Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat Bagian 3
tertarik ke dalam. Dia melangkah tiga tindak ke depan, masih membopong Ayu Wulan
dipundak sebelah
kanannya. "Rupanya ada tuyul buntal kesasar ke tempat ini!"
bentak si Jubah Mambang dengan pandangan sengit.
"Jangan jual lagak di hadapan kami! Silakan
tinggalkan tempat, bila masih sayang nyawa!"
Sosok buntal itu cuma mengangkat sepasang
alisnya yang rada jarang. Kembali menghisap
cangklong besarnya yang tak dibakar, tetapi saat
dihembuskan asap putih menebarkan bau harum
bagai berlomba-lomba keluar.
"Matahari makin merambah. Meskipun malam
datang sesungguhnya matahari masih bersinar. Hanya
pengelabuan mata saja yang terjadi di hadapan kita.
Lebih baik, jangan cari urusan. Tinggalkan gadis itu.
Karena, kemuliaan adalah tujuan hidup."
"Setan buntal! Sebutkan nama dan julukan!"
bentakan Jubah Mambang bagai menggebah tempat.
Ayu Wulan yang berada dalam bopongan Jubah
Mambang diam-diam membatin, "Rupanya ada orang
yang datang. Siapa dia" Mengapa cara berbicaranya
seperti orang berpantun" Dan nampaknya orang ini
cukup memiliki nyali, masih berada di sini tanpa
mempedulikan bentakan orang. Kuharap dia bukan
orang sembarangan hingga bisa menolongku dari
celaka ini!"
"Nama telah lenyap entah ke mana, hingga aku
lupa. Maafkan kalau tanya pertama tak ada jawab.
Julukan masih melekat di badan, mengganti nama
yang terlupakan. Dewa Bumi orang menjulukiku,
sebuah julukan tak ada arti dan tak ampuh."
Si Jubah Mambang cuma mendengus sambil
memandang dengan tatapan melecehkan. Sementara si
Jubah Setan diam-diam mundur satu tindak dengan
dada agak bergetar. "Tak salah dugaanku. Manusia inilah yang berjuluk Dewa Bumi.
Gila, apakah sepasang mata Jubah Mambang sudah menjadi buta"
Apakah telinganya sudah tak berfungsi" Tak tahu
siapa orang di depan mata?"
Saat itu Jubah Mambang sedang melempar tubuh
Ayu Wulan dari bopongannya. Bruk!
Tubuh gadis montok murid si Manusia Pemarah
ambruk telentang setelah bergulingan sejenak. Dengan susah payah dia berusaha
melirik orang yang baru
datang dan menyebabkan Jubah Mambang
mengurungkan niat.
Sepasang mata si gadis terbeliak begitu melihat
wujud orang yang baru datang.
"Aneh! Baru kali ini aku melihat ada orang yang bentuknya seperti bola. Tadi dia
mengatakan julukannya, Dewa Bumi. Oh, ya, ya! Aku ingat
sekarang. Guru pernah menceritakan tokoh aneh itu,
yang selalu menghisap cangklong tanpa asap namun
saat dihembuskan asap banyak keluar dengan
menebarkan aroma wangi. Jadi... diakah orang yang
berjuluk Dewa Bumi?"
Ayu Wulan tak sempat meneruskan kata-kata,
karena Jubah Mambang sudah menggebah keras ke
arah Dewa Bumi.
Wusss! Tangan kanannya dikembangkan. Dihantam ke
atas, lalu ditukikkan ke bawah. Menyusul gempuran
tangan kanannya, kaki kanan dan kiri pun melayang.
Wuuttt! Wuuuttt!
Dewa Bumi hanya menggeleng-gelengkan kepala
saja. Lalu entah bagaimana caranya, mendadak saja
tiga hantaman sekaligus yang dilepaskan oleh Jubah
Mambang mengenai tempat kosong.
"Jangan umbar tenaga untuk mencari musuh.
Berjalan lurus adalah satu kebajikan. Bila memang tak mampu kuasai diri,
bersemadi cara yang terbaik."
Satu suara sudah terdengar dari samping kiri si
Jubah Mambang yang seketika menoleh dengan
pandangan berkilat-kilat. Hatinya murka menerima
perlakuan yang penuh ejekan itu. Tetapi segera pula
disadari kalau orang ini bukan manusia sembarangan.
Jubah Setan yang pernah menyirap kabar tentang
Dewa Bumi, buru-buru mendekati kambratnya.
"Jangan gegabah," katanya dalam bisikan.
"Manusia ini bukan tokoh sembarangan. Kesaktiannya setingkat dengan Raja Lihai
Langit Bumi!"
"Aku tak peduli siapa orang yang kau sebutkan
itu! Manusia buntal itu telah bikin urusan!" balas Jubah Mambang dengan suara
keras. Matanya tajam
dipancangkan pada Dewa Bumi yang masih asyik
berdiri dengan tangan kiri berada di belakang dan
tangan kanan memegang cangklong besarnya, yang
saat dipegang tak mengeluarkan asap, tetapi saat
dihisap dan dihembuskan bergumpal asap putih
keluar. "Sikap Jubah Mambang menjengkelkan saat ini.
Dia benar-benar telah dibutakan oleh kemarahan
hingga tidak tahu siapa manusia buntal penghisap
cangklong itu," batin Jubah Setan dengan hati
mengkelap. Lalu dia berkata lagi, "Kuperingatkan sekali lagi, jangan bertindak
gegabah." "Setan keparat! Nyalimu sudah ciut hanya karena manusia buntal itu kau ketahui
berjuluk Dewa Bumi!
Lihat, aku akan membikin mampus manusia celaka
itu!" Habis kata-katanya, tiba-tiba saja Jubah
Mambang menangkupkan kedua tangannya di dada.
Sejurus kemudian, tubuhnya bergetar menyusul
berkibarnya jubah biru kusam yang terikat di
lehernya. Kejap kemudian....
Wuuuttt! Puluhan mata tombak sepanjang lengan yang
entah bagaimana bisa disembunyikan di balik jubah
biru kusamnya, menggebah. Meluncur beruntun ke
arah Dewa Bumi.
"Tinggi langit rupanya telah tergantung, hingga tak sadar kalau nyawa akan
terpancung!" seru manusia buntal itu. Dan tanpa bergerak dari tempatnya, dihisap
cangklongnya yang tak mengeluarkan asap. Lalu
dihembuskannya perlahan.
Wrrrr! Gumpalan asap putih itu menggumpal menjadi
satu benda padat yang kenyal. Puluhan anak panah
sepanjang lengan orang dewasa, berbalik begitu
mencelat pada gumpalan asap tadi.
Jubah Mambang memekik tertahan dan segera
berjumpalitan menghindari serangannya sendiri.
Puluhan anak panah itu menancap pada lima batang
pohon yang seketika hangus!
"Keparat betul! Aku jadi sedikit mempercayai
omongan si Jubah Setan! Tetapi, masa bodoh dengan
semua ini! Manusia buntal itu telah lancang campur
tangan urusan orang!" Habis memaki dalam hati, si Jubah Mambang kembali
melancarkan ilmu
simpanannya, 'Hujan Panah' yang dahsyat.
Namun lagi-lagi serangan itu tak membawa arti
banyak. Seperti halnya tadi, puluhan anak panah
sebesar lengan orang dewasa mencelat balik ke
arahnya sendiri. Bahkan kali ini lebih deras dari yang pertama.
Pucat pasi wajah si Jubah Mambang. Bila saja si
Jubah Setan tidak menolong dengan mengirimkan
serangan 'Hujan Api' nya yang seketika membakar
anak panah-anak panah itu. tak urung akan terjadi
senjata makan tuan.
"Aku tahu betapa tinggi ilmu yang kau miliki,
Dewa Bumi! Tetapi, urusan kambratku adalah
urusanku juga! Jangan salahkan, bila nyawamu
melayang saat ini juga!"
"Jalan panjang rupanya banyak liku. Soal hidup
dan mati bukan di tanganku. Bila ingin mendahului,
silakan maju," sahut Dewa Bumi dengan kata-kata berpantunnya.
Mengkelap wajah si Jubah Setan. Sadar kalau
lawan bukan orang sembarangan, dia sudah
melepaskan ajian simpanannya 'Hujan Api'. Puluhan
bola api yang panas tak terkira menderu dahsyat.
Mengeluarkan angin menggidikkan.
Seketika di tempat itu menghampar panas yang
tinggi. Ayu Wulan yang masih rebah dalam keadaan
tertotok mau tak mau menciut juga hatinya. Bisa-bisa dia jadi sasaran api-api
itu. Seperti yang dilakukan oleh Dewa Bumi terhadap
Jubah Mambang, serangan si Jubah Setan langsung
sirna begitu dihisap dan dihembuskan asap cangklong
anehnya. Plussss! Puluhan bola api itu seketika padam.
"Tinggalkan tempat bila masih sayang nyawa.
Urusan menghadang di depan mata. Jangan menjadi
pecundang bila tak ingin terkena halang rintang!"
Meskipun hatinya menjadi ciut, Jubah Setan
justru bertambah penasaran. Kini dibantu dengan
Jubah Mambang, keduanya menggebah dahsyat.
Seketika tempat itu bagai diamuk oleh ratusan gajah
liar. Pohon yang tumbang semakin banyak. Beberapa
buah jatuh ke sungai yang tengah itu. Memuncratkan
air nya yang cukup tinggi. Rumput terpapas habis.
Semak belukar berpentalan dan tanah bagai rengkah
seketika. Namun kejadian itu hanya dua puluh kali tarikan
napas saja terjadi. Karena detik berikutnya, tubuh si Jubah Mambang sudah
tersuruk ke belakang. Sulit
disiasati mata bagaimana Dewa Bumi melakukannya.
Yang dirasakan oleh si Jubah Mambang kalau tulang
iganya patah tiga buah. Seketika terdengar
lolongannya yang tinggi mencapai langit.
Kalau sebelumnya da masih mampu menahan
sakit di tulang iganya akibat serangan si Rajawali
Emas beberapa hari lalu, kali ini lelaki tua berambut pendek itu tak mampu lagi
bertahan. Dua tarikan
napas kemudian, nyawanya pun melayang.
Membesi wajah Jubah Setan dengan teriakannya
yang sangat keras. Pandangannya lekat dan tajam
pada Dewa Bumi yang masih asyik menghisap
cangklong anehnya.
"Kau"!" Hanya itu yang bisa dikeluarkannya. Detik berikutnya, lelaki berambut
panjang itu segera
berkelebat meninggalkan tempat itu dengan sejuta
dendam membara. Tak dipedulikan lagi kambratnya
yang telah menjadi mayat. Saat dia berlari, desisan
penuh kemarahan terdengar, "Jubah Mambang telah tewas. Ratu Tengkorak Hitam pun
telah mampus di
tangan pemuda berjuluk Rajawali Emas itu. Posisi ku sekarang tak menguntungkan.
Dasar bodoh! Mengapa
tak ku hubungi saja Raja Pocong Hitam" Ya, ya... aku akan segera menuju ke
sana!" Sepeninggal Jubah Setan yang membawa sejuta
dendam dan rencana untuk memanggil seseorang yang
dijuluki Raja Pocong Hitam, Dewa Bumi hanya
menggeleng-gelengkan kepala.
"Mengapa masih banyak orang yang berlagak
jumawa, padahal sulit mencapai sejengkal langkah.
Satu nyawa putus di tangan penuh dosa ini, entah
kapan akan mencuci diri. Bila dunia mulai tenteram,
aku akan mundur perlahan. Tak akan muncul
meskipun kiamat menjelang."
Lalu dengan langkah yang cukup memancing tawa
orang, Dewa Bumi mendekati Ayu Wulan yang kini
bisa melihat lebih jelas siapa orang yang menolongnya.
Tanpa banyak cakap, Dewa Bumi meniup dua kali.
Ufff! Ufff! Tubuh Ayu Wulan tersentak. Totokan yang
dideritanya terlepas. Terburu-buru dia bangkit, dan
mengucapkan terima kasih.
"Tak perlu ucapan kata itu, karena aku hanya
sedikit membantu. Gadis manis berbibir merah, aku
tahu kau murid si Manusia Pemarah. Sekarang ada
dua pilihan di depan mata. Kau tetap di sini, atau ikut aku ke Gunung
Siguntang."
"Ada urusan apakah kau di Gunung Siguntang,
Kek?" tanya Ayu Wulan yang terpaksa harus
menundukkan kepalanya saat berbicara itu.
"Kau jawab dua pilihan, bukan lontarkan
pertanyaan," kata Dewa Bumi tanpa mendongak atau menatap wajah cantik Ayu Wulan.
Sikapnya tetap tenang dan sambil menghisap serta menghembuskan
asap yang menebarkan aroma wangi dari cangklong
anehnya. Ayu Wulan menangkupkan kedua tangannya di
dada. Lalu berkata, "Aku pilih yang kedua."
"Jawab sudah kudengar. Sekarang kita harus
segera berjalan." Lalu tanpa menunggu jawaban Ayu Wulan, manusia buntal itu
telah melangkah
mendahului. Cukup membuat Ayu Wulan mau tak
mau tersenyum melihat gerak tubuh si Dewa Bumi
saat berjalan. Terutama goyangan pinggulnya yang tak kelihatan mana dada, mana
pinggang, dan mana
pinggul. Ayu Wulan yang merasa pusing memikirkan
tentang si Rajawali Emas pun segera menyusul. Tak
berani berjalan berdampingan. Bukan karena malu
atau apa, melainkan tidak enak karena si kakek
berjuluk Dewa Bumi itu hanya sepundaknya tingginya.
*** Bab 10
Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bayangan keemasan yang bergerak lincah dan
cepat itu, secepat angin yang menderu, berhenti di
sebuah jalan setapak yang dipenuhi dengan semak
belukar. Sepasang mata yang jernih dan tajam
menatap ke depan.
"Hmmm... rasanya, aku masih membutuhkan
waktu dua hari lagi untuk tiba di Gunung Siguntang,"
gumam sosok keemasan yang tak lain Tirta alias si
Rajawali Emas. "Tetapi, benarkah Eyang Sampurno Pamungkas tinggal di sana"
Dan... mengenai Iblis
Kubur, apakah benar dia sudah menuju ke sana
seperti yang dikatakan Eyang Sampurno Pamungkas?"
Pemuda dari Gunung Rajawali yang masih
menatap tak berkedip Gunung Siguntang di kejauhan,
menarik napas panjang.
"Terlalu rumit urusan yang harus kuselesaikan
sekarang ini. Menghentikan sepak terjang Iblis Kubur, sekaligus mendapatkan
Kitab Pemanggil Mayat. Tetapi
tugas telah ku emban, dan harus segera
kulaksanakan. Sebaiknya, aku teruskan langkah
menuju ke Gunung Siguntang."
Belum lagi si pemuda bergerak, mendadak indera
penciumannya menangkap bau busuk yang sangat
santer sekali. Cepat-cepat Tirta menutup jalan
nafasnya sesaat.
"Gila! Mengapa mendadak tercium bau bangkai
yang sangat menyengat" Rambut Manusia Mayat Muka
Kuning pun berbau busuk. Tetapi tidak terlalu
menyengat seperti ini. Aku yakin, orang atau sesuatu yang menebarkan bau busuk
ini bukan Manusia
Mayat Muka Kuning. Setahuku dia bersama Dewi
Kematian, yang tentunya akan menebarkan aroma
wangi yang memabukkan. Apakah keduanya telah
berpisah" Oh, celaka! Bau busuk ini makin menyengat!
Berarti, asal bau ini sedang menuju ke arah ku! Aku ingin tahu dari mana asalnya
bau busuk ini!"
Memutuskan sampai di sana, dengan ringannya
Tirta melompat ke balik semak belukar setinggi dada.
Ditunggunya beberapa saat sambil menutup jalan
nafasnya dengan bantuan tenaga surya. Kendati jalan
nafasnya ditutup, dia masih tetap bisa bernapas
dengan normal. Karena, tenaga surya yang mengalir
dalam tubuhnyalah yang telah menutup bau busuk
itu. Lima kejap kemudian, muncul satu sosok tubuh
kurus dengan kulit tipis. Berjalan agak membungkuk.
Bukan karena disebabkan faktor usia yang meskipun
sekali melihat wajah orang itu sudah bisa menebak
berapa usianya, Kira-kira berusia sembilan puluh
tahun lebih. Tetapi membungkuknya orang itu,
disebabkan ada punuk besar pada punggungnya.
Menonjol di balik baju hitam pekat yang
dikenakannya. Dari keanehan lelaki berpunuk yang berwajah tak
ubahnya setan belaka, di punggungnya terusung
seonggok tubuh. Dari tubuh yang diusung itulah bau
busuk yang dicium si Rajawali Emas menguar.
Sepasang mata Tirta lebih melebar ketika
menyadari tubuh yang diusung lelaki tua berpunuk itu sudah menjadi mayat!
"Aneh! Siapa lelaki berpunuk itu" Dan siapa pula yang diusungnya" Hebat dan juga
mengherankan! Karena lelaki itu seolah tak mencium bau busuk yang
menyengatnya, padahal mungkin sudah lama jenazah
itu diusungnya," batin Tirta dengan tatapan tak
sekalipun berkedip.
Lelaki pengusung jenazah itu meletakkan jenazah
yang dibawanya ke atas sebuah rumput. Lalu dia
berlutut. Cara berlututnya seperti terdorong ke depan, dikarenakan punuk di
punggungnya. "Kekasihku... tiga puluh tahun aku mengusung
jenazah mu tanpa lelah. Tanpa mengenal malu dan tak
mempedulikan segala urusan. Lama pula kudengar
tentang Kitab Pemanggil Mayat. Dan kali ini, rimba
persilatan sialan ini diributkan oleh Kitab Pemanggil Mayat yang bisa
membangkitkan mayat siapa pun juga
meskipun dia telah terkubur ribuan tahun lamanya.
Kau beruntung kekasihku. Karena, sebentar lagi aku
akan mendapatkan kitab sakti itu. Kau akan ku
hidupkan kembali dan kita bisa bersama-sama
kembali" Lelaki, berpunuk itu mengusap matanya. Rasa
sedih melingkari hatinya.
"Tiga puluh tahun lalu, manusia busuk berjuluk
Malaikat Dewa telah membunuhmu. Lama pula kucari
manusia laknat itu untuk membalas kematianmu.
Tetapi, tak pernah kujumpai manusia laknat itu.
Kekasihku... maafkan aku karena sampai saat ini
belum berhasil membalaskan sakit hatimu. Tetapi
percayalah, setelah kudapatkan Kitab Pemanggil Mayat dan kau berhasil hidup
bersama-samaku lagi, kita
akan mencari manusia laknat itu. Ah, orang-orang
rupanya sudah lupa pada julukan kita. Sepasang
Pemburu dari Neraka. Tetapi, mereka yang telah
melupakan kita pun telah banyak yang tewas di
tanganku. Siapa pun tak akan kubiarkan hidup untuk
melupakan kita. Terutama mengejek karena salah
seorang dari Sepasang Pemburu dari Neraka telah
tewas. Tidak Kekasihku... mereka memang harus
mampus. Dan berkali-kali sudah kukatakan
kepadamu, kalau mereka menjulukiku si Pengusung
Jenazah! Laknat! Dengan kata lain mereka telah
melupakanmu, Kekasihku. Sebentar lagi, mereka
justru akan melupakan julukan si Pengusung Jenazah
dan kembali teringat pada Sepasang Pemburu dari
Neraka." Tirta yang mendengar kata-kata lelaki berpunuk
itu mengerutkan keningnya.
"Sepasang Pemburu dari Neraka?" desisnya. "Dan lelaki itu mengatakan mereka
pernah dikalahkan oleh
Eyang Guru yang sekaligus menewaskan kekasihnya
yang telah menjadi mayat itu. Rupanya, lelaki
berpunuk itu sangat mencintai kekasihnya itu. Hingga selama tiga puluh tahun dia
terus mengusung
jenazahnya. Jelas sekarang, kalau orang itu bukan
dari golongan lurus. Dan kemunculannya ini rupanya
hendak mencari Kitab Pemanggil Mayat yang bisa
dipergunakan untuk menghidupkan kekasihnya
kembali. Yang mengherankan ku, meskipun jenazah
itu telah mengeluarkan bau yang sangat busuk tetapi
mengapa tidak hancur?"
Lelaki berpunuk yang tengah khusuk menatap
jenazah di hadapannya menarik napas. Dan Tirta
terkejut ketika melihat beberapa daun kering dan
rerumputan tercabut dan melayang ke arah lelaki
berpunuk itu. Didengarnya lagi ucapan lelaki berpunuk itu,
"Kekasihku... meskipun saat ini aku tidak tahu di mana Kitab Pemanggil Mayat
berada, tetapi aku
menyirap kabar kalau seorang perempuan berbaju
hijau lumut berjuluk Dewi Karang Samudera telah
memilikinya. Perempuan itu pula yang telah
membangkitkan Iblis Kubur. Kita pernah mendengar
pula julukan itu, bukan" Ya, ya.... Tak sabar rasanya aku untuk segera
mendapatkan Kitab Pemanggil Mayat
dan membangkitkan kau kembali, Kekasihku. Kita
akan hidup bersama-sama lagi!"
Lalu, lelaki berpunuk yang berjuluk si Pengusung
Jenazah itu, kembali mengangkat jenazah kekasihnya.
Gerakannya sangat ringan sekali. Meskipun kemudian
saat melangkah terlihat gerakannya sangat lamban,
namun dari kelambanannya itu tersimpan sebuah ilmu
yang sangat tinggi.
"Kita tak boleh membuang waktu lagi,
Kekasihku...."
Lelaki berpunuk itu terus melangkah.
Di tempatnya, Tirta menarik napas pendek, masih
mengerutkan kening.
"Edan! Telah muncul kembali tokoh sesat di rimba persilatan ini yang memiliki
dendam pada Eyang Guru.
Aku yakin, ilmunya sangat tinggi dan hanya Eyang
Guru yang bisa menaklukkannya. Oh, apakah Eyang
Guru saat ini tahu tentang manusia celaka itu"
Kalaupun aku bermaksud mengabarkan padanya,
tetapi di mana aku harus mencarinya" Sampai saat ini aku belum pernah melihat
wajah Eyang Guru kendati
dia yang telah menyelamatkanku dari tenaga surya
sebelum cara mengendalikannya diajarkan oleh Guru.
Ah, persoalan Iblis Kubur yang mempunyai dengan
pada Eyang Sampurno Pamungkas belum berhasil ku
tuntaskan. Sekarang sudah muncul satu masalah
yang lebih mengerikan. Eyang Guru dan Eyang
Sampurno Pamungkas, sama-sama belum pernah
kulihat wajahnya dan sukar menemukan di mana
mereka berada. Tetapi sebaiknya, biar kuikuti saja
lelaki berpunuk yang berjuluk si Pengusung Jenazah
itu. Oh, langkahnya menuju Gunung Siguntang!"
Setelah menunggu beberapa saat, Tirta pun
bergerak mengikuti lelaki berpunuk yang tengah
mengusung jenazah kekasihnya.
*** Tanah di bagian barat Gunung Siguntang yang
masih berjarak ratusan tombak dipenuhi dengan
rumput yang subur. Ada beberapa pepohonan dan
beberapa buah batu besar.
Di senja yang sejuk angin berhembus semilir.
Selang beberapa saat, entah dari mana datangnya,
satu sosok tubuh tinggi kurus berpakaian putih
dengan selempang kain putih dari bahu kanan ke
pinggang kiri, muncul di sana. Seluruh bulu yang ada di tubuhnya sudah memutih.
Lelaki tua berwajah bijak itu mengusap jenggot putihnya sambil mendesis,
"Cempaka... mengapa urusan lalu masih kau
bentangkan di depan mata" Julukan Dewi Karang
Samudera telah melekat pada dirimu, begitu angker
dan mengerikan. Kekejaman yang kau sandangpun
telah mengubah pandangan mataku terhadapmu.
Cempaka, mengapa kau masih menyimpan dendam
lama itu padaku" Dan kini, dengan bantuan Kitab
Pemanggil Mayat, kau telah membantu Iblis Kubur
yang bersumpah akan bangkit lagi seratus tahun sejak dikuburkan oleh Ki Sampurno
Pamungkas. Sayang
sekali, Cempaka...."
Lelaki tua berwajah bijak itu menatap Gunung
Siguntang yang cukup jauh dari tempatnya.
"Aku yakin, Eyang Sampurno Pamungkas berada
di Gunung Siguntang. Tetapi entah di sisi atau di
bagian mana orang tua yang berjuluk Manusia Agung
Setengah Dewa itu berada. Dia adalah sahabat Guru,
yang sampai saat ini pun aku tidak tahu di mana Guru berada. Apakah sebenarnya
dia sudah meninggal atau
belum. Tetapi mendapat keadaan pemuda yang
berjuluk si Rajawali Emas waktu aku mengajarkan
cara mengendalikan tenaga surya pada tubuhnya, aku
yakin Guru masih hidup." (Untuk lebih jelasnya baca serial Rajawali Emas dalam
episode: "Raja Lihai Langit Bumi").
Lelaki tua itu kembali mengusap jenggot putihnya.
Matanya yang memancarkan keteduhan terus
memandang ke depan. Lelaki tua itu tak lain adalah
Raja Lihai Langit Bumi.
Seperti diceritakan dalam episode "Dewi Karang
Samudera", Dewi Karang Samudera yang bernama asli Cempaka telah bertemu dengan
Raja Lihai Langit
Bumi. Perempuan berbaju hijau lumut yang tipis
menerawang itu memang mempunyai dendam pada
lelaki tua bijaksana itu. Puluhan tahun lalu, Dewi
Karang Samudera menaruh hati pada Raja Lihai Langit
Bumi. Tetapi lelaki itu menolaknya. Hingga kepedihan yang diterima Dewi Karang
Samudera akibat
penolakan itu berubah menjadi kemarahan dan
dendam setinggi langit Dia bertekad untuk membunuh
Raja Lihai Langit Bumi. Namun, saat terjadi
pertarungan, Dewi Karang Samudera yang memiliki
ilmu 'Pengendali Mata' yang aneh sekaligus keji, dapat dipecundangi oleh Raja
Lihai Langit Bumi. Karena ilmu
'Pengendali Mata' yang bisa mengambil ilmu orang lain itu tak mampu mengambil
ilmu milik Raja Lihai Langit Bumi yang dilakukan tanpa mengerahkan sedikit pun
tenaga dalam. Lelaki bijak itu mendesah lagi.
"Tak ada jalan lain memang. Aku terpaksa kembali ke dunia ramai ini padahal aku
sudah menyepi. Seperti yang dilakukan saudara seperguruanku,
Bidadari Hati Kejam yang rupanya terpancing oleh
Manusia Mayat Muka Kuning. Kunti Pelangi memang
benar-benar berhati kejam bila pada orang golongan
hitam. Tantangan Manusia Mayat Muka Kuning segera
disambutnya dan mau tak mau memaksanya keluar
dari tempat menyepinya. Ah, segala urusan dendam
semakin tinggi. Dan menurut ilmu 'Peraba Sukma'
yang kumiliki, Dewa Bumi dan Manusia Pemarah pun
telah terpancing pula dengan liarnya berita tentang
Kitab Pemanggil Mayat.
Sebelumnya rimba persilatan digegerkan oleh
Pedang Batu Bintang yang dibawa Bwana, burung
rajawali raksasa kesayangan guru yang kini menjadi
peliharaan Tirta alias si Rajawali Emas. Entah kapan urusan ini akan berakhir.
Dan menurut penglihatanku, orang-orang dari golongan sesat pun
mulai bergerak pula. Berarti, akan terjadi pembantaian bergelombang dan darah
yang segera membanjiri
persada." Habis kata-kata dalam hatinya, seperti
kemunculannya yang tak diketahui tadi, mendadak
Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sosok berbaju putih dengan wajah bijaksana itu lenyap dari pandangan.
Selebihnya, tempat itu kembali dilingkupi sepi.
*** Bab 11 Dewi Karang Samudera yang berlalu setelah
menderita kekalahan akibat pertarungannya dengan
Raja Lihai Langit Bumi menghentikan langkah di
sebuah tempat yang cukup sunyi dan dipenuhi dengan
pepohonan ketika didengarnya suara melangkah yang
menimbulkan getaran hebat.
Luka dalam yang dideritanya seolah lenyap begitu
saja ketika disadari siapa yang menimbulkan langkah
seperti itu. "Hmmm... tak salah, Iblis Kubur. Bagus, jejaknya sudah kutemukan. Baiknya, aku
berusaha menemukannya dulu," gumamnya penuh senyuman.
Kejap kemudian, perempuan berambut seperti
dihiasi pernik perak itu berkelebat ke arah tenggara.
Melupakan segenap rasa sakit yang dideritanya.
(Untuk mengetahui luka dalam yang diderita
perempuan berbaju hijau lumut yang tipis itu, silakan baca episode : "Dewi
Karang Samudera").
Apa yang diduga Dewi Karang Samudera hingga
melupakan luka dalamnya, memang benar. Pada jarak
dua puluh tombak di muka, sepasang mata bagusnya
yang memancarkan sinar licik dan kejam melihat satu
sosok tubuh sedang bergerak merambah hutan..
"Iblis Kubur...," desisnya dengan senyum makin melebar.
Terdengar suara keras batang pohon yang
tumbang dan terpental. Menyusul suara bergemuruh.
Berdebam. Dan menggebah di hutan belantara itu.
Rupanya, manusia yang telah menjadi mayat dan
dibangkitkan kembali oleh Dewi Karang Samudera
tengah mengobrak-abrik hutan itu dengan rantai besi
yang mengikat kedua tangannya, mencoba menembus
jalan menuju ke arah timur. Dewi Karang Samudera
tersenyum. "Bagus! Kini dia akan kembali di bawah kakiku! Sayangnya, saat ini
tak ada Raja Lihai Langit Bumi. Bila lelaki tua itu ada di sini, akan kubunuh
sekarang juga dengan bantuan Iblis Kubur," kata batin
Dewi Karang Samudera. Lalu seraya melompat lima
tombak ke muka, perempuan berambut seperti dihiasi
pernik perak itu berteriak keras, "Iblis Kubur!
Hentikan perbuatanmu itu!"
Lelaki berahang persegi berbaju hitam yang
panjang itu menghentikan gerakannya. Kepalanya
menoleh bersamaan rambutnya yang panjang hingga
ke pinggul bergerak, menebarkan bau yang cukup
memuakkan. Matanya memandang dingin ke arah Dewi Karang
Samudera yang meskipun menyadari kalau lelaki yang
di kedua kaki dan tangannya terdapat rantai besar
yang panjang itu berada di bawah kekuasaannya, tak
urung dibuat merinding oleh tatapan tajam yang tak
pernah berkedip itu.
"Aaannaakk mannuussiiaa! Siaappaakkah kaau
yaangg beeraannii mengghaallangii keiinginaaan
Ibblisss Kuuburr"!" suara serak, dingin, dan dalam itu terdengar. Membuat Dewi
Karang Samudera tersentak
sejenak "Setan keparat! Apakah kau sudah tidak ingat
kalau aku yang membantumu bangkit dari kuburmu!"
sentak Dewi Karang Samudera dengan kening
dikernyitkan. "Jaangaann memmbbuuaall dii haaddappaann
Iibliiss Kubburr!"
"Celaka! Apakah pengaruh dari usapan mantra
Kitab Pemanggil Mayat telah punah" Setan keparat!
Bisa jadi, karena rentang waktunya cukup lama hingga dia tak melihatku lagi! Tak
boleh kubiarkan hal ini
terjadi sebelum manusia laknat itu menyerangku!
Masih untung aku bisa bergerak cepat saat dia ku
bangkitkan dari kuburnya ketika menyerangku! Aku
tak boleh buang waktu sebelum dia menyerang!"
Tetapi terlambat. Tangan kanan Iblis Kubur di
mana di pergelangan tangannya terikat rantai besi
besar dan panjang telah menggebah ke arah Dewi
Karang Samudera.
Sraaanggg! Gubrraakkk! Tiga batang pohon besar langsung tumbang
terhantam rantai besi panjang, sementara Dewi Karang Samudera masih beruntung
karena bisa meloloskan
diri. Terburu-buru dengan kesiagaan tinggi,
dikeluarkannya sesuatu dari balik pakaiannya. Sebuah kitab yang usang dan
berwarna merah. Kitab yang kini ramai dibicarakan orang dan banyak diinginkan
orang untuk memilikinya. Ketika dibuka kitab itu, mendadak seolah ada darah yang
menetes keluar!
Terburu-buru Dewi Karang Samudera mundur
lima belas tombak Dan mulailah dibaca mantra dari
Kitab Pemanggil Mayat. Sementara Iblis Kubur terus
melangkah mendekatinya, dengan suara yang dalam,
tinggi, dan mengerikan.
Ketika Iblis Kubur berada dalam jarak delapan
tombak, terburu-buru Dewi Karang Samudera
menekan kedua tangan pada Kitab Pemanggil Mayat
yang kini ada di pangkuannya. Mendadak tangan
kirinya seperti mengeluarkan darah.
Tepat ketika Iblis Kubur melepaskan serangan
kaki kirinya yang menggebah menimbulkan angin
dahsyat menggelombang dan dengungan yang muncul
dari rantai besi panjang yang terdapat di kedua
kakinya, tanpa buang waktu lagi, perempuan berbaju
hijau lumut tipis itu melompat ke belakang. Lalu
bergerak ke muka. Mengirimkan dulu pukulan melalui
tangan kanannya, yang mendadak seperti tertahan
satu tenaga tak nampak. Rupanya, Iblis Kubur telah
menahan pukulannya.
Namun dengan gerak yang luar biasa cepatnya,
perempuan berbaju hijau lumut itu mengusapkan
tangan kirinya yang seperti mengeluarkan darah ke
wajah Iblis Kubur. Habis lakukan itu, dia terpental ke belakang karena tangan
kanan Iblis Kubur
menghajarnya. Bergulingan dan menahan sakit, Dewi
Karang Samudera segera mengalirkan tenaga dalam
dan hawa murninya.
Di seberang, mendadak manusia mayat yang
berdiri tegak itu melolong setinggi langit. Suaranya serak. Tenggorokannya bagai
disekat oleh pasak-pasak kayu yang runcing dan kuat. Tubuhnya bergerak
gusar, bergulingan ke sana kemari. Semak belukar
terpapas habis dan tanah muncrat berhamburan.
Rantai yang mengikat tangan kanan dan kirinya
menimbulkan bunyi yang sangat keras dan
menghantam pepohonan yang langsung berderak,
tumbang dan terpental jauh.
"Aaammpoounn! Ammpouunnii aakku!" seruan
yang keluar dari mulut manusia aneh itu, bagai
lolongan serigala kerasnya. Tubuhnya terus
berkelojotan dengan hebatnya.
Di seberang lain, Dewi Karang Samudera menarik
napas lega. "Hmmm... kini dia akan kembali menjadi pengikut ku," desisnya sambil
memasukkan kembali Kitab Pemanggil Mayat ke balik pakaiannya. "Usapan tangan
kananku setelah ditempelkan pada kitab sakti
itu yang seperti mengeluarkan darah akan
membangkitkan manusia yang telah mampus menjadi
mayat. Sementara usapan tangan kiriku akan
membuatnya kelojotan kesakitan. Bagus! Semuanya
akan kembali seperti sediakala."
Lalu dengan menahan napas perempuan itu
berkata, "Iblis Kubur... apakah kau sudah
mengenaliku lagi" Ingat, aku adalah Dewi Karang
Samudera yang akan menjadi majikanmu. Turuti
setiap kataku, maka kau akan kulepaskan dari siksa
yang pedih itu!!"
"Ammpuuniii akkuuu! Akkuuu aakkaaann
mennuurrutt kemmbaaliii!"
"Bagus! Itulah yang ku inginkan!"
Perempuan berambut seperti pernik perak itu, kali
ini mengusapkan kedua tangannya. Kalau sejak tadi
yang nampak seperti darah keluar hanya tangan
kirinya saja, sekarang kedua tangannya seperti
meneteskan darah. Dalam keadaan tangan seperti itu,
Dewi Karang Samudera bergerak cepat.
Wuuus! Tangannya mengusap wajah Iblis kubur yang
sedang kelojotan bergantian. Tangan kanan, lalu
tangan kiri. Setelah itu, dengan gerakan yang sukar
diikuti oleh mata, Dewi Karang Samudera telah berdiri tegak pada jarak tiga
tombak pada tubuh Iblis Kubur
yang kini terdiam. Tarikan nafasnya terdengar bagai ringkikan kuda. Setelah itu,
perlahan-lahan manusia
yang telah mampus dan dibangkitkan kembali itu
berdiri, Kedua matanya memancarkan sinar merah
yang menggidikkan. Mulutnya berkomat-kamit.
"Dewwiii! Saammpuurnooo Pamungkaasss
beerradaaa dii Guunuungg Siigunntaangg! Akkuu
henndaakk ke saannaaa!"
"Hmm... dari mana manusia celaka ini bisa
mengetahui tentang di mana Ki Sampurno Pamungkas
berada. Apakah ingatannya telah pulih tentang Ki
Sampurno Pamungkas" Edan! Orang sudah mampus
kok masih punya ingatan!" maki batin Dewi Karang
Samudera dengan kening berkerut. Lalu menyambung,
"Aku juga ingin tahu siapa orang yang berjuluk
Manusia Agung Setengah Dewa itu! Hmm... urusan
Raja Lihai Langit Bumi biar ku tunda sekali lagi. Bila saja manusia sialan itu
tanggap, dia tentunya akan
menuju Gunung Siguntang!"
Dengan suara ditekan, si perempuan berkata
dingin, "Silakan kau berlalu dari sini! Bunuh Ki Sampurno Pamungkas!"
"Baaiikkk! Kaauu henddaakk ke maannaa,
Deewwii?" "Manusia celaka! Ku siksa kau bila banyak tanya!"
Iblis Kubur segera berbalik dan bergerak dengan
langkah berat dan menimbulkan getaran.
Sepeninggal Iblis Kubur, mendadak saja tubuh
Dewi Karang Samudera terhuyung. Lalu ambruk
sambil menekap dadanya.
"Celaka! Luka dalamku semakin terasa sekali.
Sialan betul Raja Lihai Langit Bumi! Dan lebih sialan lagi Iblis Kubur yang
kembali membuat luka dalam
yang sebenarnya bisa ku sembuhkan menguak lagi!
Hmmm... aku harus bersemadi lagi rupanya untuk
memulihkan keadaan."
Namun sebelum Dewi Karang Samudera
meneruskan maksud, mendadak tercium aroma yang
sangat harum. Lalu aroma yang bau busuk
"Setan keparat! Siapa yang datang ini?" makinya dan....
Wuuss! Masih kuat melakukan satu emposan, tubuh Dewi
Karang Samudera sudah berada di dahan sebuah
pohon yang rimbun. Kejap kemudian, matanya
menangkap dua sosok manusia yang tiba di tempat itu
dan saling pandang mendapati tempat yang telah
porak poranda bagai diamuk ratusan kerbau liar.
*** "Hmmm... Dewi Kematian dan Manusia Mayat
Muka Kuning," desis Dewi Karang Samudera dalam
hati. "Jahanam betul! Aku yakin, kedua manusia
keparat ini juga menginginkan Kitab Pemanggil Mayat!
Benar-benar celaka, di saat aku terluka seperti ini dan Iblis Kubur menjauh
keduanya muncul! Sebisanya aku
tidak bentrok dulu dengan kedua manusia celaka itu
saat ini!"
Dua orang yang muncul itu memang Dewi
Kematian dan Manusia Mayat Muka Kuning. Dari
tubuh sepasang manusia berwatak bengis itu,
mengeluarkan aroma yang berbeda. Dari tubuh
perempuan berbaju sutera yang rendah hingga
memperlihatkan bungkahan payudaranya yang minus
dan montok itu, menguar aroma harum merangsang
yang menggetarkan. Sementara dari rambut putih
acak-acakan Manusia Mayat Muka Kuning menguar
bau busuk menyengat!
Tak mungkin bisa mengejar burung rajawali
raksasa itu. Dulu aku pernah melakukannya. Setan
keparat! Kembali kita kehilangan jejak si Rajawali
Emas," maki perempuan bercadar sutera yang
mengeluarkan aroma wangi itu.
Manusia Mayat Muka Kuning menyeringai. Warna
kuning pekat yang hanya menghiasi wajahnya itu
makin bertambah pekat saja.
'Tak usah memikirkan soal itu, Yang ada
sekarang, suasana sepi, dingin, dan penuh dengan
aroma birahi," kata lelaki tua muka kuning itu dengan seringaian yang makin
melebar. Dewi Kematian mendengus tanpa mempedulikan
gerakan tangan nakal Manusia Mayat Muka Kuning.
"Yang ada di benak manusia keparat ini cuma
birahi saja. Benar-benar bikin kepalaku pusing
mengapa aku bisa memenuhi keinginannya yang satu
ini?" batin Dewi Kematian geram. "Tetapi, aku masih membutuhkan bantuannya. Cuma
saja...." Mendadak perempuan bercadar sutera itu
memutus kata-kata hatinya sendiri. Lalu merangkul
Manusia Mayat Muka Kuning yang dengan penuh
nafsu membalas dengan tangan yang liar dan mulut
yang dimonyongkan untuk mencari sasaran.
Kejap kemudian, tubuh keduanya bergulingan di
atas tanah. Dari tempatnya bersembunyi, Dewi Karang
Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Samudera keluarkan dengusan sengit dan segera
mengalihkan pandangannya.
"Manusia-manusia dajal yang jadi budak birahi!"
makinya geram dengan wajah ditekuk. Lalu
menyambung dalam hati, "Biarlah keduanya memadu kasih. Dan perlahan-lahan aku
akan berlalu dari sini.
Untuk menandingi mereka sebenarnya masih mampu
kulakukan dengan ilmu 'Pengendali Mata'. Tetapi
untuk mengeluarkan ilmu itu, aku tak boleh
kehilangan hawa murni sedikit pun juga. Padahal saat ini telah cukup banyak
terbuang hawa murni ku untuk
mengobati luka dalamku. Selagi mereka sibuk dengan
segala urusan birahi, ku coba untuk mengobati rasa sakit yang mendera."
Suara di bawahnya, begitu mengganggu
konsentrasi Dewi Karang Samudera sebenarnya.
Terutama desah napas si perempuan bercadar sutera,
menyusul ringkikan birahi Manusia Mayat Muka
Kuning. "Setan keparat! Aku tak bisa melakukan di sini!"
maki perempuan berambut seperti dihiasi pernik perak itu. "Sebaiknya aku
menyusul Iblis Kubur ke Gunung Siguntang mumpung kedua manusia celaka itu masih
asyik dengan urusannya!"
Memutuskan sampai di sana, Dewi Karang
Samudera menunggu saat yang tepat. Dia tak ingin
keberadaannya di sana diketahui oleh dua manusia
yang tengah bergumul di atas rumput, di bawahnya.
Setelah beberapa saat berlalu, kesempatan itu pun
didapatkannya. Dengan cepat Dewi Karang Samudera
mengempos tubuh. Namun....
*** Bab 12 Wrrrr! Di luar dugaannya, angin dahsyat berwarna
kuning melesat dari bawah. Memekik perempuan
berbaju hijau lumut itu mendapati serangan
mendadak yang ganas dan cukup mengejutkan.
"Keparat betul!" teriaknya sambil memutar tubuh dua kali di udara dan hinggap di
tanah dengan kedua
kaki dipentangkan.
Bersamaan tubuh Dewi Karang Samudera berdiri
tegak, dua sosok tubuh yang tadi bergumul pun
bangkit sambil menyeringai lebar. Rupanya, serangan
yang membuat Dewi Karang Samudera mengurungkan
niatnya itu dilakukan oleh Manusia Mayat Muka
Kuning. Dewi Kematian berkata dengan suara dingin
namun terkesan manja, "Lelaki tua muka kuning...
apakah sekarang kau percaya dengan yang kukatakan
tadi?" Manusia Mayat Muka Kuning menganggukanggukkan kepalanya. Lalu dengan tatapan mesra
yang menjijikkan Dewi Karang Samudera saat
melihatnya, dia berkata pada Dewi Kematian.
"Kau memang luar biasa, Dewi. Kupikir tadi saat kau tiba-tiba merangkul ku,
gejolak birahi mu datang kembali. Tidak tahunya kau sengaja berbuat seperti itu
karena kau melihat bayangan hijau di balik rimbunnya dedaunan pohon itu. Dan
saat itulah kau
membisikkan kata, agar kita berpura-pura bercinta.
Karena kau ingin tahu siapa bayangan hijau itu."
Merah padam wajah Dewi Karang Samudera
mendapati kata-kata orang. Lebih geram lagi
menyadari kalau keberadaannya di sana sebenarnya
sudah diketahui oleh si perempuan bercadar.
"Urusan memang tak bisa ditolak lagi. Kita satu golongan yang tak punya silang
sengketa! Bila memang harus terpancing saat ini juga, tidak ada salahnya!"
Wajah di balik cadar sutera menyunggingkan
senyum aneh. Lalu terdengar suaranya, "Hebat... kalau saat ini kau masih
melontarkan kata-kata yang terlalu muluk seperti itu. Dan jangan mencoba
menutupi saat ini kalau kau tengah terluka dalam, perempuan
berambut perak?"
"Benar-benar celaka kali ini! Perempuan berdada seperti milik raksasa itu benarbenar tahu apa yang ku alami sekarang," batin Dewi Karang Samudera dengan wajah
ditekuk. Tetapi, dengan ilmu 'Pengendali Mata'
akan kubuat porak-poranda kedua manusia celaka
ini." "Apakah setelah kau pikir kau tahu tentang keadaanku ini, kau akan mudah
menaklukkan ku,
Dewi Kematian?" kata Dewi Karang Samudera dengan
suara dingin. Wajah di balik cadar sutera tersenyum.
"Sesumbar mu sungguh sangat merdu di
telingaku! Tetapi, seluruh dunia pun tahu, kalau aku adalah orang paling baik.
Sekarang, berikan Kitab
Pemanggil Mayat kepadaku! Jangan sampai urusan
akan makin lebih mengerikan jadinya!"
"Mengapa masih bertanya padahal kau tahu
jawabannya, hah" Bila memang mampu, lakukan apa
yang kau inginkan!"
Sraatt! Manusia Mayat Muka Kuning sudah menjentikkan
jari telunjuk dengan ibu jarinya. Seketika meluncur sinar kuning dahsyat setajam
mata anak panah ke
arah Dewi Karang Samudera.
Mendapati lawan sudah membuka serangan,
sambil mengalirkan tenaga dalam pada luka yang
dideritanya, perempuan berbaju hijau tipis itu
membuka kedua telapak tangan. Lalu mendorongnya
ke muka. Wrrr! Angin menghampar dahsyat diiringi gemuruh yang
menggidikkan. Menghantam sinar kuning yang
dilepaskan oleh Manusia Mayat Muka Kuning.
Pyaaarrr! Sinar kuning itu pecah dan muncrat. Cukup
menerangi tempat itu. Akan tetapi, Manusia Mayat
Muka Kuning diam-diam telah meneruskan dengan
serangan susulan. Kali ini Dewi Karang Samudera
terkesiap dibuatnya.
Memekik tertahan, perempuan itu sambil putar
tubuh. Belum lagi dia hinggap di tanah, satu bayangan sutera berkelebat dengan
mengirimkan satu jotosan
dahsyat ke arah punggung.
Dewi Karang Samudera melengak, cepat
membuang tubuh ke kiri. Saat melompat itu
dilepaskan satu tendangan kaki kanan.
Prakkk! Karena posisinya kurang menguntungkan, saat
terjadi benturan itu, tubuh Dewi Karang Samudera
terjingkat ke belakang. Keadaan makin tak
menguntungkan. Di samping luka dalam yang makin
terasa menyengat, satu jotosan menghantam sisi kiri
bagian pinggangnya.
Desss! Rupanya, Manusia Mayat Muka Kuning telah
mempergunakan kesempatan itu untuk melepaskan
satu pukulannya.
Meraung kelojotan Dewi Karang Samudera.
Tubuhnya bergulingan cepat. Pakaian yang
dikenakannya seketika kotor terkena tanah dan debu.
"Hhh! Apakah sesumbar mu kali ini masih bisa
diandalkan?" seru perempuan bercadar dengan
senyuman penuh ejekan. Lalu dibawa langkahnya
perlahan mendekati Dewi Karang Samudera yang
masih kelojotan. "Kini ajalmu telah tiba. Padahal, aku masih bermurah hati
padamu bila kau mau
menyerahkan Kitab Pemanggil Mayat itu. Tetapi kau
telah menggali lubang kuburmu sendiri! Terimalah
kematian... heiii!"
Urung Dewi Kematian mengangkat sebelah tangan
yang telah dialirkan tenaga dalam tinggi. Bahkan
saking kagetnya dia sambil berjingkat satu tindak ke belakang dengan mata
terbeliak Manusia Mayat Muka Kuning yang sejak tadi
sudah mengumbar senyum pun, putus seketika seperti
dibetot setan. Di hadapan mereka, Dewi Karang Samudera telah
berdiri tegak tanpa kurang suatu apa.
"Siapakah yang telah sesumbar kali ini?" serunya dingin dengan mata sebelah kiri
memancarkan sinar
hijau mengerikan. Sementara mata sebelah kanannya
tetap berwarna hitam seperti sebelumnya. "Kau, tak akan bisa mencapai maksud.
Pikirkan sekarang juga,
orang-orang serakah! Tinggalkan tempat ini, atau
nyawamu lepas dari badan!"
Manusia Mayat Muka Kuning yang sudah berada
di sisi Dewi Kematian berbisik "Aku pernah mendengar kalau perempuan celaka itu
memiliki sebuah ilmu
yang hebat. Ilmu 'Pengendali Mata'. Dengar-dengar
pula, ilmu itu dapat membuat tubuhnya pulih seperti
sediakala."
"Tetapi mengapa tadi sepertinya dia terluka
dalam?" tanya Dewi Kematian dengan tatapan tak
berkedip ke arah Dewi Karang Samudera.
Manusia Mayat Muka Kuning menggelengkan
kepala. "Aku tidak tahu. Mungkin, saat terluka itu dia
belum mengeluarkan ilmu yang dimilikinya."
"Kau tahu kelemahannya?"
'Tidak Aku tidak tahu soal itu."
Apa yang dikatakan oleh lelaki tua berwajah tirus
berwarna kuning itu memang benar. Kalaupun
sebelumnya Dewi Karang Samudera terluka dalam dan
belum berhasil menyembuhkannya akibat bertarung
dengan Raja Lihai Langit Bumi, dikarenakan Raja Lihai Langit Bumi mempergunakan
ilmu simpanannya yang
tak mempergunakan tenaga dalam.
Ilmu 'Pengendali Mata' adalah ilmu yang bisa
mengambil ilmu atau jurus lawan yang dikehendaki.
Tetapi bila lawan mempergunakan tenaga luar tanpa
mempergunakan tenaga dalam, maka ilmu itu tak
berfungsi sama sekali. Bahkan bila lawan yang
mempergunakan tenaga luar itu berhasil mendaratkan
pukulan, harus membutuhkan waktu sepuluh kali
penanakan nasi untuk mengobati lukanya.
Dan ketika Dewi Karang Samudera terhajar telak
oleh pukulan Manusia Mayat Muka Kuning, waktu
sepuluh kali penanakan nasi telah lewat. Saat itulah Dewi Karang Samudera
mempergunakan ilmu
'Pengendali Mata' untuk mengobati luka dalamnya
yang tak menimbulkan bekas apa pun. Dan perubahan
mata kirinya, di mana letak kekuatan ilmu 'Pengendali Mata' itu akan berubah
menjadi warna hijau. Bila
sudah selesai mengobati lukanya, maka sinar matanya
kembali seperti sediakala.
Kejap itu pula sinar hijau di mata kirinya lenyap
sama sekali. Dewi Karang Samudera tersenyum dingin.
"Mengapa kalian berdiri macam orang dungu"
Apakah kalian sudah jeri untuk menghadapiku lagi?"
"Setan keparat! Aku ingin melihat kehebatan
ilmumu itu!" maki Manusia Mayat Muka Kuning
dengan wajah mengkelap.
Habis kata-katanya, tubuhnya melesat dahsyat
penuh tenaga dalam tinggi ke arah Dewi Karang
Samudera, yang telah mempergunakan ilmu
'Pengendali Mata'-nya.
Begitu serangkum asap pekat berwarna kuning
dikawal angin dahsyat bergemuruh, Dewi Karang
Samudera menggerakkan tangan kanannya pula.
Asap pekat berwarna kuning yang dikawal angin
dahsyat, meluncur hebat.
Manusia Mayat Muka Kuning memekik tertahan.
Tanpa sadar dia melontarkan tubuhnya ke samping.
Justru Dewi Kematian berseru keras,' "Gila! Bukankah
yang dilakukan oleh manusia celaka itu adalah ilmu
yang kau miliki, orang tua muka kuning?"
Pertemuan dua asap kuning tadi menimbulkan
suara seperti ledakan. Dahsyat dan mengerikan. Tanah di mana bertemunya dengan
pukulan tadi muncrat
dua tombak. Rerumputan langsung meranggas. Saat
semuanya sirap, di wajah Dewi Karang Samudera
tersungging sebuah senyuman dingin sementara wajah
Manusia Mayat Muka Kuning membeku pucat.
"Sayangnya, aku tak mempunyai belas kasihan
seperti yang kau miliki, Perempuan bercadar! Kendati aku tahu ucapanmu itu hanya
isapan jempol belaka,
tetapi aku tak mempedulikan segala omongan! Kini,
kematian harus kalian terima!"
Dengan mempergunakan jurus ampuh yang
dimiliki oleh Manusia Mayat Muka Kuning yang
dicurinya dengan menggunakan ilmu 'Pengendali
Mata'nya, perempuan berbaju hijau tipis itu
menggebah ke arah Dewi Kematian.
"Setan laknat! Demi leluhur! Aku bersumpah akan menghabisi nyawamu sekarang
juga!" suara si
perempuan bercadar sutera serak dan dalam.
Menandakan kemarahan sudah mengaliri setiap aliran
darahnya. Dengan gerakan yang sangat cepat, sebelum
serangan Dewi Karang Samudera sampar, Dewi
Kematian sudah menepukkan tangannya.
Tak terdengar suara apa-apa. Tetapi, sesuatu yang
mengerikan terjadi. Asap kuning pekat itu langsung
pecah dan menghilang. Menyusul satu teriakan
dahsyat terdengar dari mulut Dewi Karang Samudera.
"Aaaakhhhh!"
Rupanya Dewi Kematian sudah mempergunakan
ilmu anehnya yang disebut 'Tepukan Cabut Sukma'.
Sebuah ilmu yang menghantam telinga orang yang
ditujunya hingga keseimbangan yang dimiliki orang itu akan kandas seketika.
Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendapati orang yang dijadikan sasaran
serangannya bergulingan kelojotan dengan
mengeluarkan suara seperti kambing disembelih, Dewi
Kematian terus menghujaninya dengan serangan
dahsyatnya itu.
Namun hanya lima tarikan napas saja dia mampu
menguasai jalannya pertarungan. Karena detik
berikutnya, gulingan, kelojotan, dan erangan kesakitan Dewi Karang Samudera
terhenti. Kejap lain,
perempuan berbaju hijau lumut tipis itu sudah berdiri tegak dengan senyuman
dingin bertengger di bibir.
Menyusul matanya sebelah kiri memancarkan sinar
hijau terang. Rupanya, Dewi Karang Samudera telah
menamengkan diri dengan ilmu 'Pengendali Mata' yang
dijadikan sebagai penahan serangan sekaligus
kekuatannya. "Apakah hanya ilmu murah semacam itu saja yang
kau miliki, hah?" bentaknya keras, dingin dan
mengerikan. *** Dewi Kematian mundur satu tindak. Nafasnya
terasa sesak karena terkejut dan turun naik dengan
cepatnya. Hingga bungkahan payudaranya yang besar,
montok, dan mulus itu terlihat sangat jelas, Wajahnya yang tersembunyi di balik
cadar seperti tertarik ke
dalam mendapati lawan dalam keadaan segar bugar.
"Sungguh hebat ilmu 'Pengendali Mata' yang
dimiliki perempuan ini. Bagaimana cara
mengatasinya" Persetan dengan semuanya, akan
kuhantam lagi dia dengan ilmuku ini?" batin Dewi Kematian dan siap mengeluarkan
ilmu 'Tepukan Cabut
Sukma'nya. Tetapi Manusia Mayat Muka Kuning sudah
berkelebat ke arahnya dan menahan tangannya.
"Jangan gegabah. Apakah kau sudah melupakan
kalau perempuan celaka itu berhasil mencuri ilmuku"
Jangan-jangan, dia pun bisa mendapatkan ilmu
'Tepukan Cabut Sukma'mu."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Aku tidak tahu."
"Lelaki keparat ini selalu tidak tahu!" maki Dewi Kematian dalam hati.
Pandangannya masih lurus ke
arah Dewi Karang Samudera yang telah berdiri dengan
sedikit mementangkan kedua kaki. "Tetapi, kata-katanya itu bisa ku benarkan
juga. Tak mustahil
perempuan celaka itu pun bisa mencuri ilmuku ini."
Di seberang, Dewi Karang Samudera berkata
dingin, "Apakah kau sudah tak mampu lagi
mengeluarkan ilmumu itu, hah" Ataukah... kau sudah
merasa jeri sekarang?"
Mengkelap hati Dewi Kematian mendengar ejekan
orang. Tetapi masih ditahan rasa marahnya karena
disadarinya ucapan Manusia Mayat Muka Kuning tadi.
Hanya dada montok nya saja yang kelihatan lebih
cepat turun naik menandakan dia sudah berada di
ambang kemarahan yang kritis.
Dewi Karang Samudera umbar tawa kerasnya,
"Tak pernah kusangka kalau ternyata kalian hanya besar mulut dan penuh
sesumbar".' Pengecut berlagak
hebat!" Dewi Kematian benar-benar tak mampu menahan
kemarahannya lagi. Dia hampir saja melakukan ilmu
'Tepukan Cabut Sukma'-nya. Namun lagi-lagi
diurungkan karena Manusia Mayat Muka Kuning
menahan gerakannya.
"Jangan gegabah."
"Apa yang harus kita lakukan" Kita tunggu saat
yang tepat. Aku yakin, sebenarnya ilmu yang dimiliki perempuan itu tidak terlalu
tinggi. Tetapi, karena ilmu
'Pengendali Mata' yang dimilikinya dan mampu
mencuri ilmu yang kita miliki, dia bisa menjadi orang kuat."
"Apakah...."
Kata-kata Dewi Kematian terputus begitu saja,
ketika indera penciumannya menangkap bau yang
sangat busuk luar biasa. Begitu pula dengan Manusia
Mayat Muka Kuning yang melengak sesaat
Kejadian serupa pun dialami oleh Dewi Karang
Samudera yang tanpa sadar menolehkan kepalanya ke
belakang. Belum lagi perempuan berbaju hijau lumut
tipis itu menyadari apa yang terjadi, mendadak saja sesuatu berkelebat ke
arahnya. Dirasakannya
pinggangnya dipegang seseorang. Perempuan berbaju
hijau tipis itu terkejut dan cepat menggerakkan tangan kanannya ke arah
pinggang. Tetapi terlambat....
"Heeiiii!" memekik tertahan Dewi Karang
Samudera sambil memegang perutnya. "Celaka!
Bayangan tadi telah mencuri Kitab Pemanggil Mayat!"
"Kekasihku... tak kusangka kalau apa yang kita
cita-citakan terkabul begitu cepat. Kau lihat ini,
Kekasihku" Oh, maaf... aku yakin kau sudah tak
mengetahui apa-apa lagi karena kau sudah mati.
Tetapi di tanganku sekarang... ada Kitab Pemanggil
Mayat yang bisa menghidupkanmu kembali...."
Terdengar suara dingin yang cukup menggetarkan
dada. Manusia Mayat Muka Kuning dan Dewi Kematian
hanya memperhatikan dengan napas tertahan, ketika
lelaki tua berpunuk berbaju hitam pekat itu
menurunkan sebuah jenazah dari usungannya ke
rumput. Sementara itu sepasang mata jernih yang
terkadang bersinar jenaka, memperhatikan dari
sebuah balik semak
"Gila! Lelaki berpunuk itu sangat cepat
gerakannya. Dia telah berhasil mendapatkan Kitab
Pemanggil Mayat. Lebih celaka lagi kalau di sini telah hadir tiga manusia sesat
yang rupanya habis
bertarung. Biar kulihat dulu apa yang terjadi," batin orang di balik semak yang
tak lain adalah si Rajawali Emas yang sejak kemarin telah mengikuti jejak lelaki
berpunuk yang mengusung jenazah itu.
Sesaat keadaan sunyi mencekam. Sebelum
akhirnya dipecahkan oleh bentakan keras Dewi Karang
Samudera dengan kemarahan meluap, "Lelaki keparat berpunuk! Kembalikan Kitab
Pemanggil Mayat itu!"
Lelaki berpunuk yang baru saja meletakkan
jenazah kekasihnya yang menebarkan bau busuk
menoleh. Tatapan matanya membuat Dewi Karang
Samudera bergidik melihatnya.
"Perempuan cantik berbaju hijau! Kau tak bisa
mengelabui ku dengan wajah cantik mu itu dari
usiamu yang sebenarnya! Jangan bertindak bodoh di
hadapanku!"
"Keparat! Siapa kau, hah"!"
"Setan perempuan hina! Kau berhadapan dengan
Pengusung Jenazah......."
SELESAI RAJAWALI EMAS Segera menyusul!!
Serial Rajawali Emas dalam episode:
PENGUSUNG JENAZAH
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Lola Ariatna
Tembang Tantangan 9 Pendekar Gagak Rimang Lambang Penyebar Kematian Suling Naga 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama