Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo Bagian 6
395 itu menggunakan tenaga kasar yang dilawan dengan tenaga
lemas oleh Siauw Ma hingga tampaknya pemuda itu terdesak,
tapi sebenarnya berada di pihak unggul dan kuat.
Melihat betapa ketiga pengemis setengah tua itu serentak
memandangnya dengan mata melotot, Souw Eng tersenyum dan
berkata, "Eh, eh, kalian bertiga mengapa nganggur saja dan memandang
orang dengan mata melotot" Jangan bikin takut orang, kalau
kalian juga gatal tangan hendak memberi pelajaran, hayolah maju
sekali bertiga agar urusan lekas beres. Lihat, cuaca sudah mulai
gelap." Ketiga orang itu merasa marah sekali. Memang mereka merasa
dendam dan sakit hati atas kematian kedua murid mereka, dan
mereka memang merasa benci sekali kepada Souw Eng yang tadi
telah mempermainkan ketua mereka.
Kini mendengar ajakan pemuda yang mengandung tantangan ini
mereka tidak dapat menahan sabar lagi. Serentak mereka
meloncat menyerang dengan tongkat mereka.
Mendengar sambaran angin tongkat itu tahulah Souw Eng bahwa
tongkat ke tiga orang itu bukanlah terbuat dari kayu, tapi adalah
tongkat besi yang berat dan keras! Tapi Souw Eng tidak merasa
gentar dan gugup. Ia menggunakan gin-kangnya yang luar biasa
untuk menyusup di antara sambaran tongkat dan berkelit ke sana
ke mari dengan lincahnya!
396 Sementara itu, Siauw Ma telah dapat mendesak Hwa-ie-kai-ong,
hingga Raja Pengemis itu kini hanya mampu menangkis saja, tapi
tiap kali menangkis, ia merasa lengan tangannya tergetar dan
sakit beradu dengan tangan Siauw Ma.
Pada suatu ketika, kaki Siauw Ma berhasil menggaet kedua kaki
lawannya hingga Raja Pengemis itu terjungkal! Siauw Ma
memang sengaja tidak mau melukai lawannya dan hanya hendak
menjatuhkan saja. Si Raja Pengemis merayap bangun sambil
menghela napas panjang pendek.
"Sudahlah, sudahlah! Mana aku dapat melawan ahli dari Thangla!"
Souw Eng melihat betapa Siauw Ma telah berhasil, tidak mau
kalah muka. Tiba-tiba ia gerakkan kedua tangannya dan entah
bagaimana, tahu-tahu ketiga tongkat lawannya telah terampas
olehnya! Melihat hal ini, Hwa-ie-kai-ong berkata. "Sudahlah, kita bukan
lawan mereka! Biarlah lain waktu kalau ada jodoh kita bertemu
lagi dengan kedua enghiong ini." Kemudian setelah banting kaki
dengan jengkel, Raja Pengemis itu loncat pergi, diikuti ketiga
muridnya yang tadinya hanya bengong terheran-heran
memandang kedua pemuda itu.
<> 397 "Twako, hayo kita lanjutkan perjalanan dengan cepat, sebentar
lagi gelap dan tidak enak kalau kita harus bermalam di tengah
hutan!" Siauw Ma setuju dan keduanya lalu menggunakan ilmu lari cepat
untuk keluar dari hutan itu. Tapi ternyata hutan itu luas dan
panjang hingga setelah udara mulai gelap, belum juga mereka
dapat keluar dari situ. "Agaknya terpaksa kita mesti bermalam di hutan," kata Siauw Ma.
Tiba-tiba mereka mencium bau sedap dan gurih dan mendengar
suara musik yang aneh. Dengan tertarik mereka menuju ke arah
suara itu. Mereka berjalan memutar dan dengan hati-hati
mengintai dari balik pohon.
Ternyata di sebuah lapangan terbuka tampak lima buah
kendaraan yang bentuknya seperti kereta berdiri di bawah pohonpohon.
Sedangkan banyak sekali kuda terikat di dekat kendaraankendaraan
itu. Di tengah lapangan tampak api bernyala gembira dan banyak
orang duduk mengelilinginya. Seorang di antara mereka yang
gemuk sekali tubuhnya, sedang memanggang sesuatu dan
agaknya daging panggang inilah yang menyiarkan bau sedap
tadi. Kalau keadaan kendaraan-kendaraan itu tampak asing dan
mengherankan, ketika melihat orang-orang di bawah sinar api
unggun itu, makin heranlah Siauw Ma dan Souw Eng. Mereka itu
398 terdiri dari tigabelas orang wanita yang masih muda-muda dan
lima orang laki-laki tua yang berpakaian aneh pula.
Gadis-gadis itu bertubuh tinggi ramping dan kesemuanya memiliki
wajah yang cantik dengan hidung dan dagu yang tajam serta mata
yang lebar. Tapi sebagian besar dari mereka mempunyai kulit
yang berwarna gelap, hanya tiga orang gadis yang berpakaian
paling mewah mempunyai kulit keputih-putihan seperti salju
tersinar matahari. Pakaian mereka dari sutera yang panjang dibelit-belitkan di tubuh
mereka yang ramping dan rambut mereka yang hitam itu terhias
dengan hiasan rambut indah seperti mahkota kecil penuh
kembang emas dan permata.
"Siapakah mereka ini?" Souw Eng berbisik perlahan dan Siauw
Ma hanya angkat pundak dengan heran karena iapun belum
pernah melihat gadis-gadis asing itu.
"Marilah kita pergi, jangan kita membuat mereka terkejut," kata
Siauw Ma, karena ia merasa sungkan dan malu harus bertemu
muka dengan gadis-gadis muda sebanyak itu di tengah hutan,
pada malam hari lagi. Tapi Souw Eng memandang padanya dengan senyum. "Tidak
twako, kita lebih baik menjumpai mereka. Keadaan mereka
menarik hati sekali. Lihat itu pakaian mereka begitu aneh!"
Siauw Ma memandang wajah Souw Eng dan ketika ia melihat
betapa pandang mata pemuda sasterawan itu bersinar gembira,
399 ia merasa tak senang menganggap bahwa Souw Eng mempunyai
sifat ceriwis. "Kau?". kau hendak berbuat apa?" tanyanya keren.
"Eh, mengapa kau marah?" Souw Eng mencela dan tertawa
perlahan. "Hm, kau tentu menyangka yang tidak-tidak, bukan"
Percayalah, twako, yang menarik hatiku hanya keadaan mereka
yang aneh pakaian mereka, dan terutama daging panggang itu!"
Mendengar ini, tiba-tiba saja Siauw Ma merasa betapa perutnya
lapar sekali dan baru ingatlah ia bahwa semenjak siang tadi ia
tidak makan apa-apa. Gadis-gadis itu tidak berada sendiri,
bahkan di dalam rombongan itu juga terdapat beberapa orang
laki-laki, apa salahnya"
Lagi pula di tengah hutan pada malam hari, di mana harus
mencari makanan" Demikianlah Siauw Ma memutar-mutar
otaknya, lalu ia mengangguk dan menurut saja ketika Souw Eng
keluar dari tempat sembunyinya dan mengajak Siauw Ma
menghampiri rombongan itu.
Tapi Souw Eng menahan langkahnya, karena saat itu ketigabelas
gadis-gadis itu mulai menari-nari di sekeliling api dan dua orang
laki-laki membunyikan gamelan yang terdiri dari sebuah kendang
dan sebuah suling. Alangkah indah gerakan mereka! Lemah gemulai, berlenggaklenggok
dengan gerakan yang lemas dan indah sekali. Tak terasa
pula Souw Eng dan Siauw Ma menggerakkan kaki mereka
400 menghampiri dan dengan kagum mereka berdiri di luar lingkaran
sambil menikmati tarian gadis-gadis itu.
Mula-mula gadis-gadis itu menari menggerakkan tubuh dengan
lemas menurutkan irama kendang yang dipukul perlahan, tapi
makin lama kendang dipukul makin cepat dan gerakan tarian
merekapun menjadi cepat berputar-putar. Selama itu, ketiga gadis
yang berkulit putih menari di tengah-tengah dan merupakan
penari-penari utamanya. Kemudian suara suling dan kendang melambat dan akhirnya
berhenti. Para penari juga berhenti dan kebetulan sekali ketiga
penari utama itu berhentinya tepat di depan Siauw Ma dan Souw
Eng. Tanpa disadari, Souw Eng mengangkat kedua tangan dan
bertepuk tangan dengan keras karena gembira. Sepasang
matanya memandang ke arah tiga orang gadis itu dengan penuh
kekaguman. Sedangkan Siauw Ma hanya menundukkan kepala
sambil tersenyum, kemudian ia melirik ke arah tiga gadis di
depannya itu. Melihat penghargaan orang, ketiga gadis itu mewakili kawankawannya
dan menjura dengan bungkukkan tubuh mereka ke
arah Souw Eng. Pada saat mereka menjura itu, sebuah benda
putih jatuh dari rambut kepala seorang gadis yang berdiri di
tengah, dan benda itu menggelinding ke dekat kaki Souw Eng.
Souw Eng melihat penghias rambut itu terlepas dari rambut
kepala gadis itu dan terjatuh di dekat kakinya, lalu ia membungkuk
401 dan mengambilnya, kemudian dengan tersenyum ia menghampiri
gadis itu lalu tanpa sungkan-sungkan lagi ia pasangkan penghias
rambut itu di kepala si gadis.
Gadis itu menunduk kemalu-maluan, lalu angkat wajahnya
memandang tajam. Wajah gadis yang berada dekat dengan
mukanya sendiri itu berseri gemilang dan sangat cantiknya serta
mengeluarkan keharuman seperti keharuman bunga mawar.
Kemudian gadis itu angkat tangannya, lepaskan pula penghias
rambut tadi dan dengan kedua tangan memberikan benda itu
kepada Souw Eng. Pemuda ini tersenyum dan anggap bahwa
gadis itu berterima kasih dan memberi hadiah atau tanda mata
padanya, maka karena ia memang suka sekali akan keindahan
penghias rambut itu, tanpa ragu-ragu pula ia terima dan
menyatakan terima kasihnya dengan mengangguk-angguk!
Tidak disangkanya sama sekali bahwa setelah itu, tiba-tiba semua
gadis-gadis yang lain tertawa riang dan mulai bersorak. Ketika
Souw Eng angkat kepala memandang, ternyata semua gadis itu
memandang padanya sambil menunjuk-nunjuk, sedangkan gadis
cantik yang memberi hadiah tanda mata padanya masih berdiri di
depannya sambil tunduk kemalu-maluan.
Souw Eng dengan mata terbelalak heran memandang ke arah
Siauw Ma dan bertanya, "Eh, twako, apa artinya semua ini?"
Tapi Siauw Ma hanya gerak-gerakkan pundak tanda tak mengerti.
402 Pada saat itu, tukang kendang yang sudah lanjut usia berdiri dan
berlari menghampiri Souw Eng. Setelah menjura dalam-dalam ia
berkata dalam Bahasa Han dialek selatan yang terdengar, lucu.
"Tuan, kami haturkan selamat padamu. Kau telah dipilih dan
memilih nona kami yang terkenal menjadi bunga tercantik di
antara bangsa kami. Kau takkan menyesal memilih dia, tuan.
Sekali lagi selamat!"
Terkejutlah Souw Eng mendengar ini, dan ia gemas sekali ketika
mendengar suara ketawa ditahan dari Siauw Ma. Ternyata
kemudian setelah ia menanyakan keterangan dari tukang
kendang itu, bahwa mereka itu adalah bersuku Bangsa Nepal,
tapi yang tinggal di batas daerah Tiongkok Nepal dan nenek
moyang mereka adalah campuran darah Tiongkok Nepal pula.
Sudah menjadi tradisi atau adat lama di daerah mereka bahwa
cara memilih jodoh adalah dengan upacara tari-tarian. Si gadis
menari dan si pemuda menonton, kemudian gadis-gadis yang
menjalankan pilihan lalu sengaja lepaskan penghias kepala di
kaki seorang pemuda yang disetujuinya.
Kalau pemuda itu tidak membalas cintanya, maka ia takkan
mengambilkan benda itu dan si gadis lalu akan mengambilnya
sendiri dan mencari pasangan lain.
Tapi kalau pemuda itu mengambilnya dan memasangkannya
kembali ke kepala si gadis, dan si gadis sudah setuju benar, maka
penghias kepala itu akan diberikan oleh gadis itu sebagai tanda
mata atau sebagai benda pengikat perjodohan mereka! Pada saat
403 Souw Eng dan Siauw Ma datang, gadis-gadis itu sedang menari
biasa saja, dan ketika penghias rambut gadis itu jatuh
menggelinding ke kaki Souw Eng, hal itu sebenarnya bukan
disengaja. Tapi Souw Eng telah memungutnya dan memasangkannya di
kepala gadis itu dan ternyata gadis itu ketika melihat wajah Souw
Eng yang tampan, lalu jatuh hati dan memberikan penghias
rambutnya yang juga diterima baik oleh Souw Eng! Hal ini telah
terjadi dan berarti bahwa semenjak saat itu si gadis telah menjadi
tunangan atau calon isteri Souw Eng!
Mendengar uraian si tukang kendang ini, Souw Eng berdiri
bengong. Tapi?", tapi".. aku tadi tidak sengaja. Lopeh,
kautolonglah aku, batalkan pertunangan ini yang terjadi karena
salah mengerti. Ini kaukembalikan benda ini kepadanya."
Agaknya gadis itupun mengerti akan kata-kata Souw Eng, karena
tiba-tiba wajahnya menjadi pucat dan dengan isak tangis tertahan
ia lari pergi ke arah kereta, tubuhnya yang langsing itu bergoyanggoyang
dalam larinya, seperti tangkai pohon liu tertiup angin."
Tukang kendang itu menggeleng-geleng kepala. "Tak mungkin,
kong-cu. Lihat Aisyah tidak setuju akan penolakanmu dan ia lari
ke keretanya. "Kong-cu, ketahuilah, Aisyah adalah seorang gadis pilihan dan
puteri tunggal ketua, suku bangsa kami. Gadis itu menjadi rebutan
para pemuda dan selama ini Aisyah belum mau mencari pilihan.
404 Ternyata sekarang pilihannya jatuh pada dirimu. Ini boleh dikata
jodoh yang luar biasa dan kebetulan sekali."
"Tak mungkin?" tak mungkin?"." Souw Eng menggelengkan
kepala. "Mengapa tidak mungkin, kong-cu" Apakah kau sudah beristeri"
Kalau sudah beristeri dapat juga hal ini dirundingkan dengan
Aisyah dan ayahnya, mereka juga takkan berkeberatan. Sudah
biasa kami mempunyai dua atau tiga orang isteri."
"Souw-hiante, kenapa kau menolak" Kan kasihan dia itu!" kata
Siauw Ma kepada Souw Eng.
Souw Eng makin mendongkol dan membentak kawannya.
"Twako! Kau ini enak saja, melihat orang berada dalam kesukaran
tidak mau membantu dan mencari jalan pemecahannya, bahkan
menggoda." Tapi Siauw Ma menjawab dengan sungguh-sungguh.
"Bukan begitu, hiante, kita adalah laki-laki yang mengutamakan
kegagahan dan tidak mau menghina kaum lemah. Nona itu sudah
begitu baik hati menjatuhkan pilihannya padamu. Ia seorang
puteri kepala suku, maka kalau kau kini menolak pilihannya,
bukankah berarti kau menghinanya dan membuatnya malu"
Pikirlah baik-baik."
Souw Eng makin marah dan hendak menjawab keras, tapi pada
saat itu, seorang dari pada kedua gadis kawan Aisyah yang masih
berdiri di situ, ketika mendengar kata-kata Siauw Ma yang
405
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agaknya dimengertinya pula, lalu maju dan berlutut di depan
Siauw Ma, lepaskan penghias rambutnya dan meletakkan itu di
dekat kaki pemuda itu! Pucatlah seketika wajah Siauw Ma dan ia merasa betapa
tubuhnya seakan-akan dimasuki api panas. Matanya terbelalak,
memandang ke sana ke mari seperti hendak mencari bintang
penolong dan mulutnya dengan bibir menggigit, berkata, "Eh,
eh".. apa...... apa artinya ini?"
Tukang kendang menjawab dengan suara sungguh-sungguh.
"Artinya, kong-cu, bahwa gadis ini yang bernama Farida,
mendengar ucapanmu tadi merasa sangat kagum dan
menghormat dan kini ia bersedia untuk menjadi isterimu, yakni
jika kau yang dihormatinya ini menyetujui dan sudi menerimanya!"
Siauw Ma tak dapat menjawab, hanya menelan ludah dan berkalikali
geleng kepalanya dengan keras. Pada saat itu, Farida
memandangnya dan melihat betapa pemuda pujaannya itu
menolaknya, ia gigit bibir dan ambil kembali penghias rambutnya
lalu bangun berdiri. Ia lalu mengucapkan sesuatu yang tidak
dimengerti oleh Siauw Ma.
"Kong-cu, Farida menuntut haknya sebagai gadis tertolak, yakni
keterangan darimu mengapa kau menolaknya!"
"Aku".. aku?" tak ingin kawin," jawab Siauw Ma sekenanya.
Gadis itu tidak puas dan bertanya lagi.
"Apakah kong-cu sudah beristeri?"
406 "Belum, belum!" Siauw Ma menjawab.
"Apakah kong-cu menolak Farida karena ia tidak cukup cantik?"
"Tidak, bukan. Ia cantik sekali, tapi?"."
"Tapi apa, kong-cu. Katakanlah, karena hanya dengan mengaku
terus terang maka kau membebaskan dia dari penghinaan," kata
si tukang kendang. Berat bagi Siauw Ma untuk menjawab, maka tukang kendang itu
mengajukan pertanyaan lagi.
"Apakah kong-cu sudah mempunyai pilihan hati sendiri?"
Kini Siauw Ma mengangguk-angguk dan ia gemas sekali karena
kini Souw Eng dari sampingnya mentertawakannya!
"Siapakah nona pilihan kong-cu itu?" tanya si tukang kendang.
"Itu bukan urusanmu! Pula kalian takkan mengenalnya, biarpun
kusebut namanya juga!" Siauw Ma membantah.
"Tapi ini adalah sudah menjadi adat kebiasaan kami, kong-cu.
Farida berhak mengetahui nama tunangan pria yang dipilih dan
menolaknya." "Twako, seorang laki-laki harus jujur. Mengapa kau mesti malumalu
kucing?" Souw Eng menggoda hingga wajah Siauw Ma
makin merah. 407 Setelah menghela napas panjang pendek, akhirnya keluar juga
pengakuannya, "Nona pilihanku itu belum menjadi tunanganku,
namanya".. namanya?" Lian Eng?"."
Setelah mendengar nama pilihan hati pemuda itu, Farida lalu
menjura dan pergi meninggalkan Siauw Ma. Berbeda dengan
Aisyah, gadis ini tidak tampak patah hati dan bersedih karena
penolakan Siauw Ma yang memenuhi syarat-syarat kebiasaan.
Si tukang kendang lalu menghadapi Souw Eng kembali. "Kongcu,
sekarang berilah keputusan akan nasib Aisyah, nona kami itu.
Jangan kong-cu permainkan kami."
"Siapa yang mempermainkan kalian" Aku tidak mau menerima
dia habis perkara! Kalau nona Aisyah menghargai persahabatan,
biarlah penghias rambutnya ini menjadi milikku dan akan kuganti
dengan barang lain, tapi kalau tidak, boleh dia ambil kembali
barangnya!" "Hiante, jangan bicara terlalu keras!" Siauw Ma menegur
sahabatnya, tapi Souw Eng tidak memperdulikannya dan
pandangan matanya seakan-akan berkata, "Jangan kau ikut-ikut!"
Pada saat itu, dari jurusan api unggun loncatlah seorang pemuda
yang tadi meniup suling. Sekali loncat saja ia telah berada di
depan Souw Eng dan berkata dalam bahasa Han yang lancar.
"Hah! Kau laki-laki pengecut! Hayo kau pergi minta ampun kepada
nona Aisyah dan bersedia mengawininya, kalau tidak kau jangan
harap bisa tinggalkan tempat ini dengan masih bernyawa!" Sambil
408 berkata demikian, pemuda yang bertubuh tinggi besar dan
tampak kuat sekali itu mencabut goloknya.
Souw Eng berpaling kepada si pemukul gendang. "Eh, lopeh,
siapakah orang ini?"
"Ia adalah pahlawan kelas satu dari suku kami dan ia tadinya
menjadi harapan utama untuk menjadi suami nona Aisyah."
Souw Eng mengangguk-angguk maklum. Diam-diam ia kagum
juga melihat sifat ksatria yang dimiliki pemuda itu yang mencinta
Aisyah tapi kini ternyata cintanya murni dan dalam kecewanya
masih hendak membela gadis itu mempertahankan kebahagiaan
hidupnya. "Sahabat, kenapa tidak kau saja mewakili aku dan ambil dia
sebagai isterimu?" katanya marah.
Pemuda itu meludah ke bawah. "Kau anggap aku laki-laki macam
kau yang bersifat pengecut" Ia telah memilihmu, dan kaupun
telah memilihnya, apakah kau kini hendak ingkar lagi" Hayo,
cabut pedangmu itu kalau kau memang tidak mau menerima
Aisyah!" Souw Eng menghela napas. "Terpaksa aku harus melayani dulu.
Aku memang hendak menjumpai Aisyah, tapi tidak untuk
mengawininya!" Marahlah pemuda itu mendengar kata-kata ini, dan dengan
berseru keras ia mengayun goloknya menyerang Souw Eng.
Ayunan goloknya keras sekali dan mengeluarkan angin, maka
409 tahulah Siauw Ma bahwa pemuda itu hanya memiliki tenaga luar
yang besar sekali, tapi soal kepandaian berkelahi tak usah
dikhawatirkan. Benar saja, Souw Eng berkelebat di bawah sinar golok lawannya
dan dalam beberapa gebrak saja, pemuda sasterawan itu telah
berhasil menotok lambung dan leher lawannya hingga seketika itu
juga lawannya berdiri kaku dengan golok terangkat seperti
sebuah patung batu. "Nah, kau diamlah di sini sebentar sementara aku bereskan
persoalan ini!" katanya sambil tersenyum manis ke arah Siauw Ma
yang masih memandangnya dengan penasaran. Souw Eng lalu
meloncat ke arah kereta di mana tadi Aisyah masuk.
Siauw Ma merasa khawatir dan heran. Ia takut kalau-kalau
pemuda kawannya itu mempunyai maksud rendah, maka iapun
lalu meloncat mengejar. Alangkah mendongkol dan marahnya ketika tiba-tiba dari balik
tirai kain yang menutup kereta itu, tampak tersembul keluar dua
kepala yang bukan lain ialah kepala Souw Eng dan Aisyah, dan
Souw Eng sambil mengedipkan sebelah mata padanya berkata:
"Twako, mengapa kau begitu tidak tahu malu dan hendak
mengintai suami isteri yang sedang bercakap-cakap?"
Sementara itu, Aisyah tersenyum manis sekali!
Siauw Ma merasakan mukanya bagaikan kena tampar. Ia
berpaling dan menjauhi, sedangkan dari arah para gadis yang
410 mengelilingi api terdengar suara ketawa riuh yang terang sekali
mentertawakan dia! Maka iapun kembali ke tukang kendang.
Melihat betapa pemuda lawan Souw Eng tadi masih berdiri kaku,
ia merasa kasihan dan menepuk pundaknya dua kali untuk
membebaskan pemuda itu dari pengaruh totokan.
Pemuda itu memandang ke arah kereta dan berkata perlahan.
"Sungguh seorang enghiong yang gagah sekali. Ia patut menjadi
suami Aisyah!" Lalu ia kembali ke dekat api dan mulai meniup
sulingnya dalam lagu yang merdu tapi mengandung irama sedih.
Keadaan mereka menjadi gembira lagi dan Siauw Ma mendapat
suguhan daging dan roti kering dengan minuman anggur manis.
Semua orang makan minum dan bernyanyi dengan gembira
seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa, sedangkan keadaan
Aisyah dan Souw Eng di dalam kereta seakan-akan telah
dilupakan orang. Tapi mana bisa Siauw Ma melupakan keadaan mereka itu" Ia
selalu melirik ke arah kereta dengan hati panas dan tidak senang.
Benar-benarkah Souw Eng yang dianggapnya seorang pemuda
selain gagah perkasa juga terpelajar dan sopan itu kini melakukan
perbuatan rendah" Kalau benar Souw Eng mau terima menjadi suami Aisyah,
mengapa tidak diadakan perayaan kawin lebih dulu" Sungguh
mereka berdua itu tidak tahu malu sekali dan Siauw Ma
menganggap ia dihina oleh sahabatnya itu.
411 Tiba-tiba Aisyah tampak keluar dari kereta dengan wajah berseri
dan tersenyum-senyum, menghampiri mereka yang duduk
mengelilingi api. Semua orang memandangnya dengan senyum
penuh arti, dan dari kumpulan gadis-gadis terdengar suara
terkekeh yang ditahan-tahan.
Kemudian Aisyah menghampiri si tukang kendang dan berbisik di
telinganya. Wajah tukang kendang itu berubah dan matanya
terbelalak seperti orang terheran-heran, kemudian ia berdongak
dan tertawa berkakakan seakan-akan telah mendengar sesuatu
yang aneh dan lucu sekali.
Kemudian mereka bercakap-cakap dalam bahasa mereka sendiri
yang tak dimengerti oleh Siauw Ma dan sebentar kemudian,
termasuk pemuda yang ditotok Souw Eng tadi, tertawa riuhrendah
dengan gelinya. Juga Aisyah tertawa gembira sampai
keluar air matanya! Tentu saja Siauw Ma menjadi bingung dan heran. Ia merasa
dirinya terpencil sekali, berada di tengah orang-orang yang
mentertawakan sesuatu, sedangkan ia sendiri tidak tahu apa yang
ditertawakan mereka itu. Kemudian ia melihat betapa semua orang memandangnya, maka
karena bingung dan gugup, ia pun lalu menyeringai dan mencoba
tertawa gembira. Tapi karena tak mengerti apa yang harus
ditertawakannya, maka tertawa paksaan itu keluarnya masam
dan tak sewajarnya hingga membuat mukanya tampak lucu.
412 Melihat lagak pemuda ini, semua orang tertawa makin keras,
bahkan Farida, gadis yang ditolaknya tadi, tertawa sambil
menuding-nuding ke arahnya!
Tiba-tiba Siauw Ma menjadi marah. Ia bangun berdiri dengan
cemberut dan mengambil keputusan hendak meninggalkan
tempat itu, tinggalkan Souw Eng!
Tapi Aisyah segera lari menghampirinya dan berkata dalam
bahasa Han yang lancar dan sungguh di luar dugaan Siauw Ma.
"Harap siangkong maafkan kami. Souw-kongcu memesan agar
siangkong sudi bermalam saja di sini karena Souw-kongcu lelah
sekali dan besok pagi baru melanjutkan perjalanan. Harap
siangkong tidak marah. Souw-kongcu tidak mau dimarahi karena
ia merasa tidak mempunyai kesalahan apa-apa kepadamu."
Siauw Ma berkata marah. "Perbuatannya tiada sangkut-pautnya
dengan aku, mengapa aku mesti marah" Ia mau berbuat baik atau
buruk, itu sesukanya, karena ia sudah dewasa dan dapat
bertanggung jawab sendiri!" Siauw Ma sengaja berkata keras
agar terdengar oleh Souw Eng yang masih bersembunyi di dalam
kereta! Kemudian ia bertanya perlahan kepada Aisyah.
"Bagaimanakah, apakah ia mau menerima kau sebagai isterinya"
Kalau ia hendak kawin denganmu, untuk apa aku harus
menantinya" Kita boleh mengambil jalan masing-masing!"
413 Aisyah tertawa manis dan memperlihatkan sepasang deretan gigi
yang rata dan putih berkilauan. "Kami takkan menjadi suami isteri,
melainkan menjadi kakak dan adik."
Mendengar ini, Siauw Ma bengong dan tak dapat berkata apa-apa
lagi. Ia hanya memandang seperti patung ketika Aisyah
mengambil makanan dan menaruh itu di atas baki, lalu dengan
tindakan kaki yang menggiurkan hati laki-laki, gadis cantik itu
berjalan menuju ke kereta di mana Souw Eng berada. Gadis itu
lalu masuk ke dalam kereta sambil membawa makanan yang
agaknya hendak diberikan kepada Souw Eng, dan ia maupun
Souw Eng tidak tampak keluar lagi!
"Kong-cu, hayo makan lagi. Kita habiskan daging ini, kemudian
kita tidur," kata si pemain kendang.
"Eh, lopeh, mengapakah adat kebiasaan suku bangsamu
demikian aneh?" tanya Siauw Ma kepada pemain kendang itu
sambil makan daging panggang.
"Apa yang aneh, kong-cu?"
"Banyak hal yang aneh, di antaranya apa yang terjadi sekarang
ini. Bolehkah seorang gadis tidur sekereta dengan pemuda bukan
suaminya?" Ia berpaling ke arah kereta di mana Souw Eng dan
Aisyah berada. Tukang kendang itu tertawa, menahan geli hatinya. "Mengapa
tidak" Bukankah nona Aisyah tadi berkata bahwa ia dan
kawanmu itu telah menjadi kakak dan adik?"
414 Siauw Ma membungkam. Alasan itu kurang kuat, tapi ia tidak mau
bertanya lebih jauh. Tidak enak kalau ia terus menerus bertanya
soal itu karena mungkin ia akan dipandang iri hati!
Setelah menjelang tengah malam, para gadis itu menuju ke kereta
dan masuk tidur. Duabelas orang gadis itu memasuki tiga kereta,
hingga tinggal sebuah kereta lagi yang kosong. Kemudian empat
orang laki-laki berikut tukang masak yang gendut itu, menuju ke
kereta yang kosong dan masuk tidur.
Kini tinggal Siauw Ma dan si pemain kendang berdua saja yang
masih duduk di dekat api. Ternyata empe itu doyan mengobrol
hingga semalam penuh Siauw Ma duduk saja bercakap-cakap
dengannya. Pemuda itu banyak mendengar tentang rombongan ini dari si
pemain kendang. Ternyata bahwa Aisyah adalah anak tunggal
dari kepala suku yang lebih mendekati Bangsa Tibet itu. Ayahnya
bernama Abdullah dan dari nama-nama ini ternyata kebudayaan
suku kecil ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan India dan
Nepal, sungguhpun mereka itu berbahasa Tibet dan bahkan
mengerti bahasa Han. Aisyah semenjak kecilnya dimanja oleh ayahnya dan gadis itu
suka sekali berburu, yakni mata pencaharian terutama
bangsanya. Selain pandai memanah binatang buas, Aisyah juga
pandai menari dan menjadi bunga terharum di antara kawankawannya,
gadis-gadis lain. Pada saat itu mereka tengah berburu
sambil bersenang-senang dalam hutan itu dan tidak disangkanya
bertemu dengan kedua pemuda itu.
415 Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Souw Eng telah bangun
dan keluar dari keretanya dengan Aisyah. Juga semua anggauta
rombongan telah bangun.
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka pergi ke anak sungai untuk mencuci muka dan tampak
segar-segar dan gembira. Bahkan Souw Eng tampaknya gembira
sekali. Melihat Siauw Ma yang agak kumal dan lesu karena semalam
penuh tidak tidur, Souw Eng tersenyum dan menegur.
"Twako, apakah semalam kau tidur nyenyak?"
Siauw Ma yang masih merasa panas hatinya, hanya mengangguk
dingin dan berkata, "Hayo, kita lanjutkan, perjalanan, yakni kalau
kau masih mau berjalan bersamaku."
Souw Eng memandangnya heran. "Eh, eh, mengapa kau agaknya
masih marah" Tentu saja aku mau berjalan bersamamu, twako.
Akan tetapi, kalau kau tidak sudi, akupun tidak berani
memaksanya." Mendengar kata-kata ini, Siauw Ma sebaliknya jadi khawatir
kalau-kalau Souw Eng marah padanya, maka ia berkata tak
sabar. "Sudahlah, hayo kita berangkat. Hari sudah siang!"
Siauw Ma dan Souw Eng lalu bermohon diri kepada rombongan
itu dan dengan heran sekali Siauw Ma melihat betapa Aisyah
sambil bercucuran air mata memeluk dan mencium jidat Souw
416 Eng! Karena merasa bahwa perbuatan mereka itu melampaui
batas, maka Siauw Ma lalu mendahului kawannya lari pergi.
Dadanya terasa sesak dan ia menjadi heran sendiri melihat
keadaan dirinya. Mengapa ia harus bersikap demikian" Apakah
ia iri hati" Ah, tidak! Ia tidak iri hati sama sekali.
Apakah ia cemburu" Ah, terkejutlah hatinya ketika memikir
demikian. Ia tidak pikir sedikit pun pada Aisyah, mengapa harus
cemburu" Habis, perasaan apakah yang membuat ia tidak
senang melihat Souw Eng berlaku mesra kepada gadis itu"
Akhirnya kedua pemuda itu dapat ke luar dari hutan yang besar
dan gelap itu dan bermalam di sebuah desa. Siauw Ma
mendapatkan keanehan kedua ketika selalu Souw Eng tidak mau
tidur sekamar dengan dia.
"Mengapa, Souw-hiante" Kamar ini cukup besar dan kita dapat
bercakap-cakap leluasa kalau tidur sekamar."
"Aku tidak bisa tidur berdua dalam satu kamar, twako. Aku tidak
biasa dan jika dipaksa tentu takkan dapat tidur sekejap matapun."
"Kau ini aneh sekali, adikku," kata Siauw Ma tertawa.
"Apakah bedanya kalau kita masing-masing mengambil sebuah
kamar" Kalau kau hendak bercakap-cakap, sebelum tidurpun
dapat kita bercakap-cakap di kamarku."
417 Sekali lagi Siauw Ma tertawa hingga Souw Eng mengerutkan
jidatnya sambil bertanya, "Eh, mengapa kau tertawa saja, twako"
Apakah yang lucu?" Siauw Ma menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak apa-apa, hiante, hanya aku teringat kata-katamu tadi. Kau
bilang tidak biasa tidur berdua dalam sebuah kamar, tapi kemarin
kau tidur sekereta dengan seorang nona dan agaknya semalam
penuh kau tidur nyenyak dan pulas. Bukankah ini aneh?"
Siauw Ma memang sengaja menyindir untuk membalas
kawannya itu dan membuatnya malu. Tapi anehnya, Souw Eng
tidak menjadi marah, hanya memandang dia dengan tertawa dan
menjawab, "Ah, itu sih lain lagi soalnya!"
<> Demikianlah, selama hampir seminggu mereka merantau
bersama, melalui beberapa buah kota dan desa, menuju ke arah
timur. Pada suatu senja mereka masuk ke dalam kota Kong-li-bun.
Karena mereka telah melalui perjalanan jauh dan hendak segera
beristirahat dan masuknya di kota itu telah gelap, maka mereka
gunakan ilmu lari cepat dan melalui genteng-genteng rumah
orang. 418 Ketika mereka tiba di atas genteng sebuah rumah gedung yang
tinggi dan melihat betapa agak jauh dari situ terdapat sebuah
rumah penginapan yang besar papan namanya, Siauw Ma,
mengajak kawannya turun. Tapi pada saat mereka hendak
meloncat turun, tiba-tiba Siauw Ma melihat sesuatu di atas
genteng dan ia manahan kakinya sambil berkata.
"Hai, apakah ini?"
Souw Eng memandang dan ternyata di atas genteng rumah
gedung terdapat sebuah lukisan memanjang. Lukisan itu
dilakukan dengan menaburkan bubuk hitam di atas genteng yang
merah dan dilakukan sedemikian rupa hingga bubuk hitam itu
merupakan lukisan memanjang di atas genteng-genteng.
Ketika mereka memperhatikan, maka lukisan itu adalah lukisan
seekor ular, karena di ujungnya merupakan kepala ular sedang
terbuka mulutnya. Anehnya, ular itu tidak berekor dan di ujung
bagian ekor juga merupakan kepala, hingga itu adalah lukisan
seekor ular hitam berkepala dua!
Siauw Ma terheran dan tidak mengerti apa maksud lukisan itu dan
mengapa orang menaruh bubuk hitam dalam bentuk lukisan aneh
di atas genteng yang demikian tingginya. Tapi Souw Eng tidak
banyak cakap lagi dan mengajak Siauw Ma meloncat turun.
Melihat sikap kawannya itu, Siauw Ma menjadi curiga tapi ia diam
saja. Keduanya lalu turun dan berjalan kaki menuju ke rumah
penginapan "Lok-thian" yang tadi tampak dari atas gedung.
419 Seperti biasa, Souw Eng ambil kamar terpisah. Karena lapar dan
lelah, keduanya segera makan dan Souw Eng katakan bahwa ia
lelah sekali hendak segera tidur.
Siauw Ma juga masuk ke dalam kamarnya, tapi diam-diam ia
merasa heran sekali akan sikap Souw Eng. Maka, pemuda ini tak
dapat tidur, lalu duduk di atas pembaringan sambil bersamadhi
dan kerahkan pendengarannya.
Tak lama kemudian, benar saja ia mendengar sesuatu yang
mencurigakan. Suara itu terdengar di atas genteng dan sangat
perlahan hingga jika ia tidak sedang duduk diam dan kerahkan
tenaga pendengarannya, tak mungkin ia dapat mendengarnya.
Ia terkejut karena dapat menduga bahwa suara itu adalah suara
tindakan kaki orang yang tinggi sekali ilmu gin-kangnya. Siauw Ma
membuka matanya lalu gunakan mulutnya meniup ke arah lilin di
atas meja yang menjadi padam.
Ia memang belum buka pakaian, maka cepat sekali ia sambar pokiam
nya yang ia taruh di pinggir pembaringan. Kemudian dengan
hati-hati, ia buka daun jendela lalu loncat keluar langsung ke atas
genteng. Ia masih sempat melihat betapa sesosok bayangan tubuh orang
dengan gesit dan cepatnya berkelebat loncat ke atas genteng
rumah sebelah. Ia cepat loncat mengejar, tapi bayangan itu telah
lenyap! 420 Ia heran sekali dan kagum akan kecepatan orang, tapi ia menjadi
curiga karena potongan tubuh bayangan itu seperti Souw Eng! Ia
segera loncat ke arah kamar kawannya itu dan dekatkan mulutnya
ke celah-celah genteng lalu berteriak memanggil, "Souw-hiante!
Souw-hiante!" Ternyata dari bawah tidak ada suara apa-apa. Siauw Ma buka
genteng dan mengintai ke dalam karena kamar itu masih terang.
Tapi ternyata kamar itu telah kosong! Ah, kini ia merasa pasti
bahwa bayangan tadi bukan lain adalah Souw Eng.
Ia makin heran dan tidak mengerti ke manakah perginya
kawannya itu" Mengapa tadi berkata lelah hendak mengaso tapi
tahu-tahu keluar dalam cara demikian mencurigakan"
Kemudian ia teringat akan lukisan ular hitam berkepala dua di atas
genteng gedung besar sore tadi. Ah, tentu ada hubungannya
dengan kepergian Souw Eng.
Dengan hati tetap Siuw Ma lalu loncat menuju ke gedung itu. Betul
saja, di atas genteng itu ia melihat Souw Eng tengah berdiri dan
bicara dengan seorang berpakaian hitam yang sikapnya
mencurigakan sekali. Siauw Ma segera loncat mendekat dengan hati-hati dan waspada.
Ia lalu bertiarap di belakang wuwungan yang tebal, hanya terpisah
beberapa kaki dari mereka yang sedang bicara itu, lalu
mendengarkan dengan penuh perhatian serta mengintai dari balik
wuwungan. 421 Ia melihat bahwa yang berdiri berhadapan dengan Souw Eng itu
adalah seorang pemuda yang berwajah tampan dan berkulit putih
bersih. Tapi wajah yang dapat dilihatnya di bawah sinar bulan
yang pada malam hari itu bersinar sepenuhnya, mendatangkan
sesuatu yang menimbulkan benci dan tak senang dalam hatinya.
Ia mendengarkan percakapan mereka.
"Hm, sudah beberapa bulan aku mencari jejak Ji-thouw-hek-coa
si Ular Hitam Kepala Dua, si jai-hoa-cat, bangsat pemetik bunga
yang rendah! Tak tahunya yang menjadi bangsat itu bukan lain
adalah kau!" Pemuda berpakaian hitam itu tertawa besar. "Ha, ha, ha! Nona
Lian Eng, sungguh setelah kau dapat bicara, kau makin menarik
saja. Biarpun berpakaian sebagai pemuda, kau tetap tidak
kehilangan kecantikanmu."
"Jangan ngaco!" Souw Eng membentak dan Siauw Ma rasakan
tubuhnya gemetar ketika mendengar pemuda baju hitam itu
menyebut kawannya sebagai Lian Eng!
"Nona Lian Eng, jangan kaukira bahwa kau dan kawanmu yang
tolol itu sebagai orang-orang terpandai. Kau bilang bahwa kau
telah berbulan-bulan mencari jejakku, sebaliknya telah beberapa
hari ini aku mengikuti bayanganmu dan kawanmu itu.
"Ha, ha, ha, ha! Sungguh lucu, sungguh tolol! Aku, sekali jumpa
saja lantas dapat tahu dan mengenal kau, tapi Siauw Ma si tolol
itu telah berhari-hari jalan sama-sama kau, namun belum juga ia
tahu bahwa pemuda tampan yang menjadi kawannya bukan lain
422 ialah Lian Eng gadis gagu yang kini berubah menjadi bidadari
cantik!" "Siauw Liong, bangsat kecil! Tidak ingatkah kau betapa suhusuhu
kami mengampuni gurumu yang jahat dan memberi nasihatnasihat
kepadamu" Tidak tahunya, kau kini menjadi makin jahat,
bahkan lebih rendah daripada suhumu si jahat dari timur itu.
"Gurumu, Tok-kak-coa sendiri, kurasa belum pernah menjalankan
kejahatan seperti yang kaulakukan ini. Kau berubah menjadi
manusia rendah, maka sekarang bertemu dengan aku, jangan
kauharap akan dapat hidup lebih lama lagi!"
"Lian Eng yang manis. Kenapa kau marah-marah" Ketahuilah,
aku adalah seorang sebatangkara yang selalu bernasib malang.
"Aku telah lama merana mencari seorang sahabat yang cocok
dan baik, seorang seperti engkau ini. Tapi kau bahkan bersahabat
dengan seorang tolol seperti Siauw Ma, sungguh aku merasa
penasaran sekali. "Lian Eng, marilah kita habiskan permusuhan dan kita menjadi
sahabat. Aku bersumpah takkan berlaku sesat lagi asal saja kau
suka menjadi sahabat baikku dan kita merantau!"
"Cih! Laki-laki tak bermalu!" Souw Eng yang sebenarnya bukan
lain adalah Soauw Lian Eng adanya, memaki marah.
Siauw Ma makin berdebar hatinya. Ah, benar si Siauw Liong itu.
Ia memang bodoh sekali. Mengapa begitu saja ia tidak tahu"
423 Mengapa ia tak dapat mengenali Lian Eng, gadis yang selalu ia
rindukan itu" Pantas saja Souw Eng demikian ganjil tabiatnya, tidak tahunya ia
adalah Lian Eng, murid dari Huo Mo-li di puncak Thang-la! Pantas
saja ia demikian lihai. Dan kini ia dapat memecahkan peristiwa dengan Aisyah yang
selalu merupakan teka-teki baginya itu. Pantas saja semua
anggauta rombongan mentertawakannya!
Tentu Lian Eng telah menceritakan rahasia dirinya kepada Aisyah
dan kawan-kawannya. Dan ia telah tak senang hati melihat Lian
Eng tidur sekereta dengan Aisyah!
Dan, lebih hebat lagi, ia telah mengaku, ya mengaku di depan
Farida dan di depan Lian Eng, bahwa gadis pilihan hatinya ialah
Lian Eng! Ah, malunya! Siauw Ma merasakan mukanya panas
karena malu. Tapi melihat Siauw Liong berada di situ, rasa malunya dikalahkan
dan diusir pergi oleh rasa khawatir. Yakni, khawatir akan
keselamatan Lian Eng. Ia masih ingat ketika masih kecil Siauw Liong telah pandai dan
Lihai. Apa pula sekarang, buktinya setan itu telah dapat mengikuti
jejak mereka berdua tanpa mereka ketahui!
Mengingat ini, ia lalu meloncat dan membentak keras, "Siauw
Liong, tak kusangka kau sejahat ini!"
424 Siauw Liong dan terutama Lian Eng, merasa terkejut. Lian Eng
melihat Siauw Ma muncul dengan tiba-tiba, merasa malu sekali
karena rahasianya telah terbuka.
Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Siauw
Ma, Lian Eng segera menundukkan muka dan gadis ini tak dapat
menahan rasa malu dan sungkannya, maka tanpa berkata apaapa
lagi, ia lalu meloncat pergi dan meninggalkan kedua pemuda
itu yang telah saling berhadapan!
"Ha, ha, Siauw Ma! Lihat, bukankah kawanmu Souw Eng itu
sangat pemalu" Sungguh seorang pemuda aneh, ya!" demikian
ia menyindir kebodohan Siauw Ma.
Siauw Ma membentak. "Tadi telah kudengar semua dan ternyata
kau hanya menjadi seorang bajingan rendah. Kejahatan lain
masih tidak apa, tapi setelah kau menjadi jai-hoa-cat, bagaimana
pun juga aku tak dapat memberi ampun padamu!"
Siauw Liong tertawa lagi dan tiba-tiba ia mencabut keluar
sepasang senjata yang aneh dari pinggangnya. Senjata itu adalah
sepasang tongkat yang terbuat dari pada dua ekor ular hitam,
yang telah mati dan kaku keras seperti kayu. Tapi ia memegang
ekor kedua ular itu di tangan kanan kiri dan menggerak-gerakkan
senjata istimewa itu seperti orang menggerakkan sepasang
pedang! "Orang tolol, kalau kau sudah bosan hidup, kau majulah!"
tantangnya dengan sikap jumawa sekali dan wajahnya yang putih
425 dan cakap itu tiada hentinya tersenyum dan memandang penuh
penghinaan. Siauw Ma menjadi marah dan ia segera menggunakan pokiamnya
maju menyerang. Sebentar saja mereka telah berkelahi
mati-matian di bawah sinar bulan purnama dan di atas genteng
rumah gedung yang tinggi itu. Karena genteng itu terbuat dari
bahan baik dan tebal, maka mereka dapat bertempur dengan
leluasa sekali. Ternyata gerakan ilmu silat Siauw Liong sangat lihai dan cepat.
Siauw Ma terkejut sekali melihat kemajuan pemuda sesat itu.
Dilihat dari gerakan-gerakannya, ternyata keadaan Siauw Liong
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada saat itu boleh dibilang tidak di bawah Tok-kak-coa
kepandaiannya! Sepasang ular hitam di tangannya dapat
bergerak cepat sekali dan dari lubang mulut kedua ular itu
menyambar-nyambar bau keras yang dapat membikin pusing
lawan karena itu adalah hawa beracun yang sengaja ditaruh di
dalam mulut ke dua senjata aneh itu!
Akan tetapi, Siauw Ma sekarang bukanlah Siauw Ma dulu yang
masih rendah kepandaiannya. Siauw Ma telah mempelajari
sampai tamat Ilmu Silat Pedang Naga Sakti dan Beng Beng
Hoatsu telah menggemblengnya dengan hebat. Karena itu,
pedang di tangan Siauw Ma seakan-akan hidup dan menjadi satu
dengan tubuhnya. Gerakan-gerakannya matang dan tetap,
sedangkan Sin-liong-kiam-sut adalah ilmu pedang yang boleh
dikata raja sekalian ilmu pedang di masa itu.
426 Maka semua serangan Siauw Liong yang bagaimanapun, dapat
dipunahkan dengan mudah. Adapun hawa beracun yang
menyambar keluar dari senjata Siauw Liong, tidak mempengaruhi
Siauw Ma yang juga memiliki lwee-kang tinggi dan dapat
mengatur napasnya sedemikian rupa hingga tiap kali napas
keluar dari hidung dan mulutnya, napas itu dapat meniup pergi
semua hawa racun yang mendekatinya dan mengancamnya.
Sebaliknya, tidak mudah baginya untuk merobohkan Siauw Liong,
karena anak muda itu sungguh lihai dan cepat gerakannya.
Memang beberapa kali Siauw Liong bisa dibikin kacau oleh
gerakan Sin-liong-kiam-sut yang mempunyai gerakan-gerakan
tak terduga dan cepat, tapi ia dapat menyelamatkan diri dengan
tepat sebelum terkena celaka.
Namun, bagaimana juga, Siauw Liong harus mengakui bahwa
kepandaian Siauw Ma biarpun tak dapat dikata lebih tinggi
tingkatnya dengan kepandaiannya sendiri, namun ilmu pedang
Siauw Ma sungguh-sungguh sukar dilawan hingga ia mulai main
mundur. Kemudian Siuw Liong memaki sambil menyindir-nyindir,
"Eh, orang tolol! Tuanmu tidak mempunyai banyak waktu untuk
melayanimu! Kau pemuda tolol tak tahu malu, berhari-hari campur
gaul dan dekat dengan seorang gadis, apakah dia patut dikata
sopan" Ha, ha, ha! Siauw Ma yang gagah perkasa itu ternyata
hanya seorang yang gila perempuan!" Kemudian Siauw Liong
loncat pergi. 427 Siauw Ma yang dimaki menjadi marah sekali. Ia kertak gigi dan
balas memaki, "Bangsat kecil, kau hendak lari ke mana?"
Ia meloncat mengejar pula dengan cepat, tapi Siauw Liong
menghilang di antara gerombolan pohon dan ditelan kegelapan
bayangan pohon-pohon. Siauw Ma terpaksa batalkan kejarannya. Ia hendak kembali, tapi
tiba-tiba dadanya berdebar.
Lian Eng tentu telah pulang lebih dulu! Apakah ia berani bertemu
muka dengan gadis itu" Dengan kaki berat dan perasaan malu,
Siauw Ma kembali ke rumah penginapan dan langsung memasuki
kamarnya. Ia gelisah dan bergulingan di atas pembaringan tanpa dapat
pejamkan mata sebentarpun. Kenyataan bahwa gadis yang
semenjak dulu menarik perhatiannya dan yang akhir-akhir ini
tanpa diketahuinya telah berjalan bersama-sama dia itu kini tidur
dalam sebuah kamar yang tak berjauhan dari kamarnnya,
membuat ia gelisah dan bingung.
Apa lagi kalau teringat akan pengalaman-pengalaman selama
bersama gadis itu, ia merasa malu kepada diri sendiri. Kini
terbukalah matanya bahwa tanpa disadarinya ia telah tertarik
kepada Souw Eng, dan rasa tertarik ini tak lain ialah karena wajah
dan senyuman pemuda sasterawan itu sama benar dengan wajah
dan senyuman Lian Eng! 428 Jadi tanpa disadarinya ia telah jatuh cinta untuk kedua kalinya
kepada Lian Eng dan yang kedua kalinya ini adalah Lian Eng yang
berubah menjadi seorang pemuda. Karena perasaan suka dan
cinta inilah maka ia merasa cemburu dan tak senang ketika Souw
Eng tidur sekereta dengan Aisyah!
Makin diingat, makin malulah rasa hati Siauw Ma. Ah, aku harus
nyatakan terus terang! Demikian ia mengambil keputusan. Kalau
ia tidak menyatakan terus terang, maka selamanya ia akan
merasa malu karena terang-terangan ia telah membuat
pengakuan bahwa ia mencintai Lian Eng dan gadis itu
mendengarnya sendiri. Apakah sekarang, setelah berhadapan
dengan berterang, ia tidak berani mengaku"
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Siauw Ma telah cuci
muka dan berdandan. Ia sengaja berganti pakaian yang
dibawanya, pakaian baru yang membuat ia makin gagah dan
tampan. Kemudian ia menanti di luar kamar Lian Eng masih tidur
karena pintu kamarnya masih tertutup. Ah, ia tentu lelah, pikir
Siauw Ma. Pada saat itu datanglah pelayan rumah penginapan yang
menghampiri padanya dan menyerahkan sepucuk surat sambil
berkata. "Siauw-ya, malam tadi kawanmu telah pergi dan meninggalkan
surat ini kepadaku dengan pesan agar pagi hari ini kuberikan
kepadamu." 429 Terkejutlah Siauw Ma. Ia terima surat itu dan menegur, "Kenapa
tidak kau berikan padaku malam tadi?"
Pelayan itu memandangnya dengan tak berdaya. "Kawanmu itu
pesan dengan keras dan tegas, siauw-ya. Ia melarang padaku
memberi surat ini padamu sebelum pagi hari ini. Aku hanya
melakukan apa yang diperintahkan padaku."
Siauw Ma menghela napas. "Kalau begitu kamar itu telah
kosong?" tanya dengan harapan.
Pelayan itu mengangguk dan ia pergi ke kamar bekas kamar Lian
Eng lalu mendorong pintunya. Memang kamar itu telah kosong,
sama seperti kekosongan hati Siauw Ma pada saat itu.
Dengan sepuluh jari tangan gemetar ia buka surat itu yang
ternyata berisikan tulisan yang halus dan bagus yang dibacanya
berulang kali. Kakakku Siauw Ma yang baik,
Kalau surat ini kau pegang, maka aku telah pergi jauh.
Setelah apa yang terjadi malam tadi, kurasa lebih baik kita
menuruti jalan masing-masing, bukan"
Harap saja kau sudi maafkan padaku jika kau anggap aku
telah mempermainkan padamu yang sesungguhnya, bukan
menjadi maksudku dan janganlah marah padaku. Aku akan
anggap kau sebagai seorang kawan terbaik selama hidupku.
430 Tertinggal hormatnya Souw Lian Eng Siauw Ma merasa seakan-akan dunia menjadi sunyi dan ia seperti
kehilangan sesuatu yang membuat ia berduka. Tapi terhibur juga
hatinya membaca tulisan Lian Eng yang terakhir.
Gadis itu akan menganggapnya sebagai seorang kawan terbaik
selama hidupnya" Ah, ini menandakan bahwa dirinya betapapun
juga mendatangkan kesan baik dalam hati gadis itu! Siapa tahu,
kalau ada jodoh mereka tentu akan bertemu kembali.
Atau, bagaimanapun juga, tak sampai setahun lagi, pada
permulaan musim Chun tahun depan mereka tentu bertemu di
puncak Thang-la! Mengingat akan hal ini, Siauw Ma terhibur
hatinya dan wajahnya yang muram menjadi terang kembali.
Aku tidak harus mengejar-ngejar dan mencari-carinya, karena
perbuatan ini hanya akan mendatangkan rasa rendah dirinya
pada hati Lian Eng. Gadis itu telah menyatakan hendak menuruti
jalan masing-masing. Demikianlah, Siauw Ma memutar-mutar pikirannya dan akhirnya
mengambil keputusan untuk melanjutkan perantauannya ke arah
utara. <> Marilah kita alihkan perhatian kita sebentar untuk mengikuti
keadaan dan pengalaman murid-murid dari tokoh lain. Di atas
puncak Hong-lun-san, seorang dari pada Thang-la Sam-sian atau
431 Tiga Dewa Gunung Thang-la, yakni Hwat Kong Tosu, tidak kalah
rajinnya dengan penuh perhatian menggembleng murid
kesayangannya, Hong Cu. Gadis itu yang tahu bahwa suhunya telah mengikuti semacam
perlombaan mengadu kepandaian dan bahwa dirinya dijadikan
batu ujian, belajar dengan penuh semangat karena iapun ingin
sekali mewakili suhunya dan merebut gelar pendekar terbesar
dari Thang-la. Hong Cu maklum bahwa orang-orang yang ia hadapi dalam
perlombaan ini adalah orang-orang pandai dan yang lebih dahulu
belajar silat dari padanya. Ia sudah mengemukakan hal ini kepada
suhunya, tapi Hwat Kong Tosu dengan penuh keyakinan berkata
kepadanya. "Muridku, jangan kau gelisah. Memang, Beng Beng Hoatsu, Kiang
Cu Liong dan Huo Mo-li adalah orang-orang lihai yang pasti akan
menurunkan ilmu silat tinggi kepada muridnya. Tapi, betapapun
juga, jika kau bersungguh hati dan dapat mewarisi ilmu tongkat
kami seluruhnya dengan baik dan sempurna, jangan kau cemas
akan tertinggal oleh mereka!
"Dengan Ouw-coa-koai-tung-hwat kami yang telah kaupelajari
dengan sempurna, kau boleh dengan hati besar menghadapi Sinliongkiam-sut dari Beng Beng Hoatsu, Huo-mo-kun-hwat dari
Huo Mo-li, ataupun kepandaian silat tinggi yang diturunkan oleh
si Tabib Dewa sekalipun!"
432 Hong Cu percaya penuh akan kata-kata suhunya itu, maka iapun
berbesar hati dan meyakinkan Ouw-coa-koai-tung-hwat dengan
sepenuh hati. Selain itu, iapun mempelajari ilmu-ilmu lain dan
memperdalam lwee-kang dan gin-kang dengan tekunnya.
Sementara itu, semenjak Hwat Kong Tosu mengajak Hong Cu ke
atas Hong-lun-san, maka Souw Cin Ok, murid Hwat Kong Tosu
yang pertama dan telah tua, yakni kakek sendiri dari Lian Eng
yang akhirnya menjadi murid Huo Mo-li, mendapat perkenan dari
suhunya untuk turun gunung dan menjalankan tugas sebagai
pendekar perantauan. Seperti halnya dengan Beng Beng Hoatsu yang menyuruh
muridnya turun gunung, Hwat Kong Tosu ternyata mempunyai
pandangan yang sama. Ia merasa bahwa kepandaian muridnya
telah cukup tinggi dan sempurna, hanya perlu sekali muridnya itu
menambah pengalaman dan mempraktekkan semua ilmu yang
dipelajari di atas gunung itu untuk diuji dan digembleng dengan
api pengalaman di dunia ramai.
Maka, setahun sebelum pertemuan besar itu terjadi, ia panggil
Hong Cu dan memerintahkan muridnya itu turun gunung mencari
pengalaman. Dengan demikian, maka tanpa disengaja Hong Cu
tinggalkan Hong-lun-san hampir berbareng dengan Siauw Ma
yang tinggalkan Puncak Harimau Salju!
Demikianlah, pada suatu pagi, dari puncak Hong-lun-san yang
tinggi, tampak sesosok tubuh yang dengan lincah dan gesitnya
meloncati jurang-jurang menuruni lereng yang curam. Ia adalah
433 Hong Cu yang berpakaian warna kuning dengan sabuk sutera
merah. Gadis itu kini telah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik
sekali. Sepasang matanya lebar dan bening seperti burung hong,
mulutnya kecil dengan bibir merah. Kulit putih bersih dan halus,
sedikitpun tak membayangkan bahwa di bawah kulit itu terdapat
tenaga-tenaga mentakjubkan.
Berbeda ketika merantau dulu, kini di atas gunung Hong Cu
mempunyai banyak kesempatan untuk merawat diri, maka kini
ketika turun gunung, rambutnya tampak hitam berkilat dan
dikuncir rapi lalu diikat di atas kepala dengan ikat rambut dari pita
merah pula. Bahkan di bagian kiri kepalanya, ia menghiasnya
dengan setangkai bunga warna kuning yang harum baunya.
Hong Cu tidak membawa senjata apa-apa karena keahliannya
bermain tidak membutuhkan sesuatu senjata khusus. Ia dapat
menggunakan setiap potong kayu untuk dijadikan senjata tongkat
yang tidak kalah lihainya dari pada sebatang pedang mustika!
Agaknya tabiat Hong Cu tidak banyak berubah, riang gembira dan
jenaka seperti biasa, terbukti dari senyum yang menghias bibirnya
dan sinar matanya yang selalu berseri ketika ia menggunakan
ilmu lari cepat menuruni gunung itu!
Ia telah mendapat perkenan dari suhunya untuk mencari orang
tuanya. Memikirkan hal ini, ia merasa sangat girang dan gembira,
karena telah lebih dari enam tahun ia tinggalkan kedua orang
tuanya! 434 Biarpun telah enam tahun yang lalu, tapi Hong Cu masih teringat
akan peristiwa ketika ia mula-mula bertemu dengan suhunya di
kota Bun-an-kwan. Ia tahu bahwa kota itu bukanlah tempat tinggal
orang tuanya dan ia masih teringat bahwa orang tuanya adalah
seorang pembesar di kota Tiong-an-kwan yang tak jauh letaknya
dari Bun-an-kwan. Ayahnya bernama Ang Lie Seng.
Maka pada pagi itu, Hong Cu langsung menuruni puncak Honglunsan dan menuju ke arah timur, hendak mencari tempat tinggal
ayah bundanya. Tapi Tiong-an-kwan bukanlah dekat dari
Pegunungan Thang-la dan untuk pergi ke kota itu ia
membutuhkan sedikitnya waktu satu bulan perjalanan cepat
karena dari tempat pertapaan suhunya, kita itu terpisah ribuan lie
jauhnya! Beberapa hari kemudian, Hong Cu tiba di sebuah kota yang cukup
ramai. Ia berjalan seenaknya masuk ke dalam kota itu dan semua
mata memandangnya dengan kagum dan heran.
Siapa yang takkan kagum melihat gadis remaja yang cantik jelita
itu dan siapa yang takkan heran melihat seorang gadis muda
seorang diri berjalan memasuki kota, sedangkan pakaian gadis itu
serba ringkas dan singset, menunjukkan bahwa gadis itu adalah
golongan orang-orang ahli silat.
Tapi karena tidak tampak pedang menghias di pinggang atau
punggung Hong Cu, orang-orang tidak memandang sebelah mata
kepadanya. Kecantikan dan keadaannya itu mendatangkan
peristiwa yang cukup hebat di kota itu.
435 Di dalam kota itu terdapat serombongan anak muda tukang
pelesir yang terkenal sebagai pemuda-pemuda nakal dan jahat.
Mereka ini adalah putera-putera para pembesar dan hartawan
yang pekerjaannya tidak lain hanya mengandalkan kedudukan
dan harta orang tua untuk menghina orang lain, terutama rakyat
kecil yang tak berdaya. Pemuda-pemuda ini diam-diam
membentuk semacam perkumpulan orang muda di mana mereka
mempelajari ilmu silat dengan mengumpulkan orang-orang yang
mereka anggap jagoan.
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pagi hari itu, serombongan pemuda sedang berkumpul dalam
rumah ketuanya, yakni seorang hartawan yang terkenal banyak
pengaruhnya. Ketika mereka sedang mengobrol dengan gembira
dan menikmati arak dan daging, tiba-tiba seorang pemuda berlari
masuk dan memberitahukan tentang kedatangan seorang gadis
cantik di kota itu. Ternyata pemuda itu telah melihat Hong Cu dan
segera memberi kabar kepada kawan-kawannya.
Mendengar berita menggembirakan ini, beramai mereka keluar
seakan-akan hendak berlomba mendapatkan gadis itu! Maka
sebentar saja tidak kurang dari pada limabelas orang pemuda
berjalan cepat-cepat hingga membuat banyak orang menahan
napas dengan penuh rasa khawatir.
Penduduk kota itu telah tahu bahwa pemuda-pemuda ini hanya
mendatangkan bencana dan keonaran belaka, tapi mereka tidak
berani menentang putera-putera hartawan dan para pembesar itu.
Kini melihat belasan pemuda itu berjalun cepat-cepat, mereka
tertarik sekali dan orang-orang yang agak pemberani diam-diam
436 mengikuti mereka karena hendak melihat apakah yang akan
dilakukan para pemuda itu.
Sementara itu, dengan menggendong buntalan pakaian dan bekal
di atas punggung, Hong Cu berjalan seenaknya sambil melihatlihat
rumah dan toko yang berbaris di sepanjang kanan kiri jalan.
Ia kagum melihat bangunan-bangunan tembok besar dan kokoh
itu dan tiap kali lewat depan sebuah toko yang menjual bermacam
barang dan cita, ia berhenti sebentar sambil melihat-lihat.
Iapun tahu bahwa banyak mata laki-laki ditujukan kepadanya
secara kurang ajar, tapi ia tidak ambil perduli, hanya menarik
bibirnya ke arah senyum menghina.
Ketika ia tiba di sebuah jalan simpang empat, tiba-tiba saja datang
sorombongan pemuda yang berpakaian mewah dan bersikap
gagah. Mereka itu dengan cengar-cengir dan berlagak gagahgagahan
lalu membuat lingkaran dan mengelilingi Hong Cu yang
berdiri di tengah dengan berani.
Kebetulan pada saat itu ada seorang laki-laki tua berdiri dekat
Hong Cu dan ikut termasuk dalam lingkaran, maka laki-laki tua itu
dengan wajah pucat segera berbisik kepada Hong Cu.
"Siocia, celaka. Kau dalam bahaya!" Kemudian dengan tergesagesa
ia pergi dari tempat itu.
Hong Cu berlaku tenang dan senyum menghina tidak tinggalkan
bibirnya yang manis. Ia berdiri sambil bertolak pinggang dan
memandang para pemuda itu dengan berani.
437 Limabelas orang pemuda-pemuda itu tersenyum-senyum dan
mata mereka menikmati pandangan indah yang berupa gadis
cantik jelita itu. Mereka tidak hanya kagum akan kecantikan Hong
Cu, tapi juga kagum melihat ketabahan nona itu yang sedikitpun
tidak tampak gugup atau takut melihat dirinya dikurung pemudapemuda
itu. Terdengarlah pujian-pujian yang di antaranya sangat
menyebalkan. "Aduh, lihat pinggangnya! Seperti batang pohon liu!"
"Kulitnya putih seperti susu!"
"Aduh manisnya bibir itu!"
"Matanya lebih bagus dari pada mata burung hong."
Hong Cu makin sebal dan tahulah ia bahwa pemuda-pemuda ini
adalah pemuda yang perlu mendapat hajaran keras. Ia hadapi
mereka dengan keren dan menegur keras.
"Hai, apakah maksud kalian menghadang perjalananku"
Mundurlah sebelum aku menjadi marah."
Pemuda-pemuda itu makin beraksi. Ketua mereka, seorang
pemuda yang tampan juga dan berpakaian sangat mewah, maju
dan berkata. 438 "Nona, kami tidak menghadang untuk mengganggumu. Kami
hanya ingin berkenalan dan kagum melihatmu. Marilah kau ikut
kami dan menerima penghormatan kami!"
Hong Cu adalah seorang gadis yang dalam beberapa tahun ini
berada di atas gunung. Sekarang ia baru berusia tujuhbelas tahun
dan boleh dikata ia tumbuh dewasa, di atas Bukit Hong-lun-san
hingga ia sama sekali tidak mengerti akan keadaan dunia yang
penuh dengan tipu muslihat dan kekotoran perbuatan manusia.
Oleh karena tidak mengerti, maka ia menganggap perkataan
pemuda itu sewajarnya dan tidak mempunyai latar belakang yang
jahat, hingga ia menjadi agak sabar dan menjawab.
"Terima kasih, saudara. Tapi aku tidak ada waktu dan hendak
melanjutkan perjalananku. Harap kalian maafkan saya dan jangan
menghalangi perjalananku."
Akan tetapi, di luar dugaannya, pemuda-pemuda itu
mengurungnya makin rapat dan mereka mulai mendekatinya.
"Nona manis, janganlah menolak. Marilah kugandeng tanganmu,
nona," ketua pemuda-pemuda itu berkata lagi, kini sambil
memandang dengan kurang ajar sekali.
Melihat keadaan itu, mengertilah Hong Cu dan ia mulai marah
sekali. Sepasang matanya yang besar dan bening itu
mengeluarkan cahaya kilat, tapi bibirnya tetap tersenyum manis.
Sementara itu, orang-orang yang tadi diam-diam mengikuti
pemuda-pemuda itu dan banyak orang pula yang kebetulan
439 berada di situ, hanya menghela napas dan merasa kasihan akan
nasib gadis itu yang tentu akan mendapat hinaan seperti biasa
dilakukan oleh gerombolan pemuda liar itu.
Pernah dulu terjadi pemuda-pemuda itu menghina seorang gadis
kota itu dan orang tua serta kakak gadis itu mencegahnya, tapi
akibatnya kakak gadis itu mati dihajar sedangkan ayahnya
dipukuli pula, sedangkan gadis itu dengan paksa diculik oleh
mereka. Siapa yang berani melawan" Ayah-ayah mereka itu adalah orangorang
berpangkat dan orang-orang hartawan!
Tapi alangkah heran mereka ketika melihat betapa Hong Cu
sedikitpun tidak tampak takut, bahkan kini membentak dengan
suaranya yang nyaring. "Eh, eh! Tidak tahunya kalian ini adalah anjing-anjing rendah yang
gatal punggung membutuhkan gebukan! Biarlah hari ini nonamu
memberi hajaran kepada kalian!"
Biarpun kata-kata ini diucapkan dengan sungguh-sungguh dan
nyaring, tapi tentu saja tidak dipandang sebelah mata oleh para
pemuda itu, bahkan seorang di antara mereka yang tinggi besar
segera menghampirinya dan berkata,
"Aduh, nona manis. Kalau kau ingin menggebuk punggungku,
boleh kaugebuk lebih dulu. Tapi nanti kalau kau menghibur kami,
harus aku yang lebih dulu kauhibur. Bagaimana, akur?"
440 Hong Cu rasakan dadanya hampir meledak karena marahnya,
tapi ia dengan kekuatan batin yang luar biasa dapat juga menekan
marahnya dan bahkan suaranya terdengar merdu dan manis
ketika ia berkata, "Baiklah, coba kauambilkan penggebuknya!"
Pemuda tinggi besar itu dengan tertawa ha-ha-hi-hi lalu
memungut sepotong kayu kecil yang besarnya hanya sebesar jari
telunjuk dan panjangnya tidak lebih satu kaki!
"Ini penggebuknya, dan kau boleh gebuk sekerasnya!" katanya
sambil nyengir dan perlihatkan giginya yang besar-besar.
Sebetulnya menurut nafsu marahnya, ingin sekali Hong Cu turun
tangan dengan segera, tapi karena ia merasa muak dan sebal
melihat para pemuda itu, maka ia sengaja minta senjata untuk
menghajar mereka agar tangannya tak usah kotor karena beradu
dengan tubuh mereka! Kini melihat orang memberi sebatang kayu
kering, hatinya girang sekali dan ia terima itu dengan mulut masih
tersenyum. Sementara itu, orang-orang yang melihat peristiwa itu, juga para
pemuda yang mengurungnya, heran akan kesungguhan gadis itu
menerima olok-olok si tinggi besar. Masa kayu kecil pendek itu
akan dipakai menggebuk" Tentu saja yang digebuk takkan
merasa apa-apa! Pemuda tinggi besar itu lalu berdiri membelakangi Hong Cu dan
berkata, "Hayo, kau cepat memberi gebukan, nona manis!"
441 Kini Hong Cu tak dapat menahan nafsu marahnya lagi. Dengan
perlahan ia gerakkan tongkat pendek kecil itu ke arah punggung
si pemuda tinggi besar. Dan akibatnya membuat para pemuda itu
tertawa riuh rendah mentertawakan Hong Cu.
Ketika kayu itu tiba di punggung pemuda tinggi besar, tak
terdengar sesuatu dan tidak terdengar pula si pemuda mengaduh,
bahkan pemuda itu masih berdiri sedikitpun tak bergerak, seakanakan
tidak merasa sama sekali!
Tapi tak lama kemudian, pemuda-pemuda itu menjadi pucat
seperti melihat setan dan suara ketawa yang riuh rendah itu
serentak berhenti tertahan seperti suara jengkerik sedang
mengerik lalu terpijak mampus!
Yang membuat mereka terkejut adalah keadaan pemuda tinggi
besar itu. Pemuda itu masih berdiri dengan mata melotot, tapi ia
tak dapat bergerak sama sekali seperti sebuah patung batu,
hanya kedua biji matanya saja melotot besar dan melirik ke sanasini
dan tak lama kemudian dari kedua mata itu mengalir air mata!
Ternyata pemuda itu telah tertotok jalan darah tai-twi-hiat oleh
ujung tongkat Hong Cu hingga membuat ia kaku!
Hong Cu tak mau tanggung-tanggung. Ia bergerak lagi dan lain
pemuda yang terdekat telah tertotok roboh dan tak dapat bergerak
karena lemas! Kini barulah para pemuda itu maklum bahwa mereka sedang
berhadapan dengan seorang gadis yang mereka sangka
mempunyai ilmu sihir, maka ramailah mereka mencabut golok
442 dan pedang mengeroyok! Akan tetapi, belasan pemuda itu bagi
Hong Cu tidak lebih berbahaya dari pada belasan ekor semut
yang kalau ia mau membunuhnya tinggal pencet saja!
Tapi, gadis itu tidak demikian kejam. Ia bergerak cepat hingga
lenyap dari pandang data para pemuda itu dan tahu-tahu, seorang
demi seorang, ke tigabelas orang pemuda itu telah tertotok
semua! Yang tertotok jalan darah tai-twi-hiat, berdiri kaku
bagaikan patung, sedangkan yang tertotok jalan darah thian-huhiat,
roboh dengan lemas dan tak dapat berkutik!
Sebentar saja, jalan perempatan itu telah penuh dengan tubuhtubuh
para pemuda itu yang bergelimpangan di sana sini dan
berdiri kaku bagaikan patung-patung hidup! Dan para penduduk
yang melihat jalannya pertempuran hebat itu, kini berdiri
terbelalak memandang kepada Hong Cu bagaikan melihat
seorang bidadari baru saja turun melayang dari angkasa!
Orang tua yang memberi peringatan segera menghampiri Hong
Cu dan berkata, "Ah, kau lihai sekali, nona. Tapi lekaslah kau lari, karena kong-cukongcu itu mempunyai guru-guru ahli silat yang pandai dan
sebentar lagi mereka bisa datang dengan para pengawal dan
polisi untuk menangkapmu. Larilah lekas!"
Hong Cu ulur tangannya dan pegang pundak orang tua itu sambil
tersenyum. 443 "Jangan kau khawatir, lopeh. Memang aku menanti kedatangan
mereka untuk sekalian kuberi hajaran agar mereka jangan berani
berlaku sewenang-wenang pula kepada rakyat."
Orang-orang yang mendengar ucapan gagah ini merasa kagum
dan mereka pandang gadis itu seakan-akan Hong Cu bukanlah
seorang gadis dan manusia biasa, tapi seorang dewi. Apa lagi
orang tua itu, ketika mendengar ucapan Hong Cu yang
menyatakan pembelaannya kepada rakyat kecil, menjadi terharu
dan jatuhkan dirinya berlutut. "Ah"... kalau begitu, kau benarbenar
seorang dewi?"."
Hong Cu mengangkat bangun empe itu dan pada saat itu dari jauh
tampak mendatangi banyak orang sambil berlari. Mereka itu
ternyata adalah guru-guru silat dan kaki tangan para pemuda
yang baru saja dihajar oleh Hong Cu! Melihat hal ini, kakek itu
segera pergi dari situ dengan ketakutan.
Hong Cu dengan tenang memandang mereka yang mendatangi.
Ternyata bahwa mereka terdiri dari lima orang laki-laki setengah
tua berpakaian sebagai guru-guru silat dan serombongan polisi
berpakaian seragam biru lebih dari dua orang banyaknya.
Bukan main terkejutnya para guru silat dan rombongan penjaga
keamanan itu ketika melihat keadaan limabelas pemuda itu yang
berada dalam keadaan mengherankan, dan lebih terkejut dan
heran lagi ketika mendengar bahwa yang menjatuhkan semua
pemuda itu bukan lain ialah gadis muda cantik jelita yang berdiri
dengan tenang dan bermain-main dengan sebatang kayu kecil di
jari-jari tangannya itu! 444 Kepala guru silat yang memimpin penyerbuan ini adalah seorang
she Louw dan ia seorang yang mahir sekali memainkan sebuah
tombak bercagak. Iapun tidak lupa membawa tombaknya itu dan
kini dengan agak ragu-ragu ia mewakili kawan-kawannya dan
melangkah maju menghadapi Hong Cu.
"Nona, benarkah bahwa kau yang merobohkan semua kongcukongcu
ini?" tanyanya dengan membentak,
Hong Cu memandang guru silat itu dengan senyum manis.
"Memang betul, dan siapakah kau maka menanyakan hal ini
padaku?" Tertegun hati Louw-kauwsu melihat lagak Hong Cu yang
demikian tenang dan aneh. Ia menduga bahwa gadis ini tentu
murid seorang luar biasa dan berilmu tinggi, maka iapun tidak
berani sembarangan berlaku sembrono dan keras. Biarpun ia
merasa malu harus bersikap hormat dan melayani gadis muda ini,
tapi ia menjawab juga. "Lohu she Louw dan menjadi guru silat di kota ini. Kau masih
begini muda tapi suka mencari onar, maka kuharap saja kau suka
ikut dengan damai agar perkara ini dapat diadili sebagaimana
mestinya." "Perkara ini terjadi di sini, dan bukan aku yang mulai lebih dulu.
Kalau mau mengadili harus di sini juga!" kata Hong Cu dengan
acuh tak acuh. 445 Sikap ini membuat seorang guru silat yang masih muda dan
bertubuh tinggi besar menjadi marah sekali, ia segera melangkah
maju dan berkata kasar. "Perempuan siluman dari mana berani mengacau dan
menyombong di sini" Hayo kau menyerah!" Dan ia mengulur
tangan hendak menangkap lengan Hong Cu.
Tapi, sebelum orang dapat melihat gerakan gadis yang cepat
sekali itu, tiba-tiba ujung kayu kecil di tangan Hong Cu telah
mendahului menotok pundaknya dan jago silat tinggi besar itu
roboh dengan lemas! Bukan main terkejutnya Louw-kauwsu melihat gerakan yang aneh
dan lihai ini. Bagaimana sebatang kayu kecil seperti itu dapat
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
digunakan sebagai senjata penotok demikian lihainya" Tapi, ia
tidak mau jatuh nama dan berlaku nekat. Dengan ayun dan
gerakkan tombak cagaknya, ia menerjang sambil berkata.
"Kalau kau menghendaki kekerasan, apa boleh buat!"
Hong Cu melihat datangnya serangan cukup berbahaya, mengerti
bahwa Louw-kauwsu adalah seorang yang mempunyai
kepandaian lumayan juga, maka ia berkelit dengan lincahnya.
Serangan kedua dan ketiga menyusul, tapi tetap Hong Cu dapat
menghindari ujung tombak dengan mudah sekali.
Hal ini membuat semua orang yang mengurungnya menjadi
marah dan mereka beramai maju menyerbu! Maka ribut dan
kacaulah keadaan di situ! Para pemuda yang tadi tertotok dan
446 masih berdiri seperti patung, kena tertubruk dan tersenggol oleh
para pengeroyok itu hingga tubuh mereka roboh dalam keadaan
masih kaku! Hong Cu tidak mau sia-siakan waktu. Ia lalu kerjakan kayu kecil
di tangan dan dengan gerakan menempel ia berhasil tempel ujung
tombak Louw-kauwsu dan sekali putar saja tombak itu terlepas
dari tangan Louw-kauwsu! Inilah gerakan istimewa dari Ilmu Tongkat Ouw-coa-koai-tunghwat!
Secepat kilat kayu di tangan Hong Cu menyambar dan guru
silat kepala itu dapat ditotok roboh dan tak berdaya.
Setelah itu, sekali lagi Hong Cu mengamuk seakan-akan seekor
naga betina yang sakti menyambar ke kanan kiri, dan di mana
saja tubuhnya berkelebat, di situ tentu roboh seorang pengeroyok!
Tak lama kemudian, hampir semua pengeroyok dapat dirobohkan
dan sisanya segera melarikan diri! Di jalan simpang empat itu kini
penuh tubuh orang yang malang melintang dan bertumpuktumpuk
hingga semua orang yang menonton pertempuran aneh
itu kini memandang dengan mata terbelalak, menatap gadis kecil
yang masih tersenyum dan berdiri di tengah-tengah perempatan!
Kemudian, setelah memandang para korbannya dengan puas,
Hong Cu berkata dengan suaranya yang merdu dan nyaring.
"Kalian semua pemeras dan penindas yang kejam, dengarlah!
Hari ini kalian baru tahu bahwa tidak selalu kejahatan mendapat
kemenangan. Jangan sangka bahwa dengan menggunakan
447 kekuasaan dan kepandaian serta harta benda, kalian akan dapat
selalu menindas dan memeras rakyat kecil!
"Saat ini aku masih menaruh kasihan dan ampunkan jiwa
rendahmu sekalian, tapi awas, kalau lain kali kalian masih berani
berlaku sewenang-wenang, maka aku sendiri atau kawankawanku
akan datang membasmimu tanpa ampun lagi!"
Setelah berkata demikian yang dapat didengar oleh semua
korban yang tertotok dan malang melintang di atas tanah, Hong
Cu lalu menggunakan kedua kakinya menendang dan menyontek
ke arah tubuh para korbannya. Heran sekali, setelah kena
tendang sekali saja oleh ujung sepatu Hong Cu yang lemas dan
runcing, orang-orang itu dapat bergerak dan merayap bangun,
lalu pergi bagaikan seekor anjing kena pukul!
Louw-kauwsu yang merasa kagum dan malu, memberanikan diri
menghampiri Hong Cu dan menjura. "Lihiap, maafkan kami yang
tidak mengenal orang pandai. Bolehkah aku mengetahui nama
lihiap yang terhormat dan nama gurumu yang mulia?"
Hong Cu tersenyum dan menjawab. "Namaku Ang Hong Cu dan
guruku ialah Hwat Kong Tosu dari Thang-la!"
Mendengar nama Hwat Kong Tosu, terkejutlah Louw-kauwsu dan
ia segera menjura lagi. "Ah, ah, maafkan kami, lihiap, sungguh
kami harus mampus tidak mengenal murid seorang Thang-la
Sian-jin yang terhormat!" Kemudian ia pergi dengan
menundukkan kepala. 448 Hong Cu melihat betapa orang-orang menonton di situ kini
memandangnya dengan mata kagum, maka ia tidak mau
menunggu sampai orang-orang itu membuat penyambutan
kepadanya sebagai seorang pembela rakyat. Dengan cepat ia lalu
meloncat berkelebat dan lenyaplah bayangannya di balik
benteng! Terdengar seruan kagum dan heran dan untuk sesaat lamanya
orang-orang yang menyaksikan hal ini berdiri bengong. Sampai
berbulan-bulan nama Hong Cu dijadikan kembang bibir orang
kota itu dan semenjak terjadi peristiwa itu, para pemuda yang
tadinya merupakan gerombolan liar dan pengganggu
ketenteraman penduduk kota, tidak berani lagi memperlihatkan
tingkah yang tidak selayaknya. Hal ini tentu saja membuat para
penduduk merasa berterima kasih, sekali kepada gadis muda
yang mereka anggap sebagai dewi kahyangan.
<> Sementara itu, ketika Hong Cu turun dari genteng rumah terakhir
di luar kota, tiba-tiba terdengar orang memanggil namanya. Ia
merasa heran sekali dan menengok dengan siap sedia
menghadapi segala kemungkinan.
Tapi ketika ia melihat bahwa yang memanggil namanya adalah
seorang kakek berpakaian sebagai seorang petani, ia menjadi
girang sekali dan lari menghampiri orang itu sambil berseru.
"Souw-pehpeh!" 449 Orang itu ternyata bukan lain ialah Souw Cin Ok, murid pertama
dari Hwat Kong Tosu! Sebenarnya Hong Cu harus menyebut
suheng atau kakak seperguruan padanya, tapi karena Souw Cin
Ok adalah seorang kakek dan Hong Cu seorang gadis muda yang
pantas menjadi cucunya, maka terdapat persetujuan kedua orang
bahwa Hong Cu menyebut Souw Cin Ok dengan sebutan Pehpeh
atau uwa, sedangkan kakek she Souw itu menyebut Hong Cu
dengan menyebut namanya saja bukan menyebut sumoi
sebagaimana mestinya. "Souw-pehpeh! Beberapa tahun ini kau pergi ke mana saja?"
Hong Cu bertanya dengan wajah berseri.
Ia memang suka kepada Souw Cin Ok yang dulu ketika masih
berada di atas gunung sering memberi petunjuk-petunjuk
padanya. Semenjak ia belajar silat di atas Hong-lun-san, telah
beberapa kali Souw Cin Ok naik ke puncak itu dan menyambangi
suhunya, Hwat Kong Tosu. Mendengar pertanyaan Hong Cu dan melihat kegembiraan gadis
itu, Souw Cin Ok tersenyum.
"Aku merantau ke seluruh daratan Tiongkok, dan tadi kulihat pula
sepak terjangmu. Ah, sungguh luar biasa kemajuan yang
kaucapai selama beberapa tahun ini, Hong Cu. Kulihat ilmu
tongkatmu sudah tak jauh dengan kepandaian suhu sendiri!"
Hong Cu girang mendengar ini. "Betulkah, peh-peh" Dan
bagaimana pendapatmu tentang perbuatanku tadi" Salahkah
caraku memberi pelajaran kepada mereka?"
450 Souw Cin Ok pandang wajah Hong Cu dengan kagum. Semenjak
dulu ia sayang dan suka kepada gadis lincah gembira ini dan ia
sudah anggap gadis itu sebagai pengganti Lian Eng yang
berpisah dengannya. Kini melihat sepak-terjang dan ilmu silat gadis itu, ia benar-benar
kagum sekali. Kalau dibanding dengan kepandaian sendiri,
mungkin sumoi yang muda ini sudah menang berlipat ganda!
Iapun maklum bahwa suhunya memang sengaja menurunkan
seluruh kepandaian kepada murid baru yang tersayang ini.
Diam-diam dalam hati Souw Cin Ok timbul harapan bahwa
mungkin sekali Hong Cu akan mendapat kemenangan pada tahun
depan nanti. Ia juga mendengar dari suhunya akan hal ini dan ia
hanya mengharap, kalau bukan Hong Cu, supaya Lian Eng
cucunya itu yang akan mendapat kemenangan.
"Sepak terjangmu tadi sudah sepantasnya, Hong Cu. Cuma lain
kali janganlah kau terlalu memandang ringan kepandaian orang
sebelum tahu benar-benar bahwa kepandaianmu jauh berada di
atas kepandaiannya."
Hong Cu mengangguk-angguk, karena ia sudah biasa taat
kepada petunjuk suhunya dan petunjuk Souw Cin Ok yang selalu
memberi nasihat dan petunjuk benar padanya.
"Dan sekarang kau hendak pergi ke mana, Souw-pehpeh?"
"Aku sengaja mencegatmu di sini, Hong Cu. Tapi kau lari begitu
cepat hingga hampir saja kau lewat tanpa aku dapat menegurmu!"
451 Hong Cu tersenyum lagi. Hatinya senang sekali, karena ia tahu
bahwa kalau Souw Cin Ok memuji, maka pujian itu keluar dari hati
yang jujur, bukan pujian kosong.
"Hong Cu, aku sengaja hendak mengajakmu menghadiri pesta
ulang tahun seorang sahabatku di kota yang tak jauh dari sini
letaknya. Sahabatku itu adalah seorang tokoh kang-ouw yang
terkenal juga dan sudah tentu kali ini akan datang berkumpul
banyak sekali orang pandai dari dunia kang-ouw di rumahnya.
"Ketika aku melihatmu tadi, ingatlah, olehku bahwa suhu sengaja,
menyuruh kau turun gunung untuk mencari pengalamannya. Nah,
kau akan meluaskan pengalamanmu jika kau turut aku ke pesta
itu." Hong Cu tertawa. "Ah, Souw-pehpeh masa pergi berpesta bisa
mendatangkan pengalaman" Kau aneh sekali."
Souw Cin Ok mengelus-elus jenggotnya yang panjang dan
tertawa pula. "Anak bodoh! Bukankah kukatakan tadi bahwa
sahabatku itu seorang tokoh kang-ouw. Tentu saja banyak orang
pandai datang dan dengan bertemu orang-orang pandai,
bukankah itu berarti memperluas pengalamanmu?"
"Baiklah, baiklah, peh-peh. Tentu aku senang ikut padamu,
karena akupun sedang bingung hendak ambil jalan mana untuk
menuju ke kampung orang tuaku."
"Kebetulan sekali, Hong Cu, karena untuk pergi ke kampungmu
kau harus melewati Lam-kiok juga."
452 "Eh, kau sudah tahu kampungku, peh-peh?"
"Tentu saja tahu, bukankah kampungmu Tiong-san-kwan?"
Tiba-tiba Hong Cu menuding ke arah kakek itu sambil tertawa.
"Aah, aku tahu, tentu suhu yang memberi tahu kepadamu, pehpeh.
Betul, tidak" Suhu selalu memberi tahu segala hal
kepadamu." Souw Cin Ok hanya tertawa melihat lagak Hong Cu yang masih
kekanak-kanakan itu. Ia lalu ajak nona itu berangkat dengan
menggunakan ilmu lari cepat.
Ternyata kepandaian Hong Cu sudah berada di atas suhengnya
ini hingga dalam hal gin-kang juga ia lebih sempurna. Boleh
dibilang dalam hal gin-kang, Hong Cu memang lebih tinggi dari
orang lain, karena ia mempunyai tenaga istimewa yang ia miliki
setelah ia makan obat pemberian Tiong Li tercampur buahbuahan
aneh dulu itu. Souw Cin Ok tahu pula akan hal ini dan ia memang sengaja ajak
sumoinya yang lihai ini, tidak saja untuk memperkenalkan
sumoinya dengan para orang gagah, tapi juga mengandung lain
maksud. Ia ingin ajak gadis perkasa ini untuk membantunya
membalas dendam sakit hatinya kepada seorang yang lihai
kepandaiannya! Karena menggunakan ilmu lari cepat maka kota Lam-kiok yang
jauhnya hanya ratusan lie itu dapat dicapai dalam waktu setengah
hari. Hari telah menjelang senja ketika Souw Cin Ok dan Hong Cu
453 masuk ke dalam kota Lam-kiok yang ramai juga. Mereka langsung
menuju ke sebuah gedung besar di barat kota.
Sahabat yang dimaksudkan oleh Souw Cin Ok itu adalah seorang
hartawan she Lim yang terkenal suka bergaul dan luas
pengalamannya karena sering kali pergi merantau mencari
sahabat-sahabat di kalangan tokoh persilatan. Lim-wangwe ini
adalah seorang yang gagah perkasa karena ia mewarisi ilmu silat
golok besar yang diturunkan oleh leluhurnya. Kakeknya dulu
adalah seorang murid dari cabang Kun-lun dan yang telah
berhasil menciptakan ilmu golok keluarga Lim yang diwarisi oleh
Lim-wangwe. Karena sikapnya ramah-tamah dan suka sekali akan ilmu silat,
maka Lim-wangwe banyak sekali kenalannya di antara tokohtokoh
dari semua cabang. Tidak heran bahwa ketika ia
merayakan hari ulang tahunnya yang ke enampuluh, orang-orang
gagah dari segala lapisan dan segala tingkat memerlukan datang
untuk memberi selamat, sekalian hendak bertemu dengan kawankawan
lama yang tentu datang pula menghadiri perayaan itu.
Karena gedung Lim-wangwe besar dan luas, serta ia terkenal
hartawan besar, maka sudah tentu pesta perayaan itupun luar
biasa ramainya. Pada malam hari itu keadaan gedung Limwangwe
indah sekali. Lampu-lampu yang terhias indah, obor-obor dan ribuan lilin
menerangi seluruh gedung dan taman bunga yang sangat luas
itu. Kursi-kursi dan meja sengaja dipasang di dalam taman bunga
454 karena di dalam gedung panas, dan memang taman bunga itulah
tempat yang paling tepat dan paling luas.
Puluhan pelayan berpakaian seragam merah melayani keperluan
para tamu dan siap berdiri di pinggir dengan sikap mereka yang
hormat. Lim-wangwe sendiri dengan pakaian warna biru yang menambah
keangkerannya berdiri di depan gedung menyambut para tamu
dengan wajah gembira. Ia adalah seorang duda yang mempunyai
dua anak laki-laki yang telah dewasa dan yang juga pandai ilmu
silat seperti ayahnya. Kedua pemuda itupun berdiri menyambut
tamu. Sebelum sampai di tempat yang dituju, Hong Cu berkata kepada
Souw Cin Ok, "Souw-pehpeh, kalau kau nanti perkenalkan aku,
jangan katakan aku sebagai sumoimu."
"Habis, bagaimana?" Souw Cin Ok bertanya sambil tertawa.
"Katakan saja bahwa aku adalah anak kemenakanmu. Kalau
kaukatakan bahwa aku adalah adik seperguruan, maka tentu
akan menimbulkan keheranan dan ketidakpercayaan belaka, dan
karenanya, kita akan menjadi perhatian orang."
Souw Cin Ok mengangguk-angguk tanda setuju. Maka ketika
mereka disambut dengan penuh kegembiraan oleh tuan rumah
yang sangat menghormat Souw Cin Ok karena orang tua ini cukup
terkenal, Souw Cin Ok memperkenalkan Hong Cu sebagai anak
adiknya! 455 Biarpun demikian, namun tetap saja Hong Cu menjadi pusat
perhatian, terutama dari golongan muda, karena siapakah yang
takkan memperhatikan gadis yang cantik jelita itu" Semua orang
menduga, sampai di mana kepandaian gadis yang menjadi
kemenakan Souw Cin Ok yang mereka sebut Souw lo-enghiong.
Untung bagi Hong Cu bahwa pergaulan Lim-wangwe sedemikian
luasnya hingga ada juga datang tamu-tamu wanita yang terdiri
dari wanita-wanita gagah berjumlah tidak kurang duapuluh orang.
Maka Hong Cu lalu diantar ke tempat rombongan tamu wanita ini.
Seorang wanita tua yang memegang tongkat hitam dan yang
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi kenalan baik Souw Cin Ok, segera menyambut gadis itu
dan diajaknya duduk di dekatnya. Wanita bertongkat itu adalah
seorang wanita cabang atas dari Kang-lam dan sikapnya ramahtamah
hingga Hong Cu merasa gembira.
Di antara para tamu wanita, tampak seorang perempuan muda
yang berpakaian merah dan di pinggangnya tergantung sebatang
pedang yang bersarung terukir indah.
Perempuan muda itu berwajah cantik dan berpakaian mewah,
bahkan di sanggul rambutnya tampak berkeredepan hiasan
rambut dari mutiara. Hong Cu memandang sekejap perempuan
itu dengan kagum, tapi ketika melihat betapa sinar mata
perempuan itu sangat lincah dan genit, ia merasa tidak suka
padanya. Sebaliknya perempuan baju merah itu memandang Hong Cu
dengan wajah terangkat dan sikap yang sombong sekali. Hong
456 Cu tidak perdulikan ia pula, dan bercakap-cakap dengan Kanglam
Toanio, yakni wanita tua bertongkat itu.
Souw Cin Ok karena dianggap seorang yang mempunyai tingkat
lebih tinggi dari tuan rumah, bahkan paling tinggi di antara
kebanyakan para tamu, mendapat tempat duduk istimewa dan
dicampurkan dengan beberapa tokoh persilatan yang dianggap
sebagai cianpwe. Di meja para locianpwe ini berkumpul lima orang, jadi sekarang
menjadi enam orang dengan Souw Cin Ok. Kelima orang
terdahulu ketika melihat Souw Cin Ok, serentak berdiri dan
memberi hormat kepada orang tua gagah ini.
Melihat orang-orang yang telah dikenalnya baik-baik sebagai
tokoh-tokoh kang-ouw yang berkumpul di situ, Souw Cin Ok juga
merasa gembira sekali, tapi untuk beberapa saat matanya
memandang tajam ke sekeliling tempat itu yang penuh tamu,
agaknya mencari-cari seseorang.
Ketika melihat perempuan muda yang berbaju merah di
rombongan tamu wanita, ia memandang penuh perhatian, tapi
tidak mengenalnya dan segera mengalihkan pandang matanya.
Maka asyiklah ia bercakap-cakap dengan para kenalannya itu.
Pada saat itu, dari luar masuk seorang tamu baru yang menarik
perhatian. Banyak tamu berdiri sebagai tanda hormat kepada
tamu baru ini dan tuan rumah sendiri berikut kedua orang
puteranya ikut mengantar masuk tamu ini.
457 Ia adalah seorang laki-laki berusia kurang lebih tigapuluh lima
tahun dan wajahnya gagah dengan kumisnya yang dipotong
pendek. Matanya liar dan lebar memandang dengan berani ke
depan. Pakaiannya rapi dan wajahnya yang tampak semakin
gagah oleh bentuk tubuhnya yang tegap dan dadanya yang
bidang. Pendeknya, ia seorang laki-laki yang tampan dan gagah. Di
pinggangnya tergantung pedang panjang dan pakaiannya
berwarna hijau dengan sabuk sutera kuning yang melambailambai
di depan tubuhnya. Potongan tubuhnya selain tegap dan
kokoh kuat, juga sangat tinggi.
Ketika melalui rombongan tamu wanita, ia melirik tajam dengan
tersenyum memikat. Tiba-tiba perempuan muda berbaju merah
itu cepat menghampirinya dengan wajah berseri dan berseru
memanggil, "Ji-suheng!" Kemudian ia pegang lengan suhengnya
itu dengan mesra sekali. Laki-laki itu balas memandang dengan heran dan gembira juga.
"Sumoi, kau di sini juga?" Kemudian, sambil balas pegang lengan
sumoinya, ia berpaling kepada tuan rumah.
"Lim Lo-enghiong, sudah tahukah kau" Ini adalah Ang-ie-nio-nio,
adik seperguruanku sendiri."
Terkejutlah Lim-wangwe mendengar ini. Ia tidak sangka sama
sekali bahwa tamu perempuan itu adalah Ang-ie-nio-nio yang
terkenal lihai, apa lagi setelah diketahuinya bahwa perempuan
458 muda itu bukan lain adalah adik seperguruan tamu barunya ini!
Dengan wajah merah Lim-wangwe menjura ke arah Ang-ie-nionio
dan berkata. "Maaf, maaf, lohu sudah tua dan lamur hingga tidak mengenal nionio
yang terhormat. Mari, mari, silakan duduk di sini dengan
suhengmu." Dan Lim-wangwe mengajak kedua orang itu duduk di meja
kehormatan, bahkan untuk laki-laki itu ia berikan kursinya sendiri
yang terhias kain berwarna. Laki-laki itu merasa terhormat sekali
dan tanpa sungkan-sungkan lagi ia menduduki kursi itu sambil
mengobrol gembira dengan perempuan baju merah itu. Tuan
rumah yang tua dan peramah itu tak diperdulikannya lagi!
Siapakah laki-laki gagah yang agaknya sangat berpengaruh dan
terkenal ini" Ia bukan lain adalah seorang ahli silat yang sangat
terkenal karena kelihaiannya dan mendapat julukan Kwie-eng-cu
atau Si Bayangan Iblis! Telah bertahun-tahun ia menjagoi di kalangan kang-ouw dan
boleh dibilang selama bertahun-tahun itu ia belum pernah
menemukan tandingannya! Juga, selain Lihai ilmu silatnya, ia
terkenal kejam terhadap lawannya. Ia sebenarnya adalah orang
kedua dari Tiang-an Sam-koai atau Tiga Iblis dari Tiang-an.
Orang pertama adalah suhengnya dan orang ketiga adalah
sutenya. Ketiga saudara seperguruan ini memang terkenal ahli
ilmu pedang yang jarang tandingannya, sedangkan Ang-ie-nio-nio
adalah sumoi mereka yang juga mempunyai nama terkenal sekali.
459 Maka tidak heran bahwa tuan rumah dan tamu-tamu lain demikian
menghormatnya hingga ia mendapat tempat paling terhormat.
Pada saat itu, Lim-wangwe yang merasa dirinya dikesampingkan,
lalu berkata, "Taihiap apakah sudah bertemu dengan para
cianpwe di sana?" Kwie-eng-cu memandang ke arah rombongan orang tua itu. Ia
mengangkat tangan sebagai pembalasan hormat kepada para
locianpwe yang berdiri menjura kepadanya!
Kemudian ia melihat Souw Cin Ok yang tidak mau berdiri dan
tidak mau memberi hormat kepadanya. Tiba-tiba senyumnya
terhenti dan ia bangun berdiri perlahan-lahan sambil memandang
tajam kepada Souw Cin Ok yang pada saat itu juga tengah
memandangnya dengan tak kalah tajam!
Kemudian, dengan perlahan dan mulut menyeringai, Kwie-eng-cu
bertindak perlahan ke arah tempat duduk Souw Cin Ok yang
sementara itupun telah bangkit berdiri dari kursinya dengan
perlahan. Semua tamu melihat hal ini, segera menaruh perhatian
besar hingga di saat itu semua mata para tamu ditujukan kepada
dua orang itu dan sedikitpun tak terdengar orang bercakap-cakap!
Keadaan sangat tegang dan orang-orang menduga-duga apakah
yang akan terjadi di antara kedua jago besar itu. Ang-ie-nio-nio
juga berdiri dan mengikuti suhengnya dengan perlahan, karena
iapun belum tahu apakah yang menyebabkan suhengnya tampak
marah itu. 460 Hong Cu juga melihat hal ini, tapi ia tidak berdiri seperti orangorang
di dekatnya yang hendak menonton peristiwa yang akan
terjadi, malahan gadis itu duduk sambil memungut kwaci dari
piring dan makan kwaci seenaknya!
Setelah di depan Souw Cin Ok, Kwie-eng-cu berdongak ke atas
dan tertawa berkakakan. "Ha, ha, ha! Benar-benar kaukah ini" Ah, kusangka tadi bahwa
aku telah melihat setan. Masih hidupkah kau" Benar-benar twasuheng
telah bekerja setengah matang! Ia telah melewati tua
bangka ini dan membiarkan ia hidup!"
Souw Cin Ok tersenyum menyindir.
"Kwie-eng-cu! Kukira kau tidak seburuk suhengmu itu, tapi tidak
tahunya memang ketiga setan dari Tiang-an adalah orang-orang
rendah dan busuk! Kau tahu sendiri, setelah sekarang bertemu
dengan aku di sini, pasti malam ini kalau bukan kau, tentu akulah
yang akan membasahi bumi dengan darah kematian!"
"Ha, ha! Kau tua bangka yang tinggal menanti datangnya malaikat
maut, sungguh masih berani mati. Memang seharusnya kau
dimusnahkan bersama-sama anakmu, tapi entah mengapa
suheng membiarkan kau hidup!"
"Kwie-eng-cu, kau tidak hanya busuk di dalam hatimu, tapi juga
rendah di mulut. Kalau kau memang seorang jantan, hayo keluar
dari tempat Lim-enghiong dan kita membuat perhitungan di luar!"
461 "Aah, kau pintar dan licin! Kau hendak keluar untuk kemudian
kabur di dalam gelap" Tidak, tua bangka she Souw! Kau harus
mampus di sini, di tempat terang ini. Kita bertanding secara jujur
dan adil di tempat terang, disaksikan ratusan orang gagah, maka
kalau kau matipun, takkan penasaran lagi!"
Tapi Souw Cin Ok masih menghargai tuan rumah dan tidak sudi
membuat onar di pesta itu. Ia loncat dari situ hendak pergi keluar
sambil berkata. "Aku tidak serendah kau! Hayo kita keluar! Apakah kau juga
hendak menghina Lim-enghiong?"
"Ah, orang penakut. Siapa yang memandang rendah tuan rumah"
Coba kaudengar!" Ia lalu menghadapi Lim-wangwe yang berdiri di
situ dengan wajah pucat. "Lim lo-enghiong, apakah kau
berkeberatan kalau tempatmu ini kupinjam untuk berpibu
(mengadu kepandaian silat) dengan Souw Cin Ok?"
Lim-wangwe kenal akan kelihaian dan kegalakan Kwie-eng-cu,
maka ia tak mungkin dapat menolak, dan dengan menyimpang ia
menjawab, "Ini bukan urusan yang menyangkut pribadiku, maka bagaimana
aku dapat melarang" Hanya, harap saja ji-wi ingat bahwa hari ini
adalah hari baikku, janganlah rusakkan itu dengan mengalirkan
darah di tamanku." "Nah, kau dengar, tua bangka she Souw" Tuan rumah tidak
berkeberatan apa-apa. Dasar kau yang pengecut!"
462 Marahlah Souw Cin Ok mendengar ini. Ia tahu bahwa Kwie-engcu
memiliki kepandaian tinggi, tapi ia telah nekat hendak
mengadu jiwa. Ia lalu loncat ke tempat yang kosong dan luas di
taman itu, dan berkata. "Kwie-eng-cu, iblis tak berperikemanusiaan. Kau majulah dan kita
boleh coba-coba!" Kwie-eng-cu tertawa lagi. Ia lepaskan jubah luarnya dan kini
hanya memakai baju yang sangat ringkas berwarna hitam. Ia
cabut pedangnya yang mengeluarkan sinar berkilauan, gerakgerakkan
pedangnya itu ke kanan kiri hingga sinarnya
menyilaukan mata, kemudian dengan sekali gerakkan kaki ia
telah loncat berdiri di depan Souw Cin Ok sambil tersenyum
dingin. Ia tadi turunkan kakinya dengan perlahan sekali, tapi ketika ia
angkat kakinya, batu besar yang diinjaknya telah pecah menjadi
empat! Hal ini terlihat nyata sekali oleh orang-orang yang duduk
di sekeliling tempat itu hingga diam-diam mereka leletkan lidah
melihat demonstrasi tenaga lwee-kang yang benar-benar tidak
boleh dipandang ringan itu!
Tapi Souw Cin Ok hanya tersenyum sindir dan sama sekali tidak
takut. Hanya sayang bahwa orang tua ini tidak memegang senjata
apa-apa dan hendak menghadapi lawannya ini dengan tangan
kosong. "Keluarkan senjatamu!" Kwie-eng-cu berseru keras karena ia
tidak mau dianggap curang.
463 "Mengapa harus bersenjata" Aku tidak membawa senjata, tapi
jangan kira bahwa hal itu membuat aku jerih padamu!"
Sebelum Kwie-eng-cu menjawab, tiba tiba tampak berkelebat
bayangan merah dan tahu-tahu Ang-ie-nio-nio telah berdiri di
dekat suhengnya. Gerak loncat ini demikian cepat hingga kembali
menimbulkan kekaguman di antara para tamu.
"Ji-suheng! Untuk memukul anjing kurus tua, mengapa harus
menggunakan tongkat besar" Mundurlah kau dan biarkan
sumoimu menghadapinya. Ia tidak bersenjata, biar kuhadapi
dengan kedua tanganku juga."
Kwie-eng-cu maklum bahwa sumoinya hendak memperlihatkan
kepandaiannya yang istimewa, yakni Ang-see-ciang atau Tangan
Pasir Merah yang lihai! Maka iapun tertawa lagi dan berkata.
"Majulah, sumoi. Tapi hati-hati, anjing tua ini masih bisa
menggigit!" Hinaan-hinaan dan maki-makian yang dilontarkan kepadanya ini
membuat Souw Cin Ok meluap-luap nafsu marahnya dan tanpa
menjawab lagi ia hadapi Ang-ie-nio-nio sambil berkata.
"Kamu orang-orang jahat, hayo majulah jangan banyak
membuang waktu!" Ia lalu maju menyerang Ang-ie-nio-nio dengan
hebat! Tapi perempuan baju merah ini ternyata seorang lawan yang lihai
juga. Setelah bertempur puluhan jurus, perlahan-lahan Ang-ienionio keluarkan ilmunya hingga kedua lengan tangannya
464 berubah menjadi merah dan dari kedua tangannya itu menyambar
tenaga yang luar biasa hingga Souw Cin Ok menjadi terkejut.
Tapi kakek ini adalah murid Hwat Kong Tosu, walaupun ia hanya
mewarisi kepandaian silat yang umum dan bukan ilmu silat
simpanan dari tokoh Thang-la itu, namun Souw Cin Ok Cukup lihai
dan hati-hati. Ia segera mengubah ilmu silatnya yang banyak
macamnya itu, lalu dengan cepat ia bersilat dengan tipu pukulan
Delapan Dewa Mabok. Gerakannya cepat tak terduga, dan ia melancarkan seranganserangan
dengan tenaga lwee-kang hingga dapat membentur
kembali tenaga mujijat yang keluar dari Ang-see-ciang dari
lawannya itu. Karena ini maka kembali Ang-ie-nio-nio terdesak
mundur! Semua orang menonton perkelahian ini dengan hati berdebar.
Mereka tahu bahwa yang berkelahi adalah orang pandai dan tak
mungkin memisahkan mereka, sedangkan pertempuran itu
adalah pertempuran di antara orang-orang yang menaruh hati
dendam, maka tentu dilakukan mati-matian.
Melihat keganasan Ang-ie-nio-nio dan kehebatan ilmu silat kakek
tua semua orang menjadi kagum, tapi mereka tidak berani
berpihak secara berterang, biarpun di dalam hati kebanyakan
para tamu berpihak kepada Souw Cin Ok.
Kwie-eng-cu melihat betapa sumoinya terdesak hebat oleh Souw
Cin Ok yang lihai, menjadi terkejut. Ternyata ilmu silat kakek itu
465 makin maju saja! Maka ia segera menerjang sambil berteriak,
"Sumoi, biarkan aku bunuh mati anjing tua ini!"
Sambil berkata demikian, pedangnya berkelebat menerjang Souw
Cin Ok! Tapi pada saat itu terdengar suara tertawa merdu dan
nyaring. Suara tertawa itu terdengar tepat di atas kepala Kwieengcu hingga ia terkejut sekali dan mengurungkan
penyerangannya kepada Souw Cin Ok, tapi segera memandang
ke atas.
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Alangkah terkejutnya ketika ia merasa betapa pedangnya
menempel pada sebuah benda dan benda itu membetot
pedangnya dengan tenaga luar biasa hingga hampir saja
pedangnya terlepas dari pegangan tangannya! Ia berseru heran
dan kerahkan tenaga lwee-kangnya membetot, tapi tiba-tiba
tenaga itu melepaskannya dan hampir saja ia jatuh terguling kalau
tidak cepat berjumpalitan.
Ketika ia memandang heran, ternyata di depannya berdiri seorang
gadis yang usianya takkan lebih dari tujuhbelas tahun. Gadis itu
berpakaian sederhana tapi kecantikannya nampak aseli bagaikan
sekuntum mawar sedang mekar mengharum. Gadis itu tersenyum
manis dan memandang pada Kwie-eng-cu dengan lucu!
Ketika Kwie-eng-cu menyerang Souw Cin Ok tadi, Ang-ie-nio-nio
telah meloncat ke pinggir dan kini ia memandang ke arah Hong
Cu dengan heran. Souw Cin Ok segera berkata.
466 "Hong Cu, jangan kau ikut campur!" Tapi dalam hatinya, orang tua
ini merasa lega, karena ia tahu kalau Hong Cu mau turun tangan,
akan bereslah urusan ini!
"Souw-pehpeh, dua orang badut laki perempuan ini mau
membadut di sini dan meramaikan pesta, maka tidak boleh tidak
aku harus ikut campur. Laginya, mereka ini curang sekali, hendak
mengeroyokmu. "Kau duduklah saja, peh-peh, masa ada kemenakanmu di sini,
kau harus turun tangan sendiri melayani segala badut murah?"
Sambil berkata demikian, gadis itu berkedip kepada Souw Cin Ok,
hingga orang tua itu hanya menghela napas dan sambil memukulmukul
ke dua pahanya, orang tua ini menyatakan
kegembiraannya dengan berkata.
"Ayaaa! Kemenakanku yang satu ini memang bandel dan bengal.
Biarlah, biar kau tahu rasa kalau dikeroyok nanti!"
Hong Cu lalu menghadapi Kwie-eng-cu yang masih bengong
karena memikirkan apakah mungkin yang membetot pedangnya
tadi gadis ini" Juga semua tamu tidak seorangpun melihat
gerakan Hong Cu yang demikian cepat. Pula, gadis ini hanya
memegang sepasang sumpit kayu di tangan kanan kiri, dan
berdirinya demikian lemas bagaikan seorang penari, tak pantas
menjadi seorang ahli silat!
467 "Eh, orang murah, kau berani tidak dengan si merah itu
mengeroyok aku" Kalian boleh menggunakan pedang, tombak,
golok, atau apa saja yang kau bisa pegang. Berani tidak?"
Melihat lagak Hong Cu dan mendengar kata-kata ini, semua
orang heran dan menganggap jangan-jangan kemenakan Souw
Cin Ok ini mempunyai penyakit otak miring. Bahkan Kwie-eng-cu
demikian heran hingga ia lupa untuk marah dan bertanya.
"Eh, kau gadis cilik. Kenapa kau sebut aku orang murah?"
Tentu saja pertanyaan ini terdengar lucu dan beberapa orang tak
dapat menahan ketawanya. Kwie-eng-cu memutar tubuh dan
mendelikkan matanya hingga suara ketawa lalu berhenti tiba-tiba.
"Kau isi mulutmu dengan kotoran-kotoran dan maki-makian,
bukankah itu hanya tabiat orang murah" Hayo, jawablah berani
tidak kau mengeroyok aku" Kalau berani, kau dan si merah itu
majulah cepat. Kalau tidak berani, lebih baik kau pulang saja ke
pangkuan ibumu!" Ang-ie-nio-nio marah sekali. Ia cabut pedangnya dan maju
menerjang sambil memaki. "Perempuan siluman, kalau sudah bosan hidup, biar aku
membunuhmu!" Ia kirim tusukan kilat ke arah dada Hong Cu, tapi
Hong Cu berkelit seperti orang terhuyung ke samping sambil
berseru. "Hayaa, galak benar si merah ini!"
468 Ang-ie-nio-nio cepat menyerang lagi dan segebrakan saja ia
sudah mengirim tiga serangan yang semua dapat dikelit mudah
oleh Hong Cu. "Hayo, kumis pendek, kau majulah mengeroyok! Atau, takutkah
kau barangkali?" Sambil berkelit terhadap sebuah sabetan
pedang, Hong Cu masih berolok-olok dan menantang kepada
Kwie-eng-cu! "Kau mencari mati sendiri!" Kwie-eng-cu lalu maju menyerang
dengan pedangnya. Hebat memang kepandaian Kwie-eng-cu karena pedangnya
mengeluarkan angin berkesiutan dan api lilin yang berada dekat
situ sampai hampir padam hingga buru-buru seorang pelayan
mengambil dan menjauhkannya. Tapi ia bergidik ketika merasa
sambaran angin pedang yang begitu dingin di telinganya, hingga
diam-diam ia menggunakan tangan meraba-raba telinga karena
takut kalau kalau daun telinga itu akan terbang!
Ditambah pula dengan gerakan serangan Ang-ie-nio-nio yang
cukup lihai, maka kedua lawan itu merupakan dua lawan tangguh
yang sangat berbahaya. Akan tetapi, murid Hwat Kong Tosu memegang dua batang
sumpit kayu di kedua tangannya, hingga seakan-akan ia telah
membekal senjata dewa! Setiap potong kayu yang berada di
tangan Hong Cu dapat dimainkan dengan Ilmu Tongkat Ouw-coakoaitung-hwat yang menjadi raja sekalian ilmu tongkat hingga
potongan kayu itu berubah menjadi senjata yang luar biasa,
469 karena gadis itu dengan sesukanya dapat menyalurkan tenagatenaga
membetot, menempel mengait atau menyampok dengan
kekuatan yang mujijat. Kini menghadapi kedua orang ini, ia masih
dapat bermain seenaknya! Para penonton menjadi pening melihat pertempuran itu. Mereka,
kecuali para locianpwe yang memandang kagum dan terheranheran,
hanya melihat bayangan merah dari Ang-ie-nio-nio dan
bayangan yang berkelebat-kelebat ke sana ke mari dari Kwieengcu, ditambah sinar pedang kedua orang itu bergulung-gulung,
dan anehnya, mereka tidak tahu lagi ke mana perginya gadis
aneh tadi! Hong Cu dalam gerakannya yang begitu cepatnya telah lenyap
tertelan sinar pedang kedua lawannya dan terbungkus sinar
kedua batang sumpitnya! Gadis ini karena tidak tahu asal mula
terjadinya permusuhan antara kedua lawannya ini dengan Souw
Cin Ok, lalu berkelahi sambil berkata kepada suhengnya itu.
"Eh, Souw-pehpeh! Kau lupa belum beritakan kepadaku tentang
riwayat kedua badut ini. Ceritakanlah, peh-peh!"
Para tamu heran sekali karena suara gadis itu terdengar dari
tengah-tengah pertempuran hingga bagaikan suara setan yang
tidak kelihatan saja. Dan kedua lawannya yang memang telah
merasa terkejut sekali melihat kelihaian dua batang sumpit Hong
Cu, kini mendengar ucapan ini merasa makin terkejut dan heran.
470 Bagaimanakah gadis aneh ini masih dapat membagi perhatian
kepada orang di luar pertempuran" Sungguh-sungguh gadis itu
memandang rendah sekali! Kwie-eng-cu kertak gigi dan menyerang makin keras, tapi berkalikali
kalau ia sudah merasa pasti bahwa tusukan atau sabetannya
akan membawa hasil, tahu-tahu pedangnya terbentur pula oleh
batang sumpit yang agaknya telah berubah menjadi ribuan batang
banyaknya itu! Sementara itu, Souw Cin Ok merasa bahwa Hong Cu pasti akan
dapat kalahkan lawannya, maka iapun Lalu bercerita seperti
kepada seorang anak-anak yang mendengarkannya sambil
tiduran! "Laki-laki yang berkumis pendek itu adalah Kwie-eng-cu si
Bayangan Iblis dan si Baju Merah itu adalah Ang-ie-nio-nio!
Ketahuilah, Hong Cu, dulu, beberapa tahun yang lalu, Kwie-engcu
dan suhengnya telah membunuh mati anak dan mantuku!
"Anakku menjadi piauwsu, pengantar barang-barang berharga
dan di tengah jalan anakku dicegat perampok. Dalam
pertempuran, kepala perampok itu tewas, berikut puluhan anak
buahnya dan yang lain-lain lari pergi."
"Ah, kalau begitu anakmu itu gagah sekali!" kata Hong Cu.
"Kemudian ternyata bahwa kepala perampok itu masih dihitung
murid ketiga setan dari Tiang-an, yakni yang pertama Bu-eng-cu
Si Tanpa Bayangan, kedua Kwie-eng-cu yang sekarang
471 bertempur mengeroyokmu, dan ketiga Pek-eng-cu Si Bayangan
Putih, yaitu sute dari Kwie-eng-cu. Mendengar betapa muridnya
terbunuh oleh anakku, mereka menjadi marah dan mencari
anakku, lalu membunuhnya dengan jalan mengeroyoknya.
"Juga anak mantuku yang tidak tahu apa-apa ikut dibunuh.
Bahkan cucu perempuanku hampir saja dibunuhnya, kalau tidak
kulindungi dan kubawa lari!"
"Jahat sekali!" kata Hong Cu. "Dan si merah ini" Apa iapun turut
dalam perbuatan terkutuk itu?"
"Tidak, aku tak pernah bertemu dengan dia, baru kali ini. Tapi ia
agaknya tidak lebih baik dari pada suheng-suhengnya!"
Hong Cu lalu berkata kepada Kwie-eng-cu, "Kau jahat sekali,
patut dihabisi riwayatmu. Terimalah hukumanmu!"
Dan dengan gerakan Ular Hitam Menyembur Racun, Hong Cu
menusukkan sumpitnya yang secara kilat dapat menotok urat
besar di leher Kwie-eng-cu.
Terdengar teriakan ngeri dan Kwie-eng-cu roboh dan tewas di
saat itu juga tanpa mengalirkan setitikpun darah! Kemudian
terdengar kata-kata Hong Cu!
"Dan kaupun perlu diberi hajaran keras!" Terdengar bunyi
"Pletak!" tulang patah dan tahu-tahu Ang-ie-nio-nio membungkuk
sambil memegang-megang tangan kanannya yang patah
tulangnya karena terpukul batang sumpit!
472 "Sebutkan namamu!" Ang-ie-nio-nio menahan sakit sambil
berkata penuh sakit hati.
"Hm, kau menaruh dendam" Baik, namaku Ang Hong Cu. Dengar
baik-baik, namaku Ang Hong Cu. Mau cari aku" Mudah, datang
saja ke puncak Thang-la!"
Terkejutlah para locianpwe mendengar bahwa gadis itupun
datang dari puncak Thang-la. Juga Ang-ie-nio-nio terheran. Ia
masih penasaran dan bertanya lagi.
"Bohong! Kalau betul dari Thang-la, siapa suhumu?"
"Jangan kau berani menyebut-nyebut suhu. Hendak apakah kau
mencari tahu nama seorang dari pada Tiga Dewa Thang-la?"
"Suhunya adalah Hwat Kong Tosu."
Mendengar ini, di wajah Ang-ie-nio-nio terbayang keheranan
besar, tapi ia merasa puas dan meloncat pergi tanpa pamit.
Sementara itu, Lim-wangwe memerintahkan orang-orangnya
untuk mengurus mayat Kwie-eng-cu.
Hong Cu heran sekali melihat betapa di kedua pipi Souw Cin Ok
mengalir butiran-butiran air mata! Gadis itu meloncat mendekati
dan memimpin kakek itu ke tempat yang agak jauh dari para tamu.
Tangan Berbisa 6 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Naga Sasra Dan Sabuk Inten 35
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama