjuru, jikalau aku tidak ingat
kepada Nona Leng tidak nanti aku membiarkan kau keluar
pula dengan tubuh utuh. Pula jikalau bukannya am-cu kami
memandang kaulah anak tunggal tocu dari Giok ciong To,
tidak nanti dibiarkan banyak lagak di atas jurang Cian Siong
Gay ini Maka itu sekarang, kau dengarlah nasihat aku si orang
tua, kau matikan hatimu, lantas kau berlalu dari sini."
Parasnya Nio-kiu Ki pucat pasi, pikirannya kacau.
"Sungguh aneh" demikian otaknya bekerja. " Ketika aku
naik ke mari. aku melihat Yu Su Koh lagi dihajar loboh oleh
Koat chong Sam Lo, dia terluka hebat di dalam. Turut pantas
dia mesti segera putus jiwa, Kenapa dia hidup pula dan
menjadi begini kosen" Mestilah dia telah ditolongi orang Kalau
dia begini lihay, kenapa dia kalah melawan Koat chong Sam
Lo?" 1245 Pusing anak muda ini. "Mungkinkah si penolongnya yang mengajari dia ilmu silat
nya ini?" demikian ia berpikir pula, "Tak bisa jadi, "ia
menggoyang-goyang kepalanya, ia mengoceh pula: "Mana
bisa dia belajar begini cepat" Aku diajari Hong im pat Jiauw
sampai dua tahun, baru aku paham betul. Tak mungkin..."
Karena pikirannya ruwet itu, ia berdiri diam saja, matanya
mendelong. Kecuali sang angin, orang terbenam dalam kesunyianYan San Sin Ni memandang Pit Siauw Hong dan Yu Su Koh.
"Mari kita pulang" dia mengajak ia lantas berangkat lebih
dulu, jago ceng Shia Pay mengikut.
Yu Su Koh pun mengundurkan diri, hanya dia menghilang
ke samping. Nio kiu Ki sadar ketika ketiga orang itu sudah lenyap di
tempat gelap. ia membanting kaki, kedua matanya
menyiarkan sinar bengis, Lantas ia kata sengit: "Tak dapat
penasaranku ini dilampiaskan jikalau aku tidak membikin ci ci
Am rata dengan bumi."
"Sudahlah" ia mendengar suara orang sekali lagi suaranya
masih belum berhenti, "Nona Leng toh tidak mencinta kau
sebenarnya dia jemu terhadap mu, dia melayani kau saking
terpaksa, kecewa kau yang tak melihatnya Jikalau aku menjadi
kau aku malu bukan main-pasti ku buang pikiranku yang
bukan-bukan itu. Kenapa kau masih memikir untuk membumi
ratakan Ci Ci Am" Sungguh, belum pernah aku melihat di
kolong langit ini orang semacam kau yang sangat tidak tahu
malu" Seumurnya Nio Kiu Ki belum pernah terhina semacam ini,
ini juga kekuatirannya yang pertama kali, ia pun bingung
sebab ia tidak tahu dari mana datangnya suara orang yang
tidak dikenal itu, ia mendengarnya suara seperti datang empat
penjuru, ia mencoba menetapkan hati, lalu ia tertawa dingin.
1246 "orang semacam kau, tuan, yang main sembunyi saja, yang
takut melihat orang, barulah orang sangat tidak tahu malur
katanya. Perkataan itu tajam tetapi tidak memperoleh
jawaban. Akhirnya jago muda Giok Ciong To itu habis daya, ia
berlompat menghilang... Dengan berlalu nya si anak muda, bersihlah Cian Siong Gay
dari manusia, Tapi tak lama, muncullah seorang yang menjadi
pengganti mereka itu. Dia ini mengenakan pakaian hitam.
Paling dulu dia mengawasi mayatnya ketiga jago dari Koat
Chong, dia menghela napas.
Lantas dia bekerja menutupi mayat-mayat itu dengan salju,
Untuk itu ia membuat dulu sebuah lubang besar. Setelah itu
dia menghilang ke arah ke mana perginya Nio kiu Ki.
Jago muda dari Giok Ciong To menuju ke kelenting Ci Ci
Am, Dia penasaran, dia mau menemui Leng Giok Song, ia
tidak percaya Nona Leng tidak mencintai dianya, sedikitnya dia
ingin bertemu lagi satu kali.
Selagi berjalan itu, hatinya panas, dadanya bergolak. Dia
membenci sangat orang yang bersembunyi itu. Kalau dapat,
dia ingin mencincangnya. Dia pun menyesal. Tadi, tengah Yu
Su Koh dibikin terpental musuhnya, dia mendengar dua jeritan
yang berbareng. Dia menduga kepada Giok Song dan adik
seperguruan si nona. Kalau dia tidak usil, hanya segera dia memburu ke arah
suara jeritan itu, mungkin dia dapat menemui si nona untuk
dibawa lari pulang ke pulaunya. Secara paksa begitu akan
membikin Yan San Sin Ni tidak berdaya.
Apa mau dia melayani dulu Koat chong Sam Lo. sekarang
dia menyesal sesudah kasip.
Ketika itu di kamar paling belakang dari kelenteng ci ci Am,
Yu Su Hong duduk berkumpul bersama Giok Song dan Wan
1247 Lan- Nona Leng berpakaian serba putih tampak sekali
kecantikan dan kehalusan dirinya.
Gerak-geriknya pun lembut, Dia dapat tertawa manis. Tidak
heran Nio-kiu Ki tergila-gila kepadanya.
"Su Koh." Wan Lan tanya, "kau-terluka parah di tangan
Koat chong Sam Lo, siapakah sudah tolongi kau" Kau belum
mau memberi keterangan kepada kami. Buat apa kau
menahan harga" Kau membikin orang mendongkol saja."
Ia benar-benar mencibirkan mulutnya.
Nyonya tua itu mengawasi dengan sinar matanya yang
mengandung arti, ia bersenyum.
"Sebenarnya dia siapa, aku si perempuan tua tidak
mendapat tahu," dia menjawab, "Aku cuma melihat seorang
dengan pakaian serba hitam, yang dadanya lebar dan
pinggangnya langsing, tubuhnya tinggi. Aku percaya dialah
seorang muda yang tampan."
"Heran- kata si nona, " Wajah orang kau tak lihat,
bagaimana kau bilang dia seorang muda yang tampan?"
Nyonya tua itu tertawa. "Aku si orang tua sudah kenyang merantau," dia berkata,
"aku telah melihat banyak orang, hingga aku dapat menduga
orang tampan atau jelek dengan melihat potongan tubuhnya
saja aku tak akan salah atau sembilan dalam sepuluh"
"Sungguh tak tahu malur kata Nona Ni, "Berani kau
mementang mulut" Su Koh tertawa pula. "Habis dia menyembuhkan lukaku," kata dia tanpa
mempedulikan si nona yang lagi diguyon itu, "dia tanya aku
bahwa aku bermusuh dengan siapa. Dia sebal melihat
lagaknya Nio-kiu Ki. maka dia lantas megajari aku serupa tipu
silat yang aku telah pergunakan itu. Aneh ilmu silat itu, Paling
akhir dia menanyakan satu hal.."
Selagi begitu itu, dia tertawa matanya mengawasi tajam
kepada nona Ni. Dia tertawa dan meneruskan, bertanya:
"Tahukah kau apa yang dia tanyakan..."
1248 "Hm" kata si nona tawar. "Mana aku tahu dia tanya apa ?"
Toh di dalam hatinya ia ragu-ragu. Aneh sikapnya perempuan
tua ini. Mau atau tidak ia akat dalam hati: "mungkinlah dia
yang datang ?" maka ia menjadi bingung, pikirannya menjadi
tidak tenteram... "Pertanyaan paling belakang dari dia itu begini." Kata Su
Koh kemudian- "Dia tanya, apakah nona Lan baik" Tolong
sampaikan hormatku kepadanya" Habis itu dia menghilang di
tempat gelap." Hati si nona memukul. "Sebenarnya siapa dia ?" ia tanya. "Mustahil kau tidak
melihat nyata padanya, sedang kau berdiri dekat sekali
dengannya." Yu Su Koh mementil pipenya.
"Trang Traang Trang" terdengar suaranya. Ia menggeleng
kepala. "Kau maafkan aku si nenek-nenek" sahutnya. " Habis
terluka parah mataku masih kabur tak dapat aku melihat


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegas..." Wan Lan mendongkol sehingga ia membanting-banting
kaki. Glok Siong mengawasi ia bersenyum.
Tengah nenek itu berdiam, mendadak di ambang pintu
muncul seorang dengan pakaian putih. Tahu-tahu dia
berkelebat bagaikan bayangan- Mereka terperanjat, lantas
semua mengangkat kepalanya masing-masing.
Itulah Nio Kiu Ki, tuan muda dari Giok Ciong To yang terus
mengawasi nona Leng. Glok Song berdiam, kepalanya tunduk.
Nio-Kiu Ki masih mengawasi tatkala ia mendapatkan tiga
batang jarum menyamber ke arahnya. Ia mendengar suara
anginnya. Ia lantas berkelit, hingga ketiga jarum menghajar
tembok papan di belakangnya, di luar kamar. Ia terus berdiri
diam, matanya dipasang. "Kau masih belum mau pergi" Kau
tunggu apa di sini?" Yu Su koh menegur bengis. Anak muda
itu bersikap dingin. 1249 "Aku hendak bicara dengan Nona Leng " katanya tawar.
"Aku cuma mau menanya sepatah kata. Perlu apa kau
membuka mulutmu yang...."
Ia hendak menyebut "mulut yang tak ada giginya"
mendadak ia membatalkannya, Muka-menjadi pucat seperti ia
tiba-tiba dipagut ular. Gesit luar biasa tubuhnya lompat
menghilang. Selagi Nio-kiu Ki muncul, Ni Wan Lan telah memegang
pedangnya untuk dihunus, ia mau lompat menerjang anak
muda itu, Tapi ia dicegah Giok Song, yang menariknya,
Sekarang melihat orang berlalu, benar-benar ia lompat
menyusul. Sampai di luar ia tidak melihat siapa juga. ia berdiri
diam sebentar, baru ia kembali ke dalam.
Ketika itu Yu Su Hong dan Leng Giok Song bicara kasakkusuk.
melihat Nona Ni kembali mereka lantas berdiam. Tapi
Wan Lan dapat melihat gerak-gerik mereka, ia heran, ia
menjadi curiga. "Bilanglah, siapa itu si baju hitam?" kemudian ia tanya Su
Koh, ia lompat kepada si nyonya yang merangkulnya,
"Bilanglah" ia mendesak.
Su Koh tengah kewalahan waktu Yan San Sin Ni terlihat
masuk. Wan Lan lantas berdiri diam.
"Anak Lan, pergi kau ke depan," kata guru itu: "Kau antar
Pit Locianpwe ke kamar timur untuk dia beristirahat."
Guru ini mengerutkan kening.
Nona Ni berlalu, meskipun hatinya tak puas. "Suhu" Giok
Song menyapa, perlahan-Guru itu bersenyum.
"Anak Song, kali ini kau berbuat baik-baik sekali," katanya,
Jikalau bukannya kau, tidak nanti itu anak celaka datang ke
mari. dan tanpa datangnya dia, gurumu tidak berdaya
mendapatkan perdamaian dengan Pit Locianpwe.. Terus ia
menoleh pada Su Hong, mengawasi dengan tatapan mata
ragu-ragu. 1250 "Am-cu," kata si nyonya tua yang terus menjelaskan
pengalamannya tadi, ia bicara dengan perlahan. Bhiksuni itu
mengangguk. "Syukurlah asal si Lan - mendapat kepastian untuk
hidupnya di belakang hari," ia kata. "Pergilah kau bicara
dengan anak itu" Tidak lama, Wan Lan sudah kembali.
Yan San Sin Ni mengawasi muridnya, tanpa membilang apa
apa, ia mengundurkan diri, Yu Su Koh mengawasi orang dan
tertawa, "Nona Lan, mari aku si orang tua bicara dengan kau"
katanya, "Engko In-mu yang kau mimpikan selalu itu sudah
datang. Aku si orang tua justru ditolongi oleh dianya sekarang
kau sudah mengerti bukan?"
Hati Wan Lan tergerak. Sejenak itu ia merasakan manis dan
getir berbareng, ia girang berbareng mendongkol. Karena itu
untuk sementara pikirannya menjadi kacau. Ia berdiri
menjublak saja. Melihat si nona Su Koh berduka, "Nona Lan, baiklah kau
dengar perkataanku si orang tua," ia berkata kemudian- "Kau
sangat cerdas tetapi cacadmu ialah kenakalanmu. Tentang
asmara aku si orang tua mirip dengan ahli. Aku pernah
merasainya. Pemudi ada sifatnya masing-masing. Pria itu
menghendaki kehalusan budi pihak sana, maka pihak sana
haruslah menjadi seperti anak burung yang manis. Kau
sebaliknya, kau terlalu tangkas kalau bicara, kau tidak suka
memberikan ketika kepada lain orang, Sifat itu cuma membikin
jeri pihak sana, lihatlah Giok Song yang dijuluki Kong
Han Sian-cu, si dewi dari kahyangan- Kau sebaliknya, kau
dinamai Losat Giokli, si raksasa, Mengenai ini, kau tahulah
sekarang..." Wan Lan sangat berduka, ia menangis sesenggukan
"Jangan kau menangis," Su Koh menghibur "Sekarang ini
tentulah engko In-mu itu lagi bertempur mati-matian dengan
1251 Nio-kiu Ki di atas cian Siong Gay, jikalau kau tidak lekas
menyusul ke sana, mungkin kau kasip."
"Ya, pergilah lekas" Giok Song pun menganjuri.
Tanpa berkata apa-apa, Wan Lan lari ke luar, terus
kejurang cian siong Gay. Tiba di sana, ia tidak melihat apaapa.
Sang malam gelap. Tengah ia berdiam, ia mendengar
suara belasan tombak jauhnya, itulah suara yang ia kenal baik
sekali. "Nio-kiu, ini kali ini aku suka memberi ampun padamu"
demikian suara itu, "Aku menyayangi kau karena cintamu
yang buta, karena kau belum pernah melakukan kejahatan
yang melewati batas, Tapi ingat, jikalau kau datang pula ke
Tionggoan, sedikitnya aku akan mengutungi kedua kakimu."
"Baik" terdengar suaranya Nio kiu Ki keras. "Jikalau dalam
tempo sepuluh tahun aku tidak dapat membalas sakit hati ini,
aku sumpah tak mau menjadi orang"
Habis itu sunyilah jurang itu, Dengan menurut arah suara,
Wan Lan pergi berlari, ia merasa sangat berduka, hingga ia
menangis. "Engko In" ia memanggil, masih terisak. kakinya lari terus.
Tiba-tiba ia merasa sebuah tangan yang kuat menyambar
lengan kanannya, ia lantas ditarik. Dilain detik ia telah berada
di dalam rangkulan orang laki-laki..."
Dalam gelap itu sukar orang melihat tegas satu pada lainWan Lan mengangkat kepalannya untuk menatap. Ia tidak
dapat melihat mata, cuma rasanya ia mengenali potongannya
In Gak. Untuk sejenak ia bersangsi. "Engko In..." katanya
perlahan, "Benarkah kau?"
Dari pihak sana terdengar helahan napas perlahan, lalu
kata kata ini, perlahan juga:
"Nona Lan, apakah kebijaksanaanku Cia In Gak hingga kau
begini tergila-gila kepadaku?"
Wan Lan menatap terus segera juga ia melihat nyata In
Gak berpakaian serba hitam.
1252 Pakaiannya model pakaian pelajar dan wajahnya menunjuki
ialah seorang berusia empat puluh lebih. Di tangannya
terpegang sepotong kemala yang tertaburkan mutiara, justru
itulah benda yang mendatangkan sinar terang hingga ia dapat
melihat tegas. In Gak mengawasi si nona, demikian Wan Lan
merasa dari tatapan orang. Dia bersenyum.
Segera setelah itu tangannya ditarik. dituntun berjalanDisitu juga ia memasuki sebuah gua yang cukup lebar untuk
empat lima orang berduduk. Di situlah mereka berdiam dan si
anak muda menyingkirkan topengnya, hingga nampak
wajahnya yang tampan- Bukan main girangnya Wan Lan, sampai ia bingung saking
tersengsam, ia berdiam ia membuat main rambutnya sendiri
kemudian ia sesapkan kepalanya didada orang, masih ia
bungkam saja. In Gak pun berdiam, ia membiarkan orang menaruh kepala
di dadanya itu. Salju berterbangan hawa dingin, Tapi di dalam gua itu,
muda-mudi itu merasakan hangat di tubuh dan di hati, Sebab
di situ dua hati bertemu setelah mereka berpisah sekian lama.
Mulanya yang satu mau menyingkir, yang lain mengejar terus.
Tangan Wan Lan membuat main topeng kulit dari pemuda
yang ia puja itu, Ketika masih saja orang berdiam ia
mengangkat mukanya, untuk menatap. In Gak mengawasi
tajam ke luar gua. ia seperti lagi memikirkan sesuatu. In Gak
seperti baru sadar, ia tertawa.
Sekarang barulah mereka membuka mulut akan saling
bertanya, buat saling menutur tentang pelbagai pengalaman
mereka sebegitu jauh. Banyak mereka bicara. Kadang kadang
itu disela dengan gelak tawa mereka, ada kalanya mereka
terharu juga... "Masih banyak yang aku mesti bereskan, adik Lan,"
kemudian si pemuda kata. "Kau baiklah tunggu di sini, Nanti di
1253 musim semi, selagi bunga pada mekar, aku akan datang ke
mari." Wan Lan tertawa. "Apakah kau tidak mau menemui guruku?" tanyanya. In
Gak menggeleng kepala. "Tidak dapat aku pergi ke sana." katanya perlahan, "Di
sana ada Pit Siauw Hong. sebagai ketua ceng Shia San, dia
roboh di tangannya Nio-kiu Ki, bagaimana dia tidak malu"
jikalau dia ketahui aku menyaksikan peristiwa tadi, pasti dia
sangat berduka dan malu sekali. Tadi pun aku melihat dia
berduka luar biasa, kalau tidak gurumu memanggil dan
mengajaknya, mungkin dia buang diri ke dalam jurang." ia
berdiam sebentar, lalu ia menambahkan:
"Nio-kiu Ki memang lihay sekali, tanpa aku menggunai tipu
tidak nanti dia terkalahkan- Aku berhasil menotok jalan darahnya. jalan
darah ceng cok. tapi aku juga kena terhajar sekali dengan
tangannya." Nona Lan terkejut. "Kau... kau tidak kenapa-napa?" dia
tanya cepat, hatinya berdebar.
In Gak terharu melihat orang begitu memperhatikan
padanya, ia bersenyum, kepalanya digoyang.
"Tidak apa apa," ia menyahut "Kau tahu Hong In Pat Jiauw
itu ilmu silat partai mana?"
Wan Lan menggeleng kepala, ia mengasi.
"Aku tahu." Kata si anak muda. "Sekarang ini Pit siauw
Hong berada di dalam kelentingmu, pasti pikirannya lagi
bekerja memikirkan ilmu silatnya pulau Giok ciong To itu.
Sebenarnya ilmu silat itu ilmu silat ceng Shia-pay sendiri.
Pelajaran itu didapatkan dari sebuah kitab ilmu silat ceng Shiapay
juga. Kitab itu ialah kitab yang dianggapnya tidak berguna, yang
dibiarkan saja di Lauwteng cheng Leng Koan Kok di gunung
cheng Shia-san. Karenanya, kitab itu menjadi seperti sarang
1254 laba-laba, maka datanglah suatu hari yang Nio Kiu kisu datang
ke ceng Shia-san mengunjungi Thian Ko Totiang.
Kebetulan dia dapat lihat kitab itu dalam lauwteng tersebut,
diam-diam dia memperhatikan itu, lalu malamnya dia curi itu.
Kehilangan kitab itu baru diketahui sesudah Nio Kiu Kisu pergi.
Mulanya Thian Ko Totiang tidak menghiraukan itu, baru
belakangan ia menjadi heran, sebab apa Nio Kiu Kisu
menyukai kitab itu, yang bernama Hong In cin Keng. Karena
itu ia turun gunung, ia pergi ke Giok ciong To. Nio Kiu Kisu
tidak mau menemui tetamu nya ini, ia menyingkir dengan
alasan bikinan bahwa ia tengah pesiar. Maka itu Thian Ko
Totiang pulang dengan kecele. Tiga tahun selewatnya itu
barulah Thian Ko Totiang mendapat tahu kitab itu kitab
penting. Kebetulan ia membaca tulisan ketuanya yang keenam
belas, di situ ada ditulis halnya kitab itu memuat ilmu silat
yang sulit di-pelajarinya. Ketua itu bilang dia sendiri tak dapat
memahamkannya, maka ia pesan untuk orang-orang partai
mencoba menyelidikinya. Kitabnya ilmu silat itu dapat
membikin makmur partai mereka. Setelah sadar itu, Thian Ko
pergi pula ke Giok Ciong To.
Kali ini Nio-kiu Kisu suka menemui tetamunya, Thian Ko
tanya apa benar Nio Kiu Kisu mengambil kitabnya. Nio-kiu Kisu
menjawab membenarkan, malah sambil tertawa dia kata:
Tlong in ciu Keng merupakan kitab dari ilmu silat yang luar
biasa, maka sayanglah itu disa-sia Kau membuang, aku
mengambil, kenapa tidak boleh?"
Muka Thian Ko Totiang menjadi membiru, ia lantas minta
pulang kitabnya itu. Nio-kiu Kisu menolak. Mereka tak dapat
kecocokan- kejadiannya mereka bertempur, Thian Ko Totiang
kena dikalahkan, delapan kali ia kena cengkraman Hong In Pat
Jiauw, itulah pukulan yang membikin napas sesak.
Dengan menguati hati, Thian Ko Totiang lari pulang, ia
mesti melakukan perjalanan selaksa li, ketika akhirnya ia
sampai di ceng Shia San, napasnya sudah empas-empis.
sebenarnya ia mau menuturkan halnya kitab ilmu silat
1255 partainya itu, tapi napasnya sudah pendek. baru ia dapat
menyebut enam belas huruf itu, ia lantas menutup mata.. "
"Engko In, bagaimana kau ketahui ini begini jelas?" tanya
Wan Lan heran- "Tadi Pit siauw Hong memasang omong dengan gurumu di
hud-tong, aku mendengar itu." sahut si anak muda.
"Kenapa guruku ketahui hal lenyapnya kitab itu di tangan
Thian Ko Totiang" "Mengenai itu, aku tidak tahu. Kalau dugaanku tidak keliru,
tempo Thian Ko Totiang lari pulang dengan lukanya itu,
mungkin di tengah jalaNia bertemu gurumu dan ia lantas
ditolongi. Memang sulit untuk ia pulang dalam keadaan luka
parah itu. Rupanya ia telah menutur jelas segala apa kepada
gurumu itu." Wan Lan mengangguk. Keterangan itu beralasan
Sampai disitu mereka lantas bicara dari hal lain sampai
sang pagi datang dan cuaca terang In Gak menyimpan mutiara mustikanya.
Tiba-tiba ada angin bertiup masuk, begitu dingin, hingga si
nona menggigil. "Dingin." katanya.
Ketika itu salju sudah berhenti turun tetapi angin masih
bertiup terus. Di luar gua, segala apa tampak putih mulus.
Tengah mereka berdiam di mulut gua, mata mereka melihat


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

empat orang berlari naik ke atas jurang, gerakannya sangat
gesit, lompatnya tinggi. "Kenapa diwaktu begini ada orang datang ke mari," kata
Nona Ni berbisik, "Kenapa mereka berani lancang memasuki
daerah ini" Nama suhu terkenal sekali, suhu telah memberi
batas lima li di sekitar sini tak dapat siapa pun lancang datang,
orang orang jalan Hitam dan Jalan Putih di enam propinsi
Utara tak ada yang tak ketahui larangan itu. Apakah mereka
ini mau mencari mampus?"
1256 In Gak tidak bilang apa-apa, ia melainkan bersenyum.
Keempat orang itu telah sampai di atas jurang, Terlihat
nyata mereka rata-rata berusia diatas lima puluh tahunMereka itu memandang ke empat penjuru seperti yang lagi
mencari apa-apa. "Ketiga sahabat dari Koat Chong pasti sudah terobohkan
tangan jahatnya si nikouw tua dari Yan San," berkata yang
seorang. "Telah dijanjikan pertemuan di sini diwaktu fajar,
Kenapa mereka tak nampak?"
Orang yang kedua jalan mundar-mandir, ia menendang
nendang salju yang bertumpuk, Mendadak ia membungkuk
seraya berkata nyaring: "Lihat, saudara-saudara apa ini?"
Tiga yang lain berlompat menghampirkan.
"Inilah tiga batang jarum," kata seorang, " Dan es ini ada
tanda darahnya... Pasti tadi malam sudah terjadi pertempuran
yang seru, Ketiga sahabat dari Koat Chong tidak nanti
menghalangi kepercayaannya, maka itu tentulah benar seperti
kata kau saudara Khouw, mereka pasti sudah terkena tangan
jahat." ia lantas memutar tubuh, matanya melihat tajam,
setelah itu ia bertindak ke sebuah pohon cemara tua.
"Dia bermata lihay." puji In Gak dalam hati.
Dengan kedua tangannya, orang itu menghajar tumpukan
salju, ia lakukaNitu beberapa kali, maka dilainsaat, di depan
matanya tampak tiga mayat. ia melongo, demikian pun tiga
kawannya. Mereka tidak mengatakan apa-apa, cuma mereka
saling memandang, lantas semuanya lari turun dari Cian Siong
Gay. "Inilah berbahaya," kata In Gak. "Rupanya mereka mau
pergi ke Ci Ci Am. Adik Lan, lekas kau pulang, untuk
memberikan bantuan- mu"
"Kau sendiri?" Wan Lan tanya sambil mengawasi.
"Aku akan membantu secara menggelap." sahut si pemuda,
" Lekas lah" 1257 Nona Ni mengangguk. ia terus lari pergi, ia mengambil
jalan motong. In Gak mengenakan topengnya, ia laripada ketiga mayat
untuk menguruknya pula, setelah itu ia lari turun, guna
menyusul. Maka terlihatlah ia bagaikan bayangan
berkelebatan menuju ke kelentingnya Yan San Sin Ni.
Wan Lan sampai di kelentingnya, terus mendapatkan Yu Su
Koh dan Leng Giok Song yang masih duduk memasang
omong. Segera ia menuturkan apa yang ia saksikan tadi di
atas jurang dan halnya orang lagi mendatangi kelenteg
mereka. "Hm" kata Su-Koh tak senang, ia berlompat bangun.
Glok Song pun bangun, akan bersama Wan Lan lari ke hud
tong. Belum mereka bertiga memasuki ruang pemujaan, mereka
sudah kaget. Hidung mereka membaui harumnya hio yang
luar biasa, yang membikin tubuh mereka limbung hendak
jatuh. "Celaka" Su Koh berseru, "Lekas tahun napas"
Benarlah, dengan tak bernapas mereka tak merasai
gangguan hio itu. Lantas mereka bertindak masuk, Segera
mereka tercengang. Mereka. melihat Yan san Sin Ni rebah
terkulai di atas tempat duduknya dan Pit Siauw Hong
meringkuk di pojok tembok, semuanya tak bergerak.
"Lihat" Giok Song berseru, tangannya menunjuk kepada
gurunya serta si orang she Pit itu.
Wan Lan dan Su Koh memandang ke arah yang ditunjuk
Nona Leng itu. Mereka melihat dua ekor ular hijau yang kecil,
panjang cuma lima dim, lagi menggigit belakang kepala Sin Ni
dan Siauw Hong, dijalan darah hoa Jiu. Tentu sekali mereka
menjadi sangat kaget. Wan Lan berseru, pedangnya - pedang Hu song Kiam
lantas dipakai menyontek ular hijau di kepala gurunya itu..
1258 Ular itu serta kawannya bermata celi dan gesit sekali
keduanya melepaskan pa g utannyauntuk lompat ke arah
pintu, untuk molos-di sela-selanya dan kabur.
Berbareng dengan itu di luar pintu terdengar tertawa
nyaring dari beberapa orang.
Yu Su Koh gusar bukan main, ia lantas membuka pintu,
untuk lompat ke luar, ia di turut kedua nona.
Di luar itu berdiri di antara salju nampak empat orang, yang
sisa tertawanya masih belum lenyap.
"Bayar jiwanya am-cu ku" Su Koh membentak sambil ia
lompat bersama pipenya untuk menyerang.
Kedua nona yang tidak kurang gusarnya pun lompat maju.
Keempat orang itu tertawa pula,
"Bagus perkataan kau" kata yang satu. "Habis kepada siapa
kami harus menagih jiwanya ketiga sahabat kami dari Koat
Chong?" Lalu bersama ketiga kawannya, ia menghunus
senjatanya buat melakukan perlawananSelagi orang bertempur itu, satu bayangan mencelat masuk
seperti segumpal asap. hingga kedua belah pihak tak ada
yang mendapat lihat. Pertempuran itu hebat sekali, Su Koh bertiga lihay, akan
tetapi pihak sana berempat tak kurang lihaynya. Mereka itu
dapat membikin perlawanan dengan baik. Maka itu terlihat
sering kedua pihak merapat, sering juga mereka
merenggangkan diri. Su Koh menjadi habis sabar.
"Awas" dia berseru seraya mementil tali pipenya hingga
bersuara nyaring, menyusul mana melesatlah jarum
rahasianya Gu-Nio Hui-ciam.
Seorang tua mengasih turun goloknya untuk mengibas
dengan tangan bajunya, maka runtuhlah semua jarum rahasia
itu. Setelah itu dia berseru: "Si nenek sudah mampus, buat
apa kita berdiam lama-lama di sini Baik kasih ampun pada
mereka ini Mari kita pergi"
1259 Orang tua itu berkata seraya berniat memutar tubuhnya.
Ketika kawannya akur, mereka pun bersikap serupa.
Tiba-tiba dari dalam kelenting terlihat dua sosok tubuh
lompat keluar cepatnya bagaikan kilat. Empat orang itu belum
sempat melihat nyata, mereka sudah merasakan tindihan
keras kepada dada mereka, hingga mereka sukar bernapas,
mata mereka menjadi gelap. Mereka merasakan sakit yang
sangat, hingga mereka menjerit tertahan. Menyusul itu tubuh
mereka terpental, terus roboh terbanting, mulut mereka
menyemburkan darah hidup. Di detik itu juga, mereka terbang
melayang. Kapan dua orang dari dalam kelenting itu menaruh kakinya
di tanah, terlihat merekalah Yan San Sin-Nie bersama Bu-Eng
Sin-Ciang Pit Siauw Hong. Sin Nie mengawasi keempat mayat,
ia merangkap kedua tangannya. " Dalam gusar, tecu kembali
telah membuka pantangan membunuh..." katanya perlahanYu Su Koh bertiga tercengang, Luar biasa sekali, Sin Ni dan
sahabatnya itu hidup pula dengan tidak kurang suatu apa.
Wan Lan ingat apa-apa, ia lompat lari masuk ke hud-tong.
Ruang itu kosong. Cuma di atas meja ada selembar kertas
yang tertindih, yang sering terangkat angin, ia samber kertas
itu, yang merupakan surat dengan huruf hurufnya yang indah.
Ia lantas membaca: "Adik Lan, Kalau nanti bunga-bunga mekar di dalam musim semi yang
hangat, itu waktu kita nanti bertemu pula, Sekarang aku pergi
dulu, Dari: In". Surat itu masih belum kering, suatu tanda baru saja habis
ditulis. Matanya Wan Lan merah. Air matanya mengembeng,
ia merasa kesepian-.. Surat itu terlepas, terbang dibawa
angin-.. xxx 1260 BAB 25 DI GUNUNG Tiang Pek San, salju berterbangan
dipermainkan angin yang santer. Semua pohon Nampak putih,
Dengan begitu, kampung Hoan Pek sanchung pun tak menjadi
kecuali seluruhnya tertutup benda putih yang dingiNitu. Untuk
penghuni sanchung itu masih ada gangguan lainnya.
Losancu Kang Thian Tan nampak sangat berduka, hingga
alisnya seperti saling susun, Kesulitan membikin orang tua itu
Pedang Angin Berbisik 1 Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Istana Yang Suram 12

Cari Blog Ini