Ceritasilat Novel Online

Naga Sasra Dan Sabuk Inten 42

Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja Bagian 42


mengantarkan. Namun mereka terkejut ketika Baginda
berkata, "Aku datang sendiri. Aku kembali sendiri."
Penjaga menjadi heran. Tidak menjadi kebiasaan Sultan
berbuat demikian. Tetapi tak seorang pun berani bertanya.
Dan mata mereka dipenuhi beribu-ribu pertanyaan
mengiringi Baginda lenyap dalam bayang-bayang pohon
Sawo Kecik. Sepeninggal Baginda, beberapa orang saling berbisik
diantaranya. "Aneh," berkata salah seorang dari mereka,
"kenapa baginda memanggil Prabasemi dimalam hari
begini?" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Yang lain menggeleng, "memang aneh."
Hanya tiba-tiba saja seseorang berkata, "Tadi aku
melihat Karebet masuk istana, katanya kaki baginda
terkilir." "Lalu sekarang Prabasemi dipanggil oleh baginda," sahut
yang lain, "kenapa bukan Karebet yang harus memanggilnya" bukankah ia prajurit Wira Tamtama?"
Kawannya hanya dapat mengangkat bahunya sambil
berkata, "entahlah. Ada sesuatu yang kurang wajar terjadi."
"Apa?" bertanya yang lain
Orang itu menggeleng. Katanya, "kalau aku mengetahuinya kau pasti mengetahuinya juga."
Mereka itu pun kemudian terdiam. Masing-masing
berjalan kembali masuk ke gardu peronda. Baru saja
mereka duduk, seperti orang tersengat lebah, Nara
Manggala yang tertua berteriak, "He, bodoh kalian. Kenapa
kalian tidak berangkat memanggil Prabasemi?"
"Oh," sahut yang lain, " hampir aku lupa kepada perintah
itu." Kemudian dengan tergesa-gesa dua orang Nara
Manggala segera bersiap untuk berangkat menjemput
Prabasemi. Mereka segera memperbaiki pakaian mereka,
melengkapi tanda keprajurutan. Dengan pedang dilambung
masing-masing berdua segera pergi menjemput Tumenggung Prabasemi. Meskipun kemudian tak seorang pun yang bercakapcakap, namun sebenarnya mereka saling bertanya di dalam
hati, apakah yang sebenarnya terjadi"
----------0dwkzOarema0---------SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
II Dari Gardu Penjaga, Baginda langsung masuk kedalam
biliknya dimana Permaisuri dan dua orang emban sedang
menunggu. Ketika permaisuri melihat kedatangan Baginda,
maka terdengar sebuah tarikan napas panjang.
"Nah," berkata Baginda, "bukankah aku masih utuh","
Sekali lagi Permaisuri menarik napas. Katanya, "Hamba
menjadi gelisah." Baginda kemudian memandangi kedua emban yang
duduk bersimpuh sambil menundukkan wajahnya dalamdalam. Sesaat kemudian berkatalah baginda "Kembalilah ke
bilikmu masing masing emban."
Kedua emban itu terkejut. Dan bersamaan mereka
menyembah sambil membungukkan badan mereka, "Hamba
Baginda." "Tetapi, ingat," berkata baginda pula, "apabila seseorang
mendengar tentang puteri itu, kau berdualah yang akan aku
pancung di alun-alun."
Kedua emban menjadi pucat. Dengan gemetar, sekali
lagi mereka menyembah dengan takjimnya.
"Nah tinggalkan bilik ini."
Keduanya tidak menjawab. Namun setelah sekali lagi
mereka menyembah, maka segera mereka meninggalkan
bilik itu. "Alangkah malangnya nasibku," kata emban Permaisuri,
"Kalau aku tadi tidak berjumpa dengan kau, maka aku tidak
akan mengalami bencana ini. Coba, apabila laki-laki itu atau
Putri sendiri yang berceritera tentang peristiwa itu, maka
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
apabila ada orang lain yang mendengarnya, kamilah yang
akan dipancung. Hi, mengerikan."
Emban yang lain tidak menjawab. Terbesit pula
penyesalan didalam dirinya. Tetapi apabila dibayangkannya
rumah yang megah dari Tumenggung Prabasemi serta
segala macam penghormatan yang akan didapatnya, maka
emban itu sersenyum didalam hati. Putri itu pasti akan
mendapat hukumannya. Setidak-tidaknya akan mengalami
pingitan yang lebih ketat. Sehingga dengan demikian, maka
Prabasemi itu pasti akan melupakannya.
Demikian kedua emban itu meninggalkan bilik Baginda,
maka segera Baginda mengatakan apa yang telah
dialaminya serta apa yang telah terjadi.
Ketika Permaisuri mendengar, bahwa berita yang dibawa
oleh emban itu benar-benar terjadi, maka dengan serta
merta, pecahlah tangisnya. Alangkah hinanya. Apabila Putri
itu adalah putri seorang raja yang namanya ditakuti oleh
lawan dan disegani oleh kawan. Tetapi putrinya sendiri,
sama sekali telah mengabaikannya.
"Kenapa hal ini terjadi, Baginda?" bertanya Permaisuri.
"Padahal menurut hemat hamba, maka tidak kuranglah cara
hamba untuk menjadikannya seorang putri yang berbudi.
Justru dalam masa pingitan, serta masa-masa perkembangan jasmaniah dan rohaniah, bencana itu
terjadi." Baginda tidak menjawab. Bahkan wajahnya ditundukkannya, seakan-akan sedang menghitung jari-jari
kakinya. Sebagai seorang ayah, maka hampir-hampir
Baginda tak dapat menahan kemarahannya terhadap
Karebet. Tetapi, sebagai seorang Senapati Perang, maka
Baginda dapat melihat kekuatan yang tersembunyi di dalam
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
tubuh Karebet yang telah berani melangkahi pagar kaputren
itu. Bahkan sebagai seorang raja, Baginda melihat masa
depan dari kerajaannya, Demak, yang sampai kini masih
belum diketemukannya seorang sakti yang mempunyai
kemungkinan yang tak terbatas dimasa depannya. Pernah
juga Baginda mendengar nama-nama, diantaranya Mahesa
Jenar yang bergelar Rangga Tohjaya. Namun orang itu
telah lama membuang diri dalam satu pengabdian yang
luhur. Berusaha menemukan pusaka-pusaka Keraton yang
lolos dari perbendaharaan Istana.
"Tetapi orang itu sama sekali bukan keluarga istana,"
desis Baginda didalam hatinya.
"Ah!" Tiba-tiba Baginda terkejut sendiri oleh anganangannya. Kemudian katanya di dalam hati, "Apakah
Karebet itu juga keluarga istana?"
Baginda tiba-tiba menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sesuatu bergolak di dalam dadanya. Dicobanya berkali-kali
untuk mengusir perasaan yang mengetuk-ngetuk jantungnya. Karebet itu adalah anak yang diketemukan di
pinggir jalan. Tidak lebih. Bukan kadang, bukan sentana.
"Tetapi ia putra Ki Kebo Kenanga." Kembali terdengar
kata-kata jauh di dasar hatinya. "Kebo Kenanga adalah
putra Pangeran Handayaningrat. Apakah dengan demikian
tidak ada saluran darah Majapahit di dalam tubuhnya?"
"Hem." Baginda menarik nafas dalam-dalam. Ketika
Baginda itu berpaling, dilihatnya Permaisuri masih menyeka
kedua belah matanya yang basah.
"Sudahlah," hibur Baginda, "Aku akan mencoba mencari
cara sebaik-baiknya untuk menolong keadaan."
"Apakah cara itu?" tanya Permaisuri.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Aku belum tahu," sahut Baginda, "Tetapi mula-mula
adalah menutup setiap kemungkinan, Putrimu itu dapat
bertemu dengan Karebet."
Permaisuri menganggukkan kepalanya. "Besok, Putriku
akan aku bawa masuk ke dalam bilikku. Biarlah ia
mengalami pingitan yang lebih seksama."
"Aku sependapat," sahut Baginda, "Dan biarlah anak
muda yang bernama Karebet itu aku singkirkan pula dari
Demak." "Akan diapakankah?"
"Biarlah anak itu aku ambil dari Prabasemi, dan aku
serahkan kepada Palindih di Bergota."
"Hanya itu?" Baginda terdiam. Disadarinya, bahwa Pemaisuri itu
benar-benar merasa terhina. Namun Baginda tidak akan
dapat mengatakan alasan-alasan yang dapat dimengerti
oleh Permaisuri secara keseluruhan. Sebab Permaisuri tidak
merasakan kedahsyatan ajian anak muda itu, tidak
merasakan bahwa di dalam diri anak itu tersimpan Aji
Lembu Sekilan dan dari matanya memancarkan cahaya biru
kehijauan seperti mata seekor harimau yang garang di
malam hari. Permaisuri tidak dapat mengerti bahwa Demak
memerlukan orang yang demikian itu. Orang yang
mempunyai kemungkinan yang tidak terbatas. Meskipun di
seluruh wilayah Demak, banyak terdapat orang-orang sakti,
namun tidak seorang pun dari mereka yang pernah
mempengaruhi perasaan Baginda sebegitu dalam seperti
Karebet, putra Ki Kebo Kenanga.
Sebelum Sultan Trenggana menemukan jawaban atas
pertanyaan Permaisuri itu, maka kembali Permaisuri
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bertanya, "hukuman apa yang akan baginda berikan
terhadap Karebet. Apakah hukuman itu cukup seimbang
dengan kesalahannya"."
Baginda menarik nafas, kemudian jawabnya, "Hukuman
itu adalah hukuman sementara. Mungkin aku akan
membuat pertimbangan lain. Namun hukuman itu harus
sesuai dengan keduanya. Sebab kesalahan itu tidak saja
terletak pada Karebet, tetapi pada Puteri itu juga."
Tiba-tiba Permaisuri mengangkat wajahnya. Sebagai
seorang puteri, terasa kata-kata baginda agak janggal.
Karena itu katanya, "Baginda, apakah yang akan dilakukan
puteri kalau Karebet tidak memulainya" Aku yakin bahwa
anak muda itu memanfaatkan kesempatan. Apabila Baginda
memanggilnya, maka dimanfaatkan kesempatan itu sebaikbaiknya. Puteri adalah anak pingitan. Jarang-jarang ia
melihat anak muda didalam biliknya yang sempit. Maka
ketika dilihatnya Karebet itu maka langsung mempengaruhi
hatinya." Permaisuri itu berhenti sejenak. Ditatapnya wajah
baginda yang tunduk. Kali ini mereka tidak berbicara
sebagai Raja terhadap Permaisuri tetapi sebagai ayah dan
seorang ibu. Seorang ibu yang merasa tersinggung karena
perbuatan seorang anak muda atas puterinya dan seorang
ayah yang melihatnya dari cakupan yang luas. Maka dengan
hati-hati Bgainda berkata, "Tetapi apabila puterimu tidak
memanggapinya, maka tidak terjadi sesuatu diantara
mereka berdua. Setiap hubungan antara anak muda dan
gadis-gadis, pasti dimulai dari kedua ujung hati masingmasing. Apabila tidak, maka hubungan itu tidak akan
terjadi." SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Oh," sahut permaisuri. "Baginda telah berbicara tentang
hati laki-laki, yang melihat perempuan dari sudut seperti
Karebet. Tetapi baginda tidak mau mendalami hati
perempuan. Mungkin puteri mula-mula sama sekali tidak
menanggapi sikap Karebet. tetapi lambat laun, apabila
Karebet mulai menyentuh hatinya, maka hati itu pasti cair.
Mungkin sikap itu mula-mula tidak lebih dari sikap gadis
yang merasa kasihan terhadap seorang anak muda yang
terbakar hatinya. Atau mungkin Karebet sengaja membuat
dirinya seakan-akan tidak mampu hidup tanpa puteri. Atau
apapun yang dilakukannya sebagai suatu cara meruntuhkan
hati seorang gadis. Meratap, mengancam, membangkitkan
cemburu, bermanja-manja atau merayu."
Sekali lagi Baginda menarik nafas. Sekali lagi dicobanya
untuk menjawab, "Kalau gadis itu teguh hati, maka ia akan
tetap dalam pendiriannya."
"Betapapun keras batu karang, namun titik-titik air akan
dapat membuat lubang padanya." Sahut permaisuri.
Kali ini Baginda mengangguk-anggukkan kepalanya.
Belum pernah Permaisuri bersikap keras kepadanya.
Sebagai seorang permaisuri, setiap kali yang dilakukan
adalah menghambakan perintah Baginda. Mendengarkan
kata-kata baginda dengan wajah tunduk, kemudian
tersenyum kalau baginda tersenyum, dan berduka kalau


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baginda berduka. Namun Baginda bukanlah seorang lakilaki berhati batu. Baginda dapat mengetahui sepenuhnya
perasaan Permaisurinya, dan bahkan berterimakasih pula
kepada permaisurinya itu. Namun kali ini Baginda
menjumpai sikap yang jauh berbeda. Permaisuri itu
menjawab kata dengan kata, kalimat dengan kalimat.
Karena itu, maka baginda dapat mengerti, betapa pedih
luka dihari permaisurinya sehingga dilupakannya suba sita.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Meskipun demikian, Baginda masih ingin untuk dapat
menerangkan apakah sebabnya, maka Karebet itu masih
diberinya kesempatan, meskipun dijauhkan dari Demak.
Tetapi tidak saat ini, sebab apabila perempuan itu telah
dikuasai oleh perasaannya, maka setiap pertimbangan akan
tersisihkan. Demikian juga Permaisuri kali ini.
Karena itulah maka dengan tersenyum Baginda berkata,
"Baiklah. Biarlah aku pertimbangkan sekali lagi. Tetapi
janganlah aku yang dipersalahkan."
Kata-kata itu tiba-tiba menyadarkan Permaisuri akan
dirinya. Ia sedang berhadapan dengan seorang raja yang
memiliki segala kekuasaan ditangannya. Tiba-tiba Permaisuri menyembah sambil berkata, "Ampun Baginda.
Aku ternyata telah berpendapat terlalu jauh. Namun aku
hanya sekedar menuangkan perasaan ibu atas bencana
yang menimpa puterinya."
Baginda mengangguk-anggukan kepalanya pula. Jawabnya, "Aku mengerti. Sebab aku bukan saja seorang
Raja, Senapati Perang dan segala macam jabatan
pemerintahan, tetapi aku adalah seorang ayah pula."
Permaisuri itu pun kemudian berdiam diri. Namun di
kedua belah matana masih tampak, betapa ia tidak rela
mengalami peristiwa yang sama sekali tidak didangkasangkanya. Bencana yang menimpa puterinya. Namun kini
segala sesuatu telah diserahkannya kepada Baginda.
Permaisuri itu dapat mengerti kata-kata Baginda, bahwa
Baginda tidak saja seorang Raja tetapi juga seorang ayah,
sekaligus seorang Raja yang harus memandang segala
persoalan dari berbagai segi.
"Kenapa hal ini terjadi dengan Puteriku, puteri Baginda.
Kalau saja itu terjadi atas orang-orang yang tinggal
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dipondokan kecil maka tidaklah banyak persoalan yang
timbul karenanya. Tetapi puteri itu adalah anak seorang
Raja yang akan disoroti oleh setiap mata dari seluruh
negeri." Betapapun Permaisuri masih saja meratap dalam
hatinya. Namun tidak sepatah katapun diucapkannya.
Yang kemudian berkata adalah Baginda, "Marilah, aku
antar kembali ke bilikmu. Aku harus segera ke Kesatrian.
Ambilah puterimu besok pagi, dan biarkan ia tinggal dalam
istana untuk smeentara."
Permaisuri menyembah, kemudian tanpa berkata sepatah
katapun segera mereka meninggalkan bilik Baginda kembali
ke bilik Permaisuri sendiri. Dimuka pintu Permaisuri melihat
emban tadi duduk bersimpuh menungguinya.
"Kau masih disini?" bertanya Permaisuri.
Emban itu menyembah sambil menjawab , "Ampun
Gusti" Permaisuri itu berhenti sejenak. Ditatapnya wajah emban
itu. Katanya, "kenapa kau menangis"."
Emban itu menundukkan wajahnya, "Hamba Takut Gusti"
"Apa yang kau takutkan?"
Emban tidak menjawab. Tetapi sesekali ia menyembah
dan kepalanya semakin tunduk.
"Jangan takut," berkata Permaisyuri, "kau tidak bersalah.
dan kau tidak berbuat apa-apa"
Tetapi emban tidak berani mengangkat wajahnya. Hanya
sekali-kali dipandangnya kaki Baginda dan Permaisuri
berganti ganti. Baginda pun kasihan juga melihat emban
itu. Tetapi baginda tida berkata apapun.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Setelah permaisuri itu masuk kembali ke dalam biliknya,
maka segera Baginda meninggalkan bilik itu. Di muka pintu,
baginda berkata kepada emban yang masih bersimpuh di
situ, "Kawani Gustimu."
"Hamba Baginda," sahut emban itu. Tetapi ia tidak berani
masuk kedalam bilik karena permaisuri tidak memanggilnya.
Karena itu ia masih duduk dimuka pintu. Baru ketika ia
terbatuk karena sedannya, maka terdengar Permaisuri
memanggilnya, "apakah kau masih di muka pintu?"
"Ampun gusti, Baginda memerintahkan hamba untuk
menemani Gusti." "Tidurlah," berkata Permaisyuri itu, "aku ingin tinggal
seorang diri" Barulah emban itu berdiri dan kembali ke biliknya. teapi
begitu ia merebahkan dirinya, ia menangis sejadi-jadinya.
Berkali-kali dirabanya lehernya seolah olah sebuah goresan
telah melukainya. "Kenapa kau"," tanya seorang temannya
Emban itu menggeleng. "Apakah jajar yang berkumis kecil ingkar janji?"
"Ah," desah emban yang sedang menangis itu. Namun
lehernya menjadi semakin pedih dan napasnya sesak.....
Kawan-kawannya kemudian tidak bertanya apapun lagi.
Dibiarkannya ia menangis dan menelungkup. Bahkan
beberapa kawan-kawannya saling berbisik dan tertawa
tertahan-tahan. Mereka menyangka bahwa emban itu
sedang berselisih dengan calon suaminya yang jauh lebih
muda daripadanya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dalam pada itu Baginda telah berjalan menunju ke
Kasatrian. Namun sebelum Baginda sampai, maka Baginda
melihat dua orang Nara Manggala membawa Prabasemi
menunju ke Kasatrian itu pula. Karena itu segera Baginda
berjalan mendahuluinya. Ketika Baginda sampai di pintu samping, dan perlahanlahan membuka pintu itu, alangkah terkejutnya. Baginda
melihat, betapa Karebet dengan tenangnya tidur mendengkur di atas lantai. Sekali lagi Baginda mengelus
dada. Katanya di dalam hati, "Anak itu memang luar biasa.
Apakah ia tidak menyadari bahaya yang dapat menimpa
dirinya setiap saat, atau memang demikian ikhlasnya ia
menjalani setiap persoalan betapapun rumitnya dan bahkan
hidupnya terancam?" Baginda menarik nafas. Kekagumannya kepada Karebet
menjadi semakin bertambah-tambah. Tetapi meskipun
demikian Baginda tidak mau menunjukkan betapa perasaan
Baginda itu mencengkam segala pertimbangannya. Karena
itu, dengan serta merta Baginda menutup dengan kerasnya
daun pintu itu, sehingga berderak-derak keras sekali.
Alangkah terkejutnya Karebet yang sedang tidur nyenyak
itu. Sekali ia meloncat dengan garangnya, dan dalam
sekejap ia telah siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Tetapi ketika kesadarannya telah sepenuhnya menguasai otaknya, dan ketika dilihatnya
Baginda berdiri di muka pintu bilik itu, dengan serta merta
ia menjatuhkan dirinya sampai menyembah. "Ampun
Baginda, hamba hanya terkejut. Hamba sama sekali tidak
bermaksud berbuat apapun. A palagi melawan."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Hampir Baginda tertawa melihat sikap Karebet itu. Tetapi
sekali lagi Baginda menahan dirinya. Bahkan dengan
tajamnya Baginda memandangi wajah Karebet yang pucat.
"Apakah kau masih akan melawan?" bentak Baginda.
"Ampun Baginda. Hamba benar-benar hanya terkejut."
"Kenapa kau tidur?"
"Hamba tidak ingin tidur, Baginda, tetapi mata hamba
tak dapat hamba kuasai lagi."
"Apakah sangkamu kau akan terlepas dari hukuman yang
paling berat?" "Tidak Baginda. Hamba akan menerima setiap hukuman
apapun yang akan Baginda jatuhkan."
Sekali lagi Baginda menarik nafas. Tetapi Baginda tidak
berkata-kata lagi. Di luar, terdengar langkah Prabasemi dan
dua orang Nara Manggala. Perlahan-lahan terdengar ketukan di pintu bilik itu. Maka
berkatalah Baginda, "Masuklah."
Pintu itu bergerit perlahan-lahan. Ketika pintu itu
terbuka, nampaklah Prabasemi berdiri di muka pintu. Ketika
tiba-tiba dilihatnya Karebet duduk di lantai, tiba-tiba
berdesirlah dada Tumenggung Wira Tamtama itu.
"Masuklah." Kembali terdengar suara Baginda, berat
bernada datar. Dada Prabasemi pun serasa meledak mendengar suara
itu. Sekali lagi ia memandangi wajah Karebet. Dan ketika
Karebet memandangnya pula, tiba-tiba anak itu tersenyum.
"Gila." Prabasemi mengumpat di dalam hatinya. "Apakah
Karebet mengatakan segala hasratku kepada Baginda, dan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
malam ini Baginda memanggil aku untuk menghukum
mati?" Kaki Prabasemi menjadi gemetar. Karebet masih saja
memandangnya sambil tersenyum-senyum. Tetapi ketika
Baginda tiba-tiba berpaling kepadanya, dengan cepatnya
Karebet menundukkan wajahnya.
Prabasemi kemudian dengan tubuh gemetar duduk
bersila di hadapan Baginda. Sekali ia menyembah,
kemudian menekurkan kepalanya terhujam ke lantai. Detak
jantungnya yang berdentang-dentang serasa benar-benar
akan memecahkan dadanya. Kemudian kepada kedua Nara Manggala yang masih
berdiri di muka pintu, Baginda berkata, "Tinggalkan
Tumenggung Prabasemi di sini."
Kedua orang itu pun membungkukkan kepalanya dengan
takzimnya, dan kemudian meningalkan Kesatrian.
Sesaat Baginda masih berdiam diri. Ditatapnya Tumenggung Prabasemi yang ketakutan itu. Mula-mula
Baginda menjadi heran, kenapa tiba-tiba Tumenggung itu
menggigil ketakutan. Karena itu maka berkatalah Baginda,
"Apakah kau terkejut, Prabasemi" Terkejut karena aku
memanggilmu di malam hari?"
Suara Prabasemi gemetar, sehingga tidak begitu jelas
terdengar, "Hamba Baginda. Hamba, hamba tidak
menyangka." "Apa yang tidak kau sangka?"
Prabasemi menjadi semakin bingung. Dan ketika sekali
lagi ia memandang Karebet dengan sudut matanya, Karebet
masih saja tersenyum. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Apakah kau menyangka bahwa aku tidak akan
memanggil seseorang di malam hari begini?"
"Ya, ya, Baginda."
Baginda mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian
katanya pula, "Kalau aku memanggilmu tidak pada saatsaat yang wajar, itu pasti ada sesuatu yang sangat
penting." "Hamba, Baginda." Kata-kata Prabasemi itu menjadi
semakin gemetar. "Aku tidak memanggil orang lain, karena persoalan ini
mau tidak mau pasti akan menyangkut dirimu."
Kata-kata Baginda itu terdengar ditelinga Prabasemi
sebagai suara kentongan yang menyebarkan kabar
kematian. Dengan mata merah namun dengan wajah pucat
Prabasemi mencoba sekali lagi memandang wajah Karebet.
Namun kini Karebet telah menundukkan wajahnya. "Gila,
Setan, Anak itu benar-benar penghianat. Kenapa tidak aku
bunuh saja ia kemarin atau lusa"
Maka berkata Baginda seterusnya, "Nah, Prabasemi. Aku
ingin mengatakan suatu rahasia kepadamu tetapi dengan
janji, bahwa apabila ada orang lain yang mendengar lewat
mulutmu, maka umurmu tidak lebih panjang dari
sepemakan sirih." Prabasemi telah benar-benar menjadi ketakutan. Dengan
wajah tunduk ia menyembah sambil berkata, "ampun
baginda." "Dengarlah," berkata baginda kemudian, "apakah kau
mengenal anak yang duduk di belakang ini?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Prabasemi mengangguk. Tubuhnya menggigil seperti
kedinginan, "Hamba, Tuanku."
"Kau kenal namanya?"
"Hamba Baginda."
"Siapakah dia dan dari kesatuan apa dia?"
Darah Prabasemi seolah berhenti karenanya. Namun ia


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berusaha menjawab, "Ampun Baginda. Namanya Karebet,
dari kesatuan hamba pula. Wira Tamtama."
Baginda mengangguk anggukkan kepalanya. Namun
Baginda menjadi semakin heran melihat sikap Prabasemi.
Bahkan Karebetpun menjadi geli pula, sehingga untuk
sesaat ia dapat melupakan nasibnya sendiri.
"Prabasemi," berkata Bagind pula, "dahulu
aku menyerahkan anak itu kepadamu. Tetapi sekarang anak itu
akan aku ambil darimu."
Prabasemi terkejut mendengar kata-kata Baginda yang
tidak disangka-sangka itu. Sehingga karenanya ia bahkan
menjadi bingung. Sesaat ia menatap wajah Baginda dan
sesaat pula ia memandang wajah karebet.
Tumenggung itu baru sadar ketika didengarnya Baginda
berkata seterusnya, "Sejak saat ini, Karebet bukan Wira
Tamtama lagi." Kembali Prabasemi terkejut. Tetapi Karebet sudah tidak
mampu lagi untuk tersenyum. Kepalanya yang lemah itu
terkulai tunduk, sedang nafasnya berangsur-angsur menjadi
semakin cepat. Prabasemi yang kebingungan itu masih belum dapat
menangkap maksud baginda, sehingga tanpa sesadarnya ia
bertanya, "kenapa"."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Baginda mengerutkan keningnya. Dan tiba-tiba Prabasemi menyembah, "Ampun Baginda, maksud hamba,
bagaimana perintah Baginda?"
Baginda menarik napas kemudian berkata, "Prabasemi,
kau adalah seorang Tumenggung yang kini sedang
mendapat beberapa kepercayaan. Aku tidak mempersoalkan peristiwa ini kecuali dengan kau. Karena
kau adalah pemimpin langsung dari anak muda yang
bernama Karebet. Sedang kepada kakang Patihpun sama
sekali aku tidak memberitahukannya. Tetapi sekali lagi
dengan janji, apabila seorang mendengar persoalan ini dari
mulutmu, maka bagimu akan segera disediakan tiang
gantungan." Hati Prabasemi yang tinggal semenir itu kini telah
berkembang kembali. Sedikit demi sedikit ia dapat mengurai
keadaan. Apalagi ketika Baginda berkata, "Prabasemi,
Karebet telah berbuat kesalahan terhadap keluargaku."
Tiba-tiba Prabasemi seakan bersorak kegirangan. Inilah
soalnya. Jadi bukan dirinyalah yang akan dihadapkan
ketiang gantungan, tetapi agaknya anak yang bernama
Karebet itu. Karena itu maka Prabasemi itu kini sudah tidak
tidak menggigil lagi. Meskipun demikian ia masih
mengumpat-umpat didalam hatinya, "Demit itu masih juga
sempat menggangu orang pada saat nyawanya sudah
diujung ubun-ubun." katanya dalam hati.
Dan karena itulah maka tiba-tiba Prabasemi menyahut
kata-kata Baginda dengan jawaban yang tak disangkasangka oleh baginda, "Ampun Baginda, Sebenarnyalah
demikian, Karebet memang mempunyai tabiat kurang baik.
Sehingga, karena itulah ia melakukan perbuatan gila.
Dengan berbuat demikian, bukankah ia telah menghinakan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
tidak saja keluarga Baginda, tetapi justru Adat Demak telah
dihinakannya pula. Keberaniannya mencuri hati Tuan Puteri
merupakan kesalahan yang tak dapat diampuni."
Karebet itu pun terkejut mendengar kata-kata pemimpinnya itu, sehingga hatinya menjadi semakin
berdear-debar. Tetapi, Bagindalah yang lebih-lebih terkejut
lagi. Karena itu, sambil mengerutkan keningnya, Baginda
bertanya, "Prabasemi darimana kau tahu dengan pasti
kesalahan Karebet atas keluargaku?"
Kini Prabasemilah yang terkejut bukan alang kepalang.
Ternyata ia terdorong mengatakan sesuatu yang belum
diketahuinya. Karena itu, kembali dadanya berdebar-debar.
Sekali ditatapnya Karebet yang tertunduk lesu. Sekali
dipandangnya kaki Baginda. Namun akhirnya ia berkata,
"Baginda, ampunkan hamba. Sebenarnya Karebet pernah
berkata kepada hamba, memuji-muji puteri baginda.
Sesekali ia akan datang kekeputren untuk menemui puteri
itu. Namun, ampun baginda, aku sangka Karebet hanya
berkelakar dan menghilangkan kejemuannya apabila
sedang bertugas dalam gardu penjagaan di luar istana.
Karena itulah ketika Baginda bersabda bahwa Karebet telah
berbuat kesalahan atas keluarga Baginda, langsung hamba
dapat menebak apa yang telah dilakukannya."
Darah Baginda serasa mendidih mendengar kata-kata
Prabasemi itu. Dengan wajah yang merah membara, maka
dipandanginya wajah Karebet yang tunduk. Namun Karebet
tidak kurang terkejutnya mendengar pengaduan Tumenggung Brabasemi itu. Bahkan hampir saja akan
menjawabnya, dan mengatakan apa yang terjadi dengan
Tumenggung. Namun kemudian niat itu diurungkannya.
Apabila ia tak dapat membuktikannya, maka pa yang
dikatakannya itu dianggap tidal lebih dari fitnah belaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena itu, kembali Karebet menundukkan kepalanya.
Dicobanya memutar otak mencari jawaban, apabila Baginda
bertanya kepadanya tentang kebenaran kata-kata Prabasemi itu. Dan sebenarnyalah Baginda itupun kemudian bertanya,
"Karebet, kau dengar kata Tumenggung Prabasemi"."
"Hamba Baginda" jawab Karebet sambil menyembah.
"Apa katamu tentang itu?"
"Sebenarnya aku pernah berbuat demikian Baginda."
Jawaban Karebet itu benar-benar tak disangka-sangka
oleh Tumenggung Prabasemi. Ia mengharap Karebet akan
membantahnya dan bercerita tentang bermacam-macam
persoalan. Dengan demikian Tumenggung itu akan dapat
membuat Baginda semakin marah dengan menuduhkan
bahwa untuk mengurangi kesalahannya, Karebet telah
membuat fitnah. Tetapi ternyata Karebet justru membenarkan kata-katanya.
Baginda itu pun menjadi heran. Kemarahannya yang
telah memuncak tiba-tiba mereda kembali mendengar
jawaban itu. Meskipun demikian baginda itu membentaknya, "Kenapa kau berbuat demikan Karebet"."
"Baginda," jawab Karebet, "ampunkan hamba. Sebenarnya setelah melihat puteri Baginda, hamba menjadi
seorang yang tak dapat menilai diri sendiri. Sekali-sekali
hamba pernah mempercakapkannya dengan Kiai Tumenggung karena hamba tidak mempunyai orang tua
lagi semenjak ibu hamba meningal, setelah ayah Kebo
Kenanga meninggal pula. Itulah sebabnya, maka hamba
hanya dapat mengadu kepada pimpinan hamba yang
hamba anggap ayah bunda hamba. Apalagi, kebiasaan Kiai
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tumenggung mirip dengan kebiasaan eyang Pangeran
Handayaningrat almarhum. Mengurai rambut dan menyangkutkan ikat kepala di lehernya. Itulah sebabnya
hamba terlalu percaya kepada Kiai Tumenggung, dan
hamba katakan apa yang tersimpan dihati hamba tanpa
berprasangka." "Bohong!," tiba-tiba Tumenggung Prabasemi memotong Karebet. Namun sebelum ia berkata lebih lanjut, disadarinya bahwa di
hadapannya Sultan Trenggana sedang duduk mendengarkan kata-kata Karebet itu. Karena itulah,
maka dengan gugup Prabasemi menyembah sambil berkata, "Ampun Tuanku." Sultan Trenggana mengerutkan alisnya. Ya, sebenarnyalah anak yang diambil dari jalan ini bukanlah
anak kebanyakan. Ketika Karebet menyebut nama Kebo
Kenanga dan Handayaningrat, betapa mereka mempunyai
perbedaan pandangan dalam pelbagai persoalan, namun
runtuh juga belas kasihan Baginda kepada Karebet yang
yatim piatu hampir sejak kanak-kanak. Namun meskipun
demikian, anak itu mampu memiliki kekuatan lahir dan batin
yang mengagumkan. Kini Sultan Trenggana dihadapkan pada suatu masalah
yang sangat pelik. Akan lebih mudah menghadapi daerah
yang memberontak daripada persoalan puterinya. Maka
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
akhirnya Baginda berkata, "Prabasemi, Karebet aku ambil
kembali. Anak itu akan aku jauhkan dari pusat kerajaan.
Aku jauhkan sejauhnya dari istana. Biarlah ia menjadi
pembantu Arya Palindih dalam tugasnya mengawasi bandar
Bergota." Prabasemi benar-benar terkejut mendengar keputusan
itu, seperti juga Karebet yang terkejut bukan kepalang.
Karebet yang telah merasa bahwa umurnya akan tinggal
seujung malam itu tiba-tiba merasa dirinya hidup kembali.
Karena itu dengan serta merta ia bertiarap di kaki Baginda.
Anak yang aneh itu, yang seakan-akan tidak pernah
merasakan sedih dan duka dan kesulitan-kesulitan hidup
yang lain, tiba-tiba menangis di bawah kaki Baginda. Bukan
karena ia akan hidup lebih lama lagi, namun terasa olehnya,
betapa kasih Baginda itu kepadanya.
Karena itu, justru ketika ia merasakan bahwa sebenarnya
budi Baginda kepadanya, sejak ia dipungutnya dari tepi-tepi
jalan, bukan main besarnya, penyesalannya bertambahtambah. Ia menyesal bahwa ia telah menyebabkan Baginda
gusar kepadanya, dan ia menyesal bahwa ia telah berbuat
suatu kesalahan yang sangat besar bagi adat kehidupan
Demak. Berbeda dengan Tumenggung Prabasemi. Tumenggung
itupun terkejut bukan buatan mendengar keputusan
Baginda. Ternyata Karebet itu sama sekali tidak dihukum
mati. Anak itu hanya sekadar dijauhkan dari istana.
Alangkah mudahnya. Karena itu, maka pada saat-saat yang
akan datang, kemungkinan Karebet untuk kembali ke
Demak masih terbuka. Tetapi kalau anak itu telah
terpenggal lehernya, maka ia baru akan dapat tidur
nyenyak. Karena itu betapapun ia takut kepada Baginda,
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dicobanya juga untuk berkata, "Baginda, apakah hukuman
itu sudah cukup adil?"
Baginda mengerutkan keningnya. Kemudian katanya,
"Apakah pertimbanganmu Prabasemi?"
"Baginda, hukuman yang paling pantas bagi pengkhianatannya adalah hukuman mati."


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karebet yang sudah duduk kembali itupun memandang
Prabasemi dengan sudut matanya. Ia dapat memahami
perasaan Tumenggung itu. Tetapi Karebet sama sekali tidak
dapat mengatakan apakah yang sebenarnya terjadi antara
dirinya dan Tumenggung itu. Karena itu, yang dapat
dilakukan hanyalah mengumpat didalam hatinya.
Tetapi ternyata Baginda tidak begitu saja menerima
pendapat Prabasemi. Dengan penuh pertimbangan Baginda
berkata, "Prabasemi. Bukan kesalahan dalam tata hubungan
antara seorang kawula dan seorang raja. Seorang prajurit
dan seorang Panglima. Aku sependapat dengan kau, bahwa
setiap pengkhianat harus dihukum mati. Tetapi Karebet
tidak berkhianat. Ia hanya sekedar melakukan hubungan
yang wajar antara seorang pria dengan wanita. Tetapi
caranyalah yang sama sekali tidak wajar. Karena itu maka
menjauhkan Karebet dari istana, akan berarti menghapuskan setiap kemungkinan Karebet berbuat untuk
kedua kalinya. Dan apabila ternyata dengan segala cara
maka pengampunan kali ini diabaikan, maka aku tidak akan
memberinya ampun untuk kedua kalinya."
Prabasemi itu mengerutkan keningnya. Tampaklah
betapa ia tidak senang mendengar keputusan Baginda.
Karena itu sekali lagi diberanikan dirinya berkata, "Baginda.
Janganlah menjadi contoh yang memalukan bagi seorang
prajurit Wira Tamtama. Hamba akan menderita malu sekali
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
apabila seseorang mendengarnya, bahwa seorang prajurit
Wira Tamtama dalam pimpinan Prabasemi telah melakukan
perbuatan terkutuk itu. Biarlah ia menjadi contoh bagi para
prajurit yang lain."
"Peristiwa ini tak akan dapat dijadikan contoh dalam
bentuk apapun, Prabasemi. Aku tidak mau, seorang pun
mengetahui apa yang telah terjadi. Aku tidak akan dapat
memberikan alasan yang kuat, kenapa Karebet harus
dihukum mati. Kalau alasan yang sebenarnya aku
beritahukan, maka rahasia ia akan terbuka."
Prabasemi itu menggigit bibirnya. Ketika sekali terpandang mata Karebet itu menatapnya, maka kemarahan Prabasemi tak dapat dikendalikan lagi. Dengan
garangnya ia menunjuk kepada anak muda itu sambil
menggeram. "He, Karebet. Terkutuklah kau sampai anak
cucumu." Karebet tidak menjawab. Dalam keadaan yang demikian
itu, maka yang paling baik baginya adalah berdiam diri.
Bilik itu kemudian dicengkam oleh kesenyapan.
Kesenyapan yang menggelisahkan. Baginda itu ternyata
sekali lagi harus berpikir dan bertindak bijaksana. Kalau ia
sama sekali tak mendengarkan permintaan Prabasemi,
maka Baginda pun menjadi cemas, jangan-jangan
Prabasemi mempunyai cara sendiri untuk melakukannya.
Ketika Baginda sedang berpikir, maka Prabasemi berpikir
pula. Namun agaknya Baginda tidak akan dapat memenuhi
permintaannya untuk melenyapkan Karebet. Karena itu
Prabasemi sedang mencari cara lain yang sama sekali tak
akan mudah diketahui. Tetapi betapapun, namun terasa
oleh Tumenggung itu, bahwa sebenarnyalah Baginda
sangat sayang kepada Karebet.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Tumenggung itu tersenyum di dalam hati.
Karena itu, maka sekali ia menyembah kepada Baginda, lalu
katanya, "Baginda. Sebenarnya hamba pun tidak akan
sampai pada permohonan yang paling keras untuk
menghukum mati Karebet. Namun terdorong karena luapan
perasaan, setelah hamba mendengar bahwa Karebet telah
berbuat khianat itulah yang telah mendorong hamba untuk
tidak ingin melihatnya lagi dalam lingkungan keprajuritan.
Sehingga meskipun Karebet itu tidak dihukum mati, namun
sebaiknya anak muda itu tidak lagi mendapat kesempatan
apapun yang memungkinkannya kembali ke istana. Dengan
menempatkan anak itu pada kakang Palindih, maka
kesempatan masih terbuka setiap kali baginya untuk
mendapatkan kedudukan kembali dalam lingkungan
keprajuritan, untuk kembali ke istana. Kecuali apabila Putri
telah mendapat tempat yang selayaknya bagi seorang
putri." Baginda tidak segera menjawab kata-kata Prabasemi.
Namun Baginda melihat banyak persoalan yang dapat
terjadi. Baginda melihat, bahwa Prabasemi benar-benar
tersinggung atas perbuatan Karebet itu. Namun Baginda
sama sekali tidak menyangka bahwa di dalam dada
Tumenggung yang garang itu tersimpan pikiran-pikiran
yang gila pula. Baginda sama sekali tidak menyangka
bahwa Prabasemi mempunyai maksud-maksud yang tidak
kalah gilanya dengan apa yang telah dilakukan oleh
Karebet. Namun agaknya Prabasemi akan menempuh jalan
yang lain daripada yang pernah ditempuh oleh anak muda
yang aneh itu. Setelah Baginda menimbang beberapa saat, akhirnya
Baginda membenarkan permohonan Prabasemi itu. Baginda
mempertimbangkan permohonan Permaisuri pula. Baik
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Permaisuri sebagai ibu putrinya, maupun Prabasemi,
pemimpin langsung Karebet, yang dapat dianggapnya orang
tuanya, bersama-sama tidak menghendaki anak itu lagi.
Tidak menghendaki Karebet tampak di antara kawula
Demak. Namun untuk membunuhnya, Baginda benar-benar
tidak sampai hati. Sebab, meskipun anak itu sekadar anak
gembala yang dipungutnya dari tepi blumbang masjid,
namun anak itu mempunyai beberapa tanda-tanda
keanehan di dalam dirinya. Dan bagaimanapun juga,
Baginda tidak dapat menutup kenyataan bahwa anak itu
adalah cucu Pangeran Pengging Sepuh, Pangeran
Handayaningrat. Mudah-mudahan mereka kelak dapat melupakan kesalahan itu. Dan mudah-mudahan hukuman ini dapat
menyadarkan anak itu. Apabila kelak datang suatu
kemungkinan, anak itu dapat dicarinya, diambilnya kembali
dalam lingkungan keprajuritan. Sebab sebenarnya Demak
memerlukan orang-orang yang memiliki kelebihan daripada
orang-orang kebanyakan. Dan benarlah kata-kata Prabasemi, bahwa kelak dapat diambil kebijaksanaan lain
apabila putrinya telah mendapatkan tempat yang wajar bagi
seorang putri raja. Karena itulah maka akhirnya Baginda berkata, "Karebet,
apakah kau setuju dengan pertimbangan-pertimbangan dari
pemimpinmu?" Karebet menyembah sambil membungkukkan badannya
dalam-dalam. Namun bagaimanapun juga, betapa ia
menjadi tidak senang kepada Prabasemi. Perasaan
muaknya menjadi bertambah-tambah. Tetapi sekali lagi ia
menahan hatinya, sebab tak ada bukti apapun yang dapat
diajukannya apabila ia ingin menceriterakan tentang
maksud-maksud Tumenggung yang licik itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Nah, Karebet. Segala keputusan adalah keputusanku.
Bukan orang lain. Juga keputusan tentang dirimu kali ini,
adalah tanggung jawabku. Ternyata ada beberapa
pertimbangan baru tentang dirimu. Kalau semula aku ingin
menyerahkan kau kepada Kakang Palindih, maka hal itu
masih mendapat pertimbangan-pertimbangan lain. Kini aku
telah menentukan sikapku sebagai suatu keputusan. Kau
sejak saat ini bukan anggota Wira Tamtama lagi. Dan kau
sejak ini bukan keluarga dalam lingkungan keprajuritan
apapun dan jabatan-jabatan apapun. Kau harus pergi
meninggalkan Demak. Untuk tidak menampakkan dirimu
lagi sampai keputusan ini aku cabut."
Dada Karebet berdesir mendengar keputusan itu. Sekali
lagi ia menyembah jauh di bawah kaki Baginda. Alangkah
sakit perasaannya. Jauh lebih sakit daripada apabila sejak
semula ia mendapatkan hukuman mati. Disingkirkan dari
lingkungan keprajuritan dan disisihkan dari Demak adalah
hukuman yang terlampau berat. Tetapi ketika disadarinya
bahwa kesalahannya terlampau berat, maka Karebet pun
kemudian mencoba menghibur diri sendiri. Mencoba
menerima keadaan, dan dipaksanya untuk menjadi keadaan
yang sewajarnya. Setiap kesalahan harus mendapat
hukuman. Dan Karebet pun kemudian menerima setiap keputusan
Baginda dengan kesadaran. Tetapi ia tidak dapat
melupakan Tumenggung Prabasemi itu. Seandainya
Tumenggung itu tidak mempunyai maksud-maksud gila,
maka ia pasti tidak akan terlalu bernafsu untuk
menyingkirkannya, sehingga Tumenggung itu pasti membiarkannya untuk pergi ke Bergota. Tetapi segala
kemungkinan kini telah tertutup. Baginda telah menjatuhkan keputusan. Dan keputusan Baginda kali ini
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bukan sekadar pertimbangan. Namun benar-benar telah
merupakan keputusan yang diucapkan.
Mendengar keputusan Baginda, kembali Prabasemi
tersenyum di dalam hati. Tetapi ia tetap menundukkan
wajahnya, seakan-akan keputusan itu tidak berpengaruh
apapun di dalam perasaannya.
"Karebet..." kata Baginda kemudian, "Keputusan itu
berlaku sejak malam ini. Karena itu, kau harus segera
meninggalkan istana ini dan langsung meninggalkan
lingkungan kota Demak."
"Ampun Baginda," sela Prabasemi, "Keputusan Baginda
itu berarti bahwa tidak ada kesempatan lagi bagi Karebet
untuk berada di sekitar Demak" Dengan demikian, maka
akan lebih baik jika kelak Baginda mengeluarkan perintah,
bahwa setiap Prajurit yang melihat Karebet, harus
mengusirnya." Baginda mengerutkan keningnya. "Alangkah dalam
dendam Tumenggung Prabasemi itu kepada Karebet," pikir
Baginda. "Mungkin Prabasemi ingin membersihkan dirinya
dari setiap kemungkinan, bahwa iapun akan ikut
bertanggungjawab atas kesalahan anak buahnya. Karena
itu justru ia bersikap sangat keras."
Namun Baginda menjawab, "Apakah alasan yang dapat
aku berikan untuk perintah itu?"
Prabasemi merenung sejenak. Kemudian katanya,
"Ampun Baginda. Biarlah nama Karebet agak menjadi lebih
baik. Biarlah aku membuat alasan. Karebet telah dengan
lancang membunuh seorang yang menyatakan keinginannya masuk Wira Tamtama. Dan lurah Tamtama
yang muda itu telah menjadi panas hatinya, ketika orang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
ingin menunjukkan kesaktiannya, sehingga karenanya
orang baru itu terbunuh."
"Setan," desis Karebet di dalam hatinya. Kepalanya kini
benar-benar menjadi pening. Kenapa persoalan-persoalan
yang menyangkut dirinya itu dibicarakan justru di
hadapannya" Hal inipun telah merupakan hukuman
tersendiri baginya. Ditambah dengan hasutan-hasutan
Tumenggung yang licik itu.
Kembali bilik itu menjadi sepi sesaat. Terasa betapa
Baginda menjadi bimbang atas keputusannya sendiri.
Sekali-kali ditatapnya wajah Tumenggung Prabasemi, dan
sekali-kali ditatapnya kepala Karebet yang tunduk. Baginda
sendiri menjadi heran, kenapa ia seakan-akan merasakan
sesuatu yang mengetuk-ngetuk hatinya, ketika terasa pada
Baginda, bahwa sebentar lagi anak itu akan dijauhkan
darinya. Meskipun anak itu telah menumbuhkan kemarahan
padanya, pada Permaisuri dan Tumenggung Prabasemi,
namun Baginda tidak dapat melepaskan harapan, bahwa
anak itu pada suatu masa pasti akan menjadi seorang yang
berharga bagi Demak. Tetapi Baginda tidak akan dapat mencabut keputusan
yang telah dijatuhkan. Karena itu sebelum perasaan
Baginda menjadi semakin kalut, maka berkatalah Baginda,
"Nah, Karebet. Saat ini pula kau harus mulai menjalani
hukuman sebelum orang lain mengetahui keadaanmu.
Kepadamu pun aku berpesan, apabila masih ada tanda


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesetiaanmu kepadaku, jangan kau katakan apapun yang
terjadi, kepada siapapun. Supaya aku tidak usah berusaha
menanggkapmu dan memberi hukuman kepadamu yang
jauh lebih berat dari hukuman mati."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet itu pun menyembah di kaki Baginda, dan bahkan
kemudian diciuminya kaki itu. Dengan terbata-bata, anak
muda itu berkata, "Ampun Baginda. Tiada titah Baginda
yang tidak akan hamba lakukan. Apapun yang akan aku
jalani, apabila itulah keputusan Baginda, maka pasti akan
hamba junjung tinggi."
Baginda terharu juga melihat anak muda itu. Tetapi
kembali Baginda menindas perasaannya. Maka kata
Baginda, "Baik. Aku harap kau tidak ingkar. Sekarang
pergilah dari Kasatrian. Tidak saja dari Kasatrian, tetapi dari
Demak. Jangan dekati lagi istana ini. Sebab besok setiap
prajurit akan mendengar, bahwa Karebet diusir dari istana.
Dan setiap prajurit akan mengusirmu pula."
Alangkah pedihnya perintah itu. Tetapi Karebet harus
melakukannya. Karena itu sekali lagi ia menyembah dan
berkata, "Titah Baginda akan hamba lakukan. Sebab
hukuman ini ternyata masih dilimpahi oleh kemurahan hati
Baginda." Setelah Karebet itu menyembah sekali lagi, maka
mulailah ia bergeser mundur. Namun tiba-tiba Prabasemi
berkata, "Ampun Baginda. Biarlah aku mengantarkan anak
itu sampai di perbatasan."
Baginda mengerutkan keningnya. Kemudian katanya,
"Jangan seorang pun tahu apa yang telah terjadi."
"Tidak Baginda," sahut Prabasemi. "Hamba sendiri akan
mengantarkannya sampai ke perbatasan, malam ini."
Baginda tidak segera menjawab. Bahkan Baginda itu
menjadi semakin heran. Kenapa kemarahan Prabasemi itu
menjadi sedemikian jauhnya, melampaui kemarahan
Baginda sendiri, yang langsung mendapat cela karena
putrinya. Tetapi sekali lagi Baginda menyangka bahwa sikap
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
itu hanyalah untuk menunjukkan bahwa ia tidak tersangkut
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh Karebet itu.
Karena itu maka berkata Baginda. "Apakah hal itu kau
anggap perlu Prabasemi?"
"Hamba Baginda," jawab Prabasemi. "Sebab apabila tidak
demikian, maka anak muda itu akan dapat bersembunyi di
rumah kawan-kawannya di dalam kota."
Baginda itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian kata Baginda, "Terserahlah kepadamu Prabasemi." Kembali Prabasemi tertawa di dalam hati. Dengan
menyembah sekali lagi ia berkata, "Ampun Baginda, biarlah
hamba berangkat sekarang sebelum fajar."
"Pergilah," sahut Baginda.
Kemudian kepada Karebet, Prabasemi berkata, "Ayolah
Karebet. Jangan menyesali diri. Hukuman ini masih terlalu
ringan bagimu." ----------0dwkzOarema0---------SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
III Karebet sama sekali tidak menjawab. Tetapi kemudian
mereka bersama-sama meninggalkan bilik Kasatrian itu.
Prabasemi berjalan dengan wajah tengadah, dan senyum
yang mengulas bibirnya. Sedang Karebet berjalan dengan
wajah yang tunduk. Bukan karena ia takut kepada
Prabasemi, namun betapa ia menyesali dirinya. Sesaat
teringatlah ia akan pamannya, Kebo Kanigara, Panembahan
Ismaya, Mahesa Jenar, dan sahabatnya Arya Salaka. Karena
itu, tiba-tiba ia pun tersenyum. Di tempat itu ia akan
menemukan ketentraman. Tetapi kemudian ia menjadi
ragu-ragu. Apakah yang akan dikatakannya kepada
pamannya kelak. Apakah pamannya tidak akan marah
kepadanya" Dan senyum di bibir Karebet itu seperti tersapu
angin malam. Kini kembali ia berjalan sambil menundukkan
wajahnya. Ketika mereka sampai di pintu gerbang, lewat di muka
gardu penjaga, maka terdengarlah seorang Nara Manggala
bertanya, "Apakah persoalannya sudah selesai Kiai
Tumenggung?" Prabasemi berhenti sejenak. Dengan bangga ia
menjawab singkat, "Sudah."
"Apakah yang terjadi?"
"Tidak apa-apa," jawab Prabasemi.
Namun di luar dugaan Tumenggung itu, Karebet berkata,
"Kaki Baginda terkilir."
Prabasemi mengerutkan keningnya. Dan didengarnya
penjaga itu berkata, "Sudah kau katakan sore tadi. Tetapi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Baginda itu tidak apa-apa. Baginda berjalan dengan tegap
dan cepat." "Baginda sudah sembuh setelah aku pijit," sahut Karebet,
"Memanggil Kiai Tumenggung dan bertanya kepadanya
apakah Baginda timpang."
Tumenggung Prabasemi pun menjadi heran. Karebet
baru saja mendengar keputusan tentang dirinya. Tetapi
tiba-tiba ia sudah dapat berkelakar. Gila benar anak ini.
Namun Prabasemi menjadi tidak senang karenanya. Ia ingin
Karebet menjadi bersusah hati. Ia ingin Karebet minta
ampun kepadanya dan merengek-rengek seperti orang
banci. Karena itu ketika Karebet masih ingin berbicara lagi,
maka Tumenggung itu membentak, "Ikut aku!"
Karebet menganggukkan kepalanya. Tanpa berbicara
lagi, maka keduanya segera pergi meninggalkan gerbang
halaman dalam istana itu.
Sampai di luar gerbang, maka berkatalah Prabasemi
dengan angkuhnya, "Karebet, arah manakah yang akan kau
pilih?" Karebet berpikir sejenak. Kemudian jawabnya, "Ki,
apakah aku tidak akan singgah dahulu untuk mengambil
pakaianku?" Prabasemi berpikir sejenak. Kemudian katanya, "Apa
sajakah milikmu itu?"
"Pakaian, Ki." "Itu saja?" "Ya." "Biarlah aku tukar dengan uang."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Jangan Kiai. Pakaian itu adalah pakaian yang aku terima
dari almarhum ayahku. Jangan ditukar dengan apapun."
Prabasemi yang yakin rencananya akan terjadi itu
berkata, "Baiklah, marilah aku antarkan ke pondokmu.
Tetapi jangan berbuat gila, supaya lehermu tidak aku
penggal malam ini." Karebet tidak menyahut. Tetapi mereka berdua segera
berjalan ke pondok Karebet. Ketika Karebet masuk ke
dalam pondoknya Prabasemi berkata, "Aku ikut. Dan jangan
berkata kepada siapapun apa yang akan kau lakukan."
Karebet tidak dapat menolak. Karena itu dibiarkannya
Prabasemi ikut masuk ke dalam pondoknya, namun tidak ke
dalam biliknya. Sebenarnya Karebet sama sekali tidak sayang pada
beberapa lembar pakaiannya. Tetapi yang memaksanya
untuk pulang lebih dahulu adalah sebilah pusaka yang
dahsyat, Kyai Sangkelat. Demikianlah setelah Karebet itu menyembunyikan Kyai
Sangkelat di bawah bajunya, maka ia pun segera keluar
dari biliknya, dengan sebuah bungkusan kecil berisi
beberapa lembar pakaian. "Kau bukan Wira Tamtama lagi. Jangan kau bawa
pakaian keprajuritan."
"Tidak, Kiai," jawab Karebet. "Pakaianku aku tinggal di
sangkutan pada dinding bilikku."
Tetapi Prabasemi itu tidak percaya. Diperlukannya
menengok bilik Karebet. Dan dilihatnya pakaian itu
tersangkut di sana. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Namun ketika mereka meninggalkan pondok itu, Karebet
berkata, "Aku telah diusir dari Demak. Karena itu aku tidak
sempat menyelesaikan persoalan pondokku dengan pemiliknya. Karena itu aku serahkan semua itu kepada
Kiai." Prabasemi tersenyum. "Itu bukan persoalan sulit. Biarlah
itu aku selesaikan."
Karebet tidak berkata apa-apa lagi. Dan mereka pun
kemudian berjalan menelusuri jalan-jalan kota ke selatan.
"Aku akan menuju ke arah selatan," kata Karebet
kemudian. "Baik. Baik. Kemana kau inginkan, biarlah aku menuruti,"
jawab Prabasemi sambil tertawa.
Tetapi karena sikap Prabasemi itu, maka Karebet justru
menjadi curiga. Sikap itu terlalu ramah. Jauh berbeda
dengan sikapnya, pada saat mereka masih berada di
Kasatrian. Meskipun demikian Karebet masih tetap berdiam
diri. Ia masih saja berjalan dengan kepala tunduk.
Malam semakin lama semakin dalam menjelang fajar.
Embun telah mulai menetes dari dedaunan, menitik di
rerumputan yang tumbuh liar di tepi jalan. Angin malam
yang sejuk lembut bertiup perlahan-lahan mengusap wajahwajah mereka dengan sejuknya. Namun hati Karebet tidak
sesejuk angin malam. Prabasemi dan Karebet masih saja berjalan dengan
langkah yang semakin lama semakin cepat. Seakan-akan
mereka takut kesiangan. Dan sebenarnya bahwa malam
memang hampir sampai ke akhirnya. Bintang-bintang telah
jauh berkisar ke arah barat. Namun di timur belum muncul
bintang fajar yang cemerlang.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Hem," desis Prabasemi kemudian, "Hampir fajar."
Karebet tidak menjawab. Tetapi diangkatnya wajahnya
dan dipandangnya langit yang kelam. "Masih cukup lama,"
katanya di dalam hati. Perjalanan mereka yang cepat itu tidak memerlukan
waktu terlalu lama untuk mencapai perbatasan. Segera
mereka sampai ke tepi kota. Di hadapan mereka terbentang
daerah-daerah persawahan yang tidak begitu luas. Dan di
sebelah Barat, tampaklah seleret hutan yang memanjang ke
selatan. Meskipun hutan itu tidak terlalu besar, namun di
dalamnya bersembunyi juga beberapa jenis binatang liar.
Serigala, anjing hutan dan beberapa jenis harimau kecil.
Prabasemi melihat hutan itu pula. Kemudian sekali lagi ia
tersenyum. Kemudian katanya kepada Karebet, "Marilah
aku antar kau sampai ke hutan itu."
Mendengar kata-kata Prabasemi itu, Karebet benar-benar
menjadi terkejut, sehingga dengan serta merta ia berkata,
"Kenapa sampai ke hutan itu?"
"Sampai ke hutan itu, atau melampauinya," jawab
Prabasemi, "Supaya kau selamat dari terkaman binatangbinatang buas." "Ah," desah Karebet. "Tak ada binatang buas yang
berbahaya di hutan itu."
"Biarlah aku mengantarmu untuk yang terakhir kali"
sahut Prabasemi sambil tertawa.
Sekali lagi terasa sesuatu berdesir di dalam dada
Karebet. Namun ia tidak menjawab. Dibiarkannya
Tumenggung Prabasemi itu berjalan di sampingnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sesaat kemudian mereka berdua saling berdiam diri.
Prabasemi tenggelam dalam angan-angannya, sedang
Karebet mencoba menebak, apakah sebabnya maka
Tumenggung Prabasemi membuang-buang waktu untuk
mengantarkannya sehingga sampai ke hutan itu.
Namun tiba-tiba Tumenggung itu menarik nafas dalamdalam dan berkata, "Hem. Karebet. Sekarang akhirnya
tahu, kenapa kau pernah menunjukkan layon kembang
kepadaku dahulu." Karebet mengerutkan keningnya. Namun ia tidak
menjawab. Sementara itu mereka masih berjalan terus
menyusuri jalan-jalan kecil di antara sawah yang
terbentang. Di antara batang-batang padi muda yang
tampaknya hijau segar, sesegar udara pagi yang tertiup
angin basah dari pegunungan.
"Beberapa hari aku mencoba memecahkan teka-teki itu,
Karebet," kata Prabasemi.
Karebet masih berdiam diri.
"Ternyata kaulah yang telah berhasil lebih dahulu
daripadaku." Kini Karebet berpaling. Ketika terpandang wajah
Tumenggung itu, tiba-tiba bangkitlah kembali muaknya.
Tetapi ia masih berdiam diri.
"Sebenarnya aku akan mengucapkan selamat kepadamu
seandainya kau berhasil mempersunting bunga dari istana
itu." "Sudahlah Kiai," sahut Karebet dengan nada yang
rendah. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tumenggung Prabasemi tertawa. Jawabnya, "Pahit,
memang pahit. Bukankah begitu" Seperti hatiku menjadi
pahit juga ketika aku melihat layon kembang ditanganmu"
Tetapi ketahuilah Karebet, bahwa sebenarnya tidak baru
sekarang aku tahu apa yang telah terjadi di Kaputren."
Kini Karebet mengangkat wajahnya. Ia terkejut


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengar kata-kata itu. Namun dicobanya untuk
menyembunyikan perasaan itu.
Tumenggung Prabasemi yang menunggu jawaban
Karebet itu menjadi heran. Kenapa Karebet diam saja
mendengar pengakuannya itu. Karena itu maka diteruskannya, "Aku telah lama mendengar peristiwa yang
memuakkan itu terjadi. Dan aku sedang menunggu
kesempatan untuk berbuat seperti sekarang ini."
Dada Karebet pun menjadi berdebar-debar karenanya.
Meskipun demikian ia masih mencoba untuk berdiam diri.
Dibiarkannya Tumenggung itu berkata terus. "Dan sekarang
kasempatan itu datang juga."
"Kesempatan apa Tumenggung?" bertanya Karebet.
"Karebet" berkata Tumenggung itu, "Sejak
aku mengetahui hubungan yang kau lakukan dengan Tuanku
Putri itu, maka sejak itu aku mengalami kepahitan hidup.
Seakan-akan aku menjadi putus asa dan kehilangan gairah
untuk menjelang masa-masa depanku. Namun aku tidak
kehilangan akal. Aku cari cara yang sebaik-baiknya untuk
menyingkirkan kau dari daerah istana."
Debar dijantung Karebet itu menjadi semakin cepat.
Tetapi ia berusaha untuk menguasainya sekuat-kuat
tenaganya. Dibiarkannya Tumenggung itu mengatakan apa
saja yang tersimpan didalam dadanya. Dan Tumenggung itu
berkata terus "Karebet, selama ini aku telah berjuang untuk
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mengalahkanmu. Aku telah berusaha dengan susah payah
untuk menebus kepahitan yang pernah aku alami. Dan
sekarang, datanglah giliranku untuk menikmati keindahan
wajah putri itu setelah berbulan-bulan aku hampir menjadi
gila karenanya". Karebet menggigit bibirnya. Ia menunggu Tumenggung
itu mengatakan apakah yang telah dilakukannya selama ini.
Tetapi Tumenggung itu hanya berkata, "Sekarang kau
harus menerima kekalahan itu. Kekalahan mutlak. Karena
itu jangan mencoba melawan kehendak Tumenggung
Prabasemi." Tumenggung itu berhenti berbicara. Dengan tersenyumsenyum ia menengadahkan wajahnya. Sedang Karebet
menjadi semakin muak kepadanya.
Sementara itu kaki-kaki mereka terayun terus menuju ke
hutan yang semakin lama semakin dekat. Malam masih
sedemikian gelapnya dan bintang-bintang masih berhamburan di langit yang pekat. Sekali-kali kelelawar
tampak beterbangan merajai langit di malam hari.
Semakin dekat mereka dengan hutan itu, semakin
tegang wajah Tumenggung yang masih muda itu. Nafasnya
menjadi semakin cepat mengalir dan darahnya seakan-akan
menjadi semakin cepat berdenyut. Sehingga demikian
mereka sampai di tepi hutan itu berkatalah Tumenggung
Prabasemi, "Karebet, apakah tidak kau ketahui bahwa di
dalam hutan ini terdapat beberapa jenis binatang buas."
Karebet tidak tahu arah pembicaraan Tumenggung
Prabasemi, sehingga ia menjawab. "Ya Tumenggung, aku
tahu". SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Tetapi Karebet," berkata Tumenggung itu. "Sebuasbuasnya binatang yang tinggal di dalam hutan ini, bagiku
tidak ada yang berbahaya sama sekali".
Karebet semakin tidak tahu maksud orang itu. Dan yang
kemudian didengarnya adalah benar-benar menggelegar
ditelinganya seakan-akan memecahkan selaput telinga itu.
Berkata Tumenggung Prabasemi. "Sebuas-buasnya binatang di dalam hutan kecil ini Karebet, bagiku kau akan
jauh lebih berbahaya lagi daripada mereka itu".
Terasa jantung Karebet berdentang keras-keras. Katakata itu hampir tak dipercayanya. Namun Tumenggung itu
berkata terus. "Bagiku Karebet, meskipun kau telah diusir
dari istana dan bahkan dari Demak, namun selagi kau telah
diusir dari istana kesempatanmu untuk kembali ke istana
masih selalu terbuka. Nah, ketahuilah bahwa maksudku kali
ini, adalah melenyapkan kesempatan itu sama sekali. Kau
dengar?" Jantung Karebet tiba-tiba terguncang keras sekali. Ia
sama sekali tidak menyangka bahwa itulah yang
dikehendaki oleh Tumenggung Prabasemi itu. Karena itu
maka tubuhnya tiba-tiba menjadi gemetar.
Dan masih didengarnya Tumenggung itu berkata,
"Karebet, kau adalah orang satu-satunya yang telah
mengetahui rahasia perasaanku disamping seorang emban
yang telah aku suap untuk memata-matai putri. Dari emban
itu pula aku mengetahui segala-galanya, dan pasti emban
itu pula yang telah melaporkan hubunganmu dengan putri
itu kepada Baginda".
Kini tubuh Karebet benar-benar menggigil. Sedang
Tumenggung Prabasemi masih berkata, "Selama kau masih
hidup Karebet, maka perubahan keadaan akan SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
memungkinkan kau untuk kembali ke istana, dan
memungkinkan kau berceritera tentang aku. Karena itu,
malang benar nasibmu, bahwa aku diperbolehkan
mengantarmu sampai ke luar kota. Agaknya betapa besar
dosamu, namun Baginda masih juga sayang kepada
nyawamu. Sehingga kau masih akan diberi kesempatan
untuk pergi ke Bergota. Tetapi dengan demikian Karebet,
aku benar-benar tak akan mendapat kesempatan seperti ini.
Tetapi sekarang kau bukan apa-apa lagi. Kalau kau mati di
sini dan mayatmu dimakan oleh serigala, maka Baginda
tidak akan bertanya tentang kau. Kau dengar?"
Wajah Karebet tiba-tiba menjadi merah menyala. Namun
terdengar suaranya gemetar. "Tetapi apakah dengan
demikian Ki Tumenggung tidak melanggar perintah
Baginda?" "Melanggar atau tidak melanggar, tak seorangpun yang
akan mengetahuinya."
"Tetapi apakah Kiai Tumenggung berhak berbuat
demikian" Baginda telah memutuskan, bahwa aku
dibebaskan dari hukuman mati. Aku hanya diusir dari
Demak. Kenapa Tumenggung akan berbuat melampaui
putusan Baginda?" Tumenggung Prabasemi tertawa. Ia menjadi sedemikian
senangnya melihat Karebet gemetar. Karena itu katanya,
"Karena itu. Karebet. Kau jangan terlalu berani menghina
Tumenggung Prabasemi. Aku tidak peduli keputusan yang
telah dijatuhkan oleh Baginda. Aku akan berbuat dalam
tanggungjawabku. Dan Baginda tidak akan mengetahui,
apa yang telah aku lakukan."
"Tetapi lambat laun Baginda akan mendengarnya juga.
Malam ini aku pergi bersama Kiai Tumenggung. Kalau
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kemudian aku mati, maka sudah pasti Kiai yang
membunuhnya." "Tak seorang pun akan menemukan mayatmu. Mayatmu
besok sebelum fajar sudah akan habis menjadi makanan
serigala. Dan kalau kau tidak nampak lagi, maka semua
orang pasti hanya menyangka bahwa kau benar-benar
sedang menjalani hukuman itu."
Karebet kini tidak dapat berkaka apapun lagi. Tetapi
tubuhnya benar-benar gemetar seperti kedinginan. Bahkan
kadang-kadang terdengar giginya gemeretak. Sedangkan
Tumenggung Prabasemi masih juga tertawa dan berkata,
"Jangan menyesal saat ini. Semuanya telah terlambat. Aku
telah sampai pada suatu keputusan, melenyapkan kau. Tak
ada suatu masalah pun yang mengubah rencanaku itu.
Meskipun demikian aku bukan seorang yang kejam. Karena
itu aku beri kesempatan kau memilih cara yang kau
kehendaki menjelang kematianmu itu. Ketahuilah Karebet.
Aku akan dapat membunuhmu dengan sekali pukul pada
tengkukmu, dadamu atau punggungmu. Nah, sekarang
katakanlah, manakah yang harus aku pukul supaya kau..."
"Diam!" Tiba-tiba Karebet yang gemetar itu membentak
lantang. Tumenggung Prabasemi terkejut sehingga kata-katanya
terputus. Kini ia tidak tertawa lagi. Ditatapnya tubuh
Karebet yang gemetar. Namun ternyata Tumenggung itu
salah sangka. Karebet sama sekali tidak gemetar karena
ketakutan, tetapi anak muda itu gemetar karena
kemarahannya yang telah menjalari seluruh urat darahnya.
Sedemikian marahnya anak muda itu, sehingga justru
mulutnya jadi terbungkam.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Yang berkata kemudian adalah Tumenggung Prabasemi,
"Karebet, apakah kau sudah menjadi gila, sehingga kau
berani membentak aku" Jangan berbuat sesuatu yang akan
mencelakakan dirimu. Cara untuk membunuh seseorang
ada beberapa macam. Jangan memilih yang paling
mengerikan yang dapat aku lakukan."
Dada Karebet seakan-akan terguncang-guncang mendengar kata-kata Tumenggung Prabasemi itu. Hampirhampir saja ia tidak dapat menahan kemarahannya. Namun
tiba-tiba menjalarlah suatu perasaan yang aneh dalam
dirinya. Tiba-tiba ia menyadari kebebasannya. Kebebasan
seperti yang pernah dimilikinya sebelum ia menjadi seorang
prajurit Wira Tamtama. Karena itu, tiba-tiba ia merasa
bahwa tidak ada suatu apapun yang mengikatnya. Tak ada
ikatan hubungan apapun lagi antara dirinya dengan
Tumenggung itu, bahkan antara dirinya dengan tatacara
Keprajuritan. Karena itu ketika ia melihat kepuasan yang
membayang di wajah Tumenggung Prabasemi, anak muda
itu menjadi geli. Lenyaplah segala kemarahannya, dan
bahkan kini seakan-akan anak muda itu diberi kesempatan
untuk bermain-main. Karena itu tiba-tiba ia tersenyum,
senyum yang aneh. Betapa Tumenggung Prabasemi terkejut melihat Karebet
itu tersenyum, sehingga dengan serta merta ia berteriak,
"Setan. Kau sangka aku bermain-main?"
"Tidak Prabasemi," jawab Karebet, "aku tidak menyangka
engkau sedang bermain-main"
"He, apa katamu", kau hanya njangkar saja menyebut
namaku?" Karebet itu kini tidak hanya sekedar tersenyum.
Penyakitnya benar-benar telah kambuh. Karena itu ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
tertawa tergelak-gelak, sehingga Tumenggung Prabasemi
menjadi sedemikian herannya. "Apakah anak ini menjadi
gila karena ketakutan?" katanya didalam hati. Namun
ternyata jawaban Karebet meyakinkannya bahwa anak itu
tidak gila. Berkata anak muda itu, "Prabasemi. Aku kini telah
menjalani hukumanku. Karena itu aku bukan Wira Tamtama
lagi. Apabila demikian, apakah hubunganku dengan
Prabasemi" Aku menyebutmu Tumenggung, Kiai Tumenggung, karena aku berada dibawah pimpinanmu.
Tetapi, sekarang aku bukan lagi orangmumu. Sehingga
antara Karebet dan Prabasemi tidak ada lagi tataran yang
mengharuskan aku menghormatimu. Kalau kau sebut
namaku begitu saja, maka akupun berhak memanggilmu
tanpa sebutan apapun. Prabasemi, begitu saja. Ya
Prabasemi. Prabasemi, kau dengar?"
"Setan," geram Prabasemi. Kini ia tidak saja lagi dipenuhi
dendam didalam dadanya, tetapi kemarahannyapun telah
melonjak ke ubun-ubun. Dengan parau ia berkata, "He
Karebet, apakah kau sudah benar-benar menjadi gila.
Sudah kukatakan kepadamu, bahwa aku memberi
kesempatan kepadamu untuk memilih cara yang sebaikbaiknya untuk mati. Sekarang kau menumbuhkan
kemarahanku, sehingga kesempatan itu aku cabut kembali.
Sekarang dengarlah, aku akan membunuhmu seperti saat
aku membunuh Bahu dari Tunggul. Kau ingat" jangan
melawan, supaya aku tidak menjadi marah."
Betapapun juga, bulu roma Karebet meremang.
Prabasemi pernah membunuh Bahu dari Tunggul dengan
cara mengerikan karena Bahu melawan perintahnya.
Dianggapnya Bahu memberontak terhadap Demak. Karena
itu, maka orang itu dipergunakannya sebagai contoh bagi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mereka yang memberontak terhadap raja. Dibunuhnya
Bahu dengan cara yang mengerikan. Digores-goreskannya
kulit Bahu dengan duri setelah diikat pada sebatang pohon.
Dan dibiarkannya mati sehari setelah itu.
Prabasemi melihat perubahan di wajah Karebet. karena
itu timbul kegembiraannya. Katanya, "Aku dapat berbuat
lebih daripada itu Karebet. Dan jangan sekali-kali mencoba
mengandalkan kemudaanmu. Aku memang kagum melihat
kau bertempur dalam setiap pertempuran. Namun


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertempuran-pertempuran yang pernah kau alami adalah
pertempuran-pertempuran kecil tak berarti. Karena itu
jangan berbangga hati karenanya. Tapi kau sekarang
berhadapan dengan Tumenggung Prabasemi. Ya Tumenggung Prabasemi. Ingatlah bahwa Tumenggung
Prabsemi adalah seorang tumenggung yang ditakuti."
Namun kembali Prabasemi terkejut. Tiba-tiba Karebet itu
tertawa kembali sambil berkata, "Prabasemi. Jangan
membual. Kau memang sedang memilih cara kematian
yang sebaik-baiknya. Sedang yang paling baik bagiku
adalah bukan mati. Tetapi, aku lebih senang hidup
mengembara dan berburu binatang. Apakah kau ingin ikut
aku" Nanti kau akan aku perkenalkan dengan sahabatsahabatku. Kau pernah mengenal nama Mahesa Jenar?"
"Tutup mulutmu!," bentak Prabasemi yang kembali
kemarahannya memuncak. Kini ia benar-benar telah
kehilangan kesabaran. Setapak ia melangkah maju sambil
menggeram, "Kau benar-benar sedang sekarat. Kini
sebutlah nama ibu dan bapakmu sebelum ajalmu tiba."
"Bapak ibuku telah mendahului aku. Kalau aku sebut
namanya, ia tidak akan dapat bangkit dari kuburnya."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Gila!," teriak Prabasemi. Matanya benar-benar telah
menyalakan hatinya. Dan tiba-tiba ia berteriak, "Mampus
kau anak gila." Prabasemi itu menconcat dengan garangnya menyerang
Karebet langsung mengarah kedadanya. Prabasemi benarbenar ingin melumpuhkan anak muda itu sebelum
membunuhnya. Karebet benar-benar akan dibunuhnya
dengan cara yang pernah dilakukannya itu.
Tetapi Karebet ternyata dapat bergerak dengan
lincahnya. Dengan sekali menggeliat ia telah berhasil
membebaskan dirinya dari serangan Prabasemi. Bahkan ia
sempat berkata, "Kiai Tumenggung, bukankah Kiai
Tumenggung pernah memberi aku nasehat, sebagai
seorang Wira Tamtama seharusnya pantang menyerah.
Sekali ia maju bertempur, maka ia akan maju terus. Hanya
kematianlah yang dapat menghentikan gerak maju itu. Dan
bukankah kini aku sedang memenuhi nasehat Kiai
Tumenggung itu untuk melawan Prabasemi."
"Tutup mulutmu," teriak Prabasemi, "atau aku harus
menyobeknya." "Terserahlah, bukankah kita telah bertempur. Sobeklah
kalau kau ingin." "Anak Setan," geram Prabasemi. Sedang kemudian
serangan yang keduapun telah melucur dengan cepatnya.
Sebuah tendangan mendatar mengarah ke lambung kiri
Karebet. Namun sekali ini Karebet cukup cekatan untuk
menghindarinya. Sifat-sifatnya yang aneh kini telah
menguasai otaknya, sehingga betapapun ia terkejut
mengalami serangan yang sedemikian cepatnya, namun
sempat juga ia berkata, "Prabasemi, kita bertempur untuk
satu taruhan yang ternilai harganya. Kalau aku mati, kau
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
akan menjadi menantu Sultan Trenggana. Sedangkan kalau
kau yang mati, maka aku akan mendapatkan dua
kesempatan. Menggantikan kau sebagai Tumenggung dan
mendapatkan puteri yang cantik itu. Bukankah begitu"
Tetapi bagaimanapun juga Prabasemi, ternyata kau gila
juga seperti aku. Dan ingatlah apabila puteri itu kelak
menjadi isterimu dan kau diangkat menjadi adipati,
kesempatan yang pertama menerima hati puteri itu adalah
aku, Karebet, anak gembala yang dipungut Sultan
Trenggana dari tepi belumbang Mesjid Demak."
"Tutup mulutmu," Prabasemi berteriak keras keras. Dan
suaranya bergemna bersahut-sahutan didalam rimba itu.
Meskipun demikian, Tumenggung yang garang itu terkejut
bukan kepalang. Ternyata Wira Tamtama yang masih muda
ini benar-benar tangkas. Sehingga ia mampu mengelakserangannya sampai dua kali tanpa tersentuh
sama sekali. Karena itu kemarahan Tumenggung semakin
menyala-nyala seakan membakar dadanya. Dengan gigi
gemeretak, sekali lagi dikerahkannya tenaganya untuk
menyerang lawannya. Sedemikian dahsyatnya, seperti
burung Rajawali yang menyambar mangsanya.
Karebet mengerutkan keningnya. Serangan ini benarbenar berbahaya. Sehingga dengan demikian maka ia tidak
dapat tertawa-tawa lagi. Kini dipusatkannya perhatiannya
kepada perkelahian itu. Sekali terbersit juga kekagumannya
atas lawannya yang mampu bergerak sedemikian cepatnya.
Namun Karebet itu pun mampu mengimbanginya.
Sambaran-sambaran burung Rajawali dapat dielakkannya,
dan bahkan kini serangan-serangannya pun datang pula
seperti badai diudara yang dengan dahsyatnya melanda
burung rajawali yang merasa dirinya raja dari seluruh langit
itu. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Demikianlah pertempuran itu menjadi sangat serunya.
Masing-masing adalah prajurit Wira Tamtama yang pantang
surut. Masing-masing memiliki bekal yang cukup dahsyat.
Karena itu daerah sekitar perkelahian seakan akan timbul
angin pusaran. Daun-daun bergerak berputaran dan daundaun kering berguguran ditanah. Ranting ranting yang
tersambar tangan mereka berderak-derak patah berserakan. Tanah di sekitar mereka seakan-akan telah
dibajak, dan tumbuh-tumbuhan perdu dan batang-batang
kecil telah roboh terinjak-injak kaki mereka.
Perkelahianpun semakin lama menjadi semakin seru.
Masing-masing menjadi kagum akan keprigelan lawannya.
Lebih-lebih Prabasemi. Ia telah pernah mendengar dan
melihat sendiri beberapa kelebihan Karebet dari kawankawannya prajurit-prajurit Wira Tamtama yang lain. Namun
tidak disangkanya anak itu mampu melawannya sampai
beberapa lama dalam tingkatan yang sejajar. Karena itu
maka Tumenggung itu benar-benar telah kehilangan
pengamatan diri. Yang ada didalam otaknya adalah
membunuh. Karebet harus dibunuh dengan cara apapun.
Sedang Karebet pun sebenarnya mengagumi pula
ketangkasan Prabasemi. Tumenggung yang masih cukup
muda, meskipun agak lebih tua daripadanya. Namun
ketangkasannya telah sedemikian tingginya, sehingga
karena itulah maka sepantasnya bahwa Prabasemi cepat
menanjak ketempatnya yang sekarang. Namun sayang,
Tumenggung sakti ini mempunyai sifat-sifat yang kurang
pada tempatnya. Tumenggung itu terlalu kejam dalam
hampir segala tindakan yang diambilnya. Terlalu bernafsukan harga diri dan kebanggaan atas tingkatantingakatn yang pernah dicapainya. Apalagi kini ia menjadi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
semakin gila lagi dengan harapan yang tumbuh didalam
dirinya tentang puteri Sultan Trenggana.
Tetapi kemudian Karebet pun berkata didalam hatinya
kepada dirinya sendiri, "Apakah aku juga tidak gila seperti
Tumenggung itu?" Karebet itu tersenyum. Tetapi tiba-tiba senyumnya
lenyap seperti awan disapu angin ketika serangan
Prabasemi hampir mematahkan lengannya. Sebuah pukulan
gebangan yang dahsyat mengarah ke pergelangannya.
Untunglah cepat ia menyadari keadaannya sehingga ia
masih sempat menarik tangannya itu bahkan ia masih
mampu berputar diatas tumitnya dan dengan tumit yang
lain menyambar perut Prabasemi. Tetapi Prabasemi tidak
membiarkan perutnya menjadi sakit. Cepat ia menggeliat,
dan kaki Karebet lewat beberapa jari dari perutnya yang
buncit. Perkelahian itu berjalan semakin sengit. Prabasemi
benar-benar sudah sampai puncak kemarahannya dan
Karebetpun melayani dengan sepenuh tenaga.
Tetapi kemudian ternyata bahwa keadaan mereka agak
berbeda. Prabasemi adalah seorang Tumenggung yang
menjadi seorang sakti karena ketekunannya berlatih.
Kedahsyatannya tumbuh didalam ruang latihan dalam
keadaan yang cukup baik. Namun Karebet adalah seorang
yang aneh. Ia tidak pernah berlatih secara teratur, namun
ia tidak kalah tekunnya dari Prabasemi. Namun karebet
adalah seorang yang anak gembala dan sekaligus seorang
perantau. Tubuhnya seakan-akan ditempa sekitarnya.
Panas dingin dan segala macam pekerjaan yang harus
dilakukannya. Berkelahi dengan penjahat dan berjuang
melindungi kawan gembala dari segala sergapan para
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
pencuri ternak. Pengalaman yang diperolehnya di Karang
Tumaritis bersama pamannya dan kemudian Arya Salaka,
disamping Endang Widuri. Semuanya itu telah menempa
tubuh Karebet menjadi sekeras tembaga, tulang-tulangnya
sekeras besi dan otot-ototnya seliat jalur baja.
Itulah sebabnya semakin lama pertempuran itu menjadi
semakin nyata, bahwa tidak saja kelincahan dan kecepatan
bergerak, namun ketahanan jasmaninyapun Prabasemi
tidak dapat menyamai Karebet.
Prabasemi pun akhirnya merasakan keadaan itu pula.
Karena itu, betapapun betapapun jantungnya bergejolak
dengan dahsyat. Kemarahannya yang telah memuncak itu
benar-benar telah membakar darahnya sehingga seakanakan mendidih. Telah dikerahkan segenap tenaga dan
kecepatannya untuk mengalahkan lawannya, namun
Karebet ternyata memiliki beberapa kelebihan daripadanya.
Karena itu, sekali-sekali terdengar Prabasemi menggeram.
Ia kini benar-benar menghadapi keadaan yang sama sekali
tidak disangka-sangkanya.
Karena itu setelah ia yakin bahwa ia tidak akan dapat
mengalahkan lawannya, maka tidak ada jalan lain kecuali
menyelesaikan perkelahian itu dengan ilmunya yang
terakhir. Sebenarnya malu juga Tumenggung Prabasemi itu.
Melawan anak-anak yang selama ini menjadi reh-rehannya,
masih harus menggunakan ilmu simpanan yang jarangjarang sekali dipergunakannya. Namun ia tidak mempunyai
jalan lain daripada itu. Ilmu itu adalah ilmu gerak yang luar
biasa. Ilmu yang dinamai oleh gurunya Aji Sapu Angin.
Sebenarnyalah apabila ilmu itu dipergunakannya, maka
gerak Prabasemi benar-benar seperti menghalau angin.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Demikianlah ketika tidak ada jalan lain yang dapat
dilakukan untuk menebus kepahitan yang telah ditimbulkan
oleh Karebet itu atasnya, serta tuntutan dendam yang
membara di dalam dadanya, maka Prabasemi itu pun
segera meloncat mundur. Secepat kilat ditrapkannya ilmu
gerak itu, Aji Sapu Angin. Dijulurkannya kedua tangannya
kedepan kemudian dengan gerakan menyentak, kedua
lututnya ditarik serta ditekuknya. Kedua tangannya
mengepal dan menelentang dilambungnya. Itulah pertanda,
gerakan-gerakan pertama dari unsur Aji Sapu Angin.
Karebet terkejut melihat sikap itu. Tetapi ia segera
menyadari bahwa lawannya pasti mempergunakan ilmu
tertingginya. Tetapi setelah bertempur beberapa lama
melawan Prabasemi, sedang tenaganya seakan tidak
berkurang, tahulah Karebet sampai dimana tingkat ilmu
Tumenggung itu. Betapapun ia kagum akan kecepatan
bergerak serta tenaganya, namun ternyata masih belum
dapat menyamainya. Karena itu, ketika ia melihat
Tumenggung Prabasemi mempergunakan ajinya, maka
Karebet tidak perlu tergesa-gesa mempergunakan aji RogRog Asem. Yang kini dipergunakannya adalah ilmu
pertahanannya yang sudah jarang-jarang dimiliki oleh
seseorang. Lembu Sekilan. Bahkan dalam pada itu, masih
sempat juga Karebet berkata, "Ait apakah kira-kira yang
akan kau lakukan Prabasemi" Agaknya kau telah terpaksa
menggunakan aji pamungkasmu"."
"Mampus kau," bentak Prabasemi dengan marahnya.
Tubuhnya melontar seperti tatit menyambar Karebet.
Karebet terkejut melihat gerak itu, namun gerak itu
terlalu cepat baginya. Itulah Aji Sapu Angin sehingga kali ini
Karebet benar benar tak mampu menghindari. Karena itulah
maka serangan Prabasemi kali ini tepat mengenai dada kiri
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet. Sambaran tangan Prabasemi yang dilambari ilmu
gerak itu benar-benar terasa menghentak tulang iga,
sehingga karena itulah maka Karebet terdorong beberapa
langkah. Ketika Prabasemi merasakan sentuhan tangannya itu,
serta melihat bahwa Karebet benar-benar tak mampu
menghindari serangannya yang dilontarkan dalam lambaran
ajinya itu, maka terdengar Prabasemi itu berteriak,
"Tataplah langit, peluklah bumi, Karebet. Jangan rindukan
lagi matahari esok pagi."
Tetapi alangkah terkejutnya Tumenggung Wira Tamtama
itu, ketika ia melihat Karebet terlempar beberapa langkah
surut, terbanting ditanah dan berguling beberapa kali.
Namun kemudian dengan tangkas melenting berdiri diatas
kedua kakinya yang meregang. Sekali ia menyeringai,
namun kemudian terdengar tertawa lirih. Katanya sambil
menarik nafas dalam-dalam, "Hem, alangkah dahsyatnya


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmumu Prabasemi, apa namanya"."
Prabasemi menggigil karena marahnya. Giginya beradu
sehingga hampir-hampir menjadi patah. Betapa ia melihat
Karebet masih tegak berdiri dengan mulut tertawa.
"Anak setan, gendruwo, tetekan," Tumenggung itu
mengumpat tak habis-habisnya.
Karebet masih berada ditempatnya. Diantara suara
tertawanya terdengar ia berkata, "Alangkah dahsyatnya
ilmumu itu. Kalau tidak, maka ia tidak akan mampu
menembus Aji Lembu Sekilan."
"Lembu Sekilan"," tanpa sesadarnya Prabasemi itu
mengulangi. Berbagai perasaan berputar-putar di dalam
lenaknya. "Lembu Sekilan"," berkali-kali Tumenggung itu
mengulangi didalam hatinya. Hampir-hampir ia tidak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
percaya. Tetapi, ia mengalaminya sendiri. Sentuhan ajinya
yang selama ini dibanggakan, ternyata tidak mampu
menembus pertahanan Lembu Sekilan. Ajinya hanya
mampu mendorongnya jatuh, namun anak itu tetap segar.
Bahkan masih tertawa lirih memandanginya dengan
tenangnya. Karebet masih berdiri di tempatnya. Ketika ia melihat
Tumenggung itu menjadi tegang, maka katanya, "apakah
kau sudah siap untuk membunuhku dengan cara yang sama
seperti kau membunuh Bahu dari Tunggul"."
Prabasemi memggeram. Alangkah panas hatinya mendengar ejekan itu. Karena itu, dengan suara gemetar ia
menjawab, "aku akan melakukannya lebih daripada itu!."
"Bagaimana kalau sebaliknya?" balas Karebet.
Dada Prabasemi hampir meledak karenanya. Karena itu
maka sekali lagi ia tidak memberi kesempatan kepada
lawannya. Dengan cepatnya ia meloncat, melontarkan
sebuah pukulan yang dahsyat ke arah wajah Karebet. Kali
ini pun Karebet kalah cepat dari Aji Sapu Angin, sehingga
sekali lagi ia terdorong surut beberapa langkah, namun ia
tidak lagi terbanting jatuh.
Meskipun demikian wajahnya terasa panas dan
kepalanya sedikit pening. Karena itu ia mengumpat dalam
hatinya, "Gila juga Aji orang ini."
Namun Prabasemi ternyata tidak memberinya kesempatan. Sekali lagi ia meloncat, dan serangannya kini
mengarah ke perut Karebet. Karebet yang percaya benar
kepada aji Lembu Sekilannya segera memiringkan tubuhnya
sambil menangkis serangan itu. Kali ini Karebet benar benar
telah dapat menguasai keseimbangan antara kekuatan
lawannya dan kemampuan Ajinya. Akibatnya sekalipun
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
serangan Prabasemi membenturnya namun Karebet tidak
lagi terdorong karenanya. Bahkan kemudian anak muda
aneh itu melawan sejadi-jadinya. Dikerahkannya segenap
kemampuan yang setinggi-tingginya. Namun ia sama sekali
belum mempergunakan Aji Rog-Rog Asemnya.
Meskipun demikian ternyata Karebet tidak segera dapat
dikuasai lawannya. Meskipun serangan-serangan Karebet
tidak begitu berbahaya dalam benturan dengan ajian
lawannya, namun karena Lembu Sekilan, maka Karebet
tidak merasakan bahwa lawan telah mencurahkan segenap
kemampuan yang ada padanya, bahkan sudah sampai pada
tahap ilmu yang terakhir.
Prabasemi semakin lama semakin cemas dan bingung.
Benar-benar tak disangka-sangkanya bahwa Karebet
memiliki kemampuan sedemikian tingginya. Semula disangkanya bahwa lurah Wira Tamtama muda ini tidak
lebih ataupun tidak jauh terpaut dari kawan-kawannya.
Tetapi Karebet benar-benar seperti anak setan.
Karebet itu pun semakin lama semakin menyadari akan
kemampuannya. Betapapun Prabasemi mengerahkan Aji
Sapu Angin, namun Lembu Sekilan masih mampu
mengatasinya sehingga dengan demikian maka seakanakan Prabasemi sama sekali tidak mendapat kesempatan
untuk melawan. Meskipun ajinya juga mampu mengurangi
tekanan tangan Karebet yang menyentuh tubuhnya, namun
sebenarnya terasa oleh Prabasemi, bahwa Karebet telah
mampu melampauinya. ----------0dwkzOarema0---------SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
IV Tetapi semuanya sudah terlanjur. Ia tidak dapat menarik
lagi ucapannya. Ia sudah berkata bahwa ia akan
membunuh Karebet itu. Ia sudah berkata bahwa apapun
yang terjadi, maka maksudnya itu tak akan diurungkan.
Dan anak muda itu pun telah berkata bahwa mereka kini
sedang berkelahi untuk satu taruhan.
Karena itu, maka tidak ada satu pun jalan untuk
menghindarkan diri dari perkelahian itu. Dan terbayanglah
di wajah Tumenggung, bahwa saat-saat terakhirnya telah
tiba. Ia sama sekali tidak akan dapat membunuh Karebet
itu, tetapi ia pasti bahwa Karebet akan mampu
membunuhnya. Prabasemi bukanlah seorang penakut. Ia adalah seorang
Tumenggung Wira Tamtama, yang sudah berpuluh kali
berjuang melawan maut. Telah berpuluh kali ia membunuh
lawannya, dan bahwa suatu ketika salah seorang lawannya
akan membunuhnya, benar-benar sudah diramalkannya.
Karena itu, apabila ia kali ini mati dalam perkelahian, maka
ia tidak akan menjadi gentar. Meskipun demikian, ada juga
suatu yang bergetar di dalam dadanya. Ia sama sekali tidak
takut mati. Namun mati karena anak muda yang aneh itu
rasa-rasanya tidak senang juga. Walaupun demikian,
Prabasemi harus menyadari keadaannya.
Demikianlah perkelahian itu menjadi semakin seru pula.
Aji Sapu Angin adalah Aji yang cukup dahsyat, sehingga
apabila Aji itu menyentuh dahan-dahan kayu di sekitar
perkelahian itu maka terdengarlah suaranya berderak-derak
patah. Pohon-pohon muda dan cabang-cabang pepohonan.
Karena itu, maka di daerah perkelahian itu seakan-akan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
telah tertiup angin prahara yang menggoncangkan
pepohonan serta menggugurkan pepohonan serta menggugurkan daun-daunnya.
Apabila pertempuran itu terjadi di siang hari, maka dari
kejauhan akan nampaklah daun-daun yang berguncangguncang dan akan tampak pulalah dahan-dahan yang patah
berhamburan, karena kedahsyatan Aji Sapu Angin.
Tetapi karena Aji Sapu Angin itu tidak mampu menembus
sampai keintinya Aji Lembu Sekilan, maka kesempatan
Karebet untuk mengenai lawannya, jauh lebih banyak dari
Prabasemi. Berkali-kali Prabasemi terpaksa menyeringai
kesakitan dan berkali-kali ia terpaksa menyeringai pula
karena kekecewaan. Serangannya telah benar-benar
mengenai sasarannya, tetapi Karebet seolah-olah telah
menjadi kebal. Namun kemudian ternyata, betapa dahsyatnya Aji Sapu
Angin itu, tetapi sebenarnyalah bahwa kekuatan jasmaniah
Tumenggung Prabasemi itu terbatas. Setelah ia memeras
tenaganya dalam kekuatan Aji Sapi Angin, maka terasalah
getaran-getaran ilmu di dalam dadanya menjadi susut.
Sejalan pula dengan itu, maka kegarangan Tumenggung
Wira Tamtama itu menjadi susut pula.
Baik Prabasemi sendiri, maupun Karebet, segera melihat
apa yang sebenarnya terjadi. Prabasemi kemudian merasa
peluh dingin memancar dari segenap tubuhnya, bukan
karena ia takut mati, tetapi sebenarnya ia menjadi sangat
malu atas kekalahannya itu. Kekalahan yang tak pernah
dibayangkannya. Kekalahan dari seorang anak yang lebih
muda daripadanya dan reh-rehannya pula dalam keprajuritan. Anak itu tidak lebih dari seorang lurah Wira
Tamtama. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Apa boleh buat" desisnya, "Kalau mungkin, biarlah kita
mati bersama", katanya dalam hati.
Kini Karebet mendapat kesempatan lebih banyak lagi dari
beberapa saat sebelumnya. Dan ternyata pula, karena
kemuakannya atas Tumenggung itu, maka kesempatan itu
pun dipergunakan sebaik-baiknya. Dengan lincahnya ia
bergerak-gerak menyerang dengan dahsyatnya. Tangannya
yang sepasang itu bergerak-gerak dari segenap arah,
menyerang hampir ke setiap permukaan tubuh Prabasemi.
Dan terasalah ujung tangan itu menyengat-nyengat seperti
kerumunan beribu-ribu lebah. Meskipun demikian Prabasemi sama sekali tidak menyerahkan dirinya ditelan
oleh kegarangan lawannya. Dipergunakannya setiap
kesempatan yang masih ada. Namun kembali ia kecewa,
Ajinya tidak dapat menembus Lembu Sekilan sampai
keintinya, sehingga Karebet, seakan-akan hanya bergetar
sedikit, untuk kemudian meloncat maju dengan garangnya.
Demikianlah, maka lambat laun, tenaga Tumenggung
Prabasemi itu pun terperas habis. Tubuhnya menjadi
semakin lama semakin lemah, dan serangan-serangan
Karebet semakin menekannya. Akhirnya Prabasemi yang
garang itu benar-benar kehabisan tenaga. Ketika ia sempat
menengadahkan wajahnya, dilihatnya warna semburat
merah membayang dilangit yang biru.
"Hampir fajar", keluhnya. "Fajar terakhir".
Prabasemi itu sudah tidak dapat mengeluh lagi. Dengan
dahsyatnya Karebet meloncat menyambar wajahnya
dengan sisi telapak tangannya. Tumenggung Prabasemi
terguncang, dan kemudian terbanting jatuh. Terasa
kepalanya menjadi pening dan nafasnya menjadi sesak.
Tetapi ia adalah seorang Tumenggung Wira Tamtama.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Setiap kali ia berteriak-teriak dihadapan anak buahnya,
bahwa tak ada kemungkinan melangkah mundur bagi Wira
Tamtama. Yang ada, maju terus atau mati. Demikianlah
pendiriannya itu tetap dipertahankannya sampai saat-saat
yang paling berbahaya bagi hidupnya. Betapa pun
kepalanya pening dan pedih-pedih didalam dadanya, namun
Prabasemi itu masih berusaha untuk tegak kembali.
Dicobanya untuk menyamar kaki Karebet dengan kakinya.
Namun dengan lincahnya Karebet itu meloncat, dan seperti
gunung yang runtuh menimpa dadanya, kaki Karebet itu
tepat menghantam tulang-tulang iga Tumenggung Prabasemi yang sudah sedemikian lemahnya.
Sekali lagi Tumenggung Prabasemi terlempar beberapa
langkah dan kembali ia terbanting di tanah.
Terdengar Tumenggung itu menggeram. Karebet masih
melihat, dengan gemetar, Prabasemi mencoba berdiri.
Namun ketika ia bertumpu pada kedua kakinya, kembali
Prabasemi terjatuh tertelungkup.
Karebet itu segera meloncat ke depan. Kebenciannya
kepada Tumenggung itu benar-benar meluap sampai ke
ubun-ubunnya. Karena itu, dengan sebelah tangannya,
diraihnya baju Prabasemi yang dibuat dari beludru. Ketika
tubuh Prabasemi itu terangkat, sekali lagi tangan Karebet
menyambar dagunya. Kali ini wajah Prabasemi terangkat,
dan Tumenggung itu terlempar jatuh menelentang.
Karebet yang masih dikuasai oleh kemarahannya itu
segera meloncat menyusul, namun tiba-tiba terasa dadanya
berdesir tajam. Ketika ia melihat wajah Tumenggung itu,
maka tiba-tiba ia menjadi berdebar-debar. Ia terkejut ketika
tampak samar-samar darah meleleh dari mulutnya. Dan
Tumenggung itu kini sama sekali tak bergerak-gerak lagi.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Mati?" tiba-tiba terlontar kata-kata itu dari mulut
Karebet. Dan karena itu ia menjadi gemetar karenanya.
Perlahan-lahan ia maju mendekati. Ketika diraba dada
Tumenggung itu, terdengar Karebet berdesis, "Masih
hidup". Tiba-tiba timbullah kecemasan dihati anak muda yang
aneh itu. Kalau dirinya mati, maka tak seorangpun yang
akan mencarinya, setidak-tidaknya dalam waktu yang
dekat. Tetapi kalau Tumenggung yang mati, maka pasti
segera aka diketahui Sultan Trenggana tahu benar, bahwa
Tumenggung Prabasemi pergi mengantarkannya sampai
keluar kota. Kalau kemudian Tumenggung itu hilang, dan
tidak kembali kerumahnya maka Sultan segera akan
mengetahuinya, bahwa setidak-tidaknya Karebet mengetahuinya apakah yang terjadi.
Karena itu, maka Sultan Trenggana pasti akan menjadi
sangat murka. Mungkin sekali disebarkannya beberapa


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang untuk menangkapnya. Hidup atau mati.
Sekali lagi Karebet meraba tubuh Prabasemi. Ia menjadi
sedikit berlega hati, ketika ia yakin bahwa Tumenggung itu
benar-benar belum mati. "Kenapa aku takut, seandainya Sultan akan berusaha
menangkapku?" tiba-tiba terdengar suara didalam relung
hatinya. "Hukuman mati hanya akan dijatuhkan satu kali.
Bukankah Tumenggung ini kalau masih hidup pasti akan
berusaha membunuhku pula?"
Tetapi tiba-tiba Karebet menundukkan wajahnya.
Sebenarnya Karebet sama sekali tidak takut pada hukuman
mati itu. Kini ia telah mengenal apa yang sebenarnya
sedang bergolak didalam dadanya. Bukan suatu perasaan
takut, tetapi suatu perasaan yang jauh lebih berharga dari
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
itu. Tiba-tiba saja, terasa betapa kemurahan hati Sultan
telah melimpah kepadanya. Betapa Sultan Trenggana
berusaha mengurangi kesalahan-kesalahan yang telah
dilakukannya. Limpahan kemurahan hati sejak ia dipungut
oleh Baginda dari tepi kolam, kemudian diangkat menjadi
Wira Tamtama. Bahkan dalam waktu singkat Baginda telah
menganugerahkan pangkat Lurah.
Karebet menarik nafas dalam-dalam. Apalagi kalau
pamannya kelak mengetahui apa yang sudah dilakukannya.
Membunuh dan karena itu ia dihukum mati. Maka kembali
tubuhnya mengigil. Sekali lagi diawasinya tubuh yang
terlentang tidak bergerak itu. Perlahan-lahan Karebet berdiri
melangkahi tubuh Prabasemi. Diangkatnya kedua tangannya dan perlahan-lahan digerakkannya.
"Kiai, Kiai Tumenggung" panggilnya.
Tetapi Prabasemi tidak menjawab. Karena itu Karebet
menjadi bertambah bingung. Ketika sekali lagi ia
menggerakkan tangan itu, maka sekilas dilihatnya sebuah
kamus bertimang tretes intan berlian melingkar diperut
Tumenggung itu. "Hem" desisnya, "Sebuah timang yang mahal."
Tetapi, Karebet menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia
benar-benar menjadi cemas. Kalau ditinggalkannya tubuh
ini, maka mungkin sekali akan menjadi hidangan pesta bagi
serigala-serigala lapar. Atau kalau seorang pencari kayu
melihatnya, dan melihat timang itu, ada kemungkinan pula
Tumenggung yang pingsan itu dibunuhnya, hanya karena
timang dan permata-permatanya.
Karebet semakin lama semakin gelisah. Akhirnya ia tidak
dapat menemukan suatu cara yang lain daripada
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
membiarkannya sampai sadar. Tetapi dengan demikian, ia
terpaksa menunggunya. Dengan dada yang berdebar-debar, Karebet kemudian
berjalan hilir-mudik di samping tubuh Prabasemi. Setiap kali
ia mendengar gemersik daun-daun kering, ia menjadi
terkejut. Betapa marahnya ketika tiba-tiba dari balik
rimbunnya dedaunan perdu, Karebet melihat seekor
serigala mengintai tubuh yang terbaring itu. Dengan lidah
yang terjulur panjang dan air liur yang menetes satu-satu.
"Biasanya serigala liar berjalan beriring-iring," desisnya.
Namun ia tidak peduli. Diraihnya sebuah batu dan dengan
sekuat tenaga, tenaga Mas Karebet yang sedang marah
dilemparinya serigala itu.
Terdengar serigala itu melengking tinggi. Kemudian
diam. Dari kepalanya mengalir darah yang merah segar.
Sesaat kemudian terdengarlah beberapa ekor serigala yang
lain, mengaum-aum dengan ributnya. Namun semakin lama
semakin jauh. "Hem," gumam Karebet, "Benar juga mereka datang
berbondong-bondong."
Kini kembali Karebet merenungi wajah Prabasemi yang
pucat itu. Anak muda itu hampir berteriak kegirangan ketika
dilihatnya Prabasemi bergerak-gerak.
Seperti anak-anak mendapat mainan, Karebet segera
meloncat mendekatinya. Sambil mengguncang-guncangkan
tubuh itu, dipanggilnya nama Tumenggung itu, "Kiai, Kiai
Tumenggung." Tetapi Prabasemi belum mendengar suara itu. Namun
sekali lagi tampak ia menggerakkan kepalanya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sebenarnya tubuh Tumenggung itu adalah tubuh yang
luar biasa. Kekuatan yang tersimpan didalamnya telah
menolongnya, menghindarinya dari kematian. Karena itu,
ketika angin fajar mengusap wajahnya maka perlahan-lahan
terasa darahnya seakan-akan mengalir kembali.
Namun ketika sekali lagi Karebet melihat Tumenggung
itu bergerak, maka timbullah pikirannya untuk tidak
menampakkan dirinya lagi. Kalau Tumenggung itu
kemudian menjadi sadar, dan memaki-makinya, maka
Karebet akan takut kalau ia justru sekali lagi menjadi lupa
diri. Maka ketika dilihatnya Tumenggung itu menggeliat,
Karebet segera meloncat ke balik-balik gerumbul, tidak
begitu jauh dari tempat Prabasemi itu berbaring.
Tumenggung yang malang itu perlahan-lahan menggeliat. Kemudian terdengar ia mengeluh pendek.
Karebet yang bersembunyi di balik gerumbul mengawasinya
dengan tegang. Apakah Tumenggung itu masih mampu
untuk berjalan kembali ke Demak"
Ketegangan wajah Karebet itu semakin lama menjadi
semakin kendor. Prabasemi betapapun terasa seakan-akan
segenap tulang belulangnya tidak bersambung lagi, namun
ia berusaha menggerak-gerakkan tangannya. Kemudian
kakinya. "Hem...." Prabasemi kembali mengeluh pendek. Mulutnya
yang lebar tampak menyeringai menahan sakit. Namun kini,
kesadarannya telah berangsur-angsur pulih kembali.
Kemudian dicobanya menggerakkan kepalanya, memandang tempat-tempat di sekitarnya. Dengan geramnya ia menggeram. "Di mana setan itu?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi kembali ia menyeringai. Punggungnya benarbenar serasa patah. Karena itu, dibiarkannya tubuhnya
terbaring untuk beberapa lama.
Di langit bintang-gemintang menjadi semakin lama
semakin pudar. Dari timur telah membayang cahaya
kemerah-merahan, dan sayup-sayup terdengar suara ayam
hutan berkokok bersahut-sahutan.
Prabasemi menarik nafas. "Ternyata aku masih hidup,"
desahnya. Dan kini dicobanya perlahan-lahan untuk
menggerakkan seluruh tubuhnya. Dengan hati-hati ia
memiringkan dirinya untuk kemudian bertelekan pada
sebelah tangannya. Prabasemi berusaha untuk duduk.
Tetapi kembali dengan lemahnya ia terkulai di tanah.
"Gila!" geramnya.
Karebet yang melihat kesulitan itu, menjadi kasihan juga
kepadanya. Namun ia sudah bertekad untuk tidak
menemuinya lagi. Karena itu, betapapun keinginannya
untuk menolongnya, keinginan itu ditahannya kuat-kuat.
Akhirnya, betapapun Prabasemi mengalami kesulitan,
akhirnya ia mampu untuk duduk dan tertelekan kedua
tangannya. Sekali-sekali terdengar ia berdesis. Namun
kemudian menggeram penuh kemarahan. Dengan nanar ia
memandang berkeliling. Bahkan kemudian ia berteriak "He,
di mana kau?" Namun kemudian, nafasnya menjadi terengah-engah.
Dan kepalanya ditundukkannya.
Tetapi tubuh Prabasemi itu benar-benar tubuh yang
mempunyai daya tahan mengagumkan. Beberapa saat
kemudian, maka telah dicobanya untuk menggerakgerakkan kakinya. Sekali-kali dicobanya untuk berjongkok
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dan kemudian dengan tertatih-tatih dan berpegangan pada
batang-batang pohon Tumenggung itu mencoba untuk
berdiri. "Luar biasa," kata Karebet di dalam hatinya. "Baru
beberapa saat ia terkapar hampir mati. Namun kini ia telah
mampu untuk berdiri."
Sekali lagi Tumenggung itu memandang berkeliling. Ia
benar-benar sedang mencari Mas Karebet. Namun anak itu
tidak dilihatnya. Karena itu dengan geramnya ia berteriak,
"He Karebet, anak setan. Jangan bersembunyi."
Karebet mengumpat di dalam hatinya." "Benar-benar
orang ini keras hati. Setelah nyawanya singgah di ujung
ubun-ubun, masih juga ia berteriak-teriak?"
"He Karebet, pengecut," katanya. "Tidak sepantasnya
Wira Tamtama melarikan diri."
"Gila!" Hampir-hampir Karebet menjawab kata-kata itu.
Untunglah segera disadarinya, bahwa sebenarnya, ia tidak
dapat melangkahi limpahan kemurahan hati Sultan
Trenggana. Dengan penuh kemarahan, terdengar Tumenggung itu
bergumam, "Awas kau Karebet. Pada suatu ketika akan
datang saatnya, aku mencarimu dan dengan tanganku aku
bunuh kau seperti aku membunuh Bahu dari Tunggul."
Sekali lagi Karebet mengumpat di dalam hati. Namun
dibiarkannya Tumenggung itu berjalan terhuyung-huyung.
Dengan tangan yang gemetar, ia berpegangan dari satu
pohon ke pohon berikutnya. Ketika ia menengadahkan
wajahnya, dan dilihatnya seberkas cahaya terlempar di atas
pepohonan, ia berdesis, "Hari telah pagi."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dan karena itulah maka langkahnya terhenti. Tumenggung itu menjadi ragu-ragu. A pakah katanya nanti,
kalau ia bertemu dengan seseorang di perjalanan pulang"
Diamat-amati pakaiannya. Kemudian dengan tergesagesa dilihatnya timangnya. "Hem. Masih lengkap,"
gumannya. Dengan hati-hati dicobanya untuk memperbaiki letak
pakaiannya, dan sejenak kemudian, kembali ia terhuyunghuyung berjalan meninggalkan tempat yang terkutuk itu.
Sepeninggal Tumenggung Prabasemi, Karebet keluar dari
persembunyiannya. Sekali ia menarik nafas panjang.
Kemudian gumannya, "Luar biasa. Luar biasa. Ia masih
mampu berjalan." Kemudian ia menjenguk dari balik dedaunan. Prabasemi
benar-benar telah berjalan dengan baik, walaupun sekalikali masih harus berhenti, menekan punggungnya dengan
kedua tangannya. Kini Karebet tinggal melihat kedalam dirinya. Setelah
Prabasemi hilang di antara pepohonan, kembali ia menjadi
bingung. Apakah yang akan dilakukannya, dan akan
kemanakah ia" Beberapa saat Karebet diam termenung. Bahkan
kemudian ia pun duduk di tanah yang seakan-akan baru
saja dibajak oleh kaki-kakinya dan kaki Tumenggung
Prabasemi. Tiba-tiba Karebet pun tersenyum, gumamnya
seorang diri, "Kasihan Tumenggung itu. Untunglah aku
menyadari keadaannku, sebelum aku membunuhnya."
Tetapi kemudian disadarinya, bahwa tempat itu cukup
berbahaya baginya. Kalau Tumenggung yang mendendamnya itu sempat, pasti ia akan datang kembali
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dengan beberapa orang untuk menangkapnya dan
membunuhnya. Sebenarnya Tumenggung Prabasemi mendendam Karebet sampai tujuh turunan. Sepanjang jalan tak habishabisnya ia mengumpat-umpat. Meskipun demikian,
Tumenggung Prabasemi itu terpaksa mengakui, bahwa
anak itu mempunyai beberapa kelebihan daripadanya.
Ketika Tumenggung Prabasemi sampai di pinggir hutan,
dan melihat sawah yang terbentang di hadapannya, ia
menjadi ragu-ragu. Dalam keadaannya itu, pasti semua
orang yang bertemu di sepanjang jalan akan menertawakannya. Meskipun ia tidak melihat wajahnya
sendiri, tetapi ia dapat membayangkan, betapa noda-noda
merah biru telah memenuhi wajahnya. Apalagi ketika ia
melihat beberapa noda darah yang meleleh dari mulutnya,
mengotori baju beludrunya.
"Setan. Anak setan" umpatnya tak habis-habisnya .
Akhirnya Tumenggung Prabasemi terpaksa menunggu di
tepi hutan itu sampai malam datang kembali. Ia tidak mau


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang pun yang melihatnya dalam keadaan itu. Apalagi
bila seorang Wira Tamtama melihatnya. Maka ia tidak akan
dapat menjawab, apabila mereka bertanya, apakah
sebabnya. Sekali lagi Prabasemi mengumpati Karebet. Terpaksa ia
mencari setetes air untuk minum hari itu. Untunglah, bahwa
di bawah sebatang pohon benda, diketemukannya mata air
kecil yang segar. Namun kemudian dihabiskannya waktunya
dengan mereka-reka, apakah yang dapat dilakukannya
untuk membalas dendam. "Hem," katanya kemudian, "Aku tidak akan dapat
melakukannya sendiri. Aku tidak takut. Aku tidak takut!"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
teriaknya, seakan-akan seseorang telah menuduhnya.
"Tetapi Sultan akan mengetahuinya, dan menghukumku."
Tiba tiba Prabasemi tersenyum, "bodohnya aku,
bukankah aku bisa minta bantuan kakang Sembada?"
Kemudian Prabasemi mengangguk angguk dan tersenyum sendiri dengan puasnya. Sembada adalah
seorang yang dapat membantunya.
Tetapi ketika disadarinya keadaannya kini, kembali
Prabasemi mengumpat. Terpaksa ia menunggu sampai
malam. "Kakang Sembada harus berangkat malam nanti"
desisnya. Hari itu terasa betapa panjangnya. Dengan gelisah
Prabasemi berjalan hilir mudik didalam hutan. Sekali kali ia
membaringkan tubuhnya diatas rumput-rumput keringt,
namun kembali ia berjalan hilir mudik.
Namun udara hutan yang segar telah menyegarkan
badannya pula. Berangsur-angsur tenaganya menjadi pulih
kembali. Nafasnya telah tidak terasa sesak, dan tulang
iganya sudah tidak terlalu nyeri. Tetapi matahari benarbenar sangat menjemukannya.
Akhirnya, ketika Prabasemi hampir-hampir tidak sabar
lagi, maka matahari itupun tenggelam diujung Barang.
Cahayanya yang merah menyala diujung bukit dan ditepi
awan yang mengambang di langit. Namun kemudian tabir
yang hitam kelam seolah turun dari langit, merayap
keseluruh permukaan bumi.
Prabasemi menarik napas dalam-dalam. Kemudian
dengan cepatnya ia meloncat setengah berlari pulang
kerumahnya. Di sepanjang jalan hatinya berdebar-debar. Ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sudah pasti dicari oleh anak buahnya. Mudah-mudahan
Baginda tidak mencarinya.
Dan apa yang disangkanya itu benar-benar terjadi. Ketika
Prabasemi hampir sampai dirumahnya, dilihatnya beberapa
orang prajurit Wira Tamtama berjaga-jaga. Ketika salah
seorang melihatnya maka tiba-tiba prajurit itu berteriak,
"Itu Kiai Tumenggung Prabasemi."
Beberapa kawan-kawannya yang lain pun segera
berkumpul. Seakan-akan mereka melihat sesuatu yang
belum pernah mereka lihat.
Prabasemi datang dengan langkah tegap. Meskipun
kakinya masih terasa agak sakit, namun sama sekali ia tidak
timpang. Ia berjalan seorang diri seperti sedang berlatih
berjalan dalam barisan. Sebelum prajurit itu bertanya kepadanya, maka
Tumenggung yang malang itu mendahului membentaknya,
"Apa yang kalian kerjakan disini?"
Prajurit yang dibentaknya itupun menganggukkan
kepalanya sambil menjawab, "Kami mencemaskan Kiai
Tumenggung. Sehari ini kami tidak melihat kiai. Ketika
kakang lurah Santapati menghadapi Kiai, maka dijumpainya
rumah ini kosong, sehingga kakang lurah menjadi bingung.
Setelah kakang lurah menunggu sampai tengah hari, dan
Kiai Tumenggung tidak juga datang, mnaka kakang lurah
memerintahkan beberapa orang mencari Kiai, dan beberapa
orang diperintahkannya untuk berjaga-jaga di sini."
"Gila, dimana Santapati"."
"Di belakang." "Panggil dia" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Seorang prajurit segera berlari kebelakang memanggil
lurah Wira Tamtama Santapati. Santapati yang dengan
gelisahnya duduk di serambi belakang karena Tumenggungnya sehar-harian tak dapat diketemukan,
menjadi sangat terkejut ketika ia melihat seorang prajurit
berlari-lari. "Ada apa?" bertanya lurah itu
"Ki Tumenggung sudah datang."
"Dimana sekarang?"
"Di serambi depan. Kakang Santapati dipanggil oleh Kiai
Tumenggung." Cepat-cepat Santapati berlari ke serambi depan untuk
menemui Tumenggungnya. Beberapa pelayan Prabasemi
yang mendengar laporan itu menjadi gembira pula
karenanya. Meskipun Prabasemi selalu membentak-bentak
mereka, namun kalau maksudnya untuk sesuatu tercapai,
maka tidak segan-segan Tumenggung yang garang itu
memberi mereka hadiah. Di serambi depan, Santapati melihat Tumenggung duduk
dengan garangnya. Karena itu segera ia mengangguk
hormat sambil berkata, "Selamat datang Kiai Tumenggung."
Tumenggung itu memandangnya dengan tajamnya.
Kemudian katanya parau, "He. Apa yang kau kerjakan di
sini?" "Kami menjadi gelisah karena Kiai Tumenggung tidak
kami temukan sehari tanpa kami ketahui kemana Kiai
Tumenggung perginya."
"Gila kau, Bukankah aku Tumenggung Prabasemi" Aku
sudah cukup dewasa untuk menjaga diriku sendiri. Aku
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sudah cukup mampu berbuat apa saja kehendakku. Apa
kau sangka aku memerlukan kalian?"
"Ampun kiai. Kami hanya menjadi gelisah dan tidak tahu
apa yang harus kami lakukan. Kami mencoba mencari Kiai."
"Kau sangka aku hilang" Diculik orang" He, kau sangka
ada orang di seluruh Demak yang mampu menculik
Tumenggung Prabasemi?"
"Tidak Kiai." Santapati menjadi ketakutan. "Kami hanya
mencoba untuk menghubungi Kiai."
"Bodoh kalian," gumam Prabasemi. "Tetapi biarlah aku
maafkan kau kali ini." Tumenggung itu berhenti sejenak,
kemudian diteruskannya, "Nah, katakan apa yang telah
terjadi sehari ini?"
"Tidak ada apa-apa, Kiai. Selain Kiai Tumenggung yang
kami anggap hilang."
"Tutup mulutmu!" bentak Prabasemi. "Jangan sebut itu
lagi. Aku tidak hilang, tahu. Aku sedang memenuhi
impianku semalam. Aku harus pergi ke hutan Santi. Dan
sebenarnya aku telah mendapat sesuatu di sana."
"Apa itu Kiai?" Tiba-tiba Santapati bertanya.
"Apa" Kau akan meniru aku" Sampai gila kau tak akan
mendapatkan apapun di tempat itu."
Santapati berdiam diri. Ia percaya bahwa Prabasemi baru
datang dari hutan kecil itu. Pakaiannya sedemikian
kotornya, bahkan tubuhnya pun kotor pula, bahkan wajah
Tumenggung itu nampak aneh. Ketika Prabasemi merasa
bahwa Santapati itu mengawasinya tanpa berkedip maka
teriaknya, "Apa yang kau lihat?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Santapati terkejut mendengar pertanyaaan itu. Karena
itu dengan tergagap ia menjawab, "Tidak apa-apa Kiai."
Tumenggung Prabasemi mengerutkan keningnya. Dengan nada yang tinggi ia berkata, "Lihat, apa yang telah
terjadi di hutan Santi itu. Aku telah bergumul dengan
bahureksa hutan itu. Seekor serigala belang."
"Oh" Santapati terkejut.
"Untung aku berhasil membunuhnya"
Santapati mengangguk-anggukkan kepalanya dengan
penuh kekaguman. Ia tidak melihat Prabasemi membawa
senjata apapun. Namun Tumenggung itu berhasil
membunuh seekor harimau belang.
"Nah," kata Tumenggung itu kemudian, "Kalian sekarang
Keris Maut 1 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Golok Sakti 6

Cari Blog Ini