Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa Bagian 1
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN TITO
DELAPAN SABDA DEWA
SATU WALAU matahari tertutup awan kelabu tebal namun udara di
permukaan laut terasa panas bukan main. Wiro pandangi baju dan
celana putih kotor yang terletak di lantai perahu. Dia berpikir-pikir
apakah akan menanggalkan pakaian hitam pemberian Ratu Duyung
yang saat itu dikenakannya lalu menggantikannya dengan pakaian
putih dekil itu. Dia tak biasa berpakaian serba hitam seperti itu.
Mungkin itu sebabnya dia merasa sangat panas. Memandang
berkeliling Wiro tidak melihat lagi perahu yang ditumpangi Dewa
Ketawa. Di kejauhan kelihatan beberapa pulau bertebaran di
permukaan laut.
Sesaat wajah cantik jelita serta sepasang mata biru mempesona
Ratu Duyung terbayang di pelupuk mata Pendekar 212. "Gadis
aneh..," kata Wiro dalam hati. "aku tidak mau munafik kalau merasa
tidak suka kepadanya dan ingin bertemu dia lagi. Tapi mengingat
permintaannya..."
Wiro geleng-geleng kepala sambil usap tengkuknya, "Menurut
penglihatan Ratu Duyung lewat cermin saktinya ada sebuah pulau
aneh yang terdiri dari gunung, bukit dan batu merah melulu. Dia tak
mampu melihat lebih jelas karena ada satu daya tolak luar biasa.
Mungkin sekali itu tempat kediaman Raja Obat" Letaknya jauh di
tenggara. Berarti di jurusan sebelah sana..." Wiro berpikir-pikir.
"Mungkin terletak jauh di balik gugusan pulau itu." Setelah
1 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
memandang ke langit, Wiro akhirnya memutuskan untuk menuju ke
pulau itu. Di membelokkan perahunya kearah tenggara.
Menjelang sore sinar sang surya meredup dan udara yang
tadinya sangat panas perlahan-lahan terasa sejuk. Lalu tiba-tiba saja
dia teringat pada manusia bercaping yang tubuhnya penuh koreng
itu. "Aku tak dapat memastikan siapa adanya itu manusia sialan
yang dijuluki Makhluk Pembawa Bala itu! Mengapa dia berusaha
membunuhku secara licik! Lalu kemana dia kaburnya" Kukira
sarangnya di sekitar lautan sini. Kalau bertemu jangan harap aku
mau memberi ampun..."
Selagi pendekar 212 berpikir-pikir seperti itu, mendadak
sepasang telinganya mendengar suara sesuatu diantara desau angin
laut. Suara itu datang dari sisi kiri kanan perahu yang tengah
dikayuhnya. Murid Sinto Gendeng palingkan kepalanya ke kanan. Dia
tak dapat melihat apa-apa tapi dia yakin sekali di bawah permukaan
air laut ada sesuatu yang bergerak mendekati perahunya. Wiro
palingkan kepala ke kiri. Hal yang sama dirasakannya. Ada benda
bergerak meluncur cepat mendekat perahu dari arah kiri. Hatinya
berdetak tidak enak.
"Ikan buas tidak akan secerdik itu menghadang perahu dari
dua arah berlawanan," pikir Pendekar 212. "Heemm... saatnya aku
mencoba ilmu menembus pandang yang diberikan Ratu Duyung!"
Cepat Wiro atur jalan darah dan kerahkan tenaga dalamnya
pada kedua matanya. Dia memandang lekat-lekat ke arah permukaan
air laut di sebelah kiri perahu dan kedipkan sepasang matanya dua
kali. "Huh!" Murid Sinto Gendeng jadi melengak sendiri. Dengan
ilmu Menembus Pandang yang didapatnya dari Ratu Duyung saat itu
samar-samar dia melihat sesosok tubuh manusia berkulit sangat
hitam. Di tangan kanannya dia memegang sebuah benda berbentuk
2 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
tombak pendek bermata dua. Ketika Wiro palingkan pandangannya
ke kanan hal yang sama terlihat. Seorang berkulit sangat hitam
menyelam dalam laut, meluncur cepat ke arah perahunya, membawa
senjata tombak bermata dua!
Dua makhluk dalam air mencapai tepi perahu dalam waktu
yang bersamaan.
"Byarr! Byarr!"
Dua makhluk yang menyelam mencuat ke permukaan air. Saat
itu juga Wiro melihat dua sosok manusia berkulit sangat hitam,
berambut pendek memiliki mata tanpa alis berwarna merah. Bibir
mereka yang tebal juga berwarna sangat merah.
Wiro perhatikan bagian tubuh dua makhluk yang menyembul
dari permukaan air laut itu. Pada bahu kiri kanan dan bagian
tengkuk ada sebentuk daging berbentuk daging berbentuk sirip.
Selain itu tubuh keduanya penuh otot tanda memiliki kekuatan luar
biasa. Salah satu kehebatan mereka adalah kemampuan untuk
berenang jarak jauh dan menyelam di bawah permukaan air laut.
"Siapa kalian?" bentak Pendekar 212 Wiro Sableng.
Dua makhluk hitam menyeringai. Ternyata bukan Cuma mata
dan mulut mereka saja yang berwarna merah, tapi lidah dan gigi
mereka pun berwarna merah. Anehnya barisan gigi-gigi mereka
berbentuk kecil-kecil runcing seperti gigi ikan. Dan lidah serta
barisan gigi-gigi itu bergelimang cairan merah seperti darah!
Dari mulut kedua mahkluk hitam ini kelular suara jeritan
keras. Lalu sosok tubuh mereka melesat ke udara. Tombak hitam
bermata dua yang mereka pegang menderu ke arah rusuk kiri dan
kepala bagian kanan Wiro.
"Kurang ajar!" maki Wiro. Secepat kilat dia jatuhkan tubuh ke
lantai perahu. Bersamaan dengan itu Wiro hantamkan pendayung di
tangan kanannya ke tubuh makhluk di sebelah kanan.
"Bukkk!"
3 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Traakk!"
Kayu pendayung menghantam dada makhluk hitam sebelah
kanan dengan telak. Kayu pendayung patah dua sebaliknya makhluk
yang kena digebuk cuma menyeringai. Masih memegangi patahan
kayu pendayung, Wiro gulingkan diri ke bagian kepala perahu. Ketika
dia baru saja sempat berdiri dua mahkluk yang masih berada dalam
air laut bergerak mendekatinya dan langsung menyerbu lagi.
Kali ini mereka pergunakan tombak masing-masing untuk
menusuk bagian bawah perut Pendekar 212!
Sambil melompat cepat ke udara Wiro keluarkan jurus "kincir
padi berputar". Kaki kanannya membabat deras ke arah kepala
makhluk berkulit hitam di sebelah kiri perahu sedang untuk yang di
sebelah kanan dia lepaskan pukulan "kunyuk melempar buah".
"Praakk!"
Tendangan kaki kanan Wiro menghantam kepala makhluk
sebelah kiri. "Pecah kepalamu!" ujar Wiro begitu dilihatnya lawan mencelat
mental lalu amblas ke dalam laut.
Makhluk di sebelah kanan keluarkan pekik keras melihat
kawannya kena tendangan Wiro. Tubuhnya melesat ke atas dan coba
menusukkan tombaknya ke arah tenggorokan Pendekar 212. tapi
gumpalan angin sakti yang keluar dari tangan kanan Wiro
menghantam dadanya lebih dulu. Seperti temannya, makhluk yang
satu ini terpental dan masuk ke dalam laut diiringi jerit
menggidikkan. Wiro menarik nafas lega. Dalam hati dia mengomel. "Belum
lama merasa tenteram tahu-tahu ada saja orang-orang yang ingin
membunuhku. Siapa mereka..." Kaki tangan orang tua berpenyakit
kulit berjuluk Makhluk Pembawa Bala itu" Atau...," belum sempat
Wiro mengakhiri kata hatinya tiba-tiba di kiri kanannya terdengar
teriakan keras.
4 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Huaahhh!"
"Huaahhh!"
Dua makhluk berkulit hitam yang tadi disangkanya sudah
menemui ajal dan tenggelam tiba-tiba mencelat muncul dari dalam
laut. Tubuh mereka melesat ke udara demikian tingginya hingga di
lain kejap keduanya telah berada di atas Wiro.
Meskipun terkejut besar melihat kejadian itu karena
menyangka dua makhluk tadi telah menemui ajalnya namun Wiro tak
punya kesempatan untuk berpikir lebih lama. Begitu dia mendongak
untuk melihat kedudukan lawan, dari udara makhluk-makhluk aneh
ini telah menukik, lancarkan serangan berupa tusukan tombak ke
punggung dan bagian belakang kepala!
"Mereka tidak main-main. Mereka memang ingin membunuhku!" ujar Wiro. Secapt kilat dia melompat lalu jatuhkan
diri ke lantai perahu. Dua serangan terus memburu. Wiro balikkan
tubuhnya. Dua tangan yang dialiri tenaga dalam tinggi menggeprak
ke samping. Kaki kanan menghantam ke udara. Inilah jurus yang
disebut "membuka jendela memanah matahari".
Hantaman tangan Wiro memukul mental dua tombak di tangan
dua lawannya. Sementara tendangan kaki kanan menyodok masuk
ke perut salah satu dari dua makhluk berkulit hitam itu.
"Buukk!"
Makhluk yang kena hantaman tendangan menjerit keras. Tapi
tubuhnya tidka mental karena dengan cepat kedua tangannya
mencekal pergelangan kaki Wiro. Selagi Wiro berkutat berusaha
melepaskan cekalan itu, makhluk kedua berkelebat dan hantamkan
satu jotosan ke dada Pendekar 212!
Wiro merasa dadanya seperti amblas! Tangan kanannya
dihantamkan ke belakang melepaskan pukulan "benteng topan
melanda samudra", membuat makhluk hitam di belakangnya
menjerit keras dan mental masuk ke dalam laut. Sambil menahan
5 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
sakit Wiro berusaha lepaskan kakinya yang dicekal. Perahu kecil
bergoyang keras. Tiba-tiba si makhluk berteriak keras dan gerakkan
kedua tangannya yang mencekal kaki Wiro. Saat itu juga tubuh
murid Sinto Gendengn itu mencelat ke udara lalu melayang jatuh ke
dalam laut! Di dalam air, Wiro cepat berenang berusaha mencapai perahu.
Dia tahu dua lawan yang dihadapinya memiliki kepandaian luar biasa
dalam hal berenang dan menyelam. Menghadapi mereka di dalam
laut besar sekali bahayanya, apalagi saat itu dia telah cidera akibat
pukulan salah satu lawan. Namun sebelum Wiro berhasil mencapai
perahu, salah satu kakinya tiba-tiba kena dicekal lawan yang tahutahu sudah berada di belakangnya. Dia kerahkan tenaga dalam lalu
sambil menendang membuat gerakan jungkir balik di dalam air.
Kakinya memang bisa lolos namun begitu dia berbalik dua lawan
sudah menggempurnya kembali.
"Makhluk-makhluk hitam ini rupanya tahan pukulan dan
tendangan. Biar kuhantam dengan pukulan sinar matahari. Tapi..."
Wiro jadi meragu. Seumur hidup dia belum pernah melepaskan
pukulan sakti itu di dalam air. Apakah dia sanggup melakukannya
dan apakah pukulan sakti itu bisa ampuh seperti jika dilepaskan di
daratan" Makhluk pertama hanya tinggal satu tombak di depan Wiro.
Murid Sinto Gendeng segera salurkan tenaga dalamnya ke tangan
kanan. Semula dia agak meragu namun ketika melihat tangan itu
sebatas siku ke bawah berubah menjadi putih menyilaukan maka
legalah Wiro. Dia segera lipat gandakan tenaga dalamnya.
Di depan sana makhluk yang berada paling depan terkesiap
dan hentikan gerakannya berenang sewaktu dilihatnya tangan kanan
Wiro memancarkan sinar putih menyilaukan dan air laut di sekitar
tempat itu mendadak sontak menjadi panas. Dua makhluk perlahanlahan berenang mundur, tak tahan oleh hawa panas yang seperti
6 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
hendak merebus mereka. Wiro tidak tunggu lebih lama lagi. Dia
hantamkan tangan kanannya ke arah makhluk paling depan.
Sinar putih menyilaukan berkiblat dalam laut. Satu gelombang
air yang mendadak sontak menjadi panas laksana mendidih
membuntal deras lalu menyapu dahsyat ke arah makhluk hitam
paling dekat. Makhluk ini berusaha menghindar dengan melesat ke
kiri tapi gelombang air laut yang panas menyapu lebih cepat.
Tubuhnya kelihatan menggeliat merah dan mengepul lalu terlempat
jauh kemudian seperti sehelai daun kering melayang jatuh ke dasar
laut. "Heemm... mana kawannya...," ujar Wiro dalam hati sambil
memandang berkeliling. Dadanya yang terkena pukulan lawan tadi
mendenyut sakit. Napasnya terasa sesak. Dia tak mungkin berada
lebih lama dalma air. Napasnya sesak. Air laut mulai tersedot di
hidung dan mulutnya. Selagi dia berusaha mengetahui dimana lawan
yang kedua tiba-tiba ada satu lengna mencekal lehernya. Ketika dia
coba melepaskan diri, tangan yang lain menjambak rambutnya. Dua
tangan kemudian bergerak. Gerakannya jelas hendak mematahkan
batang leher Pendekar 212!
Wiro hantamkan dua sikutnya sekaligus ke belakang.
"Bukkk!"
"Bukkk!"
Hantamannya tepat mendarat di tubuh orang yang
mencekalnya dari belakang tapi seolah tidak dirasakan malah
cekalan semakin ketat. Kepala Wiro mulai tertekuk ke belakang.
Matanya pedas tak mampu dibukakan lagi, apalagi untuk melihat. Air
laut mengucur masuk ke dalam tenggorokannya lewat mulut dan
hidung! "Celaka! Tamat riwayatku!" ujar Wiro. Dia kumpulkan seluruh
tenaga yang ada, kerahkan tenaga dalam. Namun cekalan makhluk
yang mencekalnya dari belakang tidak dapat dilepaskan! Sementara
7 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu napasnya sudah menyengal dan kekuatannya laksana punah.
Sekujur tubuhnya menjadi lemas walau otaknya masih bisa bekerja.
Lawan yang membuat Wiro tidak berdaya ternyata berlaku
cerdik. Sambil terus mencekal berusaha mematahkan batang leher
Pendekar 212 dia membuat gerakan yang membawa Wiro bergerak
semakin jauh menuju dasar laut dimana tekanan air lebih kencang.
Tekanan ini membuat Wiro semakin lemas tak berdaya.
-- == 0O0 == -8 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
DUA PADA saat yang sangat menetukan itu dimana ajal Pendekar
212 Wiro Sableng boleh dikatakan hanya tinggal sekejapan mata saja
lagi, satu persatu muncul wajah-wajah orang yang paling dekat
dengan dirinya. Mula-mula wajah Eyang Sinto Gendeng sang guru si
nenek sakti, lalu wajah kakek Segala Tahu, sesaat terbayang tampang
Dewa Ketawa. Lalu muncul wajah Bidadari Angin Timur. Terakhir
sekali muncul wajah Ratu Duyung.
"Ra... tu..." Wiro membuka mulut. "Tolong diriku..." tapi
ucapan itu tak pernah keluar. Malah air laut masuk semakin banyak
ke dalam mulutnya,. Kepalanya semakin tertekuk ke belakang.
Mendadak entah bagaimana muncul satu wajah nenek berwarna
putih. Hidungnya kecil dan bagian sekitar mulutnya ditumbuhi bulubulu halus panjang. Nenek ini menyeringai memperlihatkan gigigiginya yang kecil serta lidahnya yang merah. Lalu sepasang matanya
yang kehijauan membersitkan sinar menyilaukan yang sesaat
membuat Wiro jadi tersentak.
"Nenek Neko... Nenek Muka Kucing..." ujar Wiro. Lalu terjadilah
satu hal yang luar biasa. Mendadak sontak Wiro ingat sesuatu.
"Koppo... Ilmu Mematahkan Tulang!" desisnya. Satu kekuatan seperti
muncul dalam diri Pendekar 212. Kedua tangannya bergerak
memegang dua jari-jari kedua tangan makhluk hitam yang
mencekalnya. Lalu, "Trak... trak.. trak... trak... trakk!"
Makhluk hitam menggeliat. Wajahnya menunjukkan kesakitan
setengah mati. Mulutnya terbuka lebar. Kedua matanya membeliak.
Jari-jari tangannya hancur berpatahan. Tulangnya mencuat keluar.
Karena tak sanggup menahan sakit makhluk ini lepaskan cekalan
lalu berenang menjauhi Wiro. (Mengenai Nenek Neko dan ilmu
9 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
mematahkan tulang yang disebut koppo silahkan baca serial Wiro
Sableng berjudul Sepasang Manusia Bonsai)
Wiro sendiri yang tak ada niat mengejar cepat naik ke
permukaan laut. Dia muncul di atas air dengan megap-megap. Ada
cairan merah keluar dari mulutnya. Dia memandang berkeliling. Di
kejauhan kelihatan perahunya terapung-apung dipermainkan ombak.
Dengan susah payah Wiro berenang mencapai perahu itu. Perlahanlahan dia naik ke atas perahu. Rasa sakit pada dadanya belum
lenyap. Malah kini napasnya bertambah sesak. Sekujur tubuhnya
terasa letih dan tulang-tulangnya laksana tanggal dari persendian.
Ketika dia hendak membaringkan tubuhnya di lantai perahu tiba-tiba
terdengar suara tawa mengekeh di belakangnya. Wiro putar
kepalanya. Sepasang matanya terpentang lebar ketika melihat siapa
adanya orang yang duduk berjuntai di atas sebua perahu putih yang
tiba-tiba saja muncul di tempat itu tanpa diketahuinya.
"Makhluk Pembawa Bala. Manusia celaka...!" Wiro berusaha
bangkit tapi tubuhnya yang lemah itu terhenyak kembali ke lantai
perahu. Dari balik kain penutup wajahnya kembali terdengar suara
tawa mengekeh orang bercaping yang sekujur tubuhnya penuh
koreng membusuk.
Tiba-tiba sosok Makhluk Pembawa Bala yang mengenakan
pakaian sebentuk jubah melesat ke udara. Dia mendarat di atas
perahu, sengaja tepat di atas tubuh Wiro. Wiro sendiri saat itu sudah
tidak berdaya dan setengah pingsan. Orang yang bercaping tegak
dengan satu kaki menginjak perut sedang kaki satunya menginjak
dada Wiro. Dia mendongak lalu dari mulutnya kembali terdengar
suara tawa bergelak.
"Mujur tak dapat diraih, celaka tak bisa ditolak! Kalau dulu kau
masih bias lolos dari tangnaku, saat ini jangan harap bisa lepas!
Nyawamu memang sudah ditakdirkan harus amblas di tanganku!
Ha... ha... ha... ha...!" suara tawa orang bercaping itu lenyap. Kaki
10 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
kanannya diangkat lalu dihantamkan ke arah tenggorokan Pendekar
212 yang terkapar di lantai dalam keadaan pingsan!
Hanya setengah jengkal lagi kaki kanan Makhluk Pembawa
Bala akan menghancurkan leher dan membunuh Pendekar 212 tibatiba dari laut sekitar perahu melesat enam sosok tubuh. Bagian atas
merupakan tubuh gadis cantik berambut panjang menutupi dada
yang putih polos sedang bagian bawah merupakan ekor ikan besar.
Keenam gadis ini bukan lain adalah anak buah Ratu Duyung
penguasa lautan di kawasan itu.
"Tahan!"
Enam gadis berteriak berbarengan. Gerakan Makhluk Pembawa
Bala serta merta terhenti. Memandang berkeliling dan melihat siapa
yang ada di sekitar perahu tampangnya yang tertutup kain cadar jadi
berubah. Hatinya menjadi tidak enak kalau tidak mau dikatakan
gelisah. "Jangan berani mencampuri urusanku!" Makhluk Pembawa
Bala membentak.
Enam gadis diam saja namun diam-diam mereka luruskan jari
telunjuk tangan kanan masing-masing.
Melihat tidak ada yang bergerak Makhluk Pembawa Bala cepat
teruskan hantaman kakinya ke leher Wiro. Pada saat itu juga enam
jari si gadis memancarkan sinar biru. Ketika mereka mengangkat jari
masing-masing dan mengacungkan ke arah perahu, enam sinar biru
berkiblat, memapas ke arah tempat kosong antara kaki Makhluk
Pembawa Bala dengan leher Pendekar 212 yang menjadi sasaran.
Makhluk Pembawa Bala berseru keras. Cepat dia tarik
serangannya. Kaki kanannya diangkat. Lalu terdengar jeritan orang
ini. Tiga ujung jari kakinya putus. Bagian sekitarnya laksana
dipanggang. Ujung jubahnya mengepulkan asap pada bagian yang
kelihatan hangus.
11 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Kalau kau bermaksud meneruskan niat jahat membunuh
lawan yang tak berdaya, kematian akan menjadi bagianmu lebih
dulu!," salah seorang dari enam gadis bertubuh setengah manusia
setengah ikan membentak.
Mulut orang bercaping yang terlindung di balik kain penutup
komat-kamit tapi tak ada suara yang keluar. Dia maklum jangankan
enam orang, satu orang saja sulit baginya menghadapi gadis anak
buah Ratu Duyung.
"Katakan pada Ratumu, lain kali sebaiknya dia sendiri yang
dating untuk bertemu muka denganku!"
"Ratu kami tidak layak hadir di depan manusia tak berguna
sepertimu!" jawab salah seorang gadis.
Makhluk Pembawa Bala menggeram dalam hati. Dia melompat
dari atas perahu Wiro, masuk ke dalam perahu putihnya.
"Sebelum kau pergi dari sini kami perlu mengajukanbeberapa
pertanyaan!"
Makhluk Pembawa Bala walaupun merasa jeri terhadap enam
gadis namun karena merasa ditekan lantas menukas. "Jangan
membuat aku jadi marah! Katakan apa mau kalian!?"
"Kami perlu tahu siapa kau sebenarnya dan apa perlunya sejak
sekian lama gentayangan di kawasan ini!"
"Hemm... Itu rupanya pertanyaan kalian?" Makhluk Pembawa
Bala mendongak lalu tertawa bergelak. "Katakan pada Ratumu, jika
dia mau datang menemuiku baru aku akan menjawab pertanyaan
kalian!" "Kau minta mampus! Terima kematianmu!"
Enam larik sinar biru menyambar ke arah Makhluk Pembawa
Bala. Orang ini cepat menyambar caping di atas kepalanya. Lalu
dengan sigap caping yang terbuat dari bambu itu dikibaskannya
menangkis serangan enam larik sinar biru.
"Wussss!"
12 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Makhluk Pembawa Bala menjerit keras. Caping bambu di
tangannya hancur berantakam. Kepingan-kepingan caping itu
bertebaran di udara dalam keadaan terbakar lalu jatuh ke dalam
laut. Si Makhluk Pembawa Bala sendiri mencelat mental dari atas
perahu sampai beberapa tombak lalu tercebur masuk ke dalam laut.
Enam gadis cantik anak buah Ratu Duyung menunggu sampai
beberapa lamanya.
"Tubuhnya tidak muncul lagi...," berkata gadis di ujung kanan.
"Pasti dia sudah jadi mayat dan tenggelam ke dasar laut.
Beberapa hari di muka baru mayatnya akan mengambang di
permukaan laut...," berkata gadis lainnya.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" salah satu dari
mereka bertanya.
"Sesuai perintah Ratu kita harus menolong pemuda ini. Ada
darah di sekitar mulutnya. Jelas dia mengalamai luka dalam cukup
parah... lekas berikan obat padanya. Aku akan menotok leher dan
dadanya." Lalu gadis itu membuka baju hitam Wiro di bagian dada.
Sesaat dia pandangi bagian tubuh yang kokoh penuh otot itu.
Pada bagian tengah dada terdapat rajah tiga angka yang tak asing
lagi. Angka 212. Entah sadar entah tidak, gadis ini lalu mengusap
dada Pendekar 212 dengan lembut. Melihat hal ini kawan di
sampingnya berbisik, "Apa yang kau lakukan!" Jangan berani
berbuat macam-macam. Kalau sampai Ratu memantau lewat cermin
saktinya dan melihat apa yang kau lakukan, kita semua di sini habis
dihukumnya! Lekas totok pemuda itu!"
Wajah gadis yang barusan mengusap dada Pendekar 212
tampak bersemu merah. Dia berpaling dan menjawab, "Tak perlu
bicara keras. Jangan munafik. Aku tahu kau pun sebenarnya sangat
tertarik pada pemuda gagah ini..."
"Sudah! Lekas totok saja tubuhnya. Aku segera akan
memasukkan obat ke dalam mulutnya!"
13 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Gadis pertama segera mengusapkan dua ujung jarinya di
bagian leher dada Pendekar 212. Setelah itu gadis kawannya
memasukkan sebutir obat berwarna biru ke dalam mulut Wiro. Sekali
lagi gadis pertama mengusap bagian leher Wiro. Obat yang ada di
dalam mulut murid Sinto Gendeng meluncur ke dalam
tenggorokannya terus ke perut.
"Sebelum matahari tenggelam dia akan siuman dan luka
dalamnya akan sembuh. Sekarang, sesuai perintah Ratu kita harus
mendorong perahu ini ke arah tenggara dan meninggalkannya di satu
tempat..."
Enam orang gadis itu lantas berenang smbil mendorong perahu
kecil di atas mana Pendekar 212 Wiro Sableng masih terbujur dalam
keadaan pingsan.
-- == 0O0 == -14 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
TIGA PANGERAN Matahari merangkul gadis yang duduk di
pangkuannya itu lalu dengan penuh nafsu menciumnya berulang
kali. "Kekasihku, sebelum kita bersenang-senang di ruangan dalam
katakana apa hasil peneyelidikanmu..."
Si gadis tersenyum. Sepasang lesung pipit muncul di pipinya
kiri kanan. "Salah..." katanya seraya membelai rambut di belakang
kepala Pangeran Matahari.
"Eh, apa yang salah?" tanya sang Pangeran.
"Kita bersenang-senang dahulu baru nanti aku memberitahu
hasil penyelidikanku!"
Pangeran Matahari tertawa lebar. Ditekapnya kedua pipi si
gadis lalu dikecupnya bibirnya lumat-lumat. Sambil menggeliat gadis
dalam pelukan menurunkan tangannya ke bawah. Pangeran Matahari
cepat memegang tangan itu seraya berkata. "Ingat kekasihku, urusan
besar harus dikerjakan lebih dulu. Soal bersenang-senang jika semua
sudah rampung seribu hari pun kau suka aku akan melayani..."
Si gadis tampak cemberut tapi serta merta pejamkan matanya
dan mengeluarkan suara lirih ketika Pangeran Matahari menyelinapkan wajahnya ke balik pakaiannya di bagian dada.
"Aku tidak tahan. Benar-benar tidak tahan Pangeran..." bisik si
gadis setengah memelas.
Pangeran Matahari tarik kepalanya lalu berkata. "Ceritakan
padaku hasil penyelidikanmu..."
Si gadis melihat sepasang mata Pangeran Matahari memandang
tak berkesip. Ada sorotan sinar aneh yang membuatnya jadi tak
berani menatap. Dengan sikap manja dia menggelungkan tangan
15 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
kanannya di leher sang Pangeran lalu bertanya, "Apa saja yang kau
ingin ketahui, Pangeran?"
"Pertama sudah pasti menyangkut musuh besarku Pendekar
212 Wiro Sableng. Menurut dua bersaudara Tiga Bayangan Setan dan
Elang Setan, mereka berhasil membunuh Pendekar 212 di bukit di
luar Kartosuro. Aku telah meminta mereka membuktikan dengan
membawa kepala Wiro Sableng ke hadapanku. Kau sendiri apa yang
kau ketahui?"
"Kemungkinan mereka memang telah membunuh Pendekar
212. Hanya saja berlaku ayal tidak membawa bukti. Tapi setahuku
tempo hari mereka telah menyerahkan Kapak Maut Naga Geni 212
dan batu sakti hitam milik Pendekar 212. Apakah itu belum cukup
Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dijadikan tanda atau bukti bahwa musuh besarmu itu benar-benar
sudah tewas" Atau mungkin dua senjata itu palsu belaka?"
Pangeran Matahari mengusap pinggul si gadis lalu gelengkan
kepala. "Kapak dan batu sakti itu asli. Tidak palsu. Tapi menyaksikan
kepala Pendekar 212 jauh lebih meyakinkan daripada hanya
mendengar sekedar laporan dari dua kaki tanganku itu..."
"Turut penyelidikanku, juga berdasarkan beberapa keterangan
orang-orang kita, Pendekar 212 tidak diketahui lagi berada di mana.
Ada yang menduga mayatnya dilarikan orang ke satu tempat di
tengah laut di selatan muara Kali Opak...."
"Hemmm.... Kalau keteranganmu benar mengapa kaki tanganku
di kawasan itu belum datang memberitahu"!" ujar Pangeran Matahari
pula seraya mendongak dan usap dagunya yang ditumbuhi janggut
pendek kasar. "Kawasan laut selatan berada di bawah pengawasan penguasa
tertentu yang memiliki beberapa pembantu. Salah seorang dari
mereka adalah Ratu Duyung. Ada tanda-tanda sesuatu telah terjadi di
kawasan itu. Beberapa aliran hawa sakti mengalami benturanbenturan aneh...."
16 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Ratu Duyung dari dulu memang tidak pernah mau tunduk
terhadap kita..." kata Pangeran Matahari pula. "Sudah saatnya kita
memikirkan untuk melakukan sesuatu terhadap makhluk setengah
manusia setengah ikan itu...."
"Pangeran," kata gadis yang duduk di pangkuan Pangeran
Matahari. "Kalau aku boleh mengusulkan, pada saat sekarang ini
sebaiknya kita jangan mencari musuh baru dulu. Salah-salah urusan
besar yang tengah kau laksanakan bisa jadi tak karuan... "
"Hemmm.... Kau betul. Usulmu aku terima!" kata Pangeran
Matahari lalu menghadiahkan satu kecupan di bibir gadis itu.
"Kau lihat sendiri Pangeran. Aku tidak seperti gadis-gadis lain
yang jadi kekasihmu. Mereka hanya menyediakan badan. Aku bukan
cuma badan. Tapi juga pikiran dan sumbang saran...."
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. Sambil menepuk-nepuk
bahu si gadis dia berkata. "Itulah kelebihanmu, kekasihku. Itu
sebabnya kau mendapat tempat utama di sisiku."
"Kalau begitu apakah sekarang kita bisa bersenang-senang?"
tanya si gadis. Lalu kaki kirinya digelungkan ke pinggul sang
Pangeran. Pakaiannya yang tipis tersingkap. Ketihatan pahanya yang
bagus mulus dan putih.
Pangeran Matahari mengusap paha itu berulang kali lalu
berkata. "Masih belum saatnya kekasihku. Harap kau suka bersabar.
Kau harus kembali melakukan penyelidikan. Aku harus tahu apa
yang sebetulnya telah terjadi dengan Pendekar 212. Apa benar dia
sudah menemui ajal?"
"Nada suaramu masih saja membayangkan rasa was-was
Pangeran," kata si gadis pula. lalu tangannya meraba ke bagian dada
Pangeran Matahari. Di balik jubah hitam dan pakaian yang
dikenakannya dia menyentuh sebuah benda yang terikat kencang ke
dada sang Pangeran. "Kau telah memiliki Kitab Wasiat Iblis. Mengapa
harus merasa gelisah dan selalu memikirkan Pendekar 212?"
17 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Ada ujar-ujar mengatakan bahwa punya satu musuh sudah
terlalu banyak sedang punya seribu teman masih kurang banyak!"
Si gadis tersenyum. "Jadi kau ingin aku menyelidik lag!, pergi
dari sini dan melupakan semua kesenangan yang bisa kita dapatkan
saat ini?"
"Kataku harap kau bersabar. Masanya akan datang aku akan
jadi Raja Di Raja dunia persilatan dan kau kekasih tunggalku...."
Si gadis menarik napas dalam lalu perlahan-lahan dia berdiri,
"Kalau begitu ada baiknya aku minta diri sekarang juga," katanya. Dia
membungkuk sedikit untuk memeluk dan mencium Pangeran Matahari. Namun dengan gerakan nakal dia menggoyangkan bahu dan
pinggulnya. Pakaian tipis yang melekat di tubuhnya serta merta
merosot jatuh ke lantai. Ketika Pangeran Matahari balas memeluk
maka dia merangkul tubuh si gadis. Kalau tadi sang Pangeran selalu
menolak ajakan si gadis maka kini dalam keadaan seperti itu dia
tidak dapat menahan gelegak darahnya. Dia berdiri dan slap hendak
mendukung tubuh si gadis. Tapi tiba-tiba, "Braaakkkl"
Pintu ruangan terpentang. Sesosok tubuh masuk dan jatuhkan
diri di lantai. Gadis cantik tanpa pakaian terpekik, cepat-cepat
menyambar pakaiannya yang tercampak di lantai laiu melompat
tinggalkan tempat itu.
Pangeran Matahari tak kurang terkejutnya. Tampangnya merah
mengelam, rahangnya menggembung hingga wajahnya berubah
seperti jadi empat persegi!
Orang yang terkapar di lantai hanya mengenakan sehelai cawat
hitam. Sekujur tubuhnya mulai dari muka sampai ke kaki berwarna
sangat hitam dan liat. Pada dua bahu dan tengkuknya sampai ke
punggung ada daging aneh berbentuk sirip ikan. Mata dan bibirnya
merah. Pangeran Matahari kerenyitkan kening. Kedua matanya
mendelik tak berkesip menyaksikan bagaimana sepasang tangan
18 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
manusia hitam itu, mulai dari pergelangan sampai ke ujung-ujung jari
tampak hancur berpatahan. Tulang-tulangnya mencuat putih
menggidikkan. "Jahanam! Apa yang terjadi dengan dirimu! Mana kawanmu"!"
Pangeran Matahari membentak seraya melangkah ke hadapan orang
hitam yang terkapar di lantai.
"Ka... kawanku mati!" jawab orang hitam.
"Mati"! Apa yang terjadi"!"
"Dia... dia mati dibunuh Pendekar 212...."
Tampang Pangeran Matahari berubah. Alisnya berjingkrak dan
daun telinganya seperti mencuat mendengar ucapan orang hitam itu.
Kaki kanannya ditendangkan ke dada orang itu hingga si hitam ini
mencelat dan terbanting ke dinding ruangan.
"Lekas katakan apa yang terjadi!" bentak Pangeran Matahari.
"Mohon maafmu Pangeran... Kami tidak berhasil menjalankan
tugas yang kau berikan. Kawanku terbunuh. Aku sendiri kau bisa
saksikan. Kedua tanganku dibikin hancur oleh Pendekar 212!"
Kembali sepasang mata Pangeran Matahari memperhatikan
kedua tangan orang hitam itu seolah tak percaya. Tulang-tulangnya
mencuat berpatahan.... "Ilmu apa yang telah dipakai mencelakai orang
ini" Kalau memang Pendekar 212 yang melakukan setahuku dia tidak
memiliki ilmu kepandaian begini rupa...."
Pangeran Matahari mendongak. Otaknya berpikir keras. Tetap
saja dia tidak bisa menerima keterangan si hitam.
"Kau berdusta! Ini bukan pekerjaannya Pendekar 212!" bentak
sang Pangeran. "Dia tidak punya ilmu kepandaian mematahkan tulang
seperti ini! Aku tahu betul!"
"Saya bersumpah memang dia yang melakukan. Kami
mencegatnya di pantai selatan..."
Pangeran Matahari terdiam sesaat. "Jika kau memang telah
berhadapan dengan Pendekar 212, aku ingin mencocokkan ciri-ciri
19 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
jahanam itu dengan apa yang kau saksikan. Bagaimana keadaan
rambutnya?"
"Hitam lebat dan... dan gondrong..," jawab si hitam.
"Apa dia mengenakan ikat kepala kain putih di keningnya?"
Si hitam menggeleng.
"Hemmmmm...." Pangeran Matahari bergumam. Kecurigaan
bahwa si hitam itu berdusta semakin besar. "Apa dia mengenakan
pakaian serba putih?"
"Ti... tidak Pangeran. Dia mengenakan baju dan celana hitam...."
"Jahanam! Jelas orang itu bukan Pendekar 212! Seumur
hidupnya dia tidak pernah mengenakan pakaian hitam! Kau berani
mendustaiku!"
"Saya bersumpah saya tidak berdusta Pangeran..."
"Manusia keparat! Aku tanya padamu, apa benar kawanmu
sudah mampus"!" bertanya Pangeran Matahari seraya bungkukkan
tubuhnya sedikit.
"Dia memang telah menemui ajal Pangeran. Saya menyaksikan
sendiri..." jawab si hitam yang masih terkapar di lantai sambil
menduga-duga apa maksud pertanyaan Pangeran itu karena
sebelumnya dia telah menjelaskan mengenai kematian kawannya.
Di hadapan si hitam Pangeran Matahari menyeringai. Tiba-tiba
seringai itu lenyap lalu, terdengar suaranya berucap. "Kalau begitu kau
susullah temanmu! Aku tidak butuh manusia jelek dan tolol macammu!" Habis berkata begitu Pangeran Matahari ayunkan tangan
kanannya. Bersamaan dengan itu dia alirkan tenaga dalam dari bagian
dada di mana menempel Kitab Wasiat Iblis. Pangeran Matahari tahu
betul bahwa si hitam memiliki ilmu kebal tertentu. Dia tak mau susah.
Karenanya dia sengaja meminjam kekuatan ganas yang ada pada kitab
iblis itu. "Praakkk!"
20 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Kepala manusia hitam rengkah mengerikan. Tubuhnya
terbanting ke lantai tanpa nyawa lagi! Masuk ke ruangan dalam
Pangeran Matahari dapatkan gadis kekasihnya duduk di atas sebuah
bantalan tebal dan empuk. Keadaannya masih polos seperti tadi.
Pakaian tipisriya dipergunakan menutupi auratnya yang penting tapi
itu pun tidak mampu menutupi seluruh tubuhnya.
"Aku hampir yakin kalau Pendekar 212 memang sudah
menemui ajal. Tapi aku merasa perlu menunggu sampai Tiga
Bayangan Setan dan Elang Setan muncul membawa kepala musuh
besarku itu...."
"Apakah sampai saat ini kau masih merahasiakan tentang
diriku terhadap mereka?"
Pangeran Matahari mengangguk.
"Sebaliknya bagaimana dengan saudaramu. Aku tidak ingin...."
"Kau tak usah khawatir Pangeran. Sudah lama sekali aku tidak
mendengar mengenai dirinya. Entah berada di mana..." jawab si gadis
yang duduk di atas bantalan empuk sambil menjulurkan kakinya dan
balik pakaian tipis.
Memandangi tubuh si gadis pikiran sang Pangeran jadi
berubah. Kalau sebelumnya dia tidak berniat untuk bersenangsenang kini setelah membunuh lelaki hitam tadi rangsangan dalam
dirinya tiba-tiba saja menggelegak. Dia melangkah ke hadapan si
gadis. Perlahan-lahan pakaian tipis yang menutupi tubuh si gadis itu
ditariknya. -- == 0O0 = -- 21 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
EMPAT SINAR sang surya yang siap tenggelam membuat air laut
kemerahan. Enam gadis anak buah Ratu Duyung yang mendorong
perahu berhenti berenang. Gadis yang bertindak sebagai pimpinan
berkata. "Kita mengantar sampai di sini. Di kejauhan ada sebuah pulau.
Ombak akan mendorong perahu dan membawa pemuda ini ke sana.
Kita harus segera kembali. Ingat pesan Ratu. Kita tidak boleh berada
terlalu dekat dengan pulau-pulau yang banyak bertebaran di sekitar
kawasan ini."
Lima gadis lainnya tidak menjawab. Dalam hati sebenarnya
mereka ingin mengantar perahu berisi Pendekar 212 itu sampai ke
daratan, menunggu sampai dia siuman dari pingsan. Namun
kelimanya tak berani membantah.
"Mudah-mudahan dia cepat sadar dan selamat. Mari kita
kembali..."
"Tunggu dulu," salah seorang dari lima gadis tiba-tiba berkata.
"Ada apa"!"
"Aku mendengar seperti ada orang menyanyi. Di kejauhan..."
Empat gadis lainnya picingkan mata dan pasang telinga. Lalu
hampir berbarengan mereka mengiyakan. Gadis yang bertindak
sebagai pemimpin sebenarnya juga sudah mendengar apa yang
didengar lima temannya. Namun dia cepat berkata. "Suara desau
angin laut dan alunan gelombang bisa saja menipu pendengaran kita.
Kalaupun memang yang kalian dengar adalah suara orang menyanyi
maka itu adalah satu keanehan. Siapa pula yang menyanyi di tengah
lautan begini rupa" Dan ingat pelajaran dari Ratu. Dibalik setiap
keanehan mungkin tersembunyi satu bahaya. Jadi, kalian tak perlu
banyak bicara lagi. Ikuti aku meninggalkan tempat ini!"
22 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Enam gadis cantik yang tubuh atas polos sedang sebatas
pinggang ke bawah berbentuk ekor ikan besar itu melepaskan tangan
masing-masing dari perahu lalu berbalik. Sesaat kemudian
keenamnya lenyap masuk ke dalam laut.
Perahu tanpa kemudi tanpa dikayuh itu meluncur perlahan
dibawa alunan ombak menuju ke tenggara dimana di kejauhan
kelihatan sebuah pulau berbentuk aneh. Di sini sama sekali tidak
kelihatan pepohonan. Yang tampak hanya kawasan bebatuan. Di
bawah sinar matahari yang tenggelam dan udara yang mulai
menggelap pulau itu kelihatan angker. Keangkeran itu bisa membuat
siapa saja jadi merinding karena dari pertengahan pulau yang gelap
dimana terdapat gunung dan bebukitan batu merah tiba-tiba sayupsayup sampai terdengar suara orang menyanyi.
Laut selatan tak pernah tenang
Gelombang selalu datang menantang
Ribuan pagi ribuan petang
Tubuh lapuk ini menunggu kedatangan
Yang menunggu tua renta malang
Yang ditunggu budak malang
Apakah saat ini petunjuk Yang Kuasa turun
menjelang Mungkinkah ini akhir penantian
Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan permulaan dari satu harapan
Hanya kepada Yang Kuasa tertambat seluruh
harapan Agar tubuh tua ini bisa bebas menempuh
jalan abadi menghadap Sang Pencipta
Orang yang menyanyi itu duduk bersila di atas salah satu
puncak batu berwarna merah. Tubuhnya tampak bungkuk dimakan
usia. Rambut, kumis dan janggutnya yang putih panjang melambailambai tertiup angin laut. Meskipun tempat itu cukup gelap namun
masih bisa terlihat keanehan pada muka orang tua ini. Wajahnya
sebelah kanan yaitu mulai dari pertengahan kening, hidung, mulut
dan dagu berwarna biru. Di dalam mulutnya senantiasa ada segumpal
23 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
sirih campur tembakau yang selalu dikunyahnya tiada henti. Bahkan
ketika menyanyi tadi sirih itu masih tetap berada dalam mulutnya
namun anehnya suaranya bebas lepas seolah-olah mulutnya kosong
tak berisi apa-apa!
Di hadapan orang tua berjubah putih ini, di atas batu, terletak
benda aneh, entah batu entah logam. Benda ini mengeluarkan sinar
angker merah kebiruan seperti nyala sumber api yang sangat panas.
Namun anehnya yang terpancar dari benda itu bukan hawa panas
melainkan satu kesejukan. Makin lama kesejukan itu semakin
menjadi-jadi malah kini hawa di tempat itu terasa sangat dingin. Si
orang tua bermuka biru sebelah sampai-sampai kertakkan rahang
menahan gigil kedinginan.
"Saatnya sudah tiba..." kata orang tua bermuka belang dalam
hati. Seluruh kekuatan luar dalam dikumpulkannya agar tubuhnya
tidak ambruk oleh hawa dingin yang menggempur dari benda bercahaya di hadapannya. Dalam keadaan sekujur tubuh menggigil orang
tua ini angkat tangan kanannya. Lengan sampai ke ujung-ujung
jarinya yang kurus keriput kelihatan bergetar kaku.
"Batu sakti batu pembawa petunjuk..." si orang tua berucap
dengan suara bergetar. "Terbanglah tinggi, membubung ke angkasa.
Melayanglah turun menukik ke bumi. Cari dan dapatkan anak
manusia penerima Delapan Sabda Dewa. Di dalam dirimu ada
petunjuk. Di dalam dirinya ada kekuatan untuk menangkal
malapetaka. Ingat hanya ada satu kekuatan dan satu kekuasaan di
delapan penjuru angin. Gusti Allah tempat semua kekuatan itu
berpulang menjadi satu. Batu sakti batu pembawa petunjuk.
Terbanglah tinggi membubung angkasa. Melayanglah turun menukik
bumi. Cari dan dapatkan anak manusia penerima Delapan Sabda
Dewa!" Getaran tangan kanan si orang tua semakin keras. Benda di atas
batu di hadapannya bersinar hebat menyilaukan. Didahului dengan
teriakan dahsyat orang tua itu pukulkan tangannya ke udara.
24 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Byaaarrr!"
"Wussssss!"
Benda di atas batu bersinar. Tempat itu laksana diterangi sinar
kilat. Lalu terjadi satu hal yang ajaib. Benda terang di atas batu
melesat ke udara, mengeluarkan ekor panjang cahaya terang. Di udara
benda ini berputar tujuh kali berturut-turut. Lalu dengan kecepatan
yang sulit diawasi mata, seperti bintang jatuh benda bercahaya itu
melayang turun ke bumi. Tapi tidak kembali ke tempat asalnya semula
di atas batu di hadapan si orang tua melainkan ke satu tempat di
mana terdapat sebuah batu miring, diapit oleh gugusan batu-batu
karang runcing.
KITA kembali dulu pada saat tak lama setelah enam gadis cantik
anak buah Ratu Duyung melepas perahu kecil di dalam mana
Pendekar 212 terbaring dalam keadaan pingsan....
Perahu kecil dipermainkan ombak, meluncur perlahan ke arah
pantai. pulau yang tertutup batu-batu besar berwarna merah sedang di
sebelah depan pulau itu dikurung oleh deretan batu-batu karang
runcing laksana memagari.
Satu gelombang besar tiba-tiba muncul di tengah laut,
menghantam ke arah pulau dalam bentuk ombak yang bukan olaholah dahsyatnya. Perahu kecil dimana murid Sinto Gendeng berada
dalam keadaan pingsan mencelat ke udara sampai setinggi lima
tombak, hancur berkeping-keping. Tubuh Wiro tampak berputar
seperti kitiran lalu melayang jatuh melewati dua puncak runcing batu
karang kemudian terhempas di atas sebuah batu miring. Keningnya
membentur bagian batu yang menonjol. Terjadi satu hal yang aneh.
Pada saat tubuhnya mencelat di atas laut dan jatuh ke atas batu Wiro
masih berada dalam keadaan pingsan. Tapi begitu keningnya
membentur tonjolan batu yang menimbulkan luka serta kucuran
25 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
darah, Pendekar 212 mendadak siuman dan sempat bangkit sambil
dua tangannya bersitekan ke batu.
"Apa yang terjadi dengan diriku. Di mana aku saat ini.... " Dia
memandang berkeliling sementara telinganya mendengar suara
deburan ombak tidak henti-hentinya memukul batu-batu karang yang
memagari pulau batu merah itu.
"Aku mendengar suata deburan ombak. Berarti.... Eh, aku
seperti mendengar suara orang menyanyi...." Murid Sinto Gendeng
memutar kepalanya, berusaha memandang ke arah datangnya suara
nyanyian itu. Dia coba mendengar suara nyanyian yang diulang-ulang
itu. Perlahan-lahan dia memutar tubuhnya. Di kejauhan dia hanya
melihat puncak-puncak bukit batu yang menghitam dalam kegelapan.
"Aku akan pergunakan ilmu pemberian Ratu Duyung. Ilmu
Menembus Pandang...." Wiro segera kerahkan tenaga dalam dan atur
jalan darah yang menuju ke matanya. Namun dia tidak dapat memusatkan pikiran. Keningnya terasa sakit. Tangannya bergerak meraba.
Ada cairan mengalir di keningnya, turun ke pipi kiri.
Saat itu keadaan belum gelap benar. Pantulan terakhir cahaya
matahari masih bisa membuat Wiro mengenali bahwa cairan merah
yang ada di tangannya adalah darah. Darahnya sendiri.
"Apa yang terjadi dengan diriku.... Aku terluka," pikir Wiro. Dia
mendadak saja merasa ngeri melihat darahnya sendiri. Pendengarannya dipasang baik baik. "Suara nyanyian itu lenyap. Aneh
kalau ada orang menyanyi di tempat ini. Manusia atau jinkah yang
menyanyi. Tak jelas apa kata-kata dalam nyanyiannya tadi...."` Wiro
siap untuk melihat dengan ilmu Menembus Pandangnya. Tiba-tiba dia
jadi tercekat. Di langit dilihatnya satu benda aneh memancarkan sinar
sangat terang melayang turun ke bumi.
"Bintang jatuh..."piker Wiro. Kemudian disadarinya
kalau benda bercahaya itu melayang jatuh ke arahnya.
26 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Astaga!" Wiro berseru kaget. Dia berusaha menggulingkan diri.
Tapi benda bercahaya datangnya laksana kilat. Jatuh menghantam
kepalanya tepat pada bagian luka di kening sebelah kiri lalu amblas
masuk ke dalam kepalanya!
"Wusss!"
Kepala dan sekujur tubuh Pendekar 212 mulai dari ujung
rambut sampai ke ujung kaki bersinar terang benderang. Dia seperti
melihat ada ratusan bintang menyilaukan di depan matanya. Saat itu
juga sekujur tubuhnya terasa sedingin salju di puncak gunung hingga
dia menggigil keras. Rahang menggembung geraham bergemeletakan.
Wiro berusaha bertahan. Tapi sia-sia. Sedikit demi sedikit
tangannya yang menahan tubuhnya terkulai lemah ke samping.
Badannya jatuh terbujur di atas batu miring. Kesadarannya perlahanlahan sirna. Di atas batu miring tubuhnya yang sedingin es itu tidak bergerak
sedikit pun. Kedua matanya terpentang lebar. Namun dia tidak melihat
apa yang ada di sekitar ataupun di atasnya. Dia seperti orang tidur
nyalang. Satu kejadian aneh menyelubungi Pendekar 212. Dia
tenggelam ke dalam pusaran waktu dan laksana disedot masuk ke
dalam alam pada masa sekitar tujuh puluh tahun yang silam. Anehnya
dirinya sendiri seolah-olah berada dalam pusaran waktu itu!
-- == 0O0 == -27 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
LIMA LAUT utara tampak tenang. Angin bertiup sepoi-sepoi basah. Di
langit tak berawan kawanan burung laut terbang melintas di atas kapal
besar terbuat dari kayu.
Di buritan kapal Ageng Musalamat memeluk kakek berjubah dan
bersorban putih erat-erat, mencium kedua pipinya berulang kali dan
berusaha menahan titiknya air mata.
"Muridku Ageng Musalamat, negeri Cina sangat jauh dari sini.
Perjalanan menempuh laut bukan satu hal yang mudah. Kau telah
memutuskan untuk menerima undangan Raja di sana. Ini satu
kehormatan sangat besar bagi kita semua muridku. Terutama bagi
dirimu. Berarti kau punya tanggung jawab sendiri terhadap dirimu.
Lebih dari itu kau membawa serta empat puluh orang yang sebagian
besar adalah murid-muridmu yang merupakan juga murid-muridku.
Keselamatan mereka menjadi tanggung jawabmu.... "
"Wali Astanapura yang saya sebut dengan hormat sebagai Eyang
Ismoyo Jelantik, guru saya tercinta. Perjalanan besar ini memang
bukan tanpa bahaya. Namun dengan bekal ilmu pengetahuan serta
kesaktian yang Eyang berikan serta lindungan dan bimbingan dari
Tuhan Yang Maha Kuasa, saya dan semua saudara-saudara yang
empat puluh akan selamat sampai di tujuan. Lalu selamat pula
kembali pulang ke tanah Jawa ini."
Kakek berjubah dan bersorban putih anggukkan kepala.
"Bagaimanapun baiknya keadaan dan sambutan orang di sana,
satu hal harus kau ingat bahwa negeri itu adalah tanah asing. Jadi
kau dan anak-anak harus pandai-pandai membawa diri. Jangan
berlaku sombong, jangan sampai menyinggung perasaan orang lain.
Jangan pamerkan sedikit ilmu silat dan kesaktian yang kau kuasai.
Mungkin di negeri sana semua yang kau miliki itu tidak ada artinya
28 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
sama sekali. Ingat peribahasa yang mengatakan mulut kamu harimau
kamu. Di mana kaki berpijak di situ langit dijunjung. Pesankan pada
anak-anak agar jangan lupa sembahyang lima waktu. Itu tiang agama
yang harus ditegakkan dimana pun kita berada."
"Terima kasih Eyang. Saya akan selalu ingat baik-baik semua
pesan Eyang.... "
"Selamat jalan muridku. Doaku bersamamu...."
"Selamat tinggal Eyang. Doakan agar kami kembali cepat ke
tanah Jawa ini...."
Wali Astanapura yang dipanggil oleh muridnya itu dengan
sebutan Eyang Ismoyo Jelantik anggukkan kepala. "Kau harus kembali
ke sini tetap sebagai orang yang disebut secara lengkap Kanjeng Sri
Ageng Musalamat...."
"Saya mendengar dan saya berjanji Eyang..." jawab Ageng
Musalamat. Eyang Ismoyo berpaling pada seorang pemuda yang tegak di
belakangnya sambil memegang sebuah kotak kayu jati berhias ukiran
Jepara. Pemuda ini segera menyerahkan peti yang dipegangnya kepada
Eyang ismoyo. "Ageng Musalamat," kata Eyang Ismoyo seraya membuka
penutup kotak kayu, "Kotak ini berisi sebuah senjata sakti
mandraguna berupa keris. Baik mata keris, hulu maupun sarungnya
terbuat dari emas yang ditempa demikian rupa hingga kekuatannya lebih atos daripada baja. Keris ini dibuat oleh seorang empu
sakti di Bali yang masih merupakan kakekku. Ketika dibuat
senjata ini tidak bernama. Ayahku kemudian memberinya nama
yaitu Kiyai Sabrang Tujuh Langit. Aku menitipkan keris sakti ini
padamu untuk diserahkan pada Raja, negeri Cina sebagai tanda
persahabatan yang tulus."
Eyang Ismoyo membuka penutup peti. Satu cahaya kuning
membersit keluar dari kotak, mengenai wajah Ageng Musalarnat
29 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
hingga lelaki berusia empat putuh tahun ini mengerenyit
kesilauan. Meskipun silau namun Musalamat masih dapat melihat
sosok keris emas Kiyai Sabrang Tujuh langit yang ada dalam kotak
kayu. Si orang tua menutup kotak kayu kembati lalu menyerahkannya pada muridnya seraya berkata. "Simpan senjata
mustika ini di tempat yang baik. Kau tidak perlu terlalu
mengawasinya. Tak ada seorang pun yang akan sanggup
mencurinya...."
"Maksud Eyang ada satu kekuatan yang melindunginya?"
tanya Musalamat.
Eyang Ismoyo menunjuk ke atas. "Tuhan Yang Maha Kuasa
yang melindunginya. Siapa saja yang berniat jahat, misal berusaha
mencuri atau merampok senjata ini dari pemiliknya yang sah atau
selama berada dalam titipan yang sah maka orang jahat itu tak
akan sanggup melakukan. Keris ini akan menjadi sangat berat
seolah seberat gunung batu!"
Ageng Musalarnat menerima kotak kayu itu dengan hatihati. Lalu sang guru berkata. "Sebelum layar terkembang, sebelum
kapal besar berlayar, aku ingin melihat kamarmu. Seumur hidup
belum pernah aku melihat kamar dalam kapal. Apakah seperti
kamar ketiduran tuan puteri...?" Eyang Ismoyo memegang bahu
muridnya. Walau sentuhan itu biasa-biasa saja namun Musalamat
merasa ada satu hawa aneh yang membuat tubuhnya mengikut
kemana telapak tangan sang guru mendorong. Maklumlah
Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Musalamat kalau gurunya bukan hanya sekedar ingin melihat
kamar di dalam kapal.
Apa yang diduga Musalarnat ternyata benar. Begitu masuk
ke dalam kamar di bawah buritan Eyang Ismoyo langsung
mengunci pintu. Selagi Musalamat meletakkan kotak kayu jati di
dalam sebuah lemari, orang tua itu membuka ikatan kain putih
lebar yang menggelung pinggangnya. Dari balik ikatan kain putih
30 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
dikeluarkannya sebuah benda berupa lembaran-lembaran daun
lontar yang sudah sangat tua membentuk sebuah kitab. Sepasang
mata Sri Ageng Musalamat cepat melihat apa yang ada di tangan
gurunya dan sekilas sempat membaca deretan aksara Jawa kuno
yang tergurat di sampul kitab.
"Kitab Putih Wasiat Dewa..." kata Ageng Musalamat dalam
hati dengan dada berdebar. "Muridku, aku yakin kau pernah
mendengar tentang kitab sakti ini..."
Ageng Musalamat mengangguk. "Saya sudah lama tahu
kalau Eyang memang memilikinya, namun baru sekali melihatnya,"
jawab Musalamat sambil matanya tidak lepas dari kitab tua yang
berada di tangan sang guru.
"Kitab ini dibuat dan ditulis isinya oleh nenek moyang kita
ratusan tahun yang silam. Siapa mereka adanya tidak diketahui.
Yang jelas pada masa kitab ini diciptakan nenek moyang kita masih
belum tersentuh hidup beragama. Mereka menganggap semua
kekuatan, semua kesaktian datang dari langit, daripada apa yang
mereka sebut para Dewa. Walau demikian apa yang mereka pelajari
dan apa yang kemudian mereka ajarkan bukanlah satu perbuatan
sesat. Mereka memiliki tata krama peradaban asli yang tidak
tercampur dengan kehidupan asing. Banyak dari semua tata krama
dan peradaban itu yang kini tetap kita pergunakan sebagai panutan.
Muridku, Kitab Wasiat Dewa ini bukan kitab sembarangan. Kitab sakti
ini diwariskan padaku sekitar lima belas tahun yang lalu. Aku telah
membaca dan mempelajari seluruh isinya. Namun aku merasa kepandaian apa yang aku dapat dari kitab ini masih belum sempurna. Harus
banyak waktu yang diperlukan untuk mendalami pelajaran dan
kesaktian yang ada di sini. Otak tuaku sudah tumpul. Usiaku sudah
lanjut dan tubuhku sudah sangat rapuh. Mungkin aku sudah keburu
menemui ajal sebelum aku dapat mengerti seluruh isi kitab ini. Kau
masih muda, otakmu masih tajam dan tubuhmu masih kuat. Kurasa
kau akan mampu menguasai isi kitab ini jauh lebih cepat dariku. Aku
31 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
tidak punya orang lain yang dapat kupercaya. Kitab Wasiat Dewa ini
kuserahkan padamu. Jagalah baik-baik, selami isinya yang hanya
beberapa lembar ini. Kelak kepandaian yang kau miliki dan berasal
dari kitab ini akan mampu menegakkan kebenaran dan keadilan,
menumpas segala kejahatan. Orang yang memberikan kitab ini padaku
pernah mengatakan siapa yang memiliki kitab ini dan mempergunakannya di jalan Allah maka dia akan menjadi penguasa
dunia persilatan, pengubur kesesatan dan penumpas kejahatan..."
Eyang Ismoyo menyerahkan kitab di tangannya pada Ageng
Musalamat. Sang murid yang tidak menduga hal itu akan terjadi
tersurut mundur dengan muka pucat.
"Eyang... Sa... saya tidak berani menerima kitab sakti ini..." kata
Ageng Musalamat dengan suara bergetar.
"Kau tidak berani. Apakah kau mau mengatakan apa sebabnya?"
tanya Eyang Ismoyo seraya menatap tajam sepasang mata muridnya.
"Saya... saya merasa tidak layak memilikinya. Saya insan kecil
yang tak mungkin mampu..."
"Muridku..." memotong Eyang Ismoyo. "Di mata Tuhan semua
manusia itu sama adanya. Yang membedakan kita satu sama lain
adalah ketakwaan terhadapNya. Yang membedakan kita satu sama lain
ialah dari patuh pada larangan dan kukuh pada ajaranNya. Aku
mempercayakan kitab ini untuk diserahkan padamu. Jangan siasiakan kepercayaan itu..."
"Eyang..."
"Aku pernah mendapat petunjuk dalam mimpi. Kau akan
mampu menguasai isi kitab ini dalam enam kali bulan purnama.
Selama perjalanan ke negeri Cina yang akan menghabiskan waktu
cukup lama, selama berada di atas kapal mulailah membaca dan
menyelami serta mempelajari isinya... Terimalah!"
Dua tangan Ageng Musalamat tampak gemetaran ketika
menerima Kitab Wasiat Dewa yang terbuat dari daun lontar itu.
32 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Terima kasih atas kepercayaan guru. Amanat Eyang tidak akan
saya sia-siakan," Musalamat membungkuk dalam-dalam.
Eyang Ismoyo tersenyum. Tiba-tiba dia melangkah ke pintu.
Siap hendak membukanya tapi membatalkan niatnya.
"Ada apa Eyang?" tanya Ageng Musalamat. "Ada seseorang
mencuri dengar pembicaraan kita tadi," jawab si orang tua.
Mendengar ini Ageng Musalamat segera membuka pintu dan
memeriksa keluar.
"Tak ada siapa-siapa..." katanya. Tapi dia yakin pendengaran
sang guru tidak salah.
"Orangnya tentu telah menyelinap pergi. Muridku, ada
seorang culas di antara empat puluh anak buahmu."
"Saya menyesalkan kebodohan saya. Padahal saya telah
memilih mereka dari orang-orang yang paling saya percayai.
Agaknya saya harus melakukan penyelidikan. Kalau perlu
keberangkatan hari ini saya batalkan."
Si orang tua gelengkan kepala seraya memegang bahu
muridnya. "Jangan habiskan waktu untuk melakukan hal itu. Jika
kau sudah tahu ada seorang yang bersifat lancung yang harus kau
lakukan adalah berhati-hati, selalu bersikap waspada. Bila dalam
perjalanan kau berhasil menangkap orang yang culas itu,
kuperintahkan padamu untuk melemparkannya ke dalam lautan!
Aku pergi sekarang."
Sri Ageng Musalamat cepat menyalami tangan gurunya dan
menciumnya dengan khidmat. Lalu orang tua itu diantarkannya
sampai ke daratan.
Ketika kapal besar itu mulai meluncur meninggalkan pantai
utara pulau Jawa, Eyang Ismoyo Jelantik didampingi beberapa
orang sahabat dan anak buahnya masih tegak di tepi pantai. Dia
baru bergerak sewaktu kapal kayu itu lenyap di batas pemandangan. Dari saku jubahnya dikeluarkannya sebuah tasbih. Lalu
33 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
sambil melangkah orang tua ini mulai berzikir. Jauh di lubuk
hatinya ada suara yang mengatakan bahwa dia tak akan bertemu
lagi untuk selama-lamanya dengan muridnya itu.
"Entah aku yang akan meninggalkan dunia fana ini lebih
dulu, entah dia yang akan mendapat cobaan berat..." membatin si
orang tua. "Tuhan, lindungi dia. Jauhkan dia dari segala
malapetaka. Selamatkan dia dan seluruh anak buahnya kembali
ke tanah Jawa."
-- == 0O0 == -34 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
ENAM LAUT malam mengalun tenang. Itu adalah malam pertama
kapal kayu yang ditumpangi rombongan Kanjeng Sri Ageng
Musalamat dalam pelayaran menuju utara. Setelah beberapa lama
berada di anjungan menikmati udara malam di tengah lautan murid
Eyang Ismoyo itu turun ke bawah, masuk ke dalam kamarnya. Dia
berdiri di atas sebuah kursi kayu lalu menggeser papan kecil di
langit-langit ruangan. Dari atas langit-langit kamar dikeluarkannya
Kitab Wasiat Dewa. Dengan hati-hati kitab itu diturunkannya lalu
duduk di atas ranjang.
Ageng Musalamat sengaja menyembunyikan kitab sakti itu di
atas loteng kamar tidur karena khawatir ada yang berniat jahat.
Apalagi dia sudah mendapat pemberitahuan dari sang guru kalau ada
seseorang yang telah mencuri dengar percakapan mereka di dalam
kamar. Sejak siang tadi sebenarnya Ageng Musalamat ingin membuka
dan membaca isi kitab itu namun hatinya merasa tidak tenang. Hal
ini dapat dimaklumi. Beban yang diberikan Eyang Ismoyo dengan
menyerahkan kitab sakti itu padanya bukan beban kecil. Kalau
sampai dia tidak dapat memegang amanat bukan dirinya saja yang
akan celaka tapi rimba persilatan di tanah Jawa akan mengalami
bencana. Ageng Musalamat memperbesar lampu minyak di atas kepala
tempat tidur. Dengan tangan gemetar dia membalik sampul Kitab
Wasiat Dewa. Pada halaman pertama tertera serangkaian tulisan dalam
aksara Jawa kuno berbunyi:
35 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Bilamana datang kebenaran maka meraunglah
para iblis pembawa kejahatan.
Kejahatan mungkin bisa berjaya.
Tapi pada saat kebenaran dan keadilan muncul
tak ada satu kekuatan lain mampu membendungnya. Kejahatan membakar dan merusak laksana api.
Tetapi api itu sendiri sebenarnya adalah
kekuatan dahsyat
Yang diarahkan para Dewa untuk membakar
mereka. Bilamana api memusnahkan mereka
maka penyesalan tiada berguna.
Ageng Musalamat membaca rangkaian kalimat itu sampai tiga
kali lalu pejamkan mata merenungi dan meresapi. Sesaat kemudian
baru dia membuka halaman kedua Kitab Wasiat Dewa yang terbuat
dari daun lontar itu.
Di halaman ini terdapat gambar kepala seekor harimau putih
yang dikurung oleh lingkaran putih. Pada bagian bawah tertera
tulisan berbunyi:
Putih lambang kesucian dan kebenaran.
Harimau lambang keberanian dan kejantanan.
Barang siapa berjodoh dengan kitab ini maka
kemana pun dia pergi harimau putih akan
menjadi kekuatan, menjaganya dari segala
musuh, ilmu hitam dan iblis jahat.
Setelah mengerti betul apa yang tertulis di halaman kedua itu
maka barulah Ageng Musalamat membalik memasuki halaman
ketiga. Di halaman ini terdapat tulisan panjang dalam aksara Jawa
kuno berukuran kecil. Ageng Musalamat terpaksa membaca dengan
perlahan dan hati-hati agar tidak ada tulisan yang terlewat.
Delapan Sabda Dewa
36 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Barang siapa berjodoh dengan Kitab Wasiat Sakti
dan mampu mempelajari yang tersurat maupun
yang tersirat, menguasai yang lahir dan yang
batin maka hendaklah dia mencamkan apa-apa
yang telah disabdakan.
Delapan Sabda Dewa adalah delapan jalur keselamatan. Tanah - Sabda Dewa Pertama
Manusia berasal dan dijadikan dari tanah
Kepada tanahlah manusia akan kembali
Karenanya manusia tidak boleh congkak dan takabur
dan harus ingat bahwa dirinya berasal dari
gumpalan debu yang hina.
Yang kuasa kemudian memberikan kehormatan, menjadikannya makhluk pilihan karena memiliki
pikiran yang membedakannya dengan binatang.
Tanah bagian dari bumi ciptaan Yang Kuasa diberikan kepada manusia untuk tempatnya berlindung diri, berkaum-kaum dan mencari rezeki.
Karenanya tidaklah layak kalau manusia merusak
tanah dan bumi untuk maksud-maksud keji serta
berbuat kejahatan di atasnya.
Tanah dan bumi diberikan Yang Kuasa untuk kebahagiaan ummat manusia. Karenanya manusia
wajib berterima kasih dengan jalan memeliharanya. Tanah tempat kaki berpijak.
Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung
Ketika tanah dijadikan ajang pertumpahan
Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
para Dewa pun gelisah dalam duka dan kecewa
Mengapa manusia tidak berpikir dan berterima
kasih" Air - Sabda Dewa Ke-dua
Lebih dari separuh bumi diciptakan Yang Kuasa
dalam bentuk air
Air mengalir di bumi dan mengalir di tubuh
manusia. Air sumber kehidupan
Air membawa berkah
Mengapa manusia tidak berpikir"
Mengapa manusia berlaku keji mencemari air, membunuh makhluk yang hidup di dalam air dan
di atas air Air selalu mengalir dari atas ke bawah
37 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Bukankah itu satu petunjuk bahwa mereka yang di
atas harus menolong mereka yang di bawah" Pada
saat manusia lupa dan tidak berterima kasih
atas segala berkah
Maka para Dewa berseteru dengan mereka Azab Yang
Kuasa pun turunlah
Dan air berubah menjadi bencana.
Api - Sabda Dewa ke-tiga
Ketika kecil menjadi kawan
Sewaktu besar menjadi lawan
Takhta Setan 1 Dewa Arak 22 Maut Dari Hutan Rangkong Pertemuan Di Kotaraja 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama