Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 12
ditangan orang Tiam-cong?"
Hian-hian Sian-lo tertawa dingin, sebelum menjawab, Ca
Bu Kao sudah mendahului berkata dengan alis berdiri: "Sebab
ketua Kun-lun-pay itu lebih dulu diserang dengan duri berbisa
thian-keng-cek dan kemudian ditotok jalan darah Ngo-imhiatnya" Thiat-kwan Totiang karena tidak menduga bahwa Hian-hian
Sianlo dan lain-lainnya sudah mengetahui keadaan yang
sebenarnya, semula wajahnya menunjukkan perasaan
terkejutnya tetapi secepat kilat sudah pulih tenang seperti
biasa. ia pura-pura terkejut dan bertanya: "Tie-hui-cu terkena serangan duri
berbisa dan tertotok jalan darahnya, tetapi ada
hubungan apa dengan partaiku Tiam-cong-pay?"
"Ca Bu Kao karena menyaksikan Thiat-kwan totiang
menolak mentah-mentah lalu berkata pula sambil tertawa
dingin: "Bagaimana tidak ada hubungannya" Didalam goa
Siang-swat-tong, telah ditanam bibit pohon Thian-keng yang
digunakan untuk memfitnah partai Kun-lun-pay! Sedangkan
orang yang menotok jalan darah Ngo-im-hiat, jugalah ilmu
totokan yang digunakan untuk mencelakakan diri Liong-hui
Kiam-khek Su-to Wie! Berdasarkan fakta-fakta itu semua,
barulah kita membagi orang-orang kita. Sebagian pergi ke
gunung Kie-lian dan sebagian datang kemari!"
Sehabis mendengar ucapan itu, Thiat-kwan Totiang, Liu
Hwa dan Su-to Keng serta lain-lainnya lantas mengetahui
bahwa kelakuan mereka yang dianggap sebagai suatu rahasia
besar, tidak diduga sudah diketahui semua oleh lawanlawannya. Hening sejenak, Thiat-kwan Totiang dengan sinar matanya
yang buas dan dalam keadaan malu jadi berbalik menjadi
marah, katanya sambil tertawa sinis: "Dugaan Ca lihiap ini
keliru seluruhnya, Tie-hui-cu tidak berada didalam Pho-hie-tokwan!" Dengan jawaban kosong ini apakah sudah anggap supaya
kita percaya begitu saja?" Berkata Bu Kao dingin.
Thiat-kwan Totiang kembali perdengarkan suara tertawa
iblisnya, dengan sinar matanya yang menatap wajah Ca Bu
Khao, setelah itu bertanya: "Bagaimana baru bisa dipercaya"
Apakah kau hendak mengandalkan kepandaianmu dari
golongan Lo-hu" Hendak melakukan pemeriksaan didalam
kuil Pho-hie-to-kwanku ini?"
Ca Bu Kao melihat fihak Thiat-kwan Totian sudah mulai
naik darah, maka diam-diam mengerahkan ilmu tenaga
dalamnya untuk siap siaga dari serangan tiba-tiba. Selagi
hendak balas mendamprat, Hian Sianlo sudah
menggoyangkan kepalanya sambil berkata: "Ca lihiap jangan
marah dulu, Thiat-kwan totiang juga berkedudukan sebagai
ketua dari suatu partai besar, ucapan yang keluar darinya
kiranya bukan omong kosong belaka! jadi kita tidak perlu
bicarakan lagi, kita minta lain keterangan darinya saja!"
Thiat-kwan Totiang yang masih belum reda hawa
amarahnya, kutanya dengan nada suara dingin: "Sian-lo
masih ada urusan apa terhadap partai Tiam-congku?"
"Urusan kedua ini tak ada hubungannya denganku, dialah
yang hendak minta keterangan kepada Totiang!" Berkata Hian
hian Sianlo sambil tertawa.
Sehabis berkata demikian, ia menunjuk kepada Su-to Wie
yang duduk disampingnya yang waktu itu mengenakan jubah
warna kuning dan berkerudung kain hitam dimukanya.
Sepasang alis Thiat-kwan Totiang dikerutkan, ia mengamati
Liong-hui Kiam-khek, tetapi oleh karena ia sedikitpun tak
menduga bahwa sutenya itu demikian cepat sudah pulih
kembali kepandaiannya, bahkan hendak membuat
perhitungan dengannya, maka ia masih belum dapat menduga
kalau itu adalah diri sutenya sendiri, ia balik bertanya kepada
Hian-hian Sianlo: "Siapakah sebetulnya sahabat ini?"
Ca Bu Kao dengan sikapnya yang sangat bangga dan
sombong balas bertanya kepada Thiat-kwan Totiang: "Dia
adalah kenalan lamamu, apakah karena dimukanya tertutup
kain hitam saja dan mengenakan jubah warna kuning, kau
sudah tak mengenalinya lagi?"
Meskipun Thiat-kwan Totian, Lui Hwa dan Su-to Keng
sudah mengerti bahwa ucapan Ca Bu Kao ada mengandung
maksud lain, tetapi mereka masih belum dapat menduga
kepada diri Su-to Wie. Sementara itu Su-to Keng lantas berkata sambil tertawa:
"Kita rasanya tak mempunyai kenalan seorang yang demikian
misteri kelakuannya, yang tidak sudi menemui orang secara
terus-terang." Ca Bu Kao tertawa terkekeh-kekeh, sambil menatap Su-to
Wie ia berkata dengan suara nyaring: "Engko, sekarang
bukalah jubah kuningmu dan kerudung mukamu, biarlah
semua melihat bentuk aslimu, supaya mereka tahu siapakah
yang tidak berani ketemu orang" Kau ataukah orang lain?"
Su-to Wie menurut, ia bangkit dari tempat duduknya,
perlahan-lahan membuka jubah kuningnya yang agak
gerombongan! Ketika jubah kuning itu terlepas dari badannya tampaklah
tubuh kekar kuat Su-to Wie, yang lain belum lagi dibuka
kerudung mukanya telah mengejutkan Thiat-kwan Totiang, Liu
Hwa dan Su-to Keng, sehingga mereka segera bangkit dari
tempat duduk masing-masing!
Pihak Ngo-bi-pay Hian hian Sian lo, Say Han Kong dan Ca
Bu Kao yang menyaksikan hal demikian, diam-diam juga
mengerahkan ilmu tenaga dalamnya, semua bangkit dan siap
sedia menghadapi segala kemungkinan.
Dengan perasaan terkejut dan heran, Thiat-kwan Totiang
menunjuk Su-to Wie yang masih belum membuka kerudung
mukanya, tanyanya dengan suara terputus-putus:
". . .kau. .kau adalah. . Su-to. ."
Tidak menantikan kata-kata selanjutnya, Su-to Wie sudah
membuka kerudung mukanya, dengan sepasang sinar
matanya yang tajam menyapu tiga manusia buas dari partai
Tiam-cong, katanya sambil tertawa: "Siaote benar adalah Suto Wie, suheng bertiga, apakah selama ini baik-baik saja?"
Thiat-kwan Totiang bertiga begitu melihat Su-to Wie untuk
muka dengan tiba-tiba, tadi memang sudah terkejut dan
ketakutan setengah mati! Tetapi, apa yang lebih
mengherankan bagi mereka, ialah Liong-hui Kiam-khek yang
sudah tertotok jalan darah Ngo-im-hiatnya dan sudah
dimusnahkan kepandaian ilmu silatnya mengapa sinar
matanya demikian bercahaya, jelas sudah mendapat
penemuan gaib, sehingga kepandaian ilmu silatnya sudah
pulih seperti biasa! Suasana demikian sesungguhnya sangat tidak enak bagi
Thiat-kwan Totiang bertiga, maka kecuali merasa malu dan
mendongkol, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Thiat-kwan Totiang terpaksa menebalkan mukanya sendiri,
katanya dengan nada suara dingin: "Dahulu karena kau tidak
turut perintah ketua seharusnya dihukum mati, oleh karena
mengingat tali persahabatan kita sebagai suheng dan sute
maka aku barulah mengeluarkan perintah pengampunan
supaya kau tidak dihukum mati. Bagaimana sekarang kau
masih ada muka kembali ke Pho-hie-to-kwan ini?"
Su-to Wie yang mendengar itu hanya menggelenggelengkan kepala sambil berkata dan menghela nafas:
"Ciangbun Suheng, kau jangan kukuh dengan pendirianmu
yang sesat itu, kau coba memutar balikkan urusan
sebenarnya. Kedatanganku hari ini untuk menjumpai suheng
bertiga, hanya untuk mengucapkan selamat berpisah, karena
perhubungan kita sebagai suheng dan sute sudah putus
sampai disini, perbuatan kalian terhadap aku tadi, aku tak
akan menarik panjang. Tetapi perbuatanmu yang
mencelakakan diri Kwan susiok merupakan suatu dosa sangat
besar dan akan dikutuk oleh Dewa-dewa. Perbuatan itu
terpaksa aku tidak dapat membiarkan begitu saja, dilain waktu
apabila kita berjumpa lagi, juga merupakan kewajiban bagiku
Su-to Wie untuk minta keadilanmu atas perbuatanmu terhadap
Kwan susiok, sekalian aku hendak mengambil tindakan tegas
untuk membersihkan dalam tubuh partai Tiam-cong-pay!"
Thiat-kwan Totiang sehabis mendengarkan perkataan Suto Wie, berkata sambil tertawa: "Kwan Sam Pek sudah mati,
akulah yang menjadi ketua partai Tiam-cong-pay. Sekarang
sudah tidak ada lagi orang-orang tingkatan tua, juga tidak ada
lagi barang-barang peninggalan dari tingkatan tua. Dengan
apa kau hendak membersihkan partai Tiam-cong" Dengan
hak apa kau hendak menghukum aku?"
Berdasarkan perikemanusiaan, keadilan, kebenaran dan
keberanian, Su-to Wie hendak memikul tugas itu. Apalagi
Kwan susiok meskipun dianya sudah meninggal, tetapi
pedang Pe-liong-kiam nya masih ada!" Menjawab Su-to Wie.
Beberapa patah kata itu, mempunyai pengaruh besar,
sehingga Hian-hian Sian lo Say Han Kong dan Ca Bu Kao
yang mendengarkan semua pada menganggukkan kepala dan
ingin menyaksikan bagaimana tiga kawanan penjahat Tiamcong-pay itu hendak menghadapinya.
Thiat-kwan Totiang semula juga dikejutkan oleh ucapan Suto Wie itu, tetapi kemudian ia pulih kembali dengan sikap
jahatnya, katanya sambil tertawa dingin: "Dunia ini luas,
kemana harus mencari pedang Pek-liong-kiam" Waktu Kwan
Sam Pek hendak menutup mata, tangannya sudah tak dapat
menulis, mulutnya juga sudah tak bisa berbicara. ."
Dengan sinar mata merah Su-to Wie menatap wajah Thiatkwan Totiang katanya dengan suara gemas: "Meskipun Kwan
Susiok sudah kau siksa demikian rupa, tetapi sebelum ia
kehilangan dayanya, sudah menyebutkan dua patah kata
BUNGA SIONG MENUNJUK JALAN, BULAN PURNAMA
DIATAS KEPALA yang mengandung rahasia besar!"
Su-to Keng yang berdiri disamping suhengnya lantas
menyeletuk: "Kata-kata yang mengandung rahasia itu,
benarkah mempunyai kekuatan gaib, yang bisa menciutkan
luasnya dunia sehingga kau dapat menemukan pedang yang
ditinggalkan oleh setan Kwan Sam Pek?"
Hati Su-to Wie merasa sangat sedih, ia memandang
saudaranya yang sangat jahat dan kejam, lantas berkata
sambil menggelengkan kepala dan menghela nafas panjang:
"Dahulu didalam kuburan kuno dibukit Bu-san, dengan
menggunakan tangan kejam, kalian telah menyiksa aku dan
paksa aku supaya menerangkan arti kata-kata yang
mengandung rahasia, dan waktu itu aku memang benar masih
belum tahu apa maksudnya dalam kata-kata rahasia itu, tetapi
berkat perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, waktu itu aku
telah ditolong oleh seorang gaib, dan diberi petunjuk kemana
aku harus pergi, barulah didalam lembah Leng-cui-kok di
gunung Ko-le-kong-san aku berhasil menemukan pedang Pekliong-sin-kiam peninggalan Kwan susiok yang dahulu pernah
menggemparkan rimba persilatan!"
Sehabis berkata demikian, ia menghunus pedangnya dari
atas punggungnya. Ketika pedang itu keluar dari sarungnya,
menimbulkan suara gaung amat nyaring, sinarnya yang
berkilauan membuat silau kepada mata yang mengawasinya.
Thiat-kwan Totiang bertiga ketika menyaksikan Su-to Wie
benar-benar sudah menemukan pedang Pek-liong-sin-kiam,
semuanya terkejut. Mereka saling berpandangan sejenak,
barulah Su-to Keng membuka suara sambil tertawa terbahakbahak: "Hanya dengan mengandalkan sebilah pedang Pekliong-sin-kiam, apa kau lantas pikir hendak menuntut balas
dendam sakit hati Kwan Sam Pek"
"Su-to Wie bukan saja sudah pulih kepandaian ilmu
silatnya, bahkan sudah menemukan kejadian gaib. Keadaanku
hari ini tak boleh dibandingkan dengan keadaanku dahulu."
Berkata Su-to Wie dengan suara lantang.
Su-to Keng tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, dengan
sikap menghina mengawasi Su-to Wie, kemudian berkata
sambil tertawa mengejek: "Aku tidak percaya bahwa kau
Liong-hui Kiam-khek, kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada
dahulu, mari! Kita coba bertanding di halaman luar!"
Su-to Wie memang sudah menduga bahwa saudaranya itu
pasti tidak mau mengerti dan pertumpahan darah antara
saudara sendiri itu tidak akan terelakkan lagi, maka dengan
pedang Pek-liong-sin-kiam ditangan, ia berjalan menuju ke
halaman. Ketua Ngo-bie-pay Hian-hian Sianlo, Say Han Kong, Cu Bu
Kao dan Thiat-kwan Totiang serta Lie Hwa dan lain-lainnya,
semuanya juga mengikut keluar!
Su-to Keng menghunus pedang Ceng-hong-kiamnya yang
pernah digunakan untuk melawan pedang pusaka Hok Siu Im
Lin-yap-bian-sikiam sehingga terpapas sedikit, dengan sikapnya yang sangat jumawa, begitu berada dimedan
pertempuran, sudah mulai melakukan serangan lebih dahulu,
bahkan dengan beruntun sudah melancarkan tiga kali
serangannya. Bagi Su-to Wie, inilah untuk pertama kalinya bertanding
dengan saudaranya sendiri, sudah tentu dalam hatinya
merasa perih. Ketika diserang secara demikian, ia
menggunakan gerak tipu dari golongannya Tioam-cong
sendiri, dengan mudah serangan saudaranya itu dapat
dipunahkan. "Aku kira kau yang sudah belajar ilmu silat pada orang luar
dan hendak menghadapi golonganmu sendiri, tentunya sudah
memiliki pelajaran ilmu pedang yang luar biasa, tak kuduga
bahwa kau masih tetap menggunakan ilmu pedang golongan
Tiam-cong, Hui-hong-u-ciu-kiam-hoat" Berkata Su-to Keng
sambil tertawa terbahak-bahak.
"Su-to Wie adalah murid golongan Tiam-cong, dalam
hidupnya sudah menerima budi dari ketua partai Tiam-cong
yang terdahulu, bagaimana aku tidak akan menggunakan ilmu
pedang golongan Tiam-cong?" Menjawab Su-to Wie dengan
suara lantang. Karena kau menggunakan ilmu pedang golongan Tiamcong, maka jangan harap kau bisa mengalahkan pedang di
tanganku ini!" Sambil berkata demikian, pedangnya melancarkan
serangan dengan gerak tipu luar biasa, ia berusaha untuk
memancing Su-to Wie ke dalam lingkaran pedangnya sendiri.
Tangan kirinya kadang-kadang melancarkan serangan dengan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jari tangan yang ditujukan kepada jalan darah sekujur tubuh
Su-to Wie. Posisi pada waktu itu meskipun Su-to Keng berhasil
melakukan serangan lebih dahulu, sehingga berada di atas
angin, tetapi Tiam-cong Thiat-kwan Totiang, seorang ahli
pedang kenamaan, setelah menyaksikan jalannya
pertempuran dengan kepala dingin, alisnya tampak dikerutkan
dan berkata kepada lui Hwa dengan suara perlahan: "Lui Jite
sudah lihat, meskipun Su-to Wie masih tetap menggunakan
ilmu pedangnya Hui-hong-u-liu-kiam-hwat, tetapi jelas ada
sedikit perubahan, hebatnya masih tetap seperti dahulu, tetapi
mantap dan lincahnya jauh kalau dibandingkan dengan ilmu
pedangnya yang dahulu. Dalam dua tiga puluh jurus lagi, Suto samte barangkali akan kehilangan posisinya yang
sekarang." Lui Hwa tahu bahwa pandangan Thian-kwan Totiang itu
memang tepat maka lantas menjawab dengan suara perlahan:
"Kalau Ciang-bun suheng sudah mengetahui keadaan Su-to
Wie sudah jauh lebih tinggi kepandaiannya daripada dahulu,
agaknya tidak perlu menunggu sampai Su-to samte
terkalahkan olehnya, seharusnya berusaha untuk
menggantikan. ." Sementara itu ketua Ngo-bi-pay Hian-hian Sianlo yang
menyaksikan dua manusia buas itu kasak-kusuk sendiri,
lantas curigai mereka akan melakukan perbuatan keji, maka ia
juga mengerahkan tenaga dalamnya, pasang telinga baik-baik
untuk mendengar apa yang dibicarakan oleh mereka.
Setelah mendengar ucapan Liu Hwa yang minta kepada
Thiat-kwan Totiang supaya berusaha mengganti jago, maka
lalu memperdengarkan suara batuk-batuk. Matanya memandang tajam dua penjahat Tiam-cong itu, katanya:
"Mengenai pertempuran antara persaudaraan Su-to ini, aku si
nenek tua tidak akan membantu fihak manapun juga. Jikalau
ada orang yang turut campur tangan, harus bertanding dahulu
dengan aku!" Thiat-kwan Totiang yang beradat sombong mendengar
ucapan itu lantas naik darah, selagi hendak balas
mendamprat, tetapi kemudian berpikir pula, ia tahu benar
bahwa ketua Ngo-bi-pay Hian-hian Sianlo ini tidak mudah
dihadapi maka ia tidak mau menanggung resiko besar yang
akan membawa akibat gagalnya rencana sendiri yang hendak
menjagoi rimba persilatan.
Berdasarkan atas pertimbangan itulah, maka untuk
sementara ia kendalikan perasaannya dan berkata kepada Lui
Hwa sambil tersenyum: "Pertandingan ilmu silat orang-orang
rimba persilatan, menang atau kalah sudah merupakan soal
biasa, perlu apa kita pandang terlalu besar" Apalagi sekarang
Su-to Samte masih belum terkalahkan. Andaikata sudah
menunjukkan tanda-tanda akan kalah, aku juga tak suka suruh
orang lain menggantikan kedudukannya!"
Hian-hian Sianlo yang mendengar Thiat-kwan berkata
demikian, sebaliknya merasa kaget. Ia curiga benar bahwa
ketua Tiam-cong-pay ini, sudah mempunyai rencana yang
lebih besar, jika tidak sudah tentu ia akan turun tangan sendiri
atau mungkin juga bersedia menghadapi dirinya.
Tetapi, meskipun ia sudah menduga pasti bahwa orangorang golongan Tiam-cong-pay itu mempunyai rencana keji,
namun juga belum dapat menduga rencana keji apa yang
sedang disusunnya. Maka ia hanya bersikap waspada dan
berbisik-bisik pada Ca Bu Kao yang berdiri disampingnya.
Ca Bu Kao yang sedang memperhatikan jalannya
pertempuran, ketika mendengar ucapan Hian-hian Sianlo,
berpikir sejenak kemudian berkata: "Kita harus bisa
menguasai waktu yang tepat, jangan sampai terbengkalai.
Sebab malam panjang impian pasti banyak. ."
Su-to Wie karena memang sifatnya yang baik meskipun
berulang kali dianiaya oleh saudaranya sendiri, namun dalam
hati bagaimanapun juga masih mengingat tali persaudaraan
dengan dirinya, beberapa kali ia rela melepaskan
kesempatannya yang baik, tidak sampai hati untuk
menurunkan tangan kejam. Kini setelah dengan tiba-tiba mendengar ucapan Ca Bu
Kao yang maksudnya mendesak dia supaya lekas turun
tangan jangan sampai banyak buang waktu, sepasang
matanya memancarkan sinar tajam, pedang Pek-liong-sinkiam di tangannya bergerak, kini ia menggunakan beberapa
jurus ilmu pedang gabungan, antara Pek-lion-sin-kiam dengan
Hui-hong-u-liu-kiam-hwat, dengan perubahan siasat itu, ia
berhasil mendesak Su-to Keng hingga yang tersebut
belakangan ini terpaksa mundur berulang-ulang kali sehingga
lima langkah jauhnya. Su-to Keng yang melihat serangan Su-to Wie berubah, ia
sendiri yang selama di pihak yang menyerang, kini berbalik
diserang, sudah tentu dalam hatinya merasa penasaran.
Setelah beberapa kali ia coba mengelakkan serangan hebat
saudaranya, dengan beberapa jurus gerak tipunya yang
terampuh ia coba melakukan serangan pembalasan dengan
hebat. Sedang Su-to Wie yang memang berhati baik, karena
ilmunya baru saja berhasil dipelajarinya, juga ada maksud
hendak menggunakan Su-to Keng sebagai kelinci percobaan,
maka setelah bertempur selama seratus jurus lebih, ia sudah
memahami betul bahwa ilmu pedangnya yang baru dipelajari
itu sudah cukup untuk menghadapi Ciangbun Suhengnya
Thiat-kwan Totiang. Sekarang setelah melihat Su-to Keng ternyata masih tidak
tahu diri dan menyerang secara membabi-buta maka ia telah
mengambil keputusan hendak mengeluarkan gerak tipunya
yang terampuh ialah dua jurus ilmu pedang yang dinamakan
"Bunga siong menunjuk jalan" yang didapat dari May Ceng
Ong, sedangkan dilain pihak ia sudah menyiapkan gerak
tipunya "Terang salju di atas kapal", gerak tipu itu masih disimpannya dan
digunakan pada lain waktu. Setelah
mengambil keputusan tetapi, dilancarkannya serangan itu,
serangan itu tidak menunjukkan keistimewaannya, bahkan
pasang kuda-kuda juga tidak karuan macam bentuknya, ujung
pedang Pek-liok-sin-kiam bergerak dan menyapu padam
serangan pedang yang dilancarkan oleh Su-to Keng.
Su-to Keng tidak mengerti, bahwa Su-to Wie sebetulnya
ada mengandung maksud apa, ia terpaksa harus memeras
otak untuk memikirkan cara untuk memunahkan serangan
yang aneh itu. Pedang Ceng-bong-kiam di tangannya diputar
demikian rupa, ia berusaha hendak memapas kutung lengan
tangan Su-to Wie yang memegang pedang.
Su-to Wie tertawa terbahak-bahak, kekuatan tenaga dalam
yang ada didalam badannya dipusatkan pada ujung pedang,
dengan tiba-tiba pedang itu dicepatkan hingga pedang Pek-liokiam menimbulkan percikan api bagaikan bunga tersebar,
saling beradu dengan putaran pedang Su-to Keng.
Su-to Keng selalu menganggap bahwa Su-to Wie yang
sudah ditotok jalan darah Ngo-im-hiatnya, sekalipun ditolong
orang dan bisa pulih kembali kepandaiannyam tentunya juga
tidak bisa terpaut terlalu banyak. Akan tetapi kini setelah
berhadapan sungguh, bukan saja kepandaiannya tetapi
kekuatan tenaga dalamnya juga banyak mendapat kemajuan
yang pesat sekali. Anggapan demikian itu telah menyesatkan dirinya sendiri,
ia anggap bahwa serangan tadi pasti akan berhasil tak didugaduganya bahwa serangannya itu ternyata tak bisa berbuat
apa-apa terhadap saudaranya itu.
Serangan pedang Su-to keng tadi jikalau menggunakan
tenaga penuh, mungkin masih bisa digunakan untuk
mengimbangi serangan Su-to wie, tetapi kini serangannya itu
sebaliknya malah menyulitkan dirinya sendiri, setelah dua
pedang tadi saling beradu, Suto Keng merasakan se olah-olah
terkena setrum listrik, pergelangan tangannya merasa
kesemutan, pedang Ceng-bong kiamnya terlepas dari
tangannya dan terbang sejauh tujuh kaki.
Begitu pedangnya terlepas dari tangan, Suto Keng sudah
tahu bahwa nyawanya terancam bahaya, maka ketika ujung
pedang Pek-liong-sin-kiam ditangan Su-to Wie mengancam
ulu hatinya, ia lantas menghela napas panjang dan
memejamkan mata untuk menantikan kematiannya.
Dalam keadaan demikian, betapapun keras hati Thiat-kwan
totiang hendak mengendalikan perasaan sendiri, juga masih
terkejut dan wajahnya berubah seketika, ia buru-buru bersama
dengan Liu Hwa lompat memburu, masing-masing
mengeluarkan serangan dengan lengan jubah tangan dan
menghembuskan angin kuat, maksudnya hendak menggulung
Su-to Wie dan menolong nyawa Su-to Keng.
Karena mereka sudah turun tangan, maka Hian-hian Sian
lo, Say Han Kong dan Ca Bu Kao, sudah tentu tidak tinggal
diam. Mereka juga dengan serentak melancarkan serangan,
ada yang menggunakan tangan kosong, ada yang
menggunakan lengan jubahnya, untuk menyambut serangan
dari Thiat-kwan Totiang dan Liu Hwa.
Hian Hian sian lo yang menghadapi Thain kwan totiang,
kekuatan tenaga dalam mereka ternyata berimbang, tetapi
Say Han kong dan Ca Bu Kao yang menghadapi Lui Hwa,
sudah tentu dia lebih kuat, maka kesudahannya jago pedang
nomor dua dari Tiam cong itu terdengar keluhan tertahan dari
mulutnya, badannya tergoncang dan mundur terhuyunghuyung sampai dua langkah.
Pada saat itu, ujung pedang Su-to Wie sudah menunjuk ulu
hati Suto keng, tetapi pedang itu berhenti tidak bergerak, Su-to
Wie dengan air mata berlinang-linang berkata dengan suara
sedih: "Engko, buka matamu, aku hendak berkata beberapa
patah kata denganmu !"
Su-to Keng benar-benar merupakan seorang jahat dan
buas sekali, mendengar ucapan itu matanya terbuka lebar,
dengan sinar mata beringas ia bersuara dengan keras: "Su-to
Wie kau hendak bunuh, bunuhlah! tidak perlu berlaku purapura, kau harus tahu bahwa pada hari ini kau tidak membunuh
aku, dilain waktu itu aku masih akan mencari kau dan akan
cincang tubuhmu." Kini Thiat-kwan totiang, Hian-hian Sian-lo dan lain lainnya,
sudah menghentikan pertempuran, meraka berdiri dengan
tenang, untuk menyaksikan Su-to Wie dengan cara
bagaimana hendak membuat perhitungan dengan saudaranya
sendiri yang bagaikan serigala buasnya "
Su-to Wie dengan airmata berlinang menatap Su-to Keng,
sikapnya sangat sedih katanya dengan suara berat: "Orangorang golongan tua dahulu pernah mengatakan suatu ucapan
yang baik sekali, saudara tua itu merupakan sahabat dan adik
itu harus merendah! Kau yang menjadi saudara tua meskipun
sudah berulangkali hendak mencelakakan diriku sedikitpun
tidak mempunyai perasaan cinta, tetapi aku yang menjadi
adik, hingga saat ini aku masih tetap menghormati dirimu, aku
tidak tega turun tangan dan memutuskan begitu saja tali
persaudaraan kita! . ."
Ucapan Su-to Wie itu meskipun penuh cinta kasih, tetapi
Su-to Keng sedikitpun tidak bergerak hatinya, ia masih tetap
menunjukkan mukanya yang bengis, katanya dengan suara
keras: "Su-to Keng tidak sudi menerima cintamu ini, sudah
lama aku memutuskan hubungan persaudaraan denganmu!"
Say Han Kung, Ca Bu Kao dan Ketua Ngo-bi-pay Hian-hian
Sian Lo, semua yang mendengarkan ucapan itu pada gelenggelengkan kepala, sedang Su-to Wie sendiri juga
mengerutkan alisnya, sampai di situ ia barulah mengeringkan
air matanya, katanya dengan suara nyaring: "Kalau engko
masih tetap kukuh dengan pendirianmu yang tersesat itu,
maka Su-to Wie hari ini sudah coba menaruh belas kasihan,
anggap saja bahwa hubungan kita telah terputus. Akan tetapi
lain waktu apabila kita ketemu lagi, aku akan menggunakan
pedang peninggalan Kwan Susiok ini untuk melakukan
pembalasan sakit hati susiok dan membersihkan partai Tiam
cong pay !" Sehabis berkata demikian, dengan sikapnya yang sedih, ia
menarik kembali pedangnya dan dimasukkan ke dalam
sarungnya. Ketua Ngo-bie-pay Hian hian Sian-lo, yang menyaksikan
urusan itu telah berkembang demikian jauh, lalu berkata
kepada Thiat Kwan Totiang: "Urusan ini sudah terjadi begini
rupa, aku nenek tua untuk sementara minta diri dulu,
pertikaian dan permusuhan antara kedua pihak, kita
tangguhkan sampai pertemuan di puncak gunung Thian-tuhong pada lain waktu !"
Thiat Kwan Totiang karena mengingat rencana itu yang
disusun rapi olehnya dengan ketua Kie-lian-pay Khie Tay cao
ternyata sudah bocor rahasianya, maka lantas menjawab
sambil tertawa dingin: "Partai Kie-lian dan Tiam-cong tak lama lagi akan
bergabung menjadi satu, tidak perlu menghadiri
pertemuan di puncak gunung Thian-hong lagi, sahabatsahabat rimba persilatan apabila ada yang ingin memberi
pelajaran, dipersilahkan untuk datang ke bukit Siang-swatgiam digunung kie-lian san. Pinto pasti akan menyambutnya
bersama Khie Tay cao !"
Su-to Wie yang mendengar itu terperanjat, sepasang
matanya ditujukan kepada Thiat kwan Totiang, tanyanya
dengan berat: "Kau berani bertindak demikian rupa, ini berarti bahwa partai Tiam
cong pay sampai di sini sudah tamat
riwayatnya!" "Partai Tiam cong dan Kie lian bergabung itu berarti
kekuatan dan pengaruhnya akan bertambah, barulah cukup
untuk berebut pengaruh dengan partai manapun juga dalam
rimba persilatan. ini justru merupakan usaha besarku dalam
jabatanku sebagai ketua partai, siapa suruh kau yang
demikian mati-matian pertahankan peraturan sendiri?" Berkata
Thiat kwan totiang sambil tertawa terbahak-bahak.
Su-to Wie yang merasa gemas tanpa sadar kakinya
digabrukkan di lantai hingga batu yang dipijaknya itu telah
retak beberapa potong. Ca Bu kau yang menyaksikan keadaan demikian, lalu
berkata ditelinganya: "Siko jangan marah dulu, kita boleh
siarkan rencana keji, mereka pada partai-partai lainnya,
supaya bersama-sama membela keadilan dan kebenaran
untuk menumpas partai Kie-lian, waktu itu bukankah kau
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih bisa mengadakan pembersihan ke dalam Partai Tiam
cong dan dibangun lagi?"
Hian hian sian-lo dan Say han Hong juga menasehati
padanya. Dengan demikian Su-to Wie terpaksa menyimpan
kemarahan dan meninggalkan Pho hie ro kwan. Tetapi baru
saja mereka melalui dua buah bukit, dari Pho hie to kwan
tampak api berkobar setinggi langit.
Su-to Wie tahu bahwa itulah perbuatan Thiat Kwan totiang
untk menunjukkan bahwa ia telah bertekad untuk
menggabungkan diri dengan Kie lian pay, hingga kuilnya yang
selama ini merupakan markas besar atau pusat partai Tiam
cong telah dibakarnya sendiri!
Ia Lalu berdiri tegak dan menjura menghadap Pho hie ti
kwan sementara mulutnya menyeru: "Arwah para Cosu yang
semayam didalam kuil, mohon supaya memberi restu kepada
Su-to Wie untuk membersihkan anak murid golongan Tiam
cong yang murtad dan durhaka itu supaya dapat
mengembalikan kedudukan partai Tiam cong seperti
sediakala!" Ketika Su-to wie mengucapkan do'a untuk minta restu
kepada arwah para ketua yang dahulu saat itu juga
merupakan saat bagi Hee Thian siang yang berada di gunung
Kei lian san, melakukan tugasnya mencari keterangan dari
kawanan penjahat di gunung itu.
Kiranya Leng Pek Ciok, Oe tie khao, Hee Thian siang dan
Hok Siu Im berempat, sejak meninggalkan gunung Ngo bi dan
berjalan menuju ke gunung Kie lian, meskipun ditengah jalan
tidak mendapatkan rintangan apa-apa, tetapi Hee Thian siang
oleh karena Siaopek pernah memergoki dirinya yang sedang
berlaku mesra terhadap Hok Siu Im di puncak gunung Ngo bi
dan kera itu merasa cemburu padanya sehingga perlu
menyerang dirinya dengan batu, dalam perjalanan itu selalu
khawatir kalau-kalau Siaopek itu nanti akan mengadu kepada
Tiong sun Hui kheng dan apabila Tiong sun hui kheng percaya
betul, ini akan membuat dirinya harus bagaimana untuk
menghadapinya atau memberi penjelasannya"
Empat orang itu semua merupakan tokoh-tokoh muda
dalam rimba persilatan pada masa itu, dengan mengerahkan
ilmunya meringankan tubuh masing-masing, maka tidak
memerlukan waktu lama telah tiba ditempat yang dituju.
Lantaran mengkuatirkan keselamatan Tiong san Hui kheng
yang ketua partai Kun lun pay Tie hui cu maka malam itu juga
di bawah pimpinan Hee Thain siang yang sudah pernah
berkunjung ke tempat itu terus menuju ke goa Siang swat
tong. Tak disangka-sangka, baru saja tiba ditempat dimana
dahulu Hee Thian siang bertemu dengan Tiong san hui kheng,
tiba tiba terdengar suara derap kaki kuda, Hee Thian siang
lalu minta Leng pek ciok, oe tie khao dan Hok Siu Im
sembunyikan diri di belakang batu-batu besar, katanya
dengan suara pelahan: "Kita akan lihat, siapa penunggang
kuda itu: sebab derap kaki kuda itu sudah tak asing baginya,
jikalau bukan kudanya ketua Kie lian pay, tentunya kuda enci
Tiong sun!" Leng pek ciok pasang telinga, kemudian berkata kepada
Hee Thian siang sambil tertawa: "Menurut pendengaranku,
suara kaki kuda ini berlawanan dengan tujuan kita, ketika kita
datang kemari, rasanya tidak pernah melihat ada kuda,
apakah orang itu tadi sembunyi di tepi jalan, tidak suka
bertemu muka dengan kita ?"
Hee Thian siang yang mendengar itu hatinya lalu
berdebaran, tiba-tiba dari jauh ia terdengar suara nyanyian
Tiong sun Hui kheng yang sangat sedih, sajak yang
dinyanyikan malam itu sama dengan yang dinyanyikan
didalam kuil tua dahulu. Bunyi sajak itu masuk di telinga Hee Thian siang, saat itu
merasakan seolah-olah disambar geledek, sehingga
badannya gemetaran, ia buru-buru lompat keluar, dengan
mengerahkan ilmunya menyampaikan suara jarak-jauh, ia
memanggil manggil: "Enci Tiong sun. . Enci Tiong sun. ."
Ketika baru saja mengucapkan "Enci Cong sun" yang
kedua kalinya tampak berkelebatan bayangan kuning dan
binatang aneh taywong, dengan mendadak menyerbu
padanya dari tengah udara, tangannya yang berbulu panjang
sudah memukul dada Hee Thian siang.
Hee Thian siang karena pikirannya sedang risau, kedua
tidak menduga Taywong akan menyerang dirinya, hingga
sama sekali ia tak mendapat kesempatan untuk mengelakkan
diri, serangan itu mengenakan dengan tepat. Hee Thian siang
terjatuh empat lima langkah jauhnya, hampir saja menjadi
pingsan. Leng Pek Ciok yang tidak mengerti duduk persoalannya,
menyaksikan keadaan itu mendadak menjadi marah. Selagi
hendak turun tangan menghajar Taywong, Oe-tie Khao buruburu mencegahnya: "Saudara Leng, sabar dulu. Urusan ini
terlalu aneh. Binatang ini, adalah piaraan nona Tiong-sun,
entah bagaimana dengan tiba-tiba bisa menyerang Hee Thian
siang laote ?" Taywong setelah serangannya itu menjatuhkan Hee Thian
siang, masih memandangnya dengan mata marah. Ia
melemparkan sepucuk surat, dan lantas kabur menuju ke
tempat Tiong-sun Hui Kheng.
Serangan Taywong tadi tidak ringan, Hee Thian siang
setelah berusaha menyembuhkan rasa sakitnya sendiri, lalu
berdiri dengan perasaan bingung. Hok Siu Im yang masih
putih bersih dan sikapnya yang masih kekanak-kanakan,
bertanya kepadanya dengan mengerutkan alisnya: "Engko
Siang. Aku benar-benar tidak mengerti, binatang piaraan enci
Tiong-sun kera putih itu di puncak Ngo-bie pernah
menghantam kau dengan batu, sekarang binatang bulu kuning
itu menyerang padamu, apakah kau berbuat salah terhadap
enci Tiong-sun?" Pertanyaan itu betul-betul menyedihkan Hee Thian siang, ia
memandang gadis itu dengan muka merah, berulang-ulang
menggelengkan kepalanya dan tidak bisa menjawab!
Oe-tie Khao yang menyaksikan sikap Hee Thian siang
sangat menyedihkan itu, juga memandang kepada Hok Siu Im
sejenak, lantas menjadi sadar, katanya sambil tertawa geli:
"Hee laote, aku sudah tahu kesulitanmu, tetapi kini salah
paham itu sudah tak dapat dilawan lagi, terpaksa kita
tangguhkan sampai dilain waktu untuk memberi
penjelasannya. Coba kau buka surat yang ditinggalkan oleh
Taywong tadi." He Thian siang meskipun hatinya merasa sedih tetapi
karena Tiong-sun Hui Kheng sudah lama berlalu darinya,
sambil mengerutkan alisnya ia mengambil surat tadi dan
dibukanya, di situ tertulis dengan kata-kata: "Ketua kun-lunpay Tie-hui-cu sekarang terjaring dalam kawanan penjahat
partai Kie-lian-pay, Tie-hui-cu rupa-rupanya ada menyimpan
rahasia yang sulit diterangkan, dalam partai Kun-lun-pay
memang benar ada penghianat dan dua orang tua berambut
panjang berbaju kuning yang menunjang partai Kie-lian
dibelakang layar, kepandaian ilmu silatnya sangat tinggi
sekali, harus sangat hati-hati menghadapi mereka!
Mereka malam ini mengadakan pemeriksaan terhadap
ketua Kun-lun-pay di luar goa Siang-swat-tong, kalau kita nanti
mendengar tanya-jawab mereka, segala-galanya akan jadi
jelas! Sianlie berkelana di dunia kangouw seolah-olah burung
yang sudah lama meninggalkan sarangnya, sudah merasa
lelah dan harus kembali, kini sianlie pikir hendak kembali
kepada ayah untuk melaksanakan tugas sebagai anak. Tuantuan dikala kau membaca surat ini sianli sudah berada sejauh
ratusan pal bersama siaopek dan taywong. Surat ini kutulis
dengan tergesa-gesa semoga semua berada dalam
keselamatan!" Surat itu tidak ditulis dan dialamatkan kepada siapa, juga
tidak ada kata-kata yang mengandung penjelasan, tetapi
dalam mata Hee Thian siang seolah-olah ribuan anak panah
yang ditujukan ke ulu hatinya. Ia merasa amat sedih sekali,
karena ia tahu bahwa enci Tiong-sun nya sudah salah paham
dan merasa kecewa terhadap dirinya, kalau ia ingin memberi
penjelasan tentang kesalah pahaman itu, barangkali bukanlah
soal yang sangat mudah. Oe-tie Khao tahu bahwa Hee Thian siang pikirannya
sedang risau, maka ia buru-buru mengalihkan
pembicaraannya ke lain soal. katanya sambil tersenyum:
"Dalam surat nona Tiong-sun tadi telah menyebutkan orangorang Kie-lian-pay sebagai kawanan penjahat dan hendak
memeriksa ketua Kun-lun-pay di luar goa Siang-swat-tong,
tentunya sudah tahu bahwa Tie-hui-ca masih belum mati, kita
yang datangnya sangat kebetulan, barangkali sebelum
menjadi pertempuran sengit, masih ada waktu untuk
menyaksikan suatu pertunjukan seru!"
Kata-kata itu benar saja telah membangkitkan semangat
Hee Thian siang, dengan alis berdiri berkata: "Dalam surat
enci Tiong-sun tadi dikatakan bahwa Tie-hui-cu agaknya
menyembunyikan rahasia yang susah diceritakan, malam ini
kita diam-diam harus seperti apa yang dikatakan oleh Oe-tie
locianpwe tadi, sembunyikan diri ditempat ini, jikalau jiwa Tiehui-cu belum terampas benar-benar, jangan sampai turun
tangan, Kita tidak tahu siapakah pengkhianat partai Kun-lunpay itu" Selain dari pada itu, kita juga tidak mengenal diri dua
orang tua berbaju kuning dan berambut panjang yang
menunjang Kie-lian-pay dari belakang layar itu. ."
Oe-tie khao seolah-olah teringat sesuatu, dengan buru-buru
ia menyela: "Semula ketika aku didalam ruangan Cong-swattong, hanya melihat seorang tua berambut panjang dan
berpakaian kuning, sekarang bagaimana bisa berubah
menjadi dua ?" Hee Thian siang menunjuk kepada Leng Pek tek, katanya
sambil tersenyum: "Tidak perduli ada beberapa banyak orang
tua berambut panjang berpakaian kuning, dengan adanya
Leng toako dipihak kita ini. . "
Leng Pek Ciok yang mendengar ucapan itu buru-buru
menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata sambil
tertawa: "Hee laote, kau jangan berkata demikian, dalam
partai Kie-lian-pay banyak sekali tokoh-tokoh yang kuat, Khie
Tay coa, Pan Sam Kow dan lain-lainnya semua merupakan
tokoh kuat yang tidak mudah kita hadapi, apalagi masih ada
dua orang tua berambut panjang, yang masih belum kita
ketahui sampai dimana ketinggian ilmu silatnya, maka malam
ini jika kita berusaha hendak menolong Tie-hui-cu, rasanya
akan menghadapi banyak kesulitan, maka Hee laote harus
hati-hati sekali, jangan sampai berlaku gegabah!"
Empat orang itu berjalan sambil merunding, sudah tiba
tidak jauh dari goa Siang-swat-tong, Hee Thian siang teringat
ketempat dimana dahulu Taywong mengintai, Siaopek yang
mempermainkan Go Eng, maka lantas berkata kepada Leng
Pek Ciok bertiga: "Mari kita sembunyikan diri dibalik tebing
kecil itu, kita sembunyi diatasnya, bisa menyaksikan mulut goa
dengan tepat. Apalagi terpisahnya juga hanya tiga empat
belas tombak tingginya, tidak sukar andaikata kita perlu
menyerbu." Semua orang yang mendengar perkataan itu semua pada
melesat ke atas tebing, di atas tebing itu terdapat banyak batu,
hingga merupakan suatu tempat yang sangat ideal untuk
menyembunyikan diri. Leng Pek Ciok dengan seorang diri sembunyi di atas pohon
cemara, sedangkan Oe-tie Khao masuk ke celah celah batu,
Hee Thian siang dan Hok Siu Im sembunyi di belakang batu
besar. Kini barangkali oleh karena waktunya masih awal, di luar
goa Siang-swat-tong tidak tampak bayangan seorangpun juga,
Hok Siu Im menggunakan suara yang sangat halus sekali
berbisik-bisik di telinga Hee Thian siang: "Engko Siang, sejak kau tiba di
gunung Kie-san ini agaknya tidak begitu
memperhatikan aku, Apakah kau marah kepadaku?"
Hok Siu Im juga merupakan seorang wanita yang sangat
cantik, terpisah dengan Hee Thian siang demikian dekat, bau
harum yang menusuk hidung, sudah tentu menggoncangkan
hati Hee Thian siang, apalagi ia sudah tahu salah paham
Tiong-sun Hui Kheng, kesalahannya bukan dipihak Hok Siu
Im, maka ia lalu menjawab sambil menggelengkan kepala dan
tertawa getir: "Adik Im kau jangan menduga yang bukanbukan, toh tidak pernah melakukan suatu kesalahan
bagaimana aku harus marah kepadamu?"
Hok Siu Im yang mendengar ucapan itu, hatinya mulai lega,
tetapi matanya masih merah, sekali ia bertanya dengan suara
pelahan: "Engko Siang, kalau kau tidak marah kepadaku
mengapa kau selalu tampak kesal saja" apakah binatang
kuning berbulu kuning tadi memukulmu terlalu keras" Di
kemudian hari apabila aku jumpa lagi dengannya, aku hendak
menggunakan pedang Liu-yap-bian-si-kiam memotong satu
kaki depannya, untuk membalas dendammu!"
Hee Thian siang yang mendengar ucapan itu buka
kepalang terkejutnya, buru-buru menggoyangkan tangannya
dan berkata: "Jangan, jangan! Sebaiknya kau jangan coba
mengganggu dua binatang itu!"
Oleh karena hatinya cemas, maka ketika mengucapkan
perkataan itu, suaranya agak tinggi, hingga Oe-tie Khao yang
mendengar itu lantas mengerutkan alisnya dan melemparkan
batu kecil untuk memperingatkannya.
Hee Thian siang lantas sadar dan tidak meneruskan
ucapannya lagi, mukanya menjadi merah, tetapi saat itu
dimulut goa Siang-swat-tong sudah tampak ada gerakan, dua
orang anggota Kie-lian sedang repot menyediakan meja kursi
dan lain-lainnya. Waktu itu kira-kira sudah jam dua malam, dari dalam goa
Siang-swat-tong, berjalan keluar serombongan orang, berjalan
dimuka, dua orang tua berpakaian kuning, berambut panjang.
Di belakangnya dua orang tadi diikuti oleh seorang yang
mengenakan jubah warna putih gerombongan, namun muka
orang itu ditutup oleh kerudung kain hitam, kecuali dia masih
ada ketua golongan Kie-lian Khie Tay Cao, Go Eng, tetapi
tidak tampak Phao Sam-kouw dan Tong-kie.
Maka dua orang tua berbaju kuning itu semuanya tertutup
oleh rambutnya yang panjang sehingga tidak dapat dilihat
dengan nyata, tetapi sikapnya sangat jumawa, mereka duduk
ditengah-tengah, sedangkan Khie Tay dan Go Eng hanya
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duduk dikedua sisinya, orang berjubah putih gerombongan
yang mukanya memakai kerudung hitam, agaknya
kedudukannya rendah, ia tidak mengambil tempat duduk,
sebaliknya berdiri di belakang orang tua berbaju kuning yang
sebelah kiri. Empat orang itu setelah masing-masing mengambil tempat
duduk, orang tua berjubah kuning yang di sebelah kiri, dengan
suaranya yang aneh katanya kepada Khie Tay Cao: "Kie
Cianbunjin, kapan Tie-hui-cu bisa dibawa kemari ?"
Ciku Pek Thoa Losat Sam-kow bersama Samte Tong kie,
akan membawa sendiri Tie-hui-cu datang kemari, sebelum
jam tiga pasti sudah tiba di sini!" menjawab khie Tay Cao
sambil tersenyum. Pada waktu itu Leng Pek Ciok yang bersembunyi di atas
pohon yang lebat dalam hatinya merasa terkejut, ia pikir Khie
Tay Cao biasanya sangat jumawa, tetapi mengapa sekarang
berlaku begitu menghormat dan menurut oleh orang tua
berbaju kuning itu, Dari sini dapat diukur bahwa dua orang tua
berbaju kuning itu sudah pasti merupakan orang yang berilmu
tinggi, namun ia sendiri yang sudah hapal hampir semua tokoh
rimba persilatan belum dapat menduga asal usul dia orang tua
itu. Sementara itu orang tua berbaju kuning yang di sebelah
kanan sudah memperdengarkan suaranya yang aneh: "Khie
ciangbunjin, urusan mengenai penggabungan antara golongan
Kie-lian dengan Tiam-cong berlangsung bagaimana ?"
Khie Tay Coa tampak sangat bangga dan ia tertawa
terbahak-bahak, kemudian berkata: "Ketua Tian-cong-pay
Thia-kwan Totiang dalam waktu dekat akan membakar kuil
Pho hie to-kwan dan memimpin anggota anggotanya yang
kuat pindah ke gunung Kie-lan, lalu menggabungkan diri
dengan partai Kie-lan untuk menambah pengaruh dan
kekuatan, sehingga bisa mengadu kekuatan dengan Siaoliem, Bu-tong Lo-hu, Ngo-bi, Swat-san dan lain lainnya!"
Orang tua itu perdengarkan suara: "Oo!"
Kemudian bertanya pula: "Dua partai Kie lian dan Camcong, kalau memang sudah bergabung, seharusnya memakai
nama lain. Apakah kau sudah pikirkan nama baru itu ?"
"Tentang nama itu biarlah Locianpwe berdua saja yang
memutuskan!" Berkata Khie Tay Cao sambil tertawa.
Orang tua berbaju kuning yang duduk di sebelah kiri
berkata dengan suara berat: "Maksud kita ialah hendak
membantu kau untuk menindas partai-partai yang lainnya
sehingga menjadi partai terkuat dalam dunia, mengapa kita
tidak menamakan saja CENG-THIAN-PAY ?"
Khie Tay Cao setuju dengan usul itu, katanya: "Baik, aku
menurut perintah itu, nama CENG THIAN PAY itu sangat
tepat." Leng Pak Ciok dan lain lainnya yang mendengar Tiam-cong
dan Kei-lian hendak tergabung dan membentuk partai lain
yang dinamakan Ceng Thian pay semuanya terperanjat dan
mendengarkan pembicaraan selanjutnya.
Orang tua berbaju kuning yang sebelah kanan, tiba-tiba
menghela napas dan berkata kepada orang tua yang sebelah
kiri: "Siauw Tek dari Kun lun pay sudah berubah menjadi
patung es, Ciangbunjinnya Tie hui cu sudah menjadi tawanan,
tampaknya partainya sudah akan runtuh, jadi usaha kita itu
tidak cuma-cuma dan kita merasa lega sudah dapat
melampiaskan dendam hati yang sudah lama ku pendam."
Orang tua sebelah kiri, berkata dengan suara dingin:
"Membubarkan partai Kun-lun-pay hanya merupakan cita-cita
kita yang kedua, sedang cita-cita kita yang pertama, entah
kapan baru bisa terkabul" Orang itu sungguh cerdik, hingga
saat ini masih belum mau unjuk muka."
Mengenai ucapan itu, Leng Pek Ciok dan Siu In yang
mendengarkan, semua pada merasa bingung, tetapi bagi Oetie Khao dan Hee Thian siang yang sudah tahu bahwa orang
tua baju kuning itu hendak bertemu muka dengan seorang
rimba persilatan luar biasa pada masa itu, hanya belum dapat
menduga siapa orangnya yang dinanti-nantikan, maka hanya
dapat menduga-duga salah satu diantara orang tokoh itu, ialah
Pak-bin-sin-po Hong Po Ciu, Lengwa Ceng-mo Cong-sun
seng dan Hong ng khek May Ceng Ong !
Orang tua berbaju kuning yang sebelah kanan ketika
mendengar ucapan itu berkata dengan suara dingin: "Paling
lama kita akan menunggu lagi satu tahun . . " Berkata sampai disitu, Pao San Kow
dan Tong kie sudah tiba, dilengan Tong
Kie waktu itu mengempit ketua Kun-lun-pay Tie-hui-cu yang
sudah tidak ingat orang. Orang tua berbaju kuning yang sebelah kiri bertanya
kepada Phao Sam Kow sambil menunjuk Tie-hui-cu: "Racun
duri Thain keng cek yang mengeram dalam tubuhnya sudah
dihilangkan atau belum?"
"Dia telah terkena tiga biji racun Thian keng cek yang
kulancarkan kepadanya, racunnya hingga tadi baru lenyap
semua, tetapi su-to keng yang hendak menjaga sesuatu
kemungkinan sudah menotok jalan darahnya Ngo-im hiat!"
Menjawab Phao Sam kow sambil menganggukkan kepala.
Orang tua berbaju kuning sebelah kiri berkata sambil
menggeleng-gelengkan kepala: "Untuk menghadapi orang
seperti Tie hui cu perlu apa bertindak sampai demikian rupa?"
Sambil bicara orang tua itu mengibaskan lengan bajunya
kepada Tie hui cu yang meringkuk dilempar sejarak setombak
lebih, Hembusan angin dingin meluncur ke arahnya hingga
badan Tie hui cu gemetaran, seolah-olah dibukakan totokan
jalan darahnya oleh orang tua itu melalui ilmunya yang
dilancarkan dari totokan jarak jauh.
Orang yang berpakaian gerombongan memakai kerudung
muka dan berdiri di belakang orang tua sebelah kiri, sejak
berada di situ belum pernah mengeluarkan suara, tetapi Hee
Thian Siang yang berada di atas tebing justru mengambil
perhatian istimewa terhadapnya. Sebab dalam penglihatannya
ia merasa bahwa gerak kaki orang sangat gesit dan lincah.
Agaknya pernah bertemu, tetapi entah dimana.
Tie hui cu yang sudah sadarkan diri, membuka sepasang
matanya, pertama tama yang dilihatnya ialah ketua Kie lian
pay Khei Tay cao, alisnya selalu mengerutkan, ia duduk di
tanah lalu bertanya dengan suara gusar: "Khie Ciangbunjin,
Kun lun pay denganmu ada permusuhan apa" Bagaimana kau
telah berpihak dengan Tiam cong pay dan melakukan
serangan secara menggelap terhadap diriku?"
Khie Tay Cao hanya tertawa saja, tidak menjawab. Tetapi
orang tua berbaju kuning yang duduk di sebelah kiri
sebaliknya sudah mengeluarkan suara dari hidung dan
berkata kepada orang berbaju putih yang memakai kerudung
yang berdiri di belakangnya: "Kau pergi ambil patung es
nomor satu, biarkan ketua Kun lun pay ini duduk, kita nanti
bergebrakan lagi!" Orang berbaju putih berkerudung muka mendengar
perintah itu lantas undurkan diri dan masuk ke dalam goa
Siang swat tong. Hee Thian siang yang mengambil perhatian terus terhadap
orang berkerudung itu, semakin percaya benar, bahwa orang
itu rasanya pernah dikenalnya. Jika kerudung muka itu
dibukanya, dia pasti merupakan seorang yang tidak asing
baginya. Hok Siu Im yang tak tahu apa-apa, ia hanya menonton
keramaian saja, sedangkan Leng Pek ciok san Oe-tie Kao
sedang bertekun dan berusaha untuk mengetahui asal-usul
dua orang berbaju kuning itu. Tetapi bagaimana juga ia putar
otak masih belum berhasil menemukan.
Sementara itu orang berjubah putih berkerudung muka
yang masuk ke dalam goa, sudah keluar lagi dengan
membawa patung es yang berasal dari Siauw Tek, patung itu
dilemparkan di hadapan Tie-hui-cu.
Tie-hui-cu semula masih belum mengerti apa yang
dinamakan patung es itu. Sekarang setelah barang itu berada
di depan matanya, baru tahu bahwa Sam sutenya sendiri
Siauw Tek ternyata sudah menjadi bangkai yang dibekukan
oleh hawa dingin. Maka saat itu hatinya merasa perih dan
bertanya kepada Khie Tao Cao:
JILID 13 "Khie Tay Cao, partai Kie-lian dengan Kun-lun sebetulnya
ada permusuhan apa sehingga kau mendadak demikian
kejam ?" "Thie-huicu, jangan cemas dulu, sekarang baru jam tiga.
Tunggu sampai jam lima hampir pagi, kau akan mengikuti
jejak Siauw Tek dan Bo Bu Yu berubah menjadi patung es
ketiga didalam goa Siang-swat-tong ini. Akan tetapi diantara
jam tiga hingga jam lima, kalau kau ingin bertanya apa-apa,
silahkan tanya kepadaku, kita juga ada banyak hal yang akan
ditanyakan kepadamu", berkata Khie Thay Cao sambil tertawa
dingin. Hee Thian Siang yang sembunyi diatas tebing mendengar
kata-kata Khie Tay Cao baru tahu, bahwa dari tiga buah
patung yang hari itu dilihatnya dalam goa Siang-swat-tong,
dua patung yang pertama adalah patung Siau Tek dan Bo Bu
Yu itu adalah benar, tetapi belakangan patung May Ceng Ong
ternyata palsu, sebab andainya benar patungnya, Khie Tay
Cao tidak akan mengatakan kepada Tie-huicu sebagai patung
"nomor tiga" !".
Hee Thian Siang belum pernah kenal dengan Siauw Tek,
sudah tentu tidak ambil perduli terhadapnya, tetapi terhadap
May Ceng Ong yang sudah dikenalnya telah mengetahui
keselamatannya, diam-diam merasa syukur, disamping ia juga
mengeluarkan air mata atas nasib buruk yang telah dialami Bo
Bu Yu. Hok Siu Im yang melihat ia dengan tiba-tiba mengucurkan
airmata, dengan sikap lemah lembut dan ramah tamah
menghibur dirinya, dengan suara yang sangat pelahan sekali
bertanya kepadanya: "Engko Siang, mengapa engkau menangis ?"
Hee Thian Siang juga menggunakan suara yang halus
sekali, menjawab di telinganya:
"Aku bersedih karena sudah mendapat kenyataan bahwa
Bo Bu Yu telah mengalami nasib buruk, adik Im jangan
banyak tanya, sebab orang-tua berbaju kuning itu nampaknya
tinggi sekali kepandaian ilmu silatnya. Kita sedikitpun tak
boleh perdengarkan suara, jikalau tidak rahasia besar dalam
rimba persilatan itu kita tidak akan menyaksikannya lagi".
Sikap mereka yang demikian mesra, meskipun tanpa
dilakukan dengan sengaja, tapi sesungguhnya bagaikan
hubungan antara dua kekasih saja.
Tetapi semuanya itu tidak dilihat oleh kawanan penjahat
yang berada di bawah, hanya di suatu tempat yang lebih tinggi
dari tebing itu ada sepasang mata yang memandangnya
dengan sinar mata menyala-nyala.
Sepasang mata itu bukanlah sepasang mata manusia,
melainkan sepasang mata Siaopek si kera putih yang cerdik
itu. Sepasang tangan Siaopek sudah menggenggam dua butir
batu kecil, sudah siap di ukur-ukur untuk dilancarkan kepada
Hee Thian Siang dan Hok Siu Im. Tetapi karena ia khawatir
mengejutkan kawanan penjahat yang ada di mulut goa Siangswat-tong, akhirnya dikendalikannya perasaannya dan tidak
sampai disambitkannya. Pada waktu itu ketua Kun-lun-pay Thie-huicu tampak
berpikir lalu mendongakkan kepala dan menghela nafas,
kemudian berkata sambil menggelengkan kepala dan tertawa
getir: "Aku sekarang sudah terbokong, sehingga kepandaian
ilmu silatku sudah musnah, terpaksa membiarkan
dipermainkan oleh kalian kawanan penjahat ini."
Belum habis ucapannya, orang tua berbaju kuning yang
didik di sebelah kanan tiba-tiba berkata dengan suaranya yang
aneh: "Tie-huicu, kau jangan kira bahwa kepandaian ilmu silatmu
itu sudah tinggi sekali, kau harus tahu sekalipun jalan
darahmu belum ditotok, kekuatan tenaga dalammu belum
hilang, tetapi di bawah tanganku kau juga tidak mampu
melawan sampai seratus jurus !".
Tie -huicu agaknya masih penasaran, tetapi orang tua yang
duduk di sebelah kiri, menggerakan tangan kirinya ditujukan
ke dinding tebing batu yang letaknya sejarak tujuh-delapan
kaki. Tie-huicu dan kawanan orang Kie-lian-pay sudah tentu
melihat dengan tegas, sedangkan Leng Pek Ciok, Oe-tie
Khao, Hee Thian Siang dan Hok Siu Im yang berada di atas
tebing sudah bisa melihat dengan nyata, ketika tangan kiri
orang berbaju kuning itu melakukan gerakan tersebut, dinding
tebing batu itu tidak tampak bergerak, namun lantas terdapat
tanda tapak tangan sedalam beberapa dim.
Didalam pertemuan di atas puncak Thian-siang-hong tahun
lalu, ketua Lo-hu-pay Peng-sim Sianie pernah menggunakan
ilmunya Pan-siang-ciang, meninggalkan tapak tangan di atas
batu, tapi bagi orang yang mengerti sudah tahu bahwa
pertunjukkan orang tua malam itu maksudnya untuk
menunjukkan ilmunya tertinggi ini jauh lebih kuat daripada
Peng-sim Sianie, sampaipun Leng Pek Ciok yang sembunyi di
atas pohon dan selamanya tidak pernah mengerti apa artinya
menyerah, terkejut serta mengetahui bahwa dirinya sendiri
jauh lebih rendah kalau dibandingkan dengan kepandaian
orang tua itu ! Tie-huicu sebagai ketua satu partai besar dengan
sendirinya dapat mengerti bahwa orang tua itu benar-benar
memiliki ilmu yang luar biasa dan ilmu itu bukanlah omong
kosong belaka, maka ia lantas menghela nafas panjang dan
berkata: "Aku Tie-huicu sudah mendekati ajalku, maka jikalau
kalian hendak menanya apa-apa, aku pasti akan
menjawabnya, tetapi harus menurut peraturan dunia kangouw,
supaya masih menghargai aku sebagai ketua dari satu partai".
Kie Tay Cao mengeluarkan suara dari hidung, dan berkata
sambil mengawasi Tong Kie: "Tong samte, mengingat ia
sebagai ketua dari salah satu partai juga sudah hampir mati,
tolong kau beri ia satu tempat duduk"
Tong Kie menurut, ia bangkit dari tempat duduknya, dan
kursinya dipindah ke tengah lapangan untuk Tie-huicu duduk.
Orang tua berbaju kuning yang berada di sebelah kiri,
angkat muka melihat keadaan cuaca, lalu berkata kepada Tiehuicu, tetap dengan suaranya yang aneh: "Sekarang masih
kira-kira satu jam hampir pukul lima pagi. Juga merupakan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saat terakhir bagimu berada didalam dunia. Kita masingmasing mempunyai persoalan sendiri, aku pikir ada baiknya
kita mengadakan tukar pikiran, mengingat dirimu sudah jatuh
ke tangan orang dan dalam keadaan menyedihkan seperti ini,
biarlah kuberi kesempatan padamu untuk mengajukan
pertanyaan lebih dahulu !".
Tie-huicu melihat situasi dihadapannya, sekalipun
mempunyai sayap juga tidak akan bisa terbang. Ia telah
mengambil keputusan menuruti orang tua tadi, ia menanyakan
segala sesuatu yang masih menjadi tanda tanya baginya,
supaya jangan sampai mati menjadi patung dalam keadaan
penasaran. Setelah mengambil keputusan demikian, dirinya merasa
lega, soal kematiannya sebaliknya tidak dihiraukan lagi.
Dengan suara lantang ia bertanya: "Orang yang menggunakan
duri berbisa melakukan kejahatan terhadap orang-orang rimba
persilatan, apakah itu perbuatan kalian orang Kie-lian-pay,
ataukah masih ada orang lain yang membantu ?"
"Ini adalah suatu rencana yang disusun oleh ketua Tiamcong-pay Tiat Kwan totiang, dengan aku sendirinya; sayang
rahasia itu agaknya bocor sehingga tidak membawa hasil
seperti yang kita inginkan", menjawab Kie Tay Cao sambil
menganggukkan kepalanya. "O ! Darimana duri berbisa Thian-keng-cek yang kalian
gunakan itu ?" "Semula di suplai oleh anak murid kalian dari Kun-lun-pay,
kemudian kita mengutus orang ke goa kuno di gunung Hokgu-san, dari situ kita menemukan sebatang pohon Thian-keng
sehingga kita pindah dan tanam di gua Siang-swat-tong".
Hee Thian Siang yang mendengarkan ucapannya bersama
dengan Oe-tie Khao yang sembunyikan diri didalam lubang,
saling berpandangan, maksudnya ialah hendak menanyakan
bahwa dugaan mereka ternyata tidak keliru. Bukan saja pohon
aneh yang berada di goa itu sudah diambil dan dipindah ke
gunung Kielian oleh kawanan penjahat Kielianpay.
Bagi Tie-huicu hal itu meskipun merupakan suatu hal diluar
dugaannya tetapi masih belum terkejut, hanya ketika
mendengar semula diperoleh dari anak murid Kun-lun-pay,
lantas bertanya dengan suara kaget: "Jadi orang-orangku
golongan Kun-lun-pay ada yang sekongkol dengan pihak luar
dan menghianati partainya sendiri ?"
Orang tua berbaju kuning yang berada di sebelah kiri
selama itu mendengarkan dengan tenang, dengan tiba-tiba
memperdengarkan suara tertawa dingin berulang-ulang, lalu
menyela: "Berkhianat terhadap partai sendiri memang
merupakan kepandaian khusus bagi orang Kun-lun-pay,
mengapa kau tidak pikir, kau sendiri jikalau tidak melakukan
perbuatan demikian, bagaimana kau bisa menjabat ketua
yang sekarang ?" Pertanyaan itu sangat mengejutkan Tie-huicu, wajahnya
merah seketika, matanya mengawasi orang berbaju kuning
yang agaknya mengetahui segala perbuatannya sendiri
dimasa yang lalu, tanyanya dengan heran: "Kau siapa "
Bolehkah sebutkan namamu ?"
Orang tua berbaju kuning sebelah kiri itu menjawab dengan
suara dingin" "Sekarang biarlah kau menebak, bagaimanapun juga
sebelum kau meninggalkan duniamu itu aku pasti akan
menunjukkan wajah asliku kepadamu".
Leng Pek Ciok dan lain-lainnya yang berada di atas tebing
semuanya pada terkejut, dalam hati mereka berpikir, pantas
dalam surat Tiongsun Hui Keng dikatakan bahwa " Tie huicu
masih ada rahasia yang tidak dapat disebutkan", kini kalau
ditinjau dari ucapan orang tua berbaju kuning itu, Tie huicu
yang menduduki ketua partai Kun-lun-pay agaknya benar
pernah menggunakan cara dan perbuatan yang tidak baik.
Tie huicu melihat orang tua itu tidak menyebutkan
namanya, alisnya dikerutkan dan bertanya lagi pada Khie Tay
Cao: "Siapakah murid penghianat Kun-lun-pay " Boleh kau
memberitahukan kepadaku ?"
Bibir Khie Tay Cao baru bergerak, sudah didahului orang
tua berbaju kuning sebelah kanan: "Hal-hal yang menyangkut
wajah aslinya orang yang bersangkutan, harus menunggu
sampai ia akan meninggalkan dunia ini, baru dibuka".
"Ia sudah tanya banyak sekali, rasanya sudah sampai
giliran kita untuk bertanya kepadanya".
Tie huicu sebetulnya sudah ingin tahu siapakah
sebenarnya murid yang berkhianat itu, seketika mendengar
perkataan itu ia lantas berkata:
"Kalian hendak tanya, lekas tanya. Apa yang aku ketahui,
pasti akan aku jawab semua".
Orang tua yang duduk di sebelah kiri, lalu mengajukan
pertanyaan dengan nada suara dingin: "Nama julukanmu Tiehuicu setelah menduduki kursi ketua Kun-lun-pay, apakah
maksudnya semata-mata hendak menunjukkan bahwa kau
tahu kesalahanmu sendiri terhadap satu urusan yang tidak
baik dimasa lampau ?"
Tie-huicu terperanjat, ia bertanya dengan mata terbuka
lebar: "Dengan cara bagaimana kau mengetahui sedemikian
jelas " Perbuatan tidak baik apa yang aku lakukan ?"
Orang tua di sebelah kiri menjawab sambil tertawa dingin:
"Cousu partai Kun-lun-pay, sebelum menutup mata telah
mengeluarkan perintah, suruh mengangkat murid
perempuannya yang bernama Liok Liem yang kepandaiannya
paling tinggi dalam partai untuk menduduki kursi ketua ! Kau
yang waktu itu mendengarkan perintah tersebut, dan karena
waktu itu tidak ada orang lain, maka lalu timbul dalam hati
jahatmu, kau tutupi perintah itu, tidak mengumumkannya.
Kemudian kau memerintahkan orang kepercayaannya sendiri
membokong Liok Liem sewaktu ia berada di puncak gunung,
telah didorong oleh orangmu ke dalam jurang. Demikianlah
maka kau baru menerima jabatan ketua Kun-lun-pay !".
Bukan kepang terkejutnya Tie-huicu, ia menghela nafas
panjang kemudian berkata: "Sungguh aneh! Sungguh aneh!
Aku sekarang sudah berada di tanganmu, sudah menghadapi
kematianku, aku tidak akan menyangkal kesalahanku yang
dulu, tetapi rencana keji itu bagaimana kau tahu ?"
Orang tua di sebelah kiri itu unjukkan ketawa yang
menyeramkan, kemudian berkata: "Jikalau ingin orang lain
tidak tahu, jangan berbuat sendiri ! Sekarang aku hendak
bertanya kepadamu, orang yang kau tugaskan dengan diamdiam menggunakan tangan keji mendorong Liok Liem dari
puncak gunung jatuh ke dalam jurang, siapakah orang itu ?"
Tie-huicu nampak sedih, sedang orang tua itu sudah
berkata lagi dengan suaranya yang berat: "JIkalau kau tidak
menjawab terus terang, jangan sesalkan aku. Sebelum kau
mati akan merasakan lebih dahulu ilmuku memindahkan
tulang dan urat-urat dalam tubuhmu !".
Tie huicu kini sudah seperti ayam jago kalah dalam
pertarungan, wibawanya lenyap semua, semangatnya sudah
terbang, lalu menjawab sambil menunjuk ke patung yang
berada di depannya: "Semula orang yang kuperintah untuk mencelakakan diri
Liok Liem adalah sam-suteku sendiri, Siauw Tek ini, yang kini
sudah berubah menjadi patung es."
Orang tua yang mendengar ucapan itu matanya menatap
orang tua yang duduk di sebelah kanan, katanya sambil
tertawa dingin" "Bagaimana dengan dugaanku, apakah ada salahnya
kematian Siauw Tek ini, sedikitpun tidak percuma".
Waktu itu Leng Pek Ciok yang sembunyi di atas pohon, Oetie Khao yang sembunyi dalam lubang dan Hee THian Siang
serta Hok Siu Im yang sembunyi di belakang batu besar,
ketika mendengar tanya jawab itu semuanya diliputi tanda
tanya besar ! Tanda tanya itu adalah, mereka semua menganggap
bahwa Tie-huicu sebagai salah seorang ketua dari partai
besar, sungguh tidak becus terjatuh ke kawanan penjahat,
maka baru melakukan perjalanan jauh menempuh bahaya
besar, berusaha memberi pertolongan. Tapi sekarang tanpa
disengaja telah mengetahui rahasia itu, kedudukan ketua bagi
Tie huicu ternyata didapatkan dengan cara rendah yang
sangat kejam, dengan tindakan dan perbuatan semacam itu
apakah masih ada harganya untuk ditolong dengan
menempuh bahaya besar "
Terhadap tanda tanya itu mereka masih belum
mendapatkan jawabannya. Tie-huicu saat itu sudah
menunjukkan sikapnya yang menyesal, katanya sambil
menghela nafas: "Waktu itu meskipun aku dipengaruhi oleh
nama, kedudukan, sehingga perlu merencanakan akal keji ini,
tetapi selama itu hati nuraniku selalu terganggu, maka aku
merasa malu untuk berhubungan dengan orang-orang dunia
kang-ouw dari golongan baik-baik, maka aku merubah nama
julukanku menjadi Tie-huicu, aku berusaha mengendalikan
anak buah Kun-lun-pay sedapat mungkin jangan mengadakan
perhubungan dengan orang luar. Dan aku mengerahkan
seluruh kepandaianku tenagaku membimbing murid
perempuanku Liok Giok Jie, aku ingin menjadikan ia seorang
yang kuat yang pantas untuk menjadi ketua Kun-lun-pay untuk
menebus dosaku kepada Liok Liem".
Orang tua di sebelah kiri ketika mendengarkan sampai di
situ, mendongakkan kepala untuk melihat cuaca lagi. Waktu
otu sudah hampir jam empat, maka ia bertanya kepada Tihuicu: "Apakah kau ingin tahu, siapakah orangnya yang
berkhianat terhadapmu, dan yang diam-diam menyuplai duri
berbisa kepada golongan Kielian dan Tiam-cong ?"
Tie-huicu menganggukkan kepala dan berkata sambil
tertawa getir: "Aku Tie-huicu malam ini bukan saja sudah akan tamat riwayatku,
tetapi Kun lun pay mungkin juga akan tamat
pula riwayatnya. Di bawah keadaan demikian kalian agaknya
harus membiarkan aku supaya aku dapat mati dengan baik".
Orang tua di sebelah kiri menganggukkan kepala sambil
tertawa dingin, lalu berkata sambil menunjuk ke orang
berjubah putih gerombongan yang memakai kerudung muka
itu: "Dialah orangnya yang dinamakan penghianat Kun-lunpay. Apakah kau kenal padanya ?"
Pertanyaan itu menarik perhatian Tie-huicu dan Leng Pek
Ciok sekalian yang berada ditempat sembunyi masing-masing.
Semua mata ditujukan kepada orang berbaju putih yang
mengenakan kerudung muka itu.
Percuma saja Tie huicu menggunakan matanya untuk
mengenali orang itu, karena orang berjubah putih berkerudung
muka itu berdiri di tengah-tengah dua orang berbaju kuning
bagaikan patung, tidak bersuara juga tidak bergerak.
Jubahnya warna putih gerombongan, kerudung muka
dimukanya sangat tebal, susah bagi orang yang melihatnya
untuk mengetahui wajah aslinya.
Orang tua berbaju kuning yang duduk di sebelah kiri,
karena menampak Tie-huicu tidak bisa mengenali, lantas
tertawa geli, tangannya diulur menepuk pundak orang
berkerudung itu dengan pelahan, katanya: "Bukalah jubahmu,
turunkan kerudung mukamu, biar ketua Kun-lun-pay itu bisa
melihatmu dengan seksama"
Orang berjubah putih berkerudung muka itu menurut,
sesaat itu orang-orang yang mengawasinya pada terkejut,
hingga hampir tak percaya pada mata sendiri.
Semua orang yang menyaksikan murid penghianat Kunlun-pay itu pada terkejut, kecuali Leng Pek Ciok.
Kiranya orang itu setelah membuka jubah dan kerudung
mukanya, ternyata adalah Liok Giok Jie, yang perbuatannya
sangat aneh dan pernah menimbulkan perasaan curigaa Hee
THian Siang dan Oe-tie Khao, juga merupakan murid
kesayangan Tie-huicu sendiri yang sedianya hendak diangkat
menjadi penggantinya untuk ketua Kun-lun-pay.
Tie-huicu begitu melihat orang yang ditunjuk sebagai murid
penghianat Kun-lun-pay ternyata adalah murid kesayangannya sendiri Liok Giok Jie, sudah tentu sekujur
badannya gemetaran, perasaan terkejut dan marah hampir
membuat ia pingsan ! Oe-tie Khao dan Hee Thian Siang
setelah hilang terkejutnya barulah sadar. Pantas, dahulu Liok
Giok Jie pernah merebut dan menghancurkan daun warna
merah muda yang merupakan daun dari pohon thian-keng.
Hee Thian Siang semakin mengagumi duta bunga mawar
yang mengetahui segala kejadian yang sudah lalu. Dalam
kata-katanya dahulu pernah ditulis bahwa "Giok ada durinya", ini kalau dipikir
sedikitpun tidak salah. Liok Giok Jie yang
dikatakan sebagai penghianat murid Kun-lun-pay, wajahnya
itu ternyata mirip sekali dengan wajahnya sendiri.
Dengan sepasang alisnya dikerutkan, Tie-huicu menatap
wajahnya Liok Giok Jie sekian lama, kemudian berkata
dengan suara agak gemetar: "Giok Jie, biasanya aku
perlakukan kau cukup baik sungguh tak kuduga bahwa orang
yang menjadi penghianat Kun-lun-pay ternyata kau sendiri !".
"Ada sebab, pasti ada akibat, balas membalas tak ada
akhirnya, jikalau kau teringat perbuatanmu, bagaimana aku
bisa mengacau partai Kun-lun-pay hingga berantakan ?",
menjawab Liok Giok JIe dengan wajah dingin.
Tie-huicu yang mendengar ucapan itu lalu bertanya: "Kau
sebenarnya anak buangan lain orang, telah ku tolong dari goa
menjangan di kaki gunung Kunlun, maka aku menggunakan
nama Liok sebagai she-mu, sebab aku tidak tahu kau anak
siapa. Justru kutemukan di goa menjangan maka aku
menggunakan she menjangan untukmu. Sejak orok telah ku
rawat kau baik-baik, selama sepuluh tahun cinta kasihku
terhadapmu seperti anak sendiri, tapi sekarang, bagaimana
kau dapat menyebut soal balas membalas ?".
Oe-tie Khao, Hie Thian Siang dan lain-lain yang ada di atas
tebing, semua merasa perkataan Tie-huicu itu memang tepat.
Mereka hendak melihat bagaimana Liok Giok Jie hendak
menjawab. Liok Giok Jie dengan sikapnya yang masih dengan dingin
memandang Tie-huicu sejenak, agaknya sedikitpun tidak
tergerak hati dalam menjawabnya"
"Budimu yang merawat aku pribadi sehingga dewasa,
masih belum cukup untuk menghapus dosamu yang sudah
kau perbuat pada diri ibu kandungku".
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siapakah ibu kandungmu itu?" Bertanya Tie-hui-cu.
"Ibuku adalah wanita yang dahulu kau perintahkan secara
diam-diam kepada Siauw Tek mendorong ke dalam jurang,
jikalau ibuku tidak kau aniaya demikian, darimana kau bisa
mendapatkan kedudukan ketua Kun-lun-pay ini?"
"Jadi ibumu itu adalah sumoayku sendiri Liok Liem?"
"Kau sudah tahu rahasia ini, barangkali sekalipun mati, kan
sudah tidak penasaran!" Menjawab Liok Giok Ji sambil
menganggukkan kepala. Tie-hui-cu menghela nafas panjang, menundukkan kepala
tidak berkata apa-apa lagi. Orang tua berbaju kuning yang
duduk sebelah kiri kembali mendongakkan kepala melihat
cuaca, ternyata saat itu sudah hampir jam lima pagi, maka lalu
berkata kepada kawannya yang duduk di sebelah kanan:
"Waktu sudah sampai, marilah kita mengakhiri persidangan
kita terhadap Kun-lun-pay ini. Semua dendam yang
berlangsung beberapa tahun lamanya sudah waktunya untuk
diselesaikan." Orang tua sebelah kanan baru saja menganggukkan
kepala, Tie-hui-cu mendadak bangkit dan berkata: "Aku Tiehui-cu malam ini sudah sediakan darah dagingku untuk
menebus dosaku, tetapi bolehkah sebelum aku mati hendak
bertanya dulu kepada Liok Giok Ji beberapa patah kata saja?"
"Kau hendak tanya apa, silahkan!" Berkata Liok Giok Ji
dingin. "Ibumu Liok Liem, dahulu bernama In Eng (?"") merupakan
seorang gadis yang belum bersuami, sikapnya juga baik dan
masih suci, dia binasa jatuh ke dalam jurang, bagaimana dia
melahirkan dirimu" Dan siapakah ayahmu?"
Liok Giok Ji yang ditanya demikian hendak menjawab,
orang tua berbaju kuning yang sebelah kiri sudah berkata
kepada Tie-hui-cu dengan nada suara dingin: "Pertanyaanmu
ini agak keterlaluan, sebaiknyalah kau berada dalam
perjalanan ke akherat, nanti pikir-pikir sendiri. ."
Berkata sampai di situ, mendadak berhenti, ia arahkan
kepala dan matanya ditujukan ke atas. Dengan menggunakan
suara yang aneh berkata sambil tertawa: "Sahabat-sahabat
rimba persilatan yang berada di atas tebing sudah
menyaksikan pertunjukan ini sekian lama, sekarang seharusnya pada turun untuk mengantar kepergian ketua Kunlun-pay!" Bukan kepalang terkejutnya jago-jago kita yang di atas
tebing, kini mereka baru tahu bahwa daya pandang mata dan
pendengaran orang tua berbaju kuning itu sangat luar biasa
hebatnya. Mereka yang sudah berlaku demikian hati-hati, tidak
pernah mengucapkan suara sedikitpun juga, toh dapat
diketahui jejaknya. Dalam keadaan terpaksa Leng Pek Ciok lebih dahulu
melayang turun dari atas pohon persembunyiannya, Oe-tie
Khao, Hee Thian Siang, Hok Siu Im melayang turun dan tiba
di depan goa Siang-swat-tong. Semua anggota golongan Kielian, termasuk Liok Giok Ji tampak tenang-tenang saja, tak
seorangpun yang menunjukkan sikap terkejut.
Tie-hui-cu, melihat orang datang, semula masih timbul
pikiran, mungkin akan mendapat bantuan. Tetapi setelah
melihat dekat kepada Leng Pek Ciok dan lain-lainnya, segera
merasakan bahwa orang-orang itu kalau dibanding dengan
kawanan penjahat yang berada di depan matanya, kekuatan
dan kepandaiannya masih terpaut jauh sekali. Kembali ia
menunjukkan sikapnya yang putus asa.
Pada saat itu, ketua Kiei-lian-pay Khie Tay Cao perlahanlahan bangkit dari tempat duduknya, memberi hormat kepada
Leng Pek Ciok dan berkata sambil tersenyum: "Saudara Leng
sekalian, tadi di atas sudah melihat sendiri dengan jelas sebab
musababnya. Seharusnya tahu bahwa tindakan kita kali ini
untuk menghadapi Tie-hui-cu bukanlah tanpa sebab. ."
Leng Pek Ciok memang sudah merasa agak sulit untuk
membela Tie-hui-cu. Tetapi juga tidak rela begitu saja, maka
lalu memotong ucapan Khie Tay Cao, katanya: "Ketua Kunlun-pay meskipun ada persengketaan demikian hebat dengan
nona Liok Giok Ji, tetapi tiga pahlawan partai Bu-tong, ketua
partai Lo-hu dan majikanku Peng-Pek Sin-kun suami istri
adalah orang-orang di luar garis. Mereka mendapat hadiah
duri beracun Thiat-keng-cek, ada yang luka dan ada yang
mati. Ku kira saudara Khie harus mempertanggung-jawabkan
terhadap sahabat-sahabat rimba persilatan!"
Khie Tay Cao tidak menyangka Leng Peng Ciok
mengalihkan persoalannya dan membelokkan urusan ke arah
lain, maka sesaat itu ia tertegun tak bisa menjawab.
Orang berbaju kuning sebelah kiri ketika menyaksikan
keadaan itu dengan suaranya yang tetap perlahan, berkata:
"Perbuatan orang-orang Kie-lian-pay yang menggunakan duri
beracun Thian-keng-cek sehingga berbuat kesalahan terhadap orang-orang rimba persilatan lainnya dengan
tindakan kita menuntut balas terhadap Tie-hui-cu adalah
merupakan lain persoalan, tidak boleh dicampur menjadi
satu!" Leng Pek Ciok lalu memberi hormat kepada orang tua itu
dan berkata sambil tertawa: "Leng Pek Ciok meskipun tidak
kenal siapa adanya Tuan, dapat menduga bahwa Tuan pasti
adalah seorang berilmu tinggi, maka Leng Pek Ciok pikir
hendak mintakan sedikit ampun untuk ketua Kun-lun-pay yang
sekarang sudah menjadi tawanan, apakah Tuan tidak
keberatan dengan permintaanku ini?"
Liok Giok Ji yang mendengar ucapan itu bertanya kepada
Leng Pek Ciok: "Tie-hu-cu seorang yang luarnya baik, tetapi
dalam hatinya jahat. Dia merupakan seorang berhati binatang.
Aku telah menanggung penderitaan atas kematian ibuku
sehingga sekarang, barulah mendapat kesempatan untuk
menuntut balas dendam. Bagaimana kau hendak mintakan
ampun kepadanya" Aku sebaliknya hendak menanya
kepadamu, apakah orang seperti dia itu dapat diberi ampun?"
"Nona Liok hendak menuntut balas dendam ibumu, ini
memang patut dipuji. Tetapi Tie-hui-cu bagaimanapun juga
merupakan ketua dari salah satu partai besar pada dewasa
ini, bagaimanapun juga kepandaian ilmu silatnya toh sudah
dimusnahkan, dalam keadaan demikian ia tentu tidak bisa
terbang jauh, bolehkah kiranya dibiarkan ia menunda
kematiannya untuk sementara waktu, kupikir hingga nanti
pada pertemuan di puncak gunung Thian-tu-hong, barulah
disiarkan dosanya di hadapan sahabat-sahabat rimba
persilatan seluruh dunia. Jikalau dia merasa bersalah dan
tidak bisa membantah, mungkin akan merasa malu dan
dengan sendirinya akan mati!"
Orang tua berbaju kuning yang sebelah kiri setelah
mendengarkan ucapan Leng Pek Ciok perdengarkan suara
tertawanya yang aneh beberapa kali lalu bertanya kepada
Khie tay Cao: "Khie Cianbunjin, apakah kau masih perlu hadir
pada pertemuan digunung Oey-san pada nanti tanggal
enambelas bulan duabelas?"
Khie Tay Cao tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya: "Sekarang partai
Kie-lian dan Tiam-cong sudah bertekad hendak
menggabungkan diri, hal ini agaknya sudah menjadi rahasia
umum. Perlu apa kita masih perlu mengadakan perjalanan
jauh ke gunung Oey-san untuk mendapat kesulitan dari partai
Bu-tong, Lo-hu dan Swat-san" Terus terang saja, tidak perduli
siapa, apabila ingin bertanya kepada Khie Tay Cao, silahkan
mereka datang ke gunung Kie-lian!"
Orang tua yang berada di sebelah kanan, yang selama itu
jarang bicara setelah mendengarkan ucapan Khie tay Cao
tiba-tiba berkata: "Bukankah Khie Ciangbunjin sudah mengadakan perjanjian dengan ketua Tiam-cong, hendak
menggabungkan diri dan membentuk partai baru Ceng-thianpay, mengapa tidak menggunakan kesempatan itu sebagai
hari berdirinya partai Ceng-thian-pay, disamping undang
semua orang rimba persilatan untuk menghadiri upacara
berdirinya partai baru kita, sekalian membersihkan segala
permusuhan yang selama itu masih terkatung-katung!"
Orang tua sebelah kiri setelah mendengar ucapan itu, tidak
memberi kesempatan kepada Khie Tay Cao, sudah berkata
kepada Leng Pek Ciok: "Cara itu memang paling baik, apakah
kau bisa bertanggung-jawab untuk melakukan tugas supaya
memberitahukan kepada semua partai dan tokoh-tokoh rimba
persilatan?" Lek Pek Ciok berpikir dulu sejenak, lalu berunding dengan
Oe-tie Khao, Hee Thian siang In, Hok Sin Im, setelah itu ia
baru menjawab: "Meskipun aku bisa tanggung jawab
mengabarkan kepada sahabat-sahabat dan partai-partai rimba
persilatan untuk menyampaikan berita ini, tetapi waktunya
agaknya terlalu mendesak, barangkali tidak keburu semua
datang berkunjung ke gunung Kie-lian!"
Orang tua sebelah kiri tadi mengangguk-anggukkan kepala
dan berkata: "Ucapanmu ini memang sebenarnya, oleh karena
aku mengharap hari berdirinya partai Ceng-thian-pay itu
supaya dihadiri oleh tokoh-tokoh kuat dalam rimba persilatan,
tidak halangan kalau harinya diundurkan dua bulan, kita boleh
tetapkan pada tahun depan tanggal enam belas bulan dua!"
"Aku terima baik permintaanmu untuk menyampaikan kabar
kepada sahabat-sahabat rimba persilatan, kau seharusnya
juga terima baik permintaanku untuk memberi kelonggaran
kepada ketua Kun-lun-pay, supaya untuk sementara jangan
dibinasakan." Berkata Leng Pek ciok.
Orang tua sebelah kiri, berulang-ulang menganggukkan
kepala, lalu menjawab sambil tertawa aneh: "Baik, baik, aku
terima baik permintaanmu, aku bukan saja sementara tidak
menghukum mati dia, bahkan kuterima baik untuk
membebaskan dia bersama-sama kau berlalu dari sini! hanya
tindakan semacam ini ada lebih kejam sepuluh kali daripada
membunuh dia dan dibekukan bangkainya didalam goa Siangswat-tong!" Leng Pek Ciok tiak mengerti apa yang terkandung dalam
ucapan orang tua itu, baru saja mengerutkan alisnya, orang
tua sebelah kiri tadi kembali berkata dengan sikapnya yang
bangga: "Coba kau pikir, seluruh kepandaian ilmu silat Tie-hui-cu sudah
dimusnahkan, sutenya sendiri yang paling
dipercaya, Siauw Tek sudah binasa, atas kesalahannya
sendiri, Liok Giok Ji sudah berkhianat terhadapnya, kejadiankejadian dan kelakuannya yang tidak patut pada waktu yang
lampau kini telah terbuka rahasianya, apa kau pikir dia masih
bisa hidup didalam dunia, itu bukankah lebih baik mati saja?"
Ternyata sampai di situ, matanya menatap Tie-hui-cu yang
sudah pucat pasi dan gemetar sekujur badannya, dengan
nada suara mengejek ia berkata: "Tie-hui-cu aku sudah
menerima baik permintaan sahabatmu untuk mengampuni
jiwamu, kau sekarang boleh kembali ke puncak gunung Kunlun untuk menjabat ketua partaimu lagi!"
Tie-hui-cu kini betul-betul sudah merasa menyesal, ia
merasa sudah tidak ada tempat untuk bertemu kembali
dengan kawan-kawan dunia persilatan, maka lantas
menggeram dan mulutnya menyemburkan darah segar,
ternyata dia sudah mengambil keputusan nekad dengan jalan
menggigit lidahnya sendiri.
Leng Pek Ciok yang menyaksikan kematian mengenaskan
ketua Kun-lun-pay yang bersahabat dengan majikannya
sendiri Peng Pek Sin-kun juga merasa sedih dan menghela
nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia berkata
kepada Khie Tay Cao sambil memberi hormat: "Tie-hui-cu
sudah mengakhiri hayatnya sendiri, Leng Pek Ciok sekalian
kini mohon diri!" Orang tua berbaju kuning sebelah kiri dengan tenang
berkata: "Kau dengan pengemis tua itu boleh jalan dulu tetapi dua bocah ini
untuk sementara tinggal disini dulu!"
Leng Pek Ciok dan Oe-tie Khao ketika mendengar orang
tua itu hendak menahan Hee Thian Siang dan Hok Sin Im, lalu
saling berpandangan sejenak, baru saja putar otak bagaimana
harus menjawab, Hee Thian Siang sudah berkata dengan
suara nyaring: "Sekalipun kau suruh aku pergi, akupun tidak
akan pergi, karena aku masih ada beberapa perkataan
hendak ditanyakan padamu!"
Orang tua berbaju kuning yang duduk di sebelah kiri itu
berkata sambil tertawa: "Aku tahu, kau bocah ini memang
sangat berani, kau hendak tanya apa, silahkan saja!"
Hee Thian Siang ternyata tidak pandang mata pada dua
orang tua yang memiliki kepandaian demikian tinggi dan
kawanan penjahat golongan Kie-lian dan ia berkata dengan
sikap marah. "Aku sekalipun beradat kukoay, tetapi setidak-tidaknya jauh
lebih baik daripada kalian orang-orang yang tak mempunyai
perikemanusiaan, berhati kejam dan bertangan ganas. Kalian
membunuh musuh Siauw Tek dan Tie-hui-cu masih boleh
dikata karena masih ada dendam permusuhan lama. Tetapi
pendekar pemabokan Bo Bu Ju mengapa juga kau binasakan
didalam goa Siang-swat-tong?"
Pertanyaan itu benar-benar menyulitkan orang tua itu,
semua pada berdiam sekian lama, barulah orang tua berbaju
kuning yang sebelah kiri menjawab perlahan-lahan: "Pendekar
pemabokan Bo Bu Ju terlalu banyak mengetahui rahasia kita.
Dia sifatnya juga suka banyak mulut, maka setelah
ditundukkan oleh Sam-kow, telah diantarkan ke dalam goa
Siang-swat-tong dan dibekukan menjadi patung!"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu menjadi
marah-marah dan berkata: "Orang lain banyak pengetahuan,
ada hubungan apa denganmu" Apakah kalian ada hal-hal
yang ingin diketahui oleh orang lain dan takut terbuka
rahasianya barulah kau berbuat demikian kejam terhadap
seorang pendekar dunia Kang-ouw?"
"Bocah kau jangan terlalu jumawa, untung sementara aku
menahan kalian, sebetulnya aku tidak mengandung maksud
jahat, tetapi jikalau kau mau mengeluarkan kata-kata yang
tidak sopan, maka janganlah kau sesalkan . ." Berkata orang
itu sambil ketawa bengis.
"Kau jangan berlaku sombong, tinggal atau tidak adalah
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hakku. Aku mau datang, aku datang, aku mau pergi, aku
pergi!" Sebelum aku keluar dari goa Siang-swat-tong aku sudah
tahu kalian menyembunyikan diri dibalik tebing. Tetapi karena
mengingat aku hendak meminjam mulut kalian untuk
membuka kedok Tie-hui-cu, supaya disampaikan kepada
sahabat-sahabat rimba persilatan, maka aku membiarkan
kalian mendengar dan menyaksikan hingga sekarang ; jikalau
tidak, dengan satu gerakan ringan saja kalian semua sudah
menjadi orang siluman!"
Leng Pek Ciok yang mendengar ucapan jumawa orang tua
itu hatinya merasa panas, baru saja ia hendak membuka
mulut, sudah didahului oleh Hee Thian Siang: "Tua bangka,
kau jangan coba-coba membual. ."
Orang tua berbaju kuning sebelah kanan dengan tiba-tiba
berkata sambil tertawa dingin: "Jikalau kau tak percaya,
sekarang baiklah ku akan tangkap salah satu sahabatmu
untuk kau lihat sendiri!"
Sehabis mengucap demikian, badannya bergerak dari
tempat duduknya melesat setinggi lima tombak, kemudian
kakinya menginjak di dinding tebing, setelah itu bagaikan
garuda melayang ke atas tebing tempat Hee Thian Siang tadi
menyembunyikan diri. Kepandaian Leng Pek Ciok dalam golongan Swat-san-pay
sudah terhitung jarang tandingan, kepandaiannya sebetulnya
tidak di bawah kepandaian Peng-pek Sin Kun suami-istri.
Tetapi sekarang setelah menyaksikan cara bergerak orang tua
itu melesat ke tebing tinggi, juga diam-diam merasa kagum,
dan tahu benar ia masih belum sanggup menghadapi orang
tua itu. Hee Thian Siang yang mendengar ucapan orang tua tadi,
dan setelah menyaksikan tindakannya itu, merasa sangat
heran, sebab ia pikir bahwa dalam rombongannya sendiri itu
empat orang, bagaimana orang itu masih mengatakan di atas
tebing masih ada seorang kawan lagi"
Belum lenyap pikirannya, orang tua berbaju kuning itu
sudah melayang turun dan kembali ke tempat duduknya
semula, dalam tangannya membawa siaopek yang sangat
cerdik dan memiliki kepandaian sangat aneh itu!
Hee Thian Siang menyaksikan kejadian itu bukan kepalang
terkejutnya. Pikirnya, Tiong-sun Hui Kheng mengirim siaopek,
untuk menyambut. Adanya, suatu bukti bahwa gadis itu masih
belum melupakan kepada dirinya! Siaopek yang dikenalnya
sangat cerdik dan lincah serta memiliki rompi emas dari sisik
naga pelindung jalan darah, toh masih dapat ditangkap oleh
orang tua itu, dari situ bisa diduga, bahwa ilmu kepandaian
orang tua itu benar-benar sudah mencapai ke taraf yang tiadataranya. Kini ia sedang berpikir; dengan cara bagaimana
harus menolong Siaopek itu.
Orang tua itu dengan mengangkat sepasang kaki depan
Siaopek, berkata kepada orang tua berbaju kuning sebelah
kirinya sambil tertawa: "Dunia ini sangat luas, ada beberapa
kejadian aneh yang tak diduga-duga, benar-benar telah
terjadi. Rompi emas yang dipakai oleh monyet ini ternyata
terbuat dari sisik naga pelindung jalan darah, peninggalan Tay
thiat Sian-jin!" Pada waktu itu Hee Thian Siang sudah merasa kesal dan
cemas, ia berkata kepada Leng Pek Ciok dan Oe-tie Khao:
"Leng toako, Oe-tie locianpwe, kita harus pikirkan dengan cara bagaimana untuk
menolong Siaopek?" Leng Pek Ciok yang sudah mengikat tali persaudaraan
dengan Hee Thian Siang, juga dalam rombongannya itu
merupakan seorang yang berkepandaian paling tinggi, maka
ia tidak menolak permintaan Hee Thian Siang, sambil
menepuk pundaknya, berkata sambil tertawa: Hee laotee,
jangan cemas. Dengan mempertaruhkan nama baikku selama
setengah abad, dengan ilmu kepandaianku golongan Swatsan-pay yang tunggal ,aku hendak menguji kepandaiannya!"
Sambil bicara ia mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya,
sekujur badannya tiba-tiba berubah menjadi putih, bahkan
mengeluarkan hawa dingin dari bulu-bulu romanya, perobahan
itu telah mengejutkan Hee Thian Siang yang berada
disampingnya, sehingga melompat mundur dua langkah.
Oe-tie Khao tahu bahwa Leng Pek Ciok hendak
menggunakan ilmu simpanan golongan Swat-san-pay yang
dinamakan Kiu-wan-thian-han-kang, hendak mengadu jiwa
dengan orang tua berbaju kuning yang tidak diketahui asalusulnya itu. Ia sendiri mengawasi dengan kepala dingin, sudah dapat
dilihat bahwa dua orang berbaju kuning itu jauh lebih tinggi
daripada Kie Tay Cao, Phao Sam-kow, mungkin Leng Pek
Ciok masih susah menghadapinya, maka lantas berkata
sambil mengerutkan alisnya: "Saudara Leng, sabarlah
dahulu!" Leng Pek Ciok yang mendengar ucapan Oe-tie Khau sudah
tahu bahwa Oe-tie Khao hendak menasehati dirinya jangan
bertindak gegabah. Sepasang matanya dibuka lebar, sinar
tajam memancar keluar, dengan suara gagah ia berkata:
"Barang-barang yang terbuat dari beling atau tembikar, pada
akhirnya toh akan pecah, seorang pahlawan mati di medan
perang, itu sudah wajar. Aku Leng Pek Ciok sejak berhasil
menemukan kepandaian ini, selama berkecimpung di dunia
Kang-ouw, benar-benar jarang menemukan tandingan. Saat
ini jikalau mendapat kehormatan mengakhiri hidupku di goa
Siang-swat-tong ini, juga merupakan suatu hal yang
memuaskan bagiku!" Sehabis berkata demikian, selagi hendak menantang
kepada orang tua berbaju kuning yang memegang Siopek, di
luar dugaannya, Hok Siu Im tengah keluar dan berjalan
lambat-lambat dengan tangan memainkan pedang Liu-yapbian-si-kiam yang digulung menjadi butiran, lalu berkata
kepada dua orang tua berbaju kuning sambil tersenyum:
"Kalian berdua telah anggap sebagai seorang berkepandaian
dan berilmu tinggi di dunia, perlu apa kau membuat seekor
monyet kecil sampai demikian rupa" Kalau kau ingin
berkelahi, kita berempat semuanya tidak takut. Lebih baik kau
bebaskan saja padanya!"
Orang tua berbaju kuning yang tangannya memegang
Siaopek melihat Hok Siu Im bicara, dengan tiba-tiba berubah
sikapnya menjadi ramah, katanya sambil tertawa: "Kalau kau
mintakan ampun untuk monyet ini, aku bersedia mengampuni
jiwanya, tetapi kau juga harus menuruti satu permintaanku!"
Hok Siu Im benar-benar tidak menduga bahwa tindakannya
itu ternyata berhasil, sambil tersenyum sinis ia bertanya:
"Permintaan apa?"
Orang tua itu kini sikapnya tampak lemah-lembut dan
ramah-tamah, katanya sambil ketawa: "Aku menghendaki
supaya kau menjadi tamu beberapa hari didalam goa Siangswat-tong!" Hok Siu Im yang kini sudah berbicara dan berhadapan
muka dengan orang tua berbaju kuning itu, telah merasakan
bahwa orang tua itu bukan saja tidak menakutkan, bahkan ia
merasa bahwa orang tua itu ramah-tamah, maka sedikitpun
tanpa dipikir lagi lantas menjawab sambil menganggukkan
kepala: "Asal kau mau melepaskan dulu monyet itu aku terima
baik permintaanmu untuk berdiam tiga hari didalam goa
Siang-swat-tong!" Orang tua berbaju kuning itu menganggukkan kepala dan
tersenyum, ia menepuk dengan perlahan belakang kepala
Siaopek, lantas melemparkan ditengah udara.
Sejak pertama kali Hok Siu Im melihat Siaopek di gunung
Thay-piat-san sudah merasa suka dengan kecerdikan dan
kelincahannya. Karena ia khawatir Siaopek masih belum
sadar, nanti bila jatuh di tanah pasti terluka, maka buru-buru
mengulurkan tangannya dan menyambutinya di tangannya.
Di luar dugaannya Siaopek itu terlalu setia kepada
majikannya, sejak mengetahui hubungan mesra Hok Siu Im
dengan Hee Thian Siang dan tadi ketika ia bersembunyi, dua
kali melihat Hee Thian Siang berlaku mesra sekali dengan
Hok Siu Im, maka anggap gadis itu sebagai saingan
majikannya! Ketika totokannya dibuka oleh orang tua berbaju
kuning, baru saja sadar, ternyata dapatkan dirinya ditangan
Hok Siu Im, maka ia lantas mengeluarkan suara nyaring dan
mengulurkan tangannya untuk mencakar muka Hok Siu Im.
Hok Siu Im sungguh tidak menduga akan adanya kejadian
itu, buru-buru ia miringkan kepalanya tetapi tidak urung
pipinya kena cakar juga, sehingga terdapat tanda darah.
Pada waktu itu Hee Thian Siang-lah yang merasa paling
sulit kedudukannya. Ia sangat cemas dan tidak tahu
bagaimana harus bertindak. Oe-tie Khao dan Leng Pek Ciok
juga tak bisa berbuat apa-apa, sementara itu Siaopek yang
sudah melepaskan diri dari tangan Hok Siu Im, di tangannya
bergerak hendak menyerang Hok Siu Im.
Hok Siu Im semakin repot, ia juga merasa tidak enak untuk
turun tangan menghadapi Siaopek, dalam keadaan serba
salah dan hendak menyingkir ke tempat jauh, tiba-tiba
merasakan desiran angin, di hadapan matanya tampak
sesosok bayangan orang, sedangkan siaopek yang bergerak
demikian lincah sudah disambar lehernya oleh orang itu, dan
diangkatnya tinggi-tinggi.
Orang yang baru muncul itu adalah seorang berjubah hijau,
sikapnya agak agung, kapan ia bergerak sesungguhnya
jarang tampak, juga tidak tahu darimana datangnya orang itu.
Apa yang lebih mengherankan ialah Siaopek lehernya
dipegang oleh orang tua itu ternyata demikian takut, sedikitpun
tidak berani melawan. Hee Thian Siang baru merasa heran, Oe-tie Khao sudah
bisik-bisik di telinganya, katanya sambil tertawa: "Hee laute jangan khawatir,
kita telah kedapatan seorang pembantu kuat
luar biasa, Tuan itu adalah Thian-gwa Ceng-mo yang
namanya telah menggetarkan rimba persilatan!"
Hee Thian Siang mendengar ucapan itu baru sadar, kiranya
orang tua berbaju hijau itu adalah ayah Tiong-sun Hui Kheng
sendiri, yang namanya sama sama terkenal sebagai orang
yang luar biasa bersama gurunya sendiri dan May Ceng ong.
Pantas setelah siaopek dipegang lehernya, sedikitpun tidak
berani melawan. Tiong sun seng telah mengangkat tinggi dimukanya,
berkata kepadanya: "Kau ini memang monyet bodoh tidak ada
gunanya, kau sudah tertangkap oleh musuh, dan nona Hok
yang mintakan ampun kepadamu, dia adalah tuan
penolongmu sendiri, bagaimana kau sebaliknya anggap dia
sebagai musuh ?" Siaopek yang memang cerdik dan mengerti bahasa orang,
ketika mendengar ucapan itu baru tahu, bahwa tadi ia sendiri
telah berbuat salah, maka lalu memandang Hok Siu Im
dengan sinar mata yang minta dimaafkan kesalahannya.
Hok Siu Im sudah tahu, siapa adanya orang itu, oleh
karena mukanya sendiri tidak berarti apa-apa, lagi pula ia
merasa senang terhadap Siaopek, lalu memberi hormat dan
berkata kepada Tiong sun seng:
"Tiong sun locianpwe harap jangan salahkan siaopek, dia
tadi karena tertotok jalan darahnya sehingga dalam keadaan
pingsan, dalam keadaan yang baru sadar ia tidak dapat
membedakan siapa lawan dan siapa kawan. . "
Lalu Tiong sun Seng berkata pula kepada siaopek: "Dengar
tidak " sebab nona Hok sekali lagi mintakan ampun atas
kesalahanmu, maka untuk sementara barulah aku
mengampuni kesalahanmu lain kali jikalau kau berbuat tidak
karuan seperti ini, aku tidak akan mengampunimu lagi "
Setelah berkata demikian, tangannya dilepaskan, sehingga
siaopek menubruk kedalam pelukan Hok Siu Im.
Hok Siu Im tahu, bahwa tindakan siaopek kali ini tidak
mengandung maksud jahat, maka ia menyambutnya sambil
tertawa, siaopek sikapnya kali ini benar-benar sangat ramah,
dia sandarkan kepalanya ke pundak Hok Siu Im, lidahnya
digunakannya untuk membersihkan luka di pipinya. Tetapi
kalau ia mengawasi Hee Thian siang masih ada mengandung
jelus, hingga menunjukkan sikapnya seperti bermusuhan.
Pada waktu itu dua orang tua berbaju kuning dan kawanan
penjahat Kie lian, dengan tiba-tiba kedatangan musuh
tangguh, semuanya bangkit dari tempat duduknya, oleh orang
tua berjubah kuning sebelah kiri menyapa lebih dahulu :
"Thian gwa Ceng mo. ." baru mengucapkan ucapan itu,
Tiong sun seng sedah memotong sambil menggelengkan
kepala: "Kau panggil aku Tiong sun seng saja sudah cukup,
nama julukan Thian gwa Ceng mo ini sudah tidak ada muka
untuk dipakai lagi !"
"Nama sebutan Thian gwa Ceng mi telah menggetarkan
rimba persilatan. Dengan cara bagaimana kau. ." bertanya
orang tua berbaju kuning kaget.
"Tiong sun seng menghela napas, matanya melirik Hee
Thian siang, kemudian berkata sambil tertawa getir : Didalam
golonganku, selalu menggunakan pedoman, sewaktu
berkumpul harus berkumpul. sewaktu buyar harus buyar, tidak
akan terjatuh omongan orang, tidak akan terlibat jaring
asmara, sebagai pelajaran, siapa tahu murid kesayanganku
sendiri Hwa Jie swat dan puteriku sendiri Tiong sun seng Hui
Kheng, yang satu lantaran It cem sin ceng dan yang lain
lantaran. . dua duanya ternyata sudah terlibat dalam asmara.
Dan kini tidak berhasil menolong dirinya sendiri, maka dimana
aku masih ada muka, menggunakan nama julukan Thian gwa
Ceng mo ?" Hee Thian siang yang mendengar ucapan Tiong sun seng,
dalam hati merasa girang juga merasa khawatir, apa yang
dikhawatirkan ialah dalam kata-kata Tiong sun seng ini yang
dimaksudkan adalah dirinya, yang membuat girang ialah ditilik
dari sini Tong sun Hui Keng memang benar telah jatuh cinta
kepada dirinya. Di kemudian hari asal bisa menjelaskan
kesalah pahaman itu, bukankah. .
Sementara itu orang tua berbaju kuning sebelah kiri sudah
menggunakan jari tangannya untuk menunjuk kawannya yang
duduk di sebelahnya, bertanya kepada Tiong sun Seng : "Kau
berbeda dengan mereka, seharusnya bisa menebak siapakah
adanya kita dua orang !"
Tiong sun seng menganggukkan kepala, dan menjawab
sambil tersenyum: "Tidak usah menebak, begitu melihat aku
sudah dapat mengenali bahwa kalian adalah kenalan lama
dari Cong lam yang pada masa itu pernah menggemparkan
seluruh rimba persilatan !"
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang tua berbaju kuning sebelah kanan berkata sambil
tersenyum: "Ucapanmu kanalan lama dari Com lam ini
ternyata sangat tepat, dua puluh tahun berselang pertama kali
kita bertemu muka, didekat lembah kematian gunung Cong
lam san, aku masih ingat semua itu dengan kedudukanmu
Thian gwa ceng mo, pernah mengucapkan kata-kata yang
seperti kau ucapkan tadi !"
Orang baju kuning sebelah kiri juga berkata kepada Tiong
sun seng: "Kalau kau sudah tahu siapa adanya kita, maka aku
akan minta pertolongan padamu !"
"Apakah kau ingin aku membantu kalian untuk mencarikan
tuan itu" Biar ia pergi ke gunung Kie lian san di goa Siang
swat ting untuk melunaskan hutang dosanya tahun dahulu."
Berkata Tiong sun seng sambil tertawa.
Dia datang sendiri mencari kita, itu lebih baik, jikalau
tunggu kita sampai pergi mencari dia, maka didalam rimba
persilatan mungkin akan terjadi geger seperti keadaan pada
dua puluh tahun berselang" berkata orang tua berbaju kuning
sebelah kiri. "Dalam soal ini meskipun aku suka menerima
permintaanmu, tetapi jejak tuan itu seperti naga sakti,
barangkali memerlukan waktu yang cukup lama." berkata
Tiong sun seng sambil tersenyum.
Orang tua sebelah kiri itu berpikir dulu, kemudian berkata
sambil menganggukkan kepala: "Ucapanmu ini memang
sebenarnya, untung partai Kie lian lain Tiam cong sudah
bersepakat menggabungkan diri untuk membentuk partai baru
yang dinamakan Ceng Thian pay bahkan sudah ditetapkan
waktunya pada nanti tanggal enam belas bulan dua tahun
depan akan mengundang semua tokoh tokoh rimba persilatan,
turut dalam upacara berdirinya partai baru itu, dan
menggunakan kesempatan itu sekalian untuk menyelesaikan
segala permusuhan lama. Asal kau bisa menyampaikan
khabarnya supaya datang tepat pada waktunya sudah cukup
!" "Tanggal enam belas bulan dua tahun depan, mungkin aku
masih bisa melaksanakan tugas tugasku!" Berkata Tiong-sun
seng sambil tertawa. Setelah itu, ia berpaling mengawasi Leng Pek Ciok dan Oetie Khao, lalu berkata sambil tersenyum: "Saudara leng,
saudara Oe-tie, urusan di sini sudah selesai, kita seharusnya
minta diri kepada mereka !"
Leng Pek Ciok dan Oe-tie Khao dengan serentak
menjawab sambil tertawa : "Bagaimana baiknya saudara
Tiong-sun seng saja !"
Tiong-sun seng yang mendengar ucapan itu, selagi hendak
berkata kepada dua orang tua berbaju kuning itu, Hok Siu Im
sudah berkata kepada Hee Thian siang dengan suara
perlahan: "Engko Siang, kalian jalan dulu, di kaki gunung Kielian-san menunggu
aku, aku masih perlu menepati janjiku
untuk berdiam didalam goa Siang -swat-tong tiga hari lamanya
!" "Mana boleh " Bagaimana dengan seorang diri kau bisa
berdiam dalam sarang harimau yang penuh bahaya ini ?"
berkata Hee Thian siang. "Engko Siang jangan khawatir, aku lihat dia orang tua
berjubah kuning itu terhadapku selalu tidak mengundang
maksud jahat ! Apalagi sudah menerima baik permintaan
orang, mana boleh mengingkari janji sendiri ?" kata Hok Siu
Im sambil menggelengkan kepala dan tertawa.
Setelah memberikan siaopek didalam tangannya kepada
Hee Thian siang, diluar dugaannya Siaopek masih
mengandung permusuhan terhadap Hee Thian siang, ia
meronta ronta dan lompat ke sisi tiong sun seng, bahkan
menunjukkan sikap beda terhadap Hee Thian siang, seolaholah menunjukkan sikap yang menghina.
Hok Siu Im benar-benar masih putih bersih sikapnya masih
kekanak kanakan, hingga saat ini ia masih belum sadar,
sebab Siaopek anggap Hee Thian siang sebagai musuh, Ia
masih mengawasi siaopek sambil tersenyum manis, setelah
itu dengan seorang diri ia berjalan ke samping dua orang
berjubah kuning tadi. Hee Thian siang masih merasa khawatir, katanya sambil
mengerutkan alisnya: "Adik Im. . "
Tiong sun seng tiba tiba berjalan dengan perlahan di
depannya, tangannya diulurkan menepok pundak Hee Thian
siang, katanya: "Hee hiantit jangan kuatir. Biarlah nona Hok
berdiam di sini tiga hari, aku jamin keselamatannya, baginya,
ada untuk tidak ada jahatnya !"
Hee Thian siang tiba-tiba teringat bahwa dirinya di hadapan
Tiong-sun Seng seharusnya jangan terlalu mesra terhadap
Hok Siu Im. Bagaimana ia malah memanggil "Adik Im", yang demikian hangat.
Dalam hati merasa cemas, mukanya dengan sendirinya
menjadi merah. Tetapi Tiong-sun Seng rupanya tidak
menghiraukan soal itu, ia hanya memberi hormat kepada dua
orang tua berjubah kuning itu, katanya sambil tersenyum:
"Tiong-sun Seng untuk sementara minta diri, hingga tanggal
enam belas bulan dua tahun depan akan datang kemari lagi
untuk menghadiri upacara berdirinya partai Ceng-thian-pay!"
Dua orang tua berjubah kuning itu sedikitpun tidak berani
berlaku ayal terhadap Tiong-sun Seng. Keduanya memberi
hormat untuk mengantarkan dia pergi! Tiong-sung Seng
bersama Leng Pek Ciok dan lain-lainnya ketika tiba di luar
bukit Kie-lian-san, berkata sambil tersenyum: "Pergolakan
dalam rimba persilatan kali ini sesungguhnya sangat hebat,
bagiku sendiri, sudah tentu ingin sekali dapat menemukan
orang yang ditunggu-tunggu oleh dua orang tua tadi untuk
merundingkan tindakan apa yang akan diambil.
Saudara Leng dan saudara Oe-tie, juga seharusnya
masing-masing harus pergi memberitahukan kepada berbagai
partai besar, menghentikan pertemuan kedua di atas gunung
Oey-san, dan beritahukan sekalian kepada mereka bahwa
partai Kie-lian dan Tiam-cong sudah menggabungkan diri,
akan membentuk partai baru yang dinamakan partai Cengthian-pay, kita masing-masing mempunyai tugas, maka tidak
bisa berkumpul lama lagi. Maka sebaiknya di sini saja kita
berpisah, sampai lain waktu kita berjumpa kembali!"
Sehabis berkata demikian, tampak berkelebat bayangan
hijau, dan sebentar sudah menghilang bersama Siaopek.
Leng Pek Ciok dan Oe-tie Khao selagi hendak menanyakan
kepada Tiong-sun Seng siapa kedua orang tua berbaju kuning
berambut panjang itu, rahasia apa yang menyelimuti diri
mereka, tak disangka-sangka Tiong-sun Seng berkata hendak
pergi, lantas berlalu tanpa memberi kesempatan pada mereka
untuk bertanya, terpaksa membatalkan maksudnya.
Kalau mereka tidak menahan kepada Tiong-sun Seng
tetapi tidak demikian dengan Hee Thian Siang, ia tidak
menghiraukan kepada itu urusan, katanya dengan suara
nyaring: "Tiong-sun locianpwe harap tunggu sebentar!"
Tion-sun Seng saat itu sudah berada sejauh sepuluh
tombak, ketika mendengar panggilan itu lantas berhenti dan
berkata sambil berpaling n" Hee hiantit, ada keperluan apa?"
Hee Thian Siang meskipun tidak enak masih tebalkan
muka untuk bertanya: "Bolehkah boanpwe numpang tanya,
dimana sekarang enci Tiong-sun berada?"
"Dia terhadap kau ada merasa sedikit kecewa, kini pergi ke
gunung Bu-san di puncak in-hong untuk menengok sucinya
Hwa Jie!" Berkata tiong-sun Seng sambil tertawa.
Sehabis berkata demikian, bersama-sama siaopek kembali
melesat dan menghilang. Leng Pek Ciok mengawasi
berlalunya Tiong-sun Seng dan Siaopek, ia berkata sambil
menghela napas dan mengggelengkan kepala: "Orangnya
adalah orang yang berwatak aneh, sedang binatangnya juga
binatang gaib, pantas kalau Thian-gwa Ceng-mo bersamasama Pak-hin Sin-po dan Hong-tim Ong-khek, namanya
berendeng didalam rimba persilatan sebagai orang-orang
yang sudah dihadapi, namun demikian, nama mereka masih
diatas ketua dari delapan partai besar!"
Berkata sampai di situ ia berpaling kepada Hee Thian
Siang dan Oe-tie Khao, berkata pula sambil tertawa: "Saudara
Oe-tie dan Hee laote, harap menunggu nona Hok Siu Im
ditempat ini. Leng Pek Ciok akan pulang dulu kegunung Swatsan, untuk memberitahukan kepada majikanku Peng-pek Sinkun suami istri, tentang persengkongkolan antara partai Ciamcong dan partai Kie-lian yang mereka akan bergabung dan
mendirikan partai baru Ceng-thian-pay.
Mereka sudah menetapkan pada tanggal enam belas bulan
dua tahun depan hendak mengumumkan berdirinya partai
baru itu, juga dalam kesempatan itu hendak menyelesaikan
semua permusuhan antara orang-orang yang mengandung
dendam, aku juga hendak memberitahukan sekalian tentang
kematian ketua Kun-lun-pay sesudah itu aku akan terjun lagi
ke dunia Kang-ouw sedapat mungkin, untuk mengabarkan
kepada sahabat-sahabat dunia persilatan dan semua partai
rimba persilatan!" "Saudara Leng, boleh berjalan dulu, tetapi soal memberi
kabar kepada berbagai partai rimba persilatan, tidak boleh kau
seorang diri yang melakukan tugas itu, masih untung Hok Sui
Im turut serta bersama kita, hingga bagi partai Ngo-bie, kita
hitung sudah tahu. Hanya perlu melaporkan kepada Peng-pek
Sin-kun suami-istri dan mengabarkan kepada Ji-sute Tie-hui
Sang Biauw Jan. Mengenai partai Bu-tong. Siaw-tiem dan Lohu, biarlah aku bersama-sama laote yang akan
menyampaikan kabar."
Baru Leng Pek Ciok berpikir, ia dapat menyetujui usul itu,
setelah itu lalu minta diri dan pergi meninggalkan Oe-tie Khao
dan Hee Thian Siang. Tetapi baru saja hendak berlalu, dengan tiba-tiba ingat
sesuatu hal, ia berpaling dan berkata kepada Hee Thian
Siang: "Hee laote, aku berikan kau sebuah barang!"
He Thian Siang menghampiri dan Leng Pek Ciok
mengambil sebuah kantong yang terbuat dari kulit kera,
diberikan kepada Hee Thian Siang, kemudian berkata:
"Barang yang tersimpan dalam kantong kecil ini adalah dua
belas butir senjata rahasia yang dinamakan Peng-pek Sin-sa,
senjata rahasia terkenal yang pengaruhnya hebat sekali dari
golongan Swat-san-pay, jikalau Hee laote menemukan musuh
tangguh, boleh dicoba! Tetapi sebelum kau menggunakan,
lebih dulu kerahkan tenaga murnimu dalam telapak tangan,
barulah boleh mengambil senjata rahasia ini, kalau tidak, kau
sendiri akan lebih dulu mendapat kesulitan!"
Hee Thian Siang tahu bahwa sahabatnya itu sangat aneh,
tidak perlu merasa sungkan, maka ia menyambutnya dan
mengucapkan terima-kasih.
Leng Pek Ciok minta diri lagi kepada Oe-tie Khao, dan
setelah itu ia bergerak menuju ke gunung Tay-swat-san.
Hee Thian Siang setelah mengantarkan Leng Pek Ciok,
saat itu dalam hatinya merasa kesal. Rasa kesal itu sebagian
besar mengkhawatirkan diri Hok Siu Im yang sekarang berada
di sarang harimau. Apakah tidak ada bahaya untuk
menghadapi dua orang tua berjubah kuning yang luar biasa
itu" Sebentar lagi pikirannya melayang ke puncak Tiauw-inhong, dan sebentar lagi melayang ke dalam goa Siang-swattong, sikapnya dengan sendirinya sebentar-sebentar berubah.
Oe-tie Khao memperhatikan itu semua, dalam hati
mengerti. Maka lalu bertanya kepadanya sambil tersenyum:
"Hee laote, sekarang sudah tidak ada orang ketiga disamping
kita, aku akan menanyakan kepadamu satu soal, kau harus
menjawab dengan sejujurnya."
Hee Thian Siang yang mendengar pertanyaan itu, malah
balas menanya kepada Oe-tie Khao dengan terheran-heran.
"Mengapa locianpwe mengucapkan perkataan demikian"
Sejak Hee Thian Siang mengikuti jejak locianpwe, ada urusan
apa yang tidak pernah berlaku terus-terang terhadap
locianpwe?" "Menurut apa yang ku tilik dari samping, nona Tiong-sun
Hui Kheng dan nona Hok Siu Im, semua telah jatuh cinta
kepadamu, tetapi entah bagaimana pikiran Hee laote,
perlakukan mereka sama-sama atau berat sebelah?"
Hee Thian Sian tidak menduga Oe-tie Khao menanya
urusan itu secara blak-blakan, maka wajahnya merah
seketika, ia menjawab sambil menghela nafas: "Dengan terusterang, sudah tentu Tiong-sun Hui Kheng yang menduduki
tempat agak berat dalam hatiku, tetapi Hok Siu Im yang masih
muda dan kekanak-kanakan, sesungguhnya juga
menimbulkan perasaan senang, aku juga tidak tega untuk
tidak menghiraukan dirinya!"
"Kalau Hee laote benar-benar terhadap mereka sama-sama
cintanya, maka aku harus berusaha supaya kau mendapatkan
dua-duanya!" "Locianpwee, perlu apa menggoda aku" Enci Tiong-sun
telah melakukan perjalanan jauh dengan marah, kesalahpahaman itu rasanya tidak mudah untuk dijelaskan. ."
"Tidak susah hendak menjelaskan kesalah-pahaman itu
kepada nona Tiong-sun Hui Kheng. Tunggu saja urusan di sini
selesai, aku akan mengawani Hee laote pergi ke puncak
Tiauw-in-hong di gunung Bu-san, tetapi laote harus hati-hati
menjaga Siaopek dan Taywong, dia bisa memukul kau
lantaran cemburu bagi majikannya!"
Muka Hee Thian Siang kembali menjadi merah, katanya:
"Tentang diri Adik Im. .:"
"Keselamatan nona Hok, sebetulnya memang juga
mengkhawatirkan. Aku sudah berpikir bolak-balik, juga tak
dapat memikirkan apa sebabnya dua orang tua berbaju kuning
itu hendak menahannya untuk menjadi tamu tiga hari
lamanya" "Tiga hari kemudian, jika dua orang tua itu tidak mengantar
keluar Adik Im dalam keadaan selamat, aku terpaksa akan
berlaku nekad, untuk menghancurkan goa itu dengan
senjataku terampuh Kiam-thian-pek-lek!"
Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu memandang Hee
Thian Siang sambil tertawa.
Hee Thian Siang yang melihat orang tua itu ketawanya
agak aneh, lalu bertanya dengan perasaan heran: "Mengapa
Locianpwe ketawa" Apakah ucapanku ada yang keliru?"
"Laote, kau menggunakan senjata terampuhmu Kian-thianpeklek untuk menghancurkan goa Siang-swat-tong itu
memang hebat! Tetapi jikalau goa itu hanacur, bukankah nona
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendekar Muka Buruk 20 Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen Elang Terbang Di Dataran Luas 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama