Ceritasilat Novel Online

Patung Dewi Kwan Im 4

Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


tongkatnya sedemikian rupa hingga menempel tongkat ular Tokkakcoa dan membuat tongkat ular itu terpaksa ikut berputar. Lalu
237 dengan bentakan keras sekali Hwat Kong Tosu kerahkan lweekangnya
dan membetot ke atas! Tok-kak-coa tak dapat menahan pegangannya lebih lama lagi dan
tongkat ular itu terlepas dan terlempar ke atas tinggi sekali.
Tapi Tok-kak-coa benar-benar lihai. Melihat betapa tongkatnya itu
terpental ke atas dan ke arah dari mana ia datang tadi, dengan
gerakan kilat ia loncat ke atas dan sambar tongkat ularnya itu
kemudian dibawa kabur! "Aku tunggu kalian di Gua Selaksa Ular!" teriaknya dan cepat
sekali ia ajak muridnya melarikan diri.
"Kejar!" kata Hwat Kong Tosu tapi Kiang Cu Liong mencegahnya.
"Jangan! Ia lihai sekali gunakan senjata rahasia beracun! Biarlah
lain hari kita datangi gua ularnya itu!"
Sementara itu, setelah melihat Siauw Liong loncat ke perahunya,
Tiong Li tadinya hendak menyusul. Tapi ia melihat bahwa suhu
Siauw Liong telah datang dan pada saat itu ia merasa betapa
lengannya yang digunakan untuk menangkis lengan Siauw Liong
tadi terasa gatal-gatal dan sakit, maka ia urungkan maksudnya.
Kini tangannya makin sakit sekali hingga ia meringis-ringis
menahan rasa gatal. Hong Cu lari menghampiri dan dengan
khawatir gadis itu memandangnya.
"Lukakah kau?" tanyanya.
238 Tiong Li terpaksa tersenyum karena melihat kekhawatiran gadis
itu. Ia tidak mau membikin Hong Cu menjadi cemas, maka ia
geleng-geleng kepala menyatakan bahwa ia tidak apa-apa.
"Tapi mengapa kau meringis seperti orang yang kesakitan?"
"Siauw Liong lihai sekali, dan aku lelah?"."
"Ia masih kalah olehmu. Sayang kepandaianku rendah karena
aku baru belajar silat setahun, kalau kepandaianku sudah tinggi,
ingin sekali aku memberi hajaran kepada bangsat itu!"
Mata gadis itu memancar marah hingga biasanya melembut
seperti mata burung hong itu kini menjadi menyala dan tajam
menyambar. "Kepandaianmu sudah cukup lihai, belum tentu kalah oleh aku
sendiri." Tiong Li memang berwatak sopan-santun dan suka merendah,
terutama terhadap Hong Cu, gadis kecil yang menarik hatinya dan
yang menimbulkan rasa suka. Maka iapun sengaja menghibur
dan meninggikan gadis itu.
Tapi ia tidak sangka bahwa hal ini mendatangkan rasa tidak
senang dalam hati gadis itu. Hong Cu berwatak jujur. Segala apa
ia menghendaki terus terang dan biarpun ia seorang anak
perempuan, tapi ia tidak malu-malu untuk mengaku bodoh kalau
memang hal itu benar. 239 Kini mendengar kata-kata Tiong Li yang merendahkan diri dan
memuji-mujinya, ia menjadi tidak senang.
Pada saat itu ia melihat betapa lengan kanan Tiong Li bengkak
dan merah. Ia terkejut sekali dan otomatis ia ulur tangannya untuk
pegang lengan itu dan memeriksanya. Tapi tidak disangkanya,
Tiong Li gerakkan lengannya dan berkelit.
"Jangan pegang!" katanya penuh rasa khawatir kalau-kalau gadis
itu terkena racun pula. Merahlah muka Hong Cu karena sesungguhnya ia tidak tahu akan
hal itu. Segera ia buang muka dan lari tinggalkan Tiong Li.
Tiong Li hanya menghela napas, kemudian iapun segera menuju
ke tempat suhunya. Ketika ia tiba di situ, dilihatnya ke dua orang
tua itu sudah kembali duduk di atas rumput dan Hong Cu duduk
di atas sebuah batu di belakang suhunya. Gadis itu tampak
cemberut! "Tiong Li, kau terluka?" Datang-datang suhunya berkata dengan
heran. "Benar, suhu. Teecu terluka oleh racun di lengan Siauw Liong."
"Siauw Liong" Siapakah itu?"
"Dia murid siluman ular itu, suhu."
Kiang Cu Liong mengangguk-angguk dan mendekati muridnya.
Setelah melihat sebentar keadaan lengan muridnya, ia berkata.
240 "Ah, tidak apa-apa, hanya racun ular merah. Kau telan dua butir
pek-tan dan gosok lenganmu dengan obat bubuk dalam
bungkusan kuning itu."
Setelah berkata demikian, tabib sakti itu kembali berpaling kepada
Hwat Kong Tosu dan bercakap-cakap dengan asyik, sedikitpun
tidak acuhkan muridnya lagi, seakan-akan luka kena racun itu
bukanlah hal yang penting baginya.
Mendengar percakapan itu, timbul rasa iba juga dalam hati Hong
Cu. Ia memandang ke arah Tiong Li dan timbul pertimbangan
dalam kepalanya bahwa pemuda itu terluka karena tadi telah
membelanya. Ia merasa tidak adil kalau sekarang diam-diam saja.
Maka ia segera menghampiri Tiong Li.
Ketika melihat betapa pemuda itu gunakan tangan kiri saja untuk
mencari-cari bungkusan di dalam keranjang, tanpa dapat
gunakan tangan kanannya yang kini telah membengkak makin
besar, Hong Cu segera berjongkok dan membantu. Cepat sekali
tangannya yang cekatan memilih-milih dan sebentar saja ia sudah
dapatkan obat yang dicari. Tanpa ucapan sepatah katapun Hong
Cu ambilkan pek-tan atau obat pulung warna putih dan
memberikan dua butir kepada Tiong Li yang terus menelannya.
Kemudian gadis cilik itu bantu menggosok-gosok lengan Tiong Li
yang bengkak dengan obat gosok. Tiong Li merasa sungkan dan
malu sekali, tapi sebelum ia mencegah, gurunya berkata kepada
Hong Cu. 241 "Nah, menggosoknya yang keras, nona. Dan jangan digosok
dengan urutan ke atas, harus ke bawah. Sesudah menggosok kau
harus mencuci tanganmu bersih-bersih, juga kau Tiong Li, kalau
bengkaknya sudah kempis dan warna hitam sudah lenyap, kau
harus mencuci tangan dan lenganmu biar bersih!"
Hong Cu adalah seorang gadis yang berwatak jujur dan tulus,
maka tanpa ragu-ragu dan sungkan-sungkan lagi ia memajukan
diri membantu Tiong Li dan sedikitpun tidak memperlihatkan
malu-malu. Tapi Tiong Li yang halus sekali perasaannya dan lebih
tua setahun, merasa likat sekali dan malu.
Ia hanya menundukkan muka dan perasaan aneh menyerang
lubuk hatinya. Ia merasa girang, malu, dan aneh ketika merasa
betapa lengannya digosok-gosok dan diurut-urut oleh jari-jari
gadis yang halus dan hangat itu!
Sementara itu, Hwat Kong Tosu bertanya kepada Kiang Cu Liong.
"Ia menantang kita supaya datang di Gua Ular, entah di mana
tempat itu." "Lupakah kau" Gua Ular tentu berada di puncak Hek-coa-san."
"Ah, jadi ia sudah kembali ke timur lagi" Hal ini tak kusangka. Hm,
bisa jadi ia bawa patung itu ke timur. Tadi aku tidak ada dugaan
demikian karena bukankah ia meninggalkan timur setelah dikejarkejar
oleh kaisar?" Kiang Cu Liong mengangguk-angguk. "Memang, dulu memang
demikian. Tapi dengan kepandaiannya, masakan ia takut kaisar"
242 Pula, dia cerdik dan licin sekali, kalau cuma panglima-panglima
istana saja agaknya sukar untuk menangkapnya."
"Memang ia lihai sekali, dan puncak Hek-coa-san juga tempat
yang sangat berbahaya. Hm, kita akan menghadapi tugas yang
berat. Tapi betapapun juga, kita harus ke sana, kalau tidak, tentu
ia akan mentertawakan kita dan menganggap kita takut!"
"Tentu saja!" Tabib Sakti menjawab dengan bernafsu. "Masakan
kita harus tinggal diam saja dan tidak berusaha mendapatkan
patung itu?" "Ha, ha, ha! Kau agaknya ingin sekali mendapatkan patung Kwanim
Pouwsat, kawan," Hwat Kong Tosu menyindir.
"Memang, memang ingin sekali. Pertama untuk menguji
kepandaian dan berlomba dengan kalian Thang-la Sam-sian,
kedua karena memang perlu sekali aku dapat memiliki patung itu,
walau hanya beberapa hari saja sekalipun."
Sementara itu, lengan tangan Tiong Li yang tadinya gembung dan
kehitam-hitaman, kini telah menjadi biasa dan bersih. Maka
keduanya lalu menuju ke pinggir telaga dan mencuci lengan dan
tangan mereka. Tiba-tiba Hong Cu bersorak, "Hei, ikan! Ikan!"
Ketika Tiong Li memandang ternyata tampak beberapa ekor ikan
tiba-tiba saja mengambang dengan perutnya putih di atas dalam
keadaan mati! 243 "Ah, mereka terkena racun yang menempel di tangan dan lengan
kita." Maka ia lalu menggunakan tangannya menangkap bangkai
ikan yang terdekat. "Untuk apa kauambil bangkai itu" Aku tidak sudi makan
dagingnya," kata Hong Cu.
Tiong Li tersenyum. "Bukan untuk di makan, tapi untuk dibuang
agar jangan sampai dimakan oleh ikan lain, karena kalau terjadi
demikian maka telaga ini akan penuh bangkai ikan."
Mendengar keterangan ini Hong Cu segera bantu mengambil
ikan-ikan yang mengambang itu, tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu
dan memandang kepada Tiong Li dengan terkejut.
"Celaka!" katanya dan wajahnya yang cantik berubah muram.
"percuma saja kita buang bangkai-bangkai ikan ini. Tidak urung
semua ikan di telaga ini akan mati."
"Mengapa begitu?" tanya Tiong Li heran
"Bukankah kita telah cuci tangan di sini" Racun itu akan
membunuh semua ikan dalam telaga ini?"
"Jangan khawatir. Racun itu hanya sedikit sedangkan air telaga
ini demikian banyak. Sebentar saja racun itu akan hanyut dan
berpencaran hingga hilang ditelan air yang sebanyak ini dan tidak
berbahaya lagi." 244 Hong Cu memandang kepada Tiong Li dengan heran dan kagum.
Ia anggap pemuda itu luar biasa pandainya dan agaknya mengerti
segala hal yang baginya masih gelap.
Juga ketika bertempur melawan Siauw Liong tadi, ternyata bahwa
kepandaian pemuda ini jauh lebih tinggi dari kepandaiannya
sendiri. Tiong Li ketika bertemu pandang dengan Hong Cu, tibatiba
wajahnya memerah dan ia tidak berani memandang lebih
lama. "Hayo kita kembali kepada suhu," ajaknya dan mereka lalu
berjalan cepat ke tempat suhu mereka.
Ternyata tabib sakti telah siap dengan pikulannya dan hendak
berangkat. Ia panggil Tiong Li mendekat dan menegur muridnya
itu dengan tiba-tiba. "Tiong Li, tahukah kau sekarang bahwa kepandaianmu masih
rendah sekali hingga sekali bertempur terluka?"
Mendengar teguran dengan suara keren itu Hong Cu merasa
penasaran dan adatnya yang polos membuat ia tidak ragu-ragu
lagi membela Tiong Li, "Tapi, peh-peh, ia tidak kalah oleh Siauw Liong!"
Seruan ini membuat si tabib sakti tersenyum, dan Tiong Li cepatcepat
anggukkan kepala kepada suhunya.
"Benar, suhu. Memang teecu masih bodoh dan tadi kurang
berhati-hati." 245 "Nah, baik juga kalau kau mengerti ini. Memang kau terlalu
sembrono tadi. Biarlah pengalaman pahit ini menjadi pelajaran
bagimu dan selanjutnya kau harus berlatih terlebih giat lagi."
"Baik, suhu." Hwat Kong Tosu memandang murid perempuannya dan berkata
dengan tertawa, "Dengarlah, Hong Cu. Kepandaian Tiong Li sudah jauh lebih tinggi
darimu, namun masih saja ia mendapat teguran dan merasa
kepandaiannya rendah. Apa lagi dengan kepandaian yang
kaumiliki sekarang, ah, kau jauh sekali ketinggalan.
"Tapi jangan kau putus asa, karena kau belum juga setahun
belajar silat. Kalau kau rajin, kelak kau tentu dapat mengejar
kepandaian Tiong Li dan yang lain-lain."
Hong Cu mengangguk-angguk tanda mengerti dan tabib sakti itu
bersama muridnya telah siap untuk berangkat.
"Nah, selamat berpisah, sahabat yang baik. Sampai bertemu
kembali kira-kira sebulan yang akan datang di puncak Hek-coasan.
Aku akan mendaki puncak itu dari selatan," kata Kiang Cu
Liong. "Dan aku akan naik dari utara. Sampai berjumpa kembali;" kata
Hwat Kong Tosu. Sementara itu, selagi kedua guru itu bercakap-cakap, Tiong Li
mendekat Hong Cu dan memberikan sebungkus obat.
246 "Kau minumlah ini, tentu lekas maju kepandaianmu," bisiknya
perlahan. Hong Cu menerimanya dan mengangguk. Sebetulnya ia takkan
mau menerima karena ia paling benci minum obat-obat yang
pahit, tapi melihat pandangan mata Tiong Li yang halus, lembut
dan penuh desakan, ia menerima juga.
"Kalau nanti tidak kuminum, ia toh tidak tahu juga," pikirnya.
Maka berpisahlah mereka. Hwat Kong Tosu dan Hong Cu
memandang kedua tubuh guru dan murid yang memikul
keranjang obat itu menuju ke sebuah perahu kecil di tepi telaga
dan dengan cepat perahu itu didayung.
<> "Hong Cu, kau diberi apakah tadi oleh Tiong Li?" tiba-tiba Hwat
Kong Tosu bertanya kepada muridnya.
Hong Cu terkejut sekali. Sedikitpun tidak disangkanya bahwa
gurunya mengetahui hal itu. Dengan cepat ia mengeluarkan
bungkusan itu dari saku bajunya dan memperlihatkan kepada
suhunya sambil berkata. "Entahlah, suhu. Katanya tadi kalau teecu minum obat ini, tentu
kepandaian teecu lekas maju."
Hwat Kong Tosu membuka bungkusan itu dan ternyata di
dalamnya terdapat tiga butir obat berwarna putih. Ketika obat itu
ia dekatkan ke hidungnya, maka tercium bau yang harum tapi
247 keras. Hwat Kong Tosu bukanlah ahli obat-obatan, tapi dari
baunya ia dapat menduga bahwa obat itu tentu semacam obat
kuat yang membersihkan darah dan menguatkan tulang.
"Dia memang anak baik. Kau boleh percaya kepada Tiong Li dan
kauminumlah obat itu."
"Kapan teecu harus minum ini, suhu?" tanya Hong Cu sambil
memandang obat itu dengan mata tak senang karena belum apaapa
ia sudah merasa muak. Hwat Kong Tosu tertawa. "Kalau obat itu aku yang memberi


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padamu, tentu saja harus kauminum sekarang juga, tapi karena
yang memberimu adalah orang lain, maka terserah kepadamu
kapan saja kau boleh minum."
Hong Cu tidak menjawab, tapi lalu menyimpan obat itu ke dalam
saku bajunya. Semenjak hari itu ia menerima latihan-latihan ginkang
dan lwee-kang dari suhunya. Latihan-latihan ini dijalankan
dengan rajin sekali hingga tiap hari sambil berjalan ia melatih diri.
Belum pernah suhunya berjalan biasa dan perlahan, bahkan
sengaja percepat tindakan kakinya hingga terpaksa Hong Cu juga
kerahkan kepandaiannya dan gunakan ilmu lari cepat yang
sedang dipelajarinya. Demikianlah, maka cepat sekali ia
memperoleh kemajuan. Tiap kali beristirahat, ia selalu duduk
bersamadhi meniru gurunya, mengumpulkan semangat dan
mengatur napas melatih ilmu lwee-kang yang tinggi.
248 Beberapa hari kemudian mereka melalui sebuah hutan yang
lebat. Hutan itu penuh dengan pohon-pohon yang aneh dan
banyak sekali buah-buah yang lezat.
Hong Cu merasa girang sekali dan ia berpesta pora makan buahbuah
sambil latihan gin-kangnya. Ia naik ke pohon tidak dengan
memanjat pohon itu, tapi dengan loncat ke atas pohon dan
memetik buah-buahan yang masak. Hwat Kong Tosu juga
gembira sekali melihat hutan kecil yang penuh dengan pohon
buah beraneka macam itu. Di tengah-tengah hutan terdapat sebuah pohon yang sangat
besar dan dari jauh sudah tercium bau harum dari pohon itu. Hwat
Kong Tosu dan muridnya lalu menghampiri pohon itu dan ternyata
yang menyebarkan bau harum adalah beberapa belas buah
warna merah yang bergantungan di pohon itu.
Pohon itu tinggi dan besar, tapi buahnya kecil-kecil dan hanya ada
sebelas atau duabelas butir saja. Besarnya paling banyak hanya
setengah kepalan tangan, bentuknya bulat dan kulitnya halus
tipis. Hong Cu pandang cabang pohon yang tinggi itu. Ia ragu-ragu
untuk meloncat ke atas, karena ia sangsi apakah kepandaiannya
sudah cukup untuk dapat mencapai cabang setinggi itu. Tapi
Hwat Kong Tosu berkata. "Hong Cu, kau loncatlah ke cabang itu. Kalau loncatanmu kurang
tinggi, kau bisa menggunakan gerakan Naga Terbang Jumpalitan
dan pegang cabang itu. Cobalah, jangan takut-takut!"
249 Sebenarnya Hong Cu tidak takut, hanya tadi ia merasa ragu
karena khawatir kalau-kalau loncatannya gagal dan ia merasa
malu kepada suhunya yang tentu menegurnya. Kini mendengar
anjuran ini, ia bersiap. Ia kumpulkan tenaga di ujung kakinya dan dengan seruan nyaring
ia enjot tubuhnya ke atas. Betul saja, cabang itu terlalu tinggi
untuknya, maka ia segera berpok-sai yaitu membuat salto dan
enjot tubuhnya ke atas lagi.
Ia berhasil dan kedua tangannya dapat mencapai cabang itu yang
lalu ditangkapnya. Tubuhnya terayun-ayun dan sekali ayun saja
ia dapat menarik tubuhnya ke atas dan berdiri di atas cabang itu.
Setelah loncatannya berhasil, Hong Cu seakan-akan lupa kepada
suhunya yang masih berdiri di bawah..
Ia segera memetik buah yang merah dan nampak segar itu, lalu
langsung menggigitnya. Ternyata buah itu enak sekali, manis
segar, dingin dan harum. Cepat ia makan sampai habis tiga butir.
Tiba-tiba is merasa ada angin berkelebat di belakangnya dan
ketika ia menengok, tahu-tahu Hwat Kong Tosu sudah berada di
belakangnya, berdiri di atas batang yang besar. Batang yang
diinjak oleh suhunya itu sedikitpun tidak bergoyang, menandakan
bahwa kakek tua itu sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali
dalam ilmu meringankan tubuh.
"Anak nakal, jangan habiskan sendiri buah itu!" tegurnya sambil
tertawa. 250 Hong Cu baru ingat dan iapun tertawa gembira dan berkata.
"Suhu, enak betul buah ini. Kalau orang makan buah ini, apapun
akan terlupa olehnya!"
"Betulkah?" Suhunya lalu memetik sebuah dan memakannya.
Jenggotnya yang panjang lagi putih itu berkibar-kibar tertiup angin
dan matanya meram melek ketika ia menikmati rasa buah yang
benar-benar lezat itu. "Suhu, buah apakah namanya ini?" tanya Hong Cu.
"Entahlah! Selama hidup baru kali ini aku merasakannya.
Rasanya seperti buah tho tapi macamnya dan harumnya
berbeda." Tiba-tiba Hong Cu ingat obatnya. "Ah, kalau dimakan dengan
buah yang manis ini tentu obat itu tidak terasa pahitnya," pikirnya,
maka segera ia mengeluarkan obat itu dari sakunya.
"Suhu, teecu hendak makan obat ini sekarang," katanya dengan
tersenyum. Hwat Kong Tosu sudah biasa dengan adat muridnya yang jujur
dan polos, pula sering kali memang gadis cilik itu mempunyai
keinginan tiba-tiba maka mendengar kata-kata ini ia hanya
tersenyum dan mengangguk tanda setuju, sementara terus saja
ia makan buah yang lezat itu.
Hong Cu menjumput sebutir obat warna putih itu, menggigit
sepotong buah dan memasukkan obat itu ke dalam mulut. Ia
251 menyangka akan merasakan pahitnya obat itu, tapi tiba-tiba
matanya terbuka lebar. Ternyata setelah obat itu masuk ke dalam mulutnya, hidungnya
mencium bau harum yang luar biasa dan yang mengalahkan bau
harum buah itu! Rasa buah yang manis itu menjadi tambah manis
dan tambah lezat. Karena itu ia memandang suhunya dengan terheran-heran, tapi
suhunya ternyata tidak memperhatikan dia dan tengah makan
buah dengan meram melek dan giginya yang sudah ompong itu
menggayem dengan enaknya!
Hong Cu tidak berani mengganggu suhunya, maka ia menggigit
sepotong lagi, lalu memasukkan sisa obat yang tinggal dua butir
ke dalam mulutnya. Ia merasakan kelezatan yang luar biasa
hingga tak terasa dua titik air mata keluar dari matanya.
Namun Hong Cu tidak merasakan ini dan ia terus saja memetik
buah dan makan dengan enaknya. Sebentar saja duabelas buah
butir buah itu telah habis terbagi antara guru dan murid itu. Hwat
Kong Tosu menghabiskan lima butir dan Hong Cu telah makan
tujuh butir! "Aah?". enak sekali?" belum pernah aku makan seenak ini.
Luar biasa!" Hwat Kong Tosu berkata sambil duduk di atas cabang pohon dan
sandarkan punggungnya. Tapi tiba-tiba ia loncat berdiri dan
tubuhnya melesat ke bawah.
252 Untung ia berlaku gesit dan cepat untuk menyambar tubuh Hong
Cu yang terpelanting ke bawah! Entah mengapa, tiba-tiba Hong
Cu merasa tubuhnya panas sekali dan perutnya berbunyi keras
seperti ada beberapa ekor ayam jantan berkeruyuk di dalam
perutnya. Kepalanya menjadi pening dan matanya gelap! Maka ia tak dapat
menahan tubuhnya yang menjadi limbung dan kakinya lalu
terpeleset hingga tubuhnya terpelanting ke bawah!
Setelah dapat menyambar tubuh muridnya, Hwat Kong Tosu lalu
loncat turun. Alangkah kagetnya ketika ia melihat bahwa muridnya
telah pingsan dengan tubuh lemas dan tubuh itu menjadi merah
sekali seperti warnanya buah yang mereka makan tadi, dan
panasnya luar biasa! Mata Hong Cu meram dan dari mulutnya terdengar suara rintihanrintihan
seakan-akan dalam pingsannya ia menderita sakit,
sedangkan dari perutnya masih saja terdengar suara
berkeruyukan keras! Hwat Kong Tosu menjadi bingung sekali dan tidak tahu apa yang
harus diperbuat. Ia benar-benar tidak berdaya pada saat itu,
melihat keadaan muridnya yang tersayang itu, hampir saja ia
menangis keras karena putus asa!
Cepat ia lari ke sana ke mari untuk mencari air. Setelah
menemukan sebuah anak sungai, ia segera mengambil air dan
menggunakan air itu membasahi kepala dan muka muridnya.
253 Hwat Kong Tosu lalu duduk bersamadhi dan menggunakan
kekuatan batin dan kekuatan tenaga dalamnya untuk membantu
muridnya sambil memegang pergelangan tangan muridnya ia
mengerahkan tenaganya yang dengan hangat dan tak tampak
menjalar melalui jari tangannya dan memasuki tubuh muridnya
melalui pergelangan tangan itu.
Lama mereka berdiam dalam keadaan demikian itu. Dalam
tekadnya, Hwat Kong Tosu takkan bangun sebelum muridnya
sembuh. Demikian besar cinta kasihnya terhadap Hong Cu, murid
yang satu-satunya semenjak ia mengambil Souw Cin Ok sebagai
murid dulu. Perlahan-lahan jari tangannya merasa betapa hawa panas yang
keluar dari tubuh muridnya itu berkurang dan bunyi perut
berkeruyukan itu kini menjadi perlahan dan hampir tak terdengar
lagi. Dengan hati lega diam-diam ia berterima kasih kepada Thian
Yang Maha Tunggal dan dengan perlahan ia membuka matanya
yang tadi dimeramkan ketika bersamadhi.
Ternyata warna merah di kulit tubuh Hong Cu secara berangsurangsur
lenyap dan nafasnya menjadi biasa kembali. Tak lama
kemudian gadis cilik itu terdengar mengeluh dan biji matanya
dalam pelupuk yang meram itu bergerak-gerak.
Kemudian mata itu terbuka dan mulutnya berkata lirih. "Ah,
haus?" haus?"."
254 "Ini air, Hong Cu, minumlah ini......." kata Hwat Kong yang lalu
memberi minum gadis itu. Setelah minum air, Hong Cu menjadi sadar betul. Ia loncat bangun
dan pandang suhunya. "Eh, suhu, kenapakah?"
Ia kerut-kerutkan kening mengingat-ingat karena heran sekali
mendapatkan dirinya terlentang dan suhunya duduk di dekatnya
dengan wajah sedih dan aneh. Maka teringatlah ia bahwa tadi ia
merasa pening sekali berada di atas pohon dan terpelanting ke
bawah. "Suhu, tadi?" teecu jatuh?" tanyanya.
Hwat Kong Tosu tersenyum, karena hatinya telah lega dan girang.
"Kau bikin kaget orang tua saja. Tadi tiba-tiba kau jatuh. Untung
dapat kusambar tubuhmu, tapi kau menjadi pingsan dan tubuhmu
panas sekali." Hong Cu berdiri dan memandang ke sekelilingnya dengan heran.
"Aneh, tubuhku terasa ringan dan mataku terang sekali, suhu,
apakah yang terjadi dengan teecu?"
Hwat Kong Tosu mengelus-elus jenggotnya yang putih panjang.
"Kau tadi telah makan obat pemberian Tiong Li. Hatiku tadinya
penuh curiga dan kebencian. Ah, kalau saja obat mujijat itu
sampai mengakibatkan kau menderita sesuatu, aku pasti tidak
dapat memberi ampun kepada Tiong Li dan tabib sakti!"
255 Hong Cu memandang suhunya dengan aneh. "Oh, jadi obat
itukah yang membuat teecu jatuh pingsan" Teecu tadi
menyangka, buah itulah yang menyebabkannya."
Guru dan murid itu sama sekali tidak tahu bahwa dengan tidak
disengaja, Hong Cu telah membuat ramuan obat yang ajaib,
karena obat kuat pemberian Tiong Li tadi ketika di dalam mulutnya
tercampur dengan buah merah itu, lalu menjadi obat yang luar
biasa pengaruhnya. "Suhu, alangkah ganjilnya perasaan teecu. Tubuhku ringan
sekali." Hong Cu lalu mengenjot untuk mencoba meloncat ke cabang
pohon yang tinggi itu dan aneh! Sekali meloncat saja ia telah
melewati cabang itu sedangkan tadi sebelum makan obat itu ia
telah mengerahkan tenaga dalam loncatannya namun tetap tak
dapat mencapai cabang! Tentu saja murid dan guru itu menjadi demikian girang hingga
keduanya berloncat-loncatan!
"Kulihat gin-kangmu telah naik dua kali lipat. Heran, sungguh
heran! Tapi, kalau betul obat kuat itu yang membantu begini, tentu
Tiong Li yang mudah saja makan obat itu dari gurunya sudah
memiliki gin-kang yang tiada bandingannya.
"Sedangkan melihat gerakan pemuda itu, kepandaian ginkangnya
mungkin sekarang hanya sedikit selisihnya dengan
256 kepandaianmu. Aneh, aneh! Hong Cu, kurasa bukan obat itu yang
mendatangkan kekuatan ini dalam tubuhmu. Ku rasa buah itulah!"
"Suhu juga sudah makan buah itu, adakah terasa perubahan
dalam tubuh suhu?" Hong Cu bertanya.
Hwat Kong Tosu diam dan merasa-rasa lalu menggelenggelengkan
kepala. "Tidak terasa apa-apa, hanya hawa yang hangat dan enak dalam
perutku." Dengan girang sekali Hwat Kong Tosu lalu memberi tambahan
pelajaran gin-kang kepada muridnya dan perlahan-lahan mulai
memberi teori-teori ilmu silatnya yang lihai, yaitu Ilmu Tongkat
Ular Hitam. Mula-mula ia memberi pelajaran gerakan tangan
kosong, sebagai lanjutan dari ilmu silat yang dulu telah diajarkan,
yaitu dasar-dasar segala kuda-kuda dan pukulan.
Untuk melatih lwee-kang, dulu ia sengaja memberi pelajaran
menggunakan sabuk sutera merah. Makin dalam pelajaran lweekangnya,
makin lihailah sabuk sutera itu hingga dengan
memainkan sabuk sutera, dapat dijadikan ukuran bagi kemajuan
lwee-kang gadis cilik itu.
Hampir satu hari mereka berdiam dalam hutan kecil penuh buah
itu dan tiada bosan dan lelahnya Hong Cu berlatih silat.
Kemudian, setelah hampir sore, mereka melanjutkan perjalanan
dengan menggunakan ilmu lari cepat.
257 Demikianlah, setelah makan obat campur buah yang
mendatangkan tenaga luar biasa dalam tubuhnya, Hong Cu
makin gembira mempelajari silat hingga mendapat kemajuan
pesat sekali. Ia demikian tekun belajar sampai-sampai ia tidak
perduli lagi akan keadaan dirinya.
Pakaiannya kusut dan mulai ditambal-tambal, sepatunya yang kiri
sudah bolong hingga ibu jari kakinya tampak. Rambutnya yang
hitam panjang dan halus itu tak terawat dan dikuncir
sembarangan saja. Sungguhpun demikian, namun kecantikannya
tidak hilang, bahkan nampak manis dan aseli.
<> Jalan yang ditempuh oleh Hwat Kong Tosu dan Kiang Cu Liong
biarpun satu tujuan yaitu Hek-coa-san, namun jurusannya
berbeda, karena Kiang Cu Liong si tabib sakti bersama muridnya


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ambil jalan melalui Kam-leng untuk pergi ke kaki gunung itu
sebelah selatan, sedangkan Hwat Kong Tosu ambil jalan melalui
Lam-hu untuk pergi ke kaki gunung itu sebelah utara. Karena itu
maka yang seorang berjalan ke arah tenggara sedangkan yang
ke dua ke arah timur laut.
Setengah bulan kemudian, Hwat Kong Tosu dan muridnya
memasuki Lam-hu. Hwat Kong Tosu yang suka makan enak, ajak
muridnya masuk ke dalam sebuah rumah makan dan pesan
masakan daging bebek. Memang masakan-masakan di Lam-hu
sangat tersohor lezatnya.
258 Pelayan rumah makan itu memandang heran kepada Hwat Kong
Tosu dan Hong Cu, karena pakaian mereka tambal-tambalan
seperti pengemis-pengemis saja mengapa berani masuk rumah
makan besar yang mewah dan pesan masakan yang mahal
harganya" Maka beberapa orang pelayan itu saling bisik.
"Lote, awas. Jangan-jangan ia nanti tidak bisa bayar," kata
seorang pelayan kepada rekannya.
"Baiknya suruh bayar di muka saja," kata yang lain.
"Tapi sinar mata mereka halus dan tajam, agaknya ahli-ahli silat.
Bagaimana kalau mereka mengamuk?"
"Laporkan saja kepada penjaga keamanan kota."
Macam-macamlah pendapat mereka tapi tak seorangpun
bergerak untuk menjalankan usul-usul itu. Hwat Kong Tosu tak
perduli semua itu dan duduk dengan tenang.
Tapi Hong Cu sayup-sayup mendengar juga percakapan mereka,
maka ia menghampiri beberapa orang pelayan yang berdiri di
sudut. Gadis itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sepotong
perak yang beratnya beberapa tail, lalu berkata kepada mereka.
"Kamu orang jangan takut bahwa kami tidak akan membayar
makanan yang kami pesan. Nah, ini boleh dibuat uang
tanggungan!" 259 Sambil berkata demikian ia tekan perak itu ke atas meja kayu
yang keras sambil kerahkan tenaga lwee-kangnya. Setelah itu ia
pergi ke meja suhunya lagi.
Lima orang pelayan yang tadinya kagum melihat kecantikan Hong
Cu yang luar biasa ketika gadis itu mendekat, kini mereka berdiri
bengong dengan mata terbelalak. Semua mata mereka ditujukan
untuk memandang potongan perak yang ditaruh gadis itu di atas
meja tadi, karena perak itu telah melesak ke dalam kayu hingga
rata dengan permukaannya.
Seorang di antara mereka ulurkan tangan hendak mencabut
perak itu, tapi ternyata bahwa benda itu masuk dalam dan kuat
sekali hingga ketika ia mencoba mencabut, sedikitpun tak
bergerak! Lain orang mencoba pula hasilnya sama. Mereka saling
pandang dan leletkan lidah.
Tapi Hong Cu dan suhunya sama sekali tidak melihat ke arah
mereka hingga tidak tahu betapa ke lima orang pelayan itu
memandang ke arah mereka dengan heran dan kagum. Mereka
buru-buru menyediakan masakan yang dipesan oleh Hwat Kong
Tosu. Dengan gembira Hwat Kong Tosu bersama muridnya makan
bebek tim yang sedap dan empuk dan sebelum masakan yang
dihadapinya habis termakan, Hwat Kong Tosu sudah pesan lagi
lain masakan! Tapi Hong Cu tidak banyak makannya, maka
setelah merasa kenyang, ia tinggalkan suhunya yang masih enakenak
sikat habis semua makanan dan keluar dari rumah makan,
berdiri di luar melihat-lihat.
260 Tiba-tiba dari kiri jalan terdengar suara gembreng dan tambur dan
tampak iring-iringan orang yang mengiringkan joli pengantin.
Anak-anak kecil dengan gembira mengikuti iring-iringan itu sambil
tertawa-tawa. Dari sana-sini terdengar orang berseru, "Pengantin!
Pengantin!" Hong Cu sudah lama tidak melihat iring-iringan pengantin. Dulu
memang pernah ia melihatnya, tapi setelah merantau dengan
suhunya setahun lebih, belum pernah ia bertemu dengan
rombongan orang menjemput pengantin.
Pengantin laki-laki yang menjemput pengantin wanita tampak naik
kuda dan pakaiannya mewah dan indah, tersulam dan warnanya
macam-macam. Dalam pakaian yang mewah itu pengantin lakilaki
itu nampak tampan dan gagah juga. Dilihat dari pakaian
pengantin laki-laki dan pakaian para pengawal, juga dari besarnya
joli yang terukir indah, maka dapat diterka bahwa pengantin lakilakinya
tergolong orang kaya. Hong Cu memandang iring-iringan itu dengan hati senang. Tapi
tiba-tiba telinganya yang terlatih dan tajamnya melebihi telinga
orang biasa itu, mendengar keluhan dan tangisan yang
memilukan dari dalam joli.
Suara itu ditahan-tahan di belakang saputangan oleh orang yang
menangis, maka tak terdengar oleh orang lain. Akan tetapi
pendengaran Hong Cu memang lihai. Ia mendengar keluhan yang
berbunyi, "Oh"... Thian Yang Maha Agung, lebih baik hamba
mati saja".." 261 Hong Cu merasa heran dan hatinya tergerak. Tanpa perdulikan
apa-apa ia melangkah lebar ke arah joli pengantin yang diarak
dan dipikul oleh empat orang.
Seorang pengawal menggunakan cambuk kudanya untuk
menghalangi Hong Cu, sambil membentak, "Eh, pengemis cilik!
Kau minggirlah, jangan terlalu dekat!"
Tapi Hong Cu tak perdulikan padanya dan terus saja maju ke arah
joli hingga pengawal itu menjadi marah dan membentak lebih
keras. "He, tulikah kau" Minggir!"
Ia menggunakan cambuknya menyabet ke arah leher Hong Cu.
Tanpa menengok padanya dan hanya mendengar angin sabetan
itu saja, Hong Cu mengulurkan tangan dan dapat menangkap
ujung cambuk. Sekali betot saja cambuk itu telah pindah tangan!
Gadis cilik itu terus maju ke dekat joli sedangkan pengawal yang
tadi menyerangnya menjadi bengong karena heran dan juga malu
dan marah! Hong Cu menyingkap mui-li penutup joli dan di dalam ternyata
duduk seorang gadis yang cantik tapi wajahnya muram dan kedua
matanya merah, jelas bahwa ia sedang berduka dan menangis.
Melihat mui-li jolinya disingkap orang, pengantin perempuan itu
terkejut, tapi wajahnya berubah heran ketika ia melihat bahwa
yang membuka jolinya adalah seorang gadis cilik
262 Karena herannya, maka ia hanya memandang muka Hong Cu
tanpa dapat mengeluarkan kata-kata sesuatu. Sebaliknya Hong
Cu segera bertanya dengan suara halus.
"Cici, kenapa kau menangis" Kenapa kau ingin mati" Bukankah
menjadi pengantin itu biasanya senang?"
Tapi pada saat itu, pengawal yang direbut cambuknya itu telah
turun dari kuda dan tangannya bergerak hendak menjambak kucir
di belakang kepala Hong Cu dan hendak menariknya pergi. Tapi
Hong Cu hanya gerakkan tangannya yang memegang cambuk
dan terdengarlah suara cambuk yang nyaring, disusul suara
teriakan kesakitan karena tepat sekali muka pengawal itu kena
dihajar dengan ujung cambuk yang panjang dan lemas hingga
tampaklah bekas cambuk yang melintang merah di muka orang
itu! "Kurang ajar! Kau sudah bosan hidup!" Pengawal itu maju
menyerang dengan kepalannya ke arah dada Hong Cu.
Tapi Hong Cu dengan bibir tersenyum mengejek berkelit ke
samping dan secepat kilat cambuknya bergerak lagi, kini cambuk
itu membelit leher penyerangnya dan sekali menyentak, dengan
cambuknya, orang sial itu terlempar dan bergulingan ke atas
tanah. Dari leher dan mukanya mengalir darah yang membuat
mukanya tampak menyeramkan.
Maka ributlah orang-orang di situ, baik yang sedang mengantar
pengantin, maupun orang-orang yang sedang nonton. Para
263 penonton bubar dan menjauhkan diri, sedangkan para pengawal
segera mengurung Hong Cu, dikepalai oleh pengantin laki-laki.
Tapi dengan tenang Hong Cu mendekati joli dan sekali menekan
ke bawah, maka keempat orang pemikul joli merasa seolah-olah
joli itu dimuati barang ribuan kati beratnya hingga pundak mereka
terasa sakit seakan-akan tulang pundak mereka hendak patah
rasanya, maka buru-buru mereka turunkan joli ke atas tanah dan
mundur ketakutan. Hong Cu berkata kepada pengantin perempuan yang
memandang semua itu dengan heran dan takut.
"Bagaimana, cici" Apakah aku harus hajar semua kutu busuk ini?"
Pengantin itu kagum memandang Hong Cu tapi berbareng juga
takut melihat sikap orang-orang yang mengurung mereka. "Ah,
adik yang baik, jangan kau berbuat demikian! Kau".. kita"..
akan dibunuh oleh mereka karenanya."
"Tak perlu kau takut, cici. Jangankan baru beberapa ekor kutu
busuk ini, biar ditambah lima kali lipat juga aku takkan mundur dan
mereka akan kuhajar satu-persatu. Kaulihat sajalah. Tapi katakan
dulu, kalau aku hajar mereka, apakah kau akan senang" Apakah
kau dipaksa oleh mereka?"
Pengantin perempuan itu tiba-tiba menangis sedih dan menjawab
dengan suara terputus-putus.
"Aku?" aku hendak dijual oleh dia itu!" Ia menunjuk ke arah
orang yang berpakaian pengantin laki-laki.
264 "Apa" Kau hendak dijual oleh suamimu?"
"Dia bukan suamiku! Dia penipu rendah, buaya darat yang kejam!
Dia berhasil menipu orang tuaku dan mengawini aku, tapi".. tadi
ia telah bilang padaku".. aku?" aku hendak dijualnya menjadi
bini ketujuh dari?" dari seorang kaya raya di kota Lok-cu!"
"Jangan banyak buka mulut!" Pengantin laki-laki itu membentak
dan berkata kepada orang-orangnya. "Pukul pengemis hina ini,
lempar dia jauh-jauh!"
Sementara itu, mendengar cerita pengantin perempuan itu, Hong
Cu marah sekali. Ia berjalan perlahan menghampiri pengantin
laki-laki yang kini telah turun dari kudanya, sikapnya mengancam
sekali. Tapi karena ia hanya seorang gadis cilik maka para pengiring
pengantin itu tidak gentar dan dengan bentakan keras seorang
pengawal yang tinggi besar meloncat maju sambil menyindir.
"Eh, eh, kau wanita cilik ini, apakah kaupun ingin menjadi
pengantin" Kalau mau, hayo kawin dengan aku saja!"
Kawan-kawan pengawal itu tertawa geli dan seorang lain berkata
keras. "Ah tidak kusangka pengemis ini cantik juga. Lihat itu kulitnya
putih bersih, matanya indah menarik. Ah, ah! Aku juga mau kawin
dengan dia!" 265 Banyak olok-olok terdengar di sekelilingnya hingga muka Hong
Cu yang putih kemerah-merahan itu menjadi makin merah saja.
Sepasang matanya mengeluarkan cahaya kilat sebagai tanda
bahwa ia marah sekali, dan dalam keadaan demikian ia sangat
berbahaya. Namun para pengawal dan pengiring itu sama sekali tidak melihat
hal ini dan terus saja menggoda. Bahkan orang yang tinggi besar
itu melangkah maju dan tangannya diulur hendak memegang
tubuh Hong Cu. Gadis cilik itu marah benar. Ia tidak berkelit tapi menyambuti
lengan yang besar itu. Dengan cepat sekali ia berhasil
menangkap pergelangan tangan yang besar itu dalam
cengkeramannya dan sekali ia mengerahkan tenaganya maka
terdengar bunyi tulang patah dan orang tinggi besar itu menjerit
keras sekali karena ternyata Hong Cu telah mematahkan
lengannya dengan sekali puntir saja!
Belum puas dengan hajarannya ini Hong Cu menarik lengan yang
telah patah tulangnya itu dan sambil membentak nyaring ia
mengayun tubuh tinggi besar itu hingga dengan berteriak-teriak
ngeri orang itu terangkat dan diputar-putarkan di sekelilingnya
untuk menghantam orang-orang yang datang mendekati!
Tiga orang segera roboh bergelimpangan kena hantam tubuh
orang itu. Ketika Hong Cu melepaskan lengan yang dipegangnya
dan melempar orang itu ke pinggir, ternyata orang itu telah tiga
perempat mati. Juga orang-orang yang terkena pukulan tadi
berguling-gulingan di tanah seperti cacing kepanasan.
266 Maka ribut dan paniklah semua pengawal. Mereka kaget sekali
dan marah melihat betapa gadis cilik itu telah menghajar kawankawannya.
Terutama pengantin laki-laki itu. Dengan marah sekali
ia berteriak-teriak, menganjurkan orang-orangnya untuk
menyerbu dengan senjata tajam di tangan!
Sementara itu, seorang tamu di rumah makan itu segera lari
kepada Hwat Kong Tosu yang masih enak-enak makan minum,
dan berkata gugup, "Eh, lo-suhu! Keluarlah lekas, muridmu berkelahi dengan orang
banyak!" Hwat Kong menunda sumpitnya dan bertindak keluar dengan
tenang. Pada saat itu, hampir delapan buah senjata golok,
pedang dan tombak, menyambar ke arah Hong Cu.
Tapi Hong Cu yang telah memiliki gin-kang luar biasa, dengan
mudah saja dapat menerobos di antara sekian banyak senjata itu
dan meluputkan diri. Tidak lupa sambil berkelit kaki tangannya
bekerja hingga lagi-lagi ada dua orang yang berteriak kesakitan
dan roboh tak dapat bangun lagi!
Hwat Kong Tosu melihat betapa pengeroyok-pengeroyok
muridnya hanya buaya-buaya kecil biasa saja, dan melihat bahwa
di situ terdapat seorang pengantin perempuan duduk di dalam joli
sambil menangis dan ketakutan, segera berjalan kembali ke
mejanya dan melanjutkan makan minum!
267 Menghadapi orang-orang yang ternyata hanya mengerti ilmu silat
pasaran itu, Hong Cu dapat melayani dengan seenaknya saja.
Tapi karena pengeroyoknya makin banyak dan kini semua
pengawal yang berjumlah belasan orang itu maju
mengeroyoknya, ia terpaksa menarik keluar selendang suteranya
yang berwarna merah. Dengan selendang atau sabuk suteranya ini di tangan, maka
Hong Cu mengamuk. Sabuk itu bergulung-gulung dan melayanglayang,
ujungnya menyambar dan membetot senjata lawan,
kadang-kadang menyabet muka seorang, kadang-kadang
membelit kaki dan membuat seorang lawan jatuh bangun.
Karena sabuk suteranya lihai sekali, maka Hong Cu dapat berdiri
di tengah dan melawan semua pengeroyoknya yang
mengelilinginya, tanpa ada seorang lawanpun dapat
mendekatinya. Hong Cu melihat betapa pengantin laki-laki yang
disebut penipu itu hendak naik kuda, agaknya hendak kabur,


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka cepat bagai kilat Hong Cu kebutkan sabuknya ke arah
pengantin laki-laki itu. Laki-laki itu ketika merasa betapa tiba-tiba ujung sabuk yang
melingkar bagaikan ular itu membelit leher dan mencekiknya,
menjadi kaget sekali. Hong Cu betot sabuknya dan lelaki itu terguling dari atas kuda.
Malang sekali baginya, jatuhnya tepat di bawah kuda di mana
terdapat kotoran kuda yang lembek dan masih hangat, dan
karena tibanya tengkurap, maka tak ampun lagi mukanya masuk
ke dalam kotoran kuda itu hingga ia menjadi gelagapan!
268 Sebentar saja, delapan orang telah dapat dirobohkan oleh Hong
Cu dan sisanya lalu lari tunggang langgang!
Hong Cu dengan tenang kebut-kebut sabuknya yang kotor lalu
menggulungnya perlahan, sementara itu dari dalam rumah makan
keluarlah Hwat Kong Tosu.
"Bagus, Hong Cu. Kau telah mulai maju," puji guru itu dengan
bangga. Tapi pada saat itu tampak seorang penunggang kuda balapkan
kudanya hingga debu mengepul di belakangnya. Para pengawal
yang tadinya telah melarikan diri, kini berlari pula mendatangi
sambil berseru girang, "Coa-kauwsu datang!"
Penunggang kuda yang disebut Coa-kauwsu (guru silat Coa) itu
adalah seorang laki-laki berusia kurang lebih empatpuluh tahun
dan tubuhnya kekar. Pakaiannya ringkas dan di pinggangnya
tergantung golok besar. Ia segera turun dari kuda dan suaranya
terdengar bagaikan guntur ketika bertanya.
"Setan manakah yang berani menghina saudara-saudaraku?"
Seorang pengawal menghampirinya dan dengan menggerakgerakkan
tangan ia bercerita, kemudian sambil menuding ke arah
Hong Cu ia berkata, "Dia itulah siluman yang telah mengganggu
kami!" Pada wajah kauw-su itu nyata sekali terbayang keheranan besar
ketika ia menghampiri Hong Cu. Hampir ia tak dapat percaya
269 bahwa seorang gadis cilik seperti ini dapat menghajar habishabisan
para pengawal sebanyak itu!
"Eh, kau siapakah dan mengapakah memusuhi kami?" bentaknya
kepada Hong Cu. Gadis ini tersenyum saja memandang kepada Coa-kauwsu, dan
menjawab dengan suara merdu halus.
"Siapa adanya aku tak usah kauketahui, dan tentu ada sebabnya
maka aku memusuhi kalian!"
"Sebabnya apa" Hayo katakan!"
"Sebabnya tak perlu kukatakan padamu. Kau dapat bertanya
kepada buaya darat yang suka makan tahi kuda itu, dan
kaulepaskan cici yang berada di dalam joli, habis perkara!" jawab
Hong Cu. Sementara itu, Hwat Kong Tosu yang rupanya terlalu kenyang
makan minum tadi, kini duduk di bawah sebatang pohon di tepi
jalan dan matanya meram melek, agaknya ia sedang tidur ayam.
"Kurang ajar!" guru silat itu membentak marah. "Kau anak kecil
keliaran mengapa usil dan berani mencampuri urusan orang lain"
Kau sudah mengacau di sini dan melukai orang-orangku, maka
sudah sepantasnya kuhajar! Bersiaplah menerima pukulanku!"
Sebagai penutup katanya, Coa-kauwsu maju menubruk, tapi
dengan lincahnya Hong Cu meloncat ke samping. Coa-kauwsu
270 kaget juga melihat kelihaian gin-kang gadis itu, lebih-lebih ketika
Hong Cu mengejek, "Cabutlah golokmu itu. Untuk apa kau pakai itu" Apakah untuk
aksi saja dan menakut-nakuti orang?"
Maka dengan marah sekali Coa-kauwsu mencabut goloknya yang
besar dan ia membentak. "Siluman perempuan! Hayo keluarkan senjatamu kalau kau
memang pandai!" Hong Cu mengangkat sabuknya yang sudah tergulung itu dan
menjawab lucu, "Senjataku sejak tadi sudah kupegang."
Coa-kauwsu segera memutar goloknya hingga menimbulkan
angin, lalu dengan bentakan yang keras ia meloncat dan
menerjang dengan gerak tipu Sambar Mutiara di Kepala Naga.
Hong Cu siang-siang sudah mengulur sabuknya dan kini sabuk
itu dipegang di tengah-tengah hingga kedua ujungnya merupakan
sepasang senjata pendek. Ia meloncat berkelit dari serangan berbahaya itu dan mata golok
lewat cepat di dekat kepalanya. Kemudian ia menyabet dengan
sabuknya di tangan kiri. Biarpun yang menyabetnya hanya ujung sabuk yang terbuat dari
pada sutera, tapi guru silat itu maklum bahwa lawannya yang
masih setengah kanak-kanak itu mempunyai kepandaian tinggi
dan tenaga lwee-kang yang dalam, maka ia tidak berani
271 menerima dengan tubuhnya. Ia cepat menggerakkan goloknya
untuk menangkis. Inilah yang dikehendaki oleh Hong Cu, karena sekali tangannya
bergerak, maka ujung sabuk yang tertangkis itu tiba-tiba melibat
leher golok! Tapi ia keliru perhitungan, karena Coa-kauwsu bukanlah seorang
lemah seperti para pengawal pengantin tadi. Tenaga guru silat ini
lebih besar dari pada tenaga Hong Cu maka dengan bentakan
hebat golok itu dapat digerakkan dan terlepas dari libatan sabuk,
bahkan mata golok itu dapat memutuskan sedikit ujung sabuk
yang merah itu. Bukan main terkejutnya hati Hong Cu. Ia merasa bahwa ia takkan
menang melawan guru silat ini, tapi karena ia memang tabah, ia
tidak menjadi gentar. Tiba-tiba terdengar suhunya berkata.
"Hong Cu, kaupakailah ini!" dan sebatang cabang kering
menyambar ke arah gadis itu dengan perlahan. Hong Cu
menangkap cabang kering itu dan Hwat Kong Tosu berkata lagi.
"Coba kaugunakan jurus ke lima sampai ke sepuluh dari Ouwcoakoai-tung-hwat kita secara beruntun!"
Sementara itu, si guru silat yang melihat betapa gadis itu
memegang sebatang kayu kering, lalu maju lagi menyabet
dengan goloknya. Hong Cu menggunakan gin-kangnya meloncat
berkelit dan ia segera menjalankan perintah gurunya.
272 Ia mulai menyerang dengan jurus kelima, yakni gerak tipu Ular
Hitam Keluar Gua dan kayu cabang di tangannya yang dipakai
sebagai senjata tongkat itu meluncur ke arah iga dan menotok
jalan darah lawan. Kauw-su itu terkejut karena ketika meluncur dalam serangannya,
kayu cabang itu gerakannya memutar hingga sukar diduga
hendak menyerang bagian tubuh mana. Ia kelebatkan goloknya
untuk membacok putus kayu itu tapi Hong Cu rubah gerakannya,
kini menyerang dengan jurus keenam, yakni gerak tipu Ular Hitam
Naik Pohon, dan senjatanya yang istimewa itu kini cepat
menyerang ke muka lawan, mengarah kedua matanya!
Karena gerakan gadis itu sungguh cepat dan tidak terduga, maka
hampir saja mata kiri Coa-kauwsu menjadi korban. Tapi ia masih
dapat berkelit dengan gulingkan tubuh ke belakang.
Baru saja ia bangun berdiri dan putar goloknya, tahu-tahu Hong
Cu sudah bergeser kakinya dan loncat ke belakangnya, lalu
mengeluarkan tipu pukulan ketujuh yang disebut Ular Hitam
Semburkan Racun. Ini adalah gerak tipu, ketujuh dari Ilmu Silat
Ouw-coa-koai-tung-hwat dan lihainya bukan main.
Tongkat itu terputar ujungnya dan menyerang dengan bergantian,
lima jalan darah di leher, pundak, dan lambung lawan! Totokan
pertama sampai keempat dikelit oleh Coa-kauwsu, tapi totokan
kelima dengan tepat menghantam jalan darahnya bagian twihonghiat hingga ia menjadi lemas dan tubuhnya terguling ke atas
tanah tanpa daya lagi! 273 Hong Cu hendak tambahkan dengan sabetan tapi Hwat Kong
Tosu membentak, "Sudah cukup, Hong Cu!"
Hwat Kong Tosu menghampiri pengantin perempuan itu dan
bertanya bagaimana duduknya hal maka ia sampai dapat dibawa
oleh pengantin laki-laki yang disebutnya penipu dan buaya darat
itu" Maka setelah berlutut menghaturkan terima kasih gadis yang
malang itu bercerita. Ia adalah anak seorang petani di sebuah kampung tak jauh dari
situ. Ayahnya orang miskin dan hidupnya hanya menjadi buruh
tani dan mengerjakan sawah orang lain. Karena anak banyak dan
keadaan sangat miskin, maka orang tua itu banting tulang, peras
keringat untuk dapat mencegah keluarganya kelaparan.
Kemudian datang musim kering yang agak lama sehingga ia tidak
dapat menghasilkan banyak hasil bumi dan pendapatan yang
hanya sedikit itu tentu saja menjadi bagian tuan tanah sebagai
sewa tanah yang dikerjakan. Maka keluarganya terancam bahaya
kelaparan. Lalu datanglah penipu itu yang menolong keluarga miskin itu
dengan sedikit uang dan semenjak itu ia menjadi teman baik
ayahnya dan ketika ia melamar dirinya, maka ayahnya tanpa
ragu-ragu lagi menerima lamaran itu.
Ia sendiri juga tidak menolak, karena orang itu memang tidak
buruk dan lagaknya seperti orang yang mempunyai harta. Tapi
tidak disangka sama sekali setelah mereka dikawinkan dan ia
dibawa di dalam joli pergi dari rumah orang tuanya yang bobrok,
274 di tengah jalan pengantin laki-laki itu dengan secara terus terang
berkata bahwa ia sebenarnya hendak dijual kepada seorang
hartawan yang mencari seorang gadis untuk menjadi isteri
ketujuh! Laki-laki bajingan itu ternyata hanya memikat saja untuk
mendapat keuntungan besar dan ia dipesan supaya berlaku
manis kepada hartawan tua yang hendak membelinya nanti, kalau
tidak, ia akan dibunuh! Maka pengantin itu menangis sedih
dengan takut-takut dan seberapa dapat menahan tangisnya
dengan menekan kain pada mulutnya. Tapi ternyata tangisnya tu
terdengar oleh Hong Cu yang mengakibatkan pertempuran besar
itu. Hwat Kong Tosu lalu mengeluarkan dua potong emas dari
kantung bajunya dan memberikan kepada perempuan yang
malang itu. Lalu ia menarik seorang penonton laki-laki tua yang
berwajah jujur dan berpakaian rombeng.
"Eh lauw-ko, maukah kau menolong perempuan ini" Coba
kauantarkan pulang ia ke kampungnya dan ini untuk upah
lelahmu." Ia memberi beberapa perak kepada orang tua itu yang
menerimanya sambil tersenyum dan berterima kasih.
"Nah, nona kau pulanglah. Berikan itu kepada orang tuamu untuk
membeli tanah agar kau sekeluarga tidak akan kelaparan lagi."
Gadis itu berlutut di depan Hwat Kong Tosu dan menganggukkan
kepala berulang-ulang sebagai tanda terima kasih, kemudian
275 merangkul dan menciumi Hong Cu dengan air mata mencucur
deras. Lalu ia diantar oleh orang tua itu pulang ke kampungnya.
"Hei, kau buaya rendah!" Hwat Kong Tosu berkata kepada bekas
pengantin laki-laki itu yang kini merangkak bangun. "Masih untung
muridku mengampuni jiwa anjingmu. Lain kali kalau kami
mendengar tentang kecuranganmu, biarpun berada di tempat
yang jauhnya ribuan lie, kami akan datang dan kami pisahkan
kepalamu dari tubuhmu!"
Kemudian Hwat Kong Tosu menghampiri Coa-kauwsu yang
masih rebah tak berkutik karena menjadi korban totokan. Sekali
depak dengan ujung sepatunya, guru silat itu terbebas dari
totokan. "Kau menjadi guru silat, tapi ternyata kecewa sekali telah menjual
diri kepada orang kaya untuk menindas yang miskin dan lemah.
Tidak malukah kau menjadi orang gagah?" Hwat Kong Tosu
membentak. Guru silat itu merasa malu sekali, ia menjura dan berkata,
"Teecu seorang buta, tidak melihat Gunung Thai-san di depan
mata. Teecu berjanji takkan berani berlaku sewenang-wenang
lagi." Maka Hwat Kong Tosu dan muridnya lalu meninggalkan Lam-hu
dan terus menuju ke timur.
Melihat kemajuan Hong Cu yang diperlihatkan ketika bertempur
tadi, Hwat Kong Tosu makin gembira untuk melatih ilmu silat tinggi
276 kepada muridnya itu dan Hong Cu yang baru sekali itu bertempur
dan memperoleh kemenangan, merasa betapa pentingnya
memiliki kepandaian, maka ia belajar makin rajin lagi.
<> Beberapa hari kemudian mereka memasuki kota Lam-koan.
Karena masih banyak waktu, Hwat Kong Tosu mampir di kota itu.
Seperti biasa ia mencari tahu tentang makanan enak di kota itu!
Ternyata bahwa kota itu terkenal sekali akan masakan panggang
babinya. Di pinggir pasar banyak sekali orang-orang berdagang
panggang babi dan asap mengepul memenuhi jalan dan udara
membawa bau sedap dari bumbu terbakar.
Hwat Kong tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan ia memilih
pedagang yang nampaknya paling lezat masakannya lalu
membeli lima mangkok. Tapi Hong Cu sejak kecil tidak begitu
suka makan daging, apa lagi daging babi, sedangkan dagingdaging
ternak lainnya seperti sapi, kerbau atau dombapun ia tidak
doyan. Di antara segala daging hanya daging burung, ayam atau ikan
saja yang biasa dimakan olehnya. Karena itu ia tidak ikut suhunya
makan, hanya melihat-lihat di dekat situ. Yang menarik
perhatiannya ialah serombongan pengemis yang meneduh di
bawah pohon besar di dekat tempat itu.
Kumpulan pengemis itu nampaknya menyedihkan sekali hingga
Hong Cu memandang ke arah mereka dengan iba hati. Tiba-tiba
277 ia melihat seorang pengemis muda yang berbaju lengan panjang
sedang makan sisa makanan yang didapatnya dari seorang tamu.
Melihat cara orang makan sisa makanan itu mendatangkan rasa
haru dalam hati Hong Cu. Gadis ini melihat betapa pandang mata
pengemis muda itu penuh kesedihan.
Tiba-tiba hati Hong Cu berdebar karena heran dan kaget melihat
bahwa cara makan pengemis yang selalu mendekatkan daun isi
makanan yang dipegang di tangan kiri dengan mulutnya, pada
saat ia menyuap makanan dengan tangan kanan adalah karena
kedua pergelangan tangannya terbelenggu!
Belenggu itu terbuat dari pada besi kecil dan agak panjang hingga
kedua tangannya agak bebas tapi dalam segala gerakan harus
dekat pada waktu tangan kanan digunakan. Tadi Hong Cu tidak
melihat belenggu itu karena tertutup oleh lengan baju pengemis
yang panjang. Hong Cu dengan tertarik mendekat. Ia tak dapat menahan rasa
ibanya, maka lalu bertanya, "Eh, siapakah yang membelenggu


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanganmu?" Pengemis itu menunda makannya dengan sedih, tapi ia hanya
menggelengkan kepalanya. "Kenapa tidak kaubuka saja?" tanya Hong Cu lagi.
Pengemis itu membuka matanya lebar-lebar lalu menjawab, "Aku
tidak bisa." 278 Hong Cu makin mendekat dan memandang rantai itu. Rasanya ia
sanggup mematahkan belenggu itu, maka sambil berkata "Aku
bisa!" ia cepat sekali mengulur tangannya dan sebelum pengemis
itu dapat mencegah, sekali renggut saja Hong Cu telah
mengerahkan tenaga dalamnya dan patahlah belenggu itu!
Dengan kedua tangan memegang rantai yang telah putus, Hong
Cu berkata sambil tertawa,
"Nah, lihatlah, rantainya telah putus! Sekarang engkau bebas.
Bukankah lebih enak demikian?"
Tapi akibat dari perbuatannya ini sungguh jauh berbeda dengan
apa yang disangkanya. Wajah pengemis muda itu tiba-tiba
menjadi pucat seperti mayat. Kedua matanya memandang
terbelalak ke arah patahan belenggu dan makanan yang berada
di dalam daun jatuh terlepas dari tangannya.
"Celaka! Kau harus mampus lebih dulu!" dengan kata-kata ini
pengemis muda itu meloncat menerkam Hong Cu dengan
pukulan berbahaya. Hampir saja Hong Cu celaka karena pukulan hebat itu, karena
sedikitpun ia tidak pernah menyangka bahwa akibatnya akan
begitu. Untung sekali ia berlaku gesit dan secepat kilat meloncat
jauh dan berdiri dengan tolak pinggang dan memandang heran.
"Eh, eh, eh! Gilakah kau ini" Ditolong orang, tidak berterima kasih
malahan tanpa alasan menyerang! Benar-benar kau berotak
miring!" 279 "Menolong apa" Perempuan celaka, kaulah yang harus mampus
lebih dulu!" Dan pengemis itu menyerang lagi dengan sengitnya.
Kini Hong Cu merasa gemas dan setelah berkelit ia lalu balas
menyerang: Ternyata kepandaian pengemis muda itu lihai juga
karena ia menggunakan tipu-tipu pukulan dari Sin-kai-pang. Tapi
biarpun Hong Cu baru saja belajar silat kurang lebih satu tahun,
namun gadis cilik itu adalah murid Hwat Kong Tosu yang telah
makan obat tercampur buah mujijat, maka kepandaiannya telah
melebihi kepandaian seorang yang telah sepuluhan tahun belajar
silat biasa! Baiknya gadis yang jujur itu masih saja menyangka bahwa
pengemis itu adalah seorang gila, maka ia tidak mau turunkan
tangan kejam. Setelah bertempur puluhan jurus, Hong Cu berhasil
menendang paha pengemis itu hingga terlempar dua tombak
lebih jauhnya dan jatuh sambil merintih dan pegang-pegang
pahanya! Pada saat itu seorang pengemis yang memegang tongkat bambu,
meloncat ke dekat pengemis muda dan meraba-rabanya. "Kau
kenapa?" tanya pengemis yang ternyata sudah tua dan kedua
natanya buta. Ketika pengemis muda tidak menjawab si buta meraba ke arah
pergelangan tangannya dan kagetlah ia ketika kedua tangan itu
kini tidak terbelenggu lagi. Ia meloncat mundur dan bertanya
dengan suara keren. "Belenggumu terlepas?"
280 Tubuh pengemis muda itu menggigil dan buru-buru ia berlutut di
depan pengemis buta sambil meratap. "Ampunkan siauw-jin yang
tidak berdaya, supek. Bukan siauw-jin yang mematahkannya, tapi
gadis celaka itu!" Sambil mengeluarkan suara, "Hmmm, kau tunggu di sini
sebentar!" Pengemis buta itu meloncat mendekat dan tahu-tahu pengemis
muda itu telah tertotok jalan darahnya hingga menjadi lemas dan
tak dapat bergerak pergi dari situ! Gerakan ini saja sudah cukup
membuktikan betapa lihainya pengemis buta itu dan diam-diam
Hong Cu memandang kagum dan heran.
Bagaimana seorang buta dapat bertindak demikian cepat dan
serangannya demikian tepat" Ia ingin sekali mencoba dan diamdiam
mencari akal. Sementara itu, pengemis buta itu yang belum pernah mendengar
di mana adanya Hong Cu, segera berdiri diam dan memasang
telinga lalu membentak, "Eh, gadis celaka, di manakah kau yang
lancang tangan?" Hong Cu telah memungut sepotong pecahan bata dan
melemparkan perlahan ke depan pengemis buta untuk mencoba
apakah pengemis itu benar-benar buta! Ternyata pendengaran
pengemis itu luar biasa sekali dan jauh lebih tajam dari
pendengaran orang biasa. 281 Lemparan bata kecil itu tertangkap olehnya dan ia tahu pula dari
mana datangnya bata itu! Dengan sekali gerakkan tangan,
tongkatnya telah menghantam pecahan bata itu dan cepat sekali
bata itu terpental ke arah Hong Cu!
"Bagus sekali!" tak terasa pula Hong Cu berseru memuji dan
pengemis buta itu segera meloncat ke arah gadis tu. Gerakannya
cepat tak terduga dan tongkatnya yang melayang ke arah kepala
Hong Cu juga sangat berbahaya dan lihai.
Tapi Hong Cu tak pantas disebut murid Hwat Kong Tosu kalau
dengan mudah dapat dikalahkan oleh pengemis buta itu. Dengan
gin-kangnya yang hebat ia dapat berkelit ke sana ke mari dan
ketika lawannya putar tongkatnya dengan cepat dan menyerang
bertubi-tubi, ia mengikuti gerakan tongkat hingga merupakan
seekor kupu-kupu melayang terbang di antara cabang pohon
kembang! Akan tetapi, karena bertangan kosong, bagaimanapun juga, lamakelamaan
ia merasa sibuk juga karena pengemis buta itu
memang benar-benar lihai. Permainan tongkatnya adalah
pelajaran asli dari Sin-kai-pang dan ia telah memiliki lebih dari
setengah pelajaran itu, sedangkan Hong Cu adalah seorang gadis
cilik yang belum banyak pengalaman bertempur.
Sebenarnya kalau ia mau Hong Cu dengan mudah dapat
meloncat pergi mengandalkan gin-kangnya dan meninggalkan
pengemis buta itu, tapi ia mempunyai watak yang keras dan
pantang mundur, maka ia masih terus melakukan perlawanan
yang lebih tepat disebut pembelaan diri. Dengan tangan kosong
282 ia tak sempat untuk balas menyerang tanpa membahayakan diri
sendiri. Pada saat itu terdengar orang berseru, "Hong Cu, terima ini!" dan
sebuah tongkat bambu meluncur ke arah Hong Cu.
Gadis itu girang sekali karena yang berseru adalah suhunya dan
tongkat bambu itu dengan cepat dapat dipegangnya. Kini Hong
Cu merupakan seekor harimau tumbuh sayap. Dengan wajah
gembira ia berkata. "Nah, sekarang kita sama-sama bertongkat. Majulah, empek buta,
kita main-main sebentar."
Pengemis buta itu memang sejak tadi sudah merasa heran sekali.
Biarpun ia buta, tapi ia dapat mengetahui dari gerakan Hong Cu
bahwa yang dilawannya adalah seorang gadis cilik. Tapi sebegitu
lama belum juga ia dapat menjatuhkan gadis itu.
Kini tiba-tiba gadis itu memegang tongkat dan ketika tongkat
mereka beradu, pengemis buta itu terkejut sekali! Tongkat di
tangan gadis itu demikian berat dan gerakannya lenggak-lenggok
tak tertentu dan tak terduga sama sekali gerak-geriknya hingga
baru beberapa jurus saja, ujung tongkat Hong Cu telah memberi
gebukan perlahan di belakang pahanya!
Ia tidak tahu bahwa Hong Cu telah memainkan Ilmu Tongkat Ouwcoakoai-tung-hwat, Ilmu Tongkat Ular Hitam, yang boleh dibilang
pada masa itu merupakan ilmu tongkat nomor satu di kolong
langit! Mana pengemis itu bisa tahan"
283 Lebih-lebih terkejutnya ketika Hong Cu mencoba kepandaian
barunya, yakni menggunakan tongkatnya dengan gerakan
menempel dan membetot. Dengan berseru nyaring Hong Cu
berhasil menempel tongkat lawannya dan sekali gentak, tongkat
pengemis itu telah terbetot lepas dari tangan dan membubung ke
atas! Hong Cu tertawa keras dan menangkap tongkat lawannya ketika
benda itu melayang ke bawah, lalu mengajukan kepada pengemis
buta. "Empek buta, ini tongkatmu, terimalah kembali."
Pengemis buta itu menerima tongkatnya dan sekali tekuk maka
tongkat itu patah tengahnya. "Aku tua bangka goblok telah
terjatuh dalam tanganmu, tak pantas lagi aku memegang
tongkat." Maka pergilah pengemis buta itu dengan maju perlahan dan
menggunakan ujung ke dua kakinya meraba-raba jalan! Hong Cu
mengawasi pengemis itu dengan menyesal dan kasihan.
Sementara itu, Hwat Kong Tosu telah menghampiri pengemis
muda yang kena totok tadi lalu membebaskannya dari totokan.
Begitu terbebas dari totokan, pengemis muda itu lalu menutup
muka dengan kedua tangannya dan menangis sedih. Tentu saja
Hwat Kong Tosu dan Hong Cu yang kini telah mendekat pula,
merasa sangat heran. 284 "Eh, anak muda, kenapa tingkahmu begini aneh. Muridku telah
menolong kau membuka belenggumu, tapi mengapa kau tidak
berterima kasih bahkan menyerang mati-matian" Dan siapakah
kawanmu yang buta tadi?" tanya Hwat Kong Tosu.
Karena maklum bahwa ia sedang berhadapan dengan orangorang
pandai, pengemis itu lalu menceritakan riwayatnya.
Di daerah itu terdapat sebuah perserikatan pengemis yang
disebut Sin-kai-pang atau Perkumpulan Pengemis Sakti.
Organisasi ini mempunyai anggauta ribuan orang pengemis yang
semuanya mengerti ilmu silat dan yang dipencar di seluruh
propinsi sebelah timur. Ketua atau pang-cu dari perkumpulan ini
adalah seorang tokoh persilatan terkenal dan berkepandaian
tinggi. Ia disebut Coa-kai-ong atau Raja Pengemis she Coa, karena tak
seorangpun tahu siapa nama raja pengemis itu. Semenjak
mendirikan perkumpulan pengemis ini, maka Coa-kai-ong
mengadakan peraturan dan disiplin yang keras sekali.
Pengemis muda yang terbelenggu itu adalah seorang anggauta
Sin-kai-pang dan telah tertangkap basah oleh pengawas
perkumpulan ketika ia sedang mencopet. Perbuatan ini dilarang
keras oleh perkumpulan itu, maka ia segera ditangkap dan diseret
di depan Coa-kai-ong yang segera mengadilinya.
Hukumannya ialah kedua tangannya dibelenggu untuk selama
dua tahun. Selama itu ia tidak boleh membuka belenggunya dan
285 kalau hal ini terjadi, maka tanpa banyak tanya lagi, ia akan
dibunuh! Setelah menuturkan keadaannya ini, pengemis muda itu
menangis lagi dan wajahnya nampak sangat ketakutan.
"Mengapa kau begitu bodoh! Kalau dipersalahkan karena
terbukanya belenggu bilang saja bahwa orang lain yang
membukanya. Bukan salahmu!"
"Kauanggap mudah saja perkara ini, nona!" mencela pengemis
itu. "Aku pernah melihat dengan mata sendiri ketika seorang
anggauta perkumpulan kami dibunuh oleh ketua kami yang
sangat bengis dan memegang teguh peraturannya!"
"Hm, pernah pinto mendengar nama raja pengemis itu, sekarang
lewat di sini, bukankah ini kebetulan sekali" Hayo, berdirilah kau
dan antarkan kami menemui ketuamu. Jangan kau takut, kami
membelamu." Pengemis muda itu dengan wajah masih pucat lalu berdiri dan
mengantar Hwat Kong Tosu dan Hong Cu menuju ke pusat
perkumpulan pengemis yang berada di luar kota. Sebetulnya Sinkaipang tidak mempunyai tempat atau markas tertentu, di mana
saja ketua mereka berada, maka di situlah pusat mereka dan
mereka mengadakan pertemuan-pertemuan di mana saja.
Ada kalanya dalam sebuah hutan, dalam kelenteng-kelenteng tua
atau di gua-gua. Kali ini Coa-kai-ong tinggal dalam sebuah
kelenteng tua yang sudah tidak dipakai, dan para pengemis yang
286 berada di dekat situ semua datang memberi laporan-laporan akan
keadaan para pengemis di situ. Tiap hari puluhan pengemis
masuk ke dalam kelenteng untuk mendengar perintah dan
pelajaran ketua mereka. Raja Pengemis she Coa ini selain menjadi ketua, juga menjadi
guru silat yang menyebar ilmu silat ciptaannya kepada para
pengemis. Ia terkenal sebagai seorang ahli main silat tongkat
yang disebut Sin-kai-tung-hwat atau Ilmu Tongkat Pengemis
Sakti. Ketika sampai di depan kelenteng bobrok yang dijadikan markas
sementara itu, pengemis muda yang mengantar Hwat Kong Tosu
dan Hong Cu kelihatan takut sekali dan seluruh tubuhnya
menggigil. Di luar kelenteng terdapat banyak sekali pengemis dari macammacam
usia yang berkumpul merupakan kelompok-kelompok dan
sedang bercakap-cakap atau bermalas-malasan. Mata Hwat
Kong Tosu yang sangat tajam itu dapat melihat beberapa orang
pengemis tua yang memiliki ilmu silat tinggi berada pula di situ.
Melihat betapa pengemis pengantarnya sangat ketakutan, Hwat
Kong Tosu mendesaknya maju dan menghibur. "Jangan takut,
hayo antar kami masuk!"
Semua pengemis yang berada di luar kelenteng memandang
kepada Hwat Kong Tosu dengan mata lebar. Tiba-tiba seorang
pengemis tua yang tadinya duduk melenggut di emper kelenteng,
jalan terseok-seok menghadang mereka. Sambil tertawa ha, ha,
287 hi, hi ia berkata kepada pengemis yang mengantar Hwat Kong
Tosu. "Eh, kau setan berani mati! Belenggumu kaubuang ke mana?"
Sambil berkata demikian ia menampar dengan telapak tangannya
ke arah pengemis muda itu.
Tamparan ini hebat sekali karena dilakukan dengan tenaga lweekang
sepenuhnya. Kalau kepala pengemis muda sampai terpukul,
pasti akan pecah! Untung Hwat Kong Tosu segera bertindak. Ia maju selangkah dan
menggunakan ujung lengan bajunya menangkis tamparan itu
sambil berkata, "Maaf, sahabat. Kami tidak ada waktu untuk
bermain-main dengan kau."
Pengemis tua itu tak keburu tarik kembali tangannya dan telapak
tangannya segera beradu dengan ujung lengan baju Hwat Kong
Tosu. Alangkah kagetnya ketika ia merasa betapa tenaganya
sendiri membalik hingga ia merasa pundaknya seakan-akan


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hampir terlepas ketika terpental dengan keras! Buru-buru ia
menjura dan mundur. Biarpun keadaan di luar kelenteng itu serba butut, tapi di sebelah
dalam telah dibersihkan hingga menyenangkan. Lantai telah
disapu dan digosok bersih sampai mengkilap. Di atas meja
sembahyang yang biasanya ditempati oleh patung yang dipuja,
kini duduk bersila seorang pengemis tua.
288 Pengemis ini tinggi kurus dan pakaiannya telah penuh tambalan.
Tapi anehnya, pakaian yang bertambal-tambal itu dihias sulamsulaman
indah, sulaman burung hong dan naga, sebagai tanda
bahwa ia adalah seorang raja!
Ternyata bahwa Raja Pengemis itupun awas sekali. Melihat
tindakan kaki Hwat Kong Tosu yang demikian ringan seakan-akan
tidak menginjak lantai tahulah ia bahwa ia sedang berhadapan
dengan orang macam apa. Raja Pengemis itu sedang makan biji kacang. Melihat kedatangan
tamunya, ia segera memasukkan segenggam biji kacang yang
belum termakan ke dalam kantung jubahnya dan meloncat turun
ia dari atas meja. "Selamat datang, sahabat yang gagah!" katanya sambil menjura
kepada Hwat Kong Tosu. Hwat Kong Tosu membalas hormat itu dan untuk sejenak mereka
saling pandang. Tiba-tiba Raja Pengemis itu melihat pengemis
muda yang berdiri menggigil di pinggir. Matanya menyapu tubuh
pengemis itu dan terlihatlah olehnya bahwa belenggu di tangan
anggauta perkumpulannya itu telah lenyap.
Ia marah sekali, tapi dapat di tahannya dan ia dapat menduga
sedikit bahwa belenggu itu tentu dipatahkan oleh tamunya ini.
Maka dengan senyum dingin ia menjura lagi sambil bertanya.
"Ada keperluan apakah maka tempatku menjadi kehormatan
menerima kunjungan seorang gagah seperti tuan?"
289 "Kami datang hanya mengantar anak muda ini karena ia takut
datang ke sini. Hendaknya diketahui bahwa belenggu di
pergelangan tangannya telah patah, dan yang mematahkan
adalah muridku ini. Tak lain kami mengharap kebijaksanaanmu
untuk mengampuni anak muda itu yang telah ketakutan karena ia
akan dibunuh!" Mata Raja Pengemis itu berpaling ke arah Hong Cu yang berdiri
dengan tenang dan sedikitpun tidak merasa gentar. Tapi ketika
pandang mata Raja Pengemis itu bertemu dengan pandang
matanya, terpaksa ia melangkah mundur setindak. Sepasang
mata pengemis aneh itu sangat tajam dan saat itu agaknya ia
marah sekali. "Sungguh tidak menghargai kedaulatan orang di daerah sendiri."
Raja Pengemis itu berkata perlahan. "Dia adalah anggauta
perkumpulan kami, dia harus tunduk kepada peraturan-peraturan
yang telah diadakan. Dia mau kami bunuh atau tidak, ada
sangkut-paut apakah dengan kalian?"
Tak senang Hwat Kong Tosu mendengar kata-kata ini. Raja
Pengemis itu terlalu memandang ringan padanya. Maka
terdengarlah ketawa Hwat Kong Tosu yang nyaring.
"Biarpun ia anggauta perkumpulanmu, tapi ia tetap seorang
manusia seperti aku. Dan aku tidak membiarkan begitu saja
seorang manusia dibunuh tanpa salah. Pula, yang mematahkan
belenggu bukanlah dia!"
290 "Yang mematahkan belenggu berarti menghina perkumpulan
kami, dan dia harus mati pula!"
Hong Cu mendengar kata-kata ini menjadi marah sekali. Ia
bertindak maju sedikit lalu berkata kepada suhunya.
"Suhu, orang ini sangat sombong. Siapakah orang ini
sebenarnya?" Gurunya tertawa keras. "Ah, anak kecil, mana kau tahu! Inilah
yang disebut Raja Pengemis she Coa yang merajai segala
macam pengemis." "Baru saja menjadi raja pengemis sudah sesombong ini, apa pula
kalau menjadi raja tulen!" gadis itu menyindir, gurunya tertawa
lagi. "Orang-orang yang melanggar peraturan sendiri adalah
segolongan pengkhianat, dan orang-orang yang tidak
mengindahkan peraturan orang-orang lain dan sengaja
melanggarnya, adalah orang-orang yang tidak tahu aturan dan
harus dihajar!" Coa-kai-ong itu berkata keras.
Tiba-tiba Raja Pengemis itu merogoh saku jubahnya dan
mengeluarkan sebutir kacang. Tangannya diayun dan kacang
kecil itu melayang cepat ke arah pengemis muda yang masih
berdiri sambil menundukkan muka.
"Kau tidak lekas berlutut?" teriak Raja Pengemis itu dan pada saat
itu juga biji kacang yang disambitkan mengenai urat lutut
pengemis muda itu hingga tak dapat ditahan lagi ia jatuh berlutut.
291 "Sekarang terima kematianmu!" Raja Pengemis itu ayun pula
tangannya, kini ia mengarah kepala orang!
Tapi Hwat Kong Tosu tak membiarkan orang dibunuh begitu saja
di depannya. Ia kebutkan ujung lengan bajunya dan angin yang
keluar dari kebutan itu telah meniup pergi biji kacang yang
disambitkan! Diam-diam Coa-kai-ong kaget sekali, tapi ia juga marah. Sambil
membanting kaki ia berkata,
"Benar-benar kau tidak pandang mata padaku! Perbuatanmu itu
berarti satu tantangan! Siapakah sebenarnya kau, pendeta tua?"
Hwat Kong Tosu tersenyum. "Kita sudah tua sama tua, jangan
kauanggap dirimu masih muda! Namaku Hwat Kong, dan soal
nama itu tidak ada artinya, yang penting adalah perbuatan dan
watak seseorang." Baru terbukalah mata Raja Pengemis itu setelah mendengar
nama itu. "Ahh pantas saja setan pelanggar peraturan ini berani sekali
menghadap di sini, tidak tahunya adalah kau, seorang pentolan
dari pada Thang-la Sam-sian yang terkenal! Bagus, bagus! Hwat
Kong Tosu, jangan kita bersikap seperti kanak-kanak. Katakan
saja, apakah kau tidak puas dengan peraturan-peraturan dalam
perkumpulanku sendiri?"
"Coa-kai-ong! Aku bukanlah orang yang terlalu gatal tangan dan
suka mencampuri uruan rumah tangga orang lain, tapi kalau
292 terjadi sesuatu perkara pembunuhan, tentu aku akan
mencegahnya, apa pula pembunuhan terhadap seorang yang
tidak berdosa. Kau adakan peraturan hukuman bagi anggautaanggautamu
yang menyeleweng, itu baik-baik saja. Tapi
kekejamanmu untuk turunkan tangan jahat membunuh jiwa orang
dengan alasan yang begitu kecil, ini membuat aku heran sekali,
dan terpaksa aku harus menghalangi."
Tiba-tiba Raja Pengemis itu tertawa. "Bagus! Sudah lama aku
mendengar kelihaian ilmu tongkat darimu. Nah, sekarang cobalah
kaulindungi setan ini dengan tongkatmu!"
Setelah berkata demikian, secepat kilat Coa-kai-ong cabut
sebatang tongkat berkepala tengkorak dari bawah meja
sembahyang dan langsung menghantam?kan tongkat itu ke arah
kepala pengemis muda yang hendak dibunuhnya itu.
Hwat Kong Tosu tidak tinggal diam, sekali berkelebat saja ia
sudah berhasil menangkis dengan tongkat bambunya hingga
tongkat kepala tengkorak itu terpental.
"Akupun ingin sekali mencoba sampai di mana kehebatan Ilmu
Tongkat Sin-kai-tung-hwat!"
Keduanya lalu bertempur ramai di ruang sembahyang itu. Tongkat
di tangan Coa-kai-ong memang hebat dan gerakan-gerakannya
mendatangkan hawa dingin dan tongkatnya berbunyi bersiutan.
Tapi ilmu tongkat ciptaan Hwat Kong Tosu adalah rajanya
sekalian ilmu tongkat. Ketika mencipta ilmu ini, Hwat Kong Tosu
293 telah mempelajari bermacam-macam ilmu tongkat hingga segala
gerakan ilmu ini telah ditimbang dari segala sudut dan boleh
dibilang tidak ada celanya sedikitpun.
Biarpun ilmu tongkat Coa-kai-ong juga hebat, namun menghadapi
Ouw-coa-tung-hwat dari Hwat Kong Tosu, ia seakan-akan
seorang murid bertemu, dengan gurunya!
Tadi ketika pengemis buta melawan Hong Cu, pengemis itu
mudah saja dijatuhkan. Padahal pengemis buta itu adalah murid
Coa-kai-ong yang telah mewarisi lebih dari setengahnya Ilmu
Tongkat Sin-kai-tung-hwat, sedangkan Hong Cu baru saja paling
banyak mewarisi sepersepuluh bagian dari Ilmu Tongkat Ouwcoatung-hwat! Melihat perbandingan itu saja, mudah diketahui
betapa jauhnya perbedaan antara kedua ilmu tongkat itu.
Maka setelah bertempur beberapa puluh jurus saja, Coa-kai-ong
terpaksa harus mengakui keunggulan ilmu tongkat Hwat Kong
Tosu. Beberapa kali ujung tongkat bambu yang bergerak-gerak
seperti seekor ular itu telah mengancam jalan darahnya di seluruh
tubuh, tapi tiap kali ujung tongkat tinggal menotok saja, tongkat
segera ditarik kembali oleh Hwat Kong Tosu.
Pertapa ini masih tidak tega untuk menjatuhkan dan membikin
malu kepada Coa-kai-ong di depan murid-muridnya.
Coa-kai-ong adalah tergolong seorang yang memiliki kepandaian
tinggi, maka tentu saja iapun tahu akan kemurahan hati Hwat
Kong Tosu ini. Ia merasa bersyukur, karena pada waktu itu
294 berpuluh pengemis yang menjadi murid?-murid dan cucu
muridnya telah berkumpul menyaksikan pertandingan tongkat ini.
Kalau sampai ia dijatuhkan oleh Hwat Kong Tosu, tentu
kewibawaannya terhadap sekalian anggauta perkumpulannya itu
akan merosot! Maka ia menggunakan kesempatan yang diberikan
oleh Hwat Kong Tosu yang sengaja membuka lowongan atau
jalan keluar dan cepat meloncat berjumpalitan ke belakang sejauh
tiga tombak lebih! "Benar-benar hebat! Hwat Kong Tosu, benar-benar ilmu
tongkatmu tidak ada bandingannya di seluruh dunia ini. Aku takluk
betul!" Raja Pengemis itu susut keringatnya, melempar
tongkatnya ke samping dan segera menghampiri Hwat Kong
Tosu. Murid-muridnya yang menyaksikan pertandingan itu merasa
heran karena gerakan kedua orang tadi terlampau cepat bagi
mata mereka hingga mereka tidak tahu tentang perbuatan Hwat
Kong Tosu yang sudah mengalah itu.
"Biarlah kali ini menjadi pelajaran bagiku dan aku akan
menghapuskan hukuman-hukuman mati!" kata si Raja Pengemis.
Hwat Kong Tosu tersenyum puas.
"Kau adalah seorang laki-laki gagah, maka sedikitpun pinto tidak
khawatir karena kau pasti akan memegang teguh janjimu.
Memang, dalam perkumpulan yang mempunyai demikian banyak
295 anggauta seperti perkumpulanmu ini, kau harus berlaku keras dan
memegang teguh peraturan.
"Tanpa hukuman berat, mereka yang biasanya berwatak bandel
tentu takkan tunduk dan takut. Akan tetapi, hukuman mati tak
boleh diobral sembarangan saja."
Coa-kai-ong menjura. "Terima kasih atas nasihat-nasihatmu."
Kemudian Raja Pengemis itu berpaling kepada muridnya yang
berada di situ dan berkata dengan suara keras.
"Hai kalian semua! Lihatlah, ini adalah seorang locianpwe yang
gagah perkasa dari Pegunungan Thang-la. Namanya sangat
tersohor, dan beliau ini boleh disejajarkan dengan tokoh-tokoh
besar yang lain dari Thang-la, yaitu Huo Sianli si Dewi Api dan
Beng Beng Hoatsu! "Tamu agung telah datang dan kita mendapat kehormatan besar
sekali, bahkan barusan aku sendiri telah mendapat pelajaran
yang sangat berarti. Maka, hayolah kalian sediakan hidangan
untuk menyambut beliau!"
Kawanan pengemis itu bersorak gembira dan sebentar saja
tempat itu dibersihkan oleh mereka.
Sebuah meja besar dipasang di tengah ruangan dan tak lama
kemudian, entah dari mana dapatnya, mereka datang membawa
masakan-masakan yang lezat dan masih mengepul hingga
menyiarkan bau sedap mendatangkan lapar!
296 "Marilah, Hwat Kong Tosu, kita makan sekedarnya. Nona, jangan
sungkan-sungkan, marilah!"
Hwat Kong Tosu tanpa ragu-ragu lagi lalu melangkah maju dan
duduk di atas sebuah bangku menghadapi semua hidangan itu
dengan wajah berseri. Si Raja Pengemis dengan sekali tendang telah membebaskan
totokan di tubuh pengemis muda tadi dan membentak.
"Nah, aku bebaskan hukumanmu tapi awas! Jangan kau
melakukan pekerjaan mencopet lagi. Kau adalah anggauta
pengemis dan pekerjaan pengemis hanya minta dengan rela
belas kasihan orang, bukan mencuri atau mencopet!"
Kemudian si Raja Pengemis itu duduk di depan Hwat Kong Tosu
dan Hong Cu yang sementara itu telah mengikuti gurunya dan
duduk di samping pendeta itu. Hwat Kong Tosu yang memang
penggemar makanan enak terus saja sikat habis hidangan yang
dianggap paling enak. Setelah makan kenyang, Hwat Kong Tosu berpamit dan
mengajak muridnya melanjutkan perjalanan. Mereka diantar
sampai di pinggir hutan oleh kawanan pengemis tua yang sangat
mengagumi Hwat Kong Tosu.
Beberapa hari kemudian, Hwat Kong Tosu dan muridnya telah
tiba di kaki Gunung Hek-coa-san sebelah barat. Pada waktu itu,
waktu yang dijanjikan, yakni satu bulan, masih kurang lima hari.
297 Hwat Kong Tosu mengajak muridnya bermalam dalam sebuah
kelenteng kecil yang hanya dijaga oleh seorang hwesio tua yang
baik hati dan ramah tamah. Kelenteng itu berada dalam sebuah
kampung yang melarat dan penduduknya semua kaum tani
miskin. Karena Hwat Kong Tosu membawa banyak potongan perak,
maka hwesio tua itu senang sekali menerima sumbangan dari
Hwat Kong Tosu dan memberikan kamar terbesar dalam
kelenteng itu kepada Hong Cu, sedangkan Hwat Kong Tosu
cukup dengan sebuah bantal duduk saja, karena pertapa sakti ini
jarang sekali tidur dengan membaringkan tubuh. Cukup baginya
adalah mendapat tempat yang sunyi di mana ia dapat bersila dan
duduk diam berjam-jam sebagai gantinya tidur.
Malam hari itu, bulan muda telah mulai menerangi angkasa dan
cuaca suram-suram, terang tidak, gelap sekali juga tidak. Hwat
Kong Tosu memanggil muridnya dan berkata.
"Hong Cu, kita naik ke puncak gunung itu lima hari lagi. Si jahat
dari timur itu banyak akalnya, maka keadaan di sana tentu
berbahaya. Malam ini kau jangan pergi ke mana-mana, aku
hendak naik menyelidik keadaan."


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, suhu," jawab Hong Cu, tapi karena ia tidak puas dan ingin
sekali ikut, disambungnya dengan, "Kenapa teecu tidak boleh ikut,
suhu?" "Sekarang tidak boleh, Hong Cu. Keadaan sangat berbahaya dan
mungkin banyak perangkap dipasang oleh si jahat itu. Lima hari
298 lagi kalau waktunya telah tiba, tentu kau akan kubawa. Berhatihatilah
seorang diri di sini."
Hwat Kong Tosu lalu menghilang ke dalam bayangan pohonpohon
dan tinggalkan muridnya. Hong Cu merasa agak kecewa,
karena selama ini jarang sekali suhunya meninggalkan dia dan
selalu dibawanya. Kali inipun ia ingin sekali ikut, karena
betapapun berbahayanya keadaan mengancam mereka, jika
pergi dengan suhunya, hati Hong Cu yang memang tabah itu
makin tetap dan berani. Tengah malam telah lewat, tapi Hong Cu tak dapat pulas. Ia
teringat kepada kedua orang tuanya dan tiba-tiba timbul rasa
rindu. Hatinya yang keras mencair dan beberapa titik air mata
membasahi pipinya. Ia pegang-pegang rambutnya yang kusut dan kacau balau. Ah,
dulu rambutnya selalu halus, bersih dan licin karena diminyaki.
Ia lalu memandang pakaiannya yang penuh tambalan. Dulu ia
selalu mengenakan pakaian indah-indah dan berkembang
dengan tata warna yang bagus sekali. Dalam lamunannya itu
terbayanglah di depan matanya pengalaman-pengalaman yang
penuh kesenangan ketika ia masih bersama dengan orang
tuanya. Tapi Hong Cu adalah seorang gadis yang berhati jujur dan
berkemauan keras. Ia telah memberi keputusan untuk menjadi
murid Hwat Kong Tosu dan pertapa itu begitu baik kepadanya.
299 Pula, ketika mengingat bahwa kini ia telah memiliki kepandaian
yang lumayan juga, hatinya yang tadinya duka menjadi terhibur.
Kerinduan pada orang tua agak berkurang ketika ia pikir bahwa
setelah ia tamat belajar silat, tentu ia akan dapat bertemu kembali
dengan mereka! Tiba-tiba Hong Cu tersentak bangun dan sadar dari lamunannya.
Ia mendengar sesuatu di atas kelenteng. Telinganya yang terlatih
dapat menangkap suara tindakan kaki di atas genteng, dan
gerakan kaki itu demikian ringan hingga ia menjadi ragu-ragu.
Ia tahu bahwa yang datang itu pasti bukan suhunya karena ginkang
suhunya sudah terlampau tinggi untuk dapat didengar dari
bawah jika ia berjalan di atas genteng. Tapi orang yang datang ini
memiliki gin-kang yang cukup tinggi hingga Hong Cu merasa
heran. Cepat ia gunakan tiupan keras dengan bibirnya hingga api lilin di
atas meja yang terletak agak jauh dari tempat tidurnya menjadi
padam. Kamarnya gelap gulita dan cahaya bulan tampak
mengalir masuk ke dalam kamar melalui jendela.
Hong Cu menggunakan ketajam matanya memperhatikan.
Agaknya orang di atas genteng itu telah berhenti bergerak dan
tidak terdengar sesuatu tapi perlahan-lahan Hong Cu melihat
betapa genteng di atas digeser orang.
Hong Cu adalah seorang gadis pemberani. Kenyataan bahwa
beberapa kali ia berhasil menang dalam pertempuran, membuat
hatinya makin tabah lagi dan percayaannya terhadap diri sendiri
300 sangat besar. Ia maklum bahwa pengintai di atas kamarnya
bukanlah sembarang maling, tapi adalah seorang yang
mempunyai kepandaian tinggi, meskipun demikian, ia tidak
merasa gentar. Ia tahu bahwa yang datang itu tentu tidak mempunyai maksud
baik, dan lebih baik bertindak mendahului dari pada menanti
datangnya bahaya sedangkan ia berada seorang diri di situ!
Dengan hati-hati Hong Cu mengambil tongkat bambunya yang
disandarkan di pojok kamar. Semenjak mempelajari ilmu tongkat
gurunya yang lihai, ia sengaja membuat sebatang tongkat bambu
yang kecil dan cocok ia gunakan. Tongkatnya itu terbuat dari pada
bambu keras berwarna kuning dengan guratan-guratan hijau dan
ia telah menggosok-gosoknya setiap hari hingga bambu itu
mengkilap bagaikan emas. Kemudian, dengan tipu loncat Burung Garuda Terjang Awan, ia
keluar dari jendela dan langsung enjot tubuhnya ke atas genteng.
Gerakannya ini cepat sekali dan kedua kakinya ketika meloncat
hampir tak mengeluarkan suara, tapi ketika tiba di atas genteng,
ia menjadi heran sekali. Ternyata di atas genteng itu tidak
kelihatan bayangan seorangpun.
Dengan adanya cahaya bulan yang suram-suram, Hong Cu dapat
melihat di sekelilingnya. Tapi di sekelilingnya sunyi saja.
Tengah ia berdiri bingung dan heran, tiba-tiba terdengar suara
ketawa keras di belakangnya. Ia cepat memutar tubuhnya dan
ternyata bahwa orang yang tertawa itu tadi bersembunyi di balik
301 wuwungan rumah hingga tak tampak. Kini orang itu, seorang
pemuda tanggung yang memegang sebatang pedang di tangan
kanan, berdiri dan tertawa mengejeknya.
"Kukira siapa, tidak tahunya kau si manis!" dan anak muda itu
tertawa lagi. Hong Cu memandang orang itu lebih teliti. Pemuda itu berusia
paling banyak limabelas tahun, wajahnya tampan pakaiannya
mewah, tapi sikapnya kurang ajar sekali.
Maka teringatlah Hong Cu bahwa pemuda itu bukan lain ialah
Siauw Liong, murid dari Tok-kak-coa Si Ular Tanduk Berbisa!
Seketika itu juga timbullah marahnya melihat musuh besar yang
pernah mengganggunya itu.
"Bangsat kurang ajar, lihat tongkat!" Ia lalu menubruk maju sambil
gerakkan tongkatnya. Siauw Liong yang pernah mencoba kepandaian gadis ini dan tahu
bahwa Hong Cu belum berapa tinggi kepandaiannya, tak melihat
sebelah mata padanya, apa lagi ketika dilihat bahwa senjata di
tangan gadis itu hanya sepotong bambu. Ia tertawa bergelakgelak
dan simpan kembali pedangnya lalu berkelit cepat dan ulur
tangannya hendak menangkap pergelangan tangan Hong Cu.
Tapi alangkah terkejutnya ketika ujung tongkat Hong Cu bagaikan
bermata dan dengan putaran yang aneh tahu-tahu telah meluncur
ke bawah dan menotok jalan darahnya di iga kanan! Baiknya ia
302 berlaku cepat dan jatuhkan diri ke belakang lalu berjumpalitan,
namun tak urung bajunya masih terkait ujung bambu dan terobek!
Hong Cu melihat hasil ini makin berbesar hati dan cepat maju
menerjang lagi. Siauw Liong benar-benar heran melihat
permainan tongkat gadis itu yang demikian lihai.
Belum sebulan yang lalu gadis itu sangat rendah ilmu silatnya jika
dibandingkan dengan ia sendiri tapi mengapa sekarang belum
juga sebulan, ilmu silatnya sudah demikian maju" Gin-kangnya
bertambah hebat! Maka dengan penasaran Siauw Liong lalu
mencabut pedangnya karena ia tidak berani melayani dengan
tangan kosong lagi. Biarpun Hong Cu telah mempelajari ilmu tongkat yang luar biasa
dari suhunya, tapi ia belajar baru saja beberapa puluh hari dan
kepandaiannya belum masak betul, sedangkan Siauw Liong
semenjak kecil telah digembleng dengan berbagai kepandaian
silat yang tinggi dan ganas oleh suhunya, maka setelah
bertanding beberapa puluh jurus, gadis ini mulai terdesak oleh
sinar pedangnya yang mengurung.
Tapi Hong Cu berkelahi dengan penuh semangat dan ia
keluarkan seluruh kepandaiannya. Ilmu Tongkat Ouw-coa-tunghwat
adalah raja ilmu tongkat yang mempunyai bagian-bagian
tersembunyi dan tak terduga hingga biarpun kepandaian itu baru
saja dikuasai oleh Hong Cu paling banyak sepersepuluh bagian,
namun sudah cukup kuat untuk menjaga diri hingga pedang
Siauw Liong tidak mudah memecahkan benteng penjagaan dari
tongkat Hong Cu. 303 Pada saat itu terdengar bentakan keras dan nyaring. Sebatang
pedang dengan gerakan kuat sekali diputar di tengah-tengah dan
memisahkan kedua orang yang sedang bertanding sengit itu.
"Tahan!" teriak pemisah itu sekali lagi.
Hong Cu loncat mundur dan melihat bahwa yang datang adalah
seorang pemuda berusia kurang lebih tujuhbelas tahun. Tubuh
pemuda itu tegap dan wajahnya gagah. Sinar matanya
mengalahkan cahaya bulan dan dagunya yang berlekuk
menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang tabah dan keras
hati. "Eh, eh! Dari mana datangnya orang hutan yang tak tahu aturan
dan ikut campur urusan orang lain?"
Siauw Liong menegur marah ketika meilhat bahwa yang datang
itu adalah seorang pemuda berpakaian tani biasa saja. Ia maju
dengan pedang mengancam. Pemuda tegap itu memandang wajah Siauw Liong dengan tajam,
kemudian ia tertawa, "Ha, tidak tahunya kau! Pantas saja, karena
siapa lagi selain engkau yang sudi berbuat tidak sopan dan
kurang ajar?" Siauw Liong marah sekali, dan ia pandang pemuda itu dengan
penuh perhatian. Akhirnya dapat juga ia ingat dan kenal bahwa
yang datang itu bukan lain adalah Siauw Ma yang dulu pernah
datang mengunjungi ia dan gurunya, bahkan sudah bersamasama
makan ular dan kelabang! 304 Siauw Liong tersenyum sindir. "Ah, tidak tahunya yang datang
adalah si tolol!! Kau berani sekali katakan aku tidak sopan dan
kurang ajar. Apa maksudmu?"
"Kau seorang laki-laki pada tengah malam buta menghina
seorang perempuan yang lebih muda dan lebih rendah
kepandaiannya dari padamu. Kau main-main dengan pedang
menyerang dia yang hanya bersenjata tongkat bambu. Apakah ini
pantas dan adil" Kalau aku tidak melihat keganjilan ini masih tidak
mengapa tapi sekarang aku telah berada di sini, pasti aku takkan
bisa membiarkan kau berlaku kurang ajar!"
Siauw Liong tertawa bergelak-gelak.
"Nah, nona manis, dengarkah engkau" Kepandaianmu memang
jauh lebih rendah dari kepandaianku. Bahkan orang tolol inipun
dapat melihatnya. Apakah kau belum mau takluk padaku?"
Hong Cu hanya memandang marah dan mencibir.
"Kau jawab dulu pertanyaanku tadi, jangan bicara ngacau tidak
karuan!" Siauw Ma membentak.
"Eh, kau mengandalkan apa sih, galak-galak amat! Gurumu
pernah dilukai oleh guruku, itu tandanya guruku jauh lebih lihai.
Tentang hal kepandaianmu, ah, belum tentu kau dapat melawan
tangan kiriku! Kau mau tahu mengapa kami bermain-main di sini"
Ia, gadis manis ini, adalah tunanganku!"
"Bangsat tak kenal malu!" Hong Cu memaki, tapi sambil tertawa
Siauw Liong menyambung kata-katanya kepada Siauw Ma.
305 "Tunanganku ini tidak percaya bahwa kepandaianku lebih tinggi
dari kepandaiannya maka kami saling mencoba kepandaian.
Betapapun juga, kalau kelak ia sudah menjadi isteriku, ia harus
mengalah juga! Ha-ha!"
"Bangsat rendah! Jangan kau berani main gila!" Hong Cu tak
dapat menahan marahnya dan menggerakkan tongkatnya
menyerang lagi, tapi dengan pedangnya, Siauw Ma dapat
menahan serangan itu sambil berkata, "Sabarlah, nona!"
Kemudian ia berkata kepada Siauw Liong, "Kau berkata bahwa
nona ini tunanganmu, tapi ia menyangkal. Benarkah bicaramu
tadi?" Siauw Liong tertawa lagi. "Nona manis, dengarlah. Ini adalah
seorang sahabatku yang jujur. Namanya Siauw Ma dan kami
pernah berjumpa dulu hingga boleh dikata kami adalah kenalan
lama. Kau memang suka membohong, nona, tapi sahabatku ini
selamanya tak pernah membohong. Guruku telah menemui Hwat
Kong Tosu." "Hwat Kong Tosu?" Siauw Ma memotong.
"Ya, Hwat Kong Tosu. Pendeta itu adalah suhu nona ini. Kedua
guru kami telah saling berjanji dan telah mengikat perjodohan
kami, bukankah itu berarti bahwa kami telah bertunangan?"
Siauw Ma mengangguk-angguk, ia terlalu jujur hingga
menganggap bahwa omongan orang lain semuanya benar
belaka. 306 "Kalau memang betul demikian, kalian telah bertunangan."
"Bangsat rendah!" Hong Cu memaki sambil menuding muka
Siauw Liong. Kemudian ia memandang kepada Siauw Ma dan
memaki pula. "Dan kau, kau kuda tolol!"
Siauw Ma mundur dan kaget ketika ia dimaki kuda tolol, karena
memang namanya memakai huruf Ma yang berarti kuda!
"Siapa sudi menjadi tunangan binatang ini" Guruku Hwat Kong
Tosu adalah seorang tokoh Thang-la yang kenamaan dan mulia,
mana dia mau mengadakan perundingan dengan Tok-kak-coa si
jahat dari timur" Mereka bahkan bermusuhan. Anjing kecil ini
memang tukang membohong dan penjual obrolan kecil!"
Sementara itu, Siauw Ma telah dapat mempertimbangkan.
Memang, ia tahu bahwa Hwat Kong Tosu adalah seorang tokoh
besar yang sejajar dengan suhunya sendiri, sedangkan Tok-kakcoa
telah dikenalnya sebagai seorang kejam yang lihai dan jahat.
"Aku percaya padamu, nona. Aku tahu akan kelihaian dan
kemuliaan suhumu, dan aku tahu pula orang macam apakah suhu
anak kurang ajar ini. Siauw Liong hayo kau pergi dari sini dan
jangan ganggu nona ini, kalau tidak, kau akan berkenalan dengan
pedangku!" "Ha, ha, ha! Kau petani busuk berani buka mulut besar!" Sebagai
penutup kata-katanya, Siauw Liong mengirim serangan hebat
dengan pedangnya. 307 Siauw Ma menangkis dan sebentar saja kedua pemuda itu
berkelahi dengan seru dan ramai. Kepandaian Siauw Liong penuh
tipu daya dan gerakan-gerakannya curang, maka ia lihai sekali.
Biarpun seorang lawannya mempunyai kepandalan tinggi, tapi
kalau belum banyak pengalaman dalam perkelahian tentu akan
tertipu olehnya. Akan tetapi, Siauw Ma sekarang adalah Siauw Ma yang telah
mendapat latihan-latihan keras dari Beng Beng Hoatsu, dan
pemuda ini telah mempelajari Ilmu Pedang Sin-liong-kiam-sut,
kepandaian tunggal dari Beng Beng Hoatsu, maka menghadapi
Siauw Liong, tipu daya dan kecurangan dalam ilmu pedang Siauw
Liong mati kutunya. Ketika Siauw Ma keluarkan gerakan-gerakan
yang lihai dan cepat, Siauw Liong terkejut dan mundur terus, tak
kuasa membalas menyerang.
Tiba-tiba Siauw Liong menggunakan tangan kiri merogoh saku
bajunya dan mengeluarkan saputangan yang membungkus
sesuatu. Siauw Ma tidak perdulikan gerakan ini, tapi Hong Cu


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat ini menjadi pucat. Ia teringat pengalamannya dulu ketika
melihat betapa Siauw Liong dapat melukai Tiong Li, murid si Tabib
Dewa. Maka segera ia berseru.
"Siauw Ma! Awas tangan kirinya, ia hendak menggunakan racun!"
Tapi Siauw Ma yang belum kenal akan tipu daya keji ini tidak
mengerti. Untung baginya, Hong Cu dapat bertindak cepat. Ketika Siauw
Liong melempar saputangannya yang terbuka dan menyebar
bubuk yang merupakan debu hitam ke arah muka Siauw Ma,
308 Hong Cu melempar selendang suteranya yang tepat sekali
melibat pinggang Siauw Ma.
Ia tarik dengan keras dan tiba-tiba, hingga tubuh Siauw Ma
terjengkang dan pemuda itu berjumpalitan untuk menjaga diri
jangan sampai jatuh. Tapi ia terbebas dari pada bahaya racun
yang tadi mengancamnya! Siauw Liong melihat bahwa usahanya tidak berhasil, menjadi
marah sekali. Tapi ia tahu bahwa ia takkan dapat menangkan
Siauw Ma yang lihai apa lagi di situ masih ada Hong Cu yang pasti
akan mengeroyoknya, maka sambil memaki-maki ia loncat turun
dan menghilang di balik pohon-pohon!
Siauw Ma tidak mengejar Siauw Liong karena bukan maksudnya
hendak mencelakakan pemuda itu, apa lagi pada saat itu ia
sedang marah kepada Hong Cu yang kini dipandangnya dengan
mata mengandung teguran. "Kau gadis tidak berbudi!" katanya dengan wajah merah. "Kenapa
kau yang kubantu sebaliknya malahan membantu dia dan hampir
mencelakakan aku?" Hong Cu terheran-heran. "Benar-benar kau ini kuda bodoh! Ditolong orang tidak berterima
kasih, bahkan marah-marah! Tahukah kau bahwa hampir saja
jiwamu melayang, kalau aku tidak menggunakan selendangku
pada saat yang tepat?"
Siauw Ma tercengang heran.
309 "Penjahat curang itu adalah seorang ahli dalam hal penggunaan
racun, dan tadi ia telah menyebar racun jahat," kata Hong Cu lebih
lanjut. Siauw Ma mengangguk-angguk, dan kini ia perhatikan gadis yang
berwajah jelita ini. Pakaiannya yang penuh tambalan menarik
hatinya, karena di dalam perantauannya mengikuti Beng Beng
Hoatsu, ia selalu bertemu dengan gadis-gadis yang berpakaian
mewah. Tapi gadis ini demikian sederhana, bahkan rambutnya
yang panjang hitam itupun tidak terpelihara dengan baik!
"Betulkah kau murid Hwat Kong Tosu?" tanyanya.
"Apa kau lihat aku seorang pembohong seperti bangsat tadi?"
Hong Cu menjawab marah. "Kalau betul, suhumu itu dengan guruku masih kawan lama."
Hong Cu tertarik. "Siapakah nama suhumu?"
"Suhuku ialah Beng Beng Hoatsu."
Kini Hong Cu yang terkejut. Pernah ia mendengar dari gurunya
akan nama pendeta sakti itu.
Pada saat itu telah hampir subuh dan hawa luar biasa dinginnya
hingga ketika angin pagi meniup rambutnya, Hong Cu merasa
dingin sekali. "Mari kita turun dan bicara di dalam," ajaknya.
310 "Apakah suhumu berada di dalam kelenteng ini?"
"Tidak, suhu sedang pergi menyelidik ke atas puncak. Yang ada
di kelenteng hanya hwesio penjaga yang hanya seorang."
"Aneh," kata Siauw Ma.
"Apa yang aneh?"
"Suhuku juga pergi ke atas puncak dan menyuruh aku menunggu
di kampung ini." "Kalau begitu, mari turun. Kau boleh tunggu suhumu di kelenteng
ini juga, bersama-sama aku."
Siauw Ma menggeleng-geleng kepala. "Tidak baik."
"Eh, kuda tolol, bicaramu tidak karuan. Apanya yang tidak baik?"
Hong Cu menegur marah. Kedua anak muda itu memang adatnya hampir sama. Samasama
keras kepala, sama-sama jujur dan tidak sungkan-sungkan.
"Kau seorang gadis, aku seorang pemuda. Hendak bersamasama
dalam sebuah kelenteng" Apakah itu kauanggap baik?"
Merahlah wajah Hong Cu, ia memandang wajah Siauw Ma
dengan mata berapi. "Kau berpikiran sempit! Kita ini orang macam
apakah maka banyak pakai peradatan yang bukan-bukan?"
"Aku percaya kepada kepribadian sendiri, tapi apa kata orang!"
311 "Cih! Orang lain boleh bilang sesukanya tentang kita, asal kita
tidak melakukan kesalahan. Perduli apa sama omongan orang
lain" Pendeknya, kau mau atau tidak menunggu suhumu di sini,
kalau mau hayo kau turun. Kalau tidak mau, tinggallah saja di atas
genteng sini. Aku merasa dingin sekali!"
Tanpa menoleh lagi Hong Cu loncat turun. Angin meniup dingin
membuat Siauw Ma menggigil, maka iapun meloncat turun dan
masuk ke dalam ruang tengah. Di situ Hong Cu telah siap
memasak air panas untuk menghangatkan perut mereka.
Kemudian gadis itu mengambil sebuah bangku dan duduk di
depan Siauw Ma. "Bagaimana kau bisa kenal murid Tok-kak-coa itu?" tanya Hong
Cu sambil memandang muka Siauw Ma yang tampan dan gagah.
"Suhu pernah bentrok dengan Tok-kak-coa," jawab Siauw Ma
yang lalu menceritakan pengalamannya ketika Beng Beng Hoatsu
bertempur melawan Kim Bok Sianjin karena disangka mencuri
patung. Ketika mendengar bahwa Beng Beng Hoatsu terkena
racun pukulan Tok-kak-coa dan diberi obat oleh Kiang Cu Liong
si Tabib Dewa, Hong Cu segera bertanya.
"Kalau begitu, kau tentu kenal kepada Tiong Li?"
Mata Siauw Ma memancarkan sinar gembira ketika nona itu
menyebut nama Tiong Li. "Ah, anak baik itu adalah sahabatku!
Aku senang sekali padanya." Dan ia menceritakan betapa ia dan
Tiong Li bermain-main dengan batu besar ketika mereka bertemu.
312 Lalu ia bercerita terus. Setelah berpisah dengan Tiong Li dan si
Tabib Dewa, Siauw Ma dibawa merantau oleh gurunya. Tiap hari
tidak lupa Beng Beng Hoatsu melatih silat kepada muridnya itu
dan menurunkan kepandaiannya Sin-liong-kiam-sut yang hebat.
Beng Beng Hoatsu merasa marah dan penasaran sekali kepada
Tok-kak-coa hingga ia selalu menyelidiki dan mencari si jahat dari
timur. Tapi di mana-mana ia tak mendengar nama Tok-kak-coa
muncul di dunia kang-ouw, ia menduga bahwa si ular berbisa itu
pasti kembali ke guanya dan bersembunyi di sana.
Ia pernah mendengar bahwa si jahat itu tinggal di puncak Bukit
Hek-coa-san. Maka diambil keputusan untuk mencoba mencari
Tok-kak-coa di situ. "Demikianlah, maka sore tadi suhu dan aku tiba di kampung ini.
Suhu terus naik ke bukit dan aku diperintah untuk menunggu di
kampung ini." Demikian Siauw Ma menutup ceritanya. Kemudian ia bertanya
mengapa gadis itu berada di situ dan mengapa Hwat Kong Tosu
juga naik ke puncak. "Suhu hendak merampas kembali patung Kwan-im Pouwsat dari
tangan Tok-kak-coa," kata Hong Cu.
"Kalau begitu, malam ini di puncak sana tentu ramai sekali! Si
jahat itu kali ini tentu takkan dapat meloloskan diri!"
"Bukan mereka saja," kata Hong Cu. "Bahkan si Tabib Dewa juga
barangkali malam ini sudah berada di puncak pula!"
313 "Ha" Kaumaksudkan guru Tiong Li?"
"Benar, orang tua aneh itu telah berjanji dengan suhu untuk
menaiki gunung Hek-coa-san masing-masing dari utara dan
selatan. Kami dari utara dan Tabib Dewa itu dari selatan. Siapa
tahu, diapun mungkin sudah berada di sana pula!"
Wajah Siauw Ma nampak gembira. "Ah, sayang kita tinggal di sini.
Kalau kita ikut, tentu akan melihat pergulatan hebat dan ramai."
Tiba-tiba Hong Cu bangkit berdiri.
"Mengapa kita tidak ke sana sekarang" Hayo, kita naik bersama."
"Aah, kata guruku sangat berbahaya, mungkin kita akan terkena
celaka," kata Siauw Ma.
"Suhu juga bilang demikian. Tapi sekarang matahari telah tiba dan
dalam keadaan terang-benderang tidaklah begitu berbahaya
seperti kalau mendekati di waktu malam gelap. Hayolah kita pergi,
siapa tahu kalau-kalau kita masih sempat menonton si jahat itu
dihajar!" Tapi Siauw Ma yang taat kepada perintah suhunya hanya geleng
kepala. "Hm, kau takut barangkali!" Hong Cu cemberut dan mencela.
Ketika dianggap penakut, Siauw Ma penasaran. Iapun berdiri dan
membusungkan dada sambil berkata.
314 "Bagus! Kalau begitu hayo temani aku mendekati ke puncak!" kata
Hong Cu dengan cerdik. "Bagaimana kalau suhu marah?"
"Kita pergi berdua dan atas kehendak berdua, dengan membagi
kemarahan tentu agak lebih ringan menerimanya, bukan?"
Ketika Siauw Ma masih ragu-ragu, Hong Cu melanjutkan.
"Dan kalau ada kesempatan, mungkin kita ada waktu untuk
menghajar Siauw Liong bangsat kecil itu! Mungkin pula kita
bertemu dengan Tiong Li."
Mendengar kemungkinan-kemungkinan yang menyenangkan
hatinya ini, Siauw Ma tertarik juga. Ia gigit bibirnya untuk
menetapkan hati, lalu berkata keras, "Hayolah! Hayo kita naik juga
menyusul suhu." Hong Cu girang sekali sampai melupakan air panas yang
dimasaknya tadi. Ia pegang tangan Siauw Ma yang merasa likat
dan malu-malu juga ketika merasa betapa halus telapak tangan
Hong Cu memegang tangannya, tapi karena wajah gadis itu
nampak gembira sekali, iapun lari pula.
"Hayo kita berlumba naik!" ajak Hong Cu yang membungkuk dan
kencangkan tali sepatunya.
"Boleh!" Siauw Ma menerima tantangan ini karena iapun ingin
tahu sampai di mana tingginya ilmu kepandaian Hong Cu.
315 Kedua tubuh anak muda itu melesat cepat ketika mereka
kerahkan ilmu berlari ocepat. Ternyata kepandaian mereka
berimbang, hanya Hong Cu yang bertubuh lebih ringan dan
karena makan obat mujijat gin-kangnya cepat sekali majunya,
maka dalam hal kepandaian meringankan tubuh, gadis itu
memang setingkat. Diam-diam Siauw Ma kagum dan heran melihat kelincahan gadis
itu yang bagaikan seekor burung, meloncat dari batu ke batu
dengan ringan dan gesit sekali! Siauw Ma tidak mau kalah dan
iapun keluarkan kepandaiannya hingga kembali mereka dapat
berjalan berdampingan dengan cepat.
Tiba-tiba dari atas gunung kelihatan seorang gadis turun
berloncatan dengan gerakan yang luar biasa cepatnya. Gadis itu
membawa sebuah bungkusan besar yang nampak berat.
Hong Cu yang melihat bayangan orang itu lebih dulu, segera
menghadang di tengah jalan. Gadis yang cerdik ini menduga
sesuatu. Siauw Ma juga melihat gadis yang turun itu dan ikut memapaki.
Setelah gadis itu turun dekat, maka jelaslah kelihatan bahwa itu
adalah sebuah patung karena pembungkusnya yang tipis terbuat
dari sutera itu mencetak jelas potongan patung yang dibawanya.
Hong Cu mengerti bahwa patung yang diperebutkan itu telah
terjatuh ke dalam tangan gadis yang turun dari gunung itu. Gadis
itu cantik sekali, wajahnya nampak angker dan angkuh,
sedangkan gerak-geriknya menunjukkan bahwa ia seorang yang
316 memiliki ilmu silat tinggi. Tapi Hong Cu teringat akan suhunya
yang sedang bersusah payah hendak merebut patung itu, maka
ia sengaja menghadang dan membentak.
"Hei! Kautinggalkan patung itu di sini!"
Sementara itu Siauw Ma setelah datang dekat dan memandang
segera berseru dengan suara gembira.
"Lian Eng?"!"
Pemuda ini merasa gembira sekali melihat gadis itu, dan entah
mengapa hatinya berdebar-debar girang melihat Lian Eng
bertambah cantik dan jelita. Tapi ia merasa heran mengapa gadis
itu berada seorang diri di situ.
Pedang Keramat Thian Hong Kiam 1 Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Pedang Penakluk Iblis 3

Cari Blog Ini