Ceritasilat Novel Online

Patung Dewi Kwan Im 5

Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


Gadis itu ternyata benar Lian Eng adanya. Di bawah asuhan Huo
Mo-li, kepandaiannya telah maju pesat.
Ketika ia mendengar suara Siauw Ma, iapun kaget hingga hampir
saja Hong Cu yang menubruknya berhasil merebut patung. Hong
Cu telah dapat memegang kaki patung itu den terjadilah saling
membetot. "Hong Cu, lepaskan dia, kawan sendiri!"
Tapi mana Hong Cu mau melepaskan dan ia bahkan membetot
makin keras. Lian Eng menjadi marah dan menggunakan kakinya
menendang ke arah pergelangan tangan Hong Cu yang
memegang kaki patung. Tendangan ini hebat dan berbahaya
maka terpaksa Hong Cu melepaskan patung itu dan balas
317 melayani dan seperti orang yang tergesa-gesa saja, ia
menghindarkan serangan Hong Cu dan meloncat jauh lalu
melarikan diri! Tapi Hong Cu merasa penasaran sekali. Iapun menggunakan ginkangnya
dan meloncat mengejar sambil berteriak.
"Maling kecil hendak lari ke mana" Tinggalkan patung itu!"
Dalam hal ilmu meloncat dan lari cepat, agaknya Hong Cu tidak
berada di bawah Lian Eng, karena selain mendapat sari pelajaran
Hwat Kong Tosu, juga Hong Cu telah dapat makan ramuan obat
dan buah yang luar biasa itu. Maka ia segera dapat menyusul Lian
Eng dan dengan nekat ia menyerang untuk merampas patung!
Melihat kenekatan gadis itu, Lian Eng menjadi marah sekali. Ia
lalu melawan dan menangkis pukulan Hong Cu.
Ketika lengan tangan mereka bentrok, Hong Cu merasa betapa
kulit lengannya menjadi panas dan sakit, maka diam-diam ia
terkejut sekali. Ia tidak tahu bahwa di kedua lengan Lian Eng telah
terisi tenaga Huo-mo-kang.
Untung bagi Hong Cu bahwa Lian Eng tidak mau
mencelakakannya, karena gadis gagu ini melihat betapa
lawannya tadi berjalan bersama Siauw Ma yang telah dikenalnya.
Kalau ia mau menggunakan pukulan Huo-mo-kang untuk
membalas, tentu Hong Cu takkan kuat menahan!
Pada saat mereka masih ramai berkelahi, datanglah Siauw Ma.
318 "Siauw Ma, hayo kaubantu aku merampas patung ini! Bukankah
suhumu juga ingin mendapatkannya?" teriak Hong Cu.
Mendengar ini Siauw Ma bergerak maju, tapi tiba-tiba Lian Eng
memandang dengan matanya yang begitu bagus seperti mata
burung hong, hingga Siauw Ma menahan kakinya dan berdiri
bengong! Semenjak pertemuannya yang pertama kali dengan Lian Eng dan
ia dapat dijatuhkan oleh gadis itu dulu, ia telah merasa tertarik
sekali oleh gadis gagu ini, terutama ketika ia tahu bahwa gadis itu
menderita sakit gagu, hatinya makin merasa iba dan duka.
Perasaan inilah yang membuat ia beberapa tahun yang lalu
dengan nekat mengejar ke atas Bukit Harimau Salju ketika Lian
Eng terculik oleh manusia salju! Karena inilah, maka ia tidak jadi
turun tangan untuk merampas patung itu dari tangan Lian Eng dan
tidak membantu Hong Cu yang nampak terdesak!
Tiba-tiba Siauw Ma berseru kepada Hong Cu, "Hong Cu, biarkan
dia pergi! Lihat, siapa yang datang itu!"
Hong Cu yang memang telah terdesak, segera meloncat mundur
dan menengok ke atas. Sementara itu, sambil melepas pandangan berterima kasih ke
arah Siauw Ma, Lian Eng menggerakkan tubuh dan lari pergi turun
gunung dan cepat sekali. 319 Dari atas gunung tampak Siauw Liong mengejar dengan pedang
di tangan. Mulutnya berteriak-teriak, "Maling perempuan, hayo
kembalikan patung itu!!"
Agaknya ia tidak memperhatikan Siauw Ma dan Hong Cu, karena
dari atas ia mengejar Lian Eng. Setelah Lian Eng lari cepat dan
meninggalkannya, maka Siauw Liong menjadi bingung.
Ia mencari dan melihat ke bawah gunung. Tiba-tiba ia melihat Lian
Eng sedang berkelahi dengan seorang gadis lain dan tiba-tiba
Lian Eng lari pula turun gunung. Tentu saja ia tidak mau tinggal
diam, lalu mengejar sambil berteriak-teriak.
Maka alangkah kaget dan marahnya ketika Siauw Ma
menghadang di tengah jalan sambil membentak. "Berhenti!"
"Kau lagi, Siauw Ma" Agaknya kau telah bosan hidup!" Dengan
nekat Siauw Liong putar pedangnya dan menyerang hebat yang
ditangkis oleh Siauw Ma dengan tenang. Hati Siauw Ma agak
heran melihat pakaian Siauw Liong basah kuyup.
Sementara itu, Hong Cu yang melihat Lian Eng melarikan diri,
segera mengejar ke bawah gunung! Ia melihat Siauw Ma yang
tidak mau membantunya ketika bertempur melawan Lian Eng tadi.
Kini melihat Siauw Ma berkelahi dengan Siauw Liong, ia segera
mengejar ke bawah dengan harapan dapat merampas patung itu!
Kalau di lereng gunung itu terjadi perebutan patung yang ramai
sekali oleh para anak muda, maka di puncak gunung terjadi
peperangan yang tidak kalah hebat dan ramainya.
320 <> Ketika malam hari itu Hwat Kong Tosu mendaki puncak Hek-coasan,
ternyata ia tidak mendaki seorang diri. Dari lain jurusan,
seorang tua sakti lain juga mendaki puncak itu, yakni bukan lain
ialah Beng Beng Hoatsu! Dan kedua orang ini sama sekali tidak
menyangka bahwa orang-orang lain telah semenjak tadi
mendahului mereka dan kini telah berada di puncak!
Setelah keduanya tiba di puncak dari lain jurusan dan mengintai
ke arah gua ular tempat kediaman Tok-kak-coa, ternyata di depan
gua itu telah berkumpul banyak orang. Dan terkejutlah kedua
pertapa itu ketika melihat bahwa mereka itu adalah ketiga tokoh
dari Kwan-im-pai, yakni Kim Hwa Sianli, Cin Hwa Sianli, dan Kim
Bok Sianjin! Dan lebih heran lagi ketika melihat bahwa selain ketiga tokoh
Kwan-im-pai itu dan tiga orang paderi Kwan-im-kauw yang
menjadi murid-murid kepala, di situ terdapat juga Huo Mo-li sendiri
dengan muridnya, Lian Eng! Bagaimana mereka dapat berkumpul
di situ" Huo Mo-li telah didatangi oleh tokoh-tokoh Kwan-im-pai yang
minta bantuan untuk menyerbu sarang Tok-kak-coa. Mereka tahu
akan kelihaian si jahat itu, maka mereka minta bantuan Huo Mo-li
yang menyanggupi tapi dengan perjanjian bahwa ia tidak mau
bekerja sama dengan imam-imam Kwan-im-kauw.
321 Mereka boleh pergi bersama, tapi di puncak Hek-coa-san mereka
harus berusaha sendiri-sendiri dan siapa yang dapat berhasil
merampas patung, dialah yang berhak!
Tadinya para tokoh Kwan-im-kauw keberatan, tapi karena mereka
kini sudah tahu bahwa ketiga tokoh Thang-la atau Thang-la Samsian
itu sebabnya ingin mendapatkan patung hanya untuk
menangkan perlombaan di antara mereka bertiga, maka akhirnya
mereka setuju. Di samping itu, juga untuk menebus malu karena
dulu menuduh Huo Mo-li mencuri patung, padahal tidak berdosa.
Mereka pikir, dari pada patung berada di tangan Tok-kak-coa
yang jahat, lebih baik terjatuh ke dalam tangan seorang dari pada
ketiga dewa Thang-la itu yang tentu hanya akan memiliki untuk
beberapa lama saja. Pula, belum tentu patung akan terjatuh ke
dalam tangan Huo Mo-li, karena mereka sengaja mengajak muridmurid
kepala hingga berjumlah enam orang!
Diajaknya Huo Mo-1i hanya untuk menambah semangat! Maka
mereka beramai-ramai lalu berangkat. Huo Mo-li mengajak Lian
Eng yang telah memiliki kepandaian yang lumayan juga.
Setelah mendaki puncak Hek-coa-san dan tiba di depan gua
pertapaan Tok-kak-coa, imam-imam dari Kwan-im-kauw itu
berteriak memanggil tuan rumah keluar. Tapi tidak terdengar
jawaban sesuatu dari dalam gua yang gelap itu.
Kim Bok Sianjin menjadi tidak sabar dan berteriak keras.
322 "Hei, kakek jahat, maling rendah! Kau keluarlah agar kita bisa
membuat perhitungan. Jangan bersembunyi saja seperti laku
seorang pengecut!" Lain-lain imam Kwan-im-kauw ikut berteriak-teriak karena marah
dan gemas, tapi Huo Mo-li hanya berdiri agak jauh sambil
memandang ke arah gua dengan tajam.
Akhirnya Kim Bok Sianjin hilang sabarnya. Ia mencabut pedang
dan hendak menerjang ke dalam gua, tapi Kim Hwa Sianli
mencegah sutenya itu, "Jangan sembrono, Kim Bok sute, Tok-kak-coa lihai dan curang
sekali. Lebih baik kita pakai akal dan memaksa dia keluar."
Setelah melarang adiknya berlaku sembrono, ketua Kwam-imkauw
yang banyak pengalaman itu lalu memerintah muridmuridnya
kumpulkan kayu kering dan tumpuk kayu itu di mulut
gua. Kemudian ia nyalakan api dan sebentar saja kayu-kayu
kering itu terbakar. Asap tebal bergulung-gulung masuk ke dalam
gua. "Tok-kak-coa! Kalau kau tidak mau keluar, terpaksa kami akan
bikin kau mati tercekik asap di dalam guamu sendiri!" Kim Hwa
Sianli berseru dengan suaranya yang nyaring.
Untuk beberapa lama semua orang diam dan memperhatikan
kalau-kalau dari dalam gua ada orang keluar. Tapi ternyata tidak
ada gerakan sesuatu. 323 Tiba-tiba terdengar bunyi desis tajam keluar dari dalam gua dan
sebentar saja mulut gua itu penuh dengan puluhan ular kecil dan
besar yang menerjang keluar! Banyak di antara mereka yang mati
terpanggang api, tapi banyak pula yang dapat lolos dan merayap
keluar sambil menyemburkan hawa beracun ke arah penyerangpenyerangnya!
Barisan ular ini demikian nekat seakan-akan di
belakang mereka ada yang mengatur!
"Mundur!" teriak Kim Hwa Sianli sambil loncat ke belakang.
Kemudian keenam imam Kwan-im-kauw itu menggunakan
senjata-senjata rahasia dan batu untuk menyerang dan
disambitkan ke arah barisan ular, sehingga karena sambitan
mereka memang jitu dan keras, sebentar saja, banyaklah ular
yang pecah kepalanya dan mati.
Sementara itu, Huo Mo-li yang berpikiran cerdik dan tajam, diamdiam
memberi perintah kepada muridnya dengan gerak-gerik jari
tangan supaya murid itu menyelidik ke arah belakang gua karena
ia bercuriga kalau-kalau penghuni gua itu dapat keluar dari
belakang. Lian Eng mengerti maksud gurunya, maka gadis itu diam-diam
meloncat ke pinggir gua dan menghilang di balik pohon. Tak
seorangpun mendengar perintah ini sehingga tidak ada yang
tahu. Setelah semua ular dapat dibunuh, tiba-tiba dari atas pohon
terdengar suara orang tertawa keras bagaikan seekor burung
324 hantu yang besar, tubuh Tok-kak-coa melayang turun
menghadapi semua tamunya.
"Ha, ha, ha! Entah ada apakah maka malam ini guaku mendapat
kehormatan begini banyak orang-orang gagah" Dan imam-imam
dari Kwan-im-kauw ternyata hanya gagah dan suci di luarnya
saja. Tidak tahunya mereka hanya orang-orang rendah yang
hanya berani berlaku gagah terhadap ular-ular peliharaanku yang
tak berdaya!" Huo Mo-li dengan sekali gerakan tubuh telah berdiri di depan Tokkakcoa. "Tok-kak-coa! Jangan kau banyak rewel. Hayo serahkan patung
Kwan-im Pouwsat padaku kalau kau mencari selamat!"
Tok-kak-coa tertawa ha, ha, hi, hi dan pandang para imam Kwanimkauw. "Kalian orang-orang Kwan-im-kauw memang tolol. Orang macam
Huo Mo-li ini kalian bawa ke sini" Ha, ha! Seandainya patung
dapat dirampasnya, apakah kalian kira setan api ini mau
menyerahkannya kepada kalian" Ha, ha!"
"Berikan patung itu!" Huo Mo-li membentak dan mengirim
serangan dengan tangan kiri.
Tok-kak-coa cukup tahu akan kehebatan kedua lengan Huo Moli,
maka ia berlaku hati-hati sekali. Ia cabut keluar tongkatnya yang
lihai dan melayani Huo Mo-li dengan sengit.
325 Sebentar saja kedua tokoh persilatan yang sangat lihai itu
bertempur seru dan keduanya hanya merupakan dua gunduk
sinar yang berputaran dan bayang-bayang mereka bergerakgerak
di atas tanah karena tersinar api yang masih menyala di
mulut gua! Sementara itu, malam telah berganti subuh dan keadaan yang
gelap pekat mulai terganti warna keabu-abuan yang suram.
Ke enam imam Kwan-im-kauw hanya menonton pertempuran itu.
Tadinya Cin Hwa Sianli hendak maju mengeroyok Tok-kak-coa,
tapi Kim Bok Sianjin yang telah merasakan kelihaian Tok-kak-coa,
mencegah sucinya. "Biarlah Huo Mo-li bereskan si jahat itu, kita perlu menyimpan
tenaga kalau-kalau nanti Huo Mo-li berkeras hendak membawa
patung kita." Kedua sucinya menganggukkan kepala dan mereka puji
kecerdikan sute mereka. Mereka juga curiga dan menyangka
bahwa Huo Mo-li tentu takkan mau menyerahkan patung itu
kepada mereka. Beng Beng Hoatsu di sebelah kiri dan Hwat Kong Tosu di sebelah
kanan yang sama-sama mengintai dan menonton pertempuran
itu, kesima dan kagum melihat kehebatan Huo Mo-li menyerang
Tok-kak-coa. Ternyata dalam beberapa tahun ini, kepandaian
Huo Mo-li telah maju pesat.
326 Sementara itu, Lian Eng dengan mata tajam memeriksa keadaan
hutan di belakang gua, tapi ia tidak dapat menemukan sesuatu
yang mencurigakan. Ia memeriksa terus dan kini ia dapat berjalan
lebih mudah karena malam telah mulai menghilang, terganti fajar
yang suram-suram. Tiba-tiba ia melihat bayangan orang lari cepat ke depan. Lian Eng
segera bersembunyi di balik pohon dan mengintai.
Bayangan itu adalah seorang pemuda yang gerak-geriknya cukup
gesit. Di tangan pemuda itu terpondong sebuah bungkusan sutera
yang membuat hati Lian Eng berdebar. Tak salah lagi, itu tentu
bungkusan sebuah patung! Maka ia segera mengejar dengan
mengeluarkan gin-kangnya yang tinggi.
Pemuda itu bukan lain ialah Siauw Liong yang mendapat tugas
dari gurunya untuk menyembunyikan patung Dewi Kwan-im. Guru
dan murid itu tadinya memang berada dalam gua ketika para
penyerang itu tiba. Setelah para imam Kwan-im-kauw membakar kayu dan
menyerang gua dengan asap, Tok-kak-coa lalu mengatur barisan
ularnya menyerbu keluar, sedangkan ia sendiri dengan membawa


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

patung curiannya mengajak muridnya keluar dari sebuah pintu
rahasia di belakang gua. Ia perintahkan Siauw Liong untuk membawa pergi patung itu dan
menyembunyikan di suatu tempat, sedangkan ia sendiri karena
merasa marah lalu menemui para tamunya yang menuntut
kembalinya patung Dewi Kwan-im.
327 Lian Eng terus saja mengikuti Siauw Liong dan ia heran sekali
melihat pemuda itu menuju ke sebuah air terjun. Air terjun itu tidak
besar, tapi karena telah ratusan tahun menjatuhkan air, maka
dibawahnya telah merupakan sebuah kolam yaag lebar dan
dalam. Agaknya orang telah sengaja memperdalam kolam itu dengan
menggali tanah dan batunya, hingga kolam itu dapat digunakan
untuk mandi. Siauw Liong berdiri di pinggir kolam, lalu ia
membuka bungkusan sutera tadi.
Benar sebagaimana dugaan Lian Eng, dari dalam kantung sutera
itu ia mengeluarkan sebuah patung emas yang besar dan indah.
Siauw Liong dengan sayangnya membolak-balikkan patung itu
dengan tangannya hingga tubuh patung itu berkilauan.
Kemudian pemuda itu melemparkan ke tengah-tengah kolam!
Memang dasar kolam itu merupakan tempat penyimpanan yang
baik sekali. Tapi sebelum ia melepaskan patung itu, tiba-tiba tubuh Lian Eng
berkelebat dan langsung gadis ini mengirim pukulannya dengan
tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menyambar patung!
Siauw Liong kaget sekali karena serangan itu datangnya tiba-tiba
dan cepat tak terduga. Akan tetapi, ia juga bukan seorang
pemuda lemah. Dengan cepat pula ia dapat mengangkat tangan
untuk menangkis pukulan itu, tapi inilah kesalahannya. Ia tidak
tahu bahwa pukulan Lian Eng ini mengandung tenaga Huo-mokang
yang lihai. 328 Ketika lengan tangannya beradu dengan lengan tangan Lian Eng,
ia merasa lengannya itu kesemutan dan panas sekali hingga
patung di tangan lain itu dengan mudah dapat terampas oleh Lian
Eng. Sebelum Siauw Liong hilang kagetnya, Lian Eng telah kirim
tendangan kilat yang berbahaya sekali ke arah perutnya!
Tidak ada jalan lain bagi Siauw Liong untuk menyelamatkan diri
selain harus menjatuhkan diri ke belakang dengan berjumpalitan.
Tapi karena tadi ia telah memutar tubuh ketika menghadapi Lian
Eng sehingga kini kolam itu berada di belakangnya, maka tidak
ampun lagi ia jatuh ke dalam air hingga air kolam yang jernih itu
muncrat ke atas! Lian Eng tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan lari sambil
membawa patung Dewi Kwan-im, setelah memasukkan patung itu
ke dalam kantung sutera itu!
Siauw Liong marah sekali. Ia segera berenang ke pinggir dan
cepat mengejar. Dengan menggunakan lwee-kangnya yang
terlatih, ia berteriak keras memberitahukan suhunya.
"Suhu! Patung itu telah dibawa lari gadis cilik bertangan api!"
setelah berteriak begini ia cepat mengejar Lian Eng yang turun
gunung dengan cepat. Siauw Liong cukup cerdik. Tadi suhunya telah memberi tahu
bahwa penyerang-penyerang yang datang adalah imam-imam
dari Kwan-im-pai dan di antara mereka terdapat seorang wanita
lihai bernama Huo Mo-li yang mempunyai tangan api! Maka ketika
ia merasa betapa pukulan lengan Lian Eng panas dan lihai, ia
329 dapat menduga bahwa gadis ini tentu murid dari wanita bertangan
api itu. Oleh karena itu, maka dalam pemberitahuannya ia sengaja
menyebut demikian agar suhunya dapat mengerti.
Mendengar teriakan muridnya, Tok-kak-coa terkejut sekali. Tapi
cepat otaknya yang tajam mencari akal. Ia segera loncat mundur
dan menuding ke arah Huo Mo-li.
"Ha, ha! Setan Api Wanita, kau ternyata licin sekali! Sementara
menyerang aku di sini, diam-diam kausuruh muridmu mencuri
patung itu!" Kemudian si jahat dari timur itu memandang kepada para imam
Kwan-im-kauw dan tertawa besar. "Kalian imam Kwan-im-kauw
memang benar-benar tolol! Kalian datang mencari patung atau
hendak memusuhi aku" Patungmu telah dicolong oleh murid Huo
Mo-li, dan kalian masih saja berdiri seperti patung mati!"
Kim Bok Sianjin segera berkata kepada Huo Mo-li, "Huo Pouwsat.
Lekas kau panggil kembali muridmu itu."
Tapi Huo Mo-li hanya menjawab singkat, "Yang dapat merampas
berhak memilikinya!"
"Hm, begitukah kelakuan seorang tokoh dari Thang-la yang gagah
perkasa?" Cin Hwa Sianli menyindir.
330 "Patung sudah terjatuh dalam tanganku, kalau kau mau ambil
kembali, kau harus dapat menjatuhkan aku!" Huo Mo-li
menantang. "Hm, tidak sangka tabiatmu seperti ini! Pinni selalu mendengar
bahwa Thang-la Sam-sian, ketiga tokoh Thang-la itu adalah
pendekar-pendekar gagah perkasa yang jarang bandingannya di
dunia ini!" Kim Hwa Sianli turun menegur.
"Siapa bilang gagah perkasa?" Kim Bok Sianjin mencela. "Ke tiga
setan dari Thang-la itu kesemuanya orang-orang tidak baik dan
tak dapat dipercaya. Ke tiganya pembohong besar dan palsu!"
Panas hati Huo Mo-li mendengar ini. "Jangan kausebut-sebut
Thang-la Sam-sian sesuka hatimu!" bentaknya keras.
Tok-kak-coa tertawa bergelak. Ia senang sekali bahwa
muslihatnya berhasil dan imam-imam Kwan-im-pai itu telah mulai
ribut dengan Huo Mo-li. "Ya, ya! Kim Bok Sianjin jangan berani-berani sebut Thang-la
Sam-sian sesuka hati. Siapa orangnya yang berani
mempermainkan mereka" Apa lagi kalian imam-imam dari Kwanimpai, lebih baik pulang saja dan terima nasib, jangan berani
main-main di depan Thang-la Sam-sian! Ha, ha!"
Diobor macam ini, ketua Kwan-im-pai menjadi berkobar dan
dengan teriakan keras mereka segera terjang Huo Mo-li. Tapi
pada saat itu dari kanan kiri keluarlah Beng Beng Hoatsu dan
331 Hwat Kong Tosu dengan berbareng. Setelah loncat keluar barulah
mereka saling lihat dan tertawa besar.
"Ha, ha! Sungguh tak nyana nama kita diinjak-injak orang di sini!"
kata Beng Beng Hoatsu. "Huo Mo-li! Kauteruskan memberi hajaran kepada si jahat dari
timur itu, biarlah kami berdua mencoba kelihaian imam-imam dari
Kwan-im-pai yang berani memandang rendah Thang-la Samsian!"
Huo Mo-li girang sekali melihat munculnya dua orang itu, maka
dengan gemas ia lalu maju menyerang pula kepada Tok-kak-coa
yang merasa terkejut dan cepat-cepat membela diri.
Sedangkan ke enam imam Kwan-im-pai itu karena sudah terlanjur
dan menganggap bahwa kedua jago tua dari Thang-la itu hendak
membela Huo Mo-li yang ternyata bersalah dan melarikan patung
mereka, lalu dengan nekat maju mengeroyok Beng Beng Hoatsu
dan Hwat Kong Tosu. Ketiga murid kepala Kwan-im-pai
membantu Kim Bok Sianjin mengeroyok Beng Beng Hoatsu,
sedangkan Kim Hwa Sianli berdua dengan Cin Hwa Sianli
menerjang Hwat Kong Tosu.
Tak perlu dijelaskan lagi betapa lihainya kedua Sianli dari Kwanimkauw itu yang memiliki kepandaian tinggi. Apa lagi dengan
maju berbareng, maka Hwat Kong Tosu tidak berani berlaku
sembarangan. Ia berseru keras dan tongkat bambunya dikerjakan
dengan cepat sambil mengeluarkan tipu-tipu mujijat dari Ouwcoatung-hwat guna melindungi diri dan balas menyerang.
332 Kedua Sianli itu dengan tangan kanan putar pedang dan tangan
kiri ayun kebutan, menyerang dengan teratur dan bergantian
maka sebentar saja sepasang pedang dan sepasang kebutan
telah merupakan sinar bergulung-gulung menjadi satu dengan
sinar tongkat bambu yang hitam bagaikan ular hidup menyambarnyambar.
Juga ketiga murid kepala dari Kwan-im-kauw bukanlah lawan
ringan karena kepandaian mereka sedikitnya sudah mencapai
dua pertiga bagian dari ilmu pedang Kwan-im-pai. Maka dengan
kekuatan mereka disatukan lalu ditambah lagi dengan Kim Bok
Sianjin, mereka berempat ini merupakan lawan tangguh bagi
Beng Beng Hoatsu yang tertawa bergelak-gelak dan putar pokiamnya
terus saja keluarkan ilmu pedangnya Sin-liong-kiam-sut
yang lihai! Sinar pedangnya yang panjang dan meluncur ke sana ke mari
melayani keempat pedang lawannya bagaikan seekor naga sakti
sedang berlaga hingga keempat lawannya berlaku hati-hati sekali
dan mengeluarkan seluruh kepandaian mereka.
Sungguh hebat petempuran di atas Gunung Hek-coa-san pada
waktu fajar tengah menyingsing itu. Kekuatan kedua pihak
berimbang dan tadinya mereka saling hantam hanya lebih
condong kepada saling mencoba kepandaian dan mengukur
ketinggian ilmu belaka, tapi setelah bertanding ratusan jurus
belum juga dapat mendesak lawan, kedua pihak mulai
bersungguh-sungguh, kalau perlu membinasakan lawan di
depannya! 333 Huo Mo-li yang bertempur melawan Tok-kak-coa mengerahkan
tenaga dan ilmu untuk menjatuhkan si jahat dari timur itu. Tapi
Tok-kak-coa adalah seorang tokoh kang-ouw yang sudah
berpengalaman, pula ilmu silatnya sangat curang dan banyak akal
muslihat hingga Huo Mo-li beberapa kali hampir tertipu maka
Dewi Api itu bersilat lebih hati-hati.
Apa pula karena beberapa kali Tok-kak-coa mengeluarkan
senjata beracun yang menyambar ke arah Huo Mo-li dan hampir
saja berhasil melukai Huo Mo-li, maka wanita perkasa itu makin
berlaku waspada. Kehati-hatiannya ini menguntungkan Tok-kakcoa
karena ia memang sudah payah menahan pukulan-pukulan
Huo Mo-li yang dilancarkan dengan tenaga Huo-mo-kang yang
lihai sekali! <> Mari kita tengok kembali para taruna remaja yang ribut
memperebutkan patung di lereng gunung!
Lian Eng si gadis gagu dengan mengempit patung Dewi Kwan-im
terus saja lari di sepanjang lereng bukit dengan cepatnya. Ia
merasa khawatir kalau-kalau ada yang mengejarnya, maka ia
makin mempercepat larinya. Maksudnya hendak mencari jalan
pulang ke Thang-la, tapi karena memang belum pernah melalui
gunung itu, ia sesat jalan dan menjadi bingung harus mengambil
jalan mana! Tiba-tiba dari jurusan depan tampak seorang pemuda tanggung
lari cepat ke arahnya. Lian Eng terkejut, tapi ia sudah tak ada
334 kesempatan bersembunyi lagi. Ia berlaku nekat dan bahkan
memapaki. Setelah mereka bertemu, Lian Eng segera kenali pemuda itu yang
bukan lain ialah Tiong Li, murid Si Tabib Dewa yang dulu pernah
bertemu dengannya di puncak tempat tinggal suhunya. Kebaikan
hati Tiong Li yang dulu ingin sekali melihat ia disembuhkan, masih
berkesan dalam hati gadis gagu itu. Maka kini setelah bertemu
dengan Tiong Li, ia tersenyum manis dan mengangkat tangan
tanda memberi salam. Untuk sejenak Tiong Li ragu-ragu dan heran melihat gadis cantik
itu, tapi setelah Lian Eng tersenyum dan tampak lesung pipit
manis di pipi kirinya ingatlah Tiong Li akan gadis gagu murid Huo
Mo-li. Wajahnya lalu menunjukkan muka girang dan Tiong Li
segera menggerak-gerakkan tangan yang maksudnya bertanya
dari mana gadis itu datang.
Karena sudah lelah sekali dan girang hati bertemu dengan
pemuda yang sangat dipercayanya itu, Lian Eng segera
membuka kantung sutera dan keluarkan patung Dewi Kwan-im,
lalu dengan sibuk kedua tangan berikut sepuluh jarinya bergerakgerak
menceritakan betapa ia berhasil merampas patung itu dari
murid Tok-kak-coa dan betapa kini subonya sekarang bertempur
di atas puncak bukit. Dalam bercerita ini selain menggunakan gerak tangan. Lian Eng
juga membuat corat-coret di atas tanah dengan telunjuknya yang
lancip untuk membuat gambar atau menulis huruf.
335 Tiong Li melihat gerak-gerik gadis ini merasa terharu sekali dan
tiba-tiba teringatlah ia bahwa menurut kata suhunya, di dalam
patung itu tersimpan semacam obat yang demikian mujijat hingga
mungkin sekali dapat sembuhkan Lian Eng dari sakitnya!
Maka ia segera menunjuk ke arah leher dan mulut Lian Eng, lalu
sedapat-dapatnya menceritakan maksudnya, tapi ia lalu teringat
lagi bahwa Lian Eng dapat mendengar dan mengerti omongan
orang! Demikianlah, dengan serba kaku dan kikuk, Tiong Li lalu
tersenyum dan mengulangi maksudnya, kini dengan berkata.
"Nona, dalam patung ini terdapat semacam obat. Jika kita bisa
membuka lubang rahasia dan mendapatkan obat itu, maka akan
terdapat kemungkinan untuk menyembuhkan penyakitmu."
Mendengar ini, wajah Lian Eng menjadi pucat dan sebentar pula
berwarna merah. Ternyata ia menjadi sangat terharu dan
dadanya berdebar keras. Ia hampir tak percaya akan kata-kata pemuda itu, maka untuk
menjelaskannya, ia menunjuk ke arah leher dan mulutnya.
Maksudnya hendak bertanya apakah yang dikatakan penyakit
oleh pemuda itu ialah penyakit gagu yang dideritanya"
Tiong Li dapat menangkap maksud ini, maka dengan wajah
berseri ia berkata dengan tetap.
"Betul, nona! Menurut suhuku, obat di dalam patung ini sangat
mujijat dan barangkali dapat mengobati gagumu, karena
336 sesungguhnya kau gagu karena semacam penyakit di
tenggorokanmu." Mendengar ini, dengan wajah berseri Lian Eng serahkah patung
itu kepada Tiong Li dengan kedua tangannya.
Tiong Li lalu memeriksa patung itu dan mencari-cari barangkali
ada semacam pintu kecil. Tapi usahanya sia-sia. Ia pencet sanasini,
dibantu pula oleh Lian Eng yang sudah tidak sabar dan ikut
meraba-raba dan memencet di seluruh tubuh patung, tapi lubang
rahasia itu tidak juga dapat ditemukan.
Ketika kedua muda-mudi itu sedang bingung dan tidak sabar
meraba-raba patung Dewi Kwan-im hingga asyiknya Tiong Li
sampai lupa kepada suhunya, tiba-tiba Kiang Cu Liong si Tabib
Dewa tiba di situ. Ia heran melihat kedua anak muda itu
memegang patung Dewi Kwan-im yang banyak menimbulkan
ribut itu, maka cepat ia menegur muridnya.
Barulah Tiong Li teringat dan ia berdiri dengan muka merah
sambil menceritakan kepada suhunya bahwa Lian Eng murid Huo
Mo-li berhasil mendapatkan patung.


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suhu, kami sedang bingung dan tak sabar mencari lubang yang
suhu katakan dulu, tapi ternyata sia-sia!"
Kiang Cu Liong tertawa. "Biarlah saja, nanti aku yang mengambil.
Tapi coba ceritakan, bagaimana nona ini bisa mendapatkan
patung ini?" 337 Dengan singkat Tiong Li menuturkan kembali cerita yang
diketahuinya dari Lian Eng tadi. Ia menuturkan betapa Huo Mo-li
sekarang sedang berkelahi dengan Tok-kak-coa di atas puncak,
dan bahwa imam-imam dari Kwan-im-pai juga berada di sana.
Mendengar ini, berubahlah wajah Kiang Cu Liong.
"Aah, tentu terjadi keributan hebat di sana!" Ia memandang ke
arah puncak. Kemudian dengan cepat ia mengambil patung itu lalu
menggunakan tenaga lwee-kang yang tinggi menepuk-nepuk kaki
patung sebelah kanan. Ternyata bahwa lubang rahasia itu berada
di punggung patung dan pintu kecil lubang itu jika ditutup dapat
mengunci sendiri, sedangkan pencetannya berada di sebelah
dalam hingga untuk membukanya hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan tenaga lwee-kang yang sangat tinggi untuk
menepuk dengan tangan hingga tenaga itu menembus ke dalam
dan menggencet per yang dapat membuka pintu itu! Sambungan
pintu dibuat sedemikian halusnya hingga jika sudah tertutup tak
tampak bekas dan sambungannya.
Setelah ditepuk beberapa kali oleh Kiang Cu Liong, maka
terbukalah pintu di punggung patung. Tabib Dewa itu lalu
merogoh ke dalam dan mengeluarkan sebuah bungkusan kain
sutera warna merah. Ia lalu menutup kembali pintu rahasia itu dan membuka
bungkusan sutera merah. Ternyata di dalamnya terdapat akar
semacam jinsom, yakni akar yang bentuknya seperti orok kecil,
338 berkaki dan bertangan. Tapi anehnya, kalau jinsom biasanya
berwarna putih dan kuning maka jinsom ini berwarna merah
darah! "Nona, kau bersiaplah! Aku akan mencoba menyembuhkan kau,
kalau Yang Berkuasa menghendaki, kau akan sembuh."
Lian Eng tanpa menjawab lalu menjatuhkan diri berlutut di depan
Kiang Cu Liong. Tabib Dewa ini mengeluarkan sebuah jarum
perak dari keranjang obatnya. Kemudian ia menotok pundak Lian
Eng hingga gadis itu menjadi lemas tak berdaya.
Dengan mata tajam dan jari-jari tetap, Tabib Dewa itu lalu
menancapkan jarumnya ke arah leher Lian Eng sampai tujuh kali.
Kemudian ia mengeluarkan sebungkus obat, mencampur itu
dengan sedikit air dan ditempelkan di sekujur leher gadis itu.
Ia lalu menggunakan ujung pisau memotong sedikit jinsom merah
yang diambilnya dari dalam patung. Sungguh aneh, getah jinsom
itu pun berwarna merah, mengalir seperti darah manusia!
"Tiong Li, kau boleh mencampur jinsom ini dengan arak putih, dan
dicampur semangkok air. Masaklah obat ini sampai tinggal
setengahnya dan minumkan airnya. Kemudian ampasnya boleh
suruh nona ini makan dan telan habis. Mengerti?"
Tiong Li mengangguk. Kiang Cu Liong lalu tepuk gadis itu hingga
terbebas dari totokan. Lian Eng merasa lehernya sakit sekali,
perih dan panas. Namun gadis ini tahan-tahan rasa sakitnya dan
pejamkan mata. 339 "Nah, kalian tinggallah di sini, dan kau nona, kau turutlah saja
kata-kata muridku. Kalian boleh beristirahat di dekat telaga itu dan
tunggu kedatanganku. Aku perlu melihat pertempuran di atas dan
kalau bisa hendak mencegahnya. Patung ini kubawa, nona!"
Lian Eng yang merasa kesakitan, tapi yang telah menyerahkan
nasibnya kepada guru dan murid itu dengan setulus hatinya dan
penuh kepercayaan, hanya mengangguk lemah.
Kiang Cu Liong kempit patung itu dan sekali berkelebat lenyaplah
ia dan dengan cepatnya naik ke atas puncak.
Tiong Li segera ajak Lian Eng ke telaga yang tak jauh dari situ
letaknya. Mereka dapatkan tempat di bawah sebuah pohon yang
besar dan tua. Tiong Li masak obat itu sebagaimana yang
diajarkan oleh suhunya. Sementara itu, Lian Eng masih saja menahan sakitnya dan rasa
perih telah memaksa air mata keluar mengalir di atas kedua
pipinya. Namun sedikitpun gadis itu tidak mengeluh.
Hal ini sungguh membuat kagum hati Tiong Li dan diam-diam ia
berdoa semoga pengobatan itu berhasil baik.
Tak lama kemudian obat itupun mengebulkan uap dan mendidih.
Setelah airnya tinggal setengahnya. Tiong Li lalu tuangkan obat
itu ke dalam mangkok. Lian Eng pandang obat dalam mangkok itu
dengan mata penuh harapan, tapi ketika ia hendak meminumnya,
Tiong Li mencegahnya. "Sabar, nona. Obat ini masih panas sekali."
340 Ia lalu pegang mangkok itu dan menggunakan mulutnya meniup
ke dalam agar obat itu lekas dingin.
Setelah dingin, Tiong Li lalu angsurkan mangkok itu
"Minumlah dan semoga sembuhlah kau!"
Lian Eng terima mangkok itu dengan kedua tangan yang gemetar
karena keharuan hatinya, lalu dengan mata terbelalak lebar ia
minum obat itu. Ketika obat melalui lehernya, maka terasalah
hawa dingin mengusir semua rasa perih dan panas di lehernya,
tapi ketika obat itu masuk ke perutnya, ia merasa betapa hawa
panas dari dalam perut naik ke atas dan memenuhi dadanya.
"Sekarang kau tidurlah, nona, agar obat itu dapat bekerja dengan
baik," kata Tiong Li dengan suara gemetar, karena iapun merasa
terharu dan penuh harap akan berhasilnya pengobatan ini.
Lian Eng menurut dan gadis itu berbaring miring di atas daundaun
kering yang banyak bertumpuk di bawah pohon. Angin
telaga bertiup perlahan hingga sebentar saja gadis yang telah
letih dan semalam penuh tidak tidur itu jatuh pulas.
Tiong Li duduk termenung di pinggir telaga dan melihat ikan-ikan
berenang ke sana ke mari. Ia mencabut beberapa rumput dan
melempar-lemparkan akar rumput ke dalam air.
Puluhan ikan menyerbu akar rumput itu menimbulkan
pemandangan di dalam air yang menarik hati. Tiong Li sangat
gembira dan berkali-kali ia melempar-lemparkan akar rumput ke
arah ikan-ikan itu. 341 Tiba-tiba terdengar suara merdu menegurnya, "Hei, kau baru
melamun apa?" Tiong Li terkejut dan menengok. Ternyata dengan rambutnya
awut-awutan tapi yang menambah keaslian dan kejelitaan wajah
manis yang memandang dengan senyum, Hong Cu telah berdiri
di belakangnya. "Hong Cu!" kata Tiong Li dengan girang sekali seakan-akan baru
bertemu dengan seorang yang telah dirindukan bertahun-tahun
padahal baru sebulan mereka berpisah. "Kau dari mana dan
hendak ke mana?" "Aku sedang mengejar gadis gagu yang mencuri patung Kwan-im
Pouwsat. Ia lari ke jurusan ini, apakah kau tidak melihatnya?"
"Kau maksudkan nona Lian Eng?" tanya Tiong Li.
"Entah siapa namanya. Ia seorang gadis sebaya dengan aku,
gagu dan jahat sekali, katanya ia murid Huo Mo-li."
Kemudian dengan lincah Hong Cu tuturkan pengalamannya
dengan ringkas, dan Tiong Li pandang gerak-gerik gadis itu
dengan kagum dan senang. "Hei, jangan kaupandang orang saja!" tegur Hong Cu setelah
habis tuturkan pengalamannya dan melihat pemuda itu masih
bengong menatap wajahnya. "Kau belum menjawab
pertanyaanku tadi. Apakah kau melihat setan kecil itu lari lewat
sini?" 342 Tiong Li tersenyum. "Jangan khawatir. Patung itu telah diantar
kembali ke puncak oleh suhu. Adapun tentang nona Lian Eng, ia
berada di sana." Ia putar tubuh dan menunjuk ke arah di mana gadis gagu tadi
berbaring. Tapi alangkah terkejut dan herannya ketika melihat
betapa Lian Eng telah berdiri di belakang mereka dengan muka
merah. Agaknya gadis itu telah semenjak tadi berada di situ dan
mendengarkan percakapan mereka yang gembira. Tentu gadis itu
mendengar pula betapa ia dimaki oleh Hong Cu. Maka kini
dengan mata marah sekali ia tatap wajah Hong Cu.
Sebaliknya Hong Cu ketika melihat Lian Eng berdiri di situ segera
loncat menyerbu dengan tongkat bambu di tangannya! Lian Eng
berkelit gesit dan balas menyerang dengan tidak kalah hebatnya.
Karena sekarang ia tidak membawa patung maka dapat bergerak
lebih lincah. Memang mengenai kepandaian, Lian Eng masih
menang setingkat jika dibandingkan dengan Hong Cu, maka kini
terdorong oleh perasaan marahnya, cepat sekali ia dapat
mendesak Hong Cu dengan pukulan-pukulan Huo-mo-kang yang
lihai. Hong Cu gesit sekali dan ia seorang pemberani. Biarpun sudah
tahu akan kehebatan Huo-mo-kang, namun ketika ia dipukul, ia
berani menangkis dengan tongkatnya.
343 Tongkatnya meluncur cepat memapaki lengan Lian Eng dan
"Krak!!" tongkat itu hancur berkeping-keping! Lian Eng tidak siasiakan
kesempatan itu lalu melancarkan serangan maut.
Tapi pada saat itu Tiong Li loncat dan sampok siku tangan Lian
Eng yang memukul, hingga Lian Eng terpaksa batalkan
pukulannya untuk kelit sampokan ini. Ia pandang wajah Tiong Li
dengan sayu dan sedih, dan untuk sesaat ia berdiri diam tak
bergerak! "Nona Lian Eng, kau belum sembuh benar, tak boleh banyak
bergerak," tegur Tiong Li.
"Coba lihat, alangkah jahatnya dia ini!" Hong Cu berkata.
Lian Eng pandang mereka berdua, lalu terdengar isak tangis
tersembul dari kerongkongannya dan berhenti di dalam mulut, lalu
dengan cepat sekali ia balikkan tubuh terus loncat pergi dan lari
secepatnya! Tiong Li tidak mengejar, ia hanya geleng-geleng kepala dan
berkata kepada Hong Cu sambil tersenyum, "Ah, ia memang
gadis aneh, tapi ilmu silatnya tinggi sekali."
"Hayo kita menyusul suhu-suhu kita ke puncak. Untuk apa
berdiam di tempat ini?"
"Jangan, Hong Cu. Suhu telah pesan agar aku menanti di sini. Di
puncak sedang terjadi keributan antara tokoh-tokoh besar.
Berbahaya bagi kita kalau ke sana."
344 "Aaah, kau penakut sekali!" Hong Cu mencela. "Apakah kita
sebagai murid mau enak-enak saja menanti di sini sedangkan
guru kita sedang bertempur mati-matian" Apakah ini boleh
disebut murid-murid yang setia kepada guru?"
Tiong Li bersangsi, tapi karena Hong Cu terus mengajaknya,
terpaksa ia pun mengikuti gadis itu lari ke puncak. Karena Tiong
Li masih ragu-ragu, maka Hong Cu tidak perdulikan dia lagi dan
lari secepatnya ke atas, diikuti oleh pemuda itu dari belakang.
Tiong Li adalah seorang murid yang taat sekali kepada suhunya,
tapi kali ini ia tidak berani membantah kehendak Hong Cu, takut
kalau-kalau gadis itu marah kepadanya!
Pada saat itu, dari atas tampak seorang turun sambil berlari cepat.
Dari jauh saja Hong Cu telah kenal siapa adanya orang itu, maka
ia segera berteriak memanggil.
"Siauw Ma!!" dan ia lalu lari keras menghampiri pemuda itu.
Siauw Ma sedang lari mencari-cari Lian Eng, maka mendengar
panggilan ini iapun turun.
Begitu bertemu dengan Hong Cu, ia segera bertanya, "Hong Cu,
di manakah Lian Eng?" Pertanyaannya mengandung kecemasan
dan kekhawatiran akan nasib gadis itu.
Sebenarnya biarpun tadinya Hong Cu merasa marah kepada
Siauw Ma karena pemuda itu tidak mau membantunya ketika ia
berusaha merebut patung dari Lian Eng, kini setelah bertemu
dengan pemuda itu ia sudah melupakan marahnya dan
345 memanggil dengan gembira. Tapi, untuk kedua kalinya ia merasa
mendongkol sekali karena begitu berjumpa, yang pertama kali
ditanya oleh pemuda itu ialah Lian Eng!
"Gadis gagu yang jahat itu" Ia ia telah pergi!" Kemudian Hong Cu
bertanya tentang perkelahiannya dengan Siauw Liong.
Ketika Tiong Li yang menyusul tiba di situ, Siauw Ma dengan
Hong Cu sedang bercakap-cakap asyik sekali.
Melihat Tiong Li, Siauw Ma sangat gembira, demikianpun Tiong
Li. Kedua pemuda ini saling peluk dengan mesra, karena memang
keduanya merasa suka kepada masing-masing. Maka ramailah
saling menceritakan pengalaman. Diam-diam Tiong Li
memperhatikan betapa sikap dan pandang mata Hong Cu
terhadap Siauw Ma sangat manis sekali.
<> Siauw Ma datang menyusul ke lereng gunung adalah atas
petunjuk Kiang Cu Liong Si Tabib Dewa. Orang tua ini ketika
dengan cepatnya naik ke puncak sambil mengempit patung, di
tengah jalan melihat betapa Siauw Ma dan Siauw Liong saling
serang dengan mati-matian.
Ia segera gunakan kepandaiannya tangkap Siauw Liong dan
memberi tahu kepada Siauw Ma supaya turun dan berkumpul
dengan Tiong Li di dekat telaga serta menanti di situ. Kemudian
sambil memanggul Siauw Liong, Tabib Dewa itu terus lari dengan
cepat ke puncak. 346 Ketika ia tiba di puncak, pertempuran masih berjalan seru dan
hebat sekali. Hwat Kong Tosu masih saling gempur dalam
perlawanannya terhadap keroyokan kedua Sianli dari Kwan-imkauw,
sedangkan Beng Beng Hoatsu sambil perdengarkan suara
ketawanya yang menggema di seluruh puncak, menggerakkan
Pedang Naga Saktinya menahan serangan ke empat
pengeroyoknya. Para pengeroyok ke dua tokoh Thang-la itu
sudah tampak lelah dan sebentar lagi tentu Beng Beng Hoatsu
dan Hwat Kong Tosu dapat merobohkan mereka.
Pada saat itu Huo Mo-li sudah mendesak Tok-kak-coa dengan
hebatnya. Wanita gagah perkasa ini melancarkan seranganserangan
dengan tenaga Huo-mo-kang yang luar biasa lihainya
dan telah beberapa kali Tok-kak-coa terkena pukulan itu hingga
mendapat luka dalam. Pada suatu ketika Tok-kak-coa dalam keadaan terdesak sekali
berlaku nekat dan menggunakan tongkatnya menghantam ke
arah dada Huo Mo-li tanpa memperdulikan pukulan Huo Mo-li
yang mengarah lambungnya. Huo Mo-li menarik kepalan
tangannya dan dengan tenaga penuh ia menggempur ujung
tongkat itu. Tongkat hancur beterbangan dan dari dalam tongkat melayang


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar jarum-?jarum halus penuh bisa ke arah Huo Mo-li! Huo Moli
terkejut sekali dan cepat berkelit, tapi ia merasa pundaknya sakit
dan panas. Ia tahu telah terluka jarum, maka dengan teriakan keras ia
menubruk maju dan mengirim serangan ke iga lawannya. Tok
347 kak-coa berteriak ngeri dan terpental beberapa kaki lalu roboh tak
bergerak lagi! Juga Huo Mo-li terhuyung-huyung dan roboh
pingsan. "Cu-wi sekalian, tahan!" tiba-tiba Kiang Cu Liong berteriak keras
dan meloncat ke tengah lapangan pertempuran.
Semua orang mendengar teriakan ini segera menahan serangan
masing-masing dan memandang Si Tabib Dewa dengan heran,
karena patung yang diperebutkan itu ternyata telah berada di
tangan tabib aneh itu. "Cu-wi, tak perlu kalian ribut-ribut mengadu jiwa di sini hanya
untuk sebuah patung ini! Para ketua Kwan-im-kauw! Kalian juga
salah sekali menyerang Thang-la Sam-sian sedangkan yang
bersalah dalam hal lenyapnya patung ini adalah Tok-kak-coa
seorang! "Ini, terimalah patungmu dan bawalah kembali ke kelentengmu,
tapi berhati-hatilah menjaga patung itu agar jangan sampai lenyap
pula dan menimbulkan geger yang bukan-bukan!"
Ia lalu melemparkan patung itu ke arah Kim Hwa Sianli yang
menerima dengan kedua tangan.
"Patung sudah kembali, tidak lekas pulang tunggu apa lagi?" Kim
Hwa Sianli berteriak nyaring kepada kawan-kawannya dengan
suara girang kemudian setelah mengangguk ke arah Si Tabib
Dewa tanda terima kasih ia lalu loncat turun dari puncak, diikuti
oleh kedua adik seperguruannya dan ketiga murid-muridnya.
348 Beng Beng Hoatsu dan Hwat Kong Tosu hendak mengejar, tapi
Kiang Cu Liong angkat tangan mencegah. "Kalian orang-orang
tua apakah masih ingin memiliki emas tak berharga itu" Sungguh
lucu!" "Kau tahu, bukan emas yang diperebutkan di sini!" Beng Beng
Hoatsu membentak. "Bukankah kita semua sedang berlumba mendapatkan patung
itu?" Hwat Kong Tosu bertanya dengan heran kepada Si Tabib
Dewa. Kiang Cu Liong menghela napas. "Aku pun mengerti, bahkan aku
sendiripun ikut berlumba. Tadi patung telah berada di tanganku,
kalau aku berpendirian sebodoh kalian, apakah dengan mudah
begitu saja patung kukembalikan kepada pemiliknya?"
Beng Beng Hoatsu dan Hwat Kong Tosu saling pandang dengan
tak mengerti. "Dengarlah kau berdua orang-orang tua bodoh dari Thang-la!
Urusan patung itu telah banyak mendatangkan ribut dan
permusuhan. Perlu apa kita harus memperebutkan patung yang
bukan menjadi hak milik kita"
"Kalau hendak mengukur kepandaian masing-masing, biarlah
murid-murid kita kelak yang menentukan, tak perlu kita orangorang
tua bangka harus bertindak sendiri! Yang bersalah dalam
pencurian patung ini hanya Tok-kak-coa dan lihatlah, ia telah
mendapat hukuman! Tapi Huo Mo-li harus dikasihani, iapun
349 mendapat luka berat hanya karena memperebutkan patung tak
berharga itu!" Karena omongan Si Tabib Dewa yang pandai bicara itu dianggap
betul juga, mereka lalu menghampiri Huo Mo-li yang masih
menggeletak tak jauh dari Tok-kak-coa.
Ternyata jarum halus yang melukai pundak Huo Mo-li sangat
berbahaya racunnya hingga sebentar saja tubuh Huo Mo-li telah
berwarna hitam! Melihat keadaan ini, Kiang Cu Liong gelenggeleng
kepala. "Sungguh berbahaya?" sungguh jahat?"!"
Tapi dengan cepat dan tak ragu-ragu lagi ia keluarkan mutiara
salju yang dulu diambil dari puncak Gunung Dewi Api. Ia gunakan
mutiara salju itu untuk menyedot keluar darah yang terkena bisa
dan dengan besi semberani ia sedot keluar jarum itu dari pundak
Huo Mo-li. Kemudian ia potong jinsom merah yang didapatnya
dari dalam patung Dewi Kwan-im, lalu peras jinsom itu yang
mengeluarkan getah merah seperti darah ke dalam mulut Huo
Mo-li. Sungguh mujijat obat itu. Sebentar saja terdengar Huo Mo-li
mengeluh dan siuman kembali. Biarpun tubuhnya masih lemas,
namun racun yang mengalir di tubuhnya telah dapat dibersihkan
dan jiwanya tertolong. Setelah ia sadar dan membuka matanya, maka ia tahu bahwa
jiwanya telah ditolong oleh Si Tabib Dewa. Maka ia berdiri dan
menjura sambil berkata. 350 "Aku Huo Mo-li sungguh malu. Telah dua kali kau orang tua
menolong aku, dan yang kedua kalinya ini kau telah
menghidupkan aku kembali. Biarlah, kalau di waktu hidupku
sekarang aku tak kuasa membalas budi, kelak di penjelmaan lain
pasti akan kubalas!"
Kiang Cu Liong tertawa terbahak-bahak.
"Huo Mo-li, Huo Mo-li! Kau gagah perkasa, mungkin lebih gagah
dari padaku, tapi jalan pikiranmu tetap seperti seorang wanita
yang berperasaan halus! "Siapa hendak bicara tentang balas membalas budi" Aku
menolong kau karena memang aku adalah seorang tabib, dan
sudah menjadi kewajibanku menolong siapa saja yang perlu
ditolong! Tentang membalas, mungkin sekarang ini akulah yang
membalas budimu yang telah kautanam pada penjelmaan kita
yang lalu, si apa tahu?"
Beng Beng Hoatsu tertawa keras.
"Bicaramu betul sekali, orang she Kiang! Dari kata-katamu itu
saja, pantas kalau kau ikut berlumba mengadu ilmu dengan kami
Thang-la Sam-sian! Ha, ha!"
Huo Mo-li agaknya baru teringat akan imam-imam dari Kwan-imkauw
maka ia bertanya, "Di manakah imam-imam Kwan-im-kauw
yang nekat itu?" "Mereka sudah pulang sambil membawa patung mereka."
351 Huo Mo-li terkejut. "Patung" Bagaimanakah?"?"
Hwat Kong Tosu lalu memberi tahu kepada Huo Mo-li akan
peristiwa yang terjadi tadi.
"Aku setuju dengan tindakan Kiang-sianseng. Memang patung itu
harus dikembalikan kepada yang berhak. Kita berempat tidak
membutuhkan emas itu."
"Tapi untuk mengukur kepandaian"....?" tanya Huo Mo-li.
"Ini mudah dilakukan tanpa mengganggu barang lain orang," kata
Kiang Cu Liong. "Marilah kita gembleng murid kita masing-masing
dan kita tentukan pada lima tahun yang akan datang dengan
mengadakan pertemuan di puncak Thang-la. Di sanalah kita nanti
uji kepandaian murid-murid kita, siapa di antara mereka yang
lebih unggul, karena dari murid dapat diukur pula ketinggian ilmu
gurunya!" Semua orang setuju dan menentukan untuk saling berjumpa di
puncak Thang-la pada permulaan musim chun lima tahun yang
akan datang. Ketika Kiang Cu Liong memberi tahu kepada Huo Mo-li bahwa ia
telah mengambil obat dari dalam patung dan telah menyuruh
muridnya mengobati Lian Eng, Huo Mo-li menjadi girang sekali.
"Di manakah mereka itu?" tanyanya. Juga Beng Beng Hoatsu dan
Hwat Kong Tosu menanyakan murid masing-masing.
352 "Kalau tidak salah, mereka berempat itu semua berkumpul di
dekat telaga di lereng gunung," jawab Tabib Dewa.
Mereka lalu mendekati Tok-kak-coa yang masih rebah dengan
napas empas-empis. Kiang Cu Liong memeriksa dada Tok-kakcoa.
Ternyata pukulan Huo Mo-li itu menyebabkan beberapa
tulang iganya patah-patah dan isi perutnya mendapat luka dalam
yang berat. "Ah, pukulanmu hebat sekali, Huo Mo-li!" katanya perlahan.
Dengan menggunakan kepandaiannya, Kiang Cu Liong menotok
beberapa bagian tubuh Tok-kak-coa yang segera siuman dan
merintih. "Mana..... mana muridku?" si jahat dari timur bertanya.
Kiang Cu Liong lambaikan tangan ke arah Siauw Liong yang
semenjak tadi berdiri di bawah pohon dan tidak berani
sembarangan bergerak karena telah diancam oleh Kiang Cu
Liong bahwa tanpa perintahnya ia tidak boleh pergi dari situ.
Kini setelah Tabib Dewa yang sakti itu melambaikan tangan,
Siauw Liong lalu lari menghampiri. Ia kerutkan jidat dan tampak
terharu melihat keadaan suhunya, dan Tok-kak-coa melihat
bahwa muridnya masih selamat lalu tersenyum.
"Jangan?" ganggu".. muridku?"" katanya.
Huo Mo-li lalu berkata, "Kau terkena bencana karena
kejahatanmu sendiri, Tok-kak-coa, maka tak perlu penasaran.
353 Muridmu masih kecil, maka kau harus didik baik-baik padanya.
Kalau ternyata kemudian ia jahat, tentu ada orang yang akan
bereskan padanya, dan ia akan menderita kematian yang
menyedihkan." Beng Beng Hoatsu sambil mendelik pandang Siauw Liong dan
berkata, "Anak inipun bertulang jahat. Awas kau! Kalau kau tidak
mau mengubah watakmu, maka gurumu inilah sebagai
contohnya!" "Anak muda, kau telah menerima budi suhumu, maka sekarang
kau harus balas budinya itu. Pondonglah dia ke dalam gua dan
peliharalah dia sampai sembuh."
Siauw Liong mendengarkan semua ini dengan kepala tunduk dan
hati tak karuan rasa. Kiang Cu Liong lalu mengeluarkan sebungkus obat dan
menyerahkan itu kepada Siauw Liong. "Gunakanlah obat ini dan
beri minum kepada suhumu. Tapi jangan harap ia akan pulih
kembali dan menjadi orang lihai seperti sediakala. Mungkin ia
masih dapat hidup beberapa tahun lagi."
Siauw Liong terima obat itu, lalu dengan perlahan ia angkat
suhunya dan pondong tubuh yang lemas itu ke dalam gua.
"Anak itu kelak hanya akan mendatangkan kerewelan belaka,"
Huo Mo-li berkata perlahan.
354 Ketiga orang tua gagah mendengar ini diam-diam membetulkan
ramalan Huo Mo-li, karena merekapun tahu bahwa anak muda itu
memang mempunyai dasar yang jahat!
Setelah melihat Siauw Liong menggendong gurunya dan
menghilang ke dalam Gua Ular, ke empat tokoh besar itu segera
meninggalkan tempat itu dan turun ke lereng mencari murid
mereka. Benar saja, mereka mendapatkan Siauw Ma, Tiong Li,
dan Hong Cu berkumpul di dekat telaga sambil bercakap-cakap
gembira. Hanya Lian Eng yang tak tampak dan Huo Mo-li segera bertanya
kepada para muda itu di mana perginya muridnya. Ketika
mendengar bahwa muridnya telah pergi tanpa alasan, ia menjadi
heran dan khawatir, maka segera iapun minta diri dari ke tiga
tokoh lainnya untuk menyusul muridnya.
Beng Beng Hoatsu, Hwat Kong Tosu, dan Kiang Cu Liong girang
sekali melihat betapa ketiga orang murid mereka dapat bergaul
dengan baik dan tampaknya rukun sekali.
Kiang Cu Liong bertanya kepada Tiong Li tentang Lian Eng, dan
muridnya menceritakan semua keadaan gadis itu.
"Dia tadinya beristirahat setelah minum obat itu, suhu, tapi teecu
tidak tahu mengapa ia tampak marah dan pergi dari sini setelah
bertempur sebentar melawan nona Hong Cu."
355 Hwat Kong Tosu menghela napas. "Ah, gadis gagu itu agaknya
selain mewarisi ilmu lihai dari Huo Mo-li, juga mewarisi pula
adatnya yang aneh." Mendengar semua pembicaraan ini, diam-diam Siauw Ma merasa
tidak senang dan kasihan kepada Lian Eng. Baiknya Beng Beng
Hoatsu, suhunya sendiri tidak ikut membicarakan tentang gadis
itu, karena kalau suhunya ikut-ikutan mencela Lian Eng, tentu
Siauw Ma akan merasa tidak puas sekali.
Setelah berjanji akan saling bertemu di puncak Thang-la lima
tahun kemudian, ketiga tokoh luar biasa itu membawa murid
masing-masing dan pulang ke tempat sendiri-sendiri. Mereka
diam-diam makin berkeras hendak menumpahkan seluruh
kepandaian kepada muridnya, agar lima tahun kemudian murid itu
akan menjadi orang terpandai hingga membuat gurunya bangga.
Beng Beng Hoatsu mengajak Siauw Ma kembali ke puncak
Gunung Harimau Salju, sedangkan Hwat Kong Tosu juga kembali
ke Hong-lun-san, dan Si Tabib Dewa Kiang Cu Liong yang tidak
mempunyai tempat tinggal tetap, lalu melanjutkan perantauannya
dan akhirnya iapun menetap di sebuah pulau dekat pantai Laut
Timur di Tiongkok Selatan, karena iapun perlu melatih muridnya
agar tiap hari dapat rajin berlatih di bawah pengawasannya.
Selain ilmu silat, Tiong Li menerima pula pelajaran ilmu obatobatan.
Demikianlah, untuk waktu tidak kurang dari tiga tahun, sedikitpun
tidak terdengar berita tentang mereka itu karena dengan tekun
guru dan murid berlatih silat dan tidak memperdulikan urusan
356 dunia hingga boleh dikata mereka semua setengah
mengasingkan diri. Kurang lebih empat tahun kemudian, pada suatu pagi di atas
puncak Pegunungan Thang-la yang tertutup salju tebal, tampak
seorang pemuda yang bertubuh tegap dan berwajah tampan
gagah berjalan dengan perlahan. Biarpun hawa di atas daerah
salju itu sangat dingin namun kulit muka pemuda itu kemerahmerahan
dan sepasang matanya yang terang dan bersinar tajam
itu memandang lurus membayangkan kejujuran hatinya.
Bibir dan dagunya membayangkan keteguhan iman dan
kekerasan hatinya, sedangkan bahunya yang bidang dan
tubuhnya yang tegap lurus menunjukkan bahwa ia adalah
seorang pemuda yang kuat dan sehat. Pakaiannya sederhana
berwarna biru muda sedangkan kopiahnya dari bulu menutup
rambutnya yang hitam. Keadaan pemuda yang gagah dan masih muda berada di atas
puncak yang dingin itu sudah ganjil, tapi lebih aneh lagi kalau
orang perhatikan tiga makhluk yang berjalan di dekatnya ini. Di
sebelah kirinya berjalan seekor harimau berbulu putih yang besar
dan bertubuh kuat sekali.
Harimau macam ini jarang terlihat orang-orang biasa, karena
harimau ini adalah harimau salju yang hanya terdapat di puncak
Gunung Harimau Salju, sebuah dari pada puncak-puncak yang
tinggi dari Pegunungan Thang-la. Dan di sebelah kanan pemuda
itu berjalan dua ekor makhluk yang lebih hebat lagi, karena tubuh
dan gerak-geriknya seperti manusia-manusia, tapi tubuh yang


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

357 besar dan berbulu putih itu lebih menyerupai binatang monyet
yang besar! Inilah sepasang monyet peliharaan Beng Beng
Hoatsu yang diberi nama Wan-eng dan Wan-nio!
Melihat adanya dua ekor monyet salju ini, maka mudahlah untuk
mengetahui siapa gerangan pemuda yang gagah dan tampan itu.
Ia bukan lain ialah Siauw Ma, murid tunggal Beng Beng Hoatsu.
Setelah selama empat tahun terus menerus rajin mempelajari
Ilmu Pedang Sin-liong-kiam-sut, maka Beng Beng Hoatsu
menganggap bahwa muridnya itu telah mewarisi ilmu pedang itu
seluruhnya, hanya tinggal memperdalam saja dengan latihanlatihan
pertempuran melawan musuh-musuh yang lihai. Maka ia
anggap bahwa waktu pertemuan yang tinggal setahun lagi itu
biarlah dipakai untuk meluaskan pengalaman muridnya, agar
Siauw Ma dapat berkelana selama setahun dan menjalankan
tugas sebagai seorang pendekar ilmu pedang yang tinggi untuk
menolong sesama hidup dengan menggunakan kepandaiannya.
Dengan jalan inilah maka muridnya itu akan memperdalam ilmu
silatnya, karena ia berkesempatan bertemu dengan lawan-lawan
yang berat. Setelah mendapat nasihat-nasihat Beng Beng Hoatsu dan juga
menerima sebuah pedang kuno yang gagangnya berukiran
seekor kepala naga dan disebut Sin-liong-kiam oleh suhunya,
maka berangkatlah pada pagi hari itu Siauw Ma turun gunung.
Keberangkatannya mengharukan hati kawan-kawannya. Si
pelayan, orang tua yang selalu menjaga pertapaan dan melayani
Beng Beng Hoatsu dengan setia, mengantarkannya keluar gua,
358 sedangkan harimau salju dan kedua monyet salju bahkan
mengantarkan sampai jauh keluar gua.
Setelah sampai di lereng gunung. Siauw Ma berpaling kepada
ketiga kawannya yaitu binatang-binatang yang jinak itu.
"Kawan-kawanku, kalian pulanglah kembali! Kelak kita pasti akan
bertemu kembali." Harimau salju mengaum panjang hingga menggetarkan puncak,
sedangkan dua monyet itu bergantian memeluknya. Kemudian
ketiga binatang itu kembali ke atas puncak, sedangkan Siauw Ma
lalu turun dari lereng gunung dengan cepat.
Ia menuruti jalan yang telah ditunjuk oleh suhunya dan karena ia
menggunakan ilmu lari cepat yang kini telah mencapai tingkat
tinggi, sebentar saja ia tiba di dalam hutan dimana dulu ia
berkumpul dengan para pemburu. Peristiwa pertemuannya
dengan Lian Eng pada beberapa tahun yang lalu terbayang
kembali di depan matanya, maka ia menahan kakinya dan untuk
beberapa lama berhenti di situ, membayangkan kembali ketika ia
dibikin jatuh bangun oleh gadis gagu itu!
Ia tersenyum geli dan dengan penuh harapan ia rindu akan
pertemuannya kembali dengan gadis gagu itu. Menurut suhunya,
pada permulaan musim chun tahun depan, ia harus naik ke
puncak Thang-la untuk mengadakan pertemuan dengan empat
tokoh terbesar di kalangan persilatan, maka ia merasa terhibur,
karena kegembiraannya. 359 Setahun lagi dan ia akan bertemu dengan kawan-kawan yang
disukanya. Tiong Li, kawan yang setia dan peramah itu. Hong Cu,
gadis yang cantik dan gembira jenaka, dan akhirnya Lian Eng,
gadis gagu yang selalu terbayang di muka matanya!
Siauw Ma dengan wajah berseri lalu melanjutkan perjalanannya,
kini langsung menuju ke kampung di mana ibunya tinggal! Segala
bayangan tadi lenyap dan tergantilah dengan bayangan ibunya,
hingga wajahnya yang tadinya berseri gembira terganti dengan
getaran halus karena terharu dan bahagia mengenangkan ibunya
yang kini hendak dijumpainya!
Telah kurang lebih lima tahun ia meninggalkan ibunya. Ketika
pergi, ia baru berusia limabelas, tapi kini ia telah berusia duapuluh
tahun, menjadi seorang pemuda dewasa yang memiliki
kepandaian tinggi. Sambil berlari cepat Siauw Ma teringat akan empe pengisap pipa
yang sangat suka padanya. Ah, masih hidupkah empe yang suka
mendongeng itu" Makin gembira, makin cepatlah Siauw Ma
berlari hingga tak lama kemudian tibalah ia di kampung tempat ia
dibesarkan! Kampung itu kini lebih ramai karena datangnya penduduk baru.
Tapi dengan mudah Siauw Ma dapat mencari rumah ibunya.
Dan kedatangannya kebetulan sekali karena ketika itu orangorang
kampung sedang beramai-ramai menguliti beberapa ekor
binatang buas hasil buruan dan para pemburu di kampung itu
360 baru saja kembali dari hutan! Mereka itu berkumpul di depan
rumah ibu Siauw Ma. Ketika orang-orang itu melihat Siauw Ma, mereka heran dan
kagum tapi tiba-tiba seorang tua yang berambut putih meloncat
bangun dan lari menghampiri Siauw Ma. Ia itu bukan lain adalah
empe si pengisap pipa! Biarpun wajahnya telah penuh keriput dan
rambutnya telah putih semua, namun pipa yang tergantung di
mulutnya masih pipa yang dulu juga.
"Siauw Ma!!" Empe itu berteriak girang.
"Lo pe-pe!!" Siauw Ma balas menegur dengan gembira. Mereka
berpelukan dan Siauw Ma harus kuatkan hatinya untuk menahan
air matanya ketika merasa betapa pundaknya basah oleh air mata
empe itu! "Lopeh, dimana ibu?" tanya Siauw Ma dalam pelukan.
Si pengisap pipa mempererat pelukannya ketika ia mendengar
pertanyaan ini. Kemudian ia lepaskan pelukannya dan memegang
kedua buah bahu Siauw Ma dan memandang anak muda itu
dengan wajah mengandung iba hati dan duka.
"Siauw Ma, ibumu?". ibumu telah menutup mata."
Terbelalak mata Siauw Ma memandang orang tua itu.
"Apa?" Mengapa?""
361 "Tenanglah, anak," orang tua itu tepuk-tepuk bahunya. "Kehendak
Tuhan tak dapat dibantah. Kau tahu sendiri betapa semenjak
ditinggal ayahmu, ibumu selalu menderita penyakit di dadanya.
Nah, ketika mendengar tentang kepergianmu, ia jatuh sakit lagi
dan setahun kemudian ia meninggal dunia."
Siauw Ma menggunakan kedua tangan menekap mukanya.
"Aku?". aku anak berdosa, lopeh?"."
"Dan ibumu meninggalkan pesan, Siauw Ma."
Siauw Ma melepaskan tangan dari mukanya dan pandang si
pengisap pipa itu dengan wajah pucat. "Apakah pesannya,
lopeh?" "Ibumu setelah mendengar cerita tentang lenyapmu dulu itu,
berpendapat bahwa gadis gagu itulah yang menjadi gara-gara
hingga kau lenyap dan memisahkan kau dari ibumu. Karena ini
maka ibumu sebelum meninggal, pesan bahwa jika aku dapat
bertemu dengan kau harus kusampaikan padamu pesannya ini,
yaitu karena katanya kau korbankan diri untuk menolong gadis itu,
maka tentu kau suka padanya.
"Oleh karena itu, ibumu pesan agar kaucari dan mengambil gadis
itu sebagai isterimu! Akan tetapi, jika dugaannya ini tidak benar
dan kau tidak suka kepada gadis itu, kau tetap harus mencari
padanya dan membunuhnya, karena menurut ibumu, gadis itulah
yang menjadi sebab malapetaka menimpa kau dan ibumu."
362 Mendengar pesan ini, muka Siauw Ma sebentar berubah merah
dan sebentar pucat. "Siauw Ma, sudah mengertikah kau kehendak ibumu"
Pendeknya, bagaimanapun juga, kau harus mencari gadis itu
sampai dapat. Kemudian, untuk dibunuh atau dikawin terserah
padamu!" Siauw Ma mengangguk-angguk dan di dalam hatinya timbul
berbagai macam perasaan. Ia harus mencari gadis itu" Ah
sungguh ibunya seorang waspada. Tahu saja orang tua itu akan
segala yang bergerak dalam hatinya.
Ia harus mencari Lian Eng dan?" memperisterinya! Ah, mudah
saja ibunya itu. Tidak tahu orang macam apakah gadis itu,
agaknya begitu mudah untuk dibunuh atau dikawin!
Kalau ibunya tahu bahwa gadis itu adalah Lian Eng murid Huo
Mo-li, gadis yang cantik jelita dan ilmu kepandaiannya tinggi
sekali, tentu orang tua itu takkan meninggalkan pesan seperti itu.
"Di manakah makam ibu, lopeh?"
Maka diantarlah ia oleh si penghisap pipa ke sebuah kuburan
yang sederhana dan penuh ditumbuhi rumput hijau yang segar.
Nyata sekali bahwa kuburan yang sederhana itu terawat baik,
hingga Siauw Ma merasa terharu dan berterima kasih sekali
kepada si penghisap pipa dan orang-orang kampung itu. Ia
berlutut dan bersembahyang di depan makam ibunya dan
bermalam di kuburan itu semalam penuh.
363 Pada keesokan harinya pagi-pagi sekali ia minta diri dari si
pengisap pipa dan semua penduduk kampung, untuk pergi
melanjutkan perantauannya. Si pengisap pipa mengantarnya
sampai di luar kampung. "Siauw Ma, memang pesan ibumu itu hanya pesan seorang
wanita yang tak dapat melupakan kepentingan puteranya biarpun
sudah mendekati matinya. Kau adalah putera tunggal dan
kewajibanmu terakhir ini untuk berbakti kepada ibumu,
bagaimanapun juga harus kaupenuhi. Tapi?" kalau dapat
diikhtiarkan?". kulihat dulu bahwa gadis gagu itu cukup baik dan
menarik. Kuharap saja kau tidak akan membunuhnya!"
Siauw Ma memegang lengan si penghisap pipa. "Jangan
khawatir, lopeh. Aku takkan membunuh dia, bukan hanya belum
tentu aku dapat menangkan dia, tapi juga tak mungkin aku dapat
melakukan hal itu. Kami?" kami telah berkenalan dan menjadi
kawan, lopeh." Giranglah si pengisap pipa itu mendengar ini.
"Kalau begitu, kau...... kau akan mengawininya?" tanyanya
dengan wajah berseri gembira.
Melihat kegairahan orang tua itu, mau tidak mau Siauw Ma
terpaksa tersenyum lalu berkata perlahan sambil geleng kepala.
"Hal ini takkan semudah itu, lopeh."
Orang tua itu sedot pipanya lalu berkata sungguh-sungguh.
364 "Besar harapanku sebelum aku mati akan dapat melihat kau
datang ke kampung kita dengan dia sebagai isterimu!"
Kata-kata ini masih bergema dalam telinganya ketika Siauw Ma
meninggalkan kakek pengisap pipa itu. Dengan diam-diam iapun
ikut mengharapkan sebagaimana yang diharapkan orang tua itu!
Siauw Ma berlari cepat melalui hutan di kaki Pegunungan Thangla.
Tiba-tiba terdengar suara orang berseru.
"Hai, orang di depan. Berhenti kau!"
Siauw Ma heran sekali karena suara itu adalah suara seorang
wanita. Iapun tahan kakinya dan balikkan tubuh.
Seorang pendeta wanita yang sudah tua tapi yang memiliki ilmu
lari cepat sekali mengejar dari belakang dan kini telah berdiri di
depannya. Pendeta wanita atau nikouw itu memegang sebuah
kebutan yang panjang. Dengan matanya yang bersinar sedih
pendeta wanita itu memandang wajah Siauw Ma dengan penuh
perhatian. Siauw Ma merasa kenal kepada pendeta wanita ini, tapi ia lupa
lagi di mana ia pernah bertemu dengan nikouw yang sekarang
berdiri di hadapannya. Maka ia lalu menjura untuk memberi
hormat dan bertanya. "Lo subo mengapa suruh teecu berhenti" Ada keperluan
apakah?" 365 "Anak muda, kau siapakah dan mengapa kau berlari-lari secepat
itu?" nikouw itu balas bertanya.
"Teecu bernama Siauw Ma," jawab Siauw Ma dan merasa heran
melihat sikap pendeta wanita yang kelihatan marah dan tak
senang hati ini. "Siapa gurumu?" pendeta wanita itu bertanya lagi, sikapnya
seperti orang memaksa minta jawab.
Siauw Ma merasa tak senang tapi karena wajah nikouw itu
tampak seperti orang yang sedang menderita sedih, ia bersabar
hati dan menjawab juga, "Suhuku ialah Beng Beng Hoatsu."
"Ha, benar dugaanku. Jadi gurumu ialah Beng Beng si jahat!" Dan
berbareng dengan kata-katanya itu, ia mencabut pedang yang
terselip di punggungnya! Kemudian nikouw itu melempar jubah
luarnya. Kini Siauw Ma dapat melihat lukisan bunga teratai besar di dada
nikouw itu dan teringatlah dia.
"Kau".. kau?" bukankah Kim Hwa Sianli dari Kwan-im-kauw?"
tanyanya. Kim Hwa tersenyum sindir.
"Bagus, jadi kau kenal aku" Sekarang aku ingat, kau adalah anak
laki-laki yang dulu ikut Beng Beng! Nah, kausambutlah
seranganku ini!" 366 Langsung saja Kim Hwa Sianli maju menyerang dengan pedang
dan kebutannya dengan gerakan yang hebat!
Tentu saja Siauw Ma menjadi kaget sekali. Ia cepat loncat berkelit
dan berkata. "Eh, kenapa datang-datang menyerang orang?"
Namun Kim Hwa Sianli tidak perdulikan protes anak muda itu, ia
terus menyerang dengan tipu-tipu gencar dan lihai hingga Siauw
Ma tidak berani berlaku ayal. Ia tahu bahwa ilmu silat pendeta ini
lihai sekali, maka cepat ia cabut keluar Sin-liong-kiam dari
pinggangnya dan menangkis.
Mula-mula ia mengalah dan gunakan senjatanya untuk membela
diri saja, tapi karena nikouw itu tidak memberi kesempatan
padanya untuk berlaku seenaknya, perlahan-lahan ia tak mungkin
hanya menangkis saja tanpa balas menyerang.
"Apakah kau tidak mau terangkan sebabnya kau menyerangku?"
sekali lagi Siauw Ma membentak. Tapi nikouw itu tanpa menjawab
segera kirim serangan yang lebih hebat.
Kali ini Siauw Ma tidak mau mengalah lagi dan ia keluarkan
kepandaiannya. Pedangnya bergerak cepat bagaikan naga
menyambar dan sebentar sinar pedangnya mengurung lawannya.
Tiba-tiba Kim Hwa Sianli loncat mundur dan berseru, "Tahan!"
Siauw Ma tahan pedangnya, hatinya puas karena ia menduga
bahwa nikouw itu merasa jerih padanya setelah ia keluarkan ilmu
367 pedangnya. Dengan perlahan ia masukkan pedang ke dalam
sarung pedangnya kembali.
Tapi kata-kata yang dikeluarkan nikouw itu membuatnya makin
heran. Nikouw itu geleng-geleng kepala dan berkata.
"Bukan, bukan kau orangnya!"
"Eh, sebenarnya apakah kehendakmu, Kim Hwa Sianli yang
terhormat" Kenapa kau sengaja hendak menghina orang muda?"


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kini Kim Hwa Sianli pandang padanya dengan tersenyum. Kedua
matanya menyinarkan pandang kagum.
"Ilmu silatmu hebat sekali, anak muda. Kau tidak kecewa menjadi
murid Beng Beng Hoatsu. Sayang bukan kau orang yang kucari!"
"Kalau aku orang yang kaucari, bagaimana!"
"Kalau kau orang yang kucari, kau akan kubunuh!"
Siauw Ma tersenyum. "Ah, ternyata kau orang tua masih belum
merubah adatmu yang galak."
Dengan cara terus terang Siauw Ma keluarkan pendapatnya. Kim
Hwa Sianli tidak marah, bahkan melihat kepolosan pemuda itu, ia
lalu bercerita. "Kau tentu heran mengapa datang-datang aku menyerangmu.
Sebenarnya aku hendak mencoba kepandaianmu untuk menguji,
368 apakah kau orang yang kucari. Ternyata bukan, kepandaianmu
cukup lihai, tapi tidak seaneh kepandaian dia."
"Dia siapakah yang kaumaksudkan?"
"Dia, pencuri patung kami."
Siauw Ma memandang pendeta wanita tua itu dengan mata
terbelalak. "Apa" Patung Dewi Kwan-im itu hilang lagi?"
Kim Hwa Sianli mengangguk sedih. "Bukan hanya patung itu
hilang, tapi pencurinya bahkan telah membunuh Cin Hwa Sianli
dan Kim Bok Sianjin."
Kini Siauw Ma benar-benar terkejut.
"Dan tadi kau menyangka bahwa teecu orang yang melakukan
perbuatan terkutuk itu?"
Nikouw tua itu menghela napas.
"Aku bingung sekali. Pencuri dan pembunuh yang datang
mengacau kelenteng kami sebulan yang lalu adalah seorang
pemuda. "Ia memakai kedok sutera hitam hingga aku tidak dapat mengenal
mukanya. Tubuhnya tegap dan ia masih muda benar, tapi
kepandaiannya sangat aneh dan lihai.
369 "Ia berhasil menewaskan kedua saudaraku dan mencuri patung
kami. Aku telah bertempur melawan dia beberapa lama, tapi ia
dapat melarikan diri sambil membawa lari patung itu.
"Karena suhumu dan kedua tokoh Thang-la yang lain pernah ribut
memperebutkan patung itu, maka dugaanku tidak lain tentu
murid-murid Thang-la Sam-sian yang datang mengacau.
"Kalau bukan murid Thang-la yang berkepandaian tinggi, siapa
lagi" Tapi ternyata bukan kau, karena ilmu silatmu berbeda
dengan pencuri itu."
Sehabis berkata demikian, Siauw Ma melihat betapa mata
pendeta wanita itu mengeluarkan air mata yang menuruni ke dua
pipinya yang telah dimakan keriput. Timbullah rasa iba di hatinya.
"Kurang ajar betul pencuri itu. Jangan khawatir, teecu Siauw Ma
pasti akan membantu membekuk batang leher maling jahat itu!"
Tapi Kim Hwa Sianli biarpun sudah tua masih mempunyai
keangkuhan dan kesanggupan untuk membalas dendam, maka
ia hanya tersenyum tawar dan berkata,
"Kau bukan pencurinya sudah cukup baik. Nah, selamat tinggal."
Nikouw tua itu lalu menggerakkan tubuhnya dan tubuhnya
melayang pergi dengan cepatnya.
Siauw Ma menghela napas dan berkata dalam hati, "Heran sekali,
patung Kwan-im Pouwsat itu mengapa selalu dicuri penjahat"
Apanyakah yang berharga hingga penjahat itu tak segan-segan
membunuh dua orang ketua Kwan-im-kauw?"
370 Kemudian iapun lari keluar dari hutan dan melanjutkan
perjalanannya. Pada suatu hari Siauw Ma masuk ke dalam kota Bie-koan. Di
depan sebuah kelenteng tua yang berpekarangan lebar, ia
melihat panggung lui-tai, yakni tempat orang bermain silat, yang
didirikan di depan kelenteng itu.
Panggung itu masih baru dan tingginya hampir dua tombak. Di
sekeliling panggung itu berdiri banyak sekali penonton hingga
keadaan menjadi ramai dan hati Siauw Ma tertarik, maka iapun
memasuki pekarangan dan mendekati panggung itu.
Ternyata di atas panggung berdiri dua orang laki-laki setengah tua
yang berpakaian sebagai ahli-ahli silat. Kedua orang itu berusia
kira-kira empatpuluh tahun dan tubuh mereka tegap. Seorang di
antaranya yang lebih tua dan mempunyai wajah peramah, berdiri
dan rangkapkan kedua tangan sambil menjura ke sekeliling
panggung, "Cu-wi yang mulia, seperti yang telah kami nyatakan tadi, kami
berdua saudara Oei tidak sekali-kali hendak pamerkan
kepandaian yang masih rendah atau mencari permusuhan.
Maksud kami mendirikan lui-tai ini bukan lain hendak berkenalan
dengan para enghiong yang gagah perkasa di seluruh tempat.
Maka kami persilahkan kepada para enghiong di tempat ini,
sudilah kiranya memperkenalkan diri dan memberi tambahan
pengertian kepada kami berdua."
371 Ternyata sikap orang itu halus dan sopan hingga Siauw Ma
merasa suka dan tertarik. Ia bertanya kepada seorang penonton
yang berdiri di dekatnya.
"Lauw-ko, sudah berapa lamakah kedua saudara itu membuka luitai
di sini?" Orang itu memandangnya dan menaruh perhatian ketika melihat
betapa di pinggang Siauw Ma tergantung sebuah pedang.
"Mereka telah tiga hari membuka lui-tai dan selama itu mereka
telah pertunjukkan kepandaian mereka yang luar biasa. Telah
banyak guru silat yang naik dan mencoba kepandaian mereka,
tapi tak seorangpun dapat mengalahkan mereka."
"Jadi keduanya itu sengaja menjatuhkan para guru silat di sini?"
tanya Siauw Ma heran. "O tidak, mereka baik sekali. Biarpun mereka menang tapi mereka
tidak pernah jatuhkan pukulan. Mereka betul-betul hanya hendak
adu kepandaian belaka dan mencari persahabatan. Para orang
gagah yang mereka kalahkan tidak ada yang mendapat malu atau
merasa kurang senang, bahkan semua lalu berkenalan dan
memuji kedua orang she Oei itu."
Tapi pada saat itu tampak dua bayangan tubuh loncat naik ke atas
lui-tai. Gerakan mereka menarik dan cepat sekali hingga para
penonton lalu cepat mendekati lui-tai dan memuji.
Tapi alangkah kaget mereka ketika melihat bahwa yang loncat
naik itu adalah dua orang pengemis. Yang menarik perhatian
372 adalah baju kedua pengemis itu karena baju yang mereka pakai
adalah baju penuh tambalan, tapi semua tambalannya adalah
terbuat dari kain berkembang hingga baju mereka menarik sekali,
berkembang-kembang dengan warna beraneka ragam!
"Celaka, mereka adalah anggauta-anggauta Hwa-ie-kai!"
terdengar seorang berkata perlahan.
Siauw Ma yang mendengar itu lalu mendekati orang itu dan
bertanya. "Apakah itu Hwa-ie-kai?" tanyanya.
"Hwa-ie-kai atau Pengemis Berbaju Kembang adalah sekumpulan
pengemis yang besar sekali pengaruhnya di selatan. Kau tentu
bukan orang sini maka tidak kenal mereka," orang itu memandang
Siauw Ma dengan curiga. Pada saat itu kedua saudara she Oei sudah berdiri dan
menyambut kedatangan kedua pengemis itu dengan menjura
memberi hormat. Mereka tahu bahwa kedua pengemis yang
masih muda ini bukanlah orang-orang sembarangan karena
gerakan loncat mereka tadi sungguh cepat dan lihai.
Sebagai orang-orang yang berpengalaman, mereka juga pernah
mendengar nama Hwa-ie-kai yang berpengalaman, bahkan
mereka juga telah bertemu dengan ketua Hwa-ie-kai, maka kini
melihat dua orang Hwa-ie-kai dengan ikat pinggang warna biru,
mereka tahu bahwa yang naik itu adalah pengemis-pengemis
tingkat tiga. 373 Sepanjang pengetahuan mereka, pengemis-pengemis Hwa-ie-kai
terbagi menjadi beberapa tingkat. Tingkat pertama tentu saja
ketua Hwa-ie-kai sendiri, sedangkan tingkat kedua adalah
pengemis-pengemis berikat pinggang kuning.
Tingkat ketiga adalah pengemis berikat pinggang biru. Maka
mengertilah kedua saudara Oei bahwa kedua pengemis itu tentu
memiliki kepandaian tinggi.
"Ji-wi pheng-yu (sahabat) sudi naik ke lui-tai kami, sungguh
merupakan kehormatan besar. Bagaimana dengan keadaan
pang-cu perkumpulan ji-wi" Kami harap saja pang-cu (ketua)
dalam sehat dan baik-baik saja." Seorang dari pada kedua
saudara Oei itu menyambut dengan senyum lebar.
Tapi kedua pengemis itu hanya tersenyum menghina. Seorang
pengemis yang berkepala gundul dan penuh kudis berkata
menyindir. "Pang-cu kami apa hubungannya dengan lui-tai
kalian" Kami sudah datang, maka lekaslah kalian mengeluarkan
kepandaian untuk mencoba-coba kami."
Mendengar ucapan yang terang mencari-cari perkara dan
permusuhan ini, ke dua saudara Oei masih memperlihatkan sikap
sabar. "Harap ji-wi tidak salah paham. Telah kami nyatakan bahwa kami
membuka lui-tai untuk mencari persahabatan dengan semua
orang gagah. Kami sekali-kali tidak hendak menjual kepandaian,
apa lagi di depan kedua jiwi yang terhormat dan berkepandaian
tinggi, mana kami berani memperlihatkan kebisaan yang rendah?"
374 "Hem, hem, apakah kalian tidak menganggap kami termasuk
orang-orang gagah maka tidak mau membuat perkenalan" Ah,
kamu orang-orang dari Siauw-lim-si memang terkenal sombong!
Hayo, kalian layani kami berdua, kalau tidak berani, lebih baik
gulung tikar dan jangan banyak jual lagak di sini!" Pengemis ke
dua yang giginya ompong berkata dengan marah.
Mendengar kata-kata itu, Siauw Ma menjadi tidak senang, apa
lagi setelah diketahui bahwa kedua saudara Oei itu adalah muridmurid
cabang Siauw-lim-si karena ia sendiri pernah dididik oleh
seorang guru silat Siauw-lim. Maka ia memandang lui-tai dengan
penuh perhatian. Ternyata kedua saudara Oei itupun tidak dapat menahan sabar
lagi. Mereka tersenyum pahit dan berdiri lalu berkata,
"Kalau ji-wi memaksa, apa boleh buat, kami tak dapat tidak harus
melayani kalian." Para penonton menjadi berdebar dan suasana sangat tegang
karena mereka menduga bakal terjadi perkelahian yang betulbetul
seru dan hebat. Tapi semua hati berpihak kepada kedua
saudara Oei hingga diam-diam mereka mengharapkan
kemenangan kedua saudara dari cabang Siauw-lim-si itu.
Tapi Siauw Ma berpendapat lain. Ia tahu dari gerak-gerik mereka
bahwa kedua saudara she Oei itu bukanlah lawan kedua
pengemis muda yang memiliki lwee-kang tinggi, maka ia
memandang dengan khawatir.
375 Melihat betapa kedua saudara Oei itu telah pasang kuda-kuda
dan siap melayani mereka, kedua pengemis itu tertawa besar lalu
dengan secara tiba-tiba mereka kirim pukulan kilat. Kedua murid
Siauw-lim cukup awas dan hati-hati. Mereka menangkis dan balas
menyerang hingga sebentar saja di atas panggung itu terjadi
pertempuran yang seru. Empat orang itu bertempur dengan sengitnya dan tidak mau
saling mengalah. Kini pertempuran terjadi berbeda dengan
perkelahian kemarin, karena kemarin itu di atas panggung bukan
terjadi perkelahian, hanya lebih pantas disebut mempertontonkan
kepandaian dan mengukur ilmu silat masing-masing belaka.
Sekarang yang bertempur ada empat orang dan semua serangan
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tak sungkan-sungkan.
Benar sebagaimana yang dikhawatirkan Siauw Ma, sebentar saja
kedua saudara Oei itu terdesak hebat. Kedua pengemis itu
melancarkan serangan-serangan berbahaya, dibarengi tenaga
lwee-kang yang jauh lebih tinggi dari pada tenaga ke dua saudara
Oei. Baiknya ilmu silat Siauw-lim-si mempunyai dasar yang kokoh kuat
dan ilmu silat ini jika digunakan untuk membela diri sangat teguh
hingga tak mudah bagi kedua pengemis itu untuk segera
menjatuhkan kedua murid Siauw-lim-si itu. Akan tetapi karena
terdesak dan panggung di situ sempit hingga mereka harus
berputar-putar sambil mundur, akhirnya mereka berdua kena
terpukul. 376 Saudara Oei pertama terpukul dadanya hingga ia terlempar ke
bawah panggung sambil muntahkan darah, sedangkan yang
kedua kena tertendang perutnya hingga ia terpental lebih jauh ke
bawah panggung dan jatuh terus pingsan!
Tentu saja hal ini membuat panik para penonton, tapi banyak
orang segera menolong kedua saudara Oei itu, terutama para
guru silat yang pada hari-hari kemarin telah mengikat
persahabatan dengan kedua saudara Oei. Mereka segera
membawa kedua saudara itu pulang untuk diobati. Hati mereka
panas sekali, tapi mereka telah melihat kelihaian kedua pengemis
Hwa-ie-kai itu hingga tidak ada seorangpun yang berani naik
menuntut bela. Setelah menjatuhkan kedua lawannya, kedua pengemis itu
dengan sombong sekali tertawa bergelak-gelak.
"Ha, ha, sam-te, tak kusangka kedua cacing pita she Oei itu hanya
sedemikian saja kepandaiannya!" Si pengemis gundul berkata
kepada kawannya. "Memang mereka itu hanya lagaknya saja yang besar, ji-ko,"
jawab pengemis ompong. Lalu dengan sombongnya ia berkata kepada para penonton
hingga mulutnya yang ompong tampak nyata dan mengherankan
orang yang melihatnya betapa seorang yang masih begitu muda
sudah ompong! 377 "Saudara-saudara sekalian! Telah kalian lihat betapa cacing pita
she Oei itu tak lain hanya gentong kosong belaka! Orang macam
itu mana ada harganya untuk mencari sahabat dengan orangorang
gagah di kalangan kang-ouw"
"Tapi kami bukanlah orang-orang pengecut yang tidak berani
menanggung jawab tindakan kami. Kalau ada kawan-kawan
cacing pita she Oei yang hendak menuntut balas, silahkan naik
sekarang juga agar lebih lekas dapat kami bereskan!"
"Ya, ya! Kalau ada jagoan Siauw-lim-si lagi, boleh naik segera,
kami tak mau menunggu lama-lama di sini!" menyambung
pengemis gundul. "He, setan gundul dan siluman ompong! Kalau yang naik bukan
orang Siauw-lim, bagaimana?" tiba-tiba terdengar suara bentakan
nyaring.

Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Ma dan orang-orang di situ heran sekali melihat betapa
yang membentak itu adalah seorang pemuda berpakaian
sasterawan yang tampan sekali, tapi yang tampaknya lemah
lembut. Karena pemuda itu berada di tengah-tengah sekelompok
penonton yang banyak jumlahnya, kedua pengemis itu tak dapat
menemukannya dan mereka hanya memandang ke arah
kelompok penonton itu dengan mata marah.
"Cecunguk mana yang berani berkata-kata" Tak perduli orang
Siauw-lim-si atau bukan, jika di antara kamu ada orang yang
378 pandai dan berani, jangan hanya buka mulut, naiklah!" Karena
sambil bicara demikian kedua pengemis itu memandang ke
sekeliling dengan sikap menantang sekali.
Siauw Ma tak dapat menahan kemarahannya lagi. Sekali
berkelebat ia telah berada di atas panggung dan berdiri sambil
bertolak pinggang. "Heran sekali di dunia ada monyet-monyet seperti kamu orang,"
Siauw Ma menegur. Kedua pengemis itu membalikkan tubuh dan terkejut sekali
mereka karena mereka sama sekali tidak mendengar datangnya
anak muda yang tampan dan gagah itu. Mereka menduga bahwa
yang membentak tadi tentu pemuda ini maka mereka berdua
segera menubruk dalam serangan yang ganas.
Tapi sekali mengulur kedua lengannya, Siauw Ma telah berhasil
menjambret leher baju kembang itu dan dengan ringan sekali
kedua tangannya mengangkat tubuh kedua pengemis dan
memutar-mutarkan mereka di atas kepalanya.
Gerakannya demikian cepat dan tak terduga hingga kedua
pengemis itu menjadi bingung dan tak sempat berbuat sesuatu!
Ketika mereka sadar dari herannya dan hendak bergerak
melawan, tiba-tiba Siauw Ma melempar tubuh mereka jauh ke
bawah panggung yang kosong agar tidak menimpa orang sambil
berkata keras. "Pergilah kamu berdua anjing busuk!"
379 Perbuatannya yang luar biasa ini di sambut oleh sorak-sorai yang
riuh-rendah dari para penonton karena kagum, heran, dan suka
hati melihat betapa pengemis sombong itu diberi hajaran. Tapi
tempik sorak mereka tiba-tiba terhenti ketika melihat kejadian
yang lebih aneh lagi! Kedua pengemis itu bagaikan dua buah balok kayu melayang ke
bawah panggung dan tahu-tahu di situ telah berdiri pemuda
sasterawan yang cakap dan yang tadi membentak!
Pemuda cakap itu mengulur kedua lengannya seperti gerakan
yang dibuat oleh Siauw Ma tadi, lalu dengan ringannya ia
menangkap kedua pengemis itu pada leher baju mereka!
Kemudian, sambil berkata, "Hajaran belum cukup!"
Ia memutar-mutar tubuh kedua pengemis itu di atas kepala seperti
yang diperbuat oleh Siauw Ma tadi dan langsung melempar kedua
pengemis itu kembali ke atas panggung. Kedua tubuh itu
menyambar ke atas, ke arah Siauw Ma yang berdiri bengong dan
yang lalu tertawa gembira melihat permainan pemuda sasterawan
yang "lemah lembut" itu!
Ia tidak menyambuti kedua tubuh itu, tapi menggunakan kedua
ujung kaki dengan cepat bergerak menendang kedua tubuh itu
kembali ke arah pemuda sasterawan di bawah panggung dengan
kecepatan luar biasa! Pemuda sasterawan itupun tertawa, suara ketawanya nyaring dan
panjang, lalu dengan mengangkat ke dua tangannya ia gerakkan
kepalan ke arah tubuh yang masih melayang ke arahnya. Heran
380 sekali, tubuh kedua pengemis itu yang masih berada di udara dan
melayang ke arah bawah panggung, tiba-tiba seperti terdorong
oleh tenaga raksasa, tahu-tahu mereka terlempar kembali ke atas
panggung!" Siauw Ma terkejut sekali. Ia tahu pemuda itu lihai, tapi tak
disangkanya pemuda itu memiliki tenaga lwee-kang sedemikian
tinggi hingga dengan gerakan Pai-in-cut-siu atau Dorong Awan
Keluar Puncak dapat memukul kembali tubuh itu dalam jarak yang
demikian jauh! Ternyata pemuda itupun seorang ahli silat tinggi. Maka iapun tidak
mau kalah. Dengan cepat ia gerakkan kedua lengannya dan
menyampok ke arah tubuh yang melayang ke arahnya dengan
gerakan Ombak Laut Terbawa Angin. Dan seperti tadi, kedua
tubuh itupun membal kembali seperti terdorong oleh tenaga
raksasa! "Bagus!" pemuda sasterawan itu berkata sambil tersenyum dan
iapun mendorong kembali seperti tadi. Siauw Ma juga terdorong
kembali. Maka perang tanding di antara kedua pemuda itu yang
mengadu kekuatan lwee-kang terjadilah dengan hebatnya!
Para penonton menahan napas dan kepala mereka bergerak dari
kiri ke kanan dan sebaliknya mengikuti jalannya tubuh kedua
orang itu, bagaikan orang sedang nonton bola yang dilempar ke
kanan kiri pulang pergi! Yang paling celaka adalah kedua
pengemis itu karena tubuh mereka harus mengalami gempurangempuran
dua tenaga lwee-kang yang sangat tinggi!
381 Karena ke dua pemuda itu bergerak dengan berbareng, maka
akhirnya tenaga mereka bertemu di udara hingga kedua tubuh itu
untuk sesaat tergantung di udara tak bergerak! Mereka tergencet
di antara dua tenaga lwee-kang yang saling dorong hingga ke
kanan tidak, ke kiripun tidak!
Siauw Ma tahu bahwa permainan ini tak dapat diteruskan tanpa
terjadi salah paham, maka iapun tarik lengannya, sambil loncat
berkelit cepat agar jangan sampai terpukul tenaga lawan dan
sambil tarik kedua lengan ia kerahkan lengan sedemikian rupa ke
arah lantai untuk membuang tenaga yang ditarik kembali dan
yang terdorong oleh tenaga lawan hingga terdengar suara
"krak!!!" dan papan lantai itu pecah berlubang!
Pemuda sasterawan itupun tarik kembali kedua lengannya dan
kini tubuh pengemis itu tiba-tiba melayang turun dan jatuh
terbanting di atas tanah! Ketika orang-orang melihatnya, ternyata
kedua pengemis itu telah putus napasnya!
"Maaf, maaf!" Pemuda sasterawan itu berkata ke arah Siauw Ma
sambil melemparkan senyum di wajahnya yang tampan, lalu
cepat ia meloncat pergi meninggalkan tempat itu!
"Hei, sobat, tunggu dulu!" Siauw Ma berseru dan meloncat
mengejar. Para penonton menjadi sangat kagum, heran dan bingung karena
mereka hanya melihat dua bayangan berkelebat cepat dan tahutahu
kedua pemuda yang gagah perkasa dan aneh itu telah
lenyap dari situ! Selama hidup belum pernah melihat yang seaneh
382 itu, maka tentu saja mereka tidak habisnya membicarakan kedua
pemuda lihai itu. Mayat kedua pengemis juga diurus dengan baik
oleh para guru silat di kota Bie-koan.
Siauw Ma mengerahkan seluruh kepandaian ilmu lari cepatnya
untuk mengejar bayangan pemuda di depannya itu. Tapi ternyata
jarak antara pemuda itu dan dia tetap tidak berubah hingga ia
makin kagum saja. Dalam hal ilmu lari cepatpun pemuda itu tidak di bawah dia! Tapi
pemuda itupun diam-diam kagum sekali karena betapapun ia
mengerahkan gin-kangnya, tetap saja Siauw Ma berada di
belakangnya dan tidak tertinggal jauh.
Sebentar saja mereka telah lari puluhan lie jauhnya dan akhirnya
pemuda itu berhenti di dekat sawah yang sepi dan menanti
datangnya Siauw Ma sambil tersenyum. Senyum inilah yang
menarik hati Siauw Ma karena tiap kali tersenyum pemuda itu
tampak demikian tampan dan menarik hingga siapa saja tentu
akan senang bersahabat dengannya.
Setelah berhadapan, Siauw Ma menjura dengan hormat dan
pandang wajah pemuda itu dengan kagum dan muka berseri.
"Sahabat, sudilah memperkenalkan diri padaku. Aku kagum sekali
melihat kepandaianmu," katanya.
Pemuda itupun merendah dan balas menjurah. "Kaulah yang
membuat orang kagum. Kepandaianmu jauh lebih hebat dari pada
sedikit kemampuan yang kumiliki."
383 "Namaku Siauw Ma dan aku adalah murid Beng Beng Hoatsu dari
Thang-la di puncak Gunung Harimau Salju. Mohon tanya nama
saudara yang mulia."
"Siauwte adalah seorang tak terkenal. Siauwte she Souw
bernama Eng dan sedikit kepandaian yang siauwte miliki adalah
pemberian seorang yang tak mau disebut namanya."
Melihat tutur bahasa yang sopan dan sikap yang merendah dari
pemuda itu. Siauw Ma makin suka dan mereka bercakap-cakap
dengan gembira. "Bolehkah aku mengetahui, saudara hendak ke mana" Apakah
mempunyai tujuan yang tetap?" tanya Siauw Ma ketika mereka
telah berjalan perlahan di sepanjang pinggir sawah.
Pemuda itu geleng-geleng kepala. "Aku merantau tanpa tujuan,
tanpa sanak tanpa kadang tanpa cita-cita, ke mana saja
sepanjang kakiku membawa diriku."
Mendengar jawaban ini, Siauw Ma makin merasa cocok, karena
keadaan itu justeru sama benar dengan keadaannya sendiri.
Bukankah ia juga tak bersanak dan berkadang dan tak
mempunyai tujuan tetap"
"Kalau begitu, jika kau tidak keberatan, aku akan merasa suka dan
terhormat sekali bila kau mau terima aku sebagai kawan
seperjalanan. Akupun sedang merantau tanpa tujuan tetap."
384 Untuk sejenak pemuda sasterawan itu memandangnya dengan
pandang curiga dan tajam hingga Siauw Ma merasa heran, tapi
kemudian Souw Eng tersenyum.
"Mengapa tidak" Asal kita tidak saling ganggu dan tidak saling
menghalangi, kurasa tidak salahnya kita jalan bersama."
Siauw Ma merasa girang sekali. Karena pemuda ini memang
jujur, ia tidak sembunyikan rasa girangnya dan dengan gembira
sekali ia pegang tangan sahabatnya dan berkata,
"Kau lebih muda dari padaku, biarlah aku menyebutmu adik Souw
dan kau boleh panggil aku twako, bukankah ini lebih baik?"
Siauw Ma merasa heran ketika tangan yang berkulit halus itu tibatiba
mengeras dan merenggut lepas dari pegangannya. Tapi
ketika ia pandang wajah Souw Eng, pemuda sasterawan itu sama
sekali tidak nampak marah, bahkan tersenyum dan menjawab.
"Baik sekali, twako!"
Siauw Ma terbelalak heran. Aneh betul tabiat kawan barunya ini.
Wajahnya tersenyum dan menyatakan baik, tapi kenapa dengan
keras dan kasarnya ia merenggutkan tangannya yang terpegang"
Mereka lalu melanjutkan perjalanan dengan bercakap-cakap
gembira. Ternyata Souw Eng suka sekali bicara dan pemuda ini
memang pandai tentang ilmu kesusasteraan, terutama pandai
sekali bersyair! 385 Tiap kali melihat Souw Eng tersenyum, maka berdebarlah jantung
Siauw Ma. Ia seperti pernah melihat senyum itu! Senyum yang
menarik hati dan mendebarkan dadanya. Tapi ia lupa lagi di mana
ia melihatnya dan siapa yang tersenyum semanis itu!
Pernah pikirannya melayang kepada Lian Eng, gadis gagu yang
selalu terbayang di depan matanya. Tapi segera ia mengusir
perbandingan ini. Lian Eng seorang gadis gagu pula".. Pemuda
ini adalah seorang yang pandai sekali bicara!
Karena kedua pemuda itu melanjutkan perjalanan dengan
berjalan perlahan sambil mengobrol dan menikmati
pemandangan alam, maka sebentar saja mereka tersusul oleh
empat orang yang sejak tadi mengejarnya dengan berlari cepat.
Mereka ini bukan lain ialah ketua Hwa-ie-kai atau Perkumpulan
Pengemis Baju Kembang, seorang pengemis tua yang
berkepandaian tinggi dan mendapat julukan Hwai-ie-kai-ong atau
Raja Pengemis Baju Kembang. Dari baju sampai ke celana dan
sepatunya, terbuat dari kain berkembang hingga ia merupakan
tontonan yang aneh! Usianya sudah limapuluh lebih, tubuhnya tinggi kurus dan
rambutnya panjang tak terpelihara. Ketiga orang lain adalah
murid-murid kepalanya, yakni pengemis-pengemis yang berikat
pinggang kuning. Mereka inipun bukannya orang-orang lemah
dan kepandaian mereka cukup terkenal.
Souw Eng dan Siauw Ma berlenggang seenaknya, seakan-akan
tidak mendengar akan datangnya ke empat orang dari belakang
386 itu. Tapi sesungguhnya bukan sekali-kali mereka tidak
mendengar, karena ketika seorang pengemis ikat pinggang
kuning dengan marah mengayun tangannya dan empat butir
peluru kuningan menyambar ke arah kedua anak muda itu dari
belakang, Siauw Ma dan Souw Eng tanpa menengok mengulur
tangan ke belakang dan menangkap dua butir peluru yang
menyambar ke arah masing-masing!
Setelah ke empat pengejarnya berada dekat di belakang, mereka
saling memandang dan berkedip, lalu berhenti dan membalikkan
tubuh, tapi pura-pura tidak melihat ke empat pendatang itu.
"Hei, orang muda! Apakah kalian yang membunuh mati muridmurid
kami di Bie-koan tadi?" seorang pengemis botak berikat
pinggang kuning bertanya kasar.
"Bukan kami yang membunuh mati, tapi merekalah yang mencari
mampus sendiri. Mengapa kautanyakan hal itu kepada kami?"
Souw Eng balas bertanya dengan halus tapi cukup tajam.
"Jangan kau lancang mulut, anak muda!" Si raja pengemis
mencela. "Coba terangkan, mengapa kalian memusuhi kaumku
dan terangkan siapakah kalian dan siapa guru kalian?"
Souw Eng tersenyum dan berpaling ke pada Siauw Ma. "Twako,
coba kau yang menjelaskan kepadanya, karena aku menjadi
pening kalau lama-lama memandang pakaiannya."
Siauw Ma geli mendengar kata-kata kawannya dan ia anggap
Souw Eng nakal dan lucu. 387 Karena menghadapi seorang yang usianya lebih tua, maka Siauw
Ma tidak mau melanggar peraturan kesopanan. Ia menjura dan
berkata dengan suara halus.
"Sesungguhnya kami berdua orang muda tidak sekali-kali hendak
memusuhi siapa-siapa juga tidak hendak memusuhi kaum Hwaiekai yang terkenal. Akan tetapi, telah menjadi kebiasan kami
berdua, dan untuk mentaati pesan suhuku, tiap kali melihat halhal
yang tak pantas, tak dapat tidak kami harus turun tangan.
"Kedua anggauta Hwa-ie-kai yang mencari kematian sendiri itu
terlalu jahat dan sombong. Tanpa alasan mereka mengacau dan
melukai kedua saudara Oei yang tidak berdosa, kemudian
mereka menyombong dan menghina orang-orang dari Siauw-limpai.
Perbuatan dan sikap itu sekali-kali tidak dikehendaki oleh
dunia kang-ouw yang mengutamakan kegagahan."


Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, agaknya kau hendak memberi pelajaran kepada kami, orang
muda! Siapakah nama kalian dan siapa pula gurumu!"
"Siauwte bernama Siauw Ma dan kawanku ini bernama Souw
Eng. Adapun suhuku bukan lain ialah Beng Beng Hoatsu dari
Thang-la." Pucatlah wajah Hwa-ie-kai mendengar nama Beng Beng Hoatsu.
Ia cukup kenal nama besar dari Beng Beng Hoatsu, seorang dari
pada ketiga Thang-la Sam-sian yang ditakuti!
Tapi karena ia berhadapan dengan dua orang yang masih begitu
muda, malulah ia kalau harus mengalah dan mundur begitu saja.
388 Ia juga bukan seorang yang tak bernama, maka tidak seharusnya
kini ia takut dan mundur menghadapi anak-anak muda, biarpun
anak muda itu murid Beng Beng Hoatsu sekali! Maka ia segera
tenangkan hatinya dan tersenyum sindir.
"Pantas, pantas! Tak heran kau lihai, tak tahunya murid dari suhu
pandai! Kalau begitu, murid-murid kami itu tidak penasaran
terjatuh dan binasa dalam tangan orang pandai.
"Tapi sekarang kita telah bertemu, tak dapat tidak kau harus layani
aku barang seratus jurus. Ingin aku belajar kenal dengan ilmu silat
tinggi dari Pegunungan Thang-la yang terkenal! Bersiaplah kau,
anak muda!" "He, nanti dulu!" Souw Eng menegur ketika melihat raja pengemis
itu hendak menyerang Siauw Ma.
"Twako, jangan kauborong sendiri! Yang berdosa kita berdua,
maka untuk menerima hukumannya tak boleh kauserakahi
semua. Biar aku menerima hukumanku dulu!" Kemudian Souw
Eng menjura kepada Raja Pengemis itu lalu berkata.
"Lo-enghiong, kalau kau hendak memberi pelajaran, silahkan dan
jangan tanggung-tanggung agar kami berdua puas
menerimanya!" Tadinya memang Hwa-ie-kai-ong tidak pandang mata kepada
Souw Eng yang lebih muda dari pada Siauw Ma dan lebih kecil
tubuhnya hingga tampak seperti seorang lemah. Apa pula
pakaiannya menunjukkan bahwa pemuda itu adalah seorang
389 pelajar yang hanya kenal buku dan cinta, berbeda dengan Siauw
Ma yang bertubuh tegap dan berwajah gagah. Maka tentu saja ia
merasa heran dan marah mendengar kata-kata mengandung
tantangan ini. "Anak muda, apakah kau juga murid dari Thang-la?" tegurnya.
"Mengapa lo-enghiong menyebut-nyebut Thang-la saja" Agaknya
kau terlalu mementingkan orang-orang Thang-la saja dan berlaku
berat sebelah. Apakah kalau aku bukan dari Thang-la kau lalu
tidak mau memberi pelajaran?"
"Hm, anak muda, mulutmu celoteh sekali. Baiklah, biar kulihat
apakah kaki tanganmu juga sepandai mulutmu itu. Nah,
kauterimalah seranganku!" Sambil berkata demikian Hwa-ie-kaiong
menggeser maju kakinya dan mengirim serangan kilat.
Harus diketahui bahwa raja pengemis itu adalah seorang tokoh
kang-ouw yang telah berpuluh tahun menjagoi daerah selatan
dengan perkumpulannya yang cukup berpengaruh. Ia adalah
seorang ahli silat yang mahir sekali bermain silat dari cabang Butong
dan Siauw-lim. Sebetulnya raja pengemis yang bernama
Song Liat ini adalah bekas murid Siauw-lim yang tingkatnya cukup
tinggi juga. Tapi karena ia melanggar beberapa peraturan cabang Siauw-limpai,
ia lalu dikeluarkan dan selain mendapat teguran keras, juga
dicabut haknya sebagai anak murid Siauw-lim-pai. Oleh karena
inilah, maka Song Liat merasa sakit hati terhadap Siauw-lim-pai.
390 Tapi ia cukup tahu akan kekuatan dan kelihaian tokoh-tokoh
Siauw-lim, maka tidak berani bertindak sembrono. Ia lalu belajar
silat dari cabang persilatan Bu-tong hingga mahir sekali.
Kemudian, setelah merantau berpuluh tahun dan memperdalam
kepandaian silatnya dengan mempelajari pula ilmu pukulan dari
lain-lain cabang, ia bertemu dengan seorang pengemis tua yang
berbaju kembang-kembang. Ia dikalahkan oleh pengemis ini dan
kemudian ia menjadi murid pengemis itu.
Dari pengemis baju kembang yang aneh ini Song Liat menerima
ilmu silat yang disebut Hwa-ie-kai-kun-hwat. Setelah suhu baru ini
meninggal dunia, maka Song Liat lalu mendirikan sebuah
perkumpulan pengemis berbaju kembang dan mengangkat diri
sendiri menjadi raja pengemis!
Sementara itu, ia perbaiki ilmu silatnya dengan
mengkombinasikan pukulan-pukulan dari lain cabang persilatan
hingga makin lihai saja. Sayang Song Liat mempunyai tabiat sombong dan pengaruhnya
besar sekali, hingga biarpun ia tidak pernah melakukan kejahatan,
namun namanya tidak begitu bersih di kalangan kang-ouw. Pula,
ia mempunyai anggauta-anggauta yang banyak terdiri dari orangorang
gelandangan dan yang mengandalkan nama
perkumpulannya lalu bertindak sewenang-wenang.
Tabiatnya yang sombong itulah yang membuat Hwa-ie-kai-ong itu
tidak mau mundur walaupun ia mendengar bahwa Siauw Ma
adalah murid dari seorang dari pada Thang-la Sam-sian, Tiga
391 Dewa dari Thang-la. Kini menghadapi Souw Eng, ia merasa
bahwa lawan ini tentu seorang biasa saja, maka memandang
rendah sekali dan tanpa banyak peradatan lagi kirim serangan
kilatnya. Akan tetapi, baru pada gebrak pertama saja ia dibikin terkejut oleh
Souw Eng. Ketika kepalan tangan raja pengemis itu menyambar
datang, Souw Eng pura-pura tidak memperdulikannya, tapi begitu
angin kepalan telah meniup dadanya, cepat pemuda sasterawan
itu miringkan tubuh dan secepat kilat ia jambret lengan baju
kembang lawannya dan membetotnya!
Karena betotan ini menambah tenaga pukulan yang dikerahkan,
maka tak ampun lagi tubuh Hwa-ie-kai-ong ikut terbetot maju dan
kuda-kuda kakinya tergempur hingga ia terhuyung ke depan tiga
langkah! Cepat ia perbaiki diri dan loncat membalik dengan heran
dan marahnya. Masa dia, si raja pengemis yang dimalui dunia kang-ouw, sekali
gebrak saja hampir jatuh mencium tanah karena betotan seorang
anak muda sasterawan! Ia pandang Souw Eng dengan heran dan
telinganya terasa panas ketika ia mendengar pemuda itu berkata.
"Ah, jangan tergesa-gesa, lo-enghiong. Hampir saja kau terjatuh!
Kau belum beritahukan namamu kepada kami, tahu-tahu sudah
mulai memberi pelajaran. Terangkan dulu namamu, lo-enghiong."
Hwa-ie-kai-ong marah sekali. Ia kertak giginya dan tanpa
menjawab ia menubruk dengan kedua tangan merupakan cakar
392 garuda mencengkeram ke arah dada dan leher Souw Eng! Inilah
gerakan Eng-jiauw-kang yang lihai dan jahat!
Diam-diam Siauw Ma terkejut dan siap menolong kawannya
bilamana perlu. Tapi Souw Eng benar-benar lihai. Dengan
senyum masih menghias bibirnya ia gerak-?gerakkan kedua
tangannya dan buka sepuluh jarinya, kemudian cepat sekali jarijarinya
itu meluncur ke arah sambungan siku-siku lawan dari arah
samping! Gerakan ini cepat sekali dan aneh hingga Siauw Ma sendiri tidak
mengenal gerakan kawannya itu, tapi langsung membuat Si Raja
Pengemis dua kali terkejut! Karena dengan cara-cara yang aneh,
jari-jari lawannya itu dapat melewati tangan dan cengkeramannya
dan sedikitpun tidak berkelit ketika kedua cakarnya mengarah
pundak dan leher. Akan tetapi, biarpun tidak berkelit, ternyata jari-jari tangan
pemuda itu telah mendahului serangannya dan dengan jitunya
meluncur hendak menotok siku-sikunya! Kalau ia teruskan
gerakannya mencengkeram, maka kedua sikunya akan tertotok
lebih dulu dan ini berbahaya sekali, karena sekali kena totok,
banyak kemungkinan sambungan lengannya akan terlepas!
Karena ini, maka terpaksa Si Raja Pengemis tarik kembali
serangannya dan loncat mundur dengan muka makin terheran!
Sebenarnya Souw Eng tadi mendahului Siauw Ma hanya dengan
maksud untuk menguji sampai di mana ketinggian ilmu silat lawan
ini, karena betapapun juga, ia diam-diam masih belum percaya
393 penuh akan kelihaian Siauw Ma dan takut kalau-kalau pemuda itu
akan kalah. Kini setelah melihat bahwa lawan si baju kembang ini ternyata
tidak begitu berbahaya, muka iapun mundur sambil berkata
kepada Siauw Ma, "Twako, dia tidak mau memberitahukan namanya, biarlah aku
tidak mau menerima pelajaran. Biar kau saja yang menerima
hukuman!" Siauw Ma yang kagum melihat gerakan-gerakan Souw Eng, tidak
mengerti mengapa kawannya itu mengundurkan diri. Ia sangka
bahwa Souw Eng benar-benar tidak suka melayani lawan ini
karena si lawan tidak mau memberitahukan nama. Maka iapun
maju menghadapi Hwa-ie-kai-ong dan berkata.
"Lo-enghiong, kurasa, permintaan kawanku tadi cukup pantas.
Kami telah memberitahukan nama kami, maka sudah sewajarnya
kalau kau memberitahukan namamu dan nama kawan-kawanmu
ini." Dengan mata mendelik Raja Pengemis itu menjawab. "Kami
adalah orang-orang tak berarti. Aku ialah ketua Hwa-ie-kai, dan
ketiga orang ini adalah murid-muridku."
"Ah, tidak tahunya Hwa-ie-kai-ong sendiri yang mengejar kami.
Nah, sekarang terserah kehendak tai-ong, siauwte hanya menurut
saja." Sengaja Siauw Ma menyebut tai-ong yang artinya raja
394 besar, atau yang biasanya digunakan untuk menyebut seorang
kepala perampok! "Sudahlah, jangan banyak cakap. Kalau memang kau memiliki
kepandaian, jatuhkan aku!"
Setelah berkata demikian, Si Raja Pengemis lalu maju menyerang
Siauw Ma. Ketika menyerang Souw Eng tadi, ia pandang rendah
pemuda itu maka menyerang secara sembrono sekali, tapi kini
mengetahui bahwa kedua lawannya adalah orang-orang tangguh,
ia segera keluarkan kepandaiannya yang paling lihai, yaitu Hwaiekai-kun-hwat. Ternyata ilmu silat ini teratur sekali dan gerakan-gerakannya
cukup kuat dan cepat. Melihat hal ini, Siauw Ma tidak mau berlaku
sembrono dan melayani dengan hati-hati.
Setelah melihat kedua orang itu bertempur beberapa jurus saja,
tahulah Souw Eng bahwa biarpun ilmu silat Raja Pengemis itu
cukup sempurna, namun ia masih belum nempil jika dibandingkan
dengan gerakan-gerakan Siauw Ma yang memainkan Sin-liongkunhwat yang lihai sekali itu. Maka hati Souw Eng merasa lega.
Ia lalu melirik ke arah tiga orang pengemis lain yang masih berdiri
berbaris seperti anak wayang. Ia lalu menghampiri mereka.
Ketiga pengemis ikat pinggang kuning itu melihat Souw Eng
bergerak, serentak memandangnya dengan tajam, karena
mereka menyangka bahwa pemuda itu hendak mengeroyok
gurunya. Memang kalau dilihat jalan pertempuran, agaknya Siauw
Ma terdesak, tapi Souw Eng cukup tahu bahwa si Raja Pengemis
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 13 Bara Diatas Singgasana Pelangi Di Singosari Karya S H Mintardja Amanat Marga 11

Cari Blog Ini