Ceritasilat Novel Online

Wasiat Sang Ratu 3

Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu Bagian 3


itu meluncur dari mulutnya. "Ada dua orang bermuka iblis di dekat sumur.
Tampaknya mereka sengaja berjagajaga...."
"Itu pasti Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan!" kata Wiro dalam hati.
"Orang ke tiga muncul. Tinggi tegap, berwajah
gagah tapi congkak. Dia
mengenakan mantel hitam. Mereka bercakapcakap.... Ah, terjadi perkelahian.
Dua lawan satu...."
"Orang tinggi tegap... berwajah congkak. Mengenakan mantel hitam.... Siapa lagi
kalau bukan...."
"Orang yang barusan
datang menyibakkan bagian depan mantelnya. Aku melihat... aku melihat ada gambar gunung dan matahari pada bagian dada bajunya...."
Dugaanku tidak meleset! Manusia itu ternyata
memang benar anjing
jahanam berjuluk Pangeran Matahari!"
Wiro kepalkan ke dua tinjunya lalu pasang telinga
mendengarkan kelanjutan keterangan Ratu Duyung.
"Ada kepulan asap. Ada tiga sosok raksasa keluar dari kepala salah seorang
pengeroyok. Orang bermantel terdesak hebat. Hampir celaka.... Tapi tidak. Dia
berhasil menotok tubuh lawan. Lalu.... Orang bermantel masuk ke dalam sumur...."
Sampai di sini Ratu Duyung berhenti berucap.
Lama Wiro menunggu hampirhampir
dia tak sabaran
membuka mulut hendak bertanya.
Namun sesaat kemudian tampak bibir
merah sang Ratu membuka. "Muncul seorang nenek berjubah
kuning yang mukanya dirias tak karuan.
Perempuan ini melepaskan totokan dua orang di tepi sumur. Sekarang muncul
kembali orang bermantel. Dia keluar dari dalam sumur. Terjadi keributan. Si
nenek menyerang orang bermantel.
Dari dada orang bermantel melesat satu cahaya angker berwarna
hitam. Tubuh si nenek mencelat. Tergelimpang di tanah. Tewas mengerikan dengan
tubuh jadi tulang belulang hangus gosong!"
"Tidak salah dugaan para tokoh!" kata Pendekar 212 dalam hati. "Kitab Wasiat
Iblis telah dikuasai oleh Pangeran Matahari!" Wiro
menarik napas dalam dan melihat
sepasang mata biru Ratu Duyung terbuka. Wajahnya yang cantik keringatan.
Dia mengeluarkan sehelai sapu tangan lalu menyeka keringat pada bagian kening bawah
mata serta dagu.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Ratu, turut keteranganmu Kitab Wasiat Iblis sudah dikuasai oleh Pangeran
Matahari dari Gunung Merapi...."
Ratu Duyung mengangguk. "Apa yang bisa kulihat dalam cermin sakti masih
berlanjut. Kau masih ingin mendengarkan?"
"Tentu saja Ratu. Tapi jika kau merasa capai silahkan istirahat.
Aku akan menunggu...."
Ratu Dutung tersenyum.
Dia pejamkan ke dua matanya kembali. "Tampak
sebuah telaga. Ada seorang dara berpakaian biru. Aku juga melihat kau berada di
tempat itu Pendekar 212...."
Murid Sinto Gendeng sampai bangkit dari kursinya saking terkejutnya. "Celaka....
Jika dia melihat semuanya dan membeberkan...."
Wajah murid Sinto Gendeng ini
berubah dan tangannya menggaruk kepala berkalikali!
"Ada yang tidak beres.... Cermin sakti mengalami kesulitan. Keadaan sekitar telaga
terlihat sangat samar...."
Wiro merasa lega dan duduk kembali ke kursi batu. Ratu Duyung membuka ke dua
matanya, menatap ke arah Wiro.
Sepertinya ada seberkas cahaya keluar dari dua
bola mata biru perempuan muda yang cantik jelita itu. "Gadis berbaju biru di
telaga....' ujar sang Ratu. "Apakah dia yang kau panggil dengan sebutan Bidadari Angin Timur
waktu kau melamun tadi...?"
Wiro tak menjawab. Kalau sang Ratu sudah tahu apa gunanya menjawab, begitu murid
Sinto Gendeng berfikir.
"Apa hubunganmu dengan gadis itu Pendekar 212?" bertanya Ratu Duyung.
"Eh nada suaranya seperti cemburu..." membatin Pendekar 212.
"Kalau kau tak mau menjawab tak jadi apa.
Aku akan meneruskan melihat
ke dalam cermin sakti." Ratu Duyung arahkan
pandangannya pada cermin yang dipegangnya. Begitu dia memejamkan mata maka kembali mulutnya menutur.
"Pendekar 212, kau terlihat di dekat sumur di lereng bukit bersama gadis cantik
berpakaian biru itu.. Seseuatu terjadi. Dalam keadaan tertotok...."
Apa yang dikatakan Ratu Duyung selanjutnya tidak begitu diperhatikan Wiro karena
dia yang mengalami dan tahu sendiri apa yang terjadi selanjutnya. Dia baru
tersentak ketike mendengar ucapan sang Ratu selanjutnya. "Aku melihat puncak
sebuah gunung. Ada bayangan seseorang di pintu sebuah bangunan. Ternyata lelaki
bermantel itu. Dua orang mendatanginya.
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Dua orang ini
menyerahkan sesuatu pada orang bermantel. Yang satu berbentuk hitam pekat, tak jelas apa
adanya. Namun yang satu lagi sebuah senjata bermata dua yang memancarkan sinar
berkilauan. Ah.... Sebuah kapak......."
Pendekar 212 setengah terlompat dari duduknya. Kalau tidak lekas menguasai
dirinya hampir saja dia memukul lengan kursi batu yang didudukinya. Sambil
mengepalkan tinju murid Sinto Gendeng menyumpah dengan suara ditekan. "Jahanam!
Dua senjata mustika milikku diserahkannya pada manusia keparat itu! Kapak Maut
Naga Geni 212 dan pasangannya batu hitam ternyata berada di tangan Pangeran
Matahari Bastian Tito
Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
musuh besarku! Benarbenar kurang ajar!" Wiro melangkah mundar mandir di ruangan
itu sampai dia mendengar suara Ratu Duyung menegur.
"Pendekar 212, apakah kau masih ingin mengetahui kelanjutan penglihatanku lewat
cermin atau kita sudahi saja semua ini?"
"Maafkan aku Ratu Duyung! Aku sangat terkejut dan tidak mnenyangka kalau
dua senjata mustika milikku kini jatuh ke tangan Pangeran Matahari musuh besarku
sejak bertahuntahun silam... Dua manusia setan alas itu ternyata
adalah kaki tangan
Pangeran Matahari!" Wiro mengusap wajahnya. Setelah dia duduk ke
kursi batu baru
Ratu Duyung pejamkan mata dan melihat kembali ke dalam cermin saktinya.
"Gadis berbaju biru tawanan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan berhasil
meloloskan diri setelah
menghajar Elang Setan sampai babak belur....Hemmmm.....
cerminku kehilangan sambungan getar. Aku tak dapat melihat apaapa. Tunggu dulu....
Aku melihat laut. Ada sebuah perahu putih. Kau berada di atasnya bersama seorang
lelaki korengan, pakai caping dan mukanya ditutup dengan cadar. Kurasa tak perlu
kulanjutkan karena kau tahu sendiri apa yang kemudian terjadi. Tapi tunggu....Aku
melihat ada sebuah perahu lagi. Melesat mendampingi perahu putihmu. Kau dalam
keadaan tak berdaya, terjepit tangan kanan pada lantai perahu. Hemmm.....
Penumpang perahu yang satu itu ternyata adalah gadismu si baju biru itu. Dia
seperti mencari
carimu. Tapi wajahnya menunjukkan kegelisahan. Sayang dia tidak sempat
mengetahui kalau kau berada di perahu putih itu. Perahunya membelok dan
menghilang di kejauhan..."
Ratu Duyung membuka kedua matanya. Menatap Pendekar 212 sesaat lalu berkata.
"Hanya itu yang bisa kulihat melalui cermin saktiku......"
"Ratu... Apa yang kau lihat sama sekali tidak memberi petunjuk dimana beradanya
Kitab Putih Wasiat Dewa itu." Kata Wiro pula.
"Pendekar 212, perlu kau ketahui apa yang terlihat di dalam cermin bisa saja
keliru karena betapapun saktinya benda ini selalu ada keterbatasan. Karenanya
kita perlu mengkaji ulang apaapa yang terlihat. Apakah kau mengenal oarang
bercaping yang berpenyakit kulit itu?"
"Orang itu berkepandaian sangat tinggi. Sikapnya aneh penuh rahasia tapi jahat
sekali. Nelayan di pantai menyebutnya dengan panggilan Makhluk Pembawa Bala.
Sulit kuduga siapa dia adanya. Janganjangan salah seorang kaki tangan Pangeran
Matahari pula. Tadinya aku mengharapkan dia akan membawa aku ke pulau tujuan
dimana aku bisa bertemu dengan seorang sakti bergelar Raja Obat Delapan Penjuru
Angin. Ternyata dia mencelakai diriku di tengah laut. Aku berterima kasih padamu
yang telah menolong..."
"Selama ini sering terlihat di cermin manusia itu malang melintang di lautan.
Anak buahku berulang kali melakukan penyelidikan namun masih belum bisa
mengetahui siapa adanya makhluk satu itu. Katamu kau mencari Raja Obat Delapan
Penjuru Angin. Mengapa...?"
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Menurut para tokoh yang memberi tugas padaku, dia mengetahui dimana beradanya
Kitab Putih Wasiat Dewa itu.... Dia diam di salah satu pulau sekitar sini."
"Dugaan itu mungkin betul.
Aku pernah bertemu satu kali dengannya. Singkat
sekali. Dia berusaha mengobatiku tapi tidak mampu...."
"Hemmm.... Memangnya kau punya penyakit apa?" tanya Wiro.
Lama Ratu Duyung berdiam diri, tidak menjawab.
"Kalau kau tak mau menjawab tak apa. Tapi apa kau bisa memberi petunjuk dimana
kirakira letak pulau kediaman Raja Obat itu...?"
Ratu Duyung memandang
ke langitlangit ruangan. Lalu dia berpaling pada
cermin yang dipegangnya.
"Akan kucoba..." katanya seraya memejamkan
mata. Lama sekali baru perempuan bermata biru ini berkata.
"Aku melihat
samudera luas. Kosong... Ada satu titik hitam di sebelah
tenggara..." Ratu Duyung membayangkan wajah Raja Obat Delapan Penjuru Angin. Titik
hitam dalam cermin berkedapkedip. Matanya dipejamkan lebih rapat. "Ada warna
merah. Buki... gunung... batu... batu...." Dada sang Ratu kelihatan berguncang.
Dia seperti berusaha menahan satu kekuatan yang menghadang pandangannya.
Tapi tak sanggup. Perlahanlahan perempuan ini buka sepasang matanya dan menatap Wiro.
"Tak bisa kulihat lebih rinci.... Ada satu daya tolak yang hebat. Bukan berasal
dari si Raja Obat, tapi dari beberapa kekuatan yang datang dari luar. Ada
kekuatan yang tak ingin aku mengetahui letak pasti pulau itu. Namun dari
penglihatan yang terbatas aku bisa mendugaduga. Pulau itu terletak jauh di
sebelah tenggara muara Kali Opak. Berarti di sebelah timur dari tempat kita
berada saat ini. Pulau itu tidak berpenghuni karena tak ada yang tumbuh di sana
kecuali bukit dan gunung batu berwarna merah.....Hanya itu yang bisa kuberi
tahu....."
"Terima kasih Ratu Duyung. Terima kasih banyak. Apa yang kau jelaskan bisa
kujadikan pegangan untuk mengarungi laut selatan mencari pulau tempat kediaman
Raja Obat itu...." Wiro diam sebentar.
"Apa yang ada dalam pikiranmu Pendekar 212?" tanya sang Ratu.
"Sebenarnya ada beberapa pertanyaan ingin aku
sampaikan. Entah
apakah kau mau menjawab atau tidak..."
"Katakanlah..." ujar Ratu Duyung pula.
"Walau kau memberi penuturan
tadi, sebagian tidak begitu kuperhatikan,
mohon dimaafkan. Kau pasti menuturkan tentang seorang gadis berpayung merah...."
"Ya, apa yang ingin kau ketahui..."
"Gadis itu berasal dari tanah seberang. Punya tugas yang sama dengan tugasku
yakni mencari Kitab Putih Wasiat Dewa..."
"Kau merasa bersahabat dengan dia?" tanya Ratu Duyung.
"Aku berhutang budi dan berhutang nyawa padanya. Tapi cepat atau lambat dia akan
membunuhku..."
"Bagaimana kau tahu?" tanya Ratu Duyung.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Wiro lalu ceritakan tentang surat aneh yang dibawa Puti Andini. Mendengar itu
Ratu Duyung termenung. Lalu dengan suara perlahan dia berkata. "Dia bisa jadi
sahabat sejati tapi juga bisa jadi musuhmu paling berbahaya kelak. Yang
jelas saat ini aku punya
firasat dia salah satu yang menimbulkan kekuatan penolak hingga tadi aku tidak
mampu melihat lebih jelas dalam cermin sakti.... Tapi sekali lagi kukatakan apa
yang kuberitahu bisa saja salah....Karena...." Ratu Duyung tidak meneruskan
ucapannya. "Karena apa Ratu?" tanya Wiro.
"Karena aku juga punya firasat dia telah jatuh cinta padamu pada
pandangan pertama.... Tapi kau kurang perhatian karena hatimu telah direbut oleh gadis
bernama Bidadari Angin Timur itu...."
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
SEBELAS Wajah murid Sinto Gendeng dari Gunung Gede menjadi merah seperti saga.
Dalam duduk diam di atas kursi batu dan memandang dengan mata besar pada wajah
cantik Ratu Duyung di hadapannya.
"Apakah ada pertanyaan
lain yang ingin kau ajukan?" Ratu Duyung tibatiba
bertanya.. Wiro merasa lega sedikit. Sang Ratu rupanya tidak ingin memperpanjang
pembicaraan tadi. "Memang ada Ratu," jawab Wiro. "Seperti kau ketahui Tiga


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bayangan Setan memiliki ilmu kebal yang tak memungkinkan dia dibunuh dengan cara
apa pun..."
"Dia memang tidak mempan pukulan sakti dan senjata tajam. Semua itu datang dari
luar. Tapi kematian yang datang
dari dalam tetap tak bisa diledakkannya. Dia tidak
kebal terhadap racun. Turut penglihatanku lewat cermin tadi, baik Tiga Bayangan
Setan maupun temannya Elang Setan mengidap sejenis racun mematikan secara
perlahan dalam tubuh masingmasing. Mereka akan menemui ajal sekitar dua ratus
hari dimuka jika tak berhasil mendapatkan obat penawar..."
"Ratu, aku benarbenar kagum dengan kemampuanmu
melihat sejauh itu,"
memuji Wiro. "Tapi rasanya aku tak bisa menunggu sampai sekian
lama, membiarkan
mereka mati sendiri. Mereka merampas dua senjata mustikaku. Mereka diketahui
pula kai tangan Pengeran Matahari. Mereka akan membunuhku begitu bertemu! Elang
Setan tidak aku khawatirkan,. Tapi Tiga Bayangan Setan jadi momok nomor satu
saat ini. Aku harus mengetahui kelemahan ilmunya. Gadis berpayung tujuh itu
pernah memberi tahu bahwa seorang pemabuk bernama Iblis Pemabuk mengetahui
pasti kelemahan Tiga
Bayangan Setan..... Apakah kau bisa melihat ke dalam cermin untuk mengetahui
dimana aku bisa menemui orang ini?"
"Kau percaya begitu saja pada keterangan gadis itu?" tanya Ratu Duyung.
Pendekar 212 tidak bisa menjawab.
Ratu Duyung tersenyum
lalu jentikkan jari telunjuk tangan kanannya ke ibu jari.
Suara jentikan menggema
keras dalam ruangan itu. Tirai biru di sebelah
kanan tersingkap. Seorang anak buah Ratu Duyung muncul.
"Aneh, tadi aku setangh mati mencari jalan atau pintu keluar ruangan ini.
Ternyata ada di sebelah sana...."
"Saya menunggu perintah..." kata gadis yang baru muncul seraya membungkuk.
"Bawa kemari tamu kita yang datang malam tadi..." berkata Ratu Duyung.
Gadis berpakaian hitam mengangguk lalu menyelinap ke balik tirai biru kembali.
Saking percayanya Wiro berdiri dari kursi batu lalu membuka tirai di bagian tadi
si gadis menghilang. Tembok batu! Dia sama sekali tidak melihat pintu atau apa
kecuali tembok batu! Wiro kembali ke kursinya sambil garukgaruk kepala.
Ratu Duyung tertawa perlahan. "Apa yang kau lihat, Wiro?" tanya sang Ratu.
"Dinding batu!" jawab murid Sinto Gendeng.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Kau pernah mendengar ujarujaratau petuah yang mengatakan bahwa apa yang
terlihat mata telanjang belum tentu seperti itu kenyataannya?"
"Ya, aku pernah mendengar orang pandai berkata seperti itu..."
"Kau melihat batu tapi apakah kau pernah membuktikan
kalau itu pernah
membuktikan kalau itu benarbenar batu" Coba kau singkapkan lagi tirai biru di
bagian mana saja kau suka. Jika kau melihat batu
coba kau sorongkan tubuhmu ke depan. Lihat
nanti apa yang terjadi...."
Wiro pandangi wajah sang Ratu dengan mimik tak percaya. Lalu dia berdiri,
melangkah ke dinding ruangan sebelah kiri. Dengan tangan kanannya dia menyingkapkan tirai biru tebal. Dinding
batu kelihatan di depannya. Seperti dikatakan
Ratu Duyung Wiro selalu maju menabrak dinding batu itu.
Astaga! Ternyata tubuhnya lewat begitu
saja seperti menerobos
udara kosong. Sesaat kemudian tahutahu dia sudah berada di depan satu pedataran berumput.
"Aneh! Benarbenar aneh!" kata Wiro sambil memutar
tubuh. Kembali dia
melangkah menabrakkan
diri ke dinding batu. Tubuhnya lewat dan kini dia sampai
kembali ke dalam rauang semula!
"Bagaimana...?" tanya Ratu Duyung.
"Aku banyak mendapat
pelajaran bagus darimu Ratu Duyung..." jawab Wiro
seraya duduk kembali ke kurai batu. Tibatiba dia mendongakkan
kepala. Hidungnya
bergerakgerak. "Ada apa?" tanya Ratu Duyung.
"Aku mencium bau minuman keras. Keras Sekali. Mungkin tuak atau air ketan...."
Ratu Duyung cuma tersenyum mendengar
katakata itu. Sesaat kemudian
tirai biru di samping kanan terbuka. Empat orang gadis berpakaian ketat hitam muncul
mendampingi seorang
lakilakigemuk pendek berwajah seperti dedemit.
Pada cuping hidungnya sebelah kiri melingkar sebuah anting bulat terbuat dari akar bahar.
Orang ini hanya mengenakan
celana komprang hitam. Muka dan tubuhnya berwarna merah.
Sekujur badannya mulai dari kepala sampai ke kaki yang tak berkasut
menghamparkan bau minuman keras. Pada ikat pinggang
besarnya tergantung selusin
kendi. Di tangan
kanan dia memegang sebuah kendi yang setiap saat disorongkannya
ke mulutnya. "Gluk...gluk... gluk!" Dia meneguk lahap minuman keras yang ada dalam kendi itu.
Lalu dari mulutnya keluar suara antara orang menyanyi dan orang meracau.
Tubuhnya bergoyanggoyang seperti mau
rubuh! Wiro memperhatikan empat gadis yang datang
bersama si gemuk muka setan ini membawa masingmasing enam buah kendi berisi
tuak. "Sobatku tamuku agung, coba terangkan siapa dirimu pada tamu muda ini..."
berkata Ratu Duyung.
Seolah sadar si gemuk itu turunkan kendi dari mulutnya."Astaga,
kukira aku masih berada di sorga! Rupanya sudah turun ke bumi! Ha..ha..ha...!" Sepasang mata
si gemuk berputarputar. Tubuhnya oleng ke kiri, menghuyung ke kanan.
"Tuan rumah Ratu Duyung, siapa yang kepingin tahu diriku yang jelek ini?"
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Ratu Duyung anggukan kepala pada Wiro.
Murid Sinto Gendeng segera membuka mulut."Namaku Wiro Sableng. Aku yang ingin
tahu siapa adanya dirimu kalau kau tidak keberatan..."
"Ha... ha... ha....! Wiro Sableng! Tak pernah ku dengar nama itu sebelumnya.
Kalau Cuma pada seorang kurcaci jalek mengapa aku harus menyembunyikan siapa
diriku. Tapi tunggu dulu! Aku mau mabok dulu!" Si gemuk lalu tenggak lagi
minuman keras dalam kendi yang dipegangnya
sampai habis. Begitu habis dia memaki. "Sialan!
Bagaimana aku bisa mabok kalau Cuma minum sedikit"!" Lalu! Wiro ternganga.
Seperti menyantap kerupuk
enak saja si gendut itu melahap kendi tanah
itu, mengunyah dan
menelannya sampai habis! Wiro jadi leletkan lidah dibuatnya.
Selesai menghabiskan kendi tanah itu si gemuk bermuka setan ambil sebuah kendi
yang tergantung
di pinggangnya lalu meneguk isinya sampai setengah."Nah,
ini baru sedap. Aku sudah mabok! Ha... ha... ha....!" Tubuhnya kembali
menghuyung tak karuan. "Ratu Duyung, apakah kurcaci jelek yang tadi menanyakan siapa diriku masih ada
di tempat ini?" Sepasang mata si gemuk pendek berputarputar liar. Tangan kirinya
mengusapusap perutnya yang buncit.
"Benar tamuku agung! Kurcaci jelek itu masih ada di sini!" menjawab Ratu Duyung.
Wiro pencongkan mulutnya karena dari tadi dia disebut sebagai kurcaci jelek.
"Kalau dia masih ada di sini tanyakan padanya apakah dia membawa nyawa cadangan
karena aku ingin meminta satu dari dua nyawanya itu. Aku tidak ingin meminta
satu dari dua nyawanya
itu. Aku tidak serakah! Aku hanya minta satu saja...
Biar enak mabokku! Ha... ha... ha!"
Berubah paras Pendekar 212. Dia memandang
pada Ratu Duyung tapi
perempuan cantik itu diam saja.
"Ratu Duyung, tuan rumahku
mengapa kau tidak menjawab"!"
Si gemuk bertanya lalu teguk minuman keras dalam kendi.
Ratu Duyung memandang
pada Wiro dan berkata. "Jawab pertanyaannya.
Nyawamu tergantung
pada bagaimana jawabanmu! Salah menjawab berarti mati!
Jangan berharap bisa lolos!"
Wiro merasa tengkuknya sedingin es. Keringat memercik di keningnya. Dalam hati
dia berkata. "Orang gila harus dilayani gila. Orang mabok harus dilayani secara
mabok!" Wiro melompat, menyambar sebuah kendi minuman keras yang dipegang salah seorang
anak buah Ratu Duyung lalu meneguknya hingga mengeluarkan suara keras.
Minuman keras itu menyengat mulut membakar tenggorokkannya.
"Tuanku besar raja kurcaci! Aku kurcaci jelek menemanimu
mabok bersama! Mabok barengan lebih asyik dari sendirian! Ha... ha... ha...!" teriak Wiro seraya
acungkan kendi minuman keras lalu huyungkan dirinya ke kiri dan ke kanan.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Ah.... Apa aku yak salah dengar" Ada kurcaci jelek yang memanggilku tuan besar
raja kurcaci! Asyikk! Ayo teguk! Tenggak sampai ludas! Mabok bersama memang
bagus! Tapi mana nyawa cadanganmu yang aku minta!" teriak si gendut pendek bermuka
seram! Wiro jadi tercekat. Tapi dasar gendeng dia tak kurang akal. Sambil tertawa haha
hihi kendi di tangan kanan dikocok hingga minuman keras muncrat ke udara. Begitu
minuman itu melayang jatuh Wiro buka mulutnya lebarlebar. "Gluk...gluk...gluk!"
Minuman keras amblas masuk ke dalam tenggorokannya. Melihat apa yang dilakukan
Wiro itu si gemuk pendek tertawa bergelak. Tapi sesaat kemudian tetap saja dia
berkata. "Ayo, jangan berani menipuku! Mana nyawa cadanganmu!"
"Tuanku besar raja kurcaci! Kau mabok asyik. Pasti lupa. Bukankah nyawa
cadanganku sudah kuberikan padamu malam tadi di pintu gerbang. Kau menyimpannya
di dalam kantong kulit ikat pinggang besar."Mungkin benar aku lupa. Mungkin
benar sudah kusimpan....Eh, kurcaci jelek. Coba kau ambil dan perlihatkan nyawa
cadanganmu itu padaku!"
"Mampus aku!" ujar Wiro. "Apa yang harus aku lakukan?" Dia melirik pada Ratu
Duyung. Sang Ratu angkat bahu tak bisa menolong. Wiro garukgaruk kepalanya.
Sambil berpurapura terhuyunghuyung Wiromelangkah mendekati si gemuk pendek.
Dengan tangan kirinya dibukakannya kantong kulit
besar di ikat pinggang lalu tangan kiri itu
dikepalkan dan dimasukkan ke dalam kantong. Ketika tangan dikeluarkan masih
dalam keadaan terkepal.
"Tuanku besar raja diraja kurcaci! Nyawa cadangan sudah kuambil, ada dalam
genggamanku! Silahkan kau melihat sendiri!" Wiro lalu acungkan tangannya yang
mengepal seperti menggenggam sesuatu.
Dengan kepala bergoyanggoyang tak karuan si gemuk ini perhatikan kepalan tangan
Wiro yang menggenggam. Lalu dia tertawa gelakgelak.
"Kurcaci jelek! Kau Betul! Aku sudah lihat nyawa itu. Hai! Lekas kau masukkan
kembali ke dalam kantong kulit! Aku khawatir nyawa itu nanti terbang!"
"Perintah tuanku besar raja diraja kurcaci aku ikuti!" kata Wiro lalu kepalannya
dimasukkan ke dalam kantong kulit.
"Bagus... bagus! Sekarang mari kita mabok lagi samasama!" kata si gemuk sambil
teguk sisa minuman keras yang ada dalam kendi. Lalu seperti tadi kendi kosong
dari tanah itu dilahapnya seperti melahap krupuk garing!
Wiro menunggu sampai si pendek gemuk ini meneguk kendi ke tiga. Lalu diapun
bertanya. "Tuanku besar raja diraja kurcaci, aku kurcaci jelek minta budi baikmu
untuk memberi tahu siapa kau adanya!"
"Tentu... tentu, bukankah kita sekarang sudah jadi teman satu pemabokan"!
Ha.... Ha.... Ha...! Dengar baikbaik, dekatkan ditelingamu padaku! Aku akan memberi
tahu siapa aku adanya!"
Wiro cepatcepat angsurkan kepalanya dan dekatkan telinga kanannya ke mulut si
gemuk pendek. Dia mendengar suara mendesis halus.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Sudah kau dengar kurcaci jelek"!" tanya si gemuk lalu meneguk minuman dalam
kendi sampai berlelehan di dagu dan jatuh ke perutnya yang telanjang.
"Aku tidak mendengar apaapa!" kata Wiro.
"Kurcaci tolol! Aku memang belum mengatakan
apaapa!" kata si gemuk lalu
tertawa mengekeh.
"Sial dangkalan!" maki Wiro dalam hati tapi terus pula tertawa gelakgelak.
"Kurcaci jelek, mari dekatkan lagi telingamu. Yang sebelah kiri saja. Yang kanan
baunya membuat aku mau muntah! Ha... ha... ha!" kata si gemuk pendek.
"Setan! Maki Wiro. Tapi dia angsurkan juga telinga kirinya.
"Namaku Iblis Pemabuk!" teriak si gemuk pendek.
Teriakan itu bukanj teriakan biasa. Demikian kerasnya hingga Wiro terpental dua
tombak. Kepalanya seperti meledak dan dari liang telinganya kelihatan darah
mengucur. Untuk beberapa lamanya Wiro terkapar di lantai ruangan, tak mampu bergerak.
Pendengarannya seolah tuli, bukan saja pada telinga kiri tapi juga pada telinga
kanan! "Eh, kurcaci jelek! Kau dimana..."!" teriak si gemuk pendek yang ternyata adalah
Iblis Pemabuk. Walau pendegarannya terganggu tapi dari gerak mulut si gemuk Wiro dapat menduga
apa yang diucapkannya. Maka diapun menyahut. "Tuanku besar raja diraja
kurcaci! Aku kurcaci jelek ada di sini, mengeletak di lantai!"
"Walah! Lagi apa kau di sana"!" teriak Iblis Pemabuk.
"Lagi mabok!" teriak Wiro.
Iblis Pemabuk tertawa gelakgelak mendengar jawaban itu. Lalu dia melompat ke


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hadapan Wiro. Minuman keras di dalam kendi diguyurkannya ke telinga kiri murid
Sinto Dendeng. "Minumlah yang banyak biar tambah asyik mabokmu!" katanya.
Wiro merasa telinganya sperti disengat kalajengking. Dia cepat berdiri. Karena
berdiri minuman keras yang masuk ke dalam telinga kiri kini mengalir keuar. Dan
terjadilah hal yang aneh. Telinga yang sakit tuli itu sembuh kembali!
Darahnyapun lenyap tidak berbekas. Pendegaran Wiro pulih kiri kanan.
"Manusia gila aneh tapi punya kepandaian yang sulit kujajagi!" kata Wiro memaki
dalam hati tapi juga kagum.
"Ratu Duyung tuan rumahku, panas sekali udara di sini. Apa aku bisa minta tolong
agar anak buahmu mengantarkan aku keluar?" tibatiba Iblis Pemabuk berkata
setelah meneguk sampai sepertiga isi kendi yang dipegangnya.
"Tuanku besar raja diraja kurcaci, tunggu dulu! Aku kurcaci jelek masih ada satu
pertanyaan. Kalau kau tak menjawab besokbesok aku tak akan menemanimu mabok
mabokan lagi!"
"Dasar kurcaci geblek! Lekas bilang apa kau mau tanya!" bentak Iblis Pemabuk
lalu bantingkan kendi yang masih banyak isinya itu ke lantai hingga pecah dan
minuman keras di dalamnya membasahi lantai." Astaga! Apa yang aku lakukan"!"
seru Iblis Pemabuk seolah sadar dan menyesal. Lalu dia membuka mulutnya
lebarlebar. Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Minuman keras yang tergenang di lantai laksana disedot melesat ke dalam mulutnya
hingga lantai menjadi kering!
Wiro leletkan lidah melihat kejadian itu.
"Tuanku besar raja diraja kurcaci! Aku mau tanya begini! Ada manusia jahat
berjuluk Tiga Bayangan Setan. Kebal pukulan sakti kebal senjata tajam! Dia
memiliki ilmu hitam yang dapat mengeluarkan tiga raksasa jejadian! Kalau dia
dibiarkan hidup dunia persilatan bisa kacau balau! Aku minta petunjukmu. Tolong
beri tahu aku dimana letak kelemahannya!"
"Tiga Bayangan Setan....?" Sepasang mata Iblis Pemabuk
berputar liar. Lalu dia
tertawa gelakgelak. "Gelas angker tapi tak masuk akal. Yang ada bayangannya itu
cuma manusia! Setan mana ada bayangannya! Tiga sekaligus! Buset sompret! Tidak
masuk akal!" Iblis Pemabuk tertawa mengekeh sampai kedua matanya basah. "Tapi
dengar, aku akan menjawab pertanyaanmu.
Dengar baikbaik apa yang aku ucapkan. Tepat
tengah hari bolong! Pilih yang di tengah!"
Habis berkata begitu Iblis Pemabuk membungkuk di hadapan Ratu Duyung yang
dibalas dengan menjura dalam
oleh Ratu Duyung. Anak buah sang Ratu menyibakkan
tirai biru. Iblis Pemabuk melangkah terhuyunghuyung. Tibatiba dia berbalik pada
Wiro dan tudingkan jari telunjuk tangan kanannya ke arah murid Sinto Gendeng
itu. Astaga! Wiro sampai tergagau. Jarak antara dia dan si gemuk Iblis Pemabuk
terpisah sekitar tiga tombak. Tapi saat itu Wiro merasa ujung jari telunjuk itu
telah menyentuh dan menekan hidungnya!
"Kurcaci jelek! Dengar baikbaik!
Aku tunggu kau pada matahari terbit hari sepuluh bulan sepuluh di Pangandaran!
Wiro terkejut dan tak mengerti maksud ucapan Iblis Pemabuk itu. Namun waktu dia
hendak bertanya si gemuk pendek ini telah lenyap di balik tirai biru.
"Pangandaran..." desis Wiro. "Teka teki apa pula ini" Ada apa di sana" Mau
mengajak aku mabokan"!" Murid Eyang Sinto Gendeng berpaling pada Ratu Duyung.
Dia tidak menemukan jawaban di wajah yang cantik jelita itu. Akhirnya sambil
menggaruk kepala Wiro bertanya. "Ratu Duyung lewat cermin saktimu apakah kau
bisa mengetahui apa yang akan terjadi pada hari sepuluh bulan sepuluh di
Pangandaran pada saat matahari terbit seperti dikatakan Iblis Pemabuk tadi?"
Perlahanlahan Ratu Duyung ambil cermin sakti di pangkuannya lalu memandang ke
dalam kaca dengan sepasang mata terpejam.
Wiro melihat paras cantik itu berubah. Ketika kedua matanya dibuka Ratu Duyung
berucap dengan suara bergetar. "Aku melihat darah di seluruh pantai
Pangandaran...."
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
DUA BELAS Pendekar 212, apakah masih ada sesuatu yang ingin kau tanyakan?" ujar Ratu
Duyung. "Kurasa semua sudah kutanyakan. Banyak yang belum sempat kutanyakan kau
sudah memberi penjelasan.... Hanya ada satu hal, kalau aku memang bukan lagi
sebagai tawanan apakah aku bisa meninggalkan tempat ini"
Ratu Duyung mengangguk. "Pada saatnya kau bisa pergi dari sini dan pada saat
yang kau suka kau bisa kembali ke sini..."
Wiro hendak berdiri tapi Ratu Duyung memberi tanda dengan mengangkat tangan.
"Sebelum kau pergi, jika memang tak ada pertanyaan lain, kini giliranku untuk
mengajukan satu pertanyaan. Hanya satu, tak lebih dan tak kurang...."
"Silahkan saja Ratu," jawab Wiro Sableng seraya kembali duduk di kursi batu di
hadapan sang Ratu.
"Apakah kau masih perjaka?"
Pertanyaaan itu diucapkan Ratu Duyung dengan tenang, wajah lembut dan
perlahan. Tapi sampainya ke telinga Wiro seperti satu ledakan keras.
Dipandanginya wajah sang Ratu. Lalu dia tertawa gelakgelak. Namun ketika
dilihatnya paras sang Ratu tidak berubah menandakan
bahwa dia memang tidak ada maksud bersenda gurau
dengan ucapannya itu maka Wiro serta merta hentikan tawanya.
"Ratu Duyung, kau barusan menanyakan apa....?"
"Kau mendengar dengan jelas, aku tak akan mengulang pertanyaanku..." jawab Ratu
Duyung. "Ah, mungkin dia merasa tersinggung," pikir Wiro. Dia mendehem beberapa kali.
Lalu dengan polos dia berkata. "Ratu
Duyung, mengingat
apa yang telah kau perbuat padaku aku menghormatimu..."
"Betul?"
Wiro mengangguk.
"Tak ada dendam mengingat hukuman yang telah aku jatuhkan padamu?"
Wiro menggeleng. "Kuharap kau jangan tersinggung dengan sikapku barusan.
Pertanyaanmu sangat mengejutkan. Kau mau menerangkan apa maksudmu...?"
"Aku akan terangkan setelah kau menjawab pertanyaanku..." jawab Ratu Duyung pula.
Wiro garuk kepalanya. Lalu dia berucap."Sampai
saat ini aku memang belum
pernah kawin. Maksudku menikah...."
"Bukan itu yang aku tanyakan. Kau masih perjaka artinya apakah kau pernah
melakukan hubungan badan dengan perempuan?"
Wiro merasa kulit mukanya menjadi panas. "Aku tak pernah berzina..." katanya
perlahan. "Berzina ada beberapa macam. Zina mata, zina telinga, zina tangan dan zina
badaniah..."
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Hemmm...Anu...Zina mata atau tangan atau telinga mungkin sudah pernah aku lakukan.
Aku bukan manusia tanpa rasa.
Aku pernah melihat wajahwajah cantik, aku
pernah melihat halhal yang dianggap terlarang,
aku juga pernah mendengar sesuatu
yang kotor, aku pernah memeluk dan mencium gadisgadis. Tapi jika zina yang kau
maksudkan, itu belum pernah melakukan. Tuhan masih memeliharakanku dari yang
satu itu...."
"Aku melihat di cermin sakti. Kau dan Bidadari Angin Timur bersatu badan
berpelukpelukan di dalam telaga. Hanya sayang yang terlihat di cermin tidak
begitu jelas. Apakah kau tidak mau mengakui bahwa kau telah melakukan..."
Wiro bangkit dari kursi batu. Dia gelenggelengkan kepalanya. "Waktu itu keadaan
memang benarbenar penuh kesempatan. Kalau aku
mau mungkin gadis itu
pasrah saja mengikuti nafsuku. Tapi aku tidak melakukan hal yang satu itu. Bukan
karena aku pemuda baikbaik, tapi karena aku sadar aku mencintainya dan tak akan
merusak dirinya...."
"Apakah hal itu akan kau lakukan pada gadis yang tidak kau cintai...?"
"Ratu Duyung, kau lebih baik memberikan
seribu tekateki padaku.
Pertanyaanmu sulit kujawab..." kata Wiro pula.
Ratu Duyung terdiam sesaat. "Kalau ada seseorang menderita sakit. Tak ada obat
penyembuhannya kecuali melakukan hubungan badan.
Jika diminta apakah kau akan
melakukannya?"
"Ratu, bagaimana aku bisa menjawab pertanyaanmu..." kata Wiro pula lalu dia
memandang lekatlekat pada perempuan cantik bermata biru itu. "Ratu"...
kata Wiro setengah berbisik. "Apakah kau menderita sakit" Apakah pertanyaanmu ada sangkut
pautnya dengan dirimu?"
"Aku tidak menderita sakit. Tapi hidupku dalam kutukan. Kutukan itu hanya bisa
dimusnahkan jika ada seseorang melakukan hubungan badan denganku
dan dengan cinta kasih yang murni, sematamata tulus untuk menolong..."
"Kutukan.... Kutukan bagaimana Ratu...?" tanya Wiro.
"Aku akan coba menerangkan walau kau mungkin tidak mengerti... Aku dan juga semua
anak buahku yang ada di sini dulunya adalah para gadis kepercayaan seorang sakti
penguasa laut selatan. Hidup kami penuh bahagia walau dalam alam yang tidak sama
dengan alam manusia. Namun dalam kehidupan iut terdapat laranganlarangan yang
tak boleh dilanggar. Satu ketika kami tertipu oleh serombongan pemuda gagah yang
tengah mengadakan pesta di pantai. Kami tergoda turun mengikuti pesta itu. Tidak
sampai di sana saja. Kami sampai melakukan hubungan badan walau sebenarnya tidak
ada bagian tubuh kami yang cacat. Namun kami telah melanggar larangan. Penguasa
mengusir kami, mengutuk kami menjadi setengah manusia setengah
ikan. Jika badan
kami tersentuh air tawar atau air laut bagian sebelah bawah tubuh kami akan
menjadi ikan. Kami tidak akan bisa kembali ke dalam keadaan semula kecuali ada
seorang pemuda yang mengasihiku, melakukan hubungan badan dengan tulus
sematamata mau menolong..."
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Wiro ternganga mendengar keterangan Ratu Duyung itu. "Jumlah kalian belasan
mungkin puluhan. Apakah aku harus melakukan
hubungan itu dengan semua
kalian?" tanya Wiro lalu dia menggerendeng
sendiri karena merasa pertanyaannya
itu adalah pertanyaan tolol.
Tapi Ratu Duyung mau menjawab. "Waktu hukuman dijatuhkan dan disumpahkan, aku mengatakan pada penguasa laut selatan bahwa aku yang bertanggung jawab atas semua
kejadian itu. Karenanya jika ada yang menolong diriku
dari beban kutukan maka semua gadis di sini akan terbebas dari kutukan yang
sama...." "Aku ingat anak buah yang kau bunuh di Ruang Penantian.
Agaknya dia bermaksud hendak mengatakan hal yang sama padaku. Tapi kau membunuhnya..."
"Aku menyesal melakukan
hal itu. Tapi tak bisa kuhindari karena bahaya yang
menghadang kepada Wiro selama ini Ratu Duyung selalu memandang
kepada Wiro dengan mata tak berkesip dan sikap gagah maka kini dia duduk dengan menundukkan
kepala. Diamdiam Wiro merasa iba terhadap perempuan cantik bermata biru ini.
Tapi bagaimana mungkin dia bisa menolong?" Aku bukan orang alim. Melakukan hal
itu pasti hemm..." Wiro garukgaruk kepala.
"Ratu, aku yakin ada cara lain untuk menghilangkan kutukan itu..."
"Kalau kau tahu katakanlah..."
Murid Sinto Gendeng kembali garukgaruk kepala.
"Ratu, maafkan pertanyaanku ini. Apakah pernah meminta hal yang sama pada pemuda
lain...?" Paras sang Ratu berubah merah. Bola matanya yang biru menyorotkan sinar
aneh walau tak kehilangan pesonanya. Dia seperti hendak meledak marah namun
perlahan akhirnya dia tundukkan kepala. Kepala itu kemudian digelengkan.
"Betapapun dosa dan kesalahan telah kubuat, tapi aku dan semua anak buahku
bukanlah gadisgadis rendah, bukan perempuanpperempuan
nakal. Aku tak pernah
meminta pada siapapun. Aku tak akan pernah melakukannya kecuali jika aku
menyadari bahwa aku menyukai dan merasa cinta terhadap orang itu...."
Wiro mengusap wajahnya. Dalam hati dia berkata. "Jadi... dia mencintaiku... Ah,
bagaimana ini! Aku ingin menolongnya tapi..." Dipandanginya
wajah sang ratu
dengan perasaan semakin iba. Perlahanlahan dia berdiri menghampiri. "Ratu... Kalau ada
cara lain yang bisa kulakukan, aku pasti akan menolongmu. Maafkan diriku...."
Sambil menundukkan kepala menyembunyikan sepasang matanya yang berkaca
kaca Ratu Duyung mengangguk. "Aku kecewa besar. Bukan terhadap dirimu, tapi
terhadap nasib diriku dan kawankawan. Namun walaupun
kecewa ada rasa bahagia.
Bahagia bahwa aku pernah bertemu dengan seorang pemuda berhati jujur, berjiwa
besar. Hanya satu kupinta, jika kelak kau berubah pikiran hendak menolongku,
datanglah kemari. Kayuhlah perahu dari muara Kali Opak. Kayuh ke tengah lautan.
Di satu tempat orangorangku akan menjemputmu..."
"Mudahmudahan kita akan mendapat satu petunjuk memecahkan persoalan ini..." kata
Wiro. Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wasiat Sang Ratu
"Kalau tidak aku akan terjerat di tempat ini. Untuk masa yang tidak satu
makhlukpun dapat menghitungnya!"
sahut Ratu Duyung. Lalu ditanggalkannya
cincin kerang warna biru di jari manis tangan kirinya. "Ambillah benda tak berharga
ini. Mudahmudahan ada gunanya...."
Wiro tak berani menolak. Khawatir Ratu Duyung akan tambah berduka. "Terima
kasih," katanya seraya menerima cincin itu. "Aku akan menyimpannya baikbaik...."
"Terima kasihku untuk itu," ujar Ratu Duyung pula. Lalu dia menatap dalam
dalam ke arah sepasang mata Pendekar 212 Wiro Sableng. Wiro merasa satu getaran
aneh masuk ke dalam dua rongga matanya, terus menjalar ke rongga dada. "Pendekar
212, aku minta maaf atas hukuman yang aku jatuhkan terhadapmu tempo hari. Tapi
percayalah semua itu dengan maksud baik...."
"Terus terang aku sudah melupakan hal itu. Lagi pula aku memang pantas menerima
hukuman. Lalu kaupun telah mengembalikan kedua mataku."
"Apakah kau merasakan suatu kelainan setelah matamu dimasukkan kembali ke
rongganya?"
Wiro usapusap dagunya. Dia ingat lalu menjawab."Aku merasa penglihatanku lebih
terang, lebih bersih...."
"Coba atur jalan darahmu menuju kepala. Lalu salurkan tenaga dalammu pada kedua
mata. Setelah itu kedipkan matamu dua kali. Dan lihat apa yang terjadi...."
Wiro pandangi paras Ratu Duyung sesaat. Lalu diikutinya apa yang dikatakan.
Begitu dia selesai mengedipkan kedua matanya murid Sinto Gendeng tersurut
beberapa langkah. Matanya diusap berulang kali. Lalu memandang ke kiri, ke
kanan, berkeliling.
"Ratu Duyung..." kata Wiro tersendat. "Walau samarsamar aku mampu melihat benda
benda di luar ruangan ini...."
"Katakan apa saja yang kau lihat..." kata Ratu Duyung.
"Aku melihat beberapa orang anak buahmu di sebuah taman. Lalu di sebelah sana
ada pedataran rumput. Di kejauhan aku lihat Bukit Batu Putih.... Bagaimana ini
bisa terjadi..."!"
"Kedipkan lagi kedua matamu dua kali," kata Ratu Duyung.
Wiro mengikut. Penglihatannya kembali seperti semula. Penuh rasa tak percaya dia
kerahkan lagi tenaga dalam dan kedipkan dua matanya dua kali. Seperti tadi dia
mampu melihat bendabenda di luar ruangan.
"Ratu..."
"Pendekar 212, kini kau mempunyai ilmu baru. Kau mampu melihat satu benda yang
terhalang oleh benda lain. Ilmu itu bernama Menembus Pandang...Mudah
mudahan saja ada manfaat bagi dirimu."
Terkejutlah Wiro mendengar katakata Ratu Duyung. Dia melangkah mendekat.
"Ratu..... Jadi hukuman mencabut mata tempo hari itu sebenarnya..... Aku telah
kesalahan menilai.... Sekarang aku sadar betapa tololnya diriku1"
Ratu Duyung tersenyum. "Aku punya sedikit ilmu yang bisa kubagi. Siapa tahu ada
gunanya..."
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Wiro Sableng gelenggeleng kepala. Kedua tangannya diulurkan memegang bahu Ratu
Duyung. Lalu dengan setulus hati diciumnya kening perempuan itu seraya berbisik.
"Aku banyak menerima budimu. Aku tak akan melupakan...." Lalu Wiro memeluk sang
ratu eraterat. Ratu Duyung hanyut dalam kebahagaiaan
yang belum pernah dirasakannya.
Namun dia cepat sadar diri. Pelahanlahan dia melangkah mundur. Jarijari tangan
kirinya dijentikkannya. Tirai biru di sebelah kanan bergerak.
Empat orang gadis berpakaian hitam ketat memasuki ruangan. Salah seorang di
antaranya adalah gadis bertubuh jangkung yang tempo hari menemui Wiro sewaktu
diikat ke batu putih dalam menjalani hukuman.
"Antarkan tamu kita ke Pintu Gerbang Perbatasan."
Empat gadis menjura lalu memberi isyarat pada Pendekar 212 untuk mengikuti.
Namun sebelum berlalu Wiro berkata. "Ratu waktu pertama datang kemari aku
mengenakan pakaian lain. Walau jelek dan dekil aku
mohon pakaian itu dikembalikan
padaku." "Kau akan mendapatkannya.
Seorang anak buahku akan
memberikan padamu
sebelum meninggalkan tempat ini. Aku tahu pakaian itu kotor namun yang sangat
berarti bagimu adalah sekuntum bunga kenanga sakti yang tak pernah layu di salah
satu kantongnya, bukan begitu?"
Selagi Wiro terkejut mendengar ucapan Ratu Duyung, perempuan
ini berkata lagi. "Jika kau bertemu dengan gadis dari alam gaib bernama Suci berjuluk Dewi
Bunga Mayat itu, sampaikan salam hormatku padanya..."
Wiro hanya bis mengangguk.
Dalam hati dia mengagumi betapa luasnya ilmu
pengetahuan Ratu Duyung sampaisampai dia juga mengenal Dewi Bunga Mayat. (Untuk
jelasnya siapa adanya
Suci atau Dewi Bunga Mayat silahkan baca
serial Wiro Sableng
berjudul "Dewi Bunga Mayat")
"Satu lagi Ratu, pakaian hitam yang melekat di tubuhku saat ini apakah aku boleh
memakainya terus. Atau harus kutanggalkan di hadapan anak buahmu seperti
kejadian dulu...?"
Empat orang anak buah Ratu Duyung tampak terkesiap mendengar
katakata Wiro itu. Mereka khawatir mendengar katakata
Wiro itu. Mereka khawatir
sang Ratu marah. Tapi ternyata Ratu Duyung tersenyum.
"Kau boleh memakainya selama kau
suka..." "Terima kasih, aku minta diri sekarang." Wiro membungkuk dalamdalam lalu
melangkah mengikuti empat gadis anak buah sang Ratu.
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
HANYAsesaat setelah Pendekar 212 meninggalkan ruangan itu, Ratu Duyung duduk
terhenyak di atas kursi batu. Dia tak sanggup lagi menahan runtuhnya air mata.
Dia menangis hampir tanpa suara. Sambil bersandar
tangannya bergerak menekan
sebuah tombol di lengan kanan kursi batu. Terdengar suara berdesing. Tirai biru
di hadapannya menggulung ke atas. Lalu tampak sebuah celah yang merupakan pintu
sebuah lorong pendek. Ratu Duyung bangkit dari kursi batunya. Setengah berlari
dia memasuki lorong itu hingga sebuah ruangan berbentuk
bundar. Di bagian tengah
ruangan ini ada sebuah benda setinggi manusia tertutup kain beluderu merah muda.
Ratu Duyung menarik lepas
kain beluderu itu. Begitu kain tersingkap kelihatan
sebuah patung seukuran tinggi manusia yang sangat halus buatannya.
Patung itu memiliki wajah dan sosok tubuh menyerupai Pendekar 212 Wiro Sableng.
Di hadapan patung
Ratu Duyung jatuhkan diri. Bahunya kelihatan
berguncang. Kedua
tangannya memegangi bagian kaki patung.
Tangis yang sejak tadi ditahan
dan disembunyikannya
kali ini tak dapat dibendung lagi. Ratapannya
terdengar mengharukan. "Wiro... Lima tahun aku menunggumu. Setelah kau hadir di sini ternyata aku tak
mampu berharap dan meminta.... Kalau saja hidup di tempat ini mengenal mati, aku
lebih rela menghembuskan napas penghabisan saat ini juga...."
Tekanan batin dan keputusasaan
membuat Ratu Duyung tak sadar lagi apa yang
diperbuatnya. Patung batu Pendekar 212 Wiro Sableng dipeluk diciumnya dengan
berurai air mata.
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
TIGA BELAS Yang disebut Pintu Gerbang Perbatasan adalah tumpukan batubatu besar berbagai
bentuk yang disusun demikian rupa membentuk
sebuah pintu gerbang. Saat itu udara terasa dingin dan malam sangat gelap karena bulan purnama dan bintang
bintang tak satupun menghiasi langit.
Tiga orang gadis berpakaian hitam ketat berjalan di depan Wiro. Mereka melangkah
cepat menuju pintu gerbang batu. Wiro mengikuti dengan buntalan kecil berisi
pakaiannya tergantung di punggung. Di samping kanannya berjalan anak buah Ratu
Duyung, gadis cantik bertubuh jangkung.
Sejarak sepuluh tombak sebelum mencapai pintu gerbang gadis ini berbisik pada
Wiro. "Pada saat mencapai pintu gerbang batu, aku akan melompat melewatinya. Jika aku
selamat maukah kau mengantarkan aku ke satu tempat....?"
Tentu saja Wiro terkejut mendengar
katakata gadis itu. Dia ingat pada gadis
yang menemui ajalnya di tangan Ratu Duyung di Ruang Penantian.
"Aku tidak bisa memastikan. Tapi apakah rencanamu itu tidak akan mencelakai
dirimu sendiri?"
"Hidupku dan kawankawan sudah lama dirundung celaka. Kalaupun muncul celaka
besar yang bisa membunuh diriku, aku malah akan merasa lebih tenteram..."
jawab si gadis.
"Kau masih muda, mengapa sengaja mencari bencana?" mengingatkan Wiro.
"Aku tahu masalah yang kalian hadapi.
Suatu ketika semua akan mencapai
akhirnya. Kalian bisa kembali ke alam sebelum kalian berada di tempat ini..."
"Hemmmm...Kau pasti tahu itu dari Ratu kami. Tapi akhir yang kau katakan itu
datangnya mungkin lama sekali. Bahkan bisa saja tak pernah terjadi." Jawab si
gadis. Air mukanya agak berubah. Lalu dia berkata setengah menyesali.
"Tadinya aku mengira bisa menggantungkan secuil
harapan padamu. Ternyata
aku keliru. Jika kau tidak bersedia menolong tak jadi apa. Tapi ketahuilah
apapun yang terjadi aku tetap akan berusaha menembus keluar dari kungkungan
kehidupan penuh tekanan batin ini. Sejak lama aku sudah tak tahan. Kurasa
kawankawan yang lain begitu juga. Termasuk Ratu kami sendiri...."
Pintu Gerbang Perbatasan semakin dekat juga. Satu tombak dari hadapan pintu batu
ini tiga gadis di depan Wiro hentikan pintu batu ini tiga gadis di depan Wiro
hentikan langkahnya. Mereka berpaling pada Pendekar 212. Wiro sendiri coba
meneliti apa sebenarnya yang ada di seberang pintu gerbang batu itu. Dia hanya
melihat tebaran awan putih bercampur kelabu.
"Kami hanya mengantar sampai di sini," kata gadis yang di tengah. Dia kawan
kawannya tidak memperhatikan kawan mereka yang satu si jangkung.
Wiro yang sudah tahu gelagat cepat melangkah ke bagian tengah pintu gerbang
batu, maksudnya hendak menghadang
perbuatan nekat yang hendak dilakukan gadis
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
jangkung itu. Tapi dia lupa kalau saat itu dia masih berada di alam aneh
kekuasaan Ratu Duyung. Lebih cepat dari langkah yang dibuat Pendekar
212 si gadis jangkung
berkelebat. Murid Sinto Gendeng hanya merasa ada sambaran angin. Ketika dia berpaling ke
kiri gadis jangkung itu telah melesat di atas kepalanya!
Tiga anak buah Ratu Duyung berseru kaget melihat kejadian itu. Mereka memburu
tapi sadar lalu cepat bersurut.
Di depan sana mereka semua melihat gadis jangkung yang tadi melesat di udara
kini melayang turun. Lalu terjadilah hal yang membuat tiga gadis terpekik sedang
Wiro keluarkan seruan tertahan.
Begitu tubuh gadis jangkung menyentuh tebaran awan, terdengar letupan keras lalu
wusss! Satu kobaran api yang besar dan garang tahutahu menyelimuti tubuh gadis
jangkung itu. Si gadis menggeliat kian kemari. Tanpa jeritan sama sekali
tubuhnya musnah tanpa bekas. Bersamaan dengan itu kobaran apipun padam.
"Kalau aku melewati
pintu gerbang batu ini,
lalu tubuhku bersentuhan
dengan awan putih kelabu, apakah nasibku bakalan sama dengan gadis nekat tadi...."
Apa yang ada dalam pikiran
Pendekar 212 rupanya
diketahui oleh tiga
gadis di dekatnya. Salah seorang dari mereka lalu berkata.
"Keadaan dirimu tidak sama dengan kami. Tak usah ragu. Lewati Pintu Gerbang
Perbatasan tanpa rasa takut tanpa ragu. Kau akan kembali ke duniamu dengan
aman...." Wiro pandangi tiga gadis di hadapannya
sambil garukgaruk kepala. Hatinya
meragu dan kebimbangan
terlihat di wajahnya. Tiga gadis di hadapannya
anggukkan kepala satu persatu untuk pertama kalinya mereka tersenyum pada pemuda itu.
"Selamat jalan...." Kata ketiga gadis hampir bersamaan.
Wiro lambaikan tangan kanannya. Dia melangkah menaiki tangga Pintu Gerbang
Perbatasan sebelah dalam. Pada pertengahan
tangga batu, tepat di bawah pintu
gerbang dia berpaling pada tiga gadis itu. Yang dipandangi kembali mengucapkan
selamat jalan. Wiro gelenggeleng kepala. Kakinya kini
menuruni tangga batu sebelah
luar pintu gerbang. Dia melangkah lagi. Sesaat dia merasa
seperti melayang di udara.


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu kaki dan tubuhnya menyentuh awan putih kelabu. Pada saat itu juga terjadi
satu hal yang tidak bisa dipercayainya. Memandang ke bawah dia melihat kedua
kakinya kini menginjak pasir pantai. Memandang
ke depan dia dapatkan
laut luas terbentang
ditebari pulaupulau di kejauhan. Ombak berdebur tiada henti di tepi pantai. Dua
buah perahu lengkap dengan pendayung terapungapung dipermainkan ombak.
"Aneh, bagaimana
ini bisa terjadi...?" pikir Pendekar 212. Dia menoleh ke
belakang. Astaga! Pintu Gerbang Perbatasan lenyap. Tiga gadis anak buah Ratu Duyung tak
kelihatan lagi.
Selagi Wiro tercengangcengan seperti itu tibatiba satu tangan besar memegang
pundaknya. Murid Sinto
Gendeng tergagau keras saking kagetnya. Dia cepat membalik
sambil bersiap menghantam. Saat itu juga meledak suara tawa keras sekali.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Kerbau Bunting sialan!" maki Wiro lalu tarik pulang tangan kanannya yang siap
menjotos. "Selamat datang di dunia kita Sobatku Muda!"
kata Dewa Ketawa. "Betapapun
bagusnya dunia orang lain, jauh masih lebih bagus dunia kita yang serba
gila ini! Ha...
ha... ha....."
Mau tak mau Wiro jadi ikutikutan tertawa.
Mendadak Dewa Ketawa hentikan gelaknya. "Eh, apakah kau sempat diajak tidur oleh
Ratu Duyung bermata biru itu...?" Dewa Ketawa bertanya.
"Bagaimana kau tahu....?" Balik bertanya Wiro dengan mata mendelik.
"Ha...ha...Sebelumnya dia pernah minta
pendapatku. Kukatakan padanya
agar menanyakan sendiri. Jadi sudah ya...?"Wiro gelengkan kepala.
Dewa Ketawa pukul jidatnya sendiri. "Sayang aku sudah tua! Kalau saja masih muda
dan segagahmu pasti aku yang duluan diminta sang Ratu untuk masuk ke kamarnya!
Ha...ha...ha!"
Dewa Ketawa menunjuk pada dua buah perahu yang ada di pasir pantai. "Pasti Ratu
Duyung yang mengatur. Aku ambil satu kau ambil satu. Kita tinggalkan tempat ini
dan berpisah di sini. Kalau umur sama panjang pasti bisa bertemu lagi...."
Tubuh Dewa Ketawa melesat di udara lalu mendarat masuk ke dalam salah satu
perahu. Walau nyatanyata tubuhnya yang gendut itu berbobot lebih dari dua ratus
kati perahu sama sekali tidak bergoyang!
Wiro juga tak mau menunggu lebih lama. Sekali berkelebat tubuhnya melayang di
udara, berputarputar seperti bola. Di lain kejap kedua kakinya menyentuh lantai
perahu. Salah satu kakinya sengaja dipakai menginjak ujung kayu pendayung.
Pendayung melesat ke udara, sebelum jatuh murid Sinto Gendeng cepat melompat dan
menyambar gagang pendayung selagi masih berada di udara. Ketika turun lagi ke
dalam perahu, perahu itu tetap tidak bergoyang!
"Ha...ha....ha! Pertunjukan hebat!" memuji Dewa Ketawa.
"Sobatku Gendut!" teriak Wiro. "Kalau ada undangan besar apakah kau mau datang
ke satu tempat?"
"Tergantung siapa yang mengundang, kapan dan dimana!" jawab Dewa Ketawa seraya
mulai mengayuh perahunya.
"Yang mengundang Iblis Pemabuk! Waktunya hari sepuluh bulan sepuluh! Saat
matahari terbit. Tempatnya Pengandaran" jawab Wiro.
"Waktunya cocok! Tempatnya sesuai! Si Pengundang tepat! Kita bisa mabuk samasama
di sana nanti!" Dewa Ketawa tertawa panjang. Sekali dia menggerakkan tang an
mengayuh, perahu yang ditumpanginya melesat menembus ombak.
TAMAT Serial selanjutnya Delapan Sabda Dewa sudah diselesaikan oleh kucinglistrik...Saya
lanjut ke serial Muslihat Para Iblis...Harap sabar menunggui...(mercenary_007)
Pendekar Pedang Sakti 7 Pedang Siluman Darah 13 Misteri Penguasa Gunung Lanang Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak 1

Cari Blog Ini